TEORI PROBABILITAS ISTILAH YANG SERING DIGUNAKAN
a. Ruang Contoh Definisi : Ruang contoh adalah himpunan semua kemungkinan hasil suatu percobaan, dan dilambangkan dengan S. Bayangkan percobaan melempar mata uang!! Kemungkinan hasil yang akan keluar ada 2 sisi, yaitu sisi muka dan sisi belakang. Misal, simbol sisi muka adalah M dan sisi belakang adalah B, maka ruang contoh untuk percobaan tersebut dituliskan sebagai berikut : S = {M, B} Contoh lain : Pada percobaan pelemparan sebuah dadu yang mempunyai sisi 6. Jika kita ingin mengetahui sisi yang muncul, maka ruang contohnya adalah : S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} Jika kita ingin mengetahui jenis bilangan yang muncul, apakah ganjil atau genap, maka ruang contohnya adalah : S = {ganjil, genap}
b. Kejadian Definisi : Kejadian adalah kumpulan beberapa atau semua titik dari suatu ruang contoh S. Contoh : Pada percobaan pelemparan dadu mempunyai 6 titik contoh. Tujuan percobaan adalah untuk melihat sisi yang muncul. Munculnya salahsatu sisi merupakan sebuah kejadian, apakah sisi 1, 2, 3, 4, 5, 6. Sebuah kejadian dapat mengandung sebagian atau seluruh titik contoh dari suatu percobaan. Jika suatu kejadian TIDAK mengandung SATUPUN titik contoh, maka kejadian tersebut disebut KEJADIAN KOSONG. Contoh : Jika A merupakan kejadian yang menunjukkan manusia yang pernah menginjakkan kaki di matahari, maka A=0. Jika suatu kejadian mengandung seluruh anggota suatu ruang contoh, maka kejadian itu mempunyai titik contoh sama dengan S.
Hubungan antara kejadian dengan ruang contoh dapat digambarkan dengan menggunakan DIAGRAM VENN. Contoh : A = {2, 3, 5, 7, 8, 9} B = {1, 2, 3, 8, 9} C = {8, 9, 10, 11, 20, 21} S = {x|x adalah himpunan semua bilangan cacah} Solusi : Diagram Venn
Bila kejadian A adalah himpunan bagian dari S, maka ada kejadian di luar A yang disebut dengan KEJADIAN BUKAN A, dan dilambangkan dengan A c atau A1 (dibaca : komplemen A). Untuk contoh di atas yang menjadi anggota komplemen A adalah anggota ruang contoh dikurangi dengan anggota himpunan A, atau : Ac = {x|x adalah himpunan semua bilangan cacah kecuali 2, 3, 5, 7, 8, 9} c. Probabilitas Contoh : Seseorang ingin megambil satu kartu secara acak dari satu set kartu bridge. Kemungkinan terambilnya kartu As Scope adalah 1/52. Angka 1 menunjukkan jumlah As Scope dalam satu set kartu, dan 52 menunjukkan jumlah satu set kartu bridge. Definisi : Jika suatu kejadian terjadi di dalam m dari n cara kemungkinan, dimana n kemungkinan itu mempunyai kesempatan yang sama untuk terjadi, maka : P(A) = m/n 0 ≤ P(A) ≤ 1 P(A) = 0 menunjukkan bahwa kejadian A tidak terjadi, dan P(A)=1 berarti kejadian A pasti terjadi.
KONSEP DASAR PROBABILITAS Ada 3 pendekatan untuk mendefinisikan konsep probabilitas dan menentukan nilai-nilai probabilitas : 1. Pendekatan Klasik Pendekatan klasik didasarkan pada banyaknya kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada suatu kejadian. Prob suatu hasil
Banyaknya hasil suatu percobaan Seluruh kemungkina n hasil
Secara simbolis, Jika a adalah banyaknya kemungkinan kejadian A dan b adalah banyaknya kemungkinan kejadian yang bukan A, maka pobabilitas kejadian A dapat dinyatakan sebagai berikut: a P(A) ab Dengan dasar anggapan bahwa masing-masing kejadian mempunyai kesempatan yang sama, jika pendekatan klasik dalam penerapan penentuan nilai probabilitas dapat dilakukan sebelum observasi, maka pendekatan ini sering disebut “ a priori approach”. Contoh soal : Suatu perusahaan memiliki 35 karyawan pria (B) dan 15 karyawan wanita (A). Masingmasing karyawan memiliki kartu presensi. Berapa probabilitas kartu presensi yang diambil secara acak milik karyawan wanita?
2. Pendekatan Frekuensi Relatif Pada pendekatan ini, nilai probabilitas ditentukan atas dasar proporsi dari kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu observasi atau percobaan. Tidak ada asumsi awal tentang kesamaan kesempatan, karena penentuan nilai-nilai probabilitas didasarkan pada hasil observasi dan pengumpulan data. Pendekatan ini disebut “emperical approach”. Misalnya berdasarkan pengalaman pengambilan data sebanyak N terdapat a kejadian yang bersifat A. Dengan demikian probabilitas akan terjadi A untuk N data adalah :
Contoh : Sebelum diadakan training terhadap 100 karyawan perusahaan Sukses, diedarkan angket. Dari angket tersebut didapatkan informasi bahwa 5 karyawan sakit gigi pada cuaca dingin. Apabila training diadakan pada lokasi yang bercuaca dingin, berapa probabilitas akan terjadi karyawan mengalami sakit gigi?
3. Pendekatan Subyektif Pendekatan subyektif dalam penentuan nilai probabilitas adalah tepat atau cocok apabila hanya ada satu kemungkinan kejadian terjadi dalam satu kejadian. Pada pendekatan ini, nilai probabilitas dari suatu kejadian ditentukan berdasarkan tingkat kepercayaan yang bersifat individual dengan berlandaskan pada semua petunjuk yang dimilikinya. Karena nilai probabilitas pada pendekatan ini merupakan keputusan pribadi atau individual, pendekatan ini disebut jg “personalistic approach”. Contoh : Berdasarkan pengalaman harga mobil setelah berumur 5 tahun atau lebih, turun lebih dari 50%. Ada seseorang menwarkan mobil yang sudah berumur 5 tahun pada Abas. Harga beli mobil pada saat baru adalah Rp 36.000.000,00. Berdasarkan informasi tentang pengalaman tersebut, Abas memutuskan untuk menawar menjadi Rp 17.500.000,00.
PENYAJIAN PROBABILITAS Simbol P digunakan untuk melambangkan nilai probabilitas dari suatu kejadian. Dengan demikian P(A) menyatakan probabilitas bahwa kejadian A akan terjadi dalam observasi atau percobaan tunggal. Nilai probabilitas terkecil adalah 0 menyatakan suatu kejadian tidak mungkin terjadi Nilai probabilitas tertinggi adalah 1 menyatakan suatu kejadian pasti terjadi. Secara matematis batasan nilai probabilitas dinyatakan : 0 ≤ P(A) ≤ 1 Dalam suatu percobaan, kemungkinan kejadian ada 2, yaitu : TERJADI dan TIDAK TERJADI. Dengan demikian jumlah probabilitas terjadi dan tidak terjadi selalu = 1.
Pada gambar menunjukkan kondisi kejadian A dan A1 (bukan A). Maka jumlah probabilitasnya adalah : P(A)+P(A1) = 1
KEJADIAN-KEJADIAN MENIADAKAN
SALING
MENIADAKAN
DAN
TIDAK
SALING
Dua atau lebih kejadian dikatakan “saling meniadakan” atau “mutually exclusive” jika kejadian-kejadian tersebut tidak dapat terjadi bersama-sama. Suatu kejadian tertentu akan menghalangi atau meniadakan satu atau lebih kejadian yang lain.
Sedangkan dua atau lebih kejadian dikatakan “tidak saling meniadakan” atau “non-mutually exclusive” apabila kejadian-kejadian tersebut dapat terjadi bersamaan.
Contoh : Dalam suatu studi tentang perilaku konsumen, seorang analis mengklasifikasikan pengunjung sebuah toko radio dan tape berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki (A) dan perempuan (B), serta berdasar umur, dibawah 30 tahun (C), dan 30 tahun atau lebih (D). Dua kejadian A dan B merupakan kejadian-kejadian yang saling meniadakan (mutually exclusive), kejadian jenis kelamin laki-laki meniadakan kejadian jenis kelamin perempuan, dan sebaliknya. Kejadian C dan kejadian D juga merupakan kejadian-kejadian yang saling meniadakan. Akan tetapi, kejadian A dan kejadian C merupakan kejadian-kejadian yang “TIDAK” saling meniadakan, artinya kejadian-kejadian tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya ada seorang pengunjung berjenis kelamin laki-laki yang berumur 25 tahun.
HUKUM-HUKUM PENJUMLAHAN Hukum-hukum penjumlahan digunakan jika kita akan menghitung probabilitas suatu kejadian tertentu atau yang lain (atau keduanya) yang terjadi dalam suatu percobaan atau kejadian tunggal. Secara simbolis kita dapat menyatakan probabilitas kejadian A atau kejadian B yang muncul atau terjadi dengan lambang : P(A atau B), yang dalam teori himpunan disebut “probabilitas gabungan” A dan B dengan lambang : Hukum penjumlahan tergantung dari apakah dua kejadian saling meniadakan atau tidak saling meniadakan. Rumus penjumlahan untuk kejadian-kejadian saling meniadakan :
Rumus penjumlahan untuk kejadian-kejadian yang TIDAK saling meniadakan : 1. Dua Kejadian P( A atau B) = P(A) + P(B) – P(A dan B), atau
2. Tiga Kejadian P(A atau B atau C) = P(A) + P(B) + P(C) – P(A dan B) – P (A dan C) – P(B dan C) + P(A dan B dan C) Atau
Contoh :
Dengan melihat tabel di atas, berapakah probabilitas bahwa pengambilan data perusahaan secara random akan terpilih perusahaan yang memiliki laba per tahun sebesar : a. Di antara Rp 10 juta sampai Rp 19 juta b. Kurang dari Rp 20 juta c. Salah satu dari kelompok ekstrim (kurang dari Rp 10 juta atau Rp 40 juta atau lebih)? Jawab : a. P(perusahaan yang memiliki laba per tahun antara Rp 10 juta sampai Rp 19 juta) adalah :
b. P(perusahaan yang memiliki laba per tahun kurang dari Rp 20 juta) adalah :
c. P(perusahaan yang memiliki laba per tahun salahsatu dari kelompok ekstrem, kurang dari Rp 10 juta atau Rp 40 juta atau lebih) adalah :