Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
JIHAD DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN Oleh: Muhammad Uzaer Damairi Fakultas Syari‟ah IAIN Jember Email:
[email protected] Abstrak Jihad menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam. Dia telah ada sejak masa-masa awal Islam di Mekkah. Tersebarnya Islam ke penjuru dunia terkait erat dan merupakan buah dari jihad yang dilakukan oleh Rasul dan para Sahabat. Di era Mekkah, jihad merupakan usaha maksimal dalam berdakwah, mengajak para kafir Quraish agar memeluk agama Islam dan meninggalkan kebiasaan warisan nenek moyang yang sesat. Di era Madinah, jihad dalam arti perang fisik mulai diizinkan. Hal itu dikarenakan adanya penindasan dan kezaliman yang terjadi pada umat Islam. Islam adalah agama yang sangat menekankan kewajiban menjaga nyawa, dan juga harga diri. Tidak boleh terjadi penindasan, terutama pada umat Islam. Karena itulah disyariatkan jihad. Namun akhir-akhir ini, kata jihad menjadi sangat sempit. Penyebabnya bukan hanya karena miskonsepsi orang non muslim tentang jihad, tapi juga karena beberapa kelompok muslim sendiri yang meletakkan kata jihad dalam bilik sempit. Dalam artikel ini, akan dijelaskan makna jihad secara bahasa dan istilah, pendapat beberapa ulama tentang jihad, dan konsep jihad dalam al-Qur‟an. Keywords: Jihad, Ulama, al-Qur‟an PENDAHULUAN Sebuah topik seringkali menjadi berita aktual hanya pada periode tertentu. Setelah beberapa kali dibahas, tidak terdengar lagi pembicaraan tentang hal itu, kecuali hanya sayup-sayup. Berbeda dengan jihad, ia masih sering diperbincangkan oleh banyak kalangan, senantiasa kencang terdengar bahkan hingga saat ini. Terlebih lagi ketika kondisi perpolitikan dunia dan negara-negara tertentu sedang bergejolak dan melibatkan kekerasan yang bersifat fisik serta mengandung unsur SARA,
15
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
tentu akan sering terdengar kata jihad sebagai tema utama dalam setiap obrolan dan diskusi. Setiap kali kata jihad diucapkan, gambaran yang langsung nampak di depan mata adalah adu fisik, bentrok, perang, senjata, bom, dan hal-hal menakutkan lainnya. Jihad juga sering dibumbui dengan pekik takbir dan berbagai aksesoris ke-arab-an; jubah dan jenggot. Jihad dalam pemahaman umum memang identik dengan kekerasan, dunia laki-laki. Dampaknya, pandangan mata masyarakat akan dipenuhi rasa curiga manakala melihat seseorang berjenggot panjang dan memakai jubah. Opini publik betul-betul telah dibentuk oleh berita yang beredar tanpa adanya cross check dan mencari dalil yang sahih. Di Barat, kata jihad seringkali menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar masyarakat. Kecurigaan dan tuduhan akan langsung dialamatkan pada dunia Timur (baca: Arab), atau minimal sekelompok warga ataupun keturunan Arab, ketika terjadi teror yang memakan banyak korban. Tak heran bila nama-nama dan wajah-wajah Arab akan menghiasi setiap halaman media ketika daftar teroris dirilis oleh pihak yang berwenang. Sungguh, kata jihad benar-benar berada dalam titik nadir. Tetapi, secercah harapan muncul ketika akhir-akhir ini upaya pencarian hakikat makna jihad mulai menggeliat. Walaupun masih belum bisa menghapus seluruh memori negatif tentang jihad, namun setidaknya hal itu bisa menjadi oase bagi para mujahid di tengah “kegersangan” dunia Barat. PEMBAHASAN A. Makna Jihad Secara bahasa, menurut Ibn Manẓūr, jihad berasal dari kata „al-jahdu wa al-juhdu‟ yang berarti „al-ṭāqah‟ (kemampuan atau kekuatan). Pendapat lain mengatakan, al-jahdu artinya al-mashaqqah (kesulitan, letih), sedangkan al-juhdu bermakna al-ṭāqah1. Jihad juga berarti qitāl (memerangi), dan usaha maksimal dalam perang, ucapan, dan apapun
1
16
Ibn Manẓūr, Lisān al-„Arab, jilid 2 (Kairo: Dār al-Ḥadīth, 2003), 239
Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
yang mampu dikerjakan.2 Ibn Fāris punya pendapat yang sama. Menurutnya, segala kata yang terdiri dari huruf jīm-hā-dāl, makna asalnya adalah kesulitan (al-mashaqqah) atau yang mendekatinya3. Quraish Shihab juga mengutip pendapat Ibn Fāris dalam mengartikan kata jihad.4 Secara istilah, jihad berarti mengajak ataupun menyuru untuk mengikuti agama yang benar yaitu Islam (al-du„ā‟ ilā al-dīn al-ḥaq)5. Secara syar‟i para ulama mendefinisikan kata jihad dengan definisi yang hampir sama. Ulama pengikut Imam Hanafi misalnya, mendefinisakan jihad sebagai ajakan atau seruan mengikuti agama yang benar dan memerangi orang yang tidak menerimanya dengan harta dan jiwa.6 Mereka membuat definisi ini berdasarkan al-Qur‟an surat al-Taubah:41.
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. Al-Taubah:41). Sementara ulama pengikut Imam Syāfi„ī mendefinisikan jihad dengan “memerangi orang-orang kafir demi menolong agama Islam”. Dari definisi yang ada, Wahbah al-Zuhayli memberikan definisi bahwa jihad adalah upaya maksimal untuk memerangi kaum kafir dan mempertahankan diri dari mereka dengan jiwa, harta dan lisan7.
2
Ibid., 241 Abū Ḥusayn Aḥmad bin Fāris, Mu„jam Maqāyis al-Lughah, juz 1 (Beirut: Dār al-Fikr, 1979), 486 4 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an (Bandung: Miza, 1986), 493 5 Abū al-Ḥasan „Ali bin Muḥammad bin „Ali al-Ḥusayni al-Jurjāny, al-Ta„rīfāt (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2002), 84 6 Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islāmy wa Adillatuh, jilid 8 (Beirut: Dār al-Fikr, 2005), 5845 7 Ibid., 5846 3
17
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa jihad adalah upaya maksimal dan optimal untuk mengajak dan menyeru orang lain mengikuti agama yang benar yaitu Islam dan melawan siapapun demi menolong agama Islam dengan harta dan jiwa raga, bahkan, jika dihubungkan dengan konteks kekinian, dengan apapun yang dimiliki dan mampu dilakukan, termasuk dengan tulisan, dan lain sebagainya. Kata jihad tergolong unik. Hampir tidak ditemukan padanan kata yang pas untuknya sehingga kata ini menjadi kata serapan di banyak bahasa di dunia, termasuk Indonesia dan Inggris. Dalam bahasa Inggris, kata jihad sering kali diterjemahkan dengan kata „holy war‟, tapi biasanya terjemahan ini ditolak oleh banyak kalangan Muslim karena terlalu „Kristen‟8. Holy war istilah yang sering digunakan oleh tokoh Kristen untuk mengobarkan semangat pasukan Kristen dalam perang salib. B. Jihad Dalam Al-Qur’an Dalam al-Qur‟an, ada 41 ayat yang berisi kata jihad dengan segala derivasinya9. Itu belum termasuk ayat yang tersusun dari kata qitāl. Sekian banyak ayat yang berisi kata jihad tersebut, menurut alDāmighāny, mencakup tiga aspek utama; jihad dengan ucapan (al-jihād bi al-qawl), jihad dengan senjata (al-qitāl bi al-ṣilāḥ), dan jihad dengan perbuatan (al-jihād bi al-„amal)10. Untuk jihad dengan ucapan seperti yang termaktub dalam Surat al-Furqān ayat:52.
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur‟an dengan jihad yang benar” (QS. Al-Furqan:52).
8
David Cool, Understanding Jihad (London: University of California press, 2005), 1 9 Lihat Muḥammad Fu‟ād „Abd al-Bāqy, al-Mu„jam al-Mufahras li Alfāẓ alQur‟ān (Kairo: Dār al-Ḥadīth, 2001), 224 - 225 10 Al-Ḥusayn bin Muḥammad al-Dāmighāny, Qāmūs al-Qur‟ān (Beirut: Dār al„Ilm li al-Malāyīn, 1983), 112
18
Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
Ayat lain yang juga menerangkan jihad dengan ucapan adalah Surat at-Taubah ayat:73.
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburukburuknya.” (QS. Al-Taubah:73). Pendapat ini sedikit berbeda dengan pandangan Ibn „Abbās yang mengatakan bahwa jihad melawan orang kafir dilakukan dengan pedang, sedangkan kepada orang munafik dilakukan dengan ucapan (jihād alkuffār bi al-sayf, wa jihād al-munāfiqīn bi al-lisān).11 Sementara jihad yang dilakukan dengan senjata diantaranya adalah yang tertulis dalam Surat al-Nisa‟ ayat 95.
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai „uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu drajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar”. (QS. Al-Nisa‟: 95). 11
Aḥmad Musṭafā al-Marāghy, Tafsīr al-Marāghy, juz 10 (Mesir: Musṭafā alBāb al-Halaby, 1946), 163
19
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
Begitu juga dalam al-Qur‟an Surat al-Ṣhaf ayat 11.
“(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Ṣaf:11). Sementara jihad dengan amal perbuatan tertulis diantaranya dalam Surat al-„Ankabūt ayat 6.
“Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al„Ankabūt: 6). Begitu juga dengan dari Surat al-Hajj ayat 78.
... “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenarbenarnya.” (QS. Al-Hajj:78). C. Miskonsepsi Tentang Jihad Jihad dalam pemahaman masyarakat awam selalu identik dengan kekerasan. Hal itu bisa dimaklumi karena satu-satunya makna jihad dalam anggapan mereka adalah perang, dimana seorang mujahid harus bertarung dan berusaha keras mengalahkan lawan. Adanya miskonsepsi tentang jihad, jika ditelusuri, karena adanya beberapa sebab: 1. Anggapan bahwa semua ayat jihad adalah ayat-ayat madaniyah. Sebelum Nabi hijrah ke Madinah, tak ada ajaran jihad dalam Islam12.
12
Sa„īd Ramaḍān al-Būty, al-Jihād fī al-Islām; Kayfa Nafhamuhu wa Kayfa Numārisuhu (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu„āṣir, 1993), 19
20
Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
Jihad disyariatkan dalam rangka melakukan ekspansi dan penyebaran agama. Karena itulah jihad terkesan ofensif dan represif. 2. Adanya anggapan (khususnya di Barat) bahwa Islam adalah agama (niḥlah) dalam makna umum dalam definisi mereka. Agama (niḥlah), dalam pemahaman mereka, hanyalah sekumpulan akidah, ritual („ibādāt) dan syiar13. Ini memunculkan kesan bahwa siapapun yang beragama harus menyiarkan agama yang dipeluknya dan melawan siapapun yang berbeda agama. 3. Orang-orang Islam adalah umat (nation) dalam definisi yang mereka buat. Umat (nation) dalam perpsektif mereka adalah sekelompok orang yang mempunyai kesepakatan diantara mereka, berkumpul dan berkaitan erat (taallafat) diantara mereka karena mempunyai prinsip yang sama14. Hal ini seakan menggambarkan bahwa umat Islam adalah umat yang ekslusif, komunitas tertutup yang dilingkupi sekian banyak dogma dan doktrin untuk menyebarkan agama dengan cara apapun. D. Hakikat Jihad Jihad dalam arti peperangan fisik memang baru disyariatkan pada era Madinah. Tetapi jika ditelusuri secara mendalam, perintah jihad sebenarnya sudah ada sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Kalau diperhatikan, Surat al-Furqān yang memuat perintah jihad adalah Surat Makkiyah.
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur‟an dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan:52). Begitu juga dengan Surat al-Naḥl.
13 14
Abū al-A„lā al-Mawdūdy, al-Jihād fī Sabīl Allāh (t. tp: t. p, t. th), 3 Ibid., 3
21
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Nahl:110). Hanya saja, jihad di era Makkah adalah jihad dalam berdakwah, mengajak para kafir untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan kebiasaan lama mereka yang merupakan warisan leluhur. Rasul dengan dibantu para Sahabat secara kontinyu menyebarkan agama Islam dan menyuarakan kebenaran tanpa memperdulikan resiko yang dihadapi. Hal inilah yang dianggap sebagai dasar dan esensi jihad.15 Di samping itu, jihad yang ada dalam Islam dilakukan demi sebuah konsepsi (fikrah) yaitu sabilillah. Sabilillah adalah konsepsi yang berisikan kebaikan (al-khayr), keadilan (al-„adl) dan kebenaran (alḥaqq)16. Di sisi lain, jihad juga dilakukan demi beberapa tujuan; 1. Agar tidak ada fitnah. 2. Agama (ketaatan) semata-mata hanya untuk Allah. 3. Demi menolong orang-orang yang lemah baik itu laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang mendapat penindasan dari kaum tiran. 4. Demi membela orang-orang yang diusir dari kampung halamannya. Hal itu diterangkan dalam al-Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 244, Surat al-Baqarah ayat 193 dan Surat al-Nisā‟ ayat 75.
15 16
22
Al-Būṭy, al-Jihād fī al-Islām, 21 Abd al-Ḥalīm Maḥmūd, al-Jihād fī al-Islām (Kairo: Dār al-Ma„ārif, t. th), 5
Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
“Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. Al-Baqarah:244).
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah:193).
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anakanak yang semuanya berdo‟a: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negri ini (Makkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” (QS. Al-Nisa‟:75). Sabilillah dalam ayat di atas, seperti yang digambarkan oleh Ja„far bin Abī Ṭālib ketika ditanya utusan Raja Habasyah, adalah mengesakan Allah dan menyembah-Nya, berkata dengan jujur, menyampaikan amanah, menyambung tali silaturrahim, bertetangga yang baik, tidak menyakiti orang lain, menunaikan salat dan zakat, puasa, menjauhi perbuatan dan perkataan yang buruk, tidak memakan harta anak yatim dan tidak menuduh perempuan baik-baik melakukan zina17. Sementara fitnah yang harus dihilangkan dengan jihad, menurut Ibn „Abbas, Abū al-„Āliyah, Mujāhid, al-Ḥasan, Qatādah, al-Rabī„, Muqātil 17
Ibid.,, 8
23
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
bin Ḥayyān, al-Saddy, dan Zayd bin Aslam, maksudnya adalah kemusyrikan18. Dalam ayat ini, hilangnya fitnah diikuti dengan tujuan agar segala ketaatan hanya kepada Allah. Ini berarti, dengan hilangnya kemusyrikan (fitnah), diharapkan agar semua tatanan hidup manusia sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Satu hal yang juga kiranya penting untuk disebutkan dan dijadikan penekanan adalah bahwa jihad yang bersifat fisik (qitāl) dalam Islam dilakukan demi membela diri. Jihad dalam Islam bersifat defensif, bukan ofensif dan represif. Hal itu diterangkan dengan jelas dalam ayat 39 dan 40 dari Surat al-Ḥajj:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orangorang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biarabiara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hajj: 39-40).
18
234
24
Ibn Kathīr, Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm, jilid 1 (Beirut: Dār al-Ma„rifah, 1993),
Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
Kedua ayat ini memperkuat ayat lain yang menerangkan hal serupa, yaitu Surat al-Baqarah: 190-191.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orangorang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 190-191). Dengan adanya keterangan yang jelas itu, asumsi yang mengatakan bahwa Islam menyebar dengan tajamnya pedang dengan sendirinya gugur dan terbantahkan. Asumsi itu hanyalah sekedar stigmatisasi dan penggiringan opini publik yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk mendikreditkan agama Islam, atau mungkin juga bersumber dari orang yang tidak tahu dan tidak paham makna dan hakikat jihad. Dari uraian di atas, ada beberapa poin yang harus dicermati ketika tema jihad di bahas: Pertama; dalam jihad terkandung unsur „letih‟, sebuah kata yang menggambarkan sebuah usaha yang maksimal dan optimal.
25
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
Kedua; jihad tidak harus menggunakan tajamnya mata pedang atau senjata lainnya, Jihad dengan senjata berada dalam sebuah bilik sempit dalam sebuah bangunan luas yang bernama jihad. Ketiga; ada unsur dakwah dalam jihad. Keempat; jihad yang melibatkan kekuatan fisik dan senjata, cenderung dilakukan dalam rangka mempertahankan diri. Dengan kata lain, jihad tidak bersifat ofensif dan represif, melainkan defensif. Kelima; jihad yang dilakukan, apapun bentuknya, harus dilandasi dengan sebuah konsepsi, sabilillah. Keenam; jihad dapat dilakukan oleh setiap muslim tanpa memandang jabatan, status sosial maupun ekonomi. PENUTUP Jihad yang sebenarnya mempunyai makna yang sangat luas seringkali dipersempit ruang geraknya oleh sekelompok golongan yang berpandangan dangkal. Akibatnya, konsepsi jihad yang ada di benak masyarakat awam merupakan jihad dalam makna yang sudah mengalami reduksi dan polarisasi akut. Lebih parahnya lagi, yang membatasi ruang gerak jihad dan meletakkannya dalam ruang sempit kebanyakan justru dari kelompok muslim sendiri. Alih-alih bisa memberikan gambaran tentang islam kepada kelompok lain secara obyektif dan proporsional, miskonsepsi itu seakan malah memperkuat asumsi para non muslim bahwa Islam adalah agama kekerasan dan menyebar melalui tajamnya mata pedang. Setiap muslim saat ini mempunyai tugas dan tanggung jawab besar mengembalikan kata jihad ke tempat semula. Rel yang telah jauh menyimpang harus diluruskan kembali. Hal ini sangat urgen dan mendesak untuk segera dilakukan. Jihad merupakan salah satu pilar terpenting dalam Islam. Dengan jihad, eksistensi ajaran Islam semakin diakui dan menduduki tempat yang sangat terhormat di berbagai belahan dunia. Kita tentu tidak ingin penyebaran agama Islam terhambat, atau bahkan mungkin jumlah kaum muslim menurun drastis, akibat kesalahanpemahaman khalayak umum mengenai sebuah konsep dalam Islam, termasuk jihad.
26
Muhammad Uzaer Damairi, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an...
Bukan perkara mudah meluruskan pemahaman yang terlampau jauh menyimpang, tapi juga bukan hal yang mustahil. Jika setiap muslim memulai dari dirinya, kemudian menularkan pada keluarga dan tetangganya, lambat laun tak aka nada lagi anggapan miring tentang Islam. Semua kelompok dan golongan pasti akan menerima, dan Islam akan menjadi agama terbesar di semua belahan bumi.
27
Jurnal PESAT Vol. 2 No. 4 September 2016
DAFTAR PUSTAKA
Bāqy, Fu‟ād „Abd, al-Mu„jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Qur‟ān (Kairo: Dār al-Ḥadīth, 2001) Būty, Sa„īd Ramaḍān, al-Jihād fī al-Islām; Kayfa Nafhamuhu wa Kayfa Numārisuhu (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu„āṣir, 1993) Cool, David, Understanding Jihad (London: University of California press, 2005) Dāmighāny, Al-Ḥusayn bin Muḥammad, Qāmūs al-Qur‟ān (Beirut: Dār al-„Ilm li al-Malāyīn, 1983) Ibn Fāris, Abū Ḥusayn Aḥmad, Mu„jam Maqāyis al-Lughah, juz 1 (Beirut: Dār al-Fikr, 1979) Ibn Kathīr, Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm, jilid 1 (Beirut: Dār al-Ma„rifah, 1993) Jurjāny, Abū al-Ḥasan „Ali bin Muḥammad bin „Ali al-Ḥusayni, alTa„rīfāt (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2002) Maḥmūd, Abd al-Ḥalīm, al-Jihād fī al-Islām (Kairo: Dār al-Ma„ārif, t. th) Manẓūr, Ibn, Lisān al-„Arab, jilid 2 (Kairo: Dār al-Ḥadīth, 2003) Marāghy, Aḥmad Musṭafā, Tafsīr al-Marāghy, juz 10 (Mesir: Musṭafā al-Bāb al-Halaby, 1946) Mawdūdy, Abū al-A„lā, al-Jihād fī Sabīl Allāh (t. tp: t. p, t. th) Shihab, Quraish, Wawasan al-Qur‟an (Bandung: Miza, 1986) Zuhayli, Wahbah, al-Fiqh al-Islāmy wa Adillatuh, jilid 8 (Beirut: Dār alFikr, 2005)
28