J.Tek.Ling
Edisi Khusus
Hal. 93-99
Jakarta, Juli 2006
ISSN 1441 – 318X
STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI NASIONAL UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Ikhwanuddin Mawardi Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Social awarrness, of the reduction and limitation of fossil fuel resource (oil) in one side, and of various other energy resources available to be utilized in other side, encourage us to shift the energy policy to use the renewable energy resources. In order to optimize usage of the renewable energy resources as a substitution to fulfil the energy supply, an appropriate strategy is required to manage the resources. In this paper, some strategies will be suggested as inputs to the govermentm in formulating energy policies. Key words: New Energy, Management Strategy of New Energy, 1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Yang dimaksud energi pada tulisan ini adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, mekanik dan panas. Sehingga dengan demikian maka sumber daya energi adalah merupakan salah satu pendorong utama dalam pembangunan nasional. Tanpa ketersediaan energi, pertumbuhan ekonomi yang menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan tidak akan nampak bergerak. Oleh karena itulah maka sebagai negara yang sedang berkembang, pertumbuhan konsumsi energi rata-rata Indonesia sangatlah tinggi, bahkan melebihi pertumbuhan konsumsi dunia. Dengan peran minyak bumi yang masih dominan sekitar 63%, pertumbuhan konsumsi energi final Indonesia pada periode 1970-2003
mencapai 7% per tahun, sedangkan pertumbuhan konsumsi energi primer mencapai sekitar 8,5% per tahun; Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi energi dunia yang hanya mencapai sekitar 2,6% per tahun1) . Meskipun pertumbuhan ini terbilang tinggi, hingga tahun 2006, jumlah desa yang telah menikmati alirian listrik baru mencapai 44.000 desa dari 70.611 desa yang ada. Tingginya laju konsumsi energi dan dominannya peran minyak bumi ini menimbulkan berbagai masalah antara lain pengurasan sumberdaya fosil, khususnya minyak bumi yang harganya terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, diperlukan pasokan energi primer yang cukup besar. Sementara itu, minyak bumi yang selama ini menjadi andalan bagi penyediaan energi nasional, karena peningkatan kebutuhannya jauh lebih cepat dari penemuan cadangan yang baru, maka ketersediaannya
Mawardi,I. 2006
93
semakin terbatas; dan diperkirakan dalam waktu yang tidak lama lagi cadangan minyak bumi akan habis. Berdasarkan fakta ini, maka Indonesia saat ini sudah termasuk dalam golongan negara pengimpor minyak. Oleh karena itu untuk masa yang akan datang, minyak bumi sudah tidak dapat lagi diandalkan menjadi sumber energi utama; sehingga kebutuhan energi Indonesia sangat tergantung pada impor . Berkaitan dengan kenyataan tersebut, maka Indonesia harus mempercepat upaya diversifikasi energi yaitu menganekaragamkan pemakaian energi, yang di antaranya adalah dengan jalan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan, seperti tenaga surya, biomassa, biofuel, bahan bakar nabati, angin, energi air skala kecil (mikrohidro) dan panas bumi. Sumber energi baru terbarukan seperti itu di Indonesia cukup banyak dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dengan demikian, maka sesunguhnya Indonesia memiliki banyak ragam dan cukup besar potensi energi baru dan terbarukan; sehingga menurunnya kuantitas energi minyak bumi tidaklah perlu terlalu dikawatirkan dan ditakutkan, seolah-olah habisnya energi fosil akan habis pula riwayat pembangunan Indonesia. Pemanfaatan energi baru terbarukan ini, dimasa yang lalu masih kurang menarik untuk dikembangkan karena masih adanya kebijakan pemberian subsidi BBM yang mengakibatkan harga BBM di Indonesia sangat rendah dibanding dengan harga yang berlaku secara Internasional. Akibat langsung dari kebijakan ini, maka pengembangan energi baru terbarukan (energi alternatif) sangat tidak dapat bersaing dengan BBM bersubsidi. Dengan perubahan kebijakan pencabutan subsidi BBM, serta kesadaran bahwa kedepan minyak bumi akan segera habis, dan kita masih mempunyai banyak ragam sumber energi yang akan dapat digunakan untuk 94
meneruskan Pembangunan Nasional itulah yang penting. Dengan kesadaran tersebut maka kita harus mulai mengatur strategi pengalihan penggunaan sumber enegi minyak bumi ke sumber energi lain, terutama energi baru dan terbaharukan yang di Indonesia sumbernya berlimpah. Dalam periode ini, maka dengan penuh kesadaran, kita harus menghemat (konservasi) pemanfaatan sumber daya energi tak terbarukan dan sedikit demi sedikit tapi pasti kita harus meningkatkan dan memprioritaskan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan dengan tidak mengabaikan aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan hidup serta perlu diperhatikan keberadaannya dalam arti kemampuannya untuk selalu dapat memperbarui diri. Secara tegas, pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 telah menginstruksikan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Alternatif pengganti minyak, mendorong penyediaan tanaman bahan baku biofuel, melakukan penyuluhan pengembangan tanaman bahan baku biofuel, meningkatkan pengembangan produksi dalam negeri peralatan pengolahan bahan baku biofuel. Saat ini investasi pembangkit energi yang menggunakan sumber energi baru dan terbarukan memang relatif lebih tinggi dibandingkan pembangkitan konvensional. Namun demikian, dengan penguasaan dan pengembangan teknologi maka di masa mendatang energi ini akan dapat dianggap relatif lebih murah. Apalagi jika memasukan pertimbangan masalah lingkungan, dimana pemanfaatan energi baru dan terbarukan mempunyai sifat yang lebih ramah terhadap lingkungan daripada energi fosil yang kita ketahui dapat menyebabkan hujan asam dan pemanasan global. Lebih jauh, perlu diketahui pula bahwa pengembangan energi baru dan terbarukan secara tepat dan bijaksana
Mawardi, I. 2006
akan dapat memberikan kontribusi yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi, terutama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan lapangan kerja. Saat ini, berbagai teknologi energi baru dan terbarukan skala tepat guna telah dimanfaatkan pada berbagai kegiatan produktif, seperti tenaga surya untuk mengeringkan produk pertanian, kincir angin untuk industri garam dan irigasi, turbin air untuk proses industri makanan dan lain sebagainya. 1.2. Gambaran Umum Sektor Energi Indonesia Penerimaan negara dari sektor migas hingga akhir 2005 diperkirakan mencapai Rp. 153,10 triliun atau meningkat dibandingkan penerimaan pada tahun 2004 yang mencapai Rp. 108,21 triliun. Produksi minyak bumi dan kondensat pada tahun 2005 mencapai 1.060.783 barrel per-hari sedang gas bumi mencapai 8,099 miliar kaki kubik per hari. Produksi migas diharapkan meningkat pada tahun-tahun berikutnya menyusul adanya peningkatan angka budget investasi perusahaan migas pada 2005 yang mencapai US$ 7.314 juta. Demikian pula dengan akan berproduksinya beberapa lapangan migas baru seperti Cepu, Jeruk, West Seno, Belanak serta lapangan Petrochina dan Pertamina dengan total produksi sekitar 350 ribu barel per hari 1) . Upaya peningkatan produksi migas juga terus dilakukan yang ditandai dengan diresmikannya 13 proyek migas oleh Presiden RI pada tanggal 28 Oktober 2005 yang lalu. Upaya lainnya yang dilakukan adalah pengembangan lapang an gas marjinal dan brownfield, optimali sasi produksi lapangan migas yang ada. Di sub-sektor geologi dan sumber daya mineral, realisasi penerimaan negara dari pertambangan umum hingga 20 Desember 2005 mencapai Rp. 3.086,63 miliar, meningkat dari Rp. 1.692,30 miliar pada tahun 20041) .
Rencana investasi bidang pertambangan mineral dan batubara pada tahun 2005 sebesar US$ 869,13 juta sedangkan realisasi hingga akhir 2005 diperkirakan sebesar US$ 880,04 juta. Pada sektor ketenagalistrikan, total investasi yang masuk pada tahun 2005 mencapai Rp. 21.047.917 juta naik dari tahun 2004 yang mencapai Rp. 14.002.974 juta. Rasio elektrifikasi hingga triwulan III tahun 2005 juga naik menjadi 53,61% dibanding 53,38% pada 2004. Hal lain yang menggembirakan adalah konsorsium perusahaan yang tergabung dalam forum komunikasi produsen listrik swasta yang akan membangun 25 pembangkit listrik berbahan bakar batubara dan PLTG di berbagai wilayah dengan kapasitas produksi mencapai 1000 MW dengan nilai total investasi sebesar US$ 1 miliar. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa sektor migas masih merupakan sektor dominan bagi penerimaan negara, namun pengembangan pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan patut di prioritaskan mengingat keter gantungan yang begitu besar akan BBM untuk pembangkit listrik, sehingga per sediaan migas dapat terus dijaga guna kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Melihat potensi energi nasional tahun 2004. Cadangan energi non fosil memiliki prospek yang cukup besar namun pemanfaatannya masih sangat rendah. Hingga saat ini rata-rata kapasitas terpasang masih di bawah satu persen. Berikut dijabarkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2. dalam kaitannya dengan energi non fosil, menurut data BPS di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat sekitar 13 juta lahan kritis 1) , tidak dimanfaatkan dan bahkan mengancam kelestarian lingkungan hidup. Bilamana lahan kritis dengan luasan sebesar itu dapat diperbaiki dan diusahakan, tentu akan memberikan manfaat bagi masyarakat danlingkungannya.
Mawardi,I. 2006
95
Tabel 1. Potensi Energi Fosil Nasional 2004
Sumber Daya
Cadangan (Proven + Possible)
Produksi (per Tahun)
Rasio CAD/PROD (tanpa eksplorasi) Tahun
Mina
86,9 miliar barel
9 miliar barel
500 juta barel
18
Gas
384,7 TSCF
182 TSCF
3,0 TSCF
61
Batubara
57 miliar ton
19,3 miliar ton
130 juta ton
147
Jenis Energi
Tabel 2. Potensi Energi Non-Fosil Nasional 2004 Sumber Daya
Setara
Pemanfaatan
Kapasitas Terpasang
Tenaga Air
845,00 juta BOE
75,67 GW
6.851,00 GWh
4.200,00 MW
Panas Bum
219,00 juta BOE
27,00 GW
2.593,50 GWh
800,00 MW
Mini/Micro hydro
458,75 MW
458,75 MW
84,00 MW
49,81 GW
302,40 MW
Jenis energi
Biomass Tenaga Surya
2
4,80 kWh/m /hari
8,00 MW
Tenaga Angin
9,29 GW
0,50 MW
Uranium (Nuklir) 24.112 Ton* e.q.3 GW utk 11 tahun * Hanya di Daerah Kalan - Kalbar
Salah satunya adalah jarak pagar (Jatropha Curcas Linn) adalah tanaman yang tahan hidup dilahan kritis dengan curah hujan minimum. Seluruh komponen pohon ini bermanfaat sebagai bahan baku obat, bijinya menghasilkan minyak dan diketahui merupakan tanaman beracun dan bukan tanaman pangan 2) . Budidaya tanaman jarak pagar untuk diambil bijinya perlu dilakukan, karena dari 4 kg bijinya dapat diperas minyak jarak pagar sebanyak 1 liter(3) , minyak tumbuhan beracun sebagai pengganti Petro-Solar/ADO dan disebut Jatropha-Biodiesel/JC-BDO, energi terbarukan asal tanaman non pangan.
96
1.3. Tujuan Tujuan penulisan paper ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan energi nasional yang tepat sebagai masukan kepada Pemerintah didalam merumuskan kebijakan energi nasional. 2.
KEBIJAKAN ENERGI
2.1.
Kebijakan Umum Bidang Energi
Dalam upaya agar potensi energi Indonesia yang besar dan beragam tersebut dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945; maka diperlukan kebijakan energi
Mawardi, I. 2006
nasional yang komprehensif. yang dapat dijadikan acuan bagi semua stakeholder. Sebenarnya Indonesia sudah mempunyai Kebijaksanaan Nasional di Bidang Energi, yang tersusun dalam kebijaksanaan umum Bidang Energi (KUBE) yang memuat konsep-konsep ideal untuk pengelolaan energi. Namun KUBE tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan, karena berbagai kendala, di antaranya adalah karena KUBE dikeluarkan bersifat nonbindang, sehingga tidak ada sanksi apabila para pelaku di bidang energi tidak melaksanakan kebijakan energi tersebut. Menyadari hal ini, Depertemen Energi dan Sumber Daya Mineral merevitalisasi KUBE menjadi Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui Keputusan MESDM Nomor 0983.K/16/MEM/2004 tanggal 6 Mei 2004 agar dapat diimplementasikan oleh seluruh pelaku bidang energi. KEN dirumuskan dan ditetapkan untuk menciptakan iklim yang mendukung terlaksananya pembangunan di bidang energi; dan memberikan kepastian kepada unsur-unsur dunia usaha, masyarakat luas dan penyelenggara pemerintahan, tentang arah pengembangan energi. KEN yang terakhir adalah lahir sebagai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional. 2.2.
Kebijakan Energi Nasional
Kebijakan Energi Nasional adalah dokumen yang menjadi pedoman dalam pengelolaan energi nasional guna menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan Energi Nasional ini bertujuan untuk mengarahkan upayaupaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sedangkan sasaran Energi Nasional adalah:
Kebijakan
a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025, yaitu rasio atau perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. b. Terwujudnya energi (printer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional : 1) minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen). 2) Gas bumi menjadi lebih dari 30% (tuga puluh persen). 3)
Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen).
4)
Bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5% (lima persen).
5) Panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen) c. Energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5% (lima persen). Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain: hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan (liquiefied coal), batubara yang digaskan (gasified coal), dan nuklir; sedangkan energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, gelombang laut, dan suhu kedalaman laut. d. Batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2% (dua persen).
Mawardi,I. 2006
97
3.
STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI
Untuk memperoleh strategi pengembangan Energi Nasional yang mendukung pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan langkah-langkah kebijakan, perencanaan, pemberian insentif yang tepat.
d. pengembangan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. 3.2. Strategi khusus 1. Penyusunan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional Blueprint ini harus mencakup beberapa hal, antara lain :
3.1. Strategi Umum Untuk mencapai sasaran kebijakan energi nasional tersebut diatas diperlukan strategi yang tepat : 1. Strategi utama meliputi : a. Penyediaan energi melalui: 1) penjamin ketersediaan pasokan energi dalam negeri; 2) pengoptimalan produksi energi; 3) pelaksanaan konservasi energi; b. Pemanfaatan energi melalui 1) efisiensi pemanfaatan energi
a. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Badan Koordinasi Energi Nasional perlu menetapkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. b. Blueprint pengelolaan Energi Nasional tersebut diatas sekurangkurangnya: memuat: 1) Kebijakan mengenai jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri 2) Kebijakan mengenai kewajiban pelayanan publik (public service obligation). 3) Pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya.
2) diversifikasi energi. c. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu dalam jangka waktu tertentu.
c. Blueprint menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing jenis energi.
d. Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan
a. Harga energi disesuaikan secara bertahap sampai batas waktu tertentu menuju harga keekonomiannya. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan ditambah biaya margin.
2. Strategi pendukung meliputi : a. pengembangan infrastruktur energi termasuk peningkatan akses konsumen terhadap energi; b. kemitraan pemerintah dan dunia usaha; c. pemberdayaan masyarakat;
98
2. Pengaturan Harga Energi
b. Pentahapan dan penyesuaian harga energi tersebut harus memberikan dampak optimum terhadap diversifikasi energi. Yang dimaksud diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi
Mawardi, I. 2006
dalam rangka optimasi penyediaan energi. c. Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi tersebut diatas (a dan b), dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu seperti tersebut pada kebijakan utama, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Pemberian Kemudahan dan Insentif a. Menteri Energi Sumber Daya Mineral menetapkan sumber energi alternatif tertentu. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak. b. Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan insentif kepada pelaksana konservasi energi dan pengembangan sumber energi alternatif tertentu. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan. c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan dan insentif diatur dengan Peraturan Menteri terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing.
4.
PENUTUP
Penyediaan energi yang berkelanjutan (sustainable) dengan memanfaatkan semua sumber-sumber energi yang tersedia dengan lebih mengutamakan energi terbaharukan, sangat diperlukan untuk mempertahankan kesinambungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas lingkungan. Kebijaksanaan Energi Nasional yang telah dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006, Tentang Kebijakan Energi Nasional, dipandang sangat tepat dalam kondisi krisis energi saat. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu didukung seluruh stakeholder. DAFTAR PUSTAKA 1
.……………………, 2005, Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
2. Heller, Joachim, 1996, Promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops, Physic nut Jatropha curcass L. IPGRI-Italy; IPKGermany. 3. ………………….., 2002, Using the Indigenous Knowledge of Jatropha. The use of Jatropha curcas oil as raw material and fuel, IBRD-World Bank.
Mawardi,I. 2006
99