Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
MEMBANGUN IKLIM BELAJAR DI TENGAH MASYARAKAT Oleh : Dinno Mulyono
74
STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PADA PEMBELAJARAN TEKS NEGOSIASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOMATIK AUDITORI VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) Oleh : Eli Syarifah Aeni
82
GAYA KOGNITIF KREATIF, AMALAN KREATIVITI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN AKADEMIK DALAM KALANGAN PELAJAR PINTAR AKADEMIK Oleh : Faridah Mohd. Sopiah
88
PENGURUSAN DAN PELAKSANAAN PERKHIDMATAN BIMBINGAN DAN KAUNSELING DI SEKOLAH MENENGAH DARI PERSPEKTIF PENTADBIR Oleh : Faziah Bt. Hashim @ Ahmad
98
PENGARUH PROJECT BASED LEARNING TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA Oleh : Harry Dwi Putra
106
THE ANALYSIS OF RICHARD A. VIA’S NEVER ON WEDNESDAY BASED ONBROWN AND LEVINSON’SPOLITENESS STRATEGIES Oleh : 1Hendra Husnussalam, 2Asep Samsudin
116
COMMUNICATION ABILITIES OF DOWN SYNDROME CHILDREN AND EARLY INTERVENTION Oleh : Inthera Davi A/P Subbiah
122
USING MULTIMEDIA IN TEACHING VOCABULARY TO YOUNG LEARNERS IN AN EFL CONTEXT Oleh : Irma Savitri Sadikin
133
LESSON PLANNING: CREATING FRAMEWORK FOR SUCCESSFUL LANGUAGE CLASSES Oleh : 1Isry Laila Syathroh, 2Hendra Husnussalam
140
ETNOPEDAGOGI: NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN SUNDA Oleh : Jajang Hendar Hendrawan
145
THE FLIPPED CLASSROOM: THE RESPONSE OF TESL TEACHING TRAINEES USING WHATSAPP VIDEOS IN THE FLIPPED CLASSROOM Oleh : Jayanthi Mala Marimuthu
156
iii
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
PENGARUH PROJECT BASED LEARNING TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA Harry Dwi Putra Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi
[email protected] ABSTRAK Kemandirian belajar diperlukan bagi mahasiswa dalam mendukung keberhasilan belajarnya. Tidak semua mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi. Untuk menumbuhkan kemandirian belajar pada mahasiswa diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif. Dari begitu banyak model pembelajaran inovatif, salah satu yang tepat untuk meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa adalah pembelajaran berbasis proyek (project based learning), karena lebih menekankan pada pendekatan kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks, melibatkan mahasiswa dalam melakukan investigasi pemecahan masalah dan kegiatan bermakna, memberi kesempatan bekerja secara mandiri dalam mengkontruksi pengetahuan, serta menghasikan produk nyata. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan menggunakan kelompok eksperimen dan kontrol. Instrumen yang digunakan adalah transkrip wawancara dan skala kemandirian belajar mahasiswa. Penelitian dilaksanakan di dua kelas reguler angkatan 2014 program studi pendidikan matematika STKIP Siliwangi. Subjek penelitian berjumlah 120 mahasiswa yang terbagi di kelas A1 dan A3. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive, karena penelitian ini diterapkan pada kelas yang mengambil mata kuliah media pembelajaran matematika. Berdasakan analisis data, diperoleh rerata kemandirian belajar mahasiswa kelas eksperimen dan kontrol masing-masing sebesar 2,82 dan 2,70. Rerata pandangan mahasiswa terhadap pembelajaran project based learning sebesar 2,78 besar dari 2,50. Dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan project based learning lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Siswa memiliki pandangan yang baik tehadap pembelajaran dengan project based learning. Kata Kunci: Kemandirian Belajar, Project Based Learning.
A. Pendahuluan Aktivitas pembelajaran dalam perkuliahan merupakan interaksi aktif antara dosen dan mahasiswa. Tugas dan tanggung jawab seorang dosen adalah mengelola pembelajaran dengan efektif, dinamis, dan efisien yang ditandai dengan adanya keterlibatan aktif dari mahasiswa. Dosen memberikan bimbingan dan arahan kepada mahasiswa untuk aktif mencari informasi tentang materi yang dipelajari. Mahasiswa mesti mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang diperolehnya, karena pengetahuan merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui sehingga tidak bisa ditransfer begitu saja kepada penerima yang pasif. Namun, pada pelaksanaan perkuliahan, masih ada dosen yang selalu menyajikan dan menerangkan materi pelajaran, sedangkan mahasiswa hanya mencatat dan memperhatikan. Aktivitas pembelajaran seperti ini akan membuat mahasiswa menjadi pasif dan tidak menumbuhkan kemandirian belajar, karena mereka tidak diminta untuk mempelajari terlebih dahulu materi yang akan dipelajari, sehingga ketika dosen menerangkan, mahasiswa tidak memiliki bekal pengetahuan untuk didiskusikan bersama di kelas. Akan lebih baik apabila mahasiswa mencoba mempelajari materi terlebih dahulu, kemudian mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas, dan saling berdiskusi dengan mahasiswa lainnya, sehingga
106
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
suasana perkuliahan menjadi aktif dan dinamis dengan bimbingan dan arahan dosen (Putra, 2015). Kemandirian belajar mahasiswa merupakan bagian penting dalam proses perkuliahan, karena pengetahuan dapat dimiliki jika dipelajari terlebih dahulu. Belajar adalah berbuat, sehingga ada aktivitas dalam pembelajaran. Dosen menyediakan bahan ajar, sedangkan mahasiswa mencari dan mendalami bahan tersebut sesuai dengan kemauan dan kemampuannya. Pembelajaran yang berhasil di antaranya dapat dilihat dari kegiatan belajar. Semakin tinggi kegiatan belajar mahasiswa, semakin tinggi pula peluang berhasilnya pembelajaran (Sudjana, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Putra (2015) pada semester ganjil 2014/ 2015 dikemukakan bahwa “sebagian besar mahasiswa belum memiliki kemandirian belajar yang baik. Apabila mahasiswa diminta tampil mempresentasikan hasil pekerjaan di depan kelas, sangat sedikit sekali yang bersedia. Kondisi ini antara lain disebabkan karena mereka belum terbiasa tampil di depan kelas berbagi informasi dengan teman yang lain atau belum menguasai materi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, dosen perlu memberikan motivasi kepada mahasiswa akan pentingnya mempersiapkan diri dengan belajar dahulu sebelum diajarkan oleh dosen, agar mereka dapat berpartisipasi aktif selama perkuliahan dan akan memperoleh nilai yang baik nantinya.” Kemandirian belajar mahasiswa akan mempengaruhi keberhasilannya dalam perkuliahan. Mahasiswa yang belajar secara mandiri dan aktif, akan memiliki pemahaman konsep yang baik, karena mereka telah mempelajari materi terlebih dahulu sebelum didiskusikan dengan teman dan dosen di kelas. Mahasiswa yang selalu melakukan usaha belajar seperti ini hingga akhir perkuliahan, tentunya akan memperoleh keberhasilan. Keberhasilan bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar akan memiliki kesadaran yang tinggi dalam belajar, mengerjakan tugas dengan percaya diri, tidak mencontek pekerjaan teman, dan menjadi pribadi yang berkualitas. Kemandirian belajar akan tumbuh dalam diri mahasiswa apabila materi yang dipelajari tidak diberikan begitu saja dari dosen, tetapi mereka mesti berusaha terlebih dahulu dalam memahami materi, apabila menemui kesulitan dapat mendiskusikannya dengan teman dan dosen. Mahasiswa yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan. Mereka dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam belajar, seperti kondisi belajar yang kurang kondusif, penyampaian materi dari dosen yang kurang jelas, dan materi pelajaran yang sukar tetapi dapat diupayakan solusinya, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik. Kemandirian belajar berkorelasi positif terhadap prestasi belajar (Tahar & Enceng, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian tinggi lebih baik dari siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang dan rendah (Nugroho, Budiono, & Subanti, 2014). Selain itu, siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang lebih baik dari siswa yang memiliki kemandirian rendah. Mengingat begitu pentingnya menumbuhkan kemandirian belajar pada mahasiswa, perlu diupayakan suatu model pembelajaran yang inovatif. Dari begitu banyak model pembelajaran inovatif, salah satu yang tepat untuk meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa adalah pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Thomas (Wena, 2011) menyatakan bahwa project based learning merupakan sebuah pembelajaran inovatif yang lebih STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
107
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
menekankan pada pendekatan kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks, melibatkan mahasiswa dalam melakukan investigasi pemecahan masalah dan kegiatan bermakna, memberi kesempatan bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi pengetahuan, serta menghasilkan produk nyata. Menurut Putra (2015), model pembelajaran project based learning sesuai diterapkan pada mata kuliah media pembelajaran matematika, karena mahasiswa diminta menciptakan suatu alat peraga yang efektif dan efisien guna membantu siswa sekolah menengah dalam memahami materi matematika. Sebelum perkuliahan, mahasiswa secara mandiri mencari dan mempelajari materi yang akan dibahas, salah satu mahasiswa akan dipilih secara acak untuk mempersiapkan diri tampil mempresentasikan hasil pekerjaannya. Diharapkan dengan model pembelajaran project based learning ini dapat menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa. B. Kajian Teori Dan Metode 1. Kajian Teori a. Kemandirian Belajar Kemandirian belajar merupakan kegiatan belajar aktif yang didorong oleh keinginan untuk menguasai suatu kompetensi guna mangatasi suatu masalah (Mudjiman, 2007). Kemandirian belajar memungkinkan mahasiswa belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran, ataupun bahan rekaman yang terlebih dahulu telah dipersiapkan. Istilah mandiri menegaskan bahwa kendali belajar, keluwesan waktu, maupun tempat belajar terletak pada mahasiswa yang belajar. Dosen berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan mahasiswa dapat secara mandiri: mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri; merumuskan tujuan belajarnya sendiri; mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber belajarnya sendiri; menentukan dan melaksanakan strategi belajarnya; serta mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Kemandirian belajar dapat dilihat dari aspek (Mudjiman, 2007), sebagai berikut: 1. Sumber belajar, menggunakan berbagai sumber dan media belajar berupa teknologi informasi seperti internet. 2. Tempat belajar, dilakukan di mana saja, seperti sekolah, rumah, perpustakaan, dsb. 3. Waktu belajar, dapat dilakukan setiap waktu yang dikehendaki. 4. Tempat dan irama belajar, ditentukan sendiri oleh mahasiswa sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kesempatan yang mereka miliki. 5. Cara belajar, ditentukan dengan kesesuaian tipe belajar mahasiswa dan kemampuan belajarnya 6. Evaluasi hasil belajar, dilakukan oleh mahasiswa sendiri dengan membandingkan antara tujuan belajar dan hasil belajar yang dicapainya. Ciri-ciri mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar (Sardiman, 2006), yaitu: a. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas kehendaknya sendiri. b. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan. c. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk mewujudkan harapan. d. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru. 108
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
e. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar. f. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan tanpa mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain. Terdapat tiga karakteristik kemandirian belajar (Sumarmo, 2010), yaitu bahwa individu: 1) merancang belajar sendiri sesuai dengan tujuannya; 2) memilih strategi kemudian melaksanakan rancangan belajarnya; serta 3) memantau kemajuan belajarnya, mengevaluasi hasilnya dan dibandingkan dengan standar tertentu. Kemudian Schunk & Zimmerman (Sumarmo, 2010) merinci kegiatan yang berlangsung pada tiga fase kemandirian belajar, sebagai berikut: a) Fase merancang belajar: menganalisis tugas belajar, menetapkan tujuan belajar, dan merancang strategi belajar. b) Fase memantau, berlangsung kegiatan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri: Apakah strategi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana? Apakah saya kembali kepada kebiasaan lama? Apakah saya tetap memusatkan diri? Apakah strategi telah berjalan dengan baik? c) Fase mengevaluasi, memuat kegiatan memeriksa bagaimana jalannya evaluasi strategi: apakah strategi telah berjalan dengan baik? (evaluasi proses); hasil belajar apa yang telah dicapai? (evaluasi produk); dan sesuaikah strategi dengan tugas belajar yang dihadapi. d) Pada fase merefleksi: pada dasarnya fase ini berlangsung pada keempat fase selama siklus berjalan. b. Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) Pembelajaran berbasis proyek memiliki lima langkah pembelajaran (Marlinda, 2012), sebagai berikut: 1. Menetapkan tema proyek. Tema proyek hendaknya memenuhi indikator, sebagai berikut: a) memuat gagasan umum dan orisinil; b) penting dan menarik; c) mendeskripsikan masalah kompleks; dan d) mencerminkan hubungan berbagai gagasan. Pada langkah pertama ini, yang lebih berperan adalah dosen sebagai fasilitator untuk menetapkan tema yang akan dipelajari mahasiswa selama proses pembelajaran. 2. Menetapkan konteks belajar. Konteks belajar hendaknya memenuhi indikator-indikator, sebagai berikut: a) pertanyaan-pertanyaan proyek mempersoalkan masalah dunia nyata; b) mengutamakan otonomi mahasiswa; c) melakukan inquiry dalam konteks masyarakat; d) mahasiswa mampu mengelola waktu secara efektif dan efisien; e) mahasiswa belajar penuh dengan kontrol diri; dan f) mensimulasikan kerja secara profesional. Pada tahap kedua ini, mahasiswa didorong untuk mampu mengeksplorasi kemampuannya dalam mengelola waktu dan bekerja secara kolaboratif. 3. Merencanakan aktivitas-aktivitas. Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek, sebagai berikut: a) membaca; b) meneliti; c) observasi; d) interview; e) merekam; f) mengunjungi objek yang berkaitan dengan proyek; dan g) akses internet. Pada tahap ketiga ini, mahasiswa yang telah memperoleh tema berkesempatan mencari sumber untuk mendesain proyek yang akan mereka kerjakan. Penelitian ini menekankan pada proyek berupa portfolio dan alat peraga. 4. Memproses aktivitas-aktivitas. Indikator-indikator memproses aktivitas, sebagai berikut: a) membuat sketsa; b) melukiskan analisa; c) menghitung; dan d) mengembangkan prototipe. Langkah ini memberikan kontribusi terhadap kinerja ilmiah, sebab dalam langkah ini indikator pertama kinerja ilmiah, yaitu merencanakan dan merancang. STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
109
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
Perencanaan yang dilakukan mahasiswa sejalan pada tahap ketiga, hanya saja pada tahapan ini perencanaan lebih dibuat khusus, seperti pembuatan langkah-langkah praktikum. Untuk tahap merancang, dilakukan pada saat praktikum, yaitu pada saat merangkai alat. 5. Penerapan aktivitas-aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Langkah-langkah yang dilakukan, antara lain: a) mencoba mengerjakan proyek berdasarkan sketsa; b) menguji langkah-langkah yang telah dikerjakan dan hasil yang diperoleh; c) mengevaluasi hasil yang telah diperoleh; d) merevisi hasil yang telah diperoleh; e) melakukan daur ulang proyek yang lain; dan f) mengklasifikasi hasil terbaik. Langkah kelima memberikan kontribusi pada kinerja ilmiah, yaitu menggunakan peralatan, pelaksanaan pengukuran, observasi dan pencatatan data, interpretasi dan tanggung jawab. 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan kuasi-eksperimen dengan menggunakan kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen memperoleh perlakuan berupa model pembelajaran dengan project based learning dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Penelitian ini dilaksanakan di dua kelas reguler angkatan 2014 program studi pendidikan matematika STKIP Siliwangi Bandung. Subjek penelitian berjumlah sekitar 120 mahasiswa yang terdiri dari kelas A1 dan A3. Instrumen dalam penelitian ini adalah skala kemandirian belajar dan pandangan mahasiswa terhadap project based learning. C. Hasil Dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Berikut ini disajikan data skala kemandirian belajar mahasiswa terhadap pembelajaran. a. Data Skala Kemandirian Belajar Data skala kemandirian belajar mengungkap tanggapan mahasiswa terhadap proses belajarnya berdasarkan indikator yang ada pada kemandiran belajar tersebut. Pada Tabel 1 berikut ini, disajikan skala kemandirian belajar mahasiswa setelah memperoleh pembelajaran di kelas eksperimen dan kontrol, sebagai berikut: Tabel 1. Data Skala Kemandirian Belajar Rerata No. Indikator Eksperimen Kontrol 1. Inisiatif belajar. 2,46 2,33 2. Mendiagnosa 2,45 2,46 kebutuhan belajar. 3. Menetapkan target 3,06 2,86 belajar. 4. Memonitor, mengatur, dan 3,18 3,05 mengontrol belajar. 5. Memandang kesulitan sebagai 2,67 2,41 tantangan. 110
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
No.
Indikator
6.
Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan. Memilih dan menerapkan strategi belajar. Mengevaluasi proses dan hasil belajar. Kemampuan diri. Rerata
7.
8.
9.
ISBN 978-602-71741-3-9
Rerata Eksperimen Kontrol 3,07
3,14
3,07
2,89
2,67
2,65
2,77 2,82
2,47 2,70
Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat bahwa rerata kemandirian belajar mahasiswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih 0,12. Rerata masing-masing kedua kelas, yaitu 2,82 dan 2,70 lebih tinggi dari rerata skor netralnya, yaitu 2,50. Dapat dikatakan bahwa kemandirian belajar mahasiswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah baik, di mana kemandirian mahasiswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Untuk menguji kebenaran pernyataan ini, selanjutnya dilakukan uji statistik menggunakan uji t dengan memeriksa terlebih dahulu normalitas dan homogenitas data. 1) Uji Normalitas Pada Tabel 2 berikut ini, disajikan hasil uji normalitas rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol. Tabel 2. Uji Normalitas Data Kemandirian Belajar Kolmogorov-Smirnov Pretes Statistic df Sig. Eksperimen 0,100 43 0,200 Nilai Kontrol 0,113 38 0,200 Berdasarkan Tabel 2 di atas, pada taraf signifikansi 0,05 terlihat bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol masing-masing memiliki signifikansi (Sig.), yaitu 0,200>0,05. Ini menunjukkan bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal. Selanjutnya, dilakukan uji homogenitas untuk melihat keragaman variansi. 2) Uji Homogenitas Pada Tabel 3 berikut ini, disajikan hasil uji normalitas rerata kemandirian belajar mahasiswa kelas eksperimen dan kontrol. Tabel 3. Uji Homogenitas Data Kemandirian Belajar Levene df1 df2 Sig. Statistic Nil Based on Mean 1,110 1 79 0,295 ai Based on Median 0,938 1 79 0,336
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
111
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean
ISBN 978-602-71741-3-9
0,938
1
76, 0,336 009
1,072
1
79 0,304
Berdasarkan Tabel 3 di atas, pada taraf signifikansi 0,05 terlihat bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol memiliki signifikansi (Sig.), yaitu 0,295>0,05. Ini menunjukkan bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol memiliki variansi yang homogen. Selanjutnya, dilakukan uji perbedaan dua rerata kemandirian belajar mahasiswa antara kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui mana yang lebih baik. 3) Uji Perbedaan Dua Rerata Untuk mengetahui manakah rerata kemandirian belajar yang baik antara kelas eksperimen dan kontrol digunakan uji t. Pada Tabel 4 berikut ini disajikan hasil uji t terhadap rerata kemandirian belajar. Tabel 4. Uji Perbedaan Dua Rerata Kemandirian Belajar t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval Std. Sig. Mean of the Error t df (2tail DifferDiffer- Difference ed) ence ence Lo we Upper r Ni Equal 0,0 - variances 2,753 79 0,007 0,149 0,054 0,256 41 la assumed i Equal 0,0 variances 2,722 72,267 0,008 0,149 0,055 0,258 40 not assumed Berdasarkan Tabel 4 di atas, pada taraf signifikansi 0,05 dengan pengujian dua pihak, terlihat bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol memiliki signifikansi (Sig.), yaitu 0,007<0,05. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol. Untuk menentukan manakah yang lebih baik rerata kemandirian belajar antara kelas eksperimen dan kontrol melalui uji satu pihak (kanan), sehingga signifikansi (Sig.) dibagi dua, yaitu ( ×0,007=0,0035), karena 0,0035<0,005 berarti rerata kemandirian belajar mahasiswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dapat disimpulkan bahwa kemandirian mahasiwa yang memperoleh pembelajaran dengan project based learning lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori.
112
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
b. Data Skala Pandangan Mahasiswa Data skala pandangan mengungkap pendapat mahasiswa terhadap pembelajaran yang telah diperoleh. Pada Tabel 5 berikut ini, disajikan skala pandangan mahasiswa setelah memperoleh pembelajaran dengan project based learning, sebagai berikut: Tabel 5. Pandangan Mahasiswa terhadap Pembelajaran No Pernyataan Rerata . 1. Selalu melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan 2,67 yang diberikan saat pembelajaran. 2. Senang dengan pembelajaran seperti ini karena 2,86 belajar menjadi lebih efektif. 3. Senang mempelajari materi terlebih dahulu 2,84 sebelum dosen menjelaskan. 4. Tidak mengobrol di luar materi yang dipelajari. 2,77 5. Lebih senang dosen menjelaskan dan mahasiswa 3,05 mendengarkan saja. 6. Pembelajaran seperti ini tidak membuat saya 2,67 aktif belajar. 7. Pembelajaran seperti ini berbeda dengan yang 2,86 diberikan dosen lain. 8. Pertanyaan yang diberikan menantang saya untuk 3,02 berfikir lebih keras. 9. Pembelajaran seperti ini memudahkan saya 2,70 memahami materi yang dipelajari. 10. Waktu untuk mendiskusikan materi terasa sangat 2,35 singkat. Rerata 2,78 Berdasarkan Tabel 5 di atas, terlihat bahwa rerata pandangan mahasiswa terhadap pembelajaran dengan project based learning sebesar 2,78. Rerata ini lebih besar dari nilai tengahnya, yaitu 2,50. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa mahasiswa memiliki pandangan yang baik terhadap pembelajaran dengan project based learning. 2. Pembahasan Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek di kelas, terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa. Sesuai dengan pendapat Putra (2016) yang melakukan penelitian terhadap 120 mahasiswa yang terbagi menjadi 2 kelas, menyatakan bahwa rerata keaktifan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran ekspositori dengan selisih rerata adalah 1,20. Kondisi ini dikarenakan pada pembelajaran berbasis proyek, terdapat kegiatan merencanakan, memproses, dan menerapkan aktivitas-aktivitas selama pembelajaran. Setiap mahasiswa berpartisipasi yang aktif dalam pembelajaran. Dosen memberikan tambahan poin dalam nilai akhir bagi setiap mahasiswa yang berperan aktif di setiap pembelajaran. Apabila mahasiswa mengetahui nama mereka yang aktif akan dicatat oleh dosen, mereka menjadi bersemangat dalam belajar dan silih berganti mengemukakan pendapatnya dalam diskusi di kelas.
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
113
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
Aktivitas belajar yang baik dari mahasiswa ini, dapat menumbuhkan kemandirian belajar mereka. Dalam memahami materi yang diajarkan, mahasiswa tidak dibatasi dari sumber buku saja, tetapi mereka juga diminta mencari referensi lain dari internet, sehingga wawasan mereka menjadi luas. Berdasarkan data yang diperoleh, mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis proyek memiliki inisiatif belajar yang lebih baik sebesar 0,13 dari yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori, meskipun reratanya termasuk rendah, yaitu 2,46 dari rerata idealnya (3). Memang tidak mudah membuat mahasiswa untuk belajar mandiri. Diperlukan peranan dan motivasi dari dosen agar mereka dapat terbiasa belajar secara mandiri. Dosen mesti mengarahkan mahasiswa agar bisa memahami materi yang dipelajari dan membimbing mereka mengatasi kesulitan yang ditemui mengenai materi tersebut. Dalam memandang kesulitan sebagai tantangan, mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis proyek memiliki rerata lebih unggul 0,26 daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Meskipun rerata yang diperoleh berada pada kriteria rendah, yaitu 2,67 di bawah skor standar (3). Data ini menunjukkan bahwa mahasiswa belum terbiasa mengatasi kesulitan belajar mereka sendiri. Mahasiswa belum dilatih untuk mencari sendiri dari berbagai sumber tentang kesulitan yang mereka temui. Mereka biasanya lebih senang meminta dan meniru penyelesaian dari temannya tanpa mau berusaha mencari sendiri terlebih dahulu seperti yang terjadi pada pembelajaran dengan bentuk ceramah, di mana dosen sebagai pusat informasi, sedangkan mahasiswa hanya mencatat tanpa mencari sendiri. Kondisi ini berbeda dengan pembelajaran berbasis proyek, karena mereka dibiasakan mempelajari materi sebelum berdiskusi, sehingga terbentuk kebiasaan untuk mengatasi masalah secara mandiri. Namun, dalam memanfaatkan dan mencari sumber belajar yang relevan, mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori lebih baik dengan selisih rerata sebesar 0,13. Kondisi ini disebabkan karena pada pembelajaran dengan metode ekspositori, bahan ajar sudah diberikan oleh dosen untuk dipelajari dan didiskusikan sehingga sumber belajarnya sudah diarahkan. Berbeda dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis proyek, mereka diminta mencari terlebih dahulu dari berbagai sumber tentang materi yang akan dipelajari sebelum didiskusikan. Pada saat mencari sumber lain, mereka merasa kesulitan, karena belum terbiasa. Namun, setelah mereka terbiasa mencari bahan belajar dari sumber lain, akan tumbuh kemandirian belajar dari mahasiswa tersebut. Setelah pertengahan semester perkuliahan berjalan, mahasiswa sudah mulai membiasakan belajar mandiri. Mereka menyatakan bahwa dengan adanya rangkuman yang dikumpulkan mengenai materi yang akan dipelajari sebelumnya, membuat mereka dapat memahami materi lebih baik daripada dosen yang menjelaskan secara langsung. Dalam menghadapi ujian tengah semester mereka sudah mempersiapkan secara bertahap di setiap pertemuan. Mereka tidak perlu belajar pada saat akan ujian lagi. Kondisi ini terlihat dari rerata mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis proyek memiliki kemampuan memilih dan menerapkan strategi belajar yang lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori, yaitu selisih 0,18. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa. D. Kesimpulan Kesimpulan mengenai kemandirian belajar dan pandangan mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis proyek, sebagai berikut:
114
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016
ISBN 978-602-71741-3-9
1. Kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan project based learning lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. 2. Setelah memperoleh pembelajaran selama satu semester dengan pembelajaran project based learning, mahasiswa memiliki pandangan dan sikap yang baik. Hanya saja mereka belum terbiasa dengan pembelajaran seperti ini. Berdasarkan kesimpulan di atas, dikemukakan beberapa saran, sebagai berikut: 1. Salah satu pembelajaran alternatif yang dapat menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa adalah project based learning. Apabila pembelajaran ini diterapkan kepada mahasiswa agar mereka terbiasa belajar secara mandiri dari berbagai sumber dan membimbing mereka dalam menemui kesulitan. 2. Dalam menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa, dosen perlu membiasakan mahasiswa dengan memberikan tugas merangkum materi dari berbagai sumber terlebih dahulu, sebelum materi tersebut didiskusikan bersama-sama di dalam kelas. 3. Mahasiswa yang berpartisipasi aktif selama pembelajaran mesti diberi nilai tambahan oleh dosen untuk memotivasi mereka agar mau mengemukakan pendapatnya mengenai materi yang dipelajari. 4. Dosen mesti memberikan penguatan kepada mahasiswa mengenai materi yang dipelajari agar tidak terjadi kekeliruan dan perbedaan pendapat yang menyebabkan kebingungan bagi mereka, karena masing-masing mahasiswa bisa saja memperoleh informasi dari sumber yang berbeda. Daftar Pustaka Marlinda, N. L. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kinerja Ilmiah Siswa. Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha, 2(2), 1-22. Mudjiman, H. (2007). Belajar Mandiri (Self-Motivated Learning). Surakarta: UNS Press. Nugroho, P. B., Budiono, & Subanti, S. (2014). Ekperimentasi Model Pembelajaran Missori Mathematics Project dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions Disertai Assessment for Learning Melalui Taman Sejawat Ditinjau dari Kemandirian Belajar. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 1(1), 44-53. Putra, H. D. (2015). Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keaktifan Mahasiswa Melalui Project Based Learning. Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, 2(2), 128-136. Sardiman. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada. Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sumarmo, U. (2010, Maret 23). Kemandiran Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Retrieved from http://www.math.sps.upi.edu/?p=61 Tahar, I., & Enceng. (2006). Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar Pada Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 7(2), 91-101. Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
115