Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
KARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA (Carcass Characteristic and its Components of Male and Female Peranakan Ongole Grade Cattle in Smallholder Farmers in Southeast Sulawesi) Harapin Hafid, Nuraini, Herman Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo Jl. H.E.A. Mokodompit Kampus Hijau Bumi Tridarma Anduonohu Kendari
[email protected]
ABSTRACT This study aimed was to assess carcass characteristics of PO cattle in the province of Southeast Sulawesi. Observations were carried out in abattoirs UPTD, Department of Agriculture, Livestock and Horticulture of Kendari in May to June 2011. Respectively of 10 PO male and female cattles with age ranged of 3-4 years, were observed in this study. Data collected was slaughter weight, hot carcass weight, weight of meat and bone. Data were classified by sex, and analyzed using the t test. The results showed that the average percentage of carcass weight was 448.36kg (male) and 423.72 kg (female), hot carcass percentage 67.23% (male) and 68.77%, 69.76% percentage of meat (males ) and 68.77% (female), bone percentage was30.24% (male) and 31.23% (female), meat-bone ratio was 2.31 (male) and 2.21 (female). For the parts of meat was: front thigh meat 17.81% (male) and 18.82% (female), rear thigh meat 26.87% (male) and 26.07% (female), loin 12.09% (male) and 11.63% (female), beef ribs 9.92% (male) and 8.89% (female), neck meat 3.08% (male) and 3.37% (female). The mean bone percentage was: ox bone quads 4.83% (male) and 4.92% (female), rear femur 5.61% (male) and 5.96% (female), the backbone of 6.67% (male) and 7.23% (female), ribs 10.94% (male) and 10.86% (female), collarbone 2.18% (male) and 2.26% (female). It is concluded that the characteristics of carcasses and carcass parts of Peranakan Ongole male cow is relatively better than that of female. Key Words: Charateristic, Carcass, Parts of Carcass, Ongole Grade Cattle ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik karkas sapi Peranakan Ongole (PO) yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengamatan dilakukan di UPTD Rumah Pemotongan Hewan, Dinas Pertanian, Peternakan dan Hortikultura Kota Kendari pada bulan Mei sampai Juni 2011. Sampel sapi masing-masing sebanyak 10 ekor ternak sapi PO jantan dan betina dengan kisaran umur sapi yang diamati adalah 3-4 tahun. Data yang dikumpulkan adalah bobot potong, bobot karkas hangat, bobot daging dan tulang. Data diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin sapi dan dianalisis menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sapi PO jantan dan betina mempunyai rataan persentase bobot karkas 448,36 dan 423,72 kg, persentase karkas hangat 67,23 dan 68,77%, persentase daging 69,76 dan 68,77%, persentase tulang 30,24 dan 31,23%, rasio daging-tulang 2,31 dan 2,21. Untuk bagian-bagian karkas untuk jantan dan betina diperoleh daging paha depan 17,81 dan 18,82%, daging paha belakang 26,87 dan 26,07%, daging punggung 12,09 dan 11,63%, daging rusuk 9,92 dan 8,89%, daging leher 3,08 dan 3,37%. Sapi PO jantan dan betina mempunyai rataan tulang paha depan 4,83 dan 4,92%, tulang paha belakang 5,61 dan 5,96%, tulang punggung 6,67 dan 7,23%, tulang rusuk 10,94 dan 10,86%, tulang leher 2,18 dan 2,26%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa karakteristik karkas dan bagian–bagian karkas sapi PO jantan relatif lebih baik dibandingkan dengan betina. Kata Kunci: Karakteristik, Karkas, Bagian Karkas, Sapi Peranakan Ongole
116
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
PENDAHULUAN Kebutuhan akan daging ternak besar di Sulawesi Tenggara dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat, mulainya kesadaran pemenuhan gizi dan meningkatnya pendapatan sebagian masyarakat. Ternak sapi memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan daging. Menurut data Ditjen PKH (2012), sampai tahun 2011, dari jumlah populasi sapi potong 14.824.373 ekor di Indonesia, maka Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki sapi potong sebanyak 213.736 ekor atau sekitar 1,44% dari populasi sapi nasional. Kondisi lingkungan di Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai untuk pengembangan sapi potong dan jenis ternak sapi yang umum dipelihara masyarakat adalah sapi Bali dan sapi PO. Meskipun demikian, peternakan sapi masih dikelola secara tradisional, sehingga belum memberikan hasil daging yang optimal. Kondisi demikian juga terjadi pada sapi PO yang banyak dipelihara di daerah transmigrasi di Sultra, masih dimanfaatkan tenaganya untuk tenaga tarik di sawah dan kebun. Padahal potensi ternak sapi PO cukup baik, sebab memiliki postur yang besar sehingga berpotensi memiliki bobot badan yang lebih tinggi dan penghasil daging yang banyak. Indikator produksi daging dari seekor ternak pedaging bisa diukur dari berat dan presentase karkas yang dihasilkan sebab pada karkas terkandung otot yang selanjutnya akan terkonversi menjadi daging. Karkas adalah hasil pemotongan ternak setelah dikeluarkan bagian non karkas atau offal. Kualitas dan kuantitas karkas sangat tergantung pada kondisi pemeliharaan, umur, bangsa, jenis kelamin dan makanan (Hafid 2011). Sebagai hasil utama dari sapi pedaging, maka data produksi karkas sangat diperlukan dan bermanfaat untuk merencanakan upaya pemenuhan permintaan daging dan pengembangan peternakan sapi dimasa yang akan datang. Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakteristik karkas dan bagian-bagian karkas
sapi Peranakan Ongole yang diklasifikasikan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. MATERI DAN METODE Rumah Pemotongan Hewan, Dinas Pertanian, Peternakan dan Hortikultura Kota Kendari pada bulan Mei-Juni 2011. Penelitian ini menggunakan ternak sapi PO sebanyak 20 ekor (10 ekor jatan dan 10 ekor betina), kisaran umur dari sapi yang diamati adalah 3-4 tahun. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat peralatan jagal yang terdiri atas pisau, tali, timbangan sapi dan timbangan daging, batu asah, balpoin, dan tabel pengamatan. Semua alat dan bahan yang disiapkan sebelum pemotongan, dan terlebih dahulu dilakukan pencacatan terhadap jenis kelamin, pemeriksaan antemortem dan penimbangan bobot badan sapi. Penyembelihan dilakukan secara Islam (halal). Proses pemotongan hewan di Kota Kendari masih dilakukan secara tradisional. Setelah penyembelihan, dilakukan pemisahan kepala dan empat kaki pada bagian persendian tulang serta pengulitan. Selanjutnya dilakukan eviscerasi yaitu pengeluaran saluran pencernaan dan organ dalam, setelah itu dilakukan penimbangan karkas hangat. untuk memperoleh total daging dan total tulang masing-masing bagian tersebut dipisahkan (hot boning) antara daging dan tulang lalu ditimbang. Proses penyembelihan sampai diperoleh karkas dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada diagram berikut: Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian adalah: 1. Bobot potong diperoleh setelah menimbang sapi sebelum dipotong. 2. Bobot karkas hangat dilakukan dengan penimbangan karkas setelah dipisahkan dengan bagian non karkas. 3. Persentase karkas dihitung berdasrkan perbandingan antara bobot karkas hangat dengan bobot tubuh kosong di kali 100%. % Karkas
=
Bobot karkas Bobot potong
x 100
117
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Sapi PO Catat jenis kelamin dan timbang bobot Potong
Lepas kepala, kaki, kulit
Eviscerasi
Catat berat dan isi
Karkas hangat
Deboning
Daging
Tulang
Gambar 1. Diagram alir proses pemotongan sapi PO
4. Persentase bobot daging dan tulang dihitung berdasarkan perbandingan antara masing-masing berat daging dan tulang dengan bobot karkas panas dikali 100%. % Daging
=
Bobot daging Bobot karkas
x 100
% Tulang
=
Bobot tulang Bobot karkas
x 100
5. Rasio daging dan tulang berdasarkan perbandingan bobot daging dan bobot tulang Data yang diperoleh, ditabulasi berdasarkan klasifikasi jenis kelamin selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Uji-Student (Sudjana 1989). Total daging Rasio daging/tulang = Total tulang HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase daging dan tulang Rata-rata persentase karkas, daging, tulang dan rasio daging-tulang ternak sapi Peranakan Ongole jantan dan betina selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
118
Berdasarkan hasil analisis statistik seperti ditunjukkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase karkas, daging, tulang dan rasio daging-tulang ternak sapi PO jantan dan sapi PO betina tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Dengan kata lain, secara statistik persentase karkas, daging, tulang dan rasio daging-tulang antara kedua jenis kelamin relatif sama. Namun demikian secara kuantitatif rataan persentase karkas, daging, tulang serta rasio daging dan tulang dari sapi PO jantan relatif lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) dan hasil penelitan Hafid (1998; 2005) yang menyatakan bahwa perbedaan steroid kelamin diantara ternak jantan dan betina mempengaruhi komposisi karkas ternak. Hal ini disebabkan karena ternak sapi PO di Sulawesi Tenggara khususnya ternak jantan intensitas dipekerjakannya tidak seberat seperti sapi PO di Jawa, dimana sapi PO Jantan digunakan untuk menarik gerobak, bajak, dan sebagainya. Aktivitas bekerja akan berdampak terhadap pertumbuhan otot-otot (daging) tertentu serta mempengaruhi ukuran serat daging (myofilamen) dibandingkan dengan ternak yang kurang beraktivitas. Hal ini sesuai dengan Soeparno (2005) yang menyatakan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 1. Rataan persentase karkas, daging, tulang dan rasio daging-tulang Jantan
Peubah
Betina
Bobot
Bobot hidup (kg)
448,36
Karkas (kg)
(%) a
Bobot 423,72
203
67,23
Daging (kg)
143
Tulang (kg)
61,6
Daging/tulang
2,31
(%) a
192,6
66,89
69,76
133
68,77
30,24
59,6
31,23
2,21
Tidak berbeda nyata (P>0,05) Tabel 2. Rataan persentase bagian-bagian daging sapi peranakan ongole selama penelitian Peubah
Jantan
Betina
Bobot (kg)
(%)
Bobot (kg)
(%)
Paha depan
36,2
17,81
36,2
18,82
Paha belakang
54,8
26,87
50,4
26,07
Punggung
25
12,09
22,6
11,63
Rusuk
20,6
9,92
17,2
8,89
Leher
6,4
3,08
6,6
3,37
Tidak berbeda nyata (P>0,05)
bahwa aktivitas fisik seperti berolahraga akan mempengaruhi pertumbuhan otot, persentase terhadap karkas serta kualitas karkas dan daging yang dihasilkan. Selanjutnya Hafid (2007) menyatakan bahwa ternak yang banyak bergerak atau beraktivitas akan menghasilkan daging yang lebih leaner (daging yang lemaknya lebih sedikit) sebab cadangan energi dalam lemak dalam otot akan digunakan selama aktivitas fisik tersebut. Hasil yang diperoleh dalam penelitian relatif sejalan dengan hasil penelitian Nuraini (2000) yang meneliti komposisi karkas sapi PO pada berbagai tingkat umur dari PT. Berdikari United Livestock Pare-pare di Sulawesi Selatan dimana diperoleh persentase karkas, lean (daging bebas lemak), lemak, tulang dan rasio lean/tulang secara berturut sebagai berikut: pada umur 1 tahun terdiri dari: 50,44%, 62,22%, 7,04%, 29,43% dan 2,1; pada umur 1,5 tahun terdiri dari 53,68%, 66,85%, 7,61%, 25,20% dan 2,59; pada umur 2 tahun terdiri dari 53%,89%, 65,71%, 9,41%, 24,31% dan 2,74; pada umur 2,5 tahun 54,32%, 65,69%, 11,42%, 21,69% dan 3,07; dan pada umur 3 tahun diperoleh karkas 55,53%, lean 65,54%, lemak 12,77%, tulang 19,37% dan
rasio lean/tulang 19,37%. Pada penelitian ini digunakan sapi Peranakan Ongole berjenis kelamin jantan hasil penggemukan. Persentase bagian-bagian daging Rataan persentase bagian-bagian daging ternak sapi PO jantan dan betina selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis statistik seperti pada Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase paha depan, paha belakang, punggung, rusuk dan leher ternak sapi PO jantan dan sapi PO betina tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Dengan kata lain persentase paha depan, paha belakang, punggung, rusuk dan leher antara kedua jenis kelamin relatif sama. Hal ini merupakan dampak lanjut dari tidak adanya perbedaan persentase karkas, daging dan tulang pada kedua jenis kelamin sapi Penelitian ini diperoleh rata-rata persentase daging paha depan sapi PO jantan sebesar 17,81% dan persentase daging paha depan sapi PO betina sebesar 18,82%. Rata-rata persentase daging paha belakang sapi PO jantan sebesar 26,87% dan persentase daging paha belakang sapi PO betina sebesar 26,07%.
119
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Persentase daging punggung jantan sebesar 12,09% dan persentase daging punggung betina sebesar 11,63%, dan pada persentase daging dada dan perut sapi PO jantan dan betina masing-masing sebesar 9,92% dan 8,89%. Persentase daging pada bagian leher sapi PO jantan sebesar 3,08% dan persentase daging leher sapi PO betina sebesar 3,37% Menurut Hafid (2005) proporsi bagianbagian karkas ini dipengaruhi oleh proporsi jaringan tulang, daging dan lemak. Kenaikan persentase bagian karkas ini sejalan dengan kenaikan persentase karkas. Meskipun demikian secara umum dapat dilihat bahwa rataan persentase bagian-bagian karkas daging sapi PO, pada persentase daging paha belakang, punggung, leher dada dan perut jantan lebih tinggi dari betina, namun pada rataan persentase daging paha depan jantan lebih rendah dari betina. Hal ini sesuai dengan teori pertumbuhan dimana secara umum pertumbuhan otot pada ternak sapi terdiri dari: 1. Pertumbuhan centripetal, yakni pertumbuhan dimulai dari kaki kearah badan; 2. Pertumbuhan antero posterior, yakni pertumbuhan dari depan ke belakang atau dari otak dan kepala kebelakang kearah punggung dan ekor. 3. Bagian yang terakhir bertumbuh adalah otot pada bagian punggung (loin) atau bagian has yang juga tergolong expensive meat (daging mahal) (Hafid, 2005). Persentase bagian-bagian tulang Persentase bagian-bagian tulang sapi PO jantan dan betina selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil analisis statistik seperti ditunjukkan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase tulang paha depan, tulang paha belakang, tulang punggung, tulang rusuk dan tulang leher ternak sapi PO jantan dan betina tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Dengan kata lain persentase tulang paha depan, tulang paha belakang, tulang punggung, tulang rusuk dan tulang leher antara keduanya relatif sama. Persentase tulang paha depan sapi PO jantan sebesar 4,83% dan sapi PO betina sebesar 4,92% persentase tulang paha belakang sapi PO jantan sebesar 5,61% dan sapi PO betina sebesar 5,96%. Persentase tulang punggung jantan sebesar 6,67% dan sapi PO betina sebesar 7,23%, perasentase tulang rusuk sapi PO jantan sebesar 10,94% dan sapi PO betina sebesar 10,86% dan persentase tulang leher sapi PO jantan sebesar 2,18% sedangkan pada sapi PO betina sebesar 2,26%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Juliadin (2006) yang melihat persentase tulang pada sapi Bali, serta Pakadang (2007) yang meneliti perbedaan persentase tulang kerbau pada jenis kelamin yang berbeda. Meskipun demikian secara umumnya maka rataan persentase tulang sapi dari ternak betina, namun pada tulang rusuknya jantan lebih tinggi. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan jumlah daging pada jenis kelamin yang berbeda. Dalam hal ini persentase bobot PO jantan seperti tulang paha belakang, paha depan, punggung dan leher ternak lebih rendah komponen tulang menurun pada ternak sapi PO jantan diakibatkan adanya peningkatan komponen daging. Hal ini sesuai dengan Aberle et al. (2001), Lawrie (2003) dan Hafid (2011) yang menyatakan bahwa proporsi tulang menurun dengan bertambahnya besar bobot karkas.
Tabel 3. Rata-rata persentase bagian-bagian tulang sapi PO selama penelitian Peubah
Jantan Bobot (kg)
Paha depan Paha belakang Punggung Rusuk Leher Tidak berbeda nyata (P>0,05)
120
11,8 11,4 13,6 22,2 4,6
Betina (%)
Bobot (kg)
(%)
4,83 5,61 6,67 10,94 2,18
9,4 11,4 13,8 20,6 4,4
4,92 5,96 7,23 10,86 2,26
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
KESIMPULAN
hasil penggemukan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik persentase karkas, daging, tulang, rasio daging dan tulang, persentase bagian-bagian karkas dan persentase bagian-bagian tulang pada sapi Peranakan Ongole jantan dan betina tidak berbeda nyata. Meskipun demikian terdapat kecenderungan jenis kelamin jantan mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi.
Hafid H. 2007. Penggunaan analisis SWOT pada agroindustri dan agrobisnis peternakan. Masalah khusus agribisnis peternakan PPS Unhalu.
DAFTAR PUSTAKA
Lawrie RA. 2003. Meat science. 3rd. Pergamon Press. London.
Aberle DE, Forrest JC, Corrad DE, Mills EW, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 2001. Principles of meat science. 4th Edition. WH Freeman and Company. San Fransisco. United Stated of America. Berg RT, Butterfield RM. 1976. New concepts of cattle growth. Sydney University Press, Sydney Hafid H. 1998. Kinerja produksi sapi australia commercial cross yang dipelihara secara feedlot dengan kondisi bakalan dan lama penggemukan berbeda. Tesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Hafid H. 2005. Kajian pertumbuhan dan distribusi daging serta estimasi produktivitas karkas sapi
Hafid H. 2011. Pengantar evaluasi karkas. Cetakan Pertama. Penerbit Unhalu Press, Kendari. Juliadin. 2006. Kajian tumbuh kembang organ non karkas (offal) pada sapi bali dengan umur yang berbeda. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari.
Nuraini. 2000. Distribusi dan kualitas karkas sapi Peranakan Ongole (PO) jantan yang dipelihara dalam kandang pada umur penyembelihan yang berbeda. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Pakadang J. 2007. Karakteristik organ non karkas kerbau jantan dan betina yang disembelih di rumah pemotongan hewan (RPH) kota Kendari. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari. Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sudjana. 1989. Metode statistika. Tarsito. Edisi Kelima. Bandung.
121