KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF K.H. AHMAD DAHLAN
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh: AISYAH KRESNANINGTYAS NIM: 111-12-196
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 i
ii
iii
iv
v
MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra’du:11)
Katakan pada diri sendiri tuk “tidak menyerah” untuk selalu melakukan perbaikan (Penulis)
vi
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Bapakku, Sunarto yang sudah memberikan kasih sayang, doa-doa terbaik teruntuk putra-putrinya, dan motivasi, baik dari segi materil atau non materil sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan, serta doa teruntuk ibuk kami Nining Setyowati yang sudah berada di pangkuan-Nya semoga Allah menempatkan engkau di Raudotan min Riyadil Jinan, Amin…
Mas-mas ku tercinta, Ahmad Dwi Arianto & Ahmad Khoironi Arianto yang selalu memberikan perhatian baik dari segi materil atau non materil serta kebersamaan terhangat dalam keluarga,” maternuwun mas sampun sabar kaleh isah anis”.
Saudara-saudara perempuan dikeluarga kami teteh kesayangan Anisy Syahida yang selalu ikhlas menjadi ibu dan mbak buat kami, my twiin Aisyah Khoirun Nisa’ yang menjadi pendengar terbaik ketika mbak nya ini butuh nasehat dan saran, serta keponakan manis kami Annisa Istifianza Bihurinin Arianto” selalu jadi kebanggaan abi umi ya nduk”
Dosen pembimbing skripsi Bapak Achmad Maimun, M.Ag yang senantiasa membimbing dan mendidik penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.
Sahabat-sahabat seperjuangan Primagama Cendana Jogjakarta, Maisaroh Choirotunnisa yang cantik, Rizaty Rosyada, Dwi Agustina yang selalu menjadi alarem terbaik “ayo ais, skripsinya gimana? Udah bulan apa ini” serta menjadi motifator independen yang tak pernah lelah mengingatkan,
vii
mengoreksi dan memberikan masukan dan mendorong penulis untuk menyelesaikan karya sederhana ini.
Teman seperjuangan skripsi Siti Mujayanah yang selalu memberi motivasi kepada penulis. “maternuwun yo nda”.
Teman karib yang selalu ada dan motivator selama di Salatiga mbak Ima, dek Ika, Endang, mbak Atik, Dita , mbak Cinta, Fajri, Wisnu, mbak Fitri, dek Hade, Fia, Lia. “maternuwun ya kesayangan”.
Keluarga besar cabang & komisariat Himpunan Mahasiswa Islam Salatiga yang memberikan warna dalam berproses selama ini.
Keluarga besar LAZIS JATENG Salatiga yang memberikan penulis ruang dan waktu dalam proses belajar mengajar selama ini.
Santri-santri kesayangan TPQ Nurul Fikri yang selalu menjadi obat mujarab penulis ketika lelah. “semoga kalian menjadi putra-putri masa depan yang sholeh & sholehah ya dek” amin….
Teman-teman PPL, KKL, dan KKN yang berjuang bersama dalam suka dan duka untuk menyelesaikan tugas Negara.
Teman-teman seperjuangan di kampus IAIN
Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.
viii
KATA PENGANTAR
الرحيم ّ الرحمن ّ بسم هللا Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah ‘Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW). Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 3. Ibu Siti Ruhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pedidikan Agama Islam. 4. Bapak Achmad Maimun, M.Ag selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Alm.Joko Sutopo, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan sejak awal semester hingga akhir hayat beliau dengan penuh keikhlasan. 6. Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
ix
7. Bapak/ ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan pelayanan kepada penulis. 8. Bapakku dan seluruh keluargaku yang telah mendo’akan dan membantuku dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Atas jasa-jasa dan kebaikan beliau di atas, penulis berdo’a semoga Allah SWT menerima amalnya dan memberikan balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu karena keterbatasan penulis. Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali kalimat Al-Hamdulillahi Robbil ‘Alamiin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
Salatiga,14 September 2016 Penulis
Aisyah Kresnaningtyas NIM: 111-12-196
x
ABSTRAK Kresnaningtyas, Aisyah. 2016. Konsep Pendidikan Karakter Prespektif K.H. Ahmad Dahlan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maemun M.Ag. Kata kunci: K.H. Ahmad Dahlan, Pendidikan Karakter. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah konsep K.H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan karakter; (2) Bagaimana relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah falsafah ajaran K.H. Ahmad Dahlan, sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Metode Analisis Isi (Content Analysis). Temuan penulis berkaitan dengan pertanyaan yang ada bahwa Pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan terdapat pada tujuh falsafah dan pesan-pesan beliau,yang di dalamnya mengajarkan supaya menjadi manusia yang visioner mampu untuk berfikir kedepan yaitu supaya dapat bahagia dunia dan akherat. Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Dengan Unsur-Unsur Pendidikan Karakter Kemendiknas Di antaranya yaitu, nilai karakter religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggungjawab. Adapun pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan dapat mendukung pendidikan karakter Kemendiknas sehingga mampu menciptakan pendidikan karakter yang efektif.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................
i
LEMBAR BERLOGO......................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN…………………………
v
MOTTO.............................................................................................
vi
PERSEMBAHAN.............................................................................. vii KATA PENGANTAR ...................................................................... ix ABSTRAK.........................................................................................
xi
DAFTAR ISI...................................................................................... xii DAFTAR TABEL………………………………………………….. xiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1 A.Latar Belakang…………….…………………………………….
1
B.RumusanMasalah…………………………………………………
6
C.Tujuan Penelitian………………………………………................
6
D.Kegunaan Penelitian……………………………………………… 6 E.Penegasan Istilah………...………………………………………..
7
F.Metode Penelitian……..…………..………………………………
8
G.Telaah Pustaka...………………………………………………….
11
xii
H.Sistematika Penulisan Skripsi.……………………………………
12
BAB II BIOGRAFI K.H. AHMAD DAHLAN …….…………….
15
A. Riwayat Hidup K.H.Ahmad Dahlan ………………………..
15
B. Latar Belakang Pendidikan………………………………….
19
C. Peran K.H. Ahmad Dahlan………….………………………. 27 D. Usaha dan Jasa K.H AhmadDahlan…….............................
33
E. Cita-Cita K.H. Ahmad Dahlan………………………………
36
F. Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan …………………………… 38 G. K.H. Ahmad Dahlan Politik dan Nasionalisme.....................
40
BAB III PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER…………
42
A. Pengertian Karakter………………………………..………... 42 B. Pengertian Pendidikan Karakter……………………………. 43 C. Tujuan Pendidikan Karakter…………………………...........
45
D. Dasar Hukum Pendidikan Karakter…………………..…….
47
E. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter…………………......…….
48
BAB IV PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF K.H.
53
AHMAD DAHLAN ………………………………………………. A. Pendidikan Menurut K.H. Ahmad Dahlan…...…….............
53
B. Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan………………....
63
1. Konsep Karakter……………………………………….
63
xiii
2. Konsep Pendidikan Karakter……………………………. 65 3. Materi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan…......
70
4. Karakter Ilmu Menurut K.H. Ahmad Dahlan …...……...
74
5. Metode Pendidikan Karakter……………………………. 77 C. Pendidikan Karakter Dalam Tujuh Falsafah dan pesan-pesan 80 K.H. Ahmad Dahlan………………………………………… D. Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan
91
Dengan Unsur-Unsur Karakter KEMENDIKNAS…………
BAB V PENUTUP………………………...………………………
104
A. Kesimpulan…………………………………………………
104
B. Saran……………………………………………………….
106
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….
108
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………..
110
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter
50
Bangsa
Tabel
51 Nilai-Nilai yang Merupakan Nilai turunan dari Nilai-Nilai Inti
3.2
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1
Nilai-Nilai Inti (Core Values) yang Dikembangkan dalam Pendidikan Karakter Indonesia
xv
52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh Allah. Berawal dari konsep tentang kejadian manusia yang dimulaikan dari sejarah awal kejadiannya sebagai makhluk Allah SWT yang mempunyai potensi dasar dibekali potensi akal dan ilmu, disamping untuk menjalankan misi untuk mengabdi sebagai khalifah Allah di bumi ini. Supaya dapat menjalankan amanat dan tanggung jawab tersebut diperlukan adanya tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan. Pendidikan dapat menjadi tolok ukur bagi kemajuan dan kualitas suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu negara dapat dicapai salah satunya dengan pembaharuan dan penataan pendidikan yang baik. Jadi pendidikan mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, pandai, berilmu pengetahuan yang luas, berjiwa demokratis serta berakhlaqul karimah. Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara aktif untuk mengemban
potensi
diri
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU RI No. 20, 2003: 72).
1
Melalui proses pendidikan, setiap warga negara Indonesia dibina untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlaq mulia dalam kepribadiannya. Untuk meningkatkan salah satu tujuan pendidikan nasional yang mempunyai peran penting dalam pembentukan manusia yang berkarakter yaitu melalui pendidikan. Persoalan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam dalam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan yang tertuang dalam berbagai tulisan baik dimedia cetak maupun media elektronik. Selain itu para ahli, pemuka masyarakat dan pengamat pendidikan juga membicarakan persoalan karakter bangsa belakangan ini sudah mulai luntur pada generasi penerus bangsa, berbagai forum seminar, baik lokal, nasional maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat sekarang ini seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian antar pelajar, dan sebagainya yang menjadi pembahasan hangat di media massa, dan diberbagai kesempatan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasiatau mengurangi masalah karakter bangsa yang dirasa semakin menurun ini adalah dengan pendidikan, yaitu dengan pembiasaan menanamkan nilai-nilai agama dan
moral
sejak
dini.
Melalui
hal-hal
tersebut
diharapkan
dapat
mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek kehidupan dan dapat mengurangi penyebab masalah karakter bangsa yang semakin menurun.
2
Pendidikan karakter merupakan salah satu dimensi pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap anak didik. Dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak lepas dari pendidikan karakter, hal ini disebabkan karakter merupakan dasar sikap dan kepribadian setiap manusia. Upaya pembentukan pendidikan karakter yang sesuai dengan bangsa ini tidak hanya teori-teori yang disampaikan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar saja, akan tetapi melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Pembiasan tersebut perlu dikembangkan yang pada akhirnya akan menjadi cerminan hidup bangsa Indonesia. Karakter anak akan terbentuk dan tertanam hingga dewasa yang mencerminkan kepribadian seseorang. Hal ini akan terwujud melalui pembiasaan-pembiasaan yang distimulasi mulai sejak usia dini. Apabila pembiasaan yang diberikan adalah pembiasaan yang baik maka akan menghasilkan karakter yang baik demikian pula sebaliknya. Penanaman nilainilai agama dan moral yang baik akan lebih efektif diberikan kepada anak sejak
usia
dini,
karena
perkembangan
anak
berlangsung
secara
berkesinambungan yang berarti bahwa tingkat perkembangan yang dicapai pada suatu tahap diharapkan meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada tahap-tahap selanjutnya. Pendidikan karakter tidak terlepas dengan pendidikan moral yang sebenarnya bukan gagasan baru lagi tetapi merupakan gagasan lama dengan pendidikan itu sendiri, yang pada hakikatnya sebuah pendidikan secara garis
3
besar mempunyai dua tujuan utama yaitu, untuk membantu anak-anak menjadi pintar dan baik. Sejak zaman plato masyarakat yang bijak telah menjadikan
pendidikan
moral
sebagai
tujuan
pendidikan.
Mereka
memberikan pendidikan karakter yang disatukan dengan pendidikan intelektual, kesusilaan dan literasi, serta budi pekerti dan pengetahuan. Mereka mencoba membentuk masyarakat yang menggunakan kecerdasan untuk kemaslahatan orang lain dan diri mereka, dan untuk pembangunan dunia yang lebih baik. Pendidikan dan karakter sangat erat sekali hubungannya karena keduanya saling berkaitan. Pendidikan harus memiliki karakter di dalamnya. Akan tetapi saat ini hubungan antara pendidikan dengan karakter tidak saling berkaitan disebabkan adanya stigma yang lebih mengutamakan hasil dari pada proses yang harus dilewati menuju pendidikan yang bersinergi. Dalam rangka menuju cita-cita pendidikan yang berkarakter, penulis mencoba mengurai pemikiran yang pernah ditawarkan oleh tokoh pembaharuan, K.H. Ahmad Dahlan, hal ini dimaksudkan untuk mencoba mencari solusi terhadap problematika pendidikan di Indonesia saat ini. K.H. Ahmad Dahlan merupakan tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana konsep pendidikan karakter Ahmad Dahlan mestinya lebih banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Dengan usaha beliau di bidang pendidikan, Ahmad Dahlan dapat dikatakan sebagai suatu model dari bangkitnya sebuah generasi untuk
4
menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi Islam yaitu, ketertinggalan umat Islam di bidang pendidikan. K.H. Ahmad Dahlan senantiasa memikirkan anak-anak generasi dimasa yang akan datang supaya selalu dapat menjadi generasi Islam yang memiliki nilai juang yang tinggi terhadap Islam. Untuk itu di tengah-tengah sakitnya yang semakin parah diawal tahun 1923, K.H. Ahmad Dahlan memberikan beberapa nasehat dan wasiat. Dalam nasehat dan wasiat tersebut terdapat pembahasan mengenai pendidikan karakter yang sudah mulai mengalami kemerosotan, nasehat dan wasiat itu ialah sebagai berikut, kemunduran umat sebagian besar pemeluk islam sudah terlalu jauh meninggalkan ajaran Islam yang membuat Islam mengalami kemunduran. Kemunduran Islam tersebut disebabkan kemerosotan akhlak sehingga mengalami penuh ketakutan seperti kambing dan tidak memilki keberanian seperti harimau. Melihat keadaan yang demikian K.H. Ahmad Dahlan pun berwasiat, “karena itu aku terus memperbanyak amal dan berjuang bersama anak-anakku sekalian untuk menegakkan akhlak dan moral yang sudah mulai bengkok” (Abdul Munir Mulkhan, 1990:95). Sesuai dengan uraian di atas atas maka penulis tertarik untuk meneliti “Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan”.
5
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep K.H. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan karakter? 2. Bagaimana
Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan
Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan ? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H.Ahmad Dahlan” bertujuan: 1. Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H.Ahmad Dahlan. 2. Untuk mengetahui Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan Nilai Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan ? D. Kegunaan Penelitian 1.
Memberikan
sumbangan
pemikiran
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan. 2.
Untuk memberikan pemahaman konsep pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan kepada seluruh masyarakat sebagaimana yang diharapkan K.H. Ahmad Dahlan maupun oleh Agama, khususnya agama Islam.
3.
Dapat menambah wawasan bagi peneliti khususnya mengenai konsep pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan.
6
E. Penegasan Istilah Sebelum
penulis
membahas
lebih
lanjut
yang
menjadi
inti
permasalahan dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu penulis jelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu Konsep Pendidikan karakter. Concept berarti konsep, buram, bagan, dan rencana (M. cchols dan Shadily, 1976: 135).Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau pengolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (KBBI, 2007:588). Pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan mengarahkan fitrahnya agar dapat berkembang sampai titik optimal untuk menciptakan tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1998: 12). Secara etimologis (bahasa), menurut Heri Gunawan, karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, dan kharax. Dalam bahasa Yunani, character berasal dari kata charassein, yang berarti membuat tajam atau membuat dalam. Kamus Besar bahasa Indonesia menyebutkan karakter adalah sifatsifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. atau bermakna bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
7
F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari penelitian, yaitu: jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan analisis data. 1.
Jenis penelitian Penelitian yang dipakai termasuk penelitian literature yang
berfokus
pada
relevan.Penelitian
referensi
buku
literature
lebih
dan
sumber-sumber
terfokus
kepada
yang studi
kepustakaan.(Amirin, 1995:135). 2.
Sumber Data Penelitian ini (berjenis penelitian) literature (kepustakaan),
sehingga penelitian ini menggunakan kajian terhadap buku-buku yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini, yaitu buku-buku yang membahas pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Dengan judul diantaranya. a. KH. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, pendidik dan pendiri Muhammadiyah. b. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Drs. H. Musthofa Kamal Pasha, B.Ed, Drs. H. Ahmad Adaby Darban, SU, 2005). c. Majalah yang terkait dengan topik pembahasan: Majalah Suara Muhammadiyah. Di dalam buku-buku tersebut memuat tentang sejarah berdirinya persyarikatan Muhammadiyah, pemikirannya tentang pendidikan, 8
K.H. Ahmad Dahlan dengan perjuangannya dan masih bayak pembahasan yang lainnya.Dari buku yang diambil sebelumnya, penulis juga menggunakan buku-buku yang berkaitan tentang pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Selain itu juga masih banyak sumber-sumber yang berkaitan tentang K.H. Ahmad Dahlan, salah satunya buku milik Drs. H. M. Zulfa, M. Ag.Beliau mengatakan bahwa pada zaman tersebut Ahmad Dahlan bertujuan memberantas TBC atau yang lebih dikenal dengan tahayul, bid’ah, dan khufarat. Dalam pendidikan menciptakan pembaharuan diantaranya pendidikan disatukan dengan pendidikan tradisional
dengan
pendidikan
umum
dan
moderen.
Dalam
pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan memaparkan bahwa pendidikan diupayakan supaya di ruang kelas terdapat meja,kursi, papan tulis dan keperluan pembelajaran yang lainnya, sehingga akan menjadi metode pembelajaran yang lebih efisien. Dalam pendidikan sekolah beliau juga memberikan pelajaran umum. 3. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian dicari dengan pendekatan library research yaitu
suatu
penelitian
kepustakaan
murni.Dengan
demikian
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
9
catatan, transkip, buku, majalah dan benda-benda tulis lainnya. (Arikunto,2010:202). Dimana data-data atau variabel-variabel tersebut berupa karyakarya mengenai beliau baik tentang sejarah kehidupannya, kebiasaankebiasaan kesehariannya ataupun pemikirannya. Untuk itu penulis menggunakan metode dokumentasi melalui mengumpulkan tulisantulisan sahabat dan murid K.H. Ahmad Dahlan serta karya-karya monumental beliau yang berupa sekolah-sekolah, panti asuhan, rumah sakit dan amal usaha Muhammadiyah untuk menambah validitas data yang telah diperoleh. Studi dokumen ini dilakukan terhadap sumbersumber primer maupun sekunder. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah: a.
Deduktif Metode deduktif adalah metode berfikir yang berangkat dari
pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai sesuatu kejadian yang khusus.(Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk menjelaskan pemikiran tentang pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan.
10
b. Induktif Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta peristiwa khusus yang bersifat umum (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk membahas beberapa konsep pemikiran pendidikan karakter perspektif KH. Ahmad Dahlan guna ditarik kesimpulan dalam dunia pendidikan nasional dewasa kini. G. Telaah Pustaka K.H.
Ahmad
Dahlan
merupakan
seorang
pendiri
Muhammadiyah.Kepemimpinannya itu sangat penting didalam tubuh Muhammadiyah tidak hanya beliau sosok yang dikenal aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan pendidikan maupun dakwah sekaligus entrepreneur yang cukup sukses.Di ranah pendidikan sosok K.H. Ahmad Dahlan sangat tergerak untuk melakukan aktifitas yang menerapkan pendidikan dengan metode barat. System yang dibangun pendidikan
yang
berorientasi
pada
pendidikan
modern
dengan
menggunakan system yang klasikal. Dengan system tersebut dalam pendidikan mendapatkan gagasan pembaharuan guna menambah wacana pendidikan berkemajuan. Adapun buku-buku yang telah terbit yang membahas mengenai beliau diantaranya adalah:
11
1. Ditulis oleh Abdul Munir Mulkham, dengan judul “Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial”, Diterbitkan oleh Bumi Aksara pada tahun 1990 di Jakarta. 2. Ditulis oleh Abdul Munir Mulkhan, dengan judul “Jejak Pembaharuan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan”, Diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara pada tahun 2010. 3. Ditulis oleh Muttaqin, dengan judul “Pencerahan Pendidikan Agama Islam di Indonesia dan Aktualisasinya (telaah sosiokultural perjuangan K.H. Ahamd Dahlan)” Diterbitkan di STAIN pada tahun 2014 di Salatiga. 4. Ditulis oleh Deni Al Asy’ari, dengan judul “Pemberontakan Kaum Muda Muhammadiyah”, Diterbitkan oleh Resist Book pada tahun 2005 di Yogyakarta. 5. Ditulis oleh Robert W. Hefner, Sukindi Mulyadi dan Abdul Munir Mulkhan dengan judul “Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan”, Diterbitkan oleh PT Multi Pressido pada tahun 2008 di Yogyakarta. Dari beberapa sumber tulisan tersebut, sejauh pengamatan penulis masih ada yang perlu untuk dilengkapi kembali yang membahas mengenai Pendidikan Karakter menurut pemikiran beliau. Harapan penulis pemikiran yang akan disampaikan ini dapat melengkapi informasi sebelumnya dan menambah wacana khasanah keilmuan.
12
H. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini secara menyeluruh terdapat lima bab untuk membahas Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan. Sistematika penulis disusun sebagai berikut:
BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan dan manfaat penelitian D. Definisi Operasional E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II: BIOGRAFI K.H. AHMAD DAHLAN A. Riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan B. Latar belakang pendidikan K.H. Ahmad Dahlan C. Peran K.H. Ahmad Dahlan D. Usaha dan Jasa K.H. Ahmad Dahlan E. Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan F. Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan G. K.H. Ahmad Dahlan Politik dan Nasionalisme
13
BAB III: TEORI PENDIDIKAN KARAKTER A. Pengertian karakter B. Pengertian pendidikan karakter C. Tujuan pendidikan karakter D. Dasar hukum pendidikan karakter E. Nilai-nilai pendidikan karakter
BAB IV: PEMBAHASAN Pada bab ini membahas konsep pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan dan Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan. Dalam konsep pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan berupaya menanamkan karakter kepada peserta didiknya.Diantaranya melalui pendidikan akhlaq, salah satu usaha supaya dapat menumbuhkan
karakter
yang
baik
yang
sesuai
Al-Qur’an
dan
As-
sunnah.Selanjutnya pendidikan individu, pendidikan yang menggabungkan antara akal dan pikiran, kenyakinan dan intelektual serta kebahagiaan dunia dan akherat.Dan yang terakhir yakni pendidikan kemasyarakatan, yaitu pendidikan yang
menggabungkan
antara
pendidikan
individu
dengan
pendidikan
bermasyarakat. Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Dengan Unsur-Unsur Pendidikan Karakter Kemendiknas Diantaranya yaitu, nilai karakter religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
14
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggungjawab. Adapun pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan dapat mendukung pendidikan karakter Kemendiknas sehingga mampu menciptakan pendidikan karakter yang efektif. BAB V: PENUTUP Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup.
15
BAB II BIOGRAFI AHMAD DAHLAN A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1986 M atau 1285 H dengan nama Muhammad Darwis. K.H. Ahmad Dahlan merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara dari seorang ayah bernama Kyai Haji Sulaiman yang menjabat khatib masjid besar Mataram Yogyakarta (Sucipto, 2010: 49) .Ibunya bernama Siti Aminah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu di kalsutanan Yogyakarta. Menurut silsilah garis keturunan, Muhammad Darwis termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Jika dirunut silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, Maulana Ainun Jakin, Maulana Fadhulloh (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman (Ki Ageng Gribig), Demang Djurang Djuru Sepisan, Demang Djurang Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadlo, KH Muhammad Sulaiman, K.H. Abu Bakar dan Muhammad Darwis (K.H. Ahmad Dahlan) Depot Pengajaran Muhammadiyah (1968:5). Beliau tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan nuansa religius yang tinggi, yaitu masyarakat kauman. Kyai Haji Abu Bakar memberi nama puteranya itu Muhammad Darwis. Putera yang dilahirkan termasuk keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim. Ibu Muhammad Darwis yang terkenal
16
dengan sebutan Nyai Abu Bakar, merupakan putri kyai Haji Ibrahim bin kyai Haji Hasan dengan nama Siti Aminah. Kyai Haji Ibrahim sendiri menjabat penghulu keratin sehingga dengan demikian jelas bahwa Muhammad Darwis dari segi ayah dan ibu dilahirkan dan hidup dalam keluarga muslim yang taat. Kampung Kauman terletak di jantung kota Yogyakarta, tepatnya disebelah barat alun-alun utara keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada awal mulanya kampung Kauman dihuni oleh para ulama yang bertugas memakmurkan masjid Gede Keraton Yogyakarta sebagai khatib, imam, mu’adzin, serta kyai penghulu atau Qadli keraton dengan staff dan pegawainya (Utomo, 2011: 66). Jumlah khatib ada dua belas orang dan seorang diantaranya adalah kiai Haji Abu Bakar dengan gelar Khatib Amin.Setelah Kyai Haji Abu Bakar wafat maka jabatan khatib beralih kepada puteranya, K.H. Ahmad Dahlan.Para kyai dan ulama’ penduduk Kauman itu kemudian saling berbesanan dan anak serta cucu-cucu mereka itulah yang akhirnya merupakan penghuni kampung Kauman. Sewaktu kecil, Muhammad Darwis bergaul akrab dengan kawankawan tetangganya.Beliau dikenal sebagai anak yang rajin, jujur, dan suka menolong, serta mempunyai kelebihan yaitu pandai membuat kerajinan tangan dan membuat barang-barang permainan.Oleh sebab itu tidak mengherankan bila Muhammad Darwis disayangi oleh teman-teman sepermainan dan sekampungnya (Kemuhammadiyahan, 2010: 26).
17
Di usia remaja ia juga sudah menunjukkan sikap dan berbagai keunggulan
dibanding
teman-teman
sebayanya.
Terutama
dalam
kecermatan dan kehati-hatiannya dalam menghadapi persoalan, saat mengambil
keputusan dan bertindak.Kemampuan akal
pikirannya
dikembangkan secara maksimal, sehingga kecerdasan kedinamisan serta kreatifitas Dahlan kecil sudah Nampak. Pada usianya yang masih belia umur 15 tahun, beliau memutuskan untuk pergi haji dan tinggal di Mekkah.Keberangkatannya itu tidak lepas dari peran kakak iparnya bernama Kyai Haji Soleh, seorang kyai yang juga saudagar kaya.Di mana beliaulah yang membiayai segala keperluan Dahlan, agar bisa berangkat ke tanah suci. Di sanalah awal mula terjadinya pergolakan K.H. Ahmad Dahlan dengan pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afgani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah (Winda, 2009: 15). Pada tahun 1888 beliau kembali ke Indonesia dan mengganti nama menjadi Ahmad Dahlan yang diambil dari nama seorang mufti yang terkena l dari Mazhab Syafi’I di Makkah yaitu Ahmad bin Zainal Dahlan. Beliau pun membantu ayahnya mengajar pengajian anakanak. Keadaan ini telah menyebabkan pengaruh Ahmad Dahlan semakin luas di Masyarakat sehingga ia diberi gelar “Kyai”. Sebagai seorang kyai, ia dikategorikan sebagai ulama atau intelektual. Namun tidak berselang lama, tepatnya pada tahun 1903 ia kembali lagi ke Makkah dan menetap disana selama 2 tahun (Winda, 2009: 15). Pada masa ini, ia sempat
18
berguru pada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari. Sepulang dari Makkah pada tahun 1889 M, saat itu berusia 24 tahun, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri. Anak Kyai penghulu Haji Fadhil yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pendiri Aisyiyah (Sucipto, 2010: 52). Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapatkan enam orang anak yaitu: Johannah (lahir 1890), Siraj Dahlan (lahir 1898), Siraj Busyro (lahir 1903), Irfan Dahlan dan Siti Aisyah (lahir kembar, tahun 1905) dan Siti Zuharoh (lahir 1908) (Sucipto, 2010: 52). Pada tahun 1869 M ayah dari K.H. Ahmad Dahlan (KH.Abu Bakar) meninggal dunia. Jenazah KH. Abu Bakar mendapat penghormatan yang besar dari masyarakat dan para bangsawan keraton Yogyakarta.Setelah dishalatkan di Masjid Gede Kauman, jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum Nitikan, satu makam dengan ayahnya, KH. Sulaiman (Wibowo 2011: 91). Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di Keraton Yogyakarta, sebagai anak laki-laki yang paling besar, Ahmad Dahlan diangkat sebagai Ketib Amin menggantikan ayahnya. Semasa hidupnya, K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang khatib atau lebih dikenal dengan sebutan “ketib”(juru khutbah) di masjid kesultanan Yogyakarta menggantikan ayahnya. Masa itu Masjid Kasultanan Yogyakarta mempunyai 12 orang ketib (khatib, pemberi khutbah jum’at) masjid besar Yogyakarta, seorang diantaranya adalah K.H. Ahmad Dahlan
19
yang terkenal dengan sebutan “ketib amin”. Sebagai seorang khatib, setiap bulannya beliau mendapatkan gaji sebesar 7 (tujuh) golden (rupiah jaman Belanda) (Anshory, 2010: 49).Di samping sebagai khatib beliau juga menerima pekerjaan membuat batik, juga berdagang batik, bahkan beliau berdagang sampai ke Jawa Timur dan Jawa Barat. Bertepatan pada hari jum’at malam sabtu, tanggal 7 Rajab tahun 1334 H, bertepatan pada tanggal 23 Februari 1923 M di Yogyakarta menjelang tengah malam, Allah Swt. Memanggil hamba yang tidak pernah lelah mengabdi kepada-Nya itu. K.H. Ahmad Dahlan menghembuskan nafas yang terakhir dikamar tidurnya. (Wibowo, 2011: 183). K.H. Ahmad Dahlan wafat pada usia 54 tahun. Tanggal 27 Desember 1961 Pemerintah Republik
Indonesia
berdasarkan
SK
Presiden
RI
NO.657/1961
mengangkat K.H. Ahmad Dahlan sebagai pahlawan kebangkitan Nasional (Winda, 2009: 15).
B. Latar Belakang Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan 1. Pendidikan Masa Kecil K.H. Ahmad Dahlan Semasa kecil Ahmad Dahlan tidak pergi kesekolah.Hal ini karena sikap orang-orang Islam pada waktu itu melarang anak-anaaknya memasuki sekolah Gubernemen.sebagai gantinya Ahmad Dahlan memulai pendidikannya pada masa kanak-kanak dibimbing langsung oleh kedua orang tuanya yaitu ayahnya yang bernama K.H Abu Bakar dan ibunya Siti Aminah. Ayahnya ini dikenal sebagai seorang khatib dimasjid besar
20
keraton jogjakartaa. Pendidikan Ahmad Dahlan ini waktu dia memasuki usia sekolah Ahmad Dahlan tidak disekolahkan di sekolahan formal, melainkan diasuh dan dididik mengaji Al Qur’ann dan dasar-dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Model pembelajaran yang diperoleh dari Ahmad Dahlaan adalah homeschooling. (Tengku-Zubaidah, 2014: 187). Pada usia delapan tahun ia telah lancer membaca Al Qur’an hingga khatam. Tidak hanya itu dia mempunyai keahlian membuat barangbarang-barang kerajinan dan mainan seperti halnya anak laki-laki pada umumnya. Seiring dengan usia yang semakin bertambah, ia pun mulai belajar ilmu Agama Islam tingkat lanjut. Tidak hanya sekedar membaca Al-Qur’an saja melainkan ilmu-ilmu umum. Guru-gurunya antara lain K.H Abu Bakar (ayahnya), kemudian ia belajar ilmu fiqih kepada kepada K.H Muhammad Shaleh, dan nahwu kepada K.H Muhsin (keduannya masih iparnyaa sendiri) ia juga berguru dengan K.H Muhammad Nur dan K.H Abdul Hamid. Pengetahuan dalam ilmu falaq diperoleh dari gurunya yang lain yaitu K.H Raden Dahlan (putra kyai termas), ilmu hadits ia berguru pada Syekh Khayyat, Qiroatul Qur’an Syekh Amin dan Sayyid Bakri Satock, ilmu pengobatan dan racun ia peroleh dari gurunya Syekh hasan, ilmu hadits ia peroleh dari gurunya Sayyid Babusijjil, dan Mukti Syafi’I.
21
2. Pendidikan Ahmad Dahlan Masa Remaja. Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Daahlan berangkat ke Makkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim disana selama setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim kedua kalinya, ia banyak bertemu dan melakukan diskusi dengan sejumlah ulama di Indonesia yang bermukim di Makkah. Diataranya ulama-ulama tersebut adalah Syekh Muhammad Khati Al Minangkabawi dari minangkabau, Kyai Nawawi Al Bahteni dari Banten, Kiyai Mas Abdullah, dan kiyi Fiqih Kumambang dari gresik (Sucipto, 2010: 61). Semangat Ahmad dahlan dalam menempuh jalanya untuk berdakwah dan menuntut ilmu tidak berhenti, hal ini ditunjukan semangatnya dalam mencari ilmu dengan berguru kepada para ulama di Arab Saudi saat perjalanannya menunaikan ibadah haji. Beliau pernah belajar ilmu hadits kepada kyai mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu Qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakhri Syatha dan ia juga pernah berguru pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun Binatang. Tidak hanya samapai disitu saja, Ahmad Dahlan ini belajar pengetahuan agama Islam diperoleh melalui beberapa sumber seperti buku-buku, sejumlah referensi dari tokoh dan pemikir pembaharu Islam dari Timur Tengah.
22
Referensi pemikir tokoh seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, Jamaludin Al Afghani, Muhammad bin Abduh Wahab, Muhammad Raasyid Ridha, dan lainnya, berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan Ahmad Dahlan sebagian besar adalah buku yang yang dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan. Diantara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: “Tauhid“ dan “Tafsir Jus’Ama”, “Al Islam wa-al Nasrani”, “Kanz al-Ulum“ dan “Dairah Al Ma’arif“ (Farid Wajdi), “Fi Al-Bid ’ah“ dan “Al Tawassul wa-al Wasillah“ (Ibnu Taimiyah), “Izar al-Haq“ (Rahmah al Hindi), “Tafshil al- Nasyatain Tashil al Sa’adatsin”, “Matan al- Hikmah”(Atha Allah) dan “Al-Qashaid alAthasiyyah” (Abdul al Athtas). Buku-buku lainya yang dipelajari oleh beliau secara otodidak antara lain karya-karya: Imam Syafi’i, Imam Al-Ghozali, Ibnu Taimiyyah, Muhammad Abdduh dan Rayid Ridha. Dengan latar belakang pendidikan Islam yang dimilikinya membuatnya dikenal dengan keahlian dalam membaca dan memahami literature Arab.Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan Ahmad Dahlan tentang Univeralitas Islam.Ide-ide tentang reinterprestasi Islam dengan gagasan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khusus. (Sucipto, 2010: 59).
23
3. Pendidikan Ahmad Dahlan Masa Dewasa Ketika Ahmad Dahlan berusia 40 tahun 1909, K.H Ahmad Dahlan membuat trobosan strategi.Beliau berabung dengan Budi Utomo dan Jami’at kahair. Secara personal Ahmad Dahlan mengenal Budi Utomo melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di Yogyakarta sekaligus pembantu di bidang kedokteran, Dr. Wahidin Sudirohusodo salah seorang pemimpin Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta. Ia mempuyai banyak keluarga di kauman. Suatu hari ketika ia bersilaturahim di kauman Dahlan mengajak untuk singgah kerumah. Dari pertemuan itulah ia mulai mengenal Budi Utomo. Kemudian keinginannya bertemu dengan pengurus Budi Utomo disampaikan kepadanya (Suharto, 2006: 295). Melalui
Joyosumarto
ia
berkenalan
dengan
dr.Wahidin
Sudirohusodo secara pribadi. Ia pun sering hadir dalam rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan Budi Utomo. Setelah banyak mendengar tentang aktivitas dan tujuan Budi Utomo melalui pembicaraan langsung dan pribadi secara resmi Ahmad Dahlan sebagai anggota Budi Utomo pada tahun 1909.Keterlibatannya di Budi Utomo memberikan pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan perihal keorganisasian dan mengatur organisasi secara modern (Nizar, 2002:109). Dalam perkembangan selanjutnya Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa, melainkan pengurus kring kauman dan salah satu komisariat Budi Utomo cabang Yogyakarta. Melalui perkumpulan ini
24
Ahmad Dahlan bias menyampaikan pelajaran Agama pada anggotanya. Lebih dari pada itu, oleh karena anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah, di kantor-kantor pemerintahan.Pada akhirnya membuat Ahmad Dahlan dapat mengajar ilmu-ilmu Agama di sekolahsekolah. Terbukti dengan apa yng diajarkan kepada anggota-aanggota Budi Utomo di terima degan baik. Beliau juga diterima sebagai tenaga pengajar di Kweekschool Jetis akan tetapi megajarnya diluar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada hari sabtu sore (Nata, 1997: 205). Selanjutnya pada tanggal 1 Desember tahun 1911, Ahmad Dahlan berhasil mendirikan sebuah sekolah agama di lingkungan kraton, dengan system pendidikan Gubernemen yang memberikan pelajaran umum.Di sekolah ini, Dahlan menerapkan segala gagasan fikirannya mengenai pendidikan.Dengan menggunakan metode pendidikan barat memakai kursi, meja dalam bentuk klasikal, sekolah ini sebagai cikal baakaal tumbuhnya gagasan pendirian Muhammadiyah.Raden Sosrosoegondo dan Mas Radji juga menyarankan Ahmad Dahlan mendirikan sekolah sendiri secara terpisah.Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi atau kumpulan yang bersifat permanen. Dalam musyawarah dengan kepala Kweekschool, Budiharjo dan sekertaris Budi Utomo Dwidjosewodjo memberikan beberapa saran kepada Ahmad Dahlan.Budi Utomo siap membantu mendirikan organisasi baru. Apabila Ahmad Dahlan didukung tujuh angggota Budi Utomo, setelah melalui diskusi pada akhirnya tujuh anggota Budi Utomo
25
menyutujui di bentuknya organisasi baru diantaranya, Ahmad Dahlan, Raden Haji Syarkawi, Haji Mohammad soedja, haji Moehammad Hisja, Haji Moehammad Fachruddin, dan Haji Moehammad Tamim. Dengan kesepakatan
itu
tanggal
18
oktober
1912
berdirilah
organisasi
Muhammadiyah. Sejak awal Ahmad Dahlan sudah menetapkan organisasi muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat soosial dan bergerak dibidang pendidikan. Tujuan organisasi ini untuk menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada peduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam kepada para anggota-anggotanya (Suharto, 2006: 297). Tepat pada tangal 20 desember 1912 Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah hindia belanda untuk mendapatkan badan hokum.Permohonan itu baru dikabulkan pada 1914 dengan Surat ketetapan No.81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta, meskipun begitu Muhammadiyah berhasil tersebar keberbagai daerah, diantaranya Sradakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain. Berdirinya organisasi Muhammadiyah ini padaa awalnya hanya ada delapan pengurus diantaraanya Ahmad Daahlan sebagai ketua, sekretaris: Abdullah Sirrat, Angggota: Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis dan Muhammad Fakih. Agar dapat mengatasi permasalahan yang timbul karena dipersempitnya ruang gerak organisasi ini maka diambil jalan keluar dengan membuka cabang baru dilur
26
Yogyakarta. Dan pada akhirnya dengan jalan keluar yang dipilih tersebut organisasi ini dapat berkembang ke berbagai daeraah diantaraanya Nurul Islah di pekalongan, Al Munir di Ujung Padaang, dan Sidiq Amanaah Tabligh Fatonah (SATF) di Solo. Semakin berkembangnya organisasi ini pada akhirnya semakin banyak jemaahnya dan tidak hanya itu pergerakannya semakin digencarkan dalam bidang dakwah yakni dengan mengadakan pegajian dan perkumpulan yang membahas kepentingan Islam, perkumpulanperkumpulan yang membahas kepentingan Islam mendapat dukungan penuh dari Muhammadiyah. Perkumpulan-perkumpulan yang mendapat dukungan
Muhammaddiyah
diantaranya
Ihwanul
Muslimin,
Taqwimmudin, Cahaya Muda, Hambudi Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-aba, Ta’awanu alal birri, Ta’aruf bima kanu wal-Fajri, Wal- Ashri, Jamiatul Muslimin dan Syahrotul Mubtadi. Semakin lama Muhammadiyah yang dipimpin Ahmad Daahlan semakin berkembang di seluruh pelosok negeri Indonesia. Maka pada tanggal 7 Mei 1921 Ahmad Dahlan mengajukan surat permohonan kepada pemerintah
Hindia
Belanda
untuk
mendirikan
cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Hingga pada akhirnya permohonan ini disetujui tepatnya pada tanggal 2 September 1921. Selain itu Ahmad Dahlan pada tahun 1910, juga aktif di Jami’at Khair sebagaii Anggota, ia menjadi anggota ke 7770 perkumpulan
27
masyarakat Arab Indonesia bersama Husein Jayadiningrat. Dalam Organisasi ini memuat tentang sekolah agama, Bahasa Arab serta bergerak dibidang sosial, juga sangat giat membangun jaringan dengan pemimpinpemimpin di Negara-negara Islam yang maju. Selain di muhammadiyah, Budi Utomo, Jami’at Khair, Ahmad Dahlan juga aktif di Serekat Islam (SI) sejak tahun 1913. Bahkan ia menjadi komisaris sentral SI dan adviser (penasehat pusat) SI sekaligus sebagai ahli propaganda dari aspek dakwwah bagi SI. Ia termasuk rombongan yang mewakili pengurusan pengesahan Badan Hukum Serekat Islam (BHSI) bersama Cokroaminoto (Sucipto, 2010: 76). C.
Peran K.H. Ahmad Dahlan 1. Peran Dalam Bidang Sosial Ahmad Dahlan lahir dari keluarga yang terpandang. Beliau putra dari seorang ulama dan khatib terkemuka di masjid kesultanan Yogyakarta. Menurut silsilah garis keturunan Ahmad Dahlan termasuk keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim salah seorang yang terkemuka diantara Wali Songo. Ia lahir dan tumbuh kembang dalam lingkungan yang penuh dengan nuansa religius yang tinggi yaitu masyarakat Kauman. Dari segi sikap tingkah laku yang dimiliki Ahmad Dahlan ini sangat baik, dia sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, dan juga welas asih terhadap masyarakat-masyarakat yang kurang mampu. Dalam kehidupannya dia sebagai tenaga pengajar agama Islam yang baik memberikan contoh, suri tauladan bagi murid-muridnya.
28
Ia pada masa kecilnya senang bergaul dengan anak-anak di kampung tempat ia tinggal. Seorang yang dekat dengan rakyat, karena pada masa kecilnya sampai sekarang saling menghormati. Beliau juga adalah seorang yang lebih pragmitikus yang sering menekan semboyan kepada murid-muridnya, sedikit bicara banyak kerja. Untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya Ahmad Dahlan berdagang kain. Oleh karena itu ia sering berpergian dan mengadaakan perdagangaan dengan pedagang lainnya, termasuk dengan sejumlah pedagang Arab. Selain kegiatan berdagangnya kegiatan sosial lainnya yang ia lakukan adalah memberikan pengajian kepada beberapa kelompok orang, terutama pada sekelompok murid-murid pendidikan pribumi di Yogyakarta (Mulkhan, 2010: 86). 2.
Peran Dalam Bidang Keagamaan. Masalah yang selalu muncul dalam pengajian adalah tentang kajian
Islam dan kehidupan tepatnya menetapkan posisi diri dengan takdir Tuhan.Yakni suatu kehidupan sejarah yang masih ada unsur keterlibatan antara takdir dan peran aktif manusia itu sendiri, masalah ini tak pernah terpecahkan secara tuntas. Sepanjang sejarah para ulama dan pemimpin Islam sering berselisih paham tentang bagaimana realitas kehidupan sosial pemeluk Islam yang cenderung plural dan beragam dipahami dengan alat. Mereka cenderung sulit dalam menerima fakta sosial yang menunjukkan adanya keberagamaan Islam dalam hal pendidikaan, berpartai, berpraktik
29
ibadah, organisasi, dan pemahaaman sumber-sumber ajaran Islam (Mulkhan, 2010: 87). Jadi hampir dari seluruh pikirannya berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam. Waktu itu yang tengggelam dalam kejumudan (stagnasi) kebodohan serta keterbelakangan. Kondisi ini diperparah degan politik kolonial Belanda yang sangat merugikan masyarakat Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide-ide pembaharuan dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi yaitu: pertama, berupa memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari Khurafat, tahayul dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam aqidah dan ajaran Islam. Kedua, mengajak umat Islam
untuk
keluar
dari jaringan pemikiran tradisional
melalui
reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio (Nizar, 2002: 103). Pergaulannya pun sangat luas meliputi hampir semua golongan keagamaan, kebudayaan, dan kelas sosial. Ahmad Dahlan berguru dan berteman dengan kyai-kyai terkemuka dari berbagai daerah, orang-orang dari kalangan elit, priyayi, dan ulama-ulama dari Timur Tengah dan Asia.Ia bergaul dengan kalangan elit seperti Budi Utomo, pimpinan Agama lain, pejabat hindia Belanda. Pada masanya beliau perah memiliki gagasan-gagasannya selalu di tolak dan dianggap kafir. Namun hal itu ia terima selama apa yang dilakukaannnya tidak menyalahi syariat agama dan dapat membantu
30
masyarakat dalam pengentasan dari kemiskinan, pemberdayaaan umat dan pencerdasan rakyat (Sucipto, 2010: 11). 3. Peran dalam Dunia Pendidikan. Di
Indonesia
akibat
penjajahan
dari
Belanda
pendidikan
mengalami kemunduran. Mahmud Yunus menuliskan “pendeknya keadaan pendidikan Islam seluruh Indonesi sebelum tahun 1900 itu sama saja, yaitu kemunduran pendidikan Islam, sebagai akibat penjajah belanda (Yunus, 1996: 203). Dalam sebuah buku di jelaskan bahwa Ahmad Dahlan dan organisasi
Muhammadiyah
membangun
sekolah
modern
yang
mengajarkan ilmu-ilmu duniawi sebagai bekal bagi pendidikan untuk menempuh kehidupan yang lebih baik
(Mulkhan, 2000: 88) ide atau
gagasan Ahmad Dahlan sangat besar terbukti dari kutipan tersebut dimana setiap manusia harus mampu mengarungi hidup yang lebih baik. Untuk menyandaarkan seseorang tentng nasib tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan pendidikan. 4. Peran Sebagai Pejuang Selama ratusan tahun bangsa Indonesia merasakan penderitan dibawah tindasan penjajah belanda, berbagai penderitaan, penyiksaan, yang berimbas pada kemiskinan dan kebodohan, dengan keadaan yang demikian membuat bangsa Indonesia terus memperjuangkan kemerdekaan tanpa kenal lelah dan putus asa demi mendapat kebebasan dan mendapatkan hak mereka. 31
Semangat pejuangan bangsa Indonesia untuk melawan penjajah dan merebut hak-hak mereka memggelorakaan semangat persatuan dan kesatuan. Hingga pada abad 19, kesadaran akan kesatuan dan persatuan bangsa dirasakan oleh berbagai elemen bangsa, dengan persatuan dan kesatuaan bangsa itu menjadi senjata untuk memenangkan hak-hak bangsa Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan. Sebagai bentuk realisasi semangat persatuan dan kesatuan mulai terbentuklah organisasi-organisasi perjuangan untuk mewadahi cita-cita bangsa.
Dari
organisasi
inilah
akan
menjadi
tonggak
untuk
mensosialisasikan semangat persatuan dan kesatuan kepada masyaarakat luas serta membentuk konsolidasi antar anggota kepada masyarakat luas. Di Jawa terdapat organisasi yang mewadahi perjuangan dan mewujudkan cita-cita bangsa yakni organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam. Tidak hanya itu untuk mengembangkan bentuk semangat persatuaan daan kesatuan Indonesia, bangsa Indonesia yang ada di luar negeri bergabung dalam Perhimpunaan Indonesia, dan mereka mulai menggunakan nama Indonesia dalam konsep geografis, antropologis dan konsep politik. Demikian dengan pelajar Indonesia di Timur Tengah, mereka ikut berperan
dalam
menyatukan
semangat
kemerdekaan
diantaranya
KH.Ahmad Dahlan, KH.Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama di tanah suci Makkah,
bahkan
mereka
berikrar
di
Multazam
untuk
bersama
memperjuangkan kemerdekaan sekembalinya dari tanah suci (Sucipto, 2010: 89).
32
Sekembalinya dari Makkah Ahmad Dahlan bergabung dengan organisasi-organisasi seperti Budi Utomo, Serikat Islam dan membentuk organisasi Muhammadiyah yang tujuannya pun tidak lepas dari memperjuangkan kemerdekaan daan menjadikan bangsa yang lebih baik lagi.Demikianlah peran besar dari Ulama, Ahmad Dahlan dalam perjunagan melawan penjajah. 5. Peran sebagai Pendidik Pada abad ke 17 hingga 18 M. bidang pendidikan di Indonesia berada dalam pengawasan dan control ketat (VOC) sebuah kongsi perusahaan dagang milik Belanda. Pada kondisi ini kondisi pendidikan Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari kepentingan komersial. Pendidikan diadakan hanya untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya disamping itu untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja muda terlatih dari kalangan pribumi. Berangkat dari keprihatinan inilah yang mendorong para pejuang bangsa melalui bidang pendidikan menjadi pejuang serius para tokoh-tokoh pejuang bangsa, karena dengan cara inilah bangsa Indonesia dapat lepas dari cengkeraman kaum Imperialisme (Sucipto, 2010: 104) Dimulai dari pendakwah Ahmad Dahlan menjelaskan semua hal tentang Islam pada msyarakaat luas untuk mengamalkan ayat-ayat alQur’an dan ajaran-ajaran Islam. Selain itu Ahmad Dahlan juga mengajar di Kweekschool meski mengajarnya hanya pada jam tambaahan namun hal tersebut tidak menyurutkaan perjuangannya sebagai pendidik selain itu
33
melalui itulah ia dapat lebih mudah lagi dalam menyerap ilmu dalam hal sistem pendidikan, pada tanggal 1 Desember 1911 Ahmad Dahlan mulai mendirikan sekolah di lingkungan keraton dengan sistem pendidikan Gubernemen yang memberikan pelajaran Umum. Sekolah ini menurut Steenbrink merupakan sekolah Islam pertama di Indonesia yang memenuhi syarat untuk mendapat subsidi dari pemerintah. Setelah adanya sekolah itu lahirlah sekolah-sekolah berbasis pesantren modern. D. Usaha dan Jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan Dengan keahlian dalam bidang agama dan ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharu Islam. Kemudian aktif dalam pengumpulan-pengumpulan dengan menyebarkan dengan cara diskusi, dakwah melalui berdagang batik, khutbah dan mengajar di sekolahsekolah sampai kepelosok-pelosok tanah air. Berdirilah organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912. Ahmad Dahlan adalah seorang seorang yang berani membela kebenaran yang menurutnya benar sesuai dengan al-Qur’an dan asSunnah. Meskipun itu harus mengorbankan kekuasaannya. Beliau patut diberi penghargaan atas jasa-jasanya dalam dalam pembaharuan ide, jasa, perjuangannya terutama pada bidang pendidikan. Usaha dan jasa-jasanya bias dibuktikan sebagai berikut: 1. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam secara popular, tidak hanya mendapatkan
di
pesantren.
34
Ahmad
Dahlan
bertindak
sebagai
pendakwah yang dijuluki Mubaligh Jawa Tengah karena membawa pembaharuan yang baik di Indonesia dengan hail pemikirannya. 2. Memberantas Bid’ah, Khurafat dan tahayul yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bid’ah, Khurafat dan tahayul merupakan tiga hal yang dilarang dalam Islam. Pengertiannya adalah sebagai berikut, Bid’ah adalah suatu amalan yang diada-adakan atau menambah amalan dalam ritual ibadah, padahal tidak diperintahkan oleh Allah SAW dan tidak dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Pengertian Khurafat adalah kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia, hewan, tumbuhtumbuhan, benda-benda, dan kata-kata serta kepercayaan adanya jiwa dan ruh yang dapat mempengaruhi alam manusia. Pengertian Tahayul adalah suatu kepercayaan yang sampai kini masih melekat dalam diri sebagian umat islam tentang bulan safar, yaitu bulan naas, bulan yang penuh kesialan. Alasannya, karena safar berarti sejenis penyakit di dalam perut, berbentuk ulat besar yang dapat mematikan. Tiga hal ini yang sering dikenal dengan singkatan (TBC). 3. Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Senin Legi Dzulhijah 1330 H yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia. Pada awal pembentukan organisasi ini Ahmad Dahlan harus menghadapi isu meninggalkan ahli sunah wal jamaa’ah bermacammcam tuduhan dan fitnah yang diberikan padanya. Akhirnya Muhammadiyah dikenal di seluruh penjuru nusantara.
35
4. Mengubah arah kiblat sesuai dengan ketentuan yang benar. Dalam pembenaran arah kiblat Ahmad Dahlan membuat acara musyawarah yang mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar Yogyakarta. Yang bertujuan untuk memusyawarahkan tentang arah kiblat di surau milik keluarganya. Musyawarah ini berlangsung hingga subuh dalam hal ini Ahmad Dahlan sudah mempersiapkan kitab-kitab sebagai acuannya daalam berpendapatnya. Pendapatnya yang menyatakan arah kiblat tidak pada arah barat pas namun sedikit cindong ke utara + 24 derajat, sampai pada akhirya tidak berujungnya permasalahan sultan Hamengkubuwono IX memerintahkan Ahmad Daahlan untuk belajar ke Tanah Suci dengan biaya Sultan untuk mempelajari arah kiblat. 5. Membangun panti asuhan yaitu tempat-tempat bagi anak kurang mampu. Tujuannya agar anak-anak ini lebih terawat secara sikis maupun psikisnya. 6. Memulai sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak jenjang dasar, tengah, menengah perguruan tinggi. Tidak hanya itu membangun pesantren yang modern sesuai kdengan kemajuan zaman. 7. Mendirikan Badan usaha agar masyarakat ini bias mengembangkan perekonomian dalam kehidupan semakin maju. 8. Mendirikan rumah sakit Muhammadiyah. 9. Mendirikan organisasi wanita Aisyiyah yang dipimpin oleh istrinya yang benama Siti Walidah gerakan ini didirikan untuk wanita-wanita yang peduli dengan Muhammadiyah dan setuju dengan tujuan dari
36
Muhammadiyah untuk pembaharuan dan mengangkat derajat manusia kearah yang lebih baik dengan meninggikan derajat wanita melalui optimalisasi perannya dalam hal pembangunan bangsa (Mulkhan, 1990: 31). Pemikiran-pemikiran tentang pengembangan kehidupan berbangsa ke araha yang lebih baik baik itu dalam bidang soosial maupun pendidikan menjadikan Ahmad Dahlan sebagai salah satu pahlawan Nasional yang di tetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan keputusan Presiden no 657 tanggal 27 Desember 1961. Dengan Dasar-Dasar penetapan sebagai berikut: a. K.H Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa yang masih harus belajar dan berbuat. b. Organisasi Muhammadiyahnya yang didirikannya telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni bagi bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi Masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam c. Organisasi
Muhammadiyah
telah
banyak
berkontribusi
dalam
mempelopori amal usaha dalam hal sosial dan pendidikan demi kemajuan bangsa. d. Organisasi mempelopori
Muhammadiyah
bagian
kebangkitan wanita
37
wanita
Indonesia
(Aisyiyah) untuk
telah
mengenyam
pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat kaum pria (Sucipto, 2010: 198). E. Cita-Cita K.H. Ahmad Dahlan Cita-cita pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama intelek” atau “intelek-ulama”. Yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri, dimana agama dan pengetahuan umum diajarkan bersama-sama, dijelaskan dalam buku Moh Ahmad Ali (2005:95). Dengan kedua tindakan tersebut diharapkan bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam (Rasyad, 1988: 30). Terlahir keluarga ulama besar, K.H. Ahmad Dahlan memiliki citacita yang tinggi, memperbaiki masyarakat Indonesia dari keterpurukan dan penindasan berlandaskan cita-cita Islam berdasarkan ajaran al-Qur’an dan Hadist (Sucipto, 2010: 61).Usaha-usahanya lebih ditujukan untuk hidup beragama dengan berbekal keyakinan, untuk membangun masyarakat berbangsa haruslah terlebih dahulu di bangun semangat bangsa. K.H. Ahmad Dahlan juga mengharapkan agar guru-guru sekolah yang diajarnya dapat meneruskan agama Islam kepada murid-murid
38
mereka pula. Ternyata pelajaran yang diberikan olehnya memenuhi harapan. Guru-guru yang diajarnya menyarankan agar K.H. Ahmad Dahlan membuka sekolah yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Ini dilakukan untuk menghindari nasib kebanyakan pesantren tradisional yang terpaksa ditutup apabila pemilk pesantren meninggal (Anshory, 2010: 54). Menurut pandangan K.H. Ahmad Dahlan, untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa Belanda, harus dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan melalui lembaga pendidikan. K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menyerukan kepada masyarakat untuk beramal dan berorganisasi, dan hendaklah berpegangan pada prinsip “senantiasa mempertanggungjawabkan tindakan kepada Allah SWT”. K.H. Ahmad Dahlan menyerukan perlunya setiap pemimpin menambah terus ilmu sehingga bijaksana dalam mengambil keputusan dan perlunya dilakukan perubahan menuju kearah yang lebih baik. Dalam memahami agama, K.H. Ahmad Dahlan selalu berpegang pada prinsip: 1) memahami ajaran Islam sumbernya hanya al-Qur’an dan Hadist; 2) untuk dapat memahaminya dengan tepat harus menggunakan akal yang sehat sesuai dengan jiwa agama Islam (Sucipto, 2010: 63). Menurut
K.H.
Ahmad
Dahlan
ide-ide
pembaharuan
dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara, salah satunya dengan pendidikan. Karena pendidikan adalah upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari kejumudan berpikir yang selama ini terjadi di masyarakat
39
umumnya, agar berubah menuju pemikiran yang dinamis, cerdas, kritis dan memiliki daya analisis tajam dalam memetakan dinamika kehidupan di masa depan. Oleh sebab itu hendaknya pendidikan ditempatkan pada skala prioritas dalam proses pembangunan umat. F. Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan Selama ratusan tahun, puluhan juta rakyat Indonesia telah merasakan
penderitaan
dibawah
penjajahan
Belanda.
Berbagai
penderitaan, penyiksaan, bahkan kemiskinan dan kebodohan adalah warisan dari penjajahan. Sebagai bentuk realisasi dari semangat yang diperjuangkan bersama, mulailah terbentuk beberapa organisasi untuk mewadahi cita-cita bangsa ini. Demikian pula halnya para pelajar di Indonesia menyatukan semangat kemerdekaan. Diantaranya K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama lainnya (Sucipto, 2010: 189). Kondisi demikianlah yang mendorong K.H. Ahmad Dahlan untuk mendorong untuk membentuk sebuah wadah organisasi yang berusaha mengembalikan ajaran Islam yang sesungguhnya. Menurutnya, sikap keberagaman yang dipenuhi dengan mitos menjadi penyebab utama kelemahan akidah dan semangat juang umat Islam.Karena itu, tidak ada kata untuk menuju trasformasi sosial dan memperjuangkan kemerdekaan adalah dengan melakukan reformasi agama (Sucipto, 2010: 194). Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan. Maka
40
pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai pahlawan nasional Indonesia dengan surat keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961. Dasardasar penetapan itu ialah sebagai berikut: 1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah. 2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, beliau telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. 3. Dengan organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam. 4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah memelopori
kebangkitan
wanita
Indonesia
untuk
mendapatkan
pendidikan dan berfungsi sosial (Anshory, 2010: 63). K.H. Ahmad Dahlan melalui organisasinya Muhammadiyah, telah berhasil membangun organisasi yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan. Hingga menjelang kemerdekaan, lembaga pendidikan berdiri di saentro negeri Indonesia. Beberapa rumah sakit Muhammadiyah yang gratis bagi warga miskin, berdiri ketika lembaga pribumi belum ada, kecuali Bethesda dan Panti Rapih (Mulkhan, 2010: 235).
41
G. K.H. Ahmad Dahlan, Politik dan Nasionalisme Sejak awal berdirinya Muhammadiyah berpaut erat dengan perjuangan dan Keindonesiaan. Secara khusus Ir. Soekarno memberikan apresiasi tinggi terhadap peran K.H. Ahmad Dahlan dalam perintisan gagasan nasionalisme bangsa. Presiden pertama RI ini menyebut K.H. Ahmad Dahlan sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap pergaulatan intelektualisme Indonesia (Nugraha, 2010: 106). Bukan rahasia lagi bahwa K.H. Ahmad Dahlan bukanlah seseorang tokoh politik ataupun negarawan yang hanya memikirkan keuntungan sesaat Negara dan bukan seseorang tokoh sosiawan yang hanya berbuat kebaikan dan menolong sesame hidup, atau tokoh kebatinan yang hanya mengemudi kesucian pribadi menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa saja. Akan tetapi beliau adalah seorang yang tergolong alim ulama dan cerdik pandai, yang mendasarkan gerak amalnya atas agama Islam, mengambil contoh teladan, mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, memimpin dan bekerja dalam bidang kemasyarakatan yang menuju keridhaan Allah (Salam, 1968: 17). Sebagaimana juga Muhammadiyah yang didirikannya, bukan sebagai organisasi politik, tetapi sebagai organisasi “gerakan agama” yang menuju pembentukan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ditinjau dari segi kepentingan nasional, usaha dan tindakan K.H. Ahmad Dahlan ini mempertebal kepercayaan kepada bangsa Indonesia akan kekuatan diri sendiri, adapun dilihat dari segi kepentingan dan politik
42
pemerintah kolonial. Tindakan dan usaha beliau tersebut merugikan kedudukan pemerintah Belanda, karena dengan demikian lambat laun, sesudah bangsa Indonesia memiliki kepandaian dan ilmu pengertahuan, akan sampai pada keinsyafan bahwa bangsa Indonesia tidak mau dijajah oleh bangsa Belanda atau siapapun juga (Salam, 1968: 18).
43
BAB III PENDIDIKAN KARAKTER A. Pengertian Karakter Secara harfiah menurut beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai arti seperti: “kharacter” (latin) berarti instrument of marking, “charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir), “watek” (Jawa) berarti ciri wanci; “watak” (Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Menurut Koesoema (2007: 80) istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Menurut Douglas (dalam Samani dan Hariyanto, 2012: 41) karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas pada setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter merupakan suatu kebiasaan berupa sikap seseorang yang menunjukkan tindakan moralnya. Karakter dapat juga dianggap sebagai nilainilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
44
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika. Lickona (82: 2012) menyatakan bahwakarakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik. Berdasarkan beberapa pengertian karakter di atas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai dasar yang membentuk jati diri seseorang sehingga menjadi ciri khas yang membedakan dengan orang lain yang kemudian diwujudkan melalui sikap dan tingkah laku dalam kehidupan seharihari. Setiap manusia memiliki ciri khas atau karakter yang berbeda-beda. Hal inilah yang dijadikan sebagai tolok ukur baik buruknya setiap individu dalam lingkungan masyarakat. Karakter tidaklah lepas dari nilai dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat. Seseorang yang memiliki karakter yang kuat maka dia akan mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan masyarakat. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki karakter, maka dia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan keburukan sehingga dia tidak dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan masyarakat. B. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang membawa unsur karakter dalam segala proses kegiatan pendidikan. Winton (dalam Samani dan Hariyanto 2012: 43) menyatakan “pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.Pendidikan karakter menjadi pendukung dalam perbaikan moral dan
45
pengembangan emosional siswa”. Sedangkan Barnawi dan Arifin (2012: 29) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter atau pendidikan yang mengajarkan hakikat dalam ketiga ranah cipta, rasa, dan karsa. Raharjo (2010: 17) memaknai pendidikan karakter sebagai proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik sehingga mereka memiliki nilai karakter yang dijiwai dalam dirinya dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Fadillah dan Khorida (2013: 23) mengartikan pendidikan karakter sebagai bentuk pengarahan dan bimbingan supaya seseorang mempunyai tingkah laku yang baik sesuai dengan nilai-nilai moralitas dan keberagamaan. Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter siswa. Samani dan Hariyanto (2012: 45) menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepadapeserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter merupakan pendidikan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuanpeserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-haridengan sepenuh hati. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
46
melaksanakan nialai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil”. Berdasarkan berbagai pengertian pendidikan karakter di atas, menurut Drama Kusuma (2012:5) pendidikan karakter dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya. Dharma Kusuma (2012:6) menyimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran. C. Tujuan Pendidikan Karakter Samani dan Hariyanto (2012: 26) menyatakan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Indonesia telah berusaha untuk menjadikan pengembangan karakter menjadi hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan nasional. Sebagaimana tertulis dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan
47
Pendidikan Karakter 2011(dalam Samani dan Hariyanto, 2012: 9) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Tujuan pendidikan karakter yaitu untuk merubah seseorang menjadi lebih baik secara intelektual maupun sikap. Melalui pendidikan karakakter, maka diharapkan peserta didik mampu meningkatkan pengetahuandan mengaplikasikan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Proses pendidikan karakter harus dilakukan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap satuan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter dalam lingkup sekolah menurut Kesuma (2011: 9) yaitu: a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Pendidikan karakter dapat
membentuk
karakter berdasarkan nilai-nilai
yang
dikembangkan sehingga menjadi ciri khas kepribadian setiap peserta didik. b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilainilai yang dikembangkan oleh sekolah. Pendidikan karakter dapat menjadi sebuah pedoman karakter yang membedakan antara nilai-nilai karakter yang dikembangkan dan diharapkan oleh pihak sekolah dengan nilai-nilai karakter yang menyimpang dari nilai-nilai tersebut.
48
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Pendidikan karakter dapat membangun kerja sama antara pihak sekolah, masyarakat, dan keluarga untuk menjalankan pendidikan karakter secara maksimal. Pendidikan karakter yang ada di dalam Kemendiknas Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional (2011:20) dalam publikasinya berjudul Pelaksanaan Pendidikan Karakter, menyatakan nilainilai pendidikan karakter yang terkandung adalah: religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Dengan demikian tujuan pendidikan karakter menurut Mansnur Muslich (2011:81) adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentuk karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang. Dasar pendidikan karakter ini sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak yang biasa disebut sebagai usia emas. Anak merupakan penerus kehidupan bangsa yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, merupakan tempat untuk mengasah dan membentuk karakter anak supaya menjadi seorang individu yang lebih baik.
49
D. Dasar Hukum Pendidikan Karakter Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang didukung oleh pemerintah.
Beberapa
peraturan
pemerintah
secara
resmi
tersurat
untukmendukung pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Adapun Barnawi dan Arifin (2012: 43) mengemukakan ada enam rujukan penyusunan kebijakan nasional pendidikan karakter, yaitu: 1. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025. 2. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. 4. Arahan Presiden RI dalam Sidang cabinet Terbatas Bidang Kesra tanggal 18 Maret 2010. 5. Arahan Presiden RI pada Rapat Kerja Nasional di Tampak Siring, Bali Tanggal 19-20 April 2010. 6. Arahan Presiden RI pada Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Istana Negara Tanggal 11 Mei 2010. E. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membangun moral bangsa.
Pusat
Kurikulum
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya yang berjudul
50
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (dalam Samani dan Hariyanto, 2012: 9) menyatakan pendidikan karakter berfungsi sebagai berikut: 1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. 2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur. 3. Meningkatkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Goleman (dalam Adisusilo, 2012: 79) menyebutkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang mencangkup sembilan nilai dasar yang saling terikat, yaitu: (1) responsibility (tanggung jawab), (2) respect (rasa hormat), (3) fairness (keadilan), (4) courage (keberanian), (5) honesty (kejujuran), (6) citizenship (rasa kebangsaan), (7) self-discipline (disiplin diri), (8) caring (peduli), (9) perseverance (ketekunan). Berdasarkan hasil dari kajian empirik Pusat Kurikulum (dalam Samani dan Hariyanto, 2012: 52) ada 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai tersebut antara lain: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/ komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Selanjutnya dalam implementasinya di satuan pendidikan, Pusat
51
Kurikulum menyarankan agar implementasi 18 nilai karakter tersebut dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan, dan santun. Berikut ini merupakan nilai dan deskripsi nilai karakter bangsa menurut Kemendiknas, 2010 (dalam Abidin, 2012: 67) yaitu: Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
NILAI 1. Religius
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin 5. Kerja Keras
6. Kreatif 7. Mandiri 8. Demokratis 9. Rasa Ingin Tahu
10. Semangat Kebangsaan
11. Cinta Tanah Air
12. Menghargai Prestasi
13. Bersahabat/ Komunikatif 14. Cinta Damai
(Sumber: Abidin, 2012: 67) DESKRIPSI Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedu-lian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
52
15. Gemar Membaca 16. Peduli Lingkungan
17. Peduli Sosial 18. Tanggung jawab
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan 18 nilai karakter yang telah dipaparkan tersebut, selanjutnya dikerucutkan menjadi beberapa nilai saja.Ada empat nilai inti yang dikembangkan dalam implementasi pendidikan karakter di Indonesia.Adapun nilai-nilai inti tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini: MEMILIH SEDIKIT, TETAPI YANG ESENSIAL
OTAK
PERSONAL
SOSIAL
HATI
CERDAS
JUJUR
TANGGUHPEDULI
Gambar 2.1 Nilai-Nilai Inti (Core Values) yang Dikembangkan dalam Pendidikan Karakter Indonesia (Sumber: Samani dan Hariyanto, 2012: 134)
Dari gambar di atas maka dapat diartikan bahwa karakter peserta didik ditentukan oleh perangai dari otak dan hati. Pengertian tersebut bukan berarti aspek jasmani seperti olahraga tidak ikut menentukan, namunhal ini juga
53
ditentukan oleh proses dalam otak dan hati. Nilai-nilai inti tersebut dapat dijabarkan menjadi nilai-nilai turunan seperti pada tabel di berikut ini:
Tabel 2.2 Nilai-Nilai yang Merupakan Nilai turunan dari Nilai-Nilai Inti (Core Values) (Sumber: Samani dan Hariyanto, 2012: 138) No 1
Nilai-Nilai Inti Personal Jujur
2
Cerdas
3
Sosial Peduli
4
Tangguh
Nilai-Nilai Turunan Kesalehan, keyakinan, iman dan takwa, integritas, dapat menghargai diri sendiri, dapat menghormati sang pencipta, pertanggungjawaban, ketulusan hati, sportivitas, amanah. Analitis, akal sehat, kuriositas, kreativitas, kekritisan, inovatif, inisiatif, suka memecahkan masalah, produktivitas, kepercayaan diri, control diri, disiplin diri, kemandirian, ketelitian, kepemilikan visi. Penuh kasih sayang, perhatian, kebjakan, kewarganegaraan, keadaban, komitmen, keharuan, kegotongroyongan, kesantunan, rasa hormat, demokratis, kebijakan, disiplin, empati, kesetaraan, suka memberi maaf, persahabartan, kesahajaan, kedermawanan, kelemahlembutan, pandai berterima kasih, pandai bersyukur, suka membantu, suka menghormati, keramahtamahan, kemanusiaan, kerendahan hati, kesetiaan, kelembutan hati, moderasi, kepatuhan, keterbukaan, kerapian, patriotism, kepercayaan, kebanggaan, ketepatan waktu, suka menghargai, punya rasa humor, kepekaan, suka berhemat, kebersamaan, toleransi, kebajikan, kearifan. Kewaspadaan, antisipatif, ketegasan, kesediaan, keberanian, kehati-hatian, keriangan, suka berkompetisi, keteguhan, bersifat yakin, keterhandalan, ketetapan hati, keterampilan dan kecekatan, kerajinan, dinamis, daya upaya, ketabahan, keantusiasan, keluwesan, keceriaan, kesabaran, ketabahan, keuletan, suka mengambil resiko, beretos kerja.
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai jujur dan nilai cerdas termasuk kemampuan personal yang terdapat di dalam individu. Kemampuan ini merupakan ciri khas individu yang membedakan dengan individu yang lain. Sedangkan Nilai peduli dan nilai tangguh termasuk ke dalam kemampuan sosial yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
54
BAB IV PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF K.H. AHMAD DAHLAN
A. Pendidikan Menurut K.H. Ahmad Dahlan Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia pendidikan telah menjadi
teknologi yang memproduksi manusia masa depan paling efektif.
Pendidikan bukan saja menjadi alat suatu lembaga atau suatu masa dalam proyeksi berbagai tujuan manusia, pendidikan bahkan telah menjadi kebutuhan manusia sendiri
(Abdul Munir Mulkhan, 1990:90). Pendidikan mampu
mengangkat dirinya sebagai substansi dari kehidupan masyarakat yang memiliki daya pengaruh cukup kuat terhadap mekanisme dan dinamika sistem kehidupan sosial itu sendiri. Dengan demikian pendidikan menjadi variabel yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan dan perencanaan kehidupan sosial (Abdul Munir Mulkhan, 1990:94). Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan hampir seluruhnya berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi umat Islam yang pada waktu itu tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan (Ramayulis, 2005:205). Keprihatian terhadap situasi dan kondisi tersebut membuat pemikiran beliau lebih bercorak puritanisme (pemurnian ajaran Islam). Pemahaman tentang pemurnian ajaran Islam dipengaruhi oleh gerakan yang
55
dipelopori para pembaharu abad ke-19 dan ke-20. Seperti Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Ahmad Khan, dan lain sebagainya. Secara umum, ide-ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi, yaitu; pertama, berupa memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khufarat, tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaringan pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap dokrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio (Ramayulis, 2005:206). Berdasarkan
ide-idenya
itu,
terlihat
bahwa
beliau
menggunakan
pendekatan self corrective terhadap umat Islam. Menurutnya, pandangan umat Islam tradisionalis terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari (Abuduhin Nata, 2011:103). Upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pemikiran yang statis menuju pada pemikiran dinamis adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka dididik agar menjadi manusia yang cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam metadinamika kehidupannnya pada masa depan. Adapun kunci untuk meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali kepada al-Qur’an dan hadis, mengarahkan umat Islam pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan (Ramayulis, 2005:206). Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan.
56
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam pada waktu itu hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat. Pendidikan tidak memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan pendidikan berjalan searah dan tidak bersifat dialogis. Padahal beliau menjelaskan bahwasanya pengembangan daya kritis, sikap dialogis dan menghargai potensi akal dan hati nurani yang suci merupakan cara strategis bagi peserta didik untuk mencapai pengetahuan yang tinggi. Dari pembahasan ini terlihat bahwa beliau ingin meletakkan dasar visi reformasi pendidikan Islam melalui penggabungan sistem pendidikan modern dan pendidikan tradisional secara harmonis dan integral (Ramayulis, 2005:209). K.H. Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan Ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan beliau menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum (Hery Sucipto, 2010:124). Sebagian besar dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide pendidikan tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama Islam. Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada beliau satu per satu berhenti. Walaupun belum mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitarnya, K.H. Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan
57
yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum (Hery Sucipto, 2010:125). K.H. Ahmad Dahlan menerapkan model sekolah di atas dikarenakan beliau memperhatikan cara penyampaian dalam mengajar yang dilakukan di Sekolah Kweek. Menurut beliau di dalamnya tidak jelas jenjang pendidikannya dan metode yang tidak efektif lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Beliau juga memandang banyak masyarakat menganggap Sekolah Kweek adalah sekolah Kristen. Di sana terdapat anak anak keluarga keraton, tetapi kebanyakan dari mereka beragama Islam karena mengikuti leluhur saja, malahan ada diantara mereka yang berpindah agama karena kepentingan politik, dagang, atau perkawinan. Dengan melihat kondisi tersebut, beliau bersemangat untuk mengajarkan agama di Sekolah Kweek. Maka K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran umum serta bahasa Belanda (Akmal Nasery Basral, 2010:342-344). Di mana sekolah ini juga merupakan sekolah yang pertama dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri, serta diatur dengan perlengkapan belajar mengajar, seperti kursi, meja, papan tulis, kapur, dan lain-lain, serta menggunakan sistem klasikal. Sistem pengajaran dan pengelolaan sekolah ini cenderung masih asing di kalangan masyarakat santri. Murid pertama sekolah tersebut hanya 6 orang, akan tetapi setengah tahun kemudian meningkat drastis menjadi 20 orang (Abdul Munir Mulkhan, 1990:70-71). Dan setelah sekian lama mengajar di Sekolah Kweek ternyata usaha dan kesabaran beliau tidak sia-sia, anak didiknya bahkan yang beragama Kristen tertarik ingin belajar agama Islam.
58
K.H. Ahmad Dahlan merupakan tokoh pertama yang menggabungkan pengetahuan umum dengan pendidikan Islam di pesantren. Ia menyadari bahwa Islam memerintahkan kepada umat untuk menuntut ilmu yang bermanfaat (Nasruddin, 2010:83). Sekolah pertama yang beliau dirikan tahun 1911 yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Diniyah di rumahnya sendiri. Sekolah tersebut dikelola secara modern dengan mempergunakan metode dan kurikulum baru, antara lain diajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang sedang berkembang di abad 20. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran K.H. Ahmad Dahlan telah mengadakan pembaharuan pendidikan. Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman (Nasrudin Anshoriy:110). Pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan terus berkembang dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan menjadi semakin penting untuk mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat (Ramayulis, 2005:212). Beliau berpandangan bahwa kemajuan materil merupakan prioritas untuk mencapai kesejahteraan yang sejajar dengan kaum moderat (Abuddin Nata, 2011:103). Muatan kurikulum dalam sekolah Muhammadiyah lebih memberikan muatan yang besar kepada ilmu-ilmu umum, sedangkan dalam aspek keagamaan minimal alumni sekolah Muhammadiyah dapat melaksanakan ibadah shalat lima waktu, dan shalat-shalat sunnahnya, membaca kitab suci al-Qur’an dan menulis huruf Arab (Al-Qur’an) mengetahui prinsip-prinsip akidah dan pendapat
59
membedakan bid’ah, khufarat, syirik dan muslim yang muttabi’ (pengikut) dalam pelaksanaan ibadah. Sementara itu, jalur pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah meliputi jalur sekolah atau madrasah dan jalur luar sekolah. Jalur sekolah yang terdiri dari madrasah Mualimin Muhammadiyah dan sekolah umum dengan menambah pelajaran agama Islam berkisar antara 10-15% dalam kurikulumnya. Sedangkan jalur luar sekolah diselenggarakan kursus-kursus yang khusus memberikan pelajaran agama Islam, seperti kursus Mubalighin, Wustho Mualimin, Zu’ama, Za’imat dan majlis-majlis taklim (Mulkhan, 2010:121). Maka kurikulum pendidikan yang dijalankan meliputi akidah yang lurus, budi pekerti yang terpuji, akal yang sehat, kecerdasan, ketrampilan dan pengabdian bagi masyarakat ( M. Yunan Yusuf, 1985:94). Dalam bidang pendidikan dan pengajaran K.H. Ahmad Dahlan telah mengadakan pembaharuan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman (Nasrudin Anshori, 2011:110). Pengajaran agama diberikan di sekolah sekolah umum baik negeri maupun swasta, sehingga terciptalah sekolah bersifat agama dan juga umum. K.H. Ahmad Dahlan menyadari bahwa pendidikan mempunyai pengaruh cukup kuat terhadap mekanisme dan dinamika sistem kehidupan sosial manusia (Munir Mulkhan, 2010:94). Pendidikan tidak untuk pengajaran kognitif belaka melainkan juga untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik. Oleh
60
karenanya, dengan dijalankannya sistem pendidikan tersebut para murid dididik menjadi berkepribadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama saja (Nasrudin Anshori, 2011:112). Dengan
adanya
pendidikan
akan
menciptakan
berintegritas. Artinya melalui pendidikan masyarakat masyarakat
yang
memiliki
ilmu,
memiliki
masyarakat
yang
akan tumbuh menjadi
sikap
kejujuran
dan
rasa
tanggungjawab kepada dirinya, keluarganya, dan negaranya. Dengan pendidikan pula masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan baik kesejahteraan secara ekonomi maupun kesejahteraan sosial dan budaya. Pendidikan tidak hanya sekedar usaha untuk meningkatkan intelektual semata, tetapi untuk meningkatkan budi pekerti yang baik. Budi pekerti yang baik adalah menumbuhkan antara pikiran, perasaan dan kemauan dengan sebaikbaiknya. Untuk menumbuhkan karakter yang baik diperlukan waktu yang tidak sebentar tetapi melalui proses yang panjang. Sehingga diperlukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk membentuk karakter yang baik tersebut. Di Indonesia setelah kemerdekaan banyak mengalami perkembangan
dalam
pendidikan.
mengutamakan
sistem
kolonial
Pendidikan
sentris,
yaitu
yang suatu
perubahan dan
sebelumnya
lebih
pendidikan
yang
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pemerintah kolonial semata, sehingga pendidikan hanya bersumber dari arahan dan keinginan pemerintah kolonial Belanda. Pendidikan semestinya memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
61
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) pasal 3 menegaskan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, agresif dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab”.
Dari tujuan tersebut terlihat bahwa pendidikan nasional mengemban harapan yang tidak ringan, yakni membangun manusia yang utuh, yang memilki nilai-nilai karakter yang agung dan memiliki dasar keimanan dan ketakwaan. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi agent of change yang harus melakukan perbaikan karakter suatu bangsa. KH. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh pembaharuan yang turut memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Organisasi Muhammadiyah yang telah beliau dirikan menjadi salah satu gerakan yang memiliki tujuan sebagai pembaharu pendidikan dari kelompok agama (Islam). Arti penting berdirinya Muhammadiyah saat itu menurut Sodiq A. Kuntoro (2006:136) adalah yang pertama, pergulatan pendidikan dalam masa pergerakan kebangsaan menjadi memiliki basis yang luas bagi masyarakat pribumi; kedua semangat serta nilainilai agama Islam ikut mewarnai dan menjadi basis pergerakan kebangsaan. Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang mengarahkan pada pemurnian keyakinan dan pelaksanaan ajaran Islam di kalangan umat yang saat itu mengalami penyimpangan, kejenuhan, serta kemerosotan.
62
K.H. Ahmad Dahlan berpendapat keadaan masyarakat yang menyedihkan secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya akibat dari penjajahan dan kehidupan agama yang kurang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyebabkan sikap fatalistik dan statis, yaitu sikap yang menerima keadaan buruk dan penderitaan sebagai pemberian. Untuk mengatasi keadaan tersebut diperlukan adanya kebangkitan dan kesadaran baru supaya masyarakat memiliki kepercayaan diri, sehingga dapat mengubah keadaan masyarakat tersebut.Bagi seseorang yang taat agama kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat mengembalikan dan membangun kembali jati diri dan kepercayaan diri, Keberanian untuk berjuang melawan kemungkaran (penindasan) serta memiliki kemauan untuk membangun kebaikan (kemerdekaan) (Sodiq A.Kuntoro, 2006:138).Alasan tersebut menjadi dasar perjuangan Muhammadiyah. K.H. Ahmad Dahlan menerapkan Pendidikan Muhammadiyah yang mengembangkan nilai-nilai agama Islam dan pengetahuan umum seperti telah diterapkan pada sekolah-sekolah Muhammadiyah sesuai konsep pendidikan beliau.Beliau juga menyatukan antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan untuk dapat memperbaiki pendidikan di Indonesia pada masa kolonial. Strategi menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi, menurut Ahmad Dahlan adalah mengembalikan pendidikan kepada al-Qur’an dan asSunnah, menghilangkan sikap fatalisme, dan sikap taklid. Strategi tersebut menurut Abdul Munir Mulkhan (1990:90) dapat diperbaiki dengan cara menghidupkan jiwa dan semangat ijtihad melalui peningkatan kemampuan berfikir logis-rasional dan mengkaji realitas sosial. Oleh karena itu, yang menjadi
63
dasar obyek gerakan dakwah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan ialah membangun jiwa dan semangat pembaharuan pada seluruh lapisan masyarakat, mulai dari rakyat kecil, kaum fakir miskin, para pengusaha dan para intelektual. Ketika telah memiliki pandangan dan pemahaman yang dijelaskan dalam Al-Quran dan Al-Hadist siswa dapat melaksanakan setiap amalan yang akan mereka lakukan sesuai dengan ajaran-ajaran yang telah disampaikan Allah beserta Rasul-Nya. Dengan demikian siswa memperoleh kebebasan berfikir dalam memahami agama (Sodiq A. Kuntoro, 2006:139). Kebebasan berfikir tersebutlah yang diharapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan supaya murid dapat melaksanakan setiap amalan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadist yang telah mereka fahami ilmu di dalamnya. K.H. Ahmad Dahlan telah melahirkan sebuah amalan nyata, yakni mendirikan organisasi Muhammadiyah yang dikenal hingga sekarang. Dengan demikian Pendidikan Muhammadiyah dilakukan semata-mata hanya untuk mewujudkan
prinsip-prinsip
ajaran
Islam.
Segala
hal
yang
dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang keagamaan, pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian dan lain sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksanakan ajaran Islam. Tegasnya pendidikan yang terdapat di dalamnya merupakan suatu bentuk usaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujudnya yang nyata, dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai Rahmatan Lil’alamin.
64
Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan menurut penulis diambil dari transkip pidato Tali Pengikat Hidup Manusia dalam Kongres Bulan Desember 1922. Adapun pendidikan karakter didalamnya dijelaskan sebagai berikut: 1. Konsep karakter Konsep karakter dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan yaitu bahwa benar dan salah, baik dan tidak baik ditentukan oleh hukum yang sah dan hati yang suci. Hukum yang sah dan disetujui dengan hati suci tersebut apabila dipandang dalam kacamata Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah. K.H. Ahmad Dahlan menambahkan bahwa kebenaran dan kebaikan tidak semata-mata diperoleh dari tafsir deduktif al-Qur’an saja, melainkan juga dari induksi (iptek) pengalaman empirik beragam pemeluk agama. Pencapaian keluhuran duniawi adalah jalan mencapai keluhuran kehidupan sesudah mati (Mulkhan, 2010:75). Dari hal di atas dapat dipahami bahwa K.H. Ahmad Dahlan berusaha melaksanakan isi kandungan dari al-Qur’an dan Sunnah dengan cara mengaktualisasikan ajaran yang terkandung didalamnya. Hal ini beliau membuktikan
melalui
amal
kemanusiaan
dan
sosial
organisasi
Muhammadiyah yang didirikannya. Selain itu dalam menghadapi kemorosotan pendidikan karakter yang terjadi di kalangan masyarakat beliau juga menyelenggarakan pengajian yang diberi nama “Fathul-Asror wa Miftahus-Sa’adah”. Kegiatan ini bertujuan
65
untuk membimbing pemuda-pemuda supaya gemar beramal kebaikan. Dan kemudian mereka sedikit demi sedikit diberi pelajaran supaya mereka menjadi pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang shaleh (Salam, 2010:17). K.H. Ahmad Dahlan dalam sebuah pengajarannya pernah mengatakan sebagaimana dikutip oleh Hajid (2004:16) sebagai berikut. “Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian bisa.Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai sukar untuk dirubah.Sudah menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baikpun dari sudut keyakinan atau i’tiqad, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah, sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu bahwa anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar” Kutipan di atas memberi keterangan bahwa hati atau nafsu manusia diibaratkan sebuah botol kosong yang tidak berisi. Manusia lahir di dunia dalam keadaan suci-bersih, kemudian orang tuanya memberi tuntunan, dalam pergaulannya mendapat pendidikan dan pengajaran, baik dari teman, guru maupun masyarakat setempat dimana ia tinggal. Dengan demikian konsep karakter yang sudah digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan dibangun di atas kebenaran melalui kehendak Tuhan yang termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah serta kemampuan manusia dalam memilih kebenaran itu sendiri. Baik atau buruk karakter manusia harus dibimbing oleh peran al-Qur’an dan As-Sunnah agar mencapai keterpaduan. Sebagaimana dalam ajaran beliau yang menekankan dimensi sosial untuk dijadikan aplikasi ajaran-ajaran Allah. Ajaran agama menjadi titik tekan keharusan aktivitas manusia didalamnya, tanpa harus menciderai ajaran agama (Munir Mulkhan, 2010:91).
66
2. Konsep Pendidikan Karakter Dalam menjalankan misi pendidikan dan kemanusiaan, K.H. Ahmad Dahlan berdasar pada konsep welas asih (cinta kasih) yang merupakan hasil penafsiran teologisnya tentang surat Al-Maun digunakan sebagai dasar aksi pemberdayaan kaum tertindas, fakir-miskin, dan pemberdayaan kaum perempuan. Welas Asih
merupakan kesediaan menahan nafsu, bersedia
berkurban, tidak malas memperjuangkan kebaikan dan kebenaran, menjadikan keluhuran dunia sebagai jalan mencapai keluhuran akherat (Munir Mulkhan, 2010:74). Di setiap usaha pembaharuannya, K.H. Ahmad Dahlan lebih memprioritaskan pembentukan akhlaq pemuda-pemudi Indonesia. Hal tersebut karena K.H. Ahmad Dahlan menyadari sepenuhnya, bahwa masa depan bangsa terdapat di pundak para pemudanya. Oleh karenanya, beliau mendirikan Hizbul Wathan sebagai kumpulan pemuda muslim, dan Aisyiyah sebagai perkumpulan pemudi muslim. Kedua perkumpulan tersebut berguna untuk mendidik pemuda-pemudi Muhammadiyah agar kelak menjadi orang Islam yang berarti, berbudi pekerti,berguna bagi diri sendiri dan bagi umum serta takwa kepada Allah berdasarkan tuntunan agama Islam (Yusuf Abdullah Puar, 1989:257). Pendidikan karakter tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai moral dan keagamaan bagi siswa, kesadaran akan pentingnya nilai moral dan keagamaan serta pengembangan pengajaran dan menyatukan pendidikan
67
keimanan dan ketakwaan sejalan dengan esensi pendidikan sebagai sarana perubahan. Perspektif pemikiran nilai-nilai pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan tidak bisa ditelusuri dari tulisan atau karya beliau. Semasa hidup beliau tidak meninggalkan karya tulis. Akan tetapi, aplikasi nilai pendidikan karakter tersebut dapat ditelusuri dari praktek atau aksi nyata beliau dalam kehidupan sehari-hari yang dapat ditelusuri dari perkaataan atau kisah nyata murid dan sahabat K.H. Ahmad Dahlan. Pada bagian ini ini penulis mensarikan konsep pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan dari beberapa buku yang membahas tentang beliau, di dalam buku tersebut berisi konsep-konsep sebagai berikut: Proses pendidikan karakter yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan ditanamkan kepada muridnya dan dilakukan dengan perlahan namun pasti. Pendidikan tersebut ditekankan terhadap keberanian dalam bertindak sesuai dengan Al-Qu’ran dan As-Sunnah.Beliau berpendapat bahwa bertindak sesuai Al-Quran dan As-Sunnah lebih penting daripada hanya sekedar membaca dan menghafalkan. Membaca dan menghafalkan apabila tidak diimbangi dengan pemahaman dan pelaksanan yang sesuai dengan ilmu-ilmu agama dinilai kurang bermanfaat. Oleh sebab itu, metode pelaksanaan dalam mengajar murid-muridnya tidak hanya membaca dan menghafalkan namun lebih ditekankan dengan memahami makna kemudian melaksanakan dan mengamalkan ilmu-ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
68
Dalam pendidikan karakter lebih diutamakan melalui sikap dan tingkah laku seseorang terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Oleh sebab itu pendidikan karakter harus disesuaikan dengan pendidikan yang telah diajarkan didalam al-Qu’ran dan as-Sunnah. Karena dalamnya terdapat ilmu-ilmu yang sangat mendasar mengenai pendidikan karakter yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ilmu-ilmu tersebut yang menjadi acuan K.H. Ahmad Dahlan dalam memberikan pendidikan kepada seluruh muridmuridnya, sehingga dapat membentuk karakter yang sesuai dengan Agama, bangsa, dan Negara. Pendidikan karakter saat ini diperlukan untuk semua kalangan, tidak hanya di sekolah saja, melainkan di keluarga dan di lingkungan masyarakat juga sangat dibutuhkan. Proses penanaman pendidikan karakter tidak hanya kepada anak-anak saja, melainkan ke usia remaja hingga dewasa juga memerlukannya. Pendidikan karakter dapat mencakup semua lapisan masyarakat, demi berlangsungnya kehidupan bangsa yang lebih baik.alasan berikut dapat menjadi salah satu acuan, kenapa pendidikan karakter sangat diperlukan pada setiap individu. Pendidikan karakter dapat diartikan bahwa suatu upaya terencana supaya individu dapat mengenal, peduli dan melaksanakan nilai-nilai yang terdapat di dalam pendidikan karakter tersebut, supaya setiap individu dapat berperilaku sebagai insan kamil. Karakter tidak dapat diwariskan, karakter tidak dapat dibeli, dan karakter tidak dapat ditukar. Karakter dikembangkan secara sadar, melalui proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu
69
bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah kembali seperti sidik jari, karakter dapat diubah dan dikembangkan, terutama untuk menjadi karakter yang baik, sopan dan santun. Dasar pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan diutamakan dengan pendidikan Islam yang terdiri melalui tiga perkara, yakni mengenai iman, ilmu dan amal (Hadjid, 2008:54). Tiga perkara tersebutlah yang menjadi landasan beliau dalam usaha pendidikan yang didirikannya. Iman yakni kenyakinan di dalam hati seseorang yang menjadi dasar awal seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku. Ilmu merupakan pengetahuan untuk mendukung iman tersebut dalam melaksanakannya. Selanjutnya yang ketiga amal, amal adalah bentuk pelaksanaan yang sesuai dengan iman dan ilmu tersebut secara ikhlas sesuai dengan ketentuan agama. Pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan lebih mengedepankan pendidikan kepribadian dan pendidikan budi pekerti atau pendidikan Akhlak. Pendidikan akhlak menjadi pendidikan yang diutamakan oleh Ahmad Dahlan karena melalui pendidikan akhlak tersebut dapat menanamkan karakter yang baik sejak dini bagi murid-muridnya. Tujuan pendidikan sendiri menurut Ahmad Dahlan adalah membentuk karakter yang baik bagi anak. Di dalam agama Islam terdapat ajaran tentang hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan-Nya, hal tersebut menjadi landasan pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan (Marzuki, 2011:467).
70
K.H. Ahmad Dahlan menekankan pembinaan akhlak yang ditekankan dan dimaksimalkan dalam sistem pendidikan di asrama maupun di pondok. Konsep pendidikan asrama dan pondok beliau terdapat pendidikan jasmani maupun
pendidikan
rokhani.
Pemahaman
akan
ajaran
agama
dan
pelaksanaannya serta pembinaan sebagai generasi penerus menjadi tujuan utama dari asrama dan pondok-pondok Muhammadiyah. Konsep pendidikan karakter beliau mengacu pada sistem ajaran Islam. Sistem ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Akidah, bagian muamalah, serta bagian Akhlaq/karakter. Ketiga bagian tersebut tidak dapat dipisahkan, harus menjadi satu kesatuan yang utuh. Aqidah merupakan fondasi paling dasar supaya terwujudnya muamalah dan akhlaq/karakter yang baik. Akhlaq yang baik ialah akhlaq yang dilandasi oleh aqidah yang benar sehingga terwujudnya pencapaian karakter yang seutuhnya (Marzuki, 2011:468). Konsep pendidikan karakter tersebut memiliki ciri yang salah satunya yakni menyatukan antara pendidikan yang terdapat pada pelajaran umum dan pelajaran agama. Sehingga semua ketentuan tidak lepas dari ketentuan yang telah diberikan Allah SWT. Dimana konsep pendidikan karakter ini berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga sesuai dengan yang telah diajarkan Allah beserta Rasul-Nya. Pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan yaitu, pendidikan agama salah satu dukungan yang mendasar untuk tercapainya pendidikan karakter tersebut. Karena dalam pendidikan agama terdapat ilmu-ilmu
71
pendidikan yang luhur yang sudah terbukti kebaikan dan kebenarannya. Ilmuilmu tersebut antara lain yakni, pengetahuan teori dan praktek (amal), dalam mempelajari keduanya saling berkesinambungan. K.H. Ahmad Dahlan mengharapkan dapat menumbuhkan masyarakat Islam yang berkarakter Islam dengan mengikuti Sunnah nabi Muhammad SAW.Materi pendidikan yang diajarkan yakni pelajaran Al-Quran dan Hadist, pelajaran membaca dan menghitung, pelajaran ilmu bumi dan menggambar. 3. Materi Pendidikan Karakter Menurut Ahmad Dahlan Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertical (khalik) maupunhorizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai abd Allah (hamba Allah) dan khalifah fi al-ardh (wakil Allah di bumi) (Sucipto, 2010:11). Beliau juga menjelaskan, bahwasanya materi pendidikan karakter adalah pengajaran Al-Quran dan Hadist dimana materi Al-Quran dan Hadist meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Quran dan Hadist menurut akal, kerjasama antara agama, kebudayaan, kemajuan dan peradaban, hukum kasualitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratis dan liberalisasi, kemerdekaan berfikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti) (Sucipto, 2010:120). Oleh karena itu,
72
muatan kurikulum yang diterapkan K.H. Ahmad Dahlan dalam sekolah Muhammadiyah lebih memberikan muatan yang besar kepada ilmu-ilmu umum, sedangkan dalam aspek keagamaan minimal alumninya dapat melaksanakan ibadah shalat lima waktu, membaca kitab suci al-Qur’an dan menulis huruf al-Qur’an. Melalui pendidikan K.H. Ahmad Dahlan juga berupaya menanamkan karakter kepada peserta didiknya. Beliau membagi pendidikan menjadi tiga jenis, 1) pendidikan akhlaq, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang baik, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah; 2) pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang berkesinambungan antara kenyakinan dan intelektual, antara akal dan pikiran, serta antara dunia dan akhirat; dan 3) pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan keseimbangan dan keinginan hidup masyarakat (Syamsul Kurniawan, 2013:200). Sementara
itu,
jalur
pendidikan
yang
dikembangkan
warga
Muhammadiyah meliputi jalur sekolah atau madrasah dan jalur luar sekolah. Jalur sekolah yang terdiri dari Madrasah Mualimin Muhammadiyah dan sekolah umum dengan menambahkan pelajaran agama Islam berkisar 10-15% dalam kurikulumnya. Sedangkan jalur luar sekolah diselenggarakan kursuskursus yang khusus memberikan pelajaran agama Islam, seperti kursus Mubalighin, Wustho Mualimin, Zu’ama, Za’imat dan majlis-majlis taklim (Sucipto, 2010:121). Maka dari itu kurikulum yang dijalankan mencakup:
73
akidah yang lurus, budi pekerti yang terpuji, akal yang sehat, kecerdasan, keterampilan dan pengabdian bagi masyarakat (Yusuf, dkk, 1985:94). Lembaga pendidikan madrasah yang sebelumnya merupakan pondok pesantren Muhammadiyah memberikan pelajaran agama dan ilmu umum secara bersama-sama. Adapun pendidikan agama yang diajarkan terutama yang bersumber dari kitab-kitab fikih dari mahzab Imam Syafi’i, ilmu tasawuf karangan Imam al-Ghazali, tauhid dari kitab “Risalah tauhid” dan kitab “Tafsir jalalain” dan tafsir “Al-Manar” sedangkan pengetahuan umum meliputi ilmu sejarah, ilmu hitung, menggambar, bahasa Melayu, bahsa Belanda, dan bahasa Inggris (Sucipto, 2005:122). Pendidikan Agama Islam yang diberikan pada sekolah-sekolah di Muhammadiyah
terangkum
dalam
mata
pelajaran
Islam
dan
Kemuhamadiyahan yang merupakan sistematisasi dan metodologis interaksi formal usaha pengarahan perkembangan manusia sebagai ‘abid (hamba) dan khalifah yang terkait dalam sistematika gerakan Islam dan dakwah. Menurut gagasan K.H. Ahmad Dahlan, untuk mencapai tujuan Muhammadiyah maka jenis pendidikan yang perlu dikembangkan adalah yang bisa melahirkan manusia yang alim dalam ilmu agama, berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum(Sairin, 1995:69). Sebagai seorang pemikir dan pembaharuan dalam dunia pendidikan beliau menekankan pentingnya pengelolaan pendidikan Islam yang dilakukan secara modern dan professional. Untuk itu, pendidikan Islam perlu membuka
74
diri, inovatif, dan progesif. Secara garis besar, pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan para ulama dalam bidang pendidikan anatara lain: 1.
Perubahan sistem pengajaran dari perorangan atau soragan menjadi sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah.
2.
Pemberian pengetahuan umum disamping pengetahuan agama dan bahasa Arab, meskipun pengetahuan umum tersebut ada yang diberikan dengan memakai bahasa Arab sebagai bahasa pengantar (Sucipto, 2005:110).
Sistem pendidikan yang hendak dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal. Hal tersebut bagi kebayakan orang adalah sesuatu yang masih langka, dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam pada waktu itu. Di sini, beliau menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan sistem pendidikan tradisional secara integral (Sucipto, 2010:117). Sebagai seorang pendidik, K.H. Ahmad Dahlan dalam menyampaikan cita-citanya kepada murid-muridnya selalu menggunakan cara yang tidak membosankan, senantiasa menarik, sabar, jujur, dan dapat ngemong anak didiknya (Salam, 1968:20). Dengan demikian, visi pendidikan yang digagas Muhammadiyah jelas tercermin dari ide-ide dasar yang merupakan cita-cita dan harapan penyelenggara pendidikan, sebagaimana yang diidnginkan pendirinya yaitu “Menciptakan kiai yang intelek dan intelek yang kiai atau ulama yang intelek, dan intelek yang ulama”. Hal ini sejalan dengan nasehat yang seringkali dikemukakan di hadapan murid-muridnya sebagai berikut:
75
“Dadiyo Kiai
sing
kemajuan. Lan kanggo Muhammadiyah”
maksudnya, “jadilah ulama yang berfikir maju, dan jangan berhenti untuk kepentingan pengabdian kepada organisasi Muhammadiyah”. Cara atau metode pengajaran yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, yaitu anak-anak didiknya siasat, mula-mula diikutinya segala kemauan dan keinginan dari anak. Seperti berpiknik dan yang gemar bermain musik, dipanggilnya untuk memainkan musik. Kemudian dari sedikit demi sedikit mereka ini pun
dididiknya yang kemudian hari dapat menjadi
pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang sholeh (Salam, 1968:17). Dalam mengajarkan pengetahuan umum maupun agama K.H. Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa, bahwa waktu pelajaran yang beliau sampaikan belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa muridnya sering mengunjungi rumah K.H. Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam. 4. Karakter Ilmu Menurut K.H. Ahmad Dahlan Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek), dalam mempelajari kedua ilmu tersebut supaya dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa tidak perlu ditambah (Sucipto, 2010:162). Dalam berlogika, hal ini tidak perlu diragukan lagi. Kesempurnaan budi ialah mengerti baik dan buruk, benar salah, kebahagiaan atau penderitaan, dan
76
bertindak sesuai dengan pengertian itu. Kondisi ini dicapai jika akalnya sempurna, yakni akal kritis dan kreatif bebas yang diperoleh dari belajar (Mulkhan, 2010:128). Inti ilmu ini adalah ilmu ajaran Islam, dengan satu asas kebenaran yang memandang semua manusia berkedudukan sama. Dari kerja K.H. Ahmad Dahlan, tumbuh suatu sistem nilai dan tradisi kependidikan dengan pengertian yang luas. Dari sini muncul kesadaran, bahwa setiap orang wajib menyebarkan ilmu sekaligus ajaran Islam kesemua orang di semua tempat, menjadi guru sekaligus juga murid, belajar dan juga mengajar untuk sebuah kebaikan hidup bagi seluruh umat manusia. Sekolah, madrasah dan pesantren adalah instrument dan media promosi kebaikan hidup, penyempurnaan budi dan akal yang terus disempurnakan sesuai zaman dan perkembangan ilmu (Mulkhan, 2010:128). Satu buah pikir K.H. Ahmad Dahlan yang tidak banyak diketahui adalah konsepsinya tentang apa yang disebut oleh Abdul Munir Mulkhan sebagai Etos Guru- Murid. Etos guru-murid dapat dikembangkan sebagai etika dasar dari sebuah masyarakat demokratis dan etika dasar dari sebuah masyarakat pembelajar di negeri yang sedang belajar berdemokrasi ini. Etos guru adalah kesediaan setiap warga untuk memberikan ilmu dan teladan yang baik. Etos murid ialah kesediaan warga untuk selalu terbuka agar bisa mengakui dan belajar pada kebaikan orang lain (Syuja’, 2009:57). Bagi K.H. Ahmad Dahlan, setiap umat muslim dan umat beragama yang lainnya harus membangun di dalam dirinya etos kehidupan dan etos sosial sebagai seorang guru dan sebagai seorang murid. Inilah inti gerakan
77
sosial yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dan pada perkembangan selanjutnya menjadi nilai penting dalam Muhammadiyah. Etos guru-murid ini mencegah masyarakat terseret pada kebekuan ritual keagamaan dan gerakan yang terkadang tidak mengakar. Sehingga gerakan sosial yang dilakukan mempunyai fungsi pragmatis pemecah problem sosial. Akal pikiran suci adalah akal yang sehat, dan kesehatan akal bisa dicapai jika terus menerus diberi pengetahuan melalui pendidikan akal dengan ilmu logika. Mustahil seseorang memperoleh ilmu kecuali dengan pendidikan atau pengajaran yang diajarkan oleh guru. Karena itu pendidikan harus dijalankan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan akalnya tersebut, yaitu yang mendidik akal dengan kesesuaian pikiran dan kenyataan (Mulkhan, 2010:144). K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang “ulama amaliyah”. Ulama yang mencerahkan bukan dengan tulisan ilmiah, tapi melalui amaliyah yang langsung memberikan dampak dimasyarakat. Warga Muhammadiyah tentu tidak asing dengan cerita tentang ‘pengajian Al-ma’un oleh K.H. Ahmad Dahlan. Bagi beliau, surat Al-Ma’un bukanlah hanya sekedar surat yang hanya dibaca dan dihafal. Banyak umat muslim yang hafal surat ini namun masih miskin penghayatannya. Beliau juga menekankan pentingnya pemahaman dalam aksi yang nyata. Dari seruan itu lahirlah lembaga pengelola zakat, rumah sakit dan panti asuhan bernaung di bawah panji organisasi Muhammadiyah. Dengan demikian cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya adalah ingin menumbuhkan masyarakat Islam yang berkarakter Islam dengan
78
mengikuti pola Sunnah Nabi Muhammad Saw. Melalui perjuangannya mendidik masyarakat menuju perubahan perilaku menjadi berkarakter Islam, serta mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berfikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam dengan kesadaran dan ilmu bukan dengan paksaan atau kekerasan (Sucipto, 2010:65). Warisan K.H. Ahmad Dahlan yang terutama, seperti juga diketahui dengan mafhum, bahwa organisasi massa Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah. Di tengah kritikan dari para ‘abdi dalemnya sendiri dan juga tokoh dari luar, Muhammadiyah berhasil menjadi role model di mana Islam dan ide-ide kemajuan dengan gemilang disinergikan. Secara tak langsung pula, Muhammadiyah merupakan anak kandung intelektual K.H. Ahmad Dahlan. Dari kegelisahan seorang ulama muda yang mendapati umatnya terkungkung dalam formalitas dan tradisi yang feodalistis, beliau hadir membawa gerakan pembaharuan yang dinamis dan membumi. Meski tak lepas dari kritik, secara objektif dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyahnya adalah sebuah pencerahan sosial. 5. Metode Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Cara atau metode pengajaran yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk anak dididiknya yaitu menggunakan siasat, mula-mula diikutinya segala kemauan dan keinginan dari anak. Seperti berpiknik dan yang gemar bermain musik, dipanggilnya untuk bermain musik. Kemudian dari sedikit demi sedikit mereka inipun dididiknya yang kemudian hari dapat menjadi pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang shaleh (Salam, 1968:16).
79
Dalam mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca al-Qur’an, beliau menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa, bahwa waktu pelajaran agama Islam sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang ke rumah K.H. Ahmad Dahlan di Kauman pada hari ahad untuk bertanya ataupun diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan umat Islam. K.H. Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pelajaran ilmu agama dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan beliau menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada santri yang belajar di Kauman maupun kepada penduduk Kauman secara umum ( Sucipto, 2010:124). Sebagian besar dari mereka bersifat acuh tak acuh, atau bahkan menolak
ide
pendidikan
sistem
sekolah
tersebut
karena
dianggap
bertentangan dengan tradisi agama Islam. Akibatnya para santri yang belajar kepada K.H. Ahmad Dahlan satu persatu berhenti.Walaupun belum mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar, beliau tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum (Sucipto, 2010:125).
80
Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar diruang tamu rumah K.H. Ahmad Dahlan dengan ukuran 2,5 m x 6m dan beliau bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya.Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri pula dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis terbuat dari kayu suren. Madrasah tersebut kemudian dikenal sebagai sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi, dan sistem pengajaran secara klasikal (Sucipto, 2010:126). Metode pengajaran yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya menekankan pemahaman secara teoritis namun juga sangat memerhatikan pada hal-hal yang bersifat praktis (Sucipto, 2010:130). Demikian ini dimaksudkan agar materi yang diajarkan dalam mengajar dan berdakwah tidak hanya sekedar dipahami, tapi juga dihayati dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, berkat kesabaran dan keuletan dalam berjihad memerangi kebodohan ditengah masyarakat yang tengah terbelenggu oleh ketertindasan, pada akhirnya membuahkan hasil yang gemilang.Hal ini terbukti dengan perkembangan lembaga pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah lambat laun mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat signifikan.
81
B. Pendidikan Karakter Berdasarkan Tujuh Falsafah dan Pesan-Pesan K.H. Ahmad Dahlan 1. Tujuh Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan Tujuh falsafah merupakan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang ditulis oleh muridnya yaitu KRH.Hadjid. Menurut riwayat, beliau adalah murid termuda K.H. Ahmad Dahlan yang sangat rajin mencatat apa saja yang diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan. “Genap 6 tahun ini saya tidak dapat ilmu apapun dari beliau yang tercatat dalam hati, kecuali hanya 7 perkara.Begitu juga saya yakin, bahwa kesulitan yang timbul dalam masyarakat umum dan dunia internasional akan dapat diatasi dengan 7 perkara tersebut” (Hadjid, 2004:1). Dalam tujuh falsafah K.H. Ahmad Dahlan tertuang nilai pendidikan karakter yang diterapkan beliau dalam mengajar anak didiknya. Poin-poin falsafah tersebut terangkum dalam muqadimah buku Falsafah Ajaran dan K.H Ahmad Dahlan(2004:2-18), diantaranya: a. “Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Dan ulama’-ulama’ itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramalpun semuanya dalam kekhawatiran, kecuali mereka yang ikhlas atau bersih” Penjelasan falsafah yang pertama adalah masing-masing manusia kebanyakan tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena disibukkan dengan kesenangan duniawi saja. Pendidikan karakter dari falsafah pertama K.H. Ahmad Dahlan adalah jadilah manusia yang visioner yaitu manusia yang berfikir kedepan terhadap kehidupan setelah di dunia yaitu kehidupan di akherat. Sehingga
82
akan dapat terwujud kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. b. “Kebanyakan diantara para manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri”.
Penjelasan
falsafah kedua yaitu, kebanyakan diantara para
manusia merasa tidak memerlukan lagi kehadiran orang lain, tidak memerlukan lagi bermusyawarah dengan orang lain. Sudah merasa paling bisa dan benar, padahal sudah menjadi kepastian bahwa manusia adalah makluk sosial yaitu makluk yang membutuhkan kehadiran orang lain di sekelilingnya. Pendidikan karakter dari falsafah kedua yaitu, jadilah pribadi manusia yang lembah manah atau mampu menghargai orang lain. Karena bagaimanapun itu kita sangat membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekeliling kita, salah satu contohnya apabila kita ingin makan nasi kita membutuhkan petani yang memiliki ilmu cara menanam padi sehingga menghasilkan nasi yang dapat kita makan. c. “Manusia itu kalo mengerjakan apapun, sekali, dua kali, berulangulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik itu dari sudut kenyakinan atau itiqad, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah, mereka akan sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar” (Hadjid, 2008:2) Penjelasan dari falsafah ketiga yaitu, hati dan nafsu manusia dapat diibaratkan sebuah botol yang tidak berisi. Semulanya lahir di
83
dunia dalam keadaan suci bersih. Kemudian seiring berjalannya waktu manusia tersebut mendapatkan pendidikan dan pelajaran dari pergaulannya baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolah, yang menjadikan manusia tersebut memiliki kenyakinan terhadap amal perbuatan yang dilakukannya hingga menjadi suatu kebiasaan yang tidak mudah dirubah oleh orang lain, kalau ada
yang
akan merubah sanggup
membela dengan
mengorbankan jiwa dan raga diri mereka. Pendidikan karakter dari falsafah ketiga yaitu, jadilah manusia yang dapat menerima masukan nasehat orang lain, karena terkadang kita masih banyak kesalahan dalam memahami berbagai hal. Untuk itu janganlah memiliki anggapan bahwa kebiasaan yang sudah biasa kita lakukan adalah kebiasaan yang benar yang sesuai diajarkan oleh Allah dan Rasulnya. d. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia suka mendengarkan atau memikir-mikir mencari ilmu yang benar?” (Al-Furqon:44). Manusia harus dapat menggunakan akal fikirannya untuk memilah dan memilih soal itikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya apakah sudah sesuai dengan perintah-perintah Allah. Pendidikan karakter yang dapat diambil dari falsafah kelima yaitu janganlah hanyut dan tertarik pada kebiasaan buruk karena yang demikian itu akan membuat hati sulit untuk menerima
84
kebenaran yang di sarankan oleh orang lain dan mengakibatkan penyakit hati dan akhlaq yang mulai rusak. Maka dari itu terimalah masukan dari orang lain sehingga akan menjadi pribadi yang lebih baik dan hati yang sehat serta akhlaq yang baik pula. e. “Manusia tidak menuruti, tidak mempedulikan sesuatu yang sudah terang bagi dirinya. Artinya, dirinya sendiri, pikirannya sendiri, sudah mengatakan itu benar, tetapi ia tidak mau menuruti kebenaran itu karena takut kepada kesukaran, takut berat dan macam-macam yang dikhawatirkan, karena nafsu dan hatinya sudah terlanjur rusak, berpenyakit akhlaq (budi pekerti), hanyut dan tertarik oleh kebiasaan buruk” Penjelasannya
adalah
kebanyakan
dari
manusia
dapat
membedakan kebenaran dan kesalahan tetapi terkadang sebagian dari mereka mengetahui kebenaran tetapi tidak melaksanakan yang benar tersebut, mereka lebih memilih mengikuti hati mereka yang sudah hancur, dan akhlaq mereka yang sudah terbiasa melakukan hal-hal yang buruk, maka dari itu jagalah hati dengan banyak mengucap asma-asma Allah, dengan selalu mengingat Allah, dan jagalah akhlaq dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga akan tumbuh karakter yang positif dan bermanfaat bagi sesama. f. “Kebanyakan mengorbankan
pemimpin-pemimpin harta
benda
dan
rakyat, jiwanya
belum untuk
berani berusaha
tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpinpemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah”.
85
Penjelasannya adalah sebagian pemimpin-pemimpin rakyat lebih susah untuk mengorbankan harta benda untuk keperluan rakyatnya, biasanya pemimpin tersebut mempermainkan dan memperalat orang-orang yang lemah, padahal yang seharusnya harus dilakukan
pemimpin
dapat
menjadi
orang
pertama
yang
bertanggungjawab terhadap keadaan masyarakatnya, karena mereka telah bersedia menjadi pemimpin bagi masyarakat. Pendidikan karakter yang terdapat didalamnya adalah jadilah pribadi yang amanah akan tanggungjawab yang diberikan atau dipercayakan kepada kita. g. “Pelajaran terbagi dalam dua bagian: (1) Belajar ilmu (pengetahuan dan teori); (2) Belajar amal (mengajarkan, mempraktekkan). Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat, demikian pula dalam belajar amal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah.”(Hadjid, 2008:7-9). Penjelasannya adalah, belajarlah sesuai dengan kemampuan dan jangan memaksakan sesuatu yang kita belum mampu. Karena belajar adalah sebuah proses yang harus dilewati, proses tersebut merupakan sebuah usaha yang secara perlahan namun pasti kita lakukan untuk mendapatkan hasil yang baik. Sehingga akan menghasilkan ilmu yang difahami dengan baik dan dilanjutkan dengan amal akan hasil dari pemahaman ilmu tersebut.
86
Karena sesungguhnya ilmu tanpa amalan sama saja percuma, sebab ilmu yang kita miliki yang kita fahami seharusnya dapat kita praktekan dalam kehidupan sehari-hari supaya ilmu tersebut dapat bermanfaat untuk orang lain. Maka dari itu tuntutlah ilmu sebanyakbanyak nya kemudian pakailah ilmu itu untuk amalan nyata. Sehingga akan terwujud insan yang berilmu dan insan beramal. 2. Pesan-pesan K.H Ahmad Dahlan yang Terkait Dengan Pendidikan Karakter a. Tulisan di papan tulis dekat tempat tidur K.H Ahmad Dahlan yang ditulis dengan bahasa Arab yang artinya (Abdul Munir Mulkhan, 1990:90) : “Hai Dahlan, sunggguh di depanmu pasti kau lihat perkara yang lebih besar dan mematikan, mungkin engkau selamat atau sebaliknya akan tewas. Hai Dahlan, bayangkan kau sedang berada di dunia ini sendirian besera Allah dan dimukamu ada kematian, pengadilan amal, syurga, dan neraka. Coba kau pikir, mana yang paling mendekati dirimu selain kematian.Mereka yang menyukai dunia bisa memperoleh dunia walaupun tanpa sekolah.Sementara yang sekolah dengan sungguh-sungguh karena mencintai akherat ternyata tidak naik kelas.Gambaran ini melukiskan orang-orang celaka di dunia dan akherat sebagai akibat dari tidak bisa mengekang hawa nafsunya.Apakah kau tidak bisa melihat orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu? Pendidikan karakter yang dapat diambil dari pesan di atas adalah, jadilah manusia yang dapat mengekang hawa nafsu, karena hawa nafsu adalah sebuah kenyakinan yang nantinya dapat merusak kita sendiri, sebab hawa nafsu hanya berdasarkan keinginan kita yang tidak berdasarakan perintah Allah dan Rosulnya. Untuk itu jadilah pribadi yang berhati-hati dalam memilah dan memilih apa
87
yang harus kita lakukan. Dengan berhati-hati tersebutlah kita dapat berfikir panjang terhadap sesuatu yang akan kita kerjakan. b. “Harus bagaimana biar diriku selamat dari api neraka? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa?” (pertanyaan K.H. Ahmad Dahlan yang ditujukan kepada murid-muridnya). “Harus bagaimanakah biar diriku selamat dari api neraka?” Kalimat bijak K.H. Ahmad Dahlan tersebut sangatlah mendalam. Karena dalam kalimat bijak tersebut beliau memberikan gambaran bahwa seharusnya kita juga berfikir masa depan kita yakni kehidupan di akhirat. Pendidikan karakter yang terdapat didalamnya yakni
jadilah
pribadi
yang
selalu
berfikir
panjang
dalam
melaksanakan sesuatu sebab dari itu apabila kita tidak berfikir dulu sebelum bertindak kita akan rugi, berfikirlah kebahagiaan tidak hanya di dunia saja, berfikirlah bagaimana cara kita dapat bahagia di masa selanjutnya juga yakni kehidupan yang kekal akherat. c. “Orang yang mencari barang hak itu perumpamaannya demikian:seumpama ada pertemuan antara orang Islam, dan orang Kristen, yang beragama Islam membawa kitab suci Al-Quran dan yang beragama Kristen membawa kitab suci Bibel, kemudian kitab suci tersebut diletakkan diatas meja, kemudian kedua orang tadi mengkosongkanhatinya kembali, kosong bagaimana awal manusia tidak berkenyakinan apapun, dan sama sama mencari agama yang benar, dengan musyawarah yang baik, begitulah seterusnya. Demikianlah kalau semua itu membutuhkan barang yang hak” Pendidikan karakter dari pesan tersebut adalah toleransi sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
88
dan dapat bermusyawarah dengan bijak dalam menentukan pilihan dan mencari jalan penyelesaian. d. “Mula-mula agama Islam itu cemerlang, kemudian makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu manusianya, bukan agamanya. Agama bukanlah barang yang kasar. Artinya, ajaran yang mencocokkan kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah agama lahir yang dapat dilihat, amal lahirnya itu adalah bekas dan daya dari ruh agama.” Pendidikan karakter dari nasihat diatas adalah senantiasa jagalah ajaran-ajaran Islam melalui amal perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari maka akan tercipta agama Islam yang cemerlang. Sehingga akan menjadi agama yang dapat dirasakan kebaikan yang terdapat didalamnya. e. “Jangan kamu berteriak-teriak sanggup membela agama, walaupun harus menyumbangkan jiwamu sekalian, entah dengan sakit atau tidak, jika Allah yang berkehendak tentu akan mati sendiri. Tapi beranikah kamu, menawarkan harta bendamu untuk kepentingan agama? Itulah yang lebih diperlukan untuk waktu sekarang ini” Pendidikan karakter yang terdapat dalam pesan diatas adalah Perilaku
yang
menunjukkan
upaya
sungguh-sungguh
dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya salah satunya dalam menggunakan harta dalam kepentingan agama. f. “Belanjakanlah harta bendamu pada saat kamu masih dapat menguasainya. Kelak akan datang saatnya dimana yang wajib (pemerintah) akan berkuasa penuh kepada keseluruhannya. Yakni melalui pajak.” Nilai karakter jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
89
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.Dalam pesan tersebut terdapat pendidikan karakter untuk berperilaku jujr terhadap perkataan, tindakan dan pekerjaan salah satunya yakni pajak. g. “Mengapa kebanyakan dari kamu jika sakit pergi ke dokter laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar kamu malu, teruslah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita sudah mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita pula. Alangkah utamanya.” Nilai karakter kerja kerasPerilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya h. “Janganlah kamu tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas dari keputusan sidang, sebelum kamu berfikir terlebih dahulu. Telitilah! Kemungkinan kamu ada tugas pula yang bersamakan waktunya, kalo memang benar adanya, usahakanlah jalan untuk memudahkannya kepada waktu yang tidak bersamaan, supaya kamu tidak mempermainkan atau mempermudah keputusan sidang dengan hanya mengirim surat permisi dari kesanggupan tersebut setelah kamu sampai rumah.” Pendidikan karakter yang terdapat pada nasehat tersebut adalah berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. untuk itu bertanggungjawab terhadap tugas yang harus di selesaikan merupakan karakter yang sangat dibutuhkan. i. “Maut adalah suatu bahaya yang besar. Maka hendaklah kamu sekalian memperbanyak ingat kepada Allah dan terhadap sesama manusia, sebelum datangnya waktu maut.” Nilai karakter religius sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
90
pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. dijelaskan oleh j. “Kalau kamu permisi dari suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang kepadamu, untuk bertabligh umpamanya, janganlah kamu permisi kepadaku, tapi permisilah kepada Tuhan dengan mengemukakan alasanmu, beranikah kamu bertanggungjawab atas perbuatan itu?” Nilai karakter disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dalam pendidikan karakter disiplin tersebut sikap yang menunjukkan tanggungjawab terhadap hal-hal yang diberikan kepercayaan terhadap dirinya. k. “Urusan dapur jangan dijadikan halangan untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.” Pendidikan karakter yang dapat dipelajari dari nasihat diatas adalah berusahalah untuk selalu bertanggungjawab terhadap urusanurusan yang telah dipercayakan kepada kita, karena dengan hal itu maka kita akan dapat menjadi pribadi muslim yang dapat bertanggung jawab terhadap segala sesuatu. l. “Hidup sekali untuk dipertaruhkan, berhati-hatilah kamu sekalian dalam menggunakan waktu selama hidupmu.” Pendidikan karakter yang dapat kita ambil dari nasihat tersebut adalah, jadilah manusia yang berhati-hati dalam menggunakan waktu dan kesempatan karena hidup sekali dapat menjadi pertaruhannya. Apabila tidak berhati-hati kita akan menyesal. Maka akan terbentuk pribadi manusia yang senantiasa berfikir panjang dalam keseharian.
91
m. “Menurut penyelidikanku, sesungguhnya keadaan umat Islam sebagian besar telah jauh meninggalkan ajaran agama Islam. Adapun yang menyebabkan kemunduran umat Islam itu karena menderita berbagai penyakit. Sebab itulah aku perlu memperbanyak amalan dan tetap berjuang bersama-sama anak-anakku sekalian guna menegakkan kembali semua urusan yang kini udah lama bengkok.” Keadaan umat Islam sesungguhnya telah jauh terhadap apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasulnya. Oleh sebab itu kembalilah kepada ajaran-ajaran-Nya sehingga akan memperbanyak amalan dalam kehidupan ini. Pendidikan karakternya adalah jadilah pribadi manusia yang berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran Allah sehingga agama Islam ini akan selalu memiliki generasi yang baik, pintar dan bermanfaat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. C. Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan dengan UnsurUnsur Pendidikan Karakter Kemendiknas. Sebagai
seorang
ulama’
yang
disegani
masyarakat
karena
kepandaiannya dalam hal agama dan ilmu pengetahuan, K.H. Ahmad Dahlan selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang patut untuk dicontoh oleh masyarakat.Oleh karena itu beliau tampil dengan tutur kata yang sopan dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam.Karena menurut beliau, tauladan adalah bentuk pendidikan yang efektif. 1. Nilai Karakter Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta
92
hidup rukun dengan pemeluk agama lain. dijelaskan oleh (Zuhrian, 2008:26). K.H. Ahmad Dahlan sangat menghormati para pemeluk agama Kristen. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulannya yang amat luas, tidak terbatas sesama umat Islam. Beliau sangat akrab dengan para pastur dan pendeta. Diantaranya adalah pastur Van Lith, Pastur Van Driesse dll.Pergaulannya melintas keimanan dan agama. Dijelaskan dalam buku karya (Asrofie, 1983:74). Kerukunan beragama tidak diartikan merukunkan ajaran agama, karena masing-masing agama memiliki klaim-klaim kebenaran yang berada pada wilayah sensitive. Maka kerukunan antar umat beragama harus diartikan sebagai kerukunan antar pemeluk agama, yang rukun bukan agamanya, tetapi umatnya, yang sama-sama satu bangsa.Dijelaskan dalam buku karya (Nugraha, 2010:105). Beliau adalah seorang yang tergolong alim ulama dan cerdik pandai, yang mendasarkan gerak amalnya atas agama Islam (patut taat kepada Allah), mengambil contoh teladan, mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, memimpin dan bekerja dalam bidang kemasyarakatan yang menuju keridhaan Allah (Salam, 1968:17). 2. Nilai Karakter Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:26).
93
Kejujuran K.H. Ahmad Dahlan dapat dilihat ketika masalah arah kiblat. Ketika masuk waktu shalat dhuhur, seorang muadzin Masjid Agung melihat ada tiga garis putih yang melintang di depan tempat imam dari arah utara ke selatan. Tiga buah garis sejajar dengan jarak selebar orang shalat berjamaah itu agak condong ke utara sekitar 23 derajat. Garis tersebut seolah-olah memberikan isyarat agar melaksanakan shalat berjamaah mengikuti garis tadi (Wibowo, 2011:102). 3.
Nilai Karakter Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:26). K.H. Ahmad Dahlan sangat menghormati para pemeluk agama Kristen. Hal ini dibuktikan dengan pergaulan beliau yang sangat luas. Tidak terbatas sesama umat Islam. Beliau sangat akrab dengan para pastur dan pendeta. Di antaranya adalah pastur Van Lith, Pastur Van Driesse dll. Pergaulannya melintas keimanan dan agama (Asrofie, 1983:74). Kerukunan beragama tidak diartikan merukunkan ajaran agama, karena masing-masing agama memiliki klaim-klaim kebenaran yang berada pada wilayah sensitif. Maka kerukunan antar umat beragama harus diartikan sebagai kerukunan antar pemeluk agama, yang rukun bukan agamanya, tetapi umatnya, yang sama-sama satu bangsa (Nugraha, 2010:105).
94
4. Nilai Karakter Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dijelaskan dalam buku (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:27). Dalam pergerakan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan selalu konsisten dalam berpikir, berbicara, dan bekerja. Berpikir dengan akal yang cerdas dan luas dengan pedoman al-Qur’an dan Hadist. Disiplin dalam beragama dan mentaati perintah dan larangan Allah SWT (Anshory, 2010:85). Pernah ada kejadian utusan Muhammadiyah yang betul-betul kembali dari stasiun, karena ketinggalan kereta api ke Solo untuk mendatangi rapat/pengajian. Sewaktu melaporkan kepada K.H. Ahmad Dahlan, maka kata beliau:“Apakah kau tidak punya kaki untuk berjalan sampai kesana? Kalau tidak ada kereta api, apakah tidak dapat pergi dengan kendaraan lainnya? Maka berangkatlah utusan tersebut dengan taksi yang tidak murah harga sewanya. Ternyata kedatangannya sudah di tunggu oleh masyarakat di sana. Ini merupakan kesungguhan K.H. Ahmad Dahlan menggiatkan untuk disiplin terhadap tugas yang diberikan (Salam, 1968:63). 5. Nilai Karakter Kerja Keras Perilaku
yang
menunjukkan
upaya
sungguh-sungguh
dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:7).
95
Sewaktu beliau mendirikan Muhammadiyah, tidak sedikit ujian dan rintangan yang dihadapinya. Baik dari pihak keluarganya, maupun dari masyarakat di sekitarnya.Dalam menghadapi cobaan dan macam-macam rintangan itu, K.H. Ahmad Dahlan tidak sedikitpun gentar atau mundur. Melainkan beliau tetap melangkah dengan kerja keras, sehingga tercapailah
persarikatan
Muhammadiyah.
Meskipun
kelahiran
Muhammadiyah, sebagai realisasi daripada ide pembaharuan yang diidamidamkan oleh beliau, karena kenyakinan beliau dan kesabaran dan keuletannya sehingga tercapai cita-cita Muhamadiyah (Harapah dan Sokawati, 1908:101). 6. Nilai Karakter Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:27). a. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam secara popular, bukan saja dipesantren, melainkan pergi ke berbagai tempat. b. Mengubah dan membetulkan arah kiblat (Anshory, 2010:53). c. Penggunaan ilmu perhitungan astronomi untuk menetapkan mulai dan akhir bulan puasa (hisab) (Anshory, 2010:89). 7. Nilai Karakter Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:28).
96
Sekitar tahun 1908-1909, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertama secara formal yakni MadrasahIbtidaiyah (setingkat SD) dan MadrasahDiniyah dirumah beliau sendiri (Mulkhan, 1990:19). Sekolahan tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah K.H. Ahmad Dahlan. Beliau mengajar dan mempersiapkan keperluan mengajar itu sendiri, salah satunya yaitu beliau menggunakan dua buah meja miliknya. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri pula dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis terbuat dari kayu suren. Selanjutnya K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (Mulkhan, 1990:19). Madrasah tersebut kemudian dikenal sebagai sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi, dan sistem pengajaran secara klasikal. 8. Nilai Karakter Demokrasi Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:28). Nilai demokrasi yang ditunjukkan oleh K.H. Ahmad Dahlan dapat dilihat sewaktu beliau ditanya murid-muridnya nama apa gerangan yang akan diberikannya kepada organisasi yang akan didirikannya? Maka beliaupun menjawab:“Muhammadiyah” (Sucipto, 2005:45).
97
Rupanya nama tersebut dipilihnya sebagai hasil dari sembahyang istikharah yang berulang kali. Beliau lakukan untuk menetapkan nama perkumpulan yang akan didirikannya. Dalam hubungan ini, bapak Sudja’ yang terhitung adalah salah satu murid beserta kader beliau K.H. Ahmad Dahlan pun bertanya, kenapa beliau memberikan nama tersebut? Bukankah namanya seperti nama perempuan? Dan beliau pun menjawab, “Muhammadiyah bukanlah nama perempuan, Muhammadiyah memiliki makna yaitu pengikut Nabi Muhammad. 9. Nilai Karakter Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:28). K.H. Ahmad Dahlan belajar Qiraah pada Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock. Selanjutnya kyai juga belajar ilmu pengobatan dan racun binatang dari Syekh Hasan (Mulkhan, 1990:6). Pengetahuan K.H. Ahmad Dahlan yang sangat luas, dan mencakup kedisiplinan yang tinggi, menjadikan K.H. Ahmad Dahlan tumbuh menjadi pribadi yang arif dan tajam pemikirannya, serta memiliki pandangan yang jauh ke depan (Mulkhan, 1990:7). Rasa ingin tahu yang besar mendorong K.H. Ahmad Dahlan, memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar.
98
10. Nilai Karakter Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:28). Menurut pandangan KH. Ahmad Dahlan, untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa Belanda, harus dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan melalui lembaga pendidikan. Beliau senantiasa menyerukan kepada masyarakat untuk beramal dan berorganisasi dan hendaknya berpegangan pada prinsip “Senantiasa mempertanggungjawabkan tindakan kepada Allah”. K.H. Ahmad Dahlan menyerukan perlunya setiap pemimpin menambah terus ilmu sehingga bijaksana dalam mengambil keputusan dan perlunya dilakukan perubahan untuk menuju kearah yang lebih baik. Dalam memahami agama KH Ahmad Dahlan selalu berpegang pada prinsip: 1) memahami ajaran Islam itu sumbernya hanya Al-Qur’an dan Al-sunah, 2) untuk dapat memahaminya dengan tepat harus menggunakan akal yang sehat sesuai dengan jiwa agama Islam (Sucipto, dkk, 2010:63). Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, KH. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolahsekolah sendiri, dimana agama dan pengetahuan umum diajarkan bersamasama. Dengan kedua tindakan tersebut diharapkan bangsa Indonesia dapat
99
didik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum secara luas dan agama yang mendalam. KH.Ahmad Dahlan memiliki cita-cita yang tinggi, memperbaiki masyarakat Indonesia dari keterpurukan dan penindasan berlandaskan citacita Islam berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Usaha-usahanya lebih ditujukan untuk hidup beragama dengan berbekal keyakinan bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu dibangun semangat bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa semangat kebangsaan yang ditunjukkan oleh KH.Ahmad Dahlan bercermin dari sikapnya membangun pendidikan yang terbebas dari penjajahan. 11. Nilai Karakter Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:29). Saat bangsa Indonesia masih dijajah, banyak rakyat yang tidak dapat membaca dan menulis. Kondisi ini membuat K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat dalam menuntut pengetahuan umum dan agama. Selain itu didirikan pula poliklinik dan rumah yatim banyak-banyaknya, dididiknya para pemuda tunas harapan bangsa. Wanita tiang negara dan alat-alat negara seperti pamong praja, serta polisi dengan pengetahuan agama dan ilmu umum yang praktis. Meskipun lapangan
100
perjuangan dalam bidang sosial dan peendidikan, namun usaha K.H. Ahmad Dahlan ini mempunyai arti peduli lingkungan yang mendalam. Muhammadiyah berpaut erat dengan perjuangan kebangsaan Indonesia. Dimana sejak didirikannya persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912, sudah banyak jasa-jasa organisasi ini terhadap bangsa dan tanah air Indonesia. Secara khusus Ir. Soekarno memberikan apresiasi tinggi terhadap peran KH.Ahmad Dahlan dalam perintisan gagasan nasionalisme bangsa. Presiden pertama RI ini menyebutkan K.H. Ahmad Dahlan sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap pergulatan intelektualisme di Indonesia. Sejak awal berdirinya Muhammadiyah, tidak rahasia lagi jika KH.Ahmad Dahlan bukanlah seorang tokoh politik ataupun negarawan yang hanya memikirkan keuntungan sesaat negara, dan bukan pula seorang tokoh sosial yang hanya berbuat kebaikan dan menolong sesama hidup, atau tokoh kebatinan yang hanya mengemudi kesucian pribadi menghadap kepada Tuhan Yang Maha Suci saja. Akan tetapi beliau adalah seseorang yang tergolong alim ulam dan cerdik pandai, yang mendasarkan gerak amalnya atas agama Islam (patuh taat kepada Allah), mengambil contoh teladan, mengikuti jejak nabi Muhammad SAW., memimpin dan bekerja
dalam
bidang
kemasyarakatan
yang
menuju
keridhaan
Allah.Sebagaimana juga Muhammadiyah yang didirikannya, bukan sebagai organisasi politik, tetapi sebagai organisasi “gerakan agama” yang menuju pembentukan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
101
12. Nilai Karakter Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:29). Landasan K.H. Ahmad Dahlan dalam mengadopsi bentuk pendidikan dari luar, banyak diilhami oleh ajaran Rasulullah, “Hendaknya mempelajari bahasa musuhmu agar tidak diperdaya musuhmu”. Serta sabda Nabi: ‘Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Hal inilah yang melatarbelakangi KH.Ahmad Dahlan untuk mendirikan sekolah yang menggunakan bahasa Belanda. Contoh yang lain dapat dilihat dari dukungan beliau kepada kaum perempuan dalam memperoleh pendidikan, “mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit sama pergi kepada dokter laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar-benar kamu sama malu, teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita sudah mempunyai seorang dokter wanita untuk kaum wanita pula” (Salam, 1968:52). 13. Nilai Karakter Bersahabat / Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bekerja sama dengan orang lain (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:29). K.H. Ahmad Dahlan memiliki nilai karakter bersahabat salah satunya terlihat dari percakapan beliau sebagai berikut, “Kamu tidak mau
102
menjalankan tugas itu, karena kamu tidak bisa bukan? Beruntunglah! Marilah saya ajarkan persoalan itu, jadi kalo sudah dapat dan mengerti, kamu harus menjalankannya.Lain soalnya apabila kamu tidak mau, siapa yanga kan mengatasi orang yang sengaja tidak mau!” nasihat K.H. Ahmad Dahlan (Salam, 1968:53). Pada akhir tahun 1897, K.H. Ahmad Dahlan merasa perlu untuk meneruskan cita-citanya itu dengan jangkauan lebih luas. Beliau berencana untuk mengadakan musyawarah di antara para alim ulama, baik di dalam maupun luar kota Yogyakarta, untuk menentukan arah kiblatyang tidak tepat tersebut (Wibowo, 2011:97). 14. Nilai Karakter Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:29). Dalam menghadapi cobaan dan rintangan, K.H. Ahmad Dahlan tidak gentar ataupun mundur setapak pun juga. Hatinya juga semakin teguh membaja, untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangannya. Sehingga Muhammadiyah mampu mengembangkan sayapnya ke berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa beliau senantiasa cinta damai terhadap
sesama,
walaupun
dalam
mendirikan
Muhammadiyah
mendapatkan cacian, makian,hinaan, beliau tetap tabah dan sabar menghadapinya.
103
15. Nilai Karakter Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:30). Pada usia delapan tahun K.H Ahmad Dahlan telah lancar membaca Al-Quran hingga katam (Sucipto, 2010:57). Sebagai alim ulama, beliau mempunyai banyak kitab yang biasa digunakan dikaji di pondok-pondok. Di antara buku dan kitab-kitab yang menjadi kegemaran beliau adalah sebagai berikut (Sucipto, 2010:59). a. Kitab Tauhid karangan Syech Muhammad Abduh b. Kitab Tafsir JuzzAmma karangan Syech Muhammad Abduh c. Kitab KanzulUlum d. Kitab Dirotul ma’arif karangan Farid Wadji e. Kitab-kitab Fil Bid’ah karangan Ibnu Taimiyah f. Kitab Attawasul wal-wasilah karangan Ibnu Taimiyah g. Kitab Al-Islam wan Nasroniyah karangan Syech Muhammad Abduh h. Kitab Idharulhaq karangan Rahmatullah Al-Hindi i. Kitab-kitab Hadist Karangan Ulama Madzhab Hambali j. Kitab-kitab tafsir Al-Manar karangan Sajid Al-Urwatul Wustqa k. Matan Al-Hikmah li’ Atha-ilah l. Al-Qashaid ‘ Ath-thasijah, li’ Abdullah Al-Ath-thas.
104
Dari banyaknya kitab-kitab yang dimiliki oleh K.H. Ahmad Dahlan menunjukkan bahwa beliau gemar membaca untuk menambahkan wawasan dan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu pengetahuan beliau sangatlah luas dan dalam.
105
BAB V PENUTUP A.
KESIMPULAN Konsep K.H. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan karakter adalah benar
dan salah, baik dan tidak baik yang ditentukan oleh hukum yang sah dan suci dalam kacamata Islam yang sesui dengan Al-Qur’an dan AS-Sunnah. Dasar pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan diutamakan dengan pendidikan Islam yang terdiri melalui 3 perkara yakni iman, ilmu dan amal. Pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan juga terdapat pada tujuh intisari falsafah dan pesan-pesan wasiat beliau selama mengajar. pendidikan karakter yang beliau terapkan dengan menanamkan karakter kepada peserta didiknya melalui pendidikan akhlaq yang sesuai dengan Al-quran dan as-sunnah sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang berkarakter berlandaskan Islam. Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan diantaranya yaitu, nilai karakter religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab. Adapun pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan dapat mendukung pendidikan karakter Kemendiknas sehingga mampu menciptakan pendidikan karakter yang efektif. B.
SARAN Setelah
memberikan
kesimpulan
diatas,
penulis
setidaknya
dapat
memberikan saran-saran untuk bertujuan kemajuan dalam bidang pendidikan di 106
negara ini, terutama pendidikan karakter. Adapun saran-saran tersebut diantaranya: 1. Pendidikan harus mengutamakan azas kebermanfaatan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tidak hanya sebatas teori saja namun juga praktek nya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Nilai-nilai yang terdapat di pendidikan karakter seharusnya dapat dipraktekan dalam kehidupan nyata, dengan cara diamalkan dan dipraktekan. Tidak hanya mempelajari teori tanpa amalan. 3. Pendidikan umum dan pendidikan agama harus berjalan seimbang sehingga menghasilkan peserta didik yang berkualitas, dimana tidak hanya cerdas namun juga berakhlaq mulia.
107
DAFTAR PUSTAKA Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter Kontstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers Anshory, HM Nasrudin. 2010.MatahariPembaharuan Rekam Jejak KH. Ahmad Dahlan Yogyakarta: Galangpess Anshory, HM Nasrudin.2011. Satu Abad Muhammadiyah JawaKeteladanan Kiai Ahmad Dahlan, Yogyakarta: Adi Wacana Asrofie, M. Yusron.1983.KH. Ahmad Dahlan KepemimpinannyaYogyakarta: Yogyakarta Offset
Pemikiran
Tafsir dan
Barnawi dan M. Arifin. 2012. Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Dahlan Ahmad. 1985. Tali Pengikat Hidup Manusia, Dalam Buku Perkembangan Pemikiran Muhammadiyah Dan Masa ke Masa, Menyambut Muktamar Ke41. Yogyakarta: PT Dua Dimensi Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Depertemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Fadillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2013. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD. Jogjakarta: ArRuzz Media Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta Hadjid, K.R.H. 2008.Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan, 7 Falsafah & 17 ayat AlQur’an. Yogyakarta: LPI PP Muhammadiyah Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter:Konsepsi & Implementasinya Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, dan Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktek Di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Koesoema A, Doni. 2010. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global. Jakarta: Grasindo Kementrian Pendidikan Nasional.2011.Pedoman Sekolah Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kemendiknas
108
Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab (Wahyudin, Uyu dan Suryani, Ed.). Jakarta: Bumi Aksara Marzuki. 2011. PrinsipDasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Dalam Buku Pendidikan Karakter, Dalam Perspektif Teori dan Praktek. Yogyakarta : UNY Press Majid, Abdul, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara Mulkhan, Abdul Munir. 2010. Kiai Ahmad Dahlan Jejak Pembaharuan Sosial dan Kemanusiaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara .Nugraha, Adi. 2010. KH. Ahmad Dahlam: Biografi Singkat (1869-1923), Yogyakarta: Garasi Rais, Amien, dkk. 1985. Pendidikan Muhammadiyah dan PerubahanSosial Yogyakarta: PLP2M Amien Rais. 1995. Moralitas Politik Muhammadiyah, Yogyakarta: Dinamika Raharjo. 2010. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia, dalam Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta: Balitbang Kemendiknas Syuja Kyai. 2010. Islam Berkemajuan, Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, Tangerang : Al Wasth Salam Junus. 1968. K.H.A Dahlan, Amal dan Perdjoeangannya. Djakarta : Depot Pengadjaran Muhammadiyah Sokawati, Bambang. 1979. Jakarta:Gunung Agung
Nyi Hajar Dewantara Kisah dan Data,
Sucipto, Hery, Nadjamuddin Ramly. 2005. Tajdid Muhammadiyah, Dari Ahmad Dahlan Hingga A. Syafii Maarif, Jakarta: Grafifindo Khasanah Ilmu Sucipto, Hery. 2010. KH. Ahmad Dahlan: Sang Pencerah, Pendidikan, dan Pendiri Muhammadiyah, Jakarta: Best Media Utama Salam, Junus.2009. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Tangerang: AlWasat Publising House Salim,Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan .2012.Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
109
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Startegi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka Belajar Yusuf, M. Yunan, dkk. 1985.Cita dan Citra Muhammadiyah, Jakarta: Pustaka Panjimas Zuhrian, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta:Bumi Aksara . Sumber lain: http://www.menkokesra.go.id/node/337. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendindikan Nasional, diakses 11 November 2015.
110
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
:Aisyah Kresnaningtyas
Tempat/TanggalLahir
: Blora, 14 juli 1993
Alamat
: Blora, Randublatung Ds. Kadengan Rt 02/ Rw 01 Jawa Tengah Indonesia.
Pendidikan
:SDN Pilang 1 Randublatung, lulus tahun 2005 MTS Al-mukmin Ngruki Surakarta, lulus tahun 2008 SMA Muhammadiyah 3 Randublatung, lulus tahun 2011.
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 13 September 2016 Penulis
Aisyah Kresnaningtyas NIM. 111-12-196
111