PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA Jakarta,
1
November 2016
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki + 17.506 pulau Perbedaan tingkat kemajuan perekonomian antar negara (khususnya di wilayah perbatasan darat) dan permasalahan supply chain, yang dapat mempengaruhi arus barang: Indonesia – Malaysia Indonesia – Papua New Guinea Indonesia – Timor Leste
2
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Faktor-faktor Penyebab Lemahnya Kondisi Perbatasan • Jauh dari pusat pemerintahan, menyebabkan rentang kendali (span of control) dan pengawasan pemerintah terhadap wilayah perbatasan lemah
• Terbatasnya kemampuan pegawai di wilayah perbatasan menyebabkan lemahnya pencegahan, penangkalan dan pemberantasan aktivitas pelanggaran • Medan yang berat dan jauhnya kawasan perbatasan dari pusat-pusat pemerintahan serta permukiman penduduk, memberikan peluang yang besar terjadinya border crimes seperti illegal logging/mining/fishing, human trafficking, penyelundupan senjata/narkoba/miras/sembako, dan lainlain
3
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Arah Kebijakan DJBC 1. Konsepsi kepabeanan Indonesia mengakomodasi perdagangan internasional Perdagangan umum/komersial (melalui pelabuhan laut) Perdagangan tradisional (melalui pelabuhan laut dan perbatasan darat)
2. Rekomendasi WCO dalam manajemen kepabeanan di perbatasan (CBM) Penyesuaian proses bisnis dan kemampuan pelayanan Koordinasi antar instansi dalam mendorong pelayanan bersama (joint operation) Kerjasama bilateral dengan institusi kepabeanan negara tetangga Pemanfaatan teknologi (IT) dalam kegiatan kepabeanan Pengaturan khusus dalam pelayanan kepabeanan di perbatasan
4
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Arah cont’d... 3. Simplifikasi pelayanan dan pengawasan kepabeanan
5
penggunaan single document berdasar kesepakatan bilateral penerapan single inspection antar institusi kepabeanan penerapan pelayan bersama antar instansi di perbatasan penggunaan teknologi (IT) dalam pelayanan dan pengawasan di perbatasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Strategi dalam Mencegah Penyuapan Internalisasi nilai-nilai luhur di internal pegawai Komunikasi terstruktur dan terprogram dengan masyarakat dan pengguna jasa dalam rangka menyamakan nilai-nilai luhur yang akan menjadi pengendali dalam melaksanakan tugas Pemberian tunjangan dan fasilitas khusus bagi pegawai di wilayah perbatasan Penyempurnaan proses bisnis kepabeanan di daerah perbatasan
6
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Internalisasi Nilai-nilai Luhur di Internal Pegawai • Nilai-nilai Kementerian Keuangan (KMK 312/KMK.01/2011) • Kode etik pegawai DJBC (PMK 01/PM.04/2008)
7
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Komunikasi dengan Masyarakat dan Pengguna Jasa Customs goes to school
8
Coffee morning dengan masyarakat dan pengguna jasa
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Tunjangan dan Fasilitas Khusus Mengapa perlu? • Adanya risiko dan kendala khusus yang dihadapi di wilayah lintas batas • Real take home pay pegawai di wilayah tersebut lebih kecil dibanding rekan sejawatnya di wilayah yang lebih maju ekonominya • Untuk melindungi dan memelihara integritas pegawai
9
Tunjangan dan Fasilitas Khusus
• Bentuk tunjangan khusus yang diberikan berupa tunjangan kemahalan • Fasilitas khusus yang diberikan adalah fasilitas penugasan di daerah lintas batas
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Tunjangan Khusus dan Perhitungannya Tunjangan Khusus
• Berupa tunjangan kemahalan, mengacu pada:
PP nomor 94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di bawah Mahkamah Agung UU no 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
• Tunjangan kemahalan pernah berlaku dengan PP nomor 57 tahun 1957 10
Perhitungan Tunjangan Khusus • Standar batas atas, yaitu menjadikan pegawai dengan jabatan eselon IV sebagai titik tolak penghitungan • Standar batas bawah, yaitu menjadikan pegawai pelaksana pemeriksa golongan III.a dan sudah berkeluarga sebagai titik tolak penghitungan • Berdasarkan zona wilayah, yaitu zona 1 adalah daerah lintas batas di Sumatera, zona 2 adalah daerah lintas batas di Kalimantan dan Sulawesi, zona 3 adalah daerah lintas batas di Maluku, Papua dan Papua barat • Data pembanding yang bisa dipakai adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) yang diterbitkan Biro Pusat Statistik (BPS) di berbagai daerah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Fasilitas Khusus
11
Fasilitas Tambahan
Kepastian Masa Dinas
• Fasilitas tempat tinggal yang layak untuk pegawai dan keluarga • Fasilitas asuransi kesehatan dan jiwa • Fasilitas libur pengganti, karena biasanya pegawai yang bertugas di lintas batas bekerja hampir 24 jam sehari sehingga hari liburnya bisa diberikan secara bersambung dalam jangka waktu tertentu
• Kondisi daerah lintas batas yang terpencil membuat beban psikologi pegawai menjadi cukup berat • Diperlukan pembatasan masa dinas bagi pegawai yang bekerja di daerah seperti itu • Masa dinas di daerah lintas batas sebaiknya tidak lebih dari 1,5 tahun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
Kendala dalam Perdagangan di Lintas Batas
12
Perdagangan Tradisional
Perdagangan Umum
• Penyewaan KILB dengan imbalan tertentu • Penggunaan KILB secara kolektif sehingga melanggar aturan penggunaan KILB dan batas transaksi • Kondisi ini memungkinkan terjadinya transaksi antara pelaku usaha dengan aparatur yang mengawasi berupa penyuapan
• Pelaku transaksi tidak memiliki ijin seperti API (Angka Pengenal Importir) dan NIK (Nomor Identitas Kepabeanan) • K/L penerbit aturan Larangan dan Perbatasan tidak berada di daerah lintas batas • Kondisi ini membutuhkan penyempurnaan proses bisnis, diantaranya apakah perdagangan internasional umum di daerah lintas batas disamakan dengan peraturan pada umumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
13
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI