Topik Utama TEROBOSAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL Usman Pasarai, Humbang Purba, Panca Wahyudi, Rudi Indharto, Danang Sismartono Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
[email protected]
SARI Pengelolaan sumber daya migas saat ini dirasa masih belum optimal dalam mendorong kemampuan penguasaan teknologi nasional. Hal ini tercermin masih dominannya komponen impor yang digunakan dalam kegiatan hulu migas. Berbagai upaya terobosan telah dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tersebut, di antaranya adalah pengembangan teknologi airgun mini seismik, rig untuk coal bed methane (CBM), dan tabung adsorbed natural gas (ANG). Teknologi airgun mini seismik dirancang dengan daya eksplosif rendah sehingga aman bagi lingkungan, tidak menimbulkan getaran ekstrim, mudah dalam izin penggunaan dan penyimpanannya, dapat digunakan di rawa-rawa dan lokasi padat penduduk, serta lebih ekonomis. Teknologi rig CBM dirancang untuk pengeboran sumur CBM dan kerja ulang sumur migas, memiliki kemampuan memberikan beban tekan, tenaga kerja rig yang dibutuhkan lebih sedikit, dapat beroperasi pada lahan sempit, hemat biaya pengeboran, dan harga yang relatif murah. Teknologi tabung ANG menggunakan karbon aktif sebagai penyerap dan penampung gas dengan tekanan operasi jauh lebih rendah dibandingkan tabung compressed natural gas (CNG). Dengan teknologi ini, produksi gas bumi dari lapangan kecil dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar gas rumah tangga menggantikan liquefied petroleum gas (LPG) yang lebih mahal sehingga dapat mengurangi impor dan subsidi LPG. Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ketiga teknologi tersebut bervariasi hingga mendekati 100%. Teknologi yang dikembangkan diharapkan dapat memberi kontribusi solusi persoalan migas nasional terkait kurang optimalnya eksplorasi migas, turunnya sentimen investasi eksplorasi dan eksploitasi CBM, serta tingginya impor LPG. Kata kunci : airgun mini, penguasaan teknologi nasional, rig CBM, tabung ANG, TKDN 1. PENDAHULUAN Teknologi merupakan rangkaian proses untuk menghasilkan produk barang atau jasa yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Salah satu indikator ukuran tingkat kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa adalah perkembangan teknologinya (Schwab, 2013). Kemajuan teknologi diyakini menjadi bagian integral untuk mengangkat martabat bangsa. Dengan dukungan ketersediaan sumber daya alam, kekuatan sumber daya manusia, dan
ketersediaan sistem pendanaan yang cukup dan baik, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maju dalam aspek sosialbudaya-ekonomi. Pembangunan iptek telah menjadi bagian dari politik negara sebagaimana termaktub dalam Amandemen pasal 31 ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk
Terobosan Pengembangan Teknologi Untuk Mendukung...; Usman P, Humbang P, Panca W, Rudi I, Danang
25
Topik Utama kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Arnold dan Listyani, 2013). Sejalan dengan amanat konstitusi tersebut, UndangUndang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi menekankan pentingnya mengutamakan kemampuan nasional dalam pengelolaan energi. Aspek kemandirian pengelolaan energi, di antaranya adalah kemampuan industri dan jasa energi dalam negeri yang mandiri, pengembangan sumber daya manusia profesional, serta terciptanya lapangan kerja. Aspek-aspek tersebut juga menjadi pijakan dalam Kebijakan Energi Nasional 2014. Dalam konteks pengelolaan migas, walaupun industri ini telah banyak memberi kontribusi dalam pembangunan nasional sebagai sumber penerimaan negara dan turut mendukung pembangunan daerah, perannya dalam mewujudkan nilai tambah dalam industri nasional belum optimal. Kandungan TKDN pada kegiatan industri hulu migas masih relatif kecil, kurang dari 50% (Gambar 1). Untuk mendukung kebijakan penggunaan komponen dalam negeri pada kegiatan hulu migas, pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2013 yang menetapkan target jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Peningkatkan TKDN pada industri hulu migas akan dapat memberi nilai tambah bagi perekonomian, menyerap tenaga kerja, memperkuat daya saing nasional, serta mendorong inovasi dan teknologi produk dalam negeri. Makalah ini menguraikan pengembangan teknologi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) "LEMIGAS" sebagai upaya mendukung terwujudnya kemandirian pengelolaan energi migas dan pencapaian target TKDN yang dicanangkan. Teknologi yang dibahas dalam makalah ini dibatasi hanya untuk airgun mini seismik, rig CBM, dan tabung ANG. Ketiga teknologi tersebut diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menjawab isu nasional di subsektor migas yaitu kurang optimalnya eksplorasi migas, turunnya sentimen investasi eksplorasi dan eksploitasi CBM, serta pengurangan impor LPG.
Gambar 1. Target capaian TKDN pada kegiatan usaha hulu migas berdasarkan Peraturan MESDM Nomor 15 Tahun 2013
26
M&E, Vol. 12, No. 3, September 2014
Topik Utama Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) ketiga produk yang telah dikembangkan diukur dengan TeknoMeter (Arwanto dan Kuncoro, 2013 dan BPPT, 2012). Instrumen ini dapat memberi gambaran universal seberapa siap atau matang ketiga teknologi tersebut diterapkan dan diadopsi oleh industri serta dapat memberi panduan strategi pengembangan selanjutnya. TKT dinyatakan dalam skala 1 sampai dengan 9. Hasil pengukuran TKT skala 1-3 menunjukkan kegiatan litbangyasa masih pada tataran riset dasar. Hasil pengukuran TKT skala 4-6 adalah tahapan pembuatan prototipe. Pada tahap ini mulai dipertimbangkan aspek teknis dan ekonomis, kemitraan pelaksana dan pengguna, serta program inkubasi. TKT skala 7-9 menandakan bahwa teknologi yang dikembangkan telah siap dikomersialkan. Kolaborasi dengan industri sudah dibangun dan mulai disiapkan keberlangsungan produk dengan mencari riset baru. Alur proses pengukuran TKT ditampilkan dalam Gambar 2. Pengembangan ketiga teknologi serta status kematangan teknologi tersebut diuraikan secara detail pada bagian berikut.
2. TEROBOSAN TEKNOLOGI Pengembangan teknologi airgun mini seismik, rig CBM, dan tabung ANG berangkat dari konsep reverse engineering. Teknologi yang sudah ada dibedah, lalu dikembangkan dan ditambahkan komponen-komponen baru sesuai kebutuhan sehingga dihasilkan produk yang memiliki kualitas dan harga lebih murah. a. Airgun Mini Kegiatan akuisisi seismik di Indonesia banyak menggunakan dinamit sebagai sumber pembangkit gelombang karena dapat menghasilkan sinyal rekaman seismik yang lebih baik bila dibandingkan dengan sumber eksplosif dan impulsif lainnya. Namun demikian penggunaan dinamit menimbulkan banyak permasalahan. Mulai dari lamanya perizinan, pengadaan gudang bahan peledak, penjagaan yang ketat, konflik sosial penduduk karena rumah retak hingga perusakan lingkungan. Selain itu,
Gambar 2. Alur proses pengukuran TKT (Arwanto dan Kuncoro, 2013 dan BPPT, 2012)
Terobosan Pengembangan Teknologi Untuk Mendukung...; Usman P, Humbang P, Panca W, Rudi I, Danang
27
Topik Utama juga terdapat sejumlah kendala teknis yaitu dinamit sulit digunakan pada daerah rawa-rawa, daerah transisi, banjir luapan sungai, daerah intrusi, dan kawasan padat penduduk. Konsekuensi permasalahan tersebut mengakibatkan biaya operasi menjadi mahal dan atau akuisisi seismik tidak bisa dilakukan pada daerah tersebut. Dengan latar belakang permasalahan di atas, LEMIGAS mengembangkan alat pembangkit sumber ledakan alternatif untuk mengatasi permasalahan dan kesulitan teknis dalam penggunaan dinamit. Alat ini dinamakan airgun mini karena diadopsi dari airgun laut. Namun airgun mini yang dikembangkan memiliki ukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan airgun laut (Humbang dkk., 2014). Prinsip kerja airgun mini adalah menyuplai udara dari tabung oksigen ke tabung (chamber) airgun mini dengan volume 60 cu-inchi. Posisi mini airgun dimasukkan ke dalam lubang dengan kedalaman 1,5-2,0 meter. Udara yang disuplai akan menghasilkan tekanan hingga 1500 psi. Katup airgun mini kemudian dilepas sehingga massa udara bertekanan tinggi di dalam tabung akan keluar dan merambat melalui air sebagai media kopling ke permukaan tanah. Energi tekan akan menggetarkan massa permukaan tanah dan menjalar ke bawah permukaan bumi. Gelombang yang menjalar tersebut akan mengalami refleksi ketika bertemu dengan lapisan batuan dan direkam di permukaan oleh geofone (receiver). Ilustrasi prinsip kerja airgun mini diberikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Skematik prinsip kerja airgun mini (Humbang dkk, 2014)
28
Pengujian skala lapangan telah dilakukan untuk mengetahui performa airgun mini, hasil rekaman, keamanan operasi, dan perbandingannya dengan dinamit. Pengujian dilakukan bersamaan kegiatan akuisisi seismik. Geofone (receiver) yang digunakan sama dengan yang dipakai oleh industri akuisisi seismik dengan volume chamber 60 inci kubik. Pengujian dilakukan di sungai dengan menggantung alat hingga kedalaman 1 meter di dalam sungai dan di darat dengan membuat lubang dengan kedalaman 1 meter. Sebagai pembanding digunakan dinamit yang ditanam dekat lubang airgun mini pada kedalaman 5, 10, 20, dan 30 meter. Gambar 4 menunjukkan posisi airgun mini untuk akuisisi seismik di darat. Hasil akuisisi seismik di darat menunjukkan masih adanya noise pada far offset-nya. Frekuensi dominan juga masih relatif rendah, sekitar 7 Hz di darat dan sekitar 5 Hz di sungai dengan broadband relatif sempit. Rekaman refleksi dapat terlihat hingga 1.000 milidetik. Rekaman seismik hasil pembangkit gelombang dinamit dapat menghasilkan frekuensi dominan 45 Hz dan reflektor dapat terlihat hingga 3.000 milidetik dari peledakan pada kedalaman 30 m. Gambar 5 dan 6 menunjukkan data rekaman airgun mini dan peledakan dinamit.
Gambar 4. Posisi airgun mini untuk akusisi seismik di darat
M&E, Vol. 12, No. 3, September 2014
Topik Utama
Gambar 5. (a) Rekaman seismik airgun mini di darat tekanan 1.000 psi; (b) Analisis amplitudo spektrum
Gambar 6. (a) Rekaman seismik dinamit kedalaman 30 m; (b) Analisis amplitudo spektrum
Terobosan Pengembangan Teknologi Untuk Mendukung...; Usman P, Humbang P, Panca W, Rudi I, Danang
29
Topik Utama Capaian penting dari hasil uji coba yang dilakukan ini terbukti bahwa airgun mini dapat memunculkan reflektor di darat dan di sungai. Alat ini dapat bekerja baik pada daerah rawa dan padat penduduk serta tidak menimbulkan polusi suara. Alat ini dapat berfungsi di kedalaman 1 meter sehingga cocok untuk daerah intrusi. Uji coba lebih lanjut dengan variasi volume chamber dan tekanan diperlukan untuk mendapatkan kualitas rekaman data dan energi penetrasi standar industri. TKDN alat ini mencapai 99%. Penggunaan airgun mini untuk survei 2D dan 3D dapat memangkas biaya berkisar 50% - 60% dibandingkan dengan menggunakan dinamit. b. Rig CBM Coalbed methane (CBM) merupakan salah satu sumber daya alam strategis yang cukup potensial memasok kebutuhan energi nasional dalam rangka diversifikasi energi. Potensi CBM Indonesia berdasarkan hasil studi Advance Research International (ARI) dengan Ditjen Migas dan Bank Pembangunan Asia tahun 2003 diperkirakan sebesar 453 triliun kaki kubik (Tcf) tersebar pada 11 cekungan di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Data terbaru sumber daya CBM berdasarkan wilayah kerja aktif 2014 yaitu Sumatra (22 WK) sebesar 43,6 Tcf dan Kalimantan (32 WK) sebesar 94,8 Tcf (Gunawan, 2014). Produksi sumur gas CBM sangat berbeda dengan produksi sumur gas konvensional, dimana sumur gas CBM butuh waktu lama untuk mulai produksi dan laju alir relatif kecil, berkisar 0,2 juta standar kaki kubik (MMscf) per hari. Sehingga akan diperlukan jumlah sumur yang sangat banyak untuk mencapai tingkat produksi ekonomis pengusahaan CBM. Banyaknya jumlah sumur yang harus di bor per tahun membutuhkan dukungan ketersediaan rig dalam jumlah yang cukup. Selain kegiatan pengeboran, masih diperlukan tambahan rig untuk menunjang kegiatan perbaikan dan kerja ulang sumur. Kebutuhan rig pengeboran dan kerja ulang dengan kapasitas kecil sampai
30
menengah akan menjadi sangat banyak bila pengusahaan lapangan CBM mulai masuk fase pengembangan. Saat ini jumlah rig dengan kapasitas 351-500 HP hanya 83 unit atau 24% dari total kebutuhan (Santoso, 2014). Jumlah tersebut hanya memenuhi rasio penyedian sebesar 69% dari total kegiatan sumur CBM tahun 2014 yang mencapai 119 program kerja sumur (Paju, 2014). Jumlah rig pada kapasitas tersebut masih bersaing untuk kebutuhan kerja ulang sumur migas. Praktis tidak ada pilihan lain bagi Kontaktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) CBM untuk menggunakan jenis rig migas yang umumnya memiliki kapasitas besar, peralatan yang kompleks dan memerlukan jumlah awak rig yang banyak. Akibatnya biaya operasi pengeboran dan kerja ulang sumur CBM menjadi sangat mahal. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab keekonomian pengusahaan CBM menjadi marginal, selain faktor regulasi dan tumpang tindih lahan, sehingga industri CBM nasional belum memperlihatkan gelagat yang menggembirakan. Penggunaan rig tambang yang relatif murah, awak rig relatif sedikit, dan dapat memberikan beban tekan saat pelaksanaan corring pada kedalaman relatif dangkal dapat digunakan dengan beberapa modifikasi yaitu penambahan peralatan blow out preventer (BOP) dan substructure untuk meninggikan posisi meja bor (Panca, 2013). Kelemahan rig tambang di antaranya kemampuan angkat rig hanya sekitar 30 ton. Kedalaman reservoar CBM di Indonesia pada umumnya berada di kedalaman 500 hingga 1.000 meter untuk wilayah Sumatera dan 500 hingga 1.500 meter untuk wilayah Kalimantan, sehingga memerlukan kemampuan angkat rig yang lebih besar, seperti pada rig migas. Berdasarkan peluang dan tantangan seperti diuraikan di atas, LEMIGAS mengembangkan prototipe rig CBM yang memenuhi standar internasional, relatif murah, handal, dan operasionalnya mudah dengan tingkat kandungan lokal tinggi. Konsep rancang bangun rig CBM adalah menggabungkan konsep rig konvensional migas dengan rig tambang. Hasil
M&E, Vol. 12, No. 3, September 2014
Topik Utama kombinasi tersebut menghasilkan keunggulan: kemampuan angkat mencapai 60 ton, dapat memberikan beban tekan selain berat rangkaian, dapat beroperasi pada lahan terbatas, jumlah operator lebih sedikit, BOP bisa dipasang di bawah rig, mobilisasi cepat pada segala kondisi, rig up-rig down dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, serta biaya operasi lebih murah (Panca, 2013). Desain prototipe mengacu pada rig CBM yang sudah ada di pasaran dengan beberapa penambahan, di antaranya: operasional sistem putar menggunakan top drive yang dijalankan secara hidrolik, menara rig didesain kompak sehingga dapat menahan beban lebih dari kapasitas angkatnya, meja kerja dapat diatur naik turun untuk BOP, chases dapat menopang beban berat, truk mempunyai 4 axle ditambah 2 buah pada rig-nya dengan kapasitas tenaga 440 Hp pada 1800 rpm dengan penggerak 8x8. Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkan rangkaian pengerjaan instalasi komponen rig. Gambar 10 adalah rig CBM LEMIGAS yang telah siap digunakan. Rig ini mengacu pada standar API Spec 4E-F dan telah lulus uji fungsi dan uji beban. Proses pabrikasi dilakukan di warehouse Petrodrill, Dawuan, Jawa Barat. TKDN yang digunakan dalam pembangunan prototipe Rig CBM LEMIGAS sudah mencapai 40% dan diharapkan dapat terus meningkat jika telah memasuki fase pabrikasi komersial.
Gambar 8. Pemasangan mesin, sistem transmisi dan power pack
Gambar 9. Instalasi menara pada unit truk
Gambar 10. Rig CBM LEMIGAS Gambar 7. Pemasangan sistem roda belakang
Terobosan Pengembangan Teknologi Untuk Mendukung...; Usman P, Humbang P, Panca W, Rudi I, Danang
31
Topik Utama Penghematan biaya dari komponen waktu mobilisasi, rig up-rig down, waktu pengeboran, area lahan pengeboran, dan jumlah pekerja dapat mencapai 25%. Tingkat keekonomian pengembangan manufaktur CBM dengan skema direct investment berdasarkan skenario produksi dan penyerapan rig sesuai Gambar 11, menunjukkan keekonomian yang atraktif seperti pada Tabel 1 (Sismartono, 2014). Gambaran teknis prototipe CBM dan keekonomiannya diharapkan mendorong target jangka menengah yang ingin dicapai yaitu tumbuhnya manufaktur rig CBM dalam negeri serta menunjang pengusahaan industri CBM yang mandiri, efisien, dan kompetitif dalam rangka memperkuat ketahanan energi dan mewujudkan kemandirian industri migas nasional. c. Tabung ANG Penyimpanan bahan bakar gas (BBG) dalam tabung yang dikenal dengan CNG sebagai sarana penyaluran bahan bakar merupakan salah satu alternatif mengurangi ketergantungan energi pada bahan bakar minyak. Dengan menggunakan tabung gas, distribusi gas dapat menjangkau wilayah yang lebih luas tanpa membangun jaringan pipa gas yang sangat mahal. Namun pemakaian BBG menggunakan tabung CNG masih banyak mengalami kendala, di antaranya membutuhkan tabung yang besar dan berat, tekanan tabung relatif tinggi, dan
15
Jumlah produksi rig (unit/th)
16
Skenario pesimis
14
Skenario moderate
12
Skenario optimis
13
10
10 8 8
6 4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tahun
Gambar 11. Skenario produksi rig CBM kapasitas pengisian relatif terbatas. Untuk itu perlu dikembangkan metode alternatif penampungan BBG ke dalam tabung yang dapat memuat gas sebanyak mungkin dengan tekanan, berat, dan volume tabung yang relatif kecil. Menjawab tantangan tersebut, LEMIGAS mengembangkan tabung ANG (Rudi dkk, 2011). Proses pengembangan tabung ANG meliputi pembuatan adsorben dari karbon aktif sebagai media penyerap gas dan pembuatan tabung baja sebagai tempat adsorben. Tabung ANG yang dihasilkan terbukti dapat berfungsi sebagai media untuk menyerap gas dalam kapasitas besar pada tekanan yang relatif rendah.
Tabel 1. Keekonomian manufaktur CBM
32
Unit Miliar Rupiah Miliar Rupiah Persen Ratio
Pesimis 69 -61,3 -16,6 6,3 0,8
Skenario Moderat 90 -58,4 6,6 11,3 1,1
Persen dari basis Persen dari basis Persen dari basis
5,7 37,2 6,5
2,3 18,3 2,6
Parameter
Satuan
Kumulatif Produk Rig NPV @10%, 5 years NPV @10%, 10 years IRR (%) Net B/C Sensitifitas IRR 15% (+) Harga Rig (-) Reduce CAPEX (-) Reduce OPEX
Optimis 117 -40.9 42,9 17,7 1,4
M&E, Vol. 12, No. 3, September 2014
Topik Utama Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan pengaktifan karbon yang ada di pasaran untuk mendapatkan luas area permukaan besar sebagai syarat karbon aktif sebagi adsorben. Selanjutnya dilakukan rekayasa permukaan pori karbon aktif tersebut untuk membentuk gugus fungsional permukaan pori karbon aktif sehingga dapat menyerap gas metana. Pengujian terhadap karbon aktif yang dihasilkan telah dilakukan meliputi pengujian luas permukaan pori karbon aktif menggunakan metode nitrogen sorption (BET). Pengujian ini juga menghasilkan harga volume mikropori dan total volume pori. Pengujian dengan metode forrier tranformation infrared spectroscopy (FTIR) dan titrasi Boehm dilakukan untuk mengetahui gugus fungsional dari permukaan pori karbon aktif. Pengujian dengan X-ray defraction (XRD) untuk mengetahui struktur kristal karbon aktif. Perancangan tabung ANG memerlukan besaran penyerapan gas dalam adsorben (adsorbs/ desorbsi) dan target kapasitas tabung sesuai dengan penggunaan tabung ANG tersebut. Daya penyerapan adsorben ditentukan melalui pengujian adsorbs/ desorbsi gas pada adsorben. Alat uji ini berupa tabung yang dapat diisi dengan butiran karbon aktif dengan kepadatan tertentu, kemudian tabung yang berisi karbon aktif tersebut diisi gas metana sampai dengan tekanan sekitar 30 bar, volume gas yang dapat terisi dan terserap di dalam tabung disebut kapasitas adsorbsi atau pengisian tabung, kemudian untuk mengetahui kapasitas desorbsi gas, dilakukan dengan mengeluarkan gas dari tabung hingga mencapai tekanan 1 bar. Desain tabung ANG mengacu standar ASME VIII tentang desain pressure vessel. Hasil penelitian adsorben karbon aktif dan tabung ANG telah diuji coba pada penggunaan kompor gas LPG yang sudah dimodifikasi agar terjadi penyalaan dengan menggunakan BBG yang komposisinya berbeda dengan LPG. Modifikasi tersebut dengan memperbesar diamater nozel
yang ke pembakar (burner) agar dipenuhi syarat perbandingan gas dan udara untuk terjadinya pembakaran. Peralatan kompor gas LPG yang ada di pasaran digunakan dalam uji coba ini dengan mengatur tekanan kerja tabung sekitar 10 bar, di bawah tekanan kerja tabung LPG sebesar 15 bar. Gambar 12 dan 13 menunjukkan fasilitas pengisian tabung ANG di LEMIGAS dan uji coba penggunaan tabung untuk pengganti LPG. Teknologi tabung ANG dengan karbon aktif sebagai media penyimpanan merupakan mode transportasi BBG yang sangat potensial dimanfaatkan pada lapangan-lapangan gas marginal, untuk substitusi LPG di sektor rumah tangga sehingga potensial mengurangi impor LPG. Dengan tekanan yang rendah (maks 35 bar), tabung menjadi lebih aman dan bentuk tabung ANG dapat didesain fleksibel sesuai peruntukannya. Dari hasil percontohan untuk rumah tangga, tabung ANG berukuran 22 liter wc, tekanan 10 bar dapat digunakan untuk memasak setara dengan LPG 3 kg. Penggunaan TKDN hampir mencapai 100%. Perbandingan harga tabung ANG, LPG, dan kerosen di berikan dalam Tabel 2.
Gambar 12. Pengisian tabung ANG
Terobosan Pengembangan Teknologi Untuk Mendukung...; Usman P, Humbang P, Panca W, Rudi I, Danang
33
Topik Utama Tabel 2. Perbandingan harga ANG, LPG, dan kerosen (dalam rupiah) Produk Area Satuan Kuantitas Harga/unit Harga equ. % harga thd kerosen
LPG Indonesia kg 3 4.250 12.750
Kerosen Kerosen Subsidi Indonesia liter liter 5,22 5,22 2.500 6.400 13.050 33.408
ANG Medan m3 3,6 3.100 11.160
Jakarta m3 3,6 3.000 10.800
Surabaya m3 3,6 2.950 10.620
Bali m3 3,6 4.800 17.280
33.4
32.3
31.8
51.2
beberapa pernyataan standar atau komponen indikator untuk setiap tingkatan dan menampilkan TKT yang dicapai secara grafis. Gambar 14 menampilkan TKT tertinggi yang dicapai airgun mini saat pengukuran dilakukan, yaitu TKT 6. Sedangkan TKT 7 belum dapat dipenuhi karena beberapa indikator TKT 7 masih berlangsung, khususnya yang terkait dengan proses dan prosedur fabrikasi serta validasi perkiraan biaya produksi. Hasil pengkuran TKT 7 ditampilkan pada Gambar 15. Capaian TKT 6 berarti dalam pengembangan airgun mini selanjutnya aspek teknis dan ekonomis, kemitraan pelaksana dan pengguna, serta program inkubasi sudah harus mendapat porsi yang besar.
Gambar 13. Uji coba tabung ANG untuk kompor gas rumah tangga
3. KESIAPAN TEKNOLOGI Untuk mengukur tingkat kesiapan ketiga teknologi diterapkan dan diadopsi oleh pengguna digunakan Tekno-Meter, yaitu sebuah perangkat lunak berbasis spreadsheet yang menghimpun
34
Untuk rig CBM, TKT tertinggi yang dicapai adalah skala 6. TKT 7 belum dapat dipenuhi karena belum dilakukan uji coba lapangan dan belum ada rencana produksi awal. Hasil pengukuran TKT 7 ditampilkan dalam Gambar 16. Saat ini masih dijajaki pelaksanaan uji coba bekerjasama dengan Kontraktor CBM. Idealnya uji coba hasilhasil litbang yang masih memiliki risiko tinggi dilakukan pada lapangan yang khusus didedikasikan untuk kegiatan riset atau land grand collage. Hal ini sebagai jalan keluar mengatasi rendahnya minat industri migas nasional dalam kegiatan litbang. Tahapan selanjutnya pengembangan rig CBM sama dengan pengembangan mini airgun.
M&E, Vol. 12, No. 3, September 2014
Topik Utama DAFTAR PUSTAKA Arnold, S. dan Listyani. W., 2013, Penguasaan dan Kemandirian Iptek Nasional, Kebijakan Riset-Iptek-Inovasi Menuju Bangsa yang Berdaya Saing, Dewan Riset Nasional, hal. 53-74. Arwanto dan Kuncoro, B. P., 2013, Tekno-Meter Pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi: Suatu Upaya Mengurangi Stagnasi Inovasi di Lembaga Litbang dan Perkuatan Hubungan Pemasok-Pengguna, PAPPIPTEK LIPI. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2012, Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Nomor 001 Tahun 2012 tentang Panduan Pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi (TRL/ Technology Readiness Level). Gunawan, B. K., SKK Migas, 2014, Update Sumberdaya GMB & Strategi Eksplorasi GMB 2014. Humbang, P., Herru, L., Yudi, K., Hariyanto, Edy, W., Oki, H., Alpius, D. G., Agung, A., S., Muhammad, Z., Dadang, S., dan Hendro, L., 2014, Mini Airgun, Alternatif Sumber Pembangkit Gelombang Seismik dalam Mengatasi Permasalahan Penggunaan Dinamit, the 39th HAGI Annual Convention and Exhibition 2014, Solo, Indonesia.
38
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2013, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Paju, J. A., SKK Migas, 2014, Proyeksi Kebutuhan Rig CBM Berdasarkan Rencana Kerja KKKS CBM di Indonesia. Panca, W. dkk., 2013, Rancang Bangun dan Pengembangan Prototipe Rig CBM, Laporan DIPA PPPTMGB "LEMIGAS" 2013. Lembaran Negara Republik Indonesia, 2007, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi. Rudi, I. dkk., 2011, Rancang Bangun Pembuatan Tabung ANG (Adsorbed Natural Gas) untuk Penyimpanan Bahan Bakar Gas, Laporan DIPA PPPTMGB "LEMIGAS" 2011. Santoso, S., APMI, 2014, Populasi Rig Kapasitas 350-500 HP di Indonesia dan Potensi Pasarnya (Conventional & Unconventional). Sismartono, D. dkk., 2014, Kajian Kelayakan Manufaktur dan Rencana Bisnis Rig CBM, Laporan Kemajuan DIPA PPPTMGB "LEMIGAS" 2014. Schwab, K., 2013, The Global Competitiveness Report 2013-2014, World Economic Forum, Geneva.
M&E, Vol. 12, No. 3, September 2014