KINERJA DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DALAM PENANGGULANGAN W ABAH FLU BURUNG PADA UNGGAS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2004-2006
Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Administrasi Publik
diajukan oleh : Wening Bayu Kartika 19765/PS/MAP/06
kepada
PROGRAM PASCASAIUANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2007
Tesis KINERJA DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DALAM PENANGGULANGAN WABAH FLU BURUNG PADA UNGGAS Dl KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2004-2006 dipersiapkan dan disusun oleh
Wening Bayu Kartika telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 29 Agustus 2007
Susunan Dewan Penguji
wan Penguji Lain
...Dr•..S.amo.dr.a..V.V.ib.aw.a................... Pembimbing Pendamping I
Pembimbing Pendamping ll
.......................................... ........................ ~
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Pengelola Program Studi .....Ma~tr.J:.Mmirn~tra~i?.»l1lik.l1QM.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak: terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis dan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam penulisan ini dan disebutkan dalam Daftar Pustak:a.
Y ogyakarta,
Agustus 2007
Penulis yang menyatakan
Wening Bayu Kartika
• SesutlfJIJulinya seswfafi k.,.esulitan itu ada ~mudillian, ma~ apa6ifa ~mu te{afi sefesai ( dari satu urusan ) ~rjakgn d"enean sunenufi-sU"'JJJufi ( urusan ) Jain, dan lianya k.,.epa.da 'Tulianmufafi ( )f_{[afi StWT') fietufak.,.nya ~mu 6erliarap ...... 11
( QS. ~fmn !Nasyrafi : 6-8)
• llemyata setiap ifmu yane k...ita muzkj tidak.,.a~n mem6awa manfaat, k._.ita sud:ali mampu mewujw[k.!znnya dalam 6entuk.,.amaf
~cuali 6ifa
11
( )f_ 'a
(}ym..(]3erama£ cfenean Sempuma)
(/ 7(flfiUfupan ini sesuneeulinya suatu k.,.enyataan dizn fi!6enaran yane liarus azliad:api 6ukg.n untuk.,.diine~ri tfan diliitufari, k,szrena itu suatu tantangan (/ ( 1(flfi[i{ qi6ran)
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Allah SWT akhimya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul tesis ini adalah : "
Kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Dalam
Pt:nanggulangan Wabah Flu Burung Pada Unggas di Kabupaten Sleman Tah:.m 2004-2006 ". Tesis ini merupakan tugas akhir yang hams ditempuh sebefum memperoleh gelar kesarjanaan Program Magister Administrasi Publik di Universitas I
Gadjah Mada Yogyakarta.
Penulis menyadari
sepenuhny~
bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma,
hat ini tentun)'a disebabkan keterbatasan kemampuan yang dimiiiki oieh penuiis, oieh karena itu dengan scgala kerendaha11 hati, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. untuk penyempumaan tesis ini.
Penulis menyadari pula bahwa tesis ini tidak akan pemah selesai hila tanpa bimbingan dan.bantuan berbagai pihak.. Oieh karena ito ucapan rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tesis ini hingga dapat tersetesaikan, terutama kepada ! 1. Bp & lbu Soewardjo, orang tuaku tercinta dengan kasih sayangnya yang selalu mendorong, membimbing dan mendo'akan secara tutus dan khusuk untuk keberhasilan anak-anaknya. 2. Dr. Samodra Wibawa selaku Pembimbing Utama, di tengah kesibukannya berkenan meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, yang dengan kesabaran dan tangan yang seiafu terbuka
telah banyak
memberikan saran, pertimbangan, bimbingan dan koreksi secara inovatif yang menjadi kekuatan bagi penulis hingga terselesaikannya tesis ini. 3. Bupati Kabupaten Sleman beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan emas kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Administrasi Publik di UGM Yogyakarta.
4. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Sleman beserta jajarannya ( Ka. UPTD Yankeswan, Ka. Bidang Petemakan dlt) yang tetah memberikan bantuan berupa data, infonnasi dan inspirasi yang sangat berguna bagi penulisan tesis ini. 5. Kepala Bappenas yang telah memberi beasiswa sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Administrasi Pubtik di UGM Yogyakarta 6. Dr. Agus Pramusinto, MDA
dan Dr. Erwan Agus
Purwanto dalam
I
kapasitasnya sebagai
Pengel~la
Program Studi Magister Administrasi Publik,
dan seturuh pegawai MAP yang telah memberikan fasititas setarna penutis dalam menuntut ilmu pengetahua..,. 7. Segenap pengajar Program Pasca Sarjana: Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, yang telah memperlebar cakrawaJa ilmu pengetahuan yang tidak temitai harganya 8. drh. Apriyono, suamiku yang penuh perhatian, kasih sayang dan selalu mendorong serta mendo'akan untuk keberhasilan istrinya. Rizky Pennata Putri, Veterina Dinda Saraswati sang buah hati karunia terbesar dari Allah SWT yang menjadi semangat, sumber kecintaan dan pusat kerinduan, terampas waktunya
selama
13
bulan
karena
ibu
harus
menuntut
ilmu
( ma'afkan ibu, nak) 9. Seluruh rekan mahasiswa MAP Kelas Bappenas, yang pantas dibanggakan yang penuh dengan rasa kekefuargaan dan persahabatan yang hangat, yang terjalin erat selama hampir 13 bulan, menjadi kenangan yang mengesankan dan tak terfupakan.
I 0. Kakak, adik, keponakan dan seluruh saudaraku yang senantiasa mendorong, membantu dan mendoakan untuk keberhasilan penutis.
Akhimya dengan sepenuh hati, penulis menyadari bahwa keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki, baik yang menyangkut kemampuan akademis maupun pengalaman empiris, berak.ibat pada kekurangsempumaan penulisan ini.
Untuk. itu dengan segala kekurangan yang ada;- penulis berbarap semoga tesis ini bennanfaat dan berguna bagi yang membacanya
-
Yogyakarta,
Agustus 2007
Penulis,
Wening Bayu Kartika
INTI SARI
Pesatnya perkembangan industri perunggasan, temyata belum diiringi dengan upaya yang maksimal dari pihak yang terlibat langsung, untuk mengamankan lingkungan wilayah usahanya dari berbagai serangan penyakit yang sewaktu-waktu bisa mewabah. Sebagaimana avian influenza yang menyerang berbagai unggas di sebagian wilayah Tndonesi~ ini tidak terlepas dari sistem penanggulangan yang ada. baik sistem yang dijalankan oleh pihak yang semestinya punya tanggung jawab dalam hal pencegahan dan penangkalan masuknya penyakit dari luar ke dalam wilayah Indonesi~ maupun lemahnya kinerja birokrasi dan rendahnya upaya penanggulangan penyakit oleh petemak. Analisis terhadap kinerja birokrasi sampai saat ini menjadi sangat penting karena memiliki nilai yang amat strategis. Pengukuran kinerja aparatur dapat diterjemahkan sebagai suatu kegiatan evaluasi yang menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas dan fungsi yang diemban. Disisi lain pengukuran keberhasilan maupun kegagalan instansi pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara obyektif. Tesis yang berjudul Kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Dalam Penanggulangan Wabah Flu Burung Pada Unggas di Kabupaten Sleman Tahun 2004-2006 bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa kematian unggas akibat flu burung di Kabupaten Sleman pada tahun 2004 sangat tinggi dan turun secara signifikan pada tahun 2006, sedangkan kematian ayam buras akibat flu burung justru meningkat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi ,. wawancara dan teknik dokumentasi. Data primer diperoleh secara langsung didapatkan dari hasil wawancara terhadap informan yang kompeten, sedangkan untuk data sekunder diperoleh secara tidak langsung dikumpulkan dari dokumen, data statistik dari instansi . Penelitian yang dilakukan menghasilkan jawaban bahwa kematian unggas pada tahun 2004 sangat tinggi disebabkan kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam penanggulangan flu burung belum optimal karena adanya perubahan struktu organisasi sehingga terkesan lamban dan kurang responsif, kurangnya koordinasi dan partisipasi masyarakat. Kematian unggas akibat flu burung pada tahun 2006 sudah dapat ditekan secara signifikan melalui kegiatan yang dilakukan seperti vaksinasi, desinfeksi, depopulasi terbatas, sosialisasi dan koordinasi lintas sektoral, sedangkan jumlah kematian ayam buras akibat flu burung tidak dapat ditekan dengan baik karena kegiatan vaksinasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah mengharapkan agar Dinas Pertar..ian dan Kehutanan untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja dalam penanggulangan flu burung ( dilihat dari penurunan kematian unggas secara signifikan tahun 2006 ), adanya peningkatan jumlah vaksin dan desinfektan, koordinasi lintas sektoral tetap berlanjut, juga pelaksanaan sosialisasi perlu diteruskan agar meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam penanggulangan flu burung di wilayahnya
ABSTARACT
The fast growth of poultry husbandry industry, in fact, had not been followed by maximum efforts of all the involved parties in the industry to secure their environments from the outbreak of various diseases that might occur at anytime. The recent cases of avian influenza epidemic outbreak in some parts of Indonesia, for example, were not inseparable from the existing prevention systems carried out by the parties who formally responsible for the prevention and protection of the sprea~ of such a disease into the country, the weakness of bureaucracy performance, and poor prevention efforts by the breeders themselves. Analysis of bureaucracy performance was important ?,t that time because of its strategic value. Performance measurement could be interp.-eted as an evaluation activity to find out the success of failure of the task implementation and the functions assumed. On the other hand, the measurement of success or failure of government institution in performing its tasks and functions was difficult to carry out objectively. The thesis with the title " The Performance of Dinas Pertanian dan Kehutanan in Preventing Avian Influenza Epidemic on the Poultry in Sleman District in the period of 2004-2006 " was aimed to find out the factors that influenced the high rate of poultry death caused by avian influenza in Sleman district in 2004 and its significant decrease in 2006, while the death of native chickens resulting from avian influenza increased. This study used the descriptive method. Data were collected by using observation, interviews and documentations techniques. The primary data were obtained directly from the results of interviews with competent informants and the secondary data were obtained indirectly from the documents and statistical data from the relevan institutions. The study found that the death rate of poultry in 2004 was very high because of the less optimal performance of Dinas Pertanian dan Kehutanan in preventing the avian infl(jenza was caused by the changes in organizational structure that seemed to create delay and lack of responsiveness, coordination and participation of the community. The poultry died from avian influenza in 2006 could be reduced significantly as the result of such activities like vaccination, disinfection, depopulation and cross sectoral coordination. Meanwhile, the death rate of native chickens caused by avian influenza could not be reduced by vaccination because the vaccination activities were not carried out as expected. Based on the results of this study, it is recommended that Dinas Pertanian dan Kehutanan should maintain or increase their performance in preventing avian influenza ( as shown from the significant reduction of poultry death in 2006 ). Also, the supply of vaccine and disinfectant need to be increased. Cross-sectoral coordination and socialization activities need to be continued to increase the participation of community in preventing avian influenza in their neighborhood.
DAFTAR lSI TESIS
Hal. JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN MOTTO KATAPENGANTAR INTI SARI ABSTRACT DAFTAR lSI DAFTAR T ABEL DAFTAR LAMP IRAN BAB
BAB
BAB
I
II
III
BAB IV
il lll
IV
v VI VII Vlll IX X
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian
I I I6 I6 I7
KERANGKA TEORI A. Kebijakan Publik B. Kinerja Organisasi C. Partisipasi Masyarakat D. Struktur Organisasi E. Koordinasi F. Pengawasan G. Definisi Konsep
I8 22 29 34 37 39 41
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Teknik Pengumpulan Data C. Teknik Analisis Data
43 47 49
DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN A. Visi, Misi Dinas B. Struktur Organisasi
51 58
BAB
v
BAB VI
BAB
KINERJA DINAS T AHUN 2004 A. Kondisi Wabah B. Kebijakan dan Kinerja Pemerintah C. Partisipasi Masyarakat D. Struktur Organisasi E. Koordinasi F. Pengawasan
72 78 95 101 104 105
KINERJA DINAS TAHUN 2006 A. Kondisi Wabah B. Kebijakan dan Kinerja Pemerintah C. Partisipasi Masyarakat D. Struktur Organisasi E. Koordinasi F. Pengawasan
107 113 140 151 153 155
VII PENUTUP A. Kesimpulan B. Sa ran
DAFTARPUSTA KA LAMPIRAN-LAMPIRAN
157 159
DAFfAR LAMPIRAN
Lampiran I
Populasi Unggas Kabupaten Sleman Tahun 2003 -2006
Lampiran 2
Daftar Kematian Unggas Yang Terserang AI Atau Flu Burung Tahun2004
Lampiran 3
Daftar Kematian Unggas Yang Terserang AI Atau Flu Burung Tahun2005
Lampiran 4
Daftar Kematian Unggas Yang Terserang AI Atau Flu Burung Tahun2006
Lampiran 5
Pelaksanaan Vaksinasi Tahun 2006
Lampiran 6
Peserta Sosialisasi AI Tahun 2006
Lampiran 7
Petugas Medis dan Paramedis Poskeswan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman
Lampiran 8
Struktur Organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan industri perunggasan, terutama petemakan ayam di Indonesia temyata belum diiringi dengan upaya yang maksimal dari pihak yang terlibat langsung, untuk mengamankan lingkungan wilayah uSdha petemakan unggasnya dari berbagai serangan agen penyakit yang sewaktu-waktu dapat mewabah. Sebagaimana wabah avian influenza ( flu burung ) yang menyerang berbagai jenis unggas di sebagian besar wilayah Indonesia, ini tidak terlepas dari masih lemahnya sistem penanggulangan penyakit yang ada, baik sistem yang dijalankan oleh pihak yang semestinya punya tanggung jawab dalam hal pencegahan rl:an penangkalan masuknya penyakit dari luar kedalam wilayah Indonesia, maupun lemahnya kinerja birokrasi dan upaya penanggulangan penyakit oleh petemak ( Wayan W, 2005 ). Kedepan, tantangan yang dihadapi pembangunan usaha petemakan khususnya unggas semakin berat. Apabila kita tidak sungguh-sungguh membangun petemakan yang tangguh, berbasis sumber daya lokal dan berdaya saing, maka jumlah basil petemakan berupa daging, telur yang didatangkan akan meningkat dari tahun ke tahun. Agar dapat menggali potensi daerah maka tidak ada jalan lain kecuali bersungguh-sungguh dan bekerja keras membangun usaha petemakan yang dapat memenuhi kebutuhan dan sekaligus menjual kelebihan
basil produksinya ke daerah lain yang memerlukan
( Media Pembangunan
Petemakan, 2005 ). Terdapat kecenderungan bahwa negara-negara maju semakin ·- sulit menerima produksi basil pertemakan dari negara berkembang seperti Indonesia dengan menetap-kan syarat-syarat import yang lebih ketat. Hal ini dapat menumbuhkan semangat bagi rakyat Indonesia agar dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing secara intemasional. Untuk mencapai hal ini hanya dapat dicapai dengan kerja keras, disiplin, tidak mudah putus asa dan maju terus mempelajari
dan
menerapkan
tehnologi
yang
berkembang.
Dengan
dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah maka peran Pemerintah Daerah semakin penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan petemakan di Indionesia ( Media Pembangunan Petemakan, 2005 ). Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan usaha petemakan di Sleman dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha petemakan di Sleman. Namun demikian sejalan dengan kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini bahwa peran Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam pembangunan petemakan semakin berkurang dan sebaliknya peran masyarakat dan pihak swasta diharapkan semakin meningkat. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dewasa ini berperan sebagai streering daripada rowing. Maksudnya bahwa yang melakukan kegiatan pembangunan adalah masyarakat dan pihak swasta, sedangkan Dinas Pertanian dan Kehutanan
2
Kabupaten Sleman hanya mendorong dan menyiapkan kondisi dan lingkungnan yang baik untuk tumbuh kembangnya kegiatan pembangunan usaha peternakan . Sektor peternakan diharapkan bisa menjadi unggulan mengingat hasil produksinya merupakan sumber protein hewani yang mampu mencerdaskan dan menyehatkan bangsa. Tetapi pada akhir tahun 2003,. telah terjadi wabah avian influenza pada unggas yang berdampak pada
penurunan produksi telur,
banyaknya kematian pada ternak unggas, dan kerugian ekonomi yang cukup besar, karena ayam-ayam yang terserang avian influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung akan mati yang berarti modal yang ditanamkan akan hilang, keuntungan tidak akan didapat yang tejadi adalah kerugian yang besar bahkan akan menjadi kebangkrutan bagi para petemak ayam ( Wayan W, 2005 ). Wabah avian influenza yang akhir-akhir ini sudah menyebar di sebagian besar wilayah Indonesia Daerah yang sudah dinyatakan tertular avian influenza di Indonesia sampai dengan akhir Oktober 2005 sebanyak 149 kabupaten I kota di 23 propinsi telah tertular ( dan menjadi daerah endemis ) yaitu Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Bamt, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, serta Nangroe Aceh Darussalam. Sedangkan negara-negara yang telah tertular penyakit ini adalah Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Thailand, Taiwan, Kamboja, Hong Kong, Laos, Republik termasuk
Indonesia.
Hampir
seluruh
kejadian
Rakyat Cina,
Pakistan,
wabah di negara-negara
3
terse but disebabkan
oleh vtrus
avtan
influenza subtype H5N I
( Ditjen
Petemakan, 2005 ). Sedang pada tahun 2006 wabah flu burung telah menjadi endemik di 30 propinsi ( 218 kabupaten I kota ) dari 33 propinsi di Indonesia ( BPSMP, 2006 ). Wabah avian influenza pada unggas yang awal kejadian kasusnya dimulai sejak September 2003 dan kemudian dilaporkan menyerang petemakan ayam petelur komersial di Sulawesi Selatan, diperkirakan menjadi salah satu ancaman tetap bagi petemakan unggas ( ayam pedaging, ayam petelur, ayam kampung, itik, angsa, burung puyuh dan burung kesayangan) dan juga akan selalu mewamai kejadian berbagai kasus penyakit unggas di Indonesia. Kejadian wabah avian
influenza ini dapat saja akan terns berlangsung dan menjadi cukup dominan terjadi di lapangan, bila petemak dan pemerintah tidak dengan sungguh-sungguh dan konsisten melakuka.'l upaya-upaya yang maksimal terpadu dalam usaha penanggulangannya ( Ditjen Petemakan, 2005 ). Awalnya penyebaran flu burung di Propinsi DJ Yogyakarta dilaporkan oleh petugas kesehatan hewan dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Kulonprogo pada bulan Nopember 2003 yang terjadi pada kelompok petemak sektor-3 " ayam petelur dan ayam potong " di Desa Srikayangan, Kecamatan Sentolo. Dari penelusuran dan penyidikan kasus atau yang lebih dikenal dengan surveilans, uiketahui bahwa penyebaran dimulai dari Propinsi Jawa Tengah melalui lalu lintas pengiriman dan pengambilan telur dan unggas hidup. Hasil pengujian dari Balai Besar Veteriner Wates dan Litbang Veteriner Pusat, maka
4
dipastikan bahwa flu burung telah menjangkiti unggas di Propinsi DI Yogyakarta pada akhir tahun 2003 ( Dinas Pertanian DIY, 2006 ). Penyakit flu burung atau penyakit influensa pada unggas ( avian influenza I AI ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dari family
Orthomyxoviridae. Virus ini dapat menimbulkan gejala penyakit pemafasan pada unggas, mulai ringan ( low pathogenic ) sampai yang bersifat fatal ( highly
pathogenic ). Penyakit ini menimbulkan kematian yang san gat tinggi ·( hampir 100 % ) pada beberapa petemakan dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi petemak. Kebanyakan virus AI diisolasi dari itik dibandingkan dengan spesies lain, meskipun kebanyakan burung dapat juga terinfeksi, tennasuk burung liar dan unggas air. Unggas air lebih resisten terhadap AI daripada unggas peliharaan. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air, namun dapat menyebabkan
dampak
yang
sangat
fatal
pada
unggas
peliharaan
( Ditjen Petemakan, 2005 ). Wabah flu burung juga merupakan penyakit unggas yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh unggas di areal usaha petemakan, dan dapat menyebar dengan cepat ke areal petemakan lain ( Biro Hukum & Humas Deptan, 2006 ). Direktorat Jendral Bina Produksi Petemakan telah mentargetkan Indonesia bebas flu burung pada tahun 2007. Untuk mendukung program serta mengatasi agar wabah tidak menyebar lebih luas, semua pihak perlu mewaspadai dengan mempelajari dan menerapkan langkah-langkah strategis untuk pencegahannya ( Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2004 ).
5
Ditandaskan oleh Edi Boedi Santosa dalam KR ( 2007 ), praktisi spesialis burung bahwa virus AI H5N I memang san gat mematikan bagi a yam, burung puyuh dan kalkun. Akan tetapi virus ini tidak mematikan pada berbagai jenis unggas air dan berbagai species burung yang hidup di alam, sehingga virus ini dapat dibawa dan dikeluarkan dimana saja oleh unggas tersebut. Juga belum ada bukti ilmiah virus AI H5N I dapat menginfeksi merpati, kelompok burung berkicau maupun agungan juga belum ada bukti dapat menginfeksi burung liar seperti sriti ataupun burung walet. Penyebaran virus AI semakin melebar ke berbagai spesies unggas selain ayam. Spesies Unggas yang positif HPAI H5NI di Indonesia menurut basil surveilans adalah ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, puyuh, itik, entok, angsa, kalkun, burung unta, burung merpati, burung merak putih, burung perkutut. Diperlukan kewaspadaan pada ayam buras dan burung puyuh. Hal ini mengingat perkembangan kasus pada bulan Januari - April 2005 dilaporkan meningkat secara sporadis dan lebih banyak menyerang ayam buras dan puyuh di beberapa daerah tertular di P. Jawa, Sumatera Utara, dan Kalimantan Timur ( Litbang Deptan, 2006 ). Avi an influenza memiliki gejala yang bervariasi. Pada kasus yang san gat ganas ( akut) ditandai dengan kematian tinggi tanpa gejala klinis ( hewan tampak sehat tetapi tiba-tiba mati ). Namun pada umumnya gejala yang tampak pada unggas yang mati oleh akibat infeksi virus avian influenza akan menunjukan gejala klinis sebagai berikut: I. Jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwama keunguan
6
2. Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung 3. Pembengkakan di daerah bagian muka dan kepala 4. Pendarahan dibawah kulit 5. Pendarahan titik pada daerah dada, kaki dan telapak kaki 6. Batuk, bersin dan ngorok 7. Unggas mengalami diare dan kematian tinggi Tidak ada pengobatan yang praktis dan spesifik untuk infeksi virus flu burung pada unggas ( Ditjen Petemakan, 2005 ). Wabah flu burung atau avian influenza juga menyerang temak unggas di Sleman ( pertama wabah tersebut ditemukan di Sleman pada tahun 2004 ). Unggas yang mati pada tahun 2004 sebanyak 380.505 ekor dengan perincian 28.900 ekor ayam petelur, 4.925 ekor ayam pedaging, 2.206 ekor ayam buras, 344.300 ekor burung puyuh, 174 ekor itik . Pada tahun 2005 tercatat 35.604 unggas yang dilaporkan mati akibat flu burung ( terdiri dari 1.760 ekor ayam buras, 120 ekor ayam puyuh,
petelur,
1.283 ekor
ayam
potong,
32.335 ekor
106 ekor itik ). Sedang pada tahun 2006 tercatat 12.501 ekor unggas
yang mati akibat flu burung terdiri dari 5.561 ekor ayam buras, 1.205 ekor ayam potong, 5.705 ekor puyuh, 30 ekor itik) yang menyerang pada kecamatan seperti Turi, Tempel, Godean, Gamping, Moyudan, Prambanan, Ngemplak, Kalasan, Berbah, Mlati, dan Sleman. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 2,3 dan 4. Berangkat dari permasalahan yang ada sebagai akibat adanya wabah flu burung ini, maka Pemerintah Dacrah Kabupaten Sleman melakukan suatu tindakan ( kebijakan publik ) yaitu melakukan koordinasi tanggap darurat wabah
7
flu burung. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman
melakukan koordinasi
tanggap darurat wabah flu burung sesuai dengan SK Mentan No. 413 I Kpts I OT.l60 I 11. 2005 tentang Pembentukan
Tim Tanggap
Darurat Wabah
flu
burung pada Unggas, dengan sistem kerja koordinasi lintas sektoral mengikutkan instansi terkait
( misal Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, dan
Humas }, aparat di tingkat kecamatan dan juga LSM. Koordinasi ini dilakukan pada tanggal 30 Juli 2005 dan tujuan pertemuan tersebut adalah menyatukan langkah operasional dalam penanggulangan flu burung. Bersama melakukan koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan aksi tumpas flu burung sesuai peran bidang masing-masing. Untuk temaknya menjadi tanggung jawab Bidang Petemakan, sedangkan untuk manusianya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan. Sebagai tim Tanggap Daru!'at Wabah Flu Burung. peluang-peluang dapat ditindaklanjuti lebih cepat daripada jika berjalan melalui jalur birokratik yang normal, sehingga tindakan dapat cepat diambil. Juga respon yang cepat berarti bahwa beberapa orang bekerja pada kegiatan yang sama dapat menyelesaikan tugasnya dalam kerangka waktu lebih cepat. Jadi kesuksesan dari kegiatan adalah mendengarkan dan merespon lebih cepat untuk kebutuhan masyarakat. Pengetahuan petemak yang minim tentang flu burung, kurangnya kesadaran sebagian petemak tentang bahaya flu burung dan hanya melihat akibatnya, menyebabkan beberapa petemak patah semangat dengan melihat kenyataan yang terjadi dan tidak melanjutkan usaha petemakannya dan beralih ke
8
mata pencaharian Jain. Demikian juga masyarakat karena minimnya informasi mereka menjadi ketakutan untuk mengkonsumsi produk unggas ( daging dan telur unggas ), sehingga daging yang ada di pasar tidak Jaku dijual, sehingga menarnbah keterpurukan petemak unggas yang mencoba bangkit kembali Sehingga ada baiknya peternak maupun masyarakat mengetahui hal-hal berikut ini yang berhubungan dengan flu burung, antara lain : a
Tak perlu takut dan khawatir berlebihan dengan flu burung, karena penyebabnya adalah virus lemah yang mudah mati oleh panas dan desinfektan. Penting menjaga kebersihan kandang
b. Mencuci tangan dcngan sabun, virus mati dengan deterjen atau antiseptik c. Hindarkan anak dan lansia dari kontak langsung unggas yang tertular d. Amankan makMan dengan memasak daging dan telur unggas terlebih dulu ( pada suhu 60 C selama 30 menit dengan asumsi virus akan mati pada suhu ini ) sebelum disantap, tidak disarankan makan telur mentah walaupun untuk jamu e. Segera lapor kepada aparat jika ada unggas yang sakit atau mati mencurigakan, diusahakan petugas segera datang dan memberikan pelayanan ( BPSMP, 2006 ). Sebenamya virus flu burung tidak mudah menular kapada manusia Tetapi hal ini bisa berubah karena terjadinya mutasi atau reassortment genetis ( bercampumya gen influenza pada hewan dan manusia ) sehingga dalam perkembangannya penyakit flu burung tidak hanya menyerang unggas tetapi juga
9
menyerang manusia atau zoonosis. Wabah flu burung (avian influenza) saat ini telah menjadi isu global. Penanganan serius perlu segera diambil agar wabah flu burung tidak bermutasi menjadi flu yang zoonotik agar tidak terjadi kerugian ekonomi akibat banyaknya unggas yang harus dimusnahkan ( Bappenas, 2005 ). Penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas atau dari petemakan unggas ke petemakan unggas lainnya melalui :
a. Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka b. Secara tidak langsung melalui 1. Cairan atau lendir yang berasal dari hidung dan mata 2. Kotoran dari unggas yang sakit 3. Penularan lewat cairan /lendir merupakan penularan paling utama karena konsentrasi virus yang tinggi dalam saluran pemafasan 4. Manusia ( melalui sepatu dan pakaian ) yang terkontaminasi 5. Pakan, air dan peralatan yang terkontaminasi virus AI 6. Penyebaran melalui perantara angin memiliki peran penting dalam penularan penyakit dalam satu kandang tetapi memiliki peran terbatas dalam peyebaran antar kandang. c. Unggas air, burung liar berperan sebagai reservoir ( sumber ) virus AI ( flu burung ), melalui virus yang ada dalam saluran intestinal dan dilepaskan melalui kotoran ( Ditjen Petemakan, 2005 ). Sembilan strategi pengendalian AI : I). Peningkatan biosekuriti 2). Vaksinasi daerah tertular dan tersangka 3). Depopulasi terbatas dan kompensasi 4). Pengendalian lalu-lintas unggas dan produknya 5). Surveilans dan penelusuran
10
kembali 6). Pengisian kandang kembali 7). Stamping out di daerah tertular baru 8). Public awareness 9). Monitoring and evaluasi ( Litbang Deptan, 2006 ). Sesuai dengan kondisi yang ada maka asas pelayanan perlu diberdayakan pada masyarakat, sehingga ditemukan pendekatan alternatif untuk memperoleh pelayanan kesehatan hewan yang lebih baik. Mengacu pada situasi tersebut maka prinsip dasar pelayanan kesehatan hewan dalam perkembangannya menurut Ditjen t>eternakan ( 2005 ) harus berpegang kepada hal-hal sebagai berikut : I. Pelayanan harus diupayakan serta disediakan oleh dan untuk masyarakat 2. Perencanaan pembangunan sarana pelayanan sebaiknya dikelola dan dievaluasi oleh masyarakat sendiri 3. Pembiayaan yang ditanggung oleh masyarakat itu sendiri akan bersifat lestari dan berkelanjutan
4. Pelayanan sebaiknya merupakan penunjang dari bentuk yang sudah ada, sehingga tidak terjadi duplikasi atau saling tumpang tindih antara peran masyarakat dengan pemerintah, serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah 5. Bentuk pelayanan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah, agar sesuai dengan dinamika usaha . Sejak ada kasus dugaan penularan flu burung
ke manusia merebak,
sejumlah Poskeswan ( Pos Kesehatan Hewan ) pun diserbu masyarakat yang meminta desinfektan. Dinas Pertanian dan Kehutanan juga telah menyediakan layanan sertifikasi unggas namun begitu belum satupun yang memanfaatkan
11
sertifikasi unggas. Sementara itu Dinas Pertanian dan Kehutanan mendapatkan informasi dari Dinas Kesehatan bahwa ada 6 warga yang diduga terkena flu burung, tetapi setclah diteliti hasilnya temyata negatif atau tidak terinfeksi virus H5N I penyebab penyakit pasien tersebut . Namun bukan berarti langkah-langkah pengendalian dan pemutusa."l mata rantai virus ini menjadi kendor, tapi masih terns dilakukan. Dinas Pertanian dan Kehutanan bersama jajarannya melakukan penyuluhan ( sosialisasi ), vaksinasi unggas, desinfektan, dan pembentukan kaderkader vaksinator di dusun-dusun. Gencamya pemberitaan tentang pasten suspect flu burung di DIY memberi dampak buruk bagi perunggasan. Salah satunya minat masyarakat mengkonsumsi produk unggas seperti telur dan daging mulai menurun. Sudah tiga bulan terakhir petemak di DIY yang tergabung dalam Assosiasi Petemak Yogyakarta ( APAYO) setiap hari harus menelan kerugian sekitar Rp. 420 juta ( Radar Yogya, 2007 ). Dampak terhadap petemak adalah adanya ketakutan untuk memelihara ayam lagi ( takut merugi ), padahal ayam adalah temak peliharaannya yang sudah dilakukan sejak turun temurun, baik sebagai sambilan maupun sumber penghasilan utama. Dampak terhadap masyarakat adalah timbulnya ketakutan untuk membeli, mengkonsumsi daging dan telur ayam atau produk unggas lainnya, sehingga selalu khawatir kalau suatu ketika haik disengaja ataupun tidak sengaja terpaksa atau tidak terpaksa harus mengkonsumsi daging dan telur ayam akan terjangkit flu burung, padahal daging dan telur unggas merupakan sumber protein hewani yang murah di wilayahnya ( BPSMP, 2006 ).
12
Menurut BPSMP ( 2006 ), bahwa ada beberapa prioritas kebijakan yang dilakukan untuk menanggulangi wabah flu burung, antara lain : 1) Sosialisasi untuk meningkatkan kepedulian petemak, industri, pemegang kebijakan dan masyarakat umum 2) Restrukrisasi sistem pemeliharaan unggas/industri/usaha perunggasan dan sistem distribusi 3) Vaksinasi
4) Monitoring dan surveiians
5) Perbaikan infrastruktur veteriner dan organisasi veteriner di tingkat pusat sampai daerah 6) Riset dan pengembangan 7) Kerjasama intemasional . Kebijakan lain penanggulangan flu burung yang tidak boleh ketinggalan adalah sosialisasi flu burung pada masyarakat, hal-hal penting dalam soaialisasi antara lain : I. Perlu meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat ( community based) menyangkut bahaya, pencegahan, dan sistem pelaporan kasus AI
2. Perlu kerjasama dan koord!nasi antar instansi, tenaga ahlilprofesional, petemak, industri dan masyarakat luas dalam penanggulangan flu burung secara terpadu dan bertanggung jawab 3. Sosialisasi flu burung pada masyarakat perlu melibatkan pejabat, tokoh masyarakat, pendidik, ulama, media massa ( BPSMP, 2006 ). Pemerintah Pusat menyusun kebijakan Rencana Strategi Nasional pengendalian flu burung berdasarkan lima prinsip dasar, yaitu: 1. Mengutamakan keselamatan manusia Prinsip pengutamaan keselamatan manusia dianut mengingat keberlanjutan kehidupan manusia lebih diutamakan
13
2. Mempertimbangkan
faktor
ekonomi.
Faktor
ekonomi
yang
perlu
dipertimbangkan mengingat dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, adanya berbagai pilihan kebijakan dan langkah yang dapat dilakukan dan keterbatasan sumberdaya. Menekankan upaya terintegrasi seluruh komponen bangsa : pemerintah; dunia usaha, masyarakat, organisasi_profesi, lembaga intemasional 3. Mengacu pada kesepakatan dan standar nasional dan intemasional. Strategi yang dipilih, disusun dengan mempertimbangkan standar intemasional yang ditetapkan oleh lembaga intemasioanl seperti WHO dalam pelayanan kesehatan manusia, dan FAO dan OlE dalam pelayanan kesehatan hewan 4. Kesiapsiagaan dan kewaspadaan mengantisipasi pandemi influenza harus tetap terpelihara secara berkelanjutan dan akan mempengaruhi terhadap hidup ini yang setiap saat dapat disesuaikan dengan kebutuhan ( Bappenas, 2005 ). Mengenai penanganan flu burung, Menteri Pertanian Anton Apriyanto mengatakan bahwa hal itu merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat. Pasalnya pihaknya sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan pelatihan-pelatihan mengenai penanganan flu burung, karena itu kalau di daerah ada kasus flu burung perlu dipertanyakan sejauh mana kinerja masing-masing Pemerintah Daerah menangani kasus flu burung. Dalam era otonomi daerah ini yang bertanggung jawab adalah Pemerintah setempat, sesuai permasalahan yang ada di daerah ( KR, 2007 ). Padahal jauh sebelumnya petemakan ayam di Indonesia pemah mengalami masa jaya, yaitu awal tahun 1970-an sampai tahun 1980, Pemerintah
14
memperkenalkan usaha petemakan ayam melalui Program Bimas Ayam, kegiatan ini merupakan awal berkembangnya populasi ayam di Indonesia Sejak saat itu populasi ayam meningkat dengan tajam, hal ini dapat dilihat kalau sebelumnya sebagian masyarakat hanya makan produk ayam 1 minggu sekali, seandainya tidak merasa bosan pada wakn-1 itu, masyarakat dapat makan produk ayam ( daging dan atau telur ayam ) setiap saat. Harga daging dan telur ayam jauh menurun sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat
luas, peningkatan gizi
melalui konsumsi protein hewani banyak dicapai melalui berkembangnya industri ayam di dalam negeri, apabila harganya masih bisa ditekan lebih murah maka jumlah konsumsinya akan lebih meningkat lagi dan bangsa Indonesia akan lebih sehat, produktif dan cerdas. Sampai wabah avian influenza atau flu burung datang membuat kolaps petemakan ayam, menghambat pembangunan petemakan unggas di Indonesia ( Media Petemakan, 2005 ). Masa keemasan petemakan ayam di Indonesia kala itu karena didukung partisipasi stakeholder pembangunan petemakan yang merupakan subyek setiap upaya dan program pembangunan petemakan. Partisipasi mereka merupakan bahan utama dalam program pengembangan petemakan di tingkat lokal dan regional, dan tidak terpisahkan dari kehadiran kebijakan dan situasi sosialekonomi setempat
( Media Petemakan, 2005 ).
Berdasarkan data yang ada, kematian temak unggas akibat flu burung pada tahun 2004 di Sleman sebanyak 380.505 ekor dari total populasi unggas 4.076.700 ekor atau sebesar 9,3 % jika dibanding kematian unggas akibat flu burung di Propinsi DI Yogyakarata hanya sebesar 415.075 ekor
dari total
15
populasi unggas 11.270.043 ekor atau sebesar 3, 7 %
sehingga dapat dikatakan
kematian unggas akibat flu burung di Kabupaten Sleman menunjukan angka yang tinggi. Juga dapat dilihat adanya penurunan angka kematian unggas akibat flu burung yang signifikan di tahun 2006, dari populasi unggas secara keseluruhan sebesar 6.530.547 ekor terjadi kematian akibat flu burng sebanyak 12.501 ekor ( 0,19 % ), lebih rendah dibandingkan angka kematian unggas akibat flu burung di Propinsi DIY dari populasi unggas secara keseluruhan sebesar 12.292.677 ekor terjadi kematian akibat flu burung sebabyak 34.780 ekor ( 0,28 % ), sebaliknya terhadap ayam buras dari data yang ada dapat dilihat adanya peningkatan jumlah kematian akibat flu burung dari tahun 2004 ( 2.206 ekor ), tahun 2005 sebanyak 1.760 ekor dan meningkat menjadi 5.561 ekor pada tahun 2006.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : I. Mengapa kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam penanggulangan wabah flu burung pada tahun 2004 di Kabupaten Sleman belum optimal? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perbaikan kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam penanggulangan flu burung pada tahun 2006 ?
16
C. Tujuao Peoelitiao Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : l. Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa kematian
unggas akibat flu burung di Kabupaten Sleman pada tahun 2004 sangat tinggi 2. _Untuk mengetahui penyebab penurunan jumlah kematian unggas akibat tlu burung sekaligus mengetahui penyebab meningkatnya kematian ayam buras akibat flu burung di Kabupaten Sleman tahun 2006.
D. Maofaat Peoelitiao l. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pengambil kebijakan dalam menetapkan kebijakao penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman. 2. Sebagai bahan penelitian lanjut bagi yang berminat terhadap penanganan masalah wabah flu burung .
E. Keasliao Peoelitiao
Selama ini belum ada penelitian tentang penanggulangan flu burung yang membahas dari aspek kebijakao dan kinerja organisasinya. Padahal kedua aspek ini sangat penting dalam penanggulangan flu burung oleh karena itu dalam penelitian ini penulis akan mengamati kedua aspek tersebut
17
BABII KERANGKA TEORI
A. Kebijakao Publik -
Format kebijakan otonomi daerah yang ada pada saat ini menandai awal dari
suatu
pe~bahan
fundamental
dalam
paradigma
penyelenggaraan
pemerintahan di negeri ini. Kalau pada pemerintahan orde baru, pembangunan menjadi misi terpenting pemerintah (developmentalism) dan pemerintah yang pada masa itu menjadikan dirinya sebagai pusat kendali proses pembangunan itu (sentralisasi di tingkat nasional), kini harus mereposisi diri sebagai pelayan dan pemberdaya masyarakat dan harus menyebarkan aktivitasnya ke berbagai pusat di tingkat lokal. Dengan kata lain arus baru kehidupan politik kita sekarang adalah realitas pergeseran kekuasa211 dari pusat (sentral) menuju lokus-lokus daerah (desentral) dan berbasis pada kekuatan masyarakat sendiri ( Affan G,
:woo).
McNicholas dalam Nawawi ( 2000: 77 ) telah merumuskan bahwa kebijakan berarti keputusan yang diperkirakan secara matang dan hati-hati oleh pembuat kebijakan puncak dan bukan kegiatan berulang-ulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. Dengan demikian berarti pembuatan kebijakan bukan tindakan menyalahgunakan kekuasaanlkewenangan dan/atau menyimpangkan peraturanlketentuan yang berlaku
untul~
kepentingan
pribadi atau orang tertentu. Kebijakan dimaksudkan untuk mencari jalan penyelesaian suatu masalah yang bel urn diatur atau aturannya tidak jelas/lengkap,
18
agar diperoleh altematifterbaik yang tidak merugikan organisasi atau kepentingan umum. Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (Peter,l984), dengan definisi ini ada tiga tingkat pengaruh kebijakan publik terhadap kehidupan masyarakat, yaitu : I). Pada tingkat pertama, adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah, atau
yang
lain
yang
bertujuan
menggunakan
kekuatan
publik untuk
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat, adapun keputusan ini dibuat oleh anggota legislatif, Presiden, Gubemur, administrator serta pressure groups, dimana yang dimunculkan pada level ini adalah sebuah kebijakan terapan. 2). Pada tingkat kedua, adanya output kebijakan. Pilihan kebijakan yang sedang diterapkan pada tingkat ini membuat Pemerintah melakukan pengaturan, menganggarkan, membentuk personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat 3) Pada tingkat ketiga, adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kebijakan publik didefinisikan sebagai apapun yang dipilih Pemerintah untuk dilakukan ataupun tidak dilakukan, selanjutnya Dye (dalam Islamy, 1994) menyatakan hila Pemerintah memilih kebijakan untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuan, dan kebijakan publik itu harus meliputi semua tindakan Pemerintah, jadi bukan hanya perwujudan keinginan Pemerintah atau pejabat pemerintahan
saja
Sesuatu
yang
tidak dilakukan
Pemerintah
dengan
19
tujuan tertentu juga merupakan kebijakan publik, hal ini disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan Pemerintah akan memiliki dampak yang sama besar ·. dengan sesuatu yang dilakukan oleh Pemerintah. Selanjutnya oleh W.Dunn ( Dalam Wibawa, 1994:50) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian pilihan tinriakan Pemerintah (termasuk pilihan untuk tidak bertindak) guna menjawab tantangan yang menyangkut kehidupan masyarakat. Menurut James E Anderson ( dalam Islamy,l994) kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, implikasi dari pengeritan kebijakan publik ini adalah :I) Bahwa kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakantindakan yang berorientasi pada tujuan 2) Bahwa kebijakan tersebut berisi tindakan-tindakan pejabat pemerintah 3) Bahwa kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh Pemerinwh, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan Pemerintah untuk dilakukan 4) Bahwa kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan Pemerintah mengenai suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu dan 5) Bahwa kebijakan Pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat memaksa . Sejalan
dengan
hal
tersebut
David
Easton
(dalam
Dye, 1972)
mendefinisikan arti kebijakan pub1ik sebagai pengatokasian nitai-nilai secara paksa dan syah kepada seluruh anggota masyarakat, sehingga hanya Pemerintah saja yang syah dapat melakukan sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan
20
Pemerintah
untuk melakukan sesuatu tersebut diwujudkan dalam bentuk
pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Sedangkan menurut Dunn (1994) kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih sating berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat Pemerintah, yang kemudian diformuiasikan di bidang..:bidang isu kebijakan. Menyimpulkan beragam pengertian mengenai kebijakan publik diatas Islamy (1994) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh Pemerintah yang mempunyai tujuan
atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat, implikasi pengertian tersebut adalah: 1) Bahwa kebijakan publik itu bentuk perdananya adalah penetapan tindakan-tindakan pemerintah 2). bahwa kebijakan
publik itu tidal.: cukup hanya dinyatakan tapi juga
dilaksanakan dalam bentuk nyata 3). Setiap kebijakan publik dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu 4). Kebijakan publik pada hakekatnya ditujukan untuk kepentingan seluruh masyarakat . Kebijakan publik adalah bentuk nyata dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret dari proses persentuhan negara dan rakyatnya. Oleh karena itu kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana kebijakan publik itu perlu untuk segera diketengahkan dalam agenda perubahan reformatik yang terjadi sekarang ini. Sebab dengan adanya kesadaran ini sesungguhnya kita sedang mencermati aspek dinamis dan aspek hidup dari relasi negara dengan rakyat. Paradigma kebijakan publik yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan
21
wajah negara yang kaku dan tidak responsif pula. Demikian pula sebaliknya, paradigma kebijakan yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes dan responsif pula. Sudah saatnya kini wacana kebijakan publik lepas dari anggapan yang selama ini masih menancap sebagai " ilmunya para penguasa "menjadi "ilmunya seluruh elemen bangsa '~( Fadillah P, 2003: 2) Menurut Islamy ( 1994 ) bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan ( stakeholder )
mana yang akan
terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak negatif atas kebijakan tersebut.
B. Kinerja Organisasi Bagi setiap organisasi, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Penilaian tersebut dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu (Keban, 1995) . Dinas Pertanian dan Kehutanan mempunyai tugas pokok dan fungsi yang harus dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan. Sesuai pendapat (Keban, 1995) yang menyebutkan bahwa kinerja didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan. Bagi setiap organisasi, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Penilaian tersebut dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu .
22
Penilaian kinerja menurut Keban ( 1995 ) merupakan satu kegiatan yang sangat penting bagi organisasi karena hasil penilaian ini dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan organisasi dalam pencapaian misinya. Untuk organisasi yang memberikan pelayanan publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu telah sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan harapan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi dapat dilakukan secara sistematis dan lebih terarah. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja pegawai dengan kinerja organisasi, atau dengan kata lain bila kinerja pegawai baik maka kinerja organisasi akan baik pula, oleh karena itu, meskipun unit analisis dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan, namun hal ini tidak bisa terlepas dari visi dan misi Dinas Pertanian dan Kehutanan itu sendiri. Selain itu Bemadin dan Russel sebagaimana dikutip Jones (1991) lebih
rinci memberikan batasan mengenai kinerja yakni dampak yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu. Menurut Peter Jennergen ( dalam Steers, 1985) pengertian kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa
jauh
pelaksanaan tugas dapat
dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai. Selanjutnya Atmosudirdjo ( 1997 ) mengatakan bahwa kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan seberapa jauh
23
tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian ini, maka pengertian kinerja merupakan tingkat kemcanpuan aparat Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalarn melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan visi dan misinya. Cakupan dan cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu organisasi publik dapat dikatakan berhasil atau tidak (Keban, 1995). Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa ketepatan pengukuran seperti metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja. Donald dan Lawton (dalam Keban, 1995) mengatakan bahwa penilaian kinerja organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalarn kurun waktu tertentu dan penilai tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi. Meskipun penilaian kinerja telah berkembang dengan pesat, akan tetapi penggunaa.n penilaian kinerja dalarn organisasi publik belum berkembang sebagaimana yang telah terjadi dalarn sektor swasta. Berdasarkan data empiris menunjukkan bahwa penilaian terhadap kinerja di organisasi publik belum merupakan tradisi yang populer (Keban, 1995), dan bahkan terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai kriteria kinerja pelayanan publik (Dwiyanto, 1999). Perbedaan pendapat tersebut disebabkan tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya sangat kabur akan tetapi juga bersifat multi dimensional. Menurut Mardiasmo (2001) bahwa dalam mengukur kinerja suatu program, tujuan dari masing-masing program harus disertai dengan indikator-
24
indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kemajuan dalam pencapaian tujuan tersebut. Indikator kinerja didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif dan atau kualitatifyang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan diukur dan dihitung serta digunakan sebagai dasar untuk meniiai maupun melihat tingkat kinerja suatu program yang dijalankan unit kerja. Dengan demikian, tanpa indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau kegagalan) kebijaksanaan I program/ kegiatan dan pada akhirnya kinerja instansi I unit kerja yang melaksanakan. Organisasi dikatakan baik, jika kinerja organisasi tersebut baik. Untuk mengukur kinerja organisasi pelayanan publik Lenvine dkk, 1990 ( dalam Dwiyanto, 1999 ), mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan dalam mengukur kinerja, yait!J: responsiveness, respon_sibility, dan accountability. Yang dimaksud dengan responsivitas
( responsiviness ) disini adalah
kemamupuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjukan pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat ( Dwiyanto, 1999 ) . Responsivitas ( res[XJnsiviness ) perlu dimasukan sebagai salah satu ukuran kinerja karena ia secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama
untuk
memenuhi
kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah, seperti ditunjukkan dengan
25
ketidak selarasan antara pelayanan
dengan
kebutuhan
masyarakat,
jelas
menunjukan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula ( Dwiyanto, 1999 ) . Responsivitas diartikan secara sederhana _dengan mau mendengarkan saran. Namun responsivitas tidaklah sesederhana dengan mengartikan secara harfiah saja, sebab menurut Sondang P. siagian ( 2001 ). Responsivitas adalah kemampuan aparatur dalam mengantisipasi dan menghadapi aspirasi baru, perkembangan barn, tuntutan barn dan pengetahuan baru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan fungsinya Sehingga responsivitas birokrasi tidak hanya sebatas pada taraf mendengar saran saja, tetapi menanggapi saran tersebut dengan suatu tindakan atau kegiatan yang melibatkan semua pegawai dari unsur pimpinan sampai kepada staf. Berdasarkan perspektif tersebut, terlihat bahwa birokrasi selalu bersinggungan dengan publik dan menjadi sentral baik diwujudkan sebagai perwakilan publik dan diserahi tanggung jawab publik. Kemampuan birokrasi mengelola secara seimbang antara dua peran tersebut dengan sendirinya mendorong terwujudnya kelangsungan hidup birokrasi pemerintah. Sebaliknya rendahnya kemampuan dalam mengemban peran tersebut akan menyebabkan birokrasi kehilangan tempat dan kepercayaan dari masyarakat. Walaupun masyarakat atau publik tidak dapat meninggalkan birokrasi tetapi kegagalan tersebut menyebabkan sikap apatis dan tidak percaya pada birokrasi pemerintah .
26
Responsivitas sebagai kapasitas untuk memuaskan pilihan-pilihan atau preferensi masyarak.at. Responsivitas beberapa lembaga adalah kapasitas birokrasi untuk memenuhi atau memuaskan pilihan orang lain yang tergantung pada lembaga tersebut meskipun ada rintangan-rintangan dan serangkaian aturan untuk pembuatan keputusan. Sehingga responsivitas birokrasi adalah kemampuan organisasi pemerintah sebagai suatu kesatuan dalam mengembangkan kebijakan atau program yang ditujukan untuk menjawab pennintaan akan keinginan, kebutuhan dan pennasalahan yang ada ( Sondang P. Siagian, 200 I ) . Responsivitas menurut Dwiyanto ( 1999 ) adalah kemampuan aparat untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuat dengan kebutuhan dan aspirasi masyarak.at, yang dapat diukur melalui : 1. Keterkaitan antara program kegiatan dan kebutuhan masyarakat 2. Daya tanggap aparat dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan-keluhan yang disampaikan pengguna jasa 3. Ketersediaan kesempatan dan wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan atau saran Responsibilitas ( responsibility ) disini menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi
publik
itu dilakukan
sesuai
dengan
prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit ataupun eksplisit. Karena itu responsibilitas bisa saja suatu ketika berbenturan ·dengan responsivitas. Keinginan seorang pejabat organisasi publik
27
untuk meningkatkan responsivitas bisa saja mengorbankan manakala
kebijakan
dan
prosedur
administrasi
responsibilitas
yang
ada
dalam
organisasinya temyata tidak lagi memadai untuk menjawab dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Ini seringkali terjadi karena dinamika masyarakat selalu lebih cepat daripada perubahan organisasi ( Dwiyanto, 1999 ) . Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa
besar kebijakan dan
kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya disini adalah bahwa para pejabat politik tersebut, karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini kinerja organisasi publik dinilai baik apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upayaupaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil-wakil rakyat. Semakin banyak tindak lanjut organisasi atas harapan dan aspirasi pejabat politik, maka kinerja organisasi tersebut itu dinilai makin baik ( Dwiyanto, 1999 ) . Konsep akuntabilitas publik dalam konteks Indonesia mungkin dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Karena itu dilihat dari dimensi ini kinerja orgariisasi publik tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran ekstemal, seperti nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai yang berkembang dalam masyarakat.( Dwiyanto, 1999 ), karena
28
akuntabilitas sebagaimana yang ditulis di atas artinya sebagian sama dengan responsibilitas dan sebagian yang lain sama dengan responsivitas, maka penulis hanya menggunakan responsibilitas dan responsivitas untuk mengukur kinerja organ1sas1 . Pihak di luar organisasi yang disebut konsumen dalam hal ini masyarakat yang selain berbeda-beda, juga selalu berubah dan berkembang secara dinamis. Keinginan dan kebutuhannya tersebut sebagai persyaratan harus dipenuhi oleh sebuah organisasi dalam menghasilkan produknya berupa barang atau jasa. Sedang dari dalam organisasi untuk menghasilkan produk seperti itu diperlukan manusia ( SDM ), proses dan lingkungan kerja yang mampu mengantisipasi perubahan dan perkembangan keinginan dan kebutuhan konsumen masyarakat yang dinamis tersebut ( Nawawi H, 2000 : 126 )
C. Partisipasi Masyarakat Menurut Pretty, dkk 1995 dalam Moehar, dkk ( 2006 ) partisipasi adalah proses pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya. Pengertian partisipasi ( participation dalam kamus Inggris ) adalah pengambilan bagian, pengikutsertaan. Dengan
demikian
pengertian
partisipatif
adalah
pengambilan
bagian/pengikutsertaan atau masyarakat terlibat langsung dalam setiap tahapan proses pembangunan mulai dari perencanaan ( planning ), pengorganisasian ( organizing ), pelaksanaan ( actuating ) sampai kepada monitoring dan evaluasi ( controlling ) selanjutnya disingkat dengan POAC ( Moehar dkk, 2006 : 59 ).
29
Sistem pelayanan berfokus pada apa yang kurang, masyarakat berfokus pada kapasitas ( Moehar dkk, 2006 : 60) . Menurut Dadang.J (2004) bahwa pendekatan partisipatif memberikan keuntungan yaitu : masyarakat akan lebih energik, komit, dan lebih bertanggung jawab mengontrol iingkungan sendiri dibanding jika di_lakukan oleh suatu kewenangan dari luar. Komitmen dan tanggung jawab dalam partisipasi adalah : 1. Masyarakat lebih punya komitmen ternadap anggotanya 2. Masyarakat lebih mengerti masalah-masalahnya 3. Masyarakat lebih fleksibel dan kreatif 4. Masyarakat lebih efektif menguatkan standar sikap/perilaku 5. Lembaga-lembaga dan para profesional menawarkan pelayanan, masyarakat menawarkan kepedulian Partisipasi bukanlah proses alami, tetapi melalui proses pembelajaran sosialisasi. Ada beberapa bentuk partisipasi antara lain : 1. Inisiatif/spontan, yaitu masyarakat secara spontan melakukan aksi bersama Ini adalah bentuk partisipasi paling alami. Bentuk partisipasi spontan ini sering terjadi karena termotivasi oleh suatu keadaan yang tiba-tiba, seperti bencana, wabah atau krisis 2. Fasilitasi, yaitu suatu partisipasi masyarakat disengaja, yang dirancang dan didorong sebagai proses belajar dan berbuat oleh masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah bersama 3. Induksi, yaitu masyarakat dibujuk berpartisipasi melalui propaganda atau mempengaruhi melalui emosi dan patriotisme
30
4. Koptasi, yaitu masyarakat dimotivasi untuk berpartispasi untuk keuntungankeuntungan materi dan pribadi yang telah disediakan untuk mereka 5. Dipaksa yaitu masyarakat berpartisipasi di bawah tekanan atau sanksi-sanksi yang dapat diberikan penguasa ( Moehar d~ 2006 : 60) Bentuk partisipasi yang diharapkan adalah inisiatiflspontanitas, namun sering tidak terjadi, sehingga diperlukan upaya dari luar. Jika memilih partisipasi induksi, koptasi dan dipaksa hasilnya akan relatif bersifat sementara, dan partisipasi tidak akan banyak bermanfaat bagi masyarakat . Yang paling baik adalah melalui fasilitasi , dengan fasilitasi masyarakat
diposisiskan
sebagai
dirinya, sehingga dia termotivasi untuk berpartisipasi dan berbuat sebaik mungkin untuk keuntungan dirinya ( Moehar d~ 2006 : 60) . Perencanaan pembangunan pertanian terkesan didominasi oleh program yang datangnya dari atas. Dengan top-down planning tersebut, peluang pengembangan inspirasi dan aspirasi masyarakat sangat kecil, padahal mereka sebenamya merupakan faktor kunci keberhasilan suatu proses pembangunan. Pola pengembangan pertanian dan penyuluhan sangat instruktif. Program yang diterapkan sering tidak sesuai dengan keinginan, kondisi dan kemampuan masyarakat sehingga masyarakat hanya menerima dan menjalankan karena semua input diberi secara gratis. Bila proyek selesai, perilaku dan penerapan tehnologi kembali seperti apa yang pemah dilakukan. Dengan demikian peningkatan produktivitas yang diharapkan hanya sebatas laporan ( Moehar dkk, 2006:2 ). Beberapa faktor yang dapat dikemukakan sebagai manfaat positif dari partisipasi masyarakat :
31
I. Kontrol publik atas setiap kebijakan publik dari birokrasi kabupaten 2. Kemandirian dan tanggung jawab masyarakat dalam mengurus dirinya akan mengurangi beban kerja kabupaten 3. Faktor pencegah terhadap mal administrasi dan korupsi birokrasi 4. Menegaskan watak desentralisasi
5. Membangun kultur masyarakat demokratis dan responsif terhadap setiap perubahan paradigma ( Dadang J, 2004 : 24 ) . Eko Hilal dalam Dadang J ( 2004 ) mengajukan beberapa gagasan, diantaranya adalah gagasan untuk membentuk ruang altematif sebagai wadah untuk menampung partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan yang menyangkut publik. Hasil dari perumusan kebijakan yang didapatkan dari ruang altematif tersebut kemudian dapat dijadikan rekomendasi bagi Pemerintah Daerah dalam
menetapkan
kebijakan
publik.
Dengan
demikian
jaminan
atas
terakomodasinya kepentingan publik dalam rangka peningkatan pelayanan pada masyarakat dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan masyarakat ( publik ) . Apabila pacta masa lalu orang akan sangat takut memberikan aspirasinya karena tidak ada jaminan yang diberikan oleh pemerintah, maka pada masa sekarang, partisipasi menjadi syarat setiap program yang dilaksanakan. Sejalan dengan itu maka masyarakat juga harus mulai belajar untuk berpartisipasi, karena apabila ruang dan arena sudah disediakan, jaminan atau garansi sudah diberikan, maka masyarakat tidak akan takut lagi untuk mengeluarkan aspirasi dan berpartisipasi dalam proses pembangunan ( Dadang J, 2004: 37).
32
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi hal yang penting ketika diletakan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang mereka butuhkan dan masyarakat jugalah yang paling tahu permasalahan yang mereka hadapi. Suatu pertimbangan yang sama juga dengan munculnya dese.ntralisasi ditingkat kabupaten /kota yang juga berdasarkan pada pertimbangan bahwa kabupatenlkota lebih dekat dengan masyarakatnya sehingga lebih tahu kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. Karena itu dalam pelaksanaan desentralisasi juga menekankan pentingnya partisipasi ( Dadang J, 2004: 84). Dalam
fungsi
pelayanan
Pemerintah
dibebani
kewajiban
untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan dan pemerintahan, tanpa melupakan peran swasta dan aparatur pemerintah sendiri. Partispiasi masyarakat hanya dapat dipacu apabila kepentingan
mereka
diperhatikan, baik dalam bentuk peratnran maupun dalam tindakan nyata Pemerintah ( Dadang J, 2004). Oleh karenanya pengembangan partisipasi dalam proses pembangunan menurut Dadang J ( 2004 ) memiliki beberapa maksud yaitu : 1. Partisipasi
akan memungkinkan rakyat secara mandiri
( otonom
)
mengorganisasi diri sehingga akan memudahkan masyarakat menghadapi situasi sulit, serta mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan 2. Suatu partisipasi tidak saja menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat
3. Persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat. Prinsip sekaligus menjadi titik pijak suatu kepercayaan kepada masyarakat. Bahwa masyarakat tidak perlu dimaknai sebagai sumber kebodohan, melainkan subyek pembangunan yang juga memiliki kemampuan 4. Adanya keterlibatan masyarakat dan adanya sikap yang terbuka dari penyelenggara pemerintahan sosial
politik dengan
tentu
demikian
saja
akan
akan terwujud
memungkinkan
kepercayaan suatu
proses
penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis Menurut Dadang J ( 2004 : 86 ) bahwa upaya untuk mewujudkan partisipasi masyarakat akan berhadapan dengan tiga masalah dasar antara lain : 1. Sistem yang belum memberikan ruang yang aman memadai atau belum tersedianya suatu legal frame work bagi proses partisipasi masyarakat 2. Sudah berkembangnya kultur tanpa partisipasi 3. Rendahnya kapasitas untuk mengembangkan partisipasi, sebagai akibat tidak terbiasanya masyarakat melibatkan diri dalam proses pembangunan .
D. Struktur Organisasi Sebelum membahas tentang struktur organisasi, ada baiknya kita mengetahui apa makna organisasi itu .Menurut Hadari Nawawi (da1am Kaho, 1988) ditinjau dari tujuannya, organisasi dapat dirumuskan sebagai," .. .a system of action" atau sebagai sistem kerjasama sekelompok orang untuk mencapai
tujuan bersama. Sedangkan ditinjau dari struktumya, organisasi dapat dirumuskan
34
sebagai susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugas, dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu.
Muljarto (1977), menyatakan bahwa organisasi
bukanlah sistem yang tertutup (close system) melainkan organisasi tersebut akan selalu dipaksa untuk memberi tanggaplill atas rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari dua segi : pertama, lingkungan ekstemal yang umumnya menggambarkan kekuatan yang berada di -
luar organisasi seperti faktor politilc, ekonomi dan sosial, kedua adalah lingkungan internal yaitu faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan iklim organisasi dimana berfungsinya kegiatan mencapai tujuan. Struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik, sebagaimana pendapat Joedono(1974) dan Numberi (2000) menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting karena struktur organisasi akan menjelaskan bagaimana kedudukan, tugas, dan fungsi dialokasikan di dalam organisasi. Hal ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap cara orang melaksanakan tugasnya (bekerja) dalam organisasi. Lebih lanjut Numberi menjelaskan bahwa ketika arab dan strategi organisasi secara keseluruhan telah ditetapkan serta struktur organisasi telah didesain, maka hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatan atau menjalankan tugas dan fungsinya. Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukan batas-batas suatu organisasi formal dan dalam hal apa organisasi tersebut beroperasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan organisasi dalam menjalankan
35
tugas pokok dan fungsinya akan ditentukan salah satunya oleh struktur organisasi yang dibentuk. Karena struktur organisasi akan menentukan pola perilaku individu dalam pencapaian tujuan organisasi ( Numberi, 2000 ) . Untuk dapat dijadikan
acu~
maka dalam rangka penataan kelembagaan
termasuk struktur organisasi, sebaiknya .dapat menerapkan manajemen modem sebagai salah satu kecenderungan global (Numberi, 2000). Adapun prinsipprinsip manaJemen modem terdiri dari : a) berorientasi kepada konsumen atau pelanggan
b) menggunakan teknik-teknik yang lebih ilmiah dalam analisis dan
pengambilan keputusan c) organisasi sebagai sistem terbuka d) desentralisasi. Perubahan dalam organisasi, khususnya dalam perubahan, penambahan clan penghapusan bagian harus sepenuhnya mengacu kepada kaidah-kaidah manajemen, yakni pertama kali mempertanyakan apakah tindakan tersebut memiliki misi, jikapun ada, apakah misinya melayani kepentingan publik at:3u kepentingan kekuasaan dan apakah perubahan-perubahan tersebut akan memberi manfaat untuk kemajuan ( Riant ND, 2001 ). Untuk itu perubahan-perubahan yang terjadi harus memberikan justiflkasi ilmiah, rasional dan dapat dipraktekan dengan memberikan manfaat perubahan setiap organisasi, terlebih jika bermakna pembentukan baru, harus menjawab permasalahan " apa perubahan tersebut membawa manfaat bagi masyarakat ?" Restrukturisasi organisasi bermakna kepada penataan ulang organisasi publik sesuai dengan visi dan misi baru yang diembannya. Saat ini kerap ada salah kaprah ( salah dianggap benar ) bahwa restrukturisasi organisasi berarti perampingan. Restrukturisasi bisa berarti perampingan, bisa juga pengembangan.
36
Yang disasar adalah pembentukan organisasi yang langsing dan sehat sesuai dengan kebutuhan ( Riant ND, 200 I ) . Menurut Riant ND ( 200 I ) bahwa perubahan struktur organisasi harus dilakukan bertahap bersa.maan dengan kesiapan SDM yang mengelola kebijakan sebagai akibat perubahan itu sendiri. Saat ini kebijakan otonomi daerah tampak dipaksakan dengan fakta kurang siapnya sumber daya manusia diadministrasi publik daerah untuk mengelola otonomi tersebut. Kurang siap bukan saja berarti dari segi pendidikan, ketrampilan, namun dalam hal melihat visi dan misi dari
otonomi daerah yang banyak dinilai sebagai kemerdekaan bagi daerah. Perubahan struktur organisasi harus mempertimbangkan kompetensi dari organisasi publik dalam menerima dan menyikapi perubahan . Dalam tesis ini penulis lebih memfokuskan
perubahan
struktur
organisasi
yang
terjadi
dan
dapat
mempengaruhi kinerja dalam menjalakan kebijaklln Dinas . Reformasi sumberdaya manusia perlu dilakukan karena tidak seluruh sumberdaya yang ditata dengan struktur organisasi yang lama cocok untuk struktur yang baru. Selain itu untuk meningkatkan produktivitas, diperlukan
suntikan " darah baru " untuk mempengaruhi yang lain ( Riant NO, 2001 ) .
E. Koordinasi Koordinasi
diartikan
sebagai
proses
atau
rangkaian
kegiatan
menyelaraskan pikiran, pendapat dan perilaku dalam mewujudkan wewenang dan tanggung jawab sesuai tugas pokok masing-masing, secara serentak terarah pada tujuan yang ·sama. Disamping itu koordinasi dapat diartikan juga sebagai upaya
37
mewujudkan jaringan kerja ( net work ) internal antar personil dan atau unit/satuan kerja di dalam satu organisasi, dan dengan oganisasi lain sebagai jaringan kerja ekstemal jaringan kerja tersebut lebih dikenal dengan sebutan tim kerja Oleh karena itu koordinasi dapat diartikan juga sebagai kerjasama, untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil kerja yang menjadi kontribusinya masing-masing untuk mencapai tujuan ( Nawawi H, 2000 : 87 ) . Masing-masing anggota tim kerja ( aparat instansi terkait ) adalah penting dan tidak dapat berfungsi efektif secara sendiri-sendiri. Masing-masing anggota
memiliki tanggung jawab terhadap bagiannya di lapangan dan juga bertanggung jawab membantu ternan tim saat dibutuhkan. Tiap anggota memiliki spesialisasi dalam hal posisi yang dimainkan. Anggota tim harus juga mengerti bahwa tujuan dari tim tidak hanya menyelesaikan masalah, akan tetapi juga membuat masing-
masir.g individu sebagai tim yang bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan ( Nawawi H, 2000 : 87 ) . Tim didefinisikan sebagai kelompok dengan anggota yang mempunyai berbagai keahlian yang sating melengkapi melakukan pekerjaan bersama, untuk mengidentifikasi dan menganalisa penyebab masalah,
merekomendasikan
penyelesaian kepada manajemen dan jika memungkinkan mengimplementasikan solusinya. Dengan kata lain, partisipasi tim merupakan ide kolektif dari kemampuan yang dihasilkan dari pengambilalihan tanggung jawab kualitas dan produktivitas, mengelola pekerjaan sendiri, mengembangkan pengetahuan dan keahlian mengenai organisasi dan mereka sendiri ( Nawawi H, 2000 : 88 ) .
38
F. Pengawasan Pengawasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pengawas untuk mengetahui apakah jalannya atau pelaksanaan suatu kegiatan dan hasilnya sesuai dengan perencanaan atau tidak. Jadi maksud pengawasan menurut Tannidji ( 1998 ) -adalah : I. Untuk mengetahui jalannya peketjaan, sudah betjalan dengan lancar atau ada hambatan 2. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pelaksana dan mengusahakan pencegahan agar supaya tidak terulang kembali kesalahan yang sama atau timbul kesalahan baru 3. Untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program dan tingkat pelaksanaan dalam perencanaan 4. Untuk mengetahui hasil peketjaan dibandingkan dengan yeng telah ditetapkan dalam perencanaan . Jadi pengawasan bukan dimaksudkan untuk mencari kesalahan-kesalahan atau memperburuk keadaan, melainkan untuk mengarahkan segala kegiatan kerja agar supaya tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pengawasan merupakan proses dari serangkaian kegiatan untuk menjamin agar setelah rencana kegiatan dapat dilaksanakan dan pelaksanaan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengawasan mempunyai tujuan konstruktif positif yang dilandasi oleh tanggung jawab yang nyata akan keberhasilan suatu usaha Pemerintah Daerah didalam pelaksanaan
pembangunan
demi
kebahagiaan
dan
kesejahteraan
rakyat
( Tarmidji, 1998).
39
Dengan adanya pengawasan yang baik dan terarah pada sasaran ( untuk itu perlu dipikirkan pengembangan dan peningkatan kompetensi/profesionalisme atau kapasitaslkemampuan yang
~ituntut
sebagai pengawas ) diharapkan
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin timbul dapat ditekan atau ditiadakan ( Utomo, 2005 ) Pelaksanaan pengawasan menurut Utomo ( 2005 ) adalah proses pengukuran dan/atau evaluasi yang dilakukan secara intensif dan wajar ( bukan untuk mencari kesalahan ), mampu memberikan berbagai manfaat bagi organisasi. Beberapa dari manfaat itu adalah : 1. Memberikan
umpan
balik
berupa
informasi
tentang
kekurangan-
kekuranganlkelemahan dan kebaikan/kelebihan pelaksanaan pekerjaan. Dari satu sisi kelemahanlkekurangan harus dicarikan cara memperbaikinya, sedang dari
sisi
lain kebaikan/kelebihan harus dipertahankan dan
dikembangkan, agar setiap pelaksanaan pekerjaan dimasa depan makin mampu mewujudkan eksistensi organisasi melalui pencapaian tujuannya secara optimal. 2. Dapat digunakan untuk membandingkan cara melaksanakan pekerjaan, guna menemukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan organisasi
yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya menjadi organisasi yang semakin sehat/baik dalam melaksanakan tugas pokoknya 3. Pengawasan bermanfaat pula untuk menemukan masalah-masalah yang ada dalam organisasi berupa hambatan, rintangan, kelemahan yang harus
40
dicarikan cara mengatasinya melalui jaringan kerja ( net work ) internal yang efektif 4. Pengawasan mungkin pula untuk digunakan mengbimpun informasi yang berkenaan dengan semua sumber daya sebagai kekuatan dan peluang yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan pengembangan organisasi 5. Hasil
pengawasan
bertanggungjawab,
dapat karena
digunakan
untuk
memungkinkan
meningkatkan
untuk
perasaan
mengetahui
tujuan
organisasiyang telah dan belum tercapai . Pengawasan disini bukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan flu burung secara keseluruban melainkan pengawasan terhadap lalu lintas ( distribusi ) unggas dan basil unggas antar daerah yang merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan penanggulangan flu burung di Sleman .
G. Definisi Konsep Untuk memahami konsep tulisan ini, maka penulis mengajukan beberapa definisi konsep sebagai berikut: a. Kebijakan publik adalah serangkaian piliban tindakan Pemerintah ( termasuk piliban untuk tidak bertindak ) guna menjawab tantangan yang menyangkut kebidupan masyarakat b.
Kin~rja
adalah tingkat pencapatan basil atau kinerja merupakan tingkat
pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan.
41
c. Struktur organisasi adalah kerangka yang menjelaskan kedudukan, tugas dan fungsi dialokasikan di dalam organisasi . d. Partisipasi adalah peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan, proses pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya e. Koordinasi adalah proses atau rangkaian kegiatan menyelaraskan pikiran, pendapat dan perilaku dalam mewujudkan wewenang dan tanggung jawab sesuai tugas pokok masing-masing, secara serentak terarah pada tujuan yang
sama. f.
Pengawasan adalah merupakan proses dari serangkaian kegiatan untuk menjamin agar seluruh rencana dapat dilaksanakan dan pelaksanaannya sesuai dengan apa yang diharapkan
42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Dalam pclaksanaan penelitian ini, penulis mempergunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana disebutkan oleh Suryabrata (1983:18) bahwa: Secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti bahwa penelitian deskripsi adalah akumulasi data dasar dalam cara-cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan sating hubungan, men-test membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup penelitian deskriptif. 3
Sedangkan
Muchtar (2000: 127) mengungkapkan
bahwa penelitian
deskriptif bertujuan untuk mengungkap atau menggambarkan suatu fenomena, karakteristik, situasi atau kejadian pada suatu daerah tertentu secara sistematis faktual dan akurat sebagaimana adanya. Tidak banyak berbeda dengan pendapat kedua penulis di atas, Singarimbun (1995:4-5) menjelaskan bahwa: "Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk pengukuran terhadap fenomena sosial tertentu, melalui pengembangan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis". Dengan demikian hakikat dari penelitian deskriptif adalah mengupayakan pemecahan masalah dengan menggambarkan kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa yang ada berdasarkan fakta yang ditemukan, tanpa perlu melakukan
43
pengujian hipotesis terhadap fenomena yang didapat selama melakukan penelitian. Sedangkan penelitian deskriptif menurut Winru-no (1994: 139) adalah : a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang. aktual b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan dianalisa Pada tahap berikutnya menurut Nawawi H ( 2005 ) metode ini hams diberi bobot yang lebih tinggi, karena sulit untuk dibantah bahwa basil penelitian yang sekedar mendeskripsikan fakta-fakta tidak banyak artinya. Untuk itu pemikiran di dalam metode ini perlu dikembangkan dengan memberikan penafsiran yang adequat ( cukup memadai) terhadap fakta-fakta yang ditemukan. Dengan kata lain metode ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan dan menyusun data, tetapi meliputi juga analisa dan interprestasi tentang arti data itu. Oleh karena itu penelitian ini dapat diwujudkan juga sebagai usaha memecahkan masalah dengan membandingkan persamaan dan perbedaan gejala yang ditemukan, mengukur dimensi suatu gejala, mengadakan klasifikasi gejala, menilai gejala, menetapkan standar, menetapkan hubungan anta gejala-gejala yang ditemukan dan lain-lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode deskriptif merupakan langkahlangkah melakukan representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang diselidiki. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa em-em pokok metode deskrpitif adalah :
44
1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan ( saat sekarang ) atau masalah-masalah yang bersifat aktual 2. Menggambarkan
fakta-fakta
tentang
masalah
yang
diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interprestasi rasional yang adequat· atau cukup memadai ( Nawawi H, 2005 :63) Selanjutnya agar penggunaan metode ini dalam memecahkan masalah yang dihadapi dapat mencapai basil guna yang tinggi, akan diketengahkan beberapa bentuknya. Bentuk-bentuk pokok dari metode ini digolongkan menjadi tiga bentuk, antara lain : 1. Survei ( survey studies ) 2. Studi hubungan ( termasuk didalamnya studi kasus ) 3. Studi Perkembangan Bentuk-bentuk penelitian deskriptif atas dasar tiga bentuk pokok tersebut tidaklah bersifat kaku. Bentuk-bentuk yang akan dikemukakan dalam uraian berikut mungkin oleh seorang penulis dimasukan dalam bentuk survei, sedang oleh penulis lain dimasukan ke dalam studi hubungan atau mungkin pula di dalam studi perkembangan dan sebaliknya. Disamping itu dalam penggunaannya tidak mustahil dua atau lebih bentuk penelitian deskriptif digunakan secara bersamasama. Pengt!raian setiap bentuk secara terpisah terutama dimaksudkan untuk mempermudah memahaminya secara teoritis ( Nawawi H, 2005 ) . Dalam penelitian ini untuk memecahkan masalah, diantara bentuk-bentuk pokok metode deskriptif ini penulis memilih bentuk studi hubungan ( termasuk di
45
dalamnya studi kasus ), atau lebih tepatnya penulis lebih memilih studi kasus untuk meneliti kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam penanggulangan wabah flu burung di Kabupaten Sleman tahun 2004-2006. Studi Kasus
Beberapa penelitian di bidang ilmu sosial kerap kali tidak cukup mendalam
bilamana
hanya dilakukan
untuk
mengumpulkan
fakta-fakta
sebagaimana adanya Banyak fakta-fakta yang ternyata harus dihubungkan satu dengan yang lainnya, agar suatu kondisi atau peristiwa dapat dipahami secara baik. Dengan menghubungkan fakta-fakta tersebut secara obyektif, temyata cakrawala pemecahan masalah menjadi semakin luas dan kegunaan hasil penelitian semakin bennanfaaat. Untuk itu di dalam metode deskriptif ini dikembangkan studi kasus dalam pemecahan masalah ( Nawawi H, 2005 : 72 ) . Penelitian .ini memusatkan diri secara intensif terhadap satu obyek tertentu, dalam mempelajarinya sebagai suatu kasus. Seorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus tersebut untuk mengetahui sebab-sebab yang sesungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Studi kasus akan kurang kedalamannya bilamana hanya dipusatkan pada fase tertentu saja atau salah satu aspek tertentu sebelum memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya studi kasusa akan kehilangan artinya kalau ditujukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum, tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam ( Nawawi H, 2005 : 73 ) .
46
Disamping itu studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenamya dari kasus yang diselidiki . Untuk itu data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang bersangkutan, tetapi dapat jugadiperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenalnya secara baik, atau data dalam studi kasu3 ini dapat dikumpulkan dari berbagai sumber ( Nawawi H,
2005).
B. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis melakukan pencarian data sekunder, baik yang berupa catatan, laporan, dokumen-dokumen, maupun literatur yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini. Untuk lebih mendukung keberadaan data sekunder, penulis juga menghimpun data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak. langsung, yaitu dengan cara mengutip atau mencatat dari dokumen-dokumen yang berupa data statistik, arsip, gambar, maupun grafik dari Pemerintah Daerah ataupun sumber lainnya yang valid. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbemya, baik orang-orang yang telah ditetapkan menjadi responden maupun kondisi riil yang didapat langsung di lokasi penelitian dengan cara melakukan observasi dan wawancara. Dalam rangka pengumpulan data ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data antara lain sebagai berikut :
47
Disamping itu studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenamya dari kasus yang diselidiki . Untuk itu data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang bersangkutan, tetapi dapat jugadiperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenalnya secara baik, atau data dalam studi kasus ini dapat dikumpulkan dari berbagai sumber ( Nawawi H,
2005).
B. Telmik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis melakukan pencarian data sekunder, baik yang berupa catatan, laporan, dokumen-dokumen, maupun literatur yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini. Untuk lebih mendukung keberadaan data sekunder, penulis juga menghimpun data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dengan cara mengutip atau mencatat dari dokumen-dokumen yang berupa data statistik, arsip, gambar, maupun grafik dari Pemerintah Daerah ataupun sumber lainnya yang valid. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbemya, baik orang-orang yang telah ditetapkan menjadi responden maupun kondisi riil yang didapat langsung di lokasi penelitian dengan cara melakukan observasi dan wawancara. Dalam rangka pengumpulan data ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data antara lain sebagai berikut :
47
8.1. Teknik Observasi Teknik ini dilakukan dengan jalan mengamati dan mencatat secara langsung di lokasi penelitian atas gejala-gejala yang ada kaitannya dengan objek yang diteliti. Sehingga melalui ini penulis berusaha mendapatkan data tentang langkah-langkah dalam kebijakan penanggulangan flu. burung yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman. Nasution (1982:122) mengemukakan bahwa: Observasi juga dilakukan hila belurn banyak keterangan dimiliki tentang masalah yang diselidiki. Observasi dilakukan untuk menjajakinya. Jadi berfungsi sebagai eksplorasi. Dari hasil ini kita dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjukpetunjuk tentang cara memecahkannya.
8.2. Teknik Wawancara Teknik wawancara merupakan kegiatan tanyajawab atau interview yang dilakukan secara bebas namun terarah, dengan kata lain pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sudah dipersiapkan sebelumnya, dan jika diperlukan pertanyaan tersebut dapat berkembang melihat situasi dan kondisi di lapangan. Wawancara dilakukan terhadap informan yang telah ditentukan ( yaitu pejabat terkait yang bertanggung jawab dalam penanggulangan flu burung, petemak dan masyarakat ) untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam tentang
b~rbagai
hal yang diperlukan yang berhubungan dengan
masalah penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman, juga untuk merespon berbagai pendapat untuk pemecahan masalah.
48
8.3. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi merupakan pengamatan gejala dari objek yang diteliti dengan mengutip dan meneliti dokumen yang tersedia. Winamo (1994:125) mengatakan bahwa: Pengertian dokumentasi merupakan laporan tertulis dari suatu peristiwa, yang isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau meneruskan keterangan mengenai peristiwa tersebut. Dengan rumusan itu kita dapat memasukkan notulen rapat, laporan panitia kerja, artikel, majalah, iklan dan lain sebagainya ke dalam dokumen. Berdasarkan teknik ini, penulis mengambil data-data ataupun bahanbahan dari beberapa sumber resmi, antara lain : Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman yang melipiuti UPTD Yankeswan, Bidang Petemakan, Poskeswan,
Jumal Petemakan, Surat Keputusan,
Surat Kabar
lokal dan nasional, dan lain-lain.
C. Teknik Analisis Data Data yang dikumpulkan dan ditunjang dengan berbagai argumentasi tinjauan pustaka, diolah serta dianalisis dengan menggunakan teknik kualitatif, dilengkapi dengan analisis data sekunder.
Penggunaan
data sekunder
dimaksudkan agar supaya analisis data kualitatifmenjadi lebih komprehensif. Pertimbangan digunakannya data skunder dan data primer, adalah mampu menggali informasi yang lebih luas, mendetil dan mendalam dari fenomena yang terjadi, juga dapat mengkaji temuan-temuan dari kasus yang terjadi di lokasi penelitian, sehingga kajian yang diperoleh diharapkan dapat mengembangkan konsep.
49
Data yang terkumpul disusun kemudian
dipelajari menurut urutannya
( squences ) dan dihubungkan satu dengan yang lain secara menyeluruh ( komperhensif ) dan integral, agar menghasilkan gambaran umum ( general picture ) dari kasus yang diselidiki. Setiap fakta itu dipelajari peranan dan fungsinya di dalam kehidupan kasus tersebut. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kedalaman sebuah studi kasus dapat diukur dari data yang dapat dikumpulkan. Pada tahap terakhir, studi kasus harus mampu menemukan cara-cara yang dapat ditempuh untuk melakukan perbaikan terhadap aspek-aspek yang menunjukan kelainan kasus yang diselidiki.
50
BABIV DINAS PERTANIAN DAN KEHUT ANAN
A. Visi, Misi Dinas
Definisi yang umum digunakan dewasa ini mengatakan bahwa visi merupakan " Bayangan mental tentang kondisi organisasi yang diinginkan untuk diwujudkan dimasa depan yang menyatakan secara rinci pandangan yang realistik, mantap dan menarik tentang masa depan organisasi ". Dengan demikian dapat dikatakan bahwa visi Dinas Pertanian dan Kehutanan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kondisi Dinas Pertanian dan Kehutanan yang lebih baik dari yang dihadapi sekarang. Visi juga memberikan rasa identitas, arab dan makna yang jelas bagi para pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan. Agar hal ini terwujud, visi harus bersifat menantang, mengilhami dan memberdayakan semua orang dalam jajaran Dinas Pertanian dan Kehutanan . Demikian pentingnya makna visi sehingga dapat dikatakan bahwa setiap usaha mengubah kultur Dinas Pertanian dan Kehutanan harus dimulai dengan adanya visi yang jelas tentang strategi baru yang ditentukan dan apa saja yang diperlukan agar strategi tersebut mendatangkan basil yang diharapkan. Dinas Pertanian dan Kehutanan yang dikelola dengan baik didorong oleh visi . Perlu ditekankan bahwa memiliki visi bukan " monopoli " orang-orang tertentu saja dalam Dinas Pertanian dan Kehutanan, artinya pemilikan visi yang sama harus merata pada semua tingkat, hierarki, satuan tugas, kelompok, tim dan individu dalam Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman. Sudah barang
51
tentu penyebar luasan kepemilikan visi yang sama tidak teljadi dengan sendirinya. Penyebaran tersebut harus dilakukan secara sadar dengan mengikuti empat tahap sebagai berikut : I. Berbagi visi. Para pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan akan menerima tantangan visi yang jelas apabila visi tersebut bermakna bagi mereka dan diyakini akan memperbaiki kondisi masyarakat 2. Memberdayakan individu. Para pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan perlu merasa bahwa mereka berkepentingan dalam terwujudnya visi baru itu dan bahwa mereka berpartisipasi dalam merumuskannya. Maksudnya ialah bahwa tujuan pribadi mereka seirama dengan visi Dinas 3. Menghargai kinerja. Suatu visi yang efektif menghargai kinelja yang memuaskan. Penghargaan dimaksud mencakup pula dukungan pimpinan kepada para bawahannya mengambil resiko, memberikan kebebasan bertindak meskipun tindakan tersebut mungkin berakibat pada kesalahan dan menyediakan informasi guna mendukung pengambilan keputusan hingga pada tingkat paling bawah ( Laporan Tahunan Dinas, 2005 ) . Adapun visi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam melaksanakan semua kegiatan pembangunan pertanian dan kehutanan adalah " Keluarga pertanian dan kehutanan yang profesional, mampu bersaing dan memenangkan persaingan " ( Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan ) Sedangkan misi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman adalah Memberdayakan sumberdaya manusia pertanian secara profesional Mengelola sumberdaya alam secara optimal dan lestari
52
Meningkatkan kesejahteraan dan membangun daerah Berdasarkan uraian di atas, maka dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk mencapai misi dan tujuan organisasi, Dinas Pertanian dan
Kehutanan mutlak harus dapat mengkoordinasikan semua yang ada demi - tercapainya misi dan tujuan organisasi. Tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan pertanian dan kehutanan antara lain : Untuk mewujudkan pertanian dan kehutanan yang maju, berorientasi pasar, berbudaya industri dan berwawasan lingkungan Mewujudkan usaha pertanian dan kehutanan yang maju, berkembang dan mandiri didukung kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, dengan menggunakan ilmu pengetahuan, tehnologi tepat guna dan kelembagaan y~ng mantap Meningkatkan lapangan kerja, usaha produktif serta pendapatan petani Meningkatkan kualitas pelayanan ( Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan ) Pembangunan pertanian dan kehutanan yang maju, berorientasi pasar, berbudaya industri dan berwawasan lingkungan dilaksanakan dengan penanganan dan pengelolaan secara profesional.
Arah kebijaksanaa'l pembangunan pertanian dan kehutanan kabupaten Sleman diutamakan pada pemberdayaan masyarakat petani dan pemberdayaan ekonomi melalui : 1. Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia
53
2. Peningkatan kualitas dan pengembangan kelembagaan petani 3. Peningkatan dan pengembangan produksi 4. Pengembangan agribisnis
5. Peningkatan penerapan ilmu pengetahuan dan tehnologi 6. Pemanfaatan dan pelestarian SDA dan lingkungan secara optimal ( Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan ) Secara operasional ditetapkan sasaran pembangunan pertanian dan kehutanan Kabupaten Sleman, yaitu : 1.
Pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaanlkelompo.k/asosiasi yang bergerak dalam bidang pertanian dan kehutanan, melalui : - Pembinaan sumber daya manusia - Pembinaan kelembagaan kelompok/asosiasi - Bimbingan dan pembin~ pennodalan
2. Pengembangan sumber daya, sarana dan prasarana - Dukungan tehnologi produksi - Dukungan tehnologi perbenihan dan perbibitan - Dukungan tehnologi kesehatan hewanltemak - Dukungan pemberantasan dan pengendalian hama/penyakit - Pelayanan inseminasi buatan - Pelayanan kesehatan masyarakat veteriner 3. Pengembangan usaha petemakan - Dukungan pra produksi dan pasca produksi - Dukungan pennodalan, dukungan kemitraan
54
- Dukungan informasi dan promosi 4. Pengembangan manajemen pertanian dan kehutanan ( Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan ) Sedang Strategi Dinas Pertanian dan
Kehutanan adalah dengan
mengkonsolidasikan pot:ensi ( swnberdaya manusia, inst:itusi, dan sumberdaya alam ) yang pada akhirnya untuk peningkatan kesejaht:eraan masyarakat:. Barangkali sumber daya yang paling penting untuk sebuah organisasi adalah st:afuya yang memiliki pengetahuan dan keahlian sert:a mempunyai komitmen terhadap program organisasi, dengan kata lain perkataan st:af yang berkualitas. Dalam organisasi pemerintahan, sumber daya manusia senng disebut sebagai aparatur yaitu pegawai yang melaksanakan tugas-tugas kelembagan atau sering disebut sebagai kekuatan manusia (energi atau power). Kenyataan yang dihadapi faktor yang sangat menentukan sebagai pemegang kunci tetap ada pada manusianya, sebagai perencana, pelaksana, pengendali, pengawasan maupun evaluasi dan yang memanfaatkan hasilnya. Disamping memperhatikan faktor sumberdaya manusia, Dinas Pertanian dan Kehutanan juga perlu memperhat:ikan lingkungan.
Faktor lingkungan itu
meliputi: l. Dukungan, bantuan, dorongan dan partisipasi dari masyarakat yang dilayani untuk menyampaikan umpan batik, agar pelayanan umum dan pembangunan sebagai tugas pokok organisasi non profit dapat dilaksanakan secara responsif
55
2. Kontrol/pengawasan masyarakat secara konstruktif untuk memperbaiki setiap kelemahan
dan
kekurangan
Dinas
Pertanian
dan
Kehutanan
dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab pemberian pelayanan khususnya dalam penanggulangan flu burung 3. Titik-titik kritis yang dapat mengganggu kualitas pelaksanaan pelayanan umum dan pembangunan yang ada di masyarakat harus dihindari atau dikendalikan agar tidak merugikan kepentingan semua pihak sesuai perannya masing-masing ( Profit Keluarga Petemakan, 2005 ) . Bidang Petemakan ( salah satu bidang dari Dinas Pertanian dan Kehutanan yang bertanggung jawab langsung dalam penanggulangan flu burung ) Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman mempunyai tugas pokok untuk mewujudkan tujuan pembangunan petemakan di Kabupaten Sleman, yaitu : 1.
Mewujudkan petemakan yang maju berorientasi pasar, berbudaya industri dan berwawasan lingkungan
2.
Mewujudkan usaha petemakan yang maju, berkembang dan mandiri yang didukung oleh kemampuan sumberdaya manusia yang berkualitas dan dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dengan menggunakan ilmu pengetahuan, tehnologi tepat guna dan kelembagaan yang mantap
3.
Meningkatkan lapangan kerja, usaha produktif serta pendapatan petani
4.
meningkatkan kualitas pelayanan ( Profil Keluarga Petemakan, 2005 ) UPTD ( Unit Pelaksana Teknis Dinas ) Pelayanan Kesehatan Hewan
merupakan salah satu bagian dari Dinas Pertanian dan Kehutanan yang berperan
56
penting dalam penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman. Adapaun visi UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan adalah: " Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman menjadi UPTD terkemuka, profesional dan produktif sebagai pelaksana teknis bidang pelayanan kesehatan hewan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman " ( Laporan Tahunan UPTD Yankeswan, 2005 ) . Selain memegang teguh Visi UPTD Yankeswan juga mempunyai misi. Misi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan Kesehatan Hewan di Kabupaten Sleman aadalah: 1.
Memberikan
layanan
kesehatan
hewan
kepada
masyarakat
untuk
mewujudkan masyarakat petemak yang produktif dan mandiri 2.
Memberikan kontribusi pada PAD Kabupaten Sleman
3.
Membina tenaga fungsional bidang kesehatan hewan
4.
Menyediakan data info status kesehatan hewan di Kabupaten Sleman guna penyusunan dan pengembangan program kesehatan hewan
5.
Memberikan layanan konsultasi permasalahan kesehatan hewan
6.
Memberikan layanan diklat pada koas kesehatan hewan.
( Sumber : UPTD Yankeswan ) Kegiatan yang telah dil&kukan Unit Pelaksana fehnis Daerah Pelayanan Kesehatan Hewan dalam penanggulangan flu burung yaitu : 1.
Peningkatan pengendalian penyakit hewan meliputi sosialisasi penanganan penyakit flu burung
57
2.
Pembinaan, pencegahan dan pengendalian penyakit hewan menular dan pemberantasan wabah meliputi vaksinasi AI dan desinfektansia
( Sumber : Laporan Tahunan UPTD Yankeswan, 2005 )
B. Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukan batas-batas suatu organisasi formal dan dalam hal apa organisasi tersebut beroperasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya akan ditentukan salah satunya oleh struktur organisasi yang d!bentuk. Karena struktur organisasi akan menentukan pola perilaku individu dalam pencapaian tujuan organisasi. Struktur organisasi dalam Dinas .Pertanian dan Kehutanan adalah kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukan kedudukan dan peranan masingmasing dalam kebutuhan kerjasama. Sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999, Bangsa Indonesia telah memulai proses perubahan mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan. Apalagi setelah keluarnya PP nomor 84 tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, maka pemerintah daerah di masing-masing wilayah membentuk berbagai macam organisasi perangkat daerah untuk melaksanakan otonomi dalam rangka kemajuan dan kesejahteraan rakyat, dunia usaha dan daerah itu sendiri.
58
Sebagai tindak Janjut dari adanya kebijakan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman mengeluarkan kebijakan berupa Perda Kabupaten Sleman Nomor 12 tahun 2000 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 tahun 2003 . Salah satu dinas yang dibentuk tersebut diantaranya adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman, yang susunan organisasi dan tata kerjanya diatur oleh Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor 27 Tahun 2003. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman merupakan gabungan dari 5 dinas yaitu : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Petemakan, Dinas Perikanan, Dinas Perkebunan serta Dinas Kehutanan. Dinas Pertanian dan Kehutanan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan bidang pertanian dan perhutanan . Sebelum disahkannya SK Bupati No 27 tahun 2003 Bidang Petemakan disebut dengan Sub Dinas Petemakan yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehuatan Kabupaten Sleman di bidang petemakan dan mempunyai fungsi : I. Pembinaan pengembangan petemakan meliputi penyelenggaraan, bimbingan, pengelolaan, perbibitan, perbenihan dan pakan temak, penyebaran temak serta budidaya temak
59
2. Pembinaan dan pengawasan usaha petemakan meliputi pembinaan, bimbingan dan pengembangan usaha petemakan serta pemasaran hasil petemakan 3. Pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan hewan meliputi tugas pembinaan, bimbingan
dan
penyelenggaraan,
pencegahan,
pemberantasan
serta
pengobatan penyakit hewan _ 4. Pembinaan dan Penyelanggaraan kesehatan masyarakat veteriner meliputi tugas pembinaan, bimbingan dan penyelenggaraan perlindungan hewan dan produk hewan dan produk asal hewan, pengawasan obat hewan dan pengelolaan laboratorium 5. Pembinaan pemberdayaan petemakan meliputi tugas pembinaan, bimbingan dan penyelenggaraan pengembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan petemak serta pengembangan metode tata penyuluhan Sub Dinas Petemakan terdiri dari 5 seksi antara lain : 1. Seksi Pernberdayaan Petemakan 2. Seksi Kesehatan Hewan 3. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner 4. Seksi Pengembangan Petemakan 5. Seksi Usaha Petemakan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dibentuk sesuat dengan SK Bupati Sleman No. 27/Kep.KDH/A/2003 tanggal 23 Oktober 2003 tentang Struktur Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Pertanian Dan Kehutanan bahwa Dinas Pertanian dan Kehutanan berkedudukan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang mempunyai
60
tugas melaksanakan kewenangan bidang pertanian dan kehutanan. Dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melaluli Sekretaris Derah. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi :
.
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian dan kehutanan 2. Pemberian perizinan dan pelayanan di bidang pertanian dan perhutanan 3. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas Adapun struktur organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan ( dapat dilihat dalam lampiran 8 ) terdiri dari :
a. Kepala Dinas b. Bagian Tata Usaha terdiri dari : 1. Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan uruS2n surat-
surat, kearsipan, kepustakaan, dokumentasi, perlengkapan dan rumah tangga Dinas Pertanian dan Kehutanan 2. Sub Bagian Kepegawaian mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana kebutuhan pegawai, pengembangan pegawai, kepangkatan, hak dan kewajiban pegawai, pembinaan pegawai dan tata usaha kepegawaian Dinas Pertanian dan Kehutanan
3. Sub
Bagian
Perencanaan
dan
Keuangan
mempunyai
tugas
melaksanakan penyusunan program kerja, rencana kegiatan, penyajian data, evaluasi, penyusunan laporan dan pengelolaan anggaran,
61
perbendaharaan, serta pembukuan keuangan Dinas Pertanian dan Kehutanan c. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehutanan di bidang tanaman pangan dan hortikultura
dalam
melaksanakan
tugasnya
mempunyai
fungsi
1) penyelenggaraan perencanaan dan pengembangan pembangunan hi dang tanaman pangan dan hortikultura 2) penyelenggaraan pemberdayaan bidang tanaman pangan dan hortikultura
3) pembinaan pengembangan produksi
tanaman pangan dan hortikultura 4) pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan tanaman pangan dan hortikultura 5) pembinaan, pengawasan dan pengembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura terdiri dari : 1. Seksi Bina Program Tanaman Pangan dan
Hortikultu~
2. Seksi Pemberdayaan Tanaman Pangan dan Hortikultura 3. Seksi Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura 4. Seksi Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura 5. Seksi Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura d. Bidang Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehutanan di Bidang Perkebunan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi
:
pengembangan
bidang perkebunan
pembangunan
pemberdayaan bidang perkebunan perk.eburian
1) penyelenggaraan perencanaan dan 2)
penyelenggaraan
3) pembinaan pengembangan produksi
4) pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan tanaman
62
perkebunan 5) pembinaan, pengawasan dan pengembangan agribisnis perkebunan Bidang Perkebunan terdiri dari : I. Seksi Bina Program Perkebunan 2. Seksi Pemberdayaan·Perkebunan 3. Seksi Produksi Perkebunan 4. Seksi Agribisnis Perkebunan e. Bidang Perikanan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehutanan di bidang perikanan, dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi : 1) penyelenggaraan perencanaan dan pengembangan pembangunan perikanan 2) penyelenggaraan pemberdayaan bidang perikanan 3) pembinaan pengembangan produksi perikanan 4) pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan perikanan 5) pembinaan, pengawasan, dan pengembangan usaha perikanan Bidang Perikanan terdiri dari : 1. Seksi Bina Program Perikanan 2. Seksi Pemberdayaan Perikanan 3. Seksi Produksi Perikanan 4. Seksi Usaha Perikanan f.
Bidang Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehutanan di bidang kehutanan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi : 1) penyelenggaraan perencanaan, penataan, pengukuran dan pemetaan hutan 2) penyelenggaraan pemberdayaan bidang kehutanan 3)
63
penyelenggaraan rehabilitasi dan konservasi lahan pengelolaan hutan
5) pembinaan
usaha
4) pembinaan dan
kehutanan
5) pengendalian
peredaran hasil hutan . Bidang Kehutanan terdiri dari: I. Seksi Planologi Kehutanan _ 2. Seksi Pemberdayaan Kehutanan 3. Seksi Rehabilitasi Lahan dan Pembinaan Hutan 4. Seksi Bina Usaha Kehutanan g. Bidang Petemakan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehutanan di bidang petemakan, dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi : a) penyelenggaraan perencanaan dan pengembangan bidang petemakan b) Penyelenggaraan pemberdayaan bidang petemakan c) Pembinaan dan penyelenggaraan pengembangan petemakan dan pengawasan usaha petemakan
d) Pembinaan
e) Pembinaan dan penyelenggaraan
kesehatan hewan f) Pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan masyarakat veteriner. Bidang Petemakan terdiri dari : 1. Seksi Bina Program 2. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner 3. Seksi Pengembangan dan Usaha Petemakan 4. Seksi Pemberdayaan h. Unit Pelaksana Teknis Dinas ( UPTD ) 1.
Kelompok Jabatan Fungsional
64
Bagian, bidang dan unit pelaksana teknis dinas masing-masing dipimpin oleh seorang kepala yang berada dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. Sedang sub bagian dan seksi masing-masing dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala bagian atau kepala bidang. Sementara itu Kelompok jabatan fungsional di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang dalam melaksanakan tugas dikoordinasikan oleh seorang koordinator ( SK Bupati No. 27 tahun 2003 ) . Dari keterangan yang ada dapat dilihat mulai disahkannya SK Bupati No 27 tahun 2003 tentang Struktur Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kehutanan, pada tanggal 1 Oktober 2003 bahwa Seksi Kesehatan Hewan hilang dan tugas pokok dan fungsinya digabung menjadi satu dengan Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa struktur yang ada membawa konsekuensi terhadap tingkat pemanfaatan pegawai yang sesuai dengan spesialisasi yang terdapat di dalam struktur organisasi. Sementara itu, apabila
struktur organisasi dilihat dari tingkat
pengendalian pegawai dalam pelaksanaan tugas, maka dengan struktur organisasi yang ada, tingkat pengendalian yang dilakukan oleh kepala dinas terhadap pegawai tidak mendapat kesulitan karena kepala dinas tidak secara langsung mengendalikan tetapi melalui kepala bagian tata usaha atau para kepala bidang yang kemudian kepala bagian tata usaha atau para kepala bidang mengendalikan lagi kepala seksi baru sampai pada para pegawai.
65
Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dikaitkan dengan struktur organisasi yang dibentuk sebagaimana telah <1iuraikan di atas, jelaslah bahwa struktur organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman yang ada sekarang dapat mempengaruhi terhadap kegiatan organisasi dalarn pencapaian misi dan tujuan organisasi. Dalam penulisan ini penulis hanya akan membatasi bagian dari Dinas Pertanian dan Kehutanan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman yaitu 1) Bidang Petemakan ( khususnya Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner ) dan 2) UPTD Yankeswan (yang merupakan koordinator Poskeswan) dan 3 )Poskeswan sebagai petugas teknis di lapangan . Sehingga yang dimaksud Kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalarn penggulangan flu burung adalah kinerja Bidang Petemakan, UPTD Yankeswan dan Poskeswan di bawah pimpinan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan dalarn penanggulangan flu burung.
1). Bidang Petemakan Bidang Petemakan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian dan Kehutanan di bidang petemakan, dan mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan perencanaan dan pengembangan pembangunan
bidang
petemakan b. Penyelenggaraan pemberdayaan bidang petemakan c. Pembinaan dan penyelenggaraan pengembangan petemakan d. Pembinaan dan pengawasan usaha petemakan
66
e. Pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan hewan f.
Pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan masyarakat veteriner Bidang Petemakan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman
terdiri dari 4 seksi yaitu : I) Seksi Bina Program 2) Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner 3) Seksi Pengembangan dan Usaha Petemakan 4) Seksi Pemberdayaan Seksi
Bina Program
Petemakan mempunyai
tugas melaksanakan
penyusunan rencana kegiatan kerja, penyajian data, evaluasi dan penyusunan laporan bidang petemakan . Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, bimbingan dan penyelenggaraan, pencegahan, pemberantasan, pengobatan penyakit hewan, perlindungan hewan dan produk asal hewan, pengawasan obat hewan dan pakan hewan, serta pengawasan dan pengelolaan laboratori. urn . Seksi
Pengembangan
dan
Usaha
Petemakan
mempunyai
tugas
melaksanaan pembinaan, bimbingan, penyelenggaraan pengelolaan perbibitan, perbenihan, pakan temak, penyebaran temak, budidaya petemakan dan pengembangan usaha petemakan serta pemasaran basil petemakan . Seksi pembinaan,
Pemberdayaan bimbingan
dan
Petemakan
mempunyai
pengembangan
tugas
sumberdaya
melaksanaan manusia
dan
kelembagaan petemak, serta pengembangan metode dan tata penyuluhan .
2). Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, · bimbingan dan penyelenggaraan, pencegahan, pemberantasan,
67
pengobatan penyakit hewan, perlindungan hewan dan produk asal hewan, pengawasan obat hewan dan pakan hewan, serta pengawasan dan pengelolaan laboratorium. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner mempunyai tugas melaksanaan pembinaan dan penyelenggaraan : a. Pemberantasan, pengobatan penyakit hewan I. Sosialisasi penyakit hewan dan kesehatan hewan 2. Pengawasan lalu lintas hewan antar daerah 3. Pemeriksaan kesehatan hewan keluar/masuk wilayah Kabupaten Sleman 4. Penutupan, membuka kembali lalu lintas temak untuk daerah tertular 5. Pemusnahan bila perlu pada hewan yang berpenyakit zoonosa b. Perlindungan hewan dan produk asal hewan I. Perlindungan hewan 2. Perlindungan produk asal hewan 3. Pengawasan dan pemeriksaan peredaran daging dan basil ikutannya 4. Pengawasan dan pemeriksaan susu 5. Pengawasan dan pemeriksaan telur c. Pengawasan peredaran obat hewan dan pakan temak I. Pengawasan peredaran obat hewan di distributor, toko obat hewan 2. Pengawasan penggunaan obat oieh Poskeswan, drh. praktek 3. Pengawasan peredaran pakan di distributor, depo dan poultry shop d. Pengawasan dan pengelolaan laboratorium
68
e. Pengawasan laboratorium diagnostik dan laboratorium kesmavet f.
Pengelolaan laboratorium diagnostik, guna pengujian bedah bangkai, penyakit yag disebabkan virus, penyak.it yang disebabkan bakteri
g. Pengelolaan laboratorium kesmavet guna pengujian daging, telur, susu h. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan/pengujian laboratorium rujukan
3). UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayananan Kesehatan Hewan atau sering disebut dengan
UPTD Yankeswan
pembentukannya berdasarkan pada SK
Bupati Sleman No. 58/K.ep. KDHIN2003 berkedudukan sebagi unsur pelaksana teknis Dinas Pertanian dan Kehutanan yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan mempunyai fungsi : a. Melaksanakan dignosa dan penyembuhan hewan sakit b. Melakukan vaksinasi dan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka penyembuhan penyakit c. Melaksanakan pemantauan dan melaporkan kejadian penyakit hewan d. Penyelenggaraan ketatausahaan UPTD pelayanan kesehatan hewan bertugas mengkoordinir poskeswanposkeswan yang ada di wilayah Kabupaten Sleman. Poskeswan yang ad(l di wilayah Sleman terdiri dari 10 Poskeswan yaitu : Poskeswan Prambanan, Poskeswan Ngemplak, Poskeswan Turi, Poskeswan Tempel, Poskeswan Ngaglik, Poskeswan Sleman, Poskeswan Seyegan, Poskeswan Moyudan, Poskeswan,
69
Pakem, dan Poskeswan Godean. Masing-masing poskeswan dipimpin oleh seorang dokter hewan ( ada yang berstatus tenaga kontrak, tetapi ada yang sebagai PNS ) dan 2 tenaga paramedis. Hal ini dapat dilihat dalam Iampi ran 7. Tenaga pelaksana teknis UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan yang berkantor di UPTD terdiri dari 6 personel yaitu I orang dokter hewan, I orang sarjana petemakan, dan 4 orang paramedis yang merangkap sebagai tenaga administrasi . Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan yang telah dilakukan maka disusun laporan tahunan dan evaluasi kegiatan UPTD Yankeswan. Hasil wawancara dengan kepala UPTD Y ankeswan " Walaupun tugas kami menurut SK Bupati No 58 tahun 2003 adalah memberi layanan kesehatan hewan kepada masyarakat, tetapi kami baru diserahi tugas penanggulangan flu burung dan sebagai koordinator Poskeswan pada tahun 2005, jadi penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman pada tahun 2004 serta koordinator Poskeswan masih dipegang oleh Bidang Peternakan khususnya pada Seksi Kesehatan Masyarakat Vcteriner dan kami sifatnya.hanya membantu". ( Sumber : Wawancara dengan kepala UPTD Y ankeswan )
4). Poskeswan ( Pos Kesehatan Dewan ) Poskeswan ( Pos Kesehatan Hewan) sesuai dengan SK Bupati Sleman No 86/SK.KDH/2000 mempunyai tugas dan fungsi sebagi berikut : I. Menyusun rencana kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 2. Memberikan pelayanan kesehatan hewan 3. Memberikan penyuluhan yang berkaitan dengan kesehatan hewan maupun pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan 4. Membantu melakukan pengawasan penyebaran temak
70
S. Membantu melakukan pengawasan laJu lintas hewan, bahan asal hewan dan basil ikutannya 6. Membantu pengawasan kesehatan hewan di wilayah kerjanya 7. Mengkoordinir pelaksanaan inseminasi buatan ( IB )
71
BAB V KINERJA DINAS TAHUN 2004
A. Kondisi Wabah
Sudah menjadi kenyataan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia telah terjangkit wabah penyakit avian influenza atau flu burung type H5N 1. Keresahan dan kecemasan yang berlebihan telah terjadi pada suatu kelompok masyarakat, dilain pihak pada kelompok masyarakat yang lain dapat dikatakan tidak terjadi pergolakan, kecemasan ataupun keresahan. Namun demikian, bila suatu wilayah telah diberitakan, bahwa ada kasus " suspect AI " pada manusia, maka muncul keresahan dan kecemasan dengan menjadikan unggas sebagai " ayam hitam " yang pada akhirnya insan pertanian pada umumnya dan insan petemakan pada khususnya menjadi bulan-bulanan, terutama para petugas petemakan di lapangan. Penanggulangan
flu
burung
berarti
penyelamatan
sumber
mata
pencaharian manusia untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karenanya penanganan flu burung harus memperhatikan kelangsw1gan hidup petemak dan usaha petemakan hulu hingga hilir. Yang lebih penting lagi produk temak unggas yang bebas flu burung merupakan unsur yang menjamin keamanan pangan, yang tidak saja penting untuk kemanan pangan dalam negeri tetapi juga keamanan pangan produk temak yang diekspor. Dengan luasnya dampak sosial ekonomi tersebut di atas penanggulangan flu burung dilakukan untuk nienekan kerugian yang timbul di berbagai bidang.
72
Menurut Dadang, petemak ayam potong, Sleman: "Menurunnya jumlah kematian ayam peliharaan kami pada akhir tahun 2006 belum bisa menutupi biaya operasional usaha petemakan kami 2 tahun terakhir, karena kematian ayam da.-npak dari flu burung beberapa tahun lalu ( tahun 2004 ) terlampau besar, terutama usaha petemakan berskala kecil seperti kami. Memang sudah mulai stabil, namun belum mampu menutupi kerugian yang diakibatkan virus flu burung beberapa tahun lalu. Apalagi harga sejumlah bahan produksi, seperti pakan, obatobatan dan perawatan ayam cukup mahal ". ( Sumber : wawancara dengan petemak ayam potong, Sleman ) Beberapa pedagang pakan menyampaikan hal yang senada :
unggas
di
Kecamatan
Mlati
JUga
" Memang dampak flu burung tahun 2004 merupakan kejadian yang paling merugikan kami, terjadi penurunan omzet penjualan pakan unggas khususnya pakan puyuh dan pakan ayam ras itu dikarenakan banyak petemak yang takut untuk memelihara unggas lagi, sehingga kebutuhan akan pakan puyuh dan ayam ras turon. Untuk rnengatasi persoalan itu kami lebih memilih mengurangi stok pakan unggas agar tidak rugi ". ( Sumber : Wawancara dengan Pak Janu, Mlati )
Hal senada juga disampaikan oleh beberapa pedagang pakan unggas di Sleman: " Memang dampak flu burung awal tahun 2004 merupakan kejadian yang paling merugikan kami, terjadi penurunan omzet penjualan pakan unggas khususnya pakan puyuh dan pakan ayam ras itu dikarenakan untuk sementara banyak petemak yang takut untuk memelihara unggas lagi, sehingga kebutuhan akan pakan puyuh dan ayam ras menurun. Untuk mengatasi persoalan itu kami lebih memilih mengurangi stok pakan unggas agar tidak rugi ". ( Sumber : Wawancara dengan pegdagang pakan unggas, Sleman ) Selain menimbulkan dampak yang merugikan bagi pedagang pakan unggas, temyata flu burung juga menimbulkan kerugian bagi pedagang daging ayam, omzet penjualan mereka menurun hingga 50 % . Menurut beberapa pedagang, penurunan itu dikarenakan banyak anggota masyarakat yang takut untuk mengonsumsi daging ayam ( masyarakat mengira
73
daging ayam yang mereka jual dari ayarn yang tidak sehat ). Untuk mengatasi persoalan itu beberapa pedagang lebih memilih mengurangi stock penjualan daging ayam, dengan harapan kerugian yang dialarni karena daging ayamnya tidak laku, bisa dikurangi.
Seperti dikemukakan oleh Ny. Sanikem pedaging
daging ayam dan itik dari Sendang agung, Minggir yang mengatakan : " Pada tahun 2004 tepatnya sekitar bulan April sarnpai Mei sejak diberitakan banyak unggas yang mati karena terserang virus flu burung permintaan daging ayam di tempat karni mengalarni penurunan yang cukup drastis, dikarenakan beberapa pemilik warung makan banyak yang mengurangi pesanan. Padahal jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya harga daging ayarn mengalarni penurunan Meski begitu permintaan daging ayarn di tempat karni tetap sepi. Sehingga saya hams lebih bersikap selektif yaitu dengan mengurangi stok daging ayarn dari petemak. ". ( Sumber: Wawancara dengan Ny. Sanikem, Sendangagung, Minggir) 3
Untuk mengatasi kerugian yang diderita akibat wabah flu burung, Kepala Bidang Petemakan Dinas Pertanian dan Kehutanan menghimbau sebaiknya para petemak diharapkan dapat bertukar pikiran dan pengalaman tentang pemeliharaan temak yang baik khususnya unggas, termasuk tentang jaringan pemasaran yang baik, sehingga petemak akan memperoleh keuntungan yang lebih baik dalam mengembangkan usahanya . Ada wadahnya yaitu dalarn forum silaturahmi yang diselenggarakan tiap 3 bulan sekali, dalarn forum ini diharapkan dapat terjadi interaksi antara petugas, petemak, pedagang dan masyakat. Has!l wawancara dengan Kepala Bidang Petemakan tentang wabah flu burung pada tahun 2004 : " Kasus serangan flu burung pada waktu itu secara sporadik ( tidak teratur ), trend serangannya bersifat insidentil dan muncul secara tibatiba. Serangan flu burung di Sleman tidak akan bisa hilang dengan cepat, sebab di sebagian wilayah sudah dinyatakan sebagai daerah endemis terhadap penyakit flu burung . Untuk mewaspadai kemungkinan
74
penularanan flu burung lebih lanjut Bidang Petemakan Kabupaten Sleman telah melakukan pemeriksaan pada sejumlah petemakan unggas. Kegiatan itu kami lakukan bersama dengan Balai Diagnostik Kehewanan DIY dan petugas Poskeswan sekitar bulan Agustus ". ( Sumber: Wawancara dengan Kepala Bidang Petemakan) Kematian unggas karena AI tahun 2004 Ayam Buras
=
2.206 ekor
Ayam Potong
=
4.925 ekor
Ayam Petelur
=
28.900 ekor
Puyuh
=
344.300 ekor
Itik
=
174 ekor
=
380.505 ekor
( Sumber : Bidang Petemakan Kabupaten Sleman ) Kematian tertinggi puyuh pada petemakan sektor 3 karena masih ada beberapa petemak puyuh yang belum melaksanakan biosekuriti dan tata laksana pemeliharaan yang bai.k Walaupun telah dikandangkan tetapi pemeliharaannya masih di pemukiman penduduk, jarak: antar kandang sangat dekat. Sehingga penularannya begitu cepat. Data kematian unggas di Kabupaten Sleman tahun 2004 -2006 dapat dilihat di bagian Lampiran. Sistem petemakan unggas dibagi kedalam 4 kategori sektor yang didasarkan pada tipe usaha dan tingkat biosekuriti, antara lain : 1. Sektor 1 adalah sistem industri perunggasan yang terpadu. Kelompok industri perunggasan ini menerapkan sistem biosekuriti tingkat tinggi dan hasilnya dijual secara komersil di wilayah kota atau diekspor 2. Sektor 2 adalah kelompok usaha unggas yang masuk ke dalam sistem produksi unggas komersial dengan menerapkan sistem biosekuriti tingkat
75
menengah sampai tinggi. Hasil produksinya dijual di wilayah perkotaan dan de sa 3. Sektor 3 adalah kelompok usaha petemakan unggas yang hampir sama dengan sektor 2 akan tetapi sistem biosekuriti yang diterapkannya masih tingkat bawah. 4. Sektor 4 adalah kelompok usaha petemakan yang sistem pemeliharaannya dengan cara sistem umbaran dan sistem biosekuritinya sangat kurang. Tipe unggas semacam ini berpusat di wilayah desa dan merupakan usaha sambilan untuk memperoleh pendapatan atau untuk dikonsumsi sendiri.
Berdasarkan basil wawancara dengan Pak Nugroho, Wonokerto, Turi seorang petemak ayam potong tentang kejadian wabah pada tahun 2004 mengatakan :
" waktu itu di tahun 2004 dimana wabah flu burung pertama kali menyerang, informasi ihwal penyakit flu burung masih terbatas sehingga petemak belurn sepenuhnya paham bagaimana virus H5N I (penyebab flu burung) dapat menyebabkan kematian pada unggas mereka dan dapat dengan cepat menyerang unggas lain, yang saya tahu waktu itu flu burung ditularkan lewat udara, virus flu burung terbang ke udara di sekitar lokasi tempat unggas berpenyakit berada Kami juga belum paham tentang berapa lama masa inkubasi, dan bagaimana unggas bisa mati " ( Sumber : wawancara dengan P. Nugroho, Turi ) Berdasarkan keterangan dari petemak unggas yang didapat, penulis mencoba menanyakan dengan petugas poskeswan Godean tentang apa itu flu burung didapat keterangan :
" Masa inkubasi virus flu burung yaitu mulai masuknya virus ke tubuh unggas sampai timbul gejala atau mati berlangsung beberapa jam sampai dengan 3 hari, tergantung konsentrasi virus dan target jaringan atau organ
76
pada unggas. Sedangkan dalam suatu lokasi petemakan dapat berlangsung beberapa jam sampai 2 minggu. Virus dapat tetap hidup pada kotoran temak selama berminggu-minggu. Jika kotoran tersebut digunakan pupuk secara cepat dilahan pertanian, virus masih bisa hidup dan dapat mengkontaminasi temak unggas Pada unggas~ virus dapat memperbanyak diri dan berkembang dengan baik pada saluran pemafasan, saluran pencemaan, pembuluh darah, limpa, syaraf, ginjal dan sistem reproduksi unggas. Tidak terjadi penularan secara vertikal dari induk ke anak. Telur dari ayam yang terinfeksi biasanya tidak dapat menetas atau daya tetasnya menurun, bahkan beberapa menunjukan kerabang yang menjadi lunak" . ( Sumber : wawancara dengan petugas Poskeswan Godean ) Pada kesempatan lain petugas Poskeswan tersebut juga menerangkan : "Unggas yang rentan atau mudah terserang flu burung dan menyebabkan sakit biasanya adalah unggas yang telah berumur 7 minggu keatas. Dengan demikian flu burung akan lebih banyak menyerang pada peternakan ayam petelur, ayam kampung dan unggas peliharaan lainnya yang telah berumur diatas 7 minggu dan jarang ditemukan pada ayam pedaging yang hanya berumur paling lama 6 minggu. Gambaran gejala klinis sangat bervariasi tergantung tingkat keganasan virus, sub tipe, spesies unggas yang terserang, umur, kekebalan tubuh dan faktor lingkungan. Beberapa tanda serangan yang dapat dikenali antara lain : 1) Prosesnya berlangsung sangat cepat dalam suatu petemakan unggas dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2 jam. Dalam 3-7 hari, kematian dapat mencapai 100 % dengan peijalanan tingkat kematian biasanya meningkat antar I 0-50 kali dari hari sebelumnya 2) Banyaknya produksi lendir pada saluran pemafasan 3) Gangguan pencemaan berupa diare dan leleran cairan dari mulut 4) Penurunan produksi dan kualitas keraban telur secara drastic 5) Bengkak dan kebiruan pada muka dan pial serta perdarahan titik pada dada, kulit, dan telapak kaki " ( Sumber : wawancara dengan petugas poskeswan Godean ) Hasil wawancara dengan petemak ayam petelur di kecamatan Gamping tentang pengalamannya dalam penanggulangan flu burung tahun 2004 : " Pada waktu itu kami menyebutnya dengan penyakit misterius, gejalanya mirip NO tetapi lebih ganas tanpa menunjukan gejala yang jelas bahkan sore hari kami melihat ayam-ayam tersebut masih sehat tetapi pagi-pagi kami dapati ayam tersebut sudah mati. Ayam yang sehat kami beri vaksin NO tetapi tidak membawa basil. Jika mengingat peristiwa tersebut kami menjadi sedih. Petugas baru datang beberapa hari kemudian setelah jumlah ayam kami tinggal separo, dan agar tidak rugi, ayam-ayam yang masih sehat kami jual " ( Sumber : Wawancara dengan Petemak ayam petelur, Gamping )
77
Penyakit flu burung mirip dengan ND dari tingkat kematian yang tinggi dan berlangsung cepat, serta pada bedah bangkai ditemukan adanya pendarahan alat pencernaan. Perbedaannya adalah pada ND menyerang semua umur, terdapat suara ngorok yang khas, tidak ditemukan pembengkakan dan kebiruan pada kulit dada dan kaki, kotoran berwarna hijau putih, tidak ditemukan penurunan kualitas telur dan ovarium yang mengecil dan tidak bersifat zoonosis ( BPTP, 2004).
B. Kebijakan dan Kinerja Pemerintah
Kabupaten Sleman seperti juga kabupaten-kabupaten lain di Indonesia yang mendapat kesempatan dan kewenangan dari Pemerintah Pusat untuk menjalankan Otonomi Daerah berazas desentralisasi serta masih berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat terutama dalam menghadapi hal-hal yang bersifat krusial ( misal dalam menghadapi masalah wabah flu burung atau avian influenza ). Didalam menjalankan pemerintahannya didukung berbagai dinas, diantaranya Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman . Masalah penanganan AI, menurut Kepala Bidang Peternakan sebaiknya menjadi tanggungjawab seluruh masyarakat. Sehingga, dalam memutuskan suatu kebijakan, Dinas perlu mengajak semua komponen masyarakat, khususnya para peternak. Apal&gi, tidak hanya peternak besar yang kena dampaknya, namun banyak peternak kecil dan berskala rumahan, pedagang pakan unggas serta pedagang sarana dan prasarana peternakan unggas juga menderita kerugian akibat flu burung ini. Maraknya kasus flu burung di berbagai daerah secara tidak
78
langsung berdampak pada omzet penjualan daging ayam di pasar tradisional. Bahkan sejak beberapa hari terakhir omzetnya turun sampai 50 persen. Berdasarkan basil wawancara dengan Kasi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY : " Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka· terjadi pengalihan pelaksanaan tugas, pelaksanaan pengamanan temak termasuk pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular dari semula oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Otonomi ( Propinsi/ Kabupaten/Kota ~. Dalam pengalihan tugas ini kita mengalami kondisi transisi baik menyangkut kesiapan SDM dan perencanaan di daerah maupun kesiapan tatalaksana dan penganggaran kegiatannya. Dalam kondisi transisi ini diupayakan semaksimal mungkin untuk tidak terjadi kesenjangan yang menyebabkan timbulnya resiko yang tidak diinginkan oleh kita bersama berupa timbulnya wabah penyakit hewan menular. Oleh karena itu sangat penting bagi aparat bidang Petemakan di daerah untuk memahami pengawasan temak dan pemberantasan penyakit hewan menular dalam kerangka pembangunan, khususnya pada subsektor petemakan dan bagi ketahanan pangan nasional. Aparat I petugas petemakan harus mampu memberikan penjelasan dan meyakinkan Pemerintah Daerah masingmasing tentang pentingnya pengamanan temak dan pemberantasan penyakit hewan mer.ular tersebut beserta program kegiatan yang harus dilakukan. Sementara itu harus sudah dapat dipilah-pilah mana penyakit yang masih harus ditangani Pemerintah Daerah dan mana yang sudah dibina untuk swadana oleh masyarakat sendiri karena salah satu tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk menumbuhkan kemandirian pemerintah daerah dan masyarakat melalui usaha partisipasi bersama antara masyarakat dan pemerintah daerah yang bersangkutan dalam proses pertumbuhannya ". ( Sumber: Wawancara dengan Kasi Kesehatan Hewan Bidan Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY ) 3
Dalam kesempatan lain, beliau juga mengatakan : "Dalam pengembangan agribisnis petemakan, maka pengamanan temak dan pencegahan serta pemberantasan penyakit hewan menular merupakan faktor atau resiko yang paling utama diperhitungkan. Usaha petemakan dengan manajemen yang baik dapat hancur seketika apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular yang memadai. Sementara itu harus dicamkan bahwa dalam perhitungan anggaran suatu usaha petemakan, biaya pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular merupakan biaya yang paling kecil, tidak sampai 5 % dari seluruh ongkos produksi, namun biaya yang
79
kecil itu paling berpengaruh dalam perhitungan untung ruginya suatu usaha . Kami juga berharap agar Kepala Bidang Petemakan Kabupaten/Kota agar menyampaikan masalah ini kepada Bupati tentang pentingnya hal ini " ( Sumber: Wawancara dengan Kasi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY )
Diharapkan kepala BidaP.g Petemakan Kabupaten Sleman melalui Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman agar menyampaikan prinsipprinsip pengamanan temak dan pencegahan serta pemberantasa.n penyakit hewan menular ini kepada Kepala Pemerintah Daerah ( Bupati Sleman ), sehingga Pemerintah Daerah mempunyai pemahaman yang cukup yang kemudian memberikan respon yang memadai terhadap kebutuhan-kebutuhan
yang
diperlukan dalam pengamanan ternak, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular. Diantara penyakit hewan yang menular yang menjadi prioritas nasional untuk pemberantasannya adalah flu burung, supaya Pemerintah Daerah dapat memberikan perhatian dan dukungan yang sungguh-sungguh. Pengembangan setiap sistem diarahkan untuk mencapai tujuan pembinaan kesehatan hewan yang akan diwujudkan kedalam berbagai langkah operasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan kesehatan hewan skala nasional mengacu pada rekomendasi Ditjen Petemakan ( 2004 )mempunyai tujuan: 1. Meningkatkan produksi dan produktivitas temaklhewan melalui penekanan angka kematian ( mortalitas ) dan angka kesakitan ( morbiditas ) yang diakibatkan oleh penyakit hewan 2. Mengupayakan pembebasan suatu wilayah/daerah dari penyak.it hewan menular agar supaya diperoleh iklim usaha yang kondusif sehingga dapat
80
meningkatkan pendapatan petani temak melalui pengurangan resiko usaha dan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi usaha. 3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan hewan secara terpadu sebagai upaya memasyaratkan pelayanan kepada petani temak sehingga akan berdampak - terhadap pemahaman mengenai implikasi perubahan yang teijadi . Adapun sasaran pembinaan terhadap kebijakan kesehatan hewan dapat diuraikan sebagai berikut : I. Kesehatan hewan yang terpelihara dengan baik sehingga temak dapat berproduksi secara optimal 2. Lingkungan budidaya temak yang telindungi dari ancaman wabah penyakit menular terutama penyakit yang berdampak pada ekonomi 3. Sumberdaya yang terlindungi dari masuknya penyakit dari luar Indonesia atau dari penyebarannya kewilayah lain di Indonesia 4. Pemanfaatan sarana dan fasilitas kesehatan hewan seperti laboratorium, obat hewan, pakan hewan, dimaksudkan untuk menjamin agar hewan dan masyarakat menjadi sehat Prinsip pengendalian penyakit hewan menular oleh Pemerintah Pusat sebagai langkah lanjutan: a). Penyakit endemik dan sporadik antar kabupatenfkota tanggungjawab Pemerintah Propinsi; b). Penyakit hewan yang bersifat individu menjadi taggung jawab petemak; c). Penyakit epidemik dan sporadik dalam satu kabupatenlkota menjadi tanggungawab pemerintah kabupatenlkota; d). Prioritas nasional pemberantasan penyakit unggas adalah pemberantasan avian influenza (SK Diijen Petemakan No. 17 tahun 2004) .
81
Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam penanggulangan flu burung mengacu pada Strategi dan Program Pengendalian Wabah Flu Burung skala Propinsi sesuai dengan SE Gubemur DIY No. 504 I 0843 tgl 4 Maret 2004 tentang Pengendalian, Pencegahan dan Pemberantasan Flu Burung di Propinsi DI Yogyakarta, meliputi : 1. Program Pencegahan flu burung Tujuan program ini adalah untuk mencegah masuknya penyebab penyakit dari dalam wilayah satu ke wilayah lain : a. Meningkatkan pengawasan lalu lintas ( distribusi ) unggas dan basil unggas ( telur dan daging ) dari dan ke suatu wilayah, dalam hal ini bisa dari dalam dan antar kabupaten. Dalam hal ini keberadaan pos lalu lintas temak sebagai pos pengawasan dan pemeriksaan di pintu masuk dan keluar temak di setiap kabupaten perlu di.bentuk dan lebih diaktifkan. Ada baiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman mempunyai sendiri . b. Melakukan vaksinasi terutama untuk sektor 3 dan 4 yang petemaknya belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan berusaha temak secara baik dan benar 2. Program Pengendalian virus H5Nl penyebab flu burung Program ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya atau munculnya kembali kasus flu burung pada unggas terutama ayam, itik, puyuh, entok melalui cara : a. Meningkatkan biosekuriti pada petemakan ayam yang dikelola dalam bentuk usaha petemakan
82
b. Meningk.atkan frekuensi surveilans ( penyidikan ) agar dapat diketahui mekanisme penyebaran virus H5N 1 dan cara pencegahannya agar tidak tersebar ( melakukan relokasi dan isolasi ) bila terjadi infeksi virus pada unggas di suatu tempat 3. Program Pemberantasan Flu Burung Tujuan program ini untuk menghilangkan sama sekali penyebab penyakit a. Melakukan depopulasi terbatas terhadap temak yang berada dalam satu petemakan atau kelompok b. Melakukan stamping out, memusnahkan semua unggas dalarn radius tertentu denga tujuan melakukan isolasi setempat dengan batas waktu tertentu dengan diikuti oleh penghentian sementara wakt1.1 usaha petemakan unggas. Khusus kebijakan stamping out ini Kabupaten Sleman tidak melaksa.nakan, karena dianggap stamping out atau pemusnahan total unggas di suatu wilayah ini adalah kebijakan yang tidak bijaksana, sangat merugikan petemak. Aspek
responsibilitas
dapat
dilihat
sejauh
mana
penaggulangan wabah flu burung apakah telah sesuai dengan
pelaksanaan Kebijakan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalarn penanggulangan flu burung yang mengacu pada Strategi dan Program Pengendalian Wabah Flu Burung skala Propinsi sesuai dengan SE Gubemur DIY No. 504 I 0843 tgl 4 Maret 2004 tentang Pengendalian, Pencegahan dan Pemberantasan Flu Burung di Propinsi DI Yogyakarta ( memang Kabupaten Sleman tidak menjalankan kebijakan stamping out, karena dianggap tidak bijaksana ).
83
Bila membandingkan kebijakan yang dipilih dengan kenyataan yang ada di lapangan, nampak bahwa responsibilitas Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman belum optimal ini dilihat adanya ketidak sesuaian antara pelaksanaan
kegiatan
dilapangan
dengan
kebijakan
Pemda
tentang
penanggulangan flu burung : 1. Pelaksanaan pengawasan keluar masuk dan hasil unggas belum sesuai rekomendasi 2. Pelaksanaan vaksinasi, desinfeksi masih belum optimal baik dalam jumlah maupun waktu pelaksanaannya 3. Tidak melakukan stamping out ( pemusnahan total unggas di suatu wilayah t~rtular
), memang kebijakan ini menuai pro dan kontra. Kebijakan untuk
tidak melakukan stamping out ini bisa dipahami, Dinas Pertanian dan Kehutanan menganggap stamping out ini merupakan kebijakan yang tidak bijaksana, sangat meresahkan dan merugikan peternak. Pendapat peternak puyuh di kecamatan Godean tentang kondisi wabah flu burung tahun 2004 : " Pengawasan terhadap peternakan dan lingkunga.1 sekitar hanya dilakukan ketika sudah ada laporan kematian unggas dari masyarakat atau ditemukan kasus flu burung. Padahal, jika pengawasan dan langkah preventif dilakukan sejak dini, jumlah unggas yang mati bisa diminimalisir. Seharusnya, ketika flu burung ditemukan di Sleman tahun 2004 lalu, langkah antisipasinya harus dilakukan berkesinambungan. Bukan hanya menangani jika kita melapor, tetapi juga sosialisasi dan langkah pencegahannya harus terus disampaikan ke masyarakat". ( Sumber: Wawancara dengan Pak Noyo, Godean) Melihat dari pendapat peternak tadi menunjukan bahwa Dinas Pertanian dan Kehutanan belum secara optimal mampu mengenali kebutuhan peternak,
84
sehingga pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat ataupun petemak.. Responsivitas dalam konteks penelitian ini adalah kemampuan aparat pada Dinas Pertanian dan Kehutanan untuk mengenali kebutuhan petemak ataupun masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta. mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi pengguna jasa. Untuk itu, aspek responsivitas akan dilihat melalui keterkaitan antar program kegiatan Dinas Pertanian dan Kehutanan dengan kebutuhan masyarakat ataupun petemak , daya tanggap aparat dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhankeluhan yang disampaikan masyarakat ataupun petemak dan tersedianya wadah serta kesempatan bagi mereka untuk menyampaikan saran atau keluhan. Secara singkat, responsivitas mengukur daya tanggap aparat pada Dinas Pertanian dan Kehutanan terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan masyarakat. Hal ini sangat diperlukan karena merupakan bukti kemampuan aparat untuk mengenali kebutuhan pengguna jasa, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan. Beberapa petemak yang diwawancarai pada penelitian ini, manganggap bahwa daya tanggap aparat terhadap keluhan-keluhan dari masyarakat dikatakan kurang responsif, hal ini terlihat dari spontanitas aparatur dalam menyikapi keluhan-keluhan tersebut dinilai masih lamban. Tetapi dari sisi lain beranggapan tidak demikian. Berikut hasil wawancara penulis dengan salah seorang staf di Bidang Petemakan: "Dalam menyikapi keluhan-keluhan permasalahan dari petemak, sebetulnya kami berusaha membantu serta memberikan solusi dalam
85
rangka penyelesaian masalah yang dihadapi seperti keinginan petemak, tetapi sering menghadapi kendala misalnya petemak menginginkan kami mengadakan penyuluhan seputar flu burung pada malam hari di tempat mereka dengan alasan mereka harus bekerja pada siang hari. Seandainya hari itu tidak ada acara, kami sering datang , tetapi jika ada acara kami terpaksa mewakilkan pada PPL " ( Sumber : Wawancara dengan seorang staf Bidang Petemakan ) Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja pegawai dengan kinerja organisasi, atau dengan kata lain bila kinerja pegawai baik maka kinerja organisasi akan baik pula, oleh karena itu, meskipun unit analisis dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan, namun hal ini tidak bisa terlepas dari visi dan misi Dinas Pertanian dan Kehutanan itu sendiri. Kekurangberhasilan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam menjalankan tugas dan fungsinya khususnya dalam penanggulangan wabah flu burung pada tahun 2004 sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang tersedia yang dapat dipergunakan uniuk mendukung
kegi~tan
dalam upaya
mengatasi permasalahan yang ada. Dari sumberdaya yang tersedia dalam Dinas Pertanian dan Kehutanan, sumberdaya manusia memegang peranan yang sentral dan paling menentukan. Tanpa sumber daya manusia yang handal, pengolahan, penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber lainya akan menjadi tidak responsif dan produktif. Dalam keadaan yang demikian tidaklah mengherankan bahwa tujuan serta program organisasi yang telah ditetapkw dengan baik akan tetap sulit terwujud secara baik dan
b~nar.
Ketidakoptimalan dalam melaksanakan pekerjaan secara berkualitas akan diperoleh hasil di bawah standar kualitas yang diterapkan, sehingga dirasakan sebagai suatu kegagalan, yang harus segera dan terus menerus diperbaiki,
86
kesesuaian dengan spesifikasi itu dijadikan tolok ukur prestasi dan dihargai secara obyektif, sehingga cenderung menjadi motivasi yang kuat untuk terus berupaya dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan pekerjaan dan kualitas hasil yang dapat dicapai dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan masyarakat . Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner tentang kinerja Dinas dalam penanggulangan flu burung : " Memang pada tahun 2004 kegiatan yang kami lakukan dalam penanggulangan flu burung belum optimal, belum seperti yang diinginkan oleh petemak misalnya saja vaksinasi yang kami lakukan hanya sebanyak 297.723 dosis san gat kecil jika dibanding tahun 2005 dengan jumlah 1.067.574 dosis serta 992.391 dosis di tahun 2006. Pelaksanaan vaksinasi juga bisa dikatakan tidak tepat atau terlambat, karena waktu itu terjadi booming sekitar bulan Maret-April dan kami baru bisa melaksanakan vaksinasi pada bulan Juli " ( Sumber: Wawancara dengan Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner) Dalam kesempatan lain .Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner juga mengatakan : " Selain jumlah vaksin yang tidak sebanding dengan jumlah unggas dan keterlambatan pelaksanaan vaksinasi, juga keterbatasan persediaan desinfektan yang ada pada waktu itu ( pada tahun 2004 hanya tersedia 100 It dengan pemakaian 5 cc desinfektan dilarutkan dalam 1 It air ) jauh dibanding dengan persedian pada tahun 2005 sebanyak 250 It dan pada Walau sebenarnya tak usah tergantung tahun 2006 sebanyak 365 It. dengan desinfektan dan alat sprayer, membersihkan kandang dengan detergen kelayakannya sama saja. Juga pada waktu itu belum ada sosialisasi khusus flu burung ". ( Sumber: Wawancara dengan Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsingya Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner Bidang Petemakan masih ditandai beban berat yang harus diemban sehingga pelayanannya dinilai masyarakat masih lamban, kurang fleksibel dengan situasi yang berkembang di masyarakat, kurang cepat merespon
87
perubahan, bergerak tanpa inovasi dan inisiatif karena terikat pada aturan dan harus berjalan sesuai koridor yang ditetapkan. Mereka masih harus belajar dan menyesuaikan diri karena belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memainkan perannya dalam penanggulangan flu burung. Pendapat yang dikemukakan oieh seorang petemak puyuh di Kecamatan Moyudan tentang kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan saat penanggulangan wabah flu burung : "Waktu itu sekitar bulan April2004 ada beberapa puyuh kami yang mati ( ratusan ) dari beberapa kandang, dan kami segera melaporkan ke Bidang Petemakan, dari sana kami disuruh langsung ke Poskeswan Moyudan. Memang petugas poskeswan segera datang, tetapi tidak melakukan tindakan sesuai keinginan kami, tidak melakukan vaksinasi ataupun desinfeksi kami hanya disarankan untuk melakukan pembersihan kandang dan penyemprotan kandang dengan detergen . Untuk mengurangi kerugian puyuh yang masih sehat langsung kamijual ". ( Sumber : Wawancara dengan petemak puyuh dari Moyudan ) Pada kesempatan lain berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka menyikapi keluhan-keluhan dari masyarakat. Salah satu upaya itu adalah dengan membuat kotak saran serta membuka akses masyarakat untuk menyampaikan keluhannya secara langsung atas pelayanan yang diberikan oleh aparat, tetapi kotak saran itu tidak pemah digunakan oleh masyarakat . Peralatan dan obat-obatan untuk petemak yang diberikan secara cumacuma pada petemak tidak dimanfaatkan dengan benar. Dari keadaan di lapangan dapat diketahui pemberian fasilitas pada masyarakat perlu dipertimbangkan manfaat dan jenisnya, karena dapat menjadi sia-sia akibat disalahfungsikan pada akhimya menjadi penghambat kegiatan yang dilakukan, sebagai contoh
88
pemberian vaksin kepada petemak ada beberapa petemak yang tidak bisa mempergunakannya ( menyuntikan pada unggas ) akibatnya vaksin hanya disimpan sehingga tujuan untuk pencegahan flu burung tidak optimal
atau
pemberian desinfektan yang tidak disertai spryer sehingga desinfekstan yang diberikan pada petemak tidak didesinfeksikan ke kandang dan peralatannya sehingga virus flu burung tidak terbasmi dan kegiatan pencegahan flu burung belum optimal. Dari wawancara yang dilakukan masih banyak keluhan masyarakat yang merasa belum puas terhadap pelayanan penanggulangan flu burung dan perlu menjadi perhatian.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman harus
memiliki kepekaan terhadap keluhan ini dan mampu menyusun program-program dan kegiatan yang lebih baik dan terarah untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, segala keluhan harus diinventarisir sebagai masukan untuk ditindak lanjuti dalam bentuk nyata sesuai dengan kebutuhan. Realisasi atas tindak lanjut dari keluhan masyarakat merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Keluhan maupun harapan-harapan masyarakat perlu menjadi masukan dalam perbaikan pelayanan. Aspirasi masyarakat tidak boleh dianggap angin lalu tanpa respon dengan baik dan positif. Untuk mengenali dan mendapatkan aspirasi masyarakat secara baik tidak bisa hanya berupa adanya fasilitas atau wadah penampungan yang bersifat menunggu, tanpa melakukan sesuatu aktivitas yang bersifat aktif dari pihak petugas atau aparat
89
Menampung aspirasi secara baik dan benar akan memperleh masukan yang bermakna dan berkualitas serta tepat sasaran sehingga mampu memberikan arah yang benar dalam membuat suatu kebijakan. Untuk itu perlu adanya program
dan kegiatan yang bersifat mengenali aspirasi masyarakat. . Hal ini diakui oleh salah seorang staf Bidang Petemakan yang berhasil dikonfirmasi penulis. "Dalam memberikan pelayanan terhadap petemak pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, kami telah berusaha memberikan pelayanan semampu kami. Namun dalam pelaksanaannya masih pemah terjadi komplain dari masyarakat ataupun petemak disebabkan karena pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan masyarakat ataupun petemak. Mereka ingin wabah flu burung harus dapat ditanggulangai secepat mungkin. Mereka tidak begitu memahami keterbatasan kami " ( Sumber : Wawancara dengan seorang staf Bidang Petemakan ) Dari pengamatan penulis di lapangan juga didapat bahwa mekanisme pelayanan yang ada belum diupayakan agar dapat mengenali kebutuhan yang di inginkan oleh petemak ataupun masyarakat. Dengan demikian dapat di disimpulkan bahwa pelayanan aparat pada Dinas Pertanian dan Kehutanan belum responsif terhadap keluhan-keluhan pengguna dari jasanya. Responsivitas suatu organisasi sangat bergantung pada kecepatan para
leader organisasi tersebut dalam mengambil keputusan. Masyarakat yang menunggu sangat mungkin untuk berprasangka buruk, akan tctapi masyarakat yang terlalu banyak diobfl\1 janji mengenai pemecahan suatu masalah, tanpa realisasi yang jelas, juga hanya akan menimbulkan anggapan buruk terhadap organisasi tersebut. Sehingga bisa memicu permasalahan yang lain membentuk reaksi
berantai
yang
panjang.
Jadilah
born
waktu
yang
hanya
akan
menghancurkan organisasi tersebut tanpa sisa.
90
Sehingga ketika sebuah organisasi akan mengejar keidealan, maka organisasi itu haruslah responsif. Ketika memang belum menemukan solusi tentang suatu masalah, komunikasikan ! lebih baik lagi ketika melibatkan masyarakat yang dinaunginya untuk urun rembug. Dan ketika sudah mempunyai sikap dan pemecahan yang pas, implementasikan ! sehingga masyatakat bisa langsung merasakan efeknya. Karena organisasi yang ideal adalah organisasi yang responsif . Begitu pentingnya respon organisasi ini, perlu juga diingatkan bahwa masa depan organisasi sangat tergantung kepada kemampuan organisasi menguasai perubahan-perubahan. Suatu informasi/laporan /pengaduan mempunyai bRtas tenggang waktu, karena waktu itu selalu berjalan dari detik ke jam, dari jam ke hari dan seterusnya, sehingga informasi/laporan/pengaduan yang diterima petugas petemakan juga dapat
mempunyai
batas
limit . waktu,
oleh
karena
itu
setiap
informasillaporan/pengaduan harus segera disikapi dengan cepat dan tepat agar kasus yang ada dapat ditangani dengan benar. Diharapkan petugas poskeswan yang menerima pengaduan akan segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut : 1. Segera mengunjungi petemakan dan memberikan saran yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit 2. Memberikan informasi yang didapat kepada Bidang Petemakan Kabupaten ataupun ke UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan Kabupaten Sleman 3. Mengirim bangkai unggas ke laboratorium untuk diteliti, jangan menunggu hasil laboratorium sebelum bertindak. Pada situasi seperti ini, hasil
91
laboratorium disini hanya membantu petugas peternakan untuk mengambil keputusan untuk mempertahankan/memperluas tindakan pengendalian ( jika spesimen menunjukan positif flu burung ) atau menghentikan ( jika specimen negatif ). Hasil-hasil laboratorium akan membantu petugas untuk memahami Jebih baik permasalahan yang terjadL Tindakan pengendalian harus dimulai sesegera mungkin dengan kunjungan oleh petugas peternakan. Jika petugas I
peternakan menuggu dikhawatirkan akan terlambat. 4. Petugas poskeswan harus segera mengambil tindakan tanpa menunggu petugas petemakan Kabupaten datang. ( sebatas melakukan desinfeksi, vaksinasi dan sosialisasi ) Berdasar keterangan dari peternak puyuh di Kecamatan Moyudan pada tahun 2004 pelaksanaannya tidak seperti yang diharapkan, menurut petugas hal ini karena adanya keterbatasan sarana dan prasarana sehingga laporan/pengaduan yang ada belum direspon dengan baik oleh petugas petemakan. Sedangkan untuk kelemahan lainnya adalah sistem kerja yang selalu menunggu juklak I juknis merupakan imbas dari budaya birokrasi Indonesia yang sangat patemalistik. Sejak diketahui adanya penyakit flu burung menyerang unggas di Sleman, idealnya harus segera melakukan antisipasi oleh petugas medik dan para medik veteriner yang berada paling depan yaitu " poskeswan " dengan melakukan gerakan biosekuriti serentak, di sumber pemeliharaan unggas sektor 3 ( petemak plasma ) dan sektor 4 ( petemak rakyat ) serta kegiatan depopulasi, desinfeksi dan vaksinasi flu burung pada unggas.
92
Skema Penanggulangan Wabah Flu Burung oleh Petugas Petemakan
Pemantauan unggas di lpetemakan unggas
Mengunjungi lokasi petemakan
I--
Dilaporkan ke Bidang Petemakan
,
__
Mengirim bangkai ke Laboratorium
laporan masyarakat adanya sejumlah unggas yang sakit atau mati
Dengan Rapid Test: - Jika positif petugas melakukan isolasi, depopulasi, desianfeksi, pembatasan lalu lir.tas unggas dan
!--
sosiatisasi - Jika negatif petugas melakukan vaksinasi, desinfeksi, sosialisasi
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman
Suatu informasillaporan /pengaduan mempunyai batas tenggang waktu, karena waktu itu selalu berjalan dari detik ke jam, dari jam ke hari dan seterusnya, sehingga informasi/laporan/pengaduan yang diterima petugas petemakan juga dapat
mempunyai
batas
limit
waktu,
oleh
karena
itu
setiap
informasi/laporan/pengaduan harus segera disikapi dengan cepat dan tepat agar kasus yang ada dapat ditangani dengan benar Petugas poskeswan yang menerima pengaduan akan segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut : 1. Segera mengunjungi petemakan dan memberikan saran yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit 2. Memberikan infonnasi yang didapat kepada Bidang Petemakan Dinas Pertanian dan Kehutanan ataupun ke UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan Kabupaten Sleman
93
3. Mengirim bangkai unggas ke laboratorium untuk diteliti, jangan menunggu hasil laboratorium sebelum bertindak. Pada situasi seperti ini, hasil · !aboratorium disini hanya membantu Dinas Pertanian dan Kehutanan untuk mengambil
keputusan
untuk
mempertahankan/memperluas
tindakan
pengendalian ( jika spes1men menunjukan positif flu burung ) atau menghentikan ( jika specimen negatif ). Hasil-hasil laboratorium akan membantu petugas untuk memahami lebih baik permasalahan yang terjadi. Tindakan pengendalian harus dimulai sesegerd mungkin dengan kunjungan oleh petugas petemakan. Jika petugas petemakan menuggu dikhawatirkan akan terlambat. 4. Petugas poskeswan harus segera mengambil tindakan tanpa menunggu petugas petemakan Kabupaten datang. ( sebatas melakukan desinfeksi, vaksinasi dan sosialisasi ) ( sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman ) . Yang penting adalah bagaimana persepsi masyarakat ataupun petemak terhadap upaya-upaya yang telah dilakukan aparat di Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dalam kegiatan penanggulangan flu burung, sebagai wujud atau manifestasi dari responsivitas aparat terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat ataupun petemak. Persepsi mereka tentang hal ini, merupakan
~spek
yang terkait dengan pengetahuan
mereka tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan kehutanan dan apa manfaat serta keuntungannya .
94
Kedepan diharapkan Dinas Pertanian dan Kehutanan akan lebih tanggap dan responsif terhadap aspirasi masyarakat serta akan lebih profesional sebagai lembaga pelayanan masyarakat. Perlunya pelaksanaan pengawasan atau kontrol sebagai proses pengukuran dan atau evaluasi
C. Partisipasi Masyarakat
Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah berupaya untuk terns mendorong pengembangan usaha petemakan di Sleman dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha petemakan di Sleman. Namun demikian sejalan dengan kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini bahwa peran Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam pembangunan semakin berkurang dan sebaliknya peran masyarakat dan pihak swasta diharapkan semakin meningkat. Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Sleman dewasa ini berperan sebagai streering daripada rowing. Maksudnya bahwa yang melakukan kegiatan pembangunan adalah masyarakat dan pihak swasta sedangkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman
hanya mendorong dan menyiapkan kondisi dan lingkungnan yang baik untuk tumbuh kembangnya kegiatan pembangunan usaha petemakan . PP.mberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat (publik) merupakan perwujudan dan fungsi aparatur negara sebagai pelayan masyarakat (abdi), disamping sebagai abdi negara. Dalam konteks
ini
masyarakatlah sebagai aktor utama (pelaku) pembangunan, sedangkan pemerintah
95
berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang kegiatan-kegiatan dari masyarakat tersebut. Pada kondisi ini aparatur negara dituntut untuk lebih mampu memperbaiki kinerjanya (pelayanan prima) dan diharapkan lebih mampu merumuskan konsep atau menciptakan iklim yang kondusif, · sehingga sumber daya pembanguoan dapat menjadi pendorong percepatan terwujudnya masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Kemudian bagaimana' kegiatan masyarakat dan kegiatan Dinas Pertanian dan Kehutanan itu dapat terjadi sinkronisasi yaitu sating bersentuhan, menunjang dan melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional. Suasana tersebut dapat diciptakan jika petugas peternakan memiliki semangat pengabdian yang tinggi dan profesional dalam pemberian layanan kepada masyarakat ataupun peternak Pada sisi lain perkembangan dan perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seperti disektor ekonomi, investasi, barang dan jasa, menjadikan para petugas peternakan semakin ditantang dan dituntut untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya kepada masyarakat. Pada tataran inilah, kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam pelayanan pada masyarakat menjadi suatu isu yang semakin strategis karena perbaikan kinerja memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
96
Partisipasi masyarakat dalam pengendalian flu burung belum optimal, juga keterlibatkan stakeholder dalam pengendalian flu burung pada unggas relatif rendah. Mulai dari membangun komitmen, sistem pengendalian serta menyiapkan sumberdaya, baik pendanaan maupun tenaga, hasilnya belum optimal. Semua itu tidak lepas dari _ kesadaran masyarakat khususnya petemak terkait dalam penanggulangan penyakit flu burung pada unggas belum membumi. Ditambah koordinasi dan komunikasi terkait mekanisme pelaporan kasus belum beljalan dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Poskeswan Moyudan tentang kesadaran masyarakat tentang flu burung : " Sebelumya juga pemah ada kasus serupa ( wabah flu burung ) yaitu pada tahun 2004, unggas yang mati jauh lebih banyak namun karena pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai flu burung masih minim unggas yang mati mendadak tersebut sebagian dibuang ke sungai atau ke kolam untuk pakan lele. Masyarakat tidak tabu akibat atas tindakannya. Masyarakat juga enggan melaporkan kejadiannya kepada kami , masyarakat juga enggan mengikuti kegiatan yang kami lakukan". ( Sumber : Wawancara dengan petugas Poskeswan Moyudan ) Hal senada juga disampaikan oleh petugas Poskeswan Godean tentang kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit flu burung pada unggas tahun 2004, berikut hasil wawancara kami : " Kesadaran masyarakat pada waktu itu ( tahun 2004) tentang bahaya flu burung belum seperti sekarang, sebelum masyarakat mengetahui bahwa unggas yang mati itu karena terserang virus flu burung, masyarakat yang mendapati ayamnya mati, ada yang ingin membuangnya ke kolam untuk pakan lele. Namun begitu mengetahui banyak unggas yang mati, terlebih ketika ada kabar dari petugas bahwa unggas yang mati itu karena virus flu burung melihat dengan melihat dari tanda yang ada, kami juga menghimbau pada masyarakat agar mencari unggas lainnya yang mati, kemudian dikumpulkan menjadi satu dan dibakar sebelum dikubur dengan kedalaman I ,5 meter . Sekarang mereka bisa melakukan sendiri .
97
Kami juga menyarankan agar segera melaporkan jika ada kasus kematian unggas di wilayahnya " . ( Sumber : wawancara dengan petugas poskeswan Godean )
Biasanya sebagian besar petemak unggas skala kecil tidak memanfaatkan layanan paramedik veteriner dalam penanganan temak tersebut. Salah satu alasannya adalah karena nilai ekonomi dari beberapa jenis temak tidak memadai dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk paramedik veteriner atau tindakan perawatannya, mereka mengira bahwa vaksinasi maupun desinfeksi itu harus membayar, padahal gratis. Pada sisi lain, banyak pula masyarakat yang meremehkan adanya kasus dengan tidak ada upaya untuk melaporkan kejadian yang terjadi di wilayahnya kepada petugas petemakan. Hal ini disebabkan penilaian bahwa kematian ayam adalah sesuatu yang wajar, apalagi dengan pemilikan 5 ekor ayam kampung per keluarga, maka tindakan melaporkan merupakan " kegiatan yang kakehan gawean atau kurang kerjaan " sehingga mereka berusaha menyelesaikan permasalahan dengan tindakan yang tidak sesuai dengan rekomendasi atau anjuran, mbal dengan membuang ayam mati disembarang tempat ( parit, sungai, kebun bahkan ada yang membuangnya ke kolam ikan untuk pakan ikan ). Minimnya sumberdaya masyarakat mungkin menjadi faktor penycbab " ketidaktahuan " sehingga mereka meremehkan dampak penyebaran dan penularan virus flu burung. Namun dapat pula kurangnya kontrol petugas yang berwenang yang tidak peka atau
" greteh " ataupun kurang melakukan
pendekatan atau monitoring, dapat pula menjadi penyebab mereka tidak
98
memahami dan menyadari bahwa vtrus flu burung mempunyat peluang menyebabkan kematian hampir I 00 % dalam sebuah areal petemakan. Petugas petemakan sebagai insan petemakan yang sekaligus juga warga masyarakat idealnya bersama-sama dengan masyarakat umum ataupun petemak untuk melakukan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan flu burung di wilayah kerjanya ataupun di wilayah tempat tinggalnya. Partisipasi masyarakat hendaknya inisiatif/spontan dari dirinya sendiri bukan karena paksaan atau karena ada keuntungan di balik itu, diharapkan masyarakat secara spontan melakukan aksi bersama. Ini adalah bentuk partisipasi paling alami. Bentuk partisipasi spontan ini sering terjadi karena tennotivasi oleh suatu keadaan yang tiba-tiba, tetapi pada kondisi normal partispasi masyarakat yang spontan/inisiatip ini jarang terjadi. Partsipasi masyarakat yang biasa terjadi
ad~lah
karena adanya fasilitasi,
yaitu suatu partisipasi masyarakat disengaja, yang dirancang dan didorong sebagai proses belajar dan berbuat oleh masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah bersama. Terbatasnya penyuluhan
yang disampaikan
Dinas
Pertanian dan
Kehutanan tentang flu burung, juga sebagai akibat kenapa partisipasi masyarakat dalam penaggulangan flu burung masih kurang, padahal di dalam penyuluhan itu kita dapat
berkomunikasi
menyampaikan
penjelasan,
dengan saran
masyarakat ataupun ataupun
himbauan
petemak
untuk
sehingga
dapat
mempengaruhi mereka melaksanakan kegiatan sesuai harapan kita untuk turut serta dalam penanggulangan flu burung.
99
Hal ini senada dengan pendapat PPL Petemakan tentang perlunya sosialisasi : " Belum ada kegiatan sosialisasi khusus flu burung, sehingga kami sering menyisipkan masalah flu burung ini pada penyuluhan unggas secara umum, itu saja jumlahnya terbatas dalam 1 kecamatan hanya didanai 2 unit penyuluhan untuk seluruh komoditas temak ". ( Sumber : Wawancara dengan PPL Petemakan_) Begitu pentingnya komunikasi antara petugas dan masyarakat ataupun petemak kerena komunikasi merupakan proses penyampaian dan penerimaan informasi yang menjadi salah satu sumber daya untuk menjaga, memelihara, memajukan dan mengembangkan Dinas Pertanian dan Kehutanan secara dinamis sesuai dengan tujuannya Disamping itu komunikasi berfungsi sebagai proses penyampaian informasi berupa gagasan, pendapat, penjelasan, saran-saran dari Dinas Pertanian dan Kehutanan kepada masyarakat ataupun petemak dan untuk memperoleh, mempengaruhi atau merubah respon mereka sesuai dengan yang diinginkan petugas petemakan. Salah satu respon yang penting dalam menyampaikan informasi adalah kesediaan bekerjasama atau pemberian dukungan dari masyarakat ataupun petemak sesuai harapan petugas petemakan dalam melaksanakan penanggulangan flu burung. Sebetulnya dengan komunikasi petugas petemakan dapat mempengaruhi tingkah laku masyarakat atau petemak, yang dinyatakan dengan merubah kegiatan atau tindakannya dari yang tidak mendukung dan tidak ikut serta menjadi mendukung dan ikut serta dalam kegiatan penanggulangan flu burung, agar tidak terjadi wabah atau berulangnya wabah.
100
D. Struktur Organisasi Kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi ketika melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Organisasi dengan struktur yang kaku dan birokratik akan menghambat tumbuhnyR kreativitas pegawai. Selain itu pengambilan keputusan menjadi sangat lamban, dan komunikasi antar unit organisasi menjadi berkurang. Organisasi yang kaku dan terkotak-kotak seringkali menimbulkan pemborosan, karena sumber daya (SDM dan fasilitas) tidak dapat dipakai bersama-sama. Telah dikemukan di atas, bahwa sejak disyahkannya SK Bupati Sleman No. 27 tahun 2003 struktur organisasi Bidang Petemakan mengalami perubahan ( Seksi Kesehatan Hewan dihapus ), sedang tugas pokok dan fungsinya menjadi satu dengan Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Dalam pengalihan tugas ini Dinas Pertanian dan Kehutanan mengalami kondisi transisi baik menyangkut kesiapan sumberdaya manusia dan perencanaan maupun kesiapan pelaksanaan kegiatannya. Dalam kondisi transisi ini menimbulkan kesenjangan yang menyebabkan timbulnya resiko yang tidak diinginkan berupa ketidak mampuan dalam menghadapi timbulnya wabah penyakit hewan menular, dalam hal ini wabah flu burung. Pendapat Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner akibat adanya perubahan struktur organisasi pada tahun 2003 yang mengatakan : " Memang waktu itu kami belum siap menghadapi wabah penyakit yang ad~ jumlah personil yang terbatas dengan beban keija yang berat, juga belum adanya kesiapan menjalani perubahan struktur organisasi maupun perubahan karena lingkungan, seperti adanya wabah ini. Pada waktu itu akhir tahun 2003 terjadi perubahan struktur organisasi diantaranya seksi Kesehatan Hewan yang tugas pokok dan fungsinya adalah pengendalian,
101
pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan hilang dan tupoksinya melekat pada kami dengan tidak adanya tambahan personil. Kematian unggas karena flu burung pada tahun 2004 tertinggi terjadi pada bulan antara Maret - April setelah itu terjadi penurunan hingga terjadi lonjakan lagi pada tahun 2005 pada bulan yang sama, dan vaksinasi barn kami lakukan pada bulan Juli ". ( Sumber : Wawancara dengan Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Bidang Petemakan Sleman) Dapat dipahami jika pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan cenderung menolak perubahan terutama apabila perubahan tersebut diperkirakan tidak akan menguntungkan baginya Apalagi hila perubahan itu akan merugikannya. Padahal salah satu tantangan yang dihadapi oleh organisasi dewasa ini adalah menemukan cara yang paling efektif untuk menangani perubahan karena disadari bahwa apabila suatu organisasi tidak mampu, lebih buruk lagi apabila tidak mau mewujudkan perubahan dengan cara-cara yang tepat, resiko bagi organisasi yang bersangkutan untuk gagal mempertahankan eksistensinya, belum berbicara tentang keharusan untuk berkembang, menjadi sangat besar. Dalam lingkungan yang bergerak sangat dinamis, organisasi mutlak perlu memiliki kemampuan untuk dengan cepat beradaptasi terhadap situasi barn, faktor-faktor apapun yang mengakibatkan terjadinya dinamika pada lingkungan . Dengan adanya perubahan struktur organisasi diharapkan Dinas Pertanian dan Kehutanan
akan menjadi lebih sehat I baik dari kondisi sebelumnya
Selanjutnya dalam kondisi seperti itu diherapkan pula Dinas Pertanian dan Kehutanan akan mampu melaksanakan tugas pokok memberikan pelayanan umum, melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tugas-tugas pemerintahan lainnya . Selain itu Dinas Pertanian dan Kehutanan
102
harus semakin diarahkan menuju kelembagaan yang semakin mampu, fleksibel, dan responsifterhadap kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini. Hasil wawancara dengan kepala UPTD Yankeswan " Walaupun tugas kami menurut SK Bupati No 58 tahun 2003 adalah memberi layanan kesehatan hewan kepada masyarakat, tetapi kami baru diserahi tugas penanggulangan flu burung dan koordinator Poskeswan pada tahun 2005, jadi penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman dan koordinator Poskeswan pada tahun 2004 masih dipegang oleh Bidang Petemakan khususnya pada Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan kami sifatnya hanya membantu" Perubahan-perubahan yang terjadi harus memberikan justifikasi ilmiah, rasional dan dapat dipraktekan dengan memberikan manfaat perubahan setiap organisasi, terlebihjika bermakna penghilangan ataupun pembentukan baru, harus menjawab permasalahan "
ap~
perubahan tersebut. membawa misi bagi
masyarakat ?" Misal Penghapusan Seksi Kesehatan Hewan belum diimbangi dengan munculnya lembaga pengganti yang melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, sehingga tugas pokok dan fungsi Seksi Kesehatan Hewan digabung dengan Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner hal ini mengakibatkan wabah flu burung yang menyerang petemakan di Sleman tidak bisa ditangani secara optimal. Kinerja petugas maupun Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam penanggulangan flu burung dapat dikatakan tidak optimal. Walaupun pada tahun yang sama juga disyahkan berdirinya UPTD Yankeswan yang mempunyai tugas pelayanan kesehatan hewan pada masyarakat tetapi lembaga ini baru diserahi tugas pemberantasan wabah flu burung pada tahun 2005.
103
E. Koordinasi
Dengan otonomi daerah, Departemen Pertanian tidak lagi mempunya1 kendali terhadap kelembagaan yang memegang otoritas veteriner di daerah. Departemen Pertanian menghadapi kendala sistem berupa ketidakmampuan membuat jejaring yang mengikutsertakan semua komponen pemerintahan dalam upaya penanggulangan. serta garis komando yang sifatnya "hierarkis" dari pusat sampai ke daerah. Begitu juga tidak adanya koordinasi terpusat yang sangat diperlukan dalam mekanisme penanggulangan wabah, yang harus dipegang setidaknya oleh eselon satu, karena memiliki seluruh kewenangan untuk melaksanakan suatu tindakan darurat yang diperlukan . Koordinasi dapat diartikan juga sebagai upaya mewujudkan jaringan kerja ( net work ) internal antar personil dan/atau unit/satuan kerja di dalam satu organisasi, dan dengan oganisasi lain sebagai jaringan kerja ( net work ) eksternal jaringan kerja tersebut lebih dikenal dengan sebutan tim kerja. Oleh karena itu koordinasi dapat diartikan juga sebagai kerjasama, untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil kerja yang menjadi kontribusinya masing-masing untuk mencapai tujuan . Koordinasi yang dijalankan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam penanggulangan wabah flu burung pada unggas tahun 2004 bersifat internal membentuk jaringan kerja ( net work ) internal sebagai sebuah tim kerja internal Dinas Pertanian dan Kehutanan bekerja bersama, menyelaraskan pikiran, pendapat dan perilaku dan tanggung jawab sesuai tugas
104
pokok masing-masing dalam satu tujuan penanggulangan wabah flu burung di Kabupaten Sleman, belum ada koordinasi lintas sektor.
F. Pengawasan Pengawasan lalu lintas ( distribusi ) unggas dan basil unggas merupakan satu-satunya usaha yang dilakukan dalam penolakan penyakit yang berasal dari luar kabupaten menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk menerapkan kebijakan yang mampu menangkal setiap ancaman penularan dari luar kabupaten yang dalam pelaksanaannya berupa pengawasan lalu lintas ( distribusi ) unggas dan basil unggas. Sayang hal ini belum dilakukan secara optimal oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan pada tahun 2004. Derasnya lalu lintas pendistribusian unggas terutama antar daerah memberikan dampak kepada terbukanya kemungkinan yang lebih besar penyebaran penyakit hewan menular dari suatu daerah ke daerah lain. Sehingga tanpa dapat dicegah virus flu burung menyerang petemakan Kabupaten Sleman mengakibatkan kematian unggas dalam jumlah yang besar ( 380.505 ekor pada tahun 2004), tak bisa disangkal lagi virus flu burung pertama kali diketemukan di Propinsi DIY pada tahun 2003 di Desa Srikayangan Kecamatan Sentolo kabupaten Kulonprogo . Pelaksanaan pengawasan lalu lintas ( distribusi ) unggas dan basil unggas kurang optimal, hal ini nampak dari pendapat pekerja divisi pemasaran PT Peksi Guna Raht>rja, Kalasan ( perusahaan inti petemakan puyuh ) tidak seperti itu. Demikian basil wawancara yang kami lakukan : " Selama ini kami tidak pemah ditanya soal surat/dokumen kesehatan hewan, dan kami tidak pemah mengalami pemeriksaan yang berarti paling cuma ditanya jumlah dan jenis unggasnya saja. Yang kami tahu
105
surat/dokumen kesehatan hanya diperlukan jika kita membawa unggas ke atau dari pulau lain atau biasa disebut peljalanan antar pulau ". ( Sumber : Wawancara dengan pekerja PT. Peksi Guna raharja) Dalam hal ini keberadaan pos lalu lintas temak sebagai pos pengawasan dan pemeriksaan di pinto masuk dan keluar temak di setiap kabupaten perlu dibentuk dan lebih diaktifkan, kinerja pegawai di Pos Lalu Lintas Temak juga perlu ditingkatkan, juga pelaksanaan pengawasan diharapkan disesusikan dengan rekomendasi pengawasan lalu lintas (distribusi ) unggas dan basil unggas. Ada baiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman mempunyai sendiri.
106
BAB VI KINERJA DINAS TAHUN 2006
A. Kondisi Wabah
Sejak ada kasus dugaan penularan flu burung ke manusia ( di Sleman teijadi pada awal 2006 ) merebak, sejumlah Poskeswan ( Pos Kesehatan Hewan ) pun diserbu masyarakat yang meminta desinfektan maupun pelayanan desinfeksi. Dinas Pertanian dan Kehutanan juga telah menyediakan layanan sertifikasi unggas namun begitu belum satupun yang memanfaatkan sertifikasi unggas. Sementara itu Dinas Pertanian dan Kehutanan mendapatkan informasi dari Dinas Kesehatan bahwa ada 6 warga yang diduga terkena flu burung, tetapi setelah dite!iti hasilnya temyata . negatif atau tidak terinfeksi virus H5N 1 penyebab penyakit pasien tersebut. Namun bukan berarti langkah-langkah pengendalian dan pemutusan mata rantai virus flu burung ini menjadi kendor, tapi masih terus dilakukan. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman jajarannya melakukan
bersama
sosialisasi sebanyak 23 kelompok , vaksinasi unggas
( 992.391 dosis ), desinfektan sebanyak 365,5 It , dan pembentukan kader-kader vaksinator di dusun-dusun. Kematian unggas karena AI tahun 2006 Ayam Buras
= 5.561 ekor
Ayam Potong
= 1.205 ekor
Puyuh
=
= 12.501 ekor
5.705 ekor
107
ltik
=
30 ekor
Kematian tertinggi pada puyuh karena masih ada beberapa petemak puyuh yang belum melaksanakan biosekuriti dan tata laksana pemeliharaan yang baik Pada ayam buras, kematian tertinggi pada petemakan sektor IV_dimana ayam buras banyak yang belum dikandangkan ( pemeliharaan masih ekstensif ), sehingga lebih memungkinkan/rentan terinfeksi virus AI ( Sumber : Laporan Tahunan UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan ) Untuk jenis ayam petelur dan pedaging yang penatausahaannya sudah lcbih baik ( sektor 1, 2 dan 3) dibanding dengan petemak ayam buras ( sektor 4 ). Ratio kematian unggas akibat flu burung dalam dua tahun setelah terjadinya wabah, sudah dapat ditekan secara signifikan melalui kegiatan yang dilakukan seperti vaksinasi, desinfeksi, depopulasi terbatas, sosialisasi dan koordinasi lintas sektor. Sebaliknya terhadap ayam buras dari data yang ada menunjukan secara agregat jumlah angka kematian bel urn dapat ditekan dengan baik, hal ini sebagai akibat dari kegiatan vaksinasi yang kurang berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Para petemak ayam buras, biasanya melepas ayam mereka, tidak dikandangkan sehingga menghambat proses pemberian vaksin. Jadwal vaksinasi yang tidak tepat, agar dapat efektif vaksinasi harus dilakukan 3 bulan sekali dan I 00 % dari unggas yang terdapat di daerah tersebut harus tercover pada setiap
kegiatan vaksinasi. Oleh karena itu sektor 4 inilah yang akan menjadi fokus pengendalian flu burung pada unggas yang akan datang.
108
Sementara itu jika ada petemak yang ingin memelihara ayam lagi atau pengisian kandang kembali, pada umumnya mereka mempunyai pengertian bahwa kematian atau hilangya unggas di lingkungannya berarti hilang pula partikel virus sumber bencana, sehingga tanpa disadari banyak dari mereka yang -- melakukan pengisian kandang kembali tanpa memperhatikan rekomendasi prosedur pengisian kandang yang benar dengan membeli unggas ( ayam buras ) yang tidak jelas kualitasnya serta tidak melakukan desinfeksi pada kandang lama, sehingga pada akhimya menyebabkan kematian mendadak karena virus flu burung dan wabah kembali berulang. Masyarakat ataupun petemak khususnya petemakan sektor 4 jika dalam pengisian kandang kembali harus memperhatikan hal-hal berikut : I. Pengisian kembali unggas ke dalam kandang sekurang-kurangnya 2 bulan setelah dilakukan pengosongan kandang 2. Melaksanakan tindakan desinfeksi peralatan dan kandang selama masa pengosongan kandang 3. Pengisian kembali unggas harus berasal dari petemakan yang bebas atau tidak terjadi kasus flu burung sekurang-kurangnya 30 hari terakhir dan telah mendapat vaksinasi flu burung ( Ditjen Petemakan, 2005 ) . Manfaat dilakukan vaksinasi flu burung adalah untuk menekan kerugian ekonomi karena dapat menekan tingkat kematian, menekan gangguan produksi, menekan penyebaran penyakit serta mencegah penularan ke unggas lain. Akan tetapi vaksinasi belum tentu dapat menghilangkan penyakit, dan tetap harus selalu disertai biosekuriti secara ketat. Mengingat semua jenis unggas dapat terkena
109
penyakit flu burung, sebaiknya dilakukan vaksinasi massal terhadap ayam buras yang ban yak dipelihara masyarakat ( l 00 % unggas di wilayah tersebut harus mendapat vaksinasi )
Program ini dapat dilakukan dengan bantuan Bidang
Petemakan ( Ditjen Petemakan, 2005 ) . Vaksinasi disamping bermanfaat, tetapi ada juga kelemahannya. Beberapa kelemahan vaksinasi antara lain : 1. Vaksinasi dengan satu sub tipe vtrus flu burung tidak menjamin dapat mencegah infeksi, karena tidak dapat diprediksi tipe virus yang menginfeksi ayam dalam suatu peternakan 2. Memerlukan waktu 1-2 minggu untuk mencapai kekebalan protektif 3. Pada kelompok yang telah divaksinasi dapat tidak memperlihatkan gejala klinis setelah serangan penyakit, namun tetap dapat terinfeksi virus dan bahkan dapat bertindak sebagai sumber penyakit ( Ditjen Petemakan, 2005 ) . Walaupun hewan yang baru datang atau dibawa tampak sehat, tidak seorangpun yang tahu apakah mereka membawa virus atau tidak. Jika ya, maka tidak hanya hewan pendatang yang mati tetapi semua hewan di petemakan unggas akan mati juga. Kejadian-kejadian yang sering tetjadi di lapangan seputar wabah flu burung di Kabupaten Sleman antara lain : 1. Unggas peliharaan di pekarangan dapat sebagai pembawa virus flu burung 2. Unggas yang dijual di pasar tradisional ( termasuk ayam pedaging dan ayam petelur afkir ) dapat bertindak sebagai pembawa virus flu burung ( mungkin dapat bertindak sebagai sumber penularan virus flu burung di sektor 4)
ll 0
3. Kasus flu burung lebih banyak ditemukan pada petemakan rakyat 4. Sejumlah kasus flu burung berhubungan dengan unggas di pasar tradisional Bila dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, kematian unggas akibat AI atau flu burung pada tahun 2006 jumlahnya tidaklah memilik arti, namun bagi masyarakat petemak kecil, populasi yang kecil itu memiliki nilai yang sangat Juar biasa untuk menopang perekonomian mereka. Oleh karena itu wabah penyakit unggas apapun yang terjadi akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan para petemak di Kabuapaten Sleman. Petemak rakyat yang memiliki atau memelihara ayam buras atau ayam kampung yang masuk dalam kelompok/sektor 4, merupakan jumlah petemak yang paling banyak diantara petemak unggas Iainnya Akibat adanya flu burung jumlah petemak ayam buras di Kabupaten Sleman menurun tiap tahun, yang berarti setiap tahunnya " tel.ah mengurangi kesempatan berusaha " dan " mengurangi kesempatan untuk memperoleh tambahan pendapatan " bagi para petemak kecil di Sleman. Berdasarkan pengamatan di lapangan, para petemak kecil di Kabupaten Sleman dicirikan sebagai berikut : 1. Pemilikan unggas sedikit di bawah 10-25 ekor 2. Unggas dilepaskan berkeliaran tidak dikandangkan 3. Tidak harus disediakan pakan untuk temaknya 4. Usaha sampingan untuk menambah pendapatan keluarga
I II
5. Petemak tidak memiliki pengetahuan khusus tentang pemeliharaan unggas yang baik dan benar 6. Menyebar diseluruh wilayah baik di pedesaan maupun di perkotaan Mengingat sektor ini yang paling banyak kematiannya, ada kecenderungan terjadi peningkata'l kasus serta melibatkan banyak petemak kecil, maka prioritas pengendalian tahun 2007 akan diarahkan untuk sektor 4 ini. Saat ini sebagian besar petemak di sektor 1, 2 dan 3 sudah melakukan bio security dan meningkatkan sanitasi kandang dan unggas. Hasilnya sejak tahun 2005 kasus flu burung pada unggas sektor satu, dua dan tiga menurun drastis, meskipun masih ada beberapa kasus flu burung yang dijumpai di petemakan. Lebih jauh dijelaskan oleh Kepala Dinas Pertanian dan kehutanan tentang kondisi wabah di Sleman tahun 2006 : " Meski kasus flu burung di beberapa daerah mulai marak, namun di Sleman justru menunjukkan adanya penurunan. Sebagai gambaran~ kalau tahun 2004 unggas yang mati karena flu burung mencapai 380.505, tahun 2005 ditemukan 35.604 unggas positif kena flu burung, tahun 2006 kemarin turun menjadi 12.501 unggas yang mati dan positif dinyatakan kena virus AI. Artinya, dari sisi jumlah kasus memang ada kecenderungan turon, tetapi kematian ayam buras yang terjadi justru meningkat, temyata ayam buras tersebut berada di sektor 4 atau unggas yang dipelihara di rumah-rumah warga, bukan unggas di petemakan atau dengan kata lain unggas yang mati sebagian besar adalah ayam buras. Penurunan kasus tersebut tidak lepas dari berbagai upaya antisipasi dan penanggulangan penyebaran virus yang mematikan itu. Sedang fenomena kenaikan kematian ayam buras akan menjadi pekerjaan rumah bersama dan harus segera dicarikan jalan keluamya. Sedikitnya sudah ada 7.600 masyarakat ataupun petemak yang mendapatkan penyuluhan atau sosialisasi tentang flu burung baik melalui dusun atau kelompok masyarakat " ( Sumber : Wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan )
112
B. Kebijakan dan Kinerja Pemerintah
Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman bahwa mulai tahun 2005 didalam menjalankan kebijakan penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman, lebih mengedepankan langkah-langkah edukatif dalam rangka kewaspadaan flu burung, bukan melalui Perda ataupun SK Bupati, diharapkan nanti pranata sosial di dalam masyarakatlah yang akan mengatur pengendaliannya, sebab hal ini akan lebih kuat dibandingkan lewat sanksi atau larangan sepihak dari Pemerintah. Untuk itu masyarakat harus dibekali pengetahuan yang cukup mengenai bahaya wabah flu burung pada unggas. Ini bertujuan untuk mempermudah berkembangnya informasi secara luas sehingga langkah penanggulangan berjalan efektif. Pada gilirannya masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan penanggulangan wabah ini. Penanganan flu
burung berbasis
masyarakat ini adalah program yang memberikan hak bagi masyarakat untuk membuat keputusan dan terlibat dalam pemikirannya juga dalam menangani wabah flu burung di Kabupatan Sleman . Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian tentang kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman : " Pemerintah Daerah tidak melakukan kebijakan pemusnahan unggas yang ada. Didalam menjalankan kebijakan aksi tumpas flu burung di kabupaten Sleman, lebih mengedepankan langkah-langkah pendekatan edukatif dalam rangka kewaspadaan flu burung, bukan melalui Perda ataupun SK Bupati, diharapkan nanti pranata sosial di dalam masyarakat lah yang akan mengatur pengendaliannya, sebab hal ini akan lebih kuat dibandingkan lewat sanksi atau larangan sepihak dari Pemerintah. Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman juga sudah menyiapkan kabijakan sertifikasi unggas, namun tidak lewat mekanisme jemput bola, sertifikasi gratis itu hanya
113
diberikan kepada peternak atau pemelihara unggas yang memang meminta ke Poskeswan atau Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Kehutanan, hanya masyarakat yang mengajukan permintaan saja yang akan dilayani, sebab sebagian besar masyarakat Sleman sudah mempunyai kesadaran terhadap kepentingan pengawasan dan keamanan pemeliharaan unggas. Sampai sekarang belum ada masyarakat yang datang meminta sertifikasi walau Dinas sudah membuka kebijakan tersebut ". ( Sumber: Wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan)
Yang dimaksud pendekatan edukatif menurut Azrul A ( 1996 ) adalah pendekatan yang dibedakan atas empat langkah yakni : l. Melakukan pendekatan internal. Sasaran pendekatan internal ini adalah petugas peternakan yang yang melaksanakan program kemasyarakatan. Tujuan dari pendekatan internal ini adalah untuk mempersiapkan petugas petemakan yang akan melaksanakan program sedemikian rupa sehingga dapat melaksanakan program kemasyarakatan dengan baik 2. Melakukan pendekatan eksternal. Sasaran
pen~ekatan
eksternal ( eksternal
approach ) adalah pemuka masyarakat ( tokoh agama, tokoh pendidikan dan tokoh adat ), formal ataupun informal, yang ada di wilayah, tempat dilaksanakannya program kemasyarakatan. Tujuan dari pendekatan eksternal ini adalah untuk mendapatkan dukungan moril ataupun materiil. 3. Melakukan penelitian masyarakat mandiri.
Penelitian ini dilakukan oleh
masyarakat sendiri, dengan tujuan agar masyarakat mengenal sendiri berbagai masalah yaflg dihadapinya 4. Melaksanakan musyawarah masyarakat.
Perumusan prioritas masalah dan
jalan keluar harus dilakukan oleh masyarakat sendiri. Lazimnya melalui suatu pertemuan kemasyarakatan
114
Sambutan Kepala Dinas
Pertanian dan Kehutanan Sleman
dalam
pertemuan Kewaspadaan Flu Burung didepan petugas dan kader vaksinator : " Sejak kasus flu burung dan dugaan penularannya ke manusia merebak di Sleman, sejumlah Poskeswan ( Pos Kesehatan Hewan ) pun diserbu masyarakat yang meminta desinfektan, namun belum satupun yang memanfaatkan sertifikasi unggas. Kemarin Dinas Kesehatan Sleman mendapatkan informasi 6_warga yang diduga terkena tlu burung, hasilnya ternyata negatif atau tidak terinfeksi virus H5N 1 penyebab penyakit tersebut Namun bukan berarti langkah-langkah penanggulangan flu burun.r menjadi kendor, tapi masih terus dilakukan. Dinas Pertanian dan Kehutanan dengan Dinas Kesehatan bersama melakukan penyuluhan ( sosialisasi ), vaksinasi unggas, desinfektan, dan pembentukan kaderkader di dusun-dusun. Soal pengendalian flu burung permasalahan ada pada sektor 4, yakni peternakan rakyat. Sehingga dalam implementasi dan aplikasi program yang terkait dibutuhkan peran masing-masing stakeholder secara sinergis ( koordinasi lintas sektoral ) Masyarakat harus dibekali pengetahuan yang cukup mengenai bahaya wabah flu burung pada unggas. lni bertujuan untuk mempermudah berkembangnya informasi secara luas sehingga langkah penanggulangan beljalan efektif. Pada gilirannya masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan penanggulangan wabah ini. Penanganan flu burung berbasis masyarakat ini adalah program yang memberikan hak bagi masyarakat untuk membuat keputusan dan terlibat dalam pemikirannya juga dalam menangani wabah flu burung di Sleman " . ( Sumber : Sambutan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam pertemuan Kewaspadaan Flu Burung ) B.l. Rencana Strategi Nasional Kesiapsiagaan Menghadapi Flu Burung Pemerintah Pusat membuat kebijakan penanggulangan flu burung skala nasional dan dinamakan Rencana Strategi Nasional Kesiapsiagaan Menghadapi Flu Burung ( yang disusun oleh Bappenas ) meliputi : 1. Memastikan tindakan yang cepat, tepat waktu dan terkoordinasi terhadap wabah flu burung, termasuk informasi terbaru dari para pejabat yang berwenang untuk para petugas peternakan, masyarakat dan media pada semua tahap
115
2. Meminimalkan kekacauan sosial dan kerugian ekonomi yang mungkin berhubungan dengan wabah flu burung 3. Memperkuat respons terhadap kejadian luarbiasa yang menyebabkan kekacauan sosial 4. Membantu respons t.erhadap media massa dan permintaan-permintaan informasi lainnya 5. Memperkuat sistem komunikasi termasuk jejaring dan menyempumakan pelayanan komunikasi masyarakat dan kewaspadaan terhadap bahaya flu burung 6. Menjajaki semua peraturdll perundang-undangan yang perlu dibutuhkan dalam setiap tahap 7. Membangun kemampuan dan kapasitas perusahaan vaksin untuk mampu memproduksi desinfektan vaksin untuk melawan wabah 8. Memperkuat logistik dan kapasitas pemasokan Target yang ingin dicapai dengan adanya kebijakan ini adalah : 1. Mempertahankan daerah bebas flu burung dan membebaskan wilayah tertular serta mencegah penularan ke temak lain 2. Memperkuat surveilans termasuk peringatan dini secara terpadu berbasis komunitas di
setiap desa,
surveilans berbasis
laboratorium dengan
mengembangkan satu laboratorium referensi nasional 3. Menyediakan tenaga terlatih dalam penanggulangan flu burung 4. Mengembangkan kapasitas penyediaan atau pembuatan vaksin
116
5. Melakukan kampanye nasional pencegahan dan pengendalian flu burung serta kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi flu burung untuk menghindari kepanikan Strategi yang digunakan dalam melaksanakan Rencana Strategi Nasional kesiapsiagaan mnghadapi flu burung adalah : 1. Penguatan
manajemen
berkelanjutan
(
perencanaan,
aktivitas,
pengorganisasian, koordinasi, monitoring dan evaluasi ) 2. Penguatan surveilans pada hewan tennasuk peringatan dini, investigasi dan tindakan pengendalian 3. Pencegahan dan pengendalian ( proteksi resiko tinggi, vaksinasi, biosekuriti) 4. Penguatan kapasitas respon pelayanan ( ketersediaan vaksin, desinfektan, peralatan kesehatan, SDM, laboratorium, penatalaksanaan kasus) 5. Komunikasi, informasi dan edukasi ( komunikasi resiko) Rincian strategi kesiapsiagaan menghadapi flu burung :
a. Penguatan manajemen berkelanjutan Tujuan: 1. Mengembangkan sistem dan mekanisme manajemen pengendalian flu burung 2. Memobilisasi sumberdaya dari berbagai sumber dari dalam negeri dan intemasional Target: Terbentuknya manajemen pengendalian flu burung yang terintegrasi, berdaya guna dan berhasil guna
117
b. Penguatan surveilans pada bewan Tujuan: I. Memperkuat surveilans rutin dan sistem peringatan dini secara terpadu termasuk peranan laboratorium 2. Memantapkan penyelidikan epidemilogik ( tim respons kejadian iuar biasa ) dan manajemen kontak Target; l. Memperkuat surveilans tennasuk peringatan dini secara terpadu berbasis komunitas di setiap desa, surveilans berbasis laboratorium 2. Memperkuat lembaga-lembaga kesehatan hewan seperti !aboratorium yang berada di pusat dan daerah untuk mendukung surveilans dan peringatan dini
c. Pencegahan dan Pengendalian Tujuan: 1. Mencegah penularan dan memutus mata rantai penyebaran virus flu burung sedini mungkin 2. Melakukan tindakan pengendalian virus flu burung pada daerah yang terjangkit 3. Menyediakan dan mengembangkan pembuatan vaksin Target; 1. Mempertahanka.1 daerah bebas flu burung dan membebaskan wilayah tertular serta mencegah penularan ke temak lain 2. Mengembangkan kapasitas penyediaan atau pembuatan vaksin Kegiatan Pokok:
118
I. Perlindungan terhadap kelompok resiko tinggi 2. Peningkatan biosekuriti pada daerah yang beresiko tinggi teijadi penularan flu burung 3. Penguatan pengawasan lalu lintas unggas dan produknya 4. Penyediaan vaksin flu burung 5. Pengembangan kapasitas memproduksi desinfektan dan vaksin flu burung 6. Penelitian kaji tindak mengenai penatalaksanaan kasus flu burung pada unggas
d. Penguatan kapasitas respons pelayanan kesehatan Tujuan; I. Meningkatkan sistem pelayanan kesehatan hewan di pusat dan di daerah dalam menghadapi flu burung 2. Meningkatkan kapasitas ( sumberdaya manus1a, peralatan dan metode ) penanggulangan flu burung
e. Komunikasi, Informasi dan edukasi Tujuan: I. Memberikan informasi, edukasi dan komunikasi resiko terhadap seluruh
lapisan masyarakat agar waspada dan tidak panik dalam menghadapi kejadian luar biasa flu burung 2. Meningkatkan kemampuan komunikasi resiko bagi tenaga teknis, penyutuhan, media massa dan elektronik Target:
119
1. Meningkatkan pengetahuan bagi masyarakat dalam mengantisipasi kejadian luar biasa flu burung 2. Kampanye Nasional tentang pencegahan dan pengendalian flu burung Kegiatan Pokok ; I. Perumusan strategi komunikasi resiko 2. Pembentukan Pusat Informasi Nasioanal 3. Pembuatan iklan layanan 4. Pembuatan jaringan komunikasi diantara semua mitra dan
Iembaga
intemasional ( Sumber : Bappenas, 2005 ) Sebagaimana sifatnya, flu burung adalah penyakit yang dapat melintas batas wilayah dan akan lebih mudah melintasi batas dalam satu daratan. Untuk itu, maka seluruh stakeholders di bidang petemakan perlu · : a) menerapkan transparansi tentang kejadian di wilayahnya masing-masing, b) segera melakukan tindakan yang sesuai Rencana Strategis Nasional, dengan menggalang semua unsur di wilayahnya dan mencari dukungan dari sumber lain. Ketidakterbukaan suatu daerah untuk dimonitor dan dilakukan surveilans tidak akan dapat mencegah penyebaran flu burung bahkan akan mengakibatkan perkembangan yang tidak dapat dikendalikan yang dapat menimbulkan korban finansial dan sosial ekonomi yang lebih besar. Dengan demikan upaya bersama seluruh stakeholder di daerah dalam koordinasi Pemerintah Daerah adalah suatu keharusan ( Bappenas, 2005 ) .
120
Mengingat flu burung berkembang secara dinamis dan situasi selalu berubah, maka rencana strategis nasional ini yang bersifat dokumen dinamis akan terus disesuaikan ( di "update") dengan perkembangan situasi yang ada Sehubungan dengan momentum penanggulangan flu burung ini, sistem kesehatan .hewan harus direvitalisasi dan diperkuat secara menyeluruh dan terpadu. Dalam kaitan ini Departemen Pertanian bertanggung jawab secara teknis dalam pengaturan dan pelaksanaannya, dan secara bersama-sama dengan Kepala Daerah memfungsikan kedua sistem ini di Indonesia Dengan berfungsinya kedua sistem ini maka monitoring keadaan di masyarakat dapat dilakukan deteksi dan respon dini. Selanjutnya dengan dukungan berbagai intansi dan pihak-pihak terkait sebagaimana diuraikan secara rinci dalam strategi-strategi yang sudah disusun penaitganan masalah flu burung dapat dilaksanakan. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Rencana Strategis Nasional Kesiapsiagaan menghadapi flu burung dalam era desentralisasi ini adalah peran pem1mpin daerah dalam wilayah otonomnya sangat besar untuk dapat menerapkan rencana strategis ini setiap daerahnya. Tanggung jawab dan kebersamaan dalam pelaksanaan di setiap daerah dan wilayah merupakan kunci sukses pencapaian tujuan rencana strategis ini. Untuk itu pimpinan daerah merupakan penanggungjawab utama pelaksanaan rencana strategis di daerah dan wilayahnya masing-masing. Dalam keadaan mendesak khususnya pada saat genting dan darurat yaitu apabila kejadian luar biasa sudah dapat diperkirakan waktu teijadinya, maka diperlukan jalur koordinasi/komando yang jelas. Sistem komando seperti ini sudah diatur dalam UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah dan
121
PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Di setiap tingkat kewilayahan diatur sistem komando di tingkat Gubernur dan Bupati Sesuai
dengan
kompleksitas
permasalahan
yang dihadapi,
maka
kesuksesan pelaksanaan penanggulangan flu burung ini memerlukan kerjasama teknis dan operasional secara terpadu, baik secara horisontal di setiap tingkat pemerintahan dan stakeholders lainnya, maupun secara vertikal dengan partisipasi aktif seluruh masyarakat .Dengan kebersamaan dan tanggung jawab semua pihak dan ketegasan pengambilan keputusan pimpinan daerah maka penanggulangan flu burung akan dapat dilaksanakan untuk mengamankan wilayah dari wabah flu burung.
B.2. Strategi dan Program Pengendalian Wabah Flu Burung skala Propinsi Strategi dan program pengendalian wabah flu burung yang direkomendasikan oleh Pemerintah Propinsi DI Yogyakarata 3Jltara lain: 1. Program pencegahan Tujuan program ini adalah untuk mencegah masuknya penyebab penyakit dari dalam wilayah satu ke wilayah lain : a. Meningkatkan pengawasan keluar masuknya unggas dan basil unggas ( telur dan daging ) dari dan ke suatu wilayah, dalam hal ini bisa dari dalam dan antar kabupaten maupun propinsi. Dalam hal ini keberadaan pos lalu lintas ternak sebagai pos pengawas dan pemeriksa di pintu masuk dan keluar ternak di setiap kabupaten perlu dibentuk dan lebih diaktifkan
122
b. Melakukan vaksinasi terutama untuk sektor 3 dan 4 yang peternaknya belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan berusaha ternak secara baik dan benar 2. Program peningkatan " public awarness " dan penyuluhan pertanian a. Meningkatkan
kegiatan
penyuluhan
peternakan
_guna
menumbuhkembangkan " kesadaran publik " tentang arti penting memahami seluk beluk penatausahaan peternakan yang benar tennasuk penerapan prosedur operasioanal standar yang harus dijalani bila akan memelihara unggas b. Revitalisasi program penyuluhan peternakan harus benar-benar dapat diimplementasikan dalam membantu upaya pengendalian flu burung secara menyeluruh. Program peningkatan penyuluhan titik beratnya ada di kabupatenlkota. 3. Program penerapan GFP ( Gerakan Penerapan Tehnologi Pertanian ) dan redesign zoning untuk peternakan Tujuan program ini untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar menjadi tahu, mau dan mampu melaksanakan anjuran, rekomendasi dan saran yang baik dari pembawa pesan ( peternak, penyuluh/petugas dan swasta ) a. Gerakan penerapan tehnologi pertanian, diharapkan para peternak baru akan menerapkan SOP pada setiap petemakan dan usaha peternakan kecil mereka b. Melakukan redisgn zoning peternakan, melakukan kajian kembali terhadap zoning untuk kawasan peternakan yang memenuhi syarat
123
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tentunya dengan insentif tertentu kepada petemak c. Peningkatan penyuluhan petemakan bertujuar1 untuk menjadikan masyarakat agar mau dan mampu menerapkan prinsip petemakan yang berwawasan Iingkungan, yang dimulai dari adanya perubahan perilaku antara lain berupa penambahan ilmu dan pengetahuan, ketrampilan dan sikap positif semua masyarakat terhadap tehnologi dan infonnasi yang baik 4. Program Pengendalian virus H5N 1 penyebab flu burung Program ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya atau munculnya kembali kasus flu burung pada unggas terutama ayam, itik, puyuh, entok melalui cara : a. Meningkatkan biosekuriti pada petemakan ayam yang dikelola dalam bentuk usaha petemakan b. Meningkatkan frekuensi surveilans ( penyidikan ) agar dapat diketahui mekanisme penyebaran virus H5N 1 dan cara pencegahannya agar tidak tersebar ( melakukan relokasi dan isolasi ) hila terjadi infeksi virus pada unggas di suatu tempat 5. Program pembuatan legislasi Tujuan
program
ini
untuk
memberikan
rasa
kepastian
bertindak,
melaksanakan sanksi dan payung hukum bagi masyarakat, swasta dan petugas a. Pembuatan perda atau pergub yang akan mengatur usaha petemakan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku
124
b. Pembuatan pedoman umum atau petunjuk tehnis yang diperlukan untuk penjabaran legislasi yang ada 6. Program pemusnahan unggas terinfeksi virus flu burung Tujuan program ini untuk menghilangkan sama sekali penyebab penyakit a. Melakukan depopulasi terbatas terhadap temak yang berada dalam satu farm atau kelompok b. Melakukan stamping out, memusnahkan semua unggas diwilayah tertular dengan diikuti oleh penghentian sementara waktu usaha petemakan unggas. Kebijakan ini menuai pro dan kontra. ( Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian Propinsi DIY tahun 2006 ) Hasil wawancara dengan Kasi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY tentang kebijakan stamping out Pemerintah Pusat : " Instruksi Menteri Kesehatan untuk memutus mata rantai pemyebaran virus flu burung dengan cara memusnahkan semua unggas yang ada di pemukiman penduduk tidak serta merta dilakukan di daerah, karena hal tersebut menyangkut pula kondisi keuangan daerah, terutama berkaitan dengan uang kompensasi yang harus diberikan kepada pemilik unggas~ apalagi menyangkut unggas at«u burung peliharaan yang memiliki nilai jual tinggi, padahal sementara ini Pemerintah mematok uang kompensasi senilai Rp. 12 ribu per ekor untuk semua jenis unggas, karena untuk mendukung kegiatan itu daerah harus menalangi dulu " . ( Sumber : wawancara dengan Kasi Kesehatah Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY). Dikatakan juga akibat adanya kebijakan stamping out , demikian hasil wawancara yang penulis lakukan : " Entah disengaja atau tidak, disadari atau tidak Pemerintah Pusat tengah menciptakan kondisi sosial yang memicu konflik horisontal khusunya antara pengusaha temak skala kecil, penghobi, petemak unggas dengan masyarakat awam, yang akhir-akhir ini secara emosional bisa mendadak gusar dengan tetangganya yang punya unggas. ltu semua tak mungkin terjadi kalau pemerintah tidak panik dan ngawur dalam mengambil kebijakan dalam soal flu burung, sehingga meminta semua pihak baik
125
pemerintah maupun masyarakat awam menahan diri dalam merespon kasus flu burung di berbagai daerah. Pemutusan mata rantai infeksi dengan jalan pemusnahan unggas memang bukan jalan yang terbaik untuk mengatasi flu burung. Jika itu dilakukan bisa mengancam plasma nutfah ( ras temak asli ) yang dimiliki Indonesia yang sampai sekarang belum banyak diteliti" ( Sumber : Wawancara dengan Kasi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY ) Beberapa kebijakan Pemerintah Pusat dalam menyikapi kasus flu burung baru-baru ini ditanggapi oleh masyarakat dalam bentuk kepanikan yang berdampak pada timbulnya keresahan. Menurut Ketua LSM Forum rakyat Bersatu ( FRB ) Mustangin Mulyana dalam KR 31 jan 2007 mengatakan seharusnya sebelum Menteri Kesehatan menginstruksikan melakukan pemusnahan semua unggas yang ada di pemukiman penduduk perlu dipertimbangkan dulu dampak sosial dan ekonomi yang terjadi akibat kegiatan pemusnahan itu,
~erutama
akibat sosial yang dirasakan langsung
oleh petemak rakyat, karena selama ini unggas merupakan penopang ekonomi bagi sebagian masyarakat terutama kalangan bawah. Upaya pemusnahan seluruh unggas yang dilakukan sekarang ini tidak menyelesaikan masalah , namun justru menambah masalah baru, apalagi kompensasi yang bisa dinikmati para petemak rakyat tidak jelas. Di sisi lain bila pemusnahan unggas itu berlangsung di semua pemukiman penduduk di Indonesia, maka kelak Indonesia akan menjadi salah satu Negara pengimpor unggas tertinggi, karena populasi unggas di Indonesia jauh dari kebutuhan yang dikonsumsi masyarakat. Gubemur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam KR 23 jan 2007 menegaskan sampai saat ini Pemprop DIY belum mengambil kebijakan
126
memusnahkan unggas dalam mengantisipasi penyebaran virus flu burung di DIY, meski tetap harus menaruh kewaspadaan dan melakukan pencegahan atau antisipasi. Sebab klasifikasi daerah rawan flu burung yang di5aillpaikan Pemerintah Pusat pun berbeda-beda antara daerah satu dan lainnya. Tetapi menghimbau _warga di sekitar lokasi ayam yang matinya mendadak untuk. mengandangkan unggas miliknya., kandang temak unggas agar dipisahkan dari rumah tempat tinggal. Masyarakt tak perlu takut berlebihan dengan adanya unggas yang mati mendadak, yang penting masyarakat selalu menjaga kebersihan, berperilaku hidup bersih dan sebelum makan mencuci tangan untuk menghindari terjangkit virus. Pemprop DIY belum bicara sampai ke aspek pemusnahan, karena klasifikasi DIY juga berbeda dengan propinsi lainnya yang dinyatakan rawan serangan flu burung. Kendati demikian Pemprop DIY bersama Pemkab I Pemkot se DIY juga sedang mempersiapkan draft aturan mengenai penanganan flu burung ini. Dijelaskan draft ini nanti akan dituangkan dalam Surat Keputusan, lnstruksi Gubemur, Surat Edaran Gubernur atau lainnya tegantung kajian berbagi pihak terkait, termasuk memperhatikan masukan dan usulan dari masing-masing kabupatenlkota Namun yang jelas belum akan sampai ke Perda, sebab bila sampai ke Perda prosesnya terlalu lama ( ~ 2007 ) . Tidak seorangpun menolak akan perlunya pencegahan dan pembasmian flu burung, namun penanggulangan yang tidak tepat sasaran bisa merugikan petemak dan menimbulkan konflik horisontal.
127
Sikap bijaksana sebagai regulator merupakan harapan bagi para petemak unggas yang telah " dianggap " menjelang ajal semenjak munculnya diagnosadiagnosa suspect flu burung di media massa. Beberapa ucapan"-pejabat banyak yang memberikan dampak positif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, namun dapat juga berdampak negatif karena telah memberi kesan " memerangi unggas " dan bukanya wabah flu burung. Kondisi ini hams segera diluruskan. Para pejabat seharusnya tidak melakukan kampanye negatif terhadap sektor perunggasan dengan mengatasnamakan " penanggulangan flu burung ". Saat ini sekitar 6,4 juta orang menggantungkan nasibnya pada petemakan ayam dan dapat terancam kehilangan pekerjaan sebagai akibat penurunan permintaan daging ayam yang terjadi sejak merebaknya kasus flu burung. Penurunan konsumsi daging ayam ini karena terjadi phobia atau ketakutan makan daging dan telur unggas. Kalau ini terns berlangsung usaha petemakan ayam akan semakin berada diujung tanduk. Petemak yang makin parah merasakan kondisi ini adalah petemak di daerah penyangga kebutuhan ayam potong di kota besar dan dampak lain adalah pada perhotelan, rumah makan dan sektor pariwisata. Jika berbagai daerah ada yang mengambil kebijaksanaan dengan memusnahkan unggas, maka Pemkab Sleman akan mencari altematif lain yang lebih kondusif dan tidak meresahkan serta merugikan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan : " Melakukan pemusnahan unggas dapat menghilangkan sumber penghidupan masyarakat, karena dari unggas yang dipelihara dapat menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat, selain itu juga akan mengurangi sumber protein karena dari hewan unggas yang dipelihara akan didapatkan daging dan telur yang merupakan sumber protein. Oleh karena itu yang penting masyarakat dapat menjaga kebersihan
128
kandangnya, mau memberikan vaksinasi pada unggasnya sehingga unggas terhindar dari penyakit flu burung. Kebijakan untuk memusnahkan hewan unggas guna mencegah penyebaran flu burung merupakan kebijakan yang tidak bijaksana, karena flu burung dapat dicegah jika petemak dapat menjaga kebersihan unggas maupun kandang dan lingkungannya. Usaha yang dilakukan dalam rangka mencegah penyebaran virus flu burung, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman mengadakan vaksinasi dan sanitasi. Temyata respon masyarakat terhadap kegiatan ini sangat positif, terbukti banyak masyarakat yang membawa unggas peliharaannya· untuk mendapat vaksinasi ". ( Sumber : wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan ) Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Proipinsi DIY: " Pemberantasan penyakit hewan skala nasional ditujukan untuk mengamankan kepentingan usaha budidaya petemakan yang dampaknya bukan hanya dirasakan oleh daerah, akan tetapi lebih luas lagi yang akan mempengaruhi pembangunan petemakan nasional atau kesehatan masyarakat. Kebanyakan dari kegiatan ini adalah penanggulangan penyakit menular yang dapat mewabah dan banyak menimbulkan kerugian ekonomi atau menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat luas ". ( Sumber : Wawancara dengan Kasi Keswan Bidang Petemakan Dinas Per"LaDian Propinsi DIY ) Metode pemberantasan penyakit berpedoman pada pembebasan daerah tertular, mempertahankan wilayah bebas, mencegah masuknya penyakit dari daerah tertular dan memperluas daerah bebas. Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya wabah penyakit hewan, maka setiap daerah harus memiliki kemampuan untuk melakukan pencegahan dan pengendalaian secara dini. Surveilans penyakit yang dilakukan secara aktif akan mampu m\!mberikan peringatan dini sebelum penyebaran penyakit menjadi meluas dan intensitasnya meningkat. Prinsip penolakan penyakit yang berasal dari luar kabupaten menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk menerapkan kebijakan yang mampu
129
menangkal setiap ancaman penularan dari luar kabupaten. Derasnya lalu lintas pendistribusian unggas terutama antar daerah memberikan dampak kepada terbukanya kemungkinan yang lebih besar penyebaran penyakit hewan menular dari suatu daerah ke daerah lain. Bertolak dari orientasi baru di atas, pemberantasan dan pengendajian penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis ( mungkin flu burung ) dipandang sebagai bagian dari antisipasi perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, sedangkan penyakit-penyakit lain yang bukan zoonosis dipandang sebagai bagian pembangunan petemakan dan penyediaan pangan asal hewan. B.2. Strategi Pengendalian Flu Burung Daerah Tujuan strategi pengendalian flu burung skala daerah antara lain : 1.
Mempertahankan daerah bebas flu burung dan mengendalikan flu burung di daerah tertul~
2.
Menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat flu burung
3.
Menurunkan dampak sosial ekonomi akibat flu burung Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam melaksanakan kegiatan sesuai tugas
pokok dan fungsinya untuk tercapainya tujuan dan sasaran mengacu kepada kebijakan atau program yang tertuang pada strategi pengendalian burung daerah yang telah disusun dengan melibatkan semua unsur Dinas mulai bagian Tata Usaha dan Bidang serta didukung UPTD di lingkup Dinas Pertanian dan Kuhutanan Kabupaten Sleman
130
Mempertimbangkan faktor ekonomi
perlu dilaksanakan mengingat
dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, adanya berbagai piliban kebijakan dan langkah yang dapat dilakukan dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Suatu informasillaporan /pengaduan mempunyai batas tenggang waktu, karena waktu itu selalu b..erjalan dari detik ke jam, dari jam ke bari dan seterusnya, sebingga informasi/laporan/pengaduan yang diterima petugas petemakan juga dapat
mempunyat
batas
limit
waktu,
oleb
karena
itu
setiap
informasillaporan/pengaduan harus segera disikapi dengan cepat dan tepat agar kasus yang ada dapat ditangani dengan benar Petugas poskeswan yang menerima pengaduan akan segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut : 1. Segera mengunjungi petemakan dan memberikan saran yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit 2. Memberikan informasi yang didapat kepada Bidang Petemakan Dinas Pertanian dan Kehutanan ataupun ke UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan Kabupaten Sleman 3. Mengirim bangkai unggas ke laboratorium untuk diteliti, jangan menunggu basil laboratorium sebelum bertindak. Pada situasi seperti ini, basil laboratorium disini hanya membantu Dinas Pertanian dan Kebutanan untuk mengambil
keputusan
untuk
mempertahankan/memperluas
tindakan
pengendalian ( jika spesimen menunjukan positif flu burung ) atau mengbentikan ( jika specimen negatif ). Hasil-basil laboratorium akan membantu petugas untuk memahami lebih baik permasalahan yang terjadi.
131
Tindakan pengendalian harus dimulai sesegera mungkin dengan kunjungan oleh petugas petemakan. Jika petugas petemakan menuggu dikhawatirkan akan terlam bat. 4. Petugas poskeswan harus segera mengambil tindakan tanpa menunggu petugas petemakan Kabupaten datang. ( sebatas melakukan desinfeksi, vaksinasi dan sosialisasi) ( sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman ) Setelah mendapat laporan dari masyarakat tentang adanya kejadian penyakit flu
burung disuatu wilayah, maka petugas petemakan segera
meresponnya dengan segera mendatangi lokasi, mencari sumber-sumber penyakit, mencari dan mendapatkan data lain yang mendukung, mengambil dan mengirimkan sampel ke laboratorium dan memberikan advis kepada masyarakat dalam upaya pengamanan awal atas suatu wilayah agar sumber penyakit tidak meluas. Kinerja petugas dalam merespon keinginan masyarakat jauh lebih baik dibanding tahun 2004 . Berkaitan dengan
relevansi
pelaksanaan kegiatan dengan
kinerja
organisasi, berikut ini basil wawancara penulis dengan Kepala Bidang Petemakan Dinas Pertanian dan Kehutanan : "Program-program kegiatan dalam organisasi ada relevansi dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi. Menyikapi keluhan-keluhan dari petemak ataupun masyarakat yaitu dengan mengevaluasi kembali proses pelayanan yang diberikan, rnencari dimana titik lemah mengapa pelayanan yang diberikan kurang memuaskan masyarakat ataupun petemak, serta mencari solusi untuk memperbaiki pelayanan. Langkah awal yang kami tempuh untuk merespons keluhan dari petemak ataupun masyarakat yaitu menanggapi serta mencari solusi yang disesuaikan dengan kebijakan yang ada. Untuk mengetahui keluhan-keluhan mereka atas pelayanan yang diberikan, tersedia kotak saran, serta memberi
132
kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan keluhannya secara langsung setiap saat. Selain itu tiap 3 bulan sekali kami mengadakan acara semacam silaturahmi antar petemak, masyarakat maupun petugas dalam acara ini masing-masing bebas menyampaikan masukan ataupun saran". ( Sumber : Wawancara dengan Kepala Bidang Petemakan ) Hal yang sama disampaikan oleh salah satu staf Bidang Petemakan tentang respon Dinas menanggapi keluhan masyarakat "Dalam memberikan pelayanan terhadap petemak pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, kami telah berusaha m~mberikan pelayanan yang terbaik. Keluhan yang ada kami coba carikan solusinya bersama disesuaikan dengan juklak dan juknis " ( sumber: Wawancara dengan seorang stafBidang Petemakan) Pemyataan di atas menyiratkan bahwa pelayanan pada Dinas Pertanian dan Kehutanan dilakukan dengan responsif. Kenyataan ini dapat dilihat dengan serangkaian upaya yang dilakukan yaitu menampung dan mengevaluasi sejumlah permasalahan yang ditemui untuk dicarikan solusi pemecahannya oleh pimpinan dengan melibatkan para pegawainya. Hal ini menimbulkan pcnilaian dari masyarakat ataupun petemak bahwa aparat di Dinas Pertanian dan Kehutanan dapat mengenali kebutuhan masyarakat ataupun petemak, sebagai unsur pelaksana pembantu Bupati dalam menyelenggarakan tugas-tugas pertanian dan perhutanan khususnya dalam kegiatan penanggulangan wabah flu burung di Kabupaten Sleman. Dari pengamatan penulis di lapangan juga didapat bahwa mekanisme pelayanan yang ada telah diupayakan agar dapat mengenali kebutuhan yang di inginkan oleh petemak ataupun masyarakat. Dengan demikian dapat di disimpulkan bahwa pelayanan aparat pada Dinas Pertanian dan Kehutanan sang-dt responsifterhadap keluhan yang ada.
133
Dari keterangan ini terlihat bahwa pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat ataupun petemak telah dilaksanakan dengan baik sehingga dapat dikatakan responsivitas aparat pada Dinas Pertanian dan Kehutanan relatif baik walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat komplain ( dalam jumlah kecil ) dari masyarakat ataupun petemak. Hal ini disebabkan karena ketidak pahaman masyarakat ataupun petemak dalam permasalahc'n yang dihadapi dan di sini aparat dituntut untuk lebih tanggap terhadap keluhan, serta memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat ataupun petemak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam menjalankan tugas dan fungsinya khususnya dalam penanggulangan wabah flu burung sangat ditentukan oleh sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada. Dari sumber daya yang tersedia dalam organisasi, sumber daya manusia memegang peranan yang sentral dan paling menentukan. Dengan sumber daya manusia yang handal, pengolahan, penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber lainya akan menjadi lebih responsif dan produktif. Dalam keadaan yang demikian dapatlah dipastikan tujuan Dinas Pertanian dan Kehutanan yang telah ditetapkan akan terwujud dengan baik . Kegiatan-keiatan yang dilakukan Dinas Pertanian dalam penangulangan flu burung di Kabupaten Sleman tahun 2006, antara lain : I. Vaksinasi AI tahun 2006 Dari target 900.000 dosis terrealisasi sebesar 972.391 dosis ( 138,9%)
134
Walaupun pelaksanaan vaksinasi AI telah melampaui target tetapi masih harus ditingk.atkan. Selama pelaksanaan vaksinasi, masih banyak temak yang belum tervaksin dikarenakan unggas tidak dikandangkan dan dari aparat desa belum sungguh-sungguh membantu petugas petemakan
2. Desinfektansia tahun 2006 Dari target sebanyak 200 liter, terrealisasi sebanyak 365,5 liter ( 182,5 % ) Meskipun target sudah terlampaui tetapi pelaksanaan desinfeksi harus terus ditingkatkan, terutama penyemprotan desinfektan dengan detetjen terus disosialisasikan. 3. Sosialisasi Flu Burung - Dari target 23 kelompok terrealisasi 23 kelompok ( 100 % ) ( Sumber : Laporan Tahunan UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan, 2006 ) Dikatakan pula oleh Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan : " Sampai saat ini instansinya masih memiliki persediaan vaksin sekitar 50.000 dosis. Jumlah ini bisa terus ditambah kalau masyarakat memintanya, berapa pun yang diinginkan secara gratis. Namun perlu diingat, vaksin baru akan efektif beketja setelah 3 minggu disuntikkan dan memiliki ketahanan selama 4 bulan. Jadi jika belum ada 3 minggu, tetapi unggas tetap mati~ berarti sebelum divaksin telah terinfeksi virus AI". ( Sumber : Wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan ) Dengan sosialisasi flu burung diharapkan masyarakat mengetahui secara pasti ancaman flu burung dan upaya penanggulangannya. Bidang Petemakan akan berbicara dari sisi temakanya, sedang dari Dinas Kesehatan diharapkan memaparkan dari
sisi
manusianya.
Dengan
demikian
masyarakat akan
mengetahui secara utuh yang berkaitan dengan flu burung. Sosialisasi flu burung
135
pada masyarakat perlu melibatkan pejabat, tokoh masyarakat, pendidik, ulama, media massa Hal-hal yang perlu dipcrhatikan petugas petemakan dalam pelaksanaan sosialisasi flu burung pada masyarakat ataupun petemak antara lain: 1. Perlu meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat menyangkut bahaya, pencegahan, dan sistem pelaporan kasus flu burung 2. Perlu kerjasama dan koordinasi antar instansi, tenaga ahlilprofesional, petemak, industri dan masyarakat luas dalam penanggulangan flu burung secara terpadu dan bertanggung jawab 3. Sosialisasi flu burung pada masyarakat perlu melibatkan pejabat, tokoh masyarakat, pendidik, ulama, media massa Dengan sosialisasi flu burung diharapkan masyarakat mengetahui secara pasti ancaman flu burung dan upaya penanggulangannya. Bidang Petemakan akan berbicara dari sisi temakanya, sedang dari Dinas Kesehatan diharapkan memaparkan
dari
sisi
manusianya.
Dengan
demikian
masyarakat akan
mengetahui secara utuh yang berkaitan dengan flu burung. Dalam meningkatkan kinerja petugas petemakan yang ada di lapangan, maka perlu diciptakan suasana kerja yang nyaman dan mempunyai saling keterkaitan dan keterikatan, harus sating bekerja sama dan sama-sama bekerja, terlebih lagi dalam pengabdiannya sebagai abdi negara dan aixH masyarakat, dengan suatu sikap kerja bahwa apa yang dikerjakannya adalah suatu amanah tugas Perkembangan di lapangan amat sangatlah memungkinkan dikarenakan
136
masyarakat bersifat dinamis yang membawa kita kepada tuntutan kelenturan persepsi dan inisiatip. Sistem Penanggulangan Wabah Flu Burung
Sistem penanggulangan waah flu burung di Kabupaten Sleman sejak adanya pembentukan Tim Tanggap Darurat Wabah
Flu Burung sesuai SK
Mentan No. 413/Kpts/OT.l60/11.2005 pelaksanaannya Dinas, Pertanian dan Kehutanan Sleman berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Seperti pada hagan di bawah ini :
Alur Sistem Penanggulangan Flu Burung ( koordinasi dengan Dinas Kesehatan )
Masyarakat
I Poskeswan
J I
I
Puskesmas
I
I
Rumah Sakit
I
I
Bidang Petemakan Dinas Pertanian dan Pertanian Sleman
Dinas Kesehatan Sleman
t
t
Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY
Dinas Kesehatan Propinsi DIY
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman
Jika diterima laporan adanya sejumlah kesak.itan maupun kematian massal unggas
di suatu
lokasi
peternakan, baik
laporan
tersebut
dari
masyarakat,
137
Jika diterima laporan adanya sejumlah kesakitan maupun kematian massal unggas
di suatu
lokasi
petemakan, baik
laporan
tersebut
dari
masyarakat, petemak ataupun basil dari penyelidikan petugas petemakan maka Tim Tanggap Darurat Wabah Flu Buruilg Kabupaten Sleman segera dilak11kan peninjauan ke lokasi petemakan yang terserang wabah . Pelaksanaan penangulangan flu burung di Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut : 1. Apabila berada pada wilayah beresiko tinggi penularan flu burung, Tim Tanggap darurat Wabah Flu Burung harus memakai alat pelindung diri untuk mencegah tertular, minimal memakai masker N95. 2. Melakukan wawancara dengan pemilik petemakan, Kepala desa dan masyarakat tentang situasi petemakan dan adanya kejadian unggas sakit atau mati. Membuat pemetaan sederhana wilayah wabah flu burung pada unggas. 3. Mengidentifikasi semua kontak erat unggas ( pekerja di kandang, pembawa pakan, pemotong ) ditulis dalam formulir kontak unggas 4. Tim dari Puskesmas melakukan pemantauan setiap hari kemungkinan terjadinya demam ( suspect kasus flu burung ) diantara kontak erat unggas yang tercatat dalam formulir kontak unggas. Pemantauan unggas dapat bekerjasama dengan pemilik petemakan, Kepala Desa atau masyarakat.
138
5. Tim Puskesmas melakukan pemantauan setiap hari kemungkinan terjadinya demam (suspect flu burung) diantara anggota masyarakat di wilayah wabah dan sekitamya yang berobat ke Puskesmas 6. Tim Petemakan ( Poskeswan ) melakukan penyelidikan wabah flu burung pada unggas, terutama pemeriksaan unggas sakit atau mati 7. Observasi lingkungaii sekitar adakah resiko seperti adanya unggas yang mati mendadak, kotorann/tinja, penggunaan pupuk kandang pada tanaman, sanitasi lingkungan. 8. Jika ditemukan adanya kasus suspect ( dugaan ) flu burung diantara kontak unggas yang sedang dipantau, atau diantara anggota masyarakat lainnya segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten sleman untuk dilakukan penatalaksanaan kasus flu burung 9. Laporan basil penyelidikan disampaikan kepada Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DI Y ogyakarta dan Dinas Kesehatan Prop. DIY. Penanganan flu burung ini harus dilakukan secara berkelanjutan mengingat salah satu sumber penularan flu burung yang sulit dikendalikan adalah burung liar yang berpindah secara bebas dan mampu menyebarkan virus antar daerah. Sehubungan dengan itu selain langkah-langkah penanganan secara cepat untuk mengatasi akibat flu burung pada saat terjadi, kemampuan untuk mengendalikan sumber flu burung dapat dilakukan secara terns menerus. Pengendalian flu burung yang berkelanjutan diharapkan mampu untuk menekan munculnya kasus atau wabah dikemudian hari .
139
C. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi dan kebersamaan seluruh komponen masyarakat dalam pengendalian flu burung walaupun saat ini sudah dikatakan bailc, namun masih perlu ditingkatkan. Pemerintah Daerah jelas tidak menjadi satu-satunya penanggungjawab dan pelaksana dalam penanganan flu burung, karena seluruh komponen masyarakat mempunyai fungsi dan peran yang sama pentingnya Dalam era desentralisasi peran Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan sebagai koordinator penanggulangan flu burung di Kabupaten Sleman merupakan kunci keberhasilan kegiatan tersebut. Melalui sosialisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan mengajak masyarakat sadar akan bahaya flu burung, sehingga masyarakat ataupun petemak berpartisipasi berupaya untuk : 1.
Turut mengawasi lalu lintas hewan unggas dan wilayah tempat tinggal agar tidak dimasuki unggas atau produk unggas ( daging I telur ) dari daerah tertular I tercemar ( pengangkutan yang resmi membawa surat keterangan kesehatan dari Bidang Petemakan I dokter hewan pemerintah yang ditunjuk )
2.
Turut mengawasi dan mewaspadai serta melaporkan adanya penjualan unggas mati atau daging dari ayam yang mati
3.
Tidak menyembunyikan kejadian kematian ungga5 yang mencurigakan meskipun sedikit jumlahnya
4.
Catat semua kejadian kemudian secara partisipatif aktif memberitahukan kepada petugas petemakan atau Poskeswan terdekat .
140
Pandangan selama ini, jenis pelayanan dalam bidang kesehatan hewan sifatnya lebih merupakan " public good ", sehingga hal tersebut masih memerlukan campur tangan pemerintah. Namun demikian secara bertahap, peran masyarakat perlu diberdayakan, sehingga dominasi pemerintah dapat dikurangai. Sesuai dengan kondisi yang ada maka asas pelayanan perlu diberdayakan pada masyarakat, sehingga ditemukan pendekatan altematif untuk memperoleh pelayanan kesehatan hewan yang lebih baik. Pengikutsertaan potensi masyarakat ini dipandaitg amat penting. Karena sesungguhnyalah berhasil tidaknya suatu kegiatan penanggulangan wabah sangat ditentukan antara lain oleh peran serta masyarakat. Jika penanggulangan wabah dapat dilaksanakan dengan mengikuti prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat dapatlah diharapkan keberhasilan penanggulangan wabah tersebut . Penyebabnya bukan saja karena . rasa memiliki dapat ditumbuhkan tetapi sekaligus juga kesinambungan pelaksanaan penanggulangan wabah. Apabila kedua hal ini dapat diwujudkan, pada gilirannya akan besar peranannya dalam menjamin tercapainya tujuan kegiatan penanggulangan wabah. Sebagai
petugas petemak.an
di
lapangan,
kita
tidak
usah
lagi
mempermasalahkan dari mana datangnya virus yang merupak.an sumber bencana, namun yang kita pikirkan adalah upaya ke depan bagaimana menyadarkan masyarakat meningkatkan motivasi, inisiatif dan kreativitas dalam menciptakan partisipasinya dalam penanggulangan flu burung di wilayahnya, misalnya dengan kaderisasi vak.sinator.
141
Bentuk penggalangan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan flu burung selain sosialisasi adalah kaderisasi vaksinator bagi petemak yang dilakukan
oleh
Dinas
Pertanian
dan
Kehutanan
Kabupaten
Sleman
pelaksanaannya mengacu pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Pelatihan Vaksinasi Bagi Petani yang dibuat oleh Dinas Pertanian Propinsi DI Yogyakarta. Pelaksanaannya ada di 10 poskeswan dan pemberian vaksinya secara gratis . Waktu yang dibutuhkan untuk melatih para petemak untuk dapat melakukan vaksinasi sekitar 1 sampai 2 jam dengan materi sebagai berikut : 1. Penyimpanan vaksin yang benar 2. Cara pcmberian vaksin yang tepat 3. Jadwal vaksinasi yang efektif 4. Pengorganisasian kegiatan vaksinasi 5. D!Ullpak yang diharapkan
Penyimpanan vaksin yang benar Dalam kaderisasi ini, syarat-syarat bagi penyimpanan vaksin yang akan dipakai diuraikan dengan jelas. lmplikasi atas penyimpanan yang tidak benarpun dipaparkan disini. Strategi yang sesuai adalah vaksin diserahkan kepada anggota masyarakat yang telah dilatih dalam kotak es dan kemudian setelah 24 sampai 48 jam, petugas pelatihan kembali ketempat itu untuk mengambil kotak es tersebut sambil menilai tingkat keberhasilan vaksinasi yang dilakukan masyarakat.
Cara pemberian vaksin yang tepat
142
Cara pemberian ( penyuntikan ) vaksin hendaknya dijelaskan dan didemonstrasikan. Peserta pengkaderan hendaknya diberi kesempatan untuk mempraktekannya sampai mereka bisa melakukannya-
Jadwal vaksinasi yang efektif Agar dapat efektif, vaksinasi hams dilakukan setiap -3 bulan sekali dan I 00 % dari unggas yang terdapat di daerah tersebut hams tercover pada setiap kegiatan vaksinasi. Dalam kesempatan ini
dijelaskan pula bahwa durasi
kekebalan ayam setelah divaksinasi adalah singkat dan ayam yang tidak dikandangkan memiliki regenerasi yang cepat. Hal ini berarti bahwa setelah 3 bulan kira-kira 50 % dari unggas yang ada di daerah itu tidak pemah divaksinasi. Artinya daerah tersebut kembali rentan terhadap serangan wabah AI
Pengorganisasian kegiatan vaksinasi Vaksinator yang dipilih dari masyarakat setempat hendaknya bekerjasama dengan pimpinan wilayah untuk mengorganisir pertemuan untuk membahas keharusan melakukan vaksinasi yang merupakan kepentingan pemilik unggas. Pertemuan tersebut hendaknya dilakukan sehari sebelum vaksinasi. Vaksinator tersebut
pada
malam
harinya
sebaiknya
mengunJungt
rumah-rumah
memberitahukan rencana pelaksanaan vaksinasi yang akan dilakukan esok harinya. Oleh karena itu, petemak diminta untuk tetap mengkandangkan ayamayamnya pada hari itu. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau malam hari ketika pemilik unggas masih di rumah.
143
Harapan Dalam pengk.aderan itu, perlu dijelaskan kepada para vaksinator bahwa vaksinasi sangatlah mengurangi kemungkinan· unggas terkena wabah flu burung, namun dalam beberapa kasus unggas yang divaksin masih mungkin terserang. Kalaupun terserang, jumlah kematian yang dialami lebih sedikit jika serangan flu burung itu terjadi kurang dari 3 bulan sejak vaksinasi terakhir. Hendaknya juga dijelaskan kepada peserta pengk.aderan vaksinator berbasis masyarakat tersebut bahwa jika flu burung telah terdeteksi di wilayah mereka, beberapa unggas mungkin menyebarkan penyakit tersebut .. Vaksinasi baru mulai berpengaruh setelah 2 sampai 3 minggu setelah penyuntikan ( jadi unggas-unggas tersebut tidak terproteksi ). Serangan wabah penyakit dan kematian ungas mungkin terjadi pada periode ini. Dalam melakukan tugas penanggulangan flu burung petugas petemakan senantiasa berbasiskan " partisipasi masyarakat " dan bukan pendekatan berbasis " otoritas birokrasi ", dengan demikian masyarakat menjadi sadar akan kewajibannya, meningkat dalam pengetahuan tentang keberadaan virus flu burung dan meningk.at ketrampilannya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit unggas secara " mandiri berkelanjutan " tanpa ketergantungan pada Pemerintah Daerah. Seorang birokrat eksekutif yang otoriter pada umwnnya mempergunakan otoritas
administrasi
birokrasi
dalam
kegiatan
penanggulangan
dan
pemberantasan suatu penyakit. Model ini kita anggap sebagai bentuk atau pola paradigma lama Dengan paradigma ini maka pelaksanaan di lapangan, birokrat
144
ini harus " seorang diri " melakukan bersama tim operasionalnya dan melayani suatu kawasan atau wilayah. Konsep pelaksanaan dengan paradigma lama yang berbasis otoritas mungkin
dapat
mempercepat aksi
pemberantasan dan
penanggulangan suatu penyakit hewan menular, tetapi dalam hal ini, birokrat ini melakukannya karena tugas dan kewajiban sebagai aparat pemerintah yang harus segera melindungi masyarakat. Sedangkan di pihak masyarakat mereka hanya sebagai yang dilayani dan bersikap pasif serta sebagai obyek. Paradigma baru penanggulangan penyakit berbasis partisipasi masyarakat, mengubah pihak masyarakat sebagai subyek aktif yang harus turut bertanggung jawab tentang keamanan wilayahnya dari gangguan wabah penyakit. Paradigma baru dilaksanakan dengan cara membangkitkan dan mendorong motivasi masyarakat. Oleh karena itu sebagai petugas petemakan dituntut untuk mau scpadan dan setara dengan. masyarakat, baik dalam berdaya pikir, berdaya nalar, bersikap
mengormati
pendapat
masyarakat,
meluangkan
waktu
untuk
bersosialisasi atau berinteraksi dengan masyarakat. Mampu merubah paradigma lama sebagai pengatur masyarakat menjadi paradigma baru sebagai penggalang partisipasi masyarakat ( motivator, fasilitator, dinamisator ). Pada waktu petugas petemakan di lapangan melakukan kerja bersamasama dengan mereka, petugas petemakan mempunyai tanggung jawab moral untuk membimbing dan menanamkan sikap berperan serta yang positif kepada masyarakat ataupun petemak, bahwa apa yang petugas dan masyarakat lakukan bersama sesungguhnya adalah tugas dan kewajiban masyarakat sehari-hari dan
145
untuk kepentingan masyarakat demi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat dan keluarganya. Pendekatan sosial, ekonomi, budaya dan dampak ( kematian unggas ), nampaknya dapat dijadikan sebagai pendekatan yang paling realistik pada saat dalam
upaya
mengajak
masyarakat
untuk · ikut
berpartisipasi
dalam
penanggulangan wabah flu burung. Kematian unggas secara kumulatif dan atau perseorangan yang diperhitungkan dari sisi dampak sosial, kerugian ekonomi karena penyakit flu burung yang menyerang unggas merupakan hal yang paling rentan dan dapat diterima oleh masyarakat untuk menghindar dari kasus wabah penyakit menular seperti flu burung. Dalam mengajak masyarakat ataupun
~temak
unggas untuk turut
berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan flu burung, petugas petemakan dilapangan harus .mempelajari cara-cara pendekatan dengan sistem interaktif dengan masyarakat, sehingga mereka ( masyarakat ataupun petemak ) ma..-npu untuk: 1. Memahami tentang dampak suatu penyakit menurut jenjang dan tahapan pengetahuan alamiahnya ( pengetahuan umum sebagai orang awam tentang penyakit yang diketahui ), artinya mereka cukup mampu untuk menyadari adanya ancaman suatu penyakit di wilayahnya, serta mendiagnosa dengan pengetahuan dasar yang dimiliki, sekalipun tidak secara terperinci. 2. Setelah masyarakat ataupun petemak memahami, maka mereka diharapkan mau dan mampu memberikan kontribusinya untuk berpartisipasi secara sadar dan aktif atau secara cepat tergerak dan bergerak melakukan pencegahan dan
146
pemberantasan suatu penyakit dengan segala daya dan dana yang ada tanpa harus menunggu instruksi birokrasi sehingga mereka senantiasa akan melaporkan adanya kasus atau kejadian penyakit di" -wiyahnya sendiri atau wilayah lain kepada petugas yang berwenang ( dalam upaya untuk mendapatkan data yang benar perlu dipahami adanya pendekatan atas dasar kesetaraan dan kesepadanan antara masyarakat ataupun petemak dengan petugas petemakan di lapangan ). Sehingga meningkatkan ketrampilan masyarakat ataupun petemak secara sadar dan berkemampuan untuk menjaga dan mengamankan wilayahnya dari wabah yang teijadi. Dalam situasi dan kondisi pada daerah terjangkit atau tertular penyakit flu burung ada lima cara atau metode yang efektif yang dilakukan petugas petemakan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam berkomunikasi dengan masyarakat.
Adapun tujuan melakukan komunikasi ( sosialisasi dilakukan dengan jalan komunikasi ) pada keadaan tersebut adalah menyampaikan kepada masyarakat agar masyarakat waspada terhadap bahaya penularan penyakit atau disebut perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, meminimalkan kerugian baik materi maupun moril masyarakat.
Metode efektif melakokan komonikasi sebagai berikot : 1. Membangun kepercayaan. Komunikasi efektif ketika penyakit menular menyerang suatu daerah adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu manajemen atau pengaturan serta bertanggung jawab agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat dapat diterima, tidak bertentangan
147
dengan budaya, ekonomi yang ada di daerah tersebut. Kepercayaan akan terbentuk apabila petugas petemakan dapat memotivasi, jujur, ikhlas dalarn penyarnpaian informasi kepada masyarakat. Kepercayaan masyarakat adalah modal utarna sebagai jaminan keberhasilan pemerintah pada perlindungan kesehatan bagi masyarakat dan berpengaruh besar terhadap pengontrolan wabah penyakit disuatu daerah secara cepat efektif yang berdarnpak positif pada perlindungnan kerugian baik materi maupun moril masyarakat 2. Penyarnpaian informasi yang tepat. Keberhasilan dalam berkomunikasi dapat berhasil bila penyarnpaian informasi kepada masyarakat tepat waktu dan situasinya. Ketika berbicara atau berkomunikasi tentang tingkah laku manusia pada kejadian wabah penya.kit, yang
berperan
penting
adalah
penyampaian
atau
pengumuman
berita/informasi dengan tepat waktu. Komunikasi awal pada saat kejadian wabah penyakit berperan sangat penting, sebab kejadian wabah penya.kit tidak direncanakan atau secara spontanitas. Untuk itu datarn penyampaian harus di kemas secara baik dan padat isinya dengan gaya bahasa yang gampang dimengerti, mengandung perhatian masyarakat dan mendidik. Penanganan yang kurang baik dari pemberitaan akan sulit mengembalikan kepercayaan masyarakat. 3. Keterbukaan. Keterbukaan ditandai oleh adanya suatu komunikasi yang tulus, garnpang dimengerti, lengkap, tepat dan akurat. Keterbukaan seperti ini menghasilkan kepercayaan yang tinggi dan memiliki beberapa keuntungan seperti : dapat
148
menampilkan
kejadian
kekurangan penanganan
wabah
secara
tiba-tiba
dan
mengungkapkan
manajemen. Oleh karena itu keterbukaan dapat
menghasilkan sebuah gerakan yang kuat disertai dengan keputusa.n yang tenang dan
bertanggung jawab. Namun demikian keterbukaan juga
mempunyai batas khususnya terhadap beberapa infonnasi seperti data-data pasien. Kuncinya bahwa keterbukaan adalah menciptakan keseimbangan pada kebenaran
publik
atau
masyarakat
serta
infonnasinya
berdasarkan
faktalkenyataan. Penentuan batas keterbukaan berbagai macam dari satu wabah dengan wabah lain. Akan tetapi, pembatasan keterbukaan akan menimbulkan hilangnya kepercayaan masyarakat. 4. Penghonnatan terhadap masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan infonnasi, masya.rakat patut dilayani sehingga masyarakat _merasa dihonnati. Dampak dari penghargaan tersebut berpengaruh terhadap kejadian wabah penyakit yang menyerang daerah atau wilayahnya. Pemberitaan yang cepat dan tepat memiliki arti penting dan bersifat pengajaran dan nyata/fakta serta tidak menimbulkan kepanikan bagi masyarakat. Khusus penanganan wabah flu burung perlu mendapatkan perhatian beberapa lapisan masyarakat yang kelasnya berbedabeda sesuai dengan tingkat resiko.
Komunikasi pada suatu daerah
tertular/wabah akan berpengaruh baik bila semua lapisa.n masyarakat tenang/tidak panik. Penyampaian keputusan yang cepat dan tepat jelas akan menolong jika infonnasi tentang kejadian tersebut terbuka/transparan dan jelas.
149
5. Rencana berkelanjutan. Perencanaan berperan penting untuk mencapai informasi yang efektif pada penanganan wabah, akan tetapi hal tersebut jarang dilakukan. Perencanaan komunikasi pada kejadian wabah flu burung adalah harus menjadi sebuah bagian perencanaan manajemen sejak awal kejadian. Pada kondisi kejadian yang emergency, komunikasi tidak bisa efektif atau sulit direalisasikan ketika I
prinsip-prinsip tersebut hanya disiapkan pada saat terakhir dari situasi yang kacau tersebut. Pada saat yang sama dilain pihak, komunikasi yang tidak terencana secara baik dan berkelanjutan pada saat kejadian wabah maka hal ini dapat dipastikan rencana tersebut akan mengalami kegagalan Menurut petugas di Poskeswan Godean tentang kesadaran masyarakat ataupun petemak untuk ikut berpartisipasi dalam penanggulangan flu burung : " Saat ini pemaham~ masyarakat tentang bahaya flu burung sudah mulai meningkat. Kini mereka sudah paham sehingga penemuan kematian unggas secara mendadak langsung dilaporkan ke Poskeswan. Sehingga Poskeswan segera melakukan uji sampel darah dan penyemprotan ataupun vaksin Masyarakt sudah mendapat penyuluhan tentang flu burung termasuk Jangkah-iangkah yang harus dilakukan jika menemukan unggas yang mati mendadak. Kini masyarakat sudah mulai mengetahui Jangkah pemusnahan unggas yang mati mendadak. Harapannya setelah dilakukan upaya penyemprotan, vaksinasi sudah tidak ada kasus lagi.. Sekarang tinggal bagaimana mengajak masyarakat agar mau mengandangkan ayam burasnya ". ( Sumber: Wawsncara dengan petugas Poskeswan Godean) Partisipasi masyarakat dalam pengendalian flu burung belum optimal, walaupun secara garis besar sudah dapat dikatakan baik, tetapi disisi Jain masih ada petemak yang belum sadar akan bahaya flu burung , kesadaran petemak tersebut terkait dalam penanggulangan penyakit flu burung pada unggas belum membumi.
150
Meski sudah ada himbauan untuk mengandangkan unggas umbaran, namun belum semua petemak rakyat melaksanakannya. Masih ada beberapa unggas milik warga yang berkeliaran. Mereka bukannya tidak mat: tetapi tidak mampu untuk membuat kandang dengan alasan keterbatasan ekonomi juga hemat dalam pemberian pakan untuk ayam burasnya. Menurut Kepala Seksi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY tentang penyebaran virus flu burung mengatakan : "Untuk mencegah penyebaran virus flu burung pemetiharaan unggas sebaiknya dikandangkan atau tidak membiarkan -berkeliaran.Tidak menutup kemungkinan beberapa unggas berkeliaran yang belum divaksin tersebut dapat sebagai pembawa virus flu burung atau sumber penyebaran penyakit. Selain itu unggas yang berlainan jenis seperti burung, itik, entok maupun jenis unggas lainnya agar ditempatkan pada kandang terpisah. Apabila masyarakat menemukan unggas mati secara mendadak atau menunjukan gejala sakit diharapkan segera melaporkan kedokter hewan atau kantor petemakan. Pada prinsipnya dilarang membuang bangkai unggas di tempat sampah, kebun atau digunakan sebagai pakan hewan dan ikan, jika itu dilakukan sangat berbahaya, akan lebih baik dibakar berikut bulu, alas kandang, sisa kotoran dan kemudian ditimbun tanah setebal 0,5 m. Selanjutnya lakukan penyemprotan desinfektan atau sucihamakan semua peralatan kandang yang kontak dengan unggas mati " ( Sumber : wawncara dengan Kasi Kesehatan Hewan Bidang Petemakan Dinas Pertanian Propinsi DIY) D. Struktur Organisasi Perubahan struktur organisasi yang terjadi pada tahun 2003 sudah tidak mempengaruhi kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam penanggulangan flu burung pada tahun 2006, kinerjanya sudah menunjuk peningkatan
jika
dibandingkan pada tahun 2004, Dinas Pertanian dan Kehutanan sudah dapat mengantisipasi perubahan struktur organisasi yang terjadi pada tahun 2003 sebagai akibat adanya SK Bupati No. 27 tahun 2003. Dinas Pertanian dan Kehutanan telah mampu menyesuaikan dengan perubahan struktur organisasi yang terjadi pada tahun 2003 serta berusaha
151
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sesuai dengan prinsipprinsip administrasi yang benar, atau sesuai dengan kebijakan Dinas, juga telah mampu mengenali kebutuhan masyarakatnya, sehingga pelayanan yang diberikan diharapkan sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Kecenderungan untuk menolak perubahan telah dihilangkan karena kecenderungan akan menjadi penghalang bagi peningkatan kemampuan Dinas Pertanian dan Kehutanan beradaptasi terhadap lingkungan ekstemal yang bergerak dinamis. Walau kecenderungan menolak perubahan tersebut mudah dipahami karena kompleksitas kehidupan dewasa ini yang sering menuntut organisasi harus mempertimbangkan berbagai altematif dalam pemuasan kebutuhan tertentu, artinya manusia cenderung mengandalkan kebiasaan menyederhanakan kehidupan yang serba rumit sekarang ini. Dengan kebiasaan yang mendarah daging, lebih mudah bagi Bidang Petemakan untuk memberikan respon yang terprogram. Akan tetapi apabila dihadapkan kepada tuntutan perubahan, kebiasaan tersebut menjadi sumber penolakan . Bertumbuhnya kesadaran yang semakin besar tentang pentingnya peningkatan kemampuan organisasi untuk terns menerus beradaptasi dengan lingkunan yang terus berubah, kadang-kadang dengan kecepatan yang tidak dapat atau sulit diduga atau diperhitungakan sebelumnya. Artinya menyadari tentang pentingnya organisasi terns bertumbuh, mampu belajar dari pengalaman dan mampu memperbesar daya saingnya.
152
E. Koordinasi Sesuai
dengan
kompleksitas
pennasalahan
yang
dihadapi,
maka
kesuksesan pelaksanaan penanggulangan flu burung ini memerlukan kerjasama teknis dan operasional secara terpadu, baik secara horisontal di setiap tingkat pemerintahan dan stakeholders lainnya, maupun secara vertikal dengan partisipasi aktif seluruh masyarakat. Dengan kebersamaan dan tanggung jawab semua pihak dan ketegasan pengambilan keputusan pimpinan daerah maka penanggulangan flu burung akan dapat dilaksanakan untuk mengamankan wilayah dari wabah flu burung. Berangkat dari pennasalahan yang ada sebagai akibat adanya wabah flu burung ini, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman melakukan suatu tindakan ( kebijakan publik) yaitu melakukan koordinasi tanggap darurat wabah flu burung . Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman melakukan koordinasi sesuai dengan SK Mentan No. 413/Kpts/OT.l60/11.2005 tentang Pembentukan Tim Tanggap Darurat Wabah Flu Burung Pada Unggas, dengan sistem kerja koordinasi lintas sektor mengikutkan instansi terkait ( Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kesehatan, Humas ), aparat di tingkat kecamatan dan juga LSM. Ditunjuk sebagai koordinator pelaksana adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan. Koordinasi ini dilakukan pada tanggal 30 Juli 2005 dan tujuan kooruinasi ini adalah menyatukan langkah operasional dalam penanggulangan flu burung. Bersama melakukan koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan aksi tumpas flu burung sesuai dengan bidang tugas masing-
153
masing, untuk temaknya menjadi tanggung jawab Dinas Pertanian dan Kehutanan sedangkan untuk manusianya menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan. Sebagai Tim Tanggap Darurat Wabah Flu Burung, kejadian-kejadian dapat ditindak lanjuti lebih cepat daripada jika berjalan melalui jalur birokratik yang normal, tindakan dapat cepat diambil, juga respon yang cepat, berarti bahwa beberapa orang bekerja pada kegiatan yang sama dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang lebih cepat. Jadi kesuksesan kegiatan ini adalah mendengarkan dan merespon lebih cepat untuk kebutuhan masyarakat. Dinas Pertanian dan Kehutanan walau dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masih menjumpai berbagai permasalahan dan hambatan yang diharapkan melalui peningkatan kinerja serta kerjasama dengan instansi terkait dan
pemangku kepentingan lainnya kesemuanya secara bertahap dapat
terselesaikan . Selain dengan koordinasi lintas sektor, ditekankan upaya terintegrasi seluruh komponen yaitu Pemerintah Daerah, pengusaha temak, masyarakat, organisasi profesi, LSM. Kebijakan strategis pengendalian flu burung ini pada akhimya akan diterapkan di tingkat masyarakat, baik perusahaan temak dan produk temak, maupun penyedia pelayanan kesehatan yang lebih banyak juga dilakukan oleh swasta. Untuk itu kesadaran dan peran aktif swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan menjadi kunci. Dalam era desentralisasi, peran Pemerintah Daerah sebagai pelaksana utama penerapan rencana strategi ini menjadi sangat penting. Transparasi Pemerintah Daerah tentang kejadian di wilayahnya · masing-masing sangat diperlukan dan upaya bersama seluruh
154
pemerintah daerah di berbagai tingkatan menjadi suatu keharusan. Peran organisasi profesi dan LSM dalam mendukung peran serta masyarakat dan swasta sangat besar pula Perlu kerjasama dan koordinasi antar instansi, tenaga ahli/profesional, petemak, industri dan masyarakat Juas dalam penanggulangan flu burung secara terpadu dan bertanggung jawab Sesuai dengan
kompleksitas permasalahan
yang dihadapi,
maka
kesuksesan pelaksanaan penanggulangan flu burung ini memerlukan kerjasama teknis dan operasional secara terpadu, antara pemerintah,
stakeholders dan
partisipasi aktif seluruh masyarakat. Dengan kebersamaan dan tanggung jawab semua pihak dan ketegasan pengambilan keputusan pimpinan daerah maka penanggulangan flu burung akan dapat dilaksanakan untuk mengamankan wilayah dari wabah flu burung.
F. Pengawasan
Kegiatan yang sangat penting dalam penanggulangan flu burung, adalah pengawasan lalu Iintas hewan khususnya unggas di Pos Pemeriksaan Lalu Lintas Hewan, pelaksanaannya sudah lebih baik, walau belum optimal. Pemeriksaan temak yang keluar masuk dari atau ke Kabupaten Sleman pelaksanakannya di pos lalu lintas temak (di Kabupaten Sleman hanya satu yaitu di Cungkuk, Margorejo, Tempel milik Dinas Pertanian Pemerintah Propinsi DI Yogyakarta, petugas pengawas berasal dari Dinas Pertanian Propinsi DIY dengan petugas dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman ).
155
Berdasar basil wawancara dari petugas di Pos lalu lintas temak dikatakan : " Hasil pemeriksaan temak rata-rata sebat dan disertai surat/dokumen kesebatan bewan " Dinas Pertanian dan Kebutanan berusaha meningkatkan pengawasan lalu lintas unggas, produk unggas dan limbab petemakan unggas pendistribusiannya barus lebib ketat. Idealnya adalah mobil-mobil pengangkut unggas yang akan memasuki wilayah yang tidak tertular di pos lalu lintas penjagaan harus disemprot dulu dengan desinfektan, sebagai tindakan pencegahan penyebaran virus flu burung. Sebarusnya ada larangan I pengawasan ketat terhadap semua kendaraan pengangkut unggas atau produk unggas yang berasal dari wilayah terjangkit flu burung masuk ke wilayah yang belum terjangkit Sejak tahun 2005 Dinas Pertanian dan Kebutanan Sleman melalui Poskes¥.'an mulai melakukan kegiatan pengawasan lalu lintas
( distribusi )
unggas dan basil unggas dan pelaksanaannya dilakukan di pasar-pasar unggas.
156
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan Pcnelitia."l yang dilakukan oleh penulis menghasilkan jawaban dari 2 pertanyaan penelitian, yaitu : 1. Kinerja Dinas Pertanian dan kehutanan Sleman dalam penanggulangan flu burung pada tahun 2004 di
Kabupaten Sleman belum optimal sehingga
menyebabkan kematian unggas sangat tinggi, hal ini disebabkan : a. Adanya perubahan struktur organisasi ( Seksi Kesehatan Hewan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pencegahan dan pengendalian penyakit hewan dihapus ) mengakibatkan ketidak siapan dalam menghadapi wabah flu burung, kinerja pegawai maupun kinerja Bidang Peternakan kurang optimal, terkesan lamban dan kurang responsif. b. Responsibilitas Dinas Pertanian dan Kehutanan belum optimal . hal ini dapat dilihat adanya ketidaksesuaian antara pelaksanaan kegiatan di lapangan dengan kebijakan Pemda tentang penanggulangan flu burung misal : Pelaksanaan
penga~.'asan
lalu lintas ( distribusi ) unggas
dan hasil ungg,s yang keluar masuk kabupaten belum sesuai rekomendasi
157
Pelaksanaan vaksinasi, desinfeksi masih belum optimal baik dalam jumlah ( perbandingan dosis vaksin dengan populasi unggas yang ada ) maupun waktu pelaksanaanya c. Kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan penanggulangan flu bunmg d. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap flu burung dan kemungkinan resikonya, karena kurangnya sosialisi yang dilaksnakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan
2. 1. Kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman dalam penanggulangan flu burung tahun 2006 di Sleman sudah mengalami perbaikan.
Hal ini
disebabkan :
a. Telah dilakukan berbagai upaya antisipasi dan penanggulangan penyebaran flu burung, bersama melakukan sosialisasi, vaksinasi, desinfektan, dan pembentukan kader-kader vaksinator b. Melaksar.akan koordinasi Iintas sektoral, bersama-sama benjalankan
.
.
perannya masmg-masmg c. Melaksanakan
sosialisasi
flu
burung
sehingga
diharapakan
masyarakat mengetahui secara pasti ancaman flu burung dan upaya pengendaliannya d. Menerapkan penanggulangan flu burung berbasis masyarakat 2. 2. Kematian ayam buras akibat virus flu burung pada tahun 2006 justru menigkat, ini disebabkan :
158
a. Pelaksanaan kegiatan vaksinasi yang tidak sesuai yang diharapkan . Banyak unggas yang tidak dikandangkan sehingga menyulitkan pelaksanaan vaksinasi, jumlah vaksin yang tidak sesuai dengan jumlah ayam buras yang ada ( idealnya 100 % dari unggas yng ada h"rus tercover vaksin~i ) b. Anggapan sebagian petemak ayam buras bahwa ayam buras yang ~ pemah divaksin akan kebal flu burung ( idealnya ayam buras harus
divaksin 3 bulan sekali dan setelah itu unggas kembali rentan atau tidak kebal terhadap virus flu burung) c. Pcngawasan Ialu lintas ( distribusi ) unggas dan basil unggas yang belum optimal pelaksanaannya d. Anggapan sebagian petemak ayam buras bahwa kematian atau hilangnya unggas di lingkungannya berarti hilang pula virus sumber bencana, sehingga sebagian petemak yang akan melakukan pengisian kandang
kembali
tanpa
memperhatikan
rekomndasi
prosedur
pengisian kandang yang benar dan membeli ayam buras tidak jelas kualitasnya
( mungkin dari daerah tertular) serta tidak melakukan
desinfeksi pada kandang lama, yang pada akhimya terjadi kematian mendadak karena wabah flu burung kembali berulang B. Saran
1.
Masih diperlukannya dan ditingkatkannya sosialisasi flu burung sehingga dengan kesadaran sendiri masyarakat mau berpartisipasi aktif dalam penanggulangan penyakit pada temak unggas
159
2.
Kandang berperan untuk melindungi temak dari gangguan luar dan mengurangi faktor-faktor yang dapat bertindak sebagai predisposisi penyebab penyakit hewan oleh karena itu penyuluhan tentang pentingnya perkandangan dapat dilakukan secara rutin sehingga masyarakat mau mengandangkan temaknya, mempermudah dalam pelaksanaan vaksinasi
3.
Diharapkan koordinasi ekstemal ( koordinasi lintas sektor) terus berlanjut dan le'.Jih diintensifkan dalam pelaksanaannya, juga koordinasi internal antara petugas petemakan di lingkup Dinas Pertanian dan Kehutanan tetap dipertaltankan
4.
Perlunya peningkatan jumlah vaksin, desinfektan agar disesuaikan dengan keadaan di lapangan
5.
Perlunya pelatihan untuk meningkatkan SDM petugas medis dan paramedis di poskeswan sehingga pelayanan di masyarakat menjadi lebih baik
6.
Monitoring di Poskeswan tetap diperlukan, agar dapat mempertahankan kualitas kinerja petugasnya.
160
DAFTAR PUSTAKA
Affan Gaffar, 2DOO. Kebijakan Otonomi Daerah dan lmplikasinya terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan di Masa Datang dalam Wacana Jumal Otonomi Rezim Sentralistilc, Insist Press, Yogyakarta Azrul A, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan, 2004. Pengenalan dan Pengendalian Flu Burung Pada Unggas, Departemen Pertanian, Jakarta Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian atau BPSMP, 2006. Pola Aksi Penyuluhan Pertanian Tumpas Flu Burung, Departemen Pertanian, Jakarta Biro Hukum dan Humas Departemen Pertanian, 2005. Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung ( Avian Influenza ) Pada Petemakanan Unggas Skala Kecil, Depatemen Pertanian, Jakarta Bappenas, 2005. Rencana Strategis nasional Pengendalian Flu Burung (AI) Dan Kesiasiagaan Menghadapi Pandemi Influenza 2006-2008, Jakarta Bidang Petemakan. Laporan Tahunan Bidang Peternakan Tahun 2004-2006 dan Profil Keluarga Peternakan Tahun 2005. Dadang J, 2004. Pembaharuan Kabupaten. Mewujudkan Kabupaten partisipatif Pembaharuan, Yogyakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten S1eman. Laporan Tahunan Dinas. Tahun 2004-2006, Yogyakarta Dinas Pertanian DIY, 2007. Upaya Pengendalian Avian lnjlenza (AI) Di Wilayah DI Yogyakarta, Yogyakarta. Direktorat Jendra1 Petemakan, 2005. Buku Petunjuk Bagaimana Terhindar dari Flu Burung (Avian Influenza), Departemen Pertanian, Jakarta Dunn, William, N, 1994, Pengantar Ana/isis Kebijakan Publik, Gadjah Mada university Press, Yogyakarta. Dwiyanto, Agus, 1999. Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik. Makalah Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik Kebijakan dan Persiapannya, Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisipol UGM, Yogyakarta.
Dye, R, Thomas, 1972, Undestanding Public Policy, Prentice hall,Inc, Englewood Cliffs, New jersey. Fadillah P, 2001. Paradigma Kritis Da/am Studi Kebijakan Publik, Perubahan Dan Inovasi Kebijakan Publik Dan Ruang Partisipasi Masyarakat Dalam proses Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Islamy, lrfan M, 1994, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Joedono, S.B, 1974, Administrasi Pembangunan, sebuah pengantar, Prisma No.4,4. Jones, Gareth R, 1991, Organizational Theory: Text and Cases Addition Wesley Publishing Company, A & M University, Texas. Kaho, Josef Riwu, 1988. Prospek Otonomi daerah di Negara RI, Rajawali Pers. Kaho, Josef Riwu, 1988. Prospek Otonomi daerah di Negara Rl, ~awali Pers. Keban, Yeremias, T, 1999. Pengantar Administrasi Publik, Modul Matrikulasi,MAPUGM, Yogyakarta. Mardiasmo, 2001. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, Makalah Seminar Otonomi Daearah, oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISE/), Batam. Media Petemakan ( 2005 ) Pengembangan Petemakan Unggas di Indonesia, Direktorat Pengembangan Petemakan. Jakarta. Moehar, dkk, 2006. PRA Participatory Rural Appraisal. Pendekatan Effektif Mendukung Penerapan Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian, PT Bumi Aksara, Jakarta Nawawi H, 2000. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Nawawi H, 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Numberi, Freddy, 2000. Organisasi dan Administrasi Pemerintah, Bahan Seminar Nasional Profesionalisasi Birokrasi dan peningkatan pelyanan Publik, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fisip UGM Yogyakarta. Riant NO, 2001. Reinventing Indonesia, Menata Ulang Manajemen Pemerintahan Untuk Membangun Indonesia Baru Dengan Keunggulan Global, PT Elex Media Komputindo-Gramedia, Jakarta Singarimbun, Masri dan Effendi Sofian, 1987, Metode Penelitian Survay, Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta. Sondang P. Siagian, 2004. Pengembangan Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta. UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan. Laporan Tahunan 2005-2006 Tarmidji AZ, 1998. Fungsi Kontrol DPRD Dalam Pemerintahan Daerah, Angk.asa, Bandung. Utomo, Warsito, 2005. Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, MAP UGM dengan Pustaka Pelajar, Yogyak.arta. Wayan W ( 2005 ), Avian Influenza Ancaman Bagi Peternakan Ayam di Indonesia dan Konsep Penanggulangannya, Majalah Dunia Veteriner ( edisi Maret ), Jakarta Wibawa Samodra, dkk, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, PT Raja Grafindo Persada Jakarta.
Perundang-undangan SK Bupati Sleman No. 27 tahun 2003 tentang Struktur Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Pertanian Dan Kehutanan. SK Bupati Sleman No. 58 tahun 2003 tentang Pembentukan Unit Pelak.sana Teknis Dinas Pelayanan Kesehatan Hewan SK Bupati Sleman No. 86 tahun 2000 tentang Penetapan Pimpinan Dan Wilayah Kerja Pos Kesehatan Hewan ( Poskeswan )
SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 2004 tentang Prinsip Pengendalian Penyakit Hewan Menular SE Gubemur DIY No. 504 tahun 2004 tentang Pengendalian, Pencegahan dan Pemberantasan Flu Burung di Propinsi DI Yogyakarta.
Media Massa KR, 23 januari 2007. Bel urn Jelas Dana Kompensasi Pemusnahan Unggas KR, 31 Januari 2007 Pemusnahan Unggas Bukan Cara Bijaksana Pemprop. DIY Susun Aturan Penanganan Flu Burung
Radar Yogya ( Jawa Pos ), 13 oktober 2006 . Mengkritisi Penanganan Flu Burung Di Indonesia
Lamp. 1
POPULASI UNGGAS KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2003-2006
No
Tahun Ayam Buras
·-----·------.
1
--·2oo3···-
4
2005 2006
···------------- -·--·····
1.334.466
2004 ---------------
3 -·
---------------------- ----------------
1.336.254 ------------ - - - - - ·
-~----------·-·--
2
Ayam Petelur
..
810.947
Jenis Unggas Ayam Potong -
796.670
·----------------- - · - - · · · - · - - - - · - - - -
1.051.267 986.019
1.540.899
1.505.225
1.810.216
1.543.916
1.518.160
2.365.817
Sumber : Bidang Petemakan Dinas
P~rtanian
dan Kehutanan
Puyuh
Jumlah
ltik
- - - - - - - - - --·--------------- ------------------- ·--. -··· .. ····--4.244.061 120.493 925.100 -- - - - - - - - - - ---------------------------- - - - - - - - - - - -----------------·-------f---
841.328
---
881.606 910.646
118.217
------------------- ------------··-
4.076.700 -
--
-.
··-·
-------
190.351
5.928.299
192.008
6.532.5531
Lamp. 2
DAFTAR KEMATIAN UNGGAS YANG TERSERANG AI TAHUN 2004 Jenis Unggas Ay_am Potong
Bulan
No
Ayam Petelur
Ayam Buras
Puyuh
Jumlah ( ekor)
ltik
-- f---
--------·-
1
Januari
-
17.000
2
Pebruari
-
7.000
3
Maret ------------
4
April
5
Mei
6
Juni
7
Juli
8
Agust~------------ - - - - - ·
----
--··
--------
..
------
993
··-------
662 -
-
34
195
4.900
·---·----·---
-
------------
-
11
232 ------- -------------~~e_~~e_!: _____ ·--·-------·---- -·---------····-------·'--
12
Desember
--------
-----
Jumlah
-·
-
25
··--
90 2.206
Sumber : UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan
24
-
-
28.900
-
-
94
235.000
· - 1-----
-
10.594 -116.649
- · - · · ··-···.
········---
235.686
-
-
-----·--·-··---
-
- - - - - --- - - 4.925
17.000
--------
56
-
-
109.300
-
10
Oktober
1.400
-
-
September
-·-··
3.500
-
9
r---·
-
-
344.300
·-
-
34
·-···-··-·--·--
'-- e - - . - - - - - - - · - - · - - -25
-
-----------. ------
-
------------------
I
195
--------···--··-
----- ·---------
232
-------
-----
174
-
- -----------·-
...
--
-
·-
--
90
·- ···--
380.505
Lamp. 3
DAFTAR KEMATIAN UNGGAS YANG TERSERANG AI TAHUN 2005 Bulan
No
Ayam Buras
Ayam Petelur
Jenis Unggas Ayam Potong
Jumlah ( ekor)
·ltik
Puyuh
---------
--
--
-
1
Januari
2 3
Pebruari __________ 54 r-----·-·----------------------Maret 180
4
April
170
5
:-----·----------------------
Mei
128 ------------· ---------------
6
Juni
20
7
Juli
333
238
8
Agustus
68
45
9
September
10
Oktober
--------- -----
11
-~P.J?~mber___
_____ __ ----------------
~--
r-----·
12
---
900
--- r----
- - - - - - - -900 --
54
_;__
Desember
26.700
26.880
---
170
---
--- r---·-------- ------
85
155
-·
178
-- -------·- --------- -- -
271
-------------------------
1.760
Sumber : UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan
-
--
-·--
250-
1.000
120 -------------------------------
--------------------
120
1.283
105 11
832
11
124
15
218
25
-------··--------
4.100 f------------24 ----------
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -300 --
32.335
128 - ... ---·---·-
--
203
-- --------------------- ------ ----·-------
Jumlah
· · · - 1------- ---------- ----------·-----
I
1.180
···-
---- --
4.422
.. ·--------------
20
591
106
35.604
- - - - - - - - - - - - - - - · - · ---------- - --·--- ----·---··-
Lamp. 4
DAFTAR KEMATtAN UNGGAS YANG TERSERANG AI TAHUN 2006 Jenis Unggas Ayam Potong
Bulan
No
Ayam Petelur
Ayam Buras
Jumlah { ekor)
ltik
Puyuh
t----------- ··--· ------------
-
20
-
39
-
-
-
-
-
-
-
933
1
Januari
2
Pebruari
1.751
3
Maret
1.438
4
April
5
Mei
6
Juni
7
Juli
8
Agustus
-----
283 ------
428
1.205
11
I .. - -----
12
249 --------··----------·Nop~_f!!ber._ __________ ----------------· 11 Desember ---· 5.561
Jumlah Sumber : UPTD Pelayanan
Ke~ehatan
Hewan
-
------
-- - - -
-
-
-
1.133
---------
150
21
1.922
5.155
5
7.803
-
-
312 September - - - - - - - - 97 10 Oktober -------------- -------------------- - - - - - - - - - - - ------------·--9
-----·--·-·
200
200
1.205
'
-
-
287
4
-
-
39
428 312 ..
-·-
-
5.705
20
297 249
------------------
11
---
30
12.501
Lamp. 5
PELAKSANAAN VAKSINASI AI TAHUN 2006 No
Poskeswan Jan
Pebr
Mar
A_p_r
Pelaksanaan Vaksinasi AI Mei Juli Agust Juni
Okt
Nop
Des
·--------
-
f--
1 2 --
Prambanan
~
Ngem~lak
20,200 ~_200
3
Pakem
4
Turi
5
Tempel
6
t'!_g~glik____ -------· - -1.500 --
7
Sleman
8
_§.~1~9.~~-- --·· - r - ·1,000 ----
9
Gode$n
10
Moyud_an
---, .......
-
Sept
·-··-··-
Jumlah
12.630
13.620
10.700
4.000
9.000
3.200
10.200
6.500
10.422
36.400
6.200
15.670
1.364
62.600
14.294
7.980
36.942
10.000
1.000
-
9.900
4.000
2.000
39.400
35.900
10.200
-
1.600
7.000
12.400
13.400
4.600
~
1.500
18.385
29.600
-
12.100
16.800
9.200
8.217
20.600.
31.500
16.630
1.751
20.100
9.300
6.140
33.200
500
1.100
16.787
13.100
8.800
-
600
2.000
800
9.200
2.900
3.800
11.000
3.700
600
5.262
2.168
5.205
1.536
433
211
1.389
2.043
3.500
594
1.000
10.850
20.950
1.000
11.000
3.510
71.983
54.881
6.000
1.000 ~
40,900
Sumber : UPTD Pelayanan Keswan
--·-·---
5.600
-----
850
80.950
··----------- - - - ·
219.639 -~-----
22.500
·--·
-
24.939 20.200
~
-
- - - - -- -
4.200
-
Jumlah _l dosis)
·---
-
71.268 172.951 119.107
-
-
-
55.881 127.843
-
·1.200 2.600
----
200
116 .. 602
-
23.805 20.000 - - - ----·--· 6.742 20.400 1.427
·---
115.642
--------
110.200
164.426
- ----------
200
75.729
- 796 - ------·-··
--------
2.000
70.193 133.597 63.396
40.485
329- - - - -18.408 ----
10.979
50.310 ---992.391
Lamp. 6
PESERTA SOSIALISASI AI TAHUN 2006 No
-
Poskeswan Pebr
Jan ..
--------
- - - - - - - - - - - - - - - - - ----·-
1
Prambanan
-------·
125
- - - - t----
Mar
Apr
Mei
Peserta sosialisasl AI Juli Juni Agust
234
224
335
165
79
102 ------168
3
Pakem
32
21
169
4
Turi
52
29
329
402
5
Tempel
37
94
232
28
----
6
Ngaglik
18
174
177
181
----
7
Sleman
98
98
121
174
40
8
Seyegan
45
40
65
30
9
Godean
50
50
90
173
40
10 Moyudan
95
85
130
239
221
Jumlah
552
636
1.498
1.930
744
---
--- - -
Sum!ber : UPTD Pelayanan Keswan
Des ---
2 !i_gemelak _____ - ---
-·
Nop
Okt
·-·--
- ·-----------
Sept
-
69
-
-
Jumlah (orang)
-
~
-
7
26
-
188
14
14
30
55
55
93
537
155
-
90
- - - ----------- .
-
-
61 70 - - - -------- -----65
30178
40 130
51
147
-
-
60
-
-
38
··-----·-------
45
-
-
-
-
-- ----·---------
43
62
629 222
- - - 1.328 ---
-
391
-
580
-
72
1.45T
-------------~
-
1
5911 3471
-----·-
72
11
32
--
164
120
80
88
1.352 ---
54~W
288
332
342
7.577
680
Lamp. 7
PETUGAS MEDIS DAN PARAMEDIS POSKESWAN DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN SLEMAN No
Poskeswan
Lokasi
Personil
Jabatan
Status
- r·- PK.-Ngen,-pfat< - ··-- -- kragilan·;- slmo-mart~iili;-Ngempial<___
- PNS______ . -·· ·-----drh. Sri Sejati Plmpinan Poskeswan drh. Bina Rusmawati Paramedis Kontrak Prabowo Paramedis PNS Rejodani, Madurejo, Prambanan 2 PK Prambanan drh. Suprasetyaningrum IPimpinan Poskeswan Kontrak -----drh. Yeni kumiawati Paramedis Kontrak ----Turaji Paramedis PNS Pakemgede, Pakembinangun, Pakem drh. Sigit Ariyanta 3 PK Pakem Pim~inan Poskeswan Kontrak Retno Sri H., A.Md Paramedis Kontrak ---- - - - - - - - - ----Sutowo Paramedis PNS 4 PKTuri Lungguhrejo, Wonokerto, Turi drh. F. Kristiyanti IPimpinan Poskeswan . PNS -Setiyo Budi, SKH Paramedis Kontrak Jaswadi Paramedis PNS 5 PK Ngaglik Banta~o. Donoha~o. Ngaglik drh. l$mantara IPlmpinan Poskeswan PNS Nurul Aini, A.Md Paramedis Kontrak Widya Nuswantara Paramedis PNS I 6 PK Seyegan Somokaton, Margokaton, Seyegan drh. Juwari Plmpinan Poskeswan PNS ' Uml Solikhah, A.Md Paramedis Kontrak I Gunardi Paramedis- PNS 7 PKSieman Wadas, Tridadi, Sleman drh. Gigih Bawono Pimpinan Poskeswan Kontrak --1 drh. Hana Rini Paramedis Kontrak -Rajiman Paramedis PNS 8 - f'l5 T.~'!lf'-61 -- --- . G.':lr:t9.~~~·-~~r.gp~J9,_.!~rnPel ... __________ d_~· S~gi Winarsi~--------- Pimpinan Poskeswan Kontrak ---------···· Kontrak·-- ··· ·drh. Yeni Prase!}'owati Paramedis .. ------- -------------------- - · - - - - - - - - - - - - - ·------· Surasa Paramedis PNS 9 PK Godean drh. Siti Nurini I Pimpjnan Poskeswan ____ -----------·· ~~~ulu! ~~~~-~~~~!. §_9_~~an _____ Kontrak ------ - .. ----------------------------.----- -----···· I Sukadi Paramedis PNS____ ---------------------------- - ----- --------------------·---------------- ---------- ·----------· ······---- --. PNS --Mujlrejo Paramedis 10 ~~-~2~~~<3!:1 __ ··--·- ~-C!q~~~_.__§~m~E!_I"~_Y!:!.9!_~.EYUdan drh. Rempiel SH Pimpinan Poskeswan Kontrak ----drh. R. Andreas Widanarto Paramedis Kontrak ---------·----------- ------·- ---·· -·-·-··--··--·------------ ·········-·-----·· ------Sukiman Paramedis PNS - · · - - · - -----------·--- - - - · - · ----------~
1
1
1
-
Sumber : Dlnas Pertanian dan Kehutanan
-··-
·-
--·--·-
'----
--
----·-
--
-----
---
TANGGAL :
... ,.
c·~
~,-
.... ,.
t: ~=-:~ ?" ,.,.,
BAGAN STRUKTUR ORGANiSAS_I DINAS PERTANI.t\N DAN KEHUTA NAN l
KEPALA DINAS
i,
1!
Kelo"mpoU~batan
-----<"
: '-
• ungs:onal
I\ Li '
I
l
I
'
' 1 i
I
I
I
I
.
-----,
Bag!ar. T ata Usaha . I I
· Sub' Bagian
·
Sub Bagian
Umum
T
II
.I
~idang Perr.ebunan
I
I
S~ksi
I
~
Seksi Bina Program Perkebunan
1
I
'0
Pemberday aan Tar.aman Pangan dan l-· Hortikultura ; ·
__
Se:<.si Pernberday::an Perkebunan
L----- -----'
Ke~gawaian
·
I
··I
_l
Sub Bagian Perer.canaan . dan Keuangan
I
Se!-.si Perlindungan Ta;~aman Pangan can \ · Hcllir.ultura
H
Taoanian Pano•n e.an
I
__l Bidang Perikanan
I
I
Bidang Petemaka n
I
I.
Bidang Kehutanan
I
__:_j
:. I I
Seksi Bina Prograr.n Perikanan
Seksi Bina Program Peternakan
H
Seksi Planologi Keh.utanan
1--
: ·~lf:ksi produksi Perkebunan
Sek~i Produksi Tanaman
Par.gan dan Hortikul:ura
I I
]
Seksi Bina Program Tanaman Pangan da·n I Hortikultura i
Hortikullura
I1
!.
Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultu ra
I ·I
J _[
r
\
I
(
f.
I
j
... I '·
l
1
Seksi AgribisTV!: Perkebunan
L
I.
-\}()
BUPATI SLEMAN.
t.t."Ju· .~ 1::!!~/L:C .
18NU SlJBIYM.JTO