ISBN : 978-602-0951-13-3
Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk Kesejahteraan Masyarakat Subtema Kualitas Hidup dan Pengembangan Sumber Daya Surabaya, 27 Nopember 2016
PROSIDING SEMINAR NASIONAL Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Surabaya
SEMNAS PPM
2016
Buku – 3 Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk Kesejahteraan Masyarakat Subtema Kualitas Hidup dan Pengembangan Sumber Daya Surabaya, 27 November 2016
Penerbit :
Fakultas MIPA – Universitas Negeri Surabaya
TIM EDITOR I Wayan Susila Suroto Tukiran DESIGN LAYOUT Agus Prihanto PENYUNTING Bayu Agung Prasodi Biyan Yesi Wilujeng Ainul Khafid Andika Pramudya Wardana Yudo Chandrasa Wirasadewa TIM REVIEWER Darni A. Grummy Wailanduw Andre Dwijanto Witjaksono Titik Taufikurohmah Najlatun Naqiyah
Diterbitkan oleh : FAKULTAS MIPA - UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Gedung D-1 UNESA Kampus Ketintang Jln. Ketintang Surabaya - 60231 Telp. 031-8280009 Email :
[email protected] Cetakan Pertama – Nopember 2016
ISBN :
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
SAMBUTAN KETUA PANITIA PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2016 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Bismillahir rohmannir rohiim Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua Yth. Bapak Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Prof. Dr. Warsono, M.S. Yth. Ibu Wakil Rektor Bidang Akademik, Ibu Dr. sc. agr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Drs. Tri Wahatnolo, M.Pd, M.T. Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Bapak Dr. Ketut Prasetyo, M.S. Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Perencanaan, Bapak Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt. Yth. Bapak Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc., Ph.D, Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRPM), Kemenristekdikti, selaku narasumber Yth. Bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd, pemerhati pendidikan dan sekaligus narasumber Yth, Bapak Tritan Saputra, S.T., M.H. Ketua Komite Tetap Pengembangan Usaha Elektronika Bidang Industri Kreatif dari KADIN Jatim sekaligus sebagai narasumber Yth. Bapak Ibu para Dekan selingkung Unesa, Yth. Bapak Direktur Pascasarjana Unesa, Yth. Bapak Ketua LP3M Unesa, Yth. Bapak Ketua dan Sekretaris LPPM Unesa, dan Bapak ibu semua kepala dan sekretaris pusat di LPPM Unesa, serta bapak ibu peserta Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 yang diselenggarakan di Best Western Papilio Hotel, Jl. A. Yani, Surabaya, yang berbahagia dan saya banggakan. Pertama-tama, marilah kita senantiasa mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga kita semua bisa berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat wal afiat dan tak kurang suatu apapun. Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya hormati, Kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 (SEMNASPPM 2016) ini merupakan kegiatan yang secara rutin diselenggarakan oleh LPPM Unesa Surabaya yang biasanya jatuh pada bulan Oktober atau Nopember tiap tahunnya. Kegiatan Seminar Nasional kali ini dilakukan dengan mengusung tema: Inovasi dan Hilirisasi Hasil Penelitian untuk Kesejahteraan Masyarakat. Adapun tema pokok tersebut dapat dijabarkan menjadi sub tema, yaitu: 1) Inovasi Pendidikan, 2) Konservasi, Sains dan Teknologi, 3) Kualitas Hidup dan Pengembangan Sumber Daya, 4) Seni, Budaya, dan Kemasyarakatan, dan 5) Ekonomi dan Manajemen. Dengan diversitas subtema yang diangkat ini, maka kegiatan seminar ini diharapkan dapat memberikan banyak wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang lain dan yang baru sehingga dapat memberikan stimuli untuk berkreasi dan berkarya bagi para dosen dan/atau peneliti ataupun profesi lainnya baik di lingkup kemenristekdikti dan/ataupun lingkup lainnya. Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan bapak direktur pascasarjana serta pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya muliakan, Untuk dapat mencapai dan sekaligus memperkaya wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang baru tersebut, kami telah mengundang para narasumber yang sangat berkompeten, yaitu bapak Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc., Ph.D., bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.pd., dan bapak Tritan Saputra, S.T.,M.H., dimana diantara mereka sudah berada ditengah-tengah kita. Dengan kompetensi, kepakaran dan pengalaman dari masingmasing narasumber, tentu kami sangat yakin akan banyak wacana dan warna informasi penting lainnya yang kita dapatkan hari ini yang tentu pula sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan tingkat profesionalitas kita sebagai seorang dosen dan/ataupun peneliti atau profesi lainnya. Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya banggakan, Perkenankan pada kesempatan ini, kami melaporkan bahwa peserta Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat tahun 2016 ini dihadiri oleh sekitar 219 orang, yang terdiri dari 3 narasumber, 13 undangan, 149 pemakalah yang terdiri dari 64 pemakalah oral, dan sisanya pemakalah poster, serta 25 orang
i
panitia. Sesungguhnya, pada satu dua minggu terakhir menjelang hari pelaksanaan seminar ini masih banyak dosen/peneliti atau mahasiswa yang berkeinginan kuat untuk mengirimkan abstrak dan sekaligus sebagai pemakalah. Namun, karena keterbatasan tenaga dan pikiran kami, dengan amat terpaksa dan sangat menyesal kami harus menutupnya. Untuk itu, kami mohon maaf. Selanjutnya, kami berharap kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat tahun 2016 ini dapat berlangsung dengan baik, lancar dan sukses. Kami juga mengharapkan partisipasi peserta seminar ini untuk aktif menggunakan momentum dan event ini guna memperoleh banyak wahana, wacana, dan informasi lain yang sangat bermanfaat dan tentu ikut memperlancar kegiatan seminar nasional ini. Event seminar nasional ini tentu menjadi ajang silaturahmi bagi bapak ibu semua sekaligus memberikan ruang dan wadah untuk saling bertukar pikiran dan informasi yang saling menguntungkan serta memberikan kesempatan membangun dan menjalin kerjasama di antara kita ke arah yang lebih. Pada kesempatan ini pula, mohon dengan hormat bapak Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. berkenan untuk memberikan sambutan dan arahan terkait tema dalam kegiatan seminar ini dan sekaligus berkenan membuka secara resmi acara seminar nasional ini. Demikian, bapak ibu hadirin semua yang bisa saya sampaikan dan laporkan, mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Wa billahi taufik wal hidayah war ridho wa innayah Wassalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh Maturnuwun Surabaya, 27 November 2016 Ketua Pelaksana Prof. Dr. Tukiran, M.Si.
ii
SAMBUTAN REKTOR PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2016 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Assalamu alaikum wr, wb. Teriring ungkapan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, pagi hari ini kita bertemu dalam kegiatan yang sangat bermanfaat bagi perjalanan dan kemajuan bangsa ini yaitu Seminar Nasional hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Universitas Negeri Surabaya tahun 2016. Kegiatan ini terlaksana berkat rahmat dan hidayah dari Allah Swt. Para peserta seminar yang saya hormati, Salah satu tujuan dari perguruan tinggi adalah menjamin agar mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat mencapai target sesuai yang ditetapkan oleh Standar Nasional Perguruan Tinggi. Terdapat 8 Standar nasional perguruan tinggi dibidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yaitu standar hasil, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar peneliti dan pelaksana pengabdian, standar sarana dan prasarana, standar pengolahan, dan standar pendanaan dan pembiayaan. Delapan standar tersebut merupakan pedoman dan sekaligus target capaian yang harus diupayakan oleh perguruan tinggi yang disesuaikan dengan visi dan misi masing masing perguruan tinggi. Standar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bermuara pada pengembangan IPTEK yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, harus diketahui akar permasalahan dan dan dicarikan peluang serta pemecahannya. Tugas seorang peneliti dan pelaksana pengabdian kepada masyarakat adalah menggali, mengidentifikasi, dan menganalisis akar permasalahan tersebut dengan didasarkan kepakaran yang dimilikinya serta berkolaborasi dengan stakeholder terkait. Seorang peneliti perlu memiliki kecerdasan dalam memetakan tipologi, karakteristik setiap kelompok masyarakat serta memiliki kemampuan memprediksi dampak yang ditimbulkan dari setiap pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena setiap wilayah dan kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda maka diperlukan treatment yang berbeda pula. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang luar biasa baik dari sumber daya alam, budaya, dan manusia. Potensi tersebut sangat memungkinkan untuk diberdayakan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakat. Formula yang ditawarkan adalah inovasi, kreatif, dan produktif berbasis kajian ilmiah dalam bentuk empiris dan pemodelan. Sehingga hasil penelitian aplikatif dan solutif, tidak hanya menjadi koleksi, tetapi bernilai dan bermanfaat langsung pada masyarakat. Program hilirisasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dicanangkan pemerintah perlu mendapat dukungan penuh. Kehadiran para peneliti dan pengabdian kepada masyarakat sudah sangat ditunggu oleh warga bangsa ini. Dilain pihak, sebagai sebuah lembaga tinggi “techno park” bagi Universitas Negeri Surabaya bukan hanya sebuah mimpi tetapi merupakan target dan sasaran yang harus diupayakan agar bisa menjadi perguruan tinggi berkelas dunia. Berbekal keahlian dan kepakaran yang terus dikembangkan para dosen-dosen Unesa berangsur mampu mencetak interpreneurship di dalam dan diluar lingkungan kampus. Seiring harapan tersebut sangat tepat jika seminar ini mengambil tema Inovasi dan hilirisasi hasil penelitian untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk lebih mengoptimalkan dan operasional tema tersebut ditetapkan sub tema seminar tahun ini adalah sebagai berikut: 1) Inovasi pendidikan, 2) Konservasi, sains, dan teknologi, 3) Kualitas hidup dan sumber daya, 4) Seni, budaya, dan kemasyarakatan, 5) Ekonomi dan manajemen. Kiranya dengan 5 sub tema tersebut dapat memberikan kontribusi Universitas Negeri Surabaya terhadap pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bapak, Ibu peserta seminar yang saya hormati. Selamat berseminar dan semoga sukses. Semoga kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas bapak ibu sekalian mendapat balasan dari Allah Swt, yang berlipat lipat dikemudian hari. Wassalamu alaikum wr. wb. Surabaya, 27 November 2016 Rektor Universitas Negeri Surabaya
iii
iv
SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 2016 LPPM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Pelindung
: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor)
Penasihat
: 1. Dr. rer.nat. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (WR Bid.Akademik) 2. Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (WR Bid. Umum Keuangan) 3. Dr. KetutPrasetyo, M.S. (WR Bid. KemahasiswaandanAlumni) 4. Prof. DjodjokSoepardjo, M. Litt. (WR Bid. Kerjasama)
PenanggungJawab
: Prof. Dr. Ir. I WayanSusila, M.T.
Ketua
: Prof. Dr. Tukiran, M.Si.
Wakil
: Drs. Suroto, M.A., Ph.D.
Sekretaris
: 1. Dr. NajlatunNaqiyah, M.Pd. 2. Dr. Nurkholis, M.Kes.
Bendahara
: 1. Dr. Rindawati, M.Si. 2. ZulaikhahAbdullah, S.E.
Kesekretariatan
: 1.Dra. Ec. Nurmika Simanullang, M.Pd. 2. IkaPurnamaWati, A.Md.
IT
: 1. Wiyli Yustanti, S.Si., M.Kom. 2. Agus Prihanto, S.Kom, M.T.
Dana/Akomodasi
: 1. Dr. Grummy W., M.T. 2. SitiNurulHidayati, S.Pd.,M.Pd.
Dokumentasi
: Moch. Suyanto
NaskahdanProsiding
: 1. Dr. Andre W., M.Si. 2. Dr. TitikTaufikurrohmah, M.Si.
Humas/Publikasi
: 1. Prof. Dr. Darni, M.Hum. 2. Drs. BudihardjoA.H., M.Pd.
Acara/Sidang/Narasumber
: 1. Prof. Dr. Hj. SitiMaghfirotunAmin, M.Pd. 2. Dian Savitri, S.Pd.,M.Pd.
Umum/Perlengkapan
: 1. Amalia Rachel Manoppo, S.H. 2. Parni
Konsumsi .
: 1.NurHartatik, S.E. 2. Yulia Sukmawati, S.Pd
v
vi
DAFTAR ISI SAMBUTAN KETUA PANITIA ............................................................................................................................ i SAMBUTAN REKTOR ........................................................................................................................................ iii SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL ..................................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................... vii Solusi yang Ditawarkan Lembaga untuk Kelancaran Studi Lanjut Program Doktor .............................................. 9 Anik Juwariyah ................................................................................................................................................... 9 Peran Ibu-Ibu PKK dalam Mengembangkan Literasi Anak Melalui Rumah Belajar ........................................... 13 Anis Trisusana 1*), Arik Susanti 2 ...................................................................................................................... 13 Pengembangan Sumber Daya Pisang di Lidah Kulon Lakarsantri Sebagai Minuman, Nata Limbah Kulit Pisang dan Kerajinan Pelepah Pisang untuk Perluasan Kesempatan Usaha ..................................................................... 17 Anna Noordia1*), Tutut Nurita2, Ratna Candra Dewi3 ....................................................................................... 17 Alat Penipis Bambu untuk Meningkatkan Produktifitas dan Kualitas Kerajinan Bambu di UKM Bambu Waru 21 Arya Mahendra Sakti 1*), Yessy Artanti 2 .......................................................................................................... 21 Ipteks Bagi Kewirausahaan di Universitas Negeri Surabaya ................................................................................ 25 Dewanto1*), Noordiana2), Nugrahani Astuti 3) ................................................................................................... 25 Penerapan Mesin Pres Sistem Pneumatik dan Perbaikan Manajemen untuk Meningkatkan Produktivitas UKM Sandal Kulit CCI ................................................................................................................................................... 33 Djoko Suwito1* dan Budihardjo Achmadi Hasyim2 .......................................................................................... 33 Alat Pencampur Adonan dan Pembuat Pelet Pakan Ternak untuk Meningkatkan Produktifitas dan Kualitas Telur Asin ....................................................................................................................................................................... 39 Euis Ismayati 1*), Ananda Perwira Bakti 2 ......................................................................................................... 39 Krisis Hak Asasi Pengungsi: “Penguatan Program Pemberdayaan di Negara Transit, Studi Kasus Kota Makassar” ............................................................................................................................................................. 45 Finahliyah Hasan1 ............................................................................................................................................. 45 Pelatihan Pembuatan Sabun Cair di Muncar Banyuwangi Sebagai Alternatif Wirausaha .................................... 51 I Gusti Made Sanjaya1*), Mitarlis2, dan Samik3................................................................................................. 51 Penerapan Mesin Penggiling Janggel Jagung untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Sapi Perah Desa Senden Kediri .................................................................................................................................................................... 55 I Made Arsana1*), Dany Iman Santoso2 ............................................................................................................. 55 Sekolah Jalanan Srikandi Sebagai Model Pemberdayaan Pendidikan Humanis bagi Anak Jalanan Perempuan Nonrumah Singgah di Surabaya ............................................................................................................................ 61 Raden Roro Nanik Setyowati1*), Ali Imron2 ..................................................................................................... 61 PeningkatanProduktivitas UKM PetisMelaluiImplementasiMesinPenyelepKepalaUdang .................................. 71 Raymond Ivano Avandi1, Ibrohim2 ................................................................................................................... 71 Peningkatan Ketrampilan Karang Werda Wiguna Karya melalui Teknik Makrame ............................................ 75 Siti Mutmainah1*), Asidigisianti Surya Patria2 ................................................................................................. 75 Strategi Penguatan Soft Skill Berbasis Nilai-nilai Ketimuran bagi Tenaga Kerja Wanita guna Menumbuhkan Calon Buruh Migran yang Menjunjung Tinggi Jati Diri Bangsa .......................................................................... 83 Siwi Dyah Ratnasari1, Sherly Hesti Erawati2 .................................................................................................... 83 Improving The Quality and Quantity of Small Industrial Production Tempe by Operation of Machine Breakers and Soybean Skinner ............................................................................................................................................. 91 Theodorus Wiyanto Wibowo1*) dan Soeryanto2 ................................................................................................ 91
vii
Penerapan Model Performance Skills Training untuk Meningkatkan Keterampilan Psikologis Atlet Sekolah Sepak Bola Real Madrid Sidoarjo Jawa Timur ..................................................................................................... 99 Toho Cholik Mutohir1*), Miftakhul Jannah2, Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi3 ........................................... 99 Penerapan Mesin Penggoreng Semi Otomatis untuk Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Proses Penggorengan Sambal ......................................................................................................................................... 107 Wahyu Dwi Kurniawan1, Sapto Wibowo2 ...................................................................................................... 107 Introduksi Dough Mixer sebagai Langkah Peningkatan Kualitas 1*)
2
dan Kuantitas Produksi UMKM Bakery .. 111
3
Asrul Bahar , Wiryanto , Setya Chendra Wibawa ....................................................................................... 111 Meningkatkan Produktivitas UKM Bengkel Las Melalui Penerapan Mesin Rol Universal Dan Penataan Manajemen .......................................................................................................................................................... 117 Yunus1*) dan Eko Wahjudi2 ............................................................................................................................ 117
viii
Solusi yang Ditawarkan Lembaga untuk Kelancaran Studi Lanjut Program Doktor Anik Juwariyah Jurusan Sendratasik FBS UNESA, Surabaya, Email:
[email protected] ABSTRACT Delays in the completion of further studies is a problem that needs to be addressed wisely, either by the head of the institution (Rector, Dean and Head of Department) as well as students who are advanced studies it self. Solution institutions to further study the smoothness of doctoral students is quite varied. Based on interviews and questionnaires that we provide to the respondents there are some things that need to be taken to ensure that further studies are not delayed settlement, among other things: 1) It should be led to participate in monitoring the progress of studies by requiring the lecturers of further studies to report the progress of their studies each semester, 2) Support for students further studies especially those relating to tuition fees, 3) cost of teaching commuted, 4) During the study should conduct research for all schemes, 5) be fair and consistent with the rules, especially the prohibition to take care of the promotion while further studies, 6) dispensation granted an extension of the study period with the approval of Head of departement and promoters and fulfill the requirements and obligations imposed upon him as contained in the provisions concerning the extension of the period of study Key Words: Solution, Smoothness Advanced Studies, Doctoral Program ABSTRAK Keterlambatan penyelesaian studi lanjut merupakan problem yang perlu disikapi dengan bijak, baik oleh pimpinan lembaga (Rektor, Dekan, dan Ketua Jurusan) maupun mahasiswa yang sedang studi lanjut itu sendiri. Solusi lembaga untuk kelancaran studi lanjut mahasiswa program doktor cukup bervariasi. Berdasarkan hasil wawancara dan angket yang kami berikan kepada responden ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar studi lanjut tidak mengalami keterlambatan penyelesaian, antara lain : 1) Hendaknya pimpinan berpartisipasi dalam memantau kemajuan studi dengan mewajibkan para dosen studi lanjut melaporkan kemajuan studinya setiap semester, 2) Dukungan terhadap mahasiswa studi lanjut terutama yang menyangkut biaya studi, 3) Beban mengajar diperingan, 4) Selama studi boleh mengadakan penelitian untuk semua skim, 5) Berlaku adil dan konsisten dengan peraturan, terutama larangan untuk mengurus kenaikan pangkat ketika sedang studi lanjut, 6) Diberikan dispensasi perpanjangan masa studi dengan persetujuan dari kaprodi dan promotor dan memenuhi persyaratan dan kewajiban yang dibebankan kepadanya sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan tentang perpanjangan masa studi Kata Kunci: Solusi, Kelancaran Studi Lanjut, Program Doktor 1. PENDAHULUAN Dalam rangka peningkatan kualitas perguruan tinggi dibutuhkan pembinaan tenaga akademis, administrasi dan sistemnya. Dalam bidang pendidikan tentunya tenaga akademis menduduki peringkat pertama dalam skala prioritas pembinaan dan pengembangannya. Studi lanjut dosen merupakan hal yang penting dalam pengembangan sebuah perguruan tinggi. Dosen yang berkualifikasi akademik yang tinggi (S3) akan menjadi modal yang baik bagi pengembangan kelembagaan di masa depan. Di samping memiliki kompetensi umum, lulusan Program Doktor PPs Universitas Negeri Surabaya memiliki kompetensi khusus sebagai berikut. (1) Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji. (2) Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner. (3) Mampu mengelola, memimpin, dan
mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional dan internasional. Pada tahun akademik 2014/2015 Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya menyelenggarakan program doktor sebagai berikut. a.Program Doktor Pendidikan Matematika. b.Program Doktor Ilmu Keolahragaan. c.Program Doktor Pendidikan Bahasa dan Sastra d.Program Doktor Pendidikan Sains. e.Program Doktor Manajemen Pendidikan. f.Program Doktor Teknologi Pendidikan. Program Doktor untuk Sarjana Unggul Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya mempersiapkan Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Persyaratan dan rekrutmen peserta, serta prosedur penyelenggaraan program doktor untuk sarjana unggul sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
9
Program Doktor untuk Sarjana Bereputasi Program doktor untuk sarjana bereputasi diperuntukkan bagi lulusan sarjana yang memiliki reputasi internasional yang ingin memperoleh kualifikasi akademik jenjang 9 (sembilan) seperti yang tertuang dalam Perpres Nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) [1]. Penelitian ini didasari oleh sebuah fenomena yang seringkali dialami para dosen dalam kaitannya dengan ketepatan waktu penyelesaian studi lanjutnya. Rentang waktu studi lanjut dosen S3 yang berlangsung jauh melebihi waktu yang ditentukan dapat mengganggu sistem kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia di perguruan tinggi. Rutinitas kesibukan di kampus maupun di luar kampus dan proyek-proyek sesaat yang terkadang membelenggu dosen yang sedang studi lanjut seringkali menjadi salah satu penyebab molornya masa studi. Tulisan ini difokuskan pada solusi yang ditawarkan lembaga supaya dosen studi lanjut dapat tepat waktu. Dalam RIP UNESA[2] disebutkan bahwa sasaran pelaksanaan adalah untuk mencapai visi Lembaga Penelitian dan dengan mempertimbangkan hasil evaluasi diri, dirumuskan sasaran pelaksanaan Lembaga Penelitian Unesa, yakni sebagai berikut: a. peningkatan kuantitas dan kualitas penelitian untuk penguasaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni; b. peningkatan kegiatan penelitian yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional; c. peningkatan kualitas dan kuantitas sarana penelitian; d. peningkatan kualitas manajemen Lembaga Penelitian; e. peningkatan kemampuan Sivitas Akademika di bidang penelitian; f. peningkatan kerja sama penelitian dengan lembaga-lembaga/instansi lain; g. peningkatan dan penyebarluasan hasil penelitian melalui media komunikasi ilmiah. Dengan memahami latar belakang studi lanjut, seorang tenaga akademis perguruan tinggi yang berminat melanjutkan studi S2/S3 hendaklah menyadari dan mempersiapkan diri sebelum mengajukan lamaran studi, antara lain sebagai berikut: a. Menyadari dan mengetahui bidang ilmu yang dikuasainya, baik selama menempuh S1, maupun selama melaksanakan tugas mengajar diperguruan tinggi. b. Mengembangkan ilmu yang dimilikinya dengan kegiatan ilmiah baik dalam melaksanakan tugas mengajar, membimbing tesis, maupun dalam penelitian, baik yang ditugaskan oleh fakultas maupun penelitian atas usaha sendiri. c. Dengan memadukan dua bidang tugas tersebut diatas, hendaknya mengajar dan mengadakan penelitian yang bersangkutan dapat melihat dirinya sendiri berkenaan dengan kemajuan akademisnya, serta menyatakan arah yang perlu
d.
e.
ditempuh, dengan perkataan lain ia dapat menyatakan dengan jelas bidang ilmunya yang perlu diperdalam. Yang bersangkutan hendaknya memikirkan halhal lain yang dapat mendukung tugas belajarnya antara lain dana, keluarga, pekerjaan, status kepegawaian, tenaga pengganti dan sebagainya. Disamping itu ketrampilan bahasa asing (Inggris) seyogyanya mendapat perhatian, karena banyak literatur yang berbahasa asing, bahasa Inggris khususnya. Perlu disadari bahwa tahap-tahap motivasi ini tidak berjalan sendiri tetapi perlu mendapat dukungan baik dari instansi maupun fihak lain. Disamping tersebut diatas bidang ilmu yang dipilih harus sesuai dengan perencanaan program pengembangan fakultas/Universitas yang berkualitas, tajam dan terarah.
2. PEMBAHASAN Keterlambatan dosen dalam studi lanjut S3 terkadang juga disebabkan adanya komunikasi yang tidak baik antara mahasiswa dan promotor/pembimbing. Jika terjadi hal yang demikian lembaga sudah menyiapkan upaya agar mahasiswa dapat melanjutkan proses bimbingannya dengan baik. Dalam Buku Panduan Penyelenggaraaan Program Doktor Pascasarjana UNESA[3] disebutkan bahwa dengan alasan kuat dan dapat dipertanggung jawabkan, mahasiswa dapat mengajukan pergantian pembimbing tesis atau promotor/kopromotor disertasi. Pergantian pembimbing tesis atau promotor/kopromotor disertasi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut. a. Mahasiswa telah mengikuti proses pembimbingan minimal tiga semester terhitung sejak Surat Keputusan Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya tentang kepembimbingan tesis/disertasi diterbitkan untuk Pembimbing I/promotor dan minimal dua semester untuk Pembimbing II/kopromotor. b. Pergantian pembimbing/promotor tidak diperkenankan untuk dua pembimbing, baik sekaligus maupun dalam waktu yang berbeda. Dalam hal ini kedua pembimbing/promotor boleh diganti apabila mahasiswa terpaksa pindah rumpun disiplin ilmu. c. Pergantian pembimbing/promotor hanya berlaku sekali, yakni pembimbing pengganti tidak dapat diganti lagi meskipun telah memenuhi persyaratan pada butir 1) di atas. d. Pergantian pembimbing harus mendapatkan persetujuan dari ketua program studi. e. Mahasiswa harus mengajukan surat permohonan pergantian pembimbing kepada Direktur dengan tembusan kepada Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II yang dilampiri dengan surat pernyataan mahasiswa dan surat pernyataan persetujuan ketua program studi.
10
f.
Mahasiswa diwajibkan membayar biaya kepembimbingan tambahan sesuai dengan aturan yang berlaku. g. Penggantian pembimbing tidak dapat dilakukan pada masa studi mahasiswa berada pada posisi sama dengan atau kurang dari satu tahun di batas akhir studi berdasarkan ketentuan yang berlaku pada Buku Pedoman Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. h. Penggantian pembimbing akan diputuskan melalui Rapat Pimpinan Program Pasca dan Pimpinan Prodi yang terkait. i. Kedudukan posisi pembimbing pengganti sama dengan posisi pembimbing yang digantikan, kecuali ada hal-hal khusus yang dibenarkan perubahannya menurut ketentuan lain yang berlaku atau keputusan hasil rapat. j. Keputusan rapat mengenai penggantian pembimbing disahkan melalui penerbitan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. k. Masa studi mahasiswa tidak berubah dengan diterbitkannya Surat Keputusan Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya tentang Kepembimbingan Tesis/Disertasi yang baru. Berdasarkan hasil angket dan wawancara beberapa dosen yang sedang studi lanjut S3 menyatakan bahwa solusi yang ditawarkan lembaga untuk kelancaran studi lanjut tepat waktu dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Hendaknya pimpinan berpartisipasi dalam memantau kemajuan studi dengan mewajibkan para dosen studi lanjut melaporkan kemajuan studinya setiap semester. Langkah ini sebenarnya pernah dilakukan pihak fakultas bahasa dan seni, namun belum berjalan dengan efektif. Perlu komitmen yang baik antara pimpinan dan mahasiswa dalam menyikapi kasus keterlambatan studi lanjut. Tidak semua dosen studi lanjut melaporkan hasil studinya setiap semester, demikian juga pihak pimpinan kurang tegas memberikan peringatan kepada mereka yang belum menyerahkan laporan studinya. Karena dibiarkan berlarut-larut akhirnya hal ini dianggap bukan menjadi hal yang penting untuk dilakukan mahasiswa yang sedang studi lanjut. Bahkan mereka yang biasanya menyerahkan hasil studinya lama-kelamaan ikut mereka yang tidak menyerahkan hasil studinya. Kebijakan sekarang yang mewajibkan dosen studi lanjut untuk menyerahkan hasil studinya sebagai pengganti penyerahan BKD menjadi salah satu langkah yang efektif. b. Dukunglah mahasiswa studi lanjut terutama yang menyangkut biaya studi. Masalah pembiayaan studi sudah dibicarakan pada bagian sebelumnya, dan menunjukkan permasalahan yang cukup serius. Dosen yang mengalami keterlambatan studi lanjut berharap ada bantuan pembiayaan
c.
d.
e.
f.
g.
dari lembaga, karena belum semua mahasiswa dapat mencari solusi pembiayaan setelah beasiswa selesai diberikan. Beban mengajar diperingan. Beban mengajar bagi mereka yang studi lanjut sebenarnya sudah dipertimbangkan oleh pimpinan jurusan. Kebijakan yang diambil adalah tidak terlalu membebani dosen dengan tugas mengajar yang banyak, Namun jika dosen yang studi lanjut tidak segera menyelesaikan studinya, tentunya mengganggu roda perkuliahan di jurusan. Karena tenaga pengajar terbatas, terutama mata kuliah yang memang tidak banyak diampu dosen lainnya. Selama studi boleh mengadakan penelitian untuk semua skim. Beberapa tahun yang lalu dosen yang sedang studi lanjut memang dilarang untuk mengajukan proposal program dari DP2M. Namun sudah tiga tahun terakhir kran untuk mengikuti kompetisi pengajuan proposal unggulan sudah dibuka. Satu-satunya skim yang tidak boleh hanya skim penelitian Pekerti (Penelitian kerjasama perguruan tinggi). Hal ini dilakukan karena di dalam salah satu ketentuannya tim peneliti pengusul diwajibkan berada di lembaga tim peneliti mitra untuk melakukan magang. Dengan kebijakan ini dosen yang studi lanjut dapat memanfaatkan kesempatan untuk ikut berkompetisi, sehingga jika diterima proposalnya dapat membantu pembiayaan studi lanjutnya. Berlaku adil dan konsisten dengan peraturan, terutama larangan untuk mengurus kenaikan pangkat ketika sedang studi lanjut. Masalah ini dirasakan beberapa dosen sebagai hal yang tidak adil, karena ada yang boleh mengajukan kenaikan pangkat dan ada yang tidak boleh. Setelah hal ini peneliti tanyakan ke pihak kepegawaian pusat, ternyata dosen yang boleh mengajukan kenaikan pangkat selama sedang studi lanjut karena sebelum berangkat studi lanjut yang bersangkutan sudah melakukan proses pengajuan. Bagi calon siswa sebaiknya banyak menjalin hubungan dengan calon profesor. Institusi sebaiknya mengembangkan network lebih banyak lagi, untuk memfasilitasi calon siswa. Sebaiknya institusi tempat asal calaon studi ini memberikan saran sehubungan dengan kedekatan hubungannya dengan calon pembimbing. Hubungan secara emosinal ini sangat diperlukan. Karena tidak setiap profesor Jepang tertarik dengan Indonesia atau pun dengan orang Indonesia, apalagi kalau pribadi prof tersebut tidak menyadari bagaimana pentingnya posisi atau peran mahasiswa dari Indonesia ini untuk kelangsungan hubungan baik antara Jepang dan Indonesia. Proses penulisan tesis/disertasi harus mengikuti rambu-rambu pemantauan perkembangan
11
tesis/disertasi agar keterlambatan studi bisa dihindari. h. Disediakan checklist untuk menjaga agar hubungan bimbingan antara mahasiswa dengan dosen pembimbing berjalan dengan baik. i. Sebaiknya ada fasilitas atau forum untuk presentasi setiap dosen. Forum ini penting dilakukan untuk menjembatani problematika dosen studi lanjut dengan pihak pengambil kebijakan/pimpinan lembaga, maupun untuk sharing pengetahuan dan pengalaman selama studi lanjut. Dalam hal ini pihak WD 1 dapat menyediakan ruang dan waktu untuk diskusi. Dengan demikian mereka yang mengalami keterlambatan studi akan merasa diperhatikan dan mendapatkan wadah untuk mengeluarkan isi hatinya selama proses pendidikan yang dilakukan. Bagi mereka yang sudah selesai studinya dapat sharing hasil penelitiannnya. Hasil penelitian terbaru dari dosen yang selesai studi lanjut sangat penting untuk dikomunikasikan ke khalayak, paling tidak ke dosen di lingkungan fakultas bahasa dan seni UNESA. j. Adanya kontrak studi lanjut yang disepakati antara pimpinan dan dosen yang akan studi lanjut. Hal ini penting karena akan mengingatkan dosen untuk kewajiban yang harus dilakukan selama studi lanjut dan adanya sanksi jika studinya mengalami keterlambatan penyelesaian. Bagi pimpinan, kontrak studi lanjut juga bermanfaat sebagai pengingat akan tugas dan kewajibannya untuk memantau keberlangsungan studi lanjut dosennya. k. Skenario Pembelajaran Untuk membantu kelancaran dan penyelesaian studi mahasiswa, terutama mahasiswa program doktor, program studi dapat menerapkan skenario penyelesaian studi sebagai berikut. 1) Program perkuliahan dirancang sedemikian rupa, sehingga mahasiswa tetap berada di kampus selama studinya (semester 1 hingga 6). 2) Strategi yang dapat ditempuh adalah dengan merinci tugas disertasi menjadi aktivitas sebagai berikut. (a) Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, menghasilkan proposal tentatif untuk disertasi (pada semester 1). (b) Statistika (diberikan pada Semester 2), diarahkan sebagai penunjang analisis data disertasi. (c) Ujian komprehensif (semester 3). (d) Simulasi instrumen dan atau perangkat/bahan pembelajaran (semester 4), dilanjutkan dengan ujian komprehensif untuk mahasiswa S3. (e) Menulis kajian pustaka disertasi (semester 4).
(f) Melakukan publikasi ilmiah (semester 5) dalam bentuk seminar dan artikel yang dimuat di jurnal ilmiah internasional. (g) Finalisasi penulisan naskah disertasi, ujian disertasi tertutup, dan ujian disertasi terbuka (semester 6). Solusi keterlambatan studi lanjut dapat juga diperhatikan melalui alur kegiatan studi lanjut. Dengan memahami alur ini diharapkan para calon mahasiswa dapat mempersiapkan diri dengan baik dan studi lanjut dapat berjalan dengan lancar. 3. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa studi lanjut S3 memerlukan kerja keras dari kedua belah pihak antara mahasiswa dan lembaga (termasuk di dalamnya pembimbing/ promotor). Pemantauan terhadap progress mahasiswa setiap semester oleh pimpinan/bidang akademik akan menjadikan motivasi yang baik untuk mahasiswa, sekaligus sebagai pemacu untuk segera menyelesaikan studinya. 4. DAFTAR PUSTAKA [1]. Tim Penyusun, (2014). Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). [2]. Tim Penyusun, (2011). Rencana Induk Penelitian (RIP) Universitas Negeri Surabaya 2012-2016. [3]. Tim Penyusun, (2014). Buku Pedoman Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya [4]. Tim Penyusun, (2015). Draft Rencana Strategis Program Pascasarjana 2015-2019. [5]. Tim Penyusun, (2015). Draft Rencana Strategis Universitas Negeri Surabaya tahun 2016-2020. [6]. Werang, B.R., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Meraoke: Universitas Musamus Mereoke. [7]. Werang, B.R., (2009). Manajemen dan Ekonomi Sumber Daya Manusia. Malang: Elang Mas.
12
Peran Ibu-Ibu PKK dalam Mengembangkan Literasi Anak Melalui Rumah Belajar Anis Trisusana 1*), Arik Susanti 2 1
Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email:
[email protected] Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email:
[email protected] *) Alamat Korespondesi: Email:
[email protected]
2
ABSTRACT Children’s literacy is essential as a foundation for literacy skills and creativity. However, the phenomenon shows that the role of family welfare movement in improving the literacy skills of children in the community is still low. Though the family welfare movement is a movement of community development with women as the motor to build and nurture the family as a unit or smallest group in society, they are more focused with routines such as health centre, maternal and baby clinic, as well as gathering. Therefore, this activity aimed at providing training to empower women in the family welfare movement that they took an active role in developing the literacy of children through reading house. At the training, participants received guidance regarding the management of reading house and the production of supporting media for children’s literacy. During the activity, the participants seemed enthusiastic to follow. In fact, participants were able to produce media that not only supported the literacy development of children but also had economic value that increased household income. Key Words: Children’s literacy, family welfare movement, reading house ABSTRAK Literasi anak sangat penting sebagai fondasi kemampuan literasi dan kreativitas. Namun demikian, fenomena menunjukkan bahwa peran ibu-ibu PKK dalam meningkatkan kemampuan literasi anak pada masyarakat masih rendah. Mereka lebih fokus dengan rutinitas seperti posyandu, pos lansia, maupun arisan PKK. Padahal PKK merupakan gerakan pembangunan masyarakat dengan wanita sebagai motor penggeraknya untuk membangun dan membina keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat. Untuk itu, kegiatan pengabdian ini bertujuan memberi pelatihan untuk memberdayakan Ibu-ibu PKK dalam berperan aktif mengembangkan literasi anak melalui rumah belajar. Pada pelatihan, peserta mendapat bimbingan mengenai manajemen pengelolaan rumah belajar dan pembuatan media penunjang literasi anak. Selama kegiatan berlangsung, para peserta tampak antusias mengikutinya. Bahkan, peserta mampu menghasilkan media yang tidak hanya menunjang pengembangan literasi anak tetapi juga mempunyai nilai ekonomis yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Kata kunci: literasi anak, PKK, rumah belajar 1. PENDAHULUAN Walikota Surabaya, Ibu Risma, pada tanggal 2 Mei 2014 yang bersamaan dengan peringatan hari Pendidikan mencanangkan Surabaya sebagai kota literasi. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan 972 taman bacaan yang tersebar di berbagai kawasan di Surabaya, bahkan hingga tingkat kampung atau desa. Program ini dilakukan untuk mengatasi masalah bahwa bahwa Indonesia mengalami tragedi nol buku. Hal ini dapat dilihat bahwa setiap tahun Indonesia hanya memproduksi 20.000 judul buku untuk 240 juta jumlah penduduk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia sekitar 240 juta. Dengan kata lain satu buku dibaca oleh 80.000 [1]. Fakta menunjukkan bahwa desa Balas Klumprik merupakan salah satu kelurahan yang berada di kota Surabaya sehingga desa Balas Klumprik juga mempunyai satu taman bacaan untuk meningkatkan kemampuan membaca masyarkatnya. Sayang, keberadaan taman bacaan tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh anggota masyarakat desa Balas Klumprik, terutama bagi kalangan Ibu-ibu, remaja ataupun anak-anak.
Kebanyakan masyarakat desa Balas Klumprik merasa enggan datang ke taman bacaan karena koleksi buku yang ada di sana kurang menarik. Pertama, koleksi buku yang ada di taman bacaan rata-rata adalah bukubuku pelajaran yang kurang menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Kedua, rata-rata keberadaan buku yang ada di taman bacaan merupakan koleksi bukubuku lama (kuno) dan tidak terawat dengan baik. Hampir tidak ada koleksi buku yang berupa buku-buku cerita atau majalah atau buku-buku motivator yang dapat menarik minat baca anggota masyarakat. Jumlah koleksi buku yang ada di taman bacaan kurang lebih berjumlah sekitar 250 buku. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka ibuibu PKK berinisiatif untuk memaksimalkan peran taman bacaan menjadi rumah belajar. Konsep rumah belajar ini tidak hanya menyediakan buku-buku bagi masyarakat tetapi juga mengajarkan kepada masyarakat bagaimana mereka dapat meningkatkan budaya literasi, terutama budaya membaca dan menulis. Tentu saja ide ini bertujuan untuk mendukung Program Walikota Surabaya yang akan menjadikan Surabaya sebagai Kota Literasi. Keberadaan rumah belajar ini dapat mewujudkan cita-cita bangsa yaitu
13
mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama dalam bidang literasi. Secara literal, literasi dapat diartikan sebagai melek teknologi, politik, berpikiran kritis, serta peka terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain literasi merupakan kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas. Dengan mempunyai kemampuan literasi maka masyarakat dapat membaca serta menuliskan kembali cerita tersebut ke dalam sebuah tulisan. Literasi tentu saja dapat dikaitkan dengan berbagai fungsi dan keterampilan hidup (life skills). Dengan menerapkan budaya literasi di desa dapat membuat pendidikan bangsa Indonesia setara dengan Negara maju karena gerakan ini bertujuan untuk menjadikan anak-anak Indonesia memiliki budaya membaca dan menulis yang tinggi. Selain itu, literasi juga dapat meningkatkan mutu bangsa secara keseluruhan karena kegiatan literasi ini dapat dilakukan di rumah atau di lingkungan masyarakat. Untuk tujuan mempermudah pelaksanaan pembangunan budaya literasi di desa maka keberadaan rumah belajar harus dapat dilaksanakan secara optimal. Langkah pertama yang dilakukan adalah menambah sumber bacaan yang ada di rumah belajar. Sumber bacaan merupakan koleksi buku-buku yang dapat menarik minat masyarakat untuk datang ke rumah belajar. Sumber bacaan tersebut meliputi bukubuku cerita (legenda, folklore, dongeng) atau ceritacerita kedaerahan yang tidak hanya menumbuhkan pendidikan moral tetapi juga bersifat menghibur. Selain itu majalah, surat kabar atau buku-buku motivasi juga dapat ditambahkan sebagai bahan koleksi di rumah belajar tersebut. Dengan keanekaragaman koleksi buku yang ada di rumah belajar maka masyarakat baik anak-anak, remaja atau orang tua akan tertarik untuk datang ke rumah belajar. Salah satu metode literasi yang diterapkan adalah dengan membaca dialogis melalui dongeng. Membaca dialogis mampu meningkatkan dapat mengurangi stres anak pada pembelajaran literasi [2]. Dipilih koleksi buku dengan tema-tema tersebut agar masyarakat mencintai gerakan membaca. Setelah masyarakat mempunyai kesadaran tentang pentingnya membaca maka akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Selain itu, masyarakat juga dapat melestarikan cerita-cerita rakyat yang mungkin saja sudah dilupakan oleh generasi yang akan datang. Keberadaan rumah belajar ini juga mengajak generasi muda untuk mencintai budaya membaca. Ketika mereka sudah mempunyai budaya membaca maka mereka juga diajarkan bagaimana mereka mampu menceritakan pengalaman atau pengetahuannya ke dalam sebuah tulisan. Di rumah belajar ini generasi muda juga belajar menulis cerita. Selain itu, juga diajarkan bahwa menulis itu mudah, menulis itu sesuatu yang menyenangkan dan menulis itu juga dapat menghasilkan pendapatan. Dengan masyarakat
mempunyai budaya literasi maka pembangunan sumber daya manusia dapat ditingkatkan sehingga mereka akan menjadi sumber daya manusia yang berkompeten dan unggul. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan peran ibu-ibu PKK untuk mendukung gerakan budaya literasi melalui rumah belajar di kelurahan Balas Klumprik Kec. Wiyung Kab. Surabaya. 2.
IMPLEMENTASI KEGIATAN IBU-IBU PKK DI RUMAH BELAJAR Ibu-ibu PKK mempunyai peranan yang penting untuk mewujudkan kelurahan yang mempunyai kepedulian terhadap literasi. Untuk itu, program kegiatan yang dilaksanakan berkaitan dengan literasi khususnya membaca dan menulis. Sasaran dari kegiatan ini adalah warga kelurahan Balas Klumprik, Wiyung, Surabaya terutama anak-anak, ibu-ibu PKK, dan pemuda karang taruna. Program-program yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan minat warga untuk membaca dan menulis 2.1. Membaca dan mendongeng Pada program ini, ibu-ibu PKK berupaya untuk menjaring warga agar datang dan belajar di rumah baca. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menawarkan jasa les gratis melalui brosur yang dibagikan ke warga. Pada hari pertama setelah pembagian brosur, hanya terdapat 2 orang anak yang datang ke rumah belajar. Jumlah anak pun terus bertambah. Anak-anak mulai dikenalkan dengan berbagai koleksi bacaan yang sesuai dengan minat mereka yang pada umumnya lebih menyukai bukubuku cerita. Untuk lebih menarik anak-anak, tim juga menggunakan metode mendongeng, dimana anakanak tidak hanya mendengarkan dongeng tetapi mereka juga menceritakan kembali dongeng/cerita yang telah mereka baca dengan menggunakan boneka tangan. Kegiatan mendongeng tidak hanya menumbuhkan minat baca anak, tetapi juga daya imajinasi mereka dan kepercayaan diri untuk tampil.
Foto 1. Story telling Anak dengan Boneka tangan 2.2. Pembuatan Media Quiet Book Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung minat literasi adalah juga melalui pelatihan pembuatan quiet book dari kain flanel. Kegiatan ini dipilih dengan
14
banyak manfaat diantaranya adalah (1) untuk melatih ibu-ibu membuat media pembelajaran dari kain flannel, (2) meningkatkan kreativitas ibu-ibu khususnya dalam membuat media belajar edukatif yang menyenangkan, (3) memotivasi ibu-ibu untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan belajar anak mereka, dan (4) dapat meningkatkan pendapatan keluarga karena saat ini quiet book sangat diminati dan mempunyai prospek yang cukup bagus sebagai salah satu industri kreatif. Berikut ini adalah tahapan pembuatan quiet book: Diawali dengan persiapan alat dan bahan yaitu: kain flannel, resleting, Velcro, gunting, lem, benang, jarum jahit, gunting, pensil, dan penghapus. Setelah mempersiapkan alat dan bahan, pola gambar dibuat pada kertas dan digunting. Kain flannel yang sudah disiapkan digunting sesuai dengan pola yang diinginkan.
Foto 4. Menjahit Quiet Book
Foto 5. Hasil Akhir Quiet Book
Foto 2. Pemotongan kain flannel sesuai pola Guntingan kain flannel ditempelkan dan dilem pada lembaran kain flannel yang berbentuk persegi.
Foto 3. Menempel dan Melem pada Quiet Book
2.3. Pembuatan Majalah Dinding Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu. Melalui kegiatan ini diharapkan ibu-ibu akan terbiasa membaca artikel-artikel yang berisi berbagai pengetahuan dan menularkannya pada anak-anak mereka. Peranan ibu-ibu sebagai orangtua mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan kemampuan literasi anak termasuk pengidentifikasian huruf dan kata [3].
Foto 6. Kegiatan membuat mading
Untuk kerapian hasil akhir, pinggiran berbagai bentuk kain flannel tadi dijahit tangan dengan berbagai teknik tusuk jahit.
Foto 7. Hasil mading oleh Ibu-ibu
15
3. KENDALA DAN SOLUSI Kegiatan bertema literasi tentunya menghadapi beberapa kendala, yaitu: 3.1. Rendahnya minat baca dan tulis warga masyarakat. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa minat membaca dan menulis warga memang masih rendah. Mayoritas warga lebih senang menghabiskan waktunya untuk melihat televisi atau bermain smartphone dibandingkan membaca buku. Tragisnya hal ini juga ditiru oleh anak-anak. Ketika program ini dimulai, ibu-ibu kesulitan untuk menarik warga untuk berkumpul dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang literasi. Solusi dari masalah ini adalah dengan mengajak ibu-ibu untuk datang ke rumah baca melalui cooking class dimana Ibu-ibu diajak untuk membuat kue-kue. Tentu saja kegiatan ini juga mendukung ibu-ibu untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam bidang masak memasak. Selain itu, juga diadakan tutorial hijab untuk menarik minat warga terutama ibu-ibu. Tidak dipungkiri bahwa fashion adalah dunia ibu-ibu. 3.2. Masyarakat menganggap kegiatan literasi tidak mempunyai nilai ekonomis Masyarakat menganggap kegiatan literasi sebagai suatu hal yang tidak penting. Apalagi kegiatan literasi dianggap tidak dapat menghasilkan uang. Untuk menepis anggapan tersebut, tim KKN-PPM dan mahasiswa menggabungkan kegiatan literasi dengan hal yang masih bersifat literasi yaitu melalui pelatihan pembuatan quiet book bagi Ibu-ibu. Dan ternyata antusiasme warga mengikuti pelatihan ini sangat besar. Ini terbukti dari banyaknya permintaan warga untuk mengadakan pelatihan tersebut di beberapa tempat yang berbeda seperti di PAUD Dahlia, PAUD Bougenvile, dan Ibu-ibu arisan di RW 02, RW 07, dan RW 01. Hasil dari pembuatan quiet book nantinya akan dijual dan dipasarkan sehingga mampu menambah penghasilan warga.
DAFTAR PUSTAKA [1]. Napitupulu E.L., (2012). Minat Baca Indonesia Masih Rendah, (http://sains.kompas.com/read/ 2012/02/29/21400769 /minat.baca.indonesia. masih.rendah, diakses 10 November 2016). [2]. Huebner, C. E., (2000). Promoting toddlers language development through community based intervention. Journal of Applied Developmental Psychology, Vol. 21, No. 5, 513-535. [3]. Hood, M., Conlon, E., and Andrews, G., (2008). Preschool home literacy practices and children’s literacy development:: A longitudinal analysis. Journal of Educational Psychology, Vol. 100, pp. 252271. [4]. Evan, M., Shaw, D., and Bell, M., (2000). Home literacy activities and their influence on early literacy skills. Canadian Journal of Experimental Psychology, Vol. 54, 65-75. [5]. Flouri, E., and Buchanan, A., (2004). Early fathers’ and mothers’ involvement and child’s later educational outcomes. British Journal of Educational Psychology, Vol. 74, 141-153. [6]. Baydar, N., Brooks-Gunn, J., and Furstenberg, F. F., (1993). Early warning signs of functional illiteracy: Predictors in childhood and adolescence. Child Development, Vol. 64, pp. 815-829.
4. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan kegiatan ini adalah pembelajaran literasi melalui rumah belajar mampu meningkatkan peranan ibu-ibu PKK dalam mengembangkan kemampuan literasi anak-anak. Selain itu, juga dapat menumbuhkan kreativitas warga seperti kegiatan quite books yang dapat meningkatkan keterampilan ibu-ibu warga kelurahan Balas Klumprik sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Disarankan untuk melanjutkan kegiatan terkait literasi untuk masyarakat yang tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan literasi tetapi juga dapat menambah pendapatan masyarakat.
16
Pengembangan Sumber Daya Pisang di Lidah Kulon Lakarsantri Sebagai Minuman, Nata Limbah Kulit Pisang dan Kerajinan Pelepah Pisang untuk Perluasan Kesempatan Usaha Anna Noordia1*), Tutut Nurita2, Ratna Candra Dewi3 1
Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, E-mail:
[email protected] 2 Jurusan IPA, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:
[email protected] 3 Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, E-mail:
[email protected] *) Alamat Korespondesi: Email:
[email protected]
ABSTRAK Desa Lidah Kulon Lakarsantri memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sentra produksi olahan pisang. Sebagian besar kebun kering ditumbuhi dengan tanaman pisang yang belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga memiliki nilai jual lebih. Perkembangan kebun rakyat dan industri olahan di daerah sentra produksi ini akan memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat berbasis potensi dan kearifan lokal. Permasalahan yang dihadapi adalah masyarakat di wilayah tersebut selain belum mengetahui cara memanfaatkan potensi pisang agar lebih berdaya guna dan menghasilkan produk yang bernilai jual mereka juga belum memahami aspek ekonomi seperti manajemen usaha, akses permodalan, syarat produk layak jual serta manajemen pemasaran. Metode pelaksanaan yang digunakan berupa kegiatan pemberian informasi tentang potensi tanaman pisang untuk dikembangkan menjadi produk, pelatihan pembuatan minuman buah pisang, nata dari limbah kulit pisang, kerajinan pelepah pisang, pembimbingan manajemen usaha sederhana serta manajemen pemasaran. Penanganan produk dilakukan dengan pendampingan pelatihan keamanan pangan dari Dinas Kesehatan Kotamadya Surabaya agar dapat memenuhi persyaratan pengajuan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang akan memperluas tempat pemasaran produk. Hasil pengajaran, pelatihan dan pendampingan menunjukkan bahwa mitra telah dapat membuat sari buah, sirup, dodol, nata limbah kulit pisang dan kerajinan pelepah pisang. Kata kunci: pisang, nata kulit pisang, kerajinan pelepah pisang, minuman pisang 1. PENDAHULUAN Lidah Kulon RT 05 dan RW 02 berada di pinggiran kota Surabaya Barat. Melalui karakteristik model perumahan dan penduduknya, wilayah Lidah Kulon RT 05 dan RW 02 merupakan suatu transisi desa ke kota dimana suasana dan sifat-sifat masyarakat di daerah ini masih mirip pedesaan. Mereka masih banyak yang tinggal di area lahan dengan pekarangan yang cukup luas, dimana satu lahan dihuni oleh beberapa keluarga sekerabat. Hubungan kekeluargaan antar penghuni dalam satu lahan sangat erat sehingga rasa kebersatuan mereka pun tinggi. Bidang pekerjaan yang digeluti oleh penduduk asli usia lanjut rata-rata sama yaitu pertukangan (tukang batu, tukang bangunan, tukang ledeng) dan bertani baik sebagai buruh tani maupun petani skala kecil. Bidang lain yang digeluti penduduk pria dan wanita dewasa selain sebagai karyawan pabrik, penjahit borongan, sopir angkot dan pramuniaga toko, ada juga beberapa yang melakukan wirausaha kecilkecilan seperti toko kelontong, warung makanan dan minuman, penjaja gerobak makanan. Hasil survey lokasi wilayah Lidah Kulon RT 05 dan RW 02 didapatkan adanya banyak kebun kering yang sebagian besar ditumbuhi dengan tanaman pisang. Sebagian besar kebiasaan masyarakat di sana, buah pisang yang dihasilkan hanya dikonsumsi sendiri atau dibagi-bagikan ke kerabat atau tetangga sekitar. Hal ini membuat tanaman pisang yang mereka tanam tidak memiliki nilai jual lebih.
Pisang adalah potensi wilayah Lidah Kulon yang dapat dikembangkan menjadi pengembangan ekonomi masyarakat berbasis potensi dan kearifan lokal yang ada di suatu wilayah. Tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna mulai dari buah, kulit, pelepah, batang (gedebog) pisang semua dapat diolah. Buah dan daun pisang dapat dijual langsung, jantungnya bisa dijadikan sayur, manisan, acar maupun lalapan. Pelepah daunnya bisa digunakan sebagai bahan kerajinan (tas, topi, tikar, dll.). Bonggolnya diolah untuk sayur maupun keripik. Bonggol dan batang pisang yang telah dipanen bisa diambil patinya (510%), kulit dan pelepah batang pisang dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kulit buah pisang dapat diambil pektinnya atau digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata [1]. Perkembangan kebun rakyat dan industri olahan di daerah sentra produksi, dapat memberikan peluang baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. 2. PERMASALAHAN Lidah Kulon RT 05 dan RW 02 adalah masyarakat yang belum produktif namun berkeinginan kuat untuk menjadi wirausaha. Hal ini dikarenakan pendapatan yang mereka terima sehari-hari tidak pasti atau kurang dapat memenuhi standar kualitas hidup mereka. Hanya saja mitra sulit memulai usaha karena: 1. Mitra tidak tahu apa yang akan mereka jadikan sebagai bentuk usaha
17
2.
Mitra tidak tahu bagaimana cara memulai wirausaha 3. Mitra tidak tahu kepada siapa saja mereka akan memasarkan hasil usaha mereka nantinya 4. Mitra tidak tahu bagaimana cara pemasaran agar terus berkelanjutan 5. Mitra tidak memiliki modal yang cukup untuk berwirausaha Tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi, tidak adanya ketrampilan khusus yang mereka miliki, kurangnya pengetahuan dan wawasan karena keterbatasan informasi yang bisa mereka peroleh adalah hal-hal yang menyebabkan mitra mengalami kesulitan-kesulitan tersebut. Permasalahan lain yang dihadapi mitra adalah tidak mengetahui apa saja kelebihan dan potensi yang terpendam dari tanaman pisang dan bagaimana mereka bisa memanfaatkan potensi tersebut agar lebih berdaya guna dan menghasilkan produk yang bernilai jual. Mitra juga tidak memahami aspek ekonomi seperti manajemen usaha, lemahnya akses terhadap permodalan, syarat agar produk layak jual serta manajemen pemasaran. Oleh karena itu mitra memerlukan pembimbingan, pelatihan dan pendampingan agar terjadi penciptaan usaha baru dengan memanfaatkan ipteks dan potensi daerah tempat tinggal mereka. 3. METODE PELAKSANAAN Metode pendekatan yang digunakan pada program ini adalah metode ekonomi induktif, dimana semua data informasi yang ada di dalam realitas kehidupan masyarakat Lidah Kulon Lakarsantri dikumpulkan dan dikaji melalui diskusi antara kelompok mitra dan tim. Upaya menumbuhkan motivasi mitra untuk belajar ipteks, menghasilkan dan menyalurkan sumber daya dan potensi daerah sampai diperoleh barang yang dapat tersedia pada jumlah, harga, tempat pemasaran dan waktu yang tepat dilakukan dengan metode penyuluhan potensi dan keunggulan tanaman pisang, pembimbingan dan pelatihan ipteks pengolahan pisang, pembimbingan manajemen usaha dan pemasaran serta pendampingan pengajuan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah awal pelaksanaan program ini adalah sosialisasi kegiatan rencana pembuatan sari buah pisang, pengolahan limbah kulit pisang menjadi nata de banana skin dan ketrampilan membuat kerajinan dari pelepah pisang pada masyarakat setempat. Selanjutnya dilakukan kegiatan pelatihan pembuatan sari buah pisang, nata de banana skins dan ketrampilan membuat kerajinan dari pelepah pisang dimulai dari pemilihan bahan baku yang akan digunakan sampai dengan pengemasan dan pelabelan serta penggunaan teknologi sederhana yaitu peralatan cup sealer. Sari Buah Pisang
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan sari buah pisang Keberadaan produk sari buah pisang dalam kemasan masih belum banyak dijumpai di pasar. Produk berupa sari buah akan meningkatkan nilai tambah buah pisang lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk segar, meningkatkan umur penyimpanan sehingga mengurangi kerusakan dan kerugian, mengubah dalam bentuk produk awet sehingga dapat memiliki stok yang besar, menyelamatkan dan memanfaatkan hasil panen, penganekaragaman jenis pangan, memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi pisang dan memanfaatkan kandungan gizi pisang karena dalam bentuk sari buah yang dikemas dalam botol atau gelas akan lebih praktis, efektif, dan dapat menjangkau pasar/market yang lebih luas. Jenis pisang yang enak untuk diolah menjadi sari buah diantaranya adalah pisang raja, ambon, nangka, mas dan lampung. Buah pisang yang diolah menjadi sari buah harus memenuhi syarat kematangan yang penuh agar citarasanya pas, enak, dan aroma kuat. Buah pisang yang tingkat kematangannya kurang hanya akan mengurangi rasa sari buah yakni menjadi agak sepet [2]. Nata de Banana Skins
18
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan nata de banana skins Pembuatan sari buah pisang menyisakan limbah kulit pisang yang banyak jumlahnya, Apabila kulit pisang ini langsung dibuang dan dibiarkan menjadi sampah hal tersebut sangat disayangkan karena kulit pisang masih memiliki nutrisi berupa sukrosa, mineral, dan senyawa yang dapat mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi produk nata. Produk nata dapat dijadikan sebagai makanan untuk konsumen yang sedang melakukan diet rendah kalori. Nata de Banana Skins memiliki kandungan serat (dietary fiber) yang cukup tinggi sehingga baik untuk konsumen yang memiliki masalah konstipasi dan wasir karena konsumsi nata dapat memperlancar buang air besar [3]. Rasa Nata de Banana Skins yang tawar dapat menjadi keuntungan karena dapat dikombinasikan dengan sirup maupun berbagai kombinasi produk pangan yang disukai konsumen sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Pengemasan yang menarik serta harga yang ekonomis dapat membuuat produk pangan hasil pemanfaatan limbah ini menjadi produk pangan yang memiliki nilai ekonomi. Kerajinan Pelepah Pisang
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan kerajinan pelepah pisang Tidak semua pelepah pisang dapat digunakan, namun hanya dipilih pelepah pisang yang teksturnya terlihat indah dan kuat, diantaranya pisang kepok, pisang raja dan pisang ambon. Setelah proses pemanenan buah pisang, batang pisang akan ditebang dan dibuang menjadi sampah. Namun dengan ketrampilan, batang pisang bisa dijadikan sebagai karya seni berbagai macam kerajinan yang indah dan bernilai jual lebih tinggi. Kelompok masyarakat Lidah Kulon diberikan pelatihan bentuk dasar kerajinan tempat pensil, tempat tissu terlebih dulu untuk melatih kecermatan dan ketrampilan memilin dan menempel yang merupakan dasar ketrampilan selanjutnya. Pembimbingan dalam hal manajemen sederhana dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang analisa laba rugi sederhana, pembimbingan dalam hal pemasaran dilakukan melalui pengajaran dan diskusi kelompok dengan tim untuk mengetahui peluangpeluang yang ada, informasi pasar yang bisa dituju dan cara-cara pemasaran yang bisa digunakan untuk menjual produk-produk tersebut. Penanganan produk dilakukan dengan pendampingan kepada mitra untuk
19
mendapatkan sertifikat HACCP dari Dinas Kesehatan Kotamadya Surabaya agar dapat memenuhi persyaratan pengajuan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang akan memperluas tempat pemasaran produk khususnya sari buah pisang dan nata de banana skins. Masyarakat Lidah dikenalkan dan dilatih cara pengolahan buah pisang menjadi produk sari buah pisang, pembuatan produk nata de banana dari kulit pisang serta ketrampilan membuat produk kerajinan pelepah pisang sebagai alternatif wirausaha baru di wilayah mereka didasarkan pada beberapa hal, yaitu: Kerajinan Pelepah Pisang
6.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Suyanti, Supriyadi A., 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. [2]. TriyonoA., 2010. Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Karakteristik Sari Buah Dari Beberapa Varietas Pisang (Musa Paradisiaca L). Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna – LIPI [3]. Purwanto, A., 2012. Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis Kulit Pisang. Widya Warta No. 02 Tahun XXXVI/Juli 2012. ISSN 0854-1981
Target Pasar Berdasarkan pangsa pasar produk, yaitu anakanak, remaja, mahasiswa, orang dewasa maka target pasar sementara yang dituju sebelum mendapatkan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) dari Dinas Kesehatan adalah sekolah SD/MI, SMP/MTs, Kampus Unesa di sekitar wilayah Lidah, rumah makan atau depot dan acara-acara kegiatan seperti syukuran, ulang tahun, pengajian, arisan. Strategi harga Harga produk sari buah per botol 200 ml adalah Rp. 4000,- sedangkan harga nata de banana skins adalah Rp. 4500,-/gelas 220 ml. Sedangkan untuk kerajinan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan kreativitas masing-masing, namun tidak jauh dengan harga pasar. Strategi Pemasaran dan Promosi Mitra mempromosikan produk sari buah, nata dan kerajinan dengan menggunakan brosur, iklan, media sosial internet, toko online dan jejaring sosial. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Program pengembangan potensi suatu wilayah perlu dilaksanakan untuk membuka wawasan dan peluang peningkatan kualitas hidup dan sumberdaya manusia. Adanya pembimbingan, pelatihan dan pendampingan akan menghasilkan penciptaan usaha baru dengan memanfaatkan ipteks dan potensi daerah tempat tinggal. Kelompok masyarakat Lidah Kulon yang sangat antusias dan bekerjasama dengan baik setelah mendapatkan gambaran peluang usaha dan alternatif peningkatan ekonomi menunjukkan bahwa minat mereka sangat besar dan mereka sangat membutuhkan program seperti ini. Untuk itu diharapkan perlu adanya program-program baru yang dapat membantu keberlangsungan program sebelumnya.
20
Alat Penipis Bambu untuk Meningkatkan Produktifitas dan Kualitas Kerajinan Bambu di UKM Bambu Waru Arya Mahendra Sakti 1*), Yessy Artanti 2 1
Jurusan Teknik Mesin, Unesa, Surabaya. Email:
[email protected] 2 Jurusan Ekonomi, Unesa, Surabaya. Email:
[email protected] *)Alamat korespondensi: Email:
[email protected]
ABSTRACT This small craftsmen/industrial is an industrial bamboo thinning which is located in the village of waru Sidoarjo city. Is Mr. H. Baiman and Roufiq bamboo small entrepreneurs who have had experience in the field of bamboo has for about 10 years. The problem faced by micro bamboo Baiman and Mr. h. Roufiq is the problem of the production process and the quality of the production results of bamboo less thinning quickly and depletion quality is not uniform. As well as marketing and financial management still are family and the level of discipline against financial companies that are not good.The results of the situation analysis problems faced by micro-Mr. h. Baiman and Roufiq required a machine depletion bamboo so that it later expected all products made of bamboo can generate productivity and production quality that fits consumer demand. The results of the agreement with a partner then made of bamboo with a depletion engine specifications: 50 pieces/day capacity, dimensions P 1000 mm, L 1000 mm, T 1500 mm, iron plate, electric motor 1 PK. So the productivity and quality of the products made of bamboo can be equal and uniform standard consumers. Keywords: business micro, bamboo depletion machine ABSTRAK Industri/pengrajin kecil ini adalah industri penipis bambu yang terletak di desa waru kota Sidoarjo. Adalah bapak H. Baiman dan Roufiq pengusaha kecil bambu yang sudah berpengalaman berkecimpung dibidang bambu selama kurang lebih 10 tahun. Permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro bambu bapak H. Baiman dan Roufiq adalah permasalahan proses produksi dan kualitas hasil penipisan bambu hasil produksinya kurang cepat dan kualitas penipisannya tidak seragam. Serta manajemen pemasaran dan keuangan yang masih bersifat kekeluargaan dan tingkat kedisiplinan terhadap keuangan perusahaan yang tidak baik. Hasil analisa situasi masalah yang dihadapi oleh usaha mikro bapak H. Baiman dan Roufiq diperlukan sebuah mesin penipis bambu sehingga nantinya diharapkan semua produk yang terbuat dari bambu dapat menghasilkan produktifitas dan kualitas produksi yang sesuai permintaan konsumen. Hasil kesepakatan dengan mitra maka dibuat mesin penipis bambu dengan spesifikasi: kapasitas 50 buah/hari, dimensi P 1000 mm, L 1000 mm, T 1500 mm, bahan plat besi, motor listrik 1 PK. Sehingga produktifitas dan kualitas hasil produk yang terbuat dari bambu dapat sama dan seragam sesuai standar konsumen. Kata Kunci : usaha mikro, mesin penipis bambu 1. PENDAHULUAN Di perbatasan kota Sidoarjo dan Surabaya banyak terdapat bermacam jenis industri baik berskala kecil maupun berskala besar. Industri/pengrajin kecil ini adalah industri penipis bambu yang terletak di desa waru kota Sidoarjo. Tempat pengusaha kecil ini berada di sekitar pertigaan waru, tepatnya jalan pertigaan dibawah ke jembatan tol waru di sebelahnya pabrik soda ada jalan belok ke kanan menuju arah terminal bungurasih. Setelah pertigaan jembatan waru kearah terminal bungurasih kita menoleh kearah kanan tepatnya disekitar pinggiran sungai sudah banyak tempat berjualan bambu. Adapun lokasi pengusaha kecil bambu ini bisa ditempuh naik kendaraan kurang lebih 20 menit dari kampus UNESA. Adalah bapak H. Baiman salah satu pengusaha kecil bambu yang sudah berpengalaman berkecimpung dibidang bambu selama kurang lebih 10 tahun. Ketekunan dan keuletan tidak menyurutkan untuk bekerja sambil belajar tentang proses penipisan bambu yang pada intinya sering
membutuhkan waktu yang relatif lama dalam proses pembuatannya secara manual. Usaha bapak H. Baiman juga pernah mengalami pasang surut mengenai pemasukan pada krisis moneter. Pengusaha kecil penipis bambu bapak H. baiman memiliki peralatan yang sangat sederhana dan banyak mengandalkan keluwesan tangan-tangan terampil, yang antara lain : 1 buah mesin pemotong bambu, 2 buah gerinda tangan, 1 buah mesin bor, 10 buah pisau penipis, dan peralatan lain untuk perawatan diantaranya: tang, palu, obeng, batu pengasah pisau dan lain-lain. Bapak H. Baiman selama ini hanya mengandalkan reparasi sendiri, apabila terjadi masalah maka akan diperbaiki sendiri. Cara mengelola usahanya ini masih sangat sederhana, karena kondisinya yang serba terbatas, baik modal kerja, pangsa pasar, jumlah tenaga kerja, alat yang dimiliki dan lain sebagainya. Model pencarian order berdasarkan pesanan, mencari pelanggan sendiri, dan tidak jarang pelanggan langsung datang ke tempatnya. Penerapan manajemen yang dilakukan
21
oleh pemilik/ pengusaha bambu masih konvensional. Segala kebutuhan bahan baku, proses produksi, kebutuhan peralatan, cara pemasaran dan pengelolaan keuangan masih ditangani oleh pimpinan atau keluarganya yang belum memiliki pengalaman memanajemen dengan baik. Walaupun demikian tampaknya kegiatan produksi dan lain-lainnya tetap bisa berjalan dengan baik. Hal ini dilakukan sematamata sekedar bisa eksis dan hanya sekedar bisa menghidupi kebutuhan keluarganya dan para pekerja. Setiap harinya bapak H. Baiman dapat memenuhi permintaan pesanan yang datang. Tidak jarang bapak H. Baiman menerima bahan baku bambu yang dalam kondisi pesan dahulu dari berbagai daerah diantaranya malang, mojokerto, madura, dan lain-lain. Dengan adanya kerjasama terhadap konsumen pemesannya dalam hal bahan baku, maka diharapkan dengan peralatan yang ada dapat menambah pemasukan dan dapat membantu sesama pengusaha bambu yang lain. Seperti terlihat gambar dibawah adalah bahan baku bambu yang dipakai untuk berbagai macam peralatan keperluan produk yang dipasarkan.
Gambar 1. Bahan baku bambu yang dipakai Industri bambu bapak H. Baiman ini adalah industri keluarga yang menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitarnya. Tenaga kerja yang dimiliki industri bambu bapak H. Baiman berjumlah 5 orang, yaitu: Tabel 1. Tenaga Kerja Industri Kecil Bapak H. Baiman No 1 2 3 4 5
Nama H. Baiman Bejo Saimin Sukirno Sueb
Jabatan Pimpinan Melubangi&gerinda Mengayam Menipiskan bambu Serabutan
Pendidikan SMA SMA SMP SD SMP
tenaga terampil bagian pembuat produk dengan menipiskan bambu ada 2 orang yaitu salah satunya
adalah pemilik sendiri juga sebagai pimpinan. Satu orang sebagai tenaga melubangi dan menggerinda, satu orang sebagai tenaga menganyam, satu orang sebagai tenaga serabutan dimana bisa bekerja sebagai pengumpul bahan baku bambu yang tidak jarang juga membantu menganyam bambu dan sebagai pengirim order bila pelanggan menginginkan. Adalah bapak Roufiq salah satu pengusaha kecil bambu yang sudah berpengalaman berkecimpung dibidang bambu selama kurang lebih 15 tahun. Semangat belajar dan bekerja yang tinggi dan tidak mudah pantang menyerah tentang seluk beluk berbisnis di dunia bambu membuatnya mampu bertahan sampai sekarang. Ketekunan dan keuletan tidak menyurutkan untuk bekerja sambil belajar tentang proses penipisan bambu membutuhkan waktu yang relatif lama dalam proses pembuatannya secara manual. Usaha bapak Roufiq juga pernah mengalami pasang surut mengenai pemasukan pada krisis moneter. Pengusaha kecil penipis bambu bapak Roufiq memiliki peralatan yang tidak jauh berbeda dengan bapak H. Baiman, yang antara lain : 1 buah mesin gergaji bambu, 3 buah gerinda tangan, 1 buah mesin bor, 12 buah pisau penipis, dan peralatan lain untuk perawatan diantaranya: tang, palu, obeng, batu pengasah pisau dan lain-lain. Bapak H. Roufiq selama ini hanya mengandalkan reparasi sendiri, apabila terjadi masalah maka akan diperbaiki sendiri. Cara mengelola usahanya ini masih sangat sederhana, karena kondisinya yang serba terbatas, baik modal kerja, pangsa pasar, jumlah tenaga kerja, alat yang dimiliki dan lain sebagainya. Model pencarian order berdasarkan pesanan, mencari pelanggan sendiri, tidak jarang pelanggan langsung datang ke tempatnya, dan terkadang juga hanya menjual jasa pembuatannya saja tetapi bahan baku berasal dari konsumen. Penerapan manajemen yang dilakukan oleh pemilik/ pengusaha bambu masih konvensional. Segala kebutuhan bahan baku, proses produksi, kebutuhan peralatan, cara pemasaran dan pengelolaan keuangan masih ditangani oleh istri bapak Roufiq yang belum memiliki pengalaman memanajemen dengan baik. Walaupun demikian tampaknya kegiatan produksi dan lainlainnya tetap bisa berjalan dengan baik. Hal ini dilakukan semata-mata sekedar bisa eksis dan hanya sekedar bisa menghidupi kebutuhan keluarganya dan para pekerja. Setiap harinya bapak Roufiq dapat memenuhi permintaan pesanan yang datang. Ikatan antar penjual bambu sangat bagus dan kekeluargaannya tinggi, hal ini bisa terlihat dari apabila ada order yang melimpah tidak jarang mereka saling memberikan ordernya sebagian supaya waktu penyelesaiannya tidak terlalu lama. Dengan adanya kerjasama terhadap konsumen pemesannya dalam hal bahan baku, maka diharapkan dengan peralatan yang ada dapat menambah pemasukan dan dapat membantu sesama pengusaha bambu yang lain. Industri bambu bapak Roufiq ini adalah industri keluarga yang menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitarnya. Tenaga kerja yang dimiliki
22
industri bambu bapak Roufiq berjumlah yaitu:
6 orang,
Tabel 2. Tenaga Kerja Industri Kecil Bapak Roufiq No 1 2 3 4 5 6
Nama H. Roufiq Wandi Tukiran Parlan Heru Badrus
Jabatan Pimpinan Melubangi&gerinda Mengayam Menipiskan bambu Menipiskan bambu Serabutan
Pendidikan SMA STM SMP STM STM SD
tenaga terampil bagian pembuat produk dengan menipiskan bambu ada 3 orang yaitu salah satunya adalah pemilik sendiri juga sebagai pimpinan. Satu orang sebagai tenaga melubangi dan menggerinda, satu orang sebagai tenaga menganyam, satu orang sebagai tenaga serabutan dimana bisa bekerja sebagai pengumpul bahan baku bambu dan sebagai pengirim order bila pelanggan menginginkan.
Gambar 2. Produk yang dihasilkan pengusaha bambu 2. METODE Metode yang akan diterapkan pada program Iptek bagi Masyarakat yaitu: awalnya kita menganalisa permasalahan yang terjadi di pengusaha kecil bambu bapak H. Baiman dan bapak Roufik, dari hasil analisa permasalahan kita ketahui bahwa permasalahan berada pada proses produksi penipisan bambu berlangsung dari proses awal sampai proses akhir, yang terdiri dari proses pemilihan bambu, pembersihan bonggol pada sisi bagian luar, pemotongan bambu, proses penipisan bambu, dan proses mengayam bambu yang sudah ditipiskan, selama ini masih menggunakan manual dengan tangan sehingga hasilnya kurang maksimal baik dari segi waktu yang lebih lama ataupun dari segi kualitas hasil penipisan yang masih kurang bagus. Setelah mengetahui proses produksi secara manual yang digunakan sebelumnya kurang optimal dan sangat terbatas kemampuannya, maka perlu dibuatkan alat yang lebih canggih kemampuannya. Kita konsultasikan bersama permintaan alat yang sesuai spesifikasi mitra supaya dapat meningkatkan kapasitasnya. Mesin penipis bambu yang sesuai dengan permintaan dan telah teruji kemampuannya ini dikenalkan dan dicobakan untuk dioperasionalkan pada pengusaha kecil bambu tersebut. Pengusaha kecil bambu diberi kesempatan untuk mengoperasionalkan mesin tersebut, baik cara kerja mesin maupun cara menggunakan langsung pada barang hasil kerja tersebut. Pengusaha kecil bambu diberi kesempatan pula untuk bisa memperbaiki dan merawat mesin secara praktis bila kemungkinan terjadi kesalahan atau kerusakan ringan dan kerusakan berat. Hal ini dimaksudkan setelah program ini selesai, pengrajin bambu tidak perlu tergantung pada orang lain untuk memperbaiki kerusakan alat, yang berakibat produksi akan berhenti sementara dan menimbulkan kerugian pada hasil produksinya. Disamping itu pada saat proses produksi berlangsung dilakukan pemantauan, pendampingan dan evaluasi apakah terjadi perubahan sikap, pemikiran, dan kinerja pada pengusaha kecil bambu dengan adanya peningkatan proses produksi penipisan bambu. Dengan meningkatnya proses produksi penipisan bambu diharapkan meningkatkan pendapatannya.
23
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Pengujian Pembuatan alat penipis bambu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pengusaha kecil bambu dikerjakan di bengkel rumahan di daerah surabaya. Pemakaian alat penipis bambu yang terdiri motor listrik 1 PK yang berfungsi untuk mengerakkan pulley yan terhubung pada poros yang menggerakkan roll penggerak bambu yang akan ditipiskan. Proses penipisan dapat kita atur ketebalannya sesuai dengan ulir penekan yang berfungsi untuk menekan ke bawah agar didapatkan tebal yang lebih tipis dan merata di setiap proses produksinya. Mesin penipis bambu ini mempunyai kapasitas 50 buah/hari, dengan jam kerjanya mulai jam 09.00 pagi sampai jam 15.00 sore. Mesin penipis bambu ini dilengkapi dengan pisau penipis yang terbuat dari baja yang suah dikeraskan, sehingga nantinya tidak mudah patah dan tidak mudah aus ketajamannya. Hal ini dikarenakan oleh bahan baku bambu yang di dapat berasal dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik bambu yang berbeda-beda. Spesifikasi dan gambar alat pencampur adonan adalah sebagai berikut: Kapasitas Dimension Total Sistem transmisi Material body Mesin
dengan terpenuhinya target dari kualitas produksi yang terjaga sesuai permintaan pasar. Manajemen pemasaran dan keuangan perusahaan akan tertata dengan adanya pemasaran melalui web dan pelatihan penyusunan pembukuan perusahaan secara baik dan sehat. Secara umum kemampuan alat ini efektivitas dan efisiensi kegiatan produksi secara ekonomis dan jaminan kualitas produk dapat meningkat dan hasilnya penipisan yang seragam ketebalannya. 4. DAFTAR PUSTAKA [1]. Bianchi, Bustraan, (1978) . Pompa Kompresor. Pradnya Pramita. Jakarta.
dan
[2]. Harsono W, Toshie Okumura, (1981). Teknolgi Pengelasan Logam. Pradnya Paramita. Jakarta. [3]. Mulyana, Ahcmad. Teknik Pembentukan. Jurusan Teknik Mesin – ITS. [4]. Siswosuwarno, Mardjono . Teknik Pembentukan Logam. Jurusan Mesin – ITB. [5]. Suherman Wahid, (1987). Pengetahuan Bahan. Jurusan Teknik Mesin – ITS. [6]. Teknologi Mekanik.Jurusan Teknik Mesin – ITS
: 50 bambu/ hari [7]. Tata Surdia, Shinroku Saito, (1985). Pengetahuan : P 1000 mm, L 1000 mm, T 1500 mm Bahan Teknik. Pradnya Paramita. Jakarta. : Plat Baja : Pulley dan Belt : Motor listrik 1 PK
Gambar 3. Alat penipis bambu 3.2. Pembahasan Dari pelaksanaan program Iptek bagi Masyarakat di desa waru akan dihasilkan suatu mesin penipis bambu yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas produk sesuai dengan permintaan konsumen. Secara tidak langsung dengan proses produksi penipisan bambu secara manual hanya menghasilkan 10 bambu setiap harinya, akan tetapi kalau menggunakan mesin penipis bambu akan mempersingkat waktunya menjadi 50 buah/hari. Sehingga dari aspek produksi akan meningkat dan terjaganya kualitas hasil penipisan bambu dari yang menggunakan manual beralih menggunakan mesin penipis bambu membuat hasil produknya sesuai dengan permintaan pasar. Dari aspek manajemen akan meningkat, hal ini dikarenakan
24
Ipteks Bagi Kewirausahaan di Universitas Negeri Surabaya Dewanto1*), Noordiana2), Nugrahani Astuti 3) 1
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, UNESA, Surabaya.
[email protected]. 2 Jurusan Seni Tari, UNESA, Surabayaa.
[email protected] 3 Jurusan Pendidikan Tata Boga., UNESA, Surabaya. astutinugrahani @yahoo.co.id *) Alamat korespondesi:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this program is to: 1) create a new entrepreneurial self-based science and technology among students, 2) improving the skills of business for industrial society, and 3) creating an entrepreneurial training methods are suitable for students who are pioneering entrepreneurs. The method used is the Participatory Action Learning System (PALS). The basic principle of this method is to involve students in the learning process an active participant in the Class Entrepreneurship ++ (entrepreneurship) naturally with all approaches so as to form a system of learning interactions in a participatory manner, with the following steps: (1) phase of awareness, (2) phase entrepreneurship capacity building, and (3) phase of institutionalization of a new entrepreneurial venture. Execution results program implementation are: proven to the birth of new entrepreneurial independent 6-based science and technology are ready to move in society; (2) 80% of first-year prospective entrepreneurs are ready to become new entrepreneurs of two years; (3) the services or products New Entrepreneurs of the students who have the advantage of science and technology; and (4) of scientific articles published by the journal / magazine National/international. Keywords: IBK, PALS methods, new entrepreneurs ABSTRAK Tujuan program Ipteks Bagi Kewirausahaan (I bK) ini adalah untuk: 1) menciptakan wirausaha baru mandiri yang berbasis ipteks dari kalangan mahasiswa; 2)meningkatkan keterampilan usaha bagi masyarakat industri; dan 3) menciptakan metode pelatihan kewirausahaan yang cocok bagi mahasiswa yang sedang merintis wirausaha. Metode yang digunakan adalah Participatory Action Learning System (PALS). Prinsip dasar dari metode ini adalah pelibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran aktif partisipan dalam mata Kuliah Kewirausahaan++ (entrepreneurship) secara alamiah dengan segala pendekatan sehingga membentuk suatu sistem interaksi pembelajaran secara partisipatif, baik secara personal maupun komunal dengan tahapan: (1) fase penyadaran kewirausahaan (awareness), (2) fase pengkapasitasan (capaciting), dan pendampingan (scaffolding) kewirausahaan (entrepreneurship capacity building), dan (3) fase pelembagaan (institutionalization) usaha baru sebagai wirausaha baru.Hasil pelaksanaan program IbK ini adalah: terbukti mampu membidani lahirnya 6 orang wirausaha baru mandiri berbasis ipteks yang siap beraktivitas di masyarakat; (2) 80% dari calon wirausaha tahun pertama menjadi wirausaha baru; (3) jasa atau produk Wirausaha Baru (WUB) mahasiswa yang memiliki keunggulan ipteks; dan (4) artikel ilmiah yang dipublikasikan melalui jurnal/majalah Nasional/internasional. Kata kunci: IbK, Metode PALS, wirausaha baru 1. PENDAHULUAN Universitas Negeri Surabaya (Unesa) merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Propinsi Jawa Timur. Unesa berdiri sejak tanggal 19 Desember 1964. Saat ini menempati lokasi di dua tempat, yakni di lingkungan Kampus Ketintang, dan kampus Lidah Wetan. Untuk saat ini kantor pusat masih berada di Kampus Ketintang, dan mempunyai 7 Fakultas, satu Program Pascasarjana, 26 Jurusan, dan 66 Prodi. Jumlah mahasiswa Unesa sampai dengan tanggal 8 April tahun 2015 adalah 26.743 orang. Sedangkan jumlah mahasiswa aktif tahun akademik 2014/2015 adalah 1400 orang, terdiri dari program S1Pendidikan, S1 Murni, Diploma, dan S2. Lulusan Unesa diproyeksikan selain dapat menjadi guru negeri/swasta untuk semua bidang studi mulai dari TK, SD, SMP dan SMA/SMK, juga diharapkan dapat
menjadi pegawai pemeritahan (PNS) dan pegawai di perusahaan Negeri/swasta, serta dapat berwirausaha. Agar dapat berwirausaha setiap fakultas mewajibkan mata kuliah “Kewirausahaan”. Hal ini dimaksudkan untuk membekali lulusan Unesa keterampilan berwirausaha sesuai bidangnya seperti elektronika, komputer, akutansi, bengkel listrik, instalasi listrik, perhotelan, tata boga, tata busana, pariwisata, pendidikan, percetakan, dan lain-lainnya sehingga setelah lulus mereka tidak bingung lagi mencari pekerjaan tetapi dapat menciptakan lapangan kerja sendiri sesuai bidangnya. Namun demikian ternyata hal itu belum bisa tercapai seperti yang diharapkan. Hanya beberapa lulusan yang berhasil menjadi wirausahawan dan dapat membuka lapangan kerja, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Kondisi seperti ini disebabkan oleh beberapa hal. Hal ini juga dikuatkan oleh banyaknya alumni Unesa yang bersedia menjadi tenaga honor pendidik dengan gaji
25
yang relatif rendah, setelah mereka menamatkan studinya di Unesa. Hasil Evaluasi diri yang dilakukan oleh sebagian besar Jurusan/prodi dalam rangka akreditasi juga menunjukkan bahwa hampir 87% mahasiswa yang telah lulus cenderung menunggu dan mencari kerja, 9% langsung dapat kerja, dan hanya sedikit saja (4%) yang mempunyai inisiatif menjadi wirausaha. Padahal peluang binis di sekitar kampus Unesa, di kota Surabaya dan di provinsi Jawa Timur ini masih cukup besar dan menjanjikan. Mahasiswa Unesa sebagian besar berasal dari luar daerah, sehingga mereka pada umumnya mondok atau kos di sekitar kampus. Situasi ini menjadikan geliat roda perekonomian masyarakat di sekitar kampus menjadi lebih hidup. Bisnis rumah kost dan rumah makan (kuliner) banyak bermunculan di sekitar kampus. Rutinitas kegiatan mahasiswa pada umumnya adalah mengikuti perkuliahan dengan berbagai tugas yang dibebankan kepadanya oleh dosen pengampu mata kuliah tersebut. Disamping itu, kegiatan kemahasiswaan secara insidental, antara lain, seminar ilmiah, kemah, malam hiburan, pengadaan bazar, dan lain-lain juga mewarnai aktivitas akademis mahasiswa. Untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam hal penyelesaian tugas-tugas tersebut banyak sekali berhubungan dengan masalah foto copy, penjilidan, ketik komputer, Internet, Wartel, alat komunikasi HP, rumah makan (kuliner), catering, loundry, dan lain-lain. Kebutuhan masyarakat kampus akan layanan tersebut merupakan peluang usaha yang dapat ditangkap mahasiswa untuk dikemas menjadi usaha bisnis yang menguntungkan. Dengan bermunculannya bisnis rumah kost di sekitar kampus, juga membutuhkan layanan seperti pemasangan dan instalasi listrik, mesin pendingin dan barang elektronika lainnya. Di samping itu, karena kondisi alam sekitar kampus yang panas, rumah-rumah dan gedung-gedung sebagian besar dipasang AC dan kipas angin dengan berbagai variasi model dan merek. Hal ini tentu juga membutuhkan adanya maintenance mesin pendingin (AC). Hal ini juga merupakan lahan bisnis yang menjanjikan bagi mahasiswa. Jasa rental komputer juga sangat dibutuhkan karena belum semua mahasiswa memiliki komputer/laptop. Tugas-tugas mahasiswa dalam bentuk paper, makalah dan lainlainnya pada umumnya di-edit dengan komputer. Usaha jasa rental komputer, juga sebagai usaha yang bagus untuk dikembangkan. Harga komputer/laptop yang cenderung semakin terjangkau oleh sebagian mahasiswa, maka kepemilikannya makin lama makin meningkat. Kerusakan-kerusakan komputer/laptop mungkin terjadi dan tidak bisa dihindari, sehinggan peluang bisnis penyedia jasa service komputer/laptop kian makin terbuka. Di samping itu, usaha merakit dan jual-beli komputer/laptop juga sangat terbuka, baik komputer/laptop baru maupun komputer bekas. Internet merupakan sarana dalam penjelajahan dunia maya, hampir semua informasi ada di situs internet baik informasi yang bersifat umum maupun informasi yang bersifat ilmiah. Mahasiswa sebagai
bagian dari komunitas ilmiah sangat memerlukan fasilitas internet, karena hampir semua tugas dari setiap mata kuliah mengharuskan mahasiswa memanfaatkan internet untuk memperoleh data pendukung dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Sehingga penyediaan jasa warung internet ini merupakan peluang bisnis yang sangat bagus. Banyak lagi sebenarnya peluang bisnis yang menjanjikan potensi profit yang menguntungkan tetapi sering tidak ditangkap mahasiswa, karena rendahnya instink bisnis dan kemampuan entrepreneurship di kalangan mahasiswa. Hal ini harus mendapat penanganan ekstra di Unesa, terutama bagaimana mentrans-formasi secara bertahap iklim perkuliahan yang berorientasi pada knowledge based menuju perkuliahan yang berorientasi pada entrepreneurship based. Dalam konteks membangkitkan kewirausahaan mahasiswa, syarat awal yang harus diupayakan adalah (1) memiliki keterampilan pada bidang usaha yang akan digeluti, yang dapat diperoleh dengan mengikuti kuliah sebagai mata kuliah pilihan, dan (2) menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan dengan mencanangkan program kewirausahaan seperti PKMK, PMW dan IbK. Iklim kondusif yang dicanangkan Dikti dalam membangun kewirausahaan mahasiswa melalui program PKMK telah disambut dengan antusias oleh mahasiswa Unesa. Jumlah mahasiswa yang memenangkan PKMK 2 tahun terakhir berjumlah 177 orang, non PKMK 363 orang. Dosen yang berhasil memenangkan IbIKK ada 3 orang, yakni Tahun 2014 satu orang dan tahun 2015 dua orang. Untuk IbIKK tahun 2014 bergerak di bidang pengujian perfoma mesin, dan IbIKK tahun 2015 bergerak di bidang kosmetik dan makanan diet. Program IbIKK tahun 2014 ini cukup mendapatkan perhatian luas di masyarakat terutama para penggemar motor balap. Pada saat-saat tertentu terutama saat musim lomba motor balap, pengguna jasa terpaksa harus antri berjam-jam bahkan sampai nginap kalau ingin menggunakan jasa tersebut karena masih jarang yang membuka usaha tersebut. Untuk IbIKK tahun 2015 sampai dengan proposal ini dibuat masih dalam proses persiapan untuk pelaksanaan. Mahasiswa yang merintis usaha baru sampai tahun 2014 tercatat 63 orang. Jenis produk/komoditas usaha yang sudah dihasilkan atau dijual oleh tenant adalah: (1) Jasa service sepeda motor/mobil, (2) Jasa service AC, (3) Jasa Service printer, (4) Foto Copy, (5) Jasa sewa kostum/pakaian seragam untuk pentas seni, (6) Jasa jahit pakaian (penjahit), (7) Jasa laundry, dan (8) Penjualan berbagai produk kuliner seperti makanan dan minuman, dan lain-lain. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh tim pengajar kewirausahaan Unesa, yang tidak lain anggotanya juga tim pengusul program IbK ini, belum berhasilnya Unesa dalam menumbuhkankembangkan calon-calon wirausaha baru melalui kuliah Kewirausahaan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
26
1. 2.
3. 4. 5. 6.
Belum utuhnya pemahaman lulusan terhadap konsep bisnis dan kiat-kiat berwirausaha. Dalam perkuliahan kewirausahaan belum dapat menghadirkan figure (praktisi usaha) yang dapat menjadi motivator untuk membangkitkan jiwa wirausaha mahasiswa, Minimnya praktek wirausaha, Belum adanya kewajiban magang kewirausahaan, Belum adanya bantuan modal usaha, dan Belum diterapkannya motode pembelajaran kewirausahaan yang tepat dan mampu mendorong/ memotivasi mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam menumbuh kembangkan jiwa wirausaha.
Dari analisis situasi dan kondisi kewirausahaan di Unesa sebagaimana disajikan di atas dapat disimpulkan bahwa di lingkungan Unesa masih banyak potensi dan peluang usaha yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk menumbuhkembangkan calon wirausaha baru bagi alumni Unesa, sementara itu Unesa belum optimal dalam menciptakan wirausahawirausaha baru dari kalangan mahasiswa berbasis IPTEKS, dan diperlukan sesegera mungkin metode/model pelatihan yang tepat untuk menumbuh kembangkan calon-calon wirausaha baru dari mahasiswa/alumni Unesa. Oleh karena itu program IbK ini program solutif yang sangat tepat yaitu dengan menyelenggarakan mata kuliah “Kewirausahaan++”. Tidak seperti mata kuliah Kewirausahaan yang selama ini dilaksanakan. Mata kuliah Kewirausahaan ++ ini dikemas sedemikian rupa mulai dari sosialisasi, strategi rekrutmen peserta, tempat kuliah, perangkat perkuliahan (seperti: Silabus Diktat kuliah kewirausahaan, panduan magang/ diklat kewirausahaan, model entrepreneurship capacity building, nara sumber sebagai motivator (praktisi), tempat magang, sampai instrument penilaian hasil perkuliahan, sehingga mampu mereduksi/ menghilangkan kelemahan-kelemahan yang selama ini ada, dan mampu mendorong/ memotivasi mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam menumbuh kembangkan jiwa wirausaha. 2. METODE PELAKSANAAN 2.1. Pola Rekrutment Tenant peserta IbK Rekrutment tenant peserta program Kewirausahaan ++ di bawah unit layanan IbK dilakukan melalui seleksi dengan metode test ujian masuk mata kuliah Kewirausahaan ++, dan dilakukan melalui tahapan seperti berikut: a) Melakukan sosialisasi kepada Rektorat, para Dekan, ketua-ketua jurusan dan mahasiswa tentang program kewirausahaan++ di Unesa b) Penawaran Kewirausahaan ++ dengan bobot 2 SKS, kepada mahasiswa Unesa pada semeter genap setiap tahun perkuliahan, c) Membuka pendaftaran bagi mahasiswa untuk memprogram Kewirausahaan ++ (entrepreneur) yang dicanangkan LPPM Unesa.
Mahasiswa yang dinyatakan lolos untuk mengikuti program KWU ++ adalah mahasiswa yang memperoleh nilai melebihi skor passing grade dari akumulasi nilai test kewirausahaan, tes kepribadian, bobot pengalaman kewirusahaan dan daya tampung. Kapasitas daya tampung maksimum 30 mahasiswa. Siklus rekrutment tenant dilakukan secara periodik setiap tahun. Tiga puluh mahasiswa PKMK/Mahasiswa non PKMK yang sudah berhasil lolos dari recruitment test berhak mengikuti program Kewirausahaan++, tetapi hanya 20 (dua puluh) mahasiswa dengan urutan ranking terbaik yang diperbolehkan melanjutkan untuk mengikuti program entrepreneurship capacity building, yaitu (1) diklat hibah kewirausahaan, (2) magang kewirausahaan, dan (3) Inkubator kewirausahaan. Dari 20 mahasiswa yang digodok dalam program pembentukan kapasitas wirausaha diharapkan dapat dihasilkan 5-10 mahasiswa wirausaha baru mandiri berbasis IPTEKS per tahun yang siap berkompetisi di masyarakat (bussines establishment). Sirkulasi peserta program Kewirausahaan ++ IbK Unesa seperti ditunjukkan pada gambar 1berikut:.
Gambar 1. Sirkulasi peserta program IbK 2.2. Metode dan Pendekatan Metode dan pendekatan yang digunakan dalam konteks pemberdayaan potensi entrepre-neurship mahasiswa ini menurut Arman (2001) yang paling tepat adalah menggunakan metode PALS (Participatory Action Learning System). Yaitu dengan melibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran aktif partisipan dalam program kewirausahaan++ (entrepreneurship) secara alamiah dengan segala pendekatan sehingga membentuk suatu sistem interaksi pembelajaran secara partisipatif, baik secara personal maupun komunal. Metode PALS menitikberatkan pada transformasi kegiatan-kegiatan yang telah ada untuk diusahakan dibawa pada perubahan-perubahan ke arah perbaikan kondisi entrepreneurship mahasiswa melalui (1) fase penyadaran kewirausahaan (awareness), (2) fase pengkapasitasan (capaciting) dan pendampingan (scaffolding) kewirausahaan (entrepreneurship capacity building), dan (3) fase pelembagaan (institutionalization) usaha baru sebagai wirausana baru. Metode pendekatan IbK dengan metode PALS secara digramatik ditunjukkan pada gambar 2 berikut ini.
27
Gambar 2. Metode Participatory Action Learning Systems (PALS) (1) Fase Penyadaran (awareness) Fase penyadaran kewirausahaan mahasiswa merupakan starting point dalam membangun kapabilitas wirausaha melalui recruitment test dan dilanjutkan dengan pelaksanaan perkuliahan kewirausahaan++ (entrepreneurship). Kuliah kewirausahaan++ (entrepreneurship) dilakukan selama 4 bulan, dan 16 kali tatap muka di kelas maupun di luar kelas melalui 3(tiga) tahapan kegiatan belajar mengajar (KBM). Ketiga tahapan ini dilakukan di kelas dan di luar kelas mengikuti skenario KBM yang ada di SAP (Silabus sementara terlampir). Pada tahapan pertama, mahasiswa diberikan bekal pengetahuan tentang (1) konsep-konsep dasar kewirausahaan, (2) motivasi dan leadership, prinsipprinsip dan hukum bisnis, (3) teori peluang dan kesempatan berusaha, serta dinamika kehidupan usaha sepanjang sejarah perekonomian lokal maupun global, (4) marketing, dan (5) bussines plan. Materi kuliah tahap pertama ini difokuskan pada aspek kognitif dan aspek afektif yang berlaku di dunia usaha, dengan segala dinamika dan perubahan sejarah kebudayaan dan aktivitas kehidupan usaha manusia dari jaman ke jaman. Para mahasiswa diharapkan bisa belajar dari sejarah, karena pada hakekatnya kewirausahaan adalah suatu model kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menjalankan bisnis diantara keseluruhan hidup manusia di muka bumi (Budiyono. 2004) Pada tahapan kedua, aktivitas belajar difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman terhadap realitas kehidupan bisnis dengan melalui pengkajian kasuskasus yang terjadi atau berlaku di dunia usaha. Kasuskasus itu menyangkut asperk manajerial, dan etika moral bisnis yang menjadi bahasan atau topik perbincangan umum dewasa ini. Pembelajaran ditekankan pada upaya pemahaman masalah dan alternatif-alternatif solusi yang bisa disumbangkan masyarakat wirausaha untuk ikut mewarnai kehidupan dunia pada skala lokal, regional, nasional, maupun skala global. Dengan membahas sejumlah kasus yang telah terjadi di lapangan itu, para peserta kuliah kewirausahaan++ diharapkan lebih bisa memahami seluk beluk dan dinamika kehidupan usaha dengan harapan agar timbul keinginan untuk menjadi wirausaha baru (Teddy Oswari. 2005) Pada tahap ketiga, mengadakan evaluasi proses perkuliahan (PBM) dan evaluasi hasil belajar
kewirausahaan++. Evaluasi PBM dimaksudkan sebagai upaya menemukan informasi-informasi balikan (feedback) tentang jalannya kegiatan perkuliahan kewirausahaan++ di kelas dan di luar kelas dengan harapan agar PBM periode perkuliahan berikutnya akan lebih efektif dan efisien. Adapun evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan belajar yang dituangkan dalam program sudah dapat dicapai. Kedua macam kegiatan evaluasi itu dilakukan mengikuti skenario KBM yang telah dirancang sebelumnya, dengan menggunakan instrumen-instrumen evaluasi yang secara akademik dapat dipertanggung jawabkan validitas isi dan reliabilitasnya. Sebelum ketiga tahapan perkuliahan kewirausahaan++ dijalankan, maka lebih dahulu akan dilakukan tes kemampuan awal (pretest) untuk mengetahui kondisi awal mahasiswa peserta kuliah kewirausahaan++. Disamping itu juga telah dilakukan wawancara untuk menjaring kesiapan mereka selama mengikuti kegiatan dan rencana tindakan selanjutnya setelah selesai mengikuti program ini. Pengalaman belajar kewirausahaan++ ini kemudian ditindak lanjuti dengan program diklat/magang/inwub sebagai jalan rintisan mejadi wirausaha baru menuju penyusunan Rancana Usaha (bussiness plan) untuk wilayah pedesaan, dan pengembangan wirausaha untuk wilayah perkotaan sampai pada penyelenggaraan usaha mandiri (bussines establisment) menjadi wirausaha baru. Hanya 20 (dua puluh) mahasiswa terbaik sesuai ranking hasil evaluasi kuliah kewirausahaan yang diperkenankan untuk mengikuti tahapan pengkapasitasan kewirausahaan. Proses pembelajaran program Kewirausahaan++ ini secara operasional telah dilaksanakan oleh LPPM Unesa, dengan skenario dari teori ke aplikasi. Artinya, kuliah diawali dengan penyajian seperangkat pengetahuan kewirausahaan, kemudian ditingkatkan ke pemahaman melalui tugas-tugas latihan pemecahan masalah aktual di bidang bisnis. Bekal pengetahuan dan pemahaman itu, selanjutnya diaplikasikan ke dalam kegiatan belajar penyusunan rencana usaha yang didasarkan pada referensi kenyataan praktek yang ada di lapangan. Staf pengajar yang ditugaskan lembaga untuk mengampu perkuliahan kewirausahaan++ ini adalah dosen yang memiliki capabilitas akademik di bidang kewirusahaan dan didampingi nara sumber sekaligus praktisi yang sanggup berbagi pengalaman sukses di bidang kewirausahaan yaitu Bagus Supomo dan Priyo Trijono. (2) Fase Pengkapasitasan (capaciting) dan Pendampingan (scaffolding) Kewirausahaan (entrepreneurship capacity building), Pengkapasitasan kewirausahaan mahasiswa ditumbuhkembangkan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (Diklat) intensif. Pesertanya yaitu pemrogram mata kuliah Kewirausahaan++ yang memperoleh nilai terbaik dengan ranking 1-20 dan
28
sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha bisnis atau sudah memulai usaha baru, akan diproyeksikan untuk mengikuti diklat pengka-pasitasan berwirausaha focusing pada penyusunan proposal rencana usaha (bussines plan) yang diharapkan dapat memenangkan program hibah kewirausahaan yang dicanangkan oleh (1) program Wirausaha Mahasiswa Bank Mandiri, (2) program entrepreneurship Ciputra University, (3) program mahasiswa wirausaha (Dikti), atau dari sumber pendanaan lembaga lain. Persyaratan dan mekanisme pelaksanaan program diklat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (a) Memperoleh nilai A dalam perkuliahan kewirausahaan++ dan sudah memulai usaha baru, (b) Bersedia mengikuti diklat wirausaha Bank mandiri, Ciputra, dan PM, selama 2 minggu, (c) Memiliki usulan bussines plan yang sudah memiliki produk, segmen pasar, visibilitas, akuntabilitas, dan prospektif ekonomis yang tinggi, (d) Memiliki track record yang memadai dalam menjalankan kegiatan kewirausahaan. (e) Tahapan diklat adalah sebagai berikut: (1) Penyampaian wawasan kewirausahaan (nara sumber nasional dan atau pakar wirausahan Unesa), (2) simulasi wirausaha, (3) group disccusion peluang usaha, (4) focusing group discussion penyusunan bisnis plan sesuai dengan panduan wirausaha dana penyandang, (5) penilaian, presentasi dan pembahasan bisnis plan dihadapan nara sumber/pakar/praktisi, (6) finalisasi usulan bussines plan, dan (7) kompetisi hibah kewirausahaan, (f) Mahasiswa yang berhasil mendapatkan/ memenangkan hibah kewirausahaan dapat langsung mencoba melaksanakan kegiatan usaha bisnis (bussines running) di bawah koordinasi, pendampingan, bimbingan konsultasi dan monev penyelenggara unit layanan IbK, dan (g) Mahasiswa yang tidak lolos dalam memenangkan hibah kewirausahaan, dapat mengikuti program magang kewirausahaan di UKM (eksternal)/perusahaan atau usaha bisnis di Unesa (Internal), atau ditampung dalam aktivitas usaha di Inkubator wirausaha Unesa. Pola pembimbingan dan pengawasan pada fase pengkapasitasan kewirausahaan ini dilakukan secara terpadu dengan melibatkan tim pelaksana IbK, bagian kemahasiswaan, dan nara sumber (dosen pengajar) dengan mengoptimalkan monev internal. Magang Kewirausahaan Magang kewirausahaan disediakan untuk mahasiswa yang menempati urutan skor nilai perkuliahan kewirausahaan pada urutan di bawah ranking 21-22, dan mahasiswa yang gagal memenangkan hibah program kewirausahaan. Persyaratan dan mekanisme pelaksanaan magang kewirausahaan yang telah diberlakukan adalah sebagai berikut. a) Telah lulus dalam perkuliahan kewirausahaan++ (entrepreneurship) minimal dengan nilai B b) Memilih tempat magang di UKM/Perusahan/ Industri Mitra yang sudah memiliki kerjasama
dengan Unesa, sesuai dengan bidang usaha yang ingin ditekuni. c) Mengikuti program pembekalan magang kewirausahaan, penerjunan ke lapangan, pelaporan dan ujian hasil magang secara penuh selama 1 bulan. d) Melaksanakan kegiatan magang sesuai dengan tuntutan akademis yang dipersyaratkan oleh tim magang IbK. e) Memberikan bimbingan kepada mahasiswa tenant selama magang. f) Menghasilkan laporan magang dan usulan rencana bisnis (bisnis plan) hasil refleksi dari pengalaman magang. Penilaian, presentasi dan pembahasan bisnis plan di hadapan nara sumber/ pakar/praktisi. Usulan bisnis plan mahasiswa yang memiliki kualifikasi tinggi, artinya memiliki produk barang/jasa usaha, segmen pasar, visibilitas, akuntabilitas, dan prospektif ekonomis yang tinggi dapat langsung mencoba melaksanakan kegiatan usaha bisnis (bussines running) dengan pinjaman modal dari IbK atau donator lainnya secara mandiri dibawah koordinasi, pendampingan, konsultasi dan monev penyelenggara program IbK. Pembiayaan usaha baru mahasiswa tenant, pada tahap start-up bussines dapat berasal dari (1) hibah PMW Dikti, (2) Community Service Responsibelity (CSR) Wirausaha Bank Mandiri, atau lembaga keuangan lainnya, dan (3) pinjaman modal lunak dari unit layanan IbK yang harus dilunasi dengan cara dicicil selama setahun, terhitung saat usaha bisnis dinyatakan berjalan. Unit layanan IbK akan mewajibkan setiap tenant yang sudah membuka usaha baru untuk melakukan pertemuan rutin setiap 2(dua) minggu untuk: a. mendiskusikan permasalahan usaha dan mengkaji pemberian bantuan teknologi bagi usaha baru yang sedang dikelola mahasiswa tenant Unesa, b. sharing pengalaman usaha, dan c. sosialisasi prospektif usaha, keuangan dan trendy pasar. Dalam operasi kegiatannya, unit layanan IbK (LPPM) secara internal berkolaborasi dengan bidang kemahasiswaan (PR-III bidang kemahasiswaan), khususnya dalam recruitment tenant dan Jurusan/laboratorium yang telah mengelola pendidikan dan pelatihan, bantuan teknologi, praktek kewirausahaan di masing-masing fakultas. Kolaborasi secara eksternal dilakukan dengan Industri usaha tempat mahasiswa magang. Secara ringkas metode pelaksanaan IbK Unesa disajikan seperti Gambar 3 berikut:
29
Gambar 3. Metode Pelaksanaan IbK di Unesa 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Tahap Persiapan (a) Sosialisasi Program IbK Sosialisasi program IbK telah dilakukan kepada Rektorat, Dekan dan ketua-ketua jurusan dan mahasiswa tentang program kewirausahaan di Universitas Negeri Surabaya di lingkungan Unesa. Selanjutnya penawaran mata kuliah pilihan kewirausahaan++ dengan bobot 2 SKS di bawah koordinasi Pembantu Rektor I bidang Akademik dengan pelaksana unit layanan IbK LPPM kepada mahasiswa Unesa pada semeter ganjil, (3) membuka pendaftaran bagi mahasiswa untuk mengikuti recruitment test sebagai langkah awal memprogram kuliah pilihan kewirausahaan++ (entrepreneur) yang dicanangkan LPPM Unesa. (b) Penyempurnaan dan penggandaan Instrumen kegiatan IbK Pada tahap ini dilakukan penyusunan dan penyempurnaan perangkat pembelajaran kewirausahaan IbK, meliputi: pembuatan test kepribadian, tes wirausaha, silabus, SAP, dan Diktat kewirausahaan. Penyusunan instrumen dilakukan oleh tim pelaksana IbK yang didampingi oleh tim pakar kewirausahaan di Unesa dan praktisi wirausaha. Hasil dari kegiatan ini adalah : (1) Silabus Mata Kuliah & SAP, (2) Diktat dan modul perkuliahan, dan paket simulasi, (3) pedoman observasi dan evaluasi, (4) panduan magang/diklat, (5) Model Rencana Bisnis (Bussines Plan), dan Makalah Kewirausahaan. (c) Recruitmen Tenant Proses seleksi calon peserta program kewirausahaan++ di Unesa (recruitment tenant) dilakukan secara bertahap dengan memberlakukan syarat-syarat yang telah dikemukakan sebelumnya. Jumlah pendaftar untuk program ini hampir dua kali lipat dari jumlah yang diterima, yakni 53 mahasiswa. Sementara sesuai program yang diambil hanya 30 mahasiswa. Berikut adalah salah satu gambar proses seleksi yang dilakukan untuk menjaring peserta program IbK:
(d) Penyiapan Perangkat/Panduan Wirausaha dan Infrastruktur Inkubator Unesa
Wirausaha
Sebelum pelaksanaan perkuliahan kewirausahaan++, diklat, dan magang, maka dilakukan penataan Inwub (Inkubator Wirausaha Baru) sebagai tempat penampungan tenant (mahasiswa dan alumni) yang belum mampu menyelenggarakan usaha bisnis secara mandiri. Untuk itu penyiapan perlengkapan, sarana/prasarana dan infrastruktur inkubator wirausaha Unesa sebagai center of entrepreneurship perlu dilengkapi secara bertahap sehingga mampu berfungsi sebagai (1) penyelenggaraan administrasi kewirausahaan, (2) unit bisnis umum untuk memasarkan kebutuhan mahasiswa dan produk PKMK, IbIKK, dan IbW Unesa, dan (3) mewadahi tenant dalam membuka in-wall bussines di bawah payung inkubator wirausaha Unesa. Gedung dan zone area yang disiapkan lembaga Unesa untuk unit layanan IbK Unesa adalah gedung Kocika Unesa Lantai 2. Pada pelaksanaan tahun I (2016), pengadaan infrastruktur Inwub IbK Unesa adalah (1) pengadaan 2 unit printer, (2) 1 unit komputer PC standard, (3) instalasi jaringan internet, (4) 1 unit LED, dan (4) pemasangan AC. Selain itu, pengadaan noninfrastruktur seperti pembelian komoditas yang akan dipajang pada outlet IbK untuk dipasarkan. 3.2. Tahap Pelaksanaan: Entrepreneurship Capacity Building (1) Kuliah Kewirausahaan++ Pelaksanaan kuliah kewirausahaan++ (entrepreneurship) dilakukan selama 2 bulan, pada semester genap, nama mata kuliah: Kewirausahaan, bobot 2 SKS, sebanyak 16 kali tatap muka di kelas maupun di luar kelas melalui 3(tiga) tahapan kegiatan belajar mengajar (KBM). Ketiga tahapan ini dilakukan di kelas dan di luar kelas mengikuti skenario KBM yang ada di SAP. Pada tahapan pertama, mahasiswa diberikan bekal pengetahuan tentang (1) konsepkonsep dasar kewirausahaan, (2) motivasi dan leadership, prinsip-prinsip dan hukum bisnis, (3) teori peluang dan kesempatan berusaha, serta dinamika kehidupan usaha sepanjang sejarah perekonomian lokal maupun global, (4) marketing, dan (5) bussines plan. Materi kuliah tahap pertama ini difokuskan pada aspek kognitif dan aspek afektif yang berlaku di dunia usaha, dengan segala dinamika dan perubahan sejarah kebudayaan dan aktivitas kehidupan usaha manusia dari jaman ke jaman. Para mahasiswa diharapkan bisa belajar dari sejarah, karena pada hakekatnya kewirausahaan adalah suatu model kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menjalankan bisnis diantara keseluruhan hidup manusia di muka bumi. Mahasiswa Unesa yang bisa mengikuti perkuliahan kewirausahaan++ dari program IbK sebanyak 30 orang. Pada tahap kedua, aktivitas belajar difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman terhadap realitas kehidupan bisnis dengan melalui pengkajian kasuskasus yang terjadi atau berlaku di dunia usaha. Kasuskasus itu menyangkut aspek operasional, manajerial, dan etika moral bisnis yang menjadi bahasan atau topic
30
perbincangan umum dewasa ini. Pembelajaran ditekankan pada upaya pemahaman masalah dan alternatif-alternatif solusi yang bisa disumbangkan masyarakat wirausaha untuk ikut mewarnai kehidupan dunia pada skala lokal, regional, nasional, maupun skala global. Dengan membahas sejumlah kasus yang telah terjadi di lapangan itu, para peserta kuliah kewirausahaan diharapkan lebih bisa memahami seluk beluk dan dinamika kehidupan usaha dengan harapan agar timbul keinginan untu menjadi wirausaha baru. Pada tahap ketiga, diadakan evaluasi proses perkuliahan (PBM) dan evaluasi hasil belajar kewirausahaan. Evaluasi PBM dimaksudkan sebagai upaya menemukan informasi-informasi balikan (feedback) tentang jalannya kegiatan perkuliahan kewirausahaan di kelas dan di luar kelas dengan harapan agar PBM periode perkuliahan berikutnya akan lebih efisien dan produktif. Adapun evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan belajar yang dituangkan dalam program sudah dapat dicapai. Kedua macam kegiatan evaluasi itu akan dilakukan mengikuti skenario KBM yang telah dirancang sebelumnya, dengan menggunakan instrumen-instrumen evaluasi yang secara akademik dapat dipertanggung jawabkan validitas isi dan reliabilitasnya. Sebelum ketiga tahapan perkuliahan kewirausahaan dijalankan, maka lebih dahulu akan dilakukan tes kemampuan awal (pretest) untuk mengetahui kondisi awal mahasiswa peserta kuliah kewirausahaan. Disamping itu juga akan dilakukan wawancara untuk menjaring kesiapan mereka selama mengikuti kegiatan dan rencana tindakan selanjutnya setelah selesai mengikuti program ini. Pengalaman belajar kewirausahaan ini diharapkan akan ditindak lanjuti dengan program diklat/magang/inwub sebagai jalan rintisan mejadi wirausaha baru menuju penyusunan Rancana Usaha (bussiness plan) untuk wilayah pedesaan, dan pengembangan wirausaha untuk wilayah perkotaan sampai pada penyelenggaraan usaha mandiri (bussines establisment) menjadi wirausaha baru. Hanya 20 (dua puluh) mahasiswa terbaik sesuai ranking hasil evaluasi kuliah kewirausahaan++ yang diperkenankan untuk mengikuti. Proses pembelajaran program KWU ini secara operasional dilaksanakan oleh LPM Unesaa, dengan skenario dari teori ke aplikasi. Artinya, kuliah diawali dengan penyajian seperangkat pengetahuan kewirausahaan, kemudian ditingkatkan ke pemahaman melalui tugas-tugas latihan pemecahan masalah aktual di bidang bisnis. Bekal pengetahuan dan pemahaman itu, selanjutnya diaplikasikan ke dalam kegiatan belajar penyusunan rencana usaha yang didasarkan pada referensi kenyataan praktek yang ada di lapangan. Staf pengajar yang ditugaskan lembaga untuk mengampu perkuliahan kewirausahaan ini adalah dosen yang memiliki capabilitas akademik di bidang kewirusahaan.
(2) Pengkapasitasan Berwirausaha Mahasiswa yang memperoleh nilai terbaik dengan ranking 1-20 dalam perkuliahan Kewirausahaan++, dan sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha bisnis atau sudah memulai usaha baru, diikutkan dalam diklat pengkapasitasan berwirausaha focusing pada penyusunan proposal rencana usaha (bussines plan) yang aplikable. (3) Magang Kewirausahaan Magang kewirausahaan disediakan untuk mahasiswa yang menempati urutan skor nilai perkuliahan kewirausahaan++ pada urutan di bawah ranking 21-22, dan mahasiswa yang gagal memenangkan hibah program kewirausahaan++. Persyaratan dan mekanisme pelaksanaan magang kewirausahaan adalah sebagai berikut. Magang kewirausahaan diikuti oleh 6 orang, di AUTO 200 orang, di Butik 2 orang dan di Tata busana Unesa 2 orang. Berikut salah satu foto kegiatan magang kewirausahaan di Unit Usaha Tata Busana Unesa, dan Tata Boga Unesa. (4) Inkubator Wirausaha Unesa Inkubator kewirausahaan Unesa merupakan suatu aktivitas wirausaha yang diwujudkan IbK untuk mewadahi kegiatan kewirausahaan berorientasi profit di Unesa, sekaligus sebagai tempat untuk menyemai mahasiswa dengan kualifikasi kewirausahaan belum memadai untuk menjadi wirausaha baru yang profesional, mampu berkompetensi di komunitas bisnis di masyarakat secara mandiri. Untuk tahun pertama ini sesuai target telah disiapkan tempat INWUB yaitu di Kocika Unesa Lantai 2. Mahasiswa yang sudah memiliki produk usaha berupa barang atau jasa hasil dari program PKM/PKMK, dan dosen yang sudah memiliki produk usaha barang/jasa hasil program IbIKK/IbW dapat memanfaatkan ruang dalam Inkubator wirausaha Unesa untuk memasarkan produk-produknya, atau menyemai rencana bisnis yang telah disusun sebelumnya (in-wall bussines), namun belum mampu dikelola sendiri secara mandiri, baik karena kurang pemodalan, penguasaan ipteks, pangsa pasar, managemen usaha, maupun rendahnya kemampuan panetrasi pasar. 4. TAHAP BUSSINES-ESTABLISMENT DAN MONEV Mahasiswa peserta program kewirausahaan yang sudah memiliki substansi rencana usaha yang matang sudah memulai kegiatan usaha bisnis (bussines running) di luar Unesa secara mandiri (out-wall bussines), dibawah pengawasan tim pelaksana IbK. Kegiatan usaha dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, dengan keanggotaan maksimum 3 orang, sesuai dengan rumpun bidang usaha yang ditekuni.
31
2. Pembahasan IbK merupakan salah satu hibah yang dicanangkan Dikti untuk membangun kapasiswa kewirausahaan di Perguruan Tinggi sebagai bentuk respon antisipatif terhadap semakin tingginya angka pengganguran dan rendahnya lowongan kerja yang ada. Perguruan tinggi yang terpaku pada upaya pemberian pembekalan knowledge dan teknologi terbukti secara empirik telah menimbulkan kemampuan penetrasi usaha bagi lulusan perguruan tinggi. Kuliah akedemik berbasis SKS telah membelenggu mahasiswa pada dunia ideal kehidupan yang hanya membentuk ego dan kesombongan ipteks saja. Melalui pelaksanaan hibah IbK, yang fokus sasarannya adalah mencetak wirausaha baru dengan beragam variasi komoditas usaha, telah meletak dasar bagi pengembangan atmosfir kewirausahaan di Unesa. Pada tahun pertama pelaksanaan Ibk (tahun 2016), jumlah total mahasiswa yang sudah layak dilabel sebagai wirausaha baru sebanyak 15 tenant mahasiswa. Dalam perjalanan usahanya, tenant IbK juga diberi bantuan ipteks untuk meningkatkan daya saing komoditas tenant. Teknologi yang diimplementasikan dalam produk tenant 5. SIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan paparan di atas maka terkait dengan pelaksanaan Ipteks bagi Kewirausahaan (IbK) di Unesa dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. IbK Unesa telah berhasil membidani lahirnya 6 orang mahasiswa Unesa sebagai wirausaha baru yang menjalankan bisnis dalam berbagai spektrum kegiatan bisnis, seperti bidang kuliner, usaha butik, percetakan, komputer, dan lain-lain,. 2. Terwujudnya inkubator wirausaha IbK Unesa sebagai centre of entrepreneurship dalam pengembangan budaya kewirausahaan di Unesa, dan 3. Terwujudnya sistem entrepreneurship capacity building bagi mahasiswa Unesa dalam IbK dibawah payung LPM Unesa dan Mitra Usaha. 2. Saran-saran
5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Noer & Mokhammad Suef, (2001). Membangun Spirit Entrepreneur Muda Indonesia: Suatu Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Pt.Elex Komputindo. Kelompok Gramedia Jakarta. [2]. Budiyono, H.Susanto Dan M. Djaeni, (2004). Kuliah Kewirausahaan: PengelolaanUsaha Kecil Menengah. Makalah. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro [3]. Teddy Oswari, (2005). Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) Menjadi Mahasiswa Pengusaha (Entrpreneur Students) Sebagai Modal untuk Menjadi Pengusaha Baru. Makalah. Universitas Gunadharma. [4]. Ciputra, (2009). Ciputra Quantum Leap: Entrepreneurship, Mengubah Masa Depan Bangsa dan Masa Depan Anda. Universitas Ciputra. Entrepreneurship Centre. [5]. Nasution Nasution, AH, , AH, Noer Noer, BA, , BA, Suef Suef, M, (2006). Entrepreneurship: membangun membangun spririt spririt eknopreneurship. Penerbit eknopreneurship.Penerbit Andi. Jogyakarta. [6]. Robert T. Kiyosaki, (2008). Increase Your Financial IQ: Kelola Uang Anda dengan Lebih Cerdas. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [7]. Robert T. Kiyosaki, (2007). The Cashflow Quadrant: Panduan Ayah Kaya Menuju Kebebasan Finansial. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [8]. Winarto, (2008). Membangun Kewirausahaan Sosial: “Meruntuhkan dan Menciptakan Sistem” cara Kreatif? Makalah. Yogyakarta.
IbK Unesa merupakan salah satu sektor akademik non-SKS yang dapat membangun kapasitas mahasiswa dalam berwirausaha yang dapat mentrasfomasi pondasi pengetahuan dan teknologi yang sudah terbentuk secara akademik dalam kedirian mahasiwa menuju domain entrpreneurship yang sangat dibutuhkan sebagai pengejawantahan manusia sebagai mahluk ekomomikus dalam memasuki dunia nyata/kerja setelah mahasiswa menamatkan pendidikannya dari Unesa. Atas dasar itu, keberlanjutan program IbK harus dikawal secara sistemik, baik oleh tim pengusul IbK, LPPM Unesa, dan pihak donator swasta, sehingga ada siklus periodik yang sistemik dalam proses entrepreneurship capacity building bagi mahasiswa Unesa.
32
Penerapan Mesin Pres Sistem Pneumatik dan Perbaikan Manajemen untuk Meningkatkan Produktivitas UKM Sandal Kulit CCI Djoko Suwito1* dan Budihardjo Achmadi Hasyim2 1 2
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT-Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT-Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] *) Alamat Korespondesi: Email:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this IbM program is to solve the problems faced by small business groups slippers, namely Khoirul Anam and Mohammed Noah located at Wedoro, Waru, Sidoarjo. There are two aspects of the urgent issues that need to be look for a solution in order to increase productivity in small business groups slippers, namely (1) the problems in the aspects of production, and (2) the problems in the management aspect. Problems on the production aspect is the poor quality of leather sandals CCI adhesiveness strength between the upper and soles, because it is done manually. Problems in the management aspect is the condition of production management, employee management, and financial management are not well ordered. Methods to resolve the problems on the production, made through the application of mechanical pneumatic pressing machine electric motors and compressors. The application of a pressing machine system peneumatik is able to solve the problems of low quality and quantity of production gluing and provide benefits for MSEs slippers, namely (1) sealing process faster 6 times compared with the manual method, (2) power lighter, (3) production costs cheaper. While the problems in the management aspects resolved through training and mentoring, followed by monitoring and evaluation activities during IbM program underway. Results showed activity has occurred change for the better in the implementation of production management, employee management and financial management. Keywords: Low quality and quantity of gluing, pressing machines pneumatic, management, training and mentoring ABSTRAK Tujuan program IbM ini adalah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok pengusaha kecil sandal, yakni Khoirul Anam dan Muhamad Nuh yang beralamat di Wedoro, Waru, Sidoarjo. Terdapat dua aspek permasalahan urgen yang perlu segera dicarikan solusinya dalam upaya meningkatkan produktivitas pada kelompok pengusaha kecil sandal, yakni (1) permasalahan pada aspek produksi, dan (2) permasalahan pada aspek manajemen. Permasalahan pada aspek produksi adalah rendahnya kualitas kekuatan rekatan sandal kulit CCI antara upper dan sol, karena dikerjakan secara manual. Permasalahan pada aspek manajemen adalah kondisi manajemen produksi, manajemen karyawan, dan manajemen keuangan yang belum tertata dengan baik. Metode untuk menyelesaikan permasalahan pada aspek produksi, dilakukan melalui penerapan mesin pres pneumatik mekanik motor listrik dan kompresor. Penerapan mesin pres sistem peneumatik ini mampu menyelesaikan permasalahan rendahnya kualitas dan kuantitas produksi perekatan dan memberikan keuntungan bagi UMK sandal, yaitu (1) proses perekatan lebih cepat 6 kali dibandingkan dengan cara manual, (2) tenaga lebih ringan, (3) biaya produksi menjadi lebih murah. Sedangkan permasalahan pada aspek manajemen diselesaikan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan yang dilanjutkan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi selama program IbM berlangsung. Hasil kegiatan menunjukkan sudah terjadi perubahan yang lebih baik pada pelaksanaan manajemen produksi, manajemen karyawan dan manajemen keuangan. Kata kunci: Rendahnya kualitas dan kuantitas perekatan, mesin pres pneumatic, manajemen, pelatihan dan pendampingan 1. PENDAHULUAN Di desa Wedoro, kecamatan Waru, kabupaten Sidoarjo, propinsi Jawa Timur, terdapat kelompok indusatri kecil dan kerajinan sandal. Jumlahnya ± 125 industri kecil rumah tangga (home industry). Bahan baku untuk memproduksi sandal di Wedoro ini antara lain sepon, kulit imitasi atau CCI, karet, plastik, karton lapis sepon, lem, dan bahan asesoris lainnya. Namun sebagian besar dari kelompok pengusaha kecil sandal di Wedoro ini menggunakan bahan baku sepon, sehingga terkenal sebagai Sentra Industri Kecil dan
Kerajinan Sandal Sepon Wedoro. Tiap industri umumnya memiliki 2 hingga 7 orang tenaga kerja. Untuk membantu kelompok pengusaha kecil sandal dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya, tim pelaksana program IbM bermitra dengan dua pengusaha kecil sandal yang menggunakan bahan baku sepon dan bahan baku kulit imitas (CCI), yaitu: (1) Khoirul Anam, pengusaha kecil sandal sepon yang menggunakan bahan baku utama sepon, lem sintetik (PC atau FOX), karet, plastik, perlengkapan asesoris dan cat untuk sablon, dan (2) Muhammad Nuh, pengusaha kecil sandal kulit
33
yang menggunakan bahan baku kulit imitasi (CCI), kardus berlapis sepon, atas (upper), katokan, sol, lem sintetik (PC atau FOX), dan perlengkapan asesoris. Semua bahan baku yang dibutuhkan oleh kelompok pengusaha kecil sandal ini dapat dibeli di Surabaya.
Gambar 1. Seorang Pengrajin sedang mengoleskan lem pada komponen sandal yang akan direkatkan Produk yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin sandal sepon ini adalah sandal sepon dengan berbagai ukuran, baik sandal sepon untuk anak-anak maupun sandal sepon untuk orang dewasa, dan produk yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin sandal kulit, yang menjadi mitra program IbM ini 100% produknya adalah sandal wanita dewasa dengan berbagai ukuran. Kualitas produk dari UKM sandal ini secara umum belum bagus dan belum stabil. Kontrol kualitasnya juga belum dilakukan dengan baik. Kuantitas produksi sangat bervariasi, ada yang besar dan ada yang kecil. Tetapi karena pada umumnya peralatan yang dimiliki UKM ini masih sederhana dan konvensional maka secara umum pula kuantitas produksinya juga masih rendah. Peralatan produksi yang dimiliki UKM sandal ini umumnya masih sederhana (konvensional), sehingga sulit untuk memproduksi barang secara cepat, efektif dan efisien. Bahkan umumnya saat ini kondisi peralatannya cukup memprihatinkan. Banyak yang harus dilakukan pembaharuan alat dan mesin guna meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya. Seperti proses penyablonan, proses menghaluskan sisisisi keliling sandal spon, dan proses penekanan dalam merekatkan bagian atas sandal (upper) dengan sol. Kesederhanaan alat produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi dapat dilihat pada contoh alat yang digunakan pengusaha kecil sandal dalam menghaluskan sisi keliling sandal sepon dengan menggunkan mesin selep tanpa penghisap debu dan karyawan yang sedang merekatkan bagian atas sandal (upper) dengan sol yang dikerjakan secara manual dengan dipukul-pukul palu pada bagian keliling tepi sandal dan ditekan dengan menggeser-geser bagian muka palu pada bagian permukaan sandal seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Karyawan sedang merekatkan sandal upper dengan sol Dengan kondisi dan menggunakan peralatan produksi sebagaimana tersebut di atas, kualitas dan kuantitas produksi UKM sandal ini masih rendah. Rendahnya kualitas dan kuantitas produksi ini menjadi masalah bagi UKM dalam upaya mengembangkan usahanya, karena banyak permintaan pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetntukan oleh pihak konsumen, sehingga banyak konsumen yang tidak sabar menunggu dari waktu yang dijanjikan oleh pihak pengusaha dan memilih membatalkan pesanannya atau mengambil produk dari UKM yang lain. Hal ini merupakan permasalahan UKM mitra yang harus segera dicarikan solusinya, agar UKM yang menjadi mitra program IbM ini dapat mempertahankan dan mengembangkan usahanya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pengusaha dan karyawannya serta pertumbuhan perekonimian bagi warga masyarakat di sekitarnya. Selain kondisi produksi pada pengusaha kecil sandal ini belum mampu mencapai kualitas dan kuantitas produksi yang diinginkan, kondisi manajemennya juga belum tertata dan belum dikelola dengan baik. Kondisi manajemen pada kelompok pengusaha kecil sandal ini dapat dideskripsikan secara singkat sebagai berikut: Manajemen produksi. Untuk Kondisi manajemen produksi, belum tertata dan belum terkelolanya dengan baik pada UKM sandal ini, di antaranya adalah: - Bahan baku belum disiapkan dengan baik, - Lingkungan produksi tidak ditata dengan baik, semrawut, banyak limbah produksi yang berserakan dan terkesan kumuh. - Peralatan produksi kurang dirawat dengan baik, sehingga banya produk yang cacat dan rusak, yang mengakibatkan turunnya harga jual atau bahkan tidak laku dijual.
34
Manajemen tenaga kerja. Belum baiknya pelaksanaan manajemen tenaga kerja pada UKM sandal ini, di antaranya dapat dilihat dari : - Sikap dan cara kerja karyawan cenderung santai, - Disipilin dan motivasi kerja karyawan rendah, - Tanggung jawab terhadap tugas pekerjaannya kurang, dan - Kerjasama karyawan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya juga kurang - Belum adanya aturan ketengakerjaan di UKM sandal mitra. Manajemen keuangan. Kondisi manajemen keuangan pada UKM sandal ini belum dilaksanakan dengan baik, yakni: - Pembukuan keuangan dari kegiatan usaha belum dilakukan; - Uang modal usaha dan uang untuk kebutuhan pribadi (uang untuk kebutuhan keluarga sehari-hari) tidak dilakukan pembukuan dan pemisahan dengan baik, - Pengusaha tidak mempunyai kemampuan dalam mencari tambahan modal usaha ke pihak Bank. Manajemen pemasaran. Kondisi manajemen pemasaran pada UKM sandal ini, dapat dijelaskan sebagai berikut: - belum ada tenaga pemasaran yang khusus memasarkan produk sandal yang dihasilkan, - belum ada konter-konter untuk memajang dan memasarkan produknya, - belum dilakukannya dengan sungguhsungguh upaya perluasan pemasaran produk sandal yang dihasilkan. Walaupun manajemen pemasaran belum dilaksanakan dengan baik, namun pemasaran produk UKM sandal ini belum menjadi kendala dalam pemasaran produknya. Terbukti UKM sandal ini belum mampu memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Namun demikian, manajemen pemasaran pada UKM sandal ini harus tetap dilakukan pembenahan agar UKM ini dapat mengelola pemamasaran produknya dengan lebih baik, sehingga secara bertahap usahanya dapat berkembang menjadi lebih baik, lebih maju, lebih tangguh dan mandiri. Gambar 3 di bawah ini memperlihatkan kondisi salah satu UKM pengrajin sandal yang sedang melakukan kegiatan produksi. Gambar 3 menunjukkan kondisi lingkungan kerja yang semrawut (tidak tertata dengan rapi), tenaga kerja yang bekerja kurang optimal dan tidak tersedianya meja kerja untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja karyawan dan lain-lain. Kondisi tersebut memberikan petunjuk bahwa
manajemen produksi dan manajemen tenaga kerja belum dikelola yang baik.
Gambar 3. Kegiatan Produksi pada UKM sandal mitra Kelompok pengusaha kecil sandal yang menjadi mitra program IbM ini sangat berminat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi sandal miliknya, namun kendalanya mereka tidak mampu mengerjakan karena belum memiliki alat dan mesin produksi yang memadai. Kondisi manajemen UKM sandal yang belum dikelola dengan baik, juga berdampak pada rendahnya kualitas dan kuantitas produksi UKM sandal mitra. Dengan dilaksanakannya program IbM pada kelompok UKM sandal ini yang bertujuan untuk membantu menyelesaikan permasalahan pada aspek produksi dan permasalahan pada aspek manajemen UKM sandal mitra, diharapkan keinginan pengusaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya dapat terwujud, sehingga UKM sandal ini dapat berkembang semakin besar. Hal ini sangat penting karena eksistensi industri kecil sandal ini mempunyai dampak sosial yang langsung dapat dirasakan oleh pengusaha, karyawan dan warga masyarakat Wedoro dan sekitarnya. Permasalahan aspek produksi, yaitu rendahnya kualitas dan kuantitas produksi perekatan upper dan sol, karena peralatan yang digunakan proses penekanan untuk merekatkan apper dan sol untuk sandal kulit imitasi masih dilakukan dengan menggunakan landasan dan dengan cara dipukulpukul dan ditekan-tekan dengan palu. Dengan cara ini, kualitas rekatan yang dihasilkan kurang kuat dan tidak rata, sedangkan kuantitas produksinya sangat rendah karena prosesnya cukup lama. Kedua proses tersebut merupakan permasalahan prioritas pada aspek produksi yang harus segera diselesaikan.
35
Sedangkan permasalahan pada aspek manajemen, adalah belum dilaksanakannya manajemen usaha dengan baik oleh pengusaha UKM sandal mitra, dengan kata lain kondisi manajemen usaha UKM sandal mitra masih lemah. Kondisi manajemen UKM sandal mitra seperti ini harus segera dicarikan jalan keluarnya, karena kondisi manajemen seperti inilah yang menghambat kemajuan dan perkembangan UKM sandal mitra. Permasalahan pada aspek produksi dan aspek manajemen tersebut harus segera diselesaikan agar keberlangsungan hidup kelompok pengusaha kecil sandal tersebut dapat lestari, bahkan bisa berkembang menjadi lebih maju dan lebih besar, sehingga tenaga kerja yang ada tetap bisa bekerja dan bahkan dapat menyerap tenaga kerja baru yang lebih banyak. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka mau tidak mau harus segera dilakukan tindakan nyata guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok pengusaha kecil sandal tersebut melalui pelaksanaan program Ipteks bagi Masyarakat (IbM). 2. METODE PELAKSANAAN Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok pengusaha kecil sandal mitra ini bervariasi. Oleh karena itu, langkah awal untuk menyelesaikan permasalahan ini dilakukan survai ke UKM mitra untuk memperoleh data yang akurat tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kelompok UKM sandal mitra. Langkah selanjutnya data hasil surve dianalisis dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threats ), hingga dapat diperoleh permasalahan prioritas yang perlu segera dituntaskan terlebih dahulu agar pengusaha kecil sandal mitra tersebut dapat segera meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya serta mengembangkan usahanya. Kemudian langkah berikutnya menentukan strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Dari data hasil survey yang dikumpulkan oleh tim pengusul program IbM dan dilakukan analisis SWOT diketahui bahwa permasalahan utama yang perlu dan mendesak untuk dibantu penyelesaiannya adalah masalah rendahnya kualitas dan kuantitas produksi dan belum baiknya pelaksanaan manajemen usaha di UKM mitra. Permasalahan rendahnya kualitas dan kuantitas produksi disebabkan oleh peralatan produksi yang sudah tidak layak, tidak efektif dan tidak efisien, terutama alat yang digunakan untuk merekatkan upper dan sol dalam pembuatan sandal kulit. Setelah diketahui permasalahan rendahnya kualitas dan kuantitas produksi disebabkan oleh pengepresan untuk merekatkan upper dan sol dalam memproduksi sandal kulit, maka tim pelaksana program IbM melakukan rancang bangun mesin pres sandal system pneumatik mekanik motor listrik. Setelah mesin selesai dibuat dilakukan uji coba di Bengkel Jurusan Teknik Mesin UNESA sampai mesin yang dibuat benar-benar dapat bekerja secara
sempurna, efektif dan efisien. Setelah hasil uji coba sempurna, mesin dikirim kepada UKM mitra untuk dikenalkan dan diujicobakan secara langsung. Setelah uji coba di UKM mitra sempurna, maka kelompok pengusaha kecil sandal diberi kesempatan untuk mengoperasionalkan mesin tersebut dalam kegiatan produksi. Selanjutnya kepada pengusaha UKM mitra diberikan pelatihan tentang cara perawatan dan perbaikan mesin pres sandal kulit tersebut. Hal ini dimaksudkan jika terjadi kerusakan terhadap mesin tersebut, pengusaha kecil sandal mitra dapat melakukan perbaikan sendiri. Terlebih apabila kegiatan program IbM ini telah selesai pengusaha tidak perlu tergantung pada orang lain, tetapi cara merawat dan memperbaikinya dapat dilakukan secara mandiri, sehingga mesin yang telah diberikan memberikan manfaat yang besar dan awet. Sedangkan permasalahan dari aspek manajemen usaha UKM adalah belum tertata dan belum dikelolanya dengan baik, sehingga menghambat kemajuan dan perkembangan UMK mitra. Upaya penataan, pembenahan dan perbaikan manajemen usaha UKM mitra akan dilakukan pada manajemen produksi, manajemen tenaga kerja manajemen keuangan. Untuk mengetahui keberlanjutan pemanfaatan mesin-mesin tersebut dalam kegiatan proses produksi dan tertibnya pelaksanaan manajemen usaha UKM mitra dan untuk mengetahui peningkatan produktivitas kelompok UKM pengrajin sandal sepon mitra dilakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala selama kegiatan berlangsung. Kegiatan pemantauan dan evaluasi secara berkala dimaksudkan juga untuk mengetahui perubahan perilaku serta tumbuhnya kedewasan berpikir, berucap dan bertindak dalam lingkup social wirausaha serta memotivasi mereka untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya, disamping itu juga untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin terjadi, sehingga dapat segera diatasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Pelaksanaan program IbM ini bekerjasama dengan (1) Khoirul Anam, pengusaha kecil sandal sepon yang menggunakan bahan baku utama sepon, lem sintetik (PC atau FOX), karet, plastik, perlengkapan asesoris dan cat untuk sablon, dan (2) Muhammad Nuh, pengusaha kecil sandal kulit yang menggunakan bahan baku kulit imitasi (CCI), kardus berlapis sepon, atas (upper), katokan, sol, lem sintetik (PC atau FOX), dan perlengkapan asesoris yang keduanya beralamat di desa Wedoro, kecamatan Waru, kabupaten Sidoarjo, propinsi Jawa Timur. Hasil yang ditargetkan dari kegiatan Program IbM ini adalah: (a) 1 unit mesin pres sandal kulit CCI system pneumatik mekanik motor listrik; dan (b) tertatanya manajemen usaha di UKM mitra yang lebih baik sebagai hasil pelatihan dan pendampingan oleh tim pelaksana program IbM selama kegitan berlangsung. Mesin pres sandal system pneumatic
36
mekanik motor listrik yang dihasilkan dari pelaksanaan program IbM ini dapat dilihat pada Gambar 4.
adalah contoh penempatan sandal yang akan dilakukan pengepresan.
Gambar 5. Penempatan sandal yang dipres
Gambar 4. Mesin pres sandal system Pnematic
Hasil lain yang ditargetkan dari pelaksanaan program IbM ini adalah: (1) artikel ilimiah yang akan dimuat dalam jurnal sebagai upaya penyebarluasan hasil pelaksanaan program IbM kepada masyarakat luas; dan (2) laporan akhir pelaksaan program IbM sebagai bentuk pertanggungjawaban tim pelaksana program IbM kepada Direktur DRPM Kementerian Ristek Dikti yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada tim untuk melaksanakan program IbM. 3.2. Pembahasan Dalam sub bab pembahasan ini akan dijelaskan hasil kegiatan yang dilakukan pelaksana program IbM dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok pengusaha kecil pengrajin sandal kulit CCI, yakni: 1) penerapan mesin pres sandal system pnematik mekanik motor listrik dan kompresor, dan (2) perbaikan dan pembenahan manajemen UKM sandal kegiatan pelatihan dan pendampingan 3.2.1. Penerapan mesin pres sandal system pneumatik mekanik motor listrik dan kompresor Komponen mesin pres sandal system pneumatik mekanik motor listrik dan kompresor ini adalah kerangka mesin, satu unit kompresor mekanik motor listrik 1 PK, meja dudukan pres sepatu/sandal yang dilengkapi dengan membrane dari kulit untuk pengepres, 3 unit manometer pengukur tekanan, 2 unit komponen penahan sepatu/sandal, instalasi slang udara dan kran-kran udara. Dimensi mesin ini adalah panjang 950 mm, lebar 650 mm dan tinggi 1200 mm. Dengan menggunakan mesin ini, produksi perekatan upper dan sol sandal/sepatu 6 kali lebih cepat dibandingkan dengan proses produksi yang dilakukan oleh pengrajin sandal kulit CCI selama ini. Gambar 5
Prinsip kerja dari mesin pres sepatu semi otomatis system pneumatic ini adalah (1) hubungkan kabel motor listrik kompresor ke sumber tenaga listrik; (2) stop kontak di tekan pada posisi on; (3) motor listrik berputar untuk menggerakkan pompa kompresor; (4) tunggu beberapa saat sampai tekanan udara di dalam kompresor cukup tinggi; (5) letakkan sandal/sepatu di atas membrane kulit dan turunkan penahan sepatu; (6) buka kran udara untuk memberikan tekanan guna pengepresan sepatu selama ± 7 detik; (7) tutup kran udara dan ambil sepatu yang telah selesai dipres dari membrane, dan (8) lakukan lagi langkah kelima, keenam dan ketujuh untuk proses pengepresan berikunya. 3.2.2. Penataan dan Pembenahan Manajemen UKM Sandal Mitra Hasil kegiatan pembenahan aspek manajemen UKM mitra yang dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan sudah memberikan dampak perubahan yang lebih baik. Pembenahan pada manajemen produksi dampak perubahannya dapat dilihat dari kondisi lingkungan produksi yang selama ini terlihat kotor dan kumuh sudah diatur menjadi lebih bersih dan rapi, pecatatan urutan pekerjaan yang tertib berdasarkan urutan pemesanan dan penyiapan bahan baku sudah mulai dilakukan walaupun dengan jumlah yang belum maksimal tetapi dapat digunakan sebagai modal awal untuk memulai mengerjakan pemesanan dari konsumen. Untuk manajemen tenaga kerja, juga sudah menunjukan adanya perubahan yang lebih baik, yakni tenaga kerja yang selama ini cenderung malas dan kurang disiplin, melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan sudah mulai ada perubahan yang signifikan, yakni adanya peningkatan disiplin karyawan, datang, istirahat, dan pulang tepat waktu, lebih tekun bekerja dan bertanggung jawab. Sedangkan perbaikan manajemen keuangan dilakukan, terutama yang dilakukan oleh tim pelaksana program IbM adalah melakukan pelatihan dan pendampingan dalam mengelola keuangan yang
37
baik dan tertib melalui penerapan pembukuan pada buku kas sederhana yang mudah dipahami dan mudah dilaksanakan, karena pada umumnya UKM tidak melakukan pencatatan arus keuangan sehingga tidak tahu persis berapa besarnya modal usaha dan keuntungan yang diperoleh. Setelah dilakukan kegiatan diskusi melalui pendampingan akhirnya pengusaha bisa memahami dan mengerti pentingnya memisahkan antara uang untuk kebutuhan keluarga dan uang yang digunakan untuk modal usaha melalui pencatatan yang tertib dengan menggunakan bukas sederhana. Hasilnya pendampingan pengusaha sekarang sudah memulai tertib melakukan pembukuan arus keuangan usaha dengan buku kas sederhana dan dipisahkannya keuangan untuk usaha dengan uang untuk kebutuhan keluarga yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh pengusaha sandal/sepatu ini. 4. KESIMPULAN Pelaksanaan program IbM ini berjalan dengan baik. Permasalahan aspek produksi terkait dengan rendahnya kualitas dan kuantitas produksi perekatan antara upper dan sol untuk produk sandal/sepatu, sudah dapat diselesaikan dengan baik melaui penerapan mesin pres sandal/sepatu. Peningkatan pada aspek kualitas dapat dilihat dari hasil pengepresan sandal/sepatu yang lebih kuat dan lebih merata, dan peningkatan pada aspek kuantitas dapat dilihat dari peningkatan jumlah produksi perekatan dari 40 pasang sandal/sepatu dalam satu jam menjadi 240 pasang sandal atau sepatu per jam. Sedangkan pembenahan pada aspek manajemen sudah menunjukkan adanya hasil nyata yang lebih baik. Perbaikan manajemen produksi ditunjukkan adanya pengelolaan lingkungan produksi yang lebih bersih dan rapi, penataan urutan proses produksi berdasarkan urutan pemesanan, dan penyiapan bahan baku sudah disiapkan dengan cukup baik. Peningkatan manajemen tenaga kerja dapat dilihat dari peningkatan disiplin karyawan, datang, istirahat, dan pulang tepat waktu, lebih tekun bekerja dan bertanggung jawab. Perbaikan manajemen keuangan dilakukannya pembukuan arus keuangan usaha dengan buku kas sederhana dan dipisahkannya keuangan untuk usaha dengan uangan untuk kebutuhan keluarga yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh pengusaha sandal/sepatu ini.
DAFTAR PUSTAKA [1].
Kemendikbud, (2016). Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi X. Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Ditjen Dikti.
[2]. Maslov, D., Danilevsky and Sasav, V., (tanpa tahun). Engineering Manufacturing Processes. Peace Publishers Moscows. [3]. Sumanto. (1994). Pengetahuan Bahan (untuk Mesin dan Listrik). Yogyakarta Andi Offset. [4]. Stefford, John dan Guy Mc. Murdo. (1983). Teknologi Kerja Logam. Diterj. Abdul Rahman. Jakarta: Erlangga. [5]. Tjandra Wirawan, Ece Sudirman, (1992). Petunjuk kerja pelat dan tempa. Cet. 1. Jakarta: Depdikbud. [6]. Wiryosumarto, Harsono, (1999). Teknologi Pengelasan Pengelasan Logam.Jakarta: Pradnya Paramita. [7]. Sumanto, (1994). Pengetahuan Bahan (untuk Mesin dan Listrik). Yogyakarta Andi Offset. [8]. Stefford, John dan Guy Mc. Murdo, (1983). Teknologi Kerja Logam. Diterj. Abdul Rahman. Jakarta: Erlangga. [10]. Tjandra Wirawan, Ece Sudirman, (1992). Petunjuk kerja pelat dan tempa. Cet. 1. Jakarta: Depdikbud. [11]. Wiryosumarto, Harsono, (1999). Teknologi Pengelasan Logam.Jakarta: Pradnya Paramita.
38
Alat Pencampur Adonan dan Pembuat Pelet Pakan Ternak untuk Meningkatkan Produktifitas dan Kualitas Telur Asin Euis Ismayati 1*), Ananda Perwira Bakti 2 1
Jurusan Teknik Elektro, Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] 2 Jurusan Penkesrek, Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] *)Alamat korespondensi: E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Micro enterprise which is engaged in the field of food is very important to maintain food security and public health. Business micro processed salted egg variety belonging to Mr. Musholin and Mr. Khoiron located in Sidoarjo. Salted egg products can not meet the market demand because the dough Mixer tools and animal feed pellets do not yet exist, so the dough unevenly mixed animal feed and time is old and stale easy fodder and smell. Management as well as marketing and finance company that is not optimal. The results of the situation analysis problems faced by micro enterprises Mr. Musholin and Mr. Khoiron needed a tool mixer dough maker and animal feed pellets so that later the hoped all salted egg products produced can result in productivity and production quality that fits consumer demand. The results created a tool mixer dough fodder with specifications: capacity 100 Kg/min, dimension P 1500 mm, L 1000 mm, T 500 mm, iron plate, pulley and belt transmission system, electric motor 2 PK. While the pellet Maker tools with specs: capacity 10 Kg/min, dimensions P 1000 mm, L 500 mm, T 500 mm, iron plate, material transmission system reduser, pulley and belt, motor gasoline 1 PK. Keywords: business micro, mixing dough, and makers of pelet ABSTRAK Usaha mikro yang bergerak dalam bidang makanan sangat penting untuk mempertahankan ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat. Usaha mikro aneka olahan telur asin milik bapak Musholin dan bapak Khoiron yang berlokasi di Sidoarjo. Produk telur asin belum bisa memenuhi permintaan pasar karena alat pencampur adonan pakan ternak dan pembuat pelet belum ada, sehingga adonan pakan ternak tercampur tidak merata dan waktunya lama dan makanan ternak yang mudah basi dan bau. Serta manajemen pemasaran dan keuangan perusahaan yang belum optimal. Hasil analisa situasi masalah yang dihadapi oleh usaha mikro bapak Musholin dan bapak Khoiron diperlukan sebuah alat pencampur adonan pakan ternak dan pembuat pelet sehingga nantinya diharapkan semua produk telur asin yang dihasilkan dapat menghasilkan produktifitas dan kualitas produksi yang sesuai permintaan konsumen. Hasil yang dibuat alat pencampur adonan pakan ternak dengan spesifikasi: kapasitas 100 Kg/menit, dimensi P 1500 mm, L 1000 mm, T 500 mm, bahan plat besi, sistem transmisi pulley dan belt, motor listrik 2 PK. Sedangkan alat pembuat pelet dengan spesifikasi: kapasitas 10 Kg/menit, dimensi P 1000 mm, L 500 mm, T 500 mm, bahan plat besi, sistem transmisi reduser, pulley dan belt, motor bensin 1 PK. Kata Kunci : Usaha mikro, Pencampur adonan, dan Pembuat pelet
1. PENDAHULUAN Kota Sidoarjo adalah kota persinggahan pariwisata yang banyak dilalui wisatawan untuk melihat wisata lumpur lapindo. Sidoarjo juga banyak terdapat berbagai industri baik berskala kecil maupun berskala besar. Industri/pengrajin kecil yang banyak beroperasi di sepanjang jalan besar yang menghubungkan Surabaya dengan kota Malang, selain itu di kota ini amat beraneka ragam jenis dan macamnya industri kecil yang salah satunya industri telur asin. Salah satu industri telur asin adalah yang mempunyai penggemar di sebagian besar masyarakat di Sidoarjo, apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor membutuhkan waktu 40 menit dari kampus Unesa. Industri/ pengrajin kecil ini adalah produksi telur asin yang tepatnya berada di desa Kebonsari Sidoarjo. Adalah bapak Musholin dan bapak Khoiron
salah satu pengusaha kecil telur asin yang berpengalaman selama kurang lebih 10 tahun. Usaha yang dirintis bapak Musholin dari tahun ke tahun ini pada awalnya tidak mengalami permasalahan yang berarti, akan tetapi permasalahan itu timbul setelah permintaan pesanan yang diterima mengalami peningkatan dan menuntut penyelesaian dengan waktu yang relatif singkat dan kualitas hasil telur asin yang memenuhi standar permintaan pasar. Bapak Musholin seringkali mengalami kesulitan di dalam membuat makanan siap saji dan membuat takaran adonan makanan pakan ternak yang sesuai kebutuhan yang dapat menghindari makanan tersisa dan membusuk. Dengan meningkatnya permintaan pasar akan membuat proses pengasinan membutuhkan jumlah telur dalam jumlah banyak, hal inilah yang menyebabkan asupan makanan yang diberikan untuk bebek yang diternak harus siap sedia dalam waktu
39
yang cepat dan terhindar dari penyakit dikarenakan oleh mudah basi atau busuk. Para pengusaha kecil telur asin biasanya menggunakan adonan makanan yang tidak sesuai tekaran, sehingga menyebabkan makanan ternak tersisa banyak ataupun sebagian bebek ada yang tidak mendapat makanan karena habis. Permasalahan lainnya muncul apabila cuaca yang terjadi adalah musim penghujan yang berakibat pada bau sisa makanan di kandang bebek yang menjadi becek, serta wabah penyakit yang disebabkan oleh sisa makanan yang basah membuat bebek banyak yang sakit dan tidak jarang juga membuat para pengusaha kecil juga mengalami sakit. Dengan proses telur yang dihasilkan bebek lama dan proses pengasinan menjadi lebih lama dibandingkan dengan kondisi biasanya membuat para pelanggan mengeluh tentang telur asin yang dihasilkan, baik dari segi waktu sering terlambat ataupun dari segi kualitas masih kurang sesuai harapan yang ada di pasaran. Beberapa telur asin yang dihasilkan yang sering ditangani oleh bapak musholin adalah telur asin rebus, telur asin oven, dan telur asin asap. Selain itu bapak musholin mempunyai bebek kurang lebih 700 ekor, mereka juga menerima permintaan pesanan telur asin sesuai dari pemesanan konsumen dalam jumlah besar. Telur asin yang sudah jadi dikirim ke wilayah sidoarjo dan surabaya, selain itu juga melayani permintaan dari kalimantan. Industri kecil aneka jenis telur asin bapak musholin ini adalah industri keluarga yang menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitarnya. Tenaga kerja yang dimiliki industri kecil bapak musholin berjumlah 6 orang, yaitu:
memenuhi standar permintaan pasar. Maka bapak Khoiron seringkali mengalami kesulitan di dalam mempertahankan makanan ternak bebek agar tidak mudah basi dan bau yang berakibat pada hewan ternak bebek mengalami kematian. Selain itu pengusaha kecil bebek bapak Khoiron mengalami kesulitan di dalam mengkombinasi berbagai macam jenis makanan menjadi satu, agar dihasilkan jenis makanan bebek yang meningkatkan kualiatas hasil telur asin produksinya. Dengan meningkatnya permintaan pasar akan membuat bapak Khoiron berfikir bagaimana agar bahan baku makanan yang di order secara banyak dapat bertahan lama dan tidak mengalami kerusakan basi dan bau. Selain itu bahan baku dasar makanan ternak ini tidak bisa datang setiap hari, biasanya bahan baku ini dikirim satu minggu sekali. Permasalahan lainnya muncul apabila cuaca yang terjadi adalah musim penghujan yang berakibat pada proses kerusakan pada makanan yaitu basi dan bau akan semakin cepat dan bisa menimbulkan penyakit baik untuk pengusaha kecil telur asin ataupun masyarakat sekitar yang berada di daerah pengusaha kecil telur asin bapak Khoiron. Hal ini yang banyak menyebabkan para pelanggan mengeluh tentang kualitas telur asin yang dihasilkan masih kurang sesuai dari harapan yang ada di pasaran.
Tabel 1. Tenaga Kerja Industri Kecil Bapak Musholin No 1 2 3 4 5 6
Nama Musholin Endah Sri Wati Agus Siti
Jabatan Pimpinan Mencuci telur Merebus telur Menghaluskan batu bata Mengoven Membungkus
Pendidikan SMA SMA SMP SD SMP SMP
Tenaga terampil bagian pengovenan hanya 1 orang. Satu orang sebagai tenaga pencuci telur, satu orang sebagai tenaga merebus telur, satu orang sebagai tenaga menghaluskan batu bata, dan 1 orang sebagai tenaga serabutan untuk membungkus dan pengantar pesanan serta pimpinan yang merangkap sebagai pemasaran sekaligus melayani konsumen. Bapak Musholin juga bertugas sebagai pemantau kualitas produk telur asin yang dihasilkan supaya produk telur asin dapat dipasarkan dengan matang yang merata dan kondisinya bersih. Usaha yang dirintis bapak Khoiron juga tidak jauh berbeda dengan bapak Musholin, dari tahun ke tahun ini pada awalnya tidak mengalami permasalahan yang berarti, akan tetapi permasalahan itu timbul setelah permintaan pesanan yang diterima mengalami peningkatan dan menuntut penyelesaian dengan waktu yang relatif singkat dan kualitas hasil telur asin yang
Gambar 1. Makanan ternak bebek (kepala udang)
Gambar 2. Proses pemberian makan ternak bebek Peralatan yang selama ini dipakai oleh bapak Khoiron masih sederhana dan cenderung memakai peralatan yang sederhana. Selain itu peralatan yang ada yaitu dua set alat perebus telur memakai kayu yang masih sederhana, 2 buah open, 2 buah magic com, 1 buah timbangan, 1 buah alat pembuat merk, dan
40
peralatan pendukungnya seperti steples, panci, lengser, dandang, kukusan. Beberapa telur asin yang dihasilkan yang sering ditangani oleh bapak bapak Khoiron adalah telur asin rebus, telur asin oven, dan telur asin asap. Selain itu bapak khoiron mempunyai bebek kurang 600 ekor, mereka juga menerima permintaan pesanan telur asin sesuai dari pemesanan konsumen dalam jumlah besar. Telur asin yang sudah jadi dikirim ke wilayah sidoarjo, surabaya, dan gresik selain itu juga melayani permintaan dari kalimantan. Industri kecil aneka jenis telur asin bapak khoiron ini adalah industri keluarga yang menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitarnya. Tenaga kerja yang dimiliki industri kecil bapak khoiron berjumlah 5 orang, yaitu: Tabel 2. Tenaga Kerja Industri Kecil Bapak Khoiron No 1 2 3 4 5
Nama Khoiron Ayuk Santi Jumatun Wawan
Jabatan Pimpinan Mencuci telur Merebus telur Mengoven Memberi makan
Pendidikan SMA SMK SMP SD SMP
Tenaga terampil bagian pengovenan hanya 1 orang. Satu orang sebagai tenaga pencuci telur, satu orang sebagai tenaga merebus telur, 1 orang bertugas untuk memberi makanan ternak bebek, dan 1 orang sebagai tenaga serabutan untuk pengantar pesanan dan pimpinan yang merangkap sebagai pemasaran sekaligus melayani konsumen. Bapak Khoiron juga bertugas sebagai pemantau kualitas produk telur asin yang dihasilkan supaya produk telur asin dapat dipasarkan dengan matang yang merata dan kondisinya bersih. Peternakan bebek untuk telur asin adalah seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Peternakan bebek di pekarangan rumah
Gambar 4. Proses pengasinan telur asin 2. METODE Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pengusaha kecil telur asin bapak Musholin dan Khoiron, maka diperlukan suatu alat pencampur adonan dan pembuat pelet pakan ternak yang mampu meningkatkan produktifitas dan kualitas dari telur asin yang dihasilkan. Adapun pembuatan alat ini dilakukan dalam beberapa tahapan, meliputi: 1. Tahap persiapan dan perancangan alat, meliputi: a. Survey kebutuhan peralatan dilokasi. b. Membuat desain detail alat pencampur adonan dan pembuat pelet. c. Menyiapkan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan mesin. 2. Tahap pembuatan alat pencampur adonan dan pembuat pelet., meliputi: a. Pemilihan dan pembuatan pulley, belt, sudusudu pencampur adonan. b. Pembuatan pulley, belt, dan corong pembuat pelet. c. Pembuatan kerangka alat pencampur adonan dan pembuat pelet. d. Merangkai dan menyeting mesin untuk proses ujicoba produksi. 3. Tahap ujicoba peralatan pencampur adonan dan pembuat pelet, meliputi: a. Uji coba mesin di bengkel. b. Uji coba mesin di lapangan. c. Penyempurnaan mesin. 4. Tahap serah terima mesin, meliputi: a. Serah terima mesin. b. Pelatihan pengoperasian. c. Pelatihan perawatan mesin. Kegiatan pada pelaksanaan Ipteks bagi masyarakat adalah, analisa permasalahan yang dihadapi mitra, menentukan masalah yang harus diatasi, memberikan solusi pemecahan masalah, mendesain gambar alat pencampur adonan pakan ternak dan pembuat pelet, mengkonsultasikan gambar desain ke mitra IbM, membuat alat pencampur adonan pakan ternak dan pembuat pelet, menyerahkan alat pencampur adonan pakan ternak dan pembuat pelet, menunjukkan cara operasional alat dan cara perawatan alat pencampur adonan pakan ternak dan pembuat pelet ke mitra IbM.
41
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Pembuatan alat pencampur adonan dan pembuat pelet pakan ternak untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pengusaha kecil aneka jenis olahan telur asin dikerjakan di bengkel rumahan di daerah sidoarjo. Pemakaian alat pencampur adonan yang terdiri wadah adonan yang terbuat dari bahan stainless stell dengan kapasitas 100 Kg/ menit, adonan diputar secara merata dengan bantuan sudu-sudu pencampur kurang lebih 30 menit sampai 60 menit. Proses perputaran sudu-sudu tersebut digerakkan oleh motor listrik 2 PK yang dapat mencampur adonan dengan maksimal. Setelah itu wadah adonan dapat dimiringkan untuk menuang adonan yang sudah selesai ke wadah makanan yang disiapkan untuk diproses ke tahap selanjutnya. Spesifikasi dan gambar alat pencampur adonan adalah sebagai berikut: Kapasitas Dimension Total Sistem transmisi Material body Mesin
: : : : :
100 Kg/menit 1500 mm, 1000 mm, 500 mm Pulley dan belt Plat besi Motor listrik 1 PK
Gambar 5. Alat pencampur adonan Alat pembuat pelet pakan ternak digerakkan oleh motor bensin 1 PK yang digunakan untuk menggerakkan belt dengan kecepatan konstan yang menghubungkan pulley pada motor bensin dengan pulley yang berada pada gearbox (reduser). Gearbox itulah yan nantinya akan menngerakkan poros alat penghancur dan pembuat pelet pakan ternak Dengan menggunakan alat ini pengusaha kecil aneka jenis olahan telur asin tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasionalkan dan dalam perawatannya, sehingga alat ini dirasa amat bermanfaat bagi pengusaha kecil aneka jenis olahan telur asin. Alat pembuat pelet pakan ternak adalah seperti gambar 6 dibawah ini. Kapasitas : 10 Kg/menit Dimensi Total : P 1000 mm, L 500 mm, T 500 mm Sistem transmisi : Reduser, Pulley dan belt Material body : Plat Mesin : Motor Bensin 1 PK
Gambar 6. Alat Pembuat pelet pakan ternak 3.2. Pembahasan Secara umum diketahui bahwa kualitas alat pencampur adonan dan pembuat pelet pakan ternak lebih baik dibandingkan dengan sebelum menggunakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi yang menjadi lebih singkat dan cepat, selain itu juga dari kualitas produk pakan trnak yang dihasilkan bisa tercampur secara merata. Dengan hasil tersebut menandakan bahwa dengan teknologi baru terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas. Dengan alat pencampur adonan dapat menghasilkan campuran adonan 100 Kg/ menit secara merata. Hal ini meningkat drastis dari jumlah sebelumnya yaitu 100 Kg dilakukan dalam waktu 2,5 jam dalam setiap produksinya. Selain itu dengan adanya alat pembuat pelet pakan ternak dapat mengasilkan 10Kg/menit, dan juga tidak perlu kesulitan dan kuatir lagi kalau pakan ternak yang diberikan terlalu banyak sehingga menyebabkan tersisa dan menjadi basi serta bau. Dengan makanan ternak yang tersisa akan menyebabkan bebek menjadi mudah terserang penyakit dan mati. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi yang menjadi lebih singkat dan cepat, selain itu juga pakan ternak dalam kondisi kering dan tidak berbau. Dari sisi kemampuan dan ketangguhan, alat ini dapat dioperasikan secara non-stop dan biaya operasionalnya rendah. Dari segi waktu akan menjadi lebih singkat dikarenakan proses produksi menjadi lebih singkat, sehingga biaya operasional untuk alat pencampur adonan dan pembuat pelet pakan ternak menjadi lebih sedikit/pendek. Adanya keunggulan pada mesin tersebut dapat menambah wawasan teknologi ke arah yang lebih maju, yaitu para pengusaha kecil telur asin akan berusaha untuk mempelajari bagaimana kegunaannya, bagaimana pemakaian mesin tersebut, dan memperbaiki kalau terjadi kerusakan, hal ini dilakukan supaya tidak kalah bersaing secara sehat dalam hal kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Adapun perubahan yang terjadi pada masing-masing UKM dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
42
4. DAFTAR PUSTAKA [1]. Bianchi, Bustraan, (1978). Pompa dan Kompresor. Pradnya Pramita. Jakarta. [2]. Harsono W, Toshie Okumura, (1981). Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya Paramita. Jakarta. [3]. Tata Surdia, Shinroku Saito, (1985). Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita. Jakarta. [4]. Teknologi Mekanik.Jurusan Teknik Mesin – ITS
43
44
Krisis Hak Asasi Pengungsi: “Penguatan Program Pemberdayaan di Negara Transit, Studi Kasus Kota Makassar” Finahliyah Hasan1 1 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Bosowa Makassar. *)Alamat korespondensi: Email:
[email protected]
ABSTRACT Global humanitarian crisis give impact on the size of the current wave of refugees from one country to another. In Indonesia which is a transit country, the rights of refuges such as the right to get a job, to get education and health service become very limited .The lack of refugee activity, is potentially causing unrest, disturbing social life and affecting the political stability of a country. Some agencies such as IOM, Immigration and Social Service have a program for refugee which its implementation is uneven and not optimal due to the lack of human resources. This shortage is also due to the difficulty of access in cooperating with related agencies. Based on those reason, we need to strengthen empowerment programs for refugees which involve other parties so that their basic right can be fulfilled. An evenly and maximal Empowerment can reduce the potential of social problems, especially in the environment where refugees live. This Study used a participatory method, observation and literature review, in which the technique of collecting data is done through interviews in several refugee locations that still untouched from empowerment programs. The writer also implemented several empowerment programs in the locations where researchers conducted observations. Key Words: Refugee Right, Empowerment Program, Transit Country, Humanitarian Crisis, Refugee Wave ABSTRAK Krisis kemanusiaan global berdampak pada besarnya arus gelombang pengungsi dari satu negara ke negara lain. Di negara tujuan mereka, pengungsi menjadi aktor yang sering menimbulkan permasalahan. Tak terkecuali di Indonesia yang merupakan negara persinggahan bagi pengungsi sebelum ke negara tujuan mereka. Karena status Indonesia hanya sebagai negara transit, hak pengungsi seperti hak untuk bekerja, mendapatkan pendidikan dan kesehatan menjadi sangat terbatas bahkan tidak diperbolehkan untuk bekerja. Minimnya aktifitas pengungsi, sangat berpotensi menimbulkan keresahan, mengganggu kehidupan sosial dan mempengaruhi stabilitas politik suatu negara. Beberapa instansi seperti IOM, Imigrasi dan Dinas Sosial memiliki program kegiatan yang pelaksanaanya tidak merata dan tidak maksimal dikarenakan kurangnya sumber daya manusia. Kekurangan ini juga disebabkan sulitnya akses untuk melakukan kerjasama dengan instansi terkait. Untuk itu perlu penguatan program pemberdayaan bagi pengungsi yang melibatkan pihak lain agar hak mendapatkan pendidikan dan bekal mendapatkan pekerjaaan dapat terpenuhi. Kegiatan pemberdayaan yang merata dan maksimal dapat mengurangi potensi timbulnya masalah sosial khususnya dilingkungan tempat tinggal pengungsi. Penelitian ini, penulis menggunakan participatory method, dimana teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara di beberapa lokasi pengungsi yang tidak tersentuh program pemberdayaan. Penelitian ini juga dilakukan dengan observasi dan studi pustaka. Penulis juga kemudian menerapkan beberapa program pemberdayaan di lokasi tempat peneliti melakukan observasi. Kata Kunci: Hak Pengungsi, Program Pemberdayaan, Negara Transit, Krisis Kemanusiaan, Gelombang Pengungsi PENDAHULUAN Kepala Divisi Imigrasi, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Makassar, M.Yunus Djunaid, mengatakan bahwa terdapat kurang lebih 20.000 migran ilegal di Indonesia, dimana 20% dari total migran ilegal berada di Kota Makassar. Berdasarkan data dari Kantor Imigrasi Kota Makassar, 2.006 orang migran ilegal yang saat ini berdiam di kota Makassar terdiri dari beberapa negara, yakni: Afganistan 1129 orang, Myanmar 243 orang, Iran 192 orang, Somalia 213 orang, Sudan 83 orang, Irak 39
orang, Srilanka 34 orang, dan beberapa negara lain sejumlah 73 orang[1]. Terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2014 yang hanya berjumlah 1.032[2] jiwa migran ilegal dari berbagai negara. Diantara para Migran yang singgah di Makassar, sebagian besar merupakan pengungsi yang harus meninggalkan Negara mereka karena perang/ konflik. Indonesia telah menjadi wilayah transit bagi para migran dari berbagai negara seperti Afghanistan, Srilangka, Pakistan, Iran, Myanmar dan lain-lain sejak tahun 1999. Secara umum, mereka bertujuan untuk
1
2Migran
Majority of Illegal Immigrant Are in Makassar,Says Mayors, http://www.tempo.co/read/news/2015/02/09/055640897/Ma jority-of-Illegal-Immigrants-are-in-Makassar-says-Mayor. Diunduh pada 25 Maret 2015 Pukul 13.50
ilegal di Kota Makassar Capai 1.032 Orang, http://www.imigrasi.go.id/index.php/berita/beritautama/433-migran-gelap-di-kota-makassar-capai-1-032orang. Diunduh pada 25 Maret 2015 Pukul 14.08
45
mencari wilayah yang memiliki kehidupan lebih layak secara ekonomi dan politik dibanding dengan negara asalnya. Tingginya lalu lintas migran di Indonesia tidak terlepas dari posisi Indonesia yang sangat strategis secara geografis. Indonesia sebagai negara kepulauan menyebabkan mudahnya akses untuk masuk baik melalui bandara, pelabuhan, batas, darat dan perairan. Indonesia juga memiliki garis pantai yang sangat panjang, dan merupakan wilayah yang terletak pada posisi silang jalur lalu lintas dagang dunia. Selain itu, tingginya jumlah penduduk menyebabkan Indonesia menjadi negara yang memiliki sumber tenaga kerja yang besar sehingga menjadi salah satu target untuk perkembangan pasar internasional. Hal tersebut di atas yang dapat memicu tingginya intensitas keluar masuk migran di Indonesia. Faktanya kehadiran Migran di Indonesia telah menjadi beban tersendiri bagi pemerintah. Jumlah migran yang sebagian besar ilegal sangat potensial menimbulkan keresahan, mengganggu kehidupan sosial ekonomi dan berpotensi mempengaruhi stabilitas politik suatu negara. Seperti di Pekanbaru, pemerirntah kota setempat melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) membentuk satu tim khusus untuk mengawasi para migran terkait kekhawatiran munculnya konflik ditengah masyarakat karena terdapat indikasi para migran mengembangkan ajaran yang tidak biasa dilakukan oleh warga Pekanbaru seperti cara beribadah. Mereka juga sudah banyak berkeliaran di pasar tradisional, dan mabukmabukan di club malam[3]. Masih di kota Pekanbaru, sebagian migran yang berasal dari Timur Tengah dan Irak menjadi daya tarik yang kuat bagi wanita Pekanbaru sehingga terjadi hubungan seks bebas[4]. Di Malang, tim gabungan Kepolisian resor Malang Kota dan kantor Imigrasi Malang menangkap 13 warga negara China karena diduga terlibat Cyber Crime dan terorisme[5]. Di Cisarua, terdapat migran yang menderita gonore yang menjadi salah satu faktor infeksi semisal HIV sebagai akibat kegiatan seks bebas yang tentunya dapat berakibat fatal bagi kesehatan warga pribum [6]. Di bidang politik, persoalan migran dapat mengganggu hubungan dua negara atau lebih seperti yang terjadi antara Indonesia dan Australia, dimana Australia sering tidak menanggapi atau memulangkan kembali ke Indonesia migran yang bertujuan ke Australia namun transit di Indonesia dan menyebut Indonesia sebagai basecamp para pencari suaka[7].
Permasalahan lain yang berpotensi besar akan terjadi khususnya ketika para migran berinteraksi dan bersosialisasi dengan warga yakni mereka dapat menyebarkan pengaruh negatif seperti kebiasaan mereka minum minuman keras, perselingkuhan, adanya tindakan kriminal seperti pencurian, rawan menjadi kurir kejahatan transnasional seperti kejahatan narkotika dan terorisme, masalah sosial perkawinan campuran, adanya agen yang memberikan jaminan tempat tinggal untuk para migran ilegal, adanya sindikat penyelundupan manusia, membuat keresahan dalam masyarakat seperti membuat kegaduhan, pelecehan terhadap wanita disekitar wilayah rumah mereka tinggal, berubahnya pola penyelesaian masalah yang tadinya dengan musyawarah mufakat berganti dengan ada uang segala permasalahan beres, dan terjadinya perpecahan dalam masyarakat yaitu masyakarat yang menerima dan menolak adanya migran ilegal. Masyarakat yang menerima adalah masyarakat yang mendapat keuntungan dari migran ilegal berupa materi sedangkan masyarakat yang menolak adalah masyarakat yang tidak menerima keuntungan. Dalam penelitian ini, penulis berupaya menganalisa satu faktor yang menyebabkan munculnya permasalahan sosial baru oleh para pengungsi di Kota Makasar. Status Indonesia sebagai Negara transit menyebabkan tanggung jawab Indonesia hanya terbatas pada pelaksanaan kebiasaan Intenasional melalui prinsip non refoulment dan perlindungan hak asasi manusia migran. Pemerintah setemoat tidak bertanggung jawab akan pangan mereka. Dana logistik berasal dari donator dan organisasi internasional lainnya. Di Negara transit seperti Indonesia, para pengungsi tidak memiliki hak untuk bekerja, hak atas kesehatan, hak atas tempat tinggal dan akses terhadap pendidikan dasar bagi anakanaknya. Kurangnya aktifitas pengungsi karena hakhak yang terbatas berpotensi menimbulkan permasalahan sosial di lingkungan tempat tinggal mereka.
3
Migran-Gelap-Cina-Ditangkap-Petugas-Imigrasi. Diunduh pada 15 April 2015 Pukul 21.25 6 10 Permasalahan Pencari Suaka di Indonesia, http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/permasalaha n-pencari-suaka-di-indonesia. Diunduh pada 15 April 2015 Pukul 21.38 7 Australia Sebut Indonesia Basecamp Pencari Suaka, http://news.detik.com/read/2012/09/18/121235/2023786/10 /australia-sebut-indonesia-basecamp-para-pencarisuaka?nd771104bcj. Diunduh pada 15 April 2015 Pukul 22.36
Awasi Migran,Kesabngpol Pekanbaru Bentuk Tim, http://m.klikriau.com/read-17310-2015-01-04-awasimigran-kesbangpol-pekanbaru-bentuktim.html#sthash.hRIlaais.dpbs. Diunduh pada 15 April 2015 Pukul 20.53 4 Migran ilegal Asal Timteng Jadi Gigolo di Pekanbaru, http://www.merdeka.com/peristiwa/ganteng-gantengmigran-gelap-asal-timteng-jadi-gigolo-di-pekanbaru.html. Diunduh pada 15 April 2015 Pukul 21.10 5 13 Migran ilegal Cina Ditangkap Petugas Imigrasi, http://www.tempo.co/read/news/2014/10/02/058611295/13-
METODE PENELITIAN Penulis menggunakan metode pendekatan Participatory Development Communication (PDC). Participatory Development Communication (PDC) atau komunikasi pembangunan partisipatif sebagai pendekatan dalam pembangunan, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek) seperti pemangku
46
kepentingan lainnya (pemdes, dinas/ instasi pemerintah, LSM, dan sebagainya) dalam sebuah hubungan kemitraan (partnership). Masyarakat bukanlah hanya sasaran atau penerima manfaat program saja. Rogers (1986) telah memberikan sebuah pendekatan baru pada masanya dalam pembangunan dengan memasukkan partisipasi yang luas. Ini mengisyaratkan bahwa keterlibatan masyarakat bukan sekedar menikmati hasil pembangunan tapi ikut secara aktif dalam proses-proses pembangunan. Lebih lanjut Melkote dan Steeves (2006) menyatakan; community participation means facilitating the aktif involvement of different community groups, together with the other stakeholders involved, and the many development and research agents working with the community and decision makers. Sehingga partisipasi yang dimaksudkan tidak hanya pada individu, tapi juga komunitas dan kelompok kelompok komunitas yang ada di dalam masyarakat. Dalam perspektif ini, pembangunan masyarakat adalah suatu gagasan perubahan dari bawah (bottom up). Gagasan ini menghargai pengetahuan, keterampilan, kebudayaan, sumber daya, dan proses-proses lokal sebagai sesuatu yang penting. Pendekatan bottom up dan partisipasi merupakan prinsip fundamental dalam pembangunan masyarakat. Formulasi keduanya menempatkan komunikasi pada posisi sentral untuk menggerakkan proses-proses yang berlangsung. Agar metode pendekatan memberi hasil yang maksimal, kegiatan bukan hanya terbatas pada proses mentransfer atau menyebarluaskan informasi, melainkan menggunakan komunikasi- informasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Ini berarti peningkatan kapasitas masyarakat untuk bisa berpartisipasi secara aktif. Juga menggunakan komunikasi berbasis masyarakat (community communication) untuk bisa mengembangkan sistem informasi-komunikasi lokal yang lebih demokratis dan memiliki struktur horisontal (tidak tersentral). Penelitian dilakukan di kota Makassar, namun hanya memilih wilayah Perintis Kemerdekaan VII. Hal ini dikarenakan, di daerah terebut terdapat beberapa wisma migran yang saling berdekatan dan sebagian besar tidak memiliki aktivitas rutin selain berolahraga. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan beberapa perwakilan tiap wisma yang dapat berkomunikasi menggunakan bahasa inggris, bagian penyidik Imigrasi dan bagian pendidikan dan pemberdayaan dari IOM. HASIL DAN PEMBAHASAN International Organization for Migrant (IOM) merupakan organisasi internasional yang menjadi fasilitator untuk menghubungkan migran/pengungsi dengan UNHCR. Secara khusus IOM membantu pemerintah dalam mengatur pergerakan migran gelap. Salah satu upaya yang telah dilakukan IOM adalah
menyediakan layanan bantuan kemanusiaan bagi imigran yang ditangkap dalam perjalanan mereka oleh pihak yang berwajib. Layanan-layanan tersebut meliputi : bimbingan/konseling, perawatan medis, makanan, penampungan, pelatihan keterampilan dasar dan bantuan dalam mengajukan permohonan suaka atau pemulangan sukarela. Selain itu para imigran gelap juga diberikan fasilitas kesehatan, psikososial, akomodasi, serta kebutuhan pangan. Upaya yang dilakukan IOM ini berkaitan dengan mandate utamanya sebagai salah satu organisasi yang fokus untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi individu maupun negara. Fakta dilapangan menunjukkan sebagian besar pengungsi mengeluhkan kapasitas IOM sebagai institusi yang tidak merealisasikan apa yang telah dijanjikan oleh mereka kepada pengungsi. Salah satunya adalah tidak adanya program pelatihan/pemberdayaan yang rutin dilakukan, sehingga pengungsi merasa sangat jenuh dengan minimnya aktifitas. Setelah dikonfirmasi dengan Pihak IOM, pertimbangan mereka adalah kehati-hatian dalam bekerja sama dengan pihak ketiga sehingga terkhusus di Makassar, pelatihan/pemberdayaan rutin hanya dilakukan di satu wisma oleh satu vendor yang sebelumnya memasukkan proposal kerjasama dengan IOM. Hal ini kemudian menimbulkan kecemburuan sosial bagi pengungsi lain seperti di lokasi penelitian penulis yang sama sekali tidak tersentuh programprogram pelatihan/pemberdayaan. Tentunya kegiatan pelatihan dan pemberdayaan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan hak pengungsi selama di Negara transit, dimana mereka tidak diperbolehkan bekerja atau mencari pekerjaan. Idealnya, kegiatan pemberdayaan dan pelatihan dapat dijadikan sebagai media mereka untuk menggali potensi atau kemampuan serta mendapatkan bekal pengetahuan yang nantinya dapat digunakan untuk mencari pekerjaan di negara tujuan akhir mereka. Pelatihan/pemberdayaan yang rutin juga dapat mengurangi potensi munculnya tindakan-tindakan negatif dari para pengungsi. Temuan lain yakni sulitnya para pengungsi mengakses kesehatan. Di beberapa wisma, terdapat pengungsi yang sakit dan belum mendapatkan tindakan medis. Dari hasil wawancara, mereka sulit membawa pasien yang sakit ke rumah sakit dikarenakan kesulitan berkomunikasi. Selain itu tidak adanya prosedur yang jelas mengenai alur untuk mengakses kesehatan dan minimnya staff pengelola di setiap wisma. Di lokasi penelitian, penulis menemukan hanya satu wisma yang rutin mendapatkan kunjungan dokter. Beberapa pengungsi dari wisma lain yang berkunjung ke wisma tempat pemeriksaan kesehatan oleh dokter tidak dapat dilayani karena tidak adanya kelengkapan administrasi. Walaupun hak mereka untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai sangat terrbatas di Negara transit, setidaknya mereka mendapatkan
47
sosialisasi mengenai prosedur pemeriksaan kesehatan yang walaupun sangat terbatas. Pihak yang mendukung pemerintah dalam mengelola migran, dalam hal ini IOM perlu menambah staff di setiap wisma (hanya ada satu pengawas di setiap wisma selaku petugas pengamanan) yang menangani masalah kesehatan. Atau IOM melakukan kerjasama dengan puskesmas atau klinik setempat yang terdekat dengan wisma pengungsi. Terkait dengan masalah komunikasi, IOM perlu secara efektif dan merata menyelenggarakan kelas-kelas Bahasa Indonesia untuk memudahkan dalam berkomunikasi. Fakta dilapangan, pengungsi dewasa mengalami kesultan berkomunikasi dikarenakan kurang berinteraksi dengan warga sekitar. Kondisi yang berbeda dengan anak-anak pengungsi yang lebih mudah memahami bahasa lokal karena masyarakat sekitar lebih sering berinteraksi dengan mereka. Sulitnya mengakses pendidikan terkhusus bagi anak-anak pengungsi usia sekolah juga menjadi permasalahan tersendiri bagi pengungsi. Di lokasi penelitian, semua mengeluhkan mengenai sulitnya mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah formal. Sebagian besar pengungsi menetap di Makassar selama 2-4 tahun dan selama itu pula anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan dan pelajaran yang sesuai dengan usia mereka. Tidak adanya informasi dan aturan yang jelas, mengakibatkan terdapat beberapa anak di salah satu wisma yang beruntung dapat masuk ke sekolah formal sedangkan yang lain bertanya-tanya mengapa ada perlakuan yang berbeda dimana anak-anak mereka tidak diperbolehkan untuk bersekolah. Selain itu, sulitnya bagi para ibu untuk mendapatkan makanan untuk bayi mereka, sulitnya menemukan fasilitas olahraga yang terjangkau dan kurangnya fasilitas untuk menyalurkan hobi-hobi atau kemampuan-kemampuan khusus yang mereka miliki menambah sederetan masalah bagi pengungsi. Penulis menyimpulkan bahwa terjadi krisis hak bagi pengungsi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi pengungsi sendiri, terutama bagi pengungsi/migran laki-laki. Karena hak yang terbatas mengakibatkan minimnya aktifitas yang dapat dilakukan sehingga peluang untuk melakukan hal-hal yang negatif sangat besar. Kondisi ini diperparah dengan status mereka yang tidak menentu sampai kapan menetap di Negara transit, tidak ada kepastian kapan mereka akan dikirim ke Negara tujuan mereka. Di Makassar, telah terjadi beberapa tindakan kriminal yang dilakukan oleh pengungsi,. Pengungsi kerap bertikai dengan pengungsi lain, sebut saja kasus
perkelahian dua warga negara Irak dengan dua kelompok WNA asal Sudan dan Afganistan di Wisma Bugis, Tamalanrea, 9 September 2015, terjadi perkelahian antara dua WNA asal Irak di Wisma Maysara, Jl Masale 1, Pettarani III, Kelurahan Tamamung, Kecamatan Panakukang [8]. Insiden lainnya dua orang dari Lima warga imigran asal Afganistan yang ditangkap oleh jajaran Polresta Makassar timur, berkelahi dalam kantor polisi[9]. Pertikaian antar pengungsi yang sering terjadi hanya karena kesalahpahaman kecil. Peristiwa lain yakni kekerasan yang terjadi pada pengungsi perempuan, seperti yang dialami oleh salah satu pengungsi dari Myanmar. Ia mengaku sering mendapatkan penyiksaan fisik dari suaminya yang juga merupakan pengungsi dari Myanmar. Menurut psikolog dari Lembaga Cahaya Madani Makassar, Titin Qomariah yang aktif melakukan pendampingan secara konseling dikalangan migran, suami bersikap kasar bukan hanya karena bawaan prilaku dia yang sebenarnya, tapi bisa di picu oleh faktor lainnya. Status imigran sangat rentan menjadi pelaku dan korban kekerasan. Kondisi berada dinegara transit, tanpa aktivitas rutin dan pemikiran-pemikiran negatif tentang sampai kapan mereka berada di negara transit, membuat laki-laki imigran rawan stress. Menurut Titin karena tidak mempunyai aktivitas, makanya mereka melampiaskannya dengan cara lain, misalnya dengan melakukan tindak kekerasan baik kepada istri maupun kepada anak[10]. Sebenarnya, jika distribusi informasi merata dimulai dari kedatangan mereka di Makassar yang hanya sebagai tempat persinggahan atau transit yang secara hukum akan membatasi hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan dan pekerjaan sampai pada kejelasan prosedur-prosedur selama mereka menjalani keseharian atau berkatian dengan aktifitas-aktifitas di wisma mereka tinggal, maka tidak akan ada kecemburuan-kecemburuan sosial yang dapat berpotensi menimbulkan konflik sesama pengungsi atau bahkan konflik dengan masyarakat di lingkungan mereka tinggal. Apabila institusi-institusi terkait seperti IOM dapat dengan efektif dan maksimal menjalankan program-program secara merata, maka hak-hak pengungsi yang sudah sangat terbatas, dapat terpenuhi dengan cara atau dalam bentuk yang berbeda. Selain itu perlu upaya penyadaran bagi masyarakat tentang kondisi pengungsi yang tentunya memiliki budaya yang sangat berbeda dengan masyarakat lokal di Makassar. Dari sudut pandang kemanusiaan, pengungsi merupakan orang-orang yang
8
afganistan-adu-jotos-di-kantor-polisi. Di unduh pada 2 September 2016 pukul 09.52 10 Hardiansya, Cerita Imigran Myanmar Yang Disiksa Suaminya Berkali-kali di Makassar. Dalam http://bicara.id/cerita-imigran-myanmar-yang-disiksasuaminya-berkali-kali-di-makassar/. Diunduh pada 8 November 2016 pukul 18.00
Makassar Hentikan Penerimaan Imigran Pencari Suaka. Dalam http://regional.kompas.com/read/2016/05/16/1000402 1/Makassar.Hentikan.Penerimaan.Imigran.Pencari.Su aka. Diunduh pada 10 Oktober 2016 pada 17.21 9 Imigran adu jotos di Kantor Polisi. Dalam http://www.antaranews.com/berita/155669/imigran-
48
sama dengan orang lain, yang memiliki hak yang sama pula. Perlu keterlibatan aktif IOM untuk bekerjasama dengan pihak lain untuk mensosialisasikan atau bahkan mengadakan cultur sharing agar memudahkan para pengungsi beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal. IOM perlu lebih terbuka bagi pihak lain yang memiliki keinginan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dimiliki oleh pengungsi. Hasil temuan lain selama penulis meneliti yakni IOM cukup berhati-hati dalam memudahkan akses pihak lain untuk melakukan permberdayaan kepada para pengungsi. Dengan keterbatasan sumber daya manusia di IOM dan semakin banyaknya migran/pengungsi di Kota Makassar, IOM perlu menyediakan ruang lebih bagi pihak-pihak yang ingin berkontribusi mejalankan program-program IOM yang sudah diperuntukkan bagi para pengungsi selama menetap di Kota Makassar. Di Negara transit, penguatan program pemberdayaan ,menjadi salah satu alternatif terbaik untuk meminimalisir potensi konflik yang kerap terjadi dikalangan pengungsi/migran. Program pemberdayaan juga menjadi salah satu bentuk untuk memenuhi hak-hak pengungsi. Penulis selama penelitian membentuk kelas-kelas pelatihan dan pemberdayaan sederhana setelah sebelumnya melalui proses perijinan yang cukup lama dari pihak imigrasi. Penulis bersama beberapa teman melaksanakan kelas bahasa inggris, bahasa Indonesia dan pembelajaran umum untuk anak-anak, serta kelas daur ulang dan kelas bahasa untuk orang dewasa. Selama dua bulan kelas diadakan, antusias dari para pengungsi sangat besar. Mereka memberi respon sangat positif dari kegiatan yang belum pernah mereka dapatkan selama berada di wisma penampungan. Hal ini karena mereka selama berada di wisma tidak memiliki aktifitas rutin sehingga sering merasa jenuh. Selama kelas berjalan, mereka memberikan banyak usulan terkait pengadaan kelas lain seperti kelas merajut, kelas memasak, kelas komputer dan kelas menjahit. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi institusi terkait untuk lebih terbuka melibatkan pihak-pihak lain yang ingin melakukan pemberdayaan kepada pengungsi. Karena pengungsi/migran merupakan isu yang sensitif maka perlu pengawasan yang berkala dari institusi seperti Imigrasi dan IOM selama proses pemberdayaan/pelatihan berlangsung.
[3].
Rogers , E.M. (ed.), (1986). Communication and Development. Beverley Hills, California: Sage Publication.
[4].
Australia Sebut Indonesia Basecamp Pencari Suaka, http://news.detik.com/read/2012/09/18/ 121235/2023786/10/australia-sebut-indonesiabasecamp-para-pencari-suaka?nd771104bcj.
[5].
Awasi Imigran,Kesabngpol Pekanbaru Bentuk Tim, http://m.klikriau.com/read-17310-2015-01-04awasi-imigran-kesbangpol-pekanbaru-bentuktim.html#sthash.hRIlaais.dpbs.
[6]. Diskusi Imigran Di Redaksi Harian Fajar, http://fajar.co.id/fajaronline-sulsel/2015/03/14/ diskusi-imigran-di-redaksi-harian-fajar.html [7].
Hardiansya, Cerita Imigran Myanmar Yang Disiksa Suaminya Berkali-kali di Makassar, Dalam http://bicara.id/cerita-imigran-myanmar-yangdisiksa-suaminya-berkali-kali-di-makassar/.
[8].
Imigran ilegal Asal Timteng Jadi Gigolo di Pekanbaru, http://www.merdeka.com/peristiwa/ ganteng-ganteng-imigran-gelap-asal-timteng-jadigigolo- di-pekanbaru.html.
[9].
Imigran ilegal di Kota Makassar Capai 1.032 Orang, http://www.imigrasi.go.id/index.php/berita/ berita-utama/433-imigran-gelap-di-kota-makassarcapai-1-032-orang.
[10]. Imigran adu jotos di Kantor Polisi, Dalam http://www.antaranews.com/berita/155669/imigranafganistan-adu-jotos-di-kantor-polisi. [11]. Makassar Hentikan Penerimaan Imigran Pencari Suaka, Dalam http://regional.kompas.com/read/ 2016/05/16/10004021/Makassar.Hentikan.Penerimaa n.Imigran.Pencari.Suaka. [12]. Majority of Illegal Immigrant Are in Makassar,Says Mayors, http://www.tempo.co/read/ news/2015/02/09/055640897/Majority-of-IllegalImmigrants-are- in-Makassar-says-Mayor. [13]. Migrasi Tenaga Kerja dari Indonesia, (2010). Organisasi Internasional Untuk Migrasi Imigran Gelap, http://rudenimdenpasar.imigrasi. go.id/opini. php?act =detil&id=2013-05-14%2014: 00:36. [14].
Upaya Makassar jadi “Trend Setter” Penanganan Imigran, http://www.antarasulsel. com/berita/63922/upaya-makassar-jadi-trend-setterpenanganan- imigran.
[15].
Imigran ilegal Cina Ditangkap Petugas Imigrasi, http://www.tempo.co/read/news/2014/10/02/058611 295/13-Imigran-Gelap-Cina-DitangkapPetugasImigrasi.
DAFTAR PUSTAKA [1].
[2].
Melkote, S.R., and Steeves, H.L., (2006). Communication for Development in The Third World: Theory and Practice for Empowerment, 2nd Edition, London and New Delhi: Sage Publication and Thousand Oaks. Srinivas R. Melkote, (2006). Everett M. Rogers and His Contributions to the Field of Communication and Social Change in Developing Countries, Journal of Creative Communications, Vol.1, No.1.
[16]. Permasalahan Pencari Suaka di Indonesia, http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/perm asalahan-pencari-suaka-di-indonesia. [17].
http://www.imigrasi.go.id/index.php/hubungikami/rumah-detensi-imigrasi
49
50
Pelatihan Pembuatan Sabun Cair di Muncar Banyuwangi Sebagai Alternatif Wirausaha I Gusti Made Sanjaya1*), Mitarlis2, dan Samik3 1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya. E-mail:
[email protected] Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya. E-mail:
[email protected] 3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya. E-mail:
[email protected] *)Alamat Korespondensi: Email:
[email protected]
2
ABSTRAK Telah dilakukan kegiatan pelatihan pembuatan sabun cair bagi ibu-ibu anggota masyarakat pesisir Banyuwangi. Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) memberikan bekal pengetahuan bagi masyarakat pesisir Banyuwangi agar dapat membuat sabun cair secara mandiri. 2) Masyarakat dapat memperhitungkan biaya produksi dan teknik pemasaran sederhana dari sabun cair yang diproduksi. Metode kegiatan yang dilakukan adalah dengan pembelajaran teoritis dilanjutkan dengan praktek pembuatan sabun cair. Adapun tahapan pelaksanaannya diawali dengan pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan PKM Program Kebijakan FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Berikutnya adalah melalui pendekatan partisipatif, yaitu melalui pelatihan dan pendampingan pembuatan sabun cair. Dari kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa: Kegiatan pelatihan pembuatan sabun cair sebagai alternative wirausaha telah berhasil dilaksanakan dengan baik di pesisir Banyuwangi. Dari peserta yang hadir dan mengikuti pelatihaan 100% telah mahir membuat sabun cair secara mandiri. Pelaksanaan PKM mendapat respon positif dari masyarakat yang tertarik dan ingin mendapatkan lebih lanjut pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan penguasaan terhadap teknologi tepat guna yang berpotensi mengembangkan industri rumah tangga. Kata kunci: Pelatihan, Pembuatan sabun cair, Pesisir Banyuwangi 1. PENDAHULUAN Pantai Banyuwangi merupakan area wisata andalan Jawa Timur. Namun industri wisata di daerah tersebut belum menunjukkan geliatnya. Fenomena itu tentu berkaitan erat dengan tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi yang masih sangat rendah. Dengan demikian diperlukan upaya peningkatan keterampilan hidup dengan teknologi penunjang yang tepat agar dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan. Masyarakat pesisir Banyuwangi terdiri atas masyarakat dari golongan menengah ke bawah. Kehidupan mereka belum sejahtera sebagaimana masyarakat yang berada di lingkungan wisata seperti Bali, Yogyakarta dan daerah-daerah wisata lainnya. Dengan demikian diperlukan usaha alternatif untuk membangun perekonomian. Suatu usaha yang sejalan dan dapat menunjang industri pariwisata. Kegiatan masyarakat pesisir Banyuwangi penuh bergelimang dengan amisnya ikan dan limbah ikan. Suatu aktivitas yang menghasilkan lingkungan hidup kurang sehat. Kondisi lingkungan semacam itu tentu tidak mendukung pembangunan pesisir Banyuwangi sebagai area wisata modern sebagaimana daerahdaerah wisata lainnya yang sudah maju. Masyarakat nelayan pesisir Banyuwangi membutuhkan cara untuk mengatasi bau amis. Masyarakat tiadak memiliki kemampuan teknologi untuk mengatasi hal itu. Bahkan cukup banyak penghasilan mereka dikeluarkan hanya untuk membeli sabun cair yang digunakan membersihkan segala fasilitas rumah tangga masing-masing.
Masyarakat pesisir Banyuwangi membutuhkan bimbingan dalam menguasai teknologi tepat guna untuk mengurangi pengeluaran dan untuk menciptakan lingkungan hidup yang sehat sebagai penunjang pembangunan pariwisata. Dengan demikian, Program Studi Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya setelah melakukan analisis lisngkungan dan kebutuhan masyarakat tersebut mengirimkan Tim pelaksana pengabdian masyarakat untuk melatih masyarakat pesisir Banyuwangi membuat sabun cair. Keterampilan yang dikembangkan berkenaan dengan potensi alam dan potensi wisata ini adalah keterampilan pembuatan sabun cair. Pengembangan keterampilan semacam itu dianggap rasional karena masyarakat pesisir Banyuwangi hidup dari menangkap ikan yang membutuhkan banyak sabun untuk membersihkan lokasi dan menghilangkan bau amis. Sabun cair dapat dijadikan ikon wisata Banyuwangi dan dapat diusahakan sebagai wirausaha pendamping pariwisata. Sabun cair dapat dijadikan wirausaha bagi ibu-ibu rumah tangga untuk mengisi waktu luang mereka disela kesibukan membantu dan menunggu suami yang melaut menangkap ikan. Dengan demikian, sabun cair dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mengembangkan industri rumah tangga. Pembuatan sabun cair merupakan teknologi sederhana yang tepat guna dalam mengatasi bau amis ikan dan membersihkan fasilitas rumah tangga nelayan. Dengan demikian, masyarakat dapat menghemat pengeluaran dari pendapatan melaut. Di samping itu, sabun cair dapat dijadikan ikon wisata. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai wirausaha sambilan
51
bagi para ibu rumah tangga disela-sela kesibukan mereka membantu dan menunggu suami yang melaut menangkap ikan. Wirausaha yang dapat dikembangkan sebagai industri rumah tangga yang mengurangi pengeluaran dan menambah pendapatan rumah tangga untuk kesejahteraan. Artikel ini akan menyajikan kegiatan pelatihan dan pendampingan pembuatan sabun cair melalui PKM Program Kebijakan FMIPA Universitas Negeri Surabaya yang dlaksanakan oleh tim PKM Jurusan Kimia. Kegiatan ditargetkan selesai pada caturwulan ketiga tahun 2016. Kegiatan ini melibatkan para ibu rumah tangga dari keluarga nelayan pesisir Banyuwangi dan ibu-ibu pengurus PKK. Dilibatkannya para pengurus PKK tersebut dimaksudkan agar menjadi ajang TOT bagi sisa ibu rumah tangga yang tidak sempat mengikuti kegiatan pelatihan dan pendampingan tersebut. Luaran yang diharapkan dari pelatihan dan pendampingan PKM Program Kebijakan FMIPA Universitas Negeri Surabaya terdiri atas: 1. Masyarakat pesisir Banyuwangi yang dapat membuat sabun cair secara mandiri. 2. Masyarakat yang dapat memperhitungkan biaya produksi dan teknik pemasaran sederhana dari sabun cair yang diproduksi 3. Sabun cair dengan berbagai warna dan aroma hasil karya ibu-ibu dari anggota masyarakat Pesisir Banyuwangi. 2. METODE Metode kegiatan yang dilakukan adalah dengan pembelajaran teoritis dilanjutkan dengan praktek pembuatan sabun cair. Adapun tahapan pelaksanaannya diawali dengan pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan PKM Program Kebijakan FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Berikutnya ini adalah melalui pendekatan partisipatif, yaitu melalui pelatihan dan pendampingan pembuatan sabun cair. Strategi ini meliputi pemaparan konsep dan teori, demo, praktek untuk menumbuhkan pengalaman, pemahiran untuk menanamkan kemandirian kerja melalui metode dinamika individu dan kelompok, diskusi, pemecahan masalah, dan workshop dengan metode andragogi atau metode pembelajaran orang dewasa. Efektifitas dan optimalisasi proses pelatihan dan pendampingan mendorong dan memfasilitasi proses sharing dan interaksi aktif dengan para peserta. Adapun solusi dalam menangani permasalahan prioritas mitra adalah: 1. Tim PKM menyiapkan petunjuk pembuatan sabun cair dan teknik pemasaran secara sederhana. 2. Tim PKM memberi penjelasan teori sederhana tentang pembuatan sabun cair. 3. Tim PKM mendemokan pembuatan sabun cair. 4. Peserta dipandu Tim PKM mempraktekkan pembuatan sabun cair.
5. 6. 7. 8.
Tim PKM mereview dan merevisi praktek yang telah dilakukan peserta. Peserta didampingi Tim memahirkan pengalaman dalam membuat sabun cair. Tim memaparkan cara-cara melakukan teknik penjualan secara sederhana Tim PKM melakukan monitoring dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan pelatihan dan pendampingan yang diikuti penyebaran angket pada peserta terkait keberhasilan proses pelatihan dan pendampingan yang dilakukan.
3. HASIL KEGIATAN 3.1. Pemaparan konsep dengan pembelajaran secara teoritis Kegiatan pelatihan dan pendampingan diawali dengan pemaparan konsep dan teori tentang pembuatan sabun cair. Pemaparan dilakukan Dr. Titik Taufikurohmah, M.Si. yang diundang secara khusus sebagai narasumber oleh tim pelaksana PKM. Undangan ini berkenaan dengan keahlian dari dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya tersebut yang memiliki banyak pengalaman dalam berkecimpung di bidang kosmetik dan kesehatan bagi masyarakat. Pemaparan konsep dan teori tersebut mendapat sambutan yang sangat baik dari para peserta pelatihan yang hadir. Pada kegitan ini masih sedikit peserta yang hadir karena sebagian besar peserta masih mengurusi kepentingan rumah tangga mereka masing-masing. 3.2. Demonstrasi praktek pembuatan sabun cair
Setelah pemaparan konsep dan teori, dilakukan demo pembuatan sabun cair oleh tim pelaksana PKM. Pada kegiatan ini dicontohkan cara membuat sabun cair dari penyiapan bahan baku, proses pembuatan, proses pewarnaan dan penambahan aroma wangi, sampai pengemasan. Pada kegiatan ini para peserta dirangsang dan dimotivasi untuk mempraktekkan pembuatan sabun secara mandiri.
52
Gambar 2. (A) Para peserta melakukan praktek pembuatan sabun cair, (B) Semakin siang semakin banyak yang ingin mempraktekan membuat sabun cair
Gambar 1. Kegiatan Pelatihan (A) sambutan Sekretaris Desa dilanjutkan dengan pemamapan konsep teoritis, (B) demonstrasi praktek pembuatan sabun cair oleh narasumber
3.3. Praktek Pembuatan Sabun Cair oleh Peserta Setelah pemaparan konsep dan teori serta demo, peserta dilatih dan didampingi melakukan praktek secara mandiri. Kegiatan memungkinkan karena fasilitas yang disediakan mencukupi untuk praktek dari seluruh peserta. Kegiatan praktek pembuatan sabun cair berlangsung secara interaktif. Kendalakendala yang ditemukan kemudian dipecahkan dengan cara diskusi sambil tetap bekerja. Masalah-masalah yang dibahas lebih banyak berkaitan dengan pengentalan bibit sabun, warna kombinasi yang dihasilkan bila lebih dari satu bahan pewarna yang dicampurkan, dan aroma wangi yang para peserta sukai. Praktek pembuatan sabun cair makin siang semakin ramai dengan berdatangannya para peserta yang belum hadir pada pembukaan PKM. Antusias peserta tidak surut bahkan bertambah meriah sampai kegiatan PKM berakhir, bahkan bapak-bapak juga turut membantu ibu-ibu yang sedang praktek. Para peserta yang telah memperoleh hasil sabun cair yang sesuai dengan warna dan aroma wangi yang dikehendaki ternyata berusaha untuk mencoba-dan mencoba lagi. Begitu pula peseta yang datang belakangan, langsung urun unjuk kerja bersama-sama dengan para peserta yang datang lebih dulu. Pengulangan praktek pembuatan sabun berkali-
kali oleh peserta memang difasilitasi oleh tim PKM. Dengan pengulangan diharapkan terjadi proses internalisasi kemampuan dan proses pemahiran. Kedua proses ini sangat penting digunakan peserta dalam melakukan produksi berdasarkan bahan baku sabun cair yang tersedia. Semua kegiatan PKM pembuatan sabun cair mencapai tujuan dengan baik. Semua peserta disamping mampu juga terampil dalam menerapkan pemahaman mereka dalam praktek nyata membuat sabun cair. Bahkan ada variasi-variasi kominasi warna dan aroma wangi yang berhasil dikembangkan para peserta sesuai dengan keinginan-keinginan mereka. Produk tunggal sebagai luaran kegiatan PKM di pesisir Banyuwangi ini adalah sabun cair. Produkproduk tersebut dapat dilihat melalui gambar produk hasil pekerjaan peserta sebagai berikut.
Gambar 3 Sabun cair hasil karya para peserta pelatihan
Produk-produk sabun cair yang dihasilkan memiliki pewarna yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pada gambar 3 tampak warna-warna produk sangat menarik. Warna-warna kuning, hijau, orange merupakan warna-warna tunggal. Sedangkan yang berwarna coklat dan coklat susu dihasilkan melalui pencampuran beberapa pewarna-pewarna tunggal, dari hasil coba-coba para peserta dalam mempraktekkan pembuatan sabun cair dengan mencoba mencampurkan warna. Hasil-hasil sabun cair dikemas dalam botol plastik tanggung (600mL). Namun jika untuk dijual bias dikemas sesuai dengan kreativitas peserta yang ingin melanjutkan dengan
53
berwira usaha sabun cair. Kemasan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan harga yang sangat terjangkau.
guna yang berpotensi mengembangkan industri rumah tangga.
3.4. Respon peserta Lebih lanjut respon peserta terhadap pelaksanaan PKM Pembuatan sabun cair ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut.
4.2. Saran Dari hasil pelaksanaan PKM Kebijakan FMIPA Universitas Negeri Surabaya yang baru menginisiasi pembuatan sabun cair sebagai alternative potensi wirausaha maka selanjutnya perlu PKM lanjutan yang mengkaji potensi usaha tersebut menjadi wirausaha nyata. Masyarakat pesisir Banyuwangi sangat jarang mendapatkan sentuhan teknologi tepat guna maka diharapkan ada penyuluhan intensif pada masyarakat tentang penggunaan teknologi tepat guna dalam industri perikanan dan pengolahan produk ikan. Karena pesisir Banyuwangi sedaang dikembangkan sebagai area pariwisata utama dan pariwisata penyangga wisatawan mancanegara yang datang ke Bali maka mereka butuh pelatihan teknologi untuk menghasilkan benda-benda wisata yang bernilai untuk meningkatkan kesejahteraan.
Tabel 1 Respon Peserta Terhadap Pelaksanaan PKM No.
1.
2. 3.
Pertanyaan
ya
Apakah Anda baru pertama kali mengikuti pelatihan semacam ini Apakah jenis pelatihan ini menarik bagi Anda Apakah anda berencana megembangkan/melanjutk an hasil dari kegiatan ini
100%
0
tidak
100%
0
60%
40%
Dari Tabel 1 tersebut diketahui bahwa daerah pesisir Banyuwangi belum pernah mendapatkan perhatian dan sentuhan teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Mereka benar-benar tertarik saat mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk menghasilkan alternatif industri. Sebagian besar mereka ingin melanjutkan dan mendapatkan pelatihan lebih lanjut. Berdasarkan bagian terbuka dari angket kombinasi system close and open ended diketahui bahwa mereka: 1. Sangat terkesan dan tertarik dengan pelatihan dan pendampingan ini, 2. Minta lebih banyak lagi diadakan pelatihan semacam ini, 3. Minta dilatihkan dan didampingi membuat variasi produk olahan ikan, 4. Minta dilatihkan untuk membuat kosmetik dari hasil olahan laut. Dalam pelatihan kali ini juga diberikan cara perhitungan modal dan hasil serta pemasarannya, yang secara detail akan disajikan pada bgian artikel yang lain. Sabun cair yang dihasilkan melalui pelatihan dan pendampingan PKM ini menjanjikan peluang mengurangi pengeluaran untuk pembelian sabun cair dari pendapataan nelayan. Bahkan memiliki potensi ekonomi untuk dijual pada yang membutuhkan maupun untuk dipakai sebagai pernik pariwisata dan penunjang industri pariwisata.
5. DAFTAR PUSTAKA [1]. BPPT, (2010). Program Manual PI-UMKM. [2]. David Zilberman. Technology, Innovation, Absorption, and Entrepreneurship. University of California Barkeley [3]. F. Montes Negret, (2008). Technology Absorption by Innovative SMEs, Ancona Italia. [4]. John T Preston. (2001). Succes Factors in Technology-Based Entrepreneurship, MIT Entrepreneurship Centre.
4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan Kegiatan PKM Kebijakan FMIPA Universitas Negeri Surabaya tentang pembuatan sabun cair sebagai alternative wirausaha telah berhasil dilaksanakan dengan baik di pesisir Banyuwangi. Peserta 100% telah mahir membuat sabun cair secara mandiri. Pelaksanaan PKM mendapat respon positif dari masyarakat yang tertarik dan ingin mendapatkan lebih lanjut pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan penguasaan terhadap teknologi tepat
54
Penerapan Mesin Penggiling Janggel Jagung untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Sapi Perah Desa Senden Kediri I Made Arsana1*), Dany Iman Santoso2 1,2 Dosen Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik Unesa *Alamat Korespondensi: Email :
[email protected]
ABSTRACT Based on observations and interviews with partners IbM undertaken by the program management team IbM, after the proposal is accepted IbM program a year earlier, data and information that along with the increase in the number of dairy cattle feed, the need for more. Breeders initiative using corncob mix of corn that had been destroyed in order to save the cost of feed, especially the use of concentrates. Breeders each day should provide corn corncob in considerable amounts as an additive for grinding fodder. Partners IbM farmers and ranchers father father Suwarno Sujono in smoothing corn corncob still using a sickle. To overcome these problems, the action taken by the program management team is made TTG IbM corncob corn grinding machine adapted to the problems and needs of SMEs partner. With this engine, corn corncob smoothing process takes place very rapidly and the result is so fine that can be directly mixed with other feed ingredients as an alternative feed supplement. The effectiveness of using corn corncob occur as a mixture of concentrated fodder after using corncob corn grinding machine at 100%. There is an increased efficiency of capital use for animal feed, especially concentrate by 20%. Keywords: corncob corn mill machinery, production of dairy cattle, TTG ABSTRAK Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan mitra IbM yang dilakukan oleh tim pelaksana program IbM, setelah usulan program IbM ini diterima tahun sebelumnya, diperoleh data dan informasi bahwa seiring dengan penambahan jumlah ternak sapi perah maka kebutuhan pakannya lebih banyak. Peternak berinisiatif menggunakan campuran janggel jagung yang telah dihancurkan untuk menghemat biaya pakan khususnya penggunaan konsentrat. Mitra IbM peternak bapak Suwarno dan peternak bapak Sujono dalam menghaluskan janggel jagung masih menggunakan sabit.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka tindakan yang dilakukan oleh tim pelaksana program IbM adalah membuatkan TTG mesin penggiling janggel jagung yang disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan UKM mitra. Dengan mesin ini, proses menghaluskan janggel jagung berlangsung sangat cepat dan hasilnya sangat halus sehingga dapat secara langsung dicampur dengan bahan pakan lainnya sebagai alternatif pakan tambahan.Terjadi efektivitas penggunaan janggel jagung sebagai bahan campuran konsentrat pakan ternak setelah menggunakan mesin penggiling janggel jagung sebesar 100%. Terjadi peningkatan efisiensi penggunaan modal untuk pakan ternak khususnya konsentrat sebesar 20%. Kata Kunci: Mesin Penggiling janggel jagung, produksi ternak sapi perah, TTG
1. PENDAHULUAN Pelaksanaan program IbM ini bekerjasama dengan 2 (dua) peternak, yaitu peternak “Sapi Perah Suwarno” yang berlokasi di Dusun Bolo Desa Senden Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri, milik bapak Suwarno dan peternak “Sapi Perah Sujono” yang berlokasi di Dusun Bolo Desa Senden Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri, milik bapak Sujono. Desa Senden merupakan salah satu sentra produksi susu sapi di daerah Kediri. Hasil produksi susu dari msyarakat akan dikumpulkan di Koperasi Pagu selanjutnya dari Koperasi Pagu akan disetorkan ke Pabrik Nestle yang ada di Pasuruan. Kapasitas penampungan dari pabrik juga sangat besar, sehingga berapapun jumlah produk yang dihasilkan oleh penduduk akan langsung ditunggu di pangsa pasar yaitu Pabrik Nestle. Penyebaran dari peternak susu perah bukan hanya di sekitar Kediri saja
melainkan sudah meluas sampai ke Banyuwangi, hal ini di karenakan besarnya daya serap Pabrik Nestle oleh produk-produk peternak sapi. Program IbM ini adalah lanjutan dari dua (2) progam tahun sebelumnya yaitu “Penerapan Mesin Pemeras Susu Sapi Untuk Meningkatkan Produksi Ternak Sapi Perah Desa Senden Kediri”, dan “Penerapan Mesin Pencacah Rumput Gajah Untuk Meningkatkan Produktivitas Usaha Ternak Sapi Perah Desa Senden Kediri”. Dalam peningkatan produktivitas di tahun sebelumnya tim IbM melakukan penerapan teknologi mesin pemerah susu dan pencacah rumput gajah untuk menurunkan biaya produksi sehingga peternak dapat menambah jumlah sapi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan mitra IbM yang dilakukan oleh tim pelaksana program IbM, setelah usulan program IbM ini diterima tahun sebelumnya, diperoleh data dan informasi bahwa seiring dengan penambahan jumlah ternak sapi
55
perah maka kebutuhan pakannya lebih banyak. Rumput harus disediakan peternak sebagai pakan utama ternak setiap harinya. Pakan tambahan juga harus diberikan untuk menambah gizi. Pakan tambahan tersebut seperti bekatul, ramuan, sentrat, ketela, ampas tahu dan lainya. Peternak berinisiatif memanfaatkan janggel jagung sebagai campuran makanan tambahan pengganti bekatul. Sebelum diberikan, janggel jagung terlebih dahulu dihancurkan agar menjadi tepung jangel jagung agar ternak bisa memakannya dengan mudah. Berdasarkan perhitungan, penggunaan konsentrat untuk kebutuhaan setiap hari untuk 1 ekor sapi ialah 6 kg, dengan harga Rp 2500/kg. Padahal jumlah sapi ada 11 ekor, dalam waktu 1 bulan peternak menghabiskan biaya sekitar Rp 4.950.000. Peternak menggunakan janggel jagung sebagai bahan campuran konsentrat sehingga dapat mengurangi biaya pembelian konsentrat. Upaya untuk memberikan pengetahuan dan manajemen penggunaan ataupun manajemen perawatan mesin penghancur janggel jagung adalah dengan memberikan pelatihan secara berkelanjutan. Kegiatan ini berbentuk pelatihan, dimana bentuk kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa program IbM dengan tujuan untuk memberikan pelatihan penggunaan teknologi tepat guna dan manajemen perawatan alat bagi para peternak sapi perah. Dari analisis observasi dapat diketahui bahwa, permasalahan kedua mitra adalah ketidakmampuan meningkatkan jumlah produksi yang disebabkan tingginya biaya produksi dan ongkos pekerja. Dengan tinngginya biaya produksi untuk menyiapkan pakan ternak khususnya penyediaan konsentrat yang dicampur dengan bekatuldan makanan tambahan lainnya seperti ampas tahu, ketela dan ramuan. Sehingga peternak membatasi jumlah ternaknya oleh karena tingginya biaya produksi. Pemberian makanan tambahan sentrat dan bekatul ini akan menambah produksi susu yang dihasilkan oleh ternak, namun mahalnya harga sentrat dan bekatul dipasaran akhirakhir ini membuat peternak menjadi berkurang pendapatannya sedangkan tenaga yang dikeluarkan untuk mengurusi ternak tetap besar, sehingga dalam keadaan seperti ini peternak dapat dikatakan mengalami kerugian. Padahal ada pakan alternatif yaitu janggel jagung hasil dari lahan pertanian mereka sendiri yang melimpah tidak dimanfaatkan karena keterbatasan alat/mesin untuk pengolahnya menjadi pakan ternak. Tujuan utama program IbM ini adalah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak “Sapi Perah Sujono” dan peternak “Sapi perah Suwarno”. Manfaat yang diperoleh adalah peternak sapi perah akan mendapatkan teknologi tepat guna berupa mesin penggiling janggel jagung.
2. METODE PELAKSANAAN Pelaksanaan program IbM ini menggunakan metode penerapan teknologi tepat guna yang dibutuhkan oleh mitra dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas usaha dan akhirnya menuju peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan. Sebelum dilakukan penerapan teknologi, diawali dengan kajian dan observasi lapangan yang bertujuan menggali informasi untuk menentukan permasalahan mendasar yang dihadapi oleh peternak tersebut. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan program pengabdian menjadi tepat sasaran. Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan pengusaha dan karyawan dapat diketahui bahwa permasalahan kedua mitra adalah ketidakmampuan meningkatkan jumlah produksi yang disebabkan tingginya biaya produksi dalam pembelian bahan konsentrat ternak dan kurangnya pengetahuan tentang teknologi untuk mengolah janggel jagung. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka tindakan yang dilakukan oleh tim pelaksana program IbM adalah dengan menerapkan hasil-hasil penelitian berupa teknologi-teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, dalam hal ini penerapan teknologi yang ditawarkan adalah teknologi mesin penghancur janggel jagung yang disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan UKM mitra. Dengan mesin ini, janggel jagung yang dulunya terbuang dan belum bisa dimanfaatkan sekarang dapat diproses untuk dihancurkan dan bisa menjadi pakan alternatif ternak pengganti bekatul. Dengan demikian permasalahan yang dihadapi bisa diselesaikan. Adapun rancangan TTG yang akan diterapkan di UKM adalah sebagai berikut.
Gambar 1.Rancangan mesin penggiling janggel jagung
Keterangan komponen : 1. Saluran masuk 2. Poros pisau penumbuk 3. Pisau penumbuk 4. Plat penyaring 5. Saluran keluar
6. 7. 8. 9.
Puli V-belt Rangka Motor bensin
56
3. PEMBAHASAN Pada kegiatan pelaksanaan IbM ini dihasilkan mesin penggiling janggel jagung yang siap diberikan untuk membantu kegiatan penyediaan konsentrat ternak sapi perah. Mesin penggiling janggel jagung ini didesain sesederhana mungkin agar mudah digunakan oleh peternak. a.
Proses Pembuatan Mesin Penggiling Janggel Jagung Pembuatan Mesin Penggiling Janggel jagung ini dilakukan di Laboratorium Permesinan Jurusan Teknik Mesin Unesa. Perencanaan rancangan Mesin Penggiling Janggel jagung ini dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan tim program IbM dan teknisi bengkel agar mendapatkan rancangan Mesin Penggiling Janggel jagung yang sempurna. Selanjutnya, hasil rancangan tersebut dijadikan patokan dalam proses pembuatan Mesin Penggiling Janggel jagung. Setelah rangka mesin selesai dibuat, kemudian dilakukan perakitan komponen-komponen mesin. Komponen-komponen Mesin Penggiling Janggel jagung terdiri dari: Setelah proses perakitan mesin selesai maka mesin siap diuji cobakan. Proses uji coba Mesin Penggiling Janggel jagung dilakukan untuk pengambilan data yang nantinya akan dijadikan data hasil dalam penyusunan laporan akhir. Mesin Penggiling Janggel jagung ini mampu menggiling janggel jagung dengan kapasitas 30 50kg/jam, dengan motor penggerak berbahan bakar bensin sebesar 3 HP.
Gambar 2. Unit Mesin Penggiling Janggel Jagung
b.
Penyerahan Barang Kepada Mitra Usaha Penyerahan Teknologi Tepat Guna (TTG) berupa mesin penggiling janggel jagung kepada mitra usaha ternak sapi perah “Sapi Perah Suwarno dan Sapi Perah Sujono” yang berlokasi di Dusun Bolo Desa Senden Kecamatan Kayen Kidul. Penyerahan alat ini dilakukan pada hari Selasa, 13 September 2016.
Gambar 3. Penyerahan Alat Kepada Mitra Sapi Perah Sujono
Gambar 4. Penyerahan Alat Kepada Mitra Sapi Perah Suwarno
1.
Saluran masuk
6.
Puli
2.
Poros pisau penumbuk
7.
V-belt
3.
Pisau penumbuk
8.
Rangka
4.
Plat penyaring
9.
Motor bensin
5.
Saluran keluar
c. Uji Coba Penggunaan Mesin Sebelum melakukan uji coba hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) antara lain: Memeriksa bahan bakar pada mesin penggerak. Apabila bahan bakar mendekati habis, lebih baik diisi dahulu. Memeriksa sabuk penghubung motor. Jika kendor, maka perlu dilakukan pengencangan. Periksa pisau-pisau dalam mesin penggiling. Setelah SOP tersebut sudah dijalankan semua, langkah selanjutnya adalah uji coba mesin penggiling janggel jagung pada mitra usaha, langkah-langkah tersebut antara lain: Siapkan janggel jagung yang akan digiling dan wadah hasil penggilingan di dekat mesin ini. Nyalakan motor penggerak dengan menarik tali starter pada motor tersebut.
57
Masukkan janggel jagung melalui corong masuk, jangan memasukkan janggel jagung melebihi ruang lubang corong. Pindahkan hasil penumbukan. Jika penggunaan sudah cukup, maka matikan mesin penggerak. d.
Pelatihan Setelah uji coba mesin penggiling janggel jagung selesai tim program IbM melakukan pelatihan penggunaan alat. Dalam pelatihan ini tidak hanya dilakukan cara penggunaan alat saja. Melainkan dilakukan pembinaan tentang perawatan alat agar alat penggiling janggel jagung ini bisa tetap awet. Selain itu juga disinggung masalah troubleshooting yang mungkin terjadi pada mesin penumbuk ini dan cara mengatasinya. e.
Diskusi dan Tindak Lanjut Pada diskusi ini dibicarakan tentang bagaimana mengelola peternakan yang baik, mulai dari modal, pelaksanaan atau proses sampai pada hasil. Di samping itu pada pelatihan ini juga diberikan arahan bagaimana memasarkan produk susu agar memperoleh harga yang maksimal agar keuntungan yang diperoleh semakin besar. f.
Efektifitas Alat Jika dihitung peningkatan efeftivitas penggunaan mesin penggiling janggel jagung, maka berlaku rumus dibawah ini.
Dari perhitungan, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan efesiensi modal sebesar sebesar 20 %. Hal ini menunjukkan bahwa mesin penggiling janggel jagung tersebut dapat membantu mitra IbM dalam meningkatkan efisiensi modal. Dengan terjadinya peningkatan efisiensi modal maka otomstis keuntungan peternak akan bertambah. 4.
SIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan penerapan yang telah dilakukan tentang Mesin Penggiling Janggel Jagung, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan efektivitas penggunaan janggel jagung sebagai bahan campuran konsentrat pakan ternak setelah menggunakan mesin penggiling janggel jagung sebesar 100%. 2. Terjadi peningkatan efisiensi penggunaan modal untuk konsentrat ternak sebesar 20 %, dengan demikian pendapatan peternak menjadi meningkat.
Dari perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan efektivitas sebesar 100% dalam penggunaan janggel jagung sebagai bahan tambahan konsentrat pakan sapi perah. g.
Efesiensi Modal Untuk menghitung persentase peningkatan efesiensi modal, maka dapat menggunakan rumus berikut:
58
5. DAFTAR PUSTAKA [1] Anggreny, Y.N., U. Umiyasih, And D. Pamungkas. 2005. Pengaruh Suplementasi Multi Nutrien Terhadap Performans Sapi Potong Yang Memperoleh Pakan Basal Jerami Jagung. Pros. Sem. Nas. Teknologi Peternakan Dan Veteriner. P. 147-152 [2] Adrial., Mokhtar dan Saleh. 2013. Penerapan Teknologi Pengolahan Dan Pengawetan Hijauan Pakan Dilokasi Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) Di Desa Kanamit Barat Kabupaten Pulang Pisau (Edisi 1, vol 1). Kalimantan Barat [3] Budi, Usman, et all. 2006. Buku Ajar Dasar Ternak Perah.http://ecourse.usu.ac.id/content/ peternakan/dasar/textbook.pdf [4] DP2M DIKTI. 2013. Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi (Edisi IX). Jakarta [5] Priyono, Joko., Sudika, I Wayan., Arman, Chairussyuhur., dkk. 2012. Pengembangan Usahatani Terpadu Jagung – Sapi Bali Pada Lahan Sub Optimal Di Ntb Dengan Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumberdaya Lokal. Lombok Barat. [6] Roheni, E.S., N. Amali, And A. Subhan. 2006. Janggel Jagung Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Untuk
Ternak Sapi Pada Musim Kemarau. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Puslitbangnak, Pontianak, 9-10 Agustus 2006, P. 193-196. [7] Ryantin, Erin., Suhendra, Dedi., dan Hermanto, Dhony. 2013. Optimalisasi Integrasi Sapi, Jagung, Dan Rumput Laut (Pijar) Pada Teknologi Pengolahan Pakan Ternak Berbasis Limbah Pertanian Jagung – Rumput Laut Guna Mendukung Program Bumi Sejuta Sapi (Bss) Di Nusa Tenggara Barat. Buletin peternakan Vol.37(3). Pusat Penelitian dan pengembangan Lahan Kering Tropika (P3LKT). PG253. [8] Saito, S., & Surdia, T. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita [9] Sato, T. G. 2000. Menggambar Mesin Menurut Standar ISO. Jakarta: Pradnya Paramita. [10] Sularso dan Suga, Kiyokatsu. 2004. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta : Pradnya Paramita. [11] Sumanto dan Nasrullah. 2012. Analisis Nilai Tambah Limbah Jagung Sebagai Pakan Ternak Sapi Di Sulawesi Selatan. Lembaga Teknologi Peternakan Sulawesi Selatan.
59
60
Sekolah Jalanan Srikandi Sebagai Model Pemberdayaan Pendidikan Humanis bagi Anak Jalanan Perempuan Nonrumah Singgah di Surabaya Raden Roro Nanik Setyowati1*), Ali Imron2 1
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya. Email:
[email protected] 2 Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya. Email:
[email protected] *)Alamat korespondensi: Email:
[email protected]
ABSTRAK Anak jalanan belum memiliki mental emosional yang kokoh, namun harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras, kompetitif, dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan kepribadiannya. Keberadaan anak di jalanan bukan hanya dilatarbelakangi faktor ekonomi keluarga semata, namun juga dipengaruhi disharmonitas peran dan fungsi pranata keluarga dan pengaruh lingkungan sosial. Pemberdayaan terhadap anak jalanan yang selama ini dilakukan oleh rumah singgah ternyata belum berjalan efektif. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi permasalahan yang dialami anak jalanan perempuan, mendeskripsikan upaya mengatasi permasalahan yang dialami anak jalanan perempuan, serta mengembangkan model pemberdayaan terhadap anak jalanan perempuan di Surabaya yang tidak menempati rumah singgah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana data dikumpulkan melalui pengamatan berpartisipasi dan wawancara mendalam, Data kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif model Miles dan Huberman. Permasalahan kerap dialami anak jalanan perempuan, seperti kekerasan. Permasalahan tersebut kemudian memunculkan mekanisme bertahan. Selain itu, muncul imitasi perilaku sebagai respon terhadap perilaku yang mengenai dirinya. Orangtua juga berperan dalam proses pengendalian sosial. Model pemberdayaan yang dirancang adalah pemberdayaan bidang pendidikan melalui revitalisasi pranata keluarga. Selain itu, menciptakan akses pendidikan formal bagai anak jalanan perempuan melalui mekanisme beasiswa. Pendidikan keterampilan hidup perlu dikuatkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Kata kunci: model pembangunan, anak jalanan perempuan, pemberdayaan 1.
PENDAHULUAN Fenomena anak jalanan menjadi isu penting dalam mengkaji dampak pembangunan kependudukan. Anak jalanan dalam kerangka[1], didefinisikan sebagai anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum. Sedangkan[2] mendefinisikan anak jalanan dengan batasan usia di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekatnya, serta larut dalam kehidupan yang nomaden di jalan raya. Berbagai definisi terkait anak jalanan tersebut menempatkan posisi anak jalanan sebagai kelompok marginal dan rentan dengan berbagai resiko. Data Kementerian Sosial tahun 2012, menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 94.356 anak, dengan provinsi Jawa Timur sebagai provinsi dengan populasi anak jalanan terbesar, yakni 2.870 anak, terdiri dari 2.262 anak jalanan laki-laki dan 608 anak jalanan perempuan[1]. Anak-anak yang bekerja di jalanan biasanya berasal dari keluarga miskin dengan pendidikan yang terabaikan. Kondisi ini justru menjadi bagian dari pelestarian kemiskinan karena anak yang bekerja nantinya akan tumbuh menjadi dewasa dan terjebak dalam pekerjaan tidak terlatih dengan upah yang rendah. Thapa, Chetryl, dan Aryal[14], mengungkapkan
bahwa membiarkan anak-anak bekerja sebagai pengganti sekolah merupakan upaya membuat “lingkaran setan”. Bekerja dapat menimbulkan dampak buruk bagi anak. Selain itu, anak yang berpendidikan rendah atau anak yang tidak bersekolah mengakibatkan berlanjutnya aksi pekerja anak. Intensitas keberadaan anak di jalanan ternyata bukan hanya dilatarbelakangi oleh faktor tekanan ekonomi (kemiskinan) keluarga, namun dipengaruhi variabel lain, seperti masifnya aksi kekerasan yang terjadi pada keluarga, disharmonitas peran dan fungsi pranata keluarga, serta pengaruh lingkungan sosial[3]. Sedangkan temuan[4], menyebutkan setidaknya terdapat tiga faktor penyebab anak turun ke jalanan, yakni faktor ekonomi, masalah keluarga, dan pengaruh teman. Kondisi tersebut memperkuat dugaan rendahnya pemenuhan hak-hak dasar bagi anak jalanan. Anak jalanan, terutama anak jalanan perempuan sangat rentan terhadap berbagai bentuk perlakuan eksploitatif, baik secara ekonomi, psikologis, maupun seksual. Temuan[5] dalam penelitian Hibah Bersaing tahun pertama, menguatkan realitas tentang beban sosial yang harus ditanggung anak jalanan perempuan ketika harus berkontestasi di jalanan. Anak jalanan perempuan kerap kali mengalami tindak kekerasan saat bekerja di jalanan, seperti kekerasan fisik, perampasan hasil mengamen, serta kekerasan simbolik. Relasi kuasa antara anak jalanan perempuan
61
dengan penguasa ruang publik jalanan (preman) seakan tak terhindari dan menjadi pengalaman empiris bagi anak jalanan perempuan. Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma dalam menempatkan anak jalanan sebagai subjek dan memberikan ruang berkreasi serta mengembangkan bakat dan minatnya, tanpa merampas hak-hak sosialnya, termasuk hak terhadap akses pendidikan. Penelitian Hibah Bersaing tentang “Pengembangan Model Pemberdayaan Anak Jalanan Perempuan di Surabaya”, pada tahun pertama telah berhasil mengidentifikasi bentuk-bentuk permasalahan yang dialami oleh anak jalanan perempuan di Surabaya yang tidak menempati rumah singgah dan upaya solutifnya. Berangkat dari indentifikasi tersebut, pada akhir penelitian Hibah Bersaing tahun pertama, telah berhasil dirumuskan model pemberdayaan anak jalanan perempuan di Surabaya, yang akan diimplementasikan pada tahun kedua ini. Adapun model pemberdayaan anak jalanan di Surabaya yang tidak menempati rumah singgah adalah melalui program sekolah jalanan Srikandi. Srikandi adalah akronim dari seang, riang, kekeluargaan, dan mandiri. Selain itu, memang peserta sekolah jalanan Srikandi adalah anak jalanan perempuan. Sekolah jalanan Srikandi merupakan model yang dirancang dengan pendekatan partisipatoris, dimana anak jalanan perempuan diberi ruang belajar yang seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, serta kemampuannya agar bisa menjadi berarti bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya. Konsep pendidikan pada model sekolah jalanan Srikandi ini bertumpu pada strategi pembelajaran yang menempatkan anak sebagai subjek belajar. Belajar dilakukan dengan senang dan riang, dengan tetap menempatkan dimensi kekeluargaan sebagai simbol harmoni, serta jiwa kemandirian sebagai simbol kekuatan dari dalam diri. Model sekolah jalanan Srikandi dilaksanakan di tempat mangkal anak-anak jalanan perempuan agar lebih dekat dan melebur dengan kegiatan anak jalanan perempuan. Adapun muatan materi yang diberikan difokuskan pada penguatan karakter dan habituasi nilai-nilai moral, serta pengembangan soft skill, seperti keterampilan kewirausahaan. Waktu belajar dibuat fleksibel menyesuaikan dengan waktu senggang mereka di tengah-tengah kesibukan bekerja di jalanan ataupun pada sore hari ketika lepas dari jam kerja[5]. Riset ini adalah tindak lanjut pada tahun pertama yang telah menemukan model pemberdayaan pendidikan bagi anak jalan perempuan nonrumah singgah. Pada tahun kedua ini, penelitian berfokus pada implementasi sekolah jalanan Srikandi sebagai model pemberdayaan pendidikan humanis bagi anak jalanan perempuan nonrumah singgah di Surabaya. 2.
KAJIAN LITERATUR Riset tentang pemberdayaan pendidikan bagi anak jalanan perempuan menjadi fokus kajian menarik
dalam studi Sosiologi. Penelitian[6], tentang “Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom oleh Sanggar Anak Akar di Gudang Seng, Jakarta Timur”, mengungkapkan bahwa pelaksanan Sekolah Otonom di Sanggar Anak Akar merupakan pendidikan alternatif untuk pemberdayaan anak jalanan yang tidak mampu secara ekonomi untuk melanjutkan pendidikan. Pelaksanaan pembelajaran didesain untuk memenuhi kebutuhan akan minat anak jalanan sehingga potensi dan bakatnya tereksplorasi secara maksimal. Beberapa faktor yang mampu memperkuat implementasi Sekolah Otonom, antara lain dukungan sarana dan prasarana, jaringan kemitraan, dan kuatnya komitmen bersama (pengelola, pendidik, dan peserta didik). Anak jalanan yang mengikuti program Sekolah Otonom mampu menunjukkan potensi dan bakat mereka secara optimal. Kajian[7] misalnya, tentang “Pendidikan Berbasis Masyarakat: Studi tentang Rumah Pengetahun, Amartya, Bantul” mengungkapkan bahwa pendidikan berbasis masyarakat yang dikembangkan oleh Rumah Pengetahuan Amartya, Bantul, lahir dari ide besar untuk menghilangkan diskriminasi pendidikan, memberikan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan bagi masyarakat miskin, serta mendekatkan proses pendidikan dengan realitas kehidupan sosial. Pendidikan berbasis masyarakat lahir, tumbuh, dan berdinamika oleh masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan berangkat dari kebutuhan riil masyarakat. Beberapa elemen bergerak secara bersama-sama, antara lain aktivis gerakan sosial di Yogyakarta, pengelola, pendidik, orangtua, dan tokoh masyarakat. Konsep pendidikan berbasis masyarakat berlandaskan pada prinsip solidaritas, egaliter, kebersamaan, dan kaderisasi. Masyarakat sekitar memberikan dukungan secara moril maupun materiil. Bahkan masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal sistem seleksi, kurikulum, dan kegiatan di luar pembelajaran. Strategi pembelajaran diarahkan pada pemenuhan kebutuhan belajar peserta didik. [8] Mengkaji tentang buruh anak dan strategi penyelamatan buruh anak agar tetap sekolah. Melalui kajian yang bertajuk “Menjaga Anak-anak Tetap Bersekolah”, organisasi ini mengungkapkan bahwa meskipun anak-anak berstatus sebagai pekerja (buruh), namun hak anak untuk tetap bersekolah harus tetap terjaga. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metodologi untuk memberikan kesempatan kemudahan bagi buruh anak untuk tetap bersekolah. Sekolah bagi buruh anak harus didesain sesuai dengan kebutuhan buruh anak. Anak harus diposisikan sebagai subjek pembelajar. Untuk menciptakan suasana humanis bagi buruh anak untuk belajar, antara lain diawali dari mendiskusikan secara bersama berbagai aturan yang perlu dibarengi dengan membangun komitmen bersama dari peserta didik. Penguatan positif harus selalu diberikan kepada peserta didik. Dengan demikian, membangun kesadaran diantara sesama
62
peserta didik terkait sistem yang dibangun juga akan lebih mudah karena sudah diawali dengan habituasi akan bangunan nilai dan norma sosial. Membangun kesadaran kritis harus diawali untuk memantapkan identitas peserta didik. Gagasan pendidikan Freire dalam memperjuangkan anak-anak miskin agar tetap bersekolah dan belajar merupakan hal yang sangat hakiki.Hal ini dilakukan dalam rangka mengentaskan kebodohan, ketertindasan, dan keterbelakangan[9]. Konsep politik dan pendidikan Freire mempunyai visi filosofis yaitu “manusia yang terbebaskan”. Hal ini dimaksudkan bahwa apa yang disampaikan pada kaum tertindas tidak sekedar menjadi hiburan, dan juga bukan untuk terus menerus menentang kekuatan objektif kaum tertindas, sebagaimana ungkapan Dorothee Soelle dalam Choosing Life, bahwa, “hidup ini menjadi berarti bagi saya dan memungkinkan segalanya. Mengharuskan kita agar mempunyai kekuasaan untuk memperjuangkan masa depan”[9]. [9] Memandang bahwa pendidikan selalu merupakan tindakan politis. Pendidikan selalu melibatkan hubungan sosial dan melibatkan pilihanpilihan politik. Berbagai kemungkinan yang terjadi, antara lain, pertama, tatkala pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan sosial, maka pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial. Namun, ketika masyarakat tetap dalam keadaan miskin, mereka menjadi budak para penguasa dan tidak bisa berbuat apapun, kecuali menerima begitu saja perlakuan dan penganiyaan yang dilakukan penguasa. Kondisi inilah yang disebut sebagai pendidikan magis. Pendidikan magis adalah konsep pendidikan ketika masyarakat menganggap bahwa nasib yang menimpa dirinya adalah takdir yang sudah diatur oleh Tuhan Sang Pencipta. Kedua, munculnya pendidikan naif yang menganggap bahwa masyarakat sudah paham dan mengerti segala problem di sekitarnya, namun mereka tidak berbuat apa-apa, bahkan apatis, persoalan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa adanya kepedulian untuk keluar dari persoalan tersebut, bahkan menikmatinya walaupun mereka sadar akan menyebarkan benih-benih kesusahan. Ketiga, pendidikan kritis justru hadir untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk peduli dan kritis terhadap segala persoalan yang terjadi dalam lingkungan. Strateginya melalui pembangunan berpikir yang mampu memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam dirinya, yang selanjutnya dikorelasikan dengan realitas empiris yang mereka alami, dan bagaimana konstruksi masyarakat yang sedang membentuk mereka, apakah ada unsur sewenang-wenang atau sebaliknya. Sekolah jalanan Srikandi sebagai model pemberdayaan pendidikan bagi anak jalanan perempuan yang tidak menempati rumah singgah merupakan pendekatan alternatif untuk membuka dimensi ruang berpikir kritis anak jalanan perempuan. Tidak hanya sebatas agar anak jalanan perempuan
mampu memunculkan berbagai potensi, bakat, minat, dan kemampuanya, namun lebih dari itu melalui sekolah jalanan , mereka diajak untuk berpikir kirtis akan kondisi empiris yang mereka alami dan mengidentifikasi berbagai faktor penyebabnya, untuk kemudian secara mandiri merumuskan alternatif solusinya agar mampu keluar dari problem sosialnya. Tujuan akhir dari pendidikan kritis adalah agar masyarakat memiliki kepekaan terhadap segala bentuk tindakan diskriminatif dari penguasa yang akanberdampak pada praktik penindasan terhadap mereka. Bagi Freire, pendidikan memiliki potensi membebaskan, mencerdaskan, dan pendidikan yang membebaskan merupakan jalan menuju pengetahuan dan pemikiran kritis. Globalisasi memerlukan individu-individu yang sangat sadar, percaya diri, berpemikiran kritis, berperan serta, melek huruf, dan melek angka untuk berkompetisi dalam tata ekonomi dunia yang baru[9] . Selain perpektif pendidikan kritis, Paulo Freire[10], juga mengkonstruksi konsep pendidikan humanis, yakni: a. Pendidikan yang mempertegas dan memperjelas arah pendidikan yang membebaskan dan memerdekakan, yaitu upaya pemberdayaan masyarakat tertindas menuju paradigma kritis dan trasformatif dalam rangka mewujudkan kebebasan sebagai bagian dari hak asasi setiap manusia; b. Pendidikan sebagai pengawal dinamika sosial dengan melibatkan variabel kebudayaan, pengetahuan, dan kondisi kelompok masyarakat; dan c. Pendidikan emansipatoris, yaitu pendidikan yang tidak saja menjalankan peranannya sebagai proses pengalihan pengetahuan atau hanya sekedar proses pengumpulan data daninformasi yang disebutkannya penyimpanan, melainkan mengetahui harus menjadikan peserta didik sebagaimakhluk yang “menjadi” subjek dan hidup secara aktif merasakan persoalan dan ikut terlibat dalam dinamika kehidupan. Hal ini berarti bahwa mengetahui juga harus mampu melakukan analisis dan kritis terhadap konstruksi masyarakat yang sedang terbentuk maupun dibentuk oleh lingkungan. Masalah sosial yang ada di dunia ini disebabkan karena faktor manusia dan realitas. Oleh karena itu, [9] berpendapat bahwa: a. Pendidikan adalah proses yang mengambil kehidupan sosial sebagai landasan belajar dan studi; b. Pendidikan merupakan salah satu dimensi kehidupan sosial; dan c. Pendidikan berusaha mengungkap apa yang ada dibalik kehidupan sosial tersebut.
63
3.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Penelitian ini mengambil lokasi di Surabaya karena distribusi anak jalanan perempuan terbesar di Jawa Timur. Sedankan subyek dalam penelitian ini adalah anak jalanan perempuan peserta sekolah jalanan Srikandi. Data dikumpulkan data melalui dua cara, yaitu penggalian data primer dan data sekunder. Penggalian data primer dilakukan melalui pengamatan berpartisipasi dan wawancara secara mendalam.Data sekunder dilakukan dengan cara penelusuran bukubuku; artikel ilmiah, baik yang dipublikasikan melalui jurnal; laporan media massa; dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model Miles dan Huberman, melalui teknik reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Sekolah Jalanan Srikandi: Bentuk Nyata Pendidikan Kritis dan Humanis
Sekolah jalanan Srikandi yang diimplementasikan pada tahun kedua merupakan respon dari permasalahan yang dihadapi oleh anak jalanan, terutama anak jalanan perempuan di Surabaya. Anak jalanan (termasuk anak jalanan perempuan), didefinisikan sebagai anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dan keberadaan mereka juga tidak pernah menentu dan kegiatan yang mereka lakukan menghasilkan uang. Ciri-ciri anak jalanan perempuan adalah mereka berusia rata-rata 12 tahun, setiap harinya mereka menghabiskan waktu mereka di jalanan untuk bekerja atau sekedar berkeliaran di jalan-jalan, rata-rata penampilan mereka kotor dan kusam serta pakaian mereka jorok dan tidak teratur[11]. Bagi anak jalanan perempuan memang selama mengamen sendiri informan tidak pernah mendapat kendala apapun. Informan sendiri mengamen sepulang sekolah, sepulang sekolah informan ganti baju, makan menunggu teman informan datang menghampiri informan dan langsung berangkat mengamen. Anak jalanan yang jarang diganggu oleh preman-preman jalanan karena masih berada dalam pengawasan orangtuanya. Informan lain juga mengaku bahwa dia belum pernah disakiti oleh orang selama berada dijalan namun ketika nantinya ada yang membahayakan dirinya, ada salah satu informan yang akan lapor kepada ayahnya. Ada pula informan yang mengaku pernah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dalam bekerja, seperti dimarahi oleh orang lain. Permasalahan lain yang ditemui di lapangan bahwa anak jalanan perempuan sebenarnya masih
mempunyai keinginan yang kuat untuk bersekolah, namun orangtua terkadang melarang anaknya untuk bersekolah karena terkait orangtua sudah tidak mampu membiayai sekolah. Orangtua sudah enggan membiayai sekolah anaknya karena uang yang diperoleh dari pekerjaan orangtuanya sebagai tukang becak dan buruh cuci tidak mencukupi untuk biaya sekolah. Penghasilan orangtuanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarganya. Berangkat dari berbagai permasalahan yang menggejala dan dialami oleh anak jalanan perempuan di Surabaya, maka tim peneliti merancang model pemberdayaan bagi anak jalanan perempuan. Pada awal perancangan model, ada 3 (tiga) model pemberdayaan yang dirancang. Pertama, program kewirausahaan, dalam bentuk pelatihan dan peminjaman modal usaha bagi anak jalanan perempuan. Namun, berdasarkan need assessment terhadap anak jalanan perempuan di Surabaya, program kewirausahaan dirasa tidak cocok dengan mereka karena pada umumnya, anak jalanan perempuan lebih savety dengan aktivitas memintaminta dan mengamen di jalan raya, daripada harus menjual barang. Kedua, pemberian beasiswa pendidikan bagi anak jalanan. Program ini juga tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena minimnya anggaran. Program ini juga berpotensi untuk memunculkan kebergantungan baru, terutama bagi orangtua anak jalanan perempuan yang sangat ekploitatif terhadap anaknya. Berapapun uang yang diperoleh anak jalanan perempuan, biasanya anak jalanan langsung meminta uang tersebut untuk dititipkan ke orangtuanya tadi dan rawan karena justru akan digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Oleh karena itu, program yang paling realistis dan rasional adalah membentuk sekolah alternatif dalam rangka upaya pemberdayaan pendidikan bagi anak jalanan perempuan yang tidak menempati rumah singgah adalah membentuk sekolah jalanan Srikandi. Sekolah jalanan Srikandi adalah konsep penciptaan terhadap akses pendidikan bagi anak jalanan perempuan di Surabaya yang tidak menempati rumah singgah. Sekolah jalanan Srikandi dilaksanakan di lokasi yang sangat fleksibel, yakni di tempat mangkal anak-anak jalanan perempuan. Tujuannya agar lebih dekat dan melebur dengan kegiatan anak jalanan perempuan. Berikut gambar diagram model sekolah jalanan Srikandi.
64
Permasalahan Anak Jalanan Perempuan
1. 2.
kekerasan fisik dan seksual eksploitasi ekonomi
PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK
PERLINDUNGAN FISIK, SEKSUAL & AKSES EKONOMI
SEKOL AH JALAN AN
Gambar 1. Diagram Model Sekolah Jalanan Srikandi
Selain itu, sekolah jalanan Srikandi bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang humanis sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran dengan berprinsip pada pendekatan partisiatoris. sekolah jalanan Srikandi juga menjadi otokritik terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang belum secara komprehensif berpihak kepada masyarakat miskin, terutama bagi anak jalanan perempuan, seperti yang disinggung oleh Paulo Freire. Gagasan pendidikan ala[9], dalam memperjuangkan anak-anak miskin agar tetap bersekolah dan belajar merupakan hal yang sangat hakiki. Hal ini dilakukan dalam rangka mengentaskan kebodohan, ketertindasan, dan keterbelakangan. Freire[10], memandang bahwa pendidikan selalu merupakan tindakan politis. Pendidikan selalu melibatkan hubungan sosial dan melibatkan pilihanpilihan politik. Berbagai kemungkinan yang terjadi, antara lain, pertama, tatkala pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan sosial, maka pendidikan memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial. Namun, ketika masyarakat tetap dalam keadaan miskin, mereka menjadi budak para penguasa dan tidak bisa berbuat apapun, kecuali menerima begitu saja perlakuan dan penganiyaan yang dilakukan penguasa. Kondisi inilah yang disebut sebagai pendidikan magis. Pendidikan magis adalah konsep pendidikan ketika masyarakat menganggap bahwa nasib yang menimpa dirinya adalah takdir yang sudah diatur oleh Tuhan Sang Pencipta. Kedua, munculnya pendidikan naif yang menganggap bahwa masyarakat sudah paham dan mengerti segala problem disekitarnya, namun mereka tidak berbuat apa-apa, bahkan apatis, persoalan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa adanya kepedulian
untuk keluar dari persoalan tersebut, bahkan menikmatinya walaupun mereka sadar akan menyebarkan benih-benih kesusahan. Ketiga, pendidikan kritis justru hadir untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk peduli dan kritis terhadap segala persoalan yang terjadi dalam lingkungn mereka, seperti persoalan kemiskinan, maupun penindasan yang dilakukan penguasa terhadap mereka. Strateginya melalui pembangunan berpikir yang mampu memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam dirinya, yang selanjutnya dikorelasikan dengan realitas empiris yang mereka alami, dan bagaimana konstruksi masyarakat yang sedang membentuk mereka, apakah ada unsur sewenang-wenang atau sebaliknya. Sekolah jalanan Srikandi sebagai model pemberdayaan pendidikan bagi anak jalanan perempuan yang tidak menempati rumah singgah merupakan pendekatan alternatif untuk membuka dimensi ruang berpikir kritis anak jalanan perempuan. Tidak hanya sebatas agar anak jalanan perempuan mampu memunculkan berbagai potensi, bakat, minat, dan kemampuanya, namun lebih dari itu melalui sekolah jalanan Srikandi, anak jalanan perempuan diajak untuk berfikir kirtis akan kondisi empiris yang mereka alami dan mengidentifikasi berbagai faktor penyebabnya, untuk kemudian secara mandiri merumuskan alternatif solusinya agar mampu keluar dari problem sosialnya. Tujuan akhir dari pendidikan kritis adalah agar masyarakat memiliki kepekaan terhadap segala bentuk tindakan diskriminatif dari penguasa yang akan berdampak pada praktik penindasan terhadap mereka. Bagi Freire, pendidikan memiliki potensi membebaskan, mencerdaskan, dan pendidikan yang membebaskan merupakan jalan menuju pengetahuan dan pemikiran kritis. Globalisasi memerlukan individu-individu yang sangat sadar, percaya diri, berpemikiran kritis, berperan serta, melek huruf, dan melek angka untuk berkompetisi dalam tata ekonomi dunia yang baru[3]. Selain perpektif pendidikan kritis, Paulo Freire[15], juga mengkonstruksi konsep pendidikan humanis, yakni: a. Pendidikan yang mempertegas dan memperjelas arah pendidikan yang membebaskan dan memerdekakan, yaituupaya pemberdayaan masyarakat tertindas menujuparadigma kritis dan trasformatif dalam rangka mewujudkan kebebasan sebagai bagian dari hak asasi setiap manusia; b. Pendidikan sebagai pengawal dinamika sosial dengan melibatkan variabel kebudayaan, pengetahuan, dan kondisi kelompok masyarakat; dan c. Pendidikan emansipatoris, yaitu pendidikan yang tidak saja menjalankan peranannya sebagai proses pengalihan pengetahuan atau hanya sekedar proses pengumpulan data dan informasi yang disebutkannya penyimpanan (banking), melainkan mengetahui harus
65
menjadikan peserta didik sebagai makhluk yang “menjadi” subjek dan hidup secara aktif merasakan persoalan dan ikut terlibat dalam dinamika kehidupan. Hal ini berarti bahwa mengetahui juga harus mampu melakukan analisis dan kritis terhadap konstruksi masyarakat yang sedang terbentuk maupun dibentuk oleh lingkungan. Masalah sosial yang ada di dunia ini disebabkan karena faktor manusia dan realitas. Oleh karena itu, [3] berpendapat bahwa: a. Pendidikan adalah proses yang mengambil kehidupansosial sebagai landasan belajar dan studi; b. Pendidikan merupakan salah satu dimensi kehidupan sosial; dan c. Pendidikan berusaha mengungkap apa yang ada dibalik kehidupan sosial tersebut. Adapun muatan materi yang diberikan difokuskan pada penguatan karakter dan habituasi nilai-nilai moral, serta pengembangan soft skill. Waktu belajar juga dibuat fleksibel menyesuaikan dengan waktu senggang anak jalanan perempuan di tengah-tengah kesibukan bekerja di jalanan ataupun pada sore hari ketika lepas dari jam kerja. Model sekolah jalanan Srikandi yang dibentuk berlandaskan pada prinsip partisipatori, sehingga sumber daya manusia (SDM) yang akan berpartisipasi dalam sekolah jalanan Srikandi ini adalah relawan yang tidak mendapatkan gaji. Relawan berasal dari kalangan mahasiswa atau masyarakat umum yang menaruh perhatian terhadap anak jalanan. “Sekolah Jalanan” bukanlah sekolah formal pada umumnya, namun sarana belajar, beradaptasi, dan berempati dengan sesama anak jalanan perempuan maupun antara masyarakat dengan anak jalanan perempuan. sekolah jalanan Srikandi mengakomodasi dan memberikan ruang bagi anak jalanan perempuan untuk mengeksplorasi potensi yang ada pada dirinya sekaligus belajar secara bertahap tentang strategi aplikasi dan pengembangannya. Berikut kurikulum sekolah jalanan Srikandi. Tabel 1. Rancangan Kurikulum Sekolah Jalanan Srikandi N 1.
Nama oProgram Kelompo k Belajar
Tentativ e Waktu Sore atau malam hari
Teknis Program Kegiatan belajar yang akan didampingi oleh “guru” pendamping dengan metode yang telah disepakati bersama
Tujuan Program Membangun motivasi belajar, memperkuat proses belajar
N
Nama oProgram Pustaka Anak
Tentativ e Waktu Sore atau malam hari
Teknis Program Program perpustakaan dan taman baca yang dikelola secara kreatif, mandiri, dan bersama
Tujuan Program Menumbuhka n minat dan budaya baca pada anak jalanan
3.
Bengkel Kreatif
Fleksibel
Memberikan ruang untuk menggali bakat, minat, dan skill di bidang seni budaya
4.
Gelar Wacana
Fleksibel
Eksplorasi bakat dan minat anak jalanan perempuan dalam bidang seni budaya yang memiliki potensi ekonomi Forum diskusi bersama anak jalanan perempuan terkait permasalaha n di jalanan maupun di keluarga
2.
Sarana melatih kemampuan berbicara di depan publik dan sarana problem solving
b. Implementasi Sekolah Jalanan Srikandi Pada pertemuan awal, proses pendampingan anak jalanan dilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 20.00. Tim peneliti dibantu dua mahasiswa mulai berkeliling untuk mencari anak jalanan yang biasanya berkeliaran di jalanan Ketintang Surabaya. Pada kali ini kami sedikit mengalami kesulitan untuk menemui anak jalanan yang pada hari biasa sangat mudah untuk dijumpai. Setelah menelusuri jalanan Ketintang, akhirnya tim peneliti menemui seorang anak jalanan yang sambil membawa kotak sumbangan uang singgah di ruko yang sudah tutup di Jl. Jetis Kulon Surabaya. Pada pertemuan perdana, tim peneliti langsung menghampiri dan berkenalan dengan anak tersebut. Anak jalanan yang ditemui ini seorang anak perempuan bernama Marsha Lista Ananta umur 7 tahun yang masih sekolah kelas 3 SD. Setelah berbincang-bincang sebentar, kemudian ada anak kecil laki-laki dan perempuan yang juga sedang membawa kotak sumbangan. Tanpa berpikir panjang mereka langsung kami panggil untuk berkumpul sejenak. Anak perempuan yang baru bergabung dengan kami ini bernama Bian berumur sekitar 6 tahun. Bian sama sekali belum pernah merasakan bangku pendidikan. Awalnya, mereka tidak mau untuk kami kumpulkan, namun setelah kami memberikan iming-iming bingkisan dan makanan akhirnya mereka mau untuk kami berikan pengajaran. Sebelum melakukan pengajaran, tim peneliti bertanya kepada masing-masing anak mengenai latar belakang pendidikan mereka dan kemampuan yang sudah mereka miliki dalam hal pelajaran. Kemampuan
66
belajar yang sudah dimiliki Marsha hanya berhitung, menulis, dan membaca. Sedangkan Bian yang belum pernah bersekolah hanya bisa menulis dan membaca walaupun masih terbata-bata. Setelah mengetahui kemampuan yang sudah mereka miliki kami berbagi tugas, untuk Marsha kami berikan pelajaran penjumlahan, pembagian, perkalian dan sedikit pengetahuan umum. Sedangkan untuk Bian kami ajarkan membaca dan berhitung. Porsi materi yang kami berikan kepada kedua anak jalanan ini tidak sama mengingat kemampuan yang mereka miliki berbeda. Sebelum mengakhiri pertemuan kami membagikan makanan dan juga merchandise kepada Marsha dan Bian. Merchandise yang kami berikan berisi alat-alat tulis berupa buku tulis, pensil, ballpoin, kotak pensil, dan penghapus. Sekitar pukul 21.00, kami menuju Taman Bungkul dengan harapan menemui anak-anak jalanan yang ada di sana. Setelah sampai di Taman Bungkul, tim peneliti berhasil menjumpai komunitas pengajar anak jalanan yang sedang bercengkrama bersama anak-anak jalanan. Setelah berkenalan dengan komunitas tersebut, akhirnya kami diizinkan untuk berpartisipasi memberikan pengajaran. Pada kesempatan ini kami menemui beberapa anak masing-masing bernama Zahra, Nisa, Gladis, dan Agnes. Aktivitas yang mereka lakukan di lokasi belajar, yaitu bermain game dengan cara menjumlahkan. Jadi, mereka bermain sambil belajar berhitung. Disela-sela permainan kami berusaha untuk memberikan kuis kepada anak anak jika yang bisa menjawab akan kami berikan merchandise. Pertanyaan-pertanyaan yang kami gunakan untuk kuis, yaitu seputar pengetahuan umum. Karena dengan iming-iming hadiah mereka menjadi sangat antusias dalam menjawab setiap pertanyaan dan berusaha menjadi yang terbaik. Kegiatan sekolah jalanan Srikandi dengan anak jalanan perempuan pada pertemuan selanjutnya berlangsung selama dua jam, yaitu dimulai pukul 20.00- 22.00 WIB dan mengambil lokasi di pinggiran jalanan Ketintang Surabaya. Kegiatan belajar berlangsung pada malam hari karena waktu luang dan jam kerja selesai dijalanan oleh anak jalanan perempuan hanya pada waktu malam hari. Sedangkan waktu pagi atau siang hari mereka anak jalanan perempuan yang masih bisa bersekolah akan menggnakan waktunya untuk sekolah. Anak jalanan perempuan yang tidak memiliki kemampuan dari biaya untuk sekolah akan tetap bekerja di jalanan pada siang hari. Anak jalanan yang belajar bersama pada hari ini sangatlah antusias. Pada pertemuan berikutnya, anak jalanan yang mengikuti “Sekolah Jalanan” berjumlah lima orang antara lain, yang pertama bernama Marsa Lista Ananta. Marsa saat ini duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Kedua, bernama Manda saat ini duduk di kelas 6 Sekolah Dasar. Ketiga, bernama Bian. Bian tidak memiliki kemampuan secara ekonomi untuk biaya sekolah. Bian juga tidak mengetahui nama lengkap serta nama orang tuanya sendiri. Bian saat ini berusia
sekitar tujuh tahun. Anak jalanan perempuan selanjutnya bernama Tasya Aureliya. Tasya duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Anak jalanan yang kelima biasa disapa Lili yang juga tidak bersekolah karena keterbatasan biaya. Sebelum anak jalanan perempuan ini mengikuti kegiatan sekolah jalanan Srikandi, dengan membawa tas ransel dan selempang Manda, Tasya, Bian, Marsa, dan Lili mengelilingi jalanan yang ramai dengan membawa kotak persegi yang terbuat dari kerdus dan bertuliskan untuk biaya sekolah. Kerdus tersebut digunakan ketika mereka sedang bekerja di jalanan. Dari dua arah jalan yang berbeda dan dengan muka yang letih dan baju lusuh, serta memakai sandal jepit adik-adik anak jalanan perempuan ini mulai berdatangan untuk belajar bersama disela waktu bekerja mereka. Kegiatan di sekolah jalanan Srikandi diawali dengan berdo’a bersama dan membaca surat AlFatihah. Setelah doa awal belajar adik-adik anak jalanan perempuan mendapat pelajaran sesuai dengan tingkatan sekolah. Dengan posisi duduk melingkar dan buku serta alat tulis diletakkan depan tempat duduk masing-masing. Pelajaran pertama yang diberikan adalah bahasa Indonesia meliputi membaca, menulis, bercerita, dan bernyanyi. Marsa, Tasya, dan Manda sudah memiliki kemampuan dasar untuk membaca. Sedangkan Bian dan Lili masih dalam proses mengafal abjad huruf A sampai dengan Z dan Angka serta lambang untuk berhitung. Tidak lupa masing anak jalanan perempuan ini mengisi biodata diri di sampul buku dan halaman pertama pada buku tulis mereka. Mulai dari nama, kelas, umur, alamat sekolah dan citacita yang ingin dicapai. Sembari Bian dan Lili belajar membaca dan mengeja huruf, Marsa, Tasya, dan Manda belajar menjawab soal latihan bahasa Indonesia dilanjutkan hafalan perkalian. Seusai belajar membaca dan menjawab soal latihan dilanjutkan dengan tampil di depan temantemannya, dan kemudian bercerita tentang cita-cita yang ingin dicapai. Ketika Marsa tampil kedepan, Marsa bercerita ingin menjadi seorang dokter atau perawat yang pakaiannya putih-putih. Marsa mempunyai cita-cita sebagai dokter karena ingin menolong dan menyembuhkan orang yang sakit. Selain itu, ibunya sendiri juga sedang sakit tumor saat ini. Penampilan kedua adalah Lili. Namun ia tidak bercerita tentang cita-cita yang dimiliki olehnya. Lili tampil bernyanyi “Satu-satu” dan “Balonku ada lima”. Lili bernyanyi dengan malu-malu sambil bertepuk tangan dan tersendat-sendat. Penampilan selanjutnya adalah Manda dengan antusias untuk maju dan mengacungkan tanganya tinggi agar bisa tampil terlebih dahulu. Manda memperkenalkan diri dan bercerita ingin menjadi penanyi professional karena bakat yang dimiliki Manda saat ini yang menurutnya lebih ahli adalah pada bidang bernyanyi. Kemudian Manda menampilkan sebuah lagu yang berjudul “Terima kasih guruku “ dengan keras dan lantang. Sehingga mendapatkan
67
tepukan tangan dari teman- temanya. Dilanjutkan dengan penampilan Bian ditemani oleh Tasya. Tampilan Tasya dan Bian di depan teman-temannya dengan bercerita cita-cita. Jika Bian masih bingung ingin menjadi apa dan masih malu, berbeda dengan Tasya yang menyampaikan bahwa ia berkeingianan untuk menjadi polisi wanita. Tasya ketika di jalanan sering bertemu polisi wanita yang mengatur lalu lintas dan menurut Tasya seragam yang dipakai keren sambil mengatur lalu lintas. Setelah semuanya tampil kegiatan belajar dilanjutkan dengan menyanyikan yel-yel untuk menambah semangat mereka selama belajar. Yel-yel dibarengi dengan tepukan tangan sambil bernyanyi. Yel-yel rukun Islam diperagakan kemudian diberikan contoh gerakan dan ditirukan oleh adik-adik anak jalanan perempuan. Dengan semangat sambil terbatabata menyanyikan yel-yel dan menirukan contoh gerakan yang diulang-ulang. Mereka mulai hafal dan menulis lirik lagu yel- yel ke buku tulis. Yel-yel rukun Islam terus dinyanyikan selama proses belajar untuk menambah semangat mereka. Selain itu, agar rasa lelah dan kantuk tidak dirasakan karena waktu belajar bersama di malam hari. Kegiatan belajar bersamapun diakhiri karena melihat kondisi adik-adik anak jalanan perempuan yang sudah mulai menguap setelah pelajaran Matematika diberikan. Marsa paling antusias untuk menghafal perkalian sedangkan Manda lebih tertarik dengan pelajaran Bahasa Inggris. Manda ingin lancar berbicara Bahasa Inggris agar dapat menjadi dokter. Lain halnya dengan Bian dan Lili yang masih harus belajar membaca dan menulis meskipun tidak adanya dukungan untuk dapat bersekolah seperti ketiga temanya yang lain. Sedangkan Tasya lebih memilih untuk belajar Ilmu Pengetahuan Sosial karena dianggap Tasya adalah pelajaran yang paling mudah. Kegiatan kegiatan review di sekolah jalanan Srikandi diakhiri dengan membaca tiga surat pendek yang dipimpin oleh Manda dan dilanjutkan dengan membaca do’a untuk kedua orangtua. Dalam kegiatan bimbingan belajar, anak jalanan perempuan mengawali kegiatan sambil mengadahkan kedua tangan membaca Surat Al Fatihah. Kegiatan sekolah jalanan Srikandi ini dengan anak jalanan perempuan diakhiri dengan membagikan perlengkapan sekolah berupa alat tulis buku beserta poster huruf abjad, angka, dan huruf hijaiyah. Wajah yang sebelumnya kehilangan semangat dan tanpa sennyuman berganti dengan ceria karena senang melihat kejutan kecil yang diberikan kepada mereka. 5.
KESIMPULAN Sekolah jalanan Srikandi bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang humanis yang sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran dengan berprinsip pada pendekatan partisiatoris. “Sekolah Jalanan” ini juga menjadi otokritik terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang belum
secara komprehensif berpihak kepada masyarakat miskin, terutama bagi anak jalanan perempuan, seperti yang disinggung oleh Paulo Freire. Gagasan pendidikan ala Freire dalam memperjuangkan anakanak miskin agar tetap bersekolah dan belajar merupakan hal yang sangat hakiki. Hal ini dilakukan dalam rangka mengentaskan kebodohan, ketertindasan, dan keterbelakangan. Adapun muatan materi yang diberikan difokuskan pada penguatan karakter dan habituasi nilai-nilai moral, serta pengembangan soft skill. Waktu belajar juga dibuat fleksibel menyesuaikan dengan waktu senggang anak jalanan perempuan di tengah-tengah kesibukan bekerja di jalanan ataupun pada sore hari ketika lepas dari jam kerja. Model “Sekolah Jalanan” yang dibentuk berlandaskan pada prinsip partisipatori, sehingga sumber daya manusia (SDM) yang akan berpartisipasi dalam “Sekolah Jalanan” ini adalah relawan (volunteer) yang tidak mendapatkan gaji. Relawan berasal dari kalangan mahasiswa yang menaruh perhatian terhadap anak jalanan. Sekolah jalanan Srikandi bukanlah sekolah formal pada umumnya, namun sarana belajar, beradaptasi, dan berempati dengan sesama anak jalanan perempuan maupun antara masyarakat dengan anak jalanan perempuan. “Sekolah Jalanan” mengakomodasi dan memberikan ruang bagi anak jalanan perempuan untuk 39 mengeksplorasi potensi yang ada pada dirinya sekaligus belajar secara bertahap tentang strategi aplikasi dan pengembangannya. 6. DAFTAR PUSTAKA [1].Kementerian Sosial RI. 2009. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Potensi dan Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2009. (Online). (http://database.depsos.go.id/modules.php?name=Pmks 2009&opsi=pmks2009-2. Diakses 8 Mei 2013). [2]. United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF). 2013. UNICEF Report 2012. UNICEF: Washington. [3]. Subhansyah, Aan, dkk. 1996. Anak Jalanan di Indonesia: Deskripsi Persoalan dan Penanganan. Yogyakarta: LPSH Humana. [4]. Awam, Duta. 2007. Laporan Tahunan Yayasan Duta Awam Semarang. Semarang: Yayasan Duta Awam. [5]. Setyowati, Rr Nanik dan Ali Imron. 2016. “The Development Model of Street Girls Empowerment in Surabaya”.Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol.7, No.1, January 2016. Halaman 566-567. [6].
Oktaviany, Fenny. 2010. “Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Sekolah Otonom Oleh Sanggar Anak Akar di Gudang Seng, Jakarta Timur”.Skripsi Tidak Diterbitkan. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
[7]. Fahmi, Eroby Jawi Fahmi. 2008. “Pendidikan Berbasis Masyarakat: Studi Tentang Rumah Pengetahun,
68
Amartya, Bantul”. Skripsi Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. [8].Kingdom of the Netherlands dan Organisasi Perburuan Internasional Perwakilan Indonesia. 2011. Menjaga Anak-anak Tetap Bersekolah. Jakarta: Organisasi Perburuan Internasional Perwakilan Indonesia. [9]. Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Hati. Yogyakarta: Kanisius. [10]. Yamin, Moh. 2009. Menggunggat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. [11].Shalahuddin, Odi. 2000. Nasib Anak Jalanan Perempuan. Yogyakarta: Beranda Publishing.
69
70
PeningkatanProduktivitas UKM PetisMelaluiImplementasiMesinPenyelepKepalaUdang Raymond Ivano Avandi1, Ibrohim2 1
JurusanKepelatihanOlahraga, UniversitasNegeri Surabaya, Surabaya. Email:
[email protected] 2 JurusanTeknikElektro, UniversitasNegeri Surabaya, Surabaya. Email:
[email protected] *) AlamatKorespondesi:
[email protected]
ABSTRAK Diantara proses pembuatan petis terdapat permasalahan yang menghambat produktivitas kedua UKM mitra yaitu pada proses pengolahan kepala udang untuk diolah menjadi petis. Hal ini terjadi pada proses penyelepan/penghancuran kepala udang karena masih menggunakan alat penyelep kepala udang sederhana yang terbuat dari bahan besi mildsteel. Pada proses ini membutuhkan waktu relatif lama (1 kwintal/2jam) karena kepala udang yang akan dihancurkan tidak bisa masuk dengan lancar sehingga harus didorong dengan bantuan kayu agar kepala udang dapat masuk ke bagian penyelepan sehingga tidak efektif. Selain itu, produk yang dihasilkan kurang higienis karena bagian penyelep terbuat dari besi yang rawan korosi. Tujuan kegiatan ini yaitu produktivitas UKM mitra meningkat minimal 100% dari sebelumnya karena menerapkan alat penyelep kepala udang sistem screw yang terbuat dari stainlessteel sehingga proses penyelepan menjadi lebih cepat (1 jam/adonan). Metode pelaksanaan yang digunakan yaitu perancangan, manufaktur, assembly, ujicoba, pelatihan, pemantauan dan pendampingan. Berdasarkan hasil proses manufaktur dan assembly, maka tim pelaksana telah mewujudkan mesin penyelep kepala udang. Kesimpulan dari kegiatan ini yaitu: (1) Proses penyelepan kepala udang menjadi lebih cepat dari 1 kwintal/2 jam menkadi 1 kwintal/45 menit sehingga kapasitas produksi meningkat lebih dari 2 kali lipat; (2) produk yang dihasilkan lebih higienis karena semula ruang penyelep terbuat dari mild steel diganti stainless steel;(3)mengurangi / mencegah kerusakan pada mesin penghalus kepala udang terutama pada bagian batu penghalusnya. Kata kunci: mesin TTG, penyelepkepalaudang, UKM petis, produktivitas 1.PENDAHULUAN Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang dibuat dari produk sampingan pengolahan makanan berkuah (biasanya dari pindang, kupang atau udang) yang dipanasi hingga cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam pengolahan selanjutnya, petis ditambah karamelgula batok. Ini menyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis. Selain udang dan kupang, di (Boyolali), Jawa Tengah, Indonesia, sebagai penghasil produk berbahan baku sapi seperti susu segar, dendeng, abon, kulit dan rambak (kerupuk yang dibuat dari kulit sapi), dikenal juga petis sapi, yaitu petis yang terbuat dari hasil sampingan dalam proses pembuatan dendeng dan abon sapi. Aroma 'amis' petis yang dihasilkan tentu berbeda antara petis udang, petis kupang dengan petis sapi. UKM mitra dalam kegiatan ini yaitu UKM petis udang milik Bapak Riyanto (UKM mitra 1) dan UKM petis udang milik Bapak Lubab (UKM mitra 2) yang keduanya beralamat beralamat di Desa Sengon Legowo Kecamatan Bungah Gresik. Kedua UKM mitra menjalankan usahanya menggunakan manajemen kekeluargaan dengan modal awal ± 5.000.000. Usaha Bapak Riyanto sudah berjalan selama 20 tahun, sedangkan usaha Bapak Lubab sudah berjalan selama 15 tahun. Dalam menjalankan usahanya Bapak Riyanto mempunyai 3 orang karyawan dengan latar belakang pendidikan semuanya SMP sedangkan Bapak Lubab mempunyai 2 orang
karyawan dengan latar belakang masing-masing SMP dan SMA. Produk dari kedua UKM mitra yaitu petis yang terbuat dari udang. Berdasarkan observasi di kedua UKM mitra, proses pengolahan petis, yang terbuat dari udang dapat diuarakan sebagai berikut: Udang dikeringkan di bawah sinar matahari selama 4-6 jam. Udang dicuci bersih dan ditumbuk halus kemudian diremas-remas dengan tangan sambil diberi air dan disaring. Lakukan pekerjaan ini sampai 3 kali. Sebagai pedoman, untuk 0,5 gr udang diperlukan 3 liter air yang pengunaannya bertahap sebanyak 3 kali yang diperlakukan sama seperti di atas Hasil saringan dipanaskan sambil diberi bumbu garam dan dan gula merah secukupnya sampai mengental Dinginkandantempatkandalamwadahplastik/botol Selama ini kedua UKM mitra memproduksi petis matang dan setengah matang. Petis yang matang dapat dikatakan petis siap dokonsumsi sedangkan petis yang setengah matang merupakan petis yang akan disuplai keperusahaan-perusahaan yang membutuhkan. Jumlah permintaan petis setengah matang lebih besar dari pada petis matang dengan perbandingan 3:1. Hal ini dikarenakan petis yang diproduksi oleh UKM mitra ini merupakan petis dengan kualitas yang baik. Bisa
71
dilihat dari pemasaran dari produk sudah merambah ke berbagai daerah di pulau jawa dan luar pulau jawa sampai pihak UKM kewalahan dalam memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Hal ini dikarenakan bahan baku yang didapat dari pabrik-pabrik pengolah udang. Dari pabrik udang dipisahkan antara badang dan kepalanya, lalu kepala udang inilah yang dijadikan bahan baku pembuatan petis. Eksistensi kedua UKM mitra ini sangat menjanjikan karena kondisi saat ini kedua UKM mitra mampu memproduksi petis udang rata-rata 1000 kg/bulan dengan harga Rp. 15.000/kg. Jadi omset kedua UKM mitra dalam sebulan rata-rata = 1000 x Rp. 15.000 = Rp. 15.000.000. Pendapatan bersih selama sebulan sebesar 30% dari omset yang diterima yaitu 30% x Rp. 15.000.000 = Rp. 4.500.000. Selain itu, keberadaan UKM mitra ini sangat membantu memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh tim pengusul kegiatan ini dengan kedua UKM mitra diperoleh bahwa diantara proses pembuatan petis terdapat permasalahan yang menghambat produktivitas kedua UKM mitra yaitu pada proses pengolahan kepala udang untuk diolah menjadi petis. Hal ini terjadi pada proses penyelepan kepala udang karena masih menggunakan mesin penyelep konvensional yang terbuat dari mild steel. Hal ini sangat menghambat proses produksi petis karena membutuhkan waktu relatif lama (untuk menyelep 1 kwintal kepala udang membutuhkan 2 jam). Permasalahan ini menjadi kendala utama bagi UKM mitra selama bertahun-tahun. Jika permintaan pasar meningkat, UKM mitra sering kuwalahan. Oleh karena itu UKM mitra bekerjasama dengan pihak tim pengabdian kepada masyarakat dari Unesa. Akhirnya setelah terjadi perbincangan dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang ada, pihak UKM mitra setuju apabila ada kerjasama dengan pihak tim pengusul untuk menerapkan mesin penyelep kepala udang sistem screw terbuat dari stainlessteel sehingga lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan produktivitas kedua UKM mitra sehingga produk UKM mitra dapat dipasarkan lebih luas (khususnya kota-kota area Jawa Timur) Diharapkan melalui program IbM ini, proses penyelepan bahan petis menjadi lebih efektif dan efisien. Kondisi ini sangat diinginkan oleh kedua UKM mitra, karena kontinuitas usaha dapat dijaga. Bila pelanggan semakin banyak maka akan berdampak pada meningkatnya pendapatan yang diperoleh UKM dan meningkatnya kesejahteraan, baik pengusaha ataupun karyawannya. METODE PELAKSANAAN Untuk merancang dan membuat mesinpenyelepkepalaudangsistem screw berbahanstainlessteel maka disusun dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
Tahap persiapan dan perancangan, meliputi: Survei kebutuhan di lokasi. Membuat gambar detail alat. Mengidentifikasi dan menyiapkan alat, bahan dan komponen yang diperlukan dalam proses manufaktur. Menyiapkan materi pelatihan manajemen pemasaran. Tahap manufaktur, meliputi: Manufaktur mesin penyelep kepala udang yang disesuaikan dengan kebutuhan UKM mitra. Penyusunan modul pelatihan manajemen pemasaran Tahap uji coba peralatan, meliputi: Uji coba alat di UKM. Revisi dan penyempurnaan peralatan. Tahap serah terima, meliputi: Serah terima barang. Pelatihan pengoperasian. Pelatihan perawatan peralatan. Pelatihan keselamatan kerja. Pemantauan secara berkala. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil diskusi bersama pihak mitra, maka tim pelaksana akan mewujudkan mesin penyelep kepala udang dengan desain seperti tampak pada Gambar 1.
Gambar 1. DesainMesinPenyelepKepalaUdangSistem Screw
Keterangan: 1. Input (tempatmasukankepalaudang yang akandiselep) 2. Pulley (transmisi) 3. Motor bakar 4. Rangka 5. Batugerinda 6. Screw
72
7.
Output (tempatkeluarankepalaudangsetelahdiselep) Berdasarkan hasil proses manufaktur dan assembly, maka tim pelaksana telah mewujudkan mesin penyelep kepala udang sistem screw seperti tampak pada Gambar 2.
Gambar 4. Proses penyelepan kelapa udang di UKM Mitra
Gambar 2. Mesin PenyelepKepalaUdangSistemScrew
Pembahasan Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilakukan, maka pelaksana kegiatan sangat bermanfaat terhadap kontinyuitas UKM mitra karena dapat meningkatkan produktivitas UKM mitra, dimana proses penyelepan kepala udang lebih efektif dan efisien. Untuk memudahkan pemahaman pembahasan hasil kegiatan ini ditampilkan dalam bentuk Tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Hasil pra dan pasca kegiatan No . 1
Gambar 3. Screw di dalam ruang penyelep No. 1 2 3 4
Tabel 1. Spesifikasi mesin Spesifikasialat Keterangan Dimensi (1,5 x 1 x 1,2) meter Kapasitas 1 kwintal / 45 menit PenggerakUtama Motor bensin (sistem screw, modifikasi LPG) Material Stainlessteel crusherdanruang penyelep
Tabel 2.Uji fungsi komponen mesin No . 1 2 3
4
Unit Penggera kutama Sistemtra nsmisi Sistempen yelep Rangkape nyangga
Keterangan Baik (Perpindahandaribensinke LPG berjalandenganlancar) Baik (putaranmesinstabil) Baik (kepalaudangdapatmasuksecarabertahap keruangpenyelep) Baik (posisimesintetapstabilselama proses penyelepandanmampumenopangsemuak omponendenganbaik)
2 3 4
5
Uraian
Pra IbM
Pasca IbM
Penggerakut ama Kapasitas Bahanbakar Pengoperasi an
Motor Bensin (tanpasistem screw) 1 kwintal / 2 jam Bensin Kurangefektifkarena kepalaudangharusdid orongsecara manual menggunakantongkat agar masukkeruangpenyel epan Kuranghigieniskaren amenggunakanpenyel ep yang terbuatdari mild steel
Motor Bensin (system screw, modifikasi LPG) 1 kwintal / 45 menit LPG Lebihefektifkarenadileng kapi screw sehinggakepalaudangaka nmasukkeruangpenyelepa nsecarabertahap
Kualitaspro duk
Lebihhigieniskarena crusher dan body penyelepterbuatdari stainless steel
SIMPULAN Pelaksanaan kegiatan ini memberikan dampak positif terhadap perkembangan UKM mitra dalam menjalankan usahanya. Pihak UKM mitra merasa senang dengan adanya kegiatan ini, karena proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas usahanya diantaranya: (1) proses penyelepan kepala udang menjadi 75 menit lebih cepat dari sebelumnya. Untuk mengaduk kepala udang sebanyak 1 kwintal awalnya membutuhkan waktu 120 menit menjadi 45 menit; (2) produk yang dihasilkan lebih higienis karena semula ruang penyelep terbuat dari mild steel diganti stainless steel; (3) proses penyelepan menjadi lebih efektif karena pada ruang penyelep dilengkapi screw pengumpan sehingga kepala udang dapat masuk secara bertahap.
73
DAFTAR PUSTAKA [1]. Biegel. J.E. 1998. Pengendalian Produksi, Suatu Pendekatan Kuantitatif. Terjemahan. Tarsito Bandung. [2]. Fuad, Ahmadi. 2001. Karakteristik Teknologi Tepat Guna balam Industri Skala Usaha Kecil dan Menengah di JawaTimur. Makalah yang disampaikan dalam rangka pelatihan produktivitas usaha kecil di Unesa.Tanggal 26 Juli 2001 [3]. Haryono, dkk. 1999. Buku Panduan Materi KuIiah Kewirausahaan. Unipres UNESA Surabaya. [4]. Sutantra, I Nyoman. 2001. Produktivitas Sistem Produksi dan Teknloogi. Makalah yang disampaikan dalam rangka pelatihan produktivitas usaha kecil di Unesa.Tanggal 26 Junitahun 2001. [5]. Sutiono. 2002. Produktivitas UKM di JawaTimur. Makalah yang disampaikan dalam rangka pelatihan produktivitas usaha kecil di Unesa, Tanggal 26 Junitahun 2002.
74
Peningkatan Ketrampilan Karang Werda Wiguna Karya melalui Teknik Makrame Siti Mutmainah1*), Asidigisianti Surya Patria2 1 2
Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:
[email protected] Jurusan Desain, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:
[email protected] *) Alamat Korespondesi: Email:
[email protected]
ABSTRACT Karang Werda Wiguna work Kebonsari Surabaya Village is a group of people who are less productive. The priority issues which was agreed to be resolved during the implementation of the activities is to empower the elderly. who has the potential to learn Makrame craft skill. Outputs is a handicraft products made from rope choir with makrame techniques, namely: seat cushion cover, cover of mineral water gallons, lamp shade and bags. The team also designed a media campaign in the form of standing banner and brochure to market handicraft products when the following local product exhibition. Key Words: makrame, elderly, craft ABSTRAK Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari Surabaya merupakan sekelompok masyarakat yang kurang produktif. Persoalan prioritas yang disepakati untuk diselesaikan selama pelaksanaan kegiatan adalah memberdayakan para lansia berpotensi untuk mempelajari ketrampilan kerajinan Makrame yang akan ditransfer. Luaran (output) adalah produk-produk kerajinan berbahan tali kor dengan teknik makrame, yaitu: sarung bantal kursi, tutup galon air mineral, kap lampu dan tas. Tim juga merancang media promosi berupa standing banner dan brosur untuk memasarkan produk-produk kerajinan ketika mengikuti pameran produk unggulan daerah. Kata kunci: manuskrip, seminar, nasional 1. PENDAHULUAN Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Diperkirakan pada tahun 2020 walaupun jumlah lansia tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%), ternyata jumlah lansia yang tinggal di perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%). Berdasar catatan Departemen Sosial diinformasikan bahwa 1,9 juta lansia yang hidupnya sengsara dan 4 juta lansia yang terlantar. Sisanya, 18 juta lansia yang hidupnya baik[1]. Sedangkan di Surabaya sendiri menurut sensus penduduk tahun 2010 Badan Pusat Statistik, jumlah lansia atau penduduk di atas 60 tahun hampir mencapai 190 ribu jiwa[2]dengan jumlah panti werda hanya 7. Hal ini tidak mampu menampung jumlah lansia yang ada di Surabaya sehingga sebagian besar lansia berada di rumah bersama keluarga. Sebelumnya perlu juga diketahui bahwa menurut UU Kesejahteraan Lanjut
Usia (UU No 13/1998) pada ayat 2 disebutkan, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Mereka dibagi kepada dua kategori yaitu lanjut usia potential (ayat 3) dan lanjut usia tidak potensial (ayat 4). Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa. Selanjutnya lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Bagi lanjut usia tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan masyarakat mengupayakan perlindungan sosial sebagai kemudahan pelayanan agar lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Selanjutnya pada ayat 9 disebutkan bahwa pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terusmenerus agar lanjut usia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar[1]. Berdasarkan UU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia tersebut, tampaknya yang terbanyak di Indonesia adalah lansia tidak potensial. Sebab, berdasarkan pekerjaan, banyak sedikit penduduk Indonesia yang tersalurkan di sektor formal, sedangkan mayoritasnya adalah di sektor informal yang tidak jelas jaminan sosial hidupnya. Melihat kecenderungan meningkatnya jumlah penduduk lansia di atas, pemerintah perlu mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk menyelenggarakan usaha-usaha kesejahteraan sosial terutama bagi lansia tidak potensial.
75
Salah satu sistem pemberdayaan lansia oleh lansia, keluarga dan organisasi pendukung di masyarakat adalah pembentukan kelompok lansia di tingkat kelurahan. Dalam kumpulan itu mereka mengadakan pertemuan secara teratur, di tempattempat dan dengan kegiatan yang bervariasi. Variasi yang diganti-ganti setiap pertemuan itu merupakan upaya agar seluruh lansia dengan berbeda kepentingan tetap bisa ikut aktif dalam forum lansia itu, salah satunya adalah dalam bentuk Karang Werda. Menurut SK Gubernur Jawa Timur No. 65 Tahun 1996, Karang Werda adalah organisasi kemasyarakatan sebagai wadah bagi para lansia dari segala unsur dan profesi untuk melakukan aktivitas bersama mereka butuhkan dan inginkan. Karang Werda pada hakekatnya merupakan wahana pemberdayaan para lansia agar keinginan, kebutuhan, harapan, cita-cita, gagasan dan pengalaman yang mereka miliki dapat disalurkan melalui lembaga ini. Demikian pula wadah ini merupakan jalur paling efektif dan efisien bagi pemeritah, mayarakat maupun lembaga sosial lainnya yang peduli akan keberadaan lansia. Berdasarkan uraian tersebut, upaya pengembangan di luar hal-hal yang terkait dengan rutinitas kegiatan lansia, misalnya dengan memberikan pelatihan ketrampilan membuat suatu karya yang bukan saja menambah ketrampilan anggota tetapi juga berpeluang untuk dikembangkan menjadi sebuah usaha yang mampu memberikan nilai tambah bagi keluarga. Salah satu bidang usaha yang berpeluang untuk dikembangkan adalah usaha kerajinan. Salah satu usaha kerajinan yang dapat dikembangkan dengan modal tidak besar tetapi mampu menghasilkan nilai ekonomi yang cukup tinggi adalah kerajinan makrame dengan menggunakan tali kor. Makrame mempunyai potensi untuk dikembangkan bila dilihat bahan yang digunakan dari tali kor yang memiliki beragam warna sehingga produk yang dihasilkan akan menarik dan tidak monoton. Disisi lain Makrame dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk produk yang memiliki fungsi, dengan demikian memiliki peluang usaha bisa dikembangkan menjadi produk produk makrame yang memiliki fungsi atau guna, salah satunya adalah tas dan dompet. Kekuatan plastik dan long term penggunaannya juga menjadi andalan potensi produk. Makrame berasal dari kata Arab “Mucharam” artinya susunan kisi-kisi sedangkan kata macramé dari turki yang berarti rumbairumbai atau migrama yang artinya penyelesaian (penyempurnaan) garapan lap dan selubung muka dengan simpul [1]. Makrame merupakan bentuk seni kerajinan simpul-menyimpul dengan menggarap rantaian benang awal dan akhir suatu hasil tenunan, dengan membuat berbagai simpul
pada rantai benang tersebut sehingga terbentuk aneka rumbai dan jumbai[3]. Pada dasarnya makrame adalah seni menghias simpul yang terdiri atas satu, dua, tiga, empat atau lebih dalam satu kelompok bentuk pola. Makrame telah dieksplorasi kedalam berbagai bentuk produk bercita rasa seni seperti: tas, gantungan pot, partisi hiasan dinding dan berbagai produk hiasan pakai lainnya. [2] Dilihat dari aspek produksi, teknik makrame ini tidaklah sulit. Bahan baku juga mudah didapat di distributor plastik baik melalui toko nyata ataupun online internet. Proses pembuatannya sendiri membutuhkan waktu yang realtif lama (tergantung tingkat kemahiran) sehingga bisa dilakukan oleh para lansia yang memang miliki waktu luang. Space atau area pembuatannya pun tidak memerlukan tempat khusus. Sedangkan dari aspek manajemen usaha, kerajinan makrame ini bisa diawali melalui manajemen usaha sederhana berdasarkan aspek produksi. Manajemen usaha tersebut berdasarkan manajeman produksi dengan melihat biaya produksi. Pemasaran yang dilakukan dengan mengikuti pameran produk-produk unggulan UKM (Usaha Kecil Menengah) yang sudah sering dilakukan oleh kedua kelompok Karang Werda ini. Bahkan Dinas Koperasi Kota tidak jarang memberikan stand gratis di pusat perbelanjaan untuk diisi dengan produk-produk dari para lansia tersebut, tetapi karena keterbatasan kemampuan produksi barang kerajinan, stand tersebut kurang penuh dan cenderung diisi dengan makanan. 2. METODE PELAKSANAAN Kegiatan yang dilaksanakan oleh tim pelaksana bersama mitra diuraikan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 2.1. Studi Kelayakan Berupa studi pendahuluan yang dilakukan oleh Tim Pelaksana untuk mengetahui lebih jauh mengenai kelayakan mitra mengikuti kegiatan. Tahap ini dilakukan dengan teknik wawancara dan berdiskusi dengan beberapa pengurus Kelompok Tani Srikandi Kelurahan Balasklumprik. Wawancara tersebut kemudian dilanjutkan dengan observasi langsung ke lokasi untuk mengetahui secara nyata kondisi geografis dan demografis. Berikutnya tim pelaksana melakukan koordinasi ke dalam untuk menganalisa data yang diperoleh di lapangan untuk membuat modul dan handout yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi kelompok Tani. Bersamaan dengan membuat modul dibuat pula prototype produk yang merupakan contoh produk yang menjadi contoh hasil akhir pada kegiatan pelatihan berlangsung. Prototype tersebut juga disesuaikan dengan kemampuan peserta, dirancang agar tidak terlalu sulit ataupun tidak terlalu mudah.
76
2.2. Pelaksanaan Kegiatan Setelah waktu ditentukan dengan pasti dan ijin dari pihak kelurahan sudah keluar, Tim Pelaksana melaksanakan kegiatan IPTEKS bagi masyarakat ini sesuai dengan yang dijadwalkan dengan membawa peralatan dan bahan yang diperlukan. Selama pelaksanaan pelatihan dilakukan juga monitoring dan evaluasi baik dilakukan oleh Tim PPM itu sendiri maupun pihak Lembaga Pengabdian Masyarakat UNESA dengan mendatangi lokasi saat kegiatan berlangsung. Pelaksanaan Kegiatan IPTEKS bagi masyarakat ini dibagi menjadi dua tahap yaitu: Pertama, pembinaan ketrampilan melalui pelatihan pembuatan kerajinan dengan teknkik makrme berbahan tali kor. Pelatihan ini diberikan kepada anggota Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari, terutama ibu-ibu. Tim pelaksana mengusulkan kepada mitra pembinaan pengembangan ekonomi kreatif melalui pemanfaatan tali kor dengan teknik makrama melalui kegiatan workshop. Kedua, berupa pembinaan manajemen produksi dan pemasaran melalui pendampingan. Tim memberikan pendampingan dan bimbingan dalam hal manajemen produksi produk kerajinan tersebut hingga sistem pemasarannya. Mitra dibimbing hingga mampu mandiri dalam mengelola produk-produk kerajinan tersebut. Pembinaan manajemen pemasaran yang diberikan berkaitan erat dengan aspek promosi berupa brosur dan x banner yang digunakan Karang Werda ketika mengikuti pameran. 3. HASIL KEGIATAN Karang Werda Wiguna Karya Kecamatan Jambangan dibentuk pada tanggal 22 Februari 2006 dibawah SK Camat Jambangan no 004 tahun 2006. Periode pertama kepengurusan diketuai oleh bapak Moesari Sakiryonadi yang membawahi 17 orang pengurus. Tahun ini memasuki periode ketiga kepengurusan dengan masa bakti 2012-2015 yang diketuai oleh Bapak Moesari Sakirjonadi dengan surat keputusan tertanggal 2 April 2012. Dibentuknya kelompok Karang Werda ini bertujuan untuk mewadahi para usia lanjut (lansia) untuk berorganisasi dan bertemu. Kegiatan yang dilakukan pun tidak lepas dari kebutuhan para lansia tersebut. Kegiatan tersebut dibagi dua antara kegiatan rutin dan tidak rutin. Kegiatan rutin dilakukan secara terus-menerus dan berkala, antara lain: pengajian rutin setiap bulan, pemeriksaan kesehatan dan olah raga atau senam lansia. Senam lansia dilaksanakan hari Rabu untuk senam kesegaran jasmani dan Sabtu untuk senam Ling Tien Kung di halaman Kelurahan Kebonsari, dimulai jam 06.00 WIB sampai selesai. Pemeriksanaan kesehatan dilakukan melalui posyandu lansia yang dibawahi Puskesmas Kebonsari. Selain pemeriksaan kesehatan diberikan pula penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan gizi lansia, penyakit diabetes militus dan hipertensi. Pemberian makanan tambahan (PMT)
dilakukan setiap Rabu setelah senam kemudian dilanjutkan pemeriksaan kesehatan setiap bulan Rabu ketiga. Kegiatan tidak rutin yang telah dilakukan oleh Karang Werda Wiguna Karya ini antara lain: mengikuti senam dan lomba jalan sehat lansia baik tingkat kelurahan atau se-kota Surabaya. Sedangkan kegiatan kesenian yang diikuti antara lain berupa lomba paduan suara. Kegiatan rekreasi juga pernah dilakukan bersama-sama untuk refreshing ke Songgoriti dan Selecta, Malang sekitar awal bulan Agustus 2008 lalu. Selain kegiatan rutin dan tidak rutin yang disebutkan di atas, Karang Werda ini juga mengikuti seminar dan semiloka sebagai pembinaan anggota dan pengurus. Adapun kegiatan pembinaan tersebut antara lain: pelatihan daur ulang sampah, pelatihan usaha bagi lansia dan program-program sosial lainnya yang diselenggarakan oleh Pemkot Surabaya. Adapun rangkaian kegiatan selama pelaksanaan Pengabdian pada Masyarakat (PpM) adalah sebagai berikut: 3.1 Pembuatan Prototype dan Handout Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini diawali dengan penyusunan handout. Handout disesuaikan dengan kemampuan peserta yang merupakan ibu-ibu lansia yang masih awam dengan teknik simpul Makrame. Penyusunan handout dilakukan di Jurusan Seni Rupa FBS Unesa kampus Lidah Wetan pada tanggal 9-13 Mei 2016. Di dalam handout ditampilkan contoh-contoh simpul dasar dan langkah-langkah membuatnya. Untuk lebih menarik di dalam handout juga disertakan gambar-gambar produk yang terbuat dari tali kor dengan teknik makrame. Gambar-gambar disajikan menarik untuk mempermudah peserta memahami makrame mengingat peserta adalah masyarakat awan yang perlu penggambaran detail dan jelas daripada uraian penjelasan kata-kata yang panjang lebar. Tahapan proses penyusunan handout diawali dengan pengumpulan materi yang akan ditampilkan dalam handout. Materi yang dituangkan berasal dari berbagai sumber pustaka baik dari buku maupun internet. Sumber pustaka tersebut kemudian digabungkan menjadi satu kesatuan handout yang utuh.
Gambar 1. Sampul Depan dan Belakang handout
77
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan prototype berupa contoh produk yang akan dipresentasikan pada saat pelatihan. Proses pembuatannya dilakukan di Studio Tekstil di Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Unesa oleh tim pelaksana dan dibantu dengan mahasiswa. Adapun kegunaan prototype ini adalah memberikan gambaran dan contoh hasil akhir dari kegiatan pelatihan PpM ini. Peserta diharapkan mempunyai gambaran apa yang sedang dikerjakannya dan untuk mengantisipasi keraguan-keraguannya tentang karyanya. Teknik makrame yang diterapkan pada produk prototype adalah simpul dasar sebagai berikut. [3] 1) Simpul Kepala Simpul Kepala Untuk ini diperlukan tali yang direntangkan sebagai tempat menyimpulkan simpul kepala. Simpul-simpul ini dibuat berulang dengan jumlah sesuai kebutuhan. Seperti gambar berikut ini.
Gambar 2. Simpul Kepala
2) Simpul Tunggal Bila mengikuti langkah dengan benara maka hasil simpulannya akan tampak seperti tangga.
Gambar 3. Simpul Kepala
3.2 Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi ke mitra Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari Kecamatan Jambangan Surabaya dilaksanakan di Balai Kelurahan Kebonsari Jalan Kebonsari Manunggal, pada hari Rabu tanggal 22 Juni 2016 dimulai pukul 17.00 WIB. Kegiatan ini bersamaan dengan diadakannya buka bersama anggota Lansia Karang Werda Wiguna Karya. Kemudian Ibu Siti Mutmainah sebagai pelaksana sekaligus instruktur memperkenalkan alat dan bahan serta mempresentasikan beberapa prototype yang telah dibuat sebelumnya. Pada kesempatan yang sama Ketua Lansia ibu Sumiati juga mendata anggota yang berminat mengikuti pelatihan Makrame. Lokasi pelatihan disepakati di Balai Kelurahan Kebosari di jalan Kebonsari Manunggal no 22pada hari Sabtu setelah senam atau pukul 08.00 hingga puluk 11.00 WIB Pelatihan pertemuan pertama pada hari Sabtu tanggal 30 Juli 2016. Diawali dengan pembukaan oleh Ketua Tim PPM UNESA Ibu Siti Mutmainah, untuk
menyampaikan maksud dan tujuan diadakannya pelatihan makrame ini. Kemudian Tim PPM beserta instruktur memperkenalkan diri satu persatu. Berikut Jadwal acara dari kegiatan pelatihan pada pertemuan pertama. Tepat pukul 08.45 WIB Ibu Siti Mutmainah selaku ketua instruktur memperkenalkan alat dan bahan serta mempresentasikan beberapa contoh produk (prototype) yang telah dibuat sebelumnya. Ibu Siti Mutmainah dibantu oleh tiga orang mahasiswa Pendidikan Seni Rupa, yaitu: Triwijayanti dan Iftitah. Kemudian isntruktur mendemostrasikan langkahlangkah membuat simpul sederhana kepada peserta. Dimulai dengan membuat simpul kepala (kordon) lalu simpul pipih ganda dan simpul mati. Ditunjukkan pula contoh-contoh simpul lainnya. Setelah memberikan gambaran ringkas dan demontrasi, Tim membagikan alat dan bahan kepada masing-masing peserta untuk berkarya. Masing-masing peserta mendapatkan tali kor dengan dua warna yang berbeda sebanyak satu kilo. Selain tali kor peserta juga mendapatkan gunting. Pelatihan ini hanya dibatasi dengan membuat satu buah karya yaitu sarung bantal dengan satu teknik sampul. Ukuran sarung bantal 40x40cm. Langkah pertama adalah memotong tali sepanjang 2,5m berjumlah sebanyak 20 buah. Kemudian membuat simpul kepala (kordon) pada setiap tali yang dipotong. Simpul kepala digunakan sebagai awalan dalam menyimpul tali agar terlihat rapi. Tali yang sudah disimpul kepala (kardon) disimpul lagi dengan simpul pipih ganda untuk menyambung antar kepala atau talitali yang dipotong supaya terangkai menjadi satu kesatuan. Setelah berbentuk datar memanjang kedua ujungnya disimpulkan lagi hingga sambung melingkar kemudian terus disimpul pipih ganda hingga tali habis tersimpul awan mencapai tinggi 45 cm. Pada pertemuan pertama ini peserta sangat antusias dalam mengekspresikan diri pada karya-karyanya. Dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada instruktur ketika mengkonsultasikan karya-karyanya. Peserta juga mengikuti jalannya pelatihan dengan tertib dan teratur. Para peserta mengikuti langkah-langkah yang dibimbing oleh instruktur. Selama pelatihan berlangsung instruktur membimbing peserta dengan telaten dan memberikan masukan-masukan atas karya yang dikerjakan oleh peserta. Pelatihan pertemuan kedua pada tanggal 27 Agustus 2016 Diawali dengan mereview hasil karya para peserta yang sudah dikerjakan di rumah. Karya pertama peserta berupa sarung bantal belum selesai dikerjakan. Hal ini disebabkan sarung bantal membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pembuatannya. Pada pertemuan ini juga diajarkan karya kerajinan yang kedua yaitu tutup galon air mineral dan kap lampu. Karena keterbatasan bahan, untuk sementara kap lampu dibagikan hanya 3 sisanya membuat tutup galon air mineral. Bahan yang diperlukan untuk satu tutup gallon air mineral sama dengan membuat kap lampu.Karena keterbatasan waktu, proses pembuatan kap lampu dan tutup gallon
78
air mineral dilanjutkan di rumah masing-masing peserta dengan teknik simpul yang sama. Pada pertemuan berikutnya diharapkan peserta telah menyelesaikan sarung bantal tersebut hingga siap pada tahap akhir teknik Makrame yaitu proses penutupan dengan dibakar ujungnya dengan korek api. Pertemuan ini diakhiri pukul 12.00. Ditutup dengan penutupan bahwa masih ada kelanjutan pertemuan berikutnya diharapkan ibu-ibu tetap aktif hadir pada pertemua berikutnya. Pelatihan pertemuan ketiga pada tanggal 3 September 2016 Diawali dengan mereview hasil karya para peserta yang sudah dikerjakan di rumah. Hanya 2 karya yang berhasil diselesaikan oleh peserta yaitu: satu kap lampu dan satu sarung bantal. Pada pertemuan ini tidak ditambahkan materi atau bahan baru. Peserta diharapkan menyelesaikan karya-karyanya. Hanya saja karena keterbatasan waktu peserta harus melanjutkan dan menyelesaikan karyanya di rumah. Pada pertemuan berikutnya diharapkan peserta sudah menyelesaikan setidaknya 2 karya. Acara ini dikahir sesuai dengan yang telah dijadwalkan yaitu pukul 11.30 WIB. Pelatihan pertemuan keempat pada tanggal 10 September 2016 Diawali dengan mereview hasil karya para peserta yang sudah dikerjakan di rumah. Pada pertemuan kali ini berhasil menyelesaikan 6 karya, baik yang sudah dikerjakan di rumah maupun dikerjakan di balai kelurahan. Karya-karya tersebut yaitu: 2 kap lampu, 1 sarung bantal dan 3 tutup gallon air mineral serta 1 tas. Pada pertemuan ini tidak ditambahkan materi atau bahan baru. Peserta diharapkan menyelesaikan karya-karyanya. Hanya saja karena keterbatasan waktu peserta harus melanjutkan dan menyelesaikan karyanya di rumah. Pada pertemuan berikutnya diharapkan peserta sudah menyelesaikan semua karya. Acara ini dikahir sesuai dengan yang telah dijadwalkan yaitu pukul 11.30 WIB. Pelatihan pertemuan kelima pada tanggal 24 September 2016 Diawali dengan mereview hasil karya para peserta yang sudah dikerjakan di rumah. Pada pertemuan kali ini peserta menyelesaikan karyakaryanya yang belum selasai di rumah, terutama tahap finishing yaitu: memotong dan menyematkan tali kor yang masih tersisa. Acara ini dikahir sesuai dengan yang telah dijadwalkan yaitu pukul 11.30 WIB. Pelatihan pertemuan keenam pada tanggal 15 Oktober 2016. Pertemuan ini merupakan pertemuan yang terakhir. Surabaya. Dimulai dengan mereview hasil karya para peserta yang sudah dikerjakan di rumah. Pada pertemuan kali ini peserta menyelesaikan karya-karyanya yang belum selasai di rumah, terutama tahap finishing yaitu: memotong dan menyematkan tali kor yang masih tersisa. Acara ini dikahir sesuai dengan yang telah dijadwalkan yaitu pukul 11.30 WIB 3.3. Perancangan Media Promosi Selama proses pelatihan karya-karya ibu Karang Werda Wiguna Karya yang paling menonjol
digunakan sebagai ilustrasi (foto) media promosi. Media promosi ini diperlukan untuk menunjang pemasaran di kemudian hari. Media promosi yang dibuatkan berupa: brosur dan x-banner. Diharapkan media tersebut dapat digunakan ketika mengikuti pameran produk unggulan daerah, salah satunya adalah Road Show Pahlawan Ekonomi di Kecamatan Jambangan pada tanggal 13 November 2016. Xbanner ini dapat dipasang di kantor Kelurahan Kebonsari untuk menunjukkan bahwa ibu Karang Werda Wiguna Karya Keluruahan Kebonsari Kecamatan Jambangan mampu memproduksi kerajinan tali kor dengan teknik makrame. Brosur dibuat dengan ukuran A5 supaya mudah dibawa dan mudah dibagikan. Brosur menjadi media pendukung banner. Informasi yang dimuat pada brosur ini lebih rinci daripada banner baik alamat maupun produk yang dihasikan. Pada brosur yang ditampilkan adalah dettai kerajinan tali kor berupa ikatan-ikatan diambil dari sarung bantal kursi yang dibuat oleh peserta. Berikut visualiasi brosur. Banner digunakan sebagai media promosi kerajinan tali kor dengan taknik makrame dari ibu-ibu Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari. Standing Banner berukuran 60x160 cm dipasang pada stand saat pameran. Ilustrasi banner berupa sarung bantal kursi menjadi focal point dari desain banner dengan menampilkan detail ikatan teknik makrame. Dominasi jingga sebagai warna kontras dari warna produk (merah biru). Di bagian bawah menampilkan beberapa karya lain yang dihasilkaan oleh ibu-ibu Karang Werda Wiguna Karya, yaitu: tas, tutup gallon air mineral dan tas. Judul/Headline di bagian tengah “Kerajinan Makrame Berbahan Tali Kor” dengan jenis font script dengan warna putih. Sub judul bertuliskan “Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari Kecamatan Jambangan Surabaya” dengan jenis font san serif huruf kapital sebagai penegasan penghasil produk kerajinan tersebut. Di bagian bawah bertulisakan contact person dari ibu-ibu Karang Werda yang bersedia dihubungi untuk menjelaskan produk kerajinan tersebut.
Gambar 4. Desain Brosur
3.4 Produk Hasil Karya Peserta 1) Sarung Bantal Kursi Sarung bantal kursi ini berukuran 45x45 cm berfungsi sebagai dekorasi interior rumah. Bantal
79
kursi yang diselimuti sarung ini diletakkan di ruang tamu sebagai aksentuasi kursi.
Gambar 8. Contoh produk tas Gambar 5. Contoh produk sarung bantal kursi
2) Tutup Gallon air mineral Pada dasarnya tutup gallon air mineral ini berfungsi sebagai penutup gallon air mineral agar terlihat estetis. Dibuat tidak rapat agar pengguna bisa melihat isi air, apakah masih ada ataau sudah habis. Tutup Gallon ini berukuran sama dengan gallon mineral pada umunya.
Gambar 6. Contoh produk tutup gallon air mineral
3) Kap Lampu Fungsi utama kap lampu ini sebeanrya sebagai dekorasi interior rumah bukan sebagai penerang ruangan. Kap lampu berbetuk prisma segi empat berukuran tinggi 30cm.
Gambar 7. Contoh produk kap lampu
4) Tas tangan Pada dasarnya tas adalah media untuk barang bawaan. Tas dari talikor ini juga digunakan sebagai media untuk membawaa barang.
4. PEMBAHASAN Mulai kegiatan sosialisasi hingga kegiatan pelatihan selama enam kali pertemuan berjalan dengan lancar. Berjumlah 10 orang peserta yang kesemuanya adalah ibu-ibu anggota Karang Weda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari Kecamatan Jambangan Surabaya menghadiri kegiatan dengan baik. Dilihat dari ketersediaan bahan hingga, pelatihan, dan proses finishing, semua tidak mengalami halangan apapun. Tim Ppm menyediakan alat dan bahan yang memadai sesuai dengan kebutuhan dari proses teknik anyam. Peserta merasa tercukupi semua alat dan bahan yang dibutuhkan selama pelatihan berlangsung. Tim PpM tidak memberikann modal berupa uang, tetapi diharapkan hasil penjualan produk mennjadi modal dan akan dibelikan bahan baku berupa tali kor yang baru untuk membuat produk kerajinan yang baru lagi. Tim PpM hadir dengan tepat waktu, instruktur menjelaskan dengan jelas mengenai langkah-langkah teknik makrme, dimulai dengan proses pemilihan kombinasi warna tali kor hingga proses finishing. Peserta memperhatikan dengan seksama penjelasan insttruktur tersebut. Tidak jarang muncul pertanyaanpertanyaan seputar perawatan produk bahan tali kor. Ibu-ibu peserta pelatihan merasa terbantu dengan adanya modul dan handout yang dibuat oleh Tim Ppm karena mereka bisa melanjutkan berkarya di rumah masing-masing dengan bantuan modul dan handout tersebut. Langkah-langkah yang ditampilkan dalalm modul mudah dipahami dan dipraktekkan oleh peserta. Mereka juga terinspirasi untuk membuat karya kerajinan yang ada di gambar-gambar dalam handout tersebut. Luaran berupa hasil kerajinan yang dihasilkan para peserta yang kesemuanya adalah ibu-ibu menyerupai dengan prototype yang telah dibuat oleh Tim PpM. Ibu-ibu mampu menyelasaikan lebih dari dua karya kerajinan. Hanya saja kerapiannya masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan peserta sebelumnya tidak memiliki ketrampilan sama sekali mengenai teknik makrame. Untuk dapat bersaing dengan produk di pasaran masih perlu banyak latihan lagi. Sehingga kedepanya dari hasil wawanncara dengan peserta, ibu-ibu mengharapkan pelatihan tingkat lanjut dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Berikut tabel deskripsi prooduk kerajinan berbahan tali
80
kor yang dihasilkan ibu-ibu Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari Surabaya. Berdasarkan angket yang diberikan tim PpM kepada peserta mereka menyatakan menyukai pelatihan makrame dengan menggunakan tali kor bahkan mereka tidak merasa sulit atas materi yang diberikan instruktur. Semuanya berhasil menyelesaikan dengan baik menyerupai prototype yang dibuat oleh Tim PpM sebelumnya. Menurut mereka materi yang diberikan oleh Tim PpM memberikan pengetahuan baru baru bagi mereka tentang kerajinan dengan teknik makrame. Hal ini disebabkan materi yang diberikan bagi mereka sangat menarik serta penjelasan dari intruktur mudah mereka pahami meskipun iisntruktur harus berulang-ulang menjelaskan cara mengikat tali kor. Berkenaan dengan bahan dan alat yang disediakan ketika pelatihan berlangsung, mereka menganggap sudah cukup memadai. Pengetahuan tentang teknik makrame menggunakan tali kor yang didapat dari Tim PpM akan peserta terapkan di rumah sepeninggal Tim bahkan peserta tidak segan-segan menuralkan pengetahuannya yang telah didapat kepada orang sekitar. Mereak juga berharap akan banyak pelatihan sedemikian untuk para lansia anggota Karang Werda Wiguna Karya supaya mereka bias mengisi hari tuanya dengan produktif tidak menggantungkan dari uang pensiun atau orang lain. Karang Werda Wiguna Karya merasa terbantu dengan adanya media promosi yang dibuat oleh Tim PpM karena brosur dan x-banner tersebut berguna untuk lebih memperkenalkan produk-produk yang dihasilkan oleh anggota yang mengikuti pelatihan. Dengan kedua media tersebut ibu-ibu Karang Werda Wiguna Karya dapat dengan percaya diri mengikuti pameran-pameran produk unggulan daerah yang diadakan pemerintah, baik kota maupun propinsi. Prospek ekonomi dari kerajinan tali kor dengan teknik makreme yang diproduksi oleh Karang Werda Wiguna Karya dalam jangka pendek kedepannya adalah menghasilkan produk hiasan atau dekorasi rumah, yaitu: sarung bantal, tutup gallon air mineral dan kap lampu. Segmen pasar yang dibidik adalah kalangan menengah yang memahami karya kerajinan.. Sebagai permulaan, pemasaran yang dilakukan masih dengan cara penjualan langsung (direct selling) dengan melalui promosi pameran, mengingat produk yang dihasilkan tidaklah banyak. Kedepannya dengan memanfaatkan teknologi informasi internet promosi yang dilakukan bisa melalui website.
RW 02 Kelurahan Kebonsari Kecamatan Jambangan Surabaya. Kegiatan sosialisasi satu kali pertemuan dan pelatihan selama lima kali pertemuan dihadiri oleh 10 orang ibu-ibu. Seluruh kegiatan dilaksanakan di Balai Kelurahan Kebonsari Surabaya. Kegiatan sosialisasi dilakasanakan pada hari minggu tanggal 22 Juni 2016 ketika buka bersama. Pelatihan kerajinan berbahan tali kor ini diikuti oleh 10 orang peserta, Pertemuan pertama pelatihan setiap hari Sabtu tanggal 30 Juli, 27 Agustus, 3 September, 10 September, 24 September dan 15 Oktober 2016. Selama pelatihan ini berhasil menghasilkan 5 sarung bantal, 5 kap lampu dan 5 sarung gallon air mineral serta 3 tas. Keseluruhan hasil produk kerajinan yang dibuat ibu-ibu Karang Werda Wiguna Karya Kelurahan Kebonsari memiliki kualitas yang mendekati bahkan sudah sama dengan produk pototype yang dibuat oleh Tim PpM. Saran yang dapat disampaikan oleh tim pelaksana PpM adalah: adanya keterbelanjutan dari kegiatan ini baik adanya pelatihan tingkat lanjut yang berupa pelatihan dengan tingkat kesulitan karya lebih tinggi maupun peningkatan mutu karya. Kemudian adanya pelatihan manajemen produksi dan pemasaran, agar peserta dapat mengembangkan kerajinan tersebut ini menjadi mata pencaharian sampingan baru dan menjadi suatau unit usaha baru. DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4].
www.depsos.go.id www.bps.go.id www.kbbi.web.id Kusantati, Herni, (2008). Ketrampilan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Grafindo Media Pratama, pp. 84-85
[5].
5. Simpulan Simpulan yang dapat disampaikan oleh Tim Pelaksana PKM adalah: pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat program IPTEKS bagi Masyarakat dimulai penyususnan modul, pembuatan prototype, hingga sosialisasi dan pelatihan pertemuan pertama dilaksaakan dengan lancar dihadiri oleh ibuibu Lansia Karang Werda Wiguna Karya RW 01 dan
81
82
Strategi Penguatan Soft Skill Berbasis Nilai-nilai Ketimuran bagi Tenaga Kerja Wanita guna Menumbuhkan Calon Buruh Migran yang Menjunjung Tinggi Jati Diri Bangsa Siwi Dyah Ratnasari1, Sherly Hesti Erawati2 1
Manajemen, STIE Malangkucecwara Malang,
[email protected] Manajemen, STIE Malangkucecwara Malang,
[email protected]
2
ABSTRACT Soft skills understanding of the Java values for migrants workers candidates needed to be improved a good attitudes. The aims of this study were modeling and implementation based soft skills Java values for migrant workers. This method is survey method. The study begins by extracting information through interviews, observation and documentation to the user, manager and ex migrant workers.Model applied to candidates migrant workers. A questionnaire given to respondents before and after training, and analyzed using the part analysis. Outcomes result from this studied was the creation of soft skills model based Java values and promoting positive behavior for migrant workers candidates through skills-based soft Java values. Results obtained from this research is to increase understanding about the importance of soft skills based Java values for migrant workers candidates for create a positive attitude. Results obtained from this research is to increase understanding about the importance of soft skills based Java values for migrant workers so create a positive attitude. The studies showed that the soft skills needed migrant labor with the following priorities: Adaptable, control emotion, initiative and have attitude. Keywords: Soft Skills, Java values, Migrants workers ABSTRAK Pemahaman soft skill berbasis nilai-nilai ketimuran bagi Tenaga Kerja Wanita (TKW) calon migran perlu ditingkatkan karena membawa jati diri bangsa disamping dirinya sendiri sebagai individu. Tujuan penelitian ini adalah: Pembuatan modeldan Implementasi serta penguatan modelsoft skills berbasis nilai-nilai ketimuran bagi TKW calon migran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Penelitian diawali dengan penggalian informasi melalui wawancara, observasi dan dokumentasi terhadap pemilik, manajer, karyawan dan mantan TKW migran.Model diterapkan kepada calon TKW migran. Kuesioner diberikan kepada responden sebelum dan sesudah pelatihan, dan dianalisa dengan menggunakan part analisis. Luaran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah: Terciptanya modelsoft skills berbasis nilai-nilai ketimuran bagi TKW calon migran. manMemasyarakatkan perilaku positif tenaga kerja wanita calon migran melalui soft skills berbasis nilai-nilai ketimuran. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat meningkatkan pemahaman tentang arti penting soft skills yang berbasis nilai-nilai ketimuran bagi TKW calon migran sehingga dapat menciptakan perilaku positif dengan memiliki soft skills yang bagus. Studi menunjukkan bahwa soft skill yang dibutuhkan TKW migran dengan prioritas sebagai berikut: Mampu beradaptasi, Ketahanan Menghadapi Tekanan (stres), memiliki inisiatif (kemampuan kerja tim) dan memiliki attitude. Kata Kunci: Soft Skills, Nilai-nilai ketimuran, TKW Migran 1.PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kondisi bangsa Indonesia saat ini menunjukkan bahwa penawaran tenaga kerja sangatlah besar dibanding permintaan tenaga kerja. Hal ini masih belum dapat ditampung oleh permintaan tenaga kerja di dalam negeri, seperti permintaan pada tenaga kerja pegawai negeri sipil ataupun tenaga kerja swasta. Sebagian besar pengangguran di Indonesia berpendidikan sekolah dasar (BPS, 2012). Akibat kesulitan mendapatkan pekerjaan di dalam negeri, mereka akhirnya melirik bekerja keluar negeri yang mana permintaan tenaga kerja di luar negeri cukup tinggi, terutama untuk sektor-sektor industi, kontruksi, properti, perkebunan maupun, pekerjaan rumah tangga. Sementara itu permintaan pekerjaan di luar
negeri sebagian besar untuk pekerjaan tersebut tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi. Bekal pendidikan yang rendah, dan pengalaman kerja yang sedikit, menyebabkan banyak Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri mengalami kesulitan bahkan perlakuan yang tidak baik dalam pekerjaannya. Bekerja di luar negeri pada kenyataannya banyak faktor yang harus diperhatikan sebagai persyaratan yang harus dimiliki oleh para Tenaga Kerja Indonesia, antara lain: faktor komunikasi, budaya, agama dan banyak faktor lainnya. Setiap negara, mempunyai perbedaaan dengan negara lain. Pembekalan para calon TKI yang dikirim ke luar negeri sangat mutlak diperlukan. Kegiatan ini jauh lebih sulit, bila dibandingkan merekrut tenaga kerja untuk perusahaan di dalam negeri. Keterampilan berkomunikasi merupakan salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh
83
seorang tenaga kerja diluar negeri yaitu kemampuan berkomunikasi baik secara lisan dan tulisan di negara tuanrumah. Ketidakmampuan berkomunikasi secara benar dapat menjadi faktor kegagalan para tenaga kerja yang bertugas diluar negeri. Bagaiman merekrut orang yang tepat pada tempat yang tepat (The right man on the right place) sebenarnya bukan hanya tugas dan tanggung jawab penyalur tenaga kerja melainkan juga pemerintah karena membawa nama bangsa. Tidaklah benar jika pada saat pengiriman tenaga kerja ke luar negeri merupakan tanggung jawab penyalur tenaga kerja, sementara setelah terjadi masalah misalnya penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pemerintahlah yang bertanggung jawab. Selain faktor komunikasi, budaya merupakan faktor penting yang mempengaruhi manajemen sumber daya manusia internasional. Budaya adalah suatu bentuk dari kekuatan-kekuatan sosial yang mempengaruhi nilai, keyakinan, dan tindakantindakan dari suatu kumpulan masyarakat. Sebagai contoh masalah budaya dan agama yang merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan, walaupun faktor-faktor yang lain tidak bermasalah. Indonesia memiliki budaya ketimuran yang membedakan dengan bangsa lain. Hal inimenjadikan budaya dan corak ketimuran menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur ini merupakan warisan yang diturunkan para pendahulu untuk diteruskan ke generasi berikutnya yang mencerminkan kepribadian bangsa timur yang kental dengan tutur kata yang lemah lembut, sopan dalam bergaul maupun berpakaian, sifat tidak individualis, saling menghargai dan tolong menolong satu sama lain tanpa pamrih, kebiasaan saling menjaga tali silaturahmi antar sesama, pekerja keras, religius, merupakan nilai-nilai yang dijunjung bangsa timur. Akan tetapi bangsa Indonesia yang di kenal sebagai bangsa dengan budaya ketimuran saat ini seperti bangsa yang hampir tidak memiliki jati diri. Nilai-nilai budaya ketimuran yang dulu dijunjung tinggi sudah mulai luntur pada generasi muda. Hal ini tercermin dalam tenaga kerja Indonesia (migran) yang tidak lagi menjunjung nilai-nilai ketimuran seperti: budaya memakai baju ala barat yang dipandang kurang sopan dengan nilai-nilai ketimuran, generasi muda tidak lagi hormat terhadap yang lebih tua, berkurangnya budaya gotong royong dan kurangnya memahami kebutuhan orang lain (tidak mempunyai inisiatif) dan bahkan tidak ada lagi kebanggaan terhadap bangsanya sendiri. Kondisi mengikisnya nilai-nilai ketimuran ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Tenaga kerja Indonesia di luar negeri secara tidak langsung adalah membawa nama dan kepribadian bangsa disamping dirinya sendiri sebagai individu. Oleh karena itu pendidikan dan pengetahuan tentang soft skills yang berbasis nilainilai ketimuran perlu disosialisasikan dan dipupuk pada calon tenaga kerja migran Indonesia. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu wahana yang tepat untuk memperkuat kepribadian bangsa yang mulai luntur. Peran pendidikan sangat penting dalam
membangun sumber daya manusia untuk menunjukkan jati diri bangsa. Membangan sumber daya manusia tidak hanya memperhatikan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah pembangunan mental bangsa. Pendidikan adalah merupakan salah satu wahana yang tepat untuk pembentukan diri seseorang secara keseluruhan[1] . Diyakini bahwa soft skills memiliki peran penting yang ikut menentukan keberhasilan karir seseorang. Melalui soft skills seseorang belajar bagaimana harus berkomunikasi dengan orang lain dan dirinya sendiri[2]. Hasil penelitian Havard University soft skills berkontribusi 80% terhadap kesuksesan karir seseorang. Bagi tenaga kerja Indonesia hard skill adalah pengetahuan atau keterampilan yang bersifat obyektif, seperti kemampuan dan kecakapan menggunakan alat-alat, sementara soft skills adalah ketrampilan yang berhubungan dengan dirinya sendiri (intrapersonal skill) dan ketrampilan yang berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill), Menurut Illah Sailah (2008). Kemampuan hard skill dan soft skill dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari secara bersama-sama. Penekanan penguasaan hard skill semata-mata dengan alasan bahwa penguasaan hard skill lebih mudah diamati dan lebih cepat terlihat hasilnya, sementara soft skills tidak mudah dalam mengajarkannya, sulit diamati dan diukur[3]. Menurut[4] menyatakan bahwa soft skill yang bagus mampu meningkatkan penguasaan terhadap hard skill. Sedangkan menurut[5], soft skill yang terus diasah akan dapat meningkatkan potensi seseorang, sehingga lebih kompetitif dan mampu menyeleseikan perubahan tuntutan kerja [6]. Soft skills menentukan daya tanggap seseorang. Strategi penguatan soft skill yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu berusaha memasukkan nilai-nilai ketimuran. Nilainilai ketimuran diharapkan akan terus di jaga oleh generasi penerus dimanapun mereka berada. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Strategi Penguatan Soft Skills Berbasis Nilai-nilai Ketimuran bagi Tenaga Kerja Wanita guna Menumbuhkan Calon Buruh Migran yang Menjunjung Tinggi Jati Diri Bangsa TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian 1. Pembuatan modelsoft skillsberbasis nilai-nilai ketimuran bagi tenaga kerja wanita calon migran 2. Implementasi dan penguatan soft skills berbasis nilai-nilai ketimuran bagi tenaga kerja wanita calon buruh migran sehingga dapat menjunjung tinggi jati diri bangsa Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Terciptanya modelsoft skillsberbasis nilai-nilai ketimuran bagi tenaga kerja wanita calon migran 2. Memberikan pemahaman tentang soft skill dan
84
3.
meningkatkan kesadaran tentang arti penting soft skills di dunia kerja bagi tenaga kerja wanita calon migran Dapat menciptakan perilaku positif tenaga kerja wanita calon migran dengan memiliki soft skills yang bagus
TINJAUAN TEORI Tenaga Kerja Wanita (TKW) Calon Migran Jumlah tenaga kerja selalu bertambah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya, namun hal ini tidak diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang memadai (BPS, 2012). Rendahnya penyerapan tenaga kerja di dalam negeri dan kurangnya keterampilan terutama bagi wanita telah mendorong para pekerja wanita untuk mencari dan memanfaatkan kerja di luar negeri. Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah sebutan bagi perempuan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa trilyunan rupiah. Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sebelumnya seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans. Migrasi tenaga kerja biasanya didefinisikan sebagai perpindahan manusia yang melintasi perbatasan untuk tujuan mendapatkan pekerjaan di negara asing (IOM, 2009). Melalui cara yang resmi atau tidak resmi, difasilitasi atau tidak, tenaga kerja memberikan kontribusi ekonomi terhadap negara pengirim maupun tujuan. Tenaga kerja membantu memperbesar jumlah angkatan kerja di negara tujuan dan dapat membantu pembangunan di negara mereka sendiri melalui pengiriman uang penghasilan mereka. Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikkan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan) Faktor yang Mempengaruhi Minat Tenaga Kerja Wanita Bekerja di Luar Negeri Pilihan para wanita bekerja ke luar negeri karena di dorong oleh kebutuhan yang semakin meningkat dan upah yang mereka dapatkan sebagai buruh pabrik maupun pembantu rumah tangga terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain kebutuhan yang meningkat, sulitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri juga menyebabkan para
wanita memilih untuk mengadu nasib ke luar negeri.Para perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Peran mereka bukan hanya sebagai ibu rumah tangga yang sekedar membesarkan dan mendidik putra-putrinya, namun juga telah bergeser menjadi tulang punggung keluarga. Minimnya pendidikan dan tidak adanya keterampilan khusus yang dimiliki menyebabkan para perempuan hanya bisa bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Menurut[7] keputusan menjadi TKW di luar negeri merupakan salah satu gerakan feminisme yaitu sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Sedangkan faktor yang mempengaruhi minat tenaga kerja wanita bekerja di luar negeri adalah faktor individu, sosialekonomi, keadaan, kognitif, dan pergaulan melatarbelakangi pengambilan keputusan tenaga kerja wanita untuk bekerja ke luar negeri. Globalisasi ternyata juga mendorong perpindahan tenaga kerja antar negara. Dewasa ini, penduduk dunia bergerak meninggalkan tanah airnya menuju negara lain yang menawarkan pekerjaan dengan upah lebih tinggi. Migrasi ini terjadi dalam bentuk pengiriman TKW besar-besaran antara lain ke Hongkong, Arab Saudi, Malaysia dan Singapura. Ujung dari setiap alasan wanita Indonesia bekerja di luar negeri adalah faktor ekonomi. Keluarga yang tak mampu lagi memberi nafkah. Ini tidak termasuk dalam wilayah person, karena mereka menjadi miskin bukan karena mereka malas bekerja atau karena budaya kemiskinan, tapi lebih karena mereka tidak punya akses untuk mendapatkan peluang-peluang kerja. Ada dua faktor yang mempengaruhi tenaga kerja wanita bekerja di luar negeri. Pertama, faktor yang berasal dalam diri seseorang. Rendahnya kualitas sumber daya manusia karena tingkat pendidikan (keterampilan) atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial bisa jadi muncul sebagai akibat dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh kelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai tertentu masyarakat yang tidak terintegrasi dengan masyarakat luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Faktor kedua berasal dari luar kemampuan seseorang. Hal ini terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan) sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Soft Skill dan Hard Skill di Dunia Kerja Soft skills yaitu kemampuan di luar kemampuan teknis yang lebih mengutamakan interpersonal skills dan intrapersonal skills. Hard skills merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh kemampuan soft skillsnya. Menurut[4]penguasaan hard skill tidaklah cukup, dibutuhkan penguasaan soft skill terutama untuk pengembangan karier. Pada umumnya soft skills berupa karakter yang melekat pada diri
85
seseorang. Akan tetapi soft skills bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. Kemampuan ini bisa diasah dan ditingkatkan. Individu dengan bekal hard skillsyang sama, maka yang akan menang dan sukses di masa depan adalah dia yang memiliki soft skills lebih baik. Sumber daya manusia yang unggul adalah sumber daya yang tidak hanya memiliki hard skillssaja, tetapi juga didukung oleh soft skillsyang tangguh dengan kata lain keberadaan antara hard skills dengan soft skills sebaiknya seimbang, seiring dan sejalan. Kemampuan komunikasi yang baik dalam suatu organisasi akan dapat meningkatkan kinerja seseorang. Menurut Prasetyanto (2008) dan Purwanto (2011), komunikasi yang baik dalam suatu organisasi akan meningkatkan kinerja individu. Menurut[8]. Hard and Soft skills to communicate with end users to resolve conflicts, and to bring different functions together toward common goal. Budaya dan Nilai-Nilai Ketimuran sebagai Jati Diri Bangsa Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaanperbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Masyarakat Timur dijelaskan dengan masyarakat memegang nilai yang menjunjung tinggi perasaan, mengedepankan nilai kekeluargaan, dan mengutamakan nilai tradisi. Bangsa timur sangat menjaga tali silaturahmi atau kekeluargaan antar sesama. Bangsa timur juga terkenal mempunyai pribadi sebagai bangsa pekerja keras, mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan individu mereka atau kebutuhan kelompok. Tingkat keagamaan mereka juga tinggi, terlihat dari seringnya mereka melakukan ibadah. Kepercayaan bangsa timur terhadap nenek moyang mereka juga masih kental hingga saat ini. Bangsa timur juga terkenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan bangsanya. Kebudayaan itulah yang mereka jadikan sebagai panutan mereka dalam berperilaku. Pandangan hidup masyarakat Indonesia yang memiliki adat ketimuran, rasa toleransi, ramah, sopan santun, saling menghargai dan gotong royong selalu menjadi dasar hidup masyarakat Indonesia yang menunjukkan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Saat ini generasi muda sudah tidak lagi erat memegang nilai bahwa ada beberapa hal yang tidak layak dibagikan ke publik. Celotehan di sosial media semakin liar dan bebas. Berbagai masalah diungkapkan di ranah publik, tanpa mempedulikan citra diri yang didapat. METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey. Tujuan penelitian adalah mengembangkan suatu model dalam upaya mensosialisasikan dan menumbuhkan nilai-nilaisoft skill berbasis nilai-nilai ketimuran kepada calon TKW migran. Model yang
dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang arti penting soft skills serta dapat mengubah perilaku positif TKW calon migran dengan memiliki soft skills yang bagus. Penentuan model penelitian dimulai dari wawancara mendalam kepada pemilik, manager, pegawai dan ex TKW migran tentang kebutuhan soft skill bagi calon TKW migran.Hasil wawancara tentang kebutuhan soft skill kemudian diterjemahkan kedalam nilai-nilai soft skill berbasis ketimuran. Responden yang dipilih sebagai anggota sampel dalam penelitian ini adalah calon TKW migran dari PJTKI atau sekarang diganti nama menjadi PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) yang ada di Malang dan Kediri. dengan menggunakan kuesioner, sebelum dan sesudah sosialisasi dan implementasi model. Kuesioner diberikan kepada responden sebelum dan sesudah pelatihan dan dianalisis dengan menggunakan part analisis. Melalui kuisioner, pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan nilai-nilai soft skillberbasis nilai-nilai ketimuran diujikan kepada calon TKW migran sebelum dan sesudah sosialisasi dan implementasi model. Hasil dari kuesioner dianalisis dan dievaluasi yang kemudian diterapkan dalam proses implementasi model tahap selanjutnya. Metode Analisis data dan Pengukuran Variabel Metode penelitianmenggunakan action research.Hasil penelitian diharapkan terbentuk modelsoft skills berbasis nilai-nilai ketimuran bagi calon TKW migran. Indikator keberhasilan penelitian dapat di lihat pada peningkatan kemampuan soft skillcalon TKW migran setelah sosialisasi model yang meliputi: 1. Memahami soft skill yang berbasis nilai-nilai ketimuraan 2. Memahami pentingnya soft skill di dunia kerja 3. Mampu berkomunikasi secara lisan 4. Sopan dalam berkata 5. Memahami dan menerapkan cara berbusanayang sopan 6. Menghargai orang lain 7. Hormat terhadap yang lebih tua 8. Memahami kebutuhan orang lain (berinisiatif) 9. Memiliki rasa empati 10. Beretika 11. Saling menghargai dan tolong menolong satu sama lain tanpa pamrih (tidak individualis) HASIL YANG DICAPAI Penelitian ini diawali dengan survey pendahuluan ke PPTKIS yang ada di Kota Malang dan Kediri dengan Negara tujuan Hongkong, Singapura dan Thailand. Metode yang digunakan dalam survey pendahuluan yaitu wawancara, observasi dan pengamatan. Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk menggali tentang kebutuhan soft skills bagi calon TKW migran. Populasi penelitian adalah PPTKIS yang yang ada dikota Malang dan Kediri yang berjumlah 23 PPTKIS. Sampel penelitian diambil 10% dari jumlah populasi yang ada yaitu tiga PPTKIS dan dipilih dengan
86
kategori besar dan melakukan pengiriman TKW secara continue dengan tujuan negara Hongkong, Taiwan dan Singapura. Adapun tiga PPTKIS yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah: 1. PT SODO SAKTI JAYA Jl. Kalimosodo IX No. 9 dan 21 Rt 06/06 Polehan, Malang Telp. 0341-328940 2. PT TRITAMA BINA KARYA Jl. Ki Ageng Gribig 299 Malang Telp. 0341721601 Disamping pemilihan sampel untuk wilayah Malang, peneliti juga mengambil sampel PPTKIS untuk wilayah Kediri. Adapun PPTKIS wilayah Kediri yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah: 3. PT TRIGANDA SWAJAYA (Ltd). Indonesia Manpower Supplier Company Kediri Jl. Suharmiji 248 Kediri Survey pendahuluan ke PPTKIS di Malang dan Kabupaten Kediri dilakukan dengan cara menggali informasi tentang kebutuhan soft skill bagi calon TKW migran. Penggalian informasi tentang kebutuhan soft skill bagi TKW migran dilakukan melalui wawancara langsung dengan pemilik, manager ataupun ex. TKW migran tujuan Honkong, Singapura dan Thailand. Peneliti menggunakan acuan kebutuhan soft skill yang dibutuhkan oleh dunia kerja menurut hasil survey user[9]. Berikut ini adalah urutan soft skill yang dibutuhkan oleh dunia kerja berdasarkan persepsi karyawan. Soft skills yang dibutuhkan dunia kerja Soft skills 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Intergritas/Kejujuran Kemampuan Bekerja Sama Kemampuan Berkomunikasi Memiliki Inisiatif Beretika Mudah Beradaptasi Kepemimpinan Ketahanan Menghadapi Tekanan (Stress) 9. Percaya Diri 10. Kemampuan Berorganisasi
Persentase (%) 12,96 10,32 10,14 9,8 8,6 6,9 5,7 5,4 5,3 4,9
Sumber: Survey user perusahaan manufaktur di jawa Timur[9]
Berdasarkan urutan soft skill yang dibutuhkan oleh dunia kerja[9]di atas digunakan sebagai dasar dalam penggalian soft skill yang dibutuhkan oleh TKW calon Migran. Penggalian kebutuhan soft skill kepada TKW calon buruh migran dimulai dari wawancara langsung kepada: 1. Pemilik atau manager PPTKIS yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun berkecimpung di dunia ketenagakerjaan khususnya TKW migran tujuan Hongkong, Singapure dan Thailand. 2. Ex. TKW migran. Hasil pengalaman pribadi dan pengamatan responden selama menjadi TKW migran dapat menjadi rujukan bagi peneliti dalam menentukan soft skill yang akan disosialisasikan kepada calon TKW migran
3.
Pegawai PPTKIS yang telah bekerja lebih dari 10 tahun Berdasarkan wawancara secara mendalam terhadap pemilik, manager, ex TKW migran dan karyawan PPTKIS maka Berikut ini dihasikan dalah urutan prioritas kebutuhan soft skill bagi TKW calon buruh migran meliputi: 1. Mudah Beradaptasi; Kemampuan TKW dalam menyesuaikan diri dengan budaya majikan 2. Ketahanan Menghadapi Tekanan (Stress); Kemampuan individu (TKW) dalam menghadapi atau memanage permasalahan pribadi maupun masalah pekerjaan 3. Memiliki Inisiatif dan Kemampuan Bekerja Sama; Memiliki kemampuan tanggap dan kepedulian terhadap kondisi yang terjadi 4. Beretika; Memiliki sopan santun Berdasarkan urutan prioritas soft skill di atas maka langkah selanjutnya dalam penelitian ini yaitu melakukan sosialisasi nilai-nilai soft skill berdasarkan prioritas kebutuhan soft skill yang dibutuhkan oleh TKW calon migran. Sosialisasi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kepada calon TKW migran tentang arti penting soft skill di dunia kerja. Pemahaman terhadap soft skill yang kemudian diterjemahkan kedalam perilaku sehari-hari diharapkan akan meminimalkan pelecehan, kekerasan dsb dari majikan terhadap buruh di luar negeri. Fenomena kekerasan yang terjadi selama ini yang di besar-besarkan oleh media massa adalah kekerasan dan pelecehan yang terjadi pada negara tujuan Malaysia dan Timur Tengah. Negara Tujuan Hongkong, Singapura dan Thailand saat ini minim permasalahan TKW meskipun ada beberapa kasus kekerasan. Kekerasan yang timbul kebanyakan disebabkan karena masalah pribadi yang dibawa dari negara tujuan misalkan masalah suami, pacar ataupun keluarga yang lain. Akibat kurang bisa memanage dirinya sendiri dengan permasalahan pribadi berakibat pada profesionalisme saat bekerja. Nilai-nilai soft skill ini diyakini mampu meningkatkan pemahaman tentang arti penting soft skill di dunia kerja bagi calon TKW migran. Pemahaman yang bagus terhadap pentingnya soft skill di dunia kerja diharapkan akan mengubah perilaku positif bagi calon TKW dengan memiliki soft skill yang bagus. Memiliki soft skill yang bagus diharapkan akan mampu meningkatkan profesionalisme TKW dalam bekerja sehingga akan meminimalisir permasalahan yang akan terjadi antara majikan dan buruh di negara tujuan migran. Langkah selanjutnya yaitu menentukan atribut soft skillberdasarkan nilai-nilai ketimuran (nilai ketimuran di sini yaitu nilai ketimuran yang di ambil dari falsafah budaya Jawa,[9]bagi TKW calon migran. Adapun nilainilai ketimuran yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini adalah: 1) Pangeran iku ora sare 2) Ajining diri ana ing lati ajining raga ana ing busana 3) Madep mantep 4) Crah agawe bubrah, Rukun agawe santosa
87
5) Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, tut wuri handayani 6) Pasrah marang pengeran 7) Gawe becik marang liyan Berdasarkan 7 nilai-nilai ketimuran di atas selanjutnya dilakukan wawancara dengan pemilik, manager PPTKIS, karyawan yang bekerja lebih dari 10 tahun serta ex TKW migran asal Hongkong, Korea dan Singapura. Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk menggali lebih dalam soft yang dibutuhkan bagi TKW calon migran. Dari hasil wawancara mendalam akhirnya ditemukan bahwa nilai-nilai soft skill berbasis ketimuran yang dibutuhkan oleh TKW migran meliputi: 1) Pangeran iku ora sare (Memiliki Integritas/kejujuran) 2) Ajining diri ana ing lati ajining raga ana ing busana (Baik buruk seseorang dipandang dari ucapannya) 3) Pasrah marang pengeran (Sabar dan pandai mengontrol emosi) 4) Gawe becik marang liyan (Slalu berbuat baik terhadap orang lain) Dari nilai-nilai ketimuran yang dibutuhkan oleh TKW migran tersebut maka dibuatlah model soft skill berbasis nilai-nilai ketimuran bagi calon TKW migran
dengan langkah-langkah-langkah sebagai berikut: 1) Membuat rancangan model soft skill integrasi yang berbasis nilai-nilai ketimuran. 2) Implementasi rancangan model soft skill terintegrasi berbasis nilai-nilai ketimuran pada proses pelatihan bagi TKW calon migran di Malang dan Kediri (Kuisioner diberikan sebelum dan sesudah sosialisasi) 3) Membuat model soft skills berbasis nilai-nilai ketimuran bagi calon TKW migran 4) Implementasi model yaitu memberikan work shop tentang nilai-nilai soft skill berbasis ketimuran kepada calon TKW migran. Pada saat implementasi responden diberikan kuesioner sebelum dan sesudah pelatihan 5) Evaluasi model berdasarkan hasil implementasi 6) Penguatan model soft skill terintegrasi berbasis nilai-nilai ketimuran pada proses pelatihan bagi TKW calon migran di Malang dan Kediri (Kuisioner diberikan sebelum dan sesudah sosialisasi) Tolok ukur keberhasilan dari implementasi dan penguatan soft skill berbasis nilai-nilai ketimuran adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Soft skill berbasis ketimuran, indikator dan tolok ukur Soft skill berbasis nilai-nilai ketimuran Pangeran iku ora sare (Memiliki integritas/kejujuran)
Ajining diri ana ing lati ajining raga ana ing busana (Baik buruk seseorang dipandang dari ucapannya)
Pasrah marang pengeran (Sabar dan Pandai mengontrol emosi)
Gawe becik marang liyan (Selalu berbuat baik terhadap orang lain)
Indikator
Tolok ukur keberhasilan
1. Memiliki kejujuran
Jujur dalam berkata
2. Memiliki budaya malu
Malu jika melakukan kesalahan dan berusaha memperbaiki Dapat menyebutkan kekurangan yang dimiliki
3. Berani menilai kekurangan diri sendiri 4. Mengakui kelebihan orang lain 1. Mampu berkomunikasi secara lisan
Berani memberikan apresiasi kepada teman Dapat memahami dan berbicara dengan bahasa Negara yang di tuju
2. Mampu menjaga lisan dengan baik (santun dalam pekerti) 3. Good performance 4. Menghormati orang lain 1. Mampu mengatasi masalah dengan pikiran tenang
Mampu menjaga perasaan orang lain dalam berucap
2. Ketahanan menghadapi stress 3. Memiliki usaha yang gigih 1. Berbuat baik pada orang lain 2. Memiliki kepedulian social 3. Memiliki emphaty
Selalu berfikiran tenang
2. Evaluasi dari hasil penguatan model soft skill terintegrasi kepada calon TKW migran adalah: 1. Sebelum sosialisasi dan implementasi model, TKW calon migran tidak memahami tentang soft skill. Setelah sosialisasi dan implementasi model terjadi pemahaman tentang soft skill berbasis ketimuran
Berpenampilan sopan Memperhatikan saat orang lain berbicara Mampu menyeleseikan pekerjaannya tepat pada waktunya
Mampu mengerjakan pekerjaan yang diberikan Bersikap baik Mau membantu orang lain Bisa merasakan perasaan orang lain
Sebelum pelatihan calon TKW migran tidak memahami tentang pentingnya soft skill di dunia kerja. Calon TKW migran lebih berpikir bahwa keberhasilan mereka ditempat kerja semata disebabkan oleh kemampuan mereka didalam menguasai pekerjaannya atau dari sisi hard skill. Melalui penguasaan hard skill sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya. Dunia kerja percaya
88
3.
bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Adanya keyakinan bahwa TKW sukses di Negara tujuan karenan penguasaan terhadap hard skill. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa belum adanya pembekalan nilai-nilai soft skill terhadap calon TKW migran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentu kesuksesan seseorang di dalam bekerja itu lebih disebabkan oleh unsur soft skillnya selain penguasaan hard skill. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan sematamata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Permasalahan yang terjadi di Negara tujuan lebih pada kurangnya kemampuan TKW dalam memanage masalah pribadinya sebagai contoh Pacarnya menikah dengan orang lain, Suaminya selingkuh atau menikah lagi, Uang hasil kerja di luar negeri yang dikirimkan ke keluarganya dan dihabiskan oleh keluarganya. Hal-hal inilah yang menjadi pemicu bagi TKW mengalami frustasi atau kurangnya motivasi dalam bekerja. Kondisi di atas jelas bahwa mengganggu kinerja TKW dalam bekerja. Menurunnya kinerja TKW inilah yang pada akhirnya memicu permasalahan TKW di Negara tujuan. Perlakuan kurang baik dari majikan kepada TKW lebih disebabkan karena kurangnya control emotion terhadap masalah pribadinya yang berakibat terhadap motivasi dalam bekerja. Kondisi seperti ini masih kurang mendapatkan perhatian serius bagi pengelola PPTKIS untuk memberikan pembekalan soft skill dalam mempersiapkan calon TKW migran. Adanya perubahan perilaku positif bagi TKW calon migran setelah pelatihan. Sebagai contoh: a. Malu jika melakukan kesalahan dan berusaha memperbaiki. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kejujuran didalam menilai dirinya sendiri yaitu mampu menyebutkan berapa kesalahan yang pernah dilakukan dan berusaha untuk memperbaikinya. b. Mampu berkomunikasi secara lisan dengan baik (sopan dalam berkata) dan menunjukkan cara berbusana yang sopan c. Berfikiran tenang dalam menghadapi masalah pekerjaannya d. Tidak adanya rasa iri sesama teman didalam pembagian pekerjaan dan meningkatnya rasa saling membantu dan berbuat baik terhadap orang lain (gawe becik marang liyan).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:
1.
Model soft skill berbasis nilai-nilai ketimuran yang disosialisasikan dan diimplementasikan kepada TKW calon migran meliputi: a. Pangeran iku ora sare (Memiliki Integritas/kejujuran) b. Ajining diri ana ing lati ajining raga ana ing busana (Baik buruk seseorang dipandang dari ucapannya) c. Pasrah marang pengeran (Sabar dan pandai mengontrol emosi) d. Gawe becik marang liyan (Slalu berbuat baik terhadap orang lain) 2. Dari hasil evaluasi terhadap implementasi model menunjukkan bahwa terjadi Peningkatan pemahaman soft skill berbasis nilai ketimuran bagi TKW calon migran. Hal ini terjadi karena sebelumnya tidak ada pembekalan tentang materi soft skill bagi calon TKW migran 3. Adanya peningkatan pemahaman tentang pentingnya soft skill berbasis nilai ketimuran di dunia kerja bagi TKW calon migran 4. Ditemukan bahwa permasalahan yang terjadi di Negara tujuan lebih pada kurangnya kemampuan TKW dalam memanage masalah pribadi yang berakibat pada menurunnya kinerja dan berdampak negatif terhadap dirinya 5. Meningkatnya kepedulian terhadap orang lain yang ditunjukkan dengan saling membantu terhadap orang lain (gawe becik marang liyan). Saran Pembekalan yang diberikan kepada calon TKW migran masih terbatas pada penguasaan terhadap peralatan yang digunakan atau penguasaan terhadap pekerjaannya (hard skill). Pendampingan lebih intensif terhadap PPTKIS dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai soft skill berbasis ketimuran bagi calon TKW migran sangat diperlukan. DAFTAR PUSTAKA: [1]. Mazidatul Khoir, 2012, Menciptakan Manusia Indonesia yang Berkarakter.http://mazidatulkhoir.wordpress.com/20 12/11/20/menciptakan-manusia-indonesia-yangberkarakter/ [2]. Djafrie, Taufik. 2013. Pengaruh Kualitas Proses Pembelajaran Terhadap Gairah Belajar Mahasiswa [3]. Coates, E.D. 2006. People skills tarining. Diambil pada tanggal 20 April 2014, dari www.initforlife.com [4]. Ajir Chatuvedi, et al. 2011. Communicative approach to soft & hard skills. Journal VSRD-International of bussiness & management research Vol 1 (1). Diambil pada tanggal 11 April 2014, dari www.visualsoftindia.com/journal. Html [5]. Ratnasari, Siwi Dyah, 2014. Analisis Kompetensi Soft Skill yang dibutuhkan Dunia Kerja Berdasarkan Persepsi Karyawan Manajemen [6]. Rani, E.M.S. 2010. Need and importance of soft skills in student. Vol,-II 3 Januari-Juni (Summer) 2010. Associate Professor in English, Sri Sarada College for Women, Salem- 636016
89
[7]. Rosiana, Elysa. 2008. Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Pengambilan Keputusan Tenaga Kerja Wanita Bekerja Ke Luar Negeri Di Desa Tlogorejo Kecamatan Pagak Kabupaten Malang. [8]. Aimao Zhang. 2012.Peer Assessment of SoftSkills and Hard Skills. Journal. Georgia Southern. https://www.yumpu.com/en/document/view/1097392 4/peer-assessment-of-soft-skills-and-hard-skillsjournal-of[9]. Djafrie, Taufik dan Ratnasari, Siwi D. 2015. Model Soft Skill Terintegrasi dalam Proses Pembelajaran Berbasis Nilai-nilai Ketimuran Guna Menciptakan Lulusan yang Berkarakter [10]. Ratnasari, Siwi D dan Agus Salim. 2014. Pengaruh self confident dan self assessment terhadap performance dengan social skill sebagai variabel moderating
90
Improving The Quality and Quantity of Small Industrial Production Tempe by Operation of Machine Breakers and Soybean Skinner Theodorus Wiyanto Wibowo1*) dan Soeryanto2 1 2
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT-Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT-Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] *)Alamat Korespondensi: E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this program is to help the group IbM small tempe industry in solving the problem of low quality and quantity of production splitting and stripping the skin of soybean and improve poor management of the business, especially the production management and financial management. Solving process and stripping the skin soybean tempeh SMEs carried out by using soybean solver and skinner manually actuated foot with a production capacity of 60 kg/h, and trampled under foot with a production capacity of 10 kg/h. Both methods are ineffective and inefficient, both in terms of time, labor and cost. This is an urgent problem that needs to be addressed. Methods to resolve the issue, made through surve to SMEs tempeh, interviews with employers, determining the priority issues together SMEs tempe, designing machines needed, create and apply the resulting machine to SMEs tempeh. IbM program activities have resulted in breaking machine and mechanical soybean skinner electric motor. The results of trials of this machine production capacity of ± 250 kg/h. Implementation crusher/skinner soy can solve the problems of low quality and quantity splitting / peeling skin on SMEs soybean tempeh, which is of 60 kg/hr to 250 kg/h. Methods to fix the problem of weak production management and financial management in SMEs tempe, is done through training and mentoring. The result SMEs have been managing SMEs tempe tempe hers better. In production management entrepreneur has Preparing soy ingredients well, using a production machine solver/skinner soybeans gained from the implementation of the program IbM, and taking care of routine engine so that the engine is always ready for production and machine become more durable. For the employer's financial management has been managing the business cash flow well through the application of a simple cash book. Keywords: quality and quantity, breaking machine and soybean skinner, management, SME tempe ABSTRAK Tujuan program IbM ini adalah membantu kelompok industri kecil tempe dalam menyelesaikan masalah rendahnya kualitas dan kuantitas produksi pemecahan dan pengupasan kulit kedelai dan memperbaiki lemahnya manajemen usaha khususnya manajemen produksi dan manajemen keuangan. Proses pemecahan dan pengupasan kulit kedelai di UKM tempe dilakukan dengan menggunakan alat pemecah dan pengupas kulit kedelai manual yang digerakkan kaki dengan kapasitas produksi 60 kg/jam, dan diinjak-injak kaki dengan kapasitas produksi 10 kg/jam. Kedua cara tersebut tidak efektif dan tidak efisien, baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini merupakan masalah urgen yang perlu segera dicarikan solusinya. Metode untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan melalui surve ke UKM tempe, wawancara dengan pengusaha, menentukan masalah prioritas bersama pengusaha UKM tempe, merancang mesin yang dibutuhkan, membuat dan menerapkan mesin yang dihasilkan ke UKM tempe. Kegiatan program IbM ini menghasilkan mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai mekanik motor listrik. Hasil uji coba kapasitas produksi mesin ini ± 250 kg/jam. Penerapan mesin pemecah/pengupas kulit kedelai ini dapat menyelesaikan permasalahan rendahnya kualitas dan kuantitas pemecahan/pengupasan kulit kedelai pada UKM tempe, yaitu dari 60 kg/jam menjadi 250 kg/jam. Metode untuk memperbaiki masalah lemahnya manajemen produksi dan manajemen keuangan pada UKM tempe, dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan. Hasilnya pengusaha UKM tempe telah mengelola UKM tempe miliknya menjadi lebih baik. Dalam manajemen produksi pengusaha telah menyiapakan bahan kedelai dengan baik, menggunakan mesin produksi pemecah/pengupas kulit kedelai yang diperoleh dari pelaksanaan program IbM, dan merawat mesin secara rutin sehingga mesin selalu siap digunakan untuk produksi dan mesin menjadi lebih awet. Untuk manajemen keuangan pengusaha telah mengelola arus keuangan usaha dengan baik melaui penerapan buku kas sederhana. Kata kunci: kualitas dan kuantitas, mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai, manajemen, UKM tempe 1.PENDAHULUAN Cumpleng adalah salah satu dusun di desa Rejosari dan Cabe adalah sala satu dusun di desa Bendo, kecamatan Gondang, kabupaten Tulungagung. Cumpleng dan Cabe adalah dua dusun berdekatan
yang ada diperbatasan desa Rejosari dan desa Bendo, kecamatan Gondang, kabupaten Tulungagung. Sebagian warga masyarakat dari kedua dusun tersebut hidup sebagai pengusaha industri kecil tempe. Sebagai pekerjaan sampingan, umumnya mereka bertani dan berternak. Dalam bertani mereka menanam padi
91
dimusim penghujan dan menamam tanaman palawija di musim kemarau, seperti tembakau, jagung, melon, semangka, terong dan lombok. Sedangkan dalam berternak, mereka berternak sapi, kambing, ayam, menthok, itik dan lain-lain. Cumpleng dan cabe merupakan dua dusun yang ada diperbatasan dari dua desa, yaknik desa Rejosari dan desa Bendo yang anggota masyarakatnya hidup sebagai pengusaha industri kecil tempe secara turun temurun, namun sampai saat ini kondisi IKM tempe di Cumpleng belum berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil survei dan wawancara tim pengusul program IbM dengan kelompok pengusaha industri kecil tempe yang menjadi mitra program IbM ini dapat diketahui bahwa permasalahan prioritas yang menyebabkan IKM tempe Cumpleng dan Cabe ini belum berkembang sebagaimana yang diharapkan oleh pengusaha industri kecil tempe tersebut adalah dikarenakan dalam proses produksi belum didukung dengan teknologi produksi yang memadai dan dalam menjalankan usahanya tidak dikelola dengan manajemen usaha yang baik. Berdasarkan permasalahan prioritas dari hasil surve tersebut, permasalahan yang akan dikaji dan diselesaikan pada IKM tempe melalui pelaksanaan program IbM ini, difokuskan pada aspek produksi dan aspek manajemen usaha IKM tempe mitra. Proses Produksi. Tahapan proses yang dilakukan dalam produksi pembuatan tempe meliputi proses perendaman, pencucian, perebusan setengah matang, pemecahan dan pengupasan kulit kedelai, pemisahan kulit kedelai, perebusan sampai matang, penirisan/pendinginan, peragian kedelai, pengemasan hasil peragian (dibungkus kantong plstik, dibungkus daun, atau dihamparkan di meja dan ditutup dengan plastik atau daun), proses fermentasi, pemotongan (khusus tempe yang dihamparkan di meja), pengemasan, dan pemasaran. Jenis produk yang dihasilkan oleh kelompok pengusaha industri kecil tempe ini adalah tempe murni dan tempe campuran. Bahan baku untuk membuat tempe murni adalah kedelai, dan bahan baku untuk membuat tempe campuran adalah kedelai ditambah dengan bahan campuran seperti gandum, nasi karak dan lain-lain. Bahan baku kedelai dan bahan campuran dapat dibeli di toko-toko dan pasar-pasar tradisional yang ada di Tulungagung. Proses pembuatan tempe secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.
1. Bahan Baku Tempe(Kedelai )
2. Rendam ± 12 jam
3. Cuci dan Rebus setengah matang
4. Permasalahan yang akan diselesaikan melaui pelaksanaan program IbM: PEMECAHAN DAN PENGUPASAN KULIT KEDELAI
5. Pisahkan kulit kedelai dan cuci sampai 6. Rebus sampai matang
7.Didinginkan ±4 jam
8. Campur kedelai yang sudah dingin dengan ragi
9. Bungkus dengan plastic/daun atau hamparkan di dengan platik/daun
10. Fermentasi selama ±12 jam
11. TEMPE SIAP DIPASARKAN
Gambar 1. Bagan alir proses pembuatan tempe
Proses fermentasi untuk pembuatan tempe dikemas dalam dua cara, yaitu (1) campuran kedelai dan ragi yang sudah siap difermentasikan langsung dikemas dalam kantong plastik atau dibungkus daun pisang, dan (2) campuran kedelai dan ragi yang sudah siap difermentasikan ditaburkan dan dihamparkan di atas meja yang sudah dilapisi plastik/daun pisang dengan ketebalan hamparan kedelai ± 3 cm dan ditutup kembali dengan plastik atau daun pisang. Untuk mempercepat proses fermentasi, maka di atas hamparan kedeleai yang sudah ditutup dengan plastik ditindih dengan papan kayu seperti Gambar 2. Untuk pemasaran tempe yang dihasilkan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : (1) dipasarkan oleh pengusaha sendiri dan atau orang lain secara keliling, (2) dipasarkan oleh pengusaha sendiri dan atau orang lain dengan cara mengirimkan tempe yang dihasilkan kepada pedagang pengecer di toko-toko peracangan dan pasar-pasar tradisional. Tempe yang dikemas dalam kantong plastik atau yang dibungkus
92
manual dan sebagian yang lain masih dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan diinjak-injak kaki, seperti Gambar 3. Kedua cara ini membutuhkan waktu lama dan kualitas pemecahan yang dihasilkan kurang baik (kurang maksimal). Lamanya waktu proses pemecahan dan pengupasan kulit kedelai tersebut, menyebabkan biaya produksi pemecahan dan pengupasan kulit kedelai menjadi lebih mahal, sehingga mengurangi Gambar 2. Proses peragian dan fermentasi keuntungan bagi pengusaha. Mahalnya biaya produksi ini disebabkan oleh banyaknya waktu yang digunakan daun pisang ukuran kecil dijual Rp. 2.000,untuk proses produksi tersebut, sehingga pengusaha perbungkus untuk tempe murni dan Rp. 1.250,tidak bisa melakukan kegiatan lain yang bersifat perbungkus untuk tempe campran dan tempe yang produktif, seperti kerja di kebon, di sawah, mencarikan dikemas dalam kantong plastik ukuran lebih besar makan ternak dan lain-lain. Bahkan proses pemecahan dijual Rp. 5.000,- perbungkus untuk tempe murni dan dan pengupasan kulit kedelai secara manual yang Rp. 3.500,- sampai dengan Rp. 4.000-, perbungkus digayuh dengan kaki yang membutuhkan aliran air untuk tempe campuran. Khusus tempe campuran, dengan bantuan pompa, lamanya proses tersebut, untuk ukuran yang sama harganya bisa berbeda, berdampak langsung terhadap bertambahnya biaya tergantung dari kadar campurannya. Semakin banyak rekening listrik yang harus dibayar, karena pompa air campurannya semakin murah harganya. Sedangkan yang digunakan menggunakan energi listrik dari PLN. untuk tempe yang difermentasikan di meja, Sedangkan kualitas produk pemecahan dan pemasarnya dilakukan dengan memotong tempe pengupasan kulit kedelai yang kurang baik, dapat menjadi ukuran tertentu dengan bentuk persegi dilihat dari banyaknya kedelai yang belum pecah dan panjang yang dijual dengan harga Rp. 1.500,- sampai belum terkupas kulitnya yang diperkirakan sebesar ± dengan Rp. 5.000,- perpotong. 10%. Hal ini mengakibatkan kualitas tempe yang Peralatan yang digunakan dalam proses produksi kurang baik dan tempe kurang mengembang sehingga tempe antara lain tungku batu bata merah, bak kuantitasnya berkurang yang berarti dapat mengurangi aluminium (dandang) untuk merendam dan merebus, keuntungan pengusaha tempe. Disamping itu, tempe pemecah kedelai manual, bak air untuk perambangan yang masih banyak kedelainya yang belum pecah dan (pemisahan kulit dengan kedelai setelah dilakukan belum terkupas kulitnya, rasanya jadi kurang enak. pemecahan), tumbu atau irig untuk penirisan, kantong Pada hal nilai rasa merupakan salah satu faktor yang plastik dan daun untuk kemasan (bungkus) atau meja menentukan keberhasilan dalam pemasaran dan dan plastik lembaran untuk proses fermentasi. Alatmerupakan jaminan kepuasan dari produsen kepada alat tersebut teknologinya tergolong sangat konsumen, sehingga kualitas pemecahan dan sederhana. Dengan menggunakan peralatan tersebut, pengupasan kulit kedelai ini merupakan salah satu dari aspekproduksi dalam proses pembuatan tempe faktor penting yang harus diperhatikan dalam terdapat permasalahan prioritas yang menjalankan usaha di bidang indutri kecil tempe. mendesakuntuk segera diaselesaikan dalam upaya Pengusaha industri kecil tempe Cumpleng dan meningkatkan kualitas dan kuantitas serta higinitas Cabe ini berkeinginan untuk meningkatkan produksi hasil produksi industri kecil tempe, yaitu proses tempe dan mengembangkan usaha tempenya, namun pemecahanpengupasan kulit kedelai. Pengupasan kulit keinginan mereka belum bisa terwujud, karena kedelai yang dilakukan di IKM tempe menggunakan waktunya banyak yang tersita untuk proses produksi alat pemecah yang digerakkan secara pemecahan dan pengupasan kulit kedelai. Dengan adanya pelaksanaan program IbM pada Industri Kecil Tempe Cumpleng dan Cabe ini, diharapkan keinginan pengusaha untuk meningkatkan produktivitas produksinya, baik secara kualitas maupun kuantitas dapat terealisasi, sehingga keberadaan industri kecil tempe ini dapat berkembang menjadi industri kecil yang maju, tangguh dan mandiri, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pengusaha maupun karyawan. Hal ini sangat penting karena kelangsungan hidup industri ini mempunyai dampak sosial yang langsung dapat dirasakan oleh pengusaha, karyawan dan warga masyarakat Cumpleng, Cabe dan sekitarnya, yaitu antara lain : Gambar 3. Proses pemecahan dan pengupasan kulit - Dapat membantu memberikan lapangan kerja kedelai di UKM tempe mitra bagi masyarakat dan meningkatkan kegiatan
93
perekonomian bagi warga masyarakat di sekitarnya - Meransang pertumbuhan usaha kecil sejenis di sekitarnya. - Dapat membantu mengurangi jumlah pengangguran. Manajemen Usaha. Permasalahan lain yang menghambat perkembangan IKM tempe ini adalah masalah manajemen. Industri kecil tempe ini merupakan industri rumah tangga (home industry)yang sudah turun temurun dengan tenaga kerja anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh tiap usaha bervariasi antara 2 orang sampai dengan 5 orang tenaga kerja. Kondisi manajemen industri kecil tempe yang terdiri dari manajemen produksi, manajemen sumberdaya manusia (SDM), manajemen keuangan dan manajemen pemasaran pada IKM tempe ini masih lemah. Namun demikian, dari keempat manajemen usaha tersebut, manajemen produksi dan manajemen keuangan merupakan masalah manajemen yang mendesak dan harus segera dibenahi dan dibantu pembenahannya, agar IKM ini dapat berkembang dengan lebih baik. Pembenahan manajemen usaha yang difokuskan pada manajemen produksi dan manajemen keuangan, dilakukan dengan pertimbangan jumlah tenaga kerja yang relative sedikit dan pemasaran selama ini belum menjadi kendala yang berarti. Untuk itu upaya perbaikan manajemen IKM tempe Cumpleng dan Cabe ini, khususnya manajemen produksi dan manajemen keuangan merupakan bagian kegiatan yang tak terpisahkan dalam upaya peningkatan produktivitas (kualitas dan kuantitas) produksi IKM tempe dalam pelaksanaan Program Ipteks bagi Masyarakat (IbM). 1.
METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan program IbM menggunakan metode penelitian kaji tindak (action research) dengan tahapan sebagai berikut, pertama tim pengusul program IbM mendatangi pengusaha industri kecil tempe, yakni Sukardi dan Jaenab untuk menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan program IbM di IKM tempe miliknya. Selanjutnya tim pengusul melakukan survey/observasi di industri kecil tempe milik Sukardi dan Jaenab untuk melihat secara langsung proses produksi pembuatan tempe dan wawancara untuk mengumpulkan data. Data hasil survey dan wawancara dianalisis untuk mengetahui permasalahan prioritas yang dihadapi oleh IKM tempe Cumpleng dan Cabe. Dari hasil analisis ditemukan 2 (dua) permasalahan prioritas untuk segera diselesaikan, yaitu: (1) rendahnya produktivitas, dan (2) lemahnya manajemen usaha. Permasalahan rendahnya produktivitas yang terjadi pada industri kecil kecil tempe Cumpleng dan Cabe, disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pemecahan dan pengupasan
kulit kedelai. Setelah diketahui permasalahan rendahnya produktivitas terletak pada proses pemecahan dan pengupasan kulit kedelai, maka dilakukan perancangan dan pembuatan mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai tanpa air yang efektif dan efisien. Untuk itu, dilakukan diskusi bersama dengan pengusaha industri kecil tempe mitra terhadap permintaan mesin yang sesuai dengan spesifikasi mitra agar dihasilkan mesin yang paling tepat dan optimal. Selanjutnya mesin pemecah/pengupas kulit kedelai yang sesuai dengan permintaan mitra dan telah teruji kemampuanya dikenalkan dan dicobakan untuk diterapkan di industri kecil tempe Cumplen dan Cabe. Setelah hasil uji coba sempurna, maka pengusaha industri kecil tempe diberi kesempatan untuk mengoperasionalkan mesin pemecah/pengupas kulit kedelai tersebut dalam kegiatan produksi. Selanjutnya kepada pengusaha industri kecil tempe diberikan pelatihan tentang cara perawatan dan perbaikan mesin pemecah/ pengupas kulit kedelai ini. Hal ini dimaksudkan jika terjadi kerusakan terhadap alat perebus dan mesin pemecah kedelai ini, pengusaha kecil tempe dapat melakukan perbaikan sendiri. Terlebih apabila kegiatan program IbM ini telah selesai pengusaha kecil tempe tidak perlu tergantung pada orang lain, tetapi cara merawat dan memperbaikinya dapat dilakukan secara mandiri, sehingga alat dan mesin yang dimiliki menjadi lebih awet. Sedangkan untuk memperbaiki masalah lemahnya manajemen usaha, yaitu untuk manajemen produksi dan manajemen keuangan pada IKM tempe, akan dilakukan melalui kegiatan pelatihan. Dalam pelatihan untuk membenahi manajemen produksi akan dilatihkan bagaimana cara meningkatkan produksi melalui manajemen produksi yang baik dan melalui penerapan teknologi produksi yang tepat, termasuk cara mengelola, menerapkan dan merawat teknologi produksi yang diperoleh dari pelaksanaan program IbM, sehingga produksinya secara kualitas dan kuantitas meningkat, mesin produksinya awet dan usahanya berkembang. Sedangkan untuk manajemen keuangan akan dilatihkan, bagaimana mengelola keuangan usaha melaui penerapan buku kas sederhana yang mudah dipahami dan dapat dilakukan oleh pengusaha kecil tempe. Hal paling mendasar yang harus ditanamkan kepada para pengusaha kecil tempe ini adalah menanamkan nilai pentingnya untuk membiasakan diri (berperilaku tertib) dalam mengelola keuangan, yaitu membukukan berapa besarnya modal (pembelian bahan baku, upah, dan pengeluaran biaya produksi lainnya) berapa keuntungan yang diperoleh, dan berapa yang diambil dari keuntungan itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga pengusaha dapat merencanakan pengembangan usaha tempenya dengan baik dan sukses. Untuk melihat kontinuitas pemanfaatan mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai untuk proses produksi dan untuk mengetahui peningkatan
94
produktivitas industri kecil tempe mitra serta perubahan perilaku pengusaha dalam melaksanakan manjemen usaha dengan baik dan tertib akan dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) secara berkala selama kegiatan berlangsung.
Kabel listrik
Motor listrik
V-belt
Corong Penampung Kedelai
2. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan program IbM ini dilaksanakan dengan bekerjasama dengan pengusaha industri kecil tempe, yakni Sukardi yang berlokasi di dusun Cumpleng desa Rejosari, dan Jaenab yang berlokasi di dusun Cabe desa Bendo, kecamatan Gondang, kabupaten Tulungagung. Hasil yang ditargetkan dari kegiatan Program IbM ini adalah (1) teknologi tepat guna berupa dua unit mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai yang efektif dan efisien dengan mekanik motor listrik, dan (2) terjadinya perubahan pelaksanaan manajemen usaha yang lebih baik. Mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai sudah selesai dibuat dan sudah diterapkan untuk kegitan produksi. Mesin yang dihasilkan ini merupakan mesin pemecah/pengupas kulit kedelai yang dapat bekerja tanpa mengunakan aliran air, sehingga memberikan kemudahan bagi pengusaha dalam kegiAtan produksi, menghemat biaya karena tidak menggunakan pompa air, lebih mudah merawatnya dan mesin menjadi lebih awet (tidak berkarat) karena tidak terkena percikan air. Gambar 4 adalah mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai sudah selesai dirakit dan Gambar 5 adalah nama-nama bagian dari komponen mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai.
Pulley pada motor
Pulley pada penggilas
Gambar 4 Mesin pemecah dan pengupas kulit kedelai
Pengilas diam (stator) Lubang masuk kedelai
ke Rumah penggilas Penggilas berputar (Rotor)
Handle pengunci
Saluran keluar
Kerangka mesin
Sudu penarik kedelai masuk ke ruangan penggilas
Gambar 5. Nama-nama bagian komponen mesin Prinsip kerja dari mesin pemecah/pengupas kulit kedelai ini adalah (1) kabel motor listrik dihubungkan sumber tenaga listrik; (2) stop kontak di tekan pada posisi on; (3) motor listrik berputar untuk memutar roda pemecah/pengupas kulit kedelai dengan menggunakan V-belt; (4) kedelai yang siap dipecah/dikupas kulitnya dimasukkan kedalam corong penampung kedelai; (5) kedelai masuk ke dalam ruang pemecah/pengupas kulit kedelai; (6) kedelai tergilas oleh putaran roda sehingga kedelai pecah dan terkupas kulitnya; (7) kedelai yang sudah pecah dan terkupas kulitnya keluar melalui saluran pengeluaran dan selanjutnya dibawa menuju bak perambang untuk dipisahkan dari kulitnya; (8) kedelai sudah bersih dari kulitnya dan siap dilakukan perebusan hingga matang. Roda penggilas kedelai yang dapat berputar (rotor) dapat disetel maju mundur dengan mengendorkan handel pengunci untuk mengatur celah atau jarak antara rotor dan stator. Hal ini bertujuan agar semua jenis kedelai yang memiliki ukuran yang berbeda proses pemecahan dan pengupasan kulit kedelai tetap dapat dikerjakan dengan menggunakan mesin ini. Dengan menggunakan mesin pemecah/pengupas kulit kedelai tanpa air mekanik motor listrik yang telah dibuat dan diterapkan ini, produksi pemecahan/pengupasan kulit kedelai dapat diselesaikan 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan cara pemecahan/pengupasan kulit kedelai dengan menggunakan alat pemecah/pengupas manual yang digayuh dengan kaki dan dapat ditingkatkan lebih dari 25 kali lipat cara pemecahan yang dilakukan dengan
95
diinjak-injak kaki. Hal ini berdasarkan data hasil uji coba mesin ini di UKM tempe mitra dimana dalam waktu satu menit rata-rata mampu memecah dan mengupas kulit kedelai sebanyak 5 kg yang berarti dalam satu jam mampu memecah dan mengupas kulit kedelai sebesar 300 kg. Dengan dikurangi waktu dan factor kelelahan tenaga kerja dalam menuangkan kedelai ke dalam corong penampung yang, maka mesin ini mampu memproduksi pemecahan dan pengupasan kulit kedelai minimal 250 kg/jam. Jika dibandingkan dengan proses pemecahan/pengupasan kulit kedelai yang menggunakan alat pemecah manual yang digayuh dengan kaki kapasitasnya 60 kg./jam, dan proses pemecahan yang dilakukan dengan cara diinjak-injak kaki kapasitas maksimum 10 kg/jam, maka proses pemecahan dengan menggunakan mesin pemecah kedelai tanpa air ini lebih cepat 5 kali dibandingkan alat pemecah manual dan 25 kali lebih cepat dibandingkan cara yang diinjak-injak kaki. Karena proses pemecahan/pengupasan kulit kedelai dengan mesin tanpa air ini sangat cepat, diharapkan proses pemecahan/pengupasan kulit kedelai dilakukan secara berkelompok. Hal ini juga didukung jarak industri kecil tempe yang saling berdekatan. Mesin pemecah/pengupas kulit kedelai ini menggunakan penggerak motor listrik 0,5 PK, kapasitas produksi rata-rata 250 kg/jam, tenaga 1 orang dan biaya produksi sebesar Rp. 25.537,- perhari dengan rincian Rp. 25.000-, upah tenaga kerja dan Rp. 537,- biaya meter listrik. Dengan menggunakan mesin pemecah/pengupas kulit kedelai tanpa air ini pengusaha industri kecil tempe akan memperoleh banyak keuntungan, diantaranya yaitu (1) kuantitas pemecahan dan pengupasan kulit kedelai meningkat tajam, yaitu ± 5 kali lipat alat pemecah/pengupas manual yang digayuh dengan kaki dan ± 25 kali lipat cara pemecahan yang diinjak-injak kaki; (2) biaya produksi lebih murah karena proses produksi berlangsung lebih cepat; (3) pengusaha memperoleh nilai tambah (added value) berupa pembayaran rekening listrik yang lebih murah, karena mesin pemecah/pengupas kulit kedelai ini dirancang tanpa air, sehingga tidak perlu pompa air; (4) kualitas pemecahan dan pengupasan kulit kedelai lebih baik, yaitu ± 99% kedelai pecah dan terkupas kulitnya, sehingga tempe yang dihasilkan akan lebih mengembang, yang berarti keuntungan meningkat; (5) rasanya lebih enak, sehingga lebih diminati dan lebih memudahkan dalam pemasaran, dan (6) proses yang sangat cepat ini juga memberikan peningkatan produktivitas secara tidak langsung, waktu yang tersisa cukup lama dapat digunakan untuk kegiatan kerja lainnya, seperti mencarikan makan ternak, kerja di sawah dan istirahat yang cukup untuk menjaga kebugaran dan kesehatan. Permasalahan lain yang menghambat perkembangan IKM tempe ini adalah masalah manajemen. Industri kecil tempe ini merupakan industri rumah tangga (home industry)yang sudah turun temurun dengan tenaga kerja anggota keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh tiap usaha bervariasi antara 2 orang sampai dengan 5 orang tenaga kerja. Kondisi manajemen industri kecil tempe yang terdiri dari manajemen produksi, manajemen sumberdaya manusia (SDM), manajemen keuangan dan manajemen pemasaran pada IKM tempe ini masih lemah. Namun demikian, dari keempat manajemen usaha tersebut, manajemen produksi dan manajemen keuangan merupakan masalah manajemen yang mendesak dan harus segera dibenahi dan dibantu pembenahannya, agar IKM ini dapat berkembang dengan lebih baik. Pembenahan manajemen usaha yang difokuskan pada manajemen produksi dan manajemen keuangan, dilakukan dengan pertimbangan jumlah tenaga kerja yang relative sedikit dan pemasaran selama ini belum menjadi kendala yang berarti. Hasil kegiatan pembenahan aspek manajemen UKM mitra yang dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan sudah memberikan dampak perubahan yang lebih baik. Pembenahan pada manajemen produksi dampak perubahannya dapat dilihat dari kondisi lingkungan produksi yang diatur menjadi lebih bersih dan rapi, dan penyiapan bahan baku sudah mulai dilakukan walaupun dengan jumlah yang belum maksimal tetapi dapat digunakan sebagai modal awal untuk memulai mengerjakan pemesanan dari konsumen. Untuk manajemen tenaga kerja, juga sudah menunjukan adanya perubahan yang lebih baik, yakni tenaga kerja yang selama ini cenderung malas dan kurang disiplin, melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan sudah mulai ada perubahan yang signifikan, yakni adanya peningkatan disiplin karyawan, datang, istirahat, dan pulang tepat waktu, lebih tekun bekerja dan bertanggung jawab. Sedangkan perbaikan manajemen keuangan dilakukan, terutama yang dilakukan oleh tim pelaksana program IbM adalah melakukan pelatihan dan pendampingan dalam mengelola keuangan yang baik dan tertib melalui penerapan pembukuan pada buku kas sederhana yang mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. Hasilnya dari kegiatan pendampingan, yakni pengusaha sekarang sudah mulai tertib melakukan pembukuan arus keuangan usaha dengan buku kas sederhana dan dipisahkannya keuangan untuk usaha dengan uang untuk kebutuhan keluarga. 3. KESIMPULAN Pelakasanaan program IbM ini secara umum berjalan dengan baik dengan hasil berupa 2 unitmesin pemecah/pengupas kulit kedelai dan terjadinya perubahan pengelolaan majemen produksi dan manajemen keuangan yang lebih baik. Mesin pemecah/pengupas kulit kedelai yang dibuat dapat bekerja secara efektif dan efisien tanpa mengunakan aliran air, sehingga memberikan kemudahan bagi pengusaha dalam kegitan produksi, menghemat biaya karena tidak menggunakan pompa air, lebih mudah
96
merawat dan mesin menjadi lebih awet (tidak mudah berkarat) karena tidak terkena percikan air yang berlebihan. Pengusaha tempe hanya menngeluarkan biaya produksi Rp. 25.000,-/bulan untuk memproduksi tempe yang membutuhkan bahan baku kedelai sebanyak 250 kg. Terdapat peningkatan kecepatan produksi 5 kali lipat dibandingkan alat pemecah manual dan 25 kali lipat dibandingkan dengan cara diinjak-injak kaki. Hasilpembenahan manajemen usaha yang difokuskan pada manajemen produksi dan manajemen keuangan telah menunjukan hasil yang cukup baik. Pengusaha telah memanej peralatan produksinya dengan baik, dirawat secara rutin yang selalu siap digunakan, mengatur lingkungan produksi yang bersih dan rapi, dan menyiapkan bahan (kedelai) yang memadai untuk produksi. Untuk manajemen keuangan pengusaha telah tertib dalam mengelola keuangan dengan menggunakan buku kas sederhana, yaitu mencatat besarnya modal usaha, mencatat keuntungan yang diperoleh, dan mencatat besarnya uang yang diambil untuk kebutuhan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA [1]. Kemendikbud.(2013).Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi IX.Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Ditjen Dikti. [2]. Maslov, D., Danilevsky and Sasav, V.(tanpa tahun). Engineering Manufacturing Processes. Peace Publishers Moscows. [3]. Niken, dkk.(1996). Pengaruh kemasan terhadap pemasaran suatu produk. Artikel yang dimuat di Majalah Forum Komunikasi FPTK se-Indonesia. IKIP Padang. [4]. Soetardjo. (1985). Ilmu bahan dan pengolahan. Diktat mata kuliah bahan dan pengolahan. Unversity Press IKIP Surabaya. [5]. Tjandra Wirawan, Ece Sudirman.(2007). Petunjuk kerja pelat dan tempa. Jakarta: Depdikbud. [6]. http://www.bookoopedia.com/daftar-buku/pid 13036/ teknologipengolahanpanganpembuatantempe.html. Cara membuat tempe. Diakses April 2007. [7]. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/index.php/berit a/42. BPTP NTB.(2007). Gelar Teknologi Pengolahan Tempe Kacang Tunggak. Diakses April 2010. [8]. http://www.pemkotmalang.go.id/berita/berita.php?subaction=showfull&i d=1147162243&archive=&start_from=&ucat=1&cns how=news&misc=search.Modal Pinjaman Ciptakan Alat Produksi Tempe Hemat Energi. Diakses April 2010.
97
98
Penerapan Model Performance Skills Training untuk Meningkatkan Keterampilan Psikologis Atlet Sekolah Sepak Bola Real Madrid Sidoarjo Jawa Timur Toho Cholik Mutohir1*), Miftakhul Jannah2, Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi3 1
Jurusan Pendidikan kepelatihan olahraga, FIK, Universitas Negeri Surabaya. Email:
[email protected] 2,3 Jurusan Psikologi, FIP, Universitas Negeri Surabaya. Email:
[email protected] ABSTRAK
Keberhasilan seluruh olahragawan atau atlet untuk mencapai prestasi terbaiknya dalam olahraga perlu didukung dari factor endogeen dan factor exogeen.Atlet diharapkan memiliki kemampuan fisik, keterampilan teknik serta keterampilan psikologis atau kondisi mental yang prima.program Mental Training atlet perlu diberikan oleh atlet agar mampu mengelola tekanan atau stress, mampu mengelola emosi termasuk kecemasan (anxiety), dan mampu mengelola gangguan (destruction) yang mengganggu konsentrasinya sehingga terbentuk performance skills.) mengelola kecemasan, mengelola emosi, dan kosentrasi tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah model pelatihan keterampilan psikologis (psychological skill training: PST). Keefektifan PST tersebut dalam upaya meningkatkan prestasi atlet dapat mudah diterapkan dengan menggunakan panduan pendoman psychological skill training (PST) agar dapat mengerti kebutuhan atlet sehingga dapat mengembangkan kemampuan mereka, serta mampu meraih kesempurnaan dan prestasi dalam olahraga. Kata Kunci: Mental Training, Performance Skill, Psychological Skill Training, Keterampilan Psikologi, Prestasi.
1. PENDAHULUAN Olahraga dalam tingkatan apapun selalu melibatkan tubuh atau badan (body), jiwa (mind), dan semangat (spirit) untuk merespons setiap tantangan yang dihadapi olahragawan atau atlet. Dalam praktik pelatihan olahraga pada umumnya, ketiga hal tersebut tidak selalu memperoleh perhatian secara proporsional. Biasanya, aspek tubuh memperoleh perhatian yang lebih dengan memberikan pelatihan fisik yang lebih menonjol. Sedangkan latihan yang terkait dengan mental biasanya kurang mendapatkan perhatian. Latihan mental tersebut sering tidak dirancang dan diberikan porsi waktu yang memadai dari pelatih. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan atlet untuk mencapai prestasi puncaknya. Faktorfaktor tersebut meliputi faktor dari dalam (endogeen) dan faktor luar (exogeen). Faktor endogeen bersumber dari atlet itu sendiri yang melputi faktor fisik, mental dan spiritual. Sedangkan faktor exogeen bersumber dari luar atlet yang meliputi faktor alam (cuaca, temperatur, kelembaban udara), faktor sosial (penonton, teman, supporter, dan orang tua), dan faktor peralatan dan perlengkapan permainan dan pertandingan. Atlet yang telah dipersiapkan dengan matang oleh pelatih diharapkan memiliki kemampuan fisik dan keterampilan teknik, taktik serta keterampilan psikologis yang mantap. Puncak dari pelatihan yang dilakukan pelatih terhadap atlet adalah suatu kondisi dimana atlet akan mampu mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan yang dimiliki dengan sempurna sehingga mampu bersaing dan unggul dalam pertandingan. Kondisi itulah yang disebut dengan kematangan juara yang merupakan kondisi dimana atlet memiliki keterampilan keterampilan psikologis
atau kondisi mental yang prima sehingga dia mampu menghadapi segala tantangan yang dihadapi dan mampu beradaptasi sehingga akhirnya dapat menampilkan kemampuan fisik dan keterampilan teknik, taktik dengan penuh percaya diri, tidak ragu dalam pertandingan atau perlombaan. Atlet tersebut mampu mengelola tekanan atau stress, mampu mengelola emosi termasuk kecemasan (anxiety), dan mampu mengelola gangguan (destruction) yang mengganggu konsentrasinya. Pelatihan mental telah dikenal sebagai salah satu faktor penting dalam olahraga[1][2]. Pelatihan keterampilan psikologis dalam mempersiapkan mental juara atlet perlu dilakukan secara sistematis dalam sistem pelatihan secara keseluruhan. Pelaksanaan latihan mental tersebut dapat dilakukan secara khusus dan/atau integratif dengan pelatihan fisik, teknik, dan taktik. Secara khusus, pelatihan keterampilan psikologis dirancang dan dilakukan secara tersendiri di luar acara pelatihan yang diarahkan untuk peningkatan kemampuan fisik, dan untuk peningkatan keterampilan teknik dan taktik. Disamping itu, dapat pula latihan mental tersebut dilakukan pada awal, tengah dan akhir sesi latihan fisik, teknik, dan taktik. Secara integratif, latihan mental itu dapat dilakukan secara terencana bersamaan latihan fisik, teknik, dan taktik. Kebanyakan orang menyatakan bahwa kekalahan atau kegagalan atlet untuk menggapai prestasi itu karena faktor mental, tetapi sayang latihan mental dalam upaya meningkatkan keterampilan psikologis atlet kurang mendapatkan penekanan dalam pelatihan.Faktor mental sangat penting dalam mencapai prestasi, namun kenyataan latihan mental diberikan biasanya secara tidak langsung atau langsung, yang diberikan hanya keterampilan mental yang sifatnya dangkal seperti visualisasi dan
99
penyusunan tujuan, tanpa memberikan pemahaman bagaimana hubungan aspek-aspek yang dilatihkan itu dengan fungsi mental secara keseluruhan dan bagaimana pikiran bekerja. Dewasa ini muncul kesadaran dari atlet dan pelatih yang mengharapkan agar berbagai aspek mental secara intensif dan sistematik dimasukkan kedalam sistem latihan untuk menuju prestasi puncak. Hal ini peran psikolog atau ahli psikologi olahraga (sport psychologist) menjadi penting dalam mengembangkan konsep latihan keterampilan psikologis. Berbagai aspek atau dimensi mental yang relevan dengan upaya peningkatan prestasi telah diidentifikasi. The Psychological Skills Inventory for Sports (PSISR-5) berisi 6 dimensi yang telah dikembangkan[3]. Instrumen yang teridiri dari 44 item yang menggunakan bentuk skala 5-point dari Likert. Instrumen PSIS-R-5 terbukti merupakan instrumen yang valid untuk mengukur 6 dimensi yaitu: (1) Motivation – 8 item, (2) Confidence – 8 iem, (3) Anxiety Control – 8 item, (4) Mental Preparation – 6 item, (5) Team Emphasis –7 item, (6) Concentration 7 item. Seiring dengan kesadaran akan pentingnya faktor-faktor mental atau keterampilan psikologis dalam peningkatan prestasi olahraga. Penekanan latihan mental diarahkan pada fokus masalah (problem-focused). Pada kondisi ini, pengamatan pelatih biasanya difokuskan pada kekurangan pribadi (personal deficiency) atlet yang biasanya secara sengaja dan langsung untuk diperbaiki, dan akibatnya dapat menjadikan atlet pada posisi yang tidak nyaman—rasa malu. Pengidentifikasian masalah psikologis atlet itu memang penting untuk dilakukan untuk pencapaian prestasi. Namun, pada tingkat olahraga apa saja selalu dipenuhi dengan masalah dan tantangan mental yang memerlukan bantuan pemecahan oleh semua pihak termasuk pelatih dan ahli psikologi olahraga. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pendekatan baru yang lebih memerlukan perencanaan sistematik dalam pelatihan mental atlet.Pendekatan tersebut adalah pendekatan “kemungkinan” yang memberikan peluang lebih besar akan memunculkan adanya kekuatan personal dan kestabilan emosi dari atlet. Pendekatan ini tampaknya merupakan cara yang sehat dan memberikan rekognisi betapa penting dan besarnya potensi bidang ini untuk dikembangkan lebih lanjut dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga kedepan. Pendekatan “kemungkinan” bersifat universal, dan walaupun tampak adanya pergeseran pendekatan, masih terdapat tanda-tanda bahwa pendekatan “masalah” itu masih eksis. Jadi dalam praktik pelatihan mental masih tampak adanya ambivalensi. Salah satu aspek pembinaan olahraga, termasuk upaya untuk mencapai prestasi adalah bidang pelatihan mental. Hal ini searah dengan pandangan bahwa keberhasilan atlet bukan berdasarkan kemampuan fisik
dan penguasaan teknik semata, namun keterampilan mental untuk meraih prestasi optimal juga diperlukan[4]. Dewasa ini fokus pembinaan atlet sudah bergeser dari metode assessment untuk identifikasi atlet potensial ke arah pengembangan keterampilan mental[5]. Vealey[6] menyebutkan adanya empat tipe keterampilan mental, yaitu: foundation skills, performance skills, personal development skills, team skills. Sedangkan[4] mengelompokkan latihan mental itu kedalam tiga level, yaitu basic skills, preparatory skills, dan performance skills. Setiap level melatihkan keterampilan mental (psikologis) yang berbeda. Keterampilan mental ini perlu dilatihkan sebagaimana kemampuan teknik dan latihan fisik bagi atlet. Latihan ini sebagai komplementer latihan mental,fisik, teknik dan taktik. Pelatih dapat memberikan pelatihan mental kepada atlet sesuai tipe seperti yang disarankan[6]atau level seperti yang disarankan oleh[4]. Pelatih dapat memberikan fokus latihan keterampilan mental tingkat dasar, atau tingkat lanjut seperti performance skills. Pelatihan mental performance skills ini diperlukan agar atlet siap dan memiliki kematangan mental untukmenghadapi segala gangguan (distractions) yang mempengaruhi penampilan atlet, khususnya pertandingan. Performance skills yang perlu dilatihkan dan dikuasai atlet antara lain adalah pengelolaan kecemasan, pengelolaan emosi, dan konsentrasi [4]. Pada cabang olahraga sepakbola, pelatih dapat merancang pelatihan mental di dalam sistem pelatihan keseluruhan yang direncanakan. Pelatih dalam merancang pelatihan mental dapat memfokuskan pada salah satu tipe atau tingkat pelatihan mental, misalnya pelatihan performance skills. Pelatih perlu menentukan keterampilan psikologis apa yang perlu dilatihkan sesuai dengan kondisi atlet. Setelah dilakukan analisis kebutuhan atlet memerlukan peningkatan keterampilan psikologis. Selanjutnya, pelatih dapat menentukan jenis latihan mental, prosedur, teknik atau metode pelatihan mental seperti apa yang sesuai dan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan keterampilan psikologis atlet sepabola secara efektif. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara peneliti dengan beberapa pelatih dan pembina sekolah sepakbola (Surabaya, Sidoarjo, dan Malang), berikut ini kondisi yang terjadi di Indonesia terkait dengan pelatihan mental sebagai bagian dari sistem pembinaan prestasi olahraga termasuk sepakbola dan khususnya penerapannya di sekolah sepakbola (SSB). a. Sebagian besar SSB tidak memasukkan program pelatihan mental dalam sistem pembinaan prestasinya. b. Para pelatih pada umumnya kurang memahami tentang konsep pelatihan mental dan teknik menerapkan program pelatihan mental secara sistematik. c. Tampaknya hingga saat ini penelitian pengembangan model pelatihan mental belum
100
banyak dilakukan termasuk model pelatihan mental yang khusus ditujukan untuk mempersiapkan atlet untuk menghadapi pertandingan (performance skill training). Dalam rangka memperlancar penerapan model latihan performance skills, pelatih perlu membaca dan memahami teknik atau metode latihan mental, sehingga dibuatlah Buku Pedoman Penyelenggaraan dan Modul Pelatihan Performances Skills Atlet untuk Meningkatkan Keterampilan Psikologis Atlet Sepakbola.Hal ini diharapkan dapat membantu para pelatih olahraga khususnya sepakbola dalam melakukan tugas pelatihan mental. Pelatihan mental yang dirancang dan dilakukan sesuai prosedur akan dapat memperlancar proses pembinaan atlet dalam rangka pencapaian prestasi puncak.
2. METODE Jenis penelitian ini merupakan action research, yaitu dengan menerapkan modul atau buku pedoman tentang performance skills training bagi atlet sepak bola. Modul performance skills training ini diharapkan mampu meningkatkan ketrampilan psikologis atlet. Penelitian ini adalah penelitian populasi yaitu semua populasi digunakan sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian adalah semua atlet sepak bola di sekolah sepak bola Real Madrid Sidoarjo, Jawa Timur. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas pada penelitian ini performance skills training.Sedangkan variabel terikat adalah ketrampilan psikologis yang merupakan kemampuan mengelola kecemasan, mengelola emosi, dan kemampuan konsentrasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melalukan observasi, wawancara, pengukuran menggunakan skala, dan data dokumentasi. Pengumpulan data di lapangan dilakukan peneliti dan tenaga pelaksana penelitian. Sebelum pembuatan modul latihan performance skills, dilakukan kajian teori dengan mencari beberapa sumber jurnal. Kemudian, observasi dan wawancara terhadap atlet dan pelatih untuk mencari kebutuhan akan latihan yang tepat (training needs analysis). Setelah itu dilakukan pembuatan modul latihan performance skills. Kemudian dilakukan uji coba beberapa modul performance skills yang sudah dibuat Berdasarkan langkah ini diperolehan data kelebihan dan kelemahan beberapa modul yang sudah dirancang sehingga dilakukan perbaikan sampai diperoleh modul latihan performance skills yang tepat bagi atlet sepak bola. Pengambilan data ketrampilan psikologis dilakukan sebelum dan sesudah pemberian performance skillstraining. Hasil tersebut kemudian akan dilakukan analisis data.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Latihan performance skills sebagai model pelatihan mentalyang dikaitkan dengan upaya
peningkatan keterampilan psikologis.Performance skills merupakan keterampilan mental yang digunakan para atlet biasanya pada saat musim pertandingan.[4] memformulasikan performance skills dari pertanyaanpertanyaan mendasar mengenai “what is successful athletes”.Performance skills merupakan salah satubagian dari formula keterampilan mental yang biasa disebut dengan the Nine Mental Skills for Successful Athletes. Lesyk (1998)4 membagi latihan keterampilan mental menjadi tiga tingkat yaitu basic skills, preparatory skills dan performance skills. Performance skills merupakan keterampilan mental yang berada pada tingkat tertinggi, yang diperlukan oleh atlet untuk menampilkan prestasi terbaik, biasanya pada masa pertandingan atau perlombaan olahraga. Penjelasan tentang unsur-unsur keterampilan psikologis yang termasuk dalam performance skills, meliputi: mengelola kecemasan, mengelola emosi, dan konsentrasi. Bell dan Pou[7], Carlstedt[8] serta Gould et al.[9] memiliki pandangan yang sama bahwa keterampilan psikologis diperlukan untuk menunjang penampilan atau performance. Salah satu keterampilan psikologis yang sering dikemukakan antara lain konsentrasi. Menurut pendapat[10]konsentrasi merupakan kemampuan untuk memusatkan perhatian sehingga secara psikis dan fisiologis siap menghasilkan energi agar mampu berbuat sesuatu sesuai dengan tugastugas gerak yang harus dilakukan secara optimal. Keterampilan mengelola kecemasan, kemampuan regulasi emosi berpengaruh terhadap performa atlet dalam olahraga.Regulasi emosi dapat dipahami sebagai suatu proses yang mengaktifasi pemikiran, perilaku, dan perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Regulasi emosi sering digambarkan sebagai sebuah siklus karena feedback dari tingkah laku sebelumnya, digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya untuk berprestasi [11]. Kondisi pada pertandingan dengan durasi cukup lama seperti sepak bola, menuntut atlet harus mampu mengatur emosinya. Atlet secara perorangan dituntut rileks, mampu mengatur kecemasan, membangkitkan performance skillsnya, agar semua gerakannya sesuai dengan ritme pertandingan dan mampu menunjukkan performanya dengan optimal. Semua keterampilan mental tersebut harus dilatihkan bersinergi dengan latihan fisik, teknik, dan taktik atlet. Kesiapan mental yang kurang baik akan mengakibatkan atlet tidak dapat menanggung beban mental yang seharusnya ditanggungnya. Pada akhirnya prestasi menjadi kurang optimal. 3.1 Latihan Keterampilan Psikologis Keterampilan psikologis adalah suatu kecakapan yang terkait dengan kejiwaan yang meliputi perasaan, pikiran, dan kehendak dalam menyelesaikan tugastugas tertentu. Keterampilan psikologis seorang atlet sangat memegang peranan penting dalam upaya meraih prestasi olahraga. Dalam proses untuk
101
mencapai tujuan atau prestasi itu diperlukan adanya program latihan termasuk latihan mental yang terarah. Latihan tersebut berupa latihan fisik, teknik, dan taktik.Latihan mental tersebut harus direncanakan secara sistematik, berjenjang dan berkelanjutan. Latihan mental itudiarahkan untuk membangun keterampilan psikologis atlet sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga yang digeluti. Atlet yang memiliki keterampilan psikologis akan mampu mengatasi gangguan yang dihadapi dirinya seperti mengatasi kecemasan, mengontrol emosinysa, dan mengontrol konsentasinya dengan baik sehingga atlet tersebut tetap bisa fokus terhadap penampilan atau performance, untuk menghasilkan prestasi terbaik. 3.2 Unsur-unsur Keterampilan Psikologis pada Musim Pertandingan (Performance Skills) Lesyk[4] mengklasifikasikan keterampilan psikologis atau mental skils secara hirarkis berbentuk piramida kedalam tiga tingkatan, yaitu: (1) Basic Skills—Level 1, (2) Preparatory Skills—Level 2, dan (3) Performance Skills—Level 3. Unsur-unsur mental yang mengandung sembilan keterampilan psikologis dan disebut the Nine Mental Skills (Lesyk, 1998)4 dapat dideskripsikan seperti dalam gambar berikut.Setiap unsur tersebut masing-masing saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Tujuan khusus tertentu, fokus unsur keterampilan mental yang akan dikembangkan berada pada salah satu dari ketiga tingkat tersebut, yaitu basic skills, preparatory skills, atau performance skills.Pada situasi ketika menghadapi suatu pertandingan, atlet hendaknya dipersiapkan untuk memiliki keterampilanketerampilan psikologis yang diperlukan untuk penampilan saat pertandingan. Unsur keterampilan mental yang dikembangkan meliputi: mengelola kecemasan (managing anxiety), mengelola emosi (managing emotions), dan konsentrasi (concentration). a. Kemampuan mengelola kecemasan Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet penampilannya tidak optimal.Untuk itu penting diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya untuk mengelola dari macam kecemasan.Apabila kecemasan dapat dikelola dengan baik, maka upaya untuk menampilkan performa terbaik semakin terbuka lebar. b. Kemampuan mengelola emosi Deaner dan Silva[12] serta Orlick dan Partington[13] menjelaskan bahwakemampuan mengelola emosi berpengaruh terhadap prestasi atlet. Kemampuan mengelola emosi dapat dipahami sebagai suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku, dan
perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Regulasi emosi digambarkan sebagai sebuah siklus karena feedback dari tingkah laku sebelumnya, digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya saat ini. Pengelolaan emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan.Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan seharihari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Pelatih perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya.yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya. Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya. Keseimbangan psikofisiologis yang terganggu, maka konsentrasi pun juga akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai.Ketegangan ini dapat membuat atlet tidak dapat melakukan awalan dengan baik, apalagi jika lawan melakukan penekanan dan penonton pun tidak berpihak padanya. Konsentrasi atlet akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan atlet tidak tahu harus berbuat apa. c. Konsentrasi Konsentrasi adalah kemampuan untuk mengarahkan perhatian (fokus) pada tugas yang relevan dan mempertahankannnya dalam kurun waktu tertentu tanpa terganggu oleh rangsangan yang tidak relevan dengan tugas. Konsentrasi juga bukan berarti memaksakan perhatian pada satu rangsangan spesifik atau memaksa keluar ide-ide yang tidak sesuai dengan tugas, karena dengan demikian individu tersebut justru tidak dapat berkonsentrasi[13]. Sebaliknya, kemampuan konsentrasi berarti kemampuan mengabaikan pikiran dan suarasuara yang tidak relevan masuk dan keluar dengan sendirinya, kemudian mengarahkan perhatian kembali kepada tugas yang relevan[14]. Nideffer[10] pencetus Attention Control Training (ACT) dan ahli yang banyak melakukan penelitian di bidang perhatian dan konsentrasi menyatakan bahwa untuk meraih keberhasilan, seseorang perlu mengetahui kekuatan konsentrasi dan tipe konsentrasi yang dominan dalam dirinya.Ia juga telah melakukan banyak penelitian tentang keterampilan
102
konsentrasi pada atlet elit di berbagai negara dengan menggunakan Test of Attentional and Interpersonal Style (TAIS).Berdasarkan hasil TAIS, Nideffer mengamati ada perbedaan dominansi skala antara manajer perusahaan dan atlet pemegang rekor dunia. Keterampilan konsentrasi yang dominan pada level manajer ke atas adalah kemampuan analisis yang pada TAIS dinyatakan dengan skor yang tinggi pada skala Broad Internal Attention (BIT). Sedangkan atlet pemegang rekor dunia dan pekerja-pekerja terampil di sektor bisnis memiliki dominansi keterampilan konsentrasi pada kemampuan untuk fokus atau mengikuti perhatian, yang dinyatakan melalui skor tinggi pada skala Narrow-Focused Attention (NAR). Nideffer mengamati tipe fokus perhatian dalam dua dimensi yaitu lebar (luas atau sempit) dan arah (internal atau eksternal).Fokus perhatian yang lebar memungkinkan seseorang untuk mengamati beberapa kejadian secara bersamaan, sedangkan fokus perhatian yang sempit terjadi ketika seseorang merespon hanya pada satu atau dua isyarat saja.Fokus perhatian eksternal mengarahkan perhatian di bagian luar obyek, sedangkan fokus perhatian internal diarahkan ke dalam pikiran atau perasaan. Mengkombinasikan lebar dan arah perhatian, maka Nideffer membagi empat tipe fokus perhatian yaitu : a) lebar – eksternal, b) lebar – internal, c) sempit – internal, dan d) sempit – eksternal (Nideffer, dalam Cox, R.H., Liu, & Qiu, 1996)15. Untuk lebih jelasnya, lihatberikut: Tipe konsentrasi yang lebar – eksternal digunakan untuk menyadari segala sesuatu yang sedang terjadi di sekitar individu.Tipe konsentrasi yang sempit baik internal maupun eksternal lebih banyak dimiliki oleh atlet-atlet pemegang rekor dunia. Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan fokus perhatian pada target tertentu sehingga berbagai gangguan bisa diminimalisasi. Pada olahraga dalam menghadapi berbagai tuntutan tugas, seseorang perlu memiliki kemampuan mengubah arah perhatiannya dari lebar ke sempit atau sebaliknya. Seseorang mampu menyadari akan berbagai stimuli yang ada di sekitar, tetapi mereka memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyeleksi perhatian yang sesuai dengan tugas. Konsentrasi adalah suatu keterampilan yang dipelajari, bukan terlahir dalam diri atlet[16]. Latihan konsentrasi dilakukan dengan tujuan melatih fokus perhatian hanya pada tanda yang relevan dengan tugas yang dilakukan saat itu dan mengabaikan tanda-tanda yang tidak relevan. Atlet memiliki keterampilan konsentrasi yang baik, tetapi jika fokusnya terarah pada hal-hal
yang salah, maka keterampilannya tidak akan membantu penampilan. Oleh karena itu, keterampilan untuk mengarahkan fokus pada stimuli yang tepat harus dilakukan melalui latihan rutin[17]. Berdasarkan tipe-tipe konsentrasi yang dikemukakan Nideffer, maka untuk olahraga seperti sepakbola termasuk tipe konsentrasi yang lebar eksternal, namun kadang kala dibutuhkan pengubahan tipe konsentrasi lebar dan sempit. Hal ini terutama dibutuhkan saat pemain akan melakukan tendangan pinalti atau tendangan bebas, maka dia harus memiliki keterampilan konsentrasi yang semula sempit kemudian melebar ke arah gawang atau partnernya, sambil melihat posisi lawan. Jadi dalam bagian berikut, ada beberapa latihan yang bertujuan melatih fokus konsentrasi dari sempit ke lebar dan sebaliknya. Hegazy[2]menyatakan bentuk-bentuk pelatihan konsentrasi yang secara umum diklasifikasikan ke dalam dua bentuk yaitu; 1) pelatihan yang dilakukan saat di lapangan (on court training), dan 2) pelatihan yang dilakukan di luar lapangan (off court training). Latihan konsentrasi pada olahraga sepakbola bertujuan untuk mengembangkan kemampuan atlet peserta latih dalam mengarahkan perhatian atau melakukan fokus pada tugas yang relevan dan mempertahankannnya dalam kurun waktu tertentu tanpa terganggu oleh rangsangan yang tidak relevan dengan tugas yang dilakukan. Beberapa keterampilan psikologis yang dapat dikembangkan berkaitan dengan konsentrasi antara lain sebagai berikut. 1) Berlatih mempertahakan fokus --Latihan mengontrol mata 2) Belajar mengalihkan perhatian -- Latihan dengan keadaan yang penuh gangguan 3) Menggunakan kata-kata isyarat 4) Belajar mengganti arah perhatian 5) Mengikuti irama pernafasan (Relaksasi) 6) Mengarahkan fokus perhatian pada obyek olahraga, dan 7) Mencari isyarat yang relevan Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu obyek tententu dalam waktu tertentu.Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin lama individu dapat melakukan fokus.Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting peranannya. Berkurang atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan, apalagi saat pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah. Masalah tersebut salah satunya tentang akurasi gerak yang harus dilakukan.Hal ini mempengaruhi performa atlet.
103
Berdasarkan ketiga unsur keterampilan psikologis[4] mengelola kecemasan, mengelola emosi, dan kosentrasi tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah model pelatihan keterampilan psikologis (psychological skill training: PST). Keefektifan PST tersebut dalam upaya meningkatkan prestasi atlet khususnya sepakbola pada sekolah sepakbola dapat mudah diterapkan dengan menggunakan panduan pendoman psychological skill training(PST) supaya mengerti kebutuhan atlet sehingga dapat mengembangkan kemampuan mereka, serta mampu meraih kesempurnaan dan prestasi dalam olahraga. 4. PENUTUP Simpulan PST disusun mengacu pada keterampilan psikologis (Lesyk, 1998)4 mengelola kecemasan, mengelola emosi, dan kosentrasi. Modul yang disusun berbasis pada karakteristik dan kebutuhan atlret.Hal ini untuk keefektifan PST tersebut dalam upaya meningkatkan prestasi atlet khususnya sepakbola pada sekolah sepakbola untuk mendukung pencapaian prestasi olahraga. Saran 1. Latihan mental dalam olahraga seperti dijelaskan sebelumnya harus mulai dengan mengidentifikasi issu atau masalah yang muncul dan masih dipertentangkan atau masih belum jelas serta memerlukan jawaban. 2. Adanya budaya atau kebiasaan yang tidak baik seperti upaya pencapaian prestasi sejak dini untuk tujuan tertentu tanpa memperhatikan taraf pertumbuhan dan perkembangan anak, dan juga karena tuntutan masyarakat yang berlebihan terhadap prestasi membuat struktur olahraga menjadi faktor penyebab terjadinya pemaksaan pencapaian prestasi (burnout) pada anak-anak remaja. Strategi intervensi latihan mental yang menggunakan pendekatan praksis budaya akan bermanfaat dalam membantu atlet memahami identitias dirinya sehingga dapat meningkatkan latihan mental agar lebih relevan secara sosial dengan memberikan penekanan pada nilai-nilai keterampilan psikologis yang dibutuhkan atlet, seperti pengembangan identitas atau jati diri, prestasi dan kesadaran diri sebagai anggota dalam suatu ikatan budaya khusus, atau keterampilan tim seperti proses kepemimpinan dan pengembangan fungsi tim. 3. Latihan keterampilan mental tidak terbatas pada kegiatan yang beroritasi pada kecanggihan dan keprofesional yang berlaku pada kelompok atlet elit saja, tetapi berkembang menjadi program yang memiliki cakupan yang luas dan intervensi yang ditujukan secara khusus untuk populasi
4.
5.
tertentu seperti atlet mahasiswa, atlet yunior, atau atlet lanjut usia. Program latihan mental itu dapat mengintegrasikan pengembangan mental dan fisik untuk pencapaian prestasi dan pengembangan kepribadian yang sehat-sejahtera. Pelatihan keterampilan, pengetahuan dan kecanggihan praktik pelatihan mental berarti semakin kompleks dan mengalami kemajuan, sehingga para profesional di bidang psikologi olahraga semakin besar dan terus berlanjut dituntut untuk mengembangkan pelatihan keterampilan mental secara kreatif, produktif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA [1]. Weinberg, R. (2008). Does Imagery Work? Effects on Performance and Mental Skills. Journal of Imagery Research in Sport and Physical Activity, 3. http://dx.doi.org/10.2202/1932-0191.1025 [2]. Hegazy, K. (2012). The Effect of Mental Training on Precision Tasks in Tennis and Soccer. A Study on Educational Technology. Ph.D. Thesis. Konstanz. University of Konstanz. [3]. Mahoney, M.J. Gabriel, T.J. & Perkins, T.S. (1987). Psychological skills and exceptional athletic performance, Sport Psychologist, 1, 181199. [4]. Lesyk, J.J. (1998). The Nine Mental Skills of Successful Athletes. Ohio Center for Sport Psychology. http://www.sportspsych.org/ninemental-skills-overview. [5]. Vealey, R.S. (2005). Caching for the inner edge. Morgantown, WV: Fitness Information Technology. [6]. Vealey, R.S. (2007). Interventions and performance enhancement. In G. Tenenbaum, & R.C. Eklund, (Eds.). Handbook of Sport Psychology. 3rd Edition (pp. 287-309). John Wiley & Sons, Inc. [7]. Bell, J. & Pou, R. (2009). Performance intelligence at work : The 5 Essentials to Achieving the mind of a champion, New York : Mc Graw Hill. [8]. Carlstedt, R.A. (2004) Critical moments during competition: A mind-body model of sport performance when it counts the most. New York: Psychology Press. [9]. Gould, D., Guinan, D., Greenleaf, C., Medbery, R., & Peterson, K. (1999) Factors Affecting Olympic Performance: Perceptions of Athletes & Coaches From More & Less Successful Teams, The Sport Psychologist, 13: 371-394 [10]. Cox, R.H. (2002). Sport Psychology, Concept & Applications, Boston : McGraw- Hill. [11]. Orlick, T. (2000). In pursuit of excellence (3rd ed.) Champaign: IL: Human Kinetics. [12]. Deaner, H. & Silva, J.M. (2002). Personality ad sport performance. In Silva, J.M. & Steven, D.E. (Eds.) Psychological foundation of sport. Boston: Allyn & Bacon.
104
[13]. Orlick, T. & Partington, J. (1988). Mental links to excellence. The Sport Psychologist, 2, 105130. [14]. Gould, D., Dieffenbach, K., & Moffett, A. (2002). Psychological characteristics and their development of Olympic champions. Journal of Applied Sport Psychology, 14, 172-204. [15]. Cox, R.H., Liu, Z., & Qiu, Y. (1996). Psychological Skills of Elite Athletes, International Journal of Sport Psychology, 27, 123-132 [16]. Grossarth-Maticek, R. , Eysenck, H.J. Rieder, H. & Rakic, L. (1990). Psychological factors as determinant of success in football and boxing: the effects of behaviour theraphy. International Journal of Sport Psychology, 21, 237-255. [17]. Greenleaf, C., Gould, D. & Diefenbach, K. (2001). Factors Influencing Olympic Performance: Interviews with Atlanta & Nagano US Olympians, Journal of Applied Sport Psychology, 13: 154-184.
105
106
Penerapan Mesin Penggoreng Semi Otomatis untuk Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Proses Penggorengan Sambal Wahyu Dwi Kurniawan1, Sapto Wibowo2 1
JurusanTeknik Mesin, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email:
[email protected] 2 Jurusan Penjaskesrek, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email:
[email protected] *) Alamat Korespondesi:
[email protected]
ABSTRAK Usaha ini muncul karena masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan sambal, banyak sekali jenis sambal yang ada di masyarakat sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing. Beberapa sambal yang mungkin sangat populer adalah sambal terasi, sambal roa, sambal dabu-dabu, sambal pecel dan sambal goreng. Hal ini yang mendorong Ibu Eni (UKM mitra) yang membuat aneka sambal kemasan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diperoleh bahwa selama ini proses penggorengan mengalami kendala yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan peralatan yang digunakan pada proses penggorengan dilakukan kurang memadai yaitu dengan menggunakan wajan sederhana. Hal ini membutuhkan waktu yang relatif lama (5 jam), sering gosong dan mudah capek. Tujuan dalam kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pihak mitra dalam proses penggorengan dengan rancang bangun mesin penggoreng semi otomatis. Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut yaitu dengan merancang, manufaktur, assembly, serah terima, pelatihan manajemen keuangan dan pemantauan. Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa proses penggorengan menjadi lebih efektif dan efisien. Untuk menggoreng sambal yang semula 5 jam/proses menjadi 3 jam/proses sedangkan untuk konsumsi LPG menjadi lebih hemat yang semula membutuhkan 1 kg/proses menjadi 0,5 kg/proses. Selain itu, produk tidak mudah gosong karena dilengkapi electrical control unit untuk mengontrol suhu selama penggorengan tetap stabil sesuai kebutuhan. Kata kunci: Mesin TTG, penggoreng serbaguna, otomatis, sambal, PENDAHULUAN Memulai usaha tidak selalu harus diawali dari hal-hal yang bersifat besar. Bahkan kadang potensi yang menarik dan besar bisa saja ditemukan dari halhal yang kecil dan kadang dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya jenis usaha rumahan yang di rintis Ibu Wiwik (mitra 1), seorang ibu berusia 45 tahun asal kota Sidoarjo. Sebagai seorang ibu rumah tangga, Ibu Wiwik memiliki kemampuan untuk bekerja d rumah dengan membuka usaha makanan ringan. Dalam menjalankan usahanya, Ibu Wiwik mempekerjakan 3 orang. Varian makanan ringan yang diproduksi pihak mitra yaitu kacang goreng, emping mlinjo, marning, kacang mente, kerupuk rambak dan lain sebagainya. Omset yang diperoleh dalam sebulan berkisar Rp.8.000.000. Penghailan bersih pihak mtra setelah dikurang gaji karyawan, biaya produksi, biaya operasional berkisar 30% dari omsep yang diterima yaitu 30% x Rp.8000.000 = Rp.2.400.000. Pihak mitra 2 dalam kegiatan ini yaitu UKM aneka sambal yang dimiliki oleh Ibu Eni. Sebagai seorang ibu rumah tangga, Ibu Eni sudah tentu sangat familier dengan urusan dapur dan masak memasak. Dan salah satu hidangan andalan beliau adalah sambal. Usaha ini muncuk karena masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan sambal, banyak sekali jenis sambal yang ada di masyarakat sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing. Beberapa sambal yang mungkin sangat populer adalah sambal terasi, sambal
roa, sambal dabu-dabu, sambal pecel dan sambal goreng. Dalam menjalankan usahanya, Ibu Eni mempekerjakan 3 orang. Varian sambal yang diproduksi pihak mitra yaitu sambal pecel, sambal terasi dan sambal goreng. Omset yang diperoleh dalam sebulan berkisar Rp.7.000.000. Penghailan bersih pihak mtra setelah dikurang gaji karyawan, biaya produksi, biaya operasional berkisar 30% dari omsep yang diterima yaitu 30% x Rp.7.000.000 = Rp.2.100.000. Eksistensi UKM ini cukup bagus, karena dapat meningkatkan kegiatan perekonomian penduduk setempat. Disamping itu, juga dapat memberikan lapangan pekerjaan kepada sedikitnya 3 orang penduduk sekitarnya. Untuk proses pemasaran, UKM ini juga tidak menemui kendala yang cukup berarti. Pemasaran untuk sementara menggunakan metode penerimaan pesanan dan jual lepas (penjual freelance) dengan dititipkan di toko. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tim pelaksana dengan pihak mitra, permasalahan yang dihadapi pihak mitra yaitu pada proses produksi khususnya proses penggorengan, khususnya alat penggoreng masih menggunakan alat konvensional. Selama ini untuk penggorengannya menggunakan wajan sederhana dengan sumber panas dari LPG sehingga apabila ada pesanan dalam jumlah besar, proses produksi membutuhkan waktu lama, dan mudah capek. Konsekuensi lain dari penggunaan peralatan produksi yang kurang memadai tersebut
107
yaitu sering kematangan (gosong) karena panas api kompor yang berlebihan (tidak bisa dikontrol) sehingga merugikan pihak mitra. Berkaitan dengan produktivitas usaha, suatu usaha baru bisa dikatakan produktif jika usaha tersebut dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif, atau dapat menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dengan hasil yang seakurat mungkin. Jadi kalau ingin meningkatkan produktivitas suatu usaha dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha tersebut[1]. Menurut[2]ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pengusaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahanya, antara lain: 1) Dengan meningkatkan skill atau keterampilan karyawannya, dan 2) Dengan memutakhirkan peralatan produksinya. Cara yang disebut terakhir ini jarang ditempuh oleh pengusaha kecil. Hal ini disamping disebabkan karena keterbatasan modal, juga karena keterbatasan pengetahuannya yang pada umumnya belum bisa mengakses informasi-informasi terkini khususnya yang berhubungan dengan perkembangan peralatan produksi yang semakin canggih. Lain halnya dengan cara yang biasa ditempuh oleh pengusaha-pengusaha yang sudah besar (profesional), mereka rata-rata lebih suka memilih cara untuk memutakhirkan peralatan produksinya guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas usahanya[3]. Terlepas dari golongan pengusaha besar atau pengusaha kecil, maka sebelum menentukan langkah/cara yang akan ditempuh untuk meningkatkan efisiensi, pengusaha harus benar-benar mempertimbangkan dahulu cara yang akan ditempuh itu agar tidak justru malah merugi. UKM dalam Program Ini ini adalah pengusaha kecil yang memiliki problem seperti di atas, yakni ingin meningkatkan efisiensi dan efektivitas guna meningkatkan produktivitas usahanya. Pimpinan UKM juga menyadari bahwa hal ini dapat dilakukan dengan memutakhirkan peralatannya. Tetapi karena secara finansial belum mampu, serta pengetahuannya dalam bidang perkembangan peralatan produksi juga lemah, dan tidak punya inovasi untuk mengembangkan peralatannya, maka perlu dicari solusi yang tepat untuk memecahkannya. Fuad[4]menyatakan bahwa pada umumnya masalah produksi yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia tidak cocok bila dipecahkan melalui penerapan/ penggunaan mesinmesin yang berteknologi mutakhir/canggih, tetapi justru banyak yang lebih cocok dipecahkan melalui penerapan teknologi tepat guna (TTG). Sebab biaya investasi untuk penerapan TTG relatif murah, dan penguasaan teknologi tidak memerlukan ilmu pengetahuan yang terlalu tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut, tim pengusul dari Unesa bermaksud untuk membantu mengatasi permasalahan produksi yang dihadapi UKM mitra. Setelah mengadakan diskusi intensif, maka pihak UKM akan dibantu dengan rancang
bangun mesin penggorengan serbaguna semi otomatis. Sedangkan untuk mengatasi masalah manajemen, maka akan dilaksanakan pelatihan manajemen keuangan agar UKM mitra semakin berkembang. Diharapkan dengan menggunakan mesin tersebut, kualitas dan kuantitas produksi UKM mitra dapat ditingkatkan. Kondisi ini sangat diinginkan oleh pengusaha UKM, karena kontinuitas maupun kualitas produksi dapat dijaga. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya pendapatan yang diperoleh UKM dan meningkatnya kesejahteraan, baik pengusaha ataupun karyawannya. METODE PELAKSANAAN Untuk merancang dan membuat alat penggorengan serbaguna semi otomatis dan pelatihan manajemen keuangan ini disusun dalam tahapan sebagai berikut: Tahap persiapan dan perancangan, meliputi: Survei kebutuhan di lokasi. Membuat gambar detail alat. Mengidentifikasi dan menyiapkan alat, bahan, dan komponen yang diperlukan dalam proses manufaktur. Menyiapkan materi pelatihan manajemen keuangan Tahap manufaktur/assembly mesin dan penyusunan modul pelatihan, meliputi: Manufaktur dan assembly alat penggorengan serbaguna semi otomatis yang disesuaikan dengan kebutuhan UKM mitra. Penyusunan modul pelatihan manajemen keuangan. Tahap uji coba peralatan, meliputi: Uji coba alat di UKM. Evaluasi alat. Revisi dan penyempurnaan alat. Tahap serah terima, meliputi: Serah terima alat. Pelatihan pengoperasian, perawatan, dan keselamatan kerja alat. Tahap pelatihan manajemen keuangan Tahap pemantauan, yang dilaksanakan secara berkala sebanyak 3 tahapan untuk mengetahui keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan proses manufaktur dan assembly, maka diperoleh mesin penggorengan serbaguna semi otomatis seperti tampak pada Gambar berikut.
108
SIMMPULAN Penerapan mesin penggoreng semi otomatis sangat bermanfaat bagi UKM sambal kemasan sehingga proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Untuk menggoreng sambal yang semula 5 jam/proses menjadi 3 jam/proses sedangkan untuk konsumsi LPG menjadi lebih hemat yang semula membutuhkan 1 kg/pross menjadi 0,5 kg/proses. Selain itu, produk tidak mudah gosong karena dilengkapi electrical control unit untuk mengontrol suhu selama penggorengan tetap stabil sesuai kebutuhan. DAFTAR PUSTAKA [1]. Sutantra, I Nyoman. 2001. Produktivitas Sistem Produksi dan Teknloogi.Makalah yang disampaikan dalam rangka pelatihan produktivitas usaha kecil di Unesa.Tanggal 26 Juni tahun 2001. [2]. Haryono, dkk. 1999. Buku Panduan Materi KuIiah Kewirausahaan. Unipres UNESA Surabaya. [3]. Biegel. J.E. 1998. Pengendalian Produksi, Suatu Pendekatan Kuantitatif. Terjemahan. Tarsito Bandung. [4]. Fuad, Ahmadi. 2001. Karakteristik Teknologi Tepat Guna balam Industri Skala Usaha Kecil dan Menengah di Jawa Timur. Makalah yang disampaikan dalam rangka pelatihan produktivitas usaha kecil di Unesa.Tanggal 26 Juli 2001
Gambar 1. Mesin penggorengan serbaguna semi otomatis Tabel 1. Spesifikasi mesin No. 1 2 3 4 5
Uraian Dimensi Kapasitas Penggerak pengaduk Sumber panas Sistem otomatis
Keterangan (100 x 100 x 120) cm 5 kg/proses Motor listrik 0,5P HP LPG suhu api dapat terjaga dan terkontrol
Berdasarkan hasil penerapan mesin dan pemantauan, maka diperoleh hasil bahwa proses penggorengan sambal menjadi lebih efektif dan efisien karena untuk menggoreng sambal yang semula 5 jam/proses menjadi 3 jam/proses sedangkan untuk konsumsi LPG menjadi lebih hemat yang semula membutuhkan 1 kg/pross menjadi 0,5 kg/proses. Selain itu, produk tidak mudah gosong karena dilengkapi electrical control unit untuk mengontrol suhu selama penggorengan tetap stabil sesuai kebutuhan. Selain itu, pihak UKM mitra merasa senang dengan adanya kegiatan IbM ini, dan berharap semoga dengan adanya kegiatan ini, proses penggorengan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas usahanya.
109
110
Introduksi Dough Mixer sebagai Langkah Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi UMKM Bakery Asrul Bahar1*), Wiryanto2, Setya Chendra Wibawa3 1
Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:
[email protected] 2 Jurusan Tenik Elektro, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:
[email protected] 3 Jurusan Teknik Informatika, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:
[email protected] *) Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya:
[email protected] ABSTRACT Indonesia is a country with high population. Population growth and population density, especially in big cities is increasing rapidly which gives positive impacts for the industrial sector, especially food industry, where one of them is bakery industry. This condition seems to be recognized by Jannah Bakery SMEs. However, although the bakery business by SMEs has been running for approximately 2 (two) years, the condition of its business growth seems to be limited. Traditional production technology that was applied, especially at the stage of dough mixing, and become the biggest inhibiting factor for improving the quality and quantity of the Jannah Bakery SMEs product. In this activity, evaluation of dough mixer machine introduction on improving the quality and quantity of Jannah Bakery SMEs Jannah production. The results showed that the introduction of production technology in the form of dough mixer machine in the production process of Jannah Bakery SMEs has been able to improve the quality and quantity of Jannah Bakery SMEs production. Improved quality of donut products that was manufactured by Jannah Bakery SMEs can be identified from organoleptic test of before and after dough mixer machine introduction. Meanwhile, increased quantity production of Jannah Bakery SMEs can be detected from an increase in production quantity of Jannah Bakery donuts up to 100% per day, where during this time Jannah Bakery SMEs is only capable to produce 2 kg of dough per day, and has increased become 2 (two ) times more than it was, which is about 4 kg of dough per day. Key Words: SMEs, donut, dough mixer, organoleptic test ABSTRAK Indonesia adalah sebuah negara dengan jumlah penduduk sangat besar. Pertumbuhan penduduk dan tingkat kepadatan penduduk terutama di kota besar meningkat dengan pesat. Potensi ini membawa dampak positif bagi sektor industri, khususnya industri makanan, dimana salah satunya adalah industri roti. Kondisi inilah yang tampaknya sangat disadari oleh UMKM Jannah Bakery. Namun demikian, meski usaha bakery UMKM ini sudah berjalan selama kurang lebih 2 (dua) tahun, kondisi usahanya masih tampak belum mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Masih tradisionalnya teknologi produksi, khususnya pada tahapan mixing adonan, telah menjadi faktor penghambat terbesar bagi peningkatan kualitas dan kuantitas produk UMKM Jannah Bakery. Pada kegiatan ini telah dilakukan evaluasi introduksi mesin dough mixer pada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi UMKM Jannah Bakery. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa introduksi teknologi produksi berupa mesin dough mixer pada proses produksi bakery UMKM Jannah Bakery telah mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bakery UMKM Jannah Bakery. Peningkatan kualitas produk donat yang diproduksi oleh UMKM Jannah Bakery dapat terlihat dari hasil uji organoleptik produk donat sebelum dan sesudah introduksi mesin dough mixer. Sementara itu, meningkatnya kuantitas produksi UMKM Jannah Bakery dapat terdeteksi dari peningkatan kuantitas produksi donat Jannah Bakery hingga sebesar 100% per hari, dimana selama ini UMKM Jannah Bakery hanya mampu memproduksi 2 kg adonan per hari, dan saat ini telah meningkat menjadi sebanyak 2 (dua) kali lipat dari sebelumnya, yaitu sebanyak 4 kg adonan per harinya. Kata kunci: UMKM, donat, dough mixer, uji organoleptik 1. PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara dengan jumlah penduduk sangat besar. Pertumbuhan penduduk dan tingkat kepadatan penduduk terutama di kota besar meningkat dengan pesat. Potensi ini membawa dampak positif bagi sektor industri, khususnya industri makanan, dimana salah satunya adalah industri roti[1].
Pada zaman dahulu identik bahwa sarapan pagi harus dengan menu nasi. Namun seiring perkembangan dan tingkat kesibukan masyarakat yang terus meningkat, masyarakat mulai berfikir untuk melakukan sarapan praktis, tanpa mengenyampingkan nilai gizi makanan yang dimakan. Alternatif pilihannya adalah menu roti[2]. Dibandingkan dengan makanan lain, roti sangat praktis untuk didapatkan dan dikonsumsi. Misalnya ketika bandingkan dengan
111
mengkonsumsi mie instan, harus dilakukan proses pemasakan terlebih dahulu. Selain itu, proses mengkonsumsinya pun agak sulit ketika sedang berada di kendaraan atau perjalanan. Kondisi ini jelas merupakan sebuah peluang besar untuk sektor industri roti[3]. Potensi bisnis bakery di Indonesia semakin terbuka lebar seiring peningkatan masyarakat kelas menengah di Indonesia. Masyarakat kelas menengah, yang makin modern dan cenderung lebih banyak mengkonsumsi roti sebagai makanan pokok ataupun ringan, membuat potensi bisnis roti makin menjanjikan [4]. Potensi ekonomi ini yang kemudian ditangkap oleh Ibu Mifthakul Jannah, yang memiliki usaha bakery di Jalan Raya Bangil – Pandaan, Dusun Kenep Krajan RT 04 RW. 01 no. 1, Beji Pasuruan. Usaha Jannah Bakery ini mulai dirintis pada tahun 2013. Untuk membantu usahanya, Ibu Miftakhul Jannah mempekerjakan 4 orang tenaga kerja, yang keseluruhannya menjalankan peran ganda, baik sebagai tenaga produksi maupun pemasaran. Selama ini, Jannah Bakery telah berhasil memproduksi berbagai jenis produk bakery, yang meliputi : donat, apem selong, brownies kukus, dan roti manis. Untuk pemasaran produk bakerynya, Ibu Miftakhul Jannah telah menjangkau wilayah di sekitar Bangil–Pasuruan dan juga di sekitar wilayah Driyorejo, Lidah Kulon, Menganti, dan Ketintang. Meski demikian, produk Jannah Bakery belum memiliki kualitas organoleptik yang mampu bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Sebagaimana kelemahan usaha pada skala UMKM, kelemahan produk Jannah Bakery lebih disebabkan karena masih tradisionalnya teknologi produksi. Tradisionalnya teknologi produksi tersebut, salah satunya telah menyebabkan adonan produk donat yang dibuat seringkali menjadi kurang kalis, sehingga produk donat yang diproduksi seringkali memiliki tekstur kurang lembut. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada kegiatan ini dilakukan introduksi peralatan produksi berupa mesin dough mixer. Introduksi dough mixer ini diharapkan akan mampu membantu UMKM mitra untuk menghasilkan adonan donat dan produk bakery lainnya menjadi lebih kalis, sehingga ke depannya dapat dihasilkan produk bakery dengan kualitas lebih baik. Untuk mengukur efektivitas introduksi mesin dough mixer pada proses produksi UMKM Jannah Bakery, dilakukan uji organoleptik produk donat, sebelum dan sesudah kegiatan introduksi. 2. MATERIAL DAN METODE 2.1 Material Material yang digunakan pada kegiatan ini meliputi material bahan baku donat seperti tepung terigu protein tinggi, kuning telur, gula pasir, susu bubuk, ragi instan (fermipan), margarin, dan air. Sementara itu, peralatan yang digunakan pada kegiatan ini meliputi : (1) mesin dough mixer yang akan diintroduksikan pemanfaatannya dalam produksi
bakery UMKM mitra, dengan spesifikasi : daya 0,35 Kw, kapasitas adonan 1 kg dan kapasitas mangkok 10 L; (2) peralatan plastik yang digunakan sebagai tempat bahan dalam produksi donat; serta (3) wajan dan kompor yang digunakan untuk menggoreng adonan donat. 2.2 Produksi produk donat Secara umum, produksi donat yang dilakukan oleh UMKM Jannah Bakery dalam kegiatan ini mengikuti mekanisme sebagai berikut. Pada tahapan awal produksi donat, dilakukan pencampuran bahanbahan yang meliputi 2 sendok makan gula pasir, 1 sendok the ragi instan (fermipan), dan 1 butir kuning telur, yang kemudian diaduk hingga larut. Selanjutnya, ke dalam adonan tersebut, ditambahkan 250 gram tepung terigu berprotein tinggi dan 2 sendok makan susu bubuk. Kedua bahan tersebut ditambahkan, sambil proses pengadukan terus dijalankan. Ke dalam adonan lalu ditambahkan air dan kemudian diuleni hingga diperoleh adonan setengah kalis. Proses produksi donat dilanjutkan dengan ditambahkannya 1 sendok makan margarin, dan setelahnya adonan kembali diuleni hingga kalis. Setelah diperoleh adonan donat yang kalis, adonan tersebut diletakkan dalam suatu tempat dan pada bagian atas tempat tersebut ditutup dengan menggunakan serbet dan selanjutnya didiamkan hingga selama 1 jam, untuk mendapatkan proses pengembangan adonan yang optimum. Setelah waktu yang ditetapkan berlalu, adonan dikempiskan dan selanjutnya dibagi menjadi 15 bagian, dibentuk bulatbulat dan kemudian kembali didiamkan hingga selama 15 menit. Setelah itu, proses produksi donat dilanjutkan dengan tahapan penggorengan adonan donat dengan bantuan supit untuk mempertahankan lubang berbentuk lingkaran pada bagiah tengah adonan. Proses penggorengan dilakukan hingga diperoleh produk donat yang berwarna kuning keemasan. Setelah produk donat dingin, tahapan pembuatan diakhiri dengan permberian toping pada bagian atas produk donat. Untuk dapat mengevaluasi efektivitas introduksi mesin dough mixer pada proses produksi donat UMKM Jannah Bakery, proses produksi donat dengan prosedur di atas dilakukan 2 (dua) kali, dimana pada proses yang satu, adonan donat diuleni dengan menggunakan mesin dough mixer, sedangkan pada proses yang lain, adonan donat diuleni secara manual dengan menggunakan tangan. 2.3 Analisis sifat organoleptik produk donat Pada tahapan kegiatan ini dilakukan uji tingkat kesukaan panelis terhadap sifat organoleptik produk donat yang diproduksi oleh UMKM mitra, meliputi : rasa, aroma, tekstur dan warna. Uji organoleptik dilakukan dengan melibatkan 30 orang panelis. 3. HASIL DAN DISKUSI Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan sifat organoleptik produk bakery UMKM mitra, terutama pada parameter rasa dan
112
tekstur, yang diupayakan melalui peningkatan teknologi produksi UMKM mitra. Rasa, aroma, tekstur dan warna merupakan empat sifat organoleptik yang umum digunakan sebagai parameter kualitas produk bakery. Rasa, aroma, tekstur dan warna yang optimum pada sebuah produk bakery dapat dicapai melalui optimasi jenis dan komposisi bahan serta prosedur pemasakan produk bakery yang bersangkutan. Hal ini tentu telah disadari sepenuhnya oleh Jannah Bakery selaku pelaku usaha di bidang bakery. Namun demikian, keterbatasan Iptek pada UMKM mitra telah memunculkan kelemahan pada produk bakery yang dihasilkan. Keterbatasan modal telah mendatangkan permasalahan tersendiri bagi UMKM Jannah Bakery. Kondisi tersebut telah membuat UMKM Jannah Bakery menjalankan produksi bakerynya tanpa bantuan teknologi. Hal ini tentu membawa dampak negatif, dimana meski umumnya produk bakery yang diproduksi dengan metode konvensional memiliki rasa, aroma dan warna yang tidak kalah dibandingkan dengan produk bakery yang diproduksi dengan bantuan teknologi, namun ketiadaan penggunaan teknologi tentu akan menyebabkan rendahnya kuantitas produksi Jannah Bakery dan semakin menurunnya kualitas tekstur produk bakery seiring dengan semakin meningkatnya permintaan yang datang. Pada gambar 1 dan 2 tampak proses produksi donat Jannah Bakery yang dilakukan dengan metode konvensional. Oleh karena itu, pada kegiatan ini telah dilakukan introduksi teknologi produksi berupa mesin dough mixer yang umumnya digunakan dalam proses pengadukan adonan liat, seperti pada adonan donat. Selanjutnya, untuk mengetahui peningkatan kualitas organoleptik produk bakery UMKM mitra, dilakukan uji organoleptik terhadap produk bakery UMKM mitra dengan melibatkan 30 orang panelis konsumen.
Gambar 1. Proses produksi donat secara konvensional oleh UMKM mitra (I)
Gambar 2. Produksi donat secara konvensional oleh UMKM mitra (II)
Introduksi mesin dough mixer yang dilakukan pada tahapan kegiatan ini diharapkan akan mampu menghemat tenaga dan waktu produksi bakery dari UMKM Jannah Bakery, terutama ketika permintaan produk sedang meningkat. Selain itu, konsistensi proses pengadukan adonan liat seperti adonan donat yang dapat dihasilkan melalui penggunaan mesin
113
dough mixer sangat dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan tekstur (kelembutan) produk donat yang dihasilkan. Namun demikian, perlu untuk dilakukan evaluasi efektivitas dan efisiensi dilakukannya introduksi mesin dough mixer dalam proses produksi bakery dari UMKM Jannah Bakery untuk menghindari terjadinya pembengkakan biaya produksi bakery yang dijalankan oleh UMKM Jannah Bakery. Pada gambar 3 tampak mesin dough mixer yang diintroduksikan penggunaannya dalam proses produksi donat UMKM Jannah Bakery, sementara pada gambar 4 dan gambar 5 tampak proses produksi produk donat yang dilakukan oleh UMKM Jannah Bakery dengan menggunakan mesin dough mixer. Peningkatan kualitas produksi UMKM mitra sebelum dan sesudah introduksi mesin dough mixer, pada kegiatan ini dievaluasi melalui data hasil uji organoleptik produk donat yang diproduksi oleh UMKM Jannah Bakery dengan dan tanpa penggunaan mesin dough mixer. Sementara itu, peningkatan kuantitas produksi sebelum dan sesudah dilaksanakannya introduksi mesin dough mixer pada UMKM Jannah Bakery pada kegiatan ini dievaluasi melalui data kuantitas produksi donat yang diproduksi dengan atau tanpa penggunaan mesin dough mixer. Pada gambar 6 tampak instrumen yang digunakan untuk uji organoleptik produk donat yang diproduksi oleh UMKM Jannah Bakery, baik yang diproduksi tanpa maupun dengan mesin dough mixer.
Gambar 4. Pemanfaatan mesin dough mixer pada proses produksi produk donat oleh UMKM mitra (I)
Uji organoleptik yang dilakukan untuk produk bakery yang dihasilkan oleh UMKM Jannah Bakery meliputi 4 (empat) sifat organoleptik, yaitu rasa, aroma, tekstur, dan warna. Peningkatan tingkat kesukaan dari masing-masing sifat organoleptik yang diujikan akan menjadi parameter efektivitas dan efisiensi dari tahapan introduksi mesin dough mixer; dalam kegiatan ini.
Gambar 3. Mesin dough mixer yang diintroduksikan penggunaannya dalam proses produksi bakery UMKM mitra
Gambar 5. Pemanfaatan mesin dough mixer pada proses produksi produk donat oleh UMKM mitra (II)
114
Nama Panelis : Usia : Berikanlah tanda check (√) pada kolom tingkat kesukaan anda untuk masing-masing sifat organoleptik produk donat
1 2 3 4 5
80 60
TAWAR
No
Persentase Tingkat Kesukaan (%)
INSTRUMEN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK DONAT/ROTI
Sifat Organoleptik
Tingkat Kesukaan Sangat Kurang Tidak Suka Suka Suka Suka
Aroma Rasa Tekstur (kelembutan) Warna Kesukaan
40 20
0
Sang at Sifat Organoleptik Produk Donat Suka Gambar 8. Hasil uji organoleptik produk donat yang diproduksi dengan mesin dough mixer
Masukan / Saran : ............................................. ............................................. ............................................. ............................................. ............................................. ............................................. .. Surabaya, 10 Agustus 2016 Panelis, (ttd)
Gambar 6. Instrumen uji organoleptik produk donat yang diproduksi oleh UMKM Jannah Bakery
Hasil uji organoleptik terhadap produk donat yang diproduksi dengan menggunakan metode konvensional menunjukkan bahwa : (a) sebanyak 76% panelis menyatakan kesukaannya terhadap rasa produk donat; (b) sebanyak 85% panelis menyatakan kesukaannya terhadap aroma produk donat; (c) sebanyak 57% panelis menyatakan kesukaannya terhadap tekstur produk donat; dan (d) sebanyak 87% panelis menyatakan kesukaannya terhadap warna produk donat. Data selengkapnya mengenai hasil uji organoleptik produk donat yang diproduksi tanpa menggunakan mesin dough mixer tampak pada gambar 7.
Persentase Tingkat Kesukaan (%)
60 50 40 30 20 10 0
Sang at Sifat Organoleptik Produk Donat Suka Gambar 7. Hasil uji organoleptik produk donat yang diproduksi tanpa mesin dough mixer
Sementara itu, hasil uji organoleptik terhadap produk donat yang diproduksi dengan menggunakan mesin dough mixer menunjukkan bahwa : (a) sebanyak 80% panelis menyatakan kesukaannya terhadap rasa produk donat; (b) sebanyak 87% panelis menyatakan kesukaannya terhadap aroma produk donat; (c) sebanyak 75% panelis menyatakan kesukaannya terhadap tekstur produk donat; dan (d) sebanyak 88% panelis menyatakan kesukaannya terhadap warna produk donat. Data selengkapnya mengenai hasil uji organoleptik produk donat yang diproduksi tanpa menggunakan mesin dough mixer tampak pada gambar 8. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa introduksi mesin dough mixer telah meningkatkan kesukaan panelis terhadap sifat organleptik produk donat yang diproduksi oleh Jannah Bakery, meliputi : (a) peningkatan 5% pada kesukaan terhadap rasa produk donat; (b) peningkatan 2% pada kesukaan terhadap aroma produk donat; (c) peningkatan 18% pada kesukaan terhadap tekstur (kelembutan) produk donat; dan (d) tidak ada peningkatan kesukaan terhadap warna produk donat yang dihasilkan. 4. KESIMPULAN Introduksi teknologi produksi berupa mesin dough mixer pada proses produksi bakery UMKM Jannah Bakery telah mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bakery UMKM Jannah Bakery. Peningkatan kualitas produk donat yang diproduksi oleh UMKM Jannah Bakery dapat terlihat dari hasil uji organoleptik produk donat sebelum dan sesudah introduksi mesin dough mixer, dimana introduksi mesin dough mixer telah meningkatkan kesukaan panelis terhadap sifat organleptik produk donat yang diproduksi oleh Jannah Bakery, meliputi : (a) peningkatan 5% pada kesukaan terhadap rasa produk donat; (b) peningkatan 2% pada kesukaan terhadap aroma produk donat; (c) peningkatan 18% pada kesukaan terhadap tekstur (kelembutan) produk donat; dan (d) tidak ada peningkatan kesukaan terhadap warna produk donat yang dihasilkan. Sementara itu, meningkatnya kuantitas produksi UMKM Jannah Bakery dapat terdeteksi dari peningkatan kuantitas produksi donat Jannah Bakery hingga sebesar 100% per hari, dimana semula Jannah Bakery hanya mampu
115
memproduksi 2 kg adonan per hari, dan saat ini kuantitas produksi Jannah Bakery telah meningkat menjadi sebanyak 2 (dua) kali lipat dari sebelumnya, yaitu sebanyak 4 kg adonan per harinya. 5. DAFTAR PUSTAKA [1].Marwan J, (2001). Formulasi dalam Pengembangan Produk Roti Manis di PT FITS MANDIRI, Bogor: Institut Pertanian Bogor. [2].Rahmawulan, (2001). Kajian Langsung Pemasaran Produk Bakery PT FITS MANDIRI. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [3].Subarna, (2002). Pelatihan Roti PT FITS MANDIRI. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [4].Ali S., Henny K., (2000). Buku Manual Pelatihan Roti PT ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta. [5].Muchtadi T.R., (1989). Teknologi Proses Pengolahan Pangan Bandung. Pengantar Teknologi Pangan dan Gizi ITB, Bandung: ITB. [6].Winarno F.G., (2008). Kimia Pangan dan Gizi (Edisi Terbaru). Jakarta: M-Brio Press.
116
Meningkatkan Produktivitas UKM Bengkel Las Melalui Penerapan Mesin Rol Universal Dan Penataan Manajemen Yunus1*) dan Eko Wahjudi2 1
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] Jurusan Pendidikan Akuntansi FE Unesa, Surabaya. E-mail:
[email protected] *) Alamat Korespondensi :
[email protected]
2
ABSTRACT Implementation of the program is aimed at resolving the problems IbM aspects of production and management aspects which leads to low productivity of SMEs Welding Group belongs Army Primary and M. Arif Iqbal Anwar, so it is not able to serve consumer demand according to quality, quantity and time specified. This is an aspect of the production problems that must be addressed. These problems are caused by the type of products that require a component material made curved or circular. Methods to solve these problems, is done through the application of mechanical roller machine universal electric motor and reducer. This machine can create a circle of various types of materials, such as cylindrical pipes, pipe boxes, iron virkan, and other types of materials. The trial results, this universal roller machine capable arched material 15 times faster than by cutting the specified range and quality of the resulting product is much better. While the problems of the SME management aspects of the welding shop that needs to be addressed is manjemen production, and financial management. Revamping the management is done through training and mentoring. The result has been a change better business management. Structuring production environment clean and tidy, the timely completion of the work already done and the recording of the financial flows of business with a simple cash book and the separation of finance for the family. Keywords: SME Workshop welding, machine universal roller, management, productivity ABSTRAK Pelaksanaan program IbM ini bertujuan menyelesaikan permasalahan aspek produksi dan aspek manajemen yang menyebabkan rendahnya produktivitas Kelompok UKM Bengkel Las milik Army Arif Pratama dan M. Iqbal Anwar, sehingga tidak mampu melayani permintaan konsumen sesuai dengan kualitas, kuantitas dan waktu yang ditentukan. Hal ini merupakan permasalahan aspek produksi yang harus segera dicarikan solusinya. Permasalahan tersebut disebabkan oleh jenis produk yang membutuhkan komponen bahan yang dilengkungkan atau yang dibuat lingkaran. Metode untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dilakukan melalui penerapan mesin rol universal mekanik motor listrik dan reduser. Mesin ini dapat membuat lingkaran dari berbagai jenis bahan, seperti pipa silindris, pipa kotak, besi virkan, dan jenis bahan lainnya. Hasil ujicoba, mesin rol universal ini mampu melengkungkan bahan 15 kali lebih cepat dibandingkan dengan cara pemotongan pada jarak tertentu dan kualitas produk yang dihasilkan jauh lebih baik. Sedangkan permasalahan aspek manajemen UKM bengkel las yang perlu segera dibenahi adalah manjemen produksi, dan manajemen keuangan. Pembenahan manajemen dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan. Hasilnya telah terjadi perubahan pengelolaan usaha yang lebih baik. Penataan lingkungan produksi yang bersih dan rapi, penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu dan sudah dilakukan pencatatan arus keuangan usaha dengan buku kas sederhana dan dipisahkannya keuangan untuk keluarga. Kata kunci: UKM Bengkel las, mesin rol universal, manajemen, produktivitas 1. PENDAHULUAN Pelaksanaan program IbM ini bertujuan untuk membantu memecahkan permasalahan aspek produksi dan aspek manajemen yang dihadapi oleh kelompok pngusaha kecil UKM bengkel las milik Army Arif Pratama dan M. Iqbal Anwar yang berlokasi di dusun Ngemplak, Sembon, Karangrejo, Tulungagung. Pada awal berdirinya, kedua UKM bengkel las ini masingmasing hanya dibantu oleh tiga dan dua orang tenaga kerja. Sekarang kedua UKM bengkel las ini sudah berkembang cukup baik. UKM bengkel las milik Army Arif Pratama (UKM-1) memiliki 5 (lima) orang tenaga
kerja dan UKM bengkel las milik M. Iqbal Anwar (UKM-2) memiliki 6 (enam) orang tenaga kerja. Dasar pertimbangan penentuan kedua UKM Bengkel Las sebagai mitra kerja dalam program IbM ini adalah : (1) kedua pengusaha kecil UKM bengkel las tersebut memiliki potensi dan prospek yang bagus untuk dikembangkan lebih lanjut; (2) pengelola kedua UKM bengkel las tersebut memiliki potensi dan pengalaman di bidang bengkel las dan berwirausaha yang cukup memadai. Dari kedua UKM bengkel las mitra tersebut dapat dipaparkan bagaimana proses produksinya, manajemennya dan makna eksistensi industri kecil terhadap lingkungan atau dampak keberadaannya
117
terhadap kehidupan perekonomian bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pada awal berdirinya UKM bengkel las ini hanya memproduksi pintu pagar besi, pagar, bengkel las dengan berbagai variasi ukuran, bentuk dan motif yang dikehendaki oleh konsumen. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan berbagai produk kerajinan logam, seperti rolling door, pintu harmonika, kanopi, kursi, kerangka besi mainan anak-anak dan lain-lain, maka saat ini jenis produk yang diproduksi oleh kedua UKM bengkel las ini berkembang mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat, antara lain: pagar, bengkel las, pintu, rolling door, pintu harmonika, kanopi, ranjang, fiber glass dan lain-lain yang dibuat dari bahan besi, aluminium, galvanis, stainless steel, poly carbonat, dan fiber glass serta bahan tambahan untuk asesoris yang terbuat dari bahan besi cor, stainless steel, kuningan, besi dan aluminium. Sedangkan bahan yang digunakan untuk perakitan konstruksi meliputi las, paku keling, paku ripet, mata ayam, mur dan baut yang pengunaannya disesuaikan dengan jenis produk yang akan dibuat. Semua bahan baku dapat dibeli di toko besi yang ada di Tulungagung dan kebutuhan dalam jumlah besar didatangkan dari Surabaya. Harga produk UKM Bengkel Las ini bervariasi tergantung dari jenis bahan dan model yang dikehendaki oleh konsumen. Contoh variasi harga produk kelompok UKM Bengkel Las ini dapat dilihat dalam Tabel 1. Untuk memperoleh informasi secara detail dan akuarat tentang permasalahan yang urgen untuk segera diatasi, baik pada aspek produksi maupun aspek manajemen usaha dari kedua UKM bengkel las tersebut, maka tim pengusul program IbM melakukan obervasi pada kedua UKM bengkel las tersebut dan melakukan wawancara kepada kedua pimpinan dan pemilik UKM bengkel las. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pengusaha UKM bengkel las dapat diketahui bahwa permasalahan yang urgen dan perlu secepatnya diselesaikan adalah: (1) rendahnya produktivitas (kualitas dan kuantitas produksi), dan (2) belum baiknya pelaksanaan manajemen usaha.
Tabel 1. Contoh Variasi Harga Produk UKM Bengkel Las
1.
Rolling door
Aluminium
Standar
Harga per m2 (Rp) 650.000,-
2.
Pintu Harmoni ka
Plat eser
Standar
850.000,-
3.
Pintu
Pipa galvanis segi empat
Minimalis
400.000,-
4.
Pagar
Pipa galvanis segi empat
Sederhana asesoris besi cor
350.000,-
5.
Pagar
Besi kotak dan virkan
Besi kotak dengan asesoris besi virkan yang dibentuk bunga
450.000,-
6.
Kanopi
Kerangka besi kotak
Minimalis
300.000,-
No
Jenis Produk
Bahan
Model
Dari aspek produksi, rendahnya produktivitas disebabkan oleh produk-produk yang sering membutuhkan komponen-konponen bahan produk yang dilengkungkan atau yang dibuat lingkaran seperti pagar, pintu, kanopi gapura, kerangka mainan anakanak PAUD, TK dan lain-lain. Permasalahannya adalah “Bagaimanakah meningkatkan produktivitas (kualitas dan kuantitas) hasil produksi, seperti pagar, pintu, dan kanopi, yang membutuhkan komponenkonponen bahan yang dilengkungkan?. Permasalahan ini sangat urgen karena produk-prosuk tersebut merupakan jenis produk yang paling banyak dipesan oleh para konsumen, namun konsumen sering tidak jadi memesan atau membatalkan pesanannya, karena pengusaha tidak mampu melayani atau menyelesaikan produk yang dipesan oleh konsumen sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Selain tenggang waktu penyelesaian pesanan yang diberikan/ ditawarkan pengusaha kepada konsumen terlalu lama,
Gambar 1. Kegiatan produksi dan contah hasil produksi UKM-1 harga yang ditawarkan dirasa masih mahal, dan kualitasnya kurang baik karena proses pembentukan produk yang dibuat tidak didukung dengan teknologi produksi yang memadai. Gambar 1 adalah kegiatan produksi dan contah hasil produksi UKM-1 dan
118
Gambar 2 adalah kegiatan produksi dan contah hasil produksi UKM-2
Bahan digergaji dengan jarak tertentu
Dibengkokan pada bagian yang digergaji
Dihaluskan kembali dengan gerinda Dilas kembali
Gambar 2. Kegiatan produksi dancontah hasil produksi UKM-2 Gambar 3. Proses pelengkungan bahan dengan cara
Permasalahan di atas harus segera diatasi, apabila tidak maka daya saing produk kelompok usaha kecil UKM bengkel las mitra ini menjadi tidak kompetitif yang dikuatirkan akan menghambat kelangsungan hidup dan perkembangan UKM Bengkel Las yang pada akhirnya berdampak pada kondisi yang stagnan dan menurunnya kesejahteraan pengusaha dan karyawan UKM bengkel las. Jika hal ini terjadi, maka dampak yang paling serius adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pada akhirnya juga berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Kemungkinan munculnya kondisi ini harus segera diantisipasi dengan cara membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok usaha kecil UKM bengkel las ini melalui penerapan teknologi produksi yang efektif dan efisien. Peralatan yang digunakan oleh UKM bengkel las mitra ini antara lain trafo las, motor diesel, mesin bor, hand bor, hand grinding, gunting potong plat dan beton eser, mesin gergaji besi dan aluminium, ragum, palu, palu terak, paron dan ripet. Alat-alat tersebut teknologinya tergolong cukup modern. Namun demikian, dengan menggunakan alat-alat tersebut, khususnya proses pembentukan lengkungan atau lingkaran yang merupakan bagian dari komponen produk yang akan dibuat tidak dapat dikerjakan secara langsung, tetapi harus dikerjakan melalui beberapa proses pengerjaan. Gambar 3 adalah contoh proses pembentukan dalam melengkungkan berbagai jenis bahan yang terbuat dari besi, seperti pipa, besi kotak, plat eser dan lain-lain. Tahap-tahap proses pembentukan lengkungan pada berbagai jenis bahan yang terbuat dari besi dilakukan sebagai berikut: (1) penggergajian pada bahan yang akan dibentuk lengung pada jarak yang telah ditentukan sampai kedalaman ± 85 % kali tebal bahan yang akan dibentuk lengkung, semakin pendek jarak penggergajian semakin dalam lengkung yang dihasilkan atau bahkan sampai membentuk lingkaran; (2) lakukan pembentukan lengkungan pada bagian bahan yang digergaji; (3) lakukan pengelasan pada seluruh bagian yang digergaji setelah bahan dilengkungkan; (4) lakukan penggerindaan pada seluruh bagian yang dilas sampai rata (halus); dan (5) bahan sudah selesai dilengkungkan.
digergaji pada jarak dan jumlah tertentu sesuai tingkat kelengkungan yang diinginkan
Teknik pembengkokan atau pengerolan bahan dengan tahap-tahap tersebut di atas, membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak, yang berarti biaya produksi menjadi lebih mahal. Dari hasil observasi, untuk membengkokkan besi kotak dengan ukuran (1,2 x 50 x 4000) mm dengan tingkat kelengkungan sedang (jarak penggergajian ± 15 cm atau 19 gergajian) diperlukan waktu ± 3 jam dengan tenaga 1 orang. Sungguh waktu yang lama jika waktu 3 jam hanya dipergunakan untuk membengkokan/ melengkungkan bahan besi kotak dengan ukuran (1,2 x 50 x 4000). Teknik pengerolan dengan cara ini tidak efektif dan tidak efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya. Disamping itu kualitas produk yang dihasilkan juga kurang baik. Teknik melengkungkan bahan sebagaimana digambarkan di atas hanya dapat dugunakan untuk jenis pekerjaan yang bahan bakunya dari besi yang difinishing dengan dempul, cat dasar (meni) dan cat. Sedangkan untuk jenis produk yang bahan bakunya dari stainless steel teknik tersebut tidak dapat digunakan, sehingga untuk melengkungkan bahan dari stainless steel, pengusaha harus mengirimkannya ke jasa pengerolan bahan yang akan menambah besarnya biaya produksi yang besarnya Rp. 7.500 – 12.500 permeter tergantung dari jenis bahan, dimensi bahan dan dalamnya kelengkungan. Sebagai contoh untuk melengkungkan bahan dengan tingkat kelengkungan sedang biayanya adalah untuk pipa stainless steel Ø 1,5 biayanya Rp. 9.000,- permeter, besi kotak tebal 1,2 mm, sisi-sisinya 40 mm biayanya Rp. 10.000,- permeter, plat eser tebal 4 mm lebar 35 mm biayanya R. 7.500,- permeter, dan pipa Ø 2 inchi biayanya Rp. 12.500,- permeter. Tahapan proses pelengkuangan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, membutuhkan waktu penyelesaian yang lama, tenaga kerja banyak dan biaya produksi yang lebih tinggi, sehingga harga jual produk yang ditawarkan kepada konsumen menjadi mahal. Hal ini menjadikan produk yang dihasilkan UKM bengkel las mitra kurang kompetitif atau daya saingnya rendah. Inilah permasalahan pada aspek produksi yang penting untuk segera diselesaikan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
119
Sedangkan ditinjau dari aspek manajemen usaha pada kelompok UKM bengkel las saat ini, dapat dikatakan pelaksanaan manajemennya masih belum baik. Beberapa bagian manajemen yang dirasa masih belum baik dan perlu dibenahi, yaitu antara lain manajemen produksi, manajemen tenaga kerja dan manajemen keuangan. Manajemen produksi belum didukung dengan persiapan bahan yang cukup memadai, lingkungan produksi yang masih belum ditata dengan baik, pengerjaan produk yang dilakukan kurang memperhatikan urutan pengerjaan dari konsumen. Hal-hal tersebut perlu penting dan harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas dan kepuasan konsumen. Manajemen tenaga kerja juga belum dikelola dengan baik. Beberapa hal yang menjadi indikasi belum baiknya manajemen tenaga kerja ini antara lain, disiplin tenaga kerja yang masih rendah, datang sering terlambat, kerjasama tenaga kerja dalam menyelesaikan pekerjaan belum berjalan dengan kompak, dan tenaga kerja kurang memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang menyebabkan waktu penyelesaian pekerjaan sering mundur dari waktu yang telah disepakati antara pengusaha UKM bengkel las dengan pihak konsumen. Untuk manajemen keuangan juga belum dilakukan dengan baik, walaupun dalam bentuk pembukuan kas keuangan sederhana yang difokuskan pada pemasukan dan pengeluaran keuangan untuk setiap bulan dan akhir tahun. Apalagi manajemen keuangan yang sifatnya untuk pengembangan usaha melalui perhitungan penyusutan fasilatas yang digunakan belum dilakukan sama sekali, sehingga pihak pengusaha tidak tahu kondisi usahanya tetap, berkembang atau bahkan menurun. Ketiga manajemen inilah yang akan dibenahi melalui pelaksanaan program IbM. Upaya peningkatan produktivitas (kualitas dan kuantitas) produksi pada kedua UKM bengkel las ini yang akan dilakukan melaui penerapan ipteks (teknologi produksi tepat guna) dan penataan manajemen sangat urgen dan harus segera dilakukan, karena selain dapat meningkatkan pendapatan/ kesejahteraan pengusaha dan karyawan, eksistensi UKM Bengkel Las ini sangat penting, karena : - Dapat membantu memberikan lapangan kerja dan meningkatkan kegiatan perekonomian bagi warga masyarakat di sekitarnya; - Merupakan media magang bagi siapa saja yang berminat melakukan usaha serupa; - Mengurangi pengangguran, khususnya warga masyarakat disekitarnya. - Membantu dunia pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan prakti industri (PI) bagi siswa SMK. Berdasarkan analisis situasi, hasil observasi dan diskusi dengan kedua pimpinan/pemilik UKM bengkel las, yaitu Army Arif Pratama dan M. Iqbal Anwar telah disepakati bersama bahwa permasalahan prioritas yang urgen untuk segera diselesaikan pada kedua pengusaha kecil UKM bengkel las mitra ini dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek, yaitu aspek
produksi dan aspek manejemen. Dari aspek produksi, rendahnya produktivitas (kualitas dan kuantitas produksi) untuk produk yang membutuhkan komponen bahan yang dilengkungkan merupakan permasalahan prioritas yang urgen untuk segera diselesaikan. Sedangkan dari aspek manajemen, belum baiknya pelaksanaan manajemen usaha, yang meliputi manajemen produksi, manajemen tenaga kerja dan manajemen keuangan, merupakan bagian dari kegiatan manajemen usaha yang perlu segera dibenahi. Pelaksanaan manajemen usaha yang baik akan dapat meningkatkan produktivitas kedua UKM bengkel las tersebut secara keseluruhan. Dari aspek produksi, rendahnya produktivitas (kualitas dan kuantitas produksi) disebabkan oleh komponen bahan yang dilengkungkan secara manual, sehingga memerlukan waktu lama, tenaga banyak dan biaya produksi yang tinggi, sehingga cara ini tidak efektif dan tidak efisien dan produk yang dihasilkan menjadi kurang kompetitip (daya saingnya rendah) karena harga yang ditawarkan lebih mahal. Hal ini dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut: (1) untuk bahan jenis stainless steel pengusaha kecil UKM bengkel las tidak dapat membentuk lengkung sendiri, tetapi dikirim ke jasa pengerolan bahan, sehingga harus mengeluarkan biaya jasa yang seharusnya menjadi tambahan keuntungan atau nilai tambah yang cukup besar bagi pengusaha, misalnya untuk pipa stainless steel Ø 1,5 inchi biaya untuk jasa Rp. 9.500,permeter; dan (2) untuk pipa non stainless steel pembentukan lengkung pipa dilakukan dengan cara menggergaji pipa pada jarak dan kedalaman tertentu dan setelah itu dilengkungkan bagian yang digergaji dan dilas serta dihaluskan kembali. Dari hasil observasi, untuk membentuk pipa atau besi kotak yang dilengkungkan sepanjang ± 4 meter dengan tingkat kelengkungan sedang diperlukan waktu ± 3 jam dengan tenaga kerja satu orang. Sungguh waktu yang lama jika waktu 3 jam hanya dipergunakan untuk membengkokan/ melengkungkan bahan besi kotak dengan ukuran (1,2 x 50 x 4000). Teknik pengerolan dengan cara ini tidak efektif dan tidak efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya. Disamping itu kualitas produk yang dihasilkan juga kurang baik. Inilah permasalahan prioritas dari aspek produksi yang urgen dan perlu segera dicarikan solusinya dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kedua UKM bengkel las mitra, sehingga kedua UKM bengkel las mitra ini secara bertahap dapat berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak bagi warga masyarakat di sekitarnya. Sedangkan dari aspek manajemen, belum baiknya pelaksanaan manajemen usaha, yang meliputii manajemen produksi, manajemen tenaga kerja, dan manajemen keuangan merupakan bagian dari kegiatan manajemen usaha yang perlu segera dibenahi, agar kedua UKM bengkel las ini dapat berkembang dengan baik dan profesional.
120
2. METODE PELAKSANAAN Tujuan kegiatan ini adalah membantu kelompok pengusaha UKM Bengkel las dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, yaitu: (1) rendahnya produktivitas (kualitas dan kuantitas produksi), dan (2) belum baiknya pelaksanaan manajemen usaha. Rendahnya produktivitas, terutama disebabkan produk-produk yang membutuh-kan komponen bahan produksi yang dilengkungkan. Produk-produk yang membutuhkan komponen bahan yang dilengkungkan tersebut membutuhkan waktu yang lama yang menyebabkan sering terjadinya keterlambatan penyelesaian, bahkan pembatalan pesanan oleh konsumen, disamping membutuhkan tenaga yang banyak dan biaya produksi yang lebih tinggi. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan kelompok UKM Bengkel Las ini dapat mengembangkan dan mempertahankan kelangsungan hidup usahanya, serta dapat menjadi sumber penghasilan bagi warga di sekitarnya. Solusi yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapai oleh kedua UKM bengkel las ini dilakukan dengan metode sebagai berikut: (1) menemui pimpinan/pemilik UKM bengkel las, yakni Army Arif Pratama dan M. Iqbal Anwar untuk menyampaikan maksud dan tujuan Program IbM yang akan dilaksanakan pada UKM bengkel las miliknya; (2) tim pelaksana program IbM melakukan observasi dan wawancara kepada pimpinan/pemilik kedua UKM bengkel las untuk mendapatkan informasi secara mendalam terhadap permasalahan yang mereka dihadapi dalam mejalankan UKM Bengkel Las; (3) data dan informasi yang diperoleh dari observasi dan wawancara dianalisis dan didiskusikan bersama dengan kedua pimpinan/pemilik UKM bengkel las; (4) dari analisis dan diskusi bersama dapat diketahui dan disepakati bahwa permasalahan prioritas yang harus segera dicarikan solusinya adalah rendahnya produktivitas (kualitas dan kuantitas produksi) dan masalah belum dilaksanakannya manajemen usaha dengan baik. Dari aspek produksi dapat diketaui, bahwa rendahnya produktivitas, baik rendahnya kualitas maupun rendahnya kuantitas produksi, terletak pada proses pengerjaan produk-produk yang membutuhkan komponen bahan produksi yang dilengkungkan. Hal ini dikarenakan proses tersebut masih dikerjakan secara tradisionil untuk bahan dari besi dan dikirim ke jasa pengerolan untuk bahan dari stainless steel atau dengan kata lain kedua UKM bengkel las ini belum didukung dengan teknologi produksi yang memadai untuk mengerjakan proses tersebut. Sedangkan dari aspek manajemen, belum baiknya pelaksanaan manajemen usaha, yang meliputi manajemen produksi, manajemen tenaga kerja , dan manajemen keuangan,; (5) Setelah diketahui permasalahan prioritas pada aspek produksi terletak pada proses pengerolan bahan produksi, maka akan dirancang dan dibuat mesin pengerol bahan produksi. Mesin yang akan dibuat didiskusikan bersama dengan kedua pimpinan/ pemilik UKM bengkel las agar mesin
yang akan dibuat benar-benar sesuai dengan kebutuhan mitra sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal; (6) Mesin pengerol universal, yakni sebuah mesin pengerol yang mampu mengerol berbagai jenis bahan, seperti plat eser, pipa, besi kotak dan lain-lain yang sesuai dengan permintaan mitra dan telah teruji sempurna unjuk kerjanya dikenalkan dan dicobakan untuk dioperasikan dalam proses produksi pada kedua UKM bengkel las mitra; (7) setelah hasil ujicoba di tempat pengusaha UKM bengkel las sempurna, maka kedua pengusaha UKM Bengkel Las diberi kesempatan untuk mencoba mengoperasikan sendiri cara menggunakan mesin tersebut; (8) setelah pengusaha yakin mampu mengoperasikan mesin dan alat tersebut, tim pelaksana program IbM memberikan penjelasan kepada kolompok pengusaha UKM Bengkel Las mitra tentang cara merawat, memperbaiki dan mebongkar pasang alat jika terjadi gangguan atau kerusakan ringan dengan tujuan pengusaha tidak tergantung kepada orang lain; (9) penyerahan alat kepada pengusaha UKM Bengkel Las mitra untuk digunakan dalam kegiatan produksi; dan (10) Permasalahan pada aspek manajemen, diketahui bahwa permasalahan terletak pada manajemen usaha UKM bengkel las mitra yang belum dilaksanakan dengan baik, yang meliputi manajemen produksi, manajemen tenaga kerja, dan manajemen keuangan. Untuk itu kegiatan yang akan dilakukan oleh tim pelaksana program IbM adalah menata dan membenahi penerapan ketiga manajemen tersebut pada kedua UKM bengkel las mitra. Untuk penataan dan pembenahan manajemen usaha akan dirancang dan dilakukan melalui kegiatan diskusi dan diklat singkat tentang penerapan manajemen usaha menuju usaha yang sukses dan profesional; (11) monitoring dan evaluasi secara berkala selama kegiatan IbM belum selesai untuk mengetahui sejauh mana kebermanfaatan alat yang diberikan, pelaksanaan penerapan manajemen usaha yang telah dilatihkan, peningkatan produksi setelah diberikannya mesin dan pelatihan manajemen usaha, serta hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh kelompok usaha kecil UKM bengkel las dalam mengoperasikan mesin dan dalam menerapkan manajemen usaha yang telah dilatihkan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil
Kegiatan program IbM ini dilaksanakan bekerjasama dengan Kelompok Pengusaha Kecil Bengkel Las, yakni Army Arif Pratama dan M Iqbal Anwar yang beralamat di desa Sembon, kecamatan Karangrejo, kabupaten Tulungagung, propinsi Jawa Timur. Hasil yang ditargetkan dari kegiatan Program IbM ini adalah teknologi tepat guna berupa mesin rol universal mekanik motor listrik dan reduser yang mampu mengerol bahan dari logam, seperti pipa, plat eser, besi siku, besi kotak dan lain-lain. Mesin rol universal mekanik motor listrik dan reduser sudah selesai dibuat, sudah ujicoba, dan sudah
121
dikirim ke UKM begkel las mitra dan sudah diterapkan pada kelompok pengusaha kecil bengkel las. Mesin rol universal mekanik motor listrik dan reduser dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Mesin rol universal mekanik motor listrik dan reduser
3.2 Pembahasan Tujuan pelaksanaan program IbM ini adalah membantu kelompok pengusaha Bengkel Las dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, yaitu: (1) rendahnya produktivitas (kualitas dan kuantitas produksi) komponen bentuk lengkung, dan (2) lemahnya pelaksanaan manajemen UKM. 3.2.1 Penyelesaian permsalahan aspek produksi Rendahnya produktivitas, terutama disebabkan produk-produk yang membutuh-kan komponen pipa, besi kotak dan plat yang dilengkungkan. Produkproduk yang membutuhkan komponen tersebut membutuhkan waktu yang lama yang menyebabkan sering terjadinya keterlambatan penyelesaian, bahkan pembatalan pesanan oleh konsumen. Permasalahan rendahnya kualitas dan kuantitas produksi pelengkungan pipa, besi kotak dan plat tersebut, karena proses pembentukkannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) penggergajian pipa pada jarak yang telah ditentukan sampai kedalaman ± 85 % kali diameter pipa; (2) pembentuk lengkungan pipa pada bagian pipa yang digergaji; (3) pengelasan pipa pada seluruh bagian yang digergaji setelah pipa dilengkungkan; (4) penggerindaan pada seluruh bagian yang dilas sampai rata (halus). Teknik pelengkungan pipa, besi kotak dan plat dengan cara tersebut, tidak efektif dan tidak efisien, baik dari segi waktu, tenaga dan biaya. Dari hasil observasi, untuk memlengkungkan pipa sepanjang ± 5 meter dengan tingkat kelengkungan sedang diperlukan waktu ± 3 jam dengan tenaga 1 orang. Disamping itu kualitas produk yang dihasilkan juga kurang baik, bentuk lengkugannya kurang rata, permukaan pipa, besi kotak atau plat yang dilengkungkan menjadi kurang halus.
Teknik melengkungkan dengan cara sebagaimana dijelaskan di atas, hanya dapat dugunakan untuk jenis produk yang bahannya dari besi atau jenis bahan lainnya yang produk akhirnya masih difinising dengan dempul, cat dasar (meni) dan cat. Sedangkan untuk jenis produk yang finishingnya melalui proses poles seperti bahan dari stainless steel teknik tersebut tidak dapat digunakan, sehingga untuk melengkungkan pipa, besi kotak atau plat yang bahannya dari stainless steel, pengusaha harus mengirimkannya ke jasa pelengkungan produk tersebut yang akan menambah besarnya biaya produksi yang besarnya Rp. 9.500/m. Tahapan proses tersebut menyebabkan waktu penyelesaian yang lama, penggunaan tenaga yang lebih banyak dan biaya produksi yang lebih tinggi, yang akhirnya harga jual produk yang ditawarkan menjadi mahal, sehinggga hasil produk pengrajin bengkel las mitra ini kurang kompetitif atau daya saingnya rendah. Inilah permasalahan dari aspek produksi yang urgen untuk segera diselesaikan. Disamping untuk menyelesaikan masalah produksi, kegiatan program IbM ini juga bertujuan untuk membenahi manajemen usaha UKM bengkel las, khusunya manajemen produksi, manajemen keuangan dan manajemen tenaga kerja. Untuk menyelesaikan dua permasalahan tersebut, maka dalam pelaksanaan program IbM ini dilakukan kerjasama dengan pengusaha industri kecil bengkel las milik Army Arif Pratama dan M Iqbal Anwar yang beralamat di desa Sembon, kecamatan Karangrejo, kabupaten Tulungagung, propinsi Jawa Timur. Untuk menyelesaikan aspek produksi dilakukan melalui teknologi produsi tepat guna sesuai dengan kebutuhan UKM mitra, yaitu mesin rol universal mekanik motor listrik, dan untuk membenahi manajemen UKM bengkel las, khususnya manajemen produksi, manajemen keuangan dan manajemen tenaga kerja dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan. Untuk lebih jelasnya kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan program IbM, mulai dari pembuatan, perakitan, uji coba dan penerapan mesin dalam upaya perbaikan aspek produksi maupun yang dilakukan dalam pembenahan aspek manajemen UKM dibahas sebagai berikut. Komponen yang dibutuhkan untuk membuat mesin Rol universal Mekanik Motor Listrik dan Reduser antara lain: (1) motor listrik, (2) reduser, (3) roda gigi, (4) rantai, (5) Kerangka mesin, (6) unit pengatur roda penekan, dan (7) kabel penghubung listrik lengkap dengan kontak ON/Off. Tidak semua komponen mesin dibuat sendiri. Komponen yang sudah tersedia dalam bentuk jadi, dilakukan pembelian langsung di toko yang menyediakan kebutuhan bahan tersebut, seperti motor listrik, reduser, baut-baut pengikat, roda gigi sproket, rantai, kabel dan tombol on/off. Untuk kerangka mesin, roda-roda pengerol dan poros dibuat sendiri. Proses pembuatan dan perakitan mesin dapat dilitat pada gambar-gambar berikut. Prinsip kerja dari mesin rol universal ini adalah (1) pipa, besi kotak atau plat dipasang pada mesin rol universal
122
dalam posisi terjepit di antara tiga roda pengerol; (2) roda pengerol yang tengah diturunkan untuk menekan pipa, besi kotak atau plat yang akan dilengkungkan; (3) motor listrik dihidupkan, roda-roda pengerol berputar, pipa, besi kotak atau plat ikut bergeser mengikuti putaran roda, (4) setelah mendekati ujung pipa, matikan motor penggerak dan lakukan penambahan penekanan, selanjutnya hidupkan kembali motor penggerak dengan menekan tombol arah putaran roda pengerol yang dibalik dan pipa, besi kotak atau plat ikut bergeser kembali mengikuti arah putaran roda pengerol yang baru dibalik, (5) lakukan langkah keempat secara berulang- ulang sambil diikuti dengan penurunan (penekanan) roda yang tengah sampai diperoleh tingkat kelengkungan pipa/besi kotak yang dikehendaki.
Gambar 5. Ujicoba Mesin Berdasarkan hasil uji coba dapat diketahui, bahwa dengan menggunakan mesin rol universal, waktu yang dibutuhkan untuk melengkungkan pipa ± 2,5 menit/meter dan dengan cara konvensional membutuhkan waktu ± 37 menit/meter. Ini berarti, bahwa produktivitas mesin ini ± 15 kali lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa mesin rol universal yang telah dibuat dan diterapkan di UKM pengrajin bengkel las mitra ini cukup efektif dan efisien, baik dari sisi waktu, tenaga dan biaya, yakni waktu yang digunakan lebih singkat, tenaga yang digunakan lebih sedikit dan biaya produksi labih murah, sehingga memberikan nilai tambah keuntungan kepada pengusaha. Uji coba mesin rol universal dapat dilihat pada Gambar 5. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melengkungkan pipa sepanjang 5 m dibutuhkan waktu 15 menit, daya motor listrik 1,5 PK = 736 watt x 1,5 = 1.104 watt, dan biaya listrik golongan pelanggan rumah tangga (R1) daya 2.200 VA saat ini adalah Rp 1.353/kWh. Jadi biaya yang dikeluarkan adalah : = 1.104 watt/1000 x 0,25 jam x Rp. 1.353/kwh = Rp. 373.45,- (Rp. 373,-.) Dengan menggunakan mesin ini pengusaha kecil bengkel las memperoleh banyak keuntungan, diantaranya yaitu (1) waktu untuk melengkungkan pipa jauh lebig cepat, yakni 15 kali lebih cepat dibandingkan cara konvensional, sehingga waktunya dapat digunakan untuk mengerjakan
pekerjaan lainnya, yang berarti produktivitas UKM dapat ditingkatkan; (2) kualitas pelengkungan lebih baik, yaitu hasil lengkungannya rata, permukaannya halus dan tidak ada cacat, sehingga lebih diminati konsumen dan lebih memudahkan dalam pemasaran; dan (3) keuntungan pengusaha meningkat, karena biaya produksi yang dikeluarkan lebih murah. 3.2.2 Pembenahan Manajemen UKM Bengkel Las Untuk memperbaiki lemahnya manajemen produksi, manajemen keuangan dan manajemen tenaga kerja pada UKM bengkel las, dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan. Dalam pelatihan untuk membenahi manajemen produksi dilakukan dengan memberikan pemahaman cara meningkatkan produksi melalui pengelolaan produksi yang baik yang mencakup persiapan bahan, persediaan bahan, penataan lingkungan kerja, penyelesaian urutan pekerjaan sesuai urutan pesanan dan peningkat produksi melalui penerapan teknologi produksi yang tepat, termasuk cara mengelola, menerapkan dan merawat teknologi produksi yang diperoleh dari pelaksanaan program IbM, sehingga produksinya secara kualitas dan kuantitas meningkat, mesin produksinya awet dan usahanya berkembang. Untuk manajemen keuangan dilakukan melaui penerapan buku kas sederhana yang mudah dipahami dan dapat dilakukan oleh pengusaha kecil pengrajin bengkel las. Pengusaha harus tertib dalam mencatat besarnya modal usaha, besar hasil penjualan, besarnya keuntungan yang diperoleh, dan jumlah uang yang digunakan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari, sehingga pengusaha dapat merencanakan pengembangan UKM-nya dengan baik, lancar dan sukses. Sedangkan untuk manajemen tenaga kerja, dilakukan melalui diskusi dan pendampingan dengan memberikan pengertian, pemahaman dan memotivasi tenaga kerja akan pentingnya disiplin dalam bekerja dan tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan. Kegiatan ini dilakukan secara kontinyu untuk mencapai tingkat kesadaran yang optimal akan pentingnya kerjasama yang baik antara karyawan dan pengusaha, sehingga mereka bekerja dengan hati yang ikhlas dan semangat kerja yang tinggi karena apa yang ia kerjakan adalah untuk kepentingan bersama dan bukan semata-mata kepentingan pengusaha saja. Untuk meningkatkan disiplin tenaga kerja, dibuatkan daftar hadir dan pulang tenaga kerja dan terus memotivasi tenaga kerja untuk selalu menghasilkan produk dengan kualitas terbaik. Kegiatan pelatihan dan pendampingan dalam pembenahan manajemen UKM mitra ini telah memberikan hasil yang posistif, ditunjukkan dengan adanya perubahan manajemen UKM bengkel las mitra yang lebih baik. Membaiknya manajemen produksi ditandai dari penataan lingkungan produksi yang tertata lebih bersih dan rapi, penyelesaian produk yang tepat waktu sesuai urutan masuknya order, dan memelihara paralatan secara rutin agar selalu siap digunakan untuk produksi. Membaiknya manajemen keuangan dapat dilihat dari perubahan pengusaha yang sudah mulai tertib dalam membukukan arus keuangan usaha dalam buku kas sederhana, yakni mencatat besarnya modal usaha, besarnya keuntungan, dan besarnya uang dari keuntungan yang diambil untuk kebutuhan keluarga. Sedangkan membaiknya manajemen tenaga kerja dapat dilihat dari peningkatan disiplin tenaga kerja dan kerjasama antara tenaga kerja yang lebih kompak. Peningkatan disisplin tenaga kerja juga dapat dilihat dari kedatangan dan pulang tenaga kerja sesuai jam kerja yang ditentukan pengusaha.
123
4. KESIMPULAN Pelaksanaan kegiatan program IbM ini telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang telah direncanakan. Kegiatan program IbM ini dilaksanakan selama 8 bulan, mulai bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2016. Pelaksanaan kegiatan program IbM ini menghasilkan satu unit mesin rol universal yang dapat digunakan untuk melengkungkan berbagai jenis bahan, seperti pipa, besi kotak, besi siku, dan plat mekanik motor listrik dan reduser. Mesin ini dapat bekerja secara efektif dan efisien, baik dari segi waktu, tenaga dan biaya, serta kualitas produk yang dihasilkan sangat baik. Untuk melengkungkan pipa sepanjang 5 meter dengan kelengkungan sedang membutuhkan waktu 15 menit, tenaga 1 orang dan biaya Rp. 373,-. Mesin yang dihasilkan ini sesuai dengan yang diharapkan oleh pengusaha UKM bengkel las mitra. Dengan menggunakan mesin rol universal mekanik motor listrik dan reduser yang telah dibuat dan dihasilkan ini produktivitas pelengkungan bahan dapat ditingkatkan ± 15 kali lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional yang digunakan oleh UKM mitra selama ini. Waktu yang tersisa dari proses pelengkungan pipa ini dapat digunakan untuk mengerjakan jenis pekerjaan lainnya, yang berarti dapat meningkatkan produktivitas dan penghasilan pengusaha. Pembenahan dari aspek manajemen UKM mitra yang mencakup pembenahan manajemen produksi, manajemen keuangan dan manajemen tenaga kerja sudah menunjukkan adanya perubahan yang lebih baik. Membaiknya manajemen produksi ditandai dari penataan lingkungan produksi yang tertata lebih bersih dan rapi, penyelesaian produk yang tepat waktu sesuai urutan masuknya order, dan memelihara paralatan secara rutin agar selalu siap digunakan untuk produksi. Membaiknya manajemen keuangan dapat dilihat dari perubahan pengusaha yang sudah mulai tertib dalam membukukan arus keuangan usaha dalam buku kas sederhana, yakni mencatat besarnya modal usaha, besarnya keuntungan, dan besarnya uang dari keuntungan yang diambil untuk kebutuhan keluarga. Sedangkan membaiknya manajemen tenaga kerja dapat dilihat dari peningkatan disiplin tenaga kerja dan kerjasama antara tenaga kerja yang lebih kompak. Peningkatan disisplin tenaga kerja juga dapat dilihat dari kedatangan dan pulang tenaga kerja sesuai jam kerja yang ditentukan pengusaha.
DAFTAR PUSTAKA [1]. Gerris, P.M. J., (1978). JImu Bahan-bahan. Terj. M. Pamenan. Jakarta Pradnya Paramita. [2]. Kemendikbud, (2016). Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi X. Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat.Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. [3]. Maslov, D., Danilevsky and Sasav, V., (tanpa tahun). Engineering Manufacturing Processes. Peace Publishers Moscows. [4]. Niken, dkk, (1996). Pengaruh kemasan terhadap pemasaran suatu produk. Artikel yang dimuat di Majalah Forum Komunikasi FPTK se-Indonesia. IKIP Padang. [5]. Sujono,Sugondo. (1987). Teknologi Mekanik 2. Jakarta:Depdikbud DIKMenjur. [6]. Stefford, John dan Guy Mc. Murdo, (1983). Teknologi Kerja Logam. Diterj. Abdul Rahman. Jakarta: Erlangga. [7]. Tjandra Wirawan, Ece Sudirman, (1992). Petunjuk kerja pelat dan tempa. Cet. 1. Jakarta: Depdikbud. [8]. Wiryosumarto, Harsono, Pengelasan Logam.J
(1999).
Teknologi
[9]. karta: Pradnya Paramita.
124
i