TERORISME DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN (Kajian Terhadap Kelompok ISIS)
LAPORAN HASIL PENELITIAN INDIVIDU Oleh: Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A.
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT IAIN RADEN INTAN LAMPUNG 2014
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). © Hak cipta pada pengarang Dilarang mengutip sebagian atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun tanpa seizin penerbit, kecuali untuk kepentingan penulisan artikel atau karangan ilmiah. Judul Buku
: Terorisme Dalam Perspektif Al Qur’an (Kajian Terhadap Kelompok ISIS) : Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A. : 2014
Penulis Cetakan Pertama Desain Cover Layout oleh
: Permatanet : Permatanet
Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Raden Intan Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Kampus Sukarame Telp. (0721) 780887 Bandar Lampung 35131
ISBN
:
ii
SAMBUTAN KETUA
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, kegiatan penelitian di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2014, yang dilaksanakan di bawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Raden Intan Lampung dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dibiayai berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2014. Kami menyambut baik hasil Penelitian Individu yang dilaksanakan oleh Saudara Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A. dengan judul: Terorisme Dalam Perspektif Al Qur’an (Kajian Terhadap Kelompok ISIS) yang dilakukan berdasarkan SK Rektor Nomor 171.a Tahun 2014 tanggal 8 Mei 2014 Tentang Penetapan Judul Penelitian, Nama Peneliti, Pada Penelitian Individu Dosen IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2014. Kami berharap, semoga hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu hasil penelitian, menambah khazanah ilmu keislaman, dan berguna serta bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan yang berbasis iman, ilmu, dan akhlak mulia. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, Desember 2014 Ketua Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
Dr. Syamsuri Ali, M.Ag NIP. 19611125 198903 1 003
iii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan laporan hasil penelitian sesuai judul itu. Salawat dan salam, kami samapaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga, kita sebagai umatnya dapat mengamalkan ajaran Islam yang telah beliau risalahkan, kita memperoleh syafa'atnya, kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan akherat. Kegiatan meneliti, merupakan bagian dari melestarikan tradisi keilmuan Islam, dalam tataran tekstual dan kontekstual sehingga mutu hasil penelitian diharapkan mampu memperkaya teori-teori sain dalam Islam sekaligus pengembangannya dalam realitas kehidupan sosial. Penelitian judul tersebut, yang telah diselesaikan, agar mampu memberikan kontribusi bagi mayarakat dan kemajuan peradaban yang berbasis nilai Islam. Kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak, dan khususnya Lembaga Penelitian IAIN Raden Intan Lampung. Kami berharap, laporan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan keilmuan dan berguna bagi pembangunan dan masyarakat. Kami juga berharap, hasil penelitian ini untuk dijadikan bahan bagi pengambil kebijakan dalam rencana program pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat berbasis hasil riset ilmu-ilmu Islam yang multidisipliner. Demikian, semoga hasil penelitian ini terealisir sebagai amal ibadah, memperkaya keilmuan Islam, bermanfaat bagi pembangunan dan masyarakat, meski masih ada kekurangannya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bandar Lampung, November 2014 Peneliti,
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN.............................................................1
BAB II
LANDASAN TEORITIS..................................................15
BAB III METODE PENELITIAN.................................................45 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA............................63 BAB V
PENUTUP .......................................................................93
DAFTAR PUSTAKA ................................................... .............................97 LAMPIRAN .................................................................................................107 CV PENELITI ................................................................ .............................109
v
vi
2
BAB I PENDAHULUAN
(Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat). Kecuali
I.a. Latar Belakang Masalah Berbeda pendapat dan berselisih paham diantara umat manusia dalam urusan dunia dan akherat adalah permasalahan
orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu). Yang
melatarbelakangi
munculnya
perbedaan
dan
klasik dan sudah terjadi semenjak keberadaan anak cucu nabi
perselisihan diantara umat manusia sangatlah beragam, ada
Adam as, difirmankan dalam surah Al Ma’idah: 27:
dikarenakan faktor agama, faktor perbedaan pendapat, faktor
politik, faktor etnis dan faktor-faktor lainnya.
(Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang
kisah
ketika
yang
mendorong
sekelompok manusia untuk melakukan aksi terornya terhadap sekelompok manusia yang lain.
mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari
diakui keberadaannya oleh pemerintah Myanmar dibunuh warga
mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak
mayoritas Budha1 merupakan satu contoh kongkrit dimana aksi
diterima.
terorisme dengan mengatasnamakan perbedaan agama masih
berkata,
Adam,
diantaranya
Banyak dari warga minoritas muslim rohingya yang tidak
(Qabil)
putra
diataslah
keduanya
Dia
kedua
Faktor-faktor
“Sungguh,
aku
pasti
membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.”).
terjadi di zaman ini. Terbunuhnya Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi,
Sebagaimana perbedaan dan perselisihan ini akan terus
sosok pemokir Islam moderat pada hari kamis tanggal 21 Maret
berlangsung sejalan dengan umurnya dunia, difirmankan dalam
2013 di masjid Al Iman, Damaskus Suria disaat beliau
surah Hud: 118-119: 1
1
Lihat: www.bbc.co.uk
3
4
menyampaikan pengajian rutinnya, juga merupakan satu contoh
Sindiran yang disampaikan oleh Emir Qatar Syeikh Tamim bin
kongkrit betapa perbedaan pendapat mendorong sekelompok
Hamad kepada penguasa Mesir saat Konferensi Tingkat Tinggi
manusia untuk melakukan aksi teror terhadap dirinya2.
Liga Arab di Kuwait pada tanggal 25 Maret 2014, agar Mesir lebih
Aksi teror yang kerap dilakukan oleh kaum separatis Papua,
mengedepankan dialog nasional dan menghindari penggunaan
bukan saja terhadap pihak militer bahkan terhadap warga sipil,
istilah “TERORIS” terhadap kelompok yang berseberangan secara
merupakan contoh kongkrit lain dari aksi teror yang dilakukan oleh
politik, khususnya kelompok Ikhwanul Muslimin yang telah dicap
sekelompok manusia terhadap sekelompok manusia yang lain
oleh pemerintah Mesir sebagai kelompok teroris4, merupakan satu
dikarenakan perbedaan dalam pandangan politik3.
indikasi kuat betapa penggunaan istilah “TERORIS” sekarang ini
Bahkan yang lebih menyedihkan dalam konteks sekarang
masih bias dan sarat kepentingan.
ini, kita masih sering menyaksikan aksi teror yang dilakukan oleh
Berangkat dari masih maraknya aksi-aksi terorisme dengan
sebuh institusi negara (Israel), yang kerap disokong oleh sebuah
segenap ragam dan macamnya, dan Islam diposisikan sebagai
kekuatan super power (Amerika), dalam menjalankan aksi-aksi
sebuah ajaran yang memberikan dukungan atas aksi-aksi tersebut,
terornya terhadap warga Arab Palestina, dalam upayanya untuk
dikarenakan aksi-aksi tersebut kerap terjadi di banyak belahan
membebaskan wilayah yang mereka duduki dari etnis Arab dan
dunia muslim, disamping penggunaan istilah “TERORISME” juga
menggantinya dengan etnis Yahudi.
masih sering disalahartikan, kami mencoba menyajikan dalam
Itulah beragam aksi terorisme yang terjadi pada masa kini. Tidak ada satupun dari aksi tersebut yang kita dapatkan pembenarannya dalam ajaran Islam.
penelitian ini bagaimana sejatinya
“TERORISME” dipahami
dalam perspektif Al Qur’an. Sebagai sebuah studi kasus, kami paparkan dalam penelitian
Yang membingunkan adalah penyematan label “TERORIS”
ini sebuah gerakan yang masih dan sedang berlangsung
yang terkesan berstandar ganda dan tendensius tanpa pembenar
pemberitaan seputarnya, mereka yang mengatasnamakan dirinya
oleh sekelompok manusia terhadap sekelompok manusia yang lain. 2 3
Lihat: www.nu.or.id Lihat: www.suara-islam.com
4
Koran Republika, tanggal 27 Maret 2014.
5
6
sebagai kelompok Islamic State In Iraq and Syria (ISIS) dibawah
2. Kalangan akademisi dan para pendakwah dalam menyikapi aksi-
pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi.
aksi terorisme, sehingga pemahaman Islam yang diantaranya bersumber dari teks Al Qur’an, sebagai agama yang kontra teroris
I.b. Rumusan Masalah
bisa membumi.
Penelitian ini fokus pada pembahasan seputar terorisme dan aksi-aksi teror yang dilakukan oleh kelompok ISIS merujuk kepada teks-teks Al Qur’an. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
I.d. Kajian Pustaka Dalam hemat kami, belum ada buku secara khusus yang
1. Bagaimana “Terorisme” dalam perspektif Al Qur’an?
membahas aksi-aksi terorisme dalam perspektif Al Qur’an secara
2. Apakah Al Qur’an sebagai sebuah kumpulan ajaran agama yang
khusus, apalagi dalam konteks aksi terorisme yang dilakukan oleh
mendukung aksi “Terorisme”?
kelompok ISIS. Adapun pembahasan seputar terorisme dimasukkan
3. Apa macam aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok ISIS
sebagai bagian dari pembahasan, kita dapatkan dalam banyak
dalam perspektif Al Qur’an?
tulisan pada cendekiawan muslim kontemporer, seperti buku yang berjudul Humûm Al Ummat Al Islâmiyyah yang ditulis oleh Prof Dr
I.c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui hakekat “Terorisme” dalam perspektif Al Qur’an. 2. Mengetahui sejauh mana kebenaran anggapan sebagian orang
Mahmud Hamdi Zaqzuq. Atau seputar ISIS yang dilakukan oleh Ikhwanul Kiram Mashuri seorang wartawan senior koran republika dengan judul “ISIS JIHAD ATAU PETUALANGAN”. Selebihnya adalah dalam bentuk tulisan lepas maupun
bahwasannya Al Qur’an mendukung aksi-aksi terorisme.
transkip dari sebuah wawancara oleh dan terhadap sejumlah
3. Mengetahui macam-macam aksi terorisme yang dilakukan oleh
cendekiawan muslim, dan di muat dalam berbagai media cetak,
kelompok ISIS dalam perspektif Al Qur’an.
sebagai respon atas aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok,
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Masyarakat umum dalam memahami ajaran Islam yang kontra teroris.
itupun tidak secara khusus dalam perspektif Al Qur’an, melainkan dalam perspektif Islam secara umum. Seperti: tulisan K.H. Hasyim
7 Muzadi
yang
dimuat
di
majalah
Gontor
dengan
judul
“MEWASPADAI ALIRAN YANG TIDAK ISLAMI.
I.e. Metode Penelitian Penelitian
ini
termasuk
dalam
katagori
penelitian
kepustakaan (library research), yang berarti penelitian dengan cara mengumpulkan buku-buku literatur yang diperlukan kemudian mempelajarinya. Dari sisi sifat penyajian, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan secara rinci semua objek permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada kemudian menganalisanya, sehingga ditemukan hakikat kebenaran. Adapun data dalam penelitian ini meliputi data primer, sekunder dan tertier. Data primer adalah data yang menjadi rujukan langsung yang sesuai dengan tema permasalahan, yaitu tulisantulisan yang membahas seputar aksi-aksi terorisme. Sedangkan data sekunder adalah data-data pendukung yang memiliki kaitan erat dengan tema pembahasan, seperti buku-buku tafsir dan buku-buku tentang keislaman, Adapun data tartier adalah data pelengkap, seperti kamus.
8
10 BAB II AL QUR’AN, TERORISME & ISIS Terdapat beberapa kata dalam judul penelitian ini dan kerap disinggung dalam penelitian ini yang dalam hemat penulis harus mendapatkan porsi khusus untuk lebih dijelaskan lebih rinci, kata-
Sedangkan ulama yang mengatakan bahwa “Al Qur’an” merupakan Ism Musytaq, mereka terbagi menjadi dua kelompok: Kelompok pertama mengatakan bahwa huruf “Nun” pada kata “Al Qur’an” adalah asli, sedangkan kelompok kedua mengatakan bahwa huruf “Alif” pada kata “Al Qur’an” adalah asli. Mereka yang berpendapat bahwa huruf “Nun” pada kata
kata tersebut adalah:
“Al Qur’an” adalah asli mengatakan, bahwa kata Al Qur’an” terambil dari huruf “Qaf, Ra dan Nun”. Kelompok ini kemudian
II.a. Al Qur’an Dalam mendefinisikan makna “Al Qur’an”, baik secara
terbagi lagi menjadi dua kelompok: Pertama, yang mengatakan bahwa kata “Al Qur’an”
bahasa maupun secara istilah, terdapat perbedaan pendapat di
terambil dari “Qarantu Asy Syai’a Bi Asy Syai’i”, yakni:
kalangan ulama. Hanya saja, dari sisi bahasa, walaupun mereka berbeda pendapat, mereka sebenarnya sepakat bahwa “Al Qur’an” merupakan Ism (kata benda) dan bukan Fi`il (kata kerja) atau Harf (huruf). Bentuk Ism tersebut, sebagaimana bentuk ism-ism lainnya dalam bahasa arab, bisa berbentuk Ism Jâmid (stagnan dan tidak berubah-ubah bentuknya) atau Ism Musytaq (dapat berubah-ubah
menggabungkan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sebagaimana upaya menggabungkan antara haji dan umrah dalam satu ihram dinamakan dengan haji Qirân; maka demikian pula dengan
Al
Qur’an,
karena
di
dalamnya
terdapat
proses
penggabungan antara surah, ayat dan hurufnya. Kedua, mereka yang mengatakan bahwa kata “Al Qur’an” terambil dari kata “Al Qarâin”, yang merupakan bentuk Jama`
bentuknya). Imam Asy Syafi`i dan yang sependapat dengannya berkata: “Al Qur’an merupakan Ism Jâmid dan nama dari sebuah kitab suci, seperti Taurat dan Injil, dan bukan berbentuk Mahmûz”.1
(banyak) dari kata ”Qarînah”, dan memiliki arti “korelasi”. Hal ini dikarenakan dalam Al Qur’an terdapat korelasi dan kemiripan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya. Mereka yang mengatakan bahwa huruf “Alif” pada kata “Al
1
Yang memiliki huruf hamzah pada asal katanya.
9
Qur’an” adalah asli juga terbagi menjadi dua kelompok:
11
12
Pertama, mereka yang berpendapat bahwa kata “Al
Pendapat yang mengatakan bahwa kata “Al Qur’an”
Qur’an” merupakan Mashdar Mahmûz dan terambil dari kata
merupakan bagian dari bentuk Mahmûz, menurut hemat penulis,
“Qara’a” yang berarti “membaca”.
adalah yang lebih dekat kepada kebenaran. Apalagi, upaya untuk
Kedua, mereka yang berpendapat bahwa kata “Al Qur’an” terambil dari kata “Al Qar’i” yang berarti “mengumpulkan”. Kitab
menggabungkan dua versi yang terdapat pada pendapat ini sangat terbuka dan memungkinkan sekali.
Suci kita dinamakan dengan "Al Qur’an" karena ia, menurut
Kata “Al Qur’an” secara bahasa bisa berarti “proses
pendapat mereka, merupakan kumpulan dari kitab suci-kitab suci
pengumpulan yang dilanjutkan dengan proses pembacaan”. Hal ini
sebelumnya. Di samping, dikarenakan di dalamnya juga terkumpul
dikarenakan tahapan membaca merupakan tahapan kelanjutan dari
segenap ilmu pengetahuan.
tahapan mengumpulkan.
Demikianlah pendapat para ulama seputar makna kata “Al
Artinya, jika yang dimaksud membaca Al Qur’an adalah
Qur’an” dari aspek kebahasaan. Namun, menurut hemat penulis,
membacanya di luar kepala, maka proses membacanya telah
pendapat yang mengatakan bahwa Al Qur’an merupakan Ism Jâmid
didahului sebelumnya dengan proses pengumpulannya dalam dada
tidaklah terlepas dari kelemahan; karena pendapat ini dengan
yang membacanya. Dan jika yang dimaksud dengan membaca Al
sendirinya mengesampingkan bacaan mayoritas pakar bacaan Al
Qur’an adalah membacanya dengan melihat tulisan Al Qur’an,
Qur’an yang menjadikan kata “Al Qur’ân” sebagian bagian dari
maka proses membacanya telah didahului sebelumnya dengan
bentuk Mahmûz.
proses pengumpulannya dalam tulisan Al Qur’an.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa kata “Al
Dengan demikian, maksud dari proses pengumpulan di atas
Qur’ân” terambil dari huruf “Qaf, Ra dan Nun”, menurut hemat
dapat dipahami sebagai proses pengumpulan khusus dan tidak
penulis, juga tidak terlepas dari kelemahan; karena pendapat ini
mencakup segenap proses pengumpulan. Sebab, ia merupakan
terkesan terlalu dipaksakan dan diada-adakan, sebagaimana
proses pengumpulan akan huruf-huruf yang masuk dalam proses
pendapat ini juga tidak selaras dengan bacaan mayoritas pakar
pembacaan setelahnya, baik dalam dada maupun dalam bentuk
bacaan Al Qur’an.
tulisan. Ini merupakan gambaran yang jelas dan terdengar dari apa yang dihafal atau apa yang ditulis. Wallahu A`lam.
13
14
Sedangkan mengenai makna kata “Al Qur’an” dari aspek
“Lafazh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang
istilah, para ulama juga memiliki pendapat beragam dalam
diriwayatkan darinya secara mutawatir2 dan yang memiliki nilai
mendefinisikannya.
ibadah dalam membacanya”.
Sebagian
dari
mereka
ada
yang
mendefinisikannya secara panjang lebar, dengan mengungkap segenap karakter dan sifat yang dimiliki oleh Al Qur’an. Tapi
Berdasarkan definisi di atas, ada lima kriteria yang dimiliki oleh Al Qur’an:
sebagian yang lain ada yang mendefinisikannya secara singkat,
Pertama, pemakaian kata “lafazh” pada definisi di atas
dengan hanya mengungkap satu atau dua saja dari karakter dan
menunjukkan, bahwa sebagaimana mencakup Al Mufrad,3 Al
sifat yang dimilikinya. Sebagaimana di antara mereka juga ada
Qur’ân juga mencakup Al Murakkab.4 Tidak dapat disangkal juga,
yang mengambil jalan tengah: dengan tidak terlalu panjang atau
keduanya digunakan dalam berargumen dengan hukum, seperti
singkat dalam mendefinisikannya.
pembahasan tentang Al ‘Âm, Al Khâsh, Al Muthlaq dan Al
Yang terpenting, dalam memberikan sebuah definisi secara istilah, hendaknya diperhatikan dua aspek secara bersamaan:
Muqayyad. Kedua,
pemakaian
kalimat
“yang
diturunkan”
Pertama, aspek Jâmi‘. Yaitu: bagaimana sebuah definisi dapat
menunjukkan, bahwa sesuatu yang sama sekali tidak diturunkan
mencakup keseluruhan identitas dan karakter yang dimiliki oleh
tidaklah termasuk dalam definisi ini. Hal ini seperti perkataan kita,
sesuatu yang akan didefinisikan. Kedua, aspek Mâni’. Yaitu:
hadits Nabi saw, pengetahuan yang hanya dimiliki oleh Allah swt,
bagaimana suatu definisi dapat mengeluarkan keseluruhan identitas
atau apa yang diturunkan oleh Allah swt. kepada para malaikat-Nya
dan karakter yang dimiliki oleh selain yang akan didefinisikan. Atas dasar itu, dengan memperhatikan dua aspek di atas, secara istilah, kata “Al Qur’an” dapat didefinisikan sebagai berikut:
2
Riwayat yang diriwayatkan oleh banyak orang, yang dapat dipastikan kebenarannya, dan dimustahilkan secara logika kebohongannya, atau terjadinya konspirasi untuk berbohong di antara mereka. Mata rantai perawi yang meriwayatkannya tersambung dari awal hingga akhir dan pengetahuan mereka akan riwayat tersebut secara langsung dan fisik bukanlah secara akal pikiran semata (Umar Hasyim, Qawâid Ushûl Al Hadîts, Penerbit: Ma‘had Ad Dirasat Al Islamiyyah, Hal: 145, Cet: 1998 M). 3 Perkataan yang hanya terdiri dari satu kata. 4 Perkataan yang terdiri dari dua kata atau lebih dan mengandung faedah, baik faedah itu telah sempurna atau belum sempurna.
15
16
untuk mereka ketahui tetapi tidak untuk diturunkan kepada salah
Ash Shuhuf (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada Nabi
seorang dari manusia. Sebab, ada ilmu-ilmu Allah swt. yang
Ibrahim as.
diturunkan kepada manusia, sebagaimana ada ilmu-ilmu-Nya yang
Keempat, pemakaian kalimat “yang diriwayatkan darinya
hanya diketahui oleh-Nya semata. Difirmankan dalam Al Qur’an:
secara mutawatir” menunjukkan bahwa ayat yang telah dihapus
bacaannya, atau bacaan Al Qur’an yang diriwayatkan darinya
(Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
secara tidak mutawatir, tidaklah termasuk dalam definisi ini, seperti Ayat Rajm6 yang telah dihapus bacaannya walaupun masih berlaku hukumnya:
ilmu pengetahuan Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum
.اﻟﺸﯿﺦ واﻟﺸﯿﺨﺔ إذا زﻧﯿﺎ ﻓﺎرﺟﻤﻮھﻤﺎ اﻟﺒﺘﺔ ﻧﻜﺎﻻ ﻣﻦ ﷲ وﷲ ﻋﺰﯾﺰ ﺣﻜﯿﻢ
habis (ditulis) ilmu pengetahuan Tuhanku, meskipun Kami
(Laki-laki tua dan perempuan tua apabila keduanya berzina, maka
datangkan tambahan sebanyak itu (pula)).
5
Dari firman-Nya di atas, dapat diambil satu kesimpulan,
rajmlah keduanya tanpa ampun, sebagai siksaan dari Allah, Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).
bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Allah swt tidaklah
Juga bacaan Al Qur’an yang tidak mutawatir, seperti bacaan
terbatas; dan apa yang diturunkan kepada manusia masih sangat
Ibnu Mas’ud yang menambahkan kata “Mutatâbi`ât” setelah firman
sedikit dari apa yang dimiliki-Nya.
Allah swt:
Ketiga, pemakaian kalimat “kepada Nabi Muhammad saw” menunjukkan bahwa apa yang diturunkan kepada selainnya tidaklah termasuk dalam definisi ini; seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud as, serta
(Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah
Q.S. Al Kahfi [18]: 109.
berpuasa),
sebanyak
hari
yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain).7
6
5
baginya
Rajm secara syar`i berarti: Membunuh pelaku zina dengan cara melemparinya dengan batu. 7 Q.S. Al Baqarah [2]: 185.
17
18
Kelima, pemakaian kalimat “yang memiliki nilai ibadah
وﻟﻜﻦ، ﻻ أﻗﻮل اﻟﻢ ﺣﺮف، واﻟﺤﺴﻨﺔ ﺑﻌﺸﺮ أﻣﺜﺎﻟﮭﺎ،ﻣﻦ ﻗﺮأ ﺣﺮﻓﺎ ﻣﻦ ﻛﺘﺎب ﷲ ﻓﻠﮫ ﺑﮫ ﺣﺴﻨﺔ
dalam membacanya” menunjukkan bahwa Hadits Qudsi8 tidaklah
.أﻟﻒ ﺣﺮف وﻻم ﺣﺮف وﻣﯿﻢ ﺣﺮف
termasuk dalam definisi ini. Hal sebagaimana yang dimaksud dari
(Barang siapa membaca satu huruf dari Al Qur’an, maka baginya
pemakaian kalimat di atas adalah:
satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi
Pertama, bahwa Al Qur’an merupakan bagian dari bacaan shalat, dimana tidak sah pelaksanaan ibadah shalat kecuali dengan
sepuluh kebaikan, aku tidak mengatakan Alif Lâm Mîm satu huruf, melainkan Alif satu huruf, Lâm satu huruf dan Mîm satu huruf).10
membacanya. Rasulullah saw bersabda: .ﻻ ﺻﻼة ﻟﻤﻦ ﻟﻢ ﯾﻘﺮأ ﺑﻔﺎﺗﺤﺔ اﻟﻜﺘﺎب (Tidaklah sah hukum shalatnya seseorang tanpa membaca surah Al Fatihah).9
II.b. Terorisme Terorisme terambil dari kata “teror”, yakni: usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang
Kedua, bahwa pahala yang terdapat dalam membacanya
atau golongan. Meneror berarti: berbuat kejam (sewenang-wenang)
sangatlah besar dan tidak sebanding dengan bacaan selainnya. Ada
untuk menimbulkan rasa ngeri atau takut. Teroris adalah orang
banyak riwayat
yang menginformasikan keistimewaan dan
orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa
keutamaan yang dimiliki oleh Al Qur’an dibandingkan dengan
takut. Dari penjelasan secara bahasa ini, terorisme dapat diartikan
bacaan-bacaan lainnya, seperti: sebuah riwayat dari sahabat Ibnu
sebagai: penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan
Mas’ud, bahwa rasulullah saw bersabda:
dalam usaha mencapai tujuan.11 Dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa Al Qur’an, terorisme dibahasakan dengan kata Irhâb, pelaku aksi terorisme
8
Yakni, apa yang dinisbatkan oleh Muhammad saw kepada Tuhannya. Adapun cara periwayatannya ada dua macam: pertama, perawi berkata: Rasulullah saw bersabda sebagaimana yang diriwayatkan kepadanya dari Tuhannya. Kedua, perawi berkata: Rasulullah saw bersabda: Allah swt berfirman. (Fahd Ar Rumi, Dirasât Fî `Ulûm Al Qur’ân, Penerbit: Mu’assasah Ar Risalah, Hal: 27). 9 Abu Abdillah Al Bukhari, Shahih Al Bukhârî, Bab: Wujûb Al Qirâ’ah Li Al Imâm Wa Al Ma’mûm, Penerbit: Dar Ibnu Katsir, Cet: ketiga (1987 M).
disebut Irhâbiyyun, terambil dari kata Rahiba Yarhabu berarti:
10
Abu Isa At Tirmidzi, Sunan At Tirmidzî, Bab: Fîman Qara’a Harfan Min Al Qur’ân Ma Lahû Min Al Ajr, Penerbit: Dar Ihya At Turats Al `Arabi. 11 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit: Gramedia, Hal: 1454, Edisi: Keempat, Cet: Pertama (Jakarta, 2008 M).
19
20
takut. Rahhabahu Wa Arhabahu Wa Istarhabahu berarti: menakuti, mengintimidasi.12 Dalam redaksional Al Qur’an kita dapatkan beberapa ayat yang tersebut di dalamnya kata yang memiliki asal kata yang sama dengan kata Irhâb, diantaranya:
(Dan
dekapkanlah
kedua
tanganmu
ke
dadamu
apabila
ketakutan).16 Ketiga, Rahaban, yang berarti: rasa takut dari adzab Allah
Pertama, Rahbah, yang berarti: rasa takut yang dibarengi 13
swt, dikisahkan bahwasannya keluarga nabiyullah Zakaria as disaat
dengan kehati-hatian , disebutkan bahwasannya orang-orang
mereka berdoa adalah terus menanamkan rasa pengharapan atas
munafiqin jauh lebih takut dan berhati-hati, baik dalam berbicara
pahala di sisi Allah swt, dan rasa takut dari adzab-Nya17:
maupun bersikap, kepada orang-orang yang beriman dibandingkan
dengan Allah swt: (Sesungguhnya dalam hati mereka, kamu (muslimin) lebih ditakuti daripada Allah. yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti).
14
Kedua, Ar Rahb, yang juga berarti Al Khauf
15
(Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada kami dengan penuh harap cemas).18 Keempat, Turhibûn yang berarti Tukhawwifûn19 yakni:
atau rasa
takut. Perintah Allah swt kepada nabi Musa as, agar mendekapkan
menakut-nakuti. Perintah Allah swt dalam Al Qur’an agar kaum muslimin selalu mempersiapkan diri dengan kekuatan militer yang
kedua tangannya ke dadanya agar hilang rasa takut dalam dirinya: 15
12
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir (Kamus Arab-Indonesia), Penerbit: Pustaaka Progressif, Hal: 539, Cet: Pertama (Yogyakarta, 1984 M). 13 Abdul Latif Yusuf, Mukhtashar Al Mufradât Fî Gharîb Al Qur’ân Lilashfahânî, Penerbit: Dar Al Ma`rifah, Hal: 205, Cet: Pertama (Bairut, 1998 M). 14 Q.S. Al Hasyr [59]: 13.
Muhammad Ali Ash Shobuni, Shafwat At Tafâsîr, Penerbit: Dar Ash Shobuni, Hal: 2/433, Cet: Kesembilan (Cairo). 16 Q.S. Al Qashash [28]: 32. 17 Muhammad Nawawi, Marâh Labîb Tafsîr An Nawawî, Penerbit: Dar Al `Ilmi, Hal: 2/45 (Surabaya). 18 Q.S. Al Anbiya’ [21]: 90. 19 Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, Tafsîr Al Qur’ân Al `Azhîm, Penerbit: Dar Al Fikr, Hal: 136, Cet: Pertama.
21 kuat guna menakut-nakuti musuh-musuh Islam untuk tidak memerangi mereka, bukan untuk memerangi kalangan non muslim yang hidup secara damai dan berdampingan, mereka tidak memerangi kita, mereka tidak pula mengusir kita dari tempat tinggal kita:
22 (Dia (Musa) menjawab, “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” maka setelah mereka melemparkan, mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut, karena mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan)).22 Keenam, Irhabûn yang berarti Khâfûn23 yakni: takutlah. Perintah Allah swt dalam Al Qur’an kepada segenap makhluk-Nya
(Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya).20 Kelima, Istarhabûhum yang berarti: Hamalûhum `Alâ An Yarhabû21 yakni: menjadikan mereka takut. Aksi para penyihir Fir’aun yang dapat menjadikan tali temali seakan-akan ular yang hidup, menjadikan mereka yang melihatnya merasa takut, demikian sebagaimana yang diabadikan dalam Al Qur’an:
agar tidak menyekutukannya, karena Dia merupakan Tuhan yang Esa, dan hanya Dialah yang layak untuk ditakuti: (Dan Allah berfirman, “Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa. Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut”).24 Ketujuh, Rahbâniyyah, Abu Hayyan sebagaimana dikutip dalam sebuah kitab tafsir menjelaskan yang dimaksud dengan Rahbâniyyah adalah: Rafdh An Nisâ’ Wa Syahawât Ad Dunyâ Wa Ittikhâd Ash Shawâmi`i25 (penolakan terhadap wanita dalam artian tidak menikahi para wanita dan lebih memilih hidup sendiri.
22
Q.S. Al A`raf [7]: 116. Abdul Latif Yusuf, Mukhtashar Al Mufradât Fî Gharîb Al Qur’ân Lilashfahânî, Hal: 205. 24 Q.S. An Nahl [16]: 51. 25 Muhammad Ali Ash Shobuni, Shafwat At Tafâsîr, Penerbit: Dar Ash Shobuni, Hal: 3/331. 23
20
Q.S. Al Anfal [8]: 60. Abdul Latif Yusuf, Mukhtashar Al Mufradât Fî Gharîb Al Qur’ân Lilashfahânî, Hal: 205. 21
23
24
Penolakan terhadap kenikmatan duniawi, dan menjadikan tempat
menzhalimi kita, yang diwujudkan dengan membangun kekuatan
peribadatan sebagai tempat kediaman).
militer yang tangguh.
Dalam hemat kami, cukup alasan konsep diatas dinamakan
Adapun yang berkonotasi negatif, adalah semacam: rasa
dengan Rahbâniyyah?, Dikarenakan manusia bukanlah Malaikat,
takut terhadap makhluk yang mengalahkan rasa takut kita kepada
sebagaimana manusia bukan pula Iblis. Dalam diri setiap manusia,
Sang Khaliq, dikarenakan tidak ada yang lebih layak untuk ditakuti
Allah swt benamkan unsur materi dan unsur immateri, dan
dari seorang manusia dari Dzat Yang Menciptakannya.
penerapan konsep diatas sejatinya merupakan sebuah teror terhadap salah satu unsur yang terdapat dalam diri setiap manusia, yakni
II.c. Isis
unsur materi. Atas dasar itulah, Allah swt nyatakan bahwa konsep
Nama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menjadi terkenal
ini jauh untuk dikatakan bersumber dari-Nya, melainkan dia adalah
sejak dideklarasikan pada 29 Juni lalu. Dalam bahasa Arab, mereka
ciptaan dan rekayasa para pemuka agama belaka:
menyebut negara itu dengan Daulah Islâmiyyah Fî Al `Irâq Wa As
(Mereka mengada-adakan Rahbâniyyah padahal Kami tidak
Suriyah/Asy Syam. Namun, sebutan ISIS lebih populr bagi masyarakat internasional lantaran pengaruh media Barat, terutama Amerika Serikat (AS). Para politisi dan media di AS pada awalnya kebingungan
mewajibkannya kepada mereka).26 Dari pemaparan penggunaan Al Qur’an kata yang memiliki
menyebut nama negara yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi itu.
asal kata yang sama dengan kata Irhâb yang berarti: terorisme, ada
Yakni, apakah disebut ISIS, ISIL (Islamic State Of Iraq and
yang berkonotasi positif ada juga yang berkonotasi negatif.
Levant) atawa cukup IS (Islamic State). Presiden Barack Obama
Diantara yang berkonotasi positif adalah: pentingnya menanamkan rasa takut dalam diri musuh-musuh Islam, agar mereka
tidak
berpikir
untuk
memusuhi,
memerangi
dan
dalam beberapa pidatonya terkadang menyebutnya ISIS dan kadang pula ISIL. Sedangkan, Al Baghdadi dan pengikutnya membedakan penamaan
26
Q.S. Al Hadid [59]: 27.
negara
dideklarasikan.
mereka
Sebelumnya,
antara mereka
sebelum
dan
sesudah
menyebutnya
Daulah
25
26
Islâmiyyah Fî Al `Irâq Wa As Sûriyah. Namun, setelah
dibentuk, ia bernama Jama`ah At Tauhîd Wa Al Jihâd. Orang-orang
dideklarasikan, mereka menyebutnya cukup dengan Daulah
AS kemudian menyebutnya JTJ yang merupakan huruf pertama
Islâmiyyah. Yang terakhir ini dimaksudkan bahwa sebagai negara
dari nama organisasi tersebut.
khilafah adalah tanpa batas. Dengan kata lain, negara mereka suatu
Lalu, pada 2004, Abu Mus`ab Az Zarqawi (terbunuh pada
saat nanti bisa saja bukan hanya di wilayah Iraq dan Suriah, tapi
2006), pendiri organisasi radikal itu, mengubah nama organisasinya
juga wilayah lain yang dikuasainya.
menjadi Al Qâ’idah Fî Bilâd Ar Râfidîn. Anehnya, media AS tidak
Dalam sesi sidang di lembaga hubungan luar negeri di
menyebutnya dengan huruf pertama dari nama organisasi itu, juga
kongres AS beberapa waktu lalu -yang juga dihadiri Menteri luar
tidak
menerjemahkannya
ke
dalam
bahasa
Inggris.
Tapi,
Negeri AS John Kerry- sejumlah senator tampaknya juga
menyebutnya, sebagai The Organization Of Jihad’s Base In The
kebingungan. Ada yang menyebut ISIS, ISIL, dan ada pula yang
Country Of Two Rivers atau The Organization Of Jihad’s Base In
mengatakan IS. Sedangkan, John Kerry, sebagaimana Obama,
Mesopotamia. Mesopotamia adalah sebutan untuk Iraq sebelum
terkadang menyebut ISIS dan di waktu lain ISIL.
datangnya Islam.
Bukan hanya ISIS, penulisan Al Qaidah juga pernah jadi
Namun, karena dianggap kurang cocok, Kemenlu AS pada
persoalan. Pada 2001, setelah Al Qaidah menyerang menara
2005 mengubah penyebutan organisasi tadi dengan Al Qaeda In
kembar Word Trade Center di New York, politisi AS menggunakan
Iraq
kata “Base” sebagai terjemahan dari “Al Qaidah”. Namun, lantara
menggunakan nama itu. Ia menyebut organisasinya sebagai Al
kata itu dianggap kurang tepat, mereka kemudian menggantinya
Qâ’idah Fî Bilâd Ar Râfidîn. Bilâd Ar Râfidîn adalah sebutan Iraq
dengan nama asli yang digunakan oleh organisasi yang didirikan
pada masa kekhilafahan Bani Abbasiyah yang meliputi banyak
Usamah bin Ladin itu, yaitu: Al Qaidah. Nama itu kemudian diikuti
wilayah, termasuk wilayah negara asal Az Zarqawi, yaitu Yordania.
oleh seluruh media di dunia.
(AQI).
Padahal,
Az
Zarqawi
sendiri
tidak
pernah
Apa pun sebutan yang dilakukan oleh para politisi dan
Yang semakin membingunkan buat para politisi dan jurnalis
media AS terhadap kelompok-kelompok radikal di negara-negara
AS, ISIS sendiri dalam perjalanannya sering mengubah nama
Islam, yang jelas mereka akan selalu menjadi kiblat. Kalau mereka
organisasinya. Pada 1999, misalnya, ketika cikal bakal ISIS mulai
menyebut negara yang dideklarasikan oleh Al Baghdadi dengan
27
28
ISIS, ISIL, atau IS, seluruh dunia akan mengikutinya, termasuk kita
Prof Dr Sheikh Syauqi Ibrahim Abdul Karim `Allam dan Mufti
di Indonesia.
Yerusalem dan Palestina Sheikh Muhammad Ahmad Hussein.
Penyebutan Islamic State Of Iraq and Syria, Islamic State
Dalam surat terbuka yang mengandung 24 poin itu antara
Of Iraq and Levant, atau Islamic State saja tentu mengundang
lain disebutkan, Islam melarang kekerasan dan penyiksaan serta
“maksud tertentu”, meskipun hanya mengikuti terjemahan dari
melarang berbuat jahat kepada sesama manusia. Di dalam Islam
nama asli yang digunakan Al Baghdadi. Seringnya penyebutan
juga dilarang menuduh orang lain kafir hingga yang bersangkutan
Islamic State, Daulah Islâmiyyah, dan negara Islam untuk negara
mengumumkannya sendiri (kekafirannya). Poin-poin ini merujuk
Al Baghdadi, bisa dipastikan akan memperbutuk citra Islam dan
kepada tindakan dan sikap Al Baghdadi dan pengikutnya yang
umat Islam di mat masyarakat dunia.
mereka nilai telah bertentangan dengan ajaran Islam.
Karena itu, Dârul Iftâ Al Mishriyyah, sebuah lembaga
Surat terbuka itu juga menyerukan kepada Umat Islam agar
keagamaan (Islam) tertinggi di Mesir, pada akhir agustus 2014 lalu
tidak menyebut negara Al Baghdadi sebagai Islamic State alias
menyerukan kepada seluruh umat Islam agar tidak lagi menyebut
negara Islam. Penyebutan Islamic State terkandung makna seolah
negara Al Baghdadi sebagai Islamic State atau negara Islam.
mereka melindungi kepentingan Islam dan umat Islam. Padahal,
Sebagai gantinya, Dârul Iftâ meminta untuk menyebutnya sebagai
tindakan Al Baghdadi selama ini justru bertolak belakang dengan
Al Qaida Separatist In Iraq and Syria yang disingkat QSIS.
ajaran Islam.27
Alasannya, Dârul Iftâ menyebut tindakan dan kelakuan Al Baghdadi dan pengikutnya justru bertentangan dengan Islam. Hal senada disampaikan oleh lebih dari 120 ulama dan intelektual Muslim dari berbagai negara yang membuat surat terbuka di Washinton pada 24 september lalu. Surat terbuka itu ditujukan kepada seluruh umat Islam, terutama ke Al Baghdadi dan pengikutnya, ditandatangani, antara lain, oleh Grand Mufti Mesir
27
Ikhwanul Kiram Mashuri, Menyoal Nama ISIS alias Negara Islam (Resonansi pada Koran Republika, tanggal 29/September/2014).
29
BAB III ISIS & AKSI TERORISME
Beragam aksi teror dilakukan oleh kelompok ISIS terhadap pihak-pihak yang dianggap berlawanan, berseberangan dan tidak mendukung gerakan mereka. Beragam macam aksi teror inilah yang menyulut penolakan dunia atas keberadaan ISIS, bahkan mendorong Amerika dan sekutunya untuk mengirim kekuatan militer guna menumpas gerakan ISIS. Diantara aksi teror mereka adalah:
III.a. Meledakkan Situs Makam Nabi Yunus as.
Diantara aksi teror yang dilakukan oleh kelompok ISIS adalah meledakkan makam nabi Yunus as di Mosul, Irak. Makam sejarah yang menjadi artefak religius ini, bukan saja 37
dimiliki oleh agama Islam, melainkan juga dimiliki oleh agamaagama samawi lain.1 Dalam perspektif Al Qur’an, meledakkan makam nabi Yunus as dengan alasan karena makam ini sering dijadikan sebagai tempat peziaran bagi para pengikut agama-agama samawi, adalah sebuah tindakan yang tidak ada pembenarannya, dengan alasan: Pertama, hukum menziarahi makam, apalagi makam hamba-hamba pilihan, seperti dari kalangan para nabi, apabila dilakukan dengan cara yang baik tanpa melanggar syariat, dan berdampak positif bagi peningkatan kwalitas keberagamaan orang yang menziarahinya, dalam hemat kami adalah bagian dari sunnah rasul. Pada awal keberadaan Islam, ketika aqidah umat masih rentan dan belum begitu kuat, memang rasulullah saw sempat melarang umatnya untuk menziarahi makam, karena ditakutkan mereka akan melakukan tindakan syirik, sebagaimana yang kerap mereka lakukan sebelum keislaman mereka.
1
www.tempo.com
38
Dengan perjalanan waktu dan ketika semacam ketakutan di atas sudah tidak lagi dikhawatirkan terjadi, rasulullah saw pun kemudian membolehkan bahkan menganjurkan umatnya untuk menziarahi kubur, dengan harapan akan ada semacam pelajaran dan peringatan yang didapat dari dia menziarahi kubur. Rasulullah saw bersabda berkaitan dengan pembolehan bahkan anjuran untuk menziarahi kubur:
ﻧﮭﯿﺘﻜﻢ: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ:ﻋﻦ اﺑﻦ ﺑﺮﯾﺪة ﻋﻦ أﺑﯿﮫ ﻗﺎل .ﻋﻦ زﯾﺎرة اﻟﻘﺒﻮر ﻓﺰوروھﺎ (Dari Ibnu Buraidah, dari bapaknya, dia berkata: rasulullah saw bersabda: kami telah melarang kalian menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah).1 Merujuk kepada hadits rasulullah saw diatas, ziarah kubur merupakan bagian dari media untuk mengingatkan manusia yang hidup akan hakekat kematian, dikarenakan semua dari manusia akan merasakan kematian dan semuanya akan dikembalikan kepada Allah swt.
1
H.R. Muslim (www.al-islam.com).
39
(Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan).1 Kedua, sejarah memiliki kedudukan yang penting dalam perspektif Al Qur’an. Betapa penting kedudukan sejarah dalam perspektif Al Qur’an, kita dapatkan lebih dari sepertiga kandungan Al Qur’an adalah seputar ayat sejarah. Makan nabi Yunus as merupakan salah satu situs sejarah penting yang harus dilestarikan, bukan malah dibumi hanguskan sebagaimana yang dilakukan oleh gerakan ISIS. Pelestarian makam nabi Yunus as adalah penting dalam hemat kami guna menanamkan pentingnya makna sejarah bagi peradaban manusia. Difirmankan dalam Al Qur’an:
(Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal).1 1
Q.S. Al `Ankabut [29]: 57.
40
Ketiga, para nabi-nabi -tanpa pengecualian- merupakan sekelompok manusia pilihan dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah swt. Dalam rutinitas keseharian, kita diajarkan oleh Al Qur’an untuk terus berdoa agar selalu diberikan hidayah untuk terus berada di jalan yang lurus, sabagaimana di setiap kali kita membaca potongan dari surah Al Fatihah:
(Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat).2 Siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Tuhannya? Para ahli tafsir menerangkan, bahwasannya yang dimaksud adalah sebagaimana yang
1
Q.S. Yusuf [12]: 111.
2
Q.S. Al Fatihah [1]: 6-7.
41
dijelaskan oleh Al Qur’an pada ayat yang lain 1, yakni firmanNya:
(Dan barang siapa menaati Allah dan rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya).2 Pada ayat ini, bahkan kelompok para nabi tersebut pertama kali sebelum penyebutan kelompok-kelompok lain, dari kelompok hamba-hamba Allah swt yang dianugerahkan atas mereka nikmat-Nya, hal ini menguatkan betapa kedudukan kelompok para nabi sangatlah istimewa di sisi Allah swt.
1
Ibnu Katsir, Tafsîr Al Qur’ân Al `Azhîm, Penerbit: Dar Al Hadits, Hal: 1/27,
Cet: Ketujuh (Cairo, 1993 M). 2
Q.S. An Nisa’ [4]: 69.
42
Keempat, Islam merupakan agama yang dianut semenjak awal keberadaan manusia di muka bumi ini. Islam merupakan agama yang dibawa oleh para nabi-nabi, semenjak nabi pertama, yakni; nabi Adam as sampai nabi terakhir, yakni; nabi Muhammad saw. Substansi dan ajaran primer yang terkandung dalam agama Islam adalah ajaran yang mengajak pengikutnya untuk menyembah dan menyerahkan diri secara total kepada Dzat Yang Esa, Dzat pencipta manusia dan alam semesta ini. Difirmankan dalam Al Qur’an:
(Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah). 1 Atas dasar itulah, kita dapatkan semua dari kalangan para nabi menyeru umat mereka untuk menyembah Dzat Yang Esa, Dzat pencipta manusia dan alam semesta ini. Allah swt berfirman dalam konteks nabiyullah Nuh as: 1
Q.S. An Nisa’ [4]: 125.
43
(Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat)).1 Allah swt berfirman dalam konteks nabiyullah Hud as:
(Dan kepada kaum `Ad (Kami utus) Hud, saudara mereka. Dia berkata, “wahai kaumku! Sembahlah Allah! tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa?”).
1
Q.S. Al A`raf [7]: 59.
44
Allah swt berfirman dalam konteks nabiyullah Shaleh as:
(Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Shaleh. Dia berkata, “wahai kaumku! Sembahlah Allah! tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Ini (seekor) unta betina dari Allah sebagai tanda untukmu. Biarkanlah ia makan di bumi Allah, janganlah disakiti, nanti akibatnya kamu akan mendapatkan siksaan yang pedih.”). 1 Allah swt berfirman dalam konteks nabiyullah Syu`aib as:
1
Q.S. Al A`raf [7]: 73.
45
(Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syu`aib, saudara mereka sendiri. Dia berkata, “wahai kaumku! Sembahlah Allah. tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang yang beriman.”). 1 Itulah beberapa ajakan para nabi-nabi, sebagaimana yang diabadikan dalam Al Qur’an. Sebuah fenomena yang menguatkan bahwasannya agama mereka adalah satu, yakni:
1
Q.S. Al A`raf [7]: 85.
46
Islam, sebagaimana substansi dan ajaran primer mereka pun sama. Dikarenakan Dzat yang mengutus mereka adalah Dzat yang satu dan Dzat yang sama. Kesatuan dan kesamaan inilah yang digambarkan oleh rasulullah saw dalam sebuah hadits, bahwasannya para nabi-nabi itu sejatinya adalah saudara:
اﻷﻧﺒﯿﺎء ﻛﻠﮭﻢ إﺧﻮة:ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة أن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل .ﻟﻌﻼت أﻣﮭﺎﺗﮭﻢ ﺷﺘﻰ ودﯾﻨﮭﻢ واﺣﺪ (Dari Abu Hurairah bahwasannya rasulullah saw bersabda: para nabi semuanya adalah bersaudara dari sisi bapak, ibunya beragam, dan agama mereka satu).1 Berkaitan dengan nabiyullah Yunus as, Al Qur’an tidak saja sebatas mengabadikan sosoknya dalam sebuah kisah, bahkan salah satu dari seratus empat belas surat dalam Al Qur’an dinamakan dengan surah Yunus, hal ini agar sosok beliau lebih terabadikan dalam Al Qur’an. Berkaitan dengan kerasulan beliau pun tidaklah terbantahkan. Dalam sebuah ayat, secara eksplisit Al Qur’an menyatakan berkaitan dengan kerasulannya:
1
H.R. Ibnu Hibban.
47
(Dan sungguh, Yunus benar-benar termasuk salah seorang rasul).1 Kelima, sosok nabiyullah Yunus as adalah salah satu sosok nabi yang sempat ditegur oleh Tuhannya, fakta ini tidaklah kemudian menjadikan kita tidak hormat kepada sosok beliau, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok ISIS. Diantara bentuk penghormatan kita kepada nabiyullah Yunus as dalam kondisi beliau telah meninggalkan kita di alam dunia ini, paling tidak dengan menjaga makam beliau dan melestarikan ajaran tauhidnya. Sejatinya teguran Tuhan sebagaimana diperuntukkan kepada nabiyullah Yunus as, demikian pula teguran yang sama juga banyak diperuntukkan bagi para nabi yang lain, bahkan nabi kita Muhammad saw juga ditegur oleh Tuhan, kalau kita membaca kisah mereka dalam Al Qur’an.
1
Q.S. Ash Shaffat [37]: 139.
48
Diantara hikmah kenapa manusia sekelas para nabi masih juga ditegur oleh Tuhan adalah dikarenakan kesempurnaan hanyalah milik Allah swt semata, dan inilah yang membedakan antara Khaliq (pencipta) dan Makhluk (ciptaan). Kalau ada diantara ciptaan Tuhan yang sempurna, tanpa cacat dan cela, apa bedanya ciptaan itu dengan penciptanya. Seputar teguran Tuhan terhadap nabiyullah Yunus as bisa kita baca pada firman Allah swt:
((ingatlah) ketika dia lari, ke kapal yang penuh muatan. Kemudian dia ikut diundi, ternyata dia termasuk orang-orang yang kalah (dalam undian). Maka dia ditelah oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berdzikir (bertasbih) kepada Allah. niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari 49
berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daratan yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit). 1 Disebutkan dalam banyak riwayat, faktor penyebab nabiyullah Yunus as ditegur oleh Tuhannya adalah dikarenakan beliau tidak sabar dalam menghadapi kaumnya, sehingga beliau pun meninggalkan kaumnya sebelum memperoleh izin dari Allah swt.2 Atas dasar itulah, ketika tanda-tanda adzab Tuhan sebagaimana yang diancamkan oleh nabiyullah Yunus as terlihat oleh kaumnya, mereka pun bergegas mengimani apa yang menjadi ajakan beliau, dan satu-satunya pernyataan keimanan yang bermanfaat dan dapat menghindarkan dari adzab Tuhan, ketika adzab itu seudah berada di hadapan mata adalah keimanan yang ditunjukkan oleh kaumnya nabiyullah Yunus as, demikian sebagaimana yang diabadikan oleh Al Qur’an:
1
Q.S. Ash Shaffat [37]: 140-145.
2
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya, Penerbit: Lembaga
Percetakan Al Qur’an Departemen Agama, Hal: 8/323, Cet: Keempat (Indonesia, 2009 M).
50
(Maka mengapa tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman, lalu iman-nya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu tertentu).1 Teguran yang ditujukan kepada nabi Yunus as sebagaimana pada kisah di atas, dalam hemat kami tidaklah mengurangi kredibilitasnya sebagai seorang nabi, dikarenakan teguran Tuhan kepadanya berkaitan dengan tindakannya yang berdasarkan ijtihad, bukan dikarenakan pelanggaran atas ketentuan Tuhan yang sudah dia ketahui sebelumnya. Atas dasar itulah, nabi kita pun mengingatkan kita untuk tidak mendeskriditkan para nabi, bahkan secara khusus berkaitan
1
Q.S. Yunus [10]: 98.
51
dengan sosok nabiyullah Yunus as, disebutkan dalam sebuah hadits:
ﻻ ﯾﺒﻨﻐﻲ ﻟﻌﺒﺪ أن ﯾﻘﻮل:ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل .أﻧﺎ ﺧﯿﺮ ﻣﻦ ﯾﻮﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺘﻰ (Dari Ibnu Abbas dari nabi saw, beliau bersabda: tidaklah pantas bagi seorang hamba mengatakan bahwasannya saya lebih baik dari Yunus bin Matta).1 Keenam, Islam bukan saja mengajarkan kepada pengikutnya untuk menghormati kalangan para nabi, bahkan mengharuskan pengikutnya untuk mengimani para nabi -tanpa terkecuali-. Mengimani para nabi adalah bagian dari keimanan, sehingga tidaklah benar keimanan seseorang, apabila dia mengingkari sosok seorang nabi, ketika disepakati bahwasannya sosok tersebut adalah bagian dari kalangan para nabi. Disebutkan dalam Al Qur’an, bahwasannya diantara ciri orang yang beriman adalah yang mempercayai para rasul dan tidak menbeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya:
1
H.R. Bukhari.
52
(Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an) dari Tuhannya, demikian pula orangorang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya, (mereka berkata), “kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul.” Dan mereka berkata, “kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”).1 Penyebutan kata warusulihî pada ayat diatas, dalam bentuk jamak, menunjukkan bahwasannya para rasul merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Atas dasar itulah, aksi teror yang diperuntukkan kepada salah seorang dari mereka, bisa digeneralisir sebagai aksi teror bagi keseluruhan dari kalangan
1
Q.S. Al Baqarah [2]: 285.
53
para nabi. Kalaulah sekarang kelompok ISIS memborbardir makam nabi Yunus as yang terletak di salah satu sudut kota di negara Iraq sekarang, sangatlah mungkin bagi kelompok ISIS, disaat mereka memiliki kekuasaan di tanah Hijaz, memborbardir makam nabi Muhammad saw yang berada di kota Madinah. Sebuah tindakan teror yang tentunya sangat diingkari oleh seluruh kaum muslimin bahkan umat beragama yang berpikiran jernih.
III.b. Mengeksekusi Mati Para Tawanan
Perlakuan sadis dan tidak manusia kerap dipertontonkan oleh kelompok ISIS dalam memperlakukan para tawanan, hal ini menguatkan penyematan label teroris kepada mereka. Karena sejatinya perlakuan semacam ini kepada para tawanan sama sekali tidak kita dapatkan pembenarannya dalam perspektif Al Qur’an, bahkan jauh dari apa yang dulu dipraktekkan oleh nabi Muhammad saw dalam bagaimana beliau memperlakukan para tawanan.
54
Organisasi pembela hak asasi Human Right Watch (HRW) mengklaim telah menemukan lokasi pembantaian tawanan militan ISIS. HRW menyebutkan sedikitnya sudah 160 orang tewas dibunuh oleh ISIS.1 Dalam pemberitaan lain, sebagaimana yang dirilis oleh kelompok ISIS, mereka telah mengeksekusi mati James Foley, seorang wartawan berkebangsaan Amerika yang menjadi salah seorang tawanan mereka.2 Tindakan kelompok ISIS terhadap para tawanan diatas dalam hemat kami sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang bersumber kepada Al Qur’an dan As Sunnah: Pertama, para wartawan merupakan kelompok masyarakat sipil yang dikarenakan profesinya, ia dituntut meliput berita di medan konflik. Para wartawan merupakan masyarakat biasa yang tidak memiliki kewenangan atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah dimana wartawan itu berasal. Maka diantara alasan pemenggalan yang dilakukan kelompok ISIS atas James Foley dikarenakan negara asalnya 1
www.merdeka.com
2
www.tempo.com
55
(Amerika) melakukan aksi militer kepada kelompok ISIS, dalam hemat kami tidaklah dapat dibenarkan. Islam mengajarkan kepada kita tidaklah seseorang boleh dihukum atas kesalahan yang dilakukan oleh pihak lain dan dia tidak memiliki kontribusi atas kesalahan tersebut. Allah swt berfirman:
(Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain). 1 Betapa pentingnya makna yang terkandung pada ayat diatas, Allah swt sampai mengulangi redaksi yang sama pada tiga ayat yang lain dalam tiga surah yang berbeda.2 Disebutkan bahwasannya ayat diatas diturunkan berkaitan dengan sosok yang bernama Al Walid bin Al Mughirah, dikarenakan perkataannya Ittabi`û Sabîlî Ahmilu Awzârakum (Ikutilah jalanku, aku akan mengemban dosa-dosa kalian), demikian 1
Q.S. Al An`am [6}: 164.
2
Yakni: Q.S. Al Isra’ [17]: 15. Q.S. Fathir [35]: 18 dan Q.S. Az Zumar [39]:
7.
56
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas. Dikatakan juga: bahwasannya ayat ini sebagai counter atas tradisi Arab jahiliyyah, dikarenakan seseorang dihukum dikarenakan kesalahan bapak dan anaknya.1 Dalam Islam, seseorang akan dimintai pertanggung jawabannya sebatas apa yang dilakukannya, dan tidak dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dilakukan oleh orang lain. Allah swt berfirman sebanyak dua kali:
(Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu sahakan. Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan).2
1
Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi, Al Jâmi` Li Ahkâm Al Qur’ân,
Penerbit: Dar Al Hadits, Hal: 4/138, Cet: 2010 M (Cairo). 2
Q.S. Al Baqarah [2]: 134 dan Q.S. Al Baqarah [2]: 141.
57
Penyebutan redaksi ayat diatas sebanyak dua kali dalam satu surah yang sama dan berdekatan secara tempat penyebutannya, dipahami oleh banyak dari kalangan ahli tafsir sebagai bentuk dari At Tahdîd dan At Takhwîf (ancaman dan untuk menakut-nakuti), dengan kata lain: kalaulah para nabi, walaupun mereka memiliki kedudukan yang mulia di sisi Tuhan diganjar sesuai dengan amal perbuatan mereka, apalagi kita sebagai manusia biasa.1 Dalam Islam, mustahil bagi Allah swt menghukum hamba-Nya atas apa yang tidak dilakukannya, karena hal ini bertolak belakang dengan sifat Al `Adl (maha Adil) yang melekat dalam Diri-Nya. Demikian pula ketika seorang manusia menghukum seseorang dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh pihak lain, dalam pandan Islam adalah perbuatan zhalim yang tidak bisa ditolerir. Al Qur’an dalam puluhan ayat mengingatkan kita untuk tidak termasuk ke dalam golongan hamba-hamba yang berbuat zhalim:
1
Muhammad Ali Ash Shobuni, Shafwat At Tafâsîr, Hal: 1/100.
58
(Dan janganlah engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zhalim).1 Kedua, mengeksekuti mati tawanan yang tidak terlibat baik secara fisik maupun pikiran dalam sebuah peperangan, merupakan tindakan berlebihan yang tidak dibenarkan dalam Islam. Allah swt berfirman:
(Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas).2 Berkaitan dengan larangan untuk melakukan perbuatan yang melampaui batas sebagaimana bunyi firman Allah swt diatas Wa Lâ Ta`tadû, dipahami oleh sekelompok ahli tafsir dengan: 1
Q.S. Al A`raf [7]: 150.
2
Q.S. Al Baqarah [2]: 190.
59
..... ﻻ ﺗﻌﺘﺪوا ﺑﻤﺒﺎدأﺗﮭﻢ أو ﺑﻘﺘﻞ ﻣﻦ ﻻ ﯾﻘﺎﺗﻞ وﻻ رأي ﻟﮫ ﻓﻲ اﻟﻘﺘﺎل (Janganlah kalian memulai memerangi mereka, atau memerangi pihak yang tidak memerangi dan tidak berkontribusi secara pemikiran dalam peperangan …..). 1 Ketiga, tindakan kelompok ISIS diatas bertolak belakang dengan karakter nabi Muhammad saw yang digambarkan sebagai rahmat bagi alam semesta:
(Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan (menjadi) rahmat bagi alam semesta).2 Yang dimaksud dengan kalimat Rahmatan Lil `Âlamîn sebagaimana yang disebut pada ayat diatas: bukan saja ajaran yang dibawanya yang penuh dengan nilai kasih sayang bagi
1
Tim Al Qur’an dan As Sunnah Kementerian Wakaf Republik Arab Mesir,
Al Muntakhab Fî Tafsîr Al Qur’ân Al Karîm, Penerbit: Kementerian Wakaf, Hal: 43, Cet: Kesembilan Belas (Cairo, 2000 M). 2
Q.S. Al Anbiya’ [21]: 107.
60
alam semesta, akan tetapi juga sosok dan kepribadian beliau yang sarat dengan nilai kasih sayang. Tidak ditemukan dalam Al Qur’an seorang pun yang dijuluki dengan rahmat, kecuali rasulullah Muhammad saw, dan tidak juga satu makhluk yang disifat dengan sifat Allah Ar Rahîm kecuali rasulullah Muhammad saw,1 Allah swt berfirman:
(Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman).2
1
M. Quraish Shihab, Tafsîr Al Mishbâh, Penerbit: Lentera Hati, Hal: 8/134,
Cet: Pertama (Jakarta, 2009 M). 2
Q.S. At Taubah [9]: 128.
61
Keempat, bentuk kasih sayang rasulullaah saw terhadap umatnya pun beliau perlihatkan kepada para tawanan perang. Sebuah sikap yang sangat bertolak belakang dengan apa yang diperlihatkan oleh kelompok ISIS terhadap tawanan perang mereka. Dalam perang Badar, rasulullah saw meminta ide dan pendapat dari kalangan para sahabat berkaitan dengan para tawanan perang. Sahabat Umar memberikan masukan agar semua dari mereka dibunuh. Sedangkan sahabat Abu Bakar memberikan masukan agar mereka tetap diberi hak hidup, dan mengambil tebusan dari mereka, untuk menambah kekuatan bagi kaum muslimin atas kaum musyrikin. Setelah memuji kedua masukan dari kedua sahabatnya tersebut, rasulullah saw pun kemudian mengambil masukan dari sahabat Abu Bakar, seraya mengatakan, perumpamaan mu wahai Abu Bakar seperti sosok nabi Ibarahim as yang berkata:
62
(Barang siapa mengikuti, maka orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang).1 Adapun engkau yang Umar, perumpamaanmu adalah seperti sosok nabi Nuh as yang berkata:
(Ya Tuhanku, janganlah engkau biarkan seorang pun diantara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi). 2 Adapun implementasinya adalah dengan tidak diperbolehkannya seorang tahanan untuk dibebaskan kecuali dengan tebusan, kisaran 4000 sampai 1000 dirham, adapun tahanan dari kalangan orang miskin, bagi mereka yang memiliki kepintaran dalam hal membaca dan menulis, rasulullah saw
1
Q.S. Ibrahim [14]: 36.
2
Q.S. Nuh [71]: 26.
63
memberikan kepada mereka 10 anak Madinah agar diajari oleh mereka membaca dan menulis, sebagai tebusan bagi mereka.1 Dalam perang Ghatafan, ketika rasulullah saw dalam kesendiriannya, dia membuka pakaian yang dikenakannya dan menjemurnya dikarenakan air hujan yang membasahinya. Dalam penantian sambil beristirahan dibawah pohon rindang, dan kondisi kaum muslimin pada saat itu berpencar dalam banyak titik, rasulullah saw dikagetkan dengan kedatangan seorang Arab badui yang bernama Du`tsur. Du`tsur pun menaruh pedangnya di leher rasulullah saw, seraya berkata; “siapa yang menghalangiku dariku wahai Muhammad?”, dengan penuh ketenangan dan keyakinan, rasulullah saw pun menjawab; “Allah”. Rasa takut dibareni dengan perasaan merinding pun menyelimuti sosok Du`tsur, pedanpun terlepas dari tangannya. Pada saat itulah, rasulullah saw mengampil pedang yang jatuh dari tngannya dan balik berkata; “siapa yang menghalangimu dariku wahai Du`tsur?’, ia menjawab; “tidak ada seorang pun”.
1
Umar Abdul Jabbar, Khulâshat Nûr Al Yaqîn, Penerbit: Maktabah Nabhan
(Surabaya), Hal: 2/14-15.
64
Rasululullah saw kemudian memafkan Du`tsur, ia pun kemudian menyatakan keislamannya, bahkan menyeru kaumnya untuk memeluk agama Islam. Dalam kisah inilah, bagaimana kash sayang yang diperlihatkan oleh sosok rasulullah saw kepada tawanannya, berhasil mengubah cara pandang mereka terhadap agama Islam, dari sebelumnya yang menolak menjadi menerima, dari sebelumnya menjadi musuh menjadi teman.1 Dalam perang bani Mushthaliq, rasulullah saw dan para sahabat berhasil menawan sejumlah lelaki dan wanita dari kalangan bani Mushthaliq. Diantara tawanan adalah sosok putri dari pimpinan bani Mushthaliq yang bernama: Barrah. Rasulullah saw pun kemudian menikahi Barrah, dan mengubah namanya menjadi Juwairiyyah. Maka ketika orangorang dari kalangan bani Mushthaliq mendengar bagaimana perlakuan rasulullah saw terhadap Barrah, mereka pun merasa terkagum dengan kepribadian mulia yang dimiliki oleh rasulullah saw, mereka pun kemudian menyatakan keislamannya, dan menjadi penolong bagi kaum muslimin.
1
Umar Abdul Jabbar, Khulâshat Nûr Al Yaqîn, Hal: 2/19.
65
Menariknya, dan ini terjadi tanpa paksaan, ketika kaum muslimin mengetahui peristiwa pernikahan rasulullah saw dengan Barrah, mereka pun dengan suka rela melepaskan para tawanan yang ada di tangan mereka dari kalangan bani Mushthaliq, seraya berkata:
.أﺻﮭﺎر رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻻ ﯾﻨﺒﻐﻲ أﺳﺮھﻢ ﻓﻲ أﯾﺪﯾﻨﺎ (Tidaklah mungkin bagi kita untuk menahan saudara rasulullah saw dari pihak isteri yang dinikahinya).1 Inilah sekelumit bagaimana rasulullah saw memperlakukan para tawanan, maka tidaklah mengherankan apabila shirley Sotloff, ibu dari seorang wartawan berkebangsaan Amerika yang bernama Steven Sotloff, meminta agar ISIS mencontoh sosok rasulullah saw, dalam memperlakukan putranya yang disandera oleh mereka. 2 Kelima, kalaulah teror yang kerap diperlihatkan oleh kelompok ISIS terhadap para tawanan menimbulkan antipati yang mendalam terhadap kelompok ISIS, sebaliknya sikap 1
Umar Abdul Jabbar, Khulâshat Nûr Al Yaqîn, Hal: 2/31-32.
2
www.tempo.com
66
simpatiklah yang muncul ketika rasulullah saw memperlakukan para tawanan secara manusiawi, sebagaimana yang telah kami paparkan di atas. Sejatinya, sikap rasulullah saw diatas tidaklah terlepas dari didikan Tuhan atas diri beliau, dikarenakan sosok beliau adalah sosok yang paling sempurna dalam merepresentasikan nilai-nilai Illahi di muka bumi ini. Disabdakan dalam sebuah hadits yang shahih, ketika turun firman Allah swt:
(Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur).1 Para sahabat pun bertanya berkaitan dengan budi pekerti rasulullah saw kepada sosok yang memiliki kedekatan dengan rasulullah saw dan mengetahui sosok beliau ketika beliau berada di dalam rumahnya, yakni: Sayyidah A`isyah. Ia pun menjawab:
أﺧﺒﺮﻧﻲ ﻋﻦ ﺧﻠﻖ رﺳﻮل ﷲ: ﺳﺄﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻓﻘﻠﺖ:ﻋﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ھﺸﺎم ﻗﺎل . ﻛﺎن ﺧﻠﻘﮫ اﻟﻘﺮآن: ﻓﻘﺎﻟﺖ،ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ 1
Q.S. Al Qalam [68]: 4.
67
(Dari Saad bin Hisyam berkata: aku bertanya kepada A`isyah: informasikan kepadaku berkaitan dengan budi pekerti rasulullah saw? Dia menjawab: budi pekertinya adalah Al Qur’an).1 Budi pekerti yang mulia yang melekat dalam diri rasulullah saw, merupakan anugerah yang luar biasa yang Allah swt berikan kepadanya. Budi pekerti yang ramah dan santun jauh dari sikap kasar dan keras inilah sejatinya yang menjadi daya pemikat banyak dari umatnya untuk mengimani dan mengikuti ajaran yang dibawanya. Allah swt berfirman:
(Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. 1
H.R. Ahmad (www.al-islam.com).
68
Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal).1 Sikap kasih sayang yang tertanam kuat dalam diri rasulullah saw terlihat sangat jelas pada tahun kedelapan hijrah, ketika rasulullah saw dan para sahabatnya berhasil menaklukkan kota Mekkah. Tidak ada perasaan balas dendam dalam diri rasulullah saw atas penduduk kota Mekkah yang pernah memaki dan mencacinya, menyakitinya, melakukan boikot terhadapnya, mengusirnya dari tanah kelahirannya, bahkan berupaya untuk membunuhnya. Disaat salah seorang dari sahabat yang bernama Saad bin Ubadah mengatakan kepada Abu Sofyan pada saat penaklukan kota Mekkah:
.اﻟﯿﻮم ﯾﻮم اﻟﻤﻠﺤﻤﺔ
1
Q.S. Ali Imran [3]: 159.
69
(Hari ini merupakan hari pembunuhan (sebagai balas dendam atas sikap penduduk kota Mekkah)). Rasulullah saw pun meluruskan pernyataan Saad bin Ubadah diatas, dan mengatakan:
.اﻟﯿﻮم ﯾﻮم اﻟﻤﺮﺣﻤﺔ (Hari ini merupakan hari kasih sayang). Kasih sayang dalam diri rasulullah saw kepada penduduk kota Mekkah, beliau wujudkan ketika beliau duduk di masjidil haram, dan manusia semuanya menunggu instruksi beliau, apa yang hendak beliau perintahkan berkaitan dengan kaum musyrikin Mekkah, beliau berkata pada saat itu di hadapan kaum Quraisy Mekkah:
واﺑﻦ، أخ ﻛﺮﯾﻢ، ﺧﯿﺮا:ﯾﺎ ﻣﻌﺸﺮ ﻗﺮﯾﺶ! ﻣﺎ ﺗﻈﻨﻮن أﻧﻲ ﻓﺎﻋﻞ ﺑﻜﻢ؟ ﻗﺎﻟﻮا . اذھﺒﻮا ﻓﺄﻧﺘﻢ اﻟﻄﻠﻘﺎء: ﻗﺎل.أخ ﻛﺮﯾﻢ (Wahai kaum Quraisy, apa yang kalian perkirakan terhadap diriku atas kalian? Mereka berkata: kebaikan, wahai saudara
70
yang pemurah, dan anak dari saudara yang pemurah, beliau pun berkata: pergilah dan kalian semuanya bebas). 1 Lagi-lagi sikap kasih sayang yang diperlihatkan oleh rasulullah saw inilah yang kemudian melahirkan rasa kagum dan simpatik terhadap sosok rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Diriwayatkan bahwasannya penduduk kota Mekkah, Thaif, Yaman, Hawazin dan segenap kabilah Arab, secara berbondong-bondong mereka menyatakan keislaman mereka, pasca penaklukan kota Mekkah.2 Fenomena menarik inipun diabadikan oleh Al Qur’an dalam sebuah surah yang dinamakan dengan surah An Nashr (kemenangan):
1
Umar Abdul Jabbar, Khulâshat Nûr Al Yaqîn, Hal: 2/64-65.
2
Wahbah Az Zuhaili, At Tafsîr Al Munîr, Penerbit: Dar Al Fikr, Hal: 15/850,
Cet: Kesepuluh (Damaskus, 2009 M).
71
(Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat).1
III.c. Membantai Pengikut Kelompok Yazidi
Kelompok Yazidi adalah minoritas agama/etnis di Iraq dan berbahasa kurdi. Mereka sangat teguh dengan keyakinan mereka walaupun mengalami penganiayaan selama berabadabad. Kelompok ini sangat merahasiakan agama, ritual, dan asal usul mereka, dan inilah yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman serta memicu ketegangan. Kepercayaan mereka diyakini berasal dari zaman Zoroastrianisme Persia, yang berlangsung sebelum kedatangan Kristen dan Islam, mesti beberapa akademisi modern mempertanyakan keterkaitan mereka dengan Zoroastrianisme. 1
Q.S. An Nashr [110]: 1-3.
72
Praktek dan spiritualitas kelompok Yazidi meliputi sejumlah elemen dan tradisi kristen, Islam dan Yahudi. Para pengikutnya meyakini bahwa mereka diciptakan terpisah dari manusia lainnya dan merupakan keturunan Adam, namun bukan Hawa. Dalam mayarakat tradisional Yazidi, seorang kepada “Syaikh” mengemban tugas sebagai pemimpin tertinggi agama, sementara “Amir” yang sekuler menguasai komunitas yang disusun berdasarkan sistem kasta yang kaku. Berpindah keyakinan dari aliran ini dilarang, begitu pula pernikahan dengan non-Yazidi serta penyatuan antara kasta-kasta yang berbeda.1 Terlepas dari apa yang menjadi keyakinan dan tradisi pengikut kelompok Yazidi, bahwasannya memaksa mereka untuk mengubah keyakinannya sehingga menjadi pengikut Islam sunni atau eksekusi mati disaat mereka menolaknya, sebagaimana yang dideklarasikan oleh kelompok ISIS, dalam hemat kami adalah bagian dari aksi teror yang tidak ada pembenarannya dalam syariat Islam:
1
www.detik.com
73
Pertama, Islam merupakan sebuah agama yang memberikan jaminan kebebasan bagi umat manusia dalam beragama. Pilihan dalam beragama merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tidak bisa dipaksakan, tidak juga diperjual belikan. Praktek pemaksaan dalam beragama tidaklah akan berdampak positif, sebaliknya praktek semacam ini akan melahirkan sebuah umat beragama yang tidak berkwalitas dan bermental munafik:
(Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui)(1).
1
Q.S. Al Baqarah [2] : 256.
74
Islam melarang manusia untuk dipaksa dalam beragama, karena sejatinya ketika manusia tersebut dipaksa, sesungguhnya dia tidak melihat kebaikan pada agama dimana ia dipaksa untuk memeluknya,1 atas dasar itulah, Islam melarang dengan dalih apapun praktek pemaksaan dalam beragama. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata: firman Allah swt Lâ Ikrâha Fî Ad Dîn diturunkan berkaitan dengan seseorang dari kalangan Anshar, yakni: dari bani Salim bin Auf yang dipanggil dengan nama Al Hushain. Dia memiliki dua anak laki-laki yang keduanya memeluk agama Nasrani, sedangkan dia beragama Islam. Maka dia pun berkata kepada nabi saw: bolehkah aku memaksanya (memeluk Islam) dikarenakan keduanya tetap menolak kecuali beragama Nasrani? Maka Allah swt pun menurunkan ayat diatas.2
1
Asy Sya`rawi, Tafsîr Asy Sya`râwî, Penerbit: Akhbar Al Yaum, Hal: 2/1112
(Cairo). 2
Jalaluddin As Suyuthi, Lubâb An Nuqûl Fî Asbâb An Nuzûl, Penerbit: Al
Maktabah At Taufiqiyyah, Hal: 57 (Cairo).
75
Dalam riwayat diatas, seorang bapak saja tidaklah diperkenankan oleh Islam untuk memaksa anaknya memeluk Islam, apalagi memaksa orang yang tidak ada hubungannya dengan kita secara keturunan dan biologis?! Al Qur’an mencatat, ada banyak orang yang memiliki kekerabatan yang sangat dekat bahkan dengan sosok nabi, akan tetapi sampai akhir hayatnya kerabat dekat dari kalangan para nabi tersebut tetap dalam kekafiran mereka. Putra dari nabiyullah Nuh as yang tetap bersikeras tidak mau mengikuti ajakan ayahnya walaupun azab Allah swt sudah terlihat jelas di depan matanya:
76
(Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” Dia (anaknya) menjawab, “aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!” (Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan).1 Ayah dari nabiyullah Ibrahim as yang juga bersikeras tetap menyembah berhala, sebagaimana kebanyakan dari kaumnya, walaupun argumentasi dan bukti akan ketidaklayakan berhala untuk dijadikan sembahan, berkali-kali diperlihatkan oleh nabiyullah Ibrahim as kepada mereka:
1
Q.S. Hud [11]: 42-43.
77
(Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, “pantaskan engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”).1 Demikian pula istri dari nabiyullah Luth as, yang telah melakukan pengkhianatan terhadap suaminya, sehingga ia termasuk dari kaumnya yang diazab oleh Allah swt:
(Kemudian Kami selamatkan dia (Luth) dan pengikutnya, kesuali istrinya, dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal).2 Kedua, Seorang nabi ketika diutus kepada umatnya tidaklah ditarget oleh Dzat Yang Mengutusnya, harus dapat menngimankan umatnya dalam jumlah tertentu. Nabiyullah Nuh as berada di tengah-tengah umatnya selama 950 tahun mengajak mereka untuk beragama tauhid, akan tetapi penolakan pun kerap diperlihatkan kepadanya oleh umatnya, tidak banyak dari
1
Q.S. Al An`am [6]: 74.
2
Q.S. Al A`raf [7]: 83.
78
umatnya yang mau menerima ajakannya, sampai kemudian Allah swt menurunkan adzab kepada mereka berupa air bah:
(Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim).1 Ayat ini sejatinya merupakan pelipur lara bagi nabiyullah Muhammad saw, kalaulah umat beliau menolak dakwah kenabian yang diserunya, maka diinformasikan kepadanya bahwasannya nabiyullah Nuh as berada di tengahtengah umatnya dalam waktu yang panjang ini, menyeru mereka kepada ajaran tauhid siang malam, secara diam-diam maupun terbuka, akan tetapi walaupun demikian tidaklah menambah kecuali jauhnya mereka dari kebenaran, pembangkangan atas ajaran yang dibawanya, pendustaan terhadap kenabiannya, dan
1
Q.S. Al Ankabut [29]: 14.
79
tidaklah beriman dari mereka kecuali dalam jumlah yang sangat sedikit sekali1:
(Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaum-ku siang an malam. Tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya aku seetiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. Lalu sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang-terangan. Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan dengan diam-diam. Maka aku
1
Ibnu Katsir, Tafsîr Al Qur’ân Al `Azhîm, Hal: 3/392-393.
80
berkata (kepada mereka), “mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun). 1 Atas dasar itulah, sering kali nabiyullah Muhammad saw diingatkan oleh Tuhan-Nya, janganlah kasih sayang terhadap umatnya membuatnya larut dalam kesedihan ketika mereka menolak dakwahnya, walaupun beragam bukti kebenaran akan kenabiannya, berulang kali beliau perlihatkan:
(Dan janganlah engkau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera memasuki kekufuran; sesungguhnya mereka tidak skali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi suatu bagian kepada mereka di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar). 2 Nabi Muhammad saw diingatkan pada ayat diatas untuk tidak larut dalam kesedihan atas penolakan kaumnya, dikarenakan tugas seorang nabi hanyalah menyampaikan risalah 1
Q.S. Nuh [71]: 5-10.
2
Q.S. Ali Imran [3]: 176.
81
kenabian, tidak ada dosa baginya atas penolakan kaumnya, sebagaimana tidak ada yang harus ditanggung olehnya atas kesalahan yang dilakukan oleh kaumnya:
(Katakanlah, “taatilah kepada Allah dan taatilah kepada rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk . kewajiban rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.”).1 Lebih daripada itu, berkaitan dengan seorang manusia apakah mendapatkan petunjuk atau tidak. Itu merupakan hak preogratif Tuhan, yang tidak dimiliki oleh siapapun selain-Nya, bahkan dari kalangan para rasul:
1
Q.S. An Nur [24]: 54.
82
(Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk).1 Ketiga, Islam merupakan agama yang bersifat universal:
(Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam).2 Universalitas yang dimaksud pada ayat diatas adalah: bahwasannya Islam walaupun kitab sucinya berbahasakan arab, akan tetapi Islam tidak hanya diperuntukkan untuk komunitas Arab saja, melainkan juga untuk komunitas lain selain komunitas Arab. Atas dasar itulah, tidak kita dapatkan dalam redaksional Al Qur’an, Allah swt memanggil sebatas komunitas 1
Q.S. Al Qashash [28]: 56.
2
Q.S. Al Anbiya’ [21]: 107.
83
Arab, melainkan yang sering kita dapatkan bahwasannya Allah swt memanggil umat manusia secara keseluruhan, baik Arab maupun non Arab:
(Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti).1 Universalitas ajaran Islam berarti: bahwasannya Islam, ajarannya tidak hanya diperuntukkan untuk makhluk Tuhan dari jenis manusia, akan tetapi juga diperuntukkan untuk jenis-jenis yang lainnya, dikarenakan Islam diturunkan juga untuk kepentingan dan kemaslahan semua makhluk Tuhan yang ada di alam semesta ini, disebutkan dalam sebuah ayat, kalau saja
1
Q.S. Al Hujurat [49]: 13.
84
ajaran Islam tercabut dari alam semesta ini, maka akan rusaklah semua tatanan yang ada di alam semesta ini:
(Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu).1 Universalitas ajaran Islam juga berarti: bahwasannya Islam walaupun telah diturunkan 15 abad yang lalu, akan tetapi ajarannya terus valid dan berlaku sampai berakhirnya kehidupan di dunia ini. Pemahaman semacam ini dapat disimpulkan dari kesempurnaan yang dimiliki oleh ajaran Islam, dimana ajaran yang terkandung didalamnya dapat menyikapi dan dijadikan sebagai solusi atas semua permasalahan yang dihadapi oleh manusia:
1
Q.S. Al Mu’minun [23]: 71.
85
(Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu).1 Itulah makna dari universalitas Islam, tidak kemudian universalitas Islam ini dimaknai sebagai sebuah slogan untuk menjadikan manusia secara keseluruhan diharuskan berada pada agama yang satu, yakni agama Islam. Dikarenakan perbedaan dalam beragama atau dalam menjalankan ajaran agama merupakan bagian dari sunnatullâh (hukum Allah) yang telah terjadi semenjak awal keberadaan umat manusia di muka bumi ini, dan akan terus berlanjut sampai beakhirnya kehidupan di dunia ini. Fenomena perbedaan dalam beragama atan menjalankan ajaran agama ini, bukanlah dikarenakan ketidakmampuan Allah swt dalam menyatukan hamba-Nya dalam satu agama, akan tetapi dikarenakan Allah swt hendak menguji ketulusan hamba-
1
Q.S. Al Ma’idah [5]: 3.
86
Nya dalam beriman dan kejujuran hamba-Nya dalam berbuat kebaikan:
(Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu trhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan, hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan).1 Keempat, berbuat baik dan adil kepada orang yang tidak seagama dengan kita, selama mereka tidak memerangi kita, tidak pula mengusir kita dari tempa tinggal kita, adalah bagian dari yang dianjurkan oleh Al Qur’an:
1
Q.S. Al Ma’idah [5]: 48.
87
(Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu.sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil).1 Masih merujuk kepada ayat diatas, berbuat zalim terhadap orang yang tidak sepaham dengan kita dalam hal keyakinan tidaklah dibenarkan. Atas dasar itulah, upaya pemaksaan yang dilakukan oleh kelompok ISIS terhadap pengikut Yazidi untuk berpindah agama, atau mengusir mereka dari kampung halaman mereka disaat mereka tidak mengusir dan memerangi kaum muslimin, merupakan tindakan yang sangat kontras sekali dengan firman Allah swt diatas. Rasulullah saw disaat berhijrah ke kota Madinah, dan beliau dapati di kota tersebut benih-benih permusuhan dan ketidaksukaan yang diperlihatkan oleh komunitas Yahudi, pertama-tama yang dilakukan oleh rasulullah saw dengan komunitas Yahudi adalah membikin perjanjian damai untuk tidak saling menyakiti, menyerang dan menghina agama
1
Q.S. Al Mumtahanah [60]: 8.
88
masing-masing.1 Rasulullah saw selalu komitemen dengan perjanjian diatas, perintah Allah swt untuk memerangi komunitas Yahudi di Madinah pun baru turun ketika telah nyata dan terbukti pengkhianatan mereka terhadap rasul, dimana mereka terlibat konspirasi jahat dengan beberapa kabilah Arab untuk memerangi rasul dan kaum muslimin di Madinah, pada tahun kelima hijrah dalam sebuah peperangan yang dinamakan dengan perang Khandaq atau perang Ahzab. Pengusiran terhadap komunitas Yahudi Madinah yang dilakukan oleh rasulullah saw adalah dikarenakan faktor pengkhianatan atas sebuah perjanjian, atas dasar itulah mengusir sebuah komunitas yang berbeda dengan kita secara keyakinan tanpa pembenaran, apalagi disaat mereka mau hidup berdampingan secara damai dengan ini, merupakan sebuah tindakan yang tidak dibenarkan oleh Islam. Allah swt sebagaimana berbuat baik kepada hamba yang menyembah-Nya, juga berbuat baik kepada hamba yang mengingkari-Nya.Tidaklah adil bagi Allah swt menciptakan manusia di muka bumi ini, kemudian Dia tidak memberinya
1
Umar Abdul Jabbar, Khulâshat Nûr Al Yaqîn, Hal: 2/6.
89
rezki, dikarenakan manusia tersebut mengingkari-Nya dan tidak menyembah-Nya:
(Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”).1 Kalimat pada ayat diatas Qâla Waman Kafara Fa’umatti`u Qalîlan menunjukkan bahwasannya Allah swt akan memberikan rizki kepada semua hambanya, baik yang beriman maupun yang tidak beriman, akan tetapi walaupun demikian sesungguhnya kesenangan duniawi yang Allah swt berikan
1
Q.S. Al Baqarah [2]: 126.
90
kepada orang-orang kafir adalah sedikit -sebanyak apapun kesenangan duniawi tersebut- dibandingkan dengan nikmat hidayah dan petunjuk dalam beragama yang Allah swt berikan kepada orang-orang yang beriman. Kalau kita cermati redaksional ayat diatas, disaat nabiyullah Ibrahim as berdoa untuk kesenangan orang-orang yang beriman dari penduduk kota Mekkah, Allah swt menegaskan berkaitan dengan orang-orang kafir pun akan Kami beri kesenangan kepada mereka walaupun sifatnya sedikit dan sementara. Kenapa nabiyullah Ibrahim as pada doanya sebatas menyebutkan orang-orang yang beriman? Menurut Sayyid Thanthawi dalam tafsirnya: karena harapan yang tinggi dalam diri nabiyullah Ibrahim as agar nilai-nilai keimanan dapat merebak luas di tengah-tengah penduduk kota Mekkah, dikarenakan disaat mereka mengetahui bahwasannya doa nabi Ibrahim as secara khusus diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman, mereka berupaya melakukan hal-hal yang menjauhkan mereka dari keimanan. Atau secara khusus, nabiyullah Ibrahim as mendoakan orang-orang yang beriman pada doanya diatas, sebagai bentuk tata krama dan sopan santun nabiyullah Ibrahim as dihadapan Tuhannya, dikarenakan doa yang diperuntukkan 91
untuk orang yang beriman lebih dekat untuk dikabulkan, atau bisa jadi dikarenakan nabiyullah Ibrahim as merasa bahwasannya orang-orang yang beriman tidak pantas untuk mendapatkan rizqi dari Allah swt merujuk kepada jawaban Allah swt atas doa yang bersifat umum yang pernah dia panjatkan sebelumnya1:
(Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh dunia.”Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”).2 Kelima, Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi makkluk Tuhan, membunuh makhluk Tuhan 1
Muhammad Sayyid Thanthawi, At Tafsîr Al Wasîth, Hal: 1/206
(www.altafsir.com). 2
Q.S. Al Baqarah [2]: 124.
92
bahkan bukan dari kalangan manusia, seperti seekor kucing. Membunuhnya secara zhalim, dapat menyebabkan pembunuhnya menjadi penghuni neraka. Disabdakan dalam sebuah hadits:
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ أن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ . ﻋُﺬﺑﺖ اﻣﺮأة ﻓﻲ ھﺮة ﺣﺒﺴﺘﮭﺎ ﺣﺘﻰ ﻣﺎﺗﺖ ﺟﻮﻋﺎ ﻓﺪﺧﻠﺖ ﻓﯿﮭﺎ اﻟﻨﺎر:ﻗﺎل (Dari Abdullah bin Umar ra, bahwasannya rasulullah saw bersabda: seorang wanita diazab dikarenakan seekor kucing, dia mengurungnya sehingga mati kelaparan, maka dia pun masuk neraka dikarenakannya).1 Kalaulah seseorang dalam pandangan Islam dapat masuk neraka dikarenakan membunuh seekor hewan, maka apalagi berkaitan dengan pembunuhan terhadap seorang manusia yang disebutkan dalam Al Qur’an sebagai ciptaan Tuhan yang terbaik:
(Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya).2 1
H.R. Bukhari.
2
Q.S. At Tin [95]: 4.
93
Atas dasar itulah, membunuh seorang manusia, apapun agama yang dipeluknya, digambarkan oleh Al Qur’an, seakanakan membunuh manusia secara keseluruhan, demikian pula menyebabkan seorang manusia hidup seakan-akan dia telah menyebabkan seluruh manusia hidup. Ungkapan semacam ini adalah dikarenakan Al Qur’an sangat mengapresiasi jiwa seorang manusia dan betapa berharganya jiwa seorang manusia. Aksi apapun yang bertolak belakang dengan semangat Al Qur’an ini, dapat dipahami sebagai perlawanan terhadap nilainilai kemanusiaan secara keseluruhan:
(Barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia). 1
1
Q.S. Al Ma’idah [5]: 32.
94
III.d. Membunuh Saudara Seiman
Banyak dari kelompok Islam yang tidak sependapat dengan aksi-aksi teror yang dilakukan oleh kelompok ISIS. Mereka ada yang beraasal dari kalangan syiah, sebagaimana sebagian yang lain berasal dari kalangan sunni. Kelompok ISIS dalam menghadapi penolakan dari internal Islam, kerap kali menuduh mereka-mereka yang menolak keberadaan ISIS dengan tuduhan Takfîr (mengkafirkan), sehingga mereka pun kemudian mendapatkan pembenaran dari kacamata pemahaman mereka terhadap ajaran Islam untuk membunuh mereka-mereka yang berseberangan dari kalangan internal Islam. Dalam sebuah rilis yang dilakukan oleh kelompok ISIS menyebutkan bahwasannya mereka mengaku telah membunuh sekitar 1700 tentara Syiah di kota kelahiran Saddam Hussein, Tikrit.1 Hal yang sama pun dilakukan oleh pengikut kelompok ISIS terhadap kalangan sunni. Diberitakan bahwasannya 1
www.eramuslim.com
95
kelompok ISIS telah mengeksekusi 13 ulama sunni di Mosul. Langkah ini dilakukan oleh kelompok ISIS, diantaranya adalah untuk membungkam suara-suara moderat diantara kalangan sunni Irak.1 Pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok ISIS terhadap saudara seiman, dalam perspektif Al Qur’an merupakan sebuah tindakan kejahatan yang masuk dalam katagori Extraordinary Crime (kejahatan luar biasa). Hal ini didasarkan atas: Pertama, Dalam perspektif Al Qur’an, tidak ada hubungan yang lebih kuat dan lebih layak untuk lebih diperhatikan dari hubungan yang berdasarkan keimanan, bahkan hubungan yang dilandaskan atas kesamaan dari sisi keimanan ini mengalahkan hubungan yang dilandaskan atas keturunan sekalipun. Difirmankan dalam Al Qur’an:
1
www.kompas.com
96
(Orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang yang mengikutinya, dan nabi ini (Muhammad), dan orang yang beriman, Allah adalah pelindung bagi orang-orang yang beriman).1 Kenapa disebutkan pada ayat diatas, bahwasannya pengikut nabiyullah Ibrahim as dan nabi Muhammad saw dan para pengikutnya yang lebih berhak untuk dikatakan sebagai penerus dari nabiyullah Ibrahim as, bukan kelompok Yahudi dan Nasrani, sebagaimana pernyataan sepihak yang kerap mereka lontarkan2, dikarenakan mereka adalah Ahl At Tauhîd (kelompok yang menerapkan konsep ketauhidan dalam artian tidak menjadikan selain Allah swt pelindung, perantara maupun penolong), juga dikarenakan mereka adalah Ahl Al Ikhlâsh (kelompok yang menanamkan keikhlasan dalam semua perbuatan, tidak dibarengi saat melakukannya dengan
1
Q.S. Ali Imran [3]: 68.
2
Baca: Q.S. Ali Imran [3]: 65-67.
97
kemusyrikan dan sikap riya). Inilah sejatinya spirit Islam dan yang dimaksud dengan keimanan.1 Kedua, Betapa pentingnya menjaga hubungan yang berdasarkan keimanan yang sama, kita dapatkan banyak firman Allah swt dalam Al Qur’an yang mengingatkan kita untuk terus menjaga hubungan ini agar tidak tidak putus dan rusak, diantaranya: Pernyataan Al Qur’an bahwasannya semua orang yang beriman itu adalah saudara, sehingga konflik apapun yang terjadi diantara orang yang beriman hendaklah dicarikan solusi yang dapat mendamaikan konflik tersebut, difirmankan dalam Al Qur’an:
(Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat).2
1
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr Al Mannâr, Penerbit: Dar Al Kutub Al
`Ilmiyyah, Hal: 3/272, Cet: Pertama (Beirut, 1999 M). 2
Q.S. Al Hujurat [49]: 10.
98
Kalau kita cermati pada redaksi ayat diatas, Al Qur’an menggunakan redaksi Lilqashr yang bermakna: pengkhususan. Artinya: persaudaraan yang hakiki dan sejati adalah persaudaraan yang dibangun berdasarkan kesamaan dalam hal keimanan.1 Atas dasar itulah, segala bentuk konflik yang terjadi di internal orang yang beriman, hendaknya diselesaikan oleh kalangan orang yang beriman. Pemahaman diatas, kalau kita kaitkan dengan konteks kekinian merupakan pukulan telak bagi orang-orang yang beriman, dimana konflik yang kerap terjadi di kalangan internal orang Islam, seperti: konflik di Afghanistan, Syria dan Irak yang melibatkan tentara Amerika dan sekutu-sekutunya dari kalangan non Islam, selalu saja tidak menyelesaikan konflik, bahkan yang terjadi adalah konflik-konflik baru yang tidak berkesudahan. Maka tidaklah berlebihan dalam hemat kami, jikalau Edward Snowden (mantan anggota National Security Agency (NSA)) melalui dokumen yang dirilis Global Research menyebutkan, Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) merupakan organisasi yang dibentuk intelejen Amerika Serikat, Inggris dan Israel. 1
Muhammad Ath Thahir bin Asyur, Tafsîr At Tahrîr Wa At Tanwîr, Penerbit:
Dar Souhnoun, Hal: 26/243 (Tunis).
99
Snowden menyebutkan, operasi yang diusung intelejen dari ketiga negara tersebut diberi nama operasi lebah atau The Hornets Nest. Dalam operasi ini, Amerika, Israel dan Inggris bekerjasama membentuk negara khalifah untuk memecah belah umat Islam dalam bentuk Islamic State Of Iraq and Syiria (ISIS). Selain itu, Snowden, sebagaimana dikutip Global Research menjelaskan, dengan operasi lebah ini ketiga negara itu berupaya menarik para ekstremis Islam dari seluruh dunia dan menempatkannya dalam satu target sekaligus agar gampang “dihabisi”. Selain itu, ISIS dibentuk untuk memperpanjang konflik di timur Tengah khususnya di negara-negara Arab. Targetnya jelas, menciptakan musuh baru di perbatasan untuk melindungi kepentingan dan eksistensi Israel sebagai negara di Timur Tengah. Intelejen dari ketiga negara pun sepakat untuk menggunakan agama dan Islam sebagai slogannya.1
1
Majalah “Gontor”, Edisi 06 Tahun XII Dzulhijjah 1435 – Muharram
1436/Oktober 2014.
100
Ketiga, harga diri seorang yang beriman, walaupun status sosialnya rendah, dalam perspektif Al Qur’an orang tersebut jauh lebih baik dan terhormat dibandingkan dengan manusia yang tidak ada keimanan dalam dirinya walaupun dia memiliki status sosial yang tinggi. Makna semacam ini bisa kita baca pada firman Allah swt:
(Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (lakilaki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia 101
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran).1 Kedudukan orang yang beriman digambarkan pada ayat diatas pada kedudukan yang sangat terhormat, status sosial seorang yang tidak beriman, setinggi apapun status sosial yang disandangnya tidaklah dapat mengalahkan kedudukan orang yang beriman tersebut. Atas dasar itulah, membunuh seorang yang beriman, tanpa alasan yang dibenarkan secara aturan agama merupakan sebuah dosa besar. Berkaitan dengan ayat diatas, diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasannya rasulullah saw mengutus Marsad alGanawi pergi ke Mekah guna menjemput sejumlah kaum muslimin yang masih tertinggal di sana untuk hijrah ke Madinah. Kedatangan Marsad ke Mekah itu terdengar oleh seorang wanita musyrik bernama `Anaq, yaitu teman lama Marsad sejak zaman jahiliyah. Dia adalah seorang perempuan yang cantik. Semenjak Marsad hijrah ke Madinah, mereka
1
Q.S. Al Baqarah [2]: 221.
102
belum pernah berjumpa. Oleh sebab itu, setelah ia mendengar kedatangan Marsad ke Mekah, ia segera menemuinya. Setelah bertemu, maka `Anaq mengajak Marsad untuk kembali berkasih-kasihan dan bercumbuan seperti dahulu. Tetapi Marsad menolak dan menjawab, “Islam telah memisahkan antara kita berdua; dan hukum Islam telah melarang kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik.” Mendengar jawaban itu `Anaq berkata, “masih ada jalan keluar bagi kitaa, baiklah kita menikah saja.” Marsad menjawab, “Aku setuju, tetapi aku lebih dahulu akan meminta persetujuan rasulullah saw.” Setelah kembali ke Madinah, Marsad melaporkan kepada rasulullah hasil pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, disamping itu diceritakannya pula tentang pertemuannya dengan `Anaq dan maksudnya untuk menikahinya. Ia bertanya kepada rasulullah saw, “Halalkah bagiku untuk mengawininya, padahal ia masih musyrik?” maka turunlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan itu.1 Dijelaskan pada ayat diatas, bahwasannya wanita yang beriman serendah apapun status sosialnya, jauh lebih baik dibandingkan dengan wanita musyrik, setinggi dan semenarik apapus status sosial yang disandangnya. Siapakah yang 1
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya, Hal: 1/327.
103
dimaksud dengan wanita musyrik sebagaimana yang disebutkan pada ayat diatas? Ar Razi menjelaskan dalam ktiab tafsir monumentalnya At Tafsîr Al Kabîr atau Mafâtîh Al Ghaib: para Ulama berbeda pendapat apakah kata Al Musyrik juga mencakup orang kafir dari kalangan Ahl Kitab, sebagian dari mereka menolak dikatagorikannya orang kafir dari kalangan Ahl Kitab sebagai bagian dari Al Musyrik, sedangkan kebanyakan dari mereka mengatakan bahwasannya kata Al Musyrik juga mencakup orang kafir dari kalangan Ahl Kitab, diantara alasannya adalah: Keyakinan kalangan Yahudi dan Nasrani berkaitan dengan kepemilikan anak bagi Tuhan1:
(Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata, “Al Masih putra Allah.”). 2 Ayat diatas sangat jelas sekali berkaitan dengan perbuatan menyekutukan Tuhan yang dilakukan oleh kalangan 1
Fakhruddin Ar Razi, At Tafsîr Al Kabîr, Penerbit: Dar Al Hadits, Hal:
3/284, Cet: 2012 M (Cairo). 2
Q.S. At Taubah [9]: 30.
104
Yahudi dan Nasrani, atas dasar itulah kita dapatkan pernyataan Tuhan pada ayat berikutnya, yang menafikan apa yang dinisbatkan kepada-Nya:
(Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan). 1 Keempat, kita dapatkan banyak sekali ayat Al Qur’an yang menyuruh kita untuk berbuat baik kepada sesama manusia, lebih khusus lagi kepada saudara seiman, diantaranya adalah perintah Al Qur’an agar orang yang beriman untuk saling membantu dalam berbuat kabaikan dan kebajikan dan melarang mereka untuk berbuat dosa dan permusuhan:
(Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa 1
Q.S. At Taubah [9]: 31.
105
dan permusuhan, bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya).1 Sangat jelas sekali merujuk kepada ayat diatas, permusuhan saja dilarang untuk dilakukan oleh orang yang beriman kepada orang yang beriman lainnya, apalagi lebih dari sekedar melakukan permusuhan, seperti aksi pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok ISIS terhadap orang-orang yang beriman yang tidak sepaham dengan mereka. Atas dasar itulah kita dapatkan sebuah ayat dalam Al Qur’an, dimana pada ayat itu Allah swt dengan bahasa yang sangat keras sekali mengutuk pembunuhan yang dilakukan secara sengaja terhadap orang yang beriman:
(Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, dia kekal di
1
Q.S. Al Ma’idah [5]: 2.
106
dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya). 1 Kelima, banyak dampak positif yang ditimbulkan dari persaudaraan yang berdasarkan keimanan, Allah swt pun mengingatkan orang-orang yang beriman bahwasannya persaudaraan berdasarkan keimanan ini merupakan bagian dari anugerah Allah swt yang harus disyukuri, difirmankan dalam Al Qur’an:
(Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan 1
Q.S. An Nisa’ [4]: 93.
107
(ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk).1 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasannya ayat diatas diturunkan berkaitan dengan suku Aus dan suku Khazraj, dua suku yang menatap di kota Madinah, dimana mereka sebelum masuk Islam, kerap kali terlibat dalam permusuhan diantara mereka. Disaat mereka sudah disatukan dalam Islam, mereka termakan provokasi dari pihak-pihak yang tidak senang melihat perdamaian dan persatuan terjadi diantara mereka, hampir saja perseteruan pun kembali terjadi diantara mereka sebagaimana pada masa jahiliyyah dulu kalau saja Allah swt tidak menurunkan ayat diatas yang mengingatkan mereka akan pentingnya nikmat persaudaraaan.2 Pada ayat diatas tidak dijelaskan seberasa besar permusuhan yang terjadi diantara mereka pada masa jahiliyah, akan tetapi pada ayat yang lain digambarkan bahwasannya 1
Q.S. Ali Imran [3]: 103.
2
Wahbah Az Zuhaili, At Tafsîr Al Munîr, Hal: 2/347.
108
permusuhan yang terjadi diantara mereka sangatlah sengit dan sudah mengakar, sehingga kalaupun berbagai macam langkau diupayakan untuk memadamkan permusuhan tersebut, bahkan dengan mengerahkan semua daya dan upaya dan yang mereka miliki dari perbendaharaan dunia, tidaklah mampu untuk memadamkan api permusuhan yang terjadi diantara mereka1:
(Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan (dukungan) orang-orang mukmin. Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, 1
Muhammad Al Amin Asy Syanqiti, Adhwa’ Al Bayân Fî îdhah Al Qur’ân
Bi Al Qur’ân, Penerbit: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, Hal: 118, Cet: Pertama (Bairut, 2003 M).
109
niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana).1 Bagian dari upaya mensyukuri anugerah Allah swt diatas adalah dengan terus memupuk persaudaraan diantara sesama orang yang beriman, atas dasar itulah memusuhi dan memerangi sesama saudara seiman merupakan bagian dari pengingkaran terhadap karunia Allah swt diatas. Tugas kita adalah mendamaikan sesama saudara seiman ketika terjadi pertikaian diantara mereka, ketika didapatkan sekelompok orang yang beriman memerangi saudara seiman tanpa pembenaran, tugas kita adalah mengingatkan yang memerangi dan membantu yang diperangi, ketika peringatan itu tidak digubris dan kelompok yang memerangi tetap bersikeras untuk menzhalimi saudara seiman maka kewajiban kita adalah memerangi kelompok yan memerangi orang yang beriman, walaupun kelompok tersebut berasal dari kalangan orang yang beriman juga:
1
Q.S. Al Anfal [8]: 62-63.
110
(Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil).1 Keenam, betapa membunuh orang yang beriman adalah sebuah perbuatan dosa yang sangat besar, upaya pencegahan dan asas kehati-hatian pun harus lebih ditekankan. Atas dasar itulah, Al Qur’an mengingatkan kita, bahkan dalam situasi berperang, ketika salah seorang dari musuh dalam kondisi terpojok, pada
1
Q.S. Al Hujurat [49]: 9.
111
saat itu dia menyatakan penyerahan diri dan beriman, tidak boleh bagi kita dan tidak ada kewenangan yang kita miliki untuk menolak pernyataannya, dikarenakan masalah keimanan merupakan urusan batin dan hanya Allah swt yang mengetahui hakikatnya:
(Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, 1 “kamu bukan seorang yang beriman”, (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari benda kehidupan dunia
1
Dimaksud juga dengan orang yang mengucapkan kalimat Lâ Ilâha Illallâh.
112
Pesan Al Qur’an diatas sangatlah kontras dengan aksiaksi yang kerap diperlihatkan oleh kelompok ISIS ketika mereka berhasil menguasai sebuah wilayah, dimana pembantaian masal terhadap saudara-saudara seiman kerap mereka lakukan. Pertanyaannya adalah: apakah benar mereka berperang dalam konteks Jihâd Fî Sabîlillah (berperang di jalan Allah) sebagaimana yang kerap mereka kumandangkan? Bahkan dalam hemat kami, lebih pas bagi mereka untuk disematkan sebagai “para pencari kekuasaan duniawi”, dengan menjadikan agama sebagai kedok belaka, sebuah orientasi yang kerap dihembuskan oleh Setan dalam diri anak cucu nabiyullah adam as, sehingga mereka kerap mengganggap baik perbuatan buruk mereka:
(Dan setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, sehinga menghalangi mereka dari jalan (Allah), maka mereka tidak mendapat petunjuk).1
1
Q.S. An Naml [27]: 24.
113
BAB IV PENUTUP
Dari pemaparan penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan: -
Al Qur’an secara maknanya dipahami sebagai bagian dari bentuk Mahmûz lebih dapat diterima, dibandingkan pendapat yang mengatakan bahwasannya Al Qur’an terambil dari huruf “Qaf, Ra dan Nun”.
-
Al Qur’an merupakan sebuah kitab suci yang berbeda dengan kitab suci-kitab suci sebelumnya. Sebagaimana ia juga berbeda dengan hadits, baik itu hadits nabawi maupun hadits qudsi.
-
Al Qur’an merupakan sebuah kitab suci yang memiliki karakter dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, seperti: keseluruhan Al Qur’an diriwayatkan
114
secara mutawatir, dan Al Qur’an merupakan kitab suci yang mengandung nilai ibadah bagi yang membacanya. -
Istilah “TERORISME” dalam banyak kamus diidentikkan dengan sesuatu yang berkonotasi negatif, tidak dengan Al Qur’an, dikarenakan Al Qur’an menggunakan kata yang memiliki asal kata yang sama dengan “TERORISME”, baik dalam artian yang positif maupun negatif.
-
ISIS merupakan penamaan yang kerap digunakan oleh media Barat untuk kelompok yang dipimpin oleh Abu Bakar Al Baghdadi. Penamaan ini sejatinya memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap pencitraan Islam, dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh ISIS jauh melenceng dari ajaran Islam itu sendiri.
-
ISIS merupakan sebuah organisasi teroris yang berkedok ajaran Islam, penyematan sebagai organisasi teroris terhadap ISIS, bukan saja diungkapkan oleh pihak Amerika dan Barat, bahkan semua kalangan Islam kecuali sebagian kecil dari mereka yang menjadi anggota ISIS- menyatakan akan kekeliruan dan kesesatan aksiaksi teror yang kerap dilakukan oleh ISIS. 115
-
Aksi teror yang dilakukan oleh kelompok ISIS, tidak saja ditujukan kepada orang yang masih hidup, bahkan kepada orang yang sudah mati sekalipun. Sebagaimana aksi teror yag dilakukan oleh mereka juga tidak saja ditujukan kepada kalangan non Muslim, bahkan kalangan Muslim yang berseberangan dengan mereka pun menjadi bagian dari target aksi-aksi teror mereka.
-
Diantara aksi teror yang dilakukan oleh kelompok ISIS: meledakkan situs makam nabi Yunus as, mengeksekusi mati para tawanan, membantai pengikut kelompok Yazidi, membunuh sesama saudara seiman yang berseberangan paham dengan mereka.
-
Menziarahi kubur dengan niatan yang dibenarkan oleh syariat dan tidak dicampuri dengan hal-hal yang berbau musyrik, merupakan sebuah amal shaleh bagi umat nabiyullah Muhammad saw.
-
Al Qur’an mengajarkan kita untuk mengimani dan menghormati para nabi secara keseluruhan, tanpa membedakan antara satu daengan yang lainnya.
116
-
Islam merupakan sebuah agama yang menjunjung tinggi nilai sejarah. Membumi hanguskan situs bersejarah seperti makam nabiyullah Yunus as merupakan tindakan yang tidak berperadaban dan bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai sejarah.
-
Al Qur’an mengajarkan kita untuk memperlakukan para tawanan perang secara manusia, pembantaian terhadap para tawanan perang merupakan sikap yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh ajaran Islam.
-
Sikap respek dan simpati terhadap Islam, kemudian diyakini sebagai sebuah ajaran agama yang paling benar dikarenakan Islam selalu mengajarkan pemeluknya untuk memanusiakan manusia. Sebaliknya tindakan tidak manusia yang kerap dipertontonkan olek kelompok ISIS terhadap para tawanan hanya akan menimpulkan kebencian dan antipati.
-
Keberagaman dalam beragama merupakan Sunnatullah yang berlaku di dunia ini, dan terus akan berlaku sampai berakhirnya umur dunia ini. 117
-
Memaksa manusia untuk berada dalam satu agama adalah sebuah tindakan yang berlawanan dengan Sunnatullah, dan selama tidak akan berhasil dan terwujud.
-
Memaksa seseorang untuk beragama dalam agama tertentu, akan menjadikan orang tersebut berkarakter munafik. Atas dasar itulah, Al Qur’an melarang memaksa manusia untuk beragama Islam.
-
Tugas para nabi hanyalah sebatas menyampaikan risalah kenabian, masalah keimanan merupakan hak pilih yang dimiliki oleh setiap manusia, sebagaimana semua manusia akan dimintai pertanggung jawabannya atas hak pilih yang telah diambilnya.
-
Universalitas ajaran Islam tidaklah berarti semua manusia harus beragama Islam, melainkan ajaran Islam bersifat universal dikarenakan ajarannya diperuntukkan untuk semua kalangan manusia, dan berlaku untuk semua zaman.
-
Dalam Al Qur’an tidak ada hubungan yang lebih kuat daripada hubungan yang berdasarkan keimanan yang 118
sama. Atas dasar itulah membunuh saudara seiman, tanpa pembenar dari sisi syariat merupakan sebuah dosa besar. -
Al Qur’an memerintahkan orang yang beriman ketika terjadi konflik diantara mereka, hendaknylah diselesikan oleh internal orang-rang yang beriman, dan tidak melibatkan kalangan non beriman guna memimalisir dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari upaya penyelesaian konflik tersebut.
-
Persaudaraan yang berlandaskan keimanan yang sama merupakan sanegerah yang tiada tara dari Tuhan untuk terus disyukuri dengan meningkatkan kwalitas persaudaraan tersebut. Berupaya untuk memutus tali persaudaraan semacam ini, apalagi dengan cara saling membunuh, sama sekali jauh dari sikap bersyukur atas anugerah Tuhan tersebut.
-
Sikap berhati-hati dalam menyikapi pernyaataan keimanan, apalagi berkaitan dengan pertumpahan darah merupakan perintah Al Qur’an, dikarenakan “iman” merupakan sesuatu yang bersifat Qalbi (tempatnya di hati), hanya Allah swt yang mengetahui hakikatnya. 119
-
Slogan “Jihad Fi Sabilillah” yang kerap dikumandangkan oleh kelompok ISIS dalam melakukan aksinya sangat kontras dengan teks-teks Al Qur’an, sebaliknya merujuk kepada teks-teks Al Qur’an, mereka lebih pas untuk dijuluki sebagai “Para Pencari Kekuasaan Duniawi”.
120
DAFTAR PUSTAKA
Buku
-
Al Qur’an Al Karim.
-
Abdul Latif Yusuf, Mukhtashar Al Mufradât Fî Gharîb Al Qur’ân Lilashfahânî, Penerbit: Dar Al Ma`rifah, Cet: Pertama (Bairut, 1998 M).
-
Abu Abdillah Al Bukhari, Shahih Al Bukhârî, Penerbit: Dar Ibnu Katsir, Cet: ketiga (1987 M).
-
Abu Isa At Tirmidzi, Sunan At Tirmidzî, Penerbit: Dar Ihya At Turats Al `Arabi.
-
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir (Kamus ArabIndonesia), Penerbit: Pustaaka Progressif, Cet: Pertama (Yogyakarta, 1984 M).
-
Asy Sya`rawi, Tafsîr Asy Sya`râwî, Penerbit: Akhbar Al Yaum (Cairo). 121
-
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya, Penerbit: Lembaga Percetakan Al Qur’an Departemen Agama, Cet: Keempat (Indonesia, 2009 M).
-
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit: Gramedia, Edisi: Keempat, Cet: Pertama (Jakarta, 2008 M).
-
Fahd Ar Rumi, Dirasât Fî `Ulûm Al Qur’ân, Penerbit: Mu’assasah Ar Risalah.
-
Fakhruddin Ar Razi, At Tafsîr Al Kabîr, Penerbit: Dar Al Hadits, Cet: 2012 M (Cairo).
-
Ibnu Katsir, Tafsîr Al Qur’ân Al `Azhîm, Penerbit: Dar Al Hadits, Cet: Ketujuh (Cairo, 1993 M).
-
Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, Tafsîr Al Qur’ân Al `Azhîm, Penerbit: Dar Al Fikr, Cet: Pertama.
-
Jalaluddin As Suyuthi, Lubâb An Nuqûl Fî Asbâb An Nuzûl, Penerbit: Al Maktabah At Taufiqiyyah (Cairo).
-
Muhammad Al Amin Asy Syanqiti, Adhwa’ Al Bayân Fî îdhah Al Qur’ân Bi Al Qur’ân, Penerbit: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, Cet: Pertama (Bairut, 2003 M).
-
Muhammad Ali Ash Shobuni, Shafwat At Tafâsîr, Penerbit: Dar Ash Shobuni, Cet: Kesembilan (Cairo). 122
-
Muhammad Ath Thahir bin Asyur, Tafsîr At Tahrîr Wa At Tanwîr, Penerbit: Dar Souhnoun (Tunis).
-
Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi, Al Jâmi` Li Ahkâm Al Qur’ân, Penerbit: Dar Al Hadits, Cet: 2010 M (Cairo).
-
Muhammad Nawawi, Marâh Labîb Tafsîr An Nawawî, Penerbit: Dar Al `Ilmi (Surabaya).
-
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr Al Mannâr, Penerbit: Dar Al Kutub Al `Ilmiyyah, Cet: Pertama (Beirut, 1999 M).
-
M. Quraish Shihab, Tafsîr Al Mishbâh, Penerbit: Lentera Hati, Cet: Pertama (Jakarta, 2009 M).
-
Tim Al Qur’an dan As Sunnah Kementerian Wakaf Republik Arab Mesir, Al Muntakhab Fî Tafsîr Al Qur’ân Al Karîm, Penerbit: Kementerian Wakaf, Cet: Kesembilan Belas (Cairo, 2000 M).
-
Umar Abdul Jabbar, Khulâshat Nûr Al Yaqîn, Penerbit: Maktabah Nabhan (Surabaya).
-
Umar Hasyim, Qawâid Ushûl Al Hadîts, Penerbit: Ma‘had Ad Dirasat Al Islamiyyah, Cet: 1998 M.
-
Wahbah Az Zuhaili, At Tafsîr Al Munîr, Penerbit: Dar Al Fikr, Cet: Kesepuluh (Damaskus, 2009 M). 123
Koran dan Majalah
-
Koran Republika, tanggal 27 Maret 2014.
-
Koran Republika, tanggal 29/September/2014.
-
Majalah “Gontor”, Edisi 06 Tahun XII Dzulhijjah 1435 – Muharram 1436/Oktober 2014.
Situs Website
-
www.al-islam.com
-
www.altafsir.com
-
www.bbc.co.uk
-
www.detik.com
-
www.eramuslim.com
-
www.kompas.com
-
www.merdeka.com
-
www.nu.or.id
-
www.suara-islam.com 124
-
www.tempo.com
125