Pasien Celah Wajah RS UNAIR Akan Jalani Operasi Tahap Kedua UNAIR NEWS – Tutik Handayani, pasien facial cleft atau yang biasa disebut celah wajah akan menjalani operasi celah wajah tahap kedua pada Rabu (14/12). Operasi akan dilangsungkan pada pukul delapan pagi hari dan berlangsung setidaknya selama enam jam. Pernyataan itu disampaikan oleh dokter bedah plastik yang menangani operasi facial cleft Tutik yakni Indri Lakshmi Putri, dr., Sp.BP-RE (KKF), dalam konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Selasa (13/12). Dalam konferensi pers tersebut dihadiri oleh tim dokter yang menangani Tutik, Direktur RS UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, Sp.PD, K-PTI, dan Manajer Pelayanan Medis RS UNAIR Muhammad Ardian Cahya Laksana, dr., Sp.OG. Menurut dokter yang akrab disapa Putri itu mengatakan, operasi tahap kedua akan menutup celah pada tulang wajah. Penutupan celah itu kemungkinan akan menggunakan tulang wajah sebelah kiri milik Tutik yang berlebihan. Dikatakan dokter Putri merujuk pada hasil rontgen, rahang gigi sebelah kiri Tutik terdiri dari tiga lapis sehingga menyerupai belalai. “Langit-langit ini lebih besar celahnya. Rencananya, memang kita ubah dengan menutup celah pada lubang. Di sini (wajah sebelah kiri) kan ada celah pada tulang. Rahang yang kiri ini dobel karena ada tulang tambahan (berlebihan). Ini nanti kita buang kelebihannya, dan kita gunakan untuk menutup celah tulang yang ada di kanan dan kirinya,” jelas dokter Putri. Setidaknya, ada tiga tantangan yang akan dihadapi oleh tim dokter yang menangani Tutik. Pertama, adanya kemungkinan risiko pendarahan saat operasi. Kedua, kesulitan membius.
Ketiga, struktur gigi geligi yang berlapis akan menjadi pekerjaan tambahan bagi dokter gigi untuk merapikan susunan gigi. Operasi yang akan dijalani Tutik esok hari ini akan ditangani oleh empat dokter yang berasal dari disiplin ilmu berbeda, yakni bedah plastik, mata, orthodonsia, dan anestesia. Selain di luar tindakan medis, ada pula tim psikiatri yang mendampingi Tutik. Usai operasi tahap kedua dilakukan, enam bulan setelahnya, akan kembali dilakukan operasi tahap ketiga. Rencananya, Tutik akan dioperasi setidaknya empat hingga lima kali. “Yang penting bisa memperbaiki kualitas dan fungsi. Di antara operasi kedua dan ketiga, kayak operasi rahang sementara kita habis nambal tulang, kan kita menunggu tulangnya stabil dulu. Biasanya operasi gap-nya bisa lima atau enam bulan,” tutur dokter Putri. Sebelumnya, Tutik menjalani operasi celah wajah tahap pertama pada tanggal 18 Agustus lalu. Pada operasi pertama, dokter menyambung otot, kulit, dan tulang wajah. Selain ketiga itu, dokter juga memperbaiki posisi mata Tutik. Kondisinya pun kian membaik. Usai operasi pertama, setiap minggunya Tutik rajin melakukan kontrol dan melakukan pencabutan gigi di RS UNAIR. Dari sisi kejiwaan, dokter Izzatul Fitriyah mengatakan bahwa Tutik siap menjalani operasi celah wajah tahap kedua. “Tutik siap untuk menjalani operasi tahap yang kedua. Ke depan, Tutik ini kan penglihatannya kurang begitu bagus sehingga belum terbentuk konsep orang ini seperti apa. Nanti kita akan intervensi, selain ke dirinya, juga ke lingkungan sekitarnya,” tutur dokter Izza. Terkait dengan pembiayaan, biaya operasi Tutik akan sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Bila plafon yang digunakan sudah maksimal, maka Ikatan Alumni UNAIR (IKA-UA) akan
membantu untuk menutup kekurangan pendanaan. Direktur RS UNAIR dalam konferensi pers juga mengimbau kepada masyarakat bila menemui orang dengan penampilan yang abnormal agar segera dirujuk ke rumah sakit. “Bila tidak segera ditangani, maka tingkat kesulitan akan lebih tinggi,” tuturnya. Penulis : Defrina Sukma Editor : Faridah Hari
Datang dari Samarinda dan Cilegon untuk Motivasi Siswa Masuk PTN UNAIR NEWS – Berbagai hal dilakukan oleh sekolah dalam memotivasi siswa-siswinya bisa diterima masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN). SMA Islam Bunga Bangsa, Samarinda, melakukan kunjungan ke Universitas Airlangga. Kunjungan tersebut dimaksudkan agar siswanya termotivasi untuk kuliah di luar wilayah Kalimantan. Selain itu, kinjungan ini untuk mengenalkan dunia kampus kepada siswa, serta mengetahui secara langsung proses registrasi dan pendaftaran. Diakui oleh Darmawansah, S.Pd., Humas SMA Islam Bunga Bangsa Samarinda, kendala paling utama siswa untuk kuliah di Jawa adalah ijin orang tua. SMA Islam Bunga Bangsa memang baru meluluskan satu angkatan pada tahun 2016 ini. Sebagian besar dari mereka memilih Kalimantan sebagai tempat untuk melanjutkan studi jenjang perguruan tinggi. ”Orang tua lebih suka anaknya tetap stay di Kalimantan. Dengan
adanya kegiatan seperti ini, anak-anak lebih paham bahwa pilihan terbaik ya pendidikan di Jawa. Setelah mereka kenal lebih dekat dengan kunjungan seperti ini, mereka bisa meyakinkan orang tua untuk bisa melanjutkan luliah disini,” ujarnya. Darmawansyah berharap, tahun depan ada siswa-siswinya yang melanjutkan studi di UNAIR. Sebab baginya, tanpa bermaksud memandang rendah pendidikan di Kalimantan, dengan melanjutkan pendidikan di Jawa maka akan membuat peserta didik berkembang lebih bagus. “Kesempatan besar itu terbuka lebar kalau kuliah di Jawa. Kesempatan mereka untuk bisa berkembang lebih bagus, kesempatan berinteraksi dengan orang yang lebih banyak. Hasil akhirnya, kesempatan kerja juga lebih terbuka untuk mereka karena jaringan mereka luas,” ujarnya. Selain kunjungan SMA Islam Bunga Bangsa, Selasa kemarin juga dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 2 Krakatau Steel, Cilegon. Sejumlah 90 siswa, memadati ruangan serupa di Aula Kahuripan 300, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR, Selasa (13/12). Kunjungan kedua sekolah tersebut diterima oleh PIH UNAIR dan staf Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru (PPMB) UNAIR Dr. Tristiana Erawati, M.Si., Apt. Ahmad Farih Wibowo, S.Pd, pembimbing kunjungan ini mengatakan, selama ini siswa didiknya hanya mengenal UNAIR melalui internet. Dengan kunjungan ini, diharapkan mereka semakin termotivasi untuk melanjutkan studi di UNAIR. Apalagi dengan adanya UNAIR Pendidikan Diluar Domisili (PDD) Banyuwangi, ia berharap bisa menjadi alternatif siswa didiknya yang ingin melanjutkan studi di UNAIR. ”Sekarang mereka sudah tahu bahwa UNAIR memiliki kampus PDD Banyuwangi. Siapa tahu bisa menjadi bagian dari pilihan anakanak. Sebab seperti yang sudah dijelaskan tadi, kesempatan untuk bisa diterima di PDD Banyuwangi lebih besar,” ujarnya.
(*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Bambang Bes
Tangani Leptospirosis, Magister Keperawatan Gelar Pengmas di Sampang UNAIR NEWS – Dampak dari datangnya musibah banjir semakin beragam, mulai penyakit demam berdarah, diare, iritasi kulit, hingga leptospirosis. Penyakit leptospirosis sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang disebarkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri tersebut. Salah satu hewan yang mudah terinfeksi bakteri tersebut adalah tikus. Guna menanggulangi hal tersebut, sebagai bagian dari insan akademisi yang peduli dengan kehidupan masyarakat, Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR menggelar pengabdian masyarakat di Kelurahan Dalpenang, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura pada Sabtu, (10/12). Pengabdian Masyarakat yang dihelat di Balai Kelurahan tersebut mengangkat tema “Kenali dan Cegah Leptospirosis”. Dalam sambutannya, Ketua Panitia Pengmas M. Saleh S.Kp. Ners, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi dari bencana banjir yang sering terjadi di daerah Sampang. Selain itu, meningkatnya kasus penyakit yang diderita masyarakat pasca banjir, seperti leptospirosis perlu segera ditangani, salah satunya dengan memberikan pengenalan dan cara pencegahannya.
“Sebagai akademisi kami bertanggung jawab untuk mengatasi hal ini. Kami berkewajiban untuk mewujudkan masyarakat sehat,” papar mahasiswa asal Flores, Nusa Tenggara Timur. Di hadapan kader kesehatan, karang taruna, dan berbagai elemen masyarakat, H. Wakil, S.E, yang mewakili Lurah Dalpenang menuturkan bahwa penyakit yang diderita warganya pasca banjir semakin beragam. Ia menuturkan jika dulu umumnya hanya diare, kini sebagian warganya juga menderita leptospirosis. “Kecamatan Sampang ini memang kecamatan yang selalu terdampak. Bahkan bisa 60 kelurahan kena. Di tahun 2016 saja, khususnya di kelurahan Dalpenang ini, sudah 19 kali terjadi banjir. Makanya pengmas ini sangat penting, terlebih dengan ini masyarakat lebih kenal dan bisa jadi bekal untuk pencegahan,” tuturnya.
Antusias: Mahasiswa Magister Keperawatan UNAIR Saat Memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat Kelurahan Dalpenang. (Foto: UNAIR NEWS) Ditemui di lokasi pengmas, Wakil Dekan I FKp UNAIR Dr.
Kusnanto, S.Kp., M.Kes, menjelaskan bahwa pengmas yang dilakukan oleh mahasiswanya ini merupakan bagian dari pengamalan tri dharma. Selain itu, bagi Kusnanto, pengmas menjadi bentuk dari aplikasi ilmu yang dipelajari oleh semua mahasiswanya di dalam kelas. ia juga menambahkan, bahwa pengmas di Kelurahan Dalpenang tersebut merupakan bagian project based learning dari mata kuliah yang didapat mahasiswa. “Jadi apa yang sudah dipelajari di kampus dapat terus diaplikasikan di masyarakat,” tegasnya. Berbekal berbagai pengalaman melakukan pengmas di berbagai lokasi, Kusnanto tidak ingin jika pengmas dengan dana swadaya tersebut berjalan asal-asalan. Kusnanto terus berupaya memberikan terobosan kepada anak didiknya agar pengmas yang diadakan bisa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal itu terbukti dengan cara pemberian materi secara paralel yang dibagi di tiap pos kecil dengan berbagai ragam materi yang berbeda. “Saya memang tidak mau kalau sekedar penyuluhan biasa, karena dampaknya kurang mengena. Oleh karena itu, kami buat paralel tiap pos dengan beragam materi, kalau demikian kan mahasiswa semua terlibat dan warga pun sangat antusias dan pemahamannya lebih mendalam,” jelasnya.(*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila
Teknik
Rekayasa
Jaringan,
Teori Baru Pengembangan Perawatan Gigi UNAIR NEWS – Guna menangani berbagai permasalahan dalam kesehatan gigi, dunia kedokteran terus berbenah dan berinovasi. Salah satu permasalahan yang masih banyak ditemui di masyarakat adalah trauma pasca-pencabutan gigi. Akibat trauma ini umumnya menimbulkan terjadinya inflamasi yang menyebabkan terjadinya resorpsi tulang alveolar. Padahal, tulang alveolar ini berguna sebagai penyangga gigi tiruan, sehingga dengan berkurangnya dimensi tulang alveolar, baik vertikal maupun horisontal, akan mempengaruhi retensi stabilitas dan kenyamanan gigi tiruan tersebut. Sedang pada perawatan gigi dengan pemasangan implan, dimensi tulang alveol yang berkurang tersebut mengakibatkan resiko kegagalan gigi tiruan implant. Demikian disampaikan Prof. Dr. Utari Kresnoadi, M.S., drg., Sp.Pros(K), dalam orasi ilmiah ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Sabtu (10/12). Guru Besar ke-455 Universitas Airlangga ini menyampaikan orasi bertajuk “Rekayasa Jaringan di Bidang Prosthetic Dentistry.” ”Pada kasus pencabutan gigi, inflamasi dapat terjadi karena trauma pencabutan, dan tindakan pencabutan gigi dapat mengakibatkan adanya sisa ridge (tulang penyangga) yang sempit dan memendek serta menyebabkan atropi tulang rahang. Apabila kondisi ini tidak diatasi maka akan berpengaruh pada pembuatan gigi tiruan yang tidak optimal,” tambahnya. Dihadapan para undangan di Aula Garuda Mukti, Prof. Utari menyatakan keberhasilan pembuatan gigi tiruan ialah dengan gigi tiruan yang retentif, tidak mudah lepas, dan stabil ketika digunakan mengunyah makanan. Intinya enak dipakai.
Dengan demikian, gigi tiruan tersebut memerlukan keadaan anatomis rongga mulut yang mendukung supaya pembuatan gigi tiruan bisa berhasil, dan salah satu keadaan anatomis itu berupa ridge yang prominent. Kemudian untuk mencapai keadaan ridge yang baik harus dimulai dari pencegahan setelah pencabutan gigi. Preservasi soket pencabutan gigi adalah tindakan pencegahan terjadinya resorpsi tulang alveol yang terjadi karena pencabutan. “Jadi meskipun luka pencabutan sudah menutup, tetapi penurunan tinggi tulang tersebut akan terus berlanjut,” jelasnya. Dikatakan juga, peran teknologi dalam pengembangan dunia kedokteran gigi, utamanya bidang prostodonsia, sangat dibutuhkan. Baginya, kemajuan teknologi sangat erat dan berpengaruh untuk keperluan estetik serta pengunyahan dan pengucapan. Berbagai perawatan gigi seperti gigi tiruan cekat, mahkota venner, gigi tiruan implan, dsb. banyak bergantung pada kemajuan teknologi. Beberapa inovasi preservasi soket pencabutan gigi telah banyak dilakukan oleh Departemen Prostodonsia FKG UNAIR dengan melakukan riset menggunakan bahan herbal dengan berbagai macam material graft yang dapat menstimulasi jaringan. Penelitianpenelitian yang dilakukan dengan kombinasi menggunakan Aloe vera dan Xenograft, kulit manggis, dan kitosan. Penelitian-penelitian tyersebut untuk mendapatkan model pengembangan teknik rekayasa jaringan untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya resorpsi tulang penyangga gigi melalui jalur pencegahan keradangan akibat trauma pencabutan gigi dan aktivasi proses pembentukan tulang alveol. “Penelitian juga dapat meningkatkan efektivitas pendayagunaan bahan herbal tersebut dan bahan graft atau kitosan sebagai bio produk yang ekselen sebagai alterbnatif untuk menurunkan resorpsi ridge tulang alveolar. Rekayasa jaringan ini juga memberikan teori baru untuk pengembangan produk senyawa
aktif,” pungkasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Bambang Bes
Fermentasi Jerami Padi Dukung Swasembada Daging di Indonesia UNAIR NEWS – Kebutuhan konsumsi protein hewani bagi masyarakat Indonesia semakin hari terus meningkat. Sayangnya, untuk memenuhi konsumsi tersebut hingga saat ini pemerintah masih “menambalnya” dengan impor daging karena jumlah populasi sapi di Indonesia belum sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk setiap tahunnya. Untuk itu diperlukan upaya penambahan jumlah ternak, khususnya sapi, untuk mencapai swasembada daging di Indonesia. Demikian disampaikan Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP, dalam orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar, hari Sabtu (10/12), di Aula Garuda Mukti, Rektorat UNAIR. Dalam mengiringi jumlah populasi ternak, khususnya sapi, dipandang penting adanya inovasi bioteknologi pakan. Untuk itu, Guru Besar FKH UNAIR ini menyampaikan orasinya dengan tema “Peran Bioteknologi Pakan Ternak terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging nasional”. Menurut Mirni, untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia, kendala yang dihadapi peternak umumnya masalah kualitas pakan, dimana di Indonesia sangat bergantung pada musim. Ketika musim penghujan, kebutuhan pakan tidak menjadi kendala, sebab rumput banyak tersedia. Namun muncul masalah ketika musim kemarau,
sedangkan rumput merupakan makanan pokok sapi, disamping konsentrat sebagai makanan pelengkap. Ia sukses mengembangkan enzim dalam penelitiannya untuk menghasilkan kualitas pakan yang mampu menambah berat badan sapi. Kelompok enzim lignoselulase atau fibrolase itu merupakan produk riset Mirni dan timnya yang diberi nama Excelzyme 2. Keunggulan Excelzyme 2 ini dapat menurunkan kandungan serat kasar, sehingga meningkatkan nilai nutrisi limbah pertanian dan agroindustri. Hasil riset Mirni dan tim yang dilakukan sejak 2008 hingga sekarang, penggunaan probiotik ML-08 (Bacillus pumilus sp dan Actinobacillus sp) mempunyai kemampuan untuk mendegradasi bahan pakan berserat tinggi. Fermentasi jerami padi menggunakan probiotik ML-08 mampu meningkatkan 3 protein kasar sebesar 3.5% dengan penurunan serat kasar sebesar 4%. Hal ini membuktikan bahwa fermentasi jerami padi dapat digunakan untuk pakan penggemukan sapi potong. ”Terobosan enzim ini sudah pernah dilakukan sejak tahun 2010. Kami mengembangkan apa yang disebut integrated farming, dimana pemanfaatan limbah nanti merupakan suatu siklus yang akan bergulir dan menjadi suatu produk pangan lagi,” ucapnya. Prof. Mirni menggunakan complete feed atau paket lengkap. Keunggulannya, lengkap ini bisa tersedia sepanjang waktu, terutama pada musim kemarau dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di daerah. Ini membuka peluang bagi peternak yang umumnya berada di desa. Selain itu, penggunaan produk ini akan mampu meningkatkan pertambahan berat badan sapi, sehingga pendapatan peternak juga akan meningkat. “Ini membuktikan bahwa seandainya peternak mau mengelola ternak sapinya, maka tidak kalah penghasilannya dengan yang diperoleh ketika ia bekerja di kota. Ini memberi peluang, bukan saja pendapatan peternak meningkat tetapi juga dalam rangka membantu upaya swasembada pemerintah dalam rangka
konsumsi daging di Indonesia,” katanya. (*) Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Bambang Bes
Teknologi Medis dan Industri Berbahan Sensor Serat Optik UNAIR NEWS – Sidang Terbuka Universitas Airlangga yang dipimpin Rektor Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., CMA., Sabtu (10/12) kemarin mengukuhkan tiga Guru Besar (Gubes) baru UNAIR. Prosesi pengukuhan kemarin berlangsung di Aula Garuda Mukti, Gedung Pusat Manajemen Universitas Airlangga, Kampus C Jl. Dr. Ir. Soekarno, Mulyorejo, Surabaya. Salah satu Gubes yang dikukuhkan tersebut adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar dalam bidang Ilmu Fisika Optik pada Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR. Dalam orasi ilmiah pada sidang pengukuhannya tersebut, Prof. Moh Yasin menyampaikan orasi berjudul ”Pengembangan Teknologi Sensor Serat Optik dalam Menuju Kemandirian Bangsa”. Disampaikan oleh Prof. Moh Yasin, Fisika Optik merupakan cabang Ilmu Fisika yang mempelajari tentang pembangkitan radiasi elektromagnetik, sifat radiasi, dan interaksi cahaya dengan bahan. Interaksi cahaya dengan bahan ini dapat terjadi berdasarkan atas fenomena optis seperti pantulan, pembiasan, transmisi, dan hamburan. Sensor Serat Optik (SSO) yang merupakan bagian dari sensor optik adalah sensor yang menggunakan serat optik sebagai unsur pengindera perubahan fisis yang akan terjadi. “Jadi intinya, ada cahaya laser ditembakkan ke suatu media dan
dipantulkan. Nah, pantulan itulah yang dimodifikasi,” kata Guru Besar FST UNAIR ini dalam jumpa pers. Kendati metode yang diungkapkan Prof. Yasin terbilang sederhana, namun banyak peralatan yang menggunakan metode serupa namun dengan harga yang mahal. ”Sebenarnya metodenya sangat sederhana, tapi ada sebuah produk yang harganya kalau nggak salah Rp 5 miliar, padahal metodenya juga sama,” jelas Gubes yang pernah meraih penghargaan sebagai sivitas dengan Publikasi Terbanyak di UNAIR tahun 2015 ini. Terkait metode yang telah dijelaskan, Prof. Yasin akan membuat sebuah prototype dengan piranti SSO. Prototype ini diharapkan dapat membantu bidang medis dan industri. Bahkan, ia berharap pada tahun 2020 nanti sudah berhasil membuat sistem SSO sebagai fundamental yang kuat dalam penguasaan teknologi SSO untuk aplikasi di bidang medis dan industri. Menurut Prof. Yasin, teknologi SSO ini memiliki beragam keunggulan, baik bidang medis maupun industri. Dalam bidang industri, SSO dapat dimanfaatkan untuk banyak aplikasi seperti suhu, getaran, tekanan, regangan, arus listrik dan lainnya. “Salah satu keunggulan di bidang medis adalah bisa sebagai aplikasi deteksi dini kanker payudara. Bisa juga digunakan sebagai pengukur detak jantung,” jelasnya. Catatan bidang Direktorat Sumber Daya UNAIR, Prof. Moh Yasin ini tercatat sebagai Guru Besar Universitas Airlangga yang ke-453 sejak UNAIR berdiri tahun 1954. Sedangkan dihitung sejak UNAIr menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), Prof. Yasin merupakan Guru Besar UNAIR ke-161. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Bambang Bes
Berkah Suka Nonton Film Jepang, Ronintya Wisudawan Terbaik S-1 FIB UNAIR UNAIR NEWS – Kecintaan terhadap hal-hal yang beraroma Jepang sudah dilakoni Ronintya Ikaputeri sejak di bangku SMA. Jadi tidak heran jika ia memilih jurusan Sastra Jepang saat kuliah di Universitas Airlangga. Berawal dari kuliah yang sesuai passion-nya itu, Puteri selalu mendapat nilai Indeks Prestasi (IP) yang baik. Padahal, ia mengaku tak punya tips khusus untuk bisa meraih IP bagus hingga mendapat predikat wisudawan terbaik dengan IPK 3,89. “Saya kalau belajar sering SKS (sistem kebut semalam), terus ya sering latihan kanji dan kalau grammar dengan sering membaca dan mengingat-ingat materinya, biar tidak gampang lupa,” ujar Puteri. Perihal belajar, ia punya cara tersendiri. Salah satuntya dengan menyalurkan hobi menonton drama Jepang. Ia menggunakan hobinya itu sebagai ajang belajar. Dari drama-drama yang ia tonton, Puteri sering mendapat kosakata baru. “Jadi kalau nonton drama ya jangan dilihat aktor gantengnya saja, tapi juga belajar pola-pola kalimat yang ada dalam percakapan drama. Terus, kalo liat siaran TV Jepang, kan suka ada tulisan Jepang-nya, jadi saya suka hafalan kanji ya dari situ,” jelasnya. Baginya, kepandaiannya dalam Sastra Jepang tidak serta-merta berjalan mulus. Sering juga menemui hal-hal sulit untuk dikerjakan. Contohnya ketika akan menulis skripsi, lalu Puteri kesulitan mencari objek penelitian hingga akhirnya bingung
harus melakukan apa. Di saat bingung itu ia memutuskan untuk menonton drama Jepang yang berjudul “Dokushin Kizoku” untuk menghilangkan kepenatannya. Tak disangka, dari drama itu akhirnya ia mendapat inspirasi untuk membuat skripsi yang mengulas fenomena Hikonka (orang yang tidak menikah) pada aktor dalam drama tersebut. “Kebetulan nemu drama ini, setelah lihat sampai episode terakhir, saya sadar ternyata drama ini bisa jadi objek skripsi. Kebetulan juga nyambung dengan minat studi saya yaitu budaya. Otomatis di minat ini juga belajar mengenai kehidupan sosial masyarakat Jepang, apalagi saat ini banyak permasalahan sosial yang terjadi di Jepang, salah satunya fenomena hikonka itu,” jelas Puteri. Ahasil, semua kerja keras Puteri selama kuliah terbayar dengan predikat wisudawan terbaik untuk wisuda periode Desember 2016. Puteri berharap setelah menyelesaikan kuliahnya ini bisa mendapat pekerjaan yang sesuai dengan ilmunya. “Cita-cita saya bisa kerja yang berhubungan sama Jepang. Jadi guru bahasa Jepang atau bisa bekerja di perusahaan Jepang. Selain itu saya suka travelling, kalau sudah kerja pengen nabung agar bisa keliling luar negeri,” ujarnya mengakhiri. (*) Penulis: Fafa Hariani Editor: Nuri hermawan
Sembuh
dari
Kanker,
Rahma
’Berhadiah’ Lulus Terbaik S-2 FEB UNAIR NEWS – Rahma Nuryanti,S.Si., MA., tidak henti-hentinya mengungkapkan rasa syukur kepada Allah yang Maha Kuasa. Pasalnya, dalam perjalanan menempuh studi magister di UNAIR, wisudawan kelahiran Surabaya 14 Maret 1985 ini harus menjalani perawatan kemoterapi di Graha Amerta RSUD Dr. Soetomo karena kanker yang dideritanya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kehendak-NYA, karena itu ia terus berusaha dan rajin kontrol. Tahun 2015 Rahma dinyatakan sembuh, bahkan di semester III itu juga dinyatakan hamil. “Pada masa kehamilan saya mengalami hyperemesis, namun saya bersyukur karena bisa menyelesaikan semester III dengan IPK yang baik pula. Kemudian pada masa kehamilan 8-9 bulan saya menyusun proposal tesis, supaya bisa menyelesaikan studi sesuai waktu yang kami jadwalkan,” jelasnya. Meski sempat divonis kanker, ia tak lantas berdiam diri. Selama kuliah ia aktif menyibukkan diri dengan menjalani tugas di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. Bungsu dari dua bersaudara ini juga memiliki tips dan trik untuk merampungkan kuliahnya dengan baik. Mulai dari mengatur waktu dan memanfaatkan fasilitas kampus dengan maksimal. ”Jangan pernah membuang waktu dengan percuma,” pesannya. Perihal karya ilmiah, perempuan hobi membaca ini selalu mengutamakan orisinalitas dan keunikan ide. Itulah yang menjadi salah satu alasan tesisnya yang berjudul “Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern: Aspek Formal dan Aspek Informal (Studi Kasus BPS Provinsi Jawa Timur)” yang bisa menunjang menyabet gelar wisudawan terbaik dengan IPK 3.90. Alasan Rahma memilih judul tersebut dilandasi kondisi di lapangan yang masih sedikit sektor publik dalam penyelenggaraan sistem pengendalian intern.
“Penelitian ini saya ambil mengenai sistem pengendalian intern di sektor publik, karena masih sedikit dan hanya membahas mengenai aspek pengendalian formal saja. Tetapi belum menyentuh mengenai peranan manusia sebagai individu yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaan SPI,” demikian Rahma. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Faridah Hariani