Tim Atlet Denali Pendiri Wanala
Bertemu
UNAIR NEWS – Sebelum menuju Amerika Serikat untuk mendaki Gunung Mc. Kinley, tim atlet beserta anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga menyambangi alumni. Pertemuan itu dilakukan di Jakarta pada Minggu (14/5) lalu. Muhammad Faishal Tamimi, ketua ekspedisi sekaligus atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX), mengatakan para alumnus merupakan penoreh sejarah yang melahirkan UKM Wanala pada 43 tahun lalu. Pertemuan dengan para senior memberikan kesan tersendiri bagi tim Wanala. Perbedaan umur, generasi, zaman, teknologi, maupun pergaulan memang sudah terpaut jauh. Namun, pertemuan antara para senior dan junior seakan melipat jarak perbedaan. “Sebelumnya pada waktu upacara pemberangkatan 8 Mei, kami bertemu dengan pendiri organisasi mas Machsus. Sudah 43 tahun umur Wanala saat ini, dan sudah 43 tahun pula perbedaan generasi yang terlewati. Namun, beliau tetap bangga mengenakan identitas jaket oranye khas Wanala UNAIR,” tambah Faishal. Dalam pertemuan tersebut, hadir pula alumnus Wanala dari berbagai angkatan. Selain Machsus, ada pula Ibnu Purna, Dwi Sulistyo Cahyo, dan Rudy. Para alumnus tersebut berbagi motivasi dan cerita kepada para atlet dan anggota Wanala lainnya. “Di sinilah kalian berproses, di Wanala semuanya saya dapatkan, jika kalian bersungguh-sungguh berorganisasi nanti akan kalian rasakan efeknya seperti yang sudah kami lalui. Berhati-hatilah ketika mendaki Denali nanti sebab cuaca di sana saat ini sedang tidak dapat diprediksi,” tutur Rudy.
Selain itu, para alumnus juga berharap agar kekeluargaan antar anggota dan senior tak pernah putus. Di samping mempererat silaturahim, kerekatan antar anggota dan senior dapat dimanfaatkan untuk transfer ilmu. “Kami ini selaku ALB (anggota luar biasa), meskipun sudah tidak berkecimpung lagi, namun masih terbuka untuk transfer ilmu supaya tidak putus dalam satu generasi,” terang Dwi. Pertemuan antara alumni dan anggota UKM Wanala terjadi selang dua hari usai upacara pelepasan. Sembilan anggota tim ekspedisi berangkat menuju Jakarta pada Rabu (10/5). Selama di Jakarta, tim ekspedisi bertemu dengan para alumnus, melakukan berbagai cek peralatan, dan pembinaan jasmani. Setelah selama lima hari berada di Jakarta, pada Selasa (16/5) malam, tim atlet AIDeX dijadwalkan bertolak ke Bandara Anchorage, Alaska, untuk mempersiapkan diri dan mendaki gunung setinggi 20.000 kaki itu. Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota UKM Wanala. Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah tim digapai adalah Puncak Cartens, Gunung Jaya Wijaya (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).
Elbrus
Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven summits mereka. Penulis: Wahyu Nur Wahid (anggota tim AIDeX) Editor: Defrina Sukma S
Inilah Latihan Terakhir Atlet Wanala Sebelum Pergi ke Denali UNAIR NEWS – Persiapan para calon atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX), Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga, memasuki tahap akhir. Pada tanggal 22 sampai 29 Maret 2017 lalu, mereka melaksanakan try out ketiga atau terakhir di Gunung Argopuro dan Bromo selama seminggu. Latihan
kali
ini
diikuti
oleh
Muhammad
Faishal
Tamimi
(alumnus), Mochammad Roby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus). Mereka didampingi oleh salah satu summiters organisasi mahasiswa pecinta alam Universitas Katolik Parahyangan, Sofyan Arief Vesa. “Latihan ke tiga ini untuk mengetahui sejauh mana kesiapan fisik, penguasaan teknik dan kerjasama tim untuk mendaki Gunung Denali,” terang Roby, ketua operasional AIDeX dan salah satu calon atlet. Para calon atlet berangkat dari Surabaya pada tanggal 21 Maret menuju Pos Baderan Situbondo. Setelah menyelesaikan administrasi, keesokan harinya mereka menuju titik Mata Air 1 yang ditempuh selama hampir enam jam. Mereka membawa beban yang proporsional sesuai berat badan masing-masing. Roby membawa beban seberat 38 kilogram, Faishal 32 kg, dan Yasak 30 kg. Keesokan harinya, tim melanjutkan perjalanan menuju Cisentor sepanjang 15,2 kilometer. Keempat orang tersebut dibagi menjadi dua tim yakni Yasak dan Sofyan, serta Roby dan Faishal. Mereka dilatih untuk berjalan nonstop di atas waktu 12 jam. Sebab, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak adalah 12 jam. Tim Yasak-Sofyan berhasil mencapai
Cisentor dalam waktu 11 jam 42 menit, sedangkan tim RobyFaishal 14 jam 56 menit. Dari Cisentor, mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Alunalun Lonceng yang berjarak 5,7 kilometer. Rencananya, mereka menuju Rengganis dan Argopuro dengan teknik moving together. Teknik moving together adalah mendaki bersama-sama yang dihubungkan dengan tali. “Plan (rencana) awalnya mau ke Rengganis dan Argopuro pakai moving together, namun karena melihat kondisi yang tidak sama dengan plan, akhirnya ditunda,” tutur Sofyan. Pada tanggal 25 maret, tim melakukan pendakian menuju puncak Argopuro dan dilanjutkan turun ke Desa Bremi, Probolinggo dengan lama perjalanan selama 11 jam 41 menit. Selama perjalanan, cuaca tengah tak bersahabat. Sejak pagi, tim harus menerjang kabut tebal, dan berkawan dengan hujan yang turun hampir setiap sore. Keesokan harinya, ketika tiba di Bromo, mereka beristirahat sejenak untuk menjaga dan mengembalikan stamina setelah berjalan seharian. Ketika di Bromo, para calon atlet melakukan simulasi di medan salju. Mereka menggunakan peralatan-peralatan seperti crampon, kampak es, pengaman-pengaman salju seperti jangkar. “Fungsinya adalah untuk mengenalkan dan membiasakan mereka untuk menggunakan peralatan di medan bersalju,” terang Faishal. Mereka kembali berlatih teknik moving together, melakukan sledding atau menarik kereta luncur dengan ban, dan simulasi rescue atau penyelamatan diri. Selama berlatih di Argopuro dan Bromo, mereka melakukan evaluasi diri dan kerjasama tim. Menurut Sofyan selaku pendamping, kondisi fisik masing-masing individu sudah siap untuk melakukan pendakian ke Denali. Selain itu, kerjasama dan kekompakan tim sangat erat. Hanya saja, mereka perlu lebih giat berlatih dengan penggunaan peralatan dan teknik pendakian di medan bersalju.
Menurut Faishal, meski latihan uji coba di area pegunungan sudah berakhir, para calon atlet AIDeX akan tetap berlatih fisik secara rutin. Rencananya, nama-nama para atlet terpilih akan diumumkan tanggal 4 April 2017 mendatang. Penulis: Wahyu Nur Wahid Editor: Defrina Sukma S
Bersiap Menuju Denali, Para Atlet Seret Ban Truk di Cangar UNAIR NEWS – Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga (WANALA) yang tergabung dalam tim Airlangga Indonesia Denali Exepedition (AIDEX) kembali menempa fisik. Kali ini, calon atlet AIDEX berlatih melakukan teknik sledding (menyeret ban truk) dan menggendong beban di jalanan menanjak penuh tikungan di Cangar, Pacet, Mojokerto. Pelatihan yang dilakukan, Sabtu (11/2), ini merupakan aktivitas pengganti trail running yang biasanya dilaksanakan dua minggu sekali di kawasan Gunung Arjuno. Kegiatan sledd ini diikuti oleh 4 orang calon atlet, yaitu Septian Rio, Muhammad Faishal Tamimi, Yasak, Moch Roby Yahya. Selain tim atlet ada pula tim pendukung dari anggota WANALA yaitu Ignatius Cristian Wicaksono (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Novi Dwanty (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), Panji Layang (Fakultas Ilmu Budaya), Nahdiyatul Ifa (Fakultas Vokasi), serta Revin Gilang (FIB). Para calon atlet mulai mendaki pada ketinggian 678 meter di
atas permukaan laut (mdpl), sedangkan titik akhir berada di ketinggian 1.610 mdpl. Para atlet harus menempuh jarak sejauh 19,6 kilometer dari bumi perkemahan Obech ke Pemandian Air Panas Cangar. “Sledd ini dimulai dari Basecamp obech camping ground Pacet menuju pemandian air panas Cangar dan kembali lagi ke titik start,” terang Faishal. Menurut Faishal, tim operasional ini bertugas untuk menyertai para calon atlet karena kondisi wilayah Cangar yang cukup ramai. Selain itu, tim operasional juga berperan sebagai tim medis, dokumentasi kegiatan, dan konsumsi. “Pada pukul 07.00 tim melakukan sarapan pagi, kemudian pukul 07.45 tim melakukan pemanasan dilanjutkan dengan doa dan mulai start kegiatan mountaineering ini pada jam 7.56 pagi dengan cuaca mendung mesra dengan kondisi berkabut. Namun, pada jam 10 pagi, cuaca sangat tidak mendukung dengan adanya hujan angin yang cukup deras. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat juang para tim ekspedisi,” terang Faishal. “Tim sampai di pemandian air panas cangar pada pukul 14.04 kemudian tim melakukan makan siang dan istirahat hingga pukul 15.30 dan dilanjutkan perjalanan kembali ke basecamp hingga pukul 18.10,” imbuhnya. Berdasarkan pengukuran termometer, suhu terpanas pada waktu itu mencapai 28,9C, sedangkan suhu terdingin ketika hujan angin yaitu 19,8C. Menurut Yasak, kondisi di Cangar memang jauh berbeda dengan Denali. Namun, dengan kondisi tempat latihan yang cukup menanjak, bisa dijadikan sebagai sarana bagi para atlet berlatih. “Kondisi ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan di Alaska, bisa saja blizzard (angin keras dan dingin disertai salju, red) terjadi secara tiba-tiba, dengan cuaca ekstrem yang seperti ini mampu menambah semangat para atlet untuk tabah sampai akhir,” tutur Yasak.
Penulis: Wahyu Nur Wahid (tim AIDEX) Editor: Defrina Sukma S
Atlet Denali: Berlatih di Semeru, Berkawan dengan Hujan UNAIR NEWS – Setelah menjalani latihan selama berbulan-bulan, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga yang tergabung dalam tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEx), kembali menguji fisik dan mental dengan melakukan latihan yang ekstrim. Latihan dilakukan selama 14 hari sejak 20 November sampai 4 Desember di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Latihan fisik kali ini merupakan latihan kedua bagi atlet AIDEx. Dulunya, mereka berlatih selama delapan hari di Gunung Arjuno-Welirang. Pada latihan kedua ini, kelima calon atlet melatih beberapa teknik pendakian terutama sled atau menarik kereta luncur. “Latihan mengukur Faishal terbiasa atlet.
kedua, di TNBTS ini wajib diiikuti atlet untuk hasil peningkatan latihan selama ini,” papar M. Tamimi selaku Ketua AIDEx. “Setiap atlet harus dengan menarik beban,” ujar Rio, salah satu calon
Selama di TNBTS, keadaan cuaca menjadi salah satu tantangan bagi tim AIDEx. Cuaca di area pegunungan silih berganti. Kadang berkabut, hujan, panas, dan angin kencang. Yasak, calon atlet lainnya yang pernah menggapai puncak Elbrus
di Rusia mengatakan cuaca seperti ini tak sebanding dengan cuaca di Denali (6.190 mdpl) nanti, yang bisa saja sewaktuwaktu terjadi longsor salju, atau terjatuh ke crevarse. Tantangannya, setiap atlet harus terbiasa dengan cuaca ekstrim, membangun semangat dan tetap fokus dengan target.
Para calon atlet AIDEx yang tengah berlatih di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. (Sumber: Istimewa) Selama latihan bersahabat. Pada mereka berada di siang hingga sore
di Semeru, kondisi cuaca tidak cukup hari pertama di Semeru atau hari kesembilan TNBTS, gerimis turun di pagi hari, sedangkan terjadi hujan.
“Hujan adalah teman. Setiap siang hingga sore hari selalu gerimis atau hujan karena saat ini intensitas hujan cukup tinggi,” tutur Roby, calon atlet yang juga ketua operasional AIDEx. Akibatnya, lumut yang tumbuh subur di bebatuan sehingga para pendaki perlu ekstra hati-hati ketika melakukan summit attack di Mahameru, terutama ketika melewati Pos Watu Rajeng. Saat tim melakukan trail run melewati pos tersebut sempat terjadi longsor di kawasan yang sama.
Meski dihadapkan cuaca yang silih berganti, para atlet tetap melaksanakan summit attack ke Mahameru sebanyak enam kali sampai hari ke-13. Keesokan harinya, tim kembali pulang ke Surabaya. “Summit attack memang dilakukan berulang kali, untuk meningkatkan volume oksigen maksimal, ketahanan, manajemen kegiatan, fisik, team building serta aklimatisasi di ketinggian 3.000 mdpl dan yang terpenting menempa mental para atlet,” tutur Rio. Latihan ini merupakan bagian dari persiapan ekspedisi kelima seven summits WANALA UNAIR yang akan dilaksanakan sekitar Mei tahun 2017. Mereka akan mendaki Gunung McKinley atau Denali, puncak tertinggi di belahan bumi utara. Rencananya, tiga orang pendaki terpilih dari WANALA UNAIR akan mencoba menaklukkan gunung setinggi 20.237 kaki. Ekspedisi seven summits merupakan serangkaian pendakian ke tujuh puncak gunung tertinggi di masing-masing benua. Empat dari tujuh puncak tertinggi telah dicapai oleh tim yakni Puncak Cartenz, Gunung Jaya Wijaya, Indonesia (1994), Puncak Kilimanjaro, Tanzania (2009), Puncak Elbrus, Rusia (2011), serta puncak Aconcagua, Argentina (2013). Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven summits mereka. Penulis : Wahyu Nur Wahid Editor: Defrina Sukma S
Bersiap Menuju Denali, Atlet WANALA Seret Ban dan
‘Jatuhkan Diri’ di Bromo UNAIR NEWS – Kelima atlet anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (WANALA) Universitas Airlangga (UNAIR) yang tergabung dalam tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEx) semakin intensif mempersiapkan diri untuk pendakian ke Gunung Denali, Alaska, Mei 2017 nanti. Salah satunya, melatih kemampuan pendakian secara fisik dan mental di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS). Melakukan pendakian ke Gunung Denali, Alaska, Amerika Serikat tentu saja memerlukan persiapan fisik dan mental yang matang. Selama 14 hari, sejak 20 November sampai 4 Desember, mereka digembleng latihan berbagai teknik pendakian di kawasan Bromo. Roby Yahya, Ketua AIDEx menyatakan, pelatihan di pegunungan Bromo ini termasuk agenda kegiatan pra operasional sebelum berangkat ke Denali. Tujuannya, untuk menyiapkan fisik dan mental sekaligus menghadapi berbagai kemungkinan yang dihadapi oleh atlet saat mendaki Denali. Sebelumnya, tim juga melakukan latihan pendakian (tryout) di Gunung Arjuno-Welirang selama 8 hari. Ini merupakan salah satu pendakian terlama yang kami lakukan. Kawasan Bromo yang memiliki padang pasir luas dan ketebalan yang cukup, membuat atlet AIDEx memilih Bromo sebagai tempat menempa diri. Ditambah tumbuhnya vegetasi alam di kawasan itu, tim memanfaatkan keadaan tersebut untuk melatih berbagai teknik pendakian. Hal yang menarik dari pendakian di Denali adalah penggunaan sled (kereta luncur), karena tidak adanya porter di Alaska. Kondisi ini mengharuskan setiap atlet untuk membawa seluruh beban bawaannya masing-masing.
Tim sedang istirahat sejenak di kawasan Gunung Bromo (Sumber: Istimewa) “Untuk mengatasi sled, kami melakukan simulasi mengganti sled dengan ban, yang beratnya sekitar 15-20 kilogram,” terang Roby. Selain penggunaan sled, mereka juga melatih kemampuan simulasi jatuh (self rescue). Self rescue atau simulasi jatuh dari tempat ketinggian enam sampai sepuluh meter. Ketika atlet sudah menjatuhkan diri, mereka langsung sigap menyelamatkan diri dengan menancapkan alat di permukaan berpasir sebelum jatuh ke dasar dengan menggunakan ice axe (alat pemecah batu dan alat bantu berjalan). Ada juga simulasi tenik berjalan di permukaan bersalju dengan menggunakan crampon. Ini semacam alat bantu berjalan berbentuk paku-paku tajam yang dipasangkan di telapak sepatu dan berguna untuk mencengkram permukaan salju, sehingga mempermudah untuk berjalan di atas permukaan salju di Denali nantinya. “Latihan ini dilakukan untuk berlatih teknik pendakian di
gunung es. Sebab, medan yang berpasir mirip dengan permukaan salju. Saya rasa Bromo tempat yang ideal untuk digunakan sebagai latihan para calon atlet tim AIDEx,” tutur Yasak atlet AIDEx. Selain latihan teknik pendakian gunung es, kelima calon atlet AIDeX WANALA UNAIR juga melakukan latihan fisik dengan berlari sprint, lari naik turun bukit selama 1 jam. Sprint berawal dari base camp menuju titik B-29 di Bromo menuju puncak kawah Bromo dengan dihitung waktu. “Lari di lautan pasir ini terasa sangat berat dibandingkan lari di kota. Mungkin karena permukaan yang berpasir tebal membuat langkah terasa lebih berat. Selain itu, debu yang dihasilkan oleh hentakan langkah kaki dan tiupan angin kencang membuat pasir debu di sekitar beterbangan, sehingga terasa sesak di tenggorokan. Jadi kami juga sedia untuk memakai masker,” terang salah satu atlet AIDeX WANALA UNAIR, Septian Rio. (*) Penulis : Wahyu Nur Wahid Editor: Defrina Sukma S
Atlet Denali Latihan Tarik Ban Truk Keliling Kampus UNAIR NEWS – Mendaki Gunung Denali (6.190 mdpl) tak hanya membutuhkan keterampilan teknik pendakian yang memadai, tetapi pendaki juga harus pandai membawa beban bawaannya sendiri. Bila di gunung-gunung lainnya porter dapat ditemui dengan mudah, namun tidak bagi Denali. Ketidakberadaan porter menghendaki para pendaki untuk bisa mengatur barang bawannya sendiri.
Sedangkan, bila ditotal secara keseluruhan, beban yang dibawa pendaki untuk sampai ke puncak gunung tertinggi di Amerika Serikat bagian utara bisa mencapai 100 pon sampai 140 pon atau 50 hingga 70 kilogram. “Karena di Denali tidak ada porter, maka beban harus ditarik menggunakan kereta luncur,” terang M. Faishal Tamimi, ketua tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEX) Wanala, Universitas Airlangga. Agar misi menuju puncak gunung yang berlokasi di Amerika Serikat bagian utara bisa tercapai dengan lancar, tim AIDEX berlatih membawa beban yang ditarik menggunakan kereta luncur atau sleds. Latihan dilakukan di area kampus C UNAIR pada Minggu (30/10). Jika seluruh barang bawaan dikemas dalam ransel, besar kemungkinan setiap pendaki membawa 2 ransel karier berukuran 60 liter dan 1 tas ransel daypack 35 liter. Karena itulah, setiap pendaki Denali membagi barang bawaannya di ransel dan kereta luncur. Kereta luncur bukanlah benda asing yang ditemukan di Denali. Namun, atlet AIDEX –yang baru akan pertama kali mendaki Denali– masih merasa asing dalam menggunakan kereta luncur. Untuk mensiasati kereta luncur, selama berlatih, tim atlet mengganti kereta luncur dengan ban kendaraan truk atau kontainer dengan berat 15 hingga 20 kg. “Kegiatan ini sangat berat dan melelahkan, tidak mudah dari yang terlihat,” terang Bernat Yogi Abrian, atlet AIDEX yang juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Tak hanya Bernat yang memandang pelatihan itu tak mudah. Rio, salah satu atlet AIDEX, bahkan turut membayangkan bagaimana cara menarik kereta luncur di McKinley –sebutan lain Denali– yang medannya bervariasi dan bersalju. “Menarik ban bekas di medan datar ini saja terasa sulit, apalagi menarik kereta luncur di medan yang bervariasi dan bersalju,” terang Rio.
Dengan kondisi yang cukup berat, fisik atlet Denali juga harus terbiasa bekerja dalam tekanan dan fokus yang tinggi. Tentu saja, latihan ini harus dilakukan dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi. Mulai dari jarak 0,5 mil hingga 1 mil. Yasak, atlet AIDEX yang juga pendaki Elbrus pada tahun 2011, menuturkan pendakian di Elbrus (5.642 mdpl) menuntut atlet melewati trek menanjak selama 6 jam tanpa henti. “Ibaratnya, mendaki Elbrus, rasa capeknya dikalikan 10 kali lipat. Bila Denali, rasa capeknya mungkin bisa 15 hingga 20 kali lipat,” tutur Yasak, mahasiswa FISIP. Penulis : Wahyu Nur Wahid (anggota tim AIDEX) Editor: Defrina Sukma S
Wanala UNAIR Lakukan Kedua Kebugaran Atlet
Tes
UNAIR NEWS – Gunung Denali bukanlah mustahil untuk didaki, tapi juga bukan perkara mudah. Seorang pendaki harus mempersiapkan segalanya mulai dari materi, ilmu pendakian, fisik, serta psikologis. Bagi atlet, fisik dan mental menjadi modal utama dalam mencapai puncak tertinggi di belahan Bumi utara itu. Calon atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) kembali melakukan pemeriksaan tes kebugaran di Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, UNAIR, Rabu (26/10). Sebelumnya, tes kebugaran awal sudah dilakukan pada bulan Maret 2016 lalu. Pemeriksaan tes kali kedua ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dari tes awal dengan porsi latihan yang sudah dilakukan.
Calon atlet yang melakukan tes tengah berjumlah lima orang, yaitu M. Robby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/23 tahun), Syaifful Akbaruddin (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/23 tahun), Yasak (alumni/26 tahun), Gangga Pamadya (Fakultas Ekonomi dan Bisnis/20 tahun), dan Septian Rio (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/20 tahun). Kelimanya menjalani serangkaian tes yang terdiri dari pemeriksaan fungsi vital, tekanan darah, hingga penyerapan maksimal volume oksigen dalam tubuh saat melakukan kegiatan intensif (VO2 max). “Pemeriksaan yang dilakukan adalah fungsi vital, denyut nadi normal, tekanan darah normal, berat badan, tinggi badan, kekuatan otot punggung, lutut, tangan, flexibility atau pelentukan, reaction time dan VO2 max,” terang Lilik Herawati dr., M.Kes., selaku tim ahli bidang kesehatan. Tes kebugaran kedua berlangsung selama dua jam. Dalam pelaksanaannya, para calon atlet melakukan tes secara bergantian dengan sistem bergulir, sehingga mereka tidak perlu mengantre. Dua jam sebelum tes dimulai, tim harus sarapan terlebih dahulu, untuk menjaga stamina calon atlet.
Foto Bersama Calon Atlet dengan Lilik Herawati (Baju Kuning) di Laboratorium Ilmu FAAL FK UNAIR (Foto: Istimewa) “Sehari sebelum pemeriksaan kami disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dan istirahat maksimal selama 8 jam agar hasil yang diperoleh bisa maksimal,” jelas Robby. Hasil tes kebugaran kedua ini akan digunakan sebagai pembanding hasil tes pertama untuk melihat perkembangan fisik dengan porsi latihan dari tes pertama hingga saat ini. Nantinya, dari hasil tersebut, tim akan menentukan porsi latihan ke depan, apakah porsi latihan perlu ditambah atau dikurangi. Sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat, tes kebugaran akan berlangsung selama tiga kali. Rencananya, tes ketiga akan berlangsung trimester awal tahun 2017. Tim atlet AIDeX dipastikan akan berangkat ke Denali pada pertengahan tahun 2017. Rencananya, tiga orang pendaki terpilih dari WANALA UNAIR akan mencoba menapaki puncak gunung setinggi 20.237 kaki atau 6.168 meter di atas permukaan laut tersebut.
Penulis: Wahyu Nur Wahid (Tim AIDeX WANALA UNAIR/mahasiswa FISIP) Editor: Defrina Sukma S
Menuju Denali, Tim Atlet WANALA UNAIR Jalani Pemeriksaan Kesehatan UNAIR NEWS – Mencapai puncak salah satu gunung tertinggi dunia bukanlah perkara mudah. Seseorang perlu mempersiapkan keadaan fisik dan mental untuk dapat mencapai puncak dan kembali dalam keadaan selamat. Begitu pun dengan para anggota mahasiswa pencinta alam Universitas Airlangga (WANALA UNAIR) yang berencana mendaki puncak Gunung McKinley atau Denali di Amerika Serikat. Tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEX) memeriksakan kesehatan fisik ke Rumah Sakit Pendidikan UNAIR, Senin (16/5). Pemeriksaan kesehatan ini merupakan pertama kalinya yang dilakukan oleh tim AIDEX. Ada pun tim atlet yang terdaftar untuk menjalani pemeriksaan kesehatan berjumlah delapan orang, yaitu M. Robby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/23 tahun), M. Faishal Tamimi (Fakultas Vokasi/22 tahun), Syaiful Akbaruddin (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/23 tahun), Wahyu Nur Wahid (FISIP/23 tahun), Bernat Yogi Abrian (FISIP/21 tahun), Yasak (FISIP/26 tahun), Gangga Pamadya (Fakultas Ekonomi dan Bisnis/20 tahun), dan Suci Wulandari (FISIP/23 tahun). “Ini merupakan medical checkup kami yang pertama. Medical checkup pertama ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
kesehatan dan kemampuan fisik tim atlet sebelum mereka menjalani serangkaian pelatihan nantinya,” terang Roby. Sehari sebelum pemeriksaan, tim AIDEX diminta untuk tidak melakukan aktivitas berat dalam rentang waktu 24 jam. Selain itu, tim juga diminta untuk berpuasa sejak pukul 22.00 WIB hingga menjalani medical check up. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pemeriksaan alergi, pengukuran tinggi badan dan tekanan darah. Kedua, pengambilan sampel darah dan urin. Setelah pengambilan darah dan urin, dr. Wasis, selaku dokter pendamping tim atlet AIDEX menyarankan agar tim untuk makan siang dan minum selama 20 menit. Pada tahap terakhir pemeriksaan, tim atlet AIDEX menjalani pemeriksaan faal paru-paru di ruang Poli Paru, RS UNAIR. Mengingat target pendakian adalah Denali dengan ketinggian mencapai 6196 mdpl, penting bagi tim atlet AIDEX untuk mengetahui kemampuan paru-paru tiap atlet. Sebab, dengan ketinggian diatas 6000 mdpl disertai suhu udara yang sangat dingin, kemungkinan seseorang untuk mengalami edema paru sangat tinggi. Pada tes kemampuan paru-paru, setiap atlet diminta untuk memasukkan sebuah alat berbentuk pipa ke dalam mulut. Hidung ditutup sehingga udara dihirup melalui alat yang terpasang pada mulut dan sesuai dengan instruksi dokter. Walau terlihat mudah, pada kenyataannya sebagian besar tim atlet harus mengulang beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang valid. Hasil pemeriksaan kesehatan ini nantinya akan digunakan oleh tim atlet sebagai acuan guna mengetahui perkembangan fisiknya selama menjalani masa pelatihan hingga menjelang pendakian. Rencananya, tim atlet akan menjalani pemeriksaan kesehatan sebanyak tiga kali. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan pertama, mereka akan memulai latihan pendakian di sejumlah gunung yang memiliki
kriteria pendakian yang hampir sama dengan Denali. Salah satu gunung yang digunakan untuk latihan adalah Island Peak di Nepal. Penulis: Ramadhanty Arish Syahputri (anggota WANALA UNAIR) Editor: Defrina Sukma S.