Seminar Nasionai Peternakan clan Veteriner 2000
TINGKAT ENERGI/PROTEIN RANSUM UNTUK MENUNJANG PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING ANAK ITIK JANTAN LOKAL SOFJAN ISKANDAR, IDA AYU K. BiNTANG, clan TRiYANTwi Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Sampai sejauh ini belum ada terlaporkan informasi mengenai stanclar kualitas produk daging itik, yang diinginkan konsumen secara umum ; apakah daging itik yang relatif muda atau daging itik atkir yang tua Oleh karena itu, selama kualitas daging itik ini belum begitu bermasalah bagi konsumen, maka pendekatan penelitian sebaiknya lebih mengarah pada pemberian ransum optimum, yang tidak menyebabkan penutunan kualitas. Sebanyak 240 ekor anak itik jantan Tegal, yang diperoleh dari daerah Cirebon, Jawa Barat, dialokasikan pada delapan perlakuan ransum dengan masing-masing tiga ulangan. Perlakuan ransum terdiri dari : (1) RI, mengandung 2500 kkal ME /kg, 160 gr protein/kg, tanpa suplementasi lisin, (2) R2, mengandung 2750 kkal MEAg, 180 gr protein/kg, tanpa suplementasi lisin, (3) R3, mengandung 3000 kkal ME/kg, 200 gr protein /kg, tanpa suplementasi lisin, (4) R4, mengandung 3250 kkal ME/kg, 220 gr proteim'kg tanpa sumplementasi lisin, (5) R5 merupakan RI dengan suplementasi 5 gr lisin/kg, (6) R6 merupakan R2 dengan suplementasi 4 gr lisin/kg, (7) R7 merupakan R3 dengan suplementasi 2 gr lisin/kg, (8) R8 sama dengan R4 . Anak itik pada umur 0-5 minggu ditempatkan dalam kandang koloni kawat berukuran 90 cm x 70 cm x 35 em tinggi, masing-masing 10 ekor per koloni . Pada umur 5-10 minggu mereka di tempatkan dalam kandang postal berukuran 2 m x 1 m x 1 m tinggi. Ransum clan air minum diberikan ad libitum. Pengamatan sampai dengan umur anak itik 10 minggu, perlakuan ransum R2 (2750 kkal ME/kg dengan 180 gr protein/kg tanpa suplementasi lisin merupakan ransum optimum karena mencapai pertumbuhan 1380 gr/ekor dengan efisiensi 4,70 yang tidak nyata berbeda dari perlakuan lainnya. Penambahan asam amino lisin 1,6 kali dari kandungan lisin pada ransum bergizi rendah menurunkan efisiensi penggunaan ransum . Pada umur anak itik 5 minggu : (1) Persentase bobot kosong (bobot tanpa bulu, tanpa jeroan, tanpa kepala, tanpa leher clan tanpa ceker), persentase bobot kulit dan persentase daging paha-betis tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum atau suplementasi asam amino lisin. (2) Daging dada dan lemak perut relatif belum berkembang, hanya jaringan ikat saja yang didapat. (3) Persentase bobot rempela clan had tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum . Pada waktu anak itik berumur 10 minggu : (1) Perlakuan ransum tidak nyata mempengaruhi persentase bobot karkas kosong, persentase kulit, clan persentase daging paha-betis. (2) Persentase daging dada dan lemak perut cenderung meningkat dengan meningkatnya kandungan gizi ransum . (3) Persentase rempela clan hati tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum . (4) Susut masak clan keempukan daging dacla dan daging paha-betis ticlak nyata dipengaruhi oleh perlakuan ransum . (5) Daging dada relatif lebih empuk dibandingkan dengan daging paha-betis. (6) Kanclungan protein, lemak dan clan air daging dada dan daging paha-betis ticlak nyata clipengaruhi perlakuan ransum . Kats kunci: Anak itik jantan lokal, kualitas karkas, kepaclatan gizi, suplementasi lisin
PENDAHULUAN Sampai sejauh ini belum ada terlaporkan mengenai standar kualitas produk daging itik, yang diinginkan konsumen secara umum . ABUBAKAR clan ISKANDAR (1994) melaporkan bahwa daging itik jantan muda lebih baik dari daging itik betina atkir, yang sementara ini banyak dilaporkan dijual sebagai panganan. Telah diketahui bahwa itik, dengan mudah mendeposisikan lemak tubuh di bawah Wit (LEESON dan SUMMERS, 1991), lain halnya dengan ayam, lemak tubuh dideposisikan dalam perut, yang relatif mudah dipisahkan . Indikasi di atas, membawa kita untuk berhati-hati dalam memberikan ransum yang tepat terutama dalam memformulasikan rasio energi/protein untuk menghasilkan daging yang rendah lemak. 300
Seminar Masional Peternakan clan Veteriner 2000
Itik jantan lokal, meskipun berbeda dari itik Pekin, pola deposisi lemak tubuhnya kemungkinan mirip. Oleh karena itu formulasi ransum yang direkomenclasikan untuk itik Pekin harus dipelajari lebih seksama untuk mencapai kualitas daging yang diinginkan. Formulasi ransum berdasarkan protein : energi yang disarankan ISKANDAR et al. (1993) sebesar 15,5% protein kasar : 2750 kkal ME/kg belum tentu mengakomodasi kualitas yang diinginkan . Sementara itu LEESON clan SuMMERS (1991) menyarankan 16 % protein kasar dengan 2866 kkal ME/kg untuk itik Pekin periodefinisher. Dalam rangka meningkatkan porsi daging dibanding lemak, laporan penelitian (HICKLING et al., 1990; MORAN clan BILGILI, 1990) menunjukkan bahwa suplementasi asam amino lisin diatas tingkat kebutuhan maksimum, dapat meningkatkan porsi daging dada ayam ras pedaging. Respon pertumbuhan daging dada anak itik jantan terhadap asam amino lisin cliharapkan pula dapat memperbaiki kualitas daging itik lokal. MATERI DAN METODE Sebannyak 240 ekor anak itikjantan lokal dialokasikan pada delapan perlakuan dengan masingmasing tiga ulangan, yang teridiri dari 10 ekor setiap ulangan. Pada umur satu hari sampai dengan umur lima minggu, anak itik dipelihara dalam kotak-kotak kawat berukuran 0,9 x 0,7 x 0,4 m, yang dilengkapai dengan tempat pakan clan minum . Anak itik ditandai dengan wing band bernomor pada sayapnya. Pada umur lima sampai 10 minggu kemudian anak itik dipindahkan ke kandang postalsekam berukuran 2,5 x 1 m, dengan tinggi dinding 1 meter terbuat clari bambu. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan Perlakuan ransum teridiri dari delapan perlakuan ransum yang terdiri dari kombinasi antara energi clan protein pada rasio relatif sama, yang berkisar antara 14,8-15,6 kkal ME/ g protein (Tabel 1). Kandungan lisin ransum clibuat sedemikian rupa, sehingga terclapat empat ransum isolisin mengandung 1,36%, sementara itu empat ransum lainnya, berisi masing-masing 0,84; 1,17; 1,01; clan 1,36%. Tabel 1 . Susunan ransum perlakuan untuk anak itik jantan yang dipelihara secara intensif umur satu hari sampai 10 minggu Bahan pakan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 --_--_-------_------_- _--- (g /kg )------------------------------------- _ Jagung 346 270 256 240 346 266 254 240 Dedak padi 207,5 395,5 311,5 200,5 390,5 311,5 207,5 200,5 Minyaksayur 40 75 165 40 75 165 Bungkil kedele 100 110 150 210 100 110 150 210 Tepungikan 40 76 100 120 40 76 100 120 Pollard 100 176 195 100 100 176 195 100 CaC03 9 8 8 7 9 8 8 7 NaCI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 L-Lysine 5 4 2 DI-Methionine 2 1 1 2 1 1 Topmix 115 5 5 5 5 5 5 5 Total 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Kandungan gizi Protein kasar, g/kg 160 180 200 220 160 180 220 200 Energi, kkal Melkg 2500 2750 3000 3250 2500 2750 3000 3250 L-Lyisine, g/kg 8,4 10,1 11,7 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 Rasio protein/energi 15,6 15,3 15,0 14,8 15,6 15,3 15,0 14,8 Keterangan Campuran mineral clan vitamin komersial 30 1
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Pada umur lima minggu, dua ekor anak itik dari setiap ulangan dipotong untuk diukur porsi potongan karkasnya. Pemotongan dilakukan kembali pada masing-masing dua ekor itik muda per ulangan pada umur 10 minggu untuk dianalisa porsi potongan karkasnya . Selanjutnya dilakukan pengukuran kualitas daging, (daging paha-betis dan daging dada, susut masak, dan keempukan) . Susut masak menurut SOEPARNO (1992) merupakan persentase kehilangan bobot setelah pemasakan . Pengujian susut masak dilakukan dengan memanaskan contob daging yang dibungkus dengan kantung plastik polyethylene dalam air 90°C selama 30 menit dan diikuti dengan pendinginan dalam air mengalir selama 30 menit. Setelah itu sample dingin dimasukan ke dalam lemari pendingin pada suhu 1-2°C selama satu malam sebelum ditimbang kemudian .
Pengukuran keempukan obyektif daging paha-betis dan dada diukur dengan alat peneterometer buatan USA merek Humbuldt Universal Peneterometer . Daging yang diukur diiris setebal 1,5 cm dan disimpan di bagian bawah jarum penusuk alat peneterometer tepat menempel ujungnya. Kemudian alat tersebut dijatuhkan dengan beban standar selama 10 detik, kemudian dalamnya peneterasi jarum dibaca pada skala. Nilai yang diperoleh kemudian dikonversikan kedalam rumus berikut: Keempukan obyektif (g/mm/detik) =
200,6190( g ) Nilai skala yang terbaca (mm)
x
1/10 (detik)
Hasil yang didapat diinterpretasikan sebagai nilai yang semakin besar maka semakin empuk struktur daging. Analisa kandungan protein daging dan kulit dilakukan dengan menggunakan metoda semimicro Kjeldahl dari BARKER et al. (1975) dan pengukuran lemak dilakukan dengan metoda pendugaan cepat secara volumetrik van Gulik Butyrometer dari PEARSON (1975). Data kemudian dianalisa untuk sidik ragam mengikuti pola rancangan acak lengkap delapan perlakuan dengan 3 ulangan. Nilai rata-rata diuji dengan uji beda nyata dari Duncan (STEEL dan ToRRIE,
1984)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja pertumbuhan anak itik jantan pada setiap perlakuan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kineda pertumbuhan anak itik jantan lokal yang diberi perlakuan energi/protein dan penambahan asam amino lisin sampai dengan umur 10 minggu Pertambahan Efisiensi Ransum Konsumsi (FCR') (g Bobot Badan Ransum Kode P (g/kg) Lisin (plk8) ME ( g) Protein ransum/g PBB (g/ekor) (PBB) (g/ekor) 5,12160 8,4 6648 10` " 1298 °` 2500 R1 'be 10,1 1380 `° 2750 I80 6482 200 11,7 6009' 1277 b 3000 R3 bc 220 13,6 6269' 1423 ° 3250 R4 1157' 2500 160 13 .6 6387' b R5 bcd 1352 13,6 2750 180 6763 ` R6 b ° 200 13,6 6160' R7 1404 3000 b` a 220 13,6 1396 R8 3250 6658 R2
Keterangan:
302
4,70'b 'b 4,71 4,40' 5,54
b`
5,01 4,39' 4,77'k
1) FCR - Food Conversion Ratio; _) Nilai dengan tanda sama pada kolom dan paramater yang sarna tidak berbeda nyata (P>0,05)
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 2000 Dari Tabel 2 terlihst bahwa itik pada perlakuan R2, yang mengandung energi 2750 kkal ME/kg dengan protein 180 g/kg tanpa suplementasi asam amino lisin menunjukkan pertumbuhan (1380 g/ekor PBB) yang tidak nyata berbeda dengan pertumbuhan itik jantan pada perlakuan R4, R7 atau R8, yang mengandung gizi tinggi . Begitu juga dengan efisiensi penggunaan ransumnya (4,70 pada R2 vs 4,40 atau 4,39 pada R4 atau R7). Indikasi ini menunjukkan bahwa kebutuhan optimum yang ditunjukkan pada percobaan ini adalah pada perlakuan R2 . Nilai ini ternyata lebih tinggi dari nilai optimum yang dilaporkan ISKANDAR et al: (1993), yaitu pada tingkat ransum 2729 kkal ME/kg dengan 155 g protein-kasar/kg, yang hanya mencapai bobot 1190 g/ekor dengan jenis itik yang sama (itik Tegal) . Perlakuan RI (2500 kkal ME/kg dengan 160 g protein/kg) rupanya tidak cukup optimum dalam percobaan ini, meskipun dari pertambahan bobot badan tidak berbeda nyata dengan pencapaian pada R2, akan tetapi mempunyai efisiensi yang rendah (5,12) . Perbedsan pertambahan bobot badan dari ke delapan ransum percobaan inipun tidak begitu mencolok (maksimum 125 g/ekor), sehingga pilihan pada ransum R2 atau R1, tanpa pemberian lisin yang berlebih dapat disarankan.
Untuk pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan terlihat bahwa penambahan asam amino lisin 1,6 kali pada R1 (gizi rendah) ternyata menunukkan kinerja dengan efisiensi 5,12 pada R1, tanpa penambahan asam amino lisin, nyata berbeda dengan 5,54 pada R5 dengan penambahan asam amino lisin . Pada perlakuan ransum dengan gizi tinggi ternyata tidak memberikan suatu perbedaan yang nyata pada pertambahan bobot badan maupun efisiensi penggunaan ransumnya. Tabel 3. Nilai rata-rata bobot hidup, karkas kosong, kulit, daging dada, daging paha-betis dan lemak perut itik jantan umur 5 minggu Kode
Perlakuan
Bagian karkas
kk&Vkg
ME
Protein g/kg
Lisin glkg
R1 R2
2500
160
8,4
3000
R4 R5
3250 2500
200 220
R8
3000 3250
R3
R6 R7
2750
180
160
2750
Keterangan :
180 200 220
~~ Z)
10,1 11,7 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6
BtHd ') glekor
BtKs %
Kulit %
355 391
52,5'b')
400
52,5'b
14,7'
58,1'
14,3' 15,0'
534 327
435 473 519
55,3'b 50,0'
58,3' 55,7'b 55 .3'b
17,6'
14,7' 14,6' 13,8' 15,5'
DgDd %
DgPhBs %
LmPr %
0
10,6'
0 0
0 0 0
0 0 0 0
11,0'
10,1' 10,6' 9,9' 11,2'
11,3' 9,8'
0
0
0 0 0 0
BtHd = Bobot hidup, BtKs = Bobot kosong, DgDd = Daging dada, DgPhBs = Daging pahabetis, LmPr- Lemak perut Lihat catata kaki pada Tabel 2
Kinerja bagian karkas hanya terbatas pada potongan-potongan karkas sebagai bobot kosong, bobot kulit, daging dada tanpa kulit, daging paha-betis tanpa kulit dan lemak perut, yang disarapkan merupakan indikator-indikator kualitas karkas, yang mungkin bisa dipakai dalam rangka pengumpulan parameter-parameter teknis-ekonomis. Kinerja bagian karkas disajikan pada Tabel 3 untuk umur 5 minggu dan Tabel 4 untuk umur 10 minggu .
Seminar National Peternakan clan Veteriner 2000
Pada umur 5 minggu dengan bobot hidup rata-rata di bawah 500 gr/ekor, anak itik pada perlakuan R1 dan R5 dengan gizi rendah menunjukkan bobot hidup yang rendah clan bobot meningkat dengan meningkatnya gizi ransum . Begitu juga halnya dengan persentase bobot kosong (bobot tanpa bulu, jeroan, kepala dan ceker) untuk anak itik pada perlakuan R5 (2500 kkal ME/kg, 160 gr protein/kg) menunjukkan persentase paling rendah (50% dari bobot hidup), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dari persentase anak itik pada perlakuan lainnya, kecuali pada perlakuan R6 <2750 kakl ME/kg, 180 gr protein/kg), yang mencapai 58,3% dari bobot hidupnya. Persentase ini secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dari persentase bobot kosong anak itik pada perlakuan R2 dengan ransum yang sama, tetapi mengandung asam amino lisin 1,3 ksli lebih besar. Oleh karena itu sampai dengan anak itik umur 5 minggu, kecuali perlakuan R5, perbedaan ransum dan penambahan asam amino lisin tidak begitu jelas berpengaruh pada persentase karkas kosong. Persentase kulit (berkisar antara 13,8-17,6% bobot hidup) dan daging paha-betis (berkisar antara 9,8-11,3%) untuk semua perlakuan ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) . Daging dada pada umur 5 minggu ini relatif tidak ada, hanya terdapat jaringan ikat saja yang tumbuh, sementara perototan belum tumbuh. Ini mungkin agak berbeda dengan syam kampung, yang relatif perototan dadanya sudah berkembang (MAHMUROH, 1999). Lemak perut pada umur lima minggu inipun belum terlihat berkembang dan hanyajaringan ikat saja. Perkembangan jaringan perototan karkas kelihatannya sudah lebih .berkembang, bahkan mungkin sudah mencapai maksimum (ISKANDAR et al., 1993) pada saat itik mencapai umur 10 minggu . Kinerja perkembangan bagian karkas pada itik jantan umur 10 minggu disajikan pada Tabel 4.
Persentase karkas kosong relatif sedikit meningkat dibanding pada waktu berumur 5 minggu . Persentase kulit clan daging paha-betis relatif tetap, sementara persentase daging dada meningkat mencapai 7 persen bobot hidup pada umur 10 minggu dan lemak perut' bertambah sedikit berada dibawah satu persen bobot hidup. Jika dilihat dari kecepatan pertumbuhan, anak itik jantan dapat mencapai bobot hidup lebih dari tiga kali lipat pada umur 10 minggu dari umur 5 minggu . Kecepatan ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kampung, yang hanya mencapai 1,5 ksli (ISKANDAR et al ., 1999).
Pola perkembangan persentase karkas kosong, yang dipengaruhi perlakuan ransum pada umur 10 minggu agak berubah dari pada waktu umur 5 minggu. Persentae karkas kosong tertinggi dicapai oleh anak itik pada perlakuan R7, yang mencapai 63% bobot hidup, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dari persentase karkas kosong pada perlakuan lain, kecuali pada perlakuan R1, yang nyata lebih rendah (58,6%), tetapi respon terhadap perlakuan RI inipun tidak berbeda nyata dari perlakuan yang lainnya . Dengan kata lain kinerja karkas kosong untuk perlakuan R2, R3, R4, R5, R6 dan R8 berada diantara perlakuan R1 clan R7 . Sehingga ditinjau dari aspek bobot kosong, perlakuan R2 masih akan direspon dengan baik oleh anak itik jantan Tegal. Pengaruh penambahan asam amino lisin tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas kosong .
Respon perkembangan kulit anak itik jantan terhadap perlakuan ransum tidak nyata. Persentase bobot kulit tertinggi diperlihatkan oleh itik jantan pada perlakuan padat gizi (14,5% pada perlakuan R8) dan terendah diperlihatkan oleh itik jantan pada perlakuan ransum rendah gizi (12% pada R5). Penambahan asam amino lisin tidak nyata mempengaruhi persentase kulit. Persentase daging dada tertinggi (7,24 clan 7,31% bobot hidup) dicapai oleh anak itik jantan pada perlakuan ransum R3 clan R7 (mengandung 3000 kkal ME/kg, 200 gr protein/kg dengan atau tanpa penambahan asam amino lisin) clan terendah (5,10%) diperlihatkan oleh anak itik pada perlakuan ransum R5 (2500 kkal ME/kg, 160 gr protein/kg dengan penambahan asam amino lisin) 304
Seminar Nasional Peternakan den Veteriner 2000 dan tidak berbeda nyata dari itik pada perlakuan R1 (2500 kkal ME/kg, 160 gr protein/kg, tanpa penambahan asam amino lisin). Dengan perkembangan tersebut di atas, terlihat bahwa untuk daging dada, perlakuan ransum dengan gizi tinggi cenderung memberikan respon yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ransum gizi rendah, meskipun penambahan asam amino lisin tidak nyata berpengaruh pada persentase daging dada. Tabel 4. Nilai rata-rata bobot hidup, karkas kosong, kulit, daging dada, daging paha-betis dan lemak perut itik jantan umur 10 minggu Kode R1
Perlakuan kkal/kg
ME
Protein g/kg
Lisin 8/kg
2500
160
8,4 10,1
3250
180 200 220
R6
2500 2750
R7
3000
180 200
R2 R3 R4 R5
R8 Keterangan :
Bagian karkas
2750 3000
3250
160
220
11,7 13,6 13,6
13,6 13,6 13,6
BtHd 'l g/ekor
BtKs %
Kulit %
DgDd
DgPhBs
LmPr,
1517
58,6'21
13,2'k
5,60'6
11,04
0,22'
1472
59,4'6
12,3'6
5,68'6
10,6'
0,38'6
1533
61,8'6
13,9'6`
7,24°
10,1'
0,39'6
1552
61,9 86
14,1 6`
6,65k°
10,6'
0,43'6°
1305
61,7'6
12,0'
5,10'
9,9'
0,48'6`
1390
58,6'6
13,9'6`
5,83'6`
11,2'
0,636`
1521
63,06
14,3 k
7,31 °
11,3'
0,666`
1431
61,4'6
14,5°
7,02~°
9,8'
0,83'
1 ) BtHd = Bobot hidup, BtKs = Bobot kosong, DgDd = Daging dada, DgPhBs = Daging paha-betis, LmPr= Lemak perut 2) Lihat ca= kaki pada Tabel 2
Persentase daging paha-betis untuk semua perlakuan tidak memperlihatkan adanya suatu pengaruh yang nyata (P>0,05), yang hanya mencapai sekitar 10%, yang juga terlihat perkembangan persentase daging paha-betis sejak umur 5 minggu sampai 10 minggu ini tidak terlihat nyata. Persentase lemak perut terlihat semakin tinggi dengan tingginya kandungan gizi ransum . Persentase terendah diperlihatkan oleh anak itik jantan pada perlakuan RI (0,22%) dan tertinggi diperlihatkan oleh anak itik pada perlakuan R8 (0,83%). Kisaran persentase lemak perut ini masih relatif rendah dibanding dengan ayam kampung, yang bisa mencapai lebih dari 2% psda ransum yang serupa (ISKANDAR et al ., 1998). Penambahan asam amino lisin ternyata menunjukkan adanya suatu peningkatan persentase lemak perut anak itik jantan dan hal ini berbeda dengan ayam ras pedaging yang relatif menurun kandungan lemak perutnya pada ransum yang mempunyai kandungan asam amino lisin tinggi (ISKANDAR et al ., 1997 ; LECLERQ, 1998). Persentase bobot organ seperti rempela, hati dan usus disajikan pada Tabel 5 unruk anak itik yang berumur 5 minggu dan 10 minggu . Perkembangan organ rempela dan hati sebagai alat pencernaan terlihat bahwa persentase bobot kedua organ pencernaan tersebut menurun dengan bertambahnya umur . Pada umur 5 minggu rata-rata persentase bobot rempela mencapai tujuh persen bobot hidup, sementara pada umur 10 minggu persentase bobot rempela ini menurun sekitar empat persen . Begitu juga dengan persentase bobot hati yang menurun dari sekitar 3,5% bobor tubuh pada umur 5 minggu menjadi sekitar dua persen pada umur 10 minggu. Perkembangan kedua organ anak itik jantan umur lima minggu tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum . Pada waktu anak itik berumur 10 minggu, persentase rempela tertinggi diperlihatkan oleh anak itik jantan pada perlakuan R5 dan R6, masing-masing 4,88 dan 4,90%, 305
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
sementara persentase terendah diperlihatkan oleh anak itik jantan pada perlakuan R1 (4,04%) dan anak-anak itik pada perlakuan sisanya berada diantara kedua nilai tersebut. Tidak terlihat dengan nyata adanya pebedaan persentase rata-rata organ rempela dan had, yang dipengaruhi penambahan asam amino lisin . Tabel 5 . Nilai rata-rata bobot hidup, rempela, hati dan usus itik jantan Kode
Pedakuan ME kkaYkg
Protein glkg
Umur 5 minggu
Umur 10 minggu
Lisin &9
BtHd') g/ekor
Rempela %
Hati %
HatiBtHd %
Rempel a
Hati
R1
2500
160
8,4
2750
355
7,58'
3,88'
1517
R2
180
10,1
4,04'
2,12'
3000
200
11,7
391
7,72'
3,87'
1472
R3
410
4,66'
2,16'
R4
3250
220
13,6
6,53'
3,40'
1533
4,20'
2,07'
160
13,6
6,27'
2,93'
1552
R5
2500
534 327
4,36'
2,01'
180
13,6
3,65'
1305
4,88'
2,34'
R6
2750
7,08'
435
7,58'
3,59'
R7
3000
200
13,6
1390
4,90'
2,30'
3250
220
473
7,70'
3,04'
1521
4,14'
R8
13,6
519
2,26'
6,29'
2,94'
1431
4,34'
Keterangan : 10 2)
2,78' = = BtHd Bobot hidup, BtKs = Bobot kosong, DgDd = Daging dada, DgPhBs Daging paha-betis, LmPrw Lemak perut Lihat eatata kaki pada Tabel 2
Kehilangan selama pernasakan, pH, keempukan, dan kandungan gizi daging dada dan daging paha disajikan pada Tabel 6 . Tabel 6. Rstaan susut masak dan keempukan pada daging paha-betis dan dada anak itik jantan yang diberi perlakuan energi/protein dan penambahan lisin pada umur 10 minggu Kode
Perlakuan ME (kk"g)
Protein (PJkg)
R1
2500
R2
2750
R3 R4
Daging dada
Daging paha-betis
Lisin (gtkg)
Susut masak ("/0)
Keempukan (g/mm/detik)
160
8,4
Susut masak (%)
Keempukan (g/mm/detik)
25,48'')
0,403'
180
10,1
24,74'
0,618'
3000
200
11,7
27,34'
0,417'
25,84'
0,627'
3250
220
13,6
25,73'
0,396'
23,82'
0,590'
160
0,379'
22,78'
R5
2500
24,13'
13,6
0,551'
R6
2750
180
13,6
27,594
0,410'
25,84'
0,627'
200
0,419'
23,54'
R7
3000
24,78'
13,6
0,569'
23,21'
0,436'
25,00'
0,596'
Keterangan : "Lihat catata kaki pads Tabel 2 Rataan susut masak tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan ransum . Nilai susut masak berkisar antara 23,21% untuk daging dada pada perlakuan ransum R7 dan 27,59% pada perlakuan R5 . Nilai rata-rata keempukan obyektif untuk daging dada berkisar antara 22,93 kg/detik pada daging dada pada perlakuan R7 dan 26,36 kg/detik pada perlakuan R4. Sementara itu, nilai rata-rata kinerja daging paha-betis tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum . Nilai rata-rata susut masak tidak begitu 30 6
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1000
banyak berbeda dengan hasil pengukuran pada daging dada. Namun untuk daging paha, nilai ratarata keempukan relatif lebih rendah dari pada nilai rata-rata pada daging dada, yaitu berkisar antara 15,95 kg/detik pada perlakuan ransum R5 dan R2 sampai 18,16 kg/detik pada perlakuan ransum R4. Jika ditinjau dari kualitas susut masak, ternyata daging itik jantan relatif lebih besar (25%) dibanding dengan daging dada ayam kampung berumur 12 minggu, yang hanya mencapai rata-rata 14% (SETIAWATI, 1999). Besar kemungkinan tekstur daging itik jantan umur 10 minggu relatif lebih empuk dibandingkan dengan daging ayam kampung. Daging dada itik jantan relatif lebih empuk (0,408g/mm/detik) dibandingkan dengan daging paha-betis (0,596 g/mm/detik) . Hal ini besar kemungkinan disebabkan oleh fungsi otot paha yang selalu dipakai bedalan . Lebih-lebih lagi, pada tunur 5-10 minggu itik jantan tersebut dipelihara di kandang lantai (postal) dengan pergerakan yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan apabila dipelihara didalam kandang batere . Hasil ini mendukung hasil yang dilaporkan TRIYANTINI et al. (1997). Hasil penelitian SETIAWATI (1999) menunjukkan bahwa pada ayam silangan Pelung x Kampung berumur 12 minggu, kekerasan daging dada dan daging paha-betis tidak berbeda (6,4 kg/detik untuk daging dada vs 5,7 kg/detik untuk daging paha-betis) . Komposisi kimiawi (kadar air, protein clan lemak) daging dada clan daging paha-betis tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan ransum (Tabel 7). Kandungan air (74%) dan protein (21%) secara umum berada lebih tinggi sedikit dari pada kisaran kandungan air dan protein daging dada clan paha betis ayam silangan Pelung x Kampung umur 12 minggu (70% untuk air dan 20% untuk protein, SETIAWATI, 1999), kecuali kandungan lemak daging dada (0,03%) dan lemak daging paha-betis (0,7%) yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kandungan lemak daging dada clan paha ayam silangan Pelung x Kampung yang mencapai 3,64% (SETIAWATI, 1999). Keadaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh deposisi lemak tubuh di bawah kulit yang mencapai sekitar 54% bobot kulit atau di atas 7% bobot hidup (Tabel 8). Tabel7 . Komposisi kimiawi daging dada dan daging paha anak itik jantan umur 10 minggu dibawah
perlakuan kepadatan gizi ransum
Kode R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7
ME
(kkaVkg) 2500
Perlakuan Protein (gtkg) 160 180
2750 3000 3250
200 220
2500
160
2750 3000
180 200
Lisin (g/kg) 8,4 10,1 11,7 13,6 13,6 13,6 13,6
Keterangan : ') Lihat catata kaki pada Tabel 2
Daging dada Air % Protein Lemak
Daging paha Air % Protein Lemak
75,2'' 1 74,4' 74,6' 75,0' 75,0' 73,8' 74,4'
74,4' 74,0' 74,3' 74,3' 75,3' 74,8' 74,5'
21,7' 21,0' 21,4' 21,0' 21,1' 22,3' 21,0'
0,03' 0,03' 0,01' 0,02' 0,07' 0,04' 0,07'
21,7' 21,4' 21,7' 20,5' 19,9' 20,3' 20,6'
0,50' 1,23' 2,40' 0,55' 0,83' 0,73' 0,57'
Kandungan lemak kulit sangat tinggi sehingga perlu modifikasi pengukuran dengan alat pengukur van Gulik Butyrometer (PEARSON, 1975) . Ada perbedaan nyata pada kandungan air lemak kulit, tetapi perbedaan ini tidak menunjukkan suatu pola respon yang jelas untuk kadar air. Kandungan protein kulit tidak berbedaan yang nyata dipengaruhi ransum perlakuan, begitu juga dengan kandungan lemak kulit yang mencapai sekitar 54%.
307
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Tabel 8. Komposisi kimiawi Wit anak itik jantan di bawah perlakuan kepadatan gizi sampai dengan umur 10 minggu Lisin (g/kg) ME (kksl/kg) Protein (gtkg) Air % Protein % Lemak % Kode RI R2 R3 R4 R5 R6 R7
2500 2750 3000 3250 2500 2750 3000
Keterangan : 1) Lihat catata
8,4
160 180 200
10,1 11 .7
220 160 180
13,6 13,6 13,6
200
13,6
kaki pads Tabel 2
26,21'') 39,5` 29,05` 33,676' 30,88's 37,64` 34,00'
6,95' 7,37' 6,86' 6,83' 7,40' 7,98' 7,75'
51,83' 50,50' 61,50' 54,50' 54,0(` 53,67' 53,67'
KESIMPULAN 1.
Pengamatan sampai dengan umur anak itik 10 minggu, perlakuan ransum R2 (2750 kkal ME/kg dengan 180 g protein/kg tanpa suplementasi lisin memberikan pertumbuhan (1380 g/ekor) dengan efisiensi (4,70) yang optimum.
2.
Pensmbahan asam amino lisin 1,6 kali dari kandungan lisin pada ransurn bergizi rendah menurunkan efisiensi penggunaan ransum .
3.
Psda umur anak itik 5 minggu: (1) Persentsse bobot kosong (bobot tanpa bulu, tanpa jeroan, tanpa kepala, tanpa leher dan tanpa ceker), persentase bobot kulit dan persentase daging pahabetis tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum atau suplementasi asam amino lisin. (2) Dsging dada dan Lmak perut relatif belum berkembang, hanya jaringan ikat saja yang didapat . (3) Persentase bobot rempela dan hati tidak nyata dipengaruhi perlakuan ransum .
4.
Pada waktu anak itik berumur 10 minggu : perlakuan ransum tidak nyata mempengaruhi persentase bobot karkas kosong, persentase kulit, dan persentase daging paha-betis, persentase rempela dan hati, susut masak, keempukan daging dada dan daging paha-betis serta kandungan kimia daging dada dan daging paha-betis . Sedangkan daging dada relatif lebih empuk dibandingkan dengan daging paha-betis. UCAPAN TERIMAKASIH
Kepada seluruh staf proyek penelitian ternak, stafteknisi duck program, dan staf feed mill kami mengucapkan terimakasih atas segala pelayanan dan kerjasama, sehingga kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Kepada Bapak ME Yusnsndar, kami mengucapkan terimakasih atas bantuan analisis statistik datanya dan kepada Bapak Suprapto tehnisi laboratorium pasca panen kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan analisis karkas . Kepada Mulyadi dan Aaf Abdullah, keduanya mahasiswa Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini . DAFTAR PUSTAKA dan S. ISKAkmAR, 1994 . Tingkat preferensi daging itik jantan . Pros. Seminar Nasional Peternakan, Sub Bslai Penelitian Ternak Klepu, Semarang.
ABuBAKAR
308
Seminar Nasional Pelernakan dan Veteriner 2000 BARKER, Y.S .F., D.J . BRETT, D.F. FREDERICK, and L.J. LAMBOuRNE. 1975 . A Course Manual in Tropical Beef Cattle Production . HICKLING, D., M . GUENTER, and M.E . JACKSON . 1990 . Th e effect of dietary methionine and lysine on
broiler chicken performance and breast meat yield. Canadian J. Anim . Sci. 70 :673-678 .
ISKANDAR, S., D. ZArrrtroDm, T. ANTAWIDJAJA, T. MURTISARI, dan A. LAsmnm. 1993 . Respon pertumbuhan anak itik jantan jenis Tegal, Magelang, Turi Mojosari, Bali dan Alabio terhadap ransum berbeda kepadatan gizi . Dalam: Studi Produk-produk inkonvesional dari berbagai jenis unggas air di Jawa Bali dan Kalimantan Selatan, Iskandar, S. et al., (ed), hal. 12-28. IsKANDAR,S ., D. ZAINUDDiN, T.S . MULYATI, E. YUNITA, dan T. SOMANTRI . 1997 . Respon kinerja empat galur ayam ras pedaging terhadap tingkat kandungan lisin ransum . Pros. Seminar Nasional II . Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak . Fakultas Pelernakan, Institut Pertanian Bogor. IsKANDAR S., H. RESNAWATI dan D. ZAINUDDIN. 1999. Karkas dan potongan karkas ayam silangan pelungkampung, yang diberi ransum berbeda protein. J. 11mu Ternak Vet. 4(1):28-34. LECLERQ, B . 1998 . Specific effects of lysine on broiler production : Comparison with threonine and valine .
PoultrySci. 77 :118-123
LEESON, S. and J.D. SUMMERS . 1991 . Feeding program for waterfowl. 1n : Commercial Poultry Nutrition. Leeson, S. and J.D. Summers. (Eds) University Books, Guelph, Ontario, Canada, pp. 248-267. MAHMUROH. 1999 . Pengaruh Jenis Kelamin dan Ransum Terhadap Persentase Alat-Alat Pencernaan Ayam Silangan PelungxKampung pada Tingkatan Umur Yang Berbeda. Skripsi Jurusan Pelemakan, Fakultas Pertanian Universitas Djuanda. MORAN, E.T. and S.F. BILGILI, 1990 . Processing loses, carcass quality and meat yields of broiler chickens receiving diets marginally deficient to adequate in lysine prior to marketing: Poultry Sci. 69 :702-710. PEARSON, D. 1975 . Laboratory Tchniques in Food Analysis . SETIAWATI, T. 1999. Preferensi dan Nilai Gizi Beberapa Potongan Karkas Daging Ayam Silangan Pelung x Kampung. Skripsi Jurusan Pelemakan, Fakultas Pertanian Universitas Djuanda. SETIOKO,A.R., S. ISKANDAR, T. ANTAWIDJAJA, D. ZARQJDDIN, B. WIBOWO, A. LAsmin, P. SETIADi, A.P . SrNURAT, E. BAsuNo dan T. SUSANTI. 1995 . Studi Produk-Produk Inkonvensional Dari Berbagai Jenis Unggas Air di Jawa, Bali dan Kalimantan Selatan. Balai Penelitian Ternak. SOEPARNO, 1992 .11mu dan Teknologi Daging. Cetakan I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta . STEEL, R.G .D, and G.H .ToRRIE. 1984 . Principle and Procedures ofStatistics . A Biometrical Approach, 5th Ed . McGraw-Hill Book Co . TRIYANTINi, ABuBAKAR, I.A .K . BINTANG, dan TATA ANTAWIDJAYA. 1997 . Studi komparatif preferensi, mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. J. llmu Ternak Vet. 2(3) :157-163 .