TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA MENGENAI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT Mentari Puspa Yuanna Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424 E-mail :
[email protected] Abstrak Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bertujuan untuk mengurangi masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap siswa mengenai PHBS. Disain penelitian adalah deskriptif sederhana dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel kelas 4 dan 5 di SDN Ciracas 06 Pagi sebesar 60 responden yang dipilih dengan teknik pengambilan acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan siswa mengenai PHBS masih relatif rendah dan sikap siswa mengenai PHBS masih cenderung negatif, yaitu sebesar 50,0 % dan 61,7 %. Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan sebagai pengetahuan untuk orang tua dan guru dalam menerapkan perilaku hidup bersih sehat pada anak usia sekolah. Kata kunci: anak usia sekolah, perilaku hidup bersih dan sehat, sikap, tingkat pengetahuan Abstract Clean and healthy behavior aims to reduce health problems. This study aims to identify knowledge level and attitude of clean and healthy behavior. This study used simple descriptive design with cross sectional approach. This study involves 60 participants which were selected by simple random sampling technique. Result showed that student’s knowledge level about clean and healthy behavior was still relatively low and student’s attitude to clean and healthy behavior still tend to be negative amount to 50,0 % and 61,7 %. The result is expected to be used as knowledge for parents and teachers in implementing clean and healthy behavior in school-aged children. Keywords: attitudes, clean and healthy behavior, knowledge level, school-aged children
Pendahuluan
sebaya. Hal ini sesuai dengan salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah menurut
Anak usia sekolah berada di dalam sebuah
Havighurst dalam Hurlock (2002) yang
periode ketika anak-anak dianggap
menyatakan bahwa anak usia sekolah belajar
mulai
bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
menyesuaikan
dalam hubungan dengan orang tua, teman-
seusianya.
diri
dengan
teman-teman
teman sebaya dan orang lain (Wong, 2001). Perkembangan anak usia sekolah cenderung
Jumlah anak usia sekolah di Indonesia
dipengaruhi oleh lingkungan teman-teman
tergolong besar yaitu mencapai sepertiga dari
jumlah penduduk Indonesia. Menurut Depkes
pada kenyataannya, di lapangan masih sering
RI (2010), persentase jumlah penduduk anak-
sekali
anak Indonesia dengan kategori usia 8-14
disebabkan karena kurangnya kesadaran anak
tahun mencapai 28-34 % dari keseluruhan
usia sekolah dalam menerapkan perilaku
jumlah penduduk yaitu sebesar 235 juta jiwa.
hidup bersih dan sehat (Efendi & Makhfudli,
Jumlah siswa SD yang relatif banyak
2009). Survey yang dilakukan oleh Ditjen
berpotensi
terhadap
PPL dan PM (2004) menunjukkan bahwa
kesehatan.
Dalam
berbagai rangka
masalah
menciptakan
ditemui
perilaku
bersih
kasus
dapat
penyakit
yang
mempengaruhi
generasi penerus bangsa yang sehat dan
kesehatan. Survey dilakukan di 10 propinsi
produktif, dibutuhkan pemeliharaan kesehatan
dengan sasaran seluruh anak sekolah dasar.
yang optimal. Program Usaha Kesehatan
Hasil survey sangat bervariasi yaitu antara 4,8
Sekolah (UKS) merupakan salah satu upaya
% - 83,0 %. Anak SD di Provinsi Nusa
yang
dan
Tenggara Barat menunjukkan perilaku bersih
mempertahankan status kesehatan bagi anak
dan sehat yang rendah sebesar 83,0%,
usia sekolah. Ruang lingkup dan tujuan UKS
sedangkan di provinsi Jawa Timur hanya
mengarah pada praktik perilaku hidup bersih
sebesar 4,8 % yang berperilaku tidak bersih
dan sehat (PHBS) di sekolah.
dan sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
Selanjutnya, berdasarkan hasil Susesnas 2011
sekolah yang terdiri dari beberapa indikator
diketahui bahwa sebagian besar siswa SD
diharapkan mampu membuat warga sekolah
memiliki masalah kebersihan diri (personal
untuk dapat secara mandiri meningkatkan
hygiene) yang cukup banyak, antara lain
status
dasar
sebesar 86 % siswa yang bermasalah pada
merupakan fase penting untuk menanamkan
gigi (karies dan gigi berlubang), siswa yang
nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat
tidak menggosok gigi dengan persentase 42
(PHBS) dan siswa sekolah dasar (SD)
%, siswa yang tidak mencuci tangan sebelum
berpotensi sebagai agen perubahan (agent of
makan dengan persentase 8 %, siswa yang
change) untuk mempromosikan PHBS baik di
tidak mencuci kaki sebelum tidur dengan
lingkungan
maupun
persentase 37 %, siswa tidak biasa memakai
masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009).
alas kaki dengan persentase 25 %, siswa tidak
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang
biasa potong kuku dengan persentase 53 %,
dilakukan secara teratur dapat mencegah
serta siswa yang mempunyai kebiasaan mandi
terjadinya berbagai penyakit yang lazim
1 kali sehari dengan persentase 8 % (Laporan
terjadi pada anak usia sekolah seperti TB,
Susenas, 2011). Dampak negatif dari perilaku
diare, typhoid, serta demam berdarah, namun
tersebut adalah terjadinya berbagai penyakit
dilakukan
kesehatan.
dalam
memelihara
Masa
sekolah,
sekolah
keluarga
seperti diare, cacingan, dan gatal-gatal. Hasil
06 Pagi yang berjumlah 143 orang. Pada
Laporan
(2007),
penelitian ini sampel yang diambil yaitu siswa
menggambarkan prevalensi kejadian diare di
kelas 4 dan 5 yang memenuhi kriteria inklusi
Indonesia sebanyak 2-20 % dari semua
yaitu sebanyak 60 orang. Teknik pengambilan
provinsi. Prevalensi diare pada anak usia
sampel
sekolah di DKI Jakarta mencapai 8 %.
pengambilan
Prevalensi
Indonesia
penelitian ini dilakukan di SDN Ciracas 06
mencakup kurang dari 1 % sampai 3,5 % dari
Pagi yang terletak di Jl. H. Hanafi RT 012/03
semua provinsi dan untuk DKI Jakarta
No.
prevalensi kejadian tifus mencapai 2 %.
Ciracas. Penelitian ini dilaksanakan mulai
Riskesdas
kejadian
Provinsi
tifus
di
yang
36
digunakan acak
Kelurahan
yaitu
teknik
sederhana.
Ciracas,
Tempat
Kecamatan
pada minggu kedua bulan April 2013 sampai Status gizi merupakan suatu bagian yang erat
dengan minggu keempat bulan Mei 2013.
kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan
Etika penelitian dilakukan dengan tujuan
sehat. Nilai status gizi dapat ditandai dengan
untuk menjamin hak-hak manusia sebagai
kebiasaan anak dalam menerapkan PHBS.
responden
Menurut data dari Riskesdas tahun 2010,
privacy,
didapatkan prevalensi status gizi anak usia
treatment,
sekolah dasar (6-12 tahun) berdasarkan
pengumpul data yang digunakan berupa
IMT/U
prevalensi
kuesioner yang mencakup 3 bagian. Bagian
kekurusan sebanyak 12,2% dimana 4,6 %
pertama adalah data demografi yang terdiri
termasuk ke dalam kategori sangat kurus dan
dari nama responden (inisial), usia, kelas,
7,6 % masuk ke dalam kategori kurus, sisanya
jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan;
78,6 % masuk ke dalam kategori normal, dan
bagian
9,2 % masuk ke dalam kategori kegemukan.
pengetahuan mengenai PHBS; bagian ketiga
Dari data ini, peneliti menyimpulkan bahwa
adalah kuesioner sikap terhadap PHBS.
Indonesia
berbagai
Prosedur pengumpulan data meliputi data
tantangan untuk menangani masalah gizi
primer yang didapat dari kuesioner dan data
buruk pada anak-anak usia sekolah.
sekunder
di
Indonesia
masih
yaitu
menghadapi
meliputi: anonymity, dan
kedua
determination,
confidentiality,
inform
adalah
yang
self
consent.
kuesioner
didapatkan
fair Alat
tingkat
dari
hasil
wawancara dengan pihak sekolah. Tahapan Metode
pengolahan data yaitu diawali dengan proses pemeriksaan
kelengkapan
data
(editing),
Desain penelitian yang digunakan adalah
kemudian proses pengkodean data (coding)
deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross
untuk
sectional. Populasi yang digunakan adalah
kemudian proses memasukkan data (entry),
seluruh siswa kelas 4 dan 5 di SDN Ciracas
dan
mempermudah terakhir
pengolahan
pengecekan
data
data,
kembali
(cleaning). Analisis data yang digunakan
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden
adalah analisis univariat.
menurut usia
Hasil Distribusi
Frekuensi
Responden
berdasarkan Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi frekuensi responden menurut kelas Tingkat/Kelas
Usia Responden 9 10 11 12 13 Total
Frekuensi (f) 2 24 27 5 2 60
Persentase (%) 3,3 40,0 45,0 8,3 3,3 100,0
Frekuensi
Persentase
Berdasarkan tabel 3, maka dapat dijelaskan
(f)
(%)
bahwa sebagian besar responden didominasi
Kelas 4
24
40
usia 10 dan 11 tahun yang ditandai dengan
Kelas 5
36
60
persentase berturut-turut yaitu sebesar 40 %
Total
60
100
dan 45 %. Sisa responden yang lain yaitu sebanyak 14,9 % berusia 9, 12 dan 13 tahun.
Berdasarkan tabel 1, maka dapat dijelaskan bahwa penelitian yang dilakukan di SDN
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden
Ciracas 06 Pagi lebih banyak responden dari
menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
kelas 5 yaitu sebanyak 36 orang atau 60%
Status Gizi
Frekuensi
Persentase
(f)
(%)
Underweight
43
71,7
Normal
13
21,7
Overweight
4
6,7
Total
60
100,0
dari keseluruhan responden yang diambil. Tabel 2. Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
(f)
(%)
Laki-laki
34
56,7
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa sebagian
Perempuan
26
43,3
besar responden yaitu sebesar 71,7 %
Total
60
100
termasuk ke dalam kategori status gizi rendah (underweight). Status gizi normal hanya
Berdasarkan tabel 2, maka dapat dijelaskan
sebesar 21,7 % sedangkan responden dengan
bahwa persentase responden yang lebih
status gizi lebih (overweight) hanya sebesar
banyak adalah responden laki-laki yaitu
6,7 %
sebanyak 56,7 % bila dibandingkan dengan responden perempuan yang hanya sebanyak 43,3 %.
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden
air kecil dan besar di jamban sekolah serta
berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai
menyiramnya
PHBS
aktivitas fisik di sekolah, serta pemberantasan
Tingkat
Jumlah (f)
Persentase
Pengetahuan Tinggi (≥
dengan
bersih,
mengikuti
jentik nyamuk di sekolah secara rutin.
(%) 30
50
Pembahasan
30
50
Pencanangan
28,42) Rendah (<
menjadikan
28,42) Total
60
100
Indonesia PHBS
sebagai
Sehat
2010
tolak
ukur
kesadaran warga negara Indonesia akan arti pentingnya
menjaga
kesehatan.
Program
Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa sebagian
PHBS secara nasional sebenarnya sudah
dari responden atau sebanyak 50 % dari
dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun
responden memiliki tingkat pengetahuan yang
2003,
tinggi mengenai PHBS indikator cuci tangan
menunjukkan hasil yang maksimal. Indeks
dengan sabun, jajan di kantin sekolah, buang
Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
air kecil dan besar di jamban sekolah serta
tahun 2010 menunjukkan bahwa persentase
menyiramnya
PHBS secara nasional dan cuci tangan pakai
dengan
bersih,
mengikuti
namun
belum
tampaknya
mencapai
masih
angka
belum
aktivitas fisik di sekolah, serta pemberantasan
sabun
yang
jentik nyamuk di sekolah secara rutin.
diharapkan, padahal PHBS merupakan upaya preventif yang sangat berperan penting dalam
Tabel 6. Distribusi frekuensi responden
mendukung terwujudnya Indonesia yang lebih
berdasarkan sikap terhadap PHBS
sehat.
Sikap Positif (≥
Jumlah (f) 23
Persentase (%)
Program UKS dan dokter kecil yang bernaung
38,3
di
37
61,7
untuk
saling
kebiasaan PHBS di sekolah. Menurut Depkes RI (2006), idealnya 10 % dari total siswa di
31,2) Total
diharapkan
bersinergis dalam berperan meningkatkan
31,2) Negatif (<
dalamnya
60
100,0
setiap sekolah dasar menjadi dokter kecil. Untuk DKI Jakarta yang memiliki sekitar 841
Berdasarkan tabel 6, terlihat sebanyak 38,3 %
ribu siswa SD diharapkan dapat memiliki
dari responden memiliki sikap yang positif
dokter kecil sebanyak 84 ribu orang. Dokter
terhadap PHBS meliputi indikator cuci tangan
kecil
dengan sabun, jajan di kantin sekolah, buang
persyaratan
di
sekolah
dipilih
berdasarkan
yang
telah
ditentukan.
Persyaratan tersebut antara lain dokter kecil
Rendahnya status gizi pada anak usia sekolah
harus merupakan siswa yang duduk di kelas 4
dilatarbelakangi oleh rendahnya pengetahuan
dan 5, berbadan sehat, serta berperilaku baik
anak mengenai gizi dan kesehatan. Soekirman
dan
Persyaratan
(2000) dalam Nuryati (2010) menyatakan
tersebut berkaitan dengan daya tangkap
bahwa pada umumnya sikap kritis dan hati-
terhadap
yang
hati dalam asupan nutrisi masih belum
diberikan. Selanjutnya, syarat lain yang harus
dimiliki oleh anak Indonesia. Nuryati (2010)
dimiliki oleh seorang dokter kecil yaitu
menyebutkan
memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dan
mendapatkan ilmu gizi secara profesional
memiliki kemampuan untuk menggerakkan
sejak pendidikan dasar. Hal ini tentunya
orang lain (Depkes RI, 2006).
berbanding terbalik dengan kejadian di
berprestasi
di
sekolah.
materi-materi
kesehatan
negara
maju
sudah
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan Menurut studi dari National Association for
bahwa masih banyak siswa yang sering
Single Sex Public Education (NASSPE) tahun
membeli jajan di pinggir jalan. Hal itu
2003, menyatakan bahwa anak perempuan
mengindikasikan bahwa sebagian besar siswa
berkembang
SDN
lebih
cepat
dan
memiliki
Ciracas
06
Pagi
masih
belum
penampilan lebih baik daripada anak laki-laki.
mempunyai sikap positif terhadap salah satu
Penelitian ini juga menyatakan bahwa anak
indikator
perempuan memiliki daya dengar yang lebih
sembarang
baik daripada pria, dalam hal ini daya dengar
bertentangan dengan teori dari Mayke (2007)
terhadap pengetahuan baru yang diberikan
dalam Indriasari (2007) yang menyatakan
oleh guru ataupun orang lain, termasuk
bahwa membawa bekal dari rumah atau
pengetahuan mengenai PHBS. Anak laki-laki
pembiasaan sarapan pagi merupakan salah
cenderung berpikir secara objektif dan lebih
satu kebiasaan yang baik untuk mencegah
berorientasi fakta. Hal ini terbukti dari
anak jajan di luar sekolah. Anak-anak sering
penelitian yang dilakukan oleh Anggrahitha
melupakan waktu makan yang seharusnya
(2009) yang hasil penelitiannya menunjukkan
sehingga asupan nutrisi yang masuk ke dalam
bahwa
setelah
tubuh bisa mengalami kekurangan bahkan
adanya intervensi penyuluhan PHBS yang
juga bisa mengalami kelebihan nutrisi jika
terjadi pada anak perempuan lebih tinggi dari
asupan jajanan yang masuk ditambah lagi
pada anak laki-laki.
dengan asupan makanan utama. Penelitian
peningkatan
pengetahuan
PHBS
yaitu
tempat.
tidak Hasil
jajan ini
di juga
yang dilakukan oleh Fermia P. (2008) menunjukkan bahwa usia mempengaruhi konsumsi makanan ringan seseorang. Hasil penelitiannya menunjukkan kecenderungan
konsumsi makan makanan ringan lebih sering
pengetahuan siswa SDN Ciracas 06 Pagi
terjadi
mengenai
pada
anak
usia
10-12
tahun
PHBS
sudah
dilakukan
oleh
dibandingkan dengan anak berusia 7-9 tahun.
sekolah dengan bantuan dari program UKS
Kandungan nutrisi yang terdapat dalam
dan juga kader kesehatan. Pihak sekolah
jajanan juga belum tentu memenuhi nilai gizi
mengakui bahwa ada respon positif yang
yang seharusnya. Kebersihan jajanan juga
ditunjukkan oleh siswa, namun biasanya
belum terjamin, bahkan tak jarang ada anak
respon
yang sering mengalami sakit karena jajan
bertahan lama seiring dengan pengawasan
sembarangan.
yang
dari guru yang tidak bisa selamanya diberikan
dilakukan oleh Gusani (2011) ada beberapa
selama 24 jam. Pengaruh negatif yang
faktor yang mempengaruhi kebiasaan jajan
didapatkan siswa ketika berada di luar
anak di sekolah. Faktor-faktor tersebut di
sekolah juga menjadi penyebabnya.
Menurut
penelitian
positif
yang
ditunjukkan
tidak
antaranya adalah tingkat pengetahuan gizi seorang
ibu,
pemberian
uang
saku,
Pengetahuan menurut Notoadmodjo (2003)
ketersediaan makanan dalam rumah, serta
terdapat 6 tingkatan, yaitu tahu, memahami,
keadaan sosial ekonomi seseorang.
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkatan pertama yaitu tahu (know) diartikan
Menurut Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI
sebagai pengingat suatu materi yang telah
(2011)
PHBS
dipelajari sebelumnya. Sama halnya dengan
sebenarnya secara tidak langsung sudah
pengetahuan mengenai PHBS, guru dan kader
tertanam dalam setiap mata pelajaran yang
kesehatan di sekolah sudah berusaha untuk
diberikan oleh guru. Selain pengetahuan yang
menanamkan
didapatkan melalui proses belajar, siswa juga
kepada setiap siswa di sekolah. Namun jika
diberikan pengetahuan tentang PHBS di luar
pengetahuan itu tidak diulang-ulang atau di
jam belajar seperti kerja bakti dan lomba
recall maka pengetahuan tersebut akan
kebersihan kelas, aktivitas penyuluhan yang
semakin terkikis atau bahkan hilang sama
dilakukan oleh kader kesehatan/dokter kecil,
sekali. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pemeriksaan jentik nyamuk, mendemokan
oleh Anggrahitha (2009) menunjukkan bahwa
gerakan cuci tangan dengan sabun dan cara
pengaruh intervensi penyuluhan dan simulasi
gosok gigi yang baik dan benar, kegiatan
terhadap kebersihan diri dan lingkungan siswa
olahraga yang diadakan setiap minggu serta
kelas 4 dan 5 SDN Cisalak 1 Depok memiliki
pemeriksaan rutin kebersihan kuku, rambut,
dampak yang besar terhadap peningkatan
telinga,
Setelah
pengetahuan siswa mengenai PHBS. Menurut
dilakukan wawancara singkat dengan wali
Anggrahitha (2009), faktor yang mendukung
kelas 4 dan 5, semua hal untuk menambah
terjadinya peningkatan pengetahuan tersebut
pengetahuan
gigi
dan
mengenai
sebagainya.
nilai-nilai
indikator
PHBS
karena proses penyampaian pesan yang
dengan sabun secara teratur bisa jadi lebih
dilakukan tidak hanya dilakukan selama
efektif dalam menahan penyebaran virus
kegiatan penyuluhan saja, tetapi juga melalui
ISPA seperti flu dan SARS. Hal ini bisa
proses reminding dan recall yang terus
terjadi karena tubuh dilindungi sehingga
menerus dilakukan.
bakteri
maupun
virus
terhambat
proses
masuknya ke dalam tubuh bahkan bisa Sikap positif siswa dalam indikator PHBS
terputus rantainya. Jika ditinjau dari segi
mencuci tangan dengan sabun sudah cukup
sarana dan prasarana yang disediakan pihak
baik yang ditunjukkan dengan sebagian besar
sekolah untuk mencuci tangan sudah sangat
responden
baik, namun sabun yang digunakan masih
selalu
mencuci
tangan
menggunakan sabun dan air mengalir dan
berupa
sabun
selalu mencuci tangan sebelum makan,
bergantian oleh seluruh warga sekolah. Hal
setelah makan, serta setelah BAB dan BAK.
ini
Hal ini berbanding terbalik dengan studi yang
kontaminasi bakteri antar warga sekolah.
dapat
batangan
yang
menyebabkan
dipakai
perpindahan
dilakukan oleh Catalina, et.al pada tahun 2009.
Dalam
studinya
membahas
Penelitian pada indikator kegiatan olahraga
tentang perilaku cuci tangan pada anak usia
dan aktivitas fisik di sekolah menunjukkan
sekolah di Bogota, sepertiga dari sampel yang
bahwa masih banyak siswa yang tidak
selalu mencuci tangan sebelum makan dan
melakukan kegiatan olahraga. Aktivitas fisik
setelah dari toilet. Studi tersebut juga
dan olahraga sebenarnya dapat meningkatkan
menemukan
sering
penampilan akademis dari siswa di sekolah
dikemukakan siswa saat tidak mencuci tangan
yang merupakan hasil dari penelitian Dr.
yaitu karena lupa, malas, dan tidak ada waktu.
Amika Singh dan tim dari Vrije University
Selanjutnya, alasan lain yang dikemukakan
(2012). Dr. Amika Singh menyatakan bahwa
yaitu karena kurangnya air bersih, ketiadaan
aktivitas fisik bisa membantu kemampuan
sabun, fasilitas kamar mandi yang kotor,
mental untuk meningkatkan aliran darah,
kamar mandi yang kurang aman serta
selain itu berolahraga secara rutin bisa
kurangnya ketertarikan untuk mencuci tangan.
membuat aliran oksigen ke otak lancar
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
sehingga
usia dan jenis kelamin tidak mempengaruhi
penampilan akademis semakin meningkat.
3
alasan
yang
yang
stres
akan
berkurang
dan
perilaku cuci tangan pada anak usia sekolah di Bogota, Colombia.Dalam sebuah penelitian
Sebagian besar siswa sudah menunjukkan
yang dipublikasikan oleh Jurnal Kedokteran
sikap positif dalam pencegahan demam
Inggris (British Medical Journal) pada tahun
berdarah dengan tidak membiarkan kaleng-
2007 menyatakan bahwa mencuci tangan
kaleng yang kosong tetap terbuka. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ucapan Terima Kasih
Putri (2008) yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sekolah dasar di Depok
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
sudah berperilaku cukup baik dalam perilaku
diberikan kepada Ibu Astuti Yuni Nursasi,
pencegahan DBD di sekolah.
SKp, MN selaku dosen pembimbing tugas akhir. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan
Kesimpulan
terima kasih kepada keluarga penulis, yaitu Bapak Kalzana, Ibu Yurnamawati, L. S.Pd,
Mengacu kepada tujuan penelitian mengenai
serta Bintang Refiardi Putra yang telah
tingkat pengetahuan dan sikap terhadap
mencurahkan segala dukungannya baik moril
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) maka
maupun
peneliti
bahwa
menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
status gizi siswa kelas 4 dan 5 SDN Ciracas
Penulis juga mengucapkan terima kasih
06 Pagi sebagian besar masih termasuk ke
kepada teman-teman FIK UI 2009 yang tidak
dalam
rendah
dapat penulis sebutkan satu per satu yang
(underweight). Hal ini sejalan dengan tingkat
sudah memberikan motivasi dan semangat
pengetahuan mengenai PHBS yang masih
dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis
tergolong
tingkat
juga mengucapkan terima kasih kepada
pengetahuan sebesar 28,42. Siswa kelas 4 dan
seluruh pihak SDN Ciracas 06 Pagi yang
5 SDN Ciracas 06 pagi relatif juga masih
telah bersedia menjadi bagian dari penelitian
memiliki sikap negatif terhadap PHBS. Hal
ini.
mendapatkan
kategori
kesimpulan
status
rendah
gizi
dengan
rerata
materiil
agar
penulis
dapat
ini mungkin disebabkan karena sosialisasi PHBS
di
sekolah
yang
masih
kurang
Referensi
maksimal. Pihak sekolah diharapkan lebih intens lagi dalam memberikan pengetahuan
Anggrahitha, R. (2009). Studi Intervensi
mengenai PHBS. Pihak sekolah juga harus
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan
lebih meningkatkan kerjasamanya dengan
Sehat Bagi Anak SDN Cisalak I Depok.
Puskesmas
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digit
setempat
dalam
mewujudkan
indikator-indikator PHBS di sekolah. Siswa
al/126234-S-5845-
juga diharapkan untuk lebih mengetahui,
Studi%20intervensi....pdf. FKM UI.
memahami
Diunduh pada 06 Juni 2013
dan
mengaplikasikan
konsep
PHBS di sekolah. Siswa diharapkan untuk
Catalina, L.Q., et.al. (2009). Hand Washing
menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih
Among School Children in Bogota,
dan sehat dalam dirinya sehingga tercipta
Colombia. American Journal of Public
generasi penerus bangsa yang cemerlang.
Health 99.1, 94-101.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah. Pusat
Promosi
Kesehatan.
Jakarta:
Depkes RI.
Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2010). Jakarta: Depkes RI. Laporan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). (2011). Jakarta: Badan Pusat
Departemen Kesehatan RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Statistik. National Association for Single Sex Public Education. (2003). What are Some
Ditjen PPL & PM. (2004). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Depkes RI. Efendi, F. & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Differences in How Girls and Boys Learn. http://www.singlesexschools.org. Diunduh pada 05 Juni 2013. Nuryati, S. (2010). Pentingnya Pendidikan Gizi Bagi Anak. http://www.pikiran-
Fermia, P.I. (2008). Gambaran Konsumsi
rakyat.com/pentingya-pendidikan-gizi-
Makanan Ringan Pada Anak Sekolah di
bagi-anak.html. Diakses pada tanggal
SD Cakra Buana.
05 Juni 2013.
http://lontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3
Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. (2011).
Ddigital%2F126621-S-5444-
Interaksi Suplemen: PHBS di Sekolah.
Gambaran%2520konsumsi-HA.pdf.
Jakarta: Depkes RI.
FKM UI. Diunduh pada 06 Juni 2013. Gusani, A.N.Y. (2011). Hubungan FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Jajan
Putri, I.S.M. (2008). Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan
Perilaku
Pencegahan DBD pada Murid SD di
Pada Anak SD Kelas I Dan II Dengan
Kota Depok.
Perilaku Jajan Sembarangan Di SD
http://lontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3
Negeri Cokrokusuman Kecamatan Jetis
Ddigital%2F126588-S-5325-Faktor-
Yogyakarta.
faktor%2520yang-HA.pdf. FKM UI.
http://sim.stikesaisyiyah.ac.id/simptt-
Diunduh pada 05 Juni 2013.
pencarianpustaka/datapustaka.zul?kdpu
Wong, D.L., et al. (2001). Wong’s Essential
staka=9287&kddetailpustaka=9864050
of Pediatric Nursing. 6th ed. St.Louis:
1550. Diakses pada tanggal 06 Juni
Mosby Inc.
2013. Hurlock,
E.B.
Perkembangan:
(2002).
Psikologi
Suatu
Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.