Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
TANYA JAWAB SEPUTAR THAHARAH-1 Dikutip dari Buku Fiqh Interaktif oleh Ust. Kamalludin, SE
1. MANDI JINABAH ORANG YANG RAMBUTNYA DISEMIR Tanya : Assalamualaikum.Pak kyai mohon penjelasan, ditempat saya, sering saya lihat anak-anak muda yang rambutnya disemir, yang saya tanyakan bagaimana hukumnya mandi Jinabah dan Wudlunya orang yang rambutnya disemir sah atau tidak? Atas penjelasaannya saya haturkan terima kasih. Jawab : Wah mungkin bapak juga setuju bila dikatakan bahwa apa yang dialami muda – mudi sekarang ini banyak diadopsi dari kebiasaan negative negara – negara barat (non muslim) yang dengan gigihnya mereka mencoba melunturkan akhlaq kaum muslimin, sehingga tidak heran jika kemudian zaman yang kita alami sekarang ini penuh dengan model. Pada umumnya kita hanya ikut –ikutan pada perilaku yang tidak ada manfaatnya dengan mengabaikan nilai nilai positif dari budaya mereka, toh tidak semua kebiasaan orang –orang barat dikatakan negative masih ada sebagian kebudayaan mereka yang kita bisa ikuti seperti etos kerja yang tinggi dan kedisiplinan yang patut diacungi jempol, namun seperti yang diutarakan bapak diatas, bahwa sekarang memang banyak ditemukan disekitar kita para pemuda bahkan pemudi yang rambutnya disemir, memang dalam suatu riwayat hadist dikatakan Rasuluallah SAW pernah mewarnai rambutnya, tapi kalau kita cermati sekarang, kebanyakan anak-anak muda yang menyemir rambutnya tidak diniatkan mengikuti sunah 106 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
Rasul, ya… hanya sekedar untuk mengikuti mode biar gaul katanya begitu. Syukurlah bapak masih memperhatikan kehidupan anak muda sekarang apalagi yang berhubungan dengan ibadah, baiklah selanjutnya saya bahas pertanyaan anda mengenai hukum yang berkaitan dengan rambut yang disemir, sebelumnya perlu digaris bawahi lebih dahulu bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mandi Jinabah atau Wudlu adalah tidak adanya sesuatu yang menghalang-halangi datangnya air ke anggota tubuh termasuk cat, lem, tip ex dan lain sebagainya, sehingga apabila salah satu anggota wudlu atau anggota tubuh saat mandi jinabah, terdapat sesuatu yang menghalangi datangya air kepadanya, maka hal ini bisa menyebabkan tidak sahnya wudlu atau mandi jinabah (ada yang menyebut mandi besar). Sedangkan mengenai rambut yang disemir, seperti keterangan yang terdapat dalam kitab I’anattutholibin juz I dikatakan bahwa apabila semir tersebut masih ada bentuknya maka mandi jinabahnya tidak sah, akan tetapi bila hanya tinggal bekas/warnanya saja maka mandinya tetap sah, tinggal bapak melihat bagaimana keadaan rambut yang disemir tersebut, apakah keadaaanya masih bersatu dangan semir atau Cuma tinggal bekas/warnanya saja. Demikian dari saya. Wallahu A’lam. 2. KOLAM CUCI KAKI DI MASJID Tanya : Assalamu’alaikum. Pak kyai, saya sering memasuki masjid yang disitu terdapat kolam untuk cuci kaki dan selalu berubah airnya kadang bening, kadang juga keruh, apalagi saat airnya sedikit, najis atau tidak air yang seperti itu? Mohon penjelasanya, terima kasih. Jawab : 107 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
Pada dasarnya hukum air baik yang turun dari langit atau sumber dari tanah itu hukumnya adalah suci dan mensucikan, dan hukum asal ini tidak akan berubah kecuali ada sesuatu yang betul-betul bisa mempengaruhi berubahnya status hukum air tersebut. Ambil contoh air yang berubah dikarenakan kecampuran barang najis, apabila perubahan yang ada pada air tersebut tidak nyata maka hal ini tidak mampu menggeser kedudukan hukum asal air yaitu tetap suci, tersebut dalam satu qaidah Fiqh “Suatu keyaqinan tidak akan dapat dihilangkan Oleh keragu-raguan.” Dalam masalah Thaharah sumber air yang bisa dijadikan alat untuk bersuci bermacam-macam diantaranya air laut, air sungai dan sebagainya dan Oleh ulama fiqh seluruhnya dibagi menjadi empat (4) bagian yaitu : 1. Air suci mensucikan dan tidak dimakruhkan dalam penggunaanya. Contohnya air dari sumur atau hujan, air ini disebut air mutlaq yakni air yang tidak terikat oleh suatu nama yang melekat padanya seperti kopi,susu atau teh. 2. Air suci mensucikan akan tetapi makruh menggunakanya untuk badan (bukan pada pakaian) seperti air yang dipanaskan dengan matahari didaerah yang panas atau air yang sangat dingin. 3. Air suci yang tidak dapat mensucikan , untuk bagian ini terbagi lagi menjadi : a. Air musta’mal yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan najis atau hadats. b. Air yang sudah berubah salah satu sifatnya disebabkan oleh sesuatu yang mencampurinya, baik berubah atau tidak. 4. Air najis atau air yang terkena najis.
108 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
Pembagian data itu dipandang dari kualitas air, sedangkan bila dilihat dari banyak dan sedikitnya volume air maka air tebagi menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Air dua Qullah (195 lt/56m3) atau lebih, apabila air ini terkena najis sehingga berubah salah satu sifatnya (bau,rasa,warna) maka hukumnya menjadi najis. 2. Air kurang dari dua qullah, apabila terkena najis dia menjadi najis walaupun tidak berubah salah satu sifatnya. Untuk persoalan diatas sebaiknya anda harus tahu dulu tentang pertama volume airnya, kedua apa saja yang mencampurinya, ketiga berubah atau tidaknya sifat-sifat air. Nah, kalau sudah diketahui tinggal perinci saja hukumnya : Apabila airnya banyak dan lebih dari dua qullah kemudian bercampur dengan sesuatu yang suci, maka jelas hukumnya suci walaupun airnya berubah, tapi jika yang mencampuri barang najis dan salah satu sifatnya berubah maka air menjadi najis. Apabila airnya sedikit dan kurang dari dua qullah terkena najis walaupun tdak berubah baik rasa, bau atau warnanya maka tetap air tersebut dikatakan najis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :“ Ketika kadar air sudah mencapai dua qullah maka didalamnya tidak mengandung kotoran, dalam redaksi ibnu Daud menggunakan “maka sesungguhnya air tersebut tidak najis.” Hadits ini secara umum menegaskan bahwa air yang sudah mencapai dua qullah bila terkena najis baik berubah atau tidak tetap dihukumi suci, adapun kebiasaan yang sering terjadi dalam air kolam untuk cuci kaki adalah adanya perubahan padahal jumlahnya banyak (lebih dari dua qullah), untuk masalah ini dalam fiqh dikenal dengan istilah perubahan Thuulul Muktsi (lamanya menggenang) 109 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
yaitu perubahan yang terjadi karena air tersebut sudah lama sehingga berubah sifat-sifatnya, ya … meskipun berubah sifatnya, tetap saja air tersebut dihukumi suci. Demikian penjelasan singkat dari saya semoga bisa dijadikan pegangan. Wallahu A’lam. 3. ISTINJA’ PAKAI TISYUE Tanya : Pak ustad dizaman modern ini biasanya ditoilet-toilet kantor atau gedung – gedung mewah itu disediakan tisyue untuk cebok (istinja’) yang seperti ini boleh enggak? Jawab ; Islam dalam ajaranya tidak hanya mengatur secara bathiniyah bagaimana cara yang baik dalam beribadah terhadap Tuhan-Nya, karena ternyata agama yang paling sempurna ini juga memberikan perhatian yang besar terhadap kualitas dhohir dari penganutnya ini. Hal ini terbukti dalam syariat Islam yang selalu mendahulukan pembahasan tentang kebersihan (Thaharah), sayangnya hal ini terkadang dipandang sebelah mata, dengan mengabaikan hal-hal yang kelihatan mata padahal, apabila kita renungkan lebih dalam kebersihan badan, seungguhnya tidak kalah penting dengan ajaran yang pertama . Membersihkan najis dari badan kita hukumnya Wajib dan dikarenakan najis itu sendiri bermacam-macam ada yang ringan, sedang bahkan ada yang berat sedangkan dari masing-masing ini pun ada tata cara tersendiri dalam mensucikannya sehingga dalam membersihkannya pun disesuaikan dengan najis yang ada. Untuk kotoran yang keluar dari tubuh manusia dikatagorikan kedalam najis sedang yang mana dalam membersihkannya dilakukan dengan cara menghilangkan bau, rasa dan warna dari najis 110 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
tersebut dengan menggunakan air suci lagi mensucikan, hal demikian, kalau memang ada atau menggunakan air kalau memang tidak memakai air maka boleh memakai alternative lain yang sekiranya benda tersebut kasa sekaligus bisa menghilangkan ketiga sifat tadi. Contohnya batu atau tisyue dan disamping bukan pula barang yang dimuliakan seperti makanan. Tapi perlu dicatat cara menggunakan batu atau tisyue itu kalau memang kotoranya tidak menyebar kemanamana, mungkin karena terlalu cair, karena yang demikian haruslah memakai air dalam pembersihannya dan sebagai langkah hati-hati sesudah menggunakan tisyue kalau seumpama tersedia air sebaiknya dibasuh kembali. Wallahu A’lam. 4. MENCUCI PAKAIAN YANG TERKENA NAJIS Tanya : Pak ustadz saya mau Tanya, katanya dalam membersihkan pakaian yang terkena najis harus meletakkan pakaiannya lebih dulu baru disiram menggunakan air, Apakah benar begtu caranya? Terus kalau airnya hanya sedikit bagaimana? Atas jawabannya saya haturkan terima kasih. Jawab: Kebersihan dan kesucian dalam Islam adalah hal pertama yang harus didahulukan sebeum seseorang mempelajari amal ibadah yang lain, karena begitu pentingnya dalam suatu riwayat hadits Rasulullah bersabda bahwa kebersihan adalah sebagian dari Iman. Dalam teks-teks fiqh cukup banyak keterangan yang mengetengahkan bagaimana, cara mensucikan suatu benda yang terkena najis, dan sebagaimana kita ketahui bahwa air adalah satu-satunya alat yang bisa digunakan untuk menghilangan najis, tapi itupun harus air yang suci 111 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.16 – Jumadil Ula 1431H/April 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
dan mensucikan, sedangkan cara mencuci pakaian kalau air sedikit yang saya ketahui adalah sebagai berikut : 1. Pakaian dibasahi dengan air boleh disiram atau dicelup tujuannya untuk menghilangkan kotoran lalu dikucek menggunaan sabun atau yang lainnya kalau memang diperlukan. 2. Setelah semuanya selesai kemudian dibilas untuk menghilangkan kotoran dan najis serta busa sabun pada ember kedua sampai rasa, bau dan warna najis harus hilang dan jangan buru-buru dijemur karena masih diperlukan pembilasan ulang. 3. Terakhir untuk mensucikannya siramkan air pada pakaian tersebut atau bisa juga pakaian dimasukkan pada ember lalu tuangkan air kedalamnya, jadi memang benar apa yang ibu tahu, tapi perlu diingat jangan sampai cara tadi sampai terbalik yaitu air dimasukkan lebih dahulu lalu pakaian dimasukkan karena cara seperti itu tidak dibenarkan pasalanya air bertemu langsung dengan najis. Semoga ibu bisa mempratekkannya.Wallahu A’lam.
112 Tanya Jawab Seputar Thaharah-1 1 Ust. Kamaludin, SE, Pimpinan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah