perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN DERAJAT DEPRESI DAN MENINGKATKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI(AKS) LANJUT USIA DI PANTI WREDA DARMA BHAKTI SURAKARTA TESIS Disusun Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama: Biomedik
Oleh : Agung Priatmaja S 500907002
Pembimbing : Prof. Dr. H. Muchammad Syamsulhadi dr. SpKJ (K) Prof. Dr. H. Muhammad Fanani dr. SpKJ (K)
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN DERAJAT DEPRESI DAN MENINGKATKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI(AKS) LANJUT USIA DI PANTI WREDA DARMA BHAKTI SURAKARTA
TESIS Oleh : Agung Priatmaja S 500907002
Komisi
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing
Pembimbing I
Prof.Dr.dr.M.Syamsulhadi,Sp KJ(K) NIP : 19461102 197609 1 001
Pembimbing II Prof.Dr.dr.M.Fanani, Sp KJ(K)
...........
......Mei 2012
...........
......Mei 2012
NIP: 195107111980041001
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal..........................2012
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Dr.dr.Hari Wujoso,Sp.F.,M.M NIP: 196210221995031001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN DERAJAT DEPRESI DAN MENINGKATKAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI(AKS) LANJUT USIA DI PANTI WREDA DHARMA BHAKTI SURAKARTA
TESIS Oleh : Agung Priatmaja S 500907002 Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tanda tangan
Tanggal
Ketua
Dr.Hari Wujoso, dr.,SpF.,MM
....................
..Juni2012
Sekretaris
Prof.Dr.Aris Sudiyanto,dr.,SpKJ(K) ...................
..Juni2012
Anggota
Prof. Dr M Fanani.,dr.,SpKJ(K)
...................
..Juni2012
Prof.Dr M Syamsulhadi,dr.,SpKJ(K) ...................
..Juni2012
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal.... Juni 2012
Direktur Program Pascasarjna UNS
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof.Dr.Ir Ahmad Yunus M.S Dr.dr.Hari Wujoso,Sp.F.,M.M NIP:196107171986011001 commit to user NIP:196210221995031001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa : 1. Tesis berjudul “ Pengaruh Logoterapi Untuk Menurunkan Derajat Depresi dan Meningkatkan
Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lanjut Usia di Panti
Wreda Dgarma Bhakti Surakarta” ini adalah benar-benar karya saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima saksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester sejak pengesahan Tesis saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka prodi Kedokteran Keluarga UNS
berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh prodi kedokteran keluarga PPs_UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dariketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan saksi akademik yang berlaku. Surakarta........................2012 Mahasiswa
Agung Priatmaja S 500907002
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNYA sehingga penyusunan hasil penelitian tesis ini dapat terwujud. Hasil penelitian tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam kurikulum Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang kami hormati: 1. Prof. Dr Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik. 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., sebagai Direktur Program Pasca Sarjana UNS beserta staf atas kebijakannya yang telah mendukung dengan memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana Program studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik. 3. Dr Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM sebagai Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk pelaksanaan dan penulisan tesis ini. 4. Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph D sebagai Ketua Program Studi Magistter Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik yang telah memberikan pengarahan kepada penulis untuk penulisan tesis ini. 5. Prof. Dr. H. Muchammad Syamsulhadi, dr. SpKJ (K) selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan penelitian tesis ini. 6. Prof. Dr. H. Mohammad Fanani, dr. SpKJ (K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan penelitian tesis ini. 7. Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ (K) selaku Ketua Program Studi PPDS 1 to userNegeri Sebelas Maret /RSUD Dr. Psikiatri Fakultas Kedokterancommit Universitas
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Moewardi Surakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan dukungan dalam penyusunan penelitian tesis ini 8. Prof. Em Ibrahim Nuhriawangsa, Sp.S, Sp.KJ . (K), selaku guru besar yang telah
memberikan
bimbingan
dan
kritik
yang
membangun
dalam
perencanaan,pelaksanaan dan penyusunan tesis ini. 9. Hj Mardiatmi Susilohati, dr. SpKJ (K), selaku Kepala Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan dukungan dalam penyusunan penelitian tesis ini. 10. Seluruh staf dan pimpinan panti wreda Dharma Bhakti Surakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini 11. Seluruh Staf Pengajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta yang telah memberi dorongan,
membimbing dan memberikan bantuan dalam segala bentuk pada penelitian tesis ini: a. H. Yusvick M. Hadin, dr. SpKJ b. Hj. Makmuroch, Dra. MS c. H. Djoko Suwito, dr. SpKJ d. Istar Yuliadi, dr. MSi e. Gst. Ayu Maharatih, dr. SpKJ. M Kes f. IGB. Indro Nugroho, dr. SpKJ.M Kes g. Debree Septiawan, dr. SpKJ. M Kes
12. Segenap dosen Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat berarti bagi penulis. 13. Seluruh Rekan Residen PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret / RSUD Dr Moewardi Surakarta yang memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penyusun baik dalam rencana pelaksanaan penelitian ini maupun selama menjalani pendidikan. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan penelitian tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan saran serta kritik dalam rangka perbaikan proposal penelitian tesis ini.
Surakarta ,
Penyusun
commit to user
vii
2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Agung Priatmaja. 2012. The Influence of Logotherapy to reducing The Degree of Depression and Improving Activity of Daily Living Elderly in Dharma Bhakti Surakarta. Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. M Syamsulhadi dr.,Sp KJ(K), II: Prof .Dr.M .Fanani, dr., Sp KJ (K). Education Program of Psychiatrist, Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT Background Depression in elderly constitute interference is the most important notice for geriatrics expert. Recognizing depression in elderly require some skills and experiences, since the clinical manifestations of depression’s classic symptoms is not often arise.Elderly that suffer depression will lead to meet the difficulty in activity of daily living. From the results of this research, CBT psychotherapy, relaxation therapy and hypnotherapy proven success in overcoming depression in the elderly, however other psychotherapy research such as logotherapy very few were reported. Principles in the logotherapy which contain the meaning of life and spiritual development in the individual can be applied to elderly whom sufferred depression and elderly who experience difficulty in activity of daily living. Objective To find out the influence of logotherapy in reducing the degrees of depression and improving activity of daily living in the elderly. Method This study is a randomized controlled trial study. The research subjects are residents in Dharma Bhakti elderly institution of Surakarta which meet the criteria for the study. Research performed between July 2011 to September 2011. Sampling technique using the purposive sampling. Variety of psychotherapy used is logotherapy for a total of 6 session. The research instrument were personal data filling, Barthel Index, the brief version of Geriatric Depression Scale, LMMPI, the check list of logotherapy, implementation guide of logotherapy. Data collected was processed and analyzed using SPSS version 17. Statistical tests using the t test, to signify the relationship of variables with significance level of 5%. Results There were significant differences (p = 0.00) between the GDS in pre-post treatment group and control, also there is a significant difference (p = 0.001) on the Barthel index between the treatment and control groups. In the correlation test between the GDS delta and Barthel delta found a significant correlation with p value = 0.031. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Conclusion Logotherapy influence reduce the degree of depression and increase the activities of daily living. Keyword Logotherapy-depression-activity of daily living.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Agung Priatmaja. 2012. Pengaruh Logoterapi Untuk Menurunkan Derajat Depresi Dan Meningkatkan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lanjut Usia di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta. Tesis. Supervisor I: Prof. Dr. M Syamsulhadi dr.,Sp KJ(K), II: Prof. Dr.M.Fanani, dr., Sp KJ (K). Program Pendidikan Dokter Spesialis Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK Latar Belakang : Gangguan depresi pada lanjut usia merupakan perhatian yang paling penting bagi para ahli geriatri. Mengenali depresi pada lanjut usia memerlukan suatu keterampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik sering tidak muncul. Lanjut usia yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari hari. Dari hasil penelitian , psikoterapi CBT, terapi relaksasi dan hipnoterapi terbukti berhasil dalam mengatasi depresi pada lansia, akan tetapi penelitian psikoterapi lainnya seperti logoterapi sangat sedikit yang dilaporkan. Prinsipprinsip yang terdapat dalam logoterapi mengenai makna hidup dan pengembangan spiritual pada individu dapat diterapkan pada lanjut usia yang menderita depresi dan lanjut usia mengalami kesulitan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Tujuan: Untuk mengetahui keefektifan logoterapi dalam menurunkan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Random Control trial. Subjek penelitian adalah penghuni panti wreda Dharma Bhakti Surakarta yang memenuhi kriteria. Penelitian antara Juli 2011- September 2011. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Jenis psikoterapi yang digunakan adalah logoterapi dengan jumlah 6 sesi. Instrumen penelitian adalah isian data pribadi, Barthek indeks, Geriatric Depresion Scale versi pendek, L-MMPI, Check list logoterapi, panduan pelaksanaan logoterapi. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS versi 17. Ujin statistik menggunakan uji t , untuk signifikansi hubungan variabel dengan tingkat kemaknaan 5%. Hasil : terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,00) antara GDS pre-post pada kelompok perlakuan dan kontrol demikian pula terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001) pada Barthel indeks antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada uji korelasi antara delta GDS dan delta Barthel terdapat korelasi yang bermakna dengan nilai p=0,031. Kesimpulan: Logoterapi berpengaruh menurunkan derajat depresi dan menaikkan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kata kunci: Logoterapi-depresi-aktivitas kehidupan sehari-hari. commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS .........
iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................
v
ABSTRACT ...........................................................................................
viii
ABSTRAK .............................................................................................
x
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................. ........... xvii BAB.I. PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar belakang ...................................................................
1
B. Permasalahan .....................................................................
5
C. Tujuan penelitian ................................................................
5
D. Manfaat penelitian ..............................................................
6
BAB. II. LANDASAN TEORI .............................................................
7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................
7
2.1 Lanjut Usia (Lansia)........................................................
7
2.1.1
Pengertian Lansia ................................................
7
2.1.2
Batasan Lanjut Usia ............................................
9
2.1.3
Perubahan Pada Lansia .......................................
9
2.1.4
Klasifikasi Lansia ................................................
18
2.1.5
Masalah Pada Lansia ..........................................
18
2.2 Gangguan Depresi pada Lansia.......................................
22
2.3 Etiologi dan Patogenesis Depresi 2.3.1
Faktor biologi ......................................................
25
2.3.2
Faktor Neurokimiawi Lain .................................. commit to user.................................... Regulasi Neuroendokrin
26
2.3.3
xi
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.4 Diagnosis Depresi ..........................................................
28
2.5 Geriatric Depression Scale……………………………
29
2.6 Depresi Lansia di Panti ..................................................
32
2.7 Mini Mental State Examination……………………… .
33
2.8 Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)………………
34
2.8.1
Pengertian AKS...................................................
34
2.8.2
Manfaat Kemampuan AKS pada lansia ..............
38
2.8.3
Macam AKS pada Lansia ...................................
39
2.8.4
Skala AKS……………………………………… . 41
2.8.5
Macam AKS...............…………………............
43
2.8.6
Cara Pengukuran AKS ........................................
44
2.9 Index Barthel (IB)………………………................ .... .
45
2.10 Faktor- faktor yang mempengaruhi AKS lansia……… .
47
2.11 Logoterapi .....................................................................
50
2.11.1 Konsep Dasar Logoterapi………………………… 52 2.11.2 Landasan Filsafat Logoterapi……………………
55
2.11.3 Tiga Asas Utama Logoterapi ……………………
58
2.11.4 Teknik Logoterapi ................................................
62
2.12 Psikobiologi .................................................................. ..
68
2.13 Psikoneuroimunologi ......................................................
71
B. Kerangka Berpikir ............................................................
76
C. Hipotesis ..............................................................................
77
BAB III. METODE PENELITIAN .....................................................
78
A. Jenis Penelitian......................................................................
78
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................
78
C. Subjek Penelitian...................................................................
78
D. Teknik Penetapan Sampel .....................................................
78
E. Besar Sampel.........................................................................
79
F. Kriteria Inklusi ...................................................................... commit to user G. Kriteria Eksklusi ...................................................................
80
xii
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Identifikasi variabel...............................................................
80
I. Definisi Operasional Variabel ...............................................
81
J. Instrumen Penelitian .............................................................
82
K. Cara Kerja .............................................................................
82
L. Teknik Analisis data..............................................................
83
M. Kerangka Kerja Penelitian ....................................................
84
BAB IV HASIL PENELITIAN ...........................................................
85
BAB V PEMBAHASAN .....................................................................
89
A. Subjek Penelitian.................................................................
89
B. Penilaian GDS dan Barthel Index .....................................
90
C. Keterbatasan........................................................................
94
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ..................................................
97
A. Simpulan ..............................................................................
97
B. Saran ....................................................................................
97
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
99
LAMPIRAN .................................................................................... 103
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN KATA ACTH
: Adrenocorticotropine hormone
ADL
: Activities of Daily Living
AKS
: Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
ANS
: Autonomic Nervous System
CBT
: Cognitive Behavioral Therapy
CERAD
: The Consortium to Establish a Registry for Alzheimer’s Disease
CES-D-R
: Center for Epidemiologic Studies Depression Scale, Revised
CRF
: Corticotropine Releasing Factor
Depkes
: Departemen Kesehatan
DSM
: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
ECT
: Electric Convulsion Therapy
GDS
: Geriatric Depression Scale
HIV
: Human Immunodeficiency Virus
HPA
: Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
5-HT
: Serotonin
IB
: Indeks Barthel
ICD
: International Classification of Diseases
IFN-γ
: Interferon – gamma
IL-6
: Interleukin-6
IL-1
: Interleukin-1
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IL-2
: Interleukin 2
LGT
: Logoterapi
L-MMPI
: Lie – Minnesota Multiphasic Personality Inventory
MAOI
: Mono Amin Oksidase Inhibitor
MMSE
: Mini Mental State Examination
NE
: Norepineprin
PPDGJ
: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
PTSD
: Post Traumatic Stress Disorder
RSUD
: Rumah Sakit Umum Daerah
SAM
: Simpathetic Adrenal Medullary
SOP
: Standart Operational Procedure
SPSS
: System Package for Social Statistics
SSP
: Sistem Saraf Pusat
SSRI
: Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
TNF-α
: Tumor Necrosis Factor – alpha
WHO
: World Health Organization
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Indeks Barthel .....................................................................
45
TABEL 2.2 Intepretasi Indeks Barthel ...................................................
46
TABEL 4.1 Deskripsi karakteristik data menurut kelompok berdasarkan lama tinggal .....................................................................................
85
TABEL 4.2 Deskripsi karakteristik data menurut kelompok jenis kelamin, keberadaan keluarga dan status penyakit .....................................
86
TABEL 4.3 Perbandingan variabel pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol sebelum logoterapi dengan uji t .............................................................. ...............................
87
TABEL 4.4 Perbandingan variabel GDS dan Barthel pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol setelah logoterapi dengan uji t.............................................................. ................................
87
TABEL 4.5 Perbandingan variabel delta GDS dan delta Barthel pada kelompok perlakuan dibandingkan kontrol dengan uji t ........................
88
TABEL 4.6 Uji korelasi antara delta GDS dan delta Barthel .................
88
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Formulir persetujuan subjek penelitian ......................... 103 LAMPIRAN 2. Formulir pengisian responden ....................................... 104 LAMPIRAN 3. Lie-MMPI ..................................................................... 105 LAMPIRAN 4. MMSE ........................................................................... 107 LAMPIRAN 5. GDS ............................................................................... 109 LAMPIRAN 6. Barthel Index ................................................................. 111 LAMPIRAN 7. Check list Logoterapi .................................................... 113 LAMPIRAN 8. Panduan Pelaksanaan Logoterapi .................................. 114 LAMPIRAN 9. Tahapan Konseling Logoterapi ..................................... 120
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Syamsulhadi 2012). Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun keatas tumbuh lebih cepat jika dibandingkan kelompok usia lainnya. Antara tahun 1970 dan 2025 pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) dunia diperkirakan sekitar 694 juta orang atau 223 %. Pada tahun 2025 terdapat sekitar 1,2 miliar orang penduduk lansia dan memasuki tahun 2050 diperkirakan akan mencapai angka 2 miliar orang seperti disampaikan PBB tahun 2001 (Depkes, 2008). Di Indonesia, jumlah penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2020 diperkirakan meningkat menjadi 28,8 juta atau 11,34% dari seluruh populasi penduduk (Setiati, Nurhayati 1996). Ini mencerminkan salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia, tetapi di sisi lain sekaligus merupakan tantangan untuk mengupayakan agar mereka mampu mempertahankan kualitas hidupnya. Pada tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan meningkat empat kali lipat. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia (Darmono, 2010) commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peningkatan jumlah penduduk lansia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan lansia (old age ratiodependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia. Diperkirakan angka lansia pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif (Mudjadid, 2002). Peningkatan kelompok usia lanjut membutuhkan perhatian khusus, terutama peningkatan
aktivitas kehidupan sehari hari mereka agar dapat
mempertahankan kesehatan dan kemandiriannya sehingga tidak menjadi beban. Keberadaan lansia sebagian ada di tengah tengah keluarga dan sebagian lagi ada yang tinggal di panti panti wreda. Ketika lansia tinggal di panti wreda, maka dukungan dari keluarga dekat relatif minim didapatkannya (Hadiwinoto ;Setiadi, 1999) Bondan (2000) mengatakan keterbatasan lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari hari (AKS) dapat menjadi salah satu faktor penyebab munculnya depresi. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan depresi pada lansia adalah stres commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
psikososial, keparahan penyakit, keterbatasan melaksanakan Activityies of Daily Living (ADL) dan aktivitas Instrumen kehidupan sehari hari (AIKS), Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko mengalami gangguan kesehatan. Masalah keperawatan yang menonjol pada kelompok tersebut adalah meningkatnya disabilitas fungsional fisik. Disabilitas fungsional pada lansia merupakan
respons tubuh sejalan dengan bertambahnya umur
seseorang dan proses kemunduran yang diikuti dengan munculnya gangguan fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif, dan gangguan psikososial. Lansia yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya (Miller, 1995; Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002), sedangkan lansia yang mengalami demensia dilaporkan juga memiliki defisit aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) (Jorm, 1994). Sebaliknya, keterbatasan lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dapat menjadi salah satu faktor penyebab munculnya depresi (Eliopoulos, 1997, Roberts, Kaplan, Shema, Strawbridge 1997), sedangkan menurut Hadiwinoto dan Setiadi T (1999) depresi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan AKS. Terganggunya melaksanakan aktivitas kehidupan sehari hari yang dialami lansia dapat disebabkan karena penurunan kondisi fisik sehingga mengakibatkan mereka menjadi tergantung pada orang lain. Lansia yang berada dalam panti dengan berbagai alasan akan merasa kesepian bila tidak ada kegiatan yang terorganisir dan jarangnya dikunjungi oleh keluarga. Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia. Lansia commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari hari (Miller 1995, Lueckenotte, 2000). Selain itu masuknya lansia ke dalam panti dapat menjadi sumber stres bagi lansia karena merasa kehilangan dan perpisahan dengan keluarganya serta perasaan tidak berdaya. Hal ini merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia (Stuart dan Sundeen, 1998). Salah satu
penatalaksanaan depresi pada lanjut usia adalah dengan
psikoterapi, dimana psikoterapi dapat dijalankan secara individual maupun kelompok. Psikoterapi pada lansia mempunyai tujuan umum yang bermaksud membantu para lanjut usia agar mempunyai keluhan yang minimal (Nuhriawangsa 2002). Psikoterapi Logoterapi adalah salah satu bentuk psikoterapi yang melakukan pendekatan dari sisi spiritual dan makna hidup yang sesuai untuk diterapkan pada lanjut usia yang mengalami ketidakberdayaan. Logoterapi yang dipelopori oleh Victor Frankl telah mengalami ujian berat yang dialami oleh tokoh logoterapi itu sendiri saat mengalami ketidakberdayaan dalam kamp konsentrasi. (Guttman 1996, Frankl 2003, Bastaman 2007). Semakin bertambahnya angka harapan hidup seseorang berarti semakin banyak jumlah lansia. Di sisi lain, jumlah lansia yang semakin banyak justru menjadi permasalahan tersendiri jika tidak disertai penanganan yang tepat (Darmono dan Martono 2004). Banyak masalah kesehatan yang harus dihadapi oleh kaum lansia baik fisik maupun mental. Depresi merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 – 15 %. Hasil survey commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan pria dan wanita 14,1 : 8,5. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45 %. Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan (Darmojo dan Martono 2004). Di Indonesia pemakaian psikoterapi logoterapi dalam klinis belum banyak laporan yang dipublikasikan, demikian juga dalam jurnal internasional laporan penggunaan dalam klinis belum banyak yang dipublikasikan. Teori tentang logoterapi sudah banyak dipublikasikan, dan berbagai study hubungan antara depresi dengan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia juga sudah banyak dilaporkan namun sepengetahuan penulis masih sangat sedikit laporan yang mempublikasikan mengenai pengaruh logoterapi terhadap depresi dan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh logoterapi terhadap penurunan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia. B. Permasalahan Apakah logoterapi mempengaruhi penurunan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari hari pada lanjut usia?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh Logoterapi dalam menurunkan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari pada lanjut usia commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis: a. Memperluas dan memperdalam bidang kajian psikiatri khususnya tentang Logoterapi dan aktivitas kehidupan sehari hari pada lanjut usia. b. Memberikan keuntungan dalam hal penatalaksanaan di bidang geriatri dengan peningkatan aktivitas kehidupan sehari hari di masa mendatang. c. Dapat menjadi landasan penelitian lanjutan tentang Logoterapi pada lanjut usia. 2. Manfaat praktis: a.
Implikasi hasil penelitian dapat digunakan dalam menangani masalah depresi dan aktivitas kehidupan sehari hari bagi lanjut usia yang tinggal di panti wreda.
b.
Sebagai alternatif terapi tambahan di bidang liaison psychiatry dalam masalah depresi dan peningkatan aktivitas hidup sehari hari pada lanjut usia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1
Pengertian Lansia Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah yang
tak terhindarkan, dan menjadi manusia lanjut usia (lansia) yang sehat merupakan suatu rahmat Tuhan. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa batas usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Darmono 2010). Proses penuaan disebut ‘senescence’ (dari bahasa Latin : senescere, berarti menjadi tua) dan ditandai oleh penurunan bertahap pada fungsi semua sistem tubuh yaitu kardiovaskuler, pernafasan, genitourinarius, endokrin dan kekebalan serta lainnya (Kaplan dan Sadock 2007). Istilah untuk manusia yang usianya sudah lanjut belum ada yang baku. Orang sering menyebutnya berbeda-beda. Ada yang menyebutnya manusia usia lanjut (manula), manusia lanjut usia (lansia), ada yang menyebut commit to user
7
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
golongan lanjut umur (glamur), usia lanjut (usila), bahkan kalau di Inggris orang biasa menyebutnya dengan istilah warga negara senior (Iskandar, 2006). Dari beberapa referensi yang ada menjelaskan bahwa pengertian lanjut usia menurut undang-undang No. 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan hidupnya sehari-hari (Darmojo dan Martono, 2004). Sedangkan menurut undang-undang No. 13 tahun 1998 adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2000). Lanjut usia atau usia tua adalah suatu periode dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang ’’beranjak jauh’’ dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan,
atau
beranjak
dari
waktu
yang
penuh
bermanfaat
(Wirakusumah 2002). Beberapa ahli biasanya membedakan menurut 2 macam umur, yaitu umur kronologis dan umur biologis. Umur kronologis adalah umur yang dicapai seseorang dalam kehidupannya dihitung dengan tahun almanak atau kalender. Secara kronologis perjalanan hidup manusia terdiri dari beberapa masa yaitu : masa bayi (0-1 tahun), pra sekolah (6-10 tahun), masa pubertas (10-20 tahun), dewasa muda (20-30 tahun), masa setengah renta (50-65 tahun), masa usia lanjut (>65-74 tahun) medium old (74-84 tahun) dan tua renta (old-old > 84 tahun) (Mangoenprasodjo dan Hidayati 2005). Umur biologis adalah usia yang sebenarnya. Pematangan jaringan yang biasanya dipakai sebagai indeks umur biologis. Secara biologik proses penuaan manusia dibagi dalam 3 fase : yaitu fase pertumbuhan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
perkembangan, fase pematangan (maturasi) dan fase penurunan (karena penuaan). Hal ini dapat menerangkan, mengapa orang-orang berumur kronologis sama mempunyai penampilan fisik dan mental berbeda (Iskandar 2006). 2.1.2 Batasan Lanjut Usia Menurut organisasi kesehatan dunia, kriteria usia meliputi : usia pertengahan (45-59 tahun), lanjut usia (60-74 tahun), lanjut usia tua (75-90) dan usia sangat tua di atas 90 tahun (Darmojo dan Martono 2004, Hurlock 2002), Menurut Muhammad (1996) cit. Mckenzie (2007) masa lanjut usia adalah 65 tahun ke atas, sedangkan menurut Masdani (1996) mengatakan usia lanjut adalah kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu : pertama fase investus yaitu antara 25-40 tahun, kedua fase vertilitas yaitu antara 40-50 tahun, ketiga fase prasenium yaitu antara 5565 tahun dan keempat fase senium yaitu antara 65 sampai tutup usia. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 seorang dapat dikatakan lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 60 tahun ke atas (Wirakusumah 2002 dan Nugroho 2000). 2.1.3 Perubahan pada Lansia Jika proses menua mulai berlangsung, di dalam tubuh juga mulai terjadi perubahan struktural yang merupakan proses degeneratif. Misalnya sel mengecil atau komposisi sel pembentukan jaringan ikat baru menggantikan sel yang menghilang dengan akibat timbulnya kemunduran fungsi organ-organ tubuh. Usia tua memang sering kali disertai dengan berbagai gangguan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
kesehatan karena fungsi organ tubuh seperti ginjal, paru dan kekebalan tubuh menurun. Lanjut usia juga berisiko untuk lebih sering terserang penyakit infeksi, kanker, penyakit jantung koroner, osteoporosis dan mengalami dementia (Iskandar 2006). Hubungan antara kesehatan mental yang baik dan kesehatan fisik yang baik adalah jelas pada lanjut usia. Efek yang merugikan pada perjalanan penyakit medik yang kronis adalah berhubungan dengan masalah emosional. Lanjut usia secara keseluruhan disertai dengan kesepian, kesehatan yang buruk, senilitas dan kelemahan atau ketidakberdayaan secara umum (Kaplan dan Sadock 2007). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Maryam (2008) adalah : 2.1.3.1 Perubahan Fisik a
Sel Lebih sedikit jumlahnya,lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel,otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5 – 10%.
b
System Persarafan Berat otak menurun 10 – 20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
syaraf panca indra (berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif terhadap sentuhan. c
Presbiakusis (Gangguan pada Pendengaran) Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada–nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata–kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun, membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otot seklerosis, terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
d
Sistim Penglihatan Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar kornea lebih terbentuk sferis, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadikatarak menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap,hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang (berkurang luas pandang).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e
12 digilib.uns.ac.id
Sistim Kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume jantung dan kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun.
f
Sistim Pengaturan Temperatur Tubuh Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sebagai akibat sering ditemui temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35°C ini akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g
Sistim Respirasi Otot–otot pernafasan kehilangan kekuatandan menjadi kaku menurunnya aktifitas dari sillia, paru–paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, O² pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO² pada arteri tidak terganti, kemampuan elastisitas dinding dada commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia. h
Sistim Gastrointestinal Kehilangan gigi, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap menurun adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indra pengecap (±80%) hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
i
Sistim Reproduksi Menciutnya ovari dan uterus, atropi payudara, pada laki–laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur–angsur, dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik) yaitu kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami, selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan–perubahan warna. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
j
Sistim Genitourinari Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine,darah ke ginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus menurun akibatnya berkurannya kemampuan mengkonsentrasikan urin, berat jenis urin menurun akibat proteinuria (biasanya +1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, vesika urinaria (kandung kemih) ototnya menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, pembesaran prostat ±75 % dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
k
Sistim Endokrin Produksi dari hampir semua hormon menurun, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktifitas tiroid, menurunnya BMR (basal metabolic rate), dan menurunnya daya pertukaran zat, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen, dan testeron.
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
l
Sistim Kulit Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk–bentuk sel epidermis), menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun yaitu produksi serum menurun, gangguan pigmentasi kulit, dan rambut menipis, berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi lebih keras dan rapuh, kuku kaki bertumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
m Musculoskeletal System Lansia yang melakukan aktifitas secara teratur tidak kehilangan massa atau tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang tidak aktif. Serat otot berkurang ukurannya. Dan kekuatan otot berkurang sebanding penurunan massa otot. Penurunan massa dan kekuatan otot, demeneralisasi tulang, penurunan mobilitas sendi, tonjolan tulang lebih meninggi(terlihat). Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis pinggang, pergerakan lutut dan jari–jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang), persendian membesar dan menjadi rapuh, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot–otot kram menjadi tremor, otot–otot polos tidak begitu berpengaruh. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.1.3.2 Perubahan Mental Perubahan mental pada lansia berkaitan dengan 2 hal yaitu kenangan dan intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan masa terdahulu namun sering lupa pada masa yang baru, sedangkan intelegensia tidak berubah namun terjadi perubahan dalam daya membayangkan (Mangoenprasdjo dan Hidayati, 2005). Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan
fisik,
tingkat
pendidikan,
keturunan
(hereditas),
dan
lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka panjang berjam–jam
sampai
berhari–hari
yang
lalu
mencakup
beberapa
perubahan),dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan buruk). I.Q. (Intellegentian Quotion) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–tekanan dari faktor waktu). Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron di otak secara progresif kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia. Perubahan kognitif yang dialami lanjut usia adalah demensia, dan delirium (Bongsoe Jamsir, 2007). Sejumlah faktor risiko psikososial juga mempredisposisi lanjut usia commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada gangguan mental. Faktor risiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif. Hal tersebut dapat mengganggu interaksi sosial yang kontinyu. Bukti yang ada menyatakan bahwa mempertahankan aktivitas sosial bermanfaat untuk kesehatan fisik dan emosional (Kaplan dan Sadock, 2007). Lanjut usia akan mengalami perubahan–perubahan psikososial seperti pensiun. Nilai seseorang sering diukur produktifitasnya, identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang mengalami pensiun akan mengalami berbagai kehilangan yaitu finansial (income berkurang), status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya), teman/kenalan atau relasi, dan pekerjaan atau kegiatan. Sosial ekonomi merupakan hal yang sangat penting bagi orang lanjut usia dan masyarakat secara luas. Kondisi sosial ekonomi yang buruk pada lanjut usia mempunyai efek langsung pada kesehatan psikologis dan fisik. Kekhawatiran tentang uang dapat menjadi perhatian obsesif yang mengganggu kesenangan hidup mereka (Kaplan dan Sadock 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
2.1.4 Klasifikasi Lansia Berikut ini adalah lima klasifikasi lansia menurut Depkes (1990) : 2.1.4.1 Pralansia (Prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2.1.4.2 Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 2.1.4.3 Lansia Risiko Tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. 2.1.4.4 Lansia Potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa. 2.1.2.5 Lansia Tidak Potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya begantung pada bantuan orang lain. 2.1.5 Masalah pada Lanjut Usia Salah satu kondisi yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia adalah menjadi tua. Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai usia berapa awal masa tua, namun secara umum mereka sepakat bahwa pada wanita, awal usia tua dimulai saat henti haid atau menopause sekitar usia 50 tahun, sedangkan pada pria dimulai saat terjadi gejala fisik seperti kulit menjadi kering dan mengerut, rambut menipis dan merontok, gigi mulai tanggal satu persatu, daya ingat dan fungsi panca indra melemah, stamina commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurun dan mulai gampang sakit. Gejala-gejala ini biasanya tidak terjadi sebelumnya,
bahkan
gejala-gejala
ini
dapat
timbul
bersamaan
(Mangoenprasodjo et al. 2005). Kondisi masa tua yang dihadapi oleh setiap orang tidak sama, bagi orang yang telah mempersiapkan masa tuanya secara fisik dan mental, akan selalu mendapatkan makna dalam kehidupan usia tua yang membahagiakan dirinya, tetapi bagi orang yang tidak mempersiapkan diri untuk masa tuanya, kehidupan di usia lanjut seringkali menjadi penderitaan yang tiada hentinya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan dampak gangguan terhadap jiwa maupun fisiknya. Orang lanjut usia yang tidak dapat menemukan makna hidup di usia tua akan mengalami gangguan somatik termasuk hipertensi dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, cemas, palpitasi, pusing, epistaksis, migren, tinnitus dll (Mangoenprasodjo et al. 2005). Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang, hal mana akan dapat mengakibatkan commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang. Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih mempunyai kemampuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin timbul adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam situasi keterbatasan kesempatan kerja. Aspek medik yang sering menjadi masalah di usia lanjut dapat berupa masalah pernafasan, masalah peredaran darah, masalah fungsi kemih, masalah buang air besar (defekasi), masalah kepikunan (dementia), masalah gangguan gerak, masalah tidur, masalah impotensia, masalah kejiwaan (skizofrenia, gangguan jiwa afektif) (Darmojo dan Martono 2004). Masalah-masalah pada lanjut usia dikategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia. a. Imobilisasi dapat disebabkan karena alasan psikologis dan fisik. Alasan psikologis diantaranya apatis, depresi, dan kebingungan. Setelah
faktor
psikologis,
masalah
fisik
akan
terjadi
sehingga
memperburuk kondisi imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi sekunder (Watson 2003). Faktor fisik yang menyebabkan imobilisasi mencakup fraktur ekstremitas, nyeri pada pergerakan artrithis, paralis dan penyakit serebrovaskular, penyakit kardiovaskular yang menimbulkan kelelahan yang ekstrim selama latihan, sehingga terjadi ketidakcommit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seimbangan. Selain itu penyakit seperti parkinson dengan gejala tremor dan ketidakmampuan untuk berjalan merupakan penyebab imobilisasi. b. Masalah yang nyata dari ketidakstabilan adalah jatuh. Karena kejadian ini sering dialami oleh lanjut usia di mana angka kejadian wanita yang jatuh, dua kali lebih sering dibanding pria (Watson 2003). Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring dan terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Akibat jatuh ini dapat menyebabkan imobilisasi. c. Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan dengan penyakit-penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga kebanyakan masalah turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai akibat langsung proses penuaan tetapi karena penyakit. Sebagian besar lanjut usia memerlukan perawatan karena menderita gangguan mental. Konfusi
(kebingungan)
adalah
masalah
utama
yang
mempunyai
konsekuensi untuk semua aktivitas sehari-hari. Lanjut usia yang mengalami konfusi tidak akan mampu untuk makan, tidak mampu mengontrol diri, bahkan menunjukkan perilaku yang agresif sehingga lanjut
usia
memerlukan
perawatan
lanjutan
untuk
mengatasi
ketidakmampuan dan keamanan lingkungan tempat tinggal lanjut usia secara umum. Bantuan yang diberikan adalah melalui petugas panti dan dukungan keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lanjut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
usia yang kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini berhubungan dengan faktor akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah dijelaskan di atas adalah efek dari imobilisasi (Darmojo 2000). d. Inkontinensia lebih banyak diderita oleh perempuan dari pada laki-laki. Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemah, menjadi penyebab inkontinensia. Pada laki-laki, penyebab umumnya adalah pembesaran kelenjar prostat dan diperlukan prosedur bedah untuk menangani kondisi tersebut (Watson 2003).
2.2
Gangguan Depresi pada Lansia Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang. Pada masa ini seseorang cenderung lebih banyak menyesuaikan diri dengan banyaknya perubahan yang terjadi dalam kehidupannya misalnya menurunnya kemampuan fisik, meninggalnya suami atau istri, teman seusia dan pensiun. Apabila lansia tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut, maka lansia akan merasa kesepian yaitu perasaan terasing, ditolak, ditinggalkan, tak berharga dan merasa dikucilkan dalamkehidupannya sehingga individu merasa hubungan sosialnya tidak memuaskan. Kesepian yang dialami lansia akan menimbulkan stres yang berkepanjangan dan akhirnya akan jatuh ke dalam depresi (Rahmi 2011). Gangguan depresi pada lanjut usia merupakan perhatian yang paling penting bagi para ahli geriatri. Perkiraan depresi berkisar antara 510% pada mereka yang berusia di atas 65 tahun dan meningkat jumlahnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
bagi mereka yang berumur di atas 80 tahun, orang miskin, dan yang tidak menikah. Serangan pertama dari kebanyakan depresi terjadi antara umur 5565 tahun pada pria dan antara 50-60 tahun pada wanita. Kebanyakan depresi akan berulang bila tidak mendapatkan pengobatan. Tanda dan gejala depresi yang umum meliputi, menurunnya kekuatan dan konsentrasi, masalah tidur (terutama bangun terlalu pagi atau sering terbangun di malam hari), menurunnya nafsu makan, penurunan berat badan dan keluhan-keluhan somatik. Sindroma yang khusus dan unik adalah melancholia, yaitu salah satu jenis depresi yang mempunyai ciri khas selain depresi juga hipokondria, harga diri yang rendah, rasa tidak berguna dankecenderungan menyalahkan atau mendakwa diri sendiri (terutama mengenai seks dan keadaan penuh dosa) dengan pikiran-pikiran paranoid dan bunuh diri (Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008). Gangguan kognitif pada pasien depresi usia lanjut disebut pseudodementia yang mudah dikelirukan dengan dementia yang sebenarnya. Pada dementia yang sesungguhnya penampilan yang intelektual sifatnya menyeluruh dan ketidakmampuan secara menetap rendah, sedang pada pseudodementia kekurangan perhatian dan konsentrasi berbeda-beda. Penyebab depresi pada usia lanjut berbeda-beda. Faktor psikologis, termasuk adaptasi terhadap kehilangan, terutama kehilangan orang yang sangat dicintai, kehilangan kawan-kawan dan pekerjaan, perasaan tidak berdaya karena tidak mampu mengendalikan kehidupan seseorang. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerentanan biologis pada depresi meningkat, sebagai akibat dari kesalahan pengaturan dari neurotransmitter otak, khususnya mengurangnya kadar serotonin, norepnefrin, dan dopamine serta meningkatnya kadar MAO yang kemudian akan menurunkan kadar kathekolamin (Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008). Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu ketrampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul. Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood yang depresi. Yang sering terlihat adalah gejala hilangnya tenaga/energy, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau kaluhan rasa sakit atau nyeri. Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berbeda. Dalam usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, disamping mengeluh tentang gangguan memori (Kaplan dan Sadock 2007). Salah satu penatalaksanaan depresi pada lanjut usia adalah pemberian psikoterapi, baik psikoterapi individual maupun kelompok dan paling efektif jika dilakukan bersama sama dengan pemberian obat antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara klien dan terapis commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam proses sterapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2.3
Etiologi dan Patogenesis Depresi 2.3.1 a
Faktor Biologi
Norepinefrin Hal ini dibuktikan dengan korelasi antara penurunan reseptor β adrenergik dengan pemakaian obat anti depresan. Bukti lain juga menunjukkan reseptor β2 presinaptik pada depresi, dimana bila terjadi aktivasi reseptor presipnatik ini menyebabkan penurunan jumlah norepinefrin.
b
Serotonin Dengan efek besar dari Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) sebagai contoh fluoxetin dalam terapi depresi, membuat serotonin sebagai neurotransmiter asam amino biogenik berasosiasi dengan depresi. Penurunan jumlah serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa pasien dengan keinginan bunuh diri mempunyai konsentrasi metabolit serotonin yang rendah pada lokasi uptake di keping darah (Kaplan dan Sadock 2005).
c
Dopamin Selain norepinefrin dan serotonin, dopamin juga dihipotesiskan memainkan peranan. Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
depresi dan meningkat pada mania. Penemuan subtipe baru pada reseptor dopamin dan terdapat regulasi presinaptik dan postsinaptik terhadap
fungsi
dopamin
menambah
pengertian
mengenai
hubungan dopamin dengan gangguan mood. Obat yang dapat mengurangi konsentrasi dopamin misalnyareserpin dan penyakit yang menurunkan konsentrasi dopamin misalnya parkinson dikaitkan dengan gejala depresi. Sebaliknya obat yang dapat meningkatkan konsentrasi dopamin seperti tyrosin, amphetamin, bupropion mengurangi gejala depresi. Dua teori terbaru mengenai dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik dalam kondisi disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor D1 dopamin mungkin hipoaktif pada depresi (Kaplan dan Sadock 2005). 2.3.2
Faktor Neurokimiawi Lain Walaupun data belum dapat disimpulkan, namun neurotrasmiter asam
amino
(khususnya
GABA)
dan
peptida
neuroaktif
(khususnya vasopresin dan opiat endogen) telah diterapkan dalam patofisiologi mood. Beberapa penyelidik menduga bahwa sistem second messenger seperti adenilate siklase, phosphatidylinosistol dan regulasi calevium mungkin berkaitan. Glutamat dan glysine tampaknya berfungsi sebagai neurotrasmiter eksitatorik di SSP. Mereka terikat pada reseptor NMDA 9 N-methyl-D-aspartate dan apabila berlebihan berefek neurotoksik. Hipokampus mempunyai konsentrasi tinggi pada reseptor NMDA sehingga glutamat commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bersama
dengan
hiperkoltisolemia
menyebabkan
efek
neurokognitif pada stres kronik. Bukti ini didukung dengan obat antagonis NMDA mempunyai efek anti depresan (Kaplan dan Sadock 2005). 2.3.3
Regulasi Neuroendokrin a. Aksis Adrenal Korelasi antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan salah satu pengamatan tertua di bidang psikiatri biologi. Hasil dari penelitian ini adlah bagaimana pelepasan kortisol pada pasien dengan atau tanpa depresi. Pada satu penelitian, pasien depresi yang mengalami gangguan fungsi umpan balik cepat, dimana beberpa dari mereka mengalami gangguan fungsi reseptor kortisol di hipotalamus. Penelitian lain menduga bahwa hiperkoltisolemia dapat merusak neuron hipokampus. Kemudian siklus stres, stimulasi pelepasan kortisol dan ketidakmampuan kortisol mengakibatkan kerusakan hipokampus yang sudah terganggu (Kaplan dan Sadock 2005, Gallagher 2003). b. Aksis Tiroid Kelainan tiroid ditemukan pada sekitar 5-10% pasien dengan depresi. Penelitian saat ini terfokus pada kemungkinan subtipe depresi yang mengalami gangguan autoimun terhadap kelenjar tiroid. beberapa penelitian melapporkan ± 10% pasien dengan commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gangguan mood dan bipolar mempunyao antibodi antitiroid. Apakah antibodi ini secara nyata terkait patofisiologi depresi belum dapat ditentukan. 2.4 Diagnosis Depresi Gangguan depresi pada lanjut usia ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III yang merujuk pada ICD 10. Gejala-gejala ini bukan merupakan akibat kondisi medik umum atau akibat pemakaian zat, dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu : a
Mood terdepresi.
b
Kehilangan minat dan kegembiraan.
c
Berkurangnya enersi yang menuju meningkatnya mudah lelah dan aktivitas menurun.
Disertai gejala lain : a. Konsentrasi dan perhatian berkurang. b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang. c. Gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna. d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis. e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri. f. Tidur terganggu. g. Nafsu makan berkurang. Berlangsung minimal 2 minggu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut (lebih dari 85 tahun) berkembang sangat perlahan lahan, mirip dengan gangguan distimik. Gejala gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada lanjut usia yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah jika terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif. Seorang lanjut usia membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang air kecil pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang lanjut usia ketika ia terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu diperhatikan sebelum memberikan intervensi farmakologis. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda dementia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT). 2.5
Geriatric Depression Scale (GDS) Penilaian epidemilogi tentang gangguan jiwa pada usia lanjut memerlukan instrumen yang dibuat secara khusus untuk mendeteksi apa yang penting secara klinis bagi kelompok usia ini : pelemahan kognitif, kemunduran kognitif, demensia, ansietas dan gangguan suasana hati (mood), keadaan psikotik, dan kapasitas fungsional ADLs. Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada konsensus commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau prosedur khusus untuk skrining depresi pada populasi lanjut usia. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric depression Scale (GDS) yang terdiri 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh klien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini lebih sesuai untuk dipergunakan sebagai alat skrining depresi pada lanjut usia. Penilaian depresi bagi lanjut usia harus memperhatikan beberapa faktor antara lain : a. GDS (Geriatric Depression Scale) yang terdiri dari 4 pertanyaan (4 butir skala). b. Faktor kerentanan yang terdiri dari 4 pertanyaan. c. Bila skor lebih dari 1 pada GDS-4 dan lebih dari 1 pada faktor kerentanan, maka harus segera dilakukan penilaian yang lebih rinci (Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008). Penilaian depresi pada pasien geriatri pada pelayanan kesehatan primer sangat penting karena prevalensi depresi dan adanya gagasan untuk bunuh diri pada pasien geriatri adalah tinggi (Blazer et al. 2003). Penilaian derajad depresi juga perlu dilakukan untuk membantu edukasi pasien dan memberi pengetahuan tentang gejala-gejala depresi dan
tidak
ditujukan
untuk
membuat
diagnosis,
namun
untuk
mendokumentasikan gejala-gejala depresi sedang sampai berat apapun penyebabnya (Gallo et al. 2001). Geriatric Depression Scale (GDS) dirancang untuk menjadi tes untuk penilaian derajad depresi yang mudah untuk dinilai dan dikelola commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Gallo, et al, 2001). Geriatric Depression Scale memiliki format yang sederhana dengan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang mudah dibaca. Geriatric Depression Scale telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut usia, termasuk di Indonesia. GDS dibuat oleh Brink dan kawan-kawan pada tahun 1982 dan dikembangkan oleh Yesavage dan kawan-kawan. GDS terdiri dari 30 pertanyaan menggunakan format jawaban ”ya” atau ”tidak” yang mudah dimengerti oleh responden. Dengan kriteria sebagai berikut : (Sheikh dan Yesavage, 1986). Skor < 5 : tidak depresi, skor 5-8 : depresi ringan, skor 9-10 : depresi sedang, skor > 10 depresi berat (Kaplan dan Sadock 2007). GDS berguna untuk mengetahui derajat atau skor depresi pada geriatri. Short Form (SF) GDS terdiri dari 15 pertanyaan, di mana skor lebih dari 11 mengindikasikan adanya depresi (Noviastuti 2002, Sheikh dan Yesavage 1986). Telah divalidasi Oebit, Universitas Indonesia pada tahun 1998, skor ”ya” lebih dari 11 mengindikasikan terdapat depresi. Penelitian
Rinaldi
(2003)
pada
3
seting
yang
berbeda
menyimpulkan bahwa 5 item GDS sama efektifnya dengan 15 item untuk menilai depresi pada geriatri dengan kognitif intak (Rinaldi dan Mecocci 2003). Geriatric Depression Scale terdiri dari 30 pertanyaan yang dirancang sebagai suatu self-administered test, walaupun telah digunakan juga dalam format observer-administered test. Geriatric Depression commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Scale dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada pasien geriatri (Gallo et al. 2001). Skor 11 pada GDS mengindikasikan adanya depresi yang signifikan secara klinis, dengan nilai sensitivitas 90,11 % dan nilai spesifisitas 83,67%. Terdapat juga GDS versi pendek yang terdiri dari 15 pertanyaan saja. Pada GDS versi pendek ini, skor 5 atau lebih mengindikasikan depresi yang signifikan secara klinis. Geriatric Depression Scale menjadi tidak valid bila digunakan pada pasien dengan gangguan kognitif. Status kognitif harus terlebih dahulu dinilai dengan Mini Mental State Examination (MMSE) karena kemungkinan yang besar dari komorbiditas depresi dan fungsi kognitif (Blazer et al. 2003). 2.6
Depresi Lansia di Panti Alvin Goldfarb, orang yang meneliti perawatan kejiwaan di panti pada tahun 1962 memperkirakan prevalensi gangguan kejiwaan diantara penghuni panti lansia berkisar 87%. Prevalensi berikut diperkirakan berdasarkan evaluasi sistematik kejiwaan yang telah dibandingkan. Tahun 1990,Barry Rovner dan kawan-kawan menemukan pasien gangguan jiwa pada 80% penghuni panti dan Patricia Parmeice menemukan hampir 90% depresi sedang penghuni panti lansia. Aznan dan Draman (2007) melaporkan bahwa angka depresi di panti lansia yang berada di Malaysia ada 22.2% (p=0.032) menggunakan skrening GDS versi 15 dan yang mandiri sekitar 61.1% diukur menggunakan Barthel commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Index. Dilaporkan juga bahwa angka depresi di panti lansia di Singapore ada sekitar 21%. The National Institute of Health Consensus Development Conference Statement on The Diagnosis and Treatment of Depression in Late Life menekankan pentingnya depresi pada perawatan di panti sebagai masalah yang membutuhkan perhatian klinisi, peneliti dan pembuat kebijakan. Pada umumnya pekerja yang bekerja di panti lansia/panti wreda mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi gejala depresi. Oleh sebab itu dibutuhkan pelatihan bagi pekerja. GDS dapat digunakan sebagai alat skrining mengidentifikasi gejala depresi pada penghuni panti (Nuhriawangsa dan Sudiyanto 2008). 2.7
Mini Mental State Examination Mini Mental State Examination adalah suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi tujuh kategori: orientasi tempat, orientasi waktu, registrasi, atensi dan konsentrasi, mengingat kembali, bahasa dan konstruksi visual. Mini Mental State Examination didesain untuk mendeteksi dan mengamati kemajuan dari gangguan kognitif yang terkait dengan gangguan neurodegenerative seperti penyakit Alzheimer. Mini Mental State Examination telah terbukti merupakan instrumen yang valid dan dapat dipercaya. Nilai MMSE 0-16 menunjukkan suatu definite gangguan kognitif (Blazer et al. 2003).
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.8 Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS) 2.8.1 Pengertian Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS) Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas, seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persyarafan dan musculoskeletal di antaranya dalam sistem saraf, umumnya lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut kamus bahasa Indonesia aktifitas adalah suatu usaha energi atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, Aktifitas didefinisikan suatu aksi energetik atau keadaan bergerak semua manusia memerlukan kemampuan untuk bergerak (Putten et al. 1999). Aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktifitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal. Aktifitas tersebut mencakup ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan berhias (Putten et al. 1999). Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pergerakan itu sendiri merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan (Setiahardja 2005) commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pergerakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya a. Tingkat perkembangan tubuh di mana peningkatan usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuromuskuler dan tubuh, b. Kesehatan fisik, dijelaskan bahwa penyakit, cacat tubuh dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh, c. Keadaan nutrisi, yang umum terjadi pada lansia adalah kurangnya nutrisi yang dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas sehingga menyebabkan pergerakan muskuloskeletal menjadi kurang bebas, d. Kelemahan neuromuskuler dan skletal, yang dapat dilihat dengan adanya abnormal postur seperti skolosis, lordosis, dan kiposis sehingga klien lanjut usia akan mengalami keterbatasan (Setiahardja 2005). Aktivitas
kehidupan
sehari-hari
adalah
hal-hal
yang
dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan. Aktivitas ini meliputi kebersihan diri, mandi, berpakaian, makan, buang air kecil dan air besar dan berpindah. Indeks ketidaktergantungan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari
tergantung
pada
evaluasi
fungsional
ketidaktergantungan dan ketergantungan pasien dalam mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, kontinensia dan makan. (Iskandar 2006). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berpakaian meliputi aspek ketidaktergantungan berupa mengambil pakaian dari lemari dan laci, mengenakan pakaian luar, menangani pengikat, melakukan pengikat tali sepatu adalah pengecualian. Ketergantungan yaitu tidak mengenakan pakaian sendiri atau tetap tidak berpakaian sebagian. Pergi ke toilet meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi pergi ke toilet; masuk dan keluar dari toilet, mengatur pakaian, membersihkan organ ekskresi. Berpindah meliputi ketidaktergantungan berupa bergerak masuk dan keluar dari tempat tidur secara mandiri dan pindah kedalam dan keluar dari kursi secara mandiri (mungkin juga tidak menggunakan bantuan mekanik). Ketergantungan meliputi bantuan dalam bergerak masuk dan keluar tempat tidur dan atau kursi, melakukan satu atau dua perpindahan. Kontinensia meliputi aspek ketidaktergantungan berupa berkemih dan defekasi secara keseluruhan terkontrol oleh tubuh. Makan meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi bantuan mengambil makanan atau memasukan makanannya ke dalam mulut (memotong-motong daging terlebih dahulu dan menyiapkan makanan,
seperti
mengoleskan
mentega
ke
dalam
roti).
Ketergantungan berupa bantuan dalam tindakan makan, tidak makan sama sekali atau makan secara parenteral. Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilitas dan perawatan diri. Kemunduran fungsi commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas di tempat tidur, berpindah, jalan/ambulasi, dan mobilitas dengan alat adaptasi. Kemunduran kemampuan perawatan diri meliputi penurunan kemampuan aktivitas makan, mandi, berpakaian, defekasi, dan berkemih, merawat rambut, gigi, serta kumis dan kuku. Kemunduran gerak fungsional dapat dikelompokan menjadi tiga bagian (Setiaharja 2005) diantaranya : a. Mandiri, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain. (Bisa saja lansia membutuhkan bantuan alat adaptasi seperti alat bantu jalan, alat kerja, dan lain-lain). b. Dibantu sebagian, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas dengan beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain. c. Dibantu total, yaitu aktivitas dilakukan sepenuhnya dengan pengawasan dan bantuan orang lain karena lansia tidak dapat melakukan aktivitasnya. Ada beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam kemampuan fungsional menurut indeks Katz yang mengukur aktivitas fungsional mencakup kemampuan aktivitas mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, mengontrol defekasi dan berkemih, dan makan. Menurut Katz (1970), AKS pada lansia dapat diklasifikasikan menjadi: commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Kebutuhan primer (aktivitas sehari-hari) adalah hal-hal yang dilakukan
seseorang
dengan
dirinya
sendiri
dalam
mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan, meliputi makan, mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah buang air kecil dan air besar. b. Aktivitas rumah tangga (instrumental) meliputi kebersihan kamar, tempat tidur, mencuci menyiapkan makanan, merapikan pakaian dan berbelanja. c. Aktivitas waktu luang. Meliputi saling bercerita, bermain kartu, mendengarkan radio, menonton TV, berkebun dan berternak, mengerjakan keterampilan tangan seperti menyulam, menjahit dan lain-lain (Darmojo, 1995). 2.8.2
Manfaat Kemampuan AKS Pada Lansia Menurut Iskandar (2006) manfaat pengukuran aktivitas kehidupan sehari adalah : a. Menggambarkan kemampuan umum lansia dalam memerankan fungsinya sebagai manusia yang mandiri b. Dapat dipakai oleh tenaga kesehatan untuk memantau kemajuan terapi dan penilaian pulihnya pasien setelah masa perawatan akibat penyakit. c. Memiliki makna dalam memantau respon pengobatan dan memberikan informasi prognosis sehingga dapat membantu perencanaan perawatan jangka panjang. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.8.3
Macam AKS Pada Lansia a. Pergi kekamar kecil membersihkan diri, b. Merapikan baju tanpa bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda), pergi kekamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian. c. Berpindah Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari kursi tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat tidur. d. Kontinen Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri, kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan kontrol urin atau defekasi. e. Makan Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali mendapatkan bantuan dalam mengambil makanan sendiri. Menurut Lueckenotte (2000), aktifitas kehidupan seharihari terdiri dari: a. Mandi (spon, pancuran, atau bak) commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak dimandikan). b. Berpakaian Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan, mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju, atau membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian. c. Ke kamar kecil Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda, dan dapat mengatur bedpan malam hari atau bedpan pengosongan pada pagi hari, menerima bantuan kekamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi, atau mengunakan bedpan atau pispot pada malam hari, tidak ke kamar kecil untuk proses eliminasi. d. Berpindah Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari kursi tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat tidur. e. Kontinen Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri,
kadang-kadang
mengalami
ketidakmampuan
untuk
mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan kontrol urin atau defekasi. f. Makan Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali mendapatkan bantuan dalam mengambil makanan sendiri, menerima bantuan dalam makan sebagian atau sepenuhnya dengan menggunakan selang atau cairan intravena.
2.8.4 Skala AKS Skala AKS terdiri atas skala AKS dasar atau basic activities of daily living (BADLs),instrumental or intermediate activity of daily living (IADLs), advanced activities of daily living (AADLs). Skala AKS dasar mengkaji kemampuan dasar seseorang untuk merawat dirinya sendiri(self care), dan hanya mewakili rentang (range) yang sempit dari kinerja (performance). Skala AKS dasar ini sangat bermanfaat dalam menggambarkan status fungsional dasar dan menentukan target yang ingin dicapai untuk pasien-pasien dengan commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
derajad gangguan fungsional yang tinggi, terutama pada pusat-pusat rehabilitasi (Iskandar 2006 dan Reuben 2003) Skala AKS dasar ini juga bermanfaat dalam menentukan kebutuhan pasien untuk bantuan fungsional dasar mereka sehari-hari, selama tinggal di rumah atau selama perawatan di rumah sakit (Setiahardja 2005). Skala AKS instrumental (IADLs) digunakan untuk mengkaji derajad/tingkat kinerja yang lebih tinggi, seperti melakukan kegiatan rumah tangga atau pergi berbelanja ke pasar/ supermarket. Skala AKS instrumental (IADLs) terdiri atas 7 aktivitas manusia sehari-hari yang dibutuhkan agar dapat tetap mandiri di dalam masyarakat. Aktivitas tersebut antara lain : memasak, berbelanja, merawat/ mengurus rumah, mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan sarana trasportasi. Manusia yang hidup di dalam masyarakat tetapi tidak dapat melakukan IADLs ini, umumuya tidak dapat berfungsi dengan baik di dalam rumah (Soejono CH 2000). Skala advanced activities of daily living (AADLs) mengacu kepada kemampuan yang penuh dan lengkap untuk bersosialisasi dengan masyarakat, dan kegiatan dalam keluarga, mengikuti/ berpartisipasi dalam tugas dan pekerjaan serta berekreasi. Aktivitas pada AADLs sangatlah bervariasi antar individu satu dengan individu lainnya tetapi memiliki kemaknaan dalam memantau status fungsional commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebelum berkembang menjadi menjadi ketidak mampuan (disability) (Iskandar 2006). Terdapat sejumlah alat atau instrumen ukur yang telah teruji validitasnya untuk mengukur AKS dasar antara lain indeks AKS Barthel, indeks Katz. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi defisit status fungsional dasar dan mencoba memperoleh cara mengatasi dan memperbaiki status fungsional dasar tersebut. Karena banyaknya lansia memiliki penyakit kronik dan atau degenerarif yang multipel, maka skor AKS dasar dan IADLs merupakan prediktor yang lebih kuat untuk menentukan hasil pelayanan kesehatan dibandingkan dengan diagnosis medis semata (Iskandar 2006, Setiati et al. 1996).
2.8.5
Macam AKS Menurut Setiahardja (2005) ada beberapa macam dari AKS ini antara lain a) AKS dasar, sering disebut hanya AKS saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya, meliputi berpakaian, makan minum, toiletting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil ke dalam kategori AKS dasar ini. b) AKS instrumental, yaitu AKS yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telepon, menulis, commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengetik, mengelola uang kertas dan koin (menghitung, memberi kembalian), ada yang memasukkan mengemudi di dalam kategori AKS instrumental ini (Darmojo 1999). c) AKS vokasional, yaitu AKS yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan. d) AKS non vokasional, yaitu AKS yang bersifat rekreasional, hobi dan mengisi waktu luang. 2.8.6
Cara Pengukuran AKS AKS mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi subkategori atau domain seperi berpakaian, makan, minum, toiletting, hiegiene pribadi, mandi, berpakainan, berhias, trasfer, mobilitas, komunikasi, vokasional, rekreasi, instrumental (Setiahardja, 2005). Pengukuran kemandirian AKS akan lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif dengan sistim skor yang sudah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis.(Setiahardja 2005). Indeks Katz menilai 6 item, salah satunya adalah transfer, tetapi tidak menilai ambulasi, baik berjalan dengan/ tanpa alat bantu atau dengan kursi roda sehingga kurang terinci (Setiahardja 2005)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
2.9 Index Barthel (IB) Indeks Barhel mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas. Setiahardja (2005) mengungkapkan bahwa IB dapat digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi lansia yang mengalami gangguan keseimbangan terutama pada lansia pasca stroke. Tabel 2.1 Indeks Barthel Indeks Barthel (IB) no Item yang dinilai 1
Makan (bila makanan harus dipotong-potong
dibantu
mandiri
5
10
5-10
15
0
5
5
10
dulu (dibantu) 2
Transfer dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali (termasuk duduk di bed)
3
Higiene personal (cuci muka, menyisir, bercukur jenggot, gosok gigi)
4
Naik dan turun kloset/WC (melepas/memakai pakaian, cawik, menyiram WC)
5
Mandi
0
5
6
Berjalan di permukaan datar (atau bila tidak
10
15
dapat berjalan, dapat mengayuh kursi roda sendiri) 7
Naik dan turun tangga
5
10
8
Berpakaian (termasuk memakai tali sepatu, commit to user
5
10
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menutup retslet-ing) 9
Mengontrol anus
10 Mengontrol kandung kemih
5
10
5
10
(Hobart JC et al. 2001) Catatan : Diberikan nilai nol bila pasien tidak dapat melakukan kriteria yang telah ditentukan. IB tidak mengukur AKS instrumental, komunikasi dan psikososial. IB merupakan skala yang dinilai oleh dokter yang diambil dari catatan medik penderita, pengamatan langsung atau dicatat sendiri oleh lansia yang bersangkutan. Dapat dikerjakan dalam waktu 10 menit saja. IB versi 10 item dan mempunyai skor keseluruhan yang berkisar antara 0-100, dengan skor yang lebih besar menunjukkan lebih mandiri (Setiahardja 2005). Tabel 2.2 Intepretasi Indeks Barthel Penulis
Nilai score
Intepretasi
Granger
0 - 20
Dependen Total
21 - 40
Dependen Berat
41 - 60
Dependen Sedang
61 - 90
Dependen Ringan
91- 100
Mandiri
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wartski dan Green menguji 41 pasien dengan interval 3 minggu, ternyata hasilnya cukup konsisten. Ada 35 pasien yang skornya turun 10 poin. Collin dkk meneliti konsistensi laporan sendiri dan laporan dari perawat, didasarkan pengamatan klinis, pemeriksaan dari perawat dan pemeriksaaan fisioterapis. Ternyata koefisien konkordansi (kesesuaian) dari Kendall menunjukkan angka 0,93 yang berarti pengamatan berulang dari orang yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian yang sangat memadai (Setiahardja 2005) Iskandar (2006) melaporkan kesahihan dari IB ini dengan Spearman correlation coefficient dan melihat nilai rho (r) masing masing butir. Hasil yang didapatkan semua butir berhubungan bermakna dengan nilai total (p<0,001). Semua butir mempunyai nilai r > 0,3. Uji kesahihan eksternal AKS Barthel dibandingkan AKS Katz dianalisis dengan uji Spearman correlation coefficient menunjukkan hubungan bermakna (p<0,01), yaitu antara butir dan nilai total AKS Barthel dengan butir dan nilai total AKS Katz.
2.10
Faktor Yang Mempengaruhi AKS Lansia Faktor yang mempengaruhi dari kemauan dan kemampuan untuk
melaksanakan aktifitas sehari-hari pada lansia adalah sebagian berikut (Iskandar 2006) : 2.10.1 Faktor-faktor dari dalam diri sendiri a) Umur commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemampuan aktifitas sehari-hari pada lanjut usia dipengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Semakin tua ketergantungannya semakin besar. Umur seseorang menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana seseorang bereaksi terhadap ketidak mampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari (Potter 2005). b) Kesehatan fisiologis Kesehatan
fisiologis
seseorang
dapat
mempengaruhi
kemampuan partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, sebagai contoh sistem nervous mengumpulkan dan menghantarkan, dan mengelola informasi dari lingkungan. Sistem muskuloskletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga seseorang dapat merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan aktifitas sehari-hari. c)
Fungsi kognitif Kognitif adalah kemampuan berfikir dan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Keliat
1995). Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Fungsi kognitif menunjukkan proses menerima,mengorganisasikan dan menginter-prestasikan
sensor
stimulus
untuk
berfikir
dan
menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif yang meliputi perhatian memori, dan kecerdasan. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gangguan pada aspek-aspek dari fungsi kognitif dapat mengganggu dalam
berfikir
logis
dan
menghambat
kemandirian
dalam
melaksanakan aktifitas sehari-hari. d)
Fungsi psikologis Fungsi psikologis menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang komplek antara
perilaku
interpersonal
dan
interpersonal.
Kebutuhan
psikologis berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Meskipun seseorang sudah terpenuhi kebutuhan materialnya, tetapi bila
kebutuhan
psikologisnya
tidak
terpenuhi,
maka
dapat
mengakibatkan dirinya merasa tidak senang dengan kehidupanya, sehingga kebutuhan psikologi harus terpenuhi agar kehidupan emosionalnya menjadi stabil. e)
Tingkat stres Stres merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut stresor, dapat timbul dari tubuh atau lingkungan dan dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stres dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Stres dapat mempunyai efek negatif atau positif pada kemampuan seseorang dalam memenuhi aktifitas kehidupan seharihari (Miller 1995).
2.10.2 Faktor dari Luar Meliputi : commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a)
Lingkungan keluarga Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia yang rentan masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukung oleh lingkungan yang konduktif seperti keluarga.
b)
Lingkungan tempat kerja Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam bekerja, karena setiaap kali seseorang bekerja maka memasuki situasi lingkungan tempatnya bekerja. Tempat yang nyaman akan membawa seseorang mendorong untuk bekerja dengan senang dan giat.
c)
Ritme biologi Waktu ritme biologi dikenal sebagai irama biologi, yang mempengaruhi fungsi hidup manusia. Irama biologi membantu mahluk hidup mengatur lingkungan fisik disekitarnya. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama sakardia diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap. Serta cuaca yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
2.11
Logoterapi Psikoterapi
adalah
cara
pengobatan
terhadap
masalah
emosional yang dilakukan secara profesional oleh orang yang terlatih dengan cara mengubah atau menghambat gejala yang ada, mengoreksi commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan yang positif dengan tujuan utama agar pasien dapat dewasa (mature), bahagia (happy) dan mandiri (independence) (Sudiyanto 2007). Menurut Alvin Godfarb, psikoterapi pada lansia memiliki tujuan umum yaitu untuk menjadikan keluhan yang minimal, membantu mereka membuat dan mempertahankan teman dan memiliki hubungan seksual jika mereka memiliki minat dan kemampuan. Sedangkan menurut Kaplan dan
Sadock (2007) psikoterapi mem-
bantu menghilangkan ketegangan yang berasal dari biologis dan kultural, mambantu lansia bekerja dan berkativitas dalam batas-batas status fungsionalnya dan dipengaruhi oleh latihan, aktivitas dan konsep diri mereka di masa lalu. 2.11.1 Konsep Dasar Logoterapi Kata logos dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Sekalipun pada awalnya logoterapi merupakan metode psikoterapi
praktis,
mengembangkan
tetapi
filsafat
kemudian manusia,
logoterapi teori
meluas
kepribadian,
dan teori
psikopatologi dan metode pengembangan pribadi menuju kualitas hidup yang bermakna (Bastaman 2007). Logoterapi yang dipelopori oleh Victor Frankl dikenal sebagai aliran ketiga psikoterapi dari Viena, dengan demikian logoterapi disejajarkan dengan psikoanalisis Freud dan psikologi individual commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adler. Logoterapi mulai dikembangkan oleh Frankl pada tahun 1930 karena ketidak puasannya terhadap sudut pandang aliran psikoanalitik yang lebih mengutamakan dorongan insting untuk memuaskan diri sebagai dasar psikopatologi dalam penderitaan manusia, demikian juga dengan
sudut
pandang
Adler
yang
lebih
mengutamakan
psikopatologidari sudut pandang kemampuan sosial manusia dan keinginan manusia untuk berkuasa sebagai sumber penderitaannya (Bastaman 2007, Frankl 2006, Guttman 1996, Langle 2003, Lukas 1986). Victor Emile Frankl atau lebih sering dikenal dengan Victor Frankl dilahirkan di Wina, ibu kota Austria pada tanggal 26 Maret 1905. Di kota itu pula lahir tokoh-tokoh psikologi seperti Mesmer (Terapi Hipnosa), Feuchtesleben (Psikologi Kesehatan), Sigmund Freud (Psikoanalisa), dan Adler (Psiko Individual). Frankl adalah professor dalam bidang Neurobiologi dan Psikiatri di University of Vienna Medikal School dan guru luar biasa bidang logoterapi pada U.S Internasional University. Logoterapi sebagai suatu teknik psikoterapi menerapkan pendekatan dari sudut spiritual yang memfasilitasi manusia untuk menyadari keberadaan dirinya dan makna tujuan hidupnya sehingga dengan demikian akan membuat manusia mampu untuk bertanggung jawab dan menghargai situasi hidup yang dihadapinya (Syamsulhadi 2009).
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan logoterapi, lansia yang menghadapi kesukaran yang menakutkan atau berada dalam kondisi yang tidak memungkinkannya beraktivitas dan berkreativitas, dibantu untuk menemukan makna hidupnya dengan cara bagaimana lansia menghadapi kondisi tersebut dan bagaimana lansia mengatasi penderitaannya. Dengan cara ini, lansia dibantu untuk menggunakan kejengkelan dan penderitaannya sehari-hari sebagai alat untuk menemukan tujuan hidupnya. Peradaban kita saat ini meyakinkan banyak orang untuk melihat penderitaan sebagai suatu “ takdir” yang tidak dapat dicegah dan dielakkan. Akan tetapi logoterapi mengajarkan kepada klien untuk melihat nilai positif dari penderitaan dan memberikan kesempatan untuk merasa bangga terhadap penderitaannya. Salah satu teknik yang digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk mengambil
sikap
yang
lebih
konstruktif
dalam
menghadapi
kesulitannya. Frankl dalam logoterapinya menyebutkan tiga asumsi yaitu : kebebasan berkendak, kedua bahwa orang yang dilengkapi “will to meaning” sejak lahir, yang tidak mengejar kekuasaan atau kesenangan tetapi untuk menemukan meaning dan tujuan hidupnya (motivation for living atau kehendak untuk hidup bermakna). Ketiga, Frankl mempercayai bahwa orang memiliki kebebasan untuk menemukan personal meaning dalam berbagai situasi (makna hidup), entah melalui aktivitas, pengalaman atau sikap yang bermakna (Syamsulhadi, 2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Lukas (1986), melihat ada dua bagian besar antara individu yang telah menemukan personal meaning dan individu yang masih mencari personal meaning. Individu yang belum menemukan personal meaning dapat dibedakan menjadi dua bagian lagi yaitu individu yang berhenti dan terperangkap (stuck) dalam pencarian mereka (people in doubt), dan individu yang masih aktif mencari personal meaning nya. Sedangkan individu yang telah menemukan personal meaning juga dibagi dua, yaitu individu yang memiliki sistem nilai piramidal (people in despair) dan individu yang memiliki sistem nilai paralel. Kratochil (dalam Lukas 1986) mengungkapkan, individu yang memiliki sistem nilai piramidal adalah individu yang hanya memiliki satu nilai besar dalam hidupnya di atas nilai-nilai kehidupannya yang lain. Sedangkan individu yang memiliki sistem nilai paralel adalah individu yang memiliki beberapa nilai yang sama-sama kuat dalam kehidupannya, semua nilai yang dimilikinya sama berartinya. Kratochvil juga menegaskan bahwa individu yang memiliki sistem nilai paralel umumnya lebih sehat dan stabil dari pada individu yang memiliki sistem nilai piramidal. Ada dua alasan yang mendasari pemikiran Kratochvil ini, yaitu: Individu yang memiliki sistem nilai paralel lebih mudah menggantikan (replace) nilai miliknya yang hilang. Misalnya seorang ibu yang berhenti berkarier, masih memiliki prestasi lain di kegiatan sosial dan kesibukan dalam rumah tangganya. Sedangkan individu dengan sistem nilai piramidal, konsep keseluruhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
hidupnya mudah dikacaukan (shambles). Umumnya individu yang hanya memegang satu nilai tertinggi cenderung fanatik atau tidak dapat bertoleransi terhadap suatu situasi kehidupan, misalnya seorang ibu yang hidup hanya untuk anaknya, sulit untuk memahami perilaku ibuibu lain yang dapat menitipkan anaknya untuk pergi bekerja. 2.11.2 Landasan Filsafat Logoterapi Menurut Bastaman (2007), setiap aliran dalam psikologi memiliki landasan filsafat kemanusiaan yang mendasari seluruh ajaran, teori dan penerapnnya. dalam hal ini logoterapi juga memiliki filsafat manusia yang merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran dan tujuan logoterapi, yaitu the freedom of will, the will to meaning dan the meaning of life. a. The Freedom of Will (Kebebasan Berkehendak) Kebebasan ini sifatnya bukan tak terbatas karena manusia adalah mahkluk serba terbatas. Manusia sekalipun dianggap sebagai mahkluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki juga keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya. b. The Will to Meaning (Hasrat untuk Hidup Bermakna) Setiap orang menginginkan dirinya menjadi orang yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar dan berharga di mata tuhan. Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia. Hasrat inilah yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan seperti kegiatan bekerja dan bekerja agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. c. The Meaning of Life (Makna Hidup) Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal ini berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Frankl menjelaskan bahwa makna hidup bisa berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu yang penting bukan makna hidup secara umum melainkan, makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Sesuai dengan ajaran logoterapi, Frankl berpendapat bahwa manusia dapat memperoleh makna hidup yang bersumber dari : a
Nilai nilai kreatif (creative values), yaitu berkarya, bekerja, mencipta dan melaksanakan satu kegiatan dengan baik karena mencintai kegiatan itu.
b
Nilai-nilai penghayatan (experiental values) yaitu meyakini dan menghayati kebenaran, keyakinan, keindahan, cinta kasih dan keimanan. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c
Nilai-nilai bersikap (attitudinal values), yaitu mengambil sikap tepat atas pengalaman tragis yang tak terhindarkan. Apabila seseorang tidak lagi dapat menemukan makna
hidupnya dari kreativitas atau kegiatan yang dilakukan (ceative value) dan pengalaman hidup tidak lagi memberi makna (experiental values),
Frankl
berpendapat
bahwa
seseorang
masih
dapat
menemukan makna hidup dengan cara “mengatasi penderitaannya” (attitudinal values). Attitudinal values inilah yang merupakan ajaran mendasar dari Frankl dalam logoterapi, yaitu melihat makna positif dari satu penderitaan. Logoterapis mendorong klien untuk melihat sisi baik dari suatu penderitaan dengan cara menerima penderitaan tersebut. Dengan demikian, akan memungkinkan klien untuk merealisasikan makna hidup yang tertinggi dan terbaik. Jadi, inti dari ajaran logoterapi adalah semua orang mendapat kesempatan untuk merealisasikan “attitudinal values”, yaitu menemukan makna hidup dengan menghadapi penderitaan sampai nafas terakhir (Bastaman 2007, Boeree 2006, Guttman 1996, Langle 2003, Lukas 1986). Dalam logoterapi lansia dibantu untuk menemukan nilai-nilai baru dan mengembangkan filosofi konstruktif dalam kehidupannya. Oleh karena itu, seseorang logoterapis tidaklah mengobati gejalagejala yang tampak pada pasien atau klien secara langsung, akan tetapi mengadakan perubahan sikap neurotik klien terlebih dahulu. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Klien bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan logoterapis memberikan dorongan untuk memilih, mencari dan menemukan sendiri makna konkrit dari eksistensi pribadinya. Seorang logoterapis membantu klien untuk menyusun 3 macam nilai yang akan memberi arti pada eksistensi, yaitu: creative values, experiental values, dan attitudinal values. Dalam proses terapi, klien diperlihatkan bagaimana membuat hidup menjadi penuh arti dengan “ the experience of love”. Pengalaman ini akan membuatnya mampu menikmati ketulusan, keindahan dan kebaikan dan mampu mengerti akan manusia dengan keunikan-keunikan pribadinya. Dengan demikian, diharapkan klien dapat melihat bahwa penderitaan mungkin sangat berguna untuk membantunya dalam mengubah sikap hidup, misalnya situasi yang tidak dapat diperbaiki yang disebut oleh Frankl sebagai “ takdir” mungkin harus diterima (Syamsulhadi 2009). 2.11.3 Tiga Asas Utama Logoterapi Bastaman (2007) mengemukakan dalam logoterapi terkandung asas-asas yang
telah
teruji
kebenarannya
oleh
penemunya
sendiri
dalam
“laboratorium hidup” kamp konsentrasi, yaitu a
Hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam kepedihan dan penderitaan sekalipun. Makna adalah suatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak menjadi tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna dan ingin commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menemukannya. Apabila makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi maka akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan
sebagai
ganjarannya
sekaligus
terhindar
dari
keputusasaan. b
Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumbersumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya pada pekerjaan dan karya bakti yang dilakukan, serta dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran, serta penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih.
c
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya dan lingkungannya Menurut Bastaman (2007) ketiga asas itu tercakup dalam ajaran
logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagaimana berikut : a. Dalam setiap keadaan termasuk dalam penderitaan seperti apapun, kehidupan selalu mempunyai makna. b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
c. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. d. Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (Creative value), nilai-nilai penghayatan (experentiale value), nilai-nilai bersikap (Attitudinal value). Eksistensi manusia menurut logoterapi ditandai oleh kerohanian (spirituality), Kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility), Selain asas-asas dan ajaran tersebut, logoterapi sebagai teori kepribadian dan terapi praktikal memiliki tujuan agar setiap pribadi : a. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, agama, dan keyakinan yang dianut. b. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan. c. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna. Hal ini berarti manusia memiliki sumber daya rohaniah yang luhur di atas kesadaran akal, memiliki kebebasan untuk melakukan hal-hal terbaik bagi dirinya, dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
tindakannya. Kerohanian dalam logoterapi merupakan sumber dari potensi sifat, kemampuan, dan kualitas khas manusia (human qualities), seperti hasrat untuk hidup bermakna, kreativitas, keimanan, religiusitas, intuisi dan cinta kasih. Aspek kerohanian yang merupakan dimensi spiritual ini dalam logoterapi mendapatkan tempat utama dan dikenal sebagai “Nốốs”. Salah satu konsep utama Viktor Frankl adalah konsep suara hati (hati nurani), dia melihat hati nurani sebagai suatu bagian alam bawah sadar spirit (jiwa/semangat), yang berbeda dari alam bawah sadar insting (konsep Freud) sebagai pusat diri dan sumber kesatuan diri manusia. Manusia yang kehilangan makna hidupnya berarti nốốs dalam dirinya sedang tertutup sehingga berbagai macam kekecewaan dan penderitaan akan dirasakannya sangat berat yang akhirnya menimbulkan penderitaan pada dirinya dalam berbagai bentuk gangguan jiwa maupun gangguan somatik. Frankl mengatakan “menjadi manusia adalah dengan bertanggung jawab terhadap keberadaan diri, intuisi hati nurani dan pribadi yang lebih tinggi.” Merujuk pada pribadi sesungguhnya dalam situasi nyata dan tidak dapat disederhanakan dalam hukum yang universal. Jiwa itu harus hidup. Frankl merujuk kesadaran sebagai suatu refleksi awal pengertian diri atau sebagai kebijaksanaan dari hati nurani, yang lebih sensitif dari segala alasan yang dapat dirasakan, jika kesadaran akan diri dapat dibangkitkan maka hal ini akan memberikan makna dalam kehidupan yang dapat menghilangkan segala penderitaan dan gangguan pada jiwa maupun commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gangguan somatik yang timbul akibat kehampaan nốốs (Bastaman 2007, Frankl 2006). 2.11.4 Teknik Logoterapi Teknik logoterapi berada dalam bentuk logophilosophy (Kirchbach 2002) dan kesadaran terhadap nilai (Hutzell dan Jerkins 1990). Namun pada dasarnya seluruh teknik logoterapi berdasarkan personal eksistensial analisis yang terdiri dari : a. Teknik Paradoksikal Intention Teknik yang berdasarkan konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will). teknik ini menggunakan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri yang memungkinkan ia membangun suatu pola perilaku terutama dimana ia dapat meilhat dirinya. Teknik Intens Paradoksikal pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self detachment) dan kemampuan mengambil sikap (to take a stand) terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. Teknik ini juga memanfaatkan salah satu kualitas khas manusia lainnya, yaitu rasa humor (sense of humor), khususnya humor terhadap diri sendiri. Dalam penerapannya teknik ini membantu pasien untuk menyadari pola keluhannya, mengambil jarak atas keluhannya itu serta menanggapinya secara humoristis. Pemanfaatan rasa humor ini diharapkan dapat membantu pasien untuk tidak lagi memandang gangguan-gangguannya sebagai sesuatu yang berat mencekam, tetapi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
berubah menjadi sesuatu yang ringan dan bahkan lucu (Bastaman 2007). Teknik Paradoxical Intention memiliki keterbatasan, yaitu sulit dilakukan bagi lansia yang kurang memilki rasa humor. Selain itu, teknik ini memiliki kontra indikasi dengan kasus depresi dengan kecenderungan bunuh diri. b Dereflection Teknik yang berdasarkan konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) dan kemapuan transendensi diri (self transendens). Dalam transendensi diri ini seseorang berupaya untuk keluar dan membebaskan diri dari kondisinya, lalu tidak mengacuhkan lagi kondisi itu. Selanjutnya lebih mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal lain yang lebih positif dan berguna baginya. Dengan lain kata tehnik ini memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self- transcendence) yang ada pada setiap manusia dewasa. Artinya kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak memerhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluhannya dan memandangnya secara ringan, kemudian mengalihkan perhatian kepada hal-hal bemanfaat, gejala hyper intention dan hyper reflection menghilang. Selain itu, akan terjadi perubahan sikap, yaitu dari yang semula terlalu memerhatikan diri sendiri (self concerned) menjadi komitmen terhadap sesuatu yang penting baginya (self commitment) (Bastaman 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
c. Medical Ministry Dalam kehidupan sering ditemukan berbagai pengalaman tragis yang tak dapat dihindarkan lagi, sekalipun upaya-upaya penanggulangan telah dilakukan secara maksimal, tetapi tak berhasil. Untuk itu, logoterapi mengarahkan penderita untuk berusaha mengembangkan sikap (attitude) yang tepat dan positif terhadap kondisi tragis tersebut. Metode ini merupakan metode logoterapi yang semula diterapkan di kalangan medis, khususnya gangguan-gangguan somatogenik (misalnya depresi pasca amputasi). Namun selanjutnya, metode digunakan pula oleh para profesional lain dalam mengatasi berbagai kasus tragis nonmedis (misalnya PHK, perceraian). Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan untuk mengambil sikap (to take a stand) terhadap kondisi diri dan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi. Medical ministry merupakan realisasi dari nilai-nilai bersikap (attitudinal values) sebagai salah satu sumber makna hidup. Tujuan utama metode medical ministry membantu seseorang menemukan makna dari penderitaannya : meaning in suffering (Bastaman 2007). d. Existential Analysis/Logoterapi Dengan metode ini terapis membantu penderita neurosis noogenik dan mereka yang mengalami kehampaan hidup untuk menemukan sendiri makna hidupnya dan mampu menetapkan tujuan hidup secara lebih jelas. Makna hidup ini harus mereka temukan sendiri dan tak dapat ditentukan oleh siapa pun, termasuk oleh logoterapis. commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi logoterapis hanya sekadar membantu membuka cakrawala pandangan para penderita terhadap berbagai nilai sebagai sumber makna hidup, yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap. Di samping itu, logoterapi menyadarkan mereka terhadap tanggung jawab pribadi untuk keluar dari kondisi kehampaan hidup. Dalam proses penemuan makna hidup ini para konselor/ terapis lebih berperan sebagai ”rekan yang turut berperan serta” (the participating partner) yang sedikit demi sedikit menarik keterlibatannya bila pasien sudah mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya (Bastaman 2007). Elisabeth Lukas (1986) logoterapis yang terkenal dari Jerman menjabarkan pendekatan ini atas empat tahap: a. Mengambil jarak atas simptom (distance from symptoms) Membantu menyadarkan pasien bahwa simptom sama sekali tidak identik dan ”mewakili” dirinya, tetapi semata-mata merupakan kondisi yang ”dimiliki” dan benar-benar dapat dikendalikan. b. Modifikasi sikap (modification of attitude). Membantu pasien mendapatkan pandangan baru atas diri sendiri dan kondisinya, kemudian menentukan sikap baru dalam menentukan arah dan tujuan hidupnya. c. Pengurangan simptom (reducing symptoms). Merupakan
upaya
menghilangkan
menerapkan
sama
sekali
teknik-teknik
simptom
mengurangi dan mengendalikannya. commit to user
atau
logoterapi
untuk
sekurang-kurangnya
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning). Adalah membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan pasien. Dalam hal ini, fungsi terapis sekadar membantu memperdalam, memperluas nilai-nilai itu, dan menjabarkannya menjadi tujuan yang lebih konkrit (Bastaman 2007, Gutmann 1996). Victor Frankl berpendapat bahwa dalam menghadapi kehidupan lanjut usia berdasarkan pengalamannya selama di kamp konsentrasi adalah orang yang mempunyai alasan untuk hidup / kehidupan dapat bertahan dalam berbagai keadaan / penderitaan. Frankl melihat bahwa orang yang mempunyai harapan untuk berkumpul kembali dengan keluarga/orang yang dikasihinya, atau mempunyai rencana yang harus mereka selesaikan, atau mempunyai kepasrahan yang besar, cenderung untuk
mempunyai
kesempatan
yang lebih
besar untuk
hidup
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai harapan lagi dalam dirinya (Bastaman 2007). Prinsip utama yang terdapat dalam logoterapi mengenai makna hidup dan pengembangan spiritual pada individu ini sesuai untuk diterapkan pada pasien-pasien lanjut usia yang mengalami gangguan psikosomatik (Bastaman 2007). Logoterapi tidak hanya mengemukakan asas-asas dan filsafat manusia
yang
bercorak
humanistik
eksistensial,
tetapi
juga
mengembangkan metode dan teknik-teknik terapi untuk mengatasi commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gangguan-gangguan neurosis somatogenik, neurosis psikogenik, dan neurosis noogenik. Untuk neurosis somatogenik, yakni gangguangangguan perasaan yang berkaitan dengan hendaya ragawi, logoterapi mengembangkan metode Medical Ministry, sedangkan untuk neurosis psikogenik
yang bersumber dari
dikembangkan
teknik
Paradoxical
hambatan-hambatan Intention
dan
emosional
Dereflection.
Selanjutnya untuk neurosis noogenik yakni gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna, logoterapi mengembangkan Existential Analysis/logoterapi. Ini bukan panacea, karena metode-metode ini hanyalah jabaran dari pandangan logoterapi yang mengakui kepribadian manusia sebagai totalitas raga-jiwa-rohani (bio-psychosociocultural-spiritual) dan logoterapi memfungsikan potensi berbagai kualitas insani untuk mengembangkan metode dan teknikteknik terapi. Tentu saja logoterapi tidak menggantikan metode psikoterapi yang sudah ada, tetapi dapat diamalkan bersama metode terapi lainnya seperti hipnosis, relaksasi, terapi kognitif, terapi perilaku, dan obat-obatan (Bastaman 2007). Penerapan metode logoterapi pada lanjut usia yang mengalami gangguan somatik atau hipertensi, terutama ditujukan untuk membantu para lanjut usia yang mengalami kehilangan makna hidup dan menurunnya kualitas hidup. Kehilangan makna hidup akibat merasa hilangnya integritas diri yang mengakibatkan terjadinya neurosis somatogenik, neurosis psikogenik dan neurosis noogenik. commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.12
Psikobiologi Untuk menjelaskan bahwa psikoterapi khususnya logoterapi dapat menurunkan depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari, maka perlu disampaikan kerangka konseptual perubahan somatik dan afektif dihubungkan dengan psikoterapi logoterapi yaitu: a. Pasien Yang Tidak Diberikan Psikoterapi Suatu stresor merupakan impuls “emergency” yang berjalan ke dalam jalur sensorik menuju thalamus. Sinyal tersebut sedianya menuju Korteks sensorik, tetapi sebagian besar sinyal tersebut dibajak dan dibelokkan menuju amigdala, hanya sebagian kecil saja yang terus menuju korteks sensoris untuk proses kognitif, kemudian berlanjut ke korteks transisional untuk proses kognitif berikutnya (Mulyata 2005). Amigdala sebagai pusat yang terlibat dalam perubahan emosi, karena sinyal yang datang bersifat darurat, Amigdala belum siap dan mengirim
sinyal
ke
Hipotalamus,
terutama
ke
Nukleus
Paraventrikularis. Nukleus Hipotalami tersebut merespon sinyal darurat dengan melepas CRF yang juga bersifat darurat, selanjutnya sinyal tersebut mengaktifkan Hipofisa dan Sistim Saraf Otonom (Kaplan dan Sadock 2005). b. Pasien Yang Diberikan Psikoterapi Sinyal kognitif berjalan ke otak melewati jalur sensorik, auditorik dan visual. Sinyal ini sifatnya tidak darurat, sesudah mencapai thalamus kemudian ke korteks sensoris tanpa mengalami commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembajakan, terus berlanjut ke korteks transisional untuk proses kontrol kognitif. Sesudah proses di korteks selesai, selanjutnya sinyal tersebut diproyeksikan ke Hippokampus untuk disimpan sebagai memori, selain itu sinyal tersebut juga diproyeksikan ke Amigdala serta organ lain yang terkait untuk diekspresikan ke luar. Sinyal kognitif tersebut memiliki kemampuan untuk menghentikan arus pembajakan sinyal darurat dari korteks menuju Amigdala dan dari Amigdala menuju Hipotalamus. Dengan demikian sinyal yang berasal dari pemberian psikoterapi sesudah mencapai korteks untuk proses kognisi, saat diproyeksikan ke Hipokampus dan ke Amigdala sudah merupakan sinyal yang tertata baik, sedangkan sinyal darurat sudah terhambat dan hilang (Mulyata 2005), c. Mekanisme Coping Pada umumnya metode penurunan gejala depresi yang menggunakan teknik pendekatan psikologis, bekerjanya dengan cara meningkatkan daya coping pasien terhadap stresor. Daya coping sudah terbentuk sejak masa kanak-kanak, tetapi daya coping juga dapat dibentuk dan dikembangkan dengan cara pendidikan dan latihan, yang mana akan dihasilkan perubahan persepsi terhadap stres (Mulyata 2005). d. Patofisiologi Impuls stres yang terus-menerus berjalan ke atas menuju thalamus direspon dengan melepas CRF dari Hipotalamus, selanjutnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
terjadi respon lewat aksis HPA dan Aksis SAM. Respon lewat aksis HPA melepas Kortisol, sedangkan respon yang lewat aksis SAM melepas Katekolamin. Sinyal darurat dari CRF akan memacu pituitaria untuk melepas ACTH. ACTH masuk ke dalam sirkulasi darah, sampai di Adrenal mengaktifkan serabut preganglioner simpatis menuju Adrenal dan ganti neuron di Medulla Adrenal, melepas Katekolamin yang kadarnya tinggi dan bersifat darurat, selanjutnya katekolamin masuk ke dalam sirkulasi darah mengalir ke seluruh tubuh. Sementara itu kortisol yang juga bersifat darurat, kadarnya jauh di atas normal, mensupresi sistem imun menjadi kurang aktif yang berakibat melemahnya ketahanan imunologis serta menyebabkan proses penyembuhan menjadi terhambat atau memanjang (Mulyata, 2005). Sebagian respon pada stres termasuk glukokortikoid dapat menginhibisi fungsi imun, yang terjadi melalui aksis HPA. CRF dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang berada di lokus seroleus dengan aktivasi sistem simpatetik sentral maupun perifer dan meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Selain itu terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang merupakan sinap target sel imun. Jadi ketika terdapat stresor yang dalam hal ini terjadi juga dapat mengaktivasi imun, termasuk pelepasan faktor humoral – immune (sitokin). Sitokin ini dapat melepaskan CRF yang dapat meningkatkan efek glukokortikoid (Kaplan and Sadock 2007). Logoterapi akan diterima oleh thalamus commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang kemudian diteruskan ke system limbic (serotonin, norepineprin dan GABA) akan mempengaruhi hipothalamus untuk menstabilkan pengeluaran CRF yang berlebihan, sehingga pengeluaran ACTH dari glandula pituitary anterior stabil. Selanjutnya aktivitas kortek adrenal menjadi normal dan produksi kortisol stabil. Psikoterapi berperan dalam mengurangi stres dan dalam suatu penelitian meta-analisis terbukti meningkatkan kualitas hidup (Kaplan and Sadock 2007). Logoterapi adalah salah satu bentuk psikoterapi yang dapat mengurangi stres dengan mempengaruhi korteks sensoris. 2.13
Psikoneuroimunologi Menurut Kemeny dan Gruenewald tahun 1999, psikoneuroimunologi adalah bidang ilmu yang menyelidiki rangkaian antara otak, perilaku, dan sistem imun dan implikasinya untuk kesehatan fisik dan penyakit. Bukti terbaru menunjukkan bahwa stresor alamiah dan percobaan laboratorium, dapat merubah fungsi dan jumlah sistem imun manusia. Karena terdapat perbedaan individual yang besar dalam respon psikologis terhadap stres, adalah penting untuk mempertimbangkan peranan respon kognitif dan afektif terhadap stres. Depresi telah dihubungkan dengan pengurangan fungsi imun dan overaktivasi imun. Keadaan kognitif telah dihubungkan dengan parameter imun dan kesehatan pada beberapa penelitian, tetapi sangat sedikit penelitian klinis terkontrol yang dilakukan untuk menentukan apakah intervensi psikososial bisa berpengaruh kuat pada sistem imun dan progresi dari kondisi medis (Kemeny dan Gruenewald 1999). Terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
interaksi bidirectional antara sistem saraf pusat dengan sistem imun dan sesuai dengan korelasi anatomi dan fisiologis mereka. Selain itu sejumlah penemuan imunologis dihubungkan dengan stres eksogen, gangguan depresif dan skizofrenia (Kaschka, 1996). Terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa karakteristik individual dengan jenis afektif yang negatif mendapatkan respon imun mereka dengan buruk dan kemungkinan dalam risiko lebih sakit dibandingkan yang dengan jenis afektif positif (Kaplan and Sadock 2007). Di samping itu terdapat bukti hubungan antara kekurangan glukokortikoid dan aktivasi imun. Sitokin proinflamasi tampaknya menginduksi suatu sindrom “sickness behavior”. Sindrom ini, mencakup anhedonia, anoreksia, fatique, perubahan tidur, dan disfungsi kognitif, mempunyai banyak ciri-ciri yang tumpang-tindih dengan gangguan fisik dan gangguan neuropsikiatrik terkait-stres, termasuk depresi berat, chronic fatigue syndrome, fibromyalgia, dan PTSD. Pasien dengan chronic fatigue syndrome dan fibromyalgia juga menunjukkan aktivasi imun, seperti dibuktikan melalui peningkatan konsentrasi plasma dari reactants fase akut dan peningkatan konsentrasi plasma dan/atau produksi sel mononuclear darah perifer, dari sitokin proinflamasi, termasuk IL-6, TNF-α dan IL-1. Sitokin dan reseptornya ditemukan dalam regio otak yang secara sentral terlibat dalam mediasi emosi dan perilaku, seperti hipotalamus dan hipokampus. Penghambatan sitokin ini menunjukkan pengurangan atau penghilangan gejala perilaku sakit setelah infeksi atau pemberian sitokin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
pada percobaan binatang. Relevan dengan patofisiologi perubahan perilaku pada gangguan terkait stres adalah penemuan bahwa sitokin proinflamasi adalah stimulator CRH yang poten pada regio otak multipel dan bahwa mereka mempengaruhi turnover neurotransmiter monoamin di hipotalamus dan hipokampus (Raison and Miller 2003). Terdapat beberapa fenomena di mana terjadi saling mengatur antara sistem imun dan sistem saraf pusat. Interaksi antara sistem saraf aksis HPA dan komponen innate serta sistem imun adaptif memegang peranan dalam regulasi inflamasi dan imunitas. Glukokortikoid menghambat sintesis sitokin dan mediator inflamasi, kemudian membentuk suatu negative feedback loop. Sitokin juga bisa bekerja secara langsung di otak untuk mengaktivasi aksis HPA. Disregulasi dari neuroendocrine loop oleh hiperaktivitas atau hipoaktivitas aksis HPA menyebabkan perubahan sistemik dalam inflamasi dan imunitas. Nyeri fisik, trauma emosional dan pembatasan kalori juga mengaktivasi aksis HPA dan menyebabkan imunosupresi, sebaliknya penurunan aktivitas dari aksis tersebut dan rendahnya derajat glukokortikoid meningkatkan kerentanan terhadap inflamasi dan keparahan inflamasi (Rhen and Cidlowski 2005). Sitokin mempunyai peranan sentral dalam pengaturan respon imun yang menggambarkan dua bentuk komunikasi neuroimun, imunomodulasi oleh stres psikologis dan pengkondisian perilaku dari respon imun. Peranan sitokin pada endokrin dan efek perilaku fase akut, mempunyai efek dalam fungsi sistem saraf pusat. Efek psikologis stres digambarkan sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
immunosuppressing dan immunoenhancing. Di antara mereka, immunosuppressing yang relevan salah satunya adalah reduksi derajat dan immunoenhancing IL-1, IL-2, dan IFN-gamma. Sebaliknya, beberapa dari efek proinflamasi dari stres adalah dimediasi oleh peningkatan derajat IL-6, IL-2, dan TNF dimediasi oleh neurotransmitter Substance P. Peranan yang mungkin untuk IL-1 dan IFN-beta sebagai messenger yang mungkin dalam pengaturan imun melalui pengkondisian perilaku telah diusulkan. Sitokin proinflamasi selanjutnya bisa mengaktivasi HPA aksis dan menginduksi perilaku sakit selama respon fase akut, selama sistem saraf parasimpatis berlaku sebagai jalur untuk deteksi mereka melalui sistem saraf pusat. Terdapat temuan terbaru dalam pengaturan ekspresi sitokin oleh neurotransmitter dari sistem saraf simpatis (epinefrin dan norepinefrin), merupakan kunci seluruh mekanisme komunikasi otak-imun ini (Espinosa dan Bermudez-Rattoni 2001). Peranan psikoterapi di sini adalah dapat “membangkitkan” sistem imun. Hasil riset psikoneuroimunologi bermakna khususnya untuk pengobatan psikosomatik karena mereka menjelaskan dalam suatu jalur sistemik pengamatan klinis awal dan penelitian ilmiah mengenai pengaruh stres pada kondisi kesehatan (Mausch, 2002). Keuntungan dari pendekatan psikoterapi secara murni adalah menghindari interaksi obat atau efek samping obat terhadap masalah fisik (Sadock dan Sadock 2003). Psikoterapi spesifik seperti pemecahan masalah, CBT atau interpersonal therapy termasuk logoterapi dapat digunakan sebagai terapi commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alternatif atau terapi ajuvan pada pasien bermasalah fisik yang disertai depresi ringan. Pengetahuan akan gejala fisik secara teori akan sangat membantu (Lenze dan Dew 2002, Sadock dan Sadock 2003). Yusefi et al. (2006) melaporkan bahwa CBT yang dilakukan pada 56 pasien penyakit jantung koroner dengan gangguan cemas di Isfahan, Iran, (sebanyak 8 sesi, tiap sesi selama 2 jam) menurunkan kecemasan dan memperbaiki kualitas hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan keefektifan CBT dalam menurunkan kecemasan baik yang manifes maupun tersembunyi dan memperbaiki kualitas hidup, emosional, fisik dan fungsi sosial pada pasien penyakit jantung koroner (Yusefi et al. 2006). Penelitian
sebelumnya
tentang
hubungan
efek-dosis
pada
psikoterapi menunjukkan bahwa manfaat terapiutik terjadi pada awal pengobatan. Sekitar 25% dari pasien diperkirakan membaik setelah 1 sesi, dan 50% membaik dalam 8 sesi. Lima-puluh-lima pasien di klinik rawat jalan dimonitor sesi demi sesi untuk bukti perubahan yang bermakna secara klinis. Hasil menunjukkan hanya 22% pasien “pulih” (sesuai definisi penelitian ini) setelah 8 sesi, dengan pemulihan paling awal adalah setelah 2 sesi (Kadera et al. 1996).
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir
Lanjut usia
Masalah Kemunduran Fisik
Masalah Penurunan Aspek Medik
Makna Hidup ↓
Masalah : Kesepian Keterasingan Rasa Tidak Berguna
DEPRESI ↑ AKS↓
LOGOTERAPI · Nilai kreativitas · Nilai Penghayatan · Nilai Bersikap
-Derefleksion
Mekanisme Coping↑
Penyesuaian diri terhadap masalah fisik dan psikis membaik
commit to user Makna Hidup ↑
DEPRESI ↓ AKS ↑
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Logoterapi berpengaruh menurunkan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental yaitu randomized control trial pre and post test design yang ditujukan untuk mengetahui hasil uji akhir dengan mengendalikan hasil uji awal sebagai cara mengendalikan kovariabel (Pratiknya, 2003).
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Panti Wreda Dharma
Bhakti
Surakarta dari
tanggal 30 Juli 2011 sampai 30 September 2011
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
D. Teknik Penetapan Sampel Adalah purposive sampling, artinya dilakukan pengambilan sampel dengan memilih subjek yang keterwakilannya sudah ditentukan berdasarkan kriteria inklusi (Budiarto, 2004).
commit to user
78
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Besar Sampel Untuk perhitungan besar sampel digunakan paired minimum dengan perbedaan kemaknaan berdasarkan perbedaan mean, ditentukan berdasarkan rumus (Arjatmo dan Sumedi, 2001):
Keterangan:
=
(
).
Ƽ
Zα : batas atas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan Zβ : batas bawah nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan s
: standar deviasi perkiraan perbedaan = 3.5
d
: mean deviasi perbedaan
Maka jumlah sampel adalah: =
( ,Ǘú
,ĖƼ)
.
Ƽ
= 10,4
Dibulatkan menjadi 11 orang tiap kelompok + 1(sebagai antisipasi drop out), total sampel minimum adalah 11 + 1 = 12 subjek penelitian. Batas penolakan kemaknaan sebesar 0.05 atau 5%. Pada penelitian ini perbedaan rerata (d) skor GDS sebelum dan sesudah Logoterapi adalah 3 (secara klinis dikatakan bermakna). Simpang baku perbedaan skor GDS berdasarkan penelitian efek reminiscence therapy pada depresi lanjut usia sebesar 3. Diperkirakan simpang baku dengan Logoterapi sebesar 3,5 (Sutejo 2009) Dari tabel distribusi normal diperoleh nilai konversi batas penolakan 0.05 atau 5% adalah 1.96 sebagai batas bawah dan 0.842 sebagai batas atasnya. commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Kriteria Inklusi 1. Lanjut usia di tinggal di panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta 2. Umur 60 tahun ke atas. 3. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan 4. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan sebagai peserta penelitian. 5. Pendidikan minimal tamat SD dan yang sederajad 6. Skore MMSE > 24
G. Kriteria Eksklusi 1. Mengalami gangguan mental berat (psikotik) dan dementia, yang penilaiannya dengan
metode wawancara dan MMSE
2. Mengalami gangguan pendengaran sehingga mengganggu komunikasi verbal. 3. Mengalami penyakit fisik berat. 4. Mendapatkan obat anti depresan secara teratur. 5. Skor L-MMPI tidak > 10. Instrumen ini diisi sendiri oleh subjek. Skala ini adalah untuk mengungkapkan kecenderungan kebohongan subjek penelitian. Nilai batasnya adalah jawaban 'tidak' lebih dari 10 (Sudiyanto, 2003).
H. Identifikasi variabel 1. Variabel bebas adalah: Perlakuan Logoterapi. 2. Variabel tergantung adalah: Skor GDS dan Barthel Index commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Variabel luar yang mempengaruhi hasil penelitian adalah: faktor jenis kelamin, pendidikan, komorbiditas dengan gangguan psikiatrik, penggunaan farmakologik dan stresor psikososial.
I. Definisi Operasional Variabel Logoterapi:
Logoterapi
dengan
penerapan
teknik
Appealing
teknik
(derefleksion) pada kelompok perlakuan selama 45 menit setiap kali pertemuan, 1 kali seminggu sebanyak 6 kali pertemuan. Depresi: Skor GDS (Geriatric Depression Scale) versi pendek dengan 15 pertanyaan. Skor < 5 : Tidak depresi. Skor ≥ 5 : Depresi. Tingkat Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS): diukur berdasarkan skor Index Barthel versi Indonesia yang telah divalidasi Ketergantungan : ≤ 90 Mandiri
:>90
Lanjut usia: Lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas ( Undang-undang No:13 tahun 1998) Panti Wreda :Panti Wreda adalah tempat dimana berkumpulnya orang – orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta, dan sudah merupakan kewajiban Negara untuk menjaga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
dan memelihara setiap warga negaranya (UU No.12 Tahun 1996 Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).
J. Instrumen penelitian. 1. Isian data pribadi. 2. Barthel Indeks yang telah divalidasi 3. MMSE 4. GDS (Geriatric Depresion Scale ) versi pendek ( 15 pertanyaan) 5. L-MMPI 6. Check list Logoterapi 7. Panduan pelaksanaan Logoterapi
K. Cara Kerja 1) Peneliti mengumpulkan responden yang sesuai dengan kriteria sampling yang ditentukan. 2) Peneliti mendampingi dan memandu responden dalam mengisi data pribadi dan persetujuan penelitian. 3) Dilakukan penilaian dengan L-MMPI dan MMSE 4) Pembagian kelompok perlakuan dan kontrol secara randomisasi/acak sederhana oleh petugas khusus, tanpa didampingi peneliti 5) Dilakukan pretes GDS dan Barthel Indeks pada kedua kelompok 6) Kelompok perlakuan diberi logoterapi selama 45 menit setiap kali pertemuan, satu kali seminggu sebanyak 6 sesi terapi. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Di akhir penelitian dilakukan post tes dengan GDS dan Barthel Indeks pada kedua kelompok. 8) Membandingkan hasil dan menganalisis data yang diperoleh secara statistik.
L. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS versi 17.0 . Untuk membandingkan skor GDS dan Barthel indeks antara pre dan post Logoterapi menggunakan uji T. Untuk menilai signifikansi hubungan variabel dengan tingkat kemaknaan 5% (Sastroasmoro dan Ismail, 2002).
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
M. Kerangka Kerja Penelitian POPULASI KRITERIA INKLUSI/ EKSKLUSI GDS
SUBJEK (Diambil 24 subjek)
Randomisasi KELOMPOK
KELOMPOK
PERLAKUAN
KONTROL
PRE TEST: Barthel Indeks
PRE TEST: Barthel Indeks
Logoterapi
POST TEST : GDS + Barthel Indeks
POST TEST : GDS+ Barthel Indeks
ANALISIS STATISTIK commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta mulai Juli 2011- September 2011. Sampel diambil secara purposive sampling, yaitu dilakukan pengambilan sampel dengan memilih subjek yang keterwakilannya sudah ditentukan berdasarkan kriteria inklusi. Didapatkan 24 sampel yang memenuhi syarat, kemudian dilakukan pembagian kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara acak sederhana, didapatkan 12 subjek sebagai kelompok perlakuan dan 12 subjek sebagai kelompok kontrol. Tidak didapatkan pasien yang mengundurkan diri selama sesi terapi baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Tabel 4.1. Deskripsi Karakteristik Data Menurut Kelompok Berdasarkan, Lama Tinggal. Variabel Umur
Lama Tinggal
Kelompok
N
Mean
SD
t
p
Perlakuan
12
69,50
3,00
0,00
1,00
Kontrol
12
69,50
4,36
Perlakuan
12
2,38
0,93
-0,42
0,68
Kontrol
12
2,54
1,01
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2. Deskripsi Karakteristik Data Menurut Kelompok Berdasarkan Jenis Kelamin, Keberadaan Keluarga dan Status Penyakit Variabel
Jenis
Laki-laki
Kelamin
Perempuan
Keluarg
Kelompok Perlakuan Kontrol n(%) n(%) 7(62%) 5(38%)
Total
X2
p
11(100%)
1,51
0,22
0,00
1,00
0,25
1,00
5(38%)
7(62%)
13(100%)
Ada
11(50,0%)
11(50,0%)
22(100%)
Tidak
1(50,0%)
1(50,0%)
2(100%)
4(33%)
3(75,0%)
7(100%)
8(66,7%)
9(50%)
17(100%)
Status
mengganggu
Penyakit
tdk
meng
ganggu
Pada tabel 4.1 dan 4.2 ditampilkan deskripsi karakteristik data dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, keberadaan keluarga dan status penyakit. Berdasarkan perhitungan statistik, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol berdasarkan umur (t= 0,00, p= 1.00), jenis kelamin (p= 1,000), status (p= 1,000). Hal ini menunjukkan bahwa secara deskripsi karakteristik data, sampel adalah homogen atau setara dalam hal demografi.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3 Perbandingan Variabel pada Kelompok Perlakuan Dibandingkan Kelompok Kontrol Sebelum Logoterapi dengan Uji t
Variabel
Kelompok
N
Mean
SD
Uji t
p
Perlakuan
12
7,58
0,55
0,93
0,36
Kontrol
12
7,33
0,78
BARTEL
Perlakuan
12
88,33
2,46
-0,43
0,67
Pre
Kontrol
12
88,75
2,28
GDS Pre
Tabel 4.4 Perbandingan Variabel GDS dan BARTEL pada Kelompok Perlakuan Dibandingkan Kelompok Kontrol Setelah Logoterapi Dengan Uji t Variabel GDS Post
Kelompok
N
Mean
SD
Perlakuan
12
3,58
0,515
Kontrol
12
5,50
0,798
BARTEL
Perlakuan
12
98,33
2,462
Post
Kontrol
12
91,67
6,513
Uji t
p
24,000
0,00
13,333
0,04
Pada tabel 4.3 dan 4.4 ditampilkan perbandingan variabel GDS pre-post dan Barthel pre-post. Pada GDS post dan barthel post tampak adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai p< 0,05
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5. Perbandingan Variabel delta GDS dan delta BARTEL pada Kelompok Perlakuan Dibandingkan Kelompok Kontrol Dengan Uji Variabel Delta GDS
Delta BARTEL
Pada
Kelompok
N
Mean
SD
Uji t
p
Perlakuan
12
4,00
0,95
5,117
0,00
Kontrol
12
1,83
1,09
Perlakuan
12
10,0
0,00
4.690
0,00
Kontrol
12
3,33
4,924
tabel 4.5 dilakukan perbandingan antara variabel delta GDS
perlakuan – kontrol di mana didapatkan nilai p=0,00 dan perbandingan antara delta barthel kelompok perlakuan – kontrol dengan nilai p=0,00 Tabel 4.6 Uji selisih antara delta GDS dan delta Barthel : Variabel
N
Mean
SD
p
Delta GDS
24
2,92
1,501
0,031
Delta Barthel
24
6,67
4,815
0,031
Perhitungan secara statistik menunjukkan adanya hasil yang bermakna (nilai p=0.031) antara penurunan GDS dengan kenaikan Barthel indeks
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
A. Subjek Penelitian Dari data demografi didapatkan bahwa antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setara meliputi jenis kelamin, umur,pendidikan, keberadaan keluarga di luar panti, penyakit medis umum, lama tinggal di panti. Hal tersebut penting untuk dikendalikan karena masalah yang terjadi terutama pada golongan lanjut usia disebabkan karena adanya sejumlah faktor risiko psikososial. Faktor risiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial dan penurunan fungsi kognitif. Hal tersebut dapat mengganggu interaksi sosial yang kontinu. Memiliki aktivitas sosial bermanfaat untuk kesehatan fisik dan emosional (Kaplan and Sadock, 2007). Dalam penghitungan statistik pada tabel 4.1 ditunjukkan bahwa lama lansia yang
menghuni panti wreda
menunjukkan perbedaan namun tidak
bermakna antara perlakuan (mean=2,38) dan kontrol (mean=2,54) dengan nilai p=0,68, demikian juga mengenai umur tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara perlakuan dan kontrol (nilai p= 1,00) Dalam penghitungan statistik pada tabel 4.2 terlihat tidak ada perbedaan yang bermakna antar jenis kelamin (nilai p=0,22) dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara lansia penghuni panti wreda yang masih memiliki anggota keluarga diluar panti baik pada kelompok kontrol dan perlakuan (nilai p= 1,00). commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
dalam status penyakit baik yang mengganggu maupun yang tidak mengganggu tidak didapatkan angka perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa secara deskripsi karakteristik data, sampel adalah homogen atau setara dalam hal demografi
B. Penilaian GDS dan Barthel Index Dalam tabel 4.3 dari 24 subjek pada penelitian ini didapatkan rerata skor GDS 7,58 pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibanding rerata skor GDS 7,33 pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok perlakuan
memuliki rata rata lebih depresi dibandingkan kelompok kontrol
dan baik
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan rata rata ada dalam kondisi depresi. Demikian pula pada pengukuran Indeks Barthel didapatkan pada kelompok perlakuan memiliki nilai rerata 88,33 dan kelompok kontrol memiliki nilai rerata 88,75, artinya ke dua kelompok rata rata pada kondisi dependen ringan. Pada tabel 4.4 dari 24 subjek penelitian ini didapatkan skor GDS pada kelompok perlakuan memiliki rerata 3,58 dan pada kelompok kontrol memiliki nilai rerata 5,50. Ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sudah tidak depresi lagi, sedangkan pada kelompok kontrol masih menunjukkan adanya depresi dan adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai p=0,00. Sedangkan pada skor Barthel, didapatkan pada kelompok perlakuan memiliki rerata 98,33 dan kelompok kontrol memiliki rerata 91,67. Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok baik kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sudah tidak dependen setelah dilakukan logoterapi dan hasilnya bermakna dengan nilai p=0,04. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam tabel 4.5 perbandingan variabel selisih GDS dan selisih Barthel indeks pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol menunjukkan adanya perbedaan mean. Pada GDS pre-pos kelompok perlakuan memiliki mean 4,00 dan pada kelompok kontrol memiliki mean 1,83 dengan nilai p=0,00. Ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara GDS pre dan post. Demikian pula untuk penilaian Barthel Indeks pre-post terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan mean (10,0) dengan kelompok kontrol dengan mean (3,33) dengan nilai p=0,00. Dalam tabel 4.6 uji selisih antara delta GDS dengan delta Barthel didapatkan nilai p=0,031, hal ini menunjukkan adanya nilai yang bermakna antara penurunan depresi dengan kenaikan aktivitas kehidupan sehari hari. Dilaporkan
bahwa
lanjut
usia
yang
mengalami
depresi
akan
mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari hari (Miller 1995, Lueckenotte 2000, Hall & Hasset 2000), sedangkan lansia yang mengalami dementia dilaporkan juga memiliki defisit dalam aktivitas kehidupan sehari hari (Jorm 1994), sebaliknya keterbatasan lansia dalam memenuhi AKS dapat menjadi salah satu faktor penyebab munculnya depresi (Eliopoulus, 1997; Robert, Kaplan, Shema & Strabridge, 1997). Relevan dengan penelitian Lenze et al (2001) serta Penninx, Guralnik, Ferrucci, Simonsick, Daeg dan Wallace
(
1998) bahwa mekanisme pengaruh depresi terhadap disabilitas fisik dapat dibagi menjadi :
depresi
menyebabkan peningkatan risiko disabilitas fisik dan
disabilitas fisik menyebabkan depresi. Depresi di kalangan lansia yang tinggal di panti wreda cenderung mengarah pada kondisi yang kronis, karena commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
potensi diri dan dukungan sosial dari lingkungannya kurang adekuat untuk mengembalikan pada kondisi semula.
Pada akhirnya , depresi kronis
menyebabkan terganggunya fungsi organ sehingga muncul disabilitas fungsional. Adapun kombinasi umur, status depresi, dan status dementia telah terbukti memiliki hubungan yang bermakna (p=0,000) dengan disabilitas fungsional lansia di panti wreda ( Bondan, 2006) Daniel Mada (2009) melaporkan hasil study di panti wreda Bantul , Yogyakarta bahwa hubungan antara tingkat kemampuan aktivitas dasar seharihari dengan tingkat depresi menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,098 dengan tingkat signifikans 0,506 yang berarti ada hubungan yang lemah antara tingkat kemampuan aktivitas dasar sehari-hari dengan tingkat depresi pada lansia yang tinggal di panti wreda. Hasil study yang dilakukan Bondan (2000) dilaporkan bahwa kombinasi umur, status depresi, dan status demensia telah terbukti memiliki hubungan yang bermakna (F=12,997; p=0,000) dengan disabilitas fungsional lansia di Panti Wreda Abiyoso dan Panti Wreda Budi Dharma di Yogyakarta. Program Catchment Area
National
Institute
of Mental Health’s
Epidemiologic
(ECA) menemukan bahwa gangguan jiwa yang paling lazim
pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif dan fobia ( Kaplan & Sadock, 2010). Menurut Hadywinoto & Setiadi (1999) depresi pada lansia mempengaruhi penurunan Aktivitas Kehidupan Sehari sedangkan menurut Draman & Aris (2007) adanya penyakit kronis dan depresi mempengaruhi dari kemandirian lansia. Drageset et al (2011) melaporkan adanya hubungan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
bermakna antara tingkat ketergantungan dalam aktivitas kehidupan sehari hari dengan depresi pada lanjut usia yang berada di dalam panti dengan tingkat kemaknaan p=0,02. Logoterapi sebagai suatu teknik psikoterapi menerapkan pendekatan dari sudut spiritual yang memfasilitasi manusia untuk menyadari keberadaan dirinya dan makna tujuan hidupnya sehingga dengan demikian akan membuat manusia mampu untuk bertanggung jawab dan menghargai situasi hidup yang dihadapinya (Bastaman, 2007; Frankl, 2006; Guttman, 1996; Lukas, 1986). Lee CH (2004). Keuntungan dari pendekatan psikoterapi secara murni adalah menghindari interaksi obat atau efek samping obat terhadap masalah fisik. Lansia merupakan populasi terbesar yang menderita sakit dan merupakan subjek yang lebih banyak mendapatkan regimen pengobatan, mengalami efek samping pengobatan lebih besar dari populasi lainnya. Terlebih lagi psikotropik adalah obat yang paling sering berhubungan dengan efek samping yang terjadi pada lansia (Gurwitzet al, 2000) Psikoterapi spesifik seperti pemecahan masalah, CBT atau interpersonal therapy termasuk logoterapi dapat digunakan sebagai terapi alternatif atau terapi ajuvan pada pasien bermasalah fisik yang disertai depresi ringan. Pengetahuan akan gejala fisik secara teori akan sangat membantu. Terdapat bukti kegunaan psikoterapi pada pasien dengan penyakit fisik yang disertai depresi (Lenze and Dew 2002; Sadock and Sadock, 2003). Yusefi et al (2006) melaporkan bahwa CBT yang dilakukan pada 56 pasien penyakit jantung koroner dengan gangguan cemas di Isfahan, Iran, (sebanyak 8 sesi, tiap sesi selama 2 jam) menurunkan commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecemasan dan memperbaiki kualitas hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan keefektifan CBT dalam menurunkan kecemasan baik yang manifes maupun tersembunyi dan memperbaiki kualitas hidup, emosional, fisik dan fungsi sosial pada pasien penyakit jantung koroner (Yusefi et al, 2006).
C. Keterbatasan Pada penelitian terdapat keterbatasan yang mempengaruhi hasil dan generalisasi. Keterbatasan tersebut terdapat pada : 1. Sampel penelitian. Selain jumlah sampel yang terbatas, pada sampel juga tidak dikendalikan
kondisi dimana lansia kelompok
perlakuan dan lansia
kelompok kontrol berada dalam satu kamar setiap harinya, lama tinggal di panti, penggunaan farmakologik dan faktor kepribadian dasar pasien, adanya keluarga yang membesuk, adanya keberadaan keluarga yang tinggal di luar panti, Hal tersebut merupakan faktor stresor psikososial yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan kejadian depresi dan penurunan aktivitas kehidupan sehari hari pada lanjut usia. 2. Lokasi. Lokasi penelitian dilakukan di satu panti wreda saja sehingga belum dapat menggambarkan secara keseluruhannya.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Waktu. Penelitian hanya dilakukan selama dua bulan sehingga tidak memungkinkan diadakan suatu follow up untuk melihat efektivitas terapi pada jangka panjang. Waktu penelitian yang berlangsung bersamaan dengan bulan puasa mempengaruhi suasana batin dari klien, sehingga berpengaruh pada psikoterapi logoterapi yang melihat manusia dari dimensi spiritual. 4. Instrumen. Pada penelitian ini digunakan skor GDS sebagai indikator depresi dan Barthel Index untuk menilai Aktivitas Kehidupan Sehari (AKS). Kedua instrumen tersebut bersifat self inventory, oleh karena itu sebelumnya dipergunakan L-MMPI. Meskipun demikian dapat terjadi bias karena faktor subyektivitas pada responden yang tidak kooperatif dan ketidakmampuan dalam
mengartikan
maksud
pertanyaan
dalam
kuesioner.
Meskipun
merupakan keterbatasan, penggunaan GDS pada penelitian ini tidak menjadi masalah karena peneliti tidak menegakkan diagnosis pada klien di panti wreda melainkan skrining adanya depresi pada pasien lanjut usia yang tinggal di panti. Sedangkan diagnosis depresi harus ditegakkan sesuai kriteria depresi pada PPDGJ III atau DSM-IV. 5. Pelaksanaan Logoterapi. Menurut kepustakaan bahwa psikoterapi efektif diberikan 6 sampai 20 kali pertemuan atau rata-rata 12 kali pertemuan. Pada penelitian ini menggunakan panduan Logoterapi dengan 6 kali pertemuan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu penelitian (Juli 2011- September 2011). commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Peneliti. Terapis dan penilai adalah peneliti sendiri, sehingga faktor subyektivitas berpengaruh pada hasil penelitian. Pada beberapa subjek, peneliti terpaksa harus membimbing responden dalam mengisi kuesioner, hal tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya bias pada hasil penelitian ini. 7. Keterbatasan lain Penelitian ini hanya menggambarkan karakteristik lansia yang tinggal di panti wredha sehingga kurang menggambarkan karakteristik populasi lansia secara keseluruhan komorbiditas
dengan
Pada penelitian ini adalah belum dinilai adanya gangguan
psikis
yang
telah
diketahui
sangat
berhubungan dengan derajat depresi dan aktivitas kehidupan sehari hari pasien lanjut usia. Seringkali membingungkan yang mana muncul lebih dulu dan mana yang menjadi penyebab, tetapi jelas ada korelasinya. Hubungan di antara keduanya adalah kompleks dan tidak dapat diduga. Dan juga belum diteliti motivasi lanjut usia tinggal di panti wreda apakah karena kesadaran sendiri atau karena keluarga lanjut usia yang tidak sanggup merawatnya. Juga tidak diteliti seberapa derajad jauh rasa kesepian berpengaruh terhadap depresi dan aktivitas kehidupan sehari hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN 1. Dari hasil penelitian ini didapatkan penurunan derajat depresi yang signifikan pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. 2. Ditemukan perbedaan yang bermakna dalam hal perbaikan aktivitas kehidupan sehari (AKS) antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol 3. Ditemukan
korelasi langsung yang bermakna antara penurunan derajad
depresi dengan peningkatan aktivitas kehidupan sehari hari (AKS).
Dengan hasil tersebut maka hipotesis di atas diterima, yaitu; Logoterapi efektif menurunkan derajat depresi dan meningkatkan aktivitas kehidupan sehari (AKS) lanjut usia .
B. SARAN 1. Perlu suatu penelitian lain dengan desain pre dan pos tes, pengambilan sampel acak, jumlah sampel yang lebih besar dengan karakteristik subjek berbeda dan pemisahan yang tegas antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sehingga efektivitas Logoterapi pada depresi dan aktivitas kehidupan sehari hari lanjut usia dapat digeneralisasi.
commit to user
97
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Lansia yang tinggal di panti, yang dicurigai mengalami depresi dapat diberikan kuesioner GDS sebagai skrening sehingga dapat terdeteksi lebih dini dan dapat meningkatkan aktivitas kehidupan sehari hari. 3. Logoterapi dapat digunakan sebagai terapi tambahan (adjuvant) dalam penanganan depresi dan peningkatan aktivitas kehidupan sehari pada lanjut usia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
99