Sudaryatno Sudirham
Mengenal Sifat Material #2
Bahan Kuliah Terbuka dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dalam format pps beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org
Paparan Teori ada di Buku-e dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org
[6]
Konduktor Material
σe [siemens]
Isolator Material
σe [siemens]
Perak
6,3×107
Gelas (kaca)
2 ∼ 3×10−5
Tembaga
5,85×107
Bakelit
1 ∼ 2×10−11
Emas
4,25×107 3,5×107
10−10 ∼ 10−15
Aluminium
Gelas (borosilikat)
Tungsten
1,82×107
Mika
10−11 ∼ 10−15
Kuningan
1,56×107
Polyethylene
10−15 ∼ 10−17
Besi
1,07×107
Nickel
1,03×107
Baja
0,7×107
Stainless steel
0,14×107
Model Klasik Sederhana
Jika pada suatu material konduktor terjadi perbedaan potensial, arus listrik akan mengalir melalui konduktor tersebut kuat medan [volt/meter] kerapatan arus [ampere/meter2]
Je =
Ε
ρe
resistivitas [Ωm]
= σ eΕ konduktivitas [siemens]
Medan listrik E memberikan gaya dan percepatan pada elektron sebesar
Fe = eE
eE a= me
Karena elektron tidak terakselerasi secara tak berhingga, maka dapat dibayangkan bahwa dalam pergerakannya ia harus kehilangan energi pada waktu menabrak materi pengotor ataupun kerusakan struktur pada zat padat. Jika setiap tabrakan membuat elektron kembali berkecepatan nol, dan waktu antara dua tabrakan berturutan adalah 2τ maka kecepatan rata-rata adalah:
v=
τeE me
Model Klasik Sederhana kecepatan
benturan
vmaks ve = 0
4τ
2τ
ne Eτ J e = nev = me 2
kerapatan arus
kerapatan elektron bebas
waktu
= σ eE
2τeE = me
τeE me
6τ
ne 2τ σe = me
Jika tak ada medan listrik, elektron bebas bergerak cepat pada arah yang acak sehingga tak ada aliran elektron netto. Medan listrik akan membuat elektron bergerak pada arah yang sama.
Teori Drude-Lorentz Tentang Metal
1900: Drude mengusulkan bahwa konduktivitas listrik tinggi pada metal dapat dijelaskan sebagai kontribusi dari elektron valensi yang dianggap dapat bergerak bebas dalam metal, seperti halnya molekul gas bergerak bebas dalam suatu wadah. Gagasan Drude ini dikembangkan lebih lanjut oleh Lorentz. Elektron dapat bergerak bebas dalam kristal metal pada potensial internal yang konstan. Ada dinding potensial pada permukaan metal, yang menyebabkan elektron tidak dapat meninggalkan metal. Semua elektron bebas berperilaku seperti molekul gas (mengikuti statistik Maxwell-Boltzmann); elektron ini memiliki distribusi energi yang kontinyu. Gerakan elektron hanya dibatasi oleh tabrakan dengan ion-ion metal.
Medan listrik E memberikan gaya dan percepatan pada elektron sebesar
Fe = eE
eE a= me
Integrasi a terhadap waktu memberikan kecepatan elektron, yang disebut kecepatan drift :
vdrift
eE t = me
vdrift
Kecepatan drift ini berubah dari 0 sampai vdrift maks , yaitu kecepatan sesaat sebelum tabrakan dengan ion metal.
eE = t me
Kecepatan drift rata-rata dapat didekati dengan:
vdrift
vdrift
eE = = t 2 2 me
Jika jalan bebas rata-rata elektron adalah L maka waktu rata-rata antara tabrakan dengan tabrakan berikutnya adalah
L t= µ + vdrift kecepatan thermal
vdrift << µ
t≈
L
µ
vdrift
eE eE L = t= 2 me 2 me µ
Kerapatan arus adalah:
J e = nevdrift
ne 2 EL = 2 me µ
=
E
ρ
2me µ ρ= 2 ne L
Model Pita Energi untuk Metal
Pita energi paling luar, jika ia hanya sebagian terisi dan padanya terdapat tingkat Fermi, disebut sebagai pita konduksi. Pada metal, pita valensi biasanya hanya sebagian terisi
Sodium kosong celah energi EF
kosong terisi
pita valensi
pita konduksi
Pada beberapa metal, pita valensi terisi penuh. Akan tetapi pita ini overlap dengan pita di atasnya yang kosong. Pita yang kosong ini memfasilitasi tingkat energi yang dengan mudah dicapai oleh elektron yang semula berada di pita valensi.
Magnesium kosong EF terisi penuh
pita valensi
Model Mekanika Gelombang
Dalam model mekanika gelombang, elektron dipandang sebagai paket gelombang, bukan partikel. Kecepatan grup dari paket gelombang adalah
df v g = 2π dk
Karena E = hf , maka:
2π dE vg = h dk
f = frekuensi DeBroglie k = bilangan gelombang
Percepatan yang dialami elektron adalah
2π d dE 2π d 2 E dk a= = = dt h dt dk h dk 2 dt dv g
Percepatan yang dialami elektron adalah
2π d dE 2π d 2 E dk a= = = dt h dt dk h dk 2 dt dv g
Percepatan ini terjadi karena ada medan listrik E, yang memberikan gaya sebesar eE Gaya sebesar eE memberikan laju perubahan energi kinetik pada elektron bebas sebesar
2πeE dE dE = eE dx = eE v g dt = dt h dk
dk 2π eE = dt h
Sehingga percepatan elektron menjadi:
4π 2 d 2 E a = eE 2 h dk 2
percepatan elektron:
4π 2 d 2 E a = eE 2 h dk 2 Bandingkan dengan relasi klasik:
Fe = me a
Kita definisikan massa efektif elektron: 2
h m* = 4π 2
d E 2 dk 2
−1
eE a= m*
Untuk elektron bebas m* = me . Untuk elektron dalam kristal m* tergantung dari energinya.
m* =
2
h 4π 2
d E 2 dk 2
−1
E m * kecil
dE d 2E meningkat positif 2 dk dk
celah energi
sifat klasik
−k1
+k1
m* = me jika energinya tidak mendekati batas pita energi dan kurva E terhadap k berbentuk parabolik
k
dE menurun dk
d 2E negatif 2 dk
m * negatif
Pada kebanyakan metal m* = me karena pita energi tidak terisi penuh. Pada material yang pita valensinya terisi penuh m* ≠ me
Teori Sommerfeld Tentang Metal
Metal dilihat sebagai benda padat yang kontinyu, homogen, isotropik. Gambaran tentang elektron seperti pada teori Drude-Lorentz; elektron bebasa berada pada potensial internal yang konstan. Perbedaannya adalah bahwa elektron dalam sumur potensial mengikuti teori kuantum dan bukan mekanika klasik
Berapa statuskah yang tersedia untuk elektron atau dengan kata lain bagaimanakah kerapatan status? Bagaimana elektron terdistribusi dalam status yang tersedia dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam proses fisika?
Kita lihat lagi Persamaan Schrödinger
Aplikasi Persamaan Schrödinger: Kasus 3 Dimensi Sumur tiga dimensi z Lz Lx Ly x
y
h 2 ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ + 2 + 2 + Eψ = 0 2 2m ∂x ∂y ∂z
ψ( x, y, z ) = X ( x)Y ( y) Z ( z ) h 2 1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y ) 1 ∂ 2 Z ( z ) + + +E=0 2 2 2 2m X ( x) ∂x Y ( y ) ∂y Z ( z ) ∂z
1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y ) 1 ∂ 2 Z ( z) 2m + + = − E 2 2 2 2 X ( x) ∂x Y ( y ) ∂y Z ( z ) ∂z h
Aplikasi Persamaan Schrödinger; Kasus 3 Dimensi Sumur tiga dimensi
1 ∂ 2 X ( x) 2m = − Ex 2 2 X ( x) ∂x h
z Lz
y
Lx Ly x
1 ∂ 2Y ( y ) 2m = − Ey 2 Y ( y ) ∂y 2 h
1 ∂ 2 Z (z) 2m = − Ez 2 2 Z ( z ) ∂z h
∂ 2 X ( x) ∂x
2
+
2m h
2
E x X ( x) = 0
Ex =
n x2 h 2 8mL2x
Ey =
n 2y h 2 8mL2y
Ez =
n z2 h 2 8mL2z
Energi elektron :
Ex =
n x2 h 2
Ey =
8mL2x
n 2y h 2
Ez =
8mL2y
n z2 h 2 8mL2z
Energi elektron dinyatakan dalam momentumnya:
p x2 Ex = 2m
Ey =
p z2 Ez = 2m
p 2y 2m
sehingga :
nx h p = 2L x 2 x
2
momentum :
nyh p = 2L y 2 y
ni h pi = ± 2L i
2
nz h p = 2L z 2 z
2
momentum :
ni h pi = ± 2L i
Tanda ± menunjukkan bahwa arah momentum bisa positif atau negatif. Pernyataan ini menunjukkan bahwa momentum terkuantisasi.
px, py, pz membentuk ruang momentum tiga dimensi. Jika ruang momentum berbentuk kubus, maka satuan sisi kubus adalah h/2L
Kwadran pertama ruang momentum (dua dimensi): py setiap titik menunjukkan status momentum yang diperkenankan setiap status momentum menempati ruang sebesar h2/4L2 (kasus 2 dimensi). 0
px
py
Kwadran pertama ruang momentum (dua dimensi)
py
dp
p
0
px
setiap status momentum menempati ruang sebesar h2/4L2
0
px
(4π p dp )/ 8 N ( p)dp = 2
h 3 / 8L3
(4π p dp )V N ( p )dp = 2
h3
tiga dimensi
(4π p dp )V N ( p )dp = 2
py
h3
Karena
1/ 2
maka
dp p
0
p = (2mE )
px
tiga dimensi
dp = 2(2mE )
−1 / 2
dE
N ( E )dE =
(4π V ) × 2mE × m(2mE )−1 / 2 dE
N ( E )dE =
(2π V ) × (2m )3 / 2 E 1 / 2 dE = dN
h3
h3
massa elektron di sini adalah massa efektif Inilah kerapatan status. Setiap status mencakup 2 spin
Berapakah yang terisi?
Tingkat Energi FERMI
Densitas Status pada 0 K N ( E )dE =
(2π V ) × (2m )3 / 2 E 1 / 2 dE = dN h3
Status energi diisi oleh elektron valensi mulai dari tingkat terendah secra berurut ke tingkat yang lebih tinggi sampai seluruh elektron terakomodasi. Elektron pada status energi yang paling tinggi analog dengan elektron pada tingkat energi paling tinggi di sumur potensial. Elektron ini memerlukan tambahan energi sebesar work function untuk meninggalkan sumur potensial. Status energi paling tinggi, yaitu tingkat yang paling tinggi yang ditempati oleh elektron pada 0 K secara tentatif didefinsikan sebagai tingkat Fermi, EF. (Definisi ini sesungguhnya tidak lengkap, tetapi untuk sementara kita gunakan).
Jika p adalah jarak dari titik pusat ke momentum paling luar, maka akan diperoleh status yang terisi.
py
Status yang terisi adalah:
4 h3 8π p 3 V 3 N= π p ÷ 3 = 3 2L 3h 3
dp p
Karena 0
px
2/3
2 1 2 h 3N h = 8m π V 2m
1/ 2
8π (2m ) E 3 / 2 V N= 3h 3 3/2
Energi Fermi:
1 3N EF = 4π V
p = (2mE )
E F3 / 2 2/3
1 3N 1 = 8 π V 2m
3/ 2
h3
Densitas Status pada 0 K
N ( E )dE =
(2π V ) × (2m )3 / 2 E 1 / 2 dE = dN h3
∞ E1/2
N(E)
EF
E
Densitas & Status terisi pada 0 K Jumlah status yang terisi dihitung dari jumlah status momentum yang terisi dalam ruang momentum:
N = 2×
(4 / 3)πp 3 3
3
h /L
=
8πp 3 V 3h 3
Jika elektron pada tingkat energi EF kita pandang secara klasik, relasi energi:
E F = k BTF
di mana TF adalah temperatur Fermi Pada tingkat energi EF sekitar 4 eV, sedang maka
k B ≈ 8,6 ×10 −5 eV TF ≈ 4,7 ×10 4 K
Jadi suatu elektron klasik berada pada sekitar 50.000 K untuk setara dengan elektron pada tingkat Fermi.
Hasil Perhitungan
[1]
elemen
EF [eV]
TF [oK×10-4]
Li
4,7
5,5
Na
3,1
3,7
K
2,1
2,4
Rb
1,8
2,1
Cs
1,5
1,8
Cu
7,0
8,2
Ag
5,5
6,4
Au
5,5
6,4
E F = k B TF
Resistivitas
Menurut mekanika gelombang elektron bebas dalam kristal dapat bergerak tanpa kehilangan energi. Setiap kelainan pada struktur kristal akan menimbulkan hambatan pada gerakan elektron yang menyebabkan timbulnya resistansi listrik pada material. Bahkan pada 0o K, adanya resistansi dapat teramati pada material nyata sebab pengotoran, dislokasi, kekosongan, dan berbagai ketidaksempurnaan kristal hadir dalam material. Pada metal murni, resistivitas total merupakan jumlah dari dua komponen yaitu komponen thermal ρT, yang timbul akibat vibrasi kisi-kisi kristal, dan resistivitas residu ρr yang disebabkan adanya pengotoran dan ketidaksempurnaan kristal.
Relasi Matthiessen:
ρ = ρT + ρ r =
resistivitas total resistivitas thermal
1
konduktivitas
σe
resistivitas residu
Eksperimen menunjukkan: [6] 6
ρ [ohm-m] × 108
5 −
Cu, 3.32% Ni
4 − 3 − 2 −
Di atas temperatur Debye komponen thermal dari resistivitas hampir linier terhadap temperatur: Temperatur Debye:
Cu, 2,16% Ni
θD =
hf D kB
frekuensi maks osilasi
Cu, 1,12% Ni konstanta Boltzmann 1,38×10−23 joule/oK
1 − Cu |
100
|
200
300 oK
cs λD = fD
panjang gelombang minimum osilator
kecepatan rambat suara
Relasi Nordheim:
ρ r = Ax(1 − x ) konstanta tergantung dari jenis metal dan pengotoran
ρ r = Ax
0,20
ρr / ρ273
Jika x << 1
konsentrasi pengotoran
0,15 − 0,10 − In dalam Sn 0,05 − |
1%
|
2%
|
3%
4%
Pengaruh Jenis Pengotoran pada
Cu
[6]
ρ [ohm-meter]
P 2,5×10−8
Fe
−
Cr
2,0×10−8 −
Sn ρT (293) |
1,5×10−8 0
0,05
|
0,10
|
0,15
Ag
|
0,20 % berat
Emisi Elektron
Elektron bebas dalam metal tidak meninggalkan metal, kecuali jika mendapat tambahan energi yang cukup.
eF Energi
EF Hampa
+
+
+
+ x
Peristiwa photolistrik I 3x lumen cahaya emitter
2x lumen
collector
A
x lumen
−V0
0
V
V Sumber tegangan variabel
Pada tegangan ini semua elektron kembali ke katoda (emitter) Energi kinetik elektron = e V0 Laju keluarnya elektron (arus) tergantung dari intensitas cahaya tetapi energi kinetiknya tidak tergantung intensitas cahaya
cahaya emitter
collector
Intensitas cahaya konstan tetapi panjang gelombang berubah I
A V Sumber tegangan variabel
λ=6500Å (merah) λ=5500Å (hijau) λ=5000Å (biru) −V01 −V02 −V03
V
cahaya emitter
collector
A V Sumber tegangan variabel
Photon dengan energi hf diserap elektron di permukaan metal sehingga elektron tersebut mendapat tambahan energi. Jika pada awalnya elektron menempati tingkat energi tertinggi di pita konduksi dan bergerak tegak lurus ke arah permukaan, ia akan meninggalkan emitter dengan energi kinetik maksimum
Ek maks= hf − eφ Energi yang diterima Energi untuk mengatasi hambatan di permukaan (dinding potensial)
cahaya emitter
collector Ek
maks
Ek < Ek A hf V Sumber tegangan variabel
eφ φ
EF tingkat energi terisi
hf
maks
Jika V0 (yang menunjukkan energi kinetik) di-plot terhadap frekuensi:
cahaya emitter
collector
Vo
Slope = h/e Metal 1
A
Metal 2
V −φ1 Sumber tegangan variabel
f
−φ2
Rumus Einstein:
eV0 = hf − eφ
Peristiwa Emisi Thermal Pada temperatur tinggi, sebagian elektron memiliki energi kinetik yang lebih tinggi dari energi rata-rata elektron sehingga dapat melampaui work function ( eφ ). katoda
vakum
anoda
Jika arus cukup tinggi, terjadi saling tolak antara elektron di ruangan sehingga elektron dengan energi rendah tidak mencapai anoda. Muatan ruang makin berpengaruh jika arus makin tinggi. Arus akan mencapai kejenuhan.
pemanas A
I
V
−V
V
Makin tinggi temperatur katoda, akan makin tinggi energi elektron yang keluar dari permukaan katoda, dan kejenuhan terjadi pada nilai arus yang lebih tinggi. katoda
vakum
anoda
I
T3 T2 T1
V −V Kejenuhan dapat diatasi dengan menaikkan V
pemanas A V
I
V3 V2 V1 T
Pada tegangan yang sangat tinggi, dimana efek muatan ruang teratasi secara total, semua elektron yang keluar dari katoda akan mencapai anoda. V=∞ katoda
vakum
anoda I V2 V1 T
pemanas Persamaan Richardson-Dushman
A V
J = AT 2 e − eφ / kT kerapatan arus konstanta dari material k = konstanta Boltzman = 1,38×10−23 joule/oK
Nilai φ tergantung dari temperatur :
φ = φ 0 + αT pada 0o K
katoda
vakum
anoda
α = dφ / dT koefisien temperatur
eα ≈ 10
−4
o
eV/ K
pada kebanyakan metal murni
pemanas A V
Persamaan Richardson-Dushman menjadi:
J = AT 2 e − e α / k e − e φ 0 / kT
Persamaan Richardson-Dushman
2 − e α / k − e φ 0 / kT
katoda
vakum
anoda
J = AT e J AT
2
e
= Ae − e α / k e − e φ 0 / kT
J eα eφ 0 = ln A − ln − 2 k kT AT
pemanas A V
J ln AT
2
Linier terhadap
1 T
[6]
Beberapa Material Bahan Katoda Material katoda
titik leleh [OK]
temp. kerja [OK]
work function [eV]
A [106amp/m2 oK2
W
3683
2500
4,5
0,060
Ta
3271
2300
4,1
0,4 – 0,6
Mo
2873
2100
4,2
0,55
Th
2123
1500
3,4
0,60
Ba
983
800
2,5
0,60
Cs
303
290
1,9
1,62
Peristiwa Emisi Sekunder Jika elektron dengan energi tinggi (yang disebut elektron primer) ditembakkan ke permukaan metal, elektron dapat keluar dari permukaan metal (yang disebut elektron sekunder). Energi kinetik elektron sekunder tidak harus tergantung dari energi kinetik elektron yang membentur permukaan. Efisiensi emisi sekunder dinyatakan sebagai rasio jumlah elektron sekunder, Is terhadap jumlah elektron primer yang membentur permukaan, Ip. Rasio ini disebut secondary emission yield, δ, dan merupakan fungsi dari energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan. Jika energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan terlalu rendah hanya sedikit dihasilkan emisi sekunder.
Jika energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan terlalu tinggi hanya sedikit juga dihasilkan emisi sekunder. Hal ini disebabkan karena elektron yang membentur permukaan metal sempat masuk (penetrasi) ke dalam metal sebelum terjadi benturan dengan elektron bebas dalam metal. Elektron bebas yang menerima tambahan energi mengalami tabrakantabrakan sebelum mencapai permukaan, dan mereka gagal keluar dari permukaan metal. δ Akibatnya adalah δ sebagai fungsi dari energi berkas elektron, mempunyai nilai maksimum.
δmaks
Ek maks 0 0
Ek
Emisi Sekunder emitter
δmaks
Ek [eV]
Al
0,97
300
Cu
1,35
600
Cs
0,9
400
Mo
1,25
375
Ni
1,3
550
W
1,43
700
gelas
∼2,5
400
BeO
10,2
500
Al2O3
4,8
1300
[6]
Efek SCHOTTKY Dalam peristiwa emisi thermal telah disebutkan bahwa kenaikan medan listrik antara emitter dan anoda akan mengurangi efek muatan ruang.
Medan E memberikan potensial −eEx pada jarak x dari permukaan
V2 V1
medan listrik tinggi V = eEx
penurunan work function
Energi
Medan yang tinggi juga meningkatkan emisi karena terjadi perubahan dinding potensial di permukaan katoda.
V3
I
e∅
EF
e∆∅ x0
+
+
+
+ x
nilai maks dinding potensial
Peristiwa Emisi Medan Hadirnya medan listrik pada permukaan katoda, selain menurunkan work function juga membuat dinding potensial menjadi lebih tipis. medan listrik sangat tinggi V = eEx
penurunan work function e∆∅
e∅
EF Energi
jarak tunneling
+
+
+
+ x
Karakteristik Dielektrik
Faktor Desipasi Dielektrik digunakan pada kapasitor dan sebagai bahan isolasi Permitivitas relatif didefinisikan sebagai rasio permitivitas dielektrik (ε) dengan permitivitas ruang hampa (ε0)
ε εr ≡ ε0 Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif εr disisipkan antara dua pelat kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d , maka kapasitansi yang semula
A C0 = ε 0 d
berubah menjadi
A A C = ε = ε 0ε r = C 0ε r d d
dielektrik meningkatkan kapasitansi sebesar εr kali
Diagram fasor kapasitor
Desipasi daya (menjadi panas):
P = VC I Rp = VC I C tan δ
im Itot
IC
tanδ : faktor desipasi (loss tangent)
δ
IRp
VC
re
P = ε r V0 ωC V0 tan δ = 2 πf V0 Cε r tan δ 2
εr tanδ : faktor kerugian (loss factor)
Kekuatan Dielektrik Gradien tegangan maksimum yang masih dapat ditahan oleh dielektrik sebelum terjadi tembus listrik Nilai kekuatan dielektrik secara eksperimen sangat tergantung dari ukuran spesimen, elektroda, serta prosedur percobaan Tembus listrik diawali oleh hdirnya sejumlah elektron di pita konduksi. Elektron ini mendapat percepatan oleh adanya medan listrik yang tinggi sehingga memperoleh energi kinetik yang tinggi. Sebagian energi ini ditransfer ke elektron valensi sehingga elektron valensi naik ke pita konduksi. Jika jumlah elektron ini cukup banyak maka akan terjadi avalans elektron di pita konduksi. Arus meningkat dengan cepat sehingga terjadi peleburan lokal, terbakar, atau penguapan. Elektron awal bisa hadir oleh beberapa sebab: discharge antara elektroda tegangan tinggi dengan permukaan dielektrik yang terkontaminasi, poripori berisi gas dalam dielektrik, pengotoran oleh atom asing.
600 −
Kekuatan Dielektrik udara 400 psi
[6]
SF6 100 psi
Tegangan tembus [kV]
500 − 400 − High Vacuum 300 − Minyak Trafo 200 −
Porselain SF6 1 atm
100 −
udara 1 atm
0 0
0.51 1.03 1.55 2,13 2,54 Jarak elektroda [m] X 10−2
Polarisasi
Dua Pelat Paralel
σ0 +
+
Tanpa dielektrik :
+
E0
d −
−
−
σ
E
− + −
− + −
− + −
+ + + + + + +
σ Q0 V Q0 / C0 = = = 0 ε0 A d d ε0 d d
Dengan dielektrik :
− − − − − − −+ + +
+ − + −
E=
d
E=
V Q/C Q σ = = = ε 0ε r A d d ε 0ε r d d
σ − σ 0 = ε 0ε r E − ε 0 E = ε 0 E (ε r − 1) = P timbul karena terjadi Polarisasi
Polarisasi : total dipole momen listrik per satuan volume Dipole listrik :
p e = qr
Molekul di dalam dielektrik mengalami pengaruh medan listrik yang lebih besar dari medan listrik yang diberikan dari luar. Medan listrik yang dialami oleh molekul ini disebut medan lokal. −
E
−
−
+ − + − + − + −
+ − + − + − + −
+
−
σ
+
+
−
−
+ − + − + − + −
+
+
− + − + − + − + −
+
P = Nα Elok = ε 0 E (ε r − 1)
+
Induksi momen dipole oleh medan lokal Elok adalah
p mol = α Elok polarisabilitas
P = Nα Elok jumlah molekul per satuan volume
Nα Elok (ε r − 1) = ε0E
4 macam polarisasi ada medan tak ada medan
E
a. polarisasi elektronik :
Teramati pada semua dielektrik.
Terjadi karena pergeseran awan elektron pada tiap atom terhadap intinya.
4 macam polarisasi ada medan tak ada medan
b. polarisasi ionik :
+
−
+
−
+
−
+
−
+
E −
+ − +
+ −
+ −
+
Terjadi karena pergeseran ion-ion yang berdekatan dan berlawanan muatan. Hanya ditemui pada material ionik.
4 macam polarisasi ada medan tak ada medan
+ −
+ −
+ −
c. polarisasi orientasi :
+ −
E
Terjadi pada material padat dan cair yang memiliki molekul asimetris yang momen dipole permanennya dapat diarahkan oleh medan listrik.
4 macam polarisasi d. polarisasi muatan ruang :
ada medan
tak ada medan + − − + −
+ − + − +
− + + − +
+ − − + −
− + + − +
− − + − −
E + + + + +
+ + − + +
− + + − −
Terjadi pengumpulan muatan di perbatasan dielektrik.
+ − − + +
− + − − −
− − − − −
εr Tergantung Pada Frekuensi Dan Temperatur
Dalam medan bolak-baik, polarisasi total P, polarisabilitas total α, dan εr, tergantung dari kemudahan dipole untuk mengikuti medan yang selalu berubah arah tersebut. Dalam proses mengikuti arah medan tersebut, waktu yang dibutuhkan oleh dipole untuk mencapai orientasi keseimbangan disebut waktu relaksasi. Kebalikan dari waktu relaksasi disebut frekuensi relaksasi. Jika frekuensi dari medan yang diberikan melebihi frekuensi relaksasi, dipole tidak cukup cepat untuk mengikutinya, dan proses orientasi berhenti. Karena frekuensi relaksasi dari empat macam proses polarisasi berbeda-beda, maka kontribusi dari masing-masing proses pada polarisasi keseluruhan dapat diamati.
elektronik ionik orientasi muatan ruang
P;
εr
muatan ruang orientasi ionik
α
elektronik
absorbsi; loss factor power
audio
frekuensi listrik
radio
infra cahaya merah tampak frekuensi optik
frekuensi
20 −
5×102 cps 104 cps
15 −
εr
10 −
8×102 cps
5 − 0 0
100
200
300 oC
silica glass
[6]
400
Kehilangan Energi
Diagram fasor kapasitor
Desipasi daya (menjadi panas):
P = VC I Rp = VC I C tan δ
im Itot
IC
tanδ : faktor desipasi (loss tangent)
δ
P = ε r V0 ωC V0 tan δ = 2πf V0 Cε r tan δ 2
IRp
VC
re
εr tanδ : faktor kerugian (loss factor)
Salah satu kriteria dalam pemilihan material untuk keperluan konstruksi adalah kekuatan mekanis-nya
Beberapa uji mekanik:
uji tarik (tensile test) uji tekan (compression test) uji kekerasan (hardness test) uji impak (impact test) uji kelelahan (fatigue test)
Uji tarik (tensile test) dan uji tekan (compression test) dilakukan untuk mengetahui kemampuan material dalam menahan pembebanan statis. Uji kekerasan untuk mengetahui ketahanan material terhadap perubahan (deformation) yang permanen. Uji impak untuk mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan mekanis yang tiba-tiba. Uji kelelahan untuk mengetahui lifetime dibawah pembebanan siklis.
A0 l0
A l
sebelum pembebanan
dengan pembebanan
P Engineering Stress : σ , didefinisikan sebagai rasio antara beban P pada suatu sampel dengan luas penampang awal dari sampel. Engineering Stress :
P σ= A0
Engineering Strain : ε , didefinisikan sebagai rasio antara perubahan panjang suatu sampel dengan pembebanan terhadap panjang awal-nya. Engineering Strain :
l − l 0 ∆l ε= = l0 l0
daerah elastis
Stress-Strain Curve :
mulai daerah plastis
0 0
×
yield strength
| | | | 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 strain, ε [in./in.]
contoh kurva stress-strain dari Cu polikristal
|
9
E 6
|
10
retak
linier
3
|
20
|
30
|
ultimate tensile strength
stress, σ [1000 psi]
12
|
stress, σ [1000 psi]
40
0 0
batas elastis
| 0.001
| 0.002
| 0.003
strain, ε [in./in.] di daerah elastis: σ = E ε (Hukum Hooke) E = modulus Young
lower yield point
0
| 0
|
0.05 0.10
|
strain, ε [in./in.] baja 1030
|
50 0
|
0.15 0.20
100
|
20
|
40
150
|
×
upper yield point
stress, σ [1000 psi]
|
60
×
200
|
stress, σ [1000 psi]
80
0.25
| 0
|
|
0.001 0.002 0.003
strain, ε [in./in.] tungsten carbide
tarik
|
0 0
|
0.01 0.02
|
|
0.03 0.04
strain: ε [in./in.] besi tuang
×
| |
×
2
1
|
|
stress: σ [1000 psi]
40
tekan
|
80
3
×
|
stress: σ [1000 psi]
120
tekan
× tarik 0 0
|
|
|
|
0.001
0.002
0.003
0.004
strain: ε [in./in.]
beton
Uji kekerasan mengukur kekuatan material terhadap suatu indenter ; indenter ini bisa berbentuk bola, piramida, kerucut, yang terbuat dari material yang jauh lebih keras dari material yang diuji. Uji kekerasan dilakukan dengan memberikan beban secara perlahan, tegaklurus pada permukaan benda uji, dalam jangka waktu tertentu. P
Salah satu metoda adalah Test Brinell, dengan indenter bola tungsten carbide, D = 10 mm
D
Hardness Number dihitung dengan formula:
d spesimen
BHN =
2P πD D − D 2 − d 2
Uji impak mengukur energi yang diperlukan untuk mematahkan batang material yang diberi lekukan standar, dengan memberikan beban impuls.
Beban impuls diberikan oleh bandul dengan massa tertentu, yang dilepaskan dari ketinggian tertentu. Bandul akan menabrak spesimen dan mematahkannya, kemudian naik lagi sampai ketinggian tertentu.
ujung bandul spesimen penahan
Dengan mengetahui massa bandul dan selisih ketinggian bandul saat ia dilepaskan dengan ketinggian bandul setelah mematahkan spesimen, dapat dihitung energi yang diserap dalam terjadinya patahan.
Semua jenis material berubah bentuk, atau berubah volume, atau keduanya, pada waktu mendapat tekanan ataupun perubahan temperatur. Perubahan tersebut dikatakan elastis jika perubahan bentuk atau volume yang disebabkan oleh perubahan tekanan ataupun temperatur dapat secara sempurna kembali ke keadaan semula jika tekanan atau temperatur kembali ke keadaan awalnya. Pada material kristal, hubungan antara stress dan strain adalah linier sedangkan pada material non kristal (dengan rantai molekul panjang) pada umumnya hubungan tersebut tidak linier.
elastis
stress, σ
stress, σ
A A
elastis strain, ε
strain, ε
Pada bagian kurva stress-strain yang linier dapat dituliskan hubungan linier
σ=Eε
E = modulus Young
stress: σ
A Modulus Young ditentukan dengan cara lain, misalnya melalui formula: elastis
v = strain: ε
E ρ
densitas material
kecepatan rambat suara dalam material
Ada beberapa konstanta proporsionalitas yang biasa digunakan dalam menyatakan hubungan linier antara stress dan strain, tergantung dari macam stress dan strain 1) Modulus Young
Panjang awal
σz
l0
l
stress: σz
Panjang sesudah ditarik
E=
σz
l0εz ∆l l − l 0 = = 2 2 2
strain: εz
σz εz
2). Modulus shear
γ = tan θ
δ θ
Shear stress, τ
l0
τ G= γ
Shear strain, γ
volume awal V0
σ x = σ hyd
σ y = σ hyd
σ z = σ hyd
hydrostatic stress : σhyd
3) Modulus bulk (volume)
K =
σ hyd ∆V /V0
perubahan volume ∆V / V0
Energi potensial dari dua atom sebagai fungsi jarak antara keduanya dapat dinyatakan dengan persamaan: V =
−A rn
+
B rm
V : energi potensial r : jarak antar atom A : konstanta proporsionalitas untuk tarik-menarik antar atom B : konstanta proporsionalitas untuk tolak-menolak antar atom n dan m : pangkat yang akan memberikan variasi dari V terhadap r
Gaya dari dua atom sebagai fungsi jarak antara keduanya dapat diturunkan dari relasi energi potensial: F=
−∂V −nA mB = + n + 1 ∂r r r m +1
Jika : nA = a, mB = b, n + 1 = N, dan m + 1 = M, maka F =
−a rN
+
b rM
F : gaya antar atom r : jarak antar atom a : konstanta proporsionalitas untuk tarik-menarik antar atom b : konstanta proporsionalitas untuk tolak-menolak antar atom N dan M : pangkat yang akan memberikan variasi dari F terhadap r
Kurva energi potensial dan kurva gaya sebagai fungsi jarak antara atom, disebut kurva Condon-Morse:
V =
B
F=
rM tolak-menolak
jumlah r
gaya, F
energi potensial, V
rm tolak-menolak
b
jumlah r d0
d0
V =
−A n
r tarik-menarik
F =
−a
rM tarik-menarik
Kurva gaya dan garis singgung pada d0 untuk keperluan praktis dapat dianggap berimpit pada daerah elastis.
gaya, F
F =
−a rN
+
b rM
r d0 daerah elastis
Pengaruh Temperatur
Energi Potensial
Jarak rata-rata antar atom meningkat dengan peningkatan temperatur.
jarak antar atom
drmin
drata2
drmaks T >> 0o
d0
K
Tercapainya strain maksimum bisa lebih lambat dari tercapainya stress maksimum yang diberikan. Jadi strain tidak hanya tergantung dari stress yang diberikan tetapi juga tergantung waktu. Hal ini disebut anelastisitas. Jika material mendapat pembebanan siklis, maka keterlambatan strain terhadap stress menyebabkan terjadinya desipasi energi. Desipasi energi menyebabkan terjadinya damping. Desipasi energi juga terjadi pada pembebanan monotonik isothermal di daerah plastis. Gejala ini dikenal sebagai creep.
Efek Thermoelastik Material kristal cenderung turun temperaturnya jika diregangkan (ditarik). Jika peregangan dilakukan cukup lambat, maka material sempat menyerap energi thermal dari sekelilingnya sehingga temperaturnya tak berubah. Dalam hal demikian ini proses peregangan (straining) terjadi secara isothermik. εM σ σM
σ
εA
X A
M
M
σM
X
adiabatik isothermik
O
A’
ε
O
ε
Loop Histerisis Elastis
Desipasi energi per siklus tergantung dari frekuensi σ
f1
ε
O
f2>f1
ε
O
f3>f2
ε
σ
σ
O f >f ε 4 3
O f >f ε 5 4
desipasi energi per siklus
O
σ
σ
f1
f2
f3 frekuensi
f4
f5
Peregangan bisa menyebabkan terjadinya difusi atom.
Waktu Relaksasi : τ ε
ε 2 − ε1 a= ε2
ε2 ε1
t0
t1
(
ε = ε 2 1 − ae −t / τ
)
t
ε = aε 2 e −[(t −t1 ) / τ]
Keretakan adalah peristiwa terpisahnya satu kesatuan menjadi dua atau lebih bagian. Bagaimana keretakan terjadi, berbeda dari satu material ke material yang lain, dan pada umumnya dipengaruhi oleh stress yang diberikan, geometris dari sampel, kondisi temperatur dan laju strain yang terjadi. Keretakan dibedakan antara keretakan brittle dan ductile. Keretakan brittle terjadi dengan propagasi yang cepat sesudah sedikit terjadi deformasi plastis atau bahkan tanpa didahului oleh terjadinya deformasi plastis. Keretakan ductile adalah keretakan yang didahului oleh terjadinya deformasi plastis yang cukup panjang / lama, dan keretakan terjadi dengan propagasi yang lambat.
Pada material kristal, keretakan brittle biasanya menjalar sepanjang bidang tertentu dari kristal, yang disebut bidang cleavage. Pada material polikristal keretakan brittle tersebut terjadi antara grain dengan grain karena terjadi perubahan orientasi bidang clevage ini dari grain ke grain. Selain terjadi sepanjang bidang cleavage, keretakan brittle bisa terjadi sepanjang batas antar grain, dan disebut keretakan intergranular. Kedua macam keretakan brittle, cleavage dan intergranular, terjadi tegak lurus pada arah stress yang maksimum. Kalkulasi teoritis kekuatan material terhadap keretakan adalah sangat kompleks. Walaupun demikian ada model sederhana, berbasis pada besaran-besaran sublimasi, gaya antar atom, energi permukaan, yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi. Tidak kita pelajari.
Keretakan ductile didahului oleh terjadinya deformasi plastis, dan keretakan terjadi dengan propagasi yang lambat. Pada material yang digunakan dalam engineering, keretakan ductile dapat diamati terjadi dalam beberapa tahapan •terjadinya necking, dan mulai terjadi gelembung retakan di daerah ini; •gelembung-gelembung retakan menyatu membentuk retakan yang menjalar keluar tegaklurus pada arah stress yang diberikan; •retakan melebar ke permukaan pada arh 45o terhadap arah tegangan yang diberikan. Mulai awal terjadinya necking, deformasi dan stress terkonsentrasi di daerah leher ini. Stress di daerah ini tidak lagi sederhana searah dengan arah gaya dari luar yang diberikan, melainkan terdistribusi secara kompleks dalam tiga sumbu arah. Keretakan ductile dimulai di pusat daerah leher, di mana terjadi shear stress maupun tensile stress lebih tinggi dari bagian lain pada daerah leher. Teori tidak kita pelajari.
Transisi dari ductile ke brittle Dalam penggunaan material, adanya lekukan, atau temperatur rendah, atau pada laju strain yang tinggi, bisa terjadi transisi dari keretakan ductile ke brittle. Keretakan ductile menyerap banyak energi sebelum patah, sedangkan keretakan brittle memerlukan sedikit energi. Hindarkan situasi yang mendorong terjadinya transisi ke kemungkinan keretakan brittle.
Keretakan karena kelelahan metal Material ductile dapat mengalami kegagalan fungsi jika mendapat stress secara siklis, walaupun stress tersebut jauh di bawah nilai yang bisa ia tahan dalam keadaan statis. Tingkat stress maksimum sebelum kegagalan fungsi terjadi, disebut endurance limit. Endurance limit didefinidikan sebagai stress siklis paling tinggi yang tidak menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi, berapapun frekuensi siklis-nya. Endurance limit hampir sebanding dengan ultimate tensile strength (UTS). Pada alloy besi sekitar ½ dan pada alloy bukan besi sampai 1/3 UTS. Secara umum diketahui bahwa jika bagian permukaan suatu spesimen lebih lunak dari bagian dalamnya maka kelelahan metal lebih cepat terjadi dibandingkan dengan jika bagian permukaan lebih keras. Untuk meningkatkan umur mengahadapi terjadinya kelelahan metal, dilakukan pengerasan permukaan (surface-harden).
Sifat-sifat thermal yang akan kita bahas adalah kapasitas panas panas spesifik pemuaian konduktivitas panas
Sejumlah energi bisa ditambahkan ke dalam material melalui pemanasan, medan listrik, medan magnit, bahkan gelombang cahaya seperti pada peristwa photo listrik yang telah kita kenal. Pada penambahan energi melalui pemanasan tanggapan padatan termanifestasikan dalam gejala-gejala kenaikan temperatur sampai pada emisi thermal tergantung dari besar energi yang masuk. Dalam padatan, terdapat dua kemungkinan penyimpanan energi thermal: 1) penyimpanan dalam bentuk vibrasi atom / ion di sekitar posisi keseimbangannya 2) energi kinetik yang dikandung oleh elektron-bebas.
Kapasitas Panas
Kapasitas Panas (heat capacity) Kapasitas panas pada volume konstan, Cv E : energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam padatan baik dalam bentuk vibrasi atom maupun energi kinetik elektron-bebas T : temperatur
dE Cv = dT v
Kapasitas panas pada tekanan konstan, Cp
Cp =
dH dT
p
H : enthalpi. Pengertian enthalpi dimunculkan dalam thermodinamika karena amat sulit meningkatkan kandungan energi internal pada tekanan konstan. energi yang kita masukkan tidak hanya meningkatkan energi internal melainkan juga untuk melakukan kerja pada waktu pemuaian terjadi.
H = E + PV volume tekanan energi internal ∂H ∂E ∂V ∂P ∂E ∂V = +P +V = +P ∂T ∂T ∂T ∂T ∂T ∂T
≈0
Jika perubahan volume terhadap T cukup kecil suku ini bisa diabaikan sehingga
∂H ∂E ≈ ∂T ∂T
Cv ≈ C p
v
Panas Spesifik
Panas Spesifik Kapasitas panas per satuan massa per derajat K dituliskan dengan huruf kecil cv dan cp
Perhitungan Klasik Molekul gas ideal memiliki tiga derajat kebebasan 1 energi kinetik rata-rata per derajat kebebasan 2 k BT 3 energi kinetik rata-rata (3 dimensi): 2 k BT Konstanta Boltzman 3 3 energi per mole E k / mole = 2 Nk B T = 2 RT
Bilangan Avogadro
Atom-atom padatan saling terikat energi rata-rata per derajat kebebasan k B T
E tot / mole padat = 3RT cal/mole cv =
dE = 3R = 5,96 cal/mole o K dT v
Menurut hukum Dulong-Petit (1820), cv Hampir sama untuk semua material yaitu 6 cal/mole K
Pada umumnya hukum Dulong-Petit cukup teliti untuk temperatur di atas temperatur kamar. Namun beberapa unsur memiliki panas spesifik pada temperatur kamar yang lebih rendah dari angka Dulong-Petit, misalnya Be ([He] 2s2), B ([He] 2s2 2p1), C ([He] 2s2 2p2), Si ([Ne] 3s2 3p2) Unsur-unsur ini orbital terluarnya tersisi penuh atau membuat ikatan kovalen dengan unsur sesamanya. Oleh karena itu pada temperatur kamar hampir tidak terdapat elektron bebas dalam material ini. Lebih rendahnya kapasitas panas yang dimiliki material ini disebabkan oleh tidak adanya kontribusi elektron bebas dalam peningkatan energi internal.
Sebaliknya pada unsur-unsur yang sangat elektropositif seperti Na ([Ne] 3s1) kapasitas panas pada temperatur tinggi melebihi prediksi Dulong-Petit karena adanya kontribusi elektron bebas dalam penyimpanan energi internal.
Perhitungan Einstein Padatan terdiri dari N atom, yang masing-masing bervibrasi (osilator) secara bebas pada arah tiga dimensi, dengan frekuensi fE E n = nhf E
Frekuensi osilator Konstanta Planck bilangan kuantum, n = 0, 1, 2,....
Jika jumlah osilator tiap status energi adalah Nn dan N0 adalah jumlah asilator pada status 0, maka menuruti fungsi Boltzmann N n = N 0 e −( En / kBT )
Jumlah energi per status: N n En total energi dalam padatan: E = ∑ N n E n n
sehingga energi rata-rata osilator
N n E n ∑ N 0 e −( nhf / k T ) nhf E ∑ E E= = n = n N ∑ Nn ∑ N 0e − (nhf / k T ) E
B
E
n
n
B
N n E n ∑ N 0 e −( nhf / k T ) nhf E ∑ E E= = n = n N ∑ Nn ∑ N 0e − (nhf / k T ) E
energi rata-rata osilator
B
E
n
misalkan x = − hf E / k B T
∑ e −nx nhf E E=
n
∑ e −nx
=
B
n
(
hf E 0 + e x + e 2 x + e 3 x + ..........
)
1 + e x + e 2 x + e 3 x + .........
n
Karena turunan dari penyebut, maka dapat ditulis E = hf E
(
)
d ln 1 + e x + e 2 x + e 3 x + ........... dx
=
1 1− ex
E=
hf E
e − hfe / k BT − 1
Dengan N atom yang masing-masing merupakan osilator bebas yang berosilasi tiga dimensi, maka didapatkan total energi internal E = 3 NE =
3Nhf E e ( hf E / k BT ) − 1
Panas spesifik adalah dE cv = dt
v
hf = 3 Nk B E k BT
2
(e
e hf E / k BT hf E / k BT
)
−1
2
fE : frekuensi Einstein ditentukan dengan cara mencocokkan kurva dengan data-data eksperimental. Hasil yang diperoleh adalah bahwa pada temperatur rendah kurva Einstein menuju nol jauh lebih cepat dari data eksperimen Ketidak cocokan ini dijelaskan oleh Debye
Perhitungan Debye Menurut Debye, penyimpangan hasil perhitungan Einstein disebabkan oleh asumsi yang diambil Einstein bahwa atom-atom bervibrasi secara bebas dengan frekuensi sama, fE Analisis yang perlu dilakukan adalah menentukan spektrum frekuensi g(f) dimana g(f)df didefinisikan sebagai jumlah frekuensi yang diizinkan yang terletak antara f dan (f + df)
Debye melakukan penyederhanaan perhitungan dengan menganggap padatan sebagai medium merata yang bervibrasi dan mengambil pendekatan pada vibrasi atom sebagai spectrum-gelombang-berdiri sepanjang kristal g( f ) =
4πf 2 c s3
kecepatan rambat suara dalam padatan Debye memandang padatan sebagai kumpulan phonon karena perambatan suara dalam padatan merupakan gejala gelombang elastis
Postulat Debye: Frekuensi yang ada tidak akan melebihi 3N (N adalah jumlah atom yang bervibrasi tiga dimensi). Panjang gelombang minimum adalah λ D = c s / f D tidak lebih kecil dari jarak antar atom dalam kristal
Energi internal untuk satu mole volume kristal E=
9N f D3
fD
∫0
hf e hf / k BT − 1
hf D / k B T ≡ θ D / T
θD =
dE T cv = = 9 Nk B θ D dT v
f 2 df
θD didefinisikan sebagai temperatur Debye
hf D kB
3 θ D / T e x x 4 dx 2 0 ex −1
∫
(
)
Dengan pengertian temperatur Debye, didefinisikan fungsi Debye D( θ D / T ) D (θ D
T / T ) = 3 × θ D
3
θD / T
∫0
e x x 4 dx 2 ex −1
(
cv = 3 Nk B D(θ D / T )
)
Fungsi Debye tidak dapat diintegrasi secara analitis, namun dapat dicari nilai-nilai limitnya jika T → ∞
D (θ D / T ) → 1 D (θ D
4π 2 /T) → 5
T θD
3
jika T << θ D
Pada temperatur tinggi cv mendekati nilai yang diperoleh Einstein
c v = 3 Nk B = 3R Pada temperatur rendah
4π 2 c v = 3 Nk B 5
T θD
3
T = 464,5 θD
3
Kontribusi Elektron Hanya elektron di sekitar energi Fermi yang terpengaruh oleh kenaikan temperatur dan elektron-elektron inilah yang bisa berkontribusi pada panas spesifik Pada temperatur tinggi, elektron menerima energi thermal sekitar kBT dan berpindah pada tingkat energi yang lebih tinggi jika tingkat energi yang lebih tinggi kosong F(E) 1
kBT T=0 T>0
0
0
kurang dari 1% elektron valensi yang dapat berkontribusi pada panas spesifik
EF
E
pada kebanyakan metal sekitar 5 eV pada temperatur kamar kBT sekitar 0,025 eV 3 Nk T
B kontribusi elektron dalam panas spesifik adalah c v elektron ≅ EF
Panas Spesifik Total cv total = cv ion + c v elektron Untuk temperatur rendah, dapat dituliskan
c v = AT 3 + γ ′T atau
cv = γ ′ + AT 2 T
cv/T slope = A γ′ T2
Panas Spesifik Pada Tekanan Konstan, cp Hubungan antara cp dan cv diberikan dalam thermodinamika
α v2 c p − cv = TV β volume molar
koefisien muai volume kompresibilitas 1 dv β ≡ v dp T
1 dv αv ≡ v dT p
Faktor-Faktor Lain Yang Turut Berperan Pemasukan panas pada padatan tertentu dikuti proses-proses lain, misalnya: perubahan susunan molekul dalam alloy, pengacakan spin elektron dalam material magnetik, perubahan distribusi elektron dalam material superkonduktor, Proses-proses ini akan meningkatkan panas spesifik material yang bersangkutan
Pemuaian
Pada tekanan konstan
1 dl αL = l dT p
αV = 3 × α L Dengan menggunakan model Debye
γc v β α v = 3α L = V γ : konstanta Gruneisen β : kompresibilitas
cp, αL, γ, untuk beberapa material.[6]. Material
cp (300 K) cal/g K
αL (300 K) 1/K×106
γ (konst. Gruneisen)
Al
0,22
24,1
2,17
Cu
0,092
17,6
1,96
Au
0,031
13,8
3,03
Fe
0.11
10,8
1,60
Pb
0,32
28,0
2,73
Ni
0,13
13,3
1.88
Pt
0,031
8,8
2,54
Ag
0,056
19,5
2,40
W
0,034
3,95
1,62
Sn
0,54
23,5
2,14
Tl
0,036
6,7
1,75
Konduktivitas Panas
Konduktivitas Panas Jika q adalah jumlah kalori yang melewati satu satuan luas (A) per satuan waktu ke arah x maka
q=
Q dT = −σ T A dx Konduktivitas Panas
aliran panas berjalan dari temperatur tinggi ke temperatur rendah Pada temperatur kamar, metal memiliki konduktivitas thermal yang baik dan konduktivitas listrik yang baik pula karena elektron-bebas berperan dalam berlangsungnya transfer panas Pada material dengan ikatan ion ataupun ikatan kovalen, di mana elektron kurang dapat bergerak bebas, transfer panas berlangsung melalui phonon Dalam polimer perpindahan panas terjadi melalui rotasi, vibrasi, dan translasi molekul
σT untuk beberapa material pada 300 K .[6]. Material
σT cal/(cm sec K)
L=σT/σeT (volt/K)2×108
Al
0,53
2,2
Cu
0,94
2,23
Fe
0,19
2,47
Ag
1,00
2,31
C (Intan)
1,5
-
Ge
0,14
-
Lorentz number
Konduktivitas Panas Oleh Elektron pengertian klasik gas ideal
3
E =
2
k BT
∂E 3 ∂T L = kB L ∂x 2 ∂x
Jika L adalah jalan bebas rata-rata elektron, maka transmisi energi per elektron adalah
Jumlah energi yang ter-transfer ke arah x
∂E 3 ∂T = kB ∂x 2 ∂x
Q=
nµ 3 ∂T kB L 3 2 ∂x
kerapatan elektron kecepatan rata-rata
Energi thermal yang ditransfer melalui dua bidang paralel tegak-lurus arah x dengan jarak δx pada perbedaan temperatur δT adalah
∆E = σ T Q = σT
∂T ∂x
∂T Q atau σ T = ∂x ∂T / ∂x σT =
nµ kB L 2
Rasio Wiedemann-Franz Rasio ini adalah rasio antara konduktivitas thermal dan konduktivitas listrik listrik
nµ kBL σT mµ 2 k B 2 = = 2 σe ne L e2 2mµ
σT = L oT σe Lorentz number
hampir sama untuk kebanyakan metal
Isolator Panas Isolator thermal yang baik adalah material yang porous. Rendahnya konduktivitas thermal disebabkan oleh rendahnya konduktivitas udara yang terjebak dalam pori-pori Namun penggunaan pada temperatur tinggi yang berkelanjutan cenderung terjadi pemadatan yang mengurangi kualitasnya sebagai isolator thermal Material polimer yang porous bisa mendekati kualitas ruang hampa pada temperatur sangat rendah; gas dalam pori yang membeku menyisakan ruang-ruang hampa yang bertindak sebagai isolator
Bahan Kuliah Terbuka
Mengenal Sifat Material #2 Sudaryatno Sudirham