TINDAK PIDANA KELALAIAN PENJAGA PALANG PINTU KERETA API YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : SESY SEPTIANA SEMBIRING NIM : 050200125
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
TINDAK PIDANA KELALAIAN PENJAGA PALANG PINTU KERETA API YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara) SKRIPSI Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Sesy Septiana Sembiring NIM : 050 200 125
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
(Abul Khair, SH, H.Hum)
NIP : 131 842 854 Pembimbing I
M. Nuh, SH, M.Hum NIP : 130 810 667
Pembimbing II
Berlin Nainggolan, SH, M.Hum NIP : 131 572 434
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis,
sehingga
penulis
dapat
mengikuti
perkuliahan
dan
dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara, dimana hal tersebut
merupakan
kewajiban
bagi
setiap
mahasiswa/i
yang
ingin
menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “Tindak Pidana
Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas”. Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa didalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab itu skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
3. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum, selaku ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. 4. Bapak M. Nuh, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi. 5. Bapak Berlin Nainggolan, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi. 6. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Universtas Sumatera Utara; 7. Kepada Pimpinan dan Staf PT. (persero) Kereta Api Divre I Sumatera Utara, yang telah membantu dalam memperoleh data yang diperlukan. 8. Kedua Orangtua tersayang, papa saya Hendry Sembiring Kemberen dan mama Carolina br. Ketaren yang selalu memberikan perhatian, semangat, dan doa’nya. Terima kasih. 9. Kepada Abang saya Herry A. P. Sembiring Kemberen, dan adik saya David Andrian Sembiring kemberen yang banyak memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabatku yang paling terbaik Andyan Borisman Situmorang, Winika Indra sari, Tutut Roes kartika dan Dina Afriani. Mereka yang memberikan dukungan, semangat dan, Aku senang selalu bersama kalian. 11. Dan semua orang yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan,
Maret 2009
Sesy Septiana Sembiring
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI………….……………………………………………………
iv
ABSTRAK……………………….…………………………………………
vi
BAB I
:
PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................
1
B. Rumusan Permasalahan .................................................
4
C. Keaslian Penulisan .........................................................
4
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................
5
E. Tinjauan Kepustakaan ...................................................
6
1. Pengertian Pidana .......................................................
7
2. Masalah Pertanggungjawaban Pidana (Kesalahan) ......
16
3. Pengertian Kereta Api .................................................
21
4. Permasalahan Bidang Perkeretaapian ..........................
22
F. Metode penelitian ............................................................
24
G. Sistematikan Penulisan ....................................................
25
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERKERETAAPIAN ....
27
A. Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia .....................
27
B. Klasifikasi Kecelakaan Kereta Api ..................................
44
C. Masalah Palang Perlintasan Kereta Api ...........................
49
BAB III :
SEBAB-SEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERETA API ..………………………………………………………… 55 A. Prosedur Lalainya Perkeretaapian di Indonesia ...............
54
B. Penyebab Ketidaklancaran Lalu Lintas Perkeretaapian
58
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB IV :
BAB V :
C. Tindakan Perbaikan Pada Pintu Perlintasan .................... 60 TINDAK PIDANA PERTANGGUNGJAWABAN DAN PROSES HUKUM TERHADAP KELALAIAN YANG DILAKUKAN PANJAGA PALANG PINTU KERETA API YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS ................................................................................ 63 A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Kereta api......................................................
63
B. Penyelesaian/Proses Hukum Terhadap Kelalaian yang Dilakukan Penjaga Palang Pintu Kereta Api ....................
70
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................
75
A. Kesimpulan .......................................................................
75
B. Saran .................................................................................
76
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Judul skripsi ini adalah “Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.” Kereta api merupakan sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Palang pintu lintasan, belum lagi petugas penjaga lintasan. Idealnya, untuk satu lintasan KA, dibutuhkan empat penjaga. Dengan begitu, butuh delapan ribu penjaga baru untuk menjaga dua ribu lintasan resmi yang belum terjaga. Kondisi tersebut sangat sulit. Sebab, delapan ribu tenaga tidaklah sedikit. sebagai pengguna jalan keamanan setiap kali melintas pintu KA tidak dapat menegandalkan kepada adanya palang pintu maupun petugas penjaganya. Sebagai pengendara harus meningkatkan kewaspadaan, kehatia-hatian dan merubah pola pikir (midset) dalam menyikapi palang pintu KA. Dan dari uraian diatas timbullah berbagai permasalahan bagi penulis yaitu bagimana sebab-sebab terjadinya kecelakaan kereta api dan bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana dan penyelesaian kelalaian penjaga palang pintu kereta api. Adapun metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data, dan pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip yang berkaitan dengan penelitian, dimana bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kecelakaan kereta api dan untuk mengetahui tindak pidana pertanggungjawaban dan penyelesaian kelalaian penjaga palang pintu kereta api. Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa Pelanggaran kepada ketentuan tersebut diancam dengan pidana. Singkatnya perlu ditentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau diharuskan dan ditentukan ancaman pidananya dalam perundang-undang. Penjatuhan pidana kepada melanggar keseimbangan kejiwaan dalam masyarakat. Umumnya yang terjadi adalah kendaraan yang melewati lintasan tanpa palang pintu, dirabrak kereta yang sedang lewat. Dapat juga terjadi petugas lintasan lalai tidak menutup palang pintu ketika KA akan lewat. Namun tidak sedikit pengendara masih nekad menrobos ketika lampu peringatan sudah menyala atau bahkan ketika palang pintu sudah ditutup. Untuk kasus pertama dan kedua, umumnya fihak PT Kereta Api Indonesia yang disalahkan, karena menyediakan palang pintu dan menutup pada waktunya adalah kewajiban PT KAI. Beberapa petugas lintasan pernah diadili karena dianggap lalai menjalankan tugasnya hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang. Namun, secara lembaga PT KAI belum pernah dituntut secara class action untuk membayar kompensasi kepada Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
korban. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah, namun untuk mendidik masyarakat bagaimana seharusnya menyikapi lintasan KA agar terhindar dari kecelakaan. Menurut UU No.23 tahun 2007 telah menjelaskan bahwa Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang tidak menempatkan tanda larangan secara jelas dan lengkap di ruang manfaat jalur kereta api dan di jalur kereta api yang mengakibatkan kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda. Menyelesaikan permasalahan kelalaian yang dilakukan penjaga palang pintu kereta api, pihak PT. KAI Divre I Sumatera Utara segera mengatasinya dengan Pemeriksaan Dan Penelitian Kecelakaan Kereta Api.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masyarakat merupakan
suatu
kumpulan
individu
yang
saling
berinteraksi. Dengan adanya interaksi dapat menimbulkan sisi negatif yaitu suatu tindak pidana. Suatu tindak pidana dapat dijatuhkan apabila undangundang telah memberikan dasar-dasar didalam penjatuhan pidana. Aturan ini bertujuan mencapai derajat keadilan yang setinggi-tingginya, karena Indonesia merupakan negara hukum. Oleh sebab itu seluruh tindakan masyarakat harus disesuaikan dengan hukum. Pokok pangkal dari isi Hukum Pidana berpusat kepada apa yang dinamakan delik. Tidak mudah untuk memberikan sesuatu ketentuan atau defenisi yang tepat untuk istilah delik ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa delik ialah “Suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan penghukuman”. 1 Dalam
ketentuan
ini,
yang
dipidana
adalah
pengurus
dari
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian sebagai korporasi. Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam 1
Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 124
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri atau bersama-sama. Kereta api merupakan sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Pesatnya pembangunan perkereta apian saat itu, tidak terlepas dari peranan swasta yang didukung oleh pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu. Kereta api adalah salah satu jenis transportasi darat yang cukup di minati masyarakat. Kereta api berubah menjadi monster menakutkan karena kecelakaan beruntun yang membawa korban jiwa seolah tidak bisa dihentikan oleh manajemennya. Bahkan ada kesan, semua kesalahan ditimpakan pada pihak lain, baik itu peralatan atau-paling sering-manusianya. 2 Tetapi, sejarahnya yang panjang tidak membuat perkereta api-an di Indonesia menjadi semakin lebih baik malah semakin memprihatinkan. Di dalam kasus kecelakaan kereta api yang diceritakan diatas, perilaku yang terjadi adalah melalaikan prosedur tertentu. Operasional KA, di mana pun, harus melalui rentetan prosedur keselamatan standar yang tumpang-tindih, saling mem-back up, sehingga kalau satu gagal, prosedur berikut masih bisa
2
http://www.kereta-api.com
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
difungsikan. Saat ini disiplin mematuhi prosedur di PT KAI sudah menurun drastis, banyak prosedur yang dipotong dengan alasan terlalu bertele-tele, tidak praktis dan tidak efisien. Masalah palang perlintasan sudah diatur dalam Undang-Undang No 23 Pasal 125 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyebutkan bahwa Dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas; b. menangani korban kecelakaan; c. memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke kereta api lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan; d. melaporkan
kecelakaan
kepada
Menteri,
pemerintah
provinsi,
pemerintah kabupaten/kota; e. mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat; f. segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang; dan g. mengurus klaim asuransi korban kecelakaan Undang-Undang No 23 Pasal 179 Tahun 2007 menjelaskan larangan; Setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di jalur Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kereta api sehingga mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta api. Sedangkan pasal 181, Setiap orang dilarang: berada di ruang manfaat jalur kereta api; menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.
B. Permasalahan Permasalahan merupakan tolak ukur dari pelaksanaan peneliti. Dengan adanya permasalahan maka akan dapat ditelaah secara maksimal sehingga tidak mengarah kepada permasalahan yang diluar permasalahan. Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagimana sebab-sebab terjadinya kecelakaan kereta api? 2. Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana dan penyelesaian kelalaian penjaga palang pintu kereta api?
C. Keaslian penulisan Adapun judul tulisan ini adalah tindak pidana kelalaian penjaga palang pintu kereta api yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, judul kripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di Kereta api, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kecelakaan kereta api. b. Untuk
mengetahui
tindak
pidana
pertanggungjawaban
dan
penyelesaian kelalaian penjaga palang pintu kereta api. 2. Manfaat Penelitian Penelitian yang penulis lakukan memiliki manfaat antara lain : a. Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya mengenai kecelakaan lalu lintas kereta api dalam ketentuan Undang-Undang. b. Secara Praktis 1) Agar masyarakat mengetahui tindak pidana kelalaian penjaga palang pintu kereta api. 2) Dengan adanya penelitian ini maka penulis dapat memberikan gambaran tentang mengetahui kelalaian penjaga palang pintu kereta api melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
E. Tinjauan Kepustakaan Sesorang dapat dipidana apabila perbuatan terdakwa (pelaku) harus memenuhi semua unsur tindak pidana. Apabila pelaku memenuhi unsur tersebut, maka dapat dikatakan ia melakukan tindak pidana.
Setelah
dinyatakan memenuhi unsur tindak pidana, maka dipertimbangkan pula ada tidaknya alasan pemaaf dan pembenar, termasuk cakap hukum maka dikatakan terdakwa memenuhi unsur kesalahan sehingga terdakwa dapat dijatuhi pidana. Akan tetapi sebelum penjatuhan pidana, dipertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan dari terdakwa baru kemudian dijatuhi pidana. Kondisi sebagaimana disebutkan di atas tak lepas dari norma hukum positif, teori hukum pidana dan pemidanaan serta doktrin yang menjadi sumber dari hukum pidana. Mendasarkan pada hal itu maka diperlukan adanya perubahan pandangan atau paradigma baru dalam hukum pidana. Orientasinya tidak hanya pada pelaku saja, akan tetapi juga korban secara seimbang. Dalam kepustakaan viktimologi pandangan tersebut oleh Schafer disebut Criminalvictim relationship. Dengan mengacu pada teori tersebut di atas, maka perhatian atas masalah hukum pidana cenderung akan berubah menjadi perbuatan, kesalahan (orang), korban dan pidana. Melalui paradigma demikian, tampaknya hukum pidana menjadi lebih tepat dan memenuhi rasa keadilan. Konsep pemikiran inilah yang dikaji dan dikembangkan dalam penelitian tentang kedudukan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
korban yang muaranya adalah direkomendasikannya suatu model kedudukan korban secara adil dalam Sistem Peradilan Pidana yang memenuhi rasa keadilan sebagai hakikat dibentuknya suatu norma. 1. Pengertian Pidana Sebelum membicarakan masalah jenis – jenis pidana yang dikenal orang di dalam hukum pidana Indonesia, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan pidana itu sendiri. Djoko menyatakan bahwa pemberian pidana dalam arti umum itu merupakan bidang dari pembentuk Undang – undang karena azas legalitas, yang berasal dari zaman Aufklarung yang berbunyai : nullum crimen, nulla poena, sine preavialege (poenalli). 3 Jadi untuk mengenakan poena atau pidana diperlukan Undang – undang terlebih dahulu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Andi Hamzah, yang membedakan antara hukuman dengan pidana. “ Pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Sebagai pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan. 4
3
Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 22 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1985, hlm. 1 4
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Menurut Van HAMEL, arti pidana atau straf menurut hukum positif dewasa ini adalah: “Suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggungjawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata – mata karena seorang tersebut telah melanggar hukum yang harus ditegakkan oleh negara. 5 Menurut Profesor SIMON, pidana atau straf itu adalah: suatu penderitaan yang oleh Undang – undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah”. ALGRA-JANSSEN telah merumuskan pidana atau straf sebagai: “Alat yang dipergunakan oleh penguasa (hakim) untuk memperingatkan mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan. Reaksi dari penguasa tersebut telah mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah melakukan suatu tindak pidana”. 6
5 6
P. A. F Lamintang, Hukum Penintensier Indonesia, Amico, Bandung, 1984, hlm. 93 Romli Atmasasmita. Strategi Pembinaan Hukum, Alumni FH-UI. Jakarta. 1992,.
Hlm 69 Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Roeslan Saleh yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo menyatakan bahwa pidana adalah: “reaksi atas delik dan berwujud nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik.” 7 Dari tiga buah rumusan mengenai pidana di atas dapat diketahui bahwa pidana itu sebenarnya hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka. Ini berarti bahwa pidana itu bukan merupakan suatu tujuan dan tidak mungkin dapat mempunyai tujuan. Hal tersebut perlu dijelaskan, agar kita di Indonesia jangan sampai terbawa oleh arus kacaunya cara berpikir dari para penulis di negeri Belanda, karena mereka seringkali telah menyebut tujuan dari pemidanaan dengan perkataan tujuan dari pidana, hingga ada beberapa penulis di tanah air yang tanpa menyadari kacaunya cara berpikir para penulis belanda itu, secara harafiah telah menerjemahkan perkataan doel der straf dengan perkataan tujuan dari pidana, padahal yang dimaksud dengan perkataan “doel der straf” itu sebenarnya adalah tujuan dari pemidanaan. Menurut Sudarto perkataan pemidanaan itu adalah sinonim dengan perkataan penghukuman. Tentang hal tersebut berkatalah beliau antara lain bahwa: “ Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu 7
Martiman Prodjohamodjojo, Memahami Dasa – dasar Hukum Pidana Indonesia, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1996, hlm. 57 Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata. Oleh karena tulisan ini berkisar pada hukum pidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau veroordeeling”. Ted Honderich yang dikutip oleh M. Sholehuddin berpendapat tentang pemidanaan harus memuat 3 (tiga) unsur berikut: a. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakan pemidanaan. b. Setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenang secara hukum pula. Jadi pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan, melainkan hasil keputusan pelaku – pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. c. Penguasa yang berwenang berhak untuk menjatuhkan pemidanaan hanya kepada subyek yang terbukti sengaja melanggar hukum atau peraturan. 8 Ada satu asas yang berlaku di dalam hukum pidana yaitu yang disebut asas legalitas. Hal ini berakibat tidak dapat dijatuhkan pidana 8
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 71 Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
suatu perbuatan yang tidak termasuk ke dalam rumusan delik. Untuk mencatumkan suatu perbuatan ke dalam rumusan delik, ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu sifat melawan hukum dan dapat dicela. Dengan demikian perbuatan pidana menurut D. Schaffmeister dapat diartikan “Perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela”. 9 Perbuatan pidana yang dilakukan seseorang dapat menyebabkan seseorang dijatuhi pidana. Pidana disini merupakan penghukuman atas tindakannya. Van Hammel yang dikutip Lamintang menyebutkan bahwa: “Pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggungjawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata – mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang telah ditegakkan oleh negara”. 10 Adanya
pidana
bagi
pelaku
kejahatan
pada
umumnya
diharapkan menimbulkan efek penjeraan bagi si pelaku. Ada 3 (tiga) masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”, “pertanggungjawaban pidana”, dan “pidana dan pemidanaan”, masing-masing merupakan “sub-sistem” dan sekaligus “pilar-pilar” dari
9
D. Schaffmeister, etc (ed) J. E. Sahetapy, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P & K, Liberty Yogyakarta, 1995, hlm. 27 10 P. A. F Lamintang, Op. Cit, hlm. 91 Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
keseluruhan bangunan sistem pemidanaan. Berikut diuraikan secara singkat mengenai ketiga sub-sistem tersebut dalam Konsep KUHP 2004.11 a. Masalah Tindak Pidana Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki oleh masyarakat, baik itu perubahan yang dilarang oleh Undang-undang sebagai tindak pidana atau perbuatan lain yang tidak menyenangkan. Perbuatan atau tindak pidana itu memang harus ditangani secara benar sehingga tidak terjadi eigenricthing seperti yang sering
terjadi
sekarang.
Perbuatan
eignricthing
sangat
tidak
menguntungkan dalam kehidupan hukum karena dengan demikian proses hukum menjadi tidak dapat dilakukan terhadap pelaku kejahatan. Hukum pidana dikenal sebagai ultimum remidium atau sebagai alat terakhir apabila usaha-usaha lain tidak bisa dilakukan, ini disebabkan karena sifat pidana yang menimbulkan nestapa penderitaan, demikian Sudarto mengemukakan pada pelaku kejahatan, sehingga sebisa mungkin dihindari penggunaan pidana sebagai sarana pencegahan kejahatan. Tetapi tidak semua orang berpendapat bahwa pidana itu menimbulkan
penderitaan,
setidak-tidaknya
Roeslan
Saleh
mengemukakan bahwa dalam pidana itu mengandung pikiran-pikiran melindungi dan memperbaiki pelaku kejahatan.
11
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1985. hlm 84 Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Untuk menjatuhkan pidana, harus dipenuhi unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam suatu Pasal. Salah satu unsur dalam suatu Pasal adalah sifat melawan hukum (wederrechtelijke) baik yang secara eksplisit maupun yang secara implisit ada dalam suatu Pasal. Meskipun adanya sifat melawan hukum yang implisit dan eksplisit dalam suatu Pasal masih dalam perdebatan, tetapi tidak disangsikan lagi bahwa unsur ini merupakan unsur yang harus ada atau mutlak dalam suatu tindak pidana agar si pelaku atau terdakwa dalam dilakukan penuntutan dan pembuktian di pengadilan. 1) Dasar Patut Dipidananya Perbuatan a) Dasar patut dipidananya perbuatan, berkaitan erat dengan masalah
sumber
hukum
atau
landasan
legalitas
untuk
menyatakan suatu per-buatan sebagai tindak pidana atau bukan. Seperti halnya dengan KUHP (WvS), Konsep tetap bertolak dari asas legalitas formal (ber-sumber pada UU). Namun Konsep juga memberi tempat kepada “hukum yang hidup/hukum tidak tertulis” sebagai sumber hukum (asas legalitas materiel). b) Dalam Konsep sebelumnya (s/d Konsep 2002) belum ada penegasan
mengenai
pedoman/kriteria/rambu-rambu
untuk
menentukan sumber hukum materiel mana yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum (sumber legalitas). Namun dalam perkembangan Konsep terakhir (Konsep Desember 2004 yang Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
sudah diserahkan kepada Menkumham pada tgl. 4 Januari 2005), sudah dirumuskan pedoman/kriteria/rambu-rambunya, yaitu “sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/ atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa”. Jadi, pedoman/kriterianya bertolak dari nilainilai nasional maupun internasional. Sesuai dengan nilai-nilai nasional (Pan-casila), artinya sesuai dengan nilai/paradigma moral religius, nilai/ paradigma kemanusiaan (humanis), nilai/paradigma (kerakyatan/hikmah
kebangsaan,
nilai/paradigma
kebijaksanaan),
dan
demokrasi
nilai/paradigma
keadilan sosial. Patut dicatat, bahwa rambu-rambu yang berbunyi “sesuai dengan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa”, mengacu/bersumber dari istilah “the general principles of law recognized by the community of nations” yang terdapat dalam Pasal 15 ayat 2 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights). c) Sejalan dengan keseimbangan asas legalitas formal dan materiel itu, Konsep juga menegaskan keseimbangan unsur melawan hukum formal dan materiel dalam menentukan ada tidaknya tindak pidana. 12 Penegasan ini diformulasikan dalam Pasal 11 Konsep 2004 yang lengkapnya berbunyi :
12
Masruchin Ruba, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, IKIP Malang, 1996. hlm 89
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
(1) “Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. (2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. (3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar. (4) Adanya formulasi ketentuan umum tentang pengertian tindak pidana dan penegasan unsur sifat melawan hukum materiel di atas, patut di-catat sebagai suatu perkembangan baru karena ketentuan umum se-perti itu tidak ada dalam KUHP. 2) Bentuk-bentuk Tindak Pidana (“Forms of Criminal Offence”) a) Sebagaimana dimaklumi, aturan pemidanaan dalam KUHP (WvS) tidak hanya ditujukan pada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi juga terhadap mereka yang melakukan perbuatan dalam bentuk “percobaan”, “permufakatan jahat”, “penyertaan”, “perbarengan” (con-cursus), dan “pengulangan” (recidive). Hanya saja di dalam KUHP, “permufakatan jahat” dan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
“recidive” tidak diatur dalam Aturan Umum Buku I, tetapi di dalam Aturan Khusus. b) Dalam Konsep, semua bentuk-bentuk tindak pidana atau tahapan terjadinya/dilakukannya tindak pidana itu, dimasukkan dalam Ketentu-an Umum Buku I. Bahkan dalam perkembangan terakhir (Konsep 2004) ditambah dengan ketentuan tentang “persiapan” (preparation) yang selama ini tidak diatur dalam KUHP dan juga belum ada dalam Konsep-konsep sebelumnya. c) Aturan umum “permufakatan jahat” dan “persiapan” dalam Buku
I
Konsep,
agak
berbeda
dengan
“percobaan”. 13
Perbedaannya adalah : 1. Penentuan dapat dipidananya “percobaan” dan lamanya pidana ditetapkan secara umum dalam Buku I, kecuali ditentukan lain oleh UU; pidana pokoknya (maksimum/ minimum) dikurangi sepertiga. 2. Penentuan dapat dipidananya “permufakatan jahat” dan “persi-apan” ditentukan secara khusus/tegas dalam UU (dalam perumus-an tindak pidana ybs.). Aturan umum hanya menentukan
13
pengerti-an/batasan
kapan
dikatakan
ada
M. Sholehuddin, Op.Cit. hlm 70
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
“permufakatan jahat” atau “persi-apan”, dan lamanya pidana pokok (yaitu dikurangi dua pertiga). 14
2. Masalah Pertanggungjawaban Pidana (Kesalahan) 1) Dalam Bab PJP (Kesalahan), Konsep menegaskan secara eksplisit dalam Pasal 35 (1) “asas tiada pidana tanpa kesalahan” (“Geen straf zonder schuld”; “Keine Strafe ohne Schuld”; “No punishment without Guilt”; asas “Mens rea” atau “asas Culpabilitas”) yang di dalam KUHP tidak ada. Asas culpabilitas ini merupakan salah satu asas fundamental, yang oleh kare-nanya perlu ditegaskan secara eksplisit di dalam Konsep sebagai pasangan dari asas legalitas. Penegasan yang demikian merupakan perwujudan pula dari ide keseimbangan monodualistik. Konsep tidak memandang kedua asas/syarat itu sebagai syarat yang kaku dan bersifat absolut. Oleh karena itu, Konsep juga memberi kemungkinan dalam hal-hal tertentu untuk menerapkan asas “strict liability”,
asas
“vicarious
liability”,
dan
asas
“pemberian
maaf/pengampunan oleh hakim” (“rechterlijk pardon” atau “judicial pardon”). 15 a. Masalah Pemidanaan 1) Tujuan dan Pedoman Pemidanaan :
14 15
Martiman Prodjohamodjojo, Op.Cit. hlm 86 Romli Atmasasmita, Op.Cit, hlm75
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Berbeda dengan KUHP yang sekarang berlaku, di dalam Konsep dirumuskan tentang “Tujuan dan Pedoman Pemidanaan”. Dirumuskan-nya hal ini, bertolak dari pokok pemikiran bahwa : -
sistem hukum pidana merupakan satu kesatuan sistem yang bertujuan (“purposive system”) dan pidana hanya merupakan alat/ sarana untuk mencapai tujuan;
-
“tujuan pidana” merupakan bagian integral (sub-sistem) dari keseluruhan sistem pemidanaan (sistem hukum pidana) di samping sub-sistem lainnya, yaitu sub-sistem “tindak pidana”, “pertanggungjawaban pidana (kesalahan)”, dan “pidana”;
-
perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan dimaksudkan se-bagai fungsi pengendali/kontrol/pengarah dan sekaligus mem-berikan dasar/landasan filosofis, rasionalitas, motivasi, dan justifi-kasi pemidanaan;
-
dilihat secara fungsional/operasional, sistem pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses melalui tahap “formulasi” (kebijakan legislatif), tahap “aplikasi” (kebijakan judisial/judikatif), dan tahap “eksekusi” (kebijakan administratif/eksekutif); oleh karena itu agar ada keterjalinan dan keterpaduan atara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, diperlukan perumus-an tujuan dan pedoman pemidanaan.
b. Ide-ide Dasar Sistem Pemidanaan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Sistem pemidanaan yang dituangkan di dalam Konsep, dilatarbelakangi oleh berbagai ide-dasar atau prinsip-prinsip sbb. : a.
ide keseimbangan monodualistik antara kepentingan masyara-kat (umum) dan kepentingan individu;
b.
ide keseimbangan antara “social welfare” dengan “social defence”;
c.
ide keseimbangan antara pidana yang berorientasi pada pelaku/ “offender” (individualisasi pidana) dan “victim” (korban);
d.
ide penggunaan “double track system” (antara pidana/punish-ment dengan tindakan/treatment/measures);
e.
ide mengefektifkan “non custodial measures (alternatives to imprisonment)”.
f.
Ide elastisitas/fleksibilitas pemidanaan (“elasticity/flexibility of sentencing”);
g.
Ide modifikasi/perubahan/penyesuaian pidana (“modification of sanction”; the alteration/annulment/revocation of sanction”; “redetermining of punishment”);
h.
Ide subsidiaritas di dalam memilih jenis pidana;
i.
Ide permaafan hakim (“rechterlijk pardon”/”judicial pardon”);
j.
Ide
mendahulukan/mengutamakan
keadilan
dari
kepastian
hukum; 16
16
Andi Hamzah, Op.Cit. hlm 81
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Bertolak dari ide-ide dasar itu, maka di dalam Konsep ada ketentutuan-ketentuan yang tidak ada dalam KUHP yang berlaku saat ini, yaitu antara lain : 1.
adanya pasal yang menegaskan asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (asas culpabilitas) yang diimbangi dengan adanya ketentuan tentang “strict liability” dan “vicarious liability” (Pasal 35);
2.
adanya batas usia pertanggungajawaban pidana anak (“the age of criminal responsibility”); Pasal 46.
3.
adanya bab khusus tentang pemidanaan terhadap anak (Bab III Bagian Keempat);
4.
adanya kewenangan hakim untuk setiap saat menghentikan atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan perkara pidana terhadap anak (asas diversi), Pasal 111;
5.
adanya pidana mati bersyarat (Pasal 86);
6.
dimungkinkannya terpidana seumur hidup memperoleh pelepasan bersyarat (Pasal 67 jo. 69);
7.
adanya pidana kerja sosial; pidana pembayaran ganti rugi, dan pemenuhan kewajiban adat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup (Pasal 62 jo 64);
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
8.
adanya pidana minimal khusus yang disertai juga dengan aturan/pe-doman pemidanaannya atau penerapannya (Pasal 66, 82, 120, 121, 130, 137);
9.
dimungkinkannya
penggabungan
jenis
sanksi
(pidana
dan
tindakan); 10. dimungkinkannya pidana tambahan dijatuhkan sebagai sanksi yang berdiri sendiri (Pasal 64 ayat 2); 11. dimungkinkannya hakim menjatuhkan jenis pidana lain yang tidak tercantum dalam perumusan delik yang hanya diancam dengan pida-na tunggal (Pasal 56-57); 12. dimungkinkannya hakim menjatuhkan pidana secara kumulatif wa-laupun ancaman pidana dirumuskan secara alternatif (Pasal 58); 13. dimungkinkannya
hakim
memberi
maaf/pengampunan
(“rechterlijk pardon”) tanpa menjatuhkan pidana/tindakan apapun kepada terdak-wa, sekalipun telah terbukti adanya tindak pidana dan kesalahan (Pasal 52 ayat 2). 14. adanya kewenangan hakim untuk tetap mempertanggungjawabkan/ memidana si pelaku walaupun ada alasan penghapus pidana, jika si pelaku patut dipersalahkan (dicela) atas terjadinya keadaan yang menjadi alasan penghapus pidana tersebut (dikenal dengan asas “culpa in causa” atau asas “actio libera in causa”); Pasal 54) Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
15. dimungkinkannya perubahan/modifikasi putusan pemidanaan, walaupun sudah berkekuatan tetap (Pasal 55 dan Pasal 2 ayat 3); 3. Pengertian kereta api Menurut dalam Undang-Undang no. 23 Pasal Tahun 2007 yang dimaksud dengan pengertian kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. 17 Kereta api adalah adalah sarana umum dengan penyediaan barang atau jasa untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan. 18
4. Permasalahan Bidang Perkeretaapian Perkeretaapian sebagai salah satu modal transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai factor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan
17 18
Suara Merdeka, Direksi PT KAI Harus Lulus Tes, 30 Desember 2001 Ibid, PT KAI Harus Lulus Tes, 30 Desember 2001
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan. Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi
nasional
secara
terpadu.
Untuk
itu,
penyelenggaraan
perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat diselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan modal transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang. Penyelenggaraan perkeretaapian telah menunjukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan
pemerintahan,
memperkukuh
dan
keamanan,
persatuan
dan
memperlancar kesatuan
kegiatan
bangsa,
serta
meningkatkan hubungan antarbangsa. Dengan adanya perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan strategis yang semakin kompetitif dan tidak terpisahkan dari sistem perekonomian internasional yang menitikberatkan pada asas keadilan, keterbukaan, dan tidak diskriminatif, dipandang perlu melibatkan peran
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pemerintah daerah dan swasta guna mendorong kemajuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri, di Indonesia kebutuhan masyarakat terhadap jasa angkutan keretaapi cukup tinggi dan tidak dapat dilepas pisahkan dari aktifitas hidup sehari-hari. Untuk hal yang satu ini dapat dilihat dibanyak stasiun pada setiap jam keberangkatan. Butuhnya masyarakat terhadap angkutan keretaapi, selain ongkos yang relatip murah, keretaapi juga bebas dari yang namanya kemacetan. Akan tetapi, untuk mempertegas kelancaran transportasi harus diperketat penataan dan pengawasan sehingga tidak banyak gangguan berarti sepanjang jalan lingkar itu. Pengawasan juga harus diperketat terhadap kendaraan dan pembukaan akses jalan yang tidak jelas. Simultan dengan itu, peningkatan peran kereta api untuk mengangkut barang harus dilakukan untuk mengurangi beban jalan raya. Tentu saja keamanan kereta api lebih terjamin dan pungutan liar tidak sebanyak seperti di jalan raya. Sebab-sebab terjadinya kecelakaan adalah bukan dalam kaitan dengan penyidikan (penegakan hukum), melainkan semata-mata untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam rangka perbaikan teknologi dan agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Apabila dalam kecelakaan tersebut memang terdapat unsur melawan hukum, pemeriksaannya juga dilakukan oleh penyidik dalam rangka penegakan hukum. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
F. Metode penelitian 1. Sifat/bentuk penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu Inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Perkeretaapian. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan perkara palang pintu kereta api. 2. Data Data yang diteliti adalah data sekunder yang terdiri dari : a) Bahan/sumber primer berupa peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang ada. b) Bahan/sumber sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung skripsi ini, seperti tulisan-tulisan, situs internet dan sebagainya. 3. Teknik Pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan studi putusan kasus yang berkaitan dengan skripsi ini. Analisis yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.
G. Sistematikan Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I
:
Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan
Manfaat
Penulisan,
Keaslian
Penulisan,
Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II
:
Tinjauan umum tentang perkeretaapian. Dalam bab ini berisi tentang Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia, Klasifikasi kecelakaan kereta api, dan Masalah palang perlintasan Kereta Api
BAB III :
Sebab-Sebab Terjadinya Kecelakaan Kereta Api. Dalam bab ini berisi tentang Prosedur lalainya perkeretaapian di Indonesia, Penyebab ketidaklancaran lalu lintas perkeretaapian dan Tindakan perbaikan pada pintu perlintasan.
BAB IV :
Sebab-sebab
terjadinya
kecelakaan
kereta
api
dan
pertanggungjawaban tindak pidana kelalaian serta penyelesaian tindak pidana kelalaian yang dilakukan oleh penjaga palang pintu kereta api. Dalam bab ini berisi tentang Sebab-sebab terjadinya kecelakaan Kereta Api, Pertanggungjawban pidana Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
terhadap
kecelakaan
lalu
lintas
kereta
api
dan
Penyelesaian/Proses hukum terhadap kelalaian yang dilakukan penjaga palang pintu kereta api. BAB V
:
Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKERETAAPIAN
A. Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia Sejarah panjang kereta api dimulai pada tahun 1864 di masa pemerintahan Hindia Belanda. Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Mister Baron Sloet van Den Beele memerintah untuk membangun jalur rel kereta api dari Kemijen ke Tanggung di Semarang, Jawa Tengah sepanjang duapuluh enam kilometer. Sejak itu, pembangunan jalur rel kereta api begitu pesat, hingga ke Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Utara, Lampung, dan Sulawesi. Pengalihan status dari PERUM ke PT berdasarkan surat keputusan Pemerintah PP No. 19 Tahun 1998 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api menjadi Perusahaan Persero (PT) Lembaga Negara Republik Tahun 1998 No. 31). Dengan pengalihan status dari PERUM Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
ke PT Kereta Api No. KEP.Y/KP601/V/45/KA-99. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 31 Mei 1999 sampai sekarang. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA disana. Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm dibeberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawarawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru. 19 Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan
19
Suara Merdeka, Direksi PT KAI Harus Lulus Tes, 30 Desember 2001.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan
bahwa
mulai
tanggal
28
September
1945
kekuasaan
perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI). Berikut adalah perkembangan perkeretaapian di; 1. Zaman Republik (17 Agustus 1945 – 18 Desember 1948) Pada tanggal 28 September 1945 secara resmi lahirlah Jawatan Kereta Api Republik (DKARI) berpusat di Bandung dan sementara hanya meliputi kereta api di Pulau Jawa, karena hubungan perkeretaapian di Sumatera Utara berdiri sendiri. 2. Penyerahan Kedaulatan Tanggal 1 Januari 1950 terjadi penggabungan antara DKARI dengan SS/VS (Staats Spoorweg/Verenigd spoorweg Bedryf) yang dikuasai Belanda menjadi Jawatan Kereta Api Republik Serikat (DKARIS) dan dengan kembalinya RIS menjadi Kesatuan Republik maka DKARI berubah menjadi DKA. 3. Menjadi Perusahaan Negara
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pada tanggal 28 Mei 1963 berubah status DKA menjadi PNKA berdasarkan UU No. 18 prp tahun 1960 dan ditetapkan dengan PP No. 22 tahun 1963. 4. Perubahan Menjadi Perusahaan Jawatan Berdasarkan PP No. 60/70 tanggal 15 September 1971 telah ditetapkan perubahan status dari Perusahaan Negara menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN). 5. Pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan menjadi perusahaan Umum diatur dengan PP No. 57 tahun 1960. Perusahaan Jawatan Kereta Api Eksploatasi Sumatera Utara yang tadinya dikenal dengan Ex DSM melalui proses yang agak panjang maupun sesudah pendudukan Jepang di Sumatera Utara ini kembali menjadi perusahaan swasta Belanda termasuk Ex DSM. Pembagian organisasi dan tata cara kerja PERUMKA ditetapkan dengan keputusan Menteri Perhubungan No. KM.8 tahun 1991 terdiri dari: 1. Perusahaan Umum Kereta Api berpusat di Bandung. 2. Wilayah usaha I (Jawa) mempunyai 9 (sembilan) daerah operasi, terdiri dari: a. Daerah operasi I di Jakarta b. Daerah operasi 2 di Bandung c. Daerah operasi 3 di Cirebon d. Daerah operasi 4 di Semarang Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
e. Daerah operasi 5 di Porwokerto f. Daerah operasi 6 di yogyakarta g. Daerah operasi 7 di Madiun h. Daerah operasi 8 di Surabaya i. Daerah operasi 9 di Jember 3. Wilayah usaha II (Eksploatasi Sumatera Selatan) di Palembang 4. Wilayah usaha III (Eksploatasi Sumatera Barat) di Padang. 5. Wilayah usaha IV (Eksploatasi Sumatera Utara) di Medan. Pengalihan status dari PERUM ke PT berdasarkan surat keputusan Pemerintah PP No. 19 Tahun 1998 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api menjadi Perusahaan Persero (PT) Lembaga Negara Republik Tahun 1998 No. 31). Dengan pengalihan status dari PERUM ke PT Kereta Api No. KEP.Y/KP601/V/45/KA-99. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 31 Mei 1999 sampai sekarang. Pesatnya pembangunan perkereta apian saat itu, tidak terlepas dari peranan swasta yang didukung oleh pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu. Selain perusahaan milik pemerintah, yakni Staats Spoorwegen, tercatat ada sebelas perusahaan swasta yang bergerak di perkereta apian di Pulau Jawa dan satu di Sumatera. Ini menunjukan begitu seriusnya pemerintah Hindia Belanda mengelola transportasi ini.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Dan saat itu, hampir semua perusahan perkebunan dan kehutanan membangun jaringan kereta api untuk mengangkut rempah rempah ke pelabuhan terdekat untuk kemudian dibawa ke Eropa. Pentingnya sarana angkutan ini untuk mengangkut hasil bumi, pada tahun 1876 pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun jalur kereta api Jakarta Bogor. Lalu selang lima tahun kemudian, pada tahun 1881, dibangun pembangunan jalur kereta api Pulu Aer - Padang di Sumatra Barat dan jalur di Prabumulih di Palembang, hingga pembukaan jalur rel kereta api di Takalar Sulawesi Selatan. Selama tiga ratus tahun pemerintah Belanda mengandalkan angkutan ini, karena kereta api telah terbukti menjadi penggerak kegiatan ekonomi pada masa itu. Sejarah juga mencatat, kereta api tidak sekedar alat angkutan semata, namun juga sebagai sarana perjuangan. Kereta api luar biasa ini pernah mengangkut presiden pertama, Soekarno bersama pejabat pemerintah ketika pemerintahan saat itu harus berpindah dari Jakarta ke Yogjakarta pada tanggal 3 Januari 1946. Saat itu ada delapan rangkaian gerbong kereta yang siap, Soekarno ketika itu meminta agar kereta api ini bergerak pelan ketika meninggalkan Jakarta, agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Belanda. Kereta api ini tadinya milik pihak Belanda dan saat itu tergolong sangat mewah. Kereta api ini dilengkapi dengan alat pendingin dari balok es yang ditaruh di bagian bawah kereta. Soekarno sendiri merasa berkesan dengan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kereta api ini. Saat ini kereta api bersejarah tersebut masih terawat baik di Musium Transportasi di kawasan Taman Mini, Jakarta Timur. Tiga abad lamanya, pemerintah Belanda mengandalkan alat transportasi ini, dan tanpa alat ini, perekonomian Hindia Belanda tidak akan maju dengan pesat. Kini, lokomotif ini menjadi besi tua dan berkarat dimakan waktu, padahal ia menyimpan sejarah panjang transportasi kita yang pernah berjaya pada masa itu. Kejayaan itu kini hanya tinggal menjadi sejarah semata, bila melihat kondisi perkereta apian nasional saat ini yang perannya makin terpinggirkan. Padahal, sarana angkutan ini bisa memecahkan kebuntuan dari problem angkutan publik di negara- negara maju. Beginilah pemandangan sehari-hari di Stasiun Kereta Rangkas Bitung Karawang. Para pekerja kantor, pedagang hingga anak sekolah sejak pagi menunggu kereta api dengan tujuan Jakarta. Kereta api memang adalah angkutan andalan bagi warga di daerah ini, karena selain cepat, ongkosnya pun jauh lebih murah. Sesak dan kumuh, begitulah kira kira kesan Kami saat berada di dalam gerbong kereta. Sebagian penumpang ada yang sudah tidak peduli dengan kondisi ini, karena sudah terbiasa memanfaatkan jasa angkutan ini. Rute Rangkas Bitung Beos ini adalah jalur yang padat, karena hanya dua jadwal kereta api yang tersedia, selain itu, jalur ini juga melewati Kebayoran Lama dan Tanah Abang, sehingga sebagian besar penumpang yang Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
naik adalah para pedagang. Namun jalur ini jugalah yang melukiskan buruknya wajah per kereta apian nasional kita saat ini. Sulit membedakan apakah yang Kami naiki ini adalah kereta api penumpang atau barang. Semisal, pedagang pisang ini. Setiap hari ia memanfaatkan kereta api untuk membawa puluhan tandan pisangnya untuk dipasarkan ke Jakarta. Baginya tidak ada pilihan lain untuk mengangkut barang dagangannya, karena kalau menggunakan kendaraan roda empat, ia harus menguras koceknya hingga ratusan ribu rupiah. Kapasitas angkut penumpang yang disediakan PT Kereta Api di Sumatera adalah 106.638 tempat duduk/hari, dengan rasio kelas eksekutif (15%), bisnis (27%) dan ekonomi (59%). Bila tempat duduk dikaitkan dengan jarak tempuh, total kapasitas 41.528.450 tempat duduk – kilometer per hari, dengan ratio eksekutif (17%), bisnis (25%) dan ekonomi (58%). Seiring dengan peluncuran berbagai produk berbrand Argo, PT. Kereta Api (Persero) telah mulai membuat deskripsi yang nyata mengenai strategi dan taktik pemasaran yang dilakukannya terhadap pasar potensial golongan mengengah ke atas. Deskripsi strategi pemasaran tersebut dilakukan secara komprehensif (strategi brand), bukan strategi per produk. 20 Strategi peluncuran produk Argo didasari adanya sasaran perusahaan yang akan membawa kereta api sebagai moda transportasi yang handal dan
20
Lubis, T.Mulya, Hukum dan Ekonomi, Jakarta : Sinar Harapan, 1992, hal 83
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
dipercaya oleh masyarakat dengan kualitas pelayanan yang tinggi dan menjadi alternatif utama sarana transportasi, khususnya di Wilayah sumatera. Terkecuali itu, perusahaan ingin pula mengubah image masyarakat terhadap moda kereta api dan PT. Kereta Api (Persero) sebagai badan usaha yang dulu dikenal sebagai perusahaan yang hanya berorientasi bagaimana dapat mengoperasikan sarana yang ada untuk mengangkut penumpang dan barang menjadi perusahaan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, tentu saja dengan penyediaan jasa transportasi yang berkualitas dan terpercaya. Perkeretaapian diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, berdasarkan kepada keseimbangan kepentingan umum, keterpaduan dan percaya diri sendiri, dan bahwa perkeretaapian ditujukan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan nasional. Kenyataan yang terjadi, perkeretaapian masih berkembang terbatas di Jawa dan sebagian Sumatera, serta kontribusi berdasarkan pangsa angkutan yang dihasilkan secara nasional masih sangat rendah dibandingkan moda angkutan lain, baik di Sumatera dan di wilayah perkotaan seperti di Kota Medan. 21 Sasaran
utama
pembangunan
perkeretaapian
adalah
untuk
meningkatkan kinerja pelayanan terutama keselamatan angkutan, melalui
21
Setijowarno, Djoko, Perlu Revolusi Mental PT KAI, Harian Kompas 29 Mei 2002
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
penurunan tingkat kecelakaan dan fatalitas akibat kecelakaan di perlintasan sebidang dengan jalan dan penanganan pada lintas utama yang padat. Arah Kebijakan Pembangunan Perkeretaapian di Indonesia adalah : a. Meningkatan keselamatan angkutan dan kualitas pelayanan serta pemulihan kondisi pelayanan angkutan perkeretaapian; b. Melaksanakan audit kinerja prasarana dan sarana serta SDM perkeretaapian. c. Meningkatkan strategi pelayanan angkutan yang lebih berdaya saing secara antar moda dan inter moda; d. Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan pada koridor yang telah jenuh; e. Melaksanakan
perencanaan,
pendanaan
dan
evaluasi
kinerja
perkeretaapian secara terpadu, dan berkelanjutan; f. Melanjutkan reformasi dan restrukturisasi kelembagaan dan BUMN perkeretaapian; g. Meningkatkan peran serta Pemerintah daerah dan swasta di bidang perkeretaapian; h. Meningkatkan peran angkutan perkeretaapian nasional dan local. i. Sasaran dalam upaya bertahan adalah pencapaian operasi yang aman pada umumnya untuk jangka pendek langsung pada kondisi yang sangat jelek, melalui kegiatan-kegiatan:
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
(1) Mengadakan audit kinerja prasarana dan sarana KA; dan mengatasi kondisi kritis; (2) Kanibalisme & daur ulang suku cadang; (3) Penurunan kecepatan/mengurangi frekuensi; (4) Menutup jalur yang merugi; (5) Penajaman skala prioritas; (6) Keandalan 60 persen. j. Pada tahap optimalisasi, sasarannya adalah pemulihan kondisi jaringan existing ke kondisi awal, pencapaian operasi aman dan nyaman untuk jangka panjang; peningkatan kecepatan dan menambah kapasitas, melalui kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan efisiensi dan efektifitas; (2) keandalan 75 persen; dan (3) peningkatan kecepatan dan kapasitas jalur yang ada. k. Sasaran dalam tahap pengembangan adalah pengembangan jaringan baru dan peningkatan kapasitas, melalui kegiatan: (1) pengembangan jaringan baru dan armada; (2) peningkatan kecepatan/kapasitas; (3) keandalan dan kelaikan 100 persen
Berikut ini tujuan pokok perusahaan perkeretaapian : 1. Kegiatan Pokok Pembangunan Perkeretaapian Pengembangan prasarana dan sarana Kereta Api Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
a. Ikhtiar Bertahan: -
Melalui penyelesaian masalah backlog pemeliharaan: Jalan: lintas. Jembatan. Sistem sinyal dan telkom di lintas.
-
Rehabilitasi sarana KA sebanyak 80 unit kereta K3, 5 unit KRL dan 34 unit KRD.
-
Rehabilitasi sistem sinyal dan telekomunikasi;
-
Perbaikan dan penanganan perlintasan sebidang perkeretaapian di 95 lokasi;
-
Melasanakan audit kinerja prasarana dan sarana serta SDM perkeretaapian;
-
Menyelesaikan
blueprint
perkeretapian
nasional
dan
pentahapannya, sejalan dengan pemantapan sistem transportasi nasional dan wilayah (lokal). -
Revitalisasi prasarana dan sarana angkutan KA Sumut
b. Optimalisasi melalui: -
Modernisasi dan rehabilitasi sinyal 24 paket, telekomunikasi 486 km serta perbaikan listrik aliran atas 94 paket pekerjaan;
-
Penggantian armada sarana KA yang telah tua meliputi pengadaan 90 unit K3, 10 set KRL dan 15 unit KRDE.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
-
Peningkatan kapasitas jalan KA sepanjang 1.146 km yang tersebar di Sumut, dan 34 unit jembatan pada jalur yang ada.
c. Pengembangan: melalui: -
Pembangunan jalan KA sepanjang 645 km secara bertahap tersebar di Aceh, Sumut, Sumsel, Lampung.
-
Pembangunan 55 unit jembatan KA;
-
Revitalisasi dan pengembangan angkutan masal perkereaapian di wilayah Sumut.
-
Persiapan dan pengembangan angkutan kereta api barang di Sumatera secara bertahap;
-
Percepatan penyelesaian pembangunan jalur ganda serta
-
Persiapan dan pembangunan jalur ganda.
2. Program Peningkatan Kelancaran Angkutan Kereta Api Untuk Barang/Logistik Nasional Melalui : a. Penyelesaian SISTRANAS untuk sistem transportasi antarmoda; b. Perencanaan dan pembangunan akses jalan KA ke pelabuhan c. Perencanaan dan peningkatan kerjasama dan pembangunan akses fasilitas pelayanan di dry-port dan persiapan pembangunan dry-port baru
3. Pembinaan Perkereta Apian Pembinaan transportasi kereta api diarahkan agar bisa mencapai sasaran seperti yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993 yaitu mengurangi beban angkutan jalan yang semakin padat, memberikan pelayanan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
yang optimal kepada pemakai jasa transportasi kereta api agar menjadi tulang punggung transportasi darat yang murah, nyaman, aman dan tepat waktu. Untuk merealisir hal tersebut diatas Pemerintah telah dan sedang melakukan beberapa pembangunan. pembaharuan, perbaikan dan peningkatan dalam beberapa aspek yang meliputi antara lain : a. Aspek Legalitas / Hukum Untuk mendukung perkembangan dibidang perkereta apian serta untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi KA guna menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, pembangunan nasional dan menyongsong era globalisasi, Pemerintah telah menyiapkan perangkat Undang-undang,
yaitu
Undang-Undang perkereta apian No 13 tahun 1992. Kemudian sedang diadakan pembahasan 2 buah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), yaitu RPP mengenai sarana dan prasarana KA dan RPP mengenai Lalu Lintas dan Angkutan KA. Disamping itu juga sudah dipersiapkan 14 buah RKM (Rancangan Keputusan Menteri) di bidang perkeretaapian untuk dibahas. b. Kelembagaan PERUMKA Pada saat ini sedang diproses suatu Perubahan kelembagaan Perumka menjadi PT (Perseroan Terbatas) KA dengan tujuan agar Perumka mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada pemakai jasa transportasi KA, lebih leluasa bergerak dibidang komersial dengan memanfaatkan asset-asset yang dimiliki serta diharapkan menjadi perusahaan yang mandiri, mantap dan efisien. Untuk merealisir hal tersebut Pemerintah dengan bantuan Bank Dunia Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
(World Bank) sedang mempelajari dan membuat studi khusus dibidang restrukrisasi, evaluasi asset. perencanaan perusahaan, kewajiban pelayanan kepada masyarakat (Public Service Obligation), kewajiban perawatan prasarana KA (Infrastructure Maintenance Obligation), dan kewajiban pembayaran lintas KA (Track Access Charges) serta beberapa Program Pendidikan dan Pelatihan dibidang perkereta apian (Railway Eficiency Project).
c. Peningkatan Peran Serta Swasta Undang-Undang No 13 tahun 1992 memberi peluang kepada Badan Penyelenggara dalam hal ini Perumka untuk bisa bekerja sama dengan pihak ketiga/swasta diberbagai bidang baik yang menyangkut langsung angkutan kereta api maupun yang tidak langsung. Pembinaan Pemerintah dalam peningkatan peran swasta dibidang perkereta apian bertujuan mengoptimalkan asset/sarana/fasilitas/jaringan jalan KA yang telah ada, peningkatan pelayanan jasa transportasi KA, mengurangi beban jalan yang semakin padat dengan mengadakan kerja sama di bidang angkutan peti kemas, semen, batu kapur, bahan bakar minyak dan sebagainya. d. Program Keselamatan Transportasi KA
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Tranportasi KA adalah transportasi masal jarak jauh, baik untuk angkutan penumpang maupun barang, oleh karena itu keselamatan perjalanan KA perlu diberi perhatian yang besar. Berdasarkan pasal 10; pasal 12; pasaI 13; pasal 15 dan pasal 43 Undang-undang No. 13 tahun 1992 Pemerintah mempunyai kewajiban membina program pencegahan kecelakaan KA, antara lain : a. Kelaikan prasarana KA dan sarana KA yang akan dioperasikan. b. Tenaga-tenaga yang akan mengoperasikan prasarana dan sarana KA harus mendapatkan kualifikasi keahlian. c. Untuk kelancaran dan keselamatan pengoperasian KA, Pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur KA. d. Perlintasan antara jalur KA dengan jalan dibuat dengan prinsip tidak sebidang, pengecualian terhadap prinsip tersebut hanya dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan keselamatan dan kelancaran, baik perjalan KA maupun Ialu lintas di jalan dan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. e. Terhadap setiap kecelakaan KA harus dilakukan penelitian sebabsebabnya oleh Panitia yang pembentukan susunannya dan tugastugasnya diatur lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan. 22
e. Pengembangan Perkereta Apian
22
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, lembaran Negara Tahun 1992
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Program pengembangan perkeretaapian dilaksanakan dalam rangka peningkatan kemampuan melayani permintaan akan jasa transportasi barang dan manusia secara masal, aman, efisien serta mengurangi kerusakan dan beban jalan. Kegiatan pengembangan perkeretaapian dikelompokkan menjadi kegiatan kegiatan pokok, yaitu : 1) Peningkatan/pembangunan
prasarana
KA
(jalan,
jembatan,
elektrifikasi). 2) Pengembangan sistem persinyalanl/modernisasi sistem persinyalan. 3) Pengadaan/rehabilitasi sarana KA. 4) Pembangunan sarana penunjang operasional KA. Sejalan dengan program pengembangan fisik ini dilaksanakan pula pengembangan Sumber Daya Manusia guna keperluan operational perawatan dan dalam rangka alih teknologi. f. Program pengembangan Prasarana Kereta Api di Jawa Pengembangan Prasarana Kereta Api di Jawa dilakukan dengan perkuatan terhadap jaringan prasarana kereta api yang sudah ada. Pengembangan ini dilakukan secara bertahap dengan peningkatan beban gandar menjadi 18 ton; peningkatan kapasitas lintas dan elektrifikasi jalur yang ada. a. Kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan tekanan gandar menjadi 18 ton, antara lain : 1. Peningkatan kondisi jalan rel. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
2. Penggunaan rel ukuran standar R.54 berikut wesel weselnya. 3. Perkuatan jembatan. 1) Peningkatan beban gandar menjadi 18 ton Kegiatan - kegiatan dalam rangka peningkatan beban gandar ini telah sedang dan akan diprogramkan oleh Pemerintah secara bertabap setiap tabun melalui dana APBN dan dana bantuan luar Negeri (BLN). 2) Peningkatan kapasitas lintas Kegiatan kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas lintas meliputi : a. Pembangunan jalur ganda. b. Modernisasi persinyalan. B. Klasifikasi kecelakaan kereta api Adapun Klasifikasi kecelakaan kereta api adalah 23 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan yakni : Terjatuh, terdiri dari 2 jenis yaitu jatuh dari ketinggian, jatuh tanpa beda ketinggian, misalnya terpeleset dan tergelincir; tertimpa benda jatuh; tertumbuk; kontak/terkena benda berbahaya, terperangkap di ruang tertutup; terjepit dan lain-lain. 2. Klasifikasi menurut penyebabnya : Mesin, alat angkut dan alat angkat, instalasi peralatan lainnya: alat kerja dan perlengkapanya.- instalasi listrik - pendingin, palang pintu kereta api, 3. Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan :
23
http://www.kereta-api.com
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Patah tulang, dislokasi, memar, dll. 4. Klasifikasi menurut letak kelainan pada kecelakaan kereta api : Kepala, leher, badan, anggota badan Berbagai macam kebobrokan perilaku para PT KAI serta lemahnya pengawasan membuat penyelidikan atas sebuah kecelakaan seringkali didasarkan atas kesalahan si masinis atau pegawai rendahan lainnya, seperti penjaga kereta dan lainnya. Pertanggungjawaban masinis secara pidana akibat “kesalahan” yang dituduhkannya memang dapat dilakukan. Tetapi pertanggung jawaban terhadap konsumen selaku korban kecelakaan KA juga harus jelas. Meskipun terbilang sulit dalam hal pembuktian atas terjadinya kecelakaan KA. Saat ini pengoperasian KA di Indonesia banyak hal yang harus menjadi perhatian Pemerintah di dalam upaya memperbaiki kinerja PT KAI maupun peningkatan perlindungan terhadap penumpang selaku konsumen yang memang wajib untuk mendapatkan perlindungan. Lemahnya pengawasan serta pemeliharaan angkutan massal tersebut tidak jarang justru mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang memakan banyak korban. Dengan
demikian
kecelakaan
kereta
api
seharusnya
menjadi
tanggungjawab manajemen PT Kereta Api Indonesia secara keseluruhan dan para pejabat tinggi lainnya yang membawahi. Namun selama ini sering dijadikan tumpuan, maka yang disalahkan hanyalah para pegawai rendahan seperti masinis, penjaga pintu kereta api, petugas sinyal dan lainnya. Jika Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
demikian tentunya semboyan aman dan nyaman yang ditawarkan PT Kereta Api kepada masyarakat sebaiknya ditinjau kembali.Ada hal lain yang sebenarnya lebih merupakan inti persoalan dari setiap kecelakaan KA yang terjadi. Begitu remehkah soal nyawa manusia, hingga hal-hal yang menyangkut keselamatan jiwa manusia tidak serta merta terpikirkan, dalam kurun waktu yang begitu lama lagi. Masih ingat betul, beberapa hari lalu, saat arus mudik mulai berjalan, sejumlah media mengutip statemen pejabat PT KA yang melansir keuntungannya yang cukup signifikan selama arus mudik hingga hari kesekian yang sebesar sekian miliar rupiah. Itu memang membanggakan. Tapi kabar-kabar menyenangkan seperti itu hendaknya diimbangi dengan keselamatan warga bangsa ini. Tidak saja pengguna kereta api (penumpang), tapi juga masyarakat yang dalam mobilitas kesehariannya tak pernah lepas dari lintasan kereta api. Lelah dan frustasi rasanya memikirkan keanehan demi keanehan yang terus terjadi. Keanehan yang permanen. Sebab itu, tidak bisa tidak, desakan Polres Sumatera Utara yang meminta PT KA segera memasang palang di perlintasan-perlintasan kereta api yang tanpa palang, harus segera dilakukan. Jangan ada korban-korban yang mati sia-sia. Undang-Undang No 23 Tahun 2007 tentang kereta api : Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Tata Cara Berlalu Lintas Kereta Api Pasal 120 Pengoperasian kereta api menggunakan prinsip berlalu lintas satu arah pada jalur tunggal dan jalur ganda atau lebih dengan ketentuan: a. setiap jalur pada satu petak blok hanya diizinkan dilewati oleh satu kereta api; dan b. jalur kanan digunakan oleh kereta api untuk jalur ganda atau lebih.
Pasal 121 (1) Pengoperasian kereta api yang dimulai dari stasiun keberangkatan, bersilang, bersusulan, dan berhenti di stasiun tujuan diatur berdasarkan grafik perjalanan kereta api. (2) Grafik perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh pemilik prasarana perkeretaapian sekurang-kurangnya berdasarkan: a. jumlah kereta api; b. kecepatan yang diizinkan; c. relasi asal tujuan; dan d. rencana persilangan dan penyusulan (3) Grafik perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah apabila terjadi perubahan pada: a. prasarana perkeretaapian; Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b. jumlah sarana perkeretaapian; c. kecepatan kereta api; d. kebutuhan angkutan; dan e. keadaan memaksa. (4) Pengaturan perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pengatur perjalanan kereta api yang memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 122 1) Sarana perkeretaapian hanya dapat dioperasikan oleh awak kereta api yang mendapat tugas dari penyelenggara sarana perkeretaapian. 2) Awak Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki surat perintah tugas dari Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. 3) Awak kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mematuhi perintah atau larangan sebagai berikut: a. petugas pengatur perjalanan kereta api; b. sinyal; atau c. tanda.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
4) Apabila terdapat lebih dari satu perintah atau larangan dalam waktu yang bersamaan, awak kereta api wajib mematuhi perintah atau larangan yang diberikan berdasarkan prioritas sebagai berikut: a. petugas pengatur perjalanan kereta api; b. sinyal; atau c. tanda. Pasal 123 Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan kereta api yang tidak memiliki surat perintah tugas dari Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan sertifikat kecakapan, atau pencabutan sertifikat kecakapan. Pasal 124 Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
C. Masalah palang perlintasan Kereta Api Jalur antara Medan sampai tanjung Balai dengan Langkat, dari 167 perlintasan KA yang ada terdapat 34 lintasan yang tidak dilengkapi dengan palang pintu. PT KAI angkat tangan soal keberadaan 500 lintasan kereta api liar dan 1000 lintasan resmi tak berjaga di wilayah Sumatera Utara. Dipastikan selama lintasan liar dan resmi tak berjaga itu tidak akan mendapat jatah tenaga jaga. Alasannya, KAI hanya fokus mengawasi 1.300 lintasan resmi dari total Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
lintasan KA sebanyak 2.800. Palang pintu lintasan, belum lagi petugas penjaga lintasan. Idealnya, untuk satu lintasan KA, dibutuhkan empat penjaga. Dengan begitu, butuh delapan ribu penjaga baru untuk menjaga dua ribu lintasan resmi yang belum terjaga. Kondisi tersebut sangat sulit. Sebab, delapan ribu tenaga tidaklah sedikit. Sementara kemampuan PT KAI baru menyentuh 1.300-an. Ini saja membutuhkan tenaga tak sedikit. Banyak dari penjaga lintasan ini yang belum diangkat sebagai pegawai tetap, harus bekerja sampai 12 jam per hari dengan honor sekitar Rp800 ribuan. Jadi kesimpulan pertama, sebagai pengguna jalan keamanan setiap kali melintas pintu KA tidak dapat menegandalkan kepada adanya palang pintu maupun petugas penjaganya. Sebagai pengendara harus meningkatkan kewaspadaan, kehatia-hatian dan merubah pola pikir (midset) dalam menyikapi palang pintu KA. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat.Dari sekian persoalan yang menyangkut perlindungan konsumen, ada beberapa hal yang senantiasa luput dari perhatian pembuat kebijakan,
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
yakni tentang tanggung jawab yang harus dipikul akibat kelalaian atau kecerobohan. Secara teoritis ada beberapa jenis tanggung jawab, yakni tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on fault / negligence), tanggung jawab atas dasar praduga (presumption of liability), tanggung jawab atas prinsip tanggung jawab mutlak (strict / absolute liabilit) . Dari ketiga jenis tanggung jawab tersebut maka yang paling berpihak kepada konsumen adalah jenis tanggung jawab ketiga, yakni tanggung jawab mutlak atau strict liability. Untuk memberlakukan prinsip strict liability tentunya diperlukan suatu perangkat peraturan perundang-undangan yang mendukung hal tersebut, apalagi jika menyangkut mengenai jasa pengangkutan seperti perkerataapian. Peraturan perundang-undangan mengenai KA telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian. Kesalahan yang selama ini dilemparkan pada masinis KA seharusnya saat ini sudah dapat dilakukan pengkajian ulang. Adalah sangat tidak adil jika setiap kecelakaan disebabkan karena kelalaian masinis. Dalam setiap kecelakaan kereta api, banyak faktor yang harus dikaji. Mulai dari masalah teknis, kelalaian manusia, kecilnya gaji masinis hingga buruknya manajemen kereta api. Dengan demikian kecelakaan kereta api seharusnya menjadi tanggungjawab manajemen PT Kereta Api Indonesia secara keseluruhan dan para pejabat tinggi lainnya yang membawahi. Namun selama ini sering dijadikan tumpuan, maka yang disalahkan hanyalah para pegawai rendahan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
seperti masinis, penjaga pintu kereta api, petugas sinyal dan lainnya. Jika demikian tentunya semboyan aman dan nyaman yang ditawarkan PT Kereta Api kepada masyarakat sebaiknya ditinjau kembali.Ada hal lain yang sebenarnya lebih merupakan inti persoalan dari setiap kecelakaan KA yang terjadi. PT KAI selama ini hanya melihat konsumen sebagai objek yang secara sadar memilih menggunakan angkutan umum KA. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh PT KAI persoalan keselamatan konsumen sebagai penumpang seringkali terabaikan. Keterbatasan yang ada pada prinsipnya disadari betul oleh setiap konsumen yang memilih KA, namun bukan berarti keselamatan mereka harus di nomor duakan atau bahkan diabaikan. Mekanisme perawatan dan pemeliharaan KA merupakan salah satu inti persoalan yang harus dicarikan solusinya, selain peningkatan pelayanan dan operasional. Ganti rugi yang selama ini diberikan kepada korban kecelakaan KA di Indonesia hanya berasal dari asuransi PT Jasa Raharja, sedangkan dari PT KAI sendiri sebagai pihak penyelenggara tidak memberikan ganti rugi apapun. Pada hal secara teoritis PT KAI harus mempertanggungjawabkan segala tindakan maupun akibat selama konsumen mempunyai hubungan. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 19 disebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/ jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Selanjutnya ganti rugi tersebut Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk ideal tersebut pada realitasnya tidak dapat dilaksanakan karena berbenturan dengan doktrin yang berlaku pada pertanggungjawaban PT KAI. Untuk lebih memperhatikan dan melindungi konsumen, mungkin sudah saatnya sekarang PT KAI merubah paradigma lama yang berkaitan dengan soal pertanggung jawaban. Undang-Undang No 23 Pasal 88 Tahun 2007 menjelaskan tentang Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan/atau pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian apabila: a) pihak yang berwenang menyatakan bahwa kerugian bukan disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian; dan/atau b) terjadi keadaan memaksa.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB III SEBAB-SEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERETA API
A. Prosedur lalainya perkeretaapian di Indonesia Dalam dunia perkeretaapian, kecelakaan yang dianggap paling konyol adalah tabrakan antara dua lokomotif berhadapan (head to head). Asumsinya, masing-masing masinis berada di posisi paling depan dan paling tahu keadaan serta bisa segera bertindak jika ada hal-hal yang membahayakan, misalnya, ada kereta lain di depan. Kecelakaan jenis lain, misalnya, terguling akibat rel bergeser, atau bahkan menabrak KA dari belakang, dianggap masih lebih rendah derajatnya Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
daripada head to head. Memang bisa saja terjadi head to head akibat kesalahan arah karena "salah wesel", artinya perangkat wesel memindahkan arah ke rel yang ada keretanya. Tetapi, itu jarang terjadi, sebab umumnya kereta api mengurangi kecepatannya kalau masuk stasiun, terutama kalau ada tanda masuk rel belok. 24 Prosedur
lalainya
perkeretaapian
di
Indonesia
adalah
karena
kecerobohan penjaga/pos perlintasan kereta api. Undang-Undang No 23 Pasal 87Tahun 2007 menjelaskan tentang Penanganan Kecelakaan Kereta Api Dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas; b. menangani korban kecelakaan; c. memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke kereta api lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan; d. melaporkan
kecelakaan
kepada
Menteri,
pemerintah
provinsi,
pemerintah kabupaten/kota; e. mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat; f. segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang; dan
24
www.antarasumut.com
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
g. mengurus klaim asuransi korban kecelakaan Pola pikir bahwa pintu lintasan akan aman karena dilengkapi dengan palang pintu dan ditunggu penjaga harus mulai dirubah. Kita harus realistis cukup banyak lintasan KA yang tidak dilengkapi dengan palang pintu. Yang dilengkapipun banyak yang tidak berfungsi dengan baik. Perubahan pola pikir harus datang dari pengendara dulu. Setiap kali kita bertemu dengan lintasan KA, baik yang ada palang pintunya maupun tidak, kita harus sudah berniat untuk “berhenti sejenak”, tengok kiri tengok kanan, sudah aman baru maju lagi. Resikonya kita dikklaksonan oleh pengendara-pengendara dari belakang. Tapi tetap lebih baik daripada ditabrak KA. Di sebagian lintasan KA sudah banyak kita jumpai rambu-rambu yang mengingatkan pengendara untuk mengikuti aturan “berhenti sejenak”. Namun ini perlu ditegakkan (enforce) dengan memasukkan kedalam peraturan lalulintas beserta sanksi bagi yang melanggarnya. Yang berwenang juga bisa membantu membuat polisi-polisi tidur kecil (jalur-jalur kecil seperti di jalan tol setiap melewati daerah rawan kecelakaan) yang tidak terlalu tinggi, untuk mengingatkan pengendara setiap mendekati lintasan KA. Tentu akan ada yang berkomentar sinis, orang Indonesia mana mau diatur disuruh disiplin. Biarlah mereka yang tidak disiplin. Kalau mereka tetap tidak mengikuti aturan dan ketabrak KA. Seperti yang diperlihatkan contoh kasus penjaga palang pintu perkereta apian di Sumatera Utara adalah : Eddy, 28 tahun. Ia punya 3 anak, tinggal di Kampung Sidorejo, Kisaran, Sumatera Utara. Ia pegawai perusahaan negara Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
PJKA. Tugasnya menjaga pintu kereta. Memang tidak ada keahlian khusus yang diperlukan oleh seorang penjaga pintu. Kalau dinas siang, ia tinggal nongkrong di pondok dekat rel kereta jurusan Kisaran-Rantau Prapat. Di sana ada sebuah handel untuk menurun-naikkan dua buah pintu kereta yang disebut "neng-nong", untuk menahan aliran lalu lintas, sampai ular besi itu lewat. "Saya hanya harus awas, sebab kalau tidak akan terjadi tabrakan. Saya bisa dapat celaka, dipecat," kata Eddy. Dulu penjaga kereta mungkin bisa santai, karena jadwal lalu lalangnya sudah pasti. Tapi Eddy yang mengaku urutan jabatannya paling lata di PJKA, tidak bisa menikmati keadaan itu lagi. Sekarang lalu lintas kereta tak berketentuan. Apalagi sudah dua tahun ini lonceng yang biasanya memberitahukan kedatangan kereta lewat, rusak. Tidak tahu kenapa. Tidak pernah pula diperbaiki. Maka Eddy pun kembali menjadi primitip, sematamata bergantung dari ketajaman mata dan telinganya. Tetapi kesulitan sudah bertambah lagi sejak 6 bulan ini. Palang pintu kereta di Jalan Sutomo-Cokroaminoto (Kisaran) patah karena disundul truk. Sampai sekarang belum diperbaiki. Jadi setelah kupingnya bekerja keras, Eddy segera pula harus berdiri menyambung palang pintu itu dengan tubuhnya sendiri. Karena sudah biasa, Eddy tidak mengeluh lagi. Ia juga tidak takut karena menganggap memang demikianlah seharusnya seorang penjaga pintu kereta di zaman pembangunan ini. Tapi sialnya kalau kebetulan giliran malam. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Bayangkan, tempat itu tidak bermandi cahaya listrik seperti jalan di kota-kota besar lainnya. Keadaannya gelap. Memberi isyarat kepada mereka yang akan melintasi rel tidak cukup dengan melambaikan tangan. Eddy tak bisa berbuat lain kecuali berkoar-koar. Kesulitan Eddy, kalau masih boleh ditambah, adalah karena ia bertugas sendirian di kedua sisi rel. Ia hanya bisa memilih satu sisi, sambil membiarkan mereka yang datang dari sisi lainnya menjaga nyawanya masing-masing. "Mana mungkin saya jaga di sini dan di situ sekaligus," kata Eddy dengan lucu. Alhamdulillah, sejak menjabat penjaga pintu sejak 1974, belum pernah terjadi tabrakan di daerah kawalannya. "Tuhan masih melindungi saya sampai sekarang, karena kalau saya sampai tidak awas akan dipecat. Selain mati atau sakit keras, memang bahaya pemecatan paling ditakuti Eddy. Ia terlalu sayang pada gaji bulanannya sebesar Rp 130.000 ribu tahun 1980 sedangkan gaji ditahun 2008 sebesar 800.000 ribu. Itu pun sudah tak sanggup untuk mengebulkan asap dapurnya secara normal. Karenanya anak muda yang cinta keluarga ini berusaha untuk membuktikan tanggung jawabnya dengan cara memanfaatkan waktu senggang. Ia pun membawa sebuah kursi ke dekat gardu jaga. Kemudian ditambah dengan sebuah cermin besar, kain putih, gunting, pisau. Jadilah ia tukang pangkas. Eddy si penjaga pintu kereta sudah jadi tukang cukur sejak setahun yang lalu. Kebetulan dekat pos jaganya banyak pohon rindang, jadi ia memiliki tempat operasi yang ideal. Apalagi kalau giliran dinas malam, maka Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
merdekalah dia sehari suntuk memotong rambut rakyat Kisaran. Tetapi kalau dinasnya siang, ia seperti main kucing-kucingan. "Kadang kalau lagi memangkas ada kereta lewat terpaksa ditinggalkan sebentar. Habis bagaimana," kata Eddy. 25
B. Penyebab ketidaklancaran lalu lintas perkeretaapian Penyebab ketidaklancaran lalu lintas perkeretaapian adalah muatan penumpang dan barang, perlintasan palang pintu kereta api, serta rel. Kelalaian petugas dalam kasus ini akan dijatuhkan sanksi. Terkait dengan kasus kecelakaan kereta ini, pimpinan PT. KAI telah mengusulkan kepada pos/penjaga palang pintu kereta api untuk melakukan perbaikan manajemen di tubuh PT KAI, dan mengevaluasi manajemen PT KAI.
Terjadi kecelakaan kereta api maka Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian di Sumatera utara : •
mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas;
•
menangani korban kecelakaan;
•
memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke kereta api
•
lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan;
•
melaporkan
kecelakaan
kepada
Menteri,
pemerintah
provinsi,
pemerintah kabupaten / kota; •
25
mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat;
http://www.lampungpost.com/
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
•
segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang;
•
mengurus klaim asuransi korban kecelakaan Mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas
adalah menghentikan semua kereta api di stasiun terdekat atau membatasi kecepatan kereta api yang akan melewati lintas yang bersangkutan. Penyidikan awal adalah pemeriksaan dan penelitian untuk mencari dan mengumpulkan barang-barang yang dapat dijadikan sebagai bukti adanya tindak pidana yang mengakibatkan kecelakaan kereta api yang dapat dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang perkeretaapian dengan secepat-cepatnya dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat.
C. Tindakan perbaikan pada pintu perlintasan Ada beberapa asas dalam KUHP yang penerapan dan penegakan hukumnya, hanya bisa diuji keabsahan dan kebenarannya semata-mata berpegang pada faktor waktu tindak pidana dilakukan. Hal ini disebut dengan tempus delictum. Oleh karena itu, tanpa menyebut secara tegas dan jelas kapan tindak pidana dilakukan, asas-asas hukum pidana yang bersangkutan, tidak bisa diuji kebenaran dan kepastiannya. Perpendekan atau penyederhanaan prosedur yang dilakukan baik oleh masinis atau petugas depo lokomotif, sangat potensial untuk menyebabkan kecelakaan fatal. Di dalam lokomotif ada perangkat keamanan yang namanya Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
deadman pedal. Pedal ini harus diinjak dan dilepas tiap beberapa menit, karena kalau terlambat melepas atau menginjak, alarm akan berbunyi dan kalau dibiarkan saja, rem akan otomatis bekerja, kereta berhenti tiba-tiba. Pedal ini dibuat sebenarnya sebagai no go item dalam dunia penerbangan, tak boleh diberangkatkan kalau item ini tidak ada atau tidak bekerja baik, dengan dead man pedal, rem KA diprogram bekerja begitu sistem memperkirakan masinis tertidur akibat tidak mampu lagi "memainkan" pedal. Banyak lokomotif dioperasikan dengan pedal tidak bekerja lagi, entah karena rusak atau sengaja dirusak, sebab dirasa merepotkan awak lokomotif. Akibatnya, kalau masinis tertidur, sistem pengaman yang rusak ini tidak bisa lagi menghentikan kereta api. Beberapa kasus tabrakan mengindikasikan masinis tertidur dan KA jalan sendiri, sementara penumpang tidak sadar akan bencana di depan. 26 Masinis yang kena dinas kelas ekonomi tidak jarang frustrasi, sebab kereta yang ditariknya lebih banyak singgah di stasiun-stasiun sepanjang perjalanan akibat harus memberi laluan kepada kereta api yang kelasnya lebih tinggi. Jam kerja masinis seharusnya dibedakan dengan karyawan staf yang bisa bekerja terus selama delapan jam dikurangi jam istirahat. Melihat tanggung jawabnya yang besar, di beberapa negara maju masinis tidak boleh
26
http://www.dephub.go.id
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
bekerja terus-menerus selama lebih dari empat jam. Pertimbangannya, daya tahan dan reaksi refleks, serta daya nalar mereka yang bekerja penuh konsentrasi akan menurun drastis selewat empat jam tadi, sehingga harus istirahat. Masinis memang selalu disalahkan, tetapi perhatian untuk mereka juga sangat minim, meski tanggung jawabnya besar. Sesuai golongannya, ia tidak berhak naik kereta eksekutif saat LD atau menuju ke lokasi dinas. Paling tinggi ia bisa naik kelas bisnis dengan KAD (kartu angkutan dinas). Tindakan perbaikan pada pintu perlintasan yakni : 1. Meningkatkan disiplin pengendara kendaraan dan kepatuhan terhadap hokum pada pintu perlintasan. 2. Modernisasi, penyempurnaan dan peningkatan keandalan system peralatan teknis yang dioperasikan pada pintu perlintasan. 3. Menerapkan metoda yang tepat dalam pemeliharaan pintu perlintasan. 4. Pembentukan
organisasi
yang
lebih baik
dalam mengendalikan
keselamatan lalu lintas pada pintu perlintasan. 5. Meningkatkan program pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan kualifikasi bagi pengendara kendaraan dan penjaga pintu perlintasan. 6. Memperbaiki system klasifikasi pintu perlintasan 7. Menyebarkan bahan-bahan informasi kepada public tentang aturan keselamatan pada pintu perlintasan.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
8. Memberikan prioritas yang tinggi pada anggaran penyempurnaan pintu perlintasan.
BAB IV TINDAK PIDANA PERTANGGUNGJAWABAN DAN PROSES HUKUM TERHADAP KELALAIAN YANG DILAKUKAN PANJAGA PALANG PINTU KERETA API YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS A. Pertanggungjawaban pidana terhadap kecelakaan lalu lintas kereta api Dalam hal pertanggungjawaban mengenai kecelakaan, undang-undang No 23 Pasal 125 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dengan UU itu, konsumen, khususnya penumpang, harus membuktikan kelalaian atau kesalahan PT KAI untuk bisa mendapatkan ganti rugi dalam suatu kasus kecelakaan, keterlambatan perjalanan, dan lain-lain. Tentu sistem pembuktian kesalahan tersebut menyulitkan pihak konsumen yang rata-rata rakyat biasa. Sebab, bagi pemerintah pun pembuktian seperti itu tidaklah mudah.Lemahnya kedudukan konsumen KA telah membuat kurangnya perhatian dan tanggung jawab penyelenggara jasa angkutan tersebut sehingga pada akhirnya jasa Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
perkeretaapian di Indonesia tidak pernah membaik dan yang paling dirugikan adalah konsumen KA yang harus selalu was-was akan terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan. Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati. 27 Pelaku harus dibantu untuk sadar akan kerugian atau kerusakan yang timbul dan dibantu dalam menunaikan kewajibannya untuk secara maksimal memulihkan kerugian atau kerusakan yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya. Kesadaran yang muncul, keinginan untuk memulihkan, dan pelaksanaan pemulihan kerugian atau kerusakan diharapkan muncul karena kerelaan dari para pelaku tindak pidana bukan dikarenakan adanya paksaan dari pihak lain, di sisi lain, masyarakat juga mempunyai kewajiban terhadap korban dan pelaku tindak pidana dalam mengintegrasikan mereka kembali ke dalam masyarakat dan menjamin keterbukaluasnya kesempatan bagi para pelaku untuk dapat memperbaiki dan kembali aktif di dalam masyarakat. 28 Sehingga sangat disadari perlu dijalankan suatu mekanisme monitoring di dalam masyarakat terhadap pelaksanaan hasil akhir dari penyelesaian dari suatu tindak pidana, menyediakan dukungan, dan dibukanya kesempatan yang luas bagi stakeholder kunci. 27
28
Soerjono Soekanto, Pokok – Pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal 64 Syafruddin Kalo, Aspek Kebijakan penegakan dan pengembangan Hukum Pidana, Rineka Cipta Jakarta, 1991, hal 85
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Provinsi Sumatera Utara yang sangat maju sistem transportasinya, dimana jaringan KA justru dipetahankan sampai ke pelosok-pelosok desa. Tidak bisa dihindarkan jalur-jalur KA tersebut akan sering bertemu dengan lintasan jalan untuk kendaraan umum. Konsekuensinya, diperlukan palang pintu lintasan dan petugas penjaganya. Bisa dibayangkan berapa ribu lintasan yang harus dibangun dan berapa ribu petugas lintasan KA yang harus direkrut. Beberapa palang pintu secara otomatis menutup sendiri karena sudah dilengkapi sensor elektronik untuk memperingatkan adanya KA yang akan lewat, sehingga tidak memerlukan petugas penjaga lagi. Namun jumlahnya masih sedikit sekali. Didalam kenyataannya cukup banyak lintasan KA yang tidak dilengkapi palang pintu. Palang pintu lintasan, belum lagi petugas penjaga lintasan. Idealnya, untuk satu lintasan KA, dibutuhkan empat penjaga. Dengan begitu, butuh delapan ribu penjaga baru untuk menjaga dua ribu lintasan resmi yang belum terjaga. Kondisi tersebut sangat sulit. Sebab, delapan ribu tenaga tidaklah sedikit. Sementara kemampuan PT KAI baru menyentuh 2.300-an. Ini saja membutuhkan tenaga tak sedikit. Banyak dari penjaga lintasan ini yang belum diangkat sebagai pegawai tetap, harus bekerja sampai 12 jam per hari dengan honor sekitar Rp900 ribuan. Jadi kesimpulan pertama, sebagai pengguna jalan keamanan kita setiap kali melintas pintu KA tidak dapat mengandalkan kepada adanya palang pintu maupun petugas penjaganya. Sebagai pengendara harus meningkatkan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kewaspadaan, kehatia-hatian dan merubah pola pikir (midset) dalam menyikapi palang pintu KA. Setiap tindakan bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung atau tidak langsung terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perorangan, dikehendaki turun tangannya penguasa. Apabila penguasa tidak turun tangan, maka tindakan-tindakan tersebut akan merupakan sumber kekacauan yang tak akan habis-habisnya menjamin keamanan, ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat, perlu ditentukan mengenai tindakan-tindakan yang dilarang atau yang diharuskan. Pelanggaran kepada ketentuan tersebut diancam dengan pidana. Singkatnya perlu ditentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau diharuskan dan ditentukan ancaman pidananya dalam perundang-undang. Penjatuhan pidana kepada melanggar keseimbangan kejiwaan dalam masyarakat. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana dengan mempertimbangkan peran korban yang mendukung putusan hakim yang memenuhi rasa keadilan. Pengertian model pada dasarnya menunjuk pada tiga hal, pertama, model dengan pengertian contoh atau teladan, sesuatu yang perlu ditiru; kedua, model dalam pengertian bentuk, pola, rancangan, dan ketiga, model dalam arti cerminan atau gambaran (abstraksi) kenyataan. Dalam kaitannya dengan teori Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
system, istilah model diartikan sebagai “tiruan” dari kenyataan yang sebenarnya, tiruan realita (tiruan bukan dalam arti “imitasi”). 29 Dalam kaitan dengan penelitian ini, maka yang dimaksud dengan model adalah dapat meliputi dua pengertian, yaitu model sebagai (dalam arti) “abtraksi faktual/realita” dan model sebagai (dalam arti) “abstraksi ideal”. Pengertian model sebagai (dalam arti) “abstraksi faktual/realita” dipakai dalam pembahasan tentang model penjatuhan pidana saat ini. Pengertian model sebagai suatu yang perlu ditiru, dan model dalam pengertian bentuk, pola, rancangan, dipakai pada pengertian rancangan atau konsep model atas hasil kajian tulisan ini yang direkomendasikan untuk direalisasikan dalam hukum pidana positif dalam tataran norma tertulis maupun pelaksanaan. Hukum pidana selama ini dipakai untuk menjelaskan antara lain istilah pertanggungjawaban
(responsibility),
kealpaan
(culpability),
kesalahan
(guilty), ternyata dapat pula diterapkan untuk korban. Artinya korban juga dapat diposisikan dalam pertanggungjawaban, kealpaan maupun kesalahan. Pandangan ini sekaligus sebagai upaya koreksi terhadap pandangan ortodok yang dipandang tidak seimbang dan terlalu berorientasi terhadap pelaku (criminal oriented). Ketiga aspek tersebut memang dikenal dalam pembahasan viktimologi. Dalam hal pertanggunjawaban antara lain pernah ditulis oleh Schafer bahwa korban mempunyai tanggungjawab fungsional yakni secara aktif menghindari
29
Masruchin Ruba, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, IKIP Malang, 1996. hal 76
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
untuk menjadi korban dan tidak memprovokasi serta memberikan kontribusi terhadap terjadinya tindak pidana. Provokasi atau kontribusi korban terhadap terjadinya viktimisasi dalam perspektif viktimologi sering disebut dengan istilah victim precipitation
yang sekaligus berkaitan dengan derajat
pertanggungjawaban korban atas viktimisasi. Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa korbanpun dapat mempunyai andil pada terjadinya viktimisasi dan sudah selayaknya demi keadilan korbanpun dapat dipertanggungjawabkan (shares responsibility) dan dipertimbangkan oleh hakim dalam penjatuhan pidana. PT KAI merupakan salah satu pelayanan umum yang bersifat profit. Meskipun demikian, perusahaan negara seperti PT KAI sangat memberikan manfaat dan keuntungan bagi masyarakat banyak. Tujuannya lebih banyak diarahkan pada usaha memakmurkan rakyat. Konsep pertanggungjawaban di PT KAI yang selama ini memegang doktrin tanggung jawab atas kesalahan (Based on fault /negligence) telah mengakibatkan rendahnya rasa tanggung jawab para pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Undang-Undang No 23 Pasal 87 Tahun 2007 menjelaskan Tanggung Jawab Penyelenggara Prasarana 1) Perkeretaapian Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
2) Tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian kerja sama antara Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
dan
Penyelenggara
Sarana
Perkeretaapian.
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian. 3) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap Petugas Prasarana Perkeretaapian yang mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian. Pertanggung jawaban dari sisi moril merupakan suatu hal yang sangat subjektif sifatnya, karena akan sangat tergantung dari masing-masing individu yang terlibat. Belum pernah terdengar bahwa pejabat setingkat menteri yang mengundurkan diri apabila terjadi kecelakaan yang menimbulkan banyak korban. Di sisi lain, pertanggungjawaban secara materil bagi para konsumen yang menjadi korban seharusnya mendapatkan porsi perhatian yang lebih besar, mengingat pertanggungjawaban inilah yang secara langsung dapat dinikmati oleh konsumen yang menjadi korban. Aspek pengembangan perkeretaapian dilaksanakan dalam rangka peningkatan kemampuan untuk melayani permintaan akan jasa transportasi
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
barang dan manusia secara massal. aman dan efisien serta mengurangi kerusakan dan beban jalan, ini meliputi : a. Peningkatan kapasitas lintas, peningkatan kecepatan mencapai 120 km/jam,
peningkatan
tekanan
gandar
menjadi
18
ton
serta
pembangunan jalur ganda Kereta Api. b. Modernisasi sistem persinyalan, telkom dan elektrifikasi. c. Pengadaan/rehabilitasi sarana kereta api. d. Pengembangan SDM. Pasal 193 KUHP yakni : Barangiapa karena salahnya, sesuatu pekerjaan untuk lalu lintas bagi umum menjadi binasa, tidak terpakai lagi atau rusak, sesuatu jalan, baik jalan di darat maupun diair, terhalang atau tindakan yang diambil untuk keselamatan bagi pekerjaan atau jalan itu jadi tidak berguna di hukum : 1) Penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau kurungan, selamalamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyak Rp.4.500,- kalau lantaran hal itu lalu lintas jadi berbahaya. 2) Penjara selama-lamanya satu tahun dan empat bulan atau kurungan selama lamanya satu tahun jika hal itu berakibat matinya orang. Pasal 194 ayat (1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan bahaya bagi lalu lintas umum yang memakai kekuatan uap (stoom) atau kekuatan bergerak dengan memakai mesin yang lain, pada jalan kereta api atau jalan trem, dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun. Ayat (2) kalau lantaran perbuatan itu ada orang mati, sitersalah dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara dua puluh tahun. Pasal 195 KUHP yakni : Barangsiapa karena salahnya terjadi bahaya bagi lalu lintas umum yang memakai kekuatan uap atau kekuatan bergerak dengan memakai mesin yang lain pada jalan kereta api atau trem, maka orang itu dihukum
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500.
B. Penyelesaian/Proses hukum terhadap kelalaian yang dilakukan penjaga palang pintu kereta api Kecelakaan di lintasan kereta api (KA) sudah sering sekali terjadi. Sampai saat ini barangkali sudah ratusan jiwa melayang akibat tabrakan di lintasan KA. Umumnya yang terjadi adalah kendaraan yang melewati lintasan tanpa palang pintu, dirabrak kereta yang sedang lewat. Dapat juga terjadi petugas lintasan lalai tidak menutup palang pintu ketika KA akan lewat. Namun tidak sedikit pengendara masih nekad menrobos ketika lampu peringatan sudah menyala atau bahkan ketika palang pintu sudah ditutup. Untuk kasus pertama dan kedua, umumnya fihak PT Kereta Api Indonesia yang disalahkan, karena menyediakan palang pintu dan menutup pada waktunya adalah kewajiban PT KAI. Beberapa petugas lintasan pernah diadili karena dianggap lalai menjalankan tugasnya hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang. Namun, secara lembaga PT KAI belum pernah dituntut secara class action untuk membayar kompensasi kepada korban. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah, namun untuk mendidik masyarakat bagaimana seharusnya menyikapi lintasan KA agar terhindar dari kecelakaan. Lintasan KA dengan segala peringatannya adalah bagian dari ramburambu lalulintas. Sebagai rambu bermakna suatu perintah atau larangan bagi Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pengguna jalan. Dalam rambu lintasan KA artinya pengendara harus berhenti sesaat (1 sampai 2 detik) ketika sampai di lintasan KA, melihat kekiri dan kanan, sebelum melanjutkan perjalanan. Perintah untuk “berhenti sesaat” ini tetap berlaku tanpa melihat apakah jalur sedang menunggu KA yang akan lewat, atau sedang kosong sama sekali. Jadi kalau lintasan sedang kosong tetapi kita terus melaju saja tanpa berhenti, maka dianggap melakukan pelanggaran lalulintas. Menyelesaikan permasalahan kelalaian yang dilakukan penjaga palang pintu kereta api, pihak PT. KAI Divre I Sumatera Utara segera mengatasinya dengan Pemeriksaan Dan Penelitian Kecelakaan Kereta Api. Adapun proses hukum Kecelakaan Kereta Api terhadap kelalaian yang dilakukan penjaga palang pintu kereta api adalah: 1) melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan, atau keterangan tentang terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian; 2) memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana di bidang perkeretaapian; 3) melakukan penggeledahan, penyegelan, dan/atau penyitaan alat-alat yang
digunakan
untuk
melakukan
tindak
pidana
di
bidang
perkeretaapian; 4) melakukan pemeriksaan tempat terjadinya tindak pidana dan tempat lain yang diduga terdapat barang bukti tindak pidana di bidang perkeretaapian; Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
5) melakukan
penyitaan
barang
bukti
tindak
pidana
di
bidang
perkeretaapian; 6) meminta keterangan dan barang bukti dari orang dan/atau badan hukum atas terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian; 7) mendatangkan ahli yang diperlukan untuk penyidikan tindak pidana di bidang perkeretaapian; 8) membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang perkeretaapian; dan 9) menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian. Undang-Undang No 23 Pasal 166 dan 167 Tahun 2007 menjelaskan tentang Asuransi Dan Ganti Kerugian terhadap kecelakaan Perkeretaapian; Pasal 166
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
wajib
mengasuransikan
tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87. Pasal 167 1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal158.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
2) Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api. Undang-Undang No 23 Pasal 187 Tahun 2007 menjelaskan tentang Ketentuan Pidana. 1) Penyelenggara
Prasarana
Perkeretaapian
yang
mengoperasikan
Prasarana Perkeretaapian umum yang tidak memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
6
(enam)
bulan
dan
pidana
denda
paling
banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama
6
(enam)
tahun
dan
pidana
denda
paling
banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Sebab-sebab terjadinya kecelakaan kereta api adalah kelalaian prasarana KA dan sarana KA, petugas sinyal, muatan penumpang dan barang, perlintasan palang pintu kereta api, rel dan lainnya. Selain itu ketidaklancaran lalu lintas perkeretaapian yang disebabkan oleh kelalaian
petugas masinis menjaga palang pintu dan tanda pelintasan kereta api juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kereta api. 2. Pertanggungjawaban penjaga palang pintu kereta api secara pidana akibat “kesalahan” yang dituduhkannya dapat dilakukan. Penyelesaian kelalaian penjaga palang pintu kereta api dilakukan melalui pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan, atau keterangan Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
tentang terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian. Sedangkan menurut pasal 193 KUHP adalah barangiapa karena salahnya, sesuatu pekerjaan untuk lalu lintas bagi umum menjadi binasa, tidak terpakai lagi atau rusak, sesuatu jalan, baik jalan di darat maupun diair, terhalang atau tindakan yang diambil untuk keselamatan bagi pekerjaan atau jalan itu jadi tidak berguna di hukum: 1) Penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau kurungan, selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyak Rp.4.500,kalau lantaran hal itu lalu lintas jadi berbahaya. 2) Penjara selama-lamanya satu tahun dan empat bulan atau kurungan selama lamanya satu tahun jika hal itu berakibat matinya orang. Dan menurut pasal 195 KUHP bahwa barangsiapa karena salahnya terjadi bahaya bagi lalu lintas umum yang memakai kekuatan uap atau kekuatan bergerak dengan memakai mesin yang lain pada jalan kereta api atau trem, maka orang itu dihukum penjara selamalamanya sembilan bulan atau kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500.
B. Saran 1. Diperlukan palang pintu lintasan dan petugas penjaganya yang harus direkrut, lintasan akan aman karena dilengkapi dengan palang pintu dan
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
ditunggu penjaga harus mulai dirubah. Perusahaan KA harus realistis cukup banyak lintasan KA yang tidak dilengkapi dengan palang pintu. 2. Lintasan KA harus dilengkapi palang pintu agar tidak terjadinya kecelakaan, dan pengendara harus berhenti sesaat ketika sampai di lintasan KA, melihat kekiri dan kanan, sebelum melanjutkan perjalanan. Perintah untuk “berhenti sesaat” ini tetap berlaku tanpa melihat apakah jalur sedang menunggu KA yang akan lewat, atau sedang kosong sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta Jakarta, 1991. Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1985. Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988. D. Schaffmeister, etc (ed) J. E. Sahetapy, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P & K, Liberty Yogyakarta, 1995 Masruchin Ruba, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, IKIP Malang, 1996. Martiman Prodjohamodjojo, Memahami Dasa – dasar Hukum Pidana Indonesia, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1996. M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Lubis, T.Mulya, Hukum dan Ekonomi, Jakarta : Sinar Harapan, 1992. Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
P. A. F Lamintang, Hukum Penintensier Indonesia, Amico, Bandung, 1984. Romli Atmasasmita. Strategi Pembinaan Hukum, Alumni FH-UI. Jakarta. 1992. Setijowarno, Djoko, Perlu Revolusi Mental PT KAI, Harian Kompas 29 Mei 2002 Soerjono Soekanto, Pokok – Pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997 Syafruddin Kalo, Aspek Kebijakan penegakan dan pengembangan Hukum Pidana, Rineka Cipta Jakarta, 1991
PERUNDANG-UNDANGAN: Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, lembaran Negara Tahun 1992
Undang-Undang No 23 Pasal 125 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian ARTIKEL dan SITUS INTERNET http://www.kereta-api.com http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008050501412033 http://www.dephub.go.id www.antarasumut.com Suara Merdeka, Direksi PT KAI Harus Lulus Tes, 30 Desember 2001.
Sesy Septiana Sembiring : Tindak Pidana Kelalaian Penjaga Palang Pintu Kereta Api Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi : PT. (Persero) KAI Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009