PERBANDINGAN OPTIMASI NATRIUM LAURIL SULFAT DENGAN OPTIMASI NATRIUM LAURIL ETER SULFAT SEBAGAI SURFAKTAN TERHADAP SIFAT FISIK SABUN MANDI CAIR EKSTRAK AIR KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) COMPARISON OF SODIUM LAURYL SULFATE OPTIMUM WITH SODIUM LAURYL ETHER SULFATE OPTIMUM AS SURFACTANT FOR LIQUID SHOWER SOAP ROSELLE CALYX AQUAEOUS EXSTRACT (Hibiscus sabdariffa L.) TO PHYSICAL CHARATERISTIC Wiradika Saputri, Naniek Setiadi Radjab, Kori Yati Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jakarta Kelopak bunga rosela digunakan pada sabun cair sebagai antibakteri. Natrium lauril Sulfat (NLS) dan Natrium lauril eter sulfat (NLES) digunakan sebagai surfaktan pada sabun cair dan keduanya dibandingkan karena mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui surfaktan yang terbaik dari optimasi NLS dengan optimasi NLES terhadap sifat fisik sabun mandi cair ekstrak air kelopak bunga rosela. Formula sabun mandi cair dibuat dengan konsentrasi masing-masing surfaktan 6,5%, 7%, dan 7,5%. Evaluasi meliputi organoleptis, bobot jenis, viskositas, sifat alir, pH, tegangan permukaan, dan tinggi busa. Hasil uji fisik sabun mandi cair menunjukkan bahwa NLS 7,5% memenuhi persyaratan sifat fisik sabun mandi cair dengan tegangan permukaan 36 dyne/cm lebih rendah dibandingkan NLES 7,5% 37,1 dyne/cm. Disimpulkan bahwa NLS dengan konsentrasi 7,5% lebih baik dibandingkan NLES dengan konsentrasi 7,5% sebagai surfaktan terhadap sifat fisik khususnya penurunan tegangan permukaan sabun mandi cair ekstrak air kelopak bunga rosela. Kata Kunci : kelopak bunga rosela, sabun mandi cair, Natrium Lauril Sulfat, Natrium Lauril Eter Sulfat. Roselle calyxes are used in antibacterial liquid soap. Sodium lauryl sulfate (NLS) and sodium lauryl ether sulfate (NLES) are used as surfactants in liquid soap and both are compared because they have different physical and chemical properties. The purpose of this study is to determine the best surfactant from NLS optimization with optimization NLES on the physical properties of liquid shower soap aquaeous extract of roselle calyx. Formula liquid shower soap made with each surfactant concentration of 6.5%, 7%, and 7.5%. Product ware evaluated for organoleptic, weight density, viscosity, rheology, pH, surface tension, and high foam. Liquid shower soap physical test results show that NLS 7.5% fulfill for physical properties of a good liquid shower soap with surface tension test 36 dyne/cm lower than in NLES 7.5% 37.1 dyne/cm. It can be concluded that NLS with a concentration of 7.5% is better than NLES with a concentration of 7.5% as a surfactant on the physical, especially a decrease in surface tension of the liquid shower soap calyces aquaeous extract of roselle. Keyword : Roselle calyx, Liquid shower soap, Natrium lauryl sulfate, Natrium lauryl ether sulfate
PENDAHULUAN Kelopak bunga rosela memliki banyak manfaat salah satu diantaranya adalah berkhasiat sebagai antibakteri disebabkan kandungan dari polifenol flavonoid gossypetin (Mounnissamy et al. 2002). Ekstrak air kelopak bunga rosela memiliki aktivitas antibakteri terhadap genus staphylococcus (Zuhrotun et al. 2009). Bakteri staphylococcus jika meningkat jumlahnya pada kulit dapat menyebabkan infeksi. Untuk mempermudah penggunaan kelopak bunga rosela maka dibuatlah bahan pembersih kulit yaitu sabun mandi cair dengan ekstrak air kelopak bunga rosela. Komposisi sabun terdiri dari surfaktan, antioksidan, deodoran, pewarna, pewangi, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun, karena surfaktan pada sabun bekerja sebagai pelarut (lemak dan kotoran), pengemulsi, dan pembentuk busa (Wasiaatmadja 1997). Jenis surfaktan yang banyak digunakan pada pembuatan sabun adalah tipe anionik karena lebih tidak mengiritasi dan dapat sebagai pengontrol viskositas (Butler 2000). Natrium lauril sulfat (NLS) dan natrium lauril eter sulfat (NLES) adalah tipe surfaktan anionik. Keduanya memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda. NLS berbentuk serbuk putih, berbusa lembut, banyak dan tebal, merupakan surfaktan yang larut dalam air, berkinerja baik dan kuat membersihkan kotoran dna minyak, menghasilkan sediaan dengan warna yang baik tetapi memiliki kekurangan jika digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit (Hunting 1983). NLES diperoleh dari hasil sulfonasi dan
ethoxylasi sehingga lebih tidak mengiritasi kulit dibandingkan NLS. Memiliki bentuk fisik berupa pasta, membentuk gel dalam air tetapi memiliki kekurangan kelarutannya berkurang dengan berkurangnya rantai cabang (Zoller 2009). Kelebihan dan kekurangan dari sifat surfaktan tersebut melatar belakangi untuk dilakukannya perbandingan hasil optimasi dari NLS dengan hasil optimasi NLES sebagai surfaktan terhadap sifat fisik sabun mandi cair ekstrak air kelopak bunga rosela. METODE Bahan Simplisia kelopak bunga natrium lauril sulfat, natrium lauril eter sulfat, cocamidopropil betain, HPMC, nipagin, nipasol, Na2EDTA, kalium dihidrogen fosfat, dinatrium hidrogen fosfat, propilen glikol, Parfum dan aqua destilata. Alat Timbangan analitik, termometer, pH meter (HANNA), viskometer Brookfield (tipe LVDV-E), Semi Automatic Tensiometer Du Nouy Kruss Cole Pamer, piknometer 50 ml, gelas ukur tertutup 100 ml, penggaris, cawan uap, cawan porselen, botol timbang, hot plate, oven, tanur dan alat gelas lainnya. Orientasi NLS dan NLES Pada sabun Mandi Cair Orientasi formula dilakukan pada sediaan sabun cair dengan berbagai konsentrasi yang telah dilakukkan pada penelitian sebelumnya. Untuk konsentrasi natrium lauril sulfat variasi konsentrasi yang digunakan adalah 48% (Edy 2006) sedangkan untuk natrium lauril eter sulfat variasi
konsentrasi yang digunakan adalah 59% (Kartiningsih et al. 2006). Maka dibuat orientasi formula untuk sediaan sabun cair yaitu dengan rentang konsentrasi 4%, 5%, 6%, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 9%. Setelah itu dilakukan evaluasi viskositas, pH, dan BJ. Prosedur Penelitian Pengumpulan dan Determinasi Tumbuhan Bahan yang digunakan adalah simplisia kelopak rosella yang diperoleh dari rumah rosella Bogor. Determinasi tanaman rosella segar dilakukan di LIPI Cibinong. Pembuatan Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella Ekstraksi dilakukan dengan cara panas yaitu metode dekok. Serbuk simplisia direndam dalam pelarut air dengan perbandingan berat simplisia dan pelarut air 1 : 4, sambil dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit. Ekstrak air ditampung dalam labu Erlenmeyer kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40°C sampai pelarut habis. Evaluasi dan Karaktersisai Ekstrak Kental Kelopak Bunga Rosella 1. Pemeriksaan Organoleptis Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan meliputi pemeriksaan warna, aroma dan rasa dari ekstrak kental kelopak bunga rosella. 2. Identifikasi Flavanoid Ekstrak kental dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2 ml metanol, dipanaskan diatas penangas air suhu 70-80° C
selama 10 menit, lalu didinginkan. Disaring kemudian dibagi menjadi 2 bagian. Pada tabung pertama, tambahkan 1-2 ml NaOH, jika terbentuk warna merah menunjukkan adanya fenol. Pada tabung kedua, ditambahkan 1ml H2SO4 pekat, jika terbentuk warna merah jingga-merah ungu, menunjukkan adanya flavonoid (DepkesRI 1986). 3. Penetapan Susut Pengeringan Timbang 2,0 gram ekstrak kental kelopak bunga rosella masukkan dalam botol timbang yang sudah diketahui bobotnya. Keringkan ekstrak kental kelopak bunga rosella didalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit, dinginkan dan timbang. Panaskan lagi dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit, dinginkan dan timbang. Perlakuan dilakukan sampai mendapatkan bobot tetap ( Depkes RI 2008). 4. Penetapan Kadar Abu Timbang 2,0 gram ekstrak kental kelopak bunga rosella lalu masukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Pijarkan dalam tanur sampai terbentuk abu berwarna putih, dinginkan dan timbang. Pemijaran dilakukan sampai mendapatkan bobot tetap (Depkes RI 1979). 5. Viskositas Ekstrak kental dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml, kemudian diukur viskositasnya menggunakan viskometer Brookfield tipe LVDV-E. Spindle yang digunakan adalah spindel 64 dengan kecepatan 6 rpm, nyalakan viskometer, catat hasil yang diperoleh. 6. Uji pH
Dilakukan kalibrasi pH meter terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. Setelah dikalibrasi celupkan pH meter elektrik kedalam ekstrak kental kelopak bunga rosella. Catat nilai pH yang diperoleh. Formula Sabun Mandi Cair Sediaan sabun mandi cair dibuat dalam 3 formula dengan Natrium lauril sulfat dan 3 formula dengan Natrium lauril eter sulfat dimana tiap formula dengan bobot sabun cair 100 ml. Formula selengkapnya (Tabel 1). Pembuatan Sabun Mandi Cair Alat dan bahan disiapkan. Diencerkan ekstrak kental kelopak bunga rosela dengan air lalu dicampurkan dinatrium EDTA (campuran 1). Dilarutkan Natrium lauril sulfat/ natrium lauril eter sulfat dalam air kemudian ditambahkan kokomidopropil betain (campuran 2). Dilarutkan nipagin dan nipasol dengan propilen glikol (campuran 3). HPMC dicampurkan sedikit demi sedikit dalam air panas (suhu 60-70°C) diaduk
dan didinginkan sampai suhu 25°C atau lebih rendah, dihasilkan dispersi HPMC yang homogen. Campuran 1, 2, dan 3 yang telah dilarutkan, ditambahkan kedalam HPMC yang telah terdispersi homogen. Kemudian ditambahkan, parfum dan sisa air suling sambai tanda batas dan dihomogenkan. pH disesuikan dengan penambahan larutan dapar posfat campuran pH 8 sampai pH 6,0 menggunakan indikator pH universal, jika pH telah sesuai lalu diukur menggunakan pH meter. Evaluasi Sabun Mandi Cair 1. Pengamatan Organoleptis Pengamatan dilakukan terhadap perubahan homogenitas, warna, bau, apakah terbentuk endapan, adanya pemisahan dan penggumpalan pada sediaan sabun mandi cair kelopak bunga rosela (SNI 064085). 2. Penetapan pH Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan mengkalibrasi pH meter dengan menggunakan elektroda yang
Tabel 1. Formula Sabun mandi Cair Bahan
Kegunaan
Ekstrak air kelopak Zat aktif bunga rosela Natrium lauril Pembentuk sulfat busa dan Natrium lauril pembersih eter sulfat Cocomidopropil penstabil busa betain Hidroksipropil Pengental metil selulosa Propilen Glikol Pelembab Nipagin Pengawet Nipasol Pengawet Dinatrium EDTA Pengkelat Parfum Grace Pewangi Dapar fosfat pH 8 Penyeimbang pH sampai pH ±6 Air suling sampai Pelarut
F1 % 0,81
F II F III % % 0,81 0,81
F IV % 0,81
FV % 0,81
F VI % 0,81
6,5
7
7,5
-
-
-
-
-
-
6,5
7
7,5
5
5
5
5
5
5
2
2
2
2
2
2
15 0,18 0,02 0,1 1 3
15 0,18 0,02 0,1 1 3
15 0,18 0,02 0,1 1 3
15 0,18 0,02 0,1 1 3
15 0,18 0,02 0,1 1 3
15 0,18 0,02 0,1 1 3
100
100
100
100
100
100
dicelupkan dalam larutan dapar posfat pH 4,0 lalu dibersikanan kemudian dicelupkan dalam dapar fosfat pH 7,0 bersihkan. Ukur pH sedian dengan cara mencelupkan elektroda pada sediaan, amati dan catat pH yang tertera pada display alat (Depkes RI 1995) 3. Pengukuran Viskositas Sediaan dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml, kemudian diukur viskositasnya menggunakan Viskometer Brookfield tipe LVDV-E. Spindle yang digunakan adalah spindle 63 dengan kecetapan 20 rpm, nyalakan viskometer, catat hasil yang diperoleh. 4. Sifat Alir Sediaan dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml, kemudian diukur viskositasnya menggunakan Viskometer Brookfield tipe LVDV-E. Spindle yang digunakan adalah spindel 62 dengan kecepatan 0,3; 0,5; 0,6; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 ; 3; 4; 5; 6; 10; dan 12 rpm. Kurva sifat alir dibuat antara usaha untuk memutar spindel (torque) dengan kecepatan spindel (Triantafillopoulus, 1988). Usaha yang diperlukan untuk memutar spindel diperoleh dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala (% Q) dengan kostanta alat 673,7 dyne/cm2 (untuk viskometer Brookfield tipe LVDV-E). 5. Pengukuran Tinggi Busa Sediaan sabun dibuat 0,1% dalam air sadah dimasukkan 50ml ke dalam gelas ukur tertutup 100 ml dan dikocok selama 20 detik dengan cara membalikkan gelas ukur secara beraturan. Ukur tinggi busa yang terbentuk. Kemudian diamkan selama 5 menit lalu ukur kembali tinggi busa (Balsam et al. 2008). 6. Pengukuran Bobot Jenis Pengukuran bobot jenis menggunakan piknometer pada suhu
25°C. Ditimbang seksama pinometer kosong (A) lalu ditimbang seksama piknometer berisi air suling (B) dan ditimbang seksama piknometer dengan sediaan. Dicatat dan dihitung bobot jenis sediaan (Depkes RI 1995). 7. Pengukuran Tegangan Permukaan Untuk mengukur tegangan permukaan menggunakan metode cincin do nouy semi automatic. Pengukuran berada pada suhu 24 26ºC. Dilakukan kalibrasi alat tensiometer menggunakan air destilasi. Jika tensiometer sudah siap, dibersihkan platinum ring dengan cara cincin dipanasakan pada nyala api bunsen selama 10 – 15 detik. Pasang platinum ring dengan benar. Pasang ac cord/colokan pada stop contact. Nyalakan lampu lewat saklar on – off pada tensiometer. Buka pengunci pada bagian samping kanan. Skala range pastikan pada posisi nol. Bila garis penunjuk berada pada posisi diatas titik tengah putar ke kiri sampai garis penunjuk (garis zero adjustmen) tepat berada pada titik tengah (Knop zero adjustmen berada di bagian belakang tensiometer). Bila garis berada pada posisi bawah titik tengah putar ke kanan sampai garis penunjuk (garis zero adjustmen) tepat berada pada titik tengah. Pasang sampel yang diukur dengan benar. Motor ditekan ke posisi neutral ke posisi up. Cincin akan bergerak keatas dan knop zero mulai berputar. Knop zero akan berhenti pada suatu angka yang menunjukkan tegangan permukaan sampel. Dicatat hasil pengukuran dengan satuan dyne/cm. D. Analisa Data Data hasil pengukuran viskositas, tegangan permukaan, pH, bobot jenis, dan tinggi busa dianalisis statistik menggunakan ANAVA satu arah. Kemudian dilanjutkan dengan uji
Tukey dengan taraf kepercayaan 95% (= 0,05) untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar formula hasil pengujian. Formula yang optimal dari masing-masing surfaktan dibandingkan dengan menggunakan Uji T dengan taraf kepercayaan 95% (= 0,05) untuk mengetahui adanya persamaan atau perbedaan dari kedua kelompok tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Ekstrak Kental dan Dosis Kelopak Bunga Rosella Tabel 2. Hasil Rendemen dan Dosis Rendemen penelitian sebelumnya Dosis penelitian sebelumnya Rendemen hasil penelitian Dosis hasil konversi
2,6 % (Zuhrotu n et al. 0,81% 2009 3,4% 1,06%
Perbedaan hasil rendemen bisa disebabkan karena kultivasi bahan alam yang berbeda. Besar kecilnya nilai rendemen dipengaruhi oleh keefektifan proses ekstraksi. Efektivitas ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan, ukuran partikel simplisia, metode dan lamanya proses ekstraksi. Karakterisai Ekstrak Kental Kelopak Bunga Rosela Karakterisasi ektrak (Tabel 3) perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan alam yang digunakan, dan menginformasikan kepada peneliti setelahnya tentang informasi ekstrak tersebut. Hasil pemeriksaan ekstrak diperoleh sifat organoleptis berupa cairan kental, berwarna merah pekat,
Tabel. 3 Hasil Karakterisasi Ekstrak Pemeriksaan Bentuk Warna Bau Rasa Susut Pengeringan Kadar Abu Viskositas pH Uji Flavonoid
Hasil Cairan Kental Merah Pekat Khas Rosella Asam dan sepat 11, 6042% 2,5544% 51690 cps 1,93 ± 0.01 (+) warna merah
bau khas rosella, san rasa asama sepat. Uji flavonoid dilakukan untuk mengetahui bahwa didalam ekstrak masih terdapat senyawa flavonoid yang berguna sebagai antibakteri yaitu flavonoid gossypetin. Rasa asam pada bunga rosella dikarenakan adanya kandungan asam sitrat dan asam askorbat pada bunga rosella dan menyebabkan pH ekstrak kental tersebut juga menjadi rendah. Pemeriksaan kadar abu menggunakan prinsip memanaskan bahan pada suhu dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Kadar abu total adalah 2,5544%. Kadar abu menunjukkan kandungan unsur mineral atau organik internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI 2008). Nilai ini 2,5544% menyatakan bahwa kandungan mineral yang terdapat dalam ekstrak kelopak rosella yaitu kalsium, besi dan fosfor. Semakin tinggi nilai kadar abu maka dibutuhkan lebih banyak senyawa pengkhelat yang digunakan untuk mengurangi proses oksidasi. Susut pengeringan adalah 11,6042%. Susut pengeringan menunjukkan berkurangnya bahan mudah menguap yang terdapat pada ekstrak kental kelopak bunga rosella (Depkes RI 2008). Nilai susut
pengeringan dalam hal khusus identik dengan kadar air jika bahan tidak mengandung minyak atsiri. Nilai susut pengeringan 11,6042% menyatakan jumlah minimal kandungan air dalam bahan karena berada diatmosfer atau udara terbuka. Formula Sabun Mandi Cair Natrium lauril sulfat (NLS) dan Natrium lauril eter sulfat (NLES) digunakan sebagai surfaktan karena mempunyai kemampuan membersihkan yang baik, kurang mengiritasi kulit, dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga mempunyai mampu membersihkan minyak dan kotoran. Penggunaan cocomidopropil betain sebagai surfaktan sekunder yang berfungsi sebagai penstabil busa, pembentuk busa, pelembut busa, pengontrol viskositas dan sebagai anti iritasi (Hunting 1989). HPMC digunakan sebagai pengental. Propilen glikol ditambahkan agar sediaan sabun cair dapat menyebar di dalam kotoran dan dapat membantu melembabkan kulit pada waktu proses mandi karena penggunaan surfaktan dapat membuat lapisan kulit terangkat dan dapat membuat kulit kering (Wilkinson et al. 1982). Nipagin dan nipasol ditam-
bahkan sebagai bahan pengawet pada sediaan sabun cair, dimana sabun cair yang berbentuk liquid lebih rentan terhadap bakteri dan jamur. Jika keduanya dikombinasikan pada konsentrasi nipagin 0,18% dan nipasol 0,02% maka efektivitas antibakterinya akan meningkat sehingga dapat membuat sediaan sabun cair menjadi tahan lama (Rowe 2009). Dinatrium EDTA ditambahkan dapat berfungsi sebagai antioksidan dan sebagai pengkhelat. Dinatrium EDTA sebagai pengkhelat dengan cara mengikat logam-logam yang mungkin terdapat dalam air atau bahan dalam formula dan dapat mengurangi efek pembersihan pada sabun. Selain itu melindungi reaksi oksidasi bahan tak jenuh yang ditemukan dalam parfum. Parfum ditambahkan untuk meningkatkan kesukaan konsumen, menjaga tubuh tetap harum dan meningkatkan kualitas produk. Tidak lengkap jika dalam formula sabun cair tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Dapar fosfat campuran pH 8 ditambahkan agar pH sediaan mencapai pH 6 dan untuk menjaga kestabilan pH sediaan. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Sabun Mandi Cair
Tabel 4. Hasil Evaluasi Sabun Mandi Cair Uji Parameter Organoleptis Bentuk Warna Homogenitas Viskositas (cp)
I Cairan Encer
Merahtua homogen 1818 ±29,4618 6,34 pH ±0,0208 Bobot Jenis 1,0306 (g/ml) ±0,0009 Tegangan Permukaan 36,67 (dyne/cm) ±0,2886 Tinggi Busa menit ke-0 8,4 (cm) ±0,2081 Tinggi Busa menit ke-5 7,43 (cm) ±0,21
Formula III IV Cairan Cairan Sedikit Sedikit kental kental Merahtua Merah tua Merahmuda homogen homogen homogen 2154 3295 4679 ±347,262 ±573,3167 ±640,3155 6,02 6,08 6,10 ±0,0152 ±0,06 ±0,1154 1,0325 1,0339 1,0246 ±0,0026 ±0,0013 ±0,0021 36,30 36,00 36,80 ±0,3 ±0,00 ±0,3464 8,5 8,7 8,9 ±0,2081 ±0,2 ±0,12 7,27 7,67 7,67 ±0,25 ±0,15 ±0,15 II Cairan Encer
V Cairan Kental
VI Cairan Kental
Merahmuda homogen 5147 ±573,1657 6,04 ±0,0360 1,0263 ±0,0007 37,80 ±0,3464 9,2 ±0,06 7,73 ±0,06
Merahmuda Homogen 7538 ±993,5637 6,09 ±0,0901 1,0277 ±0,0009 37,10 ±0,1732 9,2 ±0,10 7.77 ±0,15
Hasil evaluasi pada Tabel 4. Organoleptis Pada penelitian organoleptis diperoleh data bahwa sediaan berwarna merah, konsistensi encer – kental dan homogen. Pada sediaan NLS warna yang dihasilkan lebih tua disebabkan sediaan lebih jernih dibandingkan NLES sehingga mempengaruhi warna. Konsistensi sediaan berbeda-beda disebabkan peningkatan konsentrasi dari surfaktan. Viskositas Data hasil viskositas pada Tabel 4 dan Grafik Visositas pada Gambar Viskositas sediaan sabun cair diuji menggunakan Viskometer Brookfield LVDV-E menggunakan spindel 63 dengan kecepatan 20 rpm. Berdasarkan grafik (Gambar 1) dapat dilihat kenaikan viskositas pada formula ke-1 sampai ke-3 dan formula ke-4 sampai ke-6. Viskositas meningkat disebabkan konsentrasi natrium lauril sulfat dan natrium lauril eter sulfat pada formula juga semakin meningkat. Maka semakin besar konsentrasi surfaktan yang digunakan dapat mempengaruhi pada peningkatan viskositasnya. Peningkatan ini disebabkan pembentukan agregrat surfaktan, terbentuknya stuktur misel pada sebagian kecil air menyebabkan surfaktan terhidrasi (Tadros 2005).
Viskositas paling kental pada sediaan dengan surfaktan NLS terdapat pada formula 3 dan surfaktan NLES pada formula 6. Kekentalan dipilih pada viskositas maksimal atau pada formula paling tinggi karena diharapkan dapat meminimalkan laju pengendapan bahan dalam rentang konsistensi yang mudah dituang. Sifat Alir Grafik sifat alir pada Gambar 2. Pengamatan sifat alir diukur menggunakan alat viskometer Brookfield tipe LVDV-E menggunakan spindel 62. Untuk formula 1 dan 2 kecepatan yang digunakan dari 2 rpm sampai 12 rpm. Untuk formula 3 digunakan 1,5 – 10 rpm. Untuk formula 4 digunakan kecepatan 1 sampai 6 rpm. Formula 5 digunakan kecepatan 0,6 sampai 5 rpm. Untuk formula 6 digunakan kecepatan 0,3 sampai 3 rpm. Dipilih spindel 62 disebabkan pada spindel dan variasi kecepatan yang digunakan diperoleh kecepatan rendah dan nilai torque diatas 10%. Kurva sifat aliran dibuat antara usaha untuk memutar spindel (Torque) dengan kecepatan spindel (Triantafillopoulos N, 1988). Usaha yang diperlukan untuk memutar spindel diperoleh dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala (%Q) dengan konstanta alat 673,7 dyne/cm2 (viskometer Brookfield tipe LVDV-E).
Gambar 1. Grafik Viskositas NLS dan NLES
Pada grafik sifat alir FI, FII, FIII, FIV, FV dan FVI jika diekstrapolasikan menunjukkan kurva tersebut linier dengan nilai R mendekati nilai 1 dan nilai viskositas yang diperoleh pada masing-masing rpm mempunyai nilai viskositas yang berbeda sehingga termasuk dalam tipe aliran non newton. Dari grafik tersebut mendekati nilai (0,0) dan tidak ada yield value maka termasuk dalam tipe aliran pseudoplastis. Kurva konsistensi untuk bahan pseudoplastis mulai pada titik (0,0), atau paling tidak mendekati pada rate of shear yang rendah dan tidak ada yield value (Martin et al. 1993). Kurva sifat alir FV (Gambar 2) mengalami sifat alir pseudolastis tiksotropik dimana kurva menurun berada didepan kurva menaik, yang menunjukkan bahan tersebut menunjukkan konsistensi lebih rendah pada setiap harga rate of shear pada kurva menurun dibandingkan pada kurva menaik. Sehingga peningkatan konsentrasi NLES dan NLS mempengaruhi sifat alir sediaan sabun cair. Pada sediaan sabun cair FI sampai dengan FVI
peningkatan konsentrasi surfaktan tidak mempengaruhi sifat alir, karena sifat alir sediaan tetap dengan sifat alir pseudoplastis. Peningkatan konsentrasi NLS dan NLES mempengaruhi penurunan dari kecepatan awal-akhir (rpm) pada Brookfield LVDV-E disebabkan karena meningkatnya kekentalan sabun. Bobot Jenis Pemeriksaan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer 50 ml. Hasil pengukuran dapat dilihat pada grafik (Gambar 3). Dari hasil pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa semua formulasediaan sabun mandi cair ekstrak air kelopak bunga rosella memenuhi persyaratan bobot jenis yang ditetapkan Standar nasional Indonesia untuk sediaan sabun cair yaitu 1,01 – 1,10 g/ml (SNI 06-40851996). Bobot jenis ditentukan oleh komponen- komponen yang ada dalam sediaan tersebut. Semakin banyak komponen yang ada dalam sediaan maka fraksi berat semakin tinggi, sehingga bobot jenis juga semakin tinggi. Viskositas berbanding lurus
Gambar 2. Grafik Sifat alir NLS dan NLES
Gambar 3. Grafik Bobot Jenis NLS dan NLES dengan bobot jenis, sehingga semakin tinggi bobot jenis maka viskositas akan semakin meningkat (Martin et al. 1993). Dari percobaan yang telah dilakukan maka data yang diperoleh sesuai dengan teori tersebut dimana, sediaan viskositas sediaan sabun cair meningkat akan dapat meningkatkan bobot jenisnya. Tegangan Permukaan Pemeriksaan tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat tensiometer Semi-Atomatic du Nouy tipe Kruss Cole Pamer. Hasil pengukuran dapat dilihat pada grafik (Gambar 4). Dari hasil pengukuran tegangan permukaan sediaan sabun cair ekstrak kelopak bunga rosella dari formula I sampai VI yaitu berkisar 36,0 – 38,8
tidak jauh tiap formula dipengaruhi oleh kenaikan konsentrasi surfaktan. Salah satu sebab penurunan tegangan permukaan adalah dipengaruhi oleh penggunaan surfaktan. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang akan terkonsentrasi dalam daerah permukaan atau antarmuka. Surfaktan mempunyai daerah hidrofilik akan berikatan kuat dengan air dan bagian lipofilik akan tertarik atau menolak air (Lachman 1989). Bila ditambahkan surfaktan, maka kohesi antara gugus polar/ hidrofil surfaktan – air ke arah ke bawah, dan adesi antara gugus non polar/lipofil surfaktan – udara ke arah ke atas. Ternyata kohesi hidrofil surfaktan – udara lebih besar daripada adhesi lipofil surfaktan – air, sehingga energi bebas permukaan berkurang dan
Gambar 4. Tegangan Permukaan NLS an NLES dyne/cm Kriteria tengangan permukaan sabun mandi cair yang baik yaitu 27 – 46 dyne/cm (Wilkinson 1982). Dari data diatas pada formula I sampai VI dapat disimpulkan bahwa penurunan tegangan permukaan yang
dapat menurunkan tegangan permukaan (Martin et al. 1993). Sediaan sabun cair ekstrak air kelopak bunga rosella mampu menurunkan tegangan permukaan air yaitu 72,8 dyne/cm menjadi 36 – 38,8 dyne/cm
karena kandungan surfaktan dengan konsentrasi 6,5% , 7% dan 7,5% Natrium lauril sulfat atau Natrium lauril eter sulfat. Selain itu surfaktan dapat berfungsi lain pada pembersihan seperti; melonggarkan, mengemulsikan (mendispersikan dalam air), mempertahankan kotoran agar tersuspensi sampai terbilaskan. Surfaktan yang bersifat basa juga berguna dalam membersikan kotoran asam (Rosen 1978). Pada formula NLS 7,5% lebih dapat mempengaruhi tegangan permukaan dibandingkan dengan NLES 7,5%, karena dapat menurunkan tegangan permukaan air dari 72,8 dyne/cm menjadi 36 dyne/cm. pH Pemeriksaan pH dilakukan menggunakan pH meter tipe HANNA 211. Hasil pengukuran dapat dilihat pada grafik (Gambar 5). Hasil pemeriksaan pH pada sediaan sabun cair ekstrak air kelopak bunga rosella pada formula I sampai VI yaitu berkisar antara 6,02 – 6,32. Hal tersebut disebabkan karena penambahan dapar fosfat campuran pH 8 yang ditambahkan harus mencapai pH 6.
yang bersifat asam. Sebelum ditambahkan dapar pH sabun cair berkisar antara 3 – 4. Jika ditambahkan penye-imbang pH yang bersifat asam seperti asam sitrat maka akan menyebakan pH sabun cair menjadi lebih asam dan dapat mengiritasi kulit. Tinggi Busa Pengukuran tinggi busa menggunakan gelas ukur tertutup 100 ml dengan Metode Ross Miles menggunakan air sadah dan konsentrasi sabun cair 0,1% sebanyak 50 ml. Hasil pengukuran tinggi busa dapat dilihat pada grafik (Gambar 21-24). Pada hasil pengukuran dapat dilihat tinggi busa terbentuk pada menit ke-0 dilakukan pada air sadah mencerminkan kemampuan surfaktan untuk menghasilkan busa. Lalu diukur stabilitas busa setelah 5 menit, maka busa tinggi busa akan menurun. Tinggi busa diukur setelah 5 menit dilakukan untuk melihat penurunan busa setelah dibersihkan dan jika air yang mengandung busa mengalir ke lingkungan, maka diharapakan busa tidak menumpuk dan mencemari lingkungan. Pemeriksaan tinggi busa merupakan salah satu cara untuk
Gambar 5. Pengukuran pH NLS dan NLES pH sabun mandi cair tipe detergen menurut Standar Nasional Indonesia pH antara 6 – 8 (SNI 06-4085-1996). Dipilih dapar fosfat pH 8 sebagai penyeimbang pH disebabkan sabun cair
mengontrol suatu produk deterjen agar menghasilkan sediaan yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan busa. Tidak ada syarat tinggi busa minimum atau maksimum untuk sediaan sabun
mandi cair. Hal ini lebih dikaitkan pada nilai psikologis dan estetika yang disukai oleh konsumen. Hasil Analisa Data Pengujian statistik terhadap data hasil pengukuran pH, bobot jenis, viskositas, tegangan permukaan, dan tinggi busa sabun mandi cair ekstrak air kelopak bunga rosella menggunakan uji Anava satu arah (one way ANAVA) yang kemudian dilanjutkan uji T. Dari hasil uji statistika Anava satu arah dengan nilai P > 0,05 dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Pada analisis varian data statistik NLS terjadi perbedaan bermakna pada data viskositas (sig = 0,008), pH (sig = 0,000) dan tegangan permukaan (sig = 0,040) karena nilai signifikasi < 0,05. Dari uji tukey dari data viskositas terlihat bahwa terjadi perbedaan bermakna pada FIII terhadap FI dan FII. Sedangkan pada uji pH terlihat perbedaan bermakna pada FI terhadap FII dan FIII. Dan dari data tegangan permukaan terjadi perbedaan bermakna antara FIII dan FI. Terdapat perbedaan bermakna antar formula yang menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi NLS dan NLES sebagai surfaktan menunjukan adanya perbedaan tegangan permukaan yang signifikan antara FI dengan FIII dan FIII dengan FI. Pada hasil uji statistika ANAVA satu arah dengan nilai P > 0,05 pada formula NLES dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Pada analisis varian data statistik NLES terjadi perbedaan bermakna pada data viskositas (sig = 0,008), tegangan permukaan (sig = 0,001), dan data tinggi busa menit ke-0 (sig = 0,026) karena nilai signifikasi < 0,05. Dari uji tukey terlihat bahwa terjadi perbedaan bermakna pada FVI terhadap FIV dan FV. Pada uji tegangan terlihat
perbedaan bermakna pada FVI terhadap FIV dan FV. Sedangkan pada uji tinggi busa menit ke-0 terlihat perbedaan bermakna pada FIV terhadap FV dan FVI. Terdapat perbedaan bermakna antar formula yang menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi NLS dan NLES sebagai surfaktan menunjukan adanya perbedaan tegangan permukaan yang signifikan antara FIV dengan V, FIV dengan FVI, FV dengan FIV dan FVI dengan FIV. Pada hasil uji T terhadap data evaluasi sifat fisik pada formula III dan formula VI dibandingkan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada data bobot jenis, viskositas, tegangan permukaan dan tinggi busa menit ke-0. Pada uji t bobot jenis nilai mean bobot jenis NLS lebih besar dari mean bobot jenis NLES, NLS yaitu 1,0399 g/ml > NLES yaitu 1,0277 g/ml. Pada uji t tegangan permukaan nilai mean NLES lebih tinggi dibandingkan dengan mean NLS, yaitu NLES 37,100 dyne/cm > NLS 36,0 dyne/cm. untuk uji t viskositas mean NLES lebih tinggi dibandingkan dengan mean NLS yaitu NLES yaitu, NLES 5788 cps > NLS 2422,33 cps. Pada uji t tinggi busa menit ke-0 mean tinggi busa NLES > mean tinggi busa NLS yaitu NLES 9,2 cm > NLS 8,7 cm. Dari pengujian statistik dapat mendukung untuk penarikan kesimpulan. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan NLS dengan konsentrasi 7,5% lebih baik dibandingkan NLES dengan konsentrasi 7,5% sebagai surfaktan terhadap sifat fisik khususnya pada tegangan permukaan dari sediaan sabun cair ekstrak air kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.).
DAFTAR PUSTAKA Balsam MS, Sagarin E. 2008. Cosmetics Science and Technology. Second Edition. Volume 2. London: John Wiley & Sons inc. Hlm 103 -107. Butler H. 2000. Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps. Tent Edition. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Hal 102-106. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; Hlm. 378,419. Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; Hlm. 1-11. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; Hlm. 329, 413, 595, 1030, 1039 Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; Hlm. xxvi, 5. Edy. 2006. Formulasi Sediaan Sabun Cair Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) Dengan Berbagai Konsentrasi Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta. Hunting, L.L, Anthony. 1983. Encyclopedia of Shampoo Ingridients. Micelle Press. Cranford, New Jersey and London. Hlm. 184, 361. Kartiningsih, Rahmat D. 2006. Formulasi Sediaan Sabun mandi Cair dari Jus Lidah Buaya. Dalam: Jurnal Ilmu
Kefarnasiaan Indonesia. Universitas Pancasila, Jakarta. Hlm 80-82, 1077-1082. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri I. Jakarta: UI Press. Hlm. 265-311. Martin A, Swarbick J, Cammarata A. 1993. Farmasi Fisik. Edisi III. Diterjemahkan oleh Yoshita. Univeristas Indonesia Press, Jakarta. Hlm. 922-943,10771103. Mounnissamy VM, Kavimani S, Gunasegaran R. 2002. Antibacterial acticity of gossypetin isolated from Hibiscus sabdariffa. The Antiseptic, India. Hlm. 81-82. Rosen JM. 1978. Surfactant and Interfacial Phenomena. New York. John Wiley & Son. Hlm 201-221, 272-290. Rowe RC, Sheskey PJ, Weller PJ. 2009. Handbook of Pharmaceutical exipient. 6th edition. Amerika Pharmaceutical Associat. Washington. Hlm. 181, 242, 270, 283, 326, 596, 654. SNI 06-4085. 1996. Sabun Mandi Cair. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Hlm. 1-6. Tadros TF. 2005. Applied Surfactant: Principles and Applications. Weinheim. WILEY-VCH. Hlm. 512-513. Triantafillopoulus N. 1988. Measurement of Fluid Rheology and Interpretation of Rheogram. Second Edition. Kaltec Scientific, Inc. USA. Hlm. 4-5, 31 Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Hlm. 3-17, 94-103.
Wilkinson JB, Moore RJ. 1982. Harry’s Cosmeticology. Seventh Edition. New York. Chemichal Publishing Company. Hal 92-99, 462. Zoller U. 2009. Handbook of Detergent - Part E: Application. CRC Press. USA. Hal 116. Zuhrotun A, Hendriani R, Kusuma SAF. 2009. Pemanfaatan Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Asal Kabupaten Bandung Barat Sebagai Antiinfeksi Terhadap Beberapa Genus Bakteri Sthapylococcus. Dalam: Jurnal Penelitian. Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran. Bandung.