TESIS
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
I WAYAN GEDE WIRYANATA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
I WAYAN GEDE WIRYANATA NIM 1090961002
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Pertanian Lahan Kering, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN GEDE WIRYANATA NIM 1090961002
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 30 APRIL 2014
Pembimbing I
Dr. Ir. Gede Wijana, M.S. NIP. 19610707 198603 1 001
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S. NIP. 19590519 198601 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. NIP. 19620421 198803 2 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K) NIP. 19590215 198510 2 001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal, 23 April 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1094/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 22 April 2014
Ketua
: Dr. Ir. Gede Wijana, M.S.
Anggota
:
1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S. 2. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. 3. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P. 4. Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, Tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, pembimbing utama dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister, khususnya dalam penyelesaian Tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S, Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Ni Luh Kartini selaku ketua Program Studi Lahan Kering. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis yaitu Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S., Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S., Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P., dan Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S.yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga Tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada keluarga tercinta Bapak Drs. I Ketut Sukanata, Ibu Nyoman Suwarti, Spd, Adiku Yanti dan Koming, keponakanku si Saka dan Iparku Budi sekeluarga, kalian merupakan penyemangat hidupku yang selalu memberikan dukungan dan dorongan kepada penulis untuk maju. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S sekeluarga, Ibu Kartiniasih, Gekta dan Teguh. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pegawai akademik Magister Lahan Kering Universitas Udayana yaitu Bu Made, Bu Komang, dan Pak Ketut. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, April 2014
Penulis
ABSTRAK ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) terbesar Sistem Agroforestri Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%. Hasil perhitungan keanekaragaman jenis vegetasi yang meliputi keragaman jenis, indeks kemerataan, dan indeks dominansi memperoleh hasil penelitian yang dapat membedakan tingkat pengelolaan pada masing-masing sistem agroforestri. Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar. Kata kunci : komposisi jenis, keanekaragaman jenis, tingkat pengelolaan Agroforestri
ABSTRACT VEGETATIONS ANALYSIS AS A BASIC FOR AGROFORESTRY DEVELOPMENT IN MICRO WATERSHED TUKAD SUMAGA VILLAGE, GEROKGAK DISTRICT, BULELENG REGENCY Forest changed to agricultural has consciousness effected many problems such as soil degradations, erosion, flora and fauna extinctions, floods, dryness, and even global environmental change. Agroforestry is one of solutions to protect the biodiversity. The research was held at Micro Watershed Tukad Sumaga Village, Gerokgak District, Buleleng Regency which consist of intercropping agroforestry system, alley cropping agroforestry system, and the trees for soil conservations agroforestry system. The purpose of this research is to discover biodiversity and composition of vegetations species in each agroforestry system and also to find out the agroforestry management level at Micro Watershed Tukad Sumaga Village. The research result shows that the biggest Important Value Index (INP) in intercropping agroforestry system is in trees level by mango at 59.46%, scrubs and sapling level by teak at 80.13%, seedling level by gosh bean at 49.57%. The biggest INP in Alley Cropping Agroforestry System is in trees level by cashew at 150.33%, scrubs and saplings level by lamtoro at 95.26%, seedling level by legetan at 84.93%. The biggest INP in The Trees for Soil Conservations Agroforestry System is in trees level by tamarind at 165.35%, %, scrubs and saplings level by india apple at 114.09%, seedling level by legetan at 83.98%. The calculations of species biodiversity which as species variety, prevalent index, and domination index can separated the management level in each agroforestry system. The best management is Intercropping Agroforestry System. The second is The Trees for Soil Conservations Agroforestry System. The last is Alley Cropping Agroforestry System. The development of Intercropping Agroforestry System is needed because this system is the best. Monitoring, evaluations, and technical learning about forest and agricultural plantation are needed for increasing the social benefit dan preventing the deforestations.
Key words : composition of vegetations species, biodiversity, level management of agroforestry
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: I Wayan Gede Wiryanata
NIM
: 1090961002
Program Studi : Magister Pertanian Lahan Kering Judul Tesis
: Analisis Vegetasi Sebagai Dasar Pengembangan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 30 April 2014 Yang membuat pernyataan,
I Wayan Gede Wiryanata
RINGKASAN
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa INP terbesar Sistem Agroforestri Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada
tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%. Hasil penelitian memperoleh data keanekaragaman jenis. Keragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H<1). Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,762. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan sebesar 0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,9095. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,833. Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem
agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ………………………………………………………………
xiii
DAFTAR TABEL…... …………………………………………………….
xvi
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULAN ……………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang …………………………….……………….
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………...
4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………….…………………
4
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………...
5
KAJIAN PUSTAKA …………………………………………...
6
2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi …………….………..
6
2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi …………..………
8
2.3 Keanekaragaman Jenis Vegetasi ………………….…………
10
2.4 Agroforestri .............................................................................
13
2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS) ………………......…………….
17
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN …………………………………….………………
22
3.1 Kerangka Berfikir ....................................................................
22
3.2 Konsep Penelitian …………….…………..…………………..
24
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………...……………..…
25
BAB IV
BAB V
METODE PENELITIAN ..............................................................
27
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................
27
4.2 Alat dan Bahan Penelitian ………………………..…………..
29
4.3 Pelaksanaan Penelitian…………… …………………..……..
29
4.3.1 Pengambilan Data Primer………………………….……
29
4.3.2 Pengambilan Data Sekunder……………………………
33
4.4 Metode dan Analisis Data………...………………….……….
33
4.4.1 Komposisi Jenis Vegetasi……………………….………
33
4.4.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi……………...…..……..
34
4.4.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri..…………...…..……..
36
HASIL PENELITIAN ...................................................................
37
5.1 Jumlah Jenis ............................................................................
37
5.2
Kerapatan Jenis ………………..………………..…………..
43
5.3
Frekwensi Jenis………………...……………………..……..
51
5.4
Luas Penutupan ……………….…...……….………….……
58
5.5
Indeks Nilai Penting ………….………………...…………...
67
5.6
Keragaman Jenis (H) ………….………………..…………..
75
5.7 Indeks Kemerataan (e) …………………………...………….
81
5.8 Indeks Dominansi (D) …………………………..…………...
82
5.9 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga ……………………………………………………..
88
BAB VI
PEMBAHASAN …………………………………………………
91
6.1 Komposisi Jenis ……………………………………………...
91
6.2 Keanekaragaman Jenis ………………………………………..
93
6.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga………………………………………………………..
BAB VII
97
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..
99
7.1 Simpulan ……………………………………………………..
99
7.2 Saran ………………………………………………………….
101
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………....
102
DAFTAR TABEL
Nomor 5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
Teks
Halaman
Jenis-jenis Vegetasi Penyususn Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ..................... Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng....................................................... Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng...................................................... Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ………………………………..... Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng …………….. Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan Untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………...… Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………...……… Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………...… Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………….…... Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………... Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………………………………... Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro
38
41
43
45
49
51
53
56
58
61
64
5.13
5.14
5.15
5.16
5.17
5.18
5.19
5.20
5.21
5.22
5.23
Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………………………………………….. Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………………………………………… Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………….... Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………........ Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.. Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ………………………………….. Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ………………………………….. Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………...
Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng........................................................................................... Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………... Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………………… Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………
67
69
71
74
77
79
80
82
84
86
87
89
DAFTAR GAMBAR
Nomor 2.1 3.1 4.1 4.2 4.3
Teks Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................ Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................. Cara Penentuan Proyeksi Tajuk ................................................ Denah Petak Ukur di Lapangan................................................. Anak Petak Ukur di Lapangan ..................................................
Halaman 18 26 31 32 32
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropika dengan kondisi iklim stabil sepanjang tahun sehingga terbentuk habitat dan keanekaragaman hayati lebih banyak dibandingkan kawasan negara lainnya yang bukan tropis. Keberagaman topografi Indonesia dari dataran rendah sampai berbukit hingga pegunungan tinggi mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroba yang beraneka ragam. Keanekaragaman hayati Indonesia merupakan sumberdaya alam yang harus dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dunia memiliki sekitar 200.000 jenis hewan dan 28.000 jenis tumbuhan, 10% dari semua jenis tumbuhan terdapat di Indonesia. Mengingat potensi keanekaragaman hayati Indonesia belum sepenuhnya diketahui, perlu dikembangkan metodologi cepat untuk mencacah tipe ekosistem, kekayaan jenis dan variasi genetika yang ada serta pembinaan masyarakat (Irwan, 1992). Kebakaran hutan, pembalakan liar, dan perladangan berpindah merupakan penyebab degradasi lingkungan yang berdampak luas terhadap keanekaragaman hayati
ekosistem,
lingkungan
bahkan
berbagai
aspek
sosial
ekonomi.
Keanekaragaman hayati mempunyai peranan sangat penting dalam suatu ekosistem dan pembangunan yang berkelanjutan.
Seiring dengan tingginya kebutuhan penduduk Indonesia akan pangan, banyak kawasan hutan mulai beralihfungsi menjadi lahan pertanian. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global (Widianto dkk., 2003). Hutan yang menjadi sumber keanekaragaman hayati menjadi semakin berkurang. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Agroforestri pada pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon-pohon yang dikombinasikan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak pada unit lahan diharapkan akan mampu mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem. Masyarakat telah menyadari bahwa dengan menanam pohon bernilai ekonomi di selasela sistem pertanian berarti mereka telah mempertahankan DAS karena pepohonan mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat erosi dan aliran air (Rahayu et al., 2009). DAS Mikro Desa Tukad Sumaga merupakan kawasan lahan kering dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Unit-unit lahan di kawasan DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tidak teririgasi secara efektif pada musim kering. Permasalahan di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang muncul saat ini yaitu dominansi berbagai jenis spesies vegetasi tanaman yang dikarenakan oleh pengolahan lahan secara terus menerus dan perubahan iklim. Masyarakat Desa Tukad Sumaga juga mengembangkan sentra peternakan dimana ternak yang mereka pelihara umumnya sapi dan babi. Sistem agroforestri
sangat penting untuk diterapkan pada kawasan DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena menyangkut persediaan pakan ternak. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tata cara pengolahan lahan secara berkelanjutan menjadi salah satu kendala dalam pengembangan agroforestri di kawasan DAS Mikro ini. Tipe iklim yang sangat kering pada areal ini menyebabkan berbagai vegetasi herba dan semak belukar mengalami dormansi pada musim kering. Hal seperti ini mengakibatkan pasokan pakan ternak pada waktu musim kering menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang jenis vegetasi tanaman yang bisa dijadikan pakan ternak juga mengakibatkan beberapa ternak mengalami kematian karena bloating atau perut kembung. Pentingnya nilai keanekaragaman hayati dalam pengelolaan DAS sangat perlu ditekankan kepada masyarakat. Vegetasi tanaman kehutanan dan pertanian dapat memberikan nilai lebih dalam menunjang kesejahteraan masyarakat setempat. Banyaknya manfaat dan fungsi vegetasi tanaman yang belum diketahui dan bagaimana peruntukan tanaman tersebut sangat perlu dikembangkan kepada masyarakat. Banyak predator dan parasitoid yang berhabitat di tanaman kehutanan yang dapat menjadi musuh biologis bagi hama tanaman pertanian misalnya tawon parasit. Selain itu simbiosis dari tanaman kehutanan dengan makro dan mikroorganisme di dalam tanah dapat meningkatkan kualitas tanah dalam meningkatkan produktivitas tanaman pertanian. Naungan yang cukup pada tanaman kehutanan dapat memberikan perlindungan bagi tanaman pertanian. Berbagai bentuk tajuk pada tanaman kehutanan akan dapat menjadi kawasan winbreak yang dapat
mereduksi kecepatan angin yang menjadi pelindung bagi tanaman pertanian. Bentuk tajuk vegetasi tanaman kehutanan tergantung dari jenis vegetasi yang ditanam di suatu lahan. Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Pengamatan terhadap jenis vegetasi baru sebagai data series diharapkan akan dapat memberikan informasi yang menunjang pengelolaan selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pertanian dan kehutanan yang terdapat pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng? 2. Bagaimanakah tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping)
dan
pepohonan untuk konservasi tanah DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. 2. Mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
1.4 Manfaat Penelitian Komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembangunan agroforestri khususnya di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng yang menunjang pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi tanaman.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988 menyatakan bahwa vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan dari suatu kawasan dalam kaitan dengan lingkungan serta menurut ukuran derajat dalam ruang yang telah diambil sebagai tempat tumbuhan tersebut. Struktur vegetasi adalah suatu gambaran atau deskripsi dari suatu komunitas tumbuhan secara menyeluruh (Wahyuni, 2007). Hutan hujan tropis di Indonesia membentuk beberapa strata tajuk. Arief (1994 dalam Indriyanto, 2005) menyatakan struktur hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah : 1. Strata A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Umumnya tajuk pohon pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan diskontinu. 2. Strata B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon di stratum A.
3. Strata C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal. 4. Strata D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum itu juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase anakan (seedling). 5. Strata E (E-storey), yaitu lapisan tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas) yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya. Sutrisno (1998) menyatakan selama masa hidup suatu vegetasi pohon dalam mencapai umur tertentu, akan melewati berbagai tingkatan kehidupan yang berhubungan dengan ukuran tinggi dan diameter batang. Tingkatan-tingkatan hidup suatu pohon antara lain : 1. Semai (seedling)
: anakan pohon yang sejak berkecambah, tingginya sampai 1,524 meter
2. Sapihan (sapling)
: tinggi antara 1,524 sampai 3,048 meter dan diameter < 0,152 meter
3. Tiang (poles)
: diameter > 0,152 meter
4. Pohon ( trees)
: diameter > 0,3048 meter (dbh)
(Diameter disini diukur setinggi dada ± 1,30 meter (dbh singkatan dari diameter breast hight). Komposisi dapat diartikan sebagai susunan dan jumlah jenis yang membentuk suatu tegakan (Bratawinata, 2000). Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979), untuk kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekwensi, dan dominansi. Indriyanto (2005) menyatakan densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Densitas sama artinya dengan kerapatan. Frekwensi merupakan besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Dominansi dapat juga disebut dengan luas penutupan. Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi Pada suatu ekosistem terjadi perbedaan antara aspek fisiologis dan ekologis yang disebabkan oleh adanya kompetisi antara dua atau lebih tanaman yang tumbuh bersama-sama (Fandeli, 1984). Kompetisi ini akan mengakibatkan terdapat jenis tanaman yang mati, pertumbuhan tertekan, dan jenis yang satu diganti oleh jenis yang lainnya. Indriyanto (2005) menyatakan spesies-spesies anggota populasi saling berinteraksi satu dengan lainnya dan membentuk interaksi seperti:
1. Neutralisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi. 2. Kompetisi (tipe gangguan langsung), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif. 3. Kompetisi (tipe penggunaan sumberdaya alam), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies dalam menggunakan sumberdaya alam yang persediannya berada dalam kondisi kekurangan. Interaksi tersebut, masing-masing spesies berpengaruh saling merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumberdaya alam. 4. Amensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak dirugikan (mendapat rintangan), sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi. 5. Parasitisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak (inang) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (parasit) beruntung. 6. Predasi atau pemangsaan, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak (prey atau organisme yang dimangsa) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (predator atau organisme yang memangsa) beruntung. 7. Komensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak beruntung, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi. 8. Protokooperasi, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi, tetapi asosiasi yang terjadi tidak merupakan keharusan.
9. Mutualisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi.
2.3
Keanekaragaman Jenis Vegetasi Hutan memberikan peranan yang sangat penting dalam menjaga
keanekaragaman hayati di Indonesia. Dalam jangka waktu menengah dalam pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan merupakan jangka waktu yang panjang bagi kebanyakan makhluk hidup dan sumberdaya alam hasil hutan nir kayu tertentu akan menjadi langka, tetapi mekanisme pasar secara umum dapat menanggulangi terjadinya kelangkaan ini, pada gilirannya mendorong pelestarian maupun pencarian penggantinya yang efektif (Lahjie, 2004). Pelestarian keanekaragaman biologis pada KTT bumi dicantumkan dalam agenda internasional pada tahun 1992 menjadi pedoman bagi penandatanganan konvensi pelestariannya (Lahjie, 2004). Indonesia telah menandatangani Protokol Nagoya pada 11 Mei 2011 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat. Protokol Nagoya merupakan sebuah perjanjian untuk melindungi keanekaragaman hayati baik flora dan fauna endemik pada negara-negara tertentu. Inventarisir kembali kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara sangat penting untuk dilakukan sehingga jika negara lain yang ingin memanfaatkan kekayaan alam untuk kepentingan penelitian dan bisnis di suatu daerah di Indonesia, maka daerah bisa mendapatkan pembagian keuntungan yang adil. Usaha pelestarian keanekaragaman
hayati melalui jalur diplomasi antar negara merupakan salah satu usaha sadar masyarakat dunia tentang pentingnya arti keanekaragaman hayati. Keanekaragaman jenis adalah suatu konsep variabilitas makhluk hidup di bumi dan diukur dengan jumlah seluruh spesies di bumi atau di kawasan tertentu (Suripto, 1997). Keanekaragaman jenis meningkat sesuai ukuran sampel, di lokasi kawasan tropis, di dalam habitat yang memungkinkan organisme-organisme mendapatkan tekanan fisiologis yang rendah, di tempat yang memiliki beberapa habitat berbeda, pada masa daratan yang lebih besar dan di tempat yang tidak memiliki gangguan ekosistem terhadap habitat (McNaughton dan Wolf, 1979). Pratiwi et al., (2007) menyatakan keberagaman makhluk hidup dan ekosistemnya membentuk keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu : 1. Keanekaragaman Gen Keanekaragaman gen menyebabkan variasi antar individu sejenis. Gen adalah materi dalam kromosom makhluk hidup yang mengendalikan sifat organisme. Variasi makhluk hidup dapat terjadi melalui perkawinan dan interkasi gen dengan lingkungan. Konsep keanekaragaman gen menunjukkan bahwa di dalam suatu populasi tidak ada satu individu yang penampilannya sama persis dengan induknya.
2. Keanekaragaman Spesies Keanekaragaman hayati antarspesies mudah diamati karena perbedaannya sangat mencolok. Keanekaragaman hayati spesies misalnya kelapa, kurma, dan sagu. Tumbuhan tersebut merupakan satu kelompok tumbuhan palem-paleman, namun memiliki fisik dan habitat yang berbeda. 3. Keanekaragaman Ekosistem Pada suatu ekosistem, faktor biotik berinteraksi dengan faktor abiotik. Komponen biotik dan abiotik sangat beraneka ragam, ini menyebabkan perubahan dari
interaksi
yang
ada
sehingga
menciptakan
ekosistem
yang
berbeda.
Keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan akan menyusun ekosistem yang berbeda. Keanekaragaman hayati memiliki nilai dan manfaat, antara lain (Pratiwi et al., 2007) : a. Dapat memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan primer maupun sekunder, b. Memiliki nilai biologi yang menghasilkan sesuatu (produk) yang bermanfaat untuk hidup dalam menjaga kesehatan manusia, c. Memiliki nilai estetika yang dapat menciptakan keindahan, d. Memiliki nilai ekonomi yang dapat menghasilkan produk berupa materi atau jasa yang dapat diperjualbelikan, e. Memiliki nilai budaya yang dapat memberikan kebanggaan bagi suku masyarakat tertentu karena keindahan dan kekhasannya,
f. Memiliki nilai pendidikan yang dapat digunakan oleh para ahli untuk tujuan ilmu pengetahuan misalnya: pemuliaan hewan atau tanaman, pelestarian alam, dan pencarian alternatif bahan pangan serta energi. Irwan (1992) menyatakan bahwa semakin besar jumlah jenis, maka semakin besar keanekaragaman hayati. Pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting, karena: a. Merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan atau ekosistem, b. Mampu merangkai satu unsur dengan unsur tatanan lingkungan yang lain, c. Dapat menunjang tatanan lingkungan itu sehingga menjadikan lingkungan alami suatu lingkungan hidup yang mampu memberikan kebutuhan makhluk hidupnya. Tatanan lingkungan yang hanya terdiri dari sedikit jenis hayati akan sangat peka dan mudah terganggu keseimbangannya. Semakin beranekaragam sumber alam hayati, semakin stabil tatanan lingkungan tersebut (Irwan, 1992). Keanekaragaman hayati sangat penting peranannya tidak hanya untuk makhluk hidup itu sendiri melainkan sangat penting juga bagi lingkungan. 2.4 Agroforestri Lahjie (2004) menyatakan agroforestri merupakan istilah kombinasi bersama pertanian dan kehutanan pada pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon yang dikombinasikan dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak pada unit lahan. Ciri dan karakteristik pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri antara lain:
1. Usaha pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan produksi dari berbagai output dengan perlindungan bagi sumberdaya dasar, 2. Usaha pemanfaatan lahan sistem agroforestri umumnya lebih dari satu tahun; 3. Timbulnya interaksi dari beberapa aspek sosial, ekonomi, ekologi diantara komponen-komponen tanaman pangan dengan tanaman pepohonan yang berkayu, 4. Usaha pemanfaatan lahan dengan produk lebih dari dua macam, misalnya tanaman pangan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, obat-obatan, pakan ternak ataupun kayu sebagai bahan energi dan atau sebagai bahan industri perkayuan, 5. Mempunyai beberapa fungsi dari aspek lingkungan, misalnya konservasi lahan terhadap kesuburan dan erosi/kelongsoran, penahan derasnya angin yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang lain, sebagai tempat peristirahatan keluarga untuk melakukan pekerjaan industri rumah tangga, 6. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri yang sederhana pun secara biologis maupun ekonomis lebih kompleks dari pada usaha pemanfaatan lahan monokultur, 7. Usaha pemanfaatan lahan diupayakan oleh seseorang maupun kelompok secara terencana maupun tidak terencana menjadi tolak ukur keberhasilan sistem agroforestri, 8. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri melibatkan lebih banyak nilai-nilai sosial budaya yang saling mempengaruhi, dibandingkan dengan sistemsistem pemanfaatan lahan lainnya,
9. Mempunyai strata tajuk yang bervariasi khususnya pada komunitas vegetasi yang membentuk ekosistem setempat. Arief (2001) menyatakan bahwa sistem agroforestri mencakup berbagai ilmu atau multidisipliner, seperti agronomi, sosial, kehutanan, dan ekonomi yang berkelanjutan dengan didasarkan pada prinsip ekologis. Sistem agroforestri ditujukan kepada pendekatan: 1. Adanya introduksi tanaman semusim ke dalam sistem tanaman kehutanan yang tujuannya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan secara umum dan mengendalikan erosi, terutama memelihara ternak dan penambahan pendapatan. 2. Adanya kegiatan konservasi lahan berhutan menjadi sistem agroforestri sebagai upaya meningkatkan produksi komoditas komersial. Daerah yang memiliki lokasi untuk pengembangan sistem agroforestri yang luasannya tergolong tanah milik dengan bidang lahan kecil, sistem agroforestri ini sangat cocok digunakan. Sistem agroforestri untuk bidang kecil lahan milik secara luas dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu (Lahjie, 2004): -
Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lahan
-
Sistem untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan pertanian
Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian antara lain (Lahjie, 2004): 1.
Sistem Tumpang Sari Sistem ini merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat jalur pepohonan
permanen yang digabungkan dengan tanaman pertanian dimana vegetasi jenis pohon
yang ditanam akan menghasilkan interaksi yang saling menguntungkan dengan tanaman pertanian. Interaksi ini merupakan suatu kesatuan dalam ekosistem yang menggunakan prinsip tidak merugikan satu dengan yang lainnya sebagai contoh jika pada musim kering, vegetasi pohon akan merontokkan daunnya. Hal ini menjadi peluang kesempatan pada tanaman pertanian untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup dan hasil seresah daun yang rontok yang dapat dijadikan sebagai pupuk hijau bagi tanaman pertanian. 2.
Penanaman Lorong (Alley Cropping) Penanaman lorong dengan baris-baris pohon yang disejajarkan dengan garis
kontur terbukti sebagai alat efektif untuk mengendalikan erosi. Pepohonan yang sudah tumbuh, harus dipangkas pada waktu musim tanam tanaman pertanian. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah naungan dan persaingan dengan tanaman pertanian. Sistem ini sangat menguntungkan bagi petani yang memiliki ternak. Hasil pangkasan dari pohon-pohon yang disukai ternak dapat menjadi sumber pakan ternak. Hasil pangkasan dapat juga dijadikan sebagai mulsa yang disebarkan pada tanah diantara jalur pohon dan disela sela tanaman pertanian. Mulsa akan berfungsi untuk mengurangi evaporasi pada tanah sehingga kelembaban tanah menjadi terjaga. Mulsa yang telah mengalami proses pelapukan, dapat dijadikan pupuk hijau yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. 3.
Pepohonan untuk Konservasi Tanah Sistem ini dapat diterapkan pada lahan terasering dimana vegetasi pohon
ditanam rapat dengan baris tunggal, ganda, atau tiga baris sepanjang kontur dan
dipangkas sedikit. Tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai rintangan terhadap aliran air permukaan dan akan meningkatkan kesuburan tanah dengan sisa pemangkasan. Rerumputan dan tanaman untuk rintangan erosi juga ditanam diareal ini. Penanaman rumput pada berbagai tempat sangat penting dalam membantu mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan. Hal ini dapat membantu menstabilkan konservasi tanah melalui perakaran pohon, semak dan rerumputan.
2.5
Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi
oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung, maupun batas bantuan seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Keberadaan vegetasi tanaman pada DAS bagian hulu sangat penting karena mencakup cadangan air (Suripin, 2002). DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu DAS dikelola (Agus dkk., 2004).
Hujan Punggung (batas DAS)
Anak Sungai Sub DAS
Zona Pelindung
Pertanian Danau
Outlet (Muara)
Gambar 2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus dkk., 2004).
DAS Mikro atau tampungan mikro (micro ( catchment)) adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun ((intermitten flow)) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial (perennial flow). flow Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut. Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai (Agus dkk., 2004).
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut : (1) Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan. (2) Eksternalitas, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktivitas/program dan atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral externalities). (3) Pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka konsep “externalities” dapat dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang
melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Kerangka pemikiran pengelolaan DAS terdiri dari tiga dimensi pendekatan analisis pengelolaan DAS yaitu (Hufschmidt, 1986 dalam Asdak, 2007) : a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat kaitannya. b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan terkait. c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik. Hasil penelitian Sulistiawati (2003) di bagian hulu DAS Buleleng wilayah Kabupaten Buleleng menunjukkan erosi rata-rata sebesar 3.224 t/ha/th. Hasil penelitian Gunamanta (2002) di DAS Anyar Kabupaten Buleleng menunjukkan telah terjadi erosi berat (180-480 t/ha/th) pada lahan kawasan hutan di bagian hulu DAS. Hasil penelitian Widarto (2004) di DAS Tukad Ngis Kabupaten Karangasem menunjukkan perencanaan konservasi tahah dengan teras bangku atau teras gulud serta multi purpose tree species dan agroforestri menunjukkan erosi berkurang dari 28,156 – 2.135,524 t/ha menjadi 0,297 – 3,258 t/ha. Tingginya nilai erosi dapat menimbulkan degradasi lingkungan dan menurunnya kualitas kemampuan lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman .
Penutupan vegetasi di suatu wilayah DAS berkaitan erat dengan masalah konservasi tanah dan air dimana hutan sebagai salah satu penyangga utama dalam sistem DAS (Indriyanto, 2008). Arief (2001) menyatakan bahwa agroforestri juga merupakan salah satu sarana penting untuk merehabilitasi lahan kritis, terutama di daerah hulu DAS. Pepohonan dapat menciptakan struktur permanen yang menstabilkan tanah dan neraca hidrologi.
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Indonesia terletak di daerah tropik memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati tersendiri. Agroforestri
yang
memadukan
konsep
kehutanan,
pertanian
dan
peternakan merupakan salah satu upaya kongrit dalam memenuhi kebutuhan sandang,
pangan,
dan
papan
dengan
tetap
menjaga
dan
melestarikan
keanekaragaman hayati. Interaksi dan rantai makanan di dalam agroforestri akan menjaga keseimbangan ekosistem yang tentunya konsep organik memberikan peranan penting dalam pengembangan agroforestri. Keanekaragaman hayati yang stabil di dalam suatu agroforestri akan menjaga rantai makanan di dalam suatu ekosistem sehingga tidak terjadi ledakan hama yang menyerang tanaman pertanian dan peternakan. Ada beberapa spesies tanaman kehutanan tertentu yang menjadi habitat bagi hama, sehingga keberadaan tanaman pertanian tidak
terserang oleh hama. Tajuk tanaman kehutanan merupakan tempat habitat juga bagi predator yang akan memangsa hama tanaman pertanian. Kondisi DAS mikro desa tukad Sumaga yang sebagian besar topografinya bergelombang merupakan sentra peternakan, pertanian dan kehutanan. Alih fungsi lahan yang tidak bisa dihindari merupakan salah satu penyebab menurunnya pasokan air pada musim kering. Ketersediaan air yang menurun menyebabkan produktivitas panen menurun, pasokan pakan ternak pada waktu kering berkurang dan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan vegetasi tanaman bahkan banyak tanaman yang mengalami kematian sehingga menyebabkan keanekaragaman jenis vegetasi menurun. Kendala-kendala seperti ini sangat perlu diantisipasi, salah satunya dengan Pengembangan Agroforestri. Sistem agroforestri yang mencakup sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah diharapkan akan mampu memperbaiki kualitas lahan. Pemilihan vegetasi tanaman dalam pengembangan sistem agroforestri sangat perlu dipertimbangkan karena menyangkut peruntukan dan fungsi dari masing-masing spesies vegetasi tanaman. Hasil evaluasi komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan agroforestri yang menunjang pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi tanaman. Pengembangan pembangunan pertanian, kehutanan dan peternakan dengan konsep agroforestri akan dapat mengoptimalkan fungsi lahan di Kecamatan Gerokgak. Agroforestri akan dapat memanfaatkan banyak lahan tidur yang belum tergarap secara maksimal.
3.2 Konsep Penelitian Agroforestri atau wanatani merupakan pengelolaan lahan secara terpadu yang berkonsep kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan. Pemanfaatan lahan dengan Agroforestri sangat dinamis karena menggunakan vegetasi tanaman yang multistrata dimana pemilihan jenis tanaman dan tata ruang sangat menentukan keberhasilan agroforestri. Pemanfaatan lahan dengan vegetasi tanaman yang berbeda misalnya dengan tanaman vegetasi bawah (empon-empon, umbi-umbian, rumput sebagai pakan ternak), vegetasi pancang atau tanaman semusim, dan vegetasi pohon. Keanekaragaman jenis tanaman pada suatu agroforestri akan dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat yang mana akan dapat meningkatkan ketahanan pangan dan papan bagi masyarakat. Besar kecilnya pendapatan masyarakat tergantung dari jenis vegetasi yang mereka tanam. Agroforestri juga bermanfaat bagi keseimbangan ekosistem. Multistrata pada agroforestri yang memungkinkan untuk pemilihan jenis tanaman langka dan endemik pada suatu lahan merupakan salah satu cara pelestarian terhadap keanekaragaman hayati. Ada beberapa jenis vegetasi pohon merupakan habitat bagi serangga dan hama sehingga tidak menyerang tanaman pertanian. Munculnya hama akan menarik hadirnya predator dan parasitoid yang menjadi musuh alami bagi hama tanaman.
3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1.
Terdapat perbedaan komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
2.
Terdapat perbedaan tingkat pengelolaan agroforestri pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
Kondisi DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kabupaten Buleleng
Alih Fungsi Lahan
Ketersediaan Air Menurun
Produktifitas Panen yang Menurun
Evaluasi Sistem Agroforestri Tumpang Sari
Pasokan Pakan Ternak Pada Waktu Musim Kering Berkurang
Evaluasi Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping)
Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tanaman Menurun
Evaluasi Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah
Hasil Evaluasi Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tanaman
Bahan Pertimbangan dalam Pembangunan Agroforestri Khususnya di DAS Mikro yang Menunjang Pelestarian Keanekaragaman Hayati Vegetasi Tanaman. Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Tukad Sumaga yang secara administratif terletak di Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Tiga lokasi tersebut adalah lokasi sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Survey awal penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2012. Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2013. Penelitian ini terhitung dari
survey lokasi penelitian dan pengambilan sampel
penelitian di lapangan. Penggunaan lahan pada DAS Mikro desa Tukad Sumaga seluas 212,700 ha (28,68%) berada di luar kawasan hutan dan 542,500 ha (71,84%) merupakan hutan negara. Vegetasi penutupan lahan pada DAS Tukad Sumaga meliputi vegetasi hutan, vegetasi kebun campuran, tegalan dan sawah tadah hujan. Jenis tanah yang terdapat di DAS Tukad Sumaga adalah termasuk tanah jenis Latosol dengan bahan induk penyusunannya adalah abu vulkanik Intermedier dengan bentuk wilayah berbukit sampai bergunung. Geologi batuan pembentuk wilayah
permukaan DAS Tukad Sumaga adalah berupa lava dan breksi hasil muntahan Gunung Api Pulaki yang terbentuk sejak periode tersier epoch pleosen sekitar 0,6-11 juta tahun lalu yang sebagian besar sekarang telah tertutup oleh endapan alluvium. Segi topografi, sebagian kawasan DAS Tukad Sumaga merupakan daerah landai dengan kemiringan rata-rata 8-15 %, sedangkan sebagian besar lagi merupakan daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan > 15%. Ketinggian tempat DAS Tukad Sumaga berkisar antara 82 meter sampai dengan 1.029,26 meter diatas permukaan laut (BPDAS Unda Anyar, 2003). Berdasarkan kondisi alirannya, sungai Tukad Sumaga termasuk tipe annual, yaitu sungai yang alirannya besar pada musim hujan akan tetapi pada musim kemarau sangat kecil alirannya sampai tidak mengalir.
DAS Tukad Sumaga terdiri dari
beberapa anak sungai yaitu Tukad Bajra dan Tukad Salak serta beberapa sungai kecil, dengan pengaliran seluas 755,200 ha ( BPDAS Unda Anyar, 2003). Curah hujan tahunan rata-rata (tahun 1993-2002) pada DAS Tukad Sumaga adalah sebesar 1.014 mm dengan jumlah hari hujan tahunan rata-rata sebesar 58,8 hari ( BPDAS Unda Anyar, 2003). Jumlah rata-rata hujan basah (BB) dan bulan kering (BK) selama 10 tahun terakhir sebagai dasar untuk perhitungan tipe iklim menurut Schmidt dan Fergusson adalah 7 bulan kering dan 4 bulan basah, sehingga tipe iklim DAS Tukad Sumaga adalah tipe F (sangat kering).
Jumlah penduduk desa Tukad Sumaga berdasarkan kecamatan Gerokgak dalam angka tahun 2002 adalah 5.038 orang, mengalami pertumbuhan 4,57% dari tahun 1996 yang berjumlah 4.818 orang. Dilihat dari kepadatan penduduk desa Tukad Sumaga menunjukkan rata-rata 126,93 jiwa/km². 4.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan untuk menganalisis vegetasi dalam penelitian antara lain: 1. Patok bambu dan tali plastik untuk membuat petak ukur, 2. Hagameter, digunakan untuk mengukur tinggi vegetasi tanaman, 3. Pitameter, digunakan untuk mengukur diameter batang, 4. Amplop ukuran besar untuk identifikasi sampel tumbuhan yang belum teridentifikasi, 5. Kamera digital, untuk dokumentasi, 6. Alat tulis, untuk mencatat data-data di lapangan, 7. Buku monografi tumbuhan, 8. GPS, 9. Seperangkat komputer untuk analisis data dan menyusun laporan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi yang terdapat pada petak-petak ukur sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro DAS Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. 4.3 Pelaksanaan Penelitian
4.3.1 Pengambilan Data Primer Pengambilan data primer meliputi jenis tanaman, tinggi, diameter, kerapatan pohon, dan luas penutupan tajuk. Pengolahan data komposisi jenis dilakukan dengan menghitung vegetasi yang terdapat pada agroforestri dan dengan menentukan jenis vegetasi tanaman dengan mencocokkan dengan literatur atau dengan mencocokkan dengan data sekunder. Pengambilan data primer menggunakan metode penelitian plot ganda. Plot ganda adalah plot coba yang dibuat dalam suatu areal hutan yang dianalisis lebih dari satu. Peletakan plot ganda secara random atau acak. Total luas plot coba ganda harus berdasarkan dengan Intensitas Sampling (IS) yang digunakan. Intensitas sampling yang digunakan adalah 1%. Wilayah agroforestri pertama-tama dibuat petak ukur. Petak ukur akan dibuat bidang-bidang petak di dalamnya yang meliputi (Bratawinata, 2000): ( 10 X 10 ) m
: untuk pohon,
(4X4)m
: untuk tumbuhan semak belukar sampai tinggi 3 meter, sapihan (sapling),
(1X1)m
: untuk tumbuhan bawah, semak kecil dan semai/seedling.
Tingkat pohon dan sapling diukur tinggi, diameter (untuk menentukan luas bidang dasar), kerapatan, frekwensi, dominansi, dan indeks nilai penting. Vegetasi
tanaman pertanian di analisis pada petak ukur 4 X 4 meter. Untuk vegetasi rumput, semai kecil dan seedling di analisis pada petak 1 X 1 meter. Data yang diukur untuk petak 1 X 1 meter adalah : -
Nama jenis semai atau belukar
-
Jumlah individu per jenis
-
Tinggi rata-rata per jenis
-
Frekwensi atau penyebaran jenis
-
Prosentase penutupan lahan (cover prosentage)
Cover prosentage adalah besar atau luas proyeksi tajuk dari tiap-tiap individu pada lantai hutan. Cara pengukurannya sebagai berikut (Bratawinata, 2000):
d2
d1
Gambar 4.1 Cara Penentuan Proyeksi Tajuk d=
d1 + d2 2
d merupakan jari-jari yang diimplimentasikan untuk mencari luas penutupan dan dengan ini akan diperoleh luas penutupan dengan rumus sebagai berikut: Luas Penutupan = ¼ πd²
Berikut Gambar petak ukur yang akan dibuat pada masing-masing sistem agroforestri di lokasi penelitan:
Gambar 4.2 Denah Petak Ukur di Lapangan
1X1m
4X4m
10 X 10 m
Gambar 4.3 Anak Petak Ukur di Lapangan
4.3.2 Pengambilan Data Sekunder Pengambilan data sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Buleleng yang meliputi klimatologi, geologi, sosial ekonomi, dan datadata pendukung lainnya. 4.4 Metode dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan rumus kerapatan, frekwensi, luas penutupan jenis, dan Indeks Nilai Penting di dalam menentukan komposisi jenis vegetasi, setelah itu keanekaragaman jenis vegetasi dianalisis dengan menggunakan berbagai rumus. Tingkat pengelolaan agroforestri dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.
4.4.1 Komposisi Jenis Vegetasi Vegetasi yang terdapat pada Petak Ukur (PU) dicatat jenis dan jumlahnya. Setelah itu data yang diperoleh diolah untuk mengetahui kerapatan, frekuensi, dan luas penutupan tajuk yang akan digunakan untuk menentukan indeks nilai penting. Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks Nilai Penting (INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau kepentingan suatu jenis tanaman dalam suatu komunitas. Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas
penutupan relatif dari vegetasi pada masing-masing lokasi. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus Indriyanto (2005) : Kerapatan Jenis (KJ) =
Jumlah individu suatu jenis Luas semua PU
Kerapatan Relatif (KR) =
Frekuensi Jenis (FJ) =
Kerapatan suatu jenis x100% Jumlah kerapatan semua jenis
Jumlah PU yang ditemukan suatu jenis Jumlah semua PU
Frekuensi Relatif (FR) =
Frekuensi suatu jenis x100% Jumlah frekuensi semua jenis
Luas Penutupan Jenis =
Luas penutupan tajuk suatu jenis Luas semua PU
Luas Penutupan Relatif =
Luas penutupan suatu jenis x100% Jumlah luas penutupan tajuk semua jenis
Indeks Nilai Penting (INP) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Luas Penutupan Relatif
4.4.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi Penentuan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman yang menunjukkan tingkat stabilitas pada suatu tingkat pertumbuhan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon serta bentuk vegetasi lainnya, maka dihitung Indeks Keragaman jenis (H), Indeks Kemerataan (e), Indeks Dominansi (C) sebagai berikut (Bratawinata, 2000): 1. Keragaman jenis (H) Keragaman jenis dari berbagai tingkatan vegetasi menggunakan rumus Shanon dan Wiener (Odum, 1993, dalam Bratawinata, 2000) : ni ni H = −Σ ' ) Log ' ) N N
Keterangan : H
: Indeks keragaman jenis
Ni
: Jumlah individu Tiap jenis
N
: Jumlah Individu Seluruh Jenis
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keragaman jenis Shanon dan Wiener (Ferianita-Fachrul et al.,2005, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011): H <1 = keragaman rendah; H 1-3 = keragaman sedang; H >3 = keragaman tinggi.
2. Indeks Kemerataan (e) Kemerataan distribusi individu-individu pada jenis-jenis yang hadir pada suatu tingkat pertumbuhan dapat ditentukan melalui Indeks Kemerataan (e) sesuai rumus Pielow (Odum, 1993, dalam Bratawinata, 2000) sebagai berikut : e=
H Log S
keterangan : e
: Indeks Kemerataan
H
: Indeks Keragaman Jenis
S
: Jumlah Jenis yang Hadir
Semakin tinggi indeks kemerataan dari suatu tingkat pertumbuhan menunjukkan semakin meratanya distribusi suatu jenis individu. 3. Indeks Dominansi ( D ) Indeks Dominansi (D) digunakan dalam menentukan vegetasi-vegetasi yang lebih terpusat pada satu atau beberapa jenis dari suatu tingkat pertumbuhan dengan rumus (Rad et al., 2009, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011): D=1-C Keterangan : D
: Indeks Dominansi
C
: Indeks Simpson
Indeks Simpson ditentukan dengan rumus (Pirzan dan Pong-Masak, 2008, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011) : .
C = - Pi² /01
Keterangan : C
: Indeks Simpson
S
: Jumlah Jenis
Pi : ni/N ni
: Jumlah Individu Suatu Jenis
N
: Jumlah Individu Seluruh Jenis
4.4.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri Tingkat pengelolaan agroforestri pada masing-masing sistem diolah dengan menggunakan metode deskriptif dengan mengacu pada perhitungan keanekaragaman jenis pada masing-masing sistem agroforestri. Hasil perhitungan keanekaragaman jenis pada masing-masing sistem akan di skoring. Indikator keanekaragaman jenis yang tertinggi pada masing-masing sistem agroforestri akan diberikan tanda bintang.
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Jenis Penelitian yang dilakukan pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari dengan menggunakan 25 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan-tingkatan vegetasi. Wilayah Agroforestri Tumpang Sari terdapat 75 buah anak petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon adalah mangga dan asem yang masing-masing sebanyak 4 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh jati, mimba, dan lontar yang masing-masing sebanyak 2 tanaman. Pada peringkat ketiga diduduki oleh tanaman sonokeling, jati belanda, leda, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk yang masing-masing sebanyak 1 tanaman. Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan adalah jati sebanyak 13 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh lamtoro dan gamal yang masing-masing sebanyak 5 vegetasi. Peringkat ketiga diduduki oleh mimba, mangga, dan jati belanda yang masing-masing sebanyak 4 tanaman.
Tabel 5.1 Jenis- jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jati Mimba Sonokeling Mangga Jati Belanda Asem Leda Lontar Mente
10
Lamtoro
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Angsana Kapuk Kenanga Pisang Kelor Gamal Kelapa Mahoni Ketela Pohon Bambu Sirsak Jarak Dadap Srikaya Silik Kamboja Jagung Lemon Balm Legetan
29
Rumput Karpet Tekelan
30
Nama Ilmiah
Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiacal Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla Manihot esculenta Bambusa glaucescens Annona muricata Ricinus communis Erythrina variegate Annona squamosa Plumeria alba Zea mays Melissa officinalis Spilanthes iabadicensis Axonopus compressus Chromolaena odorata
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Pohon Semak Tumbuhan Belukar Bawah dan dan Seedling Sapihan 2 13 1 2 4 1 1 3 4 4 1 4 4 1 1 2 1 3 -
Jumlah
16 7 4 8 5 5 1 2 4
1
5
1
7
1 1 -
1 1 3 1 5 1 1 3 1 1 1 1 1 1 -
1 8 12 24
2 1 1 3 1 5 1 1 3 1 1 1 1 1 1 8 12 24
-
-
3
3
-
-
13
13
Tabel 5.1 (Lanjutan)
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
31 32 33 34
Kunyit Putih Kacang Hantu Apel India Harendong Bulu Saliara Rumput Pangola Tapak Liman Pletekan Labu Kacang Gude Kacang Tunggak Cabai
Curcuma zedoaria Centrosema pubescens Ziziphus sativa Clidemia hirta
35 36 37 38 39 40 41 42
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Pohon Semak Tumbuhan Belukar Bawah dan dan Seedling Sapihan 1 4 1 1
Jumlah
1 4 1 1
Lantana camara Digitaria eriantha
-
-
1 2
1 2
Elephantopus scaber Ruellia tuberose Cucurbita moschata Cajanus cajan Vigna unguiculata
-
-
3 1 1 4 1
3 1 1 4 1
21
59
2 86
2 165
Capsicum annuum Jumlah
Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling adalah legetan sebanyak 24 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tekelan sebanyak 13 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman lemon balm sebanyak 12 tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa vegetasi agroforestri tumpang sari di Desa Tukad Sumaga ini didominasi oleh tingkatan tumbuhan bawah dan seedling sebanyak 86 tanaman. Penelitian yang dilakukan pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) dengan menggunakan 10 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan vegetasi. Pada satu wilayah
agroforestri penanaman lorong ini terdapat jumlah total 30 buah petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon adalah lontar sebanyak 5 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mente sebanyak 4 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh kelapa dan salam yang masing-masing sebanyak 1 tanaman. Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan adalah lamtoro sebanyak 15 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh gamal dan jati yang masing-masing sebanyak 3 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh mente, jati belanda, dan angsana yang masing-masing sebanyak 2 tanaman. Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling adalah legetan sebanyak 44 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh rumput teki sebanyak 8 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh rumput karpet sebanyak 7 tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanaman agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di Desa Tukad Sumaga ini didominasi oleh tingkatan tumbuhan bawah, dan seedling sebanyak 77 tanaman.
Tabel 5.2 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Mente Kelapa Lontar Salam Lamtoro Jati Belanda Gamal Mimba Angsana Mangga Jati Kakao Rambutan Rumput Karpet Rumput Teki Legetan Kunyit Putih Cabai Bayam Nenas Ketela Pohon Rumput Gajah Jagung Meniran
Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria Jumlah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Pohon Semak Tumbuhan Belukar Bawah dan dan Seedling Sapihan 4 2 1 5 1 1 15 2 3 1 2 1 3 1 1 7 8 44 1 1 5 2 1 6 1 1 11 32 77
Jumlah
6 1 5 2 15 2 3 1 2 1 3 1 1 7 8 44 1 1 5 2 1 6 1 1 120
Penelitian yang dilakukan pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah dengan menggunakan 5 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan-tingkatan vegetasi sehingga pada satu wilayah agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah ini terdapat
jumlah total 15 buah petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon adalah asem sebanyak 2 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dan angsana yang masing-masing sebanyak 1 tanaman. Vegetasi yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan adalah vegetasi gamal sebanyak 3 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lontar, apel india, dan jati yang masingmasing sebanyak sebanyak 2 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh jati belanda, jeruk keprok, dan sonokeling yang masing-masing sebanyak 1 tanaman. Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, adalah vegetasi rumput gajah sebanyak 4 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi legetan sebanyak 3 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi kacang tanah sebanyak 2 tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di Desa Tukad Sumaga ini didominasi oleh tingkat semak belukar dan sapihan sebanyak 12 tanaman.
Tabel 5.3 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Asem Lontar Angsana Lontar Jati Belanda Gamal Apel India Jeruk Keprok Sonokeling Jati Kacang Tanah Legetan Tekelan Sereh Rumput Gajah
Nama Ilmiah
Tamarindus indica Borassus flabellifer Pterocarpus indicus Borassus flabellifer Gmelina arborea Gliricidia sepium Ziziphus sativa Citrus reticulata Dalbergia latifolia Tectona grandis Arachis hypogaea Spilanthes iabadicensis Chromolaena odorata Cymbopogon citratus Penisetum purpureum Jumlah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Semak Tumbuhan Belukar Pohon Bawah dan dan Seedling Sapihan 2 1 1 2 1 3 2 1 1 2 2 3 1 1 4 4 12 11
Jumlah
2 1 1 2 1 3 2 1 1 2 2 3 1 1 4 27
5.2 Kerapatan Jenis Kerapatan Jenis suatu vegetasi merupakan banyaknya individu dalam satuan luas. Kerapatan relatif suatu jenis merupakan persentase kerapatan suatu jenis terhadap jumlah total kerapatan semua jenis. Semakin tinggi kerapatan relatif suatu jenis, maka jenis tersebut akan semakin banyak pula ditemukan pada lokasi bersangkutan. Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri tumpang sari di Das Mikro Desa tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Lokasi pada sistem agroforestri tumpang sari terdapat berbagai jenis tanaman penyusun hutan. Hal ini dikarenakan sistem agroforestri tumpang sari menyerupai hutan alam dimana terdapat berbagai macam stratum hutan. Pada tingkatan pohon, kerapatan jenis yang tertinggi di areal ini dijumpai pada tanaman asem dan mangga yaitu 16 tan/ha dengan kerapatan relatif 19,05%. Pada peringkat kedua diduduki oleh tanaman jati, mimba, dan lontar dengan kerapatan jenis masing-masing 8 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,52%. Pada peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi sonokeling, jati belanda, leda, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk dengan kerapatan jenis masing-masing 4 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 4,76%. Hal ini membuktikan jenis asem dan mangga paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman jati yaitu 325 tan/ha dengan kerapatan relatif 22,03%. Peringkat kedua diduduki oleh lamtoro dan gamal dengan kerapatan jenis masing-masing 125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 8,47%. Peringkat ketiga diduduki oleh mimba, mangga, dan jati belanda dengan kerapatan jenis masing-masing 100 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 6,78%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jati ini paling banyak dijumpai pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari.
Tabel 5.4 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Pohon No
Nama Lokal
1 2
Jati Mimba
3
Sonokeling
4
Mangga
5 6
Jati Belanda Asem
7
Leda
8 9 10 11
Lontar Mente Lamtoro Angsana
12 13
Kapuk Kenanga
14
Pisang
15 16
Kelor Gamal
17 18
Kelapa Mahoni
19
Ketela Pohon
20
Bambu
21
Sirsak
22
Jarak
23
Dadap
Nama Ilmiah Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiaca Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla Manihot esculenta Bambusa glaucescens Annona muricata Ricinus communis Erythrina variegata
KJ (tan/ha)
8
Tingkatan Vegetasi Semak Belukar dan Sapihan KR KJ KR (%) (tan/ha) (%) 9,52 325 22,03 9,52 100 6,78
Tumbuhan Bawah dan Seedling KJ KR (tan/ha) (%) 400 1,16 400 1,16
4 4,76
75
5,08
-
-
19,05
100
6,78
-
-
4,76 19,05
100 25
6,78 1,69
-
-
4,76
-
-
-
-
9,52
-
-
-
-
4,76
75
5,08
-
-
4,76
125
8,47
400
1,16
4,76
25
1,69
-
-
-
4,76 -
25
1,69
-
-
-
-
75
5,08
-
-
-
-
25 125
1,69 8,47
-
-
-
-
25 25
1,69 1,69
-
-
-
-
75
5,08
400
1,16
-
-
25
1,69
-
-
-
-
25
1,69
-
-
-
-
25
1,69
-
-
-
-
25
1,69
-
-
16 4 16 4 8 4 4 4 4 8
Tabel 5.4 (Lanjutan)
Pohon No
Nama Lokal
24
Srikaya Silik
25 26 27
Kamboja Jagung Lemon Balm
28
Legetan
29
Rumput Karpet
30
Tekelan
31
Kunyit Putih
32
Kacang Hantu
33 34 35 36
Apel India Harendong Bulu Saliara Rumput Pangola
37
Tapak Liman
38 39
Pletekan Labu
40 41
Kacang Gude Kacang Tunggak
42
Cabai
Nama Ilmiah Annona squamosa Plumeria alba Zea mays Melissa officinalis Spilanthes iabadicensis Axonopus compressus Chromolaena odorata Curcuma zedoaria Centrosema pubescens Ziziphus sativa Clidemia hirta Lantana camara Digitaria eriantha Elephantopus scaber Ruellia tuberosa Cucurbita moschata Cajanus cajan Vigna unguiculata Capsicum annuum
Jumlah Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif
KJ (tan/ha) -
Tingkatan Vegetasi Semak Belukar dan Sapihan KR KJ KR (%) (tan/ha) (%) 25 1,69
Tumbuhan Bawah dan Seedling KJ KR (tan/ha) (%) -
-
-
25 -
1,69 -
3200 4800
9,30 13,95
-
-
-
-
9600
27,91
-
-
-
-
1200
3,49
-
-
-
-
5200
15,12
-
-
-
-
400
1,16
-
-
-
-
1600
4,65
-
-
-
-
400 400 400 800
1,16 1,16 1,16 2,33
-
-
-
-
1200
3.49
-
-
-
-
400 400
1,16 1,16
-
-
-
-
1600 400
4,65 1,16
-
-
-
-
800
2,33
84
100
59
100
86
100
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada tanaman legetan yaitu 9600 tan/ha dengan kerapatan relatif 27,91%. Peringkat kedua diduduki oleh tekelan dengan kerapatan jenis masing-masing 5200 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 15,12%. Peringkat ketiga diduduki oleh lemon balm dengan kerapatan jenis masing-masing 4800 tan/ha dan kerapatan relatif 13,95%. Hal ini menunjukkan jenis legetan paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari. Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.5. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan pohon di areal ini dijumpai pada tanaman lontar yaitu 50 tan/ha dengan kerapatan relatif 45,45%. Peringkat kedua diduduki oleh mente dengan kerapatan jenis 40 tan/ha dan kerapatan relatif 36,36%. Peringkat ketiga diduduki oleh kelapa dan salam dengan kerapatan jenis masingmasing 10 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,09%. Hal ini membuktikan jenis lontar paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman lamtoro yaitu 937,5 tan/ha dengan kerapatan relatif 46,88%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi gamal dan jati dengan kerapatan jenis masing-masing 187,5 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,38%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman mente, jati belanda, dan angsana dengan kerapatan jenis masing-masing 125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa
jenis lamtoro paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada tanaman legetan yaitu 44000 tan/ha dengan kerapatan relatif 57,14%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi rumput teki dengan kerapatan jenis 8000 tan/ha dan kerapatan relatif 10,39%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi rumput karpet dengan kerapatan jenis 7000 tan/ha dan kerapatan relatif 9,09%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman legetan paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari.
Tabel 5.5 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Tingkatan Vegetasi No
Nama Lokal
1
Mente
2 3 4
Kelapa Lontar Salam
5
Lamtoro
6 7 8 9 10 11 12 13
Jati Belanda Gamal Mimba Angsana Mangga Jati Kakao Rambutan
14 15 16
Rumput Karpet Rumput Teki Legetan
17 18 19 20 21 22
Kunyit Putih Cabai Bayam Nenas Ketela Pohon Rumput Gajah
23 24
Jagung Meniran
KJ (tan/ha) 40
KR (%) 36,36
KJ (tan/ha) 125
KR (%) 6,25
Tumbuhan Bawah, dan Seedling KJ KR (tan/ha) (%) -
10 50 10
9,09 45,45 9,09
62,5
3,13
-
-
-
-
937,5
46,88
-
-
-
-
125 187,5 62,5 125 62,5 187,5 62,5 62,5
6,25 9,38 3,13 6,25 3,13 9,38 3,13 3,13
-
-
-
-
-
-
7000
9,09
-
-
-
-
8000 44000
10,39 57,14
-
-
-
-
1000 1000 5000 2000 1000 6000
1,30 1,30 6,49 2,60 1,30 7,79
110
100
2000
100
1000 1000 77000
1,30 1,30 100
Semak Belukar dan Sapihan
Pohon Nama Ilmiah
Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria Jumlah
Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif
Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di Das Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.6. Kerapatan jenis yang tertinggi pada tingkatan pohon di areal ini dijumpai pada tanaman asem yaitu 40 tan/ha dengan kerapatan relatif 50%. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dan angsana dengan kerapatan jenis masing-masing 20 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 25%. Hal ini membuktikan jenis asem paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman gamal yaitu 375 tan/ha dengan kerapatan relatif 25 %. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lamtoro, apel india, dan jati dengan kerapatan jenis masingmasing 250 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 16,67%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi jati belanda, jeruk keprok, dan sonokeling dengan kerapatan jenis masing-masing 125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 8,33%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman gamal paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada vegetasi rumput gajah yaitu 8000 tan/ha dengan kerapatan relatif 36,36%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi legetan dengan kerapatan jenis 6000 tan/ha dan kerapatan relatif 27,27%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi kacang tanah dengan kerapatan jenis 4000 tan/ha dan kerapatan 18,18%.
Tabel 5.6 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pohon
Nama Lokal Asem Lontar Angsana Lamtoro Jati Belanda Gamal Apel India Jeruk Keprok Sonokeling Jati Kacang Tanah Legetan Tekelan Sereh Rumput Gajah
Nama Ilmiah
Tamarindus indica Borassus flabellifer Pterocarpus indicus Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Ziziphus sativa Citrus reticulata Dalbergia latifolia Tectona grandis Arachis hypogaea Spilanthes iabadicensis Chromolaena odorata Cymbopogon citratus Penisetum purpureum Jumlah
KJ (tan/ha) 40 20 20 80
KR (%) 50 25 25 100
Tingkatan Vegetasi Semak Belukar Tumbuhan dan Sapihan Bawah dan Seedling KJ KR KJ KR (tan/ha) (%) (tan/ha) (%) 250 16,67 125 8,33 375 25,00 250 16,67 125 8,33 125 8,33 250 16,67 4000 18,18 6000 27,27 2000 9,09 2000 9,09 8000 36,36 1500 100 22000 100
Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif
5.3 Frekwensi Jenis Frekwensi jenis menunjukkan tingkat keberadaan suatu jenis pada tempat tertentu. Frekwensi jenis merupakan banyaknya jenis tersebut yang ditemukan pada suatu area. Semakin tinggi nilai frekwensi suatu jenis, maka semakin sering jenis tersebut di jumpai pada lokasi tersebut. Frekwensi relatif suatu jenis menunjukkan tingkat penyebaran suatu jenis pada tempat tersebut. Frekwensi relatif merupakan
persentase frekwensi suatu jenis terhadap jumlah total frekwensi semua jenis. Jika frekwensi relatif suatu jenis semakin tinggi, maka jenis tersebut memiliki penyebaran jenis yang semakin luas, dan sebaliknya jika frekwensi relatif suatu jenis semakin rendah, maka jenis tersebut memiliki penyebaran yang semakin sempit. Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri tumpang sari dapat dilihat pada Tabel 5.7. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mangga dan asem yaitu masing-masing 0,16 dengan frekwensi relatif masing-masing 19,05%. Peringkat kedua diduduki oleh jati, mimba, dan jati belanda dengan frekwensi masing-masing 0,08 dan frekwensi relatif 9,52%. Peringkat ketiga diduduki oleh sonokeling, leda, lontar, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk dengan frekwensi masing-masing 0,04 dan frekwensi relatif masing-masing 4,76 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mangga dan asem memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan pohon di areal ini. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman jati yaitu 0,44 dengan frekwensi relatif 22,45%. Peringkat kedua diduduki oleh mimba, lamtoro, dan gamal dengan frekwensi jenis masing-masing 0,16 dan frekwensi relatif 8,16%. Peringkat ketiga diduduki oleh mangga dan mente dengan frekwensi jenis masing-masing 0,12 dan frekwensi relatif masing-masing 6,12%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jati memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semak belukar dan sapihan di areal ini.
Tabel 5.7 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Pohon Nama Lokal
Nama Ilmiah FJ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Jati Mimba Sonokeling Mangga Jati Belanda Asem Leda Lontar Mente Lamtoro Angsana Kapuk Kenanga Pisang Kelor Gamal Kelapa Mahoni Ketela Pohon Bambu Sirsak Jarak Dadap Srikaya Silik Kamboja Jagung Lemon Balm Legetan Rumput Karpet Tekelan Kunyit Putih Kacang Hantu Apel India Harendong Bulu
Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiaca Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla Manihot esculenta Bambusa glaucescens Annona muricata Ricinus communis Erythrina variegata Annona squamosa Plumeria alba Zea mays Melissa officinalis Spilanthes iabadicensis Axonopus compressus Chromolaena odorata Curcuma zedoaria Centrosema pubescens Ziziphus sativa Clidemia hirta
0,08 0,08 0,04 0,16 0,08 0,16 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 -
FR (%) 9,52 9,52 4,76 19,05 9,52 19,05 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 -
-
-
Tingkatan Vegetasi Semak belukar Tumbuhan dan sapihan bawah dan seedling FJ FR FJ FR (%) (%) 0,44 22,45 0,04 3,03 0,16 8,16 0,04 3,03 0,08 4,08 0,12 6,12 0,08 4,08 0,04 2,04 0,12 6,12 0,16 8,16 0,04 3,03 0,04 2,04 0,04 2,04 0,08 4,08 0,04 2,04 0,16 8,16 0,04 2,04 0,04 2,04 0,08 4,08 0,04 3,03 0,04 2,04 0,04 2,04 0,04 2,04 0,04 2,04 0,04 2,04 0,04 2,04 - 0,16 12,12 - 0,08 6,06 - 0,08 6,06 - 0,08 6,06 - 0,16 12,12 - 0,04 3,03 - 0,04 3,03 - 0,04 3,03 -
-
0,04
3,03
Tabel 5.7 (Lanjutan)
No
35 36 37 38 39 40 41 42
Nama Lokal
Saliara Rumput Pangola Tapak Liman Pletekan Labu Kacang Gude Kacang Tunggak Cabai
Nama Ilmiah
Lantana camara Digitaria eriantha Elephantopus scaber Ruellia tuberosa Cucurbita moschata Cajanus cajan Vigna unguiculata Capsicum annuum Jumlah
Tingkatan Vegetasi Semak belukar Tumbuhan Pohon dan sapihan bawah dan seedling FJ FR FJ FR FJ FR (%) (%) (%) - 0,04 3,03 -
-
-
-
0,04 0,12 0,04 0,04 0,04
3,03 9,09 3,03 3,03 3,03
0,84
100
1,96
100
0,04 0,08 1,32
3,03 6,06 100
Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada tanaman jagung dan tekelan yaitu 0,16 dengan frekwensi relatif masing-masing 9,09%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tapak liman dengan frekwensi jenis 0,12 dan frekwensi relatif 9,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman lemon balm, legetan, rumput karpet, dan cabai dengan frekwensi masingmasing 0,08 dan frekwensi relatif masing-masing 6,06 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jagung dan tekelan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di areal ini. Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) dapat dilihat pada Tabel 5.8. Frekwensi jenis tertinggi pada
tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mente yaitu 0,3 dengan frekwensi relatif 50%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman kelapa, lontar, dan salam dengan frekwensi masing-masing 0,1 dan frekwensi relatif masing-masing 16,67%. Hal ini menunjukkan bahwa mente memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan pohon. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman lamtoro yaitu 0,6 dengan frekwensi relatif 28,57 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman gamal dengan frekwensi jenis 0,3 dan frekwensi relatif 14,29%. Peringkat ketiga diduduki oleh mente, jati belanda, dan jati dengan frekwensi jenis masing-masing 0,2 dan frekwensi relatif masing-masing 9,52 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman lamtoro memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan sapihan di areal ini. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada tanaman legetan yaitu 0,5 dengan frekwensi relatif 25%. Peringkat kedua diduduki oleh rumput karpet dan rumput gajah dengan frekwensi jenis masingmasing 0,3 dan frekwensi relatif masing-masing 15%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman rumput teki dengan frekwensi 0,2 dan frekwensi relatif 10 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman legetan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di areal ini.
Tabel 5.8 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Lokal
Mente Kelapa Lontar Salam Lamtoro Jati Belanda Gamal Mimba Angsana Mangga Jati Kakao Rambutan Rumput Karpet Rumput Teki Legetan Kunyit Putih Cabai Bayam Nenas Ketela Pohon Rumput Gajah Jagung Meniran
Nama Ilmiah
Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria Jumlah
Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif
Tingkatan Vegetasi Semak Tumbuhan belukar bawah, Pohon dan dan sapihan seedling FJ FR FJ FR FJ FR (%) (%) (%) 0,3 50,00 0,2 9,52 0,1 16,67 0,1 16,67 0,1 16,67 0,1 4,76 - 0,6 28,57 - 0,2 9,52 - 0,3 14,29 - 0,1 4,76 - 0,1 4,76 - 0,1 4,76 - 0,2 9,52 - 0,1 4,76 - 0,1 4,76 - 0,3 15 - 0,2 10 - 0,5 25 - 0,1 5 - 0,1 5 - 0,1 5 - 0,1 5 - 0,1 5 - 0,3 15 - 0,1 5 - 0,1 5 0,6 100 2,1 100 2 100
Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah dapat dilihat pada Tabel 5.9. Frekwensi jenis tertinggi Pada tingkatan pohon dijumpai pada tanaman asem yaitu 0,4 dengan frekwensi relatif 50%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lontar dan angsana dengan frekwensi masingmasing 0,2 dan frekwensi relatif masing-masing 25. Hal ini berarti bahwa vegetasi jenis asem memiliki penyebaran vegetasi yang relatif luas pada tingkatan pohon. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman lamtoro, jati belanda, gamal, apel india, jeruk keprok, sonokeling, dan jati yaitu 0,2 dengan frekwensi relatif 14,29%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman lamtoro, jati belanda, gamal, apel india, jeruk keprok, sonokeling, dan jati memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semak belukar dan sapihan di areal ini. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada tanaman legetan yaitu 0,4 dengan frekwensi relatif 33,3%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi kacang tanah, tekelan, sereh dan rumput gajah dengan frekwensi 0,2 dan frekwensi relatif 16,67%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman legetan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semai di areal ini.
Tabel 5.9 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Lokal
Asem Lontar Angsana Lamtoro Jati Belanda Gamal Apel India Jeruk Keprok Sonokeling Jati Kacang Tanah Legetan Tekelan Sereh Rumput Gajah
Nama Ilmiah
Tamarindus indica Borassus flabellifer Pterocarpus indicus Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Ziziphus sativa Citrus reticulata Dalbergia latifolia Tectona grandis Arachis hypogaea Spilanthes iabadicensis Chromolaena odorata Cymbopogon citratus Penisetum purpureum Jumlah
Tingkatan Vegetasi Semak Tumbuhan Pohon belukar dan bawah, dan sapihan seedling FJ FR FJ FR FJ FR (%) (%) (%) 0,4 50 0,2 25 0,2 25 0,2 14,29 0,2 14,29 0,2 14,29 0,2 14,29 0,2 14,29 0,2 14,29 0,2 14,29 0,2 16,67 0,4 33,33 0,2 16,67 0,2 16,67 0,2 16,67
0,8
100
1,4
100
1,2
100
Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif
5.4 Luas Penutupan Luas penutupan merupakan suatu proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat (Indriyanto, 2005). Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar. Data yang dipakai untuk menentukan luas penutupan dalam penelitian ini adalah luas penutupan tajuk. Luas penutupan jenis diperoleh dari perbandingan luas penutupan
tajuk suatu jenis terhadap luas total areal. Total areal yang dimaksud adalah luas semua petak ukur. Semakin tinggi luas penutupan suatu jenis, maka jenis tersebut akan semakin banyak ditemui. Luas penutupan relatif merupakan penguasaan suatu jenis terhadap jenis yang lain yang terlihat dari luas penutupan vegetasi baik itu luas penutupan tajuk ataupun luas penutupan batang persatuan luas oleh jenis-jenis yang bersangkutan. Penguasaan suatu jenis meliputi kompetisi mendapatkan sinar matahari, mendapatkan unsur hara, dan kompetisis mendapatkan air. Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.10. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai pada jenis vegetasi mangga yaitu 175,10 m²/ha dengan luas penutupan relatif 21,36 %. Peringkat kedua diduduki oleh lamtoro dengan luas penutupan jenis 121,68 m²/ha dan luas penutupan relatif 14,84%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman angsana dengan luas penutupan jenis 120,70 m²/ha dan luas penutupan relatif masing-masing 14,72%. Hal ini menunjukkan tanaman mangga yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman jati yaitu 1240,67 m²/ha dengan luas penutupan relatif 35,65%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi mimba dengan luas penutupan jenis 596,98m²/ha dan luas penutupan relatif 17,15%. Peringkat ketiga diduduki oleh
vegetasi mangga dengan luas penutupan jenis 293,81m²/ha dan luas penutupan relatif masing-masing 8,44%. Hal ini menunjukkan vegetasi jenis jati yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada tanaman kacang hantu yaitu 1600 m²/ha dengan luas penutupan relatif 41,89 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman labu dengan luas penutupan jenis 500m²/ha dan luas penutupan relatif 13,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman
tekelan dengan luas penutupan jenis 461,68m²/ha dan luas penutupan relatif masingmasing 12,09%. Hal ini menunjukkan tanaman kacang hantu yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan semai di pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.10 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
1
Jati
2
Mimba
3
Sonokeling
4
Mangga
5
Jati Belanda
6
Asem
7
Leda
8
Lontar
9
Mente
10
Lamtoro
11
Angsana
12
Kapuk
13
Kenanga
14
Pisang
15
Kelor
16
Gamal
17
Kelapa
18
Mahoni
19
Ketela Pohon
20
Bambu
Nama Ilmiah Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiaca Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla Manihot esculenta Bambusa glaucescens
Pohon
Tingkatan Vegetasi Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling LJ LR (m²/ha) (%) 4 0,11
LJ (m²/ha) 77,73
LR (%) 9,48
LJ (m²/ha) 1240,67
LR (%) 35,65
39,42
4,81
596,98
17,15
120
3,14
2,83
0,35
19,96
0,57
-
-
175,10
21,36
293,81
8,44
-
-
41,83
5,10
196,01
5,63
-
-
95,13
11,60
173,69
4,99
-
-
27,33
3,33
-
-
-
-
31,80
3,88
-
-
-
-
48,99
5,98
189,55
5,45
-
-
121,68
14,84
143,39
4,12
160
4,19
120,70
14,72
15,03
0,43
-
-
37,37
4,56
-
-
-
-
-
-
37,10
1,07
-
-
-
-
143,03
4,11
-
-
-
-
7,67
0,22
-
-
-
-
37,37
1,07
-
-
-
-
86,55
2,49
-
-
-
-
15,90
0,46
-
-
-
-
14,83
0,43
32
0,84
-
-
53,43
1,54
-
-
Tabel 5.10 (Lanjutan)
No
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Nama Lokal
Pohon
Tingkatan vegetasi Semak belukar dan sapihan LR (%) 0,28
Tumbuhan bawah dan seedling LJ LR (m²/ha) (%) -
Nama Ilmiah
Sirsak
Annona muricata Jarak Ricinus communis Dadap Erythrina variegata Srikaya Silik Annona squamosa Kamboja Plumeria alba Jagung Zea mays Lemon Balm Melissa officinalis Legetan Spilanthes iabadicensis Rumput Karpet Axonopus compressus Tekelan Chromolaena odorata Kunyit Putih Curcuma zedoaria Kacang Hantu Centrosema pubescens Apel India Ziziphus sativa Harendong Bulu Clidemia hirta Saliara Lantana camara Rumput Pangola Digitaria eriantha Tapak Liman Elephantopus scaber Pletekan Ruellia tuberosa Labu Cucurbita moschata Kacang Gude Cajanus cajan Kacang Tunggak Vigna unguiculata Cabai Capsicum annuum jumlah
Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif
LJ (m²/ha)
LR (%) -
-
LJ (m²/ha) 9,62
-
-
1,77
0,05
-
-
-
-
101,57
2,92
-
-
-
-
48,68
1,40
-
-
-
-
53,43 -
1,54 -
512 0,19
13,4 0,01
-
-
-
-
3,39
0,09
-
-
-
-
3,60
0,09
-
-
-
-
461,68
12,09
-
-
-
-
8
0,21
-
-
-
-
1600
41,89
-
-
-
-
120 160 24
3,14 4,19 0,63
-
-
-
-
1,6
0,04
-
-
-
-
1,96
0,05
-
-
-
-
0,20
0,01
-
-
-
-
500
13,09
-
-
-
-
1,60 40
0,04 1,04
-
-
-
-
65,6
1,72
819,91
100
3480,04
100
3819,82
100
Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.11. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mente yaitu 653,05 m²/ha dengan luas penutupan 119elative 63,97 %. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dengan luas penutupan jenis 289,58 m²/ha dan luas penutupan 119elative 28,37 %. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman salam dengan luas penutupan jenis 45,22 m²/ha dan luas penutupan 119elative masing-masing 4,43%. Hal ini menunjukkan
tanaman mente yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada tanaman jati yaitu 872,52 m²/ha dengan luas penutupan 119elative 32,15%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lamtoro dengan luas penutupan jenis 537,63 m²/ha dan luas penutupan 119elative 19,81%. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman rambutan dengan luas penutupan jenis 412,62 m²/ha dan luas penutupan 119elative 15,21%. Hal ini menunjukkan vegetasi jenis jati yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.11 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
1
Mente
2 3
Kelapa Lontar
4
Salam
5
Lamtoro
6
Jati Belanda
7
Gamal
8
Mimba
9
Angsana
10
Mangga
11
Jati
12
Kakao
13
Rambutan
14
Rumput Karpet Rumput Teki Legetan
15 16 17 18
Kunyit Putih Cabai
19
Bayam
Nama Ilmiah Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus
Tingkatan Vegetasi Semak belukar Tumbuhan Pohon dan sapihan bawah dan seedling LJ LR LJ LR LJ LR (m²/ha) (%) (m²/ha) (%) (m²/ha) (%) 653,05 63,97 317,99 11,72 32,99 289,58
3,23 28,37
-
-
-
-
45,22
4,43
96,16
3,54
-
-
-
-
537,63
19,81
-
-
-
-
96,47
3,56
-
-
-
-
50,11
1,85
-
-
-
-
41,98
1,55
-
-
-
-
29,72
1,10
-
-
-
-
4,42
0,16
-
-
-
-
872,52
32,15
-
-
-
-
253,93
9,36
-
-
-
-
412,62
15,21
-
-
-
-
-
-
40,36
3,10
-
-
-
-
23,26
1,79
-
-
-
-
36,32
2,79
-
-
-
-
16,50
1,27
-
-
-
-
82,92
6,38
-
-
-
-
5,98
0,46
Tabel 5.11 (Lanjutan)
No
Nama Lokal
20
Nenas
21
Ketela Pohon Rumput Gajah Jagung Meniran
22 23 24
Nama Ilmiah Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria
Tingkatan Vegetasi Semak belukar Tumbuhan Pohon dan sapihan bawah dan seedling LJ LR LJ LR LJ LR (m²/ha) (%) (m²/ha) (%) (m²/ha) (%) 119,71 9,21 -
-
-
-
70,65
5,43
-
-
-
-
728,09
55,99
-
-
-
-
158,96 17,66
12,22 1,36
1020,84
100
2713,55
100
1300,41
100
Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada jenis vegetasi rumput gajah yaitu 728,09 m²/ha dengan luas penutupan relatif 55,99 %. Peringkat kedua diduduki oleh jagung dengan luas penutupan jenis 158,96 m²/ha dan luas penutupan relatif 12,22%. Peringkat ketiga diduduki oleh nenas
dengan luas penutupan jenis 119,71 m²/ha dan luas penutupan relatif 9,21%. Hal ini menunjukkan tanaman rumput gajah yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.12. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan pohon
dijumpai pada tanaman asem yaitu 448,43 m²/ha dengan luas penutupan relatif 65,35%. Peringkat kedua diduduki oleh angsana dengan luas penutupan jenis 209,16 m²/ha dengan luas penutupan relatif
30,48 %. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman lontar dengan luas penutupan jenis 28,61m²/ha dan luas penutupan relatif 4,17%. Hal ini menunjukkan tanaman asem tersebut yang mendominasi luas
penutupan tajuk untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada jenis tanaman apel india yaitu 1861,68 m²/ha dengan luas penutupan relatif 83,13 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lamtoro dengan luas penutupan jenis 137,19 m²/ha dengan luas penutupan relatif 6,13 %. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman gamal dengan luas penutupan jenis 101,31m²/ha dan luas penutupan relatif 4,52%. Hal ini menunjukkan tanaman apel india yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling dijumpai pada jenis tanaman tekelan dan sereh yaitu 613,28 m²/ha dengan luas penutupan relatif 31,44%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman legetan dengan luas penutupan jenis 456,09 m²/ha dengan luas penutupan relatif 23,38 %. Peringkat ketiga diduduki oleh rumput gajah dengan luas penutupan jenis 231,58m²/ha dan luas penutupan relatif 11,87%. Hal ini menunjukkan tanaman tekelan dan sereh yang
mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan semai di pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.12 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Asem Lontar Angsana Lamtoro Jati Belanda Gamal Apel India Jeruk Keprok Sonokeling Jati Kacang Tanah Legetan Tekelan Sereh Rumput Gajah
Pohon
Nama Ilmiah
Nama Lokal
Tamarindus indica Borassus flabellifer Pterocarpus indicus Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Ziziphus sativa Citrus reticulata Dalbergia latifolia Tectona grandis Arachis hypogaea Spilanthes iabadicensis Chromolaena odorata Cymbopogon citratus Penisetum purpureum jumlah
LJ (m²/ha) 448,43 28,61 209,16 686,2
LR (%) 65,35 4,17 30,48 100
Tingkatan Vegetasi Semak belukar Tumbuhan dan sapihan bawah dan seedling LJ LR LJ LR (m²/ha) (%) (m²/ha) (%) 137,19 6,13 12,02 0,54 101,31 4,52 1861,68 83,13 29,68 1,33 48,08 2,15 49,55 2,21 36,31 1,86 456,09 23,38 613,28 31,44 613,28 31,44 231,58 11,87 2239,51 100 1950,54 100
Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif
5 .5 Indeks Nilai Penting Indeks
Nilai
Penting
(INP)
merupakan
indeks
kepentingan
yang
menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks Nilai Penting (INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau
kepentingan suatu jenis tanaman dalam suatu komunitas. Setiap jenis tumbuhan dalam komunitas mempunyai peranan yang spesifik yang dapat diketahui melalui perhitungan INP (Wahyuni, 2007). Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas penutupan relatif dari tingkatan-tingkatan hidup pohon pada masing-masing lokasi. Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.13. Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada tanaman mangga yaitu 59,46%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi asem dengan INP sebesar 49,7%.
Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi jati dengan INP sebesar 28,52%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mangga memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada tanaman jati yaitu 80,13%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mimba dengan INP sebesar 32,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh mangga dengan INP sebesar 21,34%. Hal ini menunjukkan bahwa jati memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan sapihan terhadap ekosistem pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.13 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Nama Lokal
Jati Mimba Sonokeling Mangga Jati Belanda Asem Leda Lontar Mente Lamtoro Angsana Kapuk Kenanga Pisang Kelor Gamal Kelapa Mahoni Ketela Pohon Bambu Sirsak Jarak Dadap Srikaya Silik Kamboja Jagung Lemon Balm Legetan Rumput Karpet Tekelan Kunyit Putih Kacang Hantu Apel India Harendong Bulu Saliara Rumput Pangola Tapak Liman Pletekan
Nama Ilmiah
Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiaca Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla Manihot esculenta Bambusa glaucescens Annona muricata Ricinus communis Erythrina variegata Annona squamosa Plumeria alba Zea mays Melissa officinalis Spilanthes iabadicensis Axonopus compressus Chromolaena odorata Curcuma zedoaria Centrosema pubescens Ziziphus sativa Clidemia hirta Lantana camara Digitaria eriantha Elephantopus scaber Ruellia tuberosa
Pohon
28,52 23,85 9,87 59,46 19,38 49,7 12,85 18,16 15,5 24,36 24,24 14,08 -
INP (%) Semak belukar dan sapihan 80,13 32,09 9,73 21,34 16,49 8,72 16,65 20,75 4,16 4,8 13,27 3,95 17,7 6,22 4,19 9,59 5,27 4,01 3,78 6,65 5,13 5,27 -
Tumbuhan bawah dan seedling 4,3 7,33 8,38 5,03 34,82 20,02 34,06 9,64 39,33 4,4 49,57 7,33 8,38 4,82 5,4 9,14 4,2
75
Tabel 5.13 (Lanjutan)
No
39 40 41 42
Nama Lokal
Labu Kacang Gude Kacang Jongkok Cabai
Nama Ilmiah
Cucurbita moschata Cajanus cajan Vigna unguiculata Capsicum annuum jumlah
Pohon
300
INP (%) Semak belukar dan sapihan 300
Tumbuhan bawah dan seedling 17,28 7,72 5,23 10,11 300
Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada tanaman kacang hantu yaitu 49,57%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi tekelan dengan INP sebesar 39,33%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi jagung dengan INP sebesar 34,82%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi jenis kacang hantu memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semai terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem pada areal tersebut. Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.14. INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada mente yaitu 150,33%. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dengan INP sebesar 90,49%. Peringkat ketiga diduduki oleh salam dengan INP sebesar 30,19%. Hal ini menunjukkan bahwa mente memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
76
Tabel 5.14 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng INP (%) No
Nama Lokal
1
Mente
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kelapa Lontar Salam Lamtoro Jati Belanda Gamal Mimba Angsana Mangga Jati Kakao Rambutan Rumput Karpet Rumput Teki Legetan Kunyit Putih Cabai Bayam Nenas Ketela Pohon Rumput Gajah Jagung Meniran
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Ilmiah
Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria jumlah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
150,33
27,49
-
28,99 90,49 30,19 -
11,43 95,26 19,33 25,52 9,44 12,11 8,05 51,05 17,25 23,1
-
-
-
27,19
300
300
22,18 84,93 7,57 12,68 11,95 16,81 11,73 78,78 18,52 7,66 300
Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting
77
INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada tanaman lamtoro yaitu 95,26 %. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi jati dengan INP sebesar 51,05%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi mente dengan INP sebesar 27,49%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi lamtoro memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada tanaman legetan yaitu 84,93%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi rumput gajah dengan INP sebesar 78,78%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi rumput karpet dengan INP sebesar 27,19%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi jenis legetan memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semai terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.15. INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada tanaman asem yaitu 165,35%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman angsana dengan INP sebesar 80,48%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman lontar dengan INP sebesar 54,17%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman asem memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
78
INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada tanaman apel india yaitu 114,09%. Peringkat kedua diduduki oleh gamal dengan INP sebesar 43,81%. Peringkat ketiga diduduki oleh lamtoro dengan INP sebesar 37,09%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi apel india memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan sapihan terhadap ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada tanaman legetan yaitu 83,98%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman rumput gajah dengan INP sebesar 64,9 %. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman tekelan dan sereh dengan INP masing-masing sebesar 57,2%. Hal ini menunjukkan bahwa legetan memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terhadap ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem pada areal tersebut.
79
Tabel 5.15 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Lokal
INP (%) Nama Ilmiah
Asem Tamarindus indica Lontar Borassus flabellifer Angsana Pterocarpus indicus Lamtoro Leucaena leucocephala Jati Belanda Gmelina arborea Gamal Gliricidia sepium Apel India Ziziphus sativa Jeruk Keprok Citrus reticulata Sonokeling Dalbergia latifolia Jati Tectona grandis Kacang Tanah Arachis hypogaea Legetan Spilanthes iabadicensis Tekelan Chromolaena odorata Sereh Cymbopogon citratus Rumput Gajah Penisetum purpureum Jumlah Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
165,35 54,17 80,48 300
37,09 23,16 43,81 114,09 23,95 24,77 33,17 300
36,71 83,98 57,2 57,2 64,9 300
80
5.6 Keragaman Jenis (H) Berdasarkan hasil analisis vegetasi dan perhitungan keragaman jenis (H) pada masing-masing tingkatan vegetasi, maka didapat hasil keragaman jenis. Perhitungan keragaman jenis vegetasi pada penelitian ini menggunakan rumus Shanon dan Wiener. Keragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Semakin tinggi kestabilan suatu vegetasi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponenkomponennya (Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008). Keragaman jenis vegetasi pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.16. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 1,007 (H 1-3). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,043 (H 1-3). Keragaman jenis vegetasi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.17. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya dan tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,505 (H<1). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong
81
paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,808 (H<1). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong rendah yaitu 0,663 (H<1). Keragaman jenis vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.18. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi yang lain yaitu 0,452 (H <1). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lain, namun masih tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,809 (H <1). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,638 (H <1).
82
Tabel 5.16 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama Lokal
Jati Mimba Sonokeling Mangga Jati Belanda Asem Leda Lontar Mente Lamtoro Angsana Kapuk Kenanga Pisang Kelor Gamal Kelapa Mahoni Ketela Pohon Bambu Sirsak Jarak Dadap
Nama Ilmiah
Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiaca Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla Manihot esculenta Bambusa glaucescens Annona muricata Ricinus communis Erythrina variegata
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Keragaman Semak Keragaman Tumbuhan Keragaman jenis (H) belukar jenis (H) Bawah jenis (H) dan dan sapihan Seedling 2 0,097 13 0,145 1 0,022 16 2 0,097 4 0,079 1 0,022 7 1 0,063 3 0,066 4 4 0,137 4 0,079 8 1 0,063 4 0,079 5 4 0,137 1 0,030 5 1 0,063 1 2 0,097 2 1 0,063 3 0,066 4 1 0,063 5 0,091 1 0,022 7 1 0,063 1 0,030 2 1 0,063 1 1 0,030 1 3 0,066 3 1 0,030 1 5 0,091 5 1 0,030 1 1 0,030 1 3 0,066 1 0,022 3 1 0,030 1 1 0,030 1 1 0,030 1 1 0,030 1
83
Tabel 5.16 (Lanjutan) Pohon No
Nama Lokal
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Srikaya Silik Kamboja Jagung Lemon Balm Legetan Rumput Karpet Tekelan Kunyit Putih Kacang Hantu Apel India Harendong Bulu Saliara Rumput Pangola Tapak Liman Pletekan Labu Kacang Gude Kacang Tunggak Cabai
Nama Ilmiah
Annona squamosa Plumeria alba Zea mays Melissa officinalis Spilanthes iabadicensis Axonopus compressus Chromolaena odorata Curcuma zedoaria Centrosema pubescens Ziziphus sativa Clidemia hirta Lantana camara Digitaria eriantha Elephantopus scaber Ruellia tuberosa Cucurbita moschata Cajanus cajan Vigna unguiculata Capsicum annuum jumlah
21
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Keragaman Semak Keragaman Tumbuhan Keragaman Jumlah jenis (H) belukar jenis (H) Bawah jenis (H) dan dan sapihan Seedling 1 0,030 1 1 0,030 1 8 0,096 8 12 0,119 12 24 0,155 24 3 0,051 3 13 0,124 13 1 0,022 1 4 0,062 4 1 0,022 1 1 0,022 1 1 0,022 1 2 0,038 2 3 0,051 3 1 0,022 1 1 0,022 1 4 0,062 4 1 0,022 1 2 0,038 2 1,007 59 1,187 86 1,043 165
84
Tabel 5.17 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Pohon No
Nama Lokal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Mente Kelapa Lontar Salam Lamtoro Jati Belanda Gamal Mimba Angsana Mangga Jati Kakao Rambutan Rumput Karpet Rumput Teki Legetan Kunyit Putih Cabai Bayam Nenas Ketela Pohon Rumput Gajah Jagung Meniran
Nama Ilmiah
Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria jumlah
4 1 5 1 11
Keragaman jenis (H)
0,160 0,095 0,156 0,095 0,505
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Semak Keragaman Tumbuhan belukar jenis (H) Bawah dan dan Seedling sapihan 2 0,075 1 0,047 15 0,154 2 0,075 3 0,096 1 0,047 2 0,075 1 0,047 3 0,096 1 0,047 1 0,047 7 8 44 1 1 5 2 1 6 1 1 32 0,808 77
Keragaman jenis (H)
0,095 0,102 0,139 0,024 0,024 0,077 0,041 0,024 0,086 0,024 0,024 0,663
Jumlah
6 1 5 2 15 2 3 1 2 1 3 1 1 7 8 44 1 1 5 2 1 6 1 1 120
85
Tabel 5.18 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Asem Lontar Angsana Lontar Jati Belanda Gamal Apel India Jeruk Keprok Sonokeling Jati Kacang Tanah Legetan Tekelan Sereh Rumput Gajah
Nama Ilmiah
Tamarindus indica Borassus flabellifer Pterocarpus indicus Borassus flabellifer Gmelina arborea Gliricidia sepium Ziziphus sativa Citrus reticulata Dalbergia latifolia Tectona grandis Arachis hypogaea Spilanthes iabadicensis Chromolaena odorata Cymbopogon citratus Penisetum purpureum jumlah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Pohon Keragaman Semak Keragaman Tumbuhan Keragaman Jumlah jenis (H) Belukar jenis (H) Bawah jenis (H) dan dan Sapihan Seedling 2 0,151 2 1 0,151 1 1 0,151 1 2 0,130 2 1 0,090 1 3 0,151 3 2 0,130 2 1 0,090 1 1 0,090 1 2 0,130 2 2 0,135 2 3 0,154 3 1 0,095 1 1 0,095 1 4 0,160 4 4 0,452 12 0,809 11 0,638 27
86
5.7 Indeks Kemerataan (e) Indeks kemerataan vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping), dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.18. Indeks kemerataan untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,762. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,670. Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah pada berbagai tingkatan vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu 0,539. Indeks kemerataan untuk
tingkatan pohon pada sistem agroforestri
penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu 0,485. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi pada berbagai tingkatan vegetasi yaitu 0,534. Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,351. Indeks kemerataan untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
tergolong yang
tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,751. Indeks kemerataan pada
tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,750. Indeks
kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,613.
87
Tabel 5.19 Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No.
Sistem Agroforestri
1
Tumpang Sari
2
Penanaman Lorong (Alley Cropping ) Pepohonan untuk Konservasi Tanah
3
Indeks Kemerataan (e) Tumbuhan Semak belukar Pohon bawah dan dan sapihan seedling 0,762 0,670 0,539 0,485
0,537
0,351
0,751
0,750
0,613
5.8 Indeks Dominansi (D) Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.22. Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,8844. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,9095. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,8618. Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping ) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.23. Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,6446. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,7461. Indeks dominansi pada tingkatan
88
tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,6426. Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.24. Indeks dominansi pada
tingkatan pohon tergolong yang terendah
dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,625. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,833. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu 0,744.
89
Tabel 5.20 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Pohon No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Lokal
Jati Mimba Sonokeling Mangga Jati Belanda Asem Leda Lontar Mente Lamtoro Angsana Kapuk Kenanga Pisang Kelor Gamal Kelapa Mahoni
Nama Ilmiah
Tectona grandis Azadirachta indica Dalbergia latifolia Mangifera indica Gmelina arborea Tamarindus indica Eucalyptus deglupta Borassus flabellifer Anacardium occidentale Leucaena leucocephala Pterocarpus indicus Ceiba pentandra Cananga odorata Musa paradisiaca Moringa oleifera Gliricidia sepium Cocos nucifera Swietenia macrophylla
2 2 1 4 1 4 1 2 1 1 1 1 -
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Semak Pi Tumbuhan belukar Bawah dan dan Seedling sapihan 0,0091 13 0,0485 1 0,0091 4 0,0046 1 0,0023 3 0,0026 0,0363 4 0,0046 0,0023 4 0,0046 0,0363 1 0,0003 0,0023 0,0091 0,0023 3 0,0026 0,0023 5 0,0072 1 0,0023 1 0,0003 0,0023 1 0,0003 3 0,0026 1 0,0003 5 0,0072 1 0,0003 1 0,0003 -
Pi
Jumlah Pi
0,0001 0,0001 0,0001 -
16 7 4 8 5 5 1 2 4 7 2 1 1 3 1 5 1 1
90
Tabel 5.20 (Lanjutan) Pohon No
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Nama Lokal
Pi
Nama Ilmiah
Ketela Pohon Manihot esculenta Bambu Bambusa glaucescens Sirsak Annona muricata Jarak Ricinus communis Dadap Erythrina variegata Srikaya Silik Annona squamosa Kamboja Plumeria alba Jagung Zea mays Lemon Balm Melissa officinalis Legetan Spilanthes iabadicensis Rumput Karpet Axonopus compressus Tekelan Chromolaena odorata Kunyit Putih Curcuma zedoaria Kacang Hantu Centrosema pubescens Apel India Ziziphus sativa Harendong Bulu Clidemia hirta Saliara Lantana camara Rumput Pango Digitaria eriantha la Tapak Liman Elephantopus scaber Pletekan Ruellia tuberosa Labu Cucurbita moschata Kacang Gude Cajanus cajan Kacang Tunggak Vigna unguiculata Cabai Capsicum annuum Indeks Simpson Indeks Dominasi (D)
-
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Semak Pi Tumbuhan belukar Bawah dan dan Seedling sapihan 3 0,0026 1 1 0,0003 1 0,0003 1 0,0003 1 0,0003 1 0,0003 1 0,0003 8 12 24 3 13 1 4 1 1 1 2
0,1156 0,8844
59
0,0905 0,9095
3 1 1 4 1 2 86
Jumlah Pi
0,0001 0,0087 0,0195 0,0779 0,0012 0,0229 0,0001 0,0022 0,0001 0,0001 0,0001 0,0005
3 1 1 1 1 1 1 8 12 24 3 13 1 4 1 1 1 2
0,0012 0,0001 0,0001 0,0022 0,0001 0,0005 0,1382 0,8618
3 1 1 4 1 2 165
91
Tabel 5.21 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Lokal
Mente Kelapa Lontar Salam Lamtoro Jati Belanda Gamal Mimba Angsana Mangga Jati Kakao Rambutan Rumput Karpet Rumput Teki Legetan Kunyit Putih Cabai Bayam Nenas Ketela Pohon Rumput Gajah Jagung Meniran
Nama Ilmiah
Anacardium occidentale Cocos nucifera Borassus flabellifer Syzygium polyanthum Leucaena leucocephala Gmelina arborea Gliricidia sepium Azadirachta indica Pterocarpus indicus Mangifera indica Tectona grandis Theobroma cacao Nephelium lappaceum Axonopus compressus Cyperus rotundus Spilanthes iabadicensis Curcuma zedoaria Capsicum annuum Amaranthus spinosus Ananas comosus Manihot esculenta Penisetum purpureum Zea mays Phyllanthus urinaria Indeks Simpson Indeks Dominansi (D)
Pohon 4 1 5 1 11
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Semak Tumbuhan belukar Bawah dan Pi Pi dan Seedling sapihan 0,1322 2 0,0039 0,0083 0,2066 0,0083 1 0,0010 15 0,2197 2 0,0039 3 0,0088 1 0,0010 2 0,0039 1 0,0010 3 0,0088 1 0,0010 1 0,0010 7 8 44 1 1 5 2 1 6 1 1 0,3554 32 0,2539 77 0,6446 0,7461
Pi 0,0083 0,0108 0,3265 0,0002 0,0002 0,0042 0,0007 0,0002 0,0061 0,0002 0,0002 0,3574 0,6426
Jumlah
6 1 5 2 15 2 3 1 2 1 3 1 1 7 8 44 1 1 5 2 1 6 1 1 120
92
Tabel 5.22 Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Tamarindus indica Borassus Lontar flabellifer Pterocarpus Angsana indicus Borassus Lontar flabellifer Jati Gmelina Belanda arborea Gliricidia Gamal sepium Ziziphus Apel India sativa Jeruk Citrus Keprok reticulata Dalbergia Sonokeling latifolia Tectona Jati grandis Kacang Arachis Tanah hypogaea Spilanthes Legetan iabadicensis Chromolaena Tekelan odorata Cymbopogon Sereh citratus Rumput Penisetum Gajah purpureum Indeks Simpson Indeks Dominansi (D) Asem
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Semak Tumbuhan Belukar Bawah Pohon Pi Pi dan dan Sapihan Seedling 2 0,250 -
Jumlah
Pi -
2
1 0,063
-
-
-
-
1
1 0,063
-
-
-
-
1
-
-
2 0,028
-
-
2
-
-
1 0,007
-
-
1
-
-
3 0,063
-
-
3
-
-
2 0,028
-
-
2
-
-
1 0,007
-
-
1
-
-
1 0,007
-
-
1
-
-
2 0,028
-
-
2
-
-
-
-
2 0,033
2
-
-
-
-
3 0,074
3
-
-
-
-
1 0,008
1
-
-
-
-
1 0,008
1
-
-
-
-
4 0,132
4
12 0,167 0,833
11 0,256 0,744
27
4 0,375 0,625
88
5.9 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat dari perbandingan Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) pada masing-masing sistem agroforestri. Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) vegetasi penyusun agroforestri berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.22. Nilai Keragaman Jenis (H), indeks kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) pada tingkatan vegetasi di masing-masing sistem agroforestri sangat bervariasi. Pada tingkatan pohon, nilai keragaman jenis tertinggi dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,007. Nilai indeks kemerataan tertinggi pada tingkatan pohon diduduki oleh sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,762. Indeks dominansi tertinggi pada tingkatan pohon diduduki oleh sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,8844. Nilai keragaman jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,187. Nilai indeks kemerataan tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan diduduki oleh sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah yaitu 0,750. Indeks dominansi tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan diduduki oleh sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,9095.
89
Tabel 5.23 Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No. 1 2 3
Sistem Agroforestri Tumpang Sari Penanaman Lorong (Alley Cropping ) Pepohonan untuk Konservasi Tanah
Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) Semak belukar dan Tumbuhan bawah dan Pohon sapihan seedling A B C A B C A B C 1,007 0,762 0,8844 1,187 0,670 0,9095 1,043 0,539 0,8618 0,505 0,485 0,6446 0,808 0,537 0,7461 0,663 0,351 0,6426 0,452
0,751
0,625
0,809
0,750
0,833
0,638 0,613
0,744
Skoring *******
**
Keterangan: A: Keragaman Jenis B: Indeks Kemerataan C: Indeks Dominansi
90
Nilai keragaman jenis
tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,043. Nilai indeks kemerataan tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling diduduki oleh sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah
yaitu 0,613. Indeks
dominansi tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling diduduki oleh sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,8618.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Komposisi Jenis Analisis vegetasi pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari, Penanaman Lorong (Alley Cropping), dan Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro DAS Tukad Sumaga menunjukkan bahwa jenis vegetasi pada masing-masing sistem agroforestri sangat bervariasi. Komposisi jenis pada suatu areal agroforestri sangat penting diketahui karena menyangkut kerapatan, frekuensi, dan luas penutupan tajuk pada masing-masing vegetasi. INP terbesar untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada tanaman mangga yaitu 59,46%. Buah mangga selain memiliki nilai ekonomi juga pada bagian daun dapat digunakan oleh penduduk setempat sebagai sumber pakan ternak sapi pada waktu musim kemarau. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman asem dengan INP sebesar 49,7%. Tanaman asem mempunyai perakaran yang dalam yang mampu mengikat air tanah sehingga mampu mempertahankan kelembaban tanah. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman jati dengan INP sebesar 28,52%. Tanaman jati memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk kayu pertukangan. Tanaman jati sangat cocok ditumpang sari dengan jagung, kunyit putih, kacang jongkok, dan tanaman pertanian lainnya. INP terbesar untuk tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga adalah jati yaitu
80,13%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mimba dengan INP sebesar 32,09%. Tanaman mimba sangat penting karena merupakan tanaman multi fungsi. Daun tanaman mimba dapat digunakan sebagai obat sedangkan biji mimba dapat digunakan sebagai insektisida alami (Sukrasno et al., 2003). Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman mangga dengan INP sebesar 21,34%. INP terbesar untuk tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada tanaman kacang hantu yaitu 49,57%. Tanaman kacang hantu biasanya tumbuh subur pada waktu musim penghujan dan merupakan sumber pakan ternak. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tekelan dengan INP sebesar 39,33%. Tekelan dapat digunakan sebagai pakan ternak. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman jagung dengan INP sebesar 34,82%. Jagung merupakan tanaman pertanian yang multifungsi. Biji jagung digunakan sebagai sumber bahan makanan sedangkan daun dan batangnya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. INP terbesar untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada tanaman mente yaitu 150,33%. Biji mente bernilai ekonomi tinggi karena dapat dijadikan bahan makanan. Buah mente yang sudah masak dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak babi. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lontar dengan INP sebesar 90,49%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman salam dengan INP sebesar 30,19%. Daun salam digunakan sebagai bumbu masakan dan bernilai ekonomi.
INP terbesar untuk tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) terdapat pada tanaman legetan yaitu 84,93%. Legetan merupakan sumber pakan ternak sapi dan biasanya tumbuh pada musim hujan. Legetan termasuk tumbuhan bawah yang berfungsi mengurangi evaporasi pada tanah dan menjaga kelembaban tanah. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman rumput gajah dengan INP sebesar 78,78%. Rumput gajah merupakan sumber pakan ternak sapi. Rumput gajah berfungsi mempertahankan tanah dari erosi. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman rumput karpet dengan INP sebesar 27,19%. Rumput karpet merupakan sumber pakan ternak sapi dan dapat menjaga kelembaban tanah.
6.2 Keanekaragaman Jenis Keragaman jenis dibandingkan pada tingkatan vegetasi pada masing-masing sistem agroforestri, nilai yang lebih tinggi menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi (Bratawinata, 2000). Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 1,007 (H 1-3). Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan pohon memiliki stabilitas yang paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan pada tingkatan pohon tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu sebesar 0,762. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi individu-individu pada tingkatan pohon paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks
dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,8844. Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan semak belukar dan sapihan memiliki stabilitas paling tinggi dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,670. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,9095. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan lebih terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis tertentu saja bila dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seddling tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,043 (H 1-3). Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah pada berbagai tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,539. Hal ini menunjukkan bahwa distridusi individuindividu pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak
merata
dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,8618. Keragaman jenis (H) pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya dan tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,505 (H<1). Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan pohon memiliki stabilitas paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan
pada tingkatan pohon yaitu 0,485. Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,6446. Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1). Ini menunjukkan bahwa tingkatan semak belukar dan sapihan memiliki stabilitas yang paling tinggi dibandingkan tingkatan vegetasi lain pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping)
di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,537. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan semak belukar dan sapihan paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,7461. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan lebih terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis tertentu saja bila dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong rendah yaitu 0,663 (H<1). Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,351. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,6426.
Keragaman jenis (H) pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi yang lain yaitu 0,452 (H <1). Tingkat stabilitas pada tingkatan pohon tergolong paling rendah sehingga sangat rentan terhadap gangguan. Indeks kemerataan pada tingkatan pohon tergolong paling tinggi yaitu 0,751 sehingga distridusi individu-individu pada tingkatan pohon paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan pohon tergolong yang terendah dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,625. Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lain pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H <1). Tingkat stabilitas, kompleksitas, dan interaksi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi sehingga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menghadapi gangguan. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,750. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,833. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu 0,638 (H <1). Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seddling tergolong paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,613. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata dibandingkan dengan tingkatan
vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu 0,744.
6.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan pohon merupakan tingkat pengelolaan terbaik dari ketiga sistem agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga ditinjau dari segi nilai Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing memiliki nilai 1,007; 0,762 dan 0,8844. Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan semak belukar dan sapihan merupakan terbaik ditinjau dari segi nilai keanekaragaman jenis (H) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing 1,187 dan 0,9095. Ditinjau dari indeks kemerataan, tingkat pengelolaan sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah merupakan yang terbaik dengan nilai 0,750 dibandingkan dari ketiga sistem. Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling merupakan yang terbaik dari ketiga sistem di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga ditinjau dari segi nilai keragaman jenis (H) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing memiliki nilai 1,043 dan 0,8618. Ditinjau dari indeks kemerataan, tingkat pengelolaan sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah merupakan yang terbaik dengan nilai 0,613 dibandingkan dari ketiga sistem.
Berdasarkan perhitungan keanekaragaman jenis pada masing-masing sistem agroforestri didapatkan hasil yang menunjukkan perbedaan nilai-nilai indikator keanekaragaman jenis. Hasil dari perhitungan keanekaragaman jenis yang tertinggi akan diskoring menggunakan tanda bintang. Sistem agroforestri yang memiliki tanda bintang yang paling banyak merupakan sistem agroforestri yang memiliki tingkat pengelolaan yang terbaik. Berdasarkan skoring, tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang terbaik diduduki oleh Sistem Agroforestri Tumpang Sari. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Komposisi jenis penyusun berbagai sistem agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai berikut: a. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari terdiri dari 42 jenis tanaman dengan INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada tanaman mangga yaitu 59,46%. Pada tingkatan semak belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah tanaman jati yaitu 80,13%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis kacang hantu yaitu 49,57%. b. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) terdiri dari 24 jenis vegetasi dengan INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada tanaman mente yaitu 150,33%. Pada tingkatan semak belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah tanaman lamtoro yaitu 95,26%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis legetan yaitu 84,93%. c. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah terdiri dari 15 jenis vegetasi dengan INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada vegetasi jenis asem yaitu 165,35%. Pada tingkatan semak belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis apel india yaitu 114,09%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis legetan yaitu 83,98%.
2. Keanekaragaman jenis vegetasi peyusun berbagai sistem agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai berikut: a. Keragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H<1). b. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,762. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan sebesar 0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751. c. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,9095. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks dominansi tertinggi pada sistem
agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,833.
3. Tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang terbaik diduduki oleh Sistem Agroforestri Tumpang Sari. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping).
7.2 Saran Berdasarkan simpulan, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. 2. Perlu adanya penanaman kembali tanaman hutan dan pertanian pada masingmasing sistem agroforestri sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman jenis. 3. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar.
DAFTAR PUSTAKA Agus, F dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor Arief, A. 2001. “Hutan dan Kehutanan” . Kanisius. Yogyakarta. Asdak, C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air sebagai Indikator Sentral”,Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air”, 21 Desember 1999. Jakarta. Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Awang, S.A., Sepsiaji, D., dan Himmah, B. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta. Bratawinata, A.A. 2000. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur (BKS-PTNINTIM). Makassar. Fandeli, C. 1984. Agroforestri. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah mada. Yogyakarta. Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979. Elements of Ecology. Departement of Botany. Rajasthan University Jaipur. India. Gumanta, P.G. 2002. “Identifikasi Karakteristik Lahan Kering Sebagai Acuan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Anyar Bali”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar. Lahjie, M. 2004. Teknik Agroforestri. Universitas Mulawarman. Samarinda. Menteri Dalam Negeri. 1998. Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1998. Jakarta. Ningsih, S.S. 2008. “Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang”. (tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. PT Bumi Aksara. Bandung. Pratiwi D. A, Maryanti S, Srikini, Suharno, dan Bambang S. 2007. Biologi untuk SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta. Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Centre Southeast Asia Regional Office. Bogor. Sudarma, I M. and D. N. Suprapta. 2011. Diversity of Soil Microorganisms in Banana Habitats With and Without Fusarium Wilt Symptom. J. ISSAAS. 17(1): 147-159. Sukrasno dan Tim Lentera. 2003. Mimba Tanaman Obat Multifungsi. Agromedia Pustaka. Jakarta. Sulistiawati, N.P. 2003. ”Prediksi Erosi, Perencanaan Konservasi Tanah dan Air di Daerah Hulu DAS Buleleng, Kabupaten Buleleng”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar. Suripin. 2002, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Suripto, B.A. 1997. Prinsip-prinsip dan Pengelolaan Sumber Daya dan Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Direktorat Jendral Pendidikan Departemen Pendidikan Tinggi. Jakarta. Sutrisno. 1998. Silvika. Mada.Yogyakarta.
Fakultas
Kehutanan
Universitas
Gadjah
Wahyuni, S. 2007. ”Studi Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Penyusun Pekarangan Pada Berbagai kelerengan Lahan di Desa Ngoro-Oro Kecamatan Patuk kabupaten Gunung Kidul”(Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widarto, B. 2004. ”Prediksi Tingkat Bahaya Erosi dan Upaya Konservasi Tanah di Daerah Aliran Sungai Tukad Ngis Kabupaten Karangasem ”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar. Widianto, Hairiah K, Suharjito D, Sardjono MA. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor