TENTANG TEORI Deng XiaoPing Dian Su Eropa sedang buncah dilanda krisis moneter tularan Amerika. Kepala Bank Dunia pun memberi peringatan: bahaya sedang mengancam perekonomian dunia. Kapitalisme kian semrawut. Indonesia di bawah kekuasaan yang menjunjung neo-liberalisme tak ayal lagi kena getahnya. Jelas-jemelas, kapitalisme tak bisa memakmurkan rakyat Indonesia. TaK ada jalan lain, orang berpaling pada sosialisme. Dalam sejarah gerakan sosialisme dunia, semenjak tersebarnya Marxisme di pertengahan abad ke-XIX, kaum revolusioner dapat dalil: tanpa teori revolusioner, tak ada gerakan revolusioner. Teori revolusioner adalah Marxisme. Pengalaman tiga dasawarsa akhir abad ke-XX memberi pelajaran bahwa: “tanpa teori Deng Xiaoping, tak ada Shenzhen yang gemerlapan, tak ada Tiongkok yang mempesona, tak ada Tiongkok yang diakui sebagai negara besar kedua dalam kekuatan ekonomi dunia. Ya, Shenzhen, desa kecil nelayan yang terpencil tak dikenal, telah berobah jadi kota metropolitan gemerlapan mendampingi Hongkong. Tiongkok yang miskin dan terbelakang di pertengahan abad ke-XX, telah menjadi negara terbesar kedua di bawah Amerika di bidang ekonomi. Inilah berkat sukses pelaksanaan gagasan Deng Xiaoping: Reform dan Politik Pintu Terbuka. Kongres Nasional ke-VII PKT tahun 1945 memutuskan: menjadikan Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong sebagai ideologi pembimbing Partai. Dalam Kongres Nasional ke-XV PKT tahun 1997, Jiang Zemin, sekjen CC PKT menyatakan bahwa Teori Deng Xiaoping adalah Marxisme Tiongkok zaman sekarang, adalah Marxisme di tingkat baru perkembangan Tiongkok. Di samping Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong, Teori Deng Xiaoping dinyatakan sebagai ideologi pembimbing Partai Komunis Tiongkok. [Jiang Zemin, Shiwuda Baogao, Fudao Duben, Jiangxi Renmin Chuban She, 1997, -- Laporan Dalam Kongres Nasional ke-XV PKT, Bacaan Pembimbing, Badan Penerbitan Rakyat Jiangxi, 1997, hal. 10]. Konstitusi Partai Komunis Tiongkok dan Konstitusi Negara Republik Rakyat Tiongkok menyatakan: harus menjunjung tinggi Empat Prinsip Dasar ajaran Deng Xiaoping. Empat Prinsip Dasar adalah: 1. harus menempuh jalan sosialis, 2. harus menjunjung tinggi diktatur proletariat, 3. harus di bawah pimpinan Partai Komunis
Tiongkok. 4. harus menjunjung tinggi ideologi pembimbing Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao Zedong dan Teori Deng Xiaoping. Semenjak diperkenalkannya gagasan Reform dan Politik Pintu Terbuka oleh Deng Xiaoping, musuh-musuh sosialisme Tiongkok mati-matian mendiskreditkan Deng Xiaoping dan teorinya. Radio Free Asia yang aparat CIA, seiring dengan suara golongan Trotskis Internasionale ke-IV (Trotskis), kaum sosial-demokrat yang anti PKT, Profesor Pao Yu Ching dan para pengikutnya tak jemu-jemunya mendiskreditkan Deng Xiaoping dan ajaran-ajarannya. Teori Deng Xiaoping dinyatakan revisionis. John Chan dari Internasionale Trotskis menyatakan ”sumbangan teori” Deng adalah paling baik disimpulkan dengan ungkapannya yang terkenal “menjadi kaya adalah mulia”. Dan “reform” Deng adalah bagian dari pembalikan menyeluruh ke pasar kapitalis yang merobah negeri ini menjadi pasar buruh murah bagi investasi kapital asing dalam tahun 1980an dan tahun 1990an. Ada pula yang dengan sinis menyatakan, penemuan Deng Xiaoping adalah ajaran “kucing hitam kucing putih”. Pao Yu Ching menyatakan, bahwa Reform dan Pintu terbuka akan menyebabkan Tiongkok tergantung pada luarnegeri di bidang moneter; dan Tiongkok akan tergantung pada luarnegeri di bidang ilmu dan tekhnoloigi. Kenyataan telah membantah pendapat ini. Tiongkok bukan tergantung di bidang moneter, sebaliknya adalah jadi pemberi kredit pada Pemerintah Amerika yang dililit hutang. Dan dengan menyaingi monopoli dollar, mata uang Ren Min Bi Tiongkok sedang berkembang menjadi mata uang internasional. Di bidang tekhnologi, dalam waktu tiga dasawarsa, Tiongkok dengan kemampuan tekhnologi sendiri, sudah dua kali mengorbitkan pesawat antariksa berawak, mengirim pesawat ruang angkasa mengitari rembulan mempersiapkan untuk selanjutnya melakukan pendaratan di bulan.. Tiongkok bisa menghasilkan komputer dengan operasi-operasi tercepat di dunia, dan menghasilkan kereta-api dengan kecepatan tertinggi di dunia. Mengenai perlistrikan di Tiongkok, Dahlan Iskan menyatakan:
"Di sana ada transmisi, kalau kita kan paling 500kv, di
Amerika paling tinggi 600kv, kalau di sana sudah ada yang 800kv, dan sekarang sudah 1000kv. Gila-gilaan lah," tanggapnya. Ini semua membantah pandangan Pao Yu Ching. Dan ini adalah demonstrasi suksesnya realisasi gagasan-gagasan Deng Xiaoping yang dipaparkan dalam teorinya membangun sosialisme berkepribadian Tiongkok. PerkembanganTiongkok yang mempesona ini tidak berkenan di hati para musuh-musuh sosialisme Tiongkok. Bukan hanya Deng Xiaoping dinyatakan sebagai revisionis, bahkan ada yang menyatakan Deng Xiaoping mendidik rakyat Tiongkok untuk melakukan penghisapan agar menjadi kaya. Teori Deng Xiaoping diringkes
menjadi ajaran “kucing hitam dan kucing putih” dan ajaran “menjadi kaya adalah mulia”. Ekonomi pasar yang dijalankan di Tiongkok dinyatakan sebagai “Tiongkok menempuh jalan kapitalis”. Ucapan Deng Xiaoping: “miskin itu bukanlah sosialisme” dinyatakan sebagai pengelabuan pada kader-kader PKT, agar menerima gagasan-gagasan Deng. Secara sistimatis kaum Trotskis, terutama yang tergabung dalam Internasionale ke-IV mengkampanyekan bahwa. “Tiongkok sekarang adalah satu dari tiang-tiang penyangga kapitalisme dunia” [John Chan: The Implication of China for World Socialism, WSWS, 11 Maret 2006]. Pimpinan PKT dituduh salah, dianggap adalah Stalinis, yang menjalankan teori “dua tahap revolusi”. Tuduhan yang sama juga ditujukan pada pimpinan Partai Komunis Indonesia menjalankan “dua tahap revolusi” dan dinyatakan kesalahan inilah yang menyebabkan terjadinya pembantaian manusia massal menyusul Peristiwa G30S 1965. Kampanye mendiskreditkan Tiongkok tak henti-hentinya. Ada buruh mogok, kaum tani tak puas dalam masalah gantirugi penggunaan tanah, konflik-konflik massa dengan pekerja keamanan, semuanya tak luput dari pemberitaan kaum Trotskis dengan menyalahkan pemerintah dan Partai Komunis Tiongkok. Ada pula yang menggelembungkan berita tentang banyaknya gedung-gedung baru yang kosong tak terjual, menjadi berita adanya “kota hantu” di Tiongkok. Dengan peristiwa ini diperkirakan akan terjadi pengulangan kebangkrutan yang dialami korporasi Lehmann Brothers di Amerika, dan tentu akan membangkrutkan ekonomi Tiongkok. Tapi para pengkritik ini menutup mata dan tak mau tahu bahwa untuk mengatasi monopoli harga rumah ini, dalam Plan Lima Tahun ke-XII Pemerintah Tiongkok akan membangun sepuluh juta flat setiap tahun mulai 2011 dengan harga yang terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Ternyata, mulai bulan ini, di beberapa tempat harga rumah mulai turun, penjualan rumah kian meningkat. Ada yang menyatakan ucapan "miskin itu bukanlah sosialisme" adalah slogan propaganda Deng Xiao-ping sendiri untuk mengelabui pandangan tentang sosialisme dan sebagai dalih untuk mengundang modal asing. Dinyatakan, bahwa kader-kader PKT yang belum sempat menguasai teori ekonomi politik marxis tidak sedikit yang dikelabuhi oleh otoritet Deng Xiaoping ini. Pandangan ini tak ada dasar objektivitasnya. Terlalu rendah menilai pengetahuan teori kader-kader PKT hingga dianggap mudah dikelabuhi. Apakah dapat dipercayai bahwa, ungkapan Deng Xiaoping ini adalah propaganda dimaksud untuk meyakinkan kader-kader demi tujuan mengundang kapital asing?
Ada lagi yang menulis: Mengundang modal asing bagi negara sosialis seperti RRT adalah kapitulasi PKT terhadap imperialisme. Sesungguhnya, tidak ada dasarnya untuk menyatakan PKT berkapitulasi pada imperialisme. Semua yang diundang itu harus tunduk pada undang-undang negara RRT. Bukannya RRT tunduk pada negara penanam kapital. Dan pendapat yang menyatakan: “Siapa saja yang mengenal kebusukan imperialis pasti memaklumi, tidak satupun negara di dunia yang bisa mengusir kembali modal asing yang sudah ditanam di negeri itu dan pasti meninggalkan hutang harus dilunasi oleh generasi-generasi berikutnya”. Pasti meninggalkan hutang? Kenapa Tiongkok yang harus berhutang? Kenyataannya, Tiongkok bukanlah berhutang, tapi memberi kredit pada Pemerintah Amerika yang dililit hutang. Itu sekarang, lebih-lebih lagi nanti setelah menyelesaikan Plan Lima Tahun ke-XII dan seterusnya. Tiongkok akan lebih berjaya. Ada lagi yang menulis “Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao Zedong hanya ditaruh sebagai lip service untuk mengelabui mereka yang masih tetap tidak mau dan tidak mampu melihat perbedaan hakiki antara Marxisme-Leninisme-Fikiran Mao Zedong dengan Teori Deng Xiaoping yang sepenuhnya revisionis! Garis reformnya Denglah yang mempertahankan sisa-sisa penghisapan dan kemudian justru mengembalikan dan mengembangkan penghisapan. Teori Denglah yang membenarkan penghisapan dan membuatnya seperti tidak bisa dihindari. Proses reform perburuhan dan kolektivisasi pedesaan Mao berhenti dengan adanya reform Deng yang sama sekali bertolak belakang dengan reformnya Mao”. Mengembalikan penghisapan? Kapan penghisapan lenyap dalam masyarakat Tiongkok? Belum pernah ! Apakah memperbolehkan usaha swasta, yang berarti memperbolehkan pemilik modal memperoleh laba dari nilai lebih yang dihasilkan buruh dianggap sebagai mengembangkan penghisapan? Ya, di satu segi si pengusaha mengeruk laba dari nilai lebih, ada nilai lebih berarti ada penghisapan, tapi di lain fihak terbuka lapangan kerja menampung tenaga kerja yang butuh bekerja untuk hidup. Dalam taraf sekarang, yang pokok adalah menciptakan lapangan kerja. Ini bukanlah revisionisme. Kapan bisa dilenyapkan nilai lebih dalam berproduksi agar tak ada lagi penghisapan? Ini bisa, kalau sudah berlaku prinsip distribusi sosialis, bekerja menurut kemampuan, menerima menurut hasil kerja. Lebih-lebih lagi kalau sudah berlaku prinsip: bekerja menurut kemampuan, menerima menurut kebutuhan. Ini berarti komunisme.
Kaum Trotskis bukan hanya mengkritik Deng Xiaoping, bahkan berilusi untuk menggulingkan pemerintah PKT. Menurut John Chan, “pemerintah Partai Komunis Tiongkok adalah didasarkan pada utopi reaksioner Stalinis membangun ‟sosialisme di satu negeri‟. Karena terpotong dari perekonomian dunia, Tiongkok dilanda krisis demi krisis.... Kini rezim Partai Komunis Tiongkok adalah bagaikan orang tua berumur 90 tahun yang dalam ketakutan memantau penggali liang kubur yang sudah disiapkannya, yaitu proletariat yang sudah tumbuh dari 8 juta tahun 1949 kini menjadi berjumlah 500 juta”. “Satu-satunya dasar untuk menggulingkan negara polisi Beijing ini adalah teori Trotski “revolusi permanen”, yang menuntut peranan memimpin dari klas pekerja dalam memobilisasi massa untuk menggulingkan rezim PKT”.[John Chan, Ninety years since the founding of the Chinese Communist Party, 5 July 2011] Miskin dan Sosialisme. Ada yang menyatakan bahwa ucapan Deng Xiaoping "miskin itu bukanlah sosialisme" adalah “slogan propaganda Deng Xiaoping sendiri untuk mengelabui pandangan tentang sosialisme dan sebagai dalih untuk mengundang modal asing. Kader-kader PKT yang belum sempat menguasai teori ekonomi politik marxis tidak sedikit yang dikelabuhi oleh otoritet Deng Xiaoping ini “.Pendapat ini tak ada dasar objektivitasnya. Bagaimana bisa mengelabui pandangan tentang sosialisme? Apakah benar, kader-kader PKT demikian rendah pengetahuan teorinya, hingga dapat dikelabuhi tentang kenyataan Tiongkok adalah miskin? Yang terjadi adalah: Deng Xiaoping mengucapkan hal itu dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Republik Sosialis Cekoslowakia,. Lubomir Strougal, 26 April 1987. Deng Xiaoping menyatakan: “Dalam „revolusi kebudayaan‟ Gerombolan Empat Orang mengajukan semboyan absurd, „lebih baik miskin di bawah sosialisme dan komunisme daripada kaya dalam kapitalisme‟. Kedengarannya adalah beralasan untuk melawan tujuan menjadi kaya di dalam kapitalisme‟. Tapi bagaimana kita membela jadi miskin dalam sosialisme dan komunisme?. Pemikiran yang demikianlah yang menyebabkan Tiongkok menjadi mandeg. Situasi yang demikian memaksa kami untuk meneliti kembali masalah itu.” “Kesimpulan kami yang pertama adalah kami harus menjunjung tinggi sosialisme dan untuk itu, di atas segala-galanya, kami harus melenyapkan kemiskinan dan keterbelakangan, besar-besaran mengembangkan tenaga produktif dan menunjukkan keunggulan sosialisme atas kapitalisme”. [Sosialisme Harus Melenyapkan Kemiskinan, Deng Xiaoping, Wen Xuan, Di San Juan , Ren Min Chu Ban She, Beijing, 1993 -- Pilihan Karya, jilid III,. Badan Penerbitan Rakyat, Beijing, 1993, hal. 223-224]
“Jadi, untuk membangun sosialisme adalah perlu mengembangkan tenaga produkltif. Miskin bukanlah sosialisme. Untuk menjunjung tinggi sosialisme, yaitu sosialisme yang lebih unggul dari kapitalisme, adalah wajib pertama-tama dan paling utama melenyapkan kemiskinan” [Idem, hal.223]. Dalam situasi berusaha membangun sosialisme, mengakui bahwa Tiongkok itu miskin, adalah sikap Deng Xiaoping yang berdasarkan kenyataan. Bagaimana keterangannya bahwa ini adalah satu propaganda untuk pengelabuan? Apa lagi dihubung-hubungkan dengan maksud untuk mengundang kapital asing. Ucapan-ucapan Deng Xiaoping di atas adalah sangat jelas, bahwa Tiongkok itu miskin, itu bukanlah sosialisme. Harus keluar dari kemiskinan, untuk itu harus mengembangkan tenaga produktif. Tidak ada nada-nada propaganda sama sekali. Dari ucapan Deng Xiaoping ini juga jelas, bahwa pandangannya ini adalah menentang semboyan absurd dari Gerombolan Empat Orang dalam “Revolusi Besar Kebudayaan”.
Pasar dan Sosialisme. Tentang ungkapan Deng Xiaoping “pasar berguna bagi kapitalisme, juga berguna bagi sosialisme” dikemukakan dalam situasi berdominasinya pandangan bahwa ekonomi sosialisme adalah ekonomi berencana, bukan ekonomi pasar. Ekonomi berencana dipertentangkan dengan ekonomi pasar. Dalam praktek perekonomian Sovyet, memang sepenuhnya dijalankan ekonomi berencana, tanpa adanya peranan pasar sebagai pengungkit perekonomian. Harga ditetapkan oleh negara, bukan oleh pasar. Dalam karya Stalin mengenai Masalah-masalah Ekonomi Sosialisme di Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis, 1952, dinyatakan bahwa ekonomi sosialisme adalah ekonomi barang-dagangan. Yang diprodusir adalah barang-dagangan. Dengan mengingatkan pada ajaran Lenin yang menyerukan perluasan peredaran barang dagangan, dalam karya Stalin ini banyak diangkat masalah peredaran barang dagangan. Tapi Stalin tidak sampai mengangkat peranan pasar dalam perekonomian sosialisme. Deng Xiaoping menggunakan pasar untuk mengembangkan tenaga produktif. Ini terjadi dalam kenyataan di Tiongkok. Begitu pasar diperbolehkan berfungsi, maka terjadi fluktuasi harga. Ini merangsang produsen mengembangkan produksi. Barang dagangan jadi melimpah ruah. Melimpah ruah berarti barang dagangan terdapat dalam jumlah besar. Karena ketemu dengan istilah “melimpah ruah”, maka ada pendapat: “Disatu fihak dikemukakan produksi yang strategis dikuasai negara, tetapi hasilnya dikatakan
melimpah-ruah. Bukankah melimpah-ruah ini manifestasi kegagalan dalam perencanaan untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya, salah satu wujud anarkhisme yang sering dikenal sebagai overproduksi. Artinya negara tidak mampu menguasai keperluan rakyat yang bersifat strategis; artinya rakyat tidak mampu beli karena daya belinya merosot ditelan pengejaran keuntungan elemen kapitalis yang bersarang dalam organ-organ kekuasaan dan perusahaan swasta, disamping a.l. kredit untuk perumahan dan pemeliharaannya yang tidak dihuni itu harus tetap dibayar. Ditinjau dari sudut pengetahuan ekonomi, kalimat berikut menunjukkan parameter yang berlebihan dan berbahaya: Penumpukan uang yang berlebihan menunjukkan kemacetan peredaran perekonomian dan manifestasi lemahnya daya beli rakyat untuk keperluan konsumsi. Situasi semacam ini akan disusul dengan kevakuman permintaan konsumsi yang berakibat kemacetan produksi dan kegiatan ekonomi akan lumpuh. Karl Marx pernah mengingatkan: Kalau mesin sudah berhenti berputar, ia menjadi besi tua yang berkarat; kalau uang sudah tidak beredar, ia menjadi tumpukan kertas gombal tak berharga di dalam brandkas bank-bank” Memang benar, produksi barang dagangan Tiongkok melimpah ruah, artinya terdapat dalam kwantitas yang besar. Tapi ini bukanlah kegagalan dalam perencanaan untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya. Jadi bukanlah anarkhisme. Penumpukan valuta asing yang berlebihan bukanlah karena kemacetan peredaran perekonomian dan manifestasi lemahnya daya beli rakyat untuk keperluan konsumsi. Penumpukan valuta asing adalah karena surplus perdagangan luarnegeri yang besar dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, walau pun mengutip Marx, pendapat di atas ini melayang di awang-awang, tak ada hubungannya dengan kenyataan yang diperdebatkan. Masalah perumahan yang banyak kosong karena belum terjual, dijadikan berita yang digelembungkan, hingga disiarkan tentang adanya “kota hantu” di Tiongkok. Ada yang membayangkan, bahwa peristiwa ini akan mengulangi pengalaman bangkrutnya Korporasi Lehmann Brothers di Amerika. Harga rumah yang sangat tinggi, menyebabkan tak terjualnya rumah tersebut. Untuk mengatasi monopoli harga di tangan pengusaha swasta perumahan ini, Pemerintah mengambil langkah, mulai tahun 2011, dalam Plan Lima Tahun ke-XII membangun tiap tahun sepuluh juta flat dengan harga yang terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Dan diambil langkah-langkah lain yang mencegah kenaikan harga rumah, seperti mencegah
kemungkinan spekulasi perdagangan perumahan. Mulai bulan ini, harga rumah mulai ada yang turun dan penjualan rumah kian meningkat. Ada pendapat bahwa: “Masalah dalam pembangunan sosialisme, bukanlah menciptakan produksi yang melimpahruah seperti yang diungkapkan Deng Xiaoping, tetapi menciptakan industri dasar untuk mengabdi kebutuhan perkembangan industri pertanian dan industri ringan” Teori “membangun industri besar sebagai dasar materiil bagi sosialisme”,. memang diuraikan secara terperinci dalam Bab XXIII buku POLITISCHE OKONOMIE – Lehrbuch – Akademik Der Wissenschaften Der UdSSR, Institut Fur Okonomie, 1955. Dan ajaran ini dipegang serta dilaksanakan di Uni Sovyet, sampai berhasil membangun industri dasar. Tapi situasi di Tiongkok yang dihadapi Deng Xiaoping adalah lain dengan situasi di Russia waktu Lenin dan Stalin mulai membangun sosialisme. Deng Xiaoping menghadapi masalah perbedaan pendapat yang mempertentangkan masalah ekonomi berencana dan ekonomi pasar. . Dalam pembicaraan dengan Henry Grunwald, Editor Kepala majalah Time, 23 Oktober 1985, Deng Xiaoping menyatakan bahwa “tidak ada kontradiksi fundamental antara sosialisme dan ekonomi pasar. Masalahnya adalah bagaimana mengembangkan tenaga produktif lebih efektif lagi. Kami sudah terbiasa dengan ekonomi berencana, tapi pengalaman selama bertahun-tahun sudah menunjukkan bahwa menjalankan sepenuhnya ekonomi berencana merintangi perkembangan tenaga produktif dalam batas-batas tertentu. Jika dikombinasikan ekonomi berencana dengan ekonomi pasar, posisi kita akan lebih baik untuk membebaskan tenaga-tenaga produktif dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.” “Semenjak Sidang Pleno ketiga CC ke-XI Partai kami dengan teguh menekankan pentingnya menjunjung Empat Prinsip Dasar, terutama prinsip mempertahankan sistim sosialis. Jika kita mempertahankan sistim sosialis, adalah terutama harus mengembangkan tenaga produktif. Untuk waktu panjang kami gagal memecahkan masalah ini dengan memuaskan. Pada analisa terakhir, keunggulan sosialisme harus ditunjukkan dalam perkembangan yang lebih besar dari tenaga poroduktif. Itulah sebabnya, kami menggunakan juga sebagian dari metode-metode kapitalis” . “Sekarang menjadi jelas bahwa adalah cara yang tepat untuk menempuh politik terbuka terhadap dunia luar, mengkombinasikan ekonomi berencana dengan ekonomi pasar. Apakah ini bertentangan dengan prinsip-prinisp sosialisme? Tidak, karena dalam proses menjalankan reform kita harus memastikan dua hal: pertama adalah ekonomi sektor umum selalu dominan, lainnya adalah dalam memajukan ekonomi kita
berusaha mencapai kemakmuran bersama, selalu berusaha mencegah polarisasi. Politik menggunakan dana asing dan membolehkan sektor swasta untuk berkembang tidaklah akan memperlemah posisi sektor umum, yang merupakan dasar dari ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya, politik-politik ini, baik menggunakan dana asing atau membiarkan usaha swasta berkembang adalah demi mengembangkan tenaga produktif secara besar-besaran dan untuk memperkuat sektor umum. Hanyalah selama sektor umum memainkan peranan dominan dalam perekonomian Tiongkok, polarisasi dapat dihindari. Tentu saja, sejumlah daerah tertentu dan sejumlah orang bisa mencapai kemakmuran lebih dulu dari yang lain, dan mereka bisa membantu daerah dan perseorangan lainnya untuk setapak demi setapak mencapai hal yang sama” [Tak Ada Kontradiksi Fundamental Antara Sosialisme Dan Ekonomi Pasar, Idem, hal. 148-149] *****
Empat Prinsip Dasar. “Deng Xiaoping itu revisionis”. “Deng Xiaoping mendidik rakyatnya melakukan penghisapan untuk jadi kaya”. “Reform Deng Xiaoping itu mengembalikan penghisapan dan mengembangkan penghisapan”, “merobah Tiongkok jadi kapitalis”. “Ajaran-ajaran Deng Xiaoping itu kalau disimpulkan adalah „menjadi kaya itu mulia‟. ”Yang penemuan Deng Xiaoping adalah ajaran: “kucing hitam kucing putih”. “Tiongkok jadi megah mempesona, karena menjalankan sistim penghisapan terhadap rakyatnya” Demikianlah suara-suara santer dari fihak yang tak berkenan di hatinya mengenai ajaran-ajaran Deng Xiaoping. Inilah suara dari orang-orang yang sebenarnya tak tahu ajaran-ajaran Deng Xiaoping yang sesungguhnya. “Tanpa teori revolusioner tak mungkin ada gerakan revolusioner”. Kalimat ini diajukan Lenin tahun 1901 dalam Karyanya “Apa Yang Harus Dikerjakan?” [Lenin, Chto Dyelatch ?, -- Apa Yang Harus Dikerjakan? -- Kumpulan Karya, bahasa Russia, edisi ke-IV , jilid V, 1951, hal. 341]. Teori revolusioner yang dimaksud adalah Marxisme. Partai Komunis Tiongkok sangat mencengkam arti penting teori dalam berrevolusi. Demikian tingginya Tiongkok menilai Teori Deng Xiaoping, sampai Jiang Zemin sekjen CC PKT menyatakan bahwa Teori Deng Xiaoping adalah Marxisme Tiongkok zaman sekarang. Kongres ke-XII PKT memutuskan menjadikan Teori Deng Xiaoping ideologi pembimbing Partai Komunis Tiongkok disamping Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong. Dalam Konstitusi PKT dan Konstitusi negara RRT dicantumkan Teori Deng Xiaoping termasuk ideologi pembimbing dalam Empat Prinsip Dasar yang harus dijunjung tinggi.
Teori Deng Xiaoping “membangun sosialisme berkepribadian Tiongkok” dipaparkan dalam karya-karyanya yang terhimpun dalam tiga jilid Pilihan Karya. Ini meliputi pandangan dan gagasan-gagasannya di bidang filsafat, politik, ekonomi, militer, pembangunan partai dan kebudayaan. Salah satu di antaranya adalah ajaran tentang Empat Prinsip Dasar. Deng Xiaoping memaparkan gagasannya tentang Empat Prinsip Dasar dalam Forum tentang Prinsip-prinsip pekerjaan teori Partai, 30 Maret 1979. Dikemukakannya, bahwa Central Comite berpendapat bahwa untuk melakukan pembangunan empat modernisasi, kita harus menjunjung tinggi Empat Prinsip Dasar secara ideologi dan politik. Empat Prinsip Dasar adalah: 1. Kita harus menempuh jalan sosialis. 2. Kita harus menjunjung tinggi diktatur proletariat. 3. Kita harus menjunjung tinggi pimpinan Partai Komunis. 4. Kita harus menjunjung tinggi Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong.
1. Harus menempuh Jalan Sosialis: Pertama, kita harus menempuh jalan sosialis. Sekarang ada orang yang terang-terangan mengatakan bahwa sosialisme adalah ketinggalan dari kapitalisme. Kita harus membantah pandangan ini. Pertama-tama, hanyalah sosialisme yang dapat menyelamatkan Tiongkok – ini adalah kesimpulan sejarah yang tak terbantahkan yang disimpulkan Rakyat Tiongkok yang ditarik dari pengalamannya sendiri selama 60 tahun semenjak Gerakan 4 Mei 1919. Jika menyimpang dari sosialisme, Tiongkok tak bisa tidak akan mundur ke semi-feodalisme dan semi-kolonialisme. Mayoritas mutlak rakyat Tiongkok tak akan membiarkan kemunduran yang demikian. Di samping itu, walaupun dalam kenyataan Tiongkok sosialis adalah terbelakang dari negeri-negeri kapitalis yang maju di bidang ekonomi, tekhnologi dan kebudayaan, ini bukanlah disebabkan oleh sistim sosialis, tetapi pada dasarnya disebabkan perkembangan sejarah Tiongkok sebelum pembebasan; itulah hasil dari imperialisme dan feodalisme. Revolusi sosialis sudah sangat mempersempit jarak dalam perkembangan ekonomi antara Tiongkok dan negeri-negeri kapitalis yang maju. Walaupun terdapat kesalahan-kesalahan kita, selama tiga dasawarsa yang lalu kita sudah mencapai kemajuan dalam ukuran yang Tiongkok lama tak bisa mencapainya dalam ratusan bahkan ribuan tahun.
Perekonomian kita sudah mencapai tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, ia tak disangsikan lagi akan berkembang lebih cepat dari perekonomian negeri kapitalis manapun, dan pertumbuhan ini akan tetap berlanjut. Tentu saja, akan diperlukan suatu masa cukup panjang untuk nilai pendapatan nasional per kapita mencapai dan melampaui negeri-negeri kapitalis yang maju. Selanjutnya, baiklah kita bertanya: Mana yang lebih baik, sistim sosialis atau sistim kapitalis? Tentu saja sistim sosialis lebih baik. Dalam keadaan tertentu, negeri sosialis bisa membuat kesalahan yang serius, dan bahkan mengalami kemunduran besar seperti kekacauan yang diciptakan oleh Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang. Tentu saja, ini ada sebab-sebab subjektifnya, pada dasarnya ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh yang diwarisi dari masyarakat lama dengan sejarahnya yang panjang, pengaruh-pengaruh yang tak dapat dilenyapkan dalam semalam. Negeri-negeri kapitalis dengan sejarah feodal yang panjang, seperti Inggeris, Perancis, Jerman, Jepang dan Itali – semua pernah mengalami kemunduran besar dan pembalikan dalam waktu-waktu yang berlainan (restorasi kontrarevolusi pernah terjadi di Inggeris dan Perancis sedangkan di Jerman, Jepang dan Itali pernah terdapat periode kekuasaan fasis). Tetapi dengan bersandar pada sistim sosialis dan tenaga kita sendiri, kita sudah menggulingkan Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang tanpa terlalu banyak kesulitan, dan segera negeri kita menempuh jalan stabilitas, bersatu dan perkembangan yang sehat. Ekonomi sosialis didasarkan pada pemilikan umum, dan produksi sosialis ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan material dan kultural rakyat sampai batas maksimum – tapi tidak untuk penghisapan. Ciri-ciri sistim sosialis ini menyebabkan adalah mungkin bagi rakyat negeri kita untuk ikut ambil bagian bersama dalam kehidupan politik, ekonomi dan cita-cita sosial serta standard moral. Semuanya ini tak bisa terjadi dalam masyarakat kapitalis. Tidak ada jalan dengan mana kapitalisme pernah bisa menghapuskan penumpukan laba besar-besaran oleh kaum miliuner atau pernah bisa bebas dari penghisapan, kehancuran dan krisis-krisis ekonomi. Kapitalisme tak pernah bisa mewujudkan cita-cita bersama dan standar moral serta membebaskan diri dari menjalankan kejahatan-kejahatan, kemerosotan moral dan keputus-asaan. Di lain fihak, kapitalisme sudah bersejarah ratusan tahun, dan kita harus belajar dari rakyat negeri-negeri kapitalis. Kita harus menggunakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
yang sudah mereka kembangkan serta unsur-unsur yang sudah terhimpun dalam pengetahuan mereka, dan pengalaman yang berguna bagi kita. Di samping kita akan mengimpor dari negeri-negeri kapitalis tekhnologi maju dan hal-hal lain yang berguna bagi kita – secara terpilih dan menurut rencana – kita sekali-kali tak akan belajar dan mengimpor sistim kapitalis itu sendiri, atau sesuatunya yang menjijikkan dan dekaden. Jika negeri-negeri kapitalis yang maju mencampakkan sistim kapitalis, maka ekonomi dan kebudayaan mereka, tentulah akan maju lebih pesat. Itulah sebabnya kekuatan politik progresif di negeri-negeri kapitalis berusaha untuk mempelajari dan mempropagandakan sosialisme serta berjuang membasmi fenomena-fenomena ketidak-adilan dan irrasional dalam masyarakat kapitalis serta untuk melangsungkan revolusi sosialis. Kita harus memperkenalkan kepada rakyat kita, terutama kepada pemuda kita, apa saja yang progresif dan yang berguna dari negeri-negeri kapitalis, dan kita akan mengkritik apa saja yang reaksioner dan dekaden.
2. Harus Menjunjung Tinggi Diktatur Proletariat: Kedua, kita harus menjunjung tinggi diktatur proletariat. Kita sudah banyak melakukan propaganda menjelaskan bahwa diktatur proletariat berarti demokrasi sosialis bagi rakyat, demokrasi yang dinikmati oleh kaum buruh, kaum tani, intelektuil dan rakyat pekerja lainnya, adalah demokrasi paling luas yang pernah ada dalam sejarah. Di masa lampau, kita tidak cukup mempraktekkan demokrasi, maka kita membuat kesalahan. Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang mempropagandakan apa yang disebut “kediktatoran yang menyeluruh”, menjalankan kedikatatoran feodal fasis terhadap rakyat. Kita sudah membasmi kediktatoran ini, yang tak ada samanya dengan diktatur proletariat, tetapi yang adalah bertolak-belakang dengannya. Sekarang, kita sudah mengoreksi kesalahan masa lampau dan telah mengambil banyak langkah untuk terus menerus mengembangkan demokrasi di dalam Partai dan di kalangan rakyat. Tanpa demokrasi tak akan ada sosialisme dan tak akan ada modernisasi sosialis. Tentu saja, demokratisasi, sebagaimana modernisasi, haruslah maju selangkah demi selangkah. Bertambah berkembang sosialisme haruslah lebih berkembang demokrasi. Ini tak perlu disangsikan lagi. Walaupun demikian, perkembangan demokrasi sosialis sama sekali kita tak bisa lepas dari diktatur proletariat terhadap kekuatan-kekuatan yang memusuhi sosialisme.
Kita menentang perluasan bidang perjuangan klas. Kita tidak percaya bahwa terdapat burjuasi di dalam Partai, dan kita tidak percaya bahwa di dalam sistim sosialis, klas burjuasi atau klas penghisap akan muncul kembali sesudah klas-klas penghisap benar-benar sudah dilenyapkan. Tetapi kita harus mengakui bahwa dalam masyarakat sosialis masih ada kaum kontra-revolusioner, agen-agen musuh, para penjahat kriminal dan segala macam anasir jahat, yang merusak tata tertib umum sosialis, demikian pula para penghisap yang melakukan korupsi, penyogokan, spekulasi dan tukang catut. Dan kita harus mengakui bahwa fenomena yang demikian tak bisa dilenyapkan untuk masa yang cukup panjang. Perjuangan melawan perseorangan yang demikian adalah berbeda dengan perjuangan satu klas terhadap klas lainnya, yang sudah terjadi di masa lampau (perseorangan yang demikian tidak bisa membentuk klas yang utuh bersatu sebagai satu klas terbuka). Walaupun demikian, itu adalah masih satu bentuk khusus dari perjuangan klas, di bawah syarat-syarat sosialis, dari perjuangan klas sejarah masa lampau. Masih diperlukan untuk menjalankan kediktatoran terhadap semua unsur anti-sosialis ini, dan demokrasi sosialis adalah tidak mungkin tanpa itu. Kediktatoran ini adalah satu perjuangan intern dan ada kalanya dalam kasus tertentu juga merupakan perjuangan internasional, kedua aspek ini adalah tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, selama ada perjuangan klas dan selama imperialisme dan hegemonisme masih ada, maka tak bisa dibayangkan bahwa fungsi kediktatoran negara akan melenyap, dan bahwa tentara tetap, badan-badan keamanan umum, pengadilan-pengadilan serta penjara-penjara akan melenyap. Adanya mereka tidak berkontradiksi dengan demokratisasi negara sosialis, karena kerja mereka yang efektif akan menjamin, bukannya menghalangi demokratisasi itu. Kenyataan yang terjadi adalah bahwa sosialisme tidak dapat dipertahankan atau dibangun tanpa diktatur proletariat.”. [Deng Xiaoping, Uphold The Four Cardinal Principles, Selected Works (1975-1982), Foreign Languages Press, Beijing, First Edition, 1984, hal 166-176]. Demikianlah, Deng Xiaoping dengan tangguh membela diktatur proletariat. Diktatur proletariat dipraktekkan oleh negara Republik Rakyat Tiongkok dengan mewujudkannya dalam bentuk menjalankan sistim kerjasama multi-partai di bawah pimpinan Partai Komunis Tiongkok, dengan sistim Kongres Rakyat Nasional (KRN) dan Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat (MPPR).
Istilah diktatur proletariat bukanlah baru dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Adalah Partai Komunis Indonesia yang pertama menggunakan dan mempopulerkan istilah diktatur proletariat ke dalam terminologi politik bahasa Indonesia.”Perbedaan ISDV yang menjadi cabang SDAP Internasionale kedua di negeri Belanda dengan kita ISDV, adalah perbedaan pandangan yang prinsipiil, politik dan taktik. Sosialisme palsu mematahkan kepercayaan proletariat akan kemampuan dirinya sendiri dan terpaksa menggantungkan diri kepada kapitalisme. Perbedaan yang lain, adalah bahwa kaum komunis berjuang untuk diktatur proletariat, tetapi mereka menentang ini. Kalau kita menyokong diktatur proletariat, maka kita adalah komunis”, demikian dimuat dalam Het Vrije Woord, 25 Juni 1920. [Baca Suar Suroso, Marxisme Sebuah Kajian, Dinyatakan Punah Ternyata Kiprah, terbitan Hasta Mitra, dengan Sebuah Renungan Ringkas Joesoef Isak, sebagai Pengantar, Jakarta, 2009, hal. 123]. *** * *** Dengan kritik Nikita Khrusycyov atas Stalin dalam Kongres ke-XX PKUS, 1956, kaum sosial demokrat dan Trotskis bergendang paha. Dari hasil kongres itu, revisionisme modern merebak dalam gerakan komunis internasional. Pimpinan partai-partai komunis Uni Sovyet, Eropa Timur dan Tengah dilanda revionisme modern. Di puncak gelora PERANG DINGIN, di akhir tahun enam puluhan abad ke-XX, Eropa Timur dan Tengah dilanda gerakan evolusi secara damai untuk pembasmian negara-negara sosialis. Tahun 1968 berkobar revolusi “Musim Semi Praha”. Alexander Dubcek yang revisionis menggantikan Antonin Novotny pucuk pimpinan Partai Komunis Cekoslowakia. Polandia bergolak dengan gerakan buruh solidaritas di bawah pimpinan Lech Walesa, murid Leszek Kolakowski, pembelot Marxisme. Berlangsung polemik besar melawan revisionisme modern dalam gerakan komunis internasional. PKUS dan PKT berhadap-hadapan dalam polemik ini. Partai Komunis Indonesia yang semula mengambil posisi berusaha mendamaikan, mempersatukan PKUS dan PKT, dalam perkembangannya jadi mendukung PKT dan bersuara melawan revionisme modern. Satu demi satu negara sosialis Eropa Timur ambruk. PKUS di bawah pimpinan Gorbacyov, meluncur ke puncak revisionisme dengan karyanya PYERYESTROIKA I NOVOYE MISHLYENIYE – Perestroika dan Pemikiran Baru --, dan dengan dicampakkannya ajaran diktatur proletariat dalam Kongres Nasional ke-XXVIII PKUS, 1990. [Baca MATYERIALHI XXVIII SIYEZDA KOMMUNiSTICEKOI PARTII SOVYETSKOVO SOYUZA, -- Bahan-Bahan Kongres ke-XXVIII Partai Komunis Uni Sovyet --, Politizdat, Moskwa, 1990]. Maka URSS lenyap dari peta politik dunia.
Di kala di Eropa Timur dan Tengah berkecamuk revisionisme modern, yaitu berkobarnya gerakan anti sosialisme, Tiongkok juga dilanda kegiatan anti sosialisme, hingga tahun 1989 memuncak dengan Peristiwa Tian An Men yang berlumuran darah. Tapi tahun 1979, Deng Xiaoping sudah tampil dengan gagasan menjunjung tinggi Empat Prinsip Dasar. Gorbacyov yang revisionis mencampakkan diktatur proletariat, URSS ambruk. Deng Xiaoping dengan Empat Prinsip Dasarnya membela Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao Zedong, membela sosialisme, membela diktatur proletariat. Maka RRT sampai kini berjaya...Salah satu dari prinsip itu adalah: Menjunjung tinggi kepemimpinan Partai Komunis.
3. Menjunjung tinggi kepemimpinan Partai Komunis. “Ketiga, kita harus menjunjung tinggi kepemimpinan Partai Komunis. Semenjak munculnya gerakan komunis internasional, sudah ditunjukkan bahwa kelangsungan hidupnya adalah tidak mungkin tanpa partai-partai politik proletariat. Lebih-lebih lagi, semenjak Revolusi Oktober sudah menjadi jelas bahwa tanpa kepemimpinan Partai Komunis adalah tidak mungkin revolusi sosialis, diktatur proletariat dan pembangunan sosialisme. Lenin mengajarkan: „Diktatur proletariat adalah perjuangan yang gigih berkepanjangan – berdarah dan tanpa darah, dengan kekerasan dan secara damai, secara militer dan ekonomi, secara pendidikan dan administratif – melawan kekuatan-kekuatan dan tradisi-tradisi masyarakat lama.... Tanpa partai yang dibajakan dalam perjuangan, tanpa partai yang mendapat dukungan dari semua yang jujur dari klas tersebut, tanpa partai yang mampu mencermati dan mempengaruhi semangat massa, adalah tidak mungkin untuk memimpin perjuangan dengan sukses.‟ Kebenaran yang diajarkan oleh Lenin ini adalah tetap berlaku sekarang. Di negeri kita, selama 60 tahun semenjak Gerakan 4 Mei, tidak ada partai politik selain Partai Komunis Tiongkok yang sudah memadukan dirinya dengan massa rakyat pekerja mengikuti jalan yang ditunjukkan Lenin. Tanpa Partai Komunis Tiongkok tidak akan ada Tiongkok baru sosialis. Tingkah laku jelek Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang sudah membangkitkan perlawanan tegas seluruh rakyat Tiongkok dan juga oleh seluruh partai, justru karena Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang mengesampingkan Partai Komunis Tiongkok, kekuatan pimpinan yang sudah tergembleng lama yang mempertahankan persatuan bagai darah dan daging dengan massa. Jika martabat Partai di kalangan rakyat seluruh
negeri sudah meningkat semenjak tergulingnya Gerombolan Empat Orang, dan terutama semenjak Sidang Pleno ke-III CC ke-XI, ini adalah justru disebabkan oleh seluruh bangsa kita menggantungkan harapan mereka untuk masa depan pada pimpinan Partai. Walaupun gerakan massa tahun 1976 yang memuncak dengan peristiwa lapangan Tian An Men di mana rakyat berkumpul untuk menyatakan belasungkawa atas wafatnya Perdana Menteri Zhou Enlai tidaklah dipimpin oleh Partai secara organisatoris, hal ini menunjukkan dengan tegas mendukung pimpinan Partai dan menentang Gerombolan Empat Orang. Kesadaran revolusioner massa dalam gerakan ini tak dapat dipisahkan dari pendidikan yang diberikan Partai selama bertahun-tahun, dan justru anggota-anggota Partailah dan anggota-anggota Liga Pemuda Komunis yang merupakan aktivis pokok di antara mereka. Oleh karena itu, kita tidak dapat sama sekali menilai gerakan massa di lapangan Tian An Men adalah sesuatunya yang murni gerakan spontan seperti Gerakan Empat Mei, yang tak ada hubungan dengan pimpinan Partai. Dalam kenyataannya, tanpa Partai Komunis Tiongkok, siapakah yang akan mengorganisasi perekonomian, politik, militer dan kebudayaan sosialis Tiongkok, dan siapakah yang akan mengorganisasi empat modernisasi? Di Tiongkok sekarang ini, kita mutlak tak bisa terlepas dari pimpinan Partai dan mendambakan spontanitas kebangkitan massa. Pimpinan Partai, tentu saja tidaklah sempurna, dan masalah bagaimana Partai dapat mempertahankan hubungan erat dengan massa dan menjalankan pimpinan yang efektif lagi tepat adalah masih merupakan salah satu yang kita harus pelajari dengan serius untuk memecahkannya. Tetapi ini tak bisa dijadikan alasan untuk menuntut mengurangi atau menghapuskan pimpinan Partai. Partai kita sudah membikin banyak kesalahan, tapi setiap kali ada kesalahan, dikoreksi dengan bersandar pada organisasi Partai, tidak dengan mencampakkannya. CC Partai sekarang ini dengan gigih mengembangkan demokrasi di dalam Partai dan di kalangan rakyat; dan berketetapan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan. Dalam syarat-syarat yang demikian, kita lebih-lebih lagi tak akan memperbolehkan massa rakyat kita menuntut likwidasi atau melemahkan pimpinan Partai. Sesungguhnyalah, jika menyerah kepada tuntutan ini, hanyalah akan menjurus kepada anarkhisme dan merusak serta menghancurkan usaha sosialisme. Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang, sebagaimana yang mereka lakukan,
mengenyampingkan comite-comite Partai “melakukan revolusi”, dan adalah jelas bagi semua orang tentang revolusi yang bagaimana mereka lakukan. Jika dewasa ini kita coba mendapatkan demokrasi dengan mencampakkan comite-comite Partai, bukankah sudah jelas demokrasi yang bagaimana yang akan dihasilkan? Tahun 1966 perekonomian Tiongkok, sesudah meliwati beberapa tahun penataan kembali, sudah dalam keadaan berkembang cepat. Tetapi Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang telah menimbulkan kerusakan hebat. Barulah sekarang di bawah pimpinan Comite Central dan Dewan Negara, ekonomi kita pulih menempuh jalan pertumbuhan cepat. Jika segelintir orang kembali membolehkan pencampakan Partai dan membikin kekacauan, maka empat modernisasi akan lenyap ke udara. Ini bukanlah ucapan yang berkelebihan, tapi ini adalah kebenaran objektif yang dengan jelas telah dibuktikan oleh kenyataan praktek. [Deng Xiaoping, Selected Works (1975-1982), Foreign Languages Press, Beijing, 1984, hal. 177-179]. *** * *** Tanpa teori revolusioner, tak ada gerakan revolusioner. Teori revolusioner itu adalah Marxisme. Marxisme berkembang mengikuti perkembangan sejarah. Lahirlah Leninisme, Fikiran Mao Zedong. Dan kini Tiongkok menampilkan Teori Deng Xiaoping, sebagai pemaduan Marxisme dengan praktek pembangunan sosialisme di Tiongkok, teori membangun sosialisme berkepribadian Tiongkok. Pada puncak Perang Dingin, musuh-musuh sosialisme menggelorakan gerakan evolusi damai untuk membasmi negara-negara sosialis. Uni Sovyet dan negaranegara sosialis Eropa Timur pada brantakan sesudah mencampakkan ajaran Marx tentang diktatur proletariat. Walaupun gerakan evolusi damai juga melanda Tiongkok sampai bermuara dengan Peristiwa Tian An Men yang berlumuran darah, RRT negara diktatur demokrasi rakyat Tiongkok tetap bertahan dan berjaya sampai sekarang, karena menjunjung tinggi Empat Prinsip Dasar ajaran Deng Xiaoping. Salah satu prinsip itu adalah menjunjung tinggi Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao Zedong. Semenjak berdirinya tahun 1921, Marxisme-Leninisme adalah ideologi pembimbing PKT. Seperempat abad kemudian, setelah menyimpulkan pengalaman sejarah perjuangan rakyat Tiongkok di bawah pimpinan PKT, maka dalam Kongres Nasional ke-VII tahun 1945, PKT merobah ideologi pembimbing Partai menjadi: Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong. “Fikiran Mao Zedong adalah fikiran
yang memadukan teori-teori Marxis-Leninis dengan praktek aktual revolusi Tiongkok. Ia adalah komunisme dan Marxisme dilaksanakan untuk Tiongkok. Fikiran Mao Zedong adalah perkembangan lebih lanjut dari Marxisme dalam revolusi nasional demokratis dalam sebuah negeri kolonial, semi-kolonial dan semi-feodal dalam periode sekarang. Ia adalah pernyataan terbaik dari Marxisme yang ditrapkan bagi suatu nasion. Ia tumbuh dan berkembang dalam perjuangan revolusioner berjangka panjang dari nasion Tiongkok. ...... Ia dirumuskan liwat pelaksanaan pandangan dunia dan pandangan sosial Marxis – materialisme dialektik dan materialisme historis” [Liu Shaoqi, On The Party, report on the revision of the Party Constitution, May 14, 1945, the Seventh National Congress of CPC, Foreign Languages Press, Peking, 1950, hal. 31.] Sejarah berkembang. Ideologi pembimbing PKT juga berkembang maju. Dalam Kongres Nasional ke-XIV, Oktober 1992, Jiang Zemin melaporkan tentang peranan penting Teori Deng Xiaoping membangun sosialisme berkepribadian Tiongkok. Disamping Marxisme-Leninisme Fikiran Mao Zedong, Teori Deng Xiaoping dijadikan ideologi pembimbing PKT. Ideologi pembimbing ini diperkaya lagi dengan rumusan Fikiran Penting “Tiga Butir Mewakili” yang berarti: butir pertama, PKT harus mewakili tenaga produktif termaju, butir kedua harus mewakili arah perkembangan kebudayaan nasional yang maju, dan butir ketiga mewakili kepentingan rakyat banyak. Dalam Kongres Nasional ke-XVI tahun 2007 ideologi pembimbing ini dilengkapi lagi dengan pandangan ilmiah tentang perkembangan. Dengan demikian, dalam Konstitusi PKT hasil Kongres ke-XVI dirumuskan, bahwa ideologi pembimbing PKT adalah Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao Zedong, Teori Deng Xiaoping, Fikiran Penting “Tiga Butir Mewakili” dan pandangan ilmiah tentang perkembangan. Teori Deng Xiaoping menempati kedudukan sangat penting dalam ideologi pembimbing PKT dewasa ini. Teori Deng Xiaoping dipaparkan dalam tiga jilid Kumpulan Karyanya. Teori ini meliputi pandangan dan gagasan Deng Xiaoping di bidang-bidang filsafat, politik, ekonomi, miiiter, pembangunan Partai dan kebudayaan. Salah satu gagasannya adalah Empat Prinsip Dasar. Dengan Empat Prinsip Dasar, Deng Xiaoping menjunjung tinggi Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao Zedong. Demikian pentingnya Empat Prinsip Dasar ini, ia dicantumkan dalam Konstitusi Partai dan negara Republik Rakyat Tiongkok. Mengenai prinsip ke-empat dari Empat Prinsip Dasar, Deng Xiaoping menjelaskan sebagai berikut:
4. Harus menjunjung Marxisme Leninisme, Fikiran Mao Zedong.
“Keempat, kita harus menjunjung tinggi Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong.. Salah satu titik kunci perjuangan kita melawan Lin Biao dan Gerombolan Empat Orang adalah perlawanan terhadap pemalsuan-pemalsuannya, pemretelan Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong. Semenjak penghancuran Gerombolan itu, kita sudah mengembalikan sifat ilmiah dari Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong dan kegiatan kita jadi dibimbingnya. Ini adalah kemenangan gemilang bagi seluruh Partai dan rakyat. Tapi ada sementara orang berfikiran lain. Mereka secara terbuka menentang ajaran pokok Marxisme-Leninisme, atau mereka menjunjung Marxisme-Leninisme hanya dalam kata-kata sedangkan dalam perbuatan menentang Fikiran Mao Zedong, yang mewakili pengintegrasian kebenaran universal Marxisme-Leninisme dengan praktek revolusi Tiongkok. Kita harus menentang aliran fikiran yang salah ini. Sementara kawan berkata bahwa kita harus menjunjung tinggi, “Fikiran Mao Zedong yang benar”, tetapi tidak “Fikiran Mao Zedong yang salah”. Pernyataan yang seperti ini juga adalah salah. Yang kita pakai sebagai pembimbing untuk tindakan-tindakan kita adalah inti pokok Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong, dengan kata lain, sistim ilmiah yang dibentuk oleh inti pokok itu. Jika dihubungkan pada perseorangannya, baik Marx, dan Lenin maupun Mao Zedong tidak ada yang bebas dari kesalahan ini atau itu. Tapi ini tidak termasuk dalam sistim ilmiah yang dibentuk oleh prinsip-prinsip dasar Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao Zedong. Sekarang saya ingin berbicara sedikit mengenai Fikiran Mao Zedong. Revolusi anti imperialis dan anti feodal Tiongkok sudah berlangsung dan pernah mengalami berkali-kali kegagalan yang mengerikan. Bukankah Fikiran Mao Zedong yang sudah memungkinkan rakyat Tiongkok – yang kira-kira seperempat penduduk dunia – mampu menemukan jalan yang benar bagi revolusinya, mencapai pembebasan seluruh negeri dalam tahun 1949, pada dasarnya menyelesaikan transformasi sosialis dalam tahun 1956? Kemenangan-kemenangan gemilang yang susul menyusul ini tidak hanya merobah nasib Tiongkok tapi juga merobah situasi dunia. Dari segi pandangan internasional, Fikiran Mao Zedong tak dapat dipisahkan dari perjuangan melawan hegemonisme; dan praktek dibawah panji-panji sosialisme adalah satu pengkhianatan yang terang-terangan prinsip-prinsip sosialis dari Partai Marxis-Leninis sesudah memegang kekuasaan. Sebagaimana yang sudah saya kemukakan, di masa senja hidupnya, kawan Mao Zedong sudah merumuskan strategi pembagian tiga dunia, dan
secara pribadi dia sendiri terlibat menghadapi tingkat baru hubungan-hubungan Tiongkok-Amerika dan Tiongkok-Jepang. Dengan berbuat seperti itu, dia sudah menciptakan syarat-syarat baru untuk perjuangan melawan hegemonisme dan bagi masa depan perpolitikan dunia. Sambil memimpin pelaksanaan program modernisasi kita dalam situasi internasional dewasa ini, kita tak bisa tidak mengingat akan sumbangan-sumbangan kawan Mao Zedong. Kawan Mao Zedong, sebagaimana manusia lainnya, juga memiliki kekurangan dan berbuat salah. Tapi bagaimana bisa kesalahan-kesalahannya ini dalam kehidupannya yang termasyhur, ditempatkan setara dengan sumbangannya yang abadi bagi rakyat? Dalam menganalisa kekurangan dan kesalahannya, tentu saja kita harus mengakui tanggungjawab pribadinya, tapi yang lebih penting lagi haruslah menganalisa latar belakang sejarahnya yang rumit. Itulah cara yang adil dan ilmiah, -cara yang Marxis – untuk menilai sejarah dan tokoh-tokoh sejarah. Seseorang yang menyeleweng dari Marxisme mengenai masalah yang begitu serius akan diadili oleh Partai dan massa. Bukankah itu adalah alamiah? Fikiran Mao Zedong adalah panji dari revolusi Tiongkok. Ia adalah dan selalu akan jadi panji usaha sosialis Tiongkok dan panji usaha anti-hegemonis. Dalam mars kita maju ke depan kita akan selalu menjunjung tinggi Fikiran Mao Zedong. Usaha dan fikiran Kawan Mao Zedong bukanlah miliknya pribadi; ia adalah juga milik dari kawan-kawan seperjuangannya, dari Partai dan dari rakyat. Fikirannya adalah kristalisasi dari pengalaman perjuangan revolusioner rakyat Tiongkok selama lebih dari setengah abad. Masalahnya adalah sama dengan Karl Marx. Dalam penilaiannya mengenai Marx, Frederick Engels menyatakan bahwa adalah berkat Marx proletariat zaman sekarang menjadi sadar untuk pertama kali akan kedudukannya dan tuntutan-tuntutannya dan syarat-syarat yang diperlukan untuk pembebasannya sendiri. Apakah ini berarti bahwa sejarah dibikin oleh seorang pribadi? Sejarah adalah ciptaan rakyat, tapi ini tidak berarti akan menghalangi orang untuk menghormati seorang pribadi yang luarbiasa. Tentu saja, penghormatan ini tidak menjadi pemujaan yang membuta. Tidak ada orang yang harus dipandang bagaikan setengah Tuhan. Kesimpulannya, untuk mencapai empat modernisasi kita harus menempuh jalan sosialis, harus menjunjung diktatur proletariat, menjunjung kepemimpinan Partai Komunis dan harus menjunjung Marxisme-Leninisme dan Fikiran Mao
Zedong. Comite Central berpendapat bahwa kita harus berkali-kali menekankan pentingnya menjunjung tinggi Empat Prinsip Dasar ini, sebab sementara orang (walaupun hanya segelintir) tengah berusaha untuk merusaknya. Bagaimana pun juga usaha yang demikian tidak boleh ditoleransi. Anggota Partai, apa lagi para pekerja ideologi atau teori Partai tak boleh goyah sedikit pun mengenai pendirian dasar ini. Merusak salah satu dari Empat Prinsip Dasar berarti merusak seluruh usaha sosialisme Tiongkok, seluruh usaha untuk modernisasi. [Deng Xiaoping, Selected Works (1975-1982), -- Pilihan Karya (1975-1982), Foreign Languages Press, Beijing, First Edition, 1984, hal. 179-181]. *****
Otokritik besar yang historis: Revolusi Besar Kebudayaan itu salah. Tigapuluh tahun berlalu. Bulan Juni 1981, Comite Central Partai Komunis Tiongkok mengumumkan kesimpulan, bahwa Revolusi Besar Kebudayaan itu adalah salah. Ini diajukan dalam Resolusi Tentang Berbagai Masalah Sejarah Sejak Berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Ini adalah satu otokritik yang historis. Melakukan otokritik adalah salah satu tradisi mulia Partai Komunis. Ini adalah ajaran Lenin mengenai ciri Partai Tipe Baru, Partai tipe Leninis. Otokritik berarti menunjukkan tanggung jawab terhadap rakyat, memaparkan kesalahan yang sudah terjadi, membongkar akarnya dan menunjukkan jalan keluar untuk lebih maju lagi. “Sikap sesuatu partai politik terhadap kesalahannya sendiri adalah salahsatu cara yang penting dan terpercaya untuk mengukur kesungguhan partai itu dan bagaimana ia dalam praktek menunaikan kewajiban-kewajiban terhadap klasnya dan terhadap Rakyat pekerja. Terus terang mengakui kesalahan, menyelidiki sebab-sebabnya, menganalisa keadaan yang telah menimbulkannya, dan dengan teliti mendiskusikan cara-cara untuk memperbaikinya, itulah tanda suatu partai yang serius; itulah cara ia harus mendidik dan melatih klas dan kemudian massa” [Lenin, Dyetskaya Bolyezny „Lyeviznhi‟ V Kommunizme, -- Penyakit Kanak-Kanak „Kekiri-kirian‟ Dalam Komunisme,-- Kumpulan Karya, edisi Russia ke-V, jilid ke-41, hal. 40-41]. Di Indonesia, PKI adalah partai politik yang menjunjung tradisi mulia ini. Dalam sejarahnya, sudah dua kali PKI melakukan otokritik. Pertama Selfkritik Djalan Baroe Moesso tahun 1948, karena kegagalan Revolusi Agustus; dan kedua Otokritik Politbiro CC PKI September tahun 1966, menyusul terpukulnya PKI oleh teror putih fasis Suharto sesudah Gerakan 30 September 1965.
Di Tiongkok, mulai tahun 1966, berlangsung Revolusi Besar Kebudayaan selama sepuluh tahun. Tiongkok bergolak bagaikan prahara. Dunia gempar. Peristiwa ini terjadi, lanjutan dari pergolakan polemik besar melawan revisionisme modern Khrusycyov dalam gerakan komunis internasional. Polemik besar ini bermuara pada tergulingnya Nikita Syergyewitch Khrusycyov, digantikan Lyeonid Ilyitch Bryezhnyev, sebagai sekjen CC PKUS. Di Tiongkok berlanjut perjuangan melawan revisionisme modern yang memuncak dengan dikobarkannya Revolusi Besar Kebudayaan. Partai-Partai Komunis berbagai negeri terlibat dalam pergolakan melawan revionisme modern Khrusycyov. Partai Komunis Indonesia yang gigih melawan imperialisme, termasuk yang keras mendukung Partai Komunis Tiongkok melawan revisionisme modern. Karena memahami bahwa Revolusi Besar Kebudayaan adalah untuk melawan revisionisme modern, maka pimpinan PKI juga kuat mendukung berlangsungnya Revolusi Besar Kebudayaan di Tiongkok. Dalam situasi bertarung menghadapi teror maut rezim fasis Suharto, Politbiro CC PKI menilai, “Rakyat Tiongkok telah mencapai sukses-sukses gemilang dalam Revolusi Besar Kebudayaan Proletariat, membersihkan kaum revisionis modern penempuh jalan kapitalis dari dalam Partai Komunis Tiongkok” [Pesan Politbiro CC PKI, 23 Mei 1967]. Dan di depan pengadilan Mahmilub yang memvonisnya dengan hukuman mati, Kawan Sudisman menyatakan: “Revolusi Besar Kebudayaan Proletar mencegah adanya revisionisme modern di RRT” [Sudisman, Pleidoi & Statement Politiknya Menyongsong Eksekusi, terbitan Pustaka Pena, 2001, hal 101]. Maka tak ayal lagi, para kader dan anggota PKI mendukung Revolusi Besar Kebudayaan Tiongkok. Selama sepertiga abad di bawah kediktatoran fasis Suharto, rakyat Indonesia dibutakan dari informasi tentang perkembangan Tiongkok yang sudah mengalami perobahan drastis. Tanpa mengetahui perkembangan besar Tiongkok, maka tidak sedikit orang yang terus berpegang pada pendirian lama, mendukung Revolusi Besar Kebudayaan. Pada hal, semenjak tahun 1981, Pimpinan Partai Komunis Tiongkok sudah menyatakan bahwa Revolusi Besar Kebudayaan adalah salah. Di bawah pimpinan Deng Xiaoping, tahun 1981 CC PKT merumuskan Resolusi Tentang Berbagai Masalah Sejarah Sejak Berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Mengenai Revolusi Besar Kebudayaan
dipaparkan sebagai berikut:
“Sejarah „Revolusi Besar Kebudayaan‟, telah membuktikan bahwa tesis-tesis pokok „Revolusi Besar Kebudayaan‟ yang dibangkitkan oleh Kawan Mao Zedong tidak sesuai dengan Marxisme-Leninisme, dan juga tidak sesuai dengan keadaan kongkrit Tiongkok. Tesis ini sama sekali salah menilai situasi klas di negeri kita pada waktu itu dan keadaan politik Partai dan negara. a. „Revolusi Besar Kebudayaan‟ dikatakan perjuangan melawan garis revisionis atau jalan kapitalis, argumen demikian itu tidak mempunyai dasar kenyataan sama sekali. Lagi pula dalam serentetan masalah penting teori dan politik telah mencampur-adukkan yang benar dan yang salah. Banyak hal yang dikritik sebagai revisionis atau kapitalis dalam „Revolusi Besar Kebudayaan‟ sebenarnya justru prinsip-prinsip Marxis dan sosialis, di antaranya banyak yang dikemukakan dan disokong sendiri oleh Kawan Mao Zedong. „Revolusi Besar Kebudayaan‟ telah menegasi sejumlah besar pedoman dan politik-politik tepat serta hasil-hasil selama 17 tahun sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, dalam kenyataannya pada derajat tertentu juga telah menegasi pekerjaan Comite Central Partai dan Pemerintah rakyat termasuk pekerjaan Kawan Mao Zedong sendiri, dan telah menegasi perjuangan luarbiasa berat dan sulit dari rakyat berbagai bangsa di seluruh negeri dalam pembangunan sosialis. b Mengacaukan antara yang benar dan yang salah seperti yang diuraikan di atas pasti mengakibatkan mengacaukan antara kita dengan musuh. „Kaum penguasa penempuh jalan kapitalis‟ yang telah diganyang dalam „Revolusi Besar Kebudayaan‟, adalah kader-kader pimpinan organisasi Partai dan Pemerintah dari berbagai tingkat, yaitu kekuatan tulang punggung dalam usaha sosialisme. Di dalam Partai sama sekali tidak ada apa yang dinamakan „Markas Komando Burjuis‟ yang dikepalai oleh Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping. Fakta-fakta yang tak terbantahkan membuktikan bahwa tuduhan terhadap Kawan Liu Shaoqi, sebagai apa yang dinamakan „renegat‟, „mata-mata dalam selimut‟, „pengkhianat buruh‟, sepenuhnya adalah tuduhan gelap Lin Biao, Jiang Qing dan pengikutnya. Kesimpulan politik dan pengurusan organisasi terhadap Kawan Liu Shaoqi yang diputuskan oleh Sidang Pleno ke-12 Comite Central ke-VIII sepenuhnya salah. Pengkritikan terhadap apa yang dinamakan „otoritas keilmuan reaksioner‟ dalam „Revolusi Besar Kebudayaan‟, menyebabkan banyak kaum intelektual yang mempunyai kemampuan dan mencapai hasil-hasil telah dipukul dan dipersekusi, ini juga dengan serius telah mencampur-adukkan antara kita dengan musuh.
c. Secara nominal „Revolusi Besar Kebudayaan‟ langsung bersandar kepada massa tetapi kenyataannya selain terlepas dari organisasi Partai juga terlepas dari massa yang luas. Sesudah gerakan dimulai, organisasi Partai berbagai tingkat telah diserang dan dalam keadaan lumpuh atau setengah lumpuh, kader pimpinan Partai dari berbagai tingkat pada umumnya adalah sasaran kritik dan perjuangan, kehidupan organisasi Partai menjadi macet, banyak aktivis dan sejumlah besar massa basis yang disandari oleh Partai dalam jangka panjang telah disingkirkan. Pada masa permulaan „Revolusi Besar Kebudayaan‟ mayoritas dari mereka yang ikut dalam gerakan semuanya bertolak dari kepercayaan terhadap Kawan Mao Zedong dan Partai. Tetapi kecuali sejumlah kecil elemen ekstremis, mereka juga tidak setuju dilancarkannya perjuangan yang kejam terhadap kader-kader pimpinan Partai berbagai tingkat. Kemudian, setelah melalui jalan berliku-liku yang tidak sama, dan telah meningkat kesedarannya, mereka mulai mengambil sikap skeptik atau menunggu dan bahkan melawan atau menentang „Revolusi Besar Kebudayaan‟, karena itu banyak orang yang terkena pukulan dalam derajat yang berbeda-beda. Keadaan tersebut di atas itu tak terhindarkan telah memberi kesempatan yang dapat digunakan oleh sejumlah anasir spekulan politik, orang-orang ambisius dan tukang-tukang intrik, di antaranya tidak sedikit yang telah dipromosi ke kedudukan penting bahkan pada kedudukan sangat penting. d. Praktek telah membuktikan, bahwa „Revolusi Besar Kebudayaan‟ bukan dan juga tidak mungkin merupakan revolusi atau kemajuan masyarakat yang mempunyai arti apapun. Ia sama sekali bukannya „mengacaukan musuh‟ tetapi mengacaukan kita sendiri, oleh karena itu sejak semula ia bukan dan juga tidak akan mungkin mengubah „kekacauan besar di seluruh negeri‟ menjadi „ketertiban besar di seluruh negeri‟. Di negeri kita, setelah kekuasaan politik negara dalam bentuk diktatur demokrasi rakyat didirikan, terutama sesudah pengubahan sosialis pada pokoknya selesai, sesudah klas penghisap sebagai klas telah dibasmi, maka isi dan metode revolusi secara fundamental tidak sama lagi dengan yang di masa lalu, meskipun tugas revolusi sosialis masih belum mencapai penyelesaian terakhir. Tentu saja harus membuat perhitungan yang sesuai, terhadap sementara segi-segi gelap dalam organisme Partai dan negara dan mengatasinya dengan tindakan tepat yang sesuai dengan undang-undang, hukum dan konstitusi
Partai, tetapi sama sekali tidak seharusnya menggunakan teori dan metode „Revolusi Besar Kebudayaan‟. Di bawah syarat sosialisme melancarkan apa yang dinamakan revolusi besar politik „satu klas menggulingkan satu klas yang lain‟, selain tidak mempunyai dasar ekonomi juga tidak mempunyai dasar politik. Tentu saja ia tidak dapat melakukan program konstruktif apa pun, tetapi hanya dapat mengakibatkan kekacauan, kerusuhan dan kemunduran yang serius. Sejarah telah menjelaskan bahwa „Revolusi Besar Kebudayaan‟ yang dicetuskan secara salah oleh seorang pemimpin yang digunakan oleh klik kontra-revolusioner, telah membawa bencana bagi Partai, negara dan rakyat berbagai bangsa di seluruh negeri.” [RESOLUSI TENTANG BEBERAPA MASALAH DALAM SEJARAH PARTAI SEJAK BERDIRINYA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, Disahkan oleh Sidang Pleno ke-6 Comite Central Ke-XI Partai Komunis Tiongkok pada tanggal 27 Juni 1981, diterjemahkan dari majalah HONG QI No 13 tahun 1981, diterbitkan oleh SUARA RAKYAT INDONESIA, 1981, halaman 30-33]. Revolusi Besar Kebudayaan hanya terjadi di Tiongkok. Hanyalah rakyat Tiongkok yang mengalami suka duka revolusi ini. Yang paling tahu dan paling bertanggungjawab atas peristiwa ini adalah Partai Komunis Tiongkok. Adalah bijaksana, menyerahkan penyimpulan dan penilaian atas peristiwa sejarah ini kepada yang langsung bersangkutan dan bertanggungjawab. Memuja terus Revolusi Besar Kebudayaan setelah dinyatakan salah pada tahun 1981, berarti telah ketinggalan kereta selama tiga dasawarsa. Dengan selesainya Revolusi Besar Kebudayaan, mulailah pembangunan sosialisme berkepribadian Tiongkok. Terciptalah syarat untuk lahirnya teori pembangunan sosialisme berkepribadian Tiongkok, yaitu lahirnya Teori
*****
Deng Xiaoping. Dengan pelaksanaan teori Deng Xiaoping, Tiongkok yang miskin dan terbelakang di pertengahan abad ke-XX, kini tampil mempesona dunia. 2 September 2011.