KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA Studi tentang Trafficking In Persons Di Kalimantan Barat
Dina Oktarina* ABSTRAK Penelitian ini diilhami oleh banyaknya kasus trafficking in persons yang dialami Warga Indonesia dalam rute Internasional, mayoritas korban dikirim ke Malaysia. Trafficking in persons menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk diteliti karena fenomena ini terus terjadi hingga saat ini dan sulit untuk diungkap. Problematik yang diangkat menitikberatkan pada alasan terjadinya trafficking in persons di perbatasan darat Kalimantan Barat dengan Malaysia sebagai bentuk kejahatan lintas batas negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatif kualitatif, dengan jenis penelitian kualitatif noninteraktif. Teori yang diacu sebagai referensi adalah class struggle theory Karl Marx. Hasil temuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya faktor ekonomi, faktor sosial budaya, dan faktor politik yang menyebabkan fenomena trafficking in persons masih terjadi dari Indonesia ke Malaysia. Kesimpulan dan temuan tersebut sesuai dengan class struggle theory, yaitu kelas terbentuk ketika adanya satu kelas yang mengambil alih kelas lainnya dengan melakukan eksploitasi untuk mendapatkan keuntungan, sehingga penelitian ini telah memperkuat class struggle theory tersebut. Kata kunci: ASEAN, Class Struggle, Pemerintah Indonesia, Trafficking In Persons, Transnational Crimes. ABSTRACT The research was inspired by many cases of trafficking in persons that experienced by Indonesia in the International route, the majority of victims were sent to Malaysia. Trafficking in persons is one of interesting phenomenon to research because this phenomenon continues to this day and it is difficult to solve. The problem exposed emphasizes on the reasons for the trafficking in persons in land borders between West Kalimantan and Malaysia, as a form of transnational crime. This research uses qualitative explanatory research method, with the type of non-interactive qualitative research. The theory that reffered as a reference is the class struggle theory by Karl Marx. The result of this research can be concluded that the existence of economic, *
Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, Email:
[email protected].
1
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
social and cultural, and political factors that led to the phenomenon of trafficking in persons still occur from Indonesia to Malaysia. Conclusions and findings are in accordance with the class struggle theory that the class formed when one of the classes take over other classes to exploit for profit, so this study has strengthened the class struggle theory. Keywords: ASEAN, Class Struggle, Indonesian Government, Trafficking In Persons, Transnational Crimes.
PENDAHULUAN Dampak globalisasi dalam era kontemporer telah membuat kaburnya batas-batas antara negara yang satu dan yang lain dengan terbukanya perdagangan bebas. Batas-batas antar negara yang semakin kabur telah menyebabkan jalur lalu lintas batas negara semakin mudah untuk diakses. Akses yang mudah dan bantuan teknologi yang semakin berkembang telah membuka jalur bagi mobilitas barang dan manusia antar negara. Perkembangan teknologi yang ada dan keadaan perekonomian yang ada di masyarakat telah menyebabkan munculnya aktor-aktor yang berusaha untuk memanfaatkan
situasi
yang
ada
dalam
upaya
memenuhi
desakan
perekonomian. Berbagai masalah yang mengancam keamanan dan stabilitas suatu negarapun terus bermunculan, salah satu bentuk kejahatan yang marak muncul dalam era kontemporer ini adalah Transnational Organized Crime yang disingkat TOC. Kasus trafficking in persons atau yang lebih dikenal dengan tindak kejahatan perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk
2
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
Transnational Organized Crime (TOC) yang sering kali lolos dari perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum. Trafficking in persons merupakan suatu permasalahan klasik yang sudah ada sejak kebudayaan manusia itu ada, namun terus terjadi sampai sekarang. Pada era kontemporer ini, trafficking in persons bukan hanya terjadi dalam domestik suatu negara, namun telah berkembang dalam suatu rute internasional. Perkembangan teknologi dan globalisasi telah memberikan kemudahan untuk berkembangnya praktek trafficking in persons dengan rute internasional, rute ini menjadi pilihan bagi trafficker untuk mendapatkan keuntungan yang banyak dengan konsekuensi yang rendah. Fenomena trafficking in persons dengan rute internasional pun terjadi di Indonesia, dimana adanya trafficking in persons dari Indonesia ke Malaysia. Berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia pasal 1 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang No. 21 tahun 2007, dimana perdagangan orang dapat diartikan sebagai: “Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, pejeratan utang atau member pembayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, baik yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”1 Trafficking in persons telah menjadi bisnis yang sangat menggiurkan bagi kelompok kejahatan internasional, dimana perdagangan manusia telah 3
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
menjadi bisnis ilegal dengan keuntungan besar ketiga setelah perdagangan obat-obatan terlarang dan perdagangan senjata.2 Sehingga tidak adanya negara yang tidak tersentuh oleh kasus trafficking in persons, baik sebagai negara host, destination, maupun transit. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan PBB, Indonesia merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yang termasuk ke dalam negara tier kedua dalam upaya memerangi perdagangan manusia.3 Indonesia merupakan negara host utama trafficking in persons dalam regional Asia Tenggara terutama di perbatasannya dengan Malaysia, yaitu di Kalimantan Barat yang sangat rawan terhadap praktek trafficking in persons. Kalimantan Barat juga menjadi kontributor trafficking in persons kedua setelah Jawa Barat.4 Setiap bulan rata-rata 30 orang perempuan Indonesia berusia 1525 tahun telah menjadi korban trafficking in persons di berbagai wilayah di Malaysia.5 Tercatat sejak tahun 2005 sampai 2013 terdapat
6.432 kasus
trafficking in persons dari Indonesia ke Malaysia yang terungkap, hal ini disebabkan karena adanya kedekatan geografis antara Malaysia dan Indonesia.6 Berdasarkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan bahaya yang akan ditimbulkan oleh tindak kejahatan perdagangan manusia (trafficking in persons), maka dirasa penting untuk mengkaji kembali perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia yaitu di Kalimantan Barat dengan Pontianak dan Entikong sebagai tempat transit dan rekrutmen.
4
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatif kualitatif, sebagai
upaya
untuk
menjelaskan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
perdagangan manusia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perdagangan manusia (trafficking in persons) di Kalimantan Barat. Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah data primer yang didapatkan melalui wawancara para ahli dan data sekunder yang didapatkan melalui studi pustaka dan telusur internet. Berbagai sumber tersebut kemudian dianalisis dan diuji kredibilitasnya dengan menggunakan teknik triangulasi data. TRAFFICKING IN PERSONS SEBAGAI TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME Tindak kejahatan trafficking in persons dapat terbagi dalam dua jenis yaitu trafficking in persons domestik yang terjadi di dalam suatu negara dan internasional yang terjadi ke luar negeri. Tindak kejahatan trafficking in persons dapat digolongkan sebagai sebuah transnational organized crime jika terjadi dengan rute internasional yaitu manusia diperdagangkan ke luar negeri. Trafficking in persons dapat digolongkan sebagai transnational organized crime karena telah tercantum dalam UN Convention Against Transnational Organized Crime atau yang dikenal dengan Konvensi Palermo pada protocol 1. Trafficking in persons sendiri telah memenuhi karakteristik dari transnational organized crime itu sendiri, dimana trafficking in persons yang dilakukan ke luar negeri akan melibatkan lebih dari satu negara yaitu negara 5
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
host dan negara destination, atau bahkan dapat melibatkan negara lain sebagai tempat transit. Trafficking in persons juga dilakukan di satu negara namun proses persiapan, perencanaan dan pengendaliannya dilakukan di negara lain. Trafficking in persons yang sesuai dengan karakteristik transnational organized crime telah menjawab pertanyaan kenapa trafficking in persons dapat digolongkan sebagai kejahatan transnational terorganisir. Jaringan perdagangan manusia terjadi karena adanya dua motif yang dimiliki oleh pelaku, yaitu motif ekonomi dan motif politik. Kedua motif tersebut sering bersinggungan dengan kejahatan transnasional yang lebih besar layaknya perdagangan obat-obatan terlarang. Dalam proses trafficking sendiri, jaringan ini akan melibatkan aktor lainnya layaknya mendapatkan dokumen palsu untuk korban mereka dari spesialis kriminal, menyewa preman dari luar jaringan untuk mengintimidasi perempuan dan buruh lalu lintas dan bahkan melaksanakan proses trafficking dengan menggunakan jaringan money laundering.7 Proses trafficking yang melibatkan berbagai aktor ini dapat memperlihatkan bahwa trafficking in persons merupakan suatu kejahatan yang terorganisir dan jika dilakukan dengan rute internasional menjadi suatu kejahatan transnasional, sehingga trafficking in persons dengan rute internasional merupakan suatu kasus transnational organized crime. FENOMENA TRAFFICKING IN PERSONS DI KALIMANTAN BARAT Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan memiliki bentuk negara dengan banyak pulau menjadi salah satu negara supplier korban trafficking in persons, bukan hanya di dalam negara (domestik) 6
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
namun juga lintas batas negara (transnational). Fenomena trafficking in persons yang terjadi di berbagai negara memiliki bentuk yang berbeda-beda, hal tersebut juga terjadi di Indonesia dimana bentuk-bentuk trafficking yang terjadi di setiap daerah berbeda-beda. Bentuk-bentuk trafficking in persons di Indonesia adalah pelacuran, dipekerjakan di jermal (penangkapan ikan di tengah laut), sebagai pengemis, pembantu rumah tangga dengan jam kerja panjang dan tanpa digaji, adopsi, pernikahan dengan laki-laki asing dengan tujuan eksploitasi, pornografi, pengedar obat-obatan terlarang, pengemis dan menjadi korban pedofilia.8 Kasus trafficking in persons yang dialami warga Negara Indonesia sebanyak 81,55% ditujukan untuk crossborder ke negara lain, mayoritas dari korban dikirim ke Malaysia sebanyak 92,84% dari total korban yang dikirim ke negara lain.9 Sehingga dapat disimpulkan bahwa Malaysia masih menjadi destination country utama dari kasus trafficking in persons dari Indonesia, terutama Kalimantan Barat yang memiliki satu-satunya pos lintas batas darat resmi. Diketahui bahwa Kalimantan Barat menjadi provinsi kedua di Indonesia dengan jumlah mencapai 19,33%, setelah Jawa Barat sebagai provinsi yang paling rawan terhadap tindak kejahatan trafficking in persons dengan jumlah mencapai 22,76%.10 Kalimantan Barat menjadi daerah rekrut, transit dan penampungan bagi korban dari trafficking in persons dengan melibatkan berbagai daerah di Kalimantan Barat itu sendiri. Kota Pontianak dan Entikong merupakan rute
7
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
trafficking in persons untuk rute internasional dari Indonesia ke Malaysia, baik sebagai tempat rekrut, transit, penampungan dan tempat pembuatan suratsurat perizinan. Kota Pontianak menjadi daerah rekrutmen dan transit bagi korban sebelum pada akhirnya dibawa ke Entikong untuk kemudian dikirim ke Malaysia.11 Selain Kota Pontianak, ada juga Kecamatan Entikong yang menjadi daerah rekrut, transit, penampungan dan pembuatan surat izin untuk dapat masuk ke Malaysia.12 Berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) diketahui bahwa kasus trafficking in persons di Kalimantan Barat dari tahun 2008 sampai Agustus 2010 sebanyak 131 korban13, dengan rincian 37 kasus pada tahun 2008, 60 kasus pada tahun 2009 dan 4o kasus pada januari-agustus 2010.14 Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah kasus trafficking in persons di Kalimantan Barat, dimana sebelumnya pada tahun 2007 sebanyak 39 kasus.15 Trafficking in persons merupakan suatu tindak kejahatan yang terorganisir dan tidak terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga adanya beberapa tahap dalam alur terjadinya trafficking in persons dari Kalimantan Barat ke Malaysia. Selama proses trafficking tersebut, berbagai bentuk ekploitasi pun dilakukan oleh trafficker terhadap korban sebagai upaya untuk memperkaya diri mereka.
8
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
Bagan 1. Alur Kasus Trafficking in persons dari Kalimantan Barat ke Malaysia
Sumber: Analisis dari Berbagai Sumber
Berdasarkan bagan 1, diketahui alur kasus trafficking in persons dari Kalimantan Barat ke Malaysia terjadi dalam tiga tahap dan melibatkan berbagai pihak dalam proses terjadinya. Dalam kasus trafficking in persons dari Kalimantan Barat
ke Malaysia, terlibatnya trafficker sebagai aktor dalam
tindak kejahatan ini. Tindak kejahatan trafficking in persons melibatkan trafficker yang berada di Indonesia dan trafficker yang berada di Malaysia, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa trafficking in persons merupakan suatu transnational crime yang melibatkan dua negara dalam proses terjadinya. Alur kasus trafficking in persons dari Kalimantan Barat ke Malaysia
9
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap rekrutmen, transport and entry, dan penerimaan di negara tujuan. FAKTOR PENYEBAB TRAFFICKING IN PERSONS DI KALIMANTAN BARAT Trafficking in persons merupakan suatu tindak kejahatan lintas batas yang terorganisir dengan rapih dan sulit untuk diungkapkan. Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi masih terus terjadinya tindak kejahatan trafficking in persons di Kalimantan Barat. Faktor-faktor tersebut menyebabkan seseorang berada pada posisi rentan dan pada akhirnya dimanfaatkan oleh trafficker untuk memperkaya diri. Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonomi, faktor sosial budaya dan faktor politik yang menyebabkan munculnya konflik kelas antara trafficker dan korban yang dieksploitasi. Faktor Ekonomi Keadaan perekonomian memiliki pengaruh yang besar terhadap sektor lainnya, permasalahan ekonomi telah menjadi penyebab utama dari kasus trafficking in persons. Faktor ekonomi menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia yang dilatarbelakangi karena adanya kemiskinan, kesempatan kerja yang rendah dan upah tinggi yang ditawarkan di Malaysia. Kemiskinan Kemiskinan merupakan faktor yang paling utama dari terjadinya trafficking in persons, dimana himpitan keadaan ekonomi keluarga menjadi dorongan yang kuat bagi seseorang untuk mencari penghidupan yang lebih 10
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
layak. Ketika seseorang mengalami kemiskinan, maka adanya hak-hak manusia yang terancam layaknya hak-hak atas kebutuhan dasar dan hak-hak ekonomi. Alasan tersebut membuat sebagian orang berusaha untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara destination layaknya Malaysia. Keadaan perekonomian daerah asal korban trafficking in persons menjadi faktor yang menyebabkan seseorang rentan menjadi korban trafficking. Hal ini dapat dilihat pada kasus Provinsi Jawa Barat sebagai daerah asal utama, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan Maret 2015 sebanyak 4.435.699 orang atau sekitar 9,53%.16 Kemudian keadaan perekonomian di Provinsi Kalimantan Barat sebagai daerah asal dan jalur trafficking ke Malaysia juga menjadi faktor utama terjadinya trafficking in persons. Tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat pada tahun 2014 masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 381.920 jiwa atau sekitar 8,07 persen.17 Sebagai upaya mendapatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan finansial keluarga, maka adanya penduduk yang berupaya mencari pekerja di Malaysia dan pada akhirnya menjadi korban trafficking in persons. Kesempatan Kerja Lapangan pekerjaan yang terbatas di Indonesia telah membuat masih banyaknya penduduk Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang terbatas telah menyebabkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sering menggalami kenaikan dan penurunan, sejak tahun 2002 hingga 2005 terus mengalami peningkatan dari 9.130.000 menjadi 11.900.000 11
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
orang.18 Setelah itu jumlah pengangguran di Indonesia terus mengalami penurunan hingga 8.960.000 orang pada tahun 2009, namun penurunan jumlah pengangguran ini masih tidak merata di setiap daerahnya.19 Kebutuhan akan
pekerja pada sektor non-formal di Malaysia
menyebabkan kesempatan kerja di Malaysia menjadi tinggi terutama untuk pekerjaan kasar dan kerja rendahan seperti pembantu rumah tangga, pekerja kapal, buruh kelapa sawit dan buruh kontruksi. Dengan adanya kesempatan kerja dan sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia dengan pendidikan yang rendah, maka banyak penduduk Indonesia yang memilih untuk mencari pekerjaan di Malaysia walaupun hanya di sektor sektor 3D (dirty, difficult, and dangerous). Upah dan Kurs Mata Uang Tujuan utama seseorang untuk bekerja adalah mendapatkan penghidupan yang lebih baik dengan upah yang besar. Rayuan gaji besar yang diberikan oleh agen atau calo dalam proses merekrut korban menjadi salah satu faktor penarik yang menyebabkan terjadinya trafficking in persons yang terjadi. Pemerintah Malaysia telah menetapkan upah minimum untuk sektor asisten rumah tangga, security guard, dan buruh untuk perusahaan kecil di Sabah dan Sarawak sebesar RM800.20 Sedangkan upah minimum di Jakarta sebagai Ibukota Indonesia hanya sebesar Rp. 2.400.000 atau sebesar RM758. 21
12
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
Sebagai akibat dari peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Malaysia terkait upah minimum di Sabah dan Sarawak, maka banyaknya perusahaan yang mempekerjakan pekerja ilegal tanpa dokumen. Pekerja ilegal tersebut akhirnya rentan menjadi korban trafficking in persons. Kemudian kurs mata uang Malaysia yang tinggi telah menjadi faktor penarik sendiri bagi seseorang untuk memilih bekerja di Malaysia, dimana kurs mata uang yang tinggi akan sangat berpengaruh ketika gaji dibawa ke negara asal yaitu Indonesia karena akan memberikan jumlah rupiah yang lebih banyak. Sehingga kurs mata uang yang tinggi menjadi faktor penarik tersendiri untuk mencari pekerjaan ke Malaysia. Faktor Sosial Budaya Keadaan sosial budaya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya trafficking in persons. Kondisi sosial budaya keluarga dan masyarakat Indonesia sebagian besar masih bersifat patriarki, sehingga menyebabkan perempuan dan anak-anak menjadi sasaran rentan korban perdagangan manusia. Kemiskinan telah menyebabkan seseorang terkucilkan dan tersisihkan dari masyarakat, karena adanya tekanan yang berasal dari struktur
sosial
yang
menyebabkan
terjadinya
ketimpangan
sosial.
Ketimpangan sosial tersebut telahmendorong seseorang untuk mencari kehidupan yang lebih baik sebagai upaya memperbaiki status sosial yang dimiliki. Kemudian keberhasilan orang sekitar dalam mencari kehidupan yang lebih baik di Malaysia telah menjadi dorongan bagi korban untuk ikut bekerja 13
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
di Malaysia sebagai upaya memperbaiki keadaan perekonomian dan strata sosial dalam masyarakat. Salah satu sektor yang sangat berpengaruh terhadap keadaan sosial budaya ialah pendidikan. Keadaan pendidikan seseorang sangat berpengaruh kepada keadaan sosial maupun keadaan perekonomian seseorang, dan pada akhirnya akan berpengaruh pada kesempatan bekerja yang ada. Keadaan pendidikan di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, namun permasalahan yang dihadapi adalah persebaran yang tidak merata dari pendidikan tersebut. Hingga saat ini pun tingkat melek huruf Kalimantan Barat adalah yang terkecil jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Kalimantan yaitu hanya sebesar 90,46%, sedangkan Kalimantan Tengah sebesar 96,81%, Kalimantan Selatan 96,74% dan Kalimantan Timur sebesar 96,74%.22 Sehingga diketahui bahwa Kalimantan Barat belum menunjukkan kinerja yang bagus dalam sektor pendidikan. Pendidikan yang randah ini lah yang pada akhirnya menyebabkan mayoritas penduduk Malaysia bekerja di sektor pertanian. Pendidikan yang rendah tersebut membuat sedikitnya kesempatan bekerja yang dimiliki di negara asal, hal tersebut pun menyebabkan keputusan untuk mencari pekerjaan di negara lain layaknya Malaysia. Pendidikan yang rendah, tingkat melek huruf yang rendah dan keterampilan yang rendah pun pada akhirnya menyebabkan seseorang semakin rentan menjadi korban dari trafficking in persons. 14
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
Faktor sosial budaya lainnya ialah kebiasaan aktivitas lintas batas di Kalimantan Barat. Keadaan perbatasan Kalimantan Barat yang sangat berbeda dari keadaan di Malaysia telah membuat masyarakat perbatasan khususnya masyarakat Entikong lebih memusatkan orientasi kegiatan sosial ekonomi ke Sarawak Malaysia. Terbiasanya aktivitas lintas batas di Entikong setiap harinya telah membuat penjagaan dan pemeriksaan terhadap pelintas pun menjadi tidak ketat, namun korupsi pun dapat menjadi salah satu penyebab dari tidak ketatnya penjagaan di Pos Lintas Batas Entikong. Faktor Politik Faktor politik yang berasal dari dalam Negara Indonesia adalah korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum di lembaga pemerintah. Sebagai upaya untuk mengirim calon migran melewati Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong menuju Sarawak Malaysia, dibutuhkannya surat-surat perizinan yaitu KTP dan paspor. Korupsi telah menjadi salah satu faktor yang membuka jalan bagi agen atau calo perekrut tenaga kerja untuk memalsukan dokumen, identitas, paspor dan visa. Untuk membuat sebuah KTP dan paspor dalam waktu yang relatif singkat yaitu tidak sampai seminggu dapat dilakukan dengan membayar sejumlah uang sekitar Rp 750.000 hingga Rp 1.000.000.23 Padahal untuk membuat paspor sebenarnya hanya membutuhkan biaya sebesar Rp 100.000 untuk 24 lembar dan Rp 300.000 untuk 48 lembar. Korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum lembaga pemerintahan tersebut telah menunjukkan bahwa masih adanya moral pemerintah yang 15
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
korup, sehingga dapat diketahui bahwa politik di dalam negeri masih belum stabil. Faktor politik lainnya adalah kebijakan upah minimum Negara Malaysia yang dikeluarkan pada tahun 2012. Kebijakan upah minimum tersebut telah menjadi faktor politik yang mendorong terjadinya fenomena trafficking in person dari Indonesia ke Malaysia. Fenomena trafficking in persons telah dimanfaatkan oleh traffickers sebagai kebijakan harga murah, yaitu sebagai upaya untuk mendapatkan pekerja dengan harga yang murah dan tidak sesuai dengan kebijakan upah minimum yang telah ditetapkan Pemerintah Malaysia. RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP FENOMENA TRAFFICKING IN PERSONS Pemerintah Indonesia memiliki peran dan kewajiban yang harus dilakukan untuk dapat mencegah peningkatan fenomena trafficking in persons yang terjadi. Peran pemerintah ialah membuat kebijakan, program dan mengalokasikan dana, pemerintah juga harus membentuk gugus tugas dengan anggota yang berasal dari pemerintahan, dan pemerintah pun harus melaksanakan kerjasama internasional sebagai upaya mencegah trafficking in persons terjadi karena telah menjadi sebuah tindak kejahatan lintas batas. Sebagai upaya untuk menjalankan tugasnya yang pertama yaitu membuat kebijakan terkait trafficking in persons, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) pasal 297, dan Undang-Undang Nomor 23 16
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
tahun 2002 pasal 83. Pemerintah Indonesia juga membentuk Gugus Tugas Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN) dibawah pimpinan Kementerian Pemberdayan Perempuan (KPP) dan gugus tugas (Tim Kecil). Kerjasama internasional pun dilakukan Pemerintah Indonesia dengan menandatangani dan meratifikasi Protokol Palermo, serta bekerjasama dengan berbagai negara layaknya Amerika Serikat, Australia, Hongkong, serta negara-negara tetangga Singapura, dan Malaysia. Walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk dapat mencegah dan melawan trafficking in persons yang terjadi, namun Indonesia masih termasuk ke dalanm negara tier kedua. Indonesia telah menunjukan upaya memerangi trafficking in persons, namun legislasi dan penerapannya belum optimal. Sehingga Indonesia telah menunjukkan penurunan jumlah kasus trafficking in persons, namun belum berhasil untuk melawan trafficking in persons secara total. RESPON ASEAN TERHADAP FENOMENA TRAFFICKING IN PERSONS Sebagai bentuk transnational organized crimes, trafficking in person tidak dapat dicegah ataupun diselesaikan oleh salah satu pihak saja karena dampak yang dihasilkan akan mempengaruhi negara host, destination dan bahkan dapat berpengaruh pada negara di kawasan yang sama. Organisasi internasional layaknya Association of South East Asian Nations (ASEAN) sebagai organisasi regional bagi Indonesia dan Malaysia harus berperan aktif untuk menjembatani kedua negara dalam upaya mencegah dan melawan tindak 17
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
kejahatan trafficking in persons yang terjadi. Upaya tersebut meliputi dikeluarkannya deklarasi-deklarasi ASEAN yang dibuat sesuai dengan ASEAN political-security community blueprint. Deklarasi tersebut adalah ASEAN declaration against trafficking in Person particularly women and children, ASEAN declaration on the protection and promotion of the rights of migrant workers, dan ASEAN human rights declaration. Sebagai upaya untuk dapat menindaklanjuti isi dari deklarasi-deklarasi yang telah dikeluarkan ASEAN, maka sesuai dengan ASEAN declaration on the protection and promotion of the rights of migrant workers dikerahkannya badan HAM ASEAN yang relevan dengan fenomena trafficking in persons yang terjadi. Badan HAM tersebut ialah ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dan ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC). Walaupun telah adanya berbagai deklarasi yang dibuat ASEAN dan badan HAM yang menindaklanjutinya sebagai upaya untuk dapat mencegah dan melawan trafficking in persons, namun sikap non intervensi ASEAN telah menyebabkan ASEAN tidak dapat memaksa negara-negara anggotanya untuk memberikan perlindungan terhadap korban dan mengambilan tindak preventif terhadap kasus trafficking in persons. KESIMPULAN Fenomena trafficking in persons bukanlah suatu hal yang baru, namun hingga saat ini trafficking in persons telah menjadi suatu tindak kejahatan yang 18
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
mengancam keamanan negara Indonesia. Adanya 3 faktor yang menyebabkan trafficking in persons terjadi, yang pertama ialah faktor ekonomi yang dilatarbelakangi karena adanya kemiskinan, kesempatan kerja yang rendah di Indonesia dan upah tinggi yang ditawarkan di Malaysia. Faktor yang kedua adalah faktor sosial budaya, trafficking in persons terjadi karena adanya ketimpangan sosial, dorongan dari keberhasilan orang terdekat, kebiasaan di masyarakat, dan tingkat pendidikan. Faktor yang ketiga adalah faktor politik, yaitu korupsi dan kebijakan upah minimum Malaysia. Faktor-faktor tersebut telah menyebabkan terjadinya class struggle dan terbentuknya sistem kelas, yaitu antara trafficker dan korban. Perbedaan kepentingan antar kelas tersebut menyebabkan terjadinya eksploitasi dan fenomena trafficking in persons.
CATATAN AKHIR 1
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, Cetakan Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 4. 2 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia Tahun 2004-2005, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005, hlm. 8. 3 Department of State USA, “The 2010 Trafficking in Persons Report,” http://www.state.gov/documents/organization/142979.pdf, 16 Desember 2015, 22.42 WIB, Karanganyar. 4 Veronica Diana Asmarawadani, Sekilas Fakta Tentang Perdagangan Orang, Cetakan Pertama, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya, Surabaya, 2007, hlm. 2. 5 Romli Atmasasmita, “Lalu Lintas Perdagangan Orang”, dalam Adina Magdalena, Perdagangan Manusia Indonesia-Malaysia Pasca Dikeluarkan Protocol Anti Trafficking, Universitas Indonesia, 2012. 6 Mirza Iskandar, “Upaya Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Perspektif Penegakan Hukum Keimigrasian”, Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia, Batam, 2014. 7 Louise Shelley, Human Trafficking: A Global Perspective, Cambridge University Press, United States of America, 2010, hlm. 83. 8 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat, “Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan dan Anak di
19
KEJAHATAN LINTAS BATAS INDONESIA-MALAYSIA
Kalimantan Barat”, http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf, 25 November 2015, 8.12 WIB, Karanganyar. 9 Gugus Tugas Trafficking, “Number of Trafficked Persons Based on Destination Where They Were Trafficked 2005-2010 (From IOM),
http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=category &layout=blog&id=101&Itemid=130&limitstart=4, 9 Desember 2015, 10.49 WIB, Palembang. 10
Gugus Tugas Trafficking, “Number of Trafficked Persons Based on Provinces of Origin 2005-2010 (From IOM),” http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1250:n umber-of-trafficked-persons-based-on-provinces-of-origin-2005-2010fromiom&catid=101:tabel&Itemid=130, 2 Desember 2015, 9.41 WIB, Karanganyar. 11 Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic Migration Commissions (ICMC) and American Center for International Labor Solidarity (ACILS), Jakarta, 2003, hlm. 33. 12 Ibid,. 13 Badan Pemberdayaan Perempuan, loc.cit. 14 Gugus Tugas Trafficking, ”Data Trafficking BP2AMKB Provinsi Kalimantan Barat,” http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1162: data-trafficking-bp2amkb-prov-kalbar&catid=101:tabel&Itemid=130, 2 Desember 2015, 10.04 WIB, Karanganyar. 15 Ibid,. 16 Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat, “Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015,” http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/beritastatistik-80.html, 20 Maret 2016, 10.16 WIB, Karanganyar. 17 Badan Pusat Statistik Indonesia, “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2014,” http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488, 3 Desember 2015, 13.16 WIB, Karanganyar. 18 Mustopadidjaja AR, BAPPENAS: Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025, LP3ES, Jakarta, 2012, hlm. 340-435. 19 Ibid, hlm. 435. 20 National Wages Consultative Council, “Guidelines on The Implementation of The Minimum Wages Order 2012,” https://www.ilo.org/dyn/natlex/docs/MONOGRAPH/96034/113356/F791406858/MYS96034%20Guidelines.pdf, 15 Januari 2016, 13.15 WIB, Palembang. 21 Wiji Nurhayat, “Pekerja Perkebunan di Malaysia Didominasi TKI, ini Alasannya,” http://finance.detik.com/read/2014/11/08/173138/2742842/4/pekerja-perkebunan-di-malaysiadidominasi-tki-ini-alasannya, 15 Januari 2016, 15.23 WIB, Palembang. 22 Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, “Persebaran Angka Melek Huruf Tahun 2012,” http://simpadu-pk.bappenas.go.id/grafik/252/persebaran-angka-melek-huruf---tahun-2012, 11 Januari 2016, 11.43 WIB, Palembang. 23 Iwan Santosa, “Perbatasan RI: WNI ‘Dijual’, Teroris Lalu Lalang,” KOMPAS, 15 Januari 2006, Pusat Informasi KOMPAS, Jakarta, hlm. 6.
20
DAFTAR PUSTAKA
AR, Mustopadidjaja, BAPPENAS: Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025, LP3ES, Jakarta, 2012. Asmarawadani, Veronica Diana, Sekilas Fakta Tentang Perdagangan Orang, Cetakan Pertama, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya, Surabaya, 2007. Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat, “Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan
dan
Anak
di
Kalimantan
http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf,
25
Barat”, November
2015, 8.12 WIB, Karanganyar. Badan Pusat Statistik Indonesia, “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2014,” http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488, 3 Desember 2015, 13.16 WIB, Karanganyar. Department of State USA, “The 2010 Trafficking in Persons Report,” http://www.state.gov/documents/organization/142979.pdf, 16 Desember 2015, 22. 42 WIB, Karanganyar. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, “Persebaran Angka Melek Huruf Tahun
2012,”
http://simpadu-pk.bappenas.go.id/grafik/252/persebaran-
angka-melek-huruf---tahun-2012, 11 Januari 2016, 11.43 WIB, Palembang. 21
Gugus Tugas Trafficking, ”Data Trafficking BP2AMKB Provinsi Kalimantan Barat,”http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_cont ent&view=article&id=1162:data-trafficking-bp2amkb-provkalbar&catid=101:tabel&Itemid=130,
2
Desember
2015,
10.04
WIB,
Karanganyar. -------------------------, “Number of Trafficked Persons Based on Destination Where They
Were
Trafficked
2005-2010
(From
IOM),
http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&vie w=category&layout=blog&id=101&Itemid=130&limitstart=4, 9 Desember 2015, 10.49 WIB, Palembang. -------------------------, “Number of Trafficked Persons Based on Provinces of Origin 2005-2010
(From
IOM),”
http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&vie w=article&id=1250:number-of-trafficked-persons-based-on-provinces-oforigin-2005-2010-fromiom&catid=101:tabel&Itemid=130, 2 Desember 2015, 9.41 WIB, Karanganyar. Iskandar, Mirza, Upaya Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Perspektif Penegakan Hukum Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia, Batam, 2014. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia Tahun 2004-2005, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005.
22
Magdalena,
Adina,
Perdagangan
Manusia
Indonesia-Malaysia
Pasca
Dikeluarkan Protocol Anti Trafficking, Universitas Indonesia, Indonesia, 2012. National Wages Consultative Council, “Guidelines on The Implementation of The
Minimum
Wages
Order
2012,”
https://www.ilo.org/dyn/natlex/docs/MONOGRAPH/96034/113356/F791406858/MYS96034%20Guidelines.pdf, 15 Januari 2016, 13.15 WIB, Palembang. Nurhayat, Wiji, “Pekerja Perkebunan di Malaysia Didominasi TKI, ini Alasannya,” http://finance.detik.com/read/2014/11/08/173138/2742842/4/pekerjaperkebunan-di-malaysia-didominasi-tki-ini-alasannya, 15 Januari 2016, 15.23 WIB, Palembang. Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat, “Tingkat Kemiskinan Jawa Barat
Maret
2015,”
http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/beritastatistik-80.html, 20 Maret 2016, 10.16 WIB, Karanganyar. Rosenberg, Ruth, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic Migration Commissions (ICMC) and American Center for International Labor Solidarity (ACILS), Jakarta, 2003. Santosa, Iwan, “Perbatasan RI: WNI ‘Dijual’, Teroris Lalu Lalang,” KOMPAS, 15 Januari 2006, Pusat Informasi KOMPAS, Jakarta.
23
Shelley, Louise, Human Trafficking: A Global Perspective, Cambridge University Press, United States of America, 2010. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, Cetakan Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2007.
24