TAHAPAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM URBAN FARMING YAYASAN BUNGA MELATI INDONESIA (YBMI) DI PERIGI BARU Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan menempuh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh BUDHI BAIHAKKI NIM : 1111054000010
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016
ABSTRAK
Budhi Baihakki Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) di Perigi Baru
Program Urban Farming merupakan program pemberdayaan masyarakat yang digagas oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) pertama kali di Tangerang Selatan. Program ini merupakan program kelanjutan dari program sebelumnya yaitu, bank sampah. Yang dimana bank sampah merupakan program yang dibuat dalam rangka untuk mengurangi dan mengatasi permasalahan sampah an-organik yang semakin tidak terkendali. Sedangkan Urban Farming, merupakan program yang dibuat dalam rangka mengurangi dan mengatasi permasalahan sampah organik. Menurut YBMI, jika menanam tanaman pangan sudah menjadi suatu tradisi dan kewajiban di masyarakat perkotaan, maka kebutuhan akan pupuk organik semakin meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan pupuk organik maka masyarakat harus bisa mengelola sendiri sampah organik rumah tangganya menjadi pupuk, yang dimana hasil pupuk tersebut bisa digunakan untuk menanam dalam program Urban Farming. Dalam penelitian ini peneliti mengguanakan metodologi penelitian kaulitatif dan melalui proses wawancara dan observasi, peneliti mencoba mendapatkan data yang lebih mendalam, agar segala tujuan dalam penelitian ini dapat terjawab dengan sempurna. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori tahapan pemberdayaan menurut Isbandi Rukminto Adi, yang menyatakan bahwa tahapan pemberdayaan terdiri dari: Tahapan Persiapan, Tahapan Pengkajian, Tahapan Perencanaan Alternatif Program, Tahapan Pemformulasian Rencana Aksi, Tahapan Pelaksanaan Program, Tahapan Evaluasi, Tahapan Terminasi. Hasil dari penelitian ini peneliti mendapat kesimpulan bahwa Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Urban Farming yang dilaksanakan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) di Perigi Baru sudah berjalan cukup baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat Perigi Baru, tetapi sangat disayangkan program pemberdayaan masyarakat ini masih belum sepenuhnya diikuti oleh seluruh masyarakat Perigi Baru, masih banyak hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya, dan belum mencapai target yang diinginkan yaitu masyarakat yang bisa mengolah kompos organik secara mandiri dari sampah rumah tangga mereka sendiri.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrohim Saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, shalawat serta salam semoga selalu Allah curahkan kepada junjungan NABI kita NABI MUHAMMAD SAW, serta keluarganya, para sahabatnya. Tanpa izin-Mu takkan ku mampu menyelesaikan skripsi ini. Kau memberikan kesehatan dalam setiap nafasku, Kau memberikan kemudahan dalam setiap kesulitan, Kau memberikan kebahagiaan dalam setiap tangis ku. Ya Rabb, kekhawatiran ku tak terjadi, karena Kau telah menyelamatkan ku
dalam
penyelesaian
skripsi
ini.
kini,
akankah
ku
mampu
mempertanggungjawabkan semuanya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kategori sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Dengan penuh kerendahan hati, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik demi perbaikan skripsi dan sebagai bahan evaluasi serta introsepeksi diri. Penulis merasakan bahwa penelitian ini takkan mungkin terwujud kalaulah tanpa dukungan dari berbagai pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik, untuk itu penulis ingin berucap terimakasih kepada: 1. Bapak Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi berserta para staff dan jajarannya.
ii
2. Ibu Wati Nilamsari M.Si selaku ketua jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), sekaligus dosen pembimbing yang yang telah banyak memberikan inspirasi dan meluangkan waktunya serta banyak memberikan masukan kepada penulis mengenai penelitian yang telah penulis kerjakan. 3. Bapak Hudri M. Ag selaku sekretaris jurursan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), yang telah banyak membantu peneliti dalam pembuatan skripsi ini. 4. Bapak/ibu dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah mendidik penulis, memberikan wawasan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kedua orang tua yang dengan tulus memberikan dukungan sepenuhnya, perhatian yang tiada henti dan setiap saat mendoakan penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 6. Bapak Bambang selaku ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI), Bapak Rizka selaku sekretaris YBMI, dan Teteh Imas selaku bendahara YBMI yang sudah memberikan izin penelitian dan memberikan semangat yang luar biasa kepada peneliti. 7. Bapak Odih dan Ibu Ela selaku petugas pelaksana dalam kegiatan Urban Farming yang selalu menerima peneliti dengan penuh keramahan di saat peneliti melakukan penelitian lapangan ke Perigi Baru. 8. Teman-teman terbaik sepanjang masa Wildan, Afandi, Musorif, Irhamni, Azmi, Mustofa, Farid, Upi, Ozi, Beni, Syifa Thoyyibah, Iis Sudiyanti, Siti
iii
Nur Aini, Nur Halimah, Rizka Arfeinia, Fevi Salehah yang selalu menemani selama perkuliahan berjalan di kelas. 9. Nur Fajrina, S.Kom.I wanita istimewa yang selalu memberikan semangat, nasihat, dan bantuan kepada peneliti selama proses penulisan skripsi ini dilaksanakan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, terimakasih kepada berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Jakarta, 16 Mei 2016
Budhi Baihakki (1111054000010)
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Batasan dan Perumusan Masalah ...................................... 9 C. Tujuan Penelitian .............................................................. 10 D. Manfaat Penelitian ............................................................ 10 E. Metodologi Penelitian ....................................................... 11 F. Tinjauan Pustaka ............................................................... 22 G. Sistematika Penulisan ....................................................... 30
BAB II. TINJAUAN TEORITIS A. Pemberdayaan Masyarakat 1. Definisi Pemberdayaan Masyarakat ............................ 33 2. Tujuan Pemberdayaan .................................................. 40 3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat ............................. 43 4. Tahapan Pemberdayaan ................................................ 45
v
B. Urban Farming 1. Definisi Urban Farming ............................................... 54 2. Perbedaan Urban Farming dan Pertanian pedesaan...... 57 3. Tujuan Program Urban Farming ................................... 58 4. Model-Model Urban Farming ...................................... 59 5. Manfaat Urban Farming ............................................... 61 6. Keberlanjutan Urban Farming ...................................... 64
BAB III. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Yayasan Bunga Melati Indonesia 1.
Profil Yayasan Bunga Melati Indonesia ...................... 68
2. Visi dan Misi ............................................................... 69 3. Struktur Kepengurusan ................................................ 71 4. Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia........ 72 B. Gambaran Umum Lokasi Prigi Baru
BAB IV. ANALISIS TEMUAN PENELITIAN A. Tahapan Persiapan (Engagement) dalam Program Urban Farming ............................................................................ 81 B. Tahapan Pengkajian (Assessment) dalam Program Urban Farming ............................................................................ 87 C. Tahapan Perencanaan Alternatif Program ........................ 91
vi
D. Tahapan Pemformulasikan Rencana Aksi Dalam Program Urban Farming ................................................................. 93 E. Tahapan Pelaksanaan Program Atau Kegiatan Urban Farming ........................................................................................... 95 F. Tahap Evaluasi Program Urban Farming ......................... 108 G. Tahap Terminasi Program Urban Farming ...................... 110
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 113 B. Saran .................................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Daftar Informan dan Jenis Informasi yang akan Diambil ............ 16
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur Organiasasi YBMI ....................................................... 71 Gambar 2 : Alur Program Urban Farming .................................................... 76
ix
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan
pangan
terganggu.
Kondisi
kritis
ini
bahkan
dapat
membahayakan stabilisasi nasional yang dapat meruntuhkan Pemerintah yang sedang berkuasa. Pengalaman telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan seperti kenaikan harga beras pada waktu krisis moneter, dapat memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Kondisi ketahanan pangan indonesia pada saat ini semakin memburuk, dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di indonesia. Hal ini diprediksi akan terus memburuk dengan terus bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Mungkin sulit untuk mengerem laju penduduk yang terjadi di Indonesia dan juga menambah jumlah lahan pertanian yang ada karena berbagai faktor dan konversi besar-besaran yang terjadi. Namun yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti dari kondisi pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia antara lain adalah langkah strategi penerapan dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada total luas lahannya, upaya untuk fertilizer pemupukan dan bibit nggulnya. Luas lahan yang merupakan konversi dari sawah harus diperhatikan masalah tata ruangnya. Sementara itu, pada sistem pemupukannya harus menggunakan bahan organik dan
harus diperhatikan formulanya. Selain itu perlu diperhatikan mengenai pengelolaan kualitan serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pengan dan pertanian Indonesia.1 Kebijakan percepatan pembangunan nasional selama ini lebih memprioritaskan industrialisasi. Kebijakan industrialisasi cenderung menguntungkan masyarakat perkotaan (Urban Bias), seoerti kebijakan proteksi, pajak, harga pangan murah, subsidi bagi industri substitusi impor, kredit, distribusi dan harga produk industri tinggi menurut Haeruman dan Gonarsyah dalam Muchjidin Rachmat. Kondisi ini memacu pertumbuhan industri di perkotaan, sehingga pertumbuhan perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan dan mengakibatkan migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di sektor modern yang upahnya lebih baik. Pertumbuhan perkotaan di bidang perdagangan, industri, jasa dan lain-lain, diikuti oleh pertambahan penduduk yang tinggi, meningkatkan permintaan lahan dan harga tanah di daerah perkotaan, sehinga usaha pertanian terpingirkan. Konversi lahan untuk penggunaan non pertanian terjadi terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup perumahan, industri, dan sarana umum menurut Sutomo dalam Muchjidin Rachmat.2
1
http://www.kompasiana.com/akbaranwari/kondisi-ketahanan-pangan-indonesia-saat-
ini_54f74afda33311e32b8b4567 (Diakses pada tanggal 4 Maret 2016, pukul 11:25 WIB) Muchjidin Rachmat, “Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan”, (Jakarta: Litbang Pertanian, - ), hal. 139 2
2
Pertumbuhan sektor non pertanian telah meningkatkan permintaan kebutuhan sektor non pertanian dan mempercepat konversi lahan. Dalam proses konversi tersebut terjadi perubahan status lahan pertanian yang semula merupakan sentra produksi menjadi lahan tidur tidak produktif. Hal ini disebabkan oleh proses konversi penggunaan dari usaha pertanian ke non pertanian (bangunan atau prasarana lain) yang terjadi dalam tenggang waktu yang lama. Selama kurun waktu tersebut lahan dibiarkan terbengkalai menjadi lahan tidur. Luas area yang terbengkalai merupakan kerugian nasional dalam kaitannya dengan pemanfaatan lahan yang semakin terbatas, padahal sebenarnya masih terdapat ruang untuk kegiatan pertanian. Konversi lahan akibat pertumbuhan perkotaan telah menimbulkan penguasaan lahan oleh pelaku usaha bukan pertanian dan pengusiran pelaku usaha pertanian.3 Sebelumnya
pengembangan
pertanian
kota
mengandalkan
pemanfaatan lahan tidur. Pemanfaatan lahan tidur di tengah perkotaan terjadi di lahan sawah dan kebun yang secara hukum telah berubah status menjadi lahan non pertanian. Pemanfaatan lahan tidur untuk usaha pertanian dapat menciptakan lapangan pekerjaan, menambah pasokan bahan pangan dan mengurangi masalah penggunaan lahan secara liar. Namun, karena sejak semula tidak dirancang untuk pengembangan pertanian, usaha pertanian ini tidak terjamin kelangsungannya dan dalam pengembangannya menghadapi berbagai masalah, antara lain: (a) konflik lahan, (b)
3
Ibid, hal. 147
3
Kekurangan infrastruktur pertanian, (c) kelembagaan usaha pertanian, (d) cara budidaya yang kurang baik (sistem mutu produk), dan (e) lahan yang digunakan untuk usaha pertanian di daerah perkotaan biasanya merupakan lahan berstatus pinjaman atau sewaan, sehingga seriap saat lahan tersebut dapat diminta kembali oleh pemilik lahan.4 Dengan semakin padatnya perkotaan maka, menimbulkan berbagai masalah yang terjadi seperti Kemiskinan, menipisnya lahan untuk tempat tinggal, kelangkaan pangan, dan lain sebagainya. Salah satu cara modern untuk mensiasati masalah kelangkaan pangan, dengan menggunakan lahan yang sempit adalah dengan mengamplikasikan program Pertanian Perkotaan (Urban Farming). Pola pertanian perkotaan adalah dengan pemanfaatan pekarangan. Pekarangan adalah lingkungan di sekitar rumah yang dapat diusahakan untuk komoditas pertanian. Menanam tanaman yang produktif, seperti tanaman holtikultura (buah-buahan, sayur-sayuran, dan tanaman hias), rempah-rempah, obat-obatan, bumbu-bumbuan, dan lain-lain, dapat memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kepuasan jasmaniah dan rohaniah, Adiyoga dalam Mujhidin Rachmat.5
Pada masa sekarang ini dirasakan program Urban Farming merupakan salah satu kebutuhan. Masyarakat perkotaan yang telah terbiasa tergantung pada pasar konvensional dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terutama pada sektor pertanian harus mulai merubah kebiasaannya. Konsep Urban Farming adalah memanfaatkan lahan tidur di perkotaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian produktif hijau yang dilakukan oleh
4 5
Ibid, hal. 148 Ibid, hal. 148-149
4
masyarakat dan komunitas sehingga dapat memberikan manfaat bagi mereka. Urbanisasi menciptakan masyarakat yang secara ekonomis memadai bagi berkembangnya berbagai media. Menurut peneliti pada era ini masyarakat modern perlu tahu sekaligus menerapkan kegiatan pertanian urban dalam rangka memenuhi kebutuahan pangan sehari-hari secara mandiri, agar tidak terjadi kelangkaan pangan dikemudian hari. Dalam hal ini banyak sekali komunitas atau lembagalembaga yang menerapkan konsep Urban Farming. Salah satu yang menjalankan program Urban Farming di Tangerang Selatan adalah Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI). Yayasan ini terletak di Pamulang, Tangerang Selatan. Pada awalnya YBMI bergerak di bidang jasa ambulance jenazah, tetapi seiring dengan berjalannya waktu YBMI melebarkan sayap dengan membuat program pemberdayaan masyarakat. Dikarenakan letaknya berada di kota Tangerang Selatan yang baru saja berdiri dan perlu banyak pembenahan, yayasan ini berinisiatif membantu pemerintah dan masyarakat untuk membangun kota Tangerang Selatan dengan membuat beberapa program yang dapat membantu permasalahan di masyarakat. Beberapa program yang sudah dilaksanakan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia adalah: a. Menerbitkan Bulletin Gratis CORONG dan Buku SENAM
ZIKIR pada tahun 2003. b. Lembaga Penyelenggara Program Asuransi Kesejahteraan
Sosial (ASKESOS) Departemen Sosial Republik Indonesia.
5
Program ini berlangsung dari tahun 2005 sampai 2008. Yayasan Bunga Melati Indonesia mendapat kepercayaan dari Pemerintah Provinsi Banten u.p. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai
lembaga
penyelenggara
program
Asuransi
Kesejahteraan Sosial (ASKESOS) Departemen Sosial Republik Indonesia. c. Program Layanan Kesehatan dan Konsultasi Keliling (LKKK) Program ini dilaksanakan pada tanggal 29 agustus 2005 sampai dengan tahun 2008, selama tiga tahun program berjalan, telah mengobati 1183 orang pasien dhuafa. Program ini berbentuk pengobatan dan konsultasi kesehatan gratis bagi kaum dhuafa, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang melalui puskesmas setempat. Program ini berjalan di setiap masjid atau mushola di Tangerang Selatan. Puskesmas memberikan bantuan kerjasama berupa obat, dokter, dan apoteker. Dalam program ini Yayasan Bunga Melati Indonesia lah yang menjalankan pelaksanaan program di lapangan. d. Pelatihan Perawatan Jenazah Program ini dilaksanakan dari tahun 2002 sampai sekarang. Program ini dilaksanakan berdasarkan permintaan dari masjid atau mushola, untuk mengedukasi masyarakat mengenai tata cara perawatan jenazah. program ini berjalan tidak hanya di sekitar Tangerang Selatan saja, tetapi sampai ke Jakarta, dan
6
Depok. Program ini berjalan berdasarkan infaq dari masjid atau mushola yang ingin mengadakan pelatihan tersebut. Dalam program pelatihan perawatan jenazah Yayasan Bunga Melati Indonesia
menyediakan
amil,
bahan,
transport,
dan
peralatan.untuk pelatihan. e. Pelatihan
Peningkatan
Pengetahuan
Dan
Keterampilan
Perempuan Melalui Pelatihan Merajut/ Menyulam (Crochet Lace) Program ini dilaksanakan sejak tahun 2008 sampai sekarang. Program pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan pembuatan
produk
kerajinan
dari
bahan
daur
ulang,
terselenggara atas kerja sama dengan Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Bahan yang digunakan dalam program ini adalah kantong plastik kresek bekas. f. Bank Sampah Melati Bersih Pada 10 September 2012, yayasan Bunga Melati Indonesia meluncurkan program berikutnya, yaitu Bank Sampah Melati Bersih (BSMB) di Komplek Bukit Pamulang Indah. Tugas utama dari Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam program
ini
adalah
melaksanakan
kegiatan
motivasi,
penyuluhan, dan pendampingan, mengajak secara langsung warga masyarakat Tangerang Selatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah secara mandiri, baik sampah an-organik
7
maupun sampah organik, dengan menggunakan metode 3R (reuse, reduce, recycle) melalui wadah Program Bank Sampah. g. Urban Farming Program ini merupakan tahap lanjutan dari program bank sampah, dan kerajinan daur ulang. Karena, bank sampah dan daur ulang merupakan kegiatan pemberdayaan sebagai solusi untuk mengurangi masalah sampah an-organik yang tak terkendali di masyarakat. Sedangkan Urban Farming merupakan kegiatan dari Yayasan Bunga Melati Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi masalah sampah organik rumah tangga. Karena, dari sampah organik rumah tangga, masyarakat bisa membuat pupuk skala kecil untuk menanam tanaman yang bermanfaat, dalam rangka menangani masalah ketahanan pangan. program ini disebut program lanjutan dari program kerajinan daur ulang dan Bank Sampah karena Urban Farming memiliki tujuan besar yaitu, menuju zero waste (lingkungan bebas sampah). Urban Farming atau pertanian perkotaan dibuat untuk menangai masalah ketahanan pangan di masyarakat perkotaan, dan membantu perekonomian masyarakat. Selain itu perkotaan merupakan daerah yang padat penduduk dan sedikit sekali lahan terbuka hijau yang bisa digunakan untuk sekedar membuat perkebunan atau pertanian. Dengan melihat kondisi di
8
masyarakat yang seperti itu, maka YBMI berinisiatif untuk membuat program, yang dimana masyarakat dapat bertani atau berkebun di teras halaman rumahnya sendiri tanpa memerlukan lahan luas seperti perkebunan di pedesaan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti salah satu program pemberdayaan masayrakat terbaru yang digagas oleh YBMI. Penelitian ini berjudul, Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) di Prigi Baru. B. Batasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang masalah, bahwa Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) memiliki tujuh program pemberdayaan yang masih aktif sampai saat ini. Karena keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga, serta untuk lebih memfokuskan penelitian. Dalam skripsi ini peneliti hanya akan mengkaji mengenai, Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) di Prigi Baru. 2. Perumusan Masalah Pada perumusan masalah peneliti akan melakukan penelitian terkaitan dengan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) di Prigi Baru.
9
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana tahapan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) dalam program Urban Farming? C. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui proses tahapan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) dalam program Urban Farming. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis: a. Dapat dijadikan informasi dalam pengembangan mutu pembelajaran Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) di Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Untuk menambah referensi mengenai pemberdayaan masyarakat kota di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10
2. Manfaat Praktis: a. Manfaat bagi peneliti dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman. Sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama di perkuliahan. b. Penelitian ini dapat membantu Yayasan Bunga Melati Indonesia untuk menjadi bahan mengevaluasi hasil dari program Urban Farming yang sudah dijalankan. c. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi masyarakat perkotaan untuk bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dalam rangka menjaga ketahanan pangan di Indonesia. d. Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu sosial kemasyarakatan yang berifat praktis dan jelas. E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. David William dalam Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Penelitian kualitatif dari sisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku
11
individu atau sekelompok orang. Ternyata definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaitu wawancara terbuka, sedangkan yang terpenting daridefinisi ini mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun sekelompok orang. 6 Pendekatan kualitatif ini peneliti gunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan pendekatan kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, pendekatan ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, pendekatan ini lebih peka dan dapat lebih menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama pola-pola yang dihadapi. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskripsi analisis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.7 Penelitian deskriptif disebut juga penelitian taksonomik (taxonomic research). Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada. Dalam penelitian ini tidak digunakan dan tidak dilakukan pengujian
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006 7
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h. 13-14.
12
hipotesis, yang berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.8 3. Subjek dan Objek Penelitian Istilah subjek penelitian menunjuk pada individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan yang diteliti. Sedangkan objek penelitian adalah permasalahan yang diangkat dalam penelitian.9 Subjek yang diteliti adalah Yayasan Bunga Melati Indonesia dan warga Prigi Baru yang terlibat. Sementara itu, objek penelitian dalam skripsi ini adalah Program Urban Farming. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekhnik purposive sampling untuk menentukan sampel yang akan diteliti. Purposive sampling adalah tekhnik yang digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya. Sebagai contoh, untuk meneliti tentang peraturan lalu lintas, maka hanya mereka yang memiliki SIM atau yang tidak memiliki SIM saja yang dijadikan anggota sampel. Keuntungan menggunakan tekhnik ini ialah murah, cepat, dan mudah, serta relevan dengan tujuan penelitiannya.10 Dalam hal ini peneliti akan memilih beberapa narasumber yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program Urban Farming, yaitu: 3 orang
8
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 20-21. 9 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, h. 109. 10 Usman Husaini, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008), h. 45
13
dari Yayasan Bunga Melati Indonesia, 2 petugas pelaksana program, dan 6 masyarakat penerima program. Adapun tekhnik pengumpulan data yang peneliti lakukan, yaitu: a. Observasi Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti “melihat” dan “memperlihatkan”.11 Observasi merupakan salah satu cara penelitian pada ilmu-ilmu sosial, cara ini dapat dilakukan oleh individu dengan menggunakan mata sebagai alat untuk melihat data serta menilai lingkungan yang diteliti. Teknik observasi juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenaarnya. Di dalam pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.12 Dalam hal ini peneliti melakukan observasi ke lokasi program Urban Farming di Prigi Baru, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Peneliti akan melihat, mencatat, dan mendokumentasikan semua hal yang peneliti temui di lapangan dengan lengkap, dan jelas sesuai dengan yang peneliti lihat.
11
Ardi Tristiardi, Observasi dan Wawancara (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), h.1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung : Rosda Karya, 2005) Cet. Ke-32, h. 174 12
14
Untuk meningkatkan validitas hasil pengamatan peneliti menggunakan beberapa alat bantu seperti kamera, buku tulis, pulpen, perekam suara. Kamera peneliti gunakan untuk mendokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan di lokasi penelitian, agar ada bukti yang kongkrit mengenai kegiatan Urban Farming. Buku tulis dan pulpen peneliti gunakan untuk mencatat setiap kejadian pada objek penelitian. Perekam suara peneliti gunakan untuk merekam suara pada setiap wawancara yang peneliti lakukan. b. Wawancara Menurut lexy J. Moleong, wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu antara pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee) dengan maksud tertentu.13 Dalam penelitian ini penulis langsung mewawancarai tiga narasumber dari Yayasan Bunga Melati Indonesia, dua orang dari petugas pelaksana sekaligus penerima program yang aktif, dua orang anggota nasabah bank sampah dengan tingkat keaktifan yang sedang dalam program Urban Farming, dan dua orang anggota nasabah bank sampah yang sama sekali tidak aktif dalam Program Urban Farming. Semua narasumber dipilih
13
Ibid, h. 186
15
dengan cara acak (random) dari tiga puluh tujuh kepala keluarga yang mengikuti program Urban Farming di Perigi Baru. Tabel 1 Daftar informan dan jenis informasi yang akan diambil No.
Nama
Jumlah
Posisi
Informasi Yang Ingin Didapat
1
Drs. H.
1 orang
Ketua
Profil dan
Bambang
Yayasan
sejarah
Budisusetiyo,
Bunga
Yayasan
MM
Melati
Bunga
Indonesia
Melati Indonesia, Proses pelaksanaan Urban Farming
2
Rizka Dwipa
1 orang
Anggana
Sekretatris
Struktur
Yayasan
Yayasan
Bunga
Bunga
Melati
Melati
Indonesia
Indonesia, Pelaksanaan
16
Urban Farming, manfaat serta tujuan Urban farming. 3
R. Imas
1 orang
Maesyaroh
Bendahara
Sejarah dan
Yayasan
Profil
Bunga
Yayasan
Melati
Bunga
Indonesia
Melati Indonesia.
4
Bapak Odih
1 orang
Petugas
Proses
Pelaksana
pelaksanaan Urban Farming di lapangan
5
Ibu Nurlaelah
1 orang
Petugas
Proses
Pelaksana
pelaksanaan
Urban
Urban
Farming
Farming di lapangan
17
6
1 orang
Ibu Kartiah
Penerima
Proses
Program
pelaksanaan dan harapan Urban Farming
7
Bapak Reinaldi 1 orang
Penerima
Proses
Program
pelaksanaan dan harapan Urban Farming
8
1 orang
Bapak Partis
Penerima
Proses
Program
pelaksanaan dan harapan Urban Farming
9
1 orang
Ibu Marsiah
Penerima
Proses
Program
pelaksanaan dan harapan Urban Farming
10
1 orang
Bapak Adi
Penerima
Proses
Program
pelaksanaan dan harapan
18
Urban Farming 11
1 orang
Ibu Nani
Penerima
Proses
Program
pelaksanaan dan harapan Urban Farming
c. Studi Dokumentasi Peneliti dalam mencari data-data baik yang tertulis di buku, jurnal, laporan, dan yang lainnya menggunakan teknik yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan-bahan yang tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian dalam mengambil data atau informasi. Dalam hal ini peneliti akan mengambil dari beberapa dokumen dari Yayasan Bunga Melati Indonesia, kemudian mempelajari dan menjadikannya sebagai data dalam penelitian skripsi ini. 4. Tekhnik Analisis Data Analisis data yaitu menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber dari hasil yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara, pengamatan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan foto. Analisis data adalah upaya
yang dilakukan dengan bekerja
menggunakan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi
19
satuan yang dikelola, mensintesiskannya mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang harus dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.14 Dalam menganalisis data hasil penelitian, peneliti akan menjelaskan catatan hasil temuan lapangan dan menyimpulkannya. 5. Tekhnik Keabsahan Data Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam penelitian, tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan data. Pada penelitian ini peneliti menggunakan langkah kredibilitas (derajat kepercayaan). Berfungsi sebagai melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, dan menunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis melakukan kunjungan ke Yayasan Bunga Melati Indonesia dan Prigi Baru untuk melakukan wawancara, observasi langsung, mengambil beberapa dokumen tentang program Urban Farming dan berdiskusi santai dengan beberapa warga Prigi Baru yang terlibat. Peneliti juga menggunakan tekhnik triangulasi, yakni tekhnik keabsahan data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data. Hal itu dapat dicapai dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara
14
Ibid, h. 247-248
20
pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini peneliti membandingkan hasil wawancara dari Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) dengan hasil wawancara peneliti dengan masyarakat Perigi Baru penerima program Urban Farming. Menyesuaikan apa yang dikatakan oleh YBMI dan yang dikatakan oleh penerima program. 6. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Prigi Baru, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena, daerah ini menjadi sasaran pertama dari program Urban Farming yang digagas oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia, lokasi yang mudah dijangkau dan, peneliti juga sudah seringkali terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan program di Yayasan Bunga Melati Indonesia sehingga lebih memudahkan peneliti untuk masuk dan melakukan penelitian. Waktu penelitian terhitung mulai dari bulan Februari 2016 sampai bulan April 2016. 7. Teknik Penulisan Penulisan skripsi ini dilakukan sesuai dengan buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi”, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2010.
21
F. Tinjauan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini, sebelumnya telah ada beberapa karya ilmiah yang membahas tentang Pertanian Perkotaan (Urban Farming) yang pembahasannya hampir atau menyerupai dengan judul penelitian yang peneliti angkat. Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti ‘menduplikat’ hasil karya orang lain, maka peneliti sangat perlu untuk mempertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas dari beberapa skripsi yang telah dibahas sebelumnya. Setelah melakukan suatu kajian kepustakaan, adapun beberapa judul diantaranya sebagai berikut: Pertama, Jurnal dengan judul “Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan Untuk Mewujudkan Kawasan Perkotaan Bandung yang Berkelanjutan” yang ditulis oleh Abrilianty Octaria Noorsya dan Iwan Kustiwan dari Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB (Institut Tekhnologi Bandung). Jurnal ini membahas mengenai Kawasan perkotaan yang didominasi pemanfaatan lahan nonpertanian memiliki potensi pengembangan peruntukan pertanian perkotaan yang lebih lanjut (advanced), jika dibandingkan dengan karakteristik pertanian perdesaan. Potensi pengembangan pertanian perkotaan dengan keterbatasan lahannya perlu didukung oleh strategi yang tepat, teknologi, dan kerjasama antar pelaku pembangunan. Perencanaan lahan dan strategi pengembangan pertanian perkotaan juga perlu mempertimbangkan faktor fisik, lingkungan,
22
dan sosial yang mendukung, agar memperoleh produktivitas maksimal sesuai yang diharapkan. Berdasarkan daya dukungnya, Kawasan Perkotaan Bandung cocok untuk peruntukan pertanian lahan basah, terutama pada bagian tengah kawasan. Pada bagian utara dan selatan yang bertopografi dataran tinggi cocok untuk peruntukan pertanian semusim dan pertanian tahunan. Pada pusat kawasan yang sudah padat dan kurang akan sarana pertanian, cocok dikembangkan untuk peruntukkan pertanian perkotaan, khususnya jenis pertanian dengan pemanfaatan lahan terbatas. Alih fungsi lahan pertanian perkotaan dapat diatasi dengan pengendalian, melalui penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan oleh pemerintah, kepemilikan lahan oleh pemerintah,
dan/atau
pertanian.Kerjasama
pemberian
sekaligus
insentif
membangun
bagi jejaring
pemilik
lahan
antar
pelaku
pembangunan, yaitu antar pemerintah-masyarakat-swasta. Pemerintah dalam hal ini tidak hanya berperan sebagai regulator, tapi juga sebagai motivator sekaligus mitra bagi pelaku pembangunan lainnya. Perlu peningkatan kapasitas pendidikan dan keterampilan bagi para petani melalui pemantapan dan perbaikan manajemen kelompok tani. Harapannya agar seluruh petani dapat terlibat aktif dalam kelompok tani tanpa kecuali, sehingga mudah bagi pemerintah untuk melaksanakan program-program pertaniannya. Juga diperlukan pemberian jaminan kesejahteraan bagi petani berupa kemudahan sarana dan prasarana pertanian, pelayanan dasar cuma-cuma (kesehatan, pendidikan), bahkan
23
jaminan pensiun, kesempatan penghasilan tambahan melalui agrowisata, perdagangan, atau pengolahan pangan. Perlu strategi agar generasi muda tertarik untuk tidak saja terlibat, namun juga berprofesi sebagai petani, misalnya dengan pengembangan agrowisata atau industry pengolahan pangan. Harapannya semakin banyak generasi muda yang melihat profesi petani sebagai masa depan, sehingga kegiatan pertanian perkotaan dapat berkelanjutan. Sosialisasi dan pengembangan lokasi pertanian perkotaan percontohan dengan pola pemanfaatan lahan dan sistem penanaman di lahan terbatas, baik skala rumah tangga, lingkungan, atau skala yang lebih besar. Harapannya strategi ini dapat meningkatkan minat masyarakat luas untuk melakukan kegiatan pertanian. Kemandirian pangan dapat dicapai melalui kesadaran masyarakat secara luas
dengan
melakukan
kegiatan
pertanian
di
skala
rumah
tangga/lingkungan hunian sebagai bagian dari gaya hidup (life style) dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangganya. Ketahanan pangan dapat dicapai, apabila ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat dapat terpenuhi melalui produksi pertaniannya, tanpa harus bergantung impor dari wilayah disekitarnya. Diversifikasi atau gerakan hemat pangan bukanlah merupakan strategi yang tepat dalam mencapai ketahanan pangan. Agar ketahanan pangan tercapai dan berkelanjutan, salah satu strateginya yaitu melalui pengembangan pertanian perkotaan.15
Abrilianty Octaria Noorsya dan Iwan Kustiwan, “Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan Untuk Mewujudkan Kawasan Perkotaan Bandung yang Berkelanjutan”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK, No 1 (Volume 2, - ) 15
24
Kedua, Jurnal yang ditulis oleh Emeraldi, program studi Sarjana Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, dengan judul “Analisis Sarana Kegiatan Dalam Sistem Pemasyarakatan Pertanian Kota Skala Rumah Tangga Berbasis Gaya Hidup Studi Kasus Bandung: Komunitas Halaman Organik”. Jurnal ini berisi tentang Kegiatan pertanian kota kontemporer di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena sosial masyarakat secara global. Karenanya, isu keberlanjutan menjadi salah satu pendukung utamaa dilakukannya kegiatan terkait. Kegiatan pertanian kota kontemporer di Indonesia digerakkan oleh masyarakat ekonomi kelas menengah yang tergabung dalam komunitas maupun yang bergerak secara mandiri. Mereka yang berasal dari kelas ini memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga beranjak untuk memenuhi kebutuhan sekundernya. Hal inilah yang menyebabkan adopsi kegiatan pertanian kota di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan pengisian waktu luang, penyalur hobi, maupun pemenuhan aspirasi yang terutama berkaitan dengan kesehatan serta lingkungan hidup. Dilihat dari motivasi yang melatarbelakangi, serta karakter pelaku kegiatan, pertanian kota kontemporer di Indonesia memiliki kemiripan yang dekat dengan kegiatan sejenis di negara maju industri. Namun, strategi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh komunitas (dalam hal ini Komunitas Halaman Organik sebagai studi kasus) masih belum sepenuhnya menceriminkan motivasi maupun karakter pelaku kegiatan. Contohnya pada penggunaan berbagai sarana pendukung kegiatan pertanian kota. Pemakaian
25
sarana yang mayoritas memanfaatkan barang bekas tidak sesuai dengan karakter motivasi keberecukupan yang menggambarkan identitas pelaku kegiatan pertanian kota di daerah Bandung, yang diwakili oleh KHO dan anggota komunitasnya. Sarana yang digunakan ditemukan lebih sesuai dengan karakter motivasi keterbatasan banyak hadir di negara berkembang. Ketidaksesuaian ini mencegah munculnya ketertarikan yang dapat menumbuhkan minat pada masyarakat umum non-pelaku kegiatan. Kesesuaian citra dalam sarana pendukung kegiatan pertanian kota perlu diciptakan, agar masyarakat umum non-pelaku bisa tertarik dan menumbuhkan minat terhadap kegiatan terkait. Tumbuhnya minat pada masyarakat non-pelaku akan memperbesar peluang diadopsinya kegiatan pertanian kota secara lebih luas. Hal ini berguna untuk membangun masyarakat kontemporer berkelanjutan, yang akan memberikan perbaikan pada konteks alamiah masyarakat. Keilmuan desain produk berpeluang untuk berkontribusi dalam ranah ini. Pendekatan keilmuan desain produk dapat digunakan dalam menciptakan citra dan nilai kegiatan pertanian kota kontemporer di Indonesia yang sesuai dengan karakter masyarakatnya. Citra dan nilai dapat dibangun melaui perancangan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pertanian kota masyarakat kontemporer. Selain itu, citra dan nilai dapat dibangun melaui perancangan sistem pameran trimatra
26
(3D visual merchandising) yang dilakukan ketika komunitas melakukan sosialisasi kegiatan pertanian kota dalam acara-acara tertentu.16 Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Umi Muthiah Sholikhatun, Jurusan Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010, dengan judul “Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Masyarakat Kota Tentang Sifat-Sifat Inovasi Program Peningkatan dan Pengembangan Pertanian Perkotaan di Kota Surakarta”. Skripsi ini mengkaji karakteristik masyarakat kota, mengkaji persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi yang terdapat dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dengan persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi pada program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pendidikan formal yang ditempuh responden tergolong tinggi yaitu sampai tamat SMA atau Perguruan Tinggi, Responden yang mengikuti pendidikan non formal berupa penyuluhan dan pelatihan tergolong kategori sedang, luas pekarangan yang dimiliki responden tergolong sedang, Pendapatan responden yang mengikuti program ini dalam kategori sedang. Dengan pendapatan per bulannya antara 1 juta – 2 juta per bulan. Kosmopolitnya
16 Emeraldi K. P, “Analisis Sarana Kegiatan Dalam Sistem Pemasyarakatan Pertanian Kota Skala Rumah Tangga Berbasis Gaya Hidup Studi Kasus Bandung: Komunitas Halaman Organik”, Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, No 1 (Volume - )
27
responden termasuk kategori sedang, dengan frekuensi 1-10 kali per bulan yaitu sebanyak 47 orang. Akses responden terhadap informasi yang berkaitan dengan dunia pertanian sangat rendah, terutama akses melalui radio dan televisi. Tingkat persepsi masyarakat mengenai keuntungan relatif yang diperoleh dengan mengikuti program tergolong sedang. Tingkat persepsi masyarakat mengenai kesesuaian (kompatibilitas) yang terdapat dalam program tergolong tinggi. Sedangkan persepsi masyarakat mengenai kompleksitas (kerumitan) yang terdapat dalam program tergolong sedang. Persepsi masyarakat mengenai triabilitas (dapat dicoba) yang terdapat dalam program meliputi persiapan lahan, pemeliharaan dan pemasaran hasil tergolong sedang. Dan persepsi masyarakat mengenai observabilitas (dapat dilihat) yang terdapat pada program tergolong sedang. Hubungan antara pendidikan formal dengan tingkat persepsi masyarakat mengenai sifat inovasi program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas adalah signifikan. Hubungan antara pendidikan non formal dengan sifat inovasi program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, triabilitas dan xi observabilitas adalah signifikan. Sedangkan hubungan antara pendidikan non formal dengan kompleksitas adalah tidak signifikan. Hubungan antara luas pekarangan dengan tingkat persepsi masyarakat mengenai sifat inovasi yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas,
28
kompleksitas, triabilitas dan observabilitas adalah signifikan. Hubungan antara pendapatan dengan persepsi mengenai sifat inovasi program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas dan observabilitas adalah berhubungan signifikan. Sedangkan hubungan antara pendapatan dengan persepsi masyarakat mengenai kompleksitas dan triabilitas adalah tidak signifikan. Hubungan antara kosmopolitnya masyarakat dengan persepsi masyarakat mengenai sifat inovasi dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas dan observabilitas mempunyai hubungan yang signifikan. Sedangkan hubungan antara kosmopolit dengan persepsi masyarakat mengenai sifat inovasi kompleksitas dan triabilitas adalah tidak signifikan. Analisis hubungan antara akses terhadap informasi dengan persepsi masyarakat mengenai sifat inovasi dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas adalah signifikan.17 Dari ketiga hasil karya ilmiah di atas mengenai pertanian kota (Urban Farming), peneliti tegaskan bahwa isi dalam karya ilmiah ini sangat berbeda dengan ketiga karya ilmiah tersebut. Adapun kelebihan atau kekuatan penelitian dalam skripsi ini dan membuat berbeda dari penelitian sebelumnya adalah: Penelitian ini menekankan dan melihat kegiatan Urban
17 Umi Muthiah Sholikhatun, “Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Masyarakat Kota Tentang Sifat-Sifat Inovasi Program Peningkatan dan Pengembangan Pertanian Perkotaan di Kota Surakarta”, (Jurusan Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010)
29
Farming dari sudut pandang Community Development (Pemberdayaan Masyarakat). Penelitian ini membahas mengenai bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan pendekatan dan sosialisasi awal ke masyarakat Prigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan mengenai program Urban Farming, Sampai akhirnya program ini dapat terlaksana. Penelitian ini juga membahas mengenai gambaran umum Yayasan Bunga Melati Indonesia, dan keadaan wilayah serta deskripsi mengenai masyarakat Perigi Baru. Membahas mengenai apa saja faktor pendukung dan penghambat dari program Urban Farming tersebut. G. Sistematika Penulisan Penyusunan skripsi ini, peneliti membagi dalam lima bab, yang diuraikan dalam beberapa sub-bagian dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan. BAB II
Tinjauan Teoritis Bab ini merupakan bab yang membahas teori tentang Pemberdayaan
Masyarakat, yang mana dalam bahasan Pemberdayaan masyarakat ini akan membahas: Definisi pemberdayaan masyarakat, tujuan pemberdayaan masyarakat, strategi pemberdayaan masyarakat, tahapan pemberdayaan. Kemudian dalam bab ini juga akan membahas mengenai Urban Farming,
30
yang di dalamnya mencakup: definisi urban farming, perbedaan urban farming dan pertanian pedesaan, tujuan program urban farming, modelmodel urban farming,
manfaat urban farming, keberlanjutan urban
farming. BAB III
Temuan Penelitian
Dalam bab ini yang akan dibahas adalah mengenai Profil Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI). Gambaran Umum Objek Penelitian yang meliputi: profil YBMI, visi dan misi YBMI, struktur kepengurusan YBMI, program urban farming YBMI. Dalam bab ini juga sedikit menggambarkan mengenai gambaran umum desa Perigi Baru, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. BAB IV
Analisa Temuan Penelitian
Pada bab ini, berisi tentang analisis program pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program urban farming Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) di Perigi Baru. Dalam bab ini berisi hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan yang peneliti hubungkan dengan teori Isbandi Rukminto Adi tentang tahapan dalam pemberdayaan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: tahapan persiapan (engagement), tahapan pengkajian (assessment), tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan, tahap pemformulasian rencana aksi, tahap pelaksanaan program atau kegiatan, tahap evaluasi, dan tahap terminasi.
31
BABV
Penutup Bab ini merupakan penutup, yang di dalamnya berisi kesimpulan
serta saran-saran yang dianggap perlu dalam perbaikan dan kemajuan program Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia.
32
33
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pemberdayaan Masyarakat 1. Definisi Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan bermenjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan -m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan.1 Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan dalam mencapai penguatan diri guna meraih keinginan yang dicapai. Pemberdayaan akan melahirkan kemandirian, baik kemandirian berfikir, sikap, dan tindakan yang bermuara pada pencapaian harapan hidup yang lebih baik.2 Beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli, diantaranya: a. Shardlow mengemukakan bahwa pada intinya pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
1 Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 1 2 Rofik A. dkk, Pemberdayaan Pesantren : Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 33
b. Biestek mengenai pemberdayaan, menurutnya prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menemukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi. c. Mc. Ardle lebih menitikberatkan pemberdayaan pada proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan, serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.3 Istilah “Pemberdayaan” adlaah terjemahan dari istilah asing empowerment. Secara leksikal, pemberdayaan berarti penguatan. Secara tekhnis, istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan istilah pengembangan. Bahkan dua istilah ini, dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable atau dapat dipertukarkan.
Dalam
pengertian
lain,
pemberdayaan
atau
pengembangan atau tepatnya pengembangan sumber daya manusia adalah upaya memperluas horizon dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat dikatakan
3
Syamsir Salam, MS., dan amir Fadhilah, S.Sos., M.Si., Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008)
34
bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.4 Menurut Kartasasmita dalam Anwar, istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu maka, memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk memperkuat unsurunsur keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat.5 Pemberdayaan masyarakat (keluarga) dalam perspektif pekerjaan sosial, Dubois dan Miley dalam Mujiyadi memberikan pedoman, yaitu: (a) membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan hak klien dalam menentukan nasibnya sendiri, menghargai perbedaan dan keunikan individu, dan menekankan kerjasama klien; (b) membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri klien, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan menjaga kerahasiaan klien; (c) terlibat dalam pemecahan masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam semua
4 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarkaat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 41-42 5 Dr. Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, (Bandung: Alfabeta, 2007), h.1
35
aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien, merangkai tantangan melalui ketaatan terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan pengembangan profesional, riset, dan perumusan kebijakan, penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, dan penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan, tantangan sebagai kesempatan belajar, dan melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi; (d) merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial.6 Pemberdayaan menunjuk kepada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkann bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif
yang
memungkinkan
mereka
dapat
meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli dibawah ini mengemukakan definisi pemberdaayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan:
6
B. Mujiyadi, Agus Budi Purwanto, Setyo Sumarno, Muslim Sabarisman, Implementasi
Program Pemberdayaan Fakir Miskin, (Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial-Badiklit Kesejahteraan sosial-Departemen sosial RI, 2007), h. 11-12
36
a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orangorang yang lemah atau tidak beruntung b. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadiankejadian
serta
lembaga-lembaga
yang
mempengaruhi
kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang yang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui perubahan struktur sosial d. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan nama rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai kehidupannya. Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
37
baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupnya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan sering kali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.7 Menurut Ginanjar dalam Purwanto yang peneliti kutip dari Mujiyadi, mengatakan bahwa memberdayakan masyarakat adalah sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan kerangka piker yang digunakan antara lain:8 a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. c. Penguatan pranata dan pelembagaan pranata. d. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto, mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan
7 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Pemberdayaan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerja Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), h. 57-60 8 B. Mujiyadi, Agus Budi Purwanto, Setyo Sumarno, Muslim Sabarisman, Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin, h. 15
38
cara-cara pemberdayaan. Dalam buku tersebut Parson mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian dan lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.9 Dalam pandangan Islam, pemberdayaan harus merupakan gerakan tanpa henti. Hal ini sejalan dengan paradigma Islam sendiri sebagai agama gerakan atau perubahan. Secara terminologis, pemberdayaan masyarakat dalam pandangan Islam adalah mentrasformasikan dan melembagakan semua segi ajaran islam dalam kehidupan keluarga (usrah), kelompok sosial (jama’ah), dan masyarakat (ummah). Pemberdayaan masyarakat merupakan model empiris pengembangan prilaku individual, dan kolektif dalam dimensi amal shaleh (karya terbaik), dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat.10
9 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 57 10 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 41-43
39
Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial
seperti:
memiliki
kepercayaan
diri,
mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.11 Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mereka tersebut. 2. Tujuan Pemberdayaan Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat
khususnya
kelompok
lemah
yang
memiliki
ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas
11
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: LP FEUI, 2002), h. 60
40
oleh struktur sosial yang tidak adil). Ada beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi: a. Kelompok lemah secara structural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis. b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing. c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi atau keluarga.12 Tujuan pemberdayaan dapat berbeda-beda sesuai dengan bidang pembangunan atau pemberdayaan yang digarap. Tujuan pemberdayaan bidang ekonomi belum tentu sama dengan tujuan pemberdayaan di bidang pendidikan ataupun dibidang sosial. Tujuan pemberdayaan dibidang ekonomi adalah agar kelompok sasaran dapat mengelola usahanya, kemudian memasarkan, dan membentuk siklus pemasaran yang relatif stabil, tujuan pemberdayaan pada bidang pendidikan adalah agar kelompok sasaran dapat menggali berbagai potensi yang ada dalam dirinya dan memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan yang dia hadapi, sedangkan tujuan pemberdayaan pada bidang sosial adalah agar kelompok sasaran dapat menjalankan fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugas sosialnya.13
12 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 60 13 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 163-164
41
Dalam buku Dialektika Pembangunan dan Pemberdayaan Chabib Sholeh, tujuan pemberdayaan masyarakat antara lain: a. Tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat hidup manusia, dengan kata lain secara sederhana untuk meningkatkan kualitas hidup. Perbaikan kualitas hidup tersebut bukan semata menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga mental, fisik, politik, keamanan, kesehatan, dan sosial budaya. b. Untuk mencapai tujuan yang bersifat umum tersebut maka terdapat beberapa tujuan dan sasaran antara lain: 1. Perbaikan kelembagaan. Hal ini dimaksudkan agar terjalin kerha sama dan kemitraan antar pemangku kepentingan. Melalui perbaikan kelembagaan berbagai inovasi sosial yang dilakukan secara kemitraan pemangku kepentingan dapat meningkatkan produktifitas masyarakat. 2. Perbaikan pendapatan, stabilitas ekonomi, keamanan dan politik yang mutlak diperlukan untuk terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. 3. Perbaikan lingkungan hidup. Disadari atau tidak dalam upaya
memenuhi
kebutuhan
hidupnya,
masyarakat
melakukan aktifitas ekonomi yang berakibat terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup
42
ini bukan saja mengancam dirinya sendiri, tetapi juga mengancam kehidupan generasi yang akan dating. 4. Perbaikan akses, baik berkenaan dengan akses inovasi tekhnologi, permodalan atau kredit, sarana dan prasarana produksi, peralatan dan mesin, serta energy listrik yang sangat diperlukan dalam proses produksi. Demikian pula tidak kalah pentingnya perbaikan akses pasar dan jaminan harta serta pengambilan keputusan politik. 5. Perbaikan tindakan. Melalui pendidikan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat ditingkatkan sehingga dari sana diharapkan akan berdampak pada perbaikan sikap dan tingkatan yang lebih bermartabat. 6. Perbaikan usaha produktif, melalui upaya pendidikan, pelatihan,
dan
perbaikan
kelembagaan
serta
akses
perkreditan, diharapkan usaha-usaha yang bersifat produktif akan lebih maju dan berdaya saing. 7. Perbaikan-perbaikan
bidang
lainnya,
sesuai
dengan
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.14 3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Parsons menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya tidak ada literatur yang
14
Chabib Sholeh, Dialektika Pembangunan dan Pemberdayaan, (Bandung: Fokusmedia, 2014), h. 81
43
mengatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satulawan-satu antara pekerja sosial dank lien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan dari klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektifitas. Dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual, meskipun pada gilirannya strategi inipun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain diluar dirinya. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan, konseling, stress manajemen, krisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered proach). Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
44
Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besat (large system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.15 4. Tahapan Pemberdayaan Sebagaimana disebutkan oleh Rr. Suhartini, dkk ada beberapa tahapan yang seharusnya dilalui dalam melakukan pemberdayaan, diantaranya: a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalahnya. b. Melakukan analisis (kajian) terhadap permasalahan tersebut secara mandiri (partisipatif). c. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih tiap masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan. d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antra lain dengan cara sosio kultural yang ada di masyarakat. e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
15
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 66-67
45
f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16 Edi Suharto memiliki pendekatan yang berbeda dalam merumuskan tahapan strategi pemberdayaan, Edi Suharto membaginya menjadi 5 tahapan yang terdiri dari: a. Pemungkinan:
menciptakan
suasana
atau
iklim
yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan structural yang menghambat. b. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Pemberdayaan
harus
mampu
menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat serta menunjang kemandirian mereka. c. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompokkelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang apalagi tidak sehat antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi
kolompok
kuat
terhadap
kelompok
lemah.
Pemberdayaan harus diarahkan kepada penghapusan segala jenis
16
Rr. Suhartini, dkk, Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h. 135
46
diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. d. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. e. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.17 Menurut Nanih Mahendrawati dan Agus Ahmad Syafe’i ada 3 tahapan dalam pemberdayaan, yaitu: a. Pemberdayaan pada mata ruhaniyah, pada tahap ini terjadi degradasi moral atau pergeseran nilai masyarakat Islam yang sangat mengguncang kesadaran Islam. Oleh karena itu pemberdayaan jiwa dan akhlak harus lebih ditingkatkan. b. Pemberdayaan intelektual, pada saat ini seperti yang disaksikan betapa umat Islam Indonesia telah jatuh tertinggal dalam kemajuan penguasaan tekhnologi, untuk itu diperlukan berbagai
17
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h.102
47
upaya pemberdayaan intelektual sebagai perjuangan besar (jihad). c. Pemberdayaan ekonomi, masalah kemiskinan menjadi semakin identic dengan masyarakat Islam Indonesia, pemecahnya adalah tanggung jawab masyarakat Islam sendiri.18 Menurut Chabib Sholeh mekanisme kegiatan pemberdayan masyarakat terdiri atas beberapa tahapan kegiatan yang pada dasarnya merupakan suatu siklus yang senantiasa berulang tetap. Tahapantahapan yang dimaksud adalah: a. Penumbuhan hasrat atau keinginan untuk mau berubah Langkah awal proses pemberdayaan adalah bagaimana menumbuhkan untuk mau berubah. Tanpa keinginan dari yang bersangkutan proses pemberdayaan apapun akan menemui jalan buntu.
Menumbuhkan
keinginan
untuk
berubah
atau
memperbaiki diri dapat diibaratkan seperti menghidupkan mesin mobil, jika mesin mobil sudah hidup, maka mobil tersebut selanjutnya akan dapat berjalan dengan kekuatannya sendiri tanpa harus didorong-dorong lagi. b. Menumbuhkan kemauan dan keberanian Menumbuhkan minat, kemauan untuk menahan diri dari kesenangan sesaat dengan keberanian untuk menghadapi
18
Syamsudin RS, Dasar-Dasar pengembangan Masyarakat Islam Dalam Dakwah Islam, (Bandung: KP HADID, 1999), h. 28
48
berbagai tantangan dan hambatan untuk selanjutnya mengambil keputusan untuk keluar dari belenggu kemiskinan merupakan tahapan yang sangat penting. c. Mengembangkan kemauan dan ambil bagian Tumbuhnya kemampuan, minat dan keberanian untuk secara sadar
melakukan
perubahan
nasib
memperbaiki
mutu
kehidupannya akan mendorong yang bersangkutan untuk secara sadar tanpa adanya paksaan untuk ikut serta mengambil bagian dalam
setiap
kesempatan
yang
memungkinkan
akan
memperbaiki nasib hidupnya. d. Peningkatan peran dalam setiap kegiatan Keterlibatan secara sadar terhadap suatu kegiatan dalam proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik, akan meningkat dengan sendirinya apabila mereka telah merasakan manfaat (ekonomi dan sosial). Ada baiknya bagi para pemberdaya untuk mempertemukan mereka dengan orang yang telah berhasil dan mandiri untuk saling berbagi pengalaman tentang suka dan duka mereka dalam pemberdayaan. e. Peningkatan evisiensi dan efektifitas Sebagaimana kita ketahui setiap manusia memiliki tujuan yang tidak terbatas, sementara sumberdaya untuk mewujudkan tujuan tersebut terbatas adanya. Oleh karena itu, penggunaan sumberdaya yang terbatas itu harus dilakukan dengan seefisien
49
dan seefektif mungkin. Hal ini mengisyaratkan akan pentingnya suatu metode atau tekhnologi yang tepat agar sumberdaya yang ada dapat dihemat sebaik mungkin. f. Peningkatan kompetensi diri secara otomatis Pada akhirnya pemberdayaan harus mampu meningkatkan kapasitas diri secara otomatis pada pihak yang diberdayakan. Hal ini dapat terjadi apabila, mereka sudah merasakan manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung yaitu berupa peningkatan kapasitas diri yang diperoleh secara otomatis baik dari belajar pada pengalaman yang telah mereka rasakan.19 Menurut Isbandi Rukminto Adi dalam bukunya, membagi tahapan pemberdayaan masyarakat menjadi 7 tahapan. tahapan tersebut antara lain: a. Tahapan Persiapan (engagement) Pada tahap persiapan ini sekurang-kurangnya ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu penyiapan petugas dan penyiapan lapangan. Penyiapan petugas dalam hal ini tenaga pemberdaya masyarakat yang bisa juga dilakukan oleh community worker, dan penyiapan lapangan merupakan prasyarat suksesnya suatu program pemberdayaan masyarakat yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif.
19
Chabib Sholeh, Dialektika Pembangunan dan Pemberdayaan, h. 81
50
b. Tahapan Pengkajian (assessment) Proses assesment yang dilakukan disini dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key-person), tetapi
dapat
juga
melalui
kelompok-kelompok
dalam
masyarakat. Pada tahap ini, petugas sebagai agen perubah berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (feel needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Dalam analisis kebutuhan masyarakat ini ada berbagai tekhnik yang dapat digunakan untuk melakukan assessment. Baik itu dengan pendekatan yang kuantitatif maupun kualitatif. c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan Pada tahap ini, petugas sebagai agen perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam upaya mengatasi perasalahan yang ada masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternative program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan. d. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis, terutama bila kaitannya dengan pembuatan proposal kepada pihak penyandang dana.
51
e. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan Tahap pelaskanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam program pemberdayaan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerjasama antara petugas dan warga masyarakat, maupun kerjasama antar warga. Pertentangan antar kelompok warga juga dapat menghambat pelaksanaan suatu program kegiatan. f. Tahap Evaluasi Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga pada tahap ini akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal. Sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan dapat membentuk suatu sistem dalam masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. g. Tahap Terminasi Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat, tidak jarang dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap mandiri, tetapi lebih karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah
52
melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan. Meskipun demikian, petugas tetap harus keluar dari komunitas sasaran secara perlahan-lahan dan bukan secara mendadak. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak merasa ditinggalkan secara sepihak dan tanpa disiapkan oleh petugas. Karena itu, bila petugas merasa bahwa tugasnya belum diselesaikan dengan baik jarang petugas tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin, dan kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontan dengan komunitas sasaran.20 B. Urban Farming Pertumbuhan kawasan perkotaan yang pesat menjadi salah satu fenomena penting di negara-negara yang sedang berkembang. World Urban Forum ketiga 2006 memperkirakan bahwa pada tahun 2006 lebih dari lima puluh persen penduduk dunia tinggal di perkotaan. Pada tahun 2050 diperkirakan dua pertiga penduduk akan tinggal di perkotaan. Pontoh dan Kustiwan dalam jurnal Multazam Albayani menyatakan bahwa Pertumbuhan perkotaan menjadi masalah jika melampaui kapasitas lingkungan. Permasalahan yang dapat timbul antara lain menyebabkan banyak penduduk tinggal di permukiman yang tidak teratur serta memiliki akses yang terbatas terhadap makanan, pengangguran, kemiskinan, dan ketahanan
20 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 182-196
53
pangan. de Zeeuw dalam Multazam Albayani menyatakan bahwa, Keberadaan pertanian perkotaan (Urban Farming) dapat menjadi bagian solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini dikarenakan, pertanian perkotaan mampu memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan sosial. Menurut Redwood dalam Multazam Albayani, pertanian perkotaan dapat mengatasi kerawanan pangan, meningkatkan kualitas hidup dengan memperkuat akses terhadap bahan pangan, meningkatkan nutrisi dan memperbaiki kondisi lingkungan.21 Dari penjabaran pada paragraf sebelumnya, menyatakan bahwa pertumbuhan pesat masyarakat di perkotaan menyebabkan beberapa masalah yang terjadi. Salah satu masalah yang dihadapi adalah semakin menipisnya lahan dan keterbatasan pangan. Untuk mensiasatinya masyarakat kota sudah harus mengenal istilah pertanian perkotaan (urban farming). Urban Farming menawarkan solusi bagi masyarakat perkotaan, yang dimana masyarakat perkotaan dapat bertani mandiri di pekarangan rumah dengan mudah walaupun dengan lahan yang terbatas. 1. Definisi Urban Farming Urban Farming berasal dari bahasa Inggris, “Urban” artinya adalah Perkotaan, sedangkan “Farming” adalah Pertanian. Jadi Urban Farming sama dengan Pertanian Perkotaan. Menurut Smith dalam Adiyoga yang peneliti kutip dari jurnal Muchjidin Rachmat mengatakan bahwa, Definisi
21 Multazam Albayani, Hastu Prabatmodjo, “Keberlanjutan Pertanian Perkotaan di Kawasan Metropolitan Jakarta” Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK, No 2 (Volume 2, 2014), h. 265.
54
pertanian perkotaan adalah kegiatn yang dilakukan di dalam kota (Urban) dan pinggiran kota (semiurban) untuk memproduksi, memelihara, mengolah, dan mendistribusikan berbagai produk pertanian, dengan menggunakan sumberdaya manusia, material, produk serta jasa yang diperoleh dari dalam dan sekitar daerah Urban serta memasok produk serta yang dihasilkannya ke daerah urban tersebut.22 Pertanian perkotaan kota telah tumbuh dan berkembang di berbagai Negara terutama di kotakota Negara maju. Beberapa kota besar, seperti Amsterdam, London, Stockholm, Berlin, Montreal, Toronto, dan New York telah memasukkan pertanian kota dalam perencanaan kota dan tata guna lahan perkotaan. Pertanian kota di Negara-negara maju jauh lebih maju daripada di Negaranegara berkembang, kusumawijaya dalam Muchjidin Rachmat. Pertanian kota atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Urban Farming adalah praktek pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan) di dalam atau di pinggir kota. Urban Farming juga dapat dikatakan sebagai aktifitas pertanian di dalam atau disekitar kota yang melibatkan keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya pengolahan makanan bagi masyarakat atau keluarga miskin melalui pemanfaatan pekarangan, lahan-lahan kosong guna menambah gizi, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan keluarga serta
Muchjidin Rachmat, “Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan”, (Jakarta: Litbang Pertanian, - ), h. 141 22
55
memotivasi keluarga miskin untuk membentuk suatu kelompok pertanian guna untuk membangun dirinya sendiri agar lebih mandiri dan maju.23 Bakker dalam Nuhfil Hanani AR menunjukkan bahwa pertanian kota adalah salah satu pilihan untuk mengatasi ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini sejalan pendapat Haletky dan Taylor bahwa pertanian kota adalah salah satu komponen kunci
pembangunan
sistem pangan
masyarakat yang berkelanjutan dan jika dirancang secara tepat akan dapat mengentaskan permasalahan kerawanan pangan.24 Menurut Lilik Wahyu Athariyanto urban farming didefinisikan sebagai usaha tani, pengolahan, dan distribusi dari berbagai komoditas pangan 4 termasuk sayuran dan peternakan di dalam atau di pinggiran wilayah kota. Secara teknis, urban farming merupakan kegiatan yang meliputi pertanian, perikanan dan peternakan dengan memanfaatkan lahan perkarangan atau lahan kosong yang tidak terpakai.25 Komoditas pertanian yang layak diusahakan di perkotaan adalah komoditas yang sesuai dengan karakteristik perkotaan, yaitu: Bernilai ekonomi tinggi, Waktu pengusahan yang pendek, Skala luasan ekonomi usaha yang dibutuhkan tidak terlalu besar, Kemampuan produksinya yang mampu mengikuti keinginan pasar secara cepat. Komoditas yang sesuai diusahakan dalam kegiatan pertanian perkotaan (Urban Farming) adalah:
Annisya Noer Wiyanti, “Implementasi Program Urban Farming pada Kelompok Sumber Trisno Alami Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya”, Jurnal UNESA No. – ( - , 2012 ), h. 8 24 Nuhfil Hanani AR, “Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota”, Jurnal No. – ( volume 2, 2009), h. 6 25 Lilik Wahyu Athariyanto, Tauran, “Implementasi Program Urban Farming di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep Kota Surabaya”, Jurnal UNESA No. 2 (Volume 1, 2013), h. 3-4 23
56
Komoditas holtikultura, terutama tanaman sayuran semusim, tanaman buah semusim, dan tanaman hias. Komoditas peternakan yang berproduksi harian seperti ayam potong, ayam petelur, dan sapi perah. Pengembangan tanaman tahunan seperti manga, jambu, rambutan, belimbing, dan lain-lain, dapat diusahakan di lahan perkotaan sebagai tanaman penghias pekarangan atau dalam kawasan tertentu seperti taman kota.26 Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya Urban Farming atau Pertanian Perkotaan adalah sebuah kegiatan pemanfaatan sedikit lahan yang terdapat di daerah perkotaan guna dijadikan sebuah lahan yang lebih produktif utamanya untuk menghasilkan bahan pangan secara mandiri untuk masyarakat perkotaan dengan cara memanfaatkan keterampilan dan inovasi masyarakat yang berdomisili di sekitar lahan yang dimilikinya, dan semakin bertambah pesatnya pertumbuhan masyarakat di perkotaan kegatan Urban Farming diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan pangan di masyarakat perkotaan. 2. Perbedaan Urban Farming dan Pertanian Pedesaan Hodgson dalam Multazam Albayani berpendapat bahwa, Pertanian perkotaan (Urban Farming) memiliki perbedaan dengan pertanian perdesaan. Perbedaan yang paling terlihat yaitu pertanian perkotaan dapat
26
Muchjidin Rachmat, “Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan”,
hal. 150
57
berlangsung hampir dimana saja, pada lahan yang luas, lahan sempit, atau ruang-ruang lain, seperti atap, balkon, pagar, dan dinding sedangkan pertanian perdesaan umumnya berlangsung pada lahan yang luas. Selain itu pertanian perkotaan kurang didukung dengan faktor produksi yang baik jika dibandingkan dengan pertanian perdesaan. 27 Pertanian Perkotaan (Urban Farming) memiliki tata cara yang serupa dengan pertanian pada umumnya, yaitu menanam tumbuhan yang mengandung nilai ekonomi dan bisa menjadi bahan pangan sehari-hari. Tetapi perbedaannya adalah lahan yang digunakan. Urban Farming cenderung dikerjakan secara individual atau perorangan, karena bisa dilakukan di pekarangan rumah masing-masing masyarakat kota, dan biasanya hasil dari Urban Farming dipanen dan dikonsumsi sendiri, walaupun ada beberapa yang menanam untuk dijual. Sedangkan di pertanian pedesaan pada umumnya dikerjakan secara berkelompok, maka dari itu di setiap desa terdapat kelompok-kelompok petani, dan hasil dari pertanian di pedesaan umumnya dipanen untuk dijual ke perkotaan dan sekitarnya, sebagai penunjang kebutuhan perekonomian di desa. 3. Tujuan Program Urban Farming Berdasarkan dari Buku Petunjuk Pelaksanaan Program Urban Farming tahun 2012 Kota Surabaya dalam Jurnal Annisya Noer Wiyanti, tujuan dari program Urban Farming ini Yaitu:28
Multazam Albayani, Hastu Prabatmodjo, “Keberlanjutan Pertanian Perkotaan di Kawasan Metropolitan Jakarta”, h. 266. 28 Annisya Noer Wiyanti, “Implementasi Program Urban Farming pada Kelompok Sumber Trisno Alami Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya”, h. 8 27
58
a. Mengurangi kemiskinan melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha budidaya sayuran disesuaikan dengan potensi yang ada di wilayahnya b. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan sempit di perkotaan c. Mengembangkan dan memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja produktif, serta kepentingan pembelajaran bagi masyarakat miskin. d. Mengembangkan
pola
pembinaan
yang
partisipatif
dan
berkelanjutan dalam memberdayakan masyarakat miskin, dalam upaya perbaikan gizi buruk sekaligus dapat meningkatkan pendapatan keluarga secara mandiri e. Pembelajaran dan peningkatan SDM di bidang Pertanian. 4. Model-Model Urban Farming Menurut Buku Pelaksanaan Urban Farming tahun 2012 Kota Surabaya dalam jurnal Annisya Noer Wiyanti, terdapat model-model dari Urban Farming. Model-model urban Farming tersebut yaitu :29 a. Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kritis, b. Memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau (Privat dan Publik), c. Mengoptimalkan kebun sekitar rumah, dan d. Menggunakan ruang (vertikultur).
29
Ibid, hal. 8
59
Pola pertanian kota (Urban Farming) yang dapat dikembangkan merupakan pola pertanian yang berinteraksi dengan ekosistem perkotaan, yaitu:30 a. Lokasi usaha pertanian dapat dilakukan di dalam kota (intraurban) atau di daerah pinggiran kota (semi-urban). b. Pertanian kota mendayagunakan sumber lahan perkotaan berupa lahan tidur, pekarangan, pot, dan lahan pertanian di sekitar kota. c. Pekalu yang terlibat dalam pertanian kota adalah penduduk perkotaan atau penduduk migran dan beragam mulai dari masyarakat miskin perkotaan, pegawai golongan rendah yang mempunyai waktu luang, serta investor (pemodal besar) yang menanamkan investasi pada usaha pertanian di daerah perkotaan. d. Pertanian kota dapat memanfaatkan sumber daya perkotaan yang khas seperti sampah organik sebagai kompos dan limbah perkotaan untuk irigasi. e. Lokasi usaha di perkotaan dan pinggiran kota membuka hubungan langsung dengan konsumen perkotaan. f. Pertanian perkotaan dapat memberikan dampak positif pada ekologi perkotaan.
30
Muchjidin Rachmat, “Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan”,
h. 149
60
5. Manfaat Urban Farming Dewasa ini masyarakat belum banyak mengetahui tentang Urban Farming, manfaat Urban Farming itu sendiri dan bagaimana cara memulainya. Urban Farming adalah sebuah gerakan sosial demi tujuan kedaulatan pangan (food sovereignty). Tentu saja dalam skala mikro rumah tangga. Tujuan dari Urban Farming ini dimana khalayak sasaran dapat menggunakan lahan yang ada didalam rumah untuk menciptakan ruang hijau disekeliling mereka. Banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari urban farming dimana tentunya kita ikut berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan dan secara tidak langsung mencegah terjadinya global warming. 31 Urban Farming juga bisa menjadi wujud yang sesungguhnya dari gaya hidup hijau. Logika definisi kesejahteraan berdasarkan tingkat pendapatan harus diubah. Dengan jumlah pendapatan yang sama, suatu rumah tangga bisa lebih sejahtera, yaitu dengan menekan jumlah pengeluaran. Sepetak tanah di sekitar rumah bisa menghasilkan sayuran sehingga mengurangi belanja rumah tangga. Bila serius, Urban Farming bisa jadi tambahan penghasilan. Bagi penyuka makanan organik, Urban Farming adalah upaya paling mudah menjamin bahan pangan mereka tidak diintervensi bahan kimia seperti pupuk pabrik, insektisida, dan pestisida. Apalagi bahan pangan organik cenderung lebih mahal daripada
31 I Putu Widiantara LG, “Sosialisasi Pemanfaatan Lahan sebagai Gerakan Urban Farming bagi Remaja di Denpasar dengan Media Desain Komunikasi Visual” (Skripsi, Program Studi Desain Komunikasi Visual Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia,Denpasar,2013), h.13
61
bahan pangan biasa. Urban Farming juga memudahkan para vegetarian memenuhi kebutuhan sayuran segar, yang dipetik langsung dari pekarangan rumah. 32 Dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Program Urban Farming 2012 Kota Surabaya dalam jurnal Annisya Noer Wiyanti menyatakan, terdapat beberapa manfaat dari Program Urban Farming. Menurut Buku tersebut manfaat dari Urban Farming yakni:33 a. Urban
Farming
memberikan
kontribusi
penyelamatan
lingkungan dengan pengelolaan sampah Reuse dan Recycle, b. Membantu menciptakan kota yang bersih dengan pelaksaan 3 R
(reuse, reduse, recycle) untuk pengelolaan sampah kota, c. Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan
kota, d. Meningkatkan Estetika Kota, e. Menjadi penghasilan tambahan penduduk kota.
Pertanian kota dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan melalui penghijauan kota dan penyediaan resapan air. Tanaman dinilai penting dalam upaya mengimbangi pendirian bangunan. Tanaman mampu menciptakan iklim mikro yang dapat menyeimbangkan lingkungan melalui peningkatan kualitas udara yang lebih nyaman, penyimpanan
32 I Putu Widiantara LG, “Sosialisasi Pemanfaatan Lahan sebagai Gerakan Urban Farming bagi Remaja di Denpasar dengan Media Desain Komunikasi Visual”, h.13 33 Annisya Noer Wiyanti, “Implementasi Program Urban Farming pada Kelompok Sumber Trisno Alami Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya”, h. 8
62
karbon, pengurangan polusi, dan juga meningkatkan keragaman hayati. Beberapa manfaat tanaman di perkotaan antara lain:34 a. Penahan dan penyaring partikel polutan udara, b. Peredam kebisingan, c. Penyerap karbon monoksida, karbon dioksida, dan penghasil oksigen, d. Penahan angina dan penapis cahaya, e. Penyerap dan penapis bau, dan f. Membantu penyerapan air dan mengurangi erosi tanah. Adiyoga dalam Muchjidin Rachmat mengidentifikasi beberapa peluang yang dimiliki pertanian urban sebagai berikut:35 a. Tidak terlalu membutuhkan pengepakan, penyimpanan, dan transportasi, b. Berpotensi menciptakan kesempatan kerja serta sumber pendapatan, c. Memberikan akses pangan yang lebih luas bagi konsumen miskin, d. Menjamin ketersediaan bahan pangan yang lebih segar, dan e. Akses
yang
lebih
luas
terhadap
pelayanan-pelayanan
menyangkut pengelolaan limbah serta kemungkinan daur ulang.
34 Muchjidin Rachmat, “Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan”, hal. 149-150 35 Muchjidin Rachmat, “Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan”, hal. 150
63
Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa Urban Farming memiliki manfaat sebagai paru-paru buatan di daerah perkotaan, selain itu kegiatan Urban Farming juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di sekitar lokasi pembuatan lahan Urban Farming. Yang mana masyarakat dapat menghasilkan bahan pangan yang diperlukan untuk dikonsumsi sehari-hari secara mandiri, serta hasil panen yang berlebih dapat dijual untuk tambahan penghasilan masyarakat sekitar. 6. Keberlanjutan Urban Farming Menurut Cabannes dalam Dubbeling dalam Sodak Manarisi, secara garis besar ada tiga perspektif kebijakan utama bagi pengembangan pertanian kota yaitu: a. Perspektif sosial sebagai bagian dari strategi penanganan rumah tangga berpenghasilan rendah dengan fokus meningkatkan ketahanan pangan melalui produksi pangan dan tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga b. Perspektif ekonomi dengan fokus peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja c. Perspektif ekologi dengan fokus peran pertanian kota dalam manajemen lingkungan hidup perkotaan. Pembedaan terhadap tiga perspektif kebijakan utama sangat bermanfaat dalam
64
merancang serangkaian alternatif strategi pengembangan pertanian kota secara berkelanjutan.36 Pelaksanaan kegiatan Urban Farming tentunya dapat mengalami beberapa kendala, untuk itu diperlukan beberapa solusi agar program tersebut dapat bertahan dan menjadi program yang berkelanjutan. Menurut Nugent dalam Multazam Albayani, keberlanjutan itu sendiri mengacu pada kemampuan untuk bertahan dari waktu ke waktu. Keberlanjutan pertanian perkotaan berfokus pada menjaga keberadaan dan produktivitas dari pertanian perkotaan dalam jangka waktu panjang. Pertanian perkotaan harus bertahan selama jangka waktu yang panjang dengan mempertahankan produktivitasnya.37 Keberlanjutan pertanian perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jacob dalam Multazam Albayani, berpendapat bahwa faktor dasar keberhasilan dari pertaniaan perkotaan adalah kondisi cuaca yang mendukung, akses terhadap lahan yang sesuai, kepemilikan lahan, dan ketersediaan sumber daya air. Tixier dan Bon dalam Multazam Albayani juga menambahkan bahwa keberhasilan dari pertanian perkotaan bergantung pada ketersediaan tenagakerja, modal, pengetahuan dan kemampuan untuk kegiatan pertanian, infrastruktur transportasi, akses terhadap pasar serta pemasaran hasil produksi pertanian. 38
Sodak Manarisi, et al. , “Manajemen Strategi Pengembangan Pertanian Kota (Urban Agriculture) di Kota Tangerang Selatan” Jurnal Aplikasi Manajemen, No 3 (Volume 12, 2014), hal. 352-353. 37 Multazam Albayani, Hastu Prabatmodjo, “Keberlanjutan Pertanian Perkotaan di Kawasan Metropolitan Jakarta”, h. 266 38 Ibid, h. 266 36
65
Sebuah lembaga yang menangani masalah seputar kehidupan masyarakat kota dan proses manajemen pemanfaatan lahan yang ada di perkotaan yaitu FAO, pada tahun 2007 menyatakan bahwa keberlanjutan pertanian perkotaan bergantung pada aspek kelembagaan. Yang mana untuk mewujudkan keberlanjutan pertanian perkotaan pemerintah harus menunjukan komitmen, diantaranya dengan melakukan beberapa tindakan yaitu: mendirikan dan membina organisasi petani perkotaan, menjadikan
pertanian
perkotaan
sebagai
kegiatan
formal,
mengintergrasikan pertanian perkotaan kedalam rencana tata ruang, memberikan akses lahan kepada petani, melakukan penelitian terkait pertanian perkotaan, memfasilitasi petani perkotaan terkait kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan bantuan keuangan, meningkatkan akses kepada petani terhadap permodalan, serta menetapkan program-program terkait kegiatan pertanian. 39 Berdasarkan hasil sintesis dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan pertanian perkotaan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu: 1. Faktor Internal Pertanian Perkotaan Faktor ini berkaitan dengan kondisi yang memiliki pengaruh terhadap produktivitas pertanian. Faktor ini terdiri dari 3 aspek diantaranya pelaku dan perilaku, lahan dan alam, serta ekonomi. 2. Faktor Penunjang Pertanian Perkotaan Faktor ini merupakan faktorfaktor eksternal dari kegiatan pertanian yang dapat menujang
39
Ibid, h. 266
66
keberlanjutan pertanian perkotaan. Faktor ini terdiri dari 3 aspek diantaranya aspek infrastruktur, kelembagaan dan dukungan masyarakat.
67
68
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Yayasan Bunga Melati Indonesia 1. Profil Yayasan Bunga Melati Indonesia Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) adalah yayasan yang berdiri pada tanggal 28 Oktober 2002, didirikan oleh Bapak H. Toyyib Detjek dengan akte notaris Nyonya Fauzia Permatasari Triharsono, S.H. No.7, 28 Oktober 2002. Pada awalnya Yayasan Bunga Melati Indonesia didirikan di Masjid Al-Mujahidin Pamulang, Tangerang Selatan, kemudian pada tahun 2004 kantor Yayasan Bunga Melati Indonesia dipindahkan ke Jalan Dr. Setiabudi seberang Pacuan Kuda Pamulang sampai dengan tahun 2012. Kemudian pada akhirnya tahun 2012 Yayasan Bunga Melati Indonesia dipindahkan ke Perumahan Bukit Pamulang Indah Blok F.20 No.5, Pamulang Barat, Pamulang 15417 Tangerang Selatan, Banten sampai sekarang ini. Yayasan ini bergerak di bidang santunan musibah kematian, pelayanan pemulasaraan jenazah, pelayanan transportasi kendaraan jenazah dalam dan luar kota, pelatihan pemulasaraan, pelatihan petugas amil jenazah, perlengkapan pemulasaraan jenazah. Selain itu Yayasan Bunga Melati Indonesia juga bergerak di bidang Pemberdayaan Masyarakat (Community Development). Beberapa program Pemberdayaan Masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Bunga Melati
Indonesia adalah menerbitkan bulletin gratis CORONG dan buku Senam Zikir, lembaga penyelenggara program Asuransi Kesejahteraan Sosial (ASKESOS) Departemen Sosial Republik Indonesia, Program Layanan Kesehatan dan Konsultasi Keliling (LKKK), pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan perempuan melalui pelatihan merajut/ menyulam (Crochet Lace), Program Bank Sampah Melati Bersih, dan yang terakhir Program Urban Farming.1 2. Visi dan Misi Yayasan Bunga Melati Indonesia a. Visi Visi merupakan cita-cita atau keinginan organisasi untuk mencapai seluruh potensi yang dideskripsikan secara jelas dan singkat yang dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu melalui implementasi rencana strategis yang telah ditetapkan. Yayasan Bunga Melati Indonesia memiliki visi sebgai berikut: 1) Berlandaskan semangat Fastabiqul Khoirot, YBMI menjadi pusat rujukan yang memiliki unggulan bertaraf internasional untuk mengamalkan perintah Allah ta’awanu birri wataqwa dalam bidang sosial kemanusiaan. 2) Menjadi pusat keunggulan pengembangan sumber daya manusia, pengkajian ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta keistimewaan.
1
Dokumen Profil Yayasan Bunga Melati Indonesia, tahun 2016
69
b. Misi 1) Pelayanan sosial kemanusiaan yang Islami, professional, dan bermutu dengan tetap peduli pada kaum dhuafa. 2) Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan berdaya guna optimal. 3) Menghasilkan pengkajian ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesisteman yang aplikatif. 4) Usaha yang berkembang dengan sehat.2
2
Dokumen Presentasi Yayasan Bunga Melati Indonesia, tahun 2016
70
3. Struktur Kepengurusan Yayasan Bunga Melati Indonesia Gambar 1 Struktur Organisasi Yayasan Bunga Melati Indonesia
Sumber: Dokumen profil Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI)
71
4. Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) Urban Farming adalah kegiatan berkebun atau bertani ala masyarakat perkotaan, dengan menggunakan lahan yang terbatas seperti pekarangan rumah atau teras, tetapi bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk bercocok tanam dengan media poly bag atau pot-pot kecil. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwasannya kelangkaan pangan yang
disebabkan
semakin
meningkatnya
jumlah
penduduk
bisa
mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi masyarakat. Termasuk semakin mahalnya harga bahan pangan karena sulit didapat. Urban Farming menjadi solusi bagi masalah kelangkaan pangan, karena dengan masyarakat bisa memproduksi bahan pangannya secara mandiri maka bahan pangan akan semakin mudah di dapat, sekaligus mengurangi jumlah pengeluaran untuk kebutuhan pangan, dan masyarakat akan hidup lebih sejahtera. Selain dari faktor ekonomi, Urban Farming yang diciptakan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) dengan tujuan utama yaitu, untuk menyadarkan masyarakat dalam rangka mengelola sampah organik secara mandiri. Program ini merupakan tahap lanjutan dari program bank sampah, dan kerajinan daur ulang. Karena, bank sampah dan daur ulang merupakan kegiatan pemberdayaan sebagai solusi untuk mengurangi masalah sampah an-organik yang tidak terkendali di masyarakat. Sedangkan Urban Farming merupakan kegiatan dari Yayasan Bunga Melati Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi masalah sampah organik rumah tangga. Karena, dari 72
sampah organik rumah tangga, masyarakat bisa membuat pupuk skala kecil untuk menanam tanaman yang bermanfaat, dalam rangka menangani masalah ketahanan pangan. program ini disebut program lanjutan dari program kerajinan daur ulang dan Bank Sampah karena Urban Farming memiliki tujuan besar yaitu, menuju zero waste (lingkungan bebas sampah). Urban Farming sudah dilaksanakan di Perigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan, tepatnya di RT. 3 RW. 6, yang di kordinatori oleh Bapak Odih. Program Urban Farming ini dilaksanakan oleh salah satu Bank Sampah binaan Yayasan Bunga Melati Indonesia yaitu Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru. (BSMB) Perigi Baru didirikan tanggal 30 April 2013. BSMB Perigi Baru beralamat di Jalan Swadaya/ Jembatan Imung, RT.03/ RW.06, Perigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Pengurus BSMB Perigi Baru antara lain: 1) Ketua: Nurlaelah 2) Sekretaris: Sapiah 3) Bendahara: Sri Ambarsari Yayasan Bunga Melati Indonesia memilih BSMB Perigi Baru sebagai lokasi untuk pelaksanaan program Urban Farming karena memang lokasinya yang tidak terlalu jauh dan terletak di pinggir kota Tangerang Selatan serta penduduknya yang dahulu mayoritas petani, sehingga
73
memiliki pengalaman yang lebih di bidang pertanian, dan dapat meminimalisir terjadinya hambatan-hambatan dalam pelaksanaan program. Manfaat yang didapat dari kegiatan Urban Farming ini adalah: 1) Ketahanan Pangan 2) Penghijauan dan Inovasi 3) Pengurangan limbah organik rumah tangga 4) Menggiatkan kembali kegiatan untuk mempersatukan masyarakat perkotaan 5) Menjadi sarana pembelajaran dan pemberdayaan bagi masyarakat kota Daftar nama masyarakat Perigi Baru yang mengikuti program Urban Farming sebagai berikut: 1) Bapak Odih 2) Bapak Marsin 3) Ibu Kartiah 4) Bapak Dede 5) Bapak Sugiono 6) Bapak Ucok 7) Bapak Muhari 8) Bapak Dodo
74
9) Bapak Zakari 10) Bapak Reinaldi 11) Bapak Vian 12) Ibu Rose 13) Ibu Ahmad 14) Ibu Silvana 15) Bapak Nisan 16) Bapak Sarun 17) Bapak Nasih 18) Bapak Usen 19) Bapak Bangun 20) Ibu Viah 21) Bapak Sodar 22) Bapak Ari 23) Bapak Partis 24) Bapak Endang 25) Ibu Anah 26) Ibu Talim 27) Ibu Musno 28) Ibu Hajah Yeni 29) Ibu Ros 30) Ibu Marsiah 75
31) Bapak Adi 32) Bapak Aris 33) Ibu Limah 34) Ibu Nani 35) Bapak Sunarji 36) Ibu Kesyah 37) Ibu Sinil Berikut ini peneliti akan jabarkan alur dari Program Urban Farming:3 Gambar 2 Alur Program Urban Farming
3
Dokumen “Skema Pengelolaan Sampah”, Yayasan Bunga Melati Indonesia, tahun 2015
76
Sumber: Dokumen “Skema Pengelolaan Sampah”, Yayasan Bunga Melati Indonesia, tahun 2015
1) Food Waste and Recovery Dalam tahap ini sisa-sisa sampah organik rumah tangga dikumpulkan dan didaur ulang kembali menjadi pupuk organik. Kemudian masyarakat mempersiapkan pot-pot kecil dan bibit tanaman untuk ditanam. 2) Land and Space for Agriculture Dalam tahap ini setiap individu dalam kelompok masyarakat harus menyediakan sedikit tanah dan ruang untuk kegiatan Urban Farming. Karena pertanian kota (Urban Farming) merupakan kegiatan yang tidak memerlukan lahan yang luas seperti pertanian di pedesaan, maka masyarakat bisa menggunakan
halaman
atau
teras
rumahnya
untuk
melaksanakan Urban Farming. 3) Farming and Food Production Tahap ini masyarakat mulai menanam bibit dan merawat tanaman di pekarangan rumahnya, hingga tanaman tumbuh dengan baik. Ditahap ini masyarakat akan belajar banyak mengenai kegiatan pertanian. Biasanya dalam kegiatan Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia, tanaman
77
yang
ditanam
berupa
tanaman
sayur-sayuran
yang
bermanfaat untuk dikonsumsi dan memiliki nilai ekonomi untuk dijual seperti, caisim, terung, cabai, kol, dan lain sebagainya. 4) Proccesing and Distribution Proses ini adalah proses panen, pengemasan kemudian hasil sayuran didistribusikan ke outlet-outlet sehingga muncul proses berikutnya yaitu Buying and Selling. 5) Buying and Selling Tahap ini adalah tahap jual beli sayuran di outlet-outlet sayuran yang masyarakat buat di setiap event. Hasil dari penjualan bisa membantu perekonomian masyarakat. 6) Eating and Celebration Tahap inilah yang paling ditunggu masyarakat, karena dalam tahap ini masyarakat merayakan keberhasilan dari usaha mereka melaksanakan kegiatan Urban Farming ini bersama-sama. Biasanya dengan mengadakan makan bersama dari sayuran hasil panen yang memang sudah disediakan untuk perayaan dari program Urban Farming. Dari semua alur yang dijalankan, pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam program ini adalah melalui pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat perkotaan secara mandiri dalam 78
rangka menangani ketahanan pangan serta mencegah masalah kelangkaan pangan, masyarakat juga diberdayakan melalui peningkatan ekonomi yang didapat dari hasil penjualan sayur, masyarakat juga diberdayakan agar bisa mengelola sampah organik rumah tangga mereka masing-masing yang kemudian diolah menjadi pupuk organik guna memenuhi kebutuhan pupuk dalam program Urban Farming. B. Gambaran Umum Lokasi Prigi Baru Perigi Baru adalah kelurahan di Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, provinsi Banten. Kelurahan ini merupakan pemekaran dari Desa Perigi yang menjadi Kelurahan Perigi Lama dan Perigi Baru. Kelurahan ini terdiri dari tanah darat dan persawahan, serta sebuah sungai bernama Kali Baru, berhulu di Setu Perigi. Pejabat yang pernah menjadi Kepala Desa atau lurah di wilayah ini adalah H. Mochammad Zein yang menjabat sebagai Kepala Desa pertama Pasca pemekaran dari Desa Perigi dan kemudian digantikan oleh H.Idris Risi. Di Kelurahan Perigi baru terdapat kantor kecamatan Pondok Aren, pesantren al Amanah al Gontory serta sebuah masjid besar, Masjid Bani Umar, wakaf keluarga mantan Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma, masjid tersebut pada tanggal 10 Oktober tahun 2008 diresmikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Luas kelurahan ini sekitar kurang lebih 450 hektare dengan tanah darat, sungai, danau dan persawahan. Populasi kelurahan ini sekitar 15 ribu jiwa yang terdiri dari masyarakat asli yang beretnis Betawi, juga 79
masyarakat pendatang yang beretnis Tionghoa, Jawa, Sunda, Batak, Padang, Madura dan lain-lain. Kelurahan ini pernah menjadi Desa teladan ketika masih masuk provinsi Jawa Barat. sekarang telah menjadi sebuah kota kelurahan dengan keberadaan sarana internasional dan banyaknya perumahaan seperti mahagoni dan Graha Raya Bintaro. Ada sejumlah kampung-kampung lama yang bernama, Kampung Lio dan kampung Cileduk Baduy. “masyarakat Perigi Baru kebanyakan orang betawi. Dulu disini banyak sawah, sampai sekarang juga masih ada, cuma udah ngga sebanyak dulu, soalnya udah ada beberapa sawah yang dijual ke PT. Jaya Property buat dijadiin usaha lain atau perumahanan. Pertanian disini juga ngga sebesar pertanian pada umumnya, paling tanah yang dijadiin pertanian cuma sebesar 200 sampai 400 meter persegi. Sekarang ini banyak yang masih bertani, cuma mereka memanfaatkan lahan tidur yang sudah jadi milik PT. Jaya Property. Kalau habis selesai kegiatan pertanian biasanya masyarakat beralih dulu jadi buruh bangunan. Soalnya dulu masyarakat sini punya keterampilan di bidang itu. Jadi selain bertani mereka punya keahlian lain untuk dijadikan modal cari nafkah”4
Berdasarkan pernyataan diatas, menyatakan bahwa masyarakat Perigi baru memang sudah ada modal keahlian untuk bertani. Dengan sumber daya manusia yang memang pada bidangnya, diharapkan Program Urban Farming dari Yayasan Bunga Melati Indonesia yang dilaksanakan oleh Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru, di Perigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan dapat berjalan dengan baik, dan berkelanjutan.
4
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ela warga Prigi Baru, Tangerang Selatan. Sabtu, 16 April 2016, 10:35 WIB
80
81
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Menurut buku yang ditulis oleh Isbandi Rukminto Adi menerangkan bahwa tahapan pemberdayaan terdiri dari 7 tahap yang harus dijalankan. Ketujuh tahapan tersebut adalah: tahapan persiapan (engagement), tahapan pengkajian (assessment), tahap perencanaan alternative program, tahap pemformulasian rencana aksi, tahap pelaksanaan program atau kegiatan, tahap evaluasi, dan tahap terminasi. Berikut ini akan peneliti jabarkan secara lengkap dan jelas mengenai hasil temuan data di lapangan, wawancara peneliti dengan Yayasan Bunga Melati Indonesia, dan penerima manfaat dari program Urban Farming di Perigi Baru, kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Dalam menganalisa data peneliti menggunakan tekhnik triangulasi, yakni tekhnik keabsahan data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data. Dalam hal ini peneliti membandingkan hasil wawancara peneliti dengan Yayasan Bunga Melati Indonesia dengan hasil wawancara peneliti ke penerima program Urban Farming. Sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan yang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Berikut dibawah ini peneliti jabarkan tentang hasil temuan data wawancara dan observasi yang peneliti lakukan sesuai dengan urutan tahapan pemberdayaan yang dikemukakan oleh Isbandi Rukminto Adi. A. Tahapan Persiapan (Engagement) dalam program Urban Farming Yayasan Bunga Melati Indonesia merupakan yayasan yang sangat berperan aktif dalam memberikan gagasan, motivasi, dan bantuan awal dalam
program Urban Farming di Perigi Baru. Persiapan awal yang dilakukan yayasan dalam program Urban Farming ini adalah menyiapkan petugas pelaksana dan persiapan lapangan. 1. Persiapan Petugas Pelaksana Program Urban Farming ini merupakan program pengembangan dari program sebelumnya yaitu Bank Sampah yang sudah berjalan selama 3 tahun lebih di Perigi Baru. Bank sampah merupakan program yang berjalan dalam rangka mengurangi sampah an-organik yang ada di masyarakat. Sedangkan Urban Farming adalah program yang dijalankan dengan tujuan mengurangi sampah organik seperti sisa-sisa makanan yang ada di rumah dari setiap individu. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Bapak Bambang ketua YBMI yang menyatakan hal tersebut: “Kalo Urban Farming itu sebenarnya pengembangan dari bank sampah, pertama kali yang harus dibuat adalah membuat bank sampah di suatu tempat yang memang mereka memerlukan bank sampah, karena tidak ada orang yang bisa mendorong, memaksa untuk membuat bank sampah di suatu tempat kalau bukan warganya sendiri yang merasa perlu. Setelah bank sampah itu berjalan diperkirakan 6 bulan, barulah bisa dimulai Urban Farming. Urban Farming itu merupakan awalan untuk mengelola sampah basah, jadi yang bank sampah mengelola sampah kering, yang Urban Farming nanti akan mengelola sampah basah. Tapi sebelum mengelola sampah basah Urban Farming didahulukan, karena Urban Farming itu adalah kegiatan menanam menggunakan kompos di lahan yang sempit bahkan tanpa lahan yang bisa ditanami. Sesuai dengan karakter pemukiman di TangSel ini, hampir tidak banyak rumah yang mempunyai tanah untuk ditanami, jadi menggunakan pot, atau poly bag, atau bahan lain yang bisa dianggap untuk menyimpan kompos untuk tanaman tersebut. Nah, yang pertama dilaksanakan itu setelah bank sampah terbentuk, mereka mulai diperkenalkan dengan tanaman organik. Tanaman organik itu menurut saya yang paling menyenangkan adalah sayuran. Kenapa sayuran? karena sayuran punya masa panen yang pendek, kalau bunga atau buah itu masa tanamnya lama sehingga dia tidak cepat
82
mengganti kompos atau tanah untuk menanam, dan tanaman sayuran ini adalah taman sayuran organik, tanpa pupuk kimia.”1
Pelaksanaan sebuah program akan berjalan dengan lancar bila dilakukan oleh petugas pelaksana yang berkualitas dan memiliki tanggung jawab tinggi terhadap kelancaran program yang akan dijalankan. Bukan pertama kalinya Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) membuat sebuah program di daerah perigi baru sebelumnya YBMI berhasil membuat program bank sampah yang berjalan sudah lebih dari 3 tahun di Perigi Baru yang diberi nama Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru. Dalam program lanjutan ini YBMI menugaskan pengurus bank sampah untuk menjadi petugas pelaksana, Urban Farming. Berikut pernyataan dari Bapak Rizka selaku sekretaris YBMI mengenai persiapan petugas pelaksana Program Urban Farming di lapangan: “Petugas pelaksana dalam program urban farming khususnya di perigi baru adalah pengurus bank sampah yang sudah berjalan lebih dari setahun, jadi kita memotifasi dulu pengurus bank sampah untuk menjadi petugas pelaksana, ada sosialisasi khusus pada mereka untuk program urban farming ini. Jadi petugas pelaksananya adalah pengurus bank sampah”2
Dari hasil wawancara tersebut menyebutkan bahwa agen pelaksana dalam program Urban Farming ini adalah pengurus dari Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru yaitu Bapak Odih dan Ibu Ela. Alasan YBMI memilih pengurus bank sampah sebagai agen pelaksana karena dengan
1 Wawancara pribadi dengan Bapak Bambang Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 13:55 WIB 2 Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
83
komunikasi baik yang sudah berjalan selama 3 tahun lebih dalam kegiatan bank sampah sebelumnya, dapat memudahkan YBMI dalam menyisipkan program lanjutan dari program bank sampah yaitu Program Urban Farming. 2. Persiapan Lapangan Dalam sebuah kegiatan lapangan atau lokasi merupakan faktor penting bersamaan dengan persiapan petugas pelaksana. Karena jika pelaksana sudah dipersiapkan dengan baik tetapi dengan keadaan lapangan atau lokasi yang kurang memadai maka kegiatan akan sulit dilaksanakan. Maka persiapan lapangan diperlukan dalam meminimalisir permasalahan di awal pelaksaan suatu program pemberdayaan. Dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rizka menyatakan bahwa persiapan lapangan paling mendasar yang dilakukan pertama adalah menyiapkan lokasi yang cocok, dan membuat rak bambu. Berikut pernyataan Bapak Rizka mengenai persiapan lapangan: “Nah… di lokasi itu persiapannya pertama adalah menyiapan lokasi untuk pembibitan, jadi karena lahan itu juga bukan lahan umum melainkan lahan pribadi orang, jadi pertama adalah minta izin penggunaan lahan kosong, kebetulan yang punya tanah ngizinin, ngasih izin dengan catatan jika akan dipake kita harus pindah. Kalau di halaman rumah persiapannya paling bikin rak bambu.”3
Pelaksanaan program Urban Farming sesungguhnya tidak memerlukan lahan yang luas seperti pada perkebunan atau pertanian pada pedesaan.
3
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
84
Karena, seperti dalam definisinya Urban Farming merupakan kegiatan pertanian di perkotaan dengan memanfaatkan lahan perkarangan rumah atau lahan kosong yang tidak terpakai. Urban Farming tidak memerlukan lahan yang luas karena tanaman sayuran yang ditanam dalam program ini menggunakan media poly bag, atau pot kecil. Tetapi pada tahap awal dalam program Urban Farming, YBMI meminta izin penggunaan lahan kosong milik salah seorang warga perigi baru untuk dijadikan tempat penyemaian bibit sayuran yang sudah dipersiapkan, sebelum bibit tersebut tumbuh menjadi tanaman kecil dan dipindahkan kedalam poly bag. Setelah mendapatkan pernyataan dari Bapak Rizka mengenai persiapan di lapangan yang dilakukan, peneliti juga mewawancarai penerima program yang sekaligus sebagai petugas dilapangan dalam program ini yaitu Bapak Odih. Menurut hasil wawancara dengan Pak Odih, beliau mengatakan bahwa persiapan yang dilakukan di lapangan adalah menyiapkan rak-rak bambu, dan menyiapkan tempat penyemaian bibit sesuai dengan yang dijelaskan oleh Pak Rizka sebelumnya. Berikut pernyataan Pak Odih saat peneliti melakukan wawancara: “Kalo dilokasi saya nyiapin rak-rak dibantu beberapa warga juga, nyiapin tempat untuk penyemaian juga, numpang di tanah salah satu warga tetapi pak Bambang sudah izin dulu sebelumnya. Dan warga itu mengizinkan tanahnya dimanfaatkan untuk program ini.”4
4
Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016, 11:25 WIB
85
Persiapan
di
lapangan
lainnya
adalah
YBMI
dan
Warga
mempersiapkan rak-rak bambu panjang, kemudian rak-rak tersebut ditempatkan di halaman-halaman rumah pelaksana program. Rak bambu tersebut digunakan untuk menaruh tanaman-tanaman yang sudah dipindahkan ke dalam poly bag. Program Urban Farming yang digagas oleh
YBMI
ini
menggunakan
model
Urban
Farming
yang
mengoptimalkan kebun sekitar rumah. Bu Ela merupakan istri dari Pak Odih yang juga ditugaskan sebagai petugas di lapangan, mengawasi jalannya program Urban Farming. Dari hasil wawacara peneliti dengan Bu Ela beliau mengatakan bahwa, persiapan yang dilakukan selain menyiapkan rak bambu dan lahan untuk penyemaian adalah persiapan bibit dan poly bag. Sebagai bahan utama dalam program ini. Berikut pernyataan Ibu Ela saat peneliti melakukan wawancara: “Awalnya saya yang ngurus Urban Farming, terus karena saya juga sibuk sama bank sampah akhirnya saya serahin ke bapaknya (Pak Odih). Kalau bibitnya kita dapet dari garudafood awalnya, jadi pertama kita diaksih bibit, terus kita buat tempat untuk penyemaian bibit, setelah dia tumbuh dimasukin poly bag, habis itu kita bagi-bagi ke masyarakat. Awalnya pengurus bank sampah dulu yang disuruh melihara tanamanya sampe panen.”5
5
Wawancara probadi dengan Bu Ela ketua bank sampah warga Perigi Baru, di Perigi Baru, Sabtu, 16 April 2016, 10:35 WIB
86
B. Tahapan Pengkajian (Assessment) dalam Program Urban Farming Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengkajian adalah penyelidikan atau pelajaran yang mendalam. Dalam proses pemberdayaan masyarakat pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokohtokoh masyarakat (key-person), tetapi dapat juga melalui kelompokkelompok dalam masyarakat. Tokoh masyarakat yang menjadi kunci utama dalam membantu YBMI mengkaji masalah dalam pelaksanaan program Urban Farming ini adalah Bapak Odih yang merupakan mantan ketua RT 03 di Perigi Baru, dan pengkajian juga dilakukan dengan cara diskusi dengan para pengurus dan anggota bank sampah yang tidak lain merupakan warga asli Perigi Baru. Menurut Bapak Rizka dalam mengkaji masyarakat Perigi Baru dilakukan dari mulai memberi wacana atau gambaran yang nyata mengenai program serta keuntungan yang akan didapat dari program Urban Farming ini, lalu minat masyarakat terhadap program ini dapat dilihat dari antusiasme yang ada dari respon masyarakat. Berikut pernyataan dari Bapak Rizka: “Sebetulnya mulai dari kita ngasih wacana dulu. Kemudian dalam satu pertemuan ternyata masyarakatnya memang berminat mengikuti program urban farming dan kita sampaikan juga keuntungan-keuntungan apa dari kegiatan ini akhirnya masyarakat antusias untuk ikut mendukung. Nah dari situlah kita dapat membaca dan melihat minat masyarakat mengenai kegiatan ini. Jadi identifikasinya melalui wacana, kemudian diskusi, ngobrol sedikit dan terlihat memang antusiasmenya ada.”6
6
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
87
Tahap pengkajian yang dilakukan YBMI dalam pelaksanaan program Urban Farming adalah dengan cara memberikan wacana yang jelas mengenai Urban Farming melalui forum diskusi yang diadakan di rumah ketua bank sampah dan dihadiri oleh seluruh pengurus serta Bapak Odih sebagai kordinator lapangan yang dipilih langsung oleh YBMI dalam program ini. Dalam diskusi tersebut YBMI juga menerangkan mengenai keuntungankeuntungan yang bisa didapat dengan mengikuti program ini sehingga menumbuhkan antusiasme masyarakat perigi baru khususnya di kalangan pengurus bank sampah. Kemudian diharapkan pengurus dan anggota bank sampah yang mengikuti program ini bisa menjadi contoh positif untuk masyarakat luas dalam rangka mengubah pola fikir mengenai pemanfaatan sampah organik. Berikut ini kutipan wawancara peneliti dengan Bapak rizka: “Soal sumberdaya itu pertama kita lihat dulu dari petugas pelaksana yang dalam hal ini adalah pengurus bank sampah. Pertama kita sosialisasi mereka langsung terlihat antusias dan siap untuk menjadi petugas dalam kegiatan Urban Farming. Baik sebagai administrasi, sebagai pelaksana di lapangan dan kebetulan pak odih yang juga sebagai pengurus bank sampah punya latar belakang petani. Jadi orang tuanya memang petani karena kemajuan zaman dia yang tadinya bertani sekarang udah ngga, Cuma dasar ilmu pertaniannya ada lah. Dia sudah terbiasa bantu bapaknya dulu nanem ini nanem itu, akhirnya nanam di urban farming bukan hal yang baru buat pak Odih.”7
Dalam program Urban Farming ini, YBMI mengidentifikasi sumberdaya yang ada berdasarkan pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh warga Perigi Baru. Warga Perigi Baru dahulu banyak yang berprofesi
7
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
88
sebagai petani dan pedagang sehingga kegiatan tanam-menanam sudah bukan hal yang baru lagi di Perigi Baru, seperti yang dikatakan oleh Bapak Odih, salah seorang warga asli Perigi Baru yang ditugaskan menjadi kordinator lapangan oleh YBMI untuk program Urban Farming. Berikut pernyataan dari Bapak Odih yang merupakan warga asli perigi baru dan memang dahulu berprofesi sebagai petani sayuran: “Sebelumnya saya belum pernah bertani di poly bag, tapi saya coba-coba Alhamdulillah panen pertama, kedua bagus hasilnya, karena juga pupuknya bagus. Kalau sekarang pupuk dari ITF kurang bagus karena terlalu kering. Dulu saya pernah sih nanem-nanem, Cuma ya beda bukan nanem caisim. Paling dulu itu nanem jagung terus kacang sambilan lah. Itupun saya nanemnya di kebun bukan di poly bag. Iya saya sudah punya pengalaman nanem-nanem cm kalo pake media poly bag baru-baru sekarang ini. Bedanya ngga cape kalo nanem di poly bag, kalau dikebun kan kita pake nyangkul kalo di poly bag kan ngga. Kalau orang sini kebanyakan dulunya petani sama pedagang, jadi udah ngga kaget dapet program Urban Farming ini. Cuma ya masyarakat sini juga pengennya kan ada barang ya gua tanem ngga ada barang yaudah. Kan gitu.. jadi kalau orang sini mah ikut aja kalo ada program, kayak bank sampah kan udah ada 3 tahun lebih berjalan.”8
Dengan sumber daya manusia yang memang sudah berpengalaman pada bidang pertanian sebelumnya, YBMI berharap program Urban Farming ini dapat berjalan dengan lancar di Perigi Baru, dan bisa terus berkembang hingga menjadi tradisi menanam sayur di masyarakat. Dalam tahap pengkajian pemberdayaan menurut Isbandi Rukminto Adi, perlu ada identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat. Identifikasi perlu dilakukan agar sebuah program dapat berjalan sesuai
8
Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016, 11:25 WIB
89
dengan kemampuan sumberdaya yang ada dan sesuai dengan kebutuhan yang masyakat rasakan. Dalam tahap ini perlu adanya sebuah diskusi dengan masyarakat calon penerima program, dan membiarkan masyarakat untuk partisipatif dan berperan aktif dalam memberikan pendapat serta memutuskan bersama program apa yang akan dijalankan untuk memenuhi kebutuhan bersama. Berikut pernyataan Bapak Bambang selaku ketua YBMI mengenai cara YBMI dalam mengidentifikasi kebutuhan di masyarakat Perigi Baru: “Saya tidak pernah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, saya akan selalu memotivasi dan menumbuhkan kebutuhan masyarakat itu sesuai dengan tujuannya. Tujuan bank sampah yaitu akan membersihkan sampah di suatu daerah sehingga tercapailah yang namannya zero waste kampung tanpa sampah. Jadi sampah-sampah itu terjual, dan terolah. Yang sampah kering terjual yang sampah basah terolah. Sebelum sampai terolah itu dimulai dengan Urban Farming tadi yaitu menanam. Menanam ini juga harus terus menerus dimotivasi, tidak harus didatengin secara terus menerus paling tidak datang 2 minggu sekali hanya menanyakan sampai sejauh mana, yang penting orang itu diajak berbicara. Masyarakat itu diajak berbicara supaya mereka tetep senang karena diperhatikan.”9
Menurut ketua YBMI Bapak Bambang, beliau tidak pernah mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat Perigi Baru. karena YBMI memiliki misi utama dalam program pengelolaan sampahnya, yaitu untuk mencapai zero waste atau kampung bebas sampah. Jadi, karena masyarakat Perigi Baru sudah cukup aktif dalam mengelola sampah an-organik melalui program bank sampah melati bersih, mereka juga harus diajarkan dan
9
Wawancara pribadi dengan Bapak Bambang Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 13:55 WIB
90
dimotivasi mengelola sampah organik mereka sendiri, yaitu dengan cara melakukan Urban Farming. C. Tahapan Perencanaan Alternatif Program Setelah YBMI melakukan pengkajian dengan masyarakat melalui diskusi dan menemukan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencanaan kegiatan atau program seperti apa yang akan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut dan sekaligus menanggulangi masalah yang ada di masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh YBMI tidak terlalu rumit karena masyarakat Perigi Baru sudah akrab dengan YBMI semenjak masuknya program mereka yang pertama yaitu bank sampah. Berikut pernyataan dari pak Rizka mengenai cara pendekatan YBMI ke masyarakat: “Pendekatan ya memang kita sudah ada komunitas bank sampah lebih awal. Jadi, sebetulnya keakraban itu sudah terbina dari dulu. Jadi, ketika bicara sama mereka sudah nyambung lah, sudah mudah kita mengkomunikasikannya karena memang silaturahminya sudah terbangun dari dulu. Kalau dari awal sampe sekarang bank sampah disana sudah lebih dari tiga tahun.”10 Komunikasi YBMI dengan masyarakat Perigi Baru sudah terjalin cukup lama, karena Perigi Baru memiliki satu bank sampah dibawah binaan YBMI. Dengan kedekatan yang sudah terjalin lama maka masyarakat sudah tidak lagi canggung untuk ikut berpartisipatif dalam kegiatan lanjutan dari bank sampah, yaitu Urban Farming. Berikut ini Pak Bambang menjelaskan
10
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
91
mengenai bagaimana ide Urban Farming bisa tercipta dan apa sesungguhnya tujuan utama dari program ini: “Ide utama adalah soal bagaimana mendorong masyarakat untuk mengolah sampah basah, sampah organik khususnya rumah tangga. Karena kita lihat program-program pengomposan sampah dari rumah tangga itu kurang berhasil, nah kita coba membalikkan teorinya. Jadi kita coba mendorong untuk nanam dulu, nanti ketika sudah terbiasa nanam, orang butuh kompos, karena butuh kompos jadi bikin kompos dari sampah organik sebetulnya bagian dari solusi bank sampah sendiri karena bank sampah adalah mengelola sampah kering an-organik sementara sampah organiknya kan tidak dikelola bank sampah nah kemudian ide Urban Farming muncul karena dengan tujuan utama adalah mendorong masyarakat untuk mengolah sampah organik menjadi kompos untuk bahan dia nanam nantinya. Kalaupun kita mulai dari kompos dulu, ketika kompos sudah jadi masyarakat kan tidak butuh, terus mau diapain. Karena tidak ada kebutuhan jadi mereka males bikin, kemudian kalo mau dijual, dijual kemana? Karena harus ada packing lagi, harus ada promosi lagi, harus ada label gitu, prosesnya jadi panjang. Jadi kita menumbuhkan dulu, jadi masyarakat itu bikin kompos nanti karena memang butuh pupuk untuk nanam.”
Urban Farming merupakan program yang dibuat dalam rangka memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya mengelola sampah organik secara mandiri. Program ini merupakan solusi bagi masyarakat perkotaan atau pinggiran perkotaan seperti masyarakat Perigi Baru. Dengan semakin padatnya perkotaan maka permasalahan sampah organik semakin meningkat. YBMI mendahulukan kegiatan Urban Farming setelah program bank sampah karena, bila masyarakat sudah terbiasa menanam sayuran secara mandiri, maka kebutuhan pupuk organik di kemudian hari akan meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pupuk organik, maka mereka harus bisa membuat pupuk organik secara mandiri menggunakan bahan-bahan sampah organik rumah tangga, jika
92
masyarakat sudah terbiasa mengelola sampah an-organik melalui program bank sampah dan menanam serta membuat pupuk dari sampah organik melalui program Urban Farming akan terciptanya kampung bebas sampah (zero waste). D. Tahapan Pemformulasian Rencana Aksi dalam Program Urban Farming Dalam tahap ini YBMI bersama masyarakat Perigi
Baru
memformulasikan atau menuliskan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai dalam program Urban Farming, serta menyusun cara untuk mencapai berbagai tujuan yang ingin dicapai tersebut. Berikut ini pernyataan dari Bapak Rizka mengenai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang dari program Urban Farming: “Tujuan jangka pendek Urban Farming sebetulnya adalah memotivasi masyarakat untuk bisa menghasilkan makanan sendiri. Jadi ketika dia nanam sayur kan panennya juga buat mereka sendiri kalaupun nanti jika berlebih itu bisa dijual ada sisi peningkatan ekonomi. Keuntungan dari ekonomi bahwa dia bisa menambah penghasilan dari menjual sayuran hasil panen yang mereka makan. Nah memang jangka pendek yang kita inginkan adalah dengan kegiatan ini ada suatu perubahan pola pikir di masyarakat bahwa sebetulnya tidak semuanya harus dibeli, kita sendiri bisa memproduksi makanan khususnya sayuran, dan itu bisa mengurangi pengeluaran rumah tangga dan disisi lain jika produknya berlebih bisa menambah penghasilan. Tujuan janga panjangnya yang tadi, yaitu untuk mendorong masyarakat mengelola sampah organik.”11
tujuan jangka pendek dari kegaitan urban farming ini adalah, masyarakat bisa menghasilkan makanan sendiri, dan jika hasil panennya
11
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
93
berlebih hasil panennya bisa dijual untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Selain tujuan jangka pendek, Urban Farming juga memiliki tujuan jangka panjang. Tujuan jangka panjang tersebut adalah untuk mendorong masyarakat mengelola sampah organik menjadi pupuk yang nantinya pupuk tersebut digunakan untuk menanam di program Urban Farming. Jadi, setiap program mengenai pengelolaan sampah yang dibuat oleh YBMI memiliki keterkaitan satu sama lain. Sehingga semuanya berjalan berkelanjutan. Dalam mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming ini YBMI melakukannya dengan bertahap dan perlahan, pertama-tama merubah pola fikir masyarakat untuk bisa menghasilkan makanan sendiri khususnya sayuran dengan cara menanam, karena sesungguhnya hasil dari Urban Farming nanti masyarakat sendiri yang akan merasakannya. YBMI hanya sebagai sebagai pendamping dalam menjalankan program tersebut. Dengan adanya program ini YBMI menyadadarkan kembali masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi sayuran organik untuk hidup yang lebih sehat. Proses pemberdayaan masyarakat ini dilakukan dengan bertahap dari mulai hal yang mendasar yaitu merubah pola fikir masyarakat terhadap kebutuhan pangan yang sesungguhnya bisa kita produksi sendiri secara mandiri, berikut pernyataan dari Pak Rizka mengenai hal ini: “Ya kita bertahap melakukannya memang tidak bisa langsung. Bertahap dulu coba rubah dulu pola fikirnya karena meskipun perigi baru itu desa tetapi masyarakatnya kan sudah mind setnya kota jadi kita coba kembalikan lagi pola fikirnya bahwa karena memang makanan merupakan kebutuhan utama jadi ayo kombali lagi nanam, nanti mereka akan dapat hasilnya, untuk mereka sendiri. Semuanya memang untuk mereka sendiri sebenarnya. Tanamannya bisa diolah ataupun dijual kemudian sisi lain keuntungan lain adalah ketika masyarakat sekarangkan banyak yang tidak menyukai makan sayur, jika
94
memproduksi sayur sendiri tentunya ada satu perubahan pola makan, nilainilai gizi. Nah itu juga diharapkan dengan makan sayur masyarakat juga lebih sehat.”12
E. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan Urban Farming Pada tahap ini adalah tahap yang menentukan keberhasilan suatu program. Karena dengan adanya kerjasama yang baik antara YBMI dengan masyarakat maka program Urban Farming ini dapat berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan. Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada kerjasama yang baik di lapangan maka program ini tidak akan berjalan dengan lancar. Cara YBMI dalam pelaksanaan program ini adalah dengan melibatkan seluruh masyarakat agar berperan aktif dan partisipatif. Berikut pernyataan dari Bapak Rizka: “Membangun kerjasama melibatkan semua nasabah bank sampah. Semua kita ajak terlibat, memang awalnya pembibitan dilakukan oleh pak odih, setelah itu kita libatkan masyarakat untuk masing-masing didistribusikan tanaman yang sudah dalam poly bag tadi untuk dipelihara oleh masingmasing nasabah. Jadi keterlibatannya cukup kuat antara masyarakat dengan pengurus bank sampah. Jadi tidak semuanya dilakukan oleh pengurus inti tetapi masyarakat atau nasabah bank sampah juga dilibatkan dengan memelihara tanaman yang sudah tumbuh.”13
Dalam pelaksanaan kegiatan Urban Farming ini Pak Odih berperan penting sebagai penyemai bibit, hingga bibit tumbuh menjadi tanaman kecil, kemudian dipindahkan ke poly bag, yang kemudian tanaman tersebut dibagikan kepada pengurus bank sampah dan nasabah atau masyarakat yang
12
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB 13 Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
95
ingin berpartisipasi dalam memelihara tanaman. Kemudian setelah tanaman bisa dipanen, masyarakat boleh memanen tanaman yang sudah mereka pelihara untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual, setelah itu poly bag yang kosong wajib masyarakat kembalikan ke Bapak Odih untuk kembali diisi tanaman yang baru. Pada awal diadakannya program Urban Farming ini YBMI mendapat bantuan dari PT. Garudafood berupa bibit tanaman, pupuk organik, dan rak bambu untuk menempatkan tanaman yang sudah dipindah ke poly bag. Berikut pernyataan dari Pak Rizka mengenai sponsor pertama dalam program Urban Farming ini: “kebetulan waktu pertama kali itu garudafood memberikan bantuan atau stimulant untuk memajukan urban farming itu dengan memberikan pupuk, dengan memberikan bibit dan memberikan rak pertama. Setelah semaian tanaman itu jadi kira-kira setelah 2 minggu mulai tumbuh tanaman kecil, kemudian dipindah ke polybag, semua nasabah bank sampah diminta untuk memelihara tanaman itu sampai waktunya panen. Pertama diajari bagaimana memelihara aja, menyiram, dan membersihkan dari ulat itu aja supaya fokusnya tidak terlalu banyak. Setelah mereka seneng nanti semua nya akan ikut menanam dan masyarakat yang tidak termasuk dalam nasabah bank sampah juga boleh ikut. Sampe sekarang sudah ada 5 kali panen, dan panen yang ke empat kemarin sudah dijual di car free day tangsel. Hasilnya 350 ribu sekali jual. Setelah panen ke 5 kemarin sudah mulai modifikasi dengan tanaman lain, yaitu tomat ceri karena mereka sudah mulai memahami tentang bagaimana tanaman itu dipelihara.mulai dengan tomat ceri karena, tomat ceri itu waktunya lama, tetapi caisimnya tidak berhenti. Itu hanya tanaman selingan.”14
Dalam pelaksanaannya di awal kegiatan tanaman yang dibagikan ke pengurus bank sampah sebanyak 10 poly bag per orang. Namun setelah
14
Wawancara pribadi dengan Bapak Bambang Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 13:55 WIB
96
mendapat bantuan rak-rak bambu dari Dinas Kebersihan Pertanian dan Pertamanan (DKPP) kota Tangerang Selatan jumlah tanaman yang ditanam semakin meningkat menjadi 40 poly bag per rumah. Karena dengan semakin banyaknya rak bambu maka semakin banyak poly bag tanaman yang bisa di buat oleh Pak Odih. Menurut hasil wawancara peneliti dengan pak Odih, beliau menjelaskan tekhnis pembagian tanaman sayuran dalam program Urban Farming sebagai berikut: “Waktu pertama itu 10 polybag per anggota. Setelah itu ada program kedua dari DKPP Tangsel, ada pembuatan rak untuk urban farming. Nah setelah itu baru mulai banyak dikasinya, bisa 40 per rumah. Kan rak itu isinya banyak. Kalau bibit sudah tumbuh 3 sampai 4 daun baru dibagiin ke pengurus.”15
Pelaksaan program ini juga menarik perhatian dari pemerintah kota Tangerang Selatan. Terbukti dengan hadirnya Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany saat kegiatan panen bersama, dan seperti wawancara yang peneliti kutip dari salah satu berita online tangselpos.co.id berikut ini menunjukkan antusiasme dari perwakilan Walikota Tangerang Selatan Bapak Taher saat menghadiri acara panen kegiatan Urban Farming di Perigi Baru. Berikut pernyataan dari Bapak Taher perwakilan walikota yang peneliti kutip dari website berita ternama di Tangerang Selatan: “Pilot poject kami pada Bank Sampah Melati Bersih terletak di Jalan Swadaya RT 03 RW 06 Perigi Baru, Kecamatan Pondok Aren menjadi percontohan petani perkotaan. Melalui media tanam pupuk hasil olahan sampah bisa dikembangkan dan bisa menuai hasil. Dari hasil pengembangan, 15
Wawancara pribadi dengan Bu Ela ketua bank sampah warga Perigi Baru, di Perigi Baru, Sabtu, 16 April 2016, 10:35 WIB
97
sudah dilakukan sebanyak 50 anggota bank sampah yang sudah menguji coba menanam caisim di median tanam melalui pupuk organik. Ini sangat luar biasa”
Dalam sebuah pelaksanaan program, pastinya tidak akan berjalan dengan mulus tanpa adanya hambatan. Dalam kegiatan Urban Farming ada beberapa faktor penghambat yang membuat seringkali program tersendat. Faktor penghambat itu antara lain: Rasa malas warga untuk menyirami tanaman, masalah hama, masalah kurangnya pasokan pupuk, kurangnya dukungan dan bantuan nyata dari pemerintah, faktor cuaca, dan lain sebagainya. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rizka mengenai penghambat dalam program Urban Farming: “Faktor penghambat pertama merubah pola fikir masyarakat yang tidak mudah mereka harus terus dikasih semangat, harus terus dikasih edukasi terus menerus biar fikirannya terbuka kemudian hambatan lain memang dari sisi kebiasaan nanam yang meskipun kegiatan lama tapi baru bagi masyarakat sehingga harus dibiasakan kembali bagaimana memelihara tanaman meskipun sesungguhnya hanya tinggal nyiram-nyiram aja karena bibit awalnya sudah di semai sama pak Odih dan sudah tumbuh kecil lalu dipindah ke polybag untuk dibagikan ke masyarakat. sebetulnya mudah tetapi ya mungkin hambatannya malas, terus juga kalau sudah diberikan tanaman mau tidak mau harus tahu sedikit banyak tentang ilmu cara menanam karena juga hambatan lain juga soal hama, hama ini cukup merepotkan karena kita sendiri tidak ingin menggunakan pestisida jadi pengennya murni organic, jadi hama tanaman ya dibersihkan secara manual, tidak menggunakan obat. Memang beberapa hasil panen kurang memuaskan karena hama. Pupuk yang digunakan juga pupuk organik, meskipun belum diproduksi sendiri.”16
16
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
98
Menurut sekretaris YBMI Bapak Rizka berpendapat bahwa, hambatan yang ada dalam program Urban Farming adalah yang pertama, sulitnya merubah pola fikir masyarakat. Masyarakat yang sudah lama meninggalkan kegiatan bertani dan berkebun lalu sibuk bekerja dibidang lain biasanya akan sulit untuk dirubah pola fikirnya. Masyarakat modern perkotaan biasanya sudah cenderung mudah mendapatkan akses apapun. Pola pikir kebanyakan masyarakat kota biasanya ingin yang praktis, karena segala sesuatunya mudah dibeli dan didapat di pasar, pola pikir seperti ini yang harus dirubah dalam Urban Farming, karena masyarakat dituntut lebih kreatif dan mandiri untuk bisa mencoba menanam segala kebutuhan sayuran di rumahnya sendiri, tanpa harus membeli sayur di pasaran. Kedua, hambatan yang ada adalah rasa malas. Dengan adanya program ini seharusnya masyarakat harus tahu sedikit banyak mengenai ilmu pertanian, tetapi biasanya rasa malas untuk belajar lebih mengenai ilmu pertanian ini yang menyebabkan kendala dilapangan. Karena masayarakat belum banyak tahu mengenai cara untuk merawat tanaman dan menjauhkan tanaman dari gangguan hama, karena masalah hama seringkali hasil panen kurang maksimal. Sedikit berbeda dengan pernyataan dari Bapak Rizka. Berikut ini kendala di lapangan yang dikemukakan oleh Bapak Odih sebagai penerima program sekaligus petugas pelaksana di lapangan: “kendalanya pupuk dari pemerintah ngga dikirim-kirim, kalo minta terus sama yayasan juga ngga enak. Karena kalo dari yayasan saya kasihan sm bu imas, pak rizka, dan pak bambang karena kan mereka juga pupuknya beli.
99
Kalo yang dari ITF ini kan gratis dari pemerintah Cuma kurang bagus aja. Tapi biasanya Yayasan sih ngasih kalo ke kita, walaupun pupuk itu yayasan beli. Jadi saya ga enak juga kalau sering minta ke yayasan. Kalau ITF kan juga jaraknya lebih deket, jd saya fikir kalau ada yang lebih deket kenapa ngga ke yang lebih deket gitu kan, biar masyarakat bisa mandiri dalam program Urban Farming ini. Dukungan dari dinas kurang, kadang ada juga cuma pas-pasan doang, kadang buat uang rokok aja susah kan. Terus terang aja sih, saya kan kalo nyuruh orang bantuin kan ngga ngasih rokok juga ngga enak. Jadi kadang kalau ada acara ya saya sibuk sendiri, karena ya gitu. Mau nyuruh orang bantuin saya tapi ngga ada duitnya dari dinas yang mau ngadain kegiatan di perigi baru. Jadi sayanya ngga enak juga kalo ngga ngasih upah.”17
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Odih yang bertugas sebagai kordinator lapangan dalam program ini mengatakan bahwa hambatan dalam program Urban Farming yang pertama adalah pupuk. Seringkali pemerintah menjanjikan dukungan pada program ini dengan memberikan pupuk secara gratis ke masyarakat Perigi Baru, tetapi menurut pengakuan di lapangan bantuan pupuk yang dijanjikan cenderung lama dan tidak kunjung datang. Walaupun DKPP (Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman) Kota Tangerang Selatan memberikan akses untuk masalah pupuk melalui Intermediate Treatment Facility (ITF), tetapi pak Odih merasa tidak enak jika harus terus menerus meminta pupuk dari ITF. Pak Odih juga seringkali merasa tidak enak jika harus meminta bantuan pupuk terus menerus kepada YBMI, karena beliau tahu pupuk yang diberikan dari YBMI merupakan pupuk yang dibeli dari penjual pupuk organik dengan anggaran YBMI diluar dari anggaran program Urban Farming. Kendala lain di lapangan adalah
17
Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016, 11:25 WIB
100
seringkali dinas pemerintahan mengadakan acara kunjungan dari luar di lokasi Urban Farming tetapi kurang memberikan dukungan anggaran untuk persiapan acara kunjungan, sehingga jarang masyarakat yang mau turut membantu dalam proses persiapan acara, dan akhirnya pak Odih merasa terbebani. Karena menurut pak Odih jika ada anggaran yang jelas dari dinas ketika ingin mengadakan acara kunjungan di Perigi Baru, maka beliau akan lebih mudah untuk menggerakkan tenaga masyarakat lain untuk membantu dalam persiapan acara. Pak Odih merasa berat jika harus memberikan perintah kepada masyarakat tetapi tidak memberikan upah untuk masyarakat yang ikut membantunya. Sedikit berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Odih, Ibu Ela mengatakan bahwa kendala utama dari program ini adalah masalah pergantian musim yang ekstrim. Berikut pernyataan dari Ibu Ela: “Ada juga kendalanya, kemarin kan musim kemarau panjang tuh, waktu itu ngga ada yang hidup pohon mati semua karena kurang air dan panasnya luar biasa jadi tumbuhan ga kuat. Nah pas habis itu mulai musim hujan. Tapi hasil tanaman juga jadi kurang bagus karena ujan terus kan. Jadi sebenernya caisim mah standar, kalau cuaca terlalu panas hasilnya ngga bagus, kalau terlalu banyak kena hujan juga kurang bagus. Ngga kayak awal-awal dulu panen. Karena musim pancaroba jadi pengaruh juga ke tanaman, pohon cabe juga banyak yang mati disini. Saya juga lagi cari solusi, tanaman apalagi yang sekiranya cocok dengan cuaca saat ini. Tadinya sekali jual banyak, tapi sekarang karena cuacanya lagi kurang bagus jadi menurun hasil panennya.”18
18
Wawancara probadi dengan Bu Ela ketua bank sampah warga Perigi Baru, di Perigi Baru, Sabtu, 16 April 2016, 10:35 WIB
101
Menurut Ibu Ela, warga Perigi Baru yang merupakan petugas pelaksana program Urban Farming mengatakan bahwa, kendala di lapangan dalam program ini adalah masalah perubahan cuaca ekstrim yang terjadi belakangan ini. Banyak tanaman yang gagal panen, sehingga hasil penjualan sayuran caisim menurun. Dengan kendala yang ada ibu Ela masih mencari solusi dengan mencari jenis tanaman pangan yang cocok untuk ditanam dengan cuaca seperti sekarang ini. Selama pelaksanaannya ada beberapa masyarakat Perigi Baru yang merupakan anggota nasabah dari bank sampah tetapi kurang aktif dan ada juga yang sama sekali tidak ingin mengikuti program ini karena alasan tertentu. Berbeda dengan Bapak Odih dan Ibu Ela, menurut pengakuan dari Bapak Partis dan Ibu Warsiah yang memiliki kendala pada gangguan hama dan kurangnya ilmu yang dimiliki mengenai menanam sayuran, berikut hasil wawancara peneliti dengan kedua penerima program yang masih aktif walaupun seringkali gagal panen. Berikut ini pernyataan dari Bapak Partis mengenai kendala di lapangan: “Ya itu tadi peliharaan saya, soalnya kan saya udah dari dulu pelihara ternak ayam sama uyug jadi mau gimana lagi. Mungkin tempat naruh tanemannya aja yang harus lebih diperatiin, jangan sampe terjangkau ayam sama uyug.”19
19
Wawancara pribadi dengan Bapak Partis, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Kamis, 28 April 2016, 15:00 WIB
102
Berbeda dengan Bapak Partis berikut ini pendapat yang dikemukakan oleh ibu warsiah terkait kendala di lapangan dalam program Urban Farming: “Ini loh mas sering mati tanaman saya, saya juga kurang faham padahal disiram terus tiap hari tapi kenapa pada mati ya. Saya gatau salah dimananya. Tapi saya sih coba terus tiap bulan ngambil tanaman lagi yang baru ke pak Odih.”20 Bapak Partis dan Ibu Warsiah merupakan dua dari sembilan orang penerima program yang memiliki kendala pada program Urban Farming tetapi masih aktif dalam program. Walaupun memiliki kendala tetapi setiap bulannya mereka masih terbilang aktif karena selalu menerima tanaman untuk dipelihara. Masalah yang mereka hadapi adalah seringkali tanaman mereka mati di minggu pertama atau kedua karena faktor hama dan kurangnya pengetahuan bertani caisim. Jika tanaman mati sebelum masa panen maka penerima program harus menunggu selama satu bulan kedepan untuk mendapatkan bibit tanaman yang baru dari petugas pelaksana program yaitu Bapak Odih. Dari beberapa anggota nasabah bank sampah yang aktif dan tingkat keaktifannya sedang di dalam program Urban Farming ini, ada juga beberapa anggota bank sampah yang tidak ingin sama sekali mengikuti program Urban Farming ini karena alasan tertentu. Bapak Adi dan Ibu Nani merupakan nasabah dari bank sampah yang sama sekali tidak ingin mengikuti program
20
Wawancara pribadi dengan Ibu Marsiah, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Kamis, 28 April 2016, 13:42 WIB
103
ini karena beberapa alasan, berikut alasan yang dikemukakan oleh Bapak Adi mengenai mengapa beliau tidak ingin mengikuti program Urban Farming: “Saya ada masalah sebenernya sama program yang ini. Kalo bank sampah aman lah. Masalahnya rumah saya ini udah sempit, bener-bener ngga ada lagi lahan buat nempatin rak-rak bambunya. Kalo ngga ditaruh di rak kan diganggu ayam. Saya juga ngga begitu hobi sebenernya nanem-nanem tanaman soalnya saya kan kerja, ngga banyak waktu untuk nyiramin untuk ngerawat. Dulu yang pertama juga pada mati tanemannya. Saya pergi pagi, pulangnya pasti malem. Jadi bukan karena ngga mau partisipasi tapi emang sulit atur waktunya."21 Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Bapak Adi, berikut ini alasan yang dikemukakan oleh Ibu Nani mengenai mengapa dirinya tidak ingin mengikuti program Urban Farming: “Masalahnya itu yang pertama ngerawat taneman sayur itu ngga mudah, banyak hamanya, jadi harus lebih telaten. Yang kedua, kan taneman perlu disiram, nyiramnya pakai air, udah pasti perlu listrik, udah gitu tanamannya banyak. Jadi beban bayar listrik saya bisa naik tiap bulannya kalau ikut program ini. Ya walaupun emang tanamanya gratis cm kan listrik untuk nyiramnya bayar mas.”22
Bapak Adi dan Ibu Nani merupakan dua dari tujuh orang anggota nasabah bank sampah yang tidak mau sama sekali mengikuti program Urban Farming ini. Bapak Adi tidak ingin mencoba untuk mengikuti program ini karena alasan sangat terbatasnya lahan di rumah dan masalah pekerjaan yang sangat sibuk sehingga tidak ada waktu untuk mengurus tanaman. Sedangkan Ibu Nani tidak mau mengikuti program Urban Farming ini karena alasan
21
Wawancara pribadi dengan Bapak Adi, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Sabtu, 30 April 2016, 10:10 WIB 22 Wawancara pribadi dengan Ibu Nani, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Sabtu, 30 April 2016, 11:00 WIB
104
beban biaya untuk pembayaran listrik tiap bulan. Beliau berpendapat bahwa menyiram dan merawat tanaman butuh biaya ekstra, karena membutuhkan listrik untuk menjalankan pompa air sehingga akan menambah beban pengeluaran setiap bulannya, maka dari itu Ibu Nani tidak ingin mengikuti program Urban Farming. Tetapi kedua narasumber masih aktif dalam kegiatan bank sampah perigi baru. Program Urban Farming ini sudah melewati masa 5 kali panen dari awal program ini berjalan hingga saat ini. Hasilnya sudah bisa dirasakan masyarakat perigi baru khususnya warga RT 03. Hasil dari panen ini sebagian ada yang dikonsumsi sendiri dan sebagian lagi dijual di setiap acara Pemerintah Kota Tangerang Selatan atau acara-acara yang bertemakan penghijauan lingkungan. Terkadang, warga juga menjual hasil panennya ke warung-warung sayuran sekitar Perigi Baru. Berikut ini pernyataan yang dikemukakan oleh penerima program Urban Farming mengenai tekhnis dalam proses penjualan hasil panen: “Kalau ada acara-acara gitu Biasanya saya jual 5000 per ikat. Isinya kalau yang besar 2 pohon, kalau yang kecil 3 pohon kalau caisim, kalau terong 1 kantong isi 3, tomat ceri ukuran sedeng lah. Paling dijual kalo ada acara-acara dari dinas, kalopun dijual di warung bisa juga Cuma ya paling 1 ikatnya 2000. Itu bedanya, kalau jualan di kampong agak susah. Karena mereka belum ngerasain soalnya, kalau udah tau rasanya pasti ngerti kenapa harganya beda antara yang sayur organik sama yang biasa.”23
23
Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016, 11:25 WIB
105
Penjelasan tersebut diperkuat oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Ibu Ela yang sudah berkali-kali menjual hasil dari program Urban Farming ini dan mendapatkan banyak keuntungan dari program ini: “Untuk caisim dari awal ada 5 kali panen. Dijual waktu acara walikota TangSel, di bazar, acara di Event di BSD juga dijual. Cuma ya sedikit ngga banyak karena masalah cuaca, sebenernya bukan karena event aja kalo kita mau jual ini, kadang-kadang kebetulan pas lagi kita panen ada event jadi kita sekalian jual. Kebanyakan mereka mau belinya per poly bag. Jadi kyk pohon cabe, jadi saya jual perpohon. Ada yang saya jual 15.000 dua pohon kayak caisim. Kalau pohon cabe yang sudah bercabang saya jual 25.000 satu pohon. Kol ungu saya jual 20.000 perpohon. Sebenernya lebih enak jual perpoly bag. Karena bisa ganti tanaman baru lagi. Karena setiap sekali panen tanah yang ada di poly bag udah ngga bagus buat ditanem lagi karena sumber gizi di pupuknya udah diserap sama pohon sebelumnya.”24
Dari beberapa kali panen ternyata ada juga warga yang memilih menjual hasil sayurannya bukan dengan ukuran per ikat tetapi satu pohon sekaligus. Karena harga jual dari 1 pohon lebih mahal daripada dijual per ikat. Jadi keuntungan yang didapat lebih besar, sehingga warga bisa memutar uangnya kembali untuk menanam tanaman lain. Dengan media poly bag, tanah, dan pupuk yang baru. Masyarakat yang turut serta dalam program ini sudah merasakan hasilnya seperti berkurangnya pengeluaran untuk membeli sayur-sayuran dan bahan-bahan dapur lainnya. Dikarenakan mereka sudah bisa menanamnya sendiri di pekarangan rumah. Berikut ini manfaat yang sudah dirasakan oleh Bapak Odih sebagai penerima program Urban Farming: “Manfaatnya jadi kita gausah beli lagi kalau butuh sayur-sayuran tinggal petik aja. Aturan kita keluar duit jadi ngga karena udah nanem sayur sendiri. 24
Wawancara probadi dengan Bu Ela ketua bank sampah warga Perigi Baru, di Perigi Baru, Sabtu, 16 April 2016, 10:35 WIB
106
Tapi sekarang-sekarang ini selama saya nanem cabe, saya liat di sebelahsebelah rumah pada ikut nanem cabe, tadinya kan ngga ada. Jadi saya juga seneng kalau ada beberapa orang yang ngikutin saya mulai sadar buat nanem sendiri kebutuhan pangan di pekarangan rumah.”25
Dalam pelaksanaannya hingga saat ini program Urban Farming tidak hanya menanam caisim seperti di 5 panen pertamanya. Masyarakat sudah mulai melakukan inovasi, dan dibantu oleh YBMI dalam mencari bibit tanaman yang mereka inginkan. Awalnya memang masyarakat difokuskan untuk menanam tanaman caisim karena memang lebih mudah, cepat, dan praktis. Tetapi seiring berjalannya waktu beberapa mulai bisa mencari ide dan berinisiatif untuk menanam tanaman lain menyelingi tanaman utama yang sedang disemai yaitu caisim. Dengan berpartisipasinya beberapa masyarakat dalam menuangkan ide, artinya mereka sudah mulai antusias dan berperan aktif dalam pelaksanaan program Urban Farming ini. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rizka: “Dari awal itu sebenernya tanaman kuncinya adalah caisim, kemudian tanaman tambahan lainnya ada terong, cabe, jahe, lengkuas, kunyit. Kemudian sekarang mulai ke tomat ceri sama kol merah. Kemudian pernah juga diselingi dengan kangkung, daun bawang. Dan yang agak sedikit mengejutkan kami bahwa kita hanya ngasih contoh 3 bibit tanaman utama tapi setelah program berjalan ternyata minat untuk menanam tanaman lain begitu tinggi dari masyarakat.”26
25 Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016, 11:25 WIB 26 Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
107
Selama lima kali panen, jumlah seluruh tanaman caisim yang berhasil dipanen dalam program urban farming di perigi baru mencapai empat ribu dua ratus Sembilan puluh (4.290) tanaman. Per ikat dijual dengan harga lima ribu rupiah (Rp5000). Tetapi tidak semua warga yang menjual tanamannya ada juga beberapa warga yang mengkonsumsi sendiri tanaman yang ia panen. F. Tahap Evaluasi Program Urban Farming Pada tahap evaluasi ini, YBMI dan kordinator lapangan sangat berperan dalam melakukan pengawasan demi menjaga keberlangsungan program Urban Farming agar tetap berjalan dengan baik, dan bisa meminimalisir hambatan yang ada. Dalam melakukan pengawasan biasanya YBMI melakukan monitoring ke lapangan dan diskusi bersama dengan kordinator lapangan (Bapak Odih) serta seluruh pengurus bank sampah yang terlibat dalam program Urban Farming. Monitoring biasanya diadakan 1 bulan 2 kali. Diskusi diadakan YBMI untuk membicarakan tentang bagaimana pelaksanaan program Urban Farming di lapangan selama 1 bulan ini, dan apakah ada kendala atau berjalan lancar seperti biasanya. Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rizka mengatakan bahwa evaluasi dilakukan dari hasil pengawasan yang dilakukan di lapangan oleh YBMI dan oleh petugas pelaksana di lapangan. Berikut penyataan dari Pak Rizka: “Pengawasan khususnya kita sering monitoring kesana ngasih juga motivasi, ngasih semangat karena pelaksana langsung dari yang mengawasi kegiatan ini adalah pengurus bank sampah, jadi kita rutin mengunjungi kesana selain monitoring juga melakukan diskusi, barangkali ada masalah, kita pecahkan
108
bersama Alhamdulillah semua berjalan baik, karena memang silaturahminya sudah berjalan lama dengan adanya bank sampah melati bersih disana.”27
Pengawasan internal juga dilakukan oleh koordinator lapangan program Urban Farming yaitu Bapak Odih. Biasanya pak Odih berkeliling rumah warga untuk memeriksa tanaman Urban Farming yang dipelihara oleh warga, tidak jarang juga pak Odih menyirami tanaman yang kurang terawat dengan baik oleh warga yang memeliharanya. Seiring berjalannya waktu dengan hasil yang sudah masyarakat rasakan serta perhatian yang diberikan oleh pak Odih terhadap program ini, masyarakat juga semakin bisa bertanggung jawab dalam memelihara tanaman yang sudah mereka ambil untuk dipelihara. Walau kadang masih ada beberapa orang yang masih malas untuk mengembalikan poly bag yang sudah kosong ke pak Odih untuk ditanam kembali. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Bapak Odih: “Saya sendiri yang ngawasin dari awal, tadinya saya keliling ngeliat pepohonan cuma kesini-sini warga udah sadar sendiri disiramin tanemannya, kan nanti juga hasilnya buat dia bukan buat kita. Saya yang bibitin, sampe dipindah ke poly bag. Nah, nanti warga yang mau melihara tinggal ambil aja di saya, dulunya mah gitu. Kadang-kadang masyarakat ya gitu, maunya saya kan kalau udah panen poly bag yang kosong angkutin lagi kesini, jadi kan bisa ditanemin lagi. Nah tapi seringnya saya yang ngangkutin lagi kemari, sebenernya ngga apa-apa saya mah, Cuma ya berarti masyarakat masih belum sadar bener. Udah dikasih bibit, udah panen, potnya ngga dibalikin lagi.”28
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Odih, hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rizka mengatakan bahwa:
27 Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB 28 Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016, 11:25 WIB
109
“Pengawasan internal dilakukan pak Odih, jadi pak odih ini keliling hampir dua atau tiga hari sekali. Ngeliat tanaman-tanaman yang dipelihara oleh warga. Jadi dia ngingetin ini udah disiram atau belum. Jadi coba sama-sama mengerjakan program ini secara komunitas. Karena memang ilmu soal menanam sudah lebih banyak diperankan oleh pak Odih di sana. Jadi beliau mendapat kepercayaan sebagai kordinator Urban Farming di lapangan.”29
Setelah melakukan pengawasan di setiap hari oleh Bapak Odih dan disetiap minggunya oleh YBMI, maka setelah itu YBMI dan petugas pelaksana di lapangan melakukan evaluasi dan mencari cara untuk mengurangi kendala yang ada dalam program Urban Farming. Hal ini juga seringkali melibatkan seluruh warga yang mengikuti program ini. G. Tahapan Terminasi Program Urban Farming Pada tahapan ini sesungguhnya YBMI tidak memiliki indikatorindikator khusus untuk melakukan terminasi pada program Urban Farming. YBMI akan selalu memonitoring masyarakat Perigi Baru agar tidak pernah jenuh untuk terus melakukan kegiatan menanam tanaman pangan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Seandainya masyarakat sudah bisa mandiripun YBMI akan tetap selalu melakukan monitoring guna untuk memberikan motivasi dan inovasi, agar Urban Farming terus berkembang dan tidak hanya menanam caisim saja, melainkan terus berkembang dengan tanaman sayuran lain. Berikut ini hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rizka mengenai tahap terminasi: “Sebetulnya belum seluruhnya bisa dilepas, ada beberapa yang sudah bisa dilepas tapi secara garis besar belum. Masih terus harus dibimbing sama pak Odih dan pelaksana. Memang secara individu ada satu dua orang yang sudah 29
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB
110
bisa dilepas. Gausah disuruh setelah panen dia nanem lagi, tapi memang secara garis besar masih harus dibina dibimbing dan ditemenin gitu. Namun dari sisi minat sudah cukup bagus masyarakatnya antusias manfaatnya mereka juga sudah dapatkan tinggal menajamkan komitmen. Sebenarnya tidak ada batasan, karena kita maunya terus dimonitoring sampai betul-betul masyarakat itu bisa menjalankannya sendiri. Nah sekarang memang sudah terlihat untuk sampai kesana perlu proses yang cukup panjang harus selalu kasih motivasi kasih semangat kasih solusi harus terus sampai itu menjadi sebuah kebiasaan menjadi suatu tradisi. Jadi meskipun sudah berjalan lama tetapi semangat menanam itu harus tetep dijaga gabisa diberhentikan karena orang ada lupanya, ada malasnya, ada bosennya. Mungkin nanti selain urban farming tetep berjalan, kita masukin lagi program yang menyemangati orangorangnya, kasih support yang penting, supaya itu menjadi sebuah tradisi.”30
Hampir serupa dengan pernyataan yang dikatakan oleh Bapak Rizka, Bapak Bambang pun menyatakan hal yang sama saat diwawancara: “Saya tidak punya patokan kapan itu akan berakhir. Berakhir pembimbingan ini kalau mereka sudah merasa bisa, dan sudah merasa mengerti bagaimana menjalankan Urban Farming ini. Program Urban Farming ini ngga ada akhirnya, ini akan menjadi kebiasaan orang. Seperti orang tinggal dalam suatu tempat kemudian setiap hari membersihkan rumah. Kalau dia merasa itu sudah ada penghasilan, dia akan terus jalankan tanpa mengganggu kegiatan lain. Nah, kalau mereka sudah mulai senang, mereka bakal diajari membuat kompos tadi yang memakai tong sederhana sekala rumahan, supaya dia tidak membeli lagi, dia membuat kompos dari sisa makanan dan sampah organik rumah tangga.”31
YBMI melihat masyarakat Perigi Baru belum bisa dilepas sendiri dalam menjalankan program Urban Farming ini, masih perlu dibina dan dibimbing sampai waktunya mereka bisa menghasilkan pupuk sendiri, menanam sendiri, mencari bibit sendiri, dan ketika kegiatan ini sudah menjadi tradisi di masyarakat barulah YBMI bisa sedikit demi sedikit mengurangi
30
Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 10:50 WIB 31 Wawancara pribadi dengan Bapak Bambang Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016, 13:55 WIB
111
monitoring dan pembinaan untuk program Urban Farming, jadi tidak sematamata membiarkan begitu saja.
112
113
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tahapan-tahapan pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam upaya membina Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru untuk menjalankan program lanjutan dari bank sampah yaitu, Urban Farming mencakup tujuh tahapan pemberdayaan. Ketujuh tahapan yang sudah dijalankan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia adalah: 1. Tahapan Persiapan: pada tahap ini Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) melakukan persiapan petugas pelaksana. Petugas pelaksana kegiatan Urban Farming ini diambil dari pengurus Bank Sampah Melati Bersih binaan Yayasan Bunga Melati Indonesia yang ada di Perigi Baru. Selain menyiapkan pelaksana program, Yayasan Bunga Melati Indonesia juga melakukan persiapan lapangan untuk pelaksanaan program. Persiapan lapangan itu antara lain, mempersiapkan lokasi untuk menyemai bibit, menyiapkan bibit, mempersiapkan kompos, membuat rak-rak bambu, dan polybag untuk menempatkan tanaman yang sudah tumbuh menjadi tanaman kecil. Sesungguhnya Urban Farming tidak memerlukan lahan yang luas. Karena, Urban Farming merupakan pertanian perkotaan yang dilakukan secara mandiri dan individu di setiap pekarangan atau lahan kosong di sekitar rumah. 2. Tahapan Pengkajian (assessment): pada tahapan ini Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan pengkajian terhadap masyarakat Perigi Baru melalui
tokoh masyarakat kunci utama yaitu Bapak Odih selaku mantan ketua RT 03, dan pengurus Bank Sampah Melati Bersih binaan Yayasan Bunga Melati Indonesia. Pengkajian dilakukan dengan cara diskusi bersama dengan pengurus bank sampah dan Bapak Odih selaku kordinator lapangan dalam merencanakan program Urban Farming yang merupakan lanjutan dari program bank sampah ini. 3. Tahapan Perencanaan Alternatif Program: pada tahap ini Yayasan Bunga Melati Indonesia tidak mencari masalah yang ada dalam masyarakat Perigi Baru, tetapi YBMI langsung memberikan penawaran terhadap pengurus bank sampah di Perigi Baru untuk menjalankan program Urban Farming, sebagai solusi untuk menangani permasalahan sampah organik di wilayah mereka. 4. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi: Pada tahapan ini Yayasan Bunga Melati Indonesia bersama dengan pengurus bank sampah Perigi Baru menuliskan secara kongkrit mengenai tujuan dari Program Urban Farming ini dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan jangka pendek dari program ini adalah mengatasi permasalahan ketahanan pangan di masyarakat dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Sedangkan tujuan jangka panjang dari program Urban Farming ini adalah, agar masyarakat bisa mengelola sampah organik mereka untuk dijadikan pupuk. 5. Tahapan Pelaksanaan Program atau Kegiatan: Pada tahapan ini YBMI harus membangun kerjasama dengan semua pihak yang terlibat dalam Program Urban Farming. Tidak terlalu sulit bagi YBMI untuk membangun kerjasama
114
dengan masyarakat Perigi Baru, karena YBMI sudah lebih dahulu masuk ke Prigi Baru saat membawa program bank sampah yang digagas olehnya tiga setengah tahun yang lalu. Pada pelaksaan kegiatan ini, YBMI dan masyarakat Perigi Baru mendapat bantuan dan support dari PT. Garudafood, DKPP Tangerang Selatan dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Faktor penghambat program Urban Farming adalah sulitnya merubah pola fikir masyarakat, bantuan tekhnis dan perhatian dari pemerintah yang kurang cepat tanggap, perubahan cuaca ekstrim, sama sekali tidak adanya lahan kosong di beberapa rumah warga, dan meningkatnya beban listrik pompa air karena harus menyirami tanaman. Dari 5 kali masa panen masyarakat Perigi Baru sudah merasakan manfaat program ini, antara lain tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli sayur-sayuran, dan mendapatkan nilai tambah ekonomi dari hasil penjualan sayuran yang mereka panen. 6. Tahapan Evaluasi Program: pada tahapan ini YBMI melakukan monitoring ke lapangan, dan mengadakan diskusi setiap 1 bulan 2 kali. Diskusi ini diadakan untuk melakukan evaluasi dan sekaligus pengawasan terhadap berjalannya program Urban Farming. Dalam program ini YBMI juga dibantu oleh kordinator lapangan Pak Odih, yang tidak lain merupakan warga prigi baru, dan mantan ketua RT 03 Perigi Baru. Kordinator lapangan bertugas melakukan pengawasan internal. 7. Tahapan Terminasi: tahap pemutusan hubungan ini belum dilakukan oleh YBMI. Karena YBMI menganggap masyarakat Perigi Baru msaih butuh bimbingan dan pengawasan dari YBMI dalam program Urban Farming.
115
YBMI juga menganggap sebuah program sosial harus selalu dimonitoring dan dipantau agar bisa berjalan sebagaimana mestinya. YBMI hanya akan mengurangi monitoring dan pendampingan apabila masayrakat Perigi Baru sudah bisa mandiri dan menjadikan kegaitan menanam sebagai sebuah tradisi yang harus mereka jalankan setiap harinya. B. Saran Saran peneliti menyangkut tahapan-tahapan dalam pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI) dalam program Urban Farming ini adalah YBMI diharapkan melakukan persiapan yang lebih mendalam lagi dan lebih matang lagi. Karena kenyataan di lapangan yang sangat aktif dalam kegiatan ini dari pengurus bank sampah hanya Bapak Odih dan Ibu Ela. Karena pak Odih merupakan kordinator lapangan yang ditunjuk oleh YBMI, dan bu Ela merupakan Ketua Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru yang memang harus bertanggung jawab lebih dan berperan aktif atas program Urban Farming. Tetapi dengan hanya mengandalkan kedua tenaga yang aktif tersebut masih kurang untuk bisa mengcover seluruh desa Perigi Baru. Apabila sumberdaya pelaksana ditambah dan lebih diperluas lagi cakupannya, program Urban Farming ini akan lebih meluas dan merata seperti program bank sampah sebelumnya. Kerjasama antara YBMI, Pelaksana Program, pihak penyandang dana, dan dinas pemerintah kota Tangerang Selatan harus lebih ditingkatkan lagi, agar program Urban Farming ini bisa terus terlaksana dengan baik. Tidak hanya dukungan berupa support tetapi juga bantuan dalam soal materi seperti pupuk,
116
bibit, rak bambu, dan lain sebagainya. Karena, hasil wawancara peneliti dengan warga yang melaksanakan program menyatakan bahwa, masih sering terjadi terbatasnya pupuk yang ada karena kurang tanggapnya bantuan untuk program ini dari dinas pemerintah kota Tangerang Selatan yang sudah berjanji akan mengcover kebutuhan pupuk untuk mereka.
117
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku A, Rofik. Dkk. Pemberdayaan Pesantren : Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005. Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: LP FEUI, 2002. Anwar. Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung: Alfabeta, 2007. Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Husaini, Usman dan Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008. Machendrawaty, Nanih dan Syafe’I, Agus Ahmad. Pengembangan Masyarkaat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Moleong, Lexy j. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Mujiyadi, B. dkk. Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin. Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial- Badiklit Kesejahteraan Sosial- Departemen Sosial RI, 2007. Rachmat, Muchjidin. Potensi Lahan Pertanian Perkotaan Dalam Penyediaan Pangan. Jakarta: Litbang Pertanian 2002. Roesmidi dan Risyanti, Riza. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqaprint Jatinangor, 2006. RS, Syamsudin. Dasar-Dasar pengembangan Masyarakat Islam Dalam Dakwah Islam. Bandung: KP HADID, 1999. Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Sholeh, Chabib. Dialektika Pembangunan dan Pemberdayaan. Bandung: Fokusmedia, 2014. Suhartini, Dkk. Model-model pemberdayaan masyarakat. Yogyakarta, Pustaka Pesantren Lkis, 2005. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Pemberdayaan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan pekerja sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2005. Tristiardi, Ardi. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia Publishing, 2003.
Sumber Jurnal
Albayani, Multazam dan Prabatmodjo, Hastu. “Keberlanjutan Pertanian Perkotaan di Kawasan Metropolitan Jakarta”. Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK, No 2 (Volume 2, 2014), h. 265. AR, Nuhfil Hanani. “Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota”. Jurnal No. – ( volume 2, 2009), hal. 6. Athariyanto, Lilik Wahyu.“Implementasi Program Urban Farming di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep Kota Surabaya”. Jurnal UNESA No. 2 (Volume 1, 2013), hal. 3-4. K. P, Emeraldi. “Analisis Sarana Kegiatan Dalam Sistem Pemasyarakatan Pertanian Kota Skala Rumah Tangga Berbasis Gaya Hidup Studi Kasus Bandung: Komunitas Halaman Organik”. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, No 1 (Volume - ) Manarisi, Sodak. “Manajemen Strategi Pengembangan Pertanian Kota (Urban Agriculture) di Kota Tangerang Selatan”. Jurnal Aplikasi Manajemen, No 3 (Volume 12, 2014), hal. 352-353. Noorsya, Abrilianty Octaria dan Kustiwan, Iwan. “Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan Untuk Mewujudkan Kawasan Perkotaan Bandung yang Berkelanjutan”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK, No 1 (Volume 2, - )
Wiyanti, Annisya Noer. “Implementasi Program Urban Farming pada Kelompok Sumber Trisno Alami Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya”. Jurnal UNESA No. – ( - , 2012 ), hal. 8.
Sumber Skripsi
LG, I Putu Widiantara. Sosialisasi Pemanfaatan Lahan sebagai Gerakan Urban Farming bagi Remaja di Denpasar dengan Media Desain Komunikasi Visual. Skripsi S1 Program Studi Desain Komunikasi Visual Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia,Denpasar,2013.
Sholikhatun, Umi Muthiah. Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Masyarakat Kota Tentang Sifat-Sifat Inovasi Program Peningkatan dan Pengembangan Pertanian Perkotaan di Kota Surakarta. Skripsi S1 Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
Sumber Dokumen
Dokumen Profil Yayasan Bunga Melati Indonesia, tahun 2016 Dokumen “Skema Pengelolaan Sampah”, Yayasan Bunga Melati Indonesia, tahun 2015
Sumber Internet http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php (diakses pada tanggal 4 Maret 2016, pukul 11:00 WIB) http://www.kompasiana.com/akbaranwari/kondisi-ketahanan-pangan-indonesia-saatini_54f74afda33311e32b8b4567 (Diakses pada tanggal 4 Maret 2016, pukul 11:25 WIB)
Sumber Wawancara
Wawancara pribadi dengan Bapak Bambang Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016. Wawancara pribadi dengan Bapak Rizka Dwipa Anggana Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia, di kantor yayasan, Jum’at, 15 April 2016. Wawancara pribadi dengan Bapak Odih Kordinator Lapangan warga Perigi Baru, di Rumah Pak Odih, Sabtu, 16 April 2016. Wawancara probadi dengan Bu Ela ketua bank sampah warga Perigi Baru, di Perigi Baru, Sabtu, 16 April 2016. Wawancara pribadi dengan Bapak Partis, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Kamis, 28 April 2016. Wawancara pribadi dengan Ibu Marsiah, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Kamis, 28 April 2016. Wawancara pribadi dengan Bapak Adi, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Sabtu, 30 April 2016. Wawancara pribadi dengan Ibu Nani, penerima program Urban Farming, di Perigi Baru, Sabtu, 30 April 2016.
LAMPIRAN
Tanaman caisim yang baru disemai sebelum dipindah ke poly bag.
Proses pengisian tanah dan pupuk organik serta pemindahan tanaman yang sudah disemai ke media poly bag.
Tanaman caisim yang sudah siap diambil atau dibagikan ke warga yang mengikuti Program Urban Farming untuk dipelihara sampai masa panen bersama.
Tanaman caisim yang tumbuh subur di pekarangan rumah warga, pinggir jalan desa Perigi Baru.
Perocbaan warga menanam tanaman sayuran selain caisim dan tanaman obat yang ditanam dalam program Urban Farming.
Tanaman yang mati dan rusak dalam program Urban Farming karena hama dan kurangnya perhatian dari pemelihara tanaman itu sendiri.
Gentong bantuan dari DKPP TangSel untuk membuat pupuk organik skala rumah tangga
Hasil pupuk organik cair dari sampah organik rumah tangga milik pak Odih dan Ibu Ella yang siap dipakai
Pedoman Wawancara Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia
Nama
:
Jabatan
:
Tanggal
:
Tempat
:
1. Bagaimana proses persiapan dalam program Urban Farming? 1. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? 2. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? 3. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? 4. Apa tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? 5. Bagaimana cara mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? 6. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? 7. Bagaimana cara petugas membangun kerjasama dengan masyarakat dalam program Urban Farming? 8. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dan faktor pondorong dalam program Urban Farming? 9. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? 10. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? 11. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir?
Pedoman Wawancara Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia Nama
:
Jabatan
:
Tanggal
:
Tempat
:
2. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? 3. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? 4. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? 5. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam mengidentifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? 6. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? 7. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? 8. Apa tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? 9. Bagaimana cara mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? 10. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? 11. Bagaimana cara petugas membangun kerjasama dengan masyarakat dalam program Urban Farming? 12. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam program Urban Farming? 13. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? 14. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? 15. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir?
Pedoman Wawancara Dengan Penerima Manfaat Nama
:
Jabatan
:
Tanggal
:
Tempat
:
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? 7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya?
Wawancara Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia
Nama
: Drs. H. Bambang Budisusetiyo, MM
Jabatan
: Ketua Yayasan Bunga Melati Indonesia
Tanggal
: Jum’at, 15 April 2016 (13:55 WIB)
Tempat
: Kantor Yayasan Bunga Melati Indonesia
1. Bagaimana proses persiapan dalam program Urban Farming? Kalo urban farming itu sebenarnya pengembangan dari bank sampah, pertama kali yang harus dibuat adalah membuat bank sampah di suatu tempat yang memang mereka memerlukan bank sampah, karena tidak ada orang yang bisa mendorong, memaksa untuk membuat bank sampah di suatu tempat kalau bukan warganya sendiri yang merasa perlu. Setelah bank sampah itu berjalan diperkirakan 6 bulan atau 1 tahun, barulah bisa dimulai Urban Farming. Urban farming itu merupakan awalan untuk mengelola sampah basah, jadi yang bank sampah mengelola sampah kering, yang Urban Farming nanti akan mengelola sampah basah tapi sebelum mengelola sampah basah Urban Farming didahulukan, karena Urban Farming itu adalah kegiatan menanam menggunakan kompos di lahan yang sempit bahkan tanpa lahan yang bisa ditanami sesuai dengan karakter pemukiman di TangSel ini, hampir tidak banyak rumah yang mempunyai tanah untuk ditanami, jadi menggunakan pot, atau poly bag, atau bahan lain yang bisa dianggap untuk menyimpan kompos untuk tanaman tersebut. Nah yang pertama dilaksanakan itu setelah bank sampah terbentuk, mereka mulai diperkenalkan dengan tanaman organik. Tanaman organik itu menurut saya yang paling menyenangkan adalah sayuran kenapa sayuran karena sayuran punya masa panen yang pendek, kalau bunga buah itu masa tanamnya lama sehingga dia tidak cepat mengganti kompos atau tanah untuk menanam itu, dan tanaman sayuran ini adalah taman sayuran organik, tanpa pupuk kimia. Jadi pupuknya cuma dari pupuk organik. 2. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru sekaligus mengidentifikasi sumber daya yang ada?
Saya tidak pernah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, saya akan selalu memotivasi dan menumbuhkan kebutuhan masyarakat itu sesuai dengan tujuannya. Tujuan bank sampah yaitu akan membersihkan sampah di suatu daerah sehingga tercapailah yang namannya zero waste kampung tanpa sampah. Jadi sampah-sampah itu terjual, dan terolah. Yang sampah kering terjual yang sampah basah terolah. Sebelum sampai terolah itu dimulai dengan Urban Farming tadi yaitu menanam. Menanam ini juga harus terus menerus dimotivasi, tidak harus didatengin secara terus menerus paling tidak datang 2 minggu sekali hanya menanyakan sampai sejauh mana, yang penting orang itu diajak berbicara. Masyarakat itu diajak berbicara supaya mereka tetep senang karena diperhatikan. Terus kemudian kalau tanaman –tanaman itu banyak, bisa dijual. Siapa yang menjual? Mereka sendiri yang harus mengenal pasarnya. Saya hanya memberitahukan bahwa tempat berjualannya tuh disini, cara menjualnya begini, ya… mereka harus merasakan sendiri cara menjualnya supaya tidak terlalu tergantung dengan saya, atau dengan kegiatan yang saya motivasikan ke mereka. Kemudian setelah nanti mereka panen, yang pertama kali mereka tidak harus menjual, tetapi terserah mereka, mereka mau bagikan ke warganya, mereka mau makan sendiri ya boleh-boleh saja. Jadi pengurus bank sampah tadi juga harus terus memotivasi masyarakat untuk menanam, bagaimana caranya mereka tetap berkomunikasi saya hanya memberikan pendampingan, dan petunjuk-petunjuk, supaya masyarakatnya terus aktif dalam menyemai, dan menanam, dan tanaman sayuran itu rata-rata 1 bulan setengah sudah panen. Dengan kecepatan panen tersebut maka akan terus berkurang komposnya nah, kalau berkurang komposnya dia perlu kompos, nanti lama-lama dia kan repot dengan beli kompos, nah akhirnya kalau mereka sudah seneng menanam dan sudah menikmati hasil tanamanya dan sudah tau pasarnya kemana, mereka diajari membuat kompos sendiri secara individu di dumah masing-masing dengna menggunakan alat yang sederhana. 3. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Saya melakukan pendekatan tidak begitu sulit, karena kan sebelumnya saya sudah masuk disana, dan menjadi motivator sekaligus pembina di program bank sampah. Jadi saya tinggal melanjutkan saja program yang sudah ada. 4. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru?
Awalnya saya mencari ide bagaimana cara untuk menanggulangi masalah sampah organik yang ngga bisa diolah di program bank sampah. Karena kan kalau sampah an-organik sudah sedikit-sedikit diatasi oleh program bank sampah, tapi masalah sampah organik yang agak sedikit sulit. Karena orang kan taunya sampah orgamik itu berbau dan tidak sehat lah. Akhirnya sampai saya menemukan ide untuk masyarakat dibiasakan untuk menanam tanaman yang mudah ditanam di pekarangan rumah. Karena dengan kebiasaan menanam masyarakat pasti akan butuh yang namanya kompos, nah… kompos itu nantinya bisa didapat dari sampah organik sisa-sisa makanan mereka sendiri. 5. Apa tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Tujuan jangka pendek dari program ini ya, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dari segi ketahanan pangan, dan peningkatan ekonomi. Kalau tujuan utamanya ya seperti yang tadi saya bilang, untuk menyadarkan masyarakat agar memiliki pola fikir untuk mengolah sampah organik rumah tangga sebagai bahan pupuk untuk kegiatan Urban Farming ini kedepannya. 6. Bagaimana cara mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Dengan cara terus memotivasi dan memberikan arahan kepada masyarakat tentang menanam, dan Masyarakat itu diajak berbicara supaya mereka tetep senang karena diperhatikan. 7. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? kebetulan waktu pertama kali itu garudafood memberikan bantuan atau stimulant untuk memajukan urban farming itu dengan memberikan pupuk, dengan memberikan bibit dan memberikan rak pertama. 8. Bagaimana cara petugas membangun kerjasama dengan masyarakat dalam program Urban Farming? Nah seperti di pondok aren itu awalnya memang Cuma bank sampah tetapi mereka saya ceritakan tentang urban farming itu dan mereka tertarik. Setelah mereka tertarik dengan program lanjutan dari bank sampah ini barulah saya mulai menjelaskan cara membibit, memanen, baru saya ajari cara mencarikan bagaimana cara membiayai program itu dengna skala besar yaitu 1 kampung lah. Ya Alhamdulillah masyarakat Perigi Baru antusias dan tidak sulit untuk diajak kerjasama.
9. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dan faktor pondorong dalam program Urban Farming? Hambatannya, kembali lagi ke masyarakatnya. Masyarakatnya itu masih sebagian besar belum mengikuti waktu pertama. Sampai kira-kira panen ke 4 baru sudah mulai banyak masyarakat yang ikut menanam sampai dengan panen ke 5. Yang paling menjadi faktor pendorong masyarakat mengikuti kegiatan ini karena tanaman yang ditaman merupakan tanaman organik, nah kalau tanaman organic ini punya harga khusus. Yang membuat mereka senang menjualnya. Dua kali lipat lebih mahal dari sayuran biasa. 10. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Pembimbingan dan pengawasan program urban farming ini sebenarnya tidak terlalu saklek ya, karena kalau ngajak orang dengan terlalu ngatur, nanti yang diajak berfikir ini maksudnya mau diapakan gitu.. jadi kita harus membebaskan mereka untuk berfikir dan melakukan sesuatu. Yang penting juga kita tetep sedikit memaksa supaya ikut aturan dulu, kalau aturan itu dia ikutin terus lama-lama dia akan berhasil dalam menjalankan itu. 11. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Sedangkan kapan itu akan berakhir? Saya tidak punya patokan kapan itu akan berakhir. Program urban farming ini ngga ada akhirnya, ini akan menjadi kebiasaan orang. Seperti orang tinggal dalam suatu tempat kemudian setiap hari membersihkan rumah. Kalau dia merasa itu sudah ada penghasilan, dia akan terus jalankan tanpa mengganggu kegiatan lain. Nah, kalau mereka sudah mulai senang diajari membuat kompos tadi yang memakai tong sederhana sekala rumahan supaya dia tidak memberli lagi, dia membuat kompos dari sisa makanan dan sampah organik rumah tangga lainnya. 12. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Berakhir pembimbingan ini kalau mereka sudah merasa bisa, dan sudah merasa mengerti bagaimana menjalankan urban farming ini
Wawancara Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia Nama
: Rizka Dwipa Anggana
Jabatan
: Sekretaris Yayasan Bunga Melati Indonesia
Tanggal
: Jum’at, 15 April 2016 (10:50 WIB)
Tempat
: Kantor Yayasan Bunga Melati Indonesia
1. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Petugas pelaksana dalam program urban farming khususnya di perigi baru adalah pengurus bank sampah yang sudah berjalan lebih dari setahun, jadi kita memotifasi dulu adalah pengurus bank sampah untuk menjadi petugas pelaksana, ada sosialisasi khusus pada mereka untuk program urban farming ini. Jadi petugas pelaksananya adalah pengurus bank sampah. 2. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Nah dilokasi itu persiapannya pertama adalah menyiapan lokasi untuk pembibitan, jadi karena lahan itu juga bukan lahan umum melainkan lahan pribadi orang, jadi pertama adalah minta izin penggunaan lahan kosong, kebetulan yang punya tanah ngizinin, ngasih izin dengan catatan jika akan dipake kita harus pindah. Kalau di halaman rumah persiapannya paling bikin rak bambu. 3. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Sebetulnya mulai dari kita ngasih wacana dulu. Kemudian dalam satu pertemuan ternyata masyarakatnya memang berminat mengikuti program urban farming dan kita sampaikan juga keuntungan-keuntungan apa dari kegiatan ini akhirnya masyarakat antusias untuk ikut mendukung. Nah dari situlah kita dapat membaca dan melihat minat masyarakat mengenai kegiatan ini. Jadi identifikasinya melalui wacana, kemudian diskusi, ngobrol sedikit dan terlihat memang antusiasmenya ada. 4. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam mengidentifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru?
Ya sumberdaya itu pertama kita lihat dulu dari petugas pelaksana yang dalam hal ini adalah pengurus bank sampah. Pertama kita sosialisasi mereka langsung terlihat antusias dan siap untuk menjadi petugas dalam kegiatan Urban Farming. Baik sebagai administrasi, sebagai pelaksana di lapangan dan kebetulan pak odih yang juga sebagai pengurus bank sampah punya latar belakang petani. Jadi orang tuanya memang petani karena kemajuan zaman dia yang tadinya bertani sekarang udah ngga, Cuma dasar ilmu pertaniannya ada lah. Dia sudah terbiasa bantu bapaknya dulu nanem ini nanem itu, akhirnya nanam di urban farming bukan hal yang baru buat pak Odih. 5. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Pendekatan ya memang kita sudah ada komunitas bank sampah lebih awal. Jadi, sebetulnya keakraban itu sudah terbina dari dulu. Jadi, ketika bicara sama mereka sudah nyambung lah, sudah mudah kita mengkomunikasikannya karena memang silaturahminya sudah terbangun dari dulu. Kalau dari awal sampe sekarang bank sampah disana sudah lebih dari tiga tahun. 6. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ide utama adalah soal bagaimana mendorong masyarakat untuk mengolah sampah basah, sampah organik khususnya rumah tangga. Karena kita lihat program-program pengomposan sampah dari rumah tangga itu kurang berhasil, nah kita coba membalikkan teorinya. Jadi kita coba mendorong untuk nanam dulu, nanti ketika sudah terbiasa nanam, orang butuh kompos, karena butuh kompos jadi bikin kompos dari sampah organik sebetulnya bagian dari solusi bank sampah sendiri karena bank sampah adalah mengelola sampah kering an-organik sementara sampah organiknya kan tidak dikelola bank sampah nah kemudian ide Urban Farming muncul karena dengan tujuan utama adalah mendorong masyarakat untuk mengolah sampah organik menjadi kompos untuk bahan dia nanam nantinya. Kalaupun kita mulai dari kompos dulu, ketika kompos sudah jadi masyarakat kan tidak butuh, terus mau diapain. Karena tidak ada kebutuhan jadi mereka males bikin, kemudian kalo mau dijual, dijual kemana? Karena harus ada packing lagi, harus ada promosi lagi, harus ada label gitu, prosesnya jadi panjang. Jadi kita menumbuhkan dulu, jadi masyarakat itu bikin kompos nanti karena memang butuh pupuk untuk nanam. 7. Apa tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming?
Tujuan jangka pendek Urban Farming sebetulnya adalah memotivasi masyarakat untuk bisa menghasilkan makanan sendiri. Jadi ketika dia nanam sayur kan panennya juga buat mereka sendiri kalaupun nanti jika berlebih itu bisa dijual ada sisi peningkatan ekonomi. Keuntungan dari ekonomi bahwa dia bisa menambah penghasilan dari menjual sayuran hasil panen yang mereka makan. Nah memang jangka pendek yang kita inginkan adalah dengan kegiatan ini ada suatu perubahan pola pikir di masyarakat bahwa sebetulnya tidak semuanya harus dibeli, kita sendiri bisa memproduksi makanan khususnya sayuran, dan itu bisa mengurangi pengeluaran rumah tangga dan disisi lain jika produknya berlebih bisa menambah penghasilan. Tujuan janga panjangnya yang tadi, yaitu untuk mendorong masyarakat mengelola sampah organik. 8. Bagaimana cara mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Ya kita bertahap melakukannya memang tidak bisa langsung. Bertahap dulu coba rubah dulu pola fikirnya karena meskipun perigi baru itu desa tetapi masyarakatnya kan sudah mind setnya kota jadi kita coba kembalikan lagi pola fikirnya bahwa karena memang makanan merupakan kebutuhan utama jadi ayo kombali lagi nanam, nanti mereka akan dapat hasilnya, untuk mereka sendiri. Semuanya memang untuk mereka sendiri sebenarnya. Tanamannya bisa diolah ataupun dijual kemudian sisi lain keuntungan lain adalah ketika masyarakat sekarangkan banyak yang tidak menyukai makan sayur, jika memproduksi sayur sendiri tentunya ada satu perubahan pola makan, nilai-nilai gizi. Nah itu juga diharapkan dengan makan sayur masyarakat juga lebih sehat. 9. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Dana sebagian dari yayasan selain itu juga kita nyari sponsor atau donator untuk bantu membiayai kegiatan ini karena sesungguhnya kegiatan ini manfaatnya cukup banyak buat masyarakat yang terlibat kita juga ngasih edukasi, ngasih manfaat yang real tidak hanya motivasi saja tetapi juga mereka langsung merasakan manfaatnya. Sekarang juga mereka sudah tidak lagi segan untuk mengeluarkan biaya sendiri, jadi masyarakat juga membiayai kegiatan secara swadaya, karena sudah merasakan manfaatnya. 10. Bagaimana cara petugas membangun kerjasama dengan masyarakat dalam program Urban Farming? Membangun kerjasama melibatkan semua nasabah bank sampah. Semua kita ajak terlibat, memang awalnya pembibitan dilakukan oleh pak odih, setelah itu kita libatkan masyarakat
untuk masing-masing didistribusikan tanaman yang sudah dalam poly bag tadi untuk dipelihara oleh masing-masing nasabah. Jadi keterlibatannya cukup kuat antara masyarakat dengan pengurus bank sampah. Jadi tidak semuanya dilakukan oleh pengurus inti tetapi masyarakat atau nasabah bank sampah juga dilibatkan dengan memelihara tanaman yang sudah tumbuh. Dari awal itu sebenernya tanaman kuncinya adalah caisim, kemudian tanaman tambahan lainnya ada terong, cabe, jahe, lengkuas, kunyit. Kemudian sekarang mulai ke tomat ceri sama kol merah. Kemudian pernah juga diselingi dengan kangkung, daun bawang. Dan yang agak sedikit surprising bahwa kita hanya ngasih contoh 3 bibit tanaman tapi setelah program berjalan ternyata minat untuk menanam tanaman lain begitu tinggi dari masyarakat. 11. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam program Urban Farming? Faktor penghambat pertama merubah pola fikir masyarakat yang tidak mudah mereka harus terus dikasih semangat, harus terus dikasih edukasi terus menerus biar fikirannya terbuka kemudian hambatan lain memang dari sisi kebiasaan nanam yang meskipun kegiatan lama tapi baru bagi masyarakat sehingga harus dibiasakan kembali bagaimana memelihara tanaman meskipun sesungguhnya hanya tinggal nyiram-nyiram aja karena bibit awalnya sudah di semai sama pak Odih dan sudah tumbuh kecil lalu dipindah ke polybag untuk dibagikan ke masyarakat. sebetulnya mudah tetapi ya mungkin hambatannya malas, terus juga kalau sudah diberikan tanaman mau tidak mau harus tahu sedikit banyak tentang ilmu cara menanam karena juga hambatan lain juga soal hama, hama ini cukup merepotkan karena kita sendiri tidak ingin menggunakan pestisida jadi pengennya murni organik, jadi hama tanaman ya dibersihkan secara manual, tidak menggunakan obat. Memang beberapa hasil panen kurang memuaskan karena hama. Pupuk yang digunakan juga pupuk organic, meskipun belum diproduksi sendiri. 12. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Pengawasan khususnya kita sering monitoring kesana ngasih juga motivasi, ngasih semangat karena pelaksana langsung dari yang mengawasi kegiatan ini adalah pengurus bank sampah, jadi kita rutin mengunjungi kesana selain monitoring juga melakukan diskusi, barangkali ada masalah, kita pecahkan bersama Alhamdulillah semua berjalan baik, karena memang silaturahminya sudah berjalan lama dengan adanya bank sampah
melati bersih disana. Kalau pengawasan internal dilakukan pak Odih, jadi pak odih ini keliling hampir dua atau tiga hari sekali. Ngeliat tanaman-tanaman yang dipelihara oleh warga. Jadi dia ngingetin ini udah disiram atau belum. Jadi coba sama-sama mengerjakan program ini secara komunitas. Karena memang ilmu soal menanam sudah lebih banyak diperankan oleh pak Odih di sana. Jadi beliau mendapat kepercayaan sebagai kordinator Urban Farming di lapangan. 13. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Sebetulnya belum seluruhnya bisa dilepas, ada beberapa yang sudah bisa dilepas tapi secara garis besar belum. Masih terus harus dibimbing sama pak Odih dan pelaksana. Memang secara individu ada satu dua orang yang sudah bisa dilepas. Gausah disuruh setelah panen dia nanem lagi, tapi memang secara garis besar masih harus dibina dibimbing dan ditemenin gitu. Namun dari sisi minat sudah cukup bagus masyarakatnya antusias manfaatnya mereka juga sudah dapatkan tinggal menajamkan komitmen. Sebenarnya tidak ada batasan, karena kita maunya terus dimonitoring sampai betul-betul masyarakat itu bisa menjalankannya sendiri. Nah sekarang memang sudah terlihat untuk sampai kesana perlu proses yang cukup panjang harus selalu kasih motivasi kasih semangat kasih solusi harus terus sampai itu menjadi sebuah kebiasaan menjadi suatu tradisi. Jadi meskipun sudah berjalan lama tetapi semangat menanam itu harus tetep dijaga gabisa diberhentikan karena orang ada lupanya, ada malasnya, ada bosennya. Mungkin nanti selain urban farming tetep berjalan, kita masukin lagi program yang menyemangati orang-orangnya, kasih support yang penting, supaya itu menjadi sebuah tradisi. 14. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Bila Urban Farming sudah menjadi tradisi di Perigi Baru.
Wawancara dengan Penerima Manfaat Nama
: Bapak Odih
Jabatan
: Mantan Ketua RT 03 Perigi Baru (Petugas dan Penerima Manfaat)
Tanggal
: Sabtu, 16 April 2016 (11:52 WIB)
Tempat
: Rumah Pak Odih
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Ya, selama yang saya udah ikutin sih Urban Farming itu kegiatan nanem bertani tapi di halaman rumah seadanya dengan menggunakan pot plastik kecil atau polybag. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Karena saya seneng aja sama kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat banyak, dan saya juga seneng nanem dari dulu. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Pertama ya saya diajak diskusi sama pak Bambang dan yang lain. Saya tertarik sama program Urban Farming itu, karena dulu saya pernah sih nanem-nanem, Cuma ya beda bukan nanem caisim. Paling dulu itu nanem jagung terus kacang sambilan lah. Itupun saya nanemnya di kebun bukan di polybag. Iya saya sudah punya basic nanem-nanem cuma kalo pake media polybag baru-baru sekarang ini. Bedanya ngga cape kalo nanem di polybag, kalau dikebun kan kita pake nyangkul kalo di polybag kan ngga. Karena saya antusias dan dulu juga pernah bertani jadi pak Bambang milih saya buat jadi petugas pelaksana di Program ini, sekaligus jadi pengawas internal masyarakat yang ikut serta dalam program ini. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Kalo dilokasi ya saya nyiapin rak-rak dibantu beberapa warga juga, nyiapin tempat untuk penyemaian juga, numpang di tanah salah satu warga tetapi pak Bambang sudah izin dulu sebelumnya. Dan warga itu mengizinkan tanahnya dimanfaatkan untuk program ini. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan masyarkaat Perigi Baru?
Iya sebelumnya kan Pak Bambang dan yang lain kesini untuk menawarkan program ini. Nanya ke pengurus bank sampah dulu awalnya, setuju atau ngga kalau di Prigi Baru ini dibuat program Urban Farming. Karena saya dan pengurus bank sampah lainnya nyanggupin ya akhirnya berjalan sampe sekarang ini. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? pastinya yayasan ngasih program ngga bakal ke sembarang orang, karena mereka mungkin ngeliat Perigi Baru memenuhi syarat buat Urban Farming karena kalau orang sini kebanyakan dulunya petani sama pedagang, jadi udah ngga kaget dapet program Urban Farming ini. 7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Untuk program urban farming ini ngga sulit sih ya kalo yang saya liat. Karena kan sebelumnya Pak Bambang sama yang lain udah masuk kesini dengan program bank sampahnya, jadi warga sini udah cukup kenal dekat sama Yayasan. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ya itu tadi melalui diskusi dan musyawarah dengan pengurus bank sampah. 9. Apa anda tahu mengenai tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Untuk bantu perekonomian masyarakat, kan hasilnya bisa kita jual dan bisa kita konsumsi sendiri juga. Terus juga untuk menyadarkan masyarakat supaya melakukan penghijauan. Kan kalau lingkungan bersih dan hijau jadi enak dipandang. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Saya berusaha menjalankan dan terus melakukan pengawasan dalam program Urban Farming ini. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Dulu pertama kali itu Garudafood yang ngasih bantuan bibit buat program ini, yayasan juga sering ngasih pupuk ke kita, belakangan DKPP juga ngasih izin saya buat ngambil pupuk yang mereka kasih lewat ITF. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru?
Sejauh ini sih sudah lumayan berjalan dengan baik ya. Dulu itu Pertama saya mikir sama pak bambang kira-kira tanaman apa yang mau ditanam. Awalnya kan tanaman jangka panjangnya kayak kunyit terus jahe. Sampe akhirnya dapet ide taneman yang paling cepet ya Caisim gitu. Saya ditugasin nyemai bibit sama yayasan, nanti setelah bibit jadi tanaman kecil, saya yang mindah-mindahin ke poly bag, nah habis itu masyarakat dikasih tugas melihara tanaman yang udah saya pindahin ke poly bag tadi di rumah masing-masing. Nanti hasil panennya ya buat mereka masing-masing. Kalau ada acara-acara gitu Biasanya saya jual 5000 per ikat. Isinya kalau yang besar 2 pohon, kalau yang kecil 3 pohon kalau caisim, kalau terong 1 kantong isi 3, tomat ceri ukuran sedeng lah. Paling dijual kalo ada acara-acara dari dinas, kalopun dijual di warung bisa juga Cuma ya paling 1 ikatnya 2000. Itu bedanya, kalau jualan di kampong agak susah. Karena mereka belum ngerasain soalnya, kalau udah tau rasanya pasti ngerti kenapa harganya beda antara yang sayur organik sama yang biasa. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? kendalanya pupuk dari pemerintah ngga dikirim-kirim, kalo minta terus sama yayasan juga ngga enak. Karena kalo dari yayasan saya kasihan sm bu imas, pak rizka, dan pak bambang karena kan mereka juga pupuknya beli. Kalo yang dari ITF ini kan gratis dari pemerintah Cuma kurang bagus aja. Tapi biasanya Yayasan sih ngasih kalo ke kita, walaupun pupuk itu yayasan beli. Jadi saya ga enak juga kalau sering minta ke yayasan. Kalau ITF kan juga jaraknya lebih deket, jd saya fikir kalau ada yang lebih deket kenapa ngga ke yang lebih deket gitu kan, biar masyarakat bisa mandiri dalam program Urban Farming ini. Kendala sekarang ini masih kurangnya bibit sama pupuk, satu karung bisa dapet Cuma 75 polybag itu juga udah dicampur sama tanah. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Saya sendiri yang ngawasin dari awal, tadinya saya keliling ngeliat pepohonan Cuma kesini sini warga udah sadar sendiri disiramin tanemannya, kan nanti juga hasilnya buat dia bukan buat kita. Saya yang bibitin sampe dipindah ke polybag. Nah nanti warga yang mau melihara tinggal ambil aja, dulunya mah gitu. Kadang-kadang masyarakat ya gitu. Maunya saya kan kalau udah panen polybag yang kosong angkutin lagi kesini, jadi kan bisa ditanemin lagi. Nah tapi seringnya saya yang ngangkutin lagi kemari, sebenernya ngga
apa-apa say amah, Cuma ya berarti masyarakat masih belum sadar bener. Udah dikasih bibit, udah panen, potnya ngga dibalikin lagi. 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Belum, sampai sekarang Alhamdulillah masih ada perhatian dari yayasan walaupun perhatian dari pemerintah sedikit kurang, ada sih bantuan dari pemerintah cuma datengnya agak lambat. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Mungkin kalau masyarakat udah bisa mandiri dan ngejalanin Urban Farming karena kemauan hatinya sendiri. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Kalau saya sebenernya pengen sebulan sekali dikontrol sama DKPP jadi ada perhatiannya gitu. Tapi kalau dari yayasan Alhamdulillah selalu kontrol monitoring kesini sebulan bisa dua kali mah pasti. Terus Saya pengen dikasih bibit selain caisim apa lagi gitu yang bagus. seperti lobak saya pengen coba, terus kayak kol putih, jadi nanti kalau ada kunjungan kita ngga kedubrukan cari pohon. Kalau kayak beberapa waktu lalu ada kunjungan dari swedia akhirnya pake duit saya sendiri buat beli pohon. Soalnya pohonnya waktu itu ngga ada, dan kunjungannya mendadak jadi saya beli aja pohon dari pertanian deket perigi. Ada juga dari dinas ngasih pohon kyk jeruk limo Cuma kan jelek-jelek, malah yang bagus ditaruh di belakang dikasih kita yang jelek. Tapi ya mau gimana lagi.
Wawancara Dengan Penerima Manfaat Nama
: Ibu Ela
Jabatan
: Ketua Bank Sampah Melati Bersih Perigi (petugas dan Penerima Manfaat)
Tanggal
: Sabtu, 16 April 2016 (10:35 WIB)
Tempat
: Rumah Ibu Ela
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Kegaitan menanam atau bertani di rumah dengan menggunakan polybag atau pot pelastik yang kecil-kecil itu. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Sebenernya dulu itu kan di pinggir jalan perigi baru kurang penghijauan makanya dengan adanya program urban farming ini jadi kalo ada orang masuk ke dalem kampung perigi baru kelihatannya kan seger pemandangannya. Terus juga bersih dan rapih kan karena ga banyak sampah. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Pertama saya bareng pengurus bank sampah diajak diskusi untuk bikin program lanjutan dari bank sampah, saya sama ibu-ibu bank sampah yang lain sih ya setuju, karena programnya juga menarik nanem-nanem gitu kan. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Kalo persiapan di lokasinya pertama tempat untuk penyemaian bibit, kedua polybag, ketiga pupuk. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Iya dong, kan pengurus bank sampah mewakili warga diajak diskusi dulu waktu pak Bambang nawarin program Urban Farming ini. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Sudah dan emang program ini cukup sesuai, karena emang dulunya masyarakat sini kan bertani atau buruh. Jadi udah biasa sama yang namanya kegiatan bertani atau berkebun.
7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Pak Bambang ngasih arahan ke kami, terus ngasih gambaran program Urban Farming itu dan keuntungan-keuntungannya apa aja. Warga emang udah cukup kenal dekat sama yayasan, kan bank sampah disini binaan yayasannya pak Bambang. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Kalau ide awal itu mungkin karena Pak Bambang ngelihat bank sampah disini sangat aktif dan masih banyak lahan kosong jadi beliau kefikiran untuk buat program Urban Farming disini. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Tujuannya kalau yang saya tahu untuk penghijauan, dan untuk bantu perekonomian masyarakat juga. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Caranya ya masyarakat harus aktif di program ini, kalau saya selama masih ada yang bisa saya tanem ya pasti saya kerjain. Kenapa ngga kalau untuk tujuan yang baik. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Kalau bibitnya kita dapet dari garudafood awalnya, pupuk kita dapet dari yayasan, belakangan ada bantuan pupuk dari DKPP cm ngga dikirim-kirim. Bibit-bibit lainnya didapet dari yayasan kol ungu dari pak bambang. Semua dari yayasan, saya disini Cuma nanam aja. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Sudah, karena sebelumnya kan yayasan sudah masuk kesini dengan program Bank Sampah yang samoai sekarang lebih dari tiga tahun berdiri di Prigi Baru. Dalam pelaksanaan Urban Farming, Pertama bibit disemai sama Pak Odih, Kalau bibit sudah tumbuh 3 sampai 4 daun baru dipindahin ke poly bag, lalu dibagiin ke pengurus untuk dipelihara. Waktu itu 10 polybag per anggota. Setelah itu ada program kedua dari DKPP Tangsel, ada pembuatan rak untuk urban farming. Nah setelah itu baru mulai banyak dikasinya, bisa 40 per rumah. Kan rak itu isinya banyak. Untuk caisim dari awal ada 5 kali panen. Dijual waktu acara walikota TangSel, di bazar, acara di Event di BSD juga dijual. Cuma ya sedikit ngga
banyak karena masalah cuaca, sebenernya bukan karena event aja kalo kita mau jual ini, kadang-kadang kebetulan pas lagi kita pane nada event jadi kita sekalian jual. Kebanyakan mereka mau belinya per poly bag. Jadi kyk pohon cabe, jadi saya jual perpohon. Ada yang saya jual 15.000 dua, kayak caisim. Kalau pohon cabe yang sudah bercabang saya jual 25.000 satu pohon. Kol ungu saya jual 20.000 perpohon. Sebenernya lebih enak jual perpoly bag. Karena bisa ganti tanaman baru lagi. Karena setiap sekali panen tanah yang ada di poly bag udah ngga bagus buat ditanem lagi karena sumber gizi di pupuknya udah diserap sama pohon sebelumnya. Kalau manfaat dari Urban Farming ini ya, Kita warga sini jadi ngga perlu beli caisim di warung atau dipasar, apa-apa tinggal petik di pekarangan rumah. Pengeluaran jadi berkurang, tapi ya harus sabar-sabar melihara tanamannya. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Kendalanya di pupuk, susah dapetnya. Kan kalo pupuk kita dari DKPP itu udah dijamin jadi gausah beli. Tinggal minta ke ITF itu tapi lama dikirimnya. Katanya dari 3R juga mau support pupuk. Tapi sampai sekarang belum sama sekali. Tempat Rak dan poly bag itu jadi kendala juga. Kalo ditaroh dibawah gitu aja caisim bisa dimakan kiong atau ayam. Ada juga kendalanya, kemarin kan musim kemarau panjang tuh, waktu itu ngga ada yang hidup pohon mati semua karena kurang air dan panasnya luar biasa jadi tumbuhan ga kuat. Nah pas habis itu mulai musim hujan. Tapi hasil tanaman juga jadi kurang bagus karena ujan terus kan. Jadi sebenernya caisim mah standar, kalau cuaca terlalu panas hasilnya ngga bagus, kalau terlalu banyak kena hujan juga kurang bagus. Ngga kayak awal-awal dulu panen. Karena musim pancaroba jadi pengaruh juga ke tanaman, pohon cabe juga banyak yang mati disini. Saya juga lagi cari solusi, tanaman apalagi yang sekiranya cocok dengan cuaca saat ini. Tadinya sekali jual banyak, tapi sekarang karena cuacanya lagi kurang bagus jadi menurun hasil panennya. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Biasanya dari yayasan dating kesini sebulan duakali. Kalo yang ditugasin disini biasanya pak Odih yang keliling meriksa tanaman yang dipelihara pengurus, dan anggota bank sampah. 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming?
Belum sih, kan dari yayasan masih suka kontrol ke sini. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Kalau masyarakat sudah bisa mandiri ngejalanin Urban Farming. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Harapannya pengennya programnya bener-bener jalan dengan baik.
Wawancara Penerima Manfaat Nama
: Bapak Reinaldi
Jabatan
: Nasabah Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru
Tanggal
:
Tempat
: Rumah Pak Reinaldi
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Urban Farming itu kegiatan bertani atau berkebun yang dilakukan di halaman rumah dengan media seadanya. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Saya seneng aja dengan kegiatan bercocok tanam, dari dulu saya seneng menanam tanaman bunga di rumah, jadi kalau di rumah banyak tanaman kelihatan lebih seger dipandang. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Saya awalnya dikasih pengarahan dari Pak Odih soal kegiatan ini, tata cara pelaksanaanya bagaimana, aturan memeliharanya bagaimana. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Bersihin halaman supaya lebih lega untuk nempatin rak-rak tanaman, kemudian banyak belajar soal tanaman Caisim yang akan ditaman untuk program Urban Farming. Supaya hasilnya nanti maksimal. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Iya kita awalnya diskusi kemudian ditawarkan program Urban Farming, saya antusias sekali karena sesuai dengan hobi saya. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Dengan lahan prigi baru yang masih luas, dengan masyarakat yang dulunya petani jadi program ini sudah cukup tepat dilaksanakan disini dengan sumberdaya yang ada. 7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru?
Dari awalnya Yayasan itu sudah cukup dekat dengan warga Perigi Baru karena program bank sampah, jadi kita sudah sangat percaya dengan program yang dijalankan yayasan bunga melati. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ide awalnya itu dari Pak Bambang ketua Yayasan lalu disampaikan ke saya dan warga melalui diskusi dengan pengurus bank sampah. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Meningkatkan perekonomian masyarakat Perigi Baru, dan mensejahterakan masyarakat. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Caranya yaaa, dengan sungguh-sungguh dan menyenangi apa yang kita kerjakan. Semuanya bakal mudah dan pastinya menyenangkan kalau dijalankan tanpa jadi beban. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Yayasan, Garudafood, DKPP Tangsel. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Sudah cukup baik buktinya sampai sekarang program ini masih berjalan, sudah bertahuntahun, warga juga masih dapet tanaman sayuran gratis dari yayasan untuk dipelihara, dan dipanen hasilnya. Semuanya gratis, dari dinas dan pemerintah Tangsel juga masih sering ngadain kegiatan, seringkali juga dating kalo ada kegiatan panen bersama. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Kalau untuk sekarang ini perubahan musim jadi masalah utama tanaman seringkali ngga kuat bertahan dan akhirnya mati kalau ngga di telatenin. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Pak Odih seing keliling dua sampe tiga hari sekali kontrol tanemannya ke warga-warga yang ikut program Urban Farming. 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Kalau bisa jangan sampai putus hubungan dengan yayasan dan pemerintah karena kita juga pengennya sih terus diperhatikan sama pemerintah dan yayasan bunga melati. Sama pak bambang, pak yepi, Ibu airin, dan lain-lain.
16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Kalau masyarakat udah ada kesadaran sendiri tanpa perlu diawasi sama pak Odih dan dari Yayasan tiap minggunya. Yang saya liat untuk saat ini sih masyarakat masih kurang teliti masih banyak tanaman yang jadi mati karena ngga bisa merawatnya. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Maunya program ini ngga hanya berjalan di satu tanaman caisim, tapi dicoba tanaman lainnya juga yang sekiranya bermanfaat untuk warga dan meningkatkan perekonomian.
Wawancara Penerima Manfaat Nama
: Ibu Kartiah
Jabatan
: Nasabah Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru
Tanggal
:
Tempat
: Rumah Ibu Kartiah
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Kegiatan bertani sayuran di halaman rumah 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Karena dulunya kegiatan saya emang bertani, jadi saya tertarik waktu yayasan nawarin program ini ke masyarakat Perigi Baru. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Awalnya masyarakat disini disiapin cuma untuk ngerawat tanaman aja, karena penyemaian sampe jadi tanaman kecil itu yang ngejalanin pak Odih, masyarakat tinggal ambil aja tanaman yang udah siap dipelihara. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Kalau di lapangan waktu itu pak Odih sama warga yang bapak-bapak gotong royong bikin rak-rak bambu untuk nempatin taneman biar ngga diganggu ayam sama bebek. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Iya, kita diskusi dulu sama Yayasan di rumah Pak Odih waktu itu ngomongin program Urban Farming ini. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Yang jelas kebanyakan masyarakat disini dulunya petani jadi dikasih program menanam, yaaa ngga ada masalah. 7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru?
Kita selalu dapet perhatian dari yayasan, dan kita juga ceritain awalnya tentang Urban Farming, keuntungannya apa aja. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ide awalnya ya dari yayasan, setelah diskusi dengan warga, warga ngga merasa keberatan ya kita jalanin bareng-bareng. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Untuk membantu supaya masyarakat lebih aktif dan membantu perekonomian, jadi yang tadinya harus beli sayur ke pasar atau warung sekarang jadi ngga perlu, karena kita punya sayur sendiri di halaman rumah masing-masing. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Caranya ya rajin melihara tanamannya, jangan sampai mati. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Yayasan bunga melati, dulu dari garudafood, ada juga dukungan dari pemerintah dan DKPP TangSel. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Kerjasama udah mulai baik kalo sekarang-sekarang ini, karena masayrakat juga mulai banyak yang aktif di kegiatan ini, awalnya mah Cuma pengurus bank sampah aja tapi sekarang ini banyak anggota nasabah bank sampah juga yang ikut program. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Paling hama, sama cuaca aja sih ya. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Biasanya Pak Odih keliling nanyain ke warga yang bantu melihara tanaman, ada kendala atau ngga. 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Sampai sekarang sih ga ada pemutusan hubungan, yayasan masih suka kesini, dari pemerintah juga masih suka ngadain acara kunjungan kesini. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir?
Itu Yayasan yang tahu sebenernya, saya tinggal ngejalanin programnya aja. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Pengennya program ini lebih luas, ga Cuma di Perigi Baru aja, dan lebih maju lagi.
Wawancara Penerima Manfaat Nama
: Bapak Partis
Jabatan
: Nasabah Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru
Tanggal
:
Tempat
: Rumah Bapak Partis
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Urban Farming itu menanam taneman sayur di halaman rumah. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Sebenernya saya ngga begitu hobi sama taneman tapi saya mau ikut coba-coba aja karena seneng ngeliat warga lain yang berhasil, tanemannya tumbuh subur. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Waktu itu persiapan awalnya langsung ke praktek, jadi saya diajarin cara merawat tanamannya sama pak Odih. Apa aja yang harus dilakukan selama merawat taneman caisim. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? waktu itu pak Odih, saya sama beberapa bapak-bapak bikin rak-rak bamboo. Soalnya kasihan sama pak Odih juga kalo semua-muanya dikerjain sendiri. Jadi kita bantu dengan sukarela aja sesama warga Perigi Baru. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Iya bener, waktu itu pak Bambang dari yayasan bank sampah kesini, nawarin program Urban Farming. Katanya lanjutan dari program bank sampah yang sebelum-sebelumnya. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Saya kurang faham kalo soal ini, tapi yang jelas disini kan masih banyak lahan kosong, terus juga masyarakatnya banyak yang memang terbiasa bercocok tanam di rumah. Jadi mungkin Pak Bambang pertimbangannya kesitu juga.
7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Saya, sama warga yang lain terus di perhatikan dikasih pupuk, bibit. Terus didukung lah ibaratnya, jadi warga juga ada semangatnya karena semuanya dikasih gratis, kita tinggal ngerawat tanamanya aja gitu. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ide awalnya dari yayasan, kita tinggal menjalankan saja. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Untuk menghasilkan sayuran sendiri. Jadi masyarakat bisa lebih irit pengeluaran. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Ya saya sih terus coba, tapi gatau kenapa tanaman saya sering gagal. masih suka penasaran saya. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Yang ngasih bibit sama pupuk sih yang saya tahu dari yayasan Pak Bambang, sama dari DKPP. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Kerjasama sudah terjalin lama ya, dari awal adanya bank sampah dulu sampe sekarang ada lagi program baru Urban Farming ini. Cuma pelaksanaannya saya masih sering gagal, soalnya saya punya piaraan ayam sama uyug (entog). Jadi kalo ngga diawasin abis aja tautau tanaman caisim saya dimakanin. Susah juga jadinya, tapi biasanya diap bulan saya coba lagi kalau ada bibit tanaman dari pak Odih. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Ya itu tadi peliharaan saya, soalnya kan saya udah dari dulu pelihara ternak ayam sama uyug jadi mau gimana lagi. Mungkin tempat naruh tanemannya aja yang harus lebih diperatiin, jangan sampe terjangkau ayam sama uyug. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Biasanya Pak Odih keliling, dari yayasan juga sering monitor kesini, biasanya sih lewat pak Odih, nanti pak Odih nyampein lagi ke warga yang ikut program ini.
15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Ngga ada pemutusan hubungan, karena yayasan ngejalanin program disini udah lebih dari 3 tahun, dan masyarakat juga merasa sedikit banyak terbantu. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Saya kurang tahu tuh mas. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Pengennya dikasih pelatihan dulu, jadi warga yang seringkali gagal panen bisa banyak belajar lagi soal tanaman yang kita tanam, jadi ngga akan gagal lagi.
Wawancara Penerima Manfaat Nama
: Ibu Marsiah
Jabatan
: Nasabah Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru
Tanggal
:
Tempat
: Rumah Ibu Marsiah
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Kegiatan bertani di rumah pake pot plastik kecil. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Saya ngelihat tanemannya ibu Ela bagus-bagus, jadi saya tertarik ikut di kegiatan ini. Halaman rumah saya juga kosong, jadi masih ada tempat untuk urban farming. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Ngga tahu saya, setahu saya yang dapet tugas dari yayasan untuk Urban Farming itu pak Odih, yang jelas saya tahunya ngambil tanaman di pak Odih, terus melihara aja. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Saya bersih-bersih halaman, ngerapihin barang yang tidak diperlukan, supaya nantinya bisa untuk naruh rak-rak bambu dari pak Odih. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Iya, saya waktu itu ikut diskusi dengan ketua yayasan. Pak Bambang menawarkan program berkebun dengan lahan yang terbatas, dijelasin semua keuntungannya apa aja, sampai akhirnya warga tertarik. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Maksudnya survey gitu ya mas? Kalau survey sih udah dari dulu, karena kan disini udah ada bank sampah binaan yayasan jadi saya dan beberapa warga lain udah cukup dekat dengan yayasan melati bersih. 7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru?
Setiap sebulan dua kali biasanya yayasan dateng ke Perigi Baru untuk ngasih bantuan berupa pupuk, dan bibit ke pak Odih sebagai perwakilan warga di Urban Farming. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ide awalnya dari pak bambang sih ya. Saya tinggal ikut menjalankan. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Supaya warga jadi ada kegiatan positif, terutama ibu-ibu kayak saya. Jadi ngga Cuma masak, ngurus anak, dan suami aja gitu mas. Seneng juga kalo liat di halaman ada tanamantanaman hijau. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Rajin terus coba, belajar terus cara nanam tanaman yang baik seperti apa, jangan pernah nyerah sih yang pasti karena yang namanya gagal itu pasti ada aja. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Waktu panen pertama kalau ngga salah ada orang-orang dari PT. Garudafood, yang makanan anak-anak gitu pakai seragam oren-oren. Sepertinya yayasan dapet bantuan juga dari Garudafood itu, sama pemerintah juga suka dateng kesini kalau ada acara panen. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Kerjasama udah dari dulu mas, kan saya nasabah bank sampah melati bersih juga, jadi udah dari dulu kenal dengan Pak Bambang, Pak Rizka, Bu Imas, jadi di program Urban Farming ini kami udah ngga canggung lagi, ga ragu untuk berperan aktif di program ini. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Ini loh mas sering mati tanaman saya, saya juga kurang faham padahal disiram terus tiap hari tapi kenapa pada mati ya. Saya gatau salah dimananya. Tapi saya sih coba terus tiap bulan ngambil tanaman lagi yang baru ke pak Odih. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Biasanya Pak Odih keliling, kadang juga bantu nyiramin tanaman yang lupa disiram sama yang meliharanya. 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming?
Yayasan Alhamdulillah ga pernah ninggalin mas, tetep jadi pendamping di program bank sampah maupun program Urban Farming. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Saya kurang faham mas. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Maunya sih tiap bulan masyarakat dikasih pelatihan biar tahu kalau tanaman sering mati kenapa, terus yang pohonnya gamau tumbuh besar kenapa. Jadi kemungkinan gagalnya sedikit. Sayang-sayang juga kan kalau banyak tanaman yang mati, karna orangnya ngga ngerti cara ngerawatnya.
Wawancara Penerima Manfaat Nama
: Bapak Adi
Jabatan
: Nasabah Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru
Tanggal
:
Tempat
: Rumah Pak Adi
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Program lanjutan dari Bank Sampah yang udah ada sebelumnya, Urban Farming ini kegiatannya nanem caisim dan sayuran di halaman rumah kalau ngga salah. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Awalnya saya ikutan karena warga yang lain juga banyak yang ikut, Cuma sekali aja sih sampe panen pertama saya udah ngga ikut lagi. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Petugasnya pak Odih, sama bu Ela. Soalnya pak Odih itu orang terpandang lah disini, mantan ketua RT juga, sempet dipilih lagi tapi dia ngga mau, malah sempet disuruh sama warga untuk jadi RW. jadi masyarakat mempercayakan ke pak Odih, jadi petugas Urban Farming. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Persiapan di awal itu warga rame-rame bantu pak Odih untuk bikin rak-rak pot dari bambu. Sama persiapan tenda dan sound segala macemnya untuk panen pertama. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Ngga ribet sih, Cuma nawarin program, terus para pengurus sama nasabah setuju, yaudah program berjalan. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Ngga ngerti juga, mungkin karena udah beberapa tahun jalanin bank sampah disini jadi udah tahu banyak tentang masyarakat Perigi Baru.
7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Dari awal kita dikasih dukungan di bank sampah itu udah suatu pendekatan yang baik kalo menurut saya. Terus program Urban Farming ini kan gratis, jadi ngga membebani masyarakat. Yayasan berperan baik lah di daerah Perigi Baru ini. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru? Ide awalnya ya dari yayasan. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Sebenarnya tujuannya baik, untuk ngebantu masyarakat supaya bisa bertani nanti toh hasilnya buat masyarkat juga. Yayasan ngga pernah membebani sedikitpun dari awal kegiatan bank sampah berjalan, memang murni kemauan dari masayrakat. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Caranya yang pasti mengikuti dengan baik. Cuma saya ada sedikit masalah di program kedua ini. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Waduh saya kurang tahu soalnya saya Cuma ikutan di awal aja. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Kerjasamanya cukup baik. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Saya ada masalah sebenernya sama program yang ini. Kalo bank sampah aman lah. Masalahnya rumah saya ini udah sempit, bener-bener ngga ada lagi lahan buat nempatin rak-rak bambunya. Kalo ngga ditaruh di rak kan diganggu ayam. Saya juga ngga begitu hobi sebenernya nanem-nanem tanaman soalnya saya kan kerja, ngga banyak waktu untuk nyiramin untuk ngerawat. Dulu yang pertama juga pada mati tanemannya. Saya pergi pagi, pulangnya pasti malem. Jadi bukan karena ngga mau partisipasi tapi emang sulit atur waktunya. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Pak Odih yang ngawasin saya sering liat keliling-keliling meriksa tanaman, ngambilin pot yang kosong, ganti tanaman yang baru lagi.
15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Ngga ada pemutusan hubungan sih, yayasan masih suka kesini kontrol. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Wah kurang tahu saya. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Pengennya sih di satu desa dikasih satu tempat khusus untuk warga nanem, jadi yang ga banyak lahan kayak saya ini, bisa tetep ikutan di program ini.
Wawancara Penerima Manfaat Nama
: Ibu Nani
Jabatan
: Nasabah Bank Sampah Melati Bersih Perigi Baru
Tanggal
:
Tempat
: Rumah Bu Nani
1. Apa yang anda ketahui tentang Urban Farming? Urban Farming itu nanem tanaman sayuran di halaman rumah. 2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini? Saya ngga ikut di program ini. 3. Bagaimana proses persiapan petugas pelaksana dalam program Urban Farming? Pak Odih sama Bu Ela yang dipilih yayasan jadi petugas Urban Farming di Perigi Baru. Kalau pak Odih itu mantan RT disini, jadi tahu banyak soal warganya, kalau bu Ela itu kan ketua Bank Sampah disini. Jadi emang petugasnya dari orang-orang yang punya peran lah ya di Perigi Baru. 4. Bagaimana proses persiapan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Persiapan awal saya cuma ikut diskusi aja sih. Saya ngga ikut programnya. 5. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarkaat Perigi Baru? Iya sih, saya dan nasabah bank sampah yang lain kan diajak diskusi dulu. Ngga tau-tau bikin program gitu aja. 6. Apakah sebelum dimulainya Urban Farming, Yayasan Bunga Melati Indonesia melakukan identifikasi sumber daya yang ada di Perigi Baru? Iya melalui diskusi yang tadi itu. 7. Bagaimana cara Yayasan Bunga Melati Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada masayarakat Perigi Baru? Pengurus bank sampah sama nasabah sih udah kenal dekat sama yayasan lebih dari tiga tahun yang lalu. 8. Bagaimana proses ide awal hingga tercetusnya program Urban Farming di Perigi Baru?
Pak Bambang yang buat ide Urban Farming. 9. Apa anda tahu tujuan jangka pendek dari kegiatan Urban Farming? Supaya warga ada kegaitan yang positif, untuk penghijauan di Perigi Baru, supaya warga jadi lebih mandiri. 10. Bagaimana cara anda untuk mencapai tujuan dari kegiatan Urban Farming? Pengen sih ikut cuma banyak yang jadi pertimbangan, yang bikin saya agak berat buat ikut kegiatan ini. 11. Siapa saja penyandang dana dalam kegiatan Urban Farming? Kayaknya sih yayasan deh yang ngedanain semuanya. 12. Apakah petugas pelaksana dan Yayasan Bunga Melati Indonesia sudah membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat Perigi Baru? Kerjasamanya cukup baik, tapi memang sayanya yang ngga mau ikutan. 13. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam program Urban Farming? Masalahnya itu yang pertama ngerawat taneman sayur itu ngga mudah, banyak hamanya, jadi harus lebih telaten. Yang kedua, kan taneman perlu disiram, nyiramnya pakai air, udah pasti perlu listrik, udah gitu tanamannya banyak. Jadi beban bayar listrik saya bisa naik tiap bulannya kalau ikut program ini. Ya walaupun emang tanamanya gratis cm kan listrik untuk nyiramnya bayar mas. 14. Bagaimana cara petugas melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan Urban Farming? Pak Odih sih yang aktif ngawasin disini. 15. Bagaimana proses petugas dalam melakukan pemutusan hubungan di batas akhir program Urban Farming? Kelihatannya Urban Farming masih berjalan sih sampai sekarang, masih didampingi, jangankan Urban Farming yang masih itungannya baru. Bank sampah aja masih di dampingi kok setiap ada penimbangan. 16. Apa saja indikator yang menandakan bahwa program Urban Farming dirasakan sudah cukup dan sudah berada di tahap akhir? Ngga ngerti tuh mas. 17. Apa harapan anda dengan program Urban Farming ini selanjutnya? Harapannya pengen ikut mas, tapi masalahnya itu tadi beban bayar listriknya jadi nambah.
LAPORAN OBSERVASI
Tanggal
: Senin, 28 Maret 2016
Kegiatan
: Perizinan untuk Membuat Skripsi di Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI)
Deskripsi
:
Pagi ini jam 7 pagi saya mencoba untuk menghubungi Bendahara dari Yayasan Bunga Melati Indonesia (YBMI), saya bermaksud untuk sekedar salam pembuka dan meminta izin kepada YBMI untuk melakukan penelitian di salah satu program pemberdayaannya yaitu Urban Farming. Setelah membuat perjanjian akhirnya saya diizinkan untuk datang ke kantor yayasan jam 10 pagi ini. Akhirnya saya bergegas dan jam sepuluh pagi saya sudah berada di kantor YBMI. Sesampainya saya di kantor YBMI, saya masuk dan mengucapkan salam, kemudian disana terlihat sudah ada Teh Imas (selaku bendahara YBMI) dan Bapak Rizka (selaku wakil ketua YBMI) yang sedang duduk di meja kerjanya masing-masing, tetapi Pak Bambang (Ketua YBMI) dan Mang Budi (petugas Ambulace YBMI) belum terlihat di kantor. Sedikit perbincangan ringan untuk mengawali perizinan skripsi saya, saya menceritakan kendala pada skripsi saya sebelumnya, sulitnya untuk mengambil data karena perusahaan yang cenderung tertutup menyebabkan skripsi saya terhenti cukup lama. Setelah menceritakan semuanya dan YBMI memahami kendala yang saya hadapi, akhirnya saya mendapat izin untuk menjadikan salah satu program pemberdayaan dari YBMI sebagai bahan untuk penelitian skripsi saya yang baru. Pada hari itu selain mengurus perizinan, saya mendapatkan banyak informasi mengenai apa itu urban farming, lokasi program urban farming yang sedang dijalankan, bagaimana program itu berjalan, dan proses apa saja yang di jalankan terkait program urban farming. Setelah mendapatkan persetujuan untuk melaksanakan penelitian pada program urban farming, untuk pertemuan selanjutnya saya akan melakukan wawancara ke pihak YBMI, survey ke lapangan, dan melakukan pendekatan ke Petugas Pelaksana program Urban Farming. Pada pukul dua belas siang saya berpamitan untuk pulang dan menyusun kembali perencanaan dan pertanyaan wawancara untuk penelitian berikutnya.
Tanggal
: Rabu, 30 Maret 2016
Kegiatan
: Survey ke Lokasi Perigi Baru dalam penerapan Program Urban Farming
Deskripsi
:
Pada hari ini tepat jam sepuluh saya sudah tiba di kantor YBMI dan bertemu dengan The Imas dan Pak Rizka. Kali ini agenda saya adalah pergi ke lokasi Urban Farming di Perigi Baru untuk melihat situasi lapangan, dan sekalian meminta izin sekaligus bantuan ke petugas pelaksana program dalam penelitian skripsi yang akan saya lakukan. Sesampainya di lokasi penerapan program urban farming. Saya melihat lingkungan yang bersih dan asri. Sepanjang jalan di perkampungan perigi ini di kelilingi oleh tanaman sayur mayur seperti caisim, cabai, kol ungu, terong, tanaman obat, dan tanaman urban farming lainnya. Kebetulan pada saat saya dan YBMI datang ke sana sedang ada kegiatan panen raya sayur caisim sebagai salah satu tanaman urban farming. Setelah acara panen raya sayur caisim selesai, kami di suguhi dengan masakan mie instan yang di masak dengan sayur caisim tersebut. Kami berbincangbincang seputar panen raya urban farming sambil menyantap makanan yang di suguhkan oleh Bapak Odih dan Ibu Ella selaku petugas pelaksana dari program urban farming tersebut. Kemudian setelah menyantap makanan yang telah disediakan, saya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan saya dalam melakukan penelitian di lokasi ini sebagai penyelesaian tugas akhir perkuliahan saya. Kemudian setelah melakukan perbincangan santai dengan petugas pelaksana yang tidak lain merupakan warga Perigi Baru yang menjadi pengurus bank sampah melati bersih cabang Perigi Baru binaan YBMI, akhirnya saya di izinkan untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut dan dapat memulai wawancara dengan petugas pelaksana maupun masyarakat yang menerapkan program ini di lokasi tersebut di tanggal dan hari yang petugas tetapkan. Setelah semuanya selesai hari ini, waktu menunjukkan pukul dua siang, kami berpamitan untuk pulang.
Tanggal
: Jum’at, 15 April 2016
Kegiatan
: Wawancara Pengurus Yayasan Bunga Melati Indonesia terkait Program Urban Farming.
Deskripsi
:
Jum’at, 15 April 2016 saya beranjak pergi dari rumah pukul sepuluh pagi menuju kantor YBMI yang berlokasi di Pamulang. Saya tiba di kantor YBMI sekitar pukul sebelas kurang dua puluh menit, dengan kondisi cuaca terik matahari yang mulai panas. Seperti biasa saya mengetuk pintu lalu mengucapkan salam. Setelah saya membuka pintu, Terlihat Pak Rizka yang sedang asik mencetak foto anak dan calon suaminya ke media kayu untuk dipajang di resepsi pernikahan anaknya satu minggu lagi. Seperti biasanya beliau seringkali bekeeja dengan diiringi musik. Saya menyapa dan berjabat tangan dengan pak Rizka. Melihat kantor yang hanya ada Pak Rizka saya langsung menanyakan dimana Teh Imas dan Pak Bambang. Ternyata hari itu Teh Imas sedang sakit dan tidak masuk kantor, sedangkan Pak Bambang tadi pagi sempat datang ke kantor tetapi izin pulang sebentar untuk urusan keluarga. pak Rizka meminta waktu sebentar untuk menyelesaikan pekerjaannya dan saya akhirnya menunggu di ruang tamu yayasan sekitar dua puluh menit. Setelah beliau selesai, beliau langsung menghampiri saya dan siap untuk di wawancara. Sedikit perbincangan kecil untuk memulai suasana yang baik untuk melakukan wawancara saya bertanya mengenai pernikahan anaknya yang sebentar lagi, mengenai kerajinan tangan yang sedang ia buat. Kemudian tak lama dari perbincangan kecil tersebut barulah saya menanyakan mengenai program urban farming yang sudah berjalan. Proses wawancara berjalan sekitar dua jam di karenakan wawancara yang saya lakukan tidak monoton dibarengi dengan ngobrol santai dan bercanda yang menghiasi wawancara saya. Waktu menunjukkan pukul setengah duabelas. Karena hari itu hari jum’at jadi kami harus melaksanakan sholat Jum’at berjamaah. Akhirnya wawancara dengan Bapak Rizka selaku sekretaris YBMI telah terselesaikan dan kami beranjak dari tempat duduk untuk berwudhu dan berangkat ke masjid bersama-sama. Sekalian makan siang diluar kantor YBMI. Tepat pada pukul dua siang, Bapak Bambang selaku ketua Bank Sampah Melati Bersih datang ke kantor. Perbincangan dan sapaan yang hangat di berikan oleh Bapak Bambang.
Kemudian saya bertanya kepadanya, apakah bapak bersedia untuk saya wawancarai mengenai program urban farming? Kebetulan beliau setuju untuk saya wawancarai, karna pada pertemuan keluarga sebelumnya saya tidak bertemu dengan beliau, maka saya menanyakan kesediaan beliau untuk saya wawancarai. Bapak Bambang ini merpakan penggagas dari program urban farming tersebut. Wawancara berjalan rentan waktu yang tidak lama, sekitar pukul empat sore wawancara santai dengan Bapak Bambang pun selesai.
Tanggal
: Sabtu, 16 April 2016
Kegiatan
: Wawancara dengan Petugas Pelaksana Program Urban Farming
Deskripsi
:
Pagi menjelang siang hari sekitar jam sembilan saya berangkat dari rumah menuju Perigi Baru. Sebelumnya saya sudah membuat janji dengan Bu Ela dan Pak Odih via telepon mengabarkan bahwa hari ini saya akan datang ke sana dan melakukan wawancara dengan mereka berdua mengenai program urban farming. Setibanya saya disana saya melihat-lihat kondisi lingkungan yang ada. Keadaan disana agak sedikit kurang hijau di sepanjang jalan, mungkin di karenakan sehabis panen raya kemarin. Tak lama kemudian saya sampai di rumahnya Bu Ela dan Pak Odih. Terlihat Bapak Odih sedang mengerjakan pesenan kursi, pekerjaan Bapak Odih sebagai pengrajin kursi. Kemudian Bu Ella pun keluar rumah ketika saya mengucapkan salam. Setibanya saya di sana, saya di sambut dengan hangat oleh Bu Ella dan Bapak Odih, kami berbincang-bincang mengenai program tanaman urban farming dan dengan keadaan yang sehabis panen. Ternyata banyak tanaman yang mati karena cuaca yang sedang tidak bagus. Dalam perbincangan tersebut tak lupa pula saya menyelipkan wawancara saya dengan Bu Ella dan Bapak Odih. Wawancara berjalan dengan santai dan tidak kaku. Sekitar jam 2 siang wawancara pun selesai untuk pengurus dalam penerapan program urban farming. Data-data yang saya perlukan hampir separuh mencukupi penelitian tugas akhir saya. Setelah selesai wawancara saya berpamitan untuk pulang.
Tanggal
: Kamis, 28 April 2016
Kegiatan
: Wawancara Penerima Manfaat dalam Penerapan Program Urban Farming
Deskripsi
:
Habis zuhur sekitar jam dua belas lewat lima belas menit saya pergi menuju Perigi Baru, lebih tepatnya ke rumah Pak Odih untuk melaksanakan wawancara dengan penerima program. Siang itu cuaca sedikit mendung, tetapi tidak turun hujan. Setibanya di rumah Pak Odih saya sedikit berbincang-bincang soal penerima program yang seperti apa saja yang akan saya wawancarai. Setelah pak Odih faham dengan penjelasan saya, saya langsung membuat list namanama masyarakat penerima program yang akan diwawancarai dibantu oleh Pak Odih. Setelah semua nama terkumpul saya dan Pak Odih langsung beranjak dari rumah beliau menuju rumah Ibu Marsiah, kebetulan beliau ada di rumah dan sedang santai setelah melakukan pekerjaannya sebagai Ibu rumah tangga di pagi sampai siang hari ini. Pak Odih langsung memperkenalkan saya kepada Ibu Marsiah, beliaupun bersedia untuk diwawancara, wawancara berjalan hampir satu jam, setelah saya selesai saya dan Pak Odih berpamitan untuk segera datang ke rumah narasumber yang kedua yaitu bapak Partis, terlihat dari kejauhan beliau sedang memberi pakan ternaknya. Pak Partis beternak ayam dan kuyug (entog). Setelah Pak Partis selesai dengan kegiatannya saya langsung memperkenalkan diri dan izin untuk mewawancara beliau. Wawancara berjalan empat puluh lima menit. Selesainya kami (saya dan pak Odih) segera berpamitan dan kembali ke rumah Pak Odih. Hari semakin sore waktu menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit sore hari. Tidak mau terjebak kemacetan, dan mengganggu waktu Pak Odih lebih lama lagi saya segera pamit untuk pulang kembali ke rumah. Tetapi sebelumnya saya meminta izin untuk ditemani wawancara ke warga kembali pada hari Sabtu.
Tanggal
: Sabtu, 30 April 2016
Kegiatan
: Wawancara Penerima Manfaat dalam Penerapan Program Urban Farming
Deskripsi
:
Pada hari ini lalu lintas cukup lengang karena hari ini hari libur. Saya berangkat dari rumah pukul Sembilan pagi, langsung menuju kediaman Bapak Odih. Sesampainya disana beliau sedang menyirami tanaman sayur yang sedang berkembang. Terlihat tanaman caisim yang masih kecil serta bibit tanaman cabe yang sedang disemai. Saya menunggu sejenak di teras rumahnya yang rapih karena sehabis di pel oleh Ibu Ela yang merupakan istri dari Pak Odih. Saya disuguhi minuman hangat dan sedikit cemilan gorengan di pagi hari. Setelah pak Odih selesai menyirami tanaman beliau istirahat sebentar, dan jam sepuluh pagi kami langsung menuju rumah pertama yang akan saya wawancarai yaitu rumah Pak Adi yang merupakan penerima program Urban Farming dan sekaligus nasabah bank sampah binaan YBMI. Di rumah Pak Adi saya tidak terlalu lama, wawancara hanya berjalan selama tiga puluh menit sampai akhirnya kami berpamitan pulang untuk menuju rumah kedua pada hari ini yaitu rumah Ibu Nani. Setibanya di rumah Bu Nani beliau sedang menyuapi anaknya makan, saya langsung diperkenalkan oleh pak Odih dan setelah bu Nani selesai menyuapi anaknya pukul sebelas siang saya langsung melakukan wawancara dengan Ibu Nani. Wawancara berjalan hanya tiga puluh menit saja. Seselesainya di sana saya dan Pak Odih langsung kembali ke rumah pak Odih. Waktu zuhur telah tiba, saya dan pak Odih segera bergegas ke musholla yang terletak di belakang rumah Pak Odih untuk melaksanakan ibadah sholat, setelah selesai kami kembali ke rumah, dan saya langsung berpamitan ke Pak Odih dan Ibu Ela untuk pulang.