TERAPAN FUNGSI DENSITAS EMPIRIK DENGAN PENDEKATAN DERET FOURIER UNTUK ESTIMASI DIAGRAM PENGENDALI KUALITAS
Rukun Santoso Program Studi Statistik Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. H. Soedarto, S.H, Semarang 50275 Abstract. Any continues function on the Hilbert space L2[-π,π] can be represented as Fourier series. By this fact, a density function can be estimated by Fourier series as estimator of continues function on L2[-π,π]. Further, this function estimator will be used to derive process parameters that needed on the control quality chart design Key words: Control chart, Fourier series, orthonormal series, density function
1. PENDAHULUAN Pembuatan diagram pengendali (diagram Shewhart) untuk variabel pada pengendalian kualitas statistik umumnya didasarkan pada asumsi bahwa proses berdistribusi normal dengan rata-rata µ dan simpangan baku σ. Jika asumsi kenormalan tidak dipenuhi, terdapat perbedaan atas resiko α yang sebenarnya dengan yang diasumsikan [2]. Penelitian ini menyelidiki rancangan diagram pengendali berdasarkan fungsi densitas empirik yang dibangun dengan pendekatan deret Fourier, yaitu melalui pendekatan deret di L2[-π,π] dengan basis { 1 ,sin(nx), cos(nx), n=1,2,…} 2π
yang merupakan Complete Orthonormal System (CONS). Deret Fourier sebagai CONS telah dibahas antara lain oleh [5]. Metode pendekatan fungsi kontinu dengan deret Fourier telah dibahas antara lain oleh [1,3]. Karena metode ini memerlukan banyak perhitungan numerik maka untuk memudahkan pekerjaan dan mendapatkan hasil yang memuaskan diperlukan bantuan komputer. Dalam tulisan ini simulasi komputer dikerjakan dengan paket S-Plus yang memungkinkan memadukan antara pemrograman, perhitungan statistik dan komputer grafis [4].
2. FUNGSI DALAM L2(R) Diberikan f fungsi terukur yang didefinisikan pada himpunan terukur E⊂R. Fungsi f dikatakan terintegral kuadrat (Lebesgue) jika f2 terintegral Lebesgue pada E. Himpunan semua fungsi terukur yang terintegral kuadrat pada E dinotasikan dengan L2(E) dan dirumuskan dengan L2(E)= f : ∫ f 2 < ∞ , E yang merupakan ruang linier. Lebih lanjut norma • dengan aturan jika f∈ L2(E) 1/ 2
didefinisikan f = ∫ f 2 maka L2(E) E merupakan ruang Banach. Jika L2(E) diperlengkapi dengan inner product 〈.,.〉 dengan aturan jika f,g∈ L2(E) didefinisikan 〈 f , g 〉 = ∫ fg maka E
L2(E) merupakan ruang pre Hilbert. Lebih lanjut ruang pre Hilbert L2(E) terhadap norma • di atas merupakan ruang Hilbert.
Definisi 2.1 Dua fungsi f,g∈ L2(E) dikatakan saling ortogonal jika 〈 f , g 〉 = 0 .
91
Jurnal Matematika Vol. 10, No.3, Desember 2007:91-97
Definisi 2.2 Barisan fungsi {fn}⊂ L2(E) dikatakan ortonormal jika untuk setiap indek i fi = 〈 fi , fi 〉 = 1 dan berlaku
〈 f i , f j 〉 = 0 untuk i≠j.
a j = f , π −1 / 2 cos( j •) =
Teorema 2.1. Jika {fn}⊂ L2(E) merupakan sistem orto-normal lengkap maka untuk setiap f∈ L2(E) dapat dinyatakan sebagai ∞
f = ∑ 〈 f , fi 〉 fi . i =i
Bukti. Diketaui {fn} CONS berarti jika g∈ L2(E) dan 〈 f i , g 〉 = 0 untuk setiap i maka g=O. ∞
Ambil g = f − ∑ 〈 f , f i 〉 f i maka untuk sei =i
barang
indek
k
berlaku
n
f − ∑ 〈 f , fi 〉 fi , f k = 0 i =1
∞
lain f = ∑ 〈 f , f i 〉 f i .
kata g
i =i
Jika diambil h0= 1
dengan
2π
, g1=π-1/2sin(nx),
dan h1=π-1/2cos(nx), maka barisan fungsi {h0,g1,h1,... n=1,2,3,... } membentuk barisan fungsi CONS yang merupakan basis dalam L2[-π,π]. Selanjutnya jika f∈L2[-π,π] maka ekspansi Fourier dari f adalah ∞ a f ( x) = 0 + ∑ (a j cos( jx) + b j sin( jx)) , 2 j =1 (2.1.) dengan
92
π −π
b j = f , π −1 / 2 sin( j •) =
Definisi 2.3 Barisan fungsi {fn}⊂ L2(E) dikatakan sistem ortonormal lengkap (Complete Orthonormal System=CONS) jika {fn} ortonormal dan jika g∈ L2(E) sedemikian hingga 〈 f i , g 〉 = 0 untuk setiap indek i, maka g adalah fungsi nol.
1 π ∫ f ( x) cos( jx)dx , j = 0,1,2,...
1 π ∫ f ( x) sin( jx)dx, j = 1,2,...
π −π
3. FUNGSI DENSITAS EMPIRIK Jika F(x) menyatakan fungsi distribusi kumulatif (CDF) dari random variabel X maka peluang suatu observasi sama dengan atau lebih kecil dari x adalah P(X≤x)=F(x). Karena fungsi densitas f(x) didefinisikan sebagai turunan dari F(x) maka dapat dituliskan sebagai: 1 f ( x ) = lim ( F ( x + λ ) − F ( x − λ )) . λ → 0 2λ Fungsi densitas ini dapat ditaksir dengan fungsi densitas empirik 1 fˆ ( x) = lim ( F ~ ( x + λ ) − F ~ ( x − λ )) λ → 0 2λ 1 = .# x, 2 nλ dengan #x menyatakan banyaknya data yang berada dalam interval (x-λ, x+λ]. Jika didefinisikan fungsi kernel 1 / 2 − 1 < x ≤ 1 K( x ) = , yang lain 0 maka fungsi densitas empirik di atas dapat dituliskan sebagai x − Xi 1 n fˆλ ( x) = ), (3.1) ∑ K( nλ i =1 λ Xi=sampel ke-i, i=1,2,...,n.
4. PENDUGA KASAR FUNGSI DENSITAS Penduga kasar dari suatu fungsi densitas dapat diberikan dalam suku-suku fungsi delta Dirac δ(x). Adapun fungsi delta Dirac didefinisikan sebagai:
Rukun Santoso (Terapan Fungsi Densitas Empirik dengan Pendekatan Deret Fourier untuk Estimasi Diagram...)
0 jika x ≠ 0 , ∞ jika x = 0
δ( x ) =
∞
dan dilengkapi sifat ∫ δ ( x )dx = 1 . −∞
Dari persamaan (3.1) jika diambil λ→0 akan diperoleh penduga kasar fungsi densitas f ~ ( x) = lim fˆλ ( x) λ →0
=
x − Xi 1 n ) ∑ K( λ λ → 0 nλ i =1 lim
n 1 , x − Xi = 0 1 = .∞. ∑ 2 n lainnya i =1 0,
1 n ∑δ (x − X i ) , n i =1 Xi=sampel ke-i, i=1,2,...,n. =
(4.1)
sarkan kriteria ketidakbiasan, akan dicari estimator untuk koefisien deret Fourier dari fungsi densitas f yang belum diketahui bentuknya dan akan diestimasi dengan suatu fungsi hampiran ∞ aˆ fˆ ( x) = 0 + ∑ (aˆ j cos( jx) + bˆ j sin( jx)) , 2 j =1 dengan
Fourier empirik yang dihitung berdasarkan data sampel. Diberikan X1,X2,...,Xn sampel random identik independen yang didefinisikan pada interval [-π,π]. Dengan mengambil rumus (4.1) sebagai penduga kasar dari fungsi densitas dan dengan memperhatikan rumus (2.2) dan (2.3) dibentuk penduga koefisien Fourier sebagai berikut. π
Proposisi 1. Jika φ fungsi kontinu di x=x0 ∞
maka ∫ δ ( x − x0 )φ ( x)dx = φ ( x0 ) dengan δ
−π
π 1 n
∑ δ ( x − X i )Cos ( jx) n i =1 −π 1 n = ∑ Cos ( jX i ), j = 0,1,2..., nπ i =1 = ∫
π
bˆ j = ∫ f ~ ( x) Sin( jx)dx −π
−∞
fungsi delta Dirac.
π 1 n
= ∫
Bukti. Karena φ(x) kontinu maka φ(x)= φ(x0)+ε(x) dengan ε(x) kontinu sehingga ∞
∫ δ ( x − x0 )φ ( x)dx = φ ( x0 ) ∫ δ ( x − x0 )dx
−∞ ∞
koefisien
aˆ j = ∫ f ~ ( x)Cos ( jx)dx
Jadi f ~ diberikan dalam suku-suku fungsi delta Dirac dan mudah dipahami bahwa f ~ memenuhi sifat-sifat fungsi densitas.
∞
aˆ 0 , aˆ j , dan bˆ j adalah
−∞
+ ∫ δ ( x − x0 )ε ( x)dx
−π
∑ δ ( x − X i ) Sin( jx) n i =1
1 n ∑ Sin( jX i ), j = 1,2,3.... nπ i =1 Ketakbiasan penaksir di atas dapat dibuktikan sebagai berikut : 1 n 1 π E aˆ j = ∑ ( ∫ f ( x)Cos ( jx) = a j nπ i =1 π −π =
( )
j = 0,1,2...
−∞
( )
= φ(x0)
1 n 1 π E bˆ j = ∑ ( ∫ f ( x) Sin( jx) = b j nπ i =1 π − π
5. ESTIMASI DENSITAS DENGAN DERET FOURIER Salah satu kriteria kebaikan dari estimator adalah sifat tidak bias. Statistik θˆ dikatakan sebagai estimator tak bias dari parameter θ jika dipenuhi E( θˆ )=θ. Berda-
j = 1,2,3... Jadi diperoleh 1 n aˆ j = ∑ cos( jX i ) , nπ i =1 dan
93
Jurnal Matematika Vol. 10, No.3, Desember 2007:91-97
1 n bˆ j = ∑ sin( jX i ) , nπ i =1 berturut-turut merupakan penaksir tak bias untuk aj dan bj. Sejauh ini pembahasan hanya terbatas pada variabel random yang didefinisikan pada interval [-π,π]. Misalkan variabel random Y didefinisikan pada interval [a,b] maka perlu dilakukan transformasi ke dalam random variabel X pada interval [-π,π] agar penderetan Fourier dapat dilakukan. Bentuk 2π ( y − a ) transformasinya adalah x = −π . b−a 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk membandingkan bentuk diagram pengendali berdasarkan fungsi densitas hampiran dan berdasarkan asumsi kenormalan digunakan data diameter piston dari [2] yang telah diyakini berasal dari proses berdistribusi normal. Bentuk diagram kedua hasil perhitungan tersaji dalam gambar 6.1. Kedua metode memberikan batasbatas pengendali yang sama, perbedaan kecil mungkin terjadi sebagai akibat pembulatan angka, sehingga kedua metode
memberikan penafsiran yang sama. Gambar 6.2 menggambarkan grafik pengendali X dari suatu proses yang berdistribusi eksponensial dengan λ=0.5. Data percobaan diambil secara random melalui simulasi komputer dengan jumlah ulangan sebanyak 25 kali dan masingmasing berukuran 5. Penafsiran dari kedua metode pada kasus tersebut tidak memberikan perbedaan. Gambar 6.3 menggambarkan grafik pengendali X dari suatu proses yang berdistribusi eksponensial dengan λ=0.1. Percobaan dilakukan analogi dengan sebelumnya. Penafsiran dari kedua metode untuk kasus tersebut memberikan perbedaan sebagai akibat dari perbedaan batas-batas pengendali. Diagram pengendali standar dengan asumsi normalitas nampak memberikan lebar batas pengendali yang sempit sehingga akan menyebabkan peningkatan jumlah sampel yang berada di luar batas pengendali, sedangkan batas pengendali yang dibangun berdasarkan distribusi empirik memberikan batas pengendali yang lebih realistik. Keterangan hampiran Fourier UCL = 74.0153 Center = 74.0012 LCL = 73.9870 ........ Asumsi Normal UCL = 74.014 Center = 74.001 LCL = 73.988
Gambar 6.1. Diagram Pengendali X
94
Rukun Santoso (Terapan Fungsi Densitas Empirik dengan Pendekatan Deret Fourier untuk Estimasi Diagram...)
Random exp(1/2)
Keterangan Hampiran Fourier UCL = 4.08295 Center = 2.08982 LCL = 0.09669 …… Asumsi Normal UCL = 4.38264 Center = 2.02291 LCL = -0.33682
Gambar 6.2 Diagram Pengendali X Proses Random Exponensial(0.5) Keterangan Hampiran Fourier UCL = 21.93264 Center = 8.31630 LCL = -5.30004 …….. Asumsi Normal UCL = 17.08810 Center = 8.42958 LCL = -0.22894
Gambar 6.3. Diagram Pengendali X Proses Random Exponensial (0.1)
DAFTAR PUSTAKA [1] Brigham, E.O. (1988), The Fast Fourier Transform and Its Applications, Prentice-Hall: Englewood Cliffs, New Jersey. [2]. Montgomery, D.C. (2001), Introduction to Statistical Quality Control, John Wiley [3]. Ogden, R.Todd (1997), Essential Wavelets for Statistical Applications and Data Analysis, Birkhäuser: Berlin
[4]. StatSci Division, (1995), S-PLUS User Guide Math Soft, Inc. Seattle. [5]. Walter,G.G (1994), Wavelets and Other Orthogonal Systems with Applications, CRCPress: Boca Raton, Florida.
95
Jurnal Matematika Vol. 10, No.3, Desember 2007:91-97
LAMPIRAN Mencari koefisien Fourier hampiran function(X, j) { lo.x <- min(X) up.x <- max(X) xbaku <- (((X - lo.x)/(up.x - lo.x)) * 2 * pi) - pi x <- seq( - pi, pi, length = 1000) a0 <- (1/pi) y <- rep(0, 1000) a <- rep(0, j) b <- rep(0, j) for(i in 1:j) { ci <- cos(i * x) si <- sin(i * x) ai <- sum(cos(i * xbaku))/(length(xbaku) * pi) bi <- sum(sin(i * xbaku))/(length(xbaku) * pi) a[i] <- ai b[i] <- bi yi <- ai * ci + bi * si y <- y + yi } Y <- a0/2 + y win.graph() plot(x, Y, type = "l", main = paste("Densitas Fourier j=", j), xlab = "x", ylab = "densitas") cat("Mean = ", paste(mean(X)), " Range = ", paste(max(X) - min(X)), "\n") cat("========================================================", "\n") cat(" Estimasi koefisien Fourier", "\n") cat("========================================================", "\n") cat(" i ! a[i] ! b[i] !", "\n") cat("========================================================", "\n") cat(" 0 !", paste(a0), "\n") for(i in 1:j) { cat(" ", paste(i), " !", paste(a[i]), " !", paste(b[i]), " !", "\n") } cat("========================================================", "\n") return(c(a0, a, b)) }
Menggambar diagram pengendali function(a) { X <- apply(a, 1, mean) lo.x <- min(X) up.x <- max(X) rata <- integrate(f1, - pi, pi)$integral momen2 <- integrate(f2, - pi, pi)$integral std <- sqrt(momen2 - rata^2) bak <- rata + 3 * std bbk <- rata - 3 * std rata <- (((rata + pi) * (up.x - lo.x))/(2 * pi)) + lo.x bak <- (((bak + pi) * (up.x - lo.x))/(2 * pi)) + lo.x bbk <- (((bbk + pi) * (up.x - lo.x))/(2 * pi)) + lo.x cat(paste("Batas atas = ", bak), "\n") cat(paste("Garis tengah = ", rata), "\n") cat(paste("Batas bawah = ", bbk), "\n") absis <- c(1:length(X)) plot(absis, X, xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "l", xlab = "nomor sampel", ylab = "diameter piston") par(new = T) plot(absis, rep(bak, length(X)), xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "l", xlab = "", ylab = "") par(new = T) plot(absis, rep(bbk, length(X)), xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "l", xlab = "", ylab = "") par(new = T) plot(absis, rep(rata, length(X)), xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "l", xlab = "", ylab = "") par(new = T) plot(absis, rep(74.014, length(X)), xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "p", xlab = "", ylab = "") par(new = T)
96
Rukun Santoso (Terapan Fungsi Densitas Empirik dengan Pendekatan Deret Fourier untuk Estimasi Diagram...) plot(absis, rep(73.988, length(X)), xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "p", xlab = "", ylab = "") par(new = T) plot(absis, rep(74.001, length(X)), xlim = c(1, length(X)), ylim = c(lo.x - 0.01, up.x + 0.01), type = "p", xlab = "", ylab = "") }
97