VARIASI KONSENTRASI KOKAMIDOPROPIL BETAIN SEBAGAI SURFAKTAN TERHADAP STABILITAS FISIK SABUN TRANSPARAN MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum Lin.) VARIATION OF COCAMIDOPROPYL BETAIN CONCENTRATION AS SURFACTANT ON PHYSICAL STABILITY OF BASIL LEAF VOLATILE OIL TRANSPARENT SOAP (Ocimum sanctum Lin.) Sulistiani, Pramulani M. Lestari, Kori Yati Fakultas Farmasi Dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Sulistiani 0904015262 ABSTRAK Daun kemangi mengandung minyak atsiri (Hutapea 1997). Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan konsentrasi 0,5% minyak atsiri daun kemangi dapat membunuh bakteri E. Coli dan S. Aurens (Maryati dkk 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kokamidopropil betain sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik sabun transparan minyak atsiri daun kemangi. Sabun transparan dibuat 4 formula dengan konsentrasi kokamidopropil betain 5.0, 7.5, 10.0 dan 12.5%. Tiap formula dievaluasi meliputi organoleptik, pH, kadar air, bobot sabun, tinggi busa, dan kekerasan. Hasil evaluasi kekerasan sabun mengalami penurunan dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Data dianalisa menggunakan ANAVA dua arah dengan α = 0,05 menunjukan nilai Sig < 0,05. Sehingga, disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi kokamidopropil betain sebagai surfaktan meningkatkan stabilitas fisik sediaan. Kata kunci: Sabun Transparan, Kokamidopropil Betain, Daun Kemangi.
ABSTRACT The basil leaf contains volatil oil (Hutapea 1997). Based on previous research on 0.5 % of consentration of basil leaf volatile oil can kill E. Coli and S. Aurens bacteria (Maryati dkk 2007). This research aim at detecting the effect of increasing cocamidopropyl betain as surfactant on physical stability of basil leaf volatil oil transparent soap. Transparent soap made into 4 formulas with cocamidopropyl betain concentration 5.0, 7.5, 10.0 and 12.5%. Every formula evaluated for organoleptic, pH, water content, weight of soap, foaming, and hardness. The result soap hardness showed that decreasing with increasing surfactant concentration. By two-way ANAVA with α = 0,05 showed Sig < 0,05. So, it can be concluded that increasing cocamidopropyl betain as surfactant can increasing physical stability of transparent soap. Keyword: Transparent soap, Cocamidopropyl betain, Basil leaf.
1
bersifat netral, aman terutama untuk kulit. Salah satunya adalah kokamidopropil betain. Kokamidopropil betain adalah surfaktan golongan amfoter yang stabil dalam kondisi asam dan basa, dengan potensi iritasi rendah terhadap mata dan kulit (Reiger 1985). Senyawa golongan betain ini juga dapat berfungsi sebagai pembuat busa, stabilizer, dan agen kontrol viskositas (Hunting 1983). Pada penelitian ini akan dibuat sediaan sabun transparan minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.). Dengan melihat pengaruh penambahan kokamidopropil betain sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik dari sediaan.
PENDAHULUAN Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat serta lingkungan. Hal tersebut tidak terlepas dari pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat dengan prinsip back to nature. Salah satu tanaman yang sejak dahulu digunakan adalah kemangi. Daun kemangi mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoida, tanin. Dalam minyak atsiri daun kemangi terkandung senyawa seperti eugenol, sineol, methyl chavicol (Pitojo 1996). Senyawa turunan fenol tersebut mempunyai efek antibakteri dan bekerja merusak membran sel. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi 0,5 % minyak atsiri daun kemangi dapat membunuh bakteri E. Coli dan S. Aurens (Maryati dkk 2007) sehingga minyak atsiri daun kemangi diformulasikan kedalam sediaan sabun transparan. Sabun, biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk membersihkan kotoran dari permukaan kulit. Penggunaan sabun transparan lebih diminati karena tidak hanya terlihat lebih menarik, sabun transparan juga menyehatkan dan menghaluskan kulit. Dalam sediaan sabun kekerasan merupakan salah satu parameter dalam pengamatan stabilitas fisik sabun (Mitsui 1997). Untuk meningkatkan stabilitas pemilihan bahan yang tepat sangatlah penting untuk menghasilkan sediaan yang bermutu dan aman. Selain diperlukan antibakteri sebagai zat peningkat aktivitas germisidalnya diperlukan pula surfaktan. Surfaktan dapat digunakan sebagai pembersih, pembentuk busa dan pengental karena dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan kekentalan semakin meningkat (Rimenda 2006) sehingga meningkat pula kekerasan dari suatu sediaan. Surfaktan yang digunakan harus
METODOLOGI Bahan penelitian: minyak atsiri daun kemangi diperoleh dari BALITROBogor, sukrosa diperoleh dari PT. Kimia Farma, kokamidopropil betain diperoleh dari CV. Cipta Anugrah, Natrium Edetat, asam asetat glasial, Na fosfat dibasa dodekahidrat (Na2HPO4) diperoleh dari Laboratorium Farmasi Univesitas Pancasila, kalium fosfat monobasa (KH2PO4) diperoleh dari PT. Indofarma, asam stearat, Natrium Hidroksida, minyak kelapa sawit, gliserin, etanol, Butil Hidroksi Toluen dan air suling diperoleh dari Laboratorium Teknologi Farmasi FFS UHAMKA. Alat penelitian: timbangan analitik (ae ADAM), alat-alat gelas laboratorium, cetakan, pH meter (HANNA instrumen), oven (memmert), penangas, penetrometer (Koehler), deksikator, dan lainnya. Prosedur Penelitian Evaluasi karakterisasi minyak atsiri daun kemangi Evaluasi karakterisasi minyak atsiri daun kemangi meliputi uji organoleptik dan pemeriksaan bobot jenis. 2
Bahan Minyak atsiri daun kemangi Asam stearat Minyak kelapa sawit NaOH 30 % Gliserin Etanol Sukrosa Kokamidopropil betain Na. EDTA BHT NaCl Aquadest ad
Tabel 1. Formula Sabun Transparan Formula % (b/b) Fungsi 1 2 3 4 0,5 0,5 0,5 0,5 Zat aktif 7 7 7 7 Pengeras 15 15 15 15 Basis sabun 19 19 19 19 Basis sabun 13 13 13 13 Humektan 15 15 15 15 Pembentuk transparan 17,5 17,5 17,5 17,5 Pembentuk transparan 5 7,5 10 12,5 Surfaktan 0,1 0,1 0,1 0,1 Pengkhelat 0,01 0,01 0,01 0,01 Antioksidan 0,2 0,2 0,2 0,2 Pengatur pH 100 100 100 100 Pelarut
Pembuatan Sabun transparan Bahan-bahan dasar ditimbang untuk membuat sabun transparan. Asam stearat dilebur dalam minyak sawit dan BHT (yang telah dilarutkan dalam minyak) pada suhu 70o-80o C. Setelah itu ditambahkan larutan NaOH 30% dan diaduk hingga terbentuk massa sabun. Setelah terbentuk massa sabun, ditambahkan gliserin, Na edta dan etanol dan diaduk hingga larut sempurna, ditambahkan sukrosa sedikit demi sedikit dan diaduk hingga larut sempurna. Suhu harus dijaga antara 70o-80o C. Setelah itu ditambahkan kokamidopropil betain, NaCl dan aquadest dan diaduk hingga larut sempurna. Lalu ditambahkan minyak atsiri daun kemangi aduk hingga homogen. Lalu dituang kedalam cetakan. Evaluasi Sabun Transparan Evaluasi sabun transparan meliputi uji organoleptik, pH, kadar air, bobot sabun, tinggi busa, dan kekerasan. Analisa Data Analisa data dilakukan terhadap stabilitas fisik (kadar air dan kekerasan) dengan menggunakan ANAVA dua arah, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi minyak atsiri daun kemangi Minyak atsiri daun kemangi diperoleh dari BALITRO, Bogor. Pengamatan dan identifikasi minyak atsiri daun kemangi meliputi organoleptik dan bobot jenis. Minyak atsiri daun kemangi yang digunakan sebanyak 39 ml. Minyak atsiri daun kemangi yang telah jadi, dilakukan uji karakterisasi untuk identifikasi. Adapun hasil uji karakterisasi minyak atsiri daun kemangi dapat dilihat pada table 2. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai BJ minyak atsiri diperoleh dari perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume yang sama dengan volume minyak. Hasil evaluasi karakterisasi minyak atsiri memenuhi persyaratan BJ karena BJ yang diperoleh sebesar 0,9129 g/ml, yang memenuhi persyaratan dalam rentang 0,696-1,188 dan umumnya lebih kecil dari 1,000 (Guenther 1987).
3
Tabel 2. Karakterisasi Minyak Atsiri Daun Kemangi No
Hasil minyak atsiri daun kemangi
Pemeriksaan
1.
Organoleptis :
2.
a. Bentuk b. Aroma c. Rasa d. Warna Bobot jenis (bj)
a. Cair b. Khas kemangi c. Pedas d. Kuning kecoklatan 0,9129 g/ml tetapi masih dapat dirapuhkan dan memiliki stabilitas yang tinggi (Mitsui 1997). Minyak sawit merupakan asam lemak yang digunakan dalam sediaan sabun sebagai basis dalam pembuatan sabun. Minyak sawit merupakan minyak yang sangat baik dalam pembuatan sabun (Parasuram 1995). NaOH digunakan dalam sediaan sabun sebagai alkali yang merupakan basis pada pembuatan sabun, dan digunakan pada pembuatan sabun keras (Mitsui 1997). Gliserin digunakan dalam sediaan sabun sebagai humektan yang berguna untuk meningkatkan kelembaban kulit. Konsentrasi tinggi gliserin dapat memberikan penampilan yang transparan pada sabun (Shai 2009). Etanol digunakan dalam sediaan sabun sebagai komponen pembentuk transparan karena penambahan etanol membentuk larutan yang jernih (Citra 2008). Etanol dengan konsentrasi ≥ 15% berguna juga sebagai antimikrobial preservatif (Rowe 2009). Sukrosa digunakan dalam sediaan sabun sebagai komponen pembentuk transparan. Sukrosa juga dapat berfungsi untuk meningkatkan kekerasan sabun, sukrosa ditambahkan secara bertahap untuk mencegah terjadi karamelisasi (Hambali 2004). Kokamidopropil betain digunakan dalam sediaan sabun sebagai surfaktan. Kokamidopropil betain merupakan surfaktan yang memiliki stabilitas yang
Orientasi Formula Pada trial an error sediaan sabun, formula dibuat dengan variasi konsentrasi kokamidopropil betain 2,5, 5,0, 7,5 dan 10,0% dan dengan konsentrasi sukrosa sebesar 11%. Untuk konsentrasi 2,5% diperoleh bentuk sediaan yang keruh sejak awal pembuatan, sedang pada konsentrasi 5,0, 7,5 dan 10,0% diperoleh bentuk sediaan yang jernih (transparan) saat awal pembuatan namun berubah menjadi keruh setelah didiamkan. Kemudian dilakukan trial an error kembali dengan konsentrasi 5,0, 7,5, 10,0 dan 12,5% dan dengan konsentrasi sukrosa ditingkatkan menjadi 17,5% sehingga diperoleh bentuk sediaan yang transparan sejak awal pembuatan. Berdasarkan trial an error tersebut, maka konsentrasi kokamidopropil betain pada formula yang dipilih pada penelitian ini yaitu 5,0, 7,5, 10,0 dan 12,5%. Minyak atsiri daun kemangi dalam sediaan sabun transparan digunakan sebagai zat aktif, dengan konsentrasi 0,25% dapat membunuh bakteri E.Coli dan konsentrasi 0,5% dapat membunuh bakteri S.Aurens (Maryati dkk 2007). Berdasarkan hal tersebut maka konsentrasi minyak atsiri daun kemangi yang digunakan dalam sediaan sabun transparan adalah 0,5%. Asam stearat digunakan dalam sediaan sabun sebagai pengeras, karena memiliki sifat kekerasan yang keras 4
baik dengan potensi iritasi yang rendah terhadap mata dan kulit. Kokomidopropil betain berguna sebagai pembuat busa dan agen kontrol viskositas (Hunting 1987). Dengan meningkatnya konsentrasi maka meningkatkan viskositas dari sediaan (Reminda 2006) sehingga meningkat pula kekerasan dari sediaan tersebut. Natrium EDTA merupakan pengkhelat yang berfungsi sebagai bahan yang dapat mengikat ion logam dalam sediaan sabun. BHT digunakan dalam sediaan sabun sebagai antioksidan, antioksidan dibutuhkan dalam formula sabun untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi karena sabun mengandung komponen minyak (Citra 2008) yang merupakan asam lemak dalam pembuatan basis sabun. dan NaCl digunakan sebagai pengatur pH, adanya NaCl juga berguna
No
Formula
1
F1 (5%)
2
F2 (7,5%)
3
F3 (10%)
4
F4 (12,5%)
untuk mengontrol ukuran misel dan mengatur viskostas (Rowe 2009). Hasil Evaluasi Sabun Transparan Pengamatan dan evaluasi sediaan sabun transparan minyak atsiri daun kemangi meliputi organoleptik, pH, kadar air, bobot sabun, tinggi busa dan kekerasan sabun. Data merupakan hasil rata-rata karena setiap formula dilakukan replika sebanyak 3 kali dengan variasi konsentrasi surfaktan untuk F1 (5%), F2 (7,5%), F3 (10%) dan F4 (12,5%). 1. Pengamatan Organoleptik Evaluasi ini dilakukan untuk mengamati sabun transparan secara organoleptik. Pengamatan organoleptik sediaan sabun transparan pada keempat formula tidak mengalami perubahan selama 8 minggu, hasil dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Evaluasi Organoleptik Pemeriksaan Hasil sabun transparan a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c.
Bentuk Aroma Warna Bentuk Aroma Warna Bentuk Aroma Warna Bentuk Aroma Warna
a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c.
Padat Khas kemangi Kuning transparan Padat Khas kemangi Kuning transparan Padat Khas kemangi Kuning transparan Padat Khas kemangi Kuning transparan
persyaratan sabun yang baik dan memenuhi persyaratan. Sabun yang baik memiliki pH antara 9 sampai dengan 10 dan beberapa lebih dari 10, pH menggambarkan tingkat keasaman dan kebasaan. Jika lebih tinggi atau terlalu basa akan menimbulkan iritasi kulit (Shai 2009). pH sabun lebih tinggi dari pH kulit normal yang berkisar antara 4-6,5. Hasil pengukuran pH
2. Pengukuran pH pH adalah nilai yang diberikan oleh suatu alat potensiometrik yang dibakukan secara tepat dan cocok. Alat yang digunakan pada pengukuran pH yaitu pH meter. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan dari masingmasing formula dalam kaitannya dengan 5
sediaan sabun transparan minyak atsiri daun kemangi selama 8 minggu penyimpanan mengalami perubahan, penurunan dapat terjadi karena adanya proses hidrolisis dengan adanya air. Namun hasil yang diperoleh masih dikatakan stabil karena memenuhi persyaratan dengan rata-rata pH antara 9,67 sampai 9,82 sesuai pada tabel. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada gambar 1.
memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 7 dan memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 3. Pengukuran Kadar Air Air menggambarkan mutu dan kuallitas dari sediaan. Banyaknya air yang ditambahkan kepada produk sabun akan mempengaruhi kelarutan sabun dalam air saat digunakan, semakin banyak air yang terkandung sabun akan semakin mudah menyusut saat digunakan. Prinsip dari pengukuran kadar air adalah pengukuran berat setelah pengeringan pada suhu 105o C selama 2 jam (Citra 2008). Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengetahui persentase kadar air yang masih terkandung dari masing-masing formula dalam kaitannya dengan persyaratan sabun yang baik dan memenuhi persyaratan. Pengukuran dilakukan selama 8 minggu. Hasil pengukuran menunjukan perbedaan dari keempat formula dan terjadi perubahan setiap minggunya namun kadar air yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan SNI yang maksimal 15%. Hal ini disebabkan karena komponen formula sabun transparan terbesar adalah fase air, sabun juga mengandung gliserin yang merupakan humektan yang bersifat higroskopik (Rowe 2009) yang dapat menyerap air dari udara yang lembab maka terjadi pengikatan air dalam sabun sehingga kadar air lebih besar dan tidak memenuhi SNI. Dengan demikian sabun transparan yang dihasilkan tidak efisien dalam pemakaian karena sabun akan mudah larut dalam air. Sehingga dalam penyimpanan, sabun dengan kadar air yang lebih tinggi mengindikasikan sabun tidak memiliki daya simpan yang relatif lebih lama. Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 1. Grafik Pengukuran pH. Dilihat dari analisa data hasil pengukuran pH didapatkan data terdistribusi normal dan homogen dengan nilai Sig > 0,05. Pada uji ANAVA 2 Arah variabel konsentrasi dan variabel waktu terhadap nilai pH didapat nilai Sig < 0,05 yang menunjukan adanya perbedaan rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan pengaruh waktu. Pada interaksi variabel konsentrasi dan waktu terhadap nilai Sig > 0,05 yang menunjukan tidak terdapatnya pengaruh interaksi antara konsentrasi dengan waktu terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD, pada formula 1 dan formula 4 memiliki perbedaan bermakna dengan konsentrasi pada formula lainnya. Sedangkan pada formula 2 dan formula 3 memiliki perbedaan bermakna dengan formula 1 dan formula 4. Pada penyimpanan selama 8 minggu tidak 6
mengalami penyimpanan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 2. Grafik Pengukuran Kadar Air. Gambar 3. Grafik Pengukuran Bobot Sabun
Dilihat dari analisa data hasil pengukuran kadar air didapatkan data terdistribusi normal dan homogen karena nilai Sig menunjukan > 0,05. Pada uji ANAVA 2 Arah variabel konsentrasi dan variabel waktu terhadap nilai kadar air didapat nilai Sig < 0,05 yang menunjukan adanya perbedaan rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan pengaruh waktu. Pada interaksi variabel konsentrasi dan waktu terhadap nilai Sig < 0,05 yang menunjukan terdapatnya pengaruh interaksi antara konsentrasi dengan waktu terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD, pada formula 1, 2, 3, dan 4 memiliki perbedaan bermakna dengan konsentrasi pada formula lainnya. Pada penyimpanan selama 8 minggu tidak memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 7 dan memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. 4. Pengukuran Bobot Sabun Bobot menggambarkan berat dari sediaan, pengukuran bobot sabun untuk mengetahui apakah bobot sediaan mengalami perubahan atau tidak. Pengukuran dilakukan selama 8 minggu. Hasil pengukuran menunjukan bobot yang diperoleh mengalami penurunan setiap minggunya, ini disebabkan karena terjadinya penguapan selama sabun
Dilihat dari analisa data hasil pengukuran bobot sabun didapatkan data terdistribusi normal dan homogen karena nilai Sig menunjukan > 0,05. Pada uji ANAVA 2 Arah variabel konsentrasi dan variabel waktu terhadap nilai bobot sabun didapat nilai Sig < 0,05 yang menunjukan adanya perbedaan rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan pengaruh waktu. Pada interaksi variabel konsentrasi dan waktu terhadap nilai Sig > 0,05 yang menunjukan tidak terdapatnya pengaruh interaksi antara konsentrasi dengan waktu terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD, pada formula 1, memiliki perbedaan bermakna dengan formula 3 dan 4 , formula 2 memiliki perbedaan bermakna dengan formula 4 namun tidak dengan formula 1 dan 3, formula 3 memiliki perbedaan bermakna dengan formula 1 dan tidak pada formula 2 dan 4, serta formula 4 memiliki perbedaan bermakna dengn formula 1 dan 2 namun tidak dengan formula 3. Pada penyimpanan selama 8 minggu tidak memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 7 dan memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. 5. Pengukuran Tinggi Busa Sabun 7
Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantongkantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis cairan, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa (Martin 1993). Pengukuran tinggi busa menggambarkan kemampuan sediaan menghasilkan busa. Pengukuran tinggi busa tidak memiliki persyaratan maksimum atau minimum karena busa tidak menggambarkan kemampuan membersihkan melainkan hanya estetika. Namun adanya senyawa tidak jenuh (asam lemak tidak jenuh) dalam campuran minyak, tidak akan menstabilkan busa (Hernani 2010), untuk itu ditambahkan surfaktan yang berguna juga sebagai pembentuk dan penstabil busa (Hunting 1987). Pada evaluasi pengukuran tinggi busa didapatkan hasil yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan saat penimbangan dan pelarutan sabun. Namun hal tersebut tidak menimbulkan perbedaan yang jauh. Uji tinggi busa dapat dikatakan stabil karena penurunan rata-rata yang terjadi setiap formula pada setiap minggunya masih sama yaitu berkisar antara 0-0,5 cm. Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 4, gambar 5, gambar 6, dan gambar 7.
Gambar 5. Grafik Pengukuran Tinggi Busa Formula 2.
Gambar 6. Grafik Pengukuran Tinggi Busa Formula 3.
Gambar 7. Grafik Pengukuran Tinggi Busa Formula 4.
Gambar 4. Grafik Pengukuran Tinggi Busa Formula 1. 8
Dilihat dari analisa data hasil pengukuran tinggi busa didapatkan data terdistribusi normal dan homogen karena nilai Sig menunjukan > 0,05. Pada uji ANAVA 2 Arah variabel konsentrasi dan variabel waktu terhadap nilai tinggi busa didapat nilai Sig < 0,05 yang menunjukan adanya perbedaan rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan pengaruh waktu. Pada interaksi variabel konsentrasi dan waktu terhadap nilai Sig > 0,05 yang menunjukan tidak terdapatnya pengaruh interaksi antara konsentrasi dengan waktu terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD, pada formula 1 memiliki perbedaan bermakna dengan formula 2, 3, dan 4, formula 2 memilik perbedaan bermakna dengan formula 1, namun tidak dengan formula 3 dan 4, formula 3 memiliki perbedaan bermakna dengan formula 1 dan 4, namun tidak dengan formula 2, dan formula 4 memiliki perbedaan bermakna dengan formula 1 dan 3, namun tidak dengan formula 2. Pada penyimpanan selama 8 minggu memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. 6. Pengukuran Kekerasan Sabun Kekerasan adalah kemampuan suatu material menahan beban penetrasi. Tingkat kekerasan ditentukan dengan mengukur kedalaman jarum penetrasi pada sabun. Kedalaman ini biasanya dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari nilai yang tercantum pada skala penetrometer (Hernani 2010). Semakin tinggi kedalaman penetrasi jarum menunjukan bahwa sediaan semakin lunak. Dengan meningkatnya konsentrasi kokamidopropil betain, kekerasan sabun akan meningkat, sehingga sabun tidak mudah larut dalam air. Nilai rata-rata kekerasan sabun yang diperoleh menurun setiap formulanya hal ini menunjukan bahwa sediaan semakin keras dengan meningkatnya konsentrasi
kokamidopropil betain. Ini terjadi karena kokamidopropil betain dapat berfungsi sebagai agen kontrol viskositas (Hunting 1987), yang menunjukan semakin meningkatnya konsentrasi kokamidopropil betain maka semakin meningkat pula viskositas sediaan (Rimenda 2006) sehingga meningkat pula kekerasan dari sediaan.
Gambar 8. Grafik Pengukuran Kekerasan Sabun Dilihat dari analisa data hasil pengukuran kekerasan sabun didapatkan data terdistribusi normal dan homogen dengan nilai Sig > 0,05. Pada uji ANAVA 2 Arah variabel konsentrasi dan variabel waktu terhadap nilai kekerasan didapat nilai Sig < 0,05 yang menunjukan adanya perbedaan rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan pengaruh waktu. Pada interaksi variabel konsentrasi dan waktu terhadap nilai Sig > 0,05 yang menunjukan tidak terdapatnya pengaruh interaksi antara konsentrasi dengan waktu terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD, pada formula 1, 2, 3, dan 4 memiliki perbedaan bermakna dengan konsentrasi pada formula lainnya. Pada penyimpanan selama 8 tidak memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 2, minggu 3, minggu 4, minggu 6, dan minggu 7, dan memiliki perbedaan bermakna dengan minggu 0 dan minggu 1. 9
Pengembangan Hlm. 247-248.
SIMPULAN Hasil evaluasi menunjukan pH sediaan memenuhi persyaratan, kadar air tidak memenuhi persyaratan SNI, bobot rata-rata sabun 39,4689-35,1059 g, tinggi busa rata-rata 4,7-2,8 cm, dan kekerasan sabun 26,3 -13,3 mm-10. Analisa data menunjukkan nilai Sig < 0,05. Sehingga, disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi kokamidopropil betain sebagai surfaktan meningkatkan stabilitas fisik sediaan.
Kesehatan.
Martin A., James S., Arthur C.. 1990. Farmasi Fisik. Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi ketiga, diterjemahkan oleh Yoshita. UI Press. Jakarta. Hlm 532-533. Maryati., Ratna SF., Triastuti R.. 2007. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Terhadap Staphylococcus aurens dan Escherichia coli. Jurnal.. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Hlm 30-38.
DAFTAR PUSTAKA Citra Hika H. 2009. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji Alpukat (Perseae americana Mill) terhadap Formulasi Sabun Padat transparan. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Hlm 2, 45, 46. Guenther E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I, diterjemahkan oleh S. Kateren. UI Press. Jakarta. Hlm 286-288.
Mitsui T. 1997. New Cosmeic Science. Elsevier. Amsterdam. Hlm 191192, 447- 448, 451. Parasuram KS. 1995. Soap and Detergent. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Hlm. 29-30. Pitojo S. 1996. Kemangi dan Selasih. Trubus Agriwidia. Ungaran. Hlm 5-7,13, 40.
Hernani., Tatit K B., Fitriati. 2010. Formula Sabun Transparan ANTIJAMUR dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L.Swartz.). Jurnal. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 199.
Reiger
M.M. 1985. Surfactant in Cosmetics. Marcel Dekker Inc. New York and Basel. Hlm 15-16, 368-369.
Rimenda. 2006. Formulasi Sampo Ekstrak Urang-Aring (Eclipta prostrata L.) dengan Kokamidopropil Betain sebagai Penstabil busa dan Pengental. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta. Hlm 69.
Hunting LL, Anthony. 1983. Encyclopedia of Shampoo Ingredients. Micelle Press. Cranford. New Jersey and London. Hlm 184.
Rowe. R. C., Sheskey, JP.. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipient Sixfth Edition. The Pharmaceutical Press, London. Hlm. 75, 242-243, 283, 637.
Hutapea JR. 1997. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan 10
Shai A., Howard IM., Robert B., 2009. Handbook Of Cosmetic Skin Care. Second Edition. Informa Healthcare. New York. Hlm. 35, 38.
SNI 06-3532.1994. Sabun mandi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Uyanto SS. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta. Graha Ilmu.
11