SURVEI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KORUPSI & KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 2008 UNTUK MENGETAHUI PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP KORUPSI DAN HARAPAN TERHADAP KPK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai lembaga publik yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang 30/2002, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya ke publik. Selain pelaporan ke DPR dan audit BPK. KPK perlu juga mengetahui persepsi dan harapan masyarakat terhadap kinerja dan capaian KPK sebagai salah satu wujud mekanisme pengawasan lembaga publik oleh masyarakat. Pemilihan persepsi untuk melihat harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap KPK disebabkan karena persepsi merupakan pilihan atas hasil dari proses internal yang, dipengaruhi oleh 4 faktor yakni, (i) Latar belakang budaya, (ii) pengalaman masa lalu, (iii) nilai-nilai yang dianut dan (iv) berita-berita yang berkembang. Jika dihubungkan dengan persepsi masyarakat Indonesia terhadap lembaga pemberantas korupsi, seperti KPK, maka diasumsikan akan terdapat beberapa perbedaan persepsi antara satu daerah dan daerah lainnya, antara kelompok pekerjaan dan beberapa variabel lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut tentunya terkait dengan latar belakang, budaya, pengalaman masa lalu, nilai yang dianut dan berita yang berkembang. Alat ukur yang saat ini dianggap akurat untuk mengetahui persepsi dan harapan masyarakat tersebut adalah melalui pelaksanaan survei. Untuk melihat persepsi masyarakat terhadap kinerja KPK selama 4 tahun lebih berdiri ini, dan sebagai wujud mekanisme pengawasan lembaga publik oleh masyarakat maka dibuatlah survei persepsi masyarakat terhadap KPK ini. Sasaran kegiatan survei ini adalah memacu pembenahan internal berupa kritik, masukan dan saran sehingga KPK lebih handal, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan Undang-Undang yang diamanatkan kepada KPK. 1.2. Tujuan Tujuan pelaksanaan survei persepsi masyarakat terhadap KPK adalah : 1. Mendapatkan deskripsi mengenai persepsi masyarakat terhadap KPK selama 4 tahun lebih berdiri secara terarah dan kontinyu 2. Mengetahui pemahaman masyarakat pencapaian KPK dan fungsi-fungsi KPK selama ini 3. Mendapatkan masukan, kritik dan saran masyarakat luas terhadap KPK guna perbaikan di masa mendatang. 1.3. Metodologi Survei Metode yang digunakan dalam survei persepsi ini adalah survei langsung menggunakan kuisioner. Responden adalah masyarakat yang minimal berpendidikan lulus SMA dan berusia minimal 20 tahun. Responden demikian dianggap memiliki ilmu yang cukup untuk menjawab pertanyaan dalam kuesioner, peduli terhadap perkembangan politik, ekonomi, hukum dan sosial, sering mengikuti perkembangan informasi melalui media termasuk memiliki ketertarikan dengan perkembangan pemberantasan korupsi. Survei dilakukan di 6 kota besar, yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang, Banjarmasin, Makassar. Ke-6 kota ini diharapkan dapat mewakili sebaran geografis di Indonesia yakni wilayah barat, tengah dan timur, mempertimbangkan pula aktivitas ekonomi, politik, dan pertimbangan administratif (waktu dan biaya). Pemilihan responden dilakukan secara Mall Intercept-Personal Interview. Artinya, setelah ditentukan
jumlah responden di kota sampel, responden perorangan dipilih dengan cara interviewer langsung ke lapangan dan mewawancarai orang/responden siapapun yang ditemui. Untuk Indonesia, dengan populasi penduduk berusia 20 tahun ke atas berjumlah 134.985.427 orang (Data BPS, tahun 2006), maka dengan tingkat kepercayaan 99% dan selang kepercayaan 5, jumlah minimum responden berdasarkan perhitungan statistik adalah 666. Dengan mempertimbangkan waktu survei dan biaya yang dibutuhkan, maka jumlah responden untuk survei ini ditetapkan minimal berjumlah 2000 orang. Penyebaran responden di 6 kota didasarkan pada rasio antara kepadatan penduduk dan luas provinsi (50:50).
Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, aspek efisiensi waktu dan biaya, merupakan alasan responden Jakarta dipilih dengan jumlah terbanyak. Alasan lainnya adalah bahwa masyarakat Jakarta dianggap memiliki akses termudah terhadap sumber informasi. Jika masyarakat terdidik di Jakarta memiliki pengetahuan yang rendah terhadap tugas dan fungsi KPK, maka diasumsikan, tingkat pengetahuan masyarakat didaerah lain akan lebih rendah. Proses perencanaan dan persiapan survei dilakukan sejak awal tahun 2008. Survei dilakukan secara paralel, mulai bulan Februari-Juni. Total responden yang disurvei adalah 2191 orang yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia, dengan proporsi terbesar berada di Jakarta yakni sebesar 43%. Kota
Pelaksanaan survei
Target Responden
DKI Jakarta
19 Maret-7 Juni 2008
871
946
Semarang
21-25 April 2008
186
204
Surabaya
1-6 Maret 2008
234
306
Banjarmasin
27-29 Februari 2008
172
178
Medan
7-14 April 2008
291
307
Makassar
24-29 Maret 2008
246
250
Total Responden
Jumlah Responden
2191
1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan proporsi jenis kelamin, cenderung merata yakni 56,5% laki-laki dan 43,5% wanita. Sebaran responden berdasarkan wilayah dan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar berikut :
Pro sen tase seb aran resp on d en b erd asarkan jen is kelamin d an lo kasi (%)
Sebaran Responden Mak a s a r 11 %
Jakarta
54.02
45.98
Ba n ja rmas in 8 %
Medan
55.7
44.3 50 50
Semarang
J ak arta 43%
Surabaya
Su rab a y a 14 %
Banjarmasin
62.92
37.08
Makasar
63.2
36.8
Sema ran g 9%
Total
Med an 14 %
60.13
39.87
56.5
43.5 0
10
20
30
Pria
40
50
60
70
Wanita
Berdasarkan tingkat pendidikannya, responden menyebar dari tingkat pendidikan SMA hingga Strata 3. Tingkat pendidikan yang baik merupakan salah satu syarat yang dimiliki oleh responden dalam mengisi kuesioner. Dari seluruh responden, responden yang paling besar adalah responden dengan pendidikan tamat S1 (47%) dan tamat SMA (32%). Terdapat 18 orang lulusan S3 dan 226 orang lulusan S2 yang terlibat sebagai responden dalam survei ini. Responden yang tamat SMA, sebagian besar merupakan mahasiswa, hanya 19,9% dari responden yang lulus SMA, bukan berasal dari kalangan mahasiswa. Sehingga dapat dipastikan bahwa masyarakat yang berpartisipasi sebagai responden dalam survei ini adalah responden yang diasumsikan cukup peka terhadap perkembangan berita pemberantasan korupsi. Prosentase Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Lokasi (% ) 11.14
46.65
9.72
Total
32.5 14.8
50
5.6
Makasar
29.6 11.24
42.13
6.74
Banjarmasin
39.89 13.07
50.98
11.76
Surabaya
24.18
12.75
45.59
7.35
Semarang
34.31
4.23
48.21
11.07
Medan
36.48
11.42
44.93
10.78
Jakarta
0
10
32.88
20
Ta ma t SMA
Ta ma t Ak ade mi D 1 ,D 2 & D 3
30
40
Tama t S1
Tama t S2 &S3
50
60
Untuk jenis pekerjaan, masing-masing daerah memiliki karakteristik sendiri. Di Jakarta dan Surabaya, responden yang paling banyak dijaring adalah responden yang bekerja sebagai pegawai swasta. Di Medan responden yang paling banyak adalah dari kategori Mahasiswa. Sementara di Semarang, Makassar dan Banjarmasin responden yang dijaring paling banyak berasal dari PNS atau TNI/Polri.
Sebaran responden berdasarkan pekerj aan dan lokasi (dalam % )
3.61 3.61
Total
4.8
Makasar
27 .6
14.8
4.49 5.06
Banjarmasin
33 .4 6
25.92 26.38
4
20 .7 9
40.8
5.56
Surabaya
Semarang
23.53
9.8
1.96
21 .5 7
2.61 Medan
38.76
28.65
3.27
31 .7
29.74
37.25
25.49
6.51
25 .0 8
25.41
2.43
30.94
1.8
Jakarta
16.07 0
5
10 Mahasiswa
15 PNS/TNI/POLRI
43 .2 3
28.65 20 Pegawai Swasta
25
30 Wiraswasta/Pengusaha
35 Profesional
40
45
50
Pensiunan&Ibu RT
Secara umum, dari responden yang diwawancara dan mengisi kuesioner, diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden berprofesi sebagai pegawai swasta (33.46%), Mahasiswa (26.38%) dan PNS/ TNI/POLRI (25.92%). Sisanya adalah berprofesi sebagai profesional (7.82%), Wiraswasta/pengus (3.61%) dan gabungan Pensiunan & Ibu rumah tangga (3.61%). Rata-rata kisaran pengeluaran per bulan yang menjadi responden survei ini adalah kurang dari Rp. 1 juta rupiah sampai di atas Rp. 10 juta rupiah per bulan. Perinciannya untuk kisaran kurang dari Rp. 1 jt per bulan sebanyak 28.62%, Rp. 1-2.5jt sebanyak 39.25%, 2.5-5jt sebanyak 24.24%, 5-7.5jt 4.06% dan sisanya diatas 7.5jt per bulan sebanyak 3.83%.
BAB II PERILAKU KORUPTIF MENURUT MASYARAKAT Melalui survei ini, secara umum diharapkan kita dapat mengetahui sejauh mana masyarakat memiliki pengetahuan/pemahaman yang memadai terhadap definisi dan tindakan-tindakan koruptif yang umum terjadi di sekitar lingkungan mereka. Pemahaman ini merupakan hal yang penting sebab dapat menjadi salah satu indikator kewaspadaan (awareness) masyarakat terhadap praktek korupsi yang terjadi di sekitarnya. Disamping itu, rendahnya pengetahuan tersebut menunjukkan bahwa kejadiankejadian koruptif tersebut sudah cukup biasa dan wajar terjadi di lingkungannya. Dalam survei ini dipilih delapanbelas (18) pernyataan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga responden dapat dengan cepat memberikan jawaban mengenai persepsi dari pernyataan tersebut. Secara umum, masyarakat cukup menyadari adanya bentuk perilaku koruptif dalam kehidupan mereka, dan tidak setuju dengan perbuatan tersebut. Nilai Rata-Rata Persepsi Masyarakat Terhadap Perilaku Koruptif (1=sgt tdk setuj u, 6=sgt setuj u)
Pemberian parcel saat hari raya kpd pejabat o/ pengusaha bukan tindakan korupsi
3.06
Saya lebih senang memakai biro jasa dlm membuat SIM drpd hrs membuat sendiri
2.97
Saya memilih membayar polisi lalu lintas daripada harus ditilang dan mengikuti sidang
2.76
Saya biasa memberikan tips kpd petugas yg melayani saya dlm mengurus surat ijin
2.75
Saya bersedia membayar lebih untuk mempercepat penyelesaian KTP
2.74
Saya biasa memberikan hadiah kpd atasan saya krn bantuannya dan utk menjaga hubungan
2.40
Menggunakan kendaraan dinas u/ pribadi mrpk tindakan yg boleh dilakukan & bkn korupsi
2.24
Panitia PBJ yg meminta hadiah kpd pemenang tender di lembaga pemerintah adl hal yg wajar
2.19
Korupsi o/ peg. biasa msh bs ditoleransi krn gaji mrk kecil & korupsi yang dilakukan juga kecil
2.06
Daripada mengikuti test, lbh baik saya meminta kenalan u/ memasukkan saya sbg pegawainya
1.98
Dirut BUMN menjual tanah negara dgn harga lebih rendah dr harga pasar bkn korupsi
1.88
Menandatangani kwitansi kosong mrpk tindakan biasa dan tidak mengarah koruptif
1.82
Setiap PN tidak perlu melaporkan harta kekayaannya kepada publik melalui KPK
1.77
Saya bersedia membayar sejumlah uang untuk menjadi PNS
1.76
PN yg kekayaannya meningkat signifikan bkn korupsi meski tdk bs membuktikan penambahan tsb
1.74
Saya terpaksa korupsi jika saya bekerja di tempat basah yang terbiasa korupsi
1.73
Saya bersedia membayar uang pelicin asalkan anak saya diterima di sekolah favorit
1.70
Hakim menerima uang dr terdakwa sblm penjatuhan vonis bukan tindakan korupsi
1.33 1.00
Untuk mempermudah membandingkan response masyarakat terhadap tiap pernyataan digunakan skala 1-6. Nilai 1 menunjukkan masyarakat tidak setuju dengan perilaku koruptif sementara 6 menunjukkan bahwa masyarakat sangat setuju dengan perilaku tersebut. Atau makin tinggi nilai rata-rata, makin permisif masyarakat terhadap perilaku yang disebutkan dalam kuesioner tersebut. Berdasarkan skor rata-rata tersebut, nilai yang tertinggi adalah 3,06 untuk penyataan mengenai Pejabat yang menerima Parcel dan skor rata-rata terendah adalah 1,33 untuk pernyataan perilaku Hakim yang menerima Suap. Dari skor rata-rata tersebut terlihat bahwa rakyat lebih permisif terhadap perilaku pejabat yang menerima parcel dibanding
2.00
3.00
4.00
5.00
Pem berian Parcel pd Saat Hari Raya kpd Pejabat o/ Pengusaha Bukan Tindakan Korupsi (%) Sangat setuju 4.61 Sangat tidak setuju 19.85 Setuju 19.95
Tidak setuju 24.37
Agak setuju 15.93
Agak tidak setuju 15.29
6.00
perilaku Hakim yang menerima suap. Untuk pernyataan mengenai masalah parcel kepada pejabat ini, masyarakat masih ragu-ragu, 19,8% responden sangat tidak setuju dan 24,4% tidak setuju jika perilaku tersebut dianggap sebagai tindakan yang koruptif. Dapat disimpulkan bahwa responden yang menolak hal tersebut sebagai perilaku koruptif tentunya memperbolehkan praktek pemberian parsel tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. KPK tentu perlu melakukan banyak sosialisasi mengenai pemberian parcel yang dapat dikategorikan sebagai praktek pemberian gratifikasi ini, dan bahwa pejabat publik, dilarang menerima apapun terkait jabatannya. Jika kemudian diperjelas lagi dalam Panitia PBJ yang Meminta Hadiah Kepada Pemenang Tender bentuk pernyataan yang menyatakan di Lemb aga Pemerintahan Adalah Hal yan g W ajar bahwa Pejabat PBJ di lembaga (%) pemerintah yang meminta hadiah kepada Sangat setuju 1.05 Setuju 6.8 pemenang tender, maka lebih dari Agak setuju 9.22 separuh responden tidak setuju dengan perilaku tersebut dan menganggap Sangat tidak setuju 36.97 perilaku tersebut sebagai perilaku koruptif. Dari dua pernyataan tersebut, Agak tidak setuju 13.1 untuk sementara dapat disimpulkan bahwa jika pejabat negara /aparat pemerintah berinisiatif meminta akan dinilai lebih koruptif dibanding jika hanya bersikap pasif. Meskipun pada intinya penyelenggara negara tetap menerima Tidak setuju 32.86 sesuatu terkait jabatannya, namun dimata masyarakat mereka yang meminta dipersepsikan lebih korup dibanding yang tidak meminta namun menerima jika diberi. Untuk pernyataan lain dimana masyarakat relatif lebih permisif adalah, pernyataan dalam membuat SIM daripada harus membuat sendiri mengenai pembuatan SIM melalui biro jasa. (%) Sekitar 25% responden lebih menyukai untuk menggunakan biro Jasa dibanding harus Sangat setuju 5.61 mengurus sendiri. Persepsi ini dapat saja Sangat tidak setuju 20.54 disebabkan beberapa hal terkait Setuju 19.67 kenyamanan layanan dan kepastian prosedur dari penyedia jasa. Belum lagi kerepotan-kerepotan lain seperti banyaknya pungutan liar, birokrasi yang berbelit-belit, dll. Olehkarena itu mereka memutuskan Agak setuju 13.05 lebih baik mengurus melalui biro jasa Tidak setuju 30.72 dengan harga yang lebih tinggi daripada Agak tidak setuju 10.41 harus berhubungan langsung dengan petugas layanan. Prosentase masyarakat yang sangat setuju terhadap perilaku ini adalah yang terbesar dibandingkan pernyataan mengenai perilaku yang lain. Jika masyarakat relatif lebih nyaman menggunakan biro jasa daripada mengurus secara langsung, maka keberadaan biro jasa sebagai perantara antara pengguna dengan penyedia layanan akan selalu ada dan dimungkinkan semakin menjamur. Saya Lebih Senang Memakai Biro Jasa
Masyarakat juga dengan tegas menolak berbagai perilaku koruptif terutama yang berhubungan perilaku penyelenggara negara mulai dari penggunaan mobil dinas hingga alasan gaji kecil bagi pelaku korupsi kecil-kecilan (petty corruption). Dari hasil survei ini masyarakat nampaknya cukup mendukung upaya peningkatan transparansi penyelenggara negara, khususnya mengenai kekayaan penyelenggara negara. Kekayaan pejabat dan penyelenggara negara merupakan hal sensitif yang umumnya menjadi perhatian masyarakat apabila mereka diangkat atau berhenti dari jabatannya. Peningkatan kekayaan yang signifikan dan tidak bisa dibuktikan, dianggap 95% responden sebagai korupsi. Penyelenggara negara dan pejabat publik
memang seyogyanya melakukan tugas dan kewajiban serta memperoleh hak sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Salah satu pemenuhan kewajiban yang menurut masyarakat perlu diterapkan oleh penyelenggaran negara adalah keharusan PN untuk melaporkan harta kekayaannya kepada publik melalui KPK. Sebanyak 39,34% responden sangat setuju dan 35,65% responden setuju bahwa PN wajib melaporkan kekayaannya melalui KPK. Perilaku masyarakat sehari-hari terutama yang terkait dengan pelayanan publik yang mengarah ke tindakan koruptif sering terjadi karena ada faktor luar yang memaksa mereka melakukan tindakan koruptif. Bila mereka tidak melakukannya, maksud/tujuan dalam mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan yang mereka harapkan dikhawatirkan oleh masyarakat bersangkutan tidak akan tercapai. Namun demikian, kadang inisiatif perilaku koruptif justru berasal dari masyarakat yang membutuhkan layanan itu sendiri. Tujuannya adalah supaya mereka mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang mereka harapkan atau inginkan. Untuk persepsi masyarakat dalam menilai perilaku koruptif terkait inisiatif mereka dalam menghadapi layanan publik, masyarakat umumnya juga menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap perilaku tersebut. Umumnya responden menyadari bahwa inisiatif tersebut salah dan cenderung kearah koruptif, sehingga mayoritas tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini mungkin sedikit berbeda jika dibandingkan dengan hasil survei Integritas 2007 yang menunjukkan masih permisifnya pengguna layanan publik terhadap perilaku koruptif. Perbedaan tersebut sebagian besar dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pernyataan dalam survei ini hanya menanyakan persetujuan responden terhadap perilaku tersebut, dimana responden bukan sebagai pelaku atau bukan pengguna layanan publik, maka wajar jika responden umumnya tidak setuju terhadap perilaku tersebut. Saya Memilih Membayar Polisi Lalu Lintas daripada harus ditilang dan Mengikuti Sidang (%) Sangat setuju 5.07 Setuju 13.05 Sangat tidak setuju 27.52
Agak setuju 15.56
Tidak setuju 26.24
Agak tidak setuju 12.55
Pemberian layanan yang buruk dan tidak transparan menciptakan inisiatif kepada masyarakat untuk mencari jalan pintas supaya mendapatkan pelayanan yang baik. Inisiatif tersebut justru pada akhirnya memberi inspirasi bagi pemberi layanan untuk juga melakukan dan menindaklanjuti tindakan koruptif tersebut dalam memberikan pelayanan kepada pihak lain. Sampai pada akhirnya sulit untuk dibedakan perilaku atau tindakan koruptif tersebut atas inisiatif siapa. Pada akhirnya kedua belah pihak telah sama-sama melakukan tindakan koruptif.
Pernyataan-pernyataan mengenai inisiatif masyarakat dalam melakukan tindakan koruptif ditanggapi secara beragam oleh masyarakat., untuk masalah pelanggaran lalu lintas, 5,07% responden sangat setuju untuk “berdamai” dengan polisi dengan menawarkan sejumlah uang daripada harus ditilang atau mengikuti sidang. Meskipun proporsinya tidak besar, namun cukup menjadi perhatian karena bagaimanapun masih ada masyarakat yang dengan tegas memilih perilaku “koruptif” daripada melalui prosedur dan tata cara yang legal. Kondisi ini sebaiknya menjadi perhatian bagi penyedia layanan publik supaya memperbaiki kualitas pelayanannya sesuai dengan yang diinginkan oleh pengguna layanan.
BAB III PENGETAHUAN MENGENAI TUPOKSI KPK & KASUS YANG DITANDATANGANI Dengan segala sepak terjangnya, termasuk berbagai pemberitaan seputar KPK di berbagai media baik cetak maupun elektronik mulai dari skala lokal hingga internasional selama lebih dari 5 tahun terakhir dalam memberantas korupsi, diharapkan masyarakat sudah cukup mengetahui tentang KPK. Seberapa dalam pengetahuan masyarakat tentang KPK itu yang perlu diketahui. Tujuannya dengan adanya pemahaman yang baik dari masyarakat mengenai Tugas Pokok dan Fungsi KPK maka diharapkan masyarakat dapat lebih proporsional dalam menilai KPK dan memiliki ekspektasi yang wajar kepada KPK. Selain itu, diharapkan dari hasil survei ini KPK memiliki data untuk merencanakan program kerja di tahun-tahun mendatang dan bisa dijadikan masukan untuk menentukan program kerja prioritas di masa yang akan datang. Pengetahuan masyarakat tentang kasus-kasus yang ditangani KPK juga menjadi bagian dari survei ini. Apakah cukup banyak masyarakat yang mengetahui kasus TPK yang ditangani KPK dan bagaimana karakteristiknya, sehingga dapat diketahui kasus-kasus mana saja yang cukup menarik perhatian masyarakat dalam skala nasional/lokal.
3.1. Pengetahuan Responden terhadap Tugas dan Fungsi KPK Seluruh responden dalam survei ini mengetahui KPK dan mengenal KPK sebagai salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai tugas memberantas korupsi. Namun tentunya tidak semua responden mengenal dengan baik tugas dan wewenang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh KPK. Terdapat 25 pernyataan yang menguji pengetahuan masyarakat terhadap tugas, karakteristik dan wewenang KPK, yang terbagi dalam beberapa kelompok. Berdasarkan hasil dari survei ini, secara umum, lebih banyak masyarakat yang tahu tugas dan fungsi KPK dibanding mereka yang tidak mengetahuinya. Sebanyak 53,25% responden tahu secara umum tugas dan fungsi KPK, dan 46,75% yang tidak mengetahuinya. Berdasarkan penjelasan kelompok-kolompok tugas dan fungsi KPK, diperoleh hasil bahwa tugas dan fungsi KPK dalam penanganan kasus,dan pengaduan masyarakatlah yang paling dikenal oleh masyarakat. Sementara tugas dan fungsi lain yang meliputi peradilan kasus; pencegahan korupsi; serta koordinasi, supervisi dan kerjasama dengan pihak lain kurang diketahui oleh masyarakat. Untuk lebih lengkapnya dijelaskan dalam sub bab berikut: 3.1.1. Pengetahuan Umum Mengenai KPK Salah satu karakteristik yang membedakan KPK dengan lembaga penegak hukum yang lain adalah posisi KPK yang independen dan tidak dibawah presiden serta kepemimpinan di KPK yang bersifat kolektif. Dari hasil survei terlihat bahwa 75.76% responden mengetahui independensi KPK, namun hanya 39.48% responden yang mengetahui tentang kepemimpinan KPK seperti gambar di bawah ini. Pengetahuan Responden tentang Independensi dan kepemimpinan di KPK (%)
75.76 KPK bersifat independen dan tidak berada dibawah presiden maupun DPR 24.24
39.48 Pimpinan KPK bersifat kolektif, terdiri dari 1 ketua dan 4 wakil ketua 60.52
0
Tahu
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tidak
Meskipun sudah lebih dari setengah responden mengetahui bahwa KPK tidak berada di bawah
presiden, namun masih dijumpai 24% responden yang tidak mengetahui hal tersebut. Perlu diingat bahwa responden yang terlibat dalam survei ini adalah responden yang cukup terdidik. Diasumsikan jika yang berpendidikan cukup saja masih belum semuanya memahami masalah kedudukan KPK sebagai state auxiliary bodies atau lembaga yang dibentuk berdasarkan UU ini bersifat independen, tentunya untuk kelompok yang kurang terdidik, prosentase tersebut akan semakin besar. Sementara, masalah independensi ini cukup strategis untuk diketahui lebih banyak lagi masyarakat. Sifat kepemimpinan di KPK yang bersifat kolektif memang kurang dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini bisa dipahami mengingat bentuk kepemimpinan yang kolektif bukan merupakan hal yang umum dalam sebuah lembaga di Indonesia.
3.1.2. Pengetahuan Masyarakat mengenai Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK Pada bagian ini beberapa pertanyaan umum mengenai penanganan kasus di KPK disampaikan kepada masyarakat di 6 kota besar yang representatif mewakili Indonesia. Umumnya masyarakat tidak mengetahui bahwa KPK dalam melaksanakan tugas menangani kasus korupsi dibatasi untuk kasus 1 Miliar ke atas. Pengetahuan Responden tentang Penanganan Kasus Korupsi (% ) 22.73
KPK hanya menangani kasus korupsi di atas Rp. 1 Miliar
77.27 28.12
KPK tidak berhak menangani kasus korupsi yang tjd sblm 1999
71.88 75.67
KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, & penuntutan thd TPK yg ditangani
24.33 64.72
KPK berhak melakukan penyadapan thd tersangka & pihak lain yg terkait korupsi
35.28 30.67
KPK tidak mengeluarkan SP3 dalam perkara SP3 yang ditanganinya
69.33 0
Tahu
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tidak
Hanya 22.73% responden yang mengetahui batasan tersebut. Penting untuk disampaikan kepada masyarakat umum mengenai isi dari Pasal 11 ayat c UU 30/2002 yang menyebutkan bahwa KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit satu milyar rupiah. Untuk ketentuan retroaktif, memang, dalam UU No 30/2002 tentang KPK, Pasal 9 dan Pasal 68 UU KPK hanya menyatakan KPK berwenang melanjutkan atau mengambil alih penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi yang belum selesai dilakukan lembaga penegak hukum lain, dan tidak ada ketentuan yang menyatakan KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk perkara korupsi masa lalu. Karena itu, menjadi wajar bila Mahkamah Konstitusi memberikan pendapat bahwa seyogianya KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi sebelum tanggal 27 Desember 2002, yakni setelah UU tentang KPK diundangkan. Hal yang menjadi dasar dari keputusan Mahkamah Konstitusi ini adalah keberadaan Pasal 28i ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen. Dalam pasal itu disebutkan antara lain bahwa hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Meskipun penggunaan asas retroaktif tersebut masih bisa diperdebatkan mengingat kejahatan korupsi sepakat dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), namun sebagai lembaga penegak hukum yang bekerja dengan UU sebagai pegangannya, penyelesaian perkara korupsi di masa lalu bukan menjadi prioritas dari KPK saat ini. Mengingat banyaknya tuntutan masyarakat terhadap KPK untuk menangani kasus korupsi masa lalu, maka penting bagi KPK untuk lebih mensosialisasikan bahwa Kebijakan KPK untuk tersebut, termasuk mensosialisasikan berbagai alasan yang melatarbelakanginya baik itu yang bersifat teknis maupun yuridis. Kewenangan KPK yang cukup komprehensif dalam menangani kasus korupsi mulai dari melakukan penyidikan hingga penuntutan, ternyata sudah cukup banyak dikenal oleh masyarakat, sebanyak 73,67% responden mengetahui hal tersebut. Bentuk penanganan TPK yang cukup progresif dari KPK
seperti melakukan penyadapan terhadap tersangka dan pihak lain yang terkait kasus korupsi juga cukup dikenal oleh masyarakat, lebih dari separuh responden (64,72%) mengetahui hal ini. Pemberitaan mengenai penyadapan yang semakin intensif di media sejalan dengan diperdengarkannya hasil penyadapan sebagai barang bukti di pengadilan terkait kasus penyuapan yang melibatkan aparat penegak hukum (oknum di kejaksaan) ternyata memberikan cukup banyak informasi bagi masyarakat. Salah satu karakteristik khas KPK yang tidak dimiliki oleh aparat penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian adalah KPK tidak mengeluarkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) dalam perkara tindak pidana korupsi yang ditangani. Sayangnya hanya 30,67% responden yang mengetahui hal tersebut. Artinya masyarakat belum terlalu memahami bahwa KPK harus bekerja ekstra keras dalam mengumpulkan barang bukti karena begitu kasus sudah naik ke tahap penyidikan, KPK tidak dibolehkan menghentikan kasus tersebut. Pemahaman masyarakat akan ciri khas KPK, seperti yang tercantum dalam pasal 40 UU 30/2002 ini patut untuk terus disosialisasikan, sehingga masyarakat dapat memahami bahwa tidak semua aduan yang masuk ke KPK dapat segera ditindaklanjuti, karena dalam menangani suatu kasus KPK perlu berhati-hati dan berkonsentrasi dalam menanganinya.
3.1.3. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Pengaduan Masyarakat di KPK Komisi Pemberantasan Korupsi juga menampung pengaduan masyarakat terkait dugaan kasus korupsi, bahkan sebagian besar penanganan kasus korupsi berasal dari pengaduan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, beberapa pernyataan diajukan kepada masyarakat untuk mengetahui pemahaman masyarakat terkait dengan pengaduan kasus korupsi yang disampaikan ke KPK. Tenyata pengetahuan mengenai pengaduan masyarakat ini cukup baik. 72,89% responden telah mengetahui bahwa masyarakat umum bisa mengadukan langsung ke KPK dugaan kasus korupsi di lingkungan penyelenggara negara yang mereka ketahui. Pengetahuan tentang pengaduan kasus korupsi oleh masyarakat ke KPK (% ) 30.72
KPK memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor mengenai terjadinyaTPK
69.28
30.08
Dlm menyampaikan pengaduannya, hrs menyertakan alat bukti, agar laporannya ditindak lanjuti
69.92
27.11
Masyarakat umum bisa mengadukan kasus korupsi langsung ke KPK
72.89
0
Tahu
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tidak
Yang menggembirakan pemahaman lebih detil mengenai pengaduan masyarakat ini juga cukup banyak diketahui. 69,92% responden mengetahui bahwa dalam menyampaikan laporan pengaduannya ke KPK pelapor harus juga menyertakan barang bukti ke KPK, agar laporannya dapat ditindaklanjuti. Sayangnya hingga saat ini masih cukup banyak pengaduan masyarakat yang diterima oleh KPK belum dilengkapi oleh alat bukti yang mendukung, dan bahkan cukup banyak pula aduan ke KPK yang tidak dapat dikategorikan sebagai dugaan TPK (tindak pidana korupsi) Hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya; (i) Masih banyak pelapor yang belum memahami apa yang dimaksud dengan laporan pengaduan yang lengkap, dan apa saja bahan pendukung yang dapat melengkapi laporan tersebut, (ii) Harapan yang besar terhadap KPK membuat pelapor merasa bahwa KPK dapat menindaklanjuti semua laporan yang masuk, bagaimanapun bentuk laporan tersebut. Hal detil lain yang ternyata terinformasikan cukup baik ke masyarakat adalah perlindungan saksi yang diberikan oleh KPK kepada saksi atau pelapor. Sebagian besar masyarakat mengetahui (69.28%) perlindungan saksi yang diberikan oleh KPK kepada saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi. Diharapkan dengan diketahuinya kewajiban KPK untuk melindungi saksi dan pelapor seperti yang terdapat dalam pasal 15 a UU 30/2002, akan lebih banyak lagi masyarakat yang berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi ini.
3.1. 4. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Peradilan Kasus Korupsi oleh KPK Cukup banyak hal yang membedakan proses peradilan kasus korupsi dengan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain. Mulai dari pengadilannya yang khusus, hingga batas waktu yang telah ditentukan mengenai diputusnya suatu kasus korupsi yang telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor. Pengetahuan mengenai peradilan kasus korupsi ini memang bersifat teknis, sehingga wajar jika hanya sebagian kecil saja responden yang mengetahuinya. Mengenai kasus korupsi yang ditangani KPK hanya bisa diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) yang berlokasi di Jakarta dan hanya satu-satunya pengadilan yang menanangani tindak pidana korupsi.yang hanya, 40,12 % responden telah mengetahuinya. Prosentase responden Pengetahuan tentang peradilan kasus korupsi di KPK (% )
74.76
Perkara TPK diputus Pengadilan Tipikor dlm waktu 90 hari kerja sejak tanggal perkara dilimpahkan
25.24
59.88
Kasus KPK hanya diadili di Pengadilan Tipikor di Jakarta yg mrpkn satu-satunya pengadilan khusus TPK
40.12
0
Tahu
10
20
30
40
50
60
70
80
Tidak
yang tahu semakin mengecil ketika ditanyakan untuk hal yang lebih teknis lagi seperti adanya aturan yang tercantum dalam pasal 58 UU 30/2002 bahwa Perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tipikor dalam waktu 90 hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, hanya diketahui oleh 25.24% responden saja. Meskipun teknis mungkin perlu dipikirkan agar lebih sering disosialisasikan juga ke kalangan tertentu beberapa aturan yang mempengaruhi kinerja KPK tersebut seperti adanya batasan-batasan waktu yang rigid tersebut.
3.1.5. Pengetahuan Masyarakat mengenai Upaya Pencegahan Korupsi oleh KPK Di luar penanganan kasus di penindakan, tugas dan fungsi KPK kurang diketahui oleh masyarakat umum. Padahal KPK juga memiliki fungsi pencegahan yang tidak kalah pentingnya dengan penindakan. Beberapa pernyataan berikut menguji pemahaman masyarakat mengenai fungsi pencegahan yang dilakukan oleh KPK. Ternyata cukup banyak pula masyarakat yang sudah mengenal kerja KPK di bidang pencegahan, salah satu yang populer adalah kampanye anti korupsi yang dilakukan KPK, dimana prosentase responden yang mengetahui hal tersebut paling tinggi dibandingkan yang lain, yakni 77%. Hal tersebut cukup wajar mengingat dalam hal kampanye KPK cukup gencar melakukannya. Kampanye yang dilakukan KPK selama ini melalui media elektronik, cetak maupun langsung turun ke jalan. Pada umumnya masyarakat umum mengetahui kampanye KPK tersebut melalui media elektronik dalam bentuk berita, talkshow, fragmen TV sampai iklan.
Pengetahuan tentang upaya pencegahan oleh KPK (%)
22.73
KPK melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum
77.27 51.89 48.11
KPK menyelenggarakan pendidikan anti korupsi 42.04
KPK terlibat dalam pelaksanaan good governance di pemerintah daerah dan pusat
57.96 51.16 48.84
KPK menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi 32.45
KPK melarang pejabat/menerima gratifikasi dari pihak lain terkait dgn hubungan kerja
67.55 29.44
KPK melakukan pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN
70.56 0
T ahu
10
20
30
40
50
60
70
80
90
T idak
Namun meskipun prosentase responden yang mengetahui relatif tinggi, secara kritis perlu diperhatikan bahwa masih terdapat 23% responden terdidik di kota besar yang tidak mengetahui
bahwa KPK melakukan kampanye anti korupsi ke masyarakat umum. Hal tersebut seharusnya menjadi perhatian, karena jika yang mempunyai kemudahan akses terhadap informasi saja belum mengenal kampanye anti korupsi KPK, pastinya akan lebih banyak lagi masyarakat dengan akses informasi yang lebih terbatas yang tidak mengetahui adanya kampanye anti korupsi oleh KPK ini. Selain bentuk kampanye anti korupsi yang bersifat masif, KPK juga mengupayakan adanya pendidikan anti korupsi di lingkungan pendidikan. Berbagai media dan kegiatan diupayakan untuk mendukung kegiatan ini mulai dari penyusunan modul, pelaksanaan TOT(Trainee for Trainer), hingga penggalangan kerjasama dengan institusi pendidikan).
KPK M enyelenggarakan Pendidikan Anti Korupsi (%) 53.98 46.02 44.72 55.28 42.29 57.71 50.63 49.37 58.44 41.56 45.16 54.84
Mahasisw a PNS/TNI/POLRI Pegaw ai sw asta Wirasw asta/pengusaha Profesional Pensiunan Ibu rumah tangga Total Responden
70.83
29.17 48.11 51.89
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pelaksanaan pendidikan anti korupsi yang terkonsentrasi di Tahu Tidak dalam lingkungan pendidikan ini dimungkinkan menjadi penyebab hanya 48,11% responden yang tahu mengenai hal ini. Ternyata, program pendidikan anti korupsi ini lebih dikenal oleh kalangan mahasiswa dan ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan pendidikan anti korupsi yang dilakukan oleh KPK selama ini memang lebih banyak sasarannya adalah mahasiswa dan pelajar, sehingga wajar bila para ibu yang memiliki putra/putri pelajar SD/SLTP/SLTA mengenal program ini selain mahasiswa sendiri yang banyak terlibat sebagai tutor dalam program TOT (Trainee for Trainer).
Upaya pencegahan yang juga dikembangkan oleh KPK selama ini adalah dukungan KPK terhadap pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang lebih dikenal sebagai “good governance” dengan sasaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Meskipun upaya ini lebih banyak berhubungan dengan pihak birokrasi dan relatif sepi dari publikasi, namun ternyata lebih dari separuh atau 57,96% responden mengetahui bahwa KPK juga terlibat dalam kegiatan ini. Dari responden yang mengetahui kegiatan KPK ini dapat saja belum mengetahui detil dari kegiatan good governance ini, atau apa bentuk riil dari kegiatan tersebut, namun paling tidak cukup menggembirakan jika masyarakat umum mengenal kegiatan pencegahan KPK yang dilakukan di lingkungan pemerintahan. Hal yang menarik dalam survei KPK M enerima Laporan dan ini adalah pengetahuan tentang Menetapkan Status Gratifikasi (%) gratifikasi. Masyarakat relatif 45.85 Mahasisw a mengetahui (67,55% reponden) 54.15 50.18 bahwa dalam upaya PNS/TNI/POLRI 49.82 pencegahannya, KPK melarang 46.66 Pegaw ai sw asta 53.34 pejabat/penyelenggara negara 58.23 Wirasw asta/pengusaha 41.77 menerima gratifikasi (hadiah, 61.69 Profesional 38.31 bingkisan,dll) dari rekanan atau 41.94 Pensiunan pihak lain yang diduga 58.06 50 pemberiannya terkait hubungan Ibu rumah tangga 50 kerja dengan 48.84 Total Responden 51.16 pejabat/penyelenggara negara 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 tersebut. Sayangnya prosentase yang cukup tinggi ini tidak diikuti Tahu Tidak oleh prosentase masyarakat yang mengetahui bahwa KPK menerima pelaporan gratifikasi dan menetapkan status gratifikasi. Untuk pernyataan mengenai hal tersebut, hanya 48,8% responden yang mengetahuinya. Bahkan di kalangan PNS/TNI/POLRIpun masih cukup banyak (49,82%) yang belum mengetahuinya. Pengetahuan ini justru lebih banyak dikenal oleh para profesional ataupun pengusaha. Hal ini cukup menarik mengingat selama ini pemberi gratifikasi
terbanyak berasal dari kalangan wiraswasta/pengusaha dan juga profesional.
3.1.6. Pengetahuan Masyarakat akan Fungsi Koordinasi, Supervisi dan Kerjasama KPK dengan Pihak Lain Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama ini KPK tidak berdiri sendiri. Beberapa lembaga lain merupakan bagian dari tugas dan fungsi yang melekat pada KPK. Adanya pengaturan dalam UU no. 30 tahun 2002, mendorong KPK untuk dapat menyusun jaringan kerjasama (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang ada sebagai counterpartner, memicu dan memberdayakan institusi yang ada, serta berfungsi melakukan supervisi serta memantau institusi yang ada. Pengetahuan tentang fungsi koordinasi, supervisi dan kerj asama dengan pihak lain oleh KPK (% )
33.73
KPK berhak meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan TPK yg dilakukan oleh instansi tsb
77.04 36.42
KPK menyelenggarakan kerjasama dengan pihak lain (dalam dan luar negeri) dalam pemberantasan TPK
63.58 52.03 47.97
KPK berwenang mengkaji sistem administrasi di lembaga pemerintahan & memberikan saran u/ perubahan 30.94
KPK berhak meminta bank u/ memberikan ket & memblokir rek. yg diduga hsl korupsi
69.06
35.97
KPK memiliki fungsi koordinasi dan supervisi terhadap Kepolisian dan Kejaksaan
64.03 47.19 52.81
KPK berhak mengambil alih kasus yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan
0
Tahu
66.27
22.96
KPK berhak meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPKkepada instansi terkait
10
20
30
40
50
60
70
80
Tidak
Dalam survei ini dipilih 7 pernyataan yang mencerminkan tugas dan fungsi KPK dalam koordinasi, supervisi dan kerjasama dengan pihak lain. Dari ketujuh pernyataan tersebut, yang paling dikenal oleh masyarakat adalah tugas koordinasi KPK seperti yang terdapat dalam Pasal 7 huruf c UU 30/2002 yakni KPK berhak meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap instansi terkait. 77,04% responden mengetahui hal tersebut, jauh lebih tinggi dibanding prosentase responden yang tahu bahwa KPK berwenang melakukan pengkajian sistem pengelolaan administrasi di lembaga pemerintahan dan memberikan saran untuk melakukan perubahan jika sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi. Pekerjaan pengkajian sistem dan pemberian saran yang sifatnya khusus, tentunya termasuk kegiatan yang kurang menyedot perhatian media untuk mempublikasikannya, sehingga wajar jika hanya 47,97% responden yang mengetahui wewenang KPK tersebut. Untuk kegiatan kerjasama dengan institusi lain seperti perbankan, ternyata 69,06% responden telah mengetahui bahwa KPK berhak meminta keterangan kepada bank tentang keadaan uang tersangka dan meminta bank untuk memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait. Kewenangan KPK yang cukup besar dalam hal penyidikan kasus perkara korupsi ini ternyata cukup dikenal masyarakat. Lebih 50% responden menyatakan tahu bahwa KPK berhak mengambil alih kasus yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan bila kasus yang ditangani tersebut berlarut-larut. Dan 64,03% reponden mengetahui bahwa dalam penanganan kasus korupsi KPK memiliki fungsi koordinasi dan supervisi terhadap Kepolisian dan Kejaksaan.
3.2. Pengetahuan Masyarakat terhadap Kasus-Kasus Korupsi yang Ditangani KPK Sebagian besar masyarakat mengenal KPK melalui kegiatan penindakan kasus-kasus korupsi yang dilakukan. Dengan adanya pemberitaan media yang gencar akan kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK, diasumsikan masyarakat cukup mengenal kasus-kasus tersebut. Untuk mengetahui kebenaran asumsi tersebut, masyarakat diminta untuk memilih kasus mana yang menreka ketahui dari 15 kasus korupsi yang disebutkan dalam kuesioner. Ke-15 kasus korupsi tersebut mewakili berbagai modus TPK yang ditangani KPK dan yang mewakili terdakwa dari berbagai kalangan.
90
Pengetahuan Responden mengenai Kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh KPK (%)
Perkara dalam Proyek Peningkatan Kelembagaan dan Sarana dalam Pengadaan Tanah di BAPETEN Tahun 2004
81.38
18.62
Perkara dalam penyalahgunaan APBD Kabupaten Kendal
71.25
28.75
Perkara Proyek Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran di beberapa pemda
54.4 45.6
Perkara penyalahgunaan APBD untuk Bandara Samarinda di Pemkab.Kutai Kartanegara Kaltim oleh Bupati Syaukani
46.6 53.4
Perkara pengadaan alat AFIS pada Depkumham
69.37
30.63
Perkara pelaksanaan prog pemb perkebunan kelapa sawit sejuta hektar Kaltim dgn terdakwa Suwarna AF
65.86
34.14 39.43
Perkara percobaan penyuapan kpd hakim MA dlm perkara kasasi Probosutedjo dgn terdakwa Pono Waluyo & H.Suhartoyo
Perkara dalam pelaksanaan proyek Indonesia Investment Year Tahun 2003-2004
59.47
40.53 13.69
Perkara aliran dana BI
86.31 46.96 53.04
Perkara korupsi Irawadi Joenoes dalam kasus pengadaan tanah kantor Komisi Yudisial
42.26
Perkara pemungutan dana dari para Sekretaris Dirjen di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan
57.74
55.27 44.73
Perkara pengelolaan dana PNBP terkait pungutan pengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Kualalumpur & KJRI Johor Bahru Perkara dalam pengadaan segel sampul surat suara untuk PEMILU 2004
39.21
Perkara pengadaan bus pada proyek busway yang menggunakan APBD Provinsi DKI Jakarta
39.94 0
Tahu
60.57
50.48 49.52
Perkara usaha penyuapan/pemerasan terhadap saksi dengan terdakwa Suparman (Penyidik KPK)
10
20
30
40
50
60.79 60.06
60
70
Tidak
Berdasar gambar terlihat bahwa kasus yang paling diketahui oleh masyarakat adalah Perkara Aliran dana BI kepada DPR (86.31%) Sementara kasus yang kurang dikenal oleh masyarakat umum adalah Perkara dalam proyek peningkatan kelembagaan dan sarana dalam pengadaan tanah BAPETEN tahun 2004 (18.62%) dan Perkara dalam penyalahgunaan APBD Kabupaten Kendal (28.75%) Kondisi tersebut menggambarkan bahwa masyarakat lebih tertarik kepada perkara yang melibatkan para pembesar negeri ini dan perkara yang terekspos secara besar-besaran dimedia massa. Berdasarkan hasil survei, terdapat kecenderungan bahwa masyarakat mempunyai preferensi khusus terhadap kasus korupsi yang terkait dengan wilayahnya. Dalam kasus penyalahgunaan APBD Kendal yang secara nasional, kurang dikenal, ternyata cukup dikenal di Semarang, 64,7% responden mengenalnya. Jauh lebih tinggi daripada masyarakat di Makassar, dimana hanya 19,2% yang mengetahui adanya penyalahgunaan APBD di Kendal tersebut. Begitujugahalnya dengan kasus penyalahgunaan APBD di Pemkab Kuker juga lebih banyak diketahui oleh responden di Banjarmasin (74,2%) dibandingkan responden di Medan b(45,6%). Perkara dalam Penyalahgunaan APBD di Kab. Kendal (%) 29.18
Jakarta Medan Semarang Surabaya Banjarmasin Makasar
70.82
21.17
78.83
35.29 24.18 19.66
64.71 75.82
80.8
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tahu
Tidak Tahu
52.43 47.57 45.6 54.4 46.08 53.92 53.27 46.73
Jakarta Medan Semarang
80.34
19.2
Perkara dalam Penyalahgunaan APBD di Pemkab. Kuker (%)
Surabaya Banjarmasin
74.16
25.84
Makasar
42
0
10
20
Tahu
30
40
50
Tidak Tahu
58
60
70
80
Terlihat bahwa masyarakat di daerah peduli dan mengikuti upaya KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi di daerahnya. Untuk itu perlu diperhitungkan bagi KPK selain memprioritaskan kasus-kasus besar (big fish) perlu pula untuk memperhatikan proporsi geografis dalam penangan kasus-kasus korupsi tersebut. Hal ini untuk menarik lebih banyak dukungan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia terhadap KPK, dan untuk menunjukkan bahwa KPK juga mempunyai komitmen yang tinggi untuk mewujudkan pembangunan yang bersih dari korupsi di seluruh daerah di Indonesia.
80
90
100
BAB IV PENCAPAIAN KPK DI MATA MASYARAKAT 4.1. Pencapaian KPK Menurut Masyarakat Mengusung Visi “Menjadi Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi”, KPK yang berdiri dan mulai bekerja dari tahun 2003, terus berusaha meningkatkan kinerja untuk mencapai visi tersebut. Dengan menetapkan misi sebagai Pendobrak dan Pendorong Indonesia yang Bebas Korupsi dan Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi, berbagai strategi dan program kerja disusun dan direncanakan dengan matang agar mampu memberikan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan. Selama 5 tahun berjalan, berbagai program dan kegiatan dijalankan oleh KPK. Menurut unit pengukuran yang ada, seharusnya program dan kegiatan yang dilakukan KPK tersebut sudah dapat memberikan output dan outcome yang nyata. Namun demikian masih perlu dicari informasi terhadap masyarakat umum mengenai pencapaian KPK tersebut, apakah memang KPK dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi dengan adanya KPK selama ini. Dipilih Sembilan pernyataan yang menggambarkan kondisi terwujudnya upaya pemberantsan korupsi untuk kemudian ditanyakan ke masyarakat, apakah menurut mereka kondisi tersebut sudah dicapai oleh KPK. Secara umum hanya 45,67% saja yang merasakan bahwa berbagai hal tersebut telah dicapai Selama KPK Berdiri Menurut Anda Apakah Hal Berikut Sudah dicapai ? (% )
61.89
Integritas PN menjadi lebih baik
38.11 51.26 48.74
Sdh ada perbaikan kualitas layanan publik o/ instansi/aparat pem kpd masyarakat 33.91
Peran serta masyarakat dlm pemberantasan korupsi semakin nyata
66.09 58.6
Lebih banyak orang yang takut korupsi
41.4 71.61
T erciptanya budaya malu di kalangan aparat/masyarakat u/ melakukan korupsi
28.39
Sudah ada pendidikan formal/informal anti korupsi
43.95
50.07 49.93
Sdh ada pembenahan birokrasi di lembaga pemerintah
65.86
Lebih banyak uang negara yang dikembalikan
34.14 39.75
Lebih banyak koruptor dipenjara
60.25 0
Ya
56.05
10
20
30
40
50
60
70
80
Tidak
oleh KPK. Dari 9 pernyataan tersebut, hanya dua pernyataan dimana masyarakat lebih banyak yang menyetujui hal tersebut sebagai capaian KPK dibanding mereka yang menolak. Pernyataan tersebut adalah mengenai semakin nyatanya peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi dan juga lebih banyak koruptor yang di penjara. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditunjukkan bahwa terdapat 2 hal utama yang dapat dicapai oleh KPK menurut penilaian masyarakat yakni; 1. Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi semakin nyata (66,09%) 2. Lebih banyak koruptor dipenjara (60,25%) Banyaknya responden yang menyetujui bahwa KPK mampu mendorong masyarakat untuk lebih nyata memberantas korupsi secara tidak langsung menunjukkan keberhasilan KPK dalam melakukan kampanye dan sosialisasi yang banyak melibatkan masyarakat. Adanya fakta bahwa KPK menerima dan menindaklanjuti aduan, serta melindungi saksi dan pelapor juga mendorong semakin banyak masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Upaya KPK yang konsisten dalam menangani kasus korupsi serta tingkat keberhasilan yang tinggi dalam memastikan
tersangkanya mendapatkan hukuman kurungan ditambah dengan gencarnya media mempublikasikannya cukup meyakinkan masyarakat bahwa keberadaan KPK mampu memperbanyak koruptor yang dipenjara. Dari dua capaian KPK yang diyakini masyarakat telah berhasil diraih KPK, masih terdapat beberapa hal yang cukup penting untuk diperhatikan oleh KPK yakni; bahwa KPK belum dapat menciptakan budaya malu di kalangan aparat ataupun masyarakat dalam melakukan korupsi. Diakui bahwa perlakuan yang terlampau “lunak” terhadap terdakwa kasus korupsi, dan penampilan pelaku koruptor di media massa yang tidak menunjukkan perasaan bersalah mendorong masyarakat untuk menilai bahwa KPK belum berhasil menciptakan budaya malu untuk melakukan korupsi. Pemberitaan yang diterima masyarakat mengenai perlakuan yang “lunak” selama masa persidangan dan berbagai fasilitas yang masih bisa dinikmati koruptor menyebabkan masyarakat berpikir bahwa KPK belum bisa menciptakan rasa takut untuk melakukan korupsi (58,6%). Hukuman yang relatif ringan dimana belum ada satupun koruptor yang dihukum mati juga ikut mendorong anggapan masyarakat tersebut. Sebenarnya salah satu hukuman yang mampu menciptakan rasa malu bagi koruptor adalah hukuman sosial dari masyarakat sendiri. Sanksi sosial, dimana masyarakat mengucilkan pelaku koruptor dan keluarganya hanya dapat terlaksana jika ada kesatuan pendapat atau ada kode etik bersama yang mengikat untuk bersama-sama mengucilkan koruptor dan keluarganya yang ikut menikmati harta hasil korupsi tersebut. Wacana pemberlakuan kerja sosial di daerah miskin juga muncul untuk menciptakan rasa malu dan efek jera ini. KPK sendiri menyadari bahwa menciptakan rasa malu bagi pelaku koruptor sanggup menambah efek jera dalam setiap penanganan kasus korupsi. Salah satu alternatif yang saat ini sedang dibicarakan di internal KPK yang banyak mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan adalah pemberlakuan seragam dan borgol bagi terdakwa kasus korupsi. Besarnya uang negara yang hilang akibat dikorupsi mengakibatkan kinerja KPK saat ini dalam mengembalikan uang hasil korupsi ke kas negara belum mendapatkan tanggapan yang baik dari masyarakat. Kurangnya pemberitaan tentang prestasi KPK yang telah mengembalikan Rp. 422.240.741.189 (lebih 422,2 miliar) uang hasil korupsi ke kas negara selama 6 bulan terakhir ini membuat masyarakat belum menyadari bahwa KPK cukup berperan dalam mengembalikan uang negara. Untuk itu perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat luas bahwa KPK memiliki target yang jelas untuk sebanyak mungkin mengembalikan uang hasil korupsi ke kas negara. Dengan memahami hal ini, diharapkan masyarakat dapat terus mendukung keberadaan KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap ketercapaian KPK dalam upaya pemberantasan korupsi selama ini sebagian besar terkait dengan kondisi riil yang ditemui masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Belum adanya perbaikan layanan dari pemerintah terhadap masyarakat dan perilaku korup yang dijumpai masyarakat dari penyelenggara negara ketika memberikan layanan merupakan salah satu alasan yang mendasari 61,8% responden berpendapat bahwa keberadaan KPK hingga saat ini belum mampu memperbaiki integritas dari penyelenggara negara. Perbaikan integritas penyelenggara negara memang merupakan salah satu tujuan dari KPK. Berbagai mekanisme kearah itu terus diupayakan KPK, diantaranya melalui pembenahan birokrasi di lembaga pemerintahan. Rumit dan beratnya permasalahan birokrasi di Indonesia, mengharuskan adanya reformasi birokrasi yang total dan menyeluruh. Hingga saat ini pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi masih berada dalam tahapan awal, sehingga belum memberikan banyak manfaat bagi masyarakat sebagai stakeholder utama dari birokrasi itu sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut adalah hal yang wajar bila dalam survei ini 50,07% responden berpendapat bahwa keberadaan KPK belum dapat menciptakan pembenahan sistem birokrasi di lembaga pemerintah. Perbaikan kualitas pelayanan publik oleh instansi/aparat pemerintah kepada masyarakat merupakan salah satu hal yang ingin dicapai oleh KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Sayangnya upaya KPK tersebut tidak didukung oleh komitmen yang kuat dari lembaga penyedia layanan publik sendiri, sehingga belum banyak perubahan yang berarti dalam upaya KPK untuk peningkatan layanan publik ini. Dapat dipahami jika 51,46% masyarakat kemudian beranggapan bahwa KPK belum memberikan perbaikan kualitas layanan. Informasi yang diperoleh mengenai pencapaian KPK berdasarkan penilaian masyarakat ini patut
menjadi masukan bagi KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan memperhatikan penilaian masyarakat tersebut diharapkan dalam melaksanakan kegiatannya di masa-masa mendatang KPK mengutamakan kepentingan masyarakat sekaligus mampu mencapai visi dan misi yang diharapkan. 4.2. Fakta Korupsi sehari-hari Saat ini dihubungkan dengan Berdirinya KPK Dengan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan akan menumbuhkan semangat anti korupsi di masyarakat. Lebih lanjut lagi diharapkan terjadi pengurangan angka korupsi sekaligus mengurangi sifat-sifat koruptif yang selama ini sudah sangat biasa terjadi di masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, KPK mencoba mencari informasi kepada masyarakat mengenai kondisi di masyarakat saat ini terkait sifat dan perilaku koruptif. Dengan menyatakan pendapat semakin berkurang, sama saja atau semakin sering terjadi, berikut adalah pendapat masyarakat mengenai kondisi riil korupsi sehari-hari di Indonesia saat ini.
Fakta yang terj adi menurut masyarakat sej ak KPK berdiri (Nilai rata-rata) 1= makin berkurang, 2= sama saj a, 3= makin sering
Keberanian pejabat/aparatur pemerintah dalam melakukan korupsi
1.81
Kasus korupsi di lembaga pemerintah
1.91
Mark-up (penggelembungan) dana/anggaran kegiatan/proyek pemerintah
1.9
Masyarakat pasrah dan tidak peduli ketika mendapatkan layanan buruk dari pemerintah
1.89
Pungutan liar oleh aparat di tempat umum
1.99
Pejabat menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi/keluarga seenaknya
2.01
Masyarakat memberikan tips kepada petugas setelah selesai mengurus layanan
1.85
Memberikan bingkisan kpd pejabat pem u/ menjaga hubungan baik
1.61
Kegiatan di tempat pengurusan perizinan menggunakan perantara/calo
1.87
Masyarakat membayar polisi lalu lintas yang menilang kendaraan tanpa tanda terima resmi
2.11
Memanfaatkan kolega/keluarga yang menjadi pejabat untuk kepentingan tertentu
1.98
Orang menyogok untuk menjadi pegawai negeri
1.92
Masyarakat hrs membayar lebih u/ mendapatkan pelayanan publik
1.84 1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
2.4
2.6
Dari grafik diatas diketahui hampir semua responden menjawab kondisi yang terjadi dimasyarakat sejak adanya KPK belum mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari tingginya nilai rata-rata untuk tiap-tiap pernyataan. Terdapat dua pernyataan yang memiliki nilai rata-rata diatas 2 yaitu tentang perilaku masyarakat membayar polisi lalu lintas yang menilang kendaraan tanpa tanda terima resmi dan pejabat pemerintahan yang menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi/keluarga seenaknya. Kedua jenis pernyataan tersebut kembali membuktikan bahwa integritas penyelenggara negara di mata masyarakat memang belum berubah. Namun menurut masyarakat terdapat satu hal yang faktanya semakin berkurang yakni fakta dimana pemberian bingkisan kepada pejabat untuk menjaga hubungan baik semakin berkurang.
2.8
3
BAB V KEPERCAYAAN DAN HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP KPK 5.1. KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP KPK Membahas masalah mengenai korupsi tidak terlepas dari lembaga hukum yang menangani kasus korupsi. Seperti diketahui di Indonesia saat ini terdapat tiga lembaga penegak hukum yang bertugas menangani kasus korupsi, yakni Kepolisian, Kejaksaan dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Terkait hal tersebut, masyarakat diminta untuk memberikan pendapat mengenai lembaga hukum yang mengurusi korupsi tersebut. Mengingat responden dari survei ini adalah masyarakat yang cukup terdidik, maka seluruh responden mengetahui keberadaan ketiga lembaga penegak hukum tersebut, Dengan fakta ini, akan lebih mudah menanyakan pendapat responden mengenai kinerja dan kepercayaan responden terhadap ketiga lembaga penegak hukum tersebut. Berdasarkan hasil survei ini, 68.87% responden mempercayai bahwa KPK bisa dan mampu bertugas memberantas korupsi. Dengan berbagai kewenangan dan fasilitas yang dimiliki sebagai lembaga “superbody” KPK cukup leluasa dalam memberikan kinerja terbaiknya dalam upaya pemberantasan korupsi, sehingga merupakan hal yang wajar jika hingga saat ini masih cukup dominan masyarakat yang percaya bahwa KPK mampu bertugas memberantas korupsi. Bagi responden yang tidak mempercayai, lebih didasari pada pesimisme parahnya tingkat korupsi di Indonesia
Apakah anda percaya KPK bisa bertugas memberantas korupsi di Indonesia?
Tidak 31%
Ya 69%
Apakah Anda Percaya KPK bisa bertugas memberantas korupsi di Indonesia?
Terdapat beberapa karakteristik khusus dari masyarakat mengenai kepercayaan mereka Medan terhadap KPK ini. Meskipun tingkat Semarang kepercayaannya masih diatas 65%, namun kota Surabaya Jakarta adalah kota yang tingkat kepercayaan ke Banjarmasin KPKnya paling kecil relatif dibandingkan kota Makasar lainnya. Sementara kota dengan tingkat Total kepercayaan tertinggi adalah Makassar, dengan proporsi 75,6% responden yang mempercayai KPK 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 dalam memberantas korupsi. Hal ini dapat disebabkan karakteristik responden di kota Jakarta yang jauh lebih heterogen dibanding kota lainnya. Selain itu, masyarakat di Jakarta juga lebih mudah mengakses informasi, sehingga berbagai informasi yang diterima mereka tentang KPK akan jauh lebih bervariasi dan tidak mengarah pada satu kesimpulan yang sama. Berdasarkan hal tersebut, wajar jika masyarakat Jakarta menjadi lebih kritis. Jakarta
66.7
33.3
70.03
29.97
68.14
31.86
Ya
67.97
32.03
Tidak
71.35
28.65
75.6
24.4
68.87
31.13
Perbedaan cara pandang dan lingkungan juga mengakibatkan terjadi perbedaan tingkat kepercayaan masyarakat antara Mahasiswa mahasiswa dan PNS. Jika 77,64% PNS PNS/TNI/POLRI mempercayai KPK, maka hanya 62,98% Pegawai Swasta mahasiswa yang bersikap sama. Sebagai bagian dari civil society yang bebas dari Wiraswasta/Pengusaha pengaruh birokrasi, mahasiswa tentu dapat Profesional bersikap kritis untuk tidak begitu saja Pensiunan & Ibu RT percaya dengan KPK dan prestasinya saat ini. Sementara bagi PNS/TNI/POLRI yang 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 berada dalam lingkar birokrasi, kiprah KPK ini lebih banyak diapresiasi positif ,karena mungkin mereka lebih merasakan dampaknya dalam lingkungan sehari-hari dibandingkan responden dari kalangan mahasiswa. Apakah Anda Percaya KPK bisa
bertugas memberantas korupsi di Indonesia?
62.98
37.02
77.64
22.36
65.89
Ya
34.11
Tidak
73.42
26.58
70.78
29.22
68.35
31.65
Sebagai lembaga yang dibentuk akibat lemahnya penegakan hukum di bidang korupsi, maka sudah seharusnya KPK menjadi lembaga yang paling 82.11 diharapkan kiprahnya oleh masyarakat dalam memberantas korupsi, dibanding lembaga penegak hukum yang lain. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi KPK adalah masalah integritas. Dalam pemberantasan 10.09 korupsi, masalah integritas dari aparat 5.89 2.19 penegak hukumnya sudah tidak mungkin ditawar lagi, terutama KPK Kepolisian Kejaksaan Peradilan (MA) institusi yang dibangun diatas ketidakpercayaan atas integritas aparat penegak hukum seperti KPK. Untuk itu pendapat masyarakat mengenai integritas KPK perlu untuk selalu didengar, untuk ditindaklanjuti sebagai masukan yang berharga bagi KPK. Berdasarkanhasil survei, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga hukum yang dianggap memiliki integritas paling baik. Dari 2191 responden yang dijadikan sampel, mayoritas responden (82,11%) memilih KPK sebagai institusi yang integritasnya paling baik, yang kemudian diikuti oleh lembaga Peradilan (10.09%), Ketiga Kepolisian (5.89%) dan terakhir Kejaksaan (2.19%). Rendahnya kepercayaan masyarakat kepada kejaksaan sebagian besar dipengaruhi oleh berita mengenai penangkapan salah satu oknum jaksa oleh KPK yang tertangkap tangan menerima suap. Berita yang terus menerus oleh media di bulan juni tersebut, cukup mempengaruhi tingkat kepercayaan responden terhadap kejaksaan. Dari lembaga penegak hukum berikut,
lembaga mana yang menurut anda memiliki integritas paling baik? (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tentunya tiap responden memiliki alasan tersendiri mengapa mereka memilih KPK sebagai lembaga 58.14 Lebih Independen hukum yang memiliki integritas 55.2 Lebih Berani paling baik. Dengan menjawab secara multiple response, alasan 54.25 Memiliki wewenang besar terbesar responden memilih KPK 33.13 adalah karena KPK dianggap Lebih Kinerja lembaga baik Independen (58,14%), Lebih berani 28.07 Tidak tebang pilih (55,2%),Memiliki wewenang besar (54,25%), memiliki kinerja lembaga yang baik (33.13) dan Tidak tebang pilih (28.07%) Mengenai isyu tebang pilih ini menjadi menarik, terutama banyak opini yang beredar bahwa KPK dianggap tebang pilih. Menurut Mas Achmad Santosa pada salah satu artikel1 di awal tahun 2008 menyatakan bahwa dari 55 kasus yang diputus Pengadilan Tipikor, kasus-kasus tersebut baru melibatkan pegawai, kontraktor swasta, komisioner, mantan menteri, bupati, dan gubernur. KPK belum menghadapkan orang-orang kunci yang berada di wilayah-rawan korupsi, seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, politisi di Dewan Perwakilan Rakyat, lingkungan kepresidenan dan kalangan eksekutif (kabinet). Hal ini mengakibatkan masyarakat masih mempersepsikan KPK melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Di tahun 2008 ini KPK mulai menghadapkan orang-orang penting seperti anggota DPR, gubernur bank sentral dan aparat penegak hukum di muka pengadilan. Kemajuan ini tentunya bisa mengubah persepsi masyarakat mengenai tebang pilih ini, yang salah satunya dibuktikan oleh survei ini dimana 28,07% responden berpendapat bahwa KPK tidak melakukan tebang pilih. Alasan memilih KPK sebagai lembaga dengan integritas terbaik (dalam%)
0
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tantangan Pimpinan KPK jilid II, http://www.tempointeraktif.com/hg/kolom/2008/01/22/kol,20080122-1,id.html
5. HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP KPK Harapan masyarakat terhadap KPK diwujudkan survei ini dengan masukan masyarakat kepada KPK mengenai apa sebaiknya prioritas utama yang harus dilakukan oleh KPK. Secara umum prioritas utama yang diinginkan masyarakat dikerjakan oleh KPK adalah menangkap dan memenjarakan koruptor (36.33%), Mengembalikan uang negara (23.19%), Melakukan kegiatan preventif seperti melakukan pendidikan anti korupsi, sosialisasi, pelaksanaan good-governance,dll (19.31%),Mengawasi pelaksanaan reformasi birokrasi di pemerintahan (8.44%), dan Lainnya (sebagian besar menjawab hukuman mati bagi koruptor) (7.71%). Dalam hal melakukan kegiatan represif seperti menangkap dan
Prioritas utama yang harus dilakukan KPK (dalam %) 7.71
Lainnya
19.31
Melakukan kegiatan preventif (pencegahan) spt GG, sosialisasi dan pendidikan
23.19
Mengembalikan uang negara 5.02
Melakukan supervisi dan koordinasi denan kepolisian dan kejaksaan
8.44
Mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi di pemerintahan Menangkap dan memenjarakan koruptor
36 .3 3
0
5
10
15
20
25
30
35
40
memenjarakan koruptor, memang sudah menjadi bagian dari kegiatan KPK yang menjadi sorotan publik selama ini. Mengenai pengembalian uang negara, meskipun di tahun 2008, ini telah terdapat kemajuan yang cukup signifikan, dimana jumlah uang yang disita dan disetorkan ke kas negara meningkat dari 59,2 miliar di akhir tahun 2007, menjadi 422,2 miliar di tahun 2008. Diakui bahwa meskipun telah cukup banyak pengembalian ke kas negara yang dilakukan KPK, harapan masyarakat masih besar agar KPK bisa melakukan lebih dari yang telah ada. Harapan tersebut cukup wajar mengingat besarnya uang negara yang diduga hilang karena korupsi, dan adanya keberhasilan negara lain seperti Nigeria dengan lembaga EFCCnya (Economic & Financial Crime Commission), berhasil mengembalikan dana sebesar Rp. 45 Trilyun, melalui 82 perkara yang diputus pengadilan2. Penting juga untuk dicatat bahwa selain mengembalikan uang negara, KPK memiliki andil yang besar untuk mencegah terjadinya perpindahan aset negara seperti tanah dan properti ke oknum-oknum pribadi. Potensi kehilangan yang bisa dicegah melalui pencegahan perpindahtanganan aset oleh KPK ini amat besar jumlahnya mencapai trilyunan rupiah, belum lagi kerugian yang dicegah oleh upaya preventif lainnya. Masyarakat perlu terus dijelaskan mengenai hal ini agar mereka dapat mengelola ekspektasi mereka terhadap KPK sekaligus meningkatkan partisipasi mereka dalam upaya pemberantasan korupsi. Yang paling menggembirakan adalah masyarakat mulai memahami pentingnya upaya preventif sebagai suatu kesatuan dalam upaya pemberantasan korupsi, sehingga memasukkan upaya preventif ke dalam prioritas yang perlu ditangani KPK. Berdasarkan masukan tersebut KPK diharapkan kedepan selain terus melakukan upaya pemberantasan korupsi di area penindakan juga tetap memperhitungkan nilai pengembalian uang negara serta upaya-upaya preventif yang berkelanjutan. Sebagai prioritas utama yang diharapkan masyarakat untuk dapat ditangani KPK, tentunya masyarakat juga memiliki pandangan kasus korupsi apa sajakah yang diusulkan mereka untuk ditangani oleh KPK. Dari hasil survei diperoleh data bahwa 3 prioritas kasus utama yang seharusnya ditangani oleh KPK adalah: 1. Korupsi yang melibatkan orang yang menurut anggapan umum tidak bisa disentuh/untouchable (39.43%) 2. Korupsi dengan jumlah kerugian negara yang besar (23.23%) 3. Korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum (hakim, jaksa, pengacara, polisi, dll) (12.96%) Harapan masyarakat akan kasus-kasus yang ditangani KPK tersebut secara garis besar sudah sesuai dengan alasan mengapa KPK didirikan dan sudah sesuai dengan amanah yang ada dalam UU 30/2002, sehingga sudah sewajarnya bagi KPK untuk memprioritaskan ke-tiga prioritas tersebut.
2. Pernyataan Ketua EFCC Ribadu pada Annual Meeting IMF & Bank Dunia 16 September 2006 di Singapura
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Sebagai lembaga negara yang harus mempertanggungjawabkan kinerjanya ke publik, KPK perlu mengukur persepsi masyarakat terhadap kinerja KPK selama ini, sekaligus sebagai wujud mekanisme pengawasan lembaga publik oleh masyarakat. Alat ukur yang saat ini dianggap akurat adalah survei persepsi masyarakat terhadap KPK. Hasil dari survei ditujukan untuk memacu pembenahan internal KPK dalam bentuk kritik, masukan dan saran dari masyarakat sehingga KPK dapat lebih kompetitif, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan Undang-Undang yang diamanatkan. Responden dari survei ini sejumlah 2191 orang yang tersebar di 6 kota besar Medan (14%),Jakarta (43%), Semarang (9%), Surabaya (14%), Banjarmasin (8%), dan Makassar (11%). Responden berasal dari kelas terdidik, dimana 57%nya berpendidikan minimal sarjana. Wawancara dilakukan langsung (face to face interview) untuk membantu responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner. Secara garis besar kuesioner berisikan tentang pengetahuan dan harapan masyarakat terhadap KPK,persepsi masyarakat terhadap capaian KPK dan juga persepsi masyarakat terhadap perilaku koruptif. Pengetahuan responden mengenai kasus-kasus korupsi juga ikut ditanyakan dalam kuesioner. Berdasarkan hasil survei ini, 69% responden masih menaruh harapan terhadap KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia, dan dianggap memiliki integritas yang lebih tinggi dibanding lembaga penegak hukum lainnya. Harapan yang tinggi tersebut menurut responden dikarenakan beberapa alasan diantaranya karena KPK dianggap sebagai lembaga yang lebih independen, lebih berani, memiliki wewenang besar, tidak tebang pilih dan berkinerja baik. Dengan segala kelebihannya tersebut masyarakat tetap menginginkan agar dalam memberantas korupsi, KPK memprioritaskan untuk terus menangkap dan memenjarakan koruptor, dengan prioritas kasus yang melibatkan orang yang menurut anggapan umum tidak bisa disentuh/untouchable. Harapan masyarakat bahwa KPK dapat menyentuh tokoh-tokoh yang “untouchable” ini terukur dari paling populernya penanganan kasus BI relatif dibandingkan kasus-kasus lain yang ditangani KPK. 81% responden mengetahui bahwa KPK menangani kasus BI, jauh lebih tinggi dibandingkan kasus Bapeten yang hanya diketahui 18% responden. Mengenai pengetahuan masyarakat terhadap tugas dan fungsi KPK, ternyata responden cukup memahami, tugas koordinasi, supervisi, pencegahan dan fungsi KPK dalam menerima aduan masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi. Dari sekian banyak tugas dan fungsi KPK, yang paling banyak diketahui oleh masyarakat adalah bahwa KPK menerima aduan masyarakat tersebut (72% responden). Sehingga wajar jika dalam survei ini pula capaian keberhasilan KPK dimata masyarakat adalah bahwa adanya KPK mampu meningkatkan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi semakin nyata. Sayangnya dalam kondisi/perilaku masyarakat sehari-hari menurut responden belum banyak capaian yang diraih KPK. Menurut responden, KPK belum bisa merubah perbaikan layanan publik dan belum bisa merubah perilaku koruptif dari penyelenggara negara. Capaian KPK yang dirasakan oleh masyarakat adalah adanya KPK mampu merubah perilaku pejabat dalam menerima bingkisan. Masyarakat sendiri sebenarnya cukup memahami bahwa banyak perilaku yang umum terjadi di sekitar mereka sebagai perilaku yang koruptif, namun untuk perilaku pejabat yang menerima parcel 40,4% responden tidak menganggap perilaku tersebut ebagai perilaku koruptif. Bagaimanapun berdasarkan hasil survei ini masyarakat telah memahami bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan dengan menangkapai para koruptor namun juga mengembalikan uang negara, melakukan berbagai upaya pencegahan dan mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi. Beberapa rekomendasi yang bisa diambil terkait hasil survei ini adalah : 1. Agar KPK terus memperjuangkan dukungan masyrakat yang masih ada saat ini dengan meningkatkan kinerjanya, dan mensosialisasikan hasil yang telah dicapai lebih intens lagi. Pencapaian jumlah kerugian negara yang berhasil diselamatkan dan telah disetorkan KPK ke negara patut diinformasikan secara jelas dan terbuka ke masyarakat. 2. Masyarakat perlu tahu lebih banyak tentang fungsi dan kewenangan KPK, terutama yang membatasi ruang gerak KPK dalam bekerja. Contohnya, tentang masalah retroaktif, bahwa
KPK fokus pada kasus korupsi yang melibatkan pada penyelenggara negara (pasal 11 butir a, UU 30/2002), dan bahwa KPK hanya menindak tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1 milyar (pasal 11 butir c, UU 30/2002). 3. Kinerja KPK yang baik di bidang penindakan mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat. Apresiasi tersebut muncul terutama setelah adanya upaya penindakan terhadap aparat penegak hukum dan Gubernur Bank Sentral 4. Perlu ada upaya nyata KPK terhadap peningkatan layanan publik ke masyarakat, mengingat hingga saat ini masyarakat belum menerima dampak nyata upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Pungli dalam layanan dan integritas yang rendah dari aparat penyedia jasa merupakan indikator yang jelas bagi masyarakat dalam menilai bahwa kinerja KPK selama ini belum menyentuh kepentingan mereka. 5. Meskipun cukup sukses mengkampanyekan adanya pelarangan bagi penyelenggara negara dalam menerima parcel, namun sosialisasi bahwa KPK menerima laporan mengenai gratifikasi perlu untuk lebih diintensifkan, karena dalam survei ini dari seluruh PNS/TNI/POLRI yang menjadi responden, separuhnya belum memahami bahwa KPK memiliki fungsi ini.
DAFTAR PUSTAKA KPK, Laporan Tahunan 2007, Jakarta, 2008 Indonesia. Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi www.tempointeraktif.com www.antikorupsi.org Http://www.transparency.org