Wanala UNAIR Lakukan Kedua Kebugaran Atlet
Tes
UNAIR NEWS – Gunung Denali bukanlah mustahil untuk didaki, tapi juga bukan perkara mudah. Seorang pendaki harus mempersiapkan segalanya mulai dari materi, ilmu pendakian, fisik, serta psikologis. Bagi atlet, fisik dan mental menjadi modal utama dalam mencapai puncak tertinggi di belahan Bumi utara itu. Calon atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) kembali melakukan pemeriksaan tes kebugaran di Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, UNAIR, Rabu (26/10). Sebelumnya, tes kebugaran awal sudah dilakukan pada bulan Maret 2016 lalu. Pemeriksaan tes kali kedua ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dari tes awal dengan porsi latihan yang sudah dilakukan. Calon atlet yang melakukan tes tengah berjumlah lima orang, yaitu M. Robby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/23 tahun), Syaifful Akbaruddin (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/23 tahun), Yasak (alumni/26 tahun), Gangga Pamadya (Fakultas Ekonomi dan Bisnis/20 tahun), dan Septian Rio (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/20 tahun). Kelimanya menjalani serangkaian tes yang terdiri dari pemeriksaan fungsi vital, tekanan darah, hingga penyerapan maksimal volume oksigen dalam tubuh saat melakukan kegiatan intensif (VO2 max). “Pemeriksaan yang dilakukan adalah fungsi vital, denyut nadi normal, tekanan darah normal, berat badan, tinggi badan, kekuatan otot punggung, lutut, tangan, flexibility atau pelentukan, reaction time dan VO2 max,” terang Lilik Herawati dr., M.Kes., selaku tim ahli bidang kesehatan. Tes
kebugaran
kedua
berlangsung
selama
dua
jam.
Dalam
pelaksanaannya, para calon atlet melakukan tes secara bergantian dengan sistem bergulir, sehingga mereka tidak perlu mengantre. Dua jam sebelum tes dimulai, tim harus sarapan terlebih dahulu, untuk menjaga stamina calon atlet.
Foto Bersama Calon Atlet dengan Lilik Herawati (Baju Kuning) di Laboratorium Ilmu FAAL FK UNAIR (Foto: Istimewa) “Sehari sebelum pemeriksaan kami disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dan istirahat maksimal selama 8 jam agar hasil yang diperoleh bisa maksimal,” jelas Robby. Hasil tes kebugaran kedua ini akan digunakan sebagai pembanding hasil tes pertama untuk melihat perkembangan fisik dengan porsi latihan dari tes pertama hingga saat ini. Nantinya, dari hasil tersebut, tim akan menentukan porsi latihan ke depan, apakah porsi latihan perlu ditambah atau dikurangi. Sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat, tes kebugaran akan berlangsung selama tiga kali. Rencananya, tes ketiga akan berlangsung trimester awal tahun 2017. Tim atlet AIDeX dipastikan akan berangkat ke Denali pada
pertengahan tahun 2017. Rencananya, tiga orang pendaki terpilih dari WANALA UNAIR akan mencoba menapaki puncak gunung setinggi 20.237 kaki atau 6.168 meter di atas permukaan laut tersebut. Penulis: Wahyu Nur Wahid (Tim AIDeX WANALA UNAIR/mahasiswa FISIP) Editor: Defrina Sukma S
WANALA Goes To Denali: Daki Welirang Demi Hindari Penyakit Ketinggian UNAIR NEWS – Penyakit ketinggian atau yang biasa dikenal dengan altitude mountain sickness (AMS) adalah salah satu bahaya yang kerap menyerang para pendaki gunung. Data mencatat sekitar 80 persen korban meninggal akibat penyakit ketinggian berasal dari grup pendakian yang telah terorganisir dengan baik. Penyakit ketinggian biasanya muncul akibat badan tidak bisa beradaptasi pada ketinggian tertentu. Ketidakmampuan itu mengakibatkan banyak cairan berkumpul di sel-sel tubuh. Apabila cairan menyerang otak akan menyebabkan penyakit edema otak (cerebral oedema), dan edema paru-paru (pulmonary oedema) bila menyerang paru-paru. Penyakit ketinggian mulai menyerang pendaki pada ketinggian 2.800 mdpl, tergantung kemampuan adaptasi tubuh. Tanda awal yang tampak pada pendaki biasanya muncul gejala pusing berkepanjangan, hilang nafsu makan, mual, muntah, dan sesak nafas. Bila gejala itu tidak segera diatasi, bisa terjadi
kematian. Demi menghindari bahaya penyakit ketinggian saat mendaki Gunung Denali (6.168 mdpl), Alaska, Amerika Serikat pada Juni 2017 mendatang, tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEX) 2017, Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (WANALA) melakukan latihan di Gunung Arjuna – Welirang selama delapan hari pada tanggal 1 – 8 Agustus. Selama delapan hari di Arjuna – Welirang, tubuh pendaki diajak untuk beradaptasi di tempat dengan kadar oksigen rendah. Tim AIDEX melatih fisik mereka untuk menghindari penyakit ketinggian, yaitu dengan cara teknik aklimatisasi. Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh terhadap kadar oksigen yang tipis di ketinggian. “AMS dapat dihindari dengan cara aklimatisasi. Oleh karena itu, agar tak terserang AMS, saat pendakian pendaki tidak boleh terlalu memaksakan tenaga dan harus menjaga tubuh agar tidak kekurangan cairan atau dehidrasi ,” terang Ketua AIDEX M. Faishal Tamimi. Denali merupakan puncak ketiga tertinggi dalam seven summits setelah Everest (8850 mdpl) dan Aconcagua (6962 mdpl). Lazimnya, puncak gunung Denali yang berada di ketinggian 6.168 mdpl itu hanya memiliki kadar oksigen berkisar 40% dengan suhu -40° Celcius. Menghadapi fakta itu, saat sesi latihan di Arjuna – Welirang, tim AIDEX diwajibkan untuk beraklimatisasi dengan menetap di ketinggian 3.000 mdpl untuk melatih sistem metabolisme. Selain itu, tim AIDEX juga ditarget untuk menyelesaikan pendakian rute Pet Bocor (pos awal) – Pondokan (pos pendakian terakhir) – Puncak Arjuna sebagai latihan fisik dengan lari pulang pergi di bawah waktu 8 jam. Ternyata, ada salah seorang anggota tim yang mengaku terserang gejala awal penyakit ketinggian. “Di hari keempat, saya sering pusing dan tidak enak makan. Mungkin karena tidak terbiasa
hidup lama di gunung apalagi camp di ketinggian 3.000 mdpl,” ujar Wahyu Nur Wahid, anggota AIDEX Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Meski ada kendala, latihan dengan teknik aklimatisasi mutlak dilakukan agar tubuh memiliki kemampuan untuk beradaptasi di tempat yang memiliki kadar oksigen rendah. Tim AIDEX beranggotakan lima orang calon atlet yang berstatus mahasiswa UNAIR. Mereka antara lain Faishal (Fakultas Sains dan Teknologi), M. Roby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan), Wahyu Nur Wahid (FISIP), Gangga Pamadya Bagaskara (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), dan Yasak (FISIP). Lewat proyek pendakian ini, tim AIDEX ingin mengobarkan semangat pemuda Indonesia untuk berprestasi di kancah internasional. (*) Penulis: Wahyu Nur Wahid (anggota tim AIDEX) Editor: Defrina Sukma S.
Wanala UNAIR Bina Life Sport Climbing untuk Anak-Anak Sekitar Kampus UNAIR NEWS – Pasca sukses menyelenggarakan lomba berkelas nasional ”Wanala Climbing Competition” (WCC) April 2016 lalu, UKM Mahasiswa Pecinta Alam (Wanala) Universitas Airlangga tidak tinggal diam dalam euforia. Ternyata sudah cukup lama UKM Wanala UNAIR ini juga mempunyai siswa binaan dalam kegiatan olahraga panjat tebing. WCC tersebut diselenggarakan dalam rangkaian Wanala Nature Festival (Wanafest) untuk
memperingati HUT ke-42 UKM Wanala. ”Ada sekitar 20 anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) dari warga sekitar kampus C, yaitu warga Kelurahan Mulyorejo dan Kalijudan yang ikut latihan disini. Klub binaan ini kami namakan LSC (Life Sport Climbing),” kata Bernart Yogi Abrian, Ketua Umum UKM Wanala UNAIR kepada UNAIRNews belum lama ini. Sasarannya, selain sebagai pengabdian mahasiswa juga untuk memasyarakatkan olahraga panjat tebing, yakni sebagai pembibitan/pengkaderan. Apalagi di kampus C UNAIR di Mulyorejo ini juga tersedia papan panjat tebing atau Wall Climbing Wanala yang cukup bagus dan representatif. Sehingga sekaligus pembinaan atlet usia dini itu untuk memaksimalkan ketersediaan fasilitas yang ada untuk dimanfaatkan. Dikatakan oleh Bernart, latihan anak-anak itu disediakan pada hari Senin, Rabu dan Jumat mulai pukul 15.00. Instruktur atau pelatihnya juga dari anggota UKM Wanala yang menekuni olahraga panjat tebing ini. Sedangkan peralatan yang digunakan juga memanfaatkan alat-alat panjat yang sudah dimiliki UKM Wanala.
Satu diantara 20 anak anggota LSC, ketika mengikuti kejurnas Wanala Climbing Competition (WCC) April 2016 lalu. (foto: Alifian Sukma) Diantara anggota LSC Wanala UNAIR juga ada yang meraih prestasi dalam kejuaraan WCC tersebut. Misalnya di nomor Lead U-12 Putera (usia dibawah 12 tahun) Anfias Splendida (Wanala UNAIR/SDN Mulyorejo 1 Surabaya) meraih medali perunggu. Kemudian dari Tim Wanala UNAIR sendiri yang meraih prestasi pada kejurnas WCC tersebut di Nomor Lead U-16 Putera: M Ryan Alfiandi (Wanala UNAIR) meraih medali emas. M Ryan juga merebut medali perunggu di nomor Lead Umum Putera. Kemudian Risky Bin Isnaini juga meraih medali perunggu di Nomor Lead Umum Puteri. (*) Penulis: Bambang Bes
Menuju Denali, Tim Atlet WANALA UNAIR Jalani Pemeriksaan Kesehatan UNAIR NEWS – Mencapai puncak salah satu gunung tertinggi dunia bukanlah perkara mudah. Seseorang perlu mempersiapkan keadaan fisik dan mental untuk dapat mencapai puncak dan kembali dalam keadaan selamat. Begitu pun dengan para anggota mahasiswa pencinta alam Universitas Airlangga (WANALA UNAIR) yang berencana mendaki puncak Gunung McKinley atau Denali di Amerika Serikat. Tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEX) memeriksakan kesehatan fisik ke Rumah Sakit Pendidikan UNAIR, Senin (16/5). Pemeriksaan kesehatan ini merupakan pertama kalinya yang dilakukan oleh tim AIDEX. Ada pun tim atlet yang terdaftar untuk menjalani pemeriksaan kesehatan berjumlah delapan orang, yaitu M. Robby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/23 tahun), M. Faishal Tamimi (Fakultas Vokasi/22 tahun), Syaiful Akbaruddin (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/23 tahun), Wahyu Nur Wahid (FISIP/23 tahun), Bernat Yogi Abrian (FISIP/21 tahun), Yasak (FISIP/26 tahun), Gangga Pamadya (Fakultas Ekonomi dan Bisnis/20 tahun), dan Suci Wulandari (FISIP/23 tahun). “Ini merupakan medical checkup kami yang pertama. Medical checkup pertama ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan dan kemampuan fisik tim atlet sebelum mereka menjalani serangkaian pelatihan nantinya,” terang Roby. Sehari sebelum pemeriksaan, tim AIDEX diminta untuk tidak melakukan aktivitas berat dalam rentang waktu 24 jam. Selain
itu, tim juga diminta untuk berpuasa sejak pukul 22.00 WIB hingga menjalani medical check up. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pemeriksaan alergi, pengukuran tinggi badan dan tekanan darah. Kedua, pengambilan sampel darah dan urin. Setelah pengambilan darah dan urin, dr. Wasis, selaku dokter pendamping tim atlet AIDEX menyarankan agar tim untuk makan siang dan minum selama 20 menit. Pada tahap terakhir pemeriksaan, tim atlet AIDEX menjalani pemeriksaan faal paru-paru di ruang Poli Paru, RS UNAIR. Mengingat target pendakian adalah Denali dengan ketinggian mencapai 6196 mdpl, penting bagi tim atlet AIDEX untuk mengetahui kemampuan paru-paru tiap atlet. Sebab, dengan ketinggian diatas 6000 mdpl disertai suhu udara yang sangat dingin, kemungkinan seseorang untuk mengalami edema paru sangat tinggi. Pada tes kemampuan paru-paru, setiap atlet diminta untuk memasukkan sebuah alat berbentuk pipa ke dalam mulut. Hidung ditutup sehingga udara dihirup melalui alat yang terpasang pada mulut dan sesuai dengan instruksi dokter. Walau terlihat mudah, pada kenyataannya sebagian besar tim atlet harus mengulang beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang valid. Hasil pemeriksaan kesehatan ini nantinya akan digunakan oleh tim atlet sebagai acuan guna mengetahui perkembangan fisiknya selama menjalani masa pelatihan hingga menjelang pendakian. Rencananya, tim atlet akan menjalani pemeriksaan kesehatan sebanyak tiga kali. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan pertama, mereka akan memulai latihan pendakian di sejumlah gunung yang memiliki kriteria pendakian yang hampir sama dengan Denali. Salah satu gunung yang digunakan untuk latihan adalah Island Peak di Nepal. Penulis: Ramadhanty Arish Syahputri (anggota WANALA UNAIR)
Editor: Defrina Sukma S.
Green Running WANALA, Ajak Masyarakat Berolahraga Sambil Peduli Lingkungan UNAIR NEWS – Berolahraga sambil menyadari bahwa isu lingkungan itu patut untuk diperhatikan. Itulah yang menjadi alasan bagi para anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Airlangga (UKM WANALA UNAIR) dalam menyelenggarakan acara ‘Green Running: Surabaya Bebas Sampah 2020’. Kegiatan lari yang dilepas Sabtu (16/4) petang (pukul 16.00) sore ini tadi diikuti oleh 157 peserta lari yang terdiri dari berbagai komunitas pelari penghobi olahraga lari di Kota Surabaya. Rute yang ditempuh oleh pelari, sebagaimana yang ditetapkan panitia, berjarak lima kilometer dengan rute tempuh Kampus C UNAIR menuju ke pertigaan arah Kenjeran dan kembali ke Kampus C UNAIR. Alasan peserta yang mengikuti acara green running itu cukup beragam. Namun, sebagian besar diantaranya pasti memiliki hobi lari. Andika, peserta green running dari salah satu komunitras pelari di Surabaya, mengatakan bahwa dia sudah terbiasa mengikuti kegiatan lari sehingga ia pun ikut menjajal kegiatan green running yang diadakan oleh WANALA UNAIR. “(Saya) sudah biasa ikutan lari 12 kilometer dan 13 kilometer. Terakhir, saya mengikuti kegiatan lari di Solo. (Saya) ikut acara lari ini karena memang hobi,” tutur Andika, pelari cilik kelas V Sekolah Dasar di Surabaya ini.
Senada dengan hobi lari yang digeluti oleh Andika, Jessica salah satu peserta green running ini cukup sering mengikuti kegiatan lari. “Jadi, ya, tidak ada salahnya untuk mengikuti acara green running yang diadakan oleh WANALA UNAIR ini,” tutur Jessica yang juga alumni Fakultas Psikologi UNAIR ini. Persoalan lingkungan yang dijadikan tema oleh panitia WANALA UNAIR ini bukan tanpa alasan. Panitia green running WANALA UNAIR menyediakan satu botol tumbler (sejenis botol yang bisa dipakai berkali-kali) yang wajib dibawa oleh setiap peserta lari. Bukankah lari sambil membawa botol tumbler menyusahkan? “Acara green running ini bukan sebuah kompetisi lari yang cepat yang menang, tetapi kami mengajak peserta lari untuk membiasakan diri mengurangi sampah botol plastik. Memang agak susah, ya, tetapi kami berharap bahwa mereka tidak terburuburu karena ini memang bukan kompetisi,” tutur Weni Pamulatsih, salah satu panitia green running WANALA UNAIR. Weni menambahkan bahwa panitia green running menyediakan galon air isi ulang di dua titik yakni di Kampus C dan di tengahtengah rute. Selain acara lari, ada juga bazar dan pentas musik yang disediakan oleh panitia WANALA UNAIR. stan bazar dipenuhi oleh komunitas yang bergerak di bidang lingkungan hidup, dan stan sponsor minuman susu. Kegiatan lari sore merupakan rangkaian peringatan ulang tahun ke-42 WANALA UNAIR yang bertajuk ‘WANAFEST” (Wanala Nature Festival). Selain kegiatan lari, anggota WANALA UNAIR juga sudah sukses mengadakan seminar ekoturisme, pengabdian masyarakat di Desa Ranupani, Jawa Timur, dan perlombaan panjat tebing. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Bambang BES
PATAGA Climbing School Rebut Medali Terbanyak Wanala Climbing Competition UNAIR NEWS – Pernyataan puas dan peringai senang dipancarkan dari wajah-wajah anggota Wanala (Mahasiswa Pecinta Alam) Universitas Airlangga, Minggu (10/4) malam kemarin. Bukan karena meraih sesuatu juara, tetapi karena sukses melaksanakan lomba panjat tebing berkelas nasional: ”Wanala Climbing Competition” (WCC) 2016. Lomba yang digelar sejak Jumat (8/4), dalam rangkaian Wanala Nature Festival (Wanafest) memperingati HUT ke-42 UKM Wanala. Dilaksanakan di Wall Climbing Wanala, kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo Surabaya itu diikuti 188 atlet dari berbagai provinsi. PATAGA Climbing School (Surabaya), tercatat yang paling berhasil dalam kejuaraan ini. Dari sembilan nomor yang diperlombakan, atlet PATAGA menjuarai (medali emas) di tiga nomor, yaitu nomor Lead Umum Putera dan di nomor Lead MAPALA Putera, keduanya atas nama Evall Septy Jawara. Satu lagi di nomor Lead U-16 Puteri atas nama Pradeva Adelia. Acara penutupan kemarin dilakukan oleh Koordinator Minat, Bakat dan Prestasi Direktorat Kemahasiswaan UNAIR, Deni Yasmara S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB. Dalam sambutannya ia berharap kegiatan ini teragenda dan bisa diselenggarakan lagi tahun depan dengan prestasi yang lebih baik dari penyelenggaraan perdana ini. Ia juga menyatakan terima kasih kepada panitia dan pihak lain yang berpartisipasi dan mensukseskan WCC 2016 ini yang menyediakan hadian total Rp 25 juta (bukan Rp 20 juta seperti berita sebelumnya – Red).
Sedangkan Ketua Umum Wanala UNAIR Bernat Yogi Abrian, menyatakan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kejuaraan ini, baik kepada sponsor (Semen Indonesia dan Eiger), Direktorat Kemahasiswaan UNAIR, Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kota Surabaya, anggota Wanala, dan pihak lain yang berpartisipasi. “Terutama kepada FPTI Surabaya yang memberi masukan dan pengarahannya menjelang dan saat pelaksanaan lomba,” kata Bernat.
Panitia WCC 2016 Wanala UNAIR bersama beberapa juara diabadikan bersama seusai penutupan Lomba WCC 2016, Minggu (10/4) malam di kampus C UNAIR. (Foto: Asih Saraswati) Seperti dikatakan Moch Effendi, Ketua FPTI Surabaya, diikuti oleh 188 atlet itu merupakan bukti suksesnya panitia. Apalagi event ini merupakan yang pertama diselenggarakan oleh Wanala UNAIR sejak 42 tahun berdiri. Banyaknya peserta juga menandakan bahwa olahraga panjat tebing sudah banyak digemari masyarakat. Terbukti klub dari berbagai wilayah datang ke UNAIR, seperti dari Aceh, Bangka Belitung, Samarinda (Kaltim), dan beberapa daerah di Jatim. DAFTAR JUARA: Pada nomor perlombaan Lead U-12 Putera (usia dibawah 12
tahun): Medali Emas, oleh Antasyafi Robby Al-Hilmi, Medali Perak oleh Mohamad Wildan AA (Sportif Climbing Club), Medali Perunggu oleh Anfias Splendida (Wanala UNAIR/SDN Mulyorejo 1 Surabaya). Nomor Lead U-12 Puteri: Emas oleh Nur Ismatul Sakdia (Sweladiri Semen Indonesia), Perak oleh Askia Ashazahra (Rock Hobbies Centre), dan Perunggu diraih Linaas Nuur Ghoni (Rock Hobbies Centre). Nomor Lead U-16 Putera: M Ryan Alfiandi (Wanala UNAIR), Perak oleh Ade Candra Dinata (FPTI Lamongan), dan medali perunggu disabet oleh Alamsyah Cahya (RHC Makalu). Lead U-16 Puteri: Emas direbut Pradeva Adelia (Pataga Climbing School), Perak disabet oleh Natalia Desty P (Pataga Climbing School), dan medali Perunggu oleh Anastasya NL (FPTI Kota Probolinggo). Nomor Lead U-19 Putera: Medali Emas diraih Alvan Sandi P (FPTI Kota Blitar), Perak oleh Yohannes Angel (Salamandra), dan medali Perunggu oleh Septi Arfiandani Zain (RHC/Swelagiri). Nomor Lead U-19 Puteri: Emas disabet oleh Miftahul Roifah (CIX Outdoor Adventurer), Perak direbut Yulia Puji Lestari (FPTI Kota Blitar), dan medali Perunggu oleh Rafika Siska (FPTI Kota Probolinggo). Lead Umum Putera: Medali emas diraih oleh Evall Septy Jawara (Pataga Climbing School), Perak oleh Fatkurroji (FPTI Jatim), dan Perunggu diraih oleh M Ryan Alfiandi (Wanala UNAIR). Nomor Lead Umum Puteri: Medali Emas direbut oleh Wilda B.A (FPTI Jatim), Perak direbut oleh Nindy Febrianti (FPTI Jatim),d an medali Perunggu oleh Risky Bin Isnaini (Wanala UNAIR). Lead Mapala Putera: Medali emas oleh Evall Septy Jawara (Pataga Climbing School), Perak oleh Syah Rizal Haq (Jemapala UNISLA – Lamongan), dan medali Perunggu diraih oleh Mansyah
(Greempanks – Samarinda). (*) Penulis: Bambang Bes
Ekoturisme Harus Kembangkan Wisata Alam dan Berdayakan Ekonomi Lokal UNAIR NEWS – Pemberdayaan masyarakat adalah faktor penting dalam menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan. Pernyataan itulah yang bisa disimpulkan dari pelaksanaan “Seminar Ekoturisme: Conservation through Responsible Tourism”, yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mahasiswa Pecinta Alam (WANALA) Universitas Airlangga, di Aula Kahuripan, Kantor Manajemen UNAIR, Kampus C Mulyorejo Surabaya, Minggu (10/4). Konsep ekoturisme banyak dikenal oleh masyarakat. Namun, tak banyak yang bisa mengartikan atau memahami konsep ekoturisme sendiri. Nurdin Razak, pengajar pada prodi D-III Pariwisata, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR, mengatakan ada tiga ciri ekoturisme, yaitu konservasi alam, memberdayakan masyarakat lokal melalui ekonomi, dan edukasi. Sayangnya, wacana ekoturisme yang terlanjur beredar hanyalah mengacu pada wisata alam. Padahal, konsep ekoturisme yang terpenting adalah pemberdayaan masyarakat. Ia contohkan bagaimana melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan pariwisata Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. “Saya ubah perspektif dia. Contohnya ada tukang ojek. Saya bilang ke dia, kalau ada sarang elang, beritahu ke saya lalu
saya kasih uang Rp 150 ribu. Dengan begitu, dia akan menunda untuk memburu sarang elang itu. Begitu seterusnya, sampai saya berhasil mendatangkan pengunjung untuk melihat sarang burung tersebut,” tutur Nurdin. Bagi Nurdin, warga juga perlu diberdayakan dengan kompetensi dan pengetahuan untuk memaksimalkan potensi kekayaan alam dan kekhasan lokal di tempat mereka tinggal. Bila warga sudah memiliki kompetensi yang dibutuhkan, warga akan memberikan pelayanan terbaik kepada para turis. “Ketika warga sudah bisa berbahasa Inggris, misalnya, ia akan memandu turis mancanegara. Ia kenalkan lingkungan alam itu kepada turis. Ia bisa mengajak turis berkeliling untuk melihat aktivitas warga. Nantinya disitu turis akan mendapatkan pengalaman baru alias transfer knowledge. Apabila turis merasa senang, kemungkinan mereka akan berkunjung lagi ke tempat yang sama,” ujar Nurdin.
Nurdin Razak, pengajar D-III Pariwisata, FISIP UNAIR dalam seminar “Ekoturisme” yang diselenggarakan UKM WANALA, Minggu (10/4). (Foto: Bambang Bes)
Wisata bahari juga bisa dikelola dengan mengedepankan konsep ekoturisme. Ada banyak peluang yang bisa digarap dengan memanfaatkan kekayaan pesisir, bawah laut, dan budaya daerah pesisir. Ia mengambil contoh kapal kebanggaan suku Bugis, Pinisi. Kalau para turis bisa diajak untuk berpartisipasi atau sekadar melihat cara pembuatan kapal, itu bagus. Namun sekali lagi ia tegaskan bahwa konsep ekoturisme tidak sekadar tentang wisata menikmati alam bebas, tetapi bagaimana melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi melestarikan lingkungan dan menjaga kearifan lokal. KONSERVASI GAJAH DAN EKONOMI LOKAL Alumni Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR, Drh. Erni Suyanti Musabine, yang dikenal secara luas sejak tahun 2007 menyelamatkan belasan harimau Sumatera yang terancam punah– juga memberikan presentasinya. Ia sepakat dengan konsep ekoturisme tadi, alumni FKH UNAIR tahun 1994 ini menegaskan bahwa masyarakat sekitar adalah benteng terakhir dalam pelestarian alam. Jadi, salah satu strategi untuk menjaga kelestarian alam adalah menjalankan konsep ekoturisme. Perempuan yang akrab disapa Yanti ini menunjuk contoh beberapa kegiatannya selama bertugas pada Wildlife Conservation Veterinarian, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. Ia dan timnya pernah membuat program yang dinamai Work Camp, yaitu program wisata yang melibatkan turis mancanegara untuk mengikuti aktivitas mahout atau pawang gajah. “Pada program ini, kami mengajak turis asing bekerja sebagai relawan untuk konservasi gajah Sumatera dengan mengikuti aktivitas mahout. Para turis ini kami ajak ikut memandikan gajah, memberikan susu kepada anak gajah, dan merawat gajah sebagaimana yang dilakukan oleh mahout,” kata perempuan kelahiran Nganjuk (Jawa Timur) ini. Pada program work camp itulah ia melibatkan masyarakat sekitar
sebagai pemandu, dan memasak makanan untuk turis. Yanti juga punya alasan sama dengan Nurdin, yaitu sasarannya memutar roda ekonomi masyarakat local sebagai nilai plus ekoturisme. Selain dua pembicara, seminar ini juga menghadirkan perwakilan Greenpeace Indonesia sebagai salah satu Non Government Organization (NGO) yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Dari Greenpeace diwakili oleh Annisa Rahmawati. Greenpeace juga memamerkan 14 buah foto yang bercerita tentang deforestasi dan masyarakat yang menolak kerusakan lingkungan. (*) Penulis : Defrina Sukma Satiti Editor : Bambang Bes
Ratusan Atlet Panjat Tebing Ramaikan Wanala Climbing Competition UNAIR NEWS – Sekali mengadakan event langsung setingkat nasional. Itulah Wanala, UKM Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga. Dalam rangkaian kegiatan Wanala Nature Festival (Wanafest) memperingati HUT ke-42 UKM Wanala, Jumat (8/4) pagi dimulai lomba panjat tebing bertajuk ”Wanala Climbing Competition” (WCC) 2016. Acara ini dibuka oleh Koordinator Minat, Bakat dan Prestasi Direktorat Kemahasiswaan UNAIR, Deni Yasmara S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB. WCC yang akan berlangsung hingga Minggu 10 April 2016 itu dikompetisikan di Wall Climbing Wanala UNAIR di kampus C Jl. Mulyorejo Surabaya. Diikuti 188 atlet panjat tebing dari berbagai provinsi, mulai atlet pemula, pelajar, mahasiswa
hingga dewasa (umum). Mereka akan berlomba di kategori under usia 12 tahun (KU-12), KU-16, KU-19, dan umum. Semuanya untuk kategori putera dan puteri. Sedangkan kategori antar-Mapala hanya diperlombakan di nomor putera. “Total hadiah yang kami sediakan sementara ini masih Rp 20 juta, mudah-mudahan kedepannya nanti bisa lebih besar lagi,” kata Bernat Yogi Abrian, Ketua Umum Wanala UNAIR kepada UNAIR NEWS, menjelang lomba WCC dimulai. Dijelaskan, lomba WCC ini rangkaian dari WANAFEST. Pada minggu lalu Wanala juga membaktikan diri di bidang penghijauan dengan menanam 1.000 pohon di Ranupane, kawasan di lereng Semeru. Selain itu juga membuatkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang juga diperuntukkan bagi masyarakat di sekitar Ranupane. Sedang pekan depan, tepatnya pada tanggal 10 April akan dilaksanakan seminar tentang “Ekoturisme”. Tema yang dikedepankan tentang “Conservation through Responsible Tourism”.
Diantara para peserta bersemangat berfoto bersama panitia seusai pembukaan lomba WCC di UNAIR. (Foto: Bambang Bes)
Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kota Surabaya, Moch Efendi, dalam sambutannya menyatakan rasa bangga dengan event WCC UNAIR ini. Pasalnya, selain menambah kesempatan para atlet untuk bertanding, juga menunjukkan bahwa olahraga panjat tebing ini sudah merakyat, sudah populer dan digemari masyarakat. “Sebanyak 188 atlet sebagai bukti sukses panitia event ini bekerja secara bagus,” kata Moch Efendi. Padahal ketika konsultasi kepadanya dua bulan lalu, panitia ragu apakah bisa sukses atau tidak. Apalagi ini merupakan kegiatan lomba panjat tebing pertama sejak Wanala UNAIR berdiri 42 tahun lalu, dan langsung setingkat nasional dimana beberapa klub dari Aceh, Kalimantan, dan Bangka Belitung juga hadir selain dari beberapa daerah di Jatim. Sebagai penggiat FPTI Kota Surabaya, Efendi berharap lomba WCC ini akan terus berlanjut hingga kapan pun, hingga pesertanya semakin meluas dan hadiahnya juga semakin meningkat. Terpenting dari itu adalah menambah kesempatan untuk menambah “jam terbang” atlet, khususnya atlet pemula. Seperti diketahui, lomba WCC ini baru dimulai pendaftarannya sejak tanggal 24 Februari lalu hingga 7 April 2016. Namun panitia bekerja keras mempromosikan kegiatan ini, hingga akhirnya dicapai hampir 200 peserta ambil bagian. Mereka itu antara lain berasal dari Life Sport Climbing (LSC SDN Mulyorejo 1 binaan Wanala UNAIR), A3 Wall Surabaya, Rock Hobbies Center, FPTI Lamongan, FPTI Kota Probolinggo, FPTI Kab. Pacitan, PATAGA Climbing School, J-Speed Jember, Sportif Climbing Club, dan Swela Giri Gresik. (*) Penulis: Bambang Bes
WANALA UNAIR Daki Puncak Denali Alaska Tahun Depan UNAIR NEWS – Ekspedisi kelima Seven Summits WANALA UNAIR dipastikan akan dilaksanakan tahun depan. Pada pertengahan tahun 2017, tim WANALA UNAIR akan mendaki Gunung McKinley atau yang sering dikenal dengan nama Denali, puncak tertinggi di lempeng belahan bumi utara. Rencananya, tiga orang pendaki terpilih dari WANALA UNAIR akan mencoba menaklukkan gunung dengan tinggi mencapai 20.237 kaki atau 6.168 meter di atas permukaan laut tersebut. Senin siang (29/2), tiga anggota WANALA UNAIR yang tergabung dalam manajemen ekspedisi ke Denali, yaitu Faisal (Ketua Pelaksana), Suci Wulandari (Sekretaris), dan Wahyu Nur Wahid (Ketua Bidang Administrasi) berkunjung ke kantor redaksi UNAIR NEWS mengabarkan rencana ekspedisi tersebut. “Seven summits adalah wujud kecintaaan kami pada alam dan tanah air. Sebagai organisasi mahasiswa pecinta alam, maka ini adalah cara kami menunjukkan harga diri kami sebagai sebuah organisasi,” ujar Faisal menjelaskan latar belakang dilaksanakannya ekspedisi seven summits ini. Dalam ekspedisi ke Denali ini, menurutnya, saat ini pihaknya tengah melakukan seleksi untuk mendapatkan nama pendaki yang akan diberangkatkan ke gunung yang terletak di Alaska, Amerika Serikat tersebut. Sembilan orang tercatat telah mendaftarkan diri untuk mengikuti ekspedisi, dua dari sembilan orang yang mendaftar tersebut adalah perempuan. Sebagaimana sebelumnya, pendakian dalam rangkaian ekspedisi seven summits selalu membutuhkan stamina lebih. Sembilan orang yang mendaftar pun saat ini tengah mempersiapkan stamina mereka. Dari segi fisik, mereka terus berupaya melatih ketahanan dan kebugaran fisik, antara lain dengan latihan lari
tanpa henti dengan trek sepanjang 10 kilometer hingga pendakian ke tiga gunung yang dijadikan uji coba yakni Arjuna, Welirang, dan Bromo. “Kami sedang mengajukan proposal sponsorship ke berbagai perusahaan dan jaringan alumni UNAIR,” ujar Wahyu Nur Wahid. Ekspedisi seven summits merupakan serangkaian pendakian ke tujuh puncak gunung tertinggi di masing-masing benua yang dilaksanakan oleh WANALA UNAIR. Empat dari tujuh puncak tertinggi telah digapai oleh tim yakni Puncak Cartenz, Gunung Jaya Wijaya, Indonesia (1994), Puncak Kilimanjaro, Tanzania (2009), Puncak Gunung Elbrus, Rusia (2011), serta Puncak Aconcagua, Argentina (2013). Selain ke Puncak Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven summits mereka.(*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Yeano Andhika