PERAN INSTITUSI PEMERINTAH DAN INSTITUSI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN KAPITAL SOSIAL PADA ERA OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul) Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat 5-2 Program Studi Magister Administrasi Publik Konsentrasi Manajemen Publik
diajukan oleh: Faishol Muslim 12155/PS/MAP/03 Angkatan XXXVI
Kepada
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2005
Tesis
PERAN INSTITUSI PEMERINTAH DAN INSTITUSI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN KAPITAL SOSIAL PADA ERA OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang Kecamatan Pofljong Kabupaten Gunungkidul) dipersiapkan dan disusun oleh
Faishol Muslim telah dipertahankan eli depan Dewan Penguji pada tanggal 18 Agustus 2005
Susunan Dewan Penguji
Dewan Penguji Lain
Dr. Erwan Agus Purwanto
Pernbirnbing Pendarnping I
~f Yl1, · Drs. Subando Agus Margono, M.Si
Drs. Ahmad Jamli, MA
Pernbirnbing Pendarnping II
Drs. Ag. Subarsono, MA., M.Si
Tesis ini telah diterirna sebagai salah satu persyaratan untuk rnernperoleh gelar Magister
PERNYATAAAN
Dengan lni saya menyatakan bahwa dalam tesis lni tldak terdapat karya yang pemah dlajukan untuk memperoteh getar kesarjanaan dl suatu perguruan tlnggi; dan sepanjang pengetahuan saya juga tldak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau dlterbitkan oleh orang lain, kecuall yang secara tertulis diacu dalam naskah lni dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 21 September 2005
Faishol Muslim
:Motto: •:• 5W.engfzarapl(an k.!petfulian tanpa 6er6uat tfu{u untul( orang fain i6arat mengaif tanpa umpan. •:• Q3er6uat 6ai{ i6arat metzanam pofwn, fdta fzarus menanam 6anyal( pofwn aoar orang fain tfapat 6ertetfuli tfi 6awalinya, wafau fdta sentfin· tilfal(pernali tfutful(tfi 6au:alinya. . •:• ?dusim tUfa/( saftno 6ere6ut untul( 6eraant~ awanpun tUfa!( 6ertllntlrtiiJ untul( mefaju fe6i/i cepat. ;4fam fe6i/i taliu ~n merei_p fwrus 6e~rja, mai_p 6efajar tfari afam menjaa~n ~jta 6ijal(
IV
Persem6alian{u •!• Vmul(. istn" tercinta £ufu{!Naifujar tfan 6uali fwti si ~m6ar )lya tfan )lyi: a fwuse is 6uift 6y fwntfs 6ut a fwme is 6uilt 6y fuarts. Love is trust anti can"IIIJ, ma~ sure tfwt ·we're afways on tliat trac~. •!• )lyali-6untfa Jl )lsnawi- J{j Siti 'FatfwtUlli tfan semua atfi/(.{u: terima~ atas tfu{unoan ~6ersamaan tfan tfoanya. SemiUl tid'a{6erarti apa-apa tanpa ~6ersamaan tfan ritlfw mere~ •!• )lyali-6untfa mertua Jl!M.unawir - tf'.ni Sufa.stn" tfan semua atfr{ ipa~· terima~sili atas tfu{unoan ~rcayaa11 tfan tfoanya. '/(lpercayaan tfa11 tfoa menjatli motfaf untu{ meniti ~liilfupan.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ke hadirat Ilahi Robbi atas segala karunia yang tak terhingga sehingga penulis bisa berkesempatan menyelesaikan penyusunan tesis ini sebagai persyaratan a!
konsekuensi
dan janji
tersendiri
bagi
terwujudnya
kehidupan
bernegara yang lebih maju. Sharing kewenangan yang lebih proporsional antara pemerintah dan masyarakat, masyarakat pelayanan
yang
lebih
perpaduan resorsis pemerintah dan resorsis
bernuansa
kemandirian
dalam
penyelenggaraan
publik, demokratisasi dan akuntabilitas adalah nilai-nilai yang
diperjuangkan bersama untuk diwujudkan dalam era otonomi daerah. Dalam konteks inilah penting untuk diketahui bagaimana pergeseran pertumbuhan kapital
sosial
pada era otonomi daerah serta
bagaimana peran institusi
pemerintah dan institusi masyarakat dalam membentuk kapital sosial. Lima tahun perjalanan otonomi daerah kiranya cukup memberikan gambaran prosesproses yang telah berjalin di dalamnya. Pilihan untuk meneliti institusi Karang Taruna
kiranya
dirasa
cukup
menarik
disamping
dimaksudkan untuk mengarahkan dinamika
karena
keberadaannya
generasi muda yang menjadi
elemen kritis-dinamis bangsa ke arah konstruktif, juga karena merupakan salah satu institusi yang diformalkan dan banyak difasilitasi oleh pemerintah. Bahkan pada era pemerintah Orde Baru, Karang Taruna disinyalir oleh banyak pihak telah terkooptasi oleh institusi pemerintah yang sedang berkuasa. Di dalam melakukan riset, penulis telah berupaya sedapat mungkin menerapkan kaidah-kaidah dmiah demi memperoleh gambaran realitas yang I
komprehensif
dan
dapat
dipertanggungjawabkan
kebenarannya
secara
akademis. Meskipun demikian penulis yakin masih terdapat kekurangan disanasini yang memerlukan penyempurnaan dari para pembaca. Setidaknya hasil penelitian bisa menjadi raw materials bagi para pemerhati kapital sosial maupun administrasi publik untuk melakukan riset lebih lanjut. Perekanankan pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan tesis ini. Kepada beliau-beliau:
VI
1. Dr. Erwan Agus Purwanto dan Drs. Subando Agus Margono selaku Dosen Pembimbing I dan II, terimakasih sudah berkenan meluangkan banyak waktu sehingga penulis berkesempatan diskusi secara intensif. 2. Dr. Nasikun, Drs. Ag. Subarsono, MA., MSi, Drs. Ahmad Jamli, MA selau Dosen Penguji, terimakasih atas semua saran yang konstruktif demi hasil akhir yang lebih baik. 3. Prof. Dr. Warsito Utomo selaku Ketua Pengelola Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada beserta semua dosen dan staf: Bu Asih, Bu Rini, Bu Apri, Bu Oppi, Bu Sum, Pak Pujo dan staf lainnya, terima kasih atas pelayanan prima yang diberikan. 4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta semua staf, terimakasih sekali atas dukungan
pendanaan
berkesempatan
dan
administrasinya
menempuh
pendidikan
sehingga
penulis
dapat
pascasarjana.
Kiranya
tanpa
dukungan pendanaan yang diberikan, penulis belum bisa merasakan proses akademik pada jenjang strata dua 5. Ibu Dra. Sri Karsaningsih selaku pimpinan instansi penulis, terimakasih atas dukungan kesempatan tugas belajar yang
diberik~n.
6. Ternan-ternan Karang Taruna Genjahan: Mas Wastana, Mas Edi Susanto, Mas Sugiyar, Mas Bambang Prihatmawan dan para aktifis lainnya. Ternan-ternan Karang
Taruna
Gombang:
Mas
Sayadi,
Mas
Herman,
Mas
Mansyur,
terimakasih atas segala informasi dan pemikiran tentang Karang Taruna. Jangan lupa bahwa Karang Taruna selalu ditempa oleh kesulitan, dibina dibesarkan oleh pengalaman dan disatukan oleh tujuan. 7. Bapak Lurah Widiantara beserta jajaran Perangkat Desa Genjahan, Mas Lurah Supriyono beserta jajaran Perangkat Desa Gombang, terimakasih atas penerimaan
yang
akrab
sehingga
penulis
bisa
mendapatkan
banyak
in;formasi di wilayah kerja Bapak. 8. Ternan-ternan MAP angkatan XXXVI seluruhnya, khususnya: Bang Rifin, Om Marcel, Om Dafi, Anto, Widi, Bang Sukaryadi, Mas Marne, Mas Bambang Gd, Om Berish, Mbakyu Tati, Mbakyu Nurul, Mbakyu Evelyn, Della, Hana, Cahyani, terimakasih atas kebersamaannya. Proses lebih bermakna dari pada
hasil,
endingnya
sejak awal menjadi
kita
berupaya
kompak,
kurang
kompak.
Itulah
tidak masalah meski dinamika
Terimakasih pula kepada ternan-ternan angkatan XXXV.
VII
pertemanan.
Daftar Isi
Halaman Judul. ............................................................................................................ Halaman Pengesahan................................................................................................. Halaman Pernyataan ......... ~....................................................................................... Halaman Moto............................................................................................................. Halaman Persembahan. ............................................................................................ Kata Pengantar........................................................................................................... Daftar lsi....................................................................................................................... Daftar Tabel................................................................................................................. Daftar Gambar........................................................................................................... Abstrack...................................................................................................................... Intisari........................................................................................................................... Bab I
A. B.
c.
D. Bab II
A. A.l.
A.2. A.3. A.4.
A.5. A.6.
B. B.l. B.l.l. B.1.2. B.2.
B.3.
c. D. Bab III
A. B.
c. D.
E.
VIII
Pendahuluan ....................................................................................... La tar Belakang Masalah ................................................................... . Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... . Sistematika Penulisan ........................................................................ Landasan Teori .................................................................................... Kapital Sosial, Relevansinya dengan Pembangunan pada Era Otonomi Daerah .................................................................................. Konsepsi Kapital Sosial.. .................................................................... . Mekanisme Bekerjanya Kapital Sosial.. .......................................... . Era Otonomi Daerah: Era Demokratisasi, Sharing, Akuntabilitas dan kemandirian ........................................................ . Negara, Masyarakat Sipil dan Kapital Sosial ................................ . Makna Penting Kapital Sosial .......................................................... .. Kapasitas Organisasi Kepemudaan sebagai Kapital Sosial ...... . Dinamika Kapasitas Organisasi Kepemudaan sebagai Kapital Sosial. ...................................................................................................... Perspektif Politik .................................................................................. . Negara pada Era Orde Baru .............................................................. . Negara pada Era Otonomi Daerah .............,..................................... . Perspektif Institution Building ....................1.. .................................... . Perspektif Manajemen Strategis ..................................................... . Hipotesis penelitian ............................................................................ . Konsep-konsep Penelitian ................................................................. . Metodologi Penelitian .......................................................................... . Desain Penelitian ................................................................................ . Lokasi Penelitian .................................................................................. . Metode Pengumpulan Data ................................................................ Informan ................................................................................................ Teknik Analisis Data ........................................................................... .
ii iii iv v vi viii xi xii xiii xiv
1 1
7 7 8 11 11 11
13
15 19 20 25 28 28 33 35 42 48
so
51 57 57 58 59
60 61
Bab IV
A. A.1 A.2 A.2.1. A.2.2. A.2.3. A.2.4. A.2.5.
B. B.l. B.2. B.2.1. B.2.2. Bab v
A. A.l. A.1.1. A.1.2. A.2. A.2.1. A.2.2. A.2.2.1. A.2.2.2. A.3. A.3.1. A.3.2. A.4. A.4.1. A.4.1.1. A.4.1.2. A.4.1.3. A.4.1.4. A.4.1.5. A.4.2.
B. B.l. B.2. B.3. B.4.
c.
Bab VI
A. A.l. A.1.1. A.1.2. A.1.3.
IX
Deskribsi Wilayah Penelitian dan Profil Karang Taruna................ Gambaran Umum Desa dan Profil Karang Taruna Desa Genjahan................................................................................................. Profil Karang Taruna Desa Genjahan............................................... Sejarah Singkat Karang Taruna Genjahan..................................... Visi, Misi dan Struktur Organisasi..................................................... Pembagian Tugas Pengurus............................................................... Program Kerja Karang Taruna Genjahan....................................... Catatan Prestasi Karang Taruna Genjahan.................................... Gambaran Umum Desa dan Profil Karang Taruna Gombang... Gambaran Umum Desa Gombang................................................... Profil Karang Taruna Gombang......................................................... Sejarah Singkat Karang Taruna Gombang.................................... Uraian Tugas dan Program Kerja Pengurus................................... Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial......... Karang Taruna Genjahan, Kapasitasnya sebagai Kapital Sosial ....................................................................................................... . Dimensi Trust Kapital Sosial.............................................................. Kondisi yang Melandasi Kepercayaan Pemerintah dan Masyarakat............................................................................................. Bentuk-bentuk Kepercayaan Masyarakat....................................... Dimensi Network Kapital Sosial........................................................ Bentuk-bentuk Network Karang Taruna.......................................... Intensitas Network Karang Taruna................................................... Intensitas Network Internal.............................................................. Intensitas Network Eksternal........................................................... Dimensi Resiprositas........................................................................... Bentuk dan Intensitas Resiprositas................................................. Pola Resiprositas.................................................................................. Dimensi Coping.................................................................................... Bentuk Dimensi Coping...................................................................... Manfaat Ekonomi................................................................................ Manfaat Edukasi.................................................................................. Manfaat Integrasi Sosial.................................................................... Manfaat Sosial...................................................................................... Manfaat lain......................................................................................... Pola Pengambil Manfaat..................................................................... Karang Taruna Gombang, Kapasitasnya sebagai Kapital Sosial Dimensi Trust Kapital Sosial.............................................................. Dimensi Network.................................................................................. Dimensi Reciprocity.............................................................................. Dimensi Coping..................................................................................... Peta Kapasitas Institusi Kar()ng Tarun2 sebagai Kap;tal Scsial Dukungan Institusi Pemerintah......................................................... Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Karang Taruna......... Dukungan Kebijakan/Regulasi.......................................................... Kebijakan Otonomi Daerah Menumbuhkan Keleluasaan Pemerintah dan Masyarakat dalam Perencanaan.................................. Kebijakan Otonomi Daerah Membangun Mindset Kemitraan... Implikasi Dukungan Kebijakan Pemerintah...................................
64 64 68 68 69 70 77 79 80 80 84 84 87 88 91 91 92 95 100 101 103 104 112 115 115 118 121 123 123 126 128 130 131 132 135 136 139 142 143 145 149 149 150 150 155 158
Daftar Isi
Halaman Judul............................................................................................................. Halaman Pengesahan.................................................................................................. Halaman Pernyataan................................................................................................. Halaman Moto............................................................................................................. Halaman Persembahan............................................................................................. Kata Pengantar........................................................................................................... Daftar lsi....................................................................................................................... Daftar Tabel................................................................................................................. Daftar Gambar........................................................................................................... Abstrack...................................................................................................................... Intisari............. ..............................................................................................................
Bab I
A. B.
c. D. Bab II
A. A.l.
A.2.
A.3. A.4. A.5. A.6.
B. B.l. B.l.l. B.1.2. B.2.
B.3.
c.
D. Bab III
A. B.
c. D. E.
Vlll
Pendahuluan ....................................................................................... La tar Belakang Masalah ................................................................... . Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... . Sistematika Penulisan ....................................................................... . Landasan Teori .................................................................................... Kapital Sosial, Relevansinya dengan Pembangunan pada Era Otonomi Daerah .................................................................................. Konsepsi Kapital Sosial.. .................................................................... . Mekanisme Bekerjanya Kapital Sosial... ........................................ .. Era Otonomi Daerah: Era Demokratisasi, Sharing, Akuntabilitas dan kemandirian ........................................................ . Negara, Masyarakat Sipil dan Kapital Sosial ............................... .. Makna Penting Kapital Sosial .......................................................... .. Kapasitas Organisasi Kepemudaan sebagai Kapital Sosial ...... . Dinamika Kapasitas Organisasi Kepemudaan sebagai Kapital Sosial ....................................................................................................... Perspektif Politik .................................................................................. . Negara pada Era Orde Baru .............................................................. . 'Negara pada Era Otonomi Daerah ................................................. .. 1 Perspektif Institution Building ......................................................... .. Perspektif Manajemen Strategis ..................................................... . Hipotesis penelitian ............................................................................ . Konsep-konsep Penelitian ................................................................. . Metodologi Penelitian ......................................................................... .. Desain Penelitian ................................................................................ . Lokasi Penelitian .................................................................................. . Metode Pengumpulan Data ............................................................... . Informan ............................................................................................... . Teknik Analisis Data ........................................................................... .
i ii iii iv v vi viii xi xii xiii xiv
1 1 7 7 8 11 11
11
13 15 19 20 25
28 28
33 35 42
48
so 51 57 57 58 59 60
61
Bab IV
A. A.1 A.2 A.2.1. A.2.2. A.2.3. A.2.4. A.2.5.
B. B.l.
B.2. B.2.1. B.2.2. Bab V
A. A.l. A.l.l.
A.1.2. A.2. A.2.1. A.2.2. A.2.2.1. A.2.2.2. A.3. A.3.1. A.3.2. A.4. A.4.1. A.4.1.1. A.4.1.2. A.4.1.3. A.4.1.4. A.4.1.5. A.4.2.
B. B.l.
B.2. B.3. B.4.
c. Bab VI
A. A.l. A.l.l.
A.1.2. A.1.3.
IX
Deskribsi Wilayah Penelitian dan Profil Karang Taruna................ Gambaran Umum Desa dan Profil Karang Taruna Desa Genjahan................................................................................................. Profil Karang Taruna Desa Genjahan............................................... Sejarah Singkat Karang Taruna Genjahan..................................... Visi, Misi dan· Struktur Organisasi..................................................... Pembagian Tugas Pengurus............................................................... Program Kerja Karang Taruna Genjahan .................................... :.. Catatan Prestasi Karang Taruna Genjahan.................................... Gambaran Umum Desa dan Profil Karang Taruna Gombang... Gambaran Umum Desa Gombang................................................... Profil Karang Taruna Gombang......................................................... Sejarah Singkat Karang Taruna Gombang.................................... Uraian Tug as dan Program Kerja Pengurus................................... Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial......... Karang Taruna Genjahan, Kapasitasnya sebagai Kapital Sosial ....................................................................................................... . Dimensi Trust Kapital Sosial.............................................................. Kondisi yang Melandasi Kepercayaan Pemerintah dan Masyarakat. ............................. :······························································ Bentuk-bentuk Kepercayaan Masyarakat....................................... Dimensi Network Kapital Sosial........................................................ Bentuk-bentuk Network Karang Taruna.......................................... Intensitas Network Karang Taruna................................................... Intensitas Network Internal.............................................................. Intensitas Network Eksternal........................................................... Dimensi Resiprositas........................................................................... Bentuk dan Intensitas Resiprositas ......................................,.......... Pola Resiprositas.................................................................................. Dimensi Coping.................................................................................... Bentuk Dimensi Coping...................................................................... Manfaat Ekonomi................................................................................ Manfaat Edukasi.................................................................................. Manfaat Integrasi Sosial.................................................................... Manfaat Sosial...................................................................................... Manfaat lain......................................................................................... Pola Pengambil Manfaat..................................................................... Karang Taruna Gombang, Kapasitasnya sebagai Kapital Sosial Dimensi Trust Kapital Sosial.............................................................. Dimensi Network.................................................................................. Dimensi Reciprocity.............................................................................. Dimensi Coping..................................................................................... Peta Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Dukungan Institusi Pemerintah......................................................... Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Karang Taruna......... Dukungan Kebijakan/Regulasi.......................................................... Kebijakan Otonomi Daerah Menumbuhkan Keleluasaan Pemerintah dan Masyarakat dalam Perencanaan.................................. Kebijakan Otonomi Daerah Membangun Mindset Kemitraan... Implikasi Dukungan Kebijakan Pemerintah...................................
64 64 68 68 69 70 77 79 80 80 84 84 87 88 91 91 92 95 100 101 103 104 112 115 115 118 121 123 123 126 128 130 131 132 135 136 139 142 143 145 149 149 150 150 155 158
A.2. A.3. A.3.1. A.3.2. A.3.3. A.3.4.
B. Bab VII
A. A.l. A.2. A.3.
B.
c.
Bab VIII
A, A.l. A.1.1. A.1.2. A.1.3. A.1.4. A.2. A.3. A.3.1. A.3.2. A.3.3. A.4. A.4.1. A.4.2. A.4.3. A.4.4.
B. B.l. B.2. B.3. B.3.1. B.3.2. B.3.3. B.4.
c.
Bab IX
A. B.
X
Dukungan Tradisi Sense of Community Birokrat......................... Dukungan Provisi ................................................................................ Dukungan Dana Operasional............................................................ Dukungan Fasilitasi Pemerintah....................................................... Urgensi Dukungan Provisi Pemerintah: Stimulator...................... Implikasi Dukungan Provisi............................................................... Peta Dukungan Institusi Masyarakat...............................................
162 166 166 169 173 175 178
Dukungan Institusi Masyarakat....................................................... Dukungan Budaya Masyarakat......................................................... Budaya Paternalistik........................................................................... Budaya Tolong Menolong................................................................... Budaya Berkumpul.............................................................................. Dukungan Materiai-Finansial Masyarakat...................................... Peta Dukungan Institusi Masyarakat.............................................. Kondisi Internal Karang Taruna...................................................... Kondisi Internal Karang Taruna Genjahan.................................... Dimensi Kepemimpinan..................................................................... Ketua Karang Taruna sebagai Pengambil Keputusan................. Ketua Karang Taruna sebagai Penggerak..................................... Peran Ketua Mengelola Hubungan dengan Lingkungan............. Implikasi Negatif: Ketua sebagai Figur Sentral............................ Dimensi Sistem Normatif................................................................... Dimensi Ketersediaan Sumber Daya Institusi.............................. Ketersediaan Materiai-Finansial........................................................ Ketersediaan Sumber Daya Manusia............................................... Ketersediaan Sumber Daya Pendukung.......................................... Dimensi Pola Operasi Institusi.......................................................... Pola Perumusan Program/Kegiatan.................................................. Pola Pembagian Tugas......................................................................... Pol a Penguatan Integrasi.................................................................... Pola Evaluasi dan Pertanggungjawaban.......................................... Kondisi Internal Karang Taruna Gombang..................................... Dimensi Kepemimpinan..................................................................... Dimensi Sistem Normatif.. ....................... ... ............. .......................... Dimensi Ketersediaan Sumber Daya............................................... Ketersediaan Sumber Daya materiai-Finansial............................. Ketersediaan Sumber Day a Manusia.......... ..................................... Ketersediaan Sumber Daya Pendukung.......................................... Pola Operasi Institusi........................................................................... Dukungan Kondisi Internal: Paling Penting ..................................
185 185 186 188 190 191 198 200 200 200 201 204 206 207 209 212 212 213 216 218 218 220 222 224 225 225 228 230 230 232 236 237 239
Penutup................................................................................................. Kesimpulan........................................................................................... Saran......................................................................................................
237 237 244
Daftar Tabel
Tabel 1 Tabel Tabel Tabel Tabel
2 3 4 5
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel .Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Tabel 24 Tabel 25
Tabel 26 Tabel 27
Tabel 28 Tabel 29 Tabel 30
XI
Klasifikasi Pertumbuhan Karang Taruna di Wilayah Propinsi DIY Periode 1998-2002........................................................................ Komposisi Penduduk Genjahan Menurut Usia................................. Komposisi Penduduk Genjahan Menurut Tingkat Pendidikan.... Struktur Matapencaharian Penduduk Genjahan........................... Banyaknya Institusi Desa, Sosial dan Politik Genjahan.............. Struktur Pengurus Karang Taruna Genjahan 2000-2005........... Program Kerja jangka Pendek Karang Taruna Genjahan........... Program Kerja jangka Menengah Karang Taruna Genjahan..... Program Kerja jangka Panjang Karang Taruna Genjahan......... Komposisi Penduduk Gombang Menurut Usia............................... Komposisi Penduduk Gombang Menurut Tingkat Pendidikan.... Struktur Matapencaharian Penduduk Gombang .......................... Banyaknya Institusi Desa, Sosial dan Politik Gombang.............. Susunan Pengurus Karang Taruna Gombang 2003-2008.......... Kegiatan dan Jaringan Kerjasama Karang Taruna Genjahan.... Peta Hubungan Karang Taruna dan Unit Karang Taruna........... Tindakan Kolektif dalam Unit Karang Taruna................................ Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja.................................................... Aksi Sosial yang Dikoordinir Karang Taruna.................................. Pola Persebaran Dimensi Coping Karang Taruna......................... Peta deskribsi Kapasitas Kapital Sosial.......................................... Alokasi Anggaran APBD untuk Karang Taruna............................. Intensitas Dukungan Fasilitasi Pemerintah terhadap Karang Taruna Gombang............................................................................... . Peta Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Karang Taruna Genjahan dan Gombang pad a Era Otonomi Daerah.................... Perbandingan Intensitas Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Institusi Karang Taruna Genjahan dan Gombang Antara Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah............................ Implikasi Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Besaran, Kapasitas Institusi Karang Taruna Sebagai Kapital Sosial. ........ ' Peta Dukungan Institusi Masyarakat dan Implikasinya terhadap Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial........................................................................................................ Inventarisasi Ketersediaan Sumber Daya Institusi Karang Taruna Genjahan.................................................................................. Peta Kondisi Internal Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang pada Era Otonomi Daerah................................. Simulasi Pengaruh Dukungan Institusi Pemerintah, Dukungan Institusi Masyarakat, Kondisi Internal terhadap Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial................. ............
6 64 65 65 67 70 77 78 79 81 82 82 83 86 102 106 119 126 130 135 146 159 171 179
182 183
198 218 239
242
Daftar Glfflrtbar
Gambar 1
XII
Proporsi Pengaruh Dukungan Instit~ ~~merintah, Dukungan Institusi Masyarakat dan Kondisi Internal Karang Taruna terhadap Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial
250
Abstrack
The existence of the nation is not apart from the role of young generation. On the many phases of our history of nation struggling, young generation always takes the significant roles. look at the beginning of national movement fighting against colonizer organized by Boedi Oetomo in 1908, the acknowledgement of Sumpah Pemuda in 1928, the proclamation of national freedom in 1945, the Tritura claims in 1966, the reformation movement in 1998, all of these events are pioneered by young generation. Due to the importance role of young generation, both government and civil societies have the responsibility to create public sphere that enabling the optimum growth of youth capacities. It is true that government must provide social services to cover social problems, but it is imposible laying down the responsibility merely on the government. Government has limited time and resources, so needs supporting resources from communities. That combination of gevernment resources and communities resources to arrange a kind of service through their institution are so called "coproduction" or "synergy". The theme of "coproduction" become more crucial right now because of the government paradigm change form centralization to decentralization. The latter stress on the values of democratization, accountability, sharing of authority, and selfsupporting. Karang Taruna as one of civil society institution can be perceived as an arena for sharing of authority and resources between government and communities in the delivering of youth social welfare services. It is also expected to produce social capital, a capital that emerged from closed relationship among people joined in the association, manifested on varying dimension like trustworthiness, network, norm of reciprocity and coping the problems. Karang Taruna formally was established in 1960 by Department of Social. In the period of the Orde Baru, many of this institution was cooptated by government and accepted more supporting from government. Nowadays, we are live in the era of local authonomy/decentralization which have a set of values like democratization, sharing of authority, self-supporting and accountability. So it is interesting to explore the fact whether these institution are still trusted by people, whether these institutions still have the capacity to sustain their operations, how big their capacity to produce social capital are and what kind of conditions that affect their capacity are. The facts we found from the research showed that the capacity of Institution of Karang Taruna as social capital in the era of decentralization can be devide into two categories. First, l<;arang Taruna having strong internal condition is still having high capacity to pr1oduce social capital, even tends to increase. Second, on the contrary, Karang Taruna having weak internal condition is not exist, and its capacity to produce social capital is low. It is true that implementation of local authonomy rise democratization, portion of authority and role, freedom to act and freedom to express the inspiration for c1vil society; but all of these opportunities ,can only be cathced by institution which has internal condition strong enough. We also found that internal condition is the most crucial factor affecting the capacity of institution as social capital, rather than government supporting and community supporting.
XIII
Intisari Eksistensi sebuah bangsa tidak pernah terlepas dari peran generasi muda. Dalam beberapa episode sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu mengambil peranan penting. Lihat saja misalnya awal pergerakan nasional melawan penjajah yang diorganisir sekelompok pemuda lewat Boedi Oetomo pada tahun 1908, pernyataan Sumpah Pemuda pada tahun 1928, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Tritura pada tahun 1966, gerakan reformasi pada tahun 1998, semuanya dipelopori generasi muda. Berkenaan dengan pentingnya peran generasi muda, pemerintah maupun masyarakat sipil berkewajiban untuk menyediakan ruang publik yang memungkinkan terciptanya pertumbuhan kapasitas pemuda secara optimal. Memang benar bahwa pemerintah harus menyediakan layanan sosial guna mengatasi problema sosial yang muncul, tetapi mustahil menyandarkan seluruh beban tanggung jawab semata kepada pemerintah. Pemerintah mempunyai keterbatasan resorsis, karena itu pemerintah membutuhkan dukungan resorsis dari masyarakat. Kombinasi resorsis pemerintah dan resorsis masyarakat untuk menyelenggarakan bentuk-bentuk pelayanan tertentu dikenal dengan istilah koproduksi. Tema koproduksi menjadi lebih krusial dkedepankan sekarang ini terkait dengan perubahan paradigma manajemen pemerintahan dari sentralisasi ke d~sentralisasi yang menekankan nilai-nilai demokratisasi, akuntabilitas berbagi kewenangan dan kemandirian. Karang Taruna sebagai bagian dari institusi masyarakat sipil dapat dipandang sebagai arena berbagi kewenangan dan resorsis antara pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial pemuda. Karang Taruna juga diharapkan mampu menghasilkan kapital sosial, yakni kapital (modal) yang terbentuk dari hubungan erat antara individu-individu yang tergabung dalam sebuah asosiasi dan termanifestasikan dalam berbagai dimensi seperti rasa saling percaya, jaringan kerjasama, norma resiprositas dan pemecahan permasalahan kebutuhan anggota. Karang Taruna secara formal dilembagakan oleh Departemen Sosial pada tahun 1960. Pada masa Orde Baru, institusi ini banyak yang terkooptasi oleh pemerintah serta menerima banyak dukungan fasilitas dari pemerintah. Maka saat ini ketika kita berada pada era otonomi daerah, menarik untuk dikaji apakah institusi Karang Taruna masih dipercaya oleh masyarakat, apakah masih memiliki kapasitas untuk beroperasi, seberapa besar kapasitasnya menghasilkan kapital sosial serta kondisi-kondisi apa yang mempengaruhi kapasitasnya sebagai kapital sosial. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kapasitas institusi Karang Tarun~ sebagai kapital sosial pada era tonomi daerah dapat dipilah menjadi duel kategori. Pertama, Karang Taruna yang mempunyai kondisi internal kuat masih mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menghasilkan kapital sosial,bahkan cenderung mangalami peningkatan. Kedua, sebaliknya, Karang Taruna yang kondisi internalnya lemah kemudian tidak mampu mempertahankan eksisitensinya, dan kapasitasnya sebagai kapital sosial berada pada tingkat yang rendah. Memang benar bahwa otonomi daerah telah meningkatkan demokratisasi, kewenangan dan peran, kebebasan bertindak serta kebebasan mengekspresikan inspirasi bagi masyarakat sipil; tetapi peluang tersebut hanya dapat direspon dengan baik oleh institusi yang memiliki kematangan kondisi internal. Kami juga menemukan bahwa kondisi internal institusi merupakan factor yang paling krusial mempengaruhi kapasitas Karang Taruna sebagai kapital sosial, dibandingkan dukungan institusi pemerintah dan masyarakat.
XIV
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masailah
Eksistensi sebuah bangsa tentu tidak dapat dilepaskan dari peran generasi muda. Dalam berbagai episode sejarah perjuangan generasi muda selalu tampil terdepan membantu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Lihat saja misalnya awal pergerakan nasional melawan penjajah dipelopori
oleh
sekelompok
pemuda
pelajar
perkumpulan Boedi Oetomo pada tahun 1908.
yang
tergabung
dalam
Dua puluh tahun kemudian
tekad untuk mewujudkan satu nusa satu bangsa dan satu bahasa Indonesia ditandai dengan Ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 10 Oktober 1928. Proklamasi Kemerdekan RI 17 Agusutus. 1945 juga diawali desakan pemuda terhadap Soekarno-Hatta pada peristriwa Rengasdengklok. Pada tahun 1966 para pemuda pelajar mempelopori Tritura yang kemudian melahirkan Orde Baru. Berikutnya tahun 1998 para mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air mempelopori gerakan reformasi menuntut pembubaran rezim Soeharto, muncullah kemudian orde reformasi dengan agenda utama penyelenggaraan pemerintahan yang desentralis-demokratis dan bersih dari praktek kolusi korupsi nepotisme. Jelaslah bahwa generasi muda merupakan elemen kritis-dinamis, maka keberadaan mereka seharusnya ditunjang dengan iklim yang kondusif untuk pengembangan peran positif sebagai sumberdaya pembangunan nasional. Pada posisi ini pemerintah beserta DPR telah memiliki political will untuk mengembangkan kiprah generasi muda sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional tahun 2000 - 2004. Khususnya pada Bab VIII Pembangunan Sosial dan Budaya butir 6.4 dinyatakan bahwa arah kebijakan pembangunan pemuda adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan iklim yang kondusif bagi generasi muda dalam mengaktualisasikan segenap potensi, bakat dan minat dengan memberikan kesempatan dan kebebasan mengorganisir dirinya secara bebas dan merdeka sebagai wahana pendewasaan untuk menjadi pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, patriotis, demokratis, mandiri dan tanggap terhadap aspirasi rakyat 2. Mengembangkan minat dan semangat kewirausahaan di kalangan generasi muda yang berdaya saing, unggul dan mandiri 3. Melindungi segenap generasi muda dari bahaya destruktif terutama bahaya penyalahgunaan narkotika, obat-obat terlarang dan zat adiktif lainnya melalui gerakan pemberantasan dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba. Sementara itu telah terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik-otoritarian menjadi desentralistik-demokratik, dari government ke arah governance sebagai buah gerakan reformasi di paruh awal tahun 1998. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, daerah diberi kewenangan yang luas,
nyata
dan
bertanggung jawab
untuk
mengatur dan
mengurus
kepentingan masyarakat setempat sesuai aspirasi yang berkembang dengan menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Seiring dengan itu Pemerintah Daerah berkewajiban mengatur (fungsi I
regulasi)
dan
memfasilitasi
(fungsi
1
fasilitasi)
pengembangan
berbagai
institusi sosial dan ekonomi yang ada di dalam masyarakat dan dunia usaha, agar
memiliki
kecukupan
kapasitas
untuk
bersam(j-sama
pemerintah
memecahkan permasalahan publik. Dalam konstelasi perubahan global yang turbulen dan kondisi perekonomian nasional yang belum pulih dari krisis ini, tidak mungkin bagi institusi negara untuk tetap sebagai single service provider, maka harus ditopang oleh dua institusi yang lain: masyarakat dan
2
dunia usaha (swasta). Pada posisi ini kebutuhan akan civil society yang kuat menjadi keharusan. Maka melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 - 2004, pemerintah bersama DPR menetapkan kebijakan peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam
kerangka
pembangunan
daerah,
diantaranya
melalui
program
penguatan organisasi sosial ( ekonomi) masyarakat. Lebih lanjut, di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Otonomi yang luas berarti daerah diberi keleluasaan untuk menyelenggarakan kewenangan semua
bidang pemerintahan --kecuali politik luar negeri,
keamanan,
peradilan,
moneter dan
fiskal
serta
agama--
pertahanan mulai
dari
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Otonomi yang nyata berarti
keleluasaan bagi daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan yang secara nyata ada dan diperlukan. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab berarti daerah memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mewujudkan tujuan otonomi yakni peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, demokratis, adil
dan
me rata. Dalam implementasinya otonomi daerah yang luas dan utuh diberikan kepada daerah kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan
otonomi yang
terbatas.
Hal
ini
dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan daya tanggap, kapasitas dan aksesibilitas pelayanan publik sehingga kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat dapat terwujud. Terkait dengan pembinaan generasi muda,
dalam
konteks era
otonomi daerah beberapa hal perlu mendapatkan penekanan:
3
1. Fenomena globalisasi yang dipicu oleh kemajuan teknologi transportasi
dan komunikasi menghadirkan peluang sekaligus ancaman yang semakin meluas bagi eksistensi generasi muda. Maka generasi muda perlu dibekali dengan kepribadian yang luhur, wawasan kebangsaan dan nasionalisme, serta dikembangkan potensi, bakat dan minatnya secara positif. Pada posisi ini pembinaan generasi muda telah menjadi public
interest. 2. Tujuan otonomi daerah --kesejahteraan yang lebih baik, pemerataan, keadilan, kemandirian, demokratisasi-akan terwujud jika terdapat civil society yang kuat. Organisasi sosial kepemudaan, sebagaimana Karang Taruna, dalam hal ini merupakan wahana mengembangkan civil society. 3. Sehubungan dengan hal tersebut pengembangan institusi Karang Taruna --sebagai
institusi
sepertinya
sosial
menemukan
yang
berkedudukan
relevansinya.
di
Meskipun
desa/kelurahan--
keberadaan
Karang
Taruna tidak terlepas dari penetrasi birokrasi pemerintah, bahkan dicap sebagai underbond rezim Orde Baru, tetapi tetap berpotensi sebagai kapital sosial:
memecahkan berbagai masalah sosial khususnya di
kalangan generasi muda, seperti masalah kenakalan remaja, kriminalitas, pengangguran, ketidakcukupan pendidikan dan ketrampilan, lingkungan hidup dan sebagainya. Karang
Taruna
adalah
organisasi
wadah
pembinaan
dan
pengembangan generasi muda, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda
wilayah
desa/kelurahan,
bergerak
terutama
dalam
bidang
kesejahteraan sosial, dengan kriteria :
4
1. Organisasi sosial kepemudaan dan kedudukan di desa/kelurahan.
2. Mempunyai nama, alamat, struktur organisasi dan susunan pengurus yang jelas. 3. Otonom dan bukan vertikal. 4. Keanggotaan bersifat pasif. 5. Usia anggota 7 s/d 40 tahun. Dalam konsepnya Joseph Mehr (1992: 65-66), organisasi sosial seperti
Karang Taruna dapat menjadi
kelompok indegeneous workers
maupun parahelpers yang memiliki beberapa kelebihan dibanding agen pemerintah. Pertama, lebih memahami persoalan di sekitarnya. Kedua, lebih memahami kebiasaan dan tata nilai yang ada di masyarakat sehingga lebih mudah
melakukan
mendapatkan pandangan
kontak
trust
World
organisasi-organisai
dengan
(kepercayaan) Bank
masyarakat. dari
Ketiga,
masyarakat.
lebih
Kemudian
mudah dalam
(http//www.worldbank.org/poverty/scapital)
sosial kemasyarakatan, sebagaj_mana halnya Karang
Taruna, merupakan sumber kapital sosial kapital sosial yang merupakan critical
factor
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
dan
keberlanjutan
pembangunan. Putnam (1993) menemukan bahwa kapital sosial penting bagi keberhasilan pembangunan karena dapat mengatasi dilemma of collective action.
Sayangnya potensi yang dimiliki Karang Taruna dalam banyak hal belum dimanfaatkan secara optimal. Departeman Sosial pada tahun 2000 mencatat ada sebanyak 64.916 yang tersebar di seluruh Indonesia, namun fungsi dan perannya masih harus banyak ditingkatkan. Dalam
skala
lokal,
di
wilayah
Propinsi
DIY
terlihat
adanya
kecenderungan degradasi klasifikasi pertumbuhan Karang Taruna. Terjadi
5
penurunan secara signifikan jumlah Karang Taruna yang berada pada gradasi tertinggi (percontohan) selama periode 1998 - 2002, sementara jumlah Karang Taruna yang berada pada gradasi terendah (tumbuh) meningkat siginifikan. Kecenderungan ini sekaligus menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas kelembagan Karang Taruna setelah otonomi daerah. Tabel berikut menunjukkan kecenderungan dimaksud. Tabel 1 Klasifikasi Pertumbuhan Karang Taruna di Wilayah Propinsi DIY Tahun 1998- 2002 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002
Klasifikasi Pertumbuhan Maju Berkembang 78 286 41 203 80 197 24 195 28 195
Tumbuh 42 182 189 216 213
Jumlah
Percontohan 32 12 12 3 2
438 438 438 438 438
Sumber: Dmas Kesehatan dan KeseJahteraan Sos1al Propms1 DIY dalam BPS Propms1 DIY 2002
Menurunnya kualitas institusi Karang Taruna dalam era otonomi daerah tentu saja menambah masalah pembangunan karena hal ini berarti berkurangnya kapasitas institusi masyarakat sebagai komponen civil society dalam menopang penyelenggaraan pelayanan publik terutama dalam hal pembinaan generasi muda. Institusi Karang Taruna yang kiprahnya banyak difasilitasi
(diintervensi)
oleh
pemerintah
Orde
Baru
dan
masih
dipertahankan keberadaannya pada era otonomi daerah sepertinya banyak berbenturan nilai-nilai otonomi daerah --terutama nilai demokratisasi dan kemandirian-- sehingga cenderung berkurang kapasitasnya sebagai kapital sosial. Diperlu!
pengembang~n
institusi Karang Taruna yang
lebih mencerminkan nilai-nilai otonomi daerah agar memberikan kontribusi maksimal. Maka menarik untuk dikaji bagaimana dinamika kapasitas institusi Karang Taruna dikaitkan dengan potensinya sebagai kapital sosial pada era otonomi
daerah,
apa
permasalahan
yang
menjadi
kendala
6
pengembangannya, serta bagaimana desain pembangunanan kelembagaan yang efektif untuk meningkatkan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Untuk keperluan kajian dimaksud, penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada Karang Taruna berprestasi nasional, yakni Karang Taruna Desa Genjahan Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul yang meraih peringkat 4 nasional pada tahun 2003. Kegiatan yang dirasakan manfaatnya menonjol salah satunya adalah penciptaan lapangan pekerjaan di bidang pertanian seperti perikanan darat, peternakan ayam potong, peternakan kambing, hijauan makanan ternak serta bidang perdagangan (toko kelontong). Sebagai pembanding studi kasus juga dilakukan pada Karang Taruna Desa Gombang Kecamatan Ponjong yang dinilai kurang berprestasi meskipun berada di wilayah kecamatan yang sama.
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana dinamika kapasitas institusi Karang Taruna
sebagai kapital
sosial pada era otonomi daerah? 2. Kondisi-kondisi
apa yang
mempengaruhi
kapasitas institusi
Karang
Taruna sebagai kapital sosial?
C. Tujuan Penelitian: 1. Mendeskribsikan dinamika kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial pada era otonomi daerah, termasuk didalamnya bentuk dan itensitas kapital sosial yang dihasilkan 2. Mengungkap kondisi-kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial
7
3. Memberikan
sumbangan
pemikiran
bagi
para
pengambil
kebijakan
mengenai strategi mengembangkan institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial
D. Sistematika Penulisan Guna
menjawab pertanyaan
penelitian
serta
memenuhi
tujuan
penelitian yang telah penulis rumuskan, tesis ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bab I
Pendahuluan, memuat uraian mengenai urgensi keberadaan
generasi muda sebagai sumber daya manusia pembangunan, pergeseran paradigma
penyelenggaraan
pemerintahan
dari
sentralistik
ke
desentralistik, pentingnya organisasi masyarakat sipil sebagai sumber kapital sosial termasuk di dalamnya organisais sosial kepemudaan dalam turut menyangga sustainabilitas pembangunan pada era otonomi daerah serta kecenderungan menurunnya kualitas kelembagaan Karang Taruna pada
era
otonomi
daerah
yang
kemudian
memunculkan
masalah
penelitian 2. Bab II Landasan Teori, melihat logika keterkaitan antar konsep. Pada bagian pertama dipaparkan teori mengenai apa yang dimaksud kapital sosial, bagaimana mekanisme bekerjanya kapital sosial, makna otonomi daerah, relevansi kapital sosial dalam pembangunan pada era otonomi daerah serta potensi kapasitas organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna sebagai kapital sosial. Pada bagaian kedua dipaparkan teori-teori untuk melihat dinamika organisasi sosial sebagai kapital sosial, meliputi perspektif politik yang melihat kapasitas institusi sosial menghasilkan kapital sosial dipengaruhi oleh perilaku institusi negara dan masyarakat sebagai lingkungan eksternal; perspektif pembangunan kelembagaan
8
yang menjelaskan kapasitas institusi beroperasi dipengaruhi oleh aspek internal
institusi
dan
aspek
kaitan-kaitan
(lingkages);
perspektif
manajemen strategis yang memandang kapasitas institusi menjalankan misi mengejar pencapaian tujuan dipengaruhi oleh kemampuan istitusi mengelola isu strategis yang bersumber dari lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Pada bagian ketiga dikemukakan tesis penelitian, konsep-konsep penelitian dan indikator konsep. 3. Bab III, Metodologi Penelitian, menceritakan bagaimana desain penelitian dirancang sesuai rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian serta unit analisis
guna
menemukan
fakta,
lokasi
penelitian,
metode
pegumpulan data, informan serta teknik analisis data yang relevan 4. Bab
IV,
Deskribsi
Wilayah
Penelitian
dan
Profil
Karang
Taruna,
mengungkapkan kondisi sosial, ekonomi, politik, kondisi geografis .serta profil Karang Taruna pada dua lokasi penelitian. 5. Bab V, Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial pada Era Otonomi Daerah. Bab ini menyajikan gambaran bagaimana dimensi trust, network, norm of reciprocity dan coping kapital sosial Karang Taruna pada 2 lokasi penelitian, apa saja wujud dari masing-masing dimensi, bagaimana pola dan intensitasnya. Juga dipaparkan bagaimana perilaku institusi Karang Taruna yang memilliki kecukupan stock of social capital berlangsung sehingga berdampak positif pada proses pembangunan desa. Pada akhir bap V penulis juga menggambarkan sedikit tentang peta kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial antara sebelum dan sesudah otonomi daearah pada 2 lokasi penelitian. Diperoleh gambaran
dari
peta
tersebut
bahwa
dimensi
external trust dari
masyarakat dan pemerintah desa terhadap institusi Karang Taruna tetap tinggi antara sebelum dan sesudah otonomi, tetapi dimensi-dimensi lainnya berbeda intensitasnya. Karang Taruna Genjahan kapasitasnya sebagai kapital sosial pada setiap dimensi tetap tinggi antara sebelum dan sesudah otonomi daerah, bahkan dimensi external network dan
9
coping cenderung mangalami peningkatan. Sedangkan kapasitas kapital
sosial Karang Taruna Gombang pada setiap dimensi, selain external trust, terlihat melemah di era otonomi daerah. Bab VI, VII dan VIII kemudian akan memaparkan kondisi-kondisi apa yang mempengaruhi kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial 6. Bab
VI,
Dukungan
Institusi
Pemerintah,
memaparkan
bagaimana
dukungan institusi pemerintah mempengaruhi kapasitas institusi Karang Taruna menghasilkan kapital sosial, apa saja bentuk dukungan institusi pemerintah, bagaimana pola intensitasnya sebelum dan sesudah otonomi daerah, apa pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi kapital sosial serta bagaimana sifat dukungan istitusi pemerintah 7. Bab VII, Dukungan Institusi Masyarakat, menjelaskan bentuk-bentuk kontribusi masyarakat terhadap perkembangan institusi Karang Taruna, sifat dukungan institusi masyarakat, pola dan intensitas dukungan pada dua lokasi penelitian serta pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi kapital sosial Karang Taruna 8. Bab
VIII,
Kondisi
Internal
Karang
Taruna,
mengungkap
dimensi
kepemimpinan, sistem insentif, ketersediaan resorsis dan pola operasi institusi Karang Taruna pada dua lokasi penelitian serta bagaimana pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi kapital sosial Karang Taruna. 9. Bab IX, Penutup, memuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil studi pada dua lokasi dan kondisi Karang Taruna yang berbeda. Pada bagian kesimpulan memuat rangkuman hasil penelitian bahwa institusi Karang Taruna yang memiliki kondisi internal kuat kapasitasnya sebagai kapital sosial
pada
mengalami
era
otonomi
peningkatan;
daerah
tetap
sebaliknya
tinggi,
Karang
bahkan
Taruna
cenderung
yang
kondisi
internalnya lemah kapasitasnya sebagai kapital sosial juga melemah pada era otonomi daerah. Fenomena ini menunjukan bahwa kondisi internal Karang Taruna merupakan faktor penentu kapasitasnya sebagai kapital sosial, sementara dukungan institusi pemerintah lebih bersifat mengkondisikan masyarakat
lebih
dan
menstimulasi,
sebagai
bumber
sedangkan keterbatasan
dukungan dukungan
institusi provisi
pemerintah. Pada bagian saran diungkapkan masukan-masukan yang perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak guna mengembangkan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial.
10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kapital Sosial: Relevansinya dengan Pembangunan pada Era Otonomi Daerah A.1. Konsepsi Kapital Sosial Konsep
kapital
sosial
mengemuka
setelah
Robert
Putnam
mempublikasikan hasil penelitiannya tentang pembangunan regional di Italia Utara dan Italia Selatan. Dua wilayah di Italia tersebut mengadopsi konsep pembangunan yang sama, tetapi setelah 20 tahun berjalan tingkat keberhasilannya
berbeda.
Putnam
(1993)
mengidentifikasikan
bahwa
keberhasilan pembangunan di Italia Utara disebabkan mereka memiliki kapital sosial yang lebih banyak:. Menurutnya kapital sosial adalah: "Features of sosial organization, such as networks, norms, reciprocity and trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit. Kapital sosial enhance the benefit of investment in physical and human capital" Kapital sosial menurut Putnam merupakan karakteristik organisasi sosial seperti jaringan kerja, norma, reciprocity (saling timbal balik) dan
trust (rasa saling percaya) yang memudahkan terjadinya koordinasi dan kerjasama
untuk
kemanfaatan
bersama.
Kapital
sosial
juga
akan
memperbesar keuntungan yang berasal dari investasi fisik dan sumber daya manusia. Definisi kapital sosial menurut Putnam identik dengan pendapat Fukuyama (1999) bahwa kapital sosial merupakan aktualisasi norma informal yang mendorong terciptanya kerjasama antara dua orang atau lebih. Ia memberikan penekanan bahwa kapital sosial bukan semata-mata sesuatu yang bersifat potensi tetapi sudah merupakan aktualisasi interaksi
II
antar orang secara definitif. Disamping itu kapital sosial mempunyai potensi eksternalitas negatif, yakni ketika solidaritas in-group terlalu dominan sehingga mengurangi kemampuan anggota kelompok untuk bekerjasama dengan orang di luar kelompok atau ketika kapital sosial bersifat destruktif bagi kelompok masyarakat yang lain seperti jaringan mafia dan korupsi. James Coleman (1988) yang mengklaim dirinya sebagai orang pertama yang mengembangkan konsep kapital sosial berpendapat: "Capital social is defined as a variety of different entities that embody some aspect of sosial structures and facilitate the actions of actors within those structure. Kapital sosial inheres in the structure of relations between actors and among actors. Kapital sosial exists in sosial structure as norms of obligation, expectation, and trustworthiness" Menurutnya, kapital sosial mengandung beberapa aspek struktur sosial dalam entitas yang berbeda-beda dan melekat dalam struktur hubungan antar individu yang terlibat, kemudian memudahkan orang-orang yang ada di dalamnya untuk melakukan sesuatu. Kapital sosial hadir dalam struktur sosial sebagai norma dari suatu kewajiban, harapan dan saling percaya. Dalam pandangan Grootaert (1999: 5) definisi kapital sosial oleh Putnam lebih berorientasi pada horizontal association sedangkan definisi dari Coleman berorientasi pada vertical association, maka ia berpendapat bahwa kapital sosial tidak ;hanya terjadi dalam asosiasi horisontal yang anggotanya memiliki kesetaraan tetapi juga dalam hubungan yang hirarkis (vertikdl) dimana distribusi kekuasaan diantara anggotanya tidak harus setara. Dari berbagai definisi kapital sosial sebagaimana tersebut di muka, penulis berpendapat bahwa kapital sosial adalah aktualisasi hubungan antar individu dalam kelompok-kelompok atau asosiasi-asosiasi, baik
12
dalam hubungan setara maupun hubungan sub sordinasi, dalam asosiasi formal maupun informal, yang termanifestasika n sebagai jaringan kerja sama,
hubungan
menghasilkan
timbal
balik
berbagai
dan
manfaat
rasa
saling
percaya
khususnya
bagi
sehingga anggota
kelompok/asosia si.
A.2. Mekanisme Bekerjanya Kapital Sosial Kapital
sosial
merupakan
bentuk
kapital
yang
tumbuh
dari
intensitas interaksi antar individu dalam asosiasi maupun antar asosiasi. Maka mekanisme bekerjanya kapital sosial melekat pada struktur dan proses interaksi dimaksud.
Meminjam terminologinya
Halevy dan Etzioni,
74), struktur menyangkut pola interaksi
1973:
Parson (dalam
berdasarkan norma dan nilai tertentu serta unit. (aktor) yang terlibat interaksi; sedangkat proses menunjuk pada dukungan kondisi kejadian serta pertukaran input-output secara internal maupun eksternal. Mengenai
mekanisme
bekerjanya
kapital
sosial,
beberapa
pemerhati dukungan kondisi kapital sosial mengemukakan pendapat. Diantaranya Putnam (1993), mengidentifikasi bekerjanya kapital sosial melalui 4 saluran sebagai berikut: 1) J1liran informasi seperti magang, pengkaderan, diskusi 2) Norma reciprocity (hubungan timbal balik yang saling membantu), baik yang bersifat ingroup maupun intergroup 3) Aktifitas kolektif 4) Identitas dan solidaritas yang menumbuhkan sikap kekitaan Sirianni dan Friedland (1995) berpendapat kapital sosial mengatasi tragedy of common (kondisi dimana orang tidak berbuat apapun untuk
13
menyelesaikan masalah kolektif mereka sendiri karena saling menunggu, mengharapkan orang lain yang melakukannya) melalui 4 cara: 1) Mendorong norma reciprocity dengan menumbuhkan harapan bahwa bantuan yang diberikan kepada orang lain saat ini akan mendapatkan balasan dari orang lain yang setimpal di kemudian hari 2) Memudahkan koordinasi dan komunikasi sehingga tumbuh jalinan informasi yang membentuk rasa saling percaya 3) Melembagakan keberhasilan demi keberhasilan masa lalu dalam bentuk kolaborasi mutualisme untuk memecahkan masalah kolektif lainnya 4) Mengurangi perilaku oportunis, yakni
perilaku
mengejar manfaat
pribadi tanpa kesediaan memenuhi kewajiban sosialnya Grootaert (1999: 62) dalam penelitiannya tentang kapital sosial, kesejahteraan keluarga dan kemiskinan di Indonesia menemukan bahwa pengaruh positif kapital sosial terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat berlangsung melalui 3 mekanisme: pertukaran informasi diantara anggota asosiasi, pengurangan perilaku opotunis dan perbaikan dalam pengambilan keputusan kolektif. Kapital sosial memperbesar performasi ekonomi suatu masyarakat melalui 4 cara, demikian Skidmore (2001: 59) merangkum pendapat para pakar. Keempat cara itu adalah: 1) Mempertinggi tingkat social trust dan tradisi reciprocity, kemudian mengurangi ketergantungan pada institusi/mekanisme formal sehingga mengurangi biaya transaksi 2) Memberikan anggota asosiasi berbagai dukungan resorsis selama mengalami kesulitan
14
3) Memudahkan percepatan penyebaran informasi dan inovasi diantara anggota, mengurangi inforrnasi-inforrnasi yang destruktif 4) Mendorong aktifitas kolektif untuk pemecahan masalah bersama. muka,
penulis
bahwa mekanisme bekerjanya kapital sosial
berjalan
Berdasarkan berkesimpulan
berbagai
pendapat
tersebut
di
melalui beberapa hal. Pertama, melalui transaksi informasi dan komunikasi secara bebas yang memungkinkan pengambilan keputusan kolektif secara lebih baik, memudahkan kolaborasi serta mengembangkan kehidupan demokrasi. Kedua, melalui adopsi dan penegakan norma (dan nilai) tertentu seperti resiprositas, kesukarelaan, tolong menolong, kebersamaan dan anti oportunitas. Ketiga mobilisasi resorsis dan aktifitas kolektif secara self-supporting yang memungkinkan terpecahkannya persoalan bersama
secara mal')diri.
A.3.
Era Otonomi Daerah:
Era Demokratisasi, Sharing, Akuntabilitas dan
Kemandirian. Krisis
moneter pada tahun
1997 yang
berujung
pada
krisis
kepercayaan terhadap pemerintah Orde Baru, membuahkan berbagai agenda
reformasi.
Diantaranya
berupa
tuntutan
adanya
perubahan
signifikan dalam sistem pemerintahan dari sentralistik-otoritarian ke desentralistik-demokratik, selain agenda pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Desakan
untuk membentuk pemerintahan
memang merupakan keniscayaan yang
yang
desentralistik
memunculkan harapan, peluang
dan tantangan baru. Smith (1985: 186-188) mengidentifikasi beberapa makna penting desentralisasi sebagai berikut:
15
1) Desentralisasi menjadi cara yang efektif serta menyediakan mekanisme yang responsif untuk
menemukan variasi harapan, inisiatif dan
kebutuhan masyarakat lokal 2) Terkait dengan diatas, desentralisasi menjadi mekanisme penopang integrasi dalam bangsa yang majemuk secara social maupun ekonomi 3) Desentralisasi memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Partisipasi menjadi hal yang lebih penting untuk meningkatkan produktifitas
dibanding
keahlian
dan
teknologi,
disamping juga
mengurangi resistensi terhadap perubahan. 4) Desentralisasi
memperbaiki
akses masyarakat
terhadap
birokrasi
pelayanan publik. 5) Desentralisasi
memberikan
fleksibilitas
dan
kecepatan
dalam
pembuatan keputusan dengan mengurangi kontrol-pel)garahan pusat 6) Desentralisasi menyediakan dukungan bagi pemerintah pusat --yang amat diperlukan untuk perencanaan makro pembangunan-- data yang lebih akurat mengenai kebutuhan lokal, doktrin dan kebiasaan local, ketersediaan input local dan sebagainya. Era desentralisasi/otonomi daerah di Indonesia yang ditandai dengan
lahirnya
Pemerintahan
Undang-undang
Daerah.
Di
Nomor
dalam
22
1999
tentang
tersebut
nuansa
Tahun
undang-undang
I
I
desentralisasi terlihat lebih dominan. Daerah diberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat
sesuai
menekankan
prinsip-prinsip
pemerataan
dan
keadilan,
aspirasi demokrasi, serta
yang peran
berkembang serta
memperhatikan
dengan
masyarakat, potensi
dan
keanekaragaman daerah.
16
Otonomi
yang
luas
berarti
daerah
diberi
keleluasaan
untuk
menyelenggarakan kewenangan semua bidang pemerintahan --kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal serta agama-- mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Otonomi yang nyata berarti keleluasaan bagi daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang secara nyata ada dan diperlukan. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab berarti daerah memiliki tanggung jawab dan
kewajiban
untuk mewujudkan tujuan
otonomi yakni peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, demokratis, adil dan merata. Maka hakekat nilai otonomi daerah adalah kemandirian (Warsito, 2004), sharing (berbagi), demokratisasi dan akuntabilitas. Kemandirian menunjuk pada
kondisi
dimana pemerintah daerah dan masyarakat
setempat memiliki kapasitas untuk menentukan pilihan tujuan apa yang ingin
diwujudkan.
serta
memobilisir
resorsis
yang
dimiliki
untuk
merealisaikan tujuan dimaksud; juga menunjuk pad a kondisi dimana masyarakat memiliki kapasitas untuk berswadaya, tidak terlalu bergantung pada pemerintah. Sharing menunjuk pada pendelegasian kewenangan yang lebih besar untuk menyelengarakan pelayanan publik dari Pusat kepada daerah; juga termasuk distribusi kewenangan kepada
m~syarakat
dan swasta untuk turut menyelenggarakan pelayanan publik. Demokratisasi menunjuk pada peri kehidupan bermasyarakat dan menjamin
bernegara
yang
kebebasan
berasosiasi,
serta
kebebasan penghargaan
mengemukakan terhadap
pendapat,
perbedaan
dan
prularitas. Akuntabilitas merupakan tradisi mempertanggung-jawabkan kepada publik oleh para pengambil keputusan di sector pemerintah, swasta
17
atas tindakan yang diambilnya. Maka dalam upaya
maupun masyarakat
mewujudkan nilai-nilai otonomi daerah tadi selain dibutuhkan kapasitas pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik, yang tidak kalah pentingnya adalah dinamisasi civil society (masyarakat sipil). Masyarakat sipil (civil society), oleh Hikam (1999: 3) didefinisikan sebagai berikut: "wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (selfgenerating}, keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, serta keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya" Menurutnya pula, civil society mewujud dalam organisasi/asosiasi sosial keagamaan,
lembaga
swadaya
masyarakat,
kelompok
kepentingan,
termasuk di dalamnya organisasi-organisasi yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara dan melayani kepentingan masyarakat. Pengertian masyarakat sipil menurut Bayart (dikutip Chandhoke, 1995: 176) adalah ruang dimana masyarakat berproses mengupayakan perlawanan terhadap totalitarianisme yang dilakukan negara, maka dapat dipahami jika negara totalitarian berupaya keras memadamkan civil society. Pada kesempatan yang sama, Chandhoke (1995:
169) juga
mengemukakan gagasannya mengenai masyarakat sipil sebagai berikut: "Civil society is the public sphere of society. It is the location of those processes by which the experiences of individual and communities, and the expression of these experiences in debate and discussion, affirmation and contestation are made" Secara ringkas menurutnya masyarakat sipil merupakar. ruang publik masyarakat tempat mengekspresikan pengalaman individu dan masyarakat melalui debat, diskusi pembentukan opini dan advokasi kepentingan.
Maka
kemudian
dapat
dimaklumi
bahwa
keberadaan
masyarakat sipil yang kuat merupakan prakondisi terbentuknya tata
18
kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, pemerintahan yang akuntabel, serta masyarakat yang mandiri.
A.4. Negara, Masyarakat Sipil dan Kapital Sosial Terdapat dua aliran pemikiran yang berbeda memandang hubungan antara negara dan masyarakat sipil Hikam (1997:
2), Wibowo dan
Tangkilisan (2004: 20). Aliran pemikiran yang pertama pada intinya berpandangan bahwa negara harus dominan terhadap masyarakat sipil. Keberadaan
masyarakat
sipil dan
pembatasan-pembatasan
harus
disatukan
dikontrol, oleh
diadakan
diatur,
negara melalui
kontrol
hukum, politik maupun administrative. Aliran pemikiran kedua berpendapat bahwa dominasi negara atas masyarakat sipil tidak dapat diterima. Gerak laju masyarakat sipil diarahkan sebagai antitesis atas negara
gun~
mengimbangi dan mengontrol perilaku negara. Oleh karena itu masyarakat sipil harus menjaga pluralitas dan kemandirian dari intervensi negara yang cenderung eksploitatif. Terhadap dua aliran pemikiran tadi penulis berpendapat, hubungan antara negara (diwakili pemerintah) dan masyarakat sipil seharusnya merupakan hubungan yang sinergis; pemerintah dan masyarakat sipif berkofaborasi mengatasi kefemahan, mengoptimalkan kekuatan untuk I
I
mengejar kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang
lebih baik.
Dominasi negara atas masyarakat sipif hanya akan mematikan kehidupan demokrasi dan kemandirian civil society, sementara energi masyarakat sipil jika tidak memifiki visi kebangsaan yang kuat dapat membahayakan integrasi bangsa. Pada posisi seperti ini negara berkewajiban mengatur dan mengarahkan. Meminjam konsep New Public Service, konsep pelayanan
19
publik
yang
dikembangkan
berdasarkan
teori-teori
demokrasi,
dari
Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29), pemerintah dapat berperan sebagai mediator kepentingan
negoisator dan
diantara
berbagai
warga
dan
kelompok masyarakat, karena kepentingan publik dipandang sebagai hasil dari sebuah dialog mengenai nilai-nilai yang ingin dibagi dan dicapai bersama (shared values). Hubungan yang sinergis antara negara dan masyarakat sipil dengan demikian memungkinkan civil society sebagai arena tumbuhnya institusi-institusi masyarakat penghasil kapital sosial yang
berdimensi
ingroup)
tetapi
luas, juga
tidak hanya binding (membangun solidaritas bridging
(membangun
solidaritas
ingroup
dan
outgroup).
A.S. Makna Penting Kapital Sosial dalam Pembangunan pada Era Otonomi
Daerah: Memperkuat Sustainabilitas Pembangunan
Kesadaran masyafakat dunia atas pentingnya kontribusi kapital sosial
dalam
pembangunan.
pembangunan Pada
terkait
Dasawarsa
dengan
perubahan
Pembangunan
I
paradigma
(1960
1970)
Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%
sebagai
satu-satunya
indikator
keberhasilan
pelaksanaan
pembangunan nasional. (Moeljarto, 1987: 32). Maka kemudian hamrJir seluruh
negara
terobsesi
memacu
pertumbuhan
ekonominya
lewat
penciptaan economic capital. Model pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi tidak dipungkiri telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi bersamaan dengan itu terjadi ketimpangan pemerataan distribusi hasil pembangunan pada level nasional maupun global. Studi yang dilakukan
20
oleh Adelman dan Morris (dalam Moeljarto, 1987: 32-33) membuktikan bahwa
kenaikan GNP cenderung diikuti dengan
penurunan proporsi
pendapatan yang diterima penduduk termiskin. Maka model pertumbuhan mengakibatkan kesenjangan yang melebar. Pentingnya
ketersediaan
kapital
sosial
semakin
menemukan
relevansinya seiring munculnya kesadaran komunal dalam masyarakat global bahwa pembangunan yang menekankan aspek economic capital semata mengancam sustainability (keberlangsungan) dan pemerataan hasil pembangunan.
Demi
keberhasilan
pembangunan
maka
diperlukan
mekanisme sosial yang kuat sebagaimana mekanisme ekonomi. World berdasarkan
Bank hasil
studi
(http//www.worldbank.org/poverty/scapital) yang
dilakukan
oleh
para
ahli
telah
merekomendasikan pentingnya kapital sosial sebagai bagian integral dalam pembangunan sosial ekonomi. Dalam pandangan World Bank kapital sosial memiliki
implikasi
positif
terhadap
teori,
praktika
dan
kebijakan
lebih efektif dalam
komunitas
pembangunan di berbagai bidang, antara lain: 1) Penyelenggaraan
pendidikan
akan
dimana sekolah, orang tua dan masyarakat bersama-sama aktif mengupayakan pendidikan yang bermutu (hasil studi Coleman, hoffer, Braatz, Putnam, Francis dalam World Bank) I
2) Dokter dan perawat akan bekerja dengan penuh perhatian ketika tindakan mereka didukung dan diawasi oleh asosiasi masyarakat local (hasil studi Dreze dan Sen dalam World Bank) 3) Dalam hal pengentasan kemiskinan kapital sosial menghubungkan kelompok miskin pada sumber-sumber resorsis, jaringan kerja dan pelayanan yang lebih banyak
sehingga dapat meningkatkan standar
21
hidup kelompok miskin (dikenal dengan fungsi bridging kapital sosial berdasarkan hasil studi Putnam) 4) Network, trust, reciprocity di kalangan kelompok miskin menjadi mekanisme penjamin yang memungkinkan mereka survive dari hari ke hari Fukuyama (1999) mengemukakan fungsi kapital sosial dalam sebuah masyarakat pasar bebas global yang demokratis. Pertama, fungsi ekonomi yakni mengurangi biaya transaksi yang terkait dengan mekanisme formal seperti negoisasi dan persetujuan, koordinasi serta monitoring kerjasama. Kapital sosial juga efektif mengantisipasi fluktuasi perubahan lingkungan bisnis yang tidak mungkin seluruhnya dapat tercakup dalam dokumen-dokumen formal. Kedua, fungsi sosial politik yakni memperkuat keeratan hubungan dalam masyarakat sipil, mengurangi individualisme yang
berlebihan,
menyeimbangkan
kekuasaan
antara
negara
dan
masyarakat serta menumbuhkan iklim demokrasi. Grootaert (1999: 22) dalam penelitiannya tentang kapital sosial, kesejahteraan keluarga dan kemiskinan di Indonesia dengan mengambil sample di Provinsi Jambi, Jawa Tengah dan NTT menemukan adanya korelasi positif antara kapital sosial dan kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan kapital sosial yang lebih banyak memiliki pengeluaran per kapita yang lebih banyak, asset yang lebih banyak dan akses yang lebih besar untuk memperoleh kredit. Hasil penelitian Grootaert memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Narayan dan Pritchett (dalam Grootaert, 1999: 59) tentang kapital sosial di Tanzania yang menyimpulkan bahwa kapital sosial merupakan exogeneous determinant kesejahteraan keluarga. Kapital sosial
22
berperan dalam meningkatkan akses petani terhadap input produksi pertanian seperti pupuk dan insektisida. Sirianni dan friedland (1995) menekankan pentingnya kapital sosial dalam menumbuhkim inovasi masyarakat. Kapital sosial memungkinkan terjadinya sosial learning yang meninggikan kapasitas masyarakat untuk memecahkan masalah publik dengan menggunakan resorsis yang mereka miliki.
Semakin sering
kapital sosial digunakan semakin cenderung
bertambah dan sebaliknya cenderung semakin berkurang jika tidak dimanfaatkan. Maka kemudian muncul berbagai aktifitas berorientasi pemecahan masalah publik oleh masyarakat seperti konservasi lingkungan, pelayanan dan advokasi kesehatan, penaggulangan kriminalitas, pelayanan kredit, konsultasi pekerjaan dan sebagainya. Dalam masyarakat Amerika sekarang ini kapital sosial telah menjadi basis pemecahan masalah publik. Kapital
sosial
meningkatkan
sinergi
antara
pemerintah
dan
masyarakat dalam bentuk koproduksi. Hasil studi yang dilakukan Ostorm (1996) tentang pelayanan sanitasi di Brazil dan pelayanan pendidikan di Niegria,
sampai
pada
kesimpulan
bahwa
keberhasilan
proyek
pembangunan di Brazil ditopang oleh 3 hal: organisasi masyarakat yang melakukan aktifitas kolektif (kapital sosial diluar pemerintah), tim kerja yang bagus dalam badan pemerintah (kapital sosial di dalam pemerintah) serta koordinasi yang baik diantara masyarakat dan pemerintah. Di lain pihak
Nigeria
gagal
mengembangkan
minimnya aktifitas koproduksi,
proyek
pembangunan
karena
bahkan kebijakan pemerintah Nigeria
menjauhkan keterlibatan masyarakat untuk menyokong pelayanan publik. Kapital sosial membentuk human capital (sumber daya manusia), demikian pendapat Coleman (1998). Kapital sosial menyediakan basis
23
resorsis yang lebih luas untuk pendidikan anak, disamping menciptakan lingkungan
yang
mengurangi kewajiban
kondusif
kemungkinan dan sangsi
untuk anak
sosial
semangat drop
out
belajar dari
anak
sekolah.
sehingga Ekpektasi,
dikembangkan turut membentuk
yang
kepribadian individu dalam masyarakat. Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pandangan
beberapa
pakar
sebagaimana tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa kapital sosial sebagaimana bentuk kapital yang lain --economic capital, physical capital, human capital,
technological capital-- merupakan
pembangunan. Keberadaannya
input bagi proses
dalam era otonomi daerah ini amat
diperlukan guna memperkuat sustainabilitas pembangunan. Pertama, mengurangi
ketergantungan
pada
kapital
ekonomi
yang
seringkali
merupakan resorsis langka di daerah. Kedua, dengan demikian kapital sosial relatif lebih tahan terhadap fluktuasi negatif perekonomian nasional maupun global. Ketiga, bersifat renewable resource (resorsis yang dapat diperbarui). Semakin intensif kapital sosial digunakan secara bijak justru semakin berkembang karena ia dihasilkan dari proses social/earning yang memampukan
masyarakat
untuk
kritis/peka
terhadap
permasalahan
komunal di sekitarnya. Melalui social learning juga masyarakat menjadi semakin
berkapasitas
memecahl<,an
permasalahan
komunal
dengan
I
memobilisir resorsis yang mereka miliki. Keempat, kapital sosial hadir sebagai social power, bersama-sama dengan state power dan juga market power berbagi peran dalam memecahkan problema publik .
24
A.6. Kapasitas Organisasi Sosial Kepemudaan sebagai Kapital Sosial Keberadaan
organisasi
sosial
kepemudaan,
sebagaimana
keberadaan civil society, secara umum dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, organisasi sosial kepemudan yang tumbuh dari insiatif murni masyarakat, biasanya hanya beroperasi dalam lingkup yang amat mikro, misalnya sinoman atau
perkumpulan pemuda-pemudi dusun.
Kedua, organisasi kepemudaan yang keberadaannya dipromosikan dan difasilitasi (dilembagakan) pemerintah, misalnya Karang Taruna. Terbentuknya Karang Taruna sebagai institusi sosial dimulai dari adanya Proyek Eksperimentasi Karang Taruna yang diprakarsai oleh Instansi
Sosial
pada
era
pemerintahan
Soekarno,
berupa
usaha
kesejahteraan sosial dalam bentuk perawatan anak yatim oleh masyarakat Kampung Melayu Jakarta yang diketuai tokoh pemuda setempat. Karena terus berkembang dan pelayanan sosial yang diberikan semakin beragam, keberadaannya membutuhkan bangunan yang lebih luas. Atas dukungan Instansi Sosial,
Lembaga
Sosial
Kampung
dan masyarakat, gedung
dimaksud berhasil didirikan dan diresmikan oleh Menteri Sosial pada tanggal 26 September 1960. Selanjutnya
tanggal tersebut dijadikan
tanggal kelahiran Karang Taruna yang pertama di Indonesia. Sejak saat itu Karang Taruna mulai berkembang luas di desa/kelurahan lain di seluruh Indonesia. Perkembangan berikutnya pada era pemerintahan Soeharto (Orde Baru), keberadaan Karang Taruna sebagai institusi formal ditegaskan dengan Keputusan Menteri Sosial nomor 11/HUK/1988 yang mengatur Pedoman Dasar Karang Taruna. Pada era pemerintah Orde Baru Karang Taruna sempat dijadikan sebagai basis menggalang dukungan massa untuk
25
mendukung Golongan Karya pendukung pemerintah berkuasa. Imbasnya pada era reformasi ini Karang Taruna dicap sebagai warisan berbau Orde Baru, tidak jarang pada beberapa daerah citra negatif Karang Taruna berdampak
pada
berkurangnya
animo
masyarakat
untuk
berkiprah
didalamnya. Meskipun pada era reformasi ini citra Karang Taruna kurang menguntungkan untuk
berkembang lebih jauh, menurut penulis Karang
Taruna masih memiliki kapasitas sebagai kapital sosial. Kapasitas, menurut kamus besar bahasa Indonesia, dimaknai sebagai keluaran maksimum atau kemampuan berproduksi, sedangkan institusi dimaknai sebagai sesuatu yang dilembagakan oleh undang-undang, adat atau kebiasaan. Maka penulis berpendapat bahwa kapasitas institusi Karang taruna sebagai kapital
sosial
adalah
kemampuan
lembaga
Karang
Taruna
untuk
menghasilkan jaringan kerja sama, hubungan timbal balik dan rasa saling percaya
sehingga
menghasilkan
berbagai
manfaat
khususnya
bagi
anggota, umumnya bagi masyarakat luas. Maka dimensi-dimensi untuk melihat kapasitas kelembagaan Karang Taruna sebagai kapital social antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Trust,
yakni tumbuhnya
kepercayaan dari anggota maupun dari
masyarakat pada umumnya terhadap institusi Karang Taruna yang memungkinkan terjalinnya interaksi social secara reguler. Dimensi trust dapat diketahui antara lain dari: a) Besarnya animo masyarakat untuk menjadi anggota aktif Karang Taruna b) Animo pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dengan Karang Taruna
26
c) Animo anggota/pengurus/Unit Karang Taruna untuk bekerjasama dalam wadah Karang Taruna d) Intensitas konflik dengan pihak diluar institusi Karang Taruna. e) Besarnya posisi tawar dalam pengambilan keputusan desa 2) Network, yakni tumbuhnya jaringan kerjasama · di dalam institusi maupun dengan individu dan/atau kelompok di luar institusi sebagai akibat adanya interaksi social yang reguler. Dimensi network dilihat dari: a) Heterogenitas keanggotaan b) Intensitas relasi dengan institusi masyarakat c) Intensitas relas! dengan institusi pemerintah 3) Norm of reciprocity, yakni hubungan pertukaran timbal balik yang memunculkan harapan bersama bahwa setiap andil (kewajiban) yang diberikan akan mendapatkan balasan manfaat (hak) di kemudian hari. Dimensi resiprositas dilihat dari: a) Tingkat kehadiran pengurus/anggota dalam pertemuan b) Kemampuan institusi Karang Taruna melakukan tindakan kolektif c) Kemampuan institusi memelihara kontinuitas aktifitas d) Kemampuan
organisasi
melakukan
penegakan
ketentuan
(kewajiban sosial) melalui sanksi dan ganjaran sosial 4) Coping, yakni manfaat yang diperoleh individu dan/atau kelompok yang saling berinteraksi dalam bentuk pemecahan atas berbagai masalah bersama. Dimensi coping dilihat dari: a) Manfaat material yang diperoleh anggota dan/atau seperti lapangan pekerjaan,
bertambahnya
penghasilan,
akses terhadap
kredit,
bangunan-bangunan fisik dan sebagainya
27
b) Manfaat non-material yang diperoleh anggota dan/atau masyarakat seperti berkurangnya kenakalan remaja, bertambahnya wawasan, bertambahnya ketrampilan, berkurangnya konflik social, terbukanya saluran koniunikasi dan informasi di kalangan generasi muda, berkembangnya kehidupan demokrasi dan sebagainya
B. Dukungan kondisi Kapasitas Organisasi Sosial Kepemudaan sebagai Kapital Sosial: Tinjauan dari Perspektif Politik, Institution Building dan Manajemen Strategis Pada dasarnya dukungan kondisi organisasi sosial
kepemudaan
sebagai kapital sosial tidak terlepas dari dukungan kondisi perubahan yang terjadi pada state (negara) dan civil society (masyarakat sipil) sebagai arena tumbuhnya beragam institusi sosial. Sesion ini akan mendiskusikan prosesproses yang membentuk dukungan kondisi kapasitas institusi sosial, dengan berbagai perspektif.
B.l. Perspektif Politik
Selama
ini
berkembang
3
aliran
pemikiran
yang
mencoba
menjelaskan pertumbuhan civil society. Pertama, aliran pemikiran
yang
dilandasi gagasan Karl Marx, memandang keberadaan masyarakat sipil sebagai fungsi dari oppression (tekanan, ancaman) yang dilakukan oleh kelas
sosial
tertentu
atas
kelas
sosial
yang
lain
dalam
lingkup
masyarakatnya sendiri. Masyarakat sipil tidak lain menjadi perwujudan dominasi kelas borjuis, menjadi arena eksploitasi terhadap kelas pekerja. Karenanya negara sebagai bentuk formasi sosial tertinggi berkewajiban mengendalikan pertumbuhan civil society.
28
Aliran
pemikiran
kedua
dipelopori
kaum
liberal
kapitalis,
menjelaskan keberadaan masyarakat sipil sebagai fungsi dari interfensi dan tekanan
negara yang berlebihan terhadap interaksi sosial warganya.
Dalam konteks ini masyarakat sipil hadir sebagai media perlawanan/kontrol terhadap negara serta media perjuangan masyarakat untuk mendapatkan kebebasan
mengejar
keteraturan sosial
kepentingan
privat,
perlindungan
hak
milik,
dan pemerintah yang akuntabel.
Aliran pemikiran ketiga
menggabungkan pemikiran Marxis dan
liberalis, bahwa tidak cukup untuk menjelaskan fenomena pertumbuhan civil society dari sudut pandang otoritas negara saja atau masyarakat sipil saja, tetapi keduanya mewarnai kondisi kedewasaan suatu civil society. State dan civil society keduanya sama-sama berpotensi untuk menjadi demokratis atau sebaliknya menjadi anarkis. Perilaku negara hanya akan dimengerti jika berada dalam konteks masyarakat sipil, sebaliknya perilaku masyarakat sipil
hanya akan bermakna jika berada dalam konteks
kehidupan bernegara (Chandhoke, 1995: 39). Teori pertumbuhan civil society sebagaimana tersebut di atas paralel dengan apa yang disampaikan Rohstein dan Stolle (2002: 4-10) tentang 2 model (pendekatan) untuk memahami terbentuknya kapital social: 1} The Society Centered Model (SCM}
Model
ini
memandang
kapasitas
masyarakat
untuk
menghasilkan kapital social ditentukan oleh pengalaman historis dan cultural selama berabad-abad sebelumnya. Mekanisme utama yang menopang kemunculan kapital social adalah interaksi social yang teratur dalam asosiasi informal maupun formal. Asosiasi dimaksud
29
berfungsi
sebagai
learning schools for democracy untuk media
sosialisasi norma dan nilai-nilai kooperatif-demokratik. Fukuyama (1999: 171) dalam hal ini juga berpendapat sama bahwa interaksi sosial yang berulang (repeated interaction) akan memunculkan norma resiprositas yang merupakan unsur penting pembentuk kapital sosial. Interaksi sosial yang berulang (teratur) memperkecil
peluang
munculnya
tindakan-tindakan
oportunis,
memungkinkan setiap individu untuk membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya (trusted) dan bertanggung jawab oleh orang lain. Demikian pula setiap individu akan terdorong mempercayai orang lain setelah mengetahui reputasi seseorang. Maka yang terjadi kemudian adalah munculnya
berbagai
tindakan
kooperatif untuk
kemanfaatan bersama. Dalam perkembangannya, model society centered mendapat
kritik. Pertama, partisipasi dalam
asos~si
banyak
sukarela tidak
menjamin adanya social trust dan kepedulian untuk bekerjasama dengan orang/kelompok di luar kelompoknya, kerjasama dan trust hanya berlaku untuk orang dalam. Kedua, banyaknya kapital social dalam suatu struktur masyarakat seringkali justru rawan menimbulkan konflik,
sebagai
kelompok.
implikasi
Ketiga,
ketidakberaturan
dari
menafikan
social
(social
menguatnya peran
negara
disorder)
solidaritas dalam
melalui
dan
ego
mengatasi
kekuasaan
dan
fegitimasi yang mefekat padanya. Keempat, jika kemuncufan kapitaf social hanya ditentukan oleh pengafaman historis-kufturaf maka apa yang bisa diperbuat negara untuk memacu pertumbuhan kapitaf social.
30
2) The Institution Centered Approach (ICA)
Model ICA memandang bahwa agar kapital social berkembang perlu ditopang oleh institusi legal-politis-formal. Kapital social tidak terpisah
dari
keberadaan
pemerintah dan pertumbuhan
institusi
kapital
institusi
politik/pemerintah,
Kebijakan
politik menciptakan dan mempengaruhi
social.
Pada
posisi
ini
pengembangan
kelembagaan (institution building) menemukan relevansinya sebagai instrumen melakukan rekayasa social,
mempromosikan nilai tertentu
kepada masyarakat. Terdapat 2 varian dalam model ICA. Varian pertama, attitudinal approach
memandang justru
kapital
social
yang
mempengaruhi
performasi institusi politik/pemerintah. Tetapi varian ini tidak bisa menjelaskan pertanyaan bagaimana trust yang ada di masyarakat menciptakan institusi politik local yang kapabel, apakah masyarakat yang memiliki trust tinggi lebih sering kontak dengan institusi politik untuk melakukan tekanan. Kemudian pada kenyataannya banyak dijumpai institusi masyarakat yang kinerjanya lemah tanpa dukungan fasilitasi oleh institusi politik/pemerintah. Varian
kedua,
institutional
structural
approach
yang
memusatkan perhatian pada peranan negara sebagai sumber kapital I
social. Kapasitas kinerja institusi politik/pemerintah yang baik seperti dalam hal penegakan hukum dan ketertiban, perlindungan hak serta penguatan integrasi dan partisipasi masyarakat sipil menimbulkan kepercayaan
masyarakat
terhadap
institusi
negara.
Kepercayaan
masyarakat yang tinggi pada institusi negara kemudian mendorong warga masyarakat untuk saling percaya diantara mereka sendiri
31
sehingga memunculkan apa yang disebut generalized trust yang menjadi embrio terbentuknya kapital social. Pendekatan structural institusional juga memberi penekanan pada peran institusi pelaksana kebijakan publik (birokrasi pelayanan publik) sebagai ·kontributor utama terbentuknya generalized trust, dibandingkan institusi perumus kebijakan seperti partai politik dan parlemen.
Pertama,
karena
birokrasi
pelayanan
publik
memiliki
karakter (citra) yang lebih permanen dalam bentuk norma, budaya organisasi maupun etika profesi yang kemudian termanifestasikan dalam bentuk kinerja pelayanan publik. Maka citra kinerja birokrasi pelayanan publik yang baik akan mendorong tumbuhnya generalized trust, sebaliknya citra yang buruk akan menghambat tumbuhnya generalized trust.. Kedua, birokrasi pelayanan publik melakukan kontak langsung dengan masyarakat, maka pengalaman keseharian warga masyarakat
dukungan
kondisi
tumbuhnya
masyarakat
sipil
di
Indonesia maupun lebih jauh untuk menjelaskan dukungan kondisi kapasitas institusi sosial yang berada dalam arena civil society. I
Dukungan kondisi yang terjadi pada ranah state dan dukungan kondisi yang terjadi dalam ranah civil society mempengaruhi dukungan kondisi kapasitas institusi sosial menghasilkan kapital sosial. Berangkat dari deskribsi teori pertumbuhan masyarakat sipil dan teori terbentuknya kapital sosial sebagaimana tersebut di atas maka penulis berpendapat bahwa dinamika yang terjadi pada ranah
32
state dan dinamika pada ranah civil society turut menentukan dinamika kapasitas lembaga sosial kemasyarakatan menghasilkan kapital sosial. Dukungan yang
diberikan negara dan dukungan yang diberikan
masyarakat sipil menentukan kapasitas institusi sosial sebagai kapital sosial.
Dukungan
negara
dalam
konteks
dimaksudkan sebagai dukungan pemerintah.
penelitian
ini
lebih
Untuk memudahkan
analisis, penulis sampaikan perbandingan dukungan kondisi perilaku state dan civil society pada era Orde Baru dan era otonomi daerah serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan kapital sosial.
B.1.1 Negara pada Era Orde Baru: Melemahkan Masyarakat Sipil, Negara Dominan terhadap Masyarakat Sipil Era pemerintah Orde Baru diwarnai dengan sentralisasi kekuasaan pada Pemerintah Pusat. Meskipun Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 mengamanatkan
titik
berat
(Kabupaten/Kota), tetapi lebih
dominan
lemahnya
pada
Daerah
Tingkat
II
penyelenggaraan asas dekonsentrasi yang
dibanding
kapasitas
otonomi
asas
birokrasi
desentralisasi pemerintah
telah daerah
menyebabkan dan
juga
mengakibatkan lemahnya partisipasi masyarakat lokal. Disamping itu, menurut Warsito (1997: 41), kewenangan daerah dalam hal planning authority terutama yang berkaitan dengan penganggaran amat terbatas,
lebih banyak yang bersifat blueprint, dan akibatnya sering tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Keterlibatan masyarakat dalam program-program pembangunan pada waktu itu lebih banyak bersifat mobilisasi dari pada partisipasi. Pembangunan yang berdimensi mobilisasi menurut Sairin (2002: 256-
33
257) bercirikan top-down, dimana masyarakat yang menjadi sasaran program tidak memiliki andil dalam perencanaan. Soetrisno (dalam Dwipayana, 2003: 105) menambahkan partisipasi, oleh aparat perencana dan pelaksana pembangunan, dimaknai sebagai kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dan ditentukan sendiri tujuannya. Maka untuk mewadahi partisipasi masyarakat versi Orde Baru pemerintah
melembagakan
terminologinya
institusi-institusi
buatan,
yang
dalam
Dwipayana (2003: 114), disebut sebagai organisasi
korporatis seperti Lembaga Masyarakat Desa (LMD), Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Karang Taruna, PKK, Klompencapir, Kelompok Tani. Lebih jauh menurut Hikam (1997:
92) organisasi korporatis
dikontrol dengankuat oleh negara. Dengan cara demikian asosiasiasosiasi sukarela menjadi lemah dan cenderung kecil jumlahnya sehingga tidak mampu menjadi kekuatan penyeimbang negara. Yang terjadi kemudian, sadar atau tidak sadar masyarakat terperangkap dalam aktifitas institusi buatan pemerintah yang bertujuan mobilisasi dukungan politik. Tidak banyak kelompok masyarakat bawah yang kritis karena pemerintah pada waktu itu tidak segan-segan menggunakan cara represif dengan dukungan militer untuk menekan kekuatan oposisi. I
Ketika situasi perpolitikan nasional kemudian berubah mengarah pada desentralisasi dan keterbukaan maka masyarakat mulai membuka mata dan bersikap kritis. Dinamika masyarakat sipil mulai terlihat dengan berbagai bentuk ekspresinya. Tidak jarang ekspresi yang muncul berupa apatisme
dan
oposisi
Menyangkut institusi
terhadap Karang
institusi-institusi
Taruna misalnya,
korporasi
negara.
menurut penelitian
34
Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta yang dikutip Dwipayana (2003: 124), di beberapa daerah menjadi institusi papan nama dan tidak popular lagi. Penyebabnya selain dianggap sebagai organisasi plat merah warisan Orde Baru (Golkar) juga karena tidak ada lagi dana yang diandalkan dari Pemerintah Desa. Dari ilustrasi perilaku negara dan masyarakat sipil tersebut di atas penulis
berpendapat,
kebijakan
negara
yang
sentralistik,
kurang
responsif, tidak partisipatif, kooptatif dan represif berdampak pada rusaknya keberadaan institusi sosial sebagai sumber kapital sosial melalui dua mekanisme. Pertama, menempatkan pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai pengguna layanan dalam pola vertical prindpal-agent atau patron-client. Pola hubungan seperti ini
seringkali berubah menjadi eksploitatif, manipulatif dan menciptakan assitandalism (ketergantungan). Kedua, mengurangi kepercayaan (trust)
masyarakat
serta
menimbulkan
ketidakpuasan
apatisme
terhadap
pemerintah. Akibatnya sulit tercipta jaringan kerja sama pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kendala yang sifatnya structural (structural barrier).
6.1.2. Negara dan Masyarakat Sipil pada Era Otonomi Daerah: Mencari Format Sinergi, Mengupayakan Demokratisasi Sebagaimana
dicatat oleh sejarah, bangsa Indonesia telah
memulai perubahan besar dalam tata kehidupan bernegara melalui gerakan reformasi pada bulan Mei 1998, mengakhiri era pemerintah Orde Baru yang dirasakan represif. Keberhasilan ini, sebagaimana juga yang terjadi di belahan bumi yang lain, tidak lain membuktikan bahwa civil
35
society di Indonesia semakin eksis. Apa yang pada waktu itu sering disebut people power tidak lain adalah kekuatan masyarakat sipil yang hadir sebagai pengontrol-penyeimbang penyelenggaraan state power oleh lembaga-lembaga negara. Sebagai buah dari gerakan reformasi yang dipelopori masyarakat sipil tersebut, terjadi perubahan penting paradigma penyelenggaraan pemerintahan demokratik,
dari dari
diberlakukannya
sentralistik-otoritarian government
Undang-undang
ke
menjadi
arah
Nomor
22
desentralistik-
governance,
dengan
Tahun
tentang
1999
Pemerintahan Daerah. Undang-undang dimaksud memberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai aspirasi yang berkembang dengan menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Secara hitam di atas putih komitmen pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat untuk menciptakan kehidupan bernegara yang lebih baik terlihat menguat. Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional 2000 - 2004 misalnya, memasukkan pembangunan supremasi
system
hukum
pembangunan
dan
nasional.
politik
yang
pemerintahan Perangkat
demokratis yang
baik
serta
perwujudan
sebagai
undang-undang
prioritas
lainnya
juga
dikeluarkan, diantaranya Undang-undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-undang Hak Asasi Manusia, Undangundang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
36
Hal lain yang menunjukkan kemajuan adalah pembaharuan di bidang manajemen pemerintah, misalnya sebagai berikut: a) Struktur organisasi pemerintah daerah disusun secara rasional -tidak lagi meriuruti paket dari Pemerintah Pusat seperti ketika Orde Baru-- berdasarkan kewenangan yang dimiliki; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumber
daya
aparatur
serta
pola
pengembangan
kerjasama
(Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003) b) Setiap instansi sampai dengan level eselon II diwajibkan membuat perencanaan strategis dan menyusun laporan akuntabilitas kinerjanya (Instruks_i Presiden Nomor 7 Tahun 1999) c) Penyusunan anggaran instansi berbasis output dengan Rencana Strategis Daerah sebagai acuan, artinya kegiatan instansi pemerintah hanya akan mendapatkan jatah anggaran jika mempunyai output (kontribusi) yang jelas bagi pencapaian visi dan misi daerah serta fungsi instansi (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002) Pembaharuan manajemen pemerintah tidak lain dimaksudkan untuk menjamin responsifitas, keadilan, efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas intervensi negara terhadap masalah publik melalui kebijakan publik. Kebijakan publik merupakan respon/intervensi institusi pemerintah terhadap muculnya masalah publik; yakni kebutuhan, nilainilai atau kesempatan-kesempatan yang belum terealisir tetapi diyakini dapat tercapai melalui tindakan publik (Dery yang dikutip Dunn, 2000: 210)
37
Intervensi negara terhadap masalah publik pada batas-batas tertentu menjadi keharusan karena negara merupakan representasi dari tindakan
kolektif,
yang
mengemban
fungsi
tertentu.
World Bank
Development Report sebagaimana dikutip Wallis dan Do fiery (2001: 246-
247)
mengidentifikasi
functions
seperti
perlindungan
hak
adanya
pertahanan, milik,
3 fungsi
negara.
penegakan
pengelolaan
Pertama, minimal
hukum
ekonomi
dan
ketertiban,
makro,
pelayanan
kesehatan, penanganan bencana alam. Kedua, intermediate functions seperti penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kesejahteraan social. Cara penyelenggaraan intermediate functions bisa melalui government production yakni pemerintah memproduksi sendiri public good yang
dibutuhkan; atau government provision, yakni pemerintah bermitra dengan swasta dan masyarakat untuk menjamin ketersediaaan public good. Ketiga, activist Function seperti intervensi pasar dan redistribusi asset. Pemerintah sendiri, sebagai bagaian dari state, mempunyai alat intervensi.
Hughes (1998:
84-90)
menyebutkan 4 cara
intervensi
pemerintah. Pertama, provision, pemerintah menyediakan barang dan jasa melalui anggaran pemerintah. Kedua, subsidy, menjadi bagian dari provision
tetapi
pemerintah
bermitra
dengan
swasta
untuk
menyediakan barang dan jasa yang diinginkan pemerintah. Ketiga, production, pemerintah memproduksi barang dan jasa untuk dijual di
pasar. Keempat, regulation, pemerintah menggunakan kekuasaannya untuk mengijinkan atau melarang aktifitas tertentu. Upaya pembaharuan manajemen pemerintah pada satu sisi kemudian dibarengi dengan kontrol masyarakat sipil yang semakin kuat,
38
sedikit
banyak
telah
membawa
perbaikan
kehidupan
bernegara,
meskipun belum sepenuhnya sesuai harapan bersama. Hasil Governance and Decentralization Survey 2002 (dilaporkan Dwiyanto dkk, 2003) mengungkap berbagai temuan yang dapat memberikan gambaran bahwa secara umum kapasitas pemerintah dan masyarakat sipil menciptakan good governance (tata pemerintahan yang baik) pada era otonomi daerah masih rendah, meskipun pemerintah dan masyarakat meyakini bahwa dimasa mendatang ketika otonomi sudah berjalan baik kualitas pelayanan publik cenderung menjadi baik. seperti terlihat dari fenomenafenomena sebagai berikut: a) Aspek keadilan dalam penyelenggaran pelayanan publik belum terwujud. Masih sering dijumpai adanya diskriminasi etnik, suku, jenis kelamin, status sosial ekonomi, agama maupun afiliasi politik b) Responsifitas pemerintah kabupaten dan kota dalam berbagai bentuk pelayanan relatif cukup tinggi c) Efisiensi pelayanan dari segi waktu dan biaya masih rendah, tidak ada standar
waktu
dan
biaya
yang
pasti
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. d) Tidak adanya standar waktu dan biaya pelayanan yang dicantumkan secara transparan mengakibatkan masih tingginya suap dan rente I
dalam birokrasi pelayanan. Pada satu sisi masyarakat menginginkan pelayanan yang cepat dan bersedia mengeluarkan biaya ekstra untuk itu, sementara birokrasi memanfaatkan kesempitan yang dirasakan pengguna layanan untuk mendapatkan tambahan penghasilan e) Perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam era otonomi daerah
masih
banyak dijumpai,
bahkan
cenderung
mengalami
39
peningkatan. Selain modus operandi KKN bertambah, aktor KKN justru bertambah banyak. Sebelum otonomi pusat KKN berada di kantor-kantor eksekutif daerah, setelah otonomi DPRD ikut-ikutan menjadi aktor utama KKN karena kekuasaannya yang besar. Bahkan bermunculan aktor di luar pemerintah termasuk masyarakat sipil seperti aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan dan partai politik. Modus Praktek KKN terkait dengan rekrutmen dan promosi pegawai, tender proyek, penyusunan perda, penyusunan APBN, penyelenggaraan kegiatan instansi seperti pengembangan Usaha Kecil dan Menengah serta munculnya modus baru: money politic dalam L;3poran Pertanngungjawaban Kepala Daerah f)
Kemampuan pemerintah melakukan penegakan hukum masih jauh dari harapan. Jaminan kesamaan dan kepastian hukum masih menjadi retorika. Pelanggaran hukum yang melibatkan seseorang pejabat atau seseorang yang memiliki status ekonomi
tin~:j'gi
jarang
yang ditindaklanjuti secara tuntas. Hal ini juga yang menyebabkan meluasnya praktik KKN g) Transparansi penyelenggraaan pemerintahan masih rendah. Pada kegiatan-kegiatan yang tidak memunculkan peluang KKN seperti penyampaian prosedur tender,
penyusunan program pelayanan,
penyusunan APBD mereka cenderung
transparan. Tetapi ketika
menentukan pemenang tender, pengadaan barang kebutuhan proyek, rincian alokasi anggaran dan tindak lanjut hasil audit dilakukan secara tidak transparan. Terhadap hal-hal tadi masyarakat luas hampir tidak
memiliki
akses
informasi.
Maka
bisa
dipastikan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah belum dapat terwujud.
40
h) Keterlibatan masyarakat sipil dalam penyelesaian masalah publik belum tinggi, terlihat dari sebagain besar mereka hanya terlibat secara
kognitif.
mengetahui
saja
Artinya
kepedulian
adanya
persoalan
mereka publik
hanya
dalam
sebatas
lingkungan
masyarakatnya. Keterlibatan secara afektif dan motorik seperti dalam hal kehadiran pada forum warga. Keaktifan, keterlibatan dalam pengambilan keputusan (rancangan kegiatan), peran dan sumbangan nyata terlihat belum optimal. Dengan kata lain tradisi berkumpul dan berdarma
(voluntary)
kalangan
masyarakat
memecahkan permasalahan sipil
belum
mengakar.
bersama Mereka
di
masih
mengandalkan inisiatif rancangan program dari pemerintah. Tentang
belum
memadainya
kapasitas
pemerintah
dan
masyarakat. sipil dalam membangun tata pemerintahan yang baik pada era otonomi daerah juga diungkap oleh Sutoro (2004: 159-164). Pada ranah state tradisi politik feodal, otoritarian, birokratis dan sentralistik masih kuat. Hal ini menyebabkan pengelolaan kekuasaan state tidak untuk diabdikan pada kepentingan rakyat
tetapi untuk mendapatkan
berbagai fasilitas sekaligus melanggengkan kekuasaan. demokratisasi
dan
otonomi
daerah
sementara
ini
Dampaknya
menyuguhkan
kebangkitan raja-raja kecil di daerah, berpindahnya korupsi dari Pusat ke daerah,
gusarnya
para
gubernur karena
tidak
memiliki
lagi
link
pengendalian ke daerah kabupaten/kota, pelipatgandaan pajak dan retribusi
daerah,
horizontal.
DPRD
yang
tidak
responsif,
merebaknya
Sementara itu pada ranah masyarakat sipil
konflik
kehidupan
demokrasi belum menjadi tradisi. Wacana dan gerakan demokratisasi yang semarak, suara dan kontrol masyarakat mengalami kebangkitan
41
yang luar biasa tetapi tetap saja dihiasi sektarianisme idiologi dan kepentingan. Pluralitas lebih banyak menghadirkan konflik dibanding energi positif. Perspektif politik --pemikiran Chandhoke, pendekatan society centered model dan structural approach dari Rohstein dan Stolle-dengan demikian memberikan gambaran kepada kita bahwa paling tidak terdapat 2 variabel yang mempengaruhi pertumbuhan kapital sosial, yakni dukungan institusi negara (pemerintah) dan dukungan institusi masyarakat. Dinamika yang terjadi pada ranah state dan ranah civil society sesunguhnya mempengaruhi kapasitas institusi sosial sebagai kapital sosial. Ketika institusi dihadapkan pada kondisi negara dan masyarakat sipil yang belum tertata dengan baik maka kapasitasnya sebagai kapital sosial akan berada pad a tingkat yang. rendah; dan diyakini ketika negara dan masyarakat sipil mulai mengembangkan nilai demokrasi, membangun ruang sinergi, mengembangkan kemandirian, membangun akuntabilitas maka kapasitas institusi sosial sebagai kapital sosial akan meningkat. Secara
teoritis
kapasitas
institusi
masyarakat menghasilkan
kapital sosial ditopang oleh tradisi generalized trust (kepercayaan yang disebarluas,kan) di kalangan negara (pemerintah) dan masyarakat sipil. I
Lebih dari itu mekanisme bekerjanya kapital sosial akan berjalan baik jika berada dalam ruang yang memungkinkan terjadinya transaksi informasi dan komunikasi secara bebas, adopsi dan penegakan nilai ataupun norma tertentu serta mobilisasi resorsis dan aktifitas kolektif secara self supporting. Terkait hal tersebut, pelaksanaan otonomi daerah meskipun
belum sepenuhnya memberikan hasil yang diharapkan tetapi paling tidak
42
telah memberikan peluang yang lebih besar bagi pemerintah dan masyarakat untuk menata kehidupan yang lebih baik. Permasalahannya tinggal bagaimana peluang tersebut bisa direspon dengan baik oleh institusi pemerintah dan institusi masyarakat
B.2. Perspektif Institution Building (Pembangunan Kelembagaan) Terbentuknya kapital social memerlukan keberadaan institusi yang menjadi wadah berlangsungnya internalisasi berbagai aktifitas serta nilai dan norma yang mendasarinya. Dalam hal ini Jepperson (dalam Powell dan Di Maggio, 1991: 148) mengidentifikasi beberapa hal yang menandai eksistensi sebuah institusi, yakni adanya unsur keteraturan sosial (social order) yang dicapai melalui aktifitas berulang-ulang dan kontrol sosial serta adanya proses reproduksi (peniruan) nilai, perilaku tertentu. Berikutnya Scott (2001: 48) mendeskribsikan institusi sebagai berikut: • "Institutions are social structure that have attained a high de_grre of resilience (institusi merupakan struktur sosial yang telah memiliki kehandalan yang tinggi) • Institutions are composed of cultured cognitive, normative and regulative elements that, together with associated activities and resources provide stability and meaning to social life (institusi terdiri dari unsur pengetahuan yang membudaya, norma dan regulasi, kemudian dengan aktifitas dan resorsis yang dimiliki menciptakan stabilitas dan makna dalam kehidupan sosial) • Institutions are transmitted by various type of carriers, including symbolic system, relational system, routines and artifacts (istitusi disebarkan melalui berbagai cara, diantaranya melalui symbol, system hubungan, rutinitas dan peniruan) • Institution operate at multiple level of jurisdiction, from the wort system to localized interpersonal relationship (institusi beroperasi pada berbagai level yurisdiksi, dari system global sampai hubungan antar personal yang bersifat lokal) • Institution by definiton connote stability but are subject to change process" (institusi meskipun berkonotasi stabil tetapi menjadi sasaran perubahan) Dari
berbagai
pendapat
yang
mengulas
mengenai
institusi
sebagaimana tersebut di atas dapat dipahami bahwa institusi merupakan
43
sumber penting kapital sosial. Mengingat pentingnya institusi dalam membentuk keteraturan sosial, maka kemudian muncul pendekatan proses yang
pembangunan
disebut
institutional
building
(pembangunan
kelembagaan). Pembangunan kelembagaan, menurut Esman (dalam Eaton, 1972: 22-25), adalah suatu perspektif perubahan social yang direncanakan, dengan sengaja disebabkan oleh orang dan/atau kelompok, dipimpin oleh orang dan/atau kelompok yang secara sadar bersedia melibatkan diri proses
dalam
belajar organisatoris melalui
untuk
organisasi formal
melembagakan pola-pola pikir dan tindakan baru. Perspektif pembangunan kelembagaan dari model yang dikembangkan Esman memandang bahwa kapasitas institusi untuk beroperasi dipengaruhi oleh aspek-aspek sebagai berikut: 1) Aspek Internal Lembaga Aspek
internal
yang
mempengaruhi
kapasitas
operasional
lembaga meliputi kepemimpinan, doktrin (nilai, kultur),
struktur
organisasi, dukungan resorsis (input) yang dimiliki dan program. a) Kepemimpinan, menujuk pada kelompok orang yang secara aktif merumuskan program, mengambil keputusan dan mengendalikan operasional organisasi. Kepemimpinan dipandang sebagai unsur yang paling kritis dalam pembangunan lembaga. Kepemimpinan yang
kompeten secara teknis dan politis akan mampu mengelola
operasional organisasi dengan baik. Dalam hal ini perlu pula disampaikan
pendapat Mintzberg
yang
dikutip Thoha (2003)
tentang peran manajerial seorang pemimpin, diantaranya sebagai figure, sebagai motivator, sebagai pengolah informasi, sebagai
44
pemrakarsa perubahan, sebagai negoisator dan sebagai penghalau gangguan. b) Doktrin, menunjuk pada spesifikasi nilai, tujuan dan metode operasional yang mendasari tindakan organisasi. Doktrin yang jelas, konsisten,
meyakinkan
konsensus
dan
mengembangkan pengambilan
dapat
motivasi
pada
komunikasi
keputusan
mengembangkan pencapaian
efektif;
dan
penilaian
tujuan
menjadi hasil;
komitmen, bersama;
standar
dalam
memunculkan
kebanggaan anggota terhadap organisasi dan sense of crisis dalam menghadapi lingkungan eksternal.
Doktrin juga menjadi citra
organisasi di mata stakeholders, memunculkan harapan-harapan bagi stakeholders yang dapat disandarkan pada organisasi, menjadi modal bagi organisasi untuk membangun jaringan kerja sama dengan lingkungan eksternalnya c)
Program, untuk
merupa~an
pelaksanaan
organisasi,juga
alokasi sumber daya yang dimiliki organisasi fungsi-fugsi
merupakan
yang
menjadi
penterjemahan
keluaran
doktrin
ke
dari
dalam
tindakan. Idealnya program dirumuskan sebagai tanggapan atas mandat legal, tuntutan lingkungan, kesempatan, kepentigan dan kemampuan internal organisasi. Program yang dirancang dengan f
baik akan memunculkan dukungan internal maupun eksternal organisasi, sebaliknya program yang gegabah akan memunculkan oposisi dari dalam dan luar organisasi d)
Sumber daya, merupakan masukan (input) yang berupa wewenang, informasi, finansial, sarana prasarana, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya yang selanjutnya akan berproses menjadi
45
keluaran barang atau jasa organisasi. Sumber daya selalu memiliki keterbatasan,
karenanya
sumber
daya
harus
dikembangkan
sehingga jumlah dan kualitasnya mencukupi untuk berproses menjadi keluaran yang berkualitas. Semakin berkualitas keluaran yang dihasilkan, semakin mengalir dukungan sumberdaya dari lingkungannya. e)
Struktur intern, menunjuk pada jaringan peranan, pembagian kerja, saluran komunikasi, pembagian wewenang, garis perintah, pola intergrasi dan penyelesaian konflik, maupun garis pengendalian
2) Aspek Kaitan-kaitan (Lingkages) Aspek lingkungan
kaitan
menunjuk
eksternalnya
dalam
pada
interaksi
bentuk
lembaga
dengan
transaksi-transaksi
yang
dimaksudkan untuk melakukan pertukaran sumber daya, memperoleh dukungan
maupun
mengatasi
oposisi.
Kemampuan
mengelola
networking dengan berbagai institusi di luar organisasi mempengaruhi
kapasitas organisasi beroperasi. Dalam hal ini dibedakan adanya 4 jenis kaitan yang berpengaruh, yakni: a) Kaitan-kaitan yang memungkinkan (enabling): kaitan dengan institusi yang mengendalikan alokasi wewenang (mandat) dan sumber daya yang diperlukan bagi organisasi untuk berfungsi, termasuk institusi luar yang melindungi dan mengembangkan kemampuan internal. b) Kaitan
fungsional:
kaitan
dengan
institusi
lain
yang
menjalankan fungsi dan jasa yang merupakan pelengkap fungsi organisasi, dengan institusi lain yang menyediakan
46
input
bagi
organisasi
dan
yang
menggunakan
output
organisasi c) Kaitan
normatif:
mempromosikan berseberangan
kaitan norma,
dengan
dengan nilai
institusi
yang
doktrin
lain
mendukung
yang
dianut
yang
ataupun
organisasi.
Misalnya kaitan dengan insititusi keagamaan, institusi budaya, institusi kriminal
d) Kaitan tersebar: kaitan dengan orang atau kelompok yang tidak tergabung dalam institusi lain atau kolektifitas formal tetapi berpengaruh terhadap eksistensi organisasi, misalnya dengan orang tua warga Karang Taruna Pendapat Esman
secara
garis
besar menyebutkan
bahwa
kapasitas sebuah institusi dipengaruhi oleh kondisi internal institusi serta dukungan dari institusi negara dan institusi lainnya dalam masyarakat. Menurut penulis, pentingnya dukungan institusi yang ada pada negara maupun institusi yang ada pada masyarakat dalam menopang kinerja sebuah institusi sebagai sumber penting kapital sosial juga bisa dirunut dari pilar-pilar yang mendasari terbentuknya institusi. Scott (2001: 5157) berpendapat ada 3 pilar yang bersifat interdependen dan simultan menopang terbentuknya institlJSi masyarakat yang handal: I
1) Pilar regulasi dalam bentuk berbagai produk hukum dan kebijakan yang
dihasilkan
oleh
institusi
negara.
Kemampuan
negara
menghasilkan produk hukum dan kebijakan yang baik disertai kemampuan
untuk
melakukan
inspeksi
dan
penegakan
(implementasi) secara proporsional menjadi insentif tumbuhnya
47
institusi masyarakat yang kuat, menjadi media yang efektif untuk internalisasi perilaku-perilaku inovasi 2) Pilar normative berupa nilai dan norma yang muncul dan berkembang dalam kehidupan sosial. Nilai merupakan konsepsi dari keadaan yang diinginkan yang kemudian dikembangkan menjadi standar untuk menilai perilaku.
Norma merupakan
spesifikasi bagaimana sesuatu harus dilakukan dan kemudian digunakan untuk menentukan cara-cara yang diperbolehkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Norma termanifestasikan dalam berbagai bentuk seperti peran, tugas, hak dan kewajiban sosial,
larangan,
kode etik, prosedur dan sebagainya yang
menjadi acuan institusi beroperasi 3) Pilar pengetahuan
budaya:
merupakan
keyakinan,
kerangka
berfikir atau semacam sensor yang memaknai suatu obyek atau aktifitas,
menjelaskan
hubungan
pemahaman yang obyektif;
kausal,
menjadi
dasar
berfungsi sebagai mediasi antara
stimulus dari luar dan bentuk respon oleh individu. Hal inilah yang memungkinkan
institusi
menjadi
dinamis
bergerak
sesuai
tuntutan/stimulus dari lingkungan eksternalnya.
B.3. Perspektif Manajemen Strategis Perspektif
manajemen
strategis
memandang
kemampuan
organisasi untuk mencapai visi, misi dan tujuannya dipengaruhi oleh kemampuan organisasi mengelola isu strategis yang bersumber dari lingkungan eksternal dan internal. Karenanya Wheelen dan Hunger (1990) berpendapat, lingkungan eksternal dikategorikan sebagai 2 hal, yakni:
48
1) Lingkungan societal, merupakan factor-faktor yang tidak secara langsung
mempengaruhi
aktifitas
organisasi
dalam
jangka
pendek, tetapi berpengaruh dalam jangka panjang. Lingkungan societal terdiri dari: a) Factor ekonomi seperti ketersediaan/aks es terhadap material, finansial dan informasi, angka pengangguran, tingat upah, suku bunga, inflasi; b) Factor
sosio-kultural
seperti
nilai,
moral,
kebiasaan
masyarakat, perubahan gaya hidup, pertumbuhan penduduk, angka kelahiran; c) Factor teknologi yang menghasilkan berbagai kemudahan; d) Factor legal-politik yang berkaitan dengan alokasi kekuasaan dan peraturan perundangan 2) Lingkungan tugas, merupakan factor-faktor yang secara langsung mempengaruhi
organisasi
dan
pada
gilirannya
dipengaruhi
organisasi. Meliputi antara lain pemerintah, masyarakat setempat, pelanggan, penyedia input/bahan baku, kompetitor, kreditor. Lingkungan tugas identik dengan apa yang disebut Bryson (1995) sebagai stakeholders. Lingkungan
internal
oleh
Hunger
dan
Wheelen
(1990)
dibedakan menjadi 3 hal, meliputi: 1) Struktur organisasi yang menunjukkan alur pembagian tugas, alur kewenangan, jalur komunikasi dan pola hubungan antar orang, rantai komando 2) Kultur organisasi, merupakan kumpulan kepercayaan, ekspektasi, nilai yang dianut bersama, disosialisasikan dari generasi ke
49
generasi serta membentuk perilaku anggota organisasi. Kultur organisasi memegang fungsi penting, diantaranya membentuk identitas diri anggota organisasi, membangun komitmen dan menciptakan stabilitas organisasi 3) Resorsis
organisasi,
menunjuk
pada
ketersediaan
finansial,
teknologi, informasi, fisik-material serta sumber daya manusia Berangkat
dari
persepektif
pembangunan
kelembagaan
dan
perspektif manajemen strategis, kiranya dapat diperoleh gambaran bahwa kapasitas institusi sosial, termasuk di dalamnya Karang Taruna, untuk menghasilkan
kapital
sosial
tidak
hanya
ditopang
oleh
lingkungan
eksternalnya tetapi juga ditopang oleh kondisi internal institusi seperti kepemimpinan, kultur institusi, ketersediaan resorsis yang diperlukan, struktur organisasi, image
(citra) yang
disampaikan organisasi
dan
sebagainya. Kontribusi dimensi-dimensi internal institusi dengan demikian tidak bisa diabaikan, dan hal ini akan melengkapi analisis dari perspektif politik yang lebih menekankan kontribusi negara dan masyarakat sebagai lingkungan eksternal institusi. Justru dengan mengungkap dimensi internal institusi akan diperoleh gambaran bagaimana kiat-kiat aktor didalamnya mengatasi
keterbatasan-ke terbatasan
dan
diciptakan oleh lingkungan eksternalnya yang
bersumber
dari
internal
I
merespon
peluang
yang
maupun hambatan dan potensi
institusi.
Sebagaimana
dikemukakan
Fukuyama di depan bahwa repeated interaction merupakan landasan tumbuhya kapital sosial; maka dibutuhkan kematangan kondisi internal sedemikian rupa sehingga mampu mempertahanka n kontinuitas aktifitas. Mengapa demikian karena institusi sosial cepat atau lambat harus punya
kemandirian,
tidak
bisa
seterusnya
mengandalkan
dukungan
50
resorsis negara untuk menopang operasional kegiatan. Berbeda dengan institusi pemerintah yang keberadaannya diamanatkan oleh konstitusi dan menjadi simbol negara, segala kebutuhan untuk menjalankan aktifitasnya seterusnya ditanggung negara tidak bisa Tentang bagaimana dukungan kondisi internal institusi Karang Taruna penulis berharap akan banyak terungkap dalam konteks penelitian ini.
C. Hipotesis Penelitian Dari berbagai perspektif sebagaimana penulis kemukakan di muka -perspektif politik, perspektif pembangunan kelembagaan dan perspektif manajemen-- paling tidak bisa teridentifikasi 3 kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan kapital sosial, yakni dukungan institusi pemerintah, dukungan institusi masyarakat dan kondisi internal institusi sendiri. Dinamika ketiganya menentukan
kapasitas
institusi
Karang taruna
sebagai
kapital
sosial.
Sehubungan hal tersebut, hipotesis yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut: 1. Institusi Karang Taruna yang pada awal kiprahnya banyak difasilitasi oleh pemerintah Orde Baru dan masih dipertahankan keberadaannya pada era otonomi daerah, cenderung berkurang kapasitasnya sebagai kapital sosial karena kurang selaras dengan nilai-nilai otonomi daerah. Sejauh kondisi internal institusi Karang Taruna cukup kuat sehingga mampu merespon
tuntutan
perubahan
lingkungan
dan
mempertahankan
kontinuitas aktifitasnya, kapasitasnya sebagai kapital sosial pada era otonomi daerah tetap tinggi. 2. Dengan
intensitas
yang
berbeda,
dukungan
institusi
pemerintah,
dukungan institusi masyarakat dan kondisi internal Karang Taruna secara
51
bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial.
D. Konsep-konsep Penelitian Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian meliputi konsep kapital sosial, kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial, dukungan pemerintah, dukungan masyarakat serta kondisi internal institusi Karang Taruna. 1. Kapital
sosial
adalah
aktualisasi
hubungan
antar
individu
dalam
kelompok-kelompok atau asosiasi-asosiasi, baik dalam hubungan setara maupun hubungan sub sordinasi, dalam asosiasi formal maupun informal, yang termanifestasikan sebagai jaringan kerja sama, hubungan timbal balik dan rasa saling percaya sehingga menghasilkan berbagai manfaat khususnya bagi anggota kelompok/asosiasi. 2. Kapasitas
institusi
Karang
Taruna
sebagai
kapital
sosial
adalah
kemampuan lembaga Karang Taruna untuk menghasilkan jaringan kerja sama,
hubungan
timbal
balik
dan
rasa
saling
percaya
sehingga
menghasilkan berbagai manfaat khususnya bagi anggota, umumnya bagi masyarakat
luas.
Maka
dimensi-dimensi
untuk
melihat
kapasitas
kelembagaan Karang Taruna sebagai kapital social antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut: 1)
Trust, yakni tumbuhnya kepercayaan dari anggota maupun dari masyarakat pada umumnya terhadap institusi Karang Taruna yang memungkinkan terjalinnya interaksi social secara reguler. Dimensi
trust dapat diketahui antara lain dari hal sebagai berikut:
52
a) Besarnya animo masyarakat untuk menjadi anggota aktif Karang Taruna b) Animo masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dengan Karang Taruna c) Animo . anggota/pengurus/Unit
Karang
Taruna
untuk
bekerjasama dalam wadah Karang Taruna f)
Intensitas konflik dengan institusi diluar Karang Taruna, Semakin rendah intensitas konflik eksternal menunjukkan semakin tinggi dimensi trust yang dimiliki.
g) Besarnya posisi tawar dalam pengambilan keputusan desa 2) Network, yakni tumbuhnya jaringan kerjasama di dalam institusi maupun dengan individu dan/atau kelompok di luar institusi sebagai akibat adanya interaksi social yang reguler. Dimensi network dilihat antara lain dari: a) Heterogenitas keanggotaan b) Intensitas relasi dengan institusi masyarakat c) Intensitas relasi dengan institusi pemerintah 3) Norm of reciprocity, yakni hubungan pertukaran timbal balik yang memunculkan harapan bersama bahwa setiap andil (kewajiban) yang diberikan
akan mendapatkan balasan manfaat (hak) di
kemudian hari. Dimensi resiprositas dilihat dari: a) Tingkat kehadiran pengurus/anggota dalam pertemuan b) Kemampuan institusi Karang Taruna melakukan tindakan kolektif c) Kemampuan institusi memelihara kontinuitas aktifitas
53
d) Kemampuan
organisasi
melakukan
penegakan
ketentuan
(kewajiban sosial) melalui sanksi dan ganjaran sosial 4) Coping, yakni manfaat yang diperoleh individu dan/atau kelompok yang saling berinteraksi dalam bentuk pemecahan atas berbagai masalah bersama. Dimensi coping dilihat dari: a) Manfaat material yang diperoleh anggota dan/atau seperti lapangan
pekerjaan,
bertambahnya
penghasilan,
akses
terhadap kredit, bangunan-bangunan fisik dan sebagainya b) Manfaat
non-materia l
masyarakat
seperti
bertambahny a
yang
diperoleh
berkurangnya
wawasan,
anggota
dan/atau
kenakalan
remaja,
bertambahny a
ketrampilan,
berkurangny a konflik social, terbukanya saluran komunikasi dan informasi di kalangan generasi muda, berkembangnya kehidupan demokrasi dan sebagainya 3. Dukungan pemerintah adalah kontribusi yang diberikan oleh pemerintah dalam menunjang eksistensi Karang Taruna, memiliki dimensi-dim ensi sebagai berikut: 1) Regulasi, menyangkut pengaturan/ kebijakan pemerintah yang mendukung berkembang nya institusi Karang Taruna. Misalnya menyangkut komitmen dalam hal prioritas kegiatan/ang garan, model pengembangan yang diaplikasikan 2) Provisi, menyangkut penyediaan barang dan jasa oleh pemerintah dalam rangka memfasilitas i pertumbuhan institusi Karang Taruna. Misalnya
bagaimana
pemerintah
memerantar ai
kepentingan
institusi Karang Taruna, mencarikan koneksi dengan institusi lain, menyediakan
dukungan
pengetahuan
dan
ketrampilan,
54
pembinaan
motivasi,
pemberian
bantuan
sarana
prasarana,
bantuan finansial, bantuan peralatan 4. Dukungan masyarakat
masyarakat adalah secara
langsung
kontribusi yang diberikan oleh maupun
tidak
langsung
dalam
menunjang eksistensi Karang Taruna seagai kapital sosial. Dimensidimensi dukungan institusi masyarakat misalnya meliputi: 1) Budaya
masyarakat
menunjuk
misalnya
pada
kebiasaan-
kebiasaan, hukum/sangsi sosial, norma sosial, kepercayaan, adat istiadat 2) Dukungan finansial-material, menunjuk pada bantuan dana dan bentuk materi lainnya dari masyarakat. 5. Kondisi internal Karang Taruna adalah kekuatan pendorong atau penghambat berfungsinya institusi Karang Taruna yang bersumber dari dimensi-dimensi internal sebagai berikut: 1) Kepemimpinan, menujuk pada bagaimana orang yang dipercaya memimpin institusi aktif mengambil keputusan, merumuskan rencana kegiatan, memotivasi anggota, membangun jaringan kerjasama dengan pihak di luar institusi, mengolah informasi, mengambil inisiatif perubahan, mengatasi gangguan dari luar. 2) Sistem normatif institusi yang termanifestasikan misalnya sebagai I
I
tujuan
dan
cara/metode
untuk
mencapai
tujuan,
hak dan
kewajiban sosial, larangan, kode etik, prosedur kerja, kebiasaan 3) Ketersediaan sumber daya, menunjuk misalnya pada bagaimana ketersediaan masukan (input) yang berupa finansial, sarana prasarana, jumlah dan karakteristik anggota aktif dan pengurus Karang Taruna serta ketersediaan sumber daya pendukung
55
4) Pol a
operasi
institusi,
menunjuk
program/kegiatan,
merumuskan
pad a
bagaimana
mengadakan
institusi
pembagian
kerja/alokasi personil, menjaga integrasi institusi serta bagaimana institusi melakukan evaluasi program/kegiatan 6. Era Otonomi Daerah adalah era pemerintahan yang ditandai dengan dimensi-dimensi kemandirian, sharing, demokratisasi dan akuntabilitas 1) Kemandirian menunjuk pada kondisi dimana pemerintah daerah dan masyarakat setempat memiliki kapasitas untuk menentukan pilihan tujuan apa yang ingin diwujudkan serta memobilisir resorsis yang dimiliki untuk merealisaikan tujuan dimaksud; juga menunjuk pada kondisi dimana masyarakat memiliki kapasitas untuk berswadaya, tidak terlalu bergantung pada pemerintah. 2) Sharing menunjuk pada pendelegasian kewenangan yang lebih besar untuk menyelengarakan pelayanan publik dari Pusat kepada daerah;
juga
termasuk
distribusi
kewenangan
kepada
masyarakat dan swasta untuk turut menyelenggarakan pelayanan publik. 3) Demokratisasi menunjuk pada peri kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menjamin kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan berasosiasi, serta penghargaan terhadap perbedaan I
dan prularitas. 4) Akuntabilitas kepada
merupakan
publik
oleh
para
tradisi
mempertanggung-jawabkan
pengambil
pemerintah, swasta maupun masyarakat
keputusan
di
sector
atas tindaksan yang
diambilnya.
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain sebuah penelitian dirumuskan sesuai perumusan masalah, tujuan penelitian, unit analisis serta ketersediaan resorsis yang dimiliki peneliti. Dalam hal ini penelitian lebih ditujukan untuk memahami realitas sosial, yakni bagaimana kapasitas kelembagaan Karang Taruna sebagai kapital sosial terbentuk dan memberi makna (kontribusi) bagi kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan hal tersebut menurut penulis desain penelitian yang sesuai adalah penelitian
kual~tatif
(sifatnya) - eksplanatif (jenisnya),
sebagaimana dikemukakan Winston (1995: bersifat
kualitatif
bagaimana
berkaitan
system
sosial
dengan
17) bahwa penelitian yang
pertanyaan-pertanyaan
beroperasi,
bagaimana
seperti individu
menginterpretasikan perilakunya dan perilaku orang lain serta bagaimana individu menjalin hubungan satu sama lain, kemudian lebih menekankan deskribsi verbal
dalam menjelaskan perilaku manusia; meskipun tidak
menutup kemungkinan penyajian data kuantitatif (Baker, 1999: 240). Dalam banyak studi kualitatif, menurut Miles dan Huberman (dikutip Baker, 1999: 343), beberapa kuantifikasi banyak membantu. Sebagai contoh ketika melakukan observasi bagaimana interaksi antara professional dan klien, maka dibutuhkan data berapa kali professional menyela kliennya. Dabbs (dikutip Berg, 1999: 2) menempatkan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang ingin menunjukkan makna, konsepsi, definisi, karakteristik,
57
metafora, symbol dan deskribsi tentang suatu hal; dibedakan dengan penelitian kuantitatif yang menekankan penghitungan dan pengukuran suatu hal. Winston
(1995:
18-19) juga
mengungkapkan
perbedaan jenis
penelitian deskritif dan ekaplanatif. Penelitian deskriJ:)tif menjawab apa dan berapa banyak/berapa besar tentang suatu
hal;
sementara penelitian
eksplanatif menjawab pertanyaan mengapa suatu fenomena terjadi serta dimaksudkan untuk memahami dan menjelaskan hubungan berbagai aspek kehidupan sosial. Adapun pendekatan penelitian yang diadopsi adalah studi kasus dengan pertimbangan unit analisisnya adalah institusi Karang Taruna, sementara Karang Taruna yang sampai saat ini eksis terbatas jumlahnya. Pertimbangan lainnya adalah keterbatasan resorsis peneliti yang tidak memungkinkan untuk meneliti unit analisis dimaksud dalam jumlah banyak. Maka penulis menggunakan pendekatan studi kasus pada dua institusi Karang Taruna berprestasi dan hingga sekarang masih eksis. Tipe studi kasus yang diadopsi, dalam terminologinya Abdullah (2003), disebut sebagai studi
kasus
intrinsic yakni
penelitian
untuk mengetahui
lebih dalam
mengenai satu hal dan tidak dimaksudkan untuk membangun teori baru.
B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Karang Taruna Desa Genjahan dan Karang Taruna Desa Gombang. Keduanya berlokasi di wilayah Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul
58
C. Metode Pengumpulan Data Sebuah penelitian yang bersifat kualitatif menurut Baker (1998) menggunakan observasi, interview (wawancara) dan penelusuran dokumen tertulis maupun visual sebagai metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini ketiganya digunakan sebagai metode: 1. Observasi Observasi digunakan untuk mendapatkan gambaran aktual secara langsung mengenai pola dan setting aktifitas keseharian dari obyek penelitian guna memahami realitas sosial yang sedang berlangsung. Juga digunakan untuk crosscheck informasi yang diperoleh melalui metode pengumpulan data yang lain. Untuk memudahkan observasi peneliti menggunakan checklist sebagai panduan, dan dalam hal ini penulis lebih menempatka'"! diri sebagai pengamat murni (observer) yakni sematamata mengamati tanpa terlibat dalam aktifitas sosial/kejadian yang sedang berlangsung. Hal-hal yang diobservasi antara lain lingkungan alam, letak geografis, aktifitas sosial ekonomi masyarakat, sikap birokrat, sikap warga terhadap orang lain, hubungan birokrat dan warga, hubungan antar warga, catatan kegiatan Karang Taruna, aktifitas kolektif Karang Taruna,
figur
pengurus
Karang
Taruna,
hubungan
antar
pengurus/anggo ta, sikap pemerintah desa dan masyarakat terhadap keberadaan Karang Taruna, aktifitas Unit Karang Taruna (Karang Taruna Pedukuhan), aktifitas pemerintah desa. 2. Wawancara Berbeda dengan wawancara dalam survei yang menggunakan pertanyaan terstruktur, wawancara dalam penelitian kualitatif dilakukan
59
secara
fleksibel
berbekal
panduan
materi
wawancara.
Wawancara
dilakukan tidak sekedar sebagai sesi pertanyaan dan jawaban
tetapi
diarahkan untuk menggali respon sebanyak mungkin dari informan ataupun
mengembangkan
berlangsung,
tidak
wacana-wacana
terbatas
pada
selama
kategori-kategori
wawancara yang
sudah
diperkirakan sebelumnya. Materi
wawancara
antara
lain
meliputi
respon
birokrasi
pemerintah kabupaten dan pemerintah desa terhadap otonomi daerah, respon masyarakat terhadap otonomi daerah, respon pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan Karang Taruna, respon pengurus dan anggota
terhadap
pengurus/anggota pemerintah
dan
keberadaan Karang
Taruna
masyarakat,
Karang
Taruna,
persepsi
dukungan
institusi
pengurus/anggot~
terhadap
terhadap
persepsi
kondisi internal Karang Taruna 3. Penelusuran dokumen tertulis/visual Dokumen tertulis/visual yang dimiliki oleh institusi pemerintah dan
Karang Taruna dijadikan sebagai sumber informasi sekunder.
Sasaran penelusuran dokumen antara lain rencana strategis daerah, APBD Kabupaten, APB Desa, monografi desa, buku catatan kegiatan Karang Taruna I
D. Informan Informasi yang akan digali secara garis besar meliputi persepsi (penilaian), respon, bentuk respon (reaksi) serta opini atas peristtwa yang dialami atau dirasakan oleh aparat pemerintah, masyarakat dan civitas Karang Taruna. Sehubungan dengan hal tersebut informan dalam penelitian
60
ini
meliputi
representasi
dari
aparat
Pemerintah
Desa,
Kecamatan,
Pemerintah Kabupaten dan Propinsi, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, serta ketua, pengurus dan anggota Karang Taruna. Pemilihan informan dilakukan secara purposif disesuaikan dengan perumusan masalah penelitian. Untuk semakin memperkaya informasi pemilihan informan juga menggunakan. prinsip snowball, artinya jumlah informan kemungkinan semakin bertambah sesuai rekomendasi informan sebelumnya.
E. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan penelusuran dokumen masih merupakan data mentah yang harus diolah lebih lanjut. Karenanya inti dari analisis data adalah mengubah data mentah menjadi lebih berguna/bernilai sesuai tujuan penelitian. Dalam hal ini penulis banyak mengadopsi teknik (cara) analisis data menurut Baker (1998: 335-343), yang terdiri dari 3 tahap sebagai berikut: 1. Tahap kondensi (reduksi) data.
Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber disarikan dan diperhitungkan apa tema (ide dasar/kategori) dan maknanya, kemudian pengkodean
dikelompokkan meliputi
perspektif (cara
sesuai
hal-hal
pandangnya
tema
seperti:
dan
diberi
setting
dari aspek apa);
tempat
kode.
Skema
dan
waktu;
kategori
informasi,
misalnya sangat penting, penting atau kurang penting, kejadian biasa atau
kejadian
luar
biasa;
hubungannya
dengan
landasan
teori:
mendukung atau menolak. Pada masing-masing data yang telah diberi kode dapat dibubuhi catatan komentar untuk mendeskripsikan apa yang dilakukan peneliti dan
61
bagaimana situasinya pada saat observasi/wawancara dilakukan, dengan mana infonnasi yang satu berkaitan dengan infonnasi yang lain serta saran-saran bagi upaya-upaya penelitian di kemudian hari. Disamping itu juga dapat dibubuhi catatan memo yang berisi rencana/langkah apa yang akan dilakukan untuk analisis lebih lanjut. Untuk infonnasi yang diperoleh dari penelusuran dokumen dibuat ringkasan yang memuat nama dokumen, setting tempat dan waktu, arti pentingnya dokumen, hubungannya dengan dokumen lain atau informasi hasil observasi dan wawancara, isi ringkas dokumen berikut temanya serta hubungannya dengan landasan teori apakah mendukung atau menolak. Proses reduksi data yang diperoleh dari 2 lokasi penelitian akhirnya
dikerucutk~n
pada tema seputar 1) bagaimana dinamika
kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial sebelum dan sesudah otonomi daerah; 2) apa bentuk-bentuk dukungan yang diberikan institusi pemerintah dan institusi masyarakat terhadap institusi Karang Taruna; 3) bagaimana intensitas dukungan tersebut pada era sebelum dan sesudah otonomi daerah; 4) bagaimana dimensi-dimensi kondisi internal seperti kepemimpinan, ketersediaan resorsis, sistem normatif dan pola operasi institusi berelaborasi membentuk kapital sosial; 5) intensitas pengaruh dari dukungan institusi pemerintah, institusi
masyarakat dan kondisi
internal
dukungan
Karang Taruna terhadap
pertumbuhan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial.
62
2. Display Data (Penyajian Data) Umumnya data disajikan dalam bentuk tulisan, tetapi agar lebih variatif juga disajikan diagram, tabel atau matriks yang menunjukkan tema,
pola
atau
kecenderungan
tertentu
sehingga
dapat
diperbandingkan/dilawankan sat:u dengan yang lain. Data yang telah ditampilkan
kemudian
dijelaskan
bagaimana jalinan
hubungannya,
bagaimana dapat diintegrasikan dan dielaborasikan satu dengan yang lain 3. Penarikan Kesimpulan Penarikan
kesimpulan
dilakukan
dengan
beberapa
cara.
Diantaranya dengan melihat pola keteraturan informasi, membandingkan kasus
atau
hasil
dari
aktifitas
tertentu,
menghitung
frekuensi
informasi/kasus, menyimpulkan dari informasi-informasi yang terlihat menyolok (istimewa), serta menyimpulkan berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber yang paling dipercaya.
63
BAB IV DESKRIBSI WILAYAH PENEUTIAN DAN PROFIL KARANG TARUNA
A. Gambaran Umum Desa Genjahan dan Profil Karang Taruna Genjahan
A.1. Gambaran Umum Desa Genjahan Desa Genjahan terletak di wilayah Kecamatan Ponjong berbatasan dengan wilayah Kecamatan Karangmojo. Menurut pengamatanpenulis, Desa Genjahan lokasinya paling strategis dibanding desa lainnya di wilayah Kecamatan Ponjong, selain karena berbatasan dengan wilayah Kecamatan Karangmojo yang pembangunannya terlihat lebih pesat juga karena hanya berjarak 1,5 kilometer dari ibukota kecamatan, dekat dengan pusat pefayanan dan bangunan publik seperti Puskesmas, kepolisian sector, masjid raya kecamatan, pasar kecamatan dan perbankan Luas wilayah Desa Genjahan sekitar 451 Ha terdiri dari 11 dusun dengan jumlah penduduk sekitar 5.803 jiwa, dengan komposisi penduduk:. menurut usia sebagai berikut: Tabel 2 Komposisi penduduk Genjahan menurut usia Kelompok Usia (dalam tahun)
I
I
Jumlah
I I
Prosentase
I
I
i
1,98
0-3
115
4-6
118
2,03
7- 12
326
5,61
13- 15
162
2,79
16- 18
167
2,87
19- 26
372
6,41
27-40
529
9,11
40-56
1345
23,17
57 keatas
2669
45,99
Sumber: Sekretans Desa Gen]ahan tahun 2005
64
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan didominasi oleh tamatan SLTP, sedangkan struktur mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani pemilik tanah, sebagaimana terlihat dalam tabeltabel berikut ini. Taber 3 Komposisi penduduk Desa Genjahan menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumrah
Prosentase
TK(Tidak tamat 50
130
2,29
50
778
13,40
5LTP
1968
33,91
5LTA
1834
31,60
Akademi (01- 02}
653
11,25
5arjana (51 - 53)
440
7,58
Sumber: Sekretra1s Desa Gen]ahan tahun 2005
Taber 4 . han 5truktur mata pencaharian pen d ud u k D esa Genja Jenis Matapencaharian
Jumrah
Petani pemilik tanah
548
Petani penggarap
449
Buruh tani
230
Pengrajin industri
130
Buruh industri
89
Buruh bangunan
179
-
Buruh pertambangan Pedagang Peternak ayam
123 I
I
35
Peternak sapi
tidak ada data
Peternak kambing
tidak ada data
Peternak ikan air tawar
41
Pengusaha sedang/besar
10
Buruh perkebunan
-
Pengangkutan
69
Pegawai Negeri 5ipir TNI/Porri Pensiunan
108 20 56
Sumber: Sekretans Desa GenJahan tahun 2005
65
Desa merupakan unit wilayah yang berdasarkan undang-undang dapat dibentuk pemerintahan desa. Dinamika pemerintahan desa, dalam hal ini sedikit banyak tercermin dari banyaknya kelembagaan desa termasuk di dalarrmya perangkat desaJperaturan desa, keputusan lurah desa;
keuangan
desa;
institusi" sosial
keagamaan;
institusi politik
termasuk di dalamnya hasil perolehan suara pemilu; keuangan desa; serta tingkat swadaya masyarakat. Berikut ini penulis sajikan tabel yang menggambarkan dinamika pemerintahan desa Genjahan.
66
Tabel 5 Banya k nya mst1tus1"d esa, institusi sosial dan institusi politik Desa Genjahan No
1.
Nama Institusi
Pamong Desa: Lurah Desa. • Sekretaris Desa (Carik) • Kepala Urusan (Kaur) • Sekretaris BPD • Staf • Dukuh (Kepala Dusun} Pedukuhan RT (Rukun Tetangga) RW (Rukun Warga) Penaurus RT/RW BPD (Badan Perwakilan Desa} Pengurus LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa) Peraturan Desa Keputusan Lurah Kader Pembangunan Desa Tim Penggerak PKK Kader PKK Majelis Taklim Remaja Masiid Karang Taruna Dasawisma Lembaga Swadaya Masyarakat Gugus Depan Pramuka Taman Kanak-kanak Swasta SD Swasta SLTP Swasta SLTA Swasta Klub Olahraga: • Sepak bola • Bola voli • Bulutangkis • Tenis meja Kelompok Kesenian: • Wayang kulit • Kesenian daerah • Orkes melayu/Kroncong • Kasidah • Hadrah • Sholawatan _._campursa.D_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _. _ - - - - Sekretariat Partai Politik Lima besar pemenang pemilu: • PDIP • Golkar • PAN • Partai Kebangkitan Bangsa • PKPB
•
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 20.
21.
22.
-·-
23. 24.
Jumlah
1 1 5 1 1 11 11
54 12 540 13 36 6 8
33
41 34 1 136 4 10 5 2 2 2 1 11
2 1
1 1
1 1 2
-
-
1010 897 543 496 130
Sumber: Sekretans Desa Gen]ahan tahun 2005
67
Keuangan desa tercermin dalam APBDes, bila dibandingkan dengan Desa
Gombang jumlahnya lebih tinggi. Tercatat untuk APBDes 2005
jumlah anggaran pendapatan sebesar Rp. 159.992.150,00, digunakan untuk belanja rutin sebesar Rp. 65.422.150,00 dan belanja pembangunan Rp. 94.500.000,00. Tingkat swadaya masyarakat yang diperkirakan dalam APBDes sebesar Rp. 50.000.000,00, jauh lebih besar dibanding perkiraan yang sama di Desa Gombang sebesar Rp. 18.930.000,00.
A.2. Profil Karang Taruna Genjahan A.2.1. Sejarah Singkat Karang Taruna Desa Genjahan Terbentuknya Karang Taruna Desa Genjahan dimulai dari gerakan pemuda yang diwadahi dalam PK3A (Pusat Kegiatan Kesejahteraan Keluarga dan Anak) bentukan Departemen Sosial. Pada tahun 1968 namanya kemudian diubah menjadi Karang Taruna Desa Genjahan, dipelopori oleh tokoh-tokoh pemuda pada waktu itu dan bergerak dalam bidang rekreatif, edukatif dan pembinaan mental spiritual. Menurut salah satu sumber di Desa Genjahan, Karang Taruna Genjahan termasuk yang pertama kali muncul di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Sejak awal terbentuknya hingga sekarang ini Karang Taruna Genjahan
telah
mengalami
6
kali
pergantian
kepengurusan.
Kepengurusan pertama, periode 1969-1978 diketuai oleh Sutijo, BA. Berikutnya periode 1978-1990 diketuai oleh Siswanto, periode 19901995 diketuai Drs. Wastana, periode 1995-2000 diketuai Drs. Wastana, periode 2000-2005 kembali diketuai Drs. Wastana, dan periode 20052010 diketuai oleh R. Sutrisno.
68
A.2.1
Visi, Misi dan Struktur Organisasi Karang Taruna Visi Karang Taruna Genjahan adalah "Ikhlas dalam berbuat, tuntaskan masalah sosial kepemudaan", sedangkan misinya adalah melaksanakan
sosialisasi
prinsip dasar Karang Taruna;
melakukan
kegiatan rekreatif, olahraga dan kesenian secara kontinyu; penggarapan penyandang instansi
masalah
terkait;
kesejahteraan sosial secara seksama dengan
serta
menumbuhkembangkan
kegiatan
wirausaha
generasi muda. Struktur organisasi terdiri dari Ketua (Ketua Umum, Ketua I dan Ketua II), Sektretaris (Sekretaris Umum, Sekretaris I dan Sekretaris II), Bendahara (Bendahara I dan Wakil Bendahara), Seksi Organisasi dan Konsolidasi, Seksi Diklat, Seksi Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial, Seksi
Pengabdian
Masyarakat,
Seksi. Usaha
Pengembangan,
Seksi
Kerohanian, Seksi Kesenian, Seksi Olahraga, serta Seksi Ekonomis Produktif. Adapun Kepengurusan Karang Taruna periode 2000-2005 adalah sebagaimana tersaji dalam tabel berikut:
69
Tabel 6 Struktur Pengurus Karang Taruna Genjahan periode 2000-2005 No.
Nama
Pendidkn
Usia
9. 10.
Widiantara Drs.H. Savid Sukar Drs. Suaito Subrani SPd Drs. Wastana Bambang PH R. Sutrisno Drs Parjana Edy Susanto
Dill 51 SLTA 51 51 51 SLTA SLTA 51 Dill
56 52 56 53 41 35 30 31 30 35
Pati Kerjo II Kerjo II Pati Tanggulangin Pati Tanggulanoin Sususkan III Pati Simo II
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Ngatino Supiyanto Eko Yulianto Sujono SPd Sukirno Rananto Jimun Subranti Mardi W Sugiyar Budi Suparmono Rukiman Rokip Jumantoro Sugiyono Basuki Jamal Supra pta M. Tugiyanto Sugiyarto Sarto no Marvanto Sri Buntari Muslim P Tumhadi Jumirah Subranto Maryadi Bambang U SH
SLTA SLTA SLTA 51 SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA
29 32 29 31 35 30 37 27 28 30 32 28 30 38 33 30 29 31 31 31 27 29 27 26 30 27 32 36 30 31
Kerjo I Pati Simo II Pati Tanooulanoin Pati Keno II Keno I Simo I Genjahan Susukan II Pati Susukan III Kerjo I Tanggulangin Kerjo II Tanggulangin Susukan I Simo II Susukan II Pati Kerjo II Susukan I Tanggulangin Pati Pati Sima I Pati Pati Susukan I
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
orr SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA 51
Ala mat
Profesi Lurah Desa Penilik Sekolah Anggota DPRD Kepala Sekolah Guru Sekcam Pekeria swasta Guru Sekdes Kabag Keuangan Pemdes Guru Peternak PNS Dinkes Guru Guru Guru Guru Wlraswasta Wiraswasta Wiraswasta Guru Wiraswasta PNS Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Guru PNS KUA Wiraswasta Wiraswasta Guru Wlraswasta Guru PNS Setwan Wiraswsata Wiraswasta PNS PPL Karyawan SMA Pimpro
Jabatan Pelindung Pelindung Pembina Pembina Pembina Ketua Umum Ketua I Keua II Sekretaris Umum Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Bendahara II Sie Oro. Konsolidasi Sie Ora. Konsolidasi Sie Ora. Konsolidasi Sie Diklat Sle Dlklat Sie Diklat Sie Pely. & Kesos Sie Pely. & Kesos Sie Pely. & Kesos Sie Pengabd. Masy Sie Pengabd. Masy Sie Pengabd. Masy Sie Usaha Pengemb Sie Usaha Pengemb Sie Usaha Pengemb Sie Kerohanian Sie Kerohanian Sie Kerohanian Sie Kesenian Sie Kesenian Sie Kesenian Sie Olahraga Sie Olahraga Sie Olahraaa Sie Ekonomis Prod. Sie Ekonomis Prod. Sie Ekonomis Prod.
A.2.3. Pembagian Tugas Pengurus Pembagian tugas disusun berdasarkan jabatan yang ada, atau lazim disebut sebagai job describtion. Ketua Umum misalnya mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Bertanggung jawab atas jalannya organisasi 2. Memimpin dan mengendalikan semua kegiatan
70
3. Mengkoordinasikan semua kegiatan yang dilaksanakan pengurus dan anggota Karang Taruna 4. Mengadakan pembagian kerja diantara masing-masing Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Seksi-seksi 5. Memimpin rapat, menjadi penghubung antara Karang Taruna dan pembina fungsional maupun pembina teknis Karang Taruna serta pihak-pihaklain yang diperlukan 6. Bersama
Sekretaris
menandatangani
surat-surat
keluar,
surat
anggota
yang
keputusan dan surat lainnya 7. Bersama
Sekretaris
melalui
Wakil
ketua
dan
bersangkutan mencatat, mendokumentasikan dan menginventarisir permasalahan yang timbul untuk dibawa dalam rapat pleno Karang .Taruna 8. Dalam hal Ketua berhalangan wajib menunjuk salah seorang wakil dan atau Sekretaris untuk dan atas nama Ketua melaksanakan tugastugas Ketua Tugas Wakil Ketua I: 1. Mengadakan koordinasi dengan Seksi Organisasi dan Konsolidasi,
Seksi
Diklat,
Seksi
Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial, Seksi
Pengabdian Masyarakat dan Seksi Usaha Pengembangan 2. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh Ketua 3. Bersama Ketua memperhatikan permasalahan sosial yang timbul, khususnya permasalahan sosial generasi muda untuk mendapatkan penanganan
71
Tugas Wakil Ketua II: 1.
Mengadakan koordinasi dengan Seksi Kerohanian, Seksi Kesenian, Seksi Olahraga dan Seksi Ekonomis Produktif
2.
Melaksanakari tugas yang diberikan oleh Ketua
3.
Bersama Ketua memperhatikan permasalahan sosial yang timbul, khususnya permasalahan sosial generasi muda untuk mendapatkan penanganan
Tugas Sekretaris Umum: 1. Mengkoordinasikan
kegiatan
teknis administrative untuk semua
kegiatan 2.
Mengumpulkan data yang diperlukan untuk penyusunan program
3.
Membantu Ketua, Wakil Ketua dalam menyelenggarakan administrasi
4.
Menyelenggarakan
surat
menyurat,
kearsipan,
pendataan
dan
penyusunan laporan 5.
Bersama. Ketua menandatangani semua surat keluar, surat keputusan dan surat lainnya
6.
Mengadakan pembagian tugas diantara Wakil-wakil Sekretaris
7.
Mengatur tatalaksana secretariat
8.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan Ketua
Tugas Wakil Sekretaris I: 1.
Membantu secara teknis administrasi kegiatan seksi-seksi sesuai penugasan yang diberikan
2.
Bersama dengan Wakil Ketua dan Seksi yang bersangkutan turut mengatur pelaksanaan
program
seksi
,
membantu
menyusun
laporan pelaksanaan program/kegiatan untuk dilaporkan secara tertulis kepada Ketua atau pengurus Karang Taruna
72
3.
Melaksanakan kegiatan kearsipan dan pendistribusian surat
4.
Melaksanakan
pengurusan
dan
pemeliharaan
barang-barang
inventaris 5.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan Sekretaris Umum
Tugas Wakil Sekretaris II: 1.
Membantu secara teknis administrasi kegiatan seksi-seksi sesuai penugasan yang diberikan
2.
Bersama dengan Wakil Ketua dan Seksi yang bersangkutan turut mengatur pelaksanaan
program
seksi
,
membantu
menyusun
laporan pelaksanaan program/kegiatan untuk dilaporkan secara tertulis kepada Ketua atau pengurus Karang Taruna 3.
Mempersiapkan teknis pelaksanaan rapat-rapat
4.
Menyusun notulen/risalah dalam setiap rapat
5.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan Sekretaris Umum
Tugas Bendahara: 1.
Bertanggung jawab atas penggalian sumber dana dan melakkan teknis pengelolaan keuangan serta pengaturan logistik
2.
Melakukan penyimpanan keuangan
3.
Membantu Wakil Ketua dan seksi dalam menyusun rancangan anggaran program kegiatan yang diajukan
4.
membantu
Wakil
Ketua
dan
Seksi
dalam
menyusun
laporan
pertanggungjawaban keuangan 5.
Melaksanakan tudgas lain yang diberikan Ketua
Tugas Wakil Bendahara: 1. Melaksanakan tugas yang diberikan Bendahara
73
2. Melaksanakan
tugas
kebendaharaan
dalam
kegiatan
kerjasama
dengan pihak lain 3. Melaksanakan kegiatan keluar sesuai Ketua dan melaporkan hasil kegiatan pada rapat pengurus Tug as Seksi Organisasi dan Konsolidasi: 1. Melakukan
inventarisasi
anggota
Karang
Taruna
dengan
mengelompokkan menurut usia, pendidikan, keaktifannya 2. Menyimpan, mengajukan rancangan Anggaran Dasara dan Anggaran Rumah Tangga, menyiapkan peraturan pergantian pengurus antar waktu 3. Menyiapkan kegiatan Kaderisasi Karang Taruna 4. Menentukan,
menyiapkan
kader-kader
Karang
Taruna
untuk
diikutsertkan dalam berbagai kegiatan intern maupun ekstern 5. Melakukan kegiatan lain dalam cakupan tugasnya,menumbuhkan terbentuknya Karang Taruna Unit/Sub Unit 6.
Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua I
Tugas Seksi Diklat: 1.
Melakukan
inventarisasi
anggota
Karang
Taruna
dengan
mengelompokkan menurut pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki 2. Melakukan
kegiiiltan
pendidikan
dan
pelatihan
khususnya
I
yang
menunjang kegiatan ekonomis produktif. 3. Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada WakiiKetua I Tug as Seksi Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial: 1. Melakukan inventarisasi permasalahan sosial untuk mendapatkan
penanganan 2. Melakukan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial
74
3. Menggali sumber-sumber sosial kemasyarakatan untuk dimanfaatkan 4.
Melakukan kegiatan pencegahan, rehabilitasi dan pengembangan penanganan masalah sosial
5.
Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua I
Tugas Seksi Pengabdian Masyarakat: 1. Melakukan kegiatan yang mendorong semangat gotong royong
2. Melakukan kegiatan pengabdian masyarakat seperti kerja bakti, kesehatan lingkungan hidup dan pertanian 3. Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua I Tugas Seksi Usaha dan Pengembangan: 1.
Melakukan inventarisasi anggota Karang Taruna yang mempunyai ketrampilan
di
bidang
usaha
danpengembangan
usaha
yang
dilakukan 2.
Melakukan kegiatan di bidang usaha dan pengembangan untuk kepentingan Karang Taruna dan masyarakat pada umumnya
3.
Menumbuhkan terbentuknya kegiatan usaha bagi Karang Taruna
4. Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua I Tugas Seksi Kerohanian: 1.
Melakukan kegiatan dalam upaya lebih meningkatkan kerukunan umat beragama
2.
Meningkatkan kegiatan yang mengarah pada ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi anggota Karang Taruna
3.
Mengupayakan
berbagai
usaha
untuk
membantu
terwujudnya
pengadaan sarana/tempat ibadah 4.
Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua II
75
Tug as Seksi Kesenian: 1. Melakukan inventarisasi potensi kesenian yang ada 2. Melakukan kegiatan pembinaan kesenian yang ada 3. Melakukan kegiatan pentas kesenian baik dalam hari-hari besar nasional maupun acara khusus 4. Menumbhkan terbentuknya kesenian Karang taruna 5. Melakukan kegiatan Iomba kesenian 6. Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua II Tugas Seksi Olahraga: 1. Melakukan inventarisasi potensi olahraga yang ada
2. Melakukankegiatan pembinan olahraga yang ada 3. Melakkankegiatan olahraga dalam bentuk porseni bersama seksi dan pihak lain yang perlu 4. Menumbuhkan terbentuknya klub olahraga Karang Taruna 5. menyalurkan kader berprestasi dalam olahraga kepada pihaklain untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut 6. Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua II Tugas Seksi Usaha Ekonomis Produktif: 1. Mengupayakan tumbuhnya koperasi Karang Taruna 2. Melakukan kegiatan di bidang usaha ekonomis produktif bagi Karang Taruna dengan memanfaatkan potensi lokal 3. memprakarsai ide-ide kegiatan ekonomis produktif untuk kepentingan sosial kemasyarakatan 4. Melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan pada Wakil Ketua II
76
A.2.4. Program Kerja Karang Taruna: Program Kerja Karang Taruna Desa Genjahan dibagi menurut bidang dan waktu. Selengkapnya penulis sajikan dalam tabel berikut: Tabel7 Program Kerja Jangka Pendek Karang Taruna Genjahan No
I
II
Bidang Administrasi
Program 1.
Penertiban buku-buku administrasi
lJ.
Membuat daftar inventaris
Q.
1.
Menyusun uraian tugas pengurus Melakukan oenveaaran oenaurus unit
~- Membuat peta/data dinding
Organisasi
III
Seksi Organisasi dan Konsolidasi
~- Melakukan anjangsana dengan pengurus unit
1.
Mendata kader-kader Karang Tarunadari unit
IV
Seksi Diklat
1.
Mengikutsertakan pelatihan yang diselenggarakan pemerintah maupun lembaga lain Mengadakan penyuluhan narkoba Mengoptimalkanlembaga pelatihan komputer yang dikelola anggota Karang Taruna
~-
B. v
VI
Seksi Pelayanan 1. Memberikan bantuanbuku kepada anak tidak & Kesejahteraan mampu Sosial ~- mendata anaka terlantar 3. Membantu orang sakit tidak mampu 4. Membantu mencarikan rekomendasi keringanan biaya pengobatan warga tidak mamou Seksi Pengabdian 1. Masyarakat 2.
3. 4. VII
Seksi Usaha dan 1. Pengembangan 2.
3. VIII
Seksi Kerohanian
1.
Melakukan Membantu Membantu Membantu
kerja bakti bersama masyarakat orang punya hajat (sinoman) orang yang baru tertimpa musibah oenarikan rekenina listrik
Meningkatkan hasil dari pengolahan lahan sawah Mengumpulkan bantuan dari anggota yang peduli rvlelakukan kerjasama denganlembaga lain untuk oemasaran Melakukan kegiatan TPA
2. Melakukan keg!atan keagamaan/sekolah minggu 3. Menaadakan peringatan hari besar keagamaan IX
Seksi Kesenian
1.
Melakukan latihan tari, keroncong, reog secara rutin
2. Mengadakan pentas seni 3. Mendata kelompok-kelompok kesenian
77
Seksi Olahraga
X
Mengadakan latihan bolavoli rutin Mengadakan kompetisi bola voli Mengadakan Iomba senam Mengikuti Iomba-Iomba olahraga secara insendental Pengadaan alat-alat olahraga
1.
~. ~.
f4.
~.
Melakukan pembinaan terhadap koperasi pemuda Mendata usaha ekonomis produktif anggota Melakukanpembinaan terhadap kelompok perikanan Mengadakan percontohan tanaman holtikultura Mendorong pemuda gemar menabung Pengadaan bibiit ikan untuk usahaperikanan anggota
Ekonomi 1. Seksi Produktif ~.
XI
f3.
~·
~.
6.
Tabel 8 Program Kerja Jangka Menengah Karang Taruna Genjahan No
Bidang
I
Administrasi
Program 1. ~.
II
Organisasi
1. ~.
III
Seksi Organisasi dan Konsolidasi
IV
Seksi Diklat
1.
1.
2.
Mencatat keanggotaan secara periodik Membuat data dinding yang akurat Penyegaran pengurus Karang Taruna Memantapkan uraian tugas pengurus
Inventarisai pengurus dan anggota Unit Karang Taruna
Mengikutkan pelatihan ketrampilan memantau tindak lanjut pasca pelatihan
v
Seksi Pelayanan 1. & Kesejahteraan 2. Sosial ~·
Membentuk satgas sosial Memberi bantuan kepada warga yang opname Memberi bantuan SPP kepada anak tidak mampu
VI
Seksi Pengabdian 1. Masyarakat ~.
Membentuk kelompok sinoman Menggiatkan kelompok pengabdian
VII
Seksi Usaha dan 1. Pengembangan ~.
Penambahan modal koperasi pemuda Mengusahakanpemasaran produk usaha anggota
VIII
Seksi Kerohanian
1.
~. IX
Seksi Kesenian
X
Seksi Olahraga
XI
Memberi motivasi kepada lembaga pendidikan AIQur'an Mengikutsertakan kegiatan pembinaaQ2_p~itu~ ___
1. ~.
Mengadakan latihan kesenian secara rutin Pengadaan peralatan kesenian yang dibutuhkan
1.
Penambahan sarana dan prasarana olahraga Mengadakan pelatihan olahraga prestasi
~.
Ekonomi 1. Seksi Produktif ~·
~
Peningkatan modal usaha koperasi Mengikutsertakan kursus ketrampilan bagi anggota Mengembangkan usaha KUBE
78
Tabel9 Program Kerja Jangka Panjang Karang Taruna Genjahan No
Bidang
I
Administrasi
II
Organisasi
Program 1. ~. 1.
Menciptakan sistem administrasi yang efektif Tersusunnya AD/ART Karang Taruna yang mamadai Menciptakan kaderisasi yang berkesinambungan
2. Pemantapan organisasi Karang Taruna mengacu Pedoman Dasar Pembinaan Karang Taruna III
IV
Seksi Organisasi dan Konsolidasi
2. Pemantapan tugas pengurus sesuai bidangnya
Seksi Diklat
1.
1.
~.
Memfungsikan secara optimal kinerja Seksi-seksi Membentuk lembaga diklat yang dikelola Karang Taruna Mengupayakan anggota agar dapat mengikuti diklat
v Seksi
Pelayanan 1. Pemantapan satuan tugas sosial dalam pelayanan Kesejahteraan sosial Sosial 2. Menyusun data masalah sosial yang akurat &
I
VI
Seksi Pengabdian 1. Masyarakat
VII
Seksi Usaha dan 1. Pengembangan
Menjalin mitra kerja denganpemerintah maupun lembaga lain dalam mengembangkan usaha Memantapkan fungsi kelompok-kelompok bimbingan keagamaan
IX
Seksi Kesenian
1.
Melestarikan seni budaya bangsa
X
Seksi Olahraga
1.
Meningkatkan kualitas atlit
I
I
untuk
1.
2. Menyaluran bakat olahraga bagi anggota
i
I
pemuda
Seksi Kerohanian
VIII
I
Membentuk kelompok-kelompok kegiatan pengabdianmasyarakat
XI
Seksi Ekonomi 1. Produktif 2.
Menciptakan lapangan kerja bagi anggota Meningkatkan kualitas produk usaha produktif anggota
ekonomi
A.2.5. Catatan Prestasi Karang Taruna Genjahan Keberadaan Karang Taruna Genjahan yang terbilang paling senior di wilayah Gunungkidul, ditopang dengan keberhasilan kepemimpinan menggerakkan aktifitas institusi akhirnya membuahkan keberhasilan
79
prestasi demi prestasi, dari prestasi lokal hingga nasional. Berikut ini catatan prestasi Karang Taruna Genjahan: 1. Juara II Karang Taruna Teladan tingkat Propinsi DIY tahun 1991 2. Juara I Lomba Cerdas Cermat P4 tingkat Kabupaten 1992 3. Juara I Bulutangkis Kelompok Umur 30 tahun ke bawah tingkat Kecamatan tahun 1992 4. Juara I Catur Tingkat Umum Kecamatan tahun 1992 5. Juara I Tenis Meja Perorangan tingkat Kecamatan tahun 1992 6. Juara III Bola Voli tingkat Kecamatan tahun 1992 7. Juara III Lomba Desa Berkualitas Binaan Generasi Muda tingkat Kabupaten tahun 1993 8. Juara
III
Lomba
Vokal
Group
Lagu-lagu
Perjuangan
tingkat
Kabupaten tahun 1996 9. Juara I Bola Voli Putra Manggala Karya Taruna tahun 1999 10. Juara I Bola Voli Putra tingkat Kecamatan tahun 2000 11. Juara Lomba merangkai Bunga tingkat Nasional tahun 2002 12. Juara I Karang Taruna Berprestasi tingkat Propinsi DIY tahun 2003 13. Juara IV Karang Taruna Berprestasi tingkat Nasional tahun 2003
B. Gambaran Umum Desa Gombang dan Profil Karang Taruna Gombang
B.l. Gambaran Umum Desa Gombang Desa Gombang terletak berbatasan di sebelah barat dengan wilayah Kecamatan Semanu dan di sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Rongkop, lokasinya berada di jalan utama menuju Rongkop dan Pracimantoro Wonogiri. Menurut pengamatan penulis, Desa Gombang lokasinya termasuk terpencil dan kurang strategis dibanding desa lainnya
80
di wilayah
Kecamatan Ponjong,
berjarak 10 kilometer dari ibukota
kecamatan, jauh dengan pusat pelayanan dan bangunan publik seperti puskesmas, Kepolisian Sektor, Koramil, masjid raya kecamatan, pasar kecamatan dan perbankan dan bahkan tidak memiliki pasar desa, dikelilingi pegunungan kapur yang kurang subur dan tidak banyak sumber air. Luas wilayah Desa Gombang sekitar 269 Ha terdiri dari 9 dusun dengan jumlah penduduk sekitar 3.539 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut usia sebagai berikut: Tabel 10 Komposisi penduduk Gombang menurut usia Kelompok Usia
Jumlah Prosentase
(dalam tahun)
I
0-3
601
16,98
4-6
256
7,23
7- 12
207
5,85
13- 15
188
5,31
16- 18
207
5,85
19-26
149
4,21
27-40
297
8,39
40-56
197
5,56 40,60
1437 57 keatas I Sumber: Sekretans Desa Gombang tahun 2005
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan didominasi oleh tamatan SD, lebih rendah dari rata-rata tingkat pendidikan penduduk Genjahan, sedangkan struktur mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani pemilik tanah. Meskipun Desa Genjahan dan Desa Gombang sama-sama didominasi petani pemilik tanah tetapi untuk Desa matapencaharian
penduduknya
kurang
variatif
Gombang
struktur
dibanding
penduduk Desa Genjahan, sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut ini.
81
Tabel 11 Komposisi penduduk Oesa Gombang menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumlah
TK
70
50
367
5LTP
268
5LTA
62
Akademi (01 - 02)
2
5arjana (51 - 53)
3
Tidak ada data
2767
Sumber: Sekretra1s Desa Gombang tahun 2005
Tabel 12 5truktur mata pencaharian penduduk Oesa Genjahan Jumlah
Jenis Matapencaharian Petani pemilik tanah Petani penggarap Buruh tani Pengrajin industri Buruh industri Buruh bangunan Buruh p,ertambangan Pedagang Peternak ayam Peternak sapi Peternak kambing Peternak ikan air tawar Pengusaha sedang/besar Buruh perkebunan Pengangkutan Pegawai Negeri 5ipil TNI/Polri Pensiunan
Prosentase
1.210 219 291 169 26 108 22 40 6 600 756
34,19 6,19 8,22 4,77 0,73 3,05 0,62 1,13 0,16 16,95 21,36
-
-
5
0,14
-
-
2 12 1 5
0,05 0,33 0,02 0 14
I
Sumber: Sekretans Desa Gombang tahun 2005
Dinamika
pemerintahan
desa,
tercermin
dari
banyaknya
kelembagaan desa termasuk di dalamnya perangkat desa, peraturan desa, keputusan lurah desa; keuangan desa; institusi sosial keagamaan; institusi politik, hasil perolehan suara pemilu; keuangan desa; serta tingkat swadaya masyarakat. Tabel berikut menggambarkan dinamika pemerintahan desa Genjahan.
82
Tabel 13 Banvaknva institusi desa institusi sosial dan institusi oolitik Desa Gombana No 1.
2. 3. 4.
5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 20.
21.
22.
f-----
23. 24.
Nama Institusi
l
Pamong Desa: • Lurah Desa • Sekretaris Desa (Carik) • Kepala Urusan (Kaur) I 1 • Sekretaris BPD 1 • Staf • Dukuh (Keoala Dusun) i Pedukuhan RT (Rukun Tetangga) RW (Rukun Warga) Penaurus RT/RW BPD (Badan Perwakilan Desa) Pengurus LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masvarakat Desa) Peraturan Desa Keputusan Lurah Kader Pembanaunan Desa Tim Penaaerak PKK Kader PKK Majelis Taklim Remaja Masjid Karana Taruna Dasawisma Lembaga Swadaya Masvarakat Gugus Deoan Pramuka Taman Kanak-kanak Swasta SD Swasta SLTP Swasta SLTA Swasta Klub Olahraga: • Sepak bola • Bola voli • Bulutangkis i • Tenis meja Kelompok Kesenian: ! • Wayang kulit • Kesenian daerah
l
Jumlah
1 1
5 1 1 9
9 25
11 125 13
45 13
8 25
45 9 9 1 90
2 1
3 5 2 2
1
1
I
3
• Orkes melayu
;
• Kasidah • Hadrah • Sholawatan • Campursari Sekretariat Partai
I I 1 I
,
1 1 1 1
1
Politik----------,--~-----3-----
Lima besar pemenang pemilu: • Golkar • Partai Merdeka • PKB • PDIP • PKPB
l
I I
712 263 259
113 103
Sumber: Sekretans Desa Gombang tahun 2005
83
Keuangan desa tercermin dalam AP6Des, bila dibandingkan dengan Desa Genjahan jumlahnya lebih kecil. Tercatat untuk AP6Des 2005 jumlah anggaran
pendapatan sebesar Rp. 118.387.500,00, digunakan untuk
belanja rutin sebesar Rp. 50.365.000,00 dan belanja pembangunan Rp. 68.022.500,00. Tingkat swadaya masyarakat yang diperkirakan dalam AP6Des sebesar Rp. 18. 930.000,00., jauh lebih kecil dibanding perkiraan yang sama di Desa Genjahan sebesar Rp. 50.000.000,00.
6.2. Profil Karang Taruna Gombang 6.2.1. Sejarah Singkat Karang Taruna Desa Gombang Keberadaan Karang Taruna Gombang diawali dengan berdirinya paguyuban pemuda Desa Gombang pada tahun 1968 yang bertujuan menjaga kestabilan, ketertiban dan keamanan desa, mengembangkan semangat persatuan dalam upaya membendung gerakan G30S PKI. Awal bersatunya pemuda Gombang sendiri sebenarnya sudah dirintis sejak tahun 1965 untuk menghadapi Gerakan PKI. Kepengurusan pertama pemuda Desa Gombang semua berasal dari Pamong Desa agar dapat mengatasi gejolak di masyarakat setelah G30S PKI, diketuai oleh Wonosentono dan berlangsung dari tahun 1968-1978. Organisasi
pemuda
Desa
Gombang
yang
lebih
maju
dan
terkoordinir muncul pada periode kepengurusan berikutnya tahun 19781982, diketuai oleh Kusnun dengan nama "Ringin Anom'·. Kegiatannya meliputi bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, bidang olahraga, bidang sosial kemasyarakatan dan bidang seni budaya. Pada era ini buku-buku administrasi sudah mulai tertata baik; prestasi sepakbola dan bulutangkis mulai menjuarai di tingkat kecamatan; pembinaan tatacara
84
sinoman, menghadapi orang kesripahan serta sopan santun mulai digalakkan; grup kethoprak "Ringin Anom" didirikan. Kepengurusan berikutnya periode tahun 1982-1987, diketuai Amino. Pada periode ini, struktur organisasi sudah mulai lebih mapan dan sekitar tahun 1984 nama
Karang Taruna mulai dipakai. Sepanjang
sejarah perkembangannya hingga sekarang ini, periode tahun 1982-1987 disebut-sebut sebagai masa jayanya kegiatan pemuda Desa Gombang. Kegiatannya antara lain mengadakan arisan dan koperasi simpan pinjam, menanami lahan kas desa, senam kesegaran jasmani, mengadakan kursus pertukangan,pembinaan kelompok sinoman dan pengajian serta menggiatkan gotong royong.
Di bidang administrasi
buku-bukunya
semakin lengkap. Periode selanjutnya, 1988-1998 diketuai oleh Hardono. Pada masa ini aktifitasnya mulai menurun,kegiatan yang dapat berjalan hanya bidang
kamtibmas
dan
kemasyarakatan,
kegiatanyang
lainkurang
mendapatkan perhatian. Dokumen-dokumen kegiatan sudah mulai tidak terurus, semua buku administrasi tersedia tetapi tidak terisi, koordinasi pengurus kurang terkendali. Selanjutnya
era
kepengurusan
tahun
1998-2003
diketuai
Supriyadi yang sekarang menjabat Lurah Desa Gombang. Kegiatan pada I
masa
ini
lebih
kestabilan sehubungan
focus
wilayah
pada
agar
bidang
tidak
adanya gerakan
kemasyarakatan
terjadi
reformasi
tawuran yang
dan
antar
menjaga kelompok
menimbulkan banyak
kerusuhan. Tentang kesekretariatan, karena tidak banyak kegiatan yang dilakukan
buku-buku
dokumentasinya
tidak
lengkap,
mekanisme
organisasi hampir tidak berjalan.
85
Periode kepengurusan yang terakhir hingga sekarang, tahun 2003-2008 diketuai Sayadi. Nama Karang Taruna diubah dari Ringin Anom menjadi Gemilang untuk menghindari kesan politis di era reformasi ini. Kegiatannya · bel urn banyak yang bisa dilakukan terkait dengan kekurangkekompakan sumberdaya
pengurus,
antar
manusia
internal
keterbatasan Susunan
institusi.
finansial
dan
kepengurusan
selengkapnya tersaji dalam tebel berikut: Tabel 14 Susunan Pengurus Karang Taruna Gombang periode 2003-2008 Profesi
Pendidkn
Usia
Alamat
Sayadi Hartanto Satiman Supriyono Ishak Jamidin Sadiman Suharno Subadi
SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTP SLTP SLTP SLTP
-
-
Ngrejek Kulon Gombai!Q Kebohan Lor Sawit Kidul Sawit Lor Ngrejek Etan Kebohan Kidul Ngrejek Kulon Pakrandu
Ka TU SMA Swasta Swasta Swasta Pedagang Tani Swasta Swasta Swasta
10.
Tumin
SLTP
-
Pakrandu
Swasta
11.
Suwarno
SLTP
-
Gombang
Buruh
12.
Tarochim
SLTP
-
Ngrejek Etan
Sopir
13.
Herman T
OII
-
Kebohan Lor
No.
Nama
1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
-
-
Guru SO I
so
-
Sawit Lor
Toharudin
SLTP
-
Sawit Lor
Sopir
16.
Amin
SLTA
-
Gombang
PNS
17.
Liladi
so
-
Sawit Kidul
Karyawan
18.
Suratno
so
-
Sawit Lor
Swasta
19. 20. 21. 22. 23.
Tarochim Tumino Suprivanto Eko Pribadi Marjiyo
SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP
-
-
Ngrejek Etan Gombang Sawit Kidul Ngreiek Etan Ngrejek Etan
Sopir Swasta Swasta Swasta Swasta
24.
Reza Megasari
SLTA
-
Ngrejek Kulon
Swasta
25. 26.
Giyarto Hardono
SLTA SLTA
-
Gombang Kebohan Kidul
Sekretarls BPO KaBag Umum Pemeth Oesa
14.
Imron
15.
-
I
Pedagang
Jabatan Ketua I Ketua II Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Bendahara II Bid. org. dan Oiklat Bid. org. dan Oiklat Bid. Usaha Kesejahteraan Sosial Bid. Usaha Kesejahteraan Sosial Bid. Pengemb. Kelp Masy&Pengab Masy Bid. Pengemb. Kelp Masv&Pengab Masy Pengemb. Ekonomi dan Koperasl Pengemb. Ekonomi dan Koperasi Bid. Kerohanian dan Pembinaan Mental Bid. Kerohanian dan Pembinaan Mental Bid. Olahraga dan Pengemb Seni Budy Bid. Olahraga dan Pengemb Seni Budy Bid. Lingk. Hidup Bid. Lingk. Hidup Bid. Hukum & Ham Bid. Hukum & Ham dan Humas Bid Kewanltaan dan Humas Bid Kewanitaan Bid. Blna Remaja Bid. Bina Remaja
86
8.2.2. Uraian Tugas dan Program Kerja Pengurus Fungsi
manajeria l
kepemimp inan
yang
belum
berjalan
menyebabkan hingga saat ini pengurus belum mempuny ai uraian tugas, demikian pula visi, misi dan program kerja pengurus belum disusun.
87
BAB V KAPASITAS INSTITUSI KARANG TARUNA SEBAGAI KAPITAL SOSIAL PADA ERA OTONOMI DAERAH
Pengantar
Karang Taruna merupakan institusi sosial yang dapat dikategorikan sebagai organisasi formal. Pertama, karena keberadaannya ditegaskan dengan Keputusan Menteri Sosial nomor 11/HUK/1988 yang mengatur Pedoman Dasar Karang Taruna. Didalamnya disebutkan bahwa Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda di bidang kesejahteraan sosial, berasaskan Pancasila serta bertujuan mewujudkan peningkatan
kesejahteraan
sosial
generasi
muda,
yang
memungkinkan
terlaksananya fungsi sosial generasi muda sebagai manusia pembangunan sehingga mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial di lingkungannya. Karang Taruna mempunyai tugas pokok bersama-sama pemerintah menanggulangi masalah kesejahteraan sosial, membina dan mengembangkan potensi generasi muda di lingkungannya. Adapun fungsi Karang Taruna antara lain
1)
meningkatkan
kesadaran,
memasyarakatkan
penghayatan
dan
pengamalan Pancasila; 2) memupuk kesadaran dan tanggung jawab sosial, semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan dan rasa kesetiakawaan sosial; 3) mengembangkan dan mewujudkan harapan serta cita-cita generasi muda; 4) memupuk kreatifitas dan mendidik generasi muda untuk dapat mengemban tanggung jawab sosial kemasyarakatan melalui usaha kesejahteraan sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif; 5) melaksanakan usahausaha pencegahan kenakalan remaja, terlarang
lainnya;
6)
penyalahguaan narkotika dan obat
berperan aktif dalam kegiatan
pembauran bangsa,
88
pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya,
Karang
Taruna
berkonsultasi
dengan
Kepala
Desa/Lurah
setempat dan mengkoordinasikan programnya dengan Lembaga Ketahanan Masyarakat (sekarang Leinbaga Pemberdayaan Masyarakat Desa). Sistem keanggotaan Karang Taruna menganut stelsel pasif, artinya setiap generasi muda dalam lingkungan desa/kelurahan yang bersangkutan berusia
antara
7 sampai
40
tahun
otomatis menjadi
anggota.
yang Mereka
mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa ada diskriminasi ras, suku, jenis
kelamin,
kedudukan
sosial,
pendirian
politik
dan
agama.
Adapun
kepengurusan Karang Taruna terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara, dan seksi-seksi. Seksi-seksi antara lain terdiri dari Seksi Organisasi, Pendidikan dan Latihan, Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Pengabdian Masyarakat, Usaha, Kerohanian/Pembinaan Mental, Kesenian, Olah Raga
dan
seksi-seksi lain sesuai kebutuhan. Pengurus Karang Taruna dipilih melalui musyawarah anggota. Syaratsyarat untuk dapat dipilih sebagai pengurus antara lain bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang undang Dasar 1945; melaksanakan dan mengamalkan ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila; dapat membaca dan menulis, berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna; memiliki pengetahuan dan ketrampilan berorganisasi serta kemauan dan kemampuan pengabdian di bidang kesejahteraan sosial; berstatus sebagai penduduk desa/kelurahan dan bertempat tinggal tetap; berumur antara 17 sampai dengan 40 tahun
89
Kedua, karakteristik yang menandai Karang Taruna sebagai organisasi formal adalah karena memiliki sifat sebagai organisasi formal-modern. Sifat dimaksud antara lain adanya tujuan dan pembagian tugas yang jelas sehingga memungkinkan
terselenggaranya
mekanisme pertanggungjawa ban,
adanya
hirarki yang memungkinkan terciptanya saluran perintah dan pengawasan, adanya kualifikasi personil untuk dapat dipilih menjadi pengurus serta adanya standarisasi tata kerja. Dilihat dari karakteristik tersebut di muka, Karang Taruna memiliki potensi untuk berkembang menjadi kapital sosial khususnya bagi generasi muda dalam hal peningkatan kesejahteraan sosial pemuda. Pertama, sifatnya sebagai organisasi formal-modern memungkinkan terpenuhinya kapasitas institusi untuk menyelenggarak an tugas pokok dan fungsinya, dibanding organisasi informaltradisional. Fukuyama (1999: 213-217) mencatat bentuk institusi informal
da~
spontan memiliki keterbatasan mengatasi kompleksitas kebutuhan, terutama ketika keanggotaan dan cakupan fungsi institusi meluas; juga ketika
institusi
harus memperjuangka n keadilan dan collective action tanpa unsur diskriminasi. Kedua, basis operasi dan keanggotaan di tingkat bawah (desa/kelurahan ) memungkinkan institusi Karang Taruna menjadi lebih mudah melakukan kontak dengan masyarakat, responsif terhadap kebutuhan warganya, lebih memahami tata
nilai
dan
kebiasaan
da,lam
masyarakat,
lebih
mudah
mendapatkan
I
kepercayaan (trust) karena bukan outsiders dari masyarakatnya. Ketiga, Karang Taruna mengemban misi yang bersifat inklusif seperti: mengembangkan jiwa kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial, anti diskriminasi, pembauran dan kesatuan bangsa. Dalam keadaan demikian Karang Taruna mudah diterima oleh berbagai segmen masyarakat sehingga relatif lebih mudah membangun jaringan kerja sama dengan berbagai pihak. Bab ini akan memaparkan bagaimana
90
daerah di 2 lokasi penelitian, serta apa saja bentuk kapital sosial yang dihasilkan serta sedikit gambaran mengenai besaran kapasitasnya sebagai kapital sosial pada saat sebelum otonomi daerah. Bab ini juga akan menyinggung sedikit mengenai kondisi-kondisi yang mempengaruhi dinamika kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial
A. Karang Taruna Desa Genjahan: Kapasitasnya sebagai Kapital Sosial pada Otonomi Daerah Tidak terlalu sulit bagi penulis untuk mengidentifikasi berbagai dimensi kapital sosial yang muncul dari aktifitas-aktifitas Karang Taruna Desa Genjahan. Tertib administrasi yang dijalankan ditambah keterangan dari berbagai pihak, ditunjukkan dengan beberapa bukti di lapangan sangat membantu peneliti untuk mengungkap realitas. Untuk memudahkan analisis, kapasitas institusi Karang Taruna Desa Genjahan penulis paparkan dalam empat dimensi: dimensi trust, network, norm of reciprocity dan coping.
A.l. Dimensi Trust Kapital Sosial Dimensi trust menyangkut kepercayaan dari anggota maupun dari masyarakat pada
umumnya
terhadap
institusi
Karang Taruna yang
memungkinkan terjalinnya interaksi sosial secara reguler dan beru,lang I
(repetitive interaction). Semula penulis masih ragu apakah dimensi trust
(kepercayaan) itu sebagai prakondisi terjalinnya interaksi yang berulang atau sebaliknya, interaksi yang berulang merupakan prakondisi tumbuhnya trust diantara berbagai civitas organisasi. Tetapi data lapangan --dalam konteks penelitian ini pada lokasi Desa Genjahan dan Desa Gombang--
91
menunjukkan bahwa interaksi yang reguler dan berulang tidak akan terjadi jika unsur kepercayaan terhadap civitas institusi tidak hadir lebih dulu.
A.l.l Kondisi-kondisi yang Melandasi Kepercayaan Pemerintah dan Masyarakat
terhadap Karang Taruna Tingkat kepercayaan masyarakat pada umumnya ataupun anggota khususnya
terhadap
institusi
Karang Taruna
Desa
Genjahan
bisa
dikatakan tetap tinggi pada era otonomi daerah ini. Kepercayaan yang tetap tinggi dari masyarakat, menurut analisis penulis, tidak terlepas dari kemampuan institusi untuk tetap netral dari pengaruh kekuatan politik tertentu, sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Unit Karang Taruna (Karang Taruna Pedukuhan) Susukan III berikut ini: "Menurut penilaian saya; kalau dulu mungkin Karang Taruna itu kayak semacam organisasinya Golkar ya, tapi saya tidak merasakan itu dulu maupun sekarang, yang saya amati tidak ada politisasi di tubuh Karang Taruna. Mas W (Ketua Umum Karang Taruna) sebenarnya afiliasinya Golkar tapi saya tidak merasa disuruh nyoblos Golkar, ternan-ternan juga nggak pernah merasa menjadi Golkar minded. Jadi tetap saja Karang Taruna itu dipercaya dulu dan sekarang". Hal serupa diungkapkan salah seorang aktifis senior Karang Taruna yang sekarang menjadi Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Desa Genjahan: "Saya kira tidak ada bedanya kepercayaan masyarakat sebelum dan sesudah otonomi. Karang Taruna bisa memilah-milah sehingga tidak dimasuki kepentingan politik tertentu, maka tetap dipercaya oleh masyarakat" Pengalaman seorang informan yang sudah 20 tahun menjadi Ketua Karang Taruna dan sekarang menjadi staf seksi Kesejahteraan Sosial Kecamatan Ponjong berikut ini dapat memberikan gambaran bahwa
92
Karang Taruna merupakan organisasi yang awalnya tumbuh dari bawah sehingga memiliki daya netralitas dari kepentingan politik tertentu: "Karang Taruna di Kecamatan Ponjong ini aktif sejak 1985, sebelum itu ya hanya organisasi pemuda desa, kadang-kadang baik (giat/aktif, pen) kadang tidak, tapi sejak tahun 1985 setelah ada Pekerja Sosial Masyarakat betul-betul aktif. Sebelumnya benarbenar prihatin, semua swadaya murni. Setelah Orde Baru ada perhatian dan stimulan-stimulan maka lebih mantab lagi. Tetapi tidak pernah ada kesan bahwa Karang Taruna itu organisasinya pemerintah, sudah merasa bahwa organisasi Karang Taruna berdiri sendiri tumbuh dari bawah. Setelah tumbuh dari bawah mestinya tidak mau ada kemauan-kemauan dari luar. Saya sudah 20 tahun jadi ketua Karang Taruna dan belum pernah merasa dimanfaatkan secara politik. Nggak ada masalah perbedaan kepercayaan masyarakat sebelum dan sesudah otonomi. Karang Taruna dikatakan netral walau ada yang secara pribadi terlibat partai politik, secara organisasi tidak, tetap netral". Hal
lain yang
mendorong
tingginya
kepercayaan
masyarakat
terhadap Karang Taruna Genjahan adalah urgensi keberadaan Karang Taruna, attractiveness (daya tariknya)
yang dirasakan masyarakat
sebagai buah dari berbagai aktifitas yang dilakukan Karang Taruna. Hasil penelitian yang dilakukan Grootaert (1999) tentang kapital sosial di Indonesia juga menunjukkan hal serupa bahwa kepercayaan terhadap suatu asosiasi bergantung pada manfaat tidaknya asosiasi, tidak terkait dengan apakah itu sebagai asosiasi bikinan negara atau asosiasi yang tumbuh
dari
masyarakat.
Dikemukakan
oleh
Ketua
BPD
(Badan
Perwakilan Desa) Genjahan:. I
"Karang Taruna ya penting, karena dari wadah inilah disiapkan para generasi muda untuk mengambil peran di dalam pembangunan, terutama untuk menjadi orang yang mandiri. Dorongan kemandirian tampak disitu. Kami lihat anak-anak muda disini banyak ada usaha kemandirian. Contohnya kalau di Simo itu semua warung ikan bakar itu prakarsa karang Taruna, anak-anak remaja semua,memelihara ikan keramba di sungai itu anak muda semua. Di wilayah Susukan sana sesuai dengan kondisi wilayahnya Karang Taruna bergelut jadi petani, tanam rumput gajah untuk pakan ternak (hijauan makanan ternak, pen). Ada bengkel, kios bensin, warung pakan ternak. Itu positif agar mereka tidak salah jalan".
93
Karang Taruna dipandang oleh masyarakat sebagai organisasi pemuda
yang
cukup
inovatif
merancang
aneka
kegiatan
yang
memberikan kontribusi positif di bidang kepemudaan, pendidikan dan ekonomis produktif, sebagaimana dikemukakan Ketua LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa) Genjahan yang juga berkenan menjadi Majelis Pertimbangan Karang Taruna Desa Genjahan: "Dari Karang Taruna yang sangat menonjol dan sekarang baru melejit khususnya yang berkaitan dengan kepemudaan, pendidikan dan juga ekonomis-produktif. Olahraganya di Genjahan ini cukup disegani. Ada juga yang sifatnya bisnis, banyak yang berhasil di beberapa bidang usaha seperti foto studio dan warung ikan bakar yang sekarang ini sangat berhasil, sangat terkenal. Sudah 1 tahun ini omzet dan kemajuan usahanya luar biasa ya pemancingan, warung ikan bakar yang di Simo. Itu juga hasil rintisan Karang Taruna, didukung kerjasama dengan kecamatan dan kabupaten. Peresmiannya oleh Bapak Bupati sendiri. Untuk masalah penaggulangankenakalan remaja cukup baik, ternyata 4 tahun terakhir ini tidak ada kasus yang berkaitan dengan obat terlarang". Kepercayaan yang tinggi terhadap Karang Taruna Genjahan tidak hanya datang dari masyarakat tapi juga dari institusi pemerintah, institusi politik dan juga institusi kepemudaan yang lain. Penghargaan sebagai Karang Taruna Teladan tingkat Propinsi pada tahun 1991, Karang Taruna Berprestasi peringkat 4 Nasional pada tahun 2003, kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI baru-baru ini, studi banding Karang Taruna Bantul dan Sleman serta beberapa institusi lainnya setidaknya menjadi bukti mantapnya eksistensi Karang Taruna Genjahan. Meminjam terminologinya Scott (2001: 58-59), Karang Taruna Desa Genjahau telah memperoleh sosial acceptability (penerimC:Jan sosial) dan kredibilitas. Such man (dikutip Scott, 2001:
59) menggunakan
konsep legitimasi untuk menunjukkan kapasitas organisasi
yang telah
mencapai taraf seperti itu. Legitimasi merupakan persepsi atau asumsi yang telah tersebar luas bahwa tindakan-tindakan organisasi secara
94
keseluruhan memang diinginkan, layak dan sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi masyarakat. Organisasi memerlukan akseptabilitas sosial dan kredibilitas atau legitimasi lebih dari sekedar resorsis material dan informasi teknis untuk dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan sosialnya. Ketika penulis berdiskusi dengan Ketua Karang Taruna Genjahan, terungkap bahwa keberhasilan institusi yang dipimpinnya dimulai dengan menunjukkan kepedulian, kesetiakawanan sosial
memecahkan permasalahan sosial yang muncul sesuai harapan
masyarakat; dari hal seperti itu kemudian muncul peranserta dari berbagai pihak mendukung kegiatan, seperti tergambar dari petikan dialog berikut: "Tidak ada yang istimewa, biasa saja sebenarnya. Hanya kebetulan fungsi utama Karang Taruna secara sosial itu ada kegiatannya. Contoh ikut menangani kalau ada· orang sa kit tidak mampu kita ikut mencarikan bagaimana mendapat keringanan biaya, saya biasakan seperti itu. Kemarin ada yang menderita tumor kita masukkan Koran, kita mintakan donatur, ternyata ada keringanan, ada bantuan dari pembaca KR. Termasuk bagi anak-anak yang tidak mampu setiap awal tahun pelajaran kita carikan buku-buku. Anggota Karang Taruna yang punya usaha ekonomis produktif tetap kita data,kita kumpulkan, kita beri motivasi, kita arahkan sehingga tetap ada ikatan, merasa handarbeni (memiliki) dengan Karang Taruna. Meskipun usahanya bukan milik Karang Taruna tetapi mereka adalah anggota dan pengurus Karang Taruna sehingga diharapkan bisa tetap mendukung kegiatan Karang Taruna, ciptakan lapangan pekerjaan untuk teman-temannya . Akhirnya bisa ada keterlibatan baik pikiran maupun dana dari mereka". A.1.2. Bentuk-bentuk Kepercayaan Masyarakat yang Tinggi terhadap Karang Taruna: tingginya animo pemuda dalam kegiatan kekarangtarunaa n, kebanggaan
menjadi
anggota
Karang
Taruna,
tingginya
animo
masyarakat bekerjasama dengan Karang Taruna, keterlibatan Karang Taruna dalam perencanaan desa
95
Kepercayaan masyarakat terhadap institusi Karang Taruna Desa Genjahan antara lain terlihat dari animo/semangat generasi muda yang tinggi untuk tergabung dalam kegiatan kekarangtarunaan, sebagaimana diutarakan salah satu staf Seksi Kesejahteraan Sosial yang cukup lama terjun langsung membina Karang Taruna sebagai berikut: "Kebanyakan masyarakat khususnya pemuda ikut kegiatan Karang Taruna umumnya sangat aktif, cuma kebanyakan terbentur pada dana. Kalau semangatnya sangat tinggi, apalagi di Desa Genjahan yang dapat peringkat juara keempat nasional". Dari kacamata Pemerintah Desa, animo pemuda Desa Genjahan tetap tinggi, sebagaimana dituturkan seorang perangkat desa Genjahan berikut ini: "Untuk di besa Genjahan masalah ketertarikan dengan kekarangtarunaan bisa dikatakan selalu siap. Kalau ada kegiatan saat kami perlukan seperti Iomba mereka selalu siap, tetapi kalau tidak ada apa-apa ya biasa saja. Istilahnya bisa didadak sewaktuwaktu diperlukan". Temuan di lapangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan animo generasi muda antara sebelum dan sesudah otonomi. Otonomi daerah hanya
mempengaruhi
intensitas
kegiatan
kekarangtarunaan,
tidak
sampai mengurangi animo pemuda untuk berkiprah lewat institusi Karang Taruna. Berikut ini pendapat Ketua Karang Taruna Genjahan menggambarkan kondisi animo pemuda sebelum dan sesudah otonomi: "Dulu itu waktu sebelum otonomi Karang Taruna sepertinya selalu ada program dari Depsos sebagai pembina fungsional. Kalau ada Karang Taruna kurang berkembang dipacu oleh Depsos. Dengan Depsos bubar Karang Taruna sempat tidak ada gaungnya, meskipun kegiatannya sebenarnya ada. Setelah beberapa saat vakum (kosong) dengan semakin berjalannya otonomi daerah kelihatannya bangkit kembali dan merasa bahwa yang cocok di desa dan mampu mewadahi berbagai latar belakang ya Karang Taruna itu". Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah menurut beberapa aktivis
senior
berpengaruh
sesaat
terhadap
menurunnya
rutinitas
96
aktifitas kekarangtarunaan. Tetapi karena proses pendewasaan yang sudah lama dari generasi ke generasi, yang oleh Fukuyama (1999: 171) disebut repeated interaction (interaksi berulang beraturan yang telah melembaga), perubahan-perubahan yang terjadi pada awal pelaksanaan otonomi daerah tidak sampai menghentikan semangat dan aktifitas pemuda lewat organisasi Karang Taruna, sebagaimana dikemukakan Bendahara Karang Taruna periode 2000 - 2005: "Karang Taruna mlempem (menurun kegiatannya, pen) karena Departemen Sosial dihapus, Karang Taruna sempat bingung mau kemana, dulu kan di bawah Depsos proyek banyak, pelatihan dan bantuan banyak. Dengan Depsos bubar pengaruhnya banyak, kegiatan sempat terhenti satu tahunan, aktif lagi setelah mau ada Iomba itu. Karang Taruna Genjahan ya jalan terus, dapat kepercayaan dari masyarakat, karena disini itu sudah lama prosesnya, sudah turun-temurun, jalannya sudah lama. Dulu awalnya di Gunungkidul timbul Karang Taruna ya hanya di Karang rejek sama Genjahan, tidak di setiap desa ada, adanya ya hanya di dua desa itu". Kebanggaan menjadi anggota menurut penulis dapat menjadi manifestasi bentuk kepercayaan pemuda terhadap institusi Karang Taruna. Seperti diutarakan Ketua Karang Taruna Unit Simo II yang juga seorang pengusaha warung apung ikan bakar, kebanggaan itu muncul sebagai efek dari berfungsinya Karang Taruna sebagai institusi mediasi kepentingan dan promosi: "Bagaimanapun juga Karang Taruna Desa ikut membantu perkembangan kita, ya lewat pelatihan,ya lewat promosi, walaupun tidak full semua masalah bisa terselesaikan oleh Karang Taruna. Kita bangga juga menjadi anggota Karang Taruna Genjahan". Hal lain yang mendorong kebanggaan menjadi anggota aktifis adalah popularitas lnstitusi Karang Taruna Genjahan sehlngga menjadi referensi bagi institusi lain untuk mempelajari keberhasilannya, seperti diutarakan Ketua Unit Karang Taruna Genjahan yang juga menjadi Seksi Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial:
97
"Untuk Karang taruna Desa Genjahan itu sangat-sangat dipandang paling favorit dibanding Karang Taruna Desa lain di Ponjong ini. Ternyata selama saya menjadi pengurus yang paling maju dan untuk jujugan (sasaran kunjungan, pen) dari kabupaten dan propinsi itu Desa Genjahan. Alasannya pertama karena yang paling rutin mengadakan pertemuan, kedua untuk lahan-lahan produktif paling ada sendiri" Bentuk -lain dari kepercayaan masyarakat terhadap institusi Karang Taruna tercermin dari animo masyarakat untuk bekerjasama. Citra Karang Taruna yang baik menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk bekerjasama bersama-sama berkiprah dalam pembangunan desa, terutama di bidang kepemudaan. Dirasakan penting oleh para tokoh masyarakat untuk mendorong peran aktif pemuda sembari memperkaya mereka dengan praktek-praktek pembangunan, mengingat permasalahan pemuda mulai dari tingkat migrasi sampai kenakalan remaja yang semakin meningkat perlu segera diatasi. Dalam kondisi demikian masuk akal jika masyarakat menyandarkan harapan pada Karang Taruna yang telah memiliki reputasi dan jaringan nasional. Sebagaimana pendapat Cooley (dikutip Soekanto, 1999: 61), kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri untuk memenuhi kepentingan melalui kerjasama. Berikut ini ungkapan Ketua LPMD tentang pentingr;Jya membangun kerjasama dengan Karang Taruna: "Untuk Karang Taruna desa saya tahu bahwa Karang Taruna itu sekumpulan pemuda yang punya ide-ide bagus cemerlang, tetapi biasanya kurang kita perankan. Saya melihat peluang itu, kemudian saya ajak berperan dalam pembangunan yang berkaitan dengan kepemudaan seperti penanggulangan kenakalan remaja, narkoba, pengolahan lahan kurang produktif. Trend budaya yang perlu kita waspadai adalah maraknya vcd porno, obat terlarang jelas sangat mengkhawatirkan. Ke depan akan sangat berat bagi orang tua untuk mengantarkan putra-putranya pada peri kehidupan yang berkesejahteraan. Pemuda saya ajak aktif untuk memberikan
98
masukan rencana pembangunan desa, terutama yang berkaitan dengan kepemudaaan dan pendidikan, sehingga tidak asyik bermain pada lingkup sempitnya sendiri tetapi juga praktek pembangunan lainnya. Kami sadar pemuda adalah penggantipengganti kita, kalau tidak kita libatkan pemuda dalam praktek pembangunan senyatanya maka hanya akan dipenuhi teori". Animo masyarakat untuk bekerjasama dengan Karang Taruna tidak terlepas dari hubungan baik yang terjalin selama ini, tidak pernah terjadi konflik antara Karang Taruna dan Masyarakat. Dalam kondisi demikian muncul dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, seperti dituturkan seorang pamong desa: "Selama ini Karang Taruna selalu sejalan dengan pemerintah dan masyarakat Bahkan dari desa memberi stimulan tanah bengkok 1000m 2 untuk dikelola Karang Taruna untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Setahun bisa panen 3 kali lumayan. Disamping itu setiap ada kegiatan seperti turnamen Desa juga mendukung". Diakui pula oleh Ketua LPMD Genjahan selama ini tidak pernah muncul konflik dengan Karang Taruna, justru Karang Taruna diberikan peluang untuk menggalang dana dari masyarakat guna mendukung kegiatan yang dimotori Karang Taruna: "Kelihatannya untuk Genjahan tidak ada masalah dengan Karang Taruna, justru setiap ada kegiatan Karang Taruna kami juga memberi peluang untuk pendanaan, kami akomodir kebutuhan mereka senyampang dengan kegiatan dan kemampuan warga desa. Setiap ada kegiatan kami perbolehkan untuk menggalang dana di masyarakat dengan seijin lurah dan LPMD" Pelibatan Karang Taruna secara aktif dalam perencanaan desa merupakan
manifestasi
lainnya
dari
kepercayaan
masyarakat dan
pemerintah desa terhadap institusi Karang Taruna. Forum LPMD, dimana Karang Taruna membidangi seksi kepemudaan, menjadi arena untuk berkiprah mewarnai pengambilan keputusan di tingkat desa khususnya mengenai pembinaan pemuda. Pemberian lahan tanah kas desa untuk dikelola Karang Taruna, ruang sekretariat, pembuatan kolam di dalam
99
kompleks Balai Desa, alokasi dana operasional tahunan dari APBDes merupakan beberapa contoh hasil negosiasi Karang Taruna dalam forum musyawarah
desa.
Setiap
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
kepemudaan, menurut Ketua Karang Taruna, secara langsung maupun tidak langsung diserahkan pada Karang Taruna. Bahkan menurut Ketua LPMD telah terjadi penigkatan peran Karang Taruna dari yang dulu sekedar pelaksana, tidak diikutkan secara aktif dalam perencanaan desa, sekarang secara aktif dilibatkan.
A.2. Dimensi Network Kapital Sosial Tumbuhnya jaringan kerjasama internal institusi maupun dengan pihak diluar institusi merupakan dimensi kapital sosial yang tidak kalah pentingnya, tanpa jaringan kerjasama yang memadai sulit bagi institusi untuk
menjamin
kelangsungan
aktifitas
dan
memperkaya
manfaat
keberadaan institusi. Menurut penulis, kemampuan Karang Taruna Desa Genjahan menjalin
kerjasama dengan berbagai
pihak ditopang oleh
komposisi kepengurusan yang baik. Dilihat dari latar belakang pendidikan cukup beragam mulai lulusan SLTA sampai perguruan tinggi; rata-rata mereka sudah menetap dan bekerja dari berbagai latar belakang profesi: Pegawai Negeri Sipil, pamong desa, anggota DPRD, pekerja swasta, wiraswasta;
dari
segi
lokasi
tempat
tinggal
pengurus juga
sudah
menjangkau perwakilan seluruh pedukuhan yang ada. 0()1am kondisi yang heterogen, sebagaimana dikemukakan Grootaert (1999: 32), kemungkinan terjadinya pertukaran pengetahuan dan informasi semakin besar, sehingga dengan demikian menurut hemat penulis akan memperluas jangkauan network yang dibangun.
100
A.2.1. Bentuk-bentuk Network Karang Taruna Secara garis besar penulis dapat mengklasifikasikan jaringan kerja sama Karang Taruna menjadi dua kategori besar: jaringan internal dan jaringan eksternal. Jaringan internal bersumber dari interaksi antar pengurus dan anggota Karang Taruna, juga berasal dari interaksi antara Karang Taruna dengan Unit Karang Taruna (Karang Taruna Pedukuhan), dimana Unit Karang Taruna secara hirarki berada di bawah Karang Taruna Desa. Jaringan eksternal muncul dari interaksi antara civitas Karang Taruna dengan institusi pemerintah, swasta maupun institusi masyarakat. Data yang penulis peroleh dari dokumentasi kegiatan Karang Taruna menginformasikan bahwa jaringan kerja sama Karang Taruna, pemerintah dan masyarakat termanifestasikan dalam bentuk kegiatan yang bersifat sosial dan ekonomis produktif; kegiatan yang bersifat rekreatif memanfaatkan
network
Karang
Taruna
dan
masyarakat;
sedangkan kegiatan yang bersifat edukatif menggunakan network Karang Taruna, pemerintah dan swasta. Tabel berikut merefleksikan berbagai jaringan kerja sama yang
berhasil dibangun Karang Taruna Desa
Genjahan.
101
Tabel 15 Bentuk Kegiatan dan Jaringan Kerja Karang Taruna Genjahan No
Bentuk Kegiatan
Jaringan Kerja
Tahun Pelaksanaan
Rekreatif Rekreasi, studi banding Latihan olah raga Latihan kesenian Kompetisi bola voli Mengadakan pentas seni Mengikuti turnamen bola voli
KT KT KT KT KT KT
& & & & & &
masy. masy. masy. masy. masy. masv.
Sosial Bantuan buku pada siswa tidak mampu Bantuan SPP pada sisiwa tidak mampu Mencarikan kerlnganan blaya pengobatan Pendataan anak terlantar Bantuan beras keluarga miskin Mencarikan donatur oenderita tumor
KT KT KT KT KT KT
& & & & & &
masy. masy. Dlnsos Dinsos masy. pers (KR)
2002, 2003 2002 2003 2003 2003 2004
14. 15. 16. 17. 18. 19.
Ekonomis Produktlf Peternakan ayam, peternakan kambing Koperasi simpan pinjam Bengkel sepeda motor dan mobil Perikanan darat, keramba Perdagangan Rental komputer Pertukangan/kerajinan
KT KT KT KT KT KT KT
& & & & & & &
Dinsos masy. masy. Disnaker masy masy masy
1991 1995 2000 2002 2002 2002 2003
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Edukatif Kursus usaha Sosial Ekonomis Produktif Kursus mekanisasi pertanian Kursus stir mobil, bengkel Kursus elektromka, pembuatan batako Diklat Manajemen Organisai Karang Taruna Kursus perikanan Kursus peternakan Kursus Tenaga Kesejahteraan Sosial Masy. Diklat mitra kamtibmas Mendukung acara Mbangun Desa dl TVRI Kursus Menjahit Kursus Stir Mobil
KT & Dlnsos KT & Depnaker KT & Depnaker KT & Aslh Darma KT & Kanwll Depsos Disnaker Dlsnak Diskeskesos Polda TVRI Yogya Disnakertrans Disnakertrans
1995 1995 1995 1996 1996 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
2002 rutin rutin rutin
2002 2003
Politis Kepanitiaan Pemilihan Lurah Desa Menerima kunjungan kerja Komisi VIII DPR
KT, BPD, Pemdes 2003 KT, Pemkab, Pem21105 I prop, Depsos DPR .. D1olah dan admm1stras1 keg1atan dan mstrumen penyusunan profil KT berprestas1
30. 31.
Jaringan kerja internal Karang Taruna tercermin dalam pembagian tugas di dalam kepengurusan Karang Taruna, pengikutsertaan anggota dalam pelatihan, pembinaan kegiatan unit oleh pengurus Karang Taruna Desa, mobilisasi anggota untuk mengikuti Iomba. Jaringan kerja internal Karang Taruna juga diaktualisasikan melalui perekrutan anggota Karang
102
Taruna sebagai tenaga kerja oleh anggota lain yang memiliki usaha maju. Beberapa usaha yang dijalankan anggota baik yang dulunya difasilitasi oleh Karang Taruna maupun dirintis sendiri terbilang cukup maju seperti usaha foto. kelontong dan bengkel mobii"F", peternakan ayam
pak
"Sp",
las
dan
bengkel
sepeda
motor
"SM",
pemancingan/warung apung "BT" dan "LT", usaha kerajinan batu. Dilandasi oleh kepedulian, kesetiakawanan sosial yang tinggi, dalam menjalankan usahanya mereka merekrut pemuda-pemuda usia Karang Taruna terutama dari unitnya, seperti diutarakan oleh pemilik bengkel "SM" berikut ini: "Hubungan dengan Karang Taruna, saya dulu disini mulai pemuda, otomatis saya tergabung dalam kegiatan Karang Taruna. Ada kegiatan apa-apa sering. diundang. Saya punya prinsip di usaha ini saya nyari tenaga kerja ambil dari pemuda-pemuda sini, ndak masalah sudah pengalaman atau belum, tidak harus siap pakai, kadang ada yang dari nol, saya didik kerja sambil praktek. Tujuan saya biar semua dapat pengalaman. Ada yang sudah keluar dari sini kemudian dirikan bengkel sendiri. Saya juga membantu kalau mereka (Karang Taruna Genjahan, pen) butuh apa. Ada yang belum punya pekerjaan pokok saya arahkan ke kegiatan perikanan lele.
A.2.2. Intensitas Network Karang Taruna Heterogenitas komposisi pengurus dari berbagai aspek parameter setidaknya menjadi modal awal terjalinnya kerjasama dengan berbagai pihak meski tidak serta merta menghasilkan network yang kuat. Intensitas dalam arti keluasan/jangkauan network dari Karang Taruna Genjahan yang telah memiliki reputasi nasional tentu terjalin mulai lingkup pedusunan hingga lingkup nasional, tetapi akan berkurang kegunaannya jika tidak diimbangi dengan intensitas dalam arti frekuensi dan kontinuitas aplikasi jalinan network yang ada. Oleh karena itu
103
melakukan analisis tentang kuatnya jaringan kerjasama penulis lebih menekankan pada frekuensi dan kontinuitas aplikasi network tanpa menafikan jangkauan network yang dimiliki. A.2.2.1. Intensitas Network Internal Karang Taruna memudahkan
Untuk
analisis
penulis
membedakan jaringan
kerjasama internal Karang Taruna menjadi jaringan antar pengurus serta jaringan antara Karang Taruna Desa dan Unit Karang Taruna. Temuan di lapangan mengindikasikan network antar pengurus cukup kuat, meskipun akhir-akhir ini mengalami penurunan, Tercatat 26 kali diadakan pertemuan rutin antara periode April 2001 sampai Agustus 2004 dengan rata-rata partisipasi kehadiran 17 orang, artinya hampir setiap bulan diadakan pertemuan pengurus dan dihadiri hampir separo dari
keseluruhan
Dibandingkan
personil
Karang
pengurus
Taruna
yang
Gombang
40
berjumlah
yang
baru
orang.
mengadakan
pertemuan 3 kali selama periode tahun 2002 sampai 2004, frekuensi pertemuannya jauh lebih tinggi. Sayangnya penulis tidak menemukan arsip kegiatan pertemuan rutin yang diselenggarakan pada masa sebelum otonomi daerah sehingga intensitas
tidak
dapat
pertemuan
memberikan r.utin
dan
konkrit
bagaimana
partisipasi
kehadiran
gambaran tingkat
I
pengurus/anggota dalam pertemuan rutin sebelum otonomi daerah. Hanya saja menurut salah satu sumber informasi, aktifitas Karang Taruna Genjahan sudah berproses lama dan turun temurun, seperti dituturkan tokoh senior Karang Taruna yang menjabat Bendahara I: "Karang Taruna Genjahan ya jalan terus, dapat kepercayaan dari masyarakat, karena disini itu sudah lama prosesnya, sudah turuntemurun, jalannya sudah lama. Dulu awalnya di Gunungkidul
104
timbul Karang Taruna ya hanya di Karang rejek sama Genjahan, tidak di setiap desa ada, adanya ya hanya di dua desa itu". Akhir-akhir ini diakui oleh beberapa fungsionaris Karang Taruna, frekuensi kegiatan rutin ini berkurang. Seperti diutarakan Ketua Umum Karang Taruna: "Karang Taruna itu, dimana-mana kalau pas ada kegiatan ya sibuk sekali. Disini akhir-akhir ini agak kurang frekuensi pertemuan rutinnya. Mungkin gara-gara supaya tidak dicurigai macam-macam menjelang pilkada. Pada saat pemilu legislative dan pemilu presiden juga begitu agara jangan dikira menggiring massa". Berkurangnya frekuensi pertemuan rutin menurut Ketua Umum Karang Taruna terkait dengan suhu politik yang meningkat menjelang pilkada. Secara pribadi menurutnya mengurangi pertemuan dapat menghindari pemanfaatan Karang Taruna untuk penggalangan massa oleh kekuatan politik tertentu. Informasi yang penulis peroleh dari institusi
Karang
Taruna
lain
di
wilayah
Ponjong
Kecamatan
menyebutkan upaya untuk menggalang massa lewat Karang Taruna menjelang pilkada sudah terlihat. Aktifitas rutin yang berkurang, diakui Ketua I Karang Taruna terlihat setelah mengikuti Iomba Karang Taruna berprestasi tingkat nasional. Menurutnya faktor penyebabnya tidak terkait dengan politik ataupun otonomi daerah tetapi karena kepentingan pribadi pengurus yang
semakin
membatasi,
misalnya
karena
sudah
direpotkan
kepentingan keluarga. Menurut pengamatan penulis, factor yang satu ini
dominan mempengaruhi
penurunan
intensitas kegiatan
rutin.
Terlihat mulai ada titik jenuh, hampir semua aktifis Karang Taruna adalah figure lama yang sudah berkiprah sejak periode kepenguruan tahun 1990, banyak yang sudah berusia 35 -45 tahun.
Ketika
105
dilakukan pembaruan pengurus untuk periode 2005 - 2010 beberapa diantara aktifis senior sudah tidak bersedia ditempatkan dalam jajaran pengurus. Kondisi demikian juga berpengaruh terhadap efektifitas pembagian kerja diantara pengurus. Job describtion untuk masingmasing posisi tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Jaringan kerja sama antara Karang Taruna dengan Unit Karang Taruna, dilihat dari aspek jangkauannya masih kurang kuat, demikian pula jika dilihat dari aspek frekuensi dan kontinuitas pemanfaatan jaringan. Ada beberapa hal yang merefleksikan fenomena dimaksud.
Pertama, kegiatan pembinaan Karang Taruna terhadap unit tidak bisa menjangkau seluruh unit yang ada. Jangkauan pembinaan yang terbatas tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, tetapi semata disebabkan adanya. semacam pol a operasi institusi dimana network Karang Taruna dengan Unit hanya terjalin pada Unitunit yang letaknya berdekatan dengan wilayah Balai Desa sebagai sentra kegiatan, unit-unit yang secara internal kepengurusannya maju serta unit yang potensi sumberdaya alamnya bagus, seperti terlihat dalam tabel peta network berikut: Tabel 16 Pet a Hu b ung_an K a rang_ T aruna d an U nl't Karan__g_ Taruna
r::----: N
Baik
Kurang Baik
Lokasi M Pati Simo I Simo II Sus. I Tg.angin Kerjo I Kerjo II
TM
Sus. III Sus. IV Genjahn
Kepengurusan Internal Unit TM M Pati Simo I Simo II Sus. I Tq.an_g_in Genjahn Ke_rj_o I Ke_rj_oii Sus. IV Sus. II Sus III
Sumber daya a lam TM M Pati Simo I Simo II lJ!.aQg_n Sus. I
Ke_rj_oll
Ke_rj_o I Genj_hn Sus. III
Keterangan: : lntensltas network IN : basis network BN : kondtst yang mendukung M : kondlst yang tldak mendukung TM
106
Terlihat dalam tabel tersebut, unit Kerjo I dan II, Susukan II, III dan IV serta unit Genjahan memiliki network kurang baik dengan Karang Taruna Desa sebagai induk organisasi. Persoalan internal unit menyebabkan lemahnya network, seperti diutarakan Ketua Unit Kerjo II berikut: "Dari dulu disini kegiatan pemuda vakum., sekarang baru saya bangkitkan sedikit demi sedikit, belum ada jalinan kegiatan dengan Karang Taruna Desa. Yang penting mereka mau ikut kumpul-kumpul dulu, beroganisasi. Saya sendiri baru menjadi anggota Karang Taruna Desa, besok (7 April 2005, pen) baru mau dilantik masuk pengurus baru Karang Taruna desa". Persoalan internal unit yang berdampak pada lemahnya network dengan Karang Taruna juga dialami Unit Kerjo I, Susukan II dan III, seperti disampaikan oleh Ketua Unit Kerjo I berikut: "Kalau disini itu selama ini belum ada pengalaman apa-apa selain di bidang keagamaan, yang sifatnya olah raga seperti voli biasabiasa saja. Tahun -tahun kemarin ada 35 sampai 45 pemuda yang bisa digerakkan. Pernah juga pemuda sini banyak kemajuan dengan kegiatan kesenian kethoprak dan campursari dan sudah sering ditanggap (diminta tampil, pen). Sekarang sudah setahun ini tidak ada kegiatan apa-apa, saya sekarang kurang aktif karena tidak sinkron dengan ternan-ternan dan juga saya banyak kegiatan dengan Bapak-bapak Dengan desa sudah putus hubungan, berdiri sendiri-sendiri. Disini seolah-olah tidak ada aktifitasnya, mandiri sendiri-sendiri." Cukup ironis memang, beberapa unit yang kegiatannya minim justru kemudian luput dari perhatian dan pembinaan Karang Taruna Desa sebagai organisasi induknya. Berbeda dengan yang dialami Unit Pati, karena kepengurusan unit cukup solid maka kemudian secara aktif berupaya menjalin network sembari giat memanfaatkan peluang yang difasilitasi Karang Taruna Desa. Berikut ini hasil wawancara penulis dengan Ketua Unit Karang Taruna Pati yang juga menjadi Seksi Organisasi dan Konsolidasi Karang Taruna Desa:
107
"Yang namanya orang itu kan selalu ada yang namanya kedekatan, tanpa ada kedekatan, solusi yang bagus masalah tidak akan selesai. Oleh karena itu unit kami selalu mendekat pada karang taruna Desa agar pelaksanaan kegiatan di unit bisa berjalan bagaimana caranya. Tidak mungkin Unit berjalan tanpa melewati Karang Taruna Desa, istilahnya Karang Taruna Desa sebagai orang tua kedua. Unit tidak bisa berjalan ke BKKBN misalnya tanpa diketahui Karang Taruna Desa. Disamping itu pengurus unit juga harus gigih untuk memanfaatkan peluang yang ada termasuk yang diberikan oleh Karang Taruna Desa. Kalau tidak mau mengambil manfaat kegiatan Karang Taruna Desa ya sudah, apa ya terus dipaksa-paksa. Lokasi strategis di proliman ini pengaruhnya ya positif ya negatif. Yang positif misalnya usaha perdagangan menjadi maju, pengaruh negatifnya misalnya kenakalan remaja". Lokasi unit yang jauh dari Balai Desa sebagai sentra kegiatan juga menjadi hambatan tersendiri untuk terciptanya jalinan network yang baik. Unit Susukan III, Susukan IV dan Genjahan merupakan contoh dari fenomena ini. Secara internal kepengurusannya cukup berjalan dengan baik, kecuali Susukan III yang setahun terakhir menurun drastic. Tetapi karena faktor jarak yang jauh dari Balai Desa baik bagi fungsionaris Karang Taruna Desa maupun aktifis Unit Karang Taruna nampaknya ada keengganan untuk saling bertemu sehingga tidak bisa menjalin network dengan baik, Ketua
Unit Genjahan
yang
juga
menjadi
seperti diceritakan oleh Seksi
Pelayanan
dan
Kesejahteraan Sosial Karang Taruna Desa: "Sepengetahuan saya pelatihan-pelatihan belum pernah menjangkau unit. Kayaknya dari dusun belum merasakan betul manfaat Karang Taruna Desa. Dari awal belum pernah Karang Taruna Desa ke unit kami, padahal saya juga pengurus aktif Karang Taruna Desa Menurut wawasan saya untuk dusun Genjahan masalahnya memang jarak yang paling jauh dengan pusat desa. Disini ada 11 pedukuhan, yang paling diperhatikan oleh Karang Taruna Desa itu dusun Kerjo, Pati dan Simo karena itu memang tempat-tempat yang paling menonjol di bidang ketenagakerjaan, itu lahan desa Genjahan yang bisa diunggulkan. Ya memang ada juga factor kedekatan pengurus, tapi itu tidak menjamin terus bisa mengambil manfaat adanya Karang Taruna Desa. Sampai saat ini memang Karang Taruna Dusun sendiri kurang aktif mengikuti pertemuan di Karang Taruna Desa kecuali
108
saya sendiri, semua mbodhokke (menyerahkan kepada, pen) saya. Mungkin hal itu mengurangi kecepatan informasi yang diterima". Tidak meratanya network yang dibangun Karang Taruna Desa dengan unit-unit yang ada di bawahnya selain berdampak pada kurangnya jaringan kerja internal juga menimbulkan polarisasi: ada unit yang pro, ada pula unit yang apatis terhadap keberadaan Karang Taruna Desa, seperti dikatakan oleh Ketua Unit Susukan III: "Saya tidak merasakan kontribusi Karang Taruna Desa terhadap kemajuan unit yang signifikan, ya hanya itu sebatas seremonial. Kadang-kadang saya melihat kalau saya sendiri malu, kontribusi saya sebagai pengurus Karang taruna Desa apa, saya merasa nggak punya kontribusi, situasinya nggak memotivasi yang di unit. ternan-ternan saya yang di unit itu nggak tahu kalau Karang Taruna Genjahanitu juara propinsi dan nasional. Di tempat kami ada blok-blokan dan itu terasa sekali, ada yang pro dengan Karang Taruna Desa, ada yang cuek saja. Mungkin yang dekat lokasinya atau punya kedekatan denganpengurus yang berpengaruh merasakan manfaat Karang taruna, tapi yang tidak ya biasa saja". Kedua, kurangnya network Karang Taruna Desa dengan sebagian Unit Karang Taruna juga terlihat dari minimnya frekuensi pembinaan yang dirasakan sebagian unit. Pembinaan yang sifatnya rutin hanya menyangkut
bidang
olah
pertandingan olahraga
raga
lainnya,
berupa
turnamen
bola
voli
dan
itupun setahun sekali bertepatan
dengan perayaan hari kemerdekaan. Pembinaan keorganisasian baru nampak semarak
ketika
akan
mengikuti
lomba1 Karang
Taruna.
Surutnya kegiatan pengurus Karang Taruna Desa akhir-akhir ini karena kesibukan pribadi pengurus membuat pembinaan terhadap kegiatan unit semakin surut. Berikut hasil wawancara penulis dengan Ketua Unit Sususkan III menggambarkan fenomena dimaksud: "Untuk Karang Taruna Desa bisa menjadi saluran komunikasi pemuda karena setiap tahun mengadakan Iomba tujuhbelasan diikuti oleh unit-unit Karang Taruna. Tapi peran Karang taruna
109
Desa terhadap unit hanya sebatas event-event tertentu seperti itu, seperti ketika akan mengikuti Iomba Karang taruna berprestasi. Keterlibatannya dalam hal hal pembinaan itu kurang. Kami ini berdiri sendiri, jalan sendiri, nggak pernah tahu misalnya ada dana pembinaan Karang taruna sekian. Apalagi selama ini sebetulnya Karang taruna Genjahan banyak vakum, yang kerja cuma itu-itu saja. Saya melihatnya akhirnya Karang Taruna itu tergantung kepengurusannya, kalau aktif itu akan aktif juga Karang Taruna, tapi kalau down (surut, pen) yang lain juga begitu. Di tempat kami ini kalau waktu mau Iomba grengseng (marak kegiatannya, pen), semua diundangi, dilibatkan. Karang Taruna Unit A punya apa, siapkan, Unit B punya potensi apa siapkan. Disitu nanti ada grengseng, setelah itu sudah. Jadi masih sebatas seremonial, kegiatan selanjutnya misalnya di Unit A ada ini pembinaan seterusnya dari Karang Taruna Desa sudah nggak ada". Karena kurangnya network yang dibangun bersama unit pula akhirnya ikatan anggota terhadap unitnya lebih besar dibanding keterikatannya pada Karang Taruna Desa. Identifikasi yang dilakukan pengurus Karang Taruna Desa mencatat terdapat 740 anggota aktif tersebar di 11 unit, tetapi crosscheck penulis di lapangan menemukan bahwa jangkauan network tidak bisa menyentuh langsung kepada seluruh anggota yang berada di unit, paling kuat hanya sampai pada level ketua unit dan sedikit fungsionaris unit. Implikasinya, aktifitasaktfitas pada level Unit sebagaian besar ditujukan untuk kepentingan unit, hanya sebagaian kecil yang berada dibawah koordinasi Karang Taruna Desa; seperti dikemukakan Ketua Unit Tanggulangin berikut: "Kalau yang di unit itu memang kebanyakan kegiatannya unit, tapi tidak tertutup kalau ada kegiatan Karang taruna Desa unit juga dilibatkan" Diakui oleh Seksi Organisasi dan Konsolidasi bahwa kelemahan Karang Taruna saat ini adalah kurangnya hubungan antara Karang Taruna Desa dengan Unit. Ketika penulis mewawancarai salah satu Ketua Unit terungkap bahwa sebenarnya dengan legitimasi, reputasi yang sudah baik Karang Taruna Desa bisa saja memiliki basis massa
110
yang kuat asalkan frekuensi dan kontinuitas pembinaan ke bawah kepada unit ditingkatkan, seperti disampaikan oleh Ketua Unit Kerjo II berikut: "Kalau Karang Taruna sekarang baik, tapi biasanya kurang komunikasi dengan unit. Kalau bisa dari unit diperbanyak untuk komunikasi dan pelatihan. Jangan hanya karena ada Iomba baru digalakkan tapi setelah itu kadang vakum. Sebenarnya kalau ada pembinaan yang lebih dari Karang Taruna Desa, orangorangnya yang disini (Kerjo II) juga mau, berminat. Basis massa yang kuat berada pada level unit. Karena sekupnya hanya wilayah pedukuhan, intensitas pertemuan face to face antar anggota lebih tinggi sehingga jalinan network internal Unit lebih kuat dibanding network dengan Karang Taruna Desa. Imbasnya, kegiatan yang dikelola oleh Unit lebih hidup, bervariatif dan kelangsungannya terjaga, bahkan terkadang bersifat spontan tanpa komando, seperti diutarakan Ketua Unit Susukan IV berikut ini: "Disini kurang lebih ada 70an pemuda. Sementara ini kegiatannya memang agak lesu, biasanya musim hujan, musim belajar aktif di sekolah terus menjadi agak kurang giat. Kegiatan andalannya ya seperti hanya sarana berkumpul saja. Yang sifatnya sosial membantu ada orang punya hajat, ada orang yang sedang duka itu komandonya mudah sekali. Kalau olah raga yang ada sepak bola dan bola voli''. Gambaran aktifitas unit yang
lain seperti diutarakan Ketua Unit
Genjahan berikut ini: "Kalau diSini itu unit sudah berdiri sekitar 15 tahun, anggota sekitar 40 orang, 25 orag yang aktif dalam pertemuan rutin. Kegiatan bidang pertukangan kayu itu paling banyak diminati oleh pemuda, yang putri membuat emping mlinjo dan grontol jagung dan sudah dipasarkan di pasar-pasar desa. Setiap tanggal 17 Agustus rutin diadakan Iomba untuk adik-adik dan orang tua. Olah raga yang maju disini tennis meja, gerak jalan pernah 3 kali juara antar dusun".
I II
A.2.2.2 Intensitas Network Eksternal Karang Taruna Jaringan kerja sama Karang Taruna Genjahan dengan institusi lain, dilihat dari aspek jangkauannya terbilang luas, mulai dari tingkat dusun sampai lingkup nasional. Hanya saja untuk frekuensi dan kontinuitas pemanfaatan jaringan ada beberapa catatan penting dari penulis. Pertama, dilihat dari aspek frekuensi dan kontinuitas aplikasi network, kerjasama dengan institusi pemerintah dapat dikatakan tidak sekuat aplikasi network yang dibangun dengan institusi masyarakat. Pelayanan pemerintah yang bersifat rutin sebatas memberikan bantuan materi lewat BSPD (Bantuan Stimulan Pembangunan Desa) dari Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat sebesar Rp. 250.000,00 per tahun. Ada pula semacam insentif Karang Taruna berprestasi yang besarnya Rp. 500.000,00 per tahun. Selain itu kerjasama dengan institusi
pemerintah
daerah juga
menghasilkan
berbagai
bentuk
pelatihan dan bantuan modal usaha. Tercatat Karang Taruna Genjahan pernah mendapatkan 5 jenis pelatihan dan 3 kali bantuan permodalan sebelum otonomi, kemudian pada era otonomi telah mendapatkan 7 jenis
pelatihan dan 5 kali bantuan permodalan. Namun demikian
pembinaan menyangkut manajemen organisasi dirasakan masih sangat kurang, bersifat insendental terutama ketika akan mengikuti Iomba Karang Taruna berprestas!. Pada saat dilakukan dialog dalam rangka menerima kunjungan Komisi VIII DPR RI tanggal 7 April 2005 penulis sempat mencatat keluhan yang disampaikan salah satu anggota Majelis Pertimbangan
Karang
Taruna
tentang
minimnya
peran
fasilitasi
112
pemerintah memberdayakan Karang Taruna meskipun sudah meraih prestasi peringkat 4 nasional. Jaringan kerjasama dengan pemerintah dengan demikian lebih bersifat sekunder/komplementer, tanpa disertai jalinan network Karang Taruna pada tingkat akar rumput sulit bagi institusi Karang Taruna untuk menjadi besar seperti sekarang. Diutarakan oleh Ketua I Karang Taruna Genjahan: "Untuk membesarkan Karang Taruna tidak hanya butuh administrasi yang baik, tapi juga butuh penggalangan di lapangan yang matang. Kalau tidak bagus di lapangan, kami tidak bisa mendekati mereka agar mau bekerjasama. Dari Pemerintah Kabupaten sendiri pendampingan yang dilakukan juga terbatas, mungkin kalau ditanya apa bagaimana Karang Taruna Genjahan juga nggak bisa njawab. Untuk berhubungan langsung setiap saat dengan pemerintah tidak mungkin". Berbeda dengan network yang dijalin bersama Karang Taruna dengan institusi pemerintah, frekuensi dan kontinuitas pemanfaatan network dengan institusi masyarakat terbilang lebih tinggi. Hal ini antara
lain
terlihat
dari
banyaknya
forum
kerjasama
seperti
musyawarah LPMD, penyelenggaraan turnamen, Iomba memperingati hari kemerdekaan, bakti sosial, pembinaan olahraga dan kesenian . Diutarakan oleh Ketua Umum Karang Taruna: "Dukungan, kerjasama masyarakat saya rasakan besar. Pada saat melakukan bakti sosial umpamanya, itu kalau yang minta Karang taruna justru lebih mudah, tinggal kirim proposal pada orang-orang itu minta bantuan apa tanggapannya positif, didukung". Secara logika memang mudah diterima bahwa pemanfaatan network dengan masyarakat lebih tinggi frekuensi dan kontinuitasnya. Komunitas Karang Taruna inheren, melekat pada struktur masyarakat sehingga lebih memungkinkan terjadinya
pertukaran input-output
diantara keduanya kapan saja dikehendaki dalam hubungan yang lebih
113
bersifat
horisontal.
Lain
halnya
institusi
dengan
pemerintah,
ia
merupakan entitas tersendiri dan bergerak berdasarkan mekanisme formal ketika berhubungan dengan warganya, hubungan antara warga dan institusi pemerintah bersifat vertikal. Apa yang akan dilakukan, kapan dan dimana institusi pemerintah akan bergerak sudah ada plottingnya, sulit bagi warga untuk melakukan pertukaran input-output diluar plotting yang sudah ada. Kuatnya jaringan kerja sama yang bersifat horisontal ini pula, menurut penulis, yang menopang eksistensi Karang Taruna Genjahan selama ini, dalam banyak hal justru menguntungkan bagi kemandirian institusi dari network vertikal yang sering berubah menjadi hubungan ketergantungan dan eksploitatif. Dalam pandangan Putnam (dikutip Wallis dan Dollery, 2001: 250-251) dan Skidmore (2001: 54) network horizontal
menjadi
pelestari
sosial
trust
dan
kerjasama
untuk
menyelesaikan problem kolektif, juga menghilangkan hubungan patronklien yang menimbulkan ketergantungan (Friedmann, 1992: 68-69). Diungkapkan
oleh
salah
satu
staf
Seksi
Kesejahteraan
Sosial
Kecamatan Ponjong yang juga mantan Ketua Karang Taruna: "Tanpa bantuan pemerintah saya kira tidak ada masalah. Sebagian besar Karang Taruna kegiatannya paling banyak adalah olah raga. Dalam hal ini •pemerintah tidak banyak memfasilitasi, masyarakat berswadaya membeli peralatan olah raga. Secara jujur Karang Taruna-karang taruna yang ada disini walaupun kegiatan relatif kecil, ala kadar tapi tetap berjalan tanpa bantuan pemerintah khususnya di bidang-bidang sosial budaya, keagamaan dan olah raga Karang Taruna boleh dikata cui (lepas-pen) dari pemerintah bisa berjalan karena dari anggota sudah paham bahwa Karang Taruna adalah organisasi berdiri sendiri yang tumbuh tidak dari atas tetapi dari bawah". Kedua, sebagaimana terlihat dalam tabel 15 halaman network
dengan
institusi
pemerintah
dan
masyarakat
, aplikasi terlihat
114
meningkat jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah otonomi daerah. Hal ini menjadi pertanda baik bahwa telah terjadi sinergi, sharing of resources antara pemerintah, masyarakat dan Karang Taruna yang semakin kuat ada era otonomi daerah. Hasilnya, kegiatan Karang Taruna menjadi semakin variatif memenuhi ragam kebutuhan anggota dan masyarakat.
A.3. Dimensi Resiprositas Karang Taruna Dimensi resiprositas tercermin dalam bentuk pertukaran timbal balik yang memunculkan harapan bersama bahwa setiap andil yang diberikan dalam suatu komunitas akan mendapat balasan manfaat di kemudian hari. Berbeda dengan pertukaran yang terjadi dalam hubungan ekonomi (pasar) dimana barang atau jasa yang saling dipertukarkan sudah definitive apa bentuknya, berapa nilainya, kapan dan bagaimana cara pertukarannya, dalam resiprositas apa bentuk barang atau jasa yang dipertukarkan tidak selalu definitif. Demikian pula
kapan andil atau
pengorbanan yang diberikan akan mendapatkan imbalan, dengan cara bagaimana imbalan akan diperoleh juga tidak selalu definitive; resiprositas lebih menunjuk pada kewajiban moral.
A.3.1. Bentuk dan Intensitas Resiprositas Bentuk resiprositas yang secara formal disepakati bersama untuk diwujudkan,
menyangkut
hak
dan
kewajiban
anggota.
Kewajiban
anggota, disebutkan dalam pasal 14 Anggaran Dasar Karang Taruna Genjahan,
antara
lain
menjunjung
tinggi
nama
dan
kehormatan
organisasi, mentaati dan memegang teguh Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, meningkatkan disiplin organisasi serta aktif
115
melaksanakan program kerja organisasi. Pasal 15 Anggaran Dasar menyebutkan hak anggota, antara lain hak berbicara dan bersuara, hak memilih dan dipilih serta hak membela diri. Kemudian juga disebutkan bahwa setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam usaha kesejahteraan sosial tanpa membedakan jenis kelamin, asal keturunan, kedudukan sosial politik dan agama. Kewajiban
pengurus secara
implicit diatur dalam
pasal
19
Anggaran Dasar, yakni mengadakan rapat pengurus sekurang-kurangnya 3 bulan sekali dan/atau sewaktu-waktu diperlukan. Pasal 7 Anggaran Rumah Tangga secara implicit mewajibkan pengurus untuk mampu bekerja sama secara kolektif selain juga harus dapat meluangkan waktu dan sangup bekerja secara efektif di kepengurusan. Pada tataran aplikasinya, resiprositas telah menjadi tradisi yang cukup mengakar, terutama di kalangan pengurus meskipun belum optimal.
Indikasinya
paling
tidak terlihat pertama dari
frekuensi,
kontinuitas dan partisipasi kehadiran pengurus yang cukup tinggi dalam forum pertemuan pengurus. Intensitas pertemuan face to face yang tinggi memungkinkan orang termotivasi untuk membangun reputasi menjadi orang yang
layak dipercaya memegang tanggung jawab
institusi•, yang pada gilirannya akan menciptakan atau memperkuat I norma
resiprositas
institusi.
Kedua,
kesediaan
pengurus
untuk
memberikan kontribusi iuran sukarela maupun sumbangan materi lainnya secara
insendental.
Tidak jarang,
untuk memfasilitasi
pertemuan,
pengurus harus mengeluarkan uang pribadi. Ada juga kontribusi finansial anggota untuk kegiatan sosial bertajuk "Anggota Karang Taruna Peduli", tercatat dari periode Juli tahun 2000 sampai Mei 2003 terkumpul dana
) )6
sebesar Rp. 572.000,00. Ketiga, tradisi resiprositas juga terlihat dari kemampuan institusi melakukan collective action (tindakan kolektif). Tercatat untuk periode Januari tahun 2000 sampai Juli 2003 telah 127 kali melakukan collective action dalam bentuk bakti sosial, kerja bakti, sinoman, membantu warga yang keluarganya meninggal dan menje·nguk orang sakit, melibatkan 10 sampai 180 personil. Dimensi resiprositas menurut penulis juga bisa dilihat dari kemampuan institusi menegakkan ketentuan-ketentuan organisasi. Pada posisi ini institusi Karang Taruna mengalami kesulitan, institusi tidak memiliki
daya
tekan
untuk
memaksakan
pemenuhan
kewajiban-
kewajiban moral oleh anggota dan pengurus. Hambatan utamanya terletak pada absennya sistem insentif: sangsi sosial dan ganjaran sosial. Seperti diungkapkan oleh beberapa fungsionaris Karang Taruna bahwa tidak memungkinkan bagi institusi memberlakukan sangsi terhadap pengurus maupun anggota yang tidak memenuhi kewajibannya, untuk mencari pengurus yang mau aktif saja sulit, pengurus yang saat ini aktif mayoritas
merupakan
wajah
lama
yang
memang
sudah
teruji
dedikasinya. Aspek kesejahteraan pengurus dalam bentuk yang paling sederhana sudah diupayakan dengan memberikan seragam tetapi tentu saja belum cukup menjadi insentif. Disamping itu, sistem keanggotaan dengan stelsel pasif dimana tidak ada batas yang tegas siapa yang menjadi anggota dan bukan anggota juga
menyulitkan
penegakan
norma
resiprositas
karen a
menyulitkan pendistribusian hak dan kewajiban yang gilirannya akan mengurangi insentif individu untuk berpartisipasi. Satu-satunya yang mendorong
untuk aktif adalah
kesadaran,
perasaan
memlliki
dan
117
tanggung jawab sosial yang tinggi, seperti diungkapkan oleh koordinator Seksi Organisasi dan konsolidasi berikut: "Menurut saya yang melandasi perjuangan ternan-ternan Karang Taruna adalah rumangsa handarbeni (merasa memiliki, pen) juga rumangsa hangrungkepi (membela, memperjuangkan, pen) sehingga apapun yang terjadi mau untuk berkiprah di Karang Taruna". Hal lain yang mendorong tumbuhnya norma resiprositas adalah tradisi gotong-royong dan tradisi berkumpul masyarakat yang tinggi. Sebagai contoh di dusun Susukan III terdapat 4 macam kelompok gotong royong:
gotong
royong Jum'at Kliwonan untuk kebersihan dusun,
Kelompok Kapukan untuk sambatan (gotong royong membuat rumah warga), PKK dan KTW (Kelompok Tani Wanita) untuk gotong royong menanam dan menyiangi lading. Tradisi berkumpul masyarakat juga tinggi, di setiap dusun terdapat Balai Dusun untuk keperluan berkumpul warga. A.3.2. Pola Resiprositas Penulis menemukan, intensitas norma resiprositas tidak berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah tetapi berkaitan dengan intensitas network,
norma
networknya
kuat.
resiprositas Mengapa
lebih
nampak
demikian,
terlihat
karena
ketika jalinan
tradisi
resiprositas
terbentuk dari adanya intensitas pertemuan face to face yang tinggi sehingga orang termotivasi membangun reputasi baik. Terbentuknya tradisi resiprositas juga dikondisikan oleh norma, tradisi yang sudah lama mengakar dan disosialisasikan dari generasi ke generasi dalam kehidupan sosial tempat institusi beroperasi. Intensitas dimensi resiprositas yang terjadi pada era otonomi daerah ini tidak dapat dimaknai sebagai realitas produk masa kini tetapi merupakan produk yang sudah lama berproses,
118
paling tidak sejak Intitusi Karang Taruna Genjahan beropersi sejak tahun
1967. Beberapa hal yang mengindikasikan bahwa intensitas dimensi resiprositas berkaitan dengan intensitas network internal antara la.in pertama, ada kecenderungan ·norma resiprositas lebih kuat terlihat pada level Unit. Lingkup komunitas wilayah dusun lebih sempit memungkinkan
intensitas bertemu face to face lebih tinggi sehingga warga terdorong untuk memiliki reputasi yang baik di mata warga lainnya, maka muncul kemudian norm of reciprocity yang
lebih kuat. Tabel
berikut ini
menyajikan gambaran aktifitas tindakan kolektif dan jumlah anggota aktif dalam Unit Karang Taruna. Tabel 17 Tindakan Kole k ti f d aIam Unit Karang Taruna Nama Unit Genjahan Susukan IV Susukan III Susukan II Susukan I , Kerjo I
I Kerjo II Simo I Simo II Pati Tanggulangin
Bentuk Tlndakan Kolektif Sinoman, pelayatan, Iomba tujuhbelasan, pertukangan pertemuan rutin luran wajlb Sinomao, pelayatan, sepak bola, voll, pertemuan rutin iuran waiib Sinoman, pelayatan, arisan, penarikan rekening llstrlk pertemuan rutin luran wajlb Sinoman, pelayatan, pertemuan rutin, iuran wajib Siniman, pelayatan, penanaman rumput gajah, perikanan pertemuan rutin iuran waJib Sinoman, pelayatan, yasinan, kesenian kethoprak, campursar, pertemuan rutin, iuran wajib (Sebelum unit stagnan) Siniman, pelayatan, perlkanan lele, lpertemuan rutin uran wajib Sinoman, pelayatan, keramba apung, voll, pertemuan rutin luran waiib Sinoman, pelayatan, keramba apung, pertemuan rutin luran wajlb Sinoman, pelayatan, pert~muan rutin, iuran waiib Sinoman, pelayatan, pentas seni tahunan pertemuan rutin luran wajlb
Jumlah Anggota Aktif
25 60
42
37 56
35
45
'
I
65 62 145 55
Kedua, norma resiprositas antara Karang Taruna dan Unit terlihat lebih kuat pada unit-unit yang memiliki hubungan network yang baik dengan Karang Taruna Desa sebagai induk organisasinya Unit Susukan I
119
misalnya, awal hubungannya dengan Karang Taruna dimulai dengan ajakan Ketua Karang Taruna Desa untuk menjalin kerjasama usaha perikanan
dengan
mendapatkan
bantuan
Rp.
60.000,00
per
kelompoknya. Hubungan itu sampai sekarang terjalin bagus, seperti diutarakan Ketua Unit Susukan I: "Kita saling ketergantungan antara yang di Desa dengan yang di unit, ini benar mas, nggak bohong-bohongan, saling mendukung. Saya bicara demikian karena Karang Taruna Desa sering kemari, umpama kalau pas musim hujan kerjasama masalah ikan. Karang Taruna menyalurkan informasi disana di tempat si A ada bibit sekian, kami membesarkan bibit ikan kemudian diambil dan dipasarkan. Kalau disini pas kegiatan agak lesu dicari faktornya, minta petunjuk dari Karang Taruna Desa, sebaliknya kalau Karang Taruna Desa punya gawe kita membantu sebisanya" Karena network yang baik pula kemudian muncul rasa handarbeni sebagai
cerminan
dari
norma
resiprositas
yang
tinggi,
seperti
disampaikan Ketua Unit Pati berikut: "Antara unit sini (Pati, pen) dan Karang Taruna Desa hubungannya sangat erat sekali, dari unit bisa berjalan kalau ditopang dari Karang Taruna Desa, sehingga dari unit Pati if.li banyak yang menjadi anggota Karang Taruna Desa. Apapun yang terjadi secara bersama-sama ikut bertanggung jawab" Sebaliknya, jalinan kerja sama yang kurang baik antara Unit dan Karang Taruna Desa menjadikan dimensi resiprositas diantara keduanya lemah.
Yang
terjadi
kemudian
adalah
hubungan
yang
bersifat
instruksional, unit akan bergerak jika ada instruksi, seperti dikemukakan Ketua Unit Susukan IV berikut: "Karang Taruna Desa kan induknya, jadi kalau ada informasi yang sifatnya perintah seperti Iomba tujuh belasan Agustus, Iomba desa baru ada inisiatif dari unit untuk memberikan timbal baliknya. Juga kalau ada pelatihan, Karang Taruna Desa berfungsi sebagai penyalur ternan-ternan dari unit untuk diikutkan. Kepedulian yang di unit sini pada Karang Taruna Desa ya ada".
120
A.4. Dimensi Coping Kapital Sosial Keberadaan kapital sosial akan semakin terasa urgensinya ketika kemudian menghasilkan manfaat yang diperoleh individu yang berinterkasi di dalamnya dalam bentuk pemecahan atas berbagai masalah bersama. Manfaat dalam konteks penelitian ini dimaksudkan sebagai perhatian, resorsis dan/atau output institusi Karang taruna. Bisa jadi jika dimensi copingnya kuat, manfaat itu tidak hanya dirasakan oleh anggota/pengurus tetapi juga dirasakan individu atau komunitas diluar institusi. Dengan demikian
dimensi
intensitasnya
coping
langsung
merupakan
terpengaruh
dimensi
oleh
kapital
sosial
intensitas kegiatan
yang Karang
Taruna. Ketika intensitas kegiatan institusi menurun maka dimensi coping juga turut berkurang. Tidak desentralisai
dipungkiri, dalam
transisi
dari
penyelenggaraan
paradigma administrasi
sentralisasi publik
ke
sempat
berdampak pada menurunnya intensitas kegiatan Karang Taruna. Kegiatan Karang Taruna sempat terhenti karena dukungan provisi pemerintah banyak berkurang terkait bubarnya Departemen Sosial awal tahun 2000. Dituturkan oleh Bendahara I Karang Taruna Genjahan: "Karang Taruna mlempem (menurun kegiatannya) karena Departemen Sosial dihapus, Karang Taruna sempat bingung mau kemana, dulu kan di bawCilh Depsos proyek banyak, pelatihan dan bantuan banyak. Dengarl Depsos bubar pengaruhnya banyak, kegiatan sempat terhenti satu tahunan, aktif lagi setelah mau ada Iomba itu" Tetapi karena basis dukungan masyarakat dan kondisi internal yang kuat, Karang Taruna Genjahan mampu bangkit kembali. Bahkan seiring berjalannya
otonomi
daerah
dukungan
provisi
pemerintah
kembali
meningkat. Hal ini setidaknya menunjukkan kinerja institusi yang bagus.
121
Mengapa
demikian,
karena
keterbatasan
resorsis
pemerintah
daerah pada era otonomi daerah ini menjadikan dukungan provisi tidak bisa merata diberikan pada seluruh Karang Taruna, tetapi cenderung lebih banyak diberikan pada Karang Taruna berprestasi atau yang mampu menunjukkan eksistensinya. Sebagai contoh setiap Karang Taruna yang menonjol di setiap kecamatan mendapat insentif Rp. 500.000,00 per tahun selain dana operasional dari BSPD sementara Karang Taruna
yang lain
hanya mendapat Rp. 250.000,00 per tahun dari BSPD; bantuan fasilitasi pelatihan maupun permodalan akan diberikan kalau Karang Taruna cukup aktif mengajukan proposal kegiatan atau secara nyata melakukan kegiatan produktif, misalnya Karang Taruna Genjahan dengan kegiatan unggulan di sektor perikanan,
Karang Taruna Sidorejo Ponjong dengan kegiatan
kelompok perikanan, Karang Taruna Pulutan Wonosari dengan kegiatan pertanian hortikultura. Hal
lain
yang
menunjukkan
Genjahan mampu beradaptasi
bahwa
institusi
dengan alam
Karang
Taruna
otonomi daerah adalah
intensitas kegiatan yang semakin bervariatif berbasis network internal dan eksternal dengan institusi pemerintah dan masyarakat. Seperti terlihat dalam
tabel
.l5., kegiatan edukatif berupa pelatihan menunjukkan
peningkatan sejak tahun 2002, kegiatan ekonomis produktif meningkat pesat sejak tahun 2000, kegiatan bakti sosial semua terlaksana pada era otonomi. Kegiatan yang mengalami penurunan menurut beberapa sumber adalah
kegiatan
rekreatif di
bidang
olah
raga
disebabkan masalah
pendanaan, seperti diutarakan 2 narasumber berikut: "Saya rasa kalau menurunnya tidak, yang menurun drastis itu bidang olahraga. Seolah-olah tidak terespon oleh anggota Karang Taruna sekarang, baik di induk maupun di unit. Kalau induk menyelenggarakan Iomba tidak mendapat respon yang giat dari
122
para anggota di unit sini maupun yang Jain. Tapi kalau kegiatan sosial sama saja. Kalau mau Iomba biasanya meningkat kegiatannya, yang di unit tetap berjalan seperti biasanya. (Pernyataan disampaikan Ketua Unit Susukan IV) "Kalau saya rasakan bidang yang agak menurun itu masalah keolahragaan. Untuk otonomi daerah memang agak menurun karena masalah biaya, sudah dua tahun ini terasa penurunannya. Kalau sebalum otonomi daerah segala segi Iomba diadakan sekarang tinggal bola voli putra-putri, gerak jalan dan tennis menja tidak diadakan, jadi olahraganya turun drastic. Dari kecamatan maupun desa mengurangi anggarannya untuk itu. Kalau untuk pertemuan rutinnya Karang Taruna Desa saya kira tetap berjalan bagus karena juga terpacu setelah mendapat prestasi nomor 4 nasional". (Pernyataan disampaikan Ketua Unit Genjahan)
A.4.1. Bentuk-bentuk Dimensi Coping Karang Taruna Secara garis besar manfaat keberadaan Karang Taruna sebagai kapital sosial dapat dikelompokkan ke dalam manfaat ekonomi, manfaat kesejahteraan sosial, manfaat pendidikan dan manfaat integrasi sosial. Berbagai aktifitas yang sudah sejak lama dilakukan dan dipertahankan kontinuitasnya oleh Karang Taruna memberikan andil yang besar bagi tumbuhnya manfaat dimaksud. A.4.1.1. Manfaat Ekonomi: Membuka Lapangan Kerja Manfaat
dalam
bidang
ekonomi
terlihat dari munculnya
berbagai usaha ekonomis produktif yang mampu menyerap tenaga kerja, yang keberadaannya sedikit banyak mendapatkan sentuhan pembinaan dari Karang Taruna bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah maupun swasta, baik melalui bantuan permodalan, fasilitasi pelatihan ketrampilan atau fasilitasi promosi. Ada juga anggota Karang Taruna yang terserap dalam lapangan kerja informal seperti sopir setelah memperoleh bekal ketrampilan dari kursus
stir mobil yang
difasilitasi Karang Taruna. Beberapa yang lain karena aktif dalam
123
kegiatan Karang
Taruna, memiliki hubungan yang dekat dengan
masyarakat dan Perangkat Desa kemudian terpilih sebagai Pamong Desa dalam. Dengan kata lain manfaat membuka
lapangan
pekerjaan
keberadaan Karang Taruna dalam merupakan
outcome (hasil) dari
kegiatan Karang Taruna. Diungkapkan oleh Ketua Umum Karang Taruna: "Kegiatan-kegiatan ekonomis awal mulanya dengan kursuskursus ketrampilan kemudian banyak yang mencoba berusaha dengan ketrampilan itu dan akhirnya ada satu dua yang berhasil. Mereka-mereka yang sudah berhasil itu ada satu dua yang dari program USEP Karang Taruna, ada yang dari kursus perikanan, bengkel, stir mobil. Mereka yang berhasil juga merekrut teman-temannya dari Karang Taruna. Sekarang itu akhir-akhir ini ternan-ternan Karang Taruna kelihatan usahanya tampak nyata bisa merekrut temannya, dapat dilihat nyata dan berani spekulasi, misalkan mendirikan warung apung, ikan bakar. Ini salah satu bukti bahwa sedikit banyak Karang Taruna ikut andil memberi motovasi, bekali ketrampilan". Pemancingan dan warung ikan bakar menjadi contoh yang paling
menonjol,
yang
sejak
awal
keberadaannya
mendapatkan
bantuan permodalan, pelatihan dan promosi yang difasilitasi oleh Karang Taruna. Lewat usaha ini tidak hanya mampu menjadi sumber pendapatan utama
bagi
pelakunya, menyerap tenaga
masyarakat sekitar tetapi juga telah mengangkat citra sebagai
wilayah
yang
cukup
rrlaju
di
bidang
kerja dari Gunungkidul
perikanan
darat.
Diutarakan oleh pengusaha pemancingan dan warung ikan bakar "BT" yang juga menjadi Ketua Unit Simo II: "Yang jelas kalau dari Karang Taruna Desa lebih banyak dari segi promosi, mempromosikan. Pelatihan seperti pembibitan pernah kami dapat lewat Karang Taruna dan itu jelas menambah wawasan kami, bagaimana system-sistemnya dagang ikan juga didapat ilmunya dari pelatihan itu. Tapi kalau untuk pendanaan kayaknya wllayah slni untuk mendapatkan dana bantuan seperti daerah-daerah lain itu ketinggalan.
124
Umpamanya disbanding Sleman, Cangkringan, Bantul, Sampakan. Jadi untuk pengem-bangann ya kalau bisa sesudah dipromosikan kemana-mana ya dibantu untuk masalah permodalan. Dana dari pemerintah untuk kelompok usaha pemuda menurut saya masih sedikit, sangat kurang disbanding untuk yang usaha kelompok tua seperti untuk ternak sapi dan vetening·. Penghasilan dari warung ikan bakar ini lumayan juga tapi disini kan merekrut banyak ternan dari pemuda-pemuda jaringan Karang Taruna Ada yang lulusan sekolah sulit nyari kerja, ada yang masih sekolah ambil 112 hari , ibunya meninggal bapaknya kawin lagi nggak ada yang ngurusi, ada yang PHKnan dari Jakarta 2 orang, ada tukang cuci piring yang ibu-ibu kesulitan sekolahkan anakanya. Sebenarnya hasilnya lumayan, tapi harus dibagi-bagi dengan yang ikut disini". Beberapa usaha ekonomi yang sekarang cukup berhasil, pada awalnya juga pernah mendapat bantuan modal dari pemerintah melalui Usaha Sosial Ekonomis Produktif Karang Taruna (USEP-KT), seperti usaha foto, kelontong dan bengkel "F", ternak ayam potong milik pak Sp dan pemancingan "LT". Sebagai bentuk keterikatan dengan Karang Taruna mereka kemudian merekrut tenaga kerja dari jaringan Karang Taruna. Ada pula bentuk usaha yang dikembangkan atas simpati, kepedulian tokoh masyarakat rental
komputer.
terhadap kiprah Karang Taruna, yakni
Selebihnya merupakan usaha ekonomi anggota
Karang Taruna yang murni dikembangkan sendiri oleh pemiliknya tanpa dukungan Karang Taruna, tetapi karena rasa kesetiakawanan yang tinggi mereka juga merekrut tenaga kerja jaringan Karang Taruna. Misalnya bengkel las dan sepeda motor "Sbd"
merekrut pemuda
sekitar yang jumlahnya cukup banyak, juga turut membantu usaha perikanan lele pemuda di Unitnya, seperti dituturkan oleh pemiliknya: "Saya punya prinsip di usaha ini saya nyari tenaga kerja ambil dari pemuda-pemuda sini, ndak masalah sudah pengalaman atau belum, tidak harus siap pakai, kadang ada yang dari nol, saya didik kerja sambil praktek. Tujuan saya biar semua dapat pengalaman. Ada yang sudah keluar dari sini kemudian dirikan
125
bengkel sendiri. Saya juga membantu kalau mereka (Karang Taruna Genjahan, pen) butuh apa. Ada yang belum punya pekerjaan pokok saya arahkan ke kegiatan perikanan lele. Kalau dari Karang Taruna sendiri dukungannya hanya dukungan moril, pengarahan-pengarahan. Saya sendiri belum pernah dikursus lewat Karang Taruna, tapi kalau anak buah saya ada yang pernah mengikuti kursus yang direkrut Karang Taruna. Tenaga kerja yang disini semua ada 5 orang, sebagaian sudah ada yang berdikari". Untuk melengkapi gambaran jumlah tenaga kerja yang terserap dari kegiatan ekonomi jaringan Karang Taruna, penulis sajikan data kuantitatif yang berhasil dihimpun ke dalam tabel berikut ini Tabel 18 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Jaringan Karang Taruna No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Bidang Usaha Pemancingan/warung ikan bakar Toko kelontong, studio foto bengkel Benokel motor dan las Rental komputer Sopir Pamong Desa
Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap 10 3 5 4
2 6
A.4.1.2. Manfaat Edukatif Manfaat
keberadaan
Karang
Taruna
menyangkut
bidang
pendidikan, termanifestasikan dalam beberapa hal. Pertama, Karang Taruna
diyakini
sebagai
arena
masyarakat
sipil
untuk
belajar
berorganisasi dan kepemimpinan, seperti dituturkan oleh Ketua Unit 1
Susukan III: "Sebetulnya saya merasakan betul manfaat Karang Taruna dari sisi belajar berorganisasi dan bergaul dengan masyarakat. Sebab yang saya rasakan kelemahan terbesar masyarakat sipil di Indonesia adalah regenerasi kepemimpinan. Selama ini yang paling bagus kepemimpinannya ada di militer. Maka kalau ada masyarakat Indonesia kok cenderung memilih militer sebagai pemimpin itu sebagai dampak dari regenerasi kepemimpinannya yang bagus. Banyak kita masyarakat sipil melahirkan organisasi tapi banyak ributnya salaing berebutan jatah. Akhirnya ketika sipil dipercaya memimpin banyak kegagalan. Sekolah di Indonesia ini kan banyak teorinya, prakteknya ya salah satunya
126
di karang taruna itu. Orang yang mungkin pintar tapi kalau bersosialisasinya kurang pasti nanti dalam masyarakat tidak punya pengaruh, tidak bisa bergaul dengan masyarakat". Informasi lain yang penulis peroleh memperkuat argumen diatas, beberapa aktifis dan mantan aktifis Karang Taruna saat ini banyak yang menduduki posisi penting di jajaran pamong desa, seperti Sekretaris Desa dulunya adalah Sekretaris Umum Karang Taruna, Kepala Bagian Keuangan sebelumnya adalah Sekretaris I Karang Taruna. Beberapa yang lain duduk sebagai Kepala Bagian Pemerintahan BPD (Badan Perwakilan
Desa),
Pembangunan
BPD
Kepala serta
Bagian Anggaran Ketua
LPMD
BPD, Kepala
(Lembaga
Bagian
Pemberdayaan
Masyarakat Desa).
Kedua, membuka wawasan, memberikan bekal ketrampilan serta menambah jaringan. Kenyataannya, lewat Karang Taruna pernah diadakan 12 jenis pelatihan; dijalin kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah, institusi masyarakat termasuk swasta serta
kalangan
DPR; diupayakan kerjasama dan kekompakan antar pengurus, seperti diutarakan oleh Ketua Unit Simo II berikut: "Selama ini bisa dikatakan awal embrio pengenalan masalah perikanan di luar daerah itu lewat Karang taruna dengan mengadakan seperti kunjungan kerja atau studi banding yang difasilitasi Karang Taruna. Kita jadi banyak wawasan. Lewat Karang Taruna kalau ada kunjungan kerja dari luar daerah terus meraka mengajarkan ilmu-ilmu lain yang belum kita punya itu sangat bermanfaat. Golongan pemuda yang untuk mencari pekerjaan sulit, buntu karena kurang koneksi, kehadiran Karang Taruna sangat diperlukan sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan atau harapan lain yang bisa membantu mereka". Diutarakan juga oleh seorang anggota dari Unit Pati tentang. manfaat Karang Taruna yang dirasakannya sebagai kelompok referensi untuk belajar banyak hal:
127
"Yang jelas saya belajar tentang keorganisasian, saya lihat senior-senior saya bagaimana caranya bekerja kelompok, secara berorganisasi kekompakannya seperti apa dan sebagainya. Menurut saya di Karang Taruna sini sudah sering mengikuti kegiatan-kegiatan termasuk Iomba, seolah-olah kegiatannya yang paling maju, paling aktif, jadi Karang Taruna selalu hidup". Ketiga, dalam hal pembinaan generasi muda cukup beralasan jika aktifitas kekarangtarunaan sedikit banyak mengurangi tingkat kenakalan remaja. Berkurangnya kenakalan remaja menjadi semacam impact (dampak) dari kegiatan-kegiatan yang
bersifat ekonomis,
rekreatif maupun edukatif seperti dituturkan Ketua Umum Karang Taruna Genjahan: "Kita juga berupaya memotivasi rekan-rekan dengan berbagai kegiatan rekreatif, ekonomis juga edukatif. Diantaranya berupa penyuluhan tentang narkoba apa dan bagaiman bahaya narkoba, macam-macam olahraga dan kegiatan-kegiatan ekonomi. Kita yakini bahwa dengan banyaknya kegiatan positif itu otomatis secara tidak langsung mengurangi dampak ke situ (kenakalan remaja, pen)" Beberapa pendapat juga menyatakan demikian, diantaranya pendapat Lurah Desa Genjahan berikut: "Mung kin adanya Karang Taruna juga menanggulangi kenakalan remaja. Kebrutalan, lepas dari batas kewajaran remaja itu jarang ada disini". Dari pihak kecamatan juga menyatakan hal yang sama, seperti diutarakan oleh salah satu staf Seksi Kesejahteraan Sosial berikut: "Manfaat yang dirasakan masyarakat, yang dihasilkan oleh Karang Taruna yang jelas bisa mengendalikan pemuda untuk tidak melakukan kegiatan yang apatis. Sebagai contoh lewat Karang Taruna akan melakukan narkoba tidak sempat. Apalagi ewat Karang Taruna yang secara kenyataan kegiatan religiusnya tinggi seperti pengajian dan TPA". A.4.1.3. Manfaat Integrasi Sosial Manfaat
dalam hal integrasi sosial terutama dilatarbalakangi
karakteristik institusi Karang Taruna
yang inklusif dari atribut sosial
128
ekonorni rnaupun atribut politik. Secara formal, inklusifisrne Karang Taruna dari berbagai atribut ditegaskan dalarn Anggaran Dasar Karang Taruna Genjahan pasal 15: "Setiap anggota rnernpunyai hak dan kewajiban
yang· sarna
dalarn
usaha
kesejahteraan
sosial
tanpa
rnernbedakan jenis l<elarnin, asal keturunan, kedudukan sosial politik dan agarna". Pada tataran praktisnya dirasakan benar Karang Taruna dapat rnenjadi surnber integrasi sosial. Seperti dituturkan oleh Ketua Unit Susukan III, rneskipun diakui bahwa unitnya kurang dapat rnenjalin jaringan kerjasarna yang baik dengan Karang Taruna Desa tetapi rnerasakan gerakan Karang Taruna selarna ini dapat rnenciptakan integrasi sosial, salah satunya karena terbuka, tidak rnernbedakan atribut sosial politik: "Saya yakin Karang Taruna bisa untuk rnenciptakan integrasi sosial karena terbuka, nonpolitik, nonprofit, kepentingan yang rnuncul disitu nggak ada yang politis. Menurut penilaian saya, kalau dulu rnungkin Karang taruna itu kayak sernacarn organisasinya Golkar ya, tapi saya tidak rnerasakan itu dulu rnaupun sekarang, yang saya arnati tidak ada politisasi di tubuh Karang Taruna. Mas Wastana (Ketua Urnurn Karang Taruna, pen) sebenarnya afiliasinya Golkar tapi saya tidakrnerasa disuruh nyoblos Golkar, ternan-ternan juga nggak pernah rnerasa rnenjadi Golkar minded (antek Golkar, pen)". Faktor lain yang rnendorong Karang Taruna sebagai surnber integrasi sosial adalah tidak rnernbedakan golongan rninoritas, seperti diturukan Ketua Unit Tanggulangin, seorang Nasrani yang juga 1Ketua I Karang Taruna Desa: "Karang Taruna rnenjadi sarana yang untuk bahasa selebritisnya untuk cepat rnencari popularitas, cepat rnengenal dan dikenal ternan-ternan dari berbagai Jatar belakang, terrnasuk untuk yang rninoritas seperti karni". Inforrnasi lain yang rnernperkuat fungsi integrasi sosial Karang Taruna adalah data inventarlsasi anggota Karang Taruna Desa tahun 2003,
129
dilihat dari komposisinya cukup bervariasi, terutama dilihat dari usia, tingkat pendidikan dan status pekerjaan. Tercatat mereka berusia antara 15 sampai 35 tahun, berpendidikan SLTP sampai sarjana, beberapa diantaranya adalah PNS, petani, peternak, pekerja swasta. A.4.1.4
Manfaat
Sosial:
Menumbuhkan
Jiwa
Kesetiakawanan
Sosial,
Kegotongroyongan Tumbuhnya rasa kesetiakawanan sosial merupakan manfaat lain dari serangkain aktifitas kekarangtarunaan di wilayah Desa Genjahan. Sebagaimana pernah diutarakan Ketua Umum Karang Taruna di depan, fungsi sosial Karang Taruna cukup mendapatkan perhatian tersendiri. Secara aktif Karang Taruna menggalang aksi-aksi sosial memanfaatkan jaringan kerjasama di dalam dan di luar organisasi, seperti tersaji dalam tabel berikut: Aks i
No.
1.
2. 3. 4. 5. 6.
s asia
Tabel 19 yang Di koord inir Karang Taruna
Nama Kegiatan
Bantuan buku pada siswa tidak mampu Bantuan SPP pada sisiwa tidak mampu Mencarikan keringanan biaya pengobatan Pendataan anak terlantar Bantuan beras keluarga miskin Menggalang donatur penderita tumor
Tahun Pelaksanaan
2002, 2003 2002 2003 2003 2003 2004
Kegiatan sosial yang lain seperti menjenguk orang sakit sudah menjadi spontanitas ketika memang ada warga yang sakit. Bagi angota atau mantan anggota Karang Taruna yang sudah sukses usahanya biasanya merekrut pemuda sekitar yang masih menganggur sebagai wujud kesetiakawanan sosial yang tinggi. Selain itu juga masih ada kegiatan
koperasi simpan
pinjam sebagai mekanisme pemberian
fasilitas pinjaman finansial bagi anggota yang mebutuhkan. Manfaat sosial ini pula yang pada sebagian orang menjadi pemacu untuk giat
130
berkiprah dalam kegiatan kekarangtarunaan, seperti dituturkan Ketua Unit Susukan IV: "Manfaat besar bagi saya itu hanya rasa sosial, kegotongroyongan, kerukunan yang tinggi. Kalau segi materi atau bidang usaha, niaga itu tidak begitu memacu saya" Jiwa kesetiakawanan dan kegotongroyongan yang tinggi juga diakui oleh pemerintah desa selaku mitra pembangunan, seperti disampaikan oleh Pimpinan Pemerintah Desa berikut ini: "Kesatuannya hati, kerukunannya yang jelas kuat, kemajuan Karang Taruna ya demi kemajuan desa, kegotongroyongannya antara satu anggota Karang Taruna dengan yang lain termasuk dari yang tingkat desa dan pedukuhan menyatu". A.4.1.5. Manfaat yang lain: Kedekatan Hubungan dengan Masyarakat dan Birokrasi Pemerintah Terutama bagi aktifis Karang Taruna, dirasakan bahwa aktif dalam kegiatan Karang Taruna menjadikan mereka mudah dikenal oleh masyarakat dan tokoh masyarakat serta birokrasi pemerintah desa dan kecamatan.
Aktifitas-aktifitas
yang
dilakukan
Karang
Taruna
mengharuskan mereka untuk sering berhubungan dengan pemerintah dan masyarakat selaku stakeholders (pemangku kepentingan) dan
resources controller (pengendali resorsis). Seringnya interaksi pada satu sisi membuat para aktifis Karang Taruna tidak canggung-canggung lagi dengan masyarakat dan pemerintah desa, sebaliknya masyarakat dan pemerintah desa yang telah merasakan sisi positif kegiatan Karang Taruna
terdorong untuk memberikan apresiasi. Misalkan membantu
mempermudah
pengurusan
surat-surat
tertentu
yang
mereka
perlukan, seperti disampaikan oleh dua aktifis Karang Taruna berikut: "Di Karang Taruna kita berkesempatan mengenal orang-orang yang sudah punya kedudukan, lobinya enak. Yang jelas bagaimana caranya kita menempatkan diri bergaul pada orang
131
banyak, juga bagaimana kita melobi orang-orang atas. Umpamanya kalau kita tidak ikut Karang Taruna Desa untuk mengurus KTP saja segan, tapi dengan aktif mungkin satu jam saja sudah jadi". "Disamping Karang Taruna sebagai ujung tombak di masyarakat, dari pemerintah setempat kecamatan maupun desa umpama kita ingin mencari surat-surat seperti surat untuk keperluan mencari pekerjaan itu dipermudah". Manfaat yang lain misalnya memiliki pengaruh di masyarakat. Menjadi aktifis Karang Taruna
merupakan semacam cara mudah untuk
mengenal dan dikenal masyarakat, ditokohkan oleh masyarakat. Beberapa mantan aktifis Karang Taruna sekarang menjadi tokoh masyarakat yang duduk dalam jajaran LPMD maupun BPD
A.4.2. Pola Pengambil Manfaat Tidak semua stakeholders Karang Taruna merasakan manfaat keberadaan Karang Taruna sebagai kapital sosial. Stakeholders, oleh Bryson (1995: 27) didefinisikan sebagai pribadi-pribadi, kelompok atau organisasi yang dapat menjatuhkan klaim (tuntutan) terhadap perhatian, resorsis
atau
output-output
organisasi.
Lebih
lanjut
menurutnya
stakeholders dibedakan menjadi dua: internal stakeholders dan external
stakeholders. Mengacu pada konsep Bryan dimaksud, yang termasuk internal stakeholders Karang Taruna antara lain meliputi anggota Karang Taruna,
pengurus
Karang
Taruna
serta
Unit-unit Karang
Taruna;
sedangkan external stakeholders meliputi warga masyarakat desa, LPMD, BPD, pemerintah desa, pemerintah kabupaten dan propinsi. Pada pembahasan terdahulu penulis telah memaparkan beberapa pandangan tokoh masyarakat, pamong desa dan pegawai kecamatan selaku external stakeholders yang mendeskrlbslkan manfaat pentlngnya
132
keberadaan Karang Taruna Genjahan dengan berbagai aktifitasnya. Tidak demikian halnya dengan Unit Karang Taruna, menurut sebagian informan manfaat keberadaan Karang Taruna Desa masih belum merata dirasakan oleh seluruh unit. Menurut analisis penulis ada beberapa faktor internal unit yang turut menentukan seberapa besar dapat menyerap manfaat keberadaan Karang Taruna Desa.
Pertama,
sumber
daya
manusia
yang
di
unit
terutama
menyangkut kepengurusan unit. Unit-unit yang kepengurusannya bagus relatif lebih dapat menjalin hubungan sinergis dengan Karang Taruna Desa dan merespon informasi dengan cepat, instruksi, arahan dari Karang Taruna Desa dapat terlaksana dengan dukungan kepengurusan unit yang solid. Unit
Pati, Simo I, Simo II, Tanggulangin, Susukan I
masuk dalam kategori ini. Unit Susukan IV dan Genjahan sebenarnya internal kepengurusannya cukup bagus, tetapi lokasi yang jauh menjadi hambatan terjalinnya interaksi intensif dengan Karang Taruna Desa.
Kedua, sumberdaya alam. Unit-unit yang menempati wilayah dengan sumberdaya alam yang bagus merasakan besarnya manfaat kegiatan kekarangtarunaan di tingkat desa. Hal ini terkait dengan pola pengembangan
wilayah
oleh
Karang
Taruna
dilakukan
dengan
mengangkat potensi-potensi sumberdaya alam yang menonjol di wilayah desa.
Unit-unit yang
potensial
sumberdaya
alamnya
mendapatkan
perhatian yang lebih dari Karang Taruna. Diutarakan oleh Ketua Unit Susukan I: "Kalau di Simo sector perikanan sangat maju, kalau minggu banyak yang datang ke rumah apung, mau makan atau mau mancing semua ada. Simo itu baru favorit , itu juga binaan Karang Taruna Desa awal-awalnya. Karang Taruna Desa itu kalau punya ide sistemnya di pos-pos sesuai potensi masing-masing dan keadaan alamnya. Umpama Susukan I, Kerjo dan Trukan itu
133
untuk sector perikanan dan hijauan makanan ternak, Simo perikanan, Tanggulangin dan Pati kerajinan". Termasuk dalam kategori ini adalah Unit Simo I, Simo II, Susukan I. Kerjo II sebenarnya termasuk memiliki potensi sumberdaya alam di bidang perikanan yang bagus, tetapi kepengurusan unit baru mulai berjalan setelah lama vakum, maka dukungan mediasi dan promosi dari Karang Taruna belum dapat dimanfaatkan. Ketiga, lokasi unit. Unit-unit yang lokasinya berdekatan dengan
Balai Desa, relatif lebih banyak merasakan manfaat Karang Taruna Desa. Lokasi sekitar Balai Desa selain sebagai pusat kegiatan pemerintah desa juga merupakan pusat pergerakan kegiatan Karang Taruna, sebagaian besar elit Karang Taruna berdomisili disini. Selain itu lokasi sekitar Balai Desa juga merupakan pusat kegiatan ekonomi desa, berdiri banyak fasilitas infrastruktur seperti pasar desa, Puskesmas, Resort Kepolisian, Kantor Pos sehingga suasananya lebih ramai. Ada kecenderungan, aktifitas Karang Taruna hanya menjangkau wilayah sekitar domisili elit Karang Taruna, wilayah-wilayah yang ramai dan mudah dijangkau; wilayah-wilayah yang cukup terpencil dan sepi relatif terabaikan. Seperti juga dikemukakan oleh Friedmann (1992: 67-68), salah satu basis kekuatan sosial adalah defensible life space: letak/ruang fisik yang memudahkan terjadinya sosialisasi dan life supporting acitivities. Unit Pati, Simo I, Simo II, Tanggulangin, Susukan I masuk dalam kategori pengambil manfaat berbasis lokasi. Unit Kerjo I, Kerjo II sebenarnya memiliki keunggulan lokasi, tetapi kepengurusan internal yang kurang solid menyebabkan tidak dapat mengembangkan peluang yang ada. Selengkapnya pola beneficiaries penulis sajika dalam tabel berikut:
134
Tabel 20 Pola Persebaran Dimensi Coping Karang Taruna
~~ IM
M Pati Simo I Slmo II Sus. I Tg.angin Kerjo I Kerjo II
Tinggi
Rendah IM BM
Lokasi TM
Sus. III Sus. IV Genjahn
Kepengurusan Internal Unit M TM Pati Simo I Simo II Sus. I Tg.angin G~njahn Kerjo I Kerjoii Sus. IV Sus. II Sus III
Sumber daya a lam M TM Simo I Pati Simo II Tg.angn Sus. I
Kerjoii
Kerjo I Genjhn Sus. III
: Intens1tas Manfaat : Basis Manfaat
B. Karang Taruna Gombang: Kapasitasnya sebagai Kapital Sosial pada Era Otonomi Daerah Kapasitas institusi Karang Taruna Gombang sebagai kapital sosial pada era otonnomi ini bisak dikatakan lemah. Beberapa faktor bekerja secara simultan memarginalkan kapasitasnya sebagai dukungan
provisi
(pendanaan
dan fasilitasi)
kapital sosial. Pertama, dari
institusi
pemerintah
ternyata lebih banyak diberikan pada institusi Karang Taruna
berprestasi,
bagi Karang Taruna yang tidak berprestasi seperti Gombang justru kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Kedua, keleluasaan merencanakan kebutuhan pembangunan, peningkatan swadaya masyarakat dalam era otonomi daerah tidak serta merta diikuti meningkatnya dukungan materialfinansial masyarakat terhadap institusi Karang Taruna Desa Gombang; kerena
ternyata
dukungan
material-finansial
masyakarat
yang
amat
diperlukan bagi pertumbuhan Karang Taruna hanya akan muncul jika Karang Taruna mampu menunjukkan eksistensinya. Ketiga, kondisi internal Karang Taruna Gombang --kepemimpinan, ketersediaan resorsis, sistem norma, pola operasi
institusi--
tidak
banyak
membantu
pertumbuhan
institusi,
keberadaannya justru menjadi hambatan terbesar untuk dapat tumbuh menjadi kapital sosial.
135
Dampaknya kemudian sangat jelas, eksistensi organisasi menjadi lemah dimata anggota maupun masyarakat, keberadaannya tergantinkan oleh Unit Karang Taruna (Karang Taruna Pedukuhan) yang lebih nampak kegiatannya, sebagaimana dikemukakan oleh Ketua Unit Sawit: "Tentang Karang Taruna Desa, kehadirannya sebenarnya tidak begitu dirasakan warga. Mereka tidak semuanya tahu adanya Karang Taruna itu bagaimana, tidak peduli dengan baik-buruknya Karang Taruna yang di desa karena yang di unit masing-masing sudah aktif. Kalau Karang Taruna Desa manfaatnya apa itu tidak dipikirkan warga". Hal yang sama juga diungkapkan salah seorang pamong desa yang juga mantan aktifis Karang Taruna Desa "Manfaat Karang Taruna Desa sementara ini belum bisa dirasakan, belum tampak, ada atau tidak Karang Taruna Desa sama saja. Untuk mensikapi apa yang digerakkan Karang Tarua masyarakat belum bisa menerima. Sebagai contoh kalau Karang Taruan Desa itu kan jangkauannya luas, bantuan yang Rp 300.000,00 itu sampai mana dibanding banyaknya yang mau direngkuh, tapi kalau paling tidak tiga juta ~.tau tiga puluh juta itu mungkin akan ada artinya". Terkait dengan kapasitas institusi Karang Taruna Gombang, ada beberapa hal yang bisa penulis kemukakan sebagai rangkuman pendapat dari berbagai sumber informasi, sebagai berikut:
B.l. Dimensi Trust Kapital Sosial Dimensi trust Karang Taruna Gombang sebagai kapital sosial dapat dipilah menjadi dua, yakni internal trust dan external trust. Kepercayaan dari dalam (pengurus/anggota) bisa dikatakan kurang. Penyebabnya bukan karena
perubahan
situasi
perpolitikan
nasional
tetapi
karena
kekurangharmonisan hubungan pemuda. Konflik pemuda yang terjadi pada sekitar tahun 1985 menjelang pilihan kepala desa, disusul perpecahan pemuda setelah pilihan lurah desa tahun 2003 --meskipun konfliknya tidak separah
tahun
1985--,
menyisakan
masalah
yang
imbasnya
masih
136
dirasakan mengganggu kekompakan intern pengurus maupun pemuda anggota Karang Taruna. Hingga saat sekarang masih ada polarisasi kelompok pemuda antara "orang timur" (Sawit Lor, Sawit Kidul, Ngrejek Wetan, Ngrejek Ku.lon dan Gombang) dan "orang barat" (Kebohan Lor, Kebohan Kidul, Pakrandu ·dan Ketonggo). Ditambah lagi kepemimpinan Karang
Taruna
yang
sekarang
belum
mampu
menjalankan
fungsi
manajerial dengan baik, belum berbuat banyak langsung turun ke unit untuk mengupayakan rekonsiliasi. Akibat kekurangharmonisan hubungan muncul kemudian prasangka bahwa kebijakan Karang Taruna
bias pada orang timur. Sebagai contoh
bantuan dana Karang Taruna Desa untuk pembuatan gawang lapangan sepak bola di Unit Gombang dianggap kurang memperhatikan kepentingan pemuda Unit Kebohan yang juga membutuhkan, maka kemudian muncul ketidakpercayaan terhadap Karang Taruna
Desa, seperti diutarakan oleh
Ketua Unit Kebohan (gabungan Kebihan Lor-Kebohan Kidul) berikut: "Disini itu kalau Karang Taruna tingkat Desa memang sulit sekali. Kelihatannya dulu pernah ada masalah antara dusun dengan desa sehingga dusun sudah tidak mempercayai desa. Yang saya dengar karena masalah dana, dulu tingkat desa memberi bantuan untuk unit Gombang untuk membuat gawang lapangan bola. Kebetulan disini juga mengusulkan juga tapi tidak diperhatikan. Baru kemarin itu kami mendesak ke desa, akhirnya kayu jati di dekat lapangan dijual dibantukan kesini untuk membuat gawang. Itu bukan bantuan dari Karang Taruna Desa tapi dari desa atas kebijakalil pak Lura h. Disini antar unit juga tidak bisa sa ling berkomunikasi, k~cuali kalau yang disini (Kebohan Lor) dari dulu dengan Kebohan Kidul dan Pakrandu sudah jadi satu, umpama sini main bola ngambil Kebohan Kidul dan Pakrandu dan sebaliknya. Kalau sini dengan Sawit ada jurang pemisah, umpama pertandingan bola sini dengan Sawit pasti tawuran bener". Kurang harmonisnya hubungan antar kelompok pemuda kemudian juga berakibat pada kurangnya legitimasi kepengurusan Karang Taruna karena didominasi kelompok tertentu yang kemudian juga memunculkan
137
keengganan bekerjasama atas nama bendera Karang Taruna. Yang terjadi saat ini pengurus lebih banyak mementingkan kemajuan unitnya masingmasing. Dituturkan oleh Ketua I Karang Taruna: "Mengenai pengurus saya juga bingung, permasalahan apa kok setiap ada undangan pertemuan kok tidak hadir, nggak kompak. Menurut keterangan dari salah satu unit apabila ada satu orang itl.i yang duduk di kepengurusan, unit itu nggak mau datang. Saya jadi serba sulit karena pengurus itu juga dipilih dari proses pemilihan yang dihadiri dari wakil-wakil unit, kalau saya harus memberhentikan yang bersangkutan rasanya kurang pas, sehingga saya biarkan berjalan begitu dulu. Ada kesan pengurus Karang Taruna yang sekarang orang-orangnya mas S semua, mantan ketua yang sekarang menjadi lurah, sebagian orang yang tidak cocok menjadi apatis. Padahal yang kita ambil dari unit-unit sudah termasuk tokoh berperan di dusunnya masig-masing, tapi ya tetap tidak bisa menetralisir". Kepercayaan dari luar Karang Taruna justru bisa dikatakan tinggi. Dari pemerintah desa misalnya, memandang urgensi Karang Taruna sebagai media membina sekaligus melibatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan, melalui Karang Taruna, potensi pemuda bisa terorganisir, seperti dituturkan Lurah Desa Gombang berikut: "Menurut saya Karang Taruna masih sangat diperlukan. Sekarang ini ada program bagaimana caranya yang sudah urbanisai kembali ke desa. Pemuda juga yang akan mikirkan desanya di kemudian hari. Banyaknya perilaku menyimpang pemuda mungkin pengaruh dari ketidakperhatian kita pada mereka. Budaya kita banyak menempatkan seseorang sebagai tokoh panutan, yang dituakan kadang memandang dirinya lebih mapan, lebih berwibawa lalu memandang sebelah mata pada pemuda, cah enom ngertimu mateng diwenehi (anak muda tahunya ada makanan diberi, pen). Padahal anak muda kalau dilibatkan dalam pembicaraan, dalam pembangunan, mereka merasa diuwongke lalu malah muncul dukungan dari mereka. Mereka itu sebetulnya butuh fasilitas, jangan dicekoki dengan aturan-aturan yang mereka tidak mau tahu. Fasilitas itu sendiri juga harus selektif. Kalau pemuda diberi dana sekian juta mereke akan bingung sendiri mau diapakan dana itu, mereka tidak bisa menerima umpan dari pemerintah kalau mereka tidak terorganisir dengan baik. Maka disinilah pentingnya Karang Taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan". Kepercayaan masyarakat terhadap Karang Taruna pada era otonomi daerah ini tidak luntur, bahkan banyak harapan untuk Karang Taruna agar
138
mau turut memikirkan kebutuhan warga, seperti dituturkan Kepala Bagian Pemerintahan Desa Gombang berikut: "Saya kira kepercayaan masyarakat kepada Karang Taruna tetap, bahkan banyak harapan untuk Karang Taruna. Misalnya program pelebaran lapangan bulan Mei sampai Agustus kemarin itu wujud harapan dari masyarakat pada Karang Taruna". Dari pihak masyarakat juga menilai institusi Karang Taruna perlu sekali diajak bekerja sama membangun desa, terutama dalam menjaga kesatuan desa, seperti diutarakan Wakil Ketua LPMD Gombang berikut: "Saya tetap masih punya harapan karena memang penting sekali untuk desa terus-terusan berjalan sendiri, pemudanya sudah kompak terus hasilnya bisa cepat maju".
untuk Karang Taruna Desa kesatuan desa. Kalau pemuda desa tidak akan maju. Kalau yang tua mendorong nanti
Pentingnya membangun kerjasama dengan Karang Taruna dilandasi oleh kenyataan
selama
ini
bahwa
kiprah
pemuda
dalam
kegiatan
kemasyarakatan maupun pembangunan di unitnya masing-masing sangat membantu. Kegiatan rasulan (bersih dusun), gugur gunung, sinoman tanpa dibantu pemuda tidak akan berjalan. Menurut Kepala Bagian Pemerintahan Desa Gombang, sejak organisasi pemuda desa ada sekitar tahun 1978 belum pernah terjadi konflik dengan masyarakat maupun pemerintah desa, bahkan jika Karang Taruna bisa maju masyarakat sangat terbantu. Diungkapkan oleh Ketua LPMD Gombang: "Karang Taruna Desa lebih penting diajak kerjasama untuk samasama membangun desa. Desa kami ini tertinggal, kalau tidak dengan gotong royong yang kuat tidak akan maju. Pemuda yang sudah banyak membantu masyarakat di dusunnya masing-masing tinggal bagaimana sekarang mau memikirkan majunya desa. Kalau Karang Taruna maju desa bertambah kekuatannya".
6.2. Dimensi Network Kapital Sosial Dimensi network penulis bedakan menjadi dua, internal network dan external network. Jaringan kerjasama di dalam institusi (internal network)
139
bisa dikatakan lemah. Konflik demi konflik yang merenggangkan hubungan antar kelompok pemuda, fungsi manajerial kepemimpinan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya serta keterbatasan dana operasional tidak saja
mengurangi
kekompakan
pengurus
Karang
Taruna
melemahkan hubungan antara Kararig Taruna Desa dan
tetapi juga
Unit-unit yang
ada di dalamnya. Tentang kekompakan pengurus menurut salah satu perangkat desa, hanya jajaran pengurus harian yang bisa berfungsi, itupun masih sangat terbatas. Mengenai lemahnya hubungan dengan unit diakui pula oleh Ketua I Karang Taruna: "Hubungan Karang Taruna yang di desa dan yang di unit belum terjalin baik, katanya itu karena ada seorang figur bekas pengurus lama yang dipasang lagi, namun menurut saya dari pengurus yang lain sebenarnya cukup baik. Juga terus terang masalah dana operasional yang tidak mencukupi bagi pengurus Karang Taruna Desa untuk terjun aktif membina unit-unit yang ada". Belum berjalannya kegiatan Karang Taruna Desa menyebabkan hubungan secara organisatoris dengan Unit belum berjalan, Karang Taruna Desa belum
pernah melakukan pembinaan ke bawah,
belum memberikan
manfaat kepada unit sehingga unit berjalan sendiri, seperti dituturkan Ketua Unit Kebohan: "Sepertinya Karang Taruna Desa tidak berjalan, yang bagus yang di unit. Karang Taruna desa belum ada kegiatan, belum terasa manfaatnya, maka unit buat kegiatan sendiri. Masalah pertemuan di Karang Taruna Desa kalau bisa rutin, terus kalau ada kegiatan di unit seperti pertemuan rutin kalau bisa pengurus desa meskipun perwakilan satu dua orang ada yang datang sehingga sedikit demi sedikit hubungan bisa erat. Selama ini belum pernah sama sekali, sehingga kalau ada program ya sulit didukung unit". Sebagaimana jaringan kerja kedalam, jaringan kerjasama keluar juga diluar
bisa dikatakan lemah. Artinya, jaringan kerjasama dengan institusi Karang
Taruna
belum
menghasilkan
dukungan
berarti
bagi
berlangsungnya berbagai aktifitas institusi. Penyebabnya karena dukungan
140
institusi pemerintah dan institusi masyarakat baru akan mengalir ketika institusi Karang Taruna telah mampu menunjukkan eksistensinya dengan kegiatan-kegiatan
yang
sebangun
dengan
tuntutan
pemerintah
dan
masyarakat. Selagi institusi belum mapu menunjukkan eksistensinya maka sulit memobilisir dukungan material-finansial dari masyarakat maupun pemerintah. Bagi
institusi
Karang
Taruna Gombang
hubungannya dengan
institusi masyarakat dan pemerintah desa memang baik, tetapi karena belum bisa memberikan urgensi manfaat maka belum bisa memobilisir kecukupan
partisipasi
material-finansial
yang
sesungguhnya
amat
diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal institusi Karang Taruna. Demikan pula hubungan dengan institusi pemerintah kabupaten dan propinsi belum bisa memperkaya aktifitas institusi, karena pada era otonomi daerah ini dukungan provisi pemerintah lebih banyak diberikan pada institusi Karang Taruna berprestasi. Penulis justru mendapat informasi adanya jaringan kerjasama Karang Taruna dengan beberapa kekuatan politik menjelang pemilu ataupun pilkada untuk menggalang massa. Terhadap hal ini, Karang Taruna mempersilakan kekuatan politik manapun untuk membantu Karang Taruna, masalah kekuatan politik mana yang akan menjadi pilihan pemuda tergantung pribadi masing-masing, tidak ada instruksi dari Ketua untuk memilih kekuatan politik tertentu. Diungkapkan oleh salah satu informan: "Waktu pemilu legislative dan DPD kemarin banyak politisi yang mendekati Karang Taruna. Semua ditanggapi baik oleh Karang Taruna karena masing-masing mau memberikan bantuan. Dari Pak Bd memberi bola dan turun langsung ke lapangan membawa pelatih dan janji yang berprestasi akan diorbitkan, partai G memberi bantuan bola, partai P memberi kostum, partai P jga kostum, pak Hf membantu uang, pak Bym juga membantu uang. Bagi Karang Taruna yang penting dapat bantuan, kalau pilihan tergantung
141
masing-masing, tidak ada instruksi apapun dari Ketua. Pilkada sekarang ini juga sudah banyak calon mendekat, tapi baru janjijanji, saya disuruh mengumpulkan 200 orang juga saya sanggupi". Meskipun benar bahwa jaringan kerjasama dengan politisi menghasilkan kontribusi material.:.finansial tetapi menurut penulis bukan merupakan bentuk network yang kuat karena hanya berdasarkan kepentingan sesaat. Bagi Karang Taruna kepentingannya adalah mencari dukungan finansialyang
material
sulit diperoleh
dari
pemerintah
maupun
masyarakat,
sedangkan bagi politisi kepentingannya adalah memperoleh dukungan massa
pemilih, jarang
dilandasi
kepentingan untuk memberdayakan
Karang Taruna, cenderung eksploitatif. Hubungan semacam ini biasanya berakhir setelah prosesi pemilihan berakhir. Dengan demikian bisa dikatakan jaringan kerja yang dibangun Karang Taruna Gombang lebih banyak bersifat vertikal dengan institusi pemerintah dan institusi politik, dibanding jaringan kerja horisontal dari dalam institusi maupun dengan institusi masyarakat sebagai basis wilayah beroperasinya institusi.
8.3. Dimensi Reciprocity Kapital Sosial Konflik antar kelompok pemuda yang terjadi pada tahun 1985 hingga sekarang
masih
dirasakan
dampakl'ilya:
network
internal
institusi,
I
kekompakan
pengurus sulit terjalin;
pola
penguatan
integrasi tidak
berfungsi ditambah kepemimpinan yang belum berhasil menjalankan fungsi manajerial
akhirnya
melemahkan
dimensi
resiprositas
institusi.
Indikasinya, institusi gagal mengembangkan partisipasi pengurus/anggota dalam kegiatan kolektif. Sebagai contoh kegiatan pertemuan pengurus dan pembentukan tim sepak bola desa tidak mendapat respon positif. Hampir
142
tidak ada insentif moral (ganjaran ataupun sangsi moral) yang bisa menggerakk an pengurus/an ggota untuk memenuhi kewajiban moralnya terhadap institusi. Indikasi lainnya adalah minimnya aktifitas kolektif institusi yang memungkink an antar pengurus/an ggota sering bertemu face to face sehingga masing-mas ing terpacu untuk membangun reputasi baik. Untuk kegiatan pertemuan saja baru berjalan 3 kali selama periode 2002-2004. Bandingkan
dengan
mempertaha nkan
Karang
kontinuitas
Taruna
Genjahan
pertemuan
yang
pengurus
mampu sembari
mengemban gkan berbagai bentuk aktifitas kolektif seperti kerja bakti. bakti sosial dan turnamen desa.
6.4. D!.mensi Coping Kapital Sosial Kurang berfungsinya kepemimpina n insitusi, keterbatasan resorsis internal, konflik yang belum terselesaikan, absennya dukungan finansialmaterial masyarakat serta minimnya dukungan provisi dari pemerintah akhirnya berdampak pada lemahnya dimensi coping Karang Taruna Gombang. Akibat berbagai keterbatasan tersebut institusi tidak dapat mengemban gkan kegiatan-keg iatan yang sesungguhny a diharapkan oleh warga
Karang
Taruna
dan
masyarakat
dapat
memenuhi
tuntutan
kebutuhan mereka. Dituturkan oleh Kepala Bagian Pemerintaha n Desa Gam bang: "Manfaat Karang Taruna Desa sementara ini belum bisa dirasakan, belum tampak, ada atau tidak Karang Taruna Desa sama saja. Untuk mensikapi apa yang digerakkan Karang Tarua masyarakat belum bisa menerima. Sebagai contoh kalau Karang Taruan Desa itu kan jangkauanny a luas, bantuan yang Rp 300.000,00 itu samapai mana dibanding banyaknya yang mau direngkuh, tapi kalau paling tidak tiga juta atau tiga puluh juta itu mungkln akan ada artinya".
143
Hal yang sama diutarakan oleh wakil Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Gombang berikut: "Sepertinya Karang Taruna Desa tidak berjalan, yang bagus yang di unit. Karang Taruna desa belum ada kegiatan, belum terasa manfaatnya, niaka unit buat kegiatan sendiri". Konflik yang berkepanjangan juga menyebabkan program-program yang dirancang Karang Taruna Desa tidak bisa berjalan di lapangan sehingga dampaknya juga belum dapat dirasakan. Membentuk tim sepak bola desa misalnya, tidak bisa terealisir, seperti diutarakan Ketua Unit Kebohan berikut: "Sepertinya konflik sudah terjadi sejak lama, sudah turun temurun, dari dulu begitu. Umpamanya Kebohan dengan Sawit itu sulit bergabung, kalau ada pertandingan pasti sudah musuh-musuhan, jadinya kalau ada program dari Karang Taruna Desa nggak bisa jalan. Pernah Karang taruna Desa ingin membat klub sepak bola tingkat desa tapi kelihatannya sulit mengumpulkan pemain, mungkin karena egonya terlalu tinggi, pemuda disuruh campur masih sulit. Sini hanya gabung dengan Kebohan Kidul dan Pakrandu, Gombang berdiri sendiri, Sawit lor kidul, Ngrejek etan kulon jadi satu". Penulis hanya melihat adanya semacam manfaat tidak langsung dalam hal lapangan pekerjaan. Beberapa orang yang dulunya fungsionaris Karang Taruna sekarang menduduki jabatan Pamong Desa, antara lain sebagai Lurah Desa, Kepala Bagian Pemerintahan Desa, Kepala Bagian Umum Pemerintahan Desa, Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Desa dan , Sekretaris BPD Gombang. I
Jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah otonomi daerah, dimensi coping lebih nampak terlihat sebelum otonomi daerah ketika Karang
Taruna
Gombang
mengalami
masa
jaya
pada
periode
kepengurusan 1982-1987, sebelum terjadinya konflik pemuda pada tahun 1985. Menurut Sekretaris Desa Gombang, pada waktu itu karena ditopang kepengurusan yang solid, dukungan masyarakat dan pemerintah desa yang
144
cukup besar, institusi mampu melakukan tindakan kolektif berbagai kegiatan di bidang kemasyarakatan, bidang keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), bidang ekonomi, bidang olahraga dan bidang pendidikan ketrampilan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pada waktu itu dimensi trust ke dalam, trust ke luar, network ke dalam, network keluar serta dimensi resiprositas cukup tinggi. kemasyarakatan yang digarap pada waktu
Bidang pembinaan
kelompok sinoman
dan
pelayatan,
penggiatan
royong.
gotong
pengajian, Bidang
tata
cara
itu meliputi mengurusi
kamtibmas
meliputi
penggiatan siskamling, pemantapan persatuan pemuda. Bidang ekonomi meliputi arisan sebulan sekali, koperasi simpan pinjam, penanaman kayu jati di lahan tanah kas desa. Bidang oleh raga meliputi penggiatan senam kesegaran jasmani (SKJ), pembinaan tim sepak bola dan bola voli desa. Bidang
pendidikan
ketrampilan
antara
lain
mengadakan
kursus
pertukangan.
C. Peta Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial pada Era Otonomi Daerah.
Jika dipetakan, kapasitas institusi Karang Taruna
sebagai kapital
sosiaf pada era sebefum dan sesudah otonomi daerah pada 2 fokasi penelitian adafah sebagaimana tersaji dafam tabel berikut:
145
Tabel 21 Peta Deskribsi Kapasitas Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang antara Sebelum dan Sedudah Otonomi Daerah
~s
SbO
SdO
SbO
SdO
SbO
SdO
SbO
SdO
KT Genjahan
T
T
T
T
T
T
T
T**
T
T
T
T**
KT Gombang
T*
R
T
T
T*
R
T*
R**
T*
R
T*
R**
Keterangan: KS Ins. KT IT ET IN EN Recip. Cop. T R
*
: : : : : : : : : : :
ET
IT
I
EN
IN
Kapital Sosial T** Institusi Karang Taruna Internal Trust R** External Trust Internal Network SbO SdO External Network Reciprocity Coping Tinggi Rendah Masa jaya Karang Taruna Gombang pada
Recip. SbO SdO
Cop. SbO SdO
: Tinggi dan cenderung terus meningkat : Rendah dan cenderung terus melemah : Sebelum Otonomi : Sesudah Otonomi
periode kepengurusan 1982-1987
Patut dicatat disini tabel di atas hanya mendeskribsikan kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial pada era sebelum dan sesudah otonomi daerah, tetapi tidak dimaksudkan untuk mendeskribsikan pengaruh implementasi otonomi daerah terhadap kapasitasnya sebagai kapital sosial. Pada bab VI, VII dan VIII akan penulis paparkan kondisi apa saja yang mempengaruhi kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Realita tentang kapital sosial yang ditemukan di lapangan dari kedua lokasi penelitian sebagaimana penulis paparkan, kembali mengingatkan kita kepada hasil
penelitian Putnam tentang pembangunan di Italia Utara dan
Italia Selatan. Meskipun keduanya berada dalam konsep pembangunan yang sama tetapi pembangunan di Italia Utara kemudian lebih berhasil karena memiliki kapitai sosial yang banyak. Terkait dengan studi penulis tentang kapital sosial pada institusi Karang Taruna di dua lokasi penelitian, terlihat bahwa Karang Taruna yang memiliki stock of sosial capital lebih banyak mampu berperan sebagai agen perubahan, mampu memproses input yang bersumber dari pemerintah,
146
masyarakat maupun anggota/pengurus menjadi produk yang memiliki positive multiplier effect lebih panjang. Karang Taruna Genjahan yang
merepresentasikan institusi dengan stok kapital sosial mencukupi mampu mengkonversikan pelatihan-pelatihan yang difasilitasi institusi pemerintah dan
swasta
menjadi
penyerapan
tenaga
kerja
di
sector
pertanian,
perdagangan dan jasa; rutinitas aktifitas institusi menjadi arena belajar berorganisasi,
berdemokrasi,
kepemimpinan,
ketrampilan
dan
mediasi
kebutuhan anggota; inklusifisme menjadi perekat integrasi sosial; rasa kesetiakawanan sosial menjadi aksi-aksi sosial yang memberikan sumbangan resorsis bagi anggota atau masyarakat yang mengalami kesulitan; tradisi gotong royong menjadi tindakan kolektif mengurangi tragedy of common. Mengapa demikian, tidak lain karena ada rasa saling percaya yang tinggi diantara pengurus dan anggota disertai pula kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap institusi Karang Taruna; ada jaringan kerja sama efektif diantara pengurus dan anggota disertai jaringan kerjasama luas dengan masyarakat, pemerintah desa, pemerintah daerah; kemudian ada norma resiprositas yang menjadi semacam kewajiban moral untuk saling memberimenerima. Dalam kondisi demikian
institusi menjadi mudah melakukan
kecukupan transaksi informasi ke dalam maupun ke luar sehingga dapat mengambil keputusan kolektif secara baik; juga memudahkan institusi I
melakukan kecukupan transaksi resorsis ke dalam maupun keluar
untuk
mengimplementasikan keputusan kolektif, termasuk di dalamnya adalah kemudahan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi keputusan kolektif. Sebaliknya Karang Taruna yang stok kapital sosialnya sedikit tidak bisa meneruskan masukan menjadi produk yang memiliki foreward lingkage
147
(kaitan ke depan) yang panjang. Ketika rasa saling percaya diantara anggota dan pengurus kurang, jaringan kerjasama ke dalam dan keluar lemah, norma resiprositas
tidak
hadir
maka
masing-masing
tidak
terkoneksi
dan
terorganisir dengan baik, yang terjadi kemudian input hanya berproses secara sederhana menghasilkan output (keluaran). Sedangkan · dimensi produk institusi yang lebih jauh seperti outcome (hasil), benefit (manfaat) dan impact (dampak) belum dapat terwujud. Bahkan keluaran institusi menjadi hal yang diperebutkan dan memicu kecemburuan internal. Contoh ketika Karang Taruna Gombang mendapatkan bantuan dana operasional dari BSPD yang kemudian dialokasikan untuk membantu pengadaan sarana olahraga di Unit Gombang memicu protes dari unit Kebohan. Kelangkaan kapital sosial pada Karang Taruna Gombang juga menyulitkan
institusi
merancang keputusan kolektif dan melakukan koordinasi ke dalam untuk implementasinya, pertemuan rutin tidak bisa berjalan.
148
BAB VI DUKUNGAN INSTITUSI PEMERINTAH
Pengantar
Bab ini akan mengulas satu demi satu dimensi dukungan institusi pemerintah yang berperan dalam menumbuhkan institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial,
bagaimana intensitasnya pada era otonomi daerah
serta
bagaimana implikasinya terhadap kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial guna mendapatkar1 gambaran mengenai kondisi-kondisi yang mempengaruhi kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Sekilas terdapat banyak kesamaan dukungan institusi pemerintah terhadap institusi Karang Taruna Genjahan maupun Gombang, oleh karena itu penulis tidak memisahkan analisisnya ke dalam dua sub bab yang terpisah guna menghindari pengulangan-pengulangan yang tidak perlu.
A. Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Institusi Karang Taruna
Dukungan pemerintah, pada bab II penulis kaitkan dengan regulasi, menyangkut
bagaimana
pengaturan/kebijakan
pemerintah
mendukung
berkembangnya institusi Karang Taruna, misalnya menyangkut komitmen dalam hal prioritas kegiatan/anggaran, model pengembangan. Juga
penulis kaitkan
dengan provisi, yakni menyangkut bagaimana barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah memfasilitasi pertumbuhan institusi Karang Taruna. Misalnya bagaimana pemerintah menyediakan dukungan pengetahuan dan ketrampilan, pembinaan motivasi, pemberian bantuan sarana prasarana, bantuan finansial, bantuan peralatan, bantuan modal dan promosi. Di lapangan penulis juga menemukan dimensi lain yang tidak kalah pentingnya, yakni dimensi kultur birokrat.
149
A.l. Dukungan Kebijakan/Regulasi Dukungan berkaitan
kebijakan
dengan
dalam
konteks
penelitian
kebijakan pelaksanaan otonomi
dengan dukungan provisi pemerintah, pengaruh
ini,
utamanya
daerah.
Dibanding
dukungan kebijakan
pemerintah terhadap kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial memang lebih bersifat tidak langsung, tetapi menjadi prasyarat untuk efektifitas dukungan provisi . Otonomi daerah yang telah menjadi kebijakan nasional secara hakiki dimaksudkan
untuk
mendorong
kehidupan
bernegara
demokratis; berbagi peran antar tingkat pemerintahan pemerintah,
masyarakat dan
swasta;
kemandirian
yang
lebih
maupun antara
dan
akuntabilitas
pemerintah daerah. Bagaimana aplikasinya di lapangan, penulis sajikan ulasannya dalam sesion berikut.
A.l.l. Kebijakan Otonomi Daerah: Menambah Keleluasaan Pemerintah dan Masyarakat
dalam
Perencanaan
dan
Pelaksanaan
Pembangunan,
Mendorong Akuntabilitas, Menumbuhkan Keswadayaan Masyarakat Dirasakan betul oleh perangkat pemerintah daerah, otonomi daerah memberikan
keleluasaan
berkreasi
dan
bergerak,
mulai
dari
merencanakan kegiatan sampai penganggaran dan pelaksanaannya. I
Suara stakeholders mendapatkan tempat yang semestinya, meskipun demikian dituntut akuntabilitas dan transparansi yang tinggi sebagai imbangan, seperti dituturkan Kepala Sub Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Gunungkidul: "Kalau sebelum otonomi program kegiatan terutama yang terkait dengan kebutuhan dasar sudah merupakan blueprint dari pusat, tetapi sesudah otonomi kita sendiri yang merencanakan dan menganggarkan dengan ancangan standar pelayanan minimal yang
150
kita buat sendiri. Maka ada aspek keleluasaan, kebebasan, partisipasi masyarakat tapi juga dituntut akuntabilitas dan transparansi. Partisipasi kita wujudkan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di Gunungkidul mulai dari desa, kecamatan, kabupaten melibatkan narasumber dari perguruan tinggi, tokoh masyarakat dan LSM di sini. Akuntabilitas artinya betul-betul merencanakan apa yang menjadi kehendak masyarakat. Ya kalau bisa usulan-usulan mulai dari desa sampai kecamatan tertampung dalam program dan bisa didanai APBD. Prinsipnya kalau APBD. kita tidak mampu ya kita serahkan pada propinsi untuk membantu". Otonomi daerah, bagi street-level bureaucracy kabupaten dirasakan memberikan
peran
besar
dibanding
dengan
sebelum
otonomi,
kewenangan yang diserahkan menjadi sumber diskresi bagi mereka di dalam
memberikan
pelayanan
langsung
kepada
warga,
seperti
diutarakan salah satu Kepala Seksi pada Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat: "Sebelum otonomi semua kegiatan diatur oleh Pusat lewat departemen Sosial. Pada waktu itu seolah-olah kabupaten hanya kalo mau membantu ya monggo, kalau tidak ya sudah, toh sudah ada yang membina dan memberikan bantuan. Saya merasakan seperti itu. Tetapi dalam otonomi ini meski sosial bukan kewenangan wajib, tapi kewenangan itu sudah diserahkan ke daerah, maka kami kelola sebaik-baiknya". Nuansa keleluasaan, demokratis tidak hanya dirasakan oleh jajaran pemerintah kabupaten, tetapi juga sampai pada level pemerintah desa. Pada level pemerintah desa terlihat adanya keleluasaan menjalankan kewenangan desa, termasuk mengelola sumber-sumber keuangan desa, seperti diutarakan Lurah Desa Genjahan berikut: "Untuk otonomi kami menanggapi dengan positif, segala kegiatan, gerak langkah desa bisa berdiri atas rumah tangga desa sendiri. Segala kegiatan, donatur, pemasukan, retribusi dan sebagainya bisa menunjang kemajuan pemerintah desa yang nantinya untuk kesejahteraan masyarakat juga. Kami mendukung dengan otonomi itu, bisa ada kebebasan untuk mengelola keuangan untuk kesejahteraan warga masyarakat, walaupun ada kekurangan kebutuhan terus. Kewenangan yang ada di desa pada otonomi ini kita bisa bergerak secara positif, tidak harus semua hal ditanyakan ke kabupaten. Untuk pertanggungjawaban, setiap tahun ada LPJ Lurah Desa ke BPD".
151
Hal yang sama juga diakui oleh Lurah dan Sekretaris Desa Gombang bahwa meskipun belum seluruhnya sesuai aturan, misalnya sumbersumber penting pendapatan desa masih dikuasai kabupaten, tetapi otonomi daerah sudah memberikan kemajuan, sedikit demi sedikit keinginan masyarakat sudah bisa terpenuhi. Berikut kutipan pernyataan Lurah dan Sekretaris Desa Gombang: "Kalau menurut saya ya sudah ada kemajuan. Adanya Undangundang 22 kemarin setidaknya sudah ada niat baik pemerintah untuj memberikan otonomi samapai ke desa. Namun prakteknya kadang beda dengan aturan, kadang-kadang otonomi hanya berhenti di kabupaten, padahal era sekarang ini desa sudah diberi otonomi. Waktu kami ada rapat di Kepatihan membahas termasuk otonomi desa juga dibicarakan bahwa menurut undang-undang desa mempunyai bagian dari perimbangankeuangan daerah, tapi sekarang kok wujudnya baru bantuan. Seandainya sekian persennya bagian desa masuk saya kira desa makin punya kreatifitas. Kewenangan kita untuk mengelola sumber-sumber pendapatan desa itu apa, desa berhak mengatur rumah tangganya sendiri tapi asset-aset desa yang penting dikuasai daerah, lalu desa untuk menaikkan APBDesnya dari mana. Padahal yang paling sibuk urusi masyarakat itu desa, orang pusat apa, tinggal terima laporan". (Pernyataan disampaikan Lurah Desa Genjahan). "Ada harapan baru dengan otonomi, sedikit-sedikit yang diinginkan masyarakat sudah bisa dipenuhi, tapi kalau semuanya ya belum mampu. Yang dari kabupaten sepertinya lepas meski ada bantuan yang lebih besar. Kalau penggalian pendapatan asli desa, semua yang potensi dikuasai kabupaten, misalnya pertambangan golongan C, yang masuk desa hanya pengembalian PBB dan retribusi". (Pernyataan disampaikan Sekretaris Desa Gombang) Masyarakat desa otonomi
daerah
pembangunan,
ini
sebagai
m~mpunyai
memilih
program-program
bagian dari stakeholders,
obyek
pembangun~n
kebebasan
sesuai
pada
menyalurkan
kebutuhan
warga
desa bisa lebih menyentun
era
aspirasi sehingga
kebutuh~n-
kebutuhan mendesak yang dirasakan warga, berbeda dengan sebelum otonomi dimana program pembangunan lebih banyak bersifat paket. Pernyataan Ketua BPD Genjahan dan Ketua LPMD Genjahan berikut dapat mendiskribsikan nuansa demokrasi pemerintahan desa:
152
"Ada pengaruhnya otonomi daerah dalam demokratisasi desa, karena ada kewenangan desa dalam mengatur rumah tangga dan mengatur kehidupan pemerintahan di desa. Program desa, kewenangan desa dan menjaring masukan dari masyarakat lewat BPD bisa disalurkan. Awal tahun anggaran anggota BPD membawakan aspirasi dari masyarakat dimana mereka itu mewakili. Setiap kebutuhan ada anggota BPD yang mewakili aspirasinya, butuhnya desa apa untuk tahun ini. Sebagai contoh waktu pertemuan menyongsong APBDes, tahun ini Genjahan tidak butuh pompa air untuk pengairan". (Pernyataan disampaikan Ketua BPD Genjahan) "Secara umum iya, adanya otonomi daerah mendorong demokratisasi di desa, meskipun ada yang belum berjalan sesuai mestinya. Jika dibandingkan sistem demokrasi antara Orde Baru dan yang sekarang itu jelas demokratisasi sudah lebih baik sekarang. Ternyata dari segi pembangunan sekarang masyarakat desa sudah diberi keleluasaan sejak dari penggagasan, perencanaan, memilih obyek yang dikehendaki sesuai kebutuhan yang mendesak di desa dan melaksanakannya. Kalau dulu modelnya paket, tahu-tahu desa diberi, tidak tahu apa manfaatnya apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa atau tidak. Maka kemandirian dan keswadayaan masyarakat juga meningkat". (Pernyataan disampaikan Ketua LPMD Genjahan) Hal yang sama juga dirasakan warga masyarakat Gombang, adanya otonomi daerah rembug desa menjadi lebih semarak, seperti dituturkan Ketua LPMD Gombang yang sudah aktif dalam kepengursan LKMD/LPMD selama 4 kali pergantian Lurah Desa: "Ada kemajuan di bidang merencanakan pembangunan sekarang. Rembug desa lebih greget, dari pemerintah desa, masyarakat, tokoh masyarakat termasuk pemudanya jika diundang rapat juga datang. Hasilnya keputusan jadi lebih mengena untuk masyarakat". Kebebasan berasosiasi juga menjadi bagian dari perubahan iklim I
I
demokratisasi pada era otonomi daerah ini. Sekarang masyarakat, tidak terkecuali pemuda, mendapatkan keleluasaan mengembangkan kegiatan berbasis
kelompok,
seperti
dituturkan
salah
satu
staf
Seksi
Kesejahteraan Sosial Kecamatan Ponjong berikut: "Pertumbuhan organisasi selain Karang Taruna sekarang ini merajalela. Sekarang itu dengan adanya khususnya untuk meraih dana, dari masing-masing desa mendirikan kelompok-kelompok organisasi lewat kepemudaan. Contoh remaja masjid, pemuda
153
mandiri, organisasi sosial, perkumpulan yang dulu dinamakan Kosgoro. Tapi pada dasarnya tidak mengarah pada organisasi politik, tapi berdiri sendiri semata-mata untuk meraih dana untuk kegiatan kelompok". Keleluasaan yang cukup besar dirasakan sejak proses perencanaan pembangunan
sehingga
pembangunan
sesuai
warga
kebutuhan
bisa
merancang
sendiri
riil
masyarakat,
pada
program gilirannya
kemudian memunculkan partisipasi nyata dari masyarakat dalam proses implementasi program-program pembangunan desa. Misalnya terlihat dari dukungan swadaya material masyarakat yang semakin meningkat. Kebijakan
mewenangkan
masyarakat,
yang
mewarnai
pelaksanaan
otonomi daerah ini, sepertinya efektif menjadi stimulan partisipasi moral dan material dari masyarakat, seperti diutarakan Lurah Desa Genjahan berikut: "Yang jelas menurut pengamatan saya tidak hanya di Genjahan, di lain tempat juga, adanya otonomi itu keswadayaannya masyarakat lebih tinggi. Kemarin Desa Genjahan mendapat pancingan bantuan semen 1750 sak, disbanding permintaan masyarakat masih kurang, belum memenuhi keinginan swadaya seluruh warga Desa genjahan. Di RT tempat saya begitu semen datang yang pegawai negeri memberi Rp 100.000 - Rp 150.000. Di Genjahan ini RT/RW selalu kita libatkan setiap ada kegiatan yang menyangkut masyarakat. Contohnya kita akan merehab Balai Desa kami minta persetujuan RT/RW, kemudian kami ajukan ke BPD dan BPD menyetujui, baru kami menarik dana dari masyarakat, ternyata ditanggapi positif termasuk orang desa Genjahan yang di rantau". Hal senada juga disampaikan Ketua Badan Perwakilan Desa Genjahan berikut: "Dengan otonomi yang sampai ke desa ini peranserta masyarakat dalam pembzngunan lebih greget (lebih semangat, pen). Kemandirian juga meningkat, tampak terutama dalam hal fisik, seperti perbaikan jalan dengan adanya bantuan semen dari pemda untuk memancing munculnya dana dari masyarakat. RT (Rukun Tetangga, pen) kami disini (Dusun Kerjo II, pen) mendapat stimulan dari pemda kira-kira 60 sak semen, tetapi partisipasi RT kira-kira sudah mencapai hampir 20 juta rupiah untukmembangun jalan lingkungan. Sekarang ini justru tanggung jawab masyarakat dan partisipasi pada pembangunan bertambah".
154
Tentang swadaya masyarakat yang semakin meningkat juga diutarakan Ketua LPMD Gombang sebagai berikut: "Swadaya masyarakat ada peningkatan. Contoh Kebohan Kidul untuk membuat balai dusun mulai dari membeli pekarangan sekarang sudah mau jadi ditanggung masyarakat. Itu dari hasil menanam kolonjono (rumput gajah)". Nuansa penyelenggaraan pemerintah yang lebih akuntabel juga semakin nampak dalam kinerja pemerintah desa. Beberapa informan yang berhasil penulis hubungi di dua lokasi penelitian menyebutkan bahwa otonomi daerah telah meningkatkan transparansi penyampaian bantuan pemerintah kepada warga desa; disiplin pamong meningkat: sebelum
otonomi
Pamong
Desa jarang
mengantor ke
Balai
Desa
sekarang Balai Desa tiap hari dibuka; pendidikan politik meningkat; pelayanan KTP, kartu keluarga, surat kelakuan baik, sertifikat tanah lebih baik; kehati-hatian mengelola tanah kas desa meningkat; kegiatan fiktif berkurang; walaupun dirasakan juga masih ada kekurangan.
A.l.2.
Kebijakan Otonomi
Membangun Mindset Kemitraan dalam
Daerah:
Birokrasi Pemerintah Meningkatnya direspon
kompleksitas
sementara
resorsis
permasalahan semakin
publik
terbatas,
yang
harus
mengharuskan
pemerintah untuk berbagi kewenangan, menjalin kemitraan baik dengan I
level pemerintah yang febih re~dah maupun dengan institusi masyarakat dan swasta; sebagaimana juga dikemukakan Skidmore (2001:
59),
kebutuhan
bagi
untuk
merancang
perencanaan
pembangunan
masyarakat tertentu menjadi afasan utama membangun partnership negara dan masyarakat. Tidak mudah bagi birokrasi pemerintah untuk berbagi peran dengan institusi fain, 30 tahun dibawah pemerintah sentralistik tefah membentuk mindset birokrasi sebagai agen tunggaf penyedia fayanan publik. Tetapi
155
setelah
memasuki
era
desentralisasi-otonomi,
perlahan
mindset
membangun kemitraan mulai mewarnai kebijakan pemerintah. Sharing kewenangan misalnya, meskipun awal-awal pelaksanaan otonomi daerah disertai polemik kewenangan antar level pemerintahan, tetapi kini dirasakan sharing kewenangan berbasis kemampuan semakin nyata terwujud, seperti diutarakan Kepala Sub Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Gunungkidul berikut: "Dengan propinsi itu kita konsultasi, koordinasi dan sharing kita punya apa, propinsi punya apa. Pendekatannya program, dalam pembangunan perencanaan (musyawarah musrenbangprop propinsi-pen) kalau kita mampu ya kita tangani tapi kalau belum ya sharing program. Jadi tidak semua melulu dari pusat tapi juga ada kontribusi daerah. Besaran APBD kita makin tahun makin meningkat. PAD dan DAU juga mengalami peningkatan, tapi seiring itu beban belanja juga meningkat. Kemudian masih ada dana dekonsentrasi lewat propinsi yang jumlahnya signifikan membantu pelayanan kepada masyarakat". Nuansa sharing kewenangan dalam bidang sosial juga dirasakan semakin kuat, sehingga tercipta jaringan kerjasama pusat-propinsi-kabupaten yang saling menopang, seperti dituturkan salah satu kepala seksi pada Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gunungkidul: "Dengan propinsi dan pusat, kalau kami makin peduli back up dari propinsi dan pusat juga makin besar. Kalau kabupaten giat, propinsi dan pusat juga semakin giat membackup, bukan sebaliknya, kami besar kemudian pusat dan propinsi masa bodoh. Ini pengaruhnya signifikan, karena Dinas Sosial lebih banyak charity, ketika kabupaten juga sharing dalam anggaran, propinsi dan pusat juga membackup". Mindset
kemitraan,
juga
telah
mendekatkan
hubungan
antara
pemerintahan level terendah dengan pemerintahan yang lebih tinggi, seperti disampaikan Lurah Desa Genjahan: "Hubungan pemerintah desa dengan yang lebih tinggi semakin dekat, sekarang pemerintah walaupun gonta-ganti pemimpin programnya tetap bersambungan, tetap ada komunikasi dengan bawah. Contoh pemerintah juga perhatikan KK miskin lewat bantuan beras miskin, bantuan yang lain juga mengalir".
156
Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya memperkuat kemitraan antar
level
pemerintahan,
tetapi juga
antara
pemerintah
dengan
masyarakat. Meminjam konsepnya Peters (2001: 62-64), otonomi daerah telah mengantarkan pada model pemerintah partisipatif, ditandai dengan communitarianism:
menghindari
peran
sentral
birokrasi
sebagai
penyelenggara pelayanan publik, mencari terobosan untuk melakukan koproduksi dengan masyarakat, mendorong pertumbuhan sector ketiga (organisasi
non
profit)
sebagai
solusi
atas
problem
masyarakat
kontemporer sekaligus sebagai jalan mereformasi pemerintah. Sharing
resorsis
antara
pemerintah
dan
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan publik atau biasa disebut sebagai koproduksi semakin banyak dijumpai, termasuk di bidang pelayanan sosial. Hal ini tidak
terlepas
dari
perubahan
pandangan
pemerintah
yang
lebih
apresiatif terhadap sektor ketiga, dengan memberikan kewenangan mengelola urusan tertentu. Untuk pembinaan Karang Taruna, telah dibentuk Karang Taruna Kabupaten dan Karang Taruna Kecamatan, yang dulu bernama Forum Komunikasi Karang Taruna, bertindak sebagai mitra pemerintah di bidang pembinaan generasi muda dan mandapat bantuan operasional dari pemerintah. Diutarakan oleh Kepala Sub Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Gunungkidul: "Otonomi daerah pada akhirnya juga menyangkut otonomi bidangbidang pelayanan masyarakat. Implikasinya, memang tidak semua bidang diserahkan pada masyarakat, ada aspek-aspek tertentu dimana pemerintah tetap berperan, terutama hal-hal yang menyangkut noncost recovery atau public good tetap dihandel pemerintah seperti jalan raya, jembatan. Yang menyangkut profit ditangani swasta, yang menyangkut masyarakat dan meraka mampu ya memang menjadi porsinya masyarakat, pemerintah sebagai steering memberikan fasilitasi dan regulasi. Kalau semua diserahkan pada masyarakat lantas apa fungsi pemerintah. Contoh, oke masyarakat lewat CBO (Community Based Organization: organisasi yang bertumpu pada masyarakat-pen) juga peduli pada lansia,penyandang cacat, keluarga miskin, anak terlantar, tapi kalau pernerintah diam saja lantas bagaimana, Makanya pelayanan sosial menjadi fungsi dasar pemerintah, tidak berpikir itu ada recovery atau tidak meskipun costnya besar. Telah ada pergeseran paradigma memandang sector ketiga. Lewat sosialisai yang intensif melalui macam-macam diklat PNS, saya kira apa yang dinamakan rego (reinventing government-pen) sudah mulai bergulir. Reposisi birokrasi, nilai-nilai good governance sudah dimulai, bahwa birokrasi bukan lagi sebagai aktor tunggal aktor utama tetapi juga ada masyarakat sebagai pilar yang lain.Maka kita lakukan over
157
handling the stick (memberikan tongkat/kemudi-pen) pada masyarakat. Contohnya yang konkrit mulai tahun 2000 sistem stimulasi pemberdayaan masyarakat dengan membangun jalan Yang semen. stimulan memberi pemerintah lingkungan, sendiri. masyarakat melaksanakan membangun, merencanakan, Contoh lain yang saya lihat di bidang kesehatan, Pos Yandu, pemerintah hanya sedikit sekali mengeluarkan dana, hanya semacam stimulan Pos yandu bisa mandiri. Dengan itu CBO mulai dari RT, RW, Pos Yandu, organisasi pemuda sudah mulai banyak bergerak dalam kegiatan lapangan".
A.l.3. Implikasi dukungan kebijakan: Menumbuhkan Komitmen dan Kontribusi Pemerintah dan Masyarakat untuk Mengembangkan Karang Taruna, Memperbesar Dimensi Trust dan Coping Iklim keleluasaan berkreasi dan kemitraan yang sudah terjalin kondusif mewarnai pelaksanaan otonomi daerah pada akhirnya diikuti semakin
yang
komitmen
untuk
masyarakat
terpisahkan
dari
implicit komitmen
pemerintah daerah dan juga Karang
institusi
mengembangkan
institusi
Pengembangan
besar dari
Karang Taruna
diakui sebagai
pembangunan daerah secara
Taruna.
bagian tak
keseluruhan.
Secara
pemerintah daerah dalam mengembangkan institusi
Karang Taruna dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2001-2005. Rancana Strategis merupakan pedoman yang memberikan arah, sasaran
dan
tujuan
penyelenggaraan
pemerintahan,
pengelolaan
pembangunan dan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat; selain menjadi dokumen acuan untuk menilai kinerja eksekutif (pemerintah daerah). Di dalamnya antara lain ditegaskan bahwa pembangunan bidang pemuda
dan
olahraga
merupakan
bagian
tak
terpisahkan
dari
pelaksanaan pembangunan Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan;
158
harus
mendapatkan
perhatian
serius
dan
mendapatkan
prioritas
pemecahan mengingat kompleksitas permasalahan kepemudaan yang semakin meningkat. Sebagai wujud perhatian dan komitman, pemerintah menetapkan
program
pengembangan
dan
pemantapan
organisasi
kepemudaan sebagai salah satu program tahun 2001-2005. Komitmen pengembangan peningkatan
pemerintah organisasi
alokasi
daerah
yang
kepemudaan
anggaran
cukup
tinggi
kemudian
pembinaan
dalam
diikuti
Karang
hal
dengan
Taruna
yang
bersumber dari APBD, seperti diutarakan salah satu Kepala Seksi pada Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gunungkidul: "Dulu ketika pertama kali otonomi pada tahun 2001 belum ada dana untuk Karang Taruna. Mulai tahun 2002 sampai sekarang ada anggarannya. Puncaknya ketika ada Musda Karang Taruna dan pemilihan pengurus baru tahun 2004, setelah Musda ada perhatian khusus dari Bapak Bupati dan Sekda" Gambaran pertumbuhan besarnya dana yang dialokasikan langsung untuk pembinaan Karang Taruna, penulis sajikan dalam tabel berikut: Tabel 22 Alokasi Anggaran APBD yang Diterimakan Langsung kepada Karang Taruna Tahun Anggaran 1999/2000 2001 2002 2003 2004 2005
Total Anggaran Belanja daerah (Rp,OO) 83.000.000.000 172.700.000.000 290.000.000.000 333.900.000.000 383.000.000.000 364.000.000.000
Besar Anggaran Yang Dialokasikan (Rp,OO) 500.000 500.000 750.000 25.000.000 35.000.000 35.000.000
!
Proporsi
I
(%)
0 0006 0,00029 0 00026 0 00749 0 00914 0 00962
Suber: Bag1an Keuangan Setda Kabupaten Gunungk1dul
Komitmen pengembangan melakukan
pemerintah institusi
fasilitasi
daerah
Karang
revitalisasi
Taruna
yang juga
organisasi
meningkat
dalam
diwujudkan
dengan
Karang
Taruna
tingkat
kabupaten dan kecamatan yang dulunya bernama Forum Komunikasi Karang Taruna (FKKT) diubah menjadi Karang Taruna Kabupaten dan
159
Karang
Taruna
Kecamatan
serta
dihidupkan
kembali
susunan
pengurusnya. Kemudian mulai tahun 2003 Karang Taruna Kabupaten memperoleh bantuan dana operasional Rp. 5.000.000,00 per tahun, Karang Taruna Kecamatan mendapat bantuan Rp. 500.000,00 per tahun. Dalam · lingkup
Pemerintahan
Desa,
sebagai
basis
wilayah
beroperasinya institusi Karang Taruna, komitmen pemerintah desa dan masyarakat
juga
meningkat.
Di
Desa
Genjahan
pembangunan
kepemudaan menjadi bagian integral dari pembangunan desa, misalnya terlihat dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk mendukung kegiatan Karang Taruna, selain pemberian tanah kas desa untuk diolah Karang Taruna. Belum lagi dukungan masyarakat dan mantan aktifis Karang Taruna bila sewaktu-waktu membutuhkan dana seperti untuk kegiatan turnamen, bakti sosial, membantu siswa kurang mampu. Dituturkan oleh Ketua Umum Karang Taruna: "Kegiatan Karang Taruna pertama harus bisa mendapat dukungan dari masyarakat maupun desa, sehingga kalau sudah ada dukungan kebersamaan untuk mengaktifkan Karang taruna akan enak jalannya. Lebih-lebih dukungan materi dari warga desa, dari APBDes. Kami setiap tahunnya mendapat Rp. 500.000 dari APBDes sejak lima tahunan ini. Ada juga tanah 1000m2 dari desa untuk dikelola teman-teman Karang Taruna". Selain dukungan pendanaan, dari Pemerintah Desa Genjahan juga mengupayakan fasilitasi kebutuhan Karang Taruna, terutama kebutuhan ' pelatihan. Melalui forum rembug desa kebutuhan Karang Taruna selalu diakomodir,
untuk
memperjuangkan
selanjutnya pemenuhan
Pemerintah
Desa
kebutuhan
Karang
aktif
membantu
Taruna
pada
Pemerintah Kabupaten. Keterbatasan anggaran Pemerintah Kabupaten menyebabkan dukungan provisi tidak bisa diberikan merata pada seluruh Karang Taruna Desa. Dengan dukungan lobbying dari Pemerintah Desa
160
sedikit banyak turut mempengaruhi cairnya dukungan provisi dari pemerintah daerah pada Karang Taruna Genjahan. Sebagai contoh pelaksanaan kursus stir mobil bulan Mei 2005 bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Gunungkidul sebenarnya sudah diajukan proposalnya sejak tahun 2004 oleh Karang Taruna Desa Genjahan sepengetahuan Pemerintah Desa tetapi baru terealisir 2005. Untuk tahun 2006 telah diajukan kebutuhan kursus bengkel dan elektro, kemudian 2007 diupayakan terealisir kursus rias pengantin. Oleh Karena itu bisa dikatakan bahwa menguatnya komitmen pemerintah
kabupaten,
pemerintah
desa
dan
masyarakat
untuk
mengembangkan institusi Karang Taruna paling tidak berimplikasi pada peningkatan besaran kapasitas institusi menghasilkan kapital sosial, terutama menyangkut dimensi trust dan coping. Hanya saja untuk kasus Desa Gombang implikasinya belum terlihat. Dukungan material-finansial pemerintah
desa
dan
masyarakat terhadap
Karang
Taruna
belum
menunjukkan peningkatan meskipun komitmennya untuk bersama-sama mengembangkan Karang Taruna meningkat, seperti dituturkan Kepala Bagian Pemerintahan Desa Gombang berikut: "Adanya otonomi ini paling tidak menguatkan tekad untuk memikirkan pengembangan Karang Taruna, ya desa ini kalau mau maju semua harus aktif termasuk pemudanya. Pemudanya sini hanya baru bisa bertanggungjawab di lingkungan dusunnya sendirisendiri. Pemerintah desa sangat mengharapkan nantinya mereka juga mau memikirkan desanya. Dirintis lewat Karang Taruna kok belum bisa bergerak. Kita juga belum bisa membantu apa-apa, nyatanya desa ya hanya seperti, nygak ada yang diharapkan. Kita baru bisa memberi contoh kemarin membentuk tim sepak bola pamong supaya mereka bisa jadi satu". Hal senada juga diungkapkan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Gombang:
161
"Karang Taruna Desa lebih penting diajak kerjasarna untuk sarnasarna rnernbangun desa. Desa karni ini tertinggal, kalau tidak dengan gotong royong yang kuat tidak akan rnaju. Pernuda yang sudah banyak rnernbantu rnasyarakat di dusunnya rnasing-rnasing tinggal bagairnana sekarang rnau mernikirkan rnajunya desa. Kalau Karang Taruna rnaju desa bertarnbah kekuatannya". Menyadari
pentingnya
kontribusi
Karang
Taruna
dalarn
pernbangunan desa, pernerintah desa tengah rnulai aktif rnengajukan proposal
bantuan
pelatihan
dan
permodalan
kepada
pernerintah
kabupaten. Tetapi hingga saat ini dukungan provisi dari pernerintah kabupaten untuk Karang Taruna Gombang belurn ada yang cair selain bantuan dana operasional dari BSPD
A.2. Dukungan Tradisi Sense of Community Birokrat: Menurnbuhkan Generalized
Trust, Mernperkaya Dirnensi Network Karang Taruna, Mernperkuat Norm of Reciprocity Sejauh
pengarnatan
penulis,
didukung
inforrnasi
dari
berbagai
sumber, pegawai pernerintah terrnasuk pamong desa di wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki sense of community (merasa menjadi bagian dari masyarakat) tinggi, rnempunyai tradisi berrnasyarakat yang baik; di lingkungan tempat tinggal masing-masing mereka aktif dalam kegiatan kemasyarakatan seperti di kelernbagaan BPD, LPMD, Karang Taruna, Takmir Masjid, R,T, RW, maupun kelompok kesenian. Sebelas dari 13 anggota BPD Genjahan adalah PNS dan satu pensiunan PNS, 19
dari 40
pengurus Karang Taruna Genjahan adalah PNS, 3 orang sebagai pamong desa. Jabatan Ketua BPD, Ketua LPMD dan Ketua Karang Taruna semuanya diduduki warga yang berstatus PNS Di wilayah Desa Gornbang yang hanya rnerniliki 12 PNS dan satu anggota
TNI,
kiprah
merak
dalam
kegiatan
kemasyarakatan
juga
162
menonjol. Tercatat 4 PNS menjadi pengurus LPMD, 5 menjadi BPD, 3 menjadi diantaranya menjadi pengurus Karang Taruna. Jabatan Ketua LPMD dan Ketua Karang Taruna diduduki PNS, Ketua BPD adalah anggota TNI. Hal ini sekali ·lagi menunjukkan bahwa birokrat mempunyai tradisi bermasyarakat yang ·baik; untuk duduk dalam BPD harus mendapat dukungan suara terbanyak dalam pemilihan anggota BPD, demikian juga menjadi pengurus Karang Taruna juga harus melalui proses pemilihan. Berikut ini fenomena
kutipan pernyataan dari
sense of community yang
informan yang mendeskribsikan tinggi
dari
kalangan
pegawai
pemerintah: "Hubungan antara warga dan pamong desa yang erat pertama karena kemanusiaan, kedua karena adat yang tumbuh di masyarakat, pamog lain dengan pegawai negeri. Pamong itu ngemong. Di desa nggak bisa punya jiwa sombong mentang-mentang seorang pejabat. Pamong juga harus bisa ajar-ajer pada masyarakat, hormat tidak harus bertekuk sampai tengkuk, tapi orang menghargai seseorang itu sudah dari jiwa bahwa saya harus hormat pada orang lain agar dalam pergaulan sehari-hari tidak ada permasalahan. Kita rangkul masyarakat yang setiap saat kita butuhkan, demikian pula masyarakat · membutuhkan pemerintah desa". (Pernyataan disampaikan Lurah Desa Genjahan) "Sudah menjadi budaya disini seorang pegawai atau tokoh masyarakat aktif dalamkegiatan organisai masyarakat. Perangkat disini kerjanya 24 jam, ini betul mas. Saya jam 2 malam didhodhok (dibangunkan-pen) ada warga meninggal ya bangun melayat kesana, pagi-pagi sebelum berangkat ada orang yang perlu ya saya layani, ada pengajian-pengajian ya hadir, gotong-royong juga. Ada Idul Adha kami patungan beli sapi. Ya itu wujud partisipasi kami untu~ sosial". (Pernyataan disampaikan Kepala Bagian Keuangan Pemeri111tah Desa Genjahan) "Disini banyak dijumpai pegawai pemerintah juga aktif dalam kegiatan kemasyarakat, kegiatan sosial rnaupun organisai ~osial. Ketua LPMD juga seorang guru, Ketua BPD kepala sekolah, pembina Karang Taruna ada yang dari anggota legislative, kemudian saya sendiri selain dipercaya sebagai Sekretaris Kecamatan Semanu". (Pernyataan disampaikan Ketua Umum Karang Taruna) Ketika penulis baru pertama kalinya datang ke balai desa Gejahan untuk pencarian data, saat itu bersamaan waktunya dengan pelantikan
163
pengurus baru PKK dan pembagian raskin. Ketika itu terlihat hubungan antar warga, hubungan antara warga dengan pamong desa sangat akrab dan rileks sebagaimana hubungan ketetanggaan, semangat nasionalisme tinggi terlihat dari antusiasme menyanyikan lagu-lagu nasional sebagai rangkaian kegiatan pelantikan. Nilai-nilai pamong projo yang secara sengaja maupun tidak sengaja dilaksanakan pegawai pemerintah dalam kesehariannya di tengah masyarakat menjadi pendorong kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Dalam kondisi demikian pegawai pemerintah mampu menjadi agen pembaharu, seperti dituturkan oleh Kepala Sub Bidang Sosial Budaya Bappeda Gunungkidul,: "Kepercayaan masyarakat pada pemerintah bisa dikatakan tinggi. Bisa dirasakan suasana disini aman dari waktu ke waktu cenderung stabil tidak ada gejolak baik sebelum atau sesudah reformasi. Golkar yang merepresentasikan pemerintah selalu menang dalam pemilu. Mungkin penyebabnya tidak terlepas dari nilai-nilai pamong projo yang dilaksanakan pegawai pemerintah dalam kesehariannya. Di kantor maupun di masyarakat tempat tinggal itu bagaimana kita bisa memberi kontribusi dalam bentuk informasi atau apapun namanya. Jadi seorang projo (pegawai pemerintah-pen), apalagi camat bisa banyak berperan sebagai agen pembaharu di masyarakat. Yang saya lihat pegawai pemerintah juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatn. Saya sendiri sekretaris RT, Ketua Karang Taruna Kabupaten saat ini juga menjabat Kepala Bagian Organisasi Setda Gunungkidul" Implikasi tradisi
sense of community pegawai pemerintah terhadap
pertumbuhan institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial, menurut penulis, berlangsung melalui 3 cara. Pertama, meningkatkan generalized
trust yang menjadi dasar terbentuknya kapital sosial. Kedekatan hubungan antara
birokrasi
kepercayaan
pemerintah
masyarakat
dengan
terhadap
warga
pemerintah,
selain juga
meningkatkan memudahkan
introduksi nilai-nilai tertentu dari pemerintah kepada masyarakat termasuk di dalamnya nilai kebersamaan dan saling mempercayai (generalized
trust). Hal ini pula, menurut analisis penulis, yang turut mendorong
164
pertumbuhan Karang Taruna di wilayah Kabupaten Gunungkidul lebih maju dibanding wilayah lain di lingkungan Propinsi DIY. Menurut informasi dari Kepala Sub Dinas Sosial Gunungkidul, selain Karang Taruna Genjahan yang mencapai peringkat 4 nasional pada tahun 2003, Karang Taruna Desa Pulutan Kecamatan Wonosari pada tahun 2004 berhasil mencapai prestasi 12 besar nasional (peringkat 7 nasional). Kedua, memperkaya network. Kiprah aktif birokrat dalam aktifitas kekarangtarunaan terutama akan memperkaya dimensi network kapital sosial. Dimensi network menjadi amat berperan menopang keberadaan institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial, karena variasi kegiatan Karang Taruna dan manfaat yang kemudian menyertainya akan lebih nampak jika memiliki basis network yang luas. Pada posisi ini pengalaman pegawai pemerintah di lingkungan kerjanya sangat membantu
institu~i
Karang Taruna dalam membangun network ke dalam maupun dengan institusi lain. Ketiga, paternalistic
memperkuat dimensi yang
masih
kuat
reciprocity
tumbuh
di
kapital
sosial.
masyarakat
Budaya akhirnya
memunculkan tokoh-tokoh panutan yang berasal dari kalangan pegawai pemerintah karena mereka dipandang memiliki status sosial ekonomi tinggi sehingga pengaruhnya
kuat di masyarakat. Maka ketika mereka sudah
bergerak akan segera muncul dukungan luas dari masyarakat dalam bentuk aksi bersama (collective action). Dari arah ini kemudian bisa dipahami bahwa tumbuhnya institusi Karang Taruna Genjahan sebagai kapital sosial tidak terlepas dari tradisi pegawai pemerintah yang terpanggil aktif
dalam
kegiatan
kemasyrakatan.
Untuk
kasus
Karang
Taruna
Gombang, meskipun sama-sama dipimpin seorang PNS, kapasitasnya
165
sebagai kapital sosial memang masih lemah; tetapi beberapa Unit Karang Taruna di wilayah Desa Gombang yang terbilang maju seperti unit Kebohan (gabungan Kebohan Lor dan Kebohan Kidul), Ngrejek Kulon (Ketua Unit sekarang menjabat Ketua Karang Taruna Desa) dan Sawit Lor adalah Unitunit Karang Taruna yang dipimpin pegawai pemerintah. Menurut analisis penulis, lemahnya kapasitas institusi Karang Taruna Gombang sebagai kapital sosial tidak terlepas dari belum optimalnya kiprah Ketua Karang Taruna. Kepengurusannya terbilang baru, mulai tahun 2003, setelah cukup lama vakum dari kegiatan.
A.3. Dukungan Provisi Bentuk lain dari dukungan institusi pemerintah adalah provisi, yakni pelayanan dalam bentuk barang dan jasa oleh birokrasi pemerintah, khususnya
street-level
bureaucracy.
Untuk
memudahkan
analisis,
dukungan provisi pemerintah dalam konteks penelitian ini dibedakan menjadi dukungan dana operasional dan dukungan fasilitasi: pelatihan, permodalan, peralatan, dan promosi. A.3.1. Dukungan Dana Operasional Perhatian pemerintah terhadap pembinaan generasi muda antara lain diwujudkan dengan memberikan bantuan dana operasional untuk kegiatan Karang Taruna. Bagi institusi Karang Taruna, secara umum suplai dana operasional dari pihak luar sangat penting mengingat mayoritas anggota dan pengurus Karang Taruna tergolong usia sekolah dan belum bekerja, sehingga relatif belum bisa mandiri. Sumber informasi dari Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gunungkidul menyebutkan, pemerintah kabupaten baru bisa
166
mengalokasikan bantuan dana operasional kepada Karang Taruna mulai tahun anggaran 2003. Perincian alokasinya, Rp. 5.000.000,00 untuk Karang Taruna Kabupaten, Rp. 300.000,00 untuk setiap Karang Taruna Kecamatan
dan · Rp.
500.000,00 untuk satu
Karang Taruna Desa
berprestasi di tiap kecamatannya. Disamping itu masih ada Bantuan Stimulan Pembangunan Desa (BSPD) dan kucuran dana dekonsentrasi dari Dinas Sosial Propinsi DIY. Besarnya dana dekonsentrasi untuk tahun anggaran 2003 dan 2004 sebanyak Rp. 99.650.000,00, digunakan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan insendental yang diajukan Karang
Taruna lewat proposal. Besarnya BSPD yang diterimakan kepada semua desa adalah Rp. 15.000.000,00, meningkat Rp. 5.000.000,00 dibanding sebelum otonomi. Sekitar Rp. 2.250.000,00
dialokasikan untuk
membantu
operasional kegiatan institusi PKK Desa, sedangkan peruntukan yang lain tergantung dari keputusan Musyawarah Pembanguan Desa termasuk yang akan dialokasikan untuk bantuan operasional Karang Taruna, jadi besarnya BSPD yang dialokasikan kepada Karang Taruna tergantung keputusan Musbangdes. Sumber lain di lapangan menyebutkan sejak dua tahun terakhir sudah ada plotting khusus bantuan operasional untuk setiap Karang Taruna Desa dari BSPD sebesar Rp.250.000,00, meskipun alokasinya masih jadi satu dengan PKK. Dari gambaran tersebut dapat dilihat, anggaran pemerintah yang diterimakan kepada setiap Karang Taruna jumlahnya relaif kecil dibanding anggaran untuk pembinaan PKK, hanya sekitar
Rp. 250.000,00. Bagi institusi Karang Taruna yang tidak
mempunyai sumber pemasukan lain, seperti Karang Taruna Gombang praktis hanya mendapat Rp. 300.000,00 dari alokasi BSPD, jumlah
167
tersebut
jelas
belum
mencukupi
untuk
mendukung
aktifitas
kekarangtarunaan meskipun sekedar untuk mengadakan pertemuan rutin, bahkan sudah habis dialokasikan ke unit-unit yang membutuhkan, seperti diutarakan Ketua Karang Taruna Gombang berikut: "Khusus untuk bantuan materi satu tahun kami mendapat dana Rp 300.000,00 dari Pemerintah Desa, namun dana belum keluar saja sudah banyak yangf antri dari masing-masing unit untuk buat gawang, beli bola ya saya persilakan saja. Tapi akhirnya pengurus hampir nggak pegang uang, dialokasikan ke unit-unit. Tahun 2004 pernah mengusulkan dana pada desa untuk Karang Taruna mendirikan unit wartel supaya ada pemasukan, namun masih kalah dengan usulan lain karena dinilai kurang produktif". Bagi Karang Taruna Desa Genjahan, bantuan dana operasional yang diterima dari pemerintah relatif lebih besar dibanding Karang Taruna lain. Dari
BSPD mendapat Rp.
250.000,00 per tahun,
menerima dana
pembinaan Karang Taruna berprestasi Rp. 500.000,00 per tahun sejak tahun 2003 serta pemasukan dari hasil mengelola tanah kas pemberian pemerintah desa sekitar Rp. 500.000,00 per tahun dialokasikan lewat APBDes sejak tahun
2001.
Maka dukungan dana operasional dari
pemerintah untuk Karang Taruna Genjahan justru meningkat besarannya pada era otonomi daerah. Jumlah tersebut dirasa mencukupi untuk menopang kegiatan rutin
seperti pertemuan pengurus dan keperluan
administrasi, maupun pengadaaan atribut Karang Taruna seperti pakaian seragam. Tetapi untuk kegiatan insendental dan tahunan seperti bakti sosial, turnamen antar dusun, pengiriman tim olah raga untuk mengikuti turnamen antar desa, penerimaan kunjungan kerja atau studi banding jumlahnya belum memadai, jika tidak didukung bantuan dari masyarakat dan mantan anggota Karang Taruna. Dituturkan oleh Sekretaris I Karang Taruna Genjahan:
168
"Bantuan pemerintah sifatnya mendukung, tanpa itu juga masih bisa jalan. Tapi kalau kami disuruh kegiatan untuk Iomba misalnya juga harus ada dana dari pemerintah. Sebagai contoh keamrin waktu Iomba kami ada bantuan dana satu juta rupiah, tetapi kami habisnya 4 juta rupiah, ya tidak apalah, kami cari-carikan". Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Umum Karang Taruna Genjahan yang juga menjabat Sekretaris Desa berikut: "Bantuan yang dari kabupaten maupun desa ya hanya mencukupi untuk rapat-rapat dan kebutuhan administrasi. Untuk kegiatan lainnya seperti turnamen desa, mengirim atlet ke kecamatan untuk gerak jalan, turnamen kecamatan, pentas seni ya harus ada bantuan masyarakat dan sponsor". Penilaian serupa juga datang dari Lurah Desa Genjahan bahwa prestasi yang diraih Karang Taruna Genjahan tidak serta merta diimbangi perhatian serius dari pemerintah, pemerintah masih sangat kurang dalam hal pendanaan di lapangan: "Yang jelas kami selaku pemerintah desa menilai pemerintah kurang memberikan bantuan pendanaan untuk Karang Taruna, bahkan hampir tidak diperhatikan. Saya belum pernah dengar ada bantuan untuk Karang taruna sekian juta. Itulah kekurangan pemerintah, kami mendapat komputer dan wireless juga karena menang juara Karang Taruna peringkat 4 nasional. Untuk bantuan seperti BSPD untuk Pemerintah Desa sekian juta untuk Karang Taruna belum pernah ada. Itulah kekurangannya pemerintah dalam menangani Karang Taruna".
A.3.2. Dukungan Fasilitasi Pemerintah Termasuk
dalam
dukungan
fasilitasi
pemerintah
antara
lain
dukungan pelatihan, dukungan peralatan, dukungan permodalan serta dukungan promosi. Berbeda dengan bantuan dana operasional yang diterimakan untuk semua Karang Taruna tanpa diusulkan, dukungan fasilitasi
pemerintah
lebih
bersifat menunggu
usulan
dari
bawah.
Dukungan fasilitasi pemerintah menjadi semacam reward bagi institusi Karang Taruna berprestasi atau paling tidak menunjukkan eksistensi kegiatannya,
seperti
diutarakan
staf
Seksi
Kesejahteraan
Sosial
169
KecG'matan Ponjong yanQ
~uga p~rpeflqa!c,m~n me~impin Kar~ng
Tcm.ma
P!Jiuhan ~~hun: "Setelah Karang Taruna bangkit dengan baik biasanya ada stimulan dari pemerintah sehingga Karang Taruna akan lebih mantap dan berinisiatif berkreatif. Contohnya Karang Taruna Genjahan sebelum melejit, kegiatannya walaupun kecil-kecil tetapi rutin termasuk keramba dan kolamisasi berjalan terus. Setelah Karang Taruna punya inisiatif demikian pemerintah baru tahu terus difasilitasi pemerintah. Di masing-masing desa Karang Taruna tetap stabil bisa berjalan walaupun tidak ada fasilitasi pemerintah. Pemerintah akan memberi support lagi kalau Karang Taruna berkembang betul seperti memberi bantuan kambing, ternak sapi. Contohnya lagi perikanan pemuda desa Sidorejo mendapatkan bantuan dana dari dirjen perikanan ratusan juta rupiah khusus untuk Karang Taruna dengan pengembalian tanpa bunga". Dari hasil verifikasi data yang berasal dari berbagai sumber, penulis berkesimpulan bahwa dukungan fasilitasi dari pemerintah bagi Karang Taruna Genjahan
antara sebelum dan sesudah otonomi tetap tidak
berkurang intensitasnya, bahkan akhir-akhir ini terlihat meningkat. Meskipun pada masa menjelang dan sesudah
reformasi
intensitas
dukungan fasilitasi pemerintah menurun drastis, tetapi mulai tahun 2002 seiring
semakin
berjalannya
otonomi
daerah
dukungan
fasilitasi
pemerintah semakin meningkat. Tabel berikut penulis sajikan untuk mendeskribsikan fenomena dimaksud:
170
Tabel 23 Intensitas Dukungan fasilitasi Pemerintah terhadap Karang Taruna Genjahan No. 1.
Bentuk Fasilitasi Pelatihan USEP-KT
Jumlah Peserta 60
Fasilitasi Pendukung Modal usaha Rp 60 ribu/orang
16
-
3.
Pelatihan Mekanisasi Pertanian Kursus Stir Mobil
16
SIM A
4.
Kursus Perbengkelan
10
Peralatn bengkel
5.
1
-
6.
OrDiklat Manaj. ganisai Kr. Taruna Pelatihan Perikanan
16
7.
Pelatihan Peternakan
16
Modal usaha dan oromosi Modal usaha Rp. 1 iuta
8.
Diklat TKSM
3
-
9.
5
-
10.
Diklat Mitra Kamtibmas Pelatihan Unggas
16
11.
Kursus Menjahit
16
12.
Kursus Stir Mobil
16
Modal usaha Rp. 1 juta 2 unit mesin iahit SIM A
2.
Fasilitator Dinas Sosial Propinsi DIY Kanwil Depnaker Propinsl DIY Kanwil Depnaker Propinsi DIY Kanwil Depnaker Propinsi DIY Kanwil Depsos Pro_Qinsi DIY Disnaker Prop. DIY Dinas Peternakn Propinsi DIY Dinas Kesehatan dan Sosial Prop. DIY Polda DIY
Tahun Pelaksanaan 1995 1995 1995 1995 1996 2002 2002 2003
2003
Dinas Pertanian Gunungkidul Disnakertrans Gunungkidul Disnakertrans Gunungkidul
2004 2004 2005
Menurut Sekretaris Umum Karang Taruna Genjahan, perbedaan bantuan fasilitasi dari pemerintah antara sebelum dan sesudah otonomi terletak pada proses pengajuannya. Sebelum otonomi dukungan fasilitasi pemerintah relatif lebih mudah diperoleh tanpa harus ada usulan dari bawah, sementara pada era otonomi ini kebutuhan
fasilitasi yang
diharapkan dari pemerintah harus diusulkan dari bawah oleh Karang Taruna, diperkuat Pemerintah Desa. Analisis penulis, hal ini terkait dengan
keterbatasan
anggaran
pemerintah
daerah
yang
tidak
memungkinkan untuk memberikan dukungan fasilitasi kepada seluruh institusi Karang Taruna yang ada, sehingga usulan yang masuk pun mendapat seleksi ketat. berprestasi,
besar
Akibatnya Karang Taruna yang proaktif apalagi
kemungkinan
mendapatkan
dukungan
fasilitasi
pemerintah. Dukungan fasilitasi pemerintah menjadi semacam reward
171
bagi institusi Karang Taruna berprestasi atau yang mampu menunjukkan eksistensinya. Sebaliknya bagi institusi Karang Taruna yang tidak berprestasi atau belum
menunjukkan eksistensinya sepertinya
lepas dari
perhatian
pemerintah. Karang Taruna Gombang misalnya, pada era otonomi daerah ini sama sekali belum pernah mendapatkan fasilitasi pemerintah. Padahal sebelum otonomi daerah tercatat pernah mendapatkan kursus menjahit 2 kali, pertukangan 3 kali, perbengkelan 2 kali, agrobisnis pertanian satu kali, industri kecil mebel satu kali; bantuan permodalan berupa peralatan mesin jahit dan gergaji mesin. Dituturkan oleh Sekretaris Desa Gombang yang sekarang masih menjadi Ketua Unit: "Bantuan fasilitasi pemerintah sekarang ini kalau pelatihanpelatihan belum terwujud, pernah empat kali ada pertemuan di kecamatan dalam rangka pembinaan potensi K!]rang Taruna Desa tapi hanya sebatas pertemuan saja. Kami sudah memprogramkan tapi nembusnya susah, sudah ke Sobermas (Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat) tapi hanya janji-janji saja belum terealisir. Sebelum otonomi dulu ada banyak pelatihan seperti menjahit,montir, pertukangan,agrobisnis pertanian, sampai mendapatkan bantuan gergaji mesin. Ya, kalau tanggapan pemerintah memang lebih nyata sebelum otonomi daerah. Informasinya lebih bisa dipercaya dulu dari pada sekarang, sekarang banyak informasi tapi kalau ditindaklanjuti sampai ke dinasnya sulit". Diutarakan pula oleh Lurah Desa Gombang yang juga mantan Ketua Karan,g Taruna: I
"Sebenarnya malah lebih giat dukungan pemerintah sebelum otonomi, ada pelatihan Karang Taruna, ada forum komunikasi Karang Taruna. Sekarang juga ada, tapi pelaksanaannya kadang tidak diperhatikan, hanya ayo ini begini tapi nggak ada tindak lanjutnya. Fasilitas yang diberikan pada Karang Taruna sekarang ini seperti apa tidak tampak". Minimnya dukungan pemerintah juga diakui Ketua I Karang Taruna Gombang, bahwa sekarang ini pemerintah propinsi maupun kabupaten
172
belum memberikan fasilitasi apapun. Dukungan fasilitasi malah diperoleh dari politisi, seperti dituturkannya: "Kami sudah mencoba strategi yang lain menembusi instansi pemerintah, seperti mengajukan bantuan komputer ke Dinas Sosial Propinsi, sekarang masih proses. Kalau nanti dikabulkan mau mencoba rental komputer. Saya sudah seringmengajikan proposal bantuan tapi sampai sekarang belum ada hasilnya. Dari kabupaten juga belum membantu apa-apa. Malah dari salah seorang calon DPD pernah memberi bola tapi setelah pemilu ya sudah tidak ada lanjutannya. Biasanya kalau orang sudah tercapai maksudnya ya sudah lupa".
A.3.3.
Urgensi Dukungan Provisi Pemerintah: Stimulator Pertumbuhan Karang Taruna Sebagai Kapital Sosial. Tidak dipungkiri, urgensi dukungan provisi
pemerintah dalam
menumbuhkan kapasitas Karang Taruna sebagai kapital sosial secara umum
cukup
signifikan,
terutama
menyangkut
dimensi
coping,
mengingat subyek dan obyek kegiatan kekarangtarunaan sebagian besar adalah para pemuda yang relatif belum bisa mandiri secara ekonomi. Kegiatan
Karang
memunculkan
Taruna
membutuhkan
motivasi
kreativitas mereka sembari
pemerintah
guna
menganulir sikap apatis
pemuda terhadap pemerintah. Tiga pernyataan berikut menggambarkan pentingya dukungan pemerintah untuk menumbuhkan Karang Taruna: "Munculnya kreativitas Karang Taruna Desa kadang-kadang terpengaruh dengan kondisi pemerintah. Kegiatan Karang Taruna membutuhkan motivasi dukungan masyarakat:maupun pemerintah, tapi kadang pemerintah juga kendalanya tidak ada dana atau fasilitas lain. Ini kalau tidak dikomunikasikan, tidak ada saling pemahaman akhirnya menimbulkan protes, bentrok dari mereka, artinya kalau pemerintah ada suatu kegiatan pemuda menjadi acuh aja. Maka perlu kita pikirkan fasilitas untuk Karang Taruna, tidak mesti dana bisa juga berupa alat-alat, sarana prasarana". "Saya kira dukungan pemerintah sangat penting, sebagai organisai pemuda harus selalu mendapatkan pembinaan dan fasilitasi karena dari segi pendanaan kurang. Misalnya di tempat kami ada perikanan, supaya maju membutuhkan penyuluhan, pelatihan. Lha kalau diadakan Karang Taruna sendiri akan kesulitan, dananya dari
173
mana. Kalau hanya swadaya sulit, pemuda itu tidak punya penghasilan sendiri, kebanyakan masih minta orang tua. "Saya rasa peran pemerintah juga penting, paling tidak memberikan kursus-kursus-ku rsus sehingga untuk disini masyarakatnya bukan tenaga trampil kebanyakan masih mentah, jadi kalau ada kursus itu bisa bermanfaat bagi masyarakat" Tetapi data lapangan menunjukkan dukungan provisi pemerintah hanya merupakan stimulan, dukungan provisi hanya akan dapat bekerja dengan baik menumbuhkan kapital sosial jika kelembagaan Karang Taruna cukup kuat, jika tidak maka dukungan provisi pemerintah menjadi kurang bermakna. Mengapa demikian karena kelembagaan Karang Taruna yang kuat paling tidak mempunyai basis dukungan kondisi internal yang kuat seperti kepemimpinan yang bagus, ketersediaan resorsis yang
mencukupi,
semangat berkarya
yang
tinggi,
desain
program yang .akomodatif, pembagian kerja berjalan, rutinitas aktifitas terjaga disamping juga empunyai basis dukungan masyarakat yang kuat; maka ketika mendapat dukungan provisi pemerintah akan terus diproses institusi sehingga mempunyai efek bergulir yang panjang dan akhirnya membentuk akumulasi modal sosial. Seperti yang terjadi pada Karang Taruna
Genjahan,
dukungan
pelatihan
yang
diberikan
pemerintah
kemudian ditindaklanjuti dengan pembinaan dan monitoring
Karang
Taruna terhadap alumnus pelatihan sehingga setelah mereka berhasillalu ada ikatan moral dengan institusi. Bentuk ikatan moralnya berupa dukungan material-finansia l untuk kegiatan Karang Taruna atau merekrut anggota Karang Taruna sebagai tenaga kerja. Tidak demikian halnya dengan Karang Taruna yang masih lemah kelembagaannya : ketersediaan resorsisnya minim, kepemimpinanny a statis, rutinitas aktifitas tidak terjalin, juga tidak mempunyai dukungan
174
masyarakat yang mencukupi sehingga ketika mendapat dukungan provisi pemerintah kemudian tidak mampu memproses menjadi akumulasi kapital sosial. Karang Taruna Gombang misalnya, meskipun sudah mendapat bantuan stimulan dan pembinaan lewat pemerintah desa tetapi belum menampakkan hasil. Diutarakan oleh Kepala Bagian Pemerintahan Desa Gombang yang juga mantan pengurus Karang Taruna Gombang periode 1982-1987: "Tahun 2002 kita ada sedikit dana dari para pamong, kita panggil pengurus Karang Taruna. Ternyata tanggapannya minim, tidak seperti yang kita harapkan, yang datang sedikit, orangnya itu-itu saja. Kita selaku pemerintah desa sudah berusaha merengkuh, dari BSPD kita beri stimulan dana RP. 300.000,00, paling tidak setahun sekali kita pembinaan langsung ke dusun-dusun tapi sampai sekarang Karang Taruna dikatakan hidup ya tidak mati ya tidak". Fenomena lain yang mengindikasikan bahwa dukungan pemerintah hanya merupakan stimulan adalah eksisnya Unit Karang Taruna (Karang Taruna Pedukuhan). Pada dua lokasi penelitian ditemukan Unit-unit Karang Taruna cukup eksis kegiatannya, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sosial warga, padahal Unit Karang Taruna jarang sekali mendapat sentuhan dukungan provisi pemerintah, hanya mengandalkan resorsis anggota dan dukungan masyarakat.
A.3.4. Implikasi Dukungan Provisi Pemerintah pada Era Otonomi Daerah: I
MemperbeSiar Disparitas Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial, Memarginalkan Karang Taruna Pinggiran Otonomi daerah diyakini akan memberikan dampak positif bagi keleluasaan masyarakat untuk menyalurkan aspirasi pembangunan, peningkatan peran dan kemandirian masyarakat serta
peningkatan
kuantitas dan kualitas pelayanan publik. Tetapi dalam prakteknya tidak serta merta otonomi membawa perbaikan, dibutuhkan waktu dan energi
175
yang mencukupi agar pelaksanan otonomi daerah dapat menghasilkan perubahan yang diinginkan. Weimer dan Vining beberapa
problema
(1999:
yang
191-193) pernah mengidentifikasi
melekat
pada
sistem
pemerintahan
desentralisasi, antara lain pertama, problem implementasi
kebija.kan,
yakni menyangkut kecukupan distribusi elemen-elemen yang diperlukan untuk implementasi kebijakan seperti ketersediaan resorsis, kompetensi, otoritas. Keleluasaan perencanaan mengakomodir kebutuhan masyarakat lokal biasanya belum pasti diikuti instrumen implementasi kebijakan yang memadai. Kedua, kesulitan menciptakan kecukupan kerjasama pusat dan lokal. Faktanya di lapangan menunjukkan relevansi. Meskipun sebelum otonomi keterbatasan anggaran pemerintah juga dirasakan, tetapi pada era otonomi ini dirasakan intensitas pendanaan dari pemerintah untuk pengembangan Karang Taruna banyak berkurang. Dukungan dana APBD meskipun semakin menunjukkan peningkatan tetapi belum memadai sementara perhatian pemerintah pusat melemah. Melemahnya dukungan pendanaan dari pusat tidak terlepas dari perubahan pola pengelolaan dana dekonsentrasi. Sebelum otonomi dana dekonsentrasi dari Pusat bisa langsung menyentuh wilayah kabupaten karena kabupaten mempunyai kewenangan
mengelola
dana
dekonsentrasi,
sekarang
dana
dekonsentrasi hanya sampai di propinsi untuk selanjutnya propinsi yang meneruskan ke kabupaten. Berkurangnya anggaran pemerintah pada era otonomi ini kemudian menyebabkan tidak meratanya jangkauan/alokasi dukungan provisi, seperti diungkapkan staf Seksi Kesejehteraan Sosial Kecamatan Ponjong berikut: "Kalau Karang Taruna disentuh langsung oleh pemerintah saya kira Karang Taruna Desa ataupun Kecamatan akan lebih proaktif dalam
176
kegiatan. Sebagai contoh pada saat Depertemen Sosial belum dibubarkan dukungan dana dari pemerintah cukup menyentuh pada karang Taruna sehingga kegiatannya lebih eksis. Setelah Departemen Sosial bubar nggak ada agi proyek dari Kanwil Depsos, sekarang ada Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat rupanya relatif kecil danannya sehingga jatuhnya dana pilih-pilih tempat belum merata. Kemungkinan bantuan yang sekarang ini dari APBD yang terbatas sehingga tidak semua bisa tersentuh". Tidak meratanya jangkauan/alokasi dukungan provisi pemerintah, menurut
penulis,
pemerintah
tetapi
tidak
hanya
juga
disebabkan
karena
factor
berkurangnya restruktusisasi
pemerintah dan penataan personilnya. Sebelum otonomi
anggaran organisasi di wilayah
kabupaten dibentuk Cabang Dinas Sosial yang memiliki unit khusus menangani pembinaan Karang Taruna yakni Sub Seksi Karang Taruna pada Seksi Bina Sosial. Sekarang pembinaan Karang Taruna hanya menjadi salah satu tugas pokok dari Seksi Bina Sosial pada Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. Kemudian Pekerja Sosial, yakni jabatan fungsional
lingkup sosial yang memiliki dasar ketrampilan khusus
menangani masalah sosial termasuk memberikan penyuluhan, yang dulunya ditempatkan di setiap kecamatan sekarang ditarik ke kabupaten dan dialihjeniskan menjadi jabatan staf (non-fungsional). Restrukturisasi dan penataan personil
dimaksud kemudian mengakibatkan proporsi
street-level bureaucrat petugas lapangan) berkurang, padahal perannya
ar 1nat penting. Lipsky (dalam Shafritz dan Hyde: 401-402) misalnya, menyebut bahwa mereka adalah pegawai pemerintah yang berinteraksi langsung dengan warga dalam penyampaian peldyanan pemerintah, termasuk turut menentukan kelompok warga yang mana yang dipandang eligible (memenuhi syarat) untuk memperoleh alokasi pelayanan dari
pemerintah,
oleh
karena
itu
mempunyai
dampak
yang
patut
diperhitungkan terhadap kehidupan warga. Bisa jadi intensitas dukungan
177
provisi pemerintah berkurang kuantitas, kualitas maupun jangkauannya karena
keterbatasan
kapasitas street-level bureaucrat atau
karena
minimnya suplai informasi kebutuhan warga dari petugas lapangan kepada penentu kebijakan. - Tidak meratanya alokasi dukungan provisi pemerintah kemudian memperbesar disparitas (kesenjangan) kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial: Karang Taruna berprestasi atau setidak-tidaknya cukup eksis kegiatannya menikmati dukungan provisi dari pemerintah yang lebih besar, sementara Karang Taruna yang sekarang tidak eksis (pinggiran) semakin luput dari dukungan provisi pemerintah. Padahal terhadap Karang Taruna yang belum eksis seharusnya diberikan porsi dukungan provisi yang lebih besar untuk membangkitkan potensi mereka mengingat mereka belum memiliki dukungan resorsis yang mencukupi. Akibatnya kemudian, Karang Taruna yang sudah eksis semakin eksis, semakin besar kapasitas sosial kapitalnya; sebaliknya Karang taruna yang belum eksis semakin tenggelam.
B. Peta Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Karang Taruna Desa Genjahan dan Karang Taruna Desa Gombang Dari profil dukungan institusi pemerintah se!i>agaimana telah penulis I
paparkan
di
atas,
dapat disusun peta dukungan
institusi
pemerintah
terhadap Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang. Dapat pula dipetakan
bagaimana
implikasinya terhadap
kapasitas institusi Karang
Taruna sebagai kapital sosial. Mengenai kedua hal tersebut selengkapnya tersaji dalam tabel berikut:
178
Tabel 24 peta Dukungan Instltusl Pemerlntah terhadap Karang Taruna Genjahan dan Gombang pada Era Otonomi Daerah
~
PD
Pemth Pusat
Pemth. Kab
Re ulasl KT Gombang
KT Genjahan
Otonomi Daerah: •Kebebasan berasoslasl •Kebebasan merencanakan dan melak pembasanakan ngunan •Menumbuhkan swa daya masyarakat •Mendorong akunta bilitas pemerintah •Mendorong koproduksl
Otonomi Daerah: •Kebebasan berasoslasl •Kebebasan merencanakan dan melak pembasanakan ngunan •Menumbuhkan swa daya masyarakat •Mendorong akunta billtas pemerintah •Mendorong koproduksi
--
•Renstra Kabupaten •APBD Kabupaten
•Renstra Kabupaten •APBD Kabupaten
KT Gombang __
--
--
APB Desa
Keterangan: BD : Bentuk Dukungan PD : Pemberi Dukungan KT : Karang Taruna
APB Desa
--
'
•Dana operasional dari BSPD •Insentif Karang Taruna berprestasi Rp. 500.000,00/th •Pelatihan •Promosi usaha
•Dana operasional dari BSPD
-------------
Pemth Desa
Budava Birokrat KT Genjahan KT Gombang
PJOViSI
KT Genjahan
•Dana operasional Rp. 250.000,00/tahun •Hasil mengelola tanah kas des a Rp.500.000 00/th
~---
•Dana operasional Rp. 300.000,00/th
Tradisi sense of community birokrat
Tradisi sense of community birokrat
-·-·
Tradisi sense of community pamong des a
------- - - - - - - -
Tradisi sense of community pamong desa
Jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah otonomi daerah, dukungan institusi pemerintah terhadap kedua institusi Karang Taruna mengalami dinamika yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan kapital sosial. Sebagaimana terlihat dalam tabel 25 berikut, dukungan regulasi pemerintah pada era otonomi daerah dirasakan oleh masyarakat telah meningkatkan peri kehidupan yang lebih demokratis. 1) Nuansa kebebasan berasosiasi,
kebebasan
merencanakan,
keswadayaan
masyarakat,
akuntabilitas dan berbagi peran lebih meningkat intensitasnya dibanding sebelum otonomi daerah. 2) Dukungan sense of community birokrat bisa dikatakan juga meningkat intensitasnya pada era otonomi. Asumsinya, kebiasaan
birokrat
(pegawai
pemerintah)
aktif
dalam
kegiatan
kemasyarakatan sudah berproses lama, yang dibangun atas dasar ikatan kekeluargaan, budaya paternalistik dan budaya berkumpul masyaraka yang masih kuat. Tradisi yang baik itu kemudian semakin menemukan salurannya ketika pada era otonomi daerah ini birokrasi pemerintah sudah tidak lagi tersekat dalam kepentingan politik penguasa dan prosedur birokrasi yang mengurangi kedekatan hubungan dengan masyarakat. 3) Dukungan provisi pemerintah, bagi institusi Karang Taruna Genjahan
yang berprestasi bisa
dikatakan meningkat dibanding sebelum otonomi daerah.
Tetapi
bagi
institusi Karang Taruna Gombang yang tidak berprestasi il'iltensitas dukungan I
provisi
pemerintah
pada
era
otonomi
daerah
mengalami
penurunan.
180
Tabel 25 Perbandingan Intensitas Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Institusi Karang Taruna Genjahan dan Gombang Antara Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
-
Provisi
Regulasl
B D
Budaya Sense of Community Btrokrat Sebelum Otda Sesudah Otda
Sebelum Otda
Sesudah Otda
Sebelum Otda
Sesudah Otda
KT Genjahan
I : Rendah B:Sentrallsasl, pem batasan demokratlsasl
I :Tinggl B:Kebebbasan ber asostast, merencanakan;mendorong swadaya, ko produksl, akuntabilltas
I: Tlnggl B: dana operasional Rp 250.000, pelatlhan 5 kali, permodaln 3 kall
I: Tlnggt* B: dana operaslonat Rp 250.000. lnsentif KT berRp prestasi 500.000, dari ta nah kas desa Rp 500.000, pelatihan 7 kali, permodalan 5 kall, promosi 1 kali
I: Tlnggl B: Keterlibatan aktlf blrokrat dalm kegiatan, kepeRT, ngurusan RW, LKMD dan organisai soslal lainnya
I: Tlnggl* B: Keterllbatan aktlf blrokrat dalm kepekeglatan, ngurusan RT, RW, LKMD dan organlsal soslal lainnya
KT Gombang
I : Rendah B:Sentrallsasl, pem batasan demokratlsasl
I :Tinggl B:Kebebbasan ber asoslasl, merencanakan;mendorong swadaya, ko produksl, akuntabilltas
I: Tlnggl B: dana operas tonal Rp 250.000, pelatlhan 9 kall, permo dalan 1 kall
I: Rendah* B: dana operaslonal Rp 300.000
I: Tinggl B: Keterllbatan aktlf blrokrat dalm keglatan, kepeRT, ngurusan RW, LKMD dan organlsal sostal lainny_a
I: Tlnggl* B: Keterllbatan aktlf blrokrat dalm kepekeglatan, ngurusan RT, RW, LKMD dan organlsal soslal lalnnya
p D
BD PD I B
KT Tlnggl* Rendah* Otda
: : : : : : : :
Bentuk Dukungan Penerlma Dukungan Intensltas Benttuk Karang Taruna Tlnggl dan cenderung terus meningkat Rendah dan cenderung terus melemah Otonomi daerah
-
Tabel 26 Implikasi Dukungan Institusi Pemerintah terhadap Besaran Kapasltas lnstitusi Karang Taruna Sebagai Kapital Sosial
~
KT Genjahan Implikasi
KTGombang lmplikasi
BD
Intensitas
Regulasi
Tinggi
Memperbesar dimensi trust, network dan coping
Tinggi
Belum berdampak pad a meningkatnya dimensi internal trust, network dan coping
Provisi
Tinggi
Memperbesar dimensi network dan coping
Rendah
Melemahkan dimensi network dan coping, Karena lemahnya kondlsl Internal, lnstltusl belum memiliki kemandirian
Tradisi sense of community birokrat
Tinggi
Memeperbesar dimensi trust, norm of reciprocity dan network
Tinggi
Belum berimplikasi pad a dimensi internal trust, network dan norm of reciprocity karena lemahnya kondisl internal, terutama dimensl kepemimpinan
lntensitas
Keterangan: PD : Penerima dukungan BD : Bentuk dukungan KT : Karang Taruna
Tabel tersebut menunjukkan bahwa meskipun dukungan institusi pemerintah lebih kurang sama tetapi implikasinya terhadap kapasitas menghasilkan kapital sosial
pada dua institusi bisa berbeda. Fenomena ini
setidaknya menunjukkan bahwa dukungan institusi pemerintah lebih bersifat mengkondisikan dan menstimulir pertumbuhan institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Kebijakan otonomi daerah misalnya, telah memberi peluang
demokr~tisasi,
kebebasan berkreasi, porsi kewenangan dan peran
yang lebih besar serta kemandirian bagi institusi masyarakat; tetapi ternyata tidak semua institusi Karang Taruna bisa merespon denganbaik peluang yang ada. Dari alur ini kemudian hampir dapat dipastikan bahwa permasalahannya terletak pada kondisi internal institusi Karang Taruna masing-masing. Kondisi internallah yang menjadi faktor penentu kapasitasnya sebagai kapital. Asumsinya, ketika lingkungan eksternal mengalami perubahan maka Internal institusi juga harus menyesualkan dengan tuntutan perubahan, jlka tldak
183
maka institusi akan sulit berkembang. Lebih dari itu, hanya institusi yang memiliki cukup kematangan internal saja yang mampu menyelaraskan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan eksternalnya.
184
BAB VII DUKUNGAN INSTITUSI MASYARAKAT
Pengantar
Bab ini secara khusus memaparkan bentuk-bentuk dukungan institusi masyarakat terhadap institusi Karang Taruna, bagaimana intensitasnya pada era otonomi daerah serta bagaimana implikasinya terhadap kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Dukungan institusi masyarakat dalam konteks penelitian ini dikonsepsikan sebagai kontribusi institusi masyarakat yang secara langsung maupun tidak lan mempengaruhi
eksistensi
Karang Taruna
gsung sebagai
kapital
sosial.
Untuk
memudahkan analisis, dukungan institusi masyarakat penulis bedakan menjadi dua: dukungan budaya masyarakat serta dukungan material masyarakat. Sarna halnya dengan dukungan institusi pemerintah, dukungan institusi masyarakat pada dua lokasi penelitian juga banyak kesamaannya. Oleh karena itu penulis tidak memisahkan analisis dala dua sub bab terpisah untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu.
A. Dukungan Budaya Masyarakat Kontribusi budaya masyarakat bisa dikatakan lebih bersifat tidak langsung mempengaruhi
kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapita
sosial. Dukungan budaya masyarakat bersifat given, dihasilkan dari proses sosialisasi nilai dari generasi ke generasi. Pengaruhnya lebih sebagai pembentuk mindset dan perilaku yang melandasi aktifitas kekarangtarunaan. Dalam kesempatan diskusi penulis dengan Kepala Sub Bidang Sosial Budaya Bappeda Gunungkldul disampalkan beberapa budaya masyarakat yang
185
dipandang sebagai kekuatan pembangunan, sebagaimana terungkap dalam petikan dialog berikut: "Budaya masyarakat bisa kita pilah menjadi dua, yang tangible (nampak-pen) seperti kesenian reog, tayuban dan semacamnya, situs-situs purbakala cukup banyak dan kita berusaha melestarikan, mengembangkan. Yang intangible (abstrak-pen) berupa sikap perilaku masyarakat. Masyarakat punya sikap ulet tidak mudah menyerah pada alam, banyak legenda, falsafah yang menujukkan masyarakat disini punya jiwa heroic tinggi, Juga budaya paternalis yang memunculkan penokohan. Sisi positifnya masyarakat mudah digerakkan jika panutan mereka juga bergerak. Masyarakat punya tradisi berkumpul cukup tinggi. Indikasinya yang paling mudah bisa dilihat dari kerumunan-kerumuan massa ketika ada pertunjukan rasulan, labuhan, pasar malam, layar tancap, sepak bola masyarakat sangat antusias, maka masyarakat jika diundang di pertemuan desa juga akan datang. Tidak seperti masyarakat lainyang datang ke balai desa kalau ada perlu mengurus surat. Satu lagi yang menjadi khas masyarakat Gunungkidul, mereka itu punya jiwa sosial, persaudaraan dan kesetiakawanan yang tinggi karena merasa dipersatukan nasib dan common enemy (musuh bersama-pen) yaitu keterbatasan sumber daya alam terutama air. Dari situ malah muncul malah muncul kesetiakawanan, semangat membangun yang tinggi. Beda mungkin dengan masyarakat Sleman, banyak sumber air justru muncul konflik pemanfaatannya"
A.l. Budaya Paternalistik: Pada dua
Memper.~uat
lokasi
Dimensi Reciprocity
penelitian, yakni
Desa Genjahan dan Desa
Gombang penulis menemukan budaya peternalistik masih kuat yang muncul dalam bentuk penokohan-penokohan figur tertentu yang dipandang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi atau dipandang banyak berjasa oleh masyarakat. Implikasi positifnya cukup banyak, misalnya memperkuat dimensi reciprocity kapital sosial, ketika figur yang ditokohkan sudah bergerak maka simpati dan dukungan kemudian mengalir menghasilkan tindakan kolektif, seperti diutarakan anggota Karang Taruna dari Unit Pati · ketika mendeskribsikan peran Ketua Umum Karang Taruna Genjahan "Yang jelas beliau sudah punya kedudukan yang cukup dikenal di pemerintah kabupaten maupun propinsi, jadi lobi-lobinya gampang. Pak Wastana sendirl dl dalam kepengurusan sangat dihormatl, jadl anggota juga bisa diatur. Dari pengurus sendiri kalau ada keglatan
186
,
ya benar-benar bekerja, bisa memberi contoh meskipun mungkin tidak semua terlibat". Di wilayah Desa Gombang karena Karang Taruna Desa belum aktif, nuansa paternalistik lebih nampak dalam kegiatan Unit-unit Karang Taruna, unitunit yang menurut penilaian pemerintah desa terbilang maju dipimpin oleh tokoh masyarakat. Misalnya Unit Kebohan Lor dipimpin Wakil Ketua LPMD, Unit Ngrejek Kulon dipimpin anggota BPD, Unit Sawit Lor dipimpin pejabat Sekretaris Desa. Implikasi positif yang lain terlihat misalnya dalam perekrutan anggota
dan
pengurus.
Melibatkan
tokoh-tokoh
masyarakat
dalam
perekrutan anggota dan kepenguruan, menempatkan tokoh-tokoh pemuda dari setiap Unit dalam kepengurusan Karang Taruna Desa dipandang efektif memobilisir dukungan
pemuda
terhadap
kegiatan
kekarangtarunaan,
seperti diutarakan Sekretaris I Karang Taruna Genjahan: "Disengaja pengurus-pengurus diambil dari mereka yang sudah punya pengaruh di masyarakat, dituakan, jadi parang pitakonan,_ (tempat bertanya-pen) di dusun masing-masing. Melalui rapat anggota, seperti koperasi, ngumpul di desa ditungui perangkat, dipersilahkan pada anggota untuk memilih jago-jago yang ada Keanggotaan Karang Taruna sifatnya pasif, siapa yang mau ikut, siapa yang mau aktif kami rekrut. Setiap ada pertemuan ajak-ajak, promosi pada yang muda-muda, yang yunior terus kami dorong supaya tampil maju, kami banyak di belakang mengarahkan saja. Dengan pengurus yang sudah ditokohkan di masyarakat, tidak kurang-kurang cara untuk mereka untuk mendorong masyarakatnya" Model perekrutan anggota dan penempatan pengurus memanfaatkan figur tokoh juga diadopsi Karang Taruna Gombang, tetapi karena persoalan konflik internal yang berkepanjangan, peran mereka mendorong pemuda dalam kegiatan Karang Taruna Desa belum menampakkan hasil. Implikasi negatifnya juga ada, dinamika institusi Karang Taruna akhirnya banyak bergantung pada figur sentral. Selama figur sentral belum
187
mengambil inisiatif perubahan institusi secara keseluruhan juga tidak akan bergerak. Yang terjadi di Gombang misalnya, macetnya aktifitas Karang Taruna Desa tidak terlepas dari kurang aktifnya Ketua menjalankan fungsi manajemen, seperti dituturkan salah satu Ketua Unit berikut: "Kalau tingkat Desa memang pemimpinnya sudah mengatakan nggak bisa mampu memimpin Karang Taruna. Meskipun ia yang dipandang paling enthengan (ringan tangan, pen) tapi untuk kriteria seorang pemimpin masih kurang, paling tidak ya mau berani berkorban, ya menjalankan manjemen, tapi tidak satu fungsi manajemen pun dijalankan. Kalau di Unit kami ada program jangka pendek, menengah dan jangka panjang, pertemuan rutin jalan terus, dihadiri 60an anggota. Di unit kami ada kegiatan tahunan yang rutin, ada perencanaanyang rapi dan berjalan tahap demi tahap. Kalau di Karang Taruna Desa nggak ada program kerja, system kerja juga ngga ada. Setahu saya baru tiga kali diadakan pertemuan selama 4 tahun ini, pertama itu untuk pemilihan pengurus baru, kedua pertemuan menyangkut politik pada pemilu 2004". A.2.
Budaya Tolong Menolong: Memperkuat Dimensi Reciprocity, Coping, dan Network Karang Taruna Pada umumnya budaya tolong menolong masih tumbuh subur di lingkungan pedesaan dimana kolektivisme antar warga masih tinggi. Apalagi bagi warga masyarakat Gunungkidul, nuansa budaya tolongmenolong masih kuat, tidak hanya ketika mereka masih hidup di desa tapi juga
setelah
hidup
di
rantau.
Di
perantauan
warga
Gunungkidul
membentuk Ikatan Keluarga Gunungkidul sebagai media komunikasi dan sating menolong sesama warga Gunungkidul di perantauan; juga sebagai media membangun kontribusi warga perantau pada daerah asal. Sepanjang waktu melakukan penelitian penulis merasakan nuansa kekeluargaan yang erat. Mulai dari pamong desa, pegawai kecamatan aktifis pemuda sampai warga yang penulis temui banyak sekali membantu memberikan informasi.
188
Kuatnya
budaya tolong
menolong turut membentuk karakter
konsep dan aplikasi kegiatan kekarangtarunaan sebagai kapital sosial. Pada tataran konsep, kegiatan yang sifatnya sosial tidak pernah Juput dari perhatian
Karang
Taruna
seperti
sinoman,
membantu
pelayatan,
membantu warga yang sakit, menyantuni warga kurang mampu atau siswa kurang mampu, membantu memberikan pekerjaan;
sedangkan pada
tataran aplikasinya kegiatan yang bersifat sosial selalu mendapat respon posistif dari anggota, dimensi resiprositasnya kuat. Implikasinya berbagai aktifitas sosial dapat dikelola Karang Taruna sebagai tindakan kolektif yang manfaatnya dirasakan warga. Karang Taruna Genjahan misalnya tercatat telah melakukan 127 kali tindakan kolektif antara periode Januari tahun 2000 sampai Juli 2003 dalam bentuk kerja bakti, sinoman, membantu warga yang keluarganya meninggal dan menjenguk orang sakit, melibatkan 10 sampai 180 personil. Kemudian melakukan bakti sosial s_ebanyak 7 kali selama kurun waktu 2002 - 2004. Untuk Karang Taruna Desa Gombang memang belum pernah melakukan aksi sosial, hanya saja nuansa budaya tolong-menolong tetap mewarnai
tindakan kolektif yang difasilitasi Unit-unit Karang Taruna.
Misalnya Unit Sawit Lor mampu menyumbang uang untuk dana sosial kematian ataupun warga yang sakit, Unit Ketonggo merintis usaha kerajinan batu untuk mengatasi masalah pengangguran. Kuatnya budaya tolong menolong, gotong royong juga berdampak pada menguatnya dimensi horizontal network Karang Taruna. Pada Karang Taruna Genjahan, pengaruh tradisi tolong menolong teraktualisasikan lewat jaringan pendanaan mantan anggota atau anggota yang telah dipandang mapan secara ekonomi, terutama untuk penyelenggaraan
189
kegiatan tahunan seperti turnamen desa dan bakti sosial. Karang Taruna Gombang belum memiliki jaringan horizontal, tetapi Unit-unit di dalamnya banyak yang menjaring pendanaan lewat anggotanya yang berada di perantauan. Misalnya pada saat unit membutuhkan kostum olahraga atau mengadakan kegiatan tahunan bersih dusun (rasulan).
A.3. Budaya Berkumpul: Memperkaya Dimensi Network Kapital Sosial Tradisi berkumpul masyarakat Gunungkidul terbilang tinggi, dapat dilihat misalnya dari adanya Balai Dusun pada setiap dusunnya. Kegiatankegiatan berkumpul warga misalnya rembug dusun ataupun rasulan (bersih dusun) biasanya dipusatkan di balai Dusun. Sedikit memberikan gambaran, di Desa Genjahan setiap tahun diadakan turnamen olah raga dan pentas seni memperingati proklamasi kemerdekaan, kemudian masing-masing dusun umumnya juga mengadakan kegiatan Iomba dan pentas seni. Asosiasi (perkumpulan) olahraga cukup banyak jumlahnya terutama klub bola voli di setiap dusun ada, ada juga klub bola voli gabungan antar dusun seperti "Sitang" yang merupakan gabungan tim bola voli Simo dan Tanggulangin.
Asosiasi
kesenian
tercatat
ada
satu
grup
orkes
melayu/kroncong, 2 grup campursari, 1 grup hadrah, I grup sholawatan, , Asosiasi keagamaan meliputi 41 majlis taklim da 34 remaja masjid. Demikian pula halnya dengan Desa Gombang, setiap dusunnya mengadakan kegiatan bersih dusun atau rasulan setiap tahun. Rangkaian acaranya meliputi kompetisi
sepak bola antar dusun selama satu minggu,
selamatan dan pementasan kesenian jathil, reog, wayang kulit. Asosiasi olahraga, tercatat ada 3 klub sepak bola gabungan antar dusun, 5 klub bola voli, 2 klub bulu tangkis. Asoslasi kesenlan mellputl satu grup
190
pementas wayang kulit, 1 grup campursari, igrup orkes melayu/kasidah, igrup hadrah, 1 grup sholawatan. Pengaruh
budaya
berkumpul
masyarakat
terhadap
kapasitas
Karang Taruna sebagai kapital sosial terutama terlihat pada dimensi
network. Kegiatan turnamen Desa Genjahan misalnya, terbukti efektif sebagai media menjalin komunikasi antar pemuda dusun. Kepanitiaannya dikoordinir Seksi Olahraga
Karang Taruna
Desa melibatkan seluruh
perwakilan dusun. Diutarakan oleh Ketua Umum Karang Taruna Genjahan: "Lewat kompetisi antar pedukuhan tiap tahun selain bisa bertemu dari pemuda-pemuda Genjahan juga bisa berlatih kerjasama karena kepanitiannya juga diambilkan dari unit-unit. Jadi selalu ada komunikasi antar pemuda minimal setahun sekali". Di wilayah Desa Gombang, tradisi bersih dusun memberi inspirasi unit-unit Karang Taruna untuk menyelenggarakan pertandingan persahabatan antar dusun dan berbagai pertunjukan kesenian dusun kemudian. Besarnya biaya
bersih
dusun
mendorong
unit untuk mencari link terobosan
pendanaan. Unit Ngrejek Kulon misalnya memanfaatkan jaringan warga dusun yang merantau untuk menghimpun dana, Unit Kebohan Lor menghimpun dana lewat pemuda dusun yang merantau dan perusahaan rokok Djarum. B. Dukungan Materiai-Finansial Masyarakat: BL1mper Keterbatasan Dukungan I
Pendanaan pemerintah Keberadaan Karang Taruna dimanapun tidak terlepas dari kontribusi masyarakat. Meminjam terminologinya Bryson (1995:
24), masyarakat
adalah external stakeholders sekaligus key resources controller yang terdekat bagi institusi Karang Taruna. Selaku
stakeholder dan pengendali
resorsis masyarakat blsa melegltlmasl sejauhmana suatu hal dlpandang
191
penting, kondisi seperti apa yang diinginkan untuk dicapai dan kemudian mengalokasikan
resorsis
yang
dimiliki
untuk mencapai
hal-hal
yang
dipandang urgen oleh masyarakat. Hal ini pula yang bisa dipakai untuk menjelaskan mengapa swadaya masyarakat desa membangun lingkungan fisik lebih nampak dibanding swadaya masyarakat di bidang pembangunan sosial. Jawabannya, pembangunan fisik dirasakan masyarakat sebagai kebutuhan mendesak yang harus diprioritaskan. Salah satu indikasinya bantuan stimulan semen dan aspal Pemerintah Kabupaten Gunungkidul beberapa waktu yang lalu habis diperebutkan warga karena jumlahnya tidak imbang dengan permintaan masyarakat (Bernas, 10 juni 2005) Fakta
di
lapangan
menunjukkan
besarnya
dukungan
material
masyarakat terhadap institusi Karang Taruna berhubungan dengan tingkat kinerja institusi Karang Taruna. Semakin baik kinerja Karang Taruna semakin banyak dukungan masyarakat mengalir; sebaliknya ketika Karang Taruna belum menunjukkan kontribusi pentingnya masyarakat enggan memberikan dukungan. Pada poin ini kemudian juga bisa dikatakan dukungan material institusi masyarakat menjadi feedback kinerja Karang Taruna, maka kondisi internal
Karang
Taruna
terutama
kepengurusannya
memegang
peran
strategis. Berbeda dengan dukungan provisi pemerintah, meskipun pada era otonomi daerah ini ada kecenderungan lebih banyak diberikan kepada Karang
Taruna
berprestasi
tetapi
pada
dasarnya
dukungan
provisi
pemerintah diberikan kepada seluruh Karang Taruna melalui BSPD. Bagi Karang Taruna Desa Genjahan dukungan material masyarakat diperoleh melalui proses panjang. Menurut salah satu informan, awalawalnya
kemunculan Karang Taruna di Gunungkidul hanya ada di dua
tempat, yakni dl Genjahan dan Karang Rejek. Dimulal sejak tahun 1968
192
dibentuk organisasi Karang Taruna Genjahan. Dari generasi ke generasi Karang Taruna Genjahan dipimpin oleh figur-figur tokoh pemuda yang mempunyai
reputasi baik di masyarakat sehingga rata-rata dipercaya
memimpin untuk waktu yang lama; tercatat sejak tahun 1968 baru terjadi 4 kali pergantian pimpinan. Diutarakan oleh Bendahara I Karang Taruna Genjahan periode 2000-2005 yang sudah aktif sejak tahun 1990 "Karang Taruna Genjahan ya jalan terus, dapat kepercayaan dari masyarakat, karena disini itu sudah lama prosesnya, sudah turuntemurun, jalannya sudah lama. Dulu awalnya di Gunungkidul timbul Karang Taruna ya hanya di Karang rejek sama Genjahan, tidak di setiap desa ada, adanya ya hanya di dua desa itu". Kinerja
kepengurusan
Karang
Taruna
yang
baik
akhirnya
menghasilkan kontribusi manfaat yang dirasakan oleh anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Masyarakat selaku stakeholder merasakan betul
manfaat . keberadaan
institusi
karang
Taruna
Genjahan,
seperti
dituturkan Ketua LPMD Genjahan berikut: "Dari Karang Taruna yang sangat menonjol dan sekarang baru melejit khususnya yang berkaitan dengan kepemudaan, pendidikan dan juga ekonomis-produktif. Olahraganya di Genjahan ini cukup disegani. Ada juga yang sifatnya bisnis, banyak yang berhasil di beberapa bidang usaha seperti foto studio dan warung ikan bakar yang sekarang ini sangat berhasil, sangat terkenal. Sudah 1 tahun ini omzet dan kemajuan usahanya luar biasa ya pemancingan, warung ikan bakar yang di Simo. Itu juga hasil rintisan Karang Taruna, didukung kerjasama dengan kecamatan dan kabupaten. Peresmiannya oleh Bapak Bupati sendiri. Untuk masalah penaggulangan kenakalan remaja cukup baik, ternyata 4 tahun terakhir ini tidak ada kasus yang berkaitan dengan obat terlarang". Sebagai sub sistem dari struktur sosial yang lebih besar, institusi selalu berada dibawah tekanan normatif agar sebangun dengan nilai-nilai masyarakat (Parson dikutip Scott, 2001: 150). Ketika institusi sudah mampu berelaborasi dan menjadi isomorphic (memiliki kecocokan bentuk) dengan lingkungannya
maka akanmendapatkan legitimasi
dan resorsis yang
diperlukan (Meyer dan Rowan dikutip Scott, 2001:151). Demikian pula
193
halnya dengan institusi Karang Taruna Genjahan dirasakan sejalan dengan keinginan masyarakat, tidak pernah muncul konflik, justru kemudian muncul dukungan masyarakat, seperti dituturkan Ketua LPMD Genjahan: "Kelihatannya · untuk Genjahan tidak ada konflik, justru setiap ada kegiatan Karang Taruna kami juga memberi peluang untuk pendanaan,kami akomodir kebutuhan mereka senyampang dengan kegiatan dan kemampuan warga desa. Setiap ada kegiatan kami perbolehkan untuk menggalang dana di masyarakat dengan seijin lurah dan LPMD" Dukungan material masyarakat yang besar dirasakan oleh fungsionaris Karang Taruna sebagai suatu hal yang memberi kemudahan bagi institusi untuk merancang kegiatan yang lebih variatif sehingga dimensi coping kapital sosial Karang Taruna juga meningkat , misalnya bakti sosial, turnamen antar dusun. pentas seni, sebagaimana disampaikan Ketua Umum dan Seksi Humas Karang Taruna Genjahan: "Dukungan masyarakat saya rasakan besar. Pada saat melakukan bakti sosial umpamanya, itu kalau yang minta Karang taruna justru lebih mudah, tinggal kirim proposal pada orang-orang itu minta bantuan apa tanggapannya positif, didukung". "Dukungan masyarakat untuk Karang Taruna Genjahan baik sekali. Soalnya untuk mengadakan berbagai kegiatan seperti olahraga juga sangat didukung masyarakat". Besarnya dukungan material masyarakat juga terlihat dari adanya unit usaha rental komputer yang dikelola Karang Taruna atas dukungan modal dari seorang tokoh masyarakat yang juga menjadi Ketua BPD Genjahan. Intensitas dukungan material masyarakat Desa Genjahan pada era otonomi
daerah
juga
terlihat
mengalami
peningkatan.
Kebebasan
merencanakan program pembangunan desa sesuai tuntutan kebutuhan masyarakat desa pada era otonomi daerah sepertinya dikuti dengan alokasi dana masyarakat yang semakin untuk pengembangan Karang Taruna lewat APBDes. Menurut keterangan Ketua Umum Karang Taruna Genjahan, Karang
194
Taruna Desa mendapat bantuan keuangan sebesar Rp. 500.000,00 dari APBDes sejak sekitar tahun 2001. Bagi Karang Taruna Gombang dukungan material masyarakat bisa dikatakan tidak ada. Untuk operasional Karang Taruna selama ini hanya mengandalkan bantuan pemerintah dari BSPD. Minimnya dukungan material masyarakat
sebagaimana
penulis
kemukakan
dimuka
terkait
dengan
lemahnya kinerja institusi Karang Taruna sehingga manfaat pentingnya belum dirasakan masyarakat. Dukungan material masyarakat lebih nampak di Unit, dimana kegiatan-kegiatannya lebih nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, seperti membantu orang punya hajat, sinoman, membantu pelayatan, membantu warga yang sakit atau menyelenggarakan ritual bersih dusun. Dituturkan oleh Ketua I Karang Taruna Gombang: "Kalau kita bicara Karang Taruna Gombang, justru yang paling berjalan itu yang di Unit. Biasanya masing-masing unit sudah punya lahan kegiatan tersendiri. Kalau di unit pertemuan rutin ada arisannya sehingga mau tidak mau ya datang terikat arisannya itu, jadi pertemuan rutin bisa jalan baik. Di unit itu masalah yang dirembug selalu ada, misalnya membantu orang punya hajat, sinoman atau rasulan yang biayanya ditanggung warga dan kas unit. Kalau kita bicara Karang Taruna Desa itu hampir dukungan masyarakat tidak ada, dukungan belum nampak, mungkin karena kiprahnya belum maksimal. Tapi kalau untuk unit dukungannya bagus". Meskipun bukan menjadi penyebab utama, nampaknya tingkat swadaya masyarakat turut menyebabkan minimnya dukungan material masyarakat I
terhadap institusi Karang Taruna Desa Gombang. Di wilayah Desa Gombang perhatian
masyarakat lebih
diutamakan
untuk
pembangunan spiritual
dibanding pembangunan fisik. Sebagai gambaran, untuk Desa Gombang besaran swadaya masyarakat yang
diasumsikan
dalam APBDes 2005
jumlahnya Rp. 18.930.000,00, sementara untuk Desa Genjahan jumlahnya Rp. 50.000.000,00. Diutarakan oleh Lurah Desa Gombang:
195
"Disini ada tradisi Rasulan, bersih dusun atau sedekah bumi setiap tahunnya, itu sakral sekali. Kalau masyarakat ditariki Rp 1000,00 saja untuk peringatan tujuhbelasan mungkin menggerutu, ditarik Rp. 5000,00 sampai Rp. 10.000,00 untuk program semenisasi masyarakat keberatan, tapi ditarik Rp. 40.000,00 sampai Rp. 60.000,00 kalau yang lain kuat dia juga harus kuat, oke-oke saja, nggak masalah". Hal lain yang menyebabkan kurangnya tingkat swadaya masyarakat sehingga dukungan material-finansial masyarakat terhadap institusi Karang Taruna
tidak
ada
adalah
kondisi
perekonomian
warga
yang
kurang
berkembang Sepanjang pengamatan penulis, kondisi perekonomian rata-rata masyarakat Gombang kurang berkembang dibanding masyarakat Genjahan, antara lain terlihat dari bangunan rumah penduduk, jalan kampung, fasilitas publik dan aktifitas ekonomi penduduk. Bangunan rumah penduduk dan jalan-jalan kampung terlihat lebih baik di Genjahan. Pasar desa Genjahan yang strategis berada di simpang lima menjadi pusat perdagangan yang ramai dikunjungi, tidak saja pagi hari tetapi juga malam hari aktifitas ekonomi masih terlihat ramai.
Toko/kios yang menyediakan kebutuhan
sembako, makanan, pakaian, kelontong sampai toko besi banyak dijumpai; sementara Gombang
tidak mempunyai
pasar desa.
Dari aspek mata
pencaharian penduduk meskipun di kedua wilayah petani pemilii< tanah masih mendominasi, tetapi struktur mata pencaharian masyarakat Desa Genjahan lebih variatif, tercatat ada 108 PNS, 20 TNI/Polri, 130 pengrajin I
industri, 123 pedagang, 10 pengusaha sedang/besar. Bandingkan dengan penduduk Gombang yang memiliki 12 PNS, 1 anggota TNI, 40 pedagang, 169 pengrajin, 5 pengusaha sedang. Arti
pentingnya
dukungan
material
masyarakat
terhadap
pertumbuhan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial cukup besar. Peranannya relatif leblh besar dibandlng dukungan pemerlntah karena
196
beroperasinya institusi Karang Taruna melekat pada struktur dan proses interaksi masyarakat desa/kelurahan. Ditambah lagi kenyataan bahwa dukungan pendaaan dari pemerintah selama ini tidak bisa diandalkan, jumlahnya tidak seberapa dibanding kebutuhan
operasional,
sifatnya
hanya
sebagai
stimulan.
Untuk bisa
menggerakkan Karang Taruna menurut salah satu informan di Gombang, paling tidak membutuhkan dana 1,5 juta Rupiah. Jika dari masyarakat tidak membantu mensuplai kebutuhan dana maka sulit bagi institusi Karang Taruna
untuk
tumbuh
menjadi
kapital
sosial,
kecuali
dari
internal
anggota/pengurus Karang Taruna sendiri sudah mampu berswadana. Bahkan untuk sekelas Karang Taruna Genjahan yang sedikit bayak sudah mampu berswadana pun masih sangat membutuhkan dukungan material dari masyarakat untuk terus bisa berkarya. Karenanya tidak berlebihan jika dikatakan dukungan material dari masyarakat menjadi bumper keterbatasan dukungan pendanaan dari pemerintah terhadap institusi Karang Taruna. Dua pernyataan aktifis Karang Taruna berikut mendeskribsikan pentingnya dukungan pendanaan dari masyarakat. "Dukungan masyarakat itu malah yang paling utama peranannya. Masalahnya masyarakat yang bersentuhan langsung dengan Karang Taruna. Kalau pemerintah, pemerintah memang punya bidang-bidang (instansi-instansi) yang menangani Karang Taruna, tapi untuk berhubungan langsung setiap saat• tidak mung kin. Kalau masyarakat setiap hari bisa membantu". (Pernyataan disampaikan Ketua I Karang Taruna Genjahan) "Bagi saya sangat tinggi arti dukungan masyarakat dalam pertumbuhan Karang Taruna, itu lebih penting dari pada dukungan pemerintah. Setiap harinya yang dihadapi ya masyarakat itu". (Pernyataan disampaikan seorang aktifis dari Unit Susukan IV)
197
C. Peta Dukungan Institusi Masyarakat Dari profil dukungan institusi masyarakat sebagaimana telah penulis paparkan di atas, dapat disusun peta dukungan institusi masyarakat terhadap Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna
Gombang berikut
implikasinya seperti tersaji dalam tabel berikut: Tabel 27 Peta Dukungan Institusi Masyarakat dan Implikasinya terhadap Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial D ~ Buday a listik
Budaya menolong
Budaya kumpul
paterna-
KT Genj_ahan Implikasi
Intensitas Tinggi
Intensitas
lo Figur sentralisme 1o
Memperkuat resiprosltas
KT Gombang Implikasi
Tinggi
• Figur sentralsme • Tidak menguatkan dimen si resiprositas karena kepemimpinan tidak berjalan. Implikasinya lebih terlihat di unit-unit
dimensi
tolong
Tinggi
• Memeperkuat resiprositas, dan coping
dimensi network
Tinggi
• Tidak menguatkan dimen si resiprositas, network dan coping karen a lemahnya kondisl Internal. Implikasi leblh terlihat di unit-unit
ber-
Tinggi
• Memperkuat network
dimensi
Tinggi
1- Tidak menguatkan dimen
lo Memperkuat
dimensi
Finansial-material
Tinggi
si network karen a lemahnya kondisi internal. Implikasi lebih terlihat di unit-unit Rendah
coping
Keterangan: PD : Penerima dukungan BD : Bentuk dukungan
lo Tidak menguatkan dimen
si coping karen a lemahnya kondlsi Internal. Implikasi lebih terlihat di unit-unit
KT : Karang Taruna I
Tersirat dari tabel di atas bahwa 1) meskipun kedua institusi mendapatkan porsi dukungan masyarakat yang lebih kurang sama tetapi hasilnya berbeda. Analisis penulis, hal ini terkait dengan perbedaan kondisi internal institusi. Karang Taruna Genjahan yang merepresentasikan kondisi internal kuat kemudian mampu memproses dukungan institusi masyarakat menjadi bentuk-bentuk kapital sosial. Sebaliknya, Karang Taruna Gombang yang lemah internalnya tidak mampu meneruskan input dari masyarakat
198
menjadi kapital sosial. 2) Dukungan institusi masyarakat dengan demikian bukan merupakan penentu tumbuhnya institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial, ia Jebih bersifat sebagai bumper keterbatasan dukungan institusi pemerintah.
199
BAB VIII KONDISI INTERNAL KARANG TARUNA
Pengantar
Kondisi internal Karang Taruna menunjuk pada potensi yang merupakan kekuatan penopang bekerjanya institusi; ataupun juga merupakan hambatan yang menjadi kelemahan bekerjanya institusi. Garis besarnya, kondisi internal institusi Karang Taruna meliputi dimensi kepemimpinan, nilai dan norma institusi, ketersediaan sumberdaya serta pola operasi institusi. Bab ini secara khusus akan mengungkapkan bagaimana kondisi internal Karang Taruna pada era otonomi daerah serta bagaimana pengaruhnya terhadap kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial pada dua unit analisis penelitian: Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang.
A. Kondisi Internal Karang Taruna Genjahan.
A.l.
Dimensi Kepemimpinan, Peranannya dalam Menopang Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Dimensi kepemimpinan dalam konteks penelitian ini menunjuk pada bagaimana orang-orang yang dipercaya memimpin institusi mengambil kep1,1tusan,
menggerakkan orang-orang di dalamnya serta mengelola
I
hubungan institusi dengan lingkungannya. Kaitannya dengan kepengurusan institusi Karang Taruna, penulis lebih menunjuk pada jajaran Ketua sebagai personifikasi dari pemimpin tanpa bermaksud mengesampingkan kontribusi pengurus yang lain dalam menopang operasi institusi.
200
A.l.l. Ketua Karang Taruna sebagai Pengambil Keputusan: Penggagas Ide yang Demokratis Peranan sebagai pengambil keputusan menjadi tema sentral bagi seorang ketua (pimpinan) institusi apapun namanya. Meskipun proses pengambilan keputusan bisa saja melalui masukan dari banyak pihak, tetapi tetap saja seorang pimpinan harus memiliki banyak informasi saja untuk dapat mengambil keputusan dengan cermat. Maka kredibilitas seorang pimpinan terhadap bawahannya bergantung pada sejauhmana ia mampu mengolah informasi dari berbagai sumber hingga menjadi keputusan yang bermanfaat bagi seluruh stakeholders. Figur Ketua Umum Karang Taruna dikenal dikenal sebagai orang yang demokratis dan penggagas ide yang baik, seperti diungkapkan oleh Ketua Unit Simo I sebagai berikut: "Yang jelas figure ketua sangat besar sekali pengaruhnya. Ide-ide kebanyakan muncul juga dari ketua, mau mengadakan ini dan itu kita sebagai pengurus ikut membantu. Seluruh ot~ organisai ya ketua itu. Pak Wastana itu memang sudah mau mengundurkan diri, tapi kita masih nggondeli (keberatan, pen). Itu jadi bukti bahwa ketua tidak otoriter. Umpama kita mengadakan diskusi, rapat juga tidak memaksakan kehendak, masukan ternan-ternan juga besar". Pola pengambilan keputusan dan perancangan program kerja institusi, oleh Ketua Umum diupayakan melibatkan sebanyak mungkin civitas institusi, ia sebatas memberikan pancingan tawaran kegiatan, sedangkan keputusan akhir bergantung pada kehendak forum, seperti diutarakan Ketua Umum Karang Taruna: "Kita tetap mengundang rekan-rekan,kita tawarkan ada program kegiatan seperti ini bagaimana, saya tinggal ngesuhi (mengiyakanpen) kemauan mereka.Kita pancing dulu dengan tawaran programprogram yang akan datang kemudian bagaimana sebaiknya. Misalkan akan turnamen ya bagaimana, turnamen apa sebaiknya kita manut saja".
201
Ada tiga hal menurut penulis, yang mendukung kemampuan Ketua Umum sebagai pengambil keputusan yang baik. Pertama, pengalaman memimpin organisasi yang cukup lama, belasan tahun, menjadikan pribadi
yang
banyak
memahami
hal
ihwal
manajemen
aktifitas
kekarangtarunaan. Kedua, keanggotaannya dalam asosiasi lain: sebagai Pegawai Negeri Sipil, pengurus Forum Komunikasi Karang Taruna (FKKT), Ketua Karang Taruna Kecamatan, Wakil Ketua Karang Taruna Kabupaten menjadikan pribadi yang cukup banyak memiliki jaringan kerjasama dan informasi sehingga lebih dapat banyak menggali gagasan. Ketiga, kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, menyampaikan gagasan, seperti terlihat ketika menyampaikan sambutan saat menerima kunjugan kerja Komisi VIII DPR Rl. Peran pimpinan sebagai pengambil keputusan menurut Mintzberg (dikutip
Thoha,
entrepreneur
2003:
271-274)
(pemrakarsa,
meliputi
perancang)
4
hal:
peran
sebagai
perubahan,
peran
sebagai
penghalau gangguan, peran sebagai negoisator dan peran sebagai pembagi resorsis. Mengacu pada pendapat Mintzberg, menurut analisis penulis
implikasi dari figur ketua yang demokratis dalam pengambilan
keputusan,
kemudian
memiliki
kecukupan
jaringan
informasi
dan
kerjasama terhadap kapasitas institusi sebagai kapital sosial paling tidak terlihat
dalam
2
dimensi
kapital
sosial.
Pertama
dimensi
trust,
kepercayaan ke dalam, dikalangan pengurus maupun anggota, terlihat tinggi, seperti terungkap dalam wawancara penulis dengan Ketua Unit Genjahan mengenai apa yang mendorong keberhasilan Karang Taruna Genjahan berikut ini: "Pertama kali faktornya karena saking gigihnya pengurus, disini memang punya Ketua Karang Taruna yang berpotensi, namanya
202
Pak Drs W, orangnya rnernang berpotensi sekali. Dari awal rnernang dia pinter rnenerobos ke hal-hal yang positif dan bekerja di pernerintahan sehingga bisa rnenyerap inforrnasi-inforrnasi penting dari daerah. Itu kalau digabung dengan bantuan pernerintah akan bergerak rnakin rnaju". Inforrnasi di lapangan rnenunjukkan, dirnensi trust sebenarnya juga ditopang oleh kenyataan bahwa selarna ini Karang Taruna dipandang netral dari kekuatan politik rnanapun. Seperti dikatakan oleh salah seorang parnong desa, netralitas itu pula yang rnendorong
rnotivasi
generasi rnuda untuk terjun dalarn kegiatan kekarangtarunaan. Netralitas Karang Taruna dari kooptasi kekuatan politik tertentu dalarn banyak hal tidak terlepas dari keberhasilan Ketua rnenjalankan perannya sebagai penghalau ganguan/intervensi dari luar , seperti dituturkan Ketua Unit Susukan III berikut ini: "Menurut penilaian saya, kalau dulu rnungkin Karang Taruna itu kayak sernacarn organisasinya Golkar ya, tapi saya tidak rnerasakan itu dulu rnaupun sekarang, yang saya arnati tidak ada politisasi di tubuh Karang Taruna. Mas Wastana (Ketua Umum Karang Taruna, pen) sebenarnya afiliasinya Golkar tapi saya tidak rnerasa disuruh nyoblos Golkar, ternan-ternan juga nggak pernah rnerasa menjadi Golkar minded (antek Golkar, pen)". Kepercayaan rnasyarakat dan pemerintah desa khususnya juga terlihat tinggi. Dalarn setiap forum rnusyawarah desa Karang Taruna selalu dilibatkan untuk rnernberikan rnasukan, seperti diutarakan Ketua LPMD Genjahan berikut: "Untuk Karang Taruna desa saya tahu bahwa Karang Taruna itu sekurnpulan pernuda yang punya ide-ide bagus cernerlang, tetapi biasanya kurang kita perankan. Saya rnelihat peluang itu, kemudian saya ajak berperan dalarn pernbangunan yang berkaitan dengan kepernudaan seperti penanggulangan kenakalan rernaja, narkoba, pengolahan lahan kurang produktif,pernbuatan kerarnba sernua ditangani pernuda. Pernuda juga saya ajak aktif untuk rnemberikan rnasukan rencana pernbangunan desa, terutama yang berkaitan dengan kepernudaaan dan pendidlkan, sehlngga tidak asyik berrnain pada lingkup sernpitnya sendiri tetapi juga praktek pernbangunan lainnya".
203
Kedua, dimensi coping. Iklim demokratis yang dibangun paling tidak bisa menjadi arena pembelajaran diskusi, mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Kecukupan informasi yang dimiliki Ketua juga membantu
akes
institusi mendapatkan
kebutuhannya,
misalkan kebutuhan pelatihan, seperti dikemukakan Ketua Unit Keljo II berikut: "Manfaat yang saya rasakan itu supaya bisa berorganisasi, nggak ada kata malu, takut mengutarakan pendapat,. Biasanya kalau ada kursus atau pelatihan di Desa, yang di unit diambil untuk diikutkan". A.1.2. Ketua Karang Taruna sebagai Penggerak: Menggerakkan dengan Memberi Contoh, Menjalankan Komitmen Dimensi kepemimpinan yang lain menyangkut bagaimana pemimpin menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan institusi. Cara yang ditempuh oleh pimpinan untuk menggerakkan bawahannya biasanya disesuaikan dengan tingkat kesiapan/kernata ngan pengikutnya menjalankan tugas ataupun fungsi institusi. Menggerakkan institusi kepemudaan menurut banyak pihak tidak mudah, terkait dengan karakter pemuda yang gejolak emosionalnya masih tinggi, diperlukan kesabaran tinggi untuk bisa mendekati pemuda, seperti diutarakan koordinator Seksi Organisasi dan Konsolidasi berikut: "Menurut pengalaman saya mengelola pemuda memang tidak semudah membalik tangan, sebab pertama dari potensi usia berbeda-beda, ada yang beda jauh. Kedua dari segi penghasilan mereka belum punya penghasilan, padahal jer basuki rnawa bea, kita bisa beljalan harus dengan biaya. Kita tanpa biaya bisa beljalan tapi ala kadar, tidak memaksa. Usia pemuda itu masa emosinya memuncak, sulitnya disitu juga kalau kita tidak pandaipandai menyerap. Harus perlahan sesuaiakan dengan keadaan, ngeli ning ora keli, tut wuri handayani apa kemauan mereka tapi jangan sampai ikut terjerumus".
204
Menjadi pimpinan organisasi sosial tidak hanya dituntut kemampuan manajerial tapi juga kemauan berkorban secara moral maupun material, demikian pendapat Ketua Unit Susukan IV, selengkapnya sebagai berikut: "Sebenarnya saya rasa yang berdiri di sana (Karang Taruna Desa, pen) itu yang mampu dan mau, yang longgar (kecukupan, pen) segalanya, jadi menurut saya Ketua karang Taruna ya baik, masalahnya di Karang Taruna nggak ada gaji atau apa, malah ada yang nombok". Kemampuan jajaran pimpinan Karang Taruna menggerakkan anggota dan pengurus yang lain dinilai banyak pihak cukup berhasil, seperti dituturkan salah satu staf Seksi Kesejahteraan Sosial Kecamatan Ponjong berikut: "Sekarang jamannya lain, harus ada gerak dari bawah. Kalau Karang Taruna sendiri aktif mencari terobosan ke atas mungkin juga menjadi kemajuan bagi Karang Taruna sendiri, sekarang . banyak peluang kesitu sebenarnya, maka dari bawah pengurus juga harus aktif. Jadi juga tergantung SDMnya masing-masing. Kalau SDMnya seperti Pak W (Ketua Karang Taruna Desa Genjahan-pen) semua mungkin akan maju semua". Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari teladan, komitmen dan dedikasi pimpinan untuk membesarkan Karang Taruna. Budaya paternalistic yang masih kuat menjadi factor pendukung, ketika pimpinan atau orang yang di depan sudah memberi contoh maka kemudian muncul simpati dan dukungan dari aktifis
yar,~g
lain, seperti diutarakan salah satu anggota
I
dari Unit Pati berikut: "Pak Wastana di dalam kepengurusan sangat dihormati, jadi anggota juga bisa diatur. Dari pengurus sendiri kalau ada kegiatan ya benar-benar bekerja, bisa memberi contoh meskipun mungkin tidak semua terllbat". Implikasi positif kemampuan pimpinan menggerakkan civitas institusi terhadap tumbuhnya kapasitas Karang Taruna sebagai kapital sosial sangat terlihat pada dimensl reciprocity. Informasl yang penulls
205
telusuri dari administrasi kegiatan Karang Taruna menunjukkan adanya intensitas pertemuan pengurus yang cukup tinggi: tercatat 26 kali diadakan pertemuan pengurus dari periode April 2001 sampai Agustus 2004, dengan rata-rata tingkat kehadiran 17 orang, hampir separo dari jumlah pengurus. Kemudian tercatat 127 melakukan collective action (aksi bersama) dalam bentuk kerja bakti, menjenguk orang sakit, sinoman, pelayatan antara periode Januari 2000 sampai Juli 2003, melibatkan 10 sampai 180 personil. Bandingkan dengan Karang Taruna Gombang yang cukup lama vakum, tercatat baru 3 kali mengadakan pertemuan selama periode 2002 sampai 2004. A.1.3. Peran Ketua Mengelola Hubungan Institusi dengan Lingkungannya Pimpinan institusi, apapun namanya, menjadi orang nomor satu yang harus membangun hubungan dengan institusi lain. Membangun hubungan dengan institusi lain menjadi amat penting bagi kelangsungan pertukaran input-output. yang diperlukan institusi untuk beroperasi. Dari sisi ini terlihat kontribusi peran Ketua Umum cukup besar menopang keberlangsungan hubungan baik dengan institusi lain. Keanggotaan Ketua Umum dalam asosiasi lain seperti asosiasi PNS, BPD, Karang Taruna
Kecamatan,
Karang
Taruna
Kabupaten,
kemampuannya yang cukup baik dalam
ditambah
mengemukakan
dengan
pendap;,:~t, I
menjadi
media
efektif
memperluas
jaringan
kerjasama,
seperti
diutarakannya: "Saya sendiri selain dipercaya sebagai Sekretaris Kecamatan Semanu juga anggota BPD, Ketua Karang Taruna Desa, Karang Taruna Kecamatan dan Wakil Ketua Karang Taruna Kabupaten. Menurut saya ini sebagai sarana untuk semua untung, ke masyarakat ada dukungan, ke birokrasi juga lebih mudah, tahu celah-celah dari pada masyarakat yang tidak tahu birokrasi".
206
Kemampuan Ketua Umum menjalin kerjasama juga diutarakan salah satu anggota
dari
Unit Pati yang
sekarang
menjadi bendahara dalam
kepengurusan periode 2005-2010, sebagai berikut: "Yang jelas beliau sudah punya kedudukan yang cukup dikenal di pemerintah kabupaten maupun propinsi, jadi lobi-lobinya gampang". Implikasinya bagi kapasitas institusi sebagai kapital sosial,paling tidak terlihat dalam dua dimensi: dimensi network dan dimensi coping. Dimensi
network
terlihat
dari
berbagai
bentuk
kerjasama
penyelenggaraan kegiatan seperti pelatihan, promosi, rekreasi, pentas seni, kompetisi bola voli, bakti sosial untuk memenuhi kebutuhan anggota maupun masyarakat. Output, hasil dari berbagai kegiatan tersebut kemudian menjadi coping dari permasalahan kebutuhan warga. A.1.4. Implikasi Negatif: Ketua sebagat Figur Sentral Jajaran Ketua dalam kepengurusan Karang Taruna periode 20002005 merupakan tokoh-tokoh senior yang sudah berkiprah sejak tahun 1990, jabatan Ketua Umum sudah dipercayakan kepada Drs. Wastana sejak periode 1990 - 1995 dan periode 1995 - 2000. Informasi yang penulis peroleh di lapangan menunjukkan jajaran Ketua, khususnya pejabat Ketua Umum sangat berperan dalam menopang keberadaan institusi Karang Taruna Genjahan. Tanpa menafikan kontribusi dari pengurus yang lain, Ketua Umum seolah menjadi figur sentral
dalam
mengantar keberhasilan institusi menjalankan misinya. Munculnya Ketua Umum sebagai figur sentral dipicu oleh kondisi dimana Karang Taruna adalah istitusi sosial non-profit yang miskin fasilitas materi, tidak ada insentif materi bagi aktifis, bahkan tidak jarang jajaran pengurus harus menggunakan uang prlbadl untuk menopang
207
kegiatan Karang Taruna, selain harus meluangkan tenaga dan pikiran. Pada posisi ini Ketua Umum tampil sebagai figur yang memiliki dedikasi dan pengorbanan yang tinggi secara moral maupun material. Ditambah lagi budaya paternalistik yang masih kuat di kalangan masyarakat, menggiring
masyarakat
pada
kebiasaan
menokohkan
seseorang.
Implikasi positifnya, ketika sang figur mulai bergerak maka simpati dan dukungan kemudian mengalir, kegiatan bisa berjalan dengan lancar. Perlu teladan untuk menggerakkan pemuda. Sebaliknya, ketika figur sudah mulai surut karena tuntutan aktifitas yang lain, aktifitas institusi juga mengalami
kemunduran.
Tidak ada
figur lain yang mampu
menggerakkan. Gejala ini pula yang sekarang dialami institusi Karang Taruna Genjahan: regenerasi kepemimpinan yang menjadi keharusan kemudian megancam keberlangsungan institusi, seperti diakui oleh Ketua I Karang Taruna,
dinamika
aktifitas
Karang
Taruna
saat
ini
mengalami
kemunduran: "Karang Taruna Genjahan baru akhir-akhir ini vakum, setelah kemarin itu mengikuti evaluasi nasional, belum ada kegiatan rutin. Faktornya saya kira karena kepentingan individu yang sangat membatasi. Misalnya sudah berkeluarga, itu tetap lain dengan yang masih single (belum menikah, pen), pikiran sudah terpecah-pecah. Mas W sendiri saya lihat pekerjaannya makin menumpuk" Terungkap dalam diskusi penulis dengan beberapa Ketua Unit Karang Taruna (Karang Taruna Pedukuhan), tentang pandangannya terhadap kepengurusan baru periode 2005 - 2010 yang baru saja dibentuk, menyatakan kurang yakin dengan figur Ketua Umum terpilih, seperti diutarakan Ketua Unit Kerjo II berikut: "Harapan pada pengurus baru ada, tapi sepertlnya ketuanya tidak sehebat Pak Wastana, orangnya kurang dikenal".
208
Apresiasi anggota dan pengurus terhadap kepemimpinan Ketua Umum periode 2000-2005 sebagai figur sentral juga disampaikan Ketua Unit Susukan III berikut: "Mas W (Ketua Umum Karang Taruna Genjahan, pen) selama ini bisa ngesuh, ngemong, sampai sekarang nggak ada gantinya. Memang kemarin sudah ada pergantian pengurus dan sebenarnya sudah tidak duduk di Ketua tapi masih menjalankan fungsi ketua, karena ketua yang sekarang tidak setangguh Mas Wastana". A.2. Dimensi Sistem Normatif: Hadir sebagai Insentif Moral Menggantikan Insentif Material Dimensi sistem normatif institusi tidak kalah pentingnya diulas untuk memahami kondisi internal institusi. Nilai merupakan konsepsi atas kondisi yang dikehendaki, diinginkan untuk diwujudkan. Norma kemudian menjadi pedoman bagaimana sesuatu harus dilakukan untuk mewujudkan kondisi yang dikehendaki. Corak kehidupan saat ini yang banyak diwarnai materialisme dan individualisme, ditambah lagi dengan krisis multidimensional yang belum teratasi,
pada
satu
sisi
menambah daftar panjang masalah
sosial.
sementara pada sisi lain juga mengurangi intensitas perhatian dan gerakan mengatasi masalah sosial. Jika tidak karena dijiwai oleh nilai-nilai tertentu sulit bagi seseorang tergerak hati menyisihkan pikiran, tenaga, waktu dan materi untuk turut memecahkan problem sosial. Nilai-nilai itu pula yang melandasi pergerakan institusi Karang Taruna untuk terus berkarya secara sosial. Memang tidak ada nilai-nilai yang secara eksplisit-formal diadopsi institusi, tetapi ada nilai-nilai yang secara nyata
menjadi
landasan
perjuangan
aktifis
Karang
Taruna.
Untuk
memberikan gambaran berikut ini penulis sajikan pendapat dari beberapa aktifis:
209
"Bagi kita, berkumpul di Karang Taruna diharapkan salah satunya bisa sedikit mengatasi permasalahan pengangguran, sehingga dari ternan-ternan sangat berharap kalau bertemu ya yang bisa menghasilkan. Entah itu kursus, jadi tidak sekedar bertemu, kurang menarik. Maka setiap pertemuan harus ada agendanya membahas apa". (Pendapat disampaikan Ketua Umum Karang Taruna) "Yang jelas kita ingin mensejahterakan masyarakat jangan sampai masyarakat yang tidak tahu apa-apa keblinger (terjerumus-pen) ke hal-hal yang tidak baik. Disini bebas dengan partai apa saja, tidak menyangkut politik,kami hanya bertugas membantu masyarakat lewat kegiatan sosial, rekreatif, edukatif. Makanya banyak yang ikut kegiatan disini. Umpama ada yang sakit, meninggal atau melahirkan, tanpa komando berbondong-bondong menjenguk ninggali uang sebagai tugas sosial. Kami memotivasi, mencari kerjasama dan melobi dengan pemerintah dan tempat yang lain untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan bekal ketrampilan". (Pendapat disampaikan Sekretaris I Karang Taruna) "Menurut saya yang melandasi perjuangan ternan-ternan Karang Taruna adalah rumangsa handarbeni (merasa memiliki, pen) juga rumangsa hangrungkepi (membela, memperjuangkan, pen) sehingga apapun yang terjadi mau untuk berkiprah di Karang Taruna". (Pendapat disampiakan Koordinator Seksi Organisasi dan Konsolidasi) Dari kutipan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa nilai-nilai yang diacu oleh
aktifis
Karang
Taruna
antara
lain
nilai
kesejahteraan
sosial,
kesetiakawanan sosial, religiusitas: amar ma'ruf nahi mungkar, netralitasnondiskriminatif, rumongso handarbeni, serta rumongso hangrungkebi. Menyangkut aspek norma institusi, secara eksplisit dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Karang Taruna. Pasal 3 Anggaran Dasar misalnya, menyebutkan bahwa institusi Karang Taruna berasaskan Pancasila. Pasal 4 memuat tujuan yakni mewujudkan generasi muda
Desa Genjahan sebagai
manusia pembangunan yang mampu
mengatasi masalah kesejahteraan sosial melalui usaha-usaha pencegahan serta pengembangan pelayanan sosial. Kemudian pasal 14 memuat kewajiban anggota, pasal 15 menyebutkan hak anggotan dan penegasan bahwa setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam usaha
210
kesejahteraan sosial
tanpa
membedakan jenis kelamin,
asal
keturunan, kedudukan sosial dan politik dan agama. Pasal 7 Anggaran Rumah Tangga implicit mengatur kewajiban pengurus untuk mampu bekerja secara kolektif, mampu mengembangkan fungsi institusi serta meluangkan bekerja di kepengurusan secara efektif. Pasal 8 Anggaran Rumah Tangga mengatur tentang hak seluruh ariggota untuk bersuara dalam
rapat
rutin
dan
rapat
anggota
dalam
rangka
pengambilan
keputusan. Pasal 9 Anggaran Rumah Tangga mengatur bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah mufakat dan dimungkinkan dilakukan secara voting jika tidak tercapai mufakat. Dalam pelaksanaannya, sistem normatif pula yang berperan besar menopang kapasitas institusi sebagai kapital sosial, terutama menyangkut dimensi reciprocity dan coping kapital sosial; meskipun penegakan sistem normatif
tidak bisa menjangkau seluruh pengurus dan anggota. Sulit
diterima logika seseorang tergerak untuk bekerja secara sosial tanpa dibayar jika tidak ada bentuk insentif yang lain. Pada kondisi demikian sistem
normatif hadir sebagai
material,
yang
kemudian
insentif moral menggantikan insentif
membangun semangat kerja
para aktifis.
Implikasinya kemudian tercipta norm of reciprocity yang cukup kuat, misalnya terlihat dari kehadiran pada saat pertemuan pengurus, rapat anggota atau partisipasi pengurus/anggota dalam aksi-aksi bersama. Output, outcome dari berbagai kegiatan yang digerakkan oleh para aktifis
kemudian sedikit banyak dirasakan oleh warga sebagai coping (solusi) permasalahan sosial. Sebagaimana juga pernah ditulis Scott (2001: 55), sistem
normatif
berfungsi
terlaksananya aksi-aksi sosial.
211
memberdayakan
dan
memungkinkan
A.3. Dimensi Ketersediaan Sumber Daya Institusi: Penopang Sustainabilitas Aktifitas Institusi A.3.1 Ketersediaan Materiai-Finansial Tidak dipungkiri, dukungan pendanaan dari institusi pemerintah maupun
masyarakat
sangat
membantu
keberlangsungan
berbagai
kegiatan institusi, tetapi kontribusi swadana intern Karang Taruna juga tidak bisa diabaikan. Ketika penulis bertanya langsung kepada Ketua Umum Karang Taruna mengenai darimana saja sumber finansial yang bisa digali secara internal, disampaikan bahwa tidak ada iuran rutin dari pengurus maupun anggota, yang ada berupa iuran sukarela atau kontribusi material yang lain dari pribadi-pribadi pengurus maupun yang berkenan. Untuk penyelenggaraan pertemuan
pengurus misalnya,
secara swadana sudah bisa dilakukan pengurus dari rumah ke rumah, konsumsi ditanggung tuan rumah. Pola ini terbukti efektif menjaga kontinuitas pertemuan pengurus. Bahkan selama ini untuk sekedar pertemuan rutin tidak pernah menggunakan
uang kas Karang Taruna.
Jika setiap mengadakan pertemuan pengurus diperlukan dana minimal Rp. 60.000,00 dan dalam satu tahunnya diadakan 12 kali pertemuan maka besaran swadana internal paling tidak sudah mencapai Rp. 720.000,00. Kemudian untuk penyelenggaraan event-event besar seperti turnamen dan pentas seni memperingati ulang tahun kemerdekaan RI dibentuk kepanitiaan desa yang juga melibatkan kontribusi materialfinansial dari pengurus, anggota dan mantan anggota Karang Taruna; disamping ada donatur dari masyarakat dan pemerintah desa. Kemampuan ekonomi pengurus turut mempengaruhi tingkat swadana Intern lnstltusi. Seluruh pengurus Karang Taruna perlode 2000-
212
2005 sudah bekerja dari berbagai latar belakang profesi, bahkan mayoritas adalah PNS/Pamong Desa. Terungkap juga dalam penelitian ini bahwa Ketua Umum juga menjadi contoh, pionir dalam hal pendanaan. Pengaruhnya kemudian muncul simpati dan dukungan finansial dari masyarakat
maupun
pengurus
yang
lain.
Ketika
Karang
Taruna
membutuhkan dana yang relatif besar untuk penyelenggaraan kegiatan yang berskala akbar, banyak pihak yang kemudian tergerak untuk membantu. Dituturkan oleh Sekretaris I Karang Taruna: "Keungan kami diperoleh dari mengolah tanah kas desa yang setahun bisa panen 3 kali, iuran sukarela pengurus, kemudian ada donatur yang sukarela membantu tanpa kami minta. Anggota tidak dibebani iuran. Kalau ada kegiatan ketua ser!ng mbayari dulu, maka yang lain juga terdorong ikut memberikan bantuan secara sukarela semampunya". Berikutnya mengenai ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan, secara umum bisa dikatakan cukup lengkap. Untuk sentra kegiatan dan penyimpanan arsip telah tersedia sekretariat yang menempati salah satu ruang di kompleks balai desa, dilengkapi satu unit komputer hadiah memenangkan juara IV nasional Karang Taruna berprestasi. Tersedia pula seperangkat meja kursi untuk diskusi terbatas atau sekedar berbincang-binca ng. A.3.2. Ketersediaan Sumber Daya Manusia Bagi sebuah organisasi, ketersediaan sumber daya manusia menjadi demikian pentingnya karena hakekat organisasi apapun jenisnya adalah sekumpulan orang yang berupaya mengembangkan kerjasama dalam rangka mengejar tujuan bersama. Terkait dengan keberadaan institusi
Karang
Taruna
Genjahan,
bisa
dikatakan
ketersediaan
sumberdaya manusianya mencukupi, meskipun bukan berarti tidak pernah ada hambatan.
213
Permasalahan umum yang dihadapi Karang Taruna menyangkut ketersediaan sumber daya manusia adalah migrasi kelompok usia muda ke kota, baik karena tuntutan pendidikan maupun tuntutan pekerjaan, seperti diutarakan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Gunungkidul: "Karang Taruna di tempat kami agak lain permasalahannya. Migrasi pemuda usia Karang Taruna ke kota terutama ketika musim kemarau, lulusan-lulusan sekolah yang kemudian bekerja keluar menjadi masalah. Kalau dibiarkan berlarut-larut pemudanya habis Karang Tarunanya tidak dapat hidup. Pembinaan pemuda di desa menjadi makin sulit", Akibatnya, desa kemudian banyak kehilangan warganya yang potensial karena yang bemigrasi kebanyakan adalah tenaga-tenaga potensial desa, Menurut catatan desa, jumlah penduduk usia Karang Taruna (7-40 tahun) saat ini tinggal sekitar 1.556 jiwa. Kegiatan kekarangtarunaan yang
subyek
dan
mengkader aktifis,
obyeknya eksisitensi
dituturkan Ketua Unit Susukan
adalah institusi
pemuda menjadi
kemudian terancam,
kesulitan seperti
III yang juga menjadi Seksi Diklat
Karang Taruna Desa: "Kesulitan mengelola pemuda itu karena sumberdaya manusia yang seharusnya diandalkan rata-rata mereka kuliah, hanya seminggu sekali pulangnya dan minat mereka pada kegiatan akhirnya kurang karena terfokus pada kuliah. Sementara yang di rumah rata-rata hanya SD, SMP atau SMA yang digembleng masalah kepemimpinan kok sulit. Yang punya potensi keluar, yang nggak punya potensi di rumah, Kecenderungannya kalau sudah lulus pemudanya banyak yang keluar cari pekerjaan". Menghadapi kondisi demikian institusi mengembangkan pola kaderisasi dan kepengurusan dengan melibatkan tokoh-tokoh panutan pemuda yang berpengaruh di masyarakat, juga menempatkan pengurus dari mereka yang sudah menetap, seperti dituturkan Sekretaris I karang Taruna:
214
"Disengaja pengurus-pengurus diambil dari mereka yang sudah punya pengaruh di masyarakat, dituakan, jadi parang pitakonan (tempat bertanya-pen) di dusun masing-masing. Melalui rapat anggota, seperti koperasi, ngumpul di desa ditunggui perangkat, dipersilahkan pada anggota untuk memilih jago-jago yang ada Keanggotaan Karang Taruna sifatnya pasif, siapa yang mau ikut, siapa yang mau aktif kami rekrut. Setiap ada pertemuan ajakajak, promosi pada yang muda-muda, yang yunior terus kami dorong supaya tampil maju, kami banyak di belakang mengarahkan saja. Dengan pengurus yang sudah ditokohkan di masyarakat, tidak kurang-kurang cara untuk mereka untuk mendorong masyarakatnya. Untuk yang kemarin ini penguruspengurusnya kalau sudah lulus langsung pergi, kami nyari regenerasinya yang sulit karena kami tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan. Kami juga tidak bisa menahan untuk tidak pergi karena mereka mau bekerja sesuai tuntutan ilmunya nggak bisa menetap di desa. Sekarang kami berupaya mengambil pengurus yang kira-kira sudah tidak mau pergi lagi". Dibawah kepenguruan mereka yang mempunyai pengaruh kuat di kalangan pemuda serta memiliki kecukupan waktu berorganisasi karena sudah menetap, kontinuitas aktifitas institusi tetap terjaga dan relatif tidak terpengaruh perubahan lokal maupun nasional yang menyurutkan pertumbuhan Karang Taruna. Sebagaimana diutarakan Ketua Umum Karang Taruna, periode setelah reformasi sampai sekitar tahun 2002 merupakan
masa-masa
sulit,
Karang
Taruna
sempat
kehilangan
gaungnya. Tetapi justru pada saat-saat sulit Karang Taruna Genjahan mampu menunjukkan prestasi sampai peringkat 4 Nasional pada tahun 2003. Sebelum sampai peringkat nasional, pada tahun 1991 Karang Taruna Genjahan terplih sebagai Karang Taruna teladan II tingkat propinsi, kemudian tahun 2003 terpilih sebagai juara I Karang Taruna berprestasi tingkat propinsi. Salah satu kunci keberhasilan menurutnya adalah kemampuan menjaga ketersediaan SDM pengurus yang memiliki komitmen waktu, tenaga dan materi. Diungkapkan oleh Ketua Umum Karang Taruna:
215
"Kunci mengapa kegiatan Karang Taruna disini masih eksis, saya mencari pengurus yang sudah menetap, kemungkinan pindahnya kecil dan punya usaha yang menghasilkan atau sudah berpenghasilan. Kalau kita merekrut yang masih kuliah atau pelajar maka bisa saja lulus terus pergi sehingga bisa mengganggu keberlanjutan pengurus. Sekarang walaupun yang sekolah dan bekerja di kota banyak, sewaktu-waktu ada kegiatan Karang Taruna dan mereka pas ada partisipasinya luar biasa. Mereka memang ·tidak bisa aktif terus tapi sewaktu ada kegiatan mereka bisa diaktifkan". Kecukupan ketersediaan sumber daya manusia institusi juga bisa dilihat dari tingkat kehadiran aktifis dalam pertemuan pengurus dan partisipasi anggota dalam kegiatan. Dari catatan kegiatan yang dapat penulis telusuri tercatat 26 kali melakukan pertemuan pengurus antara periode April 2001 sampai Agustus 2004 dengan rata-rata partisipasi kehadiran 17 orang, berarti minimal ada 17 pengurus yang terbilang aktif. Yang baru saja berlangsung, kursus stir mobil bulan Mei 2005 yang lalu target peserta 16 orang terpenuhi, bahkan 4 orang tercatat sebagai peserta tambahan. Indikasi lainnya adalah keberhasilan melakukan regenerasi pengurus. Komposisi pengurus baru periode 2005-2010 yang dilantik 7 April 2005 terdiri dari 16 dari 37 personil pengurus terbilang wajah baru meskipun Ketua Umum masih dijabat mantan Ketua II pengurus lama. A.3.3. Ketersediaan Sumber Daya Pendukung I
Penulis memasukkan potensi sumber daya alam dan lokasi wilayah
operasi
institusi sebagai
sumber daya
pendukung
karena
berdasarkan informasi lapangan di dua wilayah penelitian ternyata keduanya cukup menentukan eksistensi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Ditopang oleh sumber daya manusia organlsasi yang maju, tersedianya potensi sumber daya alam memudahkan bagi institusi untuk mengembangkan program-program berbasis potensi sumberdaya alam
216
lokal. Demikian pula lokasi wilayah yang ramai, strategis, mudah dijangkau mendorong kreatifitas mencipta kegiatan yang lebih variatif. Sebagai contoh wilayah Desa Genjahan yang surplus air dan dikelilingi lahan persawahan yang subur kemudian memberi inspirasi pengurus Karang Taruna untuk mengembangkan usaha sektor perikahan darat yang akhirnya menempatkan Desa Genjahan sebagai sentra perikanan darat di Gunungkidul yang terkenal. Daerah aliran sungai yang banyak dijumpai dimanfaatkan untuk menanam hijauan makanan ternak. Lokasi stretegis di simpang lima (Dusun Pati, Kerjo I dan Kerjo II) dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha perdagangan, perbengkelan dan rental komputer. Lokasi antar dusun yang relatif mudah dijangkau memudahkan aktifis mengadakan
Karang Taruna yang tersebar di Unit-unit untuk
kontak
langsung,
misalkan
menghadiri
pertemuan
pengurus. Kesemuanya akhirnya berakumulasi menghasilkan kegiatan kekarangtarunaan
yang
manfaatnya
dirasakan
benar
oleh -. warga,
terutama di bidang penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan sosial. Berbeda dengan wilayah Desa Gombang yang relatif kurang potensial sumber daya alamnya, dikelilingi bukit kapur yang tandus memunculkan hambatan tersendiri untuk mengembangkan kreatifitas kegiatan
kekarangtarunaan.
Bahkan
untuk
sekedar
megadakan
pertemuan pengurus pun terhambat karena sulitnya medan. Pada bagian yang khusus membahas kondisi internal Karang Taruna Gombang akan penulis sajikan gambaran yang lebih mendetail.
217
A.3.4. Peta Ketersediaan Sumber Daya Institusi Karang Taruna Genjahan Untuk lebih memperjelas gambaran mengenai
ketersediaan
sumber daya institusi Karang Taruna Genjahan, berikut penulis sajikan tabel inventarisasi kekayaan. Tabel 28 Inventarisasi Ketersediaan Sumber Daya Institusi Karang Taruna Genjahan No.
Keterangan
Jenis Barang/Sumber Daya
Sal do akhir per Desember 2004 Rp. 1000.000 00 18 buah 2. Buku administrasi keglatan lengkap Menempatl ruangan kompleks Balal Desa, keglatan, 3. Sekretarlat merupakan hak_Qakai dari Pemerintah Desa dengan meja, kursi almari Hadiah juara IV Nasional Karang Taruna 4. Seperangkat komputer Berprestasi dari Departemen Sosial Hadlah juara IV Nasional Karang Taruna 5. Seperangkat sound system Berprestasi darl Departemen Soslal 13 buah mulai dari tahun 1991-2003 6. Piala/piagam penghargaan 17 pengurus aktlf, 740 anggota tersebar dl 7. SDM pengurus/anggota 11 Unit (Karal}g Taruna Pedukuhan) Lokasi pusat kegiatan strategis, Ia han 8. Sumber daya pendukung pertanian sawah yang subur, surplus air, banyak daerah aliran sungal, lokasi antar dusun relatif mudah d_tlal}gkau Sumber: Laporan Profil Karang Taruna Berprestas1 yang d1sampa1kan Karang Taruna Genjahan tahun 2005, dokumen admlnlstrasi kegiatan Karang Taruna dan observasi lapangan. 1.
Uang Kas
A.4. Dimensi Pola Operasi Institusi Pola operasi institusi sebagai dimensi keempat dari kondisi internal institusi Karang Taruna. Paling tidak 4 hal tercakup dalam dimensi ini: pola perumusan program/kegiatan, pola pembagian kerja dan alokasi personil, pola penguatan integrasi, pola evaluasi dan pertanggungjawaban. I
I
A.4.1. Pola Perumusan Program/Kegiatan: Demokratis, melalui Musyawarah Pengurus Mengakomodir Kebutuhan Warga Pola perumusan program menunjuk bagaimana sumberdaya yang dimiliki dialokasikan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi institusi dalam upaya menerjemahkan tujuan ke dalam kegiatan. Dalam hal ini institusi menggunakan
forum
rapat
pengurus
sebagai
media
merumuskan
program/kegiatan secara musyawarah mufakat, hal lni menyesualkan
218
dengan pasal 19 yang mengatur tentang rapat pengurus. Di dalamnya disebutkan ahwa rapat pengurus diadakan 3 bulan sekali atau sewaktuwaktu apabila diperlukan, usulan program maupun evaluasi program dapat disampaikan dalam rapat pengurus. Melalui masukan dari. peserta rapat,
kegiatan-kegiatan yang
menonjol di suatu tempat, pos-pos yang sekiranya menjadi kebutuhan anggota/masyarakat dapat diangkat menjadi program institusi. Demikian pula Ketua sebagai jajaran pimpinan dapat mengajukan usul kegiatan kepada forum. Pernyataan dari beberapa fungsionaris berikut dapat mendiskribsikan pola perumusan program institusi: "Kita tetap mengundang rekan-rekan,kita tawarkan ada program kegiatan seperti ant bagaimana, saya tinggal ngesuhi (mengiyakan-pen) kemauan mereka.Kita pancing dulu dengan tawaran program-program yang akan datang kemudian bagaimana sebaiknya. Misalkan akan turnamen ya bagaimana, turnamen apa sebaiknya kita manut saja". (Pernyataan disampaikan Ketua Umum Karang Taruna) "Program kerja disusun dengan rapat bersama, kegiatan yang menonjol di suatu tempat diangkat melalui musyawarah mufakat, tidak otoriter, diambil yang terbaik sesuai kenyataan bukan data fiktif. Kepentingan yang diakomodir tergantung apa yang menjadi kepentingan masyarakat" (Pernyataan disampaikan Sekretaris I Karang Taruna) "Biasanya untuk menyusun program pak Wastana mengundang pengurus-pengurus untuk membicarakan. Misalnya untuk kesejahteraan pemuda kira-kira usaha apa yang perlu kita majukan. Contohnya perikanan ditonjolkan untuk mengubah ; kesan bahwa Gunungkidul nggak selalu kekurangan air". (Pernyataan disampaikan aktifis dari Unit Pati) "Kalau di Simo sector perikanan sangat maju, kalau minggu banyak yang datang ke rumah apung, mau makan atau mau mancing semua ada. Simo itu baru favorit , itu juga binaan Karang Taruna Desa awal-awalnya. Karang Taruna Desa itu kalau punya ide sistemnya di pos-pos sesuai potensi masing-masing dan keadaan alamnya. Umpama Susukan I, Kerjo dan Trukan itu untuk sector perikanan dan hijauan makanan ternak, Simo perikanan, Tanggulangin dan Pati kerajinan". (Pernyataan disampaikan Ketua Unit Susukan I)
219
Implikasi positif pola perumusan program terhadap kapasitas institusi sebagai kapital sosial terlihat pada dimensi coping dan trust. Dengan model perencanaan program tersebut dirasakan manfaat Karang Taruna dapat menjadi penggerak potensi wilayah, seperti dituturkan Ketua Unit Pati berikut: "Dari anggota Karang Taruna sudah membawa visi dan misinya sendiri apa adanya tidak berlebihan dan sebetulnya potensi mereka banyak asal ada pnggeraknya. Maka Karang Taruna disini menggerakkan, sebagai motoriknya saja. Misalkan yang punya perikanan digerakkan potensinya, membekalinya dengan berbagai upaya pelatihan seperti traktorisasi, bengkel otomotif, perikanan dan sebagainya, tapi bukan dimiliki. Karang Taruna tidak bisa memilikinya tapi yang penting dari hasil upaya Karang Taruna mereka mampu menjadi orang-orang yang mandiri, berusaha menghidupi dirinya sendiri". Menurut
penilaian
Ketua
Umum,
pola
perumusan
program
yang
menyentuh kebutuhan anggota/masyarakat kemudian menjadi daya tarik tersendiri
sehingga
Karang
Taruna
mudah
diterima,
didukung
kegiatannya oleh anggota, seperti diutarakan: "Kalau mau ada program ya kita harus bisa mencarikan kegiatan yang cocok dengan mereka. Misalkan kursus menjahit baru-baru ini, dari remaja putri yang tidak punya kesibukan tanggapannya positif, kursus perikanan karena wilayah ini potensial untuk perikanan, demikian juga untuk peternakan. Di Genjahan ini tentang kekarangtarunaan sudah bayak yang menyadari, tahu persis dapat membedakan antara Karang taruna dengan organisai lain. Sepertinya tidak hal baru lagi di benaknya,mak pada saat Karang Taruna membutuhkan mereka untuk kegiatan bisa mengikuti" A.4.2. Pola Pembagian Tugas/Aiokasi Personil: Kurang Berjalan Optimal Program/kegiatan yang sudah dirancang dengan baik tidak akan terlaksana tanpa didukung adanya pembagian tugas dan alokasi personil yang
memadai.
diupayakan
Pembagian tugas dan alokasi personil tentu saja
semaksimal
mungkin
sesuai
dengan
desain
struktur
organisasi yang ada, setlap unit telah dibuatkan uralan tugasnya. Tetapi
220
prakteknya sulit diterapkan, kegiatan institusi lebih banyak dilakukan secara keroyokan, seperti dituturkan seorang aktifis dari Unit Pati: "Pembagian kerja memang ada tapi prakteknya nanti ya keroyokan. Yang ngetik misalnya tidak harus sekretaris, semua yang senggang bisa membantu". Tidak
optimalnya
pembagian
tugas,
berkaitan
dengan
keterbatasan jumlah personil yang aktif. Sebagaimana telah penulis paparkan dalam sub bab yang membahas dimensi kepemimpinan, saat ini intensitas kegiatan Karang Taruna sedang mengalami penurunan terkait dengan menurunnya aktifitas manajerial Ketua Umum sebagai figur sentral.
Kondisi tersebut diperparah dengan menurunnya aktifitas
pengurus lainnya yang semakin disibukkan dengan keperluan keluarga. Dari sekitar 40 pengurus Karang Taruna periode 2000-2005, menurut dokumen presensi pertemuan pengurus,
ada sekitar 17 personil yang
tercatat aktif menghadiri. Tetapi menurut Ketua Umum ada sekitar 30 personil dari kepengurusannya yang masih terus bersedia menangani kegiatan kekarangtarunaan secara langsung maupun tidak langsung. Paling tidak masih ada 4 dari 9 seksi yang masih eksis dengan kegiatannya, yakni Seksi Olahraga, Seksi Kesenian, Seksi Ekonomi Produktif
dan
Seksi
Pengabdian
masyarakat.
Misalnya
untuk
penyelenggaraan kegiatan turnamen desa dan pentas seni tahunan dibentuk kepanitiaan desa yang dikoordinir oleh Seksi Olahraga dan Seksi Kesenian Kurang
optimalnya
pembagian
pembagian
tugas
tentu
saja
berakibat pada berkurangnya kapasitas institusi sebagai kapital sosial, paling tidak berpengaruh pada dimensi network (khususnya Internal antar pengurus, Internal antar unit dengan desa), dlmensl reciprocity dan
221
dimensi coping. Andaikata pembagian kerja dapat berjalan sesuai struktur yang ada kemudian setiap seksi eksis dengan kegiatannya maka dipastikan kapasitasnya sebagai kapital sosial akan bertambah. Meskipun demikian aplikasi pembagian tugas dan alokasi personil masih jauh lebih baik jika dibandingkan Karang Taruna Gombang. A.4.3. Pola Penguatan Integrasi Berjalannya sebuah institusi membutuhkan mekanisme penopang integrasi agar di dalam menjalankan operasinya energi institusi bisa disatukan
ke
arah
pencapaian
visi
dan
misi
bersama,
sekaligus
mengantisipasi terjadinya konflik yang menghabiskan energi institusi. Dalam rangka mengupayakan hal tersebut institusi Karang Taruna Desa Genjahan menggunakan 3 cara. Pertama, menempatkan tokoh-tokoh pemuda yang berasal dari seluruh unit yang ada ke dalam susunan kepengurusan Karang Taruna Desa. Dengan cara ini komunikasi dengan Unit Karang Taruna bisa terjalin, kepentingan u(lit bisa terakomodir, kegiatan-kegiatan Karang Taruna Desa bisa mendapatkan dukungan yang
luas. Meskipun penulis masih menemukan adanya ungkapan
ketidakpuasan beberapa unit atas kinerja Karang Taruna Desa yang terkesan menganakemaskan unit-unti tertentu, tetapi masih dalam taraf wajar dan lebih banyak disebabkan persoalan internal unit. Kedua, menghindari politik praktis, berupaya inkluslf terhadap
semua atribut sosial religius. Cara ini ditempuh untuk memantapkan posisi Karang Taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan yang netral dari atribut sosial-politik, mengingat institusi Karang Taruna sering dikaitkan dengan keberadaan
222
partal
polltik tertentu
balk sebelum
maupun sesudah era reformasi. Setiap ada upaya intervensi ke arah politik praktis dihindari, seperti diutarakan Ketua Umum Karang Taruna: "Tentang pendidikan politik, secara informal person-person sudah mendapatkan bekal sendiri-sendiri. Secara kelembagaan Karang Taruna behim pernah, umpama undang ceramah dari partai tertentu. Sekiranya ada yang mengarah ke politik praktis, frekuensi pertemuan kita kurangi, bantuan-bantuan yang mengarah ke hal itu kita jauhi". Tentang inklusivisme Karang Taruna, diakui sangat bermanfaat dalam mendorong
terjadinya komunikasi antara kelompok minoritas dan
mayoritas. Dituturkan oleh Ketua I Karang Taruna yang memeluk agama Nasrani: "Karang Taruna menjadi sarana yang untuk bahasa selebritisnya untuk cepat mencari popularitas, cepat mengenal dan dikenal ternan-ternan dari berbagai latar belakang, termasuk untuk yang minoritas seperti kami". Dengan- cara tersebut eksistensi Karang Taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan terjaga, dirnensi
trust kapital sosial rnenguat, sebagaimana
dituturkan Ketua Unit Sirno I berikut: "Kita nggak pernah rnerasa diarahkan pada politik.Kita Karang Taruna itu bergerak dalarn bidang sosial, bukan untuk politik, nggak ada diskrirninasi mayoritas-minoritas, semua ditarnpung". Kemampuan
institusi
rnenghindar
dari
intervensi
politik
sembari
membuka diri terhadap sernua kelompok masyarakat diyakini dapat menjadi
wahana
yang
baik
untuk
menciptakan
integrasi
sosial,
sebagairnana diutarakan Ketua Unit Susukan III "Saya yakin Karang Taruna bisa untuk rnenciptakan integrasi sosial karena terbuka, nonpolitik, nonprofit, kepentingan yang muncul disitu nggak ada yang politis. Menurut penilaian saya, kalau dulu rnungkin Karang taruna ltu kayak sernacarn organlsaslnya Golkar ya, tapi saya tidak rnerasakan itu dulu maupun sekarang, yang saya arnati tidak ada politisasi di tubuh Karang Taruna. Mas Wastana (Ketua Umurn Karang Taruna) sebenarnya aflllaslnya Golkar tapi saya tidak rnerasa disuruh nyoblos Golkar, ternanternan juga nggak pernah rnerasa rnenjadl Golkar minded".
223
Ketiga, secara rutin mengadakan kegiatan tahunan turnamen desa (antar dusun) dan pentas seni dengan membentuk kepanitiaan desa. Melalui cara demikian komunikasi dan kerjasama pemuda antar unit bisa terjalin, ekspresi pemuda di bidang olehraga tersalurkan. Diutarakanoleh Ketua Unit Susukan III: "Untuk Karang Taruna Desa bisa menjadi saluran komunikasi pemuda karena setiap tahun mengadakan Iomba tujuhbelasan diikuti oleh unit-unit Karang Taruna". Pola penguatan integrasi yang diadopsi institusi pada akhirnya tidak hanya menguatkan dimensi trust Karang Taruna sebagai kapital sosial, tetapi juga menguatkan dimensi network. Menurut Ketua Umum Karang Taruna selama ini belum pernah terjadi konflik internal maupun konflik dengan masyarakat, bahkan dukungan masyarakat dirasakan sangat besar. Hal senada juga diutarakan Ketua LPMD Genjahan: "Kelihatannya untuk Karang Taruna Genjahan tidak pernah ada konflik dengan masyarakat, justru setiap ada kegiatan Karang Taruna ~ami juga memberi peluang untuk pendanaan,kami akomodir kebutuhan mereka senyampang dengan kegiatan dan kemampuan warga desa. Setiap ada kegiatan kami perbolehkan untuk menggalang dana di masyarakat dengan seijin lurah dan LPMD" A.4.4. Pola Evaluasi dan Pertanggungjawaban: Menguatkan Dimensi Coping. Fase
evaluasi
merupakan
tahap
penting
dalam
keseluruhan
rangkaian aktifitas yang telah dilakukan institusi, tetapi terkadang luput I
dari
perhatian.
kegiatan/program
Melalui dapat
evaluasi terlaksana
keberhasilan dan kegagalannya,
bisa sesuai
diketahui rencana,
sejauhmana dimana
letak
apa dampak yang dirasakan dari
kegiatan/program dimaksud. Lebih jauh, evaluasi dapat digunakan untuk mendesain keglatan yang lebih baik dengan cara-cara yang leblh tepat (Goodman dan Love, 1980: 213-217).
224
Menurut Ketua
Umum
Karang Taruna, evaluasi
dan
laporan
pertanggungjawaban sudah menjadi rangkaian dari setiap kegiatan melalui forum rapat pengurus. Semua laporan disajikan secara tertulis. Evaluasi kegiatan yang melibatkan kepanitiaan, misalnya
kegiatan
turnamen, pentas seni, pengajian menyambut hari besar Islam dilakukan bersamaan dengan pembubaran panitia; sedangkan kegiatan yang tidak melibatkan kepanitiaan dilaporkan oleh Seksi yang bersangkutan kepada forum dan jajaran Ketua. Evaluasi kegiatan juga menjangkau hal-hal yang menjadi dampak dari suatu kegiatan. Sebagai contoh kegiatan diklat, pasca kegiatan diklat dilakukan pemantauan seberapa_ besar minat anggota terhadap jenis diklat tertentu, diklat apa yang paling banyak dibutuhkan, bagaimana dampaknya terhadap penciptaan lapangan pekerjaan. Misalnya kursus stir mobil dinilai paling banyak peminatnya disamping dapat menciptakan lapangan kerja, maka bulan mei 2005 yang lalu kursuS:. stir mobil diadakan lagi bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Gunungkidul. Untuk tahun 2006 telah diusulkan kursus bengkel dan elektro,
tahun
2007
diproyeksikan
kursus
rias
pengantin
banyak
dibutuhkan. Dengan demikian pola evaluasi dan pertanggungjawaban yang telah melembaga berfungsi sebagai penyangga dimensi coping kapital sosial.
B. Kondisi Internal Karang Taruna Gombang
B.l. Dimensi Kepemimpinan: Belum Mampu Menjalankan Fungsi Manajerial Seperti halnya terjadi di dalam masyarakat Desa Genjahan, budaya peternalistik masih kuat tumbuh di kalangan masyarakat Desa Gombang.
225
Pengaruh kuat budaya paternalistic akhirnya menempatkan kedudukan pemimpin institusi apapun termasuk Karang Taruna sebagai figur sentral. Pemimpin selalu diharapkan bisa memberi contoh di depan dalam segala hal, menggerakkan· dan membangun semangat serta mendorong dari belakang. Tanpa ada inisiatif dari pimpinan mustahil institusi dapat menjalankan fungsiya dengan baik. Terkait dengan kepemimpinan Karang Taruna Gombang, beberapa pihak menyatakan jajaran ketua belum bisa berbuat banyak membawa perubahan. Fungsi-fungsi manajemen yang seharusnya diperankan belum tersentuh,
Perencanaan
menggerakkan
kegiatan/program juga
(actuating)
belum
tidak
dijalankan,
dilakukan
dengan
upaya
sungguh-
sungguh, Selama periode 2002 samapai 2004 tercatat baru 3 kali mengadakan
pertemuan,
akibatnya
kegiatan
Karang
Taruna .oesa
terbengkelai. Justru Unit-unit Karang Taruna di pedukuhan yang mampu menunjukkan
eksisitensinya
dengan
pertemuan
rutin ·dan
berbagai
kegiatan sosial kemasyarakatan. Diungkapkan oleh Ketua Unit Sawit: Kalau tingkat Desa memang pemimpinnya sudah mengatakan nggak bisa mampu memimpin Karang Taruna. Meskipun ia yang dipandang paling enthengan (ringan tangan, pen) tapi untuk criteria seorang pemimpin masih kurang, paling tidak ya mau berani berkorban, ya menjalankan manajemen, tapi tidak satu fungsi manajemen pun dijalankan. Kalau di Unit kami ada program jangka pendek, menengah dan j.angka panjang, pertemuan rutin jalan terus, dihadiri 60an anggota. bi unit kami ada kegiatan tahunan yang rutin, ada perencanaanyang rapi dan berjalan tahap demi tahap. Kalu di Karang Taruna Desa nggak ada program kerja, system kerja juga ngga ada. Setahu saya baru tiga kali diadakan pertemuan selama 4 tahun ini, pertama itu untuk pemilihanpengurus baru, kedua pertemuan menyangkut politik pada pemilu 2004". Hal yang sama juga diungkapkan mantan Ketua I periode kepengurusan 1982-1987. Di bawah kepemlmplnannya saat ltu pemuda desa sempat bersatu
226
dan membentuk tim
olahraga
yang
berprestasl
dl
tlngkat
kecamatan.
Ketika penulis mendiskusikan mengapa sekarang Karang
Taruna Gombang absen dari kegiatan, disampaikan bahwa hal itu tidak terlepas dari kiprah pemimpin: "Saya kira karena orangnya, terutama yang ada di muka tidak mau aktif. Memang sulit akan menyatukan orang kalau tidak mau terjun sendiri tidak akan punya massa. Saya dulu mendekati pemuda lewat olahraga, saya merasakan waktu berkumpul latihan di lapangan itu yang mengikat hati ternan-ternan waktu itu, bukan karena pertemuan rutin di Balai Desa, di lapangan langsung teori dan praktek. Yang belum bergabung waktu itu hanya Ketonggo dan Pakrandu. Kebohan, Gombang, Sawit, Ngrejek sudah jadi satu. Setiap tahun maju ke kompetisi ke kecamatan". Pentingnya
peran pimpinan dalam mengupayakan
kemajuan
Karang
Taruna juga diungkapkan Lurah Desa Gombang yang juga mantan Ketua I periode kepengurusan 1998-2003. "Pertama pemimpinnya mas, karena ya itulah budaya panutan di jawa, pemimpinnya itu gimana tho, ngajak maju atau tidak. Kadang matinya Karang taruna karena tidak kreatifnya pimpinan, yang menjadi anggota lalu mau melangkah, kreatif tidak juga punya ide. Masyarakat sendiri dukungannya juga setengah-setengah. Misalnya ada kegiatan olahraga yang dimotori oleh Karang Taruna mereka senag sekali, tapi kalau sudah sampai ke dana, minta bantuan untuk kegiatan ya nanti-nanti dulu. Jadi Karang Taruna sendiri yang harus bisa kreatif". Tentang upaya menggerakkan pemuda, diakui Ketua I, pernah dilakukan meskipun belum berhasil karena konflik internal pengurus, ada ketidakcocokan antara sejumlah pengurus dengan pengurus lain. Patut dicatat disini,
adanya
kebijakan
Ketua
yang
demokratis
men,yikapi I
ketidakharmonisan hubungan pengurus, selaras dengan tuntutan era otonomi daerah, misalnya mengubah nama Karang Taruna yang dulunya dikaitkan dengan salah satu partai politik, seperti diutarakannya: "Mengenai pengurus saya juga bingung, permasalahan apa kok setiap ada undangan pertemuan kok tidak hadir, nggak kompak. Menurut keterangan dari salah satu unit apabila ada satu orang itu yang duduk di kepengurusan, unit itu nggak mau datang. Saya jadi serba sulit karena pengurus ltu juga diplllh darl proses pemlllhan yang dihadiri dari wakil-wakil unit, kalau saya harus memberhentikan yang
227
bersangkutan rasanya kurang pas, sehingga saya biarkan berjalan begitu dulu. Satu lagi, Karang Taruna kami sebelumnya punya nama "Ringin Anom" yang memang diambil namanya dari salah satu partai politik, lalu saya tawarkan pada unit-unit apakah diundang tidak hadir itu karena masalah nama atau apa. Soalnya sekarang jaman reformasi, kalau sekarang tidak dikehendaki nama itu monggo bagaimana baiknya supaya bisa berjalan baik. Akhirnya namanya diubah menjadi "Gemilang", tetapi juga belum mengubah keadaan". Konflik internal pengurus diakui oleh salah satu Ketua Unit cukup menggangu kinerja organisasi, tetapi sebenarnya bisa diatasi jika Ketua mau bergerak turun ke unit bertemu langsung mendamaikan pihak-pihak yang berselisih, seperti dituturkannya: "Pak "S" kelihatannya belum mendekati pengurus yang tidak akur supaya mau direngkuh, ya hanya ngasih undangan terus mengharap mereka datang, akhirnya tidak mau datang. Kalau terus ditemui sendiri pasti akan pekewuh". Implikasi dari lemahnya fungsi manajerial pimpinan, apalagi dalam konteks budaya masyarakat paternalistic,
berujung pada lemahnya kapasitas
institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial. Mengenai hal ini penulis paparkan dalam Bab tersendiri.
B.2.
Dimensi Sistem Normatif: Gagal Memunculkan Norm of Reciprocity pada Level Karang Taruna Desa Secara umum nilai-nilai kesetiakawanan sosial, tolong menolong, rumongso handarbeni, rumongso hangrungkebi di kalangan pemuda cukup tinggi. Misalnya terlihat dari kegiatan sinoman, membantu pelayatan, memberi sumbangan finansial pada warga yang kesripahan atau sedang sakit, gugur gunung (kerja bakti massalj, seperti dituturkan Sekretaris Desa Gombang ketika penulis berkesempatan diskusi dengan beberapa pamong desa: "Pemuda disini kalau untuk kegiatan sosial cepat sekali ngumpulnya. Contoh kalau ada kematian, orang punya hajat, gugur gunung kalau sudah ada bunyi kenthongan ya turun semua".
228
Hanya saja solidaritas dan kebersamaan yang muncul hanya sebatas pada unitnya masing-masing atau pada unit lain yang dianggap sahabat, bahkan kemudian memunculkan ego unit. Terhadap Karang Taruna Desa solidaritas, rumongso handarbeni (perasaan memiliki) dan rumongso hangrungkebi (semangat memperjuangkan) sulit terwujud. kebersamaan,
tolong
menolong,
semangat
Nilai-nilai
memperjuangkan
hanya
mampu menjadi insentif moral untuk aktif bergerak di unit, tapi tidak untuk bergerak di Karang Taruna Desa. Yang terjadi kemudian norm of reciprocity lebih kuat munculnya di Unit. Apalagi sebagian unit menerapkan
sangsi tertentu terhadap pengurus/anggotanya yang tidak aktif, sedangkan Karang Taruna Desa tidak mempunyai kecukupan kekuatan sosial untuk memberlakukan sangsi apapun kepada pengurus yang tidak aktif. Hal ini pula kemudian yang menyebabkan kegiatan di unit jauh lebih semarak dibanding kegiatan Karang Taruna Desa. Dituturkan oleh Kepala Bagian Pemerintahan Desa yang juga mantan tokoh pemuda era 1978: "Kegiatan Karang Taruna Desa tidak ada 30%nya kegiatan unit, saya tahu persis itu. Di unit kegiatannya lebih nampak, lebih bagus. Sekarang ini ada unit yang berani menyumbang Rp. 20.000,00 sampai Rp. 25.000,00 untuk sosial kematian, untuk orang sa kit juga. Ada juga unit yang gigih menciptakan lapangan kerja, seperti di Ketonggo, untuk pemuda-pemudanya supaya pemudanya tidak pergi; untuk mengadakan gebyar kemerdekaan ada yang habis Rp. 2.000.000,00, Karang T;3runa Desa malah nggak ada kegiatan. Di unit Sawit ada ide untuk' mengadakan pasar malam meskipun belum terealisir karena kendala waktu investor, juga sepak bola 10 hari yang juga melibatkan pamong Yang unit saja berani mengeluarkan dana sosial yang digalang lewat iuran anggota seribu setiap bulannya. Kalau kita lihat, dananya itu sampai jutaan, kok Karang Taruna Desanya malah mlempem, dimana kelemahannya, kok kalah dengan dusun. Padahal kalau Karang Taruna Dusun sama sekali belum mendapat bantuan dari desa. Gerakannya unit ada buktinya, administrasinya lebih bagus, administrasi keuangannya juga lebih rinci dan lebih hidup".
229
Implikasinya kemudian sangat menyulitkan bagi institusi Karang Taruna
Desa Gombang
untuk melakukan
tindakan
kolektif,
seperti
diutarakan Ketua I ketika penulis menanyakan mengapa pemuda Gombang sulit disatukan dalam aksi melalui wadah Karang Taruna Desa "Lokasi yang terpencar dan berjarak juga mempengaruhi kekompakan Karang Taruna Gombang, namun utamanya karena kesadaran masing-masing pengurus unit maunya itu hanya bicara sekup unitnya, sehingga untuk diajak berpikir satu desa sulit, cara berpikirnya hanya sampai disitu, hanya memberatkan masing-masing pedukuhannya. Pengurus Karang Taruna Desa yang sekarang sebenarnya sudah merupakan perwakilan dari tokoh-tokoh unit. Tapi tetap juga masih sulit menggerakkan".
B.3.
Dimensi Ketersediaan Sumber Daya Institusi: Menghambat Pertumbuhan Karang Taruna sebagai Kapital Sosial
6.3.1. Ketersediaan Sumber Daya Material-Finansial Tidak seperti halnya Karang Taruna Genjahan yang sudah mampu berswadana, ketersediaan dana bagi Karang Taruna Gombang sampai sekarang masih memprihatinkan. Menurut keterangan Ketua I, satusatunya sumber pendanaan hanyalah bantuan pemerintah dari BSPD yang besarnya Rp. 300.000,00. Untuk saat ini pengurus tidak memegang uang karena dana tersebut sudah dialokasikan membantu pembuatan gawang dan pembelian bola tending. Sementara itu untuk menggali dana dari intern pengurus belum memungkinkan, kecuali karena diantara pengurus
sendiri
belum
kompak,
jarang
bertemu,
juga
karena
kemampuan ekonomi pengurus yang kurang sehingga tidak ada yang mampu menjadi sponsor (penyandang dana), seperti dituturkan Kepala Bagian Pemerintahan Desa Gombang berikut: "Kendalanya mengembangkan Karang Taruna pertama masalah ekonomi, nggak ada biaya. Kedua masalah urbanisasi yang tinggi. Di Karang Taruna Desa nggak blsa nyarl dana darl anggota Karang Taruna, sebab ltu lintas unit, lagi pula dari pengurus maupun
230
anggota tidak ada yang mampu menjadi sponsor dana. Beda kalau dengan Genjahan, disana ada Ketuanya Mas "W" yang mensponsori. Kalau dari Pemerintah Desa ada semacam kekayaan tersendiri untuk dikelola Karang Taruna Desa kemungkinan akan bisa bertahan, tapi memang kondisi ekonomi desa memang kurang, nggak ada yang bisa untuk modal Karang Taruna. Memang setiap tahun ada alokasi dana untuk Karang Taruna, cuma ya terlalu minim, Rp 300.000,00 dari BSPD (Bantuan Stimulan Pembangunan Desa, pen)". Lebih jauh beliau mengungkapkan pentingnya pendanaan internal, bahwa sekitar tahun 1979-1984 Karang Taruna Gombang pernah jaya karena ditopang pendanaan oleh salah seorang aktifis pemuda yang terpanggil menggiatkan pemuda, sebagaimana tergambar dari
petikan dialog
berikut: "Masa-masa jayanya Karang Taruna Gombang ini sekitar periode 1979 - 1984, waktu itu benar-benar hidup, dengan catatan memang tidak terlepas dari pendanaan. Waktu itu ada perorangan yang memberanikan diri menggalang pemuda, menyatukan para pemuda dengan dana perorangan. Pengeluaran saya waktu itu nggak cukup seekor kambing sebulannya, dari pemerintah nggak banyak membantu. Dari mulai PKK dan Karang Tarunanya waktu itu betul-betul bisa berkumpul se desa. Waktu itu sepak bolanya pernah juara II kecamatan, gerak jalan dan lari juara III dan Harapan I. Cuma karena keterbatasan dana seseorang itu, akhirnya tenggelam lagi seperti sekarang, dikatakan hidup ya enggak, mati ya tidak. Jadi kendalanya ya pendanaan, cuma satu hal itu yang tidak bisa diatasi disini". Implikasi keterbatasan sumber pendanaan internal yang dialami Karang Taruna
Gombang kemudian sangat jelas, tidak ada aktifitas
institusi yang bisa berjalan baik, bahkan untuk sekedar mengadakan pertemuan
pengurus
pun
terhambat
masalah
pendanaan,
seperti
diutarakan Ketua I Karang Taruna: "Kegiatan Karang Taruna ya asal jalan saja, selama ini Karang Taruna ltu kalau tidak ada dana ya tldak ada keglatan, jadi sementara 1n1 yang jalan cuma olahraga, untuk sosial kemasyarakatan masih jauh dari yang dlharapkan. Pertemuan rutin sudah pernah saya coba tapl nggak jalan".
231
6.3.2. Ketersediaan Sumber Daya Manusia Institusi Ketersediaan sumber daya manusia institusi penulis kaitkan dengan aspek kuantitas dan kompetesi pengurus maupun anggota yang menjadi basis pergerakan Karang Taruna, keduanya saling berkaitan. Pada aspek kuantitas bisa dikatakan tidak mamadai. Dari 26 personil yang tercatat sebagai pengurus periode 2003-2008 semua belum ada yang bisa diaktifkan
kecuali jajaran
pengurus harian
(ketua,
sekretaris dan
bendahara) meskipun aktifitasnya juga masih sangat terbatas, terutama karena kesibukan pribadi. Ketua I adalah seorang kepala tata usaha sebuah SLTA di Semin, Ketua II seorang karyawan pabrik dan bendahara seorang pedagang. Menurut pengamatan salah seorang perangkat Desa Gombang, mereka sangat disibukkan dengan pekerjaannya dan hampir tidak mempunyai alokasi waktu untuk memikirkan kemajuan Karang Taruna Desa, lebih banyak bergerak di unitnya masing-masing. Demikian pula untuk personil yang terbilang sebagai anggota aktif belurn ada. Beberapa faktor yang menyebabkan keterbatasan jumlah personil yang aktif antara lain belum melembaganya aktifitas institusi sedemikian rupa
sehingga
dapat
membentuk
interaksi
berulang
(repeated
interaction) yang dipertahankan. Menurut Ketua Unit Sawit, antara tahun
198,2-1985 kegiatan Karang Taruna Desa sempat berjalan baik, ada I
kegiatan
pelatihan
pertukangan,
arisan,
koperasi
simpan
pinjam,
menanami kayu jati di lahan kas desa, administrasi kegiatan juga dijalankan dengan baik. Namun sejak tahun 1988 aktifitas Karang Taruna Gombang mulai menurun drastis, koordinasi pengurus kurang terkendali, administrasi kegiatan tidak diperhatikan. Era kepengurusan berikutnya, periode
232
1998-2003
kondisinya
lebih
memprlhatinkan,
administrasi
terbengkelai,
mekanisme organisasi
hampir tidak jalan,
meskipun
Pemerintah Desa selalu memberi pembinaan dan dana stimulan. Maka bisa dikatakan selama 15 tahun lebih tidak ada pola kaderisasi yang baik sehingga dampaknya saat ini sulit mencari sosok-sosok aktifis
Karang
Taruna. Faktor penyebab kedua, tingkat migrasi pemuda yang tinggi menyebabkan ketersediaan penduduk kelompok usia Karang Taruna berkurang, bahkan mereka adalah tenaga-tenaga potensial sehingga yang tersisa di desa justru tenaga kurang potensial. Saat ini hanya ada sekitar 1.048 jiwa penduduk usia Karang Taruna. Dituturkan oleh Lurah Desa Gombang, yang juga mantan Ketua Karang Taruna periode 19982003: "Masyarakat khususnya Gombang ini berwajah belang, KTPnya Gombang tapi domisili Jakarta, Bandung. Urbanisasi memang betulbetul tinggi disini sebagai akibat pembangunan yang timpang berat ke kota, padahal orang-orang yang ke kota itu yang potensial terhadap desanya. Kalau begini terus desa mau dapat apa, desa mau diapakan". · Faktor ketiga, konflik internal pengurus dan konflik antar unit. Konflik tersebut pertama kali terjadi menjelang pilihan kepala desa pada tahun 1985 ketika diadakan turnamen bola voli dan sepak bola oleh calon kepala desa terjadi tawuran antar
supporter, ketika itu seluruh juara
diraih "orang timur". Disusul kemudian perpecahan pemuda, meskipun tidak separah tahun 1985,
yang terjadi menjelang pilihan lurah desa
tahun 2003. Daiam pilihan lurah desa tersebut caion jadi juga berasal dari timur. Hingga saat sekarang masih ada polarisasi kelompok pemuda antara "orang timur" (Sawit Lor, Sawit Kidul, Ngrejek Wetan, Ngrejek Kulon dan Gombang) dan "orang barat" (Kebohan Lor, Kebohan Kidul, Pakrandu dan Ketonggo). Dalam kepengurusan Karang Taruna yang
233
sekarang ada kesan juga didominasi oleh "orang timur", orang-orangnya pak "5", mantan Ketua I Karang Taruna
yang terpilih menjadi lurah
desa. Dilihat dari komposisinya, kepengurusan Karang Taruna periode 2003-2008 memang didominasi orang timur. Akibatnya kemudian antar pengurus kurang kompak, sulit dipertemukan, seperti dituturkan Ketua I Karang Taruna: "Mengenai pengurus saya juga bingung, permasalahan apa kok setiap ada undangan pertemuan kok tidak hadir, nggak kompak. Menurut keterangan dari salah satu unit apabila ada satu orang itu yang duduk di kepengurusan, unit itu nggak mau datang. 5aya jadi serba sulit karena pengurus itu juga dipilih dari proses pemilihan yang dihadiri dari wakil-wakil unit, kalau saya harus memberhentikan yang bersangkutan rasanya kurang pas, sehingga saya biarkan berjalan begitu dulu. Ada kesan pengurus Karang Taruna yang sekarang orang-orangnya mas 5 semua, mantan ketua yang sekarang menjadi lurah, sebagian orang yang tidak cocok menjadi apatis. Padahal yang kita ambit dari unit-unit sudah termasuk tokoh berperan di dusunnya masig-masing, tapi ya tetap tidak bisa menetralisir". Mengenai sulitnya mendamaikan konflik antar pedukuhan/unit juga diakui salah satu perangkat Desa Gombang, dari semua pihak sudah · mengupayakan agar warga bisa bersatu kembali tetapi hasilnya nihil, seperti dituturkannya: "Jujur saja, sejak tahun 1968 persatuan pemuda terjamin, tahun 1985 awal terjadinya gap dan dampaknya sampai sekarang ini. Penyebabnya pilihan lurah langsung, salah satu caJon mengadakan Iomba voli dan semua juara jatuh pada orang timur (Gombang, 5awit, Ngrejek. Terus ada lagi Iomba sepak bola, disitu ada perkelahian antar pendukung tim. Penggeraknya ya calon-calon itu sendiri. Dampaknya sampai sekarang sulit dikembalikan kerukunannya. 5udah diupayakan lewat pembentukan tim sepak bola desa gagal, lewat Karang Taruna bisa berkumpul sebentar tapi tidak bisa bergerak, pasif. Pembinaan secara langsung lewat kemasjidan ya diterima tapi tetap belum berpengaruh. Yang bermasalah itu pemuda tahun 1985an tapi menanamkan permusuhan pada anak-anaknya. Kalau berkelahi ya tidak, tapi ada perang batin". Pada aspek kompetensi sumber daya manusianya, bisa dikatakan terbatas.
234
Indikasinya
antara
lain
lemahnya
komitmen
pengurus,
pengurus tidak mempunyai insentif moral untuk tergerak aktif dalam kegiatan Karang Taruna Desa, mereka lebih tergerak untuk memajukan unitnya masing-masing. Ditambah lagi tidak ada insentif material yang bisa diharapkan dari kegiatan Karang Taruna Desa, sebagaian mereka lebih memberatkan pekerjaan. Dituturkan oleh Ketua I Karang Taruna: "Sebenarnya sulitnya diajak aktif di Karang Taruna karena belum memahami karang Taruna itu fungsinya apa sehingga dia lebih memberatkan pekerjaannya. Dari pemuda yang di Ketonggo, Pakrandu, Kebohan banyak yang bekerja di kerajinan batu hampir tidak ada liburnya. Kalu kita undang nggak datang alasannya tidak bisa meninggalkan pekerjaan" Indikasi kedua adalah tidak adanya komitmen waktu. Tuntutan ekonomi keluarga menjadikan mereka tidak mempunyai waktu luang yang banyak (lack of surplus time) untuk kumpul-kumpul tanpa kepentingan yang
mendesak, seperti dituturkan Sekretaris Desa Gombang yang juga menjadi Ketua Unit Sawit: "Kendalanya bisa dilihat dari segi mempertahankan kehidupan, pengurus Karang.. Taruna kebanyakan sudah berkeluarga dan harus mencukupi kebutuhan keluarganya. Jadi untuk rapat, kumpulkumpul kalah dengan kepentingan individu atau keluarganya. Ikatan ke Karang Taruna bukan ikatan structural tapi paguyuban, sekarang bergabung besok boleh saja pergi. Seandainya Desa Gombang sama dengan desa-desa di Kecamatan Semanu untuk sumber kehidupannya maka Insya Allah bisa mempertahankan Karang Taruna, tapi disini sumberdaya ekonominya kering". Implikasinya kemudian, institusi tidak bisa mengembangkan norm of reciprocity.
Jarangnya
frekuensi
bertemu
menyebabkan
al'ltar
pengurus/anggota merasa tidak perlu membangun reputasi masingmasing, tidak ada kewajiban moral yang perlu dipenuhi karena juga tidak ada tuntutan apapun, bahkan ketidakpercayaan (untrust) terus terjadi diantara pengurus maupun antar unit. Maka sementara ini tidak banyak yang bisa diharapkan dari institusi. Institusi mengalami kesulitan untuk
235
bergerak membangun network atau mengadakan tindakan kolektif yang dapat memenuhi kebutuhan warga.
6.3.3. Ketersediaan Sumber Daya Pendukung. Sumber daya pendukung yang dapat memberi inspirasi atau mendorong institusi untuk bergerak. Lokasi yang terbilang sepi bahkan tidak ada pasar desa atau kios desa, jalan-jalan kampung yang berbatu dan cukup sulit dilalui, tanah kapur yang kurang subur, sumber air terbatas
tidak
banyak
memberi
kesempatan
bagi
institusi
untuk
mengembangkan kegiatan terutama kegiatan ekonomi. Menurut Ketua I, Karang Taruna pernah mengajukan usul pada LPMD untuk diberi dana pendirian wartel tetapi tidak disetujui karena dianggap tidak produktif. Sebenarnya penulis melihat ada peluang usaha yang bisa dikembangkan Karang Taruna, yakni berbisnis sembako. Tetapi penulis tidak tahu apakah ketidakadaan dana atau jajaran pengurus yang pasif sehingqa peluang tersebut belum tergarap. Jarak antar dusun yang berjauhan dengan medan yang sepi dan cukup sulit dilalui menjadi hambatan tersendiri
untuk bisa saling
bertemu. Jalan yang melintas di depan Balai Desa Gombang memang diaspal
hotmix
karena
merupakan jalur
utama
keluar
Kabupaten
Gunungkidul menuju Pracimantoro dan Pacitan, tetapi semua jalan dusun merupakan jalan berbatu yang cukup sulit dilalui. Diakui oleh Lurah Desa Gombang, lokasi yang berjauhan menjadi salah satu factor penyebab minimnya kegiatan Karang Taruna Desa. Sepengetahuan penulis, karena medan yang sulit muncul kecenderungan unit hanya mau bergabung dengan unit lain yang lokasinya berdekatan. Misalnya Unit Kebohan Lor,
236
Kebohan Kidul dan Pakrandu menjadi satu; Sawit, Sawit Kidul, Ngrejek Kulon, Ngrejek Wetan jadi satu. Tentang hambatan medan penulis sendiri merasakan ketika ke dusun Ngrejek untuk mewawancarai Lurah Desa dan Ketua Karang Taruna. Penulis harus melewati jalan berbatu sepanjang tidak kurang dari satu kilometer yang melintasi dua bukit, melewati telaga. Penulis tidak bertemu dengan seorangpun ketika pulang dari lokasi dusun Ngrejek sekitar pukul 19.15 WIB, sampai memasuki wilayah Kecamatan Semanu penulis hanya menemui satu dua pengendara sepeda motor yang melintasi jalan hotmix.
6.4. Pola Operasi Institusi Intensitas kegiatan institusi Karang Taruna Gombang yang selama 15 tahun
terakhir
mengidentifikasi
bisa pola
dikatakan
terhenti,
operasi institusi.
menyulitkan
penulis
Kesulitan menjadi
untuk
bertambah
karena minimnya data sekunder, penulis hanya menemukan buku notulen hasil rapat tanpa daftar hadir. Meskipun demikian ada beberapa hal yang dapat penulis sajikan untuk memberi gambaran bagaimana institusi yang menjalankan fungsinya.
Pertama, pola perekrutan pengurus. Sarna dengan yang diadopsi I
institusi Karang Taruna Genjahan, Karang Taruna Gombang menempatkan tokoh-tokoh pemuda di masing-masing unit sebagai pengurus Karang Taruna Desa. Hanya saja konflik internal yang parah menyebabkan pola ini masih belum mampu mendongkrak partisipasi aktif pengurus, apalagi untuk menarik partisipasi anggota.
237
Kedua, pola penguatan integrasi. Menyadari adanya konflik antar unit yang berkepanjangan, institusi telah mengupayakan agar semua unsur kepentingan mapun kelompok pemuda terwakili dalam kepengurusan Karang Taruna Desa; juga telah diupayakan untuk membentuk tim sepak bola desa. Bahkan nama Karang Taruna -yang sebelumnya "Ringin Anom" yang memang dulunya dikaitkan dengan salah satu partai politik kemudian diubah menjadi "Gemilang". Tetapi konflik yang sudah mengakar dari generasi ke generasi menyebabkan semua upaya yang ditempuh gagal membuahkan hasil, program Karang Taruna tidak dapat berjalan di lapangan. Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya aktifitas institusi yang memungkinkan antar pengurus/anggot a sering bertemu face to face sehingga
masing-masing
terpacu
untuk
membangun
reputasi
baik.
Pernyataan Ketua I Karang Taruna dan Wakil Ketua LPMD Gombang berikut mendeskribsikan fenomena dimaksud: "Pengurus Karang Taruna Des.a yang sekarang sebenarnya sudah merupakan perwakilan dari tokoh-tokoh unit. Tapi tetap juga masih sulit menggerakkan karena ada kesan pengurus Karang Taruna yang sekarang orang-orangnya mas S semua, mantan ketua yang sekarang menjadi lurah, sebagian orang yang diluar pengurus menjadi apatis. Padahal yang kita ambil dari unit-unit sudah termasuk tokoh berperan di dusunnya masig-masing, tapi ya tetap tidak bisa menetralisir". (Pernyataan disampaikan Ketua I Karang Taruna) "Sepertinya konflik sudah terjadi sejak lama, sudah turun temurun, dari dulu begitu. Umpama Kebohan dengan Sawit itu sulit bergabung, kalau ada pertandingan pasti sudah musuh-musuhan , jadinya kalau ada program dari Karang Taruna Desa nggak bisa jalan. Pernah Karang taruna Desa ingin membat klub sepak bola tingkat desa tapi kelihatannya sulit mengumpulkan pemain, mungkin karena egonya terlalu tinggi, pemuda disuruh campur masih sulit. Sini hanya gabung dengan Kebohan Kidul dan Pakrandu, Gombang berdiri sendiri, Sawit lor kidul, Ngrejek etan kulon jadi satu". (Pernyataan disampaikan Wakil Ketua LPMD Gombang).
238
Ketiga, pola perumusan program/kegiatan, pola pembagian tugas maupun alokasi personil dan pola evaluasi kegiatan otomatis belum berjalan sama sekali karena belum ada forum pertemuan yang bisa berlangsung rutin.
C. Dukungan Kondisi Internal: Paling Penting Menopang Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Jika dipetakan kondisi internal institusi Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang akan terlihat semacam good practices (praktika yang baik) dan bad practices (praktika yang belum baik) dari kedua institusi dimaksud, seperti terlihat dalam tabel berikut ini: Tabel 29 Peta Kondisi Internal Karang Taruna Genjahan dan Karang Taruna Gombang pada Era Otonomi Daerah Kepemimpinan
KT Genjahan
• Penggagas ide yg demokratis • Menggerakkan dg memberi contoh • Mampu mengelola hubungan dg lingkungannya I• Menjadi pionir pen1 danaan
I
Ketersediaan Resorsis • Material dan finansial mencukupi • Memiliki kapasltas swadana •SDMnya mencukupi • Sumber day a pendukung mencukupi
I
i
l
I
r KT Gombang
f ~
239
Mulai mengem- • Material dan bangkan demokrasi finansial tidak Belum bisa mengmencukupi gerakkan • Tidak memiliki Belum bisa memberi kapasitas bercontoh swadana Belum mampu me- • SDM tidak ngelola hubungan dg roler.cukupi lingkungannya • Sumber daya Belum menjadi pionir pendukung pendanaan tidak mencukuoi
Sistem ·Normatif Berfungsi sebagai insentif moral
Pola Operasi Institusi ~
• • ~
1o
Penyusunan kegiatan demokratis Rekrutmen SDM berjalan Pembaglan kerja belum optimal Pola integrasi dapat menganulir konflik, menyatukan energi Evaluasi dan pertanggungjawaban (akuntabilitas) telah melembaaa
Belum ber- io Perumusan kegiatan fungsi sbg belum terpola insentif lo Rekrutmen SDM bemoral lum berjalan ~ Pembagian kerja belum berjalan io Pola integrasi gagal rnenganullr konflik, menyatukan energi io Evaluasi dan pertanggungjawaban belum melembaaa
Sepanjang analisis yang telah penulis lakukan mengenai kontribusi dukungan institusi pemerintah, dukungan institusi masyarakat dan dukungan kondisi internal, pada akhirnya penulis sampai pada kesimpulan bahwa dukungan kondisi internal paling menentukan besarnya kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial. Dukungan kondisi internal institusi yang memadai paling tidak akan berimplikasi pada 3 hal. Pertama, kondisi internal yang kuat menjadikan institusi lebih tahan terhadap gejolak perubahan lingkungan eksternalnya sekaligus memiliki kemampuan memanfaatkan peluang sehingga kontinuitas aktifitasnya lebih terjaga, dan
aktifitas/interaksi yang berulang (repeated interaction) inilah
yang banyak disebut oleh para pemerhati kapital sosial sebagai landasan terbentuknya kapital sosial. Sebagai ilustrasi, Karang Taruna Genjahan sesaat setelah reformasi dan otonomi daerah merasakan.lepasnya dukungan provisi pemerintah, tetapi justru pada tahun 2003 mampu meraih peringkat 4
Karang
Taruna
berprestasi
nasional.
Catatan
prestasinya
juga
menunjukkan keajegan, hanya saja satu tahun terakhir ini dirasakan aktifitasnya menurun seiring dengan makin disibukkannya pengurus dengan urusan pekerjaan dan keluarga. Sebaliknya Karang Taruna Gombang pernah jaya pada tahun 1979-1984 berbekal kekompakan pemuda, masyarakat dan pemerint,ah
desa;
tetapi
sejak
ada
konflik
pada
tahun
1985
yang
I
menyebabkan perpecahan pemuda menjadikan perkembangannya hingga saat ini memprihatinkan meskipun dukungan pemerintah tidak terhenti. Karena kondisi internal yang lemah --konflik internal pemuda, dan terutama kepengurusannya kurang aktif, fungsi manajerial tidak dijalankan dengan baik-- Karang Taruna Gombang tidak dapat
menjalin dukungan yang
memadai dengan pemerlntah dan masyarakat sehingga kinerjanya semakin
240
terpuruk. Pada era otonomi ini kondisinya semakin memprihatinkan karena dukungan provisi pemerintah lebih banyak diberikan (bias) pada institusi Karang Taruna yang berprestasi atau setidaknya mampu menunjukkan eksistensinya. Kedua, kuatnya kondisi internal --kepemimpinan yang proaktif, -sumber
daya institusi memadai, insentif moral kuat-- memungkinkan institusi Karang Taruna dapat merancang dan melaksanakan program/kegiatan dengan baik. Karang Taruna Genjahan misalnya, mampu mengembangkan kegiatan ekonomi produktif berbasis potensi lokal, menyelenggarakan jenis pelatihan yang banyak dibutuhkan pemuda untuk bekal ketrampilan atau mendapatkan pekerjaan, menyelenggarakan bakti sosial, menyelenggarakan turnamen desa. Karang Taruna Gombang sebaliknya, kurang dapat mengembangkan kreasi program/kegiatan. Bahkan program/kegiatan yang sudah dirancang, seperti membentuk tim sepak bola desa, menyelenggarakan pertemuan rutin,
kurang
mendapat
kecukupan
respon
sehingga
berujung
pada
kegagalan karena nilai-nilai sosial yang menjadi insentif moral pergerakan pemuda hanya mampu menumbuhkan solidaritas intern unit (Karang Taruna Pedukuhan), belum bisa menumbuhkan pergerakan yang berskala desa. Ketiga, kondisi internal yang kuat memungkinkan institusi Karang
Taruna mengembangkan basis dukungan yang kuat dari institusi pemerintah maupun masyarakat sehingga eksistensinya semakin kokoh. Kenyataan di lapangan
menunjukkan
besarnya
dukungan
institusi
pemerintah
dan
masyarakat berbanding lurus dengan tingkat kinerja institusi Karang Taruna. Ketika output institusi Karang Taruna sudah sebangun dengan tuntutan kebutuhan pemerintah dan masyarakat maka dukungan akan mengalir. Karang Taruna Gombang pada era 1979-1984 berbekal kegiglhan pengurus
241
dan
kekompakan pemuda mampu menunjukkan eksistensinya dengan
kegiatan kemasyarakatan, kamtibmas, pelatihan, olahraga dan ekonomi; dari sini kemudian dukungan pemerintah desa dan masyarakat meningkat. Karang Taruna Genjahan mendapat simpati, dukungan dari pemerintah dan masyarakat yang melihat Karang Taruna sebagai kelompok pemuda yang mempunyai
ide-ide
cemerlang
ringkas
gambaran
dan
kegiatan
yang
bermanfaat
bagi
masyarakat. Secara
mengenai
besarnya
pengaruh
kondisi
internal, dibandingkan dukungan institusi pemerintah dan dukungan institusi masyarakat, terhadap kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial tersaji dalam tabel berikut: Tabel 30 Simulasi Pengaruh Dukungan Institusi Pemerintah, Dukungan Institusi Masyarakat, Kondisi Internal Terhadap Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial
~ I
Dukungan IP Budaya Regulasi Birokrat T R T R
T
R
Provisi
Kuat
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Lemah
-
-
-
-
+
-
- I -
+
-
Keterangan: IP : Institusi Pemerintah IM : Institusi Masyarakat T : Tinggi R : Rendah + : Kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial tinggi : Kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial rendah
242
DukunJan IM Budaya Material Masyarakat Finansial R T R T
I
BABIX
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa ·diperoleh dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada dua lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial pada era otonomi daerah dapat dipilah menjadi dua bagian kontinum. Pada institusi Karang Taruna yang memiliki dukungan kondisi internal kuat --fungsi manajerial kepemimpinan berjalan, sistem normatif dapat menjadi insentif moral menggantikan
bentuk
insentif lain,
ketersediaan
resorsis
internal
mencukupi, pola operasi institusi berjalan-- kapasitasnya sebagai kapital sosial
tetap
tinggi,
bahkan
cenderung
mengalami
peningkatan
dibanding sebelum otonomi daerah. Mengapa demikian karena institusi secara
internal
berulang
mampu
(repeated
mempertahanka n
interaction)
yang
kelangsungan
merupakan
interaksi
modal
dasar
terbentuknya kapital sosial. Sebaliknya pada institusi Karang Taruna yang kondisi internalnya lemah, kapasitanya sebagai kapital sosial semakin
melemah
pada
setiap
dimensinya.
Persamaan
diantara
keduanya ada pada dimensi external trust, kepercayaan masyarakat I
terhadap institusi Karang Taruna pada era otonomi daerah tetap tinggi, ditandai dengan tingginya animo masyarakat/pem erintah desa untuk bekerjasama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa serta
nihilnya
konflik
kepentingan
antara
Karang
Taruna
dan
masyarakat/pem erintah desa.
243
2.
Karang Taruna Genjahan yang merepresentasikan kondisi internal yang kuat mampu meneruskan dukungan yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat menjadi berbagai bentuk kapital sosial. 1) Dimensi trust institusi sebagai kapital sosial ditandai dengan tingginya animo pemuda dalam kegiatan kekarangtarunaan, kebanggaan menjadi anggota Karang tingginya
Taruna,
animo
masyarakat bekerjasama
dengan
Karang
Taruna, keterlibatan Karang Taruna dalam perencanaan desa, tidak adanya konflik kepentingan dengan masyarakat. 2) Dimensi network ditandai dengan banyaknya mitra kerja dari institusi pemerintah maupun swasta dari yang berskala lokal hingga nasional, kerjasama antar pengurus
yang
cukup
kuat,
meskipun
kerjasama
internal
dengan
beberapa unit yang ada di dalamnya masih lemah, juga ditandai dengan kuatnya network horizontal dibanding network vertikal. 3) Dimensi resiprositas ditandai dengan partisipasi kehadiran pengurus yang tinggi dalam
forum
pertemuan
pengurus;
kontinuitas
penyelenggaraan
pertemuan pengurus; kesediaan pengurus/anggota memberikan iuran sukarela untuk menopang kegiatan pertemuan maupun kegiatan sosial; serta kemampuan
institusi melakukan tindakan kolektif seperti bakti
sosial, kerja bakti, sinoman, membantu pelayatan dan menjenguk orang sa kit. 4) Dimensi coping ditandai dengan terbukanya lapangan pekerjaan sebagai
outcome dari
berbagai
pelatihan/kursus ketrampilan
yang
difasilitasi Karang Taruna atau juga lapangan pekerjaan yang tercipta dari jaringan Karang Taruna; membuka wawasan berorganisasi dan kepemimpinan masyarakat sipil; menjadi arena belajar mengemukakan pendapat;
memberi
bekal
wawasan
dan
ketrampilan;
menambah
koneksi; berkurangnya kenakalan remaja sebagai dampak dart kegiatan
244
ekonomis produktif, rekreatif maupun edukatif; bertambahnya integrasi sosial;
tumbuhnya
kesetiakawanan
sosial
dan
kegotongroyongan;
kedekatan hubungan dengan masyarakat dan birokrasi pemerintah. 3.
Karang Taruna Gombang yang merepresentasikan kondisi internal yang lemah, kapasitasnya sosial kapital rendah. 1) Dimensi trust ditandai dengan kurangnya kepercayaan antar pengurus, kurangnya kepercayaan Unit ( Karang Taruna Pedukuhan) terhadap Karang Taruna Desa; meskipun demikian external trust dari masyarakat dan pemerintah desa terhadap Karang Taruna masih tinggi. 2) Dimensi network ditandai dengan lemahnya kerjasama antar pengurus, lemahnya hubungan antara Karang Taruna Desa dan Unit, lemahnya hubungan dengan institusi masyarakat serta lebih banyak network vertikal yang dibangun dengan institusi pemerintah dan institusi politik dibanding network horisontal. 3) Dimensi
resiprositas
ditandai
dengan
rendahnya
partisipasi
pengurus/anggota dalam pertemuan, gagalnya institusi mengembangkan bentuk-bentuk
tindakan
mempertahankan
kolektif
kontinuitas
aktifitas.
serta 4)
gagalnya
institusi
Dimensi coping ditandai
dengan gagalnya institusi memenuhi permasalahan kebutuhan yang dirasakan anggota/warga 4.
Dukungan institusi pemerintah terhadap institusi Karang Taruna pada era otonomi daerah bisa ditinjau dari 3 hal. Pertama, dukungan policy (kebijakan) pemerintah pada era otonomi daerah yang diwarnai nuasa kemitraan, perencanaan
pemberdayaan dan
menuju
pelaksanaan
kemandirian,
pembangunan,
keleluasaan dalam serta
peningkatan
akuntabilitas telah menumbuhkan komitmen dan kontribusi pemerintah dan
masyarakat
dalam
mengembangkan
institusl
Karang
Taruna.
245
Dukungan kebijakan lebih bersifat mengkondisikan pertumbuhan institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial dan hanya bisa direspon baik oleh institusi yang memiliki kematangan kondisi internal. Kedua, dukungan sense of community birokrasi pemerintah dalam bentuk kepedulian birokrasi
pemerintah
berperan
· aktif
dalam
kegiatan
sosial
kemasyarakatan, termasuk kegiatan Karang Taruna. Dukungan sense of community pegawai pemerintah mendorong pertumbuhan kapasitas Karang Taruna sebagai kapital sosial melalui 3 cara: meningkatkan rasa kebersamaan dan saling mempercayai sebagai dasar terbentuknya kapital
sosial,
memperkaya
jaringan
dan
memperbesar
norma
resiprositas. Sarna halnya dengan dukungan kebijakan, dukungan sense of community birokrat hanya bersifat mengkondisikan pertumbuhan institusi
sebagai
kapital
sosial.
Implikasinya
bergantung
pada
kematangan kondisi internal. Ketiga, dukungan provisi (pendanaan dan fasilitasi) dari pemerintah. Implikasinya lebih bersifat langsung bisa dirasakan sebagai stimulator pertumbuhan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial terutama pada dimensi network dan coping, dibanding dukungan kebijakan dan dukungan sense of community birokrat. Keterbatasan anggaran pemerintah daerah serta restrukturisasi organisasi dan penataan personil yang menyertai pelaksanaan otonomi daerah, sementara ini menyebabkan dukungan provisi belum memadai, tidak bisa merata sama diberikan, kecenderungannya justru lebih banyak diberikan
kepada
Karang
Taruna
berprestasi
atau
yang
mampu
menunjukkan eksistensinya. Karang Taruna yang tidak aktif sementara ini sulit untuk mendapatkan bantuan provisi yang lebih besar, semakin luput dari perhatian pemerintah. Akibatnya muncul dlsparitas kapasitas:
246
Karang Taruna yang sudah eksis semakin eksis, semakin besar kapasitas sosial kapitalnya; sebaliknya Karang taruna yang belum eksis semakin tenggelam. 5.
Dukungan institusi masyarakat terhadap institusi Karang Taruna dipilah menjadi dua hal. Pertama, dukungan budaya masyarakat. Dukungan budaya masyarakat lebih bersifat given karena sudah berproses sekian lama tetapi keberadaannya pada era otonomi daerah ini masih tetap lestari,
bahkan tampil sebagai kekuatan
penggerak pembangunan.
Termasuk dalam hal ini adalah budaya peternalistik yang berperan memperkuat dimensi resiprositas kapital sosial Karang Taruna; budaya tolong-menolong memperkuat dimensi resiprositas, coping dan network; budaya berkumpul memperkaya dimensi network kapital sosial Karang Taruna.
Kedua,
material-finansial
dukungan dari
material-fin~nsial
masyarakat bisa
masyarakat.
dikatakan
Dukungan
sebagai
bumper
keterbatasan dukungan material-finansial dari pemerintah, peranannya lebih besar dibanding dukungan provisi dari pemerintah terutama dalam menumbuhkan dimensi coping kapital sosial. Hanya saja dukungan material-finansial dari masyarakat tidak bersifat taken for grantedness, tetapi baru akan muncul ketika institusi Karang Taruna sudah mampu menghasilkan barang/jasa yang sebangun dengan tuntutan masyarakat. 6. Dukungan kondisi internal Karang Taruna ternyata mempunyai peranan paling menentukan dalam pertumbuhan kapasitasnya sebagai kapital sosial. Pertama, kondisi internal yang kuat menjadikan institusi lebih tahan terhadap gejolak perubahan lingkungan eksternalnya sekaligus memiliki kemampuan memanfaatkan peluang dengan baik sehingga kontinuitas aktifitasnya (repeated interaction) lebih terjaga. Sebagai
247
ilustrasi, Karang Taruna Genjahan sesaat setelah reformasi dan otonomi daerah merasakan lepasnya dukungan provisi pemerintah, tetapi justru pada tahun 2003 mampu meraih peringkat 4 Karang Taruna berprestasi nasional. Catatan prestasinya juga menunjukkan keajegan, hanya saja satu tahun terakhir ini dirasakan aktifitasnya menurun seiring dengan makin disibukkannya pengurus dengan urusan pekerjaan dan keluarga. Sebaliknya Karang Taruna Gombang pernah jaya pada tahun 1979-1984 dengan
berbekal kekompakan
pemuda,
dukungan masyarakat dan
pemerintah desa; tetapi sejak adanya konflik pada tahun 1985 yang menyebabkan perpecahan pemuda menjadikan perkembangannya hingga saat ini memprihatinkan meskipun dukungan pemerintah tidak terhenti. Kedua, kuatnya kondisi internal memungkinkan institusi Karang Taruna
dapat merancang dan melaksanakan program/kegiatan dengan baik. Karang Taruna Genjahan misalnya, mampu mengembangkan kegiatan ekonomi
produktif berbasis potensi
lokal,
menyelenggarakan jenis
pelatihan yang banyak dibutuhkan pemuda untuk bekal ketrampilan atau mendapatkan
pekerjaan,
bakti
menyelenggarakan
sosial,
menyelenggarakan turnamen desa. Karang Taruna Gombang sebaliknya, kurang
dapat
mengembangkan
kreasi
program/kegiatan.
Bahkan
program/kegiatan yang sudah dirancarw, seperti membentuk tim sepak I
bola
desa,
menyelenggarakan
pertemuan
rutin,
kurang
mendapat
kecukupan respon sehingga berujung pada kegagalan karena nilai-nilai sosial yang menjadi insentif moral pergerakan pemuda hanya mampu menumbuhkan
solidaritas
intern
Unit,
belum
bisa
menumbuhkan
pergerakan yang berskala desa. Ketiga, kondisi internal yang kuat memungkinkan institusi Karang Taruna mengembangkan basis dukungan
248
yang
kuat dari institusi pemerintah maupun masyarakat sehingga
eksistensinya semakin kokoh. Kenyataan di lapangan menunjukkan besarnya dukungan institusi pemerintah dan masyarakat berbanding lurus dengan tingkat kinerja institusi Karang Taruna. Ketika output institusi Karang Taruna sudah sebangun dengan tuntutan kebutuhan pemerintah dan masyarakat maka dukungan akan mengalir. 7. Dengan demikian meskipun dukungan institusi pemerintah, dukungan institusi masyarakat, serta dukungan kondisi internal Karang Taruna bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial, tetapi proporsi pengaruhnya berbeda-beda sebagaimana tersaji dalam gambar berikut:
249
Gambar 1 Proporsi Pengaruh Dukungan Institusi Pemerintah, Dukungan Institusi Masyarakat dan Kondisi Internal Karang Taruna terhadap Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial
Dukungan Institusi Pemerint Dukungan Instltusl Masy. Budaya Masyarakat Regulasi/Kebijakan Tradisi Sense of Community Materiai-Finansial Provisi
Dukungan Kondisi Internal Karang Taruna Kepemimpinan Sistem Normatif Ketersediaan Resosrsis Pola operasi
Keterangan:
• •
. I
I
•
KTKS Tr Nw Rep Cp
-----. Ruang
: : : : : :
Kapasitas Institusi Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Dimensi trust Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Dimensi Network Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Dimensi Reciprocity Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Dimensi Coping Karang Taruna sebagai Kapital Sosial Hubungan mempengaruhi
dukungan
institusi
pemerintah
dalam
gambar
paling
kecil,
menunjukkan peranannya menumbuhkan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial paling kecil •
Ruang
dukungan
institusi
masyarakat yang
lebih
besar menunjukkan
peranannya menumbuhkan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial lebih besar •
Ruang dukungan kondisi internal yang paling besar menunjukkan peranannya menumbuhkan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial paling besar
250
B. Saran
Berdasarkan hasil studi, berikut
penulis paparkan strategi yang
menurut hemat penulis perlu diaplikasikan guna mengembangkan kapasitas institusi Karang Taruna sebagai kapital sosial: 1. Peningkatan dukungan pendanaan dari pemerintah terhadap institusi Karang Taruna, minimal tidak terpaut jauh dengan bantuan yang diberikan pada institusi PKK. Menurut salah satu sumber informasi, besaran yang ideal minimal Rp. 1.500.000,00 per tahun. Bantuan diberikan secara langsung dari Pemerintah Kabupaten lewat rekening Karang Taruna guna meminimalisir kemungkinan bocornya anggaran. Mekanismenya, Surat Perintah Membayar (SPM) diterbitkan Pemerintah Kabupaten per 3 bulan, kemudian Karang Taruna membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) penggunaan anggaran per bulan. Dengan strategi
ini minimal setiap Karang Taruna bisa menyelenggarakan
pertemuan secara rutin;
kemudian dari koordinasi dan pertukaran
informasi dalam forum pertemuan rutin diharapkan
kegiatan-kegiatan
yang lain akan bermunculan. 2. Survei dan pemetaan kebutuhan Karang Taruna guna mengidentifikasi permasalahan
kebutuhan mendesak yang dihadapi institusi. Misalnya
menyangkut dimensi 1) intensitas dukungan pendanaan dan fasilitasi pemerintah yang secara riil diterima Karang Taruna; 2) dampak dari implementasi kebijakan pemerintah terhadap Karang Taruna; 3) jenisjenis dan intensitas dukungan masyarakat yang diterima Karang Taruna; 4)
dimensi
ketersediaan
kepemimpinan, finansial-material,
ketersediaan sistem
sumberdaya
normatif dan
pola
manusia, operasi
institusi. Dengan strategi tersebut, pemerintah atau pihak lain yang ingin
251
membantu dapat memberikan treatment pemecahan masalah secara lebih tepat 3. Penguatan street level bureaucrat, dalam hal ini pemerintah daerah perlu menempatkan kembali pejabat fungsional Pekerja Sosial Kecamatan (PSK) atau petugas lainnya) tidak hanya di kecamatan tetapi juga di setiap desa, guna mendekatkan pelayanan provisi pemerintah kepada kelompok sasaran, sekaligus mempercepat arus informasi dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah. Dengan strategi ini ketidakcepatan dan ketidakakurasian pelayanan provisi pemerintah tidak perlu terjadi lagi. 4.
Pemberian insentif kepada Fungsionaris Karang Taruna. Strategi ini dimaksudkan
sebagai
bentuk
ikatan
motivasi
dan
perhatian
dari
pemerintah. Kenyataannya mereka selama ini bergerak hanya dilandas insentif m_oral,
maka
akan
lebih
progresif lagi jika pemerintah
memberikan perhatian. Penulis juga menyarankan hal serupa terhadap kader PKK, kader kesehatan, kader gizi karena mereka sama-sama sebagai social worker dan human investor yang am at penting peranannya dalam mencetak insan-insan pembangunan nasional yang handal. Alokasi anggaran pemerintah untuk pos insentif ini justru akan lebih banyak memberikan benefit, dibanding social cost yang akan muncul nanti jika pemerintah melalaikan. 5.
Penguatan Budaya akuntabilitas. Pada era otonomi daerah ini tidak hanya menjadi tuntutan terhadap institusi pemerintah, tetapi juga terhadap institusi sosial seperti Karang Taruna. Oleh karena itu perlu diciptakan sistem
formal
pemerintah
dan
pelaporan
kinerja
tahunan
masyarakat sebagai
Karang
instrumen
Taruna
kepada
melakukan
kontrol
kinerja dan perbaikan kinerja. Dengan strategi ini fungsionaris Karang
252
Taruna bisa mengungkapkan kemajuan yang dicapai atau kendalakendala yang menghambat kemajuan institusi. Kemudian pemerintah dan masyarakat selaku key resources controller bisa berbagi resorsis dan pengalaman untuk mengatasi kendala yang ada, menguatkan kondisi internal Karang Taruna.-Sistem dimaksud tentu saja baru bisa diterapkan serta dukungan provisi
setelah sistem insentif kepada fungsionaris pemerintah diberikan secara memadai. fokus
6. Strategi
dan
fungsi
spesialisasi
koordinasi dan fasilitasi kegiatan
Karang
Taruna
pada
Desa
Karang Taruna Pedukuhan atau
kegiatan organisasi sosial kepemudaan lainnya di Desa. Hasil penelitian menunjukkan basis massa dan resorsis Karang Taruna Desa berada di Unit (Pedukuhan). Jika Karang Taruna Desa bisa mahir menjalankan fungsi koordinasi dan fasilitasi maka pertumbuhannya sebagai kapital sosial
akan bergerak cepat karena mendapat dukungan dari Unit.
Karenanya pemerintah perlu segera intensif memberikan fasilitasi dalam bentuk diklat Manajemen Organisasi Karang Taruna dalam rangka meningkatkan kapasitas fungsi koordinasi dan fasilitasi. 7. Strategi
integrasi.
Struktur
kepengurusan
Karang
harus
Taruna
dipastikan sudah mengakomodir setiap komponen kepemudaan yang ada di
desa.
Fakta
di
lapangan
menunjukkan
ketidakkompakan
dan
I
I
ketidaksalingpercayaan
antar
pengurus
menghambat
terciptanya
repeated interaction yang menjadi modal dasar terbentuknya kapital sosial. 8. Strategi menghindari politik praktis. Fakta di lapangan menunjukkan institusi Karang Taruna sering dijadikan obyek penggalangan massa oleh kekuatan politik menjelang pemilu, bahkan pada era reformasi ini
253
intensitasnya meningkat. Dengan strategi ini institusi Karang Taruna akan
terhindar
dari
bentuk
berdasarkan kepentingan oportunis,
menghindari
hubungan
sesaat, masuknya
yang
bersifat
eksploitatif
menghindari masuknya kelompok free
riders
yang
kesemuanya
merupakan perusak kapital sosial. 9. Penguatan jaringan kerjasama horisontal dengan institusi masyarakat, Unit Karang Taruna atau institusi lain dalam hubungan yang setara. Dengan strategi ini institusi Karang Taruna lebih dapat mengembangkan hubungan yang langgeng berbasis kemandirian
254
DAFTAR PUSTAK A
Abdullah ,
Irwan, 2003, Bahan Kuliah Metode Penelitian Adminis trasi, Yogyaka rta: Program Magister Adinistra si Publik UGM.
Baker, Therese L., 1999, Doing Social Research, Singapore: Me Graw-Hi ll Co. Berg, Bruce L., 1988, Qualitati ve Research Methods for Social Sciences, USA: Allyn and Bacon. Bryson, John M., 1995, Strategi c Planning for Public and nonprof it Organiza tions: A Guide to Strength ening and Sustaini ng Organiza tional Achieve ment, San Francisco: Jossey-Bass Publisher Chandho ke, Neera, 1995, State and Civil Society: Explorat ion in Political Theory, New Delhi: Sage Publication. Coleman , James, 1988, Social Capital in The Creation of Human Capital, America n Journal of Sociology, Vol 94. Dariyo, Agoes, 2004, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesi a. Dunn, William N., Pengant ar Ana/isis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta: Gadjah Mada Universi ty Press, 2000 Dwipaya na, Aagn Ari, Membangun Good Governance di Desa, Yogyakarta: IRE, 2003 Dwiyant o, Agus, dkk, 2003, Reforma si Tata Pemerin tahan dan Otonom i Daerah, Yogyaka rta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijaka n UGM. \
Esman, Milton J., 1972, Institutio n Building as Planned Change dalam Eaton, Joseph W.: Institutio n Building and Develop ment: from Concepts to Applicat ion, London: Sage Publications. Friedma nn, John, 1992, Empowe rment: The Politics of Alternat ive Develop ment, USA: Blackwe ll Publisher. Fukuyam a, Francis, 1999, Social Capital and Civil Society, Paper on IMF Conference on Second Generat ion Reform. --------- --
Francis, 1999, The Great Disruptio n: Human Nature and The Reconst ition of Social Order, USA: The Free Press.
Goodma n,
Louis J. and Love, Ralph N., 1980, Project Planning and Manage ment: An Integrat ed Approach, USA: Pergamon Press.
Grootae rt, Christiaa n, 1999, Social Capital, Househo ld Welfare and Poverty in Indones ia, The World bank: Local Level Institutio n Study.
Hughes,
Owen E., 1998, Public Management and Administration: Introduction, 2"d Ed., Great Britain: Macmillan Press Ltd.
An
Ife, J.W., 1995, Community Development: Creating Community AlternativesVision Analysis and Practices, Australia: Addison Wesley Longman. Jackson, Winston, 1995, Methods: Doing Social Research, USA: Prentice-Hall Canada Inc. Jepperson, Ronald L.,1991, Institution, Institutional Effect and Institutionalism dalam Powell, WW. And DiMaggio, PJ.,: The New Institutionalism in Organizational Analysis, Chicago: The University of Chicago Press. Mehr, Joseph, 1992, Human Services: Concept and Intervention Strategies, USA: Allyn and Bacon. Moeljarto, T, 1987, Politik Pembangunan: Sebuah Ana/isis Konsep, Arah dan Strategi, Yogyakarta: Tiara Wacana Ostorm, Elinor, 1996, Crossing The Great Devide:· Coproduction, Synergy and Development, Journal of World Development, Vol 24, No. 6 Parson, Talcott, 1973, A Functional Theory of Change dalam Etzioni, Eva and Etzioni, Amitai: Social Change, Source, Pattern and Consequences, 2"d Ed., New York: Basic Book Inc. Peters, B. Guy, 2001, The Future of Governing, Kansas
2nd
Ed., USA: University Press of
Putnam, Robert, 1993, The Prosperous Community-Social Capital and Public Life, Journal of The American Prospect, Vol. 4, March 21 Republik
Indonesia, Undang-undang Pemerintahan Daerah
Nomor
22
Tahun
--------------, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 Pembangunan Nasional Tahun 2000 - 2004
1999
tentang
tentang
Program
Rothstein, Bo and Stolle Dietlind, 2002, How Political Institutions Create and Destroy Social Capital: A Institutional Theory of Generalized Trust, Paper on Meeting of American Political Science Association in Boston. Sairin,
Sjafri, 2002, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Antropologi, Cetakan I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Scott, W.Richard, 2001, Institutions and Organizations. Publications, Inc.
2nd
Perspektif
Ed, California: Sage
Shafritz, Jay M. and Hyde, Albert C., 1997, Classic of Public Administration, Ed., USA: Harcourt Brace Publisher.
4th
Sirrianni,
Carmen and Friedland, Lewis, 1995, Social Capital and Civic Innovation: Learning and Capacity Building from 1960s to 1990s, American Sociological Association, August.
Skidmore, David, 2001, Civil Society, Social Capital and Economic Development, Journal of Global Society, Vol. 15, No. 1 Smith, Brian C., 1985, Decentralization: The Territorial Dimension of the State, British: Allen-Unwin. Soekanto, Soerj()flo, 1987, Sosiologi: Suatu Pengantar, Edisi Ketiga, Jakarta: Rajawali Pers Sutoro,
Eko, 2004, Reformasi Politik Yogyakarta: APMD Press
dan
Pemberdayaan
Masyarakat,
Thoha, Miftah, Perilai:u Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Cetakan Keempat Belas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 Utomo, Warsito, 1997 Implementasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Tingkat II Masa Orde Baru: Studi Kasus Di DATI II Cilacap dan DATI II Kudus, JKAP Vol. 1 Nomor 2, Juli ------------
2004Bahan Kuliah Reformasi Administrasi Publik, Program Magister Adinistrasi Publik UGM, 2004
Yogyakarta:
Wallis, Joe and Dollery, Brian, 2001, Government Failure, Social Capital and the Appropriateness of New Zealand Model for Public Sector Reform in Developing Countries, Journal of World Development vol. 29 Wheelen, TL. And Hunger, J.D, 1990, Strategic Management, 3 ed, Canada: Addison- Wesley Publishing Co. Wibowo, Eddi dan Tangkilisan, Hessel Nogi 5., 2004, Kebijakan Publik pro Civil Society, Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BADAN PERENCANAAN DAERAH (BAPEDA) Kepatihan Danurejan Yogyakarta- 55213 Telepon: (0274) 589583, (Psw : 209-217), 562811 (Psw.: 243- 247) Fax. (0274) 586712 E-mail· [email protected]
SURAT KETERANGAN /IJIN Nomor: 07.0 I
Membaca Sural Mengingat
735 No : 2.01/UGM/MAP/Survey/05 Perihal : ljin Penelitian
PPS MAP-UGM Yogyakarta
Tanggal : 15 Pebruari 2005 1.
2.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 1983 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri. Keputusan Gubernur Daerah lstimewa Yogyakarta No. 162 Tahun 2003 tentang Pemberian lzin/Rekomendasi Pelaksanaan Penelitian dan Pendataan di Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta
Diijinkan kepada Nama
FAISHOL MUSLIM
Alamat lnstansi
Jl. Prof. Dr. Sardjito-Sekip Yogyakarta
No. MHSW : 12155/PS/MAP/03
Judul
KARANG tARUNA DAN KAPITAL SOSIAL (Studi Tantang Kapasitas lnstitusi Karang Taruna Sebagai Kapital Sosial Pada Era Otonomi Daerah)
Lokasi Waktunya
Kab. Gunung Kidul Mulai longgal
16 Pebruari 2005
s/d
16 Mei 2005
Dengan Ketentuan : 1. Terlebih dahulu menemui I melaporkan diri Kepada Pejabat Pemerintah setempat ( Bupati I Walikota) untuk rnendapat petunjuk seperlunya; 2. Wajib menjaga tala tertib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat; 3. Wajib mernberi laporan hasil penelitiannya kepada Gubernur Kepala Daerah lstimewa Yogyakarta (Cq. Kepala Bad an Perencanaan Daerah Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta) 4. ljin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya diperlukan untuk keperluan ilmiah; 5. Sural ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan; 6. Sural ijin ini dapal dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan- ketentuan tersebut di alas. Kemudian diharapkan para Pejabat Pemerintah setempat dapat memberi bantu an seperlunya. Tembusan Kep_ada y~ 1. Gubernur Daerah lstimewa Yogyakarta ( Sebagai Laporan ) 2. Bupati G. Kidul, cq. Ka. Bappeda; 3. Ka. Dinas Sosial Prop. DIY; 4. Ketua PPS-MAP - UGM Yogyakarta; 5. Pertinggal;
Dikeluarkan di Pada tanggal
Yogyakarta 16 Pebruari 2005
PEMERlNTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BADAN PERENCANAAN PEr-lBANGUNAN DAERAH
( BAPPEDA)
SURAT KETERANGAN I IZIN Nomor: __ g}Q ../.\>..~ ....................................... .. Ku.D.,.l.:Elii~o l~·o::J.DIY
Membaca Sural Menginga1
Pu1·:L~
I.
2. 3. Diizinkan kcrada Nama Fakl/\kadcm i Alamat lnslansi Alamat 1\.urli;IIJ Kepcrluan
:1. :
I~.!.!'t
rio : 070/7 35, ttmggo.l.16 Februari 2005
1.-'C!lli:.l.t·~ .. · .··
Keputusan Mcndagri Nomor 9 Tahun 1983 lcntang :J>cdoman Pendataan Sumber dan Potcnsi Daerah ; Keputusan Mcndagri Nomor 61 Tahun 1983 tcntang : Pcdoman Penyelenggaraan Pelaksanaan Pcnclitian dan Pcngcmbangan di lingkungan Dcpdagri; Keputusan Kepala Dacrah lstimcwa Yogyakarta Nomor: 33/KPTS/1986 tentang: Tatalaksana Pcmbcrian lzin bagi setiap lnstansi Pcmcrintahmaupun Non Pemcrintah yang melakukan Pendataan/Pcnclitian.
.........~J~-::;;iX~.9.J!... J:V~~J~: .......................... F~ ..J0:i$.Yt. ...;....1.?..J.5..5./r.~fl.;Af.J.9J ...... .. ........ ~:?...;.; .. J.. i~~ .. ::: .. Y. m,;_ .. x~ g;y_QJ~_:,;.;;: :~.c.;,. ........................................................................ .
........ J.l.•. J.=;;.'.O.f..D.r.•. S.,u:djit.o. ...~... ~.~}~i~ ...Y.O.Q."L:.kc.r:tn. .................................... ........ ~~)~9.+:.~~~ .. f.\;.\.~ .. 9.L.~~~! ... :1.~---~-. ~~4~~~-j_9... ?=!-.'.Y.-P.!1?~?-P-n .. $.l.~~lJ. ................. . I .. e. ":~~d.cu~t'-71 oeneli tiGJi clelli'Ul1 iudul :
:::::::::·:·X~):~~~:t~::~i.~~Y1ti\::P.AH:::t~-~~:t~4.:::~:q~:tAt::::r~:fu4~:::[email protected]::::::::::
........ i~i;..~~;-~~-:j,:~.~~.$. ...~UR:~;i...W.::1.:i. .. K;,;:r.un.g .. *.{.!XV.-UL\ .. .3e.1m.t;ai.. .Kapi.ta.l ....... .
Lokasi Dosen/Pcm bimbing
........ S.9.;.;icl .. 2r.;.d.~'... .Er.t:•.. 0:t.onoJ;Ii... Dc..er.ah.).~'................................................... .. ........ K~-~ ..w~t[.m .. .?0.njoug .. Ku1n;.p.u.:t<en ...Gun.ml[.~iclul ................................. .
::::::::».~~:~::::~~~:~~~~:)~~:~::~-:~~~~:·~~:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ........ P.r..:.~-"-~~}?-~"];.1:9.-.Q.,J•.l.r.~.~-- ........................................................................................... .
Waktunya Dcngan ketcnluan I. 2. 3. 4. 5. 6.
Terlebih dahulu mcmcnuhi/mclaporkan diri kepada Pcjabat sctcmpat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala lnstansi) · untuk mcndapat patunjuk seperlunya. Wajio mcnjaga tala lcrtib dan menaati kctcntuan-kctcntuan yang bcrlaku sctempat. Wajib mcmberi laporan hasil penclitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Gunungkidul). l1.in ini 1idak disalahguriakan untuk tujuan tertcntu yang dapat mcngganggu kestabilan Pcmcrintah dan hanya dipcrlukan untuk kcperluan ilmiah. Sural i1in ini dapat diajukan lagi untuk mcndapat pcrpanjangan hila dipcrlukan. Sural itin ini dibatalkan scwaktu-waktu apabila tidak dipcnuhi kctcntuan-kclentuan tcrsebut di atas.
Kemudian diharap para Pejabat Pemerintah setcmpat suka mcmbcri bantuan scpcrlunya.
Dikcluarkan di : Wonosari : 07 ].. uret 2005 Pada tanggal GlJNUNGKIDUL GUNUNGKIDUL DlJ'i PELAPORAN
P1'"E:n7!~A.B.UPATEN
Tcmbusan kep;ul:\ Ylh. I. Bapak Bupati Gunungkidul (sebagai l.aporan) 2. Sdr. Kakan Kcsbanglinmas Kab. Gunungkidul.
3. SCL:.·. 0: .L;_·.t
ronJ eng Kt'.b. CU::rn.m[.:lddul
4.Scb.'.l~::c~c,:
GenJ<:.'..hun Kec,Ponjonc i.\.~b.Gk ?onjong Kec.?onjong .rCab.Gk .2?S -lui.P-'UGI.. Yo£:,-y:..D-::m,ta
5.sfu~.,;c~~ues 6. Sc~'. ~:ct~u:..'.
PEMERINTAH KABllPATEN GllNllNGKIDllL
. .
...... 7.
I
KECAMATAN PONJONG
.
...
;;.t~
Alamat : Ponjong, Ponjong. Gunungkidul. Kode Pos : 55892
·
Nom or
070/ 0~~
Ponjong, 10 Maret 2005.
ljih Penelitian
Kepada
Lamp
HaI
Yth. Sdr. Lurah Desa 1. Genjahan 2. Ponjong 3. Gombang
Di ................................. .
Atas dasar surat dari Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( BAPPEDA ) Kabupaten Gunungkidul Nomor: 070/158 tertanggal : 7 Maret 2005 perihal seperti tersebut pada pokok surat, maka dengan ini diberitahukan bahwa di Wilayah Saudara akan digunakan untuk lokasi Penelitian dari seorang mahasiswa UGM Yogyakarta. Adapun identitas mahasiswa tersebut adalah sebagai berikut : Nama
FAISHOL MUSLIM.
Fak/akademi
PPS MAP - UGM Yogyakarta.
Alamat Instansi
Jln. Prof Dr. Sardjito- Sekip Yogyakarta.
Alamat rumah
Be loran, Rt/RW : 0 I/16, Madurejo, Prambanan, Sleman.
Keperluan
Mengadakan penelitian denganjudul: "KARANG T ARUNA DAN KAPIT AL SOSIAL (Studi tentang Kapasitas Institusi
Karang Taruna sebagai
Kapitalis Sosial pada Era Otonomi Daerah )" Lokasi
Desa Genjahan, Ponjong dan Gombang ..
Waktu
16 Pebruari s/d 16 Mei 2005.
Kemudian agar menjadikan maklum dan kepada yang bersangkutan agar mendapat pelayanan sebagaimana mestinya
Kapasitas Institusi Karang taruna sebagai Kapital Sosial
1. Menurut Bapak/Ibu/Saud ara manfaat apa yang diperoleh dari aktifitasaktifitas yang dilakukan Karang Taruna? Apa manfaat yang dirasakan paling menonjol? 2. Bagaimana sumbangan Karang Taruna dalam mengurangi tingkat kenakalan remaja? Apakah dengan adanya
K~rang
Taruna tingkat kenakalan remaja
menjadi berkurang? 3. Apakah
dengan
adanya
Karang
Taruna
tercipta
saluran
komunikasi/pert ukaran informasi yang baik di kalangan generasi muda? Apa contohnya 4. Bagaimana sumbangan Karang Taruna dalam menambah wawasan generasi muda? Bagaimana sumbangan Karang Taruna dalam memberikan bekal ketrampilan bagi generasi muda? Apa contohnya? 5. Bagaimana kepentingan
sumbangan dalam
Karang
Taruna
masyarakat
mengurangi
dalam
(mendorong
konflik
integrasi/kesatu an
masyarakat)? Apa contohnya? 6. Bagaimana sumbangan Karang Taruna dalam melindungi/mem perjuangkan kepentingan masayarakat? Apa bentuknya? 7. Bagaimana sumbangan Karang Taruna dalam membuka lapangan pekerjaan? Dalam bidang apa saja? Sejak k.apan berlangsung? 8.
Bagaimana jalinan hubungan antara Karang Taruna Desa dan Unit? Apa saja kontribusi Karang Taruna Desa terhadap keberadaan unit Karang Taruna? Sebaliknya, apa saja kontribusi Unit terhadap keberadaan Karang Taruna Desa?
9.
Berapa jumlah anggota unit? Bagaimana heterogenitasny a?
10. Apa saja bentuk kegiatan unit Karang Taruna (rekreatif, edukatif, ekonomis, sosial)? Bagaimana animo (daya serap) anggota 11. Menurut
Bapak/lbu/Saud ara
kepercayaan
masyarakat
apakah
terhadap
pada
Karang
era
otonomi
Taruna
sebagai
daerah
ini
organisasi
pemuda berkurang? Jika ya apa yang menjadi penyebab? Apakah pernah terjadi konflik dengan masyarakat? Kapan dan apa bentuknya? 12. Menurut Bapak /lbu/Saudara adakah perbedaan minat (animo) generasi muda bergabung dalam kegiatan Karang taruna Desa antara sebelum dan sesudah otonomi? Apa yang menjadi penyebabnya
13. Menurut
adakah
Bapak/lbu/Saudara
perbedaan
kapasitas/penurunan
kemampuan Karang Taruna dalam menjalankan fungsinya antara sebelum dan sesudah otonomi daerah? Bagaimana bentuk perbedaannya? Sejak kapan terjadinya? Apa penyebabnya?
Kondisi internal Karang Taruna 1. Bagaimana figure ketua Karang Taruna Desa: apakah memiliki citra positif
dalam masyarakat? Apakah bertindak demokratis? Apakah bertindak adil? Apakah bertindak transparan? Apakah mempunyai kewibawaan memimpin? Apakah mempunyai legitimasi yang kuat? Apakah memiliki kemampuan inovasi
yang
mempunyai
tinggi? Apakah
pendapat/gagasan
dengan
baik?
Apakah
kemampuan
mengemukakan
mempunyai
kemampuan
memotivasi/menggerakkan anggota? Apakah mampu memberi teladan yang baik? Apakah mampu membangun kerjasama (melobi) dengan pihak lain? Apakah mampu mengatasi tekanan/intervensi dari luar ·yang menyulitkan posisi organisasi? 2.
Bagaimana figure pengurus karang taruna yang lain?
3. Apakah peran pengurus sangat menentukan keberhasilan Karang Taruna menjalankan misinya? 4.
Bagaimana Karang taruna Desa melakukan perekrutan anggota? Bagaimana melakukan perekrutan pengurus?
5.
Bagaimana Karang taruna Desa melakukan program/kegiatan? Siapa saja yang
dilibatkan?
Kepentingan
siapa
saja
yang
diakomodir?
Apakah
program/kegiatan yang dihasilkan mampu memenuhi tuntutan keinginan generasi muda khususnya dan masyarakat luas umumnya 6. Apa nilai-nilai yang menjadi landasan/motivasi pergerakan Karang Taruna? Apa contohnya? 7. Banyak pihak mengatakan bahwa mengelola organisasi pemuda itu tidak mudah, apa saja kesulitan yang dihadapi? Bagaimana kiat-kiatnya agar berhasil? 8. Apa saja hal-hal yang dianggap baik dari perilaku Karang Taruna Desa selama ini? Apa saja hal-hal yang dinggap tidak baik? 9. Bagaimana kritik Bapak/Ibu/Saudara kepada Karang taruna Desa agar bisa lebih baik lagi?
Dukungan Institusi pemerintah
1. Menurut
Bapak/Ibu/Saud ara
kehidupan
demokrasi
di
apakah
desa?
otonomi
Bagaimana
daerah
mempengaruhi
pengaruhnya?
Apa
saja
contohnya? Apakah manfaat otonomi daerah terhadap pembangunan desa (memberi kebebasan merencanakan, mengelola rumah tangga desa, dsb) Apakah Otda meningkatkan swadaya masyarakat? 2. Menurut Saudara apakah pada era otonomi daerah ini pemerintah (daerah, desa) dapat bekerja lebih baik? Apakah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah bertambah pada era otonomi daerah ini? 3. Apakah
Saudara
percaya
dukungan
pemerintah
akan
mendorong
pertumbuhan Karang Taruna? Dukungan pemerintah dalam bentuk apa saja yang seharusnya diberikan untuk mengembangka n Karang Taruna? Adakah perbedaan
intensitas dukungan
(kepedulian)
pemerintah sebelum dan
sesudah otonomi daerah? Dalam hal apa? Dukungan institusi masyarakat 1. Apakah
Saudara
percaya
dukungan . masyarakat
akan
mendorong
pertumbuhan Karang Taruna? Dukungan masyarakat dalam bentuk apa saja yang seharusnya diberikan untuk mengembangka n Karang Taruna? Adakah perbedaan
intensitas dukungan (kepedulian)
masyarakat sebelum dan
sesudah otonomi daerah? Dalam hal apa? 2.
Menurut Saudara, adakah nilai-nilai dalam masyarakat yang mendukung keberadaan Karang Taruna (misal: kejujuran, kesetaraan, kesederhanaan, kesahajaan, keterbukaan? Jika ada, nilai bagaimana yang mendukung? Bagaimana
nilai
dimaksud
berpengaruh
terhadap
keberadaan
Karang
Taruna? 3. Menurut Saudara, adakah norma-norma dalam masyarakat yang mendukung keberadaan Karang Taruna? Jika ada, norma bagaimana yang mendukung? Bagaimana norma dimaksud berpengaruh terhadap keberadaan Karang Taruna? 4.
Menurut
Saudara,
adakah
kebiasaan/tradis i
dalam
masyarakat
yang
mendukung keberadaan Karang Taruna (misal: tradisi berkumpul, tradisi gotong
royong,
tradisi
berembug? Jika
ada,
tradisi
bagaimana yang
mendukung? Bagaimana tradisi dimaksud berpengaruh terhadap keberadaan Karang Taruna?
5.
Menurut Saudara, adakah sanksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang
mendukung
keberadaan
Karang Taruna? Jika ada,
sanksi sosial
bagaimana yang mendukung? Bagaimana sanksi dimaksud berpengaruh terhadap keberadaan Karang Taruna? 6.
Manakah diantara factor berikut yang paling menentukan keberhasilan Karang Taruna menjalankan misinya:
dukungan pemerintah, dukungan
masyarakat, atau kondisi internal (manajemen) organisasi? Apa alasannya?