BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran SEKTOR 1. PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 9. JASA-JASA PERTUMBUHAN EKONOMI
2009 I
II 7,74 9,23 6,38 7,51 9,78 7,60 8,56 6,92 7,00 7,66
5,42 12,91 2,32 6,53 12,86 8,20 9,82 7,23 7,49 7,22
III (2,89) 20,17 4,76 7,85 18,91 10,35 11,01 10,95 11,82 6,60
IV 5,18 14,82 1,48 4,30 15,87 8,46 7,29 11,00 13,60 8,78
I 1,52 20,65 11,05 7,72 19,26 9,02 11,81 8,36 10,92 8,36
2010 II 1,35 13,06 10,33 9,15 12,84 9,79 9,17 9,51 9,34 7,33
III 1,22 7,52 6,96 5,63 8,86 10,59 9,10 9,08 4,18 5,71
*) Angka Sementara Sumber : BPS. Prov. Gorontalo
1.2.1 SEKTOR PERTANIAN Perkembangan sektor pertanian di Gorontalo menunjukkan perkembangan yang relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2010, sektor pertanian tumbuh 1,22% (y.o.y) relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya (1,35% y.o.y) namun lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi 2,89% (y.o.y). Apabila dilihat di level sub sektor, sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) dan sub sektor peternakan menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Sub sektor tabama tumbuh 12,05% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,24% (y.o.y), sementara sub sektor peternakan tumbuh 11,1% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,9% (y.o.y). Namun kinerja sub sektor kehutanan, perikanan dan perkebunan menunjukkan penurunan yang signifikan. Melemahnya kinerja sektor kehutanan ditunjukkan oleh indikator angka ekspor luar negeri untuk komoditas kayu dan rotan poles yang turun signifikan selama triwulan laporan. Ekspor kayu keluar negeri pada triwulan III-2010 menurun hingga US$ 33.584 sementara pada triwulan sebelumnya mencapai US$ 47,755. Ekspor rotan poles sendiri tidak dilakukan pada triwulan laporan sedangkan triwulan sebelumnya Gorontalo sempat melakukan pengiriman rotan poles mencapai US$ 51.234. Hasil liason yang dilakukan terhadap beberapa perusahaan rotan poles di Gorontalo menyatakan bahwa pemenuhan bahan baku rotan mentah semakin terbatas sementara permintaan masih cukup baik.
Grafik 1.21 Ekspor Kayu Ke Luar Negeri
Grafik 1.22 Ekspor Rotan Ke Luar Negeri
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010
9
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Sementara
itu
perkembangan
produksi
tanaman
bahan
makanan
masih
menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal tersebut didukung oleh kondisi cuaca dan musim selama bulan Agustus-September 2010. Keterbatasan lahan menjadikan usaha intensifikasi menjadi tumpuan utama. Upaya tersebut ditempuh melalui perbaikan sistem pengelolaan lahan, pemilihan varietas dan distribusi pupuk. Peningkatan produktivitas mendorong peningkatan produksi secara keseluruhan walaupun luasan areal lahan relatif sama. Produktivitas jagung sendiri mengalami peningkatan dari 45,60% di tahun 2009 menjadi 46,06% di tahun 2010. Sementara produktivitas padi meningkat dari 53,48% di tahun 2009 menjadi 55,40% di tahun 2010.
Grafik 1.23 Survei Kegiatan Dunia Usaha Pertanian
Perkembangan
sektor
Grafik 1.24 Realisasi Panen Pertanian Tabama
usaha
pertanian juga ditunjukkan oleh NTP Petani yang terus meningkat. Per September 2010 NTP Petani tumbuh 3.77% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2.92% (y.o.y) Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Pertanian
Sementara itu apabila dilihat dari perkembangan pertanian di wilayah DATI II, hampir seluruh kabupaten mengalami peningkatan produksi yang diindikasikan oleh meningkatnya luas panen. Produktifitas jagung saat ini mencapai 46,6 Ku/Ha sementara padi sebesar 56,64 Ku/Ha lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Grafik 1.26 Perkembangan Luas Panen Jagung
Grafik 1.28 Perkembangan Luas Tanam Jagung
Grafik 1.27 Perkembangan Luas Panen Padi
Grafik 1.29 Perkembangan Luas Tanam Padi
Sampai dengan akhir tahun 2010, perkembangan pertanian jagung diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 sementara produksi padi diperkirakan sedikit lebih rendah. Dinas Pertanian dan BPS dalam ARAM III-2010 memperkirakan bahwa produksi padi tahun 2010 sebesar 255.343 ton sedikit lebih rendah dibandingkan produksi padi tahun 2009 sebesar 256.934 ton sementara produksi jagung tahun 2010 mencapai 580.870 ton lebih tinggi dibandingkan produksi jagung tahun 2009 sebesar 569.110 ton. Semakin terbatasnya luas lahan menjadi hal yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan produksi pertanian di Gorontalo. Tabel 1.3 ARAM III Pertanian Padi
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010
11
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL Tabel 1.4 ARAM III Pertanian Padi
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Berdasarkan angka ramalan III-2010 menunjukkan bahwa poduksi jagung hingga akhir tahun 2010 mencapai 580.000 ton, hal tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kuota ekspor luar negeri yang harus dipenuhi oleh Gorontalo kepada negara mitra dagang. Kuota ekspor yang diperjanjikan antara Gorontalo dengan Malaysia (1 juta ton) dan Gorontalo dengan Korea (1,5 juta ton). Ekstensifikasi lahan sudah tidak mungkin dilakukan hingga 2x lipat kondisi saat ini. Pemikiran KADIN Sulsel untuk melakukan kerjasama perdagangan dengan Sulawesi Selatan dalam pemenuhan kuota ekspor layak dikaji oleh pemerintah daerah untuk mampu memenuhi kuota ekspor yang telah disepakati antara Pemda dengan Pemerintah Malaysia dan Korea. 1.2.2 SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Perkembangan sektor pengangkutan pada triwulan III-2010 menunjukkan kondisi yang relatif sama. Pada triwulan III-2010 sektor ini tumbuh 9,10% (y.o.y) lebih relatif sama dibandingkan triwulan II-2010 sebesar 9,17% (y.o.y). Tumbuhnya kinerja pada sektor ini lebih ditopang oleh fenomena lebaran Idul Fitri pada triwulan laporan.
Tumbuhnya sub sektor pengangkutan udara tercermin dalam peningkatan jumlah penumpang
angkutan
didorong oleh
udara.
Kondisi
ini
musim lebaran Idul Fitri.
Tercatat sampai dengan bulan September 2010 jumlah penumpang angkutan udara Grafik1.30 Perkembangan Penumpang Pesawat
yang terlayani tumbuh sebesar 27,35% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan bulan Juni 2010 (22,43%).
12
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Meningkatnya kinerja sub sektor angkutan darat dikonfirmasi oleh tumbuhnya tingkat konsumsi BBM dan tingkat penghimpunan pajak kendaraan bermotor. Tingkat konsumsi bahan bakar transportasi darat sampai bulan September 2010 tumbuh sebesar 20,31% (y.o.y) untuk premium dan 14,93% (y.o.y) untuk solar, lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2010 yang mencapai 12,73% (y.o.y) untuk premium dan -4,06% (y.o.y) untuk solar. Sementara itu prompt indikator penghimpunan pajak kendaraan bermotor masih menunjukkan arah yang stabil. Penghimpunan pajak kendaraan bermotor tumbuh 34,14% (y.o.y) hampir sama dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 31,57% (y.o.y)
Grafik 1.31 Perkembangan Pajak Kendaraan Bermotor
Grafik 1.32 Realisasi Penjualan BBM Transportasi
Sementara itu kinerja sub sektor angkutan laut dan ferry pada triwulan III-2010 menunjukkan peningkatan. Jumlah penumpang ferry tercatat sebesar 28.953 orang dengan laju 55,79% (y.o.y) sementara pada triwulan II-2010 melayani 13.208 penumpang dengan laju terkontraksi sebesar 22,76% (y.o.y). Sementara arus barang melalui laut juga mengalami peningkatan, jumlah kargo laut mencapai 174.348 ton atau tumbuh 13,08% (y.o.y) lebih baik dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2010 sebesar 7,48% (y.o.y).
Grafik 1.33 Perkembangan Penumpang Ferry dan Kapal Laut
Grafik 1.34 Perkembangan Kargo Laut
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010
13
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
1.2.3 SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN Perkembangan sektor Perdagangan-Hotel-Restoran (PHR) di Gorontalo masih menunjukkan optimisme dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sektor PHR pada triwulan III-2010 tumbuh 10,59% (y.o.y) lebih baik dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2010 sebesar 9,79%. Permintaan konsumsi selama lebaran diperkirakan sebagai pendorong meningkatnya kegiatan perdagangan selama triwulan laporan.
Sub sektor perdagangan mengalami pertumbuhan cukup signifikan dari 9,9% (y.o.y) pada triwulan II-2010 menjadi 11,5% (y.o.y) pada triwulan laporan. Sementara kinerja sub sektor restoran dan hotel relatif melambat. Tumbuhnya sub sektor perdagangan seiring dibukanya beberapa pasar khusus selama bulan lebaran dibeberapa kabupaten/kota di Gorontalo. Meningkatnya kinerja sub sektor perdagangan dikonfirmasi oleh prompt indikator yaitu kredit perdagangan dan muat barang angkutan laut.
Grafik 1.35 Kredit Perdagangan
Grafik 1.36 Volume Muat Pelabuhan
Sub sektor perhotelan sendiri diperkirakan mengalami
penurunan,
hal
tersebut
dikonfimasi oleh data tingkat penghunian hotel (TPK) yang menunjukkan penurunan selama
triwulan
III-2010.
TPK
bulan
September mencapai 31,50% lebih rendah dibandingkan kondisi Juni sebesar 34,37% Grafik 1.37 Tingkat Hunian Hotel
1.2.4 SEKTOR BANGUNAN Perkembangan kinerja sektor bangunan menunjukkan perlambatan, pada triwulan III2010 sektor ini diperkirakan tumbuh sebesar 8,86% (y.o.y), dilihat dari dinamikanya maka perkembangan pada triwulan III-2010 relatif melambat dibandingkan perkembangan pada triwulan II-2010 yang tumbuh sebesar 12,84 % (y.o.y)
14
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Berdasarkan hasil monitoring di lapangan, selama triwulan III-2010 perkembangan sektor bangunan di Gorontalo masih melambat. Kondisi ini disebabkan beberapa aspek yaitu : penyerapan anggaran belanja modal pemerintah daerah yang relatif rendah selama triwulan III-2010 sehingga realisasi proyek fisik mengalami imbas yang cukup signifikan, mulurnya proses tender proyek, tingginya curah hujan di Gorontalo selama bulan triwulan laporan menyebabkan beberapa kegiatan konstruksi mengalami penundaan untuk menghindari kerugian fisik bangunan, dan beberapa faktor minor lainnya.
Grafik 1.38 Kredit Konstruksi
Grafik 1.39 Penjualan Semen
Menurunnya kegiatan konstruksi tersebut dikonfirmasi oleh prompt indikator angka penjualan semen dan realisasi kredit sektor bangunan di Gorontalo. Angka penjualan semen pada triwulan III-2010 tumbuh 18% y.o.y, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 57,03% (y.o.y), sementara outstanding kredit konstruksi menunjukan trend yang melambat sejak Maret 2010. Pada posisi September 2010 kredit melambat 37,44% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan posisi Juni 2010 yang tercatat 64,60% (y.o.y). 1.2.5 SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN Kinerja sektor keuangan diperkirakan melambat 9,08% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2010 (9,51% y.o.y). Kondisi ini lebih didorong oleh melambatnya sub sektor keuangan sementara sub sektor lainnya relatif tumbuh stabil.
Net Interet Margin (NIM) perbankan Gorontalo menunjukkan arah yang menurun. Sampai dengan bulan September 2010, NIM perbankan mencapai Rp 341 Miliar atau tumbuh 50,31% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan NIM periode Juni 2010 yang tumbuh 55,87% (y.o.y). Melambatnya NIM lebih didorong oleh perlambatan sisi pendapatan bunga sementara beban bunga cenderung tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010
15
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Grafik 1.40 NIM Perbankan
Grafik 1.41 Perkembangan Pendapatan/Beban
1.2.6 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN Perkembangan sektor industri di Gorontalo diperkirakan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor industri pada triwulan III-2010 tumbuh 6,96% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 10,33% (y.o.y). Perlambatan kinerja disektor ini ditunjukkan oleh beberapa prompt indikator yaitu realisasi kredit industri pengolahan, SKDU industri pengolahan, dan survei industri pengolahan besar-sedang.
Berdasarkan survei industri pengolahan besar-sedang, penurunan kinerja industri tampak pada industri makanan dan minuman, serta industri barang-barang dari kayu sementara industri furnitur masih relatif baik. Membaiknya industri furnitur lebih didorong meningkatnya permintaan lokal sebagai efek budaya masyarakat menjelang lebaran. Melemahnya kinerja industri pengolahan ditunjukkan oleh perkembangan kredit industri yang masih mengalami kontraksi dari 42,66% (y.o.y) pada triwulan II-2010 menjadi 34,71%(y.o.y) pada triwulan III-2010. Hasil SKDU juga mengkonfirmasi hal dimaksud dimana indeks SBT pada triwulan III-2010 turun ke level -1,66 setelah sebelunya berada pada level 1,24.
Grafik 1.42 Ekspor Rotan Poles Ke Luar Negeri
16
Tabel 1.43 Perkembangan Kredit Perdagangan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Grafik 1.44 SKDU Industri Pengolahan
Tabel 1.45 Survei Industri Pengolahan Besar/Sedang
1.2.7 SEKTOR LAINNYA Kinerja sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan III-2010 tumbuh melambat 5,63% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (9,15% y.o.y), khususnya pada sub sektor listrik. Hal tersebut dikonfirmasi oleh perkembangan data penjualan energi listrik yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
. Grafik 1.46 Realisasi Penjualan Listrik PLN
Grafik 1.47 Realisasi Kredit Jasa-jasa
Sementara itu kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan III-2010 menurun dibandingkan triwulan II-2010. Hal ini seiring dengan perkembangan kinerja sektor bangunan di Gorontalo yang menunjukkan perlambatan. Rencana Pemerintah Daerah melakukan eksplorasi pertambangan emas di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone secara ekonomi akan meningkatkan kinerja perekonomian, namun dampak lingkungan perlu diperhatikan dalam jangka panjang. Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan III-2010 diperkirakan melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2010. Melambatnya kinerja jasa-jasa terutama didorong oelh melambatnya jasa pemerintahan umum. Jasa Pemerintahan umum ini erat kaitannya dengan menurunnya pertumbuhan belanja daerah. Melambatnya kinerja sektor jasa-jasa juga dikonfirmasikan oleh menurunnya realisasi kredit jasa-jasa perbankan yang terkontraksi 4,89% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit pada triwulan II-2010 sebesar 29,98% (y.o.y). BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010
17
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
BOX 1 : FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI GORONTALO Perkembangan investasi nasional menunjukkan arah yang positif. World Bank dalam Doing Business 2010, menyatakan bahwa Indonesia telah dinilai sebagai negara yang paling aktif melakukan reformasi bidang investasi. Peringkat Indonesia dalam hal kemudahan melakukan bisnis menunjukkan peningkatan dari urutan ke-129 (2009) menjadi ke-122 (2010) dari 183 negara yang disurvei1. Hal ini tidak terlepas dari upaya reformasi birokrasi bidang penanaman modal yang saat ini gencar dilakukan baik di pusat maupun di daerah. Menyimak perkembangan positif investasi nasional, Gorontalo sebagai daerah hasil pemekaran tahun 2000 harusnya juga memberikan kontribusi yang cukup baik. Secara makro, perkembangan ekonomi Gorontalo telah menunjukkan pencapaian yang cukup baik. Ekonomi telah tumbuh 7,54% (y.o.y) pada tahun 2009 dan termasuk daerah dengan capaian diatas rata-rata kawasan Indonesia Timur. Namun apabila ditelisik lebih mendalam, angka capaian dimaksud lebih didorong kinerja konsumsi pemerintah, sementara kegiatan investasi
dan
ekspor
masih
rendah
kontribusinya.
Kontribusi
investasi
terhadap
pertumbuhan Gorontalo ternyata belum signifikan hanya mencapai 16% terhadap keseluruhan PDRB Prov. Gorontalo sementara kontribusi investasi Gorontalo hanya mencapai 3,69% terhadap keseluruhan investasi kawasan Timur Indonesia. Upaya penilaian terhadap faktor-faktor utama yang mempengaruhi kegiatan investasi usaha telah dirintis oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melalui model daya tarik investasi yang terdiri atas lima besaran utama yaitu faktor kelembagaan, faktor sosial budaya, faktor kondisi ekonomi, faktor ketenagakerjaan dan faktor infrastruktur. Model ini mengambil pelaku usaha sebagai subyek responden, sehingga penilaian yang dilakukan murni merupakan persepsi pelaku usaha atas karakteristik suatu wilayah terhadap investasi. Gambar 1.1 Daya Tarik Investasi Daerah
1
Kemudahan untuk berbisnis di Indonesia masih kalah dibanding negara-negara ASEAN lainnya.Dalam laporan Bank Dunia tahun ini, peringkat Indonesia yang ke-122 masih di bawah Singapura (1),Thailand (13), dan Malaysia (23) meski sudah di atas Filipina (144), Kamboja (145),dan Laos (167).
18
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Bank Indonesia Gorontalo mengadopsi model tersebut untuk mengetahui bobot faktor investasi menurut sudut pandang pelaku usaha di Gorontalo. Survei dilakukan kepada 120 responden dunia usaha yang tersebar pada 6 wilayah kabupaten/kota serta 9 sektor ekonomi di Gorontalo. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui metode survei dan interview secara mendalam kepada pelaku usaha. Pemeringkatan bobot kepentingan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Di tingkat nasional, KPPOD tahun 2002-2005
telah
melakukan
pembobotan terhadap faktor investasi di
tingkat
nasional.
Apabila
dibandingkan dengan survei yang telah dilakukan Provinsi
BI
Gorontalo
Gorontalo
terhadap
terlihat
adanya
perbedaan baik dalam pemeringkatan Grafik 1.48 Bobot Faktor Investasi Nasional
maupun besaran pembobotan. Hal ini dapat disadari bahwa kompleksitas permasalahan yang terjadi di tingkat nasional dan daerah relatif berbeda. Di
level
birokrasi
nasional
aparatur
permasalahan
daerah
menjadi
polemik yang sering kali dikeluhkan oleh pelaku birokrasi Grafik 1.49 Bobot Faktor Investasi Regional
usaha, yang
sementara telah
reformasi dilakukan
Pemerintah Daerah di Gorontalo telah
memberikan kemudahan-kemudahan pelaku usaha di Gorontalo untuk mengembangkan usaha walaupun masih terdapat catatan-catatan yang akan dibahas dalam bagian penelitian ini. Hal ini setidaknya didukung pula oleh hasil pemeringkatan KPPOD tahun 2005 dimana wilayah kabupaten Gorontalo dan kota Gorontalo menjadi dua wilayah yang termasuk dalam kota/kabupaten dengan predikat pengelolaan kelembagaan terbaik di Indonesia. Sementara itu dalam hal sosial-politik, KPPOD di level nasional memberikan bobot sebesar 26% dan menduduki peringkat kedua terpenting setelah kelembagaan, namun di Gorontalo faktor tersebut menduduki peringkat kelima dengan bobot 16%. Menurut persepsi pelaku usaha di Gorontalo tingkat keamanan dan kondisi sosial politik di Gorontalo cukup kondusif. Hal ini terbukti dalam waktu lima tahun terakhir belum dijumpai adanya konflik horisontal yang berdampak serius bagi pengembangan usaha serta minimnya kasus unjuk rasa terkait konflik kepentingan antara pelaku usaha dengan buruh. BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010
19
BAB 1 MAKROEKONOMI REGIONAL
Hasil liaison dengan pelaku usaha menyatakan bahwa kasus-kasus perburuhan banyak diselesaikan melalui jalur diskusi baik yang dilakukan pelaku usaha langsung maupun mediasi dengan aparatur daerah sehingga tidak memunculkan kegiatan unjuk rasa di lapangan. Pelaku usaha di Gorontalo lebih memprioritaskan kepada percepatan pembangunan infrastruktur khususnya listrik dan sarana/prasarana transportasi, karena menurut persepsi pelaku usaha hal dimaksud sangat mempengaruhi keberadaan pengembangan usahanya di Gorontalo. Pelaku usaha sangat fokus terhadap kondisi kelistrikan yang buruk di Gorontalo, khususnya pelaku industri pengolahan yang menyatakan biaya listrik di Gorontalo harus diimbangi dengan pengadaan sendiri (genset) sehingga membebani biaya produksi yang cukup mahal. Kondisi tersebut diyakini menjadi pertimbangan para pelaku usaha memberikan bobot kepentingan tertinggi dibandingkan lima faktor investasi lainnya. Faktor ekonomi merupakan faktor yang dipentingkan pelaku usaha di Gorontalo setelah infrastruktur dan kelembagaan. Upaya Pemerintah Daerah dalam mengembangkan potensi komoditas unggulan baru dan dukungan pembiayaan atas komoditas baru tersebut menjadi hal yang diharapkan oleh pelaku usaha. Sementara itu dalam faktor ketenagakerjaan, pelaku usaha memberikan bobot kepentingan yang cukup besar dan peringkat yang lebih tinggi dibandingkan survei nasional KPPOD. Pelaku usaha di Gorontalo mempersepsikan bahwa kualitas tenaga kerja merupakan hal yang harus segera ditingkatkan di Gorontalo. Penilaian yang masih rendah terhadap etos kerja serta tingkat produktivitas menjadikan beberapa pelaku usaha masih menggunakan tenaga kerja dari luar khususnya untuk jabatan-jabatan pengelola maupun posisi strategis lainnya. Secara ringkas, hasil survei terkait faktor investasi di Gorontalo digambarkan melalui diagram dibawah ini. Gambar 1.2 Penilaian Untuk Prov. Gorontalo
20
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA