EVALUASI DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KAWASAN AGROPOLITAN WALIKSARIMADU KABUPATEN PEMALANG)
SUMIRIN TEGUH HARYONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2008 Sumirin Teguh Haryono NRP. A353060374
ABSTRACT SUMIRIN TEGUH HARYONO. Evaluation to Impact of Agropolitan Development Program to Community Welfare: Case Study in Agropolitan Region in Pemalang Regency). Under direction of NUNUNG NURYARTONO and DIDIT OKTA PRIBADI. Agropolitan Development program is one of regional development program, has goal to increase welfare of community. To evaluate impact of Agropolitan Development program to regional economic and community welfare has been compared between condition before and after the program in the Agropolitan region and out of region. Data analysis methods for evaluating impact of the program were: development index of district by Regional Development Index, poverty by persentage of pre prosperous and prosperous I household, competitiveness of sector by Shift Share Analyisis (SSA), basic sector by Location Quotient (LQ), income per kapita by GRDP per population, income per farmer household by GRDP of agriculture sector per farmer household, sectoral share of GRDP by persentage of GRDP each sector, relation between perseption of farmers to impact of the program and commodity, activity, and location of farmer live by Chi Square Analysis, relation of elements of perseption by Correspondence Analyisis, factors that influence to perseption by logistic model regression, and role of institution by descriptive analysis. The results of reseach showed that development index of districts in Agropolitan region increased, but relatively it was not different to out of region. The program could not decrease poverty yet. In the Agropolitan region developed many basic sectors. Share of agriculture sector decreased but still has comparative adventage (basic sector) in the Agropolitan region. Agriculture sector more competitive in the Agropolitan region, similar to competitiveness of manufacturing industry sector. Income per kapita and income per family farmer in the Agropolitan region relatively similar to out of the region. In Agropolitan region horticulture farmers got higher income cause of the program. Perseption of impact of the program had relationship to farmers caracteristic base on commodity. Factors that influence to farmers perseption in the program were age and hight of activity in farmer group. Institution of goverment that manage the region is Pokja Agropolitan has function as coordinator of some services’ activities in the region. The role of Pokja was still under optimal. The farmer’s institution are Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) and Asosiasi Petani Kopi (APEKI) had function to push increasing productivity in agribusiness because the institution buy some agricultural products form the farmers and inform market price to the farmers. In generally impact of the program was not significant yet. Weakness of the program may be caused of Agropolitan region was too wide and commodities were too much, so activity of the program could not reach all of regions and commodities. Keyword: Evaluation, Impact, Agropolitan Development Program
RINGKASAN SUMIRIN TEGUH HARYONO. Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang). Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan DIDIT OKTA PRIBADI. Program Pengembangan Agropolitan sebagai salah satu program pembangunan wilayah mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengevaluasi dampak program Pengembangan Agropolitan terhadap perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat dilakukan perbandingan antara kondisi sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan di kawasan dan luar kawasan Agropolitan sebagai pembanding. Metode analisis data yang digunakan untuk mengevaluasi dampak program Pengembangan Agropolitan adalah indeks perkembangan kecamatan dengan analisis Indeks Perkembangan Wilayah, tingkat kemiskinan dengan persentase keluarga pra sejahtera dan sejahtera I, keunggulan kompetitif dengan Shift Share Analysis (SSA), sektor basis dengan analisis Location Quoteint (LQ), pendapatan per kapita dengan membagi PDRB terhadap jumlah penduduk, pendapatan per keluarga petani dengan membagi PDRB sektor pertanian terhadap jumlah keluarga petani, pangsa sektoral PDRB dengan menghitung persentase PDRB setiap sektor, hubungan antara persepsi petani dengan komoditas, aktivitas, dan lokasi tempat tinggal dengan analisis Chi Square, hubungan antara unsur-unsur persepsi dengan Corespondence Analysis, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dengan analisis Logit Model, dan peran kelembagaan dalam Pengembangan Agropolitan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum indeks perkembangan kecamatan di kawasan Agropolitan meningkat tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan. Tingkat kemiskinan tidak berkurang setelah pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan baik di dalam maupun luar kawasan Agropolitan, sehingga program secara relatif belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Di Kawasan Agropolitan terjadi perkembangan sektor basis dari kondisi sebelum pelaksanaan program, terbukti dengan semakin banyaknya sektor yang mempunyai LQ>1. Pangsa sektor pertanian menurun baik di kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan, tetapi sektor ini tetap mempunyai keunggulan komparatif (menjadi sektor basis) dengan memusatnya aktivitas sektor pertanian di dalam kawasan Agropolitan. Sektor pertanian semakin kompetitif di dalam kawasan Agropolitan dengan meluasnya tingkat kompetisi dari satu kecamatan menjadi empat kecamatan. Meningkatnya tingkat kompetisi ini diikuti oleh kompetitifnya sektor industri pengolahan di kawasan Agropolitan. Selama pelaksanaan program ini telah terjadi peningkatan pendapatan per kapita maupun pendapat per keluarga petani di kawasan Agropolitan, tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan. Petani di kawasan Agropolitan merasakan ada peningkatan pendapatan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura. Tingkat persepsi tentang dampak program Pengembangan Agropolitan terhadap peningkatan pendapatan berhubungan dengan komoditas
yang diusahakan oleh petani. Petani komoditas hortikultura dan perkebunan mempunyai persepsi yang lebih baik tentang dampak program Pengembangan Agropolitan dibandingkan petani komoditas pangan dan kehutanan (kayukayuan). Sedangkan berdasarkan karakteristik petani maka peluang untuk memberikan persepsi tentang manfaat Pengembangan Agropolitan yang lebih tinggi terjadi pada petani yang lebih muda dan lebih aktif dalam kegiatan di kelompok tani. Kelembagaan Pemerintah sebagai pengelola kawasan adalah Pokja Agropolitan telah berperan dalam mengkoordinasi kegiatan yang dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan, namun masih belum optimal. Sedangkan kelembagaan petani yaitu Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) dan Asosiasi Petani Kopi (APEKI) berperan sebagai pendorong petani untuk meningkatkan produksi karena dapat menampung sebagian hasil produksi dan memberikan informasi harga pasar. Dari indikator perkembangan kecamatan, tingkat kemiskinan, pendapatan per kapita, dan pendapatan per keluarga petani yang relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan mungkin diakibatkan dampak tersebut bersifat jangka panjang dan saat ini dalam masa lima tahun dampaknya tersebut belum terlihat nyata. Akan tetapi dampak terhadap pendapatan petani dirasakan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura sayuran. Beberapa kelemahan Pengembangan Agropolitan yang muncul dapat diakibatkan oleh terlalu banyaknya komoditas unggulan yang ditetapkan dan skala luasan kawasan yang terlalu luas, sehingga dengan keterbatasan anggaran tidak bisa menjangkau pengembangan seluruh komoditas di semua wilayah secara optimal. Kata kunci: Evaluasi, Dampak, Program Pengembangan Agropolitan
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
EVALUASI DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KAWASAN AGROPOLITAN WALIKSARIMADU KABUPATEN PEMALANG)
SUMIRIN TEGUH HARYONO
Tesis sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Setia Hadi, M.S.
Judul Penelitian : Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang) Nama
: Sumirin Teguh Haryono
NIM
: A353060374
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Ketua
Ir. Didit Okta Pribadi, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Tanggal Ujian: 8 Mei 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah, SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah evaluasi dampak program Agropolitan, dengan judul Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang). Terima kasih penulis ucapkan dan penghargaan yang tinggi kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. dan Ir. Didit Okta Pribadi, M.Si. selaku pembimbing, Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. yang telah banyak memberi saran. Penulis sampaikan terima kasih kepada Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan dan Pemerintah Kabupaten Pemalang yang telah memberikan ijin belajar. Kepada seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB penulis sampaikan terima kasih atas bekal ilmu dan bantuan administrasi selama studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pokja Agropolitan Kabupaten Pemalang dan para petani responden yang telah menerima dengan terbuka dan membantu dalam pengumpulan data. Tak lupa terima kasih kepada teman-teman mahasiswa PS Ilmu Perencanaan Wilayah yang telah memberi dorongan dalam penyelesaian tesis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh keluarga atas pengertian, doa, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2008
Sumirin Teguh Haryono
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 7 Oktober 1974 dari ayah bernama (Alm) Sutomo dan ibu bernama Warsini. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pemalang dan melanjutkan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, lulus pada tahun 1999. Tahun 2000 penulis diterima sebagai PNS di Departemen Kehutanan dan Perkebunan dipekerjakan di Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT) Kabupaten Pemalang. Setelah penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 penulis menjadi staf Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang di dinas yang membidangi kehutanan sampai tahun 2006, saat menempuh pendidikan pascasarjana ini. Penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascarjana IPB dengan beasiswa diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) dan Pemerintah Kabupaten Pemalang.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................................
1 3 5 6
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah ............................................................................... Pengembangan Agropolitan ............................ ................................ Kawasan Agropolitan ....................................... ............................... Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan . ............................................. Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Agropolitan ...... Sektor Basis ..................................................................................... Komoditas Unggulan ........................................................................ Sistem Agribisnis ............................................................................ Persepsi tentang Dampak Pengembangan Agropolitan .................... Indikator Pembangunan .................................................................... Pembangunan Ekonomi .................................................................... Perubahan Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian ................................................................................ Kemiskinan ....................................................................................... Kelembagaan .................................................................................... Studi yang terkait dengan pengembangan kawasan Agropolitan ..... METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran ......................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ Metode Pengumpulan Data .............................................................. Metode Analisis ................................................................................ Analisis Indeks Perkembangan Kecamatan ............................. Tingkat Kemiskinan Penduduk ............................................... Pendapatan per Kapita .................................................…….... Pendapatan Keluarga Petani ............................................….... Pergeseran Keunggulan Kompetitif ........................................ Pergeseran Sektor Basis ...................... .......................…….... Pangsa Sektoral terhadap PDRB .................................…….... Analisis Persepsi Petani tentang Dampak Kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap Pendapatan ......…….... Analisis Kelembagaan .................................................……....
7 8 9 11 12 13 14 15 17 18 18 20 21 22 23
25 28 28 30 30 31 32 32 32 33 34 35 37
Penentuan Petani Sampel/Responden ..........................…….... Keterbatasan Penelitian ...................... ........................……....
38 38
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Pemalang ....................................................................... Kawasan Agropolitan Waliksarimadu ..............................................
40 42
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan .................................. Tingkat Kemiskinan ............ ............................................................ Pendapatan per Kapita ..................................... ................................ Pendapatan per Keluarga Petani ....................................................... Pergeseran Keunggulan Kompetitif ................................................. Pemusatan Ekonomi Wilayah .......................................................... Pangsa Sektoral terhadap PDRB ...................................................... Persepsi tentang Dampak Kegiatan Pengembangan Agropolitan Terhadap Tingkat Pendapatan .......................................................... Peran Kelembagaan ..........................................................................
50 55 61 66 71 75 81 85 96
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................... Saran .................................................................................................
104 105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN .................................................................................................
106 109
DAFTAR TABEL Halaman 1
Tujuan, Analisis data, dan Output Penelitian ........................................
28
2
Variabel-variabel dalam analisis logit model pada fungsi persepsi masyarakat terhadap manfaat kegiatan Pengembangan Agropolitan ....
37
3
Data Kependudukan Kabupaten Pemalang Tahun 2005 .......................
41
4
Luas Kawasan Pengembangan Agropolitan ….......................................
43
5
Penggunaan Lahan Kawasan Agropolitan Tahun 2006 ........................
43
6
Kelembagaan Petani di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu .............
44
7
Jenis Kegiatan yang Telah Dilaksanakan di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang .....................................................
45
Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan Tahun 2000, 2003, dan 2006 ........................................................................................................
51
Tingkat Kemiskinan dalam Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2000, 2003, dan 2006 ……………...….......................................
60
10 Hasil Analisis Pendapatan per Keluarga Petani atas Harga Konstan Tahun 2000, 2003, dan 2005 ......................………................................
70
11 Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang ................................
71
12 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang …………….................................
72
13 Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang ................................
73
14 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2005 Kabupaten Pemalang …………….................................
74
15 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2000 ………………………………………………....
76
16 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2003 ………………………………………………....
77
8
9
17 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2005 ………………………………………………....
78
18 Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Aktivitas Petani dengan Persepsi ..................................................................................................
85
19 Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi .....................................................................................
86
20 Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Komoditas yang Diusahakan dengan Persepsi .................................................................
86
21 Tingkat Persepsi Petani berdasarkan Komoditas yang Diusahakan .......
87
22 Hasil Analisis Logit Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ..................................................................................................
95
23 Daftar Kepengurusan APPH ...................................................................
99
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah ..................................................
7
2 Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................................
27
3 Kerangka Analisis penelitian …..………………....................................
39
4 Peta Kawasan Agropolitan Waliksarimadu ...........................................
42
5 Perubahan Persentase Kemiskinan Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan ...... .......................................................
56
6 Perubahan Persentase Kemiskinan di Kawasan Agropolitan ............. ...
57
7 Perubahan Persentase Kemiskinan di luar Kawasan Agropolitan ..........
58
8 Perkembangan Pendapatan per Kapita Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan .........................................
61
9 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Kawasan Agropolitan ...........
62
10 Perkembangan Pendapatan per Kapita di luar Kawasan Agropolitan ....
65
11 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani Rata-rata di Kawasan dan Luar Kawasan Agropolitan ..............................................................
66
12 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan Agropolitan .............................................................................................
67
13 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di luar Kawasan Agropolitan .............................................................................................
68
14 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kawasan Agropolitan ................
81
15 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Luar Kawasan Agropolitan ........
82
16 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Moga dan Randudongkal .........................................................................................
82
17 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul ...........................................................................................
83
18 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang ........................................................... ...........
84
19 Hubungan antara Komoditas dengan unsur-unsur persepsi ...................
93
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tingkat Kemiskinan di kawasan dan luar kawasan Agropolitan tahun 2000, 2003, dan 2006 .............................................................................
110
2 Pendapatan per Kapita di Kabupaten Pemalang Tahun 2000, 2003, dan 2006 ........................................................................................................
116
3 Pangsa Sektoral PDRB setiap kecamatan di Kabupaten Pemalang .......
117
4 Daftar Responden dalam Analisis Hubungan antara Komoditas, Aktivitas, dan Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi ........................
120
5 Daftar Responden dalam Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ...................................................................................................
122
6 Foto-Foto Komoditas Unggulan dan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Agropolitan .............................................................................
124
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan inter-regional yang cenderung urban bias selama ini telah mendiskriminasi terhadap sektor pertanian di wilayah perdesaan. Urban bias terjadi karena kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi yang besar pada industri di pusat kota melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula meramalkan bakal terjadinya penetesan (trickle down effect) malah menimbulkan pengurasan besar (massive backwash effect) (Lipton, 1977). Pembangunan wilayah perdesaan menjadi suatu alternatif untuk mengurangi disparitas antar wilayah dan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian agregat nasional agar menjadi lebih efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan. Salah satu ide yang dikemukakan adalah mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri. Friedman dan Douglass (1975) menyarankan suatu bentuk
pendekatan
agropolitan
sebagai
aktivitas
pembangunan
yang
terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara lima puluh ribu sampai seratus lima puluh ribu orang. Menurut Rustiadi dan Hadi (2005), agropolitan merupakan model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi (pengkotaan dalam arti positif) atau tumbuhnya unsur-unsur urbanism, dan menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumberdaya alam, dan pemiskinan desa. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Beberapa argumen mengemukakan pandangan bahwa kota-kota kecil dalam skala kecil menengah pada beberapa kasus justru akan meningkatkan kesejahteraan
2
masyarakat perdesaan. Hal ini karena dengan tumbuhnya kota kecil menengah tersebut fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan dan pasar untuk produkproduk perdesaan juga bisa dikembangkan. Karena itu dalam pengembangan agropolitan keterkaitan dengan perekonomian kota tidak perlu diminimalkan. Keterkaitan yang sifatnya berjenjang dari desa - kota kecil - kota menengah - kota besar akan lebih mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Rustiadi dan Hadi, 2005). Pengembangan kota kecil menengah dengan segala fungsi pelayanannya masih merupakan kelemahan utama di negera-negara berkembang. Terbatasnya jumlah kota-kota kecil menengah, terbatasnya distribusi fasilitas dan pelayanan di antara kota-kota kecil menengah di wilayah perdesaan, dan terbatasnya keterkaitan antar lokasi permukiman di wilayah perdesaan menjadi hal yang merugikan bagi perkembangan desa (Rondinelli, 1985). Dengan berkembangnya kota-kota kecil menengah secara positif dapat mendorong perkembangan dari wilayah hinterland-nya, terutama untuk mentransformasikan pola pertanian perdesaan yang subsisten menjadi pola pertanian komersial dan mengintegrasikan ekonomi perkotaan dan perdesaan di negara-negara berkembang. Pembangunan pusat-pusat industri yang telah dilakukan di negara-negara berkembang sejak tahun 1960, pada dasarnya kurang sesuai dan tidak mencukupi untuk menciptakan efek multiplier. Perkembangan sektor jasa, distribusi, perdagangan, pemasaran, agro-processing, dan berbagai fungsi lainnya bisa berdampak lebih baik dalam menstimulasi pertumbuhan kota-kota kecil menengah di wilayah perdesaaan daripada pengembangan industri manufaktur dalam skala besar. Pengembangan agropolitan merupakan langkah yang paling efisien dan efektif dalam upaya mengembangkan wilayah perdesaan dan masyarakatnya karena efek multiplier yang besar dan luas dari sektor pertanian di wilayah perdesaan. Pengembangan wilayah melalui pendekatan sistem agropolitan menjadi hal yang penting untuk dikembangkan karena: (1) di samping memiliki tujuan meningkatkan kapasitas produksi lokal dan nilai tambah melalui pelaksanaan pembangunan pertanian secara terpadu dengan aktivitas pendukung usaha budidaya seperti pengolahan, pemasaran, dan agrowisata; (2) agropolitan dapat menurunkan ketimpangan spasial
yang terjadi; (3) menurunkan angka
3
pengangguran yang berpendidikan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi) di perdesaan; (4) dapat memfasilitasi pembangunan sektoral (sektor pertanian dan sektor lain) dan pembangunan spasial (perkotaan dan perdesaan) dalam rangka pembangunan perekonomian perdesaan (Harun, 2004). Mengingat hal tersebut maka Pemerintah pusat dan daerah mengembangkan program Agropolitan yang merupakan strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang disinergikan dengan pendekatan wilayah. Program pengembangan kawasan agropolitan ini awalnya dilaksanakan pada tahun 2002 yang meliputi delapan kabupaten di delapan provinsi. Pada tahun 2003 berlanjut dengan lokasi kegiatan sebanyak dua puluh delapan kabupaten di dua puluh satu provinsi, salah satunya di Kabupaten Pemalang.
Perumusan Masalah Kegiatan Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Pemalang mulai dilaksanakan pada tahun 2003. Kawasan Agropolitan meliputi lima kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal yang kemudian disebut sebagai kawasan agropolitan Waliksarimadu. Kawasan tersebut merupakan kawasan strategis yang menjadi pengembangan Kabupaten Pemalang bagian selatan. Salah satu pekerjaan pokok dalam program Pengembangan Agropolitan adalah pembangunan infrastruktur karena ketersediaan infrastruktur merupakan syarat penting dalam pembangunan termasuk dalam pembangunan pertanian dan perdesaan. Infrastruktur memungkinkan bisnis perdesaan mudah mengakses input maupun pasar outputnya sehingga mampu meminimumkan biaya transportasi dan memfasilitasi proses produksi dengan baik. Dengan demikian pembangunan infrastruktur
berdampak
pada
pertumbuhan
ekonomi
suatu
wilayah.
Perkembangan suatu wilayah akibat aktivitas ekonomi dapat mendorong urbanisasi dan unsur-unsur urbanism di wilayah yang berkembang. Akibat perkembangan tersebut menuntut pembangunan infrastruktur yang lain sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan infrastruktur di perdesaan dapat meningkatkan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK). Sejalan dengan pengembangan kawasan Agropolitan, maka diharapkan terjadi peningkatan Indeks Perkembangan
4
Kecamatan di dalam
kawasan
agropolitan
Waliksarimadu lebih tinggi
dibandingkan di luar kawasan. Pengembangan program Agropolitan yang telah dilaksanakan mampu meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara absolut pendapatan petani masih rendah karena keterbatasan sumberdaya (Rusastra et al., 2005). Salah satu sumberdaya tersebut adalah kepemilikan lahan petani yang umumnya sempit sehingga peningkatan hasil produksi dan pendapatan tersebut mungkin tidak terlalu dirasakan oleh petani. Hal ini menimbulkan persepsi yang berbeda tentang dampak program pengembangan agropolitan terhadap peningkatan pendapatan mereka. Pada golongan yang lain misalnya petani yang terlibat dalam prosesing, pengolahan, dan perdagangan mungkin dapat merasakan manfaat tersebut akibat peningkatan pendapatan mereka yang lebih besar dibandingkan petani yang hanya terlibat usaha tani (on farm) saja. Selain itu perbedaan tingkat pendapatan antara petani di wilayah inti (pusat pertumbuhan) dengan daerah transisi dan hinterland juga menyebabkan perbedaan persepsi tentang manfaat Agropolitan. Sebagaimana hasil penelitian Baskoro (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lokasi tempat tinggal petani dan komoditas yang dibudidayakan terhadap tingkat persepsi, yaitu petani yang berada di desa pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik tentang program pengembangan Agropolitan. Masalah kelembagaan dianggap merupakan kelemahan yang umum dijumpai di kawasan Agropolitan. Beberapa permasalahan yang terkait dengan kelembagaan adalah ketidakjelasan dan lemahnya organisasi pengelola kawasan, lemahnya kelembagaan petani/produsen, dan kelembagaan pemasaran yang umumnya dikuasai oleh tengkulak dan tidak berpihak kepada petani lokal (Rustiadi et al., 2005). Kelembagaan petani yang telah berkembang di kawasan Agropolitan Waliksarimadu adalah beberapa kelompok tani dan asosiasi. Kelompok tani yang ada meliputi Kelompok Hamparan Usaha Tani, Kelompok Wanita Tani, Kelompok Taruna Tani, Kelompok Petani Kecil, Klinik Konsultasi Agribisnis, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S), dan LKM. Asosiasi yang
5
berkembang meliputi asosiasi petani kentang, asosiasi petani dan pedagang hortikultura (APPH) sebagai pengelola Sub Terminal Agribisnis (STA), dan koperasi asosiasi. Sedangkan kelembagaan pengelola kawasan Agropolitan Waliksarimadu telah dibentuk Kelompok Kerja (Pokja Agropolitan) yang diketuai oleh Asisten Sekretaris Daerah bidang Ekonomi dan Pembangunan. Banyaknya kelembagaan yang ada diharapkan dapat berperan dalam upaya mencapai tujuan pengembangan kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Program Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Pemalang sampai saat ini telah berjalan selama lima tahun. Perkembangan kawasan agropolitan Waliksarimadu dapat dianalisis dari beberapa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan, peningkatan pendapatan petani, dan pengurangan kemiskinan. Melihat hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan infrastruktur dan fasilitas di kawasan Agropolitan berpengaruh terhadap indeks perkembangan kecamatan? 2. Bagaimana pengaruh adanya kawasan Agropolitan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di pedesaan? 3. Bagaimana peningkatan perkembangan ekonomi kawasan dengan adanya Pengembangan Agropolitan? 4. Bagimana
persepsi
petani
tentang
dampak
kegiatan
Pengembangan
Agropolitan terhadap peningkatan pendapatan? 5. Bagaimana peran kelembagaan yang ada di kawasan Agropolitan? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perubahan indeks perkembangan kecamatan dengan adanya perkembangan infrasruktur dan fasilitas di kawasan Agropolitan, 2. Menganalisis perubahan tingkat kemiskinan di kawasan Agropolitan, 3. Menganalisis perkembangan ekonomi di kawasan Agropolitan, 4. Menganalisis persepsi petani tentang dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap tingkat pendapatan. 5. Menganalisis peran kelembagaan yang ada di kawasan Agropolitan.
6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan bagi pengambil kebijakan untuk menyempurnakan konsep pengembangan kawasan agropolitan dan implementasinya di daerah pengembangan kawasan agropolitan.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan klasifikasi konsep wilayah yang mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini menurut Rustiadi et al. (2006) adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region). Gambar 1. mendeskripsikan sistematika pembagian dan keterkaitan berbagai konsep-konsep wilayah. Homogen Nodal (Pusat- Hinterland) Sistem Sederhana
Desa - Kota
Budidaya - Lindung Wilayah
Sistem/ fungsional
Sistem Ekonomi: Kawasan Produksi, Kawasan Industri Sistem Kompleks
Sistem Ekologi: DAS, Hutan, Pesisir Sistem Sosial Politik: Cagar Budaya, Wilayah Etnik
Perencanaan/ pengelolaan
Wilayah Perencanaan Khusus
Wilayah Administratif Politik
Gambar 1. Kerangka klasifikasi Konsep Wilayah (Rustiadi, et al., 2006)
8
Pengembangan Agropolitan Pengembangan agropolitan menurut Friedmann (1979) memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yaitu untuk menjamin tercapainya keamanan pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan. Pendekatan kebutuhan dasar dilihat dari segi konsumsi, yang prosedurnya dapat dilakukan dengan mengestimasi kebutuhan dasar dalam perhitungan material yang tepat (kalori, protein, yard dalam pakaian, meter persegi dalam ruang hidup, dll) dan kemudian menghitungnya dengan nilai uang. Unit fundamental dari penentuan kebutuhan dasar, dalam praktek perencanaan dan hubungan yang saling melayani adalah suatu unit teritorial yang cukup besar untuk mencukupi sendiri kebutuhan dasarnya dan cukup kecil untuk pertemuan secara langsung dalam perencanaan dan pembuatan keputusan. Sebagai suatu unit dari suatu sistem yang mencakup produksi, distribusi, dan pengelolaan disebut sebagai agropolitan districts yang mempunyai 20.000 – 100.000 penduduk. Kota agropolitan akan diorganisasikan dengan prinsip pemenuhan sendiri secara relatif dalam kebutuhan dasar. Ini berarti bahwa karakteristik ekonomi yang ada merupakan campuran antara pertanian dengan industri, tetapi dalam produksi industri mendominasi. Ini juga berarti bahwa kota dalam strukturnya merupakan klaster saling ketergantungan dari unit teritorial di mana distrik mempunyai hubungan dengan level desa. Tergantung pada ukurannya, urban (kota) sebagai suatu keseluruhan mungkin meliputi suatu wilayah atau subwilayah. Secara fisik kota agropolitan tidak berbeda secara nyata dengan daerah perdesaannya. Sebagai suatu unit spasial yang menjadi ciri utamanya adalah kerapatan relatifnya dan struktur ekonomi (Friedmann, 1979). Sedangkan Ertur (1984) menyatakan bahwa penekanan utama dalam penguatan agropolitan didasarkan pada metode sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas dan diversifikasi pertanian dan agroindustri, 2. Peningkat partisipasi tenaga kerja, 3. Peningkatan permintaan barang dan jasa, 4. Peningkatan inovasi teknologi produksi, 5. Perluasan kapasitas untuk ekspor.
9
Pengembangan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya agro-processing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi-lokasi permukiman di perdesan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang menghubungkan lokasi-lokasi pertanian dengan pasar merupakan suatu hal yang penting yang diperlukan untuk menghubungkan antara wilayah perdesaan dengan pusat kota. Kawasan Agropolitan Definisi agropolitan menurut Rustiadi et al. (2005) adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan formal. Agropolis adalah lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Sedangkan pengembangan Agropolitan adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui upaya-upaya menumbuhkan kota-kota kecil berbasis pertanian (agropolis) sebagai bagian dari sistem perkotaan dengan maksud menciptakan pembangunan berimbang dan keterkaitan desa-kota yang sinergis dan pembangunan daerah. Tujuan dari pengembangan agropolitan sebagai konsep pembangunan wilayah dan perdesaan adalah: 1. menciptakan pembangunan desa-kota secara berimbang, 2. meningkatkan keterkaitan desa-kota yang sinergis (saling memperkuat), 3. mengembangkan ekonomi dan lingkungan permukiman perdesaan berbasis aktivitas pertanian, 4. pertumbuhan dan revitalisasi kota kecil,
10
5. diversifikasi dan perluasan basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, 6. menciptakan daerah yang lebih mandiri dan otonom, 7. menahan arus perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan secara berlebihan (berkontribusi pada penyelesaian masalah perkotaan), 8. pemulihan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, Sedangkan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan karakteristik wilayah pengembangan agropolitan antara lain: Kriteria Agropolitan, yaitu: 1. memiliki daya dukung dan potensi fisik kawasan yang memadai (kesesuaian lahan dan agroklimat), 2. memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan (minimal merupakan sektor basis di tingkat kabupaten/provinsi), 3. luas kawasan dan jumlah penduduk yang cukup memadai untuk tercapainya economic of scale dan economic of scope (biasanya dalam radius 3-10 km, mencakup beberapa desa hingga gabungan sebagian satu hingga tiga kecamatan), 4. tersedianya prasarana dan sarana permukiman yang cukup memadai dalam standar perkotaan, 5. tersedianya prasarana dan sarana produksi yang memadai dan berpihak pada kepentingan masyarakat lokal. 6. adanya satu atau beberapa pusat pelayanan skala kota kecil yang terintegrasi secara fungsional dengan kawasan produksi di sekitarnya, 7. adanya sistem manajemen kawasan dengan ekonomi yang cukup, 8. adanya sistem penataan ruang kawasan yang terencana dan terkendali, 9. berkembangnya aktivitas-aktivitas sektor sekunder (pengolahan), dan tersier (jasa dan finansial), 10. kelembagaan ekonomi komunitas lokal yang kuat, akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi (terutama lahan) mencukupi.
11
Kriteria Agropolis (Kota Pertanian Pusat Pertumbuhan), yaitu: 1. sentra permukiman dengan aksesibilitas tertinggi secara internal (dengan seluruh bagian di kawasan agropolitan) dan secara eksternal (dengan pusatpusat perkotaan lainnya) 2. pusat aktivitas pengolahan dan atau pusat distribusi hasil pertanian yang dicirikan dengan pemusatan fasilitas-fasilitas dan institusi sistem agribisnis. Menurut Sudaryono (2004) agropolitan adalah suatu model pengembangan kawasan yang berbasis pada pertanian dengan mengimplementasikan potensi sumberdaya wilayah yang ada dalam upaya memenuhi permintaan produksi pertanian. Selanjutnya dijabarkan pula bahwa esensi konsep agropolitan adalah: (1) memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota (urbanism) pada lingkungan perdesaan, (2) memperluas hubungan sosial di perdesaan ke luar batas-batas desa sehingga terbentuk suatu ruang sosio-ekonomi dan politik (agropolitan distrik), (3) merupakan kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman dan memberi kehidupan pribadi dan sosial dalam membangun
masyarakat baru, sehingga
keretakan sosial dalam proses pembangunan dapat diperkecil, (4) memadukan kepentingan-kepentingan pertanian dan non pertanian di dalam lingkungan masyarakat yang sama, (5) pengembangan sumberdaya manusia dan alam untuk peningkatan hasil pertanian, pengendalian tata air, pekerjaan umum, jasa-jasa dan industri yang berkaitan dengan pertanian dan (6) merangkai agropolitan distrik menjadi jaringan regional. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan Teori tempat pemusatan pertama kali dikemukakan oleh Christaller (1933) dalam Hastuti (2001) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung pada spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan. Kecepatan pertumbuhan perkotaan akan sangat tergantung pada upaya untuk menciptakan perkotaan di wilayah yang bersangkutan. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan pusat-pusat wilayah yaitu: 1. Faktor lokasi ekonomi Letak wilayah yang strategis menyebabkan wilayah dapat menjadi suatu pusat.
12
2. Faktor ketersediaan sumberdaya Ketersediaan sumberdaya alam wilayah akan menyebabkan wilayah tersebut dapat berkembang menjadi pusat. 3. Kekuataan aglomerasi Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya suatu keuntungan dan selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat wilayah. 4. Faktor intervensi Pemerintah Faktor ini merupakan faktor yang sengaja dilakukan (artificial). Intervensi pemerintah tersebut dilakukan dengan memberikan berbagai kemudahan dengan tujuan untuk mengembangkan suatu wilayah menjadi pusat. Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Agropolitan Ketersediaan infrastruktur adalah hal mutlak dan kekurangannya akan langsung menghambat ekonomi nasional untuk berkembang. Akses terhadap fasilitas serta jasa pelayanan infrastruktur merupakan salah satu faktor utama menciptakan kesejahteraan bangsa. Infrastruktur merupakan instrumen untuk memperlancar berputarnya roda perekonomian sehingga bisa mempercepat akselerasi pembangunan. Semakin tersedianya infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah. Sebaliknya pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut
tersedianya
infrastruktur
agar
pembangunan
tidak
tersendat.
Infrastruktur berguna untuk memudahkan mobilitas faktor produksi, terutama penduduk, memperlancar mobilitas barang/jasa, dan tentunya memperlancar perdagangan antar daerah. Infrastruktur dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pendistribusian pendapatan antar wilayah. Sebagai contoh pengembangan infrastruktur dasar seperti pendidikan dasar atau kesehatan oleh otoritas publik secara efektif dapat mentransfer kesejahteraan kepada penduduk. Ada korelasi yang kuat antara peningkatan kualitas hidup seperti yang dikembangkan oleh infrastruktur sosial dasar terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Yanuar, 2006). Winoto dan Siregar (2005) dalam Yanuar (2006) mengemukakan bahwa ketersediaan infrastruktur pertanian/pedesaan dipercaya dapat memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat baik di sektor pertanian
13
maupun non pertanian, serta mengurangi kesenjangan ekonomi. Namun strategi pembangunan infrastruktur di masa lalu yang bersifat top down telah mematikan daya kreativitas masyarakat pedesaan yang berdampak terhadap terabaikan aspek pemeliharaan dan adanya master plan pembangunan sama sekali tidak berakar dari kebutuhan rakyat. Pengembangan infrastruktur di dalam pengembangan kawasan agropolitan meliputi (1) pengembangan infrastruktur pemukiman, (2) pengembangan infrastruktur sistem produksi pertanian, dan (3) pengembangan infrastruktur pasar dan sistem informasi. Pengembangan infrastruktur pemukiman menjadi penting selain untuk mencegah terjadinya urbanisasi juga penting untuk membangun akumulasi nilai tambah di dalam wilayah. Dengan infrastruktur wilayah yang memadai orang tidak perlu pergi ke luar wilayah untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping kedua aspek di atas, ketersediaan berbagai sarana dan prasarana pemukiman yang meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, air bersih, dan sarana transportasi menanamkan
ini diharapkan bisa menjadi insentif bagi investor untuk
modalnya
di
kawasan
agropolitan
yang
dikembangkan.
Pengembangan infrastuktur sistem produksi pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung sistem agribisnis. Infrastruktur sistem produksi pertanian meliputi pengembangan sarana produksi pertanian (saprotan), sarana pengolahan (agroprocessing), sarana transportasi, dan sarana irigasi. Infrastruktur pasar dalam pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Pasar yang dibutuhkan yaitu pasar sebagai tempat transaksi fisik bagi input faktor produksi dan pasar bagi produk petani dan bagi produk olahan, serta pasar jasa pelayanan bagi masyarakat sekitar wilayah pengembangan kawasan agropolitan (P4W, 2004). Sektor Basis Sektor atau kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor atau kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas
14
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kapasitas pasar sektor non basis bersifat belum berkembang atau bersifat lokal (Glasson,1977). Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis, dan apabila kedua angka dibandingkan dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Besarnya perubahan lapangan kerja total untuk setiap satu perubahan lapangan kerja di sektor basis disebut pengganda basis (base multiplier). Dengan menggunakan ukuran pendapatan maka rasio basis adalah perbandingan antara kenaikan pendapatan di sektor nonbasis untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Pengganda basis pendapatan adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Untuk memilah antara kegiatan basis dan nonbasis dapat digunakan metode langsung, metode tidak langsung, metode campuran, dan metode Location Quotient (LQ) (Tarigan, 2006). Komoditas Unggulan Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain: 1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan tersebut dapat memberikan
kontribusi
yang
signifikan
pada
peningkatan
produksi,
pendapatan, maupun pengeluaran, 2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya, 3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain (competitiveness) di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan,
15
4. Komoditas unggulan di suatu wilayah memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (complementary) baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika bahan baku di wilayah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali), 5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state-of-the-art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi, 6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, 7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing). Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan/penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, 9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, dan fasilitas insentif/disinsentif. 10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan. (Alkadri et al., 2006). Sistem Agribisnis Menurut Downey dan Erickson (1987) dalam Didu (2003) agribisnis mencakup kegiatan dari masukan ke lahan pertanian, pengolahan di lahan pertanian, pengolahan lanjutan, sampai aktivitas pemasaran. Sebagai suatu sistem, agribisnis terdiri dari 5 (lima) subsistem, yaitu: (1) subsistem input pertanian, (2) subsistem produksi atau budidaya, (3) subsistem pengolahan, (4) subsistem pemasaran, dan (5) subsistem pendukung. Sedangkan agroindustri dikemukakan oleh Austin (1992) dalam Didu (2003) adalah perusahaan yang mengolah bahanbahan yang berasal dari tanaman dan hewan. Pengolahan meliputi transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Agroindustri lebih menitikberatkan pada analisis pemanfaatan produk pertanian sebagai bahan baku untuk diolah menjadi produk yang siap
16
dimanfaatkan atau dikonsumsi atau siap diolah lebih lanjut menjadi produk baru oleh suatu lembaga yang dikelola dengan manajeman profesional untuk memasuki pasar baik domestik maupun global. Akhir-akhir ini agribisnis dipakai sebagai pendekatan pembangunan pertanian di Indonesia. Agribisnis dilihat sebagai suatu sistem yang holistik, merupakan suatu proses yang utuh dari proses pertanian di daerah hulu sampai ke daerah hilir, atau proses dari penyediaan input sampai pemasaran. Pengembangan agribisnis yang berdaya saing di suatu daerah memerlukan dukungan unsur-unsur penting berikut (Hamid, 2003): 1. Unsur-unsur pokok a. Sumberdaya manusia yang responsif terhadap teknologi dan informasi, berorientasi pada pasar, berpengetahuan dan berketrampilan teknis, memiliki kemampuan manajemen usaha dan bekerja sama, serta mempunyai akses terhadap lembaga ekonomi dan riset, b. Sarana perhubungan darat (jalan, jembatan), pelabuhan laut, dan transportasi udara perintis (menghubungkan lokasi produksi dengan pasar dan input produksi), sarana irigasi, drainase dan penampungan air, serta energi dan air bersih, c. Kegiatan penelitian dan pengembangan, penyebarluasan teknologi baru kepada pelaku agribisnis, perbaikan teknologi pembibitan dan budidaya, teknologi 2. Unsur-unsur penunjang : a. Informasi pasar, informasi potensi wilayah, serta informasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan (varietas unggul, teknik budidaya dan pengolahan, informasi usaha, kredit, kebijakan), b. Kredit investasi dan modal kerja bagi investor dan petani serta insentif untuk meringankan biaya hidup petani, c. Kebijakan Pemerintah dalam hal investasi, penataan ruang, subsidi dan insentif, pola pengusahaan, kepastian hukum, penggunaan dan penguasaan lahan, perencanaan makro pengembangan agribisnis. 3. Kelembagaan agribisnis a. Kelompok tani sebagai wadah kerja sama produksi dan memudahkan mengakses teknologi.
17
b. Koperasi sebagai lembaga ekonomi petani untuk meningkatkan efisiensi usaha, mengakses kredit, memperlancar pemasaran, dan meningkatkan kekuatan tawar menawar, c. Kemitraan antarpelaku agribisnis atas dasar saling menguntungkan, saling percaya dan transparan; perlindungan hukum atas hak, kewajiban, dan perjanjian antar pelaku agribisnis. Hamid
(2003)
mengemukakan
bahwa
agribisnis
mencakup
juga
agroindustri yang mengolah produksi hasil-hasil pertanian maupun industri yang memproduksi masukan-masukan atau prasarana untuk proses produksi/budidaya. Dengan demikian, sektor agribisnis mencakup kegiatan yang sangat luas, tidak hanya mencakup subsektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan, tetapi juga industri-industri berbahan baku produk pertanian dan industri-industri penghasil produk untuk pengembangan sektor-sektor pertanian (seperti pupuk, obat-obatan, mesin pertanian, dll). Persepsi tentang Dampak Pengembangan Agropolitan Persepsi merupakan suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuannya. Manusia mengamati suatu obyek psikologi ini dapat berupa kejadian, ide, atau situasi tertentu (Mar’at, 1981). Perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang lainnya menurut Sarwono (1999) disebabkan oleh: (1) perhatian; rangsangan yang ada di sekitar kita tidak dapat ditangkap secara sekaligus tetapi kita hanya memfokuskan pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan yang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi, (2) Set; adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya seorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar pistol di saat ia harus berlari, (3) Kebutuhan; kebutuhankebutuhan sesaat maupun yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, (4) Sistem Nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, (5) Ciri kepribadian, misalnya watak, karakter, kebiasaan akan mempengaruhi pula persepsi.
18
Indikator Pembangunan Indikator adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat kinerja baik tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Secara umum indikator memiliki fungsi untuk (1) memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, (2) menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan/program dan dalam menilai kinerjanya, dan (3) membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi (Rustiadi, et al., 2006). Sampai saat ini indikator yang umum digunakan sebagai tolok ukur kemajuan dan pembangunan wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik untuk tingkat kecamatan maupun kabupaten. Nilai PDRB ini menggambarkan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam satu tahun. Dalam skala nasional PDRB dikenal istilah Gross Domestic Bruto (GDP) dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara. Nilai PDRB dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku. Pengukuran nilai PDRB sering digunakan mengingat sebagian besar PDRB yang berlaku diperoleh satu wilayah pada akhirnya akan menjadi pendapatan wilayah (Rustiadi et al., 2006). Pembangunan Ekonomi Todaro (1998) menyatakan bahwa pembangunan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan terhadap suatu masyarakat dan sistem sosial menuju kehidupan yang lebih baik. Untuk itu ada tiga komponen nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis: (1) kecukupan (sustence), adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mencakup pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan, (2) jati diri (self-esteem), adalah dorongan diri
19
sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri, merasa diri pantas dan layak untuk meraih sukses, dan (3) kebebasan dari sikap menghamba (freedom), adalah kemampuan untuk mandiri sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspekaspek material saja. Sedangkan pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensi yang melibatkan proses sosial ekonomi dan institusional yang mencakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sasaran pembangunan meliputi tiga hal penting yaitu: (1) meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok seperti pangan, sandang, kesehatan, dan perlindungan, (2) meningkatkan taraf hidup, penyediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik, serta perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai sosial dan budaya, dan (3) memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap perbudakan dan ketergantungan (Todaro, 1998). Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) adalah suatu proses mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Untuk terlaksananya pembangunan ekonomi daerah
tersebut harus ada proses pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan-pengembangan perusahaan baru. Keragaan perekonomian suatu wilayah dapat diketahui melalui beberapa indikator pembangunan ekonomi, dengan syarat tersedianya statistik pendapatan regional secara berkala. Dari data statistik tersebut nantinya akan diketahui: (1) tingkat pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dalam PDRB berdasarkan harga konstan, di mana akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik secara menyeluruh maupun per sektor, (2) tingkat kemakmuran daerah, untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah perlu dilakukan perbandingan dengan daerah lain, sedangkan untuk mengetahui perkembangannya melalui perkembangan pendapatan per kapita secara berkala, (3) tingkat inflasi dan deflasi. Peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat apabila
20
diikuti oleh laju inflasi yang tinggi mengakibatkan kemampuan daya beli dari pendapatan yang diterima akan menurun dan sebaliknya untuk deflasi. Dalam hal ini inflasi dan diflasi dapat dilketahui berdasarkan PDRB harga konstan dan PDRB harga berlaku, dan (4) gambaran struktur perekonomian, yang dapat diketahui melalui sumbangan dari masing-masing sektor pembangunan terhadap PDRB (Arsyad, 1999). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi umumnya dihubungkan dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan perbaikan pemerataan (equity). Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dianggap secara otomatis akan menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan baik antar kelompok masyarakat maupun antar wilayah. Namun demikian banyak bukti menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak bisa memecahkan permasalahan pembangunan yang mendasar seperti kemiskinan dan taraf hidup masyarakat secara luas (Arsyad, 1999). Perubahan Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian Proses pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan per kapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor kunci ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer khususnya industri pengolahan, perdagangan, dan jasa sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun akan mempercepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu yang lain seperti ketersediaan tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi mendukung proses tersebut. Pola dari perubahan struktur ekonomi seperti ini memang merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses pembangunan atau industrialisasi (Tambunan, 2003). Chenery dan Syrquin (1975) dalam Tambunan (2003) mengidentifikasi adanya perubahan dalam stuktur perekonomian suatu negara yang bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor primer seperti pertanian, ke sektor-sektor nonprimer seperti industri, perdagangan, dan jasa. Pergeseran ini terjadi mengikuti
21
peningkatan pendapatan per kapita yang membuat perubahan dalam pola permintaan konsumen dari makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang industri dan jasa. Pergeseran ini juga disebabkan oleh adanya akumulasi kapital fisik dan manusia (SDM), perkembangan kota-kota dan pertumbuhan
industri-industri
di
daerah
perkotaan
bersamaan
dengan
berlangsungnya migrasi penduduk ke kota-kota besar dari daerah perdesaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil. Kemiskinan Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau sekelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural. Berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat digolongkan menjadi kemiskinan alami, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan alami adalah kemiskinan yang disebabkan keterbatasan kualitas sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Sebagai akibatnya, sistem produksi beroperasi tidak optimal dengan efisiensi rendah. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004). Menurut BKKBN yang dapat diklasifikasikan sebagai keluarga miskin adalah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra-sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Keluarga sejahtera I didefinisikan sebagai keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang dipergunakan sebagai berikut: 1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut, 2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih,
22
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah, dan bepergian, 4. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah, 5. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/petugas kesehatan. Demikian halnya bila PUS (Pasangan Usia Subur) ingin ber-KB (Kelarga Berencana) dibawa ke sarana/petugas kesehatan dan diberi obat/cara KB modern. Kelembagaan Selain dukungan aspek prasarana wilayah, dalam pengembangan wilayah diperlukan juga pengembangan kelembagaan. Kelembagaan (institutional) dalam hal ini dapat merupakan aturan main (rule of game) dan organisasi yang berperan penting dalam mengatur penggunaan sumberdaya secara efisien, merata, dan berkelanjutan (sustainable). Paling tidak ada tiga komponen utama yang mencirikan suatu kelembagaan yaitu: (1) batas yuridiksi, yang menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan, (2) property right, yang mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat, dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. dan (3) aturan representasi, yang menentukan siapa yang berhak dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan sumberdaya tersebut (Rustiadi, et al., 2006). Menurut Deptan (2002) dalam pengembangan kawasan agropolitan keberadaan kelembagaan menjadi suatu prasyarat penting yang meliputi kelembagaan
ekonomi
(pasar),
lembaga
keuangan,
kelembagaan
petani
(kelompok, koperasi, dan asosiasi), kelembagaan penyuluhan (Balai Penyuluhan Pertanian/BPP). Selain itu perlu kelompok kerja yang memonitor pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan. Kelompok kerja (Pokja) ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota atau Gubernur bila wilayah kawasan agropolitan
merupakan
lintas
kabupaten/kota.
Keberadaan
dan
peranan
kelembagaan tersebut akan menentukan keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan.
23
Hamid (2003) mengemukakan bahwa kelembagaan petani dalam pengembangan agropolitan penting karena dalam usahatani skala kecil yang memiliki keterbatasan dalam penguasaan aset produktif, modal kerja, posisi tawar menawar, dan kekuatan politik ekonomi. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut diperlukan wadah untuk menggalang persatuan di antara mereka melalui pembentukan organisasi petani lokal. Pengembangan kelembagaan petani juga dibutuhkan dalam pemberdayaan petani agar dapat tumbuh berkembang secara dinamis dan mandiri sebagai langkah di dalam mewujudkan strategi pembangunan perdesaan berbasis agribisnis. Studi yang terkait dengan pengembangan kawasan Agropolitan Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan Agropolitan di antaranya adalah penelitian Baskoro (2006) tentang persepsi masyarakat terhadap program agropolitan di Kabupaten Purbalingga menunjukkan bahwa pemahaman tentang tentang program Pengembangan Agropolitan pada sebagian besar masyarakat masih buruk. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang siginifikan antara lokasi tempat tinggal responden dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi masyarakat. Lokasi tempat tinggal terdiri atas desa pusat pertumbuhan dan hinterland, sedangkan komoditas yang diusahakan adalah padi di persawahan, jeruk dan melati gambir di tegalan, ubi kayu dan jagung di tegalan, lada dan buah-buahan di perkebunan. Petani yang berada di pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan yaitu melati gambir, lada, dan jeruk mempunyai persepsi yang lebih baik tentang program Pengembangan Agropolitan. Sofyanto (2006) telah meneliti tentang persepsi petani terhadap kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya pengembangan agribisnis sayuran di Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani di kawasan agropolitan cukup baik. Persepsi petani berhubungan positif dengan jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusaha tani, penguasaan lahan, motivasi intrinsik, kekosmopolitan dan akses terhadap sumber informasi lain, interaksi petani dengan penyuluh, dan informasi pasar. Persepsi yang baik yaitu tentang manfaat positif program pengembangan agropolitan bagi petani berhubungan positif dengan upaya petani untuk meningkatkan agribisnis sayuran
24
yaitu dengan cara kemitraan dengan pengusaha, memperbaiki manajemen usahatani,
dan
manajemen
pemasaran.
Faktor
internal
petani
yaitu
kekosmopolitan, penguasaan lahan, dan motivasi intrinsik, dan faktor eksternal yaitu informasi pasar dan akses terhadap sumber informasi lain juga berhubungan positif dengan upaya petani untuk meningkatkan agribisnis sayuran.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung urban bias telah mendiskriminasi terhadap sektor pertanian di wilayah perdesaan. Kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi yang besar pada industri di pusat kota melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula meramalkan bakal terjadinya penetesan (trickle down effect) malah menimbulkan pengurasan besar (massive backwash effect). Antara desa dan kota justru terjadi hubungan yang saling memperlemah. Hal ini semakin menyebabkan disparitas antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Upaya untuk mengurangi disparitas antar wilayah dan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian dilaksanakan program pembangunan wilayah perdesaan, salah satunya dengan Pengembangan Agropolitan. Kabupaten Pemalang merupakan salah satu lokasi pengembangan agropolitan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003. Untuk mengetahui keberhasilan pengembangan kawasan Agropolitan maka perlu dievaluasi dengan beberapa indikator yang ada. Indeks Perkembangan Kecamatan merupakan salah satu indikator pembangunan yang ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur di desa-desa dalam suatu kecamatan karena infrastruktur merupakan syarat perlu (necessary condition) dalam pembangunan. Pembangunan infrastruktur di perdesaan memungkinkan bisnis perdesaan mudah mengakses input maupun pasar outputnya sehingga diharapkan dapat meminimumkan biaya dan memfasilitasi proses produksinya. Semakin tersedianya infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah. Sebaliknya pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastruktur agar pembangunan tidak tersendat. Pekembangan perekonomian perdesaan juga menuntut tersedianya infrastruktur sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Prasyarat lain dalam pengembangan kawasan Agropolitan adalah adanya kelembagaan yang memadai khususnya kelembagaan ekonomi (pasar), lembaga keuangan, kelembagaan petani (kelompok, koperasi, dan asosiasi), kelembagaan
26
penyuluhan (Balai Penyuluhan Pertanian/BPP), dan Kelompok Kerja (Pokja) Agropolitan. Indikator
lain
dalam
keberhasilan
pembangunan
ekonomi
adalah
peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya di kawasan Agropolitan. Peningkatan
ini
dapat
berlangsung
sebagai
akibat
dari
perkembangan
perekonomian perdesaan yang ditekankan pada aktivitas agribisnis. Kawasan agropolitan dapat mendorong petani untuk berpindah dari pola pertanian subsisten menjadi komersial sehingga dapat meningkatkan berputarnya roda perekonomian di perdesaan. Dengan demikian petani sebagai pelaku utama produksi pertanian diharapkan dapat meningkat pendapatannya. Pada kenyataannya peningkatan pendapatan petani secara absolut masih rendah karena keterbatasan sumberdaya khususnya kepemilikan lahan petani yang umumnya sempit sehingga peningkatan hasil produksi dan pendapatan tersebut mungkin tidak terlalu dirasakan oleh petani. Sumberdaya lain yaitu modal usaha tani yang rendah juga menyebabkan rendahnya tingkat produksi mereka. Hal ini menimbulkan persepsi yang berbeda tentang dampak program pengembangan agropolitan terhadap peningkatan pendapatan. Pada golongan lain misalnya petani yang terlibat dalam prosesing, pengolahan, dan perdagangan mungkin dapat merasakan manfaat tersebut akibat peningkatan pendapatan mereka yang lebih besar dibandingkan petani yang hanya terlibat di usaha tani (on farm) saja. Dengan peningkatan pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi kawasan diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan penduduk di kawasan Agropolitan. Dengan demikian diharapkan tujuan program pengembangan kawasan Agropolitan dapat tercapai.
27
Latar Belakang: - Kebijakan Pembangunan yang urban bias - Disparitas perkotaan dan perdesaan - Hubungan perkotaan dan perdesaan yang saling memperlemah
Pembangunan Pedesaan
Faktor Eksternal (Intervensi )
- Faktor Internal - Kelembagaan Petani - Kelembagaan Lokal
Pengembangan Agropolitan
Beberapa Tujuan Kegiatan: 1. 2 3 4 5
Meningkatkan Indeks Perkembangan Kecamatan Mengurangi tingkat kemiskinan Meningkatan perkembangan ekonomi kawasan Meningkatkan pendapatan petani Berkembangnya kelembagaan
Evaluasi terhadap: 1. 2. 3. 4. 5.
Indeks Perkembangan Kecamatan Tingkat kemiskinan Perkembangan ekonomi kawasan Persepsi Petani tentang dampak kegiatan terhadap pendapatan petani Peran kelembagaan di dalam kawasan Agropolitan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
28
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Kawasan Agropolitan di Kabupaten Pemalang provinsi Jawa Tengah, dilakukan dari bulan September 2007 sampai Februari 2008. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik dari BPS dan data primer dengan melakukan wawancara mendalam dan penyampaian kuesioner kepada responden. Tabel 1. Tujuan, Analisis Data, dan Output Penelitian SUMBER DATA
TUJUAN
ANALISIS
JENIS DATA
OUTPUT
Menganalisis indeks perkembangan kecamatan
Analisis Indeks Perkembangan Kecamatan
Infrastruktur dan fasilitas kecamatan tahun 2000, 2003, dan 2006
Data Podes dari BPS Pusat tahun 2000, 2003 dan 2006
Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan di Kawasan Agropolitan
Menganalisis tingkat kemiskinan
Analisis Tingkat Keluarga Kemiskinan Prasejahtera dan Sejahtera I tahun 2000, 2003, dan 2006
Data Podes dari BPS Pusat tahun 2000, 2003 dan 2006
Perubahan Tingkat Kemiskinan Penduduk di kawasan Agropolitan
Menganalisis perkembangan ekonomi kawasan
Pendapatan per kapita
PDRB Kecamatan atas Harga Konstan, Jumlah Penduduk tahun 2000, 2003, dan 2005
BPS Kabupaten Pemalang
Perubahan Pendapatan per kapita
PDRB / keluarga petani
PDRB Sektor Pertanian di Kecamatan atas Harga Konstan, Jumlah keluarga petani tahun 2000, 2003, dan 2005
BPS Kabupaten Pemalang, Podes dari BPS Pusat
Perubahan Pendapatan per keluarga petani
29
TUJUAN
Menganalisis persepsi petani tentang dampak Pengembangan Agropolitan terhadap peningkatan pendapatan
Menganalisis peran keragaan kelembagaan yang ada di kawasan Agropolitan
ANALISIS
JENIS DATA
SUMBER DATA
OUTPUT
Shift Share Analysis (SSA)
PDRB Kecamatan atas Harga Konstan tahun 2000, 2003, dan 2005
BPS Kabupaten Pemalang
Pergeseran keunggulan kompetitif
Location Quotient (LQ)
PDRB Kecamatan atas Harga Konstan tahun 2000, 2003, dan 2005
BPS Kabupaten Pemalang
Pergeseran Sektor Basis
Pangsa Sektoral terhadap PDRB
PDRB Kecamatan atas Harga Konstan tahun 2000, 2003, dan 2005
BPS Kabupaten Pemalang
Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB
Analisis Chi Square
Tingkat Persepsi, Karakteristik Petani
Kuisioner
Hubungan antara jenis komoditas, lokasi tempat tinggal, dan aktivitas terhadap tingkat persepsi,
Analisis Koresponden
Tingkat Persepsi, Karakteristik Petani, UnsurUnsur Persepsi
Kuisioner
Asosiasi Unsur-Unsur Persepsi dengan Komoditas, Aktivitas, dan Lokasi Tempat Tinggal
Binomial Logit Model
Tingkat Persepsi, Karakteristik Petani
Kuisioner
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi,
Analisis Deskriptif
Peran kelembagaan
Wawancara, PeraturanPeraturan
Peran kelembagaan
30
Metode Analisis 1. Analisis Indeks Perkembangan Kecamatan Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di kawasan Agropolitan. Kegiatan pengembangan Agropolitan diharapkan dapat meningkatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas karena peningkatan aktivitas ekonomi. Fasilitas yang diharapkan berkembang mencakup 3 kelompok utama yaitu: a. Prasarana Pemerintahan dan Pelayanan meliputi fasilitas pelayanan umum (terminal, alun-alun, lapangan terbuka, taman bermain, lapangan sepak bola, kolam renang), kesehatan (RS, RS Bersalin, Poliklinik, Balai Pengobatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, Posyandu, Polindes, Apotek, dan toko khusus obat/jamu), pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi), dan lembaga ketrampilan. b. Prasarana Perekonomian meliputi fasilitas pasar (pasar permanen/semi permanen, pasar tanpa bangunan permanen), pertokoan (supermarket/ pasar swalayan, toserba, mini market), perbankan (bank umum, bank perkreditan
rakyat,
Koperasi
Unit
Desa,
Koperasi
non
KUD),
telekomunikasi (jaringan telepon, wartel/kiospon, kantor pos, kantor pos pembantu, pos keliling), hotel/penginapan, restoran/rumah makan/ kedai makanan/minuman. c. Prasarana
Kemasyarakatan
meliputi
fasilitas
ibadah
(mesjid,
surau/langgar, gereja kristen/katolik). Data yang dipergunakan bersumber dari data Potensi Desa (PODES) untuk Kawasan Agropolitan tahun 2000, 2003 dan 2006 yang dikeluarkan oleh BPS. Langkah-langkah dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut: a. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah prasarana di dalam unit-unit kecamatan. b. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horisontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit kecamatan
31
c. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah fasilitas yang tersebar di seluruh unit kecamatan. d. Menghitung nilai Indeks Perkembangan Kecamatan dengan rumus: n
I ij I i min
i
SDi
IPj I ' ij di mana I 'ij
IPj
= Indeks Perkembangan wilayah ke-j
I ij
= Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i wilayah ke-j
I’ ij
= Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i terkoreksi (terstandarisasi) wilayah ke-j
Ii min = Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i terkecil (minimum) SD i = Standar Deviasi Indeks Perkembangan ke-i. Besarnya nilai Indeks Perkembangan Kecamatan pada saat sebelum pelaksanaan kegiatan (2000 dan 2003) dan setelah pelaksanaan kegiatan pengembangan Agropolitan (2006) dibandingkan baik dalam kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan. 2. Tingkat Kemiskinan Penduduk Untuk menentukan tingkat kemiskinan dilakukan dengan menghitung persentase jumlah rumah tangga prasejahtera dan sejahtera I terhadap jumlah rumah tangga di di suatu kecamatan, sehingga dirumuskan: TKRTpSS1i ,t
RTpS i ,t RTS1i ,t RTi ,t
100%
Di mana: TKRTpSS1i,t
: Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Pra Sejahtera dan Sejahtera I Daerah i pada Tahun Berjalan (%)
RTpSi,t
: Jumlah Rumah Tangga Pra Sejahtera Daerah i pada Tahun Berjalan (KK)
RTS1i,t
: Jumlah Rumah Tangga Sejahtera I Daerah i pada Tahun Berjalan (KK)
RTi,t
: Jumlah Rumah Tangga Daerah i pada Tahun Berjalan (KK)
t
: Subskrip Tahun Berjalan
32
3. Pendapatan per Kapita PK i ,t
PDRBi ,t Pdk i ,t
Di mana: PKi,t
: PDRB per Kapita Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp per Kapita)
PDRBi,t
: Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan untuk Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta)
Pdki,t
: Jumlah Penduduk Daerah i pada Tahun Berjalan (Jiwa)
t
: Subskrip Tahun Berjalan
4. Pendapatan Keluarga Petani PKPi ,t
PDRB Pert ,i ,t KPi ,t
Di mana: PKPi,t
: Pendapatan Keluarga Petani Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp per Keluarga Petani)
PDRBPert, i,t : Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian atas dasar harga konstan untuk Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta) KPi,t
: Jumlah Keluarga Petani Daerah i pada Tahun Berjalan (Keluarga)
t
: Subskrip Tahun Berjalan
5. Pergeseran Keunggulan Kompetitif Untuk menganalisis pergeseran keunggulan kompetitif digunakan analisis Shift-Share atau Shift-Share Analiyis (SSA) pada tahun sebelum dan sesudah ada program Pengembangan Kawasan Agropolitan, sehingga digunakan data PDRB tahun 2000, 2003, dan 2005. Analisis Shift-Share terdiri atas tiga komponen yaitu: a. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen Share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.
33
b. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proporsional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah. c. Komponen Pergeseran Differensial (Komponen Differential Shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketangguhan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis Shift Share ini adalah sebagai berikut:
SSA
1 (t 0)
X .. X ..
( t1)
X X
i ( t1)
i (t 0)
a dimana :
(t 0)
X .. X ..
( t1)
X X
ij ( t 1) ij ( t 0 )
b
X X
i (t 0) i ( t1)
c
a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = Nilai total aktifitas dalam total wilayah X.i = Nilai total aktifitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = titik tahun akhir t0 = titik tahun awal
6. Analisis Pergeseran Sektor Basis Untuk menganalisis pergeseran komoditas pertanian basis pertanian di kawasan agropolitan digunakan metode analisis LQ dengan menggunakan data PDRB tahun 2000, 2003, dan 2005. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut: LQij = di mana:
Xij / Xi. X . j / X ..
34
LQij
= Indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk sektor j
Xi.
= PDRB sektor j di kecamatan i
Xi.
= Total PDRB di kecamatan i
X.j
= Total PDRB sektor j di semua kecamatan
X..
= Total PDRB semua sektor di kabupaten
Untuk menginterpretasikan hasil analisis LQ adalah sebagai berikut: -
Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di kecamatan ke-i secara relatif dibandingkan dengan total kecamatan atau terjadi pemusatan aktivitas di kecamatan i.
-
Jika nilai LQij = 1, maka kecamatan ke-i mempunyai pangsa aktivitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktivitas di kecamatan i sama dengan rata-rata total kecamatan.
-
Jika nilai LQij < 1, maka kecamatan ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditentukan di seluruh wilayah. Pergeseran sektor basis dilihat dari sektor yang menunjukkan nilai LQ >= 1 dan mengalami perubahan dari tahun 2000, 2003, dan 2005.
7. Pangsa Sektoral Terhadap PDRB PS ij ,t
PDRBij ,t PDRBi ,t
100%
Di mana: PSij,t
: Pangsa Sektor j terhadap PDRB Daerah i pada Tahun Berjalan (%) j=1 : Pertanian j=2 : Pertambangan dan Penggalian j=3 : Industri Pengolahan j=4 : Listrik, Gas dan Air Bersih j=5 : Bangunan j=6 : Perdagangan, Hotel dan Restoran j=7 : Pengangkutan dan Komunikasi j=8 : Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
35
j=9 : Jasa-Jasa PDRBij,t
: Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan untuk Sektor j Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta)
PDRBi,t
: Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku untuk Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta)
t
: Subskrip Tahun Berjalan
8. Analisis Persepsi Petani tentang Dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap Pendapatan Pengukuran persepsi petani tentang dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan dilakukan dengan menggunakan kuisioner terstruktur terhadap responden petani. Tingkat persepsi tinggi adalah bila responden banyak merasakan manfaat dari program agropolitan dan rendah bila sedikit merasakan manfaat. Pertanyaan dalam kuisioner dinilai dan hasil total skor untuk setiap responden dikelompokkan dalam kategori tinggi dan rendah dengan rumus: Rendah < min + [(maks-min)/2] <= Tinggi Hasil penilaian semua responden menunjukkan bahwa nilai minimum adalah 5 dan maksimum 11, maka kategori rendah bila kurang dari 8 dan tinggi bila lebih dari atau sama dengan 8. a. Analisis Hubungan antara jenis komoditas yang diusahakan, jenis aktivitas pertanian, dan lokasi tempat tinggal dengan tingkat persepsi Persepsi petani yang telah diukur kemudian dianalisis dengan metode statistik non parametrik Chi-Square untuk mengetahui hubungan antara jenis komoditas yang diusahakan, lokasi tempat tinggal, dan jenis aktivitas pertanian dengan tingkat persepsi Jenis komoditas yang diusahakan terbagi menjadi: 1) Petani komoditas hortikultura 2) Petani komoditas perkebunan 3) Petani komoditas tanaman pangan 4) Petani komoditas tanaman kehutanan
36
Lokasi tempat tinggal petani terbagi menjadi: 1) Petani yang bertempat tinggal di desa pusat pertumbuhan 2) Petani yang bertempat tinggal di desa hinterland Aktivitas pertanian terbagi menjadi: 1) Petani yang hanya terlibat sektor on farm 2) Petani yang juga menjadi pedagang pengumpul 3) Petani yang terlibat aktivitas processing dan pengolahan (off farm) 4) Pedagang pengumpul b. Analisis Asosiasi Unsur-unsur Penyusun Persepsi Setelah diuji dengan analisis Chi Square maka yang mempunyai hubungan signifikan dengan persepsi dianalisis lebih lanjut dengan analisis koresponden untuk melihat bagaimana asosiasi antara unsur-unsur persepsi.
Unsur-unsur persepsi diplotkan dalam grafik dan dilihat
kedekatan dengan komoditas, aktivitas, dan lokasi tempat tinggal. c. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi digunakan Analisis Logit Model. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari serangkaian variabel hipotetik yang secara logis berpengaruh
terhadap
tingkat
persepsi
petani
tentang
dampak
Pengembangan Agropolitan terhadap pendapatan. Bentuk persamaan umumnya adalah: 8
log Y = β0 +
βjlogXji + μi
j 1
di mana: Y
= tingkat persepsi (dependent variable)
β0
= koefisien fungsi regresi (intersept)
Xji = variabel penjelas (independent variable) βj
= koefisien variable penjelas
37
μi
= error term
i
= sampel
j
= variabel Data tingkat persepsi yang digunakan untuk menduga persamaan
regresi berganda ini adalah dari hasil kuesioner tentang tingkat persepsi yang dilakukan terhadap petani (responden). Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Variabel-variabel dalam analisis logit model pada fungsi persepsi petani terhadap manfaat kegiatan pengembangan Agropolitan Kode
Nama Variabel
Satuan/Kategori
Variabel Terikat: Y
Persepsi tentang manfaat kegiatan pengembangan Agropolitan terhadap tingkat pendapatan
0 = rendah 1 = tinggi
Variabel Bebas: X1
Umur
Tahun
X2
Lama Pendidikan
Tahun
X3 X4
Luas lahan yang dimiliki
Ha
Luas lahan yang digarap
Ha
X5
Pendapatan
Rupiah
X6
Volume produksi
Kg
X7
Jarak dari pusat pertumbuhan
Km
D1
Peubah Dummy Keaktifan dalam keanggotaan kelompok tani
D1= 0 : Keaktifan rendah D1= 1 : Keaktifan sedang
D2
Peubah Dummy Keaktifan dalam keanggotaan kelompok tani
D2= 0 : Keaktifan rendah D2= 1 : Keaktifan tinggi
9. Analisis Kelembagaan Analisis
kelembagaan
secara
deskriptif
dilakukan
dengan
mengidentifikasi dan mengkaji kelembagaan formal dan informal yang ada di kawasan Agropolitan serta peranannya dalam kegiatan/program Pengembangan Agropolitan.
38
Penentuan Petani Sampel/responden Lokasi penelitian diarahkan pada desa-desa di kawasan Agropolitan Waliksarimadu yang meliputi 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal. Pengambilan sampel untuk menganalisis persepsi petani dilakukan dengan metode random sampling dengan jumlah responden sebanyak 54 orang. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini sumber data sekunder yang digunakan hanya bersumber dari Data Potensi Desa (Podes) dari BPS Pusat dan PDRB Kabupaten Pemalang dari BPS Kabupaten Pemalang. Hal ini disebabkan oleh kesulitan penulis untuk menemukan sumber data lain yang mungkin lebih valid untuk dianalisis.
39 Kawasan Agropolitan
Data Infrastruktur dan fasilitas kecamatan
Analisis Indeks Perkembangan Wilayah
Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan
Data Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I
Analisis Deskriptif
Tingkat Kemiskinan
Data PDRB Kawasan Agropolitan, Jumlah penduduk
Analisis SSA, LQ, Pangsa Sektoral PDRB, Pendapatan per Kapita, PDRB/ keluarga petani
Pergeseran Keunggulan Kompetitif, Sektor Basis, Pangsa Sktoral PDRB, Pendapatan per Kapita, PDRB/ keluarga petani
Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan
Kesejahteraan Masyarakat
Gambar 3. Kerangka Analisis Penelitian
Kuisioner Persepsi tentang program Agropolitan terhadap tingkat
Analisis Chi Square, Koresponden, Binomial Logit Model Persepsi tentang manfaat program Agropolitan
Wawancara, Peraturanperaturan
Analisis Deskriptif
Peran kelembagaan
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Pemalang Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Pemalang terdiri atas 14 (empat belas) kecamatan dan 222 desa/kelurahan. Secara geografis Kabupaten Pemalang terletak pada posisi 109017’30”-109040’30” BT dan 7020’11”-8052’30” LS. Luas wilayah Kabupaten Pemalang adalah
1.115,30 km2 (11.530 ha). Batas wilayah
administrasi kabupaten Pemalang adalah sebagai berikut: - Sebelah utara
: Laut Jawa
- Sebelah timur
: Kabupaten Pekalongan
- Sebelah selatan
: Kabupaten Purbalingga
- Sebelah barat
: Kabupaten Tegal.
Secara topografi wilayah Kabupaten Pemalang meliputi daerah dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Pemalang terdiri dari : 1
Daerah dataran pantai Yaitu daerah dengan ketinggian antara 1 - 5 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 18 desa dan 1 kelurahan terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Pemalang.
2
Daerah dataran rendah Yaitu daerah dengan ketinggian antara 6 - 15 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 98 desa dan 5 kelurahan terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Pemalang.
3
Daerah dataran tinggi Yaitu daerah dengan ketinggian antara 16 - 212 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 35 desa, terletak di bagian tengah dan selatan wilayah Kabupaten Pemalang.
4
Daerah pegunungan Terbagi menjadi dua yaitu :
41
a.
Daerah dengan ketinggian antara 213 - 924 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 55 desa, terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Pemalang.
b.
Daerah dengan ketinggian 925 meter di atas permukaan air laut, terletak di bagian selatan meliputi 10 desa yang berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga.
Tabel 3. Data Kependudukan di Kabupaten Pemalang Tahun 2005 Rata-rata Anggota Rumah Tangga
Luas (Km2)
Jumlah Rumah Tangga
Banyaknya Penduduk
Kepadatan Per Km2
1. M o g a
41,41
15.544
68.288
1.649
4,4
2. Warungpring
26,31
9.161
43.457
1.652
4,7
3. Pulosari
87,52
12.540
53.057
606
4,2
4. B e l i k
124,54
23.728
102.253
821
4,3
5. Watukumpul
129,02
13.687
64.685
501
4,7
85,98
13.141
57.502
669
4,4
7. Bantarbolang
139,19
17.378
82.273
591
4,7
8. Randudongkal
90,32
22.678
104.421
1.156
4,6
9. Pemalang
101,93
40.770
180.334
1.769
4,4
10. T a m a n
67,41
33.747
163.286
2.422
4,8
11. Petarukan
81,29
35.665
153.158
1.884
4,3
12. Ampelgading
53,30
16.785
70.109
1.315
4,2
13. C o m a l
26,54
17.952
89.611
3.376
5,0
14. Ulujami
60,55
23.001
108.988
1.800
4,7
1.115,30
295.777
1.341.422
1.203
4,5
Kecamatan
6. B o d e h
Jumlah
Sumber : BPS Kabupaten Pemalang (2005)
42
Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Sejak tahun 2003 Kabupaten Pemalang mengembangkan kawasan Agropolitan untuk meningkatkan pembangunan perdesaan.
Pengembangan
kawasan Agropolitan dilaksanakan di 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal yang meliputi 67 desa. Kawasan angropolitan tersebut diberi nama “Waliksarimadu” yang merupakan akronim dari 5 kecamatan tersebut. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4 Peta Kawasan Agropolitan Waliksarimadu
43
Kawasan ini mempunyai luas 47.281 ha (Tabel 4), dengan rincian penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Luas Kawasan Pengembangan Agropolitan No
Kecamatan
Jumlah Desa/ Luas Wilayah Kelurahan (km2) 1 Watukumpul 15 129,02 2 Belik 12 124,54 3 Pulosari 12 87,52 4 Moga 10 41,41 5 Randudongkal 18 90,32 Jumlah 67 472,81 Sumber: BPS Kabupaten Pemalang (2005)
Persentase terhadap luas kawasan (%) 27,29 26,34 18,51 8,76 19,10 100
Tabel 5. Penggunaan Lahan di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2005 Jenis Penggunaan Luas (Ha) Lahan 1 Sawah 11.507,79 2 Bangunan dan 5.287,72 sekitarnya 3 Tegalan/Kebun 12.311,98 4 Ladang/Huma 120,42 5 Tambak/Kolam 10,93 6 Kehutanan 16.236,86 7 Perkebunan 915,81 8 Lain-lain 889,49 Jumlah 47.281,00 Sumber: BPS Kabupaten Pemalang (2005)
No
Persentase (%) 24,43 11,18 26,04 0,25 0,02 34,34 1,98 1,88 100
Berdasarkan potensi agroklimat maka kawasan Agropolitan Waliksarimadu memiliki: a. Iklim tipe A dan B (Oldeman), b. Jenis tanah alluvial dan latosol, c. Topografi berlereng, d. Curah hujan tahunan 3.000 - 4.000 mm, e. Ketinggian tempat 300 – 1.500 m dpl. Berdasarkan hal tersebut Kawasan Agropolitan Waliksarimadu merupakan kawasan yang memiliki potensi cukup besar dalam menghasilkan komoditas bernilai ekonomis yang sesuai dengan kondisi agroklimatnya. Beberapa jenis komoditas unggulan yang ada di kawasan Agropolitan Waliksarimadu
adalah
komoditas
sayuran
dataran
tinggi,
buah-buahan,
44
perkebunan, peternakan, dan perikanan darat. Jenis sayuran yang menjadi unggulan adalah cabe, tomat, sawi, kobis, kentang, bawang daun, sawi, labu siam, wortel, kacang panjang, dan buncis. Buah-buahan yang menjadi unggulan kawasan adalah alpukat, nanas, manggis, dan durian. Sedangkan komoditas unggulan peternakan adalah sapi potong, ayam ras petelur dan pedaging. Komoditas perikanan darat yang dikembangkan adalah nila, emas, karper, dan gurami. Komoditas perkebunan rakyat yang menonjol adalah kopi, nilam, dan teh. Nilam banyak dikembangkan di wilayah kecamatan Watukumpul. Sedangkan teh dikembangkan di kecamatan Pulosari, Moga, dan Belik. Sentra produksi komoditas tanaman sayuran berada di wilayah agropolitan kecamatan Belik. Pengembangan usaha budidaya sayuran ini didukung oleh keberadaan pasar sayuran terbesar di Kabupaten Pemalang yaitu Sub Terminal Agribisnis Pasar Gombong Kecamatan Belik. Mata pencaharian utama penduduk di kawasan adalah petani. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani (49,85%), selanjutnya buruh tani (19,37%), pedagang (12,06%), buruh industri dan bangunan (7,02%), sektor pengangkutan (2,55%), dan lain-lain (9,15%). Dari aspek kelembagaan telah berkembang kelompok-kelompok tani dan asosiasi. Asosiasi yang berkembang saat ini adalah asosiasi petani kentang, Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) sebagai pengelola Sub Terminal Agribisnis Hortikultura, dan Asosiasi Petani Kopi (APEKI). Selain itu beberapa asosiasi telah membentuk koperasi asosiasi. Jumlah kelembagaan petani di kawasan Agropolitan sebagaimana pada Tabel 6. Tabel 6. Kelembagaan Petani di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Penggunaan Lahan Jumlah Kelompok Hamparan Usaha Tani 253 Kelompok Wanita Tani 5 Kelompok Taruna Tani 2 Kelompok Petani Kecil 64 KKA (Klinik Konsultasi Agribisnis) 1 P4S 3 LKM 2 Asosiasi 5 Jumlah 335 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang (2006)
45
Selama pelaksanaan program Pengembangan Kawasan Agropolitan telah dilaksanakan beberapa kegiatan. Adapun jenis kegiatan yang dilaksanakan di kawasan Agropolitan Waliksarimadu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis kegiatan yang telah dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang No 1
Lokasi (Desa/ Kecamatan) Kawasan Agropolitan
Jenis Kegiatan Peningkatan kawasan Agropolitan Waliksarimadu Bantuan pengembangan rehabilitasi sarana dan prasarana
Volume / Biaya (Ribu) 150.000 2.500
Sumber Dana
Tahun Pelaksanaan
APBD Kab
2003
APB Kab
2003
Peningkatan lingkungan pemukiman
100.000
APBD Kab
2003
Pembinaan mobilitas penduduk kawasan
350.000
APBD Kab
2003
50.000
APBD Kab
2003
Pengembangan Agropolitan
135.000
APBD Kab
2004
Pengembangan komoditi perkebunan
225.707
APBD Kab
2004
Bantuan bibit tanam durian program sejuta pohon
145.000
APBD Kab
2004
Peningkatan air bersih pedesaan
420.000
APBD Kab
2004
Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan
400.000
APBD Kab
2004
Peningkatan sentra produksi hortikultura
40.000
APBD Kab
2004
Pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
14.768
APBD Kab
2004
Pengembangan kawasan Agropolitan Waliksarimadu
125.000
APBD Prov
2005
Bantuan bibit buah-buahan program sejuta pohon
85.000
APBD Prov
2005
Bantuan pengembangan sapi kereman
50.000
APBD Prov
2004, 2005
Bantuan pemberdayaan ekonomi peternakan
60.000
APBD Prov
2005
Bantuan pakan ternak
9.050
APBD Prov
2005
Pengembangan sentra produksi hortikultura
7.100
APBD Prov
2005
Pemberdayaan pengembangan inseminasi buatan
53.850
APBD Prov
2005
Bantuan bibit ternak besar
46
No
Lokasi (Desa/ Kecamatan)
Jenis Kegiatan
Volume / Biaya (Ribu)
Sumber Dana
Tahun Pelaksanaan
Pengembangan kesehatan ternak dan masyarakat veteriner
70.000
APBD Prov
2005
Pengembangan ternak besar
40.000
APBD Kab
2005
Pengembangan Kawasan Agropolitan Waliksarimadu
123.000
APBD Kab
2006
75.000
APBD Kab
2006
Perbaikan jalan antara kecamatan Moga-Pulosari
APBD Kab
2006
Perbaikan jalan Belik-Gombong
APBD Kab
2006
Peningkatan Penyuluhan Pertanian
Bantuan modal kelompok tani
6 kelompok
APBD Prov (BBMKP)
2007
Bantuan Permodalan Agribisnis
3 kelompok
APBD Prov (BBMKP)
2007
7 orang
APBD Prov (BBMKP)
2007
Pembangunan Embung
3 Unit
APBD Prov (BBMKP)
2007
Prima Tani
1 Unit
APBN, APBD Prov, Kab (BPTP/ Dispertan)
2007
15.000 btg
APBD Kab
2007
APBD Kab
2007
Magang Agribisnis
Bantuan bibit tanaman jarak pagar Perbaikan jalan Bantuan sarana IB dan obat-obatan
1 Paket
APBD Kab
2007
Pembuatan gerbang kawasan Agropolitan
1 unit / 30.000
APBN
2005
Pembangunan Gedung BPP
1 Unit
Kecamatan Belik 2
3
Kecamatan Belik
Gombong/ Belik
APBD Prov
2007
2
800 m /682.837
APBN
2003, 2004
Pembuatan jalan poros desa
7,5 km, lebar 2,5 m / 795.800
APBN
2003
Pembuatan jalan lingkar pasar menuju STA
300 m, lebar 1,5 m / 125.000
APBN
2003
50 ekor / 190.000
APBN
2003
Pembangunan STA Hortikultura
Gaduhan sapi dari Dinas Pertanian Prov Jateng
47
No
Lokasi (Desa/ Kecamatan)
Jenis Kegiatan
Tahun Pelaksanaan
30 ekor / 120.000
APBD Prov
2004
Penguatan Modal Kelompok Tani
1 Paket / 40.000
APBD Prov
2004
12.000
APBD Prov
2005
Bantuan keranjang sayuran
Kuta/ Belik
Sumber Dana
Bantuan Sapi Keremen
Bantuan Kelompok Hortikultura
4
Volume / Biaya (Ribu)
20 buah
2005
Pembangunan rumah komposting
1 buah
APBN
2006
Pembangunan Green House
800 m2
APBN
2006
Pembuatan Embung
1 Buah
APBN
2006
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
5.000
APBD Prov
2006
Pembangunan Green House beserta Tower Air untuk Strawbery, Bunga Potong, dan Tanaman Hias.
1 Unit
APBD Kab
2007
Bantuan Indukan tanaman hias
1 Paket
APBD Prov
2007
Pembuatan Etalase Bunga
40 unit
Swadaya Masyarakat
2007
Penumbuhan Modal Kelompok Tani Tomat
1 Paket / 40.000
APBN
2003
Kemitraan Kelompok Tani
1 Paket / 40.000
APBD Prov
2004
40.000
APBD Prov
2005
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
5.000
APBD Prov
2006
Bantuan Alat Vacuum Frying
1 Unit
APBD Prov
2006
Penguatan Modal
5
Beluk/ Belik
Bantuan Alat Vacuum Frying
1 Unit
APBD Prov
2005
6
Belik/Belik
Pembangunan rumah minyak nilam
1 Unit
APBN
2006
Pengadaan sarana penyulingan minyak nilam
1 Unit
APBD Kab
2007
APBN
2004, 2005
1 Paket/ 12.100
APBD Kab
2004
5.000 btg
APBD Prov
2006
APBN
2007
Kecamatan Pulosari 7
Penakir/ Pulosari
Perbaikan jalan poros desa
8
Kecamatan Pulosari
Bantuan Budidaya Lebah Madu Bantuan bibit jeruk Bantuan sapi PO
3,5 km, lebar 2,5 m/ 1.475.000
20 ekor
48
No 9
Lokasi (Desa/ Kecamatan) Karangsari/ Pulosari
Jenis Kegiatan
Volume / Biaya (Ribu)
Sumber Dana
Tahun Pelaksanaan
Pembangunan STA Perkebunan
1 Unit/ 290.220
APBN
2005
Pembangunan jalan poros desa
1.200 m
APBN
2006
10
Gambuhan/ Pulosari
Bantuan sapi kereman
30 ekor
APBD Prov
2005
11
Pulosari/ Pulosari
Bantuan kelompok hortikultura
26.000
APBD Prov
2005
Bantuan alat packing sayuran (wrapping)
1 Unit
APBD Kab
2005
Pembangunan halte sayuran
1 Unit/ 75.000
APBD Kab, Masyarakat
2005
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
20.000
APBD Prov
2006
Bantuan Alat Vacuum Frying
1 Unit
APBD Prov
2006
15 ekor
APBD Kab
2006
800 m
APBN
2006
200 m2
APBD Prov (Kimtaru)
2007
6 Unit
APBD Kab
2007
150.000
APBN, Masyarakat
2005
Pembangunan halte sayuran
1 Unit/ 25.000
APBD Kab, Masyarakat
2005
Pembuatan Embung
1 Unit
APBN
2006
APBD Prov
2004
APBN
2005
17.000 ekor / 14.000
APBD Kab
2005
20.000
APBD Kab
2005
10.000 btg / 5.000
Masyarakat
2005
Bantuan Ternak Sapi 12
Batursari / Pulosari
Pembangunan jalan poros desa
13
Clekatakan / Pulosari
Pembangunan Halte Sayuran
14
Cikendung / Pulosari
Pembangunan Biogas
Kecamatan Watukumpul 15
Jojogan/ Watukumpul
Pembangunan penyulingan minyak nilam
Kecamatan Moga 16
Kecamatan Moga
Bantuan bibit gurami, peralatan, perbaikan kolam, dan pakan
1.000 ekor / 20.000
Pembuatan gerbang Agropolitan
1 unit/ 30.000
Bantuan bibit gurami, pakan, obatobatan, pembuatan kolam Pengembangan dan peningkatan SDM petani perkebunan Bantuan bibit jeruk keprok Bantuan alat pengupas ketela
1 Unit
2005
49
No
17
Lokasi (Desa/ Kecamatan)
Banyumudal/ Moga
Jenis Kegiatan
Moga/ Moga
Sumber Dana
Tahun Pelaksanaan
Bantuan kegiatan Sonic-Bloom
50 Ha / 2.500
Masyarakat
2005
Perbaikan gedung Balai Benih Hortikultura
1 Buah
APBN
2006
Bantuan Bibit Jeruk
15.000 btg
APBD Prov, APBD Kab
2006
Bantuan bibit tanaman jeruk Keprok Tawangmangu
15.000 btg
APBD Prov
2007
Bantuan bibit salak pondoh
1.250 btg / 5.000
Masyarakat
2005
20 ekor
APBD Prov
2006
4.500
APBD Prov
2006
1.000 btg/ 5.000
Masyarakat
2005
1 Ha
APBD Kab
2005
7.000
Masyarakat
2005
1 Unit/ 630.281
APBN, APBD Kab
2004, 2005
1 Unit
APBN
2006
Bantuan ternak kambing
75 ekor
APBD Kab
2006
Bantuan ternak kambing
50.000
APBD Kab
2007
Bantuan sapi 18
Volume / Biaya (Ribu)
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
Kecamatan Randudongkal 19
Kalitorong/ Randudongkal
Bantuan bibit rambutan
20
Kecamatan Randudongkal
Bantuan bibit varietas Fatmawati Pelebaran jalan menuju STA Peternakan
21
Randudongkal/ Randudongkal
Pembangunan STA Peternakan (RPH) Perbaikan BPP Randudongkal
22
Karangmoncol/ Randudongkal
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang (2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki wilayah berdasarkan pada jumlah dan jenis fasilitas saja sedangkan analisis indeks perkembangan wilayah menggunakan perkalian antara rasio jumlah fasilitas dan rasio jumlah wilayah yang memiliki fasilitas kemudian distandardisasi. Karena sifatnya rasio maka peningkatan jumlah fasilitas suatu wilayah tidak selalu meningkatkan indeks perkembangan wilayahnya bila di wilayah lain peningkatan jumlah fasilitasnya lebih tinggi. Perubahan indeks perkembangan kecamatan yang dibandingkan adalah antara kecamatan-kecamatan di dalam kawasan dan di luar kawasan pada saat sebelum pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2000), saat mulai dilaksanakan (tahun 2003) dan setelah pelaksanaan (tahun 2006). Kawasan agropolitan terdiri atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sedangkan luar kawasan sebagai pembanding dipilih kecamatan yang mempunyai kondisi mirip yaitu kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang. Bila dilihat dari nilai rata-rata di dalam kawasan Agropolitan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di luar kawasan. Hal ini disebabkan di dalam kawasan terdapat kecamatan yang cukup maju yaitu Kecamatan Randudongkal yang mempunyai jumlah infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan kecamatan lain. Letaknya yang strategis dengan sarana jalan yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di sekitarnya dengan pusat kota membuat kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi kecamatan-kecamatan di bagian selatan. Bila dilihat perkembangannya maka di Kecamatan Randudongkal indeks perkembangannya selalu meningkat dan tetap tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan pembanding (Tabel 8). Kecamatan Randudongkal sejak sebelum penetapan kawasan Agropolitan merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas lebih banyak sehingga ditetapkan sebagai pusat agropolis. Perkembangan indeks perkembangan yang meningkat dan selalu dalam urutan
51
tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan (pembanding) mengindikasikan bahwa di Kecamatan Randudongkal terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang melebihi
perkembangan
kecamatan-kecamatan
lain
sejak
sebelum
pelaksanaan program Agropolitan. Tabel 8 Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Tahun 2000, 2003, dan 2006 No
Kecamatan
2000 IPK
2003 Urutan
Kawasan Agropolitan 1 Moga 29.8562 2 Pulosari 20.7137 3 Belik 28.1329 4 Watukumpul 25.5305 5 Randudongkal 46.2596 Rata-rata 30.0986 Luar Kawasan Agropolitan (Pembanding) 6 Warungpring 9.9500 7 Bodeh 30.1047 8 Bantarbolang 29.2229 Rata-rata 23.0925
IPK
2006 Urutan
IPK
Urutan
3 7 5 6 1
29.2153 18.0550 30.1130 22.6116 48.9514 29.7893
4 7 3 6 1
28.1604 18.8887 31.6343 22.6890 51.3353 30.5415
5 7 3 6 1
8 2 4
6.7886 26.6442 30.8109 21.4146
8 5 2
6.9726 28.3466 31.6898 22.3364
8 4 2
Di Kecamatan Moga indeks perkembangan selalu menurun dari tahun 2000
sampai 2006. Demikian pula urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini berarti di Kecamatan Moga perkembangan infrastrukturnya lebih rendah daripada di kecamatan lain baik di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan. Di Kecamatan Pulosari dan Watukumpul urutan nilai indeks perkembangan tetap sejak tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini mengindikasikan bahwa di kedua kecamatan ini mempunyai perkembangan jumlah infrastruktur relatif seimbang dengan perkembangan di kecamatan-kecamatan lain. Kecamatan Belik mempunyai indeks perkembangan yang meningkat dari sebelum pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2000) sampai setelah pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2006) yang mengindikasikan bahwa di Kecamatan Belik terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain.
52
Sedangkan di luar kawasan Agropolitan perubahan indeks perkembangan dari tahun 2000 sampai tahun 2006 relatif bervariasi. Di Kecamatan Warungpring nilai indeks perkembangan wilayahnya tetap terendah yang berarti jumlah infrastruktur paling sedikit dibandingkan kecamatan lain sejak tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini dapat dipahami karena Kecamatan Warungpring yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun 2001. Setelah pemekaran perkembangannya infrastrukturnya masih rendah karena kepadatan penduduknya yang rendah. Di Kecamatan Bodeh nilai indeks perkembangan maupun urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003 tetapi meningkat lagi pada tahun 2006. Hal ini berarti terjadi penurunan perkembangan jumlah infrastruktur dibandingkan kecamatan lain pada tahun 2000 sampai 2003, tetapi meningkat kembali pada tahun 2006. Kecamatan Bantarbolang yang relatif maju karena letaknya yang lebih strategis ke ibu kota kabupaten mempunyai indeks perkembangan yang selalu meningkat, demikian juga dengan urutannya. Hal ini berarti terjadi perkembangan infrastruktur di kecamatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Bila dilihat dari rata-rata nilai indeks perkembangan di dalam kawasan dan luar kawasan mempunyai kecenderungan yang sama yaitu menurun pada tahun 2000 ke tahun 2003 dan meningkat kembali pada tahun 2006. Hal ini berarti perubahan indeks perkembangan wilayah di dalam kawasan dengan di luar kawasan tidak berbeda nyata. Salah satu faktor yang meningkatkan nilai indeks perkembangan wilayah adalah program pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah. Pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk pelayanan sosial dan ekonomi. Karena kawasan Agropolitan yang dikembangkan bukan daerah yang baru dibangun maka tidak banyak pembangunan fasilitas baru oleh Pemerintah maupun dengan swadaya masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan dalam program juga termasuk perbaikan fasilitas yang berarti tidak menambah jumlah fasilitas dan jenis fasilitas tetapi meningkatkan kualitasnya saja.
53
Beberapa pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di kawasan Agropolitan di antaranya adalah: 1. pembangunan/perbaikan jalan meliputi jalan antara kecamatan Moga-Pulosari, antara Belik-Gombong, jalan poros desa dan lingkar ke pasar Gombong, jalan poros desa Penakir, Karangsari, Batursari, pelebaran jalan ke STA Peternakan di Randudongkal, 2. pembangunan sarana penunjang produksi dan percontohan seperti green house,
pembangunan
embung,
pembangunan
rumah
pengomposan,
pembangunan rumah penyulingan minyak nilam, dan perbaikan gedung Balai Benih Hortikultura. 3. pembangunan sarana pemasaran berupa subterminal agribisnis (STA) untuk komoditas sayuran, perkebunan, dan peternakan (RPH), halte sayuran, 4. pembangunan sarana penyuluhan berupa perbaikan gedung BPP kecamatan Belik dan Randudongkal. Infrastruktur-infrastruktur
di
atas
tidak
diperhitungkan
dalam
indeks
perkembangan kecamatan sehingga tidak langsung mempengaruhi nilai indeks. Pengembangan kawasan dengan penyediaan infrastruktur penunjang sistem agribisnis sebagaimana tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah sehingga dapat meningkatkan perkembangan infrastruktur sesuai dengan perkembangan wilayah tersebut. Tetapi hal itu belum terlihat, terbukti dari perubahan indeks perkembangan yang relatif hampir sama antara di kawasan dan di luar kawasan Agropolitan. Faktor yang menentukan permintaan akan infrastruktur di suatu wilayah selain aktivitas ekonomi adalah jumlah penduduk. Perkembangan jumlah penduduk dalam kawasan yang meningkat dengan laju pertumbuhan yang hampir sama dengan di luar kawasan menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga relatif tidak berbeda antara kawasan dan luar kawasan Agropolitan. Bila dilihat dari pembangunan infrastruktur selama pelaksanaan kegiatan Pengembangan Agropolitan maka terjadi kesenjangan pembangunan antar kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Pembangunan infrastruktur selama ini banyak dilakukan di desa Gombong kecamatan Belik, sedangkan di kecamatan lain misalnya kecamatan Watukumpul relatif terabaikan. Hal ini berakibat
54
kecamatan Watukumpul semakin tertinggal dari kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan. Pembangunan di kawasan Agropolitan memang belum dapat menjangkau seluruh kecamatan karena keterbatasan anggaran sehingga masih belum memenuhi semua rencana yang tersusun dalam masterplan. Padahal bila sebagian rencana jangka menengah itu dilaksanakan khususnya pembangunan infrastruktur, dimungkinkan dapat meningkatkan perkembangan wilayah. Kendala yang mungkin menyebabkan tidak terealisasi semua rencana adalah cakupan kawasan Agropolitan Waliksarimadu yang terlalu luas, yaitu di lima kecamatan. Di tengah keterbatasan anggaran yang ada, bila pembangunan dibagi ke wilayah yang luas menyebabkan fokus pengembangan suatu wilayah jadi berkurang. Akibatnya perkembangan wilayah dalam kawasan Agropolitan relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan setelah lima tahun pelaksanaan. Selain itu pembangunan infrastruktur seharusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bangunan STA Perkebunan Unit Prosesing Kopi di Desa Karangsari Kecamatan Pulosari belum digunakan oleh para petani untuk aktivitas agribisnis. Kendala pemanfaatannya diakibatkan oleh letaknya yang agak jauh dari pemukiman sehingga keamanan kurang. Hal ini menyebabkan bangunan dan peralatannya dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Para petani kopi terutama di desa Gambuhan yang menjadi sentra pengembangan kopi belum memanfaatkan bangunan ini karena merasa terlalu jauh dan merepotkan. Akhirnya mereka lebih suka mengolah kopi di desanya sendiri sebagaimana sebelumnya. Pembangunan gedung tersebut kemungkinan belum melibatkan aspirasi para petani kopi. Sedangkan pembangunan green house dilakukan sebagai percontohan kepada masyarakat (petani) tentang budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi. Usaha agribinisnis dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan kelompok tani hortikultura, tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam pembangunan infrastruktur penunjang aktivitas ekonomi yang ada di dalam kawasan Agropolitan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Tetapi karena koordinasi kurang maka pembangunan infrastruktur selama ini mengesankan terlalu diserahkan ke instansi teknis. Kawasan
55
Agropolitan hanya menjadi lokasi kegiatan dari instansi teknis saja sehingga belum memperhatikan kebutuhan prioritas untuk pengembangan kawasan sesuai dengan rencana dalam masterplan. Tingkat Kemiskinan Analisis untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan dilakukan dengan membandingkan tingkat kemiskinan pada saat sebelum pelaksanaan progam Agropolitan (tahun 2000), mulai pelaksanaan program (tahun 2003), dan keadaan setelah pelaksanaan program (2006). Data yang digunakan adalah persentase Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I dari Data Potensi Desa (Podes) yang dikeluarkan oleh BPS. Hal ini sesuai dengan kriteria dari BKKBN yang mengklasifikasikan keluarga miskin sebagai keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra-sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan.
Keluarga sejahtera I didefinisikan
sebagai keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Ada kelemahan data yang dipakai untuk menunjukkan tingkat kemiskinan keluarga prasejahtera dan sejahtera I dengan menggunakan data dari Podes. Sebagai data hasil survei dan bukan hasil sensus dimungkinkan terjadi bias tentang jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I. Hal ini dapat terlihat di salah satu desa di kecamatan Moga yaitu Desa Plakaran di mana data jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I pada tahun 2006 mencapai 100%. Sedangkan di beberapa desa di kecamatan Warungpring pada tahun 2000 tingkat kemiskinannya juga lebih dari 95%. Padahal bila dilihat dari keadaan masyarakatnya tidak mungkin terjadi semua keluarga di suatu desa merupakan keluarga miskin. Apabila dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasarnya yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pengajaran agama sebagian masyarakat sudah terpenuhi bahkan telah memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi misalnya telah mempunyai televisi dan motor. Namun demikian data tersebut dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar kecamatan.
56
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa di dalam kawasan agropolitan persentase kemiskinan mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian meningkat lagi pada tahun 2006. Kecenderungan yang sama juga terjadi di luar kawasan Agropolitan dan di tingkat kabupaten (Gambar 5). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2000
2003
2006
Kawasan Agropolitan
65.04%
51.57%
59.07%
Luar Kawasan Agropolitan
74.38%
66.36%
66.91%
Rata-rata Kabupaten
64.33%
52.55%
57.29%
Gambar 5 Perubahan Persentase Kemiskinan Rata-rata di Kawasan Agropolitan, dan Luar Kawasan Agropolitan Bila diamati tiap kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka terjadi perubahan yang bervariasi. Di Kecamatan Randudongkal tingkat kemiskinan terendah dan selalu mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun 2006. Sedangkan di Kecamatan Moga terjadi penurunan tingkat kemiskinan dari tahun 2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian relatif konstan pada tahun 2006. Namun kondisi ini masih lebih baik dibandingkan tiga kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul yang meningkat tajam dari tahun 2003 ke tahun 2006, padahal terjadi penurunan pada tahun 2000 ke tahun 2003 (Gambar 6).
57
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2000
2003
2006
Moga
74.67%
59.34%
59.55%
Pulosari
67.37%
56.66%
67.73%
Belik
61.92%
48.92%
59.93%
Watukumpul
77.32%
51.70%
80.48%
Randudongkal
54.99%
45.75%
36.82%
Gambar 6 Perubahan Persentase Kemiskinan di Kawasan Agropolitan Rendahnya tingkat kemiskinan di Kecamatan Randudongkal dimungkinkan disebabkan oleh letak wilayahnya yang paling strategis di antara empat kecamatan lainnya di kawasan Agropolitan sehingga memudahkan dalam memperoleh akses terhadap
barang
dan
jasa untuk
kepentingan
produksi
masyarakatnya,
memudahkan dalam pemasaran, dan memperoleh informasi pasar. Kemudahan ini menyebabkan kecamatan ini lebih berkembang perekonomiannya, bukan hanya dari sektor pertanian saja tetapi sektor perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan rendah dan cenderung menurun. Di Kecamatan Moga tingkat kemiskinan relatif tinggi pada tahun 2000 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2003 dan cenderung konstan pada tahun 2006. Tingkat kemiskinan yang tidak meningkat dimungkinkan juga disebabkan oleh perekonomian wilayah yang berkembang dengan didukung kemudahan akses dari desa-desa ibu kota Kecamatan Moga. Selain sektor pertanian di Kecamatan Moga juga berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran akibat letaknya yang strategis. Pemusatan sektor perdagangan di pasar Moga yang melayani masyarakat dari kecamatan lain (Pulosari). Letaknya yang strategis juga menjadi tempat transit wisata ke daerah lain menyebabkan berkembangnya hotel dan rumah makan.
58
Sedangkan di Kecamatan Belik, Pulosari, dan Watukumpul yang terjadi kenaikan tingkat kemiskinan dari tahun 2003 ke tahun 2006 dimungkinkan karena ketiga kecamatan masih terdapat beberapa desa yang aksesnya sulit akibat kondisi topografi yang terjal sehingga menyulitkan untuk pembangunan jalan yang bagus. Akibat hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang sebagian besar petani untuk memperoleh saprotan maupun memasarkan hasil pertaniannya. Bila melihat rata-rata tingkat kemiskinan di kabupaten yang meningkat maka salah satu penyebab tingkat kemiskinan adalah akibat naiknya harga barangbarang kebutuhan pokok yang dipicu oleh naiknya harga BBM. Rendahnya nilai tukar petani menyebabkan mereka semakin tidak bisa mencukupi kebutuhan akibat kenaikan harga tersebut, sehingga semakin tidak sejahtera. Sedangkan di luar kawasan pada semua kecamatan persentase kemiskinan menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003, tetapi kembali meningkat sedikit pada tahun 2006 (Gambar 7). Tingkat kemiskinan terendah ada di Kecamatan Bantarbolang walaupun sedikit perbedaannya dibandingkan dengan Kecamatan Bodeh. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2000
2003
2006
Warungpring
98.90%
80.88%
81.23%
Bodeh
68.84%
62.52%
65.24%
Bantarbolang
65.30%
60.69%
60.76%
Gambar 7 Perubahan Persentase Kemiskinan di Luar Kawasan Agropolitan Kecamatan Bantarbolang letaknya paling dekat dengan ibu kota kabupaten dibandingkan dengan kecamatan lain di dalam maupun di luar kawasan Agropolitan sehingga akses ke pusat kota lebih baik. Tingkat kemiskinan yang tinggi di Kecamatan Warungpring disebabkan oleh kecamatan baru hasil
59
pemekaran sehingga infrastruktur belum berkembang. Namun terjadi penurunan kemiskinan yang drastis dari tahun 2000 ke tahun 2003 menunjukkan ada kemajuan di wilayah tersebut. Masih tingginya tingkat kemiskinan di dalam kawasan agropolitan disebabkan oleh pembangunan infrastruktur khususnya jalan yang belum menjangkau seluruh desa di kawasan Agropolitan sehingga masih terdapat wilayah-wilayah yang terisolasi. Hal ini menyebabkan interaksi terhadap daerahdaerah lain serta terhadap pusat-pusat pelayanan ekonomi dan sosial masih kurang.
Padahal
peningkatan
interaksi
antar
wilayah
diharapkan
akan
meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa antar wilayah, suatu kondisi perlu untuk berkembangnya perekonomian desa-desa miskin. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Salim (2005) yang menyatakan bahwa kecamatan yang paling rendah kemiskinannya adalah kecamatan yang ada di kota besar atau dekat dengan koridor pertumbuhan kota, sedangkan yang paling miskin adalah di lokasi yang jauh dari pusat kota dan menciptakan enclave. Kota berukuran sedang (medium-size town) yang tidak merupakan bagian dari aglomerasi kota yang lebih besar dikelilingi oleh kantongkantong kemiskinan. Dengan kondisi yang demikian maka diperlukan pembangunan infrastruktur jalan di desa-desa dalam kawasan Agropolitan khususnya di desa-desa yang terisolir di kecamatan Watukumpul, Belik, dan Pulosari untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Pembangunan jalan ini perlu dikoordinasikan dengan instansi teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum agar dapat diprioritaskan pelaksanaannya.
60
Tabel 9. Tingkat Kemiskinan dalam Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2000, 2003, dan 2006 Tahun 2000
No
Kecamatan
Kawasan Agropolitan 1 Moga
Jumlah rumahtangga (keluarga)
Jumlah Keluarga Prasejahtera & sejahtera I (keluarga)
81,260 13,064
Tahun 2003
Persentase (%)
Jumlah rumahtangga (keluarga)
Jumlah Keluarga Prasejahtera & sejahtera I (keluarga)
52,852 9,755
65.04 74.67
90,744 15,464
Tahun 2006
Persentase (%)
Jumlah rumahtangga (keluarga)
Jumlah Keluarga Prasejahtera & sejahtera I (keluarga)
Persentase (%)
46,801 9,177
51.57 59.34
92,626 15,483
54,716 9,220
59.07 59.55
2
Pulosari
11,347
7,645
67.37
14,729
8,346
56.66
16,211
10,979
67.73
3
Belik
19,702
12,200
61.92
20,924
10,236
48.92
22,835
13,686
59.93
4
Watukumpul
12,653
9,783
77.32
15,310
7,916
51.70
15,581
12,540
95.85
24,494
13,469
54.99
24,317
11,126
45.75
22,516
8,291
36.82
35,354
26,295
74.38
40,286
26,734
66.36
38,614
25,835
66.91
8,390
8,298
98.90
10,106
8,174
80.88
8,894
7,225
81.23
5 Randudongkal Luar Kawasan Agropolitan (Pembanding) 6 Warungpring 7
Bodeh
10,987
7,564
68.84
13,335
8,337
62.52
12,340
8,050
65.24
8
Bantarbolang
15,977
10,433
65.30
16,845
10,223
60.69
17,380
10,560
60.76
Luar Kawasan Yang Lain 9 Pemalang
155,893 37,594
96,166 19,670
61.69 52.32
168,908 39,787
84,087 19,973
49.78 50.20
217,452 41,407
119,205 18,208
54.82 43.97
10
Taman
33,757
22,860
67.72
36,781
17,142
46.61
36,466
24,533
67.28
11
Petarukan
33,806
19,498
57.68
36,956
15,814
42.79
38,404
19,993
52.06
12
Ampelgading
13,281
8,955
67.43
15,329
7,804
50.91
58,436
29,183
49.94
13
Comal
17,822
11,490
64.47
18,172
10,785
59.35
17,921
9,280
51.78
14
Ulujami
19,633
13,693
69.74
21,883
12,569
57.44
24,818
18,008
72.56
272,507
175,313
64.33
299,938
157,622
52.55
348,692
199,756
57.29
Kabupaten
Sumber: Data Podes Tahun 2000, 2003, dan 2006, diolah
61
Pendapatan per Kapita Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang dihitung dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk. PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit produksi atau yang dikenal dengan lapangan usaha/sektor ekonomi terdiri atas sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Secara umum di Kabupaten Pemalang baik dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan terjadi peningkatan pendapatan per kapita dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Laju kenaikan juga hampir sama antara di dalam dan luar kawasan Agropolitan sebagaimana terlihat pada Gambar 8. 3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0 2000
2003
2005
Kawasan Agropolitan
1,566,332
1,673,357
1,698,922
Luar Kawasan Agropolitan
1,553,728
1,616,665
1,654,727
Rata-rata Kabupaten
1,841,497
1,997,328
2,084,003
Gambar 8 Perkembangan Pendapatan per Kapita Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan Sedangkan bila dilihat per kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka pendapatan per kapita yang selalu meningkat terjadi di Kecamatan Randudongkal, Moga, dan Pulosari. Sedangkan di Kecamatan Belik dan Watukumpul mengalami sedikit penurunan dari tahun 2003 ke tahun 2005 (Gambar
9). Dilihat dari
62
besarnya pendapatan per kapita di kawasan Agropolitan maka tampak tertinggi di Kecamatan Randudongkal yang melebihi 2 juta rupiah. Selanjutnya pendapatan per kapita tertinggi adalah di kecamatan Moga dan kemudian Kecamatan Watukumpul dalam kisaran 1,5 juta sampai 1,7 juta rupiah. Sedangkan pendapatan per kapita yang terendah di Kecamatan Belik dan Pulosari yaitu dalam kisaran antara 1,2 sampai 1,3 juta rupiah.
3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0
2000
2003
2005
Moga
1,578,017
1,667,416
1,713,186
Pulosari
1,232,681
1,312,204
1,329,614
Belik
1,221,833
1,351,250
1,305,167
Watukumpul
1,544,849
1,641,649
1,619,796
Randudongkal
2,254,280
2,394,264
2,526,848
Gambar 9 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Kawasan Agropolitan Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Randudongkal disebabkan oleh besarnya nilai PDRB. Perkembangan ekonomi didorong oleh berkembangnya kegiatan di sektor lain selain sektor primer (pertanian) yaitu perdagangan, perhotelan, dan jasa-jasa. Perkembangan ekonomi ini karena Kecamatan Randudongkal merupakan kecamatan yang letaknya paling strategis dan posisinya pada pertemuan jalan ke kecamatan lain. Kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi wilayah di bagian selatan kabupaten Pemalang sehingga perkembangannya cepat. Posisinya yang strategis ini menyebabkan di Kecamatan Randudongkal telah berdiri beberapa hotel yang cukup besar sehingga dapat melayani orang-orang yang melanjutkan perjalanan dari atau ke Purwokerto. Sedangkan untuk melayani keperluan BBM telah berdiri dua buah pompa bensin.
63
Di sini terdapat pula pasar besar yang menjadi pusat perdagangan bagi wilayah di sekitarnya. Beberapa pertokoan telah berdiri untuk pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, dan kendaraan untuk wilayah di sekitar Kecamatan Randudongkal. Selain itu terjadi peningkatan fasilitas kesehatan dengan semakin berkembangnya balai pengobatan swasta. Balai pengobatan ini dapat melayani kebutuhan akan fasilitas kesehatan bagi masyararakat bagian selatan kabupaten Pemalang karena jauhnya lokasi RSU yaitu di pusat kabupaten. Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Randudongkal juga disumbang oleh besarnya nilai PDRB dari sektor pertanian yang tetap tertinggi dibanding kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan, walaupun pangsanya semakin menurun. Komoditas utama adalah padi sawah karena sebagian besar merupakan daerah datar dengan pengairan yang baik sehingga di beberapa tempat dapat ditanami padi sebanyak tiga kali setahun. Luas panen padi sawah di Kecamatan Randudongkal tertinggi dibandingkan kecamatan lain di dalam kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Kecamatan Moga mempunyai pendapatan per kapitanya juga relatif tinggi. Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Moga juga disebabkan oleh peranan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang semakin meningkat sejak tahun 2000, bahkan pada tahun 2005 menjadi sektor yang paling besar pangsanya terhadap PDRB. Tingginya peranan sektor ini disebabkan karena di Kecamatan Moga semakin banyak hotel dan rumah makan. Sektor perdagangan yang tinggi disebabkan pasar Moga menjadi pusat perdagangan bagi masyarakat di sekitarnya yaitu kecamatan Pulosari dan kecamatan lain di kabupaten Tegal yang berbatasan. Sedangkan peranan sektor pertanian terhadap PDRB masih besar walaupun semakin menurun dari tahun 2000 ke tahun 2005. Komoditas pertanian yang penting adalah padi sawah, buah-buahan dan ternak kecil (ayam dan itik). Hal ini karena kondisi agroklimat wilayah yang mendukung untuk dikembangkan komoditas tersebut. Di Kecamatan Watukumpul pendapatan per kapita relatif tinggi disebabkan oleh peranan sektor pertanian yang mempunyai pangsa tertinggi terhadap total
64
PDRB sehingga merupakan sektor andalan bagi kecamatan Watukumpul. Nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Watukupul tertinggi setelah Kecamatan Watukumpul. Tingginya PDRB sektor pertanian disebabkan oleh pengembangan sektor pertanian khususnya komoditas padi sawah, jagung, ketela pohon, mangga, rambutan, jambu biji, cengkeh, kopi robusta, gelagah arjuna, kakao, ternak sapi potong, dan tanaman kayu-kayuan yang didukung oleh kesesuaian kondisi agroklimat. Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Watukumpul juga didukung oleh peranan sektor industri pengolahan yang cukup besar karena mulai berkembangnya industri pengolahan kayu khususnya untuk bahan bangunan. Sedangkan industri sapu gelagah telah ada beberapa puluh tahun yang lalu dan tetap dikembangkan sebagai andalan dari kecamatan Watukumpul. Industri yang juga mulai berkembang pada tahun 2005 adalah pengolahan minyak nilam. Semua industri tersebut merupakan pengolahan produk dari komoditas pertanian yang berkembang di Kecamatan Watukumpul, walaupun komoditas tersebut sering berganti sesuai keinginan petani untuk menanam komoditas yang dianggap lebih menguntungkan. Sedangkan di Kecamatan Belik dan Pulosari mempunyai pendapatan per kapita terendah dalam kawasan Agropolitan. Di kedua kecamatan ini sektor pertanian masih menjadi andalan dalam menyumbang PDRB, tetapi sektor lain belum berkembang. Bila dihubungkan dengan tingkat kemiskinan maka di Kecamatan Randudongkal dan Moga yang tingkat kemiskinannya tetap rendah setelah ada program Agropolitan (tahun 2006) sejalan dengan tingginya pendapatan per kapita. Demikian pula di kecamatan Belik dan Pulosari yang persentase kemiskinannya meningkat ternyata searah dengan pendapatan per kapitanya yang relatif rendah. Namun di kecamatan Watukumpul tingkat kemiskinan yang meningkat tajam pada tahun 2006 tetapi pendapatan per kapitanya relatif tinggi. Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh perkembangan sektor industri pengolahan yang dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat yaitu pemilik modal saja, sedangkan masyarakat yang lain tetap dalam kemiskinan.
65
Pendapatan per kapita di luar kawasan Agropolitan tertinggi di Kecamatan Bantarbolang,
kemudian
Kecamatan
Warungpring
dan
Bodeh.
Kisaran
pendapatan per kapita antara 1,3 sampai 1,8 juta rupiah (Gambar 10). Pendapatan per kapita yang cukup tinggi di Kecamatan Bantarbolang ternyata searah dengan tingkat kemiskinan yang paling rendah di luar kawasan. Namun di Kecamatan Warungpring yang tingkat kemiskinannya tinggi mempunyai tingkat pendapatan per kapita tinggi. Hal ini mengidikasikan bahwa terjadi penguasaan ekonomi oleh sebagian kecil warga masyarat, sehingga PDRB di Kecamatan Warungpring cukup tinggi tetapi sebagian besar masyarakatnya masih miskin.
3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0 2000
2003
2005
Warungpring
1,578,017
1,638,553
1,737,913
Bodeh
1,384,936
1,416,403
1,441,938
Bantarbolang
1,698,233
1,795,041
1,784,331
Gambar 10 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Luar Kawasan Agropolitan Melihat dari besarnya pendapatan per kapita maupun laju peningkatannya yang hampir sama antara di dalam kawasan dan luar kawasan, maka diindikasikan belum terjadi pengaruh yang nyata dari pelaksanaan program Agropolitan terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa dampak program Agropolitan belum terlihat selama masa pelaksanaan program (lima tahun), tetapi kemungkinan dapat terlihat di masa mendatang. Tentunya hal ini dapat tercapai bila pelaksanaan program sesuai pada arah yang ditentukan.
66
Pendapatan per Keluarga Petani Pendapatan per keluarga petani dihitung dengan membagi nilai PDRB sektor pertanian dengan jumlah keluarga petani. Dari hasil perhitungan diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang produktivitas penduduk di sektor pertanian atau petani yang ada di dalam kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan. Bila dilihat dari grafik perkembangan pendapatan per keluarga petani maka terdapat kecenderungan yang sama antara di kawasan dan di luar kawasan Agropolitan. Pada tahun 2000 sampai 2003 (sebelum pelaksanaan program Agropolitan) terjadi penurunan pendapatan per keluarga petani tetapi kemudian sedikit meningkat lagi pada tahun 2006 (setelah pelaksanaan program) sebagaimana terlihat pada Gambar 11. 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 -
2000
2003
2005
Kawasan Agropolitan
4,270,220
3,364,666
3,526,679
Luar Kawasan Agropolitan
4,898,249
3,773,921
4,032,054
Rata-rata Kabupaten
5,280,090
3,765,963
3,914,950
Gambar 11 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan dan Luar Kawasan Agropolitan Penurunan pendapatan per keluarga petani di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan antara tahun 200 sampai 2003 terjadi karena peningkatan jumlah keluarga petani dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan PDRB sektor pertanian. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah keluarga petani tetapi produktivitasnya menurun sehingga menghasilkan peningkatan PDRB sektor pertanian dengan laju yang lebih rendah.
67
Antara tahun 2003 sampai 2006 terjadi peningkatan pendapatan per keluarga petani di kawasan maupun di luar kawasan tetapi berbeda penyebabnya. Di kawasan Agropolitan terjadi penurunan jumlah keluarga petani, tetapi PDRB sektor pertanian meningkat. Hal ini berarti bahwa produktivitas petani di kawasan Agropolitan semakin meningkat setelah pelaksanaan program Agropolitan. Sedangkan di luar kawasan Agropolitan terjadi peningkatan pendapatan per keluarga petani yang diikuti dengan peningkatan jumlah keluarga petani. Bila melihat grafik kenaikannya yang hampir sama antara dua wilayah tersebut, berarti bahwa produktivitas petani di kawasan Agropolitan lebih tinggi. Bila dilihat per kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka pendapatan per keluarga petani yang relatif rendah di Kecamatan Belik dan Pulosari (Gambar 12). Rendahnya produktivitas penduduk di sektor pertanian ini dimungkinkan karena masih sulitnya memperoleh air baku untuk pertanian. Pengembangan komoditas sayuran yang banyak di kedua kecamatan ini dilakukan pada musim penghujan karena sulitnya memperoleh air pada musim kemarau. Sedangkan di Kecamatan Watukumpul, Moga, dan Randudongkal ketersediaan air lebih mudah untuk pengembangan komoditas pertanian sehingga produktivitas petani relatif lebih tinggi. 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 -
2000
2003
2005
Moga
6,430,583
3,567,467
3,912,264
Pulosari
2,495,622
1,976,648
1,871,895
Belik
2,623,903
2,886,591
2,682,039
Watukumpul
5,637,958
3,761,241
4,420,884
Randudongkal
6,337,490
4,501,333
5,192,069
Gambar 12 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan Agropolitan Sedangkan bila melihat dari perubahannya maka terjadi penurunan pendapatan per keluarga petani di Kecamatan Pulosari dan Belik. Penurunan ini
68
dimungkinkan karena semakin meningkatnya jumlah keluarga petani sementara luas lahan tidak bertambah. Akibatnya produk yang dihasilkan untuk setiap keluarga petani menurun. Di luar kawasan Agropolitan perubahan pendapatan per keluarga petaninya cukup bervariasi. Namun di antara ketiga kecamatan hanya di Kecamatan Bantarbolang yang mengalami sedikit penurunan pendapatan per keluarga petani yaitu dari tahun 2003 ke tahun 2006 (Gambar 13). Di Kecamatan Bantarbolang juga terjadi sedikit peningkatan jumlah keluarga petani, tetapi luas lahan pertanian tidak meningkat. Laju kenaikan PDRB sektor pertanian tidak terlalu tinggi karena di sini lebih banyak diusahakan tanaman padi yang harganya relatif stabil.
7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 2000
2003
2005
Warungpring
6,351,862
3,440,641
4,568,411
Bodeh
4,737,080
3,761,892
3,967,543
Bantarbolang
4,538,425
3,951,406
3,848,692
Gambar 13 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Luar Kawasan Agropolitan Melihat kondisi di atas maka pengembangan komoditas sayuran atau jenis yang lain yang sesuai adalah dengan jenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi pada saat panen sehingga dapat ditabung untuk pemenuhan kebutuhan pada saat tidak bisa menanam (musim kemarau). Pengembangan komoditas ini perlu didukung oleh peningkatan kemampuan teknis petani misalnya dengan pelatihan atau magang. Kemungkinan yang lain adalah dengan banyak membangun embung untuk menampung air hujan untuk dimanfaatkan petani untuk mengairi lahannya di
69
musim kemarau. Alternatif yang lain adalah dengan mengembangkan sentra pengembangan komoditas di luar kedua kecamatan. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa petani yang berbeda komoditas, program Pengembangan Agropolitan dirasakan dapat meningkatkan pendapatan khususnya petani hortikultura jenis sayuran. Hal ini terkait dengan fokus kegiatan di Desa Gombong dengan komoditas unggulan tanaman sayuran dataran tinggi yaitu kobis, cabai, tomat, dan kentang. Dengan memfokuskan kegiatan di sentra sayuran ini maka petani lebih banyak menerima bantuan peralatan, modal, dan pembangunan prasarana (STA, jalan) yang menunjang aktivitas agribisnis di daerah tersebut. Beberapa toko penyedia sarana produksi pertanian (saprotan) bermunculan di daerah ini sehingga petani merasakan lebih mudah dan murah memperoleh saprotan. Beberapa pendukung usaha agribisnis yang berkembang ini menyebabkan hasil produksi pertanian mereka meningkat setelah ada program Agropolitan. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh pengalaman, penyuluhan baik oleh pemerintah (Dinas Pertanian) maupun swasta (pengusaha sarana produksi pertanian) dan kelompok tani/asosiasi.
70
Tabel 10 Hasil Analisis Pendapatan per Keluarga Petani atas Harga Konstan Tahun 2000, 2003, dan 2005 PDRB sektor Pertanian (ribu rupiah)
Tahun 2000 Jumlah Keluarga Petani
Pendapatan Keluarga Petani
PDRB sektor Pertanian (ribu rupiah)
Tahun 2003 Jumlah Keluarga Petani
Pendapatan Keluarga Petani
PDRB sektor Pertanian (ribu rupiah)
Tahun 2005 Jumlah Keluarga Petani
Pendapatan Keluarga Petani
Kawasan Agropolitan 1 MOGA 2 PULOSARI 3 BELIK 4 WATUKUMPUL 5 RANDUDONGKAL
235,225,071 34,165,688 26,553,419 47,371,940 51,965,057 75,168,967
55,085 5,313 10,640 18,054 9,217 11,861
4,270,220 6,430,583 2,495,622 2,623,903 5,637,958 6,337,490
243,988,719 36,816,258 27,360,758 48,812,253 53,545,021 77,454,430
72,515 10,320 13,842 16,910 14,236 17,207
3,364,666 3,567,467 1,976,648 2,886,591 3,761,241 4,501,333
242,371,036 33,359,875 27,966,108 47,490,873 54,416,665 79,137,516
68,725 8,527 14,940 17,707 12,309 15,242
3,526,679 3,912,264 1,871,895 2,682,039 4,420,884 5,192,069
Luar Kawasan Agropolitan 6 WARUNGPRING 7 BODEH 8 BANTARBOLANG
103,524,492 21,431,184 35,442,834 46,650,474
21,135 3,374 7,482 10,279
4,898,249 6,351,862 4,737,080 4,538,425
105,673,550 21,084,249 36,520,450 48,068,851
28,001 6,128 9,708 12,165
3,773,921 3,440,641 3,761,892 3,951,406
113,312,823 25,455,184 38,147,928 49,709,711
28,103 5,572 9,615 12,916
4,032,054 4,568,411 3,967,543 3,848,692
No
Kecamatan
71
Pergeseran Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif suatu wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan metode Shift Share Analysis (SSA) dengan dua titik tahun pengamatan. Hasil analisis pertumbuhan ekonomi dengan SSA untuk tahun 2000 dan 2003 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang adalah sebesar 0,10. Bila diamati lebih lanjut laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kabupaten Pemalang ada pada enam sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor bangunan laju pertumbuhannya lebih rendah dari pada laju pertumbuhan total di kabupaten (Tabel 11). Tabel 11
Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang Komponen Share 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
Komponen Proportional Shift -0.070 0.122 -0.020 0.284 -0.074
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0.10
0.055
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
0.10
0.066
0.10
0.012
0.10
0.113
Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2000 dan 2003, diolah
Bila diamati di dalam kawasan Agropolitan, maka di Kecamatan Moga sektor pertanian mempunyai tingkat kompetisi (competitiveness) lebih tinggi dibanding sektor-sektor lain. Sedangkan di empat kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal tingkat kompetisisi sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor yang lain (Tabel 12).
72
Selain sektor bangunan maka semua sektor yang lain mempunyai keunggulan kompetitif di tiga kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu di Kecamatan Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sektor-sektor itu adalah pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasajasa. Sedangkan di Kecamatan Pulosari tidak mempunyai sektor yang kompetitif (Tabel 12).
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
-0.068
-0.049
-0.074
-0.091
-0.061
-0.062
-0.058
-0.065
Kec. Pulosari
-0.047
-0.068
-0.049
-0.074
-0.127
-0.061
-0.062
-0.058
-0.065
3
Kec. Belik
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
4
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
Kecamatan
0.046
No
Pertanian
Tabel 12 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang
1
Kec. Moga
2
Kec. Watukumpul
-0.001
5
Kec. Randudongkal
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
6
Kec. Warungpring
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
7
Kec. Bodeh
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
8
Kec. Bantarbolang
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
9
Kec. Pemalang
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
10
Kec. Taman
-0.001
0.002
-0.015
0.005
0.496
0.005
0.005
0.006
0.005
11
Kec. Petarukan
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
12
Kec. Ampelgading
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
13
Kec. Comal
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
14
Kec. Ulujami
-0.001
0.002
0.014
0.005
-0.073
0.005
0.005
0.006
0.005
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2000 dan 2003, diolah
Hasil analisis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pemalang dengan analisis shift-share pada tahun 2003 dan 2005 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang adalah sebesar 0,08 yang berari terjadi penurunan dibandingkan periode sebelumnya.
73
Laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kabupaten Pemalang ada pada enam sektor yang yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan sektor pertanian, sektor keuangan,
persewaan,
dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa laju
pertumbuhannya lebih rendah dari pada laju pertumbuhan total di kabupaten sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Tabel 13
Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang Komponen Komponen Proportional Share Shift
Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
-0.056 0.027 0.005 0.045 0.004 0.057 0.021
0.08 0.08
-0.013 -0.001
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2003 dan 2005, diolah Dari hasil analisis tersebut tampak bahwa setelah ada penetapan kawasan Agropolitan ternyata terjadi perubahan competitiveness sektor pertanian. Pada saat sebelumnya pelaksanaan program Agropolitan keunggulan kompetitif
sektor
pertanian terdapat di Kecamatan Moga, namun setelah pengembangan kawasan Agropolitan terjadi di empat kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, Watukumpul,
dan
Randudongkal
(Tabel
13).
Hal
ini
berarti
dengan
pengembangan kawasan Agropolitan maka pengembangan sektor pertanian semakin menguntungkan karena semakin meluasnya wilayah yang mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu dari satu kecamatan menjadi empat kecamatan. Sektor industi pengolahan juga mempunyai tingkat kompetisi di empat kecamatan
tersebut.
Peningkatan
ini
ternyata
sejalan
dengan
semakin
74
kompetitifnya sektor pertanian. Dari hal tersebut berarti bahwa industri pengolahan yang dikembangkan perlu didukung oleh sektor pertanian. Hal ini dapat dipahami karena industri pengolahan yang telah ada di kawasan Agropolitan adalah industri yang mengolah produk pertanian khususnya industri makanan dan pembuatan sapu.
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
0.303
-0.078
0.369
0.106
0.178
-0.006
0.232
0.336
Kec. Pulosari
0.302
1.342
0.311
-0.130
0.898
-0.536
-0.251
0.324
0.296
3
Kec. Belik
0.711
0.783
0.735
1.212
0.476
1.889
2.011
0.189
0.866
4
Kec. Watukumpul
0.091
-0.426
0.013
-0.820
-0.295
-0.940
-0.714
-0.472
-0.372
5
Kec. Randudongkal
0.454
2.260
0.173
8.960
1.158
19.685
5.656
2.246
0.977
6
Kec. Warungpring
-0.327
-1.045
-0.487
-0.230
-0.274
2.745
0.356
-0.185
-0.344
7
Kec. Bodeh
-0.231
-0.371
-0.605
-0.396
-0.051
-0.965
-0.287
-0.136
-0.184
8
Kec. Bantarbolang
-0.383
3.343
-0.290
-0.563
-0.388
-0.699
-0.827
-0.610
-0.439
9
Kec. Pemalang
-0.005
0.031
1.722
0.016
0.054
-0.006
-0.005
-0.008
-0.016
Kecamatan
-0.118
No
Pertanian
Tabel 14 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang
1
Kec. Moga
2
10
Kec. Taman
0.007
0.005
-0.529
0.047
-0.267
-0.006
-0.005
-0.008
-0.016
11
Kec. Petarukan
0.016
0.009
-0.126
0.026
0.061
-0.006
-0.005
-0.008
-0.016
12
Kec. Ampelgading
0.009
0.017
2.483
-0.009
0.063
-0.006
-0.005
-0.008
-0.016
13
Kec. Comal
0.030
-0.006
-0.081
-0.458
0.053
-0.006
-0.005
-0.008
-0.016
14
Kec. Ulujami
-0.008
-0.114
-0.183
0.002
0.053
-0.006
-0.005
-0.008
-0.016
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2003 dan 2005, diolah Keunggulan kompetitif yang lain adalah pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Randudongkal. Keunggulan kompetitif sektor perdagangan, hotel, dan restoran terdapat di Kecamatan Moga, Belik, dan Randudongkal. Sedangkan keunggulan kompetitif sektor pengangkutan dan komunikasi terdapat di Kecamatan Belik dan Randudongkal.
75
Setelah pengembangan kawasan Agropolitan ternyata sektor yang kompetitif semakin banyak. Peningkatan keunggulan kompetitif dari beberapa sektor ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perkembangan diversifikasi sektor dan akan menguntungkan bila dikembangkan. Semua sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif di suatu kecamatan dalam kawasan Agropolitan dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Pemusatan Ekonomi Wilayah Untuk menganalisis lokasi pemusatan/basis (aktifitas) digunakan analisis LQ (Location Quotient), merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi wilayah. Disamping itu LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Dalam analisis ini dilakukan perhitungan untuk tiga tahun yaitu tahun 2000, 2003, dan 2005 untuk melihat pergeseran nilai LQ-nya dalam tiga titik tahun tersebut. Dari hasil analisis pemusatan ekonomi wilayah dengan metode LQ ternyata terjadi pergeseran sektor basis pada saat sebelum dan sesudah pelaksanaan kegitan Pengembangan Agropolitan. Dari tahun 2000 ke tahun 2003 (sebelum pelaksanaan kegiatan) tidak terjadi pergeseran pemusatan aktivitas ekonomi sebagaimana terlihat di Tabel 14 dan 15. Pemusatan aktivitas ekonomi di kawasan Agropolitan terjadi pada sektor pertanian pada semua kecamatan. Hal ini dapat dipahami karena di kawasan Agropolitan merupakan kawasan pertanian yang cocok untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, ternak, dan perikanan. Mata pencaharian sebagaian besar penduduk juga pada sektor pertanian. Pemusatan sektor industri pengolahan terjadi di Kecamatan Randudongkal karena letaknya yang di pusat agropolis, banyak industri pengolahan makanan di antaranya indutri kacang goreng dan tahu. Sektor bangunan terpusat di Kecamatan Belik, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kecamatan Moga dan Pulosari. Sektor pengangkutan dan komunikasi terpusat di Kecamatan Moga, Pulosari, dan Watukumpul. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa
76
perusahaan dan sektor jasa-jasa pemusatannya di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul. Hal yang sama terjadi di luar kawasan yaitu di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang yaitu tidak terjadi pergeseran sektor basis. Pada tahun 2000 dan 2003 sektor pertanian tetap menjadi sektor basis di ketiga kecamatan tersebut. Ketiga kecamatan juga merupakan kawasan pertanian. Sektor pertambangan tetap menjadi sektor basis di Kecamatan Warungpring dan Bodeh. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi basis di Kecamatan Bantarbolang. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa menjadi sektor basis di Kecamatan Warungpring.
Sumber: Data PDRB, olahan
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami
Pertanian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2000
Kecamatan
No
Tabel 15
1.12 1.12 1.35 1.26 1.70 1.53 1.15 1.06 0.73 0.79 1.27 1.15 0.50 1.07
0.40 0.40 0.80 0.71 0.52 5.55 4.77 0.68 0.15 0.14 0.08 4.14 0.92 1.28
0.61 0.61 0.80 0.79 1.13 0.81 0.92 0.62 0.57 2.51 0.50 0.74 0.64 1.23
0.94 0.94 0.75 0.79 0.25 0.86 0.77 0.96 1.00 1.24 1.20 1.31 0.90 1.20
0.72 0.72 1.15 0.82 0.69 0.98 0.62 0.59 0.90 0.83 1.19 1.77 1.45 1.83
1.19 1.19 0.58 0.81 0.17 0.25 0.94 1.38 1.50 0.25 1.25 0.87 1.67 0.69
1.06 1.06 0.76 1.12 0.49 0.74 0.57 1.30 1.68 0.25 0.77 0.78 1.56 0.84
1.35 1.35 1.63 1.01 0.70 1.09 0.71 0.94 1.55 0.26 0.38 1.09 1.62 1.01
1.04 1.04 1.23 1.18 0.97 1.25 0.85 0.81 1.31 0.60 1.07 0.91 1.26 0.70
77
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2003
Kecamatan
No
Tabel 16
Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami
1.19 1.13 1.36 1.26 1.74 1.55 1.15 1.05 0.72 0.80 1.27 1.15 0.49 1.08
0.39 0.40 0.81 0.71 0.53 5.62 4.78 0.67 0.14 0.14 0.08 4.16 0.90 1.30
0.59 0.61 0.81 0.81 1.17 0.83 0.93 0.62 0.57 2.51 0.50 0.75 0.63 1.26
0.91 0.94 0.76 0.80 0.26 0.87 0.77 0.95 0.99 1.26 1.21 1.32 0.88 1.22
0.66 0.66 1.08 0.76 0.65 0.92 0.58 0.54 0.82 1.25 1.10 1.65 1.32 1.72
1.15 1.19 0.59 0.82 0.18 0.25 0.94 1.38 1.48 0.25 1.25 0.88 1.63 0.70
1.02 1.06 0.77 1.13 0.50 0.75 0.57 1.29 1.66 0.26 0.77 0.79 1.53 0.85
1.30 1.34 1.65 1.02 0.72 1.11 0.71 0.94 1.53 0.27 0.38 1.10 1.59 1.02
1.00 1.03 1.25 1.19 0.99 1.27 0.85 0.80 1.29 0.61 1.07 0.92 1.24 0.71
Sumber: Data PDRB, olahan Pergeseran pemusatan ekonomi terjadi antara tahun 2003 dan 2005 sebagaimana terlihat pada Tabel 15 dan 16. Pergeseran pemusatan ekonomi terjadi pada sektor industri pengolahan yaitu pada tahun 2003 di Kecamatan Randudongkal dan pada tahun 2005 di Kecamatan Watukumpul. Hal ini bisa dipahami karena di Kecamatan Watukumpul pada tahun 2005 semakin berkembang industri pengolahan minyak nilam selain industri sapu gelagah yang telah ada sebelumnya. Industri pengolahan kayu juga semakin berkembang di Kecamatan Watukumpul. Pemusatan sektor bangunan bergeser dari Kecamatan Belik ke Kecamatan Pulosari, sektor perdagangan, hotel, dan restoran bergeser dari Kecamatan Moga dan Pulosari ke Kecamatan Moga dan Randudongkal. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga dari Kecamatan Moga, Pulosari, dan Watukumpul bergeser ke Kecamatan Belik dan Randudongkal. Pemusatan sektor keuangan, persewaan,
78
dan jasa perusahaan berkurang dari Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul ke kecamatan Moga, Pulosari, dan Belik. Sedangkan sektor pertanian tetap dari sebelum pelaksanaan dan sesudah pelaksanaan program Agropolitan yaitu pemusatan di semua kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Demikian juga sektor jasa-jasa pemusatan aktivitas tetap di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul.
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2005
Kecamatan
No
Tabel 17
Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami
1.01 1.41 1.26 1.84 1.06 1.28 1.63 1.20 0.59 1.14 1.30 0.84 0.50 1.14
0.47 0.85 0.76 0.59 0.68 0.38 5.80 4.93 0.12 0.21 0.08 3.03 0.89 1.24
0.53 0.76 0.74 1.09 0.58 0.56 0.76 0.83 1.22 1.82 0.45 1.78 0.58 1.11
1.15 0.80 0.86 0.29 0.99 0.85 0.91 0.87 0.83 1.86 1.25 0.94 0.52 1.29
0.70 1.16 0.85 0.74 0.57 0.84 1.00 0.63 0.71 1.34 1.18 1.25 1.38 1.91
1.27 0.60 0.86 0.19 1.39 1.06 0.26 0.97 1.21 0.35 1.26 0.63 1.62 0.74
0.97 0.79 1.18 0.53 1.30 1.21 0.77 0.59 1.36 0.36 0.78 0.56 1.52 0.90
1.52 1.69 1.06 0.76 0.94 1.12 1.14 0.73 1.25 0.37 0.39 0.78 1.57 1.08
1.26 1.27 1.23 1.04 0.80 1.05 1.29 0.87 1.05 0.85 1.07 0.65 1.22 0.75
Pergeseran pemusatan ekonomi juga terjadi di luar kawasan Agropolitan di tiga kecamatan. Sektor pertanian tetap menjadi sektor basis di tiga kecamatan. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian bergeser dari Kecamatan Warungpring dan Bodeh ke Kecamatan Bodeh dan Bantarbolang. Sektor bangunan tidak lagi menjadi sektor basis setelah ada kegiatan Agropolitan. Sektor
79
perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi bergeser dari Kecamatan Bantarbolang ke Kecamatan Warungpring. Sementara sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa semula hanya di Kecamatan Warungpring menjadi di Kecamatan Warungpring dan Bodeh. Pemusatan sektor pertanian di kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan terjadi karena di kedua daerah tersebut mengandalkan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian penduduknya. Lahan pertanian baik sawah maupun lahan kering menjadi tempat berusaha tani dan menjadi andalan bagi masyarakat di daerah tersebut. Pemusatan ini sejalan dengan meningkatnya keunggulan kompetitifnya di empat kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Sedangkan di Kecamatan Moga sektor pertanian menjadi tidak kompetitif, maka dapat dimungkinkan untuk dikembangkan sektor lain misalnya sektor jasa untuk pengembangan ekonomi kecamatan. Dilihat dari nilai LQ di kawasan Agropolitan baik sebelum pelaksanaan, saat mulai, dan setelah pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan maka sektor pertanian masih merupakan sektor basis di semua kecamatan. Namun hal itu umumnya tidak diikuti oleh sektor sekunder terutama industri pengolahan. Padahal sektor ini merupakan sektor yang bisa diharapkan untuk memperoleh nilai tambah dari produk pertanian. Setelah pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan sektor industri pengolahan menjadi sektor basis hanya di kecamatan Watukumpul, sedangkan di empat kecamatan lain tidak. Sektor-sektor tersier lain ternyata menjadi sektor basis di antaranya sektor perdagangan, hotel, dan restoran di kecamatan Moga dan Randudongkal. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan menjadi sektor basis di kecamatan Moga, Pulosari, dan Belik. Sedangkan sektor jasa-jasa terdapat di Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul. Melihat perkembangan sektor tersier yang berkembang, sementara sektor sekunder yang terkait langsung dengan sektor primer kurang berkembang, maka diindikasikan bahwa di kawasan Agropolitan telah terjadi efek spill over yang lebih besar dibandingkan dengan dorongan untuk berkembangnya kawasan Agropolitan. Kota-kota kecil ini berkembang lebih banyak untuk menangkap demand dari luar dibandingkan untuk mendorong perkembangan
80
daerah hinterlandnya. Daerah hinterland yang merupakan pusat produksi pertanian seharusnya dapat difasilitasi dengan lebih banyak fasilitas umum dan penunjang agribisnis di pusat pertumbuhan (kota kecil). Kota-kota kecil tersebut ternyata berkembang untuk memenuhi permintaan dari luar kawasan misalnya fasilitas penunjang pariwisata berupa hotel dan rumah makan yang berkembang di Kecamatan Moga. Sedangkan di Kecamatan Randudongkal selain berkembang subsektor hotel juga perdagangan. Industri pengolahan yang perkembangannya selama ini tidak mengikuti pemusatan pada aktivitas sektor pertanian juga dimungkinkan oleh karena sebagian besar produk tidak dijual dalam bentuk olahan. Industri pengolahan dari produk pertanian hanya sebagian kecil dan berada di Kecamatan Watukumpul yaitu sapu gelagah, minyak nilam, serta pengolahan kayu. Komoditas unggulan selain gelagah, nilam, dan kayu umumnya sedikit yang dijual dalam bentuk olahan. Komoditas tanaman pangan yaitu padi dan jagung dijual dalam bentuk kering panen dan bukan olahan. Komoditas tanaman perkebunan berupa cengkeh dijual dalam bentuk kering panen, sedangkan teh dan jahe dalam bentuk segar. Hanya sebagian kecil petani teh mengolah daun teh menjadi teh kering asli untuk dikonsumsi sendiri dan dijual ke pasar lokal. Komoditas teh juga sudah mulai berkurang dan tidak memusat di suatu daerah tertentu akibat banyaknya tanaman yang dibongkar dan diganti dengan tanaman sayuran yang dianggap lebih menguntungkan. Tanaman hortikultura sayuran berupa kobis, cabai, tomat, dan kentang yang banyak dikembangkan di Kecamatan Pulosari dan Belik dijual dalam bentuk segar, tidak ada proses pengolahan, hanya prosesing pencucian, sortasi, dan grading saja. Komoditas tanaman hortikultura buah-buahan berupa durian, mangga, rambutan yang menjadi unggulan di Kecamatan Randudongkal juga dijual dalam bentuk segar. Sedangkan buah nanas di Kecamatan Belik lebih banyak dijual dalam bentuk segar daripada olahan. Pengrajin keripik dan manisan nanas hanya ada satu kelompok dan memproduksi dalam skala kecil saja. Sedangkan untuk komoditas ternak yaitu sapi dan kambing serta perikanan darat tidak dijual dalam bentuk olahan.
81
Pangsa Sektoral terhadap PDRB Pangsa sektoral terhadap PDRB menggambarkan berapa besar peranan dari setiap sektor terhadap PDRB di suatu wilayah. Perubahan pangsa sektoral antar waktu di suatu wilayah akan menunjukkan adanya perubahan struktur ekonomi di wilayah tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi pergeseran pangsa sektoral PDRB di kawasan Agropolitan sejak tahun 2000 sampai 2006. Pergeseran yang besar berupa peningkatan terhadap pangsa PDRB terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor lain yang pangsanya sedikit meningkat adalah sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan
dan
komunikasi. Sedangkan sektor
pertambangan dan penggalian sangat kecil pangsanya walaupun ada peningkatan. Sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian yaitu dari sekitar 40% menjadi 35%. Sedangkan sektor industri pengolahan juga mengalami sedikit penurunan (Gambar 14). Jasa-jasa
100% 90%
Keuangan, Persewaan, danJasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20% 10% 0% 2000
2003
2005
Pertambangandan penggalian Pertanian
Tahun
Gambar 14 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kawasan Agropolitan Di luar kawasan Agropolitan juga terjadi pergeseran pangsa sektoral PDRB sejak tahun 2000 sampai 2006. Perubahan pangsa tersebut terutama pada sektor pertanian dan industri pengolahan yang menurun dan diikuti dengan pangsa sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang meningkat. Namun besarnya perubahan pangsa tersebut relatif lebih kecil dibandingkan dengan di kawasan Agropolitan (Gambar 15).
82
100% Jasa-jasa
90%
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20% 10%
Pertambangan dan penggalian Pertanian
0% 2000
2003
2005
Tahun
Gambar 15 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Luar Kawasan Agropolitan Dari hal tersebut berarti bahwa pergeseran pangsa sektoral PDRB lebih besar terjadi di kawasan Agropolitan. Pergeseran dominasi sektor pertanian ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran terjadi di semua kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Perubahan terbesar terjadi di Kecamatan Moga dan Randudongkal (Gambar 16). Pangsa Sektoral PDRBdi Kecamatan Moga
Pangsa Sektoral PDRBdi Kecamatan Randudongkal 100%
100%
Jasa-jasa
90%
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80%
Listrik, Gas, danAir Bersih Industri Pengolahan
30%
Pertambangan dan penggalian Pertanian
10%
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2000
2003 Tahun
2005
Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
20%
Pertambangan dan penggalian Pertanian
0% 2000
2003
2005
Tahun
Gambar 16 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Moga dan Randudongkal Pangsa sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kecamatan Moga yang meningkat disebabkan oleh letaknya yang strategis dan menjadi transit dari jalur wisata ke obyek wisata, menyebabkan di Kecamatan Moga berkembang beberapa hotel. Selain itu banyak muncul rumah makan dengan konsep wisata karena daerah ini memiliki pemandangan alam yang indah dan mudah dijangkau. Sedangkan di kecamatan Randudongkal berkembang perdagangan dan perhotelan
83
serta jasa-jasa karena kecamatan ini telah berkembang menjadi pusat pelayanan di kawasan Agropolitan dan wilayah lain di bagian selatan Kabupaten Pemalang. Walaupun pangsa sektor pertanian di dalam kawasan Agropolitan menurun tetapi nilai PDRB sektor petanian sebenarnya meningkat dengan laju peningkatannya lebih kecil dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pangsa sektor pertanian yang masih tinggi terdapat di Kecamatan Watukumpul yaitu masih lebih dari 50% dalam pangsanya terhadap PDRB (Gambar 17). Sektor industri pengolahan secara umum mengalami penurunan tetapi khusus di Kecamatan Watukumpul justru meningkat dan cukup besar sumbangannya terhadap PDRB yaitu melebihi 20%. Hal ini dimungkinkan karena di Kecamatan Watukumpul banyak terdapat industri pembuatan sapu gelagah. Pada tahun 2004 juga banyak bermunculan industri pengolahan minyak atsiri dari tanaman nilam. Sayangnya setelah terjadi penurunan harga pada awal tahun 2007 perkembangan industri ini menurun. Pangsa Sektoral PDRBdi Kecamatan Belik
Pangsa Sektoral PDRBdi Kecamatan Pulosari 100%
100%
Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danJasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, danAir Bersih IndustriPengolahan
30% 20% 10% 0% 2000
2003
2005
Jasa-jasa
90%
90%
Pertambangandan penggalian Pertanian
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20%
Pertambangan dan penggalian Pertanian
10% 0% 2000
2003
Tahun
2005
Tahun
Pangsa Sektoral PDRBdi Kecamatan Watukumpul 100%
Jasa-jasa
90% Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20%
Pertambangan dan penggalian Pertanian
10% 0% 2000
2003
2005
Tahun
Gambar 17 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul Penurunan pangsa sektor pertanian juga terjadi di luar kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang. Di Kecamatan Warungpring sebagai kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun 2001 telah
84
berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran sedangkan sektor pertanian menurun walaupun pangsa terhadap PDRB masih paling tinggi dibandingkan sektor lain. Di Kecamatan Bodeh yang letaknya bukan di jalur utama antar kecamatan masih mengandalkan sektor pertanian walaupun juga mengalami penurunan. Sektor lain di Kecamatan Bodeh merata dan hanya mencapai sekitar 10% saja. Sedangkan di Kecamatan Bantarbolang yang letaknya dekat ibu kota Kabupaten Pemalang berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pangsa Sektoral PDRBdi KecamatanWarungpring 100%
Pangsa Sektoral PDRBdi KecamatanBodeh 100%
Jasa-jasa
90%
Jasa-jasa
90%
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20% 10% 0% 2000
2003
2005
Pertambangan dan penggalian Pertanian
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20% 10%
Pertambangan dan penggalian Pertanian
0% 2000
2003
Tahun
2005
Tahun
Pangsa Sektoral PDRBdi Kecamatan Bantarbolang 100%
Jasa-jasa
90% Keuangan, Persewaan, danJasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan
80% 70% 60% 50% 40%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Pengolahan
30% 20% 10% 0% 2000
2003
2005
Pertambangan dan penggalian Pertanian
Tahun
Gambar 18 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang. Secara umum baik di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan sektor pertanian sebagai sektor primer telah mulai menurun peranannya, diikuti dengan peningkatan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Bahkan di Kecamatan Moga dan Randudongkal pangsa terhadap PDRB dari sektor sektor perdagangan, hotel, dan restoran telah melebihi sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa di kedua kecamatan tersebut telah berkembang ekonominya menjadi wilayah yang telah berkembang. Menurut Arifin (2004) menurunnya pangsa sektor pertanian terhadap PDRB sesuai dengan Hukum Engle yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, maka proporsi terhadap bahan-bahan makanan (yang diproduksi oleh sektor
85
pertanian) akan makin menurun. Elastisitas permintaan terhadap makanan lebih kecil dari satu (inelastic) sehingga peningkatan permintaan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap barang-barang hasil sektor industri dan jasa. Penyebab lainnya adalah penurunan harga riil (real price) komoditas pertanian apabila dibandingkan dengan harga komoditas sektor lain misalnya industri dan jasa. Hal ini berakibat nilai PDRB sektor pertanian relatif lebih rendah dibanding sektor lain.
Persepsi tentang Dampak Kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap Tingkat Pendapatan Hubungan antara Komoditas, Aktivitas, dan Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi Persepsi petani terhadap dampak pengembangan kawasan Agropolitan diduga mempunyai hubungan dengan komoditas, aktivitas, dan lokasi tempat tinggal petani. Untuk melihat hubungan tersebut diuji dengan analisis nonparametrik Chi Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada tidak ada hubungan antara aktivitas petani dengan tingkat persepsinya, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 18, di mana nilai Asymp Sig (2-sided) pada Pearson Chi-Square adalah 0,232 (lebih besar dari 0.05). Hal ini berarti di antara petani yang hanya terlibat sektor on farm, terlibat sektor off farm, dan petani yang menjadi pedagang pengumpul tidak berbeda dalam hal persepsinya tentang manfaat Pengembangan Agropolitan. Tabel 18. Hasil Analisis Chi-Square hubungan antara Aktivitas petani dengan persepsi Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2-sided)
df
2,921(a)
2
0,232
Likelihood Ratio
2,583
2
0,275
Linear-by-Linear Association
0,027
1
0,869
N of Valid Cases
54
a 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.04.
86
Demikian pula dengan lokasi tempat tinggal petani tidak ada hubungannya dengan tingkat persepsinya, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 19 di mana nilai Asymp Sig (2-sided) pada Pearson Chi-Square adalah 0,095 (lebih besar dari 0,05). Hal ini berarti bahwa petani yang tinggal di desa pusat pertumbuhan (DPP) maupun di hinterlandnya tidak berbeda dalam hal persepsinya. Tabel 19. Hasil Analisis Chi-Square hubungan antara Lokasi tempat Tinggal Petani dengan persepsinya Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2-sided)
df
2,789(b)
1
0,095
Continuity Correction(a)
1,486
1
0,223
Likelihood Ratio
4,585
1
0,032
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (1-sided)
0,178 2,738
1
0,104
0,098
54
a Computed only for a 2x2 table b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.85.
Sedangkan komoditas yang diusahakan petani ada hubungannya dengan tingkat persepsi, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 20 yaitu nilai Asymp. Sig (2-sided) pada Pearson Chi-Square sebesar 0,016 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti petani yang mengusahakan komoditas tertentu merasakan manfaat program Pengembangan Agropolitan sedangkan petani komoditas yang lain tidak merasakannya. Tabel 20. Hasil Analisis Chi-Square hubungan antara Komoditas dengan persepsi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
10,350(a)
3
0,016
13,072
3
0,004
0,047
1
0,829
54
a 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.
87
Secara deskriptif dapat dilihat pada Tabel 21 bahwa yang mempunyai persepsinya tinggi hanya petani komoditas tanaman hortikultura dan perkebunan. Sedangkan petani komoditas pangan dan kehutanan semua mempunyai persepsi yang rendah. Tabel 21. Tingkat persepsi petani berdasarkan komoditas yang diusahakan Jenis Komoditas
Tingkat Persepsi
Total
Tinggi
Rendah
Tan. Pangan
0
12
12
Tan. Hortikultura
6
8
14
Tan. Perkebunan
4
15
19
Tan. Kehutanan
0
9
9
Total
10
44
54
Berdasarkan jenis tanaman yang dikembangkan petani ada tujuh jenis yaitu untuk komoditas tanaman pangan dengan jenis tanaman padi, komoditas tanaman hortikultura dengan jenis tanaman sayuran dan nanas, komoditas tanaman perkebunan dengan jenis tanaman kopi, teh, dan gelagah, serta komoditas tanaman kehutanan dengan jenis tanaman kayu-kayuan utamanya sengon laut. Petani yang lebih merasakan manfaat adanya kawasan Agropolitan adalah petani komoditas tanaman hortikultura dan dilanjutkan komoditas tanaman perkebunan. Sedangkan petani komoditas tanaman pangan dan kehutanan tingkat rendah atau kurang merasakan manfaat dari program pengembangan kawasan Agropolitan. Perbedaan persepsi tersebut disebabkan karena petani komoditas hortikultura dan perkebunan lebih banyak mendapatkan jenis bantuan baik modal, peralatan, maupun sarana prasarana untuk pengembangan komoditas daripada petani komoditas tanaman pangan dan kehutanan. Bantuan untuk petani hortikultura untuk jenis tanaman sayuran di desa Gombong kecamatan Belik adalah pembangunan subterminal agribisnis (STA) sayuran, peralatan
keranjang sayuran, bantuan modal untuk kelompok tani
sayuran, dan bantuan permodalan usaha agribisnis. Pembangunan sarana prasarana untuk kepentingan masyarakat desa Gombong yang telah dibuat adalah jalan poros desa dan jalan lingkar ke STA. Selama ini desa Gombong memang menjadi prioritas kegiatan pengembangan kawasan Agropolitan. Sedangkan
88
petani sayuran di desa Kuta kecamatan Belik mendapat bantuan berupa permodalan untuk kelompok tani dan pembangunan halte sayuran. Petani hortikultura jenis tanaman nanas mendapat bantuan berupa satu buah peralatan vacuum frying untuk membuat keripik nanas dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, bantuan peralatan dan pelatihan pembuatan manisan dan sirup nanas dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pemalang. Sedangkan untuk pedagang nanas yang berjualan di pinggir jalan raya antara Kecamatan Randudongkal dan Belik diberikan bantuan kios buah untuk memasarkan nanas segar maupun olahan serta makanan kecil sebagai oleh-oleh. Petani komoditas perkebunan jenis tanaman kopi banyak mendapat bantuan di antaranya adalah peralatan mesin sosoh dan pembuat bubuk kopi, permodalan untuk kelompok tani kopi, dan pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT). Kelembagaan Asosiasi Petani Kopi (APEKI) juga mempunyai peranan dalam upaya mendorong petani untuk meningkatkan produksi kopi. Bangunan STA Unit Prosesing Kopi telah dibangun dari biaya Pemerintah Pusat setahun yang lalu, sayangnya masih belum difungsikan karena kendala lokasi yang dianggap kurang tepat oleh para petani kopi. Petani komoditas perkebunan jenis teh pernah mendapat bantuan permodalan pada tahun 1980an dan setelah pelaksanaan program Agropolitan tidak pernah mendapat bantuan lagi. Sebagai komoditas unggulan di Kecamatan Pulosari ternyata komoditas teh belum mendapatkan cukup perhatian dari Pemerintah untuk pengembangannya. Tanaman teh yang ada sebagian dibongkar untuk ditanami sayur-sayuran yang dianggap lebih menguntungkan. Sedangkan petani gelagah pernah mendapat bantuan modal kepada kelompok tani untuk pengembangan tanaman maupun usaha pembuatan sapu. Saat ini bantuan tersebut kurang berkembang. Petani sudah tidak lagi menanam gelagah walaupun sebagian besar petani juga menjadi pengrajin sapu gelagah. Mereka lebih suka membeli gelagah dari pedagang yang bahannya diambil dari kabupaten lain yaitu Purbalingga. Di Purbalingga pengembangan gelagah telah dilakukan di bawah tegakan tanaman hutan milik Perhutani. Pada saat berkembang tanaman nilam maka tanaman gelagah yang ada di lahan
mereka
diganti
dengan
tanaman
nilam
karena
dianggap
lebih
89
menguntungkan dengan alasan daur produksi yang pendek dan harga produksi yang lebih mahal dari gelagah. Sayang komoditas nilam ini pernah pula mengalami penurunan harga yang drastis pada awal tahun 2007 sehingga petani mengganti lagi dengan komoditas lain di antaranya kayu-kayuan dan tanaman semusim lainnya. Akhir tahun 2007 harga minyak nilam kembali meningkat dan petani mulai tertarik lagi untuk mengembangkan nilam, baik di lahan sawah maupun di bawah tegakan tanaman kayu-kayuan. Pada saat penelitian petani tetap belum tertarik kembali menanam gelagah yang dibutuhkan untuk usaha kerajinan bagi petani yang menjadi pengrajin maupun yang khusus menjadi pengrajin sapu di desa tersebut. Padahal harga bahan baku sapu ini semakin meningkat setelah masa panen malai bunga gelagah terlampaui. Petani dan pengrajin sapu belum mau membentuk kelembagaan seperti koperasi yang seharusnya dapat memberi modal untuk pembelian bahan baku sapu yang berupa malai bunga gelagah pada saat panen raya dengan harga yang lebih murah.
Malai bunga gelagah ini dapat disimpan selama setahun
sampai masa panen di tahun berikutnya. Petani komoditas kehutanan dengan jenis tanaman kayu-kayuan terutama sengon laut banyak berada di kecamatan Belik dan Watukumpul. Mereka mendapat bantuan dari program bidang kehutanan dari Pemerintah Kabupaten maupun Departemen Kehutanan misalnya proyek penghijauan dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL). Bantuan yang diberikan berupa bibit tanaman dan bantuan insentif penanaman di lahan kritis dan untuk penyelamatan sumber daya tanah dan air. Walaupun bantuan tersebut tidak merupakan bagian dari program Pengembangan Agropolitan, tetapi petani kehutanan di kawasan Agropolitan merasakan adanya perhatian dari Pemerintah. Sedangkan petani komoditas tanaman pangan dengan jenis tanaman padi hanya menerima bantuan berupa bibit padi dan jagung yang diterima pada akhir tahun 2007. Pemberian bantuan ini dilakukan di seluruh kabupaten dan bukan merupakan program khusus di kawasan Agropolitan. Selain bantuan tersebut jarang ada bantuan yang dirasakan petani sehingga persepsi petani komoditas tanaman pangan tentang manfaat program Agropolitan lebih rendah.
90
Selain komoditas tanaman di kawasan Agropolitan juga dikembangkan komoditas ternak yaitu sapi potong. Dalam analisis ini komoditas sapi potong tidak dimasukkan karena beberapa komponen dalam sistem agribisnisnya agak berbeda dengan komoditas tanaman. Bantuan untuk pengembangan ternak sapi dilakukan cara gaduhan yaitu petani mendapatkan bibit sapi dan membesarkannya dengan sistem kereman. Setelah berat sapi meningkat dan menguntungkan maka sapi dijual, hasil penjualan dibagi kepada petani 60% dan Pemerintah 40%. Dengan cara gaduhan ini petani telah merasakan manfaatnya dan gaduhan tetap berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya harapan bagi petani untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi bila memelihara sapinya dengan baik. Sedangkan untuk komoditas perikanan darat, petani hanya mendapatkan bantuan bibit ikan, pakan, obat-obatan, dan biaya perbaikan kolam pada tahun 2004 dan 2005. Komoditas ini kurang berkembang karena pemasaran hasil yang kurang bagus, sehingga usaha budidaya ikan bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan Moga hanya sebagai usaha sampingan saja. Pengembangan
komoditas
unggulan
di
kawasan
Agropolitan
Waliksarimadu mengalami kendala dimungkinkan akibat komoditas unggulan yang ditetapkan terlalu banyak dan tersebar di beberapa kecamatan dalam kawasan
Agropolitan.
Menurut
masterplan
Pengembangan
Agropolitan
Waliksarimadu komoditas unggulan yang ada meliputi tanaman pangan (padi dan jagung), tanaman perkebunan (gelagah, cengkeh, teh, jahe), tanaman hortikultura sayuran (kobis, cabai, tomat, kentang), tanaman hortikultura buah-buahan (nanas, durian, mangga, rambutan), ternak (sapi, kambing), dan perikanan darat. Dalam kenyataannya pengembangan komoditas itu lebih banyak difokuskan pada komoditas sayuran dan sapi, terbukti dari banyaknya anggaran yang diberikan untuk pengembangan komoditas tersebut. Sedangkan anggaran untuk komoditas yang lain sangat kurang untuk pengembangannya. Hal ini dapat dimaklumi akibat terlalu banyak komoditas unggulan yang ditetapkan sementara anggaran terbatas maka tidak semua komoditas bisa dikembangkan.
91
Asosiasi Petani berdasarkan Komoditas dengan unsur persepsinya Apabila dianalisis lebih lanjut dengan correspondent analysis dapat dilihat kecenderungan petani komoditas tertentu dengan unsur persepsi (Gambar 19). Petani komoditas tanaman pangan lebih merasakan manfaat dari segi peningkatan penyuluhan dan fasilitasi oleh Pemerintah. Fasilitasi yang dimaksud adalah bantuan benih padi dan jagung kepada petani. Semua responden menjawab adanya peningkatan bantuan karena mereka mendapat benih padi dan sebagian yang lain mendapat benih jagung sesuai kondisi lahannya. Namun penyuluhan tidak mengalami peningkatan. Hal ini dimungkinkan karena petani komoditas tanaman pangan dianggap telah mampu membudidayakan tanaman dengan pengalamannya bertahun-tahun menanam komoditas yang sama. Petani komoditas hortikultura lebih banyak merasakan manfaat di antaranya adalah mengetahui kegiatan-kegiatan pengembangan Agropolitan yang ada di desanya. Petani sayuran terutama di Desa Gombong memang banyak menerima bantuan peralahan, modal, dan pembangunan prasarana sehingga mereka lebih banyak mengetahui tentang bantuan tersebut. Mereka juga merasakan manfaat sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan baik pembangunan jalan maupun STA, serta perlatan-peralatan penunjang. Petani sayuran juga lebih banyak mendapatkan tawaran kerja sama terutama dari industri pengolahan misalnya PT Indofood dan PT ABC untuk pengembangan cabai dan nanas. Tawaran kerja sama tersebut tidak selalu berlanjut dengan kesepakatan kerja sama, namun paling tidak menunjukkan bahwa petani dianggap mempunyai prospek sebagai penyedia bahan baku bagi industri pengolahan bahan pangan. Kendalanya adalah akibat tidak ada sumber air maka pengembangan beberapa jenis tanaman sayuran tidak bisa dilakukan sepanjang tahun, tetapi hanya pada musim penghujan saja. Petani hortikultura khususnya sayuran merasakan harga sarana produksi yang lebih murah karena semakin mudahnya mendapatkan sarana produksi pertanian di desa mereka dengan harga yang sama dengan daerah lain dengan biaya transportasi yang lebih murah. Mereka juga merasakan hasil produksi meningkat setelah ada program Agropolitan. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh pengalaman berusaha tani dan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah (Dinas
92
Pertanian) maupun swasta (pengusaha sarana produksi pertanian) dan kelompok tani/asosiasi.
Peningkatan
ini
juga
dapat
diakibatkan
oleh
kemudahan
mendapatkan sarana produksi pertanian sehingga mendorong peningkatan produksi. Petani juga merasakan munculnya usaha sampingan misalnya petani nanas dengan melakukan usaha pengolahan buah nanas menjadi manisan, keripik, dan sirup nanas. Beberapa penduduk menjadi pedagang buah nanas di kios buah bantuan dari Pemerintah Kabupaten Pemalang. Sedangkan petani sayuran mendapat usaha sampingan dengan menjadi pekerja prosesing (pencucian dan sortir). Dengan kemajuan usaha tani mereka maka petani merasakan adanya peningkatan pendapatan setelah adanya program Pengembangan Agropolitan. Kendala dalam pengembangan komoditas hortikultura jenis sayuran adalah masih rendahnya persepsi petani tentang pentingnya konservasi tanah yang berakibat kurangnya penerapan teknik konservasi tanah di sentra pengembangan sayuran di Desa Gombong. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penanaman sayuran yang sampai ke puncak bukit yang tingkat kelerengannya tinggi. Beberapa petani melakukan penanaman dengan arah barisan yang searah kelerengan, bukan searah kontur dan tidak dibuat teras pula. Akibatnya sering terjadi erosi pada musim penghujan yang menyebabkan hilangnya lapisan tanah topsoil yang lebih subur. Walaupun selalu diberi pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan, tetapi mudah hilang juga karena terbawa aliran air hujan. Dampaknya dalam jangka panjang adalah semakin menurunnya produktivitas lahan. Petani komoditas perkebunan merasakan manfaat sarana dan prasarana di kawasan agropolitan terutama pembangunan jalan dan peralatan pengolah kopi. Mereka juga merasakan kemudahan modal terutama petani kopi dan gelagah karena mendapatkan bantuan modal dari Pemerintah Kabupaten. Kemudahan dalam pemasaran mereka rasakan terutama petani kopi setelah ada asosiasi petani kopi. Mereka juga merasakan meningkatnya harga jual dengan adanya asosiasi petani kopi yang membeli kopi dari petani dengan harga pasar yang tinggi untuk kopi yang kualitasnya baik. Petani juga bisa mendapatkan informasi tentang
93
harga pasar sehingga mereka dapat menjual dengan harga tinggi ke pedagang mana pun bila kualitas bagus. Petani komoditas perkebunan juga merasakan munculnya usaha sampingan terutama petani kopi dengan menjadi pengolah kopi kering maupun kopi bubuk, petani teh dengan membuat teh olah siap minum tanpa tambahan melati untuk pasaran lokal, dan petani gelagah untuk pembuatan sapu. Produk tanaman perkebunan di sana memang merupakan produk yang banyak membutuhkan pengolahan sebelum dijual dibanding produk sayuran dan padi.
2D Plot of Row and Column Coordinates; Dimension: 1 x 2 Input Table (Rows x Columns): 4 x 15 Standardization: Row and column profiles
Dimension 2; Eigenvalue: .10898 (25.67% of Inertia)
1.6 1.4 10 1.2 1.0 0.8
4
0.6
2
0.4
9
Perkebunan
11 5
6 Kehutanan
0.2 8
0.0 -0.2
7
15 14
Hortikultura
3
12 1
-0.4
Pangan 13
-0.6 -0.8 -1.2
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Komoditas Unsur Persepsi
Dimension 1; Eigenvalue: .21741 (51.20% of Inertia)
Keterangan: 1 : mengetahui kegiatan 2 : merasakan manfaat sarana dan prasarana 3 : merasakan peningkatan penyuluhan dan fasilitasi 4 : merasakan kemudahan modal 5 : ada pihak yang bekerja sama 6 : kemudahan sarana produksi
7 : harga saprodi lebih murah 8 : hasil produksi meningkat 9 : pemasaran mudah 10: harga jual meningkat 11: munculnya usaha sampingan 12: meningkatkan pendapatan 13: ada peningkatan belanja 14: tetap ingin tinggal di desa 15: mau memeihara sarana prasarana
Gambar 19 Hubungan antara komoditas dengan unsur-unsur persepsi
94
Petani komoditas kehutanan (tanaman kayu-kayuan) lebih merasakan manfaat dalam meningkatnya penyuluhan dan fasilitasi oleh pemerintah terutama dari kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Penyuluhan dilakukan terutama teknis penanaman dan pelatihan bagi kelompok tani untuk pembekalan manajerial dan teknis kegiatan. Mereka merasakan kemudahan memperoleh sarana produksi karena selain bibit bantuan, petani mudah mendapatkan bibit tanaman sengon maupun kayukayuan lainnya yang dijual keliling oleh pedagang dengan colt terbuka. Mereka juga merasakan kemudahan dalam pemasaran karena banyaknya pedagang kayu yang mendatangi petani untuk membeli tanaman kayu-kayuan yang ada di ladang mereka. Petani langsung menerima uang tanpa harus mengeluarkan biaya tebang dan angkut karena pedagang yang akan memperkejakan orang sebagai penebang dan pengangkut kayu dari ladang ke jalan untuk kemudian diangkut dengan truk atau colt. Pedagang tersebut umumnya orang lokal yang akan mengolah menjadi kayu bahan bangunan atau menjual ke pedagang besar untuk kemudian dikirim ke luar kota. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Selanjutnya dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dengan menggunakan analisis logit. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor umur petani dan variabel Dummy 2 (keaktifan dalam kelompok tani yang tinggi dan rendah) yang secara signifikan mempengaruhi tingkat persepsinya (Tabel 22) pada tingkat signifikan 5%, sedangkan pada tingkat signifikan 10% tingkat pendapatan juga berpengaruh terhadap tingkat persepsi petani. Bila dilihat dari nilai B atau konstanta untuk umur yang bernilai negatif maka dapat diindikasikan bahwa dengan semakin bertambahnya usia petani maka peluang untuk memberikan persepsi manfaat program semakin rendah. Hal ini dapat dipahami karena petani yang lebih muda lebih respon terhadap upaya peningkatan pendapatan. Mereka dapat merasakan program yang dicanangkan mempunyai tujuan untuk kesejahteraan petani. Para pemuda yang tidak tertarik dalam usaha pertanian umumnya bekerja di kota besar, sedangkan yang merasakan keuntungan dalam berusaha tani tetap bekerja di desa sebagai petani.
95
Berdasarkan tingkat keaktifan, petani yang lebih aktif dalam kelompok tani mempunyai peluang untuk memberikan persepsi lebih tinggi tentang manfaat program dibandingkan petani yang tidak aktif. Hal ini dapat dipahami karena petani yang aktif lebih banyak medapatkan informasi tentang program-program Pemerintah, merasakan manfaat penyuluhan, dan mengetahui manfaat bantuan dan fasilitasi. Tabel 22. Hasil analisis logit model faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Umur
-0,533
0,262
4,159
1
0.041**
0,587
Pendidikan
-0,285
0,309
0,850
1
0.356
0,752
Lhn_milik
4,594
2,909
2,495
1
0.114
98,931
Lhn_garap
-6,774
4,022
2,837
1
0.092
0,001
Pendapatan
0,124
0,073
2,872
1
0.090*
1,132
D1(1)
19,023
7312,060
0,000
1
0.998
D2(1)
9,623
4,555
4,462
1
0.035**
Constant
8,708
7312,073
0,000
1
0.999
182.650.038,324 0,000 6049,897
a Variable(s) entered on step 1: Umur, Pendidikan, Lhn_milik, Lhn_garap, Pendapatan, D1, D2. * signifikan pada taraf 10% (0,10) ** signifikan pada taraf 5% (0,05)
Dengan persepsi yang lebih baik dari pada petani yang lebih muda dan yang terlibat aktif dalam kelompok tani maka pengembangan kawasan Agropolitan akan lebih berhasil bila melibatkan para pemuda yang tertarik dalam usaha tani. Selain itu perlu ditingkatkan peranan kelompok tani sebagai media untuk belajar dan memudahkan dalam penyuluhan.
96
Peran Kelembagaan Kelembagaan Pemerintah Peranan
pemerintah
dalam
memfasilitasi
pengembangan
kawasan
agropolitan didasarkan pada Undang-Undang tentang Otonomi Daerah di mana titik berat otonomi daerah adalah pada kabupaten/kota maka penanggung jawab Program Pengembangan Kawasan Agropolitan adalah Bupati/Walikota. Peranan utama dari pemerintah Kabupaten/Kota adalah: 1. Merumuskan program, kebijakan operasional, dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan; 2. Mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam mempersiapkan master plan, program, dan melaksanakan program kawasan agropolitan; 3. Menumbuhkembangkan kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan (monitoring dan evaluasi) juga pada dasarnya dilakukan dan ditetapkan oleh masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi dan Pusat berperan dalam melaksanakan fasilitasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota agar kegiatan pengembangan kawasan agropolitan di lapangan berjalan lancar. Bupati/Walikota membentuk Pokja Agropolitan dengan wadah Sekretariat Pokja (Kelompok Kerja) untuk membantu pelaksanaan peran pemerintah Kabupaten dalam pengembangan kawasan agropolitan secara sinergi mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan. Pokja berfungsi sebagai simpul koordinasi dan memperlancar penyelenggaraan program pengembangan kawasan agropolitan. Pokja Agropolitan di Kabupaten Pemalang diketuai oleh Asisten Sekda bidang Ekonomi dan Pembangunan. Keanggotaan Pokja terdiri atas unsur Dinas yang
menangani
bidang
Kehutanan, Koperasi,
Pertanian,
Peternakan,
Perkebunan,
Perikanan,
Pekerjaan Umum, Perindustrian dan Perdagangan,
Bappeda, Lingkungan Hidup, Pertanahan, Dipenda, Bagian Perekonomian,
97
Pemerintahan, Camat, Tokoh Masyarakat, KTNA, HKTI. Tugas fungsi Pokja tingkat Kabupaten adalah: a. Mempersiapkan dan melaksanakan sosialisasi, b. Menyiapkan petunjuk teknis dan bahan-bahan informasi, c. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan, d. Pemecahan
masalah
yang
dihadapi
dalam
melaksanakan
program
pengembangan kawasan agropolitan, e. Menyampaikan informasi kepada instansi tersebut untuk ditindaklanjuti, f. Membuat laporan berkala kepada Bupati/Walikota. Sebagai Pos Simpul Koordinasi (POSKO) telah dibentuk Sekretariat Pokja. Posko ini merupakan “dapur pengolah” data dan informasi, agar tugas dan fungsi Pokja berjalan sebagaimana mestinya. Sekretaris Pokja adalah pejabat fungsional di Kelompok Jabatan Fungsional Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang sebagai koordinator Posko yang dibantu beberapa tenaga pengelola. Di tingkat kawasan telah ditetapkan Koordinator Lapangan dan Pemandu Lapangan. Koordinator Lapangan sebagai penanggung jawab lapangan di tingkat kawasan agropolitan yang juga sebagai koordinator bagi pemandu lapangan yang ada di tingkat desa. Koordinator lapangan adalah koordinator Penyuluh Pertanian di kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal. Sedangkan pemandu lapangan adalah para penyuluh senior di wilayah binaan dalam kawasan agropolitan. Kegitan fasilitasi Pemerintah (pusat dan daerah) terutama diarahkan untuk kegiatan sebagai berikut: a. Menyusun dan menyebarkan pedoman-pedoman/petunjuk teknis/petunjuk praktis dalam rangka mengembangkan program rintisan pengembangan kawasan agropolitan, b. Memberikan sosialisasi program kepada stakeholder, c. Melaksanakan pelatihan bagi aparat, pemandu lapangan dan tokoh masyarakat (petani), d. Membantu pembuatan rencana/program pembangunan jangka menengah (matrik program) dan Detail Engineering Design program tahun 2002,
98
e. Membantu melaksanakan identifikasi dan penyusunan program, f. Membantu melaksanakan program sesuai dengan program yang disusun masyarakat (yang difasilitasi pemerintah daerah), terutama yang menyangkut: 1) Pengembangan Balai Penyuluhan Pertanian sebagai Klinik Konsultasi Agribisnis
serta
mengarahkannya
menjadi
Balai
Penyuluhan
Pembangunan, 2) Pengembangan kelompok tani/kontak tani terpilih sebagai sentra pembelajaran dan pengembangan agribisnis, 3) Kursus/magang petani sesuai kebutuhan, 4) Pembuatan/pemeliharaan infrastruktur (jalan, irigasi, pasar, air bersih, dan sebagainya) sesuai dengan rencana program, 5) Pemberian BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) sesuai kebutuhan, 6) Memfasilitasi investor untuk pengembangan usaha agribisnis, 7) Memfasilitasi permodalan petani dari perbankan, 8) Pembinaan petani kecil (di lokasi P4K) g. Membantu memecahkan masalah, h. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program. Kendala dalam kaitan dengan peranan Pokja Agropolitan adalah belum optimalnya fungsi koordinasi pelaksanaan kegiatan untuk pengembangan kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Pokja lebih bersifat menerima laporan dari instansi terkait dalam melaksanakan kegiatan di kawasan Agropolitan, tetapi seringkali tidak terkoordinasi sejak awal perencanaannya. Hal ini berakibat banyak kegiatan yang telah dilaksanakan di kawasan Agropolitan, tetapi belum tentu merupakan prioritas untuk pengembangan kawasan Agropolitan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana jangka menengah. Kelembagaan Petani dan Pedagang Sayuran Dari aspek kelembagaan petani yang terkait dengan komoditas sayuran telah berkembang kelompok tani dan asosiasi seperti asosiasi petani kentang, asosiasi petani dan pedagang hortikultura (APPH) Selaras, dan koperasi asosiasi. Kelembagaan yang menonjol dalam peranannya di kawasan agropolitan Waliksarimadu adalah Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) Selaras
99
yang menjadi pengelola Sub Terminal Agribisnis (STA), berkedudukan di Desa Gombong Kecamatan Belik. Kelembagaan ini mempunyai kepengurusan sebanyak 11 orang (Tabel 23) dengan keanggotaan terdiri atas para petani sayuran yang juga menjadi anggota kelompok tani dan pedagang sayuran di kecamatan Belik dan Pulosari. Pedagang sayuran umumnya juga menjadi petani dan merupakan penduduk asli di daerah tersebut. Tabel 23. Daftar Kepengurusan APPH No
Nama
Jabatan dalam Pengurus
Asal Kecamatan
1
Sulistiyono
Ketua
Belik
2
Hery
Wakil Ketua
Belik
3
Rustanto
Sekretaris I
4
Sutarno
Sekretaris II
Pulosari Belik
5
Tarno S.
Bendahara I
Belik
6
Sumar
Bendahara II
Pulosari
7
Farihin
Divisi Pemasaran
Belik
8
Ratno
Divisi Litbang
Belik
9
Sumaryo
Divisi Permodalan
Pulosari
10
Sugiyanto
Divisi Pengadan Saprotan
Belik
11
Muftahudin
Divisi Humas
Belik
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang (2006) Asosiasi ini berdiri sebagai upaya untuk menjamin kelancaran sistem agribisnis sayuran di Desa Gombong dan sekitarnya yang volume perdagangannya cukup besar, dengan pemasaran produknya dikirim ke luar daerah. Awalnya di Desa Gombong telah berdiri 27 kelompok tani yang anggotanya mengusahakan tanaman sayur-sayuran, mempunyai kendala dalam pemasaran yaitu harga yang terlalu rendah pada saat panen raya. Akhirnya beberapa kelompok tani yang anggotanya terdiri atas petani dan petani yang menjadi pedagang pengumpul maupun pedagang besar mendirikan Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan pemasaran tersebut. Bagi pedagang sayuran dengan adanya asosiasi diharapkan dapat lebih mudah untuk memperoleh barang dagangan (sayuran) yang akan dipasarkan secara rutin sesuai permintaan di luar daerah.
100
Dengan adanya program Pengembangan Agropolitan maka Pemerintah membangun STA di Desa Gombong sebagai tempat transaksi komoditas sayuran. Petani sekitar Gombong membawa hasil panennya ke STA dan pedagang membeli hasil panen petani di sana. Sebagian petani yang lain menjual sayurannya dengan sistem tebasan. Beberapa jenis sayuran yang dibawa petani ke STA secara rutin sampai saat ini adalah jenis caisim, bawang daun, dan labu siam, untuk kemudian dipasarkan secara lokal (ke pasar pagi Pemalang) dan ke luar daerah (Cirebon dan Purwokerto). Sedangkan cabai dan tomat lebih bersifat musiman, banyak terdapat pada bulan Mei sampai Agustus. Kelembagaan ini dapat berperan dalam menggerakkan petani hortikultura (sayuran) untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Hal ini disebabkan karena petani dapat memperoleh harga yang layak dari komoditas yang dijual. Jaringan pemasaran dengan para pedagang sayuran di kota lain menyebabkan APPH mudah mendapat informasi pasar untuk dasar penetapan harga sayuran di STA. Selain itu APPH mempunyai divisi litbang yang memberikan penyuluhan dan rekomendasi teknis kepada petani untuk meningkatkan produksi tanamannya. Sampai saat ini asosiasi ini tetap berjalan walaupun kegiatannya mulai banyak ke pengelolaan green house yang dibangun oleh Pemerintah sebagai percontohan budidaya dan promosi tanaman hias, juga sebagai tempat budidaya strawbery dan paprika yang membutuhkan kondisi lingkungan yang terkendali untuk mendapatkan kualitas yang baik. Beberapa pengurus APPH juga menjadi pengelola dalam budidaya di green house dengan pembagian tanggung jawab sesuai jenis tanaman. Pengelolaan hasil dari budidaya di green house dengan sistem bagi hasil untuk Pemerintah (Dinas Pertanian) sebanyak 40% dan APPH sebanyak 60%. Aktivitas di STA tetap berlangsung tetapi volume perdagangannya semakin menurun dibandingkan
pada awal pelaksanaan program Pengembangan
Agropolitan. Hal ini disebabkan beberapa petani menjual hasil panennya langsung ke pedagang dan tidak lewat STA. Sebagian petani yang lain menjual ke STA yang ada di kabupaten Purbalingga yang letaknya berbatasan dengan Kabupaten Pemalang. Selain itu ada pedagang yang membuat tempat prosesing sayuran sendiri sebagimana di STA sehingga mengurangi aktivitas perdagangan di STA.
101
Namun demikian perdagangan ke luar kota tetap berjalan dengan volume pengiriman sebanyak 20-30 ton/hari ke Jakarta (Cikampek) dan 15 ton/hari ke Semarang dan Cirebon. Rencana untuk pengembangan pemasaran sayuran adalah pengiriman untuk memenuhi perminatan dari Pulau Kalimantan untuk jenis sayuran tomat, kobis, dan kentang. Namun rencana ini masih mengalami kendala yaitu upaya mempertahankan kualitas produk selama pengiriman ke Kalimantan yang membutuhkan waktu lama. Banyaknya permintaan akan produk sayuran menyebabkan petani terus berusaha meningkatkan produksinya. Kelembagaan Petani Kopi Asosiasi Petani Kopi (APEKI) merupakan salah satu kelembagaan petani yang ada di kawasan agropolitan Waliksarimadu. Sekretariat berada di Desa Pulosari Kecamatan Pulosari. Asosiasi ini berperan dalam mengkordinasikan semua kelompok tani kopi di wilayah Kabupaten Pemalang. Jumlah kelompok tani yang tergabung dalam asosiasi ada 27 kelompok tani di empat kecamatan penghasil kopi yaitu kecamatan Pulosari, Belik, Moga, dan Watukumpul. Dalam perkembangannya asosiasi dapat memberikan solusi harga standar kopi di Kabupaten Pemalang. Harga standar kopi yang dapat dijual ke eksportir tingkat Jawa Tengah setelah ada asosiasi mencapai Rp 14.000,-/kg (tahun 2007), padahal sebelumnya hanya mencapai sekitar Rp 9.000,-/kg walaupun harga di pasaran bagus. Setelah terbentuk asosiasi makin banyak permintaan kopi oleh eksportir bukan hanya oleh eksportir dari Jawa Tengah tetapi juga dari Jakarta. Akibatnya ada persaingan harga di tingkat pedagang hingga mereka menawar harga kopi petani mencapai Rp 18.000,-/kg pada tahun 2007 dengan jumlah permintaan 2 ton tetapi belum bisa terpenuhi karena masih kurangnya produksi oleh petani. APEKI masih membebaskan para anggota untuk menjual kopinya ke eksportir yang datang langsung karena sampai saat ini belum mempunyai modal untuk membeli produk kopi dari petani. Namun demikian standar harga telah ditetapkan oleh asosiasi yang telah disepakati dengan eksportir dari Jawa Tengah sehingga harga yang diterima tidak kurang dari standar yang ditetapkan asalkan kualitas kopi kupas kulit (ose) memenuhi standar pula. Asosiasi menjembatani
102
petani dengan eksportir yang ada. Harapannya di masa mendatang petani dapat menjual hasil produksi ke asosiasi untuk kemudian dijual ke eksportir. Banyaknya permintaan kopi ke asosiasi ini tidak terlepas dari aktivitas asosiasi dalam mengikuti pameran hasil petani kopi atau produk petani di semua event. Beberapa pameran yang telah diikuti adalah yang diselenggarakan di Semarang, Tegal, Solo, dan Temanggung, dengan produk yang dipamerkan adalah kopi ose kualitas unggul jenis Robusta dan Arabika dan kopi bubuk. Dengan mengikuti pameran maka asosiasi petani kopi dapat dikenal oleh masyarakat luas di luar kabupaten. Saat ini telah mulai dirintis untuk mengembangkan pemasaran kopi bubuk dengan mengajukan ijin usaha. Rencana ke depan adalah memasarkan hasilnya ke supermarket yang ada di kabupaten Pemalang dalam bentuk kemasan-kemasan sachet 100 gram. Sekarang produk yang telah dihasilkan adalah dalam kemasan dus 250 gram dengan merk “Kopi Gunung Slamet”, dengan pemasaran masih terbatas lewat instansi Pemerintah Kabupaten Pemalang. Selain penjualan dalam bentuk bubuk dan ose, petani ada yang menjual dalam bentuk gelondong yang dijual ke pedagang dari Wonosobo dan Temanggung. Untuk peningkatan kapasitas kelembagaan APEKI telah mengikuti beberapa kegiatan seperti workshop, studi banding, dan pertemuan usaha. Workshop yang telah diikuti di antaranya di Semarang. Studi banding tentang pengembangan kopi telah dilakukan ke Bali, Wonosobo, dan Temanggung. Sedangkan pertemuan usaha di antaranya pertemuan Asosiasi Komoditas Perkebunan Jawa Tengah di Semarang. Salah satu kelompok tani yang tergabung dalam asosiasi adalah di Desa Gambuhan Kecamatan Pulosari dengan nama Kelompok Tani “Melati Putih”. Kelompok tani ini telah berhasil membentuk koperasi “Kartika Jaya” yang mengelola usaha pembuatan kopi bubuk. Usaha kopi bubuk ini telah mempunyai Tanda Daftar Industri, Surat Izin Usaha Perdagangan, Daftar Perusahaan dari Dipenda Kabupaten Pemalang, dan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. Jumlah anggota koperasi sampai saat ini 100 orang.
103
Terkait dengan pengembangan kopi telah dibangun infrastruktur berupa gedung Sub Terminal Agribisnis (STA) Unit Prosesing Kopi yang ada di Desa Karangsari Kecamatan Pulosari. Bangunan ini dibangun dalam suatu paket bantuan kegiatan pengembangan Agropolitan dari Departemen Kimpraswil melalui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Asosiasi telah mendapat bantuan tersebut namun sampai saat ini belum dapat digunakan karena masih belum siapnya air, listrik, dan petugas jaga karena letaknya yang agak jauh dari perumahan penduduk. Bangunan ini diharapkan dapat digunakan sebagai tempat prosesing kopi sekaligus sekretariat asosiasi petani kopi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari uraian dalam hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan Indeks Perkembangan Kecamatan di kawasan Agropolitan tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan. Program pengembangan kawasan Agropolitan relatif belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Di Kawasan Agropolitan terjadi perkembangan perekonomian dalam beberapa sektor. Pangsa sektor pertanian menurun tetapi tetap mempunyai keunggulan komparatif dengan meningkatnya pemusatan aktivitas di dalam kawasan Agropolitan. Sektor pertanian semakin kompetitif di dalam kawasan Agropolitan, diikuti oleh kompetitifnya sektor industri pengolahan. Dengan program ini terjadi peningkatan pendapatan per kapita maupun dalam keluarga petani tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan. Petani di kawasan Agropolitan merasakan ada peningkatan pendapatan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura. Manfaat secara umum pelaksanaan kegiatan Pengembangan Agropolitan lebih dirasakan oleh petani komoditas hortikultura dan perkebunan. Sedangkan berdasarkan karakteristik petani maka peluang untuk memberikan persepsi tentang manfaat Pengembangan Agropolitan yang lebih tinggi terjadi pada petani yang lebih muda dan lebih aktif dalam kegiatan di kelompok tani. Kelembagaan pemerintah pengelola kawasan adalah Pokja Agropolitan telah berperan dalam mengkoordinasi kegiatan yang dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan, namun masih belum optimal. Sedangkan kelembagaan petani yaitu Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) dan Asosiasi Petani Kopi (APEKI) berperan sebagai pendorong petani untuk meningkatkan produksi karena dapat menampung sebagian hasil produksi dan memberikan informasi harga pasar. Dari indikator perkembangan kecamatan, tingkat kemiskinan, pendapatan per kapita, dan pendapatan per keluarga petani yang relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan mungkin diakibatkan dampak tersebut bersifat jangka panjang dan saat ini dalam masa lima tahun dampaknya tersebut belum terlihat
105
nyata. Akan tetapi dampak terhadap pendapatan petani dirasakan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura sayuran. Beberapa kelemahan Pengembangan Agropolitan yang muncul dapat diakibatkan oleh terlalu banyaknya komoditas unggulan yang ditetapkan dan skala luasan kawasan yang terlalu luas, sehingga dengan keterbatasan anggaran tidak bisa menjangkau pengembangan seluruh komoditas di semua wilayah secara optimal. Saran Dari hasil penelitian dan analisis dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Sebagai
upaya
pengurangan
tingkat
kemiskinan
perlu
ditingkatkan
pembangunan infrastruktur terutama jalan untuk meningkatkan akses dari daerah hinterland ke pusat pertumbuhan. 2. Upaya pengembangan komoditas unggulan selain sayuran perlu diperhatikan
agar manfaat program Pengembangan Argopolitan dapat dirasakan oleh seluruh petani. 3. Industri pengolahan yang terkait dengan pertanian perlu dikembangkan karena mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk pertanian. 4. Peran Pokja (Kelompok Kerja) Agropolitan
dalam koordinasi perlu
ditingkatkan sehingga kegiatan yang direncanakan oleh instansi-instansi yang terkait dapat mendorong program pengembangan kawasan Agropolitan.
DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Riyadi DS, Muchdie, Siswanto S, Fathoni M, editor. 2006. Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah, Konsep Dasar, Contoh Kasus, dan Implikasi Kebijakan. Jakarta: Pusat Pengakajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Arifin B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE. Baskoro B. 2007. Analisis Pewilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan, dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang. 2000, 2003, 2005. Perkiraan Pendapatan Regional Kabupaten Pemalang. Pemalang: BPS Kabupaten Pemalang. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang. 2005. Kabupaten Pemalang dalam Angka. Pemalang: BPS Kabupaten Pemalang. [Depkimpraswil]. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Laporan Penyusunan Masterplan Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang. Semarang: Bagpro P2SDDA Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Depkimpraswil. [Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian. Didu MS. 2003. Kinerja Agroindustri Indonesia. Agrimedia vol 8 No. 2 – April 2003, Bogor: MMA IPB. Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang. 2006. Profil Kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Pemalang: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang. Etrur
OS. 1984. A Growth Centre Approach to Agropolitan Development. Habitat International Vol. 8 No.2 pp. 61-72.
Friedmann J. 1979. Basic Needs, Agropolitan Development, and Planning from Bellow. World Development Vol 7 pp. 607-613. Glasson. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Sihotang P, penerjemah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Terjemahan dari: An Introduction to Regional Planning. Hamid. 2003. Model Pengembangan Kawasan Agropolitan. Di dalam: Alkadri, Hamid. 2003. Model dan Strategi Pengembangan Kawasan. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Pengembangan Wilayah, BPPT.
107
Harun U.R. 2006. Perencanaan Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Sistem Perkotaan Regional di Indonesia. Di dalam: Rustiadi A, Hadi S, Ahmad W.M, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan DesaKota Berimbang. Bogor: Crespent Press. Hastuti HI. 2001. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Mar’at. 1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Bandung: Fakultas Psikologi Uiversitas Padjadjaran. Nugroho I dan Dahuri R. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES. [P4W] Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. 2004. Draft Konsepsi Kebijakan Agropolitan. Kebijakan Pengembangan Agropolitan dalam rangka Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan melalui Kemitraan Masyarakat-Swasta dan Pemerintah. Bogor: P4W LPPM IPB. Rusastra IW et al. 2005. Kinerja dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agribisnis. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SOCA) 5(2): 148-157. Rustiadi E, Sitorus SRP, Pribadi DO, Dardak EE. 2005. Konsepsi dan Pengelolaan Agropolitan. Makalah disampaikan pada Lokakarya dalam rangka Pemantapan Penataan Ruang Kawasan Metropolitan dan Agropolitan. Jakarta. Rustiadi E, Hadi S. 2006. Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Di dalam: Rustiadi A, Hadi S, dan Ahmad W.M, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crespent Press. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Salim W. 2005. Urban Development and Rural Poverty in Java: A Challenge for Decentralized Local Government. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol.16/No.2. Agustus 2005 hal. 25-39. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sarwono SW. 1999. Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Sofyanto A. 2006. Persepsi Petani terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pengembangan Agribisnis Sayuran (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Sudaryono. 2004. Pola dan Struktur Ruang Kawasan Agropolitan dalam Prespektif Politikal-Ekonomi. Di dalam: Rustiadi A, Hadi S, dan Ahmad
108
W.M, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crespent Press. Tambunan TTH. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia; Beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarigan R. 2006. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Todaro. MP. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I dan II. Jakarta: Erlangga. Yanuar R. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta Dampaknya terhadap Kesenjangan di Indonesia. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tingkat Kemiskinan di kawasan dan luar kawasan Agropolitan 1. Tahun 2000 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga
11 12 13 14 15 16
Moga Moga Moga Moga Moga Moga
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul
Desa/Kelurahan PLAKARAN MANDIRAJA WALANGSANGA SIMA BANYUMUDAL MOGA WANGKELANG KEBANGGAN PEPEDAN GENDOWANG Jumlah Moga 1 PAKEMBARAN WARUNGPRING KARANGDAWA DATAR CIBUYUR MERENG Jumlah Moga 2 CLEKATAKAN BATURSARI PENAKIR GUNUNGSARI JURANGMANGU GAMBUHAN KARANGSARI NYALEMBENG PULOSARI PAGENTERAN SIREMENG CIKENDUNG Jumlah Pulosari GOMBONG BELIK GUNUNGTIGA KUTA BADAK GUNUNGJAYA SIMPUR MENDELEM BELUK BULAKAN SIKASUR KALISALEH Jumlah Belik TUNDAGAN TLAGASANA BONGAS CIKADU CAWET MEDAYU PAGELARAN BODAS JOJOGAN MAJALANGU TAMBI WATUKUMPUL GAPURA MAJAKERTA WISNU Jumlah Watukumpul
Jumlah penduduk (jiwa) 3.881 5.867 6.340 10.031 13.502 7.848 2.146 1.932 1.750 5.699 58.996 3.337 13.882 1.567 2.586 7.895 7.834 37.101 5.590 2.734 4.732 3.656 1.088 6.330 4.948 2.376 7.019 1.702 4.874 4.766 49.815 9.442 10.593 2.875 9.016 7.937 7.670 4.432 13.316 8.114 9.572 9.418 2.293 94.678 5.670 7.190 6.133 6.433 2.782 1.765 1.842 3.046 3.702 7.086 1.782 4.350 2.519 4.548 2.354 61.202
Jumlah Keluarga Persentase rumah Prasejahtera (%) tangga & sejahtera I 1.082 994 91,87 1.152 849 73,70 1.253 1.197 95,53 2.405 1.769 73,56 3.316 2.036 61,40 1.486 649 43,67 455 455 100,00 346 284 82,08 313 290 92,65 1.256 1.232 98,09 13.064 9.755 74,67 942 936 99,36 2.955 2.945 99,66 348 325 93,39 577 563 97,57 1.789 1.753 97,99 1.779 1.776 99,83 8.390 8.298 98,90 1.229 799 65,01 623 537 86,20 1.043 714 68,46 839 463 55,18 253 190 75,10 1.259 1.106 87,85 1.300 800 61,54 573 441 76,96 1.671 1.086 64,99 384 304 79,17 1.037 528 50,92 1.136 677 59,60 11.347 7.645 67,37 2.162 912 42,18 2.293 1.214 52,94 591 407 68,87 1.802 1.315 72,97 1.717 1.509 87,89 1.446 406 28,08 1.043 871 83,51 2.621 2.148 81,95 1.639 946 57,72 1.873 889 47,46 2.054 1.153 56,13 461 430 93,28 19.702 12.200 61,92 1.019 758 74,39 1.301 814 62,57 1.117 999 89,44 1.227 1.096 89,32 588 566 96,26 431 319 74,01 481 419 87,11 666 571 85,74 891 491 55,11 1.531 1.169 76,36 370 328 88,65 967 647 66,91 547 343 62,71 892 758 84,98 625 505 80,80 12.653 9.783 77,32
No
Kecamatan
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh
75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang
92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal
Desa/Kelurahan LONGKEYANG JATINGARANG GUNUNGBATU PASIR KWASEN JATIROYOM PARUNGGALIH PAYUNG CANGAK KEBANDUNGAN KESESIREJO BABAKAN KARANGBRAI JRAGANAN KEBANDARAN BODEH MUNCANG KELANGDEPOK PENDOWO Jumlah Bodeh SUMURKIDANG WANARATA PEDAGUNG SURU BANJARSARI PEGIRINGAN KARANGANYAR PURANA PABUARAN SARWODADI BANTARBOLANG SAMBENG GLANDANG KUTA KEBON GEDE PAGUYANGAN LENGGERONG Jumlah Bantarbolang KECEPIT GEMBYANG MEJAGONG PENUSUPAN BANJARANYAR RANDUDONGKAL KARANGMONCOL SEMINGKIR SEMAYA TANAHBAYA LODAYA REMBUL KREYO KALIMAS MANGLI KALITORONG KEJENE GONGSENG Jumlah Randudongkal
Sumber : Data Podes Tahun 2000 dari BPS
Jumlah penduduk (jiwa) 3.313 6.229 1.470 2.252 600 2.349 907 2.143 2.665 2.173 6.080 2.259 4.382 1.982 1.389 1.397 4.944 3.298 4.385 54.217 3.408 9.382 6.830 4.917 2.086 10.794 6.342 2.257 2.282 774 12.287 1.926 2.477 4.353 2.741 2.857 831 76.544 2.220 3.530 3.227 2.528 3.983 18.991 8.152 9.537 3.307 5.560 2.577 3.506 6.927 7.922 4.680 4.900 9.358 1.838 102.743
Jumlah Keluarga Persentase rumah Prasejahtera (%) tangga & sejahtera I 649 635 97,84 1.254 1.205 96,09 296 263 88,85 504 439 87,10 157 133 84,71 532 288 54,14 150 98 65,33 458 396 86,46 593 272 45,87 430 217 50,47 1.191 1.093 91,77 412 299 72,57 831 455 54,75 393 182 46,31 314 204 64,97 353 302 85,55 937 585 62,43 655 203 30,99 878 295 33,60 10.987 7.564 68,84 780 379 48,59 2.198 1.346 61,24 1.392 1.288 92,53 972 791 81,38 440 324 73,64 1.778 985 55,40 1.264 1.128 89,24 478 412 86,19 432 338 78,24 179 174 97,21 2.478 1.300 52,46 438 272 62,10 526 419 79,66 1.086 391 36,00 574 440 76,66 766 352 45,95 196 94 47,96 15.977 10.433 65,30 546 457 83,70 835 590 70,66 809 516 63,78 562 367 65,30 982 579 58,96 4.003 1.426 35,62 2.067 1.127 54,52 2.020 1.000 49,50 781 431 55,19 1.399 851 60,83 635 470 74,02 843 594 70,46 1.713 910 53,12 2.131 1.496 70,20 1.207 452 37,45 1.107 676 61,07 2.379 1.164 48,93 475 363 76,42 24.494 13.469 54,99
2. Tahun 2003 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga
11 12 13 14 15 16
Warungpring Warungpring Warungpring Warungpring Warungpring Warungpring
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul
Desa/Kelurahan PLAKARAN MANDIRAJA WALANGSANGA SIMA BANYUMUDAL MOGA WANGKELANG KEBANGGAN PEPEDAN GENDOWANG Jumlah Moga PAKEMBARAN WARUNGPRING KARANGDAWA DATAR CIBUYUR MERENG Jumlah Warungpring CLEKATAKAN BATURSARI PENAKIR GUNUNGSARI JURANGMANGU GAMBUHAN KARANGSARI NYALEMBENG PULOSARI PAGENTERAN SIREMENG CIKENDUNG Jumlah Pulosari GOMBONG BELIK GUNUNGTIGA KUTA BADAK GUNUNGJAYA SIMPUR MENDELEM BELUK BULAKAN SIKASUR KALISALEH Jumlah Belik TUNDAGAN TLAGASANA BONGAS CIKADU CAWET MEDAYU PAGELARAN BODAS JOJOGAN MAJALANGU TAMBI WATUKUMPUL GAPURA MAJAKERTA WISNU Jumlah Watukumpul
Jumlah penduduk (jiwa) 4.516 6.038 6.792 10.232 14.247 8.251 2.772 1.987 1.584 6.452 62.871 7.078 15.084 1.887 3.000 8.611 9.485 45.145 5.726 2.798 4.838 3.823 1.123 6.380 5.018 2.445 7.160 1.771 5.027 5.062 51.171 9.743 10.966 3.150 9.178 8.366 7.807 4.620 13.480 8.444 10.156 10.148 2.367 98.425 5.952 8.301 5.940 6.753 2.848 2.848 1.850 2.996 3.845 6.569 1.845 4.402 2.617 4.552 2.241 63.559
Jumlah Keluarga Persentase rumah Prasejahtera (%) tangga & sejahtera I 1.159 1.046 90,25 1.575 868 55,11 1.701 1.265 74,37 2.349 1.328 56,53 3.713 1.561 42,04 1.925 695 36,10 569 501 88,05 475 313 65,89 370 324 87,57 1.628 1.276 78,38 15.464 9.177 59,34 927 917 98,92 3.825 3.066 80,16 420 355 84,52 612 541 88,40 2.287 1.578 69,00 2.035 1.717 84,37 10.106 8.174 80,88 1.925 1.007 52,31 812 502 61,82 1.237 803 64,92 1.260 399 31,67 338 194 57,40 1.692 1.127 66,61 1.493 913 61,15 769 560 72,82 2.170 1.557 71,75 422 295 69,91 1.253 175 13,97 1.358 814 59,94 14.729 8.346 56,66 2.226 360 16,17 2.014 519 25,77 598 350 58,53 1.762 1.009 57,26 1.796 1.591 88,59 1.580 853 53,99 1.202 862 71,71 2.614 1.825 69,82 1.796 850 47,33 2.439 1.010 41,41 2.276 576 25,31 621 431 69,40 20.924 10.236 48,92 1.335 579 43,37 1.596 580 36,34 1.512 616 40,74 1.497 1.098 73,35 664 274 41,27 462 224 48,48 415 218 52,53 738 363 49,19 945 472 49,95 2.028 1.149 56,66 495 317 64,04 1.055 529 50,14 606 206 33,99 1.322 811 61,35 640 480 75,00 15.310 7.916 51,70
No
Kecamatan
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh
75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang
92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal
Desa/Kelurahan LONGKEYANG JATINGARANG GUNUNGBATU PASIR KWASEN JATIROYOM PARUNGGALIH PAYUNG CANGAK KEBANDUNGAN KESESIREJO BABAKAN KARANGBRAI JRAGANAN KEBANDARAN BODEH MUNCANG KELANGDEPOK PENDOWO Jumlah Bodeh SUMURKIDANG WANARATA PEDAGUNG SURU BANJARSARI PEGIRINGAN KARANGANYAR PURANA PABUARAN SARWODADI BANTARBOLANG SAMBENG GLANDANG KUTA KEBON GEDE PAGUYANGAN LENGGERONG Jumlah Bantarbolang KECEPIT GEMBYANG MEJAGONG PENUSUPAN BANJARANYAR RANDUDONGKAL KARANGMONCOL SEMINGKIR SEMAYA TANAHBAYA LODAYA REMBUL KREYO KALIMAS MANGLI KALITORONG KEJENE GONGSENG Jumlah Randudongkal
Sumber : Data Podes Tahun 2003 dari BPS
Jumlah penduduk (jiwa) 3.426 6.485 1.520 2.295 627 2.388 907 2.206 2.834 2.241 6.305 2.329 4.520 2.070 1.453 1.458 5.022 3.413 4.470 55.969 3.687 10.361 7.293 4.225 2.160 11.909 6.383 2.391 2.567 804 12.285 2.078 2.577 4.438 3.191 3.176 914 80.439 2.291 3.544 3.303 2.628 4.000 18.887 8.097 9.434 3.308 5.648 2.560 3.600 7.308 8.072 4.686 4.995 9.425 1.931 103.717
Jumlah Keluarga Persentase rumah Prasejahtera (%) tangga & sejahtera I 757 618 81,64 1.720 1.408 81,86 315 289 91,75 512 449 87,70 157 138 87,90 562 352 62,63 167 152 91,02 577 432 74,87 731 383 52,39 446 257 57,62 1.553 1.151 74,11 571 285 49,91 941 536 56,96 540 287 53,15 410 357 87,07 396 193 48,74 1.205 436 36,18 773 383 49,55 1.002 231 23,05 13.335 8.337 62,52 861 770 89,43 2.255 1.128 50,02 1.348 1.290 95,70 1.025 759 74,05 516 372 72,09 1.978 1.410 71,28 1.416 706 49,86 456 360 78,95 506 329 65,02 184 174 94,57 2.464 1.183 48,01 426 270 63,38 608 276 45,39 1.155 535 46,32 711 333 46,84 718 175 24,37 218 153 70,18 16.845 10.223 60,69 576 456 79,17 918 553 60,24 809 217 26,82 563 270 47,96 771 272 35,28 4.200 705 16,79 1.987 707 35,58 1.943 1.070 55,07 781 524 67,09 1.219 544 44,63 745 352 47,25 894 569 63,65 1.793 951 53,04 1.706 1.046 61,31 1.247 963 77,23 1.115 436 39,10 2.557 1.205 47,13 493 286 58,01 24.317 11.126 45,75
3. Tahun 2006 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga Moga
11 12 13 14 15 16
Warungpring Warungpring Warungpring Warungpring Warungpring Warungpring
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul
Desa/Kelurahan PLAKARAN MANDIRAJA WALANGSANGA SIMA BANYUMUDAL MOGA WANGKELANG KEBANGGAN PEPEDAN GENDOWANG Jumlah Moga PAKEMBARAN WARUNGPRING KARANGDAWA DATAR CIBUYUR MERENG Jumlah Warungpring CLEKATAKAN BATURSARI PENAKIR GUNUNGSARI JURANGMANGU GAMBUHAN KARANGSARI NYALEMBENG PULOSARI PAGENTERAN SIREMENG CIKENDUNG Jumlah Pulosari GOMBONG BELIK GUNUNGTIGA KUTA BADAK GUNUNGJAYA SIMPUR MENDELEM BELUK BULAKAN SIKASUR KALISALEH Jumlah Belik TUNDAGAN TLAGASANA BONGAS CIKADU CAWET MEDAYU PAGELARAN BODAS JOJOGAN MAJALANGU TAMBI WATUKUMPUL GAPURA MAJAKERTA WISNU Jumlah Watukumpul
Jumlah penduduk (jiwa) 4.691 6.908 6.811 10.906 14.859 8.786 3.064 2.114 1.959 7.917 68.015 3.588 14.321 1.926 2.725 8.178 8.316 39.054 5.818 2.850 4.920 4.026 1.184 6.940 5.043 2.569 7.208 1.845 5.106 5.268 52.777 9.952 11.099 2.951 9.448 8.687 7.771 4.609 13.601 8.480 10.441 9.857 2.451 99.347 5.776 7.374 6.359 6.460 2.954 1.821 1.872 3.109 3.847 7.534 1.923 4.732 2.588 4.786 2.391 63.526
Jumlah Keluarga Persentase rumah Prasejahtera (%) tangga & sejahtera I 1.047 1047 100,00 1.513 885 58,49 1.472 1275 86,62 2.507 1338 53,37 3.572 1571 43,98 1.854 711 38,35 638 505 79,15 404 304 75,25 401 326 81,30 2.075 1258 60,63 15.483 9.220 59,55 869 757 87,11 3.274 2681 81,89 411 280 68,13 600 425 70,83 1.855 1367 73,69 1.885 1715 90,98 8.894 7.225 81,23 1.964 1270 64,66 942 722 76,65 1.410 967 68,58 1.340 652 48,66 356 164 46,07 1.790 1169 65,31 1.623 942 58,04 747 623 83,40 2.301 1640 71,27 650 551 84,77 1.685 1137 67,48 1.403 1142 81,40 16.211 10.979 67,73 2.273 1331 58,56 2.429 1484 61,10 1.444 500 34,63 1.999 1543 77,19 1.999 1835 91,80 1.694 110 6,49 1.091 919 84,23 2.935 2383 81,19 1.803 1697 94,12 2.253 509 22,59 2.326 997 42,86 589 378 64,18 22.835 13.686 59,93 1.536 1206 78,50 1.524 1277 83,77 1.524 1192 78,19 1.691 1384 81,84 743 583 78,45 500 410 81,97 514 422 82,02 878 732 83,40 923 726 78,66 1.690 1323 78,29 506 413 81,60 1.060 878 82,84 667 503 75,42 1.186 956 80,60 637 535 83,97 15.581 12.540 80,48
No
Kecamatan
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh Bodeh
75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang Bantarbolang
92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal Randudongkal
Desa/Kelurahan LONGKEYANG JATINGARANG GUNUNGBATU PASIR KWASEN JATIROYOM PARUNGGALIH PAYUNG CANGAK KEBANDUNGAN KESESIREJO BABAKAN KARANGBRAI JRAGANAN KEBANDARAN BODEH MUNCANG KELANGDEPOK PENDOWO Jumlah Bodeh SUMURKIDANG WANARATA PEDAGUNG SURU BANJARSARI PEGIRINGAN KARANGANYAR PURANA PABUARAN SARWODADI BANTARBOLANG SAMBENG GLANDANG KUTA KEBON GEDE PAGUYANGAN LENGGERONG Jumlah Bantarbolang KECEPIT GEMBYANG MEJAGONG PENUSUPAN BANJARANYAR RANDUDONGKAL KARANGMONCOL SEMINGKIR SEMAYA TANAHBAYA LODAYA REMBUL KREYO KALIMAS MANGLI KALITORONG KEJENE GONGSENG Jumlah Randudongkal
Sumber : Data Podes Tahun 2006 dari BPS
Jumlah penduduk (jiwa) 3.405 6.468 1.517 2.339 618 2.399 923 2.256 2.884 2.289 6.414 2.389 4.602 2.138 1.448 1.516 5.009 3.504 4.623 56.741 3.497 9.725 6.947 4.847 2.201 11.603 6.454 2.427 2.503 823 12.285 2.173 2.621 4.477 2.914 3.507 947 79.951 2.326 3.559 3.360 2.632 4.066 18.949 8.210 9.261 3.337 5.700 2.643 3.649 6.863 8.027 4.726 5.032 9.503 1.931 103.774
Jumlah Keluarga Persentase rumah Prasejahtera (%) tangga & sejahtera I 739 713 96,48 1.388 1267 91,28 328 279 85,06 492 448 91,06 149 103 69,13 583 262 44,94 220 194 88,18 496 355 71,57 693 370 53,39 461 230 49,89 1.279 1125 87,96 513 318 61,99 939 636 67,73 467 348 74,52 338 96 28,40 341 245 71,85 1.079 339 31,42 716 379 52,93 1.119 343 30,65 12.340 8.050 65,24 867 555 64,01 2.285 1128 49,37 1.649 1290 78,23 1.012 759 75,00 491 367 74,75 1.978 1410 71,28 1.425 706 49,54 553 360 65,10 468 329 70,30 199 136 68,34 2.385 1688 70,78 499 270 54,11 617 276 44,73 1.219 625 51,27 734 333 45,37 778 175 22,49 221 153 69,23 17.380 10.560 60,76 488 391 80,12 714 420 58,82 808 196 24,26 499 192 38,48 824 216 26,21 4.026 621 15,42 1.806 526 29,13 1.818 875 48,13 686 376 54,81 1.240 401 32,34 489 216 44,17 859 408 47,50 1.434 726 50,63 1.694 765 45,16 1.004 686 68,33 1.153 363 31,48 2.489 701 28,16 485 212 43,71 22.516 8.291 36,82
Lampiran 2. Pendapatan per Kapita di Kabupaten Pemalang Tahun 2000, 2003, dan 2006 a. Pendapatan per Kapita Tiap Kecamatan Tahun 2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kecamatan Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami Jumlah Kabupaten
PDRB (dalam ribuan) 95.842.428 60.119.283 61.807.871 118.293.028 96.129.759 72.871.159 127.163.651 222.653.028 436.730.818 363.877.402 212.274.833 95.025.378 206.163.125 152.064.236 2.321.016.000
Jumlah Penduduk 60.736 38.098 50.141 96.816 62.226 52.617 74.880 98.769 174.233 156.151 148.653 64.199 82.979 99.898 1.260.396
Pendapatan per Kapita 1.578.017 1.578.017 1.232.681 1.221.833 1.544.849 1.384.936 1.698.233 2.254.280 2.506.591 2.330.292 1.427.989 1.480.169 2.484.522 1.522.195 1.841.497
b. Pendapatan per Kapita Tiap Kecamatan Tahun 2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kecamatan Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami Jumlah Kabupaten
PDRB (dalam ribuan) 103.678.278 62.979.420 67.459.105 129.910.549 103.215.409 79.342.633 140.255.500 246.970.675 490.506.959 395.532.222 233.688.591 104.445.098 232.592.569 165.998.993 2.556.576.000
Jumlah Penduduk 62.179 38.436 51.409 96.141 62.873 56.017 78.135 103.151 175.903 156.121 150.536 63.809 82.633 102.655 1.279.998
Pendapatan per Kapita 1.667.416 1.638.553 1.312.204 1.351.250 1.641.649 1.416.403 1.795.041 2.394.264 2.788.508 2.533.498 1.552.377 1.636.840 2.814.766 1.617.057 1.997.328
c. Pendapatan per Kapita Tiap Kecamatan Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kecamatan Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami Jumlah Kabupaten
PDRB (dalam ribuan) 116.990.018 70.310.753 70.545.334 133.457.216 104.776.499 82.918.648 146.802.257 263.856.026 642.402.176 302.142.636 249.771.819 157.142.049 252.057.490 169.106.832 2.762.279.753
Jumlah Penduduk 68.288 40.457 53.057 102.253 64.685 57.505 82.273 104.421 180.334 161.286 153.158 65.322 85.141 107.288 1.325.468
Pendapatan per Kapita 1.713.186 1.737.913 1.329.614 1.305.167 1.619.796 1.441.938 1.784.331 2.526.848 3.562.291 1.873.335 1.630.811 2.405.653 2.960.471 1.576.195 2.084.003
Lampiran 3. Pangsa Sektoral PDRB setiap Kecamatan di Kabupaten Pemalang a. Tahun 2000 No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Jumlah
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sektor di Kabupaten
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Jumlah
Moga Warungpring 35,65% 35,65% 0,38% 0,38% 14,13% 14,13% 0,64% 0,64% 2,11% 2,11% 28,96% 28,96% 3,73% 3,73% 5,36% 5,36% 9,05% 100%
9,05% 100%
Randudongkal 33,76% 0,65% 14,27% 0,65% 1,73% 33,63% 4,56% 3,74%
Pemalang 23,28% 0,14% 13,27% 0,69% 2,64% 36,50% 5,91% 6,15%
7,02% 100%
11,42% 100%
Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Pulosari Belik Watukumpul 42,96% 40,05% 54,06% 0,77% 0,68% 0,49% 18,41% 18,39% 26,14% 0,51% 0,54% 0,17% 3,38% 2,41% 2,02% 14,12% 19,74% 4,23% 2,65% 3,94% 1,71% 6,45% 4,00% 2,77% 10,73% 100%
8,41% 100%
10,87% 100%
7,40% 100%
Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Taman Petarukan Ampelgading 25,20% 40,28% 36,56% 0,14% 0,08% 3,95% 58,19% 11,52% 17,16% 0,85% 0,82% 0,89% 2,45% 3,49% 5,20% 6,00% 30,30% 21,21% 0,90% 2,71% 2,74% 1,04% 1,52% 4,33%
Comal 16,00% 0,88% 14,81% 0,61% 4,27% 40,51% 5,49% 6,44%
Ulujami 34,13% 1,23% 28,46% 0,82% 5,38% 16,89% 2,95% 4,01%
11,00% 100%
6,13% 100%
5,25% 100%
10,26% 100%
Bodeh Bantarbolang 48,64% 36,69% 5,30% 4,56% 18,71% 21,38% 0,59% 0,52% 2,89% 1,82% 6,09% 22,81% 2,59% 2,00% 4,33% 2,82%
9,29% 100%
7,95% 100%
b. Tahun 2003 No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Jumlah
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sektor di Kabupaten
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Jumlah
Moga Warungpring 33,97% 31,98% 0,41% 0,42% 12,47% 12,86% 1,26% 1,30% 1,76% 1,74% 29,82% 30,75% 4,69% 4,84% 5,57% 5,74% 10,05% 100%
10,36% 100%
Randudongkal 29,91% 0,71% 12,98% 1,32% 1,43% 35,70% 5,91% 4,00%
Pemalang 20,12% 0,15% 11,78% 1,35% 2,13% 37,80% 7,48% 6,43%
8,04% 100%
12,75% 100%
Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Pulosari Belik Watukumpul 39,19% 36,15% 51,20% 0,86% 0,75% 0,58% 17,25% 17,05% 25,42% 1,07% 1,11% 0,38% 2,88% 2,03% 1,79% 15,44% 21,35% 4,80% 3,54% 5,21% 2,38% 7,12% 4,37% 3,17% 12,65% 100%
10,29% 100%
12,92% 100%
8,67% 100%
Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Taman Petarukan Ampelgading 23,84% 36,14% 32,97% 0,16% 0,09% 4,40% 55,07% 10,61% 15,89% 1,83% 1,68% 1,84% 3,46% 2,93% 4,38% 6,80% 32,57% 22,92% 1,24% 3,56% 3,62% 1,19% 1,64% 4,72%
Comal 13,76% 0,93% 13,09% 1,20% 3,43% 41,75% 6,91% 6,70%
Ulujami 31,28% 1,39% 26,79% 1,72% 4,61% 18,55% 3,96% 4,44%
12,23% 100%
7,27% 100%
6,42% 100%
11,97% 100%
Bodeh Bantarbolang 44,70% 33,23% 6,01% 5,09% 17,66% 19,89% 1,23% 1,08% 2,48% 1,54% 6,70% 24,76% 3,49% 2,65% 4,81% 3,09%
10,77% 100%
9,27% 100%
c. Tahun 2005 No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Jumlah
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sektor di Kabupaten
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Jumlah
Moga Warungpring 27,25% 34,74% 0,50% 0,41% 10,92% 11,57% 1,59% 1,17% 1,96% 2,38% 34,73% 29,03% 4,85% 6,04% 6,38% 4,72% 11,81% 100%
9,94% 100%
Randudongkal 28,62% 0,73% 11,89% 1,37% 1,61% 37,85% 6,48% 3,96%
Pemalang 15,99% 0,13% 25,33% 1,15% 2,01% 33,37% 6,82% 5,29%
7,51% 100%
9,92% 100%
Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Pulosari Belik Watukumpul 38,50% 34,33% 51,59% 0,92% 0,82% 0,65% 16,00% 15,56% 23,54% 1,12% 1,20% 0,42% 3,32% 2,41% 2,18% 16,80% 23,59% 5,39% 3,98% 5,94% 2,75% 7,22% 4,50% 3,31% 12,13% 100%
10,17% 100%
12,40% 100%
8,29% 100%
Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Taman Petarukan Ampelgading 32,05% 35,27% 23,28% 0,23% 0,09% 3,35% 39,24% 9,38% 38,04% 2,67% 1,74% 1,34% 3,91% 3,34% 3,64% 10,04% 34,59% 17,73% 1,89% 3,90% 2,89% 1,63% 1,63% 3,40%
Comal 13,44% 0,94% 11,96% 0,71% 3,84% 43,79% 7,49% 6,54%
Ulujami 31,22% 1,34% 23,30% 1,82% 5,46% 20,62% 4,54% 4,60%
11,29% 100%
7,11% 100%
8,34% 100%
11,65% 100%
Bodeh Bantarbolang 44,97% 32,96% 6,33% 5,35% 16,00% 17,41% 1,29% 1,22% 2,88% 1,81% 7,31% 26,87% 3,93% 2,97% 4,89% 3,13%
10,08% 100%
6,31% 100%
Lampiran 4 Daftar Responden dalam Analisis Hubungan Komoditas, Aktivtas, dan Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi No Nama Responden
Desa
Kecamatan
Komoditas
Jenis Tanaman
Aktivitas
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Mandiraja Karangmoncol Moga Mandiraja Sima Randudongkal Randudongkal Moga Randudongkal Penusupan Randudongkal Sima Gombong Gombong Kuta Kuta Pagenteran Gombong Beluk Beluk Belik Beluk Beluk Beluk Belik Beluk Penakir Penakir Penakir Gombong Pagenteran Penakir Pagenteran Pagenteran
Moga Randudongkal Moga Moga Moga Randudongkal Randudongkal Moga Randudongkal Randudongkal Randudongkal Moga Belik Belik Belik Belik Pulosari Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Pulosari Pulosari Pulosari Belik Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari
Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Pangan Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Hortikultura Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan
Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Sayuran Sayuran Sayuran Sayuran Sayuran Sayuran Nanas Nanas Nanas Nanas Nanas Nanas Nanas Nanas Teh Teh Teh Teh Teh Teh Teh Teh
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani terlibat off farm Petani terlibat off farm Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani Petani Petani Petani terlibat off farm Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani Petani Petani Petani terlibat off farm Petani terlibat off farm Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani Petani Petani Petani Petani terlibat off farm Petani terlibat off farm Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul
Hinterland Hinterland DPP Hinterland Hinterland DPP DPP DPP DPP Hinterland DPP Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland DPP Hinterland Hinterland Hinterland DPP Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland
Sahroni Sanpibi Fathkhudin Maskuri M. Yunus Sobari Abdullah Khafif Tarjani Sukardi Mahroni Slamet Sobari Karyono Sahnan Matori Darno Darwo Suharjo Sudarto Sarnadi Kusen Mahlam Jariyah Siswanto Salid Wartono Tomo Subekhi Zainal Arifin Muad Tarmuni Sodikin Suhardi Sundarsih Darsum
Skor Tingkat Persepsi 5 5 6 6 6 5 5 5 6 5 5 6 8 8 10 11 5 9 6 6 6 10 11 6 6 7 6 6 7 6 6 7 5 6
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
No Nama Responden
Desa
Kecamatan
Komoditas
Jenis Tanaman
Aktivitas
Lokasi
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Watukumpul Majalangu Majalangu Majakerta Gunungsari Gambuhan Jurangmangu Gambuhan Jurangmangu Gambuhan Gunungsari Majalangu Watukumpul Majalangu Majalangu Majalangu Majakerta Majakerta Belik Badak
Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Belik Belik
Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Perkebunan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan Tan. Kehutanan
Glagah Glagah Glagah Glagah Kopi Kopi Kopi Kopi Kopi Kopi Kopi Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan Kayu-kayuan
Petani Petani Petani terlibat off farm Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani terlibat off farm Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani dan pedagang pengumpul Petani dan pedagang pengumpul Petani terlibat off farm Petani terlibat off farm
Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland Hinterland DPP Hinterland
Karsid Nur Iman Sudiyo Suwondo Tamrin Mudi Mansur Samroh Sutrisno A. Fatoni Fajar Budi Yuwono Abdul Alim Harso Tarmidi Agus Aminudin Wahyu Munardi Edi Wijaya Casmo Sopan Aminudin Doni Anggoro Danurji
Skor Tingkat Persepsi 5 6 6 5 7 7 7 9 6 10 8 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Lampiran 5 Daftar Responden dalam Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Responden
Desa
Kecamatan
Sahroni Sanpibi Fathkhudin Maskuri M. Yunus Sobari Abdullah Khafif Tarjani Sukardi Mahroni Slamet Sobari Karyono Sahnan Matori Darno Darwo Suharjo Sudarto Sarnadi Kusen Mahlam Jariyah Siswanto Salid Wartono Tomo Subekhi Zainal Arifin Muad Tarmuni Sodikin Suhardi Sundarsih Darsum
Mandiraja Karangmoncol Moga Mandiraja Sima Randudongkal Randudongkal Moga Randudongkal Penusupan Randudongkal Sima Gombong Gombong Kuta Kuta Pagenteran Gombong Beluk Beluk Belik Beluk Beluk Beluk Belik Beluk Penakir Penakir Penakir Gombong Pagenteran Penakir Pagenteran Pagenteran
Moga Randudongkal Moga Moga Moga Randudongkal Randudongkal Moga Randudongkal Randudongkal Randudongkal Moga Belik Belik Belik Belik Pulosari Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Belik Pulosari Pulosari Pulosari Belik Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari
Umur Pendidikan 56 53 40 56 55 58 33 35 54 45 56 46 40 38 39 45 54 37 70 38 55 37 38 48 45 38 62 38 52 50 35 60 55 38
6 6 6 6 6 6 12 6 9 6 6 6 9 2 12 12 9 6 3 9 6 12 12 6 2 2 6 9 6 6 9 6 6 6
Lahan_ Lahan_ Volume_ Pengalaman_ Jumlah_ Tingkat_ Pendapatan Jarak D1 D2 milik garap produksi bertani Keluarga Persepsi 1,000 0,175 0,250 2,200 0,500 0,250 0,500 0,125 0,350 0,700 0,350 0,560 1,500 0,700 0,750 1,500 2,500 1,000 2,000 1,850 2,000 2,000 2,500 1,750 0,250 0,250 1,000 0,550 1,500 0,100 0,300 1,000 2,000 0,250
1,000 0,175 0,250 2,200 0,500 0,250 0,500 0,125 0,350 0,700 0,350 1,000 1,500 0,700 0,750 1,500 2,500 0,750 0,600 1,850 2,000 2,000 2,500 1,750 0,250 0,250 1,000 0,300 2,500 5,100 0,300 0,500 2,000 0,250
12,50 3,00 3,00 30,00 1,60 3,75 5,00 1,50 3,00 7,50 5,00 15,00 6,90 3,80 10,00 6,00 1,20 3,00 9,00 24,00 30,00 42,00 40,00 18,00 3,00 3,00 7,20 1,20 9,60 36,00 4,80 2,40 18,00 1,20
25,00 6,00 6,00 60,00 3,20 8,25 10,00 3,00 6,00 15,00 11,50 30,00 27,45 27,75 10,00 30,50 3,60 15,25 3,00 8,00 10,00 10,00 12,00 6,00 0,80 0,80 7,20 1,20 9,60 34,20 6,00 3,60 7,20 1,08
2 4 1 3 3 0 0 1 1 2 1 1 5 5 4 4 6 5 3 3 1 3 2 3 1 3 5 5 5 5 6 5 6 6
0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 1 20 32 30 18 10 15 10 15 30 15 20 10 10 14 30 15 50 10 28 15 15 25 30 20 40 26 26 30 8 23 30 30
4 7 6 12 5 2 3 2 6 4 2 7 6 4 4 5 4 4 5 5 11 4 5 5 5 4 5 4 8 5 4 6 6 7
rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah tinggi rendah tinggi tinggi rendah tinggi rendah rendah rendah tinggi tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah
No 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Nama Responden
Desa
Kecamatan
Karsid Nur Iman Sudiyo Suwondo Tamrin Mudi Mansur Samroh Sutrisno A. Fatoni Fajar Budi Yuwono Abdul Alim Harso Tarmidi Agus Aminudin Wahyu Munardi Edi Wijaya Casmo Sopan Aminudin Doni Anggoro Danurji
Watukumpul Majalangu Majalangu Majakerta Gunungsari Gambuhan Jurangmangu Gambuhan Jurangmangu Gambuhan Gunungsari Majalangu Watukumpul Majalangu Majalangu Majalangu Majakerta Majakerta Belik Badak
Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Pulosari Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Watukumpul Belik Belik
Umur Pendidikan 40 41 55 45 58 54 42 37 53 34 35 48 53 36 45 50 34 44 26 65
4 12 6 6 6 6 6 6 6 9 12 9 9 17 9 6 6 9 17 6
Lahan_ Lahan_ Volume_ Pengalaman_ Jumlah_ Tingkat_ Pendapatan Jarak D1 D2 milik garap produksi bertani Keluarga Persepsi 0,250 1,250 0,850 2,000 1,500 0,350 3,000 0,550 1,500 0,600 0,500 0,750 0,900 0,800 2,250 2,250 0,750 1,000 0,750 0,750
0,250 1,250 0,850 0,500 1,000 0,175 1,000 0,250 1,000 0,600 0,300 0,750 0,900 0,800 2,250 2,250 0,750 1,000 0,750 0,750
0,10 8,75 0,30 3,50 2,40 1,80 1,00 0,75 4,50 0,34 0,17 0,08 0,10 0,09 0,24 0,24 0,08 0,11 0,08 0,08
0,05 4,38 1,05 1,75 4,00 3,00 1,55 1,16 6,75 0,50 0,25 4,00 4,80 4,27 12,00 12,00 4,00 5,50 4,13 4,13
1 2 1 3 9 8 8 8 8 8 9 3 0 2 3 3 3 3 0 5
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0
15 20 30 30 15 7 10 10 30 12 7 15 32 10 18 35 5 30 5 15
6 4 3 8 5 2 6 8 4 4 6 6 5 3 5 5 5 9 4 5
rendah rendah rendah rendah rendah tinggi rendah tinggi rendah tinggi tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah
124
Lampiran 6 Foto-foto komoditas unggulan dan pembangunan infrastruktur di kawasan Agropolitan 1. Komoditas Tanaman Pangan
Hamparan tanaman padi dan jagung
2. Komoditas Hortikultura
Beberapa jenis tanaman sayuran yang dihasilkan di Desa Gombong
Nanas di kebun Desa Beluk
Nanas dipasarkan di kios buah Desa Beluk
125
3. Komoditas Perkebunan
Kebun teh rakyat di Desa Pagenteran
Pertanaman kopi di Desa Gambuhan
Pembuatan sapu dari malai bunga Gelagah Arjuna
Hasil petikan daun teh
Tanaman Gelagah Arjuna di Desa Majakerta
Sapu Gelagah siap dipasarkan
126
4. Komoditas Kehutanan (Kayu-kayuan)
Tegakan dan hasil tebangan pohon Sengon Laut
5. Beberapa infrastruktur yang dibangun di kawasan Agropolitan
Jalan desa di Gombong
STA Perkebunan Unit Prosesing Kopi
Gerbang kawasan Agropolitan Waliksarimadu
Green house di Desa Gombong
STA Hortikultura dan Sekretariat APPH di Desa Gombong