Membangun Jaringan POP daerah dan Potensinya oleh: Pujo Mulyono
[email protected] I. Pendahuluan Internet saat ini telah menjadi kebutuhan masyarakat luas, yang berkembang dari peruntukan awalnya sebagai alat komunikasi menjadi alat berinteraksi sosial dan berbisnis. Pada jaman dulu orang berinteraksi sosial lewat pergaulan, perkumpulan dan pertemuan di darat, tetapi saat ini dengan kemajuan teknologi internet orang bisa berinteraksi dengan yang lain melalui media sosial. Begitu juga bisnis dan perdagangan, jaman dulu orang membeli barang dengan pergi ke toko, sekarang bisa membeli barang secara online,dulu transaksi dilakukan melalui perantara pedagang, sekarang siapapun bisa jadi pedagang. Sehingga internet menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat luas, baik di kota maupun di daerah. Sayangnya akses internet yang bagus dan cepat tidak merata sampai ke daerah-daerah, mayoritas ISP resmi di indonesia yang jumlahnya sekitar 300 hanya fokus di kota kota besar dan kurang menjangkau hingga ke daerah, oleh karena itu ada peluang untuk menjadi perwakilan ISP untuk penjualan akses internet di daerah, dengan potensi user internet yang ada di daerah tersebut. Satu-satunya ISP yang memiliki jangkauan luas hingga ke daerah hanyalah TELKOM, dengan produk telkom speedynya, tetapi ini hanya terbatas pada area yang telah terjangkau oleh kabel telepon, selebihnya adalah akses nirkabel yang biasanya bisa didapatkan dari operator seluler, misal XL, Tri, Indosat, dsb. Akses internet nirkabel yang relatif cepat adalah 3G yang bisa tembus hingga 14 mbps, tetapi kecepatan ini adalah kecepatan perangkat jika dekat dengan BTS dan tidak ada user lain yang menggunakan akses saat itu, tetapi jika jarak user dengan bts terlalu jauh atau usernya terlalu banyak maka kecepatan internet akan turun. Pun begitu jaringan 3G hanya ada di dekat kota saja, jika sudah agak pinggiran maka sinyal 3G hilang, yang tersisa hanya sinyal GPRS yang kecepatannya hanya beberapa ratus kbps saja. Kekurangan dari akses internet 3G adalah harga yang mahal, karena biaya dikenakan berdasarkan banyaknya data yang diakses, sebagai contoh Rp 1 per KB, jika diasumsikan untuk mendownload satu lagu mp3 dengan ukuran file 4MB itu akan dikenakan biaya Rp. 4.000,-. Kalopun bisa lebih murah adalah dengan batasan kuota. Sebagai contoh tarif akses internet dari provider tri per 100MB kuota dikenakan tarif 5 ribu rupiah. Padahal untuk mendownload film durasi dua jam dengan kualitas agak baik dibutuhkan 1,4GB alias 1400 MB alias 14 x 5 ribu, yaitu 160 ribu rupiah. Mahal! Untuk itu, potensi mendapatkan pelanggan di daerah yang padat usernya atau daerah pinggiran perkotaan masih sangat memungkinkan untuk didapat melalui jaringan wireless frekuensi 2,4 Ghz dan 5,8 Ghz unlicensed band. Jika lokasi kita memungkinkan untuk dijadikan sebagai POP (point of presence) bagi ISP yang menjalin kerjasama, maka kita bisa berjualan internet. II. Pertimbangan menjadi POP Sebelum memutuskan untuk menjadi lokasi POP bagi ISP, ada beberapa kriteria utama yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Lokasi • Apakah lokasi dekat dengan jalan raya utama, mengingat keperluan kabel fiber optic
•
•
yang hendak digunakan sebagai backbone biasanya ada di jalan raya utama. Apakah ada potensi pelanggan di radius 5 km dari lokasi anda yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai pelanggan, misal : pabrik, sekolah, warnet, perkantoran, perumahan. Apakah di tempat anda bisa didirikan tower triangle dengan tinggi 30m, diperlukan space untuk bentangan kawat pada 3 titik segitiga sama sisi dengan radius 8 m dari titik tengah tempat tower berada.
2. Kompetitor • Bagaimana kualitas speedy di daerah dengan radius 5 km dari lokasi anda, jika kualitasnya jelek maka kita berpotensi untuk sukses • Bagaimana kualitas sinyal 3G di daerah dengan radius 5 km dari lokasi anda, jika kualitasnya jelek maka kita berpotensi untuk sukses • Adakah ISP lain yang menyelenggarakan layanan internet di sekitar daerah anda, cermati kualitas layanan dan tarifnya. 3. Partner Kerjasama • ISP yang bisa diajak kerjasama • Calon pelanggan yang bisa dipastikan berlangganan • Pemodal 4. Sumber Daya Manusia • Tenaga Instalatir • Tenaga Maintenance Jika tidak ada masalah dengan empat kriteria di atas, maka kita bisa menjadi POP ISP, mengenai NOC dan Helpdesk untuk monitoring jaringan 24 jam tidak harus berkantor di lokasi POP, melainkan bisa dari kantor pusat ISP. III. Infrastruktur POP 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tower triangle 30m Link backbone ke jakarta, diutamakan lastmile FO atau microwave link, biasanya akan disediakan oleh partner ISP, umumnya menggunakan saluran fo dari indosat, Telkom, Icon atau microwave dari XL. Link backbone ini sifatnya pengeluaran tetap bulanan. Antena Sektoral 5,8Ghz 3 buah @ 120 derajat, bisa menggunakan merk Ubiquity, Hyperlink, atau Kenbotong Akses Point untuk antena sektoral, bisa menggunakan merk Ubiquity atau Mikrotik Router, awalnya bisa menggunakan Mikrotik seri RB 450G atau RB1100AHX2 atau Cisco Switch Distribusi, managed, bisa menggunakan merk Mikrotik, Cisco, atau 3com Perangkat CPE beberapa unit untuk stok, bisa menggunakan mikrotik series, misal : SXT, Groove, atau bisa juga menggunakan Ubiquity series misal : Bullet, Airgrid, nano station, dll dengan tambahan stok antena grid 5,8Ghz gain 27 dB dan 30dB untuk user yang jaraknya jauh dari tower IV. Jaringan Wireless Kota
Keberadaan SMK yang lokasinya tersebar banyak tempat dalam satu kota memiliki potensi untuk digabungkan menjadi satu jaringan internet wireless tertata yang bisa mengkover seluruh kota tersebut dengan pertimbangan bahwa : 1. Setiap SMK membutuhkan akses internet cepat
2. Harga akses internet berkualitas sangat mahal 3. Potensi pasar ada maka seluruh SMK di kota itu bisa diajak musyawarah agar sepakat untuk berkerjasama dengan ISP untuk membentuk POP ISP sekaligus membangun jaringan SMKNET yang tertata di kota tersebut dengan keuntungan : 1. Bisa memiliki jaringan intranet antar SMK se kota. 2. Bisa memperoleh akses internet yang murah dan cepat untuk SMK 3. Bisa didapatkan potensi pemasukan dari penjualan kapasitas jaringan wireless ke pihak lain yang membutuhkan (pelanggan). 4. Tersedia fasilitas bagi siswa SMK untuk berlatih dan mengasah kemampuan di bidang pemasangan dan pemeliharaan jaringan internet. 5. Tersedia fasilitas bagi siswa SMK untuk berkaya di pemrograman konten, dengan menyediakan server-server konten lokal untuk keperluan intra smk maupun untuk masyarakat luas Contoh : Tahapan pembentukan POP dan jaringan wireless SMKNET kota Bogor
gambar GE-1 : Peta penyebaran SMK di kota Bogor
gambar GE-2 : penentuan titik POP di tengah kota dengan coverage 5km
gambar GE-3 : penentuan titik BTS-1 dengan coverage 5 km
gambar GE-4 : Penentuan titik BTS-1 dan BTS-2
gambar GE-5 : Penentuan titik BTS-1, BTS-2, dan BTS-3 dengan coverage 5km
gambar GE-6 : Penentuan titik BTS-1, BTS-2, BTS-3, dan BTS-4 dengan coverage 5km
Gambar GE-7 : Penentuan titik mini BTS dengan coverage 1,5 km
gambar GE-8 : coverage POP, BTS, dan Mini BTS se kota Bogor
gambar GE-9 : titik SMK non BTS diganti dengan warna hijau untuk membedakan
gambar GE-10 : zoom pemetaan link wireless di setiap titik V.
Permodalan dan kerjasama ISP
Untuk membangun kerjasama POP ISP dengan sekolah lazimnya modal dan perangkat disediakan oleh ISP partner sedangkan pihak sekolah menyediakan lokasi untuk tower, memberikan sambungan listrik dan tempat untuk menaruh rak alat ISP, yang dibarter dengan akses internet gratis untuk sekolah tersebut. Akan tetapi benefit kerjasama semacam ini hanya bisa dirasakan oleh sekolah yang dijadikan POP saja, tidak ada keistimewaan dan keterlibatan siswa sekolah dalam pemeliharaan dan pemanfaatan jaringan lebih luas. VI.
Jaringan SMKNET
Jika semua SMK sepakat untuk gotong royong membangun jaringan, maka pihak ISP akan lebih suka untuk investasi, karena otomatis semua SMK akan terikat dan menjadi pelanggan, sehingga biaya operasional dan pemasukan awal bisa dirancang dengan pasti. ISP bisa membimbing untuk pemeliharaan internal jaringan SMK yang memanfaatkan siswa didik sekaligus sebagai latihan kerja siswa. Gotong royong semua SMK bisa menekan harga akses internet menjadi lebih rendah, bisa 50% atau bahkan hanya tinggal 25% dari harga yang seharusnya dibayarkan di daerah itu. Sebagai contoh, di kota Bogor, biaya akses internet dedicated harganya kisaran Rp. 1 juta per bulan (jika kontrak 2 tahun) atau 1,5 juta per bulan (terikat kontrak 1 tahun) atau 2 juta per bulan (tanpa terikat kontrak). Dengan harga yang sama yaitu 1 juta rupiah per bulan, melalui gotong royong membentuk Jaringan SMKNET bisa mendapat kecepatan akses internet dedicated hingga 4 mbps. Biaya sebagai modal bisa didapat dari ISP yang berminat kerjasama atau swadaya. Jika membangun SMKNET dipastikan banyak ISP yang mau berkerjasama dalam pembiayaan karena income
awalnya sudah pasti. Pihak SMK tidak perlu pusing dengan biaya membangun jaringan, cukup bikin PKS saja dengan ISP tersebut, kemudian bayar biaya instalasi dan bayar biaya bulanan untuk menjamin keterlangsungan layanan, selebihnya pihak ISP yang kerja. Sedangkan jika ingin swadaya infrastruktur maka per SMK (asumsi 50 SMK) harus menyediakan keikutsertaan modal 10 juta rupiah dan biaya bulanan 1 juta, sehingga bisa terkumpul modal awal 500 juta dan biaya operasional bulanan 50 juta untuk membangun jaringan SMKNET dengan backbone internet 100 mbps (di pulau jawa) yang bisa mengkover seluruh kota.