BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012
Testimoni Stakeholder KRPL “Kami sangat terinspirasi dengan KRPL, konsep tersebut akan kami terapkan di Kota Ternate untuk pengelolaan pekarangan menuju Halaman Asri, Teratur, Indah, dan Nyaman (HATINYA) dalam program pokok PKK” Ny. Hj. Nursia Abdurahman
Ketua Tim Penggerak PKK Kota Ternate “Cita-cita pak Bupati, disetiap rumah tangga Kabupaten Pulau Morotai
cukup pangan, cukup daging, & cukup ikan. Dan saya lihat KRPL mampu menjawab hal tersebut” Mohdar Arief
Sekda Kab. Pulau Morotai
“Saya harapkan KRPL di Fobaharu bisa berhasil dan direplikasi di seluruh kelurahan di Kota Tidore” Drs. Achmad Mahifa
Walikota Tidore Kepulauan
“Semoga KRPL bisa menjadi solusi dalam pemanfaatan pekarangan daerah Halmahera Barat, terutama menjelang Festifal Teluk Jailolo 2012” Namto H Roba
Bupati Halmahera Barat
“Program KRPL biking tong su tau banyak cara batanam deng vertikultur, polibag, & tanam sosawi hasil melimpah, dan akhirnya saya diberi kesempatan magang ke bogor dari BP4K tentang budidaya sayuran Sadek Robo
Ketua Gapoktan Garaki Nyinga, Kelurahan Fobaharu-Tidore
“Program KRPL ini saya kira sangat cocok jika diterapkan di Kota Ternate, apalagi Walikota sudah mendukung dengan Instruksi Wallikota Nomor 1 tahun 2012” Nuraini do Subu
Ketua Pokja III PKK Kota Ternate
“Adanya KRPL di Fobaharu, biking ibu-ibu jadi ada kegiatan, daripada karlota tarada manfaat” Abdullah Hi Nurdin
Lurah Fobaharu-Tidore
i
KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI PROVINSI MALUKU UTARA (Pekarangan jadi hijau, penghasilan pun ikut hijau)
Chris Sugihono Ahmad Yunan Arifin Hermawati Cahyaningrum Nofyarjasri Saleh Agus Hadiarto
Editor: Kartika Mayasari
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2012
ii
KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI PROVINSI MALUKU UTARA Pekarangan jadi hijau, penghasilan pun ikut hijau
Ditulis Oleh: Chris Sugihono dkk Artistik: Yunan Arifin Desain cover: Yunan Arifin @2012 Chris Sugihono Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jln. Ragunan 29, Pasar Minggu, Jakarta 12540 Telp. (021) 7806202, Fax. (021) 7800644 Email :
[email protected] Website : www.litbang.deptan.go.id
iii
PENGANTAR Ketika pertama kali ditugaskan ke Maluku Utara, saya melihat ada sesuatu yang khas menyangkut soal kuliner yaitu Ikan. Orang Maluku Utara merasa belum makan jika belum makan ikan, artinya ikan merupakan konsumsi utama warga Moluku Kie Raha. Teman dalam makan ikan ada satu yaitu sambel Dabu-Dabu. Mungkin istilah ini juga populer di Manado, Sulawesi Utara atau di Ambon dengan kosakata lain yaitu Colo-Colo. Apapun namanya, baik dabu-dabu / colo-colo akan selalu bersama ikan dimanapun berada. Bahan utama dabu-dabu adalah tomat, rica (cabai rawit), bawang merah, dan lemon cui (jeruk ikan). Permasalahan terjadi ketika saya tahu bahwa ketiga bahan utama dabu-dabu masih didatangakan dari luar daerah seperti Bitung (Manado) maupun Surabaya. Sebagai praktisi sekaligus peneliti pertanian tentu menjadi tantangan tersendiri dalam memenuhi bahan dabu-dabu dari wilayah Maluku Utara. Munculnya program Model kawasan rumah pangan lestari (M-KRPL) membuat mimpi saya semakin nyata, dalam menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Lokasi program ini terutama difokuskan pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat ketergantungan pangan yang tinggi. Kegiatan yang dilakukan pada program ini sebenarnya bukan merupakan hal baru seperti pemanfaatan pekarangan untuk pangan, tanaman obat maupun ternak. Hanya perbedaannya pada inisiasi kebun bibit desa (KBD) sehingga diharapkan ada keberlanjutan (sustainability). MKRPL di Kota Tidore Kepulauan merupakan kegiatan awal sekaligus diharapkan dapat menjadi lokasi percontohan bagi pengembangan KRPL di lokasi lain di Maluku Utara. Ucapan terima kasih di tujukan kepada semua anggota tim BPTP Malut dan pihak eksternal yang telah membantu menyelesaikan pembuatan buku KRPL di Maluku Utara. Meskipun demikian, masukan dan saran diperlukan untuk perbaikan program ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi pengembangan program KRPL kedepan.
Sofifi, April 2012 Kepala Balai,
Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, MSi iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
#1 APA ITU KRPL .......................................................................... State Of The Art ............................................................................ Pola Pengembangan ..................................................................... 3 M (Mudah dikenali, Mudah dipahami, Mudah ditiru) ....................... 4 Prinsip & KRPL +++....................................................................
1 1 4 6 8
#2 POTENSI DAN SEBARAN KRPL ................................................. Potensi Pengembangan ................................................................. Sebaran saat ini ...........................................................................
12 12 13
#3 KIPRAH KRPL ........................................................................... Perkembangan follower KRPL ......................................................... Komoditas Unggulan dan Pola Pengusahaan .................................. Kebun Bibit Desa ........................................................................... Vertikultur di Lahan Sempit ............................................................ Penghematan Belanja Rumah Tangga ............................................. One Day No Rice .......................................................................... Menuju Kawasan Organik ...............................................................
17 17 19 21 24 25 27 29
#4 RAHASIA MENUJU KEBERHASILAN.......................................... Partisipasi Mandiri .......................................................................... Inovasi Tiada Henti ........................................................................ Kepemimpinan dan Kaderisasi Wanita Tani ...................................... Pejabat Turun Lokasi ..................................................................... Dukungan Regulasi ........................................................................ Revitalisasi Kebun Bibit Inti ........................................................... Sedekah Biar Berkah ......................................................................
31 31 32 34 36 35 36 37
v
Apa Itu KRPL ???
State Of The Art KRPL Setiap manusia butuh pangan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, sampai orang yang sudah renta masih butuh makan untuk kewajiban perbaikan metabolisme tubuh agar tetap bisa beraktivitas maupun beribadah sesuai dengan tuntunan dan kepercayaan yang dianut. Kalau secara teorinya, menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Menurut lembaga ini juga, penyediaan pangan dan gizi merupakan unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, karena pangan selain mempunyai arti biologis juga mempunyai arti ekonomis dan politis. Implikasinya bahwa penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan dengan jumlah, keamanan dan mutu gizi yang memadai harus terjamin, sehingga dapat memenuhi kebutuhan penduduk di seluruh wilayah pada setiap saat sesuai dengan pola makan dan keinginan mereka agar hidup sehat dan aktif. Begitulah pernyataan dari lembaga yang bertanggungjawab mengurusi pangan rakyat. Persoalan pangan sejatinya sudah menjadi perhatian para ilmuwan sejak jaman dahulu. Dimulai tahun 1798 dimana Robert Malthus mengemukakan teorinya bahwa peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung sedangkan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga dampaknya adalah manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan pangan. Tetapi jika kita melihat kondisi saat ini, teori Robert Malthus tersebut tampaknya masih belum banyak terbukti mengingat laju pertumbuhan penduduk masih bisa didukung oleh pertumbuhan pangan. Bahkan ilmuwan Jeffrey D. Sach (Scientific American, 2008) juga menyatakan, “apakah benar kita sudah membantah teori Malthus”?? Al-Qur‟an sebagai salah satu kitab suci umat manusia telah menyebutkan bahwa sejatinya persoalan pangan sudah dijamin Tuhan.
1
Dan tidak ada satu pun mahkluk bergerak (bernyawa) di bumi ini melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya (QS 11:6) Dan berapa banyak mahkluk yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 29:60) Oleh karena itu, hakekatnya tidak akan pernah ada kekurangan pangan di dunia ini, baik itu yang menyangkut manusia maupun hewan, karena semuanya telah di janjikan tersedia oleh Tuhan. Meskipun demikian dalam ayat yang lain, Tuhan juga mengancam manusia dengan bencana kelaparan, kekurangan pangan sebagai azab, cobaan dan peringatan agar manusia kembali bersyukur dan mengingatNYA.
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (QS 112:16) Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS 2:155) Ancaman krisis pangan di wilayah negara lain memang sedikit lebih menakutkan, terutama karena laju pertambahan penduduknya yang besar, ditambah adanya dampak ketidakpastian iklim serta ancaman ekologis karena keterlambatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Menurut World Food Program (2008), sebanyak 57 negara Banjir di Weda-Halmahera (29 di Afrika, 19 di Asia dan 9 di Amerika Tengah Latin) juga terkena bencana banjir maupun bencana ekologis. Di pihak lain, bencana kekeringan dan gelombang panas juga melanda beberapa wilayah di sebagian Asia seperti Cina, Eropa, dan Uruguay. Bahkan di Australia yang menjadi salah satu produsen gandum dunia, bencana kekeringan tahun 2007 yang lalu juga telah menurunkan
2
produksi gandum sekitar 40 persen atau 4 juta ton. Tidak heran jika kemudian suplai gandum dunia agak terganggu dan sempat melonjakkan harga gandum di pasar global. Laporan WFP tersebut juga menyebutkan bahwa sekitar 854 juta jiwa di seluruh dunia terancam kelaparan. Kelompok rawan pangan ini akan bertambah sekitar 4 juta jiwa per tahun, sehingga kenaikan harga pangan dunia saat ini benar-benar bisa di luar jangkauan kelompok miskin tersebut. Berbagai macam sorotan dunia internasional tentang pangan, membuat Presiden RI berulang kali dalam setiap pertemuan mengenai pangan menegaskan urgensi membangun ketahanan pangan daerah. Bahkan lebih spesifik lagi, pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan pada bulan Oktober Presiden SBY saat konferensi Dewan 2010 di Jakarta, Presiden Ketahanan Pangan tahun 2010 memberikan arahan tentang ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Terkait dengan hal ini, pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah dilakukan masyarakat sejak lama dan terus berlangsung hingga sekarang namun belum dirancang dengan baik dan sistematis pengembangannya terutama dalam menjaga kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu, komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan (Saliem, 2011). Sebagai kementerian yang bertanggungjawab menyediakan pangan untuk rakyat, maka Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL)” yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
3
keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah. Kalau dalam bahasa Inggris, KRPL sebenarnya adalah Sustainable Reserve Food Garden. Jadi pengembangan KRPL ditujukan untuk menjaga stabilitas pangan rumah tangga. Khusus di Maluku Utara, perkara pangan sebenarnya cukup krusial, karena mulai dari beras, dan sembako lainnya ditambah sayuran wajib pendamping Sambal colo-colo khas Malut, ikan sebagai bumbu colo-colo atau sebagai temannya ikan dabu-dabu seperti BARITO (Bawang merah, Rica/cabe, dan Tomat) masih harus didatangkan dari luar daerah. Oleh karena itu, model KRPL yang dikembangkan di Maluku Utara dinamakan KRPL “COLO-COLO”.
Pola Pengembangan Inti dari KRPL adalah pemanfaatan lahan pekarangan untuk pangan. Berbagai jenis dan macam latar belakang kenapa mesti dan harus KRPL sudah dijelaskan di bab awal, jadi untuk bahasan kali ini adalah, Bagaimana pola pengembangannya. Selama ini pemanfaatan pekarangan masih belum terpola, masih belum massif, masih belum tertata sehingga bisa di replikasi dan diadopsi untuk daerah lain sebagai pedoman/contoh kegiatan. Dari beberapa kajian yang dilakukan tim teknis KRPL Kementerian Pertanian, ternyata diperoleh 3 strata pekarangan rumah tangga dalam kawasan contoh di Indonesia, yaitu: a. Strata 1, berpekarangan sempit < 100 m2, atau tanpa pekarangan, hanya ada teras b. Strata 2, berpekarangan sedang 100–300 m2 c. Strata 3 berpekarangan luas > 300 m2
4
Berdasarkan hasil tersebut, maka rancangan pemanfaatan lahan pekarangan juga disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang terbagi dalam 3 kelas tersebut yaitu sempit, sedang dan luas. Sedangkan pola pengembangannya terdiri dari 4 kegiatan besar yaitu pola vertikultur dan tanaman pot, bedengan sempit, bedengan luas, dan intensifikasi jalan / rumah ibadah. Khusus untuk pekarangan luas (strata 3), pemanfataannya ditambahkan kandang ternak ayam buras/kambing dan kolam ikan air tawar (nila atau mujaer). Secara teori, karbohidrat non beras bisa dicukupi dari 20 batang talas per tahun/orang, konsumsi protein bisa dicukupi dengan telor yang dihasilkan oleh 10 ekor ayam/keluarga/tahun, dan vitamin mineral bisa dicukupi dengan 5 rak yang berisi 10 polibag sayuran/tahun/orang. Sedangkan kegiatan pendukungnya yaitu pengolahan hasil dan pembuatan kompos dari limbah keluarga. Khusus pengolahan produk pangan diarahkan untuk mendukung gerakan one day no rice melalui pelatihan produk olahan yang berbasis karbohidrat lokal seperti sukun, kasava, pisang dan olahan air kelapa (sirup dan kecap). Toga fokus pada tanaman obat malaria seperti sambiloto karena kita tahu bersama bahwa Maluku Utara juga termasuk daerah endemis malaria.
Strata 1
Strata 3
Strata 1
Strata 3
Pemanfaatan lahan pekarangan strata 1, strata 2, dan strata 3 (plus kolam ikan dan ternak ayam buras) di Tidore
5
No 1
2
3
4
5 6 7 9
Kelompok sasaran Pekarangan sempit (hanya mempunyai emperan < 100 m2) Pekarangan sedang (100 – 300 m2)
Pekarangan luas (>300 m2)
Kebun Bibit Desa & Koleksi Plasma Nutfah
Intensifikai ruas jalan Intensifikasi halaman sekolah / tempat ibadah KK yang basis usahanya olahan KK yang basis usahanya nya pedagang
10 KK yang basis usahanya pengolahannya limbah pertanian
Basis komoditas
Model usaha
Sayuran : Cabai, Tomat, Caisim, seledri, Terong, bawang daun TOGA: Jahe, Temulawak, kunyit, sambiloto Sayuran : Cabai, Tomat, Caisim, Terong, bawang daun, seledri Tanaman Toga : Jahe, Temulawak, kunyit, sambiloto Tanaman pangan & horti : Ubi kayu, kacang tanah, bawang merah Ternak ayam buras, kambing, sapi
Pot polibag Vertikultur Pot polibag Vertikultur Pot polibag Vertikultur Pot polibag Vertikultur bedengan
/
Sayuran : Cabai, Tomat, Caisim, kangkung, Terong, bawang daun Tanaman Toga : Jahe, Temulawak, kunyit, sambiloto Ternak ayam buras, kambing, ikan air tawar (nila, mujaer) Tanaman pangan & horti : Ubi kayu, ubi jalar, kc. tanah, cabai, bw merah
Pot polibag
Intensifikasi pagar : pare, labu siam Tomat, Cabai, Terung, Seledri
Multistrata Screen house, Polibag kecil Bedengan
/ / /
Kandang
Pot polibag Kandang dan kolam Bedengan,
Plasma nutfah Tanaman obat lokal, ubi kayu, bawang merah, padi gogo, ubi jalar, bayam duri Pepaya, Pisang Multistrata Ubi kayu, pisang, pepaya, mangga Landscape Olahan sukun, kassava, air kelapa Tanaman pangan / hortikultura / perkebunan / ternak Pupuk organik
Teknologi prosessing Transaksional / permodalan; SCM/VCA Integrasi ternak tanaman
Ingat 3 M (Mudah dikenali, Mudah dipahami, Mudah ditiru) Bekerja untuk membangun KRPL memang butuh syarat-syarat khusus. Tidak cukup hanya dengan skill pertanian saja, tidak cukup dengan tahu bagaimana bercocok tanam yang baik, tetapi lebih dari itu. Hanya berbekal
6
Sarjana Pertanian saja tidak cukup, apalagi master pertanian yang lebih spesifik ilmunya, malah tidak cukup lagi. Keahlian membangun KRPL butuh integrasi 3 bidang yaitu sains, seni, dan pengalaman. Sains dibutuhkan dalam merancang landscape wilayah, merancang pekarangan untuk tanaman yang bisa dimakan, merancang jenis tanaman yang seperti apa yang akan ditanam, merancang bagaimana mengatasi keterbaatasan lahan atau dalam bahasa lain bertani dilahan sangat kecil (tiny farm), mengatur jadwal tanam, membuat strategi agar tanaman berproduksi optimal. Disitulah ilmu pertanian dibutuhkan. Tapi itu tidak cukup, kalau hanya sekedar tanam saja, semua orang juga bisa, tidak usah sekolah pun orang tua kita jaman dulu juga bisa. Maka dibutuhkan juga seni agar pekarangan jadi tampak asri, nyaman, bersih, dan teratur. Pekarangan jadi enak dipandang, enak dilihat, dan enak juga dinikmati hasilnya. Dua hal tersebut (ilmu dan seni) masih agak kurang, karena perlu ditambah ketrampilan teknis melalui pengalaman-pengalaman. Melalui pengalaman, maka akan dihasilkan suatu model yang cukup unik dan spesifik lokal. Perpaduan ketiga hal tersebut akan melahirkan contoh yang cukup unik yang mungkin akan berbeda dengan lokasi lain. Ada 3 syarat agar KRPL cepat menyebar luas, yaitu harus mudah dikenali, mudah dipahami, dan mudah ditiru. Mengapa mesti mudah dikenali ?? Agar inovasi yang dihasilkan bisa lebih cepat terkenal. Kalau dalam ilmu marketing, branding merupakan salah satu strategi pemasaran produk inovasi. Dengan membangun brand, maka adopsi akan lebih cepat. Oleh karena itu butuh kreativitas, butuh seni agar tidak termasuk TK-ITS (Tidak kreatif, Itu-Itu Saja). Artinya membangun KRPL mesti berpikir out of the
box, business is unussual.
Vertikultur sebagai identitas KRPL
Beberapa identitas KRPL yang nyata dilapangan adalah adanya Kebun Bibit Desa (KBD), adanya vertikultur, tanaman sayuran dalam pot yang diintegrasikan dengan kolam ikan dan kandang ternak ayam / kambing. Ciri lainnya adalah dalam KRPL wajib ada kebun koleksi pemanfaatan plasma nutfah tanaman asli yang hampir punah di setiap lokasi dan adanya gerakan
7
diversifikasi pangan baik melalui kampanye one day no rice maupun pelatihan-pelatihan pengembangan produk berbasis umbi lokal. Syarat kedua adalah mudah dipahami. Inovasi dalam membangun KRPL harus padat karya, bukan padat modal. Rumah tangga yang miskin pun bisa dengan cepat mengadopsi, oleh karena itu teknologi yang diintroduksikan mesti berbasis sumberdaya lokal. Misalnya untuk tali ikat buat kebun bibit, masyarakat Tidore memilih menggunakan Gemutu (ijuk kelapa) dibandingkan dengan kawat atau tali lainnya. Mudah dipahami berikutnya adalah teknologi yang diberikan tidak ruwet, tidak ketinggian, dan tidak muluk-muluk atau dalam bahasa awam teknologinya cukup sederhana tapi manfaatnya tidak sederhana. Kalau dalam bahasa marketing, limited cost but unlimited impact. Itulah KRPL yang tahun 2011 kemarin dikembangkan di Kelurahan Fobaharu-Pulau Tidore. Syarat ketiga adalah Mudah ditiru. Untuk KRPL, dilarang keras pelit ilmu, pelit pengetahuan, pelit informasi, maupun pelit sumberdaya. Membangun KRPL dibutuhkan jiwa dermawan, jiwa sukarelawan, dan jiwa sedekah. Biar cepat diadopsi secara massal, maka ilmu KRPL sekiranya bermanfaat wajib disebarluaskan ke tetangga terdekat, sanak saudara, maupun kawan handai taulan. Tidak ada rahasia dan dusta diantara kita, begitulah kata syair lagunya Broery Marantika. Jika ada unsur 3M di lokasi KRPL, Insya Allah percepatan perluasan akan segera datang.
4 PRINSIP DAN KRPL +++ Kita tahu bersama bahwa wilayah Maluku Utara dominan kepulauan, banyak lautnya daripada daratannya, banyak hambatannya daripada peluangnya, dan banyak kelemahannya daripada kekuatannya. Oleh karena itu, membangun KRPL di Maluku Utara tidak cukup dengan sekedar keinginan tapi juga harus dibarengi dengan keyakinan, tidak cukup dengan sekedar keberanian tapi juga perlu kenekatan, tidak cukup dengan sekedar kegigihan tapi juga kecerdikan, tidak cukup dengan sekedar inovasi tapi juga motivasi, maupun tidak cukup dengan sekedar terobosan-terobosan karya tapi juga butuh contoh nyata. Karena yang dihadapi selain kondisi biofisik lahan tetapi juga sumberdaya manusia yang relatif masih terbelakang dibandingkan dengan SDM yang ada di Indonesia bagian barat.
8
Kondisi umum pekarangan di Maluku Utara memiliki lahan strata 1 dan berada dikawasan pesisir. Kemudian identik dengan kondisi yang agak kotor, banyak binatang ternak yang berkeliaran baik kambing, sapi, ayam, anjing, maupun babi. Jadi mengembangkan KRPL di Maluku Utara bukan saja bagaimana Contoh pekarangan di NuslikuHalmahera Tengah memanfaatkannya untuk tanaman tetapi juga bagaimana bisa melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk mengelola ternaknya. Kalupun tidak sanggup maka solusi yang ada adalah pembuatan pagar keliling rumah untuk mengantisipasi gangguan binatang ternak. Meskipun hal tersebut merupakan solusi jangka pendek. Untuk kawasan perkotaan seperti Kota Ternate, di kelurahan tertentu sudah relatif bebas gangguan ternak sehingga pola pengembangan pekarangan relatif lebih maju seperti memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias, dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur modern. Sebenarnya sejak jaman dahulu pemanfaatan pekarangan sudah melihat berbagai aspek, tidak hanya sosial budaya. Hasil penelitian Danoesastro (1978), sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai pekarangan, yaitu sumber bahan makanan (tanaman umbi, sayuran, buah, dan sirih), tanaman perdagangan (kelapa, cengkeh, rambutan), penghasil tanaman rempah atau obat (TOGA), dan sumber bebagai macam kayukayuan (kayu bakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan). Dalam optimalisasi lahan pekarangan, sebaiknya dipilih jenis tanaman yang bermanfaat bagi keperluan rumah tangga sesuai dengan fungsi pekarangan, yaitu sebagai sumber obat atau kesehatan (kunyit, jahe, temulawak) dan keperluan dapur (cabe, tomat, sirih, sayuran,) serta pelengkap gizi keluarga (pepaya, pisang, jeruk, dan lain-lain). Sedangkan untuk tujuan estetika, sebaiknya dipilih tanaman yang Vertikultur di Tidore dengan tanaman kubis dan bawang daun
9
memiliki penampilan menarik misalnya tanaman mengkudu, kubis yang memiliki bentuk daun yang lebar, tanaman kencur dengan bentuk daun yang unik dan sebagainya (TRUBUS, 2009). Dari beberapa uraian tersebut, maka beberapa prinsip yang mesti dijalankan dalam menginisiasi KRPL diantaranya adalah:
1. Prinsip pemanfaatan lahan pekarangan sesuai dengan kondisi lahan
Kondisi lahan dimaksud, terutama adalah luasannya, untuk menentukan jumlah dan komoditas yang akan dikembangkan berdasarkan strata yang sudah dijelaskan dimuka.
2. Prinsip introduksi teknologi baru untuk mengatasi keterbatasan
Keterbatasan dimaksud, misalnya rumah tangga tanpa pekarangan dan lahan yang ternaungi tanaman produktif.
3. Prinsip efisiensi dan estetika
Seluruh pemanfaatan pekarangan dan kawasan lainnya, harus dapat diukur tingkat keuntungan atau efisiensinya. Selanjutnya, hasil perhitungannya ditetapkan sebagai ukuran apakah satu komoditas dapat terus dikembangkan, atau harus digantikan dengan komoditas lain.
4. Prinsip paralelisme kegiatan fisik dengan pembangunan/penguatan infrastruktur sosial Pembinaan kawasan RPL secara fisik harus dibarengi dengan pendekatan sosial, tumbuhnya semangat berkelompok, dan forum pertemuan. Selain 4 prinsip tersebut, makna wilayah yang sudah menjadi KRPL yang diterjemahkan kedalam istilah KRPL +++ juga memberikan 3 manfaat utama yaitu: (+1) Pendidikan atau biasa diartikan dengan farm to school, (+2) Kesehatan, karena rumah yang bersih, cerminan keluarga sehat. (+3) Agribisnis, karena pengembangan KRPL bisa mengurangi belanja rumah tangga untuk pangan. Ketiga plus tersebut yang saat ini belum banyak dimiliki programprogram pemanfaatan pekarangan. Kita tahu bersama program pokok PKK dalam Pokja 3 juga memiliki kegiatan yang identik yaitu pemanfaatan pekarangan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat. Tetapi fokus gerakan dan polanya Pemanfaatan depan rumah untuk masih belum tertata melalui konsep bunga di Ternate
10
yang nyata. Jaman dahulu juga terdapat program yang serupa yaitu optimalisasi lahan pekarangan, tetapi masih sebatas untuk tanaman saja, sedangkan sumber protein hewani belum banyak dikerjakan. Untuk model KRPL, jangkauannya cukup luas yaitu dengan melalui penyediaan sumber pangan karbohidrat, protein, vitamin, mineral, serat, dan tanaman obat disekitar rumah tangga, sehingga jika terjadi gejolak pangan akibat perubahan iklim maka sudah tidak perlu khawatir lagi. Kita tahu bersama ditahun 2010, harga cabai nasional melambung tinggi, bahkan mencapai angka Rp. 100.000,- per Kg. Tentunya pemerintah cukup kelabakan mengatasi hal tersebut. Bahkan Menko Perekonomian Hatta Radjasa mengatakan, "Harga cabai semakin tinggi, untuk itu saya
mengimbau konsumsinya bisa kita tahan. Mari kita kurangi makan cabai (sambal). Hari ini saja saya tidak makan cabai," ujarnya dalam temu wartawan di (16/7/2010).
Kantornya,
Jalan
Lapangan
Banteng,
Jakarta,
Jumat
Mungkin bagi orang padang, cabai/lado adalah makanan pokok, begitu juga di Maluku Utara, jika makan ikan tanpa dabu-dabu / colocolo maka belum lengkap. Oleh karena itu, mulai tahun 2011 melalui KRPL yang diawali di Tidore, muncul gerakan wajib menanam cabai dan tomat di sekitar rumah. Gerakan Tanaman tomat wajib di tanam di tersebut saat ini banyak diadopsi oleh pekarangan strata 1-3 di Tidore kelurahan-kelurahan lain baik melalui informasi dari mulut-ke mulut maupun melalui Tim Penggerak PKK di tiaptiap daerah.
11
Potensi dan Sebaran KRPL
Potensi pengembangan KRPL Sebelum memulai pembahasan mengenai potensi KRPL di Maluku Utara, kami mau menyampaikan beberapa hasil survey baik yang dilakukan oleh BPS maupun dari tim peneliti BPTP Maluku Utara. Menurut survey tahun 2011, sebesar 19,6% pengeluaran rumah tangga di Maluku Utara digunakan untuk membeli ikan, karena kita tahu bahwa masyarakat Malut merasa belum makan jika belum mengkonsumsi ikan. Potensi ikan cukup luar biasa melimpah karena wilayah Maluku Utara yang dominan laut sehingga penyediaan ikan bukan masalah, tetapi saat musim ombak harga ikan bisa naik 2-3x lipat karena belum adanya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) maupun cold storage sehingga penyediaan ikan juga tergantung dari cuaca. Ikan sebagai sumber protein saat ini sedikit-sedikit sudah bisa disubstitusi dengan daging ayam, telur, dan tahu-tempe. Konsumsi telur yang begitu tinggi menyebabkan tiap tahunnnya Maluku Utara harus mengimpor 8.960 ton/tahun, daging ayam harus didatangkan dari luar sebanyak 2800 ton/tahun, sedangkan daging sapi saat ini masih surplus karena tingkat konsumsinya yang rendah. Kebutuhan protein nabati juga cukup tinggi, tiap tahunnya Maluku Utara harus mengimpor kedelai sebanyak 5.185 ton, kacang tanah sebanyak 13.362 ton, dan sayuran sebesar 37.988 ton/tahun. Besarnya impor pangan strategis tersebut menyebabkan Maluku Utara sebenarnya rentan gangguan Laut sebagai jalur transportasi utama di Maluku Utara keseimbangan penyediaan sumber protein alternatif dan serat (sayuran). Apalagi transportasi yang utama adalah berbasis laut yang rentan gangguan cuaca. Jadi adanya program KRPL seakan-akan menjadi pelepas dahaga dan melengkapi program-program yang sudah berjalan. Dengan melihat data dan fakta tersebut, tentunya KRPL memiliki potensi pengembangan yang cukup besar di Maluku Utara. Beberapa
12
langkah nyata yang sudah dilakukan di Fobaharu, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan adalah mewajibkan setiap rumah tangga dengan menanam cabai, tomat, dan fofoki (terung) baik di sekitar pekarangan maupun dalam pot/polibag. Untuk pekarangan dengan strata 3 (luas) dilakukan penanaman bawang merah dan kasbi (ubi kayu). Selama masyarakat masih mengkonsumsi ikan dengan sambal colo-colo maka KRPL akan selalu ada disekitar kita sehingga potensi pengembangan KRPL di Maluku Utara cukup besar.
Sebaran Saat Ini Pengembangan KRPL tahun 2011 masih terbatas di Kota Tidore Kepulauan, tepatnya di Kelurahan Fobaharu yang diikuti 20 KK. Kalau kita belum pernah tahu gambaran Tidore, silahkan buka dompet dan ambil lembaran uang seribu rupiah, disitu terdapat gambar Pulau Tidore dan didepannya Pulau Maitara. Kedua pulau tersebut masuk wilayah Kota Tidore Kepulauan. Sebelum mengulas kegiatan pengembangan KRPL di Tidore, sedikit kami akan menguak sejarah Tidore yang dulu terkenal dengan kejayaan Kesultanan Tidore, agar budaya dan sejarah pertanian diwilayah ini bisa diketahui. Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api –bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku – yang mereka namakan gunung “Kie Marijang ”. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, „aku telah sampai’.
Pulau Tidore di uang seribu rupiah
Meskipun telah bersentuhan dengan pemerintahan modern, masyarakat Tidore dikenal sebagai warga yang berbudaya dan memegang teguh tata nilai. Prinsip inilah yang kemudian disebut dengan “adat se atorang”. Tidore terkenal
13
sebagai spice island bersama-sama dengan pulau Ternate. Hal tersebut membuat bangsa Eropa berebut rempah terutama cengkeh dan pala dari kedua pulau tersebut. Sekitar tahun 1512 bangsa Portugis mulai memasuki Ternate. Budaya pertanian perkebunan menjadi karakter paling dominan bagi petani Tidore seperti bakobong (berkebun), bergantung pada alam, pemeliharaan kurang intensif karena cukup datang saat panen, terbiasa dengan tanaman yang berumur panjang dengan sekali tanam tapi panen bisa berkali-kali. Pola-pola seperti itulah yang agak menyusahkan ketika memperkenalkan KRPL yang lebih didominasi dengan tanaman berumur pendek, usahatani intensif, dan pemeliharaan yang rutin.
Budaya bari ofu/bersih lahan (atas) dan bari uto/tanam (bawah) di Fobaharu Tidore
Meskipun demikian, modal sosial (social capital) masyarakat Tidore cukup tinggi. Dalam bahasa Tidore ada istilah So Goroho Soa Se Gam, yang artinya budaya bersih lingkungan, kemudian yang tidak kalah penting adalah budaya kebersamaan dan gotong royong (Bari) dalam segala bidang kehidupan, tidak ketinggalan dalam kegiatan pertanian juga ada. Istilah bari ofu (gotong royong dalam pembersihan lahan), bari uto (dalam bertanam), bari panen (dalam panen) senantiasa menghiasi kegiatan di masyarakat tidak terkecuali di Fobaharu. Dalam kegiatan KRPL disana, penggalian local wisdom untuk percepatan kegiatan lebih terasa hasilnya.
Sekarang kita kembali ke topik bahasan, yaitu sebaran KRPL pada tahun 2011 di Fobaharu-Tidore. Lokasi Kelurahan Fobaharu yang terbagi kedalam 5 RT membuat program ini dilaksanakan dengan pendekatan dispersal, artinya masing-masing kawasan RT terdapat unit percontohan sehingga pemassalan/replikasi rumah pangan lestari akan lebih cepat. Lokasi yang paling jauh dengan pusat desa adalah di RT 5 dengan jumlah KK adalah 24 KK.
14
Lokasi KRPL di Fobaharu yang tersebar di 5 RT
Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kemandirian pangan di Kelurahan Fobaharu adalah membuat kebun percontohan sebanyak 6 unit, produksi tanaman pot, pendampingan dan benih masuk rumah pekarangan dengan komoditas utama cabe, tomat ,dan bawang merah. Fokus pada tanaman sayuran dikarenakan cepat panen, nilai jual tinggi, dan kandungan gizinya relatif lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan. Salah satu adagium bahwa rice is life sedangkan fruit & vegetable is healthy life. Ada 12 jenis komoditas yang diintroduksikan di Kelurahan Bawang merah di pekarangan strata 2 Kelurahan Fobaharu - Tidore Fobaharu, yaitu dari kelas Brassiceae, Solanaceae, dan Curcubitaceae. Komoditas yang banyak terdapat di Maluku Utara tetapi tidak disukai oleh masyarakat Fobaharu adalah kangkung (Ipomoea reptans). Menurut masyarakat, mengkonsumsi kangkung bisa berdampak pada nyeri sendi. Menurut Astawan (2009), kangkung sebaiknya diwaspadai penderita asam urat karena mengandung komponen purin cukup tinggi. Dalam 100 gram kangkung terdapat 298 mg purin, lebih tinggi dibandingkan bayam dan kacang tanah.
15
Pengembangan pekarangan di RT 1 difokuskan pada kacang panjang dan sawi. Sedangkan di RT 2 komoditas cabe, terung dan sawi, RT 3 fokus pada komoditas bawang merah dan sawi, RT 4 fokus pada tanaman tomat dan sawi, dan RT 5 fokus pada sawi. Tanaman sawi banyak disukai karena harga jualnya tinggi dan cepat laku. Sawi yang dibudidayakan adalah jenis caisim (Brassica rapa cv caisin) atau biasa dinamakan sawi bakso. Pembibitan sawi dilakukan di kebun bibit desa. Selain pengembangan pekarangan yang belum termanfaatkan, juga dilakukan pendampingan bagi rumah tangga yang sudah memanfaatkan pekarangan dengan tanaman pangan/hortikultura. Pendampingan yang dilakukan berupa pemberian benih dan pengendalian hama penyakit terpadu. Contoh yang dilakukan adalah pendampingan budidaya pare (Momordica charantia L). Beberapa permasalahan yang menjangkiti pare adalah buahnya berwarna kuning kemerahan akibat serangan penggerek buah. Permasalahan tersebut sementara diatasi dengan aplikasi insektisida sistemik seperti regent dengan dosis minimum. Sedangkan benih bermutu dari varietas unggul diintroduksikan untuk mengganti varietas lokal yang telah turun temurun dibudidayakan. Selain pemanfaatan pekarangan, juga dilakukan pembersihan halaman sekolah sebagai kebun pangan keluarga, karena terdapat komoditas pisang, ubi kayu, dan sayur lilin (Saccharum edule Hasskarl). Kemandirian pangan dibidang ternak masih belum ditemukan solusi School garden untuk tumpangsari konkretnya. Tetapi berdasarkan data pisang dan kacang tanah PPH maka kecukupan protein hewani tidak menjadi masalah. Disamping itu pola pemeliharaan ternak kambing, sapi, dan ayam di Kota Tidore Kepulauan dibiarkan berkeliaran di kebunkebun pertanian. Masalah ini sudah sejak dulu belum teratasi, bahkan Walikota sejak 2008 telah berinisiasi mengeluarkan Perda larangan ternak berkeliaran. Tetapi sampai sekarang masalah tersebut belum bisa teratasi.
16
Kiprah KRPL
Perkembangan Follower KRPL Bagi yang terbiasa bermain dengan Twitter, tentu tidak asing dengan istilah follower yang biasa diartikan sebagai pengikut. Dalam KRPL, salah satu indikasi keberhasilan kegiatannya adalah semakin meningkat jumlah follower dari waktu ke waktu. Tipe-tipe follower KRPL dapat diketahui dengan penerapan ciri spesifik KRPL Maluku Utara yaitu adanya tanaman rica/cabe dan tomat dipekarangan, adanya vertikultur, adanya tanaman pot, adanya kolam ikan untuk konsumsi (bukan ikan hias di akuarium), dan adanya ternak ayam / kambing yang telah dikandangkan. Ciri khas lainnya adalah rumah tangga yang menerapkan diversifikasi pangan juga dianggap sebagai follower KRPL. Selama 6 bulan berjalan (per maret 2012), perkembangan KRPL menunjukkan hal yang cukup signifikan. Berbagai macam metode diseminasi diterapkan, baik melalui pertemuan yang melibatkan stakeholder maupun penerapan percontohan di beberapa titik lokasi. Wilayah Maluku Utara yang berbasis kepulauan perlu pendekatan khusus yaitu dengan pembuatan model di setiap pulau yang lokasinya mudah diakses. Pada tahun 2011 kegiatan MKRPL diinisiasi di Kelurahan Fobaharu, Pulau Tidore. Karena berada di Pulau sendiri, maka penyebaran Penyebaran KRPL Malut tahun 2012 KRPL secara pasif akan susah terjadi. Tetapi dengan teknik Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC), saat ini informasi KRPL sudah mulai menyebar ke beberapa titik lokasi kepulauan di Provinsi Maluku Utara. Bahkan untuk Kota Ternate sendiri
17
merupakan follower terbanyak sebesar 230 KK yang berada di Kecamatan Ternate Utara dan Ternate Selatan. Sedangkan Tidore memiliki tingkat penyebaran yang nomor dua yaitu sebesar 125 KK. Perbedaan ini dikarenakan tingkat dukungan PKK di Kota Ternate lebih masif dibandingkan dengan Tidore. Penyebaran di Kota Tidore masih terbatas di sekitar Tidore Utara. Sedangkan untuk wilayah lainnya seperti Halbar, Halteng, Halsel, Morotai masih dibawah 100 KK. 250 230
Jumlah KK
200 Tidore
150
Ternate
125
Halsel
100
Halbar 60 42 38 29
50 20 0 2011
P. Morotai Halteng
2012
Tahun Perkembangan
330
350
Jumlah KK
300 250 170
200
2011
150
2012
100 50
8
6
6
24
0 Strata 1
Strata 2
Strata 3
Strata pekarangan
18
Komoditas Unggulan dan Pola Pengusahaan Mau bikin apa, tanam apa?? Bagaimana caranya?? Dan gimana nanti hasilnya?? Itulah beberapa pertanyaan saat mengawali kegiatan KRPL di Maluku Utara, karena kebiasaan masyarakat disini adalah petani perkebunan seperti pala, cengkeh, dan kelapa yang kegiatan hariannya cukup datang ke kebun dan ambil hasilnya. Kalau belajar agribisnis tentunya pemilihan komoditas harus berdasarkan beberapa poin kunci seperti iklim, ketinggian tempat, kesesuaian lahan, dan pasar. Itu kalau teori untuk berusahatani, lain lagi dengan teori KRPL. Selain keempat hal tersebut juga perlu ditambah kesukaan masyarakat setempat, karena target KRPL pertama adalah untuk konsumsi rumah tangga bukan di jual. Jika ada pertanyaan lanjutan, “jadi gimana pasarnya??”, maka langsung kita jawab saja,”tidak usah dipikirkan, karena yang memikirkan pasar itu tugasnya pendamping dari BPTP maupun PPL. Pokoknya tugas masyarakat adalah bertanam, buat kolam ikan, dan kandangkan ternak. Titik”. Sekali-sekali memang masyarakat / petani di Maluku Utara perlu pendoktrian, bukannya ingin kembali ke jaman Orde Baru, tetapi kemandirian dan kreasi usaha belum tumbuh sehingga perlu penekanan khusus. Bagaimana hasilnya?? Alhamdulillah sedikit-sedikit sudah ada perubahan meski yang tetap tidak berubah juga masih ada. Introduksi KRPL di Maluku Utara bukan hanya berorientasi peningkatan produksi, pendapatan, dan kemandirian pangan tetapi perubahan perilaku itulah yang jadi sasaran utama. Beberapa Testimoni dari ketua Gapoktan maupun anggota lainnya sudah menunjukkan bahwa manfaat KRPL adalah untuk warga sendiri, sehingga juga perlu digerakkan oleh warga dan dari warga. Petugas BPTP hanya sebagai fasilitator dan dinamisator. Program KRPL adalah program partisipatif, jika yang banyak bekerja adalah petugas maka KRPL dikatakan gagal, bukan berarti petugas Intruksi bertanam dari petugas BPTP hanya duduk-duduk saja tetapi ikut mendampingi, mengarahkan, dan memberi contoh serta keteladanan baik di lapangan maupun di rumah. Menjadi tim KRPL berbeda dengan tim pengkajian atau penelitian lainnya. Dimana perbedaannya?? Karena kita lebih banyak mengajak kepada masyarakat untuk cinta pekarangan, cinta kebersihan, cinta
19
bertanam, cinta keasrian dan keindahan lingkungan. Hakikatnya ajakan kebaikan itu bukan untuk orang lain tetapi akan kembali kepada diri kita sendiri. Ketika kita mengajak orang lain, sama saja mengajak kepada diri kita sendiri. Misal saya mengajak kepada teman saya untuk bersihkan pekarangan dan tanami dengan sayuran, artinya sebenarnya saya pun mengajak diri saya sendiri untuk melakukan itu juga. Jika individu tersebut menyeru pada kebaikan, maka pasti dia harus melakukan kebaikan tersebut, agar tidak “Kaburo maqtan”. Karena Allah itu membenci orang yang menyampaikan sesuatu tapi dia sendiri tidak melakukannya.
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS 61:2-3) Sebenarnya Rasulullah SAW juga telah memberi keteladanan, ketika beliau menyampaikan suatu kebaikan pasti beliau telah melakukannya terlebih dahulu. Itulah bekerja dalam KRPL, sebelum kita merubah orang lain, rubah dulu dirimu sendiri. Kembali ke pokok bahasan komoditas unggulan, jadi konkret saja, komoditas Unggulan yang diusahakan yaitu komoditas colo-colo /dabu-dabu (bawang merah, rica/cabe, dan tomat), sedangkan komoditas pendukungnya sawi, terung, kacang panjang, dan mentimun. Sedangkan tanaman pangan yang wajib untuk strata 3 adalah kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar. Kalau mau mengusahakan lainnya, silahkan karena itu pilihan masing-masing rumah tangga, yang penting Wajibnya didahulukan baru kerjakan yang sunnah. Pola pengusahaan untuk strata 1 melalui vertikultur Pemanfaatan lahan strata 1 maupun tanam di pot. Sedangkan
20
strata 2 bisa melalui vertikultur dan tanam bedengan, untuk strata 3 perlu ditambahkan dengan ternak dan kolam ikan.
Kebun Bibit Desa Sayuran merupakan komoditas penting yang dibudidayakan oleh petani dan merupakan cash crop yang dapat secara nyata mendatangkan keuntungan. Konsumsi sayuran di Tidore Kepulauan diprediksikan akan mengalami peningkatan sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian dan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat. Peluang meningkatnya permintaan tersebut perlu diantisipasi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas produk sayuran yang dihasilkan petani di Tidore. Keberhasilan budidaya sayuran di Tidore sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran yang bermutu secara berkesinambungan. Saat ini benih sayuran yang beredar dipasaran hampir semuanya sudah berupa benih hibrida kecuali beberapa komoditas seperti kangkung. Penggunaan benih hibrida dalam usahatani sayuran membutuhkan budaya tani yang lebih maju karena penggunaan hibrida harus didukung dengan teknik agronomi yang lebih modern. Akhir-akhir ini di beberapa sentra produksi cabai, tomat, dan lain-lain telah dikembangkan dan diminati oleh petani yaitu benih cabai/tomat dalam bentuk bibit umur 2-3 minggu yang sudah siap tanam di lapangan. Hal ini merupakan peluang bisnis baru bagi penangkar benih. Dalam bentuk bibit ini keuntungannya petani mendapatkan kepastian bahwa tanaman sudah benar-benar tumbuh, bukan lagi potensi tumbuh/daya tumbuh. Jika kita membeli benih cabai dalam bentuk biji seringkali tertera dalam label benihnya daya berkecambah 85% tetapi kenyataannya saat ditanam di persemaian daya tumbuhnya hanya sekitar 70%. Jadi kalau membeli benih cabai dalam bentuk bibit (tanaman mini), maka daya tumbuhnya dipastikan 100%, kemudian petani juga bisa memilih bibit yang vigor dan sehat yang akan dibeli. Tomat di polibag plastik kecil
21
Kebun bibit desa merupakan salah satu inovasi pada program KRPL untuk mendukung sustainability kegiatan. Kebun bibit diharapkan dapat membantu kelancaran produksi tanaman pekarangan terutama yang harus di semai terlebih dahulu seperti tanaman solanaceae (tomat, cabai, terung), tanaman curcubitaceae varietas hibrida seperti mentimun, semangka dan tanaman family brassica seperti sawi. Kebun bibit di bangun dengan ukuran 7x3 meter dengan tinggi bangunan 2 meter. Rumah pembibitan terbuat dari kayu dengan atap dan dinding berasal dari paranet berwarna hitam. Didalam rumah bibit dibuat bedengan semai dan rak untuk menaruh panel bibit. Peralatan persemaian terdiri dari tray semai, kertas tissu, hand sprayer, pincet, panel bibit ukuran 50/98/128, dan media semai yang terdiri dari campuran tanah, pupuk kandang dan air (1:1:1). Di luar kebun bibit dibuat 3 bedengan dengan skenario akan di tanam terung dan sawi semai sampai panen. Ketersediaan benih/bibit mutlak menjadi kunci keberhasilan KRPL. Untuk itu, penguatan kelembagaan Kebun Benih/Bibit menjadi salah satu aktivitas dalam pengembangan KRPL di Maluku Utara. Selanjutnya, untuk mewujudkan kemandirian kawasan, perlu dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak. Kebun bibit desa ini didesain untuk memenuhi kebutuhan bibit sayuran dan buah di lokasi KRPL. Untuk produksi pertama, KBD didukung oleh BPTP dan Pemda, sedangkan pada tahap produksi berikutnya, KBD sudah diharapkan mandiri dalam hal pengadaan benih dan bibitnya melalui komersialisasi bibit yang diproduksi. Manajemen KBD dikelola oleh Ketua Gapoktan, sedangkan kalender persemaian ditentukan berdasarkan kalender tanam yang sudah disepakati bersama. Kalender tanam digunakan untuk mengatur ritme pasar sehingga sayuran yang dibutuhkan masyarakat senantiasa tersedia sepanjang musim. Pada bulan Januari sampai maret tersedia 6 komoditas yaitu sawi, kangkung, terung, kacang panjang, tomat, dan cabai, sedangkan sepanjang April-Juni tersedia bawang merah, kangkung, bawang daun, tomat, cabai, dan terung. Pada MK 2, ditanam sawi, bayam, bawang merah, tomat, cabai, dan timun.
22
Tabel 1. Kalender tanam KBD Bulan JanMaret
Blok 1
Sawi (jan-feb)
Blok 2
Blok 3
terung
Kc. panjang
Kangkung (april)
terung
Blok 4
tomat
Blok 5
Cabe
Kangkung (feb-maret) AprilJuni
Cabe
tomat
Bawang daun (mei-juni) JuliSept
Sawi agust)
(juli-
tomat
Bayam merah (ag-sept) OktDes
Kc. panjang
23
Vertikultur untuk pekarangan lahan sempit Istilah vertikultur mungkin merupakan istilah asing bagi masyarakat Tidore, meski teknik ini sebenarnya bukan hal baru. Mengembangkan vertikultur tidak cukup dengan ilmu pertanian, tetapi juga mesti didukung dengan ilmu pertukangan dan seni agar hasilnya selain bisa digunakan untuk produksi tanaman tetapi juga bisa menghiasi halam pekarangan dengan bahan-bahan berasal dari sumberdaya lokal. Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat, baik indoor maupun outdoor. Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang ditanam di Kelurahan Fobaharu adalah yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tanaman sayuran tersebut adalah kangkung, caisim, seledri, dan bawang daun. Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya. Media tanam yang digunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan serbuk gergaji dengan perbandingan 1:1:1. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan pencampuran hingga merata. Tanah dengan sifat koloidnya memiliki kemampuan untuk mengikat unsur hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman dengan prinsip pertukaran kation. Serbuk gergaji berfungsi untuk menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara yang diperlukan tanaman. Model vertikultur yang dikembangkan di Kel. Fobaharu ada 2 jenis yaitu vertikultur dari bambu sebagai wadah tanam, dan vertikultur dengan wadah tanam polibag. Pada model 1, pembuatan vertikultur membutuhkan 5 buah bambu ukuran panjang 2 meter, diameter 20 cm sebagai wadah tanaman dan 1 buah bambu diameter 10 cm sebagai penyangga. Sedangkan untuk Contoh vertikultur model 1 strata 1 bambu penegak dibutuhkan 4 buah
24
dengan panjang 1,5 m dan diameter 10 cm. Bambu penghubung/penyambung dibutuhkan 2 buah dengan ukuran 1 m dan diameter 10 cm untuk bagian bawah dan 2 buah bambu ukuran 70 cm dan diameter 10 cm untuk bagian atas. Dibagian atas bambu di buat lubang melintang sesuai ukuran barisnya. Campuran media tanam kemudian dimasukkan ke dalam bambu hingga penuh. Untuk memastikan tidak ada ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk mendorong tanah hingga ke dasar wadah (ruas terakhir). Media tanam di dalam bambu diusahakan agar tidak terlalu padat agar masih mempunyai sifat porous, dan juga tidak terlalu longgar agar air masih dapat diikat oleh partikel tanah. Untuk memperpanjang masa pemakaian vertikultur maka dipilih bambu yang berkualitas. Model vertikultur kedua adalah model tanaman pot yang disusun secara bertingkat. Pada model ini dibutuhkan 3 buah papan dengan panjang 1,5 m dan lebar 20 cm. Papan ini dapat pula dibanti dengan bambu dan disesuaikan dengan ketersediaan sumberdaya lokal. Sebagai tiang penyangga dibutuhkan kayu ukuran 1 m sebanyak 3 buah, ukuran 30 cm sebanyak 2 buah, ukuran 20 cm sebanyak 2 buah, dan ukuran Contoh vertikultur model 2 strata 1 panjang 1,5 m sebanyak 1 buah. Sebelum tanam, benih-benih disemaikan terlebih dahulu terutama benih, sawi, tomat, cabai, terung, dan seledri. Sedangkan benih kangkung dan bawang daun bisa langsung di tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik seperti kompos, dan granul (petroganik). Saat ini yang mengadopsi model vertikultur di Fobaharu sudah mencapai 68 KK (48,03%) dari total kepala keluarga yang ada di Kelurahan Fobaharu.
Penghematan Belanja Rumah Tangga Munculnya ide KRPL dirasakan sebagai breakthrough program-program ketahanan dan diversifikasi pangan. Tapi apalah arti sebuah penemuan jika tidak dibarengi dengan penghasilan. Oleh karena itu, KRPL PLUS bukan
25
sekedar penemuan tapi juga penghasilan. Bagaimana kok bisa meningkatkan penghasilan?? Padahal Cuma bertanam di pot / vertikultur lahan sempit?? Itulah uniknya KRPL. Ternyata dengan KRPL pos belanja/pengeluaran ibu rumah tangga untuk beli sayuran berkurang. Tentunya berkurangnya pengeluaran, akan menambah surplus / keuntungan. Tidak Percaya?? Mari kita buktikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu-ibu follower KRPL di Fobaharu, setiap harinya mereka belanja dipasar dengan 1 ikat sawi Rp. 5.000,kemudian 1 cupa rica kecil Rp. 3000,ditambah 5 butir tomat seharga Rp. 2000,-. Jika ketiga kebutuhan seharihari ini dipenuhi disekitar pekarangan minimal 25 hari saja maka penghematan akan diperoleh sebesar Rp.250.000,- per bulan. Meskipun penghematan yang diperoleh tidak terlalu besar untuk ukuran Maluku Utara tetapi bagi masyarakat petani kecil, hal tersebut sangatlah berarti. Apalagi jika terjadi lonjakan harga Pemanfaatan pekarangan strata 2 rica/cabe dan tomat seperti pada saat tahun 2010 kemarin, keuntungan yang diperoleh tentunya akan lebih besar lagi. Belum lagi intagible advantage lainnya, seperti pekarangan jadi hijau, mata yang melihat pun juga akan ikut hijau. Mau bukti lagi?? Sekarang kita melihat ke Ternate, tepatnya di Kelurahan Sasa. Dilokasi ini dulunya berupa lahan pekarangan masyarakat yang terkotak-kotak/terpisahkan oleh pagar. Berkat sentuhan Khaidir Ola (Ketua Gapoktan), maka sekat-sekat itu sekaran sudah dibongkar, dan Corporate KRPL di Sasa Ternate jadilah corporate KRPL. Fokus tanaman yang diusahakan adalah
26
sayuran berdaun seperti bayam hijau, bayam merah, kangkung, dan sawi/caisim. Cukup bertanam di pekarangan sekitar rumah akhirnya berubah menjadi agrowisata sayuran Sasa. Jadi jelas sudah, konsep KRPL bukan sekedar penemuan tetapi juga penghasilan. Jika ada yang gatot alias gagal total dengan ikut KRPL maka yang salah itu manusianya bukan KRPL_nya. Heeheeheee..Artinya follower KRPL juga harus total mengikuti petunjuk yang telah disampaikan tanpa menghambat kreatifitas masing-masing rumah tangga.
One Day No Rice (ODNR) Sebelum menjelaskan kaitannya ODNR dalam KRPL di Maluku Utara, kami mau mengutip pernyataan Menteri Pertanian Suswono dalam suatu acara apresiasi terhadap pemerintah Kota Depok (3/4), ”Konsumsi pangan pokok beras per kapita di Asia Tenggara dapat dikatakan masih tinggi. Saat ini konsumsi beras di Indonesia 316 gram perkapita per hari, padahal cukup dengan 275 gram per kapita per hari. Sementara itu konsumsi umbi-umbian hanya 40 gram per kapita per hari padahal idealnya 100 gram per kapita per hari. Dampaknya banyak kelebihan berat badan di masyarakat kita, dan kita peringkat empat dunia dalam diabetes”.
One day no rice merupakan gerakan nasional yang bertujuan mengurangi tingkat konsumsi beras. Selain itu gerakan ini merupakan sarana mengajak bangsa agar hidup sehat karena tidak berlebihan dalam mengkonsumsi karbohidrat, dapat menjaga kestabilan harga bahan pokok, menekan laju inflasi. Secara nasional, program ini sejak diluncurkan bulan Maret 2010 sudah mulai menggema dibeberapa daerah seperti Jawa Barat (setiap hari Rabu tanpa makan nasi), Sumatera Utara (mengenalkan kembali budaya makan manggadong/makan pagi dengan umbi-umbian), Bangka Belitung (memperkenalkan nasi aruk dari bahan baku singkong), dan Sulawesi Tengah (diversifikasi berbasis pangan lokal). “Gerakan Satu Hari Tanpa Nasi” tidak melulu fokus pada beras tetapi lebih dari itu wajib diikuti dengan
27
promosi “Gerakan Makan Telur serta Ikan, Minum Susu, dan Makan Sayur serta Buah Asli Indonesia” untuk melengkapai pencapaian skor PPH Nasional. Khusus Maluku Utara, sebenarnya pola konsumsi karbohidrat yang berbasis sagu sudah sejak dahulu dilakukan oleh orang-orang tua, tetapi seiring gencarnya produksi beras yang mencapai swasembada tahun 1982 dan didukung stigma yang berkembang dimasyarakat yang cenderung meng-inferior-kan warga yang mengkonsumsi umbi/sagu sebagai kelas ekonomi lemah/miskin menyebabkan masyarakat beralih ke beras, sehingga konsumsi beras di Maluku Utara mencapai 105 kg/kapita/tahun. Oleh karena itu, sebenarnya kita perlu merenungi kebiasaan yang sering mengolok-olok budaya sendiri, terlalu mengagungkan budaya orang lain, sehingga tidak menghargai apa yang telah diciptakan tradisi dan budaya kita sendiri. Akibat dari perilaku ini, maka tanpa disadari mempengaruhi pola pikir, persepsi sampai perilaku keseharian yang penuh ragu, tidak percaya diri, disorientasi serta menjadikan kita bermental lemah untuk membangun kemandirian dan kreasi. Generasi tua di Malut sering juga melontarkan,”cegah dan tolak membenarkan kebiasaan yang tidak benar, karena ini perangkap yang dapat mencengkeram pada kenistaan dan kesengsaraan”. Masyarakat Pulau Tidore khususnya Fobarau dan Jaya (eks lokasi Primatani) sudah mulai menerapkan gerakan ODNR di setiap acara hajatan /selamatan yang diadakan di kampung. Beberapa suguhan sumber karbohidrat didominasi oleh sagu kasbi (singkong), kasbi rebus dan pisang rebus pakai santan, pisang One day no rice ala KRPL Tidore kukus, maupun puding jagung. Sedangkan sumber proteinnya adalah ikan fufu (asap) dan ikan goreng. Sayuran yang dominan seperti sayur lilin/terubuk (Sacharum edule Haskarl), kacang panjang, bunga pepaya, daun kasbi, dan sambal colo-colo. Dengan adanya gerakan ini, diharapkan masyarakat Maluku Utara kembali lagi ke pola pangan yang dulu pernah dilakukan seperti mengkonsumsi sagu kasbi, umbi-umbian dengan berbagai olahannya, pisang dll dengan target
28
makanan yang beragam seimbang aman dan halal (B2SAH) untuk hidup yang sehat, cerdas aktif, dan produktif. Selain itu, ajaran agama dalam mengkonsumsi sesuatu yang secara berlebih-lebihan juga dilarang, sehingga ini bisa menjadi dukungan untuk mengurangi konsumsi beras.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan (QS 7:31)
Menuju Kawasan Organik Kenapa mesti organik?? Apa untungnya buat kita?? Trus gimana caranya agar bisa terapkan pola organik dalam KRPL?? Pertanyaan kritis tersebut yang sampai sekarang belum bisa ditindaklanjuti dalam kegiatan KRPL Maluku Utara. Karena untuk mau menanam saja sudah Alhamdulillah. Tapi kita tidak boleh pesimis, maka dari itu bahasan kali ini adalah menuju organic farming. Ada beberapa alasan mengapa mesti diterapkan budidaya organik di KRPL, yaitu: 1.
2.
3.
4.
KRPL adalah menanam dipekarangan, kita tahu bersama bahwa pekarangan merupakan kawasan disekitar rumah yang didalamnya banyak aktifitas manusia, anak-anak, hewan ternak, maupun ikan. Penggunaan obat berbahaya maupun pupuk kimia secara tidak langsung dapat mencemari lingkungan sekitar. Semua jenis pestisida merupakan bahan Karsinogenic (zat yang ditimbulkan karena pembakaran yang bisa merangsang tumbuhnya kanker). Kalau kita memakan sayuran yang demikian, apalagi dilalap secara tidak sadar kita sudah meracuni diri kita sendiri. Berdasarkan penelitian, Anak-anak mudah terserang bahan beracun penyebab kanker sebesar 4x daripada orang dewasa yang dimana sebagian berasal dari jenis-jenis makanan anak-anak yang mereka makan. Dengan mengkonsumsi pangan organik berarti kita ikut serta dalam pemulihan ekosistem yang telah rusak serta berperan serta secara aktif menjaga keseimbangan alam. Artinya, kita juga telah berperan dalam melindungi kualitas air, udara dan tanah. Ada beberapa racun POP (Persistent Org Pollutant) yang perlu diwaspadai akibat dari pemakaian pestisida sintetis/kimia diantaranya aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, toxaphenyl, hexachlorobenzene, PCB (polychlorinated biphenyls), dioxin, dan furans.
29
5.
Dan terakhir, hasil testimoni beberapa masyarakat, kualitas rasa pangan organik lebih baik, terasa lebih manis dan renyah, dan kesegarannya juga lebih beraroma wangi, empuk, dan lebih awet.
Bagaimana dengan KRPL Maluku Utara?? Alhamdulillah tahun 2012 ini kita akan mencoba dikebun percobaan dulu, kemudian jika berhasil maka kami akan terapkan di lokasi KRPL. Poin kuncinya adalah tumbuhkan pengolah pupuk organik/kompos. Usaha tersebut akan berhasil jika dibantu dengan masyarakat dapat mengelola ternak dengan dikandangkan.
Bunga biru (Clitoria ternatea) sebagai bahan pestisida nabati di Ternate
Kemudian yang kedua, riset pestisida nabati berbasis sumberdaya lokal Maluku Utara seperti bunga biru (Clitoria ternatea) sedang dikerjakan oleh tim peneliti BPTP Malut, Insya Allah tahun ini juga akan ada produk yang dihasilkan. Sedangkan untuk benih sumber sayuran yang diproduksi oleh perusahaan Multinasional biasanya dijual dalam kondisi seed coating yang bahannya berasal dari pestisida. Oleh karena itu perlu diidentifikasi produsen benih yang menjual produknya tanpa seed coating tetapi tidak mengurangi daya tahannya terhadap OPT tertentu.
30
Rahasia Menuju Keberhasilan
Partisipasi Mandiri Isitilah “partisipasi” saat ini seakan menjadi ikon dalam berbagai hal, terutama menyangkut program-program pemerintah. Ada yang menamakan pembangunan partisipatif kemudian dalam dunia pertanian dikenal partipatory rural appraissal, ada juga participatory plant breeding, perencanaan partisipatif dll. Begitulah yang namanya “partisipasi” sekarang lagi trend, lagi menjadi idola para aktivis, penyuluh, maupun peneliti dalam pemberdayaan masyarakat. Secara entimologi, partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participate” yang intinya mengandung makna “to take part or have share in an activity or event”. Sedangkan menurut FAO, partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Meskipun sudah jelas bahwa makna partisipasi Partisipasi buat vertikultur itu sejatinya adalah untuk masyarakat sendiri, tetapi dalam beberapa kondisi sangat sulit sekali membuat masyarakat mengerti tentang pentingnya partisipasi dalam pembangunan pertanian. Begitu juga terjadi dalam program KRPL Maluku Utara, dalam benak masyarakat bahwa yang namanya program pemerintah adalah bersifat proyek yang direncanakan dan dilaksanakan oleh aparat/petugas, tetapi hasilnya untuk masyarakat. Persepsi itulah yang perlu dijelaskan melalui forum-forum informal seperti pertemuan rutin arisan ibu-ibu PKK, forum pengajian, pertemuan adat dll. Secara pelanpelan, perubahan perilaku itu membuahkan hasil. Alhamdulillah saat ini masyarakat sedikit demi sedikit telah menunjukkan perannya. Mulai dari membangun kebun bibit, membuat kebun sekolah, membuat vertilkultur, mengelola kebun percontohan, dan bersih-bersih pekarangan. Jadi rahasia
31
pertama yang tidak boleh dibantah adalah partisipasi. Dan itu hukumnya WAJIB. Tidak ada partisipasi maka tidak ada KRPL.
Inovasi Tiada Henti KRPL juga dapat dipanjangkan sebagai Kreasi Remaja Pecinta Lahan pekarangan. Yang namanya kreasi berarti kreatifitas adalah nomor 1. Meski menurut kita sendiri adalah bukan orang yang kreatif, tetapi yakin saja bahwa ciptaan Tuhan itu adalah bayang-bayang penciptanya yang penuh dengan kreasi tanpa batas. Dan kami juga setuju kalau manusia kreatif itu adalah manusia tanpa batas (The infinitive). Banyak sekali referensi yang mengarahkan bagaimana menjadi The infinitive?? Karena dengan kreatifitas sudah pasti akan menghasilkan banyak inovasi-inovasi. Jujur saja, mengembangkan KRPL butuh inovasi, tanpa inovasi KRPL tidak akan jadi. Ada beberapa saran, sebelum mengerjakan KRPL maka bayangkan dulu bagaimana nanti bentuknya. Kata pakar kreatifitas,”be imaginative”. Karena thoughts become thing. Banyak sekali inovasi-inovasi yang sudah dihasilkan selama kegiatan KRPL, seperti kebun bibit desa (KBD), model-model vertikultur, media tanam, wadah tanam, pot tanam, membuat taman dengan tanaman pangan, tidak cukup hanya itu, gerakan one day no rice juga menghasilkan banyak inovasi makanan pengganti beras, tapi berbasis sumberdaya lokal. Bertanam seledri di gonofu (tempurung Jangan seperti tidak makan nasi kelapa) di Tidore tapi diganti dengan Mie, itu sama juga bohong, karena terigu kita masih impor. Buat inovasi yang mudah, murah, dan bisa ditiru orang. Agar ilmu kita semakin bertambah. Seperti bunyi hadist nabi yang menyatakan, ”sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat (HR. Bukhari). Ayat disini bermakna cukup luas yang penting menyangkut kebaikan, begitu juga tentang KRPL, karena semua yang mengandung KRPL juga mengandung unsur kebaikan, dan wajib hukumnya untuk disampaikan. Jadi rahasia ke-2 yang tidak boleh dibantah adalah Inovasi.
32
Kepemimpinan lokal dan Kaderisasi Wanita Tani Salah satu keywords KRPL yang terakhir Lestari. Kata lestari sama juga dengan berlanjut, terus menerus, atau sustainable. Pertanyaannya bagaimana agar KRPL bisa lestari. Banyak yang mengatakan kuncinya ada di Kebun Bibit Desa. Itu sangat betul. Tetapi menurut kami, yang lebih penting adalah kepemimpinan dan kaderisasi. Intinya ada SDM pemimpin lokal dan SDM penggerak yang mau dan mampu menjalankan segala aktifitas yang berhubungan dengan KRPL. Itu yang dinamakan kepemimpinan lokal dan kaderisasi. Tidak ada kepemimpinan maka yang terjadi hanya gerakan-gerakan parsial yang tidak masif. Kalau mau cepat, maka cari orang yang punya pengaruh kuat di masyarakat, di dekati, di persuasi, di yakinkan dan fasilitasi. Insya Allah gerakan KRPL akan lebih cepat di masalisasi. Lalu siapa pemimpin lokal itu?? Bisa pak Lurah, pak Kades, pak RT, pak Imam masjid, ketua adat, ketua PKK, ketua LPMK/BPD, karang taruna, PPL, maupun ibu bidan. Kemudian rahasia berikutnya adalah kaderisasi. Siapa yang perlu di kader?? Yang jelas adalah perempuan / wanita tani. Tidak perlu diperdebatkan, kita tahu bersama kalau tugas laki-laki adalah mencari nafkah diluar rumah untuk anak dan istrinya (keluarga), sedangkan tugas perempuan mengelola rumah, pekarangan dan Kaderisasi wanita tani di Bacansegala isinya. Yup, jadi kawasan Halmahera Selatan rumah adalah menjadi tugas perempuan, sedangkan laki-laki/suami hanya mendukung dan melaksanakan pekerjaan yang tidak bisa dituntaskan perempuan. Jika ini benar-benar dilakukan, istilah “Lestari” bukan hanya sekedar janji tapi bukti. Jadi rahasia ke-3 yang tidak boleh dibantah adalah Kepemimpinan lokal dan kaderisasi wanita tani.
33
Pejabat Turun Lokasi Apresiasi adalah motivasi. Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu. Kalau dari teori hirarki kebutuhan Maslow, apresiasi termasuk esteem needs (kebutuhan akan prestasi). Karena setiap manusia pasti membutuhkan pengakuan untuk menumbuhkan motif-motif tindakan tertentu. Begitu juga dalam kegiatan KRPL, agar semangat masyarakat dalam membangun kawasan rumah pangan secara bersama-sama selalu tinggi maka perlu ditumbuhkan motivasi untuk berbuat melalui apresiasi. Tetapi apresiasi bukanlah tujuan utama, hanya sebagai bumbu pelengkap untuk mempercepat keberhasilan KRPL di tiap-tiap lokasi. Kunjungan bupati Morotai di desa Daeo (atas) dan supervisi Ka. BPTP di Tidore (bawah)
Bagaimana memberikan apresiasi kepada masyarakat?? Banyak caranya. Khusus Maluku Utara, kunjungan tamu terhormat ke rumah/kampungnya merupakan salah satu bentuk penghargaan. Turunnya para pejabat daerah ke lokasi KRPL akan memberikan dampak yang cukup besar. Dan itu merupakan bentuk apresiasi konkret yang relatif cukup murah. Hanya dengan meluangkan waktu sebentar untuk menjenguk masyarakat, maka yakinlah perubahan akan cepat terjadi. Minimal pada saat kunjungan itu, yaa harapannya bisa berkelanjutan terjadi perubahan. Agenda kunjungan ini juga bisa beraneka ragam, mulai memberikan penilaian, menerima masukan, mendengarkan curhat masyarakat, memberikan arahan/petuah, sampai memberikan reward kepada KRPL yang berhasil. Yup, jadi rahasia ke-4 yang tidak boleh dibantah adalah pejabat turun lokasi.
34
Dukungan Regulasi dan Institusi KRPL merupakan bentuk output dari adanya program. Jadi meskipun program ini diinisiasi oleh Kementerian Pertanian, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau KRPL ini akan diadopsi oleh Pemda sebagai program daerah. Karena kunci percepatan penyebaran model KRPL di Maluku Utara juga ditunjang oleh dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui pengembangan diversifikasi pangan dengan mengotimalkan pemanfaatan lahan pekarangan melalui penerapan model KRPL. Komitmen seperti itu sudah dimulai oleh Walikota Ternate melalui Instrusi Walikota Nomor 1 tahun 2012 tentang pemanfaatan lahan pekarangan untuk pangan. Walikota Tidore juga sudah berinisiatif sejak tahun 2008 melalui Peraturan daerah tentang penertiban hewan ternak, karena tahu bersama di Maluku Utara, banyak binatang ternak yang berkeliaran di kampung-kampung sehingga selain merusak pemandangan juga mengganggu tanaman yang ada di pekarangan. Dukungan lain yang tidak kalah penting adalah dari Tim Penggerak PKK. Sebagai lembaga yang mengakar di masyarakat, PKK saat ini telah diakui kemampuan dan kapasitasnya dalam melakukan pemberdayaan kaum perempuan. Begitu juga untuk mewujudkan KRPL, dukungan TP PKK diberbagai wilayah sangat dibutuhkan. Stakeholder lainnya seperti akademisi, praktisi LSM, maupun militer juga diperlukan sesuai dengan perannya masing-masing. Militer seperti Kodim, Koramil bisa memberikan intruksi khusus kepada anggota persatuan istri tentara (PERSIT) dalam memanfaatkan pekarangan dikomplek militernya. Peran pesantren juga bisa memberikan dampak cukup luas. Pemberdayaan para santri untuk menghijaukan pondok pesantren masing-masing secara tidak langsung akan mencukupi kebutuhan pangan para santri. Belum lagi kalau ilmu tersebut disebarkan ketika mereka pulang kedaerahnya masing-masing, maka secara tidak langsung KRPL akan cepat tersebar massal. So, rahasia ke-5 yang tidak usah diperdebatkan adalah dukungan regulasi dan institusi. Analisis stakeholder bisa digunakan sebagai pedoman bagi instansi terkait untuk berbuat sesuatu mendukung KRPL. No 1
Instansi Masyarakat (Gapoktan, PKK, Perangkat kelurahan) & tokoh masyarakat -
Tugas/Peran dalam kegiatan Pelaku utama Pendamping Monitoring secara mandiri
35
Lanjutan.. No 2
3 4
5 6 7
Instansi Tugas/Peran dalam kegiatan PEMDA (Dinas pertanian, - Pembinaan dan pendampingan oleh BP4K, Kantor Kecamatan, petugas lapang Lurah, Dinas PU) - Penanggungjawab keberlanjutan kegiatan - Replikasi model ke lokasi lain POKJA 3 PKK, Dan Dewan Koordinator lapang, integrasi dengan program Ketahanan Pangan Daerah Desa Mapan maupun IFAD BPTP Maluku Utara - Membangun model KRPL - Melakukan pelatihan - Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan PNPM Pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur fisik, modal bergulir (revolving fund), dan bantuan sosial PT (Unkhair, UMMU) dan Dukungan dan pengawalan oleh sivitas LSM akademika, Integrasi dengan program KUBERMAS/KKN/PKL dilokasi model Pondok Pesantren (Haritsul Membuat model pekarangan di lokasi pondok Khairat) dan menjadi media dakwah dalam pemanfaatan pekarangan untuk pangan (QS 2:168; QS 6:141; QS 7:31; QS 80:24; QS 23:51;
Revitalisasi Kebun Bibit Inti Sebagaimana sudah dibahas di bab sebelumnya, bahwa kunci pengembangan KRPL adalah tersedianya benih dan bibit yang memenuhi 7 tepat yaitu tepat waktu, tepat varietas, tepat jenis, tepat tempat, tepat jumlah, tepat mutu, dan tepat harga. Beberapa hal yang mesti dijawab terlebih dahulu, dimana lokasinya?? Siapa yang mengelola?? Apa benih yang diproduksi?? Berapa jumlahnya dan berapa biayanya?? Bagaimana jadwal kerjanya?? Bagaimana pemeliharaan, pendistribusian, dan pola administrasinya?? Oleh karena itu manajemen pembibitan di KBD/KBI terutama untuk tanaman hortikultura dan kacang-kacangan wajib ada dan harus berjalan. Mekanisme penyaluran bibit dapat dilakukan sesuai dengan Rencana Kebutuhan Anggota, jenis komoditas dan jumlah bibit yang dibutuhkan. Kemudian dari KBD didistribusikan ke rumah pangan, setelah diproduksi maka hasilnya bisa di konsumsi sendiri maupun dijual ke pasar. Pengembangan KBD dan rumah pangan dalam pembinaan dan pengawasan
36
BPTP dan Pemda Malut melalui jejaring institusi pertanian (PPL) atau petugas lapangan. Revitalisasi Kebun Bibit Inti (KBI) menjadi rahasia ke-6.
Banyak Sedekah Biar Menjadi Berkah Kita tahu bersama bahwa dunia pertanian adalah dunia ketidakpastian (uncertainty). Mulai dari kondisi iklim maupun serangan hama merupakan faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Bagaimana kita lihat bersama saat ini akibat perubahan iklim seperti ditahun 2010 lalu serangan wereng batang coklat (WBC) begitu merajalela di wilayah jawa begitu juga ancaman banjir dimana-mana. Kemampuan manusia hanya memprediksi dan mengusahakan kerugian yang minimal, tetapi Tuhanlah yang berkehendak mutlak.
Dan Kami timpakan kepada mereka azab (kekurangan makanan, hama penyakit tanaman dll), supaya mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS 43:48) Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah (QS 16:114) Ayat tersebut seharusnya juga perlu menggugah kita bersama bahwa ada kekuatan lain yang menggerakkan iklim dan hama penyakit. Pertanyaannya apakah kewajiban kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan dalam usaha pertanian sudah ditunaikan?? misalnya tentang sedekah maupun zakat tanaman dan ternak. Allah memerintahkan kita untuk mengeluarkan zakat/sedekah dengan tujuan membersihkan harta dan jiwa serta
37
tercapainya keseimbangan dalam masyarakat. Dengan zakat/sedekah pula, Tuhan menjanjikan akan menurunkan rahmatNYA yang mungkin bisa berupa iklim yang mendukung pertanian maupun hama penyakit yang masih bisa dikendalikan.
Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami (QS 7:156) Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS 6:141) Tiada suatu kaum menolak mengeluarkan zakat melainkan Allah menimpa mereka dengan paceklik (kemarau panjang dan kegagalan panen). (HR. Ath-Thabrani) Berdasarkan hal tersebut, tidak ada salahnya bagi kita untuk menganjurkan kepada semua stakeholder dan insan pertanian untuk mengeluarkan zakat maupun sedekah. Seperti kata pepatah, “What You Give is What You Get”..mirip seperti hukum timbal balik (Law of Atraction). Jika ingin mendapatkan produktivitas panen yang tinggi, maka sedekahkanlah sebagian besar hasil panen itu. Begitulah ketentuan Tuhan yang hakekatnya memberikan pemerataan dan keseimbangan bagi manusia, alam dan lingkungan. So, yang satu ini adalah rahasia pamungkas, rahasia ke-7: Jika ingin berkah maka keluarkan zakat dan sedekah...
38
Tentang Penulis Chris Sugihono, Lahir di Kediri, alumni jurusan Teknik Pertanian Unibraw Malang, dan Magister Profesional Perbenihan Institut Pertanian Bogor (IPB), saat ini bekerja sebagai peneliti di Litbang Pertanian & tinggal di Ternate. Sepulang Studi S2 tahun 2011 langsung diberi amanah dan tanggung jawab sebagai Ketua Tim pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Provinsi Maluku Utara. Iman, ilmu, amal, itulah mottonya. Go aHead KRPL Kasubag Tata Usaha BPTP Malut ini memang lain dari yang lain. Cukup energik dan tidak birokratik. Nofyarjasri Saleh, lulusan Sarjana Pertanian Univ. Khairun Ternate ini punya segudang pengalaman lapangan, mengingat 20 tahun lebih mengabdi sebagai Penyuluh Pertanian, dengan disertai jiwa seni yang tinggi, akhirnya membuat dia diberikan tugas juga mengawal Model KRPL di Halmahera Tengah. „berani mencoba.. berani berjuang.. berani gagal.. berani sukses.. semangat menjadi yang lebih baik..‟ Hermawati Cahyaningrum. biasa dipanggil “Emot” lahir di Kota Magelang. Setelah tamat S1 dari hama penyakit tumbuhan Unsoed Purwokerto, berkarier sebagai peneliti di Litbang Pertanian sejak 2010, saat ini berdomisili di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. sejak tahun 2011 dipercaya untuk mengembangkan kawasan rumah pangan lestari (KRPL) di Kota Tidore Kepulauan. Dilahirkan 30 tahun yang lalu di kota Tangerang, Agus Hadiarto mendapat gelar Sarjana Pertanian bidang agribisnis dari Univ. Mercubuana Jakarta. Sejak tahun 2006 ditugaskan Kementerian Pertanian menjadi peneliti di BPTP Maluku Utara. Pada tahun ini diberi mandat mewujudkan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Kota Ternate.
Ahmad Yunan Arifin, terlahir di Kota Gudeg Yogyakarta 34 tahun silam. Lulusan S1 dan S2 Ilmu Ternak IPB ini ditugaskan ke Maluku Utara sejak 2008 dan Saat ini menjabat sebagai Kasie. Pelayanan dan Pengkajian BPTP Maluku Utara. Meski ilmunya fokus dibidang peternakan tetapi karena banyak pengalaman di bidang desain grafis visual, maka di beri tugas juga dalam program KRPL sebagai desainer landscape pekarangan khas Maluku Utara.
39