KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP ORANG TUA KAJIAN SURAT AL ISRA’ AYAT 23-24
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : Muhammad Najib 11112201
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak”. (QS.An Nisa’:36)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini untuk. . . Bapak dan Ibu ; “Jerih payahya tidak akan pernah bisa aku balas” “Senantisa mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk anakanaknya, Terimakasih untuk segalanya” Buat kakak dan adik ; “Yang membuatku termotivasi dan semangat untuk melangkah menuju kesuksesan” Teman-teman PAI angakatan 2012; “Teruntuk teman-teman PAI angkatan 2012 khususnya sahabat-sahabatku yang selalu membantu,berbagi keceriaan dan melewati setiap suka dan duka selama kuliah,terimakasih banyak.”
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Aktivitas Lembaga Dakwah Kampus Terhadap Perilaku Sosial Mahasiswa di IAIN Salatiga dapat terselesaikan. Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut penulis hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih, dan dengan diiringi doa semoga amal baik yang telah di berikan, mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT. Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan FTIK. 3. Ibu Siti Rukhayati selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam. 4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikiranya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 5. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
viii
6. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini. Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada
umumnya
serta
dapat
menunjang
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Salatiga, 22 September 2016
Penulis
ix
ABSTRAK
Muhammad Najib. 2016. Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Terhadap
Orang Tua Kajian Surat Al-Isra‟ Ayat 23-24 Pembimbing: Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag Kata Kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlaq, Q.S Al-Isra’ 23-24, al-Qur’an Pendidikan akhlaq merupakan proses membimbing serta terdapat arahan yang benar bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan membentuk hati nurani yang baik melalui suatu ajaran maupun keteladanan seseorang. Namun dalam proses pendidikan akhlaq untuk membentuk manusia dipengaruhi oleh hal hal yang tidak hanya oleh komponen komponen yang ikut terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan akhlaq, seperti kurikulum, metode pengajaran, akan tetapi faktor - faktor yang terdapat dalam diri anak, seperti keminatan, karakter dan sifat-sifat bawaan termasuk di dalamnya. Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah pendidikan akhlaq anak terhadap orang tua?. Bagaimanakah konsep pendidikan akhlaq anak terhadap orang tua berdasarkan surat Al-Isra’ ayat 23-24?. Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Data-data yang terkait dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka atau telaah, karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur’an. Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengaitkan antara perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna. Konsep pendidikan akhlak anak kepada orang tua berdasarkan Q.S Al- Isra’ ayat 23-24 mengindikasikan bahwa ketaatan kepada orang tua harus dilakukan secara menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh hidup seorang anak, baik kedua orang tua masih hidup atau pun sudah meninggal. Menyeluruh juga bisa diartikan berbakti kepada orang tua secara total baik dengan hati, lisan, maupun anggota tubuh.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i HALAMAN LOGO ......................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii PENGESAHAN ............................................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO .......................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
8
D. Penegasan Istilah .....................................................................
8
E. Kajian Pustaka ..........................................................................
9
F. Kerangka Teoritik ..................................................................... 10 G. Metode Penelitian...................................................................... 13 H. Sistematika Pembahasan............................................................ 14
xi
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP ORANG TUA A. Kajian Pustaka............. ............................................................. 16 B. Kajian Teori................. ............................................................. 18 1.
Pendidikan Akhlaq .......................................................... 18 a. Pengertian dan dasar pendidikan akhlaq ......................... 18 b.Fungsi dan tujuan pendidikan akhlaq ............................. 22 c. Metode pendidikan akhlaq .............................................. 25
2.
Akhlaq anak kepada orang tua ........................................ 33 a. Akhlaq anak ketika orang tua masih hidup ..................... 37 b.Aklaq anak ketika orang tua sudah meninggal ............... 40
BAB III METODE PENELITIAN A . Jenis penelitian......................................................................... 42 B . Teknik pengumpulan data........................................................ 42 C . Sumber data.............................................................................. 43 D . Teknik analisis data................................................................. . 44 BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN A. Gambaran umum surat Al-Isra’ 1.
Deskripsi Q.S Al-Isra’..................................................... 47
2.
Pokok-pokok isi kandungan Q.S Al-Isra’ ....................... 48
B. Tafsir Q.S Al Isra’ .................................................................... 51 1.
Ayat dan terjemahan....................................................... 51
2.
Munasabatul ayat............................................................ 51
xii
3.
Pendapat para ahli tafsir............................................... ... 54
C. Analisis konsep pendidikan akhlaq anak kepada orang tua ..... 62 D. Iterpretasi data .......................................................................... 78 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 82 B. Saran ........................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Daftar Riwayat Hidup
2.
Daftar SKK
3.
Surat Pembimbing
4.
Lembar Konsultasi
xiv
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan
merupakan
suatu
kebutuhan
pokok
bagi
manusia.Karena hal ini potensi dapat dididik dan mendidik ( Daradjat, 1996: 16 ) . Pendidikan dalam Islam berdasarkan pada al-Qur’an dan hadist. Al-Qur’an sendiri sebagai sumber utama dalam pendidikan Islam karena mengandung konsep yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Secara garis besar, ajaran dalam al-Qur’an terdiri dari dua prinsip, yaitu yang berhubungan dengan amal yang disebut syari’ah. Keimanan merupakan keyakinan yang ada dalam hati manusia. Sedangkan amal merupakan perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama dan lingkungan, serta dapat dikatakan bahwa amal merupakan aktualisasi dari iman. Manusia adalah makhluk yang sangat menarik, oleh karena itu manusia menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Pendidikan untuk memelihara dan membina hubungan baik sesama manusia dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama sesuai dengan nilai dan norma agama ( Ali Daud, 2004: 10 ).
1
Dalam diri manusia terdapat sesuatu yang tidak ternilai harganya, sebagai anugerah Allah yang diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu "akal". Sekiranya manusia tidak diberi akal niscaya keadaan dan perbuatan akan samadengan hewan. Dengan adanya akal, segala anggota manusia, gerak dan diamnya, semua berarti dan berharga. Islam merupakan agama ilmu dan akal, sehingga sebelum Islam membebankan umatnya memperoleh kepentingan dunia, Islam lebih dahulu mewajibkan untuk mencerdaskan akal, sehinggahidup sejalan dengan semangat al-„adalah (keadilan),
al-haq
(kebenaran),
dan
al
mashalih
al-
ammahataukemaslahatan umum (Husein, 2004: 36 ). Melihat betapa pendidikan memegang peranan yang penting dalam menentukan moral bangsa, maka tidak dapat disalahkan apabila pendidikan yang gagal merupakan penyebab terjadinya dekadensi moral. Pendidikan akhlak Islam diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak Islam berarti juga menumbuhkan personalitas atau kepribadian dan menanamkan tanggung jawab. Oleh karena itu, jika berpredikat muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik seharusnya menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap tercurahkan (Abdullah, 2007: 19). Pendidikan akhlaq merupakan proses membimbing serta terdapat arahan yang benar bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan
2
membentuk hati nurani yang baik melalui suatu ajaran maupun keteladanan seseorang. Namun dalam proses pendidikan akhlaq untuk membentuk manusia dipengaruhioleh hal hal yang tidak hanya oleh komponen-komponen yang ikut terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan akhlaq, seperti kurikulum, metode pengajaran, akan tetapi faktor-faktor yang terdapat dalam diri anak, seperti keminatan, karakter dan sifat-sifat bawaan termasuk di dalamnya tentang hereditas. Anak merupakan dambaan bagi setiap orang tua,kehadirannya sangat dinantikan setiap keluarga, sebagai penerus keturunan orang tua. Disisi lainanak adalah amanah dan anugerah Allah SWT, sebagai orang tua bertanggungjawab untuk merawat, mengasuh dan mendidiknya agar menjadi insan kamil, insan yang bertaqwa kepada Allah SWT, sehat jasmani, rohani dan bergunabagi keluarga dan masyarakat.Dalam memperhatikan anak seharusnya dilihatsecara keseluruhannya, dari pendidikannya, pergaulan, serta masa depannya. Dengan harapan sebagai orang tua, anak mampu menjadi manusia yang bias bertanggung jawab apa yang dilakukannya. Ajaran pendidikan ini membahas tentang baik dan buruknya suatu perbuatan. Oleh karena itu, dalam memberikan latihan mental maupun fisik dalam melaksanakan suatu tugas sebagai manusia yang mempunyai potensi untuk menumbuhkan kepribadian yang lebih baik, dengan cara mendidik, kecerdasan berpikir baik dan memberikan latihan mengenai suatu aklaq harus bersifat formal maupun informal. Dalam hal ini akal
3
berperan penting dalam daya pikirannya untuk memecahkan dan menemukan suatu kehidupan menjadi lebih baik dan mengikuti normanorma yang ada. Pendidikan akhlaq erat hubungannya dengan tanggapan hidup, maka dari itu suatu latihan untuk membentuk suatu kebiasaan serta memberikan teladan baik merupakan suatu keharusan cara pendidikan akhlaq dalam praktik. Hal ini disebabkan pengaruh pembawaan dan lingkungan dalam menentukan kepribadian yang baik saling terkait yang tidak dapat dipisahkan. Pembawaan tidak dapat begitu saja diubah oleh kondisi lingkungan dan tidak dapat diciptakan, lingkungan juga tidak dapat lepas dari pengembangan pembawaan.Kurang adanya dukungan kondisi pembawaan dan lingkungan akan berakibat kurang maksimalnya suatu kepribadian yang baik dalam pendidikan etika. Orang tua dan anak adalah satu ikatan dalam jiwa.Dalam keterpisahan raga, jiwa mereka bersatu dalam ikatan keabadian.Tak seorang pun dapat menceraiberaikannya.Ikatan itu dalam bentuk hubungan emosional antara anak dan orang tua yang tercermin dalam perilaku (Djamarah,2004:27) Meskipun suatu saat misalnya, ayah dan ibu mereka sudah bercerai karena suatu sebab, tetapi hubungan emosional antara orang tua dan anak tidak terputus. Sejahat-jahatnya ayah adalah tetap orang tua yang harus dihormati.Lebih terhadap ibu yang telah melahirkan dan membesarkan.Bahkan dalam perbedaan keyakinan agama sekalipun
4
antara orang tua dan anak, maka seorang anak tetap diwajibkan menghormati orang tua sampai kapanpun. Setiap orang tua yang memiliki anak selalu ingin memelihara, membesarkan, dan mendidiknya.Seorang ibu yang telah melahirkan tanpa ayahpun
memiliki
naluri
untuk
memelihara,
membesarkan,
dan
mendidiknya, meski terkadang harus menanggung beban malu yang berkepanjangan. Sebab kehormatan keluarga salah satunya ditentukan oleh bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menjaga nama baik keluarga. Lewat sikap dan perilaku anak nama baik keluarga dipertahankan. Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam kejadian bagaimanapun.Karena hal itu merupakan bentuk akhlaq seorang anak terhadap orang tua yang telah berjasa besar kepadanya. (Djatmika, 1996: 204). Dalam kajian ini adalah al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23-24 yang berbunyi :
Artinya :“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sakali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkatan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkan;ah dirimu terhadap mereka berdua 5
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Q.S. Al Isra' : 23-24) Ayat di atas mengandung perintah kewajiban untuk mengEsakan AllahSWT, serta berbuat baik terhadap orang tua baik dari segi perkataan,perbuatan dan perintahperkataan yang mulia kepada mereka. Ini berbedadengan perkataan yang benar, meskipun apa yang disampaikan benar
namunperkataan
mulia
lebih
utama
dandiharapkan
dalam
berkomunikasi kepadakedua orang tua. Hal ini menunjukkan suatu akhlak kepada AllahSWT dan orang tua.Tentunya sangat disadari semua itu ajakan bagi kaum muslimin dalam ibadah, mengikhlaskan diri,tidak mempersekutukan-Nya danmemperlakukan sebaik mungkin sesuai anjuran al-Qur’an terhadap orang tua (Quraish Shihab, 2005: 443). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Dinamakan pertama karena dalam keluargalah seorang anak pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan. Begitu juga dikatakan utama, karena sebagian besar kehidupan anak dilalui dalam keluarga(Hasbullah, 2005: 38). Di dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak pada usia dini, karena pada usiausia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (Zuhairini, 1995: 177). Kepribadian dapat terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai nilai yang diserap dalam pertumbuhan dan perkembangannya,terutama padatahun-tahun pertama dari umurnya.Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku
6
orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan pada masa masa
pertumbuhan
dan
perkembangan
seseorang.
Betapapun
sederhananya pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga tetaplah sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Karena dari keluargalah pertumbuhan fisik dan mental anak dimulai. Bahkan dalam Islam, sistem pendidikan keluarga ini dipandang sebagai penentumasa depan anak (Halim,2003:86). Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progesif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Al-Qur’an itulah yang menjadi landasan penegakan moral tersebut. Keberadaan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai sumber ajaran Islam yang pertama, banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung pelajaran yang bersifat pendidikan (Abdullah, 2006: 19). Agama Islam adalah agama yang berpegang pada nilai akal. Dengan diberlakukannya hujah-hujah atau dalil-dalil yang didasarkan pada akal dalam menentukan hukum syari’at sehingga suatu ilmu yang didasari dengan nalar atau kognitif.
7
Dari paparan di atas penulis merasa tertarik membahas masalah tersebut. Maka, dalam hal ini penulis ingin membuat penelitian dengan judul KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP ORANG TUA ( Surat Al-Isro’ ayat 23-24 ). B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimanapendidikan akhlaq anak terhadap orang tua?
2.
Bagaimana implementasi konsep pendidikan akhlaq anak terhadap orang tua dalam surat al-isra’ ayat 23-24 dengan realita kehidupan sekarang?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pendidikan akhlaq anak kepada orang tua. 2. Untuk mengetahui implementasi konsep pendidikan akhlaq anak terhadap orang tua dalam surat al-isra’ ayat 23-24 dengan realita kehidupan sekarang. D. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami judul skripsi ini, maka penulismerasa perlu memberikan penjelasan beberapa istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah
“KONSEP
PENDIDIKAN
AKHLAQ
ANAK
TERHADAPORANG TUA( Q. S al-Isra’ Ayat 23-24) 1. Konsep Konsep adalah rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Pengertian di sini ruang lingkup
8
tentang suatu nilai terhadap pendidikan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008:748). 2. Pendidikan Akhlaq
ق – يَ ْخلُق َ َ َخلDalam kamus Al Munawwir berarti menciptakan, membuat, memulai, menghasilkan, menimbulkan. Akhlak adalah bagian yang membicarakan masalah baik dan buruk dengan ukuran wahyu atau al-Qur’an dan hadits Etika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang persoalan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia. Moral adalah suatu hal yang berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran tradisi dan budaya yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Jadi dalam hal ini moral dan etika itu termasuk dalam bagian akhlak yang sangat berhubungan erat (Daud Ali, 2008). 3. Orang Tua Orang tua adalah “setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut ibu –bapak” ( Nasution, 1985: 1).
E. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau literature kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini yaitu memaparkan dan mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep,
9
atau ketentuan-ketentuan yang pernah diungkapkan dan diketemukan oleh peneliti sebelumnya yang terkait dengan objek masalah yang hendak dibahas. Adapun karya-karya yang mendukung dan dijadikan kajian pustaka sebagai berikut: Pertama, Penelitian yang ditulis oleh saudara Mustaghfirin tentang pandangan Franz Magnis Suseno tentang Etika dan Relevansi dengan Pendidikan Islam . Skripsi ini memaparkan tentang mengatur sikap tingkah laku manusia terhadap dirinya, orang lain, sesama makhluk dan Tuhan sebagai Maha Pencipta (Mustaghfirin, 2009). Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh saudari Umi Munadzirah tentang prinsip-prinsip pendidikan akhlak dan aktualisasinya dalam pembinaan kepribadian muslim : kajian terhadap surat al-Hujurat 11-13 yang membahas tentang prinsip-prinsip pendidikan akhlak menurut surat al-Hujurat
ayat
11-13
dalam
pembentukan
kepribadian
muslim
(Munadziroh, 2007). Penelitian yang dikaji oleh penulis menfokuskan tentang pendidikan etika yang berhubungan dengan adab sopan santun kepada kedua orang tua yaitu dalam surat al-Isra’ ayat 23-24. Hal ini terkait dengan hak dan kewajiban anak terhadap orang tua atau sebaliknya.
10
F. Kerangka Teoritik 1. Pendidikan Akhlaq Bagi Anak dan Orang Tua dalam Keluarga Pendidikan akhlaq dapat direalisasikan dengan berbagai cara, baik positif maupun negatif. Adapun cara positif dengan memberi teladan yang baik, latihan untuk membentuk kebiasaan, memberi perintah, memberi pujian,dan hadiah. Sedang cara negatif dengan memberikan berbagai bentuk larangan, memberikan suatu teguran dan celaan serta memberikan hukuman.Penilaian manusia tentang buruk dan baiknya dapat dilihat dari perilakunya sehari-hari (Abdullah, 2006: 56). Keluarga merupakan persekutuan terkecil dari masyarakat yang luas,pangkal kedamaian dan ketentraman hidup terletak pada keluarga yang dikepalai oleh kedua orang tua. Begitu pentingnya peranan yang dimainkan oleh keluarga dalam mendidik anak-anaknya. Maka dalam berbagai sumber bacaan mengenai kependidikan, keluarga selalu disinggung dan diberi peran yang penting. Karena pada hakekatnya, pembentukan kepribadian anak terjadi di lingkungan keluarga. Sebagaimana dalam al-Qur’an dalam surat at-Tahrim ayat 6:
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
11
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Hal ini ayah dan ibu mempunyai peran penting dalam keluarga. Kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anakanak dan juga pasangan masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah dan ibu tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis (Quraish Shihab, 2002: 327). 2. Gambaran al-Qur’an Pendidikan Akhlaq bagi Anak terhadap Orang Tua Al-Qur’an telah menjelaskan pendidikan akhlaq bagi anak dan orang tua dalam kehidupan. Hal ini dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23-24:
Artinya :” Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak 12
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. 3. Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Terhadap Orang Tua Di dalam kehidupan keluarga orang tua merupakan cermin masa depan anak-anaknya. Anak dan orang tua mempunyai kewajiban masing-masing dalam keluarga. Anak berkewajiban untuk berbuat baik serta menghormati dan menghargai orang tua dalam hidupnya. Sedang orang tua mempunyai kewajiban dalam merawat, mendidik sehingga terbentuknya kepribadian yang baik.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Data-data yang terkait dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka atau telaah,karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur’an. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode mengkaji beberapa sumber buku pendidikan Islam sebagai library research yaitu: penelitian kepustakaan (Hadi, 2001: 9). Maksudnya dalam penelitian ini mencari nilai yang terkandung dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23-24 dari berbagai tafsir yang merupakan interpretasi dari para mufassir dalam memahami isi,
13
maksud maupun kandungan yang ada dalam ayat tersebut sehingga akan mempermudah dalam kajian ini.
2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer: sumber data yang diperoleh langsung dari sumbernya (Surackhmat,1998:134). Dalam hal ini al-Qur’an dan tafsirtafsirnya surat al-Isra’ ayat 23-24,seperti tafsir al-Maraghi, tafsir Ibnu Kastir, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur, dan tafsir al-Misbah.
3. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis berusaha menjelaskan polauraian yang signifikan terhadap analisis. Adapun metode yang digunakan adalah Metode Mawdhu’i yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasar kronologi, walaupun ayat-ayat tersebut cara turunnya berbeda waktu, dan tempat turunnya (Budihardjo, 2012: 150).
14
H. Sistematika Pembahasan Penulisan karya ilmiah harus bersifat sistematis, di dalam penulisan skripsi ini pun harus dibangun secara berkesinambungan. Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan ini berisi latar belakang, penegasan istilah, rumusan masalah,tujuan penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II Memaparkan tentang Landasan Teori yang meliputi kajian pustaka dan tinjauan pustaka yang di dalamnya membahas tentang pendidikan akhlak anak yang di dalamnya membahas pengertian dan dasar pendidikan akhlak, fungsi dan tujuan pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak yang meliputi metode teladan, kisah- kisah, nasihat, pembiasaan, hukum dan ganjaran. BAB III Bab ini meliputi: Metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, dan teknik analisis data yang menggunakan metode maudhu’i. BAB IV Bab empat merupakan bab analisis yang meliputi pendidikan akhlaq bagi anak terhadap orang tua, pendidikan etika bagi orang tua terhadap anak dan pendidikan etika bagi keduanya. BAB V Bab lima merupakan rangkaian terakhir dari penulisan skripsi yang memuat simpulan, saran-saran dan penutup.
15
BAB II KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK KEPADA ORANG TUA A. Kajian Pustaka Kajian Pustaka merupakan bagian penting dari suatu laporan penelitian karna pada bagian ini diungkapkan teori-teori serta hasil- hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada topik yang sama atau serupa (Wardani G.A.K, 2008 :5,8). Berikut penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diambil oleh penulis: 1. Skripsi yang berjudul “ Pendidikan Akhlaq Dalam al-Qur‟an (Kajian Surat Ad-Duha Ayat 9,10,11) “ karya Deden Indiarto Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2007. Dalam skripsi tersebut membahas tentang pendidikan ahklaq yang terkandung dalam
surat
Ad-Duha ayat
9,10,11. Hasil
penelitiannya yaitu konsep pendidikan akhlaq dalam al-Qur’an adalah bahwa tingkah laku atau perbuatan, dinilai baik dan buruk, terpuji dan tercela, semata-mata karena syara’ (al-Qur’an dan as-Sunnah). Jadi ukuran yang pasti dalam menilai baik dan buruk hanyalah al-Qur’an dan as-Sunnah, karena al-Qur’an dan as-Sunnah tidak akan bertentangan dengan hati nurani dan pikiran manusia.
16
2. Skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Dalam Tafsir Ibnu Katsir Analisis Surat Al-Luqman” karya Ahmad Dumiati Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2013. Dalam skripsi tersebut membahas tentang berbagai akhlaq anak yang terkandung dalam tafsir ibnu katsir analisis surat Al-Luqman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akhlaq anak kepada orang tua dalam surat Al-Luqman yaitu menghormati dan taat terhadap kedua orang tua itu wajib dengan ketentuan tidak melanggar isyarat bahwa kedua orang tua wajib dimulyakan kerena jasa-jasanya kepada anak yang tak terhingga. 3. Skripsi yang berjudul “Pendidikan Akhlaq Dalam Kitab Al-Hikam Karangan Syaikh Ibnu Athaillah Al-Syukandari” karya Mucharor Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2014. Dalam skripsi tersebut membahas tentang metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan Syekh Ibnu Athaillahdapat dilakukan dengan beberapa metode berikut, yaitu: metode teladan, metode pemberian nasihat, metode cerita, metode perintah dan larangan. Dari beberapa metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan, guru atau pengajar memiliki fungsi sentral bagi tercapainya tujuan pendidikan akhlak, karena pendidikan akhlak bukan merupakan
17
pendidikan yang menekankan pada konsep rasional-intelegensi, tetapi lebih kepada pembentukan perilaku siswa. 4. Skripsi yang berjudul “ Nilai-Nilai Pendidikan Akhlaq Dalam alQur‟an (Kajian Tafsir Surat AL-Hujurat Ayat 11,12,dan 13)” karya Jumico Randi Wirana Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2015. Dalam skripsi tersebut membahas tentang pentingnya akhlaq dalam kehidupan manusia yaang menjadi acuan dalam menentukan langkah hidup manusia, yang menjadikan manusia bisa masuk kedalam surga atau neraka, yang menjadikan manusia dihargai orang lain. Dari beberapa skripsi yang sudah disebutkan diatas sudah banyak sekali
perbedaan dengan skripsi
yang sedang penulis
buat,
persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang akhlaq akan tetapi pengambilan ayat berbeda, penulis mengambil surat Al-Isra’ ayat 2324.
B. Kajian Teori 1. Pendidikan Akhlaq a. Pengertian dan Dasar Pendidikan Akhlaq Istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa ( Hasbullah, 2009: 1).
18
Pengertian pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Hasbullah, 2009: 3). Pengertian pendidikan menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Hasbullah, 2009: 4). Pendidikan merupakan “usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dalam segala perbuatannya”.Orang dewasa yang dimaksud adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pemuka agama dan sebagainya (Haryu Islamuddin, 2012: 4). Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk.Secara etimologi akhlak artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara terminologi akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin ( Ramli, 2003: 141).
19
Imam al-Ghazali berkata “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatanperbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran” (Razak Nasirudin, 1973: 49) Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan mudah, tanpa diawali berpikir panjang, merenung dan memaksakan diri.Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka itu bukan akhlak.Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil.Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin dipandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak (Mahmud Halim, 2004: 34). Pendidikan akhlak merupakan sub atau bagian pokok dari materi pendidikan agama, karena sesungguhnya agama adalah akhlak, sehingga kehadiran Rosulullah ke muka bumi pun dalam rangka menyempurnakan akhlak manusia yang ketika itu mencapai titik nadir (Juwariyah, 2010: 96). Jadi, pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan seseorang dengan segala potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, serta membentuk tabiat 20
yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Dalam melaksanakan pendidikan akhlak tersebut, kita harus mempunyai dasar yang dijadikan pijakan dalam pengaplikasian pendidikan akhlak itu sendiri. Antara Islam dan akhlak adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Seseorang yang baik keislamannya pasti dia akan baik pula akhlaknya. Namun, seseorang yang buruk keislamannya pasti akan buruk pula akhlaknya. Oleh karena itu antara Islam dan akhlak adalah suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Hal itu karena gambaran Islam yang sebenarnya adalah pribadi Rosulullah yang Allah telah memuji beliau dengan firmanNya:
Artinya : “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung”(Q.S Al-Qalam:4). Demikian besar kedudukan akhlak di dalam Islam sehingga selayaknya setiap muslim bersemangat untuk mempelajari dan berhias dengannya. Terlebih lagi itu merupakan sikap meneladani Rosulullah sebagaimana dengan firman Allah:
21
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.(Q.S Al-Ahzab:21). Adapun hadits merupakan sumber dan pedoman umat Islam setelah al-Qur’an, dalam hadits juga diterangkan tentang pendidikan akhlak. b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Akhlaq Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan agama.Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh agama, sehingga nilai- nilai akhlak, keutamaan- keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama, sehingga seorang muslim tidak sempurna agamanya kecuali akhlakna menjadi baik. Hampir-hampir sepakat fiilsuf filsuf pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak ( Ahid Nur, 2012: 142). Para ahli berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak.Sedangkan tujuan dari akhlak adalah
22
agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an (Mahmud Hakim, 2004: 159). Pendidikan akhlak Islam mempunyai pengaruh efektif dalam setiap amal perbuatan manusia yang dilakukan oleh orang muslim. Ia dapat berpengaruh pada keimanan, keislaman dan kebaikan
yang dilakukan
setiap
muslim.
Disampung itu,
pendidikan akhlak akan dapat mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar serta dalam jihadnya di jalan Allah. Hal itu dikarenakan semua amal kebaikan tidak akan mencapai kesempurnaan dan tidak akan diterima di sisi Allah, kecuali
diiringi
dengan
keikhlasan
dan
kebenaran,
serta
berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad. Jadi, nilai- nilai akhlak yang diajarkan Islam dimaksudkan agar manusia melakukan amal perbuatannya secara benar (Mahmud Hakim, 2004: 168). Orang yang berakhlak akan mencapai ketentraman dan kebahagiaan dalam hidupnya. Ketentraman dan kebahagiaan hidup seseorang tidak ditentukan oleh harta, kepandaian atau jabatannya. Jika seseorang mempunyai akhlak karimah maka walaupun ia 23
hidup miskin dan tidak berpendidikan, InsyaAllah dia pun akan memperoleh kebahagiaan. Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ini sangat ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, tujuannya adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Orang yang selalu menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia maka ia akan memperoleh kehidupan yang baik serta mendapatkan pahala yang berlipat ganda dan akan dimasukan kedalam surga. Dalam al-Qur’an Alloh berfirman :
Artinya :”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik lakilaki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [839] Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman (Q.S An-Nahl :97). c. Metode Pendidikan Akhlaq Metode berasal dari bahasa Latin meta yang berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab
24
metode disebut Thoriqoh artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita- cita (Uhbiyati Nur, 2002: 163).
Menurut Muhammad Fuad Abd al- Baqy di dalam AlQur’an kata at-thoriqoh diulang sebanyak sembilan kali. Kata ini terkadang dihubungkan dengan obyeknya yang dituju oleh atthoriqoh, seperti neraka, sehingga menjadi jalan menuju neraka. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan menyusun, data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan (Nata Abudin, 2005: 143).
Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi islami. Selain itu, metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam untuk terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Inilah
25
pengertian- pengertian metode yang dapat dipahami dari berbagai pendapat yang dibuat para ahli (Nata Abudin, 2005: 144). al-Qur’an sebagai landasan utama menawarkan berbagai pendekatan
dan
metode
dalam
pendidikan,
yakni
dalam
menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain: 1) Metode Teladan Maksudnya
adalah
suatu
metode
pendidikan
dan
pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan. Di dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 menegaskan pentingnya contoh teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian anak, yaitu dengan mempelajari tindak- tanduk Rosulullah, dan menjadikannya sebagai contoh utama (Ilyas Asnelly, 1998: 38). Muhammad Qutbh, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad, Allah menyusun bentuk yang sempurna metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung. Metode ini dianggap penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan efektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (Nata Abudin, 2005: 147). Dalam kehidupan keluarga yang menjadi suri tauladan bagi anak adalah orang tuanya. Mereka menganggap orang tuanya
26
sebagai tokoh yang perlu mereka tiru dalam kehidupannya, sehingga orang tua harus menata perilakunya karena anak akan cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. 2) Metode Kisah Kisah memiliki peranan besar dalam memperkokoh ingatan anak dan kesadaran berfikir, menempati pusat cara berfikir yang mempengaruhi akal seorang anak. al-Qur’an sudah menyediakan kisah- kisah terbaik yang dapat menanamkan akhlak dan budi pekerti yang luhur pada anak, dan berfaedah untuk bisa menjadi ibrah dan nasehat. Allah berfirman:
Artinya:”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al- Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (Q.S Yusuf : 111). Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh 27
berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokohtokoh berakhlak buruk. 3) Metode Nasihat Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata- kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap oleh karena itu kata- kata harus diulang- ulangi. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Nasihat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyapai nasihat itu. Ini menunjukan bahwa antara satu metode yakni nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi (Nata Abudin, 2005: 150). Al-Qur’an sendiri penuh berisi nasehat- nasehat dan tuntunantuntunan, Allah berfirman:
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (An-Nisa‟ :58).
28
4) Metode Pembiasaan Cara
lain
yang
digunakan
oleh
al-Qur’an
dalam
memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu menjadi salah satu teknik atau metode pendidikan. Al-Ghazali dalam kitab monumentalnya Ihya‟ Ulumuddin mengatakan: “anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang kemilau sunyi dari lukisan dan gambar. Ia akan menerima setiap lukisan yang digoreskan kepadanya dan cenderung kearah mana saja ia diarahkan. Jika dibiasakan kepada yang baik dan diajarkannya kebaikan itu maka ia akan tumbuh dalam kebaikan dan menjadi bahagia dunia akhirat dan kedua orang tuanya serata guru dan pembimbingnya akan turut menikmati pahalanya. Dan jika dibiasakan kepada yang jelek- jelek dan diabaikannya sebagaimana mengabaikan hewan peliharaan, maka dia akan celaka dan binasa, dan dosanya akan meliputi kedua orang tua dan para pengasuhnya pola”.
Maksud dari perkataan Al-Ghazali memperjelas kedudukan metode pembiasaan bagi perbaikan dan pembentuakan akhlak melalui pembiasaan, dengan demikian pembiasaan yang dilakukan sejak diniakan berdampak besar terhadap akhlak anak ketika mereka telah dewasa. Sebab pembiasan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi
29
kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik dalam rangka mendidik akhlak anak (Juwariyah, 2010: 71). Pembiasaaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang
agar
sesuatu
itu
dapat
menjadi
kebiasaan.Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang
melekat
dan
spontan,
agar
kekuatan
itu
dapat
dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin.Rosulullah memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, taakala mereka berumur tujuh tahun (Mulyasa E, 2012: 166). Akan halnya dengan persoalan mendidik anak tersebut maka suatu kaidah ushuliyah mengatakan bahwa manusia itu adalah anak kebiasaannya, sehingga sebagai anak dia akan selalu mengikuti induknya yaitu kebiasaan,karena itu seperti kebisaan-kebiasaan yang ditanamkan kedua orang tua dan para pembimbingnya waktu kecil itulah anak akan menjadi, sehingga ketika kedua orang tua dan orang- orang dekat yang 30
membimbingnya membiasakan dengan pendidikan atau hal-hal yang baik, maka akan seperti itulah dia anak menjadi, dan demikian sebaliknya (Juwariyah, 2010: 72). 5) Metode Hukuman dan Ganjaran Hadiah dan hukuman merupakan salah satu metode yang sangat diperlukan dalam proses pendidikan. Muhammad Qutbh mangatakan: Bila teladan dan nasehat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman (Nata Abudin, 2005: 155). Berkaitan denagn metode hukuman ini, sebagaimana firman Allah :
Artinya :”Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah
31
terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan Perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya[650], dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.[650] Maksudnya: mereka ingin membunuh Nabi Muhammad s.a.w (Q.S At-Taubah :73-74)
Sedangkan dengan metode hadiah atau ganjaran, Allah berfirman dalam Q.S. Hud ayat 10-11 :
Artinya:”dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; Sesungguhnya Dia sangat gembira lagi bangga, Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar (Q.S Hud :10-11). Dari ayat-ayat tersebut, bahwa masalah pahala diakui keberadaannya dalam rangka pembinaan umat. Sedangkan hukuman diberikan kepada orang-orang yang durhaka dan
32
pahala diberikan kepada orang yang beriman disertai dengan amal dan akhlak yang mulia. Dengan demikian, keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka pembinaan umat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menunjukan perbuatan baik (Nata Abudin, 2005: 157158).
2. Akhlaq Anak Kepada Orang Tua Dalam ajaran Islam kita sering sekali mendengar tentang berbakti kepada orang tua yang disebut bir-al-walidain.Islam menjadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai sebuah kewajiban yang sangat besar.Salah satu ajaran paling penting setelah ajaran Tauhid adalah berbakti kepada kedua orang tua.Bahkan, menurut pendapat banyak ulama, ajaran berbakti kepada kedua orang tua ini menempati urutan kedua setelah ajaran menyembah kepada Allah.Setiap anak punya kewajiban untuk memperlakukan orang tuanya dengan mulia dan menghormatinya. Orang tua adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan
33
itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya dan berbagi rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih.Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita.Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat.Mereka memberikan kesenangankesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri.Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan. Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang kotor. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya. Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengaitkan antara perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna. Hal itu
34
karena kedudukan mereka berdua di bawah kedudukan Allah, yang merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari keberadaan manusia (di muka bumi). Adapun mereka berdua (kedua orang tua) hanyalah merupakan sebab zhahiri ( yang nampak dari keberadaan anak- anak), di mana mereka berdua akan mendidik mereka dalam suasana yang penuh dengan cinta, kelembutan, kasih sayang, dan sikap mengutamakan anak dari pada diri mereka berdua. Oleh karena itu, diantara sikap yang menunjukan kesetiaan dan muru’ah seorang anak adalah membalas kebaikan mereka berdua itu, dengan cara yang baik dan akhlak yang disenangi maupun dengan memberikan bantuan berupa materi yang jika mereka berdua memang membutuhkannya dan jika sang anak memang mampu melakukan hal tersebut (Al-Faham Muhammad, 2006: 134-135). Demikianlah, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya tentang faktor yang menyebabkan kita harus berbakti kepada orang tua.Faktor tersebut merupakan faktor penyebab yang paling penting dan paling agung. Dalam al-Qur’an Allah berfirman :
Artinya :”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua 35
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun (Q.S Luqman :14). Dari ayat tersebut dijelaskan tentang pengorbanan besar orang tua kepada anak terutama ibu.Dari semenjak awal bulan kehamilan dan menjelang kelahiranya anak dijaga keselamatannya dengan taruhan nyawa.Belaian kasih sayangnya memanjakan kita dan do’a nya selalu menyertai anaknya.Dan karena itulah Allah mewasiatkan kepada seluruh manusia agar berbuat baik kepada ibunya. Seorang ibu merawat jasmani dan rohani anaknya sejak kecil secara langsung, begitu pula ayahnya.Seorang bapak mencari nafkah untuk anaknya,
membesarkan,
mendidik
dan
menyekolahkan
anaknya.
Sedangkan ibu, juga sangat berperan mulai dari mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidik dan mempertumbuhkan anaknya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang
36
ibu.Inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua. a. Akhlaq Anak Ketika Orang Tua Masih Hidup Orang tua (ibu dan bapak) adalah orang secara jasmani menjadi asal keturunan anak.Jadi anak adalah keturunan dari orang tuanya dan darahnya adalah juga mengalir darah orang tuanya. Seorang anak kandung merupakan bagian dari darah dan daging orang tuanya, sehingga apa yang dirasakaan oleh anaknya juga dirasakan oleh orang tuanya dan demikian sebaliknya. Itu pula sebabnya secara kudrati, setiap orang tua menyayangi dan mencintai anaknya sebagai mana ia menyayangi dan mencintai dirinya sendiri. Kasih dan sayang ini mulai dicurahkan sepenuhnya terutama oleh ibu, semenjak anak masih dalam kandungan sampai ia lahir dan menyusui bahkan sampai tua (M.Ramli, 2003: 144-145) Kita sebagai Muslim yang baik tentunya memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua kita, baik ibu maupun ayah.Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu bapak.Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji. Ada banyak cara untuk berbakti dan bersikap sopan santun kepada orang tua, diantaranya adalah:
37
1) Patuh : mematuhi perintah orang tua kecuali dalam maksiat tidak wajib dipatuhi. Orang tua pun harus menyadari keinginan anak, dan jangan memaksakan kehendak kepada anak 2) Berbuat baik 3) Berkata lemah lembut, jangan menghardik 4) Mendoakan orang tua agar selamat dunia akhiratMengutamakan kepentingan orang tua dari kepentingan masyarakat ( Ahmad Sudirman, 2009: 104) 5) Memuliakan keduanya dan memberikan apa yang diminta oleh keduanya 6) Memelihara kehormatan, kemuliaan, dan hak- hak keduanya 7) Melakukan hal- hal yang dapat membahagiakan keduanya tanpa harus diperintah terlebih dahulu 8) Memenuhi panggilan keduanya dengan segera Berbakti kepada kedua orang tua, besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di dunia dan diakhirat. Oleh karena itu, Rosulullah menetapkan rambu- rambu dan menjelaskan pengaruhnya terhadap kehidupan seorang muslim. Jika ditunaikan dengan baik tidak hanya bermanfaat untuk dirinya, bahkan untuk seluruh masyarakat (Ibnu Abdul Hafidz, 2012: 106-107). Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah itu pasti mempunyai hikmah.Begitu pula perintah Allah kepada semua hamba-Nya untuk memperlakukan 38
orang tuanya dengan penuh kebaktian. Allah memerintahkan kepada setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya karena Allah akan memberikan berbagai balasan atas kebaktian yang dilakukan anak kepada orang tuanya dengan berbagai kenikmatan yang tiada tara. Allah telah menjanjikan orang-orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya dengan kebaikan yang banyak di dunia dan akhirat dan dia akan mendapatkan pahala yang besar di akhirat, dan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pahala Dunia : (a) Dipanjangkan umurnya (b) Diperbanyak rizkinya (c) Dikabulkan do’anya (d) Anak dan cucunya akan berbakti kepadanya (e) Dicintai keluarga dan tetangganya (f) Dijauhkan dari mati dalam keburukan (g) Dipuji oleh manusia dan mereka akan berterimakasih kepadanya (h) Allah akan meridhainya 2. Pahala Akhirat (a) Berbakti adalah penyebab utama masuk surga (b) Dimasukkan surga dengan orang-orang yang pertama kali dimasukan surga (c) Penebus dosa ( Muhammad Ibnu, 2012: 106-107)
39
b. Akhlaq Anak Ketika Orang Tua Sudah Meninggal Sebesar apapun kebaikan yang dilakukan oleh anak tak akan pernah mampu untuk membalas semua jasa- jasa dan pengorbanan yang diberikan dari orang tua. Atas dasar itu, antara lain yang menyebabkan seorang anak harus berbakti kepada orang tua, bukan saja saat keduanya masih hidup, tetapi kebaktian anak itu harus lanjut sampai kedua orang tuanya meninggal. Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk berbakti kepada orang tua yang telah meninggal adalah sebagai berikut: 1) Mengerjakan shalat jenazah dan segala rangkaiannya seperti memandikan, mengkafani dan sebagainya. 2) Berdoa untuk almarhum, memohonkan ampun kepada Allah atas segala dosa- dosanya, terutama setelah menjalankan shalat fardhu. Seorang ayah atau ibu yang sudah meninggal dunia masih memiliki hak mendapatkan limpahan pahala dari do’a yang disampaikan anaknya.Hal ini juga mengandung arti bahwa anak memiliki kewajiban mendo’akan orang tuanya yang sudah meninggal.Dalam ajaran tasawuf, dikatakan, do’a yang paling besar kemungkinan diterima Allah adalah do’a seorang anak untuk orang tuanya dan do’a orang fakir untuk orang kaya.Doa anak
40
kepada orang tuanya merupakan salah satu amal perbuatan yang pahalanya tidak akan terputus. 3) Melaksanakan janji, nadzar, dan sebagainya yang dibuat oleh almarhum. 4) Menjalin hubungan dan menghormati orang- orang yang dulunya menjadi sahabat karib al-marhum. 5) Memberi pertolongan kepada keluarga yang dulunya hidup bergantung kepada al- marhum.
41
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, artinya jenis penelitian yang temuan-temuannnya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Selanjutnya, penelitian kualitatif dipilih karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif( Afifudin, 2012: 56-57). B. Teknik Pengumpulan Data Kajian ini merupakan penelitian pustaka( library research) yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Data-data yang terkait dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka atau telaah, karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur’an. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode mengkaji beberapa sumber buku pendidikan Islam sebagai library research yaitu: penelitian kepustakaan. Maksudnya dalam penelitian ini mencari nilai yang terkandung dalam al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23-24 dari berbagai tafsir yang merupakan interpretasi dari para mufassir dalam memahami isi, maksud maupun kandungan yang ada dalam ayat tersebut sehingga akan mempermudah dalam kajian ini( Sutrisno Hadi, 2001: 9).
42
C. Sumber Data Adapun sumber data pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 jenis sumber data, yaitu: 1. Sumber Data Primer. Sumber data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2010: 91). Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah al-Qur’an dan tafsir-tafsirnya surat Al-Isra’ ayat 23-24,seperti tafsir AlMaraghi,tafsir Al-Misbah dan kitab-kitab yang lain. 2. Sumber Data Sekunder. Sumber data sekunder yaitu data yang tidak langsung berkaitan dengan tema pokok bahasan penelitian atau data yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti.Sumber sekunder ini biasa sering disebut dengan data penunjang yang dapat diperoleh dari skipsi, catatan buku, dokumen, agenda, dan lain-lain.Adapun sumber sekundernya adalah buku- buku pendidikan yang relevan dengan masalah pendidikan akhlak anak kepada orang tua.
43
D. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode di bawah ini: 1. MetodeMaudhu‟i Metode maudhu‟iatau metode tematik yaitu menghimpun ayatayat al-Qur’an dari berbagai surah yang berbicara tentang topik tersebut, untuk kemudian dikaitkan satu dengan lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al- Qur’an (Quraish Shihab, 2013: 175). Dalam metode ini, langkah- langkah yang ditempuh sebagaimana diungkap oleh M. Quraish Shihab, adalah: a. Menetapkan masalah yang akan dibahas( topik); b. Menghimpun ayat- ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut; c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai pengetahuan tentang sebab turun ayat(asbabul nuzul) jika memang ada. d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masingmasing. e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna(out-line). f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan;
44
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama, atau mengompromikan antara yang umum dengan yang khusus, mutlak dan terkait atau yang pada lahirnnya bertentangan sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan (Quraish Shihab, 2013: 176). 2. Metode Deduktif Metode deduktif adalah metode pembahasan yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum kemudian ditarik ke peristiwa khusus (Lexy J Moleong, 2010: 176) Teks al-Qur’an yang akan dianalisis adalah al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23 dan 24. Adapun langkah- langkah yang akan penulis lakukan untuk mengumpulkan data yang relevan adalah: a. Menafsirkan Q.S Al-Isra’ ayat 23-24 dengan menggunakan tafsir al-Qur’an b. Menganalisis dan mengonsentrasikan pokok-pokok pendidikan akhlak yang terdapat dalam Q.S Al-Isra’ ayat 23 dan 24 ke dalam suatu kajian yang terfokus pada anak sebagai sasaran utama c. Menyimpulkan hasil penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan.
45
3 . Metode Induktif Metode induktif atau pola induksi merupakan suatu pola berfikir yang menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Pola penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri dengan penyimpulan yang bersifat umum (Sukandarrumidi, 2006: 38) adalah cara berfikir yang berlandaskan pada pengetahuan atau fakta yang khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dimulai dari fakta empiris (S. Margono, 2010: 38)
46
BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Gambaran Umum Surat Al-Isra’ 1. Deskripsi Q.S Al-Isra’ Surat ini terdiri dari 111 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah.Dinamakan dengan Al-Isra’ yang berarti memperjalankan di malam hari yaitu perjalanan dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha. Dinamai demikian, karena pada ayat pertama dari surat ini yang
memberikan
pujian
dan
tasbih
kepada
Allah,
yang
memperjalankan hamba-Nya di malam hari yang bersejarah itu (Hamka, 1999: 2). Surat ini pun dinamai surat Bani Israil karena pada ayat kedua surat ini menyebut bahwa Musa diutus kepada Bani Israil, dan dibayangkan selanjutnya kerusakan-kerusakan berat yang akan diperbuat oleh Bani Israil itu dan kecelakaan yang akan menimpa mereka karena memungkiri janji yang telah diikat dengan Allah. Kemudian di dalam surat ini dijelaskan betapa perjuangan Nabi Muhammad sendiri, bagaimana mestinya beliau memperkuat rohnya menghadapi tugas yang berat, bagaimana caranya beliau mendisiplin diri sendiri agar yang dicita berhasil.
47
Surat Al-Isra’ ini menegaskan bahwa Allah memang telah memperjalankan di waktu malam, akan hamba-Nya Muhammad dari Masjidil-Haram, yakni Makkah Al-Mukarramah, ke Masjid al-Aqsha di Palestina. Al-aqsha artinya yang jauh.Perjalanan yang biasa dengan kaki atau unta dari Makkah ke Palestina adalah 40 hari.Hal ini sudah dibenarkan dalam al-Qur’an. Pertama dimulai dengan mengemukakan kemahasucian Allah, bahwasanya apa yang diperbuatnya Maha tinggi dari kekuatan alam. Maha Suci Dia, yang membelah laut untuk Musa, membuat hamil maryam dan melahirkan Isa tidak karena persetubuhan dengan laki-laki. Sekarang Maha Suci Dia, yang memperjalankan Muhammad ke Masjidil aqshadi malam hari (Hamka, 1999: 7). 2. Pokok-Pokok Isi Kandungan Q.S Al-Isra’ Pokok-pokok isinya yaitu: a. Keimanan
إيمانا- أمن – يؤمن Allah tidak mempunyai anak baik berupa manusia ataupun malaikat, Allah pasti memberi rezki kepada manusia, Allah mempunyai nama-nama yang paling baik, al-Qur’an adalah wahyu dan Allah yang memberikan petunjuk serta penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, adanya padang Mahsyar dan hari berbangkit.
48
b. Hukum-hukum
حكم – حكما – وحكو مة Larangan-larangan Allah tentang menghilangkan jiwa manusia, berzina, mempergunakan harta anak yatim kecuali dengan cara yang dibenarkan agama, ikut-ikutan baik dengan katakata maupun dengan perbuatan dan durhaka kepada ibu bapak. Perintah Allah tentang, memenuhi janji dan m`enyempurnakan timbangan dan takaran, melakukan shalat lima waktu dalam waktunya. c. Kisah-kisah
قصة- قص – يقص Seperti contoh dalam kisah Bani Israel dibawah ini : Bani Israel adalah suatu bangsa yang paling banyak memperoleh rahmat, nikmat, dan tuntunan dari Allah.Mereka memilik hasil bumi dan bintang ternak yang melimpah.Selain itu, mereka juga dianugerahi kekuasaan dan kepandaian. Pada Abad ke 11, bani Israel mendirikan kerajaan di Kanaan dengan raja pertamanya Thalut. Setelah itu Thalut digantikan oleh Nabi Daud. Setelah Nabi Daud wafat, digantikan Nabi Sulaiman menjadi raja bagi kaum Bani Israel. Pada masa kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, kaum Bani Israel mengalami masa kejayaan.Allah memberikan rahmat-Nya kepada kaum Bani Israel dari kekejaman 49
Firaun. Allah juga menurunkan makanan dan minuman pada saat mereka berada di tengah padang pasir. Allah juga membelah lautan untuk menyelematkan mereka dari kejaran tentara Firaun. Sekalipun berulang kali berada dalam kesesatan, Allah masih mengampuni mereka. Hal itu terjadi karena doa Rasul dan Nabi mereka. “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu dan hanya kepada-Ku lah kamu harus takut (tunduk).” (Q.S Al-Baqarah: 40). Janji Bani Israel kepada Tuhan ialah bahwa mereka akan menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Mereka juga berjanji untuk beriman kepada Rasul-rasul-Nya diantaranya Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang tersebut di dalam kitab Taurat. d. Pembalasan Pertanggung jawaban manusia masing-masing terhadap `amal
perbuatannya,
beberapa
faktor
yang
menyebabkan
kebangunan dan kehancuran suatu umat, petunjuk-petunjuk tentang pergaulan dengan orang tua, tetangga dan masyarakat, manusia makhluk Allah SWT yang mulia, dalam pada itu manusia mempunyai pula sifat-sifat yang tidak baik seperti suka ingkar, putus asa dan terburu-buru dan persoalan roh. 50
Banyak ayat-ayat dalam surat ini mengemukakan bahwa alQur’an yang dibawa Nabi Muhammad SAW benar-benar wahyu Allah, dan bahwa manusia itu pasti mengalami hari berbangkit. Dalam surat ini dikemukakan pula dalil-dalil kekuasaan dan keesaan Allah SWT serta hukum-hukum yang diturunkan-Nya yang wajib diperhatikan dan dikerjakan oleh manusia. B. Tafsir Q.S Al-Isra’ Ayat 23-24 1. Ayat dan Terjemahan
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sakali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkatan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkan;ah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Q.S. Al Isra' : 23-24)
51
2. Munasabatul Ayat Munasabah menempati porsi yang sangat penting dalam tafsir, hal ini juga tentunya sangat menentukan dalam pemaknaan ayat lebih lanjut. Dimana fungsi munasabah sendiri adalah meninjau korelasi antara suatu ayat terhadap ayat sebelum dan sesudahnya atau antara suatu surat terhadap surat sebelum dan sesudahnya. Mengingat alQur’an adalah kitab yang tersusun dan teratur serta terjaga kelestariannya sepanjang masa, maka dalam penafsiran makna kandungannya tidak terlepas dari ketersesuaiannya antar ayat atau surat di dalamnya. Sedangkan pengertian munasabah sendiri adalah “secara etimologi bermakna “berdekatan” (muqorobah).Bila kita mendengar kata yunaasib fulan bi fulan, maksudnya adalah kemiripan antara kedua fulan itu, sehinnga sulit untuk dibedakan antara keduanya. Akan tetapi istilah munasabah yang dimaksud oleh pakar tafsir adalah format hubungan antara beberapa kalimat dalam satu ayat yang sama atau antara ayat dan ayat dalam ayat yang berbeda beda”.(Rosidin Anwar, 2009: 144). Dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 23-24 mempunyai munasabah dengan ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 22 dan 25 yang berbunyi: Q.S Al- Isra’ ayat 22:
52
Artinya: “janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)”.(Q.S Al-Isra‟:22). Q.S Al-Isra’ ayat 25:
Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”. (Al-Isra‟:25). Munasabah
ini
berbentuk
persambungan
dengan
cara
diathafkannya antara ayat 22 dan 23 dengan menggunakan huruf athaf, yaitu wawu ( ) وKemudian ayat 24 dan 25 disambungkan dengan lafadz rabbukum ( ) ربكمyang merupakan bentuk jawaban dari ayat sebelumnya (22-24). Kesesuaian isi dan kandungan dari keempat ayat tersebut
adalah
mempersekutukan menerangkan
ayat
22
Allah
dengan
sesuatu
keputusan
dan
mengenai
menjelaskan
tentang
dilarang
apapun.Ayat perintah
untuk
23-24 tidak
menyembah Tuhan selain Allah dan berbuat baik dari segi perkataan maupun perbuatan terhadap orang tua. Ayat 25 menjelaskan tentang keikhlasan dan niat baik manusia untuk menghambakan diri kepada Allah dan berusaha patuh dan hormat secara tulus kepada orang tua, karena Allah mengetahui apa yang terbetik di hati manusia.
53
3. Pendapat Para Ahli Tafsir Telaah para mufassir sangat menentukan sebagai acuan dalam memahami isi dan kandungan ayat. Berikut ini telaah para Mufassir tentang isi dan kandungan surat Al-Isra ayat 23-24: a. M. Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah) Q.S Al-Isra’ ayat 23:
Ayat diatas menyatakan Dan Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu.Telah menetapkan dan memerintahkan supaya kamu, yakni Engkau Wahai Nabi Muhammad SAW dan seluruh manusia jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbaktikepada kedua orang tua, yakni ibu dan bapak kamu dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai ketuaan, yakni berumur lanjut atau dalam keadaan lemah sehingga mereka terpaksa berada di sisimu, yakni dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” atau suara dan kata yang mengandung makna kemarahan atau pelecehan atau kejemuan. Walau sebanyak dan
54
sebesar apapun pegabdian dan pemeliharaanmu kepadanya dan janganlah engkau membentak keduanya menyangkut apa pun yang mereka lakukan, apalagi melakukan yang lebih buruk dari membentak dan ucapkanlah kepada keduanya sebagai ganti membentak, bahkan dalam setiap percakapan dengannya perkataan yang mulia, yakni perkataan yang baik, lembut, dan penuh kebaikan serta penghormatan (Quraish Shihab, 2002: 428) Kewajiban
pertama
dan
utama
setelah
kewajiban
mengesakan Allah dan beribadah kepada-Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Kata احساناmengandung dua hal, pertama memberi nikmat kepada orang lain dan kedua perbuatan baik, oleh karena itu kata “ ihsan” lebih luas maknanya tidak hanya memberi nikmat atau nafkah. Dalam surat al-Isra’ احساناوبالوالدين, menggunaka kata penghubung huruf ( ) بba ketika menjelaskan tentang berbakti kepada kedua orang tua. Akan tetapi dalam bahasa membenarkan penggunaan li yang berarti untuk dan ilayang berarti kepada.Penggunaan kata penghubung ilamenurut ahli pakar bahasa mengandung makna jarak, sedangkan Allah tidak menghendaki adanya jarak, meskipun sedikit hubungan antara anak dan orang tua.Anak selalu harus mendekat dan merasa dekat kepada kedua orang tua, bahkan diperintahkan untuk melekat kepada mereka. Hal ini mengandung arti () انصاقinshaq, yang berarti kelekatan.
55
Dengan kelekatan ini, maka bakti diperintahkan kepada anak kepada orang tuanya dan pada hakikatnya untuk kebaikan sang anak sendiri. Bentuk ihsan (bakti) kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga terciptanya keharmonisan dan terpenuhi segala kebutuhan kedua orang tua.
اما يبلغن عندك الكبز احدهما اوكالهماmenekankan bahwa keadaan apapun orang tua, masih lengkap dengan ibu bapak atau tinggal satu harus mendapatkan perhatian dari anak. Kebiasaan orang tua yang sudah mencapai usia lanjut meniru seperti anak kecil, dengan ini anak lebih memperhatikannya dengan baik tidak menghina atau mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan tetapi bersikap lemah lembut kepada orang tua.
كزيماkariman diartikan sebagai mulia. Maksudnya adalah apa yang disampaikan kepada orang tua tidak hanya benar dan tepat atau yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu masyarakat, tetapi harus yang terbaik dan termulia dan kalaupun seandainya orang tua melakukan sesuatu “ kesalahan” terhadap anak, maka kesalahan itu harus dianggap tidak ada atau dimaafkan( dalam arti dianggap tidak perna ada dan terhapus
56
dengan sendirinya) karena tidak ada orang tua yang bermaksud buruk terhadap anaknya Q.S Al-Isra’ ayat 24:
Ayat-ayat ini masih lanjutan tuntunana berbakti kepada ibu bapak.Tuntunan kali ini mlebihi dalam peringkatnya dengan tuntunan yang lalu. Ayat ini memerintahkan anak bahwa, dan rendahkan dirimu terhadap mereka berdua didorong oleh karena rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah, yakni berdoalah secara tulus: “ Wahai Tuhanku, Yang memelihara dan mendidik aku antara lain dengan menanamkan kasih pada ibu bapakku, kasihilah mereka keduanya, disebabkan karena atau bagaimana mereka berdua telah melimpahkna kasih kepadaku antara lain mendidik aku waktu kecil”. Kata()جنا ح, pada mulanya berarti sayap, Seekor burung merendahkan sayapnya pada saat ia hendak mendekat dan bercumbu kepada betinanya, demikian juga bila ia melindungi anak- anaknya. Sayapnya terus dikembangkan dengan merendah
57
dan merangkul, serta tidak beranjak meninggalkan tempat dalam keadaan demikian sampai berlalunya bahaya. Dari sisni ungkapan itu dipahami dalam arti kerendahan hati, hubungan harmonis serta perlindungan dan ketabahan. Kata ()الذل, yang berarti kerendahan. Dalam konteks keadaan burung, binatang ini juga mengembangkan sayapnya pada saat ia takut untuk menunjukan ketundukannya kepada ancaman. Dalam lingkungan anak diperintahkan untuk merendah diri kepada orang tua dengan didorong penghormatan dan rasa takut melakukan hal yang tidak sesuai dengan kedudukan ibu bapaknya. Sedangkan كما ربياني صغيزا, dipahami oleh sementara ulama dalam arti disebabakna karena mereka telah mendidikku waktu kecil, bukan sebagaimana mereka telah mendidikku waktu kecil.Karena jika kita berkata sebagaimana, maka rahmat yang kita mohonkan itu adalah yang kualitas dan kuantitasnya sama dengan apa yang kita peroleh dari keduanya. Dapun bila kita berkata disebabkan karena, maka limpahan rahmat yang kita mohonkan itu kita serahkan kepada kemurahan Allah dan ini dapat melimpah jauh lebih banyak dan lebih besar daripada apa yang mereka limpahkan kepada kita. Ayat tersebut menuntun anak agar supaya mendo’akan kepada kedua orang tua.Dalam hal ini keadaan orang tua masih hidup atau telah meninggal dunia.Dan orang tua
58
menganut
agama
Islam
dan
tidak
mempersekutukan
Allah.Meskipun dari pihak anak terkadang masih sulit untuk menerima larangan tersebut, tetapi al-Qur’an tidak membolehkan dari orang tua yang meninggal dalam keadaan musyrik mendapatkan do’a dari anak. Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 116:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(Q.S AnNisa:116). b. Tafsir Al-Maraghi Bahwasanya tidak ada karunia yang sampai kepada manusia yang lebih banyak dibanding karunia Allah yang diberikan kepadanya, kemudian karunia dua orang tua. Oleh karena itu, Allah memulai dengan memerintah supaya bersyukur atas nikmat-Nya terlebih dahulu dengan firman-Nya:
59
Kemudian,dilanjutkan dengan suruhan agar bersyukur atas karunia dua orang tua dengan firman-Nya:
Kemudian, Allah menerangkan lebih jelas perbuatan baik, apa yang wajib dilakukan terhadap kedua orang tua, dengan firman-Nya:
Apabila dua orang tua atau salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya dan tetap berada di sisimu pada akhir umurnya, sebagaimana kamu berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang yang telah memberi karunia kepadanya. Perlakuan itu akan menjadi nyata bila kamu lakukan kepada keduanya empat hal sebagai berikut:
60
1) Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah satu dari orang tua mu atau kedua- duanya yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain, tetapi bersabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua orang tua pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil. 2) Janganlah kamu
menyusahkan keduanya
dengan suatu
perkataan yang membuat mereka berdua merasa tersinggung. Gal ini merupakan larangan menampakkan rasa tak senang terhadap mereka berdua dengan perkataan yang disampaikan bernada menolak atau mendustakan mereka berdua, di samping ada larangan untuk menampakkan kejemuan, baik sedikit maupun banyak. 3) Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada orang tua dan perkataan yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai dengan kesopanan yang baik, dan sesuai dengan tuntunan kepribadian yang luhur. Seperti ucapan: Wahai ayahanda, wahai ibunda. Dan janganlah kamu memanggil orang tua dengan nama mereka, jangan pula kamu meninggikan suaramu di hadapan orang tua, apalagi kamu memelototkan atau membelalakkan matamu terhadap mereka berdua. 4) Bersikaplah kepada kedua orang tua dengan sikap tawadu’ dan merendahkan diri, dan taatlah kamu kepada mereka berdua
61
dalam segala yang diperintahkan terhadapmu, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang dari mereka berdua, karena mereka benar- benar memerlikan orang yang bersifat patuh pada mereka berdua. Dan sikap seperti itulah, puncak ketawadu’an yang harus dilakukan. Firman Allah Ta’ala Minar-rahmah, yang dimaksud pada Q.S Al- Isra’ ayat 24 adalah: Hendaklah sifat merendahkan diri itu, dilakukan atas dorongan sayang kepada kedua orang tua, bukan karena sekedar mematuhi perintah atau khawatir tercela saja. Oleh karena itu, ingatkanlah dirimu, bukanlah berbuat kebaikan itu hanya karena pernah dilakukan oleh kedua orang tua padamu, jiga bukan tentang belas kasih serta sikap tunduk kepada orang tua yang diperintahkan kepadamu. C. Analisis Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Terhadap Orang Tua 1. Tata Etika Berbahasa Terhadap Orang Tua
Artinya: “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”.(Q.S AlIsra‟:23). Kata uffin biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ah, hus atau kata-kata lain yang senada dengan itu. dimana kata-kata
62
tersebut
mengandung ungkapan penghinaan, bentakan karena
kejengkelan hati yang mendalam, kata-kata ini tentunya tidak pantas diungkapkan terlebih terhadap kedua orang tua yang budi jasanya tiada terbalas. Kata
uffin
merupakan
serendah-rendahnya
perkataan
yang
tercermin dari sikap tidak patuh dan tidak hormat kepada orang tua. Dengan kata lain tidak ada sekecil apapun sikap tidak terpuji anak terhadap kedua orang tua yang dapat ditolelir dalam Islam, baik dari segi perkataan maupun perbuatan, sama sekali tidak ada. Berbuat baik kepada keduanya berarti surga dan durhaka terhadap keduanya berarti neraka. Dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk berhati- hati dalam berbicara kepada orang tua, menghindari kata- kata sinis atau bernada marah kepada mereka.Kita harus memilih waktu untuk berkata baik kepada mereka, kata- kata yang membuat mereka merasa dicintai dan disukai (Ahmad Mustofa, 1993: 62-64). Di dalam ayat tersebut pula terdapat alasan untuk berbuat halus dan lembut sehingga semua perasaan sakit dan sedih dari setiap sesuatu( yang telah dikorbankan) dalam jiwa- jiwa mereka berdua dapat terhapus.
63
Orang tua ( ibu) lebih- lebih ketika di usia tua memiliki perasaan hati yang sangat peka. Apalagi ketika mereka sudah tidak bisa mencari nafkah untuk menghidupi dirinya sendiri. Tentang ayat tersebut di atas, Al Hasan menafsirkan, “... ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia...,” maksudnya bahwa jangan sekali- kali kita memanggil ibu maupun bapak dengan namanya, tetapi panggilah dengan panggilan, “ Wahai umi, wahai ummah, wahai Bapak, ayah, ibu,” dan seterusnya. Yakni panggilan yang mengandung unsur penghormatan kepada ibu.Memanggil orang tua haruslah sopan. Jangan sekali- kali memanggil namanya saja atau dengan kata- kata “ kamu”. Atau “ engkau.” Cara memanggil seperti ini benar- benar mencerminkan betapa anak tidak menghormati orang tua (Abu Fajar, 2010: 236-237). Dapatlah dipahami bahwa hendaknya kita berbicara dengan sikap yang sopan santun di hadapan orang tua.Bagaimana pun keadaan orang tua, tetapi harus tetap dihormati.Kebanyakan di antara kita seringkali berbicara dengan mengangkat jari telunjuk seolah- olah berbicara dengan anak kecil saja. Jangan pula kita sekali-kali menghardik orang tua terutama ibu. Berkata “ ah” saja dilarang dalam agama, apalagi menghardiknya. Yang termasuk perbuatan menghardik misalnya membentak, menegur dengan nada keras, dan menghina.
64
Ajaran Islam yang digambarkan al-Qur’an menetapkan bahwa seorang anak berkewajiban berlaku baik dan bertutur kata santun terhadap kedua orang tua.Seorang anak dilarang mengeraskan suara di hadapan kedua orang tua, apalagi mengeluarkan kata kasar dengan suara keras. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan suara, bertutur kata sopan terhadap keduanya (Munir,Sudarsono, 1993: 393). Dalam Q.S Al- Lukman ayat 13 dan 14 telah dijelaskan:
Artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun (Q.S Al-Lukman:13-14). Ayat diatas bermaksud untuk menunjukan betapa penghormatan dan bakti kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagungan kepada Allah. Selain berakhlak kepada orang tua, al-Qur’an juga mengajarkan untuk supaya anak berkata baik dan menjauhi perkataan yang buruk, sebab kata- kata yang baik diumpamakan sebagai pohon yang
65
subur, tegak dan cabangnya menjulang menggapai langit, menghasilkan buah setiap waktu, sedang kata-kata yang buruk, uratnya terbongkar dari tanah sehingga tidak dapat berdiri tegak (Mansur, 2011: 260). Betapa pentingnya untuk senantiasa tidak menyakiti kedua orang tua baik melalui ucapan maupun perbuatan, hingga Allah menggariskan dengan tegas bagi seseorang yang berani kepada kedua orang tua jaminannya adalah tidak akan masuk surga, sekalipun seumur hidupnya digunakan untuk amal kebaikan. Begitu pula sebaliknya, bagi seorang yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya sekalipun ia dzolim, maka baginya adalah bebas dari neraka. Dapat dipahami bahwa di dalam memelihara hubungan horisontal kemanusiaan atau kemasyarakatan, ayah dan ibu sepatutnya mendapatkan prioritas pertama dan dalam posisi yang utama.Dalam pemahaman dan kesadaran etika atau akhlakul karimah, sangat keliru apabila seorang anak hanya memelihara hubungan baik dengan person-person lain, sedang hubungan etis keislaman dengan ayah dan ibunya diabaikan, apabila mendurhakai keduanya. Secara imperatif kategoris dengan rasa ikhlas yang sungguh-sungguh birul walidaini patut dilaksanakan oleh seorang anak kepada ayah dan ibunya (Munir,Sudarsono, 1993: 393).
66
2.
Tata Etika Bersikap terhadap Orang Tua Sesuai dengan firman Allah swt:
Artinya: “Dan berbuat baik kepada kedua orang tua”.(Q.S. Al-Isro:23). Ayat tersebut menjelaskan tentang bagaimana seharusnya sikap anak kepada kedua orang tuanya bahkan dalam keadaan apapun seorang anak harus tetap memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik dan lemah lembut. Tentang “bersikap lemah lembut” Urwah membuat perbandingan. Bahwa sikap lemah lembut anak terhadap orang tua itu hendaknya seperti pelayan yang melakukan kesalahan, kemudian berkata “ maaf” kepada majikannya. Termasuk akhlak yang baik kepada orang tua adalah tidak berjalan di depannya dan duduk mendahuluinya (Abu Fajar, 2010: 238). Berbuat baik kepada orang tua dikenal dengan sebutan birrul walidain. Istilah “al-barr” meliputi aspek kemanusiaan dan pertanggung jawaban ibadah kepada Allah. Dalam jalur hubungan kemanusiaan dan tata hubungan hidup keluarga serta lingkungan masyarakat wajib dipahami bahwa kedua orang tua yaitu ayah dan ibu menduduki posisi yang paling utama. Namun demikian kewajiban ibadah kepada Allah dan taat kepada Rasul tetap berada di atas hubungan horizontal kemanusiaan. Berarti bahwa, dalam tertib kewajiban berbakti, mengabdi dan menghormati kedua orang tua menjadi giliran berikutnya setelah beribadah kepada Allah dan taat kepada Rosul-Nya (Munir,sudarsono, 1993: 392). 67
Hal ini membatasi sikap bakti anak terhadap orang tua selama tidak bertentangan dengan perintah Allah dan anjuran Rosul-Nya, Seperti ketika orang tua memerintah kepada kesyirikan dan maksiat, maka anak wajib menolaknya dengan halus. Hal ini merupakan bentuk dari sikap anak dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Seperti yang terungkap dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 8, yaitu:
Artinya: Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKu-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”.(Q.S Al- Ankabut: 8). Dan disebutkan pula dalam firman Allah:
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak”. (QS. An- Nisa : 36).
Orang tua adalah kerabat yang paling dekat dan paling dicintai. Namun, ikatan itu, meski demikian tingginya, berada setelah akidah. Jika
68
orang tua musyrik dan meminta si anak untuk mengikuti kemusyrikan mereka, dia tidak boleh mengikuti mereka, sebab seorang muslim tidak boleh mengikuti sesama makhluk membangkang kepada sang Khalik. Iman berada di atas segala hubungan kemanusiaan. Namun, si anak tetap wajib memperlakukan orang tuanya dengan baik dan hormat serta memelihara mereka. Seorang anak harus tetap berlaku adil dan menghormati keduanya, tidak boleh memutus hubungan silaturrahim dan kekeluargaan.Ini menggambarkan pentingnya ajaran Islam dalam menjaga keharmonisan keluarga. Karena dalam suka duka orang tua tetap berusaha dengan segala kemampuan memelihara, mendidik dan menyayanginya sejak kecil hingga dewasa (Muhammad Ali, 2001: 86-87). Islam mengangkat derajat orang tua pada tingkat yang tidak dikenal dalam agama lain. Islam menempatkan kebaikan dan sikap hormat kepada orang tua berada hanya satu tingkat di bawah keimanan kepada Allah dan ibadah yang benar kepada-Nya. Allah mewahyuhkan banyak ayat yang memperkuat pesan tentang penegasan bahwa ridha orang tua akan menentukan ridha-Nya dan menghomati mereka dinilai sebagai keuntungan manusia yang berada satu tingkat di bawah keimanan kepada-Nya. Ditinjau dari segi kejiwaan, nilai-nilai etika Islam ingin memperkokoh dasar- dasar kehidupan keluarga. Tata cara berbakti kepada ayah dan ibu yang dituntunkan al-Qur’an memiliki arti yang paling asasi
69
bagi kehidupan rumah tangga. Dapat diperhatikan, kedua orang tua akan merasa tenang, bahagia, dan damai jika anak-anaknya mau berbakti kepada keduanya. Dalam keluarga harmonis akan terpancar kedamaiaan, ketenangan hidup seluruh anggota keluarga. Suasana kehidupan keluarga dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anak yang besifat kejiwaan. Arah dan tujuan hidup keluarga akan selaras, cita-cita anak akan sejalan dengan kehendak kedua orang tua. Keluarga harmonis pada dasarnya disukai oleh Allah, sebab disini anak selalu menghormati kedua orang tua, juga kedua orang tua penuh kerelaan dan rasa kasih sayang kepada anakanaknya. Sedangkan di dalam keluarga yang penuh ketegangan tidak akan diberkahi oleh Allah, sebab di sini anak selalu berbuat yang melanggar sopan santun keluarga, berbuat nakal yang mengakibatkan kedua orang tua marah. Keharmonisan keluarga menjadi dasar utama ketentraman hidup masyarakat, dan sebaliknya. Anak-anak baik, sholeh, berbakti dan patuh kepada kedua orang tua merupakan sendi yang paling mendasar keluarga harmonis.Anak-anak durhaka, gemar melakukan kejahatan, pelanggaran, fakhsya dan munkar sebagai petunjuk nyata ketidakharmonisan keluarga. Sikap anak terhadap orang tua dan kerabatnya serta tingkah laku anak di tengah- tengah masyarakat ikut menjadi faktor penentu terpeliharanya atau dilanggarnya nilai-nilai akhlakul karimah sebagai ciri khusus masyarakat
70
ideal menurut Islam Theosentris dan etiko-Religius(Munir Sudarsono, 1993: 394-395). Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebab-sebab di bawah ini: a) Karena orang tua itulah yang belas kasih kepada anaknya, dan telah bersusah payah dalam memberikan kebaikan kepada-Nya dan menghindarkan bahaya. Oleh karena itu, wajibah hal itu diberi imbalan dengan berbuat baik dan syukur pada keduanya. b) Bahwa anak adalah belahan jiwa dari orang tua. c) Orang tua telah memberi kenikmatan kepada anak, baik anak sedang dalam keadaan lemah atau tidak berdaya sedikitpun. Oleh karena itu wajib bersyukur telah memiliki orang tua yang telah memberikan apapun demi kebaikan sang anak, di mana orang tua dalam keadaan sudah berusia lanjut ( Ahmad Mustofa, 1993: 59-60). Secara khusus Allah SWT juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik serta memelihara anaknya. Allah SWT berfirman :
71
Artinya: ”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri".”( Q.S Al-Ahqaaf : 15). Hak- hak orang tua atas anak- anaknya cukup banyak.Manusia tidak dapat menentukan atau menghitungnya.Bapak telah bekerja, berusaha, bersungguh- sungguh, lelah dalam memenuhi keluarga, kebutuhannya darimakanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya dari berbagai kebutuhan pokok kehidupan daan ketetapannya. Sesungguhnya ibu telah mengandung, melahirkan, menyusui, bekerja pada siang hari, bangun pada malam hari sebagai tanggung jawab bagi anaknya, perlindungan baginya dari setiap sesuatu yang berbahaya baik berupa panas, dingin dan sakit.Berbahagia dengan kebahagiaannya dan bersedih dengan kesedihannya. Meneteskan air mata ketika ia sakit atau terkena penyakit. Meninggalkan makanan (susunya) jikalau puasa atau lemah nafsu makannya, dan tidak bebas kegembiraannya jika seseorang bermain bersama yang lain. Memenuhi hatinya dengan kebahagiaan setiap kali mengucapkan kesuksesan. Karena itu, Islam telah memerintahkan anak-anak untuk berbakti kepada kedua orang tua mereka, sebagaimana telah diperintahkan kepada
72
orang tua agar berbuat baik kepada anak- anaknya sehingga terpancarlah kecintaan dalam keluarga.Setiap komponen keluarga harus melaksanakan kewajiban nya dan memperoleh hak-haknya. Ketika anak- anak keluar dari suasana kekeluargaan, mereka telah dibekali dengan pendiddiikan dan akhlak berharga yang akan dibawanya kepada keluarga mereka yang baru dan kepada lingkungan ynag lebih luas, yakni masyarakat. Dengan demikian, keluarga memiliki peranan pendidikan yang sangat penting dalam pembaruan masyarakat (Muhammad Syarif, 2003: 43-44). 3.
Tata Etika Berperilaku terhadap Orang Tua Motivasi atau dorongan dan kehendak berbuat baik kepada orang tua
(birulwaalidain)
telah
menjadi
salah
satu
akhlak
yang
mulia(mahmudah). Dorongan dan kehendak tersebut harus tertanam sedemikian rupa, sebab pada hakikatnya hanya ayah dan ibulah yang paling besar dan terbanyak berjasa kepada setiap anak- anaknya. Tawadhu’
memiliki
dua
makna.Pertama,
pasrah
terhadap
kebenaran serta memiliki kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya. Di antara manusia yang tidak mau menerima kebenaran, kecuali kebenaran tersebut berasal dari orang yang lebih tinggi kedudukan darinya.Jika kebenaran tersebut berasal dari orang yang lebih rendah kedudukannya, maka dia tidak mau menerimanya. Tawadhu’ tidaklah demikian.Tawadhu’ adalah kepasrahan menerima kebenaran dari siapa pun datangnya, baik miskin atau kaya, mulia atau hina, kuat atau lemah, lawan atau teman.
73
Makna kedua dari tawadhu’ adalah menundukan pundak kita terhadap orang lain, terutama kepada orang tua serta memperlakukan mereka dengan lemah lembut (Amru Khalid, 2007: 65-66). Sesuai dengan firman Allah swt :
Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan”.(Q.S. Al-Isro: 24). Hal demikian itu jika keduanya masih hidup.Tetapi jika keduanya telah wafat, maka mohonlah ampun untuk keduanya, lakukanlah amal shaleh untuk keduanya, dan berbuat baiklah kepada para sahabat keduanya (Amru Khalid, 2007: 90). Kita semua tahu bahwa orang tua kita mempunyai peranan yang sangat besar dan tidak ternilai pada kita sejak kita masih dalam kandungan bahkan sampai kita dewasa dan berkeluarga, doa-doa orang tua tetap mengalir untuk kita. Betapa susah payahnya kedua orang tua mendidik putra putrinya, merawat, menyekolahkan kita. Apalagi seorang ibu sungguh sangat mengagumkan pengaruh seorang ibu terhadap anak-anaknya, termasuk pengaruh dari harapanharapannya. Dengan harapan-harapan kebaikan untuk sang anak, maka secara otomatis merupakan doa bagi anak, karena seorang ibu adalah doa yang mustajab yang akan dikabulkan oleh Allah. Doa ibu memiliki
74
karomah (keistimewaan) karena kemustajabannya setingkat dengan doa Nabi kepada umatnya. Sungguh sangat mulia menjadi seorang ibu, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan, “ Surga berada di bawah telapak kaki ibu.” Menjadi seorang ibu dan mempunyai naluri keibuan berarti harus siap berkorban.Terkadang korban waktu, tenaga, masa belajar, pekerjaan, dan lain sebagainya.Semua itu dilakukan seorang ibu demi mencetak generasi yang terbaik, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, berkarakter kuat, mandiri, bermanfaat dunia akhirat.Bagi ibu tidak ada alasan yang paling baik selain pahala dari Allah dan keberhasilan anak- anaknya (Imas Kurniasih, 2010: 81). Walaupun peran ibu sangat besar, tapi sosok seorang bapak pun tidak luput dari ingatan. Anak membutuhkan sosok seorang bapak sebagaimana ia membutuhkan seorang ibu. Tentu saja dalam kapasitas yang tidak sama. Menjadi bapak tidak hanya berfungsi sebagai pencari nafkah bagi keluarga, tetapi lebih besar dari itu. Karena anak tidak hanya membutuhkan orang yang memberinya kasih sayang, perasaan tenang dan cinta, yang biasa diberikan oleh ibu. Tetapi anak juga membutuhkan orang yang memberinya kekuatan, keamanan, dan kekuasaan, yang biasa didapatkan dari sosok seorang bapak. Kehadiran bapak di tengah anak-anaknya melambangkan adanya wewenang, tanggung jawab, keamanan, dan ketenanngan keluarga.
75
Seorang anak yang melihat bapaknya kuat, tekun dan ulet, maka hal ini akan memberi pengaruh kepada anak dalam menghadapi tantangan kehidupan dan masa depannya. Anak akan menaati dan patuh serta hormat pada bapak yang memiliki kemampuan, bertanggung jawa, penyayang, tegas, dan adil. Jika dari seorang ibu anak mendapatkan kelemah-lembutan dan kasih sayang, maka dari bapak anak akan mendapatkan pemenuhan moril dan kejiwaan (Imas Kurniasih, 2010: 81-82). Tidak diragukan lagi, cinta dan kasih orang tua terhadap anaknya tiada berbanding, bahkan melebihi cinta mereka terhadap diri mereka sendiri. Jerih payah mereka dalam bekerja semata untuk kebahagiaan dan masa depan anaknya. Mereka begitu bangga ketika anaknya mendapat prestasi dan begitu sedih ketika anaknya sakit. Kasih sayang yang seperti itu hanyalah mampu diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Maka, sudah menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk membalas jasa-jasa mereka dengan bakti dan tawadhu’ yang penuh kasih sayang serta iringan do’a untuk mereka, karena tidak cukup jika hanya berbuat baik tanpa adanya iringan doa dari anak untuk orang tuanya, terlebih setelah keduanya meninggal dunia. Sesuai dengan firman Allah swt.:
76
Artinya: “dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(Q.S. AlIsro:24). Ada beberapa contoh dalam al-Qur’an tentang doa Nabi mengenai orang tuanya, di antaranya: a) Doa Nabi Ibrahim yang terdapat dalam surat Ibrahim ayat 40-41:
Artinya: Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".(Q.S. Ibrahim: 40- 41). b) Doa Nabi Sulaiman yang terdapat surat an-Naml ayat 19:
Artinya: “Maka dia tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS. an-Naml: 19).
77
c) Doa Nabi Nuh yang terdapat dalam surat Nuh ayat 28:
Artinya: “Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". (QS. Nuh : 28). Jelaslah sudah, bahwa kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua tidak hanya sebatas ketika mereka masih hidup saja, akan tetapi do’a, amal sholeh, dan sedekah yang dikhususkan untuk orang tua yang sudah meninggal akan sampai kepada keduanya, yang juga akan mengalirkan kerihoan keduanya untuk sang anak, tentu saja juga ridlo Allah. D. Interpretasi Data Sebagai seorang muslim yang baik kita tentu tahu bahwa akhlak terhadap orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena, orang tua adalah orang yang mengenalkan kita pada dunia dari kecil hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh. Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang
78
telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk membangkang kepada orang tua. Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap orang tua sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita harus memiliki akhlak yang sempurna terhadap orang tua kita. Era modernisasi saat ini telah merubah banyak hal dari tatanan hidup manusia.orang lebih cenderung mengikuti pergaulan bebas tanpa banyak berfikir panjang entah itu tata krama, etika, maupun moral. Banyak sekali yang memang sudah melupakan arti dari menghormati orang tua, saat ini mulai banyak anak yang tidak tahu sopan santun saat berbicara pada orang tuanya.Padahal orang tualah yang telah membesarkan seorang anak dengan penuh kasih sayang dan tidak peduli berapa besar pengorbanan demi menyelamatkan kebahagiaan anaknya.seorang anak padahal dituntut berbuat baik kepada orang tua dengan berkata secara mulia, bertingkah laku sopan dan santun, serta memperlakukan orang tua dengan sebaik-baiknya. Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini, adalah kaburnya nilai-nilai di mata generasi muda.Mereka dihadapkan kepada berbagi kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Hal ini nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama pada mereka yang hidup di kota- kota besar Indonesia, yang mencoba
79
mengembangkan diri ke arah kehidupan yang disangka maju dan modern, di mana berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seolaholah tanpa saringan (Zakiyah Darajad, 2008: 153). Sikap orang dewasa yang mengejar kemajuan lahiriah tanpa mengundahkan nilai-nilai moral yang bersumber kepada agama yang dianutnya, menyebabkan generasi muda kebingungan bergaul karena apa yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan apa yang dialaminya dalam masyarakat, bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri di rumah. Dalam lingkungan keluarga, seringkali antar anak dan orang tua terjadi pertentangan pendapat. Kadang-kadang hubungan yang kurang baik itu timbul, karena anak mengikuti arus dan mode: seperti rambut gondrong, pakaian kurang sopan, lagak lagu dan terhadap orang tua kurang hormat. Kontradiksi yang terdapat dalam kehidupan generasi muda itu, menghambat pembinaan moralnya.Karena pembinaan moral itu terjalin dalam pembinaan pribadinya. Apabila faktor-faktor dan unsur- unsur yang membina itu bertentangan antara satu sama lain, maka akan goncanglah jiwa yang dibina terutama mereka yang sedang mengalami pertumbuhan dan perubahan cepat. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, jika melihat dengan keadaan kondisi akhlak anak di zaman sekarang jika dikaitkan
80
dengan Q.S Al-Isra’ ayat 23-24 masih banyak penyimpangan dalam hal akhlak anak, khususnya akhlak mereka kepada orang tua mereka, itu menunjukan bahwa anak zaman sekarang tidak memahami dan tidak menerapkan
isi
kandungan
yang
ada
pada
ayat
al-Qur’an
tersebut.Contohnya saja bisa kita lihat masih banyak di televisi maupun koran yg memberitakan anak yang membunuh orang tuanya hanya garagara persoalan uang, hal ini jelas bertentangan dengan Q.S Al- Isra’ ayat 23-24 yang mengajarkan agar berbuat baik kepada orang tua, banyak anakanak yang membantah bahkan membentak saat diperintah atau dinasehati orang tuanya. Banyak anak yang kurang memahami bagaimana seharusnya berakhlak kepada kedua orang tuanya, banyak anak yang seakan- akan merasa sudah memberikan apa yang orang tua butuhkan misalnya, memberikan nafkah berupa uang, sandang serta pangan untuk mereka, tapi ternyata hal itu kadang membuat orang tua merasa sakit atau bahkan membuat orang tua merasa dihina karena cara si anak tersebut dalam memberikan uang, sandang dan pangan kepada orang tuanya dengan cara yang kurang tepat misalnya, dalam memenuhi kebutuuhan orang tuanya anak sering kali bersikap sinis, dengan nada membentak dan muka yang masam, yang membuat orang tua merasa tidak enak dan bersalah kepada anaknya ketika orang tua meminta bantuan kepada si anak tersebut untuk sedikit meringankan kebutuhannya, apalagi jika kedua orang tua sudah tidak mampu bekerja sendiri karena sudah lanjut usia. Hal ini
81
menggambarkan bahwa kebanyakan anak zaman sekarang belum bisa menerapkan perintah Allah untuk berbakti kepada orang tuanya yang terkandung dalam Q.S Al- Isra’ ayat tersebut.
82
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dengan memperhatikan berbagai keterangan dan uraian di atas tentang “ Konsep Pendidikan Akhlak Anak kepada Orang Tua ( Kajian Q.S Al- Isra’ ayat 23- 24)”, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan akhlak anak kepada orang tua meliputi saat kedua orang tua masih hidup dan sudah meninggal. Setiap anak harus berbuat ihsan kepada kedua orang tuanya, karena orang tua adalah penyebab adanya kita. Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengaitkan antara perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna. 2. Konsep pendidikan akhlak anak kepada orang tua berdasarkan Q.S AlIsra’ ayat 23- 24 mengindikasikan bahwa ketaatan kepada orang tua harus dilakukan secara menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh hidup seorang anak, baik kedua orang tua masih hidup atau pun sudah meninggal. Menyeluruh juga bisa diartikan berbakti kepada orang tua secara total baik dengan hati, lisan, maupun anggota tubuh.
83
B. Saran-Saran Berdasarkan penelitian penulis tentang “Konsep Pendidikan Akhlak Anak kepada Orang Tua(Kajian Q.S Al- Isra’ ayat 23-24)”, maka ada beberapa saran yang perlu dikemukakan: 1. Kepada orang tua hendaknya dapat menjadi teladan dan panutan bagi anak- anaknya, karena anak adalah titipan Allah dan melalui lingkungan keluarga anak akan mendapatkan pendidikan yang pertama, sehingga peran orang tua sangat penting dalam pendidikan akhlak kepada anak tersebut. 2. Kepada
pendidik,
hendaklah
memperhatikan
kembali
tentang
bagaimana metode-metode yang strategis yang harus disampaikan dalam pendidikan akhlak kepada anak, sehingga anak bisa memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam kehidupan ini, dalam melaksanakan hablumminannas terutama kepada orang tua mereka. Pendidik juga diharapkan memperhatikan pendidikan akhlak anak, tidak hanya mentransfer ilmunya saja tetapi sekaligus membimbing akhlak anak.
84
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlaq Dalam Perspektif alQur‟an.Jakarta: Amzah. AfifudindanBeni Ahmad Saebani. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 2; Bandung: CV PustakaSetia. Ahid, Nur. , 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Cet. 1; Yogyakarta: Pustakapelajar. Ali, Muhammad Dud. 2004. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ali al-Hasyimi, Muhammad.2001. Menjadi Muslim Ideal.Cet. 2; Yogyakarta: MitraPustaka. Al-Fahham, Muhammad.2006. Berbakti kepada Orang Tua; kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak. Bandung: IssyadBaitus Salam. Azwar,
Saifudin. 2010. PustakaPelajar.
MetodePeneitian.
Cet.
XI;
Yogyakarta:
Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Yogyakarta: Locus. Daradjad, Zakiah, dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta. Djatmika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas. Fajar al- Qalami, Abu. 2010. Keramat Doa Ibu Mengubah Takdir. Cet.1; M itrapress. Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hamka. 1999. Tafsir Al Azharjuz xv. Jakarta: PT. PustakaPanjimas. Halim, Nipan Abdul. 2003. Anak Saleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
85
Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Husein, Ibnu. 2004. Pribadi Muslim Ideal, Semarang: Pustaka Nuun. Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Muhammad. 2012. Cara Nabi mendidik anak.Cet.5; Jakarta Timur: Al- I’ tishomCahayaUmat. Ilyas, Asnelly , 1998. Mendambakan Anak Saleh. Cet. 6; Bandung: AlBayan. Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Cet. 1; Yogyakarta: PustakaPelajar. Juwariyah. 2010. Dasar- dasar Pendidikan Anak dalm Al-Qur‟an. Yogyakarta: Teras. Khalid, Amru. 2007. Berakhlak Seindah Rosulullah. Cet 1; Semarang: Pustaka nuun. Kurniasih, Imas. 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW . Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Marwa. Mahmud, Ali Abdul Hakim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Cet. 8; Jakarta: PT. Rineka Cipta. Muhadjir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. Mulyasa, E. 2012.Manajemen Pendidikan Karakter. Cet. 2; Jakarta: PT. BumiAksara. Munir, A danSudarsono. 1992. Dasar-dasar Agama Islam. Cet. 1; Jakarta: PT RinekaCipta. Mustafa Al- Maraghi, Ahmad. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Cet. 2; Semarang: PT. KaryaToha Putra. Nasution, Thamrin. 1989. Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak, Jakarta: Gunung Mulia.
86
Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. Ramli, Hs, M., et.al, 2003.Memahami Konsep Dasar Islam. Semarang: UPT MKU UNNES. Razak, Nasruddin. 1973. Dienul Islam. Bandung: PT ALMAARIF. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati. Sholihin, M dan M. Rosyid Anwar. 2005. Akhlak Tasawuf: manusia,etika dan makna hidup. Bandung: Nuansa. Sudarto. 1997. Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Rajawali Pers. Sukandarrumidi.2006. Metode Penelitian; Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Cet. 3; Yogyakarta: UGM Press. Surackhmat, Winarno. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito. Syarif ash-shawwaf, Muhammad. 2003. ABG Islami; kiat- kiat efektif mendidik anak dan remaja. Cet.1; Bandung: PustakaHidayah. Uhbiyati, Nur. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Semarang: PT PustakaRizki Putra. Wardani, I. G.A.K. dkk. 2008. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Cet. 5; Jakarta: Universitas Terbuka. Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
: Muhammad Najib
Tempat/tanggal lahir : Semarang, 22 November 1989 NIM
: 11112201
Jurusan
: Tarbiyah PAI
Alamat Asal
: Kemitir,Kec.Sumowono,Kab.Semarang
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Jenjang Pendidikan
: 1. SDN Kemitir 02 lulus tahun 2001 2. SMP N 02 Sumowono lulus tahun 2004 3. SMA N 1 Bandongan lulus tahun 2011 4. S1 Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016
Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 22 September 2016 Penulis
Muhammad Najib
88
DAFTAR SKK Nama : Muhammad Najib
Fakultas/Jurusan: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / PAI
Nim
: 11112201
Dosen PA : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
No
Kegiatan
Pelaksanaan
Partisipasi
Nilai
1.
OPAK STAIN Salatiga2012
5-7 September
Peserta
3
2012
2.
3.
OPAK JurusanTarbiyah STAIN
8-9 September
Salatiga 2012.
2012
OrientasiDasarKeislaman (ODK).
10September
Peserta 3 Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
2012 4.
Seminar Entrepreneurship Dan
11September
Perkoperasian 2012: Explore Your
2012
Entrepreneurship Talent
5.
Achivment Motivation Training
12September 2012
6.
7.
Library User Education
13September
(PendidikanPemakaiPerpustakaan).
2012
GEMA ITTAQO: Aktualisasi Bahasa
27 Oktober 2012
Peserta
2
Workshop Nasional: Bisa Ngomong
11Desember
Peserta
8
Inggris,Kuasai 500 Kosakata ,Kuasai
2012
Peserta
2
Arab Dalam Menjaga Khasanah Keilmuan Islam Mutakhir
8.
Grammar 9.
Seminar PencegahanBahayaNAPZA,
89
29 April 2013
HIV/AIDS& Launching PIK SAHAJASA STAIN Salatiga.
10.
Seminar Nasional: Norma Hukum
27 Mei 2013
Peserta
8
2 Juni 2013
Peserta
8
10 Oktober 2013
Peserta
2
23 Oktober 2013
Peserta
2
Seminar Nasional: Peran Lembaga
29 November
Peserta
8
Perbankan Syariah Dengan Adanya
2013
2014
Peserta
8
10 Juni 2014
Peserta
2
5 November
Peserta
8
Serta Kebijakan Pemerintah Dalam Mengendalikan Harga BBM Bersubsidi 11.
Seminar Nasional: Penerepan Nilai Nilai Syariah Dalam Praktik Perekonomian
12.
Kajian Intensif Mahasiswa: Agar Sholat Bukan Sekedar Kewajiban ,Namun Kebutuhan
13.
MTQ Mahasiswa V: MTQ Sahana Apresiasi Untuk Mencetak Insan Qur’ani
14.
Otoritas Jasa Keuangan (UUD No.21 Tahun 2011 Tentang OJK)
15.
Seminar Nasional: Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Menghadapi Pasar Bebas Asean
16.
Kegiatan Public Hearning: STAIN Menuju IAIN Dari Mahasiswa Oleh Mahasiswa Untuk Mahasiswa
17.
Seminar Nasional: Berkontribusi
90
18.
Untuk Negeri Melalui Televisi/TV
2014
HMI Salatiga: Mempertegas Peran
19 November
Pendidikan Dalam Mencerahkan
2014
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
10 Mei 2015
Peserta
2
Masa Depan Anak Bangsa 19.
Kegiatan :PERBASIS (Perbandingan
27 November
Bahasa Arab Bahasa Inggris)/ CEA
2014
(Comparison English Arabic) 20.
Kajian Intensif Mahasiswa:
21 November
Fenomena Islam Di Salatiga
2014
21. Pelatihan Seni Baca Al-qur’an Dalam Rangka Peringatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW 22.
Workshop Terapi Hati Session 2
25 Juni 2015
Peserta
2
23.
Seminar Nasional :Wacana Islam
31 Oktober 2015
Peserta
8
6 November
Peserta
Nusantara Dalam Menjaga Kebhinekaan Dan Keutuhan NKRI 24. IAIN Salatiga Bersholawat Dan Orasi Kebangsaan: Menyemai Nilai Nilai
2015
2
Islam Indonesia Untuk Memperkokoh NKRI Dalam Mewujudakan Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur 25. Penyuluhan Dan Pembinaan Remaja:
6 Februari 2016
Panitia
3
14 Februari 2016
Panitia
3
Menyiapakan Generasi Muda Yang Mampu Menjawab Tantangan Zaman
26. Kegiatan Jalan Sehat: Pengakraban
91
Mahasiswa KKN IAIN Salatiga Bersama Warga Dusun Brigasan 27. Penyuluhan Dan Pembinaan
18 Februari 2016
Panitia
3
Keluaraga Sejahtera: Bersama KB Kita Raih Masa Depan Yang Gemilang 101
Jumlah
Salatiga, 14Juni 2016 Mengetahui, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun ,M.Ag NIP. 197005101998031003
92
93
94
95