Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
TINGKAT PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN PADA BERBAGAI ITIK LOKAL JANTAN (Anas Plathyrhinchos) DAN ITIK MANILA JANTAN (Cairrina Moschata ) [GROWTH AND FEED CONVERSION RATE IN VARIOUS LOCAL MALE DUCK (ANAS PLATHYRHINCHOS) MANILA AND DUCK MALE (CAIRRINA MOSCHATA)] NikmatulArifah, Ismoyowati, Ning Iriyanti Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto e-mail :
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian adalah Mengetahui pengaruh jenis itik lokal dan itik manila terhadap pertumbuhan absolute dan relatif,Mengetahui pengaruh jenis itik lokal dan itik manila terhadap konversi pakan. Materi yang digunakan adalah Itik Magelang jantan 20 ekor, Itik Mojosari jantan 20 ekor, Itik Tegal jantan20 ekor dan Itik Manila jantan 20 ekor umur 1 hari (DOD) sehingga jumlah materi seluruhnya ada 80 ekor anak itik. Pakan yang diberikan pada umur 4-10minggu adalah BR 1 dengan komposisi sebagai berikut: Protein kasar 20,5 %, ME 3000 kcal/kg. Petak kandang dengan ukuran 1m x 1m x 0,7 m sebanyak 20 unit.Peralatan kandang dan timbangan yang terdiri dari timbangan digital dan timbangan dengan ketelitian 10 g . Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuanadalah T1 : itik manila, T2 : itik magelang, T3 : itik tegal T4 : itik mojosari, setiap unit perlakuan diulang 5 kali dan peubah yang diamati adalah pertumbuhan absolute, pertumbuhan relatif dan konversi pakan. Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan uji kontral Orthogonal.Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada pertumbuhan absolut dan relatif. Rataan pertumbuhan absolut pada itik magelang 668,44 g/ekor; itik tegal 887,32 g/ekor; itik mojosari 903,49 g/ekor dan itik manila 1179 g/ekor. Hasil kontras orthogonal menunjukan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata pada itik lokal dan itik manila. Hasil analisis variansi untuk konversi pakan menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konversi pakan (P<0,01), dengan rataan itik mangelang 4,10; itik tegal 4,49; itik mojosari 4,45 dan itik manila 3,03. Kesimpulan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa itik Manila memiliki tingkat pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik. Kata Kunci : pertumbuhan absolut, pertumbuhan relatif dan Konversi Pakan ABSTRACT The reserch objective was to determine the influence of local ducks and manila duck on the absolute and relative growth and feed conversion. The materials used were 20 headsmale magelang dacks, 20 heads male Mojosari dacks, 20 heads male tegal dacks and 20 heads Manila ducks fish aged 1 (DOD) so that the sum total of material 80 ducklings tail. The Feed that given from the age of 410 weeks wes BR 1 with the following composition: Protein 20.5% rough, ME 3000 kcal / kg. The plots cages size 1m x 1m x 0,7 m by 20 units. Equipments enclosure and the scales were composed of digital scales and scales to the nearest 10 g. Experimental research method was used,by applying Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments T1: male manila duck, T2: malemagelang ducks, T3: maletegal duck and T4: malemojosari duck, each treatment unit was repeated 5 times and
718
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
the observed variables were the absolute growth, relative growth and feed conversion. The data were analyzed using analysis of variance and followed the Orthogonal contrast test. The results showed that the treatment was highly significant (P <0.01) in the absolute growth and relative growth. Mean absolute growth in ducks magelang 668.44 g / fish; ducks tegal 887.32 g / fish; ducks mojosari 903.49 g / fish and duck manila 1179 g / tail. Orthogonal contrasts the results indicate that there is a very real difference in the local ducks and duck manila. Results of analysis of variance for feed conversion showed that treatment of very significant effect on feed conversion (P <0.01), with a mean of 4.10 mangelang ducks; ducks tegal 4.49; ducks and duck manila mojosari 4.45 3.03. conclusionof this study is male manila duck has growth and feed onversion better than. Keywords: absolute growth,relative growthand Feed Conversion PENDAHULUAN Itik merupakan ternak yang termasuk spesies unggas air. Di Indonesia, itik adalah ternak unggas penghasil telur yang potensial selain ayam. Dalam memenuhi kebutuhan proten hewani, disamping peran unggas darat terutama ayam, unggas air juga memberi sumberdaya yang cukup besar terutama sebagai penghasil telur.Khususnya di Indonesia bibit unggul yang di ternakan kebanyakan jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor. Setioko et al. (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan itik sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, lingkungan sekitar, sistem perkandangan dan potensi genetiknya. Wulandari (2005) melaporkan pertambahan bobot badan itik Cihateup asal Garut terus meningkat sampai dengan minggu ke-4 dan selanjutnya mengalami penurunan. Wulandari (2005) melaporkan pertambahan bobot badan itik Cihateup asal Garut terus meningkat sampai dengan minggu ke-4 dan selanjutnya mengalami penurunan. Ensminger (1992) konversi pakan sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan. Kandungan nutrisi pakan yang diperlukan untuk pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, laju pertumbuhan dan penyakit. Kesehatan unggas juga mempengaruhi nilai konversi pakan. METODE Materi yang digunakan adalah Itik Magelang jantan 20 ekor, Itik Mojosari jantan 20 ekor, Itik Tegal jantan20 ekor dan Itik Manila jantan 20 ekor umur 1 hari (DOD) sehingga jumlah materi seluruhnya ada 80 ekor anak itik. Pakan yang diberikan pada umur 410minggu adalah BR 1 dengan komposisi sebagai berikut:Kadar air maksimum 12 %, Protein kasar minimum 20,5 %, ME 3000 kcal/kg, Lemak kasar minimum 5 %, Serat kasar maksimum 4,5 %, Abu maksimum 7 %, Calcium 0,9 - 1 % dan Phospor 0,7 - 0,9 %.Petak kandang dengan ukuran 1m x 1m x 0,7 m sebanyak 20 unit.Peralatan kandang dan timbangan yang terdiri dari timbangan digital dan timbangan duduk. Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuanadalah T1 : itik magelang, T2 : itik mojosari, T3 : itik tegal T4 : itik
719
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
manila atau entok, setiap unit perlakuan diulang 5 kali dan peubah yang diamati adalah pertumbuhan absolute, pertumbuhan relatif dan konversi pakan. Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan uji Orthogonal Contrast. Pertumbuhan absolut dihitung berdasadarkan Brody (1945) : LPA = W2 – W1 Keterangan : LPA = Laju Pertumbuhan Absolut W1 = bobot badan pada umur 10 minggu W2 = bobot badan pada umur 4 minggu Pertumbuhan relatif dihitung berdasarkan Brody (1945): LPR= Keterangan : LPR = Laju Pertumbuhan Relatif W1 = bobot badan pada umur 4 minggu W2 = bobot badan pada umur 10 minggu Konversi pakan berdasarkan Rasyaf(1994): Konversi pakan = Keterangan : KP = Konsumsi pakan (g) PBB = Pertumbuhan bobot badan (g) KP = Pakan yang di berikan – (sisa pakan + pakan tercecer) Sisa pakan= Pakan sisa ditempat pakan + pakan yang ada di tempat minum Sisa pakan yang di tempat minum dilakukan pengukuran kadar bahan kering untuk memenuhi jumlah pakan sisa. HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada umur 4 sampai 10 minggu yang di peroleh dari tiap jenis itik lokal jantan dan itikmanilajantan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Rataan bobot badanEntok dan Itik Lokal Umur 4 dan 10 Minggu. Perlakuan
4 minggu
10 minggu
T1 512 ± 113,67 1700 ± 101,55 T2 349,68 ± 46,92 1021,23 ± 45,50 T3 382,68 ± 6,65 1270 ± 52,74 T4 324,49 ± 23,86 1223,5 ± 71,99 Keterangan :T1= entok, T2= itik magelang, T3= itik tegal dan T4= itik mojosari Hasil pengamatan menunjukkan pertambahan bobot badan itik meningkat pesat (fase akselerasi) dari minggu pertama dan mencapai titik infleksi antara umur 4-8 minggu. Setelah
720
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
itu, pertambahan bobot badan itik mulai melambat (fase retardasi). Hal ini sama dengan yang dilaporkan Hardjosworo (1989) pada itik magelang yang mengalami late growth (fase retadasi) pada umur delapan minggu. Rataan pertambahan bobot badan entok lebih besar yaitu 512 g pada umur 4 minggu selanjutnya itik tegal lebih besar dari pada itik magelang dan itik mojosari selisihnya tidak terlalu jauh. Tingkat pertumbuhan itik lokal umumnya juga lambat. Berbeda halnya dengan itik pedaging yang berasal dari luar negeri (impor) misalnya itik Pekin. Itik Pekin memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, bobot maupun kualitas karkas yang dihasilkan juga jauh lebih berat dan lebih baik dibandingkan dengan itik lokal. Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi pertumbuhan absolut, dan pertumbuhan relatif yang diperoleh dari tiap jenis itik lokal jantan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Rataan pertumbuhan absolut dan pertumbuhan relatif pada Itik Lokal dan Itik anila Peubah T1 T2 T3 T4
Pertumbuhan Absolut (g) c
Pertumbuhan Relatif (g)
1179 ± 82,77
0,18 ± 0,018a
668,44 ± 23,89 a
0,17 ± 0,013a
887,32± 46,32 b 903,47 ± 79,40 b
0,18 ± 0,003a 0,20 ± 0,005 b
Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan berbeda nyata(P<0,05). T1= entok, T2= itik magelang, T3= itik tegal dan T4= itik mojosari.
Hasil analisis variansi menunjukkan jenis itik berpengaruh sangat nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan absolut dan realtif. Hasil ini menunjukkan bahwa entok dan itik berdasarkan pertumbuhan mengalami respon pertumbuhan relatif yang berbeda. Setelah diuji lanjut menggunakan uji kontras orthogonal dihasilkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) antara entok dan itik lokal. Pertumbuhan Absolut dan Relatif Rataan pertumbuhan absolut dan relatif menunjukan bahwa hasil analisis variansi dan uji lanjut kontras orthogonal menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,05) antara keempat jenis itik tersebut dengan pertumbuhan yang berbeda. Setelah di uji lanjut dengan kontras orthogonal dihasilkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) antara itik lokal dan itik manila. Hal tersebut menunjukan bahwa pada berbagai jenis itik mengalami tingkat pertumbuhan yang berbeda. Genetik sangat mempengaruhi pertumbuhan ternak. Meisji dkk (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh genetik, genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh ternak tersebut seperti sifat yang diturunkan oleh keturunannya dan warna bulu, sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan pada ternak untuk menampikan kemampuannya. Seekor ternak tidak akan menunjukan penampilan yang baik apabila tidak dilindungi oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup dipelihara. Susanti (2003) menyatakan bahwa faktor genetik sangat mempengaruhi pertumbuhan itik lokal. Selain itu rataan bobot telur dan bobot tetas jenis itik Tegal, itik Magelang dan itik
721
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
Mojosari berbeda masing-masing adalah 66,82 g, 68,89 g dan 66,64 g serta 40,22 g, 41,72 g dan 38,35 g. Entok jantan memiliki bobot yang lebih besar diakhir penimbangan dibandingkan pada itik lokal. Terjadinya laju pertumbuhan yang besar pada ternak jantan disebabkan peran hormon androgen. Meisji dkk, (2012) menyatakan bahwa pada beberapa hewan , hormon androgen menstimulasi anabolisme protein dan juga meningkatkan retensi nitrogen. Hal ini merupakan sebab terjadinya pertumbuhan pada jantan yang lebih cepat dan lebih baik. Hormon androgen ini ikut serta dalam proses pertumbuhan tulang dan memperbesaran jumlah serta ketebalan serabut otot serta kekuatan daya rentang dan kemampuan kerja otot. Hal ini merupakan sebab terjadinya pertumbuhan pada itik jantan dewasa yang lebih cepat dan lebih baik Nalbanvo (1990). Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya kesehatan, pakan dan manajemen Campbell (1997). Kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar salah satunya bergantung kepada kualitas ransum yang digunakan. Campbell (1997), menyatakan bahwa beberapa bangsa itik lokal jantan dari tipe petelur yang mempunyai pertumbuhan tinggi diperoleh pada anak itik janta mojosari, tegal, turi, magelang dan alabio. Kontecka (1995), menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik terjadi pada umur 4-10 minggu dan menurun cepat setelah itu. Okeudo (2002) menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan bobot badan itik jantan pegagan hanya terjadi sampai dengan umur 9 minggu, kemudian bobot badannya menurun. Laju pertumbuhan merupakan sifat yang diturunkan (terkait genetik) dan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan lingkungan (Ensminger, 1992). Tata laksana pada penelitian ini dilaksanakan seragam pada setiap perlakuan dan pakan yang diberikan memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi (20,5 %) serta ad libitum. Konsumsi dan Konversi Pakan Rasyaf (1994) menyatakan bahwa konversi ransum dihitung dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan. Tabel 3.Rataan Konsumsi dan Konversi Pakan pada Itik Manila dan Itik Lokal. Peubah Konsumsi Pakan (g) Konversi Pakan T1 84,71± 11,43 3,03 ± 0,21 T2 65,2± 6,98 4,10 ± 0,15 T3 94,6± 6,98 4,48 ± 0,23 T4 95,18 ± 5,79 4,45 ± 0,42 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan berbeda nyata(P<0,05). T1= entok, T2= itik magelang, T3= itik tegal dan T4= itik mojosari.
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa perlakuan berubah sangat nyara (P<0,05) terhadap konversi pakan pada itik lokal dan itik manila. Hasil ini menunjukan bahwa entok dan itik berdasarkan konversi pakan mengalami respon yang berbeda dari masing-masing jenis itik. Setelah diuji lanjut dengan kontras orthogonal dihasilkan bahwa terdapat
722
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
perbedaan sangat nyata (P<0,01) antara itik lokal dadn itik manila. Hasil rataan konsumsi pakan selama 4-10 mingggu itik mojosari lebih tinggi dari pada itik tegal, itik magelang dan itik manial. Hal tersebut dapat disebabkan dari perilaku makan yang berbeda antara itik lokal dan itik manila. Mahata (1993) menyatakan bahwa ternak akan mengkonsumsi pakan sesuai dengan batas kemampuan biologisnya sekalipun diberikan pakan yang berprotein tinggi. Pakan yang diberikan pada penelitian ini sama pada tiap perlakuan yakni ad libitum, sehingga itik dengan bobot badan kecil maupun itik dengan bobot badan besar mendapat kesempatan yang sama dalam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, pakan yang diberikan selalu dalam kondisi baik dan di ganti setiap hari. Sistem pemberian ini menyebabkan pakan terjaga dengan baik. Ensminger (1992), menytakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu genetik, bangsa, besar tubuh, jenis kelamin, umur dan tingkat konsumsi. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa, genetik, besar tubuh, jenis kelamin, umur, tingkat produksi telur, besar telur, aktivitas, tipe kandang, palatabilitas pakan, kandungan energi pakan, kualitas kecernaan pakan, konsumsi air, suhu tubuh, kandungan lemak tubuh dan tingkat stress (North dan Bell, 1990). Perilaku kanibal juga dapat menurunkan konsumsi pakan, pertumbuhan dan konversi pakan. Konsumsi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan (Ensminger, 1992). Hasil penelitian Margawati (1985) menunjukkan konsumsi dan konversi pakan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang. Konversi pakan pada ke empat jenis itik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Berbagai jenis itik memiliki potensi efisiensi yang sama dalam merubah pakan untuk pertumbuhan. Nilai konversi pakan keempat jenis itik ini berkisar antara 3,03 sampai 4,49 dengan rataan 4,02. Nilai konversi pakan yang didapatkan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan nilai konversi pakan yang didapatkan Wulandari (2005) pada itik Cihateup. Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa konversi pakan sebagai tolak ukur untuk menilai seberapa banyak pakan yang dikonsumsi itik menjadi jaringan tubuh, yang dinyatakan dengan besarnya bobot badan adalah cara yang masih dianggap terbaik. Semakin rendah nilai konversi pakan maka ternak tersebut semakin efisien dalam merubah pakan menjadi jaringan tubuh. Hal ini dapat disebabkan karena entok dan itik lokal memiliki potensi efisiensi yang sama dalam merubah pakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh. Berbeda dengan hasil penelitian dari Bintang (2000) menyatakan bahwa entok jantan lebih efisien dalam penggunaan pakan dibandingkan itik lokal. Berdasarkan pengamatan selama penelitian entok jantan memiliki tingkat kesetresan palaing tinggi dibandingkan dengan itik lokal sehingga mengakibatkan deplesi atau tingkat kematian yang lebih tinggi. Ketaren (2001) menyebutkan bahwa buruknya konversi pakan itik disebabkan oleh perilaku makan itik termasuk kebiasaan itik yang segera mencari air minum setelah makan. Pakan umumnya terbuang pada saat itik tersebut pindah dari tempat pakan ke tempat minum maupun juga terlarut di dalam wadah air minum.
723
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa itik Manila memiliki tingkat pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Fakultas Peternakan Unsoed, Ketua LPPM UNSOED atas dana Hibah Kompetensi Dikti dan rekan-rekan satu tim penelitian. DAFTAR PUSTAKA Brody, S. 1945. Bioenergetics and Growth. Reinhold Pub.Corp., New York Halaman: 18. Campbell, T.W. 1997. Avian Hematology and Cytology. 3th Ed. Llowa State University Press. Ames. Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series).3th Ed.Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis. Hardjosworo, P. S. 1989. Respon Biologik Itik Tegal Terhadap Pakan Pertumbuhandengan Berbagai Kadar Protein. Disertasi. Program Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor, Bogor. Ketaren, P.P. 2001. Kebutuhan Gizi Itik Petelurdan Itik Pedaging.AgroMedia Pustaka. Jakarta. Kontecka, H., J. Ksiazkiewicz, and Elzbieta C. 1995. Change in the Values of Hematological Indices in Laying Season and and Their Connetion With Reproduction Traits in Duck. In: Proceedings of 10th European Symposium on Waterfowl March 26-31 1995 Halle (Saale), Germany. Margawati, E. T. 1985. Pengaruh Tingkat Kepadatan Kandang Itik dalam Sangkar Terhadap Pertambahan Berat Badan pada Periode Awal Pertumbuhan. ProsidingSeminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hlm. 256-261. Mahata, M. E. 1993. Kebutuhan Protein Itik Lokal Berdasarkan Efisiensi PenggunaanProtein pada Periode Pertumbuhan.Tesis. Pendidikan Pasca Sarjana. KPKIPBUnand. Universitas Andalas, Padang. Meisji L. Sari, R.R. Noor, Peni S. Hardjosworo dan Chairun Nisa. 2012. Kajian Karakteristik Biologis Itik Pegagan SumatraSelatan.Jurnal Lahan SubOptima. Vol. 1, No. 2: 170176 North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th Ed.Chapman and Hall, London. Okeudo, N. J., I.C. Okoli, and G.O.F. Igwe. 2002. Hematological Characteristics of Duck (Cairina moschata) of Southeastern Nigeria. Tropicultura, 21, 2, 61-65. Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, B. Brahmantiyo dan M. Purba. 2002. Koleksi dan Karakterisasi Sifat-Sifat Beberapa Jenis Itik. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
724
Nikmatul Arifah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 718 - 725, Juli 2013
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik Mandalung Melalui Pembentukan Galur Induk. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Susanti, R. D. T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari.Tesis.Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wulandari, W. A. 2005. Kajian Karakteristik Itik Cihateup.Tesis.Program PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
725