22
The Indonesian Budget Overview 2011
DAFTAR ISI
Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif
3 7 11
Bab I APBN Tahun 2011 & APBN-P 2011
17
Bab II Implementasi Sistem Penganggaran 2.1 Pelaksanaan Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja Dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 2.2 Mengawal Perubahan Sistem Penganggaran Di Indonesia (PP 90 Tahun 2010)
73 105
BAB III Isu Aktual 3.1 Kebijakan Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011 3.2 Mempertajam Akurasi Perencanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Melalui Revisi Anggaran 3.3 Pergeseran Anggaran Belanja Dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara 999.08 (Ba Bun 999.08) Ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Ba K/L) 3.4 Implementasi Reward and Punishment pada Tahun Anggaran 2011
145 149
BAB IV Reformasi PNBP Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997: Menuju Pengelolaan Yang Akuntabel Dan Kredibel
159
LAMPIRAN
169
117 133
The Indonesian Budget Overview 2011
3
44
Daftar Isi
Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif
66
The Indonesian Budget Overview 2011
KATA PENGANTAR
Penyusunan buku ini merupakan upaya untuk memberikan gambaran dan informasi ringkas tentang tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Anggaran dan Kementerian Keuangan khususnya dalam proses pengelolaan keuangan negara, yang secara signifikan tercermin dalam proses penyusunan dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2011 di tengah upaya untuk terus menciptakan good governance dalam pengelolaan keuangan Negara. Penulis materi untuk masing-masing topik adalah pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Anggaran yang berkecimpung langsung dalam penyusunan dan pembahasan APBN 2011. Keberadaan bahan bacaan ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan memberikan pemahaman kepada Stakeholders tentang APBN 2011. Buku ini diberi judul “Sekilas APBN 2011” atau dalam versi Bahasa Inggrisnya “The Indonesian Budget Overview”. Sesuai dengan judulnya, diharapkan walaupun hanya sekilas buku ini dapat memberikan gambaran secara utuh bagaimana APBN 2011 disusun dan bagaimana mengimplementasikan kebijakan-kebijakan terkait dengan penetapan APBN. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan reformasi penganggaran yang telah dicanangkan sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kami juga menyajikan informasi mengenai pelaksanaan penganggaran berbasis
The Indonesian Budget Overview 2011
7
kinerja (Performance Based Budgeting - PBB) dan kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework - MTEF) serta perubahan sistem penganggaran di Indonesia yang ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga. Di sisi belanja Pemerintah Pusat, dalam buku ini akan diulas mengenai isu-isu aktual yang muncul pada tahun 2011, diantaranya mengenai kebijakan penghematan
anggaran
kementerian
Negara/lembaga
yang
digulirkan
melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011. Isu lain yang sering muncul adalah mengenai revisi anggaran yang akan dikupas dalam kaitannya dengan akurasi perencanaan anggaran. Terkait dengan penyerapan anggaran, seperti kita ketahui bersama, bahwa Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK Nomor 38/ PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penggunaan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2010 Pada Tahun Anggaran 2011 Dan Pemotongan Pagu Belanja Kementerian Negara/Lembaga Pada Tahun Anggaran 2011 Yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Anggaran Belanja Tahun Anggaran 2010, pada Triwulan pertama tahun 2011, tepatnya tanggal 2 Maret 2011. Dalam rangka peningkatan transparansi dan akuntabilitas penganggaran, akan dikupas pula mengenai pergeseran anggaran belanja dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara 999.08 ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga. Selain itu, hal yang penting dalam APBN adalah mengenai rencana revisi Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Perkembangan di bidang hukum, sosial, ekonomi dan politik selama empat belas tahun pasca reformasi 1998, telah memaksa pengelola PNBP untuk
88
Kata Pengantar
berbenah dan menyesuaikan diri dengan berbagai dinamika dalam masyarakat tersebut agar dapat mengumpulkan PNBP secara optimal dan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP sebagai ruh pengelolaan PNBP seakan digugat dari sisi filosofis, yuridis dan sosiologis oleh pemangku kepentingan PNBP. Revisi atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP merupakan pintu masuk sekaligus perangkat konstitusional untuk menjawab berbagai tantangan tersebut. Akhirnya, kami berharap buku Sekilas APBN 2011 ini dapat menjadi tambahan referensi dan pengetahuan bagi pembacanya. Jakarta, Desember 2011 Purwiyanto
The Indonesian Budget Overview 2011
9
10 10
Kata Pengantar
RINGKASAN EKSEKUTIF
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengambil tema pembangunan nasional dalam RKP 2011, yaitu “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”. Kebijakan alokasi anggaran dalam tahun 2011 diarahkan untuk dapat mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi, memantapkan pengelolaan keuangan negara, serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Di samping itu, kebijakan alokasi anggaran juga tetap diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal, menjaga stabilitas perekonomian, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran. Alokasi anggaran pada tahun 2011 akan difokuskan untuk memberikan dukungan terhadap: (1) pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain melalui pembangunan infrastruktur; (2) perlindungan sosial melalui perluasan akses terhadap layanan pendidikan (bantuan operasional sekolah/BOS), dan kesehatan (jaminan kesehatan masyarakat/Jamkesmas); (3) pemberdayaan masyarakat, antara lain melalui program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri dan Program Keluarga Harapan; (4) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi; (5) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (6) pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran; serta (7) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu.
The Indonesian Budget Overview 2011
11
Bagian kedua buku ini mengupas tentang pelaksanaan reformasi penganggaran yang telah dicanangkan sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam penerapan reformasi penganggaran tersebut difokuskan
pada Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Kedua
pendekatan lainnya (penganggaran terpadu dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM) mendukung penerapan PBK. Pendekatan anggaran terpadu merupakan prasyarat penerapan PBK. Sedangkan pendekatan KPJM merupakan jaminan kontinyuitas penyediaan anggaran kegiatan karena telah dirancang hingga tiga atau lima tahun ke depan. Selain itu, diulas juga mengenai perubahan sistem penganggaran di Indonesia yang ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Pada prinsipnya PP Nomor 90 Tahun 2010 memuat dua perubahan. Yang pertama perubahan yang bersifat substansif sedangkan yang kedua perubahan yang bersifat teknis. Bagian ketiga buku ini akan mengupas isu-isu aktual terkait Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Isu pertama, Kebijakan Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011. Pada tulisan ini akan diulas lebih lanjut mengenai kebijakan penghematan anggaran kementerian negara/lembaga yang digulirkan melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011. Isu kedua, Revisi Anggaran. Perencanaan akurat yang dituangkan di dalam dokumen Penganggaran
merupakan suatu kondisi
ideal. Dalam tataran
pelaksanaan, perencanaan tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak teridentifikasi pada saat perencanaan seperti adanya kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah. Adanya undang-undang baru yang mengamanatkan
12 12
Ringkasan Eksekutif
pendanaan tertentu juga merupakan salah satu faktor penyebab perlunya penyesuaian terhadap perencanaan yang telah dibuat. Hal ini dikarenakan adanya Kegiatan yang semula tidak direncanakan harus dialokasikan dalam dokumen anggaran. Isu Ketiga, Pergeseran anggaran belanja dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara 999.08 (BA BUN 999.08) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L). Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas anggaran, pada tahun anggaran 2011 telah diperkenalkan satu kebijakan baru terkait revisi anggaran, yaitu pergeseran anggaran belanja dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara 999.08 (BA BUN 999.08) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L). Kewenangan untuk revisi tersebut didelegasikan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) kepada pemerintah. Isu Keempat, Implementasi Reward and Punishment pada Tahun Anggaran 2011. Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK Nomor 38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penggunaan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/ Lembaga Tahun Anggaran 2010 Pada Tahun Anggaran 2011 Dan Pemotongan Pagu Belanja Kementerian Negara/Lembaga Pada Tahun Anggaran 2011 Yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Anggaran Belanja Tahun Anggaran 2010, pada Triwulan pertama tahun 2011, tepatnya tanggal 2 Maret 2011. Sekilas mengingatkan, implementasi pemberian penghargaan (reward) pada tahun 2011 ini diilhami oleh amanat Pasal 16A UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN-P Tahun Anggaran 2010, yang menyatakan bahwa hasil optimalisasi pada Tahun Anggaran 2010 dapat digunakan pada Tahun Anggaran 2011. Sedangkan implementasi pengenaan sanksi (punishment) pada Tahun Anggaran 2011 ini merupakan penjabaran dari amanat Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun Anggaran 2011, dimana pada pasal tersebut menyebutkan adanya mekanisme The Indonesian Budget Overview 2011
13
pemotongan pagu belanja K/L pada Tahun Anggaran 2011 yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja Tahun Anggaran 2010 diatur oleh Pemerintah. Bagian Keempat buku ini akan mengulas tentang Reformasi Penerimaan Negara Bukan Pajak. Perkembangan di bidang hukum, sosial, ekonomi dan politik selama empat belas tahun pasca reformasi 1998, telah memaksa pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk berbenah dan menyesuaikan diri dengan berbagai dinamika dalam masyarakat tersebut. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP sebagai ruh pengelolaan PNBP seakan digugat dari sisi filosofis, yuridis dan sosiologis oleh pemangku kepentingan PNBP. Revisi atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP merupakan pintu masuk sekaligus perangkat konstitusional untuk menjawab berbagai tantangan tersebut.
14 14
Ringkasan Eksekutif
BAB I
APBN 2011 APBN-P 2011
16 16
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
APBN Tahun 2011 Penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2011 didasarkan pada ketentuan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah menjadi pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 Amendemen keempat yang berbunyi: “(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah; (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. Selain itu, penyusunan APBN 2011 juga mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2011, sebagaimana telah disepakati dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dan Dewan
The Indonesian Budget Overview 2011
17
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Di samping itu, proses dan mekanisme penyiapan, penyusunan, dan pembahasan APBN Tahun Anggaran 2011, juga dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2011 Perhitungan berbagai besaran APBN 2011 didasarkan pada asumsi dasar ekonomi makro yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2011. Asumsi dasar ekonomi makro sebagai basis perhitungan APBN 2011 sebagai berikut. TABLE 1 ASUMSI EKONOMI MAKRO, 2010-2011
Indikator Ekonomi
2010 APBN-P
APBN
2011 APBN
1. Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,5
5,8
6,4
2. Inflasi (%)
5,0
5,3
5,3
10.000
9.200
9.250
3. Nilai Tukar (Rp / USD) 4. Suku Bunga SBI-3 Bulan (%)
6,5
6,5
6,5
5. Harga Minyak ICP (USD)
65,0
80,0
80,0
6. Lifting Minyak (ribu barel / hari)
965
965
970
Sumber : Kementerian Keuangan
Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011 Sejalan dengan tema pembangunan nasional dalam RKP 2011, yaitu “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”, kebijakan alokasi anggaran dalam tahun 2011 diarahkan untuk dapat mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi, memantapkan pengelolaan keuangan negara, serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Di samping itu, kebijakan alokasi anggaran juga tetap diarahkan untuk memberikan
18 18
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal, menjaga stabilitas perekonomian, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran. Alokasi anggaran pada tahun 2011 akan difokuskan untuk memberikan dukungan terhadap: (1) pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain melalui pembangunan infrastruktur; (2) perlindungan sosial melalui perluasan akses terhadap layanan pendidikan (bantuan operasional sekolah/BOS), dan kesehatan (jaminan kesehatan masyarakat/Jamkesmas); (3) pemberdayaan masyarakat, antara lain melalui program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri dan Program Keluarga Harapan; (4) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi; (5) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (6) pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran; serta (7) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu. Berdasarkan arah dan strategi kebijakan fiskal tersebut di atas, maka postur APBN 2011 meliputi pokok-pokok besaran sebagai berikut: a.
Pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.104,9 triliun (15,7 persen terhadap PDB), atau mengalami kenaikan Rp112,5 triliun (11,2 persen) dari target APBN-P tahun 2010. Kenaikan pendapatan negara tersebut didukung dengan kenaikan target penerimaan perpajakan.
b. Total belanja negara sebesar Rp1.229,6 triliun (17,5 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti menunjukkan peningkatan Rp103,4 triliun atau 9,2 persen dari pagu belanja negara dalam APBN-P 2010. Belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2011 sebesar Rp836,6 triliun, yang berarti mengalami peningkatan Rp55,0 triliun atau 7,0 persen dari pagu APBN-P 2010. Sementara itu, anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2011 sebesar Rp393,0 triliun, yang berarti naik Rp48,4 triliun atau 14,0 persen dari pagu APBN-P 2010.
The Indonesian Budget Overview 2011
19
c.
Defisit anggaran sebesar Rp124,7 triliun (1,8 persen terhadap PDB).
d. Pembiayaan defisit APBN 2011 berasal dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp125,3 triliun, dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp0,6 triliun.
Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 Pendapatan negara dan hibah merupakan sumber yang sangat penting bagi pendanaan program-program pembangunan sebagaimana yang tertuang dalam RKP. Prospek pulihnya perekonomian menjadi salah satu faktor utama untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara. Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2011, pendapatan negara dan hibah ditargetkan sebesar Rp1.104,9 triliun, terdiri atas penerimaan dalam negeri sebesar Rp1.101,2 triliun dan sebesar hibah Rp3,7 triliun. Apabila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun 2010, target dalam tahun 2011 tersebut mengalami peningkatan sebesar 11,3 persen. Sumber utama peningkatan tersebut diharapkan berasal dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan meningkat sejalan dengan dilakukannya berbagai extra effort, antara lain melalui perbaikan administrasi perpajakan, penggalian potensi perpajakan, peningkatan pemeriksaan pajak, serta perbaikan mekanisme keberatan dan banding.
Penerimaan Perpajakan Dalam rangka menggali potensi penerimaan pajak dalam tahun 2011, beberapa program yang dilakukan oleh Pemerintah, antara lain (1) program ekstensifikasi perpajakan dalam menambah wajib pajak (WP) baru; (2) program intensifikasi penggalian potensi perpajakan berbasis profile WP, penggalian potensi sektorsektor tertentu, serta optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP); (3) pemberian pendidikan perpajakan (tax education) dalam rangka meningkatkan
20 20
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
kepatuhan WP (tax payer compliance); dan (4) reformasi perpajakan dalam bentuk reformasi perpajakan jilid II, antara lain dilakukan melalui program Project for Indonesia Tax Administration Reform (PINTAR), yang penyelesaiannya membutuhkan waktu dalam jangka menengah (2009–2013). Selain keempat upaya tersebut, optimalisasi penerimaan pajak tahun 2011 juga didukung oleh upaya peningkatan kualitas pemeriksaan pajak. Dalam hal ini, beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah adalah (1) menyusun kebijakan teknis pemeriksaan atas hasil pemeriksaan WP yang tergabung dalam satu grup; (2) melakukan kajian atas perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang hasil tambang; (3) meningkatkan koordinasi dengan berbagai instansi terkait sehubungan dengan pencairan piutang pajak dan prioritas pencairan kepada penunggak pajak terbesar; dan (4) harmonisasi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Kepailitan, serta Undang-undang terkait tentang hak mendahulukan negara atas piutang pajak terhadap WP yang dinyatakan pailit. Pada tahun 2011, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp850,3 triliun, atau meningkat 14,4 persen dari targetnya dalam APBN-P tahun 2010. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam peningkatan penerimaan perpajakan adalah (1) pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, baik secara global maupun domestik; (2) perbaikan administrasi pajak, kepabeanan dan cukai yang dilakukan secara terus menerus; (3) upaya extra effort yang dilakukan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan; dan (4) tingginya tax compliance masyarakat. Selanjutnya, mengenai perkembangan lebih detil mengenai komponen penerimaan perpajakan dalam APBN 2011 dapat diuraikan sebagai berikut. Pajak penghasilan (PPh) ditargetkan sebesar Rp420,5 triliun pada tahun 2011, atau meningkat 16,1 persen bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun
The Indonesian Budget Overview 2011
21
2010. Termasuk dalam target penerimaan PPh adalah fasilitas pajak ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp3,5 triliun, yang terdiri atas PPh DTP untuk panas bumi sebesar Rp1,0 triliun, PPh DTP untuk bunga obligasi internasional sebesar Rp1,5 triliun, dan PPh DTP untuk hibah dan kerjasama keuangan internasional sebesar Rp1,0 triliun. Dari keseluruhan penerimaan PPh pada tahun 2011, PPh migas ditargetkan sebesar Rp55,6 triliun, atau 13,2 persen kontribusi terhadap penerimaan PPh. Bila dibandingkan dengan targetnya pada APBN-P tahun 2010, target PPh migas tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 0,3 persen. Sasaran penerimaan PPh migas tahun 2011 didasarkan antara lain pada: (1) asumsi ICP USD80,0 per barel; (2) nilai tukar rupiah rata-rata Rp9.250 per USD; dan (3) lifting minyak sebesar 970 ribu bph. Pada tahun 2011, PPh nonmigas ditargetkan mencapai Rp364,9 triliun, meningkat 18,9 persen dibandingkan dengan taget APBN-P 2010. Peningkatan PPn nonmigas tersebut terutama berasal dari peningkatan penerimaan PPh Pasal 25/29 badan dan PPh Pasal 21 yang masing-masing ditargetkan tumbuh 29,3 persen dan 0,8 persen pada tahun 2011. Secara umum, faktor utama yang mendorong peningkatan penerimaan PPh nonmigas adalah tingginya pertumbuhan ekonomi dan stabilnya faktor-faktor fundamental ekonomi makro Indonesia. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh terhadap peningkatan PPh nonmigas adalah diterapkannya berbagai kebijakan perpajakan yang antara lain meliputi: (1) kegiatan pasca sunset policy yang menitikberatkan pada law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak; (2) perluasan basis pajak; (3) kegiatan intensifikasi melalui mapping, profiling, dan benchmarking; dan (4) upaya extra-effort melalui pemeriksaan dan penagihan. Pada tahun 2011, target PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah sebesar Rp312,1 triliun, atau meningkat 18,7 persen dari perkiraannya dalam APBN-P tahun 2010. Peningkatan ini dampak dari asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 6,4 persen, dari perkiraan
22 22
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
pertumbuhan ekonomi pada APBN-P tahun 2010 sebesar 5,8 persen. Konsumsi masyarakat dan Pemerintah yang masing-masing diperkirakan tumbuh di atas 5,0 persen dan 6,0 persen diharapkan dapat mendorong peningkatan penerimaan PPN dan PPnBM dalam negeri. Demikian juga dengan aktivitas perdagangan dunia yang diperkirakan tumbuh di atas 6 persen akan menjadi salah satu pendorong peningkatan penerimaan PPN dan PPnBM impor. Penerimaan dari pajak bumi dan bangunan (PBB) ditargetkan sebesar Rp27,7 triliun pada tahun 2011, atau meningkat 9,3 persen dari targetnya pada APBN-P tahun 2010. Target penerimaan PBB tersebut sudah mengantisipasi kebijakan pengalihan administrasi PBB sektor perdesaan dan perkotaan dari pusat ke daerah yang sudah siap untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Sementara itu, sebagai komponen terbesar, PBB pertambangan ditargetkan sebesar Rp20,8 triliun, atau naik 21,7 persen dari targetnya pada APBN-P tahun 2010. Sehubungan dengan kebijakan pengalihan administrasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah, maka tidak ada penerimaan BPHTB pada APBN tahun 2011. Target penerimaan cukai pada tahun 2011 adalah sebesar Rp62,8 triliun, terdiri atas cukai hasil tembakau sebesar Rp60,1 triliun, serta cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) dan ethil alkohol (EA) sebesar Rp2,7 triliun. Bila dibandingkan dengan APBN-P tahun 2010, target cukai 2011 mengalami peningkatan 5,9 persen, didukung oleh peningkatan cukai hasil tembakau sebesar 7,5 persen. Beberapa faktor yang berpengaruh pada peningkatan penerimaan cukai adalah (1) peningkatan tarif cukai hasil tembakau sesuai dengan roadmap cukai hasil tembakau; (2) perbaikan administrasi kepabeanan dan cukai; dan (3) extra effort untuk mengurangi peredaran barang kena cukai secara ilegal. Pada tahun 2011, pajak lainnya ditargetkan sebesar Rp4,2 triliun, atau 9,3 persen
The Indonesian Budget Overview 2011
23
bila dibandingkan dengan targetnya pada APBN-P tahun 2010. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya transaksi yang menggunakan benda meterai. Penerimaan bea masuk pada tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp17,9 triliun. Bila dibandingkan dengan target APBN-P tahun 2010, terjadi peningkatan sebesar 4,6 persen. Target penerimaan bea masuk pada tahun 2011 tersebut termasuk bea masuk yang ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp2,0 triliun. Parameter yang dijadikan pertimbangan dalam penetapan target bea masuk adalah (1) pertumbuhan ekonomi 6,4 persen; (2) nilai tukar rupiah rata-rata Rp9.250 per USD; dan (3) meningkatnya volume impor sebagai dampak dari meningkatnya volume perdagangan internasional. Kebijakan bea keluar tidak semata-mata ditujukan untuk menghimpun penerimaan negara, namun terdapat tujuan lain seperti stabilitas harga nasional dan kelestarian sumber daya alam. Dalam tahun 2011, bea keluar ditargetkan sebesar Rp5,1 triliun atau 6,4 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan target APBN-P tahun 2010. Penerimaan bea keluar sangat tergantung pada kebijakan Pemerintah dalam penerapan besarnya bea keluar, antara lain: (1) harga referensi crude palm oil (CPO )dan turunannya, serta harga referensi biji kakao yang ditetapkan Pemerintah dan menjadi dasar besarnya tarif bea keluar yang dikenakan; dan (2) penetapan harga patokan ekspor sebagai dasar perhitungan besarnya pungutan bea keluar. Selain itu, terdapat parameter yang uncontrollable yaitu volume ekspor dari komoditas tersebut.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Dalam tahun 2011, Pemerintah mengupayakan optimalisasi penerimaan dari PNBP guna mendukung sumber penerimaan dalam negeri. Dalam APBN 2011, peranan penerimaan sumber daya alam (SDA) khususnya penerimaan migas,
24 24
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
diperkirakan masih dominan. Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan, terutama indikator Indonesia crude price (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan produksi/lifting minyak bumi, serta langkah-langkah kebijakan guna mengoptimalkan penerimaan, maka PNBP 2011 ditargetkan sebesar Rp250,9 triliun. Target PNBP tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp3,7 triliun atau 1,5 persen bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN-P 2010. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh peningkatan PNBP lainnya dan pendapatan badan layanan umum (BLU). Kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam mencapai target PNBP tahun 2011 adalah: (1) optimalisasi penerimaan SDA, terutama SDA migas melalui upaya pencapaian target produksi/lifting minyak mentah; (2) peningkatan produksi komoditas tambang dan mineral serta perbaikan peraturan di sektor pertambangan; (3) menggali potensi penerimaan di sektor kehutanan selain dari hutan kayu dan nonkayu; (4) optimalisasi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tetap mempertimbangkan peningkatan efisiensi dan kinerja BUMN melalui optimalisasi investasi (capital expenditure); dan (5) peningkatan kinerja pelayanan dan administrasi pada PNBP kementerian negara/ lembaga (K/L); serta (6) review atas peraturan yang terkait dengan jenis dan tarif PNBP K/L. Lebih lanjut mengenai alokasi dari komponen PNBP dalam APBN 2011, dapat dijelaskan sebagai berikut. Penerimaan SDA dalam tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp163,1 triliun yang berasal dari migas dan nonmigas. Dalam tahun 2011, penerimaan SDA migas ditargetkan sebesar Rp149,3 triliun, menurun sebesar Rp2,4 triliun atau 1,6 persen jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P 2010. Sumber penerimaan SDA migas terdiri atas penerimaan minyak bumi sebesar Rp107,5 triliun dan penerimaan gas bumi sebesar Rp41,8 triliun. The Indonesian Budget Overview 2011
25
Lebih rendahnya target penerimaan SDA dalam tahun 2011 tersebut terutama disebabkan karena adanya kenaikan komponen pengurang (pajak dan pungutan lainnya) yang digunakan sebagai dasar perhitungan penerimaan SDA migas 2011. Selain itu, lebih rendahnya target tahun 2011 juga disebabkan karena pada APBN-P 2010 termasuk tambahan penerimaan SDA migas di luar rutin yang berasal dari penyelesaian kewajiban migas PT Pertamina (Persero) sebesar Rp5,0 triliun, yang seluruhnya akan dipergunakan untuk pembayaran kepada PT Pertamina (Persero) atas penggunaan bahan bakar minyak dan pelumas (BMP) oleh TNI. Penerimaan PNBP bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp27,6 triliun, yang berarti mengalami penurunan sebesar Rp1,9 triliun atau 6,5 persen jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P 2010 sebesar Rp29,5 triliun. Lebih rendahnya target penerimaan PNBP bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam tahun 2011 tersebut terutama disebabkan karena kondisi ekonomi makroekonomi yang masih rentan terhadap defisit angggaran negara-negara Organization for Economic Cooperation Development (OECD) terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat di tahun 2010, sehingga akan menyebabkan kinerja BUMN menurun di tahun 2011, serta kebijakan Pemerintah terhadap BUMN sektor perbankan untuk meningkatkan non performing loan (NPL) yang menjadi komponen pengurang laba BUMN perbankan sehubungan dengan cadangan umum penyisihan penghapusan aset produktif. Dalam tahun 2011, target PNBP lainnya ditargetkan sebesar Rp45,2 triliun, sedikit mengalami peningkatan sebesar Rp1,7 triliun atau 3,9 persen bila dibandingkan dengan target dalam APBN-P 2010 sebesar Rp43,5 triliun. Pendapatan BLU dalam tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp15,0 triliun. Penerimaan ini lebih tinggi Rp5,5 triliun atau 58,4 persen dari target dalam APBN-P tahun
26 26
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
2010 sebesar Rp9,5 triliun. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh bertambahnya jumlah perguruan tinggi negeri termasuk 7 perguruan tinggi negeri (PTN) ex-badan hukum milik negara (BHMN) yang menerapkan pola BLU dan telah diterapkannya pola pengelolaan BLU oleh seluruh rumah sakit Pemerintah.
Penerimaan Hibah Penerimaan hibah dalam tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp3,7 triliun. Target tersebut lebih tinggi Rp1,8 triliun atau 97,2 persen jika dibandingkan dengan target APBN-P 2010 sebesar Rp1,9 triliun. Peningkatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh semakin tingginya komitmen negara donor untuk membantu Indonesia terkait masalah perubahan iklim serta semakin efektifnya sistem administrasi dan pencatatan penerimaan hibah dalam APBN. Selain itu juga, dikarenakan menampung hibah aset dari PT Pertamina dan PT PLN (Persero) yang akan digunakan untuk penyertaan modal negara (PMN) terhadap PT Geo Dipa Energi sebesar Rpo,4 triliun. TABEL 2 TABEL 2 PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 2010-2011 PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 2010 − 2011 (triliun rupiah)
(triliun rupiah) 2010 Uraian Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1 . Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1 .Migas 2.No nmigas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak Bumi dan Bangunan iv . BPHTB v . Cukai v i. Pajak lainny a b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Bea keluar 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan SDA i. Migas ii. Nonmigas b. Bagian Laba BUMN c . PNBP Lainny a d. Pendapatan BLU II. Hibah
APBN-P 992,4 990 ,5 7 43,3 7 20 ,8 362,2 5 5 ,4 30 6,8 263,0 25 ,3 7 ,2 5 9,3 3,8 22,6 1 7 ,1 5 ,5 247 ,2 1 64,7 1 5 1 ,7 1 3,0 29,5 43,5 9,5 1 ,9
2011
% thd PDB 1 5 ,9 1 5 ,8 1 1 ,9 1 1 ,5 5 ,8 0 ,9 4,9 4,2 0 ,4 0 ,1 0 ,9 0 ,1 0 ,4 0 ,3 0 ,1 4,0 2,6 2,4 0 ,2 0 ,5 0 ,7 0 ,2 0 ,0
APBN 1 .1 0 4,9 1 .1 0 1 ,2 85 0 ,3 827 ,2 420 ,5 5 5 ,6 364,9 31 2,1 27 ,7 0 ,0 62,8 4,2 23,0 1 7 ,9 5 ,1 25 0 ,9 1 63,1 1 49,3 1 3,8 27 ,6 45 ,2 1 5 ,0 3,7
% thd PDB 1 5 ,7 1 5 ,7 1 2,1 1 1 ,8 6,0 0 ,8 5 ,2 4,4 0 ,4 0 ,0 0 ,9 0 ,1 0 ,3 0 ,3 0 ,1 3,6 2,3 2,1 0 ,2 0 ,4 0 ,6 0 ,2 0 ,1
Su m ber : Kem enter ia n Keu a nga n
The Indonesian Budget Overview 2011
27
Belanja Negara Tahun 2011 Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2011 Dengan mengacu kepada sasaran strategis, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2011, maka kebijakan belanja negara dalam tahun 2011 akan diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal, menjaga stabilitas perekonomian, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara. Sesuai dengan arah kebijakan tersebut, maka alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2011 akan lebih difokuskan untuk memberikan dukungan terhadap: (1) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi; (2) pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain melalui pembangunan infrastruktur; (3) perlindungan sosial melalui perluasan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan (Jamkesmas); (4) pemberdayaan masyarakat antara lain melalui PNPM mandiri dan Program Keluarga Harapan; (5) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (6) pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran; serta (7) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu. Terkait dengan layanan pendidikan, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011, mekanisme penyaluran dana BOS yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional, mulai tahun 2011 direalokasi menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah mengikuti pola desentralisasi fiskal, dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan urusan daerah sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut di atas, maka alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBN tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp836,6 triliun (11,9 persen dari PDB). Jumlah ini berarti lebih tinggi sebesar Rp55,0 triliun, atau 7,0 persen bila dibandingkan dengan volume anggaran belanja
28 28
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
Pemerintah Pusat dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp781,5 triliun (12,5 persen dari PDB). Peningkatan volume anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBN tahun 2011 tersebut terutama berkaitan dengan meningkatnya alokasi anggaran belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan pembayaran bunga utang. Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBN tahun 2011 tersebut, akan digunakan terutama untuk mendukung pendanaan bagi berbagai program pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga (K/L) sesuai tugas dan fungsi masing-masing K/L, maupun program-program yang bersifat lintas sektoral, dan/atau belanja non-K/L, sesuai dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2011. Lebih lanjut mengenai perkembangan alokasi dari komponen belanja Pemerintah Pusat menurut klasifikasi ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam APBN tahun 2011, alokasi anggaran untuk belanja pegawai ditetapkan sebesar Rp180,8 triliun atau 2,6 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp18,2 triliun atau 11,2 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja pegawai dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp162,7 triliun. Peningkatan ini terutama berkaitan dengan berbagai langkah kebijakan yang diambil Pemerintah dalam kerangka reformasi birokrasi, baik dalam memperbaiki dan menjaga kesejahteraan aparatur Pemerintah dan pensiunan maupun dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Anggaran belanja pegawai tersebut terdiri atas belanja gaji dan tunjangan, belanja honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain, serta belanja kontribusi sosial. Alokasi anggaran belanja barang dalam APBN tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp137,8 triliun atau 2,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini, menunjukkan peningkatan sebesar Rp25,3 triliun atau 22,4 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp112,6 triliun (1,8 persen terhadap PDB). Alokasi anggaran pada pos belanja barang tersebut, The Indonesian Budget Overview 2011
29
terutama diarahkan untuk: (1) menjaga kelancaran penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat, dan pemeliharaan aset, termasuk penyediaan belanja operasional bagi satuan kerja baru; dan (2) menyediakan dana untuk biaya perjalanan dalam rangka mendukung tugas pokok. Anggaran belanja barang dalam APBN tahun 2011 tersebut dialokasikan untuk pos belanja barang dan jasa, pos belanja pemeliharaan, dan pos belanja perjalanan. Dalam rangka mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan arah kebijakan, tema, dan prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2011, alokasi anggaran belanja modal dalam APBN tahun 2011 ditetapkan mencapai Rp135,9 triliun atau 1,9 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp40,8 triliun, atau 43,0 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp95,0 triliun (1,5 persen terhadap PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja modal dalam tahun 2011 tersebut, sejalan dengan upaya Pemerintah untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif, dan berkeadilan. Pembayaran bunga utang pada APBN tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp115,2 triliun, atau 1,6 persen terhadap PDB. Beban bunga utang tersebut, diperuntukkan bagi pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp79,4 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp35,8 triliun. Dalam memperhitungkan beban utang dalam APBN 2011, beberapa variabel ikut mempengaruhi, antara lain: (1) asumsi nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat, dan beberapa mata uang kuat lainnya; (2) tingkat suku bunga SBI-3 bulan yang digunakan sebagai referensi bunga instrumen variable rate SBN; (3) asumsi tingkat bunga LIBOR dengan tingkat bunga mengambang yang digunakan sebagai referensi untuk menghitung instrumen pinjaman; (4) outstanding utang; dan (5) perkiraan utang baru tahun 2011.
30 30
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
Alokasi anggaran subsidi dalam APBN 2011, ditetapkan mencapai Rp187,6 triliun (2,7 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti turun sebesar Rp13,6 triliun, atau 6,8 persen bila dibandingkan dengan belanja subsidi dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp201,3 triliun. Pemberian subsidi pada APBN tahun 2011 ditujukan untuk hal-hal yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak, terutama masyarakat yang kurang mampu, serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Sebagian besar dari alokasi anggaran belanja subsidi dalam APBN tahun 2011 tersebut direncanakan akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar 72,8 persen, yaitu subsidi BBM sebesar 51,1 persen dan subsidi listrik sebesar 21,7 persen, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 27,2 persen akan disalurkan untuk subsidi nonenergi, yaitu: (1) subsidi pangan; (2) subsidi pupuk; (3) subsidi benih; (4) bantuan/ subsidi PSO; (5) subsidi bunga kredit program; dan (6) subsidi pajak. Anggaran subsidi BBM pada tahun 2011 disediakan untuk beberapa jenis BBM tertentu, yaitu: (1) minyak tanah; (2) premium dan biopremium; (3) minyak solar dan biosolar; dan (4) LPG tabung 3 kilogram. Dengan subsidi BBM jenis tertentu dan subsidi LPG Tabung 3 kilogram tersebut diharapkan kebutuhan masyarakat akan BBM dan LPG dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau. Anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan LPG Tabung 3 kilogram dalam APBN 2011 ditetapkan mencapai Rp95,9 triliun (1,4 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti mengalami kenaikan sebesar Rp7,0 triliun atau 7,9 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja subsidi BBM jenis tertentu dan LPG Tabung 3 kilogram dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp88,9 triliun (1,4 persen terhadap PDB). Peningkatan beban anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan LPG Tabung 3 kilogram dalam APBN 2011 tersebut, berkaitan dengan perubahan alpha BBM, volume konsumsi BBM jenis tertentu, dan volume konversi minyak tanah ke LPG Tabung 3 kilogram. Besaran subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 kilogram dalam APBN tahun 2011 didasarkan atas parameter-parameter sebagai berikut: (1) ICP The Indonesian Budget Overview 2011
31
sebesar USD80,0 per barel; (2) volume konsumsi BBM jenis tertentu diperkirakan mencapai 38,6 juta kiloliter (kl) dan konsumsi LPG Tabung 3 Kilogram sebesar 3,52 metrik ton; (3) alpha BBM sebesar Rp595,5/liter; dan (4) nilai tukar rupiah sebesar Rp9.250 per dolar Amerika Serikat. Dalam tahun 2011, subsidi listrik masih perlu disediakan, dengan pertimbangan masih lebih rendahnya tarif tenaga listrik (TTL) yang berlaku bila dibandingkan dengan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik. Sebagaimana pedoman dalam RKP tahun 2011, Pemerintah mengupayakan beberapa kebijakan dalam rangka mengendalikan anggaran subsidi, khususnya subsidi BBM dan subsidi listrik. Selama beberapa tahun terakhir, realisasi anggaran subsidi listrik mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Untuk mengendalikan anggaran subsidi listrik, maka Pemerintah bersama PT PLN (Persero) secara bertahap terus melakukan langkah-langkah dan upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik, antara lain dengan: (1) program penghematan pemakaian listrik (demand side) melalui penurunan susut jaringan (losses); dan (2) program diversifikasi energi primer di pembangkit tenaga listrik (supply side), melalui optimalisasi penggunaan gas, penggantian High Speed Diesel (HSD) dengan Marine Fuel Oil (MFO), peningkatan penggunaan batubara, pemanfaatan biofuel, dan panas bumi. Selain berbagai kebijakan tersebut di atas, perhitungan beban subsidi listrik dalam tahun 2011 juga berdasarkan pada asumsi dan parameter-parameter sebagai berikut: (1) ICP sebesar USD80,0/barel; (2) nilai tukar rupiah sebesar Rp9.250 per dolar Amerika Serikat; (3) margin usaha PT PLN sebesar 8 persen; (4) perkiraan peningkatan penjualan tenaga listrik berkisar 7,4 persen dari penjualan tahun 2010; dan (5) susut jaringan (losses) sebesar 8,55 persen. Anggaran subsidi listrik dalam APBN tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp40,7 triliun (0,6 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti lebih rendah sebesar Rp14,4 triliun, atau 26,1 persen dari beban anggaran belanja subsidi listrik dalam tahun
32 32
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
2010 sebesar Rp55,1 triliun (0,9 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi listrik dalam APBN tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan penundaan pembayaran utang subsidi listrik tahun 2009 sebesar Rp4,6 triliun, penurunan susut jaringan (losses) dan pemenuhan pasokan gas (fuel mix). Dalam APBN tahun 2011, alokasi anggaran belanja hibah ditetapkan sebesar Rp771,3 miliar, yang berarti terjadi peningkatan sebesar Rp528,1 miliar bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja hibah yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp243,2 miliar. Kebijakan alokasi anggaran hibah kepada daerah untuk tahun 2011 masih dititikberatkan pada kelanjutan dari program tahun 2010, yaitu diarahkan pada upaya mendukung peningkatan kapasitas Pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar umum dalam bidang pendidikan, air minum, sanitasi dan perhubungan. Alokasi anggaran bantuan sosial dalam APBN tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp63,2 triliun atau 0,9 persen terhadap PDB. Jumlah ini, menunjukkan penurunan sebesar Rp8,0 triliun atau 11,2 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp71,2 triliun (1,1 persen terhadap PDB). Alokasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2011 tersebut, terdiri atas: (1) alokasi dana penanggulangan bencana alam sebesar Rp4,0 triliun, dan (2) alokasi bantuan sosial yang disalurkan melalui kementerian negara/lembaga sebesar Rp59,2 triliun. Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam APBN tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp15,3 triliun, atau 0,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti menunjukkan penurunan sebesar Rp17,7 triliun, atau 53,7 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja lain-lain dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp32,9 triliun (0,5 persen terhadap PDB). Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2011 tersebut terdiri dari: (1) dana cadangan risiko fiskal (policy measures) sebesar Rp4,2 triliun; dan (2) belanja lainnya Rp11,1 triliun. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja The Indonesian Budget Overview 2011
33
lain-lain dalam tahun 2011, antara lain berkaitan dengan dilakukannya realokasi beberapa pos anggaran dari belanja lain-lain ke belanja K/L, seperti pendanaan untuk biaya pemungutan PBB, anggaran operasional beberapa komite/lembaga, dan sebagian belanja penunjang. Selain itu, juga dilakukan realokasi anggaran penyertaan modal negara (PMN) kepada lembaga keuangan internasional dari belanja lainnya ke pos pembiayaan. Realokasi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas APBN agar lebih transparan, akuntabel, dan tertib administrasi, karena K/L pelaksana anggaran harus bertanggung jawab terhadap kegiatannya, baik administrasi maupun substansi. Terkait dengan alokasi belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dalam APBN 2011 dapat dijelaskan sebagai berikut. TABEL TABEL 3 3 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2010-2011 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2010-2011 (triliun rupiah) (triliun rupiah)
201 0 No.
Uraian
201 1
APBN-P
% thd PDB
APBN
% thd PDB
1.
Belanja Pegawai
1 62,7
2,6
1 80,8
2,6
2.
Belanja Barang
1 1 2,6
1 ,8
1 37 ,8
2,0
3.
Belanja Modal
95,0
1 ,5
1 35,9
1 ,9
4.
Pembay aran Bunga Utang
1 05,7
1 ,7
1 1 5,2
1 ,6
5.
Subsidi
201 ,3
3,2
1 87 ,6
2,7
6.
Belanja Hibah
0,2
0,0
0,8
0,0
7.
Bantuan Sosial
7 1 ,2
1 ,1
63,2
0,9
8.
Belanja lain-lain
32,9
0,5
1 5,3
0,2
Jumlah
7 81 ,5
1 2,5
836,6
1 1 ,9
Sum ber : Kem enterian Keuangan
Dari alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp836,6 triliun, alokasi anggaran untuk belanja K/L ditetapkan mencapai Rp432,8
34 34
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
triliun (6,2 persen terhadap PDB), sedangkan alokasi belanja non-K/L (bagian anggaran bendahara umum negara) ditetapkan sebesar Rp403,8triliun (5,8 persen terhadap PDB). Dengan demikian, alokasi anggaran belanja K/L dalam APBN tahun 2011 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp66,6 triliun atau 18,2 persen bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp366,1 triliun (5,9 persen terhadap PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja K/L yang cukup signifikan dalam APBN tahun 2011 tersebut berkaitan dengan kerangka strategi upfront loading dalam pendanaan RPJMN 2010-2014. Selain itu peningkatan tersebut juga terkait dengan dilakukannya realokasi beberapa kegiatan dalam program anggaran lain-lain ke bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Landasan berpikir dari strategi tersebut adalah bahwa pada awal pemulihan dari krisis ekonomi, belanja Pemerintah merupakan stimulan utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga pada tahun-tahun awal pelaksanaan RPJMN 2010-2014 diperlukan daya dorong belanja yang cukup besar, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Namun demikian, peningkatan alokasi anggaran tersebut menuntut perbaikan kualitas belanja, baik dalam tahap perencanaan, penganggaran, maupun pertanggungjawabannya, agar diperoleh manfaat yang optimal berkaitan dengan pencapaian sasaran pembangunan yang ditetapkan dalam RKP 2011. Berkaitan dengan itu, alokasi anggaran belanja K/L akan lebih diarahkan pada berbagai kegiatan yang secara efektif dapat memberikan dampak dan/atau kontribusi langsung bagi pencapaian sasaransasaran pembangunan. Berikut uraian singkat mengenai alokasi anggaran belanja negara untuk 5 K/L terbesar dalam APBN 2011.
The Indonesian Budget Overview 2011
35
BAB I [THE INDONESIAN BUDGET IN BRIEF 2011] TAHUN 2011 GRAFIK 1 PROPORSI ANGGARAN BELANJA 10 K/L DENGAN NILAI BELANJA TERBESAR TH 2011
Kemenag; 7,4%
Kemenhan; 11,0% Kemendiknas; 12,9%
Polri; 6,9%
Kemenkes; 6,4%
Kemenhub; 5,1% Kementan; 4,1% Kemenkeu; 3,6%
Kemen ESDM; 3,5%
Kemen PU; 13,4%
Sumber: Kemnterian Keuangan
Berikut uraian singkat mengenai alokasi anggaran belanja negara untuk 5 K/L terbesar dalam
1. Kementerian Pekerjaan Umum
APBN 2011.
Dalam APBN tahun 2011, 1. Kementerian Pekerjaan UmumKementerian Pekerjaan Umum ditetapkan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp58,0 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat
Dalam APBN tahun 2011, Kementerian Pekerjaan Umum ditetapkan mendapat alokasi
sebesar Rp21,9 triliun atauJumlah 60,6 persen bila dibandingkan dengansebesar pagu alokasi anggaran sebesar Rp58,0 triliun. ini secara nominal meningkat Rp21,9 triliun atau 60,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam APBN-Pbelanja tahun Kementerian 2010 Pekerjaan Umum dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp36,1 triliun. Alokasi anggaran belanja
sebesar Rp36,1 triliun. Alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Pekerjaan Umum dalam APBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni
dalam APBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp47,5
sebesar Rp47,5 triliun, PHLN sebesar Rp10,4 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar
PHLN sebesarbelanja Rp10,4Kementerian triliun, dan pagu penggunaan sebesar Rp50,7triliun, miliar. Anggaran Pekerjaan UmumPNBP dalam tahun Rp50,7 2011 tersebut, akan miliar. dimanfaatkan melaksanakan antara tahun lain: 2011 (1) program Anggaranuntuk belanja Kementerian berbagai Pekerjaanprogram, Umum dalam penyelenggaraan jalan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp29,8 triliun; (2) program
tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain:
pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman, dengan alokasi anggaran sebesar
(1) program penyelenggaraan jalan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp29,8
Rp13,1 triliun; serta (3) program pengelolaan sumber daya air, dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,6triliun; triliun.(2) program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman,
dengan alokasi anggaran sebesar Rp13,1 triliun; serta (3) program pengelolaan 2. Kementerian Pendidikan Nasional sumber daya air, dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,6 triliun. 16
36 36
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
2. Kementerian Pendidikan Nasional Dalam APBN tahun 2011, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) ditetapkan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp55,6 triliun. Jumlah ini turun sebesar Rp7,8 triliun atau 12,3 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Pendidikan Nasional dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp63,4 triliun. Alokasi anggaran Kementerian Pendidikan Nasional dalam tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp42,4 triliun, PHLN sebesar Rp2,5 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp10,7 triliun. Alokasi anggaran pada Kemendiknas dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pendidikan taman kanak-kanak dan pendidikan dasar, dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,7 triliun. Mulai tahun 2011, direncanakan adanya kebijakan realokasi anggaran untuk dana bantuan operasional sekolah (BOS), yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional, kemudian dipindahkan menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah. Realokasi anggaran tersebut sebesar Rp16,8 triliun yang terdiri dari: (a) dana BOS sebesar Rp16,6 triliun; dan (b) dana cadangan (buffer funds) sebesar Rp0,2 triliun; (2) program pendidikan tinggi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp28,6 triliun; serta (3) program peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp11,5 triliun.
3. Kementerian Pertahanan Dalam APBN tahun 2011, Kementerian Pertahanan ditetapkan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp47,5 triliun. Jumlah ini secara nominal naik sebesar Rp4,6 triliun atau 10,7 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Pertahanan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp42,9 triliun. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp41,1 triliun,
The Indonesian Budget Overview 2011
37
dan PHLN/PDN sebesar Rp6,4 triliun. Alokasi anggaran Kementerian Pertahanan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain untuk: (1) program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra darat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp17,9 triliun; (2) program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra laut, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,6 triliun; serta (3) program modernisasi alutsista dan nonalutsista serta pengembangan fasilitas dan sarpras matra udara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,2 triliun.
4. Kementerian Agama Kementerian Agama dalam APBN tahun 2011 ditetapkan mendapat alokasi anggaran Rp32,1 triliun. Jumlah ini secara nominal naik sebesar Rp2,0 triliun atau 6,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp30,1 triliun. Alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam APBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp30,7 triliun, PHLN sebesar Rp756,7 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp652,8 miliar. Alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam APBN tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, diantaranya yaitu: (1) program pendidikan islam, dengan alokasi anggaran sebesar Rp25,8 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Agama, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,3 triliun; serta (3) program bimbingan masyarakat islam, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,0 triliun.
5. Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam APBN tahun 2011, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ditetapkan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp29,8 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar Rp2,0 triliun atau 7,1 persen apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran
38 38
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
belanja Polri dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp27,8 triliun. Alokasi anggaran Polri dalam APBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp24,8 triliun, PHLN/PDN sebesar Rp1,8 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp3,1 triliun. Alokasi anggaran Polri dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, diantaranya yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Polri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp19,9 triliun; (2) program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,4 triliun; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Polri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,1 triliun. Selanjutnya, mengenai alokasi belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi pada APBN 2011 didominasi oleh fungsi pelayanan umum, yang kemudian diikuti secara berturut-turut oleh fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi pertahanan, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya, seperti fungsi lingkungan hidup, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama dan fungsi perlindungan sosial. Relatif tingginya porsi alokasi anggaran pada fungsi pelayanan umum tersebut menunjukkan bahwa pemberian fungsi pelayanan umum kepada masyarakat merupakan fungsi utama pemerintah, yang terdiri dari pemberian subsidi, pembayaran bunga utang, dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya, peyelenggaraan diplomasi dan kerjasama internasional, penataan administrasi kependudukan, pemberdayaan masyarakat, pembangunan daerah, serta penelitian dan pengembangan iptek. Perbandingan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi tahun 2010-2011 dapat dilihat dalam Tabel 4.
The Indonesian Budget Overview 2011
39
BAB I [THE INDONESIAN BUDGET IN BRIEF 2011]
Penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa alokasi anggaran Belanja Pemerintah
Perbandingan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi tahun 2010-2011
Pusat fungsi sebagai berikut. dapatmenurut dilihat dalam Tabeladalah 4.
TABEL44 TABEL 1) BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PUSAT,MENURUT FUNGSI, 2010-2011 2010-2011 BELANJA PEMERINTAH MENURUT FUNGSI, (triliunrupiah) rupiah) (triliun
2010
FUNGSI
KODE
01
PELAYANAN UMUM
APBN
% thd PDB
495,32
8,3
20,97 14,93
2011 % thd PDB
APBN
% thd PDB
528,77
8,5
517,17
7,4
0,4
21,43
0,3
47,42
0,7
0,2
16,91
0,3
22,07
0,3
57,36
1,0
61,20
1,0
101,41
1,4
7,89
0,1
8,58
0,1
11,07
0,2
APBN-P
02
PERTAHANAN
03
KETERTIBAN DAN KEAMANAN
04
EKONOMI
05
LINGKUNGAN HIDUP
06
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM
20,91
0,3
21,51
0,3
23,42
0,3
07
KESEHATAN
18,00
0,3
19,80
0,3
13,65
0,2
08
PARIWISATA DAN BUDAYA
0,0
1,53
09
AGAMA
10
PENDIDIKAN
11
PERLINDUNGAN SOSIAL
1,42 0,91
JUMLAH
0,0
0,94
0,0
2,90
0,0
0,0
1,40
0,0
84,09
1,4
97,23
1,6
91,48
1,3
3,46
0,1
3,61
0,1
4,58
0,1
836,57
11,9
725,26
12,1
781,51
12,5
1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber: Kementerian Keuangan
Penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah sebagai berikut.
1. Alokasi Anggaran Fungsi Pelayanan Umum 1. Alokasi Anggaran Fungsi Pelayanan Umum
Dalam APBN tahun 2011, anggaran yang dialokasikan pada fungsi pelayanan
Dalam APBN tahun 2011, anggaran yang dialokasikan pada fungsi pelayanan umum sebesar
Rp517,2sebesar triliun (7,4 persen terhadap yang berarti lebih rendah Rp11,6 atau lebih sekitar umum Rp517,2 triliun PDB), (7,4 persen terhadap PDB), yangtriliun berarti 2,2 persen bila dibandingkan dengan fungsi pelayanan umum pada APBN-P tahun 2010 sebesar
rendah Rp11,6 triliun atau sekitar 2,2 persen bila dibandingkan dengan fungsi
Rp528,8 triliun (8,5 persen tehadap PDB). Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran
pelayanan umum pada APBN-P tahun 2010 triliun (8,5 persen pada subfungsi pelayanan umum lainnya sebesarsebesar Rp294,7Rp528,8 triliun, atau 57,0 persen dari anggaranPDB). fungsi Jumlah pelayanan umum; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pinjaman pemerintah tehadap tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi sebesar Rp115,3 triliun (22,3 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi lembaga eksekutif
pelayanan umum lainnya sebesar Rp294,7 triliun, atau 57,0 persen dari anggaran
dan legislatif, keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri sebesar Rp89,6 triliun (17,3 persen);
fungsi pelayanan umum; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pinjaman pemerintah 19
sebesar Rp115,3 triliun (22,3 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi lembaga
eksekutif dan legislatif, keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri sebesar Rp89,6
40 40
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
triliun (17,3 persen); dan (4) sisanya sebesar Rp17,6 triliun (3,4 persen) tersebar pada subfungsi-subfungsi lainnya, yaitu subfungsi pelayanan umum, subfungsi penelitian dasar dan pengembangan iptek, subfungsi litbang pelayanan umum dan subfungsi pembangunan daerah.
2. Alokasi Anggaran Fungsi Pendidikan Alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang mencerminkan upaya pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan, dari tahun ke tahun diupayakan untuk terus meningkat. Peningkatan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20 persen dari APBN. Pada tahun 2011, sebagai hasil kompilasi dari anggaran berbagai program/kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh beberapa kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pada fungsi pendidikan K/L mencapai Rp91,5 triliun (1,3 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan dasar sebesar Rp10,3 triliun atau 11,3 persen dari anggaran fungsi pendidikan; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah sebesar Rp3,9 triliun (4,3 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan tinggi sebesar Rp35,2 triliun (38,5 persen); (4) alokasi anggaran pada subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan sebesar Rp16,7 triliun (18,2 persen); (5) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan lainnya sebesar Rp14,0 triliun (15,3 persen); dan (6) sisanya sebesar Rp11,4 triliun (12,4 persen) tersebar pada subfungsi-subfungsi lainnya, yang meliputi alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal dan informal, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, dan litbang pendidikan, serta pendidikan dan pembinaan kepemudaan dan olahraga. Pada APBN tahun 2011, total anggaran pendidikan sebesar Rp249,0 triliun atau
The Indonesian Budget Overview 2011
41
20,25 persen dari total belanja negara, yang terdiri dari : (1) anggaran pendidikan pada K/L sebesar Rp89,7 triliun yang merupakan alokasi anggaran pendidikan termasuk untuk pembayaran gaji pendidik, diluar alokasi anggaran untuk pendidikan kedinasan; (2) anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah sebesar Rp158,2 triliun; dan (3) dana pengembangan pendidikan nasional Rp1,0 triliun.
3. Alokasi Anggaran Fungsi Ekonomi Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan transportasi, pertanian, infrastruktur, dan energi didanai dengan anggaran pada fungsi ekonomi. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada fungsi ekonomi sebesar Rp101,4 triliun (1,4 persen terhadap PDB), yang bila dibandingkan dengan fungsi ekonomi pada APBN-P tahun 2010 sebesar Rp61,2 triliun, berarti lebih tinggi sebesar Rp40,2 triliun atau naik sekitar 65,7 persen. Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi transportasi sebesar Rp47,0 triliun atau 46,3 persen dari anggaran fungsi ekonomi; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan sebesar Rp15,9 triliun (15,7 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi pengairan sebesar Rp12,1 triliun (12,0 persen); (4) alokasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi sebesar Rp10,9 triliun (10,7 persen); dan (5) sisanya sebesar Rp15,5 triliun (15,3 persen) tersebar pada subfungsi-subfungsi lainnya, yang meliputi subfungsi perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM, tenaga kerja, pertambangan, industri dan konstruksi, telekomunikasi, litbang ekonomi, dan subfungsi ekonomi lainnya.
4. Alokasi Anggaran Fungsi Pertahanan Sementara itu, alokasi anggaran pada fungsi pertahanan dalam APBN tahun 2011 diupayakan meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran pada fungsi pertahanan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk
42 42
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
meningkatkan kemampuan pertahanan negara sebagai upaya untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada fungsi pertahanan, yang merupakan hasil kompilasi dari anggaran berbagai program pertahanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan/TNI (termasuk didalamnya Mabes, AD, AL dan AU), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), ditetapkan sebesar Rp47,4 triliun (0,7 persen terhadap PDB). Bila dibandingkan dengan APBN-P 2010 sebesar Rp21,4 triliun (0,3 persen terhadap PDB), maka alokasi anggaran pada fungsi pertahanan dalam tahun 2011 tersebut, lebih tinggi Rp26,0 triliun atau 121,2 persen dari pagu alokasi anggaran fungsi pertahanan pada APBN-P 2010. Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara sebesar Rp43,1 triliun (90,9 persen dari anggaran fungsi pertahanan); (2) alokasi anggaran pada subfungsi dukungan pertahanan sebesar Rp4,2 triliun (8,9 persen); dan (3) alokasi anggaran pada subfungsi litbang pertahanan sebesar Rp108,9 miliar (0,2 persen).
5. Alokasi Anggaran Fungsi Ketertiban dan Keamanan Sementara itu, alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan, yang menunjukkan besaran anggaran yang dialokasikan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang ketertiban dan keamanan, juga diupayakan meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan amanat konstitusi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan yang merupakan hasil kompilasi dari anggaran berbagai kegiatan ketertiban dan keamanan yang dilaksanakan oleh beberapa kementerian negara/lembaga, mencapai Rp22,1 triliun (0,3 persen terhadap PDB). The Indonesian Budget Overview 2011
43
Bila dibandingkan dengan APBN-P nya dalam tahun 2010 sebesar Rp16,9 triliun (0,3 persen terhadap PDB), berarti lebih tinggi Rp5,2 triliun atau 30,5 persen. Alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan dalam tahun 2011 tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi kepolisian sebesar Rp10,5 triliun atau 47,7 persen dari anggaran fungsi ketertiban dan keamanan; (2) alokasi anggaran pada subfungsi peradilan sebesar Rp6,1 triliun atau 27,7 persen dari anggaran fungsi ketertiban dan keamanan; (3) alokasi anggaran pada subfungsi pembinaan hukum sebesar Rp2,5 triliun (11,1 persen); (4) alokasi anggaran pada subfungsi ketertiban dan keamanan lainnya sebesar Rp2,1 triliun (9,7 persen); (5) alokasi anggaran pada subfungsi penanggulangan bencana sebesar Rp812,7 miliar (3,7 persen); dan (6) alokasi pada subfungsi litbang ketertiban dan keamanan sebesar Rp23,0 miliar (0,1 persen).
Tranfer ke Daerah Tahun 2011 Kebijakan anggaran transfer ke daerah pada tahun 2011 akan diarahkan untuk (1) meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; (3) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4) mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro; (5) meningkatkan daya saing daerah; (6) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (7) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan (8) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah. Guna mendukung arah kebijakan transfer ke daerah tersebut, dalam APBN 2011
44 44
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
alokasi anggaran Transfer ke Daerah ditetapkan sebesar Rp393,0 triliun, atau 5,6 persen terhadap PDB. Secara nominal, jumlah tersebut berarti mengalami kenaikan Rp48,4 triliun, atau 14,0 persen dari alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp344,6 triliun. Kenaikan anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN 2011 tersebut selain disebabkan adanya kenaikan Dana Perimbangan, juga disebabkan oleh adanya peningkatan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Penyesuaian terutama adanya komponen baru pada pos Dana Penyesuaian, yaitu bantuan operasional sekolah (BOS) dan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID). Lebih lanjut mengenai perkembangan alokasi dari komponen transfer ke daerah dalam APBN 2011 dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam APBN 2011, alokasi Dana Perimbangan ditetapkan sebesar Rp334,3 triliun, atau 4,8 persen terhadap PDB. Secara nominal, jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp20,0 triliun, atau 6,3 persen dari alokasi Dana Perimbangan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp314,4 triliun. Dari jumlah alokasi Dana Perimbangan tersebut, sebesar 25,0 persen merupakan DBH, sebesar 67,5 persen merupakan DAU, dan sebesar 7,5 persen merupakan DAK. Dalam APBN 2011, alokasi Dana Otonomi Khusus ditetapkan sebesar Rp10,4 triliun, dengan rincian sebagai berikut: (1) Dana Otonomi Khusus untuk Papua sebesar Rp4,5 triliun. Sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2008, Dana Otonomi Khusus untuk Papua tersebut dibagikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. (2) Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi NAD sebesar Rp4,5 triliun. (3) Dana Tambahan Otsus Infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp1,4 triliun. Sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2008, Dana Tambahan Infrastruktur Papua dan Papua Barat tersebut dibagikan kepada Provinsi Papua The Indonesian Budget Overview 2011
45
dan Provinsi Papua Barat. Selanjutnya, dalam APBN 2011, dialokasikan dana penyesuaian sebesar Rp48,2 trilliun yang terdiri atas: (1) Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebesar Rp18,5 triliun.
Alokasi TPG sejalan dengan telah ditetapkan PP Nomor 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen, yang dialokasikan mulai tahun 2010. Dana tersebut diberikan kepada guru dan dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya, sesuai dengan kewenangannya.
(2) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp16,8 triliun.
BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk biaya non-personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan Nasional.
(3) Dana tambahan penghasilan guru PNSD sebesar Rp3,7 triliun.
Dana ini diberikan kepada guru yang belum mendapatkan tunjangan profesi guru. Besarnya dana yang diberikan adalah Rp250.000,00 per bulan selama 12 bulan.
(4) Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp1,4 triliun.
Dana Insentif Daerah terutama ditujukan kepada daerah berprestasi yang memiliki kriteria keuangan dan kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan yang baik, serta tetap mengupayakan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
(5) Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) sebesar Rp7,7 triliun.
Dana ini merupakan dana penyesuaian yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dalam rangka
46 46
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
pelaksanaan desentralisasi fiskal. (6) Kurang bayar dana sarana dan prasana infrastruktur Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp100,5 miliar. (7) Penyaluran kurang bayar ini dilaksanakan setelah adanya laporan review oleh aparat pengawas (BPK atau BPKP). TABEL 55 TABEL TRANSFER KEKE DAERAH, 2010-2011 TRANSFER DAERAH, 2010 - 2011 (triliun rupiah) (triliun rupiah)
2010
2011 % thd PDB
APBN-P I. DANA PERIMBANGAN A. DANA BAGI HASIL B. DANA ALOKASI UMUM C.
DANA ALOKASI KHUSUS
II. DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN A. DANA OTONOMI KHUSUS 1. Dana Otsus 2. Dana tambahan Otsus Infrastruktur Prov Papua B. DANA PENYESUAIAN J U M L A H
314,4
5,0
% thd PDB
APBN 334,3
4,8 0,0
89,6
0,0
83,6
203,6
3,3
225,5
3,2
21,1
0,3
25,2
0,4
30,2
0,5
58,7
0,8
9,1 7,7 1,4
0,1 0,1 0,0
10,4 9,0 1,4
0,1 0,1 0,0
21,2
0,3
48,2
0,7
344,6
5,5
393,0
5,6
Sumber : Kementerian Keuangan
Pembiayaan Anggaran Tahun 2011 Dalam APBN tahun 2011, defisit anggaran ditetapkan sebesar Rp124,7 triliun atau 1,8
persen
dipenuhi
terhadap
melalui
PDB.
Pembiayaan
sumber-sumber
sumber
pembiayaan
(secara
neto)
dalam
nonutang. tahun
defisit
pembiayaan Pembiayaan
2011
anggaran utang
dari
direncanakan
dan
sumber sebesar
ini
akan
sumbernonutang negatif
Rp2,4 triliun, sedangkan pembiayaan anggaran yang bersumber dari utang (secara neto) direncanakan mencapai Rp127,0 triliun atau 1,8 persen terhadap PDB. The Indonesian Budget Overview 2011
47
Dengan demikian, dalam tahun 2011 pembiayaan utang masih menjadi sumber utama pembiayaan APBN. Pembiayaan utang ditargetkan sebesar Rp127,0 triliun yang terdiri dari SBN neto sebesar Rp126,7 triliun, pinjaman luar negeri neto sebesar negatif Rp0,6 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp1,0 triliun. Pembiayaan melalui utang merupakan konsekuensi dari kebijakan anggaran defisit, meskipun dalam kebijakan anggaran berimbang atau surplus, pembiayaan utang tetap dilakukan, antara lain untuk: (a) membiayai pengeluaran pembiayaan, termasuk utang yang jatuh tempo; (b) menciptakan benchmark risk free asset di pasar keuangan dan pengelolaan portofolio utang pemerintah; (c) melaksanakan perikatan perjanjian pinjaman dengan lender, dan kemungkinan masih berlangsung masa penarikannya, terutama untuk multi years project, baik untuk proyek K/L maupun penerusan pinjaman Pemerintah kepada BUMN dan/atau Pemda. Dalam APBN tahun 2011, kebutuhan pengeluaran pembiayaan yang harus dipenuhi diperkirakan mencapai Rp150,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB), yang meliputi pembayaran pokok SBN yang jatuh tempo sebesar Rp75,0 triliun, penerusan pinjaman Rp11,7 triliun, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp47,8 triliun, dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan nonutang yang diperkirakan mencapai sebesar Rp16,0 triliun. Apabila ditambahkan dengan kebutuhan pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp124,7 triliun, maka seluruh kebutuhan penerimaan pembiayaan (bruto) yang diperlukan dalam tahun 2011 akan mencapai Rp275,2 triliun. Walaupun Pemerintah berupaya memaksimalkan sumber penerimaan pembiayaan bruto melalui sumber-sumber nonutang, namun diperkirakan hanya mampu memenuhi sekitar 4,9 persen dari seluruh kebutuhan penerimaan pembiayaan bruto, karena keterbatasan sumber dan jumlahnya. Penerimaan pembiayaan yang berasal dari utang secara bruto dalam tahun 2011 direncanakan mencapai sebesar Rp261,6 triliun (3,7 persen terhadap PDB). Jumlah
48 48
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
ini meliputi penerbitan SBN sebesar Rp201,7 triliun, penarikan pinjaman dalam negeri sebesar Rp1,0 triliun, dan penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp58,9 triliun. Pinjaman luar negeri tersebut terdiri atas pinjaman program sebesar Rp19,8 triliun dan penarikan pinjaman proyek sebesar Rp39,1 triliun. Dari jumlah rencana penarikan pinjaman proyek tersebut, sebesar Rp11,7 triliun diantaranya akan diteruspinjamkan kepada BUMN dan/atau pemerintah daerah. Pembiayaan anggaran yang bersumber dari nonutang (secara neto) dalam APBN tahun 2011 direncanakan sebesar negatif Rp2,4 triliun, yang berarti menurun sebesar Rp27,8 triliun apabila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp25,4 triliun. Jumlah pembiayaan nonutang yang bersifat negatif tersebut, menunjukkan bahwa pengeluaran pembiayaan lebih besar dari penerimaan pembiayaan. Hal ini terutama disebabkan penggunaan SAL sebagai sumber pembiayaan nonutang 2011 yang jauh lebih rendah dibandingkan APBN-P 2010. Pembiayaan anggaran nonutang dalam APBN tahun 2011, terdiri dari : (1) perbankan dalam negeri melalui penerimaan pengembalian penerusan pinjaman sebesar Rp6,8 triliun; (2) RKUN untuk pembiayaan kredit investasi pemerintah sebesar Rp853,9 miliar; (3) SAL sebesar Rp5,0 triliun; (4) penerimaan privatisasi sebesar Rp340,0 miliar; (5) penerimaan hasil pengelolaan aset sebesar Rp583,1 miliar; (6) dana investasi pemerintah dan PMN sebesar negatif Rp13,9 triliun; (7) dana pengembangan pendidikan nasional sebesar negatif Rp1,0 triliun dan (8) kewajiban penjaminan sebesar negatif Rp1,0 triliun.
The Indonesian Budget Overview 2011
49
APBN-P Tahun 2011 Perkembangan pelaksanaan APBN 2011, dan proyeksinya sampai dengan akhir tahun dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama: (a) perkembangan indikator [THE INDONESIAN BUDGET IN BRIEF 2011] ekonomi makro BAB I yang menjadi basis perhitungan besaran APBN; (b) pelaksanaan
langkah-langkah kebijakan yang telah direncanakan dalam APBN tahun 2011; TABEL 66 Tabel
RINGKASAN APBN, 2010-2011 RINGKASAN APBN, 2010 - 2011 (triliun rupiah) (triliun rupiah)
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN Tax Ratio (% thd PDB) a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya d. Pendapatan BLU II. HIBAH B. BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT Belanja K/L Belanja Non K/L II. TRANSFER KE DAERAH 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Peny. C. KESEIMBANGAN PRIMER D. SURPLUS /DEFISIT ANGGARAN (A - B) % Defisit Terhadap PDB E. PEMBIAYAAN (I + II) I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) Sumber : Kementerian Keuangan
50 50
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
2010
2011
APBN-P
APBN
992,4
1.104,9
990,5
1.101,2
743,3
850,3
11,9 720,8 22,6
12,1 827,2 23,0
247,2 164,7 29,5 43,5 9,5
250,9 163,1 27,6 45,2 15,0
1,9
3,7
1.126,1 781,5 366,1 415,4
1.229,6 836,6 432,8 403,8
344,6 314,4 89,6 203,6 21,1 30,2
393,0 334,3 83,6 225,5 25,2 58,7
(28,1)
(9,4)
(133,7)
(124,7)
(2,1)
(1,8)
133,7
124,7
133,9
125,3
(0,2)
(0,6)
(c) kebutuhan tambahan anggaran belanja prioritas dalam tahun 2011; serta (d) langkah-langkah antisipasi dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2011. Dalam kerangka tersebut, perubahan APBN 2011 ditujukan antara lain untuk: (a) mengantisipasi perubahan indikator ekonomi makro dalam tahun 2011 agar berbagai besaran APBN-P menjadi lebih realistis dan dapat dilaksanakan secara baik; (b) menjaga stabilitas harga barang dan jasa di dalam negeri; serta (c) mempercepat pelaksanaan program-program prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2011 dan jangka menengah. Perubahan APBN 2011 tersebut dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan dalam pendapatan, belanja, serta defisit dan pembiayaan anggaran.
Perubahan Asumsi Ekonomi Makro APBN 2011 Dengan memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi global dan domestik, maka perlu dilakukan penyesuaian asumsi ekonomi makro yang merupakan dasar penyusunan APBN-P 2011 agar menjadi lebih realistis. TABEL TABEL 77 ASUMSI EKONOMI MAKRO, 2010-2011 ASUMSIDASAR DASAR EKONOMI MAKRO 2011 Indikator Ekonomi
1
2011 APBN
Pertumbuhan Ekonomi (%)
6,4
6,5
5,3
5,65
9.250
8.700
2 Inflasi (%) 3 Nilai Tukar (Rp/USD)
APBN-P
4 Suku Bunga SPN 3 Bulan (%)
6,5
5,6
*)
5 Harga Minyak ICP (USD/barel)
80,0
95,0
6 Lifting Minyak (ribu barel/hari)
970,0
945,0
*) APBN 2011 menggunakan asumsi suku bunga SBI 3 Bulan.
Sumber: Kementerian Keuangan The Indonesian Budget Overview 2011
51
Pokok-Pokok Perubahan APBN Tahun 2011 Dalam APBN-P 2011, pendapatan negara dan hibah direncanakan mengalami perubahan dari Rp1.104,9 triliun dalam APBN tahun 2011 menjadi Rp1.169,9 triliun, atau mengalami peningkatan Rp65,0 triliun (5,9 persen). Peningkatan perkiraan pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P tahun 2011 tersebut bersumber, baik dari penerimaan perpajakan maupun dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Penerimaan perpajakan direncanakan mengalami peningkatan Rp28,4 triliun (3,3 persen) dari sasaran semula Rp850,3 triliun dalam APBN tahun 2011 menjadi Rp878,7 triliun. Sementara itu, PNBP diharapkan meningkat Rp35,7 triliun (14,2 persen) dari sasaran semula Rp250,9 triliun dalam APBN tahun 2011 menjadi Rp286,6 triliun. Demikian pula, penerimaan hibah juga mengalami perubahan, yakni dari Rp3,7 triliun dalam APBN tahun 2011 menjadi Rp4,7 triliun, atau meningkat Rp922,6 miliar (24,7 persen). Perubahan rencana pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2011 tersebut dipengaruhi oleh beberapa kondisi berikut. Pertama, perubahan proyeksi ekonomi makro, seperti harga ICP dari USD80 menjadi USD95 per barel, penurunan target lifting minyak dari 970 ribu barel per hari (bph) menjadi 945 ribu bph, serta apresiasi nilai tukar rupiah dari Rp9.250 menjadi Rp8.700 per USD, yang kesemuanya mempengaruhi penerimaan perpajakan dan PNBP dari migas. Kedua, meningkatnya kegiatan ekonomi, terutama dari perdagangan luar negeri, serta tingginya harga CPO yang memacu peningkatan penerimaan kepabeanan. Anggaran belanja negara dalam APBN-P tahun 2011 direncanakan mengalami perubahan dari pagu semula sebesar Rp1.229,6 triliun dalam APBN tahun 2011 menjadi Rp1.320,8 triliun atau mengalami peningkatan Rp91,2 triliun (7,4 persen). Peningkatan perkiraan belanja negara dalam tahun 2011 tersebut bersumber dari peningkatan belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah. Belanja Pemerintah Pusat direncanakan mengalami perubahan dari Rp836,6 triliun dalam APBN tahun
52 52
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
2011 menjadi Rp908,2 triliun, atau mengalami peningkatan Rp71,7 triliun (8,6 persen). Sementara itu, transfer ke daerah direncanakan mengalami perubahan dari Rp393,0 triliun dalam APBN tahun 2011 menjadi Rp412,5 triliun, atau meningkat Rp19,5 triliun (5,0 persen). Perubahan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2011 tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan asumsi ekonomi makro terutama harga minyak ICP menjadi USD95/barel, yang berakibat pada bertambahnya anggaran subsidi energi. Kedua, perubahan parameter subsidi listrik, terutama akibat keterlambatan penyelesaian commercial operation date (COD) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Ketiga, belum berjalannya kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang diperkirakan berdampak pada meningkatnya volume konsumsi BBM bersubsidi, sehingga menambah beban subsidi BBM pada tahun 2011. Keempat, menampung tambahan anggaran belanja untuk kebutuhan mendesak dan prioritas guna mempercepat pembangunan pada tahun 2011. Perubahan anggaran belanja Pemerintah Pusat tersebut dilakukan dalam rangka mengakomodir pendanaan bagi langkah-langkah kebijakan dan berbagai program prioritas baru, antara lain (a) tambahan stabilisasi harga pangan, (b) tambahan program pro rakyat kluster 4, dan (c) anggaran untuk reward and punishment belanja K/L. Kelima, penambahan anggaran pendidikan sebagai dampak dari kenaikan volume belanja negara, untuk menjaga rasio anggaran pendidikan tetap 20 persen. Keenam, penguatan nilai tukar rupiah dari yang diproyeksikan di APBN tahun 2011 yang berdampak pada penghematan pembayaran bunga utang luar negeri. Sementara itu, perubahan transfer ke daerah dalam APBN-P tahun 2011 terutama disebabkan oleh kenaikan dana bagi hasil sebagai akibat dari kenaikan target PNBP SDA Migas dalam tahun 2011, dari sebesar Rp149,3 triliun menjadi Rp173,2 triliun. Rencana kenaikan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp65,0 triliun (5,9 persen) dan kenaikan belanja negara Rp91,2 triliun dalam APBN-P 2011, telah The Indonesian Budget Overview 2011
53
mengakibatkan bertambahnya target defisit anggaran Rp26,2 triliun, yakni dari sasaran semula sebesar Rp124,7 triliun (1,8 persen PDB) dalam APBN 2011 menjadi sebesar Rp150,8 triliun (2,1 persen PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam APBN-P 2011 tersebut direncanakan akan dibiayai dari peningkatan pembiayaan dalam negeri, dari rencana semula sebesar Rp125,3 triliun dalam APBN 2011 menjadi sebesar Rp153,6 triliun, sedangkan pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan minus Rp2,2 triliun, dari sebesar minus Rp609,5 miliar menjadi sebesar minus Rp2,8 triliun. Perubahan rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun 2011 tersebut terutama berasal dari: (a) peningkatan penggunaan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp30,4 triliun, dari rencana semula sebesar Rp5,0 triliun dalam APBN tahun 2011 TABEL TABEL 88 RINGKASAN APBN DAN APBN-P 2011 RINGKASAN APBN DAN APBN-P, 2010-2011 (triliun rupiah) rupiah) (triliun URAIAN
A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah B. Belanja Negara
APBN-P
Selisih thd APBN
1.104,9
1.169,9
65,0
1.101,2 850,3
1.165,3 878,7
64,1 28,4
250,9
286,6
35,7
3,7
4,7
0,9
1.229,6
1.320,8
91,2
I. Belanja Pemerintah Pusat A. Belanja K/L B. Belanja Non K/L
836,6 432,8 403,8
908,2 461,5 446,7
71,7 28,7 42,9
II. Transfer ke Daerah
393,0
412,5
19,5
(9,4) (124,7) (1,8)
(44,3) (150,8) (2,1)
(34,8) (26,2) (0,3)
124,7 125,3
150,8 153,6
26,2 28,3
C. Keseimbangan Primer D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) % Defisit Terhadap PDB E. Pembiayaan (I + II) I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) Sumber: Kementerian Keuangan
54 54
APBN
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
(0,6)
(2,8)
(2,2)
menjadi sebesar Rp35,3 triliun; serta (b) penambahan dana investasi pemerintah dan penyertaan modal negara untuk mendukung pembangunan infrastuktur, pengembangan kredit usaha rakyat, dan pembangunan perumahan.
Perubahan Pendapatan Negara dan Hibah Perubahan pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2011 didasarkan atas beberapa pertimbangan utama yaitu (a) perubahan asumsi ekonomi makro yang signifikan terutama prognosis deviasi ICP yang melebihi 10 persen pada tahun 2011; (b) pencapaiaan realisasi tahun 2010 dan tahun berjalan; dan (c) perkembangan perekonomian dunia dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia terutama yang berhubungan dengan komoditas pangan dan energi. Berdasarkan hal tersebut, pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2011 ditargetkan sebesar Rp1.169,9 triliun. Secara rinci, target tersebut terdiri atas penerimaan dalam negeri sebesar Rp1.165,3 triliun dan hibah sebesar Rp4,7 triliun. Apabila dibandingkan dengan target dalam APBN 2011 yang mencapai Rp1.104,9 triliun, target pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2011 lebih tinggi Rp65,0 triliun atau 5,9 persen. Beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan penerimaan tersebut antara lain: (a) perubahan asumsi ICP dari USD80,0 per barel menjadi USD95,0 per barel; (b) pencapaian realisasi pendapatan negara 2010 yang melebihi dari target yang direncanakannya; dan (c) perkembangan indikator ekonomi makro yang cukup stabil. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, target pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2011 tersebut mengalami kenaikan Rp174,6 triliun atau 17,5 persen, dengan perincian: penerimaan dalam negeri naik sebesar 17,4 persen dan hibah naik sebesar 54,2 persen.
The Indonesian Budget Overview 2011
55
Perubahan Penerimaan Perpajakan Dalam APBN-P 2011 penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp878,7 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp28,4 triliun (3,3 persen) bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2011. Jumlah tersebut belum memperhitungkan piutang-piutang pajak yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan. Penerimaan perpajakan tersebut terdiri atas pajak dalam negeri yang diperkirakan mencapai Rp831,7 triliun atau naik sebesar Rp4,5 triliun (0,5 persen) dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp46,9 triliun atau naik sebesar Rp23,9 triliun (104,0 persen) bila dibandingkan dengan target APBN 2011. Sebagian besar penerimaan pajak dalam negeri dalam APBN-P 2011 merupakan kontribusi dari penerimaan PPh yang mencapai Rp432,0 triliun atau naik Rp11,5 triliun atau 2,7 persen dari target dalam APBN 2011, yang sebesar Rp420,5 triliun. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya asumsi ICP dan basis realisasi yang menjadi dasar perhitungan PPh migas. Asumsi ICP yang digunakan untuk menghitung PPh migas dalam APBN-P 2011 dan APBN 2011 masing-masing adalah sebesar USD95,0 per barel dan USD80,0 per barel. Penerimaan PPh migas dalam APBN-P 2011 ditargetkan mencapai sebesar Rp65,2 triliun atau meningkat Rp9,7 triliun (17,4 persen) dari APBN 2011. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, penerimaan PPh migas dalam APBN-P 2011 meningkat sebesar Rp6,4 triliun atau 10,8 persen. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan PPh migas mencapai sebesar Rp58,9 triliun dan realisasi ICP sebesar USD79,4 per barel. Dalam APBN-P 2011, target penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan mencapai Rp298,4 triliun, atau mengalami penurunan sebesar Rp13,7 triliun atau negatif 4,4 persen dari target APBN 2011 sebesar Rp312,1 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya penyesuaian basis perhitungan (baseline) berdasarkan realisasi tahun 2010 dengan tanpa memperhitungkan pajak ditanggung Pemerintah (DTP). Namun apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2010,
56 56
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
target PPN dan PPnBM APBN-P 2011 mengalami kenaikan sebesar Rp67,8 triliun atau 29,4 persen. Hal tersebut terutama didukung oleh meningkatnya PPN impor sebesar 54,8 persen yang disebabkan oleh tingginya realisasi impor. Dalam APBN-P 2011, penerimaan PBB diperkirakan mencapai Rp29,1 triliun atau mengalami kenaikan sebesar Rp1,4 triliun (5,0 persen) bila dibandingkan dengan target APBN 2011. Kenaikan tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai dasar penghitungan PBB jika dibandingkan dengan NJOP tahun sebelumnya. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, perkiraan penerimaan PBB dalam APBN-P 2011 mengalami peningkatan sebesar Rp477,2 miliar atau 1,7 persen. Penerimaan cukai dalam APBN-P 2011 diperkirakan mencapai Rp68,1 triliun atau naik sebesar Rp5,3 triliun (8,5 persen) bila dibandingkan dengan target APBN 2011. Hal tersebut terutama didukung oleh keberhasilan pelaksanaan program pemberantasan cukai ilegal. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan cukai tahun 2010 sebesar Rp66,2 triliun, perkiraaan penerimaan cukai dalam APBN-P 2011 meningkat sebesar Rp1,9 triliun (2,9 persen). Kenaikan tersebut diperkirakan oleh meningkatnya produksi cukai hasil tembakau dan produksi minuman mengandung ethyl alkohol (MMEA) yang sampai dengan Mei 2011 masing-masing meningkat sebesar 9,7 persen dan 25,5 persen bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam APBN-P 2011, penerimaan pajak lainnya diperkirakan mencapai Rp4,2 triliun atau hampir sama dengan target dalam APBN 2011. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2010, penerimaan pajak lainnya diperkirakan mengalami kenaikan sebesar Rp225,0 miliar atau 5,7 persen. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan jumlah transaksi ekonomi yang menggunakan dokumen bermeterai seiring dengan mulai membaiknya ekonomi global dan domestik pada tahun 2011. The Indonesian Budget Overview 2011
57
Dalam APBN-P 2011 penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai sebesar Rp21,5 triliun atau naik sebesar Rp3,6 triliun (20,1 persen) bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2011. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, penerimaan bea masuk dalam APBN-P 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,4 persen. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya nilai impor nonmigas, yang sampai dengan Juni 2011 mencapai USD64,4miliar atau naik sebesar 29,2 persen bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari total nilai impor tersebut, sebagian besar berasal dari negara ASEAN sebesar 22,6 persen, China 18,7 persen dan Jepang 13,4 persen yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 26,8 persen, 33,2 persen dan 13,4 persen bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya. Target penerimaan bea keluar dalam APBN-P 2011 diperkirakan mencapai sebesar Rp25,4 triliun, atau mengalami peningkatan yang signifikan sebesar Rp20,3 triliun (398,1 persen) bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2011. Tingginya perkiraan penerimaan bea keluar tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan tarif bea keluar yang disebabkan oleh meningkatnya harga crude palm oil (CPO) di pasar Internasional.
Perubahan Penerimaan Negara Bukan Pajak Berdasarkan perubahan asumsi ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan PNBP yang akan diterapkan, PNBP dalam APBN-P 2011 ditargetkan sebesar Rp286,6 triliun, lebih tinggi Rp35,7 triliun atau 14,2 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2011. Penerimaan SDA dalam tahun 2011 ditargetkan mencapai Rp192,0 triliun, lebih tinggi Rp28,9 triliun atau 17,7 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2011 sebesar Rp163,1 triliun. Perubahan atas target penerimaan SDA tersebut terutama
58 58
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan SDA migas yang diperkirakan mencapai Rp173,2 triliun. Penerimaan SDA migas dalam tahun 2011 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp23,8 triliun atau 16,0 persen bila dibandingkan dengan target dalam APBN 2011 sebesar Rp149,3 triliun. Sedangkan untuk penerimaan SDA nonmigas yang terdiri atas penerimaan pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas bumi diperkirakan sebesar Rp18,8 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 36,5 persen dari targetnya dalam APBN 2011. Sementara itu, penerimaan yang berasal dari bagian Pemerintah atas laba BUMN (dividen) dalam APBN-P 2011 diperkirakan sebesar Rp28,8 triliun. Hal tersebut sejalan dengan telah terealisasinya laba operasional tahun 2010 yang menjadi dasar perhitungan dividen 2011. Jumlah tersebut termasuk pemberian PMN ke PT Inhutani yang di set-off dengan deviden sebesar Rp5,0 miliar. Sumber penerimaan PNBP lainnya antara lain berasal dari (a) kegiatan jasa pelayanan dan pengaturan yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L kepada masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; (b) Domestic Market Obligation (DMO) minyak mentah; dan (c) penjualan hasil tambang. Dalam APBN-P 2011, target penerimaan PNBP lainnya direncanakan mencapai Rp50,3 triliun, lebih tinggi 11,5 persen jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2011. Peningkatan target PNBP lainnya tersebut bersumber dari kenaikan target pendapatan DMO minyak mentah yang disebabkan oleh perubahan asumsi ICP dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Selanjutnya, target pendapatan BLU dalam APBN-P tahun 2011 sedikit mengalami peningkatan yaitu dari Rp15,0 triliun menjadi Rp15,4 triliun atau meningkat sebesar Rp385,2 miliar. Hal tersebut terutama disebabkan jumlah satuan kerja (satker) yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU terus mengalami penambahan. Sampai akhir Maret 2011, jumlah satker yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU telah mencapai 114 unit, dan kemungkinan masih akan terus bertambah lagi. The Indonesian Budget Overview 2011
59
Perubahan Penerimaan Hibah Dalam APBN–P 2011, penerimaan hibah diperkirakan mencapai Rp4,7 triliun, atau meningkat Rp922,6 miliar (24,7 persen) bila dibandingkan dengan rencananya dalam APBN 2011. Salah satu kebijakan alokasi penggunaan hibah tersebut diarahkan untuk mendanai program-program mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Sedangkan sebagian lainnya akan dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga. Selain itu, dana hibah akan digunakan untuk membiayai beberapa program dan proyek yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Indonesia dan pihak pemberi hibah (donor) berdasarkan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding).
Perubahan Belanja Negara Dalam kerangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun anggaran 2011, maka penyesuaian atas berbagai sasaran APBN, termasuk belanja negara menjadi penting untuk dilakukan. Melalui proses penyesuaian tersebut, anggaran belanja negara diharapkan menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2011 dan jangka menengah, khususnya dalam rangka mendukung kegiatan ekonomi nasional guna memacu dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat dan mengurangi kemiskinan, serta menjamin terlaksananya prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam RKP 2011. Sebagai dampak dari berbagai perkembangan dan perubahan tersebut, volume anggaran belanja negara dalam APBN-P Tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp1.320,8 triliun (18,3 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, berarti menunjukkan peningkatan Rp91,2 triliun atau 7,4 persen dari pagu anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp1.229,6 triliun. Sebagian
60 60
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
besar, yaitu sekitar 68,8 persen dari jumlah anggaran belanja negara tersebut dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat, sedangkan 31,2 persen lainnya dialokasikan untuk transfer ke daerah. Selanjutnya, ringkasan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN dan APBN-P BAB I [THE INDONESIAN BUDGET IN BRIEF 2011]
tahun 2011 disajikan dalam tabel 9.
TABEL 9 9 TABEL BELANJA NEGARA, 2011 BELANJA NEGARA, 2011 (triliun rupiah) (triliun rupiah)
APBN
Uraian
% thd PDB
Jumlah
I. Belanja Pemerintah Pusat
APBN-P % thd PDB
Jumlah
836,6
11,9
908,2
12,6
1. Belanja Pegawai
180,8
2,6
182,9
2,5
2. Belanja Barang
137,8
2,0
142,8
2,0 2,0
3. Belanja Modal
135,9
1,9
141,0
4. Pembayaran Bunga Utang
115,2
1,6
106,6
1,5
5. Subsidi
187,6
2,7
237,2
3,3
6. Belanja Hibah
0,8
0,0
0,4
0,0
7. Bantuan Sosial
63,2
0,9
81,8
1,1
8. Belanja Lain-lain
15,3
0,2
15,6
0,2
II. Transfer Ke Daerah
393,0
5,6
412,5
5,7
1. Dana Perimbangan
334,3
4,8
347,5
0,0
58,7
0,8
65,0
0,0
1.229,6
17,5
1.320,8
18,3
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian JUMLAH Sumber: Kementerian Keuangan
Perubahan Belanja Pemerintah Pusat Perubahan
anggaran
belanja
pemerintah
pusat
merupakan
Perubahan Belanja Pemerintah Pusat
konsekuensi
dari
dinamika
perkembangan berbagai indikator ekonomi makro, kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan,
dan
ditempuhnya
langkah-langkah
kebijakan
serta
langkah-langkah
Perubahan anggaran belanja pemerintah pusat merupakan konsekuensi 40
dari dinamika perkembangan berbagai indikator ekonomi makro, kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan, dan ditempuhnya langkah-langkah kebijakan serta langkah-langkah administratif menuju tercapainya alokasi belanja pemerintah pusat yang optimal. Berkaitan dengan asumsi ekonomi makro,
The Indonesian Budget Overview 2011
61
perubahan anggaran belanja pemerintah pusat 2011 terjadi antara lain karena perubahan asumsi kurs rupiah dari semula Rp9.250 per USD menjadi Rp8.700,0 per USD, dan perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari rata-rata USD80 per barel menjadi rata-rata USD95 per barel, yang menyebabkan kenaikan beban subsidi, terutama subsidi energi, baik subsidi BBM maupun subsidi listrik. Selain itu, perubahan anggaran belanja pemerintah pusat merupakan implikasi fiskal dari langkah-langkah kebijakan dan berbagai program prioritas baru, seperti (a) perubahan komposisi pembiayaan utang dan adanya penurunan asumsi yield akibat semakin membaiknya kondisi pasar keuangan domestik; (b) tambahan belanja alutsista; (c) pembangunan perumahan eks pengungsi Timor Timur; (d) tambahan anggaran atas kekurangan dana Sea Games; (e) tambahan anggaran untuk reformasi birokrasi pada sejumlah K/L; (f) tambahan anggaran untuk program stabilisasi harga pangan; (g) tambahan anggaran untuk program pro rakyat (klaster 4); dan (h) anggaran untuk reward dan punishment belanja K/L. Dengan berbagai perkembangan di atas, maka anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN-P tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp908,2 triliun, atau 12,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti Rp71,7 triliun atau 8,6 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp836,6 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun anggaran 2010 sebesar Rp697,4 triliun, maka alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN-P tahun 2011 tersebut, berarti menunjukkan peningkatan Rp210,8 triliun, atau 30,2 persen. Jumlah anggaran belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari 50,8 persen atau sebesar Rp461,5 triliun belanja K/L, dan 49,2 persen atau Rp446,7 triliun belanja non-K/L. Alokasi anggaran belanja K/L tersebut berarti mengalami kenaikan 31,9 persen atau Rp106,3 triliun dari realisasi belanja K/L tahun 2010 sebesar Rp332,9
62 62
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
triliun, sedangkan alokasi belanja non-K/L juga mengalami peningkatan 28,7 persen atau Rp104,7 triliun dari realisasi belanja non-K/L tahun 2010 sebesar Rp364,5 triliun. Lebih lanjut mengenai perubahan belanja Pemerintah Pusat menurut klasifikasi ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut. Alokasi anggaran belanja pegawai dalam APBN-P 2011 ditetapkan sebesar Rp182,9 triliun, yang berarti meningkat Rp2,1 triliun atau 1,1 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp180,8 triliun. Lebih tingginya alokasi anggaran belanja pegawai dalam tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya perubahan alokasi anggaran pada pos belanja honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja pegawai tahun 2010 yang mencapai Rp148,1 triliun, maka alokasi belanja pegawai tahun 2011 tersebut meningkat sebesar Rp34,8 triliun, atau 23,5 persen. Alokasi anggaran belanja barang dalam APBN-P 2011 ditetapkan sebesar Rp142,8 triliun. Jumlah ini, berarti Rp5,0 triliun (3,6 persen) lebih tinggi dari pagunya dalam APBN 2011 sebesar Rp137,8 triliun. Lebih tingginya pagu anggaran belanja barang dalam APBN-P tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk program reward dan punishment belanja K/L, dan tambahan anggaran untuk penyelenggaraan SEA Games 2011. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja barang dalam tahun 2010 sebesar Rp97,6 triliun, maka alokasi anggaran belanja barang dalam APBN-P 2011 lebih tinggi sebesar Rp45,2 triliun atau 46,3 persen. Alokasi anggaran belanja modal dalam APBN-P tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp141,0 triliun, yang berarti Rp5,1 triliun, atau 3,8 persen lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp135,9 triliun. Lebih tingginya alokasi anggaran belanja modal dalam APBN-P
The Indonesian Budget Overview 2011
63
tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan tambahan alokasi anggaran pada beberapa kementerian negara/lembaga untuk menampung berbagai program/ kegiatan yang menjadi prioritas, yang harus diselesaikan pada tahun 2011. Program-program tersebut diantaranya adalah: (i) tambahan anggaran untuk pengadaan alutsista pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp2,0 triliun; dan (ii) pengalihan anggaran dari BA BUN untuk alutsista laut dan sarana kesehatan sebesar Rp41,5 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja modal dalam tahun 2010 sebesar Rp80.287,1 miliar, maka alokasi anggaran belanja modal dalam APBN-P tahun 2011 tersebut berarti lebih tinggi Rp60,7 triliun atau 75,6 persen. Pembayaran bunga utang disusun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian pada akhir tahun 2010 sampai dengan awal tahun 2011, yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam menetapkan asumsi imbal hasil (yield) SBN yang akan diterbitkan pada tahun 2011, asumsi rata-rata SBI 3 bulan, dan asumsi nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Pada saat penyusunan APBN tahun 2011, yield SBN yang akan diterbitkan dalam tahun 2011 diasumsikan berada pada kisaran rata-rata 10 persen untuk SBN jangka panjang, dan rata-rata 6 persen untuk SBN jangka pendek. Asumsi tersebut mengacu pada pergerakan yield pada akhir tahun 2009 sampai dengan paruh pertama tahun 2010 yang berfluktuasi pada kisaran 5 – 10 persen pada bulan Oktober 2009, kemudian naik sedikit menjadi 6–10 persen pada bulan Desember 2009, dan meningkat lagi menjadi 7–10 persen pada bulan Maret 2010. Untuk tingkat bunga SBI 3 bulan, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengacu pada asumsi yang ditetapkan dalam APBN, yaitu masing-masing sebesar 6,5 persen dan Rp9.250 per USD. Berdasarkan hal tersebut, pembayaran bunga utang dalam APBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp115,2 triliun, terdiri dari bunga utang dalam negeri sebesar Rp79,4 triliun, dan bunga utang luar negeri sebesar Rp35,8 triliun.
64 64
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
Sementara itu, dalam APBN-P tahun 2011, anggaran belanja subsidi ditetapkan sebesar Rp237,2 triliun, yang berarti mengalami kenaikan sebesar Rp49,6 triliun, atau 26,4 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2011 sebesar Rp187,6 triliun. Kenaikan beban anggaran belanja subsidi yang signifikan dibandingkan dengan pagunya dalam APBN tahun 2011 tersebut, terutama disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) implikasi dari adanya penyesuaian beberapa parameter subsidi dengan perkembangan terkini, seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP), volume konsumsi BBM, dan kurs rupiah; (2) antisipasi risiko fiskal subsidi listrik; (3) menampung kurang bayar subsidi pupuk tahun 2008 dan 2009; dan (4) penyesuaian terhadap perubahan outstanding dan plafon kredit program. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja subsidi dalam tahun 2010 sebesar Rp192,7 triliun, maka alokasi anggaran belanja subsidi dalam APBN-P tahun 2011 tersebut berarti lebih tinggi sebesar Rp44,5 triliun, atau sekitar 23,1 persen. Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, beberapa jenis subsidi mengalami perubahan alokasi anggaran dalam APBN-P 2011, yaitu subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak (DTP). Dalam APBN-P 2011, alokasi anggaran belanja hibah diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp366,4 miliar atau 47,5 persen dari pagu yang dianggarkan dalam APBN 2011 sebesar Rp771,3 miliar menjadi sebesar Rp404,9 miliar. Adapun rincian belanja hibah dalam APBN-P tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) Mass Rapid Transit (MRT) project sebesar Rp44,2 miliar; (2) Program Local Basic Education Capacity (L-BEC) sebesar Rp109,3 miliar; (3) Program Hibah Air Minum sebesar Rp162,2 miliar; (4) Program Hibah Air Limbah Terpusat sebesar Rp16,9 miliar; (5) Water and sanitation Program-Subprogram D (WASAP-D) sebesar Rp18,0 miliar; dan (6) Infrastructure Enhancement Grant (IEG) – Sanitasi sebesar Rp54,4 miliar. Perubahan alokasi belanja hibah dalam APBN-P 2011 tersebut terutama
The Indonesian Budget Overview 2011
65
disebabkan oleh adanya penurunan perkiraan realisasi belanja hibah pada program MRT sebesar Rp547,9 miliar. Hal ini terkait dengan belum dilaksanakannya kegiatan pembangunan konstruksi pada tahun 2011, karena proses tender yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diperkirakan baru akan selesai pada akhir tahun 2011. Pada sisi lain, perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh adanya peningkatan anggaran yang disebabkan oleh adanya luncuran kegiatan yang belum dilaksanakan pada tahun 2010, dan adanya tambahan hibah dari Pemerintah Australia melalui AusAid dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembangunan sistem penyediaan air minum, sistem pengelolaan air limbah dan sanitasi. Alokasi anggaran belanja bantuan sosial dalam APBN-P 2011 ditetapkan sebesar Rp81,8 triliun. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp18,6 triliun atau 29,5 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp63,2 triliun. Kenaikan pagu anggaran belanja bantuan sosial dalam APBN-P tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran yang antara lain digunakan untuk: (1) program PNPM Mandiri tahun 2011 sebesar Rp1,8 triliun dan luncuran DIPA PNPM Mandiri tahun 2010 sebesar Rp370,8 miliar; (2) pembangunan perumahan warga eks pengungsi Timor-Timur sebesar Rp300,0 miliar; (3) realokasi dari belanja lain-lain yang digunakan untuk ganti rugi tanaman PUSO/gagal panen sebesar Rp374,7 miliar; serta (4) penyesuaian dana pendidikan sebesar Rp15.612,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja bantuan sosial dalam tahun 2010 sebesar Rp68,6 triliun, maka alokasi anggaran belanja bantuan sosial dalam APBN-P tahun 2011 sebesar Rp81,8 triliun tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp13,2 triliun, atau sekitar 19,2 persen. Selanjutnya, alokasi anggaran belanja lain-lain dalam APBN-P Tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp15,6 triliun. Jumlah ini berarti meningkat sebesar Rp335,2 miliar, atau 2,2 persen jika dibandingkan dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp15,3 triliun. Perubahan alokasi anggaran belanja lain-
66 66
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
lain dalam APBN-P tahun 2011 tersebut disebabkan oleh: (1) realokasi anggaran dari belanja lain-lainke beberapa pos belanja Kementerian Negara/Lembaga; (2) penambahan cadangan risiko perubahan asumsi makro; (3) pengurangan cadangan risiko kenaikan harga tanah (land capping); (4) alokasi anggaran penugasan kepada PT SMI untuk fasilitasi penyiapan proyek KPS Kereta Api Bandara Soekarno HattaManggarai dan proyek KPS Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan; dan (5) tambahan anggaran untuk selang dan regulator tabung gas 3 kg.
Perubahan Transfer ke Daerah Dengan tetap memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan, serta berpijak pada hasil evaluasi selama implementasi sampai dengan tahun 2010, kebijakan Transfer ke Daerah pada tahun 2011 lebih dipertajam untuk: (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (3) mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro; (4) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (5) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; serta (6) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah. Dalam rangka mendukung arah kebijakan Transfer ke Daerah tersebut, dalam APBN-P tahun 2011 alokasi anggaran Transfer ke Daerah ditetapkan sebesar Rp412,5 triliun, atau 5,7 persen terhadap PDB. Secara nominal, jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp19,5 triliun, atau 5,0 persen dari pagu anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp393,0 triliun. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2010 sebesar Rp344,7 triliun, alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN-P tahun
The Indonesian Budget Overview 2011
67
2011 tersebut, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp67,8 triliun, atau 19,7 persen. Peningkatan Transfer ke Daerah dalam APBN-P tahun 2011 tersebut apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN 2011 antara lain disebabkan terutama oleh adanya peningkatan alokasi DBH dan dana penyesuaian. Alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN-P tahun 2011 tersebut, terdiri atas Dana Perimbangan sebesar 84,3 persen, serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 15,7 persen. Lebih lanjut mengenai perubahan alokasi dari komponen transfer ke daerah dalam tahun 2011 dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam APBN-P tahun 2011, alokasi anggaran Dana Perimbangan ditetapkan mencapai Rp347,5 triliun, atau 4,8 persen terhadap PDB. Jumlah ini apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dana perimbangan dalam APBN tahun 2011 sebesar Rp334,3 triliun, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp13,2 triliun atau 4,0 persen. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi Dana Perimbangan dalam tahun 2010 sebesar Rp316,7 triliun, perkiraan realisasi Dana Perimbangan dalam APBN-P tahun 2011 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp30,8 triliun atau 9,7 persen. Perkiraan realisasi Dana Perimbangan dalam APBN-P tahun 2011 tersebut terdiri atas DBH sebesar 27,8 persen, DAU sebesar 64,9 persen, dan DAK sebesar 7,3 persen. Realisasi Dana Otonomi Khusus dalam APBN-P tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp10,4 triliun, yang berarti sama dengan pagunya dalam APBN tahun 2011. Apabila dibandingkan dengan realisasi Dana Otonomi Khusus dalam tahun 2010 sebesar Rp9,1 triliun, jumlah tersebut berarti lebih tinggi sebesar Rp1,3 triliun atau 14,5 persen. Realisasi dana penyesuaian dalam APBN-P tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp54,5 triliun, atau mengalami peningkatan sebesar Rp6,3 triliun dari pagunya dalam APBN tahun 2011.
68 68
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
Perubahan Pembiayaan Anggaran Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah mengajukan APBN-P 2011 yang di dalamnya mencakup perubahan besaran asumsi ekonomi makro, pendapatan negara dan hibah, belanja negara, dan pembiayaan anggaran. Dalam APBN-P 2011 pertumbuhan ekonomi menjadi 6,5 persen, inflasi menjadi 5,65 persen, tingkat suku bunga SPN 3 bulan menjadi 5,6 persen, nilai tukar rupiah menguat dari Rp9.250 per USD menjadi Rp8.700 per USD, harga minyak menjadi USD95,0 per barel, dan lifting minyak mentah menjadi 945,0 ribu barel per hari. Dengan perubahan asumsi makro, serta melihat perkembangan realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP sampai dengan semester I 2011, dan memperhatikan arah kecenderungannya ke depan, anggaran pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2011 mencapai sebesar Rp1.169,9 triliun. Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp65,0 triliun, atau 5,9 persen apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2011. Sementara itu, anggaran belanja negara mencapai sebesar Rp1.320,8 triliun. Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp91,2 triliun atau 7,4 persen apabila dibandingkan dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2011. Perubahan pendapatan negara dan hibah serta belanja negara tersebut pada akhirnya juga mengakibatkan perubahan pada besaran defisit anggaran, yaitu dari Rp124,7 triliun (1,8 persen terhadap PDB) menjadi sebesar Rp150,8 triliun (2,1 persen terhadap PDB). Kebutuhan pembiayaan anggaran dalam APBN-P 2011 diperkirakan mencapai sebesar Rp150,8 triliun. Jumlah tersebut berarti meningkat Rp26,2 triliun (21,0 persen) bila dibandingkan dengan pembiayaan anggaran yang ditetapkan dalam ditetapkan sebesar Rp124,7 triliun. Peningkatan pembiayaan anggaran dalam APBN-P 2011 tersebut direncanakan akan dibiayai dari sumber pembiayaan nonutang yaitu dari SAL sebesar Rp40,3 triliun. Lebih besarnya tambahan The Indonesian Budget Overview 2011
69
penggunaan SAL tersebut disebabkan tambahan SAL tidak hanya dipergunakan untuk menutup tambahan defisit anggaran, namun juga dipergunakan untuk membiayai tambahan pengeluaran pembiayaan. Dengan demikian, komposisi pembiayaan anggaran mengalami perubahan, apabila dalam APBN 2011 pembiayaan nonutang adalah negatif Rp2,4 triliun atau negatif 1,9 persen dan pembiayaan utang sebesar Rp127,0 triliun atau 101,9 persen, maka dalam APBN-P 2011 pembiayaan nonutang adalah Rp25,5 triliun atau 16,9 persen dan pembiayaan utang sebesar Rp125,3 triliun atau 83,1 persen. Pembiayaan utang dalam APBN-P 2011 terdiri dari: (1) pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp2,8 triliun; (2) Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp126,6 triliun; serta (3) Pinjaman Dalam Negeri (neto) sebesar Rp1,5 triliun. Selanjutnya, untuk pembiayaan nonutang dari perbankan dalam negeri terdiri dari: penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman sebesar Rp8,2 triliun, rekening KUN untuk pembiayaan kredit investasi Pemerintah sebesar Rp853,9 miliar, saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp40,3 triliun, rekening pembangunan hutan sebesar negatif Rp766,8 miliar, dan rekening cadangan dana reboisasi sebesar Rp167,9 miliar. Sedangkan pembiayaan nonutang dari nonperbankan dalam negeri terdiri dari: penerimaan privatisasi sebesar Rp425,0 miliar, hasil pengelolaan aset sebesar Rp965,7 miliar, dana investasi Pemerintah sebesar negatif Rp1,9 triliun, penyertaan modal negara sebesar negatif Rp10,5 triliun, dana bergulir sebesar negatif Rp8,8 triliun, dana pengembangan pendidikan nasional sebesar negatif Rp2,6 triliun, dan kewajiban penjaminan sebesar negatif Rp904,0 miliar.
70 70
BAB 1 APBN 2011, APBN-P 2011
BAB II
Implementasi Sistem Penganggaran Pelaksanaan Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) Dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
Mengawal Perubahan Sistem Penganggaran Di Indonesia (PP 90 Tahun 2010)
72 72
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
BAB 2 Implementasi Sistem Penganggaran
PELAKSANAAN PENERAPAN PBK DAN KPJM Indonesia memulai penerapan reformasi penganggaran dengan mengubah dasar hukum yang digunakan dalam proses penganggaran, yaitu
Undang-Undang
No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang (UU) tersebut mengamanatkan penerapan tiga pendekatan dalam penganggaran yaitu: Penganggaran Terpadu, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Dalam penerapannya, pendekatan tersebut di atas fokus pada PBK. Kedua pendekatan lainnya (penganggaran terpadu dan KPJM) mendukung penerapan PBK. Pendekatan anggaran terpadu merupakan prasyarat penerapan PBK. Sedangkan pendekatan KPJM merupakan jaminan kontinyuitas penyediaan anggaran kegiatan karena telah dirancang hingga tiga atau lima tahun ke depan. Informasi kinerja dalam sistem penganggaran Indonesia tidak hanya digunakan sebagai informasi dalam pelaporan pelaksanaan kinerja namun digunakan juga sebagai dasar keputusan pengalokasian anggaran ditahun berikutnya. Informasi kinerja yang dibutuhkan dalam pengalokasian anggaran harus dituangkan dalam dokumen penganggaran (RKA-K/L). Bentuk kongkrit pelaksanaan PBK pada 2011 adalah pemberian penghargaan dan sanksi berupa penambahan dan pengurangan pagu anggaran bagi beberapa K/L untuk mendorong peningkatan kinerja K/L. Di samping mempersiapkan anggaran tahunan dengan menggunakan informasi
The Indonesian Budget Overview 2011
73
kinerja (PBK), pengaggaran juga menghitung implikasi anggaran untuk seluruh program dan kegiatan yang akan terjadi ditahun-tahun yang akan datang melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). KPJM merupakan pendekatan yang komprehensif untuk memfasilitasi peritungan implikasi anggaran untuk beberapa tahun kedepan. Perhitungan implikasi anggaran atau prakiraan maju didalam KPJM menggunakan parameter-parameter yang menjaga aktualitas perhitungan anggaran sehingga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya. Penerapan KPJM memunculkan terminologi baru dalam proses penganggaran yaitu Angka Dasar (Baseline) dan Inisiatif Baru (new Initiative). Angka Dasar merupakan indikasi pagu prakiraan maju dari Kegiatan-kegiatan yang berulang dan/atau kegiatan-kegiatan tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan penyusunan Pagu Indikatif dari tahun anggaran yang direncanakan yang dibuat ketika menyusun anggaran. Sedangkan Inisiatif Baru kebijakan baru atau perubahan kebijakan berjalan yang menyebabkan adanya konsekuensi anggaran, baik pada anggaran baseline maupun anggaran ke depan. Inisiatif baru dapat berupa penambahan program (focus prioritas)/outcome/kegiatan/output baru, penambahan volume target, atau percepatan pencapaian target. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, pemerintah secara bertahap melakukan penyempurnaan Sistem Penganggaran dalam kerangka penerapan PBK dan KPJM untuk meningkatkan kualitas pengalokasi anggaran dan kualitas laporan keuangan sehingga akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dapat diwujudkan.
74 74
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA (PBK) DAN PENERAPANNYA KONSEP PBK Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari suatu Kegiatan atau hasil dari suatu Program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Box-1 Tujuan dan Landasan Konseptual PBK
Diagram 1 Hubungan antara Dokumen Perencanaan dan Penganggaran
Agar penerapan PBK tersebut dapat dioperasionalkan maka, PBK menggunakan instrumen sebagai berikut: 1. Indikator kinerja, merupakan instrumen yang ditetapkan dan digunakan untuk Diagram 2 Kerangka PBK mengukur pencapaian Kinerja;
2. Standar biaya, adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa standar biaya masukan maupun standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran; 3. Evaluasi Kinerja, merupakan penilaian terhadap efisiensi dan efektifitas pencapaian Sasaran Kinerja, konsistensi perencanan dan implementasi, serta realisasi penyerapan anggaran.
The Indonesian Budget Overview 2011
75
Penetapan suatu indikator kinerja harus jelas (clear), sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi, tersedia biayanya, mempunyai dasar atau argumentasi yang cukup untuk ditetapkan (adequate), dan dapat dimonitor keberhasilannya. Penyusunan anggaran yang mengacu kepada indikator kinerja dicerminkan dalam satuan output yang terukur. Pendekatan ini menekankan bahwa program dan kegiatan K/L harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Penyusunan anggaran juga didasarkan atas harga per unit satuan keluaran atau kegiatan guna mencapai efisiensi. Dalam penerapan penganggaran perlu ditentukan metode perhitungan biaya untuk masing-masing unit keluaran dan memperhitungkan biaya bersama (common cost) –suatu biaya yang diakibatkan oleh pemanfaatan fasilitas secara bersama untuk menghasilkan beberapa keluaran. Evaluasi kinerja sebagai suatu alat berfungsi membandingkan realisasi capaian kinerja dengan target kinerja yang telah ditetapkan. Melalui evaluasi kinerja tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu program/kegiatan berhasil atau kurang tercapai. Berdasarkan landasan konseptual, tujuan penerapan PBK, dan instrumen yang digunakan dapat disimpulkan bahwa secara operasional prinsip utama penerapan PBK adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan yang terdapat dalam dokumen perencanaan nasional dan alokasi anggaran yang dikelola K/L sesuai tugas-fungsinya (yang tercermin dalam struktur organisasi K/L). Dokumen perencanaan tersebut meliputi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Renja-K/L. Sedangkan alokasi anggaran yang dikelola K/L tercermin dalam dokumen RKA-K/L dan DIPA yang juga merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang bersifat tahunan serta mempunyai keterkaitan erat. Hubungan antara dokumen tersebut digambarkan di bawah ini.
76 76
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
Diagram 1 Hubungan antara Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Diagram 1 Hubungan antara Dokumen Perencanaan dan Penganggaran
Diagram 2 Kerangka PBK Pemerintah menentukan prioritas pembangunan beserta kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan dalam dokumen RKP. Hasil yang diharapkan adalah hasil secara nasional (national outcomes) sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar. Selanjutnya berdasarkan tugas-fungsi yang diemban dan mengacu RKP dimaksud, K/L menyusun : Program, Indikator Kinerja Utama (IKU) Program, dan hasil pada Unit Eselon I sesuai dengan tugas-fungsinya; Kegiatan, Indikator kinerja Kegiatan (IKK), dan keluaran pada Unit pengeluaran (spending unit) pada tingkat Satker atau Eselon II di lingkungan Unit Eselon I sesuai Program yang menjadi tanggung jawabnya. Perumusan Hasil pada Program dan Keluaran pada kegiatan dalam penerapan PBK merupakan hal penting disamping perumusan indikator kinerja program/kegiatan. Rumusan indikator kinerja ini menggambarkan tanda-tanda keberhasilan program/ kegiatan yang telah dilaksanakan beserta Keluaran/Hasil yang diharapkan. Diagram 3 Struktur Anggaran Penerapan PBK Indikator kinerja inilah yang akan digunakan sebagai alat ukur setelah berakhirnya program/kegiatan, berhasil atau tidak. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, perlu pemahaman mendasar dalam penyusunan anggaran mengenai alur pemikiran: 1. Keterkaitan antara kegiatan dengan program yang memayungi. 2. Kegiatan menghasilkan kinerja berupa Keluaran (output) dalam bentuk barang atau jasa. The Indonesian Budget Overview 2011
77
3. Indikator kinerja merupakan alat ukur penilaian kinerja kegiatan. 4. Kegiatan didukung oleh komponen input dalam pencapaiannya. 5. Keterkaitan keluaran kegiatan dengan cara pencapaiannya melalui Komponen Keterkaitan antar komponen sebagai tahapan dalam rangka pencapaian Keluaran, sehingga tidak ditemukan adanya tahapan kegiatan (komponen) yang tidak relevan. PENERAPAN PBK TAHUN 2005 s.d 2011 Ketersediaan sumber anggaran yang terbatas untuk mendanai penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat memerlukan upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber penganggaran. Pengalaman dalam menerapkan anggaran rutin dan anggaran pembangunan, semula diharapkan dapat memberikan hasil pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, secara maksimal ternyata telah menghasilkan inefisiensi. Dikotomi dalam kegiatan dan proyek menimbulkan duplikasi dalam pendanaan. Demikian juga sistem penganggaran yang kurang menekankan pada pencapaian keluaran menyebabkan kinerjanya sulit diukur dan tidak akuntabel. Penganggaran berbasis kinerja menghendaki anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang hendak dicapai pada tahun yang direncanakan diterapkan untuk menggantikan penganggaran yang bersifat line item. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja seiring dengan Anggaran Terpadu, dan KPJM yang ketiganya berupaya untuk lebih meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Melalui penerapan ketiga pendekatan tersebut K/L diberikan keleluasaan untuk menjabarkan programprogram Pemerintah ke dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Melalui sistem ini keberhasilan suatu K/L dalam melaksanakan program dan kegiatannya bukan diukur dari besarnya anggaran yang telah diserap,
78 78
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
melainkan kemampuan untuk mewujudkan output-outputnya yang terukur secara efisien, ekonomis, efektif serta tetap akuntabel. Secara khusus perkembangan penerapan penganggaran berbasis kinerja dari tahun anggaran 2005 (tahun pertama penerapan reformasi sistem penganggaran) sampai dengan tahun anggaran 2010 dapat diuraikan sebagai berikut: • Pada tahun 2005 mulai diperkenalkan formulir-formulir RKA-K/L yang mengakomodir pencantuman output. Formulir output ini sangat strategis untuk diisi oleh K/L dan menunjukkan adanya perubahan yang fundamental dalam proses penganggaran, yaitu bahwa penganggaran bukan semata didasarkan pada uraian mengenai penggunaan dana yang dijabarkan menurut input dari kegiatan/subkegiatan, tetapi seharusnya lebih didasarkan pada uraian penggunaan dana yang dijabarkan menurut output kegiatan/subkegiatan yang kuantitatif dan terukur (measurable). • Pada tahun 2006, konsep penerapan PBK sedang dalam tahap pengembangan. Beberapa perbaikan di tahun 2006 dalam rangka PBK, antara lain mulai diperkenalkannya standar biaya sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi pengalokasian anggaran sebagai bagian dari penerapan PBK. • Pada tahun 2007, dilakukan sinkronisasi kegiatan-kegiatan K/L dengan program yang termuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selanjutnya, pihak K/L juga diminta untuk dapat mengidentifikasikan output kegiatan dan mengisi/ melengkapi kolom-kolom yang terkait dengan output kegiatan. • Pada tahun 2008, beberapa perbaikan dalam penerapan pendekatan PBK pada tahun anggaran 2008 berupa perbaikan substansi RKA-K/L yang menitikberatkan pada keterkaitan antara RKP dan Renja-KL dengan menerjemahkan ke dalam dokumen anggaran (RKA-K/L). Perbaikan tersebut bertujuan agar konsep hubungan antara Renja-K/L dengan RKA-K/L secara operasional terwujud.
The Indonesian Budget Overview 2011
79
• Pada tahun 2009 penerapan sistem penganggaran lebih memberikan fokus pada pendekatan penganggaran PBK melalui pemantapan substansi RKA-K/L yang menitikberatkan pada perumusan keluaran kegiatan dan indikatornya yang dikaitkan dengan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja. Tahun 2009 dilakukan pemantapan penggunaan SBK sebagai sebuah alat (tools) untuk meningkatan relevansi antara alokasi anggaran dengan keluaran (output) serta meningkatkan efisiensi anggaran dalam mencapai target kinerja yang ditetapkan. • Pada tahun anggaran 2010 dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan yaitu dengan restrukturisasi program dan kegiatan pada seluruh K/L yang merupakan prasyarat untuk penerapan PBK dan selanjutnya memperkenalkan konsep baseline dan new initiative sebagai bagian dari penerapan KPJM yang merupakan kesinambungan dari pendekatan PBK. Untuk menjaga penerapan PBK dan KPJM dilakukan monitoring dan evaluasi penganggaran yang hasilnya akan digunakan sebagai pertimbangan pengalokasian anggaran. Tahun 2011 merupakan tahun pertama penerapan konsep PBK dan KPJM secara utuh dengan struktur Program dan kegiatan baru. Namun, dalam rangka pengembangan dan pemantapan sistem penganggaran secara menyeluruh dilakukan penyempurnaan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Penataan kembali struktur program dan kegiatan
Langkah ini dilakukan bersama antara Kementerian Keuangan dengan Bappenas. Penataan program dan kegiatan K/L dengan mengacu pada tugas dan fungsi K/L dan sesuai dengan hakekat pelayanan publik. Program dan kegiatan disusun mencerminkan day to day operation melalui struktur organisasi yang ada. Prinsip tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan suatu kegiatan dan memudahkan pengukuran kinerja masing-masing unit organisasi dan tidak ada lagi program yang semata-mata
80 80
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
menampung belanja rutin di satu pihak dan di pihak lain semata menampung belanja pembangunan saja. b. Melakukan pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja yang digunakan dalam sistem penganggaran baru terarah pada hasil (outcomes-focused budgeting). Pengukuran kinerja tidak hanya dari sisi efektifitas dan efisiensi saja tetapi sisi kualitas juga diperhatikan. Pengukuran efektifitas dan efisiensi menekankan suatu keluaran yang dihasilkan berfungsi terhadap peningkatan kehidupan masyarakat dengan harga yang wajar. Kedua cara pengukuran tersebut dibarengi dengan pengukuran kualitas yang menekankan seberapa baik barang yang dihasilkan atau jasa pelayanan yang diberikan.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan melalui :
1 Perumusan sasaran (goals)/outcome dan tujuan (objective) dari masingmasing program sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan K/L (policy-oriented budget).
2. Perumusan indikator kinerja utama (key performance indicator) program dan kegiatan.
c. Penerapan pengeluaran dengan prespektif jangka menengah yang lebih dikenal dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) d. Penyempurnaan bentuk formulir RKA-KL beserta cara pengisiannya.
Perubahan-perubahan sebagaimana diuraikan di atas akan diakomodir dalam formulir RKA-KL. Formulir RKA-KL yang ada saat ini, nantinya akan disempurnakan sehingga mencerminkan penerapan anggaran yang menggunakan pendekatan anggaran terpadu, anggaran dalam kerangka jangka menengah, dan anggaran berbasis kinerja secara lebih komprehensif.
The Indonesian Budget Overview 2011
81
KEBIJAKAN PENERAPAN PBK TAHUN 2012
Diagram 1 Hubungan antara Dokumen Perencanaan dan Penganggaran
Tingkatan Penerapan PBK
Penerapan PBK mengacu pada struktur organisasi K/L. Hubungan antara struktur organisasi dan kinerja yang akan dicapai merupakan kerangka PBK sebagaimana Diagram 2
Diagram 2 Kerangka PBK
Diagram 2 Kerangka PBK
Berdasarkan Diagram 2.1, penerapan PBK dapat dilihat dalam dalam 2 (dua) tingkatan, yaitu penerapan PBK Tingkat Nasional dan Penerapan PBK Tingkat K/L. Penerapan PBK pada tingkat Nasional dilaksanakan melalui langkah sebagai berikut:
Diagram 3 Struktur Anggaran Penerapan PBK
1. Pemerintah menentukan tujuan (dalam bentuk Prioritas dan Fokus 1 Prioritas pembangunan nasional beserta target kinerjanya) untuk waktu 1 (satu) tahun yang akan datang dalam dokumen RKP. Hasil yang diharapkan berupa national outcome yang mengarah kepada gambaran sebagaimana amanat UndangUndang Dasar; 2. Berdasarkan tujuan tersebut Pemerintah merumuskan Kegiatan Prioritas dan/atau Kegiatan dalam kerangka tugas-fungsi yang diemban suatu K/L, IKK, dan output (jenis, volume, dan satuan ukur). Selanjutnya Pemerintah akan menghitung perkiraan kebutuhan anggarannya yang disesuaikan dengan
82 82
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
kemampuan keuangan negara; 3. Tujuan Pemerintah tersebut akan dilaksanakan oleh masing-masing K/L (beserta perangkat organisasi di bawah koordinasinya) dalam bentuk program dan kegiatan sesuai tugas-fungsinya. Sedangkan penerapan PBK pada tingkat K/L dilakukan melalui langkah sebagai berikut: 1. Sesuai dengan Renstra K/L, Unit Eselon IA merumuskan Program, IKU Program dan hasil; 2. Selanjutnya Program dijabarkan dalam Kegiatan, IKK, dan output pada Unit pengeluaran (spending unit) pada tingkat Satker atau Eselon II dilingkungan Unit Eselon IA sesuai dengan tugas dan fungsinya; 3. Kegiatan-kegiatan tersebut, disesuaikan pada kategori Fungsi/Sub Fungsi yang didukung, Prioritas Nasional/Bidang atau Non Prioritas; 4. Hasil rumusan Program, IKU Program, hasil, Kegiatan, IKK, dan output dituangkan dalam dokumen Renja-K/L, RKA-K/L dan DIPA.
The Indonesian Budget Overview 2011
83
Struktur Anggaran dalam PBK Diagram 3 Struktur Anggaran Penerapan PBK STRUKTUR ANGGARAN PENERAPAN PBK
PROGRAM
OUTCOME
KEGIATAN
OUTPUT
INDIKATOR KINERJA UTAMA
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
SUB OUTPUT
KOMPONEN
SUB KOMPONEN
DETIL BELANJA
RINCIAN ALOKASI PELAKSANAAN KEGIATAN
Struktur Anggaran dalam penerapan PBK, lebih memperhatikan keterkaitan Box-2 Perbandingan Struktur
secara jelas hubungan antara perencanaan dan penganggaran yang merefleksikan Sebelum Restrukturisasi
Setelah Restrukturisasi
keselarasan antara kebijakan (top down) dan pelaksanaan kebijakan (bottom up). Gambaran Struktur Anggaran dalam rangka penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja dapat digambarkan dalam Diagram 3. Struktur Anggaran merupakan penggambaran satu kesatuan perencanaan dan penganggaran dalam unit organisasi K/L. Satu kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam kebutuhan sumber daya yang diperlukan oleh Satker dalam rangka pelaksanaan Kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana tugas fungsi yang diemban Satker (bottom up). Hal ini harus sejalan dengan rancangan kebijakan yang diputuskan pada tingkat Organisasi Pemerintah yang telah dikoordinasikan oleh Unit-Unit Organisasinya (top down) yang bertanggung jawab terhadap Program. 2
Penerapan PBK yang diamanatkan proses reformasi penganggaran mengakibatkan perubahan dalam struktur anggaran. Tahun 2011 dilakukan restrukturisasi Program dan Kegiatan dengan tujuan untuk mencegah tumpang tindih pelaksanaan Program dan Kegiatan sehingga unit penanggung jawab tiap kegiatan menjadi jelas (Box-1).
84 84
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
RINCIAN ALOKASI PELAKSANAAN KEGIATAN
Box-2 Perbandingan Struktur Sebelum Restrukturisasi
Setelah Restrukturisasi
Bagian-bagian dan fungsi struktur anggaran sebagai berikut: 1. Program : a. Program merupakan penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi K/L yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon I atau unit K/L yang berisi Kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur. b. Rumusan Program merupakan hasil restrukturisasi tahun 2011 dan penyesuaiannya. c. Rumusan Program dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan Program yang ada dalam dokumen Renja-K/L. 2. Indikator Kinerja Utama (IKU) Program : a. IKU Program merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil pada tingkat Program. b. Pendekatan yang digunakan dalam menyusun IKU Program berorientasi pada kuantitas, kualitas, dan/atau harga. c. Dalam menetapkan IKU Program, K/L berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas. d. Rumusan IKU Program dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan IKU Program yang ada dalam dokumen Renja-K/L.
The Indonesian Budget Overview 2011
85
2
3. Hasil (Outcome) : a. Hasil merupakan prestasi kerja yang berupa segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output dari Kegiatan dalam satu Program. b. Secara umum kriteria dari hasil sebuah Program adalah : 1. Mencerminkan Sasaran Kinerja unit Eselon I sesuai dengan visi, misi dan tugas-fungsinya; 2. Mendukung Sasaran Strategis K/L; 3. Dapat dilakukan evaluasi. c. Rumusan Hasil dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan hasil yang ada dalam dokumen Renja-K/L. 4. Kegiatan : a. Kegiatan merupakan penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu K/L yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai output dengan indikator kinerja yang terukur. b. Rumusan Kegiatan hasil restrukturisasi tahun 2011 dan penyesuaiannya. c. Rumusan Kegiatan dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan Kegiatan yang ada dalam dokumen Renja-K/L. d. Alokasai anggaran kegiatan dirinci lebih lanjut dalam beberapa struktur: 1. Komponen : a. Komponen merupakan tahapan dari proses pencapaian output, yang berupa paket-paket pekerjaan. b. Komponen bisa langsung mendukung pada output atau pada Suboutput. c. Komponen
disusun
berdasarkan
relevansinya
terhadap
pencapaian output, baik terhadap volume maupun kualitasnya. d. Antar komponen mempunyai keterkaitan yang saling mendukung
86 86
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
dalam pencapaian output, sehingga ketidakterlaksanaan/ keterlambatan salah satu komponen bisa menyebabkan ketidakterlaksanaan/keterlambatan komponen yang lain dan juga bisa berdampak pada penurunan kualitas, penurunan kuantitas maupun kegagalan dalam pencapaian output. 2. Subkomponen : a. Subkomponen merupakan kelompok-kelompok detil belanja, yang disusun dalam rangka memudahkan dalam pelaksanaan Komponen b. Subkomponen sifatnya opsional (boleh digunakan, boleh tidak). 3. Detil Belanja
Detil Belanja merupakan rincian kebutuhan belanja dalam tiap-tiap jenis belanja yang berisikan item-item belanja.
5. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) : a. IKK merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur output pada tingkat Kegiatan. b. Pendekatan yang digunakan dalam menyusun IKK berorientasi pada kuantitas, kualitas, dan/atau harga. c. Dalam menetapkan IKK, K/L berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas. d. Rumusan IKK dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan IKK yang ada dalam dokumen Renja-K/L 6. Output a. Output merupakan prestasi kerja berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. b. Rumusan output dalam dokumen RKA-K/L berupa barang atau jasa,
The Indonesian Budget Overview 2011
87
sedangkan rumusan output dalam dokumen Renja-K/L berupa output statement. c. Rumusan output berupa barang atau jasa terdiri atas: 1. Jenis output, merupakan uraian mengenai identitas dari setiap output yang mencerminkan tugas fungsi unit Satker secara spesifik. 2. Volume output, merupakan data mengenai jumlah/banyaknya kuantitas Output yang dihasilkan. 3. Satuan output, merupakan uraian mengenai satuan ukur yang digunakan dalam rangka pengukuran kuantitas (volume) output sesuai dengan sesuai karakteristiknya. d. Secara umum kriteria dari output adalah : 1. Mencerminkan sasaran kinerja Satker sesuai Tugas-fungsi atau penugasan prioritas pembangunan nasional; 2. Merupakan produk utama/akhir yang dihasilkan oleh Satker penanggung jawab kegiatan; 3. Bersifat spesifik dan terukur; 4. Untuk Kegiatan Fungsional sebagian besar output yang dihasilkan berupa regulasi sesuai tugas-fungsi Satker; 5. Untuk Kegiatan penugasan (Prioritas Pembangunan Nasional) menghasilkan
output
prioritas
pembangunan
nasional
yang
mempunyai dampak secara nasional; 6. Setiap Kegiatan bisa menghasilkan output lebih dari satu jenis; 7. Setiap
Output
didukung
oleh
komponen
masukan
dalam
implementasinya; 8. Revisi rumusan output dimungkinkan pada penyusunan RKA-K/L dengan mengacu pada Pagu Anggaran K/L atau Alokasi Anggaran K/L. e. Dalam rangka pencapaian output dimungkinkan adanya suboutput dengan kriteria sebagai berikut:
88 88
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
1. Suboutput pada hakekatnya merupakan output 2. Output yang dinyatakan sebagai Suboutput adalah output-output yang mempunyai kesamaan dalam jenis dan satuannya. 3. Suboutput digunakan sebagai penjabaran dari masing-masing barang atau jasa dalam kumpulan barang atau jasa sejenis yang dirangkum dalam satu output. 4. Banyaknya Sub-suboutput atau akumulasi dari volume Sub-suboutput mencerminkan jumlah volume output. 5. Suboutput sifatnya opsional (boleh digunakan, boleh tidak). 6. Suboutput hanya digunakan pada output yang merupakan rangkuman dari barang atau jasa yang sejenis. 7. Output yang sudah spesifik dan berdiri sendiri (bukan rangkuman dari barang atau jasa yang sejenis) tidak memerlukan Suboutput.
KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM) DAN PENERAPANNYA KONSEP KPJM
Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka kerja perencanaan penganggaran yang menyeluruh, dengan manfaat optimal yang diharapkan berupa: Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative efficiency); Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of planning); Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas (best policy option); Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal dicipline); dan Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
The Indonesian Budget Overview 2011
89
2
Dalam proyeksi penganggaran jangka menengah, tingkat ketidakpastian ketersediaan alokasi anggaran di masa mendatang dapat dikurangi, baik dari sisi penyediaan kebutuhan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru maupun untuk terjaminnya keberlangsungan kebijakan prioritas yang tengah berjalan (on-going policies), sehingga pendisain kebijakan dapat menyajikan perencanaan penganggaran yang berorientasi kepada pencapaian sasaran secara utuh, komprehensif dan dalam konteks yang tepat, sesuai dengan kerangka perencanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan memusatkan perhatian pada kebijakan-kebijakan prioritas yang dapat dibiayai, tercapainya disiplin fiskal, yang merupakan kunci bagi efektivitas penggunaan sumber daya publik, diharapkan akuntabilitas pemerintah dalam penyelenggaraan kebijakan fiskal secara makro dapat tercapai. KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Untuk menerapkan KPJM dengan baik, maka perlu memahami kerangka konseptual KPJM yang meliputi:
90 90
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
1. Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget); 2. Adanya angka dasar (Baseline); 3. Penetapan Parameter; 4. Adanya mekanisme penyesuaian dan perbaikan angka dasar; dan 5. Adanya mekanisme untuk pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (additional budget for new initiatives). Paradigma sistem penganggaran bergulir (rolling budget) merupakan paradigma baru penganggaran untuk memperbaiki sistem penganggaran zero based yang mengabaikan alokasi anggaran tahun sebelumnya (historical budgetary allocations) yang mengidentifikasi kembali biaya-biaya yang diperlukan bagi implementasi program dan kegiatan yang telah disetujui. Penerapan paradigma rolling budget dengan baik mempersyaratkan kebijakan sebagai basis utama (policy driven) dalam proses penganggaran (budget alignment). Desain kebijakan yang disusun harus dapat memberikan informasi yang jelas, khususnya menyangkut target rencana penyelesaian kebijakan (policy accomplishment indicator) yang jelas sehingga dampak anggaran yang dibutuhkan melebihi satu tahun anggaran dapat diproyeksikan secara baik. Angka Dasar merupakan indikasi pagu prakiraan maju dari Kegiatan-kegiatan yang berulang dan/atau kegiatan-kegiatan tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan penyusunan Pagu Indikatif dari tahun anggaran yang direncanakan yang dibuat ketika menyusun anggaran. Parameter adalah nilai-nilai yang digunakan sebagai acuan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa keterangan atau informasi yang dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu sistem. Agar dapat menerapkan KPJM secara efektif maka perlu dilakukan identifikasi terhadap parameter-parameter yang mempengaruhi proyeksi penghitungan pendanaan pada masa yang akan datang
The Indonesian Budget Overview 2011
91
baik berupa parameter ekonomi maupun parameter nonekonomi. Penyesuaian terhadap angka dasar (baseline) sangat diperlukan bagi kesinambungan implementasi kebijakan yang ditetapkan untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Mekanisme penyesuaian ini dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter yang telah ditetapkan baik parameter ekonomi maupun nonekonomi. Pengajuan usulan anggaran untuk kebijakan baru harus diatur untuk memberikan kepastian mekanisme dan prosedural bagi para pihak yang berkepentingan. Usulan anggaran bagi kebijakan baru diajukan setelah diketahui terdapat sisa ruang fiskal (fiscal space) berdasarkan penghitungan terhadap proyeksi sumber daya anggaran yang tersedia (resources availibility) dikurangi dengan kebutuhan angka dasar (baseline). Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi: 1. penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah; 2. penyusunan proyeksi/rencana /target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio utang pemerintah) jangka menengah; 3. rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah (medium term budget framework), yang menghasilkan pagu total belanja pemerintah (resources envelope); 4. pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing K/ L
(line ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka
menengah tersebut merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah; 5. penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-
92 92
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
masing K/L ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan. Tahapan penyusunan proyeksi/rencana (a) sampai dengan (d) merupakan proses top down sedangkan tahapan (e) merupakan proses bottom up. Proses estimasi bottom up seringkali dipisah atas proyeksi mengenai biaya dari pelaksanaan kebijakan yang sedang berjalan (ongoing policies) dan penyesuaiannya sehubungan dengan upaya-upaya rasionalisasi program/kegiatan melalui proses evaluasi program/kegiatan, serta prakiraan atas biaya dari kebijakan baru (new policies). Dalam rangka penyusunan RKA-KL dengan pendekatan KPJM, K/L perlu menyelaraskan kegiatan/program dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) dan Rencana Strategi (Renstra) K/L, yang pada tahap sebelumnya juga menjadi acuan dalam menyusun RKP dan Renja-KL.
PENERAPAN KPJM TAHUN 2005 s.d. 2011 Secara khusus perkembangan penerapan KPJM dari tahun anggaran 2005 (tahun pertama penerapan reformasi sistem penganggaran) sampai dengan tahun anggaran 2011 dapat diuraikan sebagai berikut: • Pada tahun 2005 konsep KPJM secara utuh belum diperkenalkan kepada K/L tetapi formulir RKA-KL telah megakomodir informasi KPJM tersebut. Penerapan KPJM tersebut tercermin pada kolom prakiraan maju dalam: a. Form 1.2 dan 1.5 untuk tingkat satuan kerja; b. Form 2.2 untuk tingkat eselon I; dan c. Form 3.2 untuk tingkat kementerian/lembaga. • Tahun 2006 konsep KPJM mulai diperkenalkan dalam penyusunan RKA-KL tahun anggaran 2006. Konsep KPJM yang mencakup definisi dan metode penyusunan dimuat dalam buku pedoman penyusunan RKA-KL 2006 (Permenkeu No. 54/2005) dan disediakan formulir yang lebih detail mengakomodir KPJM. The Indonesian Budget Overview 2011
93
Namun mengingat, tahun anggaran 2006 merupakan tahun pertama kali konsep KPJM diperkenalkan dan keterbatasan waktu dalam menyusun RKAK/L, dapat dimaklumi jika umumnya K/L belum dapat menyusun prakiraan maju. • Penerapan KPJM mulai dicobakan kepada seluruh K/L pada tahun 2007 dan angka prakiraan maju dicantumkan dalam Lampiran V Perpres Rincian APBN 2007. Berdasarkan evaluasi, belum semua K/L dapat mengisi kolom-kolom tersebut secara benar. • Penerapan KPJM tahun anggaran 2008 masih fokus pada himbaun pada K/L untuk mengisi angka prakiraan maju. Argumentasinya, KPJM akan menggambarkan konsukuensi besaran pembiayaan anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai target kebijakan tertentu untuk tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, hal paling krusial dalam penerapan KPJM dalam perencanaan penganggaran adalah definisi yang jelas tentang tugas pokok dan fungsi organisasi serta program prioritas nasional yang tercantum dalam RPJMN dan RKP, dimana hasil yang diharapkan dari program prioritas tersebut merupakan tanggung jawab organisasi untuk mencapainya. • Penerapan KPJM di Indonesia sampai dengan tahun anggaran 2009 masih sebatas himbauan agar K/L mengisi pada kolom-kolom dalam dokumen penganggaran (RKA-KL). Seandainya kolom-kolom yang terkait dengan KPJM sudah diisi, masih perlu diuji lebih lanjut apakah pengisian kolom KPJM tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan alokasi anggaran pada tahun sesudah tahun anggaran yang direncanakan. Hal ini dapat dimaklumi karena Kementerian Keuangan belum dapat menyampaikan prakiraan anggaran untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework) kepada K/L sebagai batasan anggaran (budget constrain) pada masing-masing program/kegiatan yang akan dilaksanakan K/L pada tahun-tahun mendatang melalui prakiraan
94 94
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
kedepan (forward estimate), baik dari sisi capaian kinerja maupun anggaran. • Tahun 2010, mengingat konsep KPJM pada beberapa tahun sebelumnya tidak dapat diterapkan secara maksimal karena belum ada Medium Term Fiscal Framework (MTFF) dan Medium Term Budget Framework (MTBF) maka, persiapan yang dilakukan dalam rangka implementasi berupa pemetaan kegiatan-kegiatan yang dilakasanakan dan pemilahan kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar dapat dikelompokkan jenis kegiatan berdasarkan kerangka pengeluaran jangka menengah, berupa: kegiatan dasar1; kegiatan yang merupakan base line2, dan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan new inisiative3. Tahun anggaran 2011 merupakan momentum penerapan KPJM secara penuh. Peraturan Menteri Keuangan No.104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L Tahun Anggaran 2011 menjelaskan mekanisme penyusunan anggaran dalam rangka penerapan KPJM. Informasi mengenai angka prakiraan maju tersedia pada Formulir 3 RKA-K/L dalam lingkup Unit Eselon I atau penanggung jawab program. Seluruh K/L telah menerapkan pendekatan KPJM pada tahun 2011 melalui pengisian angka prakiraan maju untuk 2 tahun setelah alokasi anggaran tahun 2011 (2012 dan 2013). Pengisian angka prakiraan maju tersebut difasilitasi oleh program aplikasi RKA-K/L, sehingga hal tersebut memudahkan bagi K/L untuk mengimplementasikannya. Dalam proses penyusunan KPJM tersebut juga telah diingatkan bahwa angka prakiraan maju yang nantinya ditetapkan merupakan angka/alokasi anggaran yang sifatnya mengikat untuk ditetapkan sebagai alokasi
1
Kegiatan ditujukan untuk operasional birokrasi dan berisikan alokasi anggaran gaji dan tunjangan, serta untuk biaya pemeliharaan asset. Alokasi ini tidak didiskusikan dengan DPR tetapi hanya untuk diketahui.
2
Kegiatan yang kinerjanya telah disepakati untuk kurun waktu 3 atau 5 tahun dan alokasi anggaran menyertainya sesuai skala prioritas.
3
Kegiatan yang muncul di tengah-tengah kegiatan yang merupakan base line. Alokasi anggaran kegiatan tersebut sesuai dengan fiscal space yang ada.
The Indonesian Budget Overview 2011
95
angka dasar pada tahun yang direncanakan (2012).
PENERAPAN KPJM TAHUN 2012 KPJM sebagai suatu pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan yang pengambilan keputusannya dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, mempunyai implikasi biaya pada tahun yang akan datang (tertuang dalam prakiraan maju). Angka prakiraan maju sebagai implementasi KPJM yang disusun oleh suatu Kementerian Negara/Lembaga harus memperhatikan dokumen-dokumen perencanaan seperti Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN).
Memperbaiki Angka Dasar Dalam RKA-K/L tahun anggaran 2011 telah ditetapkan angka prakiraan maju untuk tahun 2012. Persiapan penyusunan anggaran dalam dokumen RKA-K/L 2012 dimulai dengan memperbaiki angka prakiraan maju menjadi Angka Dasar. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi di saat menetapkan angka prakiraan maju/angka dasar, harus diperbaiki sehingga menunjukkan angka yang benar. Alasan utama untuk memperbaiki angka dasar antara lain: 1. K/L melakukan kesalahan ketika mencantumkan Volume Output pada Prakiraan Maju; 2. K/L salah dalam mengklasifikasikan “berhenti” atau “berlanjut” untuk Output atau komponen; 3. K/L salah dalam mengklasifikasikan komponen “utama” atau “pendukung”; 4. K/L terlalu detail dalam mengelompokan output, sehinga jumlah output dari suatu K/L terlalu banyak; 5. K/L mendefenisikan output terlalu luas yang selanjutnya dibagi menjadi
96 96
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
beberapa sub output yang seharusnya dapat menjadi output tersendiri; 6. Nomenklatur output K/L tidak mencerminkan barang atau jasa; 7. Pada level komponen, K/L perlu memunculkan komponen baru atau menghapus komponen yang tidak dibutuhkan; dan/atau 8. K/L perlu melakukan penajaman perumusan komponen. Langkah-langkah yang dilakukan K/L untuk menelusuri kesalahan Angka Dasar adalah: 1. Pengecekan program/kegiatan yang tahun yang direncanakan Prakiraan Majunya jauh lebih besar atau lebih kecil dibandingkan pagu tahun sebelumnya (misalnya dengan batas deviasi 10%). a. Jika nilainya jauh lebih besar, hal tersebut mungkin akibat kesalahan memasukkan Volume Output; b. Jika nilainya jauh lebih rendah, hal ini dapat di diakibatkan karena Volume Output belum dimasukkan ke Prakiraan Maju atau output salah diklasifikasikan sebagai “berhenti”. 2. Perencana melakukan reviu terhadap output dan komponen untuk mengecek apakah nomenklatur ouput dan komponen sudah tepat. 3. Perencana melakukan pengecekan terhadap output dan komponen apakah perlu penajaman nomenklatur output/komponen, atau perubahan klasifikasi output/komponen. 4. Lakukan pengecekan satker mana yang menyebabkan kesalahan tersebut. Setelah pengecekan dan pemeriksaan sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi pada Angka Dasar dapat diidentifikasi, perbaikan Angka Dasar dapat dikelompokkan menjadi perbaikan pada level output dan perbaikan pada level komponen.
The Indonesian Budget Overview 2011
97
Penyesuaian Angka Dasar Penyesuaian Angka Dasar merupakan proses menjadikan Angka Dasar yang telah disusun pada tahun sebelum tahun yang direncanakan (misal tahun 2011) sesuai dengan asumsi-asumsi atau parameter yang akan terjadi pada tahun yang direncanakan (misal tahun 2012). Parameter yang perlu disesuaikan yaitu parameter ekonomi yang secara otomatis diakukan oleh sistem aplikasi RKA-KLdan parameter non-ekonomi yang disesuaikan secara manual oleh perencana. Selain penyesuaian parameter, penyesuaian Angka Dasar juga meliputi penyusunan Angka Prakiraan Maju baru (3 tahun dari tahun yang direncanakan). Terdapat tiga hal yang menjadi penyebab dilakukan penyesuaian terhadap Angka Dasar yaitu Penyesuaian parameter ekonomi,Penyesuaian parameter nonekonomi, dan Penyusunan prakiraan maju baru. 1. Penyesuaian parameter ekonomi
Parameter ekonomi yang digunakan dalam pendekatan KPJM dalam menyusun anggaran adalah asumsi-asumsi ekonomi yang ada dalam APBN, namun dalam penerapan KPJM saat ini asumsi yang digunakan adalah inflasi.
Setiap tahun prakiraan inflasi berbeda dari tahun sebelumnya, oleh karena itu perlu dilakukan update terhadap asumsi inflasi yang akan digunakan pada tahun yang direncanakan. Asumsi inflasi digunakan sebagai parameter penyesuaian agar pengeluaran yang direncanakan pada tahun yang direncanakan tepat.
Ketika penyesuaian dilakukan dengan asumsi parameter inflasi (baru), dalam penyusunan anggaran pada tahun yang direncanakan, prakiraan pengeluaran dapat meningkat atau berkurang sesuai dengan kenaikan atau penurunan asumsi inflasi tersebut.
2. Penyesuaian parameter non-ekonomi.
98 98
Parameter ekonomi merupakan parameter yang berkaitan dengan kebijakan BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
pemerintah atau K/L. Lingkup parameter ekonomi yang harus dilakukan penyesuaian adalah: a. Penyesuaian perhitungan belanja pegawai disesuaikan dengan perubahan database kepegawaian. b. Penambahan atau pengurangan Volume Output
K/L dapat menaikkan Volume Output untuk setiap kegiatan tapi tanpa menambah anggaran, sedangkan untuk pengurangan target Volume Output hanya boleh untuk Output yang merupakan prioritas K/L. 1) Penambahan Volume Output dapat dilakukan oleh K/L dengan sumber pendanaan dari hasil optimalisasi K/L yang bersangkutan. 2) Pengurangan Volume Output dapat dilakukan jika dalam evaluasi tahun sebelumnya Volume Output yang menjadi target tidak mampu dicapai oleh K/L. Pengurangan Volume Output hanya dapat dilakukan pada kegiatan prioritas K/L.
c. Pengurangan anggaran.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang penerapan Penghargaan dan sanksi ditahun 2011 secara langsung akan mempengaruhi Angka Dasar yang telah disusun berdasarkan Prakiraan Maju. Pemberian sanksi kepada K/L yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran tahun 2010 (tahun anggaran sebelumnya) akan mengakibatkan pengurangan anggaran ditahun 2011 (pada tahun berjalan) dan akan memberikan efek terhadap pengurangan pada prakiraan maju di tahun yang direncanakan (Angka Dasar). Pengurangan anggaran yang dikarenakan oleh sanksi tidak boleh mengurangi target Volume Output yang direncanakan.
d. Pengurangan target volume output dan anggaran.
Pengurangan Volume Output dan anggaran dapat dilakukan jika dalam evaluasi tahun sebelumnya Volume Output yang menjadi target tidak
The Indonesian Budget Overview 2011
99
mampu dicapai oleh K/L. Pengurangan Volume Output dan anggaran hanya untuk kegiatan prioritas K/L. e. Realokasi anggaran dan target Output serta pagu K/L.
Dalam melaksanakan KPJM K/L diberikan fleksibilitas dalam melakukan realokasi target Output dalam melakukan penyesuaian sepanjang dalam pagu anggaran yang tetap baik pagu anggaran dalam rangka prioritas nasional/bidang maupun pagu anggaran prioritas K/L. Realokasi dapat dilakukan antar program, kegiatan, Output dan satker termasuk antar lokasi. Batasan yang diberikan adalah realokasi tidak dapat dilakukan dari prioritas nasional atau prioritas bidang ke prioritas K/L.
f. Memindahkan target Volume Output ke masa depan.
Dalam melakukan penyesuaian Angka Dasar K/L diberikan fleksibilitas untuk memindahkan Volume Output ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan pencapaian Output tersebut. Memindah target Volume Output ke masa depan tidak diikuti dengan carried over anggarannya.
3. Membuat prakiraan maju baru.
Dasar utama dari penerapan KPJM adalah rolling budget. Sebagai bagian dari penyusunan anggaran setiap tahun maka prakiraan maju yang baru harus ditambahkan dalam Angka Dasar. Prakiraan maju untuk Kegiatan dan Program merupakan akumulasi dari komponen-komponen yang berlanjut baik itu komponen utama maupun komponen pendukung.
Inisiatif Baru Inisiatif Baru dan Angka Dasar merupakan bagian terpenting dari penerapan KPJM. Angka Dasar dalam KPJM mengkomodir seluruh kebijakan yang berulang dari tahun ketahun, sedangkan Inisiatif Baru mengakomodir perubahan kebijakan atau
100 100
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
munculnya kebijakan baru dalam jangka tahun tertentu. Di dalam KPJM Inisiatif Baru didefinisikan sebagai kebijakan baru atau perubahan kebijakan berjalan yang menyebabkan adanya konsekuensi angaran, baik pada anggaran baseline maupun anggaran kedepan. Landasan Konseptual yang mendasari penerapan Inisiatif Baru adalah: 1. Fleksibilitas dalam perencanaan dengan tetap menjaga akuntabilitas. 2. Perencanaan berorientasi pada arah kebijakan. 3. Penerapan prinsip tata kelola yang baik (transparansi dan akuntabilitas);dan 4. Berorientasi pada pencapaian kinerja. Tujuan dari penerapan Inisiatif baru adalah: 1. Memberikan fleksibelitas pada system perencanaan dan penganggaran.
Mekanisme Inisiatif baru memungkinkan pemerintah untuk menambah atau mengubah kebijakan nasional sebagai respon terhadap perkembagan keadaan dengan tetap dalam koridor Kerangka Fiskal Jangka Menengah. Pada tingkat K/L, mekanisme Inisiatif Baru memberikan fleksibelitas mengelola anggaran agar mencapai hasil yang maksimal dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas.
2. Menjaga Konsistensi pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Inisiatif Baru memungkinkan pemerintah untuk mengadakan penyesuaian rencana dalam merespon perubahan kondisi. Inisiatif baru yang diajukan harus menjaga onsistensi pencapaian tujuan pembangunan nasional sesuai RPJMN.
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Inisiatif Baru meningkatkan transparansi dalam sistem perencanaan karena prosesnya sifatnya terbuka mulai dari proses pengusulan hingga penetuan hasil akhir proposal. Disisi lain Inisiatif Baru meningkakan akuntabilitas karena adanya kejelasan tanggungjawab bagi institusiyang terlibat.
The Indonesian Budget Overview 2011
101
4. Melakukan efisiensi.
Mekanisme Inisiatif Baru akan mendorong efisiensi anggaran, karena dalam mekanisme ini di dimungkinkan terjadinya realokasi anggaran pada K/L yang dapat digunakan untuk mendanai Inisiatif Baru.
Inisiatif baru yang diajukan oleh K/L dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu: 1. Program (Fokus Prioritas), Outcome,Kegiatan, dan output Baru.
Inisiatif baru ini disebabkan adanya arah kebijakan baru, atau adanya perubahan pada kebijakan berjalan, yang membawa konsekuensi berupa penambahan anggaran di luar Angka Dasar. Bentuk inisiatif Baru ini dapat berupaProgram baru, Outcome Baru, Kegiatan Baru dan/atau output Baru.
2. Penambahan Volume Target.
Inisiatif baru berupa penambahan volume output yang menyebabkan pertambahan anggaran pada tahun yang direncanakan.
3. Percepatan Pencapaian Target.
Inisiatif Baru ini berupa penambahan volume target dalam rangka melakukan percepatan yang menyebabkan tambahan anggaran namun masih dalam pagu anggaran Baseline jangka menengah awal.
Proses pengusulan Inisiatif Baru dapat dilakukan dilakukan K/L pada 3 (tiga) kesempatan yaitu: 1. Sebelum Pagu indikatif (Pengusulan I) 2. Sebelum Pagu Anggaran (Pengusulan II) 3. Sebelum Alokasi Anggaran (Pengusulan III) Setiap K/L dapat mengajukan proposal Inisiatif Baru yang terkait dengan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional. Penetapan usulan yang akan
102 102
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
disetujui sebagai Inisiatif Baru dilakukan melalui sistem kompetisi dengan mempertimbangkan ketersediaan angaran dan ditetapkankan melalui sistem kompetisi atas kelayakan proposal. Proses pengusulan dan penetapan Inisiatif Baru melibatkan beberapa institusi, mulai dari Kabinet, K/L, Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Peran masing-masing institusi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kabinet
Kabinet berperan sebagai penentu bagi usulan Inisiatif Baru yang layak didanai. Inisiatif baru yang disetujui oleh kabinet berawal dari Arah kebijakan dan Prioritas pembangunan nasional (di awal tahun) yang ditetapkan oleh presiden.
2. Kementerian/Lembaga
K/L memiliki peran sebagai pengusul Inisiatif Baru. Inisiatif Baru yang diajukan oleh K/L harus sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan.
3. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan memiliki peran sebagai Institusi Pusat (central agency) yang menjadi penilai kelayakan Inisiatif Baru. Kementerian PPN/Bappenas dalam proses penilaian focus kepada sisi kebijakan dan menjaga konsistensi pencapaian target pembanguan nasional.
4. Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan sebagai Institusi Pusat memiliki peran sebagai penilai Inisiatif baru yang fokus penilaiannya pada kelayakan anggaran atau kepatutan pendanaan sesuai kebijakan penganggaran.
The Indonesian Budget Overview 2011
103
104 104
BAB II PP 90 TAHUN 2010
BAB II PP 90 TAHUN 2010
MENGAWAL PERUBAHAN SISTEM PENGANGGARAN DI INDONESIA (PP 90 TAHUN 2010) Sebagai soko gurunya peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan Keuangan Negara, Undang-undang 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menyusun Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Rencana Kerja Anggaran Kementerian/lembaga (RKA KL) yang berbasis kinerja, penganggaran terpadu dan berperspektif jangka menengah. Satu tahun kemudian, Pemerintah menetapkan payung PP 21 tahun 2004 yang dijadikan landasan Kementerian/Lembagga untuk menyusun RKA KL. Dari sisi pentahapan penerapan sistem penganggaran yang baru, PP 21 tahun 2004 lebih memberikan aspek ‘pengenalan’ kepada Kementerian/Lembaga mengenai prinsip-prinsip penyusunan anggaran dengan pendekatan tiga pilar sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang Keuangan Negara, yaitu anggaran berbasis kinerja, penganggaran terpadu dan penganggaran berperspektif jangka menengah. Dalam perkembangannya, selama kurun waktu 5 tahun sejak PP 21 ditetapkan menunjukkan bahwa pengaturan dalam PP 21/2004 sudah tidak dapat lagi sepenuhnya menampung kebutuhan dinamika penerapan sistem penganggaran. Oleh karenanya Pemerintah menindaklanjuti dengan menerbitkan perubahan (revisi) PP 21 tahun 2004 yaitu PP 90 tahun 2010.
The Indonesian Budget Overview 2011
105
Perubahan Substantif dan Perubahan Teknis Secara garis besar, terbitnya PP 90 tahun 2010 lebih banyak dilandasasi adanya kebutuhan untuk segera me’restrukturisasi’ program dan kegiatan yang selama ini ada, agar berorientasi pada peningkatan akuntabilitas. Alasan yang kedua, adanya kebutuhan penghitungan alokasi anggaran yang berorientasi pada efisiensi, efektivitas, dan berkesinambungan dan yang terakhir adanya tekat dari Pemerintah untuk segera menerapkan totalitas penerapan sistem penganggaran untuk seluruh komponen belanja negara, termasuk Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BABUN). Pada prinsipnya PP Nomor 90 Tahun 2010 memuat dua perubahan. Yang pertama perubahan yang bersifat substansif sedangkan yang kedua perubahan yang bersifat teknis. Perubahan yang bersifat substantive mencakup penyusunan RKAK/L yang semula hanya mengatur penyusunan RKA-K/L untuk Kementerian/ Lembaga diperluas dengan menambahkan penyusunan
pengeluaran untuk
Non Kementerian/Lembaga (BABUN) yang selama ini belum mempunyai payung hukum setingkat Peraturan Pemerintah. Perubahan yang diusung selanjutnya adalah pemantapan penerapan konsep penganggaran yang berperspektif jangka menengah (MTEF ) melalui penggunaan sistem penganggaran bergulir (rolling budget) dan yang ketiga penguatan proses penelaahan RKA-K/L yang semula diterjemahkan sebagai kegiatan yang bersifat administrasi berupa penyesuaian RKA-K/L dengan Pagu Sementara dan standar biaya diubah menjadi kegiatan penilaian kelayakan anggaran (efisiensi belanja) dan penilaian atas konsistensi sasaran kinerja dengan RKP. Selanjutnya diatur juga mengenai ketentuan yang mengatur lebih rinci tentang perubahan RKA-KL dalam pelaksanaan APBN serta penambahan ketentuan mengenai pengukuran dan evaluasi kinerja anggaran sebagai instrumen penting dalam pengambilan keputusan alokasi anggaran (reward and punishment). Pada
106 106
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
akhir pengaturan yang bersifat substantive PP 90 tahun 2010 memayungi kegiatan yang selama ini telah ada yaitu pengintegrasian system informasi perbendaharaan dan anggaran Negara.
Perubahan/Penyempurnaan
PP 21/2004
PP 90/2010
1. Tambahan cakupan BABUN
-
Pasal 4 ayat (3), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24
2. Penerapan MTEF/rolling budget
-
Pasal 7, Pasal 9 ayat (5), Pasal 10 memuat rolling budget
3. Penguatan proses penelaahan
Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5)
Pasal 10 ayat (5)
4. Perubahan RKA-K/L dalam pelaksanaan APBN
-
Pasal 15
5. Evaluasi kebijakan, pengukuran dan evaluasi kinerja anggaran
Pasal 8
Pasal 5 ayat (3), Pasal 7, Pasal 9 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 19, Pasal 20
6. Sistem informasi yang terintegrasi
-
Pasal 21
Perubahan yang kedua adalah perubahan yang bersifat teknis, yang meliputi, antara lain tidak dimuatnya lampiran format RKA-KL dan klasifikasi anggaran sebagaimana selama ini telah diatur dalam PP 21/2004. Sebagai gantinya, dengan pertimbangan perubahan format lebih fleksibel mengikuti dinamika perubahan, maka pengaturan format diatur dalam ketentuan yang rendah, yaitu Peraturan Presiden ataupun peraturan Menteri Keuangan. Sedangkan perubahan teknis kedua mengatur mengenai penyesuaian struktur bab dan pasal sesuai dengan urutan/kronologis materi yang diatur.
The Indonesian Budget Overview 2011
107
Perbandingan antara struktur PP Nomor 21 Tahun 2004 dan PP Nomor 90 Tahun 2010
Konsideran
Konsideran
Bab I: Ketentuan Umum
Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Pokok-Pokok Penyusunan RKA-K/L
Bab II: Pendekatan dan Dasar Penyusunan RKA-K/L
Bagian Pertama : Dasar penyusunan RKA-K/L Bagian Kedua: Isi dan Susunan RKA-K/L Bagian Ketiga: Pendekatan Penyusunan RKA-K/L Bab III: Proses Penyusunan RKA-K/L
Bab III: Proses Penyusunan RKA-K/L dan Penggunaannya Dalam Proses Penyusunan RAPBN Bab IV: Alokasi Anggaran dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bab V: Perubahan RKA-K/L Dalam Pelaksanaan APBN Bab VI: Penyusunan RDP-BUN Bab VII: Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran Bab VIII: Sistem Informasi Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaksanaan Anggaran Negara
Bab IV: Ketentuan Lain-Lain Bab V: Ketentuan Peralihan Bab VI: Ketentuan Penutup
Bab IX: Ketentuan Penutup
Penjelasan
Penjelasan
Lampiran
Perubahan Substantif Bab per Bab Salah satu perubahan yang cukup mendasar dalam PP 90 tahun 2010 adalah penguatan fungsi dokumen RKA KL baik dari fungsi perencanaan, pelaksanaan maupun dari tingkat yang terakhir yaitu evaluasi. Pada fungsi perencanaan,
108 108
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
dokumen RKA KL sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran yang pada akhirnya akan menjadi bahan penyusunan APBN. Fungsi yang kedua dokumen RKA KL apabila telah disahkan oleh Menteri Keuangan akan berfungsi sebagai berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan APBN dan fungsi yang terakhir adalah fungsi evaluasi. Diharapkan Kementerian/Lembaga dapat memanfaatkan dokumen RKA KL sebagai bahan atau alat untuk evaluasi atas kinerja Kementerian/ lembaga maupun instansi pembina/pengawas/pemeriksa (Kemenkeu, PAN, BPKP, BPK). Walaupun mesti harus disadari bahwa dokumen RKA KL masih terkesan sama dengan dokumen-dokumen yang ada (Renja, DIPA, Lakip), namun demikian minimal PP 90 tahun 2010 telah memberikan ruang apabila nanti dokumendokumen tersebut dapat disatukan sehingga menjadi efisien, baik dari segi waktu, tenaga, dan dana dalam proses penyelesaiannya.
PP Nomor 21 Tahun 2004
PP Nomor 90 Tahun 2010
Pasal 1 angka 14:
Pasal 1 angka 8:
RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu K/L yang merupakan penjabaran dari RKP dan Renstra K/L yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.
RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan K/L yang disusun menurut Bagian Anggaran K/L.
Selanjutnya dalam penggunaan istilah ‘Pagu Sementara’ sering dipersepsikan bahwa pagu tersebut bersifat sementara ansich sehingga K/L cenderung untuk fokus mengerjakan RKA-KL setelah terbitnya Pagu Definitif pada bulan November. Hal ini apabila dibiarkan akan berpotensi mengurangi kualitas RKA-K/L karena terdapat beberapa rencana kinerja (program dan kegiatan) disusun secara mendadak pada bulan November tersebut. Oleh sebab itu dalam PP 90 tahun 2010 dipertegas bahwa ‘Pagu Anggaran K/L’ pada hakekatnya mengembalikan fungsi pagu tersebut sebagai pagu final versi Pemerintah sehingga rencana kinerja berikut kebutuhan dananya harus sudah fixed di level Pemerintah sebelum diajukan kepada DPR. The Indonesian Budget Overview 2011
109
PP Nomor 21 Tahun 2004
PP Nomor 90 Tahun 2010
Pasal 1 angka 16:
Pasal 1 angka 14:
Pagu sementara merupakan pagu anggaran yang didasarkan atas kebijakan umum dan prioritas anggaran hasil Pembahasan Pemerintah Pusat dan DPR sebagai acuan dalam penyusunan RKA-K/L.
Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada K/L dalam rangka penyusunan RKA-K/L.
Demikian juga dalam penetapan perubahan pagu anggaran belanja , dalam PP ini telah memberikan pedoman bahwa APBN-P dapat dilakukan apabila benarbenar terdapat perubahan di tingkat makro yang menyebabkan berubahnya perkiraan jumlah pendapatan dan/atau belanja atau perubahan prioritas anggaran sedangkan apabila terjadi penghematan atau optimalisasi anggaran, penghematan atau optimalisasi tersebut tidak dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan APBN-P.
PP Nomor 21 Tahun 2004 Tidak diatur
PP Nomor 90 Tahun 2010 Pasal 3 ayat (5): Besaran anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat disesuaikan dengan perubahan kapasitas fiskal dan/atau perubahan pembiayaan anggaran sebagai akibat dari: perubahan asumsi makro perubahan target pendapatan negara perubahan prioritas belanja negara; dan/atau penggunaan saldo anggaran lebih tahun-tahun sebelumnya.
Selanjutnya dalam pendekatan dan dasar penyusunan RKA KL, PP 90 tahun 2010 memberikan penegasan bahwa sesuai dengan pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2003, penyusunan RKA-K/L merupakan kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA). Oleh karena itu, Pengguna Anggaran pada hakekatnya adalah pejabat yang diberi kuasa oleh Presiden untuk mengelola keuangan negara pada kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Penetapan status PA oleh Presiden kepada para pejabat yang ditunjuk, ditetapkan dalam suatu peraturan tersendiri
110 110
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
(PP, Perpres, atau Keppres). Dengan demikian, konsep ini akan menyempurnakan mekanisme penetapan BA yang selama ini dilakukan oleh DJA (yang secara otomatis menjadikan pejabat yang menguasai BA tersebut sebagai PA).
PP Nomor 21 Tahun 2004
PP Nomor 90 Tahun 2010
Pasal 2 ayat (1):
Pasal 4 ayat (2):
Kementerian Negara/Lembaga menyusun RKA-KL berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya.
Hal baru lain yang cukup mendasar adalah adanya kewenangan Menteri Keuangan untuk menyusun RDP Bendahara Umum Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 4 (3) PP 90 tahun 2010. Hal ini diatur dalam rangka mengakomodir kebutuhan atas landasan hukum penyusunan BABUN oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya mengenai klasifikasi anggaran, PP 90 tahun 2010 memberikan amanat secara tegas bahwa RKA-K/L harus disusun secara terstruktur dan dirinci menurut tiga klasifikasi anggaran, yang klasifikasi organisasi, klasifikasi fungsi dan yang terakhir klasifikasi jenis belanja sedangkan pengaturan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Kementerian/ Lembaga. Dalam kaitan dengan hubungan kelembagaan, khususnya dengan DPR, dalam PP 90 tahun 2010 memberikan panduan bahwa dalam penyusunan RKA-K/L yang merupakan bagian dari penyusunan RAPBN merupakan kewenangan eksekutif. Oleh karena itu, dalam PP ini memberikan rambu-rambu hal-hal yang harus dipatuhi oleh setiap K/L pada saat melakukan pembahasan RKA-K/L bersama Komisi mitra kerjanya di DPR. Walaupun hal ini sangat berat, namun dari sisi Pemerintah hal ini harus diatur sehingga dikemudian hari apabila terdapat permasalahan, rambu-rambunya telah terpasang dengan jelas. Kemudian dalam rangka penguatan proses penelaahan dari yang semula dikesankan dan The Indonesian Budget Overview 2011
111
dipraktekkan sebagai kegiatan pencocokan yang sifatnya clerical (dalam Pasal 10 PP 21/2004 disebut “menelaah kesesuaian”), menjadi kegiatan berupa penilaian kelayakan dan konsistensi atas rencana kinerja (Pasal 10 ayat (5) PP 90/2010) Dalam kaitannya dengan alokasi anggaran dan dokumen pelaksanaan anggaran, pasal 12 PP Nomor 90 Tahun 2010 memberikan penegasan bahwa paling lambat bulan Oktober Pemerintah dengan DPR harus telah menyelesaiakan pembahasan RAPBN dan Rancangan UU tentang APBN. Apabila menghasilkan optimalisasi pagu anggaran, maka optimalisasi pagu anggaran tersebut digunakan oleh Pemerintah sesuai arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. Yang dimaksud ‘optimalisasi pagu anggaran’ adalah penambahan pagu anggaran belanja negara dan /atau pembiayaan dari yang tercantum dalam RAPBN dan/atau realokasi anggaran antara BA K/L dan BABUN dengan atau tanpa perubahan pagu pengeluaran. Mengenai revisi revisi RKA KL dalam tahun berjalan, dalam peraturan pemerintah ini, Kementerian/Lembaga dapat melakukan perubahan RKA-K/L dalam hal terdapat tambahan dan/atau pengurangan alokasi anggaran sebagai akibat Perubahan APBN dan/atau realokasi anggaran belanja dari yang telah ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran; dan/atau terdapat perubahan dokumen pelaksanaan anggaran yang memerlukan persetujuan DPR. Khusus untuk Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bedahara Umum Negara, PP 20 tahun 2010 memberikan penjelasan bahwa dalam rangka menjalankan fungsi sebagai Pengguna Anggaran BUN, Menteri Keuangan menetapkan Pembantu Pengguna Anggaran BUN (PPA-BUN). PPA-BUN adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan berbeda dengan KPA. Selanjutnya dijelaskan bahwa Konsep PPA-BUN pada hakekatnya merupakan pengukuhan atas mekanisme yang telah berjalan selama ini terkait pengaturan BA 999.01 s.d. BA 999.07. dan fungsi KPA dapat dijabat dan dilaksanakan oleh pejabat
112 112
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
pada unit diluar Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan program dan kegiatan BUN. Penetapan alokasi dana pengeluaran BUN dapat dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran yang direncanakan atau dapat pula ditetapkan pada tahun anggaran berjalan.
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran
Hal baru lain yang diatur dalam PP 90 tahun 2010 adalah Menteri/
Pimpinan Lembaga melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L. Sedangkan cakupan evaluasi terdiri atas pelaksanaan RKA-K/L tahun sebelumnya dan RKA-K/L tahun berjalan. Muatan pengukuran dan evaluasi kinerja paling sedikit mencakup tingkat keluaran , capaian hasil, tingkat efisiensi , konsistensi antara rencana dan implementasi (semakin banyak revisi maka tingkat konsistensinya semakin rendah), realisasi penyerapan anggaran, Kemenkeu dan Bappenas melakukan pemantauan atas pencapaian kinerja K/L dan yang terakhir hasil evaluasi kinerja oleh K/L dan hasil pemantauan pencapaian kinerja oleh Kemenkeu dan Bappenas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penerapan reward and punishment dalam penetapan alokasi anggaran K/L.
Sistem Informasi Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaksanaan Anggaran Negara
Untuk mengantisipai kedepan khususnya terkait dengan system informasi, PP 90 tahun 2010 memberikan ruang kepada Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan sistem informasi perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran negara yang terintegrasi, yang saat ini sudah dilakukan melalui kegiatan SPAN. Kedepan sistem informasi terintegrasi ini perlu terus dikembangkan dan disempurnakan sehingga dapat optimal dalam mendukung pengelolaan keuangan negara.
The Indonesian Budget Overview 2011
113
Penutup
Pada bagian akhir PP Nomor 90 Tahun 2010, diatur ketentuan mengnai
peraturan pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2004 ( berbagai PMK) masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan PP 90/2010 atau belum diganti dengan yang baru sesuai amanat PP 90/2010, kedua PP 21/2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan yang terakhir ketentuan mengenai BUN dilaksanakan paling lambat 2 (dua) tahun setelah PP 90/2010 diundangkan (paling lambat 27 Desember 2012).
114 114
BAB II Implementasi Sistem Penganggaran
BAB III
Isu Aktual Kebijakan Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011
Mempertajam Akurasi Perencanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Melalui Revisi Anggaran Pergeseran Anggaran Belanja Dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara 999.08 (BA BUN 999.08) Ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L) Implementasi Reward And Punishment Pada Tahun Anggaran 2011
116 116
BAB III Isu Aktual
BAB III KEBIJAKAN PENGHEMATAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA
KEBIJAKAN PENGHEMATAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN 2011 Pendahuluan Pengelolaan keuangan negara diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, yang mengatur bahwa pengelolaan keuangan negara harus memiliki prinsip antara lain akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan serta adanya pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011, harus dikelola dengan prinsip pengelolaan anggaran negara yang sehat dan penuh kehati-hatian (prudent), sehingga dapat dipastikan pengelolaan anggaran yang telah ditetapkan lebih efisien dan efektif. Kebijakan pengelolaan anggaran yang tepat diharapkan selain menjaga stabilitas perekonomian juga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengelolaan anggaran negara yang efisien dan efektif, seperti ditegaskan oleh Presiden Republik Indonesia pada saat Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2011, adalah pemanfaatan anggaran yang didukung dengan kreativitas, inovasi,
The Indonesian Budget Overview 2011
117
serta inisiatif yang baik, sehingga mampu mencapai target kinerja yang telah ditetapkan dengan penggunaan dana yang diupayakan sehemat mungkin. Selain itu Presiden RI juga menyampaikan bahwa upaya penghematan dalam pelaksanaan kegiatan dapat berupa penghematan perjalanan dinas, penyelenggaraan rapat, serta pelaksanaan kegiatan operasional maupun non-operasional yang masih memungkinkan untuk dilakukan penghematan. Pada tulisan ini akan diulas lebih lanjut mengenai kebijakan penghematan anggaran kementerian negara/lembaga yang digulirkan melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011.
Latar Belakang Peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat selama kurun waktu enam tahun terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2010), ternyata belum disertai dengan pelaksanaan yang baik. Salah satu parameter yang paling tampak adalah masih rendahnya daya serap Kementerian Negara/Lembaga atas anggaran yang sudah dialokasikan. Peningkatan anggaran belanja dari tahun ke tahun tidak disertai dengan peningkatan daya serap anggaran secara signifikan. Pada Tabel 1, disajikan informasi bahwa dengan kenaikan rata-rata Anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga per tahunnya selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 sebesar 18,63%, belum didukung dengan kemampuan penyerapan anggaran yang maksimal, mengingat rata-rata penyerapan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga per tahun masih berada pada kisaran 89,13%. Alokasi belanja Kementerian Negara/Lembaga dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, meningkat dari Rp158.038,2 milyar pada tahun 2005 menjadi Rp366.134,6 milyar pada tahun 2010 atau meningkat rata-rata 18,30% per tahun.
118 118
BAB III Isu Aktual
Sementara itu realisasi belanja Kementerian Negara/Lembaga yang meningkat dari Rp120.823,0 milyar pada tahun 2005 menjadi Rp332.520,2 milyar pada tahun 2010, belum disertai dengan penyerapan belanja Kementerian Negara/Lembaga yang semakin membaik. Ditunjukkan dengan perbandingan realisasi belanja Kementerian Negara/Lembaga per tahunnya yang masih cenderung rendah, khususnya pada tahun 2010 jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2009, meskipun pada tahun 2010 realisasi Kementerian Negara/Lembaga mencapai 90,9% dari pagu yang dialokasikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan alokasi belanja Kementerian Negara/Lembaga belum disertai dengan perbaikan kinerja Kementerian Negara/Lembaga yang di antaranya ditunjukkan dengan peningkatan daya serap belanja Kementerian Negara/Lembaga per tahunnya. Tabel 1 Penyerapan Belanja Kementerian Negara/Lembaga TA 2005 - 2010 (milyar Rupiah)
TAHUN
APBN-P
Realisasi
%
2005
158,038.2
120,823.0
76.5
2006
214,377.6
189,361.2
88.3
2007
244,594.2
225,014.2
92.0
2008
290,022.7
259,701.9
89.5
2009
314,716.9
306,999.5
97.5
2010
366,134.6
332,920.2
90.9
Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, Edisi bulan Juli dan September 2011
Selanjutnya, salah satu upaya meningkatkan kemampuan penyerapan anggaran Kementerian Negara/Lembaga khususnya pada tahun 2011, serta untuk meningkatkan kualitas belanja Kementerian Negara/Lembaga dan mengamankan APBN Tahun 2011. Pemerintah memandang perlu adanya penajaman kembali atas
The Indonesian Budget Overview 2011
119
program maupun kegiatan yang telah dialokasikan pada tahun 2011. Oleh karena itu, peningkatan alokasi belanja pemerintah pusat yang selama ini cenderung naik, diharapkan diimbangi dengan realisasi penyerapan anggaran, sebagaimana tergambar pada Gambar 1.
Gambar 1 Penyerapan BelanjaGambar Pemerintah 1 Pusat TA 2005 – 2010
Penyerapan Belanja Pemerintah Pusat TA 2005 – 2010 781,533.5
800,000.0 697,071.1
700,000.0
691,535.8
697,406.3
693,356.1
600,000.0 478,249.3
milyar Rp
500,000.0
498,172.2
411,667.5
APBN-P
440,032.2
400,000.0 300,000.0
628,812.5
504,623.4
Realisasi
361,155.2
200,000.0 100,000.0 ŀ
0.0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
TAHUN Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, Edisi bulan Juli dan September 2011
Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, Edisi bulan Juli dan September 2011
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Anggaran Pendapatan
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Undang Dasar 1945, Anggaran Pendapatan dan
dan Belanja adalah wujud darikeuangan pengelolaan negara yang Belanja Negara Negara adalah wujud dari pengelolaan negara keuangan yang ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan secara terbuka bertanggung jawabterbuka untuk sebesar sebesar-besarnya besarnya kemakmuran ditetapkan setiap tahun dan dan dilaksanakan secara dan bertanggung jawab rakyat. Sehingga Oleh karena itu isi APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu isi APBN disusun sesuai
pemerintahan negara egara dengan prinsip efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan dengan
dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara prinsip efisien, juga dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah. Hal tersebut diatur secara tegas dalam
Undang-Undang 17 Tahundengan 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa Keuangan Negara berkeadilan, danNomor berkelanjutan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah. dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang perundang-undangan, undangan, efisiensi, ekonomis, efektif,
Hal tersebut juga diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
tentang Keuangan Negara, bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat Sebagai tindak lanjut ut arahan yang disampaikan oleh Presiden RI pada saat penyerahan
pada peraturan perundang-undangan, efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, dan
DIPA Tahun Anggaran 2011, serta wujud keseriusan Pemerintah untuk mereview APBN Tahun
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
120 120
BAB III Isu Aktual
Sebagai tindak lanjut arahan yang disampaikan oleh Presiden RI pada saat penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2011, serta wujud keseriusan Pemerintah untuk mereview APBN Tahun 2011, Kementerian Negara/Lembaga diinstruksikan agar dapat melakukan upaya-upaya penghematan belanja pada tahun 2011. Penghematan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas belanja serta pengamanan APBN Tahun 2011. Selama ini, belanja Kementerian Negara/ Lembaga khususnya untuk keperluan biaya-biaya penunjang (overhead cost) dinilai cukup tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan penajaman atas pelaksanaan program/kegiatan (refocusing), sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas belanja Kementerian/Lembaga. Selain tingginya biaya-biaya penunjang, dalam hal penyerapan anggaran belanja oleh Kementerian Negara/Lembaga pun belum menunjukkan adanya upaya yang optimal, mengingat Kementerian Negara/ Lembaga dalam tahun berjalan seringkali mengusulkan tambahan anggaran melalui mekanisme APBN Perubahan yang pada akhirnya akan membebani APBN dengan meningkatnya defisit anggaran, sehingga memerlukan tambahan pembiayaan untuk mengamankan APBN. Arahan Presiden RI berkenaan dengan penghematan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga, di antaranya akan dimanfaatkan kembali sebagai pilot project kluster IV plus 3 program tambahan yang dilaksanakan pada tahun 2011 dengan menggunakan hasil penghematan. Pemanfaatan kembali hasil penghematan yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang masuk dalam Kluster IV plus 3 program tambahan tersebut, meliputi program rumah sangat murah, program kendaraan angkutan umum murah, program air bersih untuk rakyat, program listrik murah dan hemat, program peningkatan kehidupan nelayan, program peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan, program ketahanan pangan, program transportasi Jakarta, dan program penciptaan kesempatan kerja.
The Indonesian Budget Overview 2011
121
Strategi dan Arah Penghematan Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2011, ditetapkan bahwa seluruh Menteri/ Pimpinan Lembaga diinstruksikan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka meningkatkan kualitas belanja Kementerian Negara/Lembaga serta sebagai upaya pengamanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2011. Langkah-langkah yang diambil terkait upaya penghematan tersebut adalah Kementerian Negara/Lembaga melakukan penghematan anggaran minimal 10% (sepuluh perseratus) dari pagu Kementerian Negara/Lembaga yang telah ditetapkan, namun setelah memperhitungkan kebutuhan untuk belanja pegawai dan operasional kantor, serta alokasi anggaran kegiatan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), Rupiah Murni Pendamping (RMP), dan Pinjaman Dalam Negeri (PDN). Langkah-langkah penghematan tersebut, dilakukan melalui pembatasan kegiatankegiatan seperti perjalanan dinas, kecuali untuk perjalanan dinas yang benarbenar penting dan mendesak; pembatasan dalam hal penyelenggaraan rapat, rapat kerja, seminar, workshop, dan konsinyering di luar kantor; pembatasan belanja operasional, kecuali untuk operasional pertahanan dan ketertiban; dan upaya-upaya penghematan lainnya yang terkait dengan belanja non operasional. Selanjutnya, langkah-langkah penghematan dimaksud, dilaksanakan dengan tetap menjaga pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% (duapuluh perseratus) dari Belanja Negara Tahun 2011; pencapaian prioritas pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011; pemenuhan pembayaran gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, honor tetap, lembur, dan vakasi; pemenuhan biaya operasional dan pemeliharaan perkantoran minimum; pemenuhan kegiatan yang pelaksanaannya lebih dari satu
122 122
BAB III Isu Aktual
tahun anggaran (multiyears project); serta pemenuhan dana pendamping untuk kegiatan yang berasal dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) dan Pinjaman Dalam Negeri (PDN). Mekanisme penyampaian hasil penghematan dilakukan oleh Kementerian Negara/ Lembaga dengan mengajukan usul penghematan dan melaporkan besarnya alokasi anggaran yang dihemat oleh setiap Kementerian Negara/Lembaga kepada Presiden, dengan tembusan disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Alokasi anggaran yang dihemat dapat dimanfaatkan kembali dimana pemanfaatan hasil penghematan tersebut ditetapkan melalui Sidang Kabinet, dan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang antara lain dikategorikan sebagai percepatan pencapaian target Prioritas Pembangunan Nasional, seperti pembangunan infrastruktur serta pengamanan ketersediaan pangan dan energi; kebijakan baru yang belum masuk dalam RKP Tahun 2011; atau untuk program/kegiatan yang sifatnya mendesak. Termasuk pemanfaatan kembali hasil penghematan yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang masuk dalam Kluster IV plus 3 program tambahan, meliputi program rumah sangat murah, program kendaraan angkutan umum murah, program air bersih untuk rakyat, program listrik murah dan hemat, program peningkatan kehidupan nelayan, program peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan, program ketahanan pangan, program transportasi Jakarta, dan program penciptaan kesempatan kerja.
Langkah Penghematan Dan Rencana Pemanfaatannya Kebijakan penghematan anggaran ini membutuhkan komitmen dan dukungan yang sungguh-sungguh dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga sebagai unit yang menyelengarakan program, kegiatan dan anggaran pemerintah pusat dalam
The Indonesian Budget Overview 2011
123
rangka mencapai tujuan bernegara yang secara tahunannya dituangkan dalam program-program dan kegiatan yang didanai dari APBN. Keterlibatan Kementerian Negara/Lembaga terhadap kebijakan tersebut dilakukan dengan melakukan evaluasi dan me-review seluruh alokasi anggaran program/kegiatan yang sudah ditetapkan dalam RKAKL dan DIPA Tahun 2011 khususnya kegiatan-kegiatan yang secara material tidak prioritas, tidak mendesak, dan tidak berimplikasi secara cepat/langsung terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat untuk selanjutnya dilakukan realokasi yang difokuskan pada program/kegiatan sebagaimana tertuang dalam Inpres tentang penghematan (Refocusing). Dalam tahap penerapan kebijakan penghematan anggaran tidak dapat dilaksanakan oleh seluruh Kementerian Negara/Lembaga dengan berbagai pertimbangan. Dari 79 (tujuh puluh sembilan) Kementerian Negara/Lembaga terdapat 75 (tujuh puluh lima) K/L yang melaksanakan kebijakan penghematan, sedangkan 3 (tiga) K/L tidak melakukan penghematan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat RI (BA 002), Komisi Pemilihan Umum (BA 076) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia/BNP2TKI (BA 104) sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional (BA 023) dikecualikan dari kebijakan penghematan ini. DPR RI belum dapat melakukan penghematan yang disampaikan melalui Surat Sekretaris Jenderal DPR RI kepada Menteri Keuangan Up. Dirjen Anggaran No. PR.00/9279/DPR RI/XII/2010 tanggal 8 Desember 2010 hal Pemberitahuan yang menegaskan bahwa DPR RI belum bisa melakukan penghematan 10 % (sepuluh perseratus) Belanja Tahun Anggaran 2011 karena menunggu proses pembahasan bersama Badan Urusan Rumah Tangga Negara (BURT) DPR RI. Komisi Pemilihan Umum dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia/ BNP2TKI tidak melakukan penghematan dengan pertimbangan bahwa kegiatan yang sudah dialokasikan dalam RKAKL tahun 2011 adalah merupakan kegiatan prioritas nasional sebagaimana tertuang dalam RKP tahun 2011 dan RPJMN. Disamping ketiga K/L tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional merupakan
124 124
BAB III Isu Aktual
kementerian yang dikecualikan dari kebijakan penghematan ini mengingat seluruh anggaran pada Kementerian Pendidikan Nasional adalah merupakan alokasi anggaran fungsi pendidikan, penghematan yang dilakukan dapat langsung direalokasi untuk kegiatan-kegiatan prioritas dalam rangka menjaga proporsi anggaran pendidikan tetap 20% dari APBN. Sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun 2011, alokasi anggaran yang dihemat dapat digunakan kembali oleh Kementerian Negara/Lembaga untuk mendanai kegiatankegiatan yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Percepatan pencapaian target Prioritas Pembangunan Nasional (pembangunan infrastruktur dan pengamanan ketersediaan pangan dan energi). 2. Kebijakan Baru yang belum masuk dalam RKP Tahun 2011. 3. Program/Kegiatan yang sifatnya mendesak. Selanjutnya, bagi Kementerian Negara/Lembaga yang memiliki tugas dan fungsi dalam penciptaan lapangan kerja, maka pemanfaatan hasil penghematan dapat digunakan untuk menciptakan lapangan kerja dalam rangka penerapan kebijakan pemerintah terkait moratorium TKI, sedangkan K/L yang akan melakukan refocusing pemanfatan hasil penghematan dapat dilakukan dengan menyampaikan kembali penajaman usul pemanfaatan tersebut kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran. Besarnya alokasi anggaran yang dapat dihemat pada 75 (tujuh puluh lima) Kementerian Negara/Lembaga adalah sebesar Rp15.597,7 milyar, jumlah usul rencana pemanfaatan hasil penghematan adalah sebesar Rp15.261,6 milyar, sedangkan sisanya sebesar Rp336,1 milyar tidak dimanfaatkan kembali. Rincian pemanfaatan hasil penghematan sebagaimana tertuang dalam Tabel 2 berikut ini :
The Indonesian Budget Overview 2011
125
Tabel 2 USUL PEMANFAATAN HASIL PENGHEMATAN BERDASARKAN KRITERIA INPRES 7 TAHUN 2011 Milyar Rupiah
No
JUMLAH K/L*)
KRITERIA
JUMLAH ALOKASI ANGGARAN
PERSENTASE (%)
1.
Percepatan Pencapaian Prioritas Nasional
49
8,033.3
52.6
2.
Kebijakan Baru yang Belum Masuk RKP
17
1,857.3
12.2
3.
Program/Kegiatan Mendesak
37
4,822.8
31.6
4.
Tidak Memenuhi Kriteria/Perlu Klarifikasi
548.2
3.6
15,261.6
100.0
**)
Jumlah *)
Beberapa K/L Menyelenggarakan lebih dari satu kriteria
**)
Masih Dalam Proses Penilaian
Dalam penerapannya rencana pemanfaatan hasil penghematan oleh Kementerian Negara/Lembaga dialokasikan pada beberapa sasaran pembangunan. Persentase
Tabel 4 PENYELESAIAN USUL PEMANFAATAN HASIL PENGHEMATAN tertinggi dari rencana pemanfaatan tersebut adalah untuk mendanai kegiatan MENURUT KEWENANGAN
untuk menunjang penyelenggaraan tugas dan fungsi K/L khususnyaMilyar dalamRupiah rangka No
Uraian
Jumlah
Persentase
memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, serta untuk pembangunan 1. Kewenangan Pemerintah sebagaimana tertuang 6,032.8 39.5 infrastruktur. Rincian pemanfaatan dalam tabel 3 berikut
ini2.:
Kewenangan DPR Jumlah
126 126
BAB III Isu Aktual
9,228.8
60.5
15,261.6
100.0
Tabel 3 PEMANFAATAN HASIL PENGHEMATAN BERDASARKAN SASARAN Milyar Rupiah
No
JUMLAH ALOKASI ANGGARAN
SASARAN
PERSENTASE (%)
1.
Infrastruktur
2.
Ketahanan Pangan
3.
Ketahanan Energi
4.
Kluster 4 (Program Pro Rakyat)
5.
Kluster 1 (Penanggulangan Keminskinan)
6.
Anggaran Pendidikan
7.
Penegakan Hukum
201.7
1.3
8.
Keamanan Nasional
470.9
3.1
9.
Capacity Building
69.3
0.5
1)
4)
10. Perlindungan TKI 11. Reformasi Birokrasi 12. Hubungan Luar Negeri 13. Lainnya
5)
6)
Jumlah
2) 3)
4,120.5
27.0
1,598.6
10.5
1,218.0
8.0
812.4
5.3
808.6
5.3
1,289.6
8.4
75.3
0.5
139.0
0.9
261.4
1.7
4,196.3
27.5
15,261.6
100.0
1)
Pembangunan Infrastruktur Tanggap Darurat Bencana Alam; Pembangunan Rusunawa Beserta Infrastruktur Pendukungnya; Fast Track Pembangunan Infrastruktur Sepanjang Koridor Ekonomi Pada 33 Provinsi; Termasuk Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) dan Persiapan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Jalan Sepanjang Koridor Ekonomi.
2)
Program Rfumah Sangat Murah dan Pembangunan Rumah Swadaya; Peningkatan Kehidupan Nelayan dan CTI Summit; Peningkatan Prasarana Kawasan Kumuh dan Penyediaan Prasarana Dasar di Kawasan RSH; Penyediaan Air Bersih dan Pengembangan Pemantauan Konversi Air Tanah.
3)
Peningkatan Sarana dan Prasarana Pada RS UPT Vertikal dan SKPD RS Daerah; Penyediaan Makanan Tambahan Bagi Ibu Hamil, Bayi dan Balita Gizi Kurang dan Buruk; Pengadaan dan Distribusi Obat yang Memenuhi Standard dan Terjangkau Masyarakat; Bantuan Rehabilitasi Sosial Bagi Rumah Tidak Layak Huni di Perdesaan dan Perkotaan
4)
Kekurangan Pemberian Tunjangan Profesi Guru PNS, Pembangunan Asrama Siswa Madrasah Pada Pondok Pesantren dan Rehab Ruang Kelas
5)
Pengiriman Pasukan Perdamaian ke Sudan dan Pelaksanaan ASEAN Fair Tahun 2011
6)
Kegiatan Penunjang Tusi K/L, Pembangunan Gedung Untuk Pelayanan Umum, Pembangunan Gedung Kantor
Penyesuaian pagu Kementerian Negara/Lembaga setelah penghematan dilaporkan kepada Presiden berikut rencana pemanfaatan anggaran hasil penghematan, untuk selanjutnya ditetapkan dalam sidang kabinet. Proses penyelesaian pemanfaatan hasil penghematan dilakukan dengan mekanisme revisi anggaran The Indonesian Budget Overview 2011
127
mengikuti ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011, diatur bahwa batasan kewenangan Pemerintah (Menteri Keuangan) dalam melakukan revisi meliputi pergeseran anggaran belanja dari Bagian Anggaran 999.08 (Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga; antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi dan tidak mengurangi volume keluaran (output) yang telah direncanakan; dan/ atau antarjenis belanja dalam satu kegiatan; perubahan anggaran belanja yang bersumber dari kelebihan realisasi di atas target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri (PHLN) dan pinjaman dan hibah dalam negeri (PHDN) sebagai akibat dari lanjutan dan percepatan penarikan PHLN dan PHDN, termasuk hibah luar negeri/hibah dalam negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan; dan perubahan pagu pinjaman proyek luar negeri sebagai akibat pengurangan alokasi pinjaman luar negeri. Diluar ketentuan tersebut harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DPR RI. Pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga usul pemanfaatan hasil penghematan belanja Kementerian Negara/Lembaga juga mengakibatkan pergeseran alokasi anggaran antarkegiatan yang bukan merupakan hasil optimalisasi dan antarprogram sehingga perlu terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rincian penyelesaian pemanfaatan hasil pengematan sebagaimana tertuang dalam tabel 4.
128 128
BAB III Isu Aktual
**)
Masih Dalam Proses Penilaian
Tabel 4 PENYELESAIAN USUL PEMANFAATAN HASIL PENGHEMATAN MENURUT KEWENANGAN Milyar Rupiah
No
Uraian
Jumlah
Persentase
1.
Kewenangan Pemerintah
6,032.8
39.5
2.
Kewenangan DPR
9,228.8
60.5
15,261.6
100.0
Jumlah
Penghematan Di Kementerian Pendidikan Nasional
Walaupun Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tidak
menjadi sasaran sebagai Kementerian Negara/Lembaga yang harus melakukan penghematan sebagaimana ditegaskan dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2011, namun Kemendiknas tetap memiliki komitmen untuk melaksanakan Instruksi Presiden dengan melakukan review atas alokasi anggaran dan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam RKAKL dan DIPA Tahun 2011.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional
adalah dengan melakukan efisiensi atas perjalanan dinas dan kegiatan rapat-rapat kordinasi, serta kegiatan konsinyering yang diselenggarakan diluar kantor diluar kantor untuk selanjutnya dialihkan pada kegiatan-kegiatan prioritas yang langsung menyentuh masyarakat dalam rangka menunjang program-program dan kegiatan bidang pendidikan antara lain Memperbesar cakupan Beasiswa pada jenjang Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi; Penambahan sasaran pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), Unit Sekolah Baru (USB); Piloting Pendidikan Profesi Guru (PPG); Penjaminan Mutu Pendidikan; serta Kegiatan Penelitian Jenjang Pendidikan Tinggi. Besarnya alokasi anggaran yang dapat dilakukan oleh efisiensi oleh Kementerian
The Indonesian Budget Overview 2011
129
Pendidikan Nasional adalah sebesar Rp.979,6 Milyar dengan rincian pemanfaatan pada kegiatan-kegiatan prioritas sebagaimana taberl 5 berikut : Tabel 4 FOKUS PEMANFAATAN HASIL EFISIENSI PADA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL Milyar Rupiah
No 1.
2.
Uraian
Penghematan
Pemanfaatan
(Rp)
(Rp)
Kegi a ta n ya ng di hema t : a.
Perja l a na n Di na s
805.9
b.
Non Perja l a na n Di na s
173.7
Pema nfa a ta n pa da Kegi a ta n : a.
10 Pi l ot Project PAUD Terpa du, 10 Pi l ot Project SD da n SMP, 10 Pi l ot Project SMK di Ka wa s a n Nel a ya n (Kl us ter 4)
27.6
b.
Na tiona l Ca mpa i gn : Gera ka n PAUD Na s i ona l , Kegi a ta n Stra tegi s Pendi di ka n Da s a r, Pendi di ka n Menenga h, Progra m Pengemba nga n SDM Pendi di ka n da n Penja mi na n Mutu Pendi di ka n, Kegi a ta n Ba l i tba ng, Kegi a ta n Pengemba nga n da n Pembi na a n Ba ha s a , s erta Kegi a ta n Kes ekreta ri a ta n
53.5
c.
Ba ntua n Opera s i ona l Pendi di ka n (PAUD)
40.2
d.
Bea s i s wa Mi s ki n Jenja ng Pendi di ka n Da s a r da n Menenga h
99.8
e.
Bea s i s wa S2 da n bi di k Mi s i Jenja ng Pendi di ka n Ti nggi
f.
Pemba nguna n Rua ng Kel a s Ba ru, Uni t Sekol a h Ba ru da n Reha b Jenja ng Pendi di ka n Da s a r da n Menenga h
34.1 112.6
g.
Penel i tia n Untuk Mendukung P3EI Pendi di ka n Ti nggi
24.2
h.
Pi l oting Pendi di ka n Profes i Guru
10.0
i.
Pel a ks a na a n Progra m Hi ba h Pergurua n Ti nggi Ma s ya ra ka t da n Kema ha s i s wa a n
24.4
j.
Pendi di ka n Ka ra kter jenja ng PAUD, Pendi di ka n Da s a r, da n Pendi di ka n Menenga h
41.2
k.
Eva l ua s i PTK Pa s ca Sertifika s i
17.1
l.
Pengua ta n Kepa l a Sekol a h da n Penga wa s Seba ga i As s es or
21.8
m. Revi ta l i s a s i Lemba ga Penja mi na n Mutu Pendi di ka n
65.9
n.
Eva l ua s i Kuri kul um
22.1
o.
Percepa ta n Akredi ta s i
16.8
p.
Pengemba nga n Buda ya Ba ha s a
q.
Pengua ta n E-Admi ni s tra s i da n La ya na n
11.6
r.
Reforma s i Bi rokra s i
10.6
s.
Bea s i s wa Unggul a n Untuk SDM Kemdi kna s
t.
Pena mba ha n Node Sona Sekol a h
23.7
u.
Pengua ta n Si s tim Penda ta a n
14.2
v.
Ca pa ci ty Bui l di ng
0.5
7.4
5.6
w. Pemba nguna n Gedung Uni t Ba ru x. y.
Pengua ta n Si s tim Pengenda l i a n Kegi a ta n Pendukung Jumlah
130 130
32.9
BAB III Isu Aktual
2.0 259.8 979.6
979.6
Penutup Kebijakan penghematan anggaran pada tahun 2011 yang digulirkan melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011 merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas belanja Kementerian Negara/Lembaga serta pengamanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen pemerintah dalam pelaksanaan program-program pembangunan. Dalam implementasinya diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Namun demikian, tidak demikian pelaksanaannya, karena langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Negara/Lembaga kurang tepat dan tidak memperhatikan arahan secara tegas, sehingga menimbulkan kesulitan dalam implementasinya. Sebagai contoh, arahan bahwa usul pemanfaatan hasil penghematan harus mempertimbangkan mekanisme dan tata cara revisi anggaran, sehingga usul pemanfaatan alokasi anggaran yang dihemat seharusnya semaksimal mungkin harus dalam kerangka kewenangan pemerintah, dalam prakteknya banyak usul pemanfaatan anggaran yang dihemat dalam kerangka kewenangan DPR baik berupa pergeseran antarprogram maupun antarkegiatan yang bukan merupakan hasil optimalisasi sehingga untuk melaksanakannya harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPR. Kebijakan penghematan yang didasarkan pada keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas belanja serta mengamankan APBN TA 2011, pada tahap implementasi menjadi kurang optimal ketika pada tataran implementasi kebijakan yang lebih teknis belum sepenuhnya mempedomani langkah-langkah pelaksanaan yang telah diatur dalam Inpres, selain lemahnya konsistensi atas rencana penghematan berikut usul pemanfaatan kembali hasil penghematan yang telah disepakati oleh pemerintah dalam Sidang Kabinet.
The Indonesian Budget Overview 2011
131
Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah tidak adanya petunjuk teknis dalam tataran pelaksanaan, sehingga masing-masing Kementerian Negara/Lembaga mendefinisikan sendiri-sendiri arahan-arahan yang diterima baik dalam sidang kabinet maupun dalam rapat-rapat koordinasi.
132 132
BAB III Isu Aktual
BAB III REVISI ANGGARAN
Mempertajam Akurasi Perencanaan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga Melalui Revisi Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 3 (ayat 4) UU 17/2003 tentang Keuangan Negara memiliki fungsi yang sangat strategis. Fungsi tersebut meliputi: 1) Fungsi otorisasi yaitu anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan; 2) Fungsi Perencanaan yaitu anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; 3). Fungsi pengawasan yaitu anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 4).Fungsi alokasi yaitu anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian; 5).Fungsi distribusi yaitu kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan 6).Fungsi stabilisasi yaitu anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
A. Gambaran Umum Sebagai alat perencanaan, APBN disusun dengan menggunakan asumsi-asumsi yang tentunya tidak lepas dari berbagai faktor internal maupun eksternal. Apabila
The Indonesian Budget Overview 2011
133
terjadi perubahan atas asumsi yang bersifat mendasar seperti perubahan target pertumbuhan ekonomi, inflasi, harga minyak atau kurs yang secara signifikan akan berpengaruh pada APBN, maka sesuai ketentuan yang berlaku, Pemerintah dapat mengajukan usul perubahan APBN (APBN-P) kepada DPR. Selain melalui mekanisme APBN-P, pemerintah juga dapat meminta persetujuan kepada DPR terhadap beberapa perubahan seperti antara lain pergeseran program/kegiatan, pergeseran anggaran antarprovinsi/kabupaten/kota dan penggunaan anggaran belanja lainnya (BA 999), khususnya menyangkut anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga. Mekanisme ini pada dasarnya dikenal dengan nama revisi anggaran, yang pada tulisan ini dibatasi pada revisi anggaran terkait kementerian/ lembaga. Sebagai suatu instrumen di dalam implementasi APBN, revisi anggaran memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Posisi ini setidaknya dapat terlihat dari fungsi revisi anggaran itu sendiri yang dapat menjadi instrumen untuk mengatur tingkat besar kecilnya pengeluaran negara pada momentum tertentu. Ketika kondisi peredaran uang tinggi (inflasi) maupun pada saat peredaran uang di masyarakat rendah (deflasi) maka idealnya dalam pengeluaran negara perlu dilakukan pengaturan untuk mencapai tingkat keseimbangan. Salah satu sarana untuk melakukan pengendalian pengeluaran negara tersebut adalah melalui revisi anggaran. Konkritnya, dengan revisi anggaran dapat diupayakan pengetatan terhadap pengeluaran Negara misalnya melalui pemotongan belanja negara (dalam hal ini belanja Kementerian Negara/Lembaga), dapat juga dilakukan penajaman terhadap belanja K/L untuk Kegiatan time schedule of expenditure nya bersifat tidak segera sehingga tidak menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sebaliknya dalam situasi tertentu dibutuhkan pula revisi anggaran yang dikonsentrasikan untuk keperluan mendesak seperti padat karya, cash for work, tanggap darurat dan pengeluaran mendesak lainnya. Penajaman alokasi kegiatan-kegiatan yang berdampak pada invenstasi jangka panjang sehingga
134 134
BAB III Isu Aktual
diharapkan mempunyai dampak strategis bagi perekonomian di masa yang akan datang seperti pembangunan pelabuhan, jalan baru, bandara dan lain-lain dapat juga diprioritaskan melalui revisi anggaran. Situasi tersebut tentunya menuntut pengaturan revisi anggaran yang kondusif agar dapat
mendorong
meningkatkan pencapaian kualitas
pembangunan
perekonomian nasional. Sehingga revisi anggaran dapat diposisikan sebagai sebuah kebijakan yang dapat berkontribusi pada perekonomian nasional khususnya untuk mengarahkan pengeluaran /belanja pemerintah pada pencapaian pro poor, pro growth, pro job dan pro environment. Dalam konteks demikian revisi anggaran bukan hanya merupakan tindakan yang bersifat administrative belaka namun juga merupakan sebuah kebijakan yang mempunyai dampak luas terhadap perekonomian nasional. Berkenaan dengan itu fleksibilitas dan rigiditas dalam revisi anggaran merupakan sesuatu yang dalam situasi tertentu menjadi sesuatu hal yang wajar. Dapat dipahami sesuai situasi dinamika perkembangan perekonomian nasional. Oleh karena itu pengaturan tentang revisi anggaran sebaiknya memiliki spirit yang sejalan dengan dinamika perekonomian yang ada yaitu dapat memberikan kemudahan terhadap penyelesaian permasalahan perekomian yang ada dan memberikan dorongan pada pencapaian kualitas perekonomian nasional.
B. Definisi Revisi Anggaran Perencanaan
akurat
yang dituangkan di dalam dokumen Penganggaran
merupakan suatu kondisi
ideal. Dalam tataran pelaksanaan, perencanaan
tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak teridentifikasi pada saat perencanaan seperti adanya kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah. Adanya undang-undang baru yang mengamanatkan pendanaan tertentu juga merupakan salah satu faktor penyebab perlunya penyesuaian terhadap perencanaan yang telah dibuat. Hal ini dikarenakan adanya Kegiatan yang semula The Indonesian Budget Overview 2011
135
tidak direncanakan harus dialokasikan dalam dokumen anggaran. Faktor-faktor tersebut memerlukan fleksibilitas perubahan alokasi pada dokumen anggaran yang ada. Untuk mengatasi situasi demikian di beberapa negara dikenal adanya Virement suatu istilah dari bahasa Prancis yang diartikan sebagai the agreed transfer of money from the budget heading to which it has been allocated to another budget heading. Merupakan suatu persetujuan atas transfer uang dari pos anggaran (kelompok pengeluaran) yang telah dialokasikan ke kelompok pengeluaran lainnya. Sedangkan Negara-negara ADB mendefinisikan sebagai The (simultaneous) transfer of expenditure provision from one line item (object;subprogram) to another during the budget year. Di Indonesia revisi anggaran merupakan suatu mekanisme yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara dan mekanisme tersebut masih dikenal sampai sekarang. Landasan hukum kewenangan revisi dapat dilihat dari pasal 22 UU No.10 Tahun 2010 tentang APBN TA 2011, dalam undangundang tersebut Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat. Selanjutnya, beberapa kewenangan Pemerintah tersebut telah dirinci dalam beberapa kewenangan meliputi: a) pergeseran anggaran belanja dari BA 999.08 (Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L), b) antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi dan tidak mengurangi volume keluaran (output) yang telah direncanakan, c) antarjenis belanja dalam satu kegiatan, perubahan anggaran belanja yang bersumber dari kelebihan realisasi di atas target PNBP, d) perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri (PHDN) sebagai akibat dari lanjutan dan percepatan penarikan pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan PHDN, e) termasuk hibah luar negeri/ hibah dalam negeri setelah Undang-undang mengenai APBN ditetapkan, f) perubahan pagu pinjaman proyek luar negeri sebagai akibat pengurangan alokasi pinjaman luar negeri, g) penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP
136 136
BAB III Isu Aktual
di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi negeri dan BLU. Tindak lanjut dari amanat undang-undang tersebut telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Revisi Anggaran TA 2011. Dalam Peraturan Menkeu di atas didefinisikan Revisi Anggaran sebagai perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang telah ditetapkan berdasarkan APBN TA 2011, Surat Penetapan Rencana Kerja Kementerian Negara/ Lembaga (SP RKA-KL) TA 2011 dan/atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2011.
C. Pengaturan lebih Lanjut Revisi Anggaran Secara filosofis ketentuan dalam revisi anggaran sebagaimana diatur dalam PMK tersebut diletakkan dalam kerangka pendekatan Penganggaran berbasis Kinerja yang bercirikan: a). pengalokasian anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented); b). pengalokasian anggaran Program/Kegiatan didasarkan pada tugas fungsi Unit Kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi (money follow function), dan c). terdapatnya fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages). Dalam konteks ini kewenangan revisi anggaran diatur lebih fleksibel dan lebih memberikan kewenangan kepada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam melakukan revisi sesuai kewenangan yang telah ditetapkan. Fleksibilitas dalam revisi tersebut tentunya tidak mengurangi akuntabilitas dari Kementerian/Lembaga dalam pertanggungjawaban anggaran. Fleksibilitas tersebut tercermin dari pengaturan kewenangan Revisi oleh PA/ KPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/
The Indonesian Budget Overview 2011
137
PMK.02/2011 meliputi: a) penambahan volume keluaran dalam satu keluaran dan/atau antarkeluaran dalam satu Kegiatan dan satu satuan kerja; b) pergeseran antarkomponen untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional; c) pergeseran antarkomponen dalam satu keluaran sepanjang tidak menambah jenis honorarium baru dan besaran honorarium yang sudah ada; dan d)pergeseran antarkomponen dan antarkeluaran dalam satu Kegiatan. Di sisi lain akuntabilitas dalam pelaksanaan revisi oleh PA/KPA dapat dilihat dari adanya ketentuan kewajiban menyampaikan Arsip Data Komputer revisi yang dilakukan oleh PA/KPA kepada Kementerian Keuangan (Ditjen Perbendaharaan). Selanjutnya juga diatur
batasan-batasan khusus yang tidak boleh dilanggar
dalam revisi yang dilakukan oleh PA/KPA seperti: a)tidak mengurangi alokasi anggaran kebutuhan biaya operasional satuan kerja, alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan, kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk tahanan/narapidana, pembayaran berbagai tunggakan, paket pekerjaan yang bersifat multiyears, paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus. b) tidak mengubah sasaran kinerja berupa tidak mengurangi volume keluaran Kegiatan prioritas nasional dan/atau prioritas bidang dan tidak mengurangi spesifikasi keluaran. c) Dalam hal revisi anggaran mengakibatkan perubahan DIPA maka perubahan POK (Petunjuk Operasional Kegiatan) baru dapat ditetapkan oleh KPA setelah perubahan DIPA disahkan. Ketentuan demikian dimaksudkan agar sinergi dalam implementasi anggaran tetap mempertahankan check and balances antara unit kerja terkait di lingkungan K/L dan Kementerian Keuangan, tanpa mengurangi fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran. Dalam praktek, pelaksanaan terhadap kewenangan ini masih mengundang berbagai penafsiran sehingga masih terdapat revisi yang sebenarnya menjadi kewenangan PA/KPA tetapi diajukan ke Dirjen Anggaran, sebagai contoh sebagaimana dalam surat jawaban Dirjen Anggaran tanggal 20 Juni 2011 No. S-1365/2011 kepada salah
138 138
BAB III Isu Aktual
satu Kementerian karena revisi yang diajukan merupakan kewenangan PA/KPA. Disamping revisi anggaran yang dilakukan KPA terdapat juga kewenangan revisi yang dilaksanakan pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kewenangan revisi oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan tentunya untuk kepentingan Satker-satker di daerah sehingga dalam melakukan revisi anggaran tertentu tidak harus ke kantor pusat (DJA/Dirjen Perbendaharaan) sehingga memudahkan dalam penyelesaiannya. Untuk lebih detailnya, kewenangan revisi pada Kantor Pusat/Kanwil Ditjen Perbendaharaan tersebut meliputi: a) penerimaan Hibah Luar Negeri/Hibah Dalam Negeri setelah UndangUndang mengenai APBN TA 2011 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga; b) penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk satker BLU; c) pergeseran antarprogram dalam satu Bagian Anggaran untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional; d)pergeseran antarjenis belanja dalam satu Kegiatan; e) pergeseran antarprovinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, atau dalam satu provinsi untuk Kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi; f) pergeseran antarprovinsi/kabupaten/kota untuk memenuhi Biaya Operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun instansi vertikalnya di daerah; g)perubahan rincian belanja sebagai akibat dari penyelesaian tunggakan tahun yang lalu sepanjang dalam program yang sama, dananya masih tersedia dan tidak mengurangi Sasaran Kinerja; h) pergeseran rincian anggaran untuk satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP; dan / atau i) perubahan/ralat karena kesalahan administrasi seperti ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama termasuk mengakibatkan perubahan jenis belanja dan sudah direalisasikan, ralat kode KPPN, perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau satuan kerja sepanjang kode tetap, ralat kode nomor register PHLN/PHDN, ralat kode kewenangan, ralat kode lokasi, perubahan pejabat perbendaharaan, ralat cara penarikan PHLN/PHDN.
The Indonesian Budget Overview 2011
139
Selanjutnya dalam hal tertentu revisi anggaran merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran yang meliputi perubahan berupa penambahan dan/atau perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja sebagai akibat adanya: a) kelebihan realisasi PNBP, lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan atau PHDN, b) lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN, c) percepatan penarikan PHLN dan/atau PHDN; d)penerimaan Hibah Luar Negeri/Hibah Dalam Negeri termasuk hibah yang diterushibahkan setelah Undang-undang mengenai APBN TA 2011 ditetapkan yang diterima oleh Pemerintah c.q kementerian keuangan dan dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Pemda/BUMN/BUMD; e) pengurangan alokasi PHLN dan/atau PHDN; f) penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk PTN bukan satker BLU; g) perubahan parameter dalam perhitungan subsidi. h) pergeseran anggaran belanja dari BA BUN Pengelola Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA Kementerian Negara/Lembaga; i) perubahan volume Keluaran berupa pengurangan volume Keluaran dalam satu Kegiatan dan satu satuan kerja; j) perubahan volume Keluaran berupa penambahan atau pengurangan volume Keluaran antarsatuan Kerja sepanjang dalam Kegiatan yang sama dan digunakan untuk Keluaran yang sama; k) perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah kontrak ditangani; l) pergeseran dalam rangka penyelesaian Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2010; m) pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, dan/atau; n) Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi berupa ralat sumber dana, ralat pencantuman volume, jenis dan satuan Keluaran pada RKA-KL dan DIPA sesuai dokumen RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI, ralat kode dan nomenklatur satker, ralat rumusan keluaran, dan ralat rumusan selain rumusan keluaran. Dalam beberapa hal revisi anggaran terlebih dahulu memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan yaitu dalam hal ; a) pergeseran antarkegiatan dalam satu
140 140
BAB III Isu Aktual
program sepanjang pergeseran tersebut merupakan Hasil Optimalisasi; dan/atau b) realokasi anggaran dalam rangka tanggap darurat bencana. Di sisi lain beberapa substansi revisi terlebih dahulu memerlukan persetujuan DPR RI yaitu dalam hal; a) tambahan Pinjaman Proyek Luar Negeri/Pinjaman Dalam Negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN TA 2011 ditetapkan; b) pergeseran anggaran antarprogram selain untuk memenuhi kebutuhan operasional; c) pergeseran anggaran antarkegiatan yang tidak berasal dari Hasil Optimalisasi; d) pergeseran rincian anggaran belanja yang mengakibatkan perubahan hasil Program; e) penggunaan anggaran yang harus mendapat persetujuan DPR RI terlebih dahulu; f) pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh DPR-RI termasuk pencairan blokir yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan/penggunaannya, dan/atau g) pergeseran rincian anggaran belanja yang digunakan untuk Program/Kegiatan yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR RI (kesimpulan rapat kerja dalam rangka APBN). Sebagai tambahan ilustrasi tentang pengajuan persetujuan DPR RI dapat digambarkan contoh pada Kementerian PU yang telah mengajukan usulan revisi kepada Dirjen Anggaran tanggal 8 Februari 2011 Nomor KU.01.08-DC/53 terkait pergeseran Kegiatan yang tidak termasuk Kegiatan operasional pada satker antar propinsi. Terhadap usulan tersebut telah diajukan surat oleh Menteri Keuangan kepada Pimpinan DPR tanggal 7 Maret 2011 No. S-107/MK.02/2011 kepada Pimpinan DPR RI dan terhadap surat tersebut telah mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR RI tanggal 28 September 2011.
D. Permasalahan dalam Implementasi Revisi Anggaran Untuk TA 2011 terdapat beberapa spesifikasi revisi anggaran yang ada yaitu dilakukan secara regular yang diajukan oleh K/L sesuai kebutuhan seperti The Indonesian Budget Overview 2011
141
ŀ
tanggal 8 Februari 2011 Nomor KU.01.08-DC/53 terkait pergeseran Kegiatan yang tidak termasuk Kegiatan operasional pada satker antar propinsi. Terhadap usulan tersebut telah diajukan surat oleh Menteri Keuangan kepada Pimpinan DPR tanggal 7 Maret 2011 No. S107/MK.02/2011 kepada Pimpinan DPR RI dan terhadap surat tersebut telah mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR RI tanggal 28 September 2011.
pencairan blokir, pergeseran antar Kegiatan dari hasil optimalisasi (sisa lelang) dan
D. Permasalahan dalam Implementasi Revisi Anggarandan pemanfaatan penghematan revisi anggaran akibat kebijakan penghematan Untuk TA 2011 terdapat beberapa spesifikasi revisi anggaran yang ada yaitu dilakukan Negara/Lembaga sesuai kebutuhan seperti pencairan blokir, pergeseran antar Kegiatan dari hasil optimalisasi (sisa lelang) dan revisi anggaran akibat kebijakan penghematan K/L dan ke pemanfaatan penghematan serta revisi berjumlah anggaran Revisi anggaran yang disampaikan Direktorat Jenderal Anggaran akibat APBN-P.
serta revisi anggaran akibat APBN-P. secara regular yang diajukan oleh Kementerian
cukup signifikan. Pada TA 2009 jumlah revisi yang diajukan berjumlah 1248, TA
Revisi anggaran yang disampaikan Kementerian Negara/Lembaga ke Direktorat Jenderal Anggaran1.787 berjumlah TA 2009 jumlah revisi yang diajukan 2010 sebanyak dan cukup untuksignifikan. TA 2011 Pada sampai bulan Juli 2011 sebanyak 621 berjumlah 1248, TA 2010 sebanyak 1.787 dan untuk TA 2011 sampai bulan Juli 2011 sebanyak usulan. Lebih rincinya, revisi anggaran 2009Direktorat pada Direktorat 621 usulan. Lebih rincinya,frekuensi frekuensi revisi anggaran dari dari tahuntahun 2009 pada Jenderal Anggaran sebagaimana data dari Setdijen Anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:
Jenderal Anggaran dapat digambarkan sebagai berikut: Tahun 2009
2010
2011 (s.d) Juli 2011
Dit Anggaran I
Rata-rata =
698 16
= 3,02 ≈ 3
595 100 (APBN-P)
Rata-rata=
= 2,74 ≈ 3
311 - (APBN-P)
Rata-rata =
Rata-rata penyelesaian revisi dalam sehari
= 2,1≈ 2
2,6 ≈ 3
Dit Anggaran II
Dit Anggaran III
366 19 (APBN-P)
184 52 (APBN-P)
Rata-rata=
= 1,63 ≈ 2
371 41 (APBN-P)
=1,6 ≈ 2
Rata-rata =
201 5 (APBN-P)
=1,5≈ 2
Rata-rata=
2
=1
Rata-rata=
226 26 (APBN-P)
=0,9≈1
Rata-rata=
109 - (APBN-P)
=0,8≈1
Rata-rata=
1
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa volume revisi anggaran (RKAKL) yang
dilakukan Ditjen Anggaran selama tahun 2009 – 2011 cenderung stabil dan tidak terdapat penurunan volume. Hal ini mengindikasikan perlunya perbaikan dalam
proses perencanaan yang dilakukan oleh masing-masing Kementerian Negara/ Lembaga.
Beberapa materi revisi yang diajukan oleh K/L Anggaran di antaranya meliputi: 1. Luncuran dan percepatan PHLN; 2. Kekurangan belanja pegawai;
142 142
BAB III Isu Aktual
kepada Direktorat Jenderal
3. Revisi belanja non operasional antar provinsi; 4. Revisi antar Kegiatan dari hasil optimalisasi; 5. Pembukaan tanda blokir; 6. Ralat output dalam Kegiatan; 7. Ralat sumber pendanaan; 8. Revisi dari BA BUN ke BA Kementerian Negara/Lembaga; dan revisi lainnya. Apabila secara subtansi usulan revisi Kementerian/Lembaga terkait dengan kewenangan DPR RI maka usulan tersebut akan dimintakan persetujuan oleh Direktorat Jenderal Anggaran kepada DPR RI. Secara garis besar masih terdapat beberapa hambatan dalam implementasi penyelesaian revisi anggaran, diantaranya: 1. Pengajuan revisi oleh Kementerian Negara/Lembaga tidak sekaligus disertakan data dukung revisi. Terdapat beberapa kemungkinan terhadap hal tersebut yaitu adanya ketidaksiapan K/L dalam pengajuannya, namun di sisi lain karena adanya ketentuan tentang data dukung yang kurang standar dalam revisi, sehingga data dukung baru diberikan K/L pada saat penelaahan. 2. Data dukung yang memerlukan persetujuan dari instansi terkait sering mengalami keterlambatan dalam penyampaiannya sehingga penyelesaian usulan revisi memakan waktu yang cukup lama. 3. Revisi anggaran sering dihadapkan pada kebutuhan yang tidak direncanakan terlebih dahulu, sehingga dalam beberapa kasus terjadi permasalahan terhadap tingkat urgensi dari materi revisi baik dari sisi legalitas maupun kelayakannya. 4. Ketentuan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku KPA menyampaikan usulan revisi ang-
The Indonesian Budget Overview 2011
143
garan, dalam implementasinya untuk Kementerian Negara/Lembaga dengan Satuan Kerja yang banyak dan tersebar di daerah mengalami proses yang cukup menyita waktu untuk mendapatkan persetujuan revisi dari eselon I pada Kementerian Negara/Lembaga bersangkutan.
KESIMPULAN Sebagai instrumen dalam pembangunan perekonomian nasional, revisi anggaran memegang peranan yang cukup strategis, sehingga diharapkan pihak-pihak yang terkait dengan revisi anggaran mempunyai persepsi yang sama khususnya dalam hal memaksimalkan fungsi revisi anggaran sebagai instrument peningkatan kualitas belanja (quality of spending) yang akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas perekonomian nasional. Dengan demikian revisi bukan hanya menjangkau kepentingan Kementerian Negara/Lembaga tetapi juga mendorong pencapaian prioritas nasional. Terdapat beberapa hal yang kiranya mendesak untuk dilakukan terkait revisi anggaran: 1) Perlunya penyempurnaan secara terus-menerus terhadap tatacara/mekanisme dan business process revisi anggaran yang mengarah pada perbaikan kualitas belanja Negara. 2) Perlunya peningkatan kualitas usulan dan kesiapan Kementerian Negara/Lembaga terkait dengan landasan hukum dan data dukung terhadap revisi anggaran yang diajukan 3) Secara terus-menerus perlu ditingkatkan pelayanan penyelesaian revisi anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan upaya tersebut kedepan revisi anggaran benar-benar dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menopang fungsi APBN, dengan mempertajam akurasi perencanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan lebih luasnya dapat menjadi pendorong peningkatan kualitas dan pertumbuhan perekonomian nasional.
144 144
BAB III Isu Aktual
BAB III PERGESERAN ANGGARAN BELANJA
PERGESERAN ANGGARAN BELANJA DARI BA BUN 999.08 KE BA K/L
Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas anggaran, pada tahun anggaran 2011 telah diperkenalkan satu kebijakan baru terkait revisi anggaran, yaitu pergeseran anggaran belanja dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara 999.08 (BA BUN 999.08) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L). Kewenangan untuk revisi tersebut didelegasikan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) kepada pemerintah. Sampai dengan penetapan APBN-P 2011 DPR RI dan pemerintah telah menyetujui realokasi BA BUN ke BA K/L sebesar Rp.1.017 miliar. Pergeseran anggaran belanja dari BA BUN 999.08 ke BA K/L direkomendasikan juga oleh Inspektur Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan melalui surat nomor S-222/ IJ/2011 tanggal 6 Juli 2011. Rekomendasi ini dilatarbelakangi oleh hasil pelaksanaan audit 2011, karena pada audit tersebut Itjen masih menemukan adanya alokasi anggaran belanja pada BA 999.08 yang tidak sesuai dengan klasifikasinya/nature of account. Hal tersebut terjadi setiap tahun dan selalu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang mempengaruhi opini laporan keuangannya. Untuk mengantisipasi potensi permasalahan yang berpengaruh terhadap opini atas LK BA 999.08 tahun anggaran 2011 Itjen mengusulkan agar dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pergeseran anggaran belanja dari BA BUN 999.08 ke BA K/L atau pergeseran antar jenis belanja pada APBN-P 2011
The Indonesian Budget Overview 2011
145
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan pergeseran anggaran BA BUN ke BA K/L adalah sebagai berikut : a. Anggaran belanja yang digeser merupakan tambahan anggaran belanja pada tahun anggaran berjalan, namun tidak diperhitungkan sebagai angka dasar pada tahun anggaran berikutnya ; b. Anggaran belanja yang telah digeser tidak dapat direvisi kembali tanpa persetujuan Menteri Keuangan ; c. Anggaran belanja yang telah digeser diklasifikasikan dalam ouput tersendiri dan diberi kode mata anggaran yang telah sesuai dengan bagan akun standar ; d. Revisi dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran melalui penetapan Surat Alokasi Bagian Anggaran 999.08 (SABA 999.08). Landasan hukum dari revisi pergeseran anggaran BA BUN ke BA K/L adalah sebagai berikut a. Pasal 22 ayat (1) huruf a angka 1 Undang-undang No. 10 Tahun 2010 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011. b. Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 2 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 47 Tahun 2009 Tentang APBN 2010 (UU APBNP 2010). Selanjutnya telah disusun aturan pelaksaannya yaitu: c. Peraturan Menteri Keuangan No. 49/PMK.02/2011 Tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010. d. Peraturan Menteri Keuangan No. 187/PMK.02/2010 Tentang Tata Cara Pergeseran Anggaran Belanja dari BA BUN Pengelola Belanja Lainnya ke bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2010 e. Peraturan Direktur Jenderal Anggaran No. PER-04/AG/2010 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pergeseran Anggaran Belanja dari BA BUN Pengelola Belanja Lainnya ke bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2010
146 146
BAB III Isu Aktual
BAB III IMPLEMENTASI REWARD AND PUNISHMENT
Implementasi Reward and Punishment pada Tahun Anggaran 2011
Seperti kita ketahui bersama, bahwa Menteri Keuangan telah menerbitkan
PMK Nomor 38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penggunaan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2010 Pada Tahun Anggaran 2011 Dan Pemotongan Pagu Belanja Kementerian Negara/ Lembaga Pada Tahun Anggaran 2011 Yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Anggaran Belanja Tahun Anggaran 2010, pada Triwulan pertama tahun 2011, tepatnya tanggal 2 Maret 2011. Sekilas mengingatkan, implementasi pemberian penghargaan (reward) pada tahun 2011 ini diilhami oleh amanat Pasal 16A UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN-P Tahun Anggaran 2010, yang menyatakan bahwa hasil optimalisasi pada Tahun Anggaran 2010 dapat digunakan pada Tahun Anggaran 2011. Sedangkan implementasi pengenaan sanksi (punishment) pada Tahun Anggaran 2011 ini merupakan penjabaran dari amanat Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun Anggaran 2011, dimana pada pasal tersebut menyebutkan adanya mekanisme pemotongan pagu belanja K/L pada Tahun Anggaran 2011 yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja Tahun Anggaran 2010 diatur oleh Pemerintah. Sebagai tindak lanjut diterbitkannya PMK tersebut, disusunlah Peraturan Direktur Jenderal anggaran Nomor PER-2/AG/2011 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Pemberian Penghargaan (Reward) dan Pengenaan Sanksi (Punishment) Tahun The Indonesian Budget Overview 2011
147
Anggaran 2011 pada tanggal 28 Maret 2011. Peraturan ini terdiri dari 9 pasal, yang menguraikan lebih rinci beberapa substansi yang tertuang dalam PMK Nomor 38/PMK.02/2011, antara lain terkait batasan hasil optimalisasi anggaran belanja Tahun Anggaran 2010 yang digunakan dalam penghitungan, termasuk juga kriteria sisa anggaran Tahun Anggaran 2010 yang bukan merupakan hasil optimalisasi. Selain itu, dalam Perdirjen ini juga diatur mengenai ketentuan mengenai batas maksimum pemotongan pagu belanja Tahun Anggaran 2011 yaitu sebesar yang tidak terserap sebagai akibat dari : pelaksanaan paket kegiatan yang tidak sesuai dengan kriteria yang dapat didanai dari anggaran belanja tahun 2010; proses pengadaan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah; keterlambatan penunjukan kepala satuan kerja dan/atau pelaksana kegiatan; alokasi anggaran yang diblokir oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagai akibat tidak dipenuhinya dokumen TOR/RAB dan dokumen pendukung terkait; atau kelalaian Kuasa Pengguna Anggaran/Pelaksana Kegiatan dalam pelaksanaan anggaran belanja Tahun Anggaran 2010. Pemotongan pagu belanja Tahun Anggaran 2011 tersebut di atas tidak termasuk sisa anggaran yang tidak terserap sampai dengan akhir tahun 2010 yang berasal dari pelaksanaan Kegiatan Operasional yaitu eks Kegiatan 0001 dan Kegiatan 0002; pelaksanaan paket-paket kegiatan yang dananya bersumber dari Pinjaman/ Hibah Luar Negeri, Pinjaman/Hibah Dalam Negeri, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Rupiah Murni Pendamping; pelaksanaan kegiatan secara swakelola; alokasi anggaran yang penggunaannya harus mendapat persetujuan DPR RI dan/ atau diblokir oleh DPR RI; alokasi anggaran yang diblokir oleh Direktorat Jenderal Anggaran selain karena alasan tidak dipenuhinya dokumen TOR/RAB dan dokumen pendukung terkait; dan keadaan kahar (force majeure) antara lain bencana alam, terjadi konflik/berpotensi terjadi konflik sosial, dan cuaca. Mengenai mekanisme penyusunan laporan, pelaksanaan penilaian terhadap laporan realisasi pelaksanaan anggaran tahun Anggaran 2010 yang dilaksanakan
148 148
BAB III Isu Aktual
oleh Direktorat Anggaran I, Direktorat Anggaran II dan Direktorat Anggaran III hingga rekapitulasi hasil penilaian untuk ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan, dapat digambarkan dalam alur sebagai berikut :
Direktorat Jenderal Anggaran K/L
Direktorat Sistem Penganggaran
Direktorat Anggaran 1, 2, dan 3
Laporan Realisasi Anggaran Belanja Per Eselon I Per Program beserta Data Pendukung
Mengecek dan memvalidasi data
a
b
Ke MK
Database DJA
m
c Mengecek dan meneliti kesesuaian antara penjelasan yg disampaikan dengan dokumen pendukung
d
1. Hasil Optimalisasi 2. SAYDD 3. SAYTDD
e Konfirmasi ke K/L
g
Reward/ punishment
h
Memparaf draft KMK beserta Lampirannya
l Menyusun Draft KMK beserta Lampiran
k
f
Daftar K/L yang mendapat reward/ Punishment
Penghitungan HO – SAYTD daftar rekapitulasi K/L per Eselon I per Program
Direktur Jenderal Anggaran
i
j Menetapkan K/L yg mendapatkan reward/ punishment
Setelah dilakukan proses pengumpulan dan validasi data serta penghitungan hasil optimalisasi, dari keseluruhan 77 K/L didapatkan hasil 61 K/L memperoleh reward sehingga dapat menggunakan Hasil Optimalisasi anggaran belanja Tahun Anggaran 2010 pada Tahun Anggaran 2011 dan 3 K/L mendapatkan punishment sehingga dikenakan pemotongan pagu anggaran belanja pada tahun anggaran 2011. Dalam rangka penetapan K/L yang dapat menggunakan hasil optimalisasi (Reward) atau dikenakan pemotongan pagu anggaran belanja tahun anggaran 2011 (Punishment) sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 Tentang APBN Tahun Anggaran 2011 maka disusun Keputusan Menteri The Indonesian Budget Overview 2011
149
Keuangan (KMK) tentang Penetapan Kementerian Negara/Lembaga Yang Dapat Menggunakan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja Tahun Anggaran 2010 Pada Tahun Anggaran 2011 Dan Kementerian Negara/Lembaga Yang
Dikenakan
Pemotongan Pagu Belanja Pada Tahun Anggaran 2011. Penyusunan Keputusan Menteri Keuangan tersebut dilaksanakan melalui pembahasan yang dilakukan secara intensif dengan melibatkan unit-unit terkait di lingkungan DJA dan Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Secara prinsip hal-hal yang diatur dalam KMK meliputi : 1. Penetapan K/L yang dapat menggunakan hasil optimalisasi (Reward) TA 2010 pada TA 2011; 2. Penetapan K/L yang dikenakan pemotongan pagu belanja pada TA 2011; 3. Bentuk reward yang diberikan berupa tambahan alokasi anggaran pada TA 2011; dan 4. Mekanisme penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satker dan DIPA Satker yang mendapatkan reward atau dikenakan punishment. Beberapa pertimbangan yang menjadi perhatian adalah bahwa pemberian reward kepada K/L merupakan signal dari Pemerintah atas kinerja K/L yang telah menggunakan anggaran belanja lebih efisien. Kondisi APBN TA 2011 saat ini masih sangat terbatas ruang geraknya, sehingga apabila reward yang akan diberikan K/L jumlahnya sesuai dengan hasil penilaian (100% dari total reward), maka harus disediakan tambahan anggaran belanja dalam APBN TA 2011 sebesar Rp2,955T. Realisasi penyerapan anggaran oleh K/L untuk TA 2010 rata-rata sebesar 90,5%, sehingga apabila diberikan tambahan alokasi anggaran agar dipastikan akan dapat terserap dengan baik. Dan tentu saja sesuai ketentuan bahwa dalam pemberian reward yang diberikan kepada K/L tetap memperhatikan kemampuan keuangan Negara. Dengan mengacu pada beberapa pertimbangan di atas, berkaitan dengan besaran
150 150
BAB III Isu Aktual
reward yang akan diberikan kepada K/L maka ditetapkannya opsi yaitu sebesar 10% dari total optimalisasi, dan tambahan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp. 295,5 milyar. Berikut adalah daftar Kementerian Negara/Lembaga yang dapat menggunakan Hasil Optimalisasi anggaran belanja Tahun Anggaran 2010 pada Tahun Anggaran 2011 : NO
KODE DAN KEMENTERIAN NEGARA /LEMBAGA
JUMLAH HASIL OPTIMALISASI YANG DAPAT DIGUNAKAN
1
001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
2
002 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
1,170,044
3
004 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
13,394,227
4
005 MAHKAMAH AGUNG
1,063,901
5
006 KEJAKSAAN AGUNG
1,163,986
6
007 SEKRETARIAT NEGARA
1,796,730
7
010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI
8
011 KEMENTERIAN LUAR NEGERI
261,862
9
015 KEMENTERIAN KEUANGAN
19,458,884
1,801,940
1,258,088
10 018 KEMENTERIAN PERTANIAN
269,616
11 019 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
5,450,177
12 020 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
24,422,052
13 022 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
42,313,871
14 023 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
867,104
15 024 KEMENTERIAN KESEHATAN
20,825,276
16 025 KEMENTERIAN AGAMA
3,808,353
17 026 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
7,549,591
18 027 KEMENTERIAN SOSIAL
990,061
19 029 KEMENTERIAN KEHUTANAN
1,553,908
20 032 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
782,290
21 033 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
93,157,864
22 036 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
1,325,535
23 040 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
4,746,740
24 041 KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
3,554,195
25 044 KEMENTERIAN KOPERASI, PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH
2,011,893
26 048 KEMENTERIAN PAN DAN REFORMASI BIROKRASI
470,104
27 050 BADAN INTELIJEN NEGARA
59,943
28 051 LEMBAGA SANDI NEGARA
583,593
29 052 DEWAN KETAHANAN NASIONAL
41,709
30 054 BADAN PUSAT STATISTIK
2,662,100
31 055 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
3,068,097
The Indonesian Budget Overview 2011
151
NO
KODE DAN KEMENTERIAN NEGARA /LEMBAGA
JUMLAH HASIL OPTIMALISASI YANG DAPAT DIGUNAKAN
32
056 BADAN PERTANAHAN NASIONAL
303,385
33
059 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
116,636
34
060 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
11,009,325
35
064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
26,364
36
065 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
108,946
37
066 BADAN NARKOTIKA NASIONAL
206,795 3,864,152
38
067 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
39
074 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
217,058
40
075 BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
5,184
41
077 MAHKAMAH KONSTITUSI RI
296,206
42
078 PPATK
385,406
43
079 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
66,875
44
081 BPPT
463,468
45
083 BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL
241,000
46
084 BADAN STANDARISASI NASIONAL
192,786
47
086 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
466,648
48
087 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
133,810
49
088 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
242,299
50
089 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
99,916
51
090 KEMENTERIAN PERDAGANGAN
556,487
52
091 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
4,353,627
53
093 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
893,958
54
095 DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
2,801,772 19,292
55
100 KOMISI YUDISIAL RI
56
103 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
1,140,322
57
104 BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI
2,877,724
58
105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO (BPLS)
47,112
59
106 LKPP
1,805,629
60
107 BADAN SAR NASIONAL
399,013
61
108 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
300,344
JUMLAH
295,525,269
Tahun Anggaran 2011 merupakan tahun pertama penerapan reward dan punishment untuk 2011 seluruh anggaran belanja, ini merupakan hal baru Tahun Anggaran merupakan tahun sehingga pertamahalpenerapan reward dan bagi K/L serta lebih bersifat pembelajaran. Pagu belanja yang ditetapkan untuk
punishment untuk seluruh anggaran belanja, sehingga hal ini merupakan hal Tahun Anggaran 2011 telah diikat oleh target-target kinerja pembangunan
baru bagi K/L serta lebih bersifat pembelajaran. Pagu belanja yang tidak ditetapkan nasional, sehingga dengan pemotongan pagu belanja diharapkan akan mengganggu pencapaian target-target yang direncanakan. mengacu pada untuk Tahun Anggaran 2011 telah diikat oleh target-targetDengan kinerja pembangunan
152 152
BAB III Isu Aktual
nasional, sehingga dengan pemotongan pagu belanja diharapkan tidak akan mengganggu pencapaian target-target yang direncanakan. Dengan mengacu pada pertimbangan tersebut, berkaitan dengan pemotongan pagu belanja K/L pada TA 2011 (Punishment) maka dipilihdengan opsi sebesar 10% dari total inefisiensi, jumlah pertimbangan tersebut, berkaitan pemotongan pagu belanja K/L pada TA 2011belanja (Punishment) maka dipilih opsi 10% dariditerapkan total inefisiensi, pagu yang dipotong sebesar Rp.sebesar 34 milyar untuk pada TAjumlah 2011. pagu belanja yang dipotong sebesar Rp. 34 milyar untuk diterapkan pada TA 2011.
Adapun Kementerian Negara/Lembaga yang dikenakan pemotongan pagu Adapun
Kementerian
Negara/Lembaga
yang
dikenakan
pemotongan
pagu
anggaran adalah sebagai sebagai berikut berikut:: anggaranbelanja belanja pada pada Tahun Tahun Anggaran Anggaran 2011 2011 adalah NO
JUMLAH PEMOTONGAN PAGU BELANJA
KEMENTERIAN NEGARA /LEMBAGA
1
013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
2
034 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLHUKAM
159,470
3
057 PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
584,028
897,672
JUMLAH
1,641,170
Sesuai ketentuan dalam Pasal 16A Undang-undang Nomor 2 Tahun 2010
Sesuai ketentuan dalam Pasal 16A Undang-undang Nomor 2 Tahun tentang tentang APBN Perubahan TA 2010, pemberian reward dibiayai dari 2010 SAL TA 2010 yang berasal dari hasil optimalisasi yang tidak digunakan. APBN Perubahan TA 2010, pemberian reward dibiayai dari SAL TA 2010 yang Dengan diimplementasikannya sistem pemberian berasal dari hasil optimalisasi yang tidak digunakan.
reward dan punishment ini
diharapkan mampu mewujudkan semangat Pemerintah untuk mengaitkan antara hasil capaian atas pelaksanaan anggaran dengan besaran alokasi di tahun
Dengan diimplementasikannya sistem pemberian reward dan punishment ini berikutnya, sehingga nantinya K/L dapat semakin meningkatkan kinerja baik itu
diharapkan mampu mewujudkan semangat Pemerintah untuk mengaitkan dari sisi kuantitas maupun kualitas pencapaiannya. antara hasil capaian atas pelaksanaan anggaran dengan besaran alokasi di tahun Pemantauan
dan
Evaluasi
Penganggaran
sangat
diperlukan
untuk
berikutnya, sehingga nantinya K/L dapat semakin(tomeningkatkan kinerja baik itu meningkatkan kualitas perencanaan anggaran improve quality of planning) menuju penganggaran kredibel, transparan dari sisi kuantitas maupunyang kualitas pencapaiannya.
dan akuntabel. Saat ini,
Direktorat Jenderal Anggaran sedang menyusun mekanisme evaluasi kinerja yang pada Pasal dan 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun didasarkan Pemantauan Evaluasi Penganggaran sangat diperlukan untuk 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L. Besar harapan nantinya hasil pemantauan
meningkatkan kualitas perencanaan anggaran (to improve quality of planning) dan evaluasi penganggaran ini dapat menjadi salah satu acuan atau bahan
menuju penganggaran yang kredibel, transparan dan akuntabel. Saat ini, Direktorat pertimbangan dalam perumusan kebijakan Pemerintah, meningkatkan efisiensi belanja Anggaran (operational efficiency) dan mekanisme penetapan alokasi belanja Jenderal sedang menyusun evaluasi pagu kinerjaanggaran yang didasarkan (alocative efficiency) bagi Kementerian Negara/ Lembaga di tahun berikutnya.
pada Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L. Besar harapan nantinya hasil pemantauan dan evaluasi Ida Ayu Made Pratiwi, Dit. SP. penganggaran ini dapat menjadi salah satu acuan atau bahan pertimbangan dalam The Indonesian Budget Overview 2011
153
perumusan kebijakan Pemerintah, meningkatkan efisiensi belanja (operational efficiency) dan penetapan alokasi pagu anggaran belanja (alocative efficiency) bagi Kementerian Negara/ Lembaga di tahun berikutnya.
154 154
BAB III Isu Aktual
BAB IV
Reformasi PNBP
156 156
BAB IV Reformasi PNBP
BAB 4 REFORMASI PNBP
REVISI UU NOMOR 20 TAHUN 1997: MENUJU
PENGELOLAAN PNBP YANG AKUNTABEL DAN KREDIBEL Perkembangan di bidang hukum, sosial, ekonomi dan politik selama empat belas tahun pasca reformasi 1998, telah memaksa pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk berbenah dan menyesuaikan diri dengan berbagai dinamika dalam masyarakat tersebut. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP sebagai ruh pengelolaan PNBP seakan digugat dari sisi filosofis, yuridis dan sosiologis oleh pemangku kepentingan PNBP. Revisi atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP merupakan pintu masuk sekaligus perangkat konstitusional untuk menjawab berbagai tantangan tersebut. Melihat ke masa lalu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP ditetapkan pada saat kondisi ekonomi Indonesia sedang membutuhkan sumber pembiayaan lain selain penerimaan perpajakan. Saat itu, potensi penerimaan selain perpajakan yang paling menjanjikan dan memiliki potensi cukup besar adalah penerimaan negara bukan pajak. Permasalahan saat itu adalah belum adanya Undang-undang yang melandasi penyelenggaraan dan pemungutan penerimaan negara bukan pajak. Kondisi kekosongan peraturan perundang-undangan tersebut, menimbulkan moral hazard pada instansi pemerintah (Kementerian Negara/ Lembaga) yang melaksanakan pemungutan PNBP. Bentuknya antara lain tidak melaporkan dan tidak menyetorkan hasil pemungutan penerimaan negara terse-
The Indonesian Budget Overview 2011
157
but ke kas negara. Terbitnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP menjadi alat penertiban dan penegakan hukum (law enforcement) pengelolaan PNBP. Undangundang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP mengatur konsep hukuman (punishment) dengan cukup tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh wajib bayar dan pejabat pengelola PNBP pada Kementerian Negara/Lembaga. Hukuman dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP terdiri dari hukuman administrasi berupa denda dan sanksi pidana penjara. Konsep hukuman dalam pengelolaan PNBP ini ternyata membawa pengaruh cukup signifikan terhadap ketertiban dan kepatuhan Kementerian Negara/Lembaga dalam pengelolaan PNBP. Penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP yang diusung Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP saat itu, menimbulkan resistensi dari Kementerian Negara/Lembaga yang berusaha bertahan dengan pola lama yang di dalamnya terdapat moral hazard. Model kompromi yang ditawarkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP untuk mereduksi resistensi Kementerian Negara/Lembaga adalah dengan konsep earmarked, dimana Kementerian Negara/Lembaga dapat menggunakan sebagian dana dari PNBP yang dipungut dari wajib bayar. Konsep earmarked disambut cukup baik oleh Kementerian Negara/ Lembaga, yang ditunjukkan dengan melaporkan berbagai jenis pungutan PNBP yang ada pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Penetapan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP yang di dalamnya mengatur tentang hukuman (punishment) dan konsep earmarked, ternyata mampu meningkatkan realisasi PNBP secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data realisasi PNBP pada Tahun Anggaran 1996/1997 sebesar Rp 30,29 Triliun meningkat menjadi sebesar Rp 41,34 Triliun pada Tahun Anggaran 1997/1998. Peningkatan PNBP terus berlanjut pada Tahun Anggaran 1998/1999 dimana penerimaan
158 158
BAB IV Reformasi PNBP
negara bukan pajak sebesar Rp 55,64 Triliun dan pada Tahun Anggaran 1999/2000 mampu mencapai sebesar Rp 91,52 Triliun. Namun demikian, kondisi yang melingkupi lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP empat belas tahun yang lalu telah jauh berbeda dengan kondisi saat ini, khususnya pasca reformasi Tahun 1998. Di bidang keuangan Negara, gelombang reformasi, ditandai dengan digantikannya Indische Compabiliteitswet (ICW) oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kemudian disusul dengan lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Paket Undang-undang di bidang keuangan negara tersebut, membawa perubahan mendasar dalam sistem pengelolaan keuangan negara. Perubahan mendasar dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, antara lain ruang lingkup keuangan negara termasuk sumber dan lingkup pendapatan negara; penegasan kewenangan Menteri dan Menteri/Pimpinan Lembaga; penekanan konsep penyetoran, pencatatan, pengelolaan, pelaporan dan pertanggungjawaban yang harus dikelola secara profesional, akuntabel, kredibel dan transparan. Perubahan-perubahan konsep yang mendasar di bidang pengelolaan keuangan negara tersebut, menjadi salah satu amanah yang juga harus dijalankan dalam pengelolaan penerimaan negara bukan pajak ke depan. Sementara itu, jika dilihat dari tahun pengesahannya, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP merupakan Undang-undang yang cukup tua dibandingkan Undang-undang lain di bidang penerimaan negara. Sebagai contoh, Undangundang tentang kepabenaann diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Hal ini menandakan bahwa kedua Undang-undang tersebut lebih cepat merespon perkembangan masyaraThe Indonesian Budget Overview 2011
159
kat, dengan melakukan koreksi terhadap konsep lama dan usang untuk digantikan konsep baru yang lebih adaptif guna menyesuaikan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat. Dalam pengelolaan PNBP saat ini, terdapat beberapa substansi pokok yang harus disesuaikan dan diadaptasi ke dalam konsep revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Substansi tersebut, antara lain penyesuaian dan penegasan konsep ruang lingkup PNBP termasuk definisi dan kelompok PNBP; kewenangan Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga; konsep penetapan jenis dan tarif; konsep penyetoran, pemungutan dan penagihan; konsep pemeriksaan, pengembalian, keberatan dan keringanan; konsep penggunaan (earmarked); konsep pembinaan dan pengawasan; konsep pelaporan dan pertanggungjawaban; dan konsep pemberian sanksi administrasi dan pidana. Substansi pokok tersebut harus menjadi bahan kajian bersama antara Kementerian keuangan dan para stakeholder PNBP, guna menemukan bentuk konsep terbaik pengelolaan PNBP ke depan. Sebagai contoh, dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997, PNBP didefinisikan secara residual seperti keranjang sampah dan sangat lentur, yaitu PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Definisi PNBP tersebut dapat direvisi dengan memasukkan kelompok PNBP dalam definisi, yaitu penerimaan yang berasal dari pemanfaatan SDA, pengelolaan kekeyaan negara dan penerimaan berasal dari pelayanan yang diselenggarakan oleh negara. Masalah kewenangan Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga di bidang pengelolaan PNBP juga menjadi isu pokok dalam revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997, Menteri Keuangan diberikan kewenangan delegatif untuk menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut PNBP yang terutang. Sementara itu dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Menteri/Pimpinan Lembaga memiliki ke-
160 160
BAB IV Reformasi PNBP
wenangan atributif untuk melaksanakan pemungutan PNBP dan menyetorkannya ke kas negara. Jika dilihat, dalam pengelolaan PNBP saat ini, dibutuhkan kewenangan Menteri Keuangan ataupun Menteri/Pimpinan Lembaga yang lebih luas dan tegas untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dibandingkan kewenangan yang dimiliki saat ini. Munculnya konflik kewenangan antara Menteri Keuangan dengan Menteri/Pimpinan Lembaga ataupun antar Menteri/Pimpinan Lembaga terkait pengelolaan PNBP, seperti penetapan jenis dan tarif PNBP dan penggunaan PNBP, juga menjadi isu pokok yang harus dimasukkan dalam revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997. Beberapa ahli hukum memberikan usulan bahwa permasalahan konflik kewenangan, dapat diselesaikan dengan mengembalikan kepada kewenangan Presiden atau memberikan kewenangan atributif kepada Menteri atau setingkat Menteri untuk menyelesaikan konflik kewenangan tersebut. Permasalahan lain yang sering menjadi bahan perdebatan dalam kajian revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP adalah penggunaan PNBP (earmarked). Sebagian ahli keuangan menganggap konsep earmarked tidak efisien dan mempersulit administrasi, sedangkan sebagian ahli yang lain mengatakan konsep earmarked merupakan jawaban atas kelemahan penganggaran umum yang tidak fokus dalam mengalokasikan dana khususnya kepada unit-unit yang menjalankan pelayanan publik. Saat ini revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Tahun 2010-2014, dimana pemerintah (Kementerian Keuangan) selaku inisiator. Permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan PNBP tersebut telah menjadi bahan bahan kajian di Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran) selaku unit yang mengkoordinir penyusunan draft naskah akademik dan draft RUU revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal The Indonesian Budget Overview 2011
161
Anggaran), saat ini sedang melakukan kajian dengan berbagai pendekatan awal. Pendekatan awal yang saat ini sedang dilakukan antara lain : 1. Melakukan identifikasi ketentuan dalam UU PNBP yang perlu direvisi; 2. Melakukan identifikasi ketentuan dalam UU PNBP terkait Paket UU Keuangan Negara; 3. Melakukan identifikasi ketentuan dalam UU Perpajakan dan UU Kepabeanan dan Cukai yang relevan sebagai pembanding bagi UU PNBP; 4. Melakukan identifikasi ketentuan PNBP dalam Undang-Undang Sektoral; 5. Melakukan studi pustaka antara terkait bechmarking pengelolaan PNBP di negara lain; 6. Menyebarkan kuesioner untuk menampung masukan stakeholders terkait penyelenggaraan dan pengelolaan PNBP pada Kementreian/Lembaga; 7. Melakukan focus group discussion. Pada dasarnya, tantangan besar yang di bidang pengelolaan Keuangan Negara khususnya pengelolaan PNBP merupakan tantangan Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran) guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, revisi atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP merupakan pintu masuk sekaligus perangkat konstitusional untuk menjawab tantangan tersebut.
162 162
BAB IV Reformasi PNBP
Lampiran
The Indonesian Budget Overview 2011
165
03
02
01
12,899,104
LITBANG PERTAHANAN
02.04
KEPOLISIAN
PENANGGULANGAN BENCANA
03.01
03.02
KETERTIBAN DAN KEAMANAN
DUKUNGAN PERTAHANAN
02.02
18,289,772
-
4,081,343,975
171,000
22,911,766
22,566,680,207
PERTAHANAN NEGARA
834,724,063
02.01
LITBANG PELAYANANAN UMUM
PELAYANAN UMUM LAINNYA
01.07
01.90
67,898,112
22,589,762,973
PEMBANGUNAN DAERAH
01.06
19,701,481
581,615,923
PERTAHANAN
PENELITIAN DASAR DAN PENGEMBANGAN IPTEK
PINJAMAN PEMERINTAH
01.04
PELAYANAN UMUM
01.03
01.05
41,957,801,053
LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI
01.01
4,534,234,371
48,008,874,107
BELANJA PEGAWAI
PELAYANAN UMUM
FUNGSI, SUBFUNGSI
613,106,682
6,056,790,122
9,850,593,848
105,028,766
1,624,825,647
8,457,131,927
10,186,986,340
2,821,517,004
190,539,346
1,275,253,109
57,723,333
1,367,303,039
5,656,838,535
34,028,351,255
45,397,525,621
BELANJA BARANG
141,313,546
4,469,571,841
8,094,680,609
3,695,560
2,556,850,402
12,081,397,125
14,641,943,087
1,718,697,333
13,331,550
67,584,714
8,003,175
939,877,650
2,019,535,055
12,586,537,032
17,353,566,509
BELANJA MODAL
40,000,000
-
40,000,000
-
-
-
-
394,984,626
-
785,133,536
-
-
59,012,100
860,301,072
2,099,431,334
BELANJA BANTUAN SOSIAL
RINCIAN ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN / LEMBAGA TAHUN 2011 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI & JENIS BELANJA
812,710,000
10,526,361,963
22,066,618,432
108,895,326
4,204,587,815
43,105,209,259
47,418,692,400
5,769,923,026
216,770,000
2,195,869,471
85,427,989
2,888,796,612
12,269,620,061
89,432,990,412
112,859,397,571
JUMLAH
(dalam ribuan rupiah)
166 166
Lampiran
05
04
PERADILAN
LITBANG KETERTIBAN DAN KEAMANAN
KETERTIBAN DAN KEAMANAN LAINNYA
03.04
03.06
03.90
LITBANG EKONOMI
EKONOMI LAINNYA
04.10
04.90
05.01
MANAJEMEN LIMBAH
LINGKUNGAN HIDUP
TRANSPORTASI
TELEKOMUNIKASI
INDUSTRI DAN KONSTRUKSI
04.07
04.08
PERTAMBANGAN
04.06
04.09
PENGAIRAN
BAHAN BAKAR DAN ENERGI
PERTANIAN, KEHUTANAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN
04.03
04.04
TENAGA KERJA
04.02
04.05
PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN USAHA, KOPERASI DAN UKM
04.01
EKONOMI
PEMBINAAN HUKUM
03.03
FUNGSI, SUBFUNGSI
15,240,453
557,366,125
373,277,515
705,754,880
-
349,106,222
230,510,442
79,238,415
46,963,487
196,878,473
460,000,514
123,133,483
123,841,169
2,688,704,600
125,433,635
-
3,935,453,368
2,167,200
BELANJA PEGAWAI
265,360,584
5,911,985,731
3,919,879,433
1,015,841,876
1,850,000
4,197,314,581
1,847,434,770
833,299,925
887,564,892
1,703,993,707
7,396,521,074
1,262,652,324
1,475,192,180
24,541,544,762
1,157,979,341
10,029,225
888,251,397
1,124,437,081
BELANJA BARANG
2,735,919,967
4,599,228,140
1,437,226,662
480,722,929
-
42,432,703,100
483,587,143
391,128,618
9,931,987,121
10,240,063,718
1,232,056,301
205,959,668
695,554,975
67,530,990,235
857,700,641
13,014,158
1,286,595,235
1,326,485,188
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
977,100
59,000
29,992,829
-
-
-
-
-
-
6,832,067,091
18,388,525
112,382,187
6,992,889,632
BELANJA BANTUAN SOSIAL
3,016,521,004
11,069,557,096
5,730,442,610
2,232,312,514
1,850,000
46,979,123,903
2,561,532,355
1,303,666,958
10,866,515,500
12,140,935,898
15,920,644,980
1,610,134,000
2,406,970,511
101,754,129,229
2,141,113,617
23,043,383
6,110,300,000
2,453,089,469
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
167
08
07
06
LITBANG KESEHATAN
KESEHATAN LAINNYA
07.05
07.90
PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN BUDAYA
PEMBINAAN PENERBITAN DAN PENYIARAN
08.01
08.03
PARIWISATA DAN BUDAYA
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
07.03
PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN
07.02
07.04
OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
07.01
KESEHATAN
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM LAINNYA
PENYEDIAAN AIR MINUM
06.03
06.90
PEMBANGUNAN PERUMAHAN
PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PERMUKIMAN
06.01
06.02
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM
47,649,669
TATA RUANG DAN PERTANAHAN
LINGKUNGAN HIDUP LAINNYA
05.05
05.90
-
136,276,909
244,150,471
49,284,955
41,799,919
183,183,435
-
22,367,788
160,833,472
457,469,569
92,853,033
19,244,315
15,119,638
-
127,216,986
9,498,843
480,814,968
KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM
05.04
4,162,192
PENANGGULANGAN POLUSI
BELANJA PEGAWAI
05.03
FUNGSI, SUBFUNGSI
8,363,118
908,276,398
2,252,718,581
391,221,184
336,623,241
2,133,918,613
661,716,136
495,264,515
1,321,777,254
5,340,520,943
3,325,411,636
409,423,114
717,631,985
156,441,185
4,608,907,920
370,075,990
2,471,233,366
2,631,591,258
173,724,533
BELANJA BARANG
42,982
334,356,178
361,317,033
40,817,139
35,620,258
96,047,952
95,040,857
982,121,180
304,219,552
1,553,866,938
2,471,714,187
2,399,563,347
1,495,389,698
1,231,155,000
7,597,822,232
33,084,994
372,389,384
1,415,410,539
42,423,256
BELANJA MODAL -
-
43,190,000
43,190,000
-
-
-
98,936,600
6,198,595,942
-
6,297,532,542
9,606,661,864
264,569,500
1,151,651,848
237,500,000
11,260,383,212
-
-
977,100
BELANJA BANTUAN SOSIAL
8,406,100
1,422,099,485
2,901,376,085
481,323,278
414,043,418
2,413,150,000
855,693,593
7,698,349,425
1,786,830,278
13,649,389,992
15,496,640,720
3,092,800,276
3,379,793,169
1,625,096,185
23,594,330,350
412,659,827
2,891,272,419
4,528,793,865
220,309,981
JUMLAH
168 168
Lampiran
10
09
-
LITBANG AGAMA
PELAYANAN KEAGAMAAN LAINNYA
09.03
09.90
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENDIDIKAN DASAR
PENDIDIKAN MENENGAH
PENDIDIKAN NON-FORMAL DAN INFORMAL
PENDIDIKAN KEDINASAN
PENDIDIKAN TINGGI
PELAYANAN BANTUAN TERHADAP PENDIDIKAN
PENDIDIKAN KEAGAMAAN
LITBANG PENDIDIKAN
PEMBINAAN KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA
10.01
10.02
10.03
10.04
10.05
10.06
10.07
10.08
10.09
10.10
PENDIDIKAN
KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA
09.02
-
22,522,381
592,430,329
460,321,205
7,001,080,364
119,503,627
86,563,837
67,921,133
74,412,635
-
21,024,285,540
-
2,652,654
-
2,321,626
PENINGKATAN KEHIDUPAN BERAGAMA
09.01
90,757,779
4,974,280
PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI
PARIWISATA DAN BUDAYA LAINNYA
08.05
08.90
17,115,783
BELANJA PEGAWAI
AGAMA
LITBANG PARIWISATA DAN BUDAYA
08.04
FUNGSI, SUBFUNGSI
1,241,840,000
549,047,195
998,809,950
3,114,273,671
15,359,307,867
308,856,648
1,626,677,136
707,928,893
2,317,557,785
103,334,000
27,542,701,145
324,426,049
70,670,948
38,315,310
390,437,898
823,850,205
320,478,580
965,470,000
50,130,485
BELANJA BARANG
500,350,000
4,385,099
124,875,262
516,694,977
10,973,529,876
91,196,840
445,583,555
250,970,465
587,474,110
-
13,636,849,528
143,162,847
4,080,914
8,793,345
43,348,916
199,386,022
23,214,141
-
3,703,732
BELANJA MODAL
-
-
-
-
683,281,225
1,467,765,236
12,560,457,123
1,877,592,962
921,000
2,121,097,210
2,902,151,034
7,369,325,564
264,466,000
29,279,170,217
67,797,739
700,000
18,175,465
282,433,824
369,107,028
BELANJA BANTUAN SOSIAL
1,742,190,000
1,259,235,900
3,183,880,777
16,651,746,976
35,211,511,069
520,478,115
4,279,921,738
3,928,971,525
10,348,770,094
367,800,000
91,483,006,430
535,386,635
78,104,516
65,284,120
718,542,264
1,397,317,535
434,450,500
965,470,000
70,950,000
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
169
PENDIDIKAN LAINNYA
LITBANG PERLINDUNGAN SOSIAL
PERLINDUNGAN SOSIAL LAINNYA
11.09
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
11.05
11.90
PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL ANAKANAK DAN KELUARGA
11.04
BANTUAN DAN JAMINAN SOSIAL
PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL LANSIA
11.02
11.08
PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL ORANG SAKIT DAN CACAT
11.01
PERLINDUNGAN SOSIAL
TOTAL
11
10.90
FUNGSI, SUBFUNGSI
99,891,906,858
9,128,689
12,940,579
-
12,462,651
16,502,053
3,222,471
53,501,789
107,758,232
12,599,530,029
BELANJA PEGAWAI
137,849,713,125
844,815,403
119,728,415
33,196,000
106,784,689
148,003,217
33,304,859
106,545,446
1,392,378,029
1,215,068,000
BELANJA BARANG
135,854,213,403
165,955,498
103,452,941
-
1,239,820
3,652,600
1,441,500
8,820,711
284,563,070
141,789,344
BELANJA MODAL
59,183,477,258
2,310,434,570
120,000
47,492,108
-
290,695,415
63,145,600
88,908,500
2,800,796,193
32,112,863
BELANJA BANTUAN SOSIAL
432,779,310,644
3,330,334,160
236,241,935
80,688,108
120,487,160
458,853,285
101,114,430
257,776,446
4,585,495,524
13,988,500,236
JUMLAH
170 170
Lampiran
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
KEMENTERIAN KESEHATAN
019
020
022
023
024
KEMENTERIAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTAHANAN
012
018
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
011
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
010
KEMENTERIAN KEUANGAN
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
007
013
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
006
015
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
MAHKAMAH AGUNG
004
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
002
005
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
001
KEMENTERIAN / LEMBAGA
3,929,386,614
7,262,136,194
1,377,453,699
374,090,138
305,840,007
1,028,887,843
7,992,828,537
1,886,852,098
22,583,831,003
2,606,836,328
302,184,885
413,643,369
946,544,105
3,935,453,368
844,221,250
612,535,894
20,836,206
BELANJA PEGAWAI
11,911,553,485
18,856,234,645
3,925,977,376
3,742,778,227
1,755,947,218
6,690,521,799
6,323,346,446
2,404,281,054
10,193,791,034
2,655,057,128
4,432,955,046
1,467,942,724
1,160,571,914
833,251,397
1,285,485,306
1,547,625,399
296,506,182
BELANJA BARANG
5,417,190,509
7,987,246,677
16,808,286,048
11,181,718,405
178,325,965
1,422,774,954
3,254,565,127
640,801,586
14,720,877,963
371,850,290
1,765,093,485
255,375,289
737,643,981
1,286,595,235
676,835,404
865,436,607
23,457,612
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
6,398,931,639
21,517,495,048
-
-
-
7,582,217,104
-
-
-
-
8,254,561,864
1,462,475
BELANJA BANTUAN SOSIAL
RINCIAN ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN / LEMBAGA TAHUN 2011 MENURUT KEMENTERIAN / LEMBAGA & JENIS BELANJA
27,657,062,247
55,623,112,564
22,111,717,123
15,298,586,770
2,240,113,190
16,724,401,700
17,570,740,110
4,931,934,738
47,498,500,000
5,633,743,746
14,754,795,280
2,138,423,857
2,844,760,000
6,055,300,000
2,806,541,960
3,025,597,900
340,800,000
JUMLAH
(dalam ribuan rupiah)
The Indonesian Budget Overview 2011
171
KEMENTERIAN AGAMA
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
KEMENTERIAN SOSIAL
KEMENTERIAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
KEMENTERIAN KOPERASI DAN PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
025
026
027
029
032
033
034
035
036
040
041
042
043
044
047
048
KEMENTERIAN / LEMBAGA
21,027,888
12,462,651
54,411,860
51,440,351
27,394,284
20,209,894
293,966,422
16,571,483
43,104,309
55,278,966
1,245,545,890
445,140,778
795,415,773
197,842,360
273,198,006
15,532,302,126
BELANJA PEGAWAI
123,886,196
146,180,489
737,437,992
746,781,915
297,403,781
113,402,792
1,394,311,788
115,388,051
156,740,794
263,704,829
8,536,212,994
2,991,698,096
3,568,546,454
1,450,757,656
2,941,644,943
5,835,469,207
BELANJA BARANG
8,985,916
1,451,020
109,425,734
81,096,801
340,950,998
7,174,314
423,039,853
100,290,466
36,554,897
267,203,205
45,304,623,424
1,076,204,669
1,631,061,383
167,656,645
881,255,226
2,575,548,555
BELANJA MODAL
-
-
112,382,187
-
-
-
43,190,000
-
-
-
2,874,321,348
398,207,100
5,000,000
2,284,320,640
32,188,525
8,166,076,809
BELANJA BANTUAN SOSIAL
153,900,000
160,094,160
1,013,657,773
879,319,067
665,749,063
140,787,000
2,154,508,063
232,250,000
236,400,000
586,187,000
57,960,703,656
4,911,250,643
6,000,023,610
4,100,577,301
4,128,286,700
32,109,396,697
JUMLAH
172 172
Lampiran
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
KOMISI PEMILIHAN UMUM
MAHKAMAH KONSTITUSI RI
059
060
063
064
065
066
067
068
074
075
076
077
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
055
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
BADAN PUSAT STATISTIK
054
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
052
056
LEMBAGA SANDI NEGARA
051
057
BADAN INTELIJEN NEGARA
050
KEMENTERIAN / LEMBAGA
12,107,924
338,945,110
203,541,797
20,000,731
183,183,435
14,000,000
13,456,706
37,719,438
23,341,562
157,608,466
19,119,564,251
191,472,836
36,712,461
1,020,243,688
43,632,597
604,105,265
6,259,570
42,325,623
70,154,669
BELANJA PEGAWAI
202,290,076
504,405,448
458,183,213
35,619,152
2,133,918,613
487,901,612
321,118,083
378,973,744
93,361,845
486,950,851
6,563,315,649
2,944,497,941
327,656,656
2,246,311,924
613,849,601
1,325,387,638
27,005,306
132,806,725
813,832,973
BELANJA BARANG
73,302,000
137,519,442
655,616,138
1,580,117
96,047,952
3,457,852
629,035,211
19,091,018
71,001,593
284,240,683
4,098,898,913
284,164,827
68,124,221
428,544,146
41,934,802
355,000,000
4,065,124
374,867,652
249,062,358
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
679,133,536
-
-
2,645,000
-
-
30,136,829
BELANJA BANTUAN SOSIAL
287,700,000
980,870,000
1,317,341,148
57,200,000
2,413,150,000
1,184,493,000
963,610,000
435,784,200
190,350,000
928,800,000
29,781,778,813
3,450,272,433
432,493,338
3,695,099,758
699,417,000
2,284,492,903
37,330,000
550,000,000
1,133,050,000
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
173
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
KOMISI YUDISIAL RI
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
090
091
092
093
095
100
103
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
085
089
BADAN STANDARISASI NASIONAL
084
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL
083
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
082
088
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
081
087
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
080
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
079
086
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
078
KEMENTERIAN / LEMBAGA
18,289,772
7,461,758
168,293,150
251,842,849
27,948,915
27,118,805
231,150,644
290,503,900
155,398,368
25,435,979
39,382,096
22,148,909
9,576,721
33,644,624
62,799,330
159,364,779
206,286,164
234,277,769
27,276,000
BELANJA PEGAWAI
613,106,682
68,232,418
578,914,990
164,119,736
2,389,530,285
389,427,380
1,251,210,535
406,014,057
174,063,329
84,199,994
143,126,323
46,539,783
71,904,464
134,014,029
184,468,586
448,558,951
229,277,834
306,351,952
54,617,241
BELANJA BARANG
141,313,546
4,005,824
406,991,860
159,732,715
586,610,800
2,105,443,815
651,462,390
17,496,500
144,858,303
39,415,806
61,620,405
8,079,769
1,140,180
287,541,347
218,233,238
285,380,070
166,003,771
83,386,697
16,006,759
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40,000,000
-
-
-
-
237,500,000
2,180,600
BELANJA BANTUAN SOSIAL
812,710,000
79,700,000
1,154,200,000
575,695,300
3,004,090,000
2,759,490,000
2,136,004,169
714,014,457
474,320,000
149,051,779
244,128,824
76,768,461
82,621,365
455,200,000
465,501,154
893,303,800
601,567,769
624,016,418
97,900,000
JUMLAH
174 174
Lampiran
TOTAL
BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN
111
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
108
BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU
BADAN SAR NASIONAL
107
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
106
109
BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO (BPLS)
105
110
BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
104
KEMENTERIAN / LEMBAGA
99,891,906,858
9,967,695
7,038,229
7,720,550
32,812,018
133,384,745
10,991,443
14,382,400
30,158,538
BELANJA PEGAWAI
137,849,713,125
289,364,613
8,754,586
86,927,400
46,699,557
266,211,118
111,435,486
91,172,628
210,687,761
BELANJA BARANG
135,854,213,402
154,667,692
519,615
197,852,050
101,808,425
764,204,137
86,170,071
663,091,624
19,023,701
BELANJA MODAL
59,183,477,257
-
-
-
-
-
-
517,396,553
4,130,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
432,779,310,642
454,000,000
16,312,430
292,500,000
181,320,000
1,163,800,000
208,597,000
1,286,043,205
264,000,000
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
175
004
002
001
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur MPR
Program Pelaksanaan Tugas Konstitusional MPR dan Alat Kelengkapannya
001.01.02
001.02.06
Program Penguatan Kelembagaan DPR RI
002.02.09
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Program Pelaksanaan Fungsi Anggaran DPR RI
Program Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR RI
Program Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI
002.02.06
002.02.07
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur DPR RI
002.01.02
002.02.08
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya DPR RI
002.01.01
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya MPR
001.01.01
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
844,221,250
535,496,140
-
-
-
77,039,754
-
612,535,894
7,836,206
-
13,000,000
20,836,206
BELANJA PEGAWAI
1,285,485,306
567,841,301
195,071,817
32,027,480
301,749,762
335,350,910
115,584,129
1,547,625,399
245,679,425
18,637,392
32,189,365
296,506,182
BELANJA BARANG
676,835,404
-
-
-
-
860,991,736
4,444,871
865,436,607
-
19,830,186
3,627,426
23,457,612
BELANJA MODAL
RINCIAN ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN / LEMBAGA TAHUN 2011 MENURUT KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM & JENIS BELANJA
253,515,631
38,467,578
48,816,791
340,800,000
JUMLAH
1,103,337,441
195,071,817
32,027,480
301,749,762
1,273,382,400
120,029,000
- 2,806,541,960
-
-
-
-
-
-
- 3,025,597,900
-
-
-
-
BELANJA BANTUAN SOSIAL
(dalam ribuan rupiah)
176 176
Lampiran
005
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPK
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BPK
Program Kepaniteraan Kerugian Negara/Daerah, Pengembangan dan Pelayanan Hukum Di Bidang Pemeriksaan Keuangan Negara
Program Peningkatan Mutu Kelembagaan, Aparatur dan Pemeriksaan Keuangan Negara
Program Pemeriksaan Keuangan Negara
004.01.02
004.01.03
004.02.06
004.02.07
004.02.08
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Mahkamah Agung
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Mahkamah Agung
Program Penyelesaian Perkara Mahkamah Agung
Program Peningkatan Manajemen Peradilan Umum
Program Peningkatan Manajemen Peradilan Agama
005.01.01
005.01.02
005.02.06
005.03.07
005.04.08
MAHKAMAH AGUNG
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BPK
004.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
6,149,782
10,901,565
38,814,391
-
3,865,375,493
3,935,453,368
-
-
-
-
-
844,221,250
BELANJA PEGAWAI
-
168,640
39,000
-
675,282,579
1,345,185
BELANJA MODAL
55,477,043
136,274,335
50,030,809
-
489,549,407
3,321,975
2,305,100
1,203,400
1,272,230,200
-
833,251,397 1,286,595,235
670,000,000
66,161,329
16,894,339
16,297,536
232,517,421
283,614,681
BELANJA BARANG
BELANJA BANTUAN SOSIAL
670,000,000
66,329,969
16,933,339
16,297,536
907,800,000
1,129,181,116
-
-
-
-
-
64,948,800
149,481,000
90,048,600
1,272,230,200
4,354,924,900
- 6,055,300,000
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
177
007
006
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Mahkamah Agung
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Mahkamah Agung Ri
005.06.05
005.07.03
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kejaksaan RI
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kejaksaan RI
Program Penyelidikan/Pengamanan/Penggalangan Kasus Intelijen
Program Penanganan dan Penyelesaian Perkara Pidana Umum
Program Penanganan dan Penyelesaian Perkara Pidana Khusus, Pelanggaran Ham yang Berat dan Perkara Tindak Pidana Korupsi
Program Penanganan dan Penyelesaian Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara
006.01.02
006.01.03
006.01.06
006.01.07
006.01.08
006.01.09
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kejaksaan RI
006.01.01
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
Program Peningkatan Manajemen Peradilan Militer dan Tun
005.05.09
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
413,643,369
-
-
-
-
-
-
946,544,105
946,544,105
1,775,433
7,282,155
5,154,549
BELANJA PEGAWAI
1,467,942,724
27,481,540
177,153,625
363,145,000
41,428,424
18,912,100
54,430
532,396,795
1,160,571,914
22,284,567
65,282,345
14,352,891
BELANJA BARANG
255,375,289
-
-
-
362,500
-
735,576,661
1,704,820
737,643,981
1,240,000
6,035,500
259,060
BELANJA MODAL
25,300,000
78,600,000
19,766,500
-
-
-
-
-
-
-
27,481,540
177,153,625
363,145,000
41,790,924
18,912,100
735,631,091
1,480,645,720
- 2,844,760,000
-
-
-
JUMLAH
1,462,475 2,138,423,857
BELANJA BANTUAN SOSIAL
178 178
Lampiran
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Sekretariat Negara
Program Penyelenggaraan Pelayanan Dukungan Kebijakan Kepada Presiden dan Wakil Presiden
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
Program Penyelenggaraan Pelayanan Dukungan Kebijakan Kepada Presiden dan Wakil Presiden
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Sekretariat Negara
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Sekretariat Negara
Program Penyelenggaraan Pelayanan Dukungan Kebijakan Kepada Presiden dan Wakil Presiden
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
007.01.01
007.01.02
007.01.06
007.02.01
007.02.06
007.03.01
007.03.02
007.04.01
007.04.02
007.04.06
007.05.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
742,312
-
-
3,133,729
-
65,262,969
-
4,814,400
-
-
302,683,857
BELANJA PEGAWAI
36,418,101
10,022,270
32,747,408
124,957,652
46,753,302
312,153,673
33,931,500
33,680,940
19,063,378
325,080,375
311,588,754
BELANJA BARANG
-
-
8,252,592
2,524,431
11,835,698
21,422,358
-
24,635,519
2,588,436
104,659,245
42,331,026
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,462,475
BELANJA BANTUAN SOSIAL
37,160,413
10,022,270
41,000,000
130,615,812
58,589,000
398,839,000
33,931,500
63,130,859
21,651,814
429,739,620
658,066,112
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
179
010
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Sekretariat Negara
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
007.06.02
007.07.01
007.08.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Dalam Negeri
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Dalam Negeri
Program Pendidikan Kepamongprajaan
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Dalam Negeri
Program Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Politik
010.01.01
010.01.02
010.01.12
010.02.03
010.03.11
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Negara
007.06.01
007.09.01
Program Penyelenggaraan Pelayanan Dukungan Kebijakan Kepada Presiden dan Wakil Presiden
007.05.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
-
10,773,836
11,762,000
56,616,368
-
79,227,848
302,184,885
5,947,140
26,883,988
4,174,974
BELANJA PEGAWAI
126,634,634
31,455,057
140,668,547
3,000,000
125,021,174
4,432,955,046
50,936,205
40,933,311
41,513,892
-
31,647,467
16,514,496
BELANJA BARANG
-
-
1,595,530
618,743
72,181,070
516,482,000
12,815,978
1,765,093,485
3,116,655
11,842,701
3,516,628
18,650,000
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8,254,561,864
BELANJA BANTUAN SOSIAL
139,004,000
43,835,800
269,465,985
519,482,000
217,065,000
14,754,795,280
60,000,000
79,660,000
49,205,494
18,650,000
31,647,467
16,514,496
JUMLAH
180 180
Lampiran
011
Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Program Bina Pembangunan Daerah
Program Pengelolaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Program Penataan Administrasi Kependudukan
Program Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Dalam Negeri
010.05.13
010.06.06
010.07.07
010.08.10
010.09.09
010.11.04
010.12.05
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Luar Negeri
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Luar Negeri
Program Pemantapan Hubungan dan Politik Luar Negeri Serta Optimalisasi Diplomasi di Kawasan Asia Pasifik dan Afrika
011.01.01
011.01.02
011.02.08
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
Program Penguatan Penyelenggaraan Pemerintahan Umum
010.04.08
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
8,704,990
-
2,540,702,741
2,606,836,328
27,458,814
8,775,960
11,625,000
24,405,162
15,146,750
18,895,158
21,819,000
15,678,989
BELANJA PEGAWAI
33,375,010
-
2,018,698,541
2,655,057,128
96,561,786
24,572,900
47,526,708
1,555,400,229
247,077,271
169,172,522
1,717,434,262
148,429,956
BELANJA BARANG
-
371,585,790
264,500
371,850,290
29,706,495
1,752,940
1,948,292
998,606,609
3,580,379
47,764,520
39,584,874
38,456,055
BELANJA MODAL -
153,727,095
35,101,800
61,100,000
2,578,412,000
265,804,400
235,832,200
10,033,400,000
202,565,000
JUMLAH
-
-
-
42,080,000
371,585,790
4,559,665,782
- 5,633,743,746
-
-
-
-
-
-
8,254,561,864
BELANJA BANTUAN SOSIAL
The Indonesian Budget Overview 2011
181
012
Program Peningkatan Hubungan dan Politik Luar Negeri Melalui Kerjasama ASEAN
Program Peningkatan Peran dan Diplomasi Indonesia di Bidang Multilateral
Program Optimalisasi Informasi dan Diplomasi Publik
Program Optimalisasi Diplomasi Terkait Dengan Pengelolaan Hukum dan Perjanjian Internasional
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Keprotokolan dan Kekonsuleran
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Luar Negeri
Program Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Luar Negeri
011.04.06
011.05.07
011.06.13
011.07.09
011.08.12
011.09.03
011.11.11
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertahanan
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pertahanan
012.01.01
012.01.02
KEMENTERIAN PERTAHANAN
Program Pemantapan Hubungan dan Politik Luar Negeri Serta Optimalisasi Diplomasi di Kawasan Amerika dan Eropa
011.03.10
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
282,456
264,159,187
22,583,831,003
4,606,646
4,791,838
9,403,691
5,480,836
10,000,000
7,343,008
7,595,907
8,206,671
BELANJA PEGAWAI
26,160,214
422,566,281
10,193,791,034
17,560,208
17,633,482
36,636,309
29,879,164
55,090,000
372,926,992
45,314,093
27,943,329
BELANJA BARANG
-
-
-
-
-
-
-
-
192,801,029
246,904,977
14,720,877,963
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
219,243,699
933,630,445
47,498,500,000
22,166,854
22,425,320
46,040,000
35,360,000
65,090,000
380,270,000
52,910,000
36,150,000
JUMLAH
182 182
Lampiran
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertahanan
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan
Program Pendidikan dan Pelatihan Kemhan/Tni
Program Strategi Pertahanan
Program Perencanaan Umum dan Penganggaran Pertahanan
Program Pengembangan Teknologi dan Industri Pertahanan
Program Potensi Pertahanan
Program Kekuatan Pertahanan
Program Penggunaan Kekuatan Pertahanan Integratif
Program Modernisasi Alutsista/ Non-Alutsista/ Sarpras Integratif
Program Profesionalisme Prajurit Integratif
Program Penyelenggaraan Manajemen dan Operasional Integratif
Program Dukungan Kesiapan Matra Darat
Program Modernisasi Alutsista dan Non Alutsista/ Sarana dan Prasarana Matra Darat
Program Peningkatan Profesionalisme Personel Matra Darat
012.01.03
012.01.04
012.01.05
012.01.06
012.01.07
012.01.08
012.01.09
012.01.10
012.21.11
012.21.12
012.21.13
012.21.23
012.22.14
012.22.15
012.22.16
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
17,651,133
-
14,988,540
718,191,383
-
-
-
171,000
187,800
-
171,000
508,200
481,800
171,000
189,000
BELANJA PEGAWAI
597,184,050
-
457,002,402
1,851,324,797
205,140,000
-
1,561,424,820
35,829,058
46,306,351
-
238,594,337
51,227,690
81,357,029
76,828,766
18,005,101
BELANJA BARANG
-
2,521,250,000
15,100,244
-
26,880,000
1,329,589,000
-
92,513,250
22,823,638
1,500,000,000
13,238,152
9,143,000
84,644,094
1,395,560
1,640,030
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
614,835,183
2,521,250,000
487,091,186
2,569,516,180
232,020,000
1,329,589,000
1,561,424,820
128,513,308
69,317,789
1,500,000,000
252,003,489
60,878,890
166,482,923
78,395,326
19,834,131
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
183
013
16,324,715,177
Program Penyelenggaraan Manajemen dan Operasional Matra Darat
Program Dukungan Kesiapan Matra Laut
Program Modernisasi Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) dan Non Alutsista Serta Pengembangan Fasilitas dan Sarana Prasarana Matra Laut
Program Peningkatan Profesionalisme Personel Matra Laut
Program Penyelenggaraan Manajemen dan Operasional Matra Laut
Program Dukungan Kesiapan Matra Udara
Program Modernisasi Alutsista Dan Non Alutsista Serta Pengembangan Fasilitas Dan Sarpras Matra Udara
Program Peningkatan Profesionalisme Personel Matra Udara
Program Penyelenggaraan Manajemen dan Operasional Matra Udara
012.22.24
012.23.17
012.23.18
012.23.19
012.23.25
012.24.20
012.24.21
012.24.22
012.24.26
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI 1,886,852,098 MANUSIA RI
1,723,995,173
-
-
-
3,517,968,154
-
-
-
BELANJA PEGAWAI
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
2,404,281,054
790,707,915
177,200,000
-
392,288,159
1,053,035,610
239,500,000
-
313,060,000
1,559,048,454
BELANJA BARANG -
640,801,586
19,586,912
84,120,945
4,211,939,055
34,021,841
12,366,236
76,390,000
3,552,370,000
672,160,000
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
2,534,290,000
261,320,945
4,211,939,055
426,310,000
4,583,370,000
315,890,000
3,552,370,000
985,220,000
17,883,763,631
- 4,931,934,738
-
-
-
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
184 184
Lampiran
015
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Hukum dan Ham
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Hukum dan Ham
Program Administrasi Hukum Umum
Program Pembinaan dan Penyelenggaraan Pemasyarakatan
Program Peningkatan Pelayanan dan Pengawasan Keimigrasian
Program Pembinaan / Penyelenggaraan Hki
Program Pembentukan Hukum
Program Perlindungan dan Pemenuhan Ham
Program Pembinaan Hukum Nasional
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Hukum dan Ham
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Hukum dan Ham
013.01.02
013.02.03
013.03.07
013.05.08
013.06.10
013.07.09
013.08.06
013.09.11
013.10.12
013.11.04
013.12.05
KEMENTERIAN KEUANGAN
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Hukum dan Ham
013.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
7,992,828,537
22,407,015
7,004,863
13,539,989
9,669,733
9,101,867
24,594,094
24,571,403
22,158,775
17,180,221
9,389,159
-
1,727,234,979
BELANJA PEGAWAI
3,610,892
2,386,000
-
1,625,000
-
112,623,335
38,864,389
695,810
-
2,010,200
386,557,334
92,428,626
BELANJA MODAL
6,323,346,446 3,254,565,127
52,082,093
14,409,137
32,260,011
17,505,267
43,347,573
88,982,377
362,111,839
20,637,815
52,628,779
17,400,641
-
1,702,915,522
BELANJA BARANG
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
78,100,000
23,800,000
45,800,000
28,800,000
52,449,440
226,199,806
425,547,631
43,492,400
69,809,000
28,800,000
386,557,334
3,522,579,127
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
185
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan
Program Pengelolaan Anggaran Negara
Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak
Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai
Program Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Program Pengelolaaan dan Pembiayaan Utang
Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Program Pengelolaan Kekayaan Negara,Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang
Program Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Keuangan
015.01.01
015.02.03
015.03.07
015.04.12
015.05.13
015.06.08
015.07.14
015.08.09
015.09.10
015.10.06
015.11.04
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
51,200,303
45,943,160
166,823,916
464,246,421
14,607,482
20,969,593
467,553,737
1,295,290,000
35,481,846
26,500,000
5,381,887,367
BELANJA PEGAWAI
258,608,159
125,530,248
305,897,574
743,501,624
58,364,518
112,637,379
1,157,932,300
2,715,596,000
68,093,482
61,060,000
574,618,001
BELANJA BARANG
110,674,841
21,876,592
180,426,510
240,283,955
43,928,000
6,343,028
442,415,760
1,186,226,000
18,113,840
9,500,000
985,839,374
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
420,483,303
193,350,000
653,148,000
1,448,032,000
116,900,000
139,950,000
2,067,901,797
5,197,112,000
121,689,168
97,060,000
6,942,344,742
JUMLAH
186 186
Lampiran
018
Program Perumusan Kebijakan Fiskal
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan
Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal
Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian
Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian
Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing
Program Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani
018.01.01
018.02.03
018.03.06
018.04.07
018.05.08
018.06.09
018.07.10
018.08.11
018.09.12
018.10.13
KEMENTERIAN PERTANIAN
015.12.11
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
114,717,529
405,357,157
15,705,523
19,290,618
106,862,934
68,346,515
20,285,000
49,937,353
15,900,499
60,745,849
1,028,887,843
22,324,712
BELANJA PEGAWAI 8,937,227
BELANJA MODAL
1,065,488,304
535,625,388
678,105,302
214,127,728
862,193,283
1,563,117,738
344,772,095
325,297,977
49,786,406
337,044,416
64,318,586
86,637,455
12,381,949
30,462,868
180,254,000
20,368,372
10,919,738
22,754,155
1,823,095
895,142,991
6,690,521,799 1,422,774,954
141,507,161
BELANJA BARANG -
103,831,261
-
3,648,503,967
150,518,786
1,095,093,023
329,185,375
140,333,167
1,860,720,899
-
87,923,626
BELANJA BANTUAN SOSIAL
1,348,355,680
1,027,620,000
4,354,696,741
414,400,000
2,244,403,240
1,981,018,000
516,310,000
2,258,710,384
67,510,000
1,380,856,882
172,769,100
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
187
019
Program Peningkatan Kualitas Pengkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati
018.12.15
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian
Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro
Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur
Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi
Program Revitalisasi dan Penumbuhan IKM
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perindustrian
Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
Program Pengembangan Perwilayahan Industri
019.01.01
019.01.02
019.02.07
019.03.06
019.04.08
019.05.09
019.06.03
019.07.12
019.08.10
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat
018.11.14
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
10,690,272
130,298,784
5,612,537
11,874,759
12,188,256
12,560,897
14,633,353
-
99,915,418
305,840,007
135,484,051
16,254,815
BELANJA PEGAWAI
40,199,493
183,048,176
36,701,642
345,938,765
81,674,234
366,619,193
395,351,832
5,778,786
263,840,231
1,755,947,218
290,161,377
424,801,785
BELANJA BARANG
4,110,235
47,253,040
3,185,821
13,186,476
14,586,696
8,319,910
12,590,682
14,223,049
57,173,256
178,325,965
85,905,345
11,806,400
BELANJA MODAL
511,550,773
618,970,000
JUMLAH
-
-
-
-
-
-
-
-
-
55,000,000
360,600,000
45,500,000
371,000,000
108,449,186
387,500,000
422,575,867
20,001,835
420,928,905
- 2,240,113,190
-
166,107,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
188 188
Lampiran
020
Program Kerja Sama Industri Internasional
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian ESDM
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian ESDM
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian ESDM
Program Pengelolaan dan Penyediaan Minyak dan Gas Bumi
Program Pengelolaan Ketenagalistrikan
Program Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Dewan Energi Nasional
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM
Program Pendidikan dan Pelatihan ESDM
Program Penelitian, Mitigasi dan Pelayanan Geologi
Program Pengaturan dan Pengawasan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa
020.01.01
020.01.02
020.02.03
020.04.06
020.05.07
020.06.08
020.07.11
020.11.04
020.12.05
020.13.09
020.14.10
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
019.09.11
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
27,775,000
82,003,935
59,772,429
78,903,618
6,517,037
28,074,287
19,701,481
24,246,241
9,780,326
-
24,644,334
374,090,138
8,065,731
BELANJA PEGAWAI
197,814,943
485,077,923
464,435,196
392,746,711
47,297,663
370,753,472
156,475,670
492,925,959
93,670,674
-
772,734,684
3,742,778,227
36,794,866
BELANJA BARANG
10,323,530
297,401,042
255,782,485
300,722,671
2,450,000
17,196,381
9,256,382,725
341,009,500
18,990,000
249,136,030
5,590,000
11,181,718,405
3,696,800
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
235,913,473
864,482,900
779,990,110
772,373,000
56,264,700
416,024,140
9,432,559,876
858,181,700
122,441,000
249,136,030
802,969,018
15,298,586,770
48,557,397
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
189
023
022
Program Pengelolaan Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perhubungan
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perhubungan
Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat
Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut
Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Udara
Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Perkeretaapian
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan
022.01.02
022.02.03
022.03.06
022.04.08
022.05.09
022.08.07
022.11.04
022.12.05
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perhubungan
022.01.01
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
020.15.12
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
7,262,136,194
179,839,834
17,422,417
20,024,252
266,982,356
792,192,316
37,513,267
14,619,822
-
48,859,435
1,377,453,699
12,671,450
BELANJA PEGAWAI
18,856,234,645
834,289,260
81,174,084
64,524,924
934,254,042
1,262,903,293
365,536,819
57,677,851
340,000
325,277,103
3,925,977,376
268,845,332
BELANJA BARANG
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7,987,246,677 21,517,495,048
1,708,921,346
37,572,399
4,562,966,224
3,792,841,962
4,950,109,144
1,690,094,684
3,220,127
38,170,700
24,389,462
16,808,286,048
426,734,041
BELANJA MODAL
55,623,112,564
2,723,050,440
136,168,900
4,647,515,400
4,994,078,360
7,005,204,753
2,093,144,770
75,517,800
38,510,700
398,526,000
22,111,717,123
708,250,823
JUMLAH
190 190
Lampiran
024
Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Program Pembinaan Upaya Kesehatan
Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
024.05.08
024.07.09
13,325,604
196,109,207
1,642,828,680
28,162,091
16,412,485
024.04.07
22,522,381
024.03.06
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional
023.11.04
292,152,879
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Kesehatan
Program Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
023.08.10
42,281,180
024.02.03
Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal
023.05.09
6,676,948,165
1,518,112,365
Program Pendidikan Tinggi
023.04.08
18,579,828
41,483,435
3,929,386,614
Program Pendidikan Menengah
023.03.07
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan
Program Pendidikan Dasar
023.03.06
26,628,032
024.01.01
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pendidikan Nasional
023.02.03
141,540,294
BELANJA PEGAWAI
KEMENTERIAN KESEHATAN
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pendidikan Nasional
023.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
1,426,941,942
660,618,514
5,069,075,044
1,563,943,247
69,957,756
1,120,975,300
11,911,553,485
549,047,195
1,627,149,661
695,756,763
12,959,264,514
531,178,224
1,464,113,503
200,616,684
829,108,101
BELANJA BARANG
10,619,035
686,951,314
3,566,480,821
167,097,697
1,982,400
174,218,451
5,417,190,509
4,385,099
355,493,719
39,174,247
7,294,028,228
3,266,998
192,070,102
3,655,284
95,173,000
BELANJA MODAL
-
81,675,000
6,198,595,942
113,086,600
-
2,250,000
6,398,931,639
683,281,225
9,247,564,641
2,107,297,210
1,704,381,762
2,636,725,250
4,977,312,500
-
160,932,460
BELANJA BANTUAN SOSIAL
1,450,886,581
1,625,354,035
16,476,980,487
1,872,289,635
88,352,641
2,815,556,116
27,657,062,247
1,259,235,900
11,522,360,900
2,884,509,400
28,634,622,669
3,189,750,300
6,674,979,540
230,900,000
1,226,753,855
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
191
025
Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Ppsdmk)
024.12.10
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Agama
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Agama
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Agama
Program Bimbingan Masyarakat Islam
Program Pendidikan Islam
Program Bimbingan Masyarakat Kristen
Program Bimbingan Masyarakat Katolik
Program Bimbingan Masyarakat Hindu
Program Bimbingan Masyarakat Buddha
Program Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengelolaan Haji dan Umrah
Program Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Pelatihan Kementerian Agama
025.01.01
025.01.02
025.02.03
025.03.08
025.04.07
025.05.09
025.06.10
025.07.11
025.08.12
025.09.06
025.11.04
KEMENTERIAN AGAMA
Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
024.11.04
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
64,203,774
131,212,823
52,250,913
215,683,439
296,207,295
514,196,584
12,557,273,040
1,095,177,886
16,191,337
-
589,905,035
15,532,302,126
458,350,904
56,085,278
BELANJA PEGAWAI
457,730,783
190,837,565
51,805,445
70,565,789
78,457,221
143,158,703
3,629,064,368
490,981,944
74,914,175
143,391
647,809,823
5,835,469,207
1,578,850,747
421,190,935
BELANJA BARANG
40,678,304
36,708,297
6,913,968
25,374,553
1,965,788
63,558,407
2,047,813,804
148,273,009
17,815,745
143,300,637
43,146,043
2,575,548,555
746,708,408
63,132,383
BELANJA MODAL -
700,000
212,000
35,392,107
59,156,717
84,781,043
89,880,292
7,536,158,126
283,255,559
-
50,000,000
26,540,965
8,166,076,809
3,324,097
BELANJA BANTUAN SOSIAL
563,312,861
358,970,685
146,362,433
370,780,498
461,411,347
810,793,986
25,770,309,338
2,017,688,398
108,921,257
193,444,028
1,307,401,866
32,109,396,697
2,787,234,156
540,408,596
JUMLAH
192 192
Lampiran
027
026
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja
Program Pengembangan Hubungan Industrial dan Peningkatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi
Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi
Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas
026.02.03
026.04.07
026.05.08
026.06.10
026.07.11
026.08.09
026.11.04
026.13.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Sosial
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Sosial
027.01.01
027.02.03
KEMENTERIAN SOSIAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
026.01.01
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
5,597,770
24,640,568
197,842,360
88,304,351
16,692,070
10,804,150
25,340,134
24,716,821
13,411,762
22,752,582
10,316,585
60,859,551
273,198,006
BELANJA PEGAWAI
19,352,584
152,747,853
1,450,757,656
752,785,840
53,644,631
140,008,833
436,806,160
528,858,747
211,255,271
570,069,011
30,448,415
217,768,035
2,941,644,943
BELANJA BARANG
361,600
45,711,977
167,656,645
377,119,809
2,763,299
66,387,017
201,987,406
129,677,432
9,412,967
22,129,882
435,000
71,342,414
881,255,226
BELANJA MODAL
-
-
2,284,320,640
13,800,000
-
-
-
-
6,600,000
11,788,525
-
-
32,188,525
BELANJA BANTUAN SOSIAL
25,311,954
223,100,398
4,100,577,301
1,232,010,000
73,100,000
217,200,000
664,133,700
683,253,000
240,680,000
626,740,000
41,200,000
349,970,000
4,128,286,700
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
193
029
Program Rehabilitasi Sosial
Program Perlindungan dan Jaminan Sosial
Program Pendidikan, Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
027.04.06
027.05.07
027.11.04
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Kehutanan
Program Peningkatan Pemanfaatan Hutan Produksi
Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung Das Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Program Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan
Program Perencanaan Makro Bidang Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan
029.03.06
029.04.07
029.05.08
029.06.09
029.07.04
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kehutanan
029.02.03
029.01.01
KEMENTERIAN KEHUTANAN
Program Pemberdayaan Sosial
027.03.08
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
82,783,993
65,336,186
362,608,213
130,299,759
46,846,405
13,093,034
48,704,097
795,415,773
46,944,747
11,728,902
96,320,952
12,609,421
BELANJA PEGAWAI
20,826,070
65,717,933
22,956,600
12,082,465
BELANJA MODAL
151,321,239
273,946,303
702,280,147
1,604,387,047
274,552,457
39,719,016
353,166,729
31,478,772
32,326,155
223,326,301
1,282,801,745
19,377,969
1,427,950
18,657,752
3,568,546,454 1,631,061,383
103,117,034
552,525,636
299,107,132
323,907,417
BELANJA BARANG
171,928,851
2,168,756,446
764,450,399
747,029,253
JUMLAH
-
-
-
-
-
-
5,000,000
265,584,004
371,608,644
1,288,214,661
3,017,488,551
340,776,831
54,240,000
425,528,578
5,000,000 6,000,023,610
1,041,000
1,538,783,975
346,065,715
398,429,950
BELANJA BANTUAN SOSIAL
194 194
Lampiran
033
032
Program Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP
Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap
Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya
Program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan
Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Program Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan
Program Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan
Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (11)
032.02.03
032.03.06
032.04.07
032.05.10
032.06.08
032.07.09
032.11.04
032.12.05
032.13.11
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP
032.01.01
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
029.08.10
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
1,245,545,890
57,949,558
81,837,417
60,953,257
21,992,816
18,652,191
35,142,533
65,019,549
70,845,842
9,125,995
23,621,620
445,140,778
45,744,086
BELANJA PEGAWAI 21,664,739
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL -
236,582,341
JUMLAH
8,536,212,994
146,041,451
265,608,700
181,653,652
349,440,041
325,117,127
267,625,999
575,003,605
563,921,038
48,438,905
268,847,578
45,304,623,424
35,701,893
63,572,283
221,345,491
51,933,043
38,281,682
60,935,468
128,520,245
403,798,762
3,574,100
68,541,702
2,874,321,348
-
-
-
77,807,100
20,400,000
-
200,000,000
100,000,000
-
-
57,960,703,656
239,692,902
411,018,400
463,952,400
501,173,000
402,451,000
363,704,000
968,543,399
1,138,565,642
61,139,000
361,010,900
2,991,698,096 1,076,204,669 398,207,100 4,911,250,643
169,173,516
BELANJA BARANG
The Indonesian Budget Overview 2011
195
034
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
Program Penyelenggaraan Penataan Ruang
Program Penyelenggaraan Jalan
Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman
Program Pengelolaan Sumber Daya Air
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum
Program Pembinaan Konstruksi
033.02.03
033.03.09
033.04.08
033.05.07
033.06.10
033.11.04
033.13.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemenko Polhukam
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kemenko Polhukam
034.01.01
034.01.02
BIDANG
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
033.01.02
KEMENTERIAN KOORDINATOR POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pekerjaan Umum
033.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
47,683,506
55,278,966
24,585,853
63,390,228
454,852,901
154,714,946
417,671,095
33,652,620
14,000,000
18,928,557
63,749,690
BELANJA PEGAWAI
-
32,083,494
263,704,829
240,660,980
251,325,420
1,867,368,684
2,146,156,814
2,906,535,561
576,781,305
106,613,414
128,969,389
311,801,427
BELANJA BARANG
3,367,000
-
267,203,205
35,469,895
115,284,352
10,325,740,465
7,946,930,491
26,504,589,744
25,566,075
2,250,000
326,902,669
21,889,733
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,874,321,348
BELANJA BANTUAN SOSIAL
3,367,000
79,767,000
586,187,000
300,716,728
430,000,000
12,647,962,050
13,122,123,599
29,828,796,400
636,000,000
122,863,414
474,800,615
397,440,850
JUMLAH
196 196
Lampiran
040
036
035
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kemenko Perekonomian
Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
035.01.02
035.01.06
040.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
24,810,000
293,966,422
Program Koordinasi Pengembangan Kebijakan Kesejahteraan Rakyat
036.01.06
KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
16,571,483
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemenko Kesra
036.01.01 -
16,571,483
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
813,984
-
42,290,325
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemenko Perekonomian
035.01.01
7,595,460
-
43,104,309
Program Peningkatan Koordinasi Keamanan dan Keselamatan Di Laut
034.01.07
BELANJA PEGAWAI
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
Program Peningkatan Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
034.01.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
131,740,949
1,394,311,788
82,239,534
33,148,517
115,388,051
128,944,190
-
27,796,604
156,740,794
90,969,780
140,651,555
BELANJA BARANG
500,000
423,039,853
100,290,466
-
100,290,466
13,121,826
23,433,071
-
36,554,897
258,264,760
5,571,445
BELANJA MODAL
43,190,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
157,050,949
2,154,508,063
182,530,000
49,720,000
232,250,000
142,880,000
23,433,071
70,086,929
236,400,000
356,830,000
146,223,000
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
197
042
041 20,209,894
Program Pembinaan BUMN
041.01.06
27,394,284
042.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KRT
27,394,284
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
-
20,209,894
Program Dukungan Manajemen dan Kegiatan Teknis Lainnya Kementerian BUMN
74,569,284
14,500,000
8,997,625
125,662,284
41,468,127
041.01.01
Program Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata
-
3,959,102
BELANJA PEGAWAI
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
Program Pengembangan Pemasaran
040.10.10
Program Kesejarahan, Kepurbakalaan, dan Permuseuman
040.04.07
040.06.09
Program Pengembangan Nilai Budaya, Seni dan Perfilman
040.03.06
Program Pengembangan Destinasi Pariwisata
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
040.02.03
040.05.08
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
040.01.02
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
60,595,876
297,403,781
61,875,000
51,527,792
113,402,792
175,773,087
525,498,657
158,752,103
172,477,204
198,278,490
31,740,898
50,400
BELANJA BARANG
607,782
340,950,998
4,039,000
3,135,314
7,174,314
65,965,692
2,101,343
78,060,272
248,360,512
12,753,383
200,000
15,098,651
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
43,190,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
88,597,942
665,749,063
65,914,000
74,873,000
140,787,000
316,308,063
542,100,000
289,000,000
546,500,000
252,500,000
35,900,000
15,149,051
JUMLAH
198 198
Lampiran
047
044
043
Program Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional
042.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
043.01.02
043.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Program Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
044.01.02
044.01.06
047.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian PP&PA
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Koperasi dan UKM
044.01.01
KEMENTERIAN KOPERASI DAN PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Lingkungan Hidup
043.01.01
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur KRT
042.01.02
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
12,462,651
12,462,651
-
-
54,411,860
54,411,860
15,769,331
-
35,671,020
51,440,351
BELANJA PEGAWAI -
40,915,049
146,180,489
526,985,824
14,067,364
196,384,804
737,437,992
543,171,391
1,080,540
202,529,984
746,781,915
236,807,905
BELANJA BARANG
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
618,951,661
19,000,000
241,367,406
879,319,067
572,614,671
4,536,450
JUMLAH
902,460
1,451,020
74,966,662
21,444,736
13,014,336
-
-
112,382,187
-
-
54,280,160
160,094,160
714,334,673
35,512,100
263,811,000
109,425,734 112,382,187 1,013,657,773
60,010,939
17,919,460
3,166,402
81,096,801
335,806,766
4,536,450
BELANJA MODAL
The Indonesian Budget Overview 2011
199
051
050
048
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pan dan Rb
Program Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
048.01.02
048.01.06
70,154,669
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Intelijen Negara
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Intelijen Negara
Program Pengembangan Penyelidikan, Pengamanan, dan Penggalangan Keamanan Negara
050.01.01
050.01.03
050.01.06
42,325,623 42,325,623
051.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Lembaga Sandi Negara
LEMBAGA SANDI NEGARA
-
-
70,154,669
BADAN INTELIJEN NEGARA
-
-
21,027,888
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pan dan Rb
048.01.01
-
-
21,027,888
Program Perlindungan Anak
047.01.07
BELANJA PEGAWAI
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
047.01.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
42,335,961
132,806,725
725,316,000
2,500,000
86,016,973
813,832,973
84,003,980
594,850
39,287,366
123,886,196
39,395,800
65,869,640
BELANJA BARANG
20,418,416
374,867,652
-
-
249,062,358
249,062,358
1,496,020
6,692,650
797,246
8,985,916
211,200
337,360
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
105,080,000
550,000,000
725,316,000
2,500,000
405,234,000
1,133,050,000
85,500,000
7,287,500
61,112,500
153,900,000
39,607,000
66,207,000
JUMLAH
200 200
Lampiran
056
055
054
052
Program Pengembangan Persandian Nasional
Program Pengembangan Kebijakan Ketahanan Nasional
052.01.06
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BPS
Program Penyediaan dan Pelayanan Informasi Statistik
054.01.03
054.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Bappenas
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Bappenas
Program Perencanaan Pembangunan Nasional
055.01.02
055.01.03
055.01.06
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bappenas
055.01.01
PERENCANAAN
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPS
054.01.02
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BPS
054.01.01
BADAN PUSAT STATISTIK
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Wantanas
052.01.01
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
051.01.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM -
1,020,243,688
-
-
-
43,632,597
43,632,597
-
-
-
604,105,265
604,105,265
-
6,259,570
6,259,570
BELANJA PEGAWAI
2,246,311,924
218,474,790
3,700,000
18,590,408
373,084,403
613,849,601
1,042,453,570
4,500,000
-
278,434,068
1,325,387,638
21,200,000
5,805,306
27,005,306
90,470,764
BELANJA BARANG
428,544,146
525,210
-
41,409,592
-
41,934,802
-
-
355,000,000
-
355,000,000
2,300,000
1,765,124
4,065,124
354,449,236
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
23,500,000
13,830,000
37,330,000
444,920,000
219,000,000
3,700,000
60,000,000
416,717,000
699,417,000
1,042,453,570
4,500,000
355,000,000
882,539,333
- 3,695,099,758
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- 2,284,492,903
-
-
-
-
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
201
059
057
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPN
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BPN
Program Pengelolaan Pertanahan Nasional
056.01.02
056.01.03
056.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Perpustakaan Nasional
Program Pengembangan Perpustakaan
057.01.02
057.01.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Komunikasi dan Informatika
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Komunikasi dan Informatika
059.01.01
059.01.02
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Taknis Lainnya Perpustakaan Nasional
057.01.01
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BPN
056.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
41,735,877
191,472,836
3,223,665
-
33,488,796
36,712,461
-
-
-
1,020,243,688
BELANJA PEGAWAI
-
155,274,655
2,944,497,941
270,142,368
-
57,514,288
327,656,656
1,756,414,484
8,060,000
3,292,346
478,545,094
BELANJA BARANG
8,000,000
10,041,865
284,164,827
65,684,305
1,700,000
739,916
68,124,221
80,485,330
-
318,511,052
29,547,764
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
339,050,338
1,700,000
91,743,000
432,493,338
1,836,899,814
8,060,000
321,803,398
1,528,336,546
JUMLAH
-
-
8,000,000
207,052,397
30,136,829 3,450,272,433
BELANJA BANTUAN SOSIAL
202 202
Lampiran
060
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Polri
Program Penelitian dan Pengembangan Polri
Program Pendidikan dan Latihan Aparatur Polri
Program Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Polri
Program Pengembangan Strategi Keamanan dan Ketertiban
Program Kerjasama Keamanan dan Ketertiban
060.01.03
060.01.04
060.01.05
060.01.06
060.01.07
060.01.08
-
-
-
-
-
-
-
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Polri
15,890,096
060.01.02
Program Pengembangan Informasi dan Komunikasi Publik
059.07.09
34,570,857
19,119,564,251
Program Penelitian dan Pengembangan SDM Kominfo
059.06.04
16,552,358
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Polri
Program Penyelenggaraan Pos dan Informatika
059.05.07
10,500,000
060.01.01
Program Pengembangan Aplikasi Informatika
059.04.08
66,604,624
19,119,564,251
Program Pengelolaan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika
059.03.06
5,619,024
BELANJA PEGAWAI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Komunikasi dan Informatika
059.02.03
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
32,091,453
111,430,611
144,072,570
171,798,603
12,608,409
52,074,557
-
759,460,980
6,563,315,649
137,168,990
89,589,626
1,875,790,057
160,287,159
512,397,578
13,989,876
BELANJA BARANG
-
-
-
1,500,000
-
-
4,065,398,913
-
4,098,898,913
7,686,351
4,427,188
25,828,818
17,951,741
210,004,264
224,600
BELANJA MODAL -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
29,992,829
-
-
144,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
32,091,453
111,430,611
144,072,570
173,298,603
12,608,409
52,074,557
4,065,398,913
19,879,025,231
29,781,778,813
160,745,437
158,580,500
1,918,171,233
188,738,900
789,150,466
19,833,500
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
203
065
064
063
Program Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
Program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Program Penanggulangan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Berkadar Tinggi
Program Pengembangan Hukum Kepolisian
060.01.10
060.01.11
060.01.12
060.01.13
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
Program Pengawasan Obat dan Makanan
063.01.02
063.01.06
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Lemhanas
Program Pengembangan Ketahanan Nasional
064.01.03
064.01.06
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Lemhannas
064.01.01
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BPOM
063.01.01
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Program Pemberdayaan Potensi Keamanan
060.01.09
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
-
-
-
37,719,438
-
-
23,341,562
23,341,562
119,500,248
-
38,108,218
157,608,466
BELANJA PEGAWAI
378,973,744
51,975,000
2,300,000
39,086,845
93,361,845
252,220,040
20,789,479
213,941,332
486,950,851
19,385,064
54,839,583
631,723,887
4,401,334,777
172,495,155
BELANJA BARANG -
19,091,018
-
-
71,001,593
71,001,593
193,098,312
40,210,521
50,931,850
284,240,683
-
-
-
32,000,000
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,645,000
2,645,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
435,784,200
51,975,000
2,300,000
136,075,000
190,350,000
564,818,600
61,000,000
302,981,400
928,800,000
19,385,064
54,839,583
631,723,887
4,433,334,777
172,495,155
JUMLAH
204 204
Lampiran
068
067
066
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BKPM
Program Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal
065.01.02
065.01.06
Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
066.01.06
Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
067.01.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BKKBN
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BKKBN
Program Pelatihan dan Pengembangan BKKBN
068.01.01
068.01.03
068.01.04
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KPDT
067.01.01
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNN
066.01.01
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BKPM
065.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
36,383,733
183,183,435
-
14,000,000
14,000,000
-
13,456,706
13,456,706
-
-
37,719,438
BELANJA PEGAWAI
51,625,462
5,500,000
64,337,966
2,133,918,613
377,781,635
110,119,977
487,901,612
184,456,756
136,661,327
321,118,083
267,155,818
5,192,251
106,625,675
BELANJA BARANG
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
256,842,256
706,767,744
963,610,000
268,990,396
10,151,585
156,642,219
JUMLAH
18,000
-
21,917,602
96,047,952
901,202
2,556,650
1,057,816,373
126,676,627
-
-
-
51,643,462
5,500,000
122,639,301
- 2,413,150,000
679,133,536
-
3,457,852 679,133,536 1,184,493,000
72,385,500
556,649,711
629,035,211
1,834,578
4,959,334
12,297,106
BELANJA MODAL
The Indonesian Budget Overview 2011
205
077
076
075
074
Program Kependudukan dan KB
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Komnas Ham
Program Pengembangan dan Pembinaan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
075.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kpu
Program Penguatan Kelembagaan Demokrasi dan Perbaikan Proses Politik
076.01.02
076.01.06
077.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Mahkamah Konstitusi RI
MAHKAMAH KONSTITUSI RI
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kpu
076.01.01
KOMISI PEMILIHAN UMUM
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bmkg
075.01.01
BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
074.01.01
KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
068.01.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
12,107,924
12,107,924
-
-
338,945,110
338,945,110
148,139,438
55,402,359
203,541,797
20,000,731
20,000,731
146,799,702
BELANJA PEGAWAI
100,190,076
202,290,076
68,479,268
1,340,450
434,585,730
504,405,448
331,172,935
127,010,278
458,183,213
35,619,152
35,619,152
2,012,455,185
BELANJA BARANG
3,302,000
73,302,000
1,097,297
120,159,550
16,262,595
137,519,442
581,350,800
74,265,338
655,616,138
1,580,117
1,580,117
74,112,350
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
57,200,000
57,200,000
2,233,367,237
-
-
-
-
-
-
-
-
115,600,000
287,700,000
69,576,565
121,500,000
789,793,435
980,870,000
1,060,663,173
256,677,975
- 1,317,341,148
-
-
-
JUMLAH
206 206
Lampiran
080
079
078
Program Penanganan Perkara Konstitusi
Program Kesadaran Berkonstitusi
077.01.06
077.01.07
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK
Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme
078.01.02
078.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur LIPI
Program Penelitian, Penguasaan, dan Pemanfaatan Iptek
079.01.02
079.01.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Batan
Program Penelitian Pengembangan dan Penerapan Energi Nuklir, Isotop dan Radiasi
080.01.01
080.01.06
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya LIPI
079.01.01
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
078.01.01
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Mahkamah Konstitusi RI
077.01.02
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
-
172,096,611
34,189,553
206,286,164
206,846,545
19,879,833
7,551,391
234,277,769
-
-
27,276,000
27,276,000
BELANJA PEGAWAI -
185,007,609
44,270,225
229,277,834
197,414,601
14,364,597
94,572,754
306,351,952
25,149,241
-
29,468,000
54,617,241
47,100,000
55,000,000
BELANJA BARANG
149,798,255
16,205,516
166,003,771
72,955,272
8,849,870
1,581,555
83,386,697
8,350,759
7,500,000
156,000
16,006,759
-
-
70,000,000
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
506,902,475
94,665,294
601,567,769
477,216,418
43,094,300
103,705,700
624,016,418
33,500,000
7,500,000
56,900,000
97,900,000
47,100,000
55,000,000
70,000,000
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
207
084
083
082
081
Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi
081.01.06
Program Pengembangan Teknologi Penerbangan dan Antariksa
082.01.06
Program Survei dan Pemetaan Nasional
083.01.06
084.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BSN
BADAN STANDARISASI NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bakosurtanal
083.01.01
BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Lapan
082.01.01
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Bppt
081.01.02
PENERAPAN
Program Dukungan dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bppt
DAN
081.01.01
BADAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
9,576,721
9,576,721
-
33,644,624
33,644,624
51,569,283
11,230,047
62,799,330
-
-
159,364,779
159,364,779
BELANJA PEGAWAI
19,444,099
71,904,464
89,850,269
44,163,760
134,014,029
123,254,988
61,213,598
184,468,586
320,754,958
2,054,000
125,749,993
448,558,951
BELANJA BARANG
79,180
1,140,180
282,933,831
4,607,516
287,541,347
197,475,729
20,757,509
218,233,238
192,989,997
78,046,000
14,344,073
285,380,070
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
29,100,000
82,621,365
372,784,100
82,415,900
455,200,000
372,300,000
93,201,154
465,501,154
513,744,955
80,100,000
299,458,845
893,303,800
JUMLAH
208 208
Lampiran
088
087
086
085
Program Pengembangan Standardisasi Nasional
084.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BAPETEN
Program Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir
085.01.02
085.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur LAN
Program Pengkajian Administrasi Negara dan Diklat Aparatur Negara
086.01.02
086.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur ANRI
Program Penyelenggaraan Kearsipan Nasional
087.01.02
087.01.06
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Arsip Nasional Republik Indonesia
087.01.01
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya LAN
086.01.01
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BAPETEN
085.01.01
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BSN
084.01.02
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
155,398,368
-
-
25,435,979
25,435,979
-
-
39,382,096
39,382,096
-
-
22,148,909
22,148,909
BELANJA PEGAWAI -
174,063,329
53,357,325
-
30,842,669
84,199,994
87,453,333
6,820
55,666,170
143,126,323
19,488,725
-
27,051,058
46,539,783
52,460,365
BELANJA BARANG
144,858,303
10,994,454
27,900,000
521,352
39,415,806
463,728
60,793,180
363,497
61,620,405
2,647,036
2,632,000
2,800,733
8,079,769
161,000
900,000
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
474,320,000
64,351,779
27,900,000
56,800,000
149,051,779
87,917,061
60,800,000
95,411,763
244,128,824
22,135,761
2,632,000
52,000,700
76,768,461
52,621,365
900,000
JUMLAH
The Indonesian Budget Overview 2011
209
090
089
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Bkn
Program Penyelenggaraan Manajemen Kepegawaian Negara
088.01.02
088.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur - BPKP
Program Pengawasan Intern Akuntabilitas Keuangan Negara dan Pembinaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
089.01.02
089.01.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perdagangan
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan
Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri
090.01.01
090.01.02
090.02.09
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BPKP
089.01.01
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bkn
088.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
15,489,066
-
71,644,381
231,150,644
-
-
290,503,900
290,503,900
-
-
155,398,368
BELANJA PEGAWAI
233,642,022
38,390,968
327,477,817
1,251,210,535
155,800,000
-
250,214,057
406,014,057
80,850,000
1,515
93,211,814
BELANJA BARANG
507,612,358
57,968,727
16,583,851
651,462,390
-
17,365,500
131,000
17,496,500
33,430,000
106,678,485
4,749,818
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
155,800,000
17,365,500
540,848,957
714,014,457
114,280,000
106,680,000
253,360,000
JUMLAH
2,180,600
-
-
758,924,046
96,359,695
415,706,049
2,180,600 2,136,004,169
BELANJA BANTUAN SOSIAL
210 210
Lampiran
092
091
Program Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Internasional
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan
Program Pengembangan Ekspor
Program Peningkatan Efisiensi Pasar Komoditi
Program Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Program Peningkatan Perlindungan Konsumen
090.04.08
090.05.03
090.06.06
090.07.10
090.08.04
090.09.11
Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan kawasan permukiman
091.01.06
091.01.07
092.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pemuda dan Olahraga
KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perumahan Rakyat
091.01.01
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
Program Peningkatan Perdagangan Luar Negeri
090.03.07
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
27,948,915
27,948,915
-
-
27,118,805
27,118,805
23,409,597
8,703,811
8,500,000
66,605,156
5,822,893
13,464,004
17,511,736
BELANJA PEGAWAI
44,824,268
11,835,100
3,278,375
4,107,670
2,038,856
989,500
2,223,685
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
-
-
-
-
-
-
-
181,159,386
63,112,477
83,838,450
276,202,622
30,021,488
111,727,859
118,952,097
JUMLAH
177,820,285
2,389,530,285
55,030,000
148,966,185
185,431,195
330,800
586,610,800
1,970,000
2,102,223,815
1,250,000
57,000,000
2,488,690,000
213,800,000
-
206,100,000
- 3,004,090,000
-
237,500,000
-
389,427,380 2,105,443,815 237,500,000 2,759,490,000
112,925,521
42,573,566
72,060,075
205,489,796
22,159,739
97,274,355
99,216,676
BELANJA BARANG
The Indonesian Budget Overview 2011
211
100
095
093
Program Pembinaan Olahraga Prestasi
092.01.08
Program Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KPK
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur DPD RI
Program Penguatan Kelembagaan Dpd Dalam Sistem Demokrasi
095.01.02
095.02.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Komisi Yudisial
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Komisi Yudisial
100.01.01
100.01.02
KOMISI YUDISIAL RI
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya DPD RI
095.01.01
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
093.01.06
093.01.01
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Program Pelayanan Kepemudaan
Program Pembinaan dan Pengembangan Olahraga
092.01.06
092.01.07
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pemuda dan Olahraga
092.01.02
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
-
-
-
-
-
7,461,758
7,461,758
-
-
168,293,150
168,293,150
-
251,842,849
251,842,849
BELANJA PEGAWAI
2,108,000
49,995,418
68,232,418
354,240,000
48,501,510
176,173,480
578,914,990
104,452,867
59,666,869
164,119,736
965,470,000
799,730,000
442,110,000
4,400,000
BELANJA BARANG
1,250,000
2,755,824
4,005,824
-
399,860,490
7,131,370
406,991,860
54,239,933
105,492,782
159,732,715
-
500,000,000
350,000
85,930,000
BELANJA MODAL
-
BELANJA BANTUAN SOSIAL
158,692,800
417,002,500
575,695,300
965,470,000
1,299,730,000
442,460,000
90,330,000
-
-
-
-
-
-
3,358,000
60,213,000
79,700,000
354,240,000
448,362,000
351,598,000
- 1,154,200,000
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
212 212
Lampiran
105
104
103
Program Peningkatan Kinerja Seleksi Hakim Agung dan Pengawasan Perilaku Hakim
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BNPB
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BNPB
Program Penanggulangan Bencana
103.01.02
103.01.03
103.01.06
Program Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan Perlindungan TKI
104.01.06
105.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO (BPLS)
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNP2TKI
104.01.01
BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNPB
103.01.01
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
100.01.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM -
14,382,400
14,382,400
-
30,158,538
30,158,538
-
-
-
18,289,772
18,289,772
BELANJA PEGAWAI
7,800,975
91,172,628
74,964,415
135,723,346
210,687,761
558,625,745
3,360,000
23,217,309
27,903,628
613,106,682
16,129,000
BELANJA BARANG -
-
-
4,130,000
4,130,000
40,000,000
-
-
-
40,000,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL
79,500,000
184,500,000
264,000,000
599,335,745
3,360,000
163,363,355
46,650,900
812,710,000
16,129,000
JUMLAH
569,430
-
22,752,805
663,091,624 517,396,553 1,286,043,205
4,535,585
14,488,116
19,023,701
710,000
-
140,146,046
457,500
141,313,546
BELANJA MODAL
The Indonesian Budget Overview 2011
213
109
108
107
106
Program Penanggulangan Bencana Lumpur Sidoarjo
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Lkpp
Program Pengembangan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
106.01.02
106.01.06
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Badan SAR Nasional
Program Pengelolaan Pencarian, Pertolongan, dan Penyelamatan
107.01.02
107.01.06
Program Pengawasan Persaingan Usaha
BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU
108.01.06
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Badan SAR Nasional
107.01.01
BADAN SAR NASIONAL
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya LKPP
106.01.01
LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH
105.01.06
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM -
7,720,550
32,812,018
32,812,018
-
-
133,384,745
133,384,745
-
-
10,991,443
10,991,443
BELANJA PEGAWAI
86,927,400
46,699,557
46,699,557
180,455,900
210,200
85,545,018
266,211,118
75,304,879
218,460
35,912,147
111,435,486
83,371,653
BELANJA BARANG
80,895,000
79,700,000
48,002,000
208,597,000
1,263,290,400
JUMLAH
-
-
-
-
-
292,500,000
181,320,000
181,320,000
776,727,289
105,904,489
281,168,222
- 1,163,800,000
-
-
-
-
517,396,553
BELANJA BANTUAN SOSIAL
197,852,050 -
101,808,425
101,808,425
596,271,389
105,694,289
62,238,459
764,204,137
5,590,121
79,481,540
1,098,410
86,170,071
662,522,194
BELANJA MODAL
214 214
Lampiran
TOTAL
111
110
Program Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu
109.01.06
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ombudsman Republik Indonesia
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNPP
Program Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan
111.01.01
111.01.06
BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN
110.01.01
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis BPWS
109.01.01
KEMENTERIAN / LEMBAGA, PROGRAM
99,891,906,858
-
9,967,695
9,967,695
7,038,229
7,038,229
-
7,720,550
BELANJA PEGAWAI
137,849,713,125
164,158,123
125,206,490
289,364,613
8,754,586
8,754,586
54,610,000
32,317,400
BELANJA BARANG
135,854,213,402
15,913,798
138,753,894
154,667,692
519,615
519,615
197,390,000
462,050
BELANJA MODAL
-
-
-
-
-
-
-
59,183,477,257
BELANJA BANTUAN SOSIAL
432,779,310,642
180,071,921
273,928,079
454,000,000
16,312,430
16,312,430
252,000,000
40,500,000
JUMLAH
Penyusunan buku ini merupakan upaya untuk memberikan gambaran dan informasi ringkas tentang tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Anggaran dan Kementerian Keuangan khususnya dalam proses pengelolaan keuangan negara, yang secara signifikan tercermin dalam proses penyusunan
dan
pembahasan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2011 di tengah upaya untuk terus menciptakan good governance dalam pengelolaan keuangan Negara. Penulis materi untuk masing-masing topik adalah pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Anggaran yang berkecimpung langsung dalam penyusunan dan pembahasan APBN 2011. Keberadaan bahan bacaan ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
dan
memberikan
pemahaman
kepada Stakeholders tentang APBN 2011.
PENYUSUN BUKU KONTRIBUTOR EDITOR Agung Widiadi Purwiyanto Achmad Zunaidi Mujibudda’wah Redaktur Sunawan Agung S. Meriyam Megia Shahab Hendra Kurniawan Rini Ariviani Eko Widyasmoro Eristianingsih M. Indra Z. Tarigan Mujono Basuki Dendy Koska Puji Wibowo Desain Grafis dan David Nalendra Photografer Wawan Sunarjo Dana Hadi Agus Kuswantoro
Direktorat Jenderal Anggaran Gedung Sutikno Slamet, Lantai 4 Jl. Dr. Wahidin No. I Jakarta Pusat Telp. 021-3849315 Faks. 021-3844784 www.anggaran.depkeu.go.id