Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
TANYA JAWAB SEPUTAR THAHARAH-2 Dikutip dari Buku Fiqh Interaktif oleh Ust. Kamalludin, SE
1. MENCUCI PAKAIAN YANG TERKENA NAJIS Tanya : Pak ustadz saya mau Tanya, katanya dalam membersihkan pakaian yang terkena najis harus meletakkan pakaiannya lebih dulu baru disiram menggunakan air, Apakah benar begtu caranya? Terus kalau airnya hanya sedikit bagaimana? Atas jawabannya saya haturkan terima kasih. Jawab: Kebersihan dan kesucian dalam Islam adalah hal pertama yang harus didahulukan sebeum seseorang mempelajari amal ibadah yang lain, karena begitu pentingnya dalam suatu riwayat hadits Rasulullah bersabda bahwa kebersihan adalah sebagian dari Iman. Dalam teks-teks fiqh cukup banyak keterangan yang mengetengahkan bagaimana, cara mensucikan suatu benda yang terkena najis, dan sebagaimana kita ketahui bahwa air adalah satu-satunya alat yang bisa digunakan untuk menghilangan najis, tapi itupun harus air yang suci dan mensucikan, sedangkan cara mencuci pakaian kalau air sedikit yang saya ketahui adalah sebagai berikut : 1. Pakaian dibasahi dengan air boleh disiram atau dicelup tujuannya untuk menghilangkan kotoran lalu dikucek menggunaan sabun atau yang lainnya kalau memang diperlukan. 2. Setelah semuanya selesai kemudian dibilas untuk menghilangkan kotoran dan najis serta busa sabun pada ember kedua sampai rasa, bau dan warna najis harus hilang dan jangan buru-buru dijemur karena masih diperlukan pembilasan ulang. 122 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah
Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
3. Terakhir untuk mensucikannya siramkan air pada pakaian tersebut atau bisa juga pakaian dimasukkan pada ember lalu tuangkan air kedalamnya, jadi memang benar apa yang ibu tahu, tapi perlu diingat jangan sampai cara tadi sampai terbalik yaitu air dimasukkan lebih dahulu lalu pakaian dimasukkan karena cara seperti itu tidak dibenarkan pasalanya air bertemu langsung dengan najis. Semoga ibu bisa mempratekkannya.Wallahu A‟lam.
123 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah
Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
TANYA JAWAB SEPUTAR FIQH & MUAMALAH Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar
1. HUKUM AIR KENCING YANG MENETES PADA SEWAKTU SHALAT Tanya: a. Saat sedang sholat terasa air kencing menetes, apakah tetesan tersebut termasuk najis, dan bagaimana membersihkannya? b. Jika bukan najis apakah wudhu dan sholat tidak batal? c. Bagaimana dengan salah satu hal yang membatalkan wudhu, yaitu „keluar sesuatu dari dua pintu,‟ Apakah hal ini mutlak untuk segala sesuatu? Jawab : Pertama dan kedua. Air kencing itu najis dan membatalkan shalat. Dasarnya QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah SAW,“Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR. Bukhori No. 135). Tapi jika sekedar was-was atau ragu-ragu keluar atau tidak atau hanya perasaan yang tidak ada buktinya, maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut merupakan was-was dari setan. “Jika kalian merasakan ada sesuatu di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak maka janganlah meninggalkan masjid (shalat) sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim No. 805) Tentang hal ini Syaikh Ibnu baz mengatakan, “Hal ini bisa terjadi karena was-was atau ragu-ragu, ini datang dari setan tapi kadang kala memang benar-benar terjadi. Jika 124 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah
Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
benar-benar terjadi, maka jangan terburu-buru hingga selesai kencing, setelah itu lalu membasuh kemaluan dengan air dan ini sudah cukup. Jika dikhawatirkan keluar lagi, setelah wudhu hendaknya menyiramkan air di sekeliling kemaluan, selanjutnya jika terasa ada sesuatu yang keluar setelah itu supaya dipahami bahwa yang keluar adalah sisa air yang disiramkan tadi. Terdapat dalil dari Hadits, hendaknya kita meninggalkan was-was setan. Seorang mukmin tidak perlu memperhatikan was-was setan ini, karena begitulah pekerjaan setan, selalu berusaha merusak ibadah manusia, baik ketika shalat atau ibadah yang lain.” (Lihat Majmu‟ Fatawa wa Maqalah Mutanawiah 10/123), [Disadur dari majalah Al-Furqon ed. 10 th IV hal. 45]. Ketiga, Syaikh Musthafa Al-adawi mengatakan “Kami ingatkan bahwa ucapan ‟semua yang keluar dari 2 jalan membatalkan wudhu‟ bukanlah sabda Nabi shollahu‟alaihiwasallam dan bukan kaedah yang disepakati oleh seluruh ummat. Kaedah tersebut hanya diambil dari berbagai dalil yang menunjukkan bahwa banyak yang keluar dari 2 jalan itu membatalkan wudhu, … bahkan terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ada yang keluar dari 2 jalan itu akan tetapi tidak membatalkan wudhu, semisal darah istihadhah.” (Jami‟ Ahkamin Nisa‟ 5/22). 1. JARAK ANTARA ADZAN DAN IQOMAH Tanya : 1. Ustadz, yang saya ketahui ketika zaman Rasulullah SAW jarak waktu antara adzan dan iqomat tidak berdekatan. (maaf jika salah). Adakah dalil yang menjelaskan tentang hal ini? Masalahnya saya sering telat shalat berjama‟ah. Perlu diketahui rumah saya dengan masjid terdekat 125 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah
Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
berjarak sekitar perjalanan 10 menit dan kadang2 adzan pun tidak terdengar. Masjid yang saya hadiri jarak waktu adzan dan iqomat hanya selama sekitar 5 menit yang menurut saya terlalu cepat. Bagaimana Pak Ustadz? 2. Saya pernah dengar ucapan “minal „aidin wal faidzin” diucapkan ketika menang dari perang Badar. Apakah hal ini benar? Jawab : Pertama, Syaikh Said Al-Qohthoni mengatakan, “Azan disyariatkan untuk memberitahukan bahwa waktu sholat sudah tiba, oleh karena itu harus diperkirakan waktu yang mencukupi untuk bersiap-siap menghadiri sholat di masjid, jika tidak demikian maka azan tidak ada manfaatnya, mengingat banyak orang yang hendak mengerjakan sholat berjamaah tidak mendapatinya. Orang yang sedang makan, minum, orang yang sedang buang hajat, atau belum berwudhu saat terdengar azan, jika masih meneruskan kebutuhannya atau langsung berwudhu, maka ia akan ketinggalan sholat berjamaah (masbuk), atau tidak mendapatkan sholat jamaah sama sekali disebabkan iqamah terlalu cepat, dan tidak ada jeda yang cukup antara azan dan iqamah, lebih-lebih jika jarak rumah jauh dari masjid.” Dalam shahih Bukhari terdapat judul bab “Berapa lama jarak antara azan dan iqomah?”, akan tetapi menurut beliau tidak ada dalil yang kuat yang membahas hal ini, oleh karenanya beliau hanya menyebutkan hadits dari Abdullah Ibnu Mughaffal, Nabi bersabda, “Ada sholat sunnah di antara azan dan iqamat”, beliau ucapkan sebanyak tiga kali, saat yang ketiga beliau mengucapkan, “Bagi yang menghendaki.” (HR. Bukhari no 624) 126 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah
Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
Tidak disangsikan lagi bahwa memberikan selang waktu yang cukup antara azan dan iqamah termasuk dalam tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa yang diperintahkan. Dalam hadits Abdullah bin Zaid terdapat keterangan: “Aku bermimpi melihat seorang laki-laki mengenakan pakaian yang berwarna hijau, orang tersebut berdiri di masjid lalu melakukan azan. Setelah duduk beberapa saat lamanya orang tersebut berdiri lalu mengucapkan sebagaimana tadi namun disertai tambahan “Qod qoomatish sholah”, dalam riwayat lain “sesungguhnya malaikat itu mengajarinya bacaan adzan lalu berhenti sejenak, baru kemudian mengajarinya iqomah.” (HR. Abu Dawud no. 499 dan 506) Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Tidak boleh tergesagesa mengumandangkan iqomah sampai diperintahkan oleh imam, kurang lebih jeda seperempat atau sepertiga jam (15 atau 20 menit). jika imam tak kunjung datang, maka salah seorang hadirin bisa maju sebagai imam. Imam itu lebih berhak mengenai iqomah, oleh karena itu tidak boleh mengumandangkan iqomah sebelum imam memerintahkannya, sedangkan muazin itu lebih berhak berkaitan dengan masalah azan karena masalah waktu sholat itu diserahkan kepadanya dan muazin memang diberi amanah tentang hal ini.” Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Penanggung jawab iqomah adalah imam, sedangkan penanggung jawab azan adalah muazin. Meski hadits tentang hal ini lemah namun dikuatkan dengan perkataan Ali, di samping itu praktek Nabi juga memperkuat hal tersebut. Nabilah yang memerintahkan iqomah, jadi dalil pokok dalam masalah ini adalah praktek Nabi bukan hadits yang lemah tadi.” (Lihat Sholat Al Mu‟min karya Dr Said Al Qohthoni 1/159-160).
127 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah
Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah Vol.1 No.18 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum‟at - V
Kedua, Yang kami dapatkan dalam Rohiq Al Makhtum hal. 217 mengenai ucapan selamat sepulang dari perang badar adalah ucapan Usaid bin Hudair, beliau mengatakan kepada Nabi, “Ya Rasulullah, Alhamdulillah alladzi azhfaraka wa aqarra „ainaka.” (wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memberi kemenangan kepadamu dan menyenangkan hatimu). Wallahu A‟lam.
128 Tanya Jawab Seputar Thaharah-2 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da‟wah Nurul Hidayah