Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012 Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138 ISSN: 2089-9858 ® PS AGRONOMI PPs UNHALU
REAKSI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI KOMERSIAL TERHADAP PATOTIPE XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE ISOLAT SULAWESI TENGGARA Immun Reaction of Several Commercial Rice Variety Against the Patotype of Xanthomonas oryzae pv. Oryzae Isolate in Southeat Sulawesi
1)
Oleh: Abd. Rahim1), Andi Khaeruni R., 2*), Muh. Taufik2).
2)
Alumni Program Studi Agronomi Program Pascasarjana Unhalu Dosen Program Studi Agronomi Program Pascasarjana Unhalu *) Alamat surat-menyurat:
[email protected]
ABSTRACT. The aims of the research were to the tolerance of several commercial rice varieties to the isolates of Xanthomonas oryzae pv. oryzae in Southeast Sulawesi. This Research field trials conducted in the Faculty of Agriculture, University of Haluoleo from September to December 2012. The tolerance reaction testing of commercial rice variety by applying split plot design with 4 pathotypes as the main plot consisted of pathotype IV (P1), VIII (P2), X (P3) and IX (P4) as well as 6 commercial rice varieties as sub plot factors consisted of Mekongga (VI), Cisantana (V2), Inpari 3 (V3), Inpari 6 (V4), Inpari 10 (V5) and Kencana (V6). The observed parameters were (1) Incubation period of disease, (2) Severity of disease and (3) Infection rate of disease. The test result of the tolerance reaction of commercial rice against various pathotypes of Xanthomonas oryzae pv. oryzae revealed that (1). the incubation period of bacterial leaf blight disease was significantly different on patotypes and varieties, but was not significantly different on their interaction, (2). the severity level of bacterial leaf blight was significantly different on the commercial rice varieties at 59, 66 and 73 days after planting, but it was not significnat different on the patotypes and the interaction between variety and patotype. The disease severity level of each variety at 73 days after planting was: Cisantana (V2) 31,03 %, Inpari 10 (V5) 36,94 %, Inpari 6 (V4) 46,48 %, Inpari 31.03%, Inpari 10 (V5) 36.94%, Inpari 6 (V4) 46.48%, Inpari 3 (V3) 57.96%, Kencana (V6) 67.03%, and Mekongga (V1) 69.35%. (3). the level of disease infection was significantly different on commercial rice varieties, but it was not significantly different on the patotypes and the interaction between patotype and varieties. The level of infection on mekongga variety (0,07742) and Kencana variety (0,07525) was significantly different from Inpari 3 variety (0,03883), Inpari 10 variety (0,02667), Inpari 6 variety (0,02083) and Cisantana variety (0,00792). Key words: bacterial leaf blight disease, commercial rice variety, pathotype, tolerance, Xanthomonas oryzae pv. Oryzae.
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reaksi ketahanan beberapa varietas padi komersial terhadap patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae Isolat Sulawesi Tenggara. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo mulai bulan September hingga bulan Desember 2012. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah yang terdiri dari 4 patotipe sebagai petak utama terdiri dari patotipe IV (P1), VIII(P2), X P(3) dan IX (P4) serta 6 varietas padi komersial sebagai anak petak yang terdiri dari Mekongga (V1), Cisantana (V2), Inpari 3 (V3), Inpari 6 (V4), Inpari 10 (V5) dan Kencana (V6).Parameter yang diamati adalah (1) Masa inkubasi penyakit, (2) Tingkat keparahan penyakit dan (3) Laju infeksi penyakit. Hasil Reaksi ketahanan padi komersial terhadap berbagai patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae menunjukkan bahwa (1). Masa inkubasi penyakit hawar daun bakteri berpengaruh nyata pada patotipe dan varietas padi komersial secara tunggal tetapi berpengaruh tidak nyata pada interaksi keduanya. (2). Tingkat keparahan penyakit hawar daun bakteri berpengaruh nyata pada varietas padi komersial pada umur 59, 66 dan 73 hari setelah tanam tapi tidak berbedab nyata untuk patotipe dan interaksi antara vaietas dengan patotipe. Tingkat keparahan penyakit masing-masing varietas pada umur 73 hari berurutan dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah : Cisantana (V2) 31,03 %, Inpari 10 (V5) 36, 94 %, Inpari 6 (V4) 46,48 %, Inpari 3 (V3) 57,96 %, Kencana (V6) 67,03 % dan Mekongga (V1) 69,35 %. (3) Laju infeksi penyakit berpengaruh nyata pada varietas padi komersial, tapi tidak berpengaruh nyata pada patotipe dan interaksi keduanya. Laju infeksi pada varietas Mekongga (0,07742) dan varietas Kencana (0,07525) berbeda nyata dengan varietas Inpari 3 (0,03883), varietas Inpari 10 (0,02667), varitas Inpari 6 (0,02083) dan varietas Cisantana (0,00792). Kata kunci:, ketahanan, patotipe, penyakit hawar daun bakteri, vaietas padi komersial, Xanthomonas oryzae pv. Oryzae.
132
Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012
Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138
PENDAHULUAN Patogen X. oryzae pv. oryzae mempunyai beberapa strain (Ou, 1985; Mahmud et al., 1998; Hifni dan Kardin, 1998; Djatmiko dan Prakosa, 2010). Sejalan dengan adanya pergeseran patotipe X. oryzae pv. oryzae dari waktu ke waktu di lapang, menyebabkan penggunaan varietas tahan yang dianggap mampu mengatasi penyakit HDB hanya bersifat sementara dan terbatas di beberapa daerah saja, karena patotipe yang tidak dominan suatu ketika akan menjadi dominan apabila mendapat inang yang cocok. Berdasarkan sistem Kozaka yang telah dikembangkan, pada tahun 1994 di Indonesia telah dijumpai 11 kelompok strain X. oryzae pv. oryzae dengan tingkat virulensi yang berbeda (Hifni & Mihardja 1994). Mewabahnya penyakit HDB pada beberapa daerah di Indonesia beberapa tahun terakhir diduga karena terjadinya pergeseran patotipe X. oryzae pv. oryzae ke arah patotipe yang lebih virulen dan kondisi iklim yang mendukung perkembangannya di lapangan. Penggunaan varietas tahan dalam menanggulangi penyakit HDB masih terus dikembangkan karena cukup efektif dan efisien, aman, murah dan tidak mencemari lingkungan. Sampai saat ini ketersediaan varietas unggul yang resisten terhadap penyakit hawar daun bakteri masih sangat terbatas. Belum diperoleh suatu varietas unggul yang tahan terhadap semua strain yang ada di Indonesia. Suatu varietas yang tahan terhadap strain tertentu di suatu lokasi belum tentu tahan terhadap strain lain di lokasi yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perakitan varietas yang tahan penyakit hawar daun bakteri lebih banyak diseleksi terhadap patotipe III dan IV, karena hasil penelitian sebelumnya menunjukkan patotipe III merupakan patotipe yang memiliki penyebaran luas, sementara patotipe IV diidentifikasi sebagai patotipe yang paling virulen (Hifni, 1987). Untuk mengendalikan penyakit Hawar Daun Bakteri di suatu daerah melalui penyediaan varietas unggul tahan HDB diperlukan informasi baru tentang respon varietas komersial terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae yang ada di suatu daerah. Berdasarkan alasan tersebut sehingga penelitian ini diarahkan untuk melihat reaksi ketahanan varietas komersial terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae isolat Sulawesi Tenggara. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman dan Lahan Percobaan Pakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
yang berlangsung dari Juni sampai Desember 2011. Penelitian dilaksanakan berdasarkan rancangan percobaan faktorial yang diatur dalam rancangan petak terpisah. Petak utama adalah patotipe X. oryzae pv. oryzae yang terdiri atas 4 patotipe yang dominan menyebar pada pertanaman padi di Sulawesi Tenggara (patotipe IV, VII, IX dan X). Anak petak adalah varietas padi komersial yang meliputi 6 varietas yaitu: Cisantana, Mekongga, Inpari 3, Inpari 6 dan Inpari 10 serta satu vairetas cek rentan yaitu varietas Kencana. Dengan demikian terdapat 24 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 72 unit percobaan. Pelaksanaan Penelitian: Persemaian benih padi dilakukan pada bak plastik berukuran 50 cm x 30 cm x 10 cm yang berisi media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1, sebelum benih disemai terlebih dahulu direndam dalam air selama 5 jam kemudian dikecambahkan setelah benih mulai berkecambah benih tersebut ditabur pada media semai secara merata. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor, tanah dibajak sebanyak 2 kali, kemudian dihaluskan sampai lahan siap tanam. Sebelum tanam lahan penelitian dibuat petak-petak sesuai dengan desain penelitian yang digunakan, dimana ukuran unit percobaan adalah 1 x 2 m, jarak antara petak utama adalah 1 m, sedangkan jarak antara anak petak adalah 50 cm, dari total 72 unit percobaan dibutuhkan lahan 17 x 18 m. Denah percobaan terlampir. Setelah bibit berumur 21 hari setelah semai dilakukan penanaman pada lahan percobaan dengan jarak tanam 25 x 25 cm, sehingga setiap unit percobaan terdapat 32 anakan tanaman padi. Pemupukan dilakukan sesuai dengan rekomendasi umum untuk pertanaman padi di Sulawesi Tenggara yaitu 200 kg Urea, 150 kg SP 36 dan 100 -1 kg KCl ha dan dikonversi keluas lahan yang digunakan. Pupuk diberikan sebanyak sebanyak 3 kali yaitu 1/3 dosis diberikan sebagai pupuk dasar sebelum tanam 1/3 dosis diberikan pada umur 21 hari setelah tanam dan 1/3 dosis diberikan pada umur 45 hari setelah tanam. Khusus untuk pupuk SP 36 diberikan semuan sebagai pupuk dasar. Penyiangan dilakukan secara manual apabila ditemukan gulma. Inokulasi dilakukan pada tanaman yang berumur 45 hari setelah tanam dengan metode pengguntingan daun sekitar 3 cm dari ujung dengan menggunakan gunting yang telah dicelupkan kedalam suspensi X. oryzae pv. oryzae 8 dengan konsentrasi 10 CFU/ml. Setiap penggantian inokulasi isolat X. oryzae pv oryzae, gunting yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi permukaan dengan alkohol 70 %.
Abd. Rahim et al., 2012. Reaksi Ketahanan Penyakit Beberapa ...........................................
133
Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012
Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138
Pengamatan terhadap gejala hawar pada daun uji diamati pada 2, 3 dan 4 minggu setelah inokulasi dengan mengambil 5 rumpun sampel tanaman secara diagonal dan pada tiap rumpun diambil 3 lembar daun. Parameter yang diamati adalah: (a) Periode inkubasi penyakit yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk timbunya gejala awal hawar daun bakteri setelah inokulasi X. oryzae pv oryzae; (b) Tingkat keparahan penyakit dihitung dengan menggunakan menggunakan rumus :
ISSN: 2089-9858
I
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
(ni.x.Vi) i 0
Z .x.N
x.100%
Keterangan: I = Intensitas serangan (%), ni = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala kerusakan vi, Vi = Nilai skala kerusakan contoh ke- i, N = Jumlah Tanaman sampel, Z = nilai skala kerusakan tertinggi.
Dari hasil perhitungan intensitas serangan tersebut, ditentukan reaksi setiap varietas yang diuji pada setiap patotipe patogen dengan kriteria pada Tabel berikut :
Tabel 1. Skor dan respon tanaman berdasarkan kriteria gejala hawar pada daun padi Skor 1 2 3 4 5 6
Kriteria gejala penyakit hawar daun 0-3% luas`daun yang bergejala hawar 4-6% luas daun yang bergejala hawar 7-12% luas daun yang bergejala hawar 13 – 50% luas daun yang bergejala hawar 51 – 75% luas daun yang bergejala hawar > 75 % luas daun yang bergejala hawar
Tingkat Ketahanan Sangat resisten Resisten Moderat Resisten Moderat rentan Rentan Sangat rentan
(SES IRRI, 1996)
(c) Laju infeksi penyakit. Laju infeksi penyakit dihitung berdasarkan rumus:
r
2,3 1 1 (log log ) t 1 xt 1 x0
Keterangan : r = laju infeksi, X0 = proporsi penyakit awal, Xt = proporsi penyakit pada waktu t, dan t = interval waktu pengamatan.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam, apabila dalam analisis ragam terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf nyata α = 5 %. HASIL Untuk mengetahui taraf perlakuan yang lebih baik dan mengetahui perbandingan antara taraf perlakuan masing-masing faktor maka hasil analisis ragam dilanjutkan dengan uji lanjut perbandingan antara semua perlakuan. Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa masa inkubasi penyakit berpengaruh nyata pada patotipe X. oryzae pv. oryzae dan varietas padi yang diuji, tapi tidak berbeda nyata pada interaksi antara patotipe dengan varietas padi yang diuji. Hasil uji DMRT taraf 0,05 terhadap masa inkubasi penyakit hawar
daun bakteri dengan patotipe X. oryzae pv. oryzae dan varietas padi yang diuji disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh patotipe X. oryzae pv. oryzae dan varietas padi terhadap masa inkubasi (hari) penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi Pato- Masa DMRT Varietas tipe inkubasi 0,05 Uji Xoo (hari) (AP) (PU) IX 4,28 a Inpari 10 X 3,78 b 2=0,461 Cisantana VIII 3,39 bc 3=0,4778 Inpari 3 IV 2,94 c 4=0,4861 Inpari 6 Mekongga Kencana
Masa Inkubasi (hari) 4,50 a 4,25 a 3,75 b 3,75 b 2,67 c 2,67 c
DMRT 0,05
2= 0,437 3=0,4595 4=0,4742 5=0,4848 6=0,4929
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada ά = 0,05
Pengaruh tingkat keparahan penyakit (%) nyata terhadap anak petak (varietas) tapi tidak berpengaruh nyata pada perlakuan petak utama (patotipe) dan interaksi keduanya. Hasil uji DMRT taraf 0,05 pengaruh varietas komersial terhadap tingkat keparahan penyakit hawar daun bakteri pada umur 59hst-73hst pada tanaman padi di Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Abd. Rahim et al., 2012. Reaksi Ketahanan Penyakit Beberapa ...........................................
134
Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012
Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Tabel 3. Pengaruh varietas komersial terhadap tingkat keparahan penyakit (%) hawar daun bakteri umur 59 hst, 66 hst dan 73 hst pada tanaman padi di Sulawesi Tenggara Perlakuan
Tingkat keparahan (%) menurut umur (hst) DMRT DMRT 66 hst 73 hst 0,05 0,05 47,22 a 67,03 a 2=5,38 49,07 a 2=6,538 69,35 a 3=5,657 38,05 b 4=7,095 46,48 c 4=5,838 47,13 a 3=6,875 57,96 b 5=5,968 26,94 c 5=7,254 31,01 d 6=6,068 24,44 c 6=7,375 36,94 d
59 hst
Kencan Mekongga Inpari 6 Inpari 3 Cisantana Inpari 10
38,79 a 35,55ab 32,77 b 30,27 b 21,67 c 21,29 c
DMRT 0,05 2=7,085 4=7,688 3=7,449 6=7,991 5=7,86
Reaksi Ketahanan Rentan Rentan Moderat Rentan Rentan Moderat Rentan Moderat Rentan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 0,05.
Hasil perhitungan terhadap laju infeksi (r) penyakit hawar daun bakteri berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa laju infeksi penyakit berbeda nyata pada perlakuan varietas padi, tetapi tidak berbeda nyata pada perlakuan
patotipe dan interaksi keduanya. Hasil uji DMRT taraf 0,05 pengaruh patotipe X. oryzae pv. oryzae dan varietas padi terhadap laju infeksi penyakit hawar daun bakteri disajikan pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Pengaruh varietas padi terhadap laju infeksi (r ) penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi dalam waktu 7 hari ( 59–66 hst dan 66 -73hst) Varietas Komersial V1 ( Mekongga) V6 ( Kencana) V3 ( Inpari 3) V5 ( Inpari 10 ) V4 ( Inpari 6) V2 (Cisantana)
Laju Infeksi ( r ) umur 59 – 66 HST 0,0342ab 0,0202c 0,0395a 0,0062d 0,0133c 0,0104c
DMRT 0,05 2=0,01411 3=0,01484 4=0,01531 5=0,01566 6=0,01592
Laju Infeksi (r) umur 66 - 73 HST 0,07742 a 0,07525 a 0,03883 b 0,02667 bc 0,02083 bc 0,00792 d
DMRT 0,05 2= 0,02354 3=0,02475 4=0,02555 5=0,02612 6=0,02655
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada ά = 0,05
PEMBAHASAN Reaksi ketahanan suatu varietas tanaman terhadap patogen dapat dinilai berdasarkan pendekpanjangnya masa inkubasi (periode laten), rendahtingginya kejadian penyakit atau keparahan penyakit yang dinyatakan dalam persen serta rendah-tingginya laju infeksi. Masa inkubasi penyakit hawar daun bakteri pada empat patotipe X. oryzae pv. oryzae berkisar antara 2,94 hari sampai 4,28 hari. Masa inkubasi tercepat adalah patotipe IV 2,94 hari berbeda nyata dengan masa inkubasi patotipe X (3,78 hari) dan patotipe IX (4,28 hari), tapi tidak berbeda nyata dengan masa inkubasi patotipe VIII (3,39 hari). Masa inkubasi terlama adalah patotipe IX (4,28 hari) berbeda nyata dengan semua patotipe lain (Tabel 2). Pengaruh varietas padi terhadap masa inkubasi penyakit hawar daun bakteri terlihat bahwa varietas Inpari 10 dan varietas Cisantana merupakan varietas dengan masa inkubasi paling lama yaitu 4,5 dan 4,25 hari dan berbeda nyata dengan 4 varietas lainnya, demikian pula varietas Kencana sebagai varietas kontrol rentan masa inkubasi penyakit
hawar daun bakteri selama 2,67 hari dan berbeda nyata dengan varietas lainnya kecuali dengan varietas Mekongga. Perbedaan masa inkubasi penyakit ini memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan respon ketahanan masing-masing varietas terhadap infeksi penyakit hawar daun bakteri. Djatmiko dan Fatichin (2009) melaporkan bahwa masa inkubasi 21 varietas terhadap penyakit hawar daun bakteri adalah 3-5 hari, hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada penelitian ini bahwa masa inkubasi penyakit hawar daun bakteri pada berbagai patotipe X. oryzae pv. oryzae dan varietas padi adalah 2,67 hari sampai dengan 4,50 hari. Masa inkubasi penyakit menjadi salah satu faktor yang menentukan virulensi suatu patogen, demikan pula sebaliknya masa inkubasi penyakit yang lama menandakan suatu varietas tahan terhadap suatu patogen. Pada Tabel 3 terlihat bahwa tingkat keparahan penyakit hawar daun bakteri pada berbagai varietas pada umur 59 hst berkisar antara 21,2938,79% dengan intensitas serangan terendah pada varietas Inpari 10 (21,29%) dan intensitas serangan tertinggi pada varietas Kencana (38,79 %).
Abd. Rahim et al., 2012. Reaksi Ketahanan Penyakit Beberapa ...........................................
135
Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012
Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138
Berdasarkan uji DMRT taraf 0,05 terlihat bahwa intensitas serangan pada varietas Inpari 10 dan Cisantana berbeda nyata dengan 4 varietas lainnya, demikian pula varietas Kencana dengan intensitas serangan 38,79% berbeda nyata dengan semua vaietas lain, hal ini disebabkan karena varietas Kencana merupakan salah satu varietas diferensial sebagai kontrol rentan terhadap isolat X. oryzae pv. oryzae. Pada umur 66 hst terlihat bahwa varietas Kencana dengan intensitas serangan 47,22% berbeda nyata dengan varietas Inpari 10, Cisantana dan Inpari 6 tapi tidak berbeda nyata dengan varietas Mekongga dan Inpari 3. Pada umur 66 HST semua varietas digolongkan dalam kategori moderat rentan dengan kisaran intesitas serangan antara 13–50% sesuai dengan kategori pada Tabel 1. Pada umur 73 HST varietas Kencana dengan intensitas serangan 67,03% berbeda nyata dengan varie-
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
tas Inpari 3 (57,96%), Inpari 6 ( 46,48%), Inpari 10 (36,94%) dan Cisantana (31,03%) tapi tidak berbeda nyata dengan varietas Mekongga (69,35%). Dari gambar 1 terlihat bahwa varietas Cisantana pada umur 73 hst merupakan varietas dengan intensitas serangan terendah yaitu 31,01% berturut-turut berikutnya adalah Inpari 10 (36,94%), Inpari 6 (46,48%), Inpari 3 (57,96%), Kencana (67,03%) dan Mekongga (69,35%). Pada umur 73 hst varietas Inpari 3, Mekongga dan Kencana termasuk dalam kategori Rentan yaitu dengan intensitas serangan berkisar anatar 51-75 %, sedangkan tiga varietas lain yaitu Inpari 6, Inpari 10 dan Cisantana termasuk kategori Moderat rentan seperti pada Tabel 1. Grafik perkembangan intensitas penyakit (%) hawar daun bakteri pada berbagai varietas padi komersial umur 59 hst sampai dengan 73 hst dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik perkembangan penyakit hawar daun bakteri pada berbagai varietas padi umur 59 s.d. 73 HST tanaman
Ketahanan suatu varietas padi terhadap penyakit hawar daun bakteri ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah masa inkubasi penyakit. Hal in sesuai dengan pendapat Nayak et al (1986), bahwa pengaruh secara tidak langsung ketahanan tanaman padi terhadap penyakit hawar daun bakteri ditentukan oleh masa inkubasi dan areal dibawah kurva perkembangan penyakit. Gen ketahanan terhadap ras/patotipe X. oryzae pv. oryzae dikendalikan oleh gen R mayor (Liu et al., 2006). Selain itu diduga bahwa suatu tanaman menjadi tahan karena tanaman tersebut menghasilkan fitoaleksin sebagai hasil interaksi antara inang– patogen yang fungsinya menghambat perkembangan bakteri. Menurut Babu et al. (2003), varietas padi yang tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri menyebabkan meningkatnya kandungan fenol, ter-
akumulasinya patogenisitas related (PR) protein, dan thaumathin–like protein (TLP). Menurut Semangun (2001) tingkatan ketahanan dan kerentanan suatu varietas bukanlah merupakan suatu hal yang tetap. Ini sangat dipengaruhi oleh keadaan luar atau lingkungan. Sebaliknya patogen mempunyai virulensi atau tingkat patogenitas yang berbeda, yang berkisar antara relatif tidak merugikan dan yang dapat mematikan jaringan tumbuhan dengan cepat. Intensitas suatu penyakit merupakan hasil interaksi dari virulensi patogen dengan derajat kerentanan suatu tumbuhan inang. Suatu kultivar yang mempunyai ketahanan sedang dapat menunjukkan kerentanan yang cukup tinggi jika diserang oleh patogen yang rendah virulensinya. Derajat kerentanan yang tampak pada suatu tanaman ditentukan oleh banyak faktor yang mengadakan interaksi.
Abd. Rahim et al., 2012. Reaksi Ketahanan Penyakit Beberapa ...........................................
136
Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012
Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138
Derajat virulensi patogen, umur dan kondisi tanaman, serta keadaan lingkunga disekeliling tanaman sangat mempengaruhi tumbuhan inang dan patogen. semuanya harus cocok agar kerentanan suatu vaietas dapat terlihat. Data iklim pada stasiun klimatologi LANUD Wortel Monginsidi menunjukkan data curah hujan -1 o berkisar 134,2 mm bulan , suhu berkisar 26,9 C dan kelembaban berkisar 85%. Diduga kondisi iklim tersebut tidak berbeda jauh dengan kondisi lingkungan sekitar lokasi penelitian, sehingga cukup mendukung perkembangan penyakit di lapangan. Hal ini dapat dilihat pada laju perkembangan penyakit yang meningkat sejalan dengan pertambahan umur tanaman (Gambar 1). Laju infeksi (r) adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa cepat populasi patogen berkembang atau yang menunjukkan perkembangan populasi patogen per unit per satuan waktu (Oka, 1993). Laju infeksi dibedakan dengan beratnya penyakit. Laju infeksi dapat cepat, tetapi beratnya penyakit dapat ringan atau memang berat. Sebaliknya laju infeksi dapat cepat yang dibarengi dengan penyakit yang berat atau ringan saja. Berat ringannya penyakit ditentukan oleh derajat virulensi penyakit, derajat ketahanan inang dan pengaruh faktor-faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Makin virulen suatu patotipe atau ras pathogen dan makin rentan tanaman inang, penyakit yang terjadi akan makin berat. Nilai besaran r dapat menjadi penduga tentang sifat patogen itu, apakah ia berkembang secara logaritmik (eksponensial) atau tidak. Pada Tabel 4 terlihat bahwa laju infeksi penyakit hawar daun bakteri pada berbagai varietas padi komersial dalam waktu 7 hari terlihat bahwa varietas Mekongga merupakan varietas dengan nilai laju infeksi penyakit yang terbesar yaitu 0-0342 pada umur 59-66 hst dan 0,07742 pada umur 66–73 hst dan ini berbeda nyata dengan varietas lain kecuali dengan varietas Inpari 3(0,0395) pada umur 59–66 hst dan varietas Kencana (0,07525) pada umur 6673 hst., sedangkan varietas Inpari 10 dan varietas Cisantana merupakan vaietas padi dengan nilai laju infeksi penyakit yang paling rendah masing-masing 0,0062 pada umur 59–66 hst dan 0,00792 pada umur 66–73 hst. Secara alamiah tanaman memiliki ketahanan tertentu terhadap patogen bila tidak, tanaman akan mengalami serangan berat oleh patogen. Namun kenyataannya tidak demikian. Ketahanan yang dimaksud adalah ketahanan yang dikuasai oleh gen, sehingga sifat ketahanannya dapat diwariskan pada keturunannya. Perkembangan gen tahan ini pada tanaman terjadi sebagai hasil koevolusi antara inang-patogennya yang telah berlangsung lama.
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Masa inkubasi penyakit hawar daun bakteri pada beberapa patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolat Sulawesi Tenggara adalah 2,94 hari sampai dengan 4,28 hari, sedangkan masa inkubasi pada berbagai varietas padi komersil adalah 2,67 hari sampai dengan 4,50 hari. Varietas Cisantana, Inpari 10 dan Inpari 6 dengan tingkat keparahan penyakit hawar daun bakteri pada umur 73 hari setelah tanam masing-masing 31,01; 36,94 dan 46,48% memberikan reaksi ketahanan moderat rentan sedangkan varietas Kencana, Mekongga dan Inpari-3 dengan keparahan penyakit masing-masing 67,03; 69,35 dan 57,96% memberikan reaksi ketahanan rentan. Laju infeksi penyakit hawar daun bakteri pada varietas Cisantana (0,0104 dan 0,00792) merupakan nilai laju infeksi yang paling kecil dan berbeda nyata dengan varietas Mekongga (0,0342 dan 0,07742), Kencana (0,07525) dan Inpari 3 (0,0395 dan 0,03883). Ucapan terima Kasih Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Pengelompokan Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Reaksi Ketahanan Beberapa Varietas Padi Komersial Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri di Sulawesi Tenggara, oleh Bapak Dr. Ir. H. Andi Kharuni R, M.Si. untuk itu diucapkan terima kasih kepada beliau atas pendanaan dan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat dirampungkan. KEPUSTAKAAN Babu, A.G. and B.S. Thind, 2005. Potential use of combination of Pantoea agglomerans, Pseudomonas fluorescens, and Bacillus subtilis AS biocontrol agens for the control of bacterial blight of rice. http://www. agridept.gov.lk/other sub page s.php?id=8. Diakses tanggal 18 Juni 2011. Djatmiko, H.A. dan B. Prakoso, 2010. Keragaman patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada tanaman padi di tiga ketinggian tempat berdasarkan pola RAPD. AGRIVITA Vol. 32(2) : 155 – 162. Hifni, H.R., 1986. Kolompok bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae berdasarkan patogenisitasnya pada varietas padi. Penelitian Pertanian 6(2):74-76.
Abd. Rahim et al., 2012. Reaksi Ketahanan Penyakit Beberapa ...........................................
137
Berkala PENELITIAN AGRONOMI Oktober 2012
Vol. 1 No. 2 Hal. 132-138
Hifni, H.R. dan M.K. Kardin, 1998. Pengelompokkan isolate Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan menggunakan galur isogenik padi IRRI. Hayati 5: 66-72. Liu, D.N., P.C. Ronald, and A.J. Bogdanove, 2006. Xanthomonas oryzae pathovars: model pathogen of a model crop. Molecular Plant Pathology, 7: 303-324. Oka, I.N., 1993. Pengantar epidemiologi penyakit tanaman. Gajah Mada University Press. Yokyakarta.
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Ou, S.H., 1985. Rice diseases. Ed. Ke-2 Kew: Commonwealth Mycol. Inst. Schaad, N.W., 1988. Laboratory guide for identification of plant pathogenic bacteria, Ed Ke-2. APS Press. St Paul, Minnesota Semangun, H., 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Abd. Rahim et al., 2012. Reaksi Ketahanan Penyakit Beberapa ...........................................
138