DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN
SKRIPSI ARIF WAHYUDIN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN ARIF WAHYUDIN. D14202006. 2006. Dampak Penggunaan Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dalam Pakan Terhadap Penampilan dan Komposisi Karkas Itik Lokal Jantan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS Pembimbing Anggota : Prof. Emeritus Peni S. Hardjosworo, MSc. Itik merupakan salah satu ternak unggas air (waterfowl) yang memiliki potensi sebagai penghasil telur dan daging. Selama ini tujuan utama dalam budidaya itik adalah sebagai sumber telur, sedangkan sebagai sumber daging biasanya digunakan itik jantan atau dengan memotong itik betina yang tidak produktif lagi. Salah satu kelemahan daging itik yaitu memiliki bau yang lebih amis dibandingkan dengan daging unggas lainnya. Hal inilah yang menyebabkan konsumsi daging itik masih terbatas, sehingga permintaannya ikut terbatas. Upaya yang telah dilakukan dalam rangka mengurangi bau amis tersebut, diantaranya dengan memanipulasi pakan melalui penambahan bahan tertentu sehingga dapat mengurangi bau amis pada daging itik setelah pemotongan. Beluntas (Pluchea indica L.) merupakan sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat tradisional. Sejak lama tanaman beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan dengan cara mengkonsumsinya. Sejalan dengan tujuan mengurangi bau amis pada daging itik, maka digunakan daun beluntas yang dijadikan tepung dan dicampurkan ke dalam pakan itik. Namun penambahannya dalam pakan diduga akan memberikan efek samping mengingat beluntas mengandung serat kasar dan juga senyawa antinutrisi berupa tanin. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik lokal jantan terhadap penampilan dan komposisi karkasnya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor mulai akhir Juli hingga Oktober 2005. Itik yang digunakan adalah itik lokal jantan umur satu hari (DOD) sebanyak 90 ekor, yang dipelihara selama 10 minggu kemudian dipotong. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan penambahan tepung daun beluntas (0%; 1% dan 2%) dalam pakan. Masing-masing perlakuan terdiri dari enam ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari lima ekor itik. Peubah yang diukur berupa konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum, persentase karkas, persentase bagian karkas (dada, paha, sayap dan punggung), serta persentase daging dan tulang bagian dada dan paha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebesar 1% dan 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampilan itik lokal jantan, persentase karkas dan bagian-bagiannya (dada, paha, sayap dan punggung) serta tidak pula memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase daging dan tulang bagian dada dan paha. Kata-kata kunci : itik jantan, beluntas, penampilan, komposisi karkas
ABSTRACT Effect of Beluntas Leaf Powder in Fed Diet on Performance and Carcass Composition of Domectic Male Ducks Wahyudin, A., Rukmiasih, and Peni S. Hardjosworo Duck meat has an unlike odor. An effort that is used to reduce it, is by adding beluntas leaf powder in fed diet. However, there is side effect that need to be studied. Therefore, the purpose of this research is to evaluate the effect of adding beluntas leaf powder in fed diet to performance and carcass composition of domestic male ducks. This research was conducted in Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University from July until October 2005. Ninety Day Old Ducks (DOD) were raised and given additional beluntas leaf powder to their fed in their 5-10 weeks of age, before being killed. Completely randomize design was used with three beluntas leaf mill concentration adding treatment (0%; 1% and 2%). Each treatment consisted of six replication and each of it contained five ducks. The result showed that this adding treatment has not significant effect on domestic male ducks performance, carcass and it’s parts (breast, tight, wing, and back) percentage and also meat and bone percentage of breast and tight. Keywords : male duck, beluntas, performance, carcass composition
DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN
ARIF WAHYUDIN D14202006
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN
Oleh ARIF WAHYUDIN D14202006
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujuan Lisan pada tanggal 11 Agustus 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS NIP. 131 284 605
Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, MSc.
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc. NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1983 di Jakarta, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Ayub dan Ibu Rosyati. Sejak lahir penulis tinggal di kota Ciledug Kabupaten Tangerang yang berbatasan langsung dengan Jakarta Selatan. Pendidikan formal dialami semenjak memasuki bangku sekolah dasar pada tahun 1990 di SDN Sudimara Timur I sampai dengan tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 11 Tangerang. Setelah lulus penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 63 Jakarta. Tiga tahun berselang penulis dinyatakan lulus dari sekolah tersebut dan pada tahun 2002 penulis diterima di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Selama tahun pertama mengikuti pendidikan kampus, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM-TPB) dan menjabat sebagai ketua. Pada tahun-tahun selanjutnya, penulis berkecimpung di dunia Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (Himaproter) Fakultas Peternakan dengan jabatan sebagai ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan. Pada tahun ketiga penulis diamanahkan menjabat sebagai Badan Pengawas Himaproter. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten dosen Mata Kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Hasil Ternak pada tahun 2004-2005. Beberapa pelatihan dan magang pernah diikuti oleh penulis, diantaranya Pelatihan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) 2005 dan magang liburan di Silado Corp. Purwokerto serta Internship Programme di PT. Cheil Jedang Superfeed, Serang.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan kesempatan yang diberikan oleh-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Penggunaan Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dalam Pakan Terhadap Penampilan dan Komposisi Karkas Itik Lokal Jantan” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa cahaya ke dalam dunia ini. Berawal dari sebuah pemikiran untuk mampu mengembangkan potensi ternak itik di Indonesia, penulis bersama dengan rekan-rekan dan dosen di Fakultas Peternakan Istitut Pertanian Bogor mencoba melakukan serangkaian penelitian untuk mengurangi sifat bau amis yang dimiliki oleh daging itik. Penggunaan tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) yang ditambahkan dalam pakan telah dilakukan sebagai upaya dalam mengurangi bau amis pada daging itik tersebut. Mengingat terdapat berbagai kandungan bahan aktif dalam tanaman beluntas, penulis menduga akan adanya efek samping yang diberikan sehingga berpengaruh langsung terhadap produktivitas itik sebagai sumber daging. Hal inilah yang penulis kaji lebih dalam, sehingga penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap penampilan dan komposisi karkas itik lokal jantan. Penelitian mengalami beberapa kendala terutama dalam hal mortalitas selama pemeliharaan. Namun secara umum beberapa kendala yang ada telah mampu penulis dan tim hadapi sehingga penelitian yang dilakukan dapat diselesaikan dengan baik. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Penulis sadar bahwa tiada kesempurnaan abadi yang pernah dicapai. Oleh karena itu, saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga amal dan niat baik kita diterima oleh-Nya. Amin.
Bogor, Agustus 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..................................................................................................
ii
ABSTRACT .....................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xii
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan .................................................................................................. Manfaat ................................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
Beluntas (Pluchea Indica L.) ............................................................... Itik Lokal ............................................................................................. Konsumsi Ransum .............................................................................. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan ..................................... Konversi Ransum ................................................................................ Persentase Karkas ................................................................................ Persentase Bagian-bagian Karkas .......................................................
3 5 6 7 9 10 12
MATERI METODE PENELITIAN .................................................................
13
Lokasi dan Waktu ............................................................................... Materi .................................................................................................. Rancangan ........................................................................................... Perlakuan ................................................................................. Model ...................................................................................... Peubah yang Diamati ............................................................... Analisis Data ........................................................................... Prosedur .............................................................................................. Pembuatan Tepung Daun Beluntas ......................................... Persiapan Kandang dan Peralatan ........................................... Pembentukan Unit Perlakuan .................................................. Pemeliharaan dan Pengambilan Data .....................................
13 13 14 14 14 15 16 16 16 16 16 17
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
18
Konsumsi Ransum ............................................................................... Bobot Badan Akhir .............................................................................. Pertambahan Bobot Badan ...................................................................
18 19 19
Konversi Ransum ................................................................................. Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya .......................................... Persentase Daging dan Tulang Bagian Dada dan Paha ......................
20 20 22
KESIMPULAN ................................................................................................
25
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
27
LAMPIRAN
30
..................................................................................................
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Nutrisi Pakan Perlakuan .....................................................
13
2. Penampilan Itik Lokal Jantan Selama Enam Minggu Perlakuan ..........
18
3. Rataan Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya pada Itik Umur 10 Minggu .............................................................................................
21
4. Rataan Persentase Daging dan Tulang Bagian Dada dan Paha Itik pada Umur 10 Minggu ..........................................................................
23
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tanaman Beluntas .................................................................................
3
2. Tepung Daun Beluntas ..........................................................................
16
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Konsumsi Ransum Itik Selama Perlakuan .......................
31
2. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik Selama Perlakuan ..........
31
3. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Konversi Ransum Itik Selama Perlakuan ........................
31
4. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Bobot Badan Akhir Itik pada Umur 10 Minggu ..............
31
5. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Karkas Itik pada Umur 10 Minggu ................
32
6. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Dada Itik pada Umur 10 Minggu ...................
32
7. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Paha Itik pada Umur 10 Minggu ....................
32
8. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Sayap Itik pada Umur 10 Minggu ..................
32
9. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Punggung Itik pada Umur 10 Minggu ...........
33
10. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Daging Bagian Dada Itik pada Umur 10 Minggu ................................................................................
33
11. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Tulang Bagian Dada Itik pada Umur 10 Minggu.................................................................................
33
12. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Daging Bagian Paha Itik pada Umur 10 Minggu.................................................................................
33
13. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Tulang Bagian Paha Itik pada Umur 10 Minggu ................................................................................
34
14. Rataan Bobot Karkas dan Bagian-bagiannya pada Itik Lokal Jantan Umur 10 Minggu .......................................................................................
34
15. Rataan Bobot Daging dan Tulang Bagian Dada dan Paha Itik Lokal Jantan Umur 10 Minggu ............................................................................
34
PENDAHULUAN Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas air (waterfowl) yang memiliki potensi sebagai penghasil telur dan daging. Kemudahan dalam pemeliharaannya menyebabkan itik disukai masyarakat. Namun selama ini tujuan budidaya itik adalah sebagai sumber telur, sedangkan sebagai sumber daging biasanya digunakan itik jantan atau dengan memotong itik betina yang tidak produktif lagi. Budidaya itik dengan tujuan utama sebagai penghasil daging masih kurang diminati masyarakat. Keengganan masyarakat dalam hal ini disebabkan daging itik memiliki bau yang lebih amis dibandingkan dengan daging unggas lainnya. Hal ini menyebabkan konsumsi daging itik yang masih terbatas sehingga permintaannya pun ikut terbatas. Salah satu upaya yang telah dilakukan yaitu dengan memanipulasi pakan melalui penambahan bahan tertentu sehingga dapat mengurangi bau daging itik setelah pemotongan. Beluntas (Pluchea Indica L.) merupakan sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat tradisional. Sejak lama tanaman beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan dengan cara mengkonsumsinya. Sejalan dengan tujuan mengurangi bau amis pada daging itik, maka digunakan daun beluntas yang dijadikan tepung dan dicampurkan ke dalam pakan itik. Namun penambahannya dalam pakan diduga akan memberikan efek samping yang perlu dipelajari mengingat terdapat berbagai kandungan bahan dalam beluntas seperti serat kasar dan juga senyawa antinutrisi berupa tannin. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung daun beluntas ke dalam pakan terhadap penampilan dan komposisi karkas itik lokal jantan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sejauh mana taraf penggunaan tepung daun beluntas yang tidak menimbulkan efek samping terhadap peubah yang diukur.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam upaya meningkatkan konsumsi daging itik sekaligus sebagai upaya meningkatkan minat masyarakat dalam melakukan usaha produksi itik potong.
TINJAUAN PUSTAKA Beluntas ( Pluchea indica L. ) Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak dengan ketinggian tanaman dapat mencapai dua m. Selain itu beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas mencapai 3,8-6,4 cm (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Gambar 1. Tanaman Beluntas Menurut Achyad dan Rasyidah (2003), tanaman beluntas di Indonesia dapat tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari panas pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Tanaman Beluntas dalam susunan taksonomi termasuk ke dalam kingdom Planta; subkingdom Tracheobionta; superdivisi Spermatophyta; divisi Magnoliophyta; kelas Magnoliopsida; subkelas Asteridae; ordo Asterales; famili Asteraceae; genus Pluchea Cass; dan spesies Pluchea Indica (L.) Less. Hayne (1987) menyatakan bahwa di Pulau Jawa tanaman beluntas tumbuh di daerah pantai yang secara berkala tanahnya menjadi kering sekali, keras atau berbatu dengan cahaya matahari yang cukup. Di Indonesia tanaman beluntas memiliki nama yang berbeda-beda seperti Luntas (Jawa), Beruntas (Sunda), Lamutase (Makasar) dan Lenaboui (Timor). Tanaman ini dikenal sebagai beluntas hanya di daerah Sumatera, Madura dan sebagian di daerah Sunda. Selama ini beluntas telah dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian tanamannya baik dalam bentuk segar maupun kering. Hal ini dikarenakan beluntas mengandung asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid, flavonoida,
minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C (Achyad dan Rasyidah, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif yang dilakukan Ardiansyah (2002), ekstrak daun beluntas mengandung bahan-bahan aktif seperti fenol hidrokuinon, tannin, alkaloid dan steroid. Sastroamidjojo (1997) menyatakan bahwa beluntas sebagai tanaman obat khususnya bermanfaat dalam menurunkan suhu tubuh. Daunnya dapat menambah nafsu makan dan membantu pencernaan. Selain itu beluntas dapat digunakan sebagai obat kencing darah, mencret, TBC, nyeri pada rematik, nyeri haid, sakit perut, nyeri pinggang dan pinggul, menghilangkan bau badan, obat pegel linu, dan obat kuat untuk orang yang baru sembuh sakit. Dalam penggunaannya daun beluntas direbus atau diseduh seperti teh (untuk menurukan suhu tubuh, penguat, penghilang rasa nyeri dan perangsang urat syaraf) dan dapat pula dikukus atau ditumbuk kemudian dimakan (sebagai penghilang bau busuk dan gangguan pencernaan). Penelitian tentang pemanfaatan daun beluntas yang dikeringkan dan dijadikan tepung sebagai pakan tambahan pada ayam pedaging telah dilaporkan oleh Supraptini et al. (1998). Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa pemberian tepung daun beluntas sampai taraf 15% dalam pakan tidak efisien dalam memberikan pertambahan bobot badan ayam. Hal ini disebabkan kadungan protein dalam tepung daun beluntas sebesar 17,28% tidak mencukupi kebutuhan ayam pedaging pada fase pertumbuhan yang mencapai 22%. Penelitian lain juga dilaporkan oleh Setiyanto (2005) yang memanfaatkan tepung daun beluntas sebagai campuran pakan itik lokal jantan dalam rangka mengurangi bau amisnya. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan itik sampai taraf satu % justru menyebabkan penurunan rataan bobot potong (P<0,05), namun tidak memberikan pengaruh terhadap persentase karkas dan bagian-bagiannya serta tidak pula memberikan pengaruh terhadap persentase organ dalam dan panjang saluran pencernaan itik lokal jantan.
Itik Lokal Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowl) yang menurut Srigandono (1998) termasuk ke dalam kingdom Animalia; philum Chordata; kelas Aves; ordo Anseriformes; famili Anatidae; subfamili Anatinae; tribus Anatini; genus Anas dan spesies Anas plathyrynchos. Menurut Windhyarti (1998) itik Indonesia yang disebut Indische Loop End (Indian Runner) oleh orang Belanda sudah ada di Indonesia sejak berabad-abad lalu dan tidak jelas asal-usulnya. Srigandono (1998) menyatakan bahwa ciri khas yang dimiliki itik Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak, dan bila dilihat dari arah depan seperti botol anggur, serta paruh dan kakinya berwarna hitam. Selain itu itik Indian Runner dijuluki sebagai pelari (runner) karena kemampuannya berjalan dan berlari cukup jauh. Setioko et al. (1994) menyatakan bahwa beberapa jenis itik lokal diberi nama sesuai dengan lokasinya dan mempunyai ciri morfologi yang khas. Sebagai contoh itik Tegal, Alabio, Bali, Cirebon, Magelang, Tasikmalaya, Tangerang, Medan, Lombok dan Mojokerto. Namun diantara itik-itik yang tersebar di pulau Jawa sangat sulit dibedakan bila hanya berdasarkan bentuk luarnya. Berdasarkan rumpun keluarganya, secara genetik itik tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumpun itik Jawa Barat dan Jawa Tengah, rumpun itik Jawa Timur, Bali dan Lombok serta rumpun itik Alabio dan Medan. Menurut data statistik, populasi itik tersebar di seluruh Indonesia dengan populasi terbesar berada di pulau Jawa. Pada tahun 2000 populasi itik di Indonesia berjumlah 29.035.000 ekor, sedangkan pada tahun 2001 mencapai 32.068.000 ekor kemudian terus mengalami peningkatan sampai tahun 2002 dengan jumlah sebesar 46.001.000 ekor. Pada tahun 2003 populasi itik hanya mencapai 33.863.000 ekor kemudian meningkat kembali pada tahun 2004 dengan jumlah populasi sementara sebesar 35.529.000 ekor. Peningkatan populasi ini diikuti pula oleh jumlah produksi dagingnya, kecuali pada tahun 2002 dan 2003 yang sedikit menurun. Produksi daging itik dari tahun 2000-2003 berturut-turut sebesar 13.749; 23.117; 21.779; dan 21.249 ton, sedangkan pada tahun 2004 produksi daging itik sementara sebesar 22.334 ton (Badan Pusat Statistik, 2004).
Konsumsi Ransum Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk memenuhi kebutuhannya selama 24 jam (Anggorodi, 1990). Menurut Tillman et al. (1991) konsumsi ransum atau pakan diperhitungkan sebagai jumlah pakan yang dimakan oleh ternak. Zat makanan yang terkandung di dalamnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan baik hidup pokok maupun keperluan produksi ternak. Konsumsi pakan pada unggas dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis unggas, temperatur lingkungan, bobot badan, jenis kelamin, umur, tingkat produksi telur, ukuran telur, bulu penutup, aktivitas ternak, tipe kandang, palatabilitas pakan, kandungan energi pakan, kualitas nutrisi pakan, konsumsi air serta kandungan lemak tubuh dan tingkat cekaman (Conn, 2002). Rasyaf (1993) menyatakan bahwa konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh selera dan metode pemberian pakan yang digunakan. Konsumsi pakan itik yang berbeda akibat kandungan energi dan protein ransum yang berbeda ditunjukkan pada penelitian Iskandar et al. (2001). Itik yang diberikan ransum dengan energi 2.750 kkal per kg dan kandungan protein kasar 18% mengkonsumsi ransum rata-rata sebanyak 96,61 gram per hari, sedangkan itik yang diberi ransum dengan energi 3.000 kkal per kg dan kandungan protein kasar 20% mengkonsumsi ransum yang lebih sedikit, yaitu rata-rata sebanyak 85,84 gram per hari. Hal tersebut terjadi akibat adanya upaya dalam memenuhi kebutuhan energi pada itik, sehingga itik yang diberikan ransum dengan tingkat energi rendah akan berusaha memenuhi kebutuhan energinya dengan cara mengkonsumsi ransum lebih banyak. Kisaran energi ransum yang diperlukan itik untuk dapat tumbuh optimal yaitu sebesar 2.500-3.000 kkal per kg (Bintang et al., 1997). Jenis itik dapat mempengaruhi besarnya jumlah pakan yang dikonsumsi. Damayanti (2003) melaporkan bahwa, konsumsi total itik mandalung nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada konsumsi entog namun tidak berbeda jika dibandingkan dengan konsumsi itik lokal. Besarnya rataan konsumsi total itik lokal, entog dan mandalung berturut-turut sebanyak 4.618,6; 4.148,6 dan 4.915,2 gram selama delapan minggu pemeliharaan atau rata-rata sekitar 82,48; 74,08 dan 87,77 gram per hari.
Kandungan serat kasar dalam ransum turut berpengaruh terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi itik. Hal ini berbeda dengan ternak ruminansia, ternak unggas lebih sulit mencerna kandungan serat kasar dalam ransum akibat tidak ditemukannya mikroba pencerna yang membantu dalam mengurai serat seperti pada ruminansia. Hasil penelitian Ulupi (1990) memperlihatkan bahwa semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum itik menyebabkan semakin tingginya rataan konsumsi ransum per hari. Itik yang diberi ransum dengan kandungan serat kasar sebanyak 17% mengkonsumsi ransum yang nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada itik yang diberi ransum dengan kandungan serat yang lebih rendah. Namun pemberian serat kasar sampai 17% dalam ransum belum memberikan perbedaan dalam hal konversi ransum jika dibandingkan pemberian serat kasar sebanyak 9% dan 13%. Konsumsi ransum itik yang diberikan tepung daun beluntas dalam pakannya telah dilaporkan oleh Gunawan (2005). Selama delapan minggu pemberian, penambahan tepung daun beluntas dengan taraf 0%; 0,5% dan 1% tidak memberikan perbedaan konsumsi ransum antar perlakuan. Rataan konsumsi ransum yang diperoleh berkisar antara 4.883,2-4.885,9 gram per ekor. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan diartikan sebagai
pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh (Anggorodi, 1990). Salah satu cara untuk mengetahui pertumbuhan adalah dengan melihat pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Rose (1997) menyatakan bahwa respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya kesehatan, pakan dan manajemen pemeliharaan. Empat komponen utama pertumbuhan yaitu: (1) peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air; (2) peningkatan ukuran tulang; (3) peningkatan lemak tubuh total pada jaringan lemak dan (4) peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam. Kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar salah satunya bergantung kepada kualitas ransum yang digunakan. Bintang et al. (1997) dalam penelitiannya melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan gizi dalam ransum akan mengakibatkan
tingginya bobot badan yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena ransum yang mengandung kepadatan gizi tinggi umumnya lebih
palatabel, selain mengandung serat kasar yang lebih rendah dan kadar energi metabolis yang tinggi. Itik lokal dan hasil persilangannya
pada umur delapan
minggu yang diberikan kandungan protein ransum 12%, 15% dan 20% masingmasing memiliki bobot badan sebesar 950, 1.250 dan 1.300 kg. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan pertumbuhan itik lokal jantan pada fase pertumbuhan maka diperlukan protein dan energi ransum pada kisaran 16%-20 % dan 2.500-3.000 kkal per kg. Beberapa bangsa itik lokal jantan dari tipe petelur seperti yang banyak diternakkan di Indonesia, menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi diperoleh pada anak itik jantan Bali, Mojosari, Tegal, Turi, Magelang dan Alabio (Iskandar et al., 1993). Menurut hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (1997), rataan pertambahan bobot badan itik Tegal umur 0-8 minggu yaitu 17,95 gram per hari, sedangkan hasil persilangannya dengan Mojosari menghasilkan rataan pertambahan bobot badan 15,85 gram per hari. Penelitian lain yang dilakukan
Iskandar et al. (2001)
memperoleh rataan pertambahan bobot badan itik jantan lokal yang diberi berbagai tingkat energi dan protein ransum berkisar antara 16,53-20,23 gram per hari. Setioko et al. (1994) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik terjadi pada umur 4-10 minggu dan menurun cepat setelah itu. Hal tersebut sedikit berbeda dari hasil penelitian Brahmantiyo et al. (2003) yang mendapatkan peningkatan pertumbuhan bobot badan itik jantan Pegagan hanya terjadi sampai dengan umur sembilan minggu untuk kemudian turun setelah itu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh pada umur 4-9 minggu berturut-turut 144,62; 215,24; 230,33; 274,71; 109,51; 254,05 gram per ekor, sedangkan pada umur 10 minggu hanya memberikan rataan pertambahan bobot badan sebesar 23,06 gram per ekor. Gunawan (2005) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik akibat penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan taraf 0,5% dan 1% selama delapan minggu pemberian tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, begitupun dengan bobot badan akhir yang dihasilkan setelah itik mencapai umur 10 minggu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh berkisar antara 1.126-1.214 gram per ekor, sedangkan rataan bobot badan akhir yang diperoleh berkisar antara1.3831.446 gram per ekor.
Konversi Ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan. Definisi lain menurut Rasyaf (1993), konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut. Produksi yang dimaksud dapat berupa pertambahan bobot badan atau produksi telur bagi unggas petelur. Konversi ransum dapat digunakan sebagai gambaran untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi. Angka konversi ransum menunjukkan tingkan efisiensi ransum, artinya jika angka konversi ransum semakin tinggi maka penggunaan ransum kurang ekonomis, sebaliknya jika angka konversi ransum semakin rendah maka penggunaan ransum semakin ekonomis. Anggorodi (1990) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi daya cerna untuk meningkatkan efisiensi dari konversi pakan yaitu suhu, laju perjalanan pakan melalui pencernaan, bentuk fisik pakan, komposisi ransum dan pengaruh dari perbandingan zat-zat nutrisi. Selanjutnya North dan Bell (1990) menambahkan bahwa faktor lain yang berpengaruh adalah strain, jenis kelamin, kesehatan, kepadatan kandang dan tipe lantai kandang. Itik yang diberikan ransum mengandung serat tinggi memiliki konversi ransum yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Rukmiasih et al. (2002) yang mendapatkan konversi ransum nyata lebih tinggi (P<0,05) sebesar 8,527,85 pada itik yang diberikan ransum mengandung ADF 35% daripada konversi ransum pada itik yang hanya diberikan ransum dengan kandungan serat kasar sebesar 5% dan 20%. Hal ini berhubungan dengan ketidakmampuan saluran penceranaan itik dalam menyerap nutrisi akibat kehadiran serat kasar dalam usus. Serat kasar mengakibatkan cepatnya pergerakan isi saluran pencernaan sehingga menjadi lebih cepat keluar sebelum kandungan nutrisinya terserap secara optimal. Selanjutnya nutrisi yang lebih sedikit terserap mengakibatkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh itik ikut terhambat sehingga pertambahan bobot badan yang diperoleh menjadi tidak optimal. Perbedaan kandungan energi dan protein dalam ransum turut berpengaruh terhadap konversi ransum yang diperoleh. Iskandar et al. (2001) melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat energi dan protein ransum, konversi ransum yang diperoleh
akan semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian energi dan protein yang semakin tinggi akan memberikan nilai yang lebih ekonomis dari segi pemberian ransum, karena konsumsi ransum yang lebih rendah memberikan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Angka konversi ransum yang diperoleh dalam penelitian tersebut sebesar 4,39; 5,01 dan 5,54 masing-masing dengan kandungan energi metabolis 3.000 kkal per kg dan 20% protein, 2.750 kkal per kg dan 18% protein serta 2.500 kkal per kg dan 16% protein. Konversi ransum pada berbagai jenis itik akan berbeda satu sama lain. Bintang et al. (1997) memperoleh kisaran konversi ransum pada jenis itik Tegal dan hasil persilangannya dengan itik Mojosari pada umur 0-8 minggu sebesar 3,84-3,87; sedangkan Brahmantiyo et al. (2003) memperoleh konversi ransum itik Pegagan pada umur yang sama sebesar 4,98 untuk jantan dan 6,24 untuk betina. Hal ini juga menunjukkan bahwa konversi ransum akan berbeda antara jenis kelamin pada itik. Konversi ransum itik lokal jantan yang diberi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan telah dilaporkan oleh Gunawan (2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 1% selama delapan minggu pemberian tidak memberikan perbedaan konversi ransum mingguan jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jika dihitung, rataan konversi ransum itik akibat penambahan tepung daun beluntas 0%, 1% dan 0,5% selama delapan minggu berturut-turut sebesar 4,81; 5,11 dan 5,46. Persentase Karkas Karkas pada unggas merupakan bagian tubuh yang tersisa setelah dilakukan penyembelihan, pembuluan dan pembuangan jeroan, selanjutnya dilakukan pemotongan kaki, kepala, dan leher (Saifudin, 2000). Perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup atau dinyatakan sebagai persentase karkas sering digunakan sebagai ukuran produksi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persentase karkas seekor ternak terdiri atas bangsa, kondisi fisik, bobot badan dan makanan. Persentase karkas yang bervariasi akibat perbedaan bobot potong telah dilaporkan oleh Zulkarnain (1992) yang menunjukkan bahwa hubungan antara bobot karkas dan bobot potong memiliki koefisien pertumbuhan karkas relatif terhadap bobot potong yang lebih besar daripada satu. Hal ini berarti bahwa bobot karkas yang diperoleh dari seekor itik
akan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot potong. Selain itu penelitian tersebut juga mendapatkan rataan persentase karkas itik mandalung jantan dan betina yang tidak berbeda, sehingga disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi persentase karkas. Bangsa ternak sebagai faktor penentu persentase karkas juga telah dilaporkan oleh Iskandar et al. (1993) yang menunjukkan bahwa rataan persentase karkas itik Turi nyata lebih tinggi daripada rataan persentase karkas itik lainnya (P<0,01) yaitu sebesar 67,32%; sedangkan rataan persentase karkas itik Alabio nyata lebih rendah daripada rataan persentase karkas itik lainnya (P<0,01) yaitu sebesar 54,38% pada umur afkir. Rataan persentase karkas itik Tegal, Magelang, Mojosari dan itik Bali masing-masing diperoleh sebesar 65,60%; 61,09%; 62,16%; dan 64,10%. Selain itu, Bintang dan Tangendjaya (1996) melaporkan bahwa rataan persentase karkas itik Tegal jantan umur delapan minggu sebesar 66,24% dari 1,35 kg bobot hidup. Nilai tersebut lebih besar daripada hasil yang diperoleh Bintang et al. (1997) yang melaporkan bahwa persentase karkas itik Tegal jantan pada usia yang sama memiliki persentase karkas sebesar 61,41% dan hasil persilangannya dengan itik Mojosari mendapatkan rataan persentase karkas sebesar 61, 92%. Persentase karkas itik yang dipengaruhi oleh jenis pakan telah dibuktikan oleh Dong dan Ogle (2003) yang melaporkan bahwa itik Muscovy umur 12 minggu memiliki kisaran persentase karkas sebesar 66,5%-66,9% dan itik Muscovy yang diberikan pakan dengan substitusi sampai dengan 25% limbah bir memiliki kisaran persentase karkas yang lebih tinggi daripada kisaran persentase karkas itik Muscovy yang diberikan substitusi limbah bir sebesar 50%-100 % (68,4%-68,5 % vs 64,5%66,3%). Hal tersebut dikarenakan limbah bir memiliki konsentrasi serat kasar yang lebih tinggi sehingga substitusi limbah bir yang lebih besar dalam pakan menyebabkan kandungan serat kasar dalam pakan tersebut semakin besar. Setiyanto (2005) melaporkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai dengan taraf 1% selama delapan minggu pemberian tidak mempengaruhi persentase karkas yang dihasilkan. Pada penambahan tepung daun beluntas sebesar 0,5% dan 1% rataan persentase karkas yang diperoleh sebesar 51,75% dan 51,20%, tidak berbeda dengan perlakuan kontrol yang memberikan rataan persentase karkas sebesar 51,25 %.
Persentase Bagian-bagian Karkas Komponen karkas yang terdiri atas otot, lemak, kulit dan tulang memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Dari keempat komponen karkas tersebut komponen yang memiliki koefisien pertumbuhan relatif lebih kecil daripada satu adalah bagian tulang, sedangkan ketiga komponen lainnya memiliki koefisien pertumbuhan relatif terhadap bobot potong yang lebih besar daripada satu (Zulkarnain, 1992). Penelitian untuk mengetahui persentase bagian-bagian karkas itik salah satunya telah dilakukan oleh Nugraha (2000). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa itik Mojosari jantan umur 10 minggu yang digemukkan di daerah Pemalang memiliki persentase dada, paha dan sayap masing-masing sebesar 22,44%; 25,64% dan 16,33%. Angka tersebut masih berada pada kisaran yang diperoleh Randa et al. (2002) yang mendapatkan rataan persentase dada, paha, punggung dan sayap pada itik Mandalung masing-masing berkisar antara 18,77%-24,87%; 23,17%-29,06%; 25,56%-27,41% dan 14,69%-19,15%. Penelitian yang dilakukan Setiyanto (2005) menunjukkan bahwa rataan persentase dada, paha, punggung dan sayap itik lokal jantan yang diberikan penambahan tepung daun beluntas dalam pakannya berkisar antara 26,94%-28,39%; 25,55%-26,44%; 30,65%-31,25% dan 23,00%-23,34% berturut-turut. Pemberian tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi persentase bagian-bagian karkas yang diperolehnya. Anggraeni (1999) menyatakan bahwa tidak serentaknya awal pertumbuhan dan kecepatan tumbuh dari bagian-bagian tubuh ternak akan menyebabkan perubahan proporsi dan distribusi komponen atau bagian tubuh. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perbedaan kecepatan pertumbuhan akan mempengaruhi distribusi bobot bagian-bagian tubuh atau komponen karkas. Hasil penelitian Anggraeni (1999) menunjukkan bahwa bagian punggung dan paha itik memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang konstan terhadap bobot karkas, sedangkan bagian sayap dan dada itik memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar daripada satu. Interprestasinya adalah persentase punggung dan paha akan tetap dan persentase sayap dan dada akan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot karkas.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian yaitu pada akhir bulan Juli hingga Oktober 2005. Materi Penelitian ini menggunakan tepung daun beluntas yang dicampurkan ke dalam pakan. Daun beluntas yang diperoleh berasal dari daerah Cinagara, Bogor. Selain itu digunakan pula itik lokal jantan umur satu hari (Day Old Duck) sebanyak 90 ekor yang berasal dari kota Cianjur Jawa Barat. Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan jenis BP 11 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia dan pakan itik yang diproduksi oleh PT. Indofeed dengan kompisisi nutrisi yang disesuaikan dengan kebutuhan itik menurut standar. Pakan jenis kedua kemudian ditambahkan tepung daun beluntas dengan dosis 0%; 1% dan 2%. Komposisi nutrisi pakan perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrisi Pakan Perlakuan
85,83
Pakan Kontrol** 85,52
99% Pakan + 1% TDB 85,52
98% Pakan + 2% TDB 85,53
Abu (%)
15,69
6,17
6,27
6,36
Protein Kasar (%)
19,02
20,18
20,17
20,16
Serat Kasar %)
15,80
2,85
2,98
3,11
Lemak Kasar (%)
3,70
3,25
3,25
3,26
Beta-N (%)
31,62
53,07
52,86
52,64
Kalsium (%)
2,40
0,97
0,98
1,00
Fosfor (%)
0,29
0,94
0,93
0,93
Energi Bruto (kkal/kg)
3.448
4.108
4.101
4.095
Komponen
TDB*
Bahan Kering (%)
Keterangan : *) Gunawan (2005) **) Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2005) TDB = Tepung Daun Beluntas
Kandang yang digunakan selama penelitian berjumlah 18 buah dengan ukuran masing-masing 100 x 100 x 75 cm. Setiap kandang berisi lima ekor itik dan dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan lampu yang berkekuatan 60 watt. Peralatan lain yang digunakan terdiri atas alat semprot (sprayer), plastik ukuran 500 g dan timbangan, sedangkan untuk pembuatan tepung daun beluntas digunakan mesin penggiling dan plastik wadah. Peralatan yang digunakan dalam pemrosesan karkas terdiri atas pisau, kompor, panci, ember, termometer, nampan plastik dan timbangan elektrik kapasitas 5 kg dan 120 g. Rancangan Perlakuan Itik diberi tepung daun beluntas dalam pakannya dengan dosis 0%; 1% dan 2% saat berumur empat minggu. Pemberian pakan perlakuan pada saat itik mencapai umur tersebut disebabkan organ pencernaan itik telah berkembang secara sempurna. Tiap-tiap perlakuan terdiri atas enam ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas lima ekor itik, sehingga total itik yang digunakan sebanyak 90 ekor. Model Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan dosis penambahan tepung daun beluntas dalam pakan yaitu 0%; 1% dan 2%. Masing-masing perlakuan terdiri atas enam ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas lima ekor itik. Model rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut : Yij = µ + σi + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i dan ulangan ke-j µ
= rataan umum
σi
= pengaruh penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i (i=1,2,3)
εij
= pengaruh acak pada penambahan tepung daun beluntas ke-i dan ulangan kej (j = 1,2,...,6)
Peubah yang Diamati 1. Konsumsi ransum Ransum sisa setiap hari dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian dikumpulkan selama satu minggu. Pada akhir minggu dihitung konsumsi ransum dengan rumus sebagai berikut : Konsumsi Ransum (g) = R1 − [ R 2 × Keterangan : R1 R2
Ka1 ] Ka 2
= Ransum pemberian (g) = Ransum sisa (g)
Ka1 = Kadar air ransum pemberian (%) Ka2 = Kadar air ransum sisa (%) 2. Bobot badan akhir Bobot badan akhir itik diperoleh dengan menimbang setiap ekor itik sesaat sebelum pemotongan (g/ekor) 3. Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan diperoleh dengan mengurangi bobot badan minggu akhir perlakuan dengan bobot badan minggu sebelum perlakuan (g). 4. Konversi ransum Konversi ransum dihitung dengan membagi banyaknya konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan selama perlakuan. 5. Persentase karkas dan bagian-bagiannya Nilai persentase karkas diukur dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong dikali 100%, sedangkan persentase bagian-bagian karkas (paha, dada, sayap dan punggung) diperoleh dengan menimbang masing-masing bagian karkas tersebut dan membandingkannya dengan bobot karkas dikali 100%. 6. Persentase daging dan tulang bagian dada Nilai persentase daging dan tulang bagian dada diperoleh dengan membagi bobot daging dan tulang pada bagian dada dengan bobot dada dikali 100%. 7. Persentase daging dan tulang bagian paha Nilai persentase daging dan tulang bagian paha diperoleh dengan membagi bobot daging dan tulang pada bagian paha dengan bobot paha dikali 100%.
Analisis Data Data
yang
diperoleh
dalam
penelitian
ini
diuji
normalitas
dan
homogenitasnya kemudian dilakukan Analysis of Variance (ANOVA) dengan menggunakan program Minitab versi 14. Hasil analisis yang menunjukkan perbedaan nyata diuji lebih lanjut dengan Uji Duncan menggunakan program SAS. Prosedur Pembuatan Tepung Daun Beluntas Tanaman beluntas diambil daunnya kemudian dilayukan selama dua hari pada suhu kamar. Daun yang telah layu kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 0C selama kurang lebih lima jam. Daun yang telah kering digiling menjadi tepung daun beluntas.
Gambar 2. Tepung Daun Beluntas Persiapan Kandang dan Peralatan Sebelum ternak datang, kandang dan peralatan yang terdiri atas tempat pakan dan tempat minum dibersihkan terlebih dahulu. Pengapuran dan penyemprotan menggunakan larutan desinfektan dilakukan pada kandang, sedangkan tempat pakan dan tempat air minum dicuci terlebih dahulu sebelum disemprot dengan larutan desinfektan. Pembentukan Unit Perlakuan Itik yang digunakan berjumlah 90 ekor. Itik diberikan nomor sayap (wing band) dan ditimbang pada umur satu hari untuk mendapatkan bobot badan awal dari masing-masing ternak, lalu dihitung rataan dan standar deviasinya. Data rataan dan standar deviasi tersebut digunakan untuk menentukan keseragaman bobot awal itik yang akan digunakan dalam penelitian. Itik dibagi ke dalam 18 kandang berdasarkan homogenitas bobot badan awal dan didistribusikan secara acak. Perlakuan yang dicobakan berupa penambahan tepung daun beluntas dengan dosis 0%, 1% dan 2%,
masing-masing perlakuan terdapat enam ulangan, sedangkan masing-masing ulangan berisi lima ekor itik percobaan. Pemeliharaan dan Pengambilan Data Itik dipelihara dari umur satu hari hingga 10 minggu. Pada umur 0-3 minggu itik diberi pakan BP 11 ad libitum. Pada umur 3-4 minggu dilakukan adaptasi dengan mengganti pakan BP 11 dengan pakan itik masa pertumbuhan produksi PT. Indofeed yang telah ditambahkan tepung daun beluntas dengan dosis 0%; 1% dan 2%. Prosedur penggantian pakan dilakukan secara bertahap dengan perbandingan 25:75; 50:50; 75:25 dan 0:100 masing-masing selama dua hari. Pada umur 4-10 minggu pakan yang diberikan adalah pakan yang telah ditambahkan tepung daun beluntas ad libitum. Sisa pakan itik dikumpulkan, dijemur di bawah sinar matahari dan ditimbang setiap hari untuk memperolah data konsumsi. Itik ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik setiap minggu selama penelitian untuk memperoleh data bobot badan, sehingga diketahui pertambahan bobot badannya. Pemotongan dilakukan saat itik berumur 10 minggu. Sebelumnya itik dipuasakan selama kurang lebih selama 12 jam. Sesaat sebelum dipotong dilakukan penimbangan guna mengetahui bobot akhir. Pemotongan dilakukan dengan memotong trachea, arteri carotidae, vena jugolaris dan oesophagus di daerah perbatasan antara kepala dan leher. Setelah itik mati dan darah berhenti menetes, itik dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 60 0C selama 30 detik dan dilakukan pembuluan. Bobot karkas didapatkan setelah proses pemotongan, pembuluan, pengeluaran darah, pemotongan kepala, leher dan kaki serta pengeluaran jeroan. Bagian dada dan paha serta punggung dipotong kemudian ditimbang. Pada bagian paha dan dada selanjutnya dilakukan deboning kemudian ditimbang bobot daging dan tulangnya masing-masing.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 0%; 1% dan 2% terhadap penampilan itik lokal jantan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Penampilan Itik Lokal Jantan Selama Enam Minggu Perlakuan Peubah
Penambahan Tepung Daun Beluntas 0%
1%
2%
Konsumsi Ransum (g/ekor)
4.180 ± 105
4.081 ± 117
4.151 ± 59
Bobot Akhir (g/ekor)
1.312 ± 111
1.296 ± 22
1.262 ± 46
786 ± 87
746 ± 32
726 ± 57
5,41 ± 0,71
5,48 ± 0,29
5,76 ± 0,46
PBB (g/ekor) Konversi Ransum
Keterangan : PBB = Pertambahan Bobot Badan
Konsumsi Ransum Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai dengan dosis 2% tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ransum itik. Hal ini disebabkan kandungan energi dan protein ransum antara perlakuan relatif sama. Kandungan energi dan protein dalam ransum menurut Iskandar et al. (2001) akan menentukan besarnya konsumsi ransum. Kandungan serat kasar juga turut berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan. Meskipun kandungan serat kasar dalam ransum perlakuan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya level tepung daun beluntas yang digunakan namun peningkatan tersebut tidak begitu berarti sehingga masih memberikan tingkat konsumsi ransum yang sama. Rataan konsumsi ransum yang diperoleh selama enam minggu perlakuan berkisar antara 4.081-4.151 g per ekor atau sebesar 97,16-98,83 g per ekor per hari. Gunawan (2005) melaporkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebesar 0%; 0,5% dan 1% selama delapan minggu menghasilkan rataan konsumsi ransum yang tidak berbeda antara perlakuan, yaitu berkisar antara 84,70-84,75 g per ekor per hari. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai dengan dosis 2% tidak memberikan perbedaan palatabilitas dari level yang lebih rendah.
Rataan konsumsi ransum dalam penelitian Gunawan (2005) dan penelitian ini tidak jauh berbeda dari rataan konsumsi itik lokal jantan yang diberi ransum dengan kandungan energi 2.750-3.000 kkal per kg dan kandungan protein 18%-20% yaitu sebesar 88,00-96,61 g per ekor per hari (Iskandar et al., 2001). Hal ini berarti bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak memberikan dampak negatif terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi itik. Bobot Badan Akhir Rataan bobot badan akhir itik lokal jantan yang diberikan tepung daun beluntas sampai dosis 2% tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan konsumsi ransum yang tidak berbeda akibat kandungan energi dan protein ransum yang sama. Iskandar et al. (1994) melaporkan bahwa anak itik jantan yang memperoleh ransum dengan kandungan energi metabolis sebesar 2.700-3.000 kkal dan kandungan protein sebesar 15,5%-21% memiliki rataan bobot badan yang tidak berbeda. Rataan bobot akhir itik yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 1.262-1.312 g per ekor. Hasil penelitian Gunawan (2005) dengan penambahan tepung daun beluntas pada level yang lebih rendah (0,5% dan 1%) dan pemberian dalam pakan yang lebih lama (delapan minggu) mendapatkan rataan bobot badan akhir itik sebesar 1.383-1.394 g per ekor pada umur 10 minggu dan tidak berbeda dengan perlakuan kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung daun beluntas sampai dengan dosis 2% dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot badan akhir yang dihasilkan. Pertambahan Bobot Badan Pemberian tepung daun beluntas dalam pakan sampai dengan dosis 2% tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan itik. Hal ini dapat dipahami karena bobot awal dan bobot badan akhir itik yang diperoleh tidak berbeda antara perlakuan. Pertambahan bobot badan yang tidak berbeda antara perlakuan menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai dengan dosis 2% masih dapat dilakukan tanpa memberikan dampak negatif. Penelitian ini memperoleh rataan pertambahan bobot badan itik selama 6 minggu perlakuan berkisar antara 726-746 g per ekor. Gunawan (2005) mendapatkan rataan pertambahan bobot badan itik lokal jantan yang diberikan tepung daun
beluntas dalam pakan dengan dosis 0,5% selama delapan minggu sebesar 1.126 g per ekor. Pada level penambahan tepung daun beluntas sebesar 1% dan lama pemberian yang sama, rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh sebesar 1.138 g per ekor. Konversi Ransum Konversi ransum seperti terlihat pada Tabel 2 tidak berbeda antara perlakuan penambahan tepung daun beluntas. Rataan konversi ransum yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 5,41-5,76. Angka ini lebih tinggi daripada hasil penelitian Iskandar et al. (2001) yang mendapatkan rataan konversi ransum itik lokal jantan dengan kandungan energi ransum 2.750 kkal dan kandungan protein 18% yaitu sebesar 5,01. Konversi ransum dapat digunakan sebagai gambaran untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi. Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi ransum, artinya jika angka konversi ransum semakin tinggi maka penggunaan ransum kurang ekonomis, sebaliknya jika angka konversi ransum semakin rendah maka penggunaan ransum semakin ekonomis. Angka konversi ransum yang tidak berbeda akibat penambahan tepung daun beluntas dalam pakan menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 2% tidak memberikan dampak negatif terhadap konversi ransum yang diperoleh. Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya Pengaruh pemberian tepung daun beluntas dengan dosis 0%; 1% dan 2% terhadap rataan persentase karkas dan bagian-bagiannya pada itik disajikan pada Tabel 3. Pada tabel tersebut terlihat bahwa penambahan tepung daun beluntas dengan dosis 1% dan 2% dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap persentase karkas itik. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan komponen karkas berlangsung merata pada semua taraf perlakuan, mengingat rataan persentase bagian-bagian karkas juga tidak berbeda. Rataan persentase karkas yang didapatkan dalam penelitian ini berkisar antara 59,61%-60,66%. Nilai ini lebih besar daripada hasil penelitian Setiyanto (2005) yang mendapatkan rataan persentase karkas berkisar antara 51,20%-51,75% pada itik lokal jantan yang diberi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 0%; 0,5% dan 1% selama delapan minggu. Pemberian tepung daun beluntas yang terlalu dini pada penelitian Setiyanto (2005) yaitu saat itik berumur dua minggu diduga
mengurangi efisiensi penyerapan pakan akibat belum siapnya organ pencernaan itik. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan karkas ikut terganggu sehingga persentase karkas yang diperoleh lebih rendah. Tabel 3. Rataan Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya pada Itik Umur 10 Minggu Peubah
Penambahan Tepung Daun Beluntas 0%
1%
2%
-------------------------------------(%)-----------------------------------Karkas
59,61 ± 1,10
59,70 ± 2,06
60,66 ± 2,07
Dada
24,95 ± 1,42
24,64 ± 1,10
24,09 ± 2,24
Paha
25,40 ± 0,95
24,44 ± 1,26
25,71 ± 1,53
Sayap
16,76 ± 0,75
16,55 ± 0,91
16,79 ± 0,99
Punggung
37,02 ± 2,95
37,10 ± 2,74
36,49 ± 1,11
Penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 1% dan 2% tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bagian dada dan paha itik terhadap bobot karkasnya. Anggraeni (1999) menyatakan bahwa bagian dada pada itik memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang lebih dari satu, sedangkan bagian paha memiliki koefisien pertumbuhan yang konstan. Interprestasinya adalah persentase dada akan menurun, sedangkan persentase bagian paha akan konstan seiring dengan menurunnya bobot karkas yang diperoleh. Meskipun rataan persentase dada yang diperoleh dalam penelitian ini semakin menurun seiring dengan penurunan bobot karkas namun penurunan tersebut tidak berbeda secara statistik. Rataan persentase dada yang didapat dalam penelitian ini berkisar antara 24,09%-24,95%, sedangkan rataan persentase paha berkisar antara 24,44%-25,71%. Hasil penelitian Setiyanto (2005) mendapatkan rataan persentase dada itik lokal jantan yang diberi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 0%; 0,5% dan 1% berkisar antara 26,94%-28,39%, sedangkan rataan persentase paha itik yang diperoleh berkisar antara 25,55%-26,44%. Jika dibandingkan dengan penelitian Setiyanto (2005), rataan persentase dada yang didapatkan dalam penelitian ini lebih kecil, sedangkan rataan persentase paha memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini dapat dipahami karena bobot badan
yang diperoleh Setiyanto (2005) lebih tinggi daripada rataan bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini (1.320,53-1.398,40 gram vs 1.262,03-1.311,56 gram). Rataan persentase sayap dan punggung itik seperti pada Tabel 3 tidak menunjukkan perbedaan antara perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai dengan dosis 2% tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kedua bagian ini. Rataan persentase sayap dan punggung itik yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 16,55%-16,79% dan 36,49%-37,10%. Setiyanto (2005) mendapatkan rataan persentase sayap dan punggung itik lokal jantan yang diberi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 0%; 0,5% dan 1% berkisar antara 23,00%-23,34% dan 30,65%31,25%. Anggraeni (1999) menyatakan bahwa bagian sayap pada itik memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dari satu, sedangkan bagian punggung memiliki koefisien pertumbuhan yang konstan. Hal serupa diperoleh pada penelitian Siswohardjono (1986) yang mendapatkan bahwa persentase sayap pada itik, entok dan hasil persilangannya mengalami peningkatan sesuai dengan bertambahnya bobot karkas. Tidak berbedanya persentase sayap yang diperoleh pada penelitian ini disebabkan karena bobot karkas yang diperoleh juga tidak berbeda nyata. Persentase Daging dan Tulang Bagian Dada dan Paha Pengaruh pemberian tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 0%; 1% dan 2% terhadap rataan persentase daging dan tulang bagian dada dan paha itik disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 1% dan 2% tidak memberikan pengaruh terhadap rataan persentase daging dan tulang bagian dada dan paha masing-masing terhadap bobot dada dan paha. Rataan persentase bobot daging dan tulang dada terhadap bobot dada berkisar antara 83,06%-84,04% dan 15,96%-16,94%, sedangkan rataan persentase bobot daging dan tulang bagian paha terhadap bobot paha berkisar antara 81,79%83,11% dan 16,89%-18,21%. Tidak berbedanya persentase daging dan tulang pada bagian dada dan paha itik pada tiap-tiap perlakuan dapat dipahami akibat persentase bobot karkas terhadap bobot hidup juga tidak berbeda.
Tabel 4. Rataan Persentase Daging dan Tulang Bagian Dada dan Paha Itik pada Umur 10 Minggu Peubah
Penambahan Tepung Daun Beluntas 0%
1%
2%
----------------------------------(%)----------------------------Daging Dada
84,04 ± 2,94
83,78 ± 0,97
83,06 ± 1,35
Tulang Dada
15,96 ± 2,94
16,22 ± 0,97
16,94 ± 1,35
Daging Paha
82,73 ± 0,83
83,11 ± 3,39
81,79 ± 1,18
Tulang Paha
17,27 ± 0,83
16,89 ± 3,39
18,21 ± 1,18
Penelitian Anggraeni (1999) mendapatkan rataan bobot daging dan tulang dada itik lokal berturut-turut sebesar 55,31 dan 51,36 g atau sebesar 51,85% dan 48,15% dari bobot karkas 601,58 g, sedangkan rataan bobot daging dan tulang bagian paha itik diperoleh sebesar 146,82 dan 11,77 g atau sekitar 92,58% dan 7,42% dari bobot karkas yang sama. Nilai persentase daging dada yang diperoleh Anggraeni (1999) tersebut lebih kecil daripada yang diperoleh dalam penelitian ini, karena dihitung pada saat itik memiliki bobot karkas seberat 601,58 g atau saat itik berumur 7-8 minggu. Pada umur tersebut pertumbuhan otot dada masih berlanjut sehingga bobot bagian ini masih belum optimal. Setiyanto (2005) melaporkan bahwa itik yang diberi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan dosis 0,5% memiliki persentase daging dan tulang bagian dada berturut-turut sebesar 72,24% dan 27,76%, sedangkan persentase daging dan tulang bagian paha diperoleh masing-masing sebesar 80,90% dan 19,10%. Pada penambahan tepung daun beluntas 1%, persentase daging dan tulang bagian dada yang diperoleh sebesar 74,20% dan 25,80%, sedangkan persentase persentase daging dan tulang bagian paha diperoleh sebesar 80,04% dan 19,96%. Nilai tersebut lebih kecil daripada hasil yang diperoleh dalam penelitian ini untuk persentase daging, sedangkan sebaliknya untuk persentase tulang. Besarnya persentase daging dan tulang pada bagian dada dan paha dipengaruhi oleh bobot karkas yang diperoleh. Anggraeni (1999) menyatakan bahwa komponen karkas memiliki kecepatan pertumbuhan yang konstan terhadap bobot karkas. Namun setelah melewati masa pertumbuhan, komponen tulang telah mencapai keadaan konstan sedangkan komponen kulit dan otot serta lemak masih
mengalami perkembangan. Pada umur 10 minggu, bobot karkas yang rendah memberikan persentase daging yang rendah dikarenakan sebagian besar berat karkas tersebut adalah bagian komponen tulang, sedangkan kulit, otot dan lemak masih mengalami perkembangan.
KESIMPULAN Penambahan tepung daun beluntas sampai dengan dosis 2% dalam pakan sebagai upaya dalam mengurangi bau amis pada daging itik tidak memberikan dampak yang nyata terhadap konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum, persentase karkas dan bagian-bagiannya (dada, paha, sayap dan punggung) serta tidak pula memberikan pengaruh terhadap persentase daging dan tulang bagian dada dan paha itik lokal jantan.
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kehadirat Nabi Muhammad SAW, Rasul akhir zaman, pembawa cahaya dalam kegelapan dunia. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Rukmiasih, MS selaku pembimbing utama serta Prof. Emeritus Peni S. Hardjosworo, Msc. selaku pembimbing anggota yang tidak bosan dalam membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih pula kepada Ir. Niken Ulupi, MS selaku dosen penguji dan pembahas seminar, serta Ir. Rini H. Mulyono, Msi dan Ir. Widya Hermana, Msi selaku dosen penguji sidang, atas segala saran dan masukannya. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Bambang Pangestu, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberi saran dan motivasi kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang begitu banyak mencurahkan kasih sayang, juga kepada seluruh keluarga di rumah. Kepada teman-teman seperjuangan, Chandra, Dina dan Elva yang telah banyak membantu, terima kasih atas kerja keras dan bangun paginya, atas kebersamaan dan kesetiaannya. Terima kasih pula teruntuk Tyas yang senantiasa menjadi inspirasi bagi penulis, teman-teman THT 39’, adik-adik kelas dan kakak-kakak kelasku. Kepada Pak Hamzah, Pak Rahmat serta Pak Eka, terimakasih atas bantuan teknisnya, juga buat Unang (Marunang) yang selalu mencarikan sambungan air saat kekurangan. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Semoga amal ibadah yang kita lakukan diterima oleh-Nya. Amin. Bogor, Agustus 2006 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Achyad, D. E. dan R. Rasyidah. 2003. Beluntas. http://www.asiamaya.com/jamu/isi/ beluntas Pluchea indica Less. html. [25 September 2005]. Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Anggraeni. 1999. Pertumbuhan alometri dan tinjauan morfologi serabut otot dada (Muscullus Pectoralis dan Muscullus Supracorarideus) pada itik dan entok lokal. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less ). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia, Jakarta. Bintang, I. A. K. dan B. Tangendjaya. 1996. Kinerja anak itik jantan pada berbagai tingkat pemberian minyak sawit kasar. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner 2 (2): 92-95. Bintang, I. A. K., M. Silalahi, T. Antawidjaja dan Y. C. Raharjo. 1997. Pengaruh berbagai tingkat kepadatan gizi ransum terhadap kinerja pertumbuhan itik jantan lokal dan silangannya. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 (4): 237241. Brahmantiyo, B., R. Setioko dan H. Prasetyo. 2003. Karakteristik itik Pegagan sebagai sumber plasma nutfah ternak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 375-380. Conn, C. N. 2002. Digestion and metabolism. In: Bell, D. D. dan William D. Weaver, Jr. (Editors). Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition. Kluwer Academic Publishers, Norwell. Damayanti, A. P. 2003. Kinerja biologis komparatif antara itik, entog dan mandalung. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dong, N. T. K.dan R. B. Ogle. 2003. Effect of brewery waste replacement of concentrate on the perfomance of local and crossbred growing Muscovy ducks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (10): 1510-1517. Gunawan, A. 2005. Penampilan itik lokal jantan yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hayne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Yayasan Sarana Warna Jaya, Jakarta. Iskandar, S., T. Antawijaya., D. Zainuddin, A. Lasmini, T. Murtisari, B. Wibowo, dan T. Susanti. 1993. Respon pertumbuhan anak itik jantan Tegal, Magelang, Turi, Mojosari, Bali dan Alabio terhadap ransum berbeda kepadatan gizi. Laporan Hasil Penelitian 1992/1993. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Iskandar, S., T. Antawijaya, A. Lasmini, Desmayanti, T. Murtisari, B. Wibowo dan T. Susanti. 1994. Komponen karkas enam jenis anak itik jantan lokal Indonesia. Prosiding Pertemuan Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Subbalai Penelitian Ternak Klepu. Semarang, 8-9 Februari 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Hal: 292-297. Iskandar, S., I. A. K. Bintang dan Triyantini. 2001. Tingkat energi/protein ransum untuk menunjang produksi dan kualitas daging anak itik jantan lokal. J. Ilmu Ternak Vet. : 300-309. Mattjik, A. A. dan Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Jurusan Statitiska FMIPA IPB, Bogor. North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chiken Production Manual. 4th Edit. AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut. Nugraha., V. S. 2000. Pertumbuhan dan persentase karkas itik Mojosari jantan yang digemukkan oleh beberapa peternak di Kabupaten DATI II Pemalang. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prasetyo, L. H. and T. Susanti. 1997. Reciprocal crossing between Tegal and Mojosari duck: I. Early Growth and Early Growth Production. J. Prosed Ilmu Ternak dan Veteriner. 2 (3): 152-156. Randa, S. Y., I. Wahyuni, G. Joseph, H. T. Uhi, Rukmiasih, H. Hafid, dan A. Parakkasi. 2002. Efek pemberian serat tinggi dan vitamin-E terhadap produksi karkas dan non karkas itik Mandalung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 261-264. Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik Komersil. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, New York. Rukmiasih, Harapin Hafid H., H. T. Uhi., S. Y. Randa, I. Ahyuni, G. Joseph dan A. Parakkasi. 2002. Pemberian pakan berserat tinggi dan suplementasi vitamin E terhadap penampilan itik Mandalung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hal: 256-259. Saifudin. 2000. Perbedaan produksi karkas dan karakteristik daging dada dan paha itik dan entok pasca perebusan. Skripsi. Jurusan. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sastroamidjojo, S. 1997. Obat Asli Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Setioko, A. R. S. Iskandar dan T. Antawijaya. 1994. Unggas air sebagai alternatif sumber pendapatan petani. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Hal: 385-390. Setiyanto, R. 2005. Persentase bagian-bagian tubuh itik jantan lokal umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun Beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siswohardjono, W. 1986. Performans produksi ternak entog, itik dan hasil persilangannya. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Srigandono, B. 1998. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Supraptini, Y., D. Kusumawati dan N. Triakoso. 1998. Pengaruh tepung daun beluntas dalam ransum terhadap pertambahan berat badan ayam pedaging pada periode akhir fase starter. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 669-674. Syamsuhidayat, S. S. dan Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Departemen Kesehatan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. Tillman, A. D. , H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ulupi, N. 1990. Pangaruh tingkat serat kasar ransum terhadap performans itik tegal dan daya cerna zat-zat makanan pada itik dan ayam. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Windhyarti, S. S. 1998. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya, Jakarta. Zulkarnain. 1992. Komposisi karkas dan lemak rongga tubuh itik Mandalung II jantan dan betina. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Konsumsi Ransum Itik Selama Perlakuan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
30.896,15 15.448,07 142.809,58 9.520,64 173.705,72
F Hit
P
Ket.
1,62
0,2302
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 2.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik Selama Perlakuan
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
11.235,15 5.617,58 62.451,95 4.163,46 73687,10
F Hit
P
Ket.
1,35
0,29
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 3.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Konversi Ransum Itik Selama Perlakuan Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0,4314 3,9716 4,4030
0,2157 0,2648
0,81
0,4614
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 4.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Bobot Badan Akhir Itik pada Umur 10 Minggu Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
6.801,83 3.400,92 65.879,83 4.391,99 72.681,66
F Hit
P
Ket.
0,77
0,4786
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 5.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Karkas Itik pada Umur 10 Minggu
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0004778 0.0050167 0.0054944
0.0002389 0.0003344
0.71
0.505
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 6. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Dada Itik pada Umur 10 Minggu Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0000839 0.0038456 0.0039294
0.0000419 0.0002564
0.16
0.851
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 7.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Paha Itik pada Umur 10 Minggu
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0005795 0.0026328 0.0032123
0.0002897 0.0001755
1.65
0.225
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 8.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Sayap Itik pada Umur 10 Minggu
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0000507 0.0017492 0.0017999
0.0000254 0.0001166
0.22
0.807
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 9.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Punggung Itik pada Umur 10 Minggu
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0001444 0.0100333 0.0101778
0.0000722 0.0006689
0.11
0.898
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 10. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Daging Bagian Dada Itik Pada umur 10 Minggu Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.001594 0.018875 0.020469
0.000797 0.001258
0.63
0.544
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 11.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Tulang Bagian Dada Itik Pada umur 10 Minggu
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0007388 0.0086781 0.0094169
0.0003694 0.0005785
0.64
0.542
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 12.
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Daging Bagian Paha Itik Pada umur 10 Minggu
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.001887 0.025839 0.027726
0.000943 0.001723
0.55
0.589
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 13. Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan terhadap Rataan Persentase Tulang Bagian Paha Itik Pada umur 10 Minggu Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 15 17
JK
KT
F Hit
P
Ket.
0.0008700 0.0118950 0.0127650
0.0004350 0.0007930
0.55
0.589
TN
Keterangan : JK=Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah; F Hit=F hitung; P=Probability; TN=Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 14. Rataan Bobot Karkas dan Bagian-bagiannya Pada Itik Lokal Jantan Umur 10 Minggu Peubah Karkas Dada Paha Sayap Punggung
Penambahan Tepung Daun Beluntas 0% 1% 2% ----------------------------------(g)--------------------------------782,45 ± 61,66 774,03 ± 36,08 767,43 ± 39,41 196,15 ± 22,76 191,03 ± 9,80 186,23 ± 21,76 196,77 ± 12,43 188,33 ± 10,12 196,03 ± 8,64 130,15 ± 6,15 127,47 ± 1,71 127,63 ± 6,15 289,76 ± 35,91 287,63 ± 26,12 280,20 ± 18,99
Lampiran 15. Rataan Bobot Daging dan Tulang Bagian Dada dan Paha Itik Lokal Jantan Umur 10 Minggu Peubah Daging Dada Tulang Dada Daging Paha Tulang Paha
Penambahan Tepung Daun Beluntas 0% 1% 2% -----------------------------------(g)---------------------------------172,25 ± 21,98 161,65 ± 9,62 156,54 ± 19,21 29,81 ± 3,08 30,83 ± 2,76 30,77 ± 2,82 168,16 ± 15,69 156,96 ± 11,60 165,61 ± 5,58 33,63 ± 1,50 36,18 ± 2,19 35,14 ± 1,48