ar-
v.:
∎ r--
r
F
IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT
Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat
hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
•
I klim
•
Tanah
•
Pengelolaan dan
• •
Spesies
Kondisi sosial ekonomi petani
4.1. Iklim
I ndonesia termasuk ke dalam wilayah iklim tropis. Tumbuh-
tumbuhan yang bisa hidup di wilayah iklim sub-tropis belum tentu dapat hidup dengan balk di wilayah iklim tropis dan sebaliknya.
Seorang ahli kiimatologi yang bernama Oldeman membagi
wilayah Indonesia ke dalam 14 zona agroklimat (Tabel 4.1) yang didasarkan pada lamanya bulan basah dan bulan kering.
Komponen iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap
hasil dan mutu HPT di Indonesia adalah curah hujan dan suhu udara.
a. Curah hujan
Pada musim hujan produksi HPT biasanya tinggi, tetapi
mutunya menurun. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan
pertumbuhan HPT lebih cepat daripada musim kemarau.
Akibatnya peternak kelebihan pasokan sehingga banyak rumput yang terlambat dipotong. Apabila rumput dipotong terlalu tua, kandungan serat kasarnya meningkat, sedangkan kandungan protein kasarnya menurun.
29
Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman
4.2. LaN
Agr
Zona
Panjang bulan basah berturut-turut
Panjang bulan kering berturut-turut
yaitu day
Al B1 B2 C1 C2 C3 D1 D2 D3 D4 El E2 E3 E4
> 9 bulan 7-9 7-9 5-6 5-6 5-6 3-4 3-4 3-4 3-4 <3 <3 <3 <3
< 3 bulan <2 2-4 <2 2-4 5-6 <2 2-4 5-6 >6 <2 2-4 5-6 >6
i rigasi d,
Bulan basah = curah hujan > 200 mm/bulan Bulan kering = curah hujan < 100 mm/bulan Sebaliknya pada musim kemarau, pertumbuhan rumput Iebih
l ambat sehingga rumput Iebih lambat dipanen atau kalau cepat dipanen rumputnya masih muda. Pada saat itu kandungan protein kasar cukup tinggi sementara serat kasarnya rendah. Pada
musim kemarau daya hasil HPT jugs rendah, sehingga banyak peternak yang mencari hijauan ke tempat lain untuk ternaknya. b. Suhu udara
Suhu udara biasanya ditentukan oleh ketinggian tempat dari
permukaan laut, dimana setiap perubahan tinggi 100 m, suhu
udara berbeda sebesar 1 ° C. Dengan demikian spesies yang mampu tumbuh pada ketinggian tertentu sebenarnya mampu beradaptasi pada suhu di tempat itu. 30
l ahan ke Dal
member
hulu Di pada ru
unggul 1 clan say l okal juc pasang
surut pa
Disz
tanah, t sekitar
tidak ac
hasil y gunung
kekurar tanama
biasany
yang s-
fosfor (I
I
4.2. Lahan
Agroekosistem Indonesia dibedakan menjadi enam kategori
yaitu daerah hulu aliran sungai, lahan rawa dan pasang surut,
l ahan kering beriklim kering, lahan kering beriklim basah, sawah
-Z.
77 ~
Vi
i rigasi dan sawah tadah hujan.
Dalam kaitannya dengan HPT, keenam kategori lahan ini
memberikan jenis HPT yang berbeda. Di lahan kering dan daerah hulu DAS, sebagian besar peternak mengandalkan HPT nya
pada rumput lokal walaupun ada juga yang menanam rumput
unggul yang tahan kering, sedangkan peternak di sawah irigasi dan sawah tadah hujan mereka selain bisa memperoleh rumput l okal juga dapat menanam rumput introduksi. Peternak di lahan
pasang surut juga mengandalkan rumput lokal. Di lahan pasang surut pasokan rumputnya bisa tersedia sepanjang tahun.
Disamping itu, yang juga berpengaruh adalah kesuburan
tanah, termasuk kemasaman tanah dan salinitas. Tanah-tanah di sekitar gunung berapi biasanya lebih subur sehingga apabila
tidak ada kendala air, tanah tersebut bisa ditanami HPT dengan
hasil yang tinggi. Sebaliknya tanah yang tidak dipengaruhi
gunung
berapi,
seperi
Podsolik
Merah
Kuning
biasanya
kekurangan unsur hara dan bersifat masam sehingga hanya
tanaman tertentu yang bisa tumbuh dengan balk. Tanah demikan
biasanya mengandung unsur aluminium (AI) dan mangan (Mn)
yang sangat tinggi sedangkan kandungan unsur kalsium (Ca) dan fosfor (P) sangat rendah.
31
4.3. Spesies
Di dalam memilih jenis HPT untuk ternaknya, biasanya
peternak tradisional mengacu kepada kebiasaan yang sudah turun temurun dilakukan sejak nenek-moyangnya. Yang penting
bagi mereka HPT itu disenangi ternak. Mereka belum memilih HPT apa yang sebaiknya diberikan agar ternaknya tumbuh Iebih
sehat, atau Iebih cepat gemuk atau hasil susunya lebih banyak. Padahal seharusnya peternak sudah menentukan sejak awal,
HPT yang akan ditanam dan diberikan kepada ternak mempunyai
kelebihan dalam hal produktivitas, palatabilitas, nilai gizi dan kemampuannya dalam beradaptasi dengan iklim setempat.
Dengan demikian sebenarnya spesies HPT, balk rumput
maupun leguminosa sangat mempengaruhi daya hasil dan mutu pakan yang diberikan. Contoh yang paling sering dijumpai adalah rumput gajah disukai peternak sapi perah karena daya hasilnya
yang sangat tinggi. Peternak jarang menanam rumput lain karena
dianggap tidak ada rumput yang memberikan hasil hijauan segar sebanyak rumput gajah.
Diperkirakan di dunia terdapat sekitar 10.000 spesies
rumput (keluarga Gramineae). Dari sebanyak itu kisaran daya
hasilnya sangat beragam mulai dari yang sangat sedikit sampai
yang mampu memberikan hasil di atas 500 t/ha/th seperti rumput raja ( Pennisetum purpuroides). Demikian juga ketahanannya atau sifat toleransinya terhadap berbagai tekanan (stress). Ada yang
tahan kering, ada yang tahan genangan air. Ada yang mampu hidup pada tanah masam, ada yang toleran terhadap salinitas, ada pula yang hanya bisa hidup pada tanah subur. Rumput juga 32
ada yang t hidup hang Dem
rumput yai terhadap pp
4.4. Penge Penc
peternak c
pasokan F pertumbuh
dalam but
diperhatika mungkin di perlu
mer
setengah
menanami maupun le
Menn
dengan bE buatan ata kandang b dari
kotor
digunakan
di dekat N
domba uni
Pete
di belakar
ada yang bisa bertahan pada tanah pasir namun ada juga yang hidup hanya pada tanah lempung.
Demikianlah ada bermacam-macam spesies atau jenis
rumput yang mempunyai sifat-sifat khasnya yang berpengaruh
terhadap pertumbuhannya. 4.4. Pengelolaan
Pengelolaan atau manajemen HPT sering diabaikan oleh
peternak di Indonesia. Tanpa pengelolaan pakan yang balk, pasokan HPT sepanjang tahun tidak akan terjamin sehingga pertumbuhan dan perkembangan ternak tidak akan baik. Di
dalam hubungannya dengan HPT, prinsip utama yang perlu diperhatikan
adalah
mendekatkan
HPT atau TPT sedekat
mungkin dengan kandang. Dengan demikian maka peternak tidak perlu
menghabiskan
waktu beberapa jam bahkan sampai
setengah hari untuk mencari HPT. Caranya adalah dengan
menanami lahan di sekitar kandang dengan TPT, balk rumput maupun leguminosa (Gambar 4.1)
Menanam HPT saja tidak cukup. Tanaman harus dipelihara
dengan baik, bahkan harus dipupuk. Pada saat harga pupuk buatan atau pupuk pabrik (urea, SP-36, KCI dsb.) mahal, pupuk
kandang bisa menjadi pilihan yang sangat baik. Pupuk kandang
dari
kotoran
sapi dan kotoran kambing atau domba bisa
digunakan. Untuk keperluan ini biasanya petani menggali lubang di dekat kandang sapi, atau di bawah kandang kambing dan domba untuk menampung pupuk kandang
Peternak sapi perah biasanya membuat parit di depan atau
di belakang kandang untuk mengalirkan air bekas memandikan
33
,
sapinya. Air itu, biasanya sudah tercampur dengan kotoran sapi, dialirkan ke kebun rumput yang berada di dekat kandang. Dengan demikian TPT tumbuh dengan subur, hasil hijauannya tinggi.
Gambar 4.1. Penanaman TPT di dekat kandang (kiri), agar peternak tidak perlu mencarinya ke tempat yang jauh (kanan). Bagi peternak yang menggembalakan ternaknya di padang rumput, pengelolaan yang perlu diperhatikan adalah dengan
r ∎
memelihara padang rumput dengan sebaik-baiknya. Kendala utama yang dihadapi biasanya adalah tidak ada yang merasa ~
bertanggung-jawab memelihara padang rumput sehingga kondisi padang rumput semakin lama semakin menurun. Pemeliharaan padang rumput sebaiknya dimulai dengan pembagian tanggung-jawab. Siapapun yang berkepentingan, dengan menggembalakan ternak di padang rumput itu, harus
1- _
mau merawatnya dengan baik. Kalaupun tidak bisa memupuk,
~,
cukup dengan mengatur penggembalaan sehingga tidak terjadi penggembalaan berlebih, yang dampaknya akan buruk terhadap
padang rumput tersebut.
~ ` 1 = 1 _ Am -M -W
34
r
Apabila memungkinkan, peternak dapat bergotong-royong .
meningkatkan mutu padang rumput dengan jalan menanaminya
dengan leguminosa, baik leguminosa menjalar, herba maupun pohon.
4.5. Kondisi sosial ekonomi petani/peternak
Sebagian besar peternak di Indonesia adalah peternak
yang kurang mampu secara finansial, sehingga di samping beternak mereka masih mempunyai mata pencaharian lain.
Dengan demikian perawatan ternak dan pakannya juga tidak
optimal.
Walaupun peternak mempunyai dana untuk membeli
ternak,
belum tentu
mereka
memiliki
cukup dana untuk
mempunyai kebun rumput. Kalaupun ada lahan biasanya
digunakan untuk tanaman pangan, sementara tanaman pakan ditanam di lahan-lahan yang tidak dapat ditanami tanaman pangan seperti di lahan yang kurang subur, berbatu-batu,
tampingan teras dan sebagainya. Dengan demikian, daya hasil
tanaman pakan juga tidak optimal, sehingga berpengaruh juga kepada ternak yang dipeliharanya.
35