2
AgroinovasI
TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN Produk rekayasa genetik pada saat ini sudah tersebar luas di berbagai negara, khususnya negara-negara maju dan di Indonesia pun sudah ada beberapa produk yang masuk seperti kapas, kedelai dan jagung. Untuk dapat dimanfaatkan dengan aman diperlukan suatu kehati-hatian dari berbagai pihak. Untuk tanaman pangan PRG sudah lama terbentuk Tim Teknis Keamanan Pangan dengan Ketuanya Kepala Badan Pengawasan Obat dan Pangan (BPOM). Mengingat PRG juga sudah mulai digunakan untuk ternak maka pada November 2011 sudah dibentuk Tim Teknis Keamanan Pakan di mana Kepala Badan Litbang Pertanian bertindak sebagai Ketuanya. Sebelum Tim Teknis Keamanan Pakan terbentuk, evaluasi pakan PRG dilakukan oleh Tim Teknis Keamanan Pangan. Anggota Tim Teknis Keamanan Pakan ini berasal dari berbagai institusi yaitu Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, BB Biogen (Badan Litbang Pertanian); Fakultas Peternakan UGM; dan Pusat Bioteknologi LIPI. Mengingat sebagian besar masyarakat belum mengetahui mengenai tanaman rekayasa genetik maka diperlukan suatu penjelasan untuk menyamakan persepsi agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan kesalahpahaman di kemudian hari. Latar Belakang Tanaman produk rekayasa genetik (PRG) khususnya yang memiliki sifat baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, herbisida, atau peningkatan kualitas produk dihasilkan melalui teknologi rekayasa genetik. Tanaman PRG sudah banyak dibudidayakan dan dipasarkan di berbagai negara. Tanaman PRG selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan juga untuk pakan ternak yang dikenal sebagai pakan PRG. Pengelolaan dan pemanfaatan bahan pakan dan pakan PRG pada prinsipnya dilakukan melalui pendekatan kehati-hatian (precautionary approach). Sehubungan dengan itu diperlukan adanya suatu sistem pengkajian resiko. Pada tahun 2005, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Edisi 1 - 7 Mei 2013 No.3505 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
3
telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Dalam pelaksanaannya, PP No. 21 Tahun 2005 dilandasi dengan pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan pakan dengan mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya dan estetika serta pelestarian. Pendekatan kehati-hatian ini sesuai dengan Protokol Cartagena mengenai Keamanan Hayati yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety. Agar pakan PRG yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, harus dilakukan pengkajian sesuai dengan prosedur dan standar baku. Oleh karena itu telah dihasilkan pedoman yang mengatur jenis pakan PRG dan persyaratan, tata cara permohonan dan mekanisme pengkajian, tatacara pengkajian dan pemberian rekomendasi keamanan bahan pakan dan pakan PRG. Mengapa Pakan PRG Diperlukan Hasil sensus ternak tahun 2011 menunjukkan bahwa populasi sapi di Indonesia mencapai 15,4 juta ekor (600 ribu ekor di antaranya adalah sapi perah) dan kerbau 1,3 juta ekor. Sebagian besar ternak-ternak tersebut berada di Pulau Jawa yang merupakan wilayah padat penduduk dengan keterbatasan lahan. Kendala yang dihadapi oleh peternak adalah kurangnya pasokan pakan. Dengan populasi seperti itu, kebutuhan hijauan pakan berkisar antara 240 sampai 244 juta ton hijauan segar per tahun atau sekitar 670 ribu ton hijauan segar per hari di mana sekitar 70 persen dikonsumsi oleh ternak di Pulau Jawa. Kebutuhan hijauan pakan non-rumput dan non-legume bukan hanya di Indonesia saja. Diperkirakan kebutuhan sereal pakan (jagung, gandum, padi dsb, untuk konsentrat) di negara berkembang pada tahun 2020 menjadi 445 juta ton sedangkan di negara maju sekitar 430 juta ton. Dengan demikian dapat dipahami bahwa diperlukan lahan yang sangat luas untuk memproduksi pakan tersebut. Teknologi yang sekarang sudah diterapkan seperti teknologi budidaya, pemuliaan tanaman dan konservasi pakan dalam waktu dekat sudah tidak akan memadai lagi. Tidak lama lagi Badan Litbang Pertanian
Edisi 1 - 7 Mei 2013 No.3505 Tahun XLIII
4
AgroinovasI
diperkirakan teknologi transgenik sudah akan ’menular’ dari tanaman pangan dan perkebunan ke tanaman pakan ternak. Dengan demikian diperlukan suatu pengkajian yang obyektif dan kehati-hatian agar aspek negatif dari teknologi transgenik yang dialami tanaman pangan dan perkebunan tidak terjadi pada tanaman pakan ternak. Di Indonesia sendiri penelitian transgenik pada tanaman pakan ternak mungkin belum akan terjadi dalam waktu dekat karena berbagai keterbatasan seperti keahlian (SDM), modal dan peralatan, namun produk hasil transgenik tersebut akan dengan mudah masuk ke Indonesia, seperti halnya yang sudah terjadi pada produk-produk pangan (kedelai, jagung, tebu, buah-buahan dan juga obat-obatan). Persoalan muncul apabila produk rekayasa genetik dari negara maju tersebut masuk ke Indonesia dan ternyata tidak aman bagi ternak dan manusia yang mengkonsumsi produk ternak. Tujuan transgenik pada tanaman pakan selain untuk meningkatkan produksi juga untuk meningkatkan kualitas pakan melalui peningkatan kandungan protein, mengurangi kandungan antinutrisi dan racun. Selain itu juga untuk memperoleh tanaman pakan yang tahan serangan hama, tahan kekeringan, tahan salinitas dan tahan cekaman lainnya seperti yang sudah terjadi pada tanaman pangan. Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa teknologi transgenik pada tanaman pakan ternak dapat memberikan berbagai keuntungan, namun di samping berbagai keuntungan yang akan diperoleh, penggunaan teknologi transgenik pada tanaman pakan ternak juga dapat menimbulkan kerugian dan masalah, misalnya: a) Produk pakan yang berasal dari tanaman transgenik dari negara maju yang masuk ke Indonesia tidak terkontrol sehingga dampak negatifnya juga tidak diketahui; b) Ada kemungkinan beberapa produk tanaman transgenik pangan dapat menimbulkan alergi, bukan tidak mungkin pada tanaman pakan juga akan terjadi hal yang sama; c) Ada beberapa produk tanaman transgenik yang tidak ramah lingkungan, untuk tanaman pakan yang banyak dari keluarga gramineae kemungkinan menjadi gulma sangat besar; Edisi 1 - 7 Mei 2013 No.3505 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
5
Jagung dan kedelai, bahan pakan yang sudah masuk ke Indonesia Sumber: Program for Biosafety Badan Litbang Pertanian
Edisi 1 - 7 Mei 2013 No.3505 Tahun XLIII
6
AgroinovasI
d) Tanaman pakan transgenik yang sudah tersebar luas, khususnya
rumput, yang ternyata merugikan, semakin lama akan semakin sulit dikendalikan. Selain itu, saat ini terdapat tanaman pangan transgenik (jagung, kedelai, tebu) dengan biomas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan pula sebagai bahan pakan. Mengingat hal-hal tersebut di atas ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kerugian: a) Diperlukan kewaspadaan pada saat mengimpor pakan/benih tanaman pakan dari negara lain, khususnya negara maju, jangan sampai dimasukkan pakan atau benih tanaman pakan transgenik yang merugikan; b) Perlu mengantisipasi kemungkinan dampak negatif dari tanaman pangan dan tanaman pakan transgenik, baik terhadap ternak maupun secara tidak langsung terhadap manusia, sehingga diperlukan penelitian atau pengkajian yang komprehensif. Bambang Risdiono Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor
Edisi 1 - 7 Mei 2013 No.3505 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian