Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
TAMPILAN KARAKTERISTIK KOMPONEN KARKAS DAN MUTU KARKAS DARI BEBERAPA GENOTIPA DOMBA KOMPOSIT SUMATERA (Performance of Carcass Component Characteristics and Carcass Quality of Several Sumatera Composite Sheep Genotypes) TRIYANTINI1, SUBANDRIYO2, H. SETIYANTO 1 dan MULYADI3 1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 3 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
ABSTRACT In attempting to increase animal productivity of local Indonesian sheep through genetical improvement, the Research Institute for Animal Production (Balai Penelitian Ternak) are developing new breed of sheep by combining superior traits of local sheep and exotic tropic sheep. The Sumatera composite sheep (K), those are, composite genotype of the first generation (K1), composite genotype of the second generation (K2), and composite genotype of the third generation (K3) that could adapt to humid tropical environment with intensive and extensive management conditions, had litter size of around 1.4 and productivity of 28.88 kg total weaning lamb per year. This post harvest research was conducted to evaluate the carcass component, carcass quality, by products, and meat quality of the composite genotypes (K1, K2, and K3) compared to Barbados Blackbelly Cross sheep (BC) from the same management condition. Results of the evaluation indicated that carcass components of the K3 sheep involving life weight, carcass weight, carcass percentage, carcass wide, back thigh round, and front thigh round were 25.2 kg, 11 kg, 43.64 %, 31 cm, 29 cm, and 21.50 cm, respectively, which is little higher compared to that of K1, K2, and BC sheeps but the differences were not significant; carcass quality of the composite genotypes and BC sheep, evaluated by National Standard of Indonesia (NSI), 1988, were in the first class, although the pelvic fat was relatively thin. Differences of the sheep genotypes (K and BC) did not affect significantly to by products and commercial carcass cutting while meat quality of the K1, K2 and K3 composite genotypes were enough good as protein source with the average of protein content around of 17.61−19.30%. Key Words: Characteristic, Quality, Carcass, Meat, Composite Sheep ABSTRAK Dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak domba lokal Indonesia melalui perbaikan faktor genetika, Balai Penelitian Ternak berusaha membentuk domba unggul dengan menggabungkan sifat unggul domba lokal dan domba eksotik tropis. Dari program tersebut telah terbentuk beberapa genotipa domba komposit Sumatera (K), yaitu domba komposit generasi 1 (K1), domba komposit generasi 2 (K2) dan domba komposit generasi 3 (K3) yang dapat beradaptasi pada kondisi intensif dan ektensif, mempunyai jumlah anak sekelahiran sekitar 1,4 dengan produktivitas 28,88 kg total anak sapihan per tahun. Penelitian pasca panen ini dilaksanakan untuk mengevaluasi karakteristik komponen karkas, mutu karkas, produk sampingan dan mutu daging dari genotipa domba komposit Sumatera (K1, K2 dan K3) dibandingkan dengan domba Barbados Blackbelly Cross (BC) pada kondisi pemeliharaan yang sama. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa komponen karkas domba K3 yang meliputi bobot hidup, bobot karkas, persentase karkas, lebar karkas, lingkar paha belakang dan lingkar paha depan masing-masing berturut adalah 25,2 kg; 11 kg; 43,64%; 31 cm; 29 cm dan 21,50 cm sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan domba K1, K2 dan BC, namun perbedaan tersebut tidak nyata. Mutu karkas domba komposit dan domba BC yang dinilai berdasarkan SNI 1998 termasuk mutu 1 namun lemak panggulnya kurang tebal. Perbedaan genotipa domba tidak berpengaruh nyata terhadap komponen produk sampingan dan persentase potongan komersial karkas, sedangkan mutu daging domba komposit cukup baik sebagai sumber protein dengan kadar protein berkisar antara 17,61−19,30%. Kata Kunci: Karakteristik, Mutu, Karkas, Daging, Domba Komposit
479
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENDAHULUAN
MATERI DAN METODE
Permintaan domba potong di Indonesia cukup tinggi, khususnya pada bulan Haji, permintaan akan meningkat namun harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain: jenis kelamin jantan, umur lebih dari satu tahun, tidak cacat tubuh, sehat dan gemuk artinya bobot hidup lebih dari 25 kg. Selama ini pasokannya masih belum memadai, karena dipenuhi dari domba lokal yang pada umumnya bobot hidupnya bervariasi sesuai dengan pakan yang diberikan dengan jumlah terbatas. SUNARLIM et al. (1995) melaporkan bahwa domba lokal jantan umur kurang lebih satu tahun bobot hidupnya berkisar antara 19,30−25,80 kg. Sedangkan domba Priangan umur satu tahun yang dipelihara di padang rumput akan mempunyai bobot hidup 8,40 kg (HENDRI, 1986). Dalam menghadapi era pasar bebas, jika tidak dicari solusi yang tepat, maka kebutuhan domba dalam negeri justru dipasok dombadomba impor yang performanya lebih baik. Untuk memperbaiki performa domba lokal, team peneliti dari Balai Penelitian Ternak melakukan serangkaian penelitian yang bertujuan meningkatkan mutu genetik domba lokal melalui program perkawinan ternak dari bangsa yang berbeda (Cross breeding) disertai program seleksi. Domba unggul yang dibentuk dengan menggabungkan sifat unggul domba lokal dan domba eksotik tropis dapat beradaptasi pada kondisi intensif dan ekstensif. Pada saat ini telah dihasilkan domba komposit Sumatera generasi 1 (K1), generasi 2 (K2) dan generasi 3 (K3) dengan jumlah anak sekelahiran berturut-turut adalah 1,25; 1,42 dan 1,37 sedangkan domba Barbados Blackbelly Cross sebagai pembandingnya 1,60. Total bobot sapih anak pertahun untuk domba komposit K1, K2 dan BC adalah 25,35; 32,42 dan 27,33 kg (SUBANDRIYO et al., 2002). Domba unggul ini diharapkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai domba potong, maka perlu dilakukan pengamatan mutu pasca panennya yang meliputi karakteristik karkas, mutu karkas dan mutu daging. Data pascapanen yang diperoleh diharapkan dapat melengkapi data dukung bagi domba komposit sebagai domba unggul.
Materi penelitian terdiri dari domba komposit generasi pertama (K1), generasi kedua (K2), generasi ke tiga (K3) yang berumur sekitar satu tahun masing-masing sebanyak 2 ekor, dan sebagai pembanding digunakan domba persilangan Barbados Blackbelly Cross (BC) sebanyak 3 ekor, umur sekitar satu tahun. Domba yang dipotong berasal dari setasiun percobaan Cilebut Bogor, mendapat pakan yang sama yaitu rumput raja adlibitum ditambah konsentrat komersial dengan kandungan protein kasar 16% sebanyak 500 g/ekor/hari. Sebelum dipotong domba dipuasakan kurang lebih 12 jam untuk mempermudah proses pemotongan. Peubah yang diukur adalah: bobot hidup, darah, kepala, kaki, kulit, organ dalam, karkas; panjang dan lebar karkas, lingkar paha belakang dan paha depan, dan mutu karkas. Mutu karkas dinilai berdasarkan SNI 01-3925-1995, SNI 1998 (DITJEN PETERNAKAN, 1998), kemudian karkas dibelah menjadi dua bagian, karkas sebelah kiri dipotong menjadi 8 potongan komersial menurut ROMANS dan ZIEGLER (1974), untuk dilakukan pemisahan antara daging, lemak dan tulang. Mutu daging domba dinilai berdasarkan pengamatan terhadap daya mengikat air, susut masak, keempukan daging, kadar protein, kadar lemak dan kadar air (AOAC, 1995). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan apabila ada perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (SAS, 1987).
480
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik dan mutu karkas Pengamatan terhadap masing-masing komponen karkas diperlukan sebagai penentu karakteristik karkas dan secara tidak langsung akan mempengaruhi mutu karkas domba. Komponen karkas domba komposit K3 yang meliputi bobot hidup (25,20 kg), bobot karkas (11 kg), persentase karkas (43,64%), lebar karkas (31 cm), lingkar paha belakang (29 cm), lingkar paha depan (22 cm) sedikit
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
lebih tinggi dibandingkan dengan domba komposit K1, K2 dan BC, namun tidak menunjukkan perbedaan. Genotipa domba juga tidak berpengaruh nyata terhadap panjang karkas (Tabel 1). Nilai karakteristik karkas domba komposit sedikit lebih rendah dibandingkan dengan domba lokal jantan umur 1 tahun yang dilaporkan oleh SUNARLIM et al. (1995) yaitu: bobot hidup 25,8 kg, bobot karkas 12,53 kg, persentase karkas 48,57%, lebar karkas 31 cm, lingkar paha belakang 19,3 cm, panjang karkas 69,3 cm. Jika dibandingkan dengan karakteristik karkas domba lokal jantan umur 1 tahun yang diberi pakan tepung gaplek 20%, konsentrat 80% sebanyak 3% dari bobot hidup ditambah rumput gajah dan air minum diberikan adlibitum, maka karakteristik karkas domba komposit sedikit lebih tinggi. Komponen karkas domba lokal yaitu: bobot hidup 19,30 kg, bobot karkas 7,50 kg dan presentase karkas 43,80% (SUNARLIM et al., 1997). Bobot hidup, bobot karkas dan presentase karkas domba komposit dan BC mencapai lebih dari 2 kali lipat dari domba Priangan umur sekitar satu tahun yang digembalakan di padang rumput alam yaitu sebesar 8,40 kg untuk bobot hidup, bobot karkas 3,60 kg dengan presentase karkas hampir sama yaitu: 43,20% (HENDRI, 1986). Perbedaan yang terjadi diduga karena faktor genetik dan faktor lingkungan yang berbeda sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1994) yang menyebutkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi komponen karkas, misalnya: tipe besar berbeda
dengan tipe kecil; juga kondisi lingkungan dan pakan yang diberikan. Mutu karkas domba komposit dan domba BC yang dinilai berdasarkan syarat mutu SNI 1998 tidak menunjukkan adanya perbedaan dan termasuk mutu 1, namun lemak panggulnya masih kurang tebal. Hal ini diduga karena pakan yang diberikan baru mencukupi kebutuhan pokok untuk hidup, belum ada porsi lebih untuk memproduksi karkas yang bermutu baik secara keseluruhan. Produk sampingan karkas Produk sampingan terdiri dari bagian bagian tubuh ternak setelah dipotong yang bukan karkas namun masih punya manfaat dan bisa memberikan nilai tambah, antara lain kepala, kaki, kulit dan organ dalam. Pada Tabel 2 terlihat bahwa genotipa domba (K dan BC) tidak berpengaruh nyata terhadap masing-masing komponen produk sampingan. Rataan bobot kepala domba komposit adalah 1718,33 gram, sedikit lebih rendah dari domba BC yaitu 1807 gram. Demikian juga untuk bobot hati, limpa, jantung, paru dan trachea, lambung, usus, dan bobot darah, sedangkan bobot kaki, ginjal, lemak dan kulit justru sedikit lebih tinggi dari domba BC. SUNARLIM et al. (1995) melaporkan hasil pengamatannya terhadap domba lokal jantan umur satu tahun sebagai berikut: bobot kepala 1800 gram, kaki 650 gram, hati 540 gram, ginjal 80 gram, jantung 107 gram, bobot kulit 1830 gram dan darah 732 gram.
Tabel 1. Komponen karkas dan mutu karkas domba Komponen Bobot hidup (kg) Bobot karkas (kg) Persentase karkas (%) Panjang karkas (cm) Lebar karkas (cm) Lingkar paha belakang (cm) Lingkar paha depan (cm) Mutu karkas
Genotipa domba K1
K2
K3
BC
22,80 9,40 41,23 56,00 30,00 28,00 18,00 Mutu 1
22,00 8,16 36,99 57,00 28,00 27,00 17,00 Mutu 1
25,20 11,00 43,64 56,00 31,00 29,00 22,00 Mutu 1
23,00 9,83 42,76 52,00 28,00 25,00 18,00 Mutu 1
K1 : Domba komposit generasi 1; K2 : Domba komposit generasi 2; K3 : Domba komposit generasi 3; BC : Domba Barbados Blackbelly Cross
481
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Produk sampingan karkas domba Komponen produk (gram)
diduga karena pengaruh faktor individu ternak yang bisa berbeda meskipun jenisnya sama. (SOEPARNO, 1994).
Genotipa domba K1
K2
K3
Kepala
1825
1570
1760
1807
Kaki
630
680
650
573
Hati
400
380
380
453
Limpa
40
30
35
40
Ginjal
70
60
60
60
Jantung
115
120
150
140
Paru + trachea
260
290
260
240
BC
Tabel 3. Persentase potongan komersial karkas domba Potongan (%)
Genotipa domba K1
K3
K3
BC
Paha (leg)
34,53
36,12
31,41
35,38
Pinggang (loin)
7,85
7,98
9,60
8,40
Rusuk (rack)
7,85
7,12
8,96
8,60
23,81
25,15
24,76
Lambung
990
980
880
930
Usus
680
630
570
777
Bahu (shoulder)
23,31
Lemak perut
230
165
600
357
Leher (neck)
10,99
9,53
9,21
7,71
Kulit
1780
1680
1950
1780
5,05
5,78
4,98
4,73
Darah
680
710
820
747
Kaki depan (shank) Dada (breast)
7,63
7,46
8,28
7,60
Lipat paha (flank)
2,81
2,22
2,43
2,81
K1 : K2 : K3 : BC :
Domba komposit generasi 1 Domba komposit generasi 2 Domba komposit generasi 3 Domba Barbados Blackbelly Cross
Variasi bobot masing-masing komponen produk sampingan karkas domba diduga dipengaruhi oleh faktor genetik karena domba yang dipotong berasal dari kondisi yang sama, sedangkan perbedaan dengan domba lokal hasil pengamatan SUNARLIM et al. (1995) di duga selain faktor genetik juga faktor lingkungan yang berbeda. Potongan komersial karkas Separuh dari karkas domba dibagi menjadi 8 potongan komersial yaitu: paha, pinggang, rusuk, bahu, leher, kaki depan, dada dan lipat paha. Perbedaan genotipa domba tidak berpengaruh nyata terhadap persentase potongan komersial karkas domba (Tabel 3). Secara umum persentase terbesar adalah potongan paha, berkisar antara 31,41−36,12%, potongan bahu pada urutan ke dua, antara 23,31−25,15%, kemudian potongan pinggang, rusuk, leher, dada yang berkisar antara 7,12−10,99%, sedangkan paling kecil adalah potongan kaki depan dan lipat paha sebesar 2,22−5,78%. Sedikit variasi yang tampak
482
K1 : K2 : K3 : BC :
Domba komposit generasi 1 Domba komposit generasi 2 Domba komposit generasi 3 Domba Barbados Blackbelly Cross
Komposisi potongan komersial Dari masing-masing potongan komersial karkas dapat diamati proporsi daging, lemak dan tulangnya yang merupakan gambaran karakteristik potongan tersebut. Perbedaan genotipa domba tidak mempengaruhi secara nyata terhadap proporsi daging, lemak dan tulang dari masing-masing potongan komersial karkas (Tabel 4). Hal ini diduga berhubungan erat dengan faktor genetik yang tidak berpengaruh nyata terhadap persentase potongan komersial karkas domba (Tabel 3), sedangkan faktor lingkungan bisa diabaikan karena sampel domba berasal dari kondisi yang sama. Secara umum komposisi daging, lemak, dan tulang dari potongan komersial karkas domba termasuk proporsional, karena apabila yang satu tinggi, maka yang lainnya lebih rendah, sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1994).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 4. Komposisi potongan komersial karkas domba (%) Potongan Bagian
Genotipa Domba
Paha
64,04 70,21 68,27 67,27
K2
K1 Daging Lemak
7,43
K3
7,04
BC
9,87
9,44
Tulang
25,00 22,74 21,85 23,28
Pinggang Daging
64,58 72,79 58,37 67,53
Rusuk
Tulang
23,75 22,48 21,37 23,11
Daging
62,08 65,47 56,85 61,79 5,83
5,49 12,15 11,19
Tulang
32,08 29,03 31,00 27,02
Daging
66,81 67,32 65,66 67,93
Lemak Leher
9,36
11,66
Lemak Bahu
4,72 20,25
Lemak
9,00
9,81 11,51 10,80
Tulang
24,18 22,85 22,82 21,26
Daging
64,58 63,90 69,35 67,96
Lemak
9,82
9,19
8,08
5,82
keempukan daging, sedangkan terhadap susut masak tidak berpengaruh nyata (Tabel 5). Daya mengikat air dari daging domba BC adalah mempunyai nilai tertinggi, berbeda nyata (p<0,05) dengan daging kambing komposit K2 dan K3, namun tidak berbeda dengan daging domba komposit K1. Tabel 5. Mutu daging domba
K1
-17
Susut masak (%)
38,80
37,15
Kadar air (%)
depan
Lemak
Dada
Daging
58,82 65,50 57,95 62,77
Lemak
8,82
6,97 15,91 13,61
Tulang
32,35 27,52 26,13 23,62
Lipat
Daging
80,00 76,39 85,45 60,42
paha
Lemak
20,00 23,61 14,54 24,03
Tulang K1 : K2 : K3 : BC :
-
-
-
-
Domba komposit generasi 1 Domba komposit generasi 2 Domba komposit generasi 3 Domba Barbados Blackbelly Cross
Mutu daging domba Ada beberapa sifat fisik daging yang dapat dipakai sebagai acuan dalam menentukan mutu fisik daging antara lain daya mengikat air, susut masak dan keempukan. (LAWRIE, 1985; SOEPARNO, 1994). Mutu daging akan mempengaruhi penerimaan konsumen dan secara langsung akan menentukan permintaan pasar. Genotipa domba berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya mengikat air dan
34,53
17,61b 19,16a 19,30a 19,33a
50,98 55,50 54,69 52,42 40,11 38,00 38,71 41,50
36,69
Kadar protein (%)
Daging Tulang
-7b
-14
41,00a 35,47b 33,64b 32,94b
Kaki
6,07
BC a
Keempukan (kg/detik)
Kadar lemak (%)
6,59
K3 a
-13
25,59 27,21 22,54 26,22 6,50
K2 ab
Daya mengikat air (%)
Tulang
8,89
Genotipa domba
Kriteria mutu
0,66a
0,19b
0,30ab
0,71a
78,27a 77,32b 77,09b 77,35b
K1 : Domba komposit generasi 1 K2 : Domba komposit generasi 2 K3 : Domba komposit generasi 3 BC : Domba Barbados Blackbelly Cross Nilai dengan superskrip berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Nilai daya mengikat air daging domba komposit dan domba BC termasuk rendah, namun tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh SUNARLIM et al. (1995) pada daging domba lokal yang berkisar antara −11 sampai −16%. Keadaan ini menunjukkan bahwa daging tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat air, bahkan air keluar dari dalam daging, yang berasal dari cairan dan lemak daging. Menurut SOEPARNO (1994) daya mengikat air dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: jenis otot, fungsi otot, spesies, umur ternak, pemasakan, pelayuan dan pH. Daya mengikat air akan mempengaruhi penampakan daging, makin rendah nilainya, daging akan tampak kering dan kurang juicy. Genotipa domba tidak berpengaruh nyata terhadap nilai susut masak yang berkisar antara 34,53−38,80%. Nilai susut masak daging domba komposit dan domba BC lebih tinggi
483
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
dibandingkan dengan daging domba lokal yaitu sebesar 25,97% (SUNARLIM et al., 1995), sedangkan susut masak daging domba jantan dari New Zealand umur 15−18 bulan adalah 28,81% (KADIM et al., 1993). Makin rendah nilai susut masak menunjukkan bahwa mutu daging lebih baik, karena lebih juicy. Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan, pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, ukuran dan bobot sampel daging serta penampang lintang daging (SOEPARNO, 1994). Meskipun agak tinggi, nilai susut masak daging domba komposit dan BC masih dalam batasan normal karena pada umumnya susut masak bervariasi antara 1,5−54,5% (SOEPARNO, 1994). Keempukan daging domba komposit K1 adalah tertinggi yaitu 41,00 kg/detik berbeda nyata (p<0,05) dengan keempukan daging domba komposit K2, domba K3 dan domba BC. Nilai keempukan ini hampir sama dengan keempukan daging domba lokal yang mendapat pakan 20% tepung gaplek dan 80% konsentrat sebanyak 3% bobot hidup berdasarkan bobot kering ditambah rumput gajah dan air minum adlibitum yaitu sebesar 32,0 kg/detik (SUNARLIM et al., 1995). Daging domba komposit K1 secara organoleptik termasuk empuk karena hampir sama dengan keempukan daging ayam potong yaitu sebesar 40,84 kg/dtk yang pada umumnya dinilai empuk oleh konsumen (TRIYANTINI et al., 1997). Keempukan daging adalah kriteria mutu daging yang cukup penting, karena akan menentukan kesukaan konsumen. Konsumen kelas menengah keatas atau konsumen orang asing lebih memilih daging yang empuk karena tidak memerlukan waktu lama untuk mengolah, sehingga unsur gizi tidak rusak. Banyak faktor yang mempengaruhi keempukan daging yaitu faktor antemortem yang meliputi bangsa, spesies, fisiologi, umur, manajemen, jenis kelamin dan stress. Faktor post mortem antara lain: metode chiling, refrigerasi, pelayuan, temperatur penyimpanan, metode pengolahan, pemasakan dan penambahan bahan pengempuk. Keempukan juga bervariasi diantara individu ternak, potongan karkas, otot yang sama maupun berbeda (SOEPARNO, 1994). Pemberian pakan dengan kadar nutrisi rendah juga akan menurunkan keempukan daging (SOEPARNO, 1994).
484
Informasi tentang mutu gizi daging domba komposit cukup penting karena sebagai bahan pangan sumber protein harus mempunyai kadar protein yang layak untuk dikonsumsi. Genotipa domba berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar protein, kadar lemak dan kadar air daging. Kadar protein daging domba komposit K1 paling rendah yaitu 17,61% dibandingkan dengan kadar protein daging domba komposit K2, K3 dan domba BC (Tabel 5). SUNARLIM et al. (1997) melaporkan bahwa kadar protein daging domba lokal jantan umur 1 tahun yang diberi pakan tepung gaplek 20% dan 80% konsentrat sebanyak 3% dari bobot hidup berdasarkan berat kering ditambah rumput gajah dan air minum secara adlibitum berkisar antara 18,36−19,90%. Sedangkan MARNIATI (1989) melaporkan bahwa kadar protein daging domba lokal berkisar antara 18,5−19,90%. Menurut SNOWDER et al. (1994) kadar protein daging domba Rambouillet (11,10%), Targhee (10,70%), Columbia (11,60%), Polypay (11,20%); sebelum dipotong mendapat pakan finishing yaitu 85% barley dan 15% pellet alfalfa. Kadar protein daging domba komposit dan domba BC yang berkisar antara 17,61−19,33% cukup layak sebagai sumber protein karena menurut LAWRIE (1979) kadar protein daging berkisar antara 16−22%. Kadar lemak daging domba komposit K2 paling rendah yaitu 0,19%, berbeda nyata (p<0,05) dengan kadar lemak daging domba komposit K1, K3 dan BC (Tabel 5). Kadar lemak daging domba komposit dan domba BC lebih rendah dari kadar lemak daging domba lokal yang mendapat pakan campuran tepung gaplek 20% dengan 80% konsentrat sebanyak 3% bobot hidup berdasarkan berat kering, ditambah rumput gajah dan air minum secara adlibitum yaitu sebesar 1,03% (SUNARLIM et al., 1997). Kadar lemak daging domba Rombouillet, Targhee, Columbia dan Polypay berturut-turut adalah 42,50%, 44,40%, 39,80% dan 42,40% (SNOWDER et al., 1994). Kadar lemak ini juga masih lebih rendah dari kadar lemak pada umumnya yang berkisar antara 1,5−13% (FORREST et al., 1989). Perbedaan ini diduga sebagai akibat dari pakan yang berbeda; domba komposit dan BC tidak diberi pakan untuk penggemukan, sehingga tidak ada kelebihan energi yang didepositkan dalam bentuk lemak, sesuai dengan pendapat ANGGORODI (1980) dan SOEPARNO (1994).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Kadar air daging domba komposit K2, K3 dan BC tidak berbeda nyata, namun sedikit lebih rendah dari kadar air daging domba komposit K1 yaitu sebesar 78,27% dengan perbedaan nyata (p<0,05). Kadar air domba komposit K1, K2 dan BC (Tabel 5) hampir sama dengan kadar air daging domba lokal hasil penelitian SUNARLIM et al. (1997) yaitu sebesar 77,50%. Kadar air daging domba Dorper dan Damara yang digembalakan dipadang rumput adalah 61,71% dan 60,15% (TSHABALALA et al., 2003). Perbedaan kadar air diduga karena adanya perbedaan genetik dan menurut ARNIM (1985) kadar air daging dapat berbeda diantara serat otot. Meskipun ada sedikit perbedaan, namun kadar air daging domba komposit dan BC termasuk normal karena pada umumnya kadar air daging berkisar antara 68−80% (FORREST et al., 1989). KESIMPULAN 1. Genotipa domba tidak berpengaruh terhadap komponen karkas, mutu karkas, persentase potongan komersial karkas dan komponen produk sampingan karkas domba. 2. Pada kondisi yang sama, komponen karkas domba komposit K3 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan domba komposit K1, K2 dan domba BC. 3. Genotipa domba berpengaruh terhadap mutu fisik dan mutu gizi daging domba. 4. Mutu daging domba komposit dan Barbados Blackbelly Cross cukup baik sebagai bahan pangan sumber protein, dengan kadar protein berkisar antara 17,61−19,33%. DAFTAR PUSTAKA ASSOCIATION OF OFFICIAL ANALYYTICAL (AOAC). 1995. Official Methods Of Analysis of The Association of Analitycal Chemists. Published by The Association of Analitycal Chemists, Inc. Arlington. Virginia USA. ARNIM. 1995. Pengaruh Umur Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Daging Sapi Peranakan Ongole. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
ANGGORODI, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1998. Kumpulan Standar Nasional Indonesia (SNI). Sub Sektor Peternakan Jilid 1. Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil, Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. FORREST, C.7.E.D. ABERLE, H.B. HENDRIK, M.D. JUDGE and R.A. MERKEL. 1989. Principles Of. Meat Science W.H. Freeman and Co. San Fransisco. HENDRI. 1986. Studi Perbandingan Distribusi Perdagingan Kambing Kacang dan Domba Priangan pada Dua Tingkat Umum. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. KADIM, I.T., R.W. PURCHAS, A.S. DAVIES, A.L. RAE and R.A. BARTON. 1993. Meat Quality and Muscle Fibre Type Characteristics of Southdown Rams from High and Low Backfat Selection Lines. Meat Sci. 33. LAWRIE, R.A. 1979. Meat Science, 3rd ed. Pergamon Press, Oxford. New York. Toronto. Sidney. Paris. Fean Ufurt. MARNIATI. 1989. Beberapa sifat fisik dan Komposisi Kimia daging Domba Lokal pada Cingkungan Nutritif yang Berbeda. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. ROMANS, R.J. and P.T. ZIEGLER. 1974. The Meat We Eat, 7th ed. The Interstate Printere and Published 5 Inc. Danvill. Ullinois. SAS.
1987. SAS/STAS Guide for Personal Computer Release 6.03 Edition. SAS Institite Inc., Cary, NC., USA.
SNOWDER, G.D., H.A. GLIMP and R.A. FIELD. 1994. Carcass Characteristics and Optimal Slaughter Weights in Four Breeds of Sheep. J. Anim. Sci. 72(4). SOEPARNO. 1994. Ilmu Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. SUBANDRIYO, DWI YULISTIANI dan B. SETIADI. 2002. Pembentukan Domba Unggul melalui Persilangan. Laporan Akhir Penelitian Tahun Anggaran 2002. Balitnak, Ciawi, Bogor. SUNARLIM, R., H. SETIYANTO, A. DJAJANEGARA dan A. PRABOWO. 1995. Evaluasi Karkas Domba dan Kambing. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN T.A. 1994/1995. Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
485
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
SUNARLIM, R., H.SETIYANTO, TRIYANTINI dan B. SETIADI. 1997. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Tahun 1997. TRIYANTINI, ABUBAKAR, I.A.K. BINTANG dan T. ANTAWIDJAJA. 1997. Studi komperatif preferensi, mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. JITV 2(3): 157−163.
486
TSHABALALA, P.A., P.E. STRYDOM, E.C. WEBB and H.L. DE KOCK. 2003. Meat quality of designated South African indigenous goat and sheep breeds. Meat Sci. 65.