SURVEI SEROPREVALENSI DAN GENOTYPDVG HANTAVIRUS DI DAERAH LINTAS BATAS INDONESIA I
Disusun Oleh : Arief Mulyono, S.Si., M.Sc
BALAI BESAR PENELITIAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT, BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI JL. HASANUDIN NO. 123 SALATIGA 2014
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
SURVEI SEROPREVALENSI DAN GENOTYPING HANTAVIRUS DI DAERAH LINTAS BATAS INDONESIA
Disusun Oleh : Arief Mulyono, S.Si., M.Sc
BALAI BESAR PENELITIAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT, BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI JL. HASANUDIN NO. 123 SALATIGA 2014
SURAT KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT NOMOR: HK.02.04/IV4/5Sfo /2013 TENTANG
Penelitian dengan judul “Survei Seroprevalensi Dan Genotyping Hantavirus Di Daerah Lintas Batas Indonesia" MENIMBANG: 1.
2.
Bahwa dalam rangka peningkatan kinerja riset di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang berfokus pada bidang prioritas teknologi kesehatan khususnya program pengendalian vektor dan reservoir penyakit, maka dipandang perlu dilakukan penelitian. Bahwa mereka yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan ini dipandang cakap untuk melaksanakan penelitian tersebut.
MENGINGAT: 1.
2.
3.
MENETAPKAN: Pertama Ketua Pelaksana
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2347/MENKES/PER/XI/2011 tertanggal 22 November 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian No. LB.02.01/IV4/56’S'^/2013 tertanggal 28 Desember 2013 dengan judul penelitian Assesment dan Penanggulangan KLB Penyakit Tular Reservoir. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (DIPA B2P2VRP) Tahun Anggaran 2014 Nomor DIPA-024.11.2.520607/2014 tertanggal 5 Desember 2013. : Membentuk tim pelaksanaan penelitian dengan susunan sebagai berikut: : Arief Mulyono. S.Si., M.Sc. ( Peneliti ) a) Peneliti 1) Drs. Ristiyanto, M.Kes. (Peneliti Madya) 2) dr. Bagus Febrianto, M.Sc (Peneliti 3) drh. Dimas Bagus W.P. (Peneliti) 4) Farida Dwi Handayani, S.Si., M.Sc. (Peneliti Pertama) 5) Dian Prastowo S.Si 6) Arum Sih Joharina, S.Si b) Pembantu Peneliti: 1) Bernadus Yuliadi 2) Muhidin. SKM 3) Mega Tyas, Amd„ AK.
c) Sekretariat Penelitian d) Siska Indriyani, AMKL Kedua
:
Tim pelaksanaan penelitian bertugas: c. Melaksanakan penelitian sampai selesai dan menyerahkan laporan kepada Kepala menurut Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian No. LB.02.01/IV.4/ Sflw /2013 tertanggal 28 Desember 2013. d. Menurut pertanggungjawaban keuangan menurut ketentuan yang berlaku.
Ketiga
:
Semua pengeluaran untuk pelaksanaan Surat Keputusan ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (DIPA B2P2VRP) Tahun Anggaran 2014 Nomor DI PA-024.11.2.520607/2014 tertanggal 5 Desember 2013
Keempat
:
Surat Keputusan ini berlaku mulai tanggal 02 Januari 2014 sampai 31 Desember 2014 dengan catatan segala sesuatu akan ditinjau kembali apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.
Ditetapkan di : Salatiga Pada tanggal : 28 Desember 2013
Tembusan: 1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Jakarta 2. Bendaharawan Rutin Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga 3. Yang bersangkutan
PERSETUJUAN ETIK (ETHICAL APPROVAL) Nomor: LB.02.01/5.2/KE159/2014 Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian, dengan mi memutuskan protokol penelitian yang berjudul:
"Survei Seroprevalensi dan Genotyping Hantavirus di Daerah
Lintas Batas Indonesia"
yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek penelitian, dengan Ketua Pelaksana / Peneliti Utama : Arief Mulyono, S.Si., M.Sc.
dapat disetujui pelaksanaannya. Persetujuan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan batas waktu pelaksanaan penelitian seperti tertera dalam protokol dengan masa berlaku maksimum selama 1 (satu) tahun. Selama penelitian berlangsung, laporan kemajuan (setelah 50% penelitian terlaksana) harus diserahkan kepada KEPK-BPPK Pada akhir penelitian, laporan pelaksanaan penelitian harus diserahkan kepada KEPK-BPPK Jika ada perubahan protokol dan / atau perpanjangan penelitian, harus mengajukan kembali permohonan kajian etik penelitian (amandemen protokol).
SUSUNAN TIM PENELITI
Ketua Pelaksana
: Arief Mulyono, S.Si., M.Sc.
Peneliti
: Drs. Ristivanto M.Kes
Utama
Peneliti
: Farida Dwi Handayani, MS dr. Bagus Febriyanto. M.Sc. drh. Dimas Bagus WP Dhian Prastowo, S.Si Arum Sih Joharina
Pembantu Peneliti
: B. Yuliadi : Mega Tyas Prihatin
Pembantu Administrasi
: Siska Indriyani.AMKL
Sumber Dana
: DIPA B2P2VRP Salatiga
Waktu Penelitian
: Januari - Desember 2014 :
Penulis Laporan
: Arief Mulyono, S.Si., M.Sc.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan laporan akhir penelitian. Laporan akhir penelitian yang berjudul “Survei Seroprevalensi dan Genotyping Hantavirus di Daerah Lintas Batas Indonesia” disusun sebagai pertanggungjawaban ilmiah, administratif dan merupakan dokumen tertulis lengkap atas berakhirnya kegiatan penelitian yang dilakukan pada tahun 2014. Hantavirus merupakan neglected disease yang kurang sekali mendapatkan perhatian dari pemangku kebijakan. Peningkatan pembangunan di segala bidang dan era globalisasi akan meningkatkan arus keluar-masuknya wisatawan domestik maupun mancanegara maupun frekuensi perjalanan masyarakat/penduduk antar kota, pulau dan provinsi melalui pelabuhan darat, laut dan udara maka diperlukan antisipasi sedini mungkin akan kemungkinan mewabahnya infeksi Hantavirus. Upaya pencegahan penyebaran dan penularan infeksi Hantavirus memerlukan adanya data dasar mengenai infeksi penyakit ini. Penelitian bertujuan mengetahui seroprevalensi Hantavirus, mengidentifikasi jenis reservoir serta mengidentifikasi jenis virus Hantavirus didaerah lintas batas Negara Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi data yang dapat digunakan oleh pemangku kebijakan dalam tindakan pengendalian. Terima kasih yang sebesar-besarnya ditujukan kepada : 1.
Kepala B2P2VRP yang telah memberikan kesempatan, arahan dan bimbingan selama penelitian berlangsung.
2.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Kota Kupang, Kabupaten Sikka beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan.
3.
Kepala KKP Semarang. KKP Kupang dan KKP Kupang Wilker Maumere beserta staf yang telah menyediakan fasilitas selama pelaksanaan penelitian di lapangan.
iii
4. Segenap tim peneliti, pembantu peneliti, pembantu administrasi, dan teman -teman di laboratorium Biologi Molekuler dan laboratorium Reservoir yang telah membantu pelaksanaan penelitian di laboratorium maupun di lapangan. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, maka kritik membangun dan saran-saran demi kesempurnaan sangat diharapkan.
Salatiga, Desember 2014 Penulis
Arief Mulyono, S.Si., M.Sc
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI SEROPREVALENSI DAN GENOTYP1NG HANTAVIRUS DI DAERAH LINTAS BATAS INDONESIA
Disusun Oleh: Arief Mulyono, Ristivanto, Farida Dwi H., Bagus Febriyanto, Dimas Bagus WP, Dhian Prastowo, Arum Sih Joharina, B. Yuliadi. Siska Indriyani dan Mega Tyas Prihatin. Hantavirus merupakan suatu penyakit infeksi emerging yang perlu mendapat antisipasi dan perhatian khusus mengingat Indonesia merupakan negara berkembang dimana sarana untuk kehidupan tikus sangat tersedia dengan baik. Kasus infeksi Hantavirus dilaporkan di banyak negara mengalami peningkatan dan strain Hantavirus yang ditemukan semakin beragam. Diperkirakan setiap tahunnya terjadi 150.000 - 200.000 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) antara 5%-15%. Hantavirus ditularkan ke manusia banyak teijadi melalui udara yang terkontaminasi dengan air liur, urin atau feses tikus yang infektif. Penularan Hantavirus antar tikus dapat melalui gigitan, kemungkinan manusia juga bisa tertular melalui cara tersebut. Sedangkan penyebaran tikus yang terinfeksi Hantavirus dapat teijadi dengan tikus menyelinap pada kapal di pelabuhan dan kemudian ada yang turun di setiap pelabuhan yang disinggahi. Oleh karenanya pelabuhan juga dikenal sebagai point of entry> dari berbagai penyakit infeksi di dunia. Kewaspadaan dan deteksi dini di setiap wilayah point of entry merupakan salah satu prinsip dalam International Health Regulation (IHR) systems yang harus diterapkan oleh setiap negara di dunia yang telah meratifikasi kesepakatan tersebut dan Indonesia merupakan salah satu dian taranya. Pelabuhan di Kota Semarang merupakan pelabuhan besar di daerah non lintas batas sementara pelabuhan di kota Maumere dan Kupang merupakan pelabuhan internasional yang dekat dengan negara tetangga. Pelabuhan-pelabuhan tersebut banyak dikunjungi kapal, baik dari domestik maupun mancanegara. Mengingat fungsi dari pelabuhan tersebut dan mengingat pelabuhan sebagai pintu gerbang penularan penyakit antar daerah, pulau dan negara maka sangat dimungkinkan Hantavirus yang spesifik terdapat di Kota Semarang, Kupang dan Maumere. Penelitian ini bertujuan untuk a). Menghitung seroprevalensi Hantavirus pada manusia di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, b). Mendeskripsikan jenis jenis reservoir Hantavirus di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, c). Menghitung seroprevalensi Hantavirus pada reservoir di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, d). Mengidentifikasi strain/jenis Hantavirus di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara
v
tetangga, e). Membandingkan seroprevalensi f lantavirus dan strain Hantavirus di daerah lintas batas (pelabuhan di kota Kupang dan Maumere) dengan di daerah non lintas batas (pelabuhan di kota Semarang). Penapisan infeksi Hantavirus pada manusia dilakukan dengan pemeriksaan serum dari pasien dengan kriteria demam 38.5'C, adanya riwayat trombositopeni dan leukositopeni. Penapisan infeksi reservoir dilakukan dengan melakukan penangkapan tikus di daerah perimeter dan buffer pelabuhan. Pemeriksaan serologi dilakukan dengan Elisa. identifikasi jenis virus Hantavirus dilakukan secara biologi molekuler dengan nested PCR dan dilanjutkan dengan sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan Reservoir Hantavirus di daerah non lintas batas Indonesia, Kota Semarang yang berhasil diidentifikasi adalah Rattus norvegicus , sedangkan reservoir Hantavirus di daerah lintas batas Indonesia Kota Maumere (R. norvegicus dan R. tanezumi) dan Kota Kupang (R. norvegicus). Seroprevalensi infeksi Hantavirus pada reservoir di Kota Semarang daerah non lintas batas Indonesia sebesar 12.04% sedangkan di daerah lintas batas Indonesia Kota Kupang (1,09%) dan Maumere (25,53%). Hasil Pemeriksaan serologi terhadap pasien demam di Kota Semarang 1 positif IgM dan IgG dari 60 pasien sedangkan di daerah lintas batas negara Indonesia dari 31 pasien demam yang diperiksa tidak ada yang positif (Kupang) sedangkan di Maumere dari i 6 pasien demam 1 orang positif IgG. Jenis virus Hantavirus yang diidentifikasi dari reservoir di daerah non lintas batas Indonesia maupun di daerah lintas batas Indonesia adalah Seoul. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlu dilakukan beberapa upaya pada program kesehatan, antara lain: pengendalian tikus di wilayah pelabuhan, meningkatkan surveilan kasus Hantavirus pada manusia, termasuk metode diagnosis/deteksi dini di fasilitas pelayanan kesehatan serta melakukan penyuluhan tentang Hantavirus pada tenaga kesehatan dan masyarakat untuk pencegahan penularan infeksi Hantavirus.
vi
ABSTRAK SURVEI SEROPREVALENSI DAN GENOTYPING HANTAVIRUS DI DAERAH LINTAS BATAS INDONESIA
Disusun Oleh: Arief Mulyono, Ristiyanto, Farida Dwi H., Bagus Febriyanto, Dimas Bagus WP, Dhian Prastowo, Arum Sih Joharina, B. Yuliadi, Siska Indriyani dan Mega Tyas Prihatin.
Kasus infeksi hantavirus dilaporkan di banyak negara mengalami peningkatan dan strain hantavirus yang ditemukan semakin beragam. Diperkirakan setiap tahunnya teijadi 150.000 200.000 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) antara 5%-15%. Hama virus ditularkan ke manusia banyak terjadi melalui udara yang terkontaminasi dengan air liur, urin atau feses tikus yang infektif. Penularan Hanta virus antar tikus dapat melalui gigitan, kemungkinan manusia juga bisa tertular melalui cara tersebut. Sedangkan penyebaran tikus yang terinfeksi Hantavirus dapat teijadi melalui kapal yang bersandar di pelabuhan. Globalisasi yang diikuti peningkatan perdagangan maupun mobilitas penduduk antarwilayah dan antamegara merupakan faktor resiko teijadinya transmisi Hantavirus. Mengingat Indonesia mempunyai wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan mempunyai pelabuhan internasional maka perlu dilakukan penelitian mengenai seroprevalensi hantavirus pada manusia dan reservoirnya serta identifikasi jenis hantavirus untuk mendapatkan data base yang dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pengendalian. Tujuan penelitian adalah mengetahui seroprevalensi hantavirus pada manusia dan reservoirnya serta mengetahui genotyping hantavirus di daerah lintas batas Indonesia. Metode penelitian adalah survei dengan melakukan screening infeksi hantavirus pada manusia dan reservoirnya serta identifikasi jenis hantavirus yang ditemukan. Penelitian dilakukan di Kota Kupang, Maumere, dan Semarang. Dasar pemilihan Kota Kupang dan Maumere karena kedua kota tersebut mempunyai pelabuhan internasional dan termasuk dalam provinsi yang berbatasan dengan negara tetangga. Sedangkan Kota Semarang sebagai pembanding kota non lintas batas. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Desember 2014. Hasil penelitian menunjukkan reservoir Hantavirus di daerah non lintas batas Indonesia, yaitu Kota Semarang yang berhasil diidentifikasi adalah Rattus norvegicus, sedangkan reservoir Hantavirus di daerah lintas batas Indonesia Kota Maumere R. norvegicus dan R. tanezumi dan Kota Kupang R. nonegicus. Seroprevalensi infeksi Hantavirus pada reservoir di Kota Semarang daerah non lintas batas Indonesia sebesar 12,04% sedangkan di daerah lintas batas Indonesia Kota Kupang (1,09%) dan Maumere (25.53%). Hasil Pemeriksaan serologi terhadap pasien demam di K ota Semarang 1 positif IgM dan IgG dari 60 pasien. Di daerah lintas batas negara Indonesia dari 31 pasien demam yang diperiksa tidak ada yang positif (Kupang) sedangkan di Maumere
vii
dari 16 pasien demam 1 orang positif IgG. Jenis virus Hantavirus yang diidentifikasi dari reservoir di daerah non lintas batas Indonesia maupun di daerah lintas batas Indonesia adalah Seoul.
Kata kunci: Hantavirus. Seoul, Reservoir
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i SUSUNAN TIM PENELITI................................................................................................ii KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................... v ABSTRAK ......................................................................................................................vii DAFTAR ISI .................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii I.
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
II.
TUJUAN DAN MANFAAT ....................................................................................... 3 A. Tujuan Umum ......... .......................................................................................... 3 B. Tujuan Khusus .............................................................................. .................... 3 C. Manfaat Penelitian ...................... ..................................................................... 3
III.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 4 A. Hantavirus ......................................................................................................... 4 B. Reservoir Hantavirus .......................................................................................... 5 C. Epidemiologi Hantavirus ................................................. .................. .............. 6
IV.
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 8 A. Kerangka konsep ................................................................................................ 8 B. Desaian Penelitian .............................................................................................. 8 C. Tempat dan Waktu ............................................................................................. 8 D. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 8 E. Kriteria Inklusi .............................................................................................
10
F. Variabel ........................................................................................................
10
G. Definisi Operasional Variabel .......................................................................
10
H. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ..........................................................
10
ix
I. Pengawasan Kualitas Data ................................................................................... 21 J. Analisis Data ...................................................................................................... 22 V.
HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 11 A. Peta penyebaran perangkaptikus di daerah penelitian .......................................... 23 B. Tikus dan mamalia kecil yang tertangkap ........................................................... 26 C. Seroprevalensi Hantavirus................................................................................. 28 D. Identifikasi jenis virus Hantavirus ..................................................................... 31
VI.
PEMBAHASAN .................................................................................................... 34
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 38 A. Kesimpulan ...................................................................................................... 38 B. Saran ............................................................................................................... 38
VIII. UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... 39 IX.
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 40
X.
LAMPIRAN .......................................................................................................... 43
x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jenis dan jumlah tikus dan mamalia kecil yang tertangkap. dan keberhasilan penangkapan ................................................................................. 27 Tabel
2. Hasil pemeriksaan serologi tikus dan mamalia kecil lainnya ( Elisa) ......................................................................................................... 28
'l abel
3. R norvegicus positif terinfeksi Hantavirus berdasarkan berat tubuh dan jenis kelamin ................................................................................... 29
Tabel
4. Hasil pemeriksaan serologi pasien (Elisa), tahun 2014 ........................................... 30
Tabel 5. Hasil identifikasi virus Hantavirus di lokasi penelitian, tahun 2014 ............................................................................................................... 32
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Posisi pemasangan perangkap tikus di Pelabuhan Tanjung Mas Kota Semarang ...................................................................... 24 Gambar 2. Posisi lokasi pemasangan perangkap tikus di Pelabuhan Tenau Kota Kupang .................................................................................... 25 Gambar 3, Posisi pemasangan perangkap tikus di Pelabuhan El Sai Kota Maumere ............................................................................................ 25 Gambar 4. Posisi pemasangan perangkap tikus di Pelabuhan Wuring Kota Maumere ........................................................ ...................... 26 Gambar 5. Jenis tikus dan mamalia kecil yang tertangkap di tiga daerah penelitian, tahun 2014 ..................................................................... 27 Gambar 6, Keberhasilan penangkapan tikus dan mamalia kecil di tiga lokasi penelitian, tahun 2014 ........ ..................... ................................... ............................................................ ...............28 Gambar 7. Hasil pemeriksaan serologi (Elisa) terhadap tikus dan mamalia kecil ................. .............................. ............................................... ....................................... .............................. 29 Gambar 8. Hasil pemeriksaan serologi pasien di daerah penelitian tahun 2014 ................................................................................................. 30 Gambar 9. Hasil amplifikasi RNA virus Hantavirus dari Semarang, Kupang, dan Maumere ................................................................................ 31 Gambar 10.Hasil BLASH isolat virus Hantavirus dari lokasi penelitian, tahun 2014 ................................................................................ 31 Gambar 11. Hubungan filogenetik L segmen virus Hantavirus dari Kupang. Maumere dan Semarang dengan isolat Hantavirus dari berbagai Negara di Asia. Eropa dan Amerika. Analisis dilakukan dengan metode Neighbor-joining tree with tradisional classification ……………………………………………………33
xii
1. PENDAHULUAN
Hantavirus merupakan virus RNA dari famili Bunyaviridae penyebab penyakit pada manusia dengan dua macam manifestasi klinis, yaitu demam berdarah disertai gagal ginjal (Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome = HFRS) dan Hantavirus dengan sindrom pulmonum (Hantavirus Pulmonary Syndrome = HPS). Terdapat 30 jenis Hantavirus yang berhasil diidentifikasi dan 23 jenis menyebabkan penyakit pada manusia.’ Kasus HFRS banyak ditemukan di Asia sedangkan HPS ditemukan di Amerika Utara dan Amerika Selatan. Wabah Hantavirus pertama kali teijadi pada tahun 1950-1953 selama perang Korea. Lebih dari 3000 pasukan Perserikatan Bangsa Bangsa yang ikut berperang di Korea menderita penyakit berat dengan gejala demam, nyeri kepala, nyeri perut, gagal ginjal disertai dengan manifestasi
perdarahan
berupa
petekiae.
hematemesis,
melena,
hemtoptisis,
hematuria masif dan perdarahan susunan syaraf pusat (HFRS). Pada tahun 1980 sampai 1989 terjadi epidemi HFRS di Cina, ada 966.074 kasus dengan kematian 22.809 orang. Pada bulan Mei 1993 di Amerika Serikat terjadi sualu outbreak HPS dengan gejala klinik demam, batuk edema, disertai gagal nafas dengan mortalitas 5075%.' Genus Hantavirus penyebab HFRS pada manusia terdiri dari tujuh spesies yaitu virus Hantaan (HTNV), virus Seoul (SEOV), virus Dobrava (DOBV), virus Puumala (PUUV), virus Saarema (SAAV), virus Andes (ANDV) dan virus Thottapalayam (TPMV). Virus Sin- nombre (SNV) satunya-satunya penyebab HPS.2 Infeksi Hantavirus di seluruh dunia diperkirakan setiap tahunnya berkisar antara 150.000 sampai dengan 200.000 kasus. Kasus HPS di Amerika rata-rata ditemukan 200 per tahunnya, walaupun jumlahnya lebih kecil dari HPRS akan tetapi CFRnya mencapai 40%. Kasus HFRS di Asia yang disebabkan oleh HTNV dan SEOV paling banyak dilaporkan terjadi di Cina, Korea Se latan, dan Negara- negara Asia Tengah pecahan Rusia. Sejak tahun 1950-2001 di Cina lebih dari 1,4 juta kasus Hantavirus dengan kematian 45 ribu.3 Hantavirus di Indonesia termasuk dalam kelompok penyakit yang terabaikan
(neglected diseases). Kasus HFRS di Indonesia dilaporkan pertama kali pada tahun 2002 dengan jumlah kasus 11 orang. 4 Penelitian selanjutnya yang
I
merupakan hospital based study yang dilakukan tahun 2004 di 5 rumah sakit di Jakarta dan Makasar menunjukkan bahwa dari 172 penderita tersangka HFRS dengan gejala demam 38,5°C, dengan atau tanpa manifestasi perdarahan disertai dengan gangguan ginjal, ternyata dari 85 sera yang diperiksa 5 orang positif terhadap SEOV/HTNV. I terhadap PUUV dan 1 lainnya terhadap SNV.5 Ilewan pengerat dari famili Murinae. Arvicolinae, Sigmodontinae dan insektivora (Suncus murinus) adalah reservoir Hantavirus. Murinae dikonfirmasi sebagai reservoir HNTV, DOBV. SAAV, SEOV dan Amur virus yang menjadi penyebab HFRS. Selain itu juga sebagai reservoir beberapa jenis Hantavirus lain yang tidak ditularkan ke manusia. Ibrahim (2000), menyatakan Rattus norvegicus yang ditangkap di Jakarta terbukti sebagai reservoir virus Seoul (SEOV). Rattus
tanezumi yang ditangkap di Serang dilaporkan mengandung Hantavirus yang secara genetik dinyatakan sebagai spesies baru dengan nama virus Serang (SERV). Suncus
murinus yang ditangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu dilaporkan terinfeksi salah satu spesies Hantavirus yaitu virus Thottapalayam (TMPV) yang dengan serotyping dibuktikan sama dengan virus yang disolasi dari pasien di Thailand. 6 Hanta virus ditularkan ke manusia banyak terjadi melalui udara yang terkontaminasi dengan air liur, urin atau feses tikus yang infektif. Penularan Hanta virus antar tikus dapat melalui gigitan, kemungkinan manus ia juga bisa tertular melalui cara tersebut. 7 Sedangkan penyebaran tikus yang terinfeksi Hantavirus dapat terjadi melalui mekanisme transportasi antar wilayah, antara lain melalui transportasi laut menggunakan kapal.* Oleh karenanya pelabuhan juga dikenal sebagai point of
entry dari berbagai penularan penyakit antar daerah, pulau dan negara. Kewaspadaan dan deteksi dini terhadap berbagai penyakit infeksi di setiap wilayah point of entry merupakan salah satu prinsip dalan International Health Regulation (IHR) yang harus diterapkan oleh setiap negara di dunia yang telah meratifikasi kesepakatan tersebut dan Indonesia merupakan salah satu darinya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu untuk melakukan penelitian seroprevalensi Hantavirus, identifikasi reservoir penyakit dan jenis Hantavirus yang terdapat di daerah lintas batas atau pelabuhan yang berada di wilayah
2
perbatasan atau pelabuhan besar, untuk mendapatkan data yang dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pengendalian terhadap Hantavirus. Pelabuhan Semarang, Maumere dan Kupang dan merupakan pelabuhanpelabuhan dengan kriteria internasional atau yang dekat dengan negara tetangga. Pelabuhan-pelabuhan tersebut banyak dikunjungi oleh berbagai jenis kapal, baik dari domestik maupun mancanegara. Kondisi tersebut dan sekaligus mengingat bahwa pelabuhan merupakan point ofeniry penularan penyakit antar daerah, pulau dan negara, maka sangat dimungkinkan Hantavirus yang spesifik juga dapat ditemukan di Kota Semarang, Kupang dan Maumere.
3
II. TUJUAN DAN M ANFAAT
A.
Tujuan Umum Memperoleh gambaran proporsi infeksi Hantavirus dan jenis Hantavirus di beberapa daerah yang memiliki pelabuhan besar atau pelabuhan yang berbatasan dengan negara tetangga.
B.
Tujuan Khus us 1. Menghitung seroprevalensi Hantavirus pada manusia di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. 2. Mendeskripsikan jenis -jenis reservoir Hantavirus di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. 3. Menghitung seroprevalensi Hantavirus pada reservoir di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. 4. Mengidentifikasi strain/jenis Hantavirus di daerah wilayah pelabuhan pada perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. 5. Membandingkan seroprevalensi Hantavirus dan strain Hantavirus di wilayah pelabuhan pada daerah lintas batas (Kupang dan Maumere) dengan di daerah non lintas batas (Semarang).
C.
M anfaat Pe ne litian Hasil penelitian ini akan memperoleh data seroprevalensi dan strain Hantavirus di wilayah pelabuhan pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, sehingga dapat sebagai dasar bagi pencegahan dan pengendalian infeksi Hantavirus yang merupakan salah satu bagian dari upaya meningkatkan International Health Regulation System di wilayah point of entry.
4
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hantavirus Genus Hantavirus termasuk dalam famili Bunyaviridae, famili ini mencakup lebih dari 300 virus yang menginfeksi binatang, tanaman, manusia, dan artrophoda. Hantavirus terdistribusi di Benua Asia, Eropa maupun Amerika. Analisis molekuler menunjukkan bahwa Hantavirus merupakan genom 3 segmen ssRNA yang bersifat negatif sense. Genom terdiri atas small segmen (S), medium segmen (M) dan large segmen (L). Segmen S (1,7-2,0 kb) mengkode protein nukleokapsid (N), segmen M (3.6kb) mengkode protein prekusor glikoprotein dari dua glioprotein virus (G I dan G2) dan segmen L (6,5 kb) mengkode enzim RNA polymerase. 9 Anggota Hantavirus dapat dibedakan menjadi 3 kelompok berdasarkan penyakit yang ditimbulkannya. P ertama kelompok yang menyebabkan HFRS (Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome). Kedua kelompok yang menyebabkan HP S (Hantavirus Pulmonary Syndrome) dan ketiga yang tidak menimbulkan penyakit pada manusia. 1 0 Berbeda dengan anggota Bunyaviridae yang lain. Hantavirus (HTV) merupakan virus yang tidak memiliki vektor yang menularkan HTV diantara populasi rodensia. Hantaanvirus (HTNV), Dobrava dan Seoul virus (SEOV) merupakan penyebab H FRS sedang dan berat di kawasan Asia, sedangkan P umula virus merupakan penyebab HFRS ringan di kawasaan Skandinavia dan Eropa. Subtipe virus Sin Nombre merupakan penyebab HP S di Amerika utara dan Andes virus (ANDV) merupakan penyebab HP S dikawasan Amerika Selatan, Argentina dan Chili. Hantavirus berusia sekitar 900 tahun dan menunjukkan tingkat evolusi yang cepat seperti virus RNA lainnya. Frekuensi mutasi Hantavirus berkisar IO' 3 - 10"4 . 9
B. Re s e rvoir Hantavirus Ada tiga jenis hewan pengerat yang berperan sebagai reservoir HFRS di Asia dan Eropa yaitu: (1) Apodemus, reservoir untuk Hantaanvirus, Amur virus (AMRV), Soochong virus (SOOV), Dobrova (DOBV) dan Saaremaa virus
5
(SAAV). (2) Rattus norvegicus reservoir SEOV, Rattus rattus reservoir GOUV, Rattus tanezumi reservoir SERV, dan Bandicota reservoir THAIV. (3) Myodes, sebagai reservoir utama P UUV di Eropa. 1 ' Mencit dari genus Apodemus, termasuk Apodemus flavieollis, tersebar luas di Eropa kecuali Scandinavia. Kepulauan Inggris, dan Eropa Barat yang dekat dengan Sainudera Atlantik berperan sebagai reservoir DOBV. DOBV menyebabkan HFRS akut dengan angka kematian yang tinggi. Apodemus agrarius sebagai reservoir SAAV dan DOBV. Apodemus agrarius koreae di Negara Asia Timur jauh dan China berperan sebagai reservoir HTNV. Apodemus peninsulae sebagai reservoir AMRV atau SOOV yang merupakan varian dari HTNV. 1 2 Rattus non>egicus yang penyebarannya di seluruh dunia berperan sebagai reservoir SEOV. Garis keturunan yang berbeda dari SEOV adalah GOUV yang dibawa oleh Rattus rattus di China. Tikus rumah Rattus tanezumi sebagai pembawa SERV di Asia Tenggara. Bandicota indica dan Bandicota savilei reservoir THAIV. 1 1 Semenjak pertama kali ditemukan HP S di Amerika Serikat pada tahun 1993 dan isolasi agent penyakit yaitu Sinombrevirus (SNV) dari Peromyscus maniculatus lebih dari 30 jenis strain baru Hantavirus berhasil diidentifikasi Reservoir pembawa Hantavirus di Amerika diantaranva adalah Peromyscus maniculatus pembawa Monongahela Virus (MNGV), Peromycus leucopus sebagai reservoir New York Virus (NYV). Oryzomys palustris sebagai reservoir Bayou Virus (BAYV), Svgmodon hispidus sebagai reservoir BCCV. Di Amerika Latin Oligoryzomys longicaudatus sebagai reservoir Andes Virus (ANDV), Necromvs lasiurus sebagai reservoir Araraquara Virus (ARAV), Calomyslaucha sebagai reservoir Choclo Virus. 1 4 Data di Indonesia (Jakarta) Rattus norvegicus telah diidentifikasi sebagai reservoir virus Seoul. Suncus murinus yang ditangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu dilaporkan terinfeksi salah satu spesies Hantavirus yaitu virus Thottapalayam (TMP V) yang dengan serotyping dibuktikan sama dengan virus yang disoiasi dari pasien di Thailand. Terakhir, pada Rattus tanezumi yang ditangkap di K abupaten Serang, P ropinsi Banten berhasil diektraksi RNA
6
Hantavirus yang ternyata berbeda secara genetik dari virus yang pernah dilaporkan di dunia nyang kemudian dinyatakan sebagai spesies baru dengan nama Virus Serang (SERV). 1 4
C. Epide miologi Pe nularan Hantavirus Infeksi Hantavirus kc manusia sebagian besar dikarenakan kontak antara manusia dengan tikus domestik dan tikus peridomestik. P enularan antar manusia untuk sebagian besar Hantavirus belum terlaporkan, akan tetapi di Chili dan Argentina penularan virus ANDV dari orang ke orang sudah terlaporkan. Hantavirus ditularkan ke manusia teijadi melalui udara yang terkontaminasi dengan air liur, urin atau feses tikus yang infektif Hantavirus. P enularan Hantavirus antar tikus dapat melalui gigitan, kemungkinan manusia juga bisa 7
tertular melalui cara tersebut. Studi epidemiologi Hantavirus di Asia dan Eropa berkembang setelah ditemukannya Hantaanvirus (HTNV) penyebab HFRS. Awalnya studi menunjukkan bahwa petani, tentara, dan penduduk pedesaan yang paling kemungkinan tertular HFRS. Awainya diyakini bahwa HFRS hanya terjadi di daerah pedesaan Eurasia, khususnya China, Korea Selatan, Rusia bagian timur, dan utara Eropa. Surveilans menunjukkan bahwa HFRS disebabkan oleh SEOV juga bisa terjadi di kota -kota perkotaan dan di banyak belahan dunia. Di Eropa, P UUV menyebabkan HFRS, dengan 35.424 kasus yang dilaporkan pada akhir 2006; 95% dari kasus dilaporkan setelah tahun 1990. Secara umum, infeksi P UUV terjadi di seluruh benua dalam rentang habitat dari Myodes giareolus. Infeksi DOBV sejauh ini diidentifikasi hanya di wilayah Balkan meskipun reservoir virus ini (A flavicollis) terdistribusi di daerah yang jauh lebih luas. 9 Epidemiologi Hantavirus di Indonesia masih belum banyak diketahui, beberapa hasil survei serologi pada rodensia telah dilakukan sejak tahun 19841985 di pelabuhan kota P adang dan Semarang, selain itu juga telah dilaporkan beberapa studi kasus HFRS di Yogyakarta tahun 1989. P enelitian selanjutnya yang merupakan hospital based study dilakukan tahun 2004 di 5 rumah sakit di Jakarta dan Makasar menunjukkan bahwa dari 172 penderita tersangk a HFRS
7
dengan gejala demam 38,5"C. dengan atau tanpa manifestasi perdarahan disertai dengan gangguan ginjal, ternyata dari 85 serum yang diperiksa 5 positif terhadap SEOV, 1 terhadap HTNV, 1 terhadap P UUV dan 1 lainnya terhadap SNV. 1 ’'
8
IV. M ETODE PENELITIAN
A. Ke rangk a Kons e p
Su rv ei
p ro p o rs i
in feks i
Han t av iru s
p ad a man u s ia
Su rv ei p ro p o rsi in feks i Han t av iru s
Kep u t u s an In fo rmas i
men en t u kan
t in d akan / keb ijakan
p ad a res ervo ir
Su rv ei
s t rain / jen is • A lu r d iag n o s is / d et eks i
Han t av iru s
• Pen g o b at an • Pen g en d alian res erv o ir
B. De s ain Pe ne litian P enelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitik dengan rancangan crossectional C. Te mpat dan Wak tu P enelitian ini dilakukan di Kota Semarang. Kupang dan Maumere. P enelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2014. P elabuhan di Kota Semarang dipilih sebagai pembanding kota non lintas batas yang memiliki pelabuhan internasional. D. Populas i dan Sampe l P opulasi pertama adalah tikus, mencit dan cecurut yang akan ditangkap dari sekitar rumah penduduk di daerah perimeter pelabuhan (radius 500 m dari dermaga) dan 2 daerah buffer pelabuhan (radius 5 km dari perimeter) di Kota Kupang. Maumere, dan Semarang. Setiap tikus yang ditangkap akan diambil darah, dan organ dalamya (paru paru) 16 Besar Sampel tikus, mencit dan cecurut ditentukan dengan penghitungan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut (Lameshow, e / a l , 1990). 1 7
9
nl
(Zα) 2 p q
80,67
L2
(L96) 2 x 0,30 x 0.70
3.8416 x 0,30 x 0.70
0.8067
0.01
0,01
(0.1) 2
Keterangan: α (alpha) = tingkat kesalahan. = 5% Statistik Za = 1,96 p = besar proporsi infeksi Hantavirus yang diteliti = 30 % q = I - p = 70 % L = presisi (ketepatan), biasanya L = 10% Antisipasi tikus yang didapat telah mati (mati di dalam perangkap sehingga tidak bisa diambil darahnya) sebelum di proses sebanyak 10 % maka besar sampel menjadi: n2 = nl +10 % x nl = 80.67 = 8,067 = 88,137 Sehingga besar Sampel tikus, mencit dan cecurut yang akan ditangkap di rumah / kebun/ ladang di daerah pemukiman adalah 90 ekor di setiap kota. 1 0
Populasi kedua adalah: I) Pasien di RS/ Puskesmas/ Pustu dengan gejala demam tinggi (> 38,5 °C) atau riwayat demam < 7 hari; 2) Mengalami leukositopenia dan trombositopenia yang datang selama periode sejak bulan April sampai dengan bulan Oktober 2014: 3) Bersedia terlibat dalam penelitian. Besar Sampel dihitung
menggunakan
rumus
sebagai berikut (Lameshow, et
al., 1990)' 7
n3 = 72.99
(Zα) 2 p q L2
(l,96) 2 x 0,05x0.95
3.8416x0.05 x0,95
0,1825
0.0025
0,0025
(0.05)2
Keterangan: α (alpha) = tingkat kesalahan. = 5% Statistik Za — 1,96 p = besar proporsi infeksi Hantavirus yang diteliti = 5 % q = I — p = 95 % L = presisi (ketepatan) mutlak = 5 % Besar sampel minimal sebesar 73 ditambah antisipasi batal/drop out sampel 10%, diperoleh jumlah sampel minimal untuk penelitian sebesar 80 orang.
10
P asien peserta yang batal adalah pasien yang mengundurkan diri sebagai responden. P engambilan besar sampel tikus dan manusia mengacu pada Ibrahim IN. et aL 2013. 1 6
A. Krite ria Ink lus i Inklusi : P enderita dengan gejala demam 38,5
<JC
< 7 hari, disertai leukopenia dan
trombositopenia Eksklusi: yaitu calon responden yg sesuai kriteria inklusi tetapi tidak dapat diambil darahnya dikarenakan: a. b.
Sakit berat Riwayat perdarahan: hemofili, ITP
B. Variabe l 1.
Variabel terikat: proporsi Hantavirus pada manusia, proporsi Hantavirus pada reservoir, strain Hantavirus
2.
Variabel bebas : manusia dan tikus
C. De finis i Ope ras ional Variabe l 1.
P roporsi infeksi Hantavirus pada orang: Orang yang positif serologi dengan Elisa. Skala: rasio. Satuan: penderita
2.
P roporsi infeksi Hantavirus pada reservoir: Tikus, mencit dan cecurut yang positif serologi dengan Elisa. Skala: Rasio. Satuan: ekor
3.
Strain hanta virus : Jenis Hantavirus yang diketahui dengan RT-P CR dan sekuensing. Skala: Rasio. Satuan: -
4.
Daerah lintas batas: P rovinsi di Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga Skaia: Rasio. Satuan: -
11
H. Ins trume n dan Cara Pe ngumpulan Data A. Instrument 1.1 Bahan dan alat pengumpulan data kasus Hantavirus a. Alat tulis
1 set
b. Checklist
25 lembar
1.2 Bahan dan alat pengumpulan data kepadatan populasi tikus a.
P erangkap kawat
750 prk
b.
Kantong kain putih
200 ptg
c.
Alat bedah
2 set
d.
Kawat halus
1 gulung
e.
Kapas
3 gulung
f.
Timbangan
I unit
g-
P enggaris, 15cm & 60cm
I unit
h.
Formulir data
50 lembar
i.
Ketamin
1 botol
j-
Xylazine
1 botol
k.
P apan tripleks, 20x60cm
25 lembar
I.
P aku payung / paku kecil
1 ons
m.
Kertas label & benang
200 set
n.
Kantong plastik kecil (7 '/i x 15 cm)
100 lembar
o.
Tali rafia
1 gulung
P.
Baterai lengkap
6 buah
q.
Umpan (khusus untuk kelapa)
10 buah
1.3 Bahan dan alat pengumpulan data seroprevalensi virus hantaan pada manusia dan tikus a.
Alat suntik (3cc,
5cc. lOcc)
400
unit
b.
Jarum suntik (21
G, 22 G, 23
400
unit
c.
Vial 5 cc
400
unit
d.
Tube 1,5 ml
400
unit
G)
1.4 Bahan dan alat pemeriksaan virus hantaan dengan menggunakan ELISA a. Elisa kit lgM/IgG untuk manusia (Focus) 4 kit
12
b.
Elisa kit untuk tikus (ExpressBio)
4 kit
c.
Micropipette tip
2 pak
1.5 Bahan dan alat pemeriksaan virus bantaan dengan menggunakan RT - P CR a.
FT A card
1 pkt
b.
FTA purification reagen
1 pkt
c.
P ureLink Viral RNAONA Mini Kit
6 kit
d.
SuperScript III One-Step
RT-P CR
System with P latinumTaq
3 pkt
e.
Ultra P ure Agarose
100 gr
f.
UltraP ure 10X TBE Buffer
1 Lt
g.
100 bp DNA Ladder
50 ug
h.
P rimer set
1 psg
i.
RNAse free water
2 tube
j.
dH20
6 tube
k.
P rimer Set P rimer tahap pertama: Hanta-L FI: ATGTAYGTBAGTGCWGATGC Hanta -L RI: AACCADTCWGTYCCRTCATC P rimer tahap kedua: Hanta-L F2; TGCWGATGCHACIAARTGGTC Hanta -L R2: GCRT CRT C W G ART GRT GD GC A A
B . Cara Pe ngumpulan Data 2.1 Cara pe nangk apan tik us a.
P erangkap tikus dipasang pada rumah penduduk yang berada di daerah perimeter pelabuhan (radius 500 m dari dermaga) dan daerah buffer pelabuhan (radius 5 km dari perimeter).
b.
Jumlah perangkap yang digunakan untuk menangkap tikus sebanyak 100 perangkap. Limapuluh perangkap di pasang di dalam rumah dan 50 perangkap dipasang di luar rumah (kebun).
13
c. P enangkapan likus dilakukan 3 hari beriurut -turut selama penelitian. d. P enangkapan tikus dilakukan dengan memasang perangkap pada sore hari mulai pukul 16.00 WIB kemudian perangkapnya diambil esok harinya antara pukul 06.00 - 09.00 WIB. P emasangan perangkap di dalam rumah, setiap rumah dipasang 2 perangkap. P eletakan perangkap di dapur atau di kamar. P erangkap diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus, misalnya dengan melihat bekas telapak kaki, dan kotoran. P enangkapan tikus di luar rumah/kebun digunakan 1 perangkap untuk area seluas lebih kurang 10 m 2 . e. Kelapa bakar digunakan sebagai umpan dan diganti setiap 2 hari sekali. f. Tikus yang terperangkap segera dimasukkan ke dalam kantong kain dan diberi label. 2.2 Cara k e rja pe ngambilan s e rum tik us a. Tikus dalam kantong kain diambil dan dipingsankan dengan metode parenteral dengan menggunakan Ketamine HCL. Obat anastesi tersebut diberikan secara intramuskular dengan syringe needle 21 G. Anestesi umum terjadi selama 20 - 40 menit b. Setelah penyuntikan Ketamine 50-100 mg/kg berat badan dan recovery sempurna tercapai selelah 1,5 jam. Untuk mengurangi saliva, lebih dahulu diberikan Atropin (0.02-0.04 mlg/kg) secara
14
intramuskular. Untuk memperoleh darah daiam jumlah banyak dan dalam waktu singkat digunakan cara intracardial. c. Setelah tikus pingsan» kemudian kapas beralkohol 70 % dioleskan di bagian dada selanjutnya jarum suntik ditusukkan di bawah tulang rusuk sampai masuk lebih kurang 50 - 75 % panjang jarum. P usisi jarum membentuk sudut 450 terhadap badan tikus yang dipegang tegak lurus, setelah posisi jarum tepat mengenai jantung, secara hati- hati darah dihisap s ampai diusahakan alat suntik terisi penuh. P engambilan darah dari jantung tikus dapat diulang maksimal 2 kali, karena apabila lebih dari 2 kali biasanya darah mengalami hemolisis. Darah dalam alat suntik dimasukkan dalam tabung disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Serum selanjutnya dimasukkan dalam vial dan disimpan dalam tabung berisi nitrogen cair. 2.3 Cara k e rja pe ngambilan jaringan tik us , me ncit, dan ce curut a. Tikus, mencit dan cecurut yang telah diambil darahnya, kemudian dibedah untuk dia mbil jaringan organ dalam (paru-paru). b. Selanjutnya dikumpulkan secara aseptis dan disimpan di dalam vial. c. Vial yang berisi jaringan selnjutnya dimasukkan dalm tabung berisi nitrogen cair dengan suhu dibawah - 80° C. 2.4 Cara k e rja is olas i RNA Hantavirus dari paru-paru tik us de ngan FTA card a. P aru-paru diambil sebanyak 3 mg, dimasukkan dalam vial 1.5 ml b. Ditambah larutan P BS lx sebanyak 100 pL
15
c.
Digerus sampai homogen dan diambil 40 pL dengan mikropipet dan diteteskan pada lingkaran kertas FTA card.
d. Dibiarkan kering angin selama 3 jam. Setelah kering dimasukkan dalam plastik zipper dan disimpan dalam suhu ruang. 2.5 Cara pe ngambilan s e rum pas ie n a.
Darah pasien akan diambil sebanyak 5 ml pada setiap kali pengambilan dari vena brachialis/ cubitus di lipatan siku lengan menggunakan syringe dan needle steril atau jarum dan tabung vakum steril. Serum yang digunakan dalam pengujian sebanyak 10pL. 1 7
b. Darah dalam tabung disentrifuge pada 3000 rpm selama 15 menit untuk diambil serumnya. c.
Selanjutnya serum dipisahkan/dipindahkan kedalam cryovial dan segera disimpan dalam suhu -70°C (dalam liquid nitrogen flask atau electric deep freezer).
d. P engiriman serum dari lokasi penelitian ke Salatiga dengan memasukkan serum ke dalam tabung nitrogen cair dan diangkut den gan menggunakan kargo pesawat. 2.6 Cara k e rja Enzyme linked immunosorbent assay (Elisa) untuk tik us dan mamalia k e cil lainnya de ngan k it Elisa (Expre s s B io) Cara kerja E/isa sesuat dengan prosedur yang ada pada kit. a.
Serum diencerkan dengan perbandingan 1:50. Diambil serum sebanyak 5
pL dan ditambahkan 245 pL pengencer serum. b.
Setiap sumuran plate diisi dengan serum yang telah diencerkan sebanyak
100 pL. Setiap sampel diisikan pada 2 sumuran, strip (+) dan ( -) c.
Sisakan 4 sumuran plate untuk kontrol positif dan ne gatif
d.
P late ditutup dan diinkubasi pada suhu 370C selama 45 menit
e. I)
P late dicuci dengan larutan pencuci 5 x. Kosongkan/buang isi sumuran 16
2) Tiap sumuran diisi dengan larutan pencuci sebanyak 200 pL 3} Buang/sumuran dikosongkan 4) b - c diulangi 4 x. (total 5 x pencucian) 5)
P late
dibalik dan ditepuk-lepuk pada kertas absorban.
Dilakukan dengan hati-hati biar sumuran tidak lepas. f.
Larutan konjugat ditambahkan sebanyak 100 pL pada setiap sumuran dan diinkubasi pada suhu 370C selama 45 menit.
g.
Setelah diinkubasi dicuci dengan larutan pencuci sebanyak 5 x.
h.
Ditambahkan ABTS peroksidase substrat ke dalam setiap sumuran sebanyak 100 p L.
i.
P late diinkubasi pada suhu ruang (20 - 350C) selama 30 menit
j. Ditambahkan larutan stop solution pada masing-masing sumuran sebanyak 25 pL k. P embacaan hasil dengan elisa reader pada panjang gelombang 405 nm. 2.7 Cara k e rja Enzyme linked immunosorbent assay (Elisa) IgM dan LgG untuk pas ien de ngan k it Elisa (Focus) Cara keija Elisa sesuai dengan prosedur yang ada pada kit. a.
Serum sampel, kontrol, dan kalibrator diencerkan dengan perbandingan 1:101. Diambil serum sebanyak 10 pL dan ditambahkan 1000 pL pengencer.
b.
Semua reagen diletakkan dalam suhu kamar
c.
Sumuran plate ditambahkan wash buffer dan didiamkan selama 5 menit. Setelah itu dibuang, tepukkan plate pada kertas tisu,
d.
Tambahkan 100 pL sampel diluent ke dalam sumuran plate serta tambahkan 100 pL serum sampel, kontrol dan kalibrator pada sumuran plate yang telah ditentukan.
e.
P late ditutup dengan parafilm diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit
f.
P late dicuci dengan larutan pencuci 4 x. 1) Kosongkan/buang isi sumuran
17
2)
T iap sumuran diisi dengan larutan pcncuci sebanyak 200
3)
Huang/sumuran dikosongkan
4)
b - c diulangi 3 x. (total 4 x pencucian)
5)
P late dibalik dan ditepuk-tepuk pada kertas absorban, Dilakukan
dengan hati-hati biar sumuran tidak lepas. g.
Larutan konjugat ditambahkan sebanyak 100 jiL pada setiap sumuran dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit.
h.
Setelah diinkubasi dicuci dengan larutan pencuci sebanyak 4 x.
i.
Ditambahkan substrat ke dalam setiap sumuran sebanyak 100 nL. Diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
j. Ditambahkan larutan stop solution pada masing-masing sumuran sebanyak 100 |i L k. P embacaan hasil dengan elisa reader pada panjang gelombang 450 nm. 2.8 Cara k e rja Ne s te d PCR Cara kerja nested P CR mengacu pada Klempa 2007. 1 8 2.7.1.
Isolasi RNA dari jaringan paru
P ada tahap 1-4 tabung harus selalu berada pada suhu 4°C (es) a.
P otong jaringan sekitar 30 mg (seukuran 2x cotton buds) di atas
alumuniu foil yang diletakan diatas es untuk mencegah kerusakan RNA dan masukkan ke dalam 1.5 ml microtubes. Benamkan dalam es, b.
Tambahkan 100 ul buffer RLT dan inkuba si selama 5 menit.
c.
Hancurkan jaringan dengan menggunakan 'tissue grinder' hingga benar-
benar homogen (hancur -tidak ada gumpalan). d.
Tambahkan lagi 400-500 bufer RLT dan gunakan ‘tissue grinder*’ untuk menghomogenisasi.
e.
Sentrifus tabung pada kecepatan 13.000-14.000 rpm selama 3 menit.
f.
Ambil supernatant (berwarna sedikit kemerahan) dan pindahkan ke dalam
microtube 1.5 ml yang baru. P erkirakan jumlah volume supernatant.
18
g. Tambahkan ethanol 70% ke dalam supernatant dengan perbandingan 1:1. h. P indahkan campuran (#7) ke dalam RNeasy spin column (warna pink) dengan volume maksimum 700 ul. i.
Sentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 -30 detik. Kosongkan “collection tubes”.
j. Jika masih ada campuran (#7) masukkan kembali ke dalam spin column. k. Sentrifus kembali pada kecepatan 10.000 rpm. 15 -30 detik. Kosongkan “collection tubes". I. Tambahkan 700 ul buffer RW1 ke dalam filter column untuk mencuci RNA. Sentrifus 10.000 rpm/15 detik. Kosongkan “collection tubes”, m. Tambahkan 500 ul buffer RP E untuk mencuci RNA. Sentrifus 10.0
rpm/15 detik. Kosongkan “collection tubes”.
n. Tambahkan lagi 500 ul buffer RP E untuk mencuci RNA. Sentrifus 10.0
rpm selama 2 menit. Kosongkan “collection tubes”.
o. Sentrifus filter column dalam keadaan kosong pada kecepatan maksimum (1314.000 rpm) selama 1 menit untuk membuang semua sisa ethanol, p. P indahkan filter ke dalam tabung 1.5 ml yang baru. 2.7.2.
Isolasi RNA dari FTA card
a. Area sampel disk FTA card dipotong sebesar 2 mm sejumlah 1-3 potong. b. P otongan disk FTA dimasukkan ke dalam mikroplate U bottom c. RNA rapid extraction solution ditambahkan sebanyak 100 pL dan dishaker selama 5 menit atau sampai disk sampel terdegradasi sempurna. d. Lysis/binding solution dimasukkan sebanyak 130 |iL ke dalam sumuran plate. e. P indahkan 60 pL sampel solution ke dalam plate (prosesing plate) yang terdapat di MagWax-96 viral RNA isolation kit.
19
f. P late dishaker selaina 1 menit. g. Bead mix divortex dan ditambahkan 20 pL ke daiam tiap sumuran plate. h. P late dishaker selama 5 menit untuk meiisiskan seluruh virus dan menangkap RNA dengan RNA binding beads. i. P rosesing plate dipindahkan ke magnetic stand untuk menangkap RNA binding beads. P late didiamkan selama minimal 3 menit. j. Supematan diambil dan dibuang tanpa mengga nggu beads, prosesing plate dipindahkan dari magnetic stand, k. Wash solution I ditambahkan sebanyak 150 nL ke setiap sampel dan dishake selama 1 menit. 1. P rosesing plate diletakkan pada magnetic stand untuk menangkap binding beads selama 1 menit atau hingga campuran menjadi jemih. m. Supematan diambil dan dibuang tanpa mengganggu beads, prosesing plate dipindahkan dari magnetic stand, n. Tahap pencucian diulangi hingga 2 kali (11-15). o. Wash solution 2 ditambahkan pada sampel sebanyak 150 jiL dan dishake selama I menit, p. P rosesing plate dipindahkan ke magnetic stand untuk menangkap RNA binding beads. P late didiamkan selama minimal 3 menit. q. Supematan diambil dan dibuang tanpa mengganggu beads, prosesing plate dipindahkan dari magnetic stand, r. P encuc ian ke 2 diutangi hingga 2 kali (1719). s. P rosesing plate dipindahkan ke shaker dan dishaker selama 2 menit agar alkohol yang tersisa menguap (maksimal dishaker selama 5 menit). t. Elution buffer ditambahkan sebanyak 20 - 50 uL, dishaker kencang selama 3 menit, u. P rosesing plate dipindahkan ke magnetic stand untuk menangkap RNA binding beads. P late didiamkan selama minimal 3 menit.
20
v. Supematan yang berisi RNA dipindahkan ke lube 1,5 ml. disimpan pada suhu 70°C. 2.7.3.
Amplifikasi tahap pertama
a. P olymerase Chain Reaction reaction master mix sebanyak 25pL dibuat untuk satu kali reaksi P CR. Adapun langkah pencampuran dan komposisi reaction master mix sebagai berikut: b. P rimer forward sebanyak 1,25|iL dan primer reverse sebanyak 1,25(J.L, 8 pL ddH20, enzim platinum® DNA taq polymerase sebanyak 12,2pL, 2 jiL template (hasil isolasi RNA) ditambahkan ke dalam P CR tube, total volume 25 pL. Campuran ini divortex dan dispin down sebelum aliquot di dalam P CR tube. Selanjutnya di dalam BSC 2 master mix di tambahkan 2 nL template (hasil isolasi RNA). Semua proses pencampuran reagen harus dalam kondisi dingin. c. P CR tube yang sudah berisi P CR reaction master mix ini kemudian diletakkan pada thermal cycler P CR machine. d. P engaturan P CR untuk tahap pertama ada 3 tahap siklus. e. 96°C selama 30 detik (denaturasi) f. 60°C selama 35 detik (annealing) g. 72°C selama 50 detik (extend) Di lakukan 7 kali putaran h. 96°C selama 30 detik (denaturasi) i. 55°C selama 1 menit (annealing) j. 72°C selama 50 detik (extend) Dilakukan 35 kali putaran 2.7.4.
Amplifik as i tahap k e dua
a. P olymerase Chain Reaction reaction master mix sebanyak 25(J.L dibuat untuk satu kali reaksi P CR. Adapun langkah pencampuran dan komposisi reaction master mix sebagai berikut:
21
b. P rimer forward sebanyak 1.25|iL dan primer reverse sebanyak 1.25(iL, 8 [iL ddH20, enzim platinum® DNA taq polymerase sebanyak 12,2pL, produk dari P CR tahap pertama 2 }j.L ditambahkan ke dalam P CR tube, total volume 25 fiL. Campuran ini divortex dan dispin down sebelum aliquot di dalam P CR tube. Selanjutnya di dalam BSC kelas 2 master mix di tambahkan 1 hasil P CR tahan pertama Semua proses pencampuran reagen harus dalam kondisi dingin. c. P CR tube yang sudah berisi P CR reaction master mix ini kemudian diletakka n pada thermal cycler P CR machine. d. P engaturan P CR untuk tahap pertama ada 3 tahap siklus. e. 96°C selama 30 detik (denaturasi) f. 65°C selama 35 detik (annealing) g. 72°C selama 50 detik (extend) Di lakukan 10 kali putaran h. 96°C selama 30 detik (denaturasi) i.
53°C selama 1 menit (annealing)
j. 72°C selama 50 detik (extend) Dilakukan 35 kali putaran 2.7.5.
Analis is produk PCR me nggunak an e le k trofore s is
a. Membuat gel agarose \% dengan buffer TBE lx, kemudian dicetak dalam cetakan agarose. b. Ke dalam sumur gel agarose, dimasukkan marker, kontrol positif, dan produk P CR masing-masing sebanyak 10 A L. c. Running elektroforesis pada 110 Volt selama 45 menit. d. Hasil elektroforesis direndam dalam larutan Ethidium Bromida 1% selama 15 menit. e. Setelah 15 menit, gel dicuci dengan air mengalir kemudian dilihat (didokumentasikan) dengan Gel Doc.
22
2.9 Se k ue ns ing has il PCR Hasil amplifikasi gen yang telah dielektroforesis pada gel agarose tersebut kemudian diisolasi dan dipurifikasi untuk selanjutnya dilakukan sekuensing untuk memperoleh visualisasi urutan nukleotida.
Sekuensing dilakukan dengan
menggunakan alat sequencer ABI Prism 377 A. Metode yang digunakan adalah jluorescent-dye terminator cycle sequencing.
I.
Pe ngawas an Kualitas Data a. Sebelum pengambilan data petugas yang akan ke lapangan di kumpulkan dan diberi penjelasan tentang teknik penagkapan tikus, pengambilan darah tikus, pengambilan darah manusia, penyimpanan sampel dilapangan, tra nsportasi sampel sampai ke laboratorium dan prosesing sampel di laboratorium. b.
Standarisasi dan kalibrasi peralatan yang akan digunakan.
c. Melakukan monitoring selama pengambilan sampel dan prosesing sampel di laboratorium
d.
Mempersiapkan log book untuk semua a nggota tim penelitian
J. Analisis Data Hasil Elisa, Obtical density (OD) dibaca pada 405 nm untuk produk dari ExpressBio dan 450 nm untuk produk dari Focus menggunakan Elisa Reader. P anel dari serum normal, yang negatif terhadap antibodi spesifik Hantavirus digunakan untuk menentukan nilai cut-off. Sampel dikatakan positif bila nilai OD nya lebih besar dari rata -rata ditambah tiga standard deviation dari serum kontrol normal. P enentuan strain Hantavirus dengan sekuensing.
23
D. Ide ntifik as i Je nis Virus Hantavirus Ribonucleic acid viras diisolasi dengan mengekstraksi paru-paru tikus yang positif secara serologi setelah itu RNA virus yang diperoleh diamplifikasi dengan teknik nested P CR. Hasil amplifikasi RNA virus dapat dilihat pada gambar 9. P ada gambar pita yang diperoleh 388 bp.
Gambar 9. Hasil amplifikasi RNA virus Hantavirus dari Semarang, Kupang, dan Maumere Keterangan: M= marker; K = kontrol: KP 14 = sampel dari Kupang; M16, M6 = sampel dari Maumere; B3, KM 18. KM31, KM 12, B15. KM1 = sampel dari Semarang
Ribonucleic acid virus yang berhasil diamplifikasi selanjutnya dilakuakan sekuensing untuk melihat susuna n asam basanya dan diblash dengan Genebank untuk menentukan jenis virus Hantavirus. Hasil blash menunjukkan jenis Hantavirus di lokasi penelitian mempunyai homologi tertinggi sebesar 98% dengan virus Seoul (gambar 10).
Gambar 10. Hasil BLASH isolat virus Hantavirus dari lokasi penelitian. 2014 '2 1
V. HASIL PENELITIAN
A. Peta penyebaran perangkap tikus di daerali penelitian Lokasi pemasangan perangkap tikus di Kota Semarang di daerah buffer dan perimeter Pelabuhan Tanjung Mas disajikan pada gambar 1. Penangkapan tikus di Kota Kupang dilakukan di daerah buffer dan perimeter Pelabuhan Tenau (gambar 2). Pemasangan perangkap tikus di Kota Maumere dilakukan di daerah buffer dan perimeter pelabuhan El Sai (gambar 3) dan Pelabuhan Wuring (gambar 4).
Pelabuhan El Sai merupakan pelabuhan penumpang dan
pelabuhan bongkar muat peti kemas, sedangkan Pelabuhan Wuring merupakan pelabuhan bongkar muat logistik dan tempat pelelangan ikan.
PETA CITRA P€PSEBAR*N 7IKUS LOKASI KOTA SEMARANG
Gambar I. Posisi pemasangan perangkap tikus di Pelabuhan Tanjung Mas Kota Semarang
24
FE1A CITRA FCSIS FER SEBARAN FERANGKAP TIKUS LOKASI KUFANG BULAN AGUSTUSNCVEM BER 20 M
Gambar 2. Pos is i lokas i pemas angan perangkap tikus di Pelabuhan T enau Kota Kupang
PETA CITRA FERSEBARAN TIKUS LOKASI MAUMERE 1 BULAN AGUSTUSNCVBM BER 2014
Gambar 3. Pos is i pemas angan perangkap tikus di Pelabuhan El Sai Kota Maumere
25
Gambar 4. Posisi pemasangan perangkap tikus di Pelabuhan Wuring Kota Maumere
B. Tikus dan mamalia kecil yang tertangkap Hasil penangkapan mamalia kecil di Kota Semarang diperoleh sebanyak 166 ekor dengan keberhasilan penangkapan sebesar 20,75 persen. Hasil identifikasi spesies adalah Rattus norvegicus, Rattiis tanezumi. Rattus exulans. dan Suncus murinus. Hasil penangkapan mamalia kecil di Kota Kupang diperoleh sebanyak 107 ekor dengan keberhasilan penangkapan 17,83 persen. Hasil identifikasi diperoleh spesies R norvegicus. Rattus sp., S. murinus. Hasil penangkapan mamalia kecil di Kota Maumere tertangkap 126 ekor, hasil identifikasi diperoleh spesies R norvegicus, S. murinus. keberhasilan penangkapan 17,83 persen (tabel I).
26
T abel 1. J enis dan jumlah tikus dan mamalia kec il yang tertangkap, dan keberhas ilan penangkapan Lokas i
Kupang
J enis
J antan Sek Betina
R. norvegieus R. lanezumi Rattus sp. S murinus
40
55
2 0
4 4
2
0
R. norvegieus
46
R. lanezumi Rattus sp. S. murinus
95
17. 83
4
2
58
107 114
3
7
10
1
0
1
1
0
21
1
total
Semarang
Keberhas ilan Penangkapan (%)
6
total
Maumere
J umlah
126
R. norvegieus
25
R. lanezumi R. e.xulam S. murinus
25 5 10
total
49
74
34
59
15
25
8
3
166
Gambar 5. J enis tikus dan mamalia kec il yang tertangkap di tiga daerah penelitian, tahun 2014
27
20. 75
Gambar 6. Keberhas ilan penangkapan tikus dan mamalia kec il di tiga lokas i penelitian, tahun 2014
C. Seropre valensi Hantavirus Has il pemeriks aan s erologi tikus dan mamalia kec il dengan Elisa yang dilakukan diperoleh s eroprevalensi Hantavirus tertinggi di Kota Maumere diikuti Kota Semarang dan Kota Kupang (tabel 2). T abel 2. Has il pemeriks aan s erologi tikus dan mamalia kec il lainnya (Elisa)
Lokas i
Maumere
Semarang
J enis mamalia kec il J umlah diperiks a (Elis a) R norvegieus
85
22
R tanezumi
7
2
Rattus sp.
1
S. murinus
1
0 0
(-)
94
24
R norvegicus
40
13
27
R tanezumi
49
0
49
R exulans
7
0
7
S. murinus
12
0
12
108 Kupang
has il (+)
25. 53%
13
12. 04%
R norvegicus
80
1
79
R tanezumi
6
0
6
Rattus sp.
4
0
4
S. murinus
2
0
2
92
1
28
Sero prevalens i
1. 09%
Has il pemeriks aan s erologi pada pas ien di Kota Semarang, Kupang dan Maumere dapat dilihat pada tabel 4.
label 4. Has il pemeriks aan s erologi pas ien ( E lisa), tahun 2014 No Lokas i
J umlah diperiks a
Um a
Has il
Elis a IgM
(+)
(-)
Has il
di Pe riks a
(+)
(-)
Elis a IgG 1
Semarang
60
1
60
1
2
Kupang
31
31
0
31
3
Maumere
16
16
I
15
Gambar 8. Has il pemeriks aan s erologi pas ien di daerah penelitian tahun 2014
30
Gambar 7. Hasil pemeriksaan serologi (Elisa) terhadap tikus dan mamalia kecil
Jenis tikus yang dominan terinfeksi Hantavirus adalah R. norvegieus. Jumlah R. norvegieus terinfeksi Hantavirus berdasarkan berat tubuh dan jenis kelamin disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Jumlah R norvegieus positif terinfeksi Hantavirus berdasarkan berat tubuh dan jenis kelamin Berat tubuh (gr)
Jumlah
Jumlah positif Jantan Betina
Jumlah
0-100 100-200
7
5
2
1
12 3
200 - 300
1
3
4
>300
11
8
19
21
17
38
29
D. Ide ntifikas i Je nis Virus Hantavirus Ribonucleic acid virus diisolasi dengan mengekstraksi paru-paru tikus yang positif secara serologi setelah itu RNA virus yang diperoleh diamplifikasi dengan teknik nested P CR. Hasil amplifikasi RNA virus dapat dilihat pada gambar 9. P ada gambar pita yang diperoleh 388 bp.
Gambar 9. Hasil amplifikasi RNA virus Hantavirus dari Semarang, Kupang, dan Maumere Keterangan: M= marker: K = kontrol: KP 14 = sampel dari Kupang: M16, M6 = sampel dari Maumere; B3, KM 18, KM3I, KM 12, B15, KM1 « sampel dari Semarang
Ribonucleic acid virus yang berhasil diamplifikasi selanjutnya dilakuakan sekuensing untuk melihat susunan asam basanya dan diblash dengan Genebank untuk menentukan jenis virus Hantavirus. Hasil blash menunjukkan jenis Hantavirus di lokasi penelitian mempunyai homologi tertinggi sebesar 98% dengan virus Seoul (gambar 10).
taa SMC!Ml
31
Hasil identifikasi virus Hantavirus di Kota Semarang, Kupang dan Maumere disajikan dalam tabel 5. Semua jenis virus Hantavirus yang ditemukan di lokasi penelitian adalah Seoul. Tabel 5. Hasil identifikasi virus Hantavirus di lokasi penelitian, 2014
Lokasi Jenis mamalia
Semarang
kecil R. norvegicus R. tanezumi
hasi l
Jumlah diperiksa (Elisa)
1 (-)
(+)
40 49
13 0
27 49
R. exulans
7
0
7
S. murinus
12
0
12
Jumlah diperiksa (P CR)
Hasil
13
12 1
Seoul
1
1
Seoul
(-)
^ Identifikasi Hantavirus
108 Kupang
R norvegicus
80
1
79
R. tanezumi
6
0
6
Rattus sp.
4
0
4 2
S. murinus Maumere
2
0
92
1
R. norvegicus
85
22
22
21 1
Seoul
R. tanezumi
7
2
2
2
Seoul
Rattus sp.
1
0
1
0
94
24
S. murinus
Hubungan fllogenik antara isolat virus Hantavirus dari lokasi penelitian dengan isolat Hantavirus dari berbagai negara Asia. Eropa dan Amerika yang diunduh dari genebank disajikan dalam gambar 11. Analisis dengan metode Neighbor-joining tree with tradisional classification.
32
Gambar II.Hubungan filogenetik L segmen virus Hantavirus dari Kupang. Maumere dan Semarang dengan isolat Hantavirus dari berbagai Negara di Asia. Eropa dan Amerika. Analisis dilakukan dengan metode Neighbor-joining tree with tradisional classification. 33
VI. PEMBAHASAN
Tikus dan mamalia kecil yang tertangkap di lokasi penelitian didominasi oleh R. norvegicus. Rattus norvegicus merupakan tikus domestik yang banyak ditemukan di habitat beriklim tropis dan terrestrial (taiga, padang pasir, sabana atau padang rumput, pegunungan), rawa, perkotaan, dan area pertanian. Habitat R non’egicus dapat mencakup lubang galian di tanah, tumpukan sampah, gudang, dan saluran pembuangan. Banyak ditemukannya R non’egicus di lokasi penelitian dikarenakan lingkungannya sesuai untuk berkembang biak tikus tersebut. Sumber makanan yang selalu tersedia seperti gudang makanan, war ung makan dan pasar ditemukan di lokasi penelitian. Jumlah makanan yang diperoleh akan menentukan bertahannya sebuah populasi. Selain itu cuaca panas di daerah penelitian cocok untuk tikus berkembang biak. Hewan terrestrial menunjukkan peningkatan aktivita sjika cuaca panas dan disertai hujan pada malam hari. 14 Keberhasilan penangkapan (trap success) dilokasi penelitian diatas 7 persen, hal ini menunjukkan populasi tikus di daerah penelitian tinggi. Menurut Yang et al (2009) tidak ada standar baku untuk mengukur kepadatan populasi tikus akan tetapi penetapan populasi tikus dapat dilihat dari keberhasilan penangkapan (trap success). 20 Trap success ini dapat menggambarkan kepadatan populasi tikus secara kasar di suatu tempat/lingkungan, pada kondisi normal di dalam rumah sebesar 7 persen dan luar rumah 2 persen. 2 7 2 2 Tingginya trap success merupakan faktor risiko terjadinya penularan penyakit yang ditularkan oleh tikus maupun ektoparasitnya. Keberhasilan penangkapan tertinggi di Kota Maumere 21 persen diikuti Semarang 20,5 persen dan Kupang 17,83 persen, Keberhasilan trap success disetiap lokasi penelitian tidak jauh berbeda, disebabkan kondisi lingkungan pada masing -masing lokasi hampir sama. Hasil pemeriksaan seroprevalensi infeksi Hantavirus pada reservoir tertinggi ditemukan di Kota Maumere 25,53 persen, diikuti Kota Semarang 12,04 persen, dan Kota Kupang 1,09 persen. Besarnya seroprevalensi Hantavirus pada tikus di Kota Semarang sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Ima Nurisa Ibrahim tahun 2002. T ingginya seroprevalensi Hantavirus yang ditemukan pada tikus tertangkap pada lokasi penelitian menunjukkan wilayah menjadi
34
berisiko tinggi karena akan sangat mudah terjadi transmisi penularan antara tikus di wilayah tersebut sehingga keberadaan Hantavirus wilayah akan tetap ada. P enularan antar tikus terjadi secara horizontal melalui aerosol dari kotoran maupun cairan dari tikus infektif yang terhirup oleh tikus sehat. P enularan antar tikus juga terjadi melalui air liur yang mengandung virus dari gigitan ketika tikus berkelahi. Tingginya seroprevalensi Hantavirus pada tikus di Kota Maumere maupun Semarang merupakan faktor resiko terjadinya penularan pada manusia. Hasil pemeriksaan serum pasien, dari 16 serum pasien di Kota Maumere yang diperiksa 1 orang positif secara IgG, sedangkan di Kota Semarang dari 60 serum pasien yang diperiksa 1 orang positif IgM dan IgG. Berbeda dari Ma umere dan Semarang, di Kota Kupang dari 92 tikus yang diperiksa hanya I yang positif Hantavirus selain itu dari pemeriksaan serum pasien (31 sampel) tidak ada yang positif Menurut Klein el al (2002). perbedaan seroprevalensi Hantavirus di setiap kota atau daerah tidaklah sama. Faktor lingkungan dan kepadatan penduduk kemungkinan yang jadi penyebabnya. Faktor lingkungan dapat secara langsung mempengaruhi respon imun inang terhadap infeksi sedangkan kepadatan penduduk secara tidak langsung mempengaruhi papara n transmisi Hantavirus ke manusia/' Hasil identifikasi jenis tikus yang berperan sebagai reservoir Hantavirus di Kota Semarang dan Kota Kupang adalah R norvegicus, sedangkan di Kota Maumere R norvegicus dan R tanezumi. Semua hewan pengerat merupakan reservoir Hantavirus kecuali Suncus murinus yang termasuk dalam kelompok insektivora sebagai reservoir dari TP MV. Sama seperti reservoir zoonosis lainnya, infeksi Hantavirus pada reservoir alamiah tanpa menimbulkan gejala (asimtomatik) walaupun titer antibodi te rhadap Hantavirus tinggi. Supresi atau penekanan terhadap kekebalan seluler merupakan mekanisme yang dipercaya untuk pemeliharaan infeksi terus berlangsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas tikus yang positif terinfeksi Hantavirus adalah R norvegicus. Hasil ini sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Ima Nurisa bahwa seroprevalensi Hantavirus pada R. norvegicus di Indonesia paling tinggi dibandingkan dengan tikus lainnya. Hasil penelitian Ima Nurisa menunjukkan
35
seroprevalensi Hantavirus pada R. norvegicus sebesar 38.6 persen, dan pada R. tanezumi sebesar 6,5 persen. Hasil identifikasi jenis Hantavirus, semua isolat virus yang ditemukan adalah virus Seoul. Tidak seperti jenis Hantavirus yang lain, virus Seoul ditemukan tersebar hampir diseluruh dunia. Virus Seoul ditemukan di Asia, Afrika. Eropa, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tersebarnya virus Seoul di seluruh dunia terkait dengan R. norvegicus dan R. tanezumi sebagai reservoir virus ini. R. norvegicus dan R. tanezumi merupakan tikus domestik yang persebarannya kosmopolitan. Virus Seoul merupakan penyebab kasus HFRS dengan gejala klinis ringan sampai sedang. Kasus HFRS di Korea 25 persen disebabkan oleh virus Seoul. Case Fatality Rate (CFR) akibat infeksi virus Seoul sebesar 1 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa R norvegicus yang terinfeksi virus Seoul lebih banyak ditemukan pada R non'egicus jantan dewasa. Hasil ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Klein et al tahun 2002, yang me nemukan prevalensi virus Seoul pada R. norvegicus jantan lebih tinggi daripada R. non’egicus betina. Hasil penelitian Hinson et al (2004), R. norvegicus jantan yang lebih tua lebih cenderung memiliki antibodi IgG terhadap virus Seoul. R. norvegicus ini lebih banyak mengeluarkan virus Seoul lewat liur, urin dan tinja dibandingkan dengan R. norvegicus betina maupun R non'egicus muda. Hasil penelitian Hinston juga menunjukkan R non’egicus jantan dengan luka yang berat memiliki konsentrasi testoteron lebih tinggi daripada R. non’egicus jantan tanpa luka atau sedikit memiliki luka. P enularan melalui membran mukosa atau luka merupakan mekanisme ulama penularan virus Seoul di antara R. non’egicus jantan. P erkelahian antara R. non'egicus jantan dalam populasi inilah yang menyebabkan prevalensi virus Seoul pada R. non'egicus jantan lebih tinggi dibandingkan dengan R. norvegicus betina.' 4 Klein et al (2000) menyatakan, meskipun R. non’egicus jantan dan betina sama-sama rentan terhadap infeksi virus Seoul, R. non'egicus jantan lebih lama dalam melepaskan virus Seoul dan menghasilkan respon 'fh 1 terhadap virus Seoul lebih tinggi daripada yang betina.'" Hasil analisis filogenitik dengan metode neighbor-joining menunjukkan bahwa semua isolal virus asal Kupang, Maumere, dan Semarang mengelompok
36
dalam satu grup yang sama dengan isolat virus Seoul dari Jakarta. China, P erancis, Belgia dan Amerika serikat. Isolat virus Seoul dari Indonesia dilihat dari pohon fllogenetik lebih dekat dengan virus Seoul yang berasal dari P rancis dan Belgia bila dibandingkan dengan isolat asal China, Hal ini mungkin berkaitan dengan mekanisme persebaran R norvegicus di Indonesia. Menurut Suyanto 2006, R. norvegicus pertama kali ditemukan di Eropa pada abad ke 18. P ada tahun 1775. tikus ini hadir di Amerika Utara. Kehadirannya di Amerika menyebabkan tikus ini beradaptasi dengan iklim tropis dan seterusnya tersebar ke Benua Asia. Di wilayah Asia Tenggara, mamalia kecil ini berkebangbiak di negara -negara seperti Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura. Saat ini R. nor\’egicus dapat ditemukan di setiap benua kecuali Antartika. R norvegicus masuk ke Indonesia melalui kapal-kapal yang datang dari Eropa.<’
37
VII.
A.
KESIMPULAN DAN SARAN
Ke s impulan 1. Reservoir Hantavirus di pelabuhan besar pada daerah non lintas batas Indonesia, yaitu Kota Semarang, yang berhasil diidentifikasi adalah Rattus non’egicus, sedangkan reservoir Hantavirus di pelabuhan pada daerah lintas batas Indonesia, yaitu Kota Kupang (R. norvegicus) dan Kota Maumere (R. non ’egicus dan R, tanezumi) 2. Seroprevalensi Hantavirus pada reservoir di Kota Semarang sebesar 12,04 persen sedangkan seroprevalensi Hantavirus di Kota Kupang sebesar 1,09 persen dan Maumere sebesar 25,53 persen. 3. Jenis virus Hantavirus yang diidentifikasi dari reservoir di pelabuhan pada daerah non lintas batas Indonesia maupun di daerah lintas batas Indonesia adalah virus Seoul. 4. P emeriksaan serologi terhadap pasien demam di Kota Semarang I positif IgM dan IgG dari 60 pasien. Di dae rah lintas batas negara Indonesia dari 31 pasien demam yang diperiksa tidak ada yang positif (Kupang) sedangkan di Maumere dari 16 pasien demam 1 orang positif IgG.
B.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dan pembahasan maka beberapa hal disarankan perlu dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat, antara lain:
1.
M
elakukan pengendalian tikus di wilayah pelabuhan pada daerah penelitian; 2.
Meningkatkan surveilans kasus Hantavirus pada manusia, termasuk metode diagnosis / deteksi dini di fasilitas pelayanan kesehatan;
3.
Melakukan penyuluhan tentang Hantavirus di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat.
38
VIII. UCAPAN TERIMA KASIH
P enulis
mengucapkan terima
kasih kepada: Kepala
Badan P enelitian dan
P engembangan Kesehatan yang telah memberikan dana untuk melakukan penelitian; Kepala Balai Besar P enelitian dan P engembangan Vektor dan Reservoir P enyakit yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan proposal, protokol, dan penulisan laporan; P P I Balai Besar P enelitian dan P engembangan Vektor dan Reservoir P enyakit yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan proposal, protokol, dan penulisan laporan; Kepala Dinas Kesehatan Kota Sema rang. Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Kepala KKP Semarang, Kepala KKP Kupang, dan Kepala KKP Kupang Wilker Maumere atas izin, bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian berlangsung; Direktur, Kepala bagian anak. Kepala bagian patologi klinik, dan Kepala bagian penyakit dalam RSUD TC Hillers Maumere atas bantuan selama penelitian. P enulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
15. 16. 17. 18.
Lednieky JA. Hantavirus: a short review. Arch P athol Lab Med. 2003: 127: 30 35. ' Colleen BJ, et al. A Global perspective on Hantavirus ecology, epidemiology, and disease. Clinical Microbiology Reviews. 2010: 412-441 Bi Z, et al. Hantavirus Infection: a review and global update . ./ Infect Developing Countries. 2008; 2(1): 3-23. Groen J, et al. Serological evidence of human Hantavirus infections in Indonesia. Infection. 2002: 30: 326-327. Lee HW, Alin CN. Song JW. et al. Field trial of an inactivate d vaccine against hemorrhagic fever with renal syndrome in human. Aech Virol. 1990: Suppl. 1 : 35 -47. Ibrahim fN, et al. Infeksi Hantavirus penyebab Haemorhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) di kota pelabuhan laut di Indonesia (Tahap 1). Laporan Akhir P enelitian. P usat P enelitian Ekologi Kesehatan. Badan P enelitian dan P engembagan Kesehatan; 2000. Schmaljohn C dan Hjelle B. Synopses Hantaviruses: a global disease problem. Emerging Infectious Diseases. 1997: (3) 2. Le Due, JW. Epidemiology of Hantaan and Related Viruses. Lab. Anim sci. 1987. Jonsson BC, Figueiredo LT. Vapalahti O. A global perspective on Hantavirus ecology, epidemiology, and Disease. Clinical Microbiology Reviews. 2010 April: 23(2): 412 -441 Morzunov SP , Rowe JE, Ksiarek TG. et al. Genetic analysis of the diversity and origin of Hantavirus in P eomyscus leucopus mice inNorth America. J Virol 1998: 72(1): 57 -64 Vapalahti O, Mustonen J. Lundkvist A, Henttonen H. et al. Hantavirus infections in Europe. Lancet Infect 2003: Dis. 3:653-661 Zhang YZ, Zou LS, Yao G. et al. Isolation and characterization of Hantavirus carried by Apodemus peninsulae in Jilin. China. J. Gen. Virol. 2007: 88:1295 1301 P attamadilok S, Lee S, Kumperasart K et al. Geographical distribution of Hantaviruses in Thailand and potential human health significance of Thailand virus. Am. J. Trop. Med. 2006: Hyg. 75:994-1002 Vincent MJ, Quiroz F, Gracia AJ et al. Hantavirus pulmonary syndrome in P anama: identification of novel Hantaviruses and their likely reservoirsVirology. 2000: 277:14-19. Wibowo. Epidemiologi Hantavirus di Indonesia. Bui. P enelit. Kesehat. Suplemen. 2010: 44 - 49. Ibrahim IN. et al. Epidemiology of Hantavirus Infection in Thousand Islands Regency of Jakarta. Indonesia. J. Vet. Med. Sci 2013: 75(8): 1003 -1008 Lameshow S, et al. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Gadjah Mada University P ress: 1990 Klempa et al. Emerg. Infec. Dis. 2006: 12:838 -840.
40
19. Nizam F. Kajian umur, pembiakan, pertumbuhan, dan saiz kawasan payau tikus mondok (R. non’egicus) disekitar pulau pinang. Universiti Sains Malaysia: 2008. 20. Yang et al. Fleas occurring on mice during the mouse population explosion in the Western Side of Leeward Oahu. Hawaii. Oriental P roc. Hawaian Entomol.Soc. 2008: 40 pp. 77 -80. 21. Medway L. The wild mammals of Malaya and Singapore. Kuala Lumpur, Oxford University P ress: 1978. 22. Hadi TR. Ristivanto. Ima NI dan Nina N. Jenis -jenis ektoparasit pada tikus di P elabuhan Tanjung Mas Semarang. P roceeding Seminar Biologi VII. P andaan Jawa Timur: 1991. 23. Klein SL, et al. Enviromental and physiological factor associated with Seoul virus infection among urban population of Norway rats. Journal of mammalogy: 2002: 83, 478 488 24. Hinston ER. Shone SM. Zink MC. et al. Wounding: the primary mode of Seoul virus transmission among male Norway rats. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene: 2004 (70): 310-317. 25. Klein SL, Bird BH, Glass GE. Sex differences in Seoul virus infection are not related to adult sex steroid concentrations in Norway rats. Journal of Virology: 2000 (74):82138217. 26. Suyanto A. LIP I seri panduan lapangan: Rodent di Jawa. P usat P enelitian Biologi LIP I. Bogor: 2006.
41
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
Yang bertanda tangan di bawah ini: Ketua Panitia Pembina Ilmiah (PP1) B2P2VRP Salatiga dan Kepala B2P2VRP Salatiga
menyatakan
bahwa
laporan
akhir
penelitian
“
SURVEI
SEROPREVALENSI DAN GENOTYPING HANTAVIRUS DI DAERAH LINTAS BATAS INDONESIA” telah disetujui sesuai ketentuan yang berlaku.
Menyetujui:
42
1.
2. 3. 4. 5. 6.
Naskah P enjelasan P enelitian Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan Hantavirus di masyarakat, akan dilakukan penelitian tentang proporsi infeksi Hantavirus pada manusia dan reservoirnya di daerah lintas batas Indonesia. Untuk keberhasilan penelitian tersebut, partisipasi Bapak/Ibu/Saudara sangat diharapkan. Judul penelitian ini adalah : “Survei Seroprevalensi dan Genotyping Hantavirus di Daerah Lintas Batas Indonesia” Tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran proporsi infeksi Hantavirus dan jenis Hantavirus di beberapa daerah yang berbatasan dengan negara tetangga. P artisipasi Bpk/ibu/sdr. berupa kesediaan untuk diambil darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Keuntungan Bpk/ibu/sdr. adalah mendapatkan bahan kontak penelitian. Kerugian Bpk/ibu.sdr. adalah mengurangi waktu Bpk/ibu.sdr. P artisipasi bpk/ibu/sdr. adalah sukarela, apabila bpk./ibu/sdr. tidak ingin berpartisipasi, bpk/ibu/sdr. tidak terkena sangsi apapun, atau kehilangan hak bpk/ibu/sdr sebagai warga. Diucapkan terima kasih kepada bpk/ibu/sdr. atas partisipasinya. Surat P ersetujuan Subyek P enelitian (Informed Consent)
P ernyataan : Dengan menandatangani/memberikan cap jari pada pernyataan ini, saya menyatakan keikutsertaan saya daiam penelitian ini.
Tanggal
:
Nama :
Nama saksi
:
Alamat :
Alamat
:
Tanda tangan penelitian :
/
cap
jari
responden
Tanda tangan / cap jari saksi :
43