DAMPAK PROSTITUSI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA BANYUPOH, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG Adelia Handini1, I Nyoman Pursika1, Ratna Arta Windari2 1,1,2 Jurusan PPKn Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail :{
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) latar belakang adanya kegiatan prostitusi di Desa Banyupoh (2) latar belakang seseorang melakoni kegiatan prostitusi di desa Banyupoh (3) dampak kegiatan prostitusi terhadap kehidupan masyarakat desa Banyupoh (4) peran desa pakraman dalam menangani prostitusi di desa Banyupoh. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subjek penilitian ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu Kepala Desa, Kelian Adat, Tokoh Masyarakat, TerunaTeruni (Organisasi kepemudaan), Pecalang, Polisi (BHABINKAMDIKNAS), Pelaku Prostitusi, dan Germo. Data dikumpulkan dengan menggunakan: (1) Observasi (2 )Wawancara (3) Pencatatan Dokumen (4) Kepustakaan. Analisis data dilakukan melalui deskripstif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) kegiatan prostitusi di desa Banyupoh dimulai tahun 2001 bertempat di terminal dekat Pura Pulaki. Karena kegiatan prostitusi dekat dengan tempat suci Agama Hindu, maka masyarakat yang ada di sekitarnya mengadakan demo untuk membubarkan kegiatan prostitusi tersebut. Akhirnya kegiatan prostitusi itu pindah ke daerah selatan, yaitu di lingkungan banjar dinas Kertakawat. Setelah diadakannya musyawarah, akhirnya tahun 2003/2004 masyarakat banjar dinas Kertakawat menyetujui adanya kegiatan prostitusi hingga berlangsung sampai sekarang. (2) Saat ini jumlah orang yang melakoni kegiatan prostitusi adalah 35 orang. Faktor–faktor yang penyebabnya adalah (a) faktor ekonomi: kategori miskin 20 orang (57%), kategori menegah 10 orang (29%), dan kaya 5 orang (14%); (b) faktor pendidikan: lulusan SMP 5 orang (14%), lulusan SMA 25 orang (72%), lulusan perguruan tinggi 5 orang (14%); (c) faktor putus cinta 1 orang (2%); (d) faktor broken home 2 orang (5%); (e) ikut-ikut teman 1 orang (2%); (f) tertipu oleh janji manis mucikari 25 orang (71%). (3) Kegiatan prostitusi di Desa Banyupoh memiliki dampak ekonomi (banyaknya usaha kos-kosan), social budaya (citra Desa Banyupoh buruk), kesehatan (terjangkitnya penularan HIV/AIDS), dan keamanan (rawan tindak kriminalitas). (4) Peran desa pakraman dalam menanggulangi prostitusi adalah mengadakan sosialisasi pendidikan keagamaan untuk memperkuat keimanan masyarakat atas nilai religius dan norma kesusilaan, pendidikan seks, pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan berkeluarga, dan sosialisasi terkait HIV/AIDS dengan karang taruna setiap 6 bulan sekali, serta mengadakan ronda malam (siskamling). Kata Kunci : Prostitusi, Kehidupan Masyarakat dan Desa Banyupoh
ABSTRACT This study aimed to determine (1) the presence of background activity in the village Banyupoh prostitution (2) backgrounds someone diving activities in the village Banyupoh prostitution (3) prostitution impact on the lives of rural communities Banyupoh (4) Pakraman role in dealing with prostitution in the village Banyupoh. This study used a qualitative descriptive approach. Subject penilitian determined by purposive sampling technique, namely the village head, Kelian Adat, Community Leader, CadetTeruni (youth organization ), Pecalang, Police ( BHABINKAMDIKNAS ), Actors Prostitution and Pimps. Data was collected using : (1) Observation (2) Interviews (3) Registration of Documents (4) Library. Data analysis was conducted through qualitative deskripstif. The results showed that (1) prostitution in the village began in 2001 Banyupoh housed in the terminal near Pulaki Temple. Because prostitution is close to the holy places of Hinduism, the people around him held a demonstration to disperse the prostitution activities. Finally prostitution was moved to the southern area , which is within the official banjo Kertakawat . After holding deliberations, finally in 2003/2004 community service banjo Kertakawat countenanced prostitution to take place till now. (2) Currently, the number of people who opt for prostitution is 35 . The factors that cause is (a) economic factors : poor category 20 persons (57%), 10 medium category (29%), and rich in 5 people (14%); (b) the education factor : 5 high school graduates (14%), high school graduates 25 people (72%), college graduates 5 people (14%); (c) breakup factor 1 (2%); (d) broken home factor 2 (5%); (e) friends joined in one person (2%); (f) not be fooled by the sweet promise of pimping 25 people (71%). (3) prostitution activity in the village Banyupoh have an economic impact (number of businesses boarding house), sociocultural (village Banyupoh bad image), health (of contracting HIV/AIDS), and security (crimeprone). (4) The role Pakraman in tackling prostitution is the socialization of religious education to strengthen the faith of the public on the value of the religious and moral norms, sex education, understanding the value of marriage and family life, and the dissemination of HIV/AIDS with youth clubs every 6 months, as well as conduct night patrolling (siskamling). Keywords : Prostitution , Public Life and the Village Banyupoh
1. PENDAHULUAN Semakin majunya jaman yang disebut sebagai hasil dari pembangunantelah menyisakan berbagai perubahan gaya hidup dan memunculkan banyakmasalah sosial dalam masyarakat. Kesulitan melakukan penyesuaian diri menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari normanorma umum, atau berbuat semau sendiri, demi kepentingan sendiri, mengganggudan merugikan orang lain.Ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri mengakibatkan timbulnya disharmoni dalam masyarakat dan dalam diripribadi. Peristiwaperistiwa tersebut memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional dan menyimpang dari polapola umum yang berlaku. Salah satunya adalah pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah hiruk pikuk alam pembangunan di Indonesia. Prostitusi di Indonesia bermula sejak zaman kerajaan Jawa yang menggunakan komoditas wanita sebagai bagian dari sistem feodal (Hull, 1998:1). Secara etimologis pelacuran berasal dari bahasa latin yaitu Prostituo yang artinya sebagai perilaku yang terang-terangan menyerahkan diri pada perzinahan, sedangkan perzinahan itu sendiri berarti berhubungan kelamin antara laki-laki dengan seorang perempuan baik salah satu ataupun kedua-duanya telah terikat perkawinan yang sah dengan orang lain (Landrawan,2005:38).
subur, yang dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah wanita pekerja seks komersial setiap tahunnya. Praktik prostitusi yang dilakukan secara terang-terangan hingga praktik prostitusi terselubung. Meningkatnya jumlah PSK merupakan fenomena sosial tersendiri yang harus dicermati bersama serta di carikan alternative penyelesaian oleh semua pihak, karena selain melanggar norma- norma sosial kemasyarakatan, norma agama dan norma hukum, dan keinginan prostitusi atau pelacuran di pandang dari dunia kesehatan merupakan masalah yang sangat berkaitan erat dengan masalah sosial yang akan memicu penyakit menular seksual (PMS) yaitu Gonorrhea , Sifilis, Kandidiasis, dan sebagainya termasuk infeksi HIV/AIDS. Masalah prostitusi yang dulu dianggap sebagai hal yang tabu oleh masyarakat Indonesia pada saat ini hal tersebut telah menjadi sesuatu yang biasa. Gejala demikian bisa kita buktikan dengan semangkin banyaknya praktek-praktek prostitusi baik yang dianggap seolah-olah resmi maupun yang liar. Dan prostitusi tersebut telah berkembang tidak hanya dikota-kota besar saja melainkan sudah merambah kota-kota kecil dengan berbagai bentuk dan cara.Dalam analisa pembahasan mengenai praktek prostitusi jika ditinjau dari segi yuridis hanya ada beberapa pasal saja yang ada dalam KUHP yaitu mereka yang menyediakan sarana tempat persetubuhan (pasal 296 KUHP), mereka yang mencarikan pelanggan bagi si pelacur (pasal 506 KUHP), dan mereka yang menjual perempuan dan lakilaki dibawah umur untuk dijadikan pelacur (pasal 297KUHP).
Fenomena prostitusi hingga kini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah, baik upaya preventif maupun upaya yang bersifat represif untuk menanggulangi masalah prostitusi belum menampakkan hasil maksimal hingga kini. Belum adanya satu program terpadu dari pemerintah untuk mengatasi masalah prostitusi menyebabkan fenomena wanita pekerja seks komersial terus tumbuh dengan
Di desa Banyupoh itu sendiri kegiatan prostitusi beda halnya dengan prostitusi di desa lain, contohnya dalam sistem persaingannya sudah memang tidak di pungkiri lagi, karena tiap tahunnya pasti ada barang baru atau pekerja seks komersial yang baru beranjak remaja yang langsung di datangkan dari luar Bali. Prostitusi di desa Banyupoh ini ilegal namun sangat menjamur dapat dengan mudah ditemukan dan dijumpai, baik secara terang - terangan atau
pun berkedok tempat usaha seperti warungwarung yang berkedok seperti menjual jajan dan minuman biasa, dll. Berbagai rasional yang dikedepankan oleh masyarakat setempat yang melakoni ini salah satunya yang paling utama ialah dorongan atau himpitan ekonomi, dimana persaingan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga mereka sendiri yang membuat tempat itu menjadi-jadi, padahal tempat yang dijadikan tempat prostitusi terselubung itu lumayan dekat dengan tempat persembahyangan umat hindu atau disebut dengan (Pura), dan juga dalam rangka mengatasi persoalan masalah berkembangnya sarang liar dan ilegal mengenai adanya prostitusi terselubung yang ada di Desa Banyupoh, dimana melibatkan masyarakat setempat juga maupun masyarakat di luar pulau Bali. Jadi sudah sangat jelas sekali bahwa bukan hanya pekerja seks komersial saja yang dikatakan prostitusi terselubung, tetapi sekarang sudah banyak yang prostitusi terselubung itu berkedok sebagai ibu-ibu rumah tangga (janda) yang bisa melakukan prostitusi terselubung, dan apalagi dalam dunia pendidikan pun misalnya seperti siswa-siswi atau mahasiswapun juga ada yang melakukan prostitusi terselubung. Jadi dari pernyataan diatas, melalui peranan desa adat pekraman sebagai salah satu alternatif tempat penyelesaian masalah terjadinya sarang liar dan ilegal adanya prostitusi terselubung yang berkembang didesa Banyupoh, maka dapat dikatakan bahwa eksistensi desa pekraman desa Banyupoh merupakan hal yang sangat penting tempat diskusi dalam mengatasi masalah-masalah prostitusi terselubung yang ada didesa Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng. Untuk mencegah semakin meluasnya praktek prostitusi khususnya kalangan masyarakat Desa Banyupoh serta untuk membatasi pengaruh negative prostitusi terhadap masyarakat desa Banyupoh, melalui peran desa pakraman setempat,maka perlu dilakukan pengkajian secara mendalam
terkait yaitu (1) Latar belakang adanya kegiatan prostitusi di desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. (2) Latar belakang seseorang yang melakoni kegiatan prostitusi di desa Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng. (3) Dampak kegiatan prostitusi terhadap masyarakat desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. (4) Peran desa pakraman dalam menangani prostitusi di desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
2. METODE PENELITIAN Program penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.Deskriptif kualitatif yaitu penilitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu variabel secara mandiri baik suatu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan ataumenghubungkan variabel dengan varibel lainnya. Melalui studi ini memungkinkan untuk melakukan analisis, mendeskripsikan dan menjelaskan bagaimana dampak prostitusi terhadap kehidupan masyarakat Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Lokasi Penelitian ini dilakukan di salah satu desa yaitu Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng Kota Singaraja, Provinsi Bali. Lokasi penelitian didasarkan pada realita sosial yang ada di masyarakat desa Banyupoh dimana terdapat atau ditemukan praktik prostitusi atau pelacuran. Penentu subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling dalam menetukan subyek penelitian.Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko dan Achmadi, 2005 : 116). Dengan Purposive sampling ini diharapkan data yang diperoleh di lapangan harus memiliki tingkat kejenuhan minimal 75% supaya menjadi data yang akurat, sehingga diperoleh data yang optimal. Subyek (informan) dalam penelitian ini terdiri dari Tokoh masyarakat desa Banyupoh, Kepala Desa Banyupoh,Kelian
adat desa Banyupoh, Pecalang, Polisi(BHABINKAMDIKNAS),Teruna-Teruni (Organisasi kepemudaan),Pelaku Prostitusi dan Germo. Teknik pengumpulan data menggunakan metode: (1) Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki dan fonemena-fonemena yang diselidiki” (Hadi, 1984 : 136).Peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap perilaku dan keadaan yang berkaitan dengan dampak prostitusi terhadap kehidupan masyarakat Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. (2) Wawancara merupakan suatu percakapan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenaipersoalan secara lebih terbuka, yang dalam hal ini pihak informan akan memberikan pendapat serta ide-idenya. Dalam melakukan wawancara mendalam, peneliti perlu mendengarkan dengan teliti serta mencatat segala hal yang dikemukakan oleh informan. (3) Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumendokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. (Sukmadinata, 2009 : 221). (4) Metode kepustakaan (Library Reseach) adalah mengumpulkan data dengan cara menelaah beberapa buku yang dikarang oleh beberapa pakar yang kemudian peneliti menggunakan buku tersebut sebagai perbandingan antara teori yang ada dalam buku dengan apa yang terjadi dilapangan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dalam artian data-data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan selektif sehingga memperoleh suatu kesimpulan umum. Tujuan teknik deskriptif kualitatif dalam membuat pencandraan (deskriptif) secara sistematis factual dan actual mengenai fakta-fakta suatu peristiwa atau gejala tertentu.Adapun alur kegiatan pengolahan data yang dimaksud adalah Pengumpulan data, Reduksi data, Penyajian data, Penarikan simpulan atau verifikasi data.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian 3.1.1. Latar Belakang Adanya Kegiatan Prostitusi di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng Latar belakang adanya kegiatan prostitusi di desa Banyupoh dimulai tahun 2001 bertempat di terminal dekat Pura Pulaki. Karena kegiatan prostitusi dekat dengan tempat suci Agama Hindu, maka masyarakat yang ada di sekitarnya mengadakan demo untuk membubarkan kegiatan prostitusi tersebut. Akhirnya kegiatan prostitusi itu pindah ke daerah selatan, yaitu di lingkungan banjar dinas Kertakawat. Setelah diadakannya musyawarah, akhirnya tahun 2003/2004 masyarakat banjar dinas Kertakawat menyetujui adanya kegiatan prostitusi hingga berlangsung sampai sekarang. Desa Banyupoh memiliki tempat yang sangat strategis artinya sepi, dan lumayan nyaman, sehingga bukan masyarakat desa Banyupoh saja yang memilih desa Banyupoh sebagai kegiatan prostitusi, melainkan masyarakat dari daerah lain juga memilih desa Banyupoh sebagai tempat kegiatan prostitusi. Karakter orangnya bisa diajak bekerja sama, Masyarakat di desa Banyupoh ramah tamah, Lingkungan sekitar juga mendukung, Daya jual beli masyarakat Banyupoh lumayan, Sehingga bisnisnya yang sangat menjajikan. Namun yang sudah dikatakan tadi selain ada yang tidak mendukung masyarakat disana juga ada masyarakat yang mendukung kegiatan prostitusi yang mencari kepuasan hidup yang bersifat sesaat dan tanpa menyadari akan akibatnya. Pada dasarnya kehidupan prostitusi tidak terlepas dari tekanan-tekanan kehidupan yang dihadapi oleh masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu pula yang tejadi di desa Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng, juga tidak terlepas dari sulitnya menghapus dan memberantas prostitusi.
3.1.2. Latar Belakang Seseorang yang Melakoni Kegiatan Prostitusi di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Dilihat dengan adanya praktek prostitusi ini memiliki latar belakang pelaku yang melakoni kegiatan prostitusi, dimana faktor yang mendorong seseorang yang melakoni kegiatan prostitusi disisni adalah kebanyakan didorong oleh kebutuhan ekonomi yang paling utama.Karena banyak dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan. Tapi ada juga yang para gadis yang terjebak tertipu oleh rayuan atau janji manis mucikari yang katanya hendak mencarikan kerja yang pantas dan gajinya besar. Faktor yang lain adalah putus cinta, cuma ikut-ikut teman dan patah hati karena ditinggal kekasih dan mereka yang telah bercerai dengan suaminya. Dimana faktor yang pertama faktor ekonomi dari kategori miskin 20 orang atau 57%, dari kategori menegah 10 orang atau 29 % dan kaya 5 orang atau 14%. Faktor dari segi pendidikan yang lulusan SMP 5 orang atau 14 %, lulusan SMA 25 orang atau 72 %, lulusan perguruan tinggi 5 orang atau 14 %. Putus Cinta 1 orang atau 2 %, Broken Home 2 orang atau 5 %, ikut-ikut teman 1 orang atau 2 %, tertiou oleh janjo manis mucikari 25 orang atau 71 %. 3.1.3. Dampak adanya kegiatan prostitusi terhadap kehidupan masyarakat desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Ada beberapa dampak yang dari adanya kegiatan prostitusi yang ada di desa Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng, dimana diantaranya: (1) dari segi ekonomi, dengan adanya kegiatan prostitusi di desa Banyupoh merupakan suatu unsur yang mendorong perkembangan perekonomian yang masyarakat yang ada di desa tersebut. Salah satunya masyarakat desa Banyupoh yang kebanyakan bekerja sebagai buruh, pedagang atau petani, yang mempunyai penghasilan pas-pasan menjadikan adanya kegiatan prostitusi tersebut sebagai tempat untuk menambah penghasilan mereka dengan ditempat itu. Apalagi mereka yang tidak mempunyai
pekerjaan. Dengan adanya kegiatan prostitusi tersebut dapat meningkatkan pendapatan atau penghasilan mereka. Seperti misalnya pedagang nasi, loundry, tempat kost - Kosan, dan menjual minuman. Walaupun demikian tidak semua masyarakat yang menggunakan kesempatan ini untuk mencari nafkah, karena masih ada masyarakat yang tidak setuju, dan mereka merasa kehadiran adanya kegiatan prostitusi di desa Banyupoh ini telah kotor dan mencemarkan nama baik desa. (2) dari segi sosial dan budaya, dalam suatu masyarakat dapat terjadi akibat dari suatu pengaruh dan proses yang sedang terjadi. Dimana perubahan yang terjadi pasti membawa dampak yang positif dan negatif atau membawa kemajuan atau kemunduran. Masyarakat desa Banyupoh dengan segala keberadaannya di era globalisasi pada saat ini masih menjunjung tinggi nilai adat- istiadat. Di dalam peranannya baik dalam kehidupan dengan sesama kelompok atau pun yang ada diluar kelompok. Dari beberapa faktor – faktor yang telah membentuk desa sebagai adanya tempat kegiatan prostitusi, namun mereka tentap saling menjaga dan menghormati antara satu dengan yang lainnya. Adanya sikap yang demikian, walaupun ada kegiatan prostitusi, tidak mempengaruhi kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang ada di desa Banyupoh, hal ini terbukti kuatnya norma – norma agama, adat – istiadat, dan susila yang mengikat dan mengatur kehidupan masyarakat yang ada didesa tersebut. Dan dampak negatifnya bahwa banyak pandangan yang tidak menyenangkan yang datangnya dari masyarakat luar, yang hanya memandang desa kami sebagai desa yang tidak baik. (3) dari segi kesehatan, dampak yang buruk bagi menularnya atau terjangkitnya beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelamin secara sangat cepat, seperti gonorrhea, syphilis (lucs, rajasinga), dan juga penyakit lain misalnya seperti HIV/AIDS. Dan untuk saat ini tidak ada yang terjangkit penyakit menular tersebut. (4) dampak dari segi keamanannya , bahwasanya keberadaan tempat tersebut sebenarnya sangat rawan kriminalitasnya. Karena kalau kita sudah membicarakan tentang dampak dari kegiatan
prostitusi tersebut sudah sangat jelas rawan sekali kriminalitasnya. Apalagi sebagian masyarakat yang lingkungannya dekat dengan tempat tersebut adalah mayoritas petani, biasa jam 10 malam sudah istirahat, tetapi ada suara berisik musik yang terlalu keras, dan suara motor mondar-mandir, sehingga itu membuat masyarakat disana risih dan terganggu. 3.1.4. Peran Desa Pakraman Dalam menanggulangi adanya kegiatan prostitusi di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Desa Pakraman Banyupoh memiliki beberapa program kerja yang berkaitan dengan penanggulan terhadap adanya praktek prostitusi di desa setempat, tujuannya adalah untuk meminimalisir dan penanganan sementara. Tetapi di desa Pakraman Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng secara rinci tidak diatur mengenai aturan terkait dengan adanya pelacuran dan para pelaku atau masyarakat yang menggunakan jasa pelacur sebagaimana yang tercantum didalam awig-awig, awig-awig desa setempat hanya mengatur mengenai sanksi apabila masyarakat desa Banyupoh itu melakukan perselingkuhan atau tertangkap tangan melakukan perselingkuhan. Jadi hingga saat ini bentuk sanksi nyata bagi pengguna jasa pelacur atau pun para pelaku pekerja seks komersial itu tidak ada, karena belum dilakukan oleh desa Pakraman, akan tetapi ada beberapa peran yang dilakukan selama ini oleh desa Pakraman untuk meminimalisir atau rencana usaha yang berupa pencegahan untuk melakukan penanganan sementara dalam menanggulagi praktek prostitusi yaitu: 1. Mengadakan sosialisasi pendidikan keagamaan untuk memperkuat keimanan masyarakat atas nilai religius dan norma kesusilaan setiap 1 tahun sekali. Dalam mengadakan sosialisasi tersebut desa Pakraman bekerja sama dengan tokoh majelis ulama yang ada di Singaraja. 2. Mengadakan sosialisasi pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan berkeluarga, baik dilingkungan
maupun dikeluarga itu sendiri setiap 6 bulan sekali. Dan desa Pakraman bekerja sama dengan ibu-ibu PKK dari Kecamatan Gerokgak. 3. Mengadakan sosialisasi terkait HIV/AIDS dengan karang taruna setiap 6 bulan sekali, dimana desa Pakraman bekerja sama dengan BIDES (Bidan Desa) yang memberikan penyuluhan dan tim dari pusat seperti puskesmas Gerokgak, serta Dinas kesehatan Singaraja yang datang langsung ke Desa Banyupoh. 4. Serta mengadakan ronda malam (siskamling). 5. Rencana yang cukup di beri dukungan oleh pemerintah desa yaitu menggiring istri-istri yang tidak setuju dengan adanya kegiatan prostitusi tersebut atau remaja-remaja putri untuk mengadakan demo yang keberatan adanya kegiatan tersebut, dimana dalam mengupayakan penanganan sementara, mau tidak mau baik aparatur desa dan desa adat akan menangani masalah tersebut. Karena wilayah yang di pakai melakukan kegiatan prostitusi tersebut lumayan dekat dengan tempat suci, jadi itulah kenapa desa adat pakraman sangat tidak mendukung dari adanya tempat tersebut. 3.2. Pembahasan Dilihat dari latar belakang adanya kegiatan prostitusi di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng ini adalah merupakan salah faktor utama terjadi penyimpangan seksual dan moral masyarakat sekitar, dimana prostitusi yang melatar belakangi warung remang-remang atau café sekitar tahun 2001 ini berkembang pesat menjadi sebuah daerah praktek prostitusi yang sangat sulit di berantas keberadaannya di lingkungan masyarakat setempat.Latar belakang adanya kegiatan prostitusi di desa Banyupoh dimulai tahun 2001 bertempat di terminal dekat Pura Pulaki. Karena kegiatan prostitusi dekat dengan tempat suci Agama Hindu, maka masyarakat yang ada di sekitarnya mengadakan demo untuk membubarkan kegiatan prostitusi tersebut. Akhirnya kegiatan prostitusi itu pindah ke daerah selatan, yaitu di lingkungan
banjar dinas Kertakawat. Setelah diadakannya musyawarah, akhirnya tahun 2003/2004 masyarakat banjar dinas Kertakawat menyetujui adanya kegiatan prostitusi hingga berlangsung sampai sekarang. Desa Banyupoh juga memiliki tempatnya yang sangat strategis dan lumayan nyaman, sehingga bukan masyarakat desa Banyupoh saja yang memilih desa Banyupoh sebagai kegiatan prostitusi, melainkan masyarakat dari daerah lain juga memilih desa Banyupoh sebagai tempat kegiatan prostitusi, karakter orangnya bisa diajak bekerja sama, masyarakat di desa Banyupoh ramah tamah, lingkungan sekitar juga mendukung, daya jual beli masyarakat Banyupoh lumayan, sehingga bisnisnya yang sangat menjajikan. Dilihat dengan adanya praktek prostitusi ini memiliki latar belakang pelaku yang melakoni kegiatan prostitusi, dimana faktor yang mendorong seseorang yang melakoni kegiatan prostitusi disini adalah kebanyakan didorong oleh kebutuhan ekonomi yang paling utama. Karena banyak dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan. Tapi ada juga yang para gadis yang terjebak tertipu oleh rayuan atau janji manis mucikari yang katanya hendak mencarikan kerja yang pantas dan gajinya besar. Faktor yang lain adalah putus cinta, cuma ikut-ikut teman dan patah hati karena ditinggal kekasih dan mereka yang telah bercerai dengan suaminya. Dimana faktor yang pertama faktor ekonomi dari kategori miskin 20 orang atau 57%, dari kategori menegah 10 orang atau 29 % dan kaya 5 orang atau 14%. Faktor dari segi pendidikan yang lulusan SMP 5 orang atau 14 %, lulusan SMA 25 orang atau 72 %, lulusan perguruan tinggi 5 orang atau 14 %. Putus Cinta 1 orang atau 2 %, Broken Home 2 orang atau 5 %, ikut-ikut teman 1 orang atau 2 %, tertiou oleh janjo manis mucikari 25 orang atau 71 %. Dampak yang sangat besar bagi masyarakat sekitar baik itu dampak positif maupun negative. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat adalah terbukanya lapangan pekerjaan sebagai tukang cuci serta pemanfaatan lahan-lahan
kosong yang tidak berguna dijadikan komplek bangunan kos- kosan dan usaha dagang warung remang. Dampak negatifnya pun sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat yaitu misalnya bagi remaja, banyaknya penyimpangan perilaku seksual yang terjadi dikalangan remaja salah satu pengaruh negatif dari adanya praktek prostitusi tersebut. Sedangkan bagi masyarakat setempat apalagi mayoritas masyarakat desa Banyupoh adalah petani, pengaruhnya adalah biasanya suasana pada malam hari itu untuk beristirahat, tetapi ada sedikit gangguan atau suara musik yang terlalu keras, dan banyak sekali kendaraan roda dua yang selalu mondar-mandir itu akan memicu keributan. Terkait dengan adanya dampak negatif yang ditimbulkan terhadap nama atau citra desa Banyupoh di mata masyarakat yang ada di luar daerah desa Banyupoh tersebut, maka peran desa pakraman dalam menangani prostitusi di desa Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng banyak sekali upayanya. Permasalahan ini sudah hampir semua tahu yaitu tempat yang seharusnya di gunakan sebagai warung tetapi disalah gunakan sebagai ajang praktek prostitusi, sehingga sangat mengganggu kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di desa Banyupoh, dan juga akan merusak mental para generasi muda. Oleh karena itu, prostitusi harus diberantas. Untuk memberantas hal tersebut diperlukan peranan dari pada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat prostitusi. Kebanyak masyarakat memandang bahwa daerah desa Banyupoh adalah gudangnya prostitusi, namun tidak demikian adanya karena daerah desa Banyupoh hanya digunakan sebagai objek oleh pelaku prostitusi dan kebanyakan dari pelaku prostitusi ini berasal dari luar daerah Bali yang merantau ke Bali untuk mencari nafkah. Desa adat mempunyai usaha pencegahan kepada masyarakat agar tidak terjerumus kedalam tempat prostitusi tersebut dengan beberapa cara dan upaya yaitu dengan mengadakan sosialisasi terkait HIV/AIDS,
mengandakan ronda malam (siskamling), dan desa adat juga mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak masyarakat, misalnya mengadakan demo terutama bagi istri-istri atau remaja-ramaja putri yang keberatan dengan adanya kegiatan tersebut, dan itu sangat menjamin dalam mengupayakan penanganan sementara untuk menaggulangi kegitan prostitusi. 4. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang adanya kegiatan prostitusi di desa Banyupoh dimulai tahun 2001 bertempat di terminal dekat Pura Pulaki. Karena kegiatan prostitusi dekat dengan tempat suci Agama Hindu, maka masyarakat yang ada di sekitarnya mengadakan demo untuk membubarkan kegiatan prostitusi tersebut. Akhirnya kegiatan prostitusi itu pindah ke daerah selatan, yaitu di lingkungan banjar dinas Kertakawat. Setelah diadakannya musyawarah, akhirnya tahun 2003/2004 masyarakat banjar dinas Kertakawat menyetujui adanya kegiatan prostitusi hingga berlangsung sampai sekarang. 2. Latar belakang seseorang yang melakoni kegiatan prostitusi yaitu: Sampai saat ini jumlah orang yang melakoni kegiatan prostitusi sejumlah 35 orang. Faktor–faktor yang mempengaruhi (a)faktor ekonomi dari kategori miskin 20 orang atau 57%, dari kategori menegah 10 orang atau 29% dan kaya 5 orang atau 14% (b)faktor dari segi pendidikan yang lulusan SMP 5 orang atau 14%, lulusan SMA 25 orang atau 72%, lulusan perguruan tinggi 5 orang atau 14% (c)faktor Putus Cinta 1 orang atau 2% (d) faktor broken home 2 orang atau 5% (e)ikut-ikut teman 1 orang atau 2% (f)tertipu oleh janji manis mucikari 25 orang atau 71%. 3. Dampak prostitusi terhadap kehidupan masyarakat desa Banyupoh adalah dampaknya dari segi ekonomi, sosial budaya, kesehatan, dan keamanan. 4. Peran desa pakraman dalam menangani prostitusi di desa Banyupoh, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng yaitu
dengan mengadakan pemberian pendidikan keagamaan untuk memperkuat keimanan masyarakat atas nilai religius dan norma kesusilaan, mengadakan sosialisasi pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan berkeluarga, mengadakan sosialisasi terkait HIV/AIDS dengan karang taruna, serta mengadakan ronda malam (siskamling), dan reencana yang cukup di beri dukungan oleh pemerintah desa yaitu menggiring istri-istri yang tidak setuju dengan adanya kegiatan prostitusi tersebut atau remaja-remaja putri untuk mengadakan demo yang keberatan adanya kegiatan tersebut. Adapun saran terhadap penelitian tersebut diatas adalah : 1. Pelaku Prostitusi Diharapkan untuk segera meninggalkan pekerjaannya karena prostitusi itu merupakan pekerjaan yang memiliki resiko kesehatan maupun resiko sosial yang sangat besar. Desa Pakraman harus segera menyusun suatu aturan yang baku atau yang kuat melalui awig-awig yang berkaitan dengan pelaksanaan prostitusi atau berkaitan dengan sanksi dari adanya kegiatan prostitusi tersebut. 2. Pemerintah Desa Banyupoh Diharapkan agar lebih meningkatkan pengawasannya bagi penduduk pendatang yang bekerja di desa Banyupoh, agar tidak ada lagi praktek-praktek prostitusi yang menimbulkan dampak yang kurang baik bagi desa Banyupoh. Peningkatan kegiatankegiatan yang bersifat penyuluhanpenyuluhan serta sosialisasi tentang prostitusi, narkoba, dan penyakit menular seksual.Melakukan pencacatan secara periodik terhadap para pendatang sehingga tidak menimbulkan permasalahan social terhadap masyarakat setempat serta memperketat masalah kependudukan agar tidak mudah bagi penduduk pendatang untuk keluar masuk desa Banyupoh. Diharapkan masyarakat desa Banyupoh yang masih gemar memanfaatkan jasa pelacur dalam pelampiasan birahinya untuk tidak lagi melakukan seks bebas tersebut dan
harus segera meninggalkan kebiasaan tersebut. Menjalin hubungan yang harmonis dengan keluarga akan mengurangi pengaruh atau dampak- dampak negatif dari adanya praktek prostitusi tersebut. DAFTAR RUJUKAN Hull, Terrence, Dkk, 1997, Pelacuran di Indonesia, PT Penebar Swadaya, Surabaya. Landrawan, I Wayan. 2005. Buku Ajar Pengantar Kriminologi. Singaraja: Institut Keguruan dan ilmu Pendidikan Nabuko, Cholid & Achmadi, Abu. 2010. Metodelogi Penelitian. Jakarta. PT Bumi Aksara. Perda
No. 2 tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Desa Banyupoh Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi suatu Pengatar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Soekanto, Soerjono, Prof. Dr. SH. MA., Mengenai Sosiologi Hukum, 1989. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Sugiyono, 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Kualitatif dan R&D. Bandung ; Alfabeta Bandung. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Sonhaji, Ahmad. “Teknik Penulisan Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif Dalam Ilmu-