PENEMPA TAN PNS DALAM JABAT AN STRUKTURAL (Studi tentang Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gunungkidul)
Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Administrasi Publik Magister Administrasi Publik
diajukan oleh Didit Widiatmoko 7804/PSIMAP/0 1
kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2004
Tesis Penempatan PNS Dalam Jabatan Struktural (Studi tentang Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Gunungkidul) dipersiapkan dan d isusun oleh
Didit Widiatmoko telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 27 Januari 2004
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping I
-~-~~: .~9.:. ~~~-~-~~~~~-'--~~·-~ . M..~! ...... .
Drs. Ratminto MPA
. . ... .. . .. . . . . . . . . . . .. .. . .. ! . . . .... . . .. .. . . ... .. . . . ...• . . . . ....
Pembimbing Pendamping II
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Pengelola Program Studi .. Ma4zister.Administr.asi.l?ubl.ik..UGM
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang Jain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Maret 2004
Didit Widiatmoko
lll
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang sederhana ini kupersembahkan kepada yang tersayang :
kedua orang tuaku Bapak Supoyo dan almarhumah lbu Tuti Rahayu; kedua mertuaku Drs. Isis Budi Santoso dan Dra. Siti Martini; dua saudara kandungku Priyambodo dan Sri Budi Lestari, S.T.; isteriku Sri Rahayu, S. Sos.; almarhumah anakku Marlia Rahma Nur Faida; saudara-saudara iparku dan keponakanku.
IV
HALAMAN MOTTO
"A little learning (or knowledge) is dangerous thing". ( Alexander Pope ) "Books are the ever-burning lamps ofaccumulated wisdom". (Curtis) "He that is master ofhimself will soon be master of others". ( Boho) "The aim and end ofall education is the development of character". ( F.W. Parker)
v
KATA PENGANTAR
Alhamdullillahirrobilalamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWf, karena hanya dengan ridlo-Nya karya tesis ini dapat terselesaikan penyusunannya hingga dapat terwujud seperti saat ini. Secara khusus untuk itu, saya sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dosen Pembimbing Utama Dr. Yeremias T. Keban; dosen Pembimbing
.
Pendamping Drs. Ag. Subarsono, MA., M.Si.; dosen penguji Dr. Samodra Wibawa; dosen penguji Drs. Ratminto, MPA. Beliau para dosen pembimbing dan penguji tersebut, telah banyak mengarahkan dan menunjukkan bagaimana penulis sebaiknya menelaah tentang administrasi publik sebenamya dalam fenomena yang ada. Sehingga membuka cakrawala baru bagi penulis untuk menjadi bahan kajian yang sangat berarti bagi tugas-tugas yang akan diemban. Demikian pula penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang berwenang dalam pelaksanaan dan perizinan penelitian: 1. Bapak Prof Dr. Sotian Effendi, Ph.D, Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan staf rektorat UGM;
2. Bapak Dr. Warsito Utomo, Pengelola Program MAP-UGM dan Tim beserta Staf Pengajar MAP-UGM; 3. Kepala Pusdiklat Bappenas beserta para staf, atau instansi pemberi dana/beasiswa S2; 4. Bapak Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta beserta staf; 5. Bapak Bupati Gunungkidul;
6. Bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Gunungkidul; 7. Bapak
Kepala Bagian Organisasi
Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul beserta para staf, dimana penulis ini bekerja; 8. Bapak Kepala Bagian Kepegawaian Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul beserta para stafnya. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Drs. YD. Nugroho, Bc.Hk, yang telah banyak banyak memperjuangkan penulis sehingga mendapat kesempatan
VI
untuk belajar di MAP-UGM. Kemudianjuga untuk rekan Bapak Markus Tri Munatja, S.l.P. dan lbu Nanik Mulyani R, SH. yang banyak membantu mendapatkan informasi dalam pelaksanaan penelitian, serta Bapak Esi Suharto, SH. yang sangat membantu mendapatkan data sekunder. Di samping itu kepada Bapakllbu dan rekan-rekan kerja yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besamya atas bantuan dan dukungannya. Kepada ayahku dan kedua mertuaku, saya menghaturkan terima kasih yang
tak terhingga atas restu dan dukungannya untuk meraih sebuah harapan atau cita-cita. Kedua saudara kandung dan saudara-saudara iparku, terima kasih atas segala apa yang telah dilakukan untukku. Kemudian tidak terlupakan adalah isteriku tercinta yang senantiasa mendampingi dengan setia dan mendukung baik lahir maupun batin. Semoga siapa yang telah saya sebutkan di atas, mendapatkan balasan Pahala dari Allah Subhannahu Wataala, amien. Pada akhimya kata, saya merasakan bahwa apa yang telah saya jalani temyata membawa hikmah teramat besar selama hidup ini. Pemanfaatan waktu hidup secara bijaksana, ternyata membawa konsekuensi yang dirasakan sec2.ra langsung maupun tidak langsung. Begitu pula sebaliknya. Pemanfaatan kesempatan yang diberikan untuk penyusunan tesis ini, telah membawa penulis merasakan bahwa apa yang saya lakukan temyata banyak kekurangannya. Untuk meminimalkan kekurangan tersebut adalah menjadi obsesi saya. Semoga demikian pula bagi siapa saja yang membaca karya ini dapat menyempumakannya, serta bermanfaat bagi karya anda masingma.sing di kemudian hari. Insyaallah.
Penyusun
Didit Widiatmoko
Vll
INTISARI
Penyelenggaraan Otonomi Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Implikasi pemberian kewenangan yang lebih besar, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, diantaranya adalah penataan kelembagaan dan penataan personil. Diungkapkan oleh Warsito Utomo, penataan kelembagaan seharusnya mengarah pada clarity of purpose, role, and direction, bukan sekedar moxing boxes. Pada sisi lain, besamya jumlah pelimpahan PNS Pusat ke Daerah berdampak negati f pada kebijakan staffing terutama penempatan jabatan struktural, yaitu permasalahan kesesuaian antara spesitikasi jabatan yang dibutuhkan dengan kompetensi yang dimiliki pejabat struktural. Dari pokok permasalahan tersebut, maka tuj uan penelitian ini adalah: ( 1) untuk mengetahui kesesuaian penempatan PNS dalam rangka penataan kelembagaan, (2) mengidentifikasi faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penempatan SDM dalam struktur organisasi. Pokok permasalah dalam penelitian ini ditinjau dari dua aspek, pertama pembentukan atau penataan kelembagaan yang mencakup desain struktur dan desain pekeijaan, dan yang kedua dari kebijakan penataan personil (staffing). Dalam aspek kelembagaan sesuai PP Nomor 8 Tahun 2003, disebutkan bahwa pembentukan organisasi perangkat daerah didasarkan pada pertimbangan: kewenangan daerah; karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan SDM; dan pengembangan pola kerjasama antar daerah dan atau dengan pihak ketiga. Aspek kebijakan staffing yaitu meliputi kesesuaian latar pendidikan formal pejabat struktural dengan spesifikasi jabatan, Diklatpim, senioritas dalam usia, serta adanya nilai-nilai di luar organisasi. Dasar teori diadopsikan dari Model Implementasi Kebijakan oleh Sabatier dan Mazmanian, dengan variabel-variabel: ( 1) Faktor penentu Lingkungan Tugas dan Lingkungan Sosial; (2) Karakteristik Masalah; (3) Nilai-nilai Pengambilan Keputusan; dan (4) Staffing. Jenis penelitian ini, menurut tingkat eksplanasi adalah menggunakan penelitian deskriptif dengan fokus penelitian pada proses staffing khususnya penempatan PNS pada jabatan struktural dalam rangka penataan kelembagaan Pemda Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik penelitian observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan staffing pada pejabat struktural lebih banyak dipengaruhi faktor internal organisasi. Pada pejabat eselon IT, mengarah proses rekrutmen internal yang melibatkan political responsiveness dan managerial efficiency. Secara keseluruhan masih ada 36,72 % ketidaksesuaian pendidikan formal pejabat struktural dengan spesifikasi jabatannya. Ketidaksesuaian itu dengan pertimbangan pada faktor senioritas usia dan nilai-nilai di luar nilai organisasi yang secara inherent terkandung dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Rekomendasi penulis adalah: memandang perlu adanya forum yang lebih efektif bagi stakeholders dan tim independent yang membahas staffing; optimalisasi pemanfaatan fit and proper test; pemutakhiran data di Bagian Kepegawaian; Peningkatan kualitas Diktat Fungsional; dan mengintensifkan kemitraan dengan lembaga legislatif dalam penataan kelembagaan maupun dalam kebijakan staffing.
Vlll
ABSTRACT
Impementation of local autonomy bases Law No. 22 Year 1999 on the local government, more highly emphasizes on democratic principles, participation of people, distribution and equity, and considers potentials and locality ·variety. Implication is to give a greater, obvious and responsible power to the local, such as, arrangement of institution and staffing. As Warsito Utomo said, the institution arrangement should lead to clarity of purpose, role, and direction, not merely moxing boxes. On the other hand, great amount of servants from the central to local has negative effect on staffing policy, especially putting structural officials, problems of fit between specification of desired position and competency of structural officials. From the subject-matter, the objective of study is to ( 1) understand fit of personnel placement in order to arrange the institution, (2) identify factors which affect placement of human resources into organizational structure. The subject-matter in this study is reviewed from two aspects, first, formation or arrangement of institution covering structural and job designs, and second, from policy of staffing. In relation to aspect of institution according to government law no. 8 year 2003, it is said that the formation of local apparatus organization is based on consideration of : local authority~ characteristics, potentials, ang local needs~ local financial ability, available human resources, and development of interregional relationship and/or third party. Aspects of staffing policy includes fit between formal education background of structural staff and specification of position, education and training of leadership, seniority of age, and presence of values out of organization. Theoretical base is adopted from Model of policy implementation by Sabatier and Masmanian with variables as follows: ( 1) determinative factor of task and social environment~ (2) characteristic of problem; (3) values of decision making; and (4) staffing. Type of study, according to level of explanation, is to use descriptive research with research focus on process of staffing, especially placement of personnel on structural position in order to arrange institution of local government, the district of Gunungkidul. The data were collected by using observation research technique, interview, and documentation for getting secondary data. The results of reseach indicated that the policy of staffing of the structural position was more widely affected by internal factor of organization. In echelon II position leads to process of internal recruitment involving political responsiveness and managerial efficiency. Completely, there are 36.72% incompatibility of tormal education of structural staff with their position specification. The incompatibility with consideration of age seniority factor and values out of organization inherently contained in Law No. 43 Year 1999 on point of staffing. I recommend that: it is necessary to create a more effective forum for stakeholders and independent team discussing the staffing~ optimizing use of fit and proper test; making data current in the staffing; increasing functional education and training; and intensifying partnership with legislative institution in arranging the institution and policy of staffing.
IX
DAFTARISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. .......... ........ HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ······························ ·········································· .... HALAMAN MOTTO............................................................................................ KATAPENGANTAR........................................................................................... INTISARI ................ .. ..... ..... ... ... .......... ..... ....... .. ............. .............. ........... .. .. ......... . ABSTRACT ............... ······· ............................................ ·······.·····............................ DAFTAR TSI.......................................................................................................... DAFTAR TABEL.................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ·····························································································
I.
I
n 111 IV
v VI
VIn IX X
Xll Xlll
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah .............................. ... ............................................ Perumusan Masalah.......... ... .. .. ... ................................................... ............ Tujuan Penelitian... .. ... ...... .......... ....... .... ........... .......................... .. ............. Manfaat Penelitian .....................................................................................
1 7 7 7
II. KERANGKA TEORI A. Staffing ...................................................................................................... 1. Pengertian Staffing .. .. .. .. . .. ... ... .. .. . .. . .. .. .. .. ... ... .... .. .. ... ... .. ... .... .... ... .. .. .. .. .. . 2. Pengertian Penarikan/Rekrutmen (recruitment).................................... 3. Rekrutmen Internal................................................................................ 4. Seleksi dan Penempatan......................................................................... B. Faktor-taktor Penentu dalam Staffing........................................................ 1. Staffing dan Lingkungan Organisasi ... .. .. .. .... .. .. .. ... .... .. .. .. .. ... .... .. ... .. .. ... 2. Karakteristik Masalah dalam Konteks Staffing..................................... 3. Pengambilan Keputusan dalam Staffing................................................
8 8 10 17 23 33 33 35 41
METODOLOGI A. Jenis Penelitian........................................................................................ B. Fokus Penelitian... ....... ... ... ........ ............ .. ......... ........... .. ........ ........ .... ...... C. Lokasi dan Obyek Penel itian ... .. .... ....... ............ .. .. .... ... ............. .. .. ......... . D. Jenis Data yang Diperlukan ......... .... ......... ............ ... .. .......... ..... ...... ........ E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... F. Teknik Analisis Data...............................................................................
50 50 51 51 54 54
DESKRIPSI WILA YAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL A. Setting Wilayah.. .......................... ............. ..... .... .... ....... .... ..... ........ .. .. ..... B. Setting Sosial, Budaya, Ekonomi dan Pendidikan.................................. C. Setting Visi, Misi, Strategi dan Prioritas Pembangunan Daerah......... ... D. Gambaran Urnurn Organisasi Perangkat Daerah dan Personil...............
57 60 65 69
A. B. C. D.
III.
IV.
X
ANALISIS DATA A. Variabel Terikat Statling ........................................................................ B. Variabel Bebas Faktor Penentu Lingkungan Tugas................................ C. Variabel Bebas Faktor Penentu Lingkungan Sosial................................ D. Variabel Bebas Karakteristik Masalah.................................................... E. Variabel Bebas Nilai-nilai Pengambilan Keputusan...............................
72 94 98 101 116
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. . B. Rekomendasi ............................................................................... .
127 130
DAFTARPUSTA KA ................................................................................ .
134
LAMPIRAN ............................................................................................... .
137
V.
VI.
XI
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Prosedur dalam Proses Seleksi ........ .... ............ ...... .. .... ...... .. .. .. .. .. .. .. ..
25
Tabel 2.
Jenis Data yang Diperlukan ... ........ .... .... ...... ........... ... .... ..... ........ ... ... .
52
Tabel3.
Letak Geografis Kabupaten Gunungkidul.........................................
57
Tabel 4.
Batas Wilayah Kabupaten Gunungkidul........... .......... ............. ... .......
58
Tabel 5.
Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul ....................
70
Tabel6.
Jumlah PNS Daerah...........................................................................
71
Tabel 7.
Daftar Pegawai yang Pensiun dan Meninggal Dunia ................ .......
77
Tabel 8.
Persyaratan Pangkat Go Iongan dalam Jabatan Struktural.................
79
Tabel 9.
Ketidaksesuaian Penempatan Personil dalam Jabatan Struktural......
85
Tabel10. Pejabat Struktural yang Tidak Sesuai Syarat jenjang Pendidikan (dilihat dari usia)................................................................................
88
Tabel 11. Rekapitulasi Lulusan Diklatpim .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
93
Tabel 12. Ringkasan Hasil Evaluasi Kelembagaan ...... .. ... ...... .. ...... ...... .... .. ......
103
Tabel13. Rekapitulasi Kabutuhan Jabatan Struktural.......................................
110
Tabel 14. J umlah Sekolah dan Guru (keadaan September 2003).. ........ .... ... .....
111
Tabel15. Rekapitulasi Kebutuhan Tenaga Kesehatan Th Anggaran 2003 .......
111
Tabel 16. Jumlah Lembaga Sesuai PP No. 84 Th 2000 dan PP No. 8 Th 2003..............................................................................................
115
Tabel 17. Formasi Jabatan Jabatan Struktural Sesuai PP No. 84 dan PP No. 8 Th 2003..............................................................................................
115
Tabel18. Tim Evaluasi Penyelenggaraan Otda di Kab Gunungkidul...............
121
Tabel 19. Susunan Bapeijakat............................................................................
122
xu
DAFTAR GAMBAR
Gam bar 1.
Diagram Proses Penarikan/Seleksi Pegawai/Pekerja.............
13
Gambar 2.
Persepsi Manajerial terhadap Lingkungan.............................
34
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran ..............................................................
46
Gambar 4.
Model InteraktifMiles dan Huberman..................................
55
Xlll
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjelang perubahan zaman yang dengan ditandai pesatnya kemajuan IPTEK, datangnya era globalisasi serta perdagangan bebas dunia, persaingan antar negara semakin ketat. Negara yang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif akan semakin eksis, akan tetapi negara yang berdaya saing rendah semakin tersingkir dari percaturan dunia. Pemerintahan di negeri ini telah mensikapinya
melalui
berbagai
cara,
salah
satunya
dengan
mereformasi
kelembagaannya yaitu seperti diamanatkan dalam UU nomor 22 th 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan UU nomor 5 th 1974 dan UU nomor 5 th 1979. Berkaitan dengan susbstansi UU yang baru terse but, kemudian memunculkan peraturan-peraturan baru di bawahnya, dan diantaranya yang mengatur tentang wadah organisasi pemerintah adalah PP nomor 84 th 1999 tentang Pedoman Organisasi Daerah. Atas dasar PP ini Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengeluarkan Perdaperda tentang perubahan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gunungkidul. Dalam
perubahan
kelembagaan
mempertimbangkan kesesuaian
adalah
hal
yang
substantif
untuk
antara organisasi dengan potensi, aspirasi dan
kebutuhan daerah, serta kesesuaian dengan jalannya proses perubahan itu sendiri. Sebagaimana dicontohkan dengan kabupaten lain, yakni dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat, Bupati Sleman Drs. H. lbnu Subiyanto mengisyaratkan akan menolak keinginan fraksi-fraksi DPRD Sleman untuk merubah status Subdin Pariwisata menjadi Dinas Pariwisata (KR, 24 Agustus 2002). Dikatakannya mengenai
konsep pemikiran pengelolaan pariwisata Sleman ke depan, bahwa pengelolaan pariwisata Sleman secara khusus akan ditangani oleh suatu lembaga mandiri. Altematif bentuk lembaga dapat berupa BUMD, UPTD atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Ia mencontohkan, obyek wisata Kaliurang akan dikelola oleh sebuah Badan Otorita. Dengan demikian Subdin Pariwisata nantinya hanya pada fungsi pembinaan dan pengawasan saja. Akan tetapi di Kabupaten Gunungkidul justru yang terjadi sebaliknya, di Kabupaten Sleman terjadi "penyusutan" Iembaga, namun di Kabupaten Gunungkidul yang terjadi adalah pengembangan lembaga yang kemudian dibentuk Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menjadi sebuah lembaga baru dengan Perda No. 23 Tahun 200 I, tentang Pembentukan Dinas-dinas Daerah. Demikian
pula
dalam
konsep
perumusan
kelembagaan
di
Kabupaten
Gunungkidul, Perda tentang pembentukan dan perumusan kern bali struktur organisasi seperti tersebut di atas telah beberapa kali mengalami perubahan, bahkan hingga pertengahan tahun 2003 pemerintah eksekutif dengan persetujuan DPRD telah menyusun 12 Perda berkenaan dengan kelembagaan. Hal ini mengindikasikan di Kabupaten Gunungkidul tengah terjadi pembenahan kelembagaan secara intensif dan dinamis. Kemudian berkenaan perubahan lingkungan ekstem dan perubahan kebijakan berupa perubahan PP Nomor 84 tahun 2000 yang akan digantikan dengan PP Nomor 8 tahun 2003, DPRD Kabupaten Gunungkidul memberi pemyataan sebagaimana dikatakan oleh Ketua Fraksi PDIP DPRD Gunungkidul Temalem PA dan Ketua Fraksi PKB Drs. Rozak Harudin, yang pada intinya meminta agar Pemkab melakukan evaluasi dan penataan kelembagan terlebih dahulu dalam menanggapi adanya isu
2
perampingan kelembagaan sesuai SK Mendagri terkait. Hal yang perlu dihindarkan menurutnya adalah adanya penempatan pejabat yang baru, namun kemudian kelembagaannya segera dilikuidasi (KR, 7 Maret 2003 ). Kemudian menanggapi pemyataan tersebut, Bupati Gunungkidul mengatakan, bahwa pihaknya menegaskan karena sudah ditetapkan melalui Perda, maka dalam waktu dekat (akhir Maret 2003), lowongan jabatan struktural baik eselon II, III dan IV segera diisi dan Pemkab bel urn akan merevisi kelembagaannya sesuai dengan PP Nomor 8 tahun 2003, tentang Tata Organisasi Pemerintahan yang baru dalam tahap sosialisasi. Sedangkan berkenaan adanya PP Nomor 8 th 2003 ini, diungkapkan oleh Warsito Utomo : "Dikeluarkannya PP nomor 8/2003 sesungguhnya tampak sekali di dalam era otonomi ini ketidakmatangan kebijaksanaan pemerintah pusat, tetapi juga sekaligus masih ada keinginan pusat untuk mengintervensi daerah .... yang terpenting organisasi perangkat daerah di daerah terdiri unsur penunjang ialah Sekretariat Daerah, unsur pelaksana, dinas dan unsur pendukung lembagalembaga teknis. Mengenai bentuk, macam dan banyaknya biarlah tergantung keberadaan daerah .... di dalam organisasi perangkat daerah yang terpenting fungsinya yang mengarahkan pada clarity of purpose, role and direction, bukan sekedar moxing boxes (KR, 13 Maret 2003)". Beban yang disandang pemerintah daerah dalam restrukturisasi organisasi yang bel urn sepenuhnya selesai, dan kemudian timbul permasalahan baru dengan peraturan yang berubah, dapat berakibat memunculkan keresahan para pegawainya. Perubahan penempatan personil adalah hal yang tidak dapat dihindarkan, terlebih dengan penggabungan instansi vertikal ke dinas/instansi daerah, menyebabkan masalah yang perlu pemecahan yang kompleks. Sebagaimana dikatakan Kasubbag Data dan Formasi, bahwa jumlah PNS sebelum mendapatkan pelimpahan dari instansi vertikal hanya 3.153 orang, setelah mendapat pelimpahan menjadi 10.976 orang. Hal tersebut dikatakannya menyebabkan sulitnya untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai,
3
walaupun pelimpahan pegawai diikuti dengan hak-haknya sebagai PNS. Dengan penggabungan/ peleburan dari berbagai instansi vertikal yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, mk terjadi perubahan baik susunan organisasi/ struktur maupun personil yang menduduki jabatan struktural. Karena berbagai ketentuan untuk menduduki jabatan struktural baik syarat kepangkatan maupun syarat Diklatpim (yang dulu Diktat Penjenjangan) sudah berubah. Sementara banyak para pejabat eselon V tidak mendapat jabatan karena perubahan ketentuan. Dengan demikian dalam penataan personil permasalahan yang timbul adalah bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan pegawai, bagaimana penempatan pegawai yang selama ini menduduki jabatan struktural dan apakah penempatan personil sudah sesuai kemampuan, ketrampilan dan profesinya. Hal ini adalah sangat terkait dengan penerapan azas staff tentang penempatan personil berdasar obyektivitas, standard tertentu dan uraian jabatan yang ada. Antara desain organisasi dengan desain pekerjaan harus selaras dalam struktur organisasi yang dibentuk. Struktur organisasi yang baik seharusnya sesuai dengan visi dan misi yang terangkum dalam perencanaan strategisnya. Dalam penelitian ini, Visi dari
Kabupaten Gunungkidul
itu
sendiri,
adalah:
Terwujudnya
Kabupaten
Gunungkidu/ sebagai daerah pengembangan pertanian, industri kecil dan menengah serta pariwisata yang berhudaya, dengan didukung oleh pemerintahan yang haik dan sumber daya manusia yang berkualitas menuju kemandirian serta peningkatan tara[ hidup masyarakat tahun 2005. Visi yang tertuang dalam Rencana Strategis Daerah
Tahun 2001-2005 Kabupaten Gunungkidul tersebut seharusnya ada kesesuaian dengan arah dalam penataan organisasi. Permasalahan yang nampak dari pengamatan
4
penulis tentang kelembagaan ada beberapa yang belum menampakkan keterkaitan antara
perencanaan
strategis
dengan
implementasi
penataan
kelembagaan,
diantaranya kedekatan jarak waktu antara pensahan Perda mengenai Renstra (pada tanggal II Desember 2002) dengan pensahan Perda mengenai kelembagaan (23 Desember 2002). Dengan jangka waktu yang relatif singkat, pengambilan suatu keputusan secara kelompok/tim akan menjadi kurang maksimal. Dengan keadaan tersebut dimungkinkan pemanfaatan informasi dari isu-isu strategis yang ada dan dari pihak di luar kelompok/tim, khususnya dalam proses pengambilan keputusan belum terakomodasi secara proporsional. Ada semacan kesan "ketergesa-gesaan" dalam penataan kelembagaan menjadikan hal yang mengusik penulis ingin menelaah lebih Ianjut. Di sisi lain didapatkan oleh penulis bahwa pada Sekretariat Daerah yang semula terdapat Bagian Humas, setelah adanya penataan kelembagaan menjadi terlikuidasi, sehingga peran pejabat humas yang sebenamya cukup penting menjadi hilang. Kepala Bagian Humas yang seharusnya memiliki 'hubungan taktis operasional ', yakni hubungan yang tidak tergantung dengan jalur hierarkhis, menurut pendapat penulis merupakan aspek yang perlu dikembangkan dalam menciptakan keterbukaan dan suasana demokratis dalam suatu birokrasi. Dengan keadaan ini dimungkinkan jalinan komunikasi vertikal, horisontal dan diagonal pada lembaga Setda tersebut menjadi kurang optimal. Dalam suatu pembangunan institusi, terjadi suatu proses penciptaan kapasitas baik di dalam maupun antar lembaga/ organisasi untuk melakukan redefinisi atas berlangsungnya aturan konvensi dan wama-wama kebudayaan, formal dan informal
5
baik pada tingkat individu maupun kolektif dalam merespon tantangan lingkungan. Sedangkan syarat keberhasilan pengembangan organisasi meliputi: mekanisme pembuatan keputusan yang partisipatoris; organisasi kerja yang tertata, sistem akses yang terbuka, pola kepemimpinan yang polisentrik; dan perencanaan strategik Keinginan agar organisasi mampu terus berdiri, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi baru, dan mampu memberikan pelayanan kepada angota-angotanya dan masyarakat dengan efektif, maka para-pegawainya (SDM) harus pula mengadakan perubahan dan penyesuaian-penyesuaian. Seperti dikatakan oleh Chruden dan Sherman, bahwa : "Diantara perubahan-perubahan m1, perubahan-perubahan dalam pekerjaan mungkin diperlukan untuk menyesuaikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam beban-beban produksi atau proses-proses organisasi... . Perubahan dalam pekeijaan dapat berupa pemindahan, promosi, atau demosi, bergantung pada apakah pekcrjaan baru yang discrahkan kcpada pcgawai itu mengandung tanggung jawab, status, dan pembayaran yang sama, yang lebih banyak, atau yang kurang. Apabila pegawai dikeluarkan dari suatu pekeijaan, tindakan itu dapat berupa pemberhentian (layoff) atau pemecatan (discharge).( Moekijat, 1993: 75)". Keterkaitan antara perubahan struktur organisasi dengan perubahan desain pekerjaan adalah sangat relevan. Dari perubahan dsain pekerjaan akan berakibat perubahan formasi para pegawainya. Mengingat SDM merupakan modal pokok dalam Pengembangan Kelembagaan/ Organisasi, maka penempatan personil sesuai kompetensinya merupakan hal yang substansial bagi jalannya organisasi. Untuk itu tema tersebut menjadikan titik tolak perhatian penulis. Dari gambaran latar belakang masalah tersebut di atas, telah mengantarkan penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagaimana tertera pada subbab berikut.
6
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat disimpulkan oleh penulis berkenaan dengan permasalahan di atas yaitu: Bagaimanakah Penempatan PNS ke dalam Jabatan
Struktural dalam rangka Penataan Kelembagan Organisasi Perangkat /Jaerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan lebih spesifik yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Mengkaji kesesuaian spesifikasi PNS dengan penempatan dalam rangka
I)
Penataan Kelembagaan Organisasi
Perangkat Daerah di
Lingkungan
Kabupaten Gunungkidul. M:!ngidentifikasi faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penempatan SDM
2)
dalam rangka Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul.
D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi kemanfaatan yang diharapkan oleh penulis adalah : 1).
Diharapkan bahwa basil penelitian ini dapat melengkapi penelitian lain yang dilakukan dengan tema yang sama dari sudutpandang yang berbeda.
1).
Diharapkan pula dapat memberikan masukan informasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam evaluasi penempatan SDM dalam Penataan Kelembagaan/ Organisasi Perangkat Daerah serta berguna untuk mengantisipasi langkah berikutnya
7
BABII KERANGKA TEORI
A~
Staffing
1. Pengertian Staffing
Suatu organisasi pada dasarnya memiliki empat unsur pokok, yaitu manusia, filsafat, proses dan tujuan. Manusia merupak:an sumberdaya paling utama dalam pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan eksistensi organisasi dikendalikan dengan kegiatan yang disebut manajemen. Kegiatan manajemen terdiri dari (a) Perencanaan (Planning), (b) Pengorganisasian (Organizing), Penyusunan Personalia (Staffing), Pengarahan dan Kepemimpnan (Leading) dan Pengawasan (Controlling) (Handoko, 19~5:
8). Beberapa pendapat para ilmuwan tentang fungsi-fungsi manajemen
bermacam-macam, ada persamaan yang dapat dikemukakan mengenai fungsi-fungsi yang mereka kemukakan tersebut, yaitu semuanya mencantumkan fungsi planning, organizing dan controlling. Sedangkan fungsi-fungsi yang lainnya merupakan suatu cara penyebutan yang berbeda tetapi maknanya sama, dimana pada dasarnya adalah fungsi staffing, directing atau leading. Sebagai salah satu fungsi manajemen, staffing merupakan kegiatan yang sangat menentukan bagi pencapaian tujuan organisasi. Staffing itu sendiri didefinisikan oleh Handoko sebagai berikut: "Penyusunan personalia (staffing) adalah penarikan (recruitment), latihan dan pengembangan, serta penempatan dan pemberian orientasi para karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif (Handoko, 1995: 24 )". Berkaitan dengan beberapa literatur yang berpendapat bahwa fungsi staffing sebagai bagian dari fungsi organizing, ia mengatakan demikian:
8
" ... fungsi staffing diuraikan secara terpisah sebagai salah satu fungsi manajemen, .... Tetapi dalam pembahasan selanjutnya, fungsi ini ditempatkan pada satu bagian dengan fungsi pengorganisasian untuk menekankan bahwa sebenamya kedua fungsi tersebut saling berkaitan erat - pengorganisasian merancang 'wadahnya •, dan fungsi staffing memberi 'isinya' (Handoko, 1995: 25)."
Definisi yang berbeda dikemukakan oleh Hadari Nawawi yang memberi pengertian tentang staffing sebagai berikut: "Pengaturan staf (staffing) sebagai kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah lanj utan dari kegiatan penarikan (recruitment) berupa pengambilan keputusan dalam menerima dan menempatkan tenaga kerja (Nawawi, 1998: 186)." Dari kedua pengertian di atas, jelaslah bahwa fungsi staffing selain merupakan bagian dari fungsi manajemen, juga merupakan sa1ah satu kegiatan da1am Manajemen Sumber Daya Manusia. Hanya saja perbedaan mengenai cakupan mengenai luassempitnya fungsi staffing lebih menonjol dalam kedua definisi di atas. Adapun dalam ruang lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), '
menurut Bernadin dan Russel sebagaimana dikutip o1eh Su1istiyani (Su1istiyani, 2003: 27), kegiatan staffing adalah mencakup : rekrut/ interview/mempekerjakan
-
affirmatifaction promosi/pem indahan/separasi pelayanan-pelayanan outplacement pengangkatan/orientasi metode-metode seleksi pegawai
Sedangkan da1am Manajemen Kepegawaian Pub1 ik yang dikemukakan o1eh Donald E. Klingner dan John Nalbandian (Sulistiyani, 2003~ 28), fungsi staffing
9
masuk pada kategori fungsi 'Allocation' sebagai salah satu fungsi utama Manajemen Kepegawaian Negara, yaitu dengan tugasnya membagi dan menentukan pegawai, memberikan kompensasi, promosi, transfer dan memisahkan. Dalam hal ini juga dikemukakan pemyataan sebagai berikut: "Penilaian sistem MSDM yang berkembang dapat didasarkan pada trial and error atau di luar perencanaan, tergantung pada karakteristik sebagai berikut: 1) sistem kepegawaian harus formal dan cukup stabil sehingga tanggung jawab terhadap fungsi-fungsi procurement, allocation, development, pemberian sanksi pegawai bisa dilakukan serta reliabel dan efisien, 2) sistem ini harus bisa beradaptasi dengan perubahan-perubahan kondisi baik dari dalam maupun dari luar organisasi (Sulistiyani, 2003: 28)."
Selanjutnya karena dalam pembahasan ini erat keterkaitan antara proses rekrutmen sebagai langkah awal proses pengaturan staflpenyusunan personalia
(staffing), maka penulis menganggap perlu membahas berkenaan dengan pengertian rekrutmen tersebut.
2. Pengertian Penarikan/Rekrutmen (recruitment) Suatu organisasi memerlukan sejumlah tenaga kerja (SDM) dalam usaha mewujudkan eksistensinya, yang terarah pada pencapaian tujuan organisasi tersebut. SDM tersebut berfungsi sebagai pelaksana pekerjaan yang menjadi tugas pokok organisasi. Dengan demikian Penarikan/rekrutmen tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan deskripsi dan atau spesifikasi pekerjaanljabatan sebagai hasil analisis pekerjaanljabatan, yang memberikan gambaran tentang tugas-tugas pokok yang harus dikerjakan. Selanjutnya ketepatan melakukan kegiatan rekrutmen, akan terlihat dari
10
basil penilaian karya setelah para pekerja melaksanakan tugas-tugas pokoknya untuk suatu peri ode tertentu. Pcngcrtian Pcnarikan/Rckrutmcn (recruitment) itu sendiri dikemukakan oleh Sulistiyani sebagai berikut: " Pada prinsipnya yang disebut dengan rekrutmen adalah proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar untuk menjadi pegawai pada dan oleh organisasi tertentu. Selanjutnya rekrutmen juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian dan penegtahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian (Sulistiyani, 2003: 134)." Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh Bemadin dan Russel, yang dikutip Sulistiyani, dikatakan bahwa rekrutmen merupakan proses penemuan dan penarikan para pelamar yang tertarik dan memiliki kualifikasi terhadap lowongan yang dibutuhkan (Sulistiyani, 2003: 134). Adapun definisi lain dari Penarikan/Rekrutmen
(recruitment) yang dikemukakan oleh Nawawi, adalah sebagai berikut: "Penarikan (recruitment) adalah proses mendapatkan sejumlah caJon tenaga kerja yang berkualitas untuk jabatan/pekerjaan utama (produk lini dan penunjangnya) di lingkungan suatu organisasilperusahaan (Nawawi, 1998: 169)." Dari definisi tersebut berarti rekrutmen merupakan langkah pertama dalam rangka menerima seseorang dalam proses penerimaan pegawai hingga pemberian upah/gaji. Keberhasilan proses rekrutmen akan berpengaruh pada kelancaran dan keberhasilan fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen SDM lain yang dilakukan setelah proses rekrutmen selesai dilakukan. Di dalam rekrutmen, menurut Nawawi terdapat tiga kegiatan pokok yang terdiri dari:
II
1. Kegiatan Seleksi, yaitu proses menetapkan keputusan dalam menenma (memberi upah/gaji) atau tidak menerima (tidak memberi upah/gaji), setelah mempertimbangkan setiap pelamar (calon) untuk suatu pekerjaan/jabatan. 2. Kegiatan Penempatan, yaitu penugasan seorang pekerja pada suatu jabatan atau unit kerja di lingkungan suatu organisasi/perusahaan. 3. Kegiatan Sosialisasi/Orientasi, yaitu proses orientasi seorang pekerja baru pada organisasi atau unit kerja tempatnya akan bertugas. Adapun kegiatan Seleksi ( 1) dan kegiatan Penempatan (2) diatas disebut juga kegiatan Staffing. Sedangkan kegiatan Seleksi itu sendiri merupakan langkah kedua dalam proses pemberian upah/gaji, kemudian kegiatan Penempatan dan kegiatan Sosialisasi/Orientasi merupakan langkah ketiga dan langkah keempat proses tersebut. Selanjutnya untuk melakukan rekrutmen diperlukan perencanaan, yang sesuai dengan perencanaan SDM. Dengan demikian sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, berarti pula diperlukannya kejelasan mengenai spesifikasi pekerjaan dari dua sudut berikut: a. Jumlah (kuantitas) dan jenis serta tingkatan kemampuan (kualitas pekerja yang dibutuhkan). Untuk itu perlu dilakukan perkiraan dan analisis penggunaan tenaga kerja, sebagaimana terdapat dalam pemcanaan SDM. b. Menetapkan secara definitif kapan waktunya tenaga kerja itu dibutuhkan agar dapat menyusun penjadwalan kegiatan rekrutmen secara kesel~an. Sebagai gambaran yang lebih jelas proses penarikan/seleksi pegaww adalah dengan diagram sebagaimana tercantum pada gambar 1.
12
ANALISIS PEKERJAAN
lc::l
c::ll
lc::l
c::ll PENARIKAN
Pemcanaan, operasional, kontrol
c::ll
q
lc::l
q
Rekomendasi, betkas, pengisian formulir, wawancara
q ORIENTASI
HASlL
AKTlVlTAS
LANGKAH
Pengetahuan, contoh keljaltes situasi kelja, kepribadian, polygraph
c::~l
q
lc::~
Spesifikasi pekeljoon sebogoi persyorotan jobotan
Spesifikasi persyaratan SDM
Sejumlah calon yang berlrual.itas
Sejumlah kecil calon yang berkualitas
PEGAWAI BARU
Memahami organisasi, kebijakan, bidang kerja, prosedw
Ll'
.J/ PENEMPATAN
PELATIHAN
PENILAIAN KARYA
c::ll c::ll c::ll
lc::l lc::l lc::l
Penyesuaian optimal hakat dengan kehutuhan organi!lllsi
pt:kt:JjiUSil kini alau psyaralan k.clja yg. alum datang
P~laks.
Umpon bolik keljo yang diloksonokan, penompilon dll.
Gambar 1. Diagram Proses Penarikan/Seleksi Pegawai/Pekerja Sumber: Hadari Nawawi (1998: 172)
Kemudian dalam melakukan rekrutmen, setiap lingkungan organisasi mempunyai sikap yang berbeda-beda antara organisasi satu dengan lainnya, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nawawi, bahwa terdapat 4 (empat) sikap organisasi (Nawawi, 1998: 171) yaitu:
13
1. Sikap Pasif tanpa Deskriminasi. Rekrutmen tidak membeda-bedakan ras, jenis keJamin, suku, agama dan Jain-Jain dari para peJamar. Satu-satunya dasar yang dipergunakan dalam rekrutmen adalah proses seleksi yang sama bagi semua calonlpelamar. 2. Rekrutmen Berdasarkan Perbedaan. Rekrutmen dilakukan oleh organisasi dengan cara aktif mengeJompokkan para pelamar dengan hanya menerima keJompok dengan spesifikasi tertentu. Misalnya hanya menerima sarjana dengan IPK 3,0. 3. Rekrutmen Berdasarkan Prioritas. Rekrutmen yang dilakukan oleh organisasi dengan mendahului atau memprioritaskan kelompok tertentu. Cara ini tidak diskriminasi murni, dan disebut dengan cara 'penjatahan Junak'. MisaJnya dengan memprioritaskan wanita, apabila tidak ada maka yang pria pun diterima. 4. Rekrutmen dengan Penjatahan. Rekrutmen ini dilakukan oleh organisasi dengan menetapkan jatah untuk kelompok tertentu. Rekrutmen tidak dilakukan bilamana tidak ada peJamar dari keJompok tertentu. MisaJnya hanya diperuntukkan bagi putra daerah. Berdasarkan keempat sikap tersebut, keputusan dalam rekrutmen dan pengaturan staf menurut Nawawi sebaiknya dilakukan berdasarkan kasus masing-masing organisasi. Keputusan harus didasarkan pada kombinasi semua faktor, dengan mengutamakan basil (skor) tes sebagai usaha memprediksi kemampuan calon sebelum diterima. Pembahasan di atas juga menunjukkan aspek internal berupa sikap organisasi yang berpengaruh dalam proses rekrutmen. Sedangkan faktor ekstemal yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan organisasi daJam rekrutmen, (Su1istiyani, 2003: 137) adalah:
14
a. Kondisi Ekonomi Secara eksplisit kondisi ekonomi dalam keadaan resesi berakibat pada melimpahnya para pelamar yang berkualitas, tuntutan bagi promosi internal dan ekstemal rendah, dan rekrutmen disusun dan ditargetkan untuk okupasi yang masuk kategori terbatas. Namun hal ini akan terjadi sebaliknya hila dalam kondisi pertumbuhan ekonomi. b. Faktor Politik Faktor politik sangat kuat mempengaruhi rekrutmen terutama untuk posisi strategis dalam pemerintahan. Ada pengaruh terhadap permintaan dan penawaran untuk berrnacam-macam jabatan pubIik. c. Peraturan Affirmative Action dan Kebijakan-kebijakan yang ada.
Affirmative Action merupakan suatau fungsi kepegawaian yang paling kritis karena sebagai
procurementlcara
fungsi suatu
perantara yang lembaga
berpengaruh terhadap proses
pemerintah
merekrut,
menyeleksi,
mengangkat, mempromosikan dan menempatkan para pegawainya. Dalam rekrutmen SDM, affirmative action mendasarkan pada nilai keadilan (social
equity), atau nilai suatu masyarakat yang menekank.an pentingnya keputusan organisasi pada prinsip perwakilan proporsional berdasarkan prosentase penduduk dari masing-masing kelompok dalam masyarakat. Namun demikian tidakjarang terjadi konflik dengan kriteria seleksi dan nilai-nilai lain, (Gomes, 1995: 3) yaitu: 1. Senioritas (seniority); 2. Efisiensi administrasi (administrative efficiency);
15
3. Daya tanggap politik (political responsiveness); 4. Bertentangan dengan bias-bias yang diperkirakan berasa1 dari para manajer terhadap tes-tes obyektif, pendidikan dan pengalaman sebagai indikator kualitas dari para manajer; 5. Secara tidak langsung juga menyerang jaringan kepegawaian lama
yang biasanya merupakan mekanisme untuk mencapai/menduduki jabatan-jabatan yang tinggi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, selanjutnya perencanaan rekrutmen hams di1akukan dengan memperhatikan sumber tenaga kerja, baik internal maupun eksternal, namun karena fokus penelitian adalah pada penempatan PNS dalam jabatan struktural, maka penulis hanya membahas dari sisi internal atau rekrutmen internal. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sulistiyani, bahwa organisasi publik sangat mempertimbangkan masa1ah rekrutmen, mengingat rekrutmen juga merupakan pertimbangan penting dalam kaitannya dengan pengembangan karier pegawai (Sulistiyani, 2003: 135). Berkaitan dengan pengembangan karier, perlu ditekankan bahwa dalam pengisian jabatan ada dua dua perbedaan cara, yaitu pertama, dengan K1asifikasi Posisi (Classified Position) biasanya diisi dengan melalui mekanisme birokrasi dan berdasarkan sistem karier atau melalui mekanisme pelayanan sipil. Kedua, dengan cara Exempt Position, dimana jabatan diisi melalui mekanisme politis dengan disertai pertimbangan-pertimbangan po1itik.
16
Di sisi lain isu yang perlu diperhatikan dalam filosofi rekrutmen adalah perihal apakah penekanannya pada sekedar mengisi lowongan-lowongan saja, ataukah pengangk.atan untuk tujuan-tujuanjangk.a panjang. Apakah organisasi mencari orangorang dengan keahlian yang memadai untuk lowongan saat ini, ataukah organisasi berupaya memikat calon-calon berbakat untuk kepentingan jangka panjang.
3. Rekrutmen Internal
Pasar Tenaga Kerja Internal adalah persediaan tenaga kerja dari dalam organisasi untuk memenuhi permintaan karena adanya jabatan kosong. Kondisi pasar tenaga kerja internal sangat berpengaruh pada kebijakan rekrutmen, dimana sebuah kekosongan jabatan tertentu tidak mungkin diisi oleh tenaga kerja dari luar organisasi, terutama dilihat dari segi keterampilanlkeahlian yang diperlukan untuk mengisi jabatan tersebut. Disamping itu karena organisasi juga berkewajiban melakukan kegiatan promosi, pemindahan dan berbagai kegiatan lainnya dalam rangka pengembangan karier pegawainya. Menurut Nawawi, pasar tenaga kerja internal dipengaruhi oleh tiga unsur sebagai berikut (Nawawi, 1998 : 175): a. Tergantung
pada
ketentuan
formal
dan
informal
organisasi
dalam
menjabarkan tugas-tugas setiap pekerjaan/jabatan. Penjabaran tersebut berpengaruh langsung pada kuantitas dan kualitas SDM yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien. b. Dipengaruhi o1eh metode yang dipergunakan dalam memilih para calon diantara para pegawai.
17
c. Dipengaruhi oleh prosedur dan kewenangan dalam mencari dan membina caJon yang potensial dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam usaha mengisi kekosongan jabatan. Pengaruh tiga unsur di atas secara langsung berkaitan pula dengan teknik-teknik rekrutmen yang dilakukan oleh organisasi. Teknik-teknik rekrutmen tersebut berupa: (1) Centralized Recruitment Techniqiue, (2) Decentralized Techniqiue, dan (3) Name Request. Namun dari ketiga macam teknik tersebut, yang lebih relevan dalam pembahasan rekrutmen internal adalah Teknik Name Requet (kombinasi antara politik dan pelayanan sipil), yaitu merupakan proses rekrutmen yang melibatkan nilai-nilai political responviveness dan managerial efficiency. Sebagai contoh, birokrat tertentu dimintai oleh pegawai untuk melihat apakah seseorang sesuai dengan kualifikasi tertentu, selanjutnya birokrat tersebut akan memberikan nasehatnya. Teknik ini lebih banyak digunakan untuk mengisi lowongan jabatan profesional dan administratif tingkat atas. Akan tetapi teknik Name Request terdapat kelemahan-kelemahannya, yaitu: a. karena dapat mengarahkan kepada sistem cronyism dalam pengangkatan seseorang dan bisa bertentangan dengan tujuan-tujuan social equity atau efficiency dari instansi-instansi. b. dapat membatasi hak-hak pegawai. c. dapat secara tidak adil mengeluarkan nama-nama dari para pelamar yang telah ada lebih dahulu dalam daftar.. Disamping hal tersebut di atas, lebih lanjut juga dikatakan Sulistiyani sebagai berikut:
18
"Kebijakan rekrutmen di masa lampau lebih memfokuskan pada penempatan posisi-posisi diisi dengan mempertimbangkan biaya serta pengisian lebih cepat, namun pada dewasa ini lebih menekankan pada dimensi kualitas pegawai (Sulistiyani, 2003: 136)." Sedangkan untuk melakukan rekrutmen internal, kegiatan yang banyak digunakan diantaranya adalah : 1. Rencana Suksesi. Rekrutmen ini merupakan kegiatan yang difokuskan pada usaha mempersiapkan pegawai untuk mengisi posisi-posisi eksekutif. Program strategis bagi organisasi ini, pada umumnya diselenggarakan secara informal. Pegawai diberi kesempatan memperoleh pengalaman dalam suatu jabatan eksekutif, baik sebagai pelatihan atau melalui pengalaman langsung yang berdampak untuk pengembangan karier,
maupun untuk menguji kemampuannya sebelum
menempati posisi penting dalam organisasi. 2. Penawaran Terbuka untuk suatu Jabatan (Job Posting). Rekrutmen terbuk:a ini merupakan sistem mencari pegawai yang berkemampuan tinggi untuk mengisi jabatan yang kosong, dengan memberikan kesempatan pada semua pekerja yang berminat. Untuk itu setiap ada jabatan kosong diumumkan melalui media intern. Semua pegawai yang berminat untuk mengisi jabatan ini menyampaikan permohonan untuk mengikuti seleksi intern. 3. Perbantuan Pekerja. Rekrutmen internal dapat dilakukan melalui perbantuan pekerja untuk suatu jabatan dari unit kerja lain (pekerja yang ada). Kemudian setelah beberapa waktu apabila pekerja yang diperbantukan merupakan calon yang cocok/tepat dan berhasil, maka dapat diangkat untuk mengisi jabatan kosong tersebut. Penyaringan (screening) pegawai yang akan diperbantukan perlu memperhatikan tiga faktor berikut :
19
a. Moral
pegawai
yang bersangkutan, termasuk loyalitas/dedikasi pada
organisasi, disiplin kerja dan sebagainya. b. Informasi mengenai pelaksanaan pekerjaan/jabatan sebelumnya secara akurat, untuk memperoleh gambaran tentang kemampuannya atau sebagai sebagai prediksi kemungk:inan keberhasilannya dalam jabatan/pekerjaan yang baru. c. Bagaimana hubungan dengan sponsor yang mencalonkan seorang pegawai untuk diperbantukan, untuk menghindari adanya sikap subyektif.
4. Kelompok Pekerja Sementara. Kelompok pegawai sementara (temporer) adalah sejum1ah tenaga kerja/SDM yang dipekerjakan dan diupah menurut keperluan dengan memperhitungkanjumlah jam atau hari kerja. Salah satu diantaranya yang banyak dilakukan adalah dengan sistem kontrak, yang akan diakhiri jika masa kontrak selesai.
5. Promosi dan Pemindahan. Rekrutmen yang paling banyak dilakukan adalah promosi untuk mengisi kekosongan pada jabatan yang lebih tinggi yang diambil dari pegawai yang jabatannya lebih rendah. Disamping itu terdapat kegiatan memindahkan pegawai dari satu jabatan ke jabatan lain yang sama jenjangnya. Promosi l;>ersifat 'vertikal', sedangkan pemindahan bersifat 'horizontal'. Berkaitan dengan rekrutmen internal ini, Nawawi mengatakan adanya sisi positif dengan menarik pegawai secara internal (Nawawi, 1998: 177), yakni sebagai berikut: 1. Pembiayaannya relatif murah, karena tidak memerlukan proses seleksi seperti dilakukan pada rekrutmen ekstemal.
20
2. Organisasi mengetahui secara tepat pegawai yang berkemampuan tinggi dan berkualitas untuk mengisi jabatan yang kosong. 3. Pegawai memiliki motivasi kerja yang tinggi. 4. Mencegah SDM yang baik dan kompetitif keluar dari organisasi, karena
pengembangan kariemya jelas.
5. Para pegawai telah memahami secara baik kebijaksanaan, prosedur, ketentuan dan kebiasaan dalam organisasi. Sedangkan sisi negatifnya atau kelemahan-kelemahan rekrutmen internal disebutkan antara lain : 1. Mengurangi motivasi kerja dan tidak memberikan perspektif baru, bagi pekerja yang kurang kompetitif atau merasa dirinya tidak berpeluang untuk mengisi setiap jabatan yang kosong. 2. Pegawai yang dipromosikan untuk jabatan yang lebih tinggi cenderung tidak dapat menjalankan kekuasaan dan kewenangannya, karena sudah sangat akrab dengan bawahannya. Berkaitan dengan dengan metode lain atau saluran rekrutmen yang senng dilakukan dalam organisasi publik untuk mengisi lowongan yang tersedia, khusunya dalam rangka promosi jabatan, diantaranya adalah saluran Referrals (rekomendasi pegawai). Metode ini merupakan saluran rekrutmen eksternal, namun relevan dalam pembahasan penempatan SDM dalamjabatan struktural, sebagaimana tema penelitian
ini. Dalam metode/saluran ini diartikan pegawai dalam organisasi, yang memahami standard dan kegiatan serta sasaran organisasi, memberikan rekomendasi ternan atau rekan sejawat profesional untuk sebuah lowongan. Ketika seseorang yang
21
direkomendasi tersebut diangkat, pegawai lainnya menwljukan minat dan aktif dalam membantu pegawai baru tersebut agar sukses dalam pekerjaan mereka. Namun demikian metode ini terdapat banyak kelemahan-kelemahan, (Sulistiyani, 2003:147) diantaranya: 1. Kecenderungan nepotisme 2. Pegawai yang memberi rekomendasi akan merasa tersinggung hila pegawai yang direkomendasikannya ditolak. 3. Pengangkatan ternan atau saudara kemungkinan besar menimbulkan klik-klik, menyebabkan beberapa orang merasa tersingkir dari kelompok informal. 4. Metode ini melembagakan statu.fi quo, gagal mengenali bahwa kemajemukan gagasan dan perspektif pegawai menjadi sumber daya yang bernilai.
5. Pemberian rekomendasi tidak berdasarkan kompetensi, tetapi atas dasar persahabatan. Suatu organisasi menginginkan suatu pekerjaan disi oleh tenaga SDM yang dengan prospektif mampu memberikan kontribusi terbaik bagi pencapaian tuj uan organisasi secara berkelanjutan. Untuk itu guna meningkatkan kecermatan dalam usaha merekrut SDM yang berprospektif, organisasi harus selalu berusaha menyesuaikan kebijaksanaan rekrutmen. Di satu sisi mungkin dilakukan dengan merekrut SDM yang mampu dan memiliki persyaratan minimal. Kemudian diberikan pelatihan atau kegiatan sejenis agar prospektif masa depannya dapat diwujudkan sesuai dengan keinginan pegawai maupun seperti yang diharapkan organisasi. Cara lain adalah dengan melakukan observasi terhadap produktivitas kerja pada tingkat lini
22
diiringi kegiatan mengadakan perubahan-perubahan. Oleh. karena itu perubahanperubahan perlu memperhatikan beberapa aspek berikut: a. Memperbaiki karakteristik dan posisi pekerjaan yang mengalami kekosongan. Misalnya meningkatkan posisinya satu jenjang lebih tinggi, karena tanggung jawabnya cuk:up berat, atau meningkatkan upah/gajinya, atu merekrut secara internal dengan memberikan pelatihan dan menugasbelajarkan pekerja pada pendididkan yang relevan di luar organisasi. b. Mereduk:si/mengurangi standard pekerjaan, untuk: merekrut calon yang terbaik di antara semua calon yang ada. c. Mempergunakan metode rekrutmen yang lebih teliti/cermat, meskipun mungkin lebih mahal.
4. Seleksi dan Penempatan
Sebagaimana telah dibahas di depan mengenai definisi Seleksi dan Penempatan, maka beranjak dari pengertian tersebut penulis disini akan lebih menekankan pada proses seleksi pegawai dan penempatan dalam suatu jabatan struktural sebagaimana menjadi tema dalam penelitian ini. Kemudian berkenaan dengan pengertian di atas, pengaturan staff sering juga disebut sebagai kegiatan seleksi tenaga kerja, yang dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Menetapkan keputusan menerima atau tidak tenaga kerja baru dari sumber SDM di luar organisasi. Dilihat dari sudut pembiayaan berarti proses pengaturan staf atau seleksi tenaga kerja baru harus disandarkan pada kriteria sebagai berikut:
23
a. Tingkat urgensinya berdasarkan kemampuan yang dimiliki calon pekerja yang diprediksi (dirama1kan) sungguh-sungguh re1evan dengan tugas-tugas yang akan dilaksanakan pada jabatan kosong yaRg memerlukannya. Relevansi tersebut penting, karena penambahan tenaga keija harus mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, bukan seba1iknya tidak meningkat, atau bahkan berdampak menurunnya efektivitas dan efisiensi keija. b. Tingkat kemampuan organisasi dalam membayar upah dan dana lain untuk pegawai. Kriteria ini harus didasarkan pada perhitungan biayakeuntungan (cost-benefit ratio), dengan memperhatikan prosentase/ j umlah anggaran untuk SDM dari keuntunganlmanfaat dan efisiensi. 2. Menetapkan keputusan dalam menempatkan para manajer, baik dalam arti promosi maupun pemindahan., dan bahkan mungkin sebagai manajer baru dari Juar yang diprediksikan potensia1 untuk me1aksanakan tugas-tugas manajeria1 pada jabatan manajer yang kosong dan memerlukannya. Selanjutnya definisi lain tentang seleksi, dikemukakan oleh Bemadin dan Russel sebagaimana dikutip oleh Sulistiyani, bahwa yang dimaksud seleksi pegawai adalah suatu proses mendapatkan dan meni1ai informasi tentang caJon karyawan yang akan menempati jabatan tertentu. Proses ini mencakup keputusan untuk. menyaring calon karyawan baru maupun untuk promosi, mutasi atau pensiun bagi karyawan lama. Sehubungan dengan pengertian tersebut, ada beberapa persyaratan penting yang harus dipenuhi da1am se1eksi dan penempatan pegawai (Su1istiyani, 2003: 152), yaitu:
24
1. Infonnasi analisis jabatan yang memberikan deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standard prestasi yang seharusnya ada dalam tiap jabatan tersebut 2. Rencana-rencana SDM yang memberikan informasi kepada manajer tentang tersedia tidaknya lowongan pegawai dalam suatu instansi. 3. Keberhasilan fungsi rekrutmen yang akan menjamin manajer bahwa tersedia sekelompok orang yang akan dipilih. Dari terpenuhinya syarat tersebut, langkah kegiatan seleksi dan penempatan dapat dijalankan. Secara berurutan seleksi standard mengikuti prosedur Tujuh (7) Langkah sebagaimana dikemukakan Wendell L.French dalam Tabell (Sulistiyani,2003:153).
Mengetahui lebih banyak lagi tentang pelamar sebagai individu
Tiodakao dan Keceoderuogao Meminta hanya informasi yang perlu untuk menduga keberhasilan pegawai Mengemukakan pertanyaan tentang pengelaman, gaji yang diharapkan, kesediaan untuk dipindahkan,dan sebll&aiJ1Ya. Bisa mencakup perangkat lunak testing komputer, analisis tulisan tangan, tes lie detector (poligrafi) dan analisis rutin Menghubungi bekas penyelia pelamar (dengan ijin) dan menginformasi.kan informasi pelamar Dilakukan oleh manajer kepada siapa I pelamar harus melapor
Memasti.kan pelaksanaan yang efektif oleh pelamar, melindungi karyawan lain dari penyakit menular, menyususn catatan kesehatan pelamar, melindungi organisasi terhadap tuntutan kompensasai karyawan yang berlebihan Mengisi lowongan pegawai atau jabatan
Menawarkan gaji beserta tunjangan
Prosedur
Tujuao
Lamaran ketja lengkap Wawancara penyaringan awal
Menunjukkan jabatan yang diinginkan pelamar, memberikan infonnasi untuk wawancara Membuat penilaian secara cepat terhadap kelayakan pelamar
Testing
Mengukur keterampilan kerja calon dan kemampuan untuk belajar bagi pegawai
Penyelidikan latar belakang Wawancara untuk seleksi mendalam Pemeriksaan fisik
Menelusuri kebenaran resume pelamar atau formulir lamaran
Penawaran p~awai
Tabel 1. Prosedur dalam Proses Seleksi Sumber: Adaptasi dari Wendell L. French,l992 dalam Sulistiyani (2003:153)
25
Dalam tabel tersebut di atas, seleksi dan penempatan yang dilakukan adalah sebagai tindak lanjut dari rekrutmen, baik yang berasal dari dalam organisasi (rekrutmen internal) maupun dari luar organisasi (rek.rutmen eksternal). Sedangkan menurut Bernadin dan Russel, dalam kegiatan seleksi, diWigkapkan mengenai tahapan Pengembangan dan Evaluasi Prosedur Seleksi. Sebagaimana disebutkan Bemadin dan Russel (Sulistiyani, 2003: 157) Tahapan Pengembangan dan Evaluasi Prosedur Seleksi meliputi: 1. Membuat Job Analysis dan Human Resources Planning, mengidentifikasi KASOCs: o
Knowledge atau pengetahuan
o Abilities atau kemampuan o
Skills atau ketrampilan
o
Other characteristic atau sifat-sifat lainnya
2. Mengembangkan prosedur seleksi. 3. Meninjau pilihan-pilihan untuk menilai para pelamar pada KASOCs: o perta1tlll, Blangko Aplikasi, Data Biografi, Wawancara Awal~ o
kedua, Tes Terstandard (kognitif, personalitas, motivasional, psikomotor)~
o
ketiga, Latar Belakang Pribadi, Referensi, Tes Penggunaan obat~
o
keempat, Tes Kinerja, assessment centers~
o kelilllll, Wawancara. 4. Menentukan validitas metode-metode seleksi: o perta1tlll, Kriteria yang Berkaitan dengan Validasi,
26
o kedua. Penilaian Para Ahli, o ketiga, Generalisasi Validitas.
5. Menentukan sistem pembobotan untuk metode-metode selek.si dan data keseluruhan (resultant data).
Sebagaimana telah diuraikan di depan, bahwa seleksi bermaksud untuk memilih dan mendapatkan tenaga kerja, yang memliki kemampuan sesuai dengan tugas-tugas yang akan dikerjakannya pada jabatan kosong yang akan diisi atau ditempatinya. Kesesuaian itu pada dasarnya dapat diketahui dengan mengacu pada Des.kripsi Pekerjaan/Jabatan yang telah dibuat. Oleh karena itu untuk pekerjaan/jabatan yang tidak atau bersifat umum, atau yang dalam pelak.sanaannya tidak
memerlukan
karakteristik kemampuan fisik dan psikis yang bersifat khusus, sebaiknya seleksi tidak dilakukan secara ketat. Berbeda dengan pekerjaanljabatan yang memerlukan keterampilan/keahlian fisik dan kemampuan psikis khusus yang tidak dimiliki oleh setiap orang pada umumnya, seleksi perlu lebih cermat. Untuk itulah dalam seleksi perlu dilakukan upaya mempredik.si tingkat kemampuan calon pekerja dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Dengan demikian sebagaimana juga telah disebutkan di atas oleh Bernadin, alat ukur untuk memprediksi tingkat kemampuan calon pekerja harus memenuhi syarat: 1. Reliabilitas Pengukuran, yaitu tingkat konsistensi (keajegan) atau ketepatan suatu alat ukur dalam menilai kemampuan seseorang, yang tidak berubah atau tetap sama hasilnya, meskipun mengerjakannya dua ka1i atau lebih pada waktu yang berbeda.
27
2. Validitas Pengukuran., yaitu alat/instrumen pengukuran menunjukkan tingkat ketepatan dalam mengukur apa yang akan diukur. Berkaitan dengan penggunaan instrumen adalah metode atau cara melakukan seleksi dan screening. Metode seleksi dan screening tersebut diantaranya sebagai berikut (Nawawi, 1998: 191): 1. Pengisian Formulir (application blanks). Penggunaan metode ini sebagai cara
melakukan
screening
merupakan
metode
paling
sederhana
dalam
memprediksi kesesuaian kemampuan calon dengan syarat-syarat dan karakteristik pekeijaan/jabatan yang akan diisi. Menurut Bemadin metode ini memiliki validitas yang rendah dan biaya yang dikeluarkan pun juga rendah. 2. Pengecekan Surat-surat Rekomendasi dan Referensi. Surat-surat tersebut pada dasamya merupakan informasi paling sederhana jika digunakan untuk memprediksi kesesuaian calon dengan pekeijaan/ jabatan yang akan diisinya. Metode ini validitas dan biaya (cost) rendah. 3. Tes Kemampuan Umum (Ability 1'es). Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan yang bersifat umum, mulai dari kemampuan bahasa dan keterampilan sampai pada kecepatan persepsi. Asumsi dari penggunaan tes ini bahwa calon pekerja yang intelegensi umumnya cukup tinggi, merupakan seorang yang mampu melaksanakan pekerjaan secara baik. Validitas metode ini tinggi sedngkan biaya untuk pelaksanaannya relatif rendah. 4. Tes Kepribadian (Personality Test). Tes ini dipergwtakan untuk mengungkap sifat dan karakter yang bersifat tetap dan berkelanjutan.
Hasilnya
dipergunakan untuk memprediksi hubungan pekerjaan dengan perilaku
28
pekerja yang relevan. Ada lima faktor personality menurut Bernadin dan Russel (Bemadin, 1998: 146), yaitu: 1. Introversion/extraversion (outgoing, sociable) 2. Emotional Stability 3. Agreeableness/likability (friendly, cooperative) 4. Conscientious (dependable, careful)
5. Openness (imaginative, CuriouY, experimenting) 5. Tes Psikologi (Psychological Test). Tes ini untuk mengukur apakah calon
memiliki etika kerja yang kuat, motivasi yang tinggi dalam bekerja. Tes tersebut harus difokuskan pada aspek psikologis yang berhubungan dengan pekerjaan, buka tentang kehidupan sehari-harL 6. Tes Kecanduan Obat atau Narkotika. Tes ini untuk menghindari penerimaan calon yang dapat menimbulkan masalah dengan penggunaan NARKOBA. 7. Tes Integritas. Tes ini merupakan tes tertulis yang difokuskan pada kejujuran yang sebenamya dapat dicakup dalam tes kepribadian. Tes ini juga sering diganti dengan tes berupa Analisis Tulisan Tangan (graphology) dan Tes Kebohongan Polygraph, yang keduanya masih dipermasalahkan tingkat validitas dan reliabilitasnya. 8. Tes Proyeksi. Tes ini cenderung bersifat subyektif, dimana calon diminta responnya yang sifatnya tidak terbatas terhadap stimulus yang bermakna ganda. 9. Tes Ketepatan Membuat Kesimpulan. Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan membuat kesimpulan secara tepat dalam menghadapi suatu situasi khusus, atau dari suatu rangkaian kegiatan di dalam suatu situasi.
29
10. Tes Sampel Pekerjaan (Situational). Tes ini disebut juga dengan tes situasional, karena menggunakan siuasi tiruan dalam pekerjaan. Dalam kenyataannya tes ini sangat relevan digunakan untuk seleksi calon yang akan dipromosikan atau dipindahkan. Tes ini memiliki validitas tinggi, namun biaya yang dibutuhkan juga tinggi. Fokus tes tersebut adalah: a. Mengukur kemampuan kerja dalam kelompok. b. Kemampuan mandiri dalam proses kerja kelompok. 11. Memprediksi Ternan Kerja. Pada dasarnya metode ini merupakan prosedur memprediksi kepemimpinan ternan kerjanya. Penilaian ini terdiri dari: a. Menominasi Rekan Sekerja b. Penilaian Rekan Kerja c. Merangking Ternan Kerja. Disamping metode-metode tersebut di atas, metode interview atau wawancara sering digunakan sebagai cara dalam melakukan seleksi. Akan tetapi hasil interview sering mengalami bias (kekeliruan), sehingga banyak pihak yang menyatakan kurang tepat untuk digunakan sebagai cara seleksi atau reliabilitas dan validitasnya dianggap sangat rendah. Dengan demikian dianjurkan penggunaan interview sebaiknya hanya sebagai pelengkap dari berbagai metode yang telah dikemukakan di atas. Permasalahan yang sering terjadi dalam seleksi dan penempatan pegawai, adalah penempatan pegawai yang tidak tepat atau kurang memenuhi syarat minimal, karena tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan obyektif dan rasional, seperti latar belakang pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman, minat dan bakat pegawai yang bersangkutan. Hal ini akan berpengaruh pada efisiensi dan efektivitas
30
serta produktivitas organisasi. Hal serupa dikatakan oleh Sondang P. Siagian (1994: 65) sebagai berikut : "Upaya meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan, yang diberikan oleh para anggota suatu birokrasi pemerintahan kepada masyarakat, harus pula dikaitkan dengan pengetahuan dan keterampilan para anggota birokrasi tersebut. Artinya, rendahnya produktivitas kerja dan mutu pelayanan tidak semata-mata disebabkan oleh tindakan dan perilaku disfungsional, akan tetapi sangat mungkin, karena tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas yang diem ban (Sondang P. Siagian, 1994: 65)." Hal demikian dikategorikan oleh Sondang P. Siagian merupakan Patologi Birokrasi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan keterampilan aparat birokrasi. Lebih lanjut disebutkan juga konsekuensi pengetahuan dan keterampilan yang rendah yaitu sebagai berikut : Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan; Kesalahan dalam penyelesaian tugas tertentu; Wawasan yang sempit dan cenderung simplistik; Ketidakmampuan berpikir rasional dan menggunakan daya nalar; Mengalami kebingungan apabila skala prioritas kerja tidak jelas, mekanisme kerja kabur dan tidak adanya bimbingan dan arahan yang tegas; Tindakan yang "counter Productive"; Tidak adanya kemampuan berkembang; Mutu hasil pekerjaan yang rendah; Kedangkalan pengusasaan lptek; Ketidakmampuan belajar baik dari pengalaman maupun secara intelektual; Ketidaktepatan menginterpretasikan kebijaksanaan organisasi; lnkompetensi akibat penempatan yang tidak tepat; Kelambanan dalam penyelesaian tugas; Ketidakteraturan rencana kegiatan; Melakukan kegiatan yang tidak relevan dengan misi dan fungsinya; Sikap ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya; Kurangnya imajinasi dalam memahami dunia di luar lingkungannya;
31
Kurangnya prakarsa; Kemampuan rendah (mediocrity); Bekerja tidak produktif; Ketidakrapian dalam berkarya dan berperilaku; Terjadi stagnasi. Pembahasan ini menunjukkan bahwa berbagai Patologi Birokrasi dapat timbul apabila pengetahuan dan keterampilan anggota birokrasi rendah. Dengan kata lain penempatan aparat dalam suatu jabatan harus sesuai dengan kompetensinya. Dalam seleksi dan penempatan pegawai, hal yang tidak terlepas dalam memahami permasalahan
yang timbul
adalah
dengan
melalui
pendekatan
manajemen
kepegawaian, dimana kalau kita melihat manajemen kepegawaian gaya tradisional antara lain mempunyai ciri-ciri : a. Perlakuan yang legalistik, b. Perhatian utama pada ketatausahaan kepegawaian, c. Pertimbangan promosi atas dasar senioritas, d. Pemberian imbalan dengan penekanan pada yang bersifat ekstrinsik, e. Penonjolan kewajiban pegawai pada organisasi. Sedangkan dalam Manajemen SDM mengubah makna ciri-ciri tersebut tanpa meninggalkan segi-segi positifnya. Hal yang menjadi pertanyaan Sondang P Siagian (1994: 181) berkaitan dengan masalah Staffing, diantaranya adalah:
Pertama, setiap pejabat pimpinan adalah juga manajer SDM, maka perlu interpretasi baru tentang "wewenang staf' dan "wewenang lini" sepanjang pengelolaan SDM.
32
Kedua, sejauh mana senioritas dalam penempatan dan promos1 seseorang diperhitungka, karena dewasa ini meritocracy tampaknya semakin dirasakan lebih penting ditonjolkan dibandingkan dengan masa kerja seseorang.
Dengan pertanyaan tentang permasalahan dalam konteks staffing tersebut, membawa penulis pada faktor-faktor apa sajakah yang mungkin berpengaruh dalam penempatan aparat dalam suatu jabatan struktural, yakni sebagaimana dalam pembahasan berikut.
B. Faktor-faktor Penentu dalam Staffing
1. Staffing dan Lingkungan Organisasi
Organisasi adalah subsistem dari suprasistem yang lebih luas, yaitu Jingkungan. Banyak kekuatan pada level lingkungan yang mempengaruhi organisasi. Dalam arti luas, lingkungan itu adalah segala sesuatu di luar batas organisasi. Freemont E. Kast dan James E. Rosenzweig berkenaan dengan lingkungan mengatakan : "Akan tetapi, mungkin bermanfaat untuk menganggap lingkungan itu dalam dua cara: (1) lingkungan sosial (umum) yang mempengaruhi semua organisasi dalam masyarakat~ dan (2) lingkungan tugas (khusus), yang lebih langsung mempengaruhi organisasi individual itu ..... Lingkungan tugas didefinisikan sebagai kekuatan yang lebih spesifik yang relevan bagi proses pengambilan keputusan dan proses transformasi dari organisasi individual (Kast, 2002: 190)". Dengan demikian lingkungan berpengaruh terhadap sasaran dan nilai, struktur, teknologi,
hubungan-hubungan kemanusiaan,
dan
proses
manajeraial dalam
organisasi-organisasi. Ciri-ciri lingkungan itu mempengaruhi organisasi, demikian halnya persepsi para manajer sebagai pengambil keputusan informasi dari luar juga
33
mempengaruhi ciri-ciri internal dari organisasi. Sebagaimana organisasi pemerintah daerah lebih dekat dengan ciri-ciri "birokrasi" konsepsi Webber. Penggambaran yang lebihjelas apa yang dikatakan Kast adalah seperti pada gambar berikut ini.
Ling. Sosial (Umum) Proses persepsi
Keputusan yg mempengaruhi
& kognitif
manajerial Ling. Tugas (Khusus)
lnfonnasi
Sasaran & nilai-nilai teknologi Struktur Hubungan manusia Proses manajerial
Gambar 2. Persepsi Manajerial terhadap Lingkungan Sumber: Freemont E. Kast dan James E. Rosenzweig (2002: 193)
Dengan demikian informasi-informasi baik yang berasal dari lingkungan sosial atau umum dan lingkungan tugas atau khusus, dalam proses manajerial yang termasuk di dalamnya proses staffing, memberikan pengaruh yang menentukan keputusan yang
akan diambil. Lebih lanjut dalam suatu lingkungan organisasi tcrdapat apa yang disebut "stakeholders". Pemahaman stakeholder ini akan membantu mengenali cara berbagai kelompok yang berlainan yang dapat mempengaruhi keputusan manajerial organisasi. Definisi tentang stakeholder itu sendiri memiliki dua arti sebagaimana dikatakan Freeman dan Reed seperti dikutip oleh Kasl demikian: "Arti luas stakeholders: setiap kelompok atau perseorangan yang dapat diidentifikasikan yang dapat mempengaruhi tercapamya tujuan suatu organisasi atau orang yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan suatu organisasi. (kelompok publik yang berkepentingan, kelompok pemrotes, instansi pemerintah, asosiasi dagang, para saingan, serikat buruh, dan juga para pegawai, kelompok langganan, para pemegang kepentingan lain, dalam arti ini). Arti sempit stakeholders: setiap
34
kelompok atau perorangan terhadap siapa organisasi bergantung untuk kelanjutan hidupnya. (Para pegawai, kelompok langganan, para suplaier tertentu, instansi pemerintah kunci, para pemi1ik, 1embaga-1embaga keuangan tertentu, dan lainlain, semuanya adalah stakeholder dalam arti sempit) (Kast, 2002: 220)". Stakeholder dapat diartikan secara positif maupun negatif (yang memusuhi) dalam mempengaruhi prestasi organisasi. Oleh karena itu manajemen harus mengalokasikan sumber daya berupa berbagai dukungan stakeholders dan harus pula mempertahankan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang
yang mungkin bertentangan.
Demikian halnya para aparat sebagai stakeholders organisasi yang merupakan SDM yang menentukan kelangsungan organisasi, harus dipandang sebagai kelompok atau perorangan yang memiliki berbagai macam kepentingan dan perlu dibina keseimbangan
hubungan
kepentingannya
terutama
dalam
konteks
staffing
sebagaimana pembahasan ini.
2• .Karakteristik Masalah dalam Konteks Staffing
Aspek perubahan organisasi membawa konsekuensi logis pada proses staffing dalam organisasi itu. Demikian halnya adanya PP No. 84 Th 2000 yang kemudian digantikan dengan PP No. 8 Th 2003 memberikan fenomena dalam proses staffing. Permasalahan pembentukan organisasi baru, likuidasi organisasi, pelimpahan wewenang pelaksanaan otonomi daerah memberikan dan menambah kompleksitas dalam proses staffing di dalam organisasi perangkat daerah. Sehubungan eratnya kaitan antara restrukturisasi organisasi dan Staffing, dimana pengorganisasian diibaratkan pembentukan "wadahnya", sedangkan staffing merupakan upaya memberi "isianya", sehingga dalam pembahasan penataan kelembagaan/organisasi disini,
35
penulis perlu melihat kedua aspek struktur organisasi dan staffing dalam organisasi itu sendi ri. Berkenaan dengan pembentukan organisasi seperti tersebut di atas, peranan anggota organisasi berbeda-beda dan hal ini akan menentukan penempatan seseorang dalam struktur organisasi terkait. Herbert G. Hicks menyatakan tentang 2 (dua) faktor (Sutarto, 2002: 40) yang dapat dibedakan yaitu adanya : a. Faktor Inti (Core Element), yaitu orang-orang sebagai faktor yang membentuk organtsas1. b. Faktor Kerja (Working Element), yaitu yang menentukan berjalannya organisasi, terdiri : 1.
Daya manusia, meliputi: kemampuan untuk bekerja, kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dan kemampuan melaksanakan azas organisasi.
n.
Daya bukan manusia, meliputi: alam, iklim, udara, air dan lain-lain.
Disamping itu penekanan lingkungan spesitik organisasi sangat mempengaruhi bentuk atau struktur organisasi. Seperti yang dikatakan Warsito Utomo: "Bentuk apapun yang dipilih, kombinasi bentuk yang dipakai tergantung pada spesific environmental relationYhips yang berada di sekitar organisasi. Bentuk struktur organisasi berfokus pada 2 isu mendasar yaitu: kebutuhan akan spesialisasi (create devision of labor) dan kebutuhan akan koordinasi tugas yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan (Utomo, 2000: 60)."
Dalam pemahaman mengenai organisasi, pada dasamya dalam organisasi terdapat 3 elemen dasar (Sadler, 1994: 14), yaitu: 1. Struktur 2. Sistem dan prosedur 3. Nilai-nilai dan budaya
36
Pengertian ( 1) 'struktur' merupakan bentuk: organisasi yang menunjukkan pola hubungan kerja, wewenang dan tanggung jawab dengan jum1ah pimpinannya
~
sedangkan pengertian (2) 'sistem dan prosedur' yaitu terdiri dari berbagai metode untuk: menetapkan pengolahan informasi, pembuatan keputusan, dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini dikatakan sebagai berikut, "Namun, beberapa pertukaran informasi, pembuatan keputusan, dan aktivitas teijadi secara informal di semua organisasi, yang tidak tertulis dan tidak pernah diakui secara resmi (Sadler 1996: 14)." Pada elemen (3) 'nilai-nilai dan budaya' dikatakan bahwa pemyataan 'misi' merupakan contoh ancangan yang lebih formal, namun budaya dapat dipengaruhi dengan cara Jain misa1nya kete1adanan o1eh manajemen atas, kebijaksanaan personalia, dan keputusan tentang struktur dan sistem. Dalam pembicaraan mengenai hubungan budaya dengan desain organisasi salah satunya dikemukakan oleh Harrisson (1972), bahwa terdapat empat tipe budaya organisasi (McKenna, 2000: 65): 1. Budaya Kekuasaan (Power Culture). Ada kepercayaan dan sikap mental yang
kuat dan tegas untuk: memajukan organisasi dengan menggunakan kekuasaan eksekutif senior. 2. Budaya Peran (Role Culture). Ada keyakinan prosedur birokratis, seperti peraturan dan peran yangjelas akan menstabilkan sistem. 3. Budaya Pendukung (Support Culture). Ada kelompok atau komunitas yang mendukung orang yang mengusahakan integrasi dan seperangkat nilai bersama.
37
4. Budaya Prestasi (Achievement Culture). Ada suasana yang mendoroang eksepsi diri dan usaha keras untuk adanya independensi, dan tekanannya ada pada keberhasilan dan prestasi.
Berkaitan dengan pembahasan 'struktur' di atas, dapat dikatakan struktur organisasi yang terbentuk akan sa1ing mempengaruhi proses staffing da1am organisasi terkait. Dalam hal ini diungkapkan pengaruh itu sebagaimana diutarakan oleh Sadler mengenai faktor yang menentukan desain organisasi adalah ada beberapa:
1. Berhubungan dengan manusia. Penekanan manfaat penyesuaian struktur terhadap manusia, bukan penyesuaian manusia da1am struktur. 2. Berkaitan dengan situasi yang dihadapi oleh organisasi. Seperti strategi, teknologi dan tugas. 3. Pengaruh yang mencerminkan skala dan kompleksitas dari aktivitas organisasi. 4. Pengaruh konsultan dan teori tentang desain organisasi serta eksekutifsenior.
5. Faktor budaya, seperti nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang dianut oleh para pembuat keputusan. Faktor ini berasal dari lingkungan sosial, budaya secara umum. Ni1ai mempengaruhi hierarki organisasi, penekanan status, ni1ai pada sistem dan prosedur, luas fungsi. Nilai dan kepercayaan berpengaruh terhadap pola organisasi. Karena sering tidak disadari, sering menyebabkan para pengambilan keputusan menjadi bias dalam memandang sesuatu. Kemudian dari rumusan PP Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 8 Tahun 2003
38
disebutkan secara eksplisit bahwa pembentukan Organisasi Perangkat Daerah did.asarkan pada pertimbangan-pertimbangan: 1. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh Daerah; 2. Karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah; 3. Kemampuan keuangan Daerah; 4. Ketersediaan sumberdaya aparatur; 5. Pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga.
Dalam penataan organisasi seperti telah disebut di atas, terdapat suatu aktivitas berupa pembentukan organisasi baru, perubahan suatu organisasi yang sudah terbentuk, penghapusan organisasi ataupun penggabungan dua atau beberapa orgamsast. Sedangkan dalam hubungannya dengan penataan personil, dinyatakan dengan UU No. 43 Th 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Th 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, secara tersurat disebutkan dalam Penjelasan Umwn. bahwa pembinaan PNS berd.asarkan pada perpaduan 'sistem prestasi kerja' dan 'sistem karier·. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi PNS yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus did.asarkan pada penilaian obyektif dan selektif terhadap prestasi, kompetensi dan pelatihan PNS. D1 sisi lain dengan perubahan kelembagaan atas dasar PP No. 84 Th 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, memberikan konsekuensi adanya peraturan tentang personil, yaitu diantaranya PP no. 100 Th 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Di dalam PP ini secara lugas dijelaskan dalam Penjelasan Umum, bahwa dipandang perlu untuk merubah norma pengangkatan PNS dalam jabatan
39
struktural secara sistematis dan terukur, yakni dengan menerapkan nilai-nilai impersonal; keterbukaaan dan penetapan persyaratan jabatan yang terukur bagi PNS untuk mencapai obyektivitas dan keadilan. Dengan demikian fenomena perubahan kelembagaan telah pula membawa pada perubahan tentang proses staffing dalam struktur organisasi yang baru atau yang telah berubah. Dalam hal ini Kast menyinggung pula disamping adanya organisasi 'formal' terdapat pula di dalamnya organisasi 'informal'. Organisasi formal adalah struktur yang direncanakan dan merupakan usaha sengaja (deliberate) untuk menetapkan pola hubungan antara berbagai komponen yang dapat mencapai sasaran secara efektif. Struktur formal biasanya adalah hasil dari pengambilan keputusan yang eksplisit dan bersifat menentukan (prescritive)- 'cetak biru' mengenai cara berbagai kegiatan yang
harus dihubungkan. Biasanya ia merupakan cetakan peta atau hagan dan dimuat dalam buku petunjuk (manual) organisasi, uraian posisi, dan dokumen-dokumen formallainnya. Sedangkan organisasi informal adalah aspek-aspek sistem yang tidak direncanakan secara eksplisit, tetapi timbul secara spontan dari kegiatan-kegiatan dan interaksi dari para peserta. Sedangkan struktur informal ditentukan oleh interaksi informal antara para peserta dalam organisasi itu dan berkaitan erat dengan psikososial. Dalam hubungan antara keduanya dikatakan sebagai berikut:
"Jika organisasi formallamban menanggapi kekuatan ekstemal dan internal, maka dikembangkanlah hubungan-hubungan infonnal untuk mengatasi masalahmasalah baru. (Kast, 2002: 32)., Jadi,
organisasi
dapat
menyesuaikan
diri
dan
melaksanakan
fungsi-fungsi
pembaharuan yang tidak dipenuhi dengan memadai oleh struktur formal, namun adakalanya sebaliknya.
40
Dalam hal staffing, yang merupakan salah satu kegiatan manajemen, termasuk pula sebagai suatu aktivitas yang tidak terlepas dari adanya hubungan-hubungan formal maupun informal. Kedua hubungan itu saling melengkapi ataupun dapat saling bertentangan dalam suatu proses staffing. Karakteristik permasalahan dalam staffing di organisasi yang berbentuk birokratis memiliki ciri tersendiri. Model Birokrasi (bureaucracy) yang dikembangkan oleh Weber sebagaimana dikatakan oleh Kast (2002: 95), memiliki ciri utama: 1. Pembagian kerja didasarkan pada spesialisasi fungsi; 2. Hierarki wewenang yang jelas; 3. Sistem peraturan yang meliputi hak dan kewajiban pemegangjabatan; 4. Sistem prosedur untuk situasi kerja; 5. Impersonality (sifat tak pribadi) dalam hubungan antar-pribadi; 6. Sistem promosi dan seleksi pegawai berdasarkan kompetensi teknis. Dalam pandangan birokrasi, konsep pokoknya adalah wewenang rasional legal. Hak untuk melaksanakan wewenang berdasarkan keududkan (position). Demikian halnya staffing dalam birokrasi mendasarkan pada kompetensi teknis dalam sistem promosi dan seleksi pegawainya.
3. Pengambilan Keputusan dalam Staffing Pembahasan ini dimaksudkan sebagai pemahaman bahwa staffing dalam suatu proses penataan organisasi perangkat daerah yang didasari adanya UU No. 22 Th. 1999 dan khususnya PP No. 84 Th. 2000 yang memuat kebijakan tentang organisasilkelembagaan, berjalan dengan penentuan akhir pada keputusan organisasi. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, PP Nomor 84 tahun 2000 mengalami
41
perubahan dengan digantikan PP Nomor 8 tahun 2003. Kebijakan penataan kelembagaan di daerah yang tertuang dalam surat-surat keputusan (SK) dan perdaperda pun akan pula mengalami perubahan dan saat ini sedang dalam suatu proses. Dari hal tersebut maka proses Penataan Kelembagaan, yang meliputi dalamnya penyusunan personil (Staffing), disini mencakup pengambilan keputusan sehingga menjadi suatu kebijakan berupa penerbitan SK-SK dan perda-perda. Sebelum menelaah lebih lanjut, penulis menganggap perlunya pemnJauan berkenaan dengan proses penetapan penataan kelembagaan khususnya penataan staf
(Staffing) dari aspek kebijakan publik. Sebagaimana telah diketahui kita bersama, bahwa sebagian ilmuwan menyebut kebijakan publik dengan 'kebijaksanaan negara' ataupun sebutan lainnya, namun disini penulis akan tetap mengacu sebutan atau istilah yang pertama, yaitu kebijakan publik. Adapun definisinya sebagaimana diungkapkan oleh Carl Friedrich, dikatakan kebijakan pubIik sebagai berikut : "Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan dan mewujudkan sasaran yang diinginkan. (Wahab, 1991: 13)." Sedangkan W.I. Jenkins, 1978 yang merumuskan kebijakan publik sebagai berikut: "Serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusankeputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan para aktor tersebut. (Wahab, 1991: 14)." Penjelasan tersebut membawa implikasi terhadap konsep kebijakan publik sebagai berikut:
42
1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. 2. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. 3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu. 4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Demikian pula untuk pemahaman lebih mudah kebijakan tersebut dirinci dalam kategori sebagai berikut: a. Polie-y Demands (Tuntutan Kebijakan), yaitu tuntutan atau desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain ataupun kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik terhadap masalah tertentu. b. Polie-y Decisions (Keputusan Kebijakan), ialah keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, wewenang atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan. c. Policy Statement (Pemyataan Kebijakan), ialah pemyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijakan tertentu. d. Policy Outputs (Keluaran Kebijakan), adalah menyangkut apa yang dikeijakan oleh pemerintah, yang dapat kita bedakan dari apa yang ingin dilakukau oleh pemerintah.
43
e. Policy Outcomes (Hasil Akhir Kebijakan), yaitu akibat atau dampak yang benarbenar dirasakan, baik yang diharapkan maupun tidak sebagai konsekuensinya.
Pembuatan kebijakan merupakan tindakan yang berpola, yang dilakukan sepanjang waktu dan melibatkan banyak keputusan, baik merupakan keputusan yang bersifat rutin maupun keputusan yang tidak rutin. Selain itu, menurut Konsepsi Anderson, dalam proses keputusan, nilai-nilai yang mungkin menjadi pedoman perilaku para pembuatan keputusan itu dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu: a. Nilai-nilai Politik, pembuatan keputusan mungkin meni1ai a1ternatif kebijakan yang dipilih dari sudut kepentingan partai politik atau kelompok klien dan organisasi yang dipimpinnya. b. Nilai-nilai Organisasi, mungkin dalam mengambil keputusan para pembuatan keputusan dipengaruhi ni1ai-ni1ai organisasi dimana ia berada. c. Nilai-nilai Pribadi, mungkin pula ada pengaruh kepentingan atau nilai-nilai pribadi para pembuat keputusan. d. Nilai-ni/ai Kebijaksanaan, mungkin para pembuatan keputusan mempuny& persepsi lain terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijakan yang tepat dan benar. e. Ni/ai-ni/ai ldeo/ogis, ideologi pada dasamya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaiatan dan mencerminkan ·gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman bertindak bagi masyarakat yang meyakininya.
44
Sebagai penegasan di dalam pembahasan ini, makna nilai dapat penulis ungkapkan dengan mengacu apa yang dikatakan Kast sebagai berikut: "Kita telah menunjukkan bahwa sasaran dan nilai itu adalah sub-sistem integral dari setiap organisasi. 'Nilai' adalah pandangan normatif yang dianut oleh setiap manusia (sadar atau tidak:) mengenai apa yang baik dan dikehendaki. Nilai memberikan standard yang mempengaruhi orang memilih tindakan mereka (Kast, 2002 : 248)". Dapat dikatakan dalam hal ini, bahwa nilai-nilai yang ada akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam proses staffing disini. Dengan pengantar berbagai pandangan pemahaman teori di atas, maka dalam analisis tentang penataan organisasi disini adalah dengan penggabungan beberapa pengertian di atas. Namun karena keterbatasan waktu, tenaga dan juga biaya, tidak semua variabel diungkapkan dalam analisis disini. Mengutip apa yang disebutkan Freemont E. Kast dan James E. Rosenzweig seperti telah disebutkan di depan (Gambar 2), yaitu berkaitan dengan adanya Faktor Penentu Lingkungan (yang terdiri dari Lingkungan Sosial atau Umum, dan Lingkungan Tugas atau Khusus) yang berpengaruh dalam proses persepsi dan kognitif manajerial yang kemudian menghasilkan suatu keputusan, maka penulis menerapkan "Variabel Lingkungan" sebagai variabel pertama di dalam kerangka pemikiran di sini. Pada variabel kedua penulis mengemukakan adanya "Variabel Karakteristik Masalah" dengan keempat indikatomya, yang mengungkapkan suatu sifat khas dalam konteks penempatan pegawai (staffing) dalam organisasi berbentuk birokratis yang sedang mengalami proses perubahan dan pembenahan struktur organisasinya.
45
Dari Konsepsi Anderson mengenai adanya 5 (lima) kategori nilai-nilai yang menjadi pedoman perilaku pembuat keputusan, sebagaimana disebutkan di depan. Selain itu Philip Sadler sebagaimana pemyataannya di depan mengemukakan bahwa 'nilai' yang merupakan bagian dari budaya, berpengaruh terhadap pola organisasi dan pandangan para pengambil keputusan, oleh karena itu maka penulis memasukkan "Variabel Nilai-nilai Pengambilan Keputusan" dalam kerangka pemikiran ini sebagai variabel ketiga. Variabel yang relevan dan dianggap penting saja yang digunakan penulis, maka konsep-konsep yang menjadi model tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada kebijakan staffing dalam rangka penataan organisasi, menurut pendapat penulis sebagaimana digambarkan pada Gambar 4 benkut ini.
Lingkungan 1. Lingkungan Tugas 2. Lingkungan Sosial
Karakteristik Masalah
STAFFING
Nilai-nilai Pengambilan Keputusan
Gambar 3. KERANGKA PEMIKIRAN
46
Dalam penelitian ini penulis membagi variabel menjadi tiga kelompok variabel bebas dan satu variabel terikat :
1. Variabel Terikat Staffing ; 2. Kelompok Variabel Bebas Lingkungan, meliputi: ( 1). Lingkungan Tugas ( Lingkungan Khusus) ; (2). Lingkungan Sosial (Lingkungan Umum); 2. Variabel Bebas Karakteristik Masalah; 3. Variabel Bebas Nilai-nilai Pengambilan Keputusan. Mengenai definisi konsep dan definisi operasional dari variabel di atas adalah sebagai berikut: a. Definisi Konsep : 1. yang dimaksud Staffing adalah : penempatan PNS dalam sekelompok jenis dan tingkatan tugas yang dilimpahkan dalam Struktur Organisasi Perangkat Daerah yang terbentuk. 2. Lingkungan Tugas (khusus) adalah: segala sesuatu yang ada di luar batas organisasi yang memiliki kekuatan spesifik dan relevan bagi proses pengambilan keputusan penataan personil
dalam
kerangka penataan
kelembagaan. 3. Lingkungan Sosial (umum) adalah : segala sesuatu yang ada di luar batas organisasi yang mempengaruhi semua organisasi dalam masyarakat. 4. Karakteristik Masalah adalah : kemudahan dan kesukaran yang dihadapi dalam Penempatan PNS dalam Jabatan struktural dalam rangka penataan kelembagaan.
47
5. Nilai-nilai Pengambilan Keputusan adalah : pandangan normatif yang dianut dalam pengambilan keputusan penempatan SDM dalam rangka penataan kelembagaan. b. Definisi Operasional atau indikator : 1. Staffing diukur dengan indikator : (1 ). Spesifikasi Jabatan Struktural.
(2). Ketersediaan SDM dalam Organisasi. (3). Formasi PNS setelah Penataan Organisasi. (4). Peraturan yang menjadi dasar Penempatan PNS dalam Jabatan Struktural (5). Sistem kerja BAPERJAKAT. 2. Lingkungan Tugas diukur dengan indikator : (1). Keterikatan dengan lembaga legislatif (fungsi kontrol) dalam keputusan kebijakan. (2). Keikutsertaan
konsultan/ akademisi/ peneliti
dalam
memberikan
masukan informasi yang relevan. 3. Lingkungan Sosial (umum) diukur dengan indikator: (1). Pendapat umum (publik opinion) tentang proses Penempatan SDM dalam struktur Organisasi. (2). Dukungan Pcrs (media massa cctak dan clektronik) terhadap proses penempatan SDM dalam struktur organisasi. 4. Karakteristik Masalah diukur dengan indikator : (1 ). Ada tidaknya fungsi ganda (overlapping) dalam desain pekerjaan.
48
(2). Upaya dalam mengakwnulasi tuntutan dan masalah Penempatan SDM dari instansi-instansi yang ada. (3 ). Masalah teknis yang dihadapi dalam penempatan SDM. (4). Masalah pergantian PP No. 84Th 2000 dengan PP No.8 Th 2003. 5. Nilai-nilai Pengambilan Keputusan diukur dengan indikator :
(1). Kekua.saan yang paling dominan
dan
menentukan
pengambilan
keputusan. (2). Keikutsertaan perwakilan Instansi-instansi terkait dalam Tim pembahas penempatan SDM dalam Struktur Organisasi. (3). Upaya penanganan perselisihan pendapat dalam pembahasan Tim. (6). Kesesuaian spesifikasi pendidikan serta Dik.latpim dengan penempatan personil Seperti telah disebutkan adanya berbagai keterbatasan, maka penulis tidak memasukkan variabellain, disamping pula alasan relevansi masalah yang akan dikaji.
49
BABID METODOLO{~I
A. Jenis Penelitian
Tipe atau jenis penelitian menurut tingkat eksplanasi disini adalah menggunakan penelitian deskriptif, yang dimaksudkan untuk pengukuran secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Peneliti dalam jenis penelitian ini mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 1989: 4). Sedangkan menurut Sugiyono, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabellain (Sugiyono, 2001: 6). Selain itu dikemukakan oleh Vredenbregt, bahwa tujuan utama dari penelitian deskriptif ialah melukiskan realitas sosial yang kompleks sedemikian rupa sehingga relevansi sosiologis/ antropologis tercapai (Vredenbregt, 1978: 34).
B. Fokus Penelitian Sebagaimana dikatakan Lexy J. Moleong, bahwa fokus itu pada dasarnya adalah masalah. Masalah dalam hal ini adalah keadaan yang "membingungkan akibat adanya kaitan dua atau lebih faktor. Faktor dalam hal ini dapat berupa konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya yang apabila ditempatkan secara berkaitan akan menimbulkan persoalan atau kesukaran (Moleong, 1999: 237). Mengacu pengertian tersebut, maka penulis menentukan fokus penelitian ini yaitu pada proses staffing atau penempatan SDM pada jabatan struktural dalam rangka penataan organisasi
50
perangk:at daerah di Kabupaten Gunungkidul yang dipengaruhi berbagai faktor-faktor yang ada dan dimungkinkan menentukan pengambilan keputusan kebijakan.
C. Lokasi dan Obyek Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan obyeknya yaitu pada Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gunungkidul. Mengenai informan yang dituju secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten Gunungkidul
I orang
2. Kepala Bagian Organisasi
1 orang
3. Kepala Bagian Kepegawaian
1 orang
4. Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi
1 orang
5. KetuaDPRD
1 orang
6. Pcrs (dari media massa cctak dan clcktronik)
2 orang
Jumlah
7 orang
D. Jenis Data yang Diperlukan
Setelah ditentukan beberapa variabel yang kemudian _dapat dikelompokkan dalam 3 variabel bebas dan satu variabel terikat, kemudian disusun data yang akan diperlukan, yaitu berdasar indikator-indikator dari variabe1 tersebut. Adapun jenis data yang diperlukan, sete1ah ditentukannya variabel dalam kerangk:a pemikiran penelitian di depan, dapat dirangk:um dalam Tabel 1 berikut ini.
51
Tabel 2. Jenis Data yang Diperlukan NO.
1.
VARIABEL Variabel Bebas Lingkungan Tugas (Khusus)
2.
Variabel Bebas : Lingkungan Sosial (Umum)
3.
Variabel Bebas: Karakteristik Masalah
DEFINISI Segala sesuatu yang ada di luar batas organisasi yang memiliki kekuatan spesifik dan relevan bagi proses pengambilan keputusan.
Segala sesuatu yang ada di luar batas organisasi yang mempengaruhi semua organisasi dalam masyarakat.
Kemudahan dan kesukaran yang dihadapi dalam Desain Organisasi dan Penempatan PNS dalam Jabatan
INDIKATOR 1. Keterikatan dengan lembaga legislatif (fungsi kontrol) dalam keputusan kebijakan. 2. Keikutsertaan konsultan/ akademisi/ peneliti dalam memberikan masukan informasi yang relevan. 1. Pendapat umum (publik opinion) tentang proses Penempatan SDM dalam struktur Organisasi. 2. Dukungan Pers (media massa cetak dan elektronik) terhadap proses penempatan SDM dalam struktur organisasi. 1. Ada tidaknya fungsi ganda (overlapping) dalam desain pekerjaan 2. Upaya mengakumulasi tuntutan dan masalah Penempatan SDM dari instansi-instansi yang ada. 3. Masalah teknis yang dihadapi dalam penempatan SDM.
VI
I'>J
4. Masalah pergantian PP No. 84Th 2000 dengan PP No. 8 Th 2003 ---------
-------
-------
SUMBERDATA Wawancara: Sekda, Kabag Organisasi, KetuaDPRD,
Wawancara: Kepala Kantor Inkom, KetuaDPRD, Pers.
Wawancara: Sekda, Kabag Organisasi, Kabag Kepegawaian, Kepala Kantor Inkom.
4.
Variabel Bebas : Nilai-nilai Pengambilan Keputusan
Pandangan normatif yang dianut dalam pengambilan keputusan penetapan Struktur Organisasi dan penempatan SDM
1. Kekuasaan yang paling dominan dan menentukan pengambilan keputusan. 2. Keikutsertaan perwakilan Instansiinstansi terkait dalam Tim pembahas penempatan SDM dalam Struktur Organisasi.
Wawancara: Sekda Kabag Organisasi Pers
3. Upaya penanganan perselisihan pendapat dalam pembahasan Tim 6.
Variabel Terikat : STAFFING
Penempatan PNS dalam sekelompokjenis dan tingkatan tugas yang dilimpahkan dalam Struktur Organisasi Perangkat Daerah yang terbentuk
1. Spesifikasi Jabatan Struktural 2. Ketersediaan SDM dalam Organisasi 3. Formasi PNS setelah Penataan Organisasi. 4. Peraturan yang menjadi dasar Penempatan PNS dalam Jabatan Struktural 5. Sistem ketja BAPERJAKAT.
6. Kesesuaian spesifikasi pendidikan serta Diklatpim dengan penempatan personil
Vl
w
Wawancara: Sekda, Kabag Organisasi, Kabag Kepegawaian, Dokumentasi : Perda terkait, SK terkait, Arsip kepegawaian,
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penelitian berupa: a. Observasi, dengan menggunakan pengamatan terhadap keadaan obyek yang
akan diamati untuk mendapat data sekunder b. Wawancara (deep interview), atau melakukan tanya jawab secara mendalam langsung kepada informan untuk mendapatkan data primer. c. Dokumentasi, menggunakan dukumen-dokwnen, peraturan-peraturan dan sebagainya untuk mendapatkan data sekunder.
F. Teknik Analisis Data Analisis data sebagaimana pendapat Sugiyono adalah proses mengorganisasikan
dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1999: 103). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis Model Analisis lnteraktif dari Miles dan Huberman. Ada 3 komponen analisis dalam model ini, yaitu: (1) Reduksi Data; (2) Penyajian Data; (3) Penarikan Kesimpulan. Ketiga komponen tersebut dilaksanakan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu siklus. Model tersebut digambarkan sebagaimana dalam Gambar 5.
54
....
Pengumpulan Data ~,
..
Reduksi Data
...
Penyaj ian Data ~~
A~
....
Penarikan Kesimpulan
...
.....
Gambar 4. Model InteraktifMiles dan Huberman Sumber : Miles dan Huberman (1992: 17)
Komponen ( 1) Reduksi Data, merupakan proses seleksi, penentuan, penyederhanaan dan abstraksi data. Proses ini berlangsung terus selama pelaksanaan penelitian. Kemudian pada komponen (2) Penyajian Data, sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data itu sendiri dapat berupa kalimat, contoh-contoh maupun tabel-tabel. Sedangk.an pada komponen (3) Penarikan Kesimpulan, sejak permulaan pengumpulan data dilakukan pencatatan peraturan, pola konfigurasi yang mungkin, pemyataanpemyataan, arahan sebab akibat untuk memahami arti dari hal-hal yang ditemui kemudian ditarik kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992: 17). Pengumpulan data bergerak diantara ketiga komponen yang sating berinteraksi sebagai proses siklus dengan mengikuti arah perkembangan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Keseluruhan proses penelitian tersebut dilakukan secara berulangkali untuk memperbaiki dan melengkapi data yang diperoleh sehingga analisisnya mantap.
55
Validitas data kualitatif diperiksa dengan teknik Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 1999: 178). Teknik triangulasi yang digunakan penulis ialah pemeriksaan melalui sumber lain, yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dengan teknik ini diharapkan pula ada pengembangan lebih lanjut dari data yang sudah didapatkan sebelumnya.
56
BABIV DESKRIPSI WILA YAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
A. Setting Wilayah
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km 2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Gunungkidul terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta (lbukota Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta). Jarak Wonosari sebagai lbukota Kabupaten Gunungkidul dengan Yogyakarta (lbukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
±
39 Ian. Letak geografis Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut :
Tabel 3. Letak Geografis Kabupaten Gunungkidul Letak Ujung Barat Timur Utara Selatan
Bu,iur/Lintang
Derajat Letak Geografis
Bujur Timur BujurTimur Lintang Sclatan Lintang Selatan
110°21' 100 °50, 7 ° 46, 8 ° 09,
Sumber: Rencana Strateg1s Daerah Tahun 2001-2005 Kabupaten Gunungkidul
Wilayah Kabupaten Gunungkidul selain berbatasan dengan kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga berbatasan dengan kabupatenkabupaten dari Propinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Batas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut :
57
Tabel 4. Batas Wilayah kabupaten Gunungkidul Berbatasan dengan
Bagian/ sebelah Barat Utara Timur Selatan
Kabupaten bantu) dan Kabupaten Sleman ( Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta ) Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo ( Propinsi Jawa Tengah) Kabupaten Wonogiri ( Propinsi Jawa Tengah) Samudera Hindia
Sumber: Rencana StrategJs Daerah Tahun 2001-2005 Kabupaten Gunungkidul
Secara administratif Juas Kabupaten Gunungkidu1 1.485,36 km 2
terdiri dari 18
kecamatan, 144 desa dan 1.431 dusun. Kemudian atas dasar topografi, jenis tanah, ketinggian wilayah dan keadaan hidrologi/sumber air, wilayah Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi tiga zone wilayah sebagai berikut :
a.
Zone Utara atau Zone Batur Agung, meliputi wilayah Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin dan Ponjong Utara. Bentuk: wilayahnya berbukit, bergunung dengan ketinggian 200 - 700 meter dari permukaan laut. Jenis tanah didominasi litosol dengan batuan induk vulkan dan sedimen tufa. Kisaran curah hujan per tahun 2000 - 2500 mm, memiliki sungai di atas tanah dan banyak ditemukan sumber air. Wilayah ini potensial untuk tanaman jangka panjang (tanaman perkebunan dan buah-buahan), tanaman semusim (padi, palawija) dan perikanan kolam serta pembibitan temak besar (sapi).
b.
Zone Tengah atau Zone Ledok Wonosari atau Cekungan Wonosari, meliputi wilayah Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong Tengah dan
58
Semanu Utara. Bentuk wilayah landai hingga bergelombang dengan ketinggian dari permukaan taut 150 - 200 meter. Jenis tanah didominasi oleh asosiasi mediteran merah dan merge! serta grumosol hitam dengan bahan induk batu kapur dan mergel. Kisaran curah hujan per tahun 1800 - 2000 mm, terdapat sungai permukaan, sumber air dan diduga terdapat sungai bawah tanah. Wilayah zone Tengah potensial untuk tanaman semusim (padi, palawija dan sayuran), tanaman dua tahunan seperti pisang, kolam ikan dan usaha temak penggemukan maupun pengembangan.
c.
Zone Selatan atau Zone Gunung Seribu, meliputi wilayah Kecamatan Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo, Semanu Selatan, dan Ponjong Selatan. Bentuk wilayah berbukit-bukit dengan ketinggaan dari permukaan laut 0 - 300 meter. Sedangk:an jenis tanah didominasi oleh tanah
komplek litosol dan mediteran merah dengan bahan induk batuan kapur merge!. Di zone ini ditemukan sungai-sungai di bawah tanah. Potensial untuk tanaman semusim (padi dan palawija), tanaman pisang, perikanan perairan umum (telaga dan perikanan tangk:ap serta untuk usaha menggunakan temak besar sapi, kambing).
Dari setting wilayah administratif dan topografi di atas memperlihatkan kondisi yang relatif tandus dengan luas wilayah yang terluas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan gambaran ini membawa penulis pada deskripsi berkaitan dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan sebagaimana tercantum di bawah ini.
59
B. Setting Sosial, Budaya, Ekonomi dan Pendidikan
1. Penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2000 sebanyak 743.282 jiwa dengan jwnlah rumah tangga 151.539. Prosentase jwnlah penduduk perempuan Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2000 lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki yaitu sebesar 51,04 % dan 48,96 % penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Gunungkidul
500 jiwalkm2• secara proporsional jwnlah
penduduk Kabupaten Gunungkidul mengalami penurunan, selain disebabkan keberhasilan KB, juga karena Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah pengirim migran/tenaga kerja ke daerah lain. Disamping hal-hal tersebut di atas, variabel penting yang turut mempengaruhi jwnlah dan komposisi penduduk adalah fertilitas (angka kelahiran), dimana untuk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2000 mencapai 1,7 per seribu, demikian juga variabel lain yang berpengaruh, yaitu angka kematian bayi (IMR) sebesar 26,06 per seribu kelahiran,
dan angka kematian ibu (MMR.) sebesar 540 per seratus ribu kelahiran. Sedang angka usia harapan hidup rata-rata penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2000 mencapai 69,58 tahun. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan angka harapan hidup rata-rata nasional yang hanya mencapai 65,13 tahun. Perincian angka harapan hidup di Kabupaten Gunungkidul untuk laki-laki sebesar 67,61 tahun dan wanita sebesar 71,54 tahun. Kabupaten Gunungkidul dilihat dari komposisi wnur, penduduk yang termasuk dalam kelompok bukan tenaga kerjalnon produktif (kurang dari 10 tahun atau lebih dari 65 tahun) sebanyak 195.265 jiwa atau 26,27%. Dengan demikian angka ketergantungan (dependency
ratio) sebesar 2, 7 yang berarti setiap satu orang produktif harus menanggung 2-3
60
orang termasuk: dirinya sendiri. Apabila dilihat dari prosentase tingkat pendidikan penduduk berumur 50 tahun ke atas ternyata didominasi oleh mereka yang tidak atau tamat SD yaitu sebanyak 77,36 %, kemudian SLTP sebanyak 14,11 % dan SLTA sebanyak 7,56% serta Perguruan Tinggi hanya 1,01 %. Income perkapita tahun 2000 sebesar Rp 1.171.666 (berdasarkan harga konstan 1993) dengan distribusi 40 % penduduk berpendapatan rendah menerima porsi sebsar 27,48% dari keseluruhan akumulasi pendapatan, yang berarti ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten Gunungkidul relatif rendah. Dengan adanya mobilitas yang tinggi dari penduduk, temyata mampu memberikan pemasukan uang
(remittance) sekitar Rp 4 - 6,5 milyar per tahun bagi Kabupaten Gunungkidul (data transfer dan wesel pos).
2. MaLa Pencaharian Penduduk Kabupaten Gunungkidul sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar 68,63%, sedangkan yang bekerja di sektor industri 10,83%, sektor perdagangan 9,13% dan sektor jasa 7,08%. Rendahnya pendapatan rumah tangga dari sektor pertanian menyebabkan sebagian besar penduduk Kabupaten Gunungkidul mempunyai pola nafk.ah ganda. Selain bertani, mereka juga bekerja di sektor lain seperti jasa dan perdagangan 9,13% dan sektor jasa dan pedagangan. Di sisi lain, mereka yang bekerja di luar sektor pertanian juga melakuk:an pekerjaan sampingan bertani. Penduduk: perempuan lebih dominan bekerja dibanding penduduk laki-laki dalam kegiatan sektor pertanian. Penduduk permpuan yang bekerja di sektor pertanian sebesar 78,26%, sedangkan penduduk laki-laki hanya 60,02%. Data Badan Statistik Pertanian Kabupaten
61
Gunungkidul (Gunungkidul dalam angka Tahun 1999) memperlihatkan bahwa sebagian besar penduduk Gunungkidul masih bekerja di sektor pertanian: - Rumah tangga Padi-Palawija
148.072
- Rumah tangga Hortikultura
36.764
- Rumah tangga Budidaya (Kayu-kayuan)
12.534
- Rumah tangga Pertanian
59.571
- Rumah tangga Perikanan
596
3. Tenaga Kerja yang ada belum terimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja. Dari 539.548 orang penduduk usia kerja/produktif ternyata yang bukan angkatan kerja sebanyak 315.544 orang (58,48 %) dan sisanya sebesar 224.004 orang (41,52 %) merupakan angkatan kerja. Dari 224.004 angkatan kerja tersebut yang sudah bekerja 219.959 orang (98,19 %) dan sisanya 4.054 orang (1,81 %) masih mencari pekerjaan. Darijumlah pencari kerja tersebut, sebagian besar adalah lulusan SMU (2.060 orang), kemudian berturut-turut lulusan SO sebanyak 882 orang, lulusan Perguruan Tinggi sebanyak 693 orang dan paling sedikit lulusan SLTP sebanyak 410 orang.
4. Kemiskinan merupakan isu utama dalam konteks pembangunan. Berdasarkan hasil survey BKKBN pada tahun 2000, wilayah kemiskinan terbesar terdapat di Kabupaten Gunungkidul sebesar 33 %. Dalam hal ini terdapat beberapa versi yang menunjukkan besaran penduduk/ kelauarga miskin di
Kabupaten
Gunungkidul. Menurut BPS (tahun 2000) jumlah penduduk miskin· mencapai mencapai 13,6 %, bank dunia (tahun 2000) menunjukkan 27,85 %, sementara data dari Dinas Sosial menunj ukkan proporsi KK miskin mencapai lebih dari 50 %
62
yaitu 57 %. Semua data tersebut di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Gunungkidu1 re1atif tinggi dengan sebaran merata pada semua kecamatan.
5. Urbanisasi yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul yang relatif tinggi tercermin dari angka mobilitas penduduk yang mencapai kurang lebih 3,657 jiwa/tahun dan
hal ini berkaitan erat dengan mata pencaharian penduduk yang sebagian besar
(75,29 %) hidup dari sektor pertanian lahan tadah hujan yang kurang mampu memberikan pemenuhan kebutuhan, sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya harus mencari tambahan nafkah ke luar daerah. Disamping memberikan
manfaat
terhadap
percepatan
pembangunan
dan
peningkatankesejahteraan masyarakat karena adanya aliran dana yang cukup besar (kurang lebih Rp 4-5,6 milyar/ tahun), temyata urbanisasi juga menimbulkan masalah yang cukup serius di bidang ketenagakerjaan karena sebagian besar penduduk yang tinggal adalah angkatan kerja yang tidak atau kurang produktif.
6. Potensi dan Kendala Budaya, beberapa diantaranya sebagai berikut: a.
Ciri sikap hidup masyarakat agraris tradisiona1 masih kuat, ha1 ini tidak mesti menjadi kendala pengembangan, namun dalam beberapa hal mengurangi tingkat motivasi untuk pengembangan.
b.
Perhatian pada pengembangan potensi budaya masih kurang, karena homogenitas budaya yang ada kurang bisa me1ihat keunikan atau kekhasan
63
budaya yang dijalani sebagai potensi yang dapat 'dijual' untuk event budaya dan pariwisata. Beberapa potensi itu adalah: Aset budaya fisik yang ada belum dimanfaatkan optimal, seperti situs sokoliman, munggur, Gunung Abang, Gedangan, Ngasinan, Ngawis, Singkar, Wareng, Candi Ngawis, Kepil, Plembutan, Bleberan, Beji dan rumah tradisional asli. Aset budaya non-fisik khas: gejog lesung, campur sari, shalawatan, reog, dan jathilan sebagian besar masih hidup di masyarakat, walaupun dalam kondisi statis.
7. Pertumbuhan ekonomi pertahun Kabupaten Gunungkidul pada periode 1998-2000 rata-rata sebesar 4,90%. Angka ini masih lebih k_ecil daripada pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY untuk tahun 1998-2000 sebesar 5,10%. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997-1998 juga berdampak pada pertumbhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar ekonomi negatif sebesar -22,58%, keuangan, persewaan dan jasa keuangan sebesar -14,135, jasa-jasa lainnya sebesar 13,415. Pada periode 19981999, pertumbuhan ekonomi mulai membaik, ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan positif sebesar 1,57%. Pada peri ode tersebut listrik, gas, dan air bersih menjadi leading sector. Pada periode 1999-2000 akhimya meningkat lagi dan seluruh sektor yang ada mengalami pertumbuhan sebesar 8,24%.
8. Pendidilcan sebagai sektor jasa, di Kabupaten Kabupaten Gunungkidul saat ini memiliki 615 sekolah (SD, SMP, SMU dan yang sederajat) yang tersebar di
64
seluruh wilayah Kabupaten Gunungkidul. Saat ini tercatat tidak kurang dari 104.340 pelajar di Kabupaten Gunungkidul dan 7.160 guru yang aktif dengan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan untuk perguruan tinggi di Kabupaten Gunungkidul baru ada satu yaitu Universitas Gunungkidul. Diketahui ada kekurangan guru sejumlah 1.505 tenaga guru, namun di sisi lain kelebihan guru mata pelajaran tertentu ada sebanyak 411 tenaga guru di seluruh wilayah Kabupaten Gunungkidul.
C. Setting Visi, Misi, Strategi dan Prioritas Pembangunan Daerah
1. Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Gunungkidul adalah : Terwujudnya Kabupaten Gunungkidul sebagai Daerah Pengembangan Pertanian, Industri Kecil dan Menegah serta Pariwisata yang berbudaya dengan didukukng Pemerintahan yang baik dan bersih serta sumber daya manusia yang berkualitas menuju kemandirian dan peningkatan tarafhidup masyarakat tahun 2005.
2. Misi Pembangunan Daerah Kabupaten Gunungkidul untuk mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Gunwtgkidul, disusun sebagai berikut : a. Pemantapan sistem kelembagaan Pemerintah Daerah serta peningkatan kemampu:m aparatur. b. Pemantapan sistem kelembagaan serta peningkatan kemampuan masyarakat. c. Peningkatan kehidupan demokrasi. d. Penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM). e. Peningkatan stabilitas pemerintahan dan keamanan.
65
f. Peningkatan iman dan takwa serta pelestarian budaya berdasarekan Ketuhanan Yang Maha Esa. g. Peningkatan kemampuan keuangan daerah. h. Penyediaan prasarana dasar yang memadai. 1.
Pengembangan sumber daya
pertani~
pariwisata, industri kecil dan
menengah, berbasis pada potensi 1oka1 dan berorientasi perdesaan.
J.
Penciptaan iklim yang kondusif untuk berkembangnya dunia usaha.
k. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui koperasi dan sistem ekonomi kerakyatan.
1. Peningkatan peranserta masyarakat. m. Peningk.atan kerjasama antar Daerah. n. Peningkatan kelestarian alam dan lingkungan hidup.
3. Sasaran Pembangunan sesuai dengan amanat GBHN dan berlandaskan pada hasil-hasil pembangunan yang cudah dicapai, serta menyadari terhadap kondisi, potensi,
permasal~
dan tantangan yang dihadapi dalam kurun waktu lima
tahun mendatang, masa sasaran pembangunan daerah adalah sebagai berikut: a. Terwujudnya Pemerintahan Daerah yang Baik dan Bersih. b. Tercapainya Pemulihan dan Ketahanan Ekonomi Daerah. c. Terbangunnya Kesejahteraan Rakyat dan Ketahanan Budaya. d. Terberdayakannya Masyarakat melalui Pengembangan Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan.
66
4. Strategi Pembangunan di Kabupaten Gunungkidul dibagi atas tiga kategori sebagai berikut:
1. Strategi Jangka Pendek : a. Mengentaskan kemiskinan; b. Menanggulangi Pengangguran dan menciptakan lapangan usaha; c. Menjamin kecukupan pangan baik dari segi kuantitas maupun kualitas; d. Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan lestari; e. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa.
II. Strategi Jangka Menengah : a. Membangun sektor-sektor ekonomi terutama yang berkaitan dengan ekonomi kerakyatan; b. Mengembangkan dan
meningkatkan sektor-sektor unggulan sumber
pertumbuhan; c. Meningkatkan kualitas SDM yang beriman dan bertakwa; d. Mengembangkan dan meningkatkan sektor-sektor unggulan sumber pertumbuhan; e. Meningkatkan kualitas SDM yang beriman dan bertakwa; f.
Mengembangkan IPTEK spesifik lokalita;
g. Pembinaan dan peningkatan produktivitas generasi muda;
III. Strategi Jangka Panjang : a. Membangun struktur ekonomi yang kuat; b. Menjadikan kecamatan-kecamatan sebagai pusat pertumbuhan; c. Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat; d. Melestarikan sumber daya alam dan pcningkatan kualitas lingkungan hid up.
67
5. Prioritas Pembangunan, berdasarkan visi dan misi pembangunan Kabupaten Gunungkidul, prioritas pembangunan untuk sektor-sektor unggulan dan andalan terdiri dari :
a. Sektor Pertanian dan Kehutanan, sektor ini dalam periode lima tahun terakhir (1996-2000) memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 35,62% pada tahun 1996 dan sebesar 37,33% pada tahun 2000 (atas dasar harga konstan 1993). Duan program utama sektor ini adalah program peningkatan ketahanan pangan dan program pengembangan agribisnis.
b. Sektor lndustri dan Pertambangan, sektor ini dalam periode 1996-2000 memberikan sumbangan cukup berarti dalam pembentukan PDRB Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 13,44% pada tahun 1996 dan sebesar 13,78% pada tahun 2000 (atas harga konstan 1993). Sektor industri program-programnya pada tahun 2001-2005 diarahkan pada pengembangan idustri kecil dan menengah termasuk pertambangan rakyat.
c. Sektor Pariwisata, meskipun pada periode tahun 1996-2000 sektor ini sumbangannya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Gunungkidul belum menunjukkan peranannya namun untuk masa lima tahun mendatang sektor ini merupakan harapan bagi Gunungkidul dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat.
68
Sektor pendukung untuk mewujudkan Visi Kabupaten Gunungkidul 2005 me1iputi: Pendidikan, Ketenagakerjaan, Jasa dan Perdagangan serta UKM, Lingkungan
hidup,
Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi,
Perumahan dan
Pemukiman.
D. Gambaran Umum Organisasi Perangkat Daerah dan Personil
Organisasi perangkat daerah adalah organisasil lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Kepala daerah dan membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan adanya pelimpahan kewenangan Otonomi Daerah, maka semula organisasi perangkat daerah yang berjumlah 33 organisasi perangkat daerah, saat ini bertambah sehingga menjadi 43 organisasi perangkat daerah. Adapun pembentukan organisasi perangkat daerah tersebut sebagian merupakan penggabungan fungsi dari instansi vertikal dan instansi di daerah (lembaga terlikuidasi) dan sebagian lagi merupakan lembaga baru yang dibentuk setelah adanya Otonomi Daerah. Sejumlah 43 organisasi perangkat daerah tersebut terdiri dari: 5 (lima) lembaga yang baru dibentuk atau merupakan pengembangan beberapa unit kerja, dan 37lembaga lama atau berasal dari instansi vertikal. Selain itu juga terdapat satu lembaga yang selama ini P3D (Peralatan Personil, Pembiayaan dan Dokumentasi) masih dikelola oleh pemerintah Pusat. Organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gunungkidul yang terbentuk tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini:
69
Tabel 5. Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14. 15.
Sebelum Otda Lembas=a
Sekretariat Daerah Sekretariat Dewan Itwilkab Bappeda Dipenda Dinas Naker Kandepnaker Kandeptrans Dinkes Kandepkes Dinas Peternakan Kantor PMD Kantor Cabang_ Dinsos DLLAJ DinasPU
16.
Cabang Dinas PU
17.
Kandepdikbud
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Cabang Dinas P&K Dinas Pertanian Dinas PKT Kandeperindag Kandepkop BKKBN Kandep Penerangan Kantor Sospol Kantor Mawil Hansip Kantor Capil
No.
1. 2. 3. 4.
Sesudab Otda Lembas=a
5.
Sekretariat Daerah Sekretariat Dewan Bawasda Bappeda Bakuda
6.
Dinas Nakertrans
1.
Dinkes
8.
10.
Dinas Peternakan Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Dinas Perhubungan
11.
DinasPU
12.
Dinas Pendidikan
13.
14.
Dinas Pertanian Dinas Kehutanan
15.
Dinas Perekonomian
16. 17. 18.
Dinas Kependudukan/KB Kantor Inkom
9.
Kantor Kesbanglinmas
22. 23. 24.
Kantor Kepend/Capil Kantor Pol. PP Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kantor Diklat Kantor Pasar Dinas Pariwisata
19. 20. 21.
29.
15 Kecamatan
25.
18 Kecamatan
30. 31. 32.
3 Perwakilan Kecamatan 3 Pembantu Bu_pati Kantor Pertanahan
26.
Dinas Pertanahan
33.
RSUD
27.
RSUD
Keterangan
Penggabungan dinas dengan instansi vertikal Penggabungan dinas dengan instansi vertikal Penggabungan dua kantor Penggabungan dinas dengan instansi vertikal Penggabungan dinas dengan instansi vertikal
Penggabungan dua instansi vertikal
Penggabungan dua kant or
Lembaga baru
Pembentukan tiga kecamatan baru Dihapus sesuai UU No. 22th 1999 Masih dikelola pemerintah Pusat, belum diserahkan ke daerah
Sumber : basil dokumentasi Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten GunungkiduJ.
70
Terkait dengan organisasi perangkat daerah yang merupakan "wadah" suatu kegiatan, maka yang merupakan "isi-nya" adalah personil/ PNS yang ada dalam organisasi tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut. Jumlah PNS tersebut apabila dilihat dari golongan ruang gaji adalah sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 6. Jumlah PNS Daerah pada 31 Desember 2002 No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14. 15. 16. 17.
Pangkat Pembina Utama Pembina Utama Madya Pembina Utama Muda Pembina Tingkat I Pembina Penata Tingkat I Penata Penata Muda Tingkat I PenataMuda Pengatur Tingkat I Pengatur Pengatur Muda Tingkat I Pengatur Muda Juru Tingkat I Juru Juru Muda Tingkat T Juru Muda Jumlah
Gol. Ruang Gaji TV/e IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c IIIIb Ill/a 11/d Illc Il/b Ilia lid lie T/b 1/a
Jumlah PNS
4 31 1.079 1.128 1.485 1.625 1.875 1.110 930 475 432 155 115 49
10.493
Sumber : Bagtan Kepegawaian Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003
Dari tabel tersebut di atas diketahui jumlah PNS yang paling besar adalah berpangkat Penata Muda golongan ITT/a sebanyak 1.875 orang, sedangkan jumlah terkecil adalah berpangkat Pembina Utama Madya golongan IV/c sebanyak 4 orang. Golongan gaji IV/c adalah golongan tertinggi, sedangkan terendah yaitu 1/b terdapat sejumlah 49 orang di Kabupaten Gunungkidul.
71
BABV
ANALISJS DATA
A. Variabel Terikat Staffing Pada variabel terikat Staffing, dengan mengacu 6 (enam) indikator dalam penelitian ini, didapatkan hasil dengan analisis sebagaimana berikut ini.
1. Spesifikasi Jabatan Struktural, merupakan hasil Analisis Jabatan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam seleksi dan penempatan pegawai. Informasi tersebut agar sesuai dengan perencanan SDM berarti memerlukan kejelasan mengenai 2 sudut pandang yakni: (1) kuantitas dan kualitas pegawai yang dibutuhkan, (2) menetapkan secara definitif kapan pegawai dibutuhkan. Pada kesempatan wawancara bersama Kepala Subbag Anjab dikatakan sebagai berikut: "Setelah organisasi terbentuk diuraikan Uraian Tugas lembaga tersebut. Kemudian dianalisis Persyaratan Jabatan (Kualifikasi Jabatan) sebagai alat ukur atau indikator diantaranya mencakup Pendidikan, Diktat Teknis Fungsional, Pengalaman Pekerjaan, Usia pemegang jabatan yang ideal, pendidikan penjenjangan. Setelah 1-2 tahun berjalannya Otda ada upaya membuat Kompetensi Jabatan yang dibuat secara transparan sebagai tindak lanjut dari kegiatan Analisis Jabatan. Di dalam Analisis Jabatan menginformasikan berbagai jabatan baik job discription atau rincian ketugasan, tangung jawab, hasil kerja, hubungan kerja, persyaratan kerja. Ttu salah satu yang dikembangkan dari persyaratan kerja. Hal ini, akan menciptakan keterbukaan dan fairness dalam pengangkatan jabatan struktural." Salah satu telaahan staf yang diterbitkan Bagiap. Organisasi Setda Kabupaten Gunungkidul berupa Kualifikasi Jabatan Struktural pada Peangkat Daerah . Kabupaten Gunungkidul, dimana di dalamnya termuat informasi mengenai: •
Nama Jabatan Struktural dengan eselonnya setiap Unit Kerja
•
Pangkat dan Golongan Minimal yang disyaratkan
72
•
Pendidikan Umum yang dimiliki
•
Pendidikan/Pelatihan (Diktat) Kepemimpinan yang pemah diikuti
•
Pendidikan!Pelatihan Teknis/Fungsional yang pemah diikuti.
Ditambahkan pula oleh Kasubbag Anjab, tentang kebijakan penentuan spesifikasi atau kualifikasi jabatan struktural sebagai berikut: "Spesifikasi pendidikan dan diklat teknis fungsional untuk jabatan eselon III ketat, karena mendasari fungsi organisasi yang ada, terutama dengan fungsi lini yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Sedang eselon II ditonjolkan kepemimpinannya. Eselon II tidak semata-mata berdasarkan pendidikan formalnya, tapi berdasarkan senioritas, pengabdian atau rintisanrintisan yang sudah dilakukan. Jadi ada semacam komitmen dari pemerintah daerah untuk tetap mengangkat orang-orang yang berbakti dan merintis sebuah organisasi perangkat daerah". Seperti dikemukakan di depan, kejelasan spesifikasi jabatan dilihat dari: ( 1) jumlah dan jenis serta tingkat kualitas
pegawai~
(2) penetapan secara definitif
kapan pegawai dibutuhkan. Dalam point pertama telah diterapkan dengan adanya deskripsi
jabatan
dan
kualifikasi
jabatan
di
Pemerintahan
Kabupaten
Gunungkidul. Sedangkan point kedua penetapan waktu belum dilakukan secara definitif. Pada aspek pendidikan umum/ formal minimal yang disyaratkan dalam spesifikasi/ kualifikasi jabatan untuk eselon IV hingga eselon II adalah tingkat sarjana atau S 1, sedangkan untuk jabatan struktural eselon V adalah minimal Diploma/ D3. Sebagaimana telah diungkapkan di depan bahwa jumlah jabatan eselon V ada sebanyak 13 jabatan (sebesar 2,13% dari jabatan yang ada) yang kesemuanya ada pada instansi RSUD. Berbeda pendapat seperti yang dikemukan oleh Kepala TU Kantor Inkom dalam hal penerapan spesifikasilkualifikasi jabatan struktural, sebagai berikut:
73
· "Jujur saja meskipun telah ditetapkan, banyak yang merasa kurang pas. Contohnya begini, yang lebih tinggi saja ada kok yang diangkat diberi kesempatan yang dibawahnya. Mengapa kalau dengan golongan TTT/d ada kok yang diangkat 111/c. pernah terjadi pimpinannya golongannya lebih rendah dari stafnya, yaitu di Dinas PU Pak Karlan kan sudah golongan IV/b sedangkan atasannya Pak Syamsudin kan masih golongan IV/a. mwigkin Baperjakat mempunyai pertimbangan lain." Dengan demikian dasar berpijak penempatan PNS dalam jabatan struktural, faktor pendidikan tormalnya maupun Daftar Urut Kepangkatan (DUK) tidak secara mutlak sebagai faktor penentu utama.
2. Ketersediaan SDM dalam Organisasi, pada pembahasan staffing ini merupakan ketersedaiaan pegawai untuk keperluan rekrutmen internal. Dalam wawancara dengan Kasubbag Analisis Jabatan dikatakan bahwa pada prinsipnya organisasi yang ada mampu dipenuhi SDM yang ada di Gunungkidul. Dalam wawancaranya lebih lanjut adalah demikian : "Ketersediaan SDM di Gunungkidul sudah memenuhi organisasi yang· ada. Mungkin ada sedikit kesulitan untuk mencari orang yang relevan khususnya untuk fungsi Lini, yakni Kasubdin dan sebagainya, karena ada persyaratan teknis yang harus dipenuhi. Salah satu contoh seorang Kasubdin di Dinas Kehutanan dan Kepala Dinas Pendidikan, sulit untuk mencari orang-orang di Kabupaten Gunungkidul. Pada prinsipnya peluang ke sana dapat dikatakan sedikit." Namun demikian dengan rekrutmen internal akan lebih efisien dibandingkan dengan rekrutmen secara eksternal. Sedangkan jumlah PNS di Kabupaten Gunungkidul dilihat dari latar belakang pendidikan, berdasar data yang tercantum dalam Rencana Strategis Daerah Tahun 2001-2005 Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, sebagian besar PNS berpendidikan SLTA (58,21 %) dan yang berpendidikan Sl/S2 masih sedikit (19,57 %). Dari seluruh PNS yang berjumlah 10.493 orang yang terdiri dari 3.541 pegawai diluar Jabatan Fungsional, 6.419
74
Jabatan Fungsional/staf/guru, dan 533 tenaga medis/paramedis, prosentase ketersediaan SDM yang berpendidikan S 1 re1atif masih sedikit atau kurang. Data tersebut akan bertambah dengan apabila para pegawai yang izin belajar maupun tugas belajar telah menamatkan pendidikan formalnya. Adapun data pegawai yang tugas belajar maupun yang izin belajar sebagai berikut: (l).PNS yang sedang Tugas Belajar tahun 2002-2003 a. D I tahun 2002
2 orang
b. D IT tahun 2002
3 orang
D TIT tahun 2002
12 orang
d. D 111 tahun 2003
29 orang
e. S 1 tahun 2002
14 orang
f
21 orang
c.
S 2 tahun 2002
(2). PNS yang Tzin Bel ajar tahun 2002-2003 a. D ITT
: 126 orang
b. S 1
: 521 orang
c. S 2
: 51 orang
PNS yang sedang tugas belajar tahun 2002-2003 sebanyak 81 orang, dan izin belajar sebanyak 698 orang, sehingga ada 779 atau 7,42 % PNS yang sedang menempuh pendidikan lebih lanjut. Sebagaimana diketahui jumlah seluruh PNS di Kabupaten Gunungkidul adalah sebesar 10.493 orang, sedangkan pejabat struktural yang ada sebanyak 610 orang atau sebesar 5,81 % dari jumlah seluruh PNS. Dilihat dari prosentase PNS yang berpendidikan S1 sebesar 19,57% dari seluruh PNS, maka dapat dikatakan ketersediaan SDM sesuai spesifikasi jabatan struktural, yang berpendidikan S 1 untuk menduduki jabatan struktural sebenarnya cukup tersedia. Akan tetapi
75
apabila dilihat dari kesesuaian bidang atau jurusan dari tingkat kesarjanaannya relatif perlu kecermatan sendiri. Di sisi pandang yang lain, dcngan kualifikasi PNS yang bcrpendidikan S 1 sebesar
19,57
%
di
Kabupaten
Gunungkidul,
menggambarkan tingkat kemampuan dan
secara
tidak
langsung
keahlian yang menjadi dasar
profesionalisme aparatjuga relatifterbatas.
3. Formasi PNS Setelah Penataan Organisasi, ada perubahan yang cukup besar. Jumlah PNS sebelum Otonomi Daerah adalah sebanyak 3.153 orang, setelah mendapat pelimpahan dari instansi vertikal berjumlah 10.493 orang (data sampai dengan 31 Desember 2002). Denganjumlah yang bertambah relatifbesar tersebut berakibat
pada permasalahan penyusunan formasi
pegawai yang harus
disesuaikan dengan struktur organisasi yang juga berubah. Mengenai daftar kebutuhan PNS Daerah menurut Jabatan pada keadaan sampai September 2003 adalah sebagai berikut: •
Jumlah PNS yang ada sampai dengan 31 Desember 2002, yang terdiri: Jumlah pegawai diluar fungsional
3.541 orang
Jabatan fungsionaVstaf/guru
6.419 orang
Medis/paramedis Jumlah seluruhnya •
: 10.493 orang
Jumlah kebutuhan pegawai (total jabatan struktural dan jumlah staf yang sudah dianjab)
•
533 orang
Jumlah kekurangan pegawai tahun anggaran 2003
1. 791 pegawai 47 pegawai
Jumlah PNS tersebut apabila dilihat dari golongan ruang gaji adalah sebagaimana telah tersaji pada tabel 6 di depan (pada bah IV). Dari tabel itu diketahui jumlah
76
PNS yang paling besar adalah berpangkat Penata Muda golongan III/a sebanyak
1.875 orang, sedangkan jumlah terkecil adalah berpangkat Pembina Utama Madya golongan IV/c sebanyak 4 orang. Golongan IV/c adalah yang tertinggi, sedangkan golongan ruang gaji terendah adalah 1/b sejumlah 49 orang PNS. Sedangkan jumlah pegawai yang pensiun dan meninggal dunia serta pegawai yang telah mencapai Batas Usia Pensiun (BUP) adalah sebagai berikut:
Tabel7. Daftar Pegawai yang Pension dan Meninggal Donia Tahon Anggaran 2002 serta yang mencapai Batas Usia Pension (BlJP) Tahon Anggaran 2003 GoI Roang Gaji
Pension
-1-
-2-
-3-
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1-----8. 9. 10. 11. 12.
IV/e IV/d IV/c IV/b TV/a ----TTT/d liVe llllb TIT/a 11/d 11/c 11/b lila 1/d 1/c 1/b 1/a
No.
·-·.
·-· .
13.
14. 15. 16. 17. JUMLAH
-
(2+3+4)
-4-
-5-
-------- --------84 - -r-------- ----------···--·5 -
--·-----------
5 8 7 3 3 1 12 3
1 1 1
-
131
Jomlah
Meninggal Donia
1
-
Jomlah
BUP (Jan-Des 2003)
-6-
-
-
---·---- - - - - - - - - --------
-
84 5 6 9 8 3 4
150
---------
5--
8 7 3 3
-
1
1
12
1
4
12 3
-
-
-
136
192
5
-
-
Sumber : Ba81an Kepegawa1an Sekretanat Daerah Kabupaten Gunungk1dul
Dari tabel tersebut diketahui bahwa yang memasuki usia pensiun paling banyak adalah golongan IV/a yakni sebanyak 84 pada tahun anggaran 2002 dan pada tahun anggaran 2003 sebanyak 150 orang.
77
4.
Peraturan yang Menjadi Dasar Penempatan PNS dalam Jabatan Struktural, seperti telah diungkapkan di depan oleh hadari Nawawi, bahwa rekrutmen internal dipengaruhi oleh : (1) ketentuan formal dan informal, baik dari segi kuantitas maupun kualitas SDM; (2) dipengaruhi oleh metode yang dipergunakan; (3) dipengaruhi metode dan kewenangan yang ada. Demikian halnya dalam
staffing ketiganya dalam observasi penulis menunjukkan pengaruhnya. Selama ini dijalank.an di pemerintah daerah yakni : PP No. 100 Tahun 2000 jo PP No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Ada tiga aspek persyaratan di dalam peraturan tersebut yakni ( 1). Persyaratan Wajib berupa a. Berstatus PNS b. Serendah-rendahnya menduduki I (satu) tingkat di bawahjenjang pengkat yang ditentukan. c. Semua unsur penilaian DP3 sekurang-kurangnya bemilai baik dalam 2 tahun terakhir. d. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan (kompetensi: kemampuan
dan karakteristik yang dimiliki PNS berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya). e. Sehat jasmani dan rohani f.
PNS yang akan atau telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut.
(2). Persyaratan .Y!!!!& Perlu Diperhatikan :
78
a. Faktor senioritas dalam kepangkatan. b. Faktor usia c. Faktor pendidikan dan pelatihanjabatan d. Pengalaman yang dimiliki
(3). Persyaratan Pangkat dan Golongan: Persyaratan Pangkat dan Golongan sesuai dengan PP No. 100 Tahun 2000 jo PP No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural adalah sebagaimana dalam tabel berikut.
Tabel 8. Persyaratan Pangkat Golongan dalam Jabatan Struktural - - - ----·
No.
1.
2. 3. 4.
~ 6. 7. 8. 9.
-
-·-
--
----
----
---
-·
-
--
-
..
--·---- --
Jenjan2 Pan2kat, Golon2an1Ruan2 Eselon Terendah Tertinggi Pan2kat Goi/Ruan2 Pan2kat Goi/Ruan2 Ia Pembina Utama Madya IV/e IV/d - Pembina-Utama lb Pembina Utama Muda lV/c Pembina Utama lV/e II a Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama Madya IV/d IIb Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama Muda IV/c TTl a Pembina Pembina Tingkat I IV/b TV/a illb Penata Tingkat I III/d Pembina IV/a - PenataTingkat IVa Penata !We IWd IWc IVb Penata Muda Tingkat I III/b Penata Va , Penata Muda Penata Muda Tingkat I IIIIa 111/b
Sumber: Lamptran PP Nomor 13 tahun 2002
Dengan ketiga aspek persyaratan tersebut di atas, dalam pengangkatan jabatan struktural harus pula memenuhi Kriteria Unsur Utama dan Unsur Penunjang sebagai berikut :
(4). Unsur Utama berupa: a. Kemampuan Manajerial, yaitu pcndekatan kuantitatif terhadap sub unsur ini dilaksanakan dengan memperhatikan jabatan/ jumlah jabatan eselon
79
yang sama dan eselon satu tingkat di bawahnya yang pemah diduduki oleh cal on yang diusulkan. b. Pendidikan, yakni tingkat pendidikan formal yang dimiliki calon pejabat sangat erat hubungannya dengan daya nalar dan kemampuan analisis kebijakan di bidangnya, sehingga pendekatan keuantitatif didasarkan atas tingkat pendidikan dan kesesuaian dengan bidang tugas. c. Pengalaman,
yaitu
banyaknya
pengalaman
seseoarang
dalam
melaksanakan tugas dan fungsi jabatan, memiliki signifikansi terhadap kemampuan dan wawasannya, maka pendekatan kuantitatif dilaksanakan dengan memperhatikan lamanya jabatan yang diduduki. d. Kemampuan Teknis, yakni dalam melaksanakan tugas jabatan pada dasamya
dipengaruhi
oleh
pengetahuan
melaksanakan tugas jabtan tersebut,
yang
diperoleh
selama
dan semakin banyak menduduki
jabatan yang relevan diasumsikan memiliki nilai yang tinggi. e. Kcpangkatan, pendekatan kuantitatif sub unsur ini dilaksanakan dengan mengacu persyaratan pangkat untuk menduduki jabatan struktural, sehingga calon yang memiliki kepangkatan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki diasumsikan dengan nilai tertinggi. f
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Struktural, pendekatan terhadap calon pejabat struktural dilaksanakan dengan mengacu pada persyaratan dalam pengangkatan jabatan struktural.
g. Pendidikan dan Pelatihan Teknis/Fungsional, merupakan salah satu jalur bagi PNS dalam menambah wawasan teknis pekerjaannya, sehingga
80
pendekatan kuantitatif didasarkan atas banyak/kurangnya keikutsertaan caJon pejabat dalam mengikuti Diklat Teknis/Fungsional dan relevansi dengan jabatan yang akan diduduki. (5). Unsur Penunjang meliputi: a. Integritas, yaitu gambaran dari komitmen yang bersangkutan terhadap tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan, yang meliputi pengakuan/ penghargaan, rekomendasi/ pertimbangan Pimpinan, catatan-catatan khusus dari aparat pengawas fungsional serta pemah dijatuhi hukuman disiplin berat. Pendekatan kuantitatif diberikan sesuai urutan faktor integritas tersebut dimana faktor rekomendasi memiliki nilai tertingi, sedangkan hukuman disiplin berat mempunyai nilai terkecil. b. Status Caton Pejabat, pendekatan kuantitatif didasarkan bahwa jabatan struktural merupakan jabatan karier yang diduduki oleh PNS, sehingga penilaian diberikan apakah status calon sesuai dengan jabatan struktural yang akan diduduki. Dalam hal ini Anggota TNl/POLRl yang telah beralih status menjadi PNS memiliki nilai lebih tinggi daripada yang sedang dalam proses pengalihan menjadi PNS. c. Senioritas, sub unsur ini dinilai dengan membandingkan pangkat dan usia para calon yang diajukan untuk satu jabatan, dimana tingkat senioritas dalam pangkat dan usia diberikan nilai lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai pangkat dan usia lebih rendah. d. Kesehatan, penilaian sub unsur ini didasarkan atas basil pemeriksaan kesehatan Tim Dokter Penguji.
81
Adanya PP terkait dalam staffing tersebut dapat digambarkan adanya keterbukaan dalam intormasi persyaratan penempatan PNS dalam jabatan struktural.
5. Sistem Kerja Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), diatur dalam Kepmendagri Nomor 156 Tahun 1995 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT)
di jajaran
Departemen Dalam Negeri. Baperjakat adalah Badan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam hal : (1 ). pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon IT ke bawah~ (2). kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural; menunjukkan prestasi luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; dan (3 ). memberi pertimbangan batas usia pensiun PNS yang menduduki Jabatan Struktural eselon II.
Telah dibahas di depan bahwa Susunan Baperjakat tersebut diatur dengan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, yakni Pasal15 dan 16 yang menyebutkan susunan keanggotaan Baperjakat terdiri
d.ari : seorang Ketua merangkap anggota; paling banyak 6 (enam) orang anggota; dan seorang sekretaris. Ketua Baperjakat adalah Sekda dengan para anggota para Pejabat Eselon III, dan Sekretaris secara fungsional dijabat oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian. Selain itu masa keanggotaan
82
Baperjakat paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk keanggotaan berikutnya. Pembentukan Baperjakat di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan SK Bupati Nomor 163/KPTS/2001 sebagaimana susunannya terdapat pada Tabel 12 di depan. Baperjakat dibentuk, ditetapkan dan diberhentikan oleh Kepala daerah. Dalam peny{;)enggaraan sidang, Kepala Daerah mempunyai titik veto yang menentukan yang tersurat dalam SK Bupati tersebut, sebagaimana dicantumkan dalam pasal 5 sebagai berikut: (1).
Baperjakat bersidang berdasarkan undangan Ketua.
(2).
Apabila seorang anggota Baperjakat karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka tidak dapat mewakilkan.
(3).
Sidang Baperjakat adalah sah, apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Anggota,dan Sekretaris.
(4).
Setiap Sidang Baperjakat wajib dibuat Berita Acara dan ditandatangani oleh Ketua, Anggota, dan Sekretaris.
(5).
Apabila karena sesuatu hal sidang Baperjakat tidak memperoleh kesepakatan, maka Ketua segera melaporkan kepada K.epala Daerah.
Dalam peraturan tersebut diterangkan bahwa pejabat yang paling berhak menentukan PNS dalam jabatan struktural adalah Kepala Daerah, namun demikian dalam realisasinya penentuan jabatan eselon Ill, IV dan V ada di tangan Baperjakat. Dalam hal ini ada arab kemiripan sifat promosi jabatan yang menggunakan saluran referrals (rekomendasi pegawai). Hal ini karena anggota
83
Baperjakat juga berasal dari pegawai instansi terkait. Sehingga dimungkinkan akan timbul kecenderungan nepotisme, melembagakan status quo, rekomendasi tidak berdasar kompetensi, menimbulkan klik-klik dimana beberapa orang dapat tersingkir dari kelompok informal. Dengan kata lain sistem proseduml yang formal dalam staffing itu sendiri yang menimbulkan kecenderungan kemiripan dengan sifat rekrutmen yang menggunakan saluran referrals.
6. Kesesuaian Spesifikasi Pendidikan formal serta Diklatpim yang dimilikilpernah
diikuti dengan Penempatan Personil, menjadi masalah yang selama ini dianggap dilematis dalam birokrasi. Antara harapan yang ideal dengan realisasinya kadangkala jauh berbeda. Pada hakekatnya seleksi dan penempatan pegawai menurut
Bemadin
dan
Russel,
adalah:
( 1)
menetapkan
keputusan
menerimalmenolak pegawai, atas dasar tingkat urgensi berdasar kemampuan pegawai yang diprediksi relevan dengan jabatan yang
diduduki~
(2) menetapkan
keputusan menempatkan pegawai dalam jabatan. Dalam point pertama di atas, relevansi jabatan dan kemampuan pegawai tersebut, dimaksudkan pegawai yang bersangkutan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. Apabila hal tersebut tidak relevan maka dimungkinkan berakibat sebaliknya. Sehingga seleksi sebenamya dapat merupakan proses mendapatkan dan menilai ifo yang tepat dan benar tentang calon pegawai yang akan menempati jabatan tertentu. Dalam pengamatan penulis terhadap data sekunder yang dikumpulkan, kemudian dibuat
matrix antara spesifikasi/ kualifikasi jabatan yang dilihat pada latar belakang pendidikan formal dan jurusannya dengan penerapan yang sebenamya didapat data yang terakumulasi sebagai berikut:
84
Tabel 9. Ketidaksesuaian Penempatan Personil dalam Jabatan Struktural (Keadaan April 2003) Prosentase Pendidikan Formal dari Jabatan Tidak Tidak Jumlah yang ada sesuai sesuai (%) Jenjane: Jurusan 17 7 3 4 36 4 2 2
lnstansi
No. 1. 2.
SetdaKabGk Setwan
3. 4. 5. 6. 7.
Bawasda Bappeda Bakuda Dinas Nakertrans Dinas Kesehatan
8.
8 3 8 7 9
6 56 14 18 4 1 I 45 9 61 11 4------·-· --------· - - - - - - -12 3 46
RSUD
10
-
10
56
9. 10.
Dinas Petemakan Dinas Sobennas
2 7
3 2
5 9
23 39
11.
Dinas Perhubungan
6
3
9
43
12.
Dinas Pariwisata
3
1
4
22
13.
DinasPU
4
2
6
26
14.
Dinas Pendidikan
6
15.
Cab D Pendidikan
5
-
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Dinas Pertanian Dinas Kehutanan Dinas Perekonomian Dinas Kepend I KB Kantor Diktat Kantor Inkom Kantor Capi1 Kantor Pol PP Kantor Kesbanglinmas
7 6 9 1
-
-
KantorPKPU Kantor Pedal Kantor P Pasar
-
-
--------- -----
-
----------------·---------- --------------- ----
Kec. Kec. Kec. Kec.
Karangmojo Ponjong T_CI!_us Playen
2 1 1 4 1 2 4 6 4 3
8
2 ------
---
--·---
-
--
29 --- ------------
5
27
-
7
3 2 3
11 4 ------·
24 32 50 _ _ 27
1
-
-
-
9 ~-
-
-
3 1 1 4
50 20 25 67
-
1 ----3 1 -- ----4 6 4 3 -
--
Keterangan
Kosong: 1 eselon llb
·Kosong: 3 ese1on IVa Kosong: 1 eselon IVb
Kosong: 1 eselon IVa Kosong: 2 esclon IVa Kosong: 2 eselon Ilia Kosong: 2 eselon rna Kosong: IVa 1- eselon --- ---------Kosong: 1 eselon IVa
20 60 50 75 50 38
I
Kosong: 2 ese1on IVa
85
32. 33. 34.
Kec. Tanjungsari Kec. Semin Kec. Ngawen
35. 36. 37. 38. 39. 40.
Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec.
Paliyan Semanu Wonosari Gedangsari Saptosari
41. 42. 43. 44. 45.
Kec. Kec. Kec. Kec. Kec.
Rongkop Panggang Girisubo Pwwosari Patuk
4 4 4
-
-
- -----·. Ngl_ip~------ 1-----5__ ----4 4 1 2 3
4 4 4
-
5 4 4 1 3 3
···--·------
-
1
-
3 1 1 1 1 2 1 2 2 176 48 terdiri terdiri eselon: eselon: JUMLAH II II: 2 III: 8 III: 11 IV: 159 IV: 35 V: V: 9 Sumber : Hasil observasi dan dokumentasi penelitian
-
4 2 3 3 2 -- ·-·- -- · -
50 50 50 ..
Kosong: 1 ese1on TVa
63 ------------------50 50
13 38 38
--
Kosong: 1 eselon IVa
50 25 38 38 25 -----
--
224
Dari data tersebut di atas diketahui sebagai berikut : ada sebanyak 224 personil atau 36,72 % dari seluruh jabatan struktural yang penempatannya tidak sesuai spesifikasil kualifikasi Jabatan Struktural, khususnya dalam pendidikan formalnya. Jumlah tersebut terdiri dari 176 orang atau 28,85 % dari seluruh jabatan struktural yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikan (sebanyak 8 orang dari eselon ill; 159 eselon IV; dan 9 dari eselon V), dan 48 orang atau 7,87% dari seluruh jabatan struktural yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikannya (sebanyak 2 orang dari eselon II; 11 eselon III; dan 35 dari eselon IV). Data tersebut masih ditambah adanya jabatan struktural yang kosong, yaitu
ada sebanyak 18 jabatan terdiri dari I eselon ll; 4 eselon Ill; dan 13 eselon.
86
Formasi yang kosong disebabkan antara lain karena pejabat lama sudah pensiun dan mutasi. Melihat tabel atau matrik di atas instansi yang ketidaksesuaian penempatan Pejabat Struktural paling besar ada pada instansi Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) dengan jumlah 14 personil yang terdiri dari 8 orang yang tidak sesuai dengan kualifikasi tingkat atau jenjang pendidikan formalnya dan 6 orang yang tidak sesuai dengan penj urusan pendidikan formalnya. Sedangkan prosentase ketidaksesuaian terbesar antara angka tersebut dengan jumlah jabatan yang tersedia di dalam instansi ada pada Kecamatan Ponjong, yaitu sebesar 75 % dari jabatan struktural yang ada. Kemudian instansi yang paling sesuai dalam penempatan pejabat struktural dalam hal jenjang maupun penjurusan pendidikan formalnya adalah yang ada di Kantor Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), dengan prosentase sebesar 0 %. Dari data yang terakumulasi sebagaimana terangkum di atas, ketidaksesuaian dalam hal tingkat atau jenjang pendidikan formal PNS, lebih lanjut penulis meninjau dari pendekatan lain, yakni melihat aspek masa kerja dan usia pejabat struktural tersebut. Penulis memberikan kriteria usia di atas 45 tahun bagi PNS terrnasuk kategori 'senior dalam usia'. Hal ini mengingat asumsi hila seorang PNS sewaktu diangkat menjadi PNS antara usia 18 hingga 35 tahun. Sedangkan batas usia pensiun pada usia 56 tahun. Dan usia 45 tahun adalah merupakan titik tengah PNS yang berangkat menjadi pegawai usia 35 tahun hingga. mencapai batas usia pensiun nantinya. Adapun hasil yang didapatkan dapat digambarkan sebagaimana tertera dalam tabel berikut di bawah ini.
87
TabellO. Pejabat Struktural yang tidak sesuai syarat Jenjang Pendidikan (dilihat dari Usia) ---.------------------
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
------
Usia - ------- ------ ---· lnstansi Jumlah Hingga Lebih 45 tahun 45 tahun Setda Kabupaten Gk 1 3 4 Setwan 2 2 Bawasda 2 6 8 Bappeda_ _____________________ ----·-· ----------- -------------3 3 . -- --·- .. ------Bakuda 8 8 Dinas Nakertrans 1 6 7 Dinas Kesehatan 1 8 9 RSUD 8 2 10 Dinas Petemakan 2 2 ---------- --- ---------- -Dinas Sobennas 7 7 Dinas Perhubm1gan 1 5 6 Dinas Pariwisata 1 2 3 DinasPU 4 4 Dinas Pendidikan 2 4 6 Cab D Pendidikan 1 4 5 Dinas Pertanian 7 7 Dinas Kehutanan 6 6 Dinas Perekonomian 9 9 --------- -----------Dinas Kepend I KB 1 1 Kantor Diktat Kantor Inkom I I 2 1 Kantor Capil 1 Kantor Pol PP 1 1 Kantor Kesbanglirunas 2 2 4 Kantor P KPU I Kantor Pedal 1 2 2 Kantor P Pasar 58 4 53 Kecamatan 176 25 151 JUMLAH .. --
-·
-
·-
-
---
-
-
-
-
Sumber : Hasil observasi dan dokumentast peneltttan
Dari data tersebut di atas diketahui ada sebanyak 25 orang pejabat struktural yang berusia di bawah 45 tahun yang tidak memenuhi syarat penjenjangan pendidikan formal scbagaimana disyaratkan dalam spcsifikasi jabatan. Scdangkan 151 orang pejabat struktural lainnya tidak sesuai dengan jenjang pendidikan formal, akan tetapi senioritas usia menjadi satu pertimbangan dengan usianya di atas 45 tahun.
88
Pada instansi Setda Kabupaten Gunungkidul, satu orang yang tidak yang tidak sesuai jenjang pendidikannya adalah berasal dari limpahan instansi vertikal dengan latar pendidikannya setingkat 03. Pertimbangan dalam jabatan adalah tidak pada pendidikan formal, namun lebih pada pengalaman jabatannya dalam bidang ketatausahaan pada instansi asalnya. Pada instansi Bawasda terdapat dua pejabat struktural dengan pendidikan sekolah menengah kcjuruan berusia dibawah 45 tahun, yang sebenamya menduduki jabatan yang memerlukan kualifikasi S-1. Pada Dinas-dinas, ditemukan 6 orang yang tidak sesuai jenjang pendidikannya dan tidak pula tennasuk senior dalam usia dan kepangkatan. Sedangkan di Cabang Dinas seorang pejabat struktural eselon IVa berusia 37 tahun namun telah mencapai kepangkatan hingga 111/d atau memiliki senioritas kepangkatan. Pada lembaga lain yakni Kantor, terdapat satu pejabat struktural yakni Kasi Peliputan dalam Kantor Inkom, yang berasal dari instansi vertikal yang terlikuidasi (Deppen), walaupun dari faktor usia, pendidikan dan kepangkatan bukan termasuk senior atau kurang memenuhi, namun pengalaman dan kemampuannya dipandang relevan dalam jabatan tersebut. Sedangkan pada Kantor lain, yaitu Kantor Kesbanglinmas terdapat dua pejabat struktural berusia dibawah 45 tahun dan tidak sesuai spesifikasi pendidikan pada jabatan tersebut. Keduanya merupakan PNS Pusat yang bekerja di daerah. Pada RSUD terdapat 8 pejabat struktural yang tidak sesuai kualifikasi jenjang pendidikan baik tingkat D3 untuk eselon Vb dan S 1 untuk eselon IVa. Faktor senioritas usia dan kepangkatan tidak didapatkan pcnulis dalam data sekunder.
89
Instansi lain yaitu Kecamatan, didapatkan empat pejabat struktural yang tidak memenuhi kualitikasi jenjang pendidikan dan berusia dibawah 45 tahun atau belum termasuk senior dalam usia. Seorang diantaranya adalah Sekcam yang merupakan pegawai limpahan dari instansi pusat. Sedangkan tiga pejabat struktural eselon IVa lain yang ada di kecamatan adalah Kasi Kesos di Kecamatan Tanjungsari, Kasi PMD dan Kasi Tramtib Kecamatan Nglipar. Dari ketiganya tidak ditemukan oleh penulis faktor kesesuaian senioritas kepangkatan, usia dan pendidikan formalnya. Dari aspek kualifikasi pendidikan formal dan senioritas usia, diketemukan adanya ketidaksesuaian antara kualitikasi yang diharapkan dengan penerapan didalam praktek secara nyata. Ada sebagian terjawab dengan memperhatikan faktor lain yang dapat menentukan seorang PNS dapat diangkat atau ditempatkan dalam jabatan struktural, tetapi ada aspek lain yang tidak terjawab, yang mendasari seorang PNS lain diangkat atau ditempatkan dalam jabatan struktural. Dari tinjauan yuridis formal dalam persyaratan minimal seorang PNS untuk dapat diangkat atau ditempatkan dalam jabatan struktural, memang terkandung aspek-aspek yang tidak dapat terukur secara mudah dan transparan, seperti dalam unsur-unsur penilaian oleh 'atasan langsung' seorang PNS yang tertuang dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Seperti juga terkandung dalam UU No. 43 Th 1999, Pasal 17 ayat (2) sebagai berikut : "(2) Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, danjenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau goIongan." Kemudian dalam penjelasannya disebutkan:
90
"Ayat (2). Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerja sama dan dapat di percaya." Dalam hal ini peran 'atasan langsung' dalam mempromosikan seorang PNS dalam jabatan struktural sangat menentukan disamping data kepegawaian dan Baperjakat. Mengingat adanya persyaratan minimal yang terabaikan dalam prioritas penca1onan pejabat struktura1, maka dimungkin unsur peni1aian lain yang cukup berperan yakni usulan dari 'atasan langsung' yang mengetahui secara lebih rinci kompetensi sebenamya seorang PNS di luar aspek pendidikan formalnya. Ketidaksesuaian tersebut dari persyaratan yuridis formal yang ditetapkan, berdasarkan pendapat Hadari Nawawi, termasuk suatu kategori 'Rekrutmen Berdasarkan Prioritas' dan 'Rekrutmen dengan Penjatahan', dimana kelompok tertentu diprioritaskan atau dilakukan penjatahan untuk kelompok tertentu. Berkaitan adanya kelompok, telah diungkapkan oleh Sadler adanya 3 elemen dasar da1am organisasi, yaitu 1. Struktur
2. Sistem dan prosedur 3. Nilai-nilai dan budaya Terkait dengan struktur itu sendiri, Kast mengungkapkan adanya 'struktur informal' disamping 'struktur formal'. Struktur informal berkaitan dengan interaksi informal antara peserta dalam organisasi itu dan berkaitan erat dengan psiko-sosial. Nampak ketidaksesuaian penempatan pejabat dengan spesifikasi jabatannya adalah berkaitan dengan adanya hubungan informal yang berkembang dalam di antara sistem dan prosedur yang formal. Pada unsur budaya seperti dikemukakan Harrison,
dengan ketidaksesuaian penempatan pejabat itu
91
mencerminkan adanya Budaya Kekuasaan (Power Culture) berlaku lebih di atas Budaya Prestasi (Achievement Culture) dan Budaya Peran (Role Culture). Sedangkan dari konsepsi Anderson yang mengetengahkan perilaku pembuat keputusan, menurut penulis perihal penempatan pejabat yang tidak sesuai spesifikasi jabatan itu menggambarkan pula Nilai-nilai Kebijaksanaan atau juga Nilai-nilai Pribadi berlaku juga disamping adanya Nilai-nilai Politik, Nilainilai Ideologis dan Nilai-nilai Organisasi. Dari sisi lain penulis juga untuk perlu melihat aspek yang sebenarnya merupakan suatu upaya kaderisasi kepemimpinan di masa yang akan datang, yakni dengan adanya Diklatpim yang telah direncana, dilaksanakan dan dievaluasi. Kaderisasi ini merupakan sautu rekrutmen internal yang dilakukan dalam bentuk kegiatan 'Rencana Suksesi'. Kegiatan Rencana Suksesi seperti dalam penjelasan di depan difokuskan pada usaha mempersiapkan pegawai untuk mengisi posisi-posisi eksekutif. Dan program strategis bagi organisasi ini, pada umumnya diselenggarakan secara informal. Sehingga dalam hal staffing ini, pejabat yang belum mengikuti Diklatpim secara informal dan formal dapat saja diangkat dalam jabatan struktural. Dengan demikian diklat bukan merupakan syarat untuk dapat menduduki jabatan struktural. Dalam konteks statling ini Hadari Nawawi mengatakan bahwa dalam pelaksanaan rekrutmen internal dipengaruhi oleh : (l) ketentuan formal dan informal; (2) metodenya; (3) prosedumya. Sedangkan untuk data pejabat yang telah mengikuti Diklatpim sebagai dapat dikemukakan di bawah ini.
92
Tabelll. Rekapitulasi Lulusan Diklatpim Belum Sudab Pejabat yang Menempati Menempati belum Diklat No. Instansi Jabatan Jabatan m IV II m IV II m IV II m IV II I 4S 27 4 73 11 4 I2 Setda Kabupaten Gk 1. I 7 2 I 8 2 I Setwan 2. 4 I8 6 I 22 6 I Bawasda 3. -·- f-2 s I6 3 I 23 3 Bappeda I 4. I I6 s 29 I s 13 I S. Bakuda 3 I 11 4 I 4 I 11 Dinas Nakertrans 6. I I 4 17 23 2 2 DinasPU 7. 2 I I IO 4 IO 4 Pariwisata Dinas 8. 6 IS 6 I 2S 8 I 9. Dinas Sobermas -2 9 11 7 I 20 7 I IO. Dinas Perhubungan 2 IS s 3I - I s I4 I II. Dinas Peternakan 16 6 I I6 6 I 12. Dinas Kesehatan IO 1S s 1 2S 6 I Perekonomian Dinas 13. -- - - ---·-- ·- ----6 1 22 6 30 8 14. Dinas Pertanian 2 I6 - - - ~--- 6 6 I 22 7 1 IS. Dinas Kehutanan 2 7 38 3 1 47 3 1 16. Dinas Pendidikan I - - -71 ---2I ----·-- -----·-· -----4 - -------22 ----- - 4 17. Dinas Ke_pend I KB I 2 3 2 s 2 18. Kantor Diklat 6 .. ----- ----- - - s I1 --- ---- - 1-- ---I9. Kantor ~~~pangli~~ ---- I -----------4 I 4 I 20. Kantor Capil 2 4 1 6 21. Kantor P Pasar -- - . - ------ ---------- ------ - - - --------------·· --------- ------- I I s I 6 I 22. Kantor Inkom 2 -4 ----I ----I 6 - - - ----23. Kantor Pedal 4 2 I I ~ 24. KantorPKPU 11 I4 I I 2S. RSUD -2-8 3 I 11 I 26. Kantor Pol PP I 8 6 I I4 I 27. Kec. Wonosari --- --- ----- -- ----------- ----- ·-- --·-· ----- - - s 6 I 11 I 28. Kec. Semanu 9 6 1 IS 1 29. Kec. Ponjong -----· ----- -------- ------ -------1 6 I s 11 I 30. Kec. Karangmojo 4 6 ---- ----- ----1 ---10 - - ----I 31. Kec. Semin 6 s I 11 I 32. Kec. Ngawen s 6 I 11 I 33. Kec. Paliyan ----- - - - '----------2 6 I Panggang Kec. 8 I 34. 6 -- -- ·----- ---- --- -- -----3--- . --- - .. -- ----- ---I ----9 3S. Kec. Sa_ptQ_~ri_________ ---- 1 ·- -3 7 10 36. Kec. Purwosari 1 6 I 7 I -------37. Kec. TIU]l!J:lg~---- ____ ----- ------------ --- ··----- ----·-6 I 1 6 38. Kec. Rongkop 6 -- -------- ----- r -4- - - - - ----IO ---------- 1 I 39. Kec. Nglipar -1 4 7 11 40. Kec. Gedangsari 1 s ----- ---- -6- I2 ---- I ---I 41. Kec. Patuk s 6 I 11 42. Kec. Tepus I 6 1 6 12 I 43. Kec. Playen ---2 7 9 44. Kec. Girisubo 26 9 4 16 117 694 16 110 436 Jumlab 239 ----------39 239 562 817 Jumlah Total Sumbcr : Bagum Kcpcgaw&an Sckrctariat Dacrah Kabupatcn Gunuogkidul Jumlab Lulusan Diklat
-
~-----
93
Data pejabat yang belum mengikuti Diklatpim sejumlah 39 pejabat, atau sebesar 6,4 % dari pejabat struktura1 yang ada. Sedangkan pegawai yang sudah mengikuti Diklatpim tetapi belum menduduki jabatan ada sejumlah 239 pegawai atau sebesar 39,2 % dari jumlah jabatan struktural yang ada, dan 2,3 % dari jumlah seluruh PNS di Kabupaten Gunungkidul. Dengan adanya PNS sejum1ah 224 orang atau sebesar 36,72 % dari se1uruh jumlah jabatan struktural yang ada, yang pencmpatan dalam jabatan struktural tidak sesuai dengan spesifikasilkualifikasi pendidikan formal, serta 39 pejabat struktural (6,4 % dari jumlah pejabat) yang belum mengikuti Diklatpim merupakan indikator Dik1atpim bukan menjadi syarat tetapi kewajiban yang harus dipenuhi bagi pejabat struktural. Dalam hal ini terindikasi adanya tingkatan pengetahuan pegawat yang diangkat dalam jabatan struktural adalah relatif rendah, sehingga menurut Sondang P. Siagian, rendahnya KASOCs (Knowledge, Skill, Abillity, Other
characteristic) tersebut akan berakibat rcndahnya produktivitas kerja dan mutu pelayanan kepada masyarakat, serta akab berakibat timbulnya berbagai patologi birokrasi.
B. Variabel Bebas Lingkungan Togas Dalam pembahasan variabel Lingkungan yang mempengaruhi staffing, penulis mempergunakan pemisahan antara Lingkungan Tugas atau Lingkungan Khusus dan Lingkungan Sosial atau Lingkungan Umum. Variabel Lingkungan Tugas (Khusus), sedangkan indikator-indikator yang terangkum di dalamnya, yakni:
94
1. Keterkaitan dengan Lembaga Legis/atif da/am Keputusan Kebijakan, dalam hal ini penulis telah melakukan wawancara dengan anggota komisi A DPRD Kabupaten GunungkiduJ, sebagai berikut: "Keterlibatan ini sejak penyusunan keJembagaan, hanya masaJah penempatan personil itu dalam batas-batas tertentu bisa dilibatkan, yaitu eselon I dan II. Sedangkan eseJon ill dan IV (unsur peJaksana) tidak terlalu terlibat. DPRD lebih terlibat unsur penentu kebijaksanaan di Sekretaris Daerah dan KepaJakepala Dinas." Berkenaan dengan proses pengangkatan/ pcnempatan PNS dalam jabatan struktural di Pemerintah Daerah Kabupaten GunungkiduJ, juga dikatakannya sebagai berikut: "Penempatan PNS saya kira sekitar 60 % sampai 75 % ideal, tuntutan komisi A itu penempatan PNS itu mestinya sesuai dengan Jatar beJakang pendidikan. Tetapi sekarang masih kita lihat, yang Jatar beJakang pendidikannya di bidang Pendidikan dan Pengajaran, penempatannya bukan di bidang Pendidikan dan Pengajaran. Contoh konkrit KepaJa Dinas Pariwisata itu Jatar beJakang pendidikannya bidang Pendidikan dan Pengajaran, ada lagi PNS Jatar beJakang pendidikannya bidang Pariwisata tetapi ditempatkan di SatpoJ PP, kan tidak cocok. Ada juga yang JuJusan SPG bekerja di Setda jadi protokol, ya nggak naik pangkat." Sebagai stakeholder Pemerintah Daerah, DPRD sebagai lembaga legislatif atau merupakan fungsi kontroJ jaJannya pemerintahan di daerah, berpengaruh terhadap keputusan tentang staffing. Sebagai bentuk perwujudannya disebutkan oJeh anggota Komisi A DPRD demikian: "Cara mengatasinya dari komisi A mengundang Kepala Bagian Kepegawaian dan KepaJa Bagian Organisasidan kita bicarakan bersama-sama mengenai sensus pegawai .... Pengisian Jowongan eseJon, kita tetap berdasarkan prestasi, dedikasi dan Jatar belakang pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh daJam penempatan PNS daJam jabatan struktural. Kita tidak meJihat apakah eks vertikal atau bukan. Tetapi kalau ada unsur 'kedekatan', like and dislike, apalagi sudah menyangkut partai lebih-lebih tidak benar, itu tdak kita harapkan."
95
Lembaga legislatif dan fungsinya sebagai badan pengawasan di daerah sangat tinggi kewenangannya. Ditegaskan juga oleh Kepala Kantor Inkom demikian: "Sebagai contoh pengembangan struktur organisasi di Sekretariat ada perubahan yang diusulkan dari Bagian Kepegawaian diusulkan menjadi Badan Kepegawaian Daerah ditolak, sehingga demikian menunjukkan bahwa dewan di hi dang pengawasan sangat tinggi kedudukannya." Dengan penolakan pembentukan suatu organisasi, secara vlangsung juga tidak menghendaki adanya formasi jabatan struktural maupun fungsional yang seharusnya ada dalam organisasi tersebut. Dapat dikatakan disini bahwa kesatuan titik pandang an tara legislatif dan eksekutif mempengaruhi kebijakan penempatan PNS dalam jabatan struktural. Kemudian masih dalam pembahasan variabel bebas yang pertama, Faktor Penentu Lingkungan Tugas, penulis mengetengahkan indikator lain sebagaimana berikut ini.
2. Keikutsertaan Konsultanl Akademisil Peneliti dalam Memberikan Masukan
Injormasi yang Relevan, terkait dengan hal ini penulis telah mewawancarai Kepala Sub Bagian Analisis Jabatan sebagai berikut: "Untuk keikutsertaan konsultan, akademisi, peneliti untuk memberikan masukan informasi khususnya pengisian jabatan sampai saat ini belum ada. Kita ~dak memakai konsultan tetapi melalui studi banding di daerah lain yang lebih maju. Tetapi untuk penyusunan sebuah organisasi pemerintah, ada kerjasama dengan YUDP (Yogyakarta Urban Development Project) sebuah lembaga independent konsultan manajemen, seperti keterlibatan dalam penyusunan pada UPTSA (Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap)." YUDP (Yogyakarta Urban Development Project) saat ini telah memberikan program sebagai masukan bagi proyek pembangunan Kabupaten Gunungkidul,
96
yaitu diantaranya Aglomerasi Perkotaan Wonosari (APW) pada tahun anggaran 2002 sampai dengan tahun anggaran 2006. Proyek juga memanfaatkan dokumendokumen perencanaan yang telah dihasilkan yakni Poldas (Pola Dasar) dan Propeda (Program Pembangunan Daerah). Di dalam menyiapkan kegiatannya, proyek juga membentuk tim pengarah, tim teknis dan tim kerja di daerah. Tim yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten tersebut terdiri dari berbagai macam dinas dan lembaga yang terkait dengan sektor-sektor yang disusun. Tim bertugas untuk memformulasikan dan memprioritaskan paket-paket investasi dari berbagai sektor terkait dengan penengembangan perkotaan. Salah satu paket yang dihasilkan adalah Paket Investasi Pengembangan Manajemen Perkotaan jangka menengah. Beberapa aspek terangkum di dalam paket tersebut antara lain Peningkatan Kemampuan Organisasi dan Personil serta Pengembangan SDM, yang kemudian terbagi lagi menjadi : a. Penataan Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul b. Penataan Personil dan Pegawai Pemerintah Daerah Gunungkidul. c. Pengembangan Sistem Informasi Kepegawaian. d. Pengembangan Program Diktat. e. Pengembangan Organisasi Pemerintah Desa f.
Penguatan Kapasitas Lembaga Legislatif.
Juga dikatakan terkait dengan penyusunan lembaga pada tahun 2004 berkenaan dengan adanya PP Nomor 8 Tahun 2003, juga telah dicoba dijajagi apakah apakah dimungkinkan adanya kerjasama dengan Partnership Government Reform serta kerjasama dengan LAN dan Menpan sendiri. Disamping itu
kerjasama lain adalah dengan Fakultas Psikologi UGM dalam pelaksanaan Fit
97
and Propper Test, suatu uji kompetensi untuk penempatan eselon ill ke atas, dimana hasil kelulusan test yang dilaksanakan tersebut digunakan untuk salah satu persyaratan penempatanjabatan struktural. Seperti telah dikemukakan di depan, stakeholder dapat diartikan secara positif (mendukung) dan negatif (menghambat) dalam mempengaruhi prestasi organisasi. Oleh karena itu manajemen harus pula mempertahankan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang mungkin bertentangan dalam kebijakan staffing, seperti kondisi lingkungan tugas ini. Kedua indikator lingkungan tugas tersebut di atas berdasarkan observasi dan wawancara menunjukkan adanya hubungan pengaruh antara lingkungan tugas dengan variabel staffing yang cukup berarti khususnya pada kebijakan secara luas atau makro, sedangkan secara teknis penempatan PNS dalam jabatan struktural khususnya eselon IV ke bawah menjadi kewenangan penuh eksekutif
C. Variabel Bebas Lingkungan Sosial (Umum)
Variabel Lingkungan Sosial (Umum), dengan indikator pertama dari variabel ini: 1. Pendapat Umum tentang Proses Penempatan SDM dalam Jabatan Struktural,
dan sehubungan dengan hal tersebut oleh Kasubbag Anjab dikatakan demikian: '"Masyarakat di Gunungkidul selama ini tidak ada keluhan mengenai penempatan jabatan PNS yang 'awur-awuran'. Penempatan jaba.tan di Kabupaten Gunungkidul dapat diterima oleh masyarakat." Hal ini pula disebutkan oleh anggota Komisi A DPRD sebagai berikut:
"Complain soal penempatan atau pengangkatan jabatan struktural di Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul belum ada sampai sekarang, apalagi dari masyarakat belum ada."
98
Suatu hal yang perlu dikatakan di sini, pendapat umum tentang penataan organisasi dan penataan personil di dalam instansi pemerintah oleh masyarakat tampak tidak ada keluhan atau complain. Hal ini mengingat budaya yang berkembang di dalam masyarakat yang terkenal "guyub rukun". Beberapa potensi dan kendala dalam hal budaya tersebut adalah sebagai berikut: •
Ciri sikap hidup masyarakat agraris tradisional masih kuat, hal ini tidak mesti menjadi kendala pengembangan, namun dalam beberapa hal mengurangi tingkat motivasi untuk pengembangan.
•
"Budaya
Prestasi"
menampakkan
dalam
eksistensinya,
kehidupan
masyarakat
mengingat
pula
masih
dari
data
kurang yang
menunjukkan kualitas SDM yang rendah. Data dari YUDP dalam hal ini ditunjukkan dengan rendahnya pendidikan angkatan kerja (38% SO tamat/tidak
tamat~
13 % perkerja bahkan tidak pemah bersekolah).
Sementara itu SDM yang berkualitas cenderung bermigrasi keluar kabupaten sebagai pe-boro yang tangguh dan ulet di sektor blue collar. Terkait dengan adanya pendapat umum atau berpengaruh da.lam membawa ke arah tersebut, peran Pers sangat berarti dalam membawakan wacana publik ini, hal ini merupakan indikator kedua.
2. Dukungan Pers terhadap Proses Penempatan SDM dalam Struktur Organisasi,
sebagaimana dalam wawancara penulis bersama wartawan media cetak Kedaulatan Rakyat di Kantor Perwakilannya di Gunungkidul berikut ini:
99
"Pers hubungannya signifikan untuk pengembangan lebih lanjut tentang lembaga dan jabatan. Tidak ada pendeskriditan dari penempatan jabatan. Belum pernah ada." Lebih lanj ut berkenaan dengan peran Pers, lembaga atau instansi pemerintah yang secara langsung berhubungan dengan pers yaitu Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gunungkidul, penulis dalam suatu kesempatan mendapat informasi tentang adanya upaya semacam 'pengendalian' dari pemerintah daerah bcrkcnaan dcngan wacana publik mclalui media Pcrs ini. Scbagaimana dikatakan oleh Kepala TU Kantor Inkom ( eks anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul) demikian: "Sementara pembinaan pers setelah otonomi ini menjadi beban Kantor Inkom, dan kita bersyukur meskipun ini kecil, sudah ada semacam kontribusi kepada media cetak dan elektronik, jadi tegasnya sudah dituangkan dalam APBD. Ini salah satu bentuk pembinaan pemerintah terhadap Pers daerah, dalam arti yang kami lakukan kepada wartawan maupun reporter yang melakukan peliputan di Gunungkidul ini kami koordinasikan .... Kami sebagai lembaga yang mempunyai tugas untuk menyuarakan suara pemerintah." Secara lebih khusus dalam kaitannya dengan penempatan PNS dalam jabatan struktural, juga dikemukakan oleh Kepala TU Kantor Inkom demikian: " ... untuk media dalam hal ini pers memang sering memberikan sorotan yang akhimya bisa dipertimbangkan untuk kebijakan Baperjakat. Contoh konkritnya begini, kalau pengangkatan jabatan struktural biasanya tersebar isu dahulu kemudian wartawan menulis, meskipun tidak langsung biasanya kan prediksinya seperti ini. Mungkin isu yang tadinya A bisa berganti B." Suatu isu tentang penempatan jabatan struktural juga berhubungan erat dengan perubahan struktur organisasinya. Dalam pembenahan dengan adanya PP Nomor 84 Tahun 2000, dikatakanjuga: "Peran pers ini hanya semacam dorongan agar dipercepat, tetapi keterlibatan unsur Pers karena kurang memahami PP Nomor 84 Tahun 2000, sehingga tulisannya hanya banyak mendorong supaya segera diberlakukan."
100
Ditambahkan juga sehubungan dengan pemyataan tersebut oleh Kepala Kantor Tnformasi dan Komunikasi Kabupaten Gunungkidul dengan mengatakan: "Pers sebagai lembaga kontrol masyarakat dimana dia mempunyai tugas ganda baik sebagai social control maupun menambah semangat pembangunan kemudian juga memperluas jangkauan informasi kepada masyarakat tentang apa, siapa Kabupaten Gunungkidul apa yang dikerjakan dan sebagainya." Dengan demikian pers sebagai stakeholders pemerintah daerah, dalam penataan kelembagan dan penempatan PNS dalam jabatan struktural tidak berperan secara langsung, namun dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah. Bahkan ada semacam upaya kontrol terhadap pers terkait dalam berbagai kebijakan pemerintah daerah. Sebagaimana dikemukakan pada Bab 2, bahwa Lingk:ungan Tugas dan Lingkungan Sosial memberikan informasi dalam proses persepsi dan kognitif manajerial, sehingga mempengaruhi hasil keputusan proses manajerial, termasuk di dalamnya keputusan tentang Staffing. Sedangkan dari hasil observasi dan wawancara, menunjukkan lemahnya hubungan Lingkungan Sosial dalam mempengaruhi keputusan Staffing.
D. Variabel Bebas Karakteristik Masalah
Pada variabel yang ketiga, yakni Karakteristik Masalah, di dalarnnya penulis menguraikannya dengan tiga indikator dalam kerangka penataan kelembagaan dan
Staffing, sebagaimana diuraikan penulis di bawah ini.
1. Ada atau Tidaknya Overlapping dalam Desain Pekerjaan, dalam konteks penempatan PNS dalam jabatan struktural, serta efektifitas dan efisiensi juga
lOl
ditentukan oleh kejelasan tugas pokok dan fungsinya tiap-tiap unit kerja. Sehingga organisasi perangkat daerah akan efektif dan etisien, sa1ah satunya apabila tidak terdapatnya tumpang tindih antara satu tugas dan fungsi dengan tugas dan fungsi yang lainnya, baik intern instansi maupun antar instansi pemerintah. Dalam kerangka teori di depan, diungkapkan bahwa persyaratan penting yang harus dipenuhi da1am se1eksi dan penempatan pegawai yaitu sa1ah satunya informasi hasil Analisis Jabatan berupa deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standard prestasi, yang semuanya seharusnya ada dalam tiap jabatan yang terbentuk. Namun demikian dalam pembenahan struktur organisasi dengan penyusunan tugas pokok dan fungsi berkenaan adanya PP Nomor 84 Tahun 2000, masih dij umpai beberapa overlapping tugas pokok dan fungsi dari unit-unit kerja. Berikut ini dikatakan Kepala Bagian Kelembagaan sebagai berikut: "Kita baru mengevaluasi empat belas (14) instansi yang dianggap bermasalah, dan dari hasil evaluasi kelembagaan memang ditemui adanya lima (5) k1asitikasi." Dari hasil Evaluasi Kelembagaan yang telah dilakukan sejak bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2003 ditemui permasalahan pada lembaga atau instansi sebagaimana dalam tabel berikut ini. Terdapat empat belas instansi yang merupakan suatu instansi yang dini1ai pa1ing bermasa1ah da1am eva1uasi kelembagaan diantara instansi
lainnya.
Sedangkan perincian dari
hasil
pelaksanrupt evaluasi kelembagaan dengan beberapa temuan-temuannya, penulis menyajika.IU\Y~
sebagaimana dalam tabel berikut di bawah ini.
102
Tabel. 12 Ringkasan Basil Evaluasi Kelembagaan __ .!~rnbag!_ ______ . _ Bagian Perlengkapan Setda Bagian Umum Setda
No. 1.
------·--
2.
3.
Bagian Perekonomian dan Pengembangan Setda
4.
Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
5.
Kantor Polisi Pamong Praja
6.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
7.
Dinas Perekonomian
I I 8.
Dinas Pendidikan
9.
Dinas Petemakan
I
Temuan · · - - - - - - - - - - - - · -------Adanya ketugasan yang overlapping antara Bagian Umum dan Bagian Perlengkapam Setda Kabupaten Gunungkidul. Ketugasan yang tidakjelas pada Sub Bagian Tata Usaha Bagian Umum Kurang tepatnya rumusan tugas dan fungsi bagian serta Sub Bagian, yaitu bukan sebagai pelaksana teknis tapi sebagai perumus kebijakan Overlapping fungsi pelayanan perizinan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dengan Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Adanya fungsi strategis yang belum tercakup dalam Tupoksi yaitu dalam pelaksanaan tasilitasi: • Hubungan antar lembaga kemasyarakatan; • Kerukunan hidup antar umat beragama; • Pembinaan Hansip dan SAR; • Pelayanan perizinan penelitian masalah sosial, politik dan keagamaan. Adanya ketugasan yang belum dapt dilaksanakan yaitu penaggulangan bencana kebakaran, sedangkan sarana dan prasarana pemadam kebakaran masih ada di Dinas Pekerjaan Umum. Adanya kekurangan fungsi Polisi Pamong Praja yang belum disebutkan yaitu dalam: • Pelaksanaan dan pembinaan teknis operasional Penyidik PNS • Koordinasi penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban umum akibat permasalahan sosial. Adanya rumusan yang kurang tepat pada ketugasan Bagian Tata Usaha Adanya ketugasan yang overlapping antara Sub Dinas Ketenagakerjaan dengan Sub Dinas Penyuluhan. Uraian tugas Sub Dinas Pasar perlu dihapus sehubungan dengan terbentuknya Kantor Pengelolaan Pasar Uraian tugas Sub Dinas Pertambangan belum mencakup bidang energi Ketidakjelasan uraian tugas Sub Dinas Perdagangan dan tidak berfokus pada barang pokok dan kebutuhan penting lainnya. Adanya rumusan yang kurang tepat pada ketugasan Bagian Tata Usaha Adanya rumusan yang kurang tepat pada ketugasan Cabang Dinas Pendidikan Adanya Overlapping pada Bagian Tata Usaha dengan masing-masing Sub Dinas pada ketugasan pelayanan Kurang lengkapnya ketugasan Seksi Reproduksi ·dan Perbibitan pada Sub Dinas Produksi Kurang lengkapnya ketugasan seksi-seksi pada Sub Dinas Kesehatan Hewan. Kuranglengkapnya ketugasan Seksi-seksi pada Sub Dinas Usaha Tani
------
.
103
10.
Dinas Pertanian tanaman Pangan dan Perikanan
Adanya ketugasan yang overlapping pada Bagian Tata Usaha dengan masing-masing Sub Dinas pada ketugasan ~~l!y~an -·---·· - ---- -- -· -----. --- . ------ ------------Nomenklatur yang tidak sesuai dengan ketugasan pada Sub Dinas Produksi tanaman Pangan dan Hortikultura dengan Seksi Pengembangan Alat Mesin Pertanian Sub Dinas Usaha Tani. Nomenklatur yang tidak rei evan dengan ketugasan seksi Pengkajian Iklim dan tataguna laban dan Air pada kata 'pengkajian iklim'. Pengkajian iklim merupakan tugas lembaga/ institusi khusus. Dinas pertanian hanya sebatas memantau dan menganalisis basil kajian iklim. Kurangjelasnya fungsi Sub Dinas Perlindungan dan Tugas Seksi Pengendalian Pestisida dan Mutu Hasil pada pembinaan penggunaan pestisida. Adanya ketugasan yang overlapping antara fungsi Sub Dinas Perlindungan serta ketugasan Seksi Pengendalian Pestisida dan Mutu Hasil Sub Dinas Perlindungan dengan Tupoksi Sub Dinas Usaha Tani dan tugas Seksi Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Sub Dinas Usaha Tani. 11. Dinas Kehutanan dan Adanya ketugasan yang overlapping pada Bagian Tata Perkebunan Usaha dengan masing-masing Sub Dinas pada ketugasan memberikan pelayanan Ketidakjelasan antara tupoksi Sub Dinas Perencanaan dengan Sub Dinas-Sub Dinas lain Kckurangan fungsi pcnyusunan rancangan tcknis pada Sub Dinas Perencanaan Ketidakjelasan tupoksi antara Sub Dinas Pengembangan Usaha dengan Sub Dinas Perencanaan. Ketugasan yang tidak relevan pada kata pengolahan basil hutan dan perkebunan yang seharusnya pembinaan pengolahan basil hutan dan perkebunan, pada Seksi Pengolahan Hasil Hutan. 12. Dinas Perhubungan Adanya kekurangjelasan fungsi Sub Dinas Prasarana dan Sarana menyangkut Perbengkelan, yaitu bukan pada pembinaan perbengkelan tetapi seharusnya pelayanan izin perbengkelan kendaraan. 13. Dinas Sosial dan Penjabaran fungsi Sub Dinas Perencanaan dan Pemberdayaan masyarakat Pengembangan kurang mencerminkan perencanaan dan pengembangan Dinas secara keseluruhan Overlapping tugas Sub Bagian dan Seksi Perencanaan dan Evaluasi yang sama-sama mempunyai tugas merencanakan kegiatan Dinas Overlapping tugas Bagian tata Usaha dengan Sub Dinas Perencanaan dan Pengembangan yang sama-sama mempunyai tugas menyususn rencana kegiatan. Overlapping seksi Bina Sosial dengan Seksi Kesejahteraan Soaial pada Sub Dinas Sosial yang sama-sama m~mbina penyandang permasalahan sosial 14. Kecamatan Adanya Overlapping serta tidak adanya koordinasi ma~-.runanturan yang jelas mengatur hubungan ketugasan instansi di tingkat kabupaten dengan kecamatan, sehingga masingmasing berjalan sendiri melaksanakan tugas dan fungsinya. Sumber: Bagtan Orgarusas1 Sekretanat Daerah Kabupaten Gunungkidul, Ekspose Evaluas1 Kelembagan Tahun Anggaran 2003
104
Secara wnum temuan basil evaluasi kelembagaan disampaikan sebagai berikut: ( 1). Adanya tum pang tindih/ overlapping ketugasan; (2).Adanya nomenklatur yang tidak sesuai dengan ketugasan; (3 ). Penyempurnaan atau penambahan ketugasan; (4). Restrukturisasi; (5). Adanya ketugasan yang belum dapat dilaksanakan. Selain evaluasi secara resmi (secara tersurat/ tertulis) berkenaan dengan Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing dalam unit kerja maupun antar unit kerja dan instansi, penulis juga telah memawancarai narasumber yang menyebutkan adanya overlapping lainnya dalam realisasinya. Seperti contoh yang dikemukakan oleh
anggota Komisi A DPRD Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut: "Selama ini masih kita lihat adanya instansi yang berfungsi ganda. Hanya kita punya 'roso rumongso', kalau secara drastis mau memotong itu juga tidak enak. Sekarang yang sudah busa dihilangkan overlap yang terjadi di satu instansi. Contoh konkrit, misal di satu dinas, kadang Subdin menganggarkan listrik sendiri-sendiri, menganggarkan pengecatan tembok sendiri-sendiri, itu kan overlap, mestinya kan di Sub Bagian Tata Usaha, bukannya masingmasing Subdin menganggarkan sendiri." Hal tersebut merupakan adanya suatu tumpang tindih tugas dan fungsi yang
terjadi di dalam (intern) suatu lembaga. Namun juga demikian, terjadi pula overlap antar instansi sebagaimana dikatakan pula demikian:
"Kalau overlap antar dinas yang sering terjadi adalah Sosialisasi Peraturan Daerah, masing-masing unit kerja menganggarkan, Kantor Inkom menganggarkan, Bagian Pemerintahan Desa menganggarkan, Bagian Pemerintahan menganggarkan sendiri, Catatan Sipil menganggarkan sendiri. Setiap kali ada sosialisasi setiap kali juga rakyat dipanggil. Rakyat tidak sempat bekerja tapi hanya untuk diundang sosialisasi berrnacam-macam aturan yang dilaksanakan berbagai unit kerja."
105
Dengan kata lain koordinasi antar instansi perlu dilakukan dalam suatu kegiatan yang sama. terlepas dari siapa yang paling tepat untuk menjadi leading sektomya. Tetapi selain adanya koordinasijuga perlu adanya konsistensi antara visi dan misi dengan program kerja sebagaimana tertuangkan dalam Perencanaan Strategis. Hal ini relevan dengan apa yang dikatakan Kepala Kantor Inkom tentang adanya ketidaktepatan realisasi
ketugasan
beberapa instansi seperti
dicontohkan
demikian: "Secara Tupoksi ada organisasi perangkat daerah yang berfungsi ganda, seperti masalah Raskin itu Kantor Sobermas juga bicara, Bagian Ekobang juga bicara. Dinas Kependudukan juga bicara. Termasuk juga masalah dropping air masih banyak yang menangani. Adanya organisasi yang berfungsi ganda, sebenamya struktur organisasi itu sendiri yang membuat peran ganda, suatu contoh di Bappeda, seharusnya fungsi pokoknya adalah sebagai perencana, namun beberapa kegiatan banyak yang dilakukan oleh Bappeda." Demikian juga seperti dikatakan oleh Kasubbag Kelembagaan mengenai adanya overlapping yang terjadi karena kurangnya koordinasi antara kecamatan dengan dinas atau instansi yang ada di tingkat kabupaten, sebagaimana dikatakan sebagai berikut: "Kalau Dinas-dinas mengadakan kegiatan di wilayah kecamatan seringkali tidak sepengetahuan kecamatan setempat. Jadi apabila ada kegiatan langsung yang dituju masyarakat di wilayah kecamatan bersangkutan tanpa koordinasi dulu. dengan Camat setempat. Hal ini memungkinkan adanya kesamaan program dengan kegiatan yang diadakan kecamatan." Overlapping yang terjadi tersebut cukup beralasan mengingat beban penataan akibat adanya pelimpahan wewenang instansi vertikal ke daerah cukup besar baik dari Peralatan, Personil, Pembiayaan dan Dokumentasi, serta waktunya yang relatif singkat. Dengan demikian overlapping tersebut berpengaruh dalam proses staffing, khususnya aspek waktu dan aspek koordinasi atau konflik kepentingan
106
yang terjadi dalam penataan personil pada organisasi yang tengah mengalami proses perubahan struktur. Dari pembahasan indikator over/aping ketugasan yang ada di dalam lembaga dan antar lembaga, kemudian pada indikator lain sebagai berikut.
3. Masa/ah Teknis yang Dihadapi da/am Penempatan SDM, dimana masalah teknis yang muncul dalam penataan personilnya mengikuti pula masalah dalam proses penataan kelembagaan. Dengan adanya otonomi daerah atau pelimpahan pegawai dari beberapa instansi pemerintah yang masuk menjadi organisasi perangkat daerah, penanganan dan pengaturannya tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Sebelum adanya pelimpahan dari instansi vertikal, jumlah PNS daerah hanya 3.153 orang, setelah mendapat pelimpahan dari data terakhir sampai dengan 31 Desember 2002, jumlah PNS 10.493. Dengan banyaknya PNS tersebut menjadikan
permasalahan
kesulitan dalam
menentukan formasi
penempatan dan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Permasalah teknis lain yang ada seperti dikatakan oleh Kasubag Data dan Formasi sebagai berikut: "Berkaitan dengan masalah personil, di satu sisi ada yang diuntungkan di sisi yang lain ada yang dirugikan. Sebelum ada PP Nomor 84 Tahun 2000, ada sekitar 1.000 lebih jabatan struktural, sekarang ada 610 jabatan struktural. Karena perubahan eselon yang dulu ada eselon V sekarang tidak ada, berarti terjadi perampingan besar-besaran. Dalam PP Nomor 100 tahun 1999 mensiratkan untuk eselon IVa minimal berpangkat lll/c, sedangkan para pejabat eselon V waktu itu pangkat rata-rata IIIIa dan 111/b bahkan ada yang III/d. Bisa dibayangkan sekitar 400 PNS yang dulunya menjabat, mendapat tunjangan, mempunyai staf kemudian tiba-tiba hilang, secara psikis juga berpengaruh kepada kinerja, loyalitasnya dan sebagainya." Berbagai ketentuan untuk menduduki jabatan struktl!fal baik syarat kepangkatan maupun syarat Pendidikan dan Latihan atau Diklat Pimpinan yang dulu Diklat
107
Penjenjangan sudah berubah. Selain adanya perubahan eselonisasi jabatan struktural, masalah teknis Jainnya adalah dengan bergabungnya instansi vertikal menjadi instansi daerah, maka penataan personil juga mengalami perombakan. Hal ini juga dikatakan oleh Kasubag Data dan Formasi demikian : " ... secara konsekuensi dari penyerahan itu juga hilangnya beberapa jabatan struktural dan fungsional. Seperti dulu Kandep Koperasi, ada Kepala Kandep, Kasi, Kasubsi, ada jabatan fungsional arsiparis, ada jabatan fungsional Widyaiswara dan sebagainya, sekarang orang-orang Departemen menjadi PNS Daerah. Namun demikian ada yang diuntungkan terlebih dengan PP Nomor 8 Tahun 2003 yang berlaku 2 tahun yang akan datang, di daerah yang dulunya eselon hingga II b akan menjadi II a, eselon III bertambah banyak, dan Camat yang kini eselon ill b akan menjadi ill a" Pada aspek lain dengan adanya pelimpahan otonomi daerah, kesulitan yang timbul dengan adanya formasi PNS yang pensiun, yang pindah atau mutasi, dan meninggal dunia juga terjadi di Kabupaten Gunungkidul, dalam hal ini Kasubbag Data dan Formasi mengatakan demikian: "Di sisi lain PNS yang pensiun itu secara alami pasti berjalan. Yang sangat dirasakan adalah formasi pengangkatan/pengisisan jabatan fungsional guru dan para medis. Rata-rata setiap tahun di Dinas Pendidikan saja yang pensiun itu 150 sampai 200 orang, sedangkan otda sampai sekarang sudah berjalan tiga tahun. Kita kawatir hal ini akan mempengaruhi kualitas pendidikan." Masalah teknis penataan personil dengan adanya pelimpahan otonomi daerah, selain besamya jumlah PNS yang ditangani, perubahan peraturan yang mendasari maupun dinamika perubahan formasi pegawai juga masalah kesejahteraan PNS yang kehilangan tunjangan dan kedudukannya. Dari pembahasan ini kembali kepada konteks karakteristik masalah yang dihadapi dalam rangka penempatan PNS dalam jabatan struktural, penulis memasukkan indikator tentang tuntutan dari masing-masing instansi daerah.
108
4. Upaya Mengakumu/asi Tuntutan dan Masa/ah Penempatan SDM dari Instansi, merupakan indikator keempat dimana penataan lembaga dan penempatan PNS ditinjau dari kebutuhan dan ketepatan sesuai visi dan misi lembaga bersangkutan. Dalam bahasan tuntutan masing-masing dinas atau instansi baik dalam kaitannya penataan kelembagaan khususnya desain pekerjaan maupun penempatan PNS dalam jabatan struktural, dikemukakan oleh Kepala Sub Bagian Anal isis Jabatan sebagai berikut: "Upaya untuk mengakumulasi tuntutan instansi yang ada, yaitu dengan adanya transparansi penyusunan jabatan dan kompetensi jabatan. Organisasi yang sudah terbentuk dengan strukturnya kemudian dikembangkan tentang Uraian Tugas yang harus dilakukan oleh suatu lembaga. Kemudian dianalisis Persyaratan Jabatan (Kualifikasi/Spesifikasi Jabatan). Setelah 1-2 tahun berjalannya Otda ada upaya membuat 'Kompetensi Jabatan' untuk menetapkan indikator ideal yang diawali penyebaran kuesioner tentang itemitem kompetensi jabatan yang diperluk:an bagi setiap organisasi. Setelah itu disusun draft Kompetensi Jabatan yang berlanjut ke forum workshop yang akan mengundang pimpinan unit kerja untuk dimintai masuk:annya." Kompetensi jabatan merupakan sebuah langkah tindak lanjut dari kegiatan analisis jabatan, yang di dalamnya menginformasikan berbagai jabatan, baik Job Descriptionlrincian ketugasan, tanggung jawab, wewenang, hasil kerja, hubungan
kerja, persyaratan kerja. Dari hal tersebut ditindaklanjuti dengan penempatan seorang PNS pada jabatan struktural berdasarkan persyaratan jabatan yang sudah dihasilkan. Dalam tahap ini dikatakan pula oleh Kasubbag Anjab sebagai berikut: "Kemudian unit kerja diberi kesempatan untuk mengusulkan PNS disana yang sudah dipandang memenuhi persyaratan jabatan untuk: diusulkan dalam mekanisme penempatan jabatan. Sedangkan perwakilan dari masing-masing instansi tidak ada, namun saat Baperjakat akan mengangkat, dimintai rekomendasinya, atau dikonsultasikan tentang etika; moral dan disiplin. Disini ada referensi kepala unit untuk pengangkatan pejabat dalam rapat Baperjakat."
109
Tuntutan masing-masing lembaga dalam penataan kelembagaan dan penempatan PNS dalam jabatan struktural adalah sebatas pada usulan atau pemberian masukan kebutuhan lembaga dan rekomendasi reputasi calon pejabat yang akan diangkat atau dipromosikan serta yang mutasi. Dalam hal penataan personil khususnya
pada penempatan PNS dalam
jabatan struktural, tuntutan kekurangan yang
disampaikan pimpinan unit kerja dalam penataan lembaga di Kabupaten Gunungkidul dapat penulis sampaikan sebagaimana dalam tabel berikut ini
Tabel 13. Rekapitulasi Kebutuhan Jabatan Struktural No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
-
Kantor Pol. PP KECAMATAN (18)
-
-
Fonnasi Jabatan llib .IVa 9 28 7 3 6 18 16 5 14 5 14 4 17 5 12 5 16 6 15 5 16 5 19 6 16 5 22 6 19 6 5 - 40 28 4 4 1 5 1 4 1 4 1 5 1 4 1 2 1 1 3 1 72 18
JUMLAB
1
19
99
Nama lnstansi
Setda Kabupaten. Gk Setwan Bawasda Bappeda Bakuda Dinas Nakertrans DinasP.U. Dinas Pariwisata Dinas Sobermas Dinas Perhubungan Dinas Peternakan Dinas Kesehatan Dinas Perekonomian Dinas Pertanian Dinas Kehutanan Dinas Pendidikan Dinas Kepend.IKB Kantor Diklat Kantor Kesban Kantor Capil Kantor Pasar Kantor Inkom Kantor Pedal KPU
RSUD
lla 1
-
-
-
-
-
-
-
Ub 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
-
-
-
-
-
-
-
rna
IVb
Vb
-
-
-
-
~
-
-
18
456
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sisa Fonnasi . (kekurangan)
1 ese1on lib
-
2 ese1onilla 2 ese1onma 2 ese1on IVa 2 eselon IVa
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
13
-
-
4
13
-
3 eselon IVa
-
-
2 ese1on1Va
-
1 ese1on IVb
4 eselon IVa 18 (2 ese1on rna, 9 eselon IVa, 1 eselon IVb)
Sumber: Bagian Kepegawaian Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul
110
Dari tabel tersebut di atas diketahui ada sebanyak 610 jabatan struktural, kebutuhan atau kekurangan pejabat struktural pada Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul ada sej umlah 18 jabatan atau sebesar 2,95 % dari jabatan yang ada terdiri dari 1 jabatan eselon II; 4 jabatan eselon ill; dan 13 jabatan eselon IV. Adanya kekurangan pejabat struktural tersebut akan berpengaruh pada kebijakan penataan personil di Kabupaten Gunungkidul. Dalam tuntutan penataan personil yang paling lebih dirasakan kebutuhannya adalah kebutuhan penambahan jabatan fungsional, khususnya guru (Dinas Pendidikan) dan tenaga medis (Dinas Kesehatan) sebagaimana data berikut ini.
Tabel14. Jumlah Sekolah dan Guru (Keadaan September 2003) Jumlah Sekolah
Sekolah
Jumlah Guru
Kebutuhan Guru
Kekurangan Guru
299 486 ---------------187 ------------486 84 3375 3551 549 SD 781 2294 1612 735 SLTP 341 1005 814 203 SLTA 1505 7160 6164 1973 JUMLAH Sumber: Ba.g1an Kepegaw&an Sekretanat Daerah Kabupaten Gunungkidul TK --- --------
Kelebihan Guru
0 260 15 136 411
r-------~
TabellS. Rekapitulasi Kebutuhan Tenaga Kesehatan Th Anggaran 2003 No.
Nama Jabatan
Jumlah Pegawai
Kebutuhan Pegawai
2003 ~-----2 10 Dolder Spesialis 25 16 DolderUmum - - -18 11 Dolder Gigi 3. 1 5 4. ----------------SKM .. - ------ - - - - - - - - - - - - - - -- - . ---- --- - --- -- ... - ..... ------ ----- ----2 Apoteker 5. 1 6. Asisten Apoteker 41 1. D III Keperawatan 2 102 ------------------- --------D III Bidan/Bidan 8. 17 9. D III Kesling 12 10. DIIIGizi 228 11. Perawat Umum 35 12. Perawat Gigi 7 13. Pelaksana Gizi 32 13. Laboran (Analis) 3 14. Sanitarian 48 533 JUMLAH Sumber : Bagian Kepegawaian Sekretanat Daerah Kabupaten Gunungkidul 31-12-2002
1. 2.
-
-
-
Ill
Dari dua tabel di atas diketahui jumlah kekurangan jabatan fungsional guru ada sejumlah 1.505 orang sedangkan jumlah kelebihan guru (dalam mata pelajaran tertentu) ada sebanyak 411 orang. Kemudian pada Dinas Kesehatan kekurangan tenaga kesehatan (jabatan fungsional) yang dibutuhkan ada sebanyak 48 orang. Data ini mengatakan bahwa kekurangan pejabat fungsional jauh lebih banyak daripada kekurangan yang ada padajabatan struktural.
5 Masalah pergantian PP No. 84 Th 2000 dengan PP No. 8 Th 2003, yaitu berkenaan dengan Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, mengalami perubahan baik dalam struktur organisasi maupun dalam staffing. Sebagaimana dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 telah menetapkan secara definitif jumlah organisasi perangkat daerah yang harus dibentuk di daerah, dimana hal tersebut tidak ada dalam PP sebelumnya. Demikian pula dalam penataan personil juga ditetapkan secara definitf jumlah jabatan yang harus ada yang membentuk formasi baru dalam susunan maupun tingkatan eselonisasi. Hal tersebut berpengaruh dalam kompleksitas permasalahan penatan kelembagaan dan staffing di Kabupaten Gunungkidul. Seperti telah dikatahui dalam PP tentang kelembagaan, organisasi dibentuk salah satunya ditentukan oleh ketersediaan SDM-nya. Dengan demikian para aparatlah yang seharusnya menjadi penentu bagi terbentuknya struktur organisasi. Dalam hal ini disebutkan oleh Herbert G. Hicks di depan, bahwa terda:pat faktor inti (Core element), yaitu organg-orang sebagai faktor yang membentuk organisasi dan faktor kerja (Working element), yaitu daya manusia dan bukan
112
manusia yang menentuk:an berjalannya organisasi. Namun dalam hal ini yang terjadi struktur yang terbentuk menentukan staffing. Secara ringkas ketentuan kelembagaan yang tercantum dalam PP No. 8 Th 2003 menyebutkan bahwa di Daerah Kabupaten atau Kota : 1. Sekretariat Daerah Kabupaten, merupakan "unsur pembantu" ptmpman Pemerintah Kabupaten. Jabatan yang ada: (1). Sekda
: 1 (satu)
(2). Asisten Sekda
: maksimal 3 (tiga)
(3 ). Kepala Bagian
: maksimal 4 (em pat) dan tiap Bagian maksimal membawahi 2 (dua) Kepala Subbagian
2. Sekretariat DPRD Kabupaten, merupakan "unsur pelayanan" terhadap DPRD Kabupaten. Dalam lembaga Sekretariat DPRD terdapat jabatan : (1 ). Sekretaris DPRD
: 1 (satu)
(2). Kepala Bagian
: 4 (empat) dan tiap Ragian membawahi maksimal 2 (dua) Kepala Subbagian
3. Dinas Daerah Kabupaten,
merupakan
"unsur pelaksana"
pemerintah
Kabupaten,jumlah maksimal 14 Dinas. Jabatan yang ada: (1 ). Kepala Bagian TU
: 1 (satu) yang membawahi 2 (dua) Kepala Seksi
(2).Kepala Bidang
: 4 (empat) dan tiap Bidang maksimal membawahi 2 (dua) Kepala Seksi
4. Lembaga Teknis Daerah Kabupaten/ Kota, merupakan "unsur pelaksana tugas tertentu" yang dapat berbentuk Badan, Kantor, dan RSUD dan jumlah maksimal 8 lembaga. Dalam lembaga berbentuk Badan terdapat jabatan :
113
(l).Kepala Bagian TU
: 1 (satu) yang membawahi maksimal2 (dua) Kepala Subbagian
(2). Kepala Bidang
: maksimal2 (dua) dan tiap Bidang membawahi Maksimal 2 (dua) Subbidang.
Sedangkan dalam lembaga yang berbentuk Kantor terdapat jabatan : (1). Kepala Subbagian TU: 1 (satu)
(2).Kepala Seksi
: maksimal3 (tiga)
5. Satuan Polisi Pamong Praja, yang dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda. Dalam PP sebelumnya termasuk lembaga teknis daerah. Susunan Organisasi diatur dalam peraturan tersendiri. 6. Kecamatan, merupakan perangkat daerah Kabupaten yang mempunya1 wilayah kerja tertentu. Di dalam lembaga kecamatan terdapatjabatan: (1 ). Camat
: 1 (satu)
(2). Sekretaris
: 1 (satu)
(3 ). Kepala Seksi
: maksimal5 (lima)
Dibandingkan PP sebelumnya, dalam PP Nomor 8Th 2003 eselonisasi (tingkat) jabatan mengalami kenaikan yaitu pada jabatan Camat dari eselon lllb menjadi Illa. Sedangkan struktur organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gunungkidul yang dapat dibentuk sehubungan akan diberlakukannya PP No. 8 Th 2003 dapat digambarkan dalam tabel berikut.
114
Tabel 16. Jumlah Lembaga Sesuai PP No. 84Th 2000 dan PP No. 8 Th 2003 ------
No.
NAMA LEMBAGA
l. 2.
Sekretariat Badan
3. 4. 5.
Dinas RSUD Kantor
6. 7.
Kecamatan Lembaga lain
JUMLAH LEMBAGA Disesuaikan dengan Selama berlaku PP NO. 8TH 2003 PP NO. 84TH 2000 2 2 3 3 (_atau 4 jika dibentuk BKD) 14 12 1 1 4 7 (atau 3 jika dibentuk BKD) (termasuk Kantor Pol PP) 18 18 1 Satuan Pol PP
-
471embaga
431embaga .. Sumber : Hasil observast dan dokumentast penelittan JUMLAH
Secara kelembagaan, organisasi perangkat daerah akan menjadi bertambah jumlahnya, tetapi jabatan struktural yang tersedia menjadi berkurang, hal ini dapat diilustrasikan dalam tabel berikut ini. Tabel17. Formasi Jabatan Sesuai PP No. 84Th 2000 dan PP No. 8 Th 2003 ~AHJABATANSTRUKTURAL
ITa Tlb rna lllb -lVa Nb Vb
Disesuaikan dengan PP No. 8 Th 2003 Alternatif II : Alternatif I : (dibentuk BKD) (tidak ada BKD) 1 1
Selama Berlaku PP No. 84Th 2000
ESELON
1 -
JUMLAH
19 99 ---- ------- --------------- ------ ---- --
20 ..
123
-
-
18 456 4
-------------- -------
337 4
13 610
..
13 498 ( Jabatan yang terhapus: 112)
21 126 -
-
341 4 13 506
( Jabatan yang terhapus: 104)
Sumber : Hasil Observasi dan dokumentast penelittan.
115
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa pernberlakuan PP Nomor 8 Tahun 2003 bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul akan membawa konsekuensi yaitu: Satu organisasi berupa salah satu Kantor akan terlikuidasi~ Salah satu Kantor akan naik rnenjadi sebuah Dinas~ Jabatan struktural yang akan terhapus sebanyak 112 jabatan, tetapi hila dapat dibentuk suatu lernbaga BKD (Badan Kepegawaian Daerah) sehingga terdapat 4 (ernpat) Badan, rnakajabatan yang terhapus berjumlah 104 jabatan struktural Sebagairnana model 'birokrasi' yang dikernukakan Weber, salah satu cirinya bahwa sistem promosi dan seleksi pegawai berdasarkan kompetensi teknis, dan pandangan birokrasi konsep pokoknya adalah wewenang 'rasional legal'. Hak untuk rnelaksanakan wewenang berdasarkan kedudukan (position). Dengan berubahnya struktur organisasi, rnaka hal ini rnerupakan suatu faktor yang mempengaruhi kebijakan Pemerintah Daerah dalam penempatan personil atau Staffing dalarn organisasi perangkat daerah yang dibentuknya. Dengan kata lain variabel karakteristik masalah rnernpunyai hubungan rnernpengaruhi variabel staffing.
E. Variabel Bebas Nilai-nilai Pengambilan Keputusan Pada Variabel Nilai-nilai Pengarnbilan Keputusan ini didefinisikan sebagai: pandangan normatif yang dianut dalam pengambilan keputusan penetapan struktur organisasi dan penempatan SDM. Dalam variabel ini penulis mengetengahkan adanya tiga indikator yang diteliti.
116
1. Kekuasaan yang Paling Dominan dan Menentukan dalam Pengambilan Keputu.mn, dimana hal ini berbeda terhadap kekuas&an dalam penataan kelembagaan dengan penataan personil. Berkaitan dengan penataan kelembagaan, dalam wawancara bersama Sekretans Daerah Kabupaten Gunungkidul dikatakan bahwa struktur organisasi yang ada di Kabupaten Gunungkidul telah mengikuti peraturan-peraturan yang di tetapkan pemerintah pusat. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis). Namun demikian kekuasaan legislatifjuga sangat menentukan berlaku tidak rancangan struktur organisasi yang akan dibentuk eksekutif. Sebagaimana usulan pembentukan Badan Kepegawaian Daerah yang ditolak DPRD, sedangkan dalam amanat UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, pada pasal 34A ayat 1 dan 2 disebutkan: "(1). Untuk Kelancaran pelaksanaan manajemen PNS Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah; (2). Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana disebutkan dalam ayat ( 1) adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah." Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebenamya pembentukan orgarusast perangkat daerah titik penentu kebijakan ada pada pihak legislatif. Sedangkan ketika penulis mewawancarai komisi A, mereka mengatakan lembaga yang dibentuk harus sesuai peraturan di atas dan agar fungsi pelayanan pada masyarakat ke depan menjadi lebih baik. Sedangkan dalam sisi penataan personil, khususnya penempatan dalam jabatan struktural, dikatakan oleh Kepala Subbag Analisis Jabatan sebagai berikut:
117
"Titik veto untuk pejabat eselon ill, IV dan V ada pada Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap anggota Baperjakat. Sedangkan untuk pejabat eselon IT dan Camat ada pada Bupati. Walaupun Camat merupakan pejabat eselon illb, tetapi karena mewakili kepemimpinan Bupati di wilayahnya. sehingga ia sebagai penentu utama. •• Dalam PP yang baru yakni PP Nomor 8 Tahun 2003, untuk eselon II dan Camat harus pula ada penetapan dari Gubemur, disamping itu eselon Camat naik dari TTTb menjadi eselon lila. Dari yang dikemukakan Kepala Subbag Analisis Jabatan tersebut, ada perbedaan dengan apa yang dikemukakan oleh Kepala Kantor Ikom sebagai berikut: "Untuk memilih itulah diperlukan kecermatan dan kejelian dari Baperjakat dan terutama user. Tetapijuga bagaimana user akan mendukungnya, akhimya Baperjakat akan memberi pertimbangan. Tetapi user akhimya mempunyai hak prerogative. User itu dari berbagai tingkatan, dan sesuai tingkatannya masingmasing, tidak hanya satu, walaupun penentu utamanya Bupati" Peran penentu kebijakan penempatan PNS dalam Jabatan Struktural dengan demikian dapat disebutkan yakni Bupati untuk eselon II dan Camat, Sekretaris Daerah untuk eselon ill, IV dan V, User unit-unit kerja terkait. Demikian pula apa yang dikemukakan oleh Kepala TU Kantor Inkom agak berbeda pula dengan mengatakan : "Faktor yang menurut saya berperan dalam pengangkatan jabatan struktural ya Baperjakat itu. Kalau individu berperan itu kami tidak tabu, tetapi sudah melalui mekanisme. Sedangkan titik veto, kalau Bupati mengatakan tinggal tanda tangan, tetapi itu sudah Baperjakat, karena Sekda-nya sebagai administrator Pemerintah Daerah." Dalam hal ini peran Bupati dalam penempatan PNS dalam jabatan ·struktural disebutkan kurang menentukan, walaupun kesemuanya hams sepengetahuan Bupati.
118
Berkaitan dalam penentu kebijakan penempatan PNS khususnya dalam jabatan struktural, ada suatu kebijakan untuk lebih mengarahkan PNS agar berminat untuk beralih orientasi jabatan struktural ke jabatan fungsional. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan Kasubag Analisis Jabatan sebagai berikut: "Dalam rangka ketugasan dikembangkan organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi. Untuk itu dibutuhkan jabatan fungsional yang dapat menunjang ketugasan struktural. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik daerah. Proses penyaringan atau pengembangan jabatan fungsional melibatkan bagian keuangan, bagian organisasi dan kepegawaian dan dikembangkan lagi melalui sebuah pendataan dari beberapa unit kerja selumh perangkat daerah yang diberikan edaran kuesioner bgmn dan apa jenis jabatan fungsional yang dibutuhkan organisasi tersebut.setelah jenis tersebut ditemukan kita susun kebutuhan jumlah maupun formasinya yang sesuai dengan kemampuan daerah. Cost and benefit ratio menjadi dasamya, atau jumlah anggaran, SDM, kebutuhan, manfaat dan efisiensi. Yang menjadi kendalanya adalah Diktat Teknis Fungsionalnya, karena membutuhkan biaya besar. Jabatan fungsional dites dan seleksi yang ada melalui pemerintah daerah dan dinas-dinas, sedang struktural fit and proper test dan seleksi penjenjangan " Selain adanya upaya pemerintah daerah untuk mengembangkan jabatan fungsional, hal tersebut juga dimaksudkan sebagai tempat untuk nienarik minat bagi mantan pejabat struktural eselon V yang sudah tidak menduduki jabatan .struktural lagi karena sudah dihapus. Dalam konteks staffing, Baperjakat dan Kepala Daerah memiliki kekuasaan menentukan, atau suatu keputusan yang berkaitan dan berpola. Sebagaimana konsep Kebijakan Publik menurut Solichin Abdul Wahab, bahwa: (1) Kebijakan Publik terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan~ (2) Kebijakan Publik mungkin berbentuk
positif,
mungkin
negatif
Kebijakan
publik
dalam
staffing
dikategorikan sebagai Policy Decisions (Keputusan Kebijakan), yaitu keputusankeputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk
119
memberikan keabsahan, wewenang atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan. Dalam hal ini staffing yang pada intinya merupakan tindakan berpola dan saling berkaitan, dapat menghasilkan keputusan kebijakan yang positif apabila sesuai apa yang diharapkan untuk mendapatkan SDM yang tepat. Namun sebaliknya staffing dapat menghasilkan keputusan kebijakan yang negatif apabila tidak mengarah pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang berdampak negatif dengan menurunannya efisiensi dan efektivitas organisasi.
2. Keikutsertaan Perwakilan lnstansi Terkait dalam Tim Pemhahas Penempatan
SDM dan Struktur Organisasi, dalam penataan organisasi khususnya desain
pekerjaan, dikatakan oleh Kepala Subbag Analisis Jabatan sebagai berikut: "Seperti halnya dalam pembentukan struktur organisasi yang baru, maka dalam evaluasi kelembagaan yang sudah terbentuk., anggota Tim yang melibatkan instansi seperti Bappeda, Bawasda, Bagian Kepegawaian, bagian Hukum, bagian Keuangan, Kecamatan, Dinas Petemakan. J adi kita lebih melihat kemampuan personil daripada fungsi organisasi. Tim tidak berangkat dari obyek sasaran orang, tetapi dari SDM-nya." Pembentukan Tim Evaluasi Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Kabupaten Gunungkidul berdasar SK Bupati Nomor 09/K.PTSffiM/2003, yang terdiri dari: ( 1). Tim pengarah, yang mempunyai tugas :
a. Mengarahkan,
mengkoordinasikan,
mengawas1
pelaksanaan
monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan Otonomi Daerah. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan kewenangan Daerah dengan pihakpihak terkait. (2). Tim Teknis, yang mempunyai tugas:
120
c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Otonomi Daerah yang meliputi :
• • • •
• •
Kewenangan Daerah Kelembagaan Kepegawaian Keuangan Perlengkapan Dokumen/Arsip
d. Menyusun laporan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Otonomi Daerah Adapun susunan personalianya sebagai berikut:
Tabel 18. Tim Evaluasi Penyelenggaraan Otda di Kabupaten Gunungkidul Jabatan daai.O Tim Tim Penaarah : Pembina Penasehat Ketua Sekretaris Anggota Tim Teknis: Ketua Wakil Ketua WakilKetua Sekretaris Wakil Sekretaris Anggota
·r
------------------------
Jabatan dalam Dinas
Nama Drs. Yoetikno Drs. Subechi, MM Drs. Sugito Drs. Wagiran, MM 1. Drs Sumarno 2. Drs. Lantip Dwiatmodjo
Bupati Gunungkidul Wakil Bupati Sekda Asisten Adm. Pemerintahan Asisten Adm. Pembangunan Asisten Adm. Umum
Tommy Harahap, S.H., M.Hum. Tunggul Priyono, S.H. Eko Subiyantoro, S.H. Nanik Mulyani R, S.H. Markus Tri Munarja, S.I.P. I. Sri Suhartanto, S.I.P.,M.Si. 2. Suwarno, S.I.P. 3. Drs. Sujarwo 4. Hidayat, S.H. 5. Udi Marnoto, S.H. 6. Drs. Purwanto Hadi 7. Hadi Purwanto, S.E. 8. Budi Santoso, S.H. 9. Hermawan Y., S.E., M.Si. 10. f"X Danarto S.I.P., MA 11. Kiswanto, STP 12. Drs. Nurohman, M.Si. 13. Rahmadian W, AP. 14. Nuri Achadiyanti, S.H.
Kabag Organisasi KabagHukum Kabag Keuangan Kasubbag Kelembagaan bag. Organisasi Kasubbag Analisis Jabatan bag. Organisasi Kasubbid Kepend dan Kesos Bappeda Kasubbag Ketatalaksanaan bag. Organisasi Camat Semanu Kasubbid Perhub dan Pariwisata Bawasda Kasubbag Rancangan Hukum bag Hukum Kasubbag Bina Perkotaan bag. Pemerintahan Kasi Pengawasan Dinas Perkonomian Kasi Penegakan Perda Kantor Pol PP Kasubbag Pembukuan bag Keuangan Kasubbag Pembinaan bag. Kepegawaian Kasubbag Perencanaan Dinas Petemakan StafBagian Organisasi Staf Bagian Organisasi StafBagian Organisasi
Sumber: Lamp1ran SK Bupati Nomor 09/KPTSrflM/2003
121
Dari susunan personalia pada tabel di atas, perwakilan instansi tidak seluruhnya terwakili dalam pembahasan pembentukan maupun evaluasi kelembagaan yang dilakukan, hal ini sangat terlihat dengan tidak adanya personil yang berlatar belakang atau unit kerjanya di bidang kesehatan, bidang teknik, bidang pendidikan dan bidang psikologi. Keterwakilan personil dalam pembahasan bidang tersebut seharusnya ada agar tidak mengalami kesulitan dalam pemahaman bidang terkait. Di sisi lain penataan personil pada instansi yang tcrbcntuk, khususnya dalam penempatan PNS dalam jabatan struktural juga tidak ada suatu perwakilan tetap
dari masing-masing instansi. Sebagaimana dalam Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dengan susunannya berdasarkan SK Bupati Nomor 163/KPTS/200 1 sebagai berikut :
Tabell9. Susunan Baperjakat
No. 1. 2. 3.
Jabatan dalam Baperjakat Ketua merangkap Anggota Sekretaris Anggota
Jabatan dalam Instansi Sekretaris Daerah Kabupaten Gunungkidul Kepala Bagian Kepegawaian Setda 1. Asisten Administrasi Umum Setda 2. Asisten Administrasi Pemerintahan Setda 3. Asisten Administrasi Pembangunan Setda 4. Asisten Badan Pengawasan Daerah
Sumber: Lampiran SK Bupati Nomor 163/KPTS/2001
Susunan Baperjakat tersebut diatur dengan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, yakni Pasal 15 dan 16 yang menyebutkan susunan keanggotaan Baperjakat terdiri dari : a. seorang Ketua merangkap anggota; b. paling banyak 6 (enam) orang anggota; dan
122
c. seorang sekretaris. Ketua Baperjakat adalah Sekda dengan para anggota para Pejabat Eselon
m, dan
Sekretaris secara fungsional dijabat oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian. Selain itu masa keanggotaan Baperjakat paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk keanggotaan berikutnya. Susunan Baperjakat yang ada selama ini lebih cenderung pada peran pimpinan yang sudah terstruktur secara hierarkhis, sehingga konsistensi pada unsur obyektifitas dan profesionalisme dalam penetapan keputusan kebijakan kurang optimal.
3. Upaya Penanganan Perselisihan Pendapat dalam Pemhahasan Tim, sangat mungkin
terjadi
baik
pembahasan
dalam
penataan
kelembagaan
serta
pengangkatan atau penempatan PNS dalam jabatan struktural. Sebagaimana terungkap dalam wawancara dengan Kasubbag Analisis Jabatan, " ... seperti yang terjadi di Dinas Pertanian, dimana personil yang bersangkutan telah dipromosikan oleh Baperjakat dalam pengangkatan jabatan struktural. Namun karena Kepala Dinas Pertanian tidak merekomendasikan berkaitan dengan etika, moral dan disiplin, sehingga upaya pengangkatan tidak berhasil." Dalam hal pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, penilaian atau referensi pimpinan unit pada seorang PNS sangat menentukan. Sebagaimana konsepsi Anderson, dalam proses keputusan, nialai-nilai yang mungkin menjadi pedoman perilaku pembuat keputusan dikelompokkan dalam : (1) Nilai-nilai Politis; (2) Nilai-nilai Organisasi; (3) Nilai-nilai Pribadi; (4) Nilainitai Kebijaksanaan; dan (5) Nilai-nilai IdeoJogis. Dalam staffing disini, disamping termuat adanya 'Nilai-nilai Organisasi', juga terdapat 'Nilai-nilai
123
Kebijaksanaan' yang memungkinkan pembuat keputusan mempunyai persepsi lain terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan yang tepat atau benar. Kemudian lebih lanjut dikatakan pula oleh Kasubbag Kelembagaan demikian : " ... yang menjadi pertimbangan untuk pengangkatan eselon II adalah tidak berdasar semata-mata latar belakang pendidikan formalnya, tetapi unsur kepemimpinan atau leadership yang menjadi prioritas selain pengalaman atau senioritas serta pengabdian dan rintisan-rintisan yang telah dilakukalmya. Sedangkan untuk eselon ill ke bawah dipertimbangkan memang yang sesuai dengan pendidikan dan Diklat teknis fungsionalnya, karena pertimbangan bahwa pemimpin tanpa pengikut yang terampil dan mampu, akan mengalami kesulitan." Sebagaimana dalam piramida, Top Manager adalah ditentukan oleh faktor leadership, sedangkan pada tingkat middle lebih pada skill. Dalam kaitan staffing
eselon ll terkandung adanya 'Nilai-nilai Politis', karena dalam keputusannya harus dengan persetujuan Legislatif. Pada pembahasan teori di depan, hal tersebut
termasuk rekrutmen internal dalam bentuk kegiatan 'Rencana Suksesi' dimana disebutkan bahwa rekrutmen ini difokuskan pada posisi-posisi eksekutif dan startegis, dan pada umumnya hal tersebut diselenggarakan secara informal. Adanya hubungan informal ini dalam staffing dapat menimbulkan beda pendapat atau perselisihan, serta adanya kecenderungan prosedur tidak beijalan secara normatif. Sedangkan dalam upaya meminimalkan perselesihan pendapat dalam pembahasan Tim hal yang dilakukan diusahakan secara normatif, sebagai dikatakan Kasubbag Analisis jabatan : "Pada prinsipnya untuk sebuah jabatan struktural diusulkan Bagian Kepegawaian minimal 3 calon kepada Tim Bapeijakat, kemudian ditawarkan apakah ada calon lain yang lebih relevan. Kalau ada dimasukkan dan dibahas
124
kualifikasi jabatan dan persyaratan lainnya seperti dedikasi, loyalitas, kepemimpinan, kedisiplinan ataupun curriculum vitae yang ada pada masingmasing PNS. Baperjakat akan menentukan siapa yang paling tepat untuk jabatan tersebut." Namun demikian apabila dalam pembahasan tim Bapeijakat tidak menemuk:an satu keputusan, maka sebagaimana dalam aturan yang ada dalam SK Bupati Gunungkidul
Nomor
163/KPTS/2001
tentang
Pembentuk:an
Bapeijakat
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, pasal 5 ayat 5 dan 6 menyebutkan sebagai berikut: "(5). Apabila karena sesuatu hal sidang Baperjakat tidak memperoleh kesepakatan, maka Ketua segera melaporkan kepada Kepala Daerah. (6). Apabila karena sesuatu hal Ketua berhalangan, maka Asisten Sekretaris Daerah yang membidangi Kepegawaian melaksanakan tugas Ketua" Dalam hal ini penanganan perselisihan yang ada pada sidang Baperjakat dilimpahkan kepada Kepala Daerah untuk: diambil keputusan sebagai upaya penyelesaian masalahnya. Kemudian berkaitan dengan penataan organisasi, dikemukakan oleh Kepala TU Kantor Inkom sebagai berikut : "Kalau saya berpendapat tetap berpegang pada aturan, saya kawatir kalau nanti kelembagaan ini minim struk:tur disesuaikan dengan petunjuk dari pusat itu nanti juga bermasalah. Kalau nanti evaluasi kelembagan menunjukkan seperti itu, ya sudah. Sebab nanti kalau disesuaikan banyak eselon yang hilang. Kan dinas jumlahnya hanya berapa, bagian-bagian di Setda kalau disesuaikan nanti bisa habis. Saya berkesimpulan otonomi ini masih belum seperti amanat UU, karena memang kckuasaan bupati luar biasa." Pada sudut pandang yang lain berkenaan dengan upaya untuk: mengatasi kesulitan dalam pembahasan usulan eksekutif di DPRD, Kepala TU Kantor Inkom yang pemah menduduki kursi DPRD Tingkat IT Kabupaten Gunungkidul mengatakan
125
perlunya adanya Staf Ahli khususnya yang mendampingi DPRD, sebagaimana berikut ini : "Mengenai Staf Ahli, saya dulu sejak 1987 di DPRD secara pribadi saya pemah mengususlkan demikian. Kita tidak bisa berbuat banyak kalau tidak ada staf ahli.idealnya DPRD itu mempunyai Staf Ahli, syukur tiap komisi, kalau tidak mestinya Staf Ahli di bidang hukum, sehingga kalau ada produk hukum itu tidak 'gedandapan' (kebingungan). Di DPRD tidak ada sekolahannya tetapi setelah dihadapkan itu harus ada staf ahli. Dulu di DPRD ada laporan pertanggungjawaban anggota dewan sendiri pada publik yang disampaikan bersamaan dengan LPJ-nya Bupati, Bupati menyampaikan, DPRD juga menyampaikan. Sekarang kan tidak ada." Dalam hal peran DPRD selama ini dalam pembahasan usulan pihak eksekutif kurang adanya kesamaan referensi sehingga kadang perlu waktu untuk suatu penjelasan lebih lanjut. Untuk itulah adanya Staf Ahli diharapkan pembahasanpembahasan di tingkat DPRD dapat lebih efektif, efisien, serta meningkatkan kualitas kinerja DPRD sendiri. Dari semua indikator pada variabel kelima Nilai-nilai Pengambilan Keputusan ini, ditemui adanya hubungan pengaruh yang cukup berarti terhadap staffing. Kebijaksanaan penempatan PNS dalam jabatan struktural dipengaruhi oleh adanya beberapa nilai-nilai pengambilan keputusan yang dianut oleh pengambil keputusan. Dengan semua hasil analisis ini, maka penulis dapat menarik suatu ringkasan yang berupa kesimpulan, dengan beberapa rekomendasi yang relevan dengan pembahasan mengenai penempatan PNS dalam Jabatan Struktural di Kabupaten Gunungkidul, yaitu pada bab berikutnya.
126
BABVI PENlJTlJP
A. Kesimpulan
Berdasar hasil analisis dari Bab V, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan tentang Penempatan PNS dalam Jabatan Struktural dalam Rangka Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten GunungkiduJ. 1. Penempatan PNS dalam jabatan struktural di Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul, dalam rangka penataan kelembagaan dilaksanakan sesuai dengan proses prosedural yang formal legalistik. Namun keputusan yang dihasilkan dihasilkan kurang konsisten dengan arah tujuan untuk mendapatkan personil yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing. Hal tcrscbut terindikasi dengan dengan penempatan PNS pada jabatan struktural yang tidak sesuai dengan kompetensinya, yang secara kuantitas cukup berarti. 2. Hubungan variabel Lingkungan Tugas dengan variabel Staffing menunjukkan pengaruh yang cukup berarti. Keterlibatan lembaga legislatif memiliki wewenang yang cukup menentukan dalam pembahasan penempatan PNS dalam jabatan struktural, dalam batas kewenangan tertentu yakni pada pejabat eselon II atau jabatan yang bersifat manajeriaJ. Keikutsertaan konsultan/ akademisi/ peneliti cukup memberikan informasi yang signifikan tentang kualifikasi personil, akan tetapi belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sendiri. Pada Variabel Lingkungan Sosial menunjukkan hubungan pengaruh yang tidak cukup berarti dengan variabel Staffing. Partisipasi masyarakat dan Pers dalam memberikan pendapat berkenaan dengan penataan kelembagaan dan penataan
127
personil pada instansi pemerintah belum menunjukkan peran yang berarti. Meskipun tidak menjadi faktor penentu tetapi pemerintah daerah memberikan suatu anggaran "pembinaan pers" sebagai suatu upaya pcngendalian atau kontrol terhadap berita pers. 3. Pada variabel Kartakteristik Masalah menunjukkan adanya pengaruh yang cukup memberikan arti bagi variabel Staffing. Demikian halnya Nilai-nilai Pengambilan Keputusan juga memberikan hubungan yang cukup berarti terhadap proses
Staffing. Dari kedua variabel terakhir, menunjukan bahwa faktor ketidaksesuaian penempatan PNS dalam jabatan, khususnya dalam persyaratan minimal pendidikan formal, diantaranya adalah: Senioritas dalam usia dan kepangkatan; penilaian pejabat 'atasan langsung' yang tidak mudah diukur dan tidak transparan (seperti aspek penilaian berdasar disiplin kerja, kesetiaan,
pengabdian,
pengalaman, kerja sama dan dapat dipercaya); power culture yang berlaku; interaksi informal dalam struktur formal organisasi; dan faktor yang berdasarkan nilai-nilai di luar nilai-nilai organisasi ataupun nilai-nilai ideologis. Rekrutmen internal tersebut lebih menunjukkan pada pemakaian teknik Name Request yaitu merupakan proses rekrutmen yang melibatkan nilai-nilai political responsiveness dan managerial efficiency (kombinasi antara politik dan pelayanan sipil). Dengan kata lain dimungkin pula adanya Nilai Politik, Nilai Pribadi, dan Nilai-nilai Kebijaksanaan dalam staffing. 4. Spesifikasi atau kualifikasi jabatan struktural di Kabupaten Gunungkidul yang ada selama ini, bukan satu-satunya menjadi bahan acuan yang menentukan dalam penempatan PNS pada jabatan struktural. Baperjakat memberi pertimbangan atas
128
dasar usulan dari instansi dan referensi dari bagian kepegawaian berkenaan dengan track record pegawai yang dicalonkan sebagai pejabat struktural, sehingga obyektivitas tergantung pula dari validitas data di Bagian Kepegawaian. 5. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan realisasi dari kebijakan staffing, bahwa
terdapat 224 pejabat struktural atau sebesar 36,72 % dari seluruh jumlah jabatan struktural yang ada, yang penempatan dalam jabatan struktural tidak sesuai dengan spesifikasil kualifikasi pendidikan formal. Dengan hal ini penempatan PNS dalam jabatan struktural masih kurang berorientasi pada pembinaan sistem prestasi kerja, namun lebih pada sistem karier. Namun pelaksanaan pembinaan sistem karier cenderung yang kurang menyeluruh pada semua personil khususnya dalam jabatan strukturalnya. 6. Permasalahan teknis yang dihadapi dalam penempatan PNS setelah otonomi daerah adalah berupa melimpahnya jumlah pegawai dari 3.153 orang, setelah pelaksanaan otonomi daerah, jumlah PNS menjadi 10.493 orang. Tmplikasi perampingan organisasi juga berdampak negatif dengan pemangkasan jabatan struktural yang ada, sehingga sekitar 445 pegawai kehilangan jabatannya. Di sisi lain dengan akan diberlakukan PP No. 8 Th 2003 yang menggantikan PP No. 84 Th 2000, akan berakibat terlikuidasinya sebuah lembaga berbentuk satu Kantor akan naik menjadi sebuah
Dinas~
Kantor~
salah
jabatan struktural yang akan
terhapus sebanyak 112 jabatan, tetapi hila dapat dibentuk suatu lembaga BKD (Badan Kepegawaian Daerah) sehingga terdapat 4 (em pat) Badan, maka jabatan yang terhapus berjumlah 104 jabatan struktural.
129
7. Dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Gunungkidul, terdapat suatu kebijakan untuk memotivasikan kepada PNS, khususnya yang telah kehilangan jabatan strukturalnya dan berpotensi serta memiliki persyaratan yang ditentukan, untuk lebih tertarik dan berorientasi pada jabatan Fungsional, khususnya guru.
B. Rekomendasi
Dengan kesimpulan sebagaimana tersebut di atas, maka penulis memberikan saran atau usul berkenaan dengan Penempatan PNS dalam Jabatan Struktural.
1. Dengan adanya Otonomi Daerah, diharapkan ada kemandirian daerah, sebagaimana pula dalam penyusunan pembentukan organisasi perangkat daerah yang didasarkan pada pertimbangan kewenangan daerah; karakter, potensi, dan kebutuhan daerah; kemampuan finansial; ketersediaan SDM; pengembangan pola ketjasama antar daerah. Optimalisasi kualitas pembentukan organisasi perangkat daerah yang ramping, kaya fungsi, solid dan efisien akan dapat dicapai apabila ada forum yang menampung aspirasi daerah dari para stakeholders, terutama konsultan profesional baik perguruan tinggi maupun swasta. Sehingga dengan demikian dapat dicapai secara optimal jumlah organisasi perangkat daerah yang disesuaikan kebutuhan, dan tidak terjadinya tumpang tindih tugas antar instansi, serta mampu meningkatkan kinerja manajerial Pemerintah Daerah Kabupaten GWlWlgkidul. 2. Dalam penempatan/pengangkatan PNS dalam jabatan struktural terutama yang memiliki jabatan strategis yakni eselon 11 dan Camat perlu dibentuk tim
130
independent yang dapat memberi pertimbangan kepada Baperjakat dan kepala daerah daJam penentukan caJon pejabat strukturaJ terkait. Tim tersebut pembentukannya dapat berangkat dari perwakilan PNS yang memiliki jabatan (struktural atau fungsional) dan perwakilan PNS yang tidak memiliki jabatan lingkungan daerah, perwakilan tokoh masyarakat, LSM, konsultan manajemen (swasta), dan perguruan tinggi.
Dengan demikian
akan
akan semakin
mendekatkan secara tepat kesesuaian antara kemampuan personil dan jabatan yang diemban. 3. Pelaksanaan tes kompetensi pejabat (fit and proper test) yang selama ini lebih diterapkan pada pejabat eseJon atas, perJu dipertimbangkan untuk penerapan secara menyeluruh ke semua eselon yang ada sebagai dasar pertimbangan penempatan personil dalam jabatan struktural. Disamping itu perlu ada transparansi dari hasil-hasil tes tersebut. Output dari kegiatan ini adalah kesesuaian PNS daJam menduduki jabatan dengan Jatar beJakang kemampuan, kepemimpinan dan pengalaman serta pertimbangan tingkat kebutuhan yang diharapkan. 4. Keputusan dalam sidang Baperjakat salahsatunya dipengaruhi oleh kelengkapan data kepegawaian yang tersedia serta kecepatan data yang diperJukan. Untuk itu guna meningkatkan kecepatan mengakses data, Bagian Kepegawaian sebaiknya mengalokasikan dana yang cukup bagi pemutakhiran data secara elektronik, atau mengoptimalkan sarana komputerisasi yang ada. Hal ini lebih lanjut sebaiknya dipikirkan adanya jaringan Intranet khusus kepegawaian yang dapat diakses ke seluruh organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gunungkidul.
131
5. Diperlukan kajian ulang untuk pembentukan Badan Kepegawaian sebagai peningkatan fungsi Bagian Kepegawaian. Pihak eksekutif seharusnya 1ebih intensif memberi penjelasan kepada legislatif, baik dalam forum resmi maupun penjelasan kepada Lingkungan stakeholders lain, tentang arti penting peningkatan Bagian Kepegawaian menjadi Badan Kepegawaian Daerah di Kabupaten Gunungkidul. Denganjumlah pegawai sekarang sebanyak 10.493 orang, kapasitas organisasi yang ada kurang mampu melaksanakan urusan kepegawaian, sehingga pembentukan Badan Kepegawaian Daerah dengan konsekuensi penyesuaian personil dan deskripsi pekerjaan tersebut akan lebih menjamin kelancaran urusan kepegawaian. 6. Sehubungan dcngan adanya kcbijakan pcngcmbangan Jabatan Fungsional untuk mendukung ketugasan Jabatan Struktural, diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan Diklat Teknis fungsional bagi calon pejabat fungsional. Mengenai pelaksanaan dapat bekerjasama dengan pihak ketiga yakni profesional swasta maupun kerjasama dengan daerah lain yang lebih maju dalam pelaksanaan Diklat Teknis Fungsional bidang-bidang tertentu. Hal tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi yang berarti bagi penciptaan kemampuan personil yang lebih profesional.
Sebagai penutup, disadari bahwa tantangan yang mendesak bagi Pemerintah Daerah adalah bagaimana mengorientasikan kegiatan operasionalnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang otonomi daerah. Hal ini berarti pelimpahan kewenangan baru; restrukturisasi organisasi; operasionalisasi sistem dan prosedur baru; pendidikan dan pelatihan bagi personil yang ada; dan penempatan yang tepat
132
personil terutama dari lembaga yang didesentralisasikan, harus diselesaikan sesuai azas-azas pemerintah yang baik. Di sisi lain harapan lingkungan eksternal terhadap kesejahteraan masyarakat dan pelayanan masyarakat perlu diprioritaskan.
133
DAFTAR PUSTAKA
Benveniste, GUY, Birokrasi, Rajawali Pers, Jakarta, 1989. Bryson, John M., Perencanaan Startegis: bagi Organisasi Sosia/, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. David, R. Fred, Manajemen Strategis, Konsep, Prenha11indo, Jakarta, 2002. Eaton, Joseph W., Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasiona/: dari Konsep ke Ap/ikasi, Ul-Press, Jakarta, 1986. Gibson, James L. dkk, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, Jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996. Tsrae1, Arturo, Pengemhangan Kelemhagaan: Pengalaman Proyek-proyek Rank Dunia, LP3ES, Jakarta, 1992. Kast, Fremont E. dan James E. Rosenzweig. Organisasi dan Manajemen 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2002.
_ _ _ _ , Organisasi dan Manajemen 2, Bumi Aksara, Jakarta, 1990. Komaruddin, Pengadaan Persona/ia, Rajawa1i Pers, Jakarta, 1990. McKenna dan Nic Beech, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi, Yogyakarta, 2000. Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman, Ana/isis Data Kua/ilatif Buku Sumber tentang Metode-metode Raru, UT Press, jakarta, 1992. Moekijat, Pengemhangan Organisasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993
Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994 Moleong, Lexy J., Metodo/ogi Penelitian Bandung, 1999.
Kua/itatif~
PT Remaja Rosdakarya,
Nawawi, Hadari H., Manajemen ,Sumher Daya Manusia: untuk Risnis yang Kompelitif, Gadjah Mada University Press, Yof:,ryakarta, 1998 Robbin, Stephen P., Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Ap/ikasi, PT Prenhallindo, Jakarta, 1996. Sadler, Philip, Mendesain Organisasi, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1994 134
Siagian, Sondang P., Patologi Rirokrasi : Ana/isis, Jdentifikasi dan Terapinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.
, Administrasi Pembangunan, CY Haji Masagung, Jakarta, 1988. _ _ _ _ , Teori Pengembangan Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2000. _ _ _ _ , Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi dan Strateginya, Bumi Aksara, Jakarta, 2000. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1989 Sugiyono, Metode Penelilian Adminislrasi, Alfabeta, Bandung, 2001. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan Pengemhangan dalam Kontekv Organisasi Puhlik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003. Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002. Thoha, Miftah, Pembinaan Organisasi: Proses Diagnosa dan /ntervensi, Rajawali Pers, Jakarta, 1989. Utomo, Warsito dan Zaenal Abidin, Hand out Ana/isis Organisasi Publik, Yogyakarta, MAP UGM, 2000. Utomo, Warsito, "Organisasi Perangkat Daerah", Kedau/atan Rakyat, 13 Maret 2003. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1978. Wahab, Solichin Abdul, Ana/isis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke lmplementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1990. Wibawa, Samodra dkk., Evaluasi Kebijakan Publik, PT Raja Graffindo Persada, Jakarta, 1994.
Surat Kabar
'•Bupati Gunungkidul: Jabatan segera Diisi", Kedaulatan Rakyat, 24 Agustus 2002. "Isu Perampingan Dinas: Dewan Minta Jabatan Struktural segera Diisi", Kedaulatan Rakyat, 7 Maret 2003. 135
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah RI Nomor 84 Tahun 2000, tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah RI Nomor 100 Tahun 2000, tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Rl Nomor l3 Tahun 2002, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 100 Tahun 2000, tentang Pengangkatan PNS da1am Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 2003, tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS. Rencana Strategis Daerah Gunungkidul.
Tahun
2001-2005
Pemerintah
Kabupaten
Himpunan Peraturan Daerah tentang Organisasi, Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul, 2001. SK Bupati Nomor.10/KPTS/2001, tentang Uraian Tugas Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul.
136
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
I.Variabel Bebas Lingkungan Tugas (Khusus): 1. Bagaimana tanggapan dan keterkaitan DPRD Kabupaten Gunungkidul dengan Penempatan SDM dalam Struktur Organisasi (sejak diberlakukan PP Nomor 84th 2000 sampai adanya PP Nomor 8th 2003)? 2. Apakah ada peran konsultan, akademisi, atau peneliti dalam Penataan Organisasi, khususnya penempatan SDM secara umum ? 3. Kalau ada seberapa besar perannya, dan kalau tidak apakah berpengaruh secara tidak langsung?
D. Variabel Bebas Lingkungan Sosial (Umum)
1. Bagaimana pendapat umum (public opinion) tcntang proses Pcncmpatan SDM dalam struktur Organisasi Pcrangkat Dacrah saat ini ? 2. Apakah pendapat umum menjadi salah satu hahan pertimbangan Penempatan SDM dalam Struktur Organisasi ? 3. Apakah ada pengaruh pers terhadap proses Penempatan SDM secara urn urn ? 4. Bila ada, seberapa besar kekuatan pengaruhnya '!
Ill. Varia bel Bebas Karakteristik Masalah
1. Apa saja kesukaran teknis (teknologi, pengetahuan, biaya) yang dihadapi dalam proses Penataan Organisasi selama ini ? 2. Apakah ada 'fungsi ganda' dalam desain peker:jaan? 3. Apa saja kesukaran teknis dalam proses Penempatan SDM secara urn urn? 4. Bagaimana mengakumulasi tuntutan dan permasalahan Penempatan SDM dari masing-masing dinas/ instansi terkait ? 5. Bagaimana masalah Penempatan SDM yang timbul scbclum, selama dan setelah penerapan PP Nomor 84 th 2000 di Kabupaten Gunungkidul ?
137
IV. Variahel Behas Nilai-nilai Pengamhilan Keputusan
1. Kewenangan dan kekuasaan apa yang paling menentukan (titik veto) dalam Penempatan SDM dalam struktur Organisasi yang baru? 2. Apakah ada perwakilan dari masing-masing instansi dalam pembahasan mengenai Penempatan SDM dalam struktur Organisasi yang ada? 3. Bagaimana upaya mengatasi adanya perbedaan pendapat atau perselisihan yang muncul dalam pembahasan Tim ?
VI. Variabel Penempatan Personil dalam Penataan Organisasi Perangkat Daerah 1. Bagaimana Spesifikasi masing-masing Jabatan Struktural khususnya pada unsur kualifikasi Pcndidikan dan Pclatihan ? 2. Bila ada bagaimana mcngatasinya ? 3. Bagaimana kctcrsediaan SDM dalam Organisasi Pcrangkat dacrah saat ini? 4. Bagaimana tormasi PNS setelah Penataan Kelembagaan terakhir ini ? 5. Peraturan apa saja yang mendasari proses Penempatan PNS dalam Jahatan Struktural ? 6. Bagaimana sistem kerja BAPERJAKAT (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) di Kabupaten Gunungkidul ? 7. Bagaimanakah Struktur Organisasi Perangkat Daerah sebelum dan setelah Penataan Organisasi ? 8. Bagaimana Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) rriasing-masing dinas/instansi setelah Penataan Organisasi ? 9. Bagaimana data masing-masing Pejabat Struktural di Lingkungan Kabupaten Gunungkidul terkait dengan tingkat dan penjurusan pendidikan forrnalnya serta Diklatpim yang pemah diikutinya?
--------
138
Lampiran dari anak lampiran 1-e
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAW AlAN NEGARA NOMOR : 13 TAHUN 2002 T ANGGAL : 17 JUNI 2002
DAFTAR PERTIMBANGAN BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKA TAN
NO.
JABATAN YANG AKANDIISI
CALON YANG DIUSULKAN NAMA (NIP)
PANGKAT/GOL RUANO
TMT
JABATAN TERAKHIR
CALON YANG DAPAT DIPERTIMBAJ\GKAN PERTIIVIBATEMP AT/ NAMA (NIP) TGLLAHIR NGAN
KETERANG -AN
I
_______ j
KETUA BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN
w
\0
Anak lampiran I-I
KEPUTUSA N KEPALA BADAN KEPEGA WAIAN NEGARA : 13 T AHUN 2002 NOMOR T ANGGAL : 17 JUNI 2002
DAFTAR NOMINATIF CALON PEJABAT YANG DIUSULKA N UNTUK DIANGKA T DALAI\'1 JABATAN STRUKTUR<\L
No.
I I
Nama
NIP
Tern pat/ Tgl Lahir I
Diklat J abatan Pangkat/ DP3 Pendidikan Gol. Diklat teknis (2 tahun tertinggi Diklatpim Ruang/ fungsional terakhir) TMT -
I
II ! I
!
i i ! I
I
Jabatan yang akan diisi
Ri\vayat Jabatan
Ket.
-- - ·
l I !
i
-
I
I I
I
!
I
I
I
KETUA BADAN PERTIMBAN GAN JABATAN DAN KEPANGKATAN ...... ~
0
KUALWUKASIJABATANSTRUKTURAL Unit ket:ia .............. .
(Hasil Analisis Jabatan dengan dasar UU no. 43Th 1999)
,------,----------
--
No.
Nama Jabatan
I
2
-----------------------:K~ai
PangkatiGol. Minimal 4
Eselon 3
Pendidikan umum
5
---------
i fikasT Jabatan Diklatpim 6
Svarat Diktat II Diklat Teknis/Fungsional 7 i I
l
I I
I I I
I
i i
i : I
I
i I I
I
~
SUBSTANSI PERSYARATAN JABATAN STRUKTURAL *) PERSYARATAN PERSYARATAN YANGPERLU DIPERHATIKAN
PERSYARATAN" \VAJIB
a.
Berstatus PN S
b.
Serendahnya menduduki 1 tingkat di bawahjenjang pangkat yang ditentukan
c.
f
~
N
c.
Semua unsur DP3 bemilai baik dalam 2 tahun terakhir
e.
b.
Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan
d.
a.
Memiliki kompetensi jabatan yang
d.
-KRITERIA PENGANGKATAN
-
..
-------1
------------~
lJNSUR PENDUKI7NG
UNSUR UTAMA
Faktor pendidikan dan
a.
Kemampuan manajerial
a.
Kesehatan
pelatihan jabatan
b.
Pendidikan
b.
Integritas
Pengalaman yang
c.
Pengalaman
c.
Status calon
dimiliki
d.
Kemampuan teknis
d.
Senioritas
Faktor senioritas dalam
e.
Kepangkatan
kepangkatan
f.
Dik:latpim
Usia.
g_
Diktat
I
teknis/fungsional
I
diperlukan
II
Lulus Diklatpim
I
J
*) = Diadopsikan dari UU No. 43Th 1999 Jo. Surat Mendagri No. 811.212.2/007321/Sj Tgl. 6 November2000
I
-l
KRITERIA PENGANGKATAN DALAM JABATAN STRUKTURAL (Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 811.212.2/007321/Sj Tanggal6 November 2000) I DASAR PERTIMBANGAN 1. Sesuai dengan ketentuan pasal 17 ayat (2) UU No. 43 Th 1999 ditegaskan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau go Iongan. 2. Mengacu ketentuan butir 1, maka dalam rangka pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS utamanya dalamjabatan struktural hendaknya kriteria sebagaimana dimaksud dalam surat Menteri Dalam Negeri di atas dapat dipahami secara keseluruhan dan sebagai satu kesatuan yang utuh. 3. Perlu disampaikan bahwa kriteria pengangkatan dalam jabatan struktural terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu unsur utama yang terdiri dari sub unsur kemampuan manajerial, pengalaman, kemampuan teknis, kepangkatan, pendidikan formal, pelatihan jabatan dan pelatihan teknis/fungsional serta unsur penunjang yang terdiri dari sub unsur integritas, status, senioritas/usia dan kesehatan. 4. Sehubungan dengan itu, disamping mengacu kepada berbagai ketentuan yang berleku, maka dalam rangka penilaian terhadap unsur utama dan unsur penunjang, kiranya tata cara penilaian yang tennuat dalam lampiran surat ini dapat dijadikan bahan acuan Saudara dalam menetapkan calon pejabat struktural yang akan diangkat dan atau dimutasikan.
~
w
II. KRITERIA PENGANGKATAN DALAM JABATAN STRUKTURAL A. UNSUR UTA:MA 1. Sub Unsur Kemampuan Manajerial Pendekatan kuantitatif terhadap sub unsur ini dilaksanakan dengan memperhatikan jabatan/jumlah jabatan eselon yang dan eselon satu tingkat di bawahnya yang pemah diduduki oleh caJon yang diusulkan. a. Sedang menduduki jabatan pada eselon yang sama. b. Pernah menduduki jabatan pada eselon yang sama c. Pernah menduduki jabatan pada eselon satu tingakat di bawahnya dalam 3 jabatan atau Iebih yang berbeda d. Pernah menduduki jabatan pada eselon satu tingkat di bawahnya dalam 2 jabatan yang berbeda e. Pernah menduduki jabatan pada eselon satu tingkat di bawahnya dalam 1 jabatan 2. Sub Unsur Pengalaman Banyaknya pengalaman seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatan, memiliki signifikansi terhadap kemampuan dan wawasannya, maka pendekatan kuantitatif dilaksanakan dengan memperhatikan Iamanya jabatan yang diduduki a. Berpengalaman menduduki jabatan pada eselon yang sama. b. Berpengalaman menduduki jabatan satu tingkat di bawahnya selama 6 tahun atau lebih c. Berpengalaman menduduki jabatan satu tingkat di bawahnya selama 4 sampai dengan 6 tahun d. Berpengalaman menduduki jabatan satu tingkat di bawahnya selama 2 sampai dengan 4 tahun e. Berpengalaman menduduki jabatan satu tingkat di bawahnya selama kurang dari 2 tahun (1)
~ ~
3. Sub Unsur Kemampuan Teknis Kemampuan Telmis datam melaksanakan tugas jabatan pada dasamya dipengaruhi oleh pengetahuan yang diperoleh selama metaksanakan tugas jabatan tersebutdan semakin banyak mendudukijabatan yang retevan, diasumsikan memiliki nitai yang tinggi a. Sedang menduduki jabatan pada eseton yang sama dan relevan dengan jabatan yang akan diduduki b. Pemah menduduki jabatan pada eselon yang sama dan rei evan dengan jabatan yang akan diduduki c. Pernah 3 kalii lebih menduduki jabatan yang berbeda pada eselon satu tingkat di bawahnya dan relevan dengan jabatan yang akan diduduki. d. Pernah 2 kalii lebih menduduki jabatan yang berbeda pada eselon satu tingkat di ba\vahnya dan relevan dengan jabatan yang akan diduduki. e. Pernah 1 kaliltebih menduduki jabatan yang berbeda pada eselon satu tingkat di ba,,vahnya dan ret evan dengan jabatan yang akan diduduki. 4. Sub Unsur Kepangkatan Pendekatan kuantitatif terhadap sub unsur ini dilaksanakan dengan mengacu persyaratan pangkat untuk menduduki jabatan struk1urat, sehingga eaton yang memiliki kepangkatan yang sesuaidgn jabatan yang akan diduduki diasumsikan dengan nilai tertinggi. a. Menduduki Jenjang pangkat tertinggi untuk jabatan struktural yang akan diduduki. b. Menduduki Jenjang pangkat terendah untukjabatan struktural yang akan diduduki. c. Menduduki Jenjang pangkat satu tingkat di bawahjejang pangkat terendah untukjabatan struktural yang akan diduduki selama 3 tahun/ lebih. d. Menduduki Jenjang pangkat satu tingkat di bawah jejang pangkat terendah untuk jabatan struktural yang akan diduduki selama kurang3tahun. e. Menduduki Jenjang pangkat dua tingkat di bawah jejang pangkat terendah untuk jabatan struktural yang akan diduduki 5. Sub Unsur Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang dimiliki calon pejabat sangat erat hubungannya dengan daya nalar dan kemampuan analisis kebijakan di bidangnya, sehingga pendekatan kuantitatif didasarkan atas tingkat pendidikan dan kesesuaian dengan bidang tugas. a. Berpendidikan S-3, S-2, S-1 yang jurusannya relevan dengan jabatan yang akan diduduki. b. Berpendidikan S-3 yang kurang relevan dan berpendidikan S-2 dan S-1 yang relevan dengan fungsi dan tugasjabatan yang akan diduduki. c. Berpendidikan S-2 dan S-1 yang relevan denganjabatan yang akan diduduki d. Berpendidikan S-2 yang kurang relevan dan S-1 yang relevan dengan jabatan yang diduduki e. Berpendidikan S-1 yang relevan denganjabatan yang akan diduduki. f. Berpendidikan di bawah S-1 6. Sub Unsur Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Struktural Terhadap sub unsur ini pendekatan kuantitatif terhadap caJon pejabat struktural dilaksanakan dengan mengacu pada persyaratan dalam pengangkatanjabatan struktural khususnya mengenai Diktatjabatan struktural sebagai syarat untukjabatan yang akan diduduki. a. Sudah mengikuti Diklat Struktural sesuai denganjabatan yang akan dipangkunya dan menduduki ranking 1 (satu) b. Sudah mengikuti Diktat Struktural sesuai denganjabatan yang akan dipangkunya dan menduduki ranking 10 (sepuluh) besar c. Sudah mengikuti Diktat Struk1ural sesuai denganjabatan yang akan dipangkunya dan menduduki ranking di bawah 10 (sepuluh) d. Betum mengikuti Diktat Struktural sesuai denganjabatan yang akan dipangkunya. 7. Sub Unsur Pendidikan dan Pelatihan Teknis/Fungsional (2)
pendekatan Diklat Teknis/Fungsionat me:n!pakan satah satu jatur bagi PNS datam menambah wawasan teknis pekerjaannya. Dengan demikian jabatan dengan relevansi dan kuantitatif didasarkan atas banyaklkurangnya keikutsertaan calon pejabat dalam mengikuti Diklat Teknis/fungsional yang akan diduduki. jabatan yang a. Pemah mengikuti dan lulus Diklat Teknis/Fungsional berjenjang sebanyak 2 kali atau tebih dan Diklat tersebut relevan dengan akan ciiduduki. denganjabatan b. Pemah mengikuti dan lulus Diklat Teknis/Fungsional tidak berjenjang sebanyak 2 kali atau lebih dan Diklat tersebut relevan yang akan diduduki. atan yang akan c. Pemah mengikuti dan tutus Diklat Teknis/Fungsionat berjenjang sebanyak 2 kali atau tebih dan dan 1 kali relevan denganjab diduduki. d. Pemah mengikuti dan lulus Diktat Teknis/Fungsional berjenjang sebanyak 1 kali retevan denganjabatan yang akan diduduki. yang akan e. Pemah mengikuti dan lutus Diktat Teknis/Fungsional berjenjang sebanyak 1 kali atau tebih dan kurang relevan dengan jabatan diduduki. B. UNSUR PENUNJA NG 1. Sub Unsur Integritas an yang meliputi Integritas calon adalah gambaran dari komitmen yang bersangkutan terhadap tugas dan tanggung jawab yang dipercayak sertapernah dijatuhi pengakuanlpenghargaan, rekomendasi/pertimbangan Pimpinan, catatan-catatan khusus dari aparat pengawas fungsional si memiliki nitai hukuman disiplin berat. Adapun pendekatan kuantitatif diberikan sesuai urutan faktor integritas tersebut dimana faktor rekomenda tertinggi sedangkan hukuman disiplin berat mempunyai nilai terkecil. a. Pemah mendapatkan penghargaan Tingkat Nasional yang berkaitan dengan jabatan. b. Pemah mendapatkan penghargaan Tingkat Daerah yang berkaiatan denganjabatan. c. Mendapat rekomendasi positif dari Pimpinan instansi tentang tugas dan tanggungjawab yang pernah diduduki. d. Memiliki catatan negatif dari pimpinan instansi. e. Memitiki catatan-catatan khusus (negatif) dari instansi pengawas atau instansi yang berwenang. 2. Sub Unsur Status Caion diberikan apakah Pendekatan kuantitatif didasarkan bahwa jabatan struktural merupakan jabatan karier yang diduduki oleh PNS sehingga penilaian status cal on sesuai dengan jabatan struktural yang akan diduduki. a. PNS atau Anggota TNI/POLRI yang telah beralih status menjadi PNS. b. Anggota TNI/POLRI yang sedang dalam proses pengalihan menjadi PNS.
3. Sub Unsur Senioritas senioritas dalam Sub unsur ini dinilai dengan membandingkan pangkat dan usia para caJon yang diajukan untuk satu jabatan dimana tingkat pangkat dan usia diberikan nilai lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai pangkat dan usia leih rendah. 4. Sub Unsur Kesehatan Penilaian sub unsur ini didasarkan atas hasil pemeriksaan kesehatan Tim Dokter Penguji. (3)
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BADAN PERENCANAA N PEMBANGUN AN DAERAB {BAPPEDA ) Kepatihan Danurejan Yogyakarta- 55213 Telepon (0274) 562811 (Psw. 209-219), 589583 Fax. (0274) 586712 E-mail :
[email protected]
SURAT KETERANGAN /IJIN Nomor: 07.0 13c::::>5<J
Menglngat
Tanggal: 04-08-2003
3.
lokasl Waktunya
2.01/UGM/MAP/Survey/03
Perihal: ljin Penelitian
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1983 tentang Pedoman Pendanaan Sumber dan Potensi Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 1983 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelaksanaan Penelitlan dan Pengembangan dlllngkungan Departemen Dalam Negeri; Keputusan Kepala Daerah lstimewa Yogyakarta No. 33/KPTS/1986 tentang : Tatalaksana Pemberian lzin bagl setlap lnstansl Pemerlntah, Non Pemerintah yang melakukan Pendataan/Penelitian.
1. 2.
Dlljlnkan kepada Nama Alamat lnstansi Judul
No.
Ka. Tim Pengelola Program Studi MAP-UGM Yk
Membaca Surat
DIDIT WIDIATMOKO, SIP Jln. Prop.Dr. Sardjoto-SEKIP,Yogyakarta
No. Mhs./NIM : 7804/PS/MAP/01
PENEMPATAN PNS DALAM JABATAN STRUKTURAL (Studi tentang Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gunungkidul)
Kabupaten Gunungkidul 09-08-2003 s/d 09-11-2003 Mulal tanggal
Dengan Ketentuan : 1. Terleblh dahulu menemul I melaporkan dlri Kepada Pejabat Pemerlntah setempat ( Bupatl/ Wallkota Kepala Daerah ) untuk mendapat petunjuk seperlunya. 2. Wajlb menjaga tata tertlb dan mentaatl ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat. 3. Wajlb memberllaporan hasll penelitlannya kepada Gubernur Kepala Daerah lstlmewa Yogyakarta (Cq. Ketua Baden Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsl Daerah lstlmewa Yogyakarta) 4. ljln lnl tidak dlsalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabllan Pemerlntah ·dan hanya dlperlukan untuk keperluan ilmiah. 5. Surat ljln inl dapat dlajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan. 6. Surat ljln lnl dapat dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan- ketentuan tersebut dl atas. Kemudlan diharap para Pejabat Pemerintah setempat dapat memberl bantuan seperlunya. Tembusan Kepada Yth. :
Dikeluarkan di
: Yogyakarta
1. Gubernur Daerah lstlmewa Yogyakarta ( Sebagallaporan ) 2. Ka. Badan Kesatuan dan Perlindungan Masyarakat Propinsi DIY
Pada tanggal
: 09-08-2003
3. Bupati Gunungkidul c.q Ka. Bappeda; 4. Ka. BKD Prop.DIY; 5. Ka. Tim Pengelola Program Studi MAP-UGM Yk; \f;,.f>ertinggal.
A.n. GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPALA BAPPEDA PROPINSI DIY
_-:::::;::::::ij8:;:KEPALA BIDANG l'IHI'w:J...Jl'loNI PENGENDALIAN
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGI\lD UL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
( BAPPED A)
SURAT KETERAN GAN I IZIN
Nomor : ... 010/.7. .9.'f. ..................... . Membaca Surat Mengingat
Surat Kepala BAPPEDA PropeDIY No a 070 /3030 , tlln8gal• 9 .Aguatua 2003 Porih&l a Ijin Pouall tim
1. Keputusan Mendagri Nomor 9 Talmn 1983 tentang: Pedoman Pendataan Sumber dan
Potensi Daerah ; 2. Keputusan Mendagri Nomor 61 Tah~ 1983 tentang : Pedoman Penyelenggaraan Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan dilingkungan Depdagri ; 3. Keputusan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 33/KPTS/1986 tentang : Tatalaksana Pemberian Izin bagi setiap Instansi Pemerintah maupun Non Pemerintah yang melakukan Pendataan! Penelitian. Diizinkan kepada Nama Fak/Akademi Alamat Instansi Alamat Rumah Keperluan
... ~~~~ -~~~~~~~-~... .......... f.f~,~m.J .. 7.PA4/."f.~b~/Rl .............. . ... ~ .~ .~.. r.Qgy:~ma ....................................................................... . ... ~~,.l;>;r;' •.~.~~.~.Ios;y;Jk~a ............................................. .
... ~~:t!wJ ..~. 9.1./,I~w .01. ~~mi. ~-.l.um.. Slemm ........................... . ... JWI«adaken. ,pAD.ttU:tl.ln. 8\Ul&. ~leaa.ikm. :taais . .dJmgm . jl.liul........ . ... .'!m:FJ6l?.A~ .F.i.S. l>ALAM . .JABAm..S~.. (.Studi.. :ton:t.ng. Ponataau ... ,~ ..mb~wm. Q:rgal'liaui .Po.nt18b.t. l>ao.nb.. di. .Kabupat.n. Our:umgld.dul.)"
Lokasi
... ~JI&i.m..:{{;~~g":\f:.,..n ..~m. ~.• awn\rJ8\c:t~\ll ....................................... .
Dosen/Pembimbing
... R.R ...1.t?~~M ..'+'.~.-J:?~................. ·...................................................... .. ............................................................................................................. 0
0
Waktunya Mulai pada tanggal 26 September 2003 s/d 26 Novolnber 2003 Dengan ketentuan I. Terlebih dahulu memenuhi/melaporkan diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya. 2. Wajib menjaga tata tertib dan blenaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat. 3. Wajib memberi laporan basil penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Guntmgkidul). 4. Izin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang d~pat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya diperlukan untuk keperluan ilmiah. 5. Surat izin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan. 6. Surat izin ini dibatalkan sewal<.tu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas. Kemudian diharap para Pejabat Pemerintah setempat suka memberi bru::tuan seperlunya. Dikeluarkan di Pada tanggal
: W onosari : 26 September 2003
An. BUPATI GUNUNGKIDUL KEPALA BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Tembusan kepada Yth. 1. Bapak Bupati Gunungkidul (sebagai Laporan) 2. Sdr. Kakan Kesbanglinmas Kab. Gunungkidul.
3.Sdr.xa.Bag oXepegaaim Sotda Kab.Gk 4•Sdr.Ka.Tim Pengelola Program Studi MAP-UGM Yk
YSNA. RARIATX-D SH
490 024 765