TINDAK TUTUR ANAK USIA 4-5 TAHUN DALAM MENYAMPAIKAN DAN MEMAHAMI PERMINTAAN (Studi Pragmatik di Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya) Abstract In communication process, people express their intention through different speech functions and forms. If they want to make a request, they can express it through the interrogative, imperative or even by a statement. How people comprehend the intentions aimed through the speech function and form is the scope of pragmatics study, namely speech act. This research is investigating the speech act of 4-5 years old children in comprehending and expressing requests..
A. Pendahuluan Fenomena pertuturan merupakan kajian pragmatik, dimana di dalamnya dijelaskan mengenai prinsip-prinsip yang dapat membawa kesuksesan sebuah proses komunikasi. Sebuah proses komunikasi dikatakan lancar jika pesan atau maksud penutur dalam pertuturan yang disampaikannya dapat diterima dan dimaknai secara tepat oleh mitra tuturnya. Teori yang menyangkut pemahaman atas pertuturan dikemukakan oleh Jane Austin (1962) yang membagi makna sebuah pertuturan menjadi dua macam yaitu: 1. Proportional meaning (dikenal juga dengan locutionary meaning) yaitu merupakan arti dasar literal dari sebuah pertuturan yang diungkapkan atau disampaikan melalui kata-kata tertentu dan struktur-struktur tertentu. Contoh, dalam kalimat I am thirsty atau ”Saya haus” maka makna lokusinya adalah ujaran yang menyatakan keadaan fisik penutur yaitu merasa haus. 2. Illocutionary meaning yaitu efek yang ditimbulkan oleh sebuah ujaran atau tulisan kepada pendengar atau pembaca (mitra tutur) yang telah dimaksudkan oleh penutur. Sebagai contoh ungkapan atau ujaran I am thirsty mungkin saja berarti permintaan untuk diambilkan minum. Dengan kata lain illocutionary meaning memiliki fungsi performatif untuk menunjukkan adanya maksud yang diinginkan. Dengan adanya illokusi tersebut akan menghasilkan sebuah aksi yang dikenal dengan istilah tindak perlokusi (perlocutionary act) yaitu hasil atau efek apapun yang dihasilkan dengan mengatakan sesuatu, sebagai contoh jika terdapat orang kedua yang mendengarkan ungkapan I am thirsty dan kemudian dia mengambilkan air minum untuk si penutur maka telah terjadi tindak perlokusi oleh orang kedua (mitra tutur). Selain itu Austin seperti dikutip oleh Jenny Thomas (1995) mengajukan syarat yang dikenal dengan felicity condition. Istilah yang dimaksud adalah bahwa harus terdapat syarat kesiapan, syarat keiklasan dan syarat mutlak pada kedua penutur dalam menyampaikan ujaran. Syarat kesiapan akan terpenuhi jika adanya latar atau setting intention atau maksud dan qualification atau kewenangan si penutur, apakah dia memmang memiliki hak atau kewenangan untuk melakukan tindak lokusi dan illokusi. Syarat keiklasan maksudnya adalah bahwa si penutur tidak merasa terdapat paksaan dalam menyampaikan ujaran. Syarat mutlak adalah adanya niat ilokusi yaitu niat untuk melakukan sebuah kebenaran. Dengan demikian tindak illokusi tidak selalu diwujudkan dengan lokusi yang kongruen,hal ini diakibatkan oleh model pemahaman penutur yang tidak selalu sama terhadap sesuatu. Pemahaman tersebut dapat ditentukan oleh budaya (common
ground) dan atau setting atau situasi tertentu yang didasarkan atas konvensi (by convention). Hal menarik lain yang perlu diperhatikan adalah ketika kita mendengar dan atau melihat percakapan anak-anak yang acapkali dianggap lucu seperti contoh berikut ini: Anak : asyiik.... mamah udah datang, aaah... aku pengen digendong. Ibu : iih... capek mamah teh, panas Anak : mau minum? diambilin atuh yah... Dari petikan percakapan di atas dapat kita lihat betapa seorang anak pun memiliki pemahaman yang cukup atas illokusi yang diunjukan oleh ibunya. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis berasumsi bahwa jika seseorang mengungkapkan sesuatu hendaknya ia sadar bahwa effek dari ungkapannya (perlokusi) akan bervariasi tergantung dari pemahaman dan pemaknaan mitra tutur serta terpenuhinya syarat yang dikemukakan oleh Austin. Oleh karena itu penelitian mengenai tindak tutur anak usia 4-5 tahun ini dilakukan guna menginvestigasi pemahaman mereka akan tindak illokusi. B. Rumusan Masalah Pada laporan ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tindak tutur anak usia 4-5 tahun apabila menyampaikan keinginannya? 2. Bagaimanakah pemahaman dan tindak perlokusi apa yang dia lakukan? C. Tujuan Penelitian Berdasar pada latar belakang dan rumusan masalah, peneliti memiliki tujuan dalam melakukan obsevasi ini yaitu untuk mengetahui tindak tutur anak usia 4-5 tahun dalam menyampaikan keinginannya serta untuk mengetahui pemahaman dan tindak perlokusi yang dilakukannya sebagai efek dari pemahaman atas illokusi yang dia dengar. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pemerhati petururan sebagai kajian inspriratif dalam pengembangan ilmu komunikasi terutama pada anakanak yang baru belajar berkomunikasi. Selain itu dengan kajian ini diharap kan akan memunculkan pola atau metode tertertu untuk melatih dan mengembangkan keterampilan bekomunikasi bagi anak-anak. E. Kajian Teori Pragmatik muncul sejak Morris (1938) yang diikuti oleh Pierce memperkenalkan trikotimi ilmu tentang tanda (semiotik). Ketiga bagian itu adalah sintaksis, semantik dan pragmatik. Sintaksis memfokuskan kajiannya pada susunan formal dari sebuah kalimat. Dengan demikian sintaksis kurang menyentuh makna sebuah kalimat. Sehingga ada sebuah kalimat yang dikemukakan oleh Chomsky; ”the colorless green ideas sleeps furiously”. Kalimat tersebut secara sintaksis bukan merupakan kalimat yang salah karena telah memenuhi bentuk formal dari sebuah kalimat yaitu memiliki subjek (the colorless green ideas), memiliki predikator (sleeps) dan memiliki keterangan subjek
1
(furiously). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kalimat di atas membingungkan. Pernyataan colorless green tidak ajeg karena bermakna ”tidak berwarna” tetapi hijau. Begitupun sleeps furiously yang mestinya jika tertidur tentu tidak melakukan tindakan apa pun, dengan kata lain, kata ”sleep” bersebrangan makna dengan kata furiously. Untuk mengatasi problema pada bidang kajian di atas maka mucul adanya kajian semantik yang menfokuskan kajian pada sebuah kalimat tidak hanya dilihat dari segi bentuknya atau form saja tetapi juga makna dari sebuah kalimat atau kata yang dihubungkan dengan referennya. Dengan adanya kajian semantik ini diharapkan tidak ditemui lagi kalimat yang tidak bermakna seperti ”Anjing memukul saya”. Kalimat ini memenuhi aturan sintaksis tetapi secara sematis tidak tepat, semestinya ”Saya memukul anjing.” Fakta di lapangan yang menunjukan bahwa tidak semua kata memiliki referen (rujukan) menyebabkan munculnya kesulitan untuk memmahami maksud dari sebuah pertuturan. Sebagai contoh kata ’disana’ dan ’disini’, ketika kata-kata tersebut diaplikasikan dalam sebuah percakapan maka akan memunculkan keambiguan yang membingungkan. Ketika keadaan seperti ini terjadi maka pragmatik menjadi alternatif pilihan unutk menganalisis pertuturan (kata-kata) tersebut. Pragmatik memfokuskan kajian pada hal memaknai dan memahami sebuah pertuturan didasarkan atas konteks dan situasi yang terjadi saat pertuturan berlangsung. Perhatikan percakapan yang terjadi ruangan laboratorium bahasa berikut ini: Instruktur : ”Kenapa kamu ?” Siswa : ”Ini pa..nafas agak sesak. Saya ga kuat dingin.” Penrnyataan ”Saya ga kuat dingin.” adalah sebuah tindak ilokusi yang harus dimaknai dengan memperhatikan konteks dan situasi. Jika situasi pada saat itu mesin pengatur suhu nyala maka penyataan tersebut merupakan permintaan siswa kepada seorang instruktur untuk mematikan atau mengatur ulang suhu dalam ruangan supaya tidak dingin. Terdapat beberapa pragmatisis yang mengelompokan jenis tindak illokusi diantaranya adalah Searle (1976). Dia mengklasifikasikan pertuturan didasarkan atas bentuk kata keja unjuk (performative verbs) sebagai berikut: 1. Representative, jenis ini mengungkapkan kebenaran sebuah proposisi, misalnya dalam bentuk pernyataan. Pernyataan yang dibuat oleh seorang penutur memiliki nilai benar dan salah. Contoh: ’This is a German car.’ (Ini mobil buatan jerman) 2. Directives, adalah pertuturan yang memiliki fungsi agar orang lain (pendengar/mitra tutur) melakukan sesuatu. Pertuturan ini berbentuk perintah, saran atau permintaan. Contoh: ’please sit down!’ (’Silahkan duduk!’), ’Why don’t you close the window? (’Mengapa tidak kamu tutup jendelanya?’) 3. Commissive. Ini adalah jenis pertuturan yang mengunkapkan bahwa si penutur akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang, biasanya dalam bentuk janji. Contoh: ’If you don’t stop fighting, I’ll call the police.’ (’jika tidak berhenti berkelahi saya akan lapor polisi.’), ”I’ll take you to the movies tomorrow.” (”Saya akan membawamu nonton besok.”) 4. Expressive yaitu jenis pertuturan yang digunakan oleh penutur untuk mengekspresikan perasaan dan sikap terhadap sesuatu. Realisasi dari jenis ini adalah dalam bentuk permintaan maaf, keluhan, ucapan selamat dan ucapan terima kasih. Contoh: ’This steak is really delicious’ (’Daging stik ini benar-benar enak.’)
2
5. Declaration, ini adalah jenis pertuturan yang merubah kenyataan suatu urusan (state of affairs) yang ada di dunia. Misalnya dalam sebuah perayaan pernikahan, tindak pernikahan terjadi ketika frase ’Saya terima nikah dengan fulan binti fulan untuk saya dengan maskawin sekian, tunai.’ diucapkan. F. Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Peneliti memaparkan dan menggambarkan fakta-fakta sesungguhnya yang berada di lapangan. Data-data dikumpulakan melalui teknik observasi dengan menggunakan teknik rekam (recording) dan teknik catat (field note). Wawancara pun dilakukan jika peneliti merasa perlu dalam rangka menambah informasi dan keyakinan akan keabsahan data. Data yang dikumpulkan berupa pertuturan verbal 3 anak-anak usia 4-5 tahun di lingkungan Perum Griya Mulyasari Tasikamalaya. Data–data yang tekumpul kemudian dianalisis berdasarkan teori tindak tutur (speech act) yang dikemukakan oleh J. L. Austin (1962) serta klasifikasi pertuturan oleh Searle (1976) Untuk memudahkan peneliti melakukan pengkodean sebagai berikut: Kode Makna P1 Penutur ke 1 P2 Penutur ke 2 P3 Penutur ke 3 D1 Data 1 D2 Data 2 D3 Data 3 D4 Data 4 D5 Data 5 D6 Data 6 G. Data dan Pembahasan 1. Data Berikut ini adalah transkripsi data yang berhasil dihimpun oleh peneliti yang berupa pertuturan dalam wacana verbal. Data 1 P1 : pras mau makan? P2 : aku mah pengen steak. P1 : eh... pras..., steak tuh emang enak tapi harganya mahal. Ayah mah ga punya uang. Tuh... coba tanya ke bunda! P2 : ya udah terserah ayah. P1 : kenapa terserah ayah? P2 : habis ayah mah gitu, pras ga boleh makan steak. Data 2 P1 : bunda... kok tidur di situ. Kayanya enak tidur di situ. P2 : udah...tidurnya di situ aja. P1 : da... kalau di situ mah pras gampang ngambil minumnya. P2 : terdiam... P1 : da... bunda di sini lah..., aku di situ bunda di kasur pras. Data 3 3
P1 P2 P1 P3 P2 P3
: : : : : :
buka aja yah... pintunya, bisi hareudang. iya... tah... kitu harus pasang AC yah... uh...mahal AC teh, tuh yang kaya di hotel. kenapa pras...? AC mah mahal kalo PS murah.
Data 4 P1 : a Rihan... akueun atuh maennya. P2 : nanti dulu... aku kan lagi maen. P1 : ya udah aku mah mau pulang mandi. P2 : masa siang-siang mandi. Nanti aku ga ada temen P1 : iyah da kata ibu ge mandi mah pagi sama sore P2 : Tunggu yah sebentaaar lagi nanti arif yang maen. Beberapa waktu kemudian... P2 : nih.. arif maen. P1 : duduk memainkan game. Data 5 P1 : Fauzan... main yu. P2 : Fauzan mah mau bobo. P1 : yu... kita ke rumah aku aja. Data 6 P1 : Apa itu? P2 : peremen, dari ibu. Kalo itu apa? Mobil baru yah... P1 : iyah ini teh hot wheel dari bandung belinya juga. Peremennya enak ga? P2 : enak, di dalem masih ada, tapi aku mah ga punya mobil yang gitu. P1 : nih... mau pinjem? Tapi aku minta peremennya yah... 2. Pembahasan Data-data di atas akan dianalisis menurut teori Austin dan Searle secara berurutan berikut ini: D1 P1 : pras mau makan? P2 : aku mah pengen steak. P1 : eh... pras..., steak tuh emang enak tapi harganya mahal. Ayah mah ga punya uang. Tuh... coba tanya ke bunda! P2 : ya udah terserah ayah. P1 : kenapa terserah ayah? P2 : habis ayah mah gitu, pras ga boleh makan steak. Keterangan: P2 adalah anak usia 4,8 tahun. Dari D1 dapat kita lihat bahwa P2 menyampaikan permintaannya secara langsung. Tuturan P2 (aku mah pengen steak) ini dapat dikelompokan pada jenis representative yang sebenarnya tidak memenuhi maksim kualitas seperti yang di ungkapkan oleh Grice. Namun maksud yang hendak disampaikan dapat diterima yaitu bahwa P2 memiliki keinginan untuk makan sesuatu yang tidak ada dirumah dan harus membelinya. Respon yang diberikan oleh mitra tuturnya (P1) pun bersifat tidak
4
langsung yang menunjukan adanya penolakan ”steak tuh emang enak tapi harganya mahal”. P2 memahami dengan sempurna maksud yang disampaikan oleh P 1 meskipun tuturan P1 tidak memenuhi maksim kuantitas. Steak bukan merupakan makanan yang baru bagi P2 walaupun dia tidak selalu mendapatkannya setiap kali dia menginginkannya. P1 (Orang tua) selalu menjadikan alasan mahalnya harga jika menolak permintaan P2 tentang sesuatu yang harus dibeli sehingga dia mengasumsikan bahwa dengan mengatakan ”mahal”, P 2 faham bahwa itu tidak bisa dipenuhi. Selain itu, pemahaman P2 dibuktikan dengan tuturan ” pras ga boleh makan steak.” Tuturan berikutnya ”Tuh... coba tanya ke bunda!” lebih bersifat langsung dan merupakan pertuturan directive. P2 merespon dengan ilokusi baru dan bukan dengan perlokusi dia mengungkapkan ”ya udah terserah ayah” yang menunjukan ketidakpatuhan akibat dari ketidaksetujuan atas tidak terpenuhinya keinginan. D2 P1 : bunda... kok tidur di situ. Kayanya enak tidur di situ. P2 : udah tidurnya di situ aja. P1 : da... kalau di situ mah pras gampang ngambil minumnya. P2 : terdiam... P1 : da... bunda di sini lah..., aku di situ bunda di kasur pras. Keterangan: P1 adalah anak usia 4,8 tahun. Permintaan yang dilakukan P1 bersifat tidak langsung dia menggunakan kalimat deklaratif dengan jenis tindak tutur expressive untuk meminta tidur di tempat dimana ibunya tidur. Ketidaklangsungan ini pun disebabkan adanya perbedaan kewenangan yang disadari oleh P1 bahwa tempat yang ditiduri oleh ibunya adalah tempat yang semestinya. Namun ia menginginkan tempat itu, sehingga dia mencoba sebaik mungkin untuk mengungkapkan keinginannya. Selain tuturan pertama yang ternyata direspon dengan penolakan, P 1 tetap melakukan permintaan yang kedua kalinya dengan bentuk deklaratif namun lebih condong pada jenis representative dimana jenis ini menunjukan adanya fakta bahwa memang benar tempat dimana ibunya tidur dekat dengan air yang biasa P 1 minum di malam hari. Tutran itu adalah ”kalau di situ mah pras gampang ngambil minumnya”. Illokusi yang kedua ini pun tidak berhasil karena tidak direspon secara positif oleh P2. Dengan tidak terpenuhinya pertuturan kedua, P2 meminta ulang secara langsung dengan jenis pertuturan directive berbentuk perintah ” bunda di sini lah..., aku di situ bunda di kasur pras.” D3 P1 : buka aja yah... pintunya, bisi hareudang. P2 : iya... tah... kitu P1 : harus pasang AC yah... P3 : uh...mahal AC teh, tuh yang kaya di hotel. P2 : kenapa pras...? P3 : AC mah mahal kalo PS murah. Keterangan: P3 adalah anak usia 4,8 tahun. P3 menungkapkan permintaan pada data percakapan ini tidak jauh berbeda dengan data percakapan sebelumnya. P3 menggunakan kalimat deklaratif yang
5
bersifat tidak langsung dengan jenis tindak tutur representative. ”AC mah mahal kalo PS murah.” kalimat ini menyiratkan makna atau maksud sesungguhnya yaitu bahwa lebih baik membeli PS (play station) dari pada membeli pengatur suhu (AC). Kata ”mahal” diartikan sebagai penunjuk bahwa keadaan keuangan mitra tutur tidak mampu untuk membeli AC sementara kata ”murah” diartikan bahwa keadaan keuangan mitra tutur cukup tersedia untuk membeli PS. Hal ini pun terjadi akibat konteks mengenai kata ”mahal” seperti dijelaskan pada D 1. D4 P1 : a Rihan... akueun atuh maennya. P2 : nanti dulu... aku kan lagi maen. P1 : ya udah aku mah mau pulang mandi. P2 : masa siang-siang mandi. Nanti aku ga ada temen P1 : iyah da kata ibu ge mandi mah pagi sama sore P2 : Tunggu yah sebentaaar lagi nanti arif yang maen. Beberapa waktu kemudian... P2 : nih.. arif maen. P1 : duduk memainkan game. Keterangan: P1 dan P2 adalah anak usia 4,9 dan 5,1 tahun. Tindak illokusi P1 ”akueun atuh maennya.” merupakan permintaan kepada mitra tutur untuk mendapat giliran bermain game di PS. Bentuk permintaan ini direalisasikan dalam bentuk kalimat deklaratif dengan jenis tindak tutur directive. Akibat adanya respon yang menolak atau dikenal dengan rejection, maka P1 mengungkapkan kembali permintaanya dengan ungkapan deklaratif ”ya udah aku mah mau pulang mandi.” yang mengadung maksud bahwa dia akan pulang jika tidak diberi giliran bermain game. P2 memahami dengan tepat maksud dari penyataan tersebut dengan melakukan tindak perlokusi (setelah beberapa saat) memberikan kesempatan P1 untuk bermain game. P2 faham terhadap ekspresi tuturan permintaan yang kedua (”ya udah aku mah mau pulang mandi.”) karena dia tahu bahwa pada waktu percakapan berlangsung bukan pada waktu seorang anak harus mandi. D5 P1 : Fauzan... main yu. P2 : Fauzan mah mau bobo. P1 : yu... kita ke rumah aku aja. Keterangan: P1 adalah anak usia 4,9 tahun. Dari data di atas terlihat jelas pemahaman yang sempurna pada anak usia 4,9 tahun atas tuturan” Fauzan mah mau bobo”. Illokusi P1 untuk mengajak temannya bermain direspon dengan penolakan yang mengabaikan maksim kuantitas dengan tujuan penghalusan ujaran. P1 faham bahwa jika seseorang tidur berarti dia tidak bermain atau melakukan aktivitas yang bersifat aktif. P 1 melakukan tindak perlokusi yang tepat dengan megalihkan aktivitasnya untuk bermain bersama teman-teman di rumahnya. D6 P1 : Apa itu? P2 : peremen, dari ibu. Kalo itu apa? Mobil baru yah...
6
P1 : iyah ini teh hot wheel dari bandung belinya juga. Peremennya enak ga? P2 : enak, di dalem masih ada, tapi aku mah ga punya mobil yang gitu. P1 : nih... mau pinjem? Tapi aku minta peremennya yah... Keterangan: P1 dan P2 adalah anak usia 4,8 dan 5,3 tahun. Pertutran yang terjadi pada D6 ini menunjukan adanya keinginan untuk saling bertukar. Pertanyaan ”Peremennya enak ga?” mengandung maksud adanya keinginan P1 untuk mencoba rasa peremen yang sedang dimakan oleh mitra tuturnya. Tuturan permintaan ini bersifat tidak langsung dan dalam bentuk pertanyaan. Jenis tindak tutur yang digunakan adalah representative. Illokusi yang mengandung maksud memita ini direspon dengan kata ”enak” yang diikuti oleh ungkapan ”di dalem masih ada”. Penambahan ungkapan yang mengabaikan maksim kuantitas ini mengindikasikan adanya maksud lain dari P2. Maksud itu adalah bahwa ia dapat memberikan peremennya asal memenuhi syarat yang diajukan. Hal ini dapat diketahui dari ungkapan selanjutnya yaitu ”aku mah ga punya mobil yang gitu”. Pernyataan ini dimaknai sebagai sebuah permintaan oleh P1. Oleh karenanya P1 memberi respon dengan perlokusi memberikan mobil mainanya untuk dipinjam oleh mitra tuturnya. Permintaan berikutnya adalah jenis tindak tutur directive yang digunakan untuk memperjelas permintaan yang telah dilakukan pada awal percakapan. Permintaan ini bersifat langsung yaitu ”Tapi aku minta peremennya yah...” yang kemudian direspon dengan tindak perlokusi mengambilkan peremen ke rumah. H. Simpulan dan Saran Data-data di atas memberi gambaran yang jelas bahwa anak usia 4-5 tahun mengungkapkan permintaan melalui tindak illokusi jenis Directive dan Representative. Tindak tutur representative umumnya dilakukan agar permintaan tersebut lebih santun dan tidak memaksa namun jika illokusi tersebut tidak difahami atau direspon dengan penolakan mereka mengulangi permintaannya dengan mengunakan jenis illokusi directive sehingga terkesan ada keinginan yang sangat bahwa mitra tuturnya harus merespon dengan tindak perlokusi sesuai dengan yang diharapkan. Anak-anak usia 4-5 tahun ini dapat memahami tindak illokusi dengan memperhatikan situasi pada saat percakapan terjadi dan merujuk pada pengalaman dan kebiasaan yang terjadi di lingkungannya. Tindak perlokusi yang terjadi pun umumnya sesuai dengan maksud yang disampaikan dalam tindak illokusi. Ada beberapa permasalahan yang tidak dapat diungkap dalam penelitian ini seperti kesesuaian pertuturan dengan prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice, atau dengan maksim dan implikatur yang juga dikaji dalam studi pragmatik. Bahkan fenomena polliteness dan directness/ indirectness pada pertuturan anak usia 4-5 tahun ini dapat menjadi kajian yang lebih menarik sehingga dapat memunculkan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangakan pendidikan moral pada anak-anak. Daftar Bacaan Eggins, Suzanne.(1994). An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Printer Publishers Leech, Geoffrey.(1983). Principles of Pragmatics. London: Longman Levinson, Stephen. C.(1983). Pragmatics. Cambridge: CUP. Thomas, Jenny.(1995). Meaning In Interaction. London: Longman
7
8