Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Dalam Perspektif Surat At-Tahrim Ayat 6 Oleh:
Lismijar Abstrak Keluarga termasuk salah satu dari Tri pusat pendidikan. Oleh karena itu, orang tua wajib bertanggungjawab terhadap pembinaan pendidikan pada anakanaknya, terutama sekali pendidikan agama. Realitas sehari-hari umumnya orang tua kurang bertanggung jawab terhadap pembinaan pendidikan pada anggota keluarganya. Padahal, orang tua dijadikan penanggungjawab penuh terhadap masa depan anggota keluarganya. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak dalam perspektif surat at-Tahrim ayat 6 dan untuk mengetahu metode pendidikan anak agar terjaga dari api neraka. Pembahasan ini menggunakan metode diskriptif analisis yang bersifat kepustakaan (Library Reseach), yakni menelaah atau membaca buku-buku tafsir dan tulisan ilmiyah yang ada hubungannya dengan objek pembahasan artikel ini, guna dijadikan sebagai kerangka tempat berpijak mengenai pendidikan terutama tanggung jawab orang tua terhadap pembinaan dan pendidikan yang dipahami dari kandungan surat AtTahrim ayat 6. Hasil pembahasan bahwa tanggung jawab orang tua dalam pespektif surat At-Tahrim ayat 6 antara lain, tanggung jawab terhadap pembinaan pendidikan akidah, ibadah dan akhlak. Tanggung jawab orang tua bukan sebatas memberi nafkah untuk kebutuhan hidup anggota keluarganya saja, akan tetapi berkewajiban juga memberikan bimbingan dan binaan pendidikan kepada seluruh anggota keluarganya, supaya semua anggota keluarga akan menjadi generasi-generasi atau kader-kader yang berkualitas, beriman serta bertaqwa kepada Allah Swt., sampai ke akhir hayatnya. Dengan demikian, maka tanggung jawab orang tua dalam kehidupan keluarga sudah bebas dari tuntutan Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun metode dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam menjauhi diri anak dari api neraka adalah metode pendidikan yang dapat mengantarkan anak kepada jalan yang diridhai Allah. Metode dan pendekatan tersebut di antaranya adalah medidik dengan keteladanan, metode kisah-kisah, metode perumpamaan, metode nasihat, metode pembiasaan, metode hukuman dan ganjaran. Kata Kunci: Tanggung Jawab Orang Tua, Pendidikan Anak, Surat At-Tahrim Ayat 6. 114
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
I.
PENDAHULUAN Tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah memelihara, membesarkan,
melindungi, menjamin kesehatannya, mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan akhlak mulia yang berguna bagi kehidupannya serta membahagiakan anak hidup di dunia dan di akhirat. Tanggung jawab utama orang tua terhadap pendidikan anak dalam keluarga ialah “peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar segala sesuatu”. 23 Dalam lingkungan keluarga, anak adalah amanah Allah Swt yang harus dijaga dengan baik melalui proses pendidikan agama. Pembinaan sikap dan prilaku anak melalui pendidikan agama merupakan tugas mulia yang dibebankan kepada setiap orang tua dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan sejak dini, seperti nilai aqidah, ibadah, akhlak mulia dan nilai sosial dalam kehidupan sehari hari .24 Orang tua adalah pendidik dalam keluarga. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu, dunia awal dari pendidikan yang terdapat dalam kehidupan keluarga adalah membiasakan yang baik-baik.25 Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik dan menjaga anak dari apai neraka yang sangat panas. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt, dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
(٦ :)اﻟﺘﺤﺮﯾﻢ. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
23
Thoha, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 55. Abdullah Nasir Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung: Rosda Karya, 1996), hal. 135. 25 Zuhairi, Sejarah dan Pendidikan Islam, Cet. IV, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 53. 24
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
115
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q. S. At-Tahrim: 6) Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah Swt mewajibkan setiap Muslim untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Menjaga anak tentunya memberikan pendidikan yang baik agar menjadi anak yang shaleh yaitu anak yang ta’at kepada orang tua serta ta’at kepada Allah Swt. Dalam ayat tersebut juga terkandung kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak atau prilaku yang terpuji kepada anak, karena dengan adanya pendidikan tersebut anak akan mengerti tugas dan kewajibannya sebagai seorang muslim. Penafsiran di atas memberikan pemahaman bahwa Allah swt. memberikan peringatan kepada setiap orang tua Mukmin untuk memperhatikan pendidikan keluarganya. Jadi, setelah memelihara dirinya sendiri, orang tua juga wajib memelihara keluarga termasuk anaknya jangan sampai terjerumus ke dalam jurang neraka. Berdasarkan penafsiran di atas, dapat dipahami bahwa firman Allah Swt dalam surah at-Tahrim ayat 6 mengandung pendidikan pertama: peringatan kepada setiap Muslim yang beriman tentang kewajiban menjaga dan memelihara diri sendiri, keluarga, dan kerabatnya dari api neraka, kedua: menyuruh orang beriman untuk beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., yakni menjalankan apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Ketiga: berusaha menasehati, mendidik, dan memberi pengertian kepada keluarga dan kerabat agar selalu ber-taqarrub kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya supaya mereka terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Realitas di lapangan menunjukkan, umumnya orang tua kurang bertanggung jawab terhadap pembinaan pendidikan agama pada anggota keluarganya. Padahal, orang tua sebagai penanggungjawab penuh terhadap masa depan anggota keluarga memiliki peran dan perhatian khusus dalam mendidik mereka pada masa-masa rentan seperti dari masa balita, SD, SLTP, SMU dan sampai ke perguruan tinggi. Maka dalam hal ini, tanggung jawab orang tua sangat besar dalam keluarga. Akibat kurangnya tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pembinaan pendidikan agama, maka menyebabkan kurangnya kemampuan anggota keluarga dalam memahami ajaran agama
116
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
Islam, sehingga anak-anak cepat terpengaruh dengan hal-hal yang menyimpang dengan syari’at Islam. Di era globalisasi seperti sekarang ini, berbagai ragam budaya dengan sangat mudahnya dapat merusak dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dalam berbagai segi dan tingkatannya, terutama pada kalangan anak-anak yang masih sangat rentan terhadap benturan berbagai budaya dengan segala macam inflikasinya. Maka dalam hal ini khususnya bagi para orang tua, agar mampu memberikan bimbingan yang memadai sejalan dengan ajaran syari’at agama Islam. Mendidik anak merupakan sepenuhnya tanggung jawab orang tua. Kalaupun tugas mendidik anak dilimpahkan kepada guru di sekolah, akan tetapi tugas guru itu hanya sebatas membantu orang tua dan bukan mengambil alih tanggung jawab orang tua secara penuh. Oleh karena itu, menyerahkan sepenuhnya tugas mendidik anak kepada guru sama halnya melepaskan tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak. Itulah figur orang tua yang tidak bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya.
II.
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM MEMELIHARA ANAK DALAM PANDANGAN ISLAM Orang tua memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan
anak-anak sejak ia dilahirkan sampai dengan anak itu dewasa dan karena anak-anak adalah amanah yang diletakkan oleh Allah di tangan orang tuanya, mereka bertanggung jawab terhadap anak-anaknya yang di hadapan Allah jika amanah itu dipelihara dengan baik dengan memberi pendidikan yang baik maka pahala akan diperolehnya.26 Pentingnya pendidikan dalam keluarga karena Allah Swt memerintahkan agar orang tua memelihara dirinya dan keluarganya agar selamat dari api neraka. Firman Allah yang berbunyi:
(٦ : )اﻟﺘﺤﺮﯾﻢ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dan api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat26
Kartini Karton, Psikologis Anak, (Bandung: Alumni Pers, 2000), hal. 29.
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
117
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahim: 6). Ayat di atas menegaskan tentang pemeliharaan diri dan keluarga dengan jalan memberi pelajaran dan pendidikan yang baik dan menunjukkan mereka jalan yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Dengan mendidik anak-anak sejak usia muda dan membiasakan diri dengan kelakuan dan adat istiadat yang baik maka akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia yang berguna bagi keluarga dan bagi pergaulan hidup sekelilingnya, dan hendaklah orang tua memperlakukan anak-anaknya dengan sikap lemah lembut dengan cara kasih sayang. Dalam tafsir Ibnu Kasir, bahwa yang dimaksud dengan peliharalah adalah didiklah anggota keluarga dan ajarilah mereka semua untuk taat kepada Allah Swt., dan bertakwalah kamu kepada Allah Swt dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah serta hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah Swt., serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, nicaya Allah Swt akan menyelamatkan kamu dan keluargamu dari api neraka. Apabila orang tua melihat anakanaknya melakukan suatu perbuatan maksiat terhadap Allah.Swt, maka orang tua harus mencegah anak-anaknya serta melarang mereka melakukan hal tersebut.27 Dalam ayat 6 tersebut di atas Allah Swt memerintahkan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara menyelamatkan diri dari neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar. Begitulah caranya meluputkan diri mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, dan mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
27
Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir, Juz. 28, Terj, Bahrun Abu Bakar, Cet. I, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), hal. 415-416.
118
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.28 Penafsiran di atas dapat dipahami bahwa diantara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu adalah dengan mendirikan salat dan bersabar. Oleh karena itu, bila seseorang melakukan suatu perbuatan yang baik, maka di akhirat kelak akan mendapat balasan sesuai dengan kebajiakan yang telah diperbuatnya. Sebaliknya bila seseorang melakukan kejahatan di dunia yang fana ini, maka di akhirat kelak juga menerima balasan sesuai kejahatannya. Oleh sebab itulah, seseorang akan selamat dari pada api neraka, apabila dia bisa mendidik keluarganya untuk selalu patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini juga dipraktekkan oleh Rasulullah, yaitu orang yang dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarganya.29 Oleh karena, orang tua selaku pendidik yang utama dan pertama bagi anak-anaknya, maka pendidikan yang diberikan harus sesuai dengan tuntutan ajaran agama Islam. Oleh karena itulah, orang tua harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Sementara ulama menyatakan bahwa ayat tersebut di atas menuntun orang-orang yang beriman yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hendaklah sebagian dari mereka memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat dan bisa menjaga diri serta menjauhkan mereka dari api neraka, yaitu dengan cara ketaatan kepada Allah Swt dan menuruti segala perintahNya. Ayat di atas juga memberikan suatu penafsiran bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, supaya mereka menjaga dirinya dan keluarganya dan api neraka yang bahan bakarya manusia dan batu. Menjaga dalam arti, taat dan patuh kepada Allah dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, memelihara mengandung makna pembinaan dan pendidikan sehingga anak tidak celaka baik di dunia maupun di akhirat. Melihat realitas tersebut di atas, maka dapat diuraikan peran dan fungsi orang tua dalam mendidik anak adalah berikut: 1. Memelihara dan membesarkan anak. Inilah prinsip paling sederhana dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia. 28 29
Bustami. A. Gani, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya..., hal. 224-225. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hal. 282.
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
119
2. Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya. 3. Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya. 4. Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim. Syariat Islam mewajibkan orang tua agar mentransfer semua perintah Allah dan larangannya yang telah digariskan kepada anak-anak demi terwujudnya kehidupan yang baik bagi mereka. Dengan kata lain orang tua menangani langsung pendidikan anakanaknya misalnya, menjadi teladan bagi mereka. Pendidikan anak tidak berkaitan dengan satu pihak saja akan tetapi kedua belah pihak yaitu ibu dan ayah harus samasama menghantarkan anak-anaknya ke dalam dunia pendidikan karena ini merupakan tanggung jawab bersama. Dalam Islam mengenai pendidikan anak merupakan hal yang sangat diutamakan. Oleh karena itu, orang tua mengambil peranan penting dan tangggung jawab yang tidak boleh diabaikan terhadap pendidikan anaknya. Orang tua diminta bertanggung jawab dalam membimbing dan mendidik anaknya, supaya anak itu mengenal dirinya sendiri dan mampu mandiri di tengah-tengah masyarakat. Tanggung jawab orang tua terhadap keturunannya sangat besar sekali, karena anak itu adalah amanah maka setiap amanah haruslah dijaga. Menjaga amanah berupa anak tidaklah sama seperti menjaga amanah berupa harta benda, menjaga anak lebih besar tanggung jawabnya dan lebih banyak menyita tenaga dan pikiran. Anak sangat perlu diberikan pendidikan terutama pendidikan agama yang menjadi modal awal dalam pemenuhan ibadah kepada Allah dan ibadah kepada manusia lainnya dan lingkungan pada umumnya. Sepanjang perkembangan manusia, anak telah membawa kemampuankemampuan dasar yang salah satunya adalah kemampuan untuk beriman kepada Allah Swt. Namun kemampuan tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia hidup. Keluarga adalah orang yang bertanggung jawab atas perkembangan dan pembinaan kemampuan (fitrah ketauhidan) yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, karena keluarga merupakan tempat pertama anak mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu,
120
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
orang tua harus menjaga dan memelihara serta membimbing anak dengan baik terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang dapat membuat anak jauh atau bahkan murka kepada Tuhannya.30 Fitrah ketauhidan yang dibawa manusia sejak lahir, merupakan suatu hal yang membedakan antara manusia dengan mahkluk lainnya, dan fitrah ini pulalah yang membuat manusia menjadi istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Oleh karena itu untuk mengembangkan fitrah tersebut, manusia perlu mendapatkan pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam.31 Anugerah Allah untuk manusia yang berupa potensi untuk mentauhidkan-Nya perlu dididik dengan baik dan benar. Dengan bimbingan dan dididik potensi tersebut akan berkembang dan meningkat, sehingga melahirkan insan insan kamil dalam kehidupan. Meskipun demikian kalau potensi itu tidak dikembangkan maka ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu, perlu sekali untuk dikembangkan. Pengembangan fitrah itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Dengan pendidikan dan pengajaran itulah potensi dari anak dapat dikembangkan potensi itu merupakan beban dan tanggung jawab manusia kepada Allah. Tangung jawab orang tua kepada anak bukan hanya memberi makan, pakaian saja, akan tetapi berkewajiban juga memberikan pendidikan terutama pendidikan Islam. Sesungguhnya anak itu adalah amanah Allah yang harus dibina, dipelihara dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna bagi agama, bangsa dan Negara dan secara khusus dapat menjadi pelipur lara orang tu, penenang hati ayah dan bunda serta sebagai kebanggaan keluarga. Semua pengharapan yang positif dari anak tersebut tidaklah mudah dapat terpenuhi tanpa adanya bimbingan yang memadai, selaras dan seimbang dengan tuntutan dan kebutuhan fitrah manusia secara kodrati, dan semua itu tidak akan mudah didapatkan secara sempurna kecuali pada ajaran Islam, karena bersumber pada wahyu Ilahi yang paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
30
Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Misaka Galiza, 1999),
hal.1 31
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hal. 17.
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
121
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anak dalam Islam merupakan sesuatu yang berat untuk dilakukan dan dipenuhi oleh orang tua. Kewajiban tersebut di antaranya memberikan pendidikan kepada anak, memelihara dan membesarkan anak, serta memenuhi segala kebutuhan hidup anak. Sedangkan tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah membimbing anak ke arah yang baik dan benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, orang tua juga harus mampu membahagiakan anak, baik di dunia dan akhirat kelak.
III.
METODE PENDIDIKAN ANAK AGAR TERJAGA DARI API NERAKA Berdasarkan ayat tersebut, berarti Allah memberikan amanat secara langsung
kepada orang tua untuk menjaga dirinya dan keluarganya termasuk anak-anaknya dari siksa api neraka. Dalam upayanya mengemban amanat ini, orang tua tidak cukup dengan memberikan hak-hak yang bersifat lahiriyah saja dalam arti pendidikannya, oleh karena itu kepada semua orang tua atau pendidik dalam mendidik atau mengajar tidak boleh membedakan bahkan terhadap seorang yang cacatpun harus diperlakukan sama dengan orang yang normal. Dengan demikian, seorang ibu memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik anak di lingkungan keluarga. Ibu merupakan guru pertama dan utama dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Selain ibu, ayahpun mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam pemmbina pada anak. Oleh karena itu, pendidikan pertama yang didapatkan oleh anak melalui lingkungan keluarga. Hal ini sesuai sebagaimana sabda Rasulullah SAW., yaitu sebagai berikut:
ﻋﻦ أﺑﻰ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻛﻞ ﻣﻮﻟﻮد ﯾﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻄﺮة ﻓﺄﺑﻮاه ﯾﮭﻮداﻧﮫ أو ( )رواه اﻟﺒﺨﺎري٠ﯾﻨﺼﺮاﻧﮫ أو ﯾﻤﺠﺴﺎﻧﮫ Artinya: “Dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda, setiap anak yang dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah, kedua ibu bapaknyalah yang menjadikan anak Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari) ).32 Sabda Rasul ini memberikan tekanan bahwa pendidikan itu pertama-tama dilaksanakan di lingkungan rumah tangga. Ibu dan bapaknyalah yang menjadi guru
32
122
Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid. I, (Beirut, Libanon: Darussa’adah, t.t.), hal. 235.
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
pertama bagi anak-anaknya. Kedua orang tuanya itulah yang akan menentukan hasil dari pendidikan anak-anaknya. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa betapa besar tanggung jawab orang tua dalam mendidik anaknya. Untuk itu, orang tua terlebih dahulu harus menjalankan perintah agama serta memiliki akhlak yang baik, karena anak akan mencontoh apa yang dilihat dari orang tuanya. Penafsiran di atas dapat dimaklumi bahwa setiap orang yang telah menyatakan beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya menerima seruan dari Allah untuk berusaha semaksimal mungkin dalam menjaga diri dan keluarganya dari api neraka dengan jalan mentaati segala perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya melalui nasihat dan pengajaran yang dalam keluarga itu merupakan tugas dan kewajiban orang tua. Sehubungan dengan hal itu, Allah Swt berfirman dalam surat Thaha ayat 132, yaitu sebagai berikut: (١٣٢ : )ﻃﮫ. Artinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, tetapi Kami-lah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Q. S. Thaha: 132) Dalam ayat di atas dapat dipahami bahwa keimanan itu harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sebatas pengakuan semata. Caranya dengan mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Dalam keluarga realisasi keimanan itu merupakan tugas dan kewajiban orang tua agar mereka membimbing dan mengarahkan keluarganya agar sesuai dengan norma-norma agama dalam segenap aspek hidup dan kehidupannya. Keluarga merupakan peletak dasar pendidikan agama bagi anak-anak dan merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama yang dialami anak. Pengaruh pendidikan dalam keluarga akan memberikan warna dalam kehidupan anak kelak, menjadi durhaka atau menjadi takwanya anak tersebut. Pendidikan agama yang diberikan orang tua sejak dini merupakan ikhtiariah (upaya) orang tua mukmin dalam menghindarkan diri dan keluarganya dari api neraka. Dengan demikian, maka yang harus ditata dan ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada Allah Swt. Zakiah Daradjat menukilkan “pendidikan yang diterima anak dari orang tuanya, baik dalam pergaulan hidup, maupun dalam cara berbicara, bertindak, bersikap dan Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
123
sebagainya menjadi teladan atau pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya”.33 Dengan demikian, maka dapatlah diketahui dengan jelas bahwa lingkungan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama terhadap pembinaan pendidikan pada anak-anak. Selanjutnya lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh dalam kehidupan anak karena dalam lingkungan sekolah anak mendapat banyak bimbingan. Sehubungan dengan hal ini, selanjutnya Zakiah Daradjat menyatakan bahwa “sekolah hendaknya dapat memberikan bimbingan yang baik dalam pendidikan, sanggup menyesuaikan diri sekarang dan masa depan”.34 Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa orang tua terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan orang pertama sekali dikenal oleh anak-anaknya. Ayah dan ibu merupakan panutan dan tauladan bagi anak-anak dalam sebuah rumah tangga. Ayah dan ibu berkewajiban serta bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan hidup anaknya, yaitu menyangkut tentang kesehatan jasmani dan rohani, kebutuhan seharihari, pakaian, perumahan dan pendidikan. Oleh karena itu, demi kelangsungan hidup seorang anak, para orang tua berkewajiban memenuhi segala bentuk keperluan yang dibutuhkan anak-anaknya dalam pemeliharaan terhadap anak-anak, tidak membedakan terhadap ayah dan ibu, akan tetapi keduanya berkewajiban untuk memelihara dan mengasuh anak-anaknya dengan sebaik mungkin sehingga tumbuh dan berkembang sesuai dengan umur perkembangannya. Sehubungan dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Ayah sebagai kepala keluarga berkewajiban memberi nafkah untuk isteri dan anaknya, sedangkan ibu juga berkewajiban untuk mengurusi rumah tangga dan menjaga serta memelihara anak-anaknya, termasuk di dalamnya menyusuinya. Metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui" dan thodos berarti "jalan" atau "cara". Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode diartikan juga sebagai sarana untuk menemukan, menguji dan menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin sesuatu. Metode pada hakikatnya adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan
33 34
Zakiah Daradjat, Ilmu..., hal. 58. Zakiah Daradjat, Problema Remaja Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000),
hal.96.
124
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
bahwa metode adalah jalan untuk mencapai tujuan yang bermakna untuk ditempatkan pada posisi sebagai cara dalam menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau pemikiran secara sistematika. Metode memiliki kaitan erat dengan pendidikan Islam, sehingga mengandung arti sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang agar menjadi pribadi yang Islami. Karena itu metode dalam pendidikan Islam diartikan sebagai suatu cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam Al-Qur'an metode indentik dengan Thariqah yang terdiri dari objek, fungsi, sifat, akibat dan sebagainya.35 Dalam ilmu pendidikan metode berfungsi sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional ilmu pendidikan terutama menyangkut nilai-nilai. Adapun Metode dan pendekatan yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak menurut perspektif surat at-Tahrim ayat 6 adalah sebagai berikut: 1. Metode Teladan Kata teladan dalam al-Qur'an indentik dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat hasanah di belakangnya yang berarti baik. Kata uswah dicontohkan pada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim as, sebagaimana firman Allah berikut: ... Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (Q.S. 33: 21). Metode teladan ini dianggap penting karena aspek agama yang mengandung akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behaviroral).36 Tentang keteladan Nabi Ibrahim dijelaskan Allah; (٤ :)اﻟﻤﻤﺘﺤﻨﺔ...
35 36
Hasan Langgulung, Beberapa..., hal. 184. Muhammad Quthb, Sistem Pemikiran Islam, (Bandung: Al-Ma'arif, 1984), hal. 183.
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
125
Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia (Q.S. 60: 4).
2. Metode Nasihat Al-Qur'an juga menggunakan kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal dengan nasihat. Tetapi nasihat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi. Dalam Al-Qur'an kata nasihat itu terkait dengan para Nabi kepada kaumnya. Sebagai contoh Nabi Shaleh ketika meninggalkan kaumnya berkata:
Artinya: Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orangorang yang memberi nasehat". (Q. S 7: 79).
Dari ayat-ayat di atas terlihat bahwa Al-Qur'an secara ekplisit menggunakan nasihat sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Al-Qur'an berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, obyek nasihat, situasi nasihat dan latar belakang nasihat. Karena itu sebagai metode pengajaran nasihat dapat diakui kebenarannya.37
37
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), hal.
100.
126
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
3. Metode Pembiasaan Al-Qur'an juga memberikan materi pendidikan adalah melalui pembiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Al-Qur'an menjadikan pembiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Selain itu Al-Qur'an juga menciptakan agar tidak terjadinya kerutinan yang kaku dalam bertindak, dengan cara terus menerus mengingatkan tujuan yang ingin dicapai dengan kebiasaan itu, dan dengan menjalin hubungan yang dapat mengalirkan berkas cahaya ke dalam hati sehingga tidak gelap gulita. Al-Qur'an juga menggunakan kebiasaan tidak terbatas yang baik dalam bentuk perbuatan melainkan juga dalam bentuk perasaan dan pikiran. Dengan kata lain pembiasan yang ditempuh Al-Qur'an juga menyangkut segi pasif dan aktif. Kedua segi ini tergantung pada kondisi sosial ekonomi, bukan menyangkut kondisi kejiwaan yang berhubungan erat dengan akidah atau etika. Sedangkan yang bersifat aktif atau menuntut pelaksanaan, ditemukan pembiasaan secara menyeluruh.38
4. Metode Hukuman dan Ganjaran Bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar, tindakan tegas itu adalah hukuman.39 Tahapan metode hukuman ini terdapat pro dan kontra, setuju dan menolak. Kecenderungan pendidikan modern memandang tabu terhadap hukuman itu, tetapi Islam memandang bahwa hukuman bukan sebagai tindakan yang pertama kali yang harus dilakukan oleh seorang pendidik, dan bukan pula cara yang didahulukan, akan tetapi nasehatlah yang paling didahulukan.
38
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 176. Muhammad Bukhari, Sistem dan Model Pendidikan Klasik, (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), hal. 54. 39
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
127
Artinya: Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: "Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih". (Q.S. Al-Fath: 16) Islam menggunakan seluruh teknik pendidikan. Tidak membiarkan satu jendela pun yang tidak dimasuki untuk sampai ke dalam jiwa. Islam menggunakan contoh teladan dan nasihat serta tarhib dan targhib, tetapi di samping itu juga menempuh cara menakut-nakuti dan mengancam dengan berbagai tingkatannya, dari ancaman sampai pada pelaksanaan ancaman itu. Mengenai dengan anjuran adalah sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya: “Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang beriman". (Q. S. 3: 135). Dengan demikian, keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka membina umat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menunjukkan perbuatan baik.
IV.
KESIMPULAN Menurut perspektif ulama tafsir, surat at-tahrim ayat 6 menjelaskan tentang
orang yang pertama bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah kedua orang tua. Kemudian orang-orang yang memberikan pengajaran dan pendidikan, seperti guru dan pembimbing. Jika tanggung jawab tersebut tidak dilaksanakan, maka anak akan benar-benar tidak mengerti tentang hukum yang berhubungan dengan hak Tuhannya hak dirinya dan hak agamanya. Ia mengira bahwa apa yang ia lakukan adalah benar. Oleh karena itu, sesibuk apapun aktivitas-aktivitas atau pekerjaan yang harus
128
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
diselesaikan, meluangkan waktu demi pendidikan pada anak harus lebih ditamakan, karena anak memerlukan perawatan, asuhan, bimbingan dan pendidikan yang benar demi kelangsungan hidupnya Dalam ajaran Islam, tanggung jawab orang tua dalam lingkungan keluarga bukan hanya mencukupi kebutuhan jasmani dan rohani saja, melainkan juga wajib bertanggung jawab terhadap pembinaan pendidikan akidah, pendidikan ibadah serta pendidikan akhlak. Dengan menanamkan dasar pendidikan akidah pada anak, maka anak akan beribadah dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang dituntunkan oleh agama Islam dan sehingga akan mengaplikasikan akhlak mulianya dalam kehidupan seharihari. Adapun metode dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam menjauhi diri anak dari api neraka adalah metode pendidikan yang dapat mengantarkan anak kepada jalan yang diridhai Allah. Metode dan pendekatan tersebut di antaranya adalah medidik dengan keteladanan, metode kisah-kisah, metode perumpamaan, metode nasihat, metode pembiasaan, metode hukuman dan ganjaran.
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015
129
Referensi
Abdullah Nasir Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, Bandung: Rosda Karya, 1996. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002. Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid. I, Beirut, Libanon: Darussa’adah, t.t. Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir, Juz. 28, Terj, Bahrun Abu Bakar, Cet. I, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004. Kartini Karton, Psikologis Anak, Bandung: Alumni Pers, 2000. Muhammad Bukhari, Sistem dan Model Pendidikan Klasik, Jakarta: Bulan Bintang, 2001. Muhammad Quthb, Sistem Pemikiran Islam, Bandung: Al-Ma'arif, 1984. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 2002. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, Jakarta: Misaka Galiza, 1999. Thoha, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2002. _________, Problema Remaja Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 2000. Zuhairi, Sejarah dan Pendidikan Islam, Cet. IV, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
130
Islamic Studies Journal | Vol. 3 No. 2 Juli – Desember 2015