TINGKAT KETERGANTUNGAN NELAYAN GILLNET DI PPI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP SUMBERDAYA IKAN
IIN SOLIKHIN
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu Terhadap Sumberdaya Ikan adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013 Iin Solikhin NIM C44090022
ABSTRAK IIN SOLIKHIN. Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu Terhadap Sumberdaya Ikan. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan AKHMAD SOLIHIN. Ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan pada umumnya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya diversifikasi pekerjaan sebagai sumber pendapatan alternatif saat ikan susah didapatkan. Namun untuk melakukan diversifikasi pekerjaan tersebut, maka perlu dilihat terlebih dahulu tingkat ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mendeskripsikan perikanan gillnet di PPI Karangsong, (2) menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan. Perhitungan tingkat ketergantungan menggunakan Multi Cryteria Analysis dengan kriteria yang digunakan yaitu jumlah keluarga, alokasi waktu, pendapatan, dan pengeluaran. Perikanan gillnet di PPI Karangsong didominasi oleh kelompok gillnet 0-10 GT. Kapal gillnet < 25 GT masih menggunakan es, sedangkan kapal ≥ 25 GT menggunakan freezer. Tingkat ketergantungan nelayan gillnet 0-20 GT terhadap sumberdaya ikan lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan gillnet > 20 GT. Kata kunci : Gillnet, Indramayu, Ketergantungan, Nelayan, PPI Karangsong
ABSTRACT IIN SOLIKHIN. Dependency Level of Gillnet Fishermen in PPI Karangsong, Indramayu towards Fish Resources. Supervised by EKO SRI WIYONO and AKHMAD SOLIHIN. Fishermen have a high level dependency on fish resources. Therefore, it is necessary to make a job diversification as an alternative income. However, to diversify the job, it is necessary to analyze the dependency level of fishermen on fish resources. The purpose of this research are (1) to describe gillnet fisheries in PPI Karangsong, (2) to analyze the dependency level of fishermen in PPI Karangsong on fish resources. The calculation of dependency level using Multi Cryteria Analysis with the cryterias used are the number of families, time allocation, income, and expenses. Gillnet fishermen in PPI Karangsong is dominated by gillnet 0-10 GT group. Gillnet ship which less than 25 GT is still using ice to preserve the fish, while the bigger ship (≥ 25 GT) already using freezer. Dependency level of 0-20 GT gillnet fishermen on fish resources is higher than the > 20 GT gillnet fishermen. Keywords: Gillnet, Indramayu, Dependency, Fishermen, PPI Karangsong
TINGKAT KETERGANTUNGAN NELAYAN GILLNET DI PPI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP SUMBERDAYA IKAN
IIN SOLIKHIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu Terhadap Sumberdaya Ikan Nama : Iin Solikhin NIM : C44090022
Disetujui oleh
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Pembimbing I
Akhmad Solihin, S.Pi, MH Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013 ini adalah tingkat ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan, dengan judul Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu Terhadap Sumberdaya Ikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M.Si dan Akhmad Solihin S.Pi, MH. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak sesuatu apapun di dunia ini yang sempurna. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Iin Solikhin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Objek dan Alat Penelitian Jenis dan Sumber Data Pengumpulan Data Analisis Data Analisis Keragaan Perikanan Gillnet Analisis Tingkat Ketergantungan HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Gillnet di PPI Karangsong Konstruksi Gillnet Nelayan Gillnet Kapal Gillnet Metode Pengoperasian Gillnet Biaya Operasi Daerah dan Musim Penangkapan Hasil Tangkapan Kriteria Ketergantungan Nelayan Gillnet Terhadap SDI Jumlah Keluarga Alokasi Waktu Pendapatan Pengeluaran Kriteria Gabungan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iii iii iii 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 5 7 7 7 9 10 11 11 12 12 13 13 14 16 17 18 19 19 20 20 22 24
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jumlah sampel yang digunakan Jumlah nelayan berdasarkan ukuran kapal dan sistem bagi hasil Ukuran kapal, kekuatan mesin, lama trip, dan kebutuhan solar Rincian biaya operasi penangkapan gillnet Jumlah keluarga nelayan gillnet Hasil perhitungan standarisasi kriteria jumlah keluarga Alokasi waktu melaut Hasil perhitungan standarisasi kriteria alokasi waktu Rasio pendapatan rumah tangga nelayan gillnet Hasil perhitungan standarisasi kriteria pendapatan Rasio pengeluaran rumah tangga nelayan gillnet Hasil perhitungan standarisasi kriteria pengeluaran Kriteria gabungan hasil perhitungan dengan standarisasi fungsi nilai
4 9 10 12 13 14 15 15 16 17 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Peta lokasi penelitian Konstruksi alat tangkap gillnet Desain alat tangkap gillnet Persentase ikan hasil tangkapan tahun 2008-2012
2 8 8 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Rincian pendapatan dan bagi hasil Perhitungan kriteria ketergantungan
22 23
PENDAHULUAN Latar Belakang Ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan pada umumnya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Namun untuk memanfaatkan sumberdaya ikan ini, nelayan harus menghadapi resiko yang tinggi seperti resiko keselamatan kerja dan ketidakpastian hasil tangkapan yang tinggi. Saat musim paceklik, nelayan sering kali mengalami kesusahan untuk menangkap ikan di laut dan bahkan tidak mendapatkan ikan sama sekali. Selain itu, nelayan juga tidak dapat melaut karena cuaca buruk. Sehingga saat musim paceklik nelayan sering kali tidak berpenghasilan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan yang tinggi. Kondisi tersebut juga dialami oleh nelayan di PPI Karangsong. PPI Karangsong merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang memiliki aktivitas perikanan yang teramai di Indramayu. Berdasarkan data produksi ikan dari tahun 2007-2010 yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu (2010), PPI Karangsong memiliki produksi ikan yang tertinggi dibandingkan dengan pelabuhan perikanan lain yang ada di Indramayu. Banyaknya produksi ikan tersebut didominasi oleh produksi dari unit penangkapan gillnet. Berdasarkan data unit penangkapan ikan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu (2010), unit penangkapan ikan yang ada di PPI Karangsong mayoritas unit penangkapan gillnet. Sekitar 80% dari total unit penangkapan ikan yang ada di PPI Karangsong merupakan unit penangkapan gillnet dengan ukuran kapal yang beragam. PPI Karangsong yang dikelola oleh KPL Mina Sumitra ini juga pernah menjadi pelabuhan perikanan terbaik di Jawa Barat. Sehingga penulis tertarik untuk mendeskripsikan keragaan perikanan gillnet yang ada di PPI Karangsong dan menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet terhadap sumberdaya ikan. Nelayan gillnet di PPI Karangsong mengalami kesulitan untuk mendapatkan ikan saat musim paceklik. Bahkan beberapa nelayan gillnet di PPI Karangsong tidak melakukan operasi penangkapan ikan saat musim paceklik. Sehingga nelayan tidak mempunyai penghasilan, karena tidak mendapatkan ikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan diversifikasi pekerjaan agar nelayan gillnet di PPI Karangsong mempunyai sumber pendapatan alternatif. Namun untuk melakukan diversifikasi pekerjaan tersebut, maka perlu dilihat terlebih dahulu tingkat ketergantungan nelayan gillnet terhadap sumberdaya ikan. Sehingga penelitian tentang deskripsi sistem perikanan gillnet dan tingkat ketergantungan nelayan gillnet terhadap sumberdaya ikan di PPI Karangsong penting dilakukan untuk mengetahui kelompok nelayan gillnet mana yang harus lebih diprioritaskan dalam melakukan diversifikasi pekerjaan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan keragaan perikanan gillnet di PPI Karangsong;
2 2) Menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat untuk : 1) Pemda setempat dalam penyediaan pekerjaan lain yang dapat dilakukan nelayan saat tidak melaut, sebagai sumber pendapatan alternatif bagi nelayan di Karangsong. 2) Pemda dan pengelola PPI Karangsong untuk memecahkan masalah ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan yang relatif tinggi. 3) Pihak-pihak lain, seperti peneliti dan mahasiswa untuk memperoleh bahan informasi.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013, bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong, Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembelajaran literatur mengenai perikanan gillnet di PPI Karangsong, survei penelitian dan pembuatan usulan penelitian. Tahap kedua adalah pelaksanaan penelitian dan pengambilan data di lapangan yang dilakukan bulan Maret sampai April 2013 di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tahap ketiga yaitu pengolahan data pada bulan April sampai Mei 2013. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
3
Objek dan Alat Penelitian Objek penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah unit penangkapan gillnet (kapal, alat tangkap, dan nelayan), data hasil wawancara dari berbagai pihak yang terkait, dan data-data pendukung lainnya. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat tulis, kuesioner, alat pengukur panjang dengan skala minimal 1 mm, datasheet, laptop, dan kamera. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari pengamatan di lapang mengenai seluruh kegiatan unit penangkapan gillnet dan melalui wawancara langsung dengan nelayan gillnet melalui kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain: 1) Data konstruksi dari setiap jenis alat tangkap gillnet yang beroperasi di Karangsong; 2) Jumlah ABK dari tiap jenis gillnet di Karangsong; 3) Komposisi hasil tangkapan dari tiap jenis gillnet di Karangsong; 4) Daerah dan musim penangkapan ikan dari tiap jenis gillnet yang beroperasi di Karangsong; 5) Biaya operasi penangkapan dari tiap jenis gillnet di Karangsong; 6) Metode operasi penangkapan dari tiap jenis gillnet di Karangsong; 7) Pendapatan dari usaha penangkapan ikan dan pendapatan dari usaha non penangkapan ikan; 8) Pengeluaran dari usaha penangkapan ikan dan pengeluaran rumah tangga; 9) Jumlah keluarga yang bekerja di usaha penangkapan ikan dan jumlah keluarga yang bekerja di usaha non penangkapan ikan; 10) Waktu yang digunakan untuk usaha penangkapan ikan dan waktu yang digunakan untuk usaha non penangkapan ikan. Data sekunder dikumpulkan untuk menunjang data primer. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu dan KPL Mina Sumitra. Adapun data sekunder yang dikumpulkan: 1) Data produksi PPI Karangsong; 2) Data armada penangkapan ikan di PPI Karangsong; 3) Daerah penangkapan ikan di Indramayu; 4) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis, astronomis, kependudukan, dan keadaan perikanan secara umum di Karangsong. Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian mengenai status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Hasan 2004). Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Metode sampling ini dilakukan dengan cara mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi dengan kriteria-kriteria tertentu (Ferianita 2007).
4 Wawancara dilakukan terhadap nelayan dengan menggunakan kuesioner untuk menggali informasi mengenai cara pengoperasian alat tangkap, konstruksi alat tangkap, ukuran kapal, jumlah ABK, komposisi hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan yang didaratkan, musim penangkapan ikan, dan daerah penangkapan ikan. Berdasarkan ukuran kapal, unit penangkapan gillnet di PPI Karangsong dibagi menjadi tiga golongan yaitu gillnet 0-10 GT, 11-30 GT, dan > 30 GT. Berdasarkan penggolongan tersebut ditentukan kapal 3 GT dan 6 GT dari golongan 0-10 GT; 20 GT dan 30 GT dari golongan 11-30 GT; 34 GT dan 40 GT dari golongan > 30 GT untuk dijadikan sampel. Sampel kapal tersebut diambil karena mendominasi dari masing-masing golongan yang ada. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah sampel yang digunakan Kelompok gillnet 0-10 GT 11-30 GT > 30 GT
Sampel kapal 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT
Responden (orang) 10 10 10 10 10 10
Jumlah sampel kapal yang digunakan sebanyak 30 unit yang terdiri dari 5 unit kelompok gillnet 3 GT, 5 unit kelompok gillnet 6 GT, 5 unit kelompok gillnet 20 GT, 5 unit kelompok gillnet 30 GT, 5 unit kelompok gillnet 34 GT, dan 5 unit kelompok gillnet 40 GT. Responden yang digunakan sebanyak 2 orang dari masing-masing unit sampel gillnet yang diambil dengan jumlah total responden sebanyak 60 orang. Analisis Data Analisis Keragaan Perikanan Gillnet Analisis keragaan perikanan gillnet di Karangsong ini dilakukan dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan perikanan gillnet yang ada di Karangsong. Deskripsi perikanan gillnet tersebut meliputi konstruksi alat tangkap gillnet, kapal gillnet, ABK kapal gillnet, hasil tangkapan gillnet, musim penangkapan gillnet, biaya operasi penangkapan alat tangkap gillnet, dan metode pengoperasian alat tangkap gillnet. Deskripsi alat tangkap gillnet meliputi dimensi utama alat tangkap gillnet, ukuran mata jaring, jarak antar pelampung, jarak antar pemberat, dan bahan yang digunakan. Deskripsi kapal gillnet meliputi ukuran kapal, kebutuhan BBM, dan kekuatan mesin yang digunakan. Deskripsi ABK meliputi banyaknya ABK yang bekerja dalam satu kapal dan pembagian tugasnya di atas kapal. Deskripsi hasil tangkapan meliputi jenis ikan apa saja yang ditangkap dan komposisinya. Deskripsi musim penangkapan meliputi informasi mengenai musim-musim penangkapan alat tangkap gillnet dalam satu tahun. Deskripsi biaya operasi meliputi biaya yang dibutuhkan untuk BBM, dan biaya perbekalan. Deskripsi metode pengoperasian meliputi cara operasi gillnet yang dilakukan nelayan gillnet di Karangsong dan deskripsi mengenai setting, soaking,
5
hauling, dan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi penangkapan ikan dengan gillnet. Analisis Tingkat Ketergantungan Analisis tingkat ketergantungan ini dilakukan dengan menggunakan analisis multi kriteria. Menurut Mendoza dan Macoun (1999), analisis multi kriteria adalah perangkat pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk masalahmasalah kompleks multikriteria yang mencakup aspek kualitatif dan atau kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan. Analisis multikriteria merupakan suatu perangkat yang dapat membantu mengevaluasi tingkat kepentingan relatif seluruh kriteria yang terkait dan menggambarkan tingkat kepentingannya dalam proses pengambilan keputusan akhir. Tahap pertama MCA adalah menentukan alternatif-alternatif yang harus dipilih, yang merupakan skenario-skenario dalam penelitian. Selain itu, tiap-tiap alternatif tersebut dapat terdiri atas beberapa kriteria, sehingga MCA juga melibatkan multi kriteria. Karena melibatkan multi kriteria, maka tahap selanjutnya yaitu melakukan pembobotan pada tiap-tiap kriteria tersebut atau memberikan pengukuran berdasarkan kepentingan. Tahap terakhir adalah memproses nilai numerik untuk menentukan ranking tiap alternatif. Keunggulan metode ini dapat memberikan alternatif terbaik dengan mempertimbangkan setiap kriteria dari alternatif tersebut, lalu dibuat matrik keputusannya (Belton dan Stewart 2002; Triantaphyllou dan Sanchez 1997 dalam Warlina et al 2011). Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) vide Isvie (2007) tingkat ketergantungan diketahui dengan menggunakan beberapa kriteria yang berkaitan dengan ketergantungan nelayan terhadap usaha penangkapan ikan dimana kriteria tersebut yang kemudian akan dianalisis. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Jumlah keluarga, meliputi keluarga yang bekerja sebagai nelayan dan anggota keluarga yang bekerja di bidang lain. Anggota keluarga yang didata adalah istri dan anak nelayan. Kriteria ini dapat diperoleh dengan wawancara langsung kepada nelayan untuk mendapatkan informasi mengenai keluarga nelayan tersebut. 2) Alokasi waktu, yaitu waktu yang dialokasikan untuk kegiatan melaut dan kegiatan selain melaut. Waktu yang digunakan untuk melaut dapat diperoleh dari jumlah trip per bulan atau per tahun. Waktu yang digunakan kegiatan selain melaut dapat diperoleh dari jumlah hari dalam satu bulan yang digunakan untuk kegiatan selain menangkap ikan. Kriteria ini digunakan untuk melihat banyaknya waktu yang digunakan nelayan untuk melaut dalam satu tahun. 3) Pendapatan, meliputi pendapatan nelayan dari sektor penangkapan ikan dan sektor yang lain. Pendapatan yang digunakan adalah pendapatan bersih rumah tangga nelayan dari kegiatan penangkapan ikan dalam satu tahun. Penerimaan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil kerja anggota keluarga (suami, istri, dan anak). Pendapatan rumah tangga nelayan dihasilkan dari berbagai sumber yang dikelompokan menjadi dua yaitu pendapatan usaha perikanan dan non perikanan seperti berdagang, bertani, dan lain-lain. Pendapatan keluarga yang berasal dari usaha penangkapan ikan dihitung dari
6 pendapatan bersih selama satu tahun. Pendapatan bersih nelayan diperoleh dengan menggunakan rumus:
Rb = Rk – Co ................................................... (1) Rb = pendapatan bersih nelayan Rk = pendapatan kotor nelayan Co = total biaya operasi penangkapan ikan 4) Pengeluaran, meliputi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan yang lain. Pengeluaran yang dimaksud adalah pengeluaran rumah tangga nelayan. Biaya yang digunakan adalah biaya per bulan. Pengeluaran rumah tangga nelayan nelayan terdiri dari pengeluaran untuk kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan non perikanan tangkap. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non perikanan tangkap yaitu berupa kebutuhan pangan dan non pangan. Kebutuhan pangan berupa keperluan sembako dan kebutuhan non pangan berupa biaya anak sekolah, kesehatan, dan perumahan. Biaya untuk kegiatan perikanan tangkap berupa biaya operasional aktivitas melaut, perbaikan kapal, dan perawatan alat tangkap. Menghitung total pengeluaran kegiatan perikanan tangkap pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan:
Ct = Co + Ck + Ca ........................................ (2) Keterangan: Ct = total biaya operasi penangkapan ikan Co = biaya operasi penangkapan ikan Ck = biaya perbaikan kapal Ca = biaya perawatan alat tangkap Setelah diketahui nilai rata-rata tiap kriteria per kelompok nelayan, maka untuk menentukan tingkat ketergantungan, data tersebut distandarisasi ke dalam fungsi nilai dengan menggunakan model berikut:
.......................................... (3)
Keterangan: V(x) = fungsi nilai dari kriteria x V(A) = fungsi nilai dari alternatif A X = variabel X X0 = Nilai terendah kriteria X X1 = Nilai tertinggi kriteria X Vi(xi) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i Xi = kriteria ke-i i = 1, 2, 3, …, n Setelah itu dilakukan penentuan urutan prioritas ketergantungan nelayan terhadap hasil laut yang dipilih, kemudian ditetapkan secara urut dari nelayan yang mempunyai fungsi nilai tertinggi sampai nelayan dengan fungsi nilai terendah.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Gillnet di PPI Karangsong Konstruksi Gillnet Konstruksi gillnet di PPI Karangsong sama seperti gillnet pada umumnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Subani dan Barus (1989) bahwa bagianbagian utama pada jaring insang, yaitu pelampung (float) dan tali pelampung (float line), tali ris atas dan tali ris bawah, badan jaring (webbing atau net), pemberat (sinker) dan tali pemberat (sinker line atau lead line), serta srampad (selvedge). Ukuran dan jumlah bagian–bagian tersebut bergantung pada posisi pengoperasiannya di dalam laut. Demikian juga dengan gillnet yang ada di PPI Karangsong. Gillnet di PPI Karangsong dibuat dari bahan polyamide monofilament dengan serat pilinan 8-12 ply berwarna putih transparan agar tidak mudah terlihat oleh ikan. Hal ini dinyatakan Fridman (1988) diacu dalam Basri (2009), gillnet seharusnya dibuat agar tidak mudah dilihat ikan. Dalam hal ini cara yang sederhana adalah dengan memilih warna yang menyerupai kondisi perairan tempat mengoperasikan alat tangkap jaring insang tersebut. Ukuran mata jaring insang yang digunakan yaitu 3,25-4 inchi. Ukuran jaring satu piece yaitu 75 x 10 meter dengan jumlah mata jaring arah datar 1230 mata dan mata jaring arah tegak sebanyak 90 mata. Jumlah mata jaring arah horizontal jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring arah vertikal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martasuganda (2008) yang menyatakan bahwa jumlah mata jaring insang ke arah horisontal atau ke arah Mesh lenght (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah Mesh depth (MD). Bagian-bagian pada gillnet terdiri atas badan jaring, tali ris, pelampung, dan pemberat. Pelampung jaring terbuat dari bahan polyurethane, dengan jumlah pelampung 25 buah per piece dengan jarak antar pelampung 3 meter. Pelampung umbul yang digunakan terbuat dari bahan plastik atau styrofoam. Jarak antar pelampung umbul 25 meter dengan jumlah dalam satu piece 3 buah. Pelampung tanda digunakan bahan Polyurethane yang diikatkan pada sebuah tongkat kayu dengan panjang 3 meter yang telah diberi tanda berupa bendera atau lampu. Pemberat yang digunakan terbuat dari semen cor berbentuk lingkaran pipih dengan diameter 8 cm, tebal 5 cm, dan berat 400 gram. Pemberat dipasang dengan jarak 9 meter. Tali ris yang digunakan terbuat dari bahan tambang PE multifilament dengan panjang 75 m dan diameter 6 mm. Konstruksi gillnet disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
8
Gambar 2 Konstruksi alat tangkap gillnet
Gambar 3 Desain alat tangkap gillnet
9
Nelayan Gillnet Nelayan gillnet di Karangsong umumnya merupakan nelayan penuh atau nelayan yang menghabiskan seluruh waktu kerjanya dalam kegiatan penangkapan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari statistik perikanan tangkap Indonesia (2010) yang menyatakan bahwa sebagian besar nelayan di laut adalah nelayan penuh yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung pada ukuran kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Hal ini juga sama seperti yang diungkapkan oleh Miranti (2007) yaitu jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung pada skala usaha tersebut. Kegiatan operasi penangkapan gillnet dioperasikan oleh 2-5 orang nelayan untuk kapal yang berukuran 0-10 GT, 6-12 orang nelayan untuk kapal berukuran 11-30 GT, dan 10-14 orang nelayan untuk kapal berukuran > 30 GT. Setiap nelayan tersebut mempunyai tugasnya masing-masing yaitu sebagai juru mudi, juru mesin, anak buah kapal (ABK), dan juru masak. Tugas nelayan yang terlibat mengoperasikan gillnet yaitu: 1) Juru mudi: mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang tepat, mengemudikan kapal dari fishing base menuju fishing ground dan sebaliknya; 2) Juru mesin: bertanggung jawab atas kondisi mesin; 3) ABK: proses penurunan jaring (setting) dan penarikan jaring (hauling), memperbaiki alat tangkap yang rusak; 4) Juru masak: bertanggung jawab mengenai konsumsi bagi awak kapal. Sistem bagi hasil nelayan gillnet yang diterapkan di PPI Karangsong untuk kapal yang berukuran < 25 GT yaitu 50% untuk pemilik dan 50% untuk ABK. Nahkoda mendapat bagian 1,5 kali lebih besar dari pendapatan per-ABK. Bagi hasil untuk kapal yang berukuran ≥ 25 GT yaitu 60% untuk pemilik dan 40% untuk ABK. Nahkoda kapal mendapat 2 kali lebih besar dari pendapatan per-ABK. Rincian pendapatan dan bagi hasil dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah nelayan berdasarkan ukuran kapal dan sistem bagi hasil disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah nelayan berdasarkan ukuran kapal dan sistem bagi hasil Kapal
Jumlah nelayan
0-10 GT 11-30 GT > 30 GT
2-5 orang 6-12 orang 10-14 orang
Sistem bagi hasil Pemilik : ABK ABK : Nahkoda < 25 GT = 50% : 50% 1 : 1.5 ≥ 25 GT = 60% : 40%
1:2
Pembagian tugas nelayan gillnet pada kapal 0-10 GT tidak ada pembagian yang spesifik, karena nelayan kelompok ini merupakan nelayan gillnet oneday fishing. Pembagian tugas nelayan gillnet pada kapal 11-30 GT dan > 30 GT terdapat pembagian tugas yang spesifik. Satu atau dua orang bertugas menjadi juru mudi, satu orang bertugas sebagai juru mesin, satu atau dua orang sebagai juru masak, dan selebihnya sebagai ABK. Sistem bagi hasil untuk kapal gillnet 11-30 GT dan > 30 GT pemilik mendapatkan persentase bagian yang lebih besar dibandingkan dengan gillnet 0-10 GT. Hal ini disebabkan oleh biaya operasi yang dikeluarkan oleh pemilik lebih tinggi dibandingkan dengan gillnet 0-10 GT.
10 Kapal Gillnet Kapal gillnet yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan dasar kayu dan digolongkan berdasarkan ukuran kapal yaitu 0-10 GT, 11-30 GT, dan > 30 GT. Kapal gillnet 0-10 GT menggunakan mesin motor tempel. Kapal 3 GT memakai mesin motor tempel dengan kekuatan mesin 19 pk. Dimensi kapal 5 m x 2,4 m x 1 m. Banyak trip per bulan 20-30 kali tergantung pada musim dengan lama trip 1-2 hari. Kebutuhan bahan bakar per trip sebanyak 30 liter. Kapal 6 GT memakai mesin motor tempel dengan kekuatan mesin 25 pk. Dimensi kapal 7 m x 2,6 m x 1,5 m. Banyak trip per bulan 20-30 kali tergantung pada musim dengan lama trip 1-2 hari. Kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 50 liter. Kapal gillnet 11-30 GT dan > 30 GT menggunakan mesin motor inboard. Kapal 20 GT memakai mesin dengan kekuatan 119 pk. Dimensi kapal yaitu 14 m x 4,1 m x 1,8 m. Lama trip 14-20 hari, kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 1.200 liter. Kapal 30 GT memakai mesin dengan kekuatan 185 pk. Dimensi kapal yaitu 18 m x 4,7 m x 1,8 m. Lama trip 30-40 hari, kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 5.000 liter. Kapal 34 GT memakai mesin dengan kekuatan 185 pk. Dimensi kapal yaitu 19 m x 4,7 m x 1,8 m. Lama trip 30-40 hari, kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 6.000 liter. Kapal 40 GT memakai mesin dengan kekuatan 220 pk. Dimensi kapal yaitu 20 m x 5,3 m x 2,2 m. Lama trip 40-60 hari, kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 8.000 liter. Data kapal, kekuatan mesin, lama trip, dan kebutuhan solar disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Ukuran kapal, kekuatan mesin, lama trip, dan kebutuhan solar Kapal
GT
PMT
3 6 20 30 34 40
0-10 GT Kapal motor 11-30 GT Kapal motor > 30 GT
Kekuatan mesin (pk) 19 25 119 185 185 220
Trip (hari) 1-2 1-2 14-20 30-40 30-40 40-60
Kebutuhan BBM (liter) 30 50 1.200 5.000 6.000 8.000
Berdasarkan data armada penangkapan ikan Indramayu yang diterbitkan oleh DKP Indramayu (2010) unit penangkapan gillnet di PPI Karangsong tercatat sebanyak 1013 unit. Unit penangkapan gillnet tersebut terdiri dari 760 unit atau 75% merupakan gillnet 0-10 GT, 152 unit atau 15 % merupakan gillnet 11-30 GT, dan 101 unit atau 10% merupakan gillnet > 30 GT. Surat perizinan untuk unit penangkapan gillnet 0-10 GT dikelola oleh pemerintah daerah Indramayu. Surat perizinan unit penangkapan gillnet 11-30 GT dikelola oleh pemerintah propinsi Jawa Barat, dan unit penangkapan gillnet > 30 GT dikelola oleh pemerintah pusat. Kapal gillnet dengan ukuran ≥ 25 GT sudah menggunakan mesin pendingin (freezer), sedangkan kapal gillnet yang berukuran kurang dari 25 GT masih menggunakan es untuk mengawetkan ikan di kapal.
11
Metode Pengoperasian Gillnet Gillnet di PPI Karangsong umumnya dioperasikan pada malam hari. Pengoperasiannya dibagi dalam empat tahap yaitu: persiapan, pencarian fishing ground, pengoperasian alat tangkap (setting, soaking, dan hauling), dan penanganan hasil tangkapan. Metode pengoperasian gillnet di Karangsong tersebut sama seperti pengoperasian gillnet yang diungkapkan oleh Miranti (2007) yang menyatakan bahwa secara umum metode pengoperasian alat tangkap gillnet terdiri atas beberapa tahap, yaitu: 1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan. 2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI). 3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking), dan pengangkatan jaring (hauling). 4) Penanganan hasil tangkapan, yaitu pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat. Penanganan ikan hasil tangkapan untuk kapal gillnet 0-10 GT tidak ada penanganan khusus, karena kelompok gillnet ini merupakan gillnet oneday fishing. Ikan yang tertangkap hanya dilepaskan dari jaring dan ditaruh ke dalam suatu tempat. Penanganan ikan hasil tangkapan untuk gillnet 11-24 GT yaitu setelah ikan dilepaskan dari jaring, kemudian ikan tersebut dimasukan ke dalam palka yang berisi es. Penanganan ikan hasil tangkapan untuk gillnet ≥ 25 GT yaitu ikan yang tertangkap dilepaskan dari jaring dan langsung dimasukan ke dalam palka yang menggunakan freezer. Kapal melakukan perjalanan menuju fishing ground sekitar 3-4 jam untuk kapal yang beroperasi di sekitar perairan Indramayu dan 1,5-4 hari untuk kapal yang beroperasi di perairan sekitar Laut Jawa, perairan Sumatera, perairan Kalimantan, dan Selat Karimata. Pukul 15.30-18.00 WIB dilakukan penurunan jaring (setting). Setting dilakukan mulai dari penurunan pelampung tanda yang berada di ujung tali selambar dengan kondisi kapal bergerak secara perlahan dan nelayan menurunkan jaring mulai dari piece pertama hingga piece terakhir. Gillnet ini dapat dioperasikan di permukaan air, kolom air, dan dasar perairan tergantung pada posisi ikan dan musim ikan. Lama perendaman jaring sekitar 6 jam atau sampai pukul 24.00 WIB jaring mulai diangkat (hauling). Penarikan jaring dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin line hauler. Proses hauling pada kapal 30-40 GT dapat berlangsung hingga pukul 08.00 WIB atau selama 8 jam tergantung pada hasil tangkapan yang didapat..Hasil tangkapan kemudian dimasukkan ke dalam palka yang menggunakan freezer atau palka yang menggunakan es curah sambil dilakukan penyortiran ikan hasil tangkapan. Biaya Operasi Biaya operasi unit penangkapan gillnet di Karangsong bersumber dari pemilik kapal. Biaya operasi yang dibutuhkan pada kegiatan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet terdiri dari biaya solar, dan biaya perbekalan. Banyaknya solar yang dibutuhkan untuk kapal yang berukuran 3 GT sebanyak 30 liter dan kapal berukuran 6 GT membutuhkan solar sebanyak 50 liter dengan lama 1-2 hari. Biaya untuk ransum/perbekalan pada kapal berukuran 3 GT sebesar Rp 145.000 dan 6 GT sebesar Rp 346.000. Kapal berukuran 20 GT membutuhkan
12 solar sebanyak 1.200 liter dengan lama trip 14-20 hari dan biaya perbekalannya Rp 7.044.000 per trip. Kapal berukuran 30 GT membutuhkan solar sebanyak 5.000 liter dengan lama trip 30-40 hari dan biaya perbekalannya Rp 23.083.000 per trip. Kapal berukuran 34 GT membutuhkan solar sebanyak 6.000 liter dan biaya perbekalannya Rp 24.080.000 per trip. Kapal berukuran 40 GT membutuhkan solar sebanyak 8.000 liter dengan lama trip 30-40 hari dan biaya perbekalannya Rp 64.015.000 per trip. Rincian biaya operasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Rincian biaya operasi penangkapan gillnet
3 6
Trip (hari) 1-2 1-2
Kebutuhan Solar 30 liter 50 liter
Biaya perbekalan Rp 145.000 Rp 346.000
Rp 280.000 Rp 571.000
Kapal motor 11-30 GT
20 30
14-20 30-40
1.200 liter 5.000 liter
Rp 7.044.000 Rp 23.083.000
Rp 12.444.000 Rp 45.583.000
Kapal motor > 30 GT
34 40
30-40 40-60
6.000 liter 8.000 liter
Rp 24.080.000 Rp 64.015.000
Rp 51.080.000 Rp 100.015.000
Jenis
GT
PMT 0-10 GT
Total biaya
Daerah dan Musim Penangkapan Musim penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet di PPI Karangsong tergolong menjadi tiga musim yaitu musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Daerah penangkapan ikan untuk gillnet < 25 GT yaitu perairan Indramayu, Cirebon, Ciasem, Jakarta, dan Jawa Tengah. Musim puncak untuk gillnet < 25 GT terjadi pada bulan Agustus hingga bulan November, musim sedang terjadi bulan Maret hingga Juli, dan musim paceklik terjadi bulan Desember hingga Februari. Daerah penangkapan ikan untuk gillnet ≥ 25 GT yaitu laut Jawa, perairan Sumatera, perairan Kalimantan, dan selat Karimata. Musim puncak untuk gillnet ≥ 25 GT terjadi pada bulan Februari sampai bulan Juni. Musim sedang terjadi pada bulan Juli sampai bulan November, sedangkan musim paceklik untuk gillnet ≥ 25 GT terjadi bulan Desember hingga bulan Januari. Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh dari unit penangkapan gillnet di PPI Karangsong terdiri dari hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama gillnet di Karangsong yaitu tongkol (Auxis thazard) sebanyak 40,36%, tenggiri (Scomberomorus commersoni) sebanyak 12,66%, manyung (Arius thalassinus) sebanyak 15,81%, dan remang (Congresox talabon) sebanyak 11,52%. Hasil tangkapan sampingan yaitu 3,23% bawal hitam (Formio niger), 1,97% klayaran (Makaira indica), 0,92% alamkao (Psettodes erumeri), 4,6% cucut (Carcharhinus sp.), 0,46% pari (Dasyatis sp.), 0,47% kakap putih (Lates calcarifer), 0,82% blidah (Chirocentrus dorab), 5% kakap merah (Lutjanus malabaricus), 0,52% krempul (Caranx sexfasciatus), dan 1,65% ikan campur. Persentase berikut diperoleh dari hasil rata-rata produksi ikan di PPI Karangsong selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2008-2012 yang diproduksi dengan
13 menggunakan alat tangkap gillnet. Persentase untuk masing-masing ikan juga disajikan pada Gambar 4.
0,82
0,46
Persentase hasil tangkapan
0,47
0,52
4,60
1,65 3,23
5,00
11,52
40,36 15,81
12,66 0,92
1,97
Bawal hitam Tongkol Klayaran Tenggiri Alamkao Manyung Remang Cucut Pari Kakap putih Blidah Kakap merah Krempul Ikan campur
Gambar 4 Persentase ikan hasil tangkapan tahun 2008-2012 Kriteria Ketergantungan Nelayan Gillnet Terhadap SDI
Jumlah Keluarga Kriteria pertama untuk mengetahui ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan dalam penelitian ini adalah jumlah keluarga. Jumlah keluarga yang dimaksud yaitu jumlah anggota keluarga yang bekerja pada sektor perikanan dan non perikanan meliputi istri dan anak nelayan. Semakin banyak anggota keluarga nelayan yang bekerja pada sektor sektor perikanan, maka keluarga nelayan tersebut akan semakin bergantung kepada sumberdaya laut. Banyaknya anggota keluarga yang bekerja di sektor perikanan dan non perikanan untuk masingmasing kelompok gillnet dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah keluarga nelayan gillnet
Kelompok gillnet 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT
Perikanan (orang) 1 1 0 0 0 0
Non perikanan (orang) 2 2 3 3 3 3
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di sektor perikanan sangat rendah. Jika dalam suatu keluarga terdapat anak yang sudah dewasa, rata-rata hanya satu orang saja yang
14 ikut bekerja dalam bidang perikanan. Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Irnayasari (2009) yang melakukan penelitian serupa di Kabupaten Garut. Ia mengatakan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di sektor perikanan tangkap sangat rendah. Hal ini dikarenakan anggota keluarga nelayan, khususnya anak nelayan sebagian besar masih balita dan masih duduk dibangku sekolah. Jika dalam satu keluarga terdapat anak yang sudah dewasa, rata-rata hanya satu orang yang akan meneruskan usaha penangkapan keluarga. Hal ini disebabkan nelayan tidak menginginkan anak-anaknya menjadi nelayan. Anak laki-laki nelayan yang sudah dewasa biasanya ikut bekerja dalam menangkap ikan di kapal-kapal gillnet yang berukuran > 20 GT. Anak perempuan dikirim ke kota atau ke luar negeri untuk menjadi pembantu rumah tangga dan istri nelayan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pada Tabel 5 terlihat bahwa hanya kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang mempunyai anak yang ikut bekerja dalam bidang perikanan, karena nelayan kelompok ini rata-rata sudah lanjut usia. Sehingga kelompok nelayan ini sudah mempunyai anak yang sudah dewasa. Kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT rata-rata masih berusia muda atau usia produktif, dan kelompok nelayan ini belum mempunyai anak yang sudah dewasa. Anak nelayan kelompok ini sebagian besar masih sekolah. Maka untuk kriteria jumlah keluarga, kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT dapat dikatakan memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang lebih tinggi dari kelompok yang lainnya. Penilaian kriteria jumlah keluarga menempatkan kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT sebagai nilai tertinggi (X1). Kelompok gillnet 20 GT, 30 GT, 34 GT, dan 40 GT sebagai nilai terendah (Xo). Hasil perhitungan standarisasi kriteria jumlah keluarga dengan menggunakan fungsi nilai disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan standarisasi kriteria jumlah keluarga Kelompok gillnet Keluarga (orang) TK
3 GT 1 1
6 GT 1 1
20 GT 0 2
30 GT 0 2
34 GT 0 2
40 GT 0 2
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki tingkat ketergantungan yang paling tinggi terhadap sumberdaya ikan dengan nilai 1. Hal ini disebabkan adanya anggota keluarga yang bekerja juga dalam penangkapan ikan selain nelayan itu sendiri. Sehingga kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT berdasarkan kriteria jumlah keluarga dapat dikatakan kelompok nelayan gillnet yang memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet lainnya. Hal ini dikarenakan kelompok nelayan gillnet 20 GT, 30 GT, 34 GT, dan 40 GT tidak mempunyai anggota keluarga yang ikut bekerja dalam bidang perikanan selain nelayan itu sendiri. Oleh sebab itu, kelompok nelayan gillnet 20 GT, 30 GT, 34 GT, dan 40 GT ditempatkan diurutan kedua dengan nilai 0. Alokasi Waktu Kriteria kedua yang digunakan pada penelitian ini yaitu alokasi waktu. Alokasi waktu yang dimaksud yaitu banyaknya waktu yang digunakan nelayan yang dialokasikan untuk melaut atau menangkap ikan. Semakin banyak waktu
15
yang dialokasikan untuk menangkap ikan, maka nelayan tersebut akan semakin bergantung kepada sumberdaya ikan. Banyaknya waktu yang digunakan untuk menangkap ikan tersebut dihitung dalam satu tahun. Besarnya alokasi waktu menangkap ikan dan kegiatan lainnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Alokasi waktu melaut Kelompok gillnet 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT
Lama trip (hari) 1-2 1-2 20 30-40 30-40 40-60
Trip/tahun (trip) 210 210 14 7 7 5
Melaut (hari) 210 210 280 245 245 250
Tidak melaut (hari) 150 150 80 115 115 110
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata dalam satu tahun nelayan mengalokasikan waktunya untuk menangkap ikan sebesar 67%. Nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki alokasi waktu melaut yang paling sedikit dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya pengaruh musim dan cuaca. Saat musim barat dan cuaca buruk kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT tidak dapat beroperasi karena keterbatasan kemampuan kapal untuk melaut, sedangkan kelompok gillnet ≥ 20 GT dapat beroperasi sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh musim dan cuaca. Sehingga kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT memiliki alokasi waktu melaut yang lebih tinggi dibandingkan gillnet < 20 GT. Kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki waktu persiapan melaut dan aktivitas bongkar muat yang lebih singkat. Sehingga kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki alokasi waktu untuk melaut yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet 30 GT, 34 GT, dan 40 GT. Alokasi waktu selain menangkap ikan digunakan nelayan untuk perbaikan alat tangkap, perbaikan kapal, bongkar-muat, persiapan perbekalan melaut, dan istirahat. Maka untuk kriteria alokasi waktu ini, dapat dikatakan bahwa kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dari kelompok yang lainnya. Kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki alokasi waktu melaut yang terendah salam satu tahun. Sehingga kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT ditetapkan sebagai nilai terendah (Xo) untuk kriteria alokasi waktu melaut dan kelompok gillnet 20 GT sebagai nilai tertinggi (X1). Hasil perhitungan standarisasi kriteria alokasi waktu dengan menggunakan fungsi nilai dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil perhitungan standarisasi kriteria alokasi waktu Kelompok gillnet Waktu TK
3 GT 0 4
6 GT 0 4
20 GT 1 1
30 GT 0,5 3
34 GT 0,5 3
40 GT 0,5714 2
16 Berdasarkan fungsi nilai kriteria alokasi waktu pada Tabel 8 maka kelompok gillnet 20 GT menjadi kelompok yang paling tergantung terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dengan fungsi nilai 1, karena kelompok ini memiliki alokasi waktu melaut dalam satu tahun yang paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Kedua yaitu kelompok gillnet 40 GT dengan fungsi nilai 0,5714. Ketiga yaitu kelompok nelayan gillnet 30 GT dan 34 GT dengan nilai 0,5. Keempat yaitu kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang ditetapkan sebagai nilai yang minimum dengan fungsi nilai 0. Pendapatan Kriteria ketiga yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan rumah tangga nelayan. Pendapatan rumah tangga nelayan gillnet di Karangsong sebagian besar dari kegiatan penangkapan ikan. Adapun sumber pendapatan yang lain, tetapi hanya sebagian kecil saja dari rumah tangga nelayan gillnet yang ada. Pendapatan yang digunakan dalam perhitungan adalah persentase pendapatan rumah tangga nelayan per tahun yang berasal dari sektor perikanan. Semakin besar persentase pendapatan rumah tangga nelayan yang berasal dari perikanan, maka nelayan tersebut akan semakin bergantung kepada sumberdaya ikan. Besarnya rasio pendapatan rumah tangga nelayan dari perikanan dan non perikanan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Rasio pendapatan rumah tangga nelayan gillnet Kelompok gillnet 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT
Perikanan (Rp/tahun) 70.000.000 80.500.000 37.800.000 49.000.000 50.750.000 51.750.000
Non perikanan (Rp/tahun) 24.000.000 24.000.000 0 0 0 0
% % Non Perikanan Perikanan 74,4681 25,5319 77,0335 22,9665 100 0 100 0 100 0 100 0
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa hanya kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang mempunyai pendapatan dari sektor non perikanan. Hal tersebut dikarenakan masih adanya anak nelayan yang sudah dewasa dan bisa bekerja dalam rumah tangga nelayan tersebut, sedangkan anak nelayan gillnet ≥ 20 GT sebagian besar masih balita dan masih sekolah. Hal tersebut disebabkan karena nelayan gillnet ≥ 20 GT yang memang masih berusia rata-rata 30 tahun. Sehingga belum mempunyai anak yang dewasa dan mampu bekerja. Sumber pendapatan nelayan dari sektor non perikanan diperoleh dari anak nelayan yang berprofesi sebagai TKI di luar negeri atau pembantu rumah tangga di kota-kota besar. Maka dari Tabel 9 tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT. Persentase pendapatan nelayan gillnet terbesar per tahun yaitu kelompok nelayan gillnet 20 GT, 30 GT, 34 GT, dan 40 GT. Sehingga kriteria pendapatan kelompok nelayan gillnet tersebut ditetapkan sebagai nilai tertinggi (X1) dan
17
persentase pendapatan kelompok gillnet 3 GT sebagai nilai terendah (Xo). Perhitungan standarisasi kriteria pendapatan rumah tangga nelayan dengan fungsi nilai disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil perhitungan standarisasi kriteria pendapatan Kelompok gillnet Pendapatan TK
3 GT 0 3
6 GT 0,1005 2
20 GT 1 1
30 GT 1 1
34 GT 1 1
40 GT 1 1
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT memiliki ketergantungan yang paling tinggi terhadap sumberdaya ikan dengan fungsi nilai 1. Hal tersebut dikarenakan pendapatan rumah tangga nelayan gillnet ≥ 20 GT 100% berasal dari sektor perikanan. Kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT yaitu dengan fungsi nilai 0. Hal ini dikarenakan kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT mempunyai sumber pendapatan lain selain dari sektor perikanan. Sehingga kelompok nelayan ini masih mempunyai pendapatan ketika ikan susah untuk didapatkan atau saat tidak melaut. Pengeluaran Kriteria terakhir untuk mengetahui tingkat ketergantungan nelayan pada penelitian ini yaitu pengeluaran. Pengeluaran yang dimaksud adalah pengeluaran rumah tangga nelayan per tahun yang dialokasikan untuk kegiatan perikanan. Pengeluaran yang digunakan dalam perhitungan adalah persentase pengeluaran rumah tangga nelayan untuk perikanan. Semakin besar persentase pengeluaran yang digunakan untuk perikanan, maka nelayan tersebut akan semakin bergantung terhadap sumberdaya ikan. Rasio pengeluaran rumah tangga nelayan untuk kegiatan perikanan dan non perikanan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Rasio pengeluaran rumah tangga nelayan gillnet Kelompok gillnet 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT
Perikanan (Rp/tahun) 37.100.000 40.250.000 17.500.000 24.500.000 26.600.000 27.000.000
Non perikanan (Rp/tahun) 14.400.000 14.400.000 18.600.000 20.400.000 21.600.000 21.600.000
% Perikanan 72,0388 73,6505 48,4765 54,5657 55,1867 55,5556
% Non Perikanan 27,9612 26,3495 51,5235 45,4343 44,8133 44,4444
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT mempunyai alokasi pengeluaran untuk perikanan yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok gillnet yang lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya anak nelayan yang ikut bekerja di sektor perikanan. Sehingga alokasi pengeluaran kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki alokasi pengeluaran untuk perikanan yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran rumah tangga nelayan
18 gillnet lainnya. Selain adanya anak nelayan yang bekerja di sektor perikanan, keluarga nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT juga sudah tidak punya lagi tanggungan biaya anak sekolah. Sehingga pengeluaran untuk non perikanan lebih kecil dibandingan dengan pengeluaran nelayan gillnet ≥ 20 GT yang masih mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. Maka untuk kriteria pengeluaran ini, dapat disimpulkan bahwa kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet yang lainnya. Pengeluaran rumah tangga nelayan yang terendah adalah kelompok nelayan gillnet 20 GT sebesar 48,4765%. Sehingga pengeluaran kelompok gillnet 20 GT ditetapkan sebagai Xo. Sedangkan pengeluaran terbesar adalah kelompok gillnet 6 GT yaitu sebesar 73,6505%. Sehingga pengeluaran kelompok gillnet 6 GT ditetapkan sebagai X1. Perhitungan standarisasi kriteria pengeluaran rumah tangga nelayan dengan fungsi nilai disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil perhitungan standarisasi kriteria pengeluaran Kelompok gillnet Pengeluaran TK
3 GT 0,9360 2
6 GT 1 1
20 GT 0 6
30 GT 0,2419 5
34 GT 0,2666 4
40 GT 0,2812 3
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 6 GT memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dengan nilai 1. Kedua yaitu kelompok nelayan gillnet 3 GT dengan nilai 0,9360. Hal ini dikarenakan adanya anak nelayan yang bekerja juga di sektor perikanan. Selain itu, dikarenakan juga tidak adanya tanggungan biaya anak sekolah. Anak nelayan kelompok ini sebagian besar sudah dewasa dan mampu bekerja. Kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang lebih rendah dari kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT. Hal ini dikarenakan tidak adanya anak nelayan yang ikut bekerja dalam sektor perikanan dan kelompok nelayan gillnet ≥ 20 GT masih mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. Sehingga alokasi pengeluaran rumah tangga nelayan untuk sektor perikanan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang tidak lagi mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. Kriteria Gabungan Tingkat ketergantungan dari masing-masing kelompok nelayan gillnet dapat diketahui dengan menggabungkan keempat kriteria di atas. Keempat kriteria tersebut distandarisasi terlebih dahulu menjadi fungsi nilai, kemudian digabungkan untuk mendapat sebuah kesimpulan dengan metode Multi Criteria Analysis (MCA). Perhitungan untuk masing-masing kriteria tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Fungsi nilai dari masing-masing kelompok nelayan gillnet untuk keempat kriteria tersebut di atas, disajikan pada Tabel 13.
19
Tabel 13 Kriteria gabungan hasil perhitungan dengan standarisasi fungsi nilai Kriteria Keluarga Waktu Pendapatan Pengeluaran Total TK
3 GT 1,0000 0,0000 0,0000 0,9360 1,9360 3
6 GT 1,0000 0,0000 0,1005 1,0000 2,1005 1
20 GT 0,0000 1,0000 1,0000 0,0000 2,0000 2
30 GT 0,0000 0,5000 1,0000 0,2419 1,7419 6
34 GT 0,0000 0,5000 1,0000 0,2666 1,7666 5
40 GT 0,0000 0,5714 1,0000 0,2812 1,8526 4
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 6 GT mempunyai tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dengan nilai 2,1005. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar nelayan kelompok ini mempunyai anak yang bekerja juga menjadi ABK kapal gillnet dan memiliki alokasi pengeluaran rumah tangga untuk sektor perikanan yang maksimum dibandingkan dengan kelompok lain. Tingkat ketergantungan tertinggi kedua yaitu kelompok nelayan gillnet 20 GT dengan nilai 2. Hal ini dikarenakan, nelayan kelompok ini mempunyai waktu melaut yang paling banyak dan sumber pendapatan yang 100% dari perikanan. Ketiga adalah kelompok nelayan gillnet 3 GT dengan nilai 1,9360. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar nelayan kelompok ini mempunyai anak yang bekerja juga menjadi ABK kapal gillnet dan memiliki alokasi pengeluaran rumah tangga untuk sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Keempat adalah kelompok nelayan gillnet 40 GT dengan nilai 1,8526. Kelompok ini mempunyai sumber pendapatan yang 100% dari sektor perikanan. Kelima adalah kelompok nelayan gillnet 34 GT dengan nilai 1,7666. Kelompok ini mempunyai sumber pendapatan yang 100% dari sektor perikanan. Keenam adalah kelompok nelayan gillnet 30 GT yang memiliki tingkat ketergantungan yang terendah dengan nilai 1,7419. Kelompok ini mempunyai sumber pendapatan yang 100% dari sektor perikanan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: 1) Perikanan gillnet di PPI Karangsong didominasi oleh unit penangkapan gillnet 0-10 GT. Unit penangkapan gillnet yang berukuran kurang dari 20 GT tidak dapat beroperasi sepanjang tahun karena adanya pengaruh musim dan cuaca, sedangkan kapal yang berukuran ≥ 20 GT dapat beroperasi sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi musim dan cuaca. Kapal gillnet yang berukuran kurang dari 25 GT masih menggunakan es, sedangkan kapal gillnet yang berukuran ≥ 25 GT sudah menggunakan freezer. Hasil tangkapan utama gillnet di Karangsong yaitu tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomorus commersoni), manyung (Arius thalassinus), dan remang (Congresox talabon). 2) Tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan dari yang paling tinggi sampai terendah yaitu kelompok
20 nelayan gillnet 6 GT dengan nilai 2,1005; gillnet 20 GT dengan nilai 2; gillnet 3 GT dengan nilai 1,9360; gillnet 40 GT dengan nilai 1,8526; gillnet 34 GT dengan nilai 1,7666; dan gillnet 30 GT dengan nilai 1,7419. Berdasarkan peringkat tersebut disimpulkan bahwa kelompok nelayan gillnet ≤ 20 GT lebih membutuhkan adanya diversifikasi pekerjaan dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet > 20 GT. Hal tersebut dikarenakan kelompok nelayan gillnet ≤ 20 GT memiliki sensitivitas perekonomian keluarga yang lebih tinggi terhadap ketersediaan sumberdaya ikan. Saran Saran yang diusulkan dari hasil penelitian adalah: 1) Nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang tinggi, perlu adanya pekerjaan lain sebagai alternatif sumber pendapatan saat ikan susah dicari. 2) Perlu adanya bimbingan atau pelatihan kepada keluarga nelayan baik dalam bidang penangkapan ikan atau pun bidang non penangkapan ikan, sehingga nelayan memiliki kemampuan dan keahlian yang lain. 3) Perlu ada penelitian lebih lanjut tentang perikanan gillnet di PPI Karangsong terkait dengan kenaikan harga BBM.
DAFTAR PUSTAKA Basri, H. 2009. Pengaruh Kecepatan Arus Terhadap Tampilan Gillnet: Uji Coba di Flume Tank [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. 2010. Data Potensi Armada Indramayu. Indramayu: DKP Indramayu. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. 2010. Data Produksi Perikanan Indramayu. Indramayu: DKP Indramayu. Ferianita M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara. Irnayasari. 2009. Ketergantungan Nelayan terhadap Usaha Penangkapan Ikan di PPP Cilauteureun Kabupaten Garut [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Isvie, P. 2007. Teknologi Pilihan untuk Pemanfaatan Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. KKP. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Martasuganda S. 2008. Jaring Insang (Gillnet): Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Mendoza GA dan Macoun P. 1999. Panduan Untuk Menerapkan Analisis Multikriteria dalam Menilai Kriteria dan Indikator. Jakarta: CIFOR.
21
Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Palabuhanratu [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 8-9 hal. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. 245 hal. Warlina L, Rusdiyanto E, Sumartono, dan Sawir I. 2011. Penggunaan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) Untuk Menentukan Model Alternatif Kebijakan Pendidikan Lingkungan (Studi Kasus di SD Tangerang Selatan) [Jurnal]. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
22 Lampiran 1 Rincian pendapatan dan bagi hasil • Kapal 3 GT (2 ABK, 1 Nakhoda) Juragan = 50% x Rp 146.957.000,00 = Rp 73.478.500,00 Nelayan = Rp 73.478.500,00/3,5 = Rp 20.993.857,14 Per trip = Rp 20.993.857,14/210 = Rp 99.970,75 = Rp 100.000,00 Rincian nelayan: Nakhoda = 1,5 x Rp 20.993.857,14 = Rp 31.490.785,71 ABK = 2 x Rp 20.993.857,14 = Rp 41.987.714,28 • Kapal 6 GT (3 ABK, 1 Nakhoda) Juragan = 50% x Rp282.400.000,00 = Rp 141.200.000,00 Nelayan = Rp 141.200.000,00/4,5 = Rp 31.377.777,78 Per trip = Rp 31.377.777,78/210 = Rp 149.418,00 = Rp 150.000,00 Rincian nelayan: Nakhoda = 1,5 x Rp 31.377.777,78 = Rp 47.066.666,67 ABK = 3 x Rp 31.377.777,78 = Rp 94.133.333,34 • Kapal 20 GT (9 ABK, 1 Nakhoda) Juragan = 50% x Rp 831.550.000,00 = Rp 415.775.000,00 Nelayan = Rp 415.775.000,00/11 = Rp 37.797.727,27 Per trip = Rp 37.797.727,27/14 = Rp 2.699.837,66 = Rp 2.700.000,00 Rincian nelayan: Nakhoda = 2 x Rp 37.797.727,27 = Rp 75.595.454,54 ABK = 9 x Rp 37.797.727,27 = Rp 340.179.545,40 • Kapal 30 GT (10 ABK,1Nakhoda) Juragan = 60% x Rp 1.469.950.000,00 = Rp 881.970.000,00 Nelayan = Rp 587.980.000,00/12 = Rp 48.998.333,33 Per trip = Rp 48.998.333,33/7 = Rp 6.999.761,91 = Rp 7.000.000,00 Rincian nelayan: Nakhoda = 2 x Rp 48.998.333,33 = Rp 97.996.666,67 ABK = 10 x Rp 48.998.333,33 = Rp 489.983.333,3 • Kapal 34 GT (10 ABK,1Nakhoda) Juragan = 60% x Rp 1.522.490.000,00 = Rp 913.494.000,00 Nelayan = Rp 608.996.000,00/12 = Rp 50.749.666,67 Per trip = Rp 50.749.666,67/7 = Rp 7.249.952,38 = Rp 7.250.000,00 Rincian nelayan: Nakhoda = 2 x Rp 50.749.666,67 = Rp 101.499.333,30 ABK = 10 x Rp 50.749.666,67 = Rp 507.496.666,70 • Kapal 40 GT (12 ABK,1Nakhoda) Juragan = 60% x Rp 1.811.255.000,00 = Rp 1.086.753.000,00 Nelayan = Rp 724.502.000,00/14 = Rp 51.750.142,86 Per trip = Rp 51.750.142,86/5 = Rp 10.350.028,57 = Rp 10.350.000,00 Rincian nelayan: Nakhoda = 2 x Rp 51.750.142,86 = Rp 103.500.285,70 ABK = 12 x Rp 51.750.142,86 = Rp 621.001.714,30
23
Lampiran 2 Perhitungan kriteria ketergantungan • Jumlah Keluarga Xo = 0, X1 = 1 V1(A) =
=1
V1(C) =
V1(B) = = 1
V1(D) =
=0
V1(E) =
=0
V1(F) =
=0 =0
• Waktu Xo = 210, X1 = 280
V2(A) = = 0
V2(B) = = 0
V2(C) = = 1
V2(E) = = 0,5
V2(D) = = 0,5
V2(F) = = 0,5714
• Pendapatan Xo = 74,4681%, X1 = 100% V3(A) =
, , ,
,,
V3(B) =
,
,
=0
V3(D) =, = 1
= 0,1005
V3(E) =, = 1
,
,
,
V3(C) =, = 1
V3(F) =, = 1
• Pengeluaran Xo = 48,4765%, X1 = 73,6505% ,,
V4(A) =, , = 0,9360 , ,
V4(B) =, , = 1 , ,
V4(C) =
, ,
=0
, ,
V4(D) =, , = 0,2419 , ,
V4(E) =, , = 0,2666 , ,
V4(F) =, , = 0,2812
• Kriteria Gabungan V(A) = ∑ V(X) = 1 + 0 + 0 + 0,9360 = 1,9360 V(B) = ∑ V(X) = 1 + 0 + 0,1005 + 1 = 2,1005 V(C) = ∑ V(X) = 0 + 1 + 1 + 0 = 2 V(D) = ∑ V(X) = 0 + 0,5 + 1 + 0,2419 = 1,7419 V(E) = ∑ V(X) = 0 + 0,5 + 1 + 0,2666 = 1,7666 V(F) = ∑ V(X) = 0 + 0,5714 + 1 + 0,2812 = 1,8526
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 7 Maret 1990 yang merupakan putra keenam dari tujuh bersaudara. Penulis merupakan anak kandung dari Sukatma dan Yulis. Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah pertama di SMP N 1 Karangampel dan sekolah menengah atas di SMA N 2 Cirebon, kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi pada tahun 2009 yaitu di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis menempuh pendidikan di departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Penulis juga aktif dibeberapa kegiatan kemahasiswaan di IPB, diantaranya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) voli, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKADA, dan Himpunan Mahasiswa Keprofesian (Himpro) di Himafarin (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan).