STUDI TEMATIK KONSEPTUAL TERHADAP AYATAYAT AL-QUR’AN TENTANG KEADILAN SOSIAL (Relevansi dengan Sila Kelima Pancasila)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam
Oleh: MUHAMMAD RIDHA NIM. 12531136
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016
MOTTO
“Tidak mungkin untuk membangun kebahagiaan sendiri, dilandasi pada ketidakbahagiaan orang lain.” (Daisaku Ikeda)
v
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada: Ayah dan Mamah Kakak dan Adik Guru dan Ustaz Dosen dan Staff Pimpinan dan Jajaran Teman dan Sahabat Handai dan Taulan Sesiapa saja yang telah berjasa dalam usaha dan doa dan.. Pemuda yang menginvestasikan waktunya untuk berempati serta.. Segenap pejuang keadilan dan kemanusiaan universal
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi adalah kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/U/1987. I. Konsonan Tunggal Huruf Arab Nama
Huruf Latin
Nama
alif
Tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ba‘
b
be
ta'
t
te
s\a
s\
es (dengan titik di atas)
jim
j
je
h}a‘
h{
ha (dengan titik di bawah)
kha'
kh
ka dan ha
dal
d
de
z\al
z\
zet (dengan titik di atas)
ra‘
r
er
zai
z
zet
sin
s
es
syin
sy
es dan ye
s}ad
s}
es (dengan titik di bawah)
d{ad
d{
de (dengan titik di bawah)
t}a'>
t}
te (dengan titik di bawah)
z}a'
z}
zet (dengan titik di bawah)
‘ain
‘
koma terbalik ( di atas)
gain
g
ge
vii
fa‘
f
ef
qaf
q
qi
kaf
k
ka
lam
l
el
mim
m
em
Nun
n
en
Wawu
w
we
ha’
h
h
hamzah
’
apostrof
ya'
y
Ye
II. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah ditulis Rangkap ditulis
muta’addidah
ditulis
‘iddah
III. Ta’ Marbutah diakhir kata a. Bila dimatikan tulis h ditulis
H}ikmah
ditulis
Jizyah
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya) b. Bila diikuti kata sandang ‚al‛ serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
Kara>mah al-auliya>’
ditulis
c. Bila Ta' marbu>t}ah hidup dengan harakat, fath}ah, kasrah, atau d}ammah ditulis t. viii
Zaka>t al-fit}rah
ditulis IV. Vokal Pendek َ
fath}ah
ditulis
a
kasrah
ditulis
i
d{ammah
ditulis
u
V. Vokal Panjang 1
2
3
4
FATHAH +
FATHAH +
FATHAH +
DAMMAH +
ALIF
YA’MATI
YA’MATI
WA>WU MATI
ditulis
a>
ditulis
Ja>hiliyah
ditulis
a>
ditulis
Tansa>
ditulis
i>
ditulis
Kari>m
ditulis
u>
ditulis
Furu>d{
ditulis
Ai
ditulis
bainakum
ditulis
Au
ditulis
qaul
VI. Vokal Rangkap 1
2
FATHAH +
FATHAH +
YA’ MATI
WA>WU MATI
VII. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
ix
ditulis
a antum
ditulis
u’iddat
ditulis
la’in syakartum
VIII. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qomariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan "al" ditulis
al-Qur’a>n
ditulis
al-Qiya>s
ditulis
al-Sama>'
ditulis
al-Syams
IX. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau pengucapannya ditulis
Z|awī al-Furu>d{
ditulis
Ahl al-Sunnah
x
KATA PENGANTAR Alh{amdulillah{. Segala puji dan syukur kita persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan yang telah memberikan berbagai limpahan karunia, petunjuk, dan pertolongan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi dan rasul pembawa risalah keselamatan dan kedamaian kepada segenap alam semesta. Setelah melalui berbagai pergulatan intelektual dan pergulatan sosial, penulis merasa mantap untuk melahirkan karya sederhana ini. Berkat pertolongan Allah, skripsi yang mulai dikerjakan sejak September 2015 ini bisa terselesaikan dalam waktu enam bulan. Semoga menjadi awal bagi karya selanjutnya. Dengan segala kerendahan hari, penulis menyadari betul bahwa skripsi ini ditulis berkat jasa dan bantuan dari banyak kalangan. Baik berupa bimbingan, pengarahan, pertemuan, perangsangan ide, diskusi mendalam, dorongan moril, dan bahkan bantuan doa. Kepada semua yang terlibat secara tersirat maupun tersurat, penulis haturkan penghargaan yang tiada tara. Beberapa di antara yang sangat perlu penulis sebutkan nama-namanya adalah sebagai berikut: 1. Kedua orang tua penulis; Basri Zakaria, S.Pd., dan Syathariyah, S.Ag., atas semua kasih sayang dan pengorbanan tiada terkira demi ananda tercinta. Demikian halnya untuk kedua kakakku; M. Imaduddin, S.Pd.I., dan M. Iqbal Basri, serta adik; Rauzatul Jannah. Terima kasih yang tiada terhingga dan tiada berkesudahan. Semoga Tuhan limpahkan kesehatan dan umur panjang. 2. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Dr. Alim Roswantoro, M.Ag., beserta semua jajaran wakil dekan, dan segenap jajaran Fakultas. 3. Prof. Dr. Suryadi, M.Ag., selaku pembimbing skripsi. Dengan segala ketekunan, kesabaran, dan ketulusan telah berkenan berbagi ilmu, memberikan bimbingan, arahan dan masukan, meskipun di tengah kesibukan yang luar biasa padat. 4. Kepada penguji, Bapak M. Hidayat Noor, M.Ag., dan Bapak Ali Imron, S.Th.I., M.S.I., yang telah memberikan banyak saran, masukan, demi perbaikan dan kesempurnaan karya sederhana ini. 5. Dr. Nurun Najwah, M.Ag., sekali Dosen Pembimbing Akademik. Tak terbayang repotnya mendampingi, memotivasi, dan mengarahkan kami untuk sukses selama studi di UIN Sunan Kalijaga. 6. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag., selaku ketua jurusan Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir, juga Bapak Afdawaiza M.Ag selaku sekretaris jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag., sekaligus sebagai pengasuh ponpes LSQ Ar-Rohmah besama Ummi Jujuk Najibah, S.Ps. Terima kasih juga untuk seluruh jajaran jurusan dan Ponpes. 7. Segenap dosen-dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya para dosen jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir, yang telah membersamai selama empat tahun terakhir, dalam proses pembelajaran dan peningkatan kapasitas penulis, dalam segala bidang. xi
8. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas Ushuluddin yang sangat sabar dan penuh dedikasi dalam melayani para mahasiswa dengan senyum merekah. 9. Seluruh staff Perpustakaan. Demikian juga para Cleaning Servise, dan Security UIN Sunan Kalijaga, yang telah bekerja keras dan ikhlas, demi pendidikan dan masa depan anak bangsa. 10. Para guru-guru penulis, dari yang mengenalkan huruf dan angka, baca tulis, hingga mengajarkan tentang makna kehidupan untuk bermanfaat bagi sesama. 11. Teman-teman Zeventie Generatie (Zegen), yang tersebar di Turki, Mesir, Malaysia, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Medan, Banda Aceh, Bireuen. Sampai ketemu dengan cerita-cerita yang menginspirasi. Terima kasih Azmi, Sehat, Ryan, Afzal, Satta, Zulfan, Zulkhairi, Nayla, Amel, Oja, Salman, Ihsan, Nanda, Ririn, dkk. 12. Bapak dan Ibu Ngadiran, Mak Ituk, Bu Anik, dan segenap warga Perumahan Puri Tamanan Indah, Banguntapan. 13. Seluruh teman-teman keluarga besar LSQ Ar-Rohmah, mitra hidup selama empat tahun terakhir, Mas Aqim, mas Halim. Seluruh anggota PBSB 2012; Alfian, Ichal, Afif, Idris, Fikri, Rahmad, Sony, Itsbat, Reza, Iftah, Danang, Fafa, Duha, Iyud, Kaisi, Wildan, Saiful, Ardi, Fatih, Fitri, Tari, Rona, Nusaibah, Juli, Isti, Selvia, Arini, Anifah, Okah, Rifah, Ibriza, dan Zaim. 14. Semua Immawan-Immawati dalam wilayah Sleman, baik dari UIN, UII, UGM, UNY, UPN, STTA, Akakom, Amikom, Akprin, dan semua. Terkhusus kepada teman-teman IMM Ushuluddin UIN Jogja, tempat penulis belajar banyak hal. Tentang manajemen, tentang berorganisasi, tentang kehidupan yang damai tanpa sekat budaya dan sektarianisme. Tempat penulis belajar untuk tidak hanya berwacana, namun belajar peduli dan empati secara real, dalam bingkai kemanusiaan universal. Belajar tentang makna berbuat untuk sesama dengan tidak disertai riuh tepuk tangan. Terima kasih Hasnan, Hanan, Syahrul, Wahyu, Dwi, Islah, Fairuz, Fajar, Joko, mas Wahid, mas Fauzan, mas Wafi, mas Fauzi, mas Futon, Mba Sofi, Mba Ifta, dkk. Juga para alumni yang selalu menginspirasi. 15. Segenap teman-teman di Lembaga KIBAR, di semua divisi. Mas Ganjar, mas Hamam, mas Hasbul, mas Artha, mas Fikri, mas Athiful, Syada, Ozi, Anita, dkk. Terutama telah membangkitkan nalar kritis dan melek pada diskursus isuisu sosial-keagamaan, krisis lingkungan, kapitalisme global, dan oligarki media. Tak terlupakan atas diskusi-diskusi berkualitas dalam suasana santai namun berisi, yang saking serunya, terkadang baru berakhir pada jam 03.00 dini hari, meskipun sudah dimulai sejak jam 20.00 malam. Demikian halnya keseruan dan kerja keras di dapur redaksi dalam menyiapkan majalah KIBAR. Keseruan dan pengalaman berharga ketika menemui para narasumber, berdiskusi dengan para tokoh yang tetap tawadhu dengan kebesaran namanya. Konsisten berdedikasi dalam dunia akademisi dan sosial. Selalu rendah hati dan sederhana, yang keistimewaan ini mungkin hanya diketahui oleh mereka yang pernah bertemu dan akrab dengan beliau; al-mukarram Prof. Dawam Rahardjo, Prof. Ahmad Syafi’i Maarif, Prof. Abdul Munir Mulkhan, Prof. xii
Anhar Gonggong, Prof. Syafiq A Mugni, Prof. Amien Rais, Prof. Imam Suprayogo, Prof. Siti Chamamah Soeratno, dll. 16. Rekan-rekan jurnalis website Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Ada mas Riski, mas Dewa, mas Edy, mba Winda, dkk. 17. Teman-teman IKADU Yogyakarta. Yusran, Ridho, Yudi, Shadiqin, Sayuti, Amirul, Fakur, Aulia, Shafa, Reva, Amna, dkk. 18. Segenap orang-orang hebat dan visioner di Komunitas Sahabat Pena Nusantara. Prof. Muhammad Chirzin, Pak Ngainun Naim, Pak Taufiqi, mas Husnaini, mas Haidar Musyafa, mas Ahmad Rifai Rifan, dkk. Terima kasih selalu memotivasi untuk produktif. Terakhir, untuk semua yang telah terlibat dalam dukungan moril dan doa, semuanya penulis haturkan terima kasih yang tiada tara. Para dlu’afa, yang termarjinalkan oleh sistem kostalasi global, sampai penjaja koran di perempatan jalan, yang ketika dibeli dengan harga sedikit lebih tinggi dari yang ditawarkan, penulis langsung disuguhi ucapan ramah dan beragam doa tak berkesudahan untuk kelancaran studi dan masa depan. Teman-teman yang disabilitas juga sering menjadi pemantik semangat bagi penulis untuk tidak mudah menyerah dan selalu bersyukur, bahwa ternyata Tuhan Maha Adil, bahwa ada orang yang lebih tidak beruntung dari segi fisik, namun memilik kelebihan dalam hal kesabaran dan ketekunan. Dari sini, kusimpulkan bahwa sekedar belajar di perguruan tinggi dan pondok pesantren hanya akan melahirkan sosok-sosok egois, berwacana namun minim aplikasi. Untuk itu, dibutuhkan perangsangan untuk berempati dan peduli di luar lingkungan nyaman itu. Barakallah. Jazakumullah khairan jaza’ semua guru kehidupan. Wallahu a’lam bishawab.
Yogyakarta, 20 Februari 2016 Penulis,
Muhammad Ridha NIM: 12531136
xiii
ABSTRAK Di Indonesia yang mayoritas muslim dan menerapkan Pancasila sebagai ideologi negara, keadilan sosial yang dicita-citakan oleh agama dan konstitusi belum juga terwujud. Penelitian ini menjadi penting karena, pertama, bahwa agama seseorang tidak hanya dilihat dari aspek ritual, tapi juga sebagai identitas diri yang utuh, termasuk aspek keadilan dan kemanusiaan. Kedua, Qur’an turun dalam ruang dan waktu tertentu. Ketika itu, kondisi sosio-historis masyarakat Arab sedang ditimpa ketidakadilan yang disinggung secara eksplisit dan implisit, berupa ketidakadilan sosial-ekonomi, ketidakadilan hukum, hingga ketidakadilan gender. Demi lebih memfokuskan pembahasan, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut; pertama, bagaimana al-Qur’an mendeskripsikan tentang konsep keadilan sosial? Kedua, bagaimana cara menumbuhkan nilai-nilai keadilan sosial? Ketiga, bagaimana relevansi konsep keadilan sosial al-Qur’an dengan sila kelima Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh terkait dengan pendeskripsian al-Qur’an tentang konsep besar keadilan sosial, cara menumbuhkan nilai-nilai keadilan sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat, serta relevansi antara konsep keadilan sosial dalam al-Qur’an dengan sila kelima pancasila dalam konteks keindonesiaan. Pancasila merupakan sebuah konsensus bersama yang memiliki pendasaran yang kuat, baik secara yuridis, filosofis, sosio-historis, dan kultural. Idealnya sebuah ideologi, maka Pancasila terdiri dari perpaduan unsur keyakinan, pengetahuan, dan tindakan. Namun dalam prakteknya, Pancasila di Indonesia berhenti pada unsur keyakinan dan pengetahuan saja, belum menyentuh unsur tindakan. Nilai-nilai dalam sila Pancasila belum benar-benar terimplimentasikan secara menyeluruh. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sila yang paling banyak disia-siakan oleh negara. Menurut konsep Soekarno, keadilan sosial yang diterapkan di Indonesia haruslah berdimensi materil dan spiritual. Maknanya dapat diturunkan dalam tiga hal; kesejahteraan sosial, keadilan sosial, dan marhenisme. Dalam al-Quran, tema keadilan bisa ditelusuri melalui tiga term, yaitu; kata aladl (28 kali), al-qist{ (24 kali), dan al-mi>za>n (23 kali). Keadilan mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan ajaran tauhid, dan menjadi prioritas kedua yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Derivasi ajaran tauh{id yang memberi penekanan kepada “pemerdekaan diri” (tahri>r al-nafs) secara individu, sekaligus membawa pesan “persamaan” (al-musa>wah) dalam kehidupan sosial-ekonomi-politik. Islam sangat menjunjung tinggi keadilan. Dalam bernegara, Nabi Muhammad mencoba untuk membumikan keadilan pada masyarakat Madinah. Konsep negara yang sejahtera dan berkeadilan di Madinah ini dipandang sebagai cita-cita dari suatu masyarakat ideal, dikenal dengan sebutan masyarakat madani. Berdasarkan inspirasi al-Quran, ada lima cara yang penulis tawarkan untuk menumbuhkan keadilan sosial; yaitu dengan membangun paradigma bekerja keras, pengoptimalan potensi zakat dan pengelolaan secara profesional, menerapkan sistem pemerintahan yang bebas dari KKN, mencipta ekonomi pro-rakyat, serta memperkuat solidaritas antar kerabat dan tetangga. Keberadaan Pancasila merupakan produk hibridasi atau ramuan dari berbagai pikiran dan gagasan besar yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan sosial. Demikian halnya dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi landasan dalam mewujudkan keadilan sosial-ekonomi di Indonesia, sepenuhnya merupakan hasil objektifikasi dari pesan-pesan al-Qur’an. xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i SURAT PERNYATAAN .................................................................................... ii NOTA DINAS..................................................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ xi ABSTRAK ....................................................................................................... xiv DAFTAR ISI...................................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang Penelitian ................................................................. 1 Rumusan Masalah ........................................................................... 10 Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................... 10 Telaah Pustaka ................................................................................ 11 Kerangka Teori ................................................................................ 13 Metode Penelitian ........................................................................... 14 Sistematika Pembahasan ................................................................. 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANCASILA DAN KEADILAN SOSIAL ...................................................................................... 17 A. Sekilas Tentang Kelahiran Pancasila .............................................. 17 B. Makna Nilai Dasar Pancasila .......................................................... 22 1. Nilai Ketuhanan ..................................................................... 23 2. Nilai Kemanusiaan ................................................................ 25 3. Nilai Persatuan ....................................................................... 25 4. Nilai Kerakyatan .................................................................... 26 5. Nilai Keadilan ........................................................................ 27 C. Ulasan Tentang Keadilan Sosial ..................................................... 28 D. Keadilan Sosial dalam Perspektif Alkitab ...................................... 31 BAB III KONSEP KEADILAN SOSIAL DALAM AL-QURAN ............... 34 A.
Keadilan dalam Perspektif Al-Quran ......................................... 34 xv
1.
B.
Ayat-ayat Tentang Keadilan Secara Umum ..................... 34 a. Tabel ayat yang menghimpun term “al-adl” ............ 34 Tabel ayat yang menghimpun term “al-qist{” ........... 36 b. c. Tabel ayat yang menghimpun term “al-mi>za>n” ....... 37 2. Inventarisasi Ayat-ayat tentang Keadilan .......................... 38 a. Ayat-ayat Tentang Keadilan dengan Term al-Adl .. 38 b. Ayat-ayat Tentang Keadilan dengan Term Al-Qist{ ...................................................................... 44 c. Ayat-ayat Tentang Keadilan dengan Term al-Mi>za>n ................................................................... 50 Analisis term al-‘Adl, Al-Qist{, dan al-Mi>za>n dalam 3. Al-Qur’an .......................................................................... 52 Keadilan Sosial Perspektif Al-Quran ......................................... 58
BAB IV MENUMBUHKAN NILAI KEADILAN SOSIAL DAN RELEVANSI KONSEP KEADILAN SOSIAL ............................................. 71 A. Upaya Menumbuhkan Nilai Keadilan Sosial ............................... 71 1. Mencipta Paradigma Bekerja adalah Ibadah .......................... 72 2. Mengoptimalkan Potensi Zakat dengan Pengelolaan Profesional .............................................................................. 78 3. Menerapkan sistem pemerintahan yang bersih, bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) ................................. 82 4. Mencipta Sistem Ekonomi Pro Rakyat dan Memperluas Lapangan Pekerjaan ................................................................ 85 5. Meningkatkan Rasa Saling Peduli antar Kerabat dan Tetangga ................................................................................. 87 B. Relevansi Konsep Keadilan Sosial dengan Sila Kelima Pancasila 89 1. Keadilan Sosial dalam Ranah Normatif ................................. 89 2. Keadilan Sosial dalam Realita Kekinian ................................ 93
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 100 A. Kesimpulan ................................................................................. 100 B. Saran-saran ................................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 106 CURRICULUM VITAE ............................................................................... 111
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Keadilan
sosial
merupakan
elemen
penting pembentuk
perdamaian,
kesejahteraan, dan kemajuan dalam setiap komunitas dan negara. Terlebih bagi negara yang menjadikan demokrasi sebagai pijakan, seperti Indonesia. Negara penganut demokrasi memiliki beberapa landasan fundamental yang harus ditegakkan, berupa; suara mayoritas, trias politika, kebebasan, keadilan, dan persamaan di muka hukum.1 Selain merupakan bagian dari prinsip demokrasi, keadilan juga menjadi bagian dari misi semua agama di muka bumi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan sosial diartikan sebagai kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yang bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya. Beberapa tokoh memiliki definisi tersendiri, namun dari kesemua pengertian itu memiliki titik temu pada poin bahwa keadilan sosial yaitu adanya perolehan hak dan perolehan kesempatan yang sama dalam ruang sosial, sebagai antitesis dari diskriminasi, marjinalisasi, penindasan, dan keterkungkungan. Salah seorang guru bangsa Ahmad Syafii Maarif, pernah mengatakan bahwa sejak merdeka hingga era reformasi saat ini, keadilan sosial di Indonesia sudah lama
1
Royyan Habibi, dkk., Ijtihad Politik Islam Nusantara (Kediri: Lirboyo Press, 2015), hlm.
145.
1
2
tersia-sia dalam limbo sejarah, tidak ada yang mengurus dengan sungguh-sungguh.2 Implikasi dari ketidakadilan itu berupa peningkatan angka kemiskinan, tingginya jumlah pengangguran, kesenjangan yang terus melebar, dan beberapa indikator lainnya. Dari hari ke hari, tingkat kesenjangan atau disparitas antara si kaya dan si miskin terasa begitu menganga. Jumlah orang yang kaya setiap hari bertambah sementara angka kemiskinan juga ikut melonjak tajam. Demikian halnya dengan fakta melonjaknya angka mereka yang yatim dan piatu. Bukan hanya yatim piatu secara biologis yang memang jumlahnya begitu banyak, namun juga yatim piatu non-biologis. Mereka menjadi yatim dan piatu akibat dari ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi global. Ironisnya, keyatiman itu bukan disebabkan karena negara Indonesia tergolong negara yang miskin, bukan pula negara yang kecil. Namun sebuah negera besar yang kaya raya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah. Tetapi, kekayaan negara, aset-aset penting dan strategis, tanah dan lahan, serta kekayaan alamnya hanya dikuasai oleh segelintir orang atau korporasi yang membentuk oligarki dan mempertahankan kemapanan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2014 tercatat sebesar 27,73 juta orang atau mencapai 10,96 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia.3 Menurut data yang dikeluarkan Bank Dunia pada Desember 2015, menyebutkan bahwa 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 77 persen kekayaan di negeri ini. Sedangkan 1 persen orang
2
Ahmad Syafii Maarif, Pengantar buku Fikih Kebinekaan: Pandangan Islam Indonesia tentang Umat, Kewargaan, dan Kepemimpinan Nasional (Bandung-Jakarta: Mizan-MAARIF Institute, 2015), hlm. 21. 3
Biro Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia (Jakarta: BPS,2014), hlm. 12.
3
terkaya, memiliki separuh dari kekayaan di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia menempati urutas ke-107 dari 175 negara dalam urutan survei Indeks Persepsi Korupsi, yang dilakukan oleh Transparency International.4 Data ini diperkuat dengan hasil penelitian M. Dawam Rahardjo, bahwa eksploitasi sumber daya alam selama ini sangat tidak adil. Di lingkaran wilayah yang terkena eksploitasi sumber daya alam, justru merupakan lingkaran tempatnya orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.5 Tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia, menurut laporan Human Development Report yang dibuat oleh UNDP pada tahun 1992, menyimpulkan bahwa 60 persen kaum miskin di dunia menerima tidak lebih dari 5,6 persen dari pendapatan total dunia. Sementara sepertiga orang orang kaya di dunia menerima 82, 7 persen dari total pendapatan dunia.6 Secara umum, kemiskinan disebabkan oleh dua hal; pertama, kemiskinan secara alamiah. Terjadi karena kelangkaan sumber daya alam, kondisi tanah yang tandus, tidak adanya lahan pertanian, tidak adanya pengairan, dan kelangkaan prasarana lainnya di luar kemampuan manusia. Kemiskinan secara alamiah ini tidak terjadi di Indonesia. Kedua, kemiskinan artificial (kemiskinan struktural), yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh kelembagaan dan atau struktur yang tidak mampu mengelola dan menyediakan akses yang merata kepada setiap warga masyarakat. 7
4
Prakarsa Welfare Initiative for Better Societies, Laporam Bank Dunia: Sebagian Orang Kaya Indonesia Koruptif, dikeluarkan pada 6 Januari 2016, hlm. 2. 5
Orasi ilmiah, forum diskusi komunitas epidemic di kantor LKIS Yogyakarta, pada 6 Mei
2015. 6
Moeslim Abdurrahman, ―Menghadang Kemungkaran Sosial‖ dalam Pradana Boy ZTF, (dkk), Era Baru Gerakan Muhammadiyah (Malang: UMM Press, 2008), hlm xvii. 7
hlm.138
Mohtar Mas’oed, Politik Birokrasi dan Pembangunan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
4
Penyebab kemiskinan dalam kategori kemiskinan struktural bermula dari akumulasi ketidakadilan sosial. Problem ketidakadilan di Indonesia merambah ranah sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, hingga penegakan hukum. Sudah banyak kasus besar yang seolah dibiarkan oleh para hakim. Kasus-kasus ketidakadilan ini dibiarkan menggantung dan bahkan para tersangka dibebaskan begitu saja. Sementara beberapa kasus kecil yang menimpa orang-orang kecil diadili secara berlebihan.8 Padahal sila kelima Pancasila menjamin setiap warga negara Indonesia berhak untuk memperoleh perlakuan dan kesempatan yang sama, serta menuntut para penyelenggara negara berlaku adil, menuntut setiap hakim untuk menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa melihat perbedaan latar belakang. Sila kelima pancasila dan sila-sila lainnya jika diterapkan dengan maksimal akan menjadikan bangsa Indonesia maju dan mampu bersaing di tengah peradaban dunia. Namun, dalam kenyataannya banyak pihak –terutama para elit dan pemimpinnya— yang mengkhianati dan melanggar nilai-nilai luhur dari Pancasila. Demikian halnya dengan pesan kitab suci al-Qur’an, ajarannya sangat memihak kepada penegakan keadilan sosial. Misalkan sebagaimana yang dikatakan dalam ayat,
ْظ ُكمْ َل َعَّل ُكم ُ حشَاءِ وَا ْل ُم ْن َك ِر وَالْبَغًِْ ٌَ ِع ْ عنِ الْ َف َ حسَاّنِ َوإٌِتَاءِ ذِي الْ ُقرْبَى وَ ٌَ ْنهَى ْ إِّنَ الّلَ َه ٌَ ْأ ُم ُر بِا ْلعَ ْدلِ وَالِْإ ََت َر َّكرُوّن
8
Di antara kasus yang sangat familiar itu misalkan yang terjadi pada tahun 2012, berupa kasus pencuri sandal oleh remaja berusia 15 tahun. Buntutnya, siswa SMKN 3 Palu Selatan itu divonis 5 tahun penjara. Juga kasus seorang nenek yang dipidanakan hanya karena menebang satu pohon miliknya sendiri, sementara perusahaan besar yang membakar hutan demi pembukaan lahan sawit divonis tidak bersalah. Demikian juga dengan kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan elit lebih sering lepas dari tuntutan hukum.
5
―Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.‖ (QS. Al-Nahl [16]: 90).
Keberadaan agama dengan alat justifikasinya, berupa wahyu, mampu membentuk konsep keadilan di benak pemeluknya. Agama dengan berbagai produk perilaku pemeluknya terinternalisasi membentuk sikap, simbol, lambang, dan kronik, yang masuk ke alam bawah sadar pemeluknya. Ajaran agama tentu saja berasal dari kitab suci yang kemudian diinterpretasi dan diaplikasi dalam keseharian. Dalam bahasa Kuntowidjoyo disebut dengan objektifikasi. Untuk itu, upaya menemukan suatu konsepsi berlandaskan pada nilai-nilai agama mutlak dibutuhkan. Al-Qur’an dianggap sebagai kitab yang paripurna dan mengandung nilai-nilai universal. Tidak hanya mengatur perkara akhirat dan hubungan dengan Allah, namun juga perkara kehidupan di dunia dan berhubungan dengan sesama. Dalam kehidupan bersama, sudah menjadi keniscayaan, manusia hidup bersuku-suku dan berbangsabangsa, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat [49] : 13, sebagai berikut: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Salah satu dari konsekuensi kehidupan berbangsa adalah mengikuti tata aturan dan konsep kehidupan bersama, selama tidak menyalahi ajaran-ajaran agama.
6
Adapun di antara metode untuk memudahkan dalam menemukan kesesuaian dan penyeimbang kehidupan adalah dengan jalan bercermin pada nilai luhur alQur’an. Dalam kenyataannya, tidak semua permasalahan dengan segala selukbeluknya dijelaskan dalam al-Qur’an secara eksplisit. Namun secara substansial, ide dasar dan gagasan utama tentang konsep tersebut bisa ditemukan dalam ayat-ayat alQur’an.9 Selain karena faktor di atas, penelitian ini menjadi sangat urgen dilakukan karena beberapa alasan berikut. Pertama, sikap atau pandangan atau ideologi hidup seseorang biasanya berasal dari konsep ajaran agama. Tentang keadilan, semua agama memberi perhatian khusus, terlebih Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal. Keadilan menjadi salah satu konsep yang Nabi prioritaskan setelah tauh{id. Keadilan mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan ajaran tauhid. Derivasi ajaran tauh{id yang memberi penekanan kepada ―pemerdekaan diri‖ (tahri>r al-nafs) secara individu, dan sekaligus membawa pesan ―persamaan‖ (al-
musa>wah) dalam kehidupan sosial, jelas menuntut tegaknya keadilan dalam seluruh aspek kehidupan.10 Senada, Fazlur Rahman juga menyatakan bahwa inti ajaran al-Qur’an adalah penekanan pada aspek keadilan sosial, ekonomi, dan persamaan esensial manusia.11
9
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press, 2014),
hlm. 62. 10
Nurdin. ―Dimensi Keadilan dalam Islam,‖ Makalah pada program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. 2014. 11
Fazlur Rahman. Islam and Modernity, Transformation of Intelectual Tradition (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), hlm 21.
7
Dalam pandangan Quran, hubungan antara kepercayaan kepada Allah dengan prinsip keadilan sosial-ekonomi adalah layaknya hubungan antara dua sisi mata uang.12 Kedua, al-Qur’an turun dalam lingkup kebudayaan bangsa Arab, memasuki sejarah manusia dan menjadi teks. Dengan posisinya sebagai teks historis, siapapun bisa memahaminya dengan menggunakan analisis sosio-historis dan metodologi linguistik modern. Al-Qur’an mempunyai dialektika, membawa banyak sudut pandang, tidak berbicara secara lisan, namun manusia yang berbicara melaluinya. Pandangan ini membuka ruang bagi re-interpretasi, karena al-Qur’an dipahami menurut semangatnya atau spiritnya, bukan menurut lafaz atau teks literalnya.13 Pemahaman al-Quran tidak hanya berupa teks yang ada dalam mushaf, tetapi juga konsteks yang menyertainya.14 Gambaran sosio-historis yang melingkupi masyarakat Arab jahiliyah disinggung dalam ayat-ayat al-Qur’an, secara implisit maupun eksplisit. Pada masa periode al-Quran turun, kehidupan masyarakat Arab diliputi oleh banyak kasus ketidakadilan. Di antaranya ketidakadilan sosial antara para elit dan kaum d{u’afa, antara pemilik harta dan hamba sahaya, ketidakadilan para ulama dan umara. Saat itu juga terjadi ketidakadilan ekonomi15, ketidakadilan hukum16, hingga
12
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara, Studi tentang Perdebatan dan Konstituante (Jakarta, LPE3S, 2006) hlm. 150. 13
Mun’im Sirry, Tradisi Intelektual Islam, Rekonstruksi Sumber Otoritas Agama (Malang: Madani, 2015), hlm. 18-20. 14
Ulil Absar Abdalla, ―Memahami Kembali Karakter Kitab Suci‖ makalah dalam seminar Panser Islam; Kritik Metodologi Pemikiran Islam Kontemporer, diselenggarakan oleh Religious Issues Forum (RELIEF) CRCS UGM Yogyakarta, pada 19 April 2003, hlm. 13. 15
Disebutkan dalam QS. Al-Takasur, Al-Humazah, Al-Lahab, dll.
8
ketidakadilan gender17. Al-Qur’an dengan semangat humanismenya menganjurkan tentang penegakan keadilan, penanaman prinsip egalitarian, dan ajaran anti diskriminasi. Bahkan al-Qur’an juga mengungkap tentang pengalaman empiris kehidupan
umat
terdahulu
yang
menjalankan
praktek
ketidakadilan
atau
keserakahan.18 Seperti yang pernah dialami oleh Raja Fir’aun yang melakukan kezaliman di muka bumi. Berangkat dari fenomena ini, maka membincangkan keadilan sosial dalam konteks Indonesia bisa ditelusuri akarnya pada konsep keadilan sosial yang ditawarkan pada masa turunnya al-Qur’an. Terlebih Al-Qur’an sebagaimana pandangan Sayyid Hussein Nasr, merupakan intisari atau prototipe segala ―perpustakaan‖ yang melambangkan pengetahuan.19 Hal ini tercermin dari nama lain al-Qur’an, yaitu umm al-kita>b. Namun, bukan berarti bahwa al-Qur’an bisa dijadikan alat justifikasi, dengan mengkait-kaitkan secara tanpa dasar, atau mengada-ada secara tidak rasional. Pada prinsipnya, al-Qur’an hanya sebagai pemantik ide dan inspirasi, atau konsep besar yang membutuhkan kajian terus-menerus, penelitian lanjutan, dan pendalaman lebih jauh dan objektif. Ketiga, suatu hukum tata nilai, konsep moral, atau bahkan produk hukum agama berubah sesuai dengan konteks sosio-historis yang terus berubah. Dalam
16
Guna mengantisipasi terjadinya ketidakadilan hukum, misalkan nabi pernah menegaskan dalam sebuah hadis populer, “Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.” 17
Ketika itu perempuan dipersepsikan sedemikian rendahnya, dimarjinalkan, serta dibatasi hak-haknya di bawah dominasi laki-laki. 18
19
didiskriminasi
dan
Misalnya disebutkan dalam QS. Muhammad:10, al-A’raf:137, al-Isra:16, dll.
Sayyid Hussein Nasr, Ideals and Realities of Islam (London: George Allen & Unwin Ltd, 1972), hlm. 37
9
penelitian ini menarik untuk melihat bagaimana perubahan konsep keadilan dan ketidakadilan ketika dikaitkan dengan Pancasila, yang juga hasil objektivikasi dari inti pokok al-Quran. Ketika zaman dahulu, yang dinamakan keadilan adalah dengan menjalankan hukum potong tangan, rajam, qis{as{ untuk menengakkan keadilan. Oleh sebab itu, penting untuk mendefinisikan ulang prinsip universal dari al-Qur’an tentang konsep keadilan sosial dalam konsteks kekinian ketika dibawa ke Indonesia. Terlebih, persoalan keadilan dan ketidakadilan mencakup tiga sub bagian, berupa otoritas (siapa yang berhak mengambil keputusan dan siapa yang harus mengikuti); pembagian kerja (siapa yang mengerjakan, apa yang dikerjakan, kapan dan bagaimana pekerjaan itu dikerjakan); dan distribusi sumber daya (bagaimana sumber daya, kesempatan, kewajiban, hukuman, penghargaan, atribut yang mempengaruhi psikologi, ekonomi atau kesejahteraan suatu masyarakat dialokasikan). Meskipun sudah ada yang pernah membahas tentang konsep keadilan dalam al-Qur’an, namun diyakini bahwa makna dan hasil interpretasi dari al-Qur’an selalu hidup dan berkembang. Muhammad Abdullah Darraz pernah mengungkapkan: ―Ketika Anda membaca Al-Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan Anda. Tetapi bila Anda membacanya sekali lagi, Anda akan mendapati pula maknamakna lain yang berbeda dengan makna yang Anda pahami sebelumnya. Demikianlah seharusnya, sampai-sampai Anda dapat menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti yang bermacam-macam. Semuanya benar dan atau mungkin benar. Ayat-ayat al-Qur’an itu bagaikan intan; setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut yang berbeda. Tidak mustahil, ketika Anda mempersilahkan orang lain untuk memandangnya, maka ia juga akan melihat lebih banyak dari apa yang Anda lihat.‖20 Muhammad Abdullah Darraz, Al-Naba>’ al-‘Az{i>m, Naz>arat Jadidah fi al-Qur’a>n, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1997), hlm. 16. 20
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, untuk lebih memfokuskan pembahasan, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana al-Qur’an mendeskripsikan tentang konsep Keadilan Sosial? 2. Bagaimana cara menumbuhkan nilai-nilai Keadilan Sosial menurut al-Quran? 3. Bagaimana relevansi konsep keadilan sosial al-Qur’an dengan sila kelima Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian tentang nilai-nilai dasar Pancasila dalam al-Qur’an ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui lebih jauh terkait dengan pendeskripsian al-Qur’an tentang konsep besar Keadilan Sosial. 2. Mengetahui cara menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai Keadilan Sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat. 3. Mengetahui relevansi antara konsep keadilan sosial dalam al-Qur’an dengan Sila Kelima Pancasila dalam konteks bangsa Indonesia. Adapun kegunaan dari penelitian ini, diharapkan memberikan sumbangsih dalam beberapa hal, sebagai berikut: 1. Memberikan pemahaman kepada publik terkait dengan adanya korelasi Pancasila dengan Kitab suci al-Qur’an.
11
2. Memberikan kontribusi dalam upaya penerapan dan penguatan nilai-nilai Pancasila di Indonesia, terutama ditinjau dari perspektif keagamaan. 3. Menambah khazanah ilmu pengetahuan keislaman terutama dalam kajian Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
D. Telaah Pustaka Tema keadilan termasuk tema yang sudah banyak diperbincangkan. Tidak sulit menemukan bahasan tentang konsep keadilan secara umum. Misalnya pernah ditulis oleh M. Quraish Shihab dalam Wawasan al-Qur’an, membahas tentang keadilan dan kesejahteraan dalam satu tema pembahasan. Menurut beliau, keadilan yang diungkapkan oleh al-Qur’an antara lain dengan memakai term al-'adl, al-qist{, dan al-mizan. Dalam karya ini, disebutkan bahwa keadilan itu menafikan kezaliman, walaupun pengertian keadilan tidak selalu menjadi antonim kezaliman. 'Adl, yang berarti "sama", memberi kesan adanya dua pihak atau lebih; karena jika hanya satu pihak, tidak akan terjadi "persamaan."21 ―Konsep Adil dalam Al-Qur’an‖ adalah karya lainnya yang membahas tentang tema ini, ditulis oleh Ambo Asse, seorang guru besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. Menurutnya, keadilan meliputi beberapa aspek, mulai dari keadilan terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, kenegaraan, keadilan ekonomi, persaksian, hingga keadilan terhadap musuh
21
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 190
12
sekalipun. Jika semua itu bisa ditegakkan, maka keadilan akan berimbas pada persatuan dan keharmonisan kehidupan bermasyarakat.22 Amiur Nuruddin, dalam karya disertasi di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta menulis ―Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Tanggung Jawab Moral.‖ Karya ini mengupas tentang konsep keadilan, yang merupakan salah satu akhlak (nilai moral) al-Qur’an. Menurut Amiur, al-Qur’an pada dasarnya berisi tiga landasan utama, berupa: ketauhidan, keadilan, dan hari kebangkitan.23 Sayyid Qutb, seorang ulama Mesir menulis buku ―Keadilan Sosial dalam Islam.‖ Di dalamnya mengupas tentang Islam yang sudah mengatur tentang konsep terpadu beragama dan prinsip besar kehidupan. Meliputi di dalamnya tentang alam, kehidupan, dan manusia. Keadilan sosial merupakan salah satu cabang dari prinsip besar yang diatur oleh pokok ajaran Islam tersebut.24 Buku lainnya berjudul Keadilan Sosial yang ditulis oleh Bur Rasuanto. Karya ini dilampiri wacana pasca-kajian sekitar pemikiran keadilan sosial di Indonesia, khususnya dari Sukarno dan Hatta. Menyinggung tentang teori keadilan Rawls dan Habermas yang menerima dan menampung kritik-kritik Sukarno dan Hatta lebih setengah abad silam terhadap individualisme dan demokrasi liberal Barat. Kritik-
22
Ambo Asee, ―Konsep Adil dalam al-Qur’an‖, Al-Risalah, Vol. 10, No. 2, Nopember 2010,
hlm. 287 23
Amiur Nuruddin, ―Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Tanggung Jawab Moral‖. Disertasi pada program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 1994, hlm. IX. 24
Sayyid Qutb, Keadilan Sosial dalam Islam, terj. Afif Muhammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1994), hlm. 24
13
kritik itu yang telah ikut mendasari faham keadilan sosial Sukarno maupun Hatta, bahkan para pemikir-pejuang kemerdekaan Indonesia lainnya. Penelitian ini menjadi berbeda dari beberapa karya yang penulis sebutkan di atas. Bisa juga menjadi kelanjutan dan penyempurnaan dari penelitian yang sudah ada. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengeksplor lebih jauh tentang keadilan sosial, cara menumbuhkan keadilan sosial, dan relevansinya dengan konteks kekinian. Karya yang sudah ada umumnya hanya membahas tentang konsep keadilan dalam alQur’an. Belum ada yang memadukan dengan keadilan sosial.
E. Kerangka Teori Terdapat banyak teori tentang keadilan sosial. Dalam konsteks keindonesiaan yang menjadi fokus dari penelitian ini, keadilan sosial mengerucut pada gagasan yang ditawarkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Oleh dua tokoh ini, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud jika ada demokrasi ekonomi atau sosio-ekonomi. Penjelmaan dari sosio-ekonomi dapat dirumuskan dalam sila kelima Pancasila, ―Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia‖.25 Menurut Soekarno, keadilan sosial harus berdimensi materil dan spiritual. Hal itu diindikasikan dengan tiga hal. Pertama, kesejahteraan sosial, yang berarti tidak adanya kemiskinan di Indonesia. Kedua, keadilan sosial, yang dimaksud adalah suatu
25
Sudaryanto, Filsafat Pancasila, Refleksi atas Teks Perumusan Pancasila (Yogyakarta: Kepel Press, 2007), hlm. 78
14
kondisi masyarakat tanpa penindasan. Ketiga, marhenisme, yaitu sikap yang berpihak kepada rakyat kecil, terpenuhi hak-haknya.26 Adapun menurut Mohammad Hatta, sistem perekonomian yang berlaku di Indonesia harus berlandaskan koperasi, yang kemudian dirumuskan secara umum dalam pasal 33 UUD 1945. Dalam bahasa lain, gagasan ini dikenal dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state).27 Muhammad Hatta mendefinisikan konsep koperasi dengan mengibaratkan pada hubungan murid dan guru di perkumpulan Taman Siswa. Antara guru dan murid memiliki relasi yang baik dan saling mendukung serta saling memberi kesempatan. Seorang guru akan senang melihat muridnya sukses dan berhasil. Demikian seharusnya, para pengusaha yang sudah besar mau mendukung modal dan memberi kesempatan bagi usaha kecil. Di sini, akan terjadi persebaran akses ekonomi dan terwujudnya keadilan sosial-ekonomi.
F. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian perpustakaan (library research). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun sumber primer adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang nilai-nilai luhur keadilan sosial. Sementara sumber sekunder merupakan perpaduan dari kitab-kitab tafsir, buku, makalah, jurnal, artikel, dan berbagai informasi lain yang dianggap perlu dan valid.
26
Andreas Doweng Bolo, dkk., Pancasila Kekuatan Pembebas (Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahlayang dan Penerbit Kanisius, 2012), hlm. 235-236. 27 Andreas Doweng Bolo, dkk., Pancasila Kekuatan Pembebas (Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahlayang dan Penerbit Kanisius, 2012), hlm. 237.
15
Dilihat dari cara penyajiannya, penelitian ini tergolong penelitian deskriptifanalitis. Sebab penelitian ini berusaha untuk menggambarkan dan mengungkap tentang penggambaran nilai-nilai keadilan sosial dalam al-Qur’an, yang kemudian di analisis serta disuguhi solusi atau cara penyelesaian masalahnya. Penjabaran bahasan akan disusun secara sistematis dengan berdasarkan pada analisis penulis.
G. Sistematika Pembahasan Karya Skripsi ini dibagi dalam empat bab pembahasan, guna memudahkan dan menghasilkan karya yang sistematis dan kajian yang mendalam. Dari keempat bab itu nantinya memuat beberapa sub bab tersendiri, sebagaimana uraian berikut: Bab pertama, merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka untuk membandingkan dengan penelitian sebelumnya dan keunikan penelitian ini, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua, bagian ini merupakan bagian yang menghubungkan tema dengan sub tema yang dibahas. Di dalamnya akan dijelaskan secara ringkas tentang sila-sila dari Pancasila, kedudukannya, filosofinya, dan kelahirannya. Kemudian akan dibahas tentang sila kelima pancasila dan kemudian tentang keadilan sosial secara general. Bab Ketiga, akan mengurai bahasan terkait dengan konsep keadilan sosial dalam al-Qur’an. Di dalamnya akan dibahas tentang penafsiran terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang keadilan sosial, pemahaman, dan klasifikasi keadilan sosial.
16
Bab
keempat,
merupakan
bab
yang
membahas
tentang
upaya
menumbuhkembangkan nilai-nilai keadilan sosial dalam kehidupan keseharian. Juga berisi tentang pendeskripsian relevansi konsep keadilan sosial dalam al-Qur’an dengan keadilan sosial dalam konteks keindonesiaan. Bab kelima, merupakan bagian penutup. Bab ini menjadi bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran-saran dari penelitian ini. Di bagian kesimpulan inilah nantinya akan menghimpun jawaban dari dua pertanyaan utama yang penulis ajukan dalam rumusan masalah.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, tentang penafsiran terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan keadilan sosial dan cara menumbuhkan nilai-nilai keadilan sosial serta relevansinya dengan Pancasila di kehidupan bangsa Indonesia kekinian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Al-Qur’an memberikan perhatian lebih terhadap aspek keadilan, di antara ayatnya misalkan: QS. Al-Nahl [16]: 90, 105-109; QS. Al-Maidah [5]: 8, dan masih banyak lagi. Sejak awal turunnya, al-Qur’an menggugat kemapanan para kaum elitis serta orang-orang yang tamak dan serakah di Makkah. Al-Qur’an kemudian menyeru manusia untuk menegakkan keadilan dan meninggalkan keserakahan. Seperti dikatakan dalam firman Allah dalam QS. Al-Araf [7]: 29. Inti dari ajaran kenabian bukan hanya terletak pada perlawanan terhadap berhala-berhala yang ada di Ka’bah, tetapi juga perlawanan terhadap berhala berwujud kapitalisme, yang hanya berorientasi materi dan diri sendiri. Pada dasarnya seorang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan standar ukuran yang sama, bukan ukuran ganda, menggunakan dan melakukan suatu perkara atau urusan sesuai dengan kapasitasnya, baik terkait dengan tempat, waktu, kadar, tidak berlebiham, tidak dimajukan, dan tidak pula dimundurkan. 100
101
Selain term al-‘adl, al-Qur’an juga menggunakan kosa kata al-qist{ dan almizan. Dari kesemuanya, pengertian keadilan berkisar pada makna seimbang, pertengahan, tidak ekstrim, persamaan, dan tanpa adanya diskriminasi, tanpa adanya marjinalisasi dalam bentuk apapun serta pemenuhan hak sesuai kadarnya. Al-Qur’an sangat menekankan tentang persamaan
kedudukan
manusia
(egalitarianism),
(equalizing) dan kesamaan (levelling),
penyamarataan
dan menghindari dari segala
ketidakadilan sosial, yang umumnya berpangkal pada kepincangan ekonomi, semisal ekspoitasi berlebihan, keserakahan, konsentrasi harta pada sekelompok orang saja atau monopoli ekonomi, dan seterusnya. Lawan dari adil adalah zalim. Al-Qur’an mengutuk dengan sangat keras semua perilaku zalim dan serakah. Semisal kezaliman yang dilakukan oleh raja Fir’aun. AlQur’an mendokumentasikan kutukan itu di antaranya dalam QS. al-Takatsur [102]:1-8; QS. al-Humazah [104]: 1-9, dan QS. al-Taubah: 34-35.
2.
Dalam ranah real, Islam tidak hanya mengkritik dan berwacana, tetapi ia hadir sebagai solusi (problem solving). Ajaran Islam mengajukan konsep yang dislogankan; “dari setiap orang diminta sesuai dengan kemampuannya, dan kepada setiap orang diberikan sesuai dengan kebutuhannya.” Maka dari itu, penulis menawarkan lima langkah yang bisa dijalankan demi mewujudkan keadilan sosial dalam masyarakat. Pertama, mencipta paradigma berpikir masyarakat untuk mau bekerja keras dan kemudian
102
memiliki humanitas yang tinggi. Islam menyadarkan segenap umatnya untuk menjadi mukmin yang kuat, baik lahiriyah, batiniyah, akal, ekonomi, agama, dan kekuatan yang lainnya, sebagaimana disebut dalam QS. Al-Nisa [4]: 9. Dalam ayat lain Quran mengingatkan tentang pentingnya keseimbangan orientasi hidup antara kehidupan dunia dan akhirat, misalnya dalam QS. Al-Baqarah [2]:201. Setelah dirinya kuat dan mampu barulah ia diperintah untuk membantu sesama. Tidak mungkin mereka yang tidak mempunyai sesuatu bisa melakukan banyak hal untuk membantu. Kedua, mengoptimalkan potensi zakat dengan pengelolaan profesional. Zakat sebagai bentuk penghambaan kepada Allah dan juga kepedulian terhadap kondisi sosial. Zakat adalah satu-satunya ibadah yang disebutkan dalam AlQur’an disertai dengan kelengkapan teknisnya, ada peran petugasnya. AlQuran menggunakan bahasa ‘amili>n. Hal ini sebagai pertanda bahwa amil zakat selayaknya memiliki positioning dan kekuatan dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan. Ketika zakat tidak dikelola dengan profesional, maka sangat dimungkinkan adanya penyelewengan, mulai dari proses pengumpulan hingga pendistribusiannya. Padahal zakat seharusnya tersalurkan kepada hal-hal yang bernilai edukatif dan produktif, demi pemberdayaan, pengembangan, dan pembinaan, bukan hanya menyantuni. Ketiga, Menerapkan sistem pemerintahan yang bersih, bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ada beberapa term dalam al-Qur’an yang menunjuk pada arti korupsi, di antara yang paling banyak disebutkan adalah ghulul (QS. Ali-Imran [3]: 161-163). Perbuatan korupsi mengkhianati
103
amanat adalah perbuatan dosa dan salah satu karakter munafik yang dibenci oleh Allah SWT, disebut dalam QS. al-Anfal, [8]: 27 dan al-Nisa>’ [4]: 58. Allah melarang perilaku mengumpul-ngumpulkan harta dengan jalan yang batil, terlebih memakan harta yang menjadi hak orang-orang lemah, seperti dalam QS. Al-Nisa [4]: 29. Keempat, mencipta sistem ekonomi pro rakyat dan
memperluas
lapangan
pekerjaan.
Dalam
al-Qur’an,
Allah
memerintahkan untuk bekerja. Misalkan disebut dalam QS. Al-Ankabut [29]: 17; QS. Al-Taubah [9]: 105; dan QS. Saba [34]: 13. Faktanya tidak sedikit mereka yang telah bekerja siang dan malam ternyata belum juga memperoleh hasil yang maksimal. Sistem ekonomi yang berlaku itulah yang memaksa kondisi yang “tidak adil” ini. Untuk mengatasinya, maka Firman Allah dalam QS. al-Maun [107]: 3, yang menyebut bahwa orang-orang yang mendustakan agama adalah mereka yang tidak memberi makan orang miskin, bisa diperluas maknanya tidak hanya dalam kegiatan feeding, namun juga menjadi memberi lapangan pekerjaan. Dimulai dengan memberikan
pendidikan
atau
keterampilan,
memberdayakan,
dan
mendampingi hingga ia benar-benar bisa mandiri. Kelima, Meningkatkan rasa peduli antara kerabat dan tetangga. Kerabat dekat atau jauh yang termarjinalkan memilki hak dalam kekayaan seseorang. Sebagaimana disebut dalam QS. Al-Ruum [30]: 38 dan QS. Al-Nisa [4]: 36, serta banyak sekali hadis-hadis berdimensi sosial tentang berbuat baik pada tetangga
104
3.
Keberadaan Pancasila merupakan produk hibridasi atau ramuan dari berbagai pikiran dan gagasan besar yang dikerjakan dan dirumuskan oleh para nalar besar, cerdas, dan hebat. Dari sini seharusnya melahirkan mental, nalar, dan konstitusi yang dahsyat berupa peradaban yang luar biasa. Namun dalam ranah real, apa yang dicita-citakan itu belum sepenuhnya terwujud. Pancasila yang berasas Ketuhanan Yang Maha Esa diyakini bisa memberi efek yang lebih. Jika merunut pada setiap pasal-pasal yang ada dalam UUD I945, tidak ada yang menyalahi pesan al-Qur’an secara mutlak. Terlebih Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi landasan dalam mewujudkan keadilan sosial-ekonomi di Indonesia, sepenuhnya merupakan hasil objektifikasi dari pesan-pesan al-Qur’an, yang mencita-citakan keadilan sosial-ekonomi.
B. Saran-Saran Setelah melakukan pembahasan secara sistematis terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang keadilan sosial, cara menumbuhkan nilai keadilan sosial, dan relevansinya dengan Pancasila, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai kelanjutan dari kajian tema di atas, sebagai berikut: 1. Pembahasan tentang tema keadilan merupakan perbincangan yang tidak ada ada habis-habisnya. Adil menjadi salah satu tema sentral yang diketengahkan oleh risalah Islam. Cita-cita luhur dari ajaran Islam bisa dikatakan bukan (saja) menjadikan semua orang masuk agama Islam, tapi
105
dengan menjadikan seluruh dunia diliputi oleh nilai-nilai keadilan, yang merupakan inti dari cita-cita luhur ajaran Islam. Mengingat, persoalan ketidakadilan terjadi di mana saja dan kapan saja. Karya sederhana ini tidak bisa menjawab semua persoalan, masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya masukan dan kritikan konstruktif demi menyempurnakan karya ini. Harapannya, semoga para pembaca bisa memperbanyak penelitian lanjutan yang lebih konstektual, ditinjau dari berbagai sudutnya.
2. Dalam melakukan penelitian untuk karya ini, penulis menemukan fakta bahwasanya dari sekian banyak karya-karya sebelumnya yang bisa penulis akses tentang tema keadilan, umumnya hanya berbicara pada ranah wacana, konsep, teori, dan segenap isu-isu yang terlalu elitis. Artinya, bahasan yang sudah ada, umumnya belum berbicara pada ranah praksis dan aplikatif di kehidupan bermasyarakat. Sehingga terkesan ada gap yang terjadi, dan menyebabkan apa yang ditulis terkesan tidak berkonstribusi dalam menyelesaikan persoalan ketidakadilan. Nah, diharapkan ke depan semakin banyak karya yang mentransformasikan dari yang sebelumnya elitis menjadi membumi dan menyentuh ranah real.
Walla>hu a’lam bi al-s{awa>b.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Moeslim. Islam sebagai Kritik Sosial. Jakarta: Erlangga, 2003. Abou el-Fadl, Khaled M. Melawan Tentara Tuhan; Yang Berwenang dan Yang Sewenang-Wenang dalam Wacana Islam. Jakarta: Serambi, 2003. Ahmad, Husna dan Fachruddin Mangunjaya. Haji Ramah Lingkungan. Jakarta: Obor, 2013. Alsen, Julian. “Nilai Dasar yang Terkandung Dalam Pancasila Secara Konsep dan Implementasinya di Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, makalah, 2015, hlm. 7 Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama, Semarang: Toha Putera, 1989. Asee, Ambo. “Konsep Adil dalam al-Qur‟an”, Al-Risalah, Vol. 10, No. 2, Nopember 2010. al-Asfahani, Al-Raghib. Mu‟jam Mufrada>t Alfa>z al-Qur’a>n. Beirut: Muqi‟ Umm alKitab, 1978. Baqi, Muhammad Fu‟ad Abdul. al-Mu‟jam al-Mufahras Li Alfaz Al-Qur‟an. Indonesia: Maktabah Dakhlan, 1939. Basri, Faisal “Singapura Lebih Islami dari Kita” dalam Munir (dkk.), Pergulatan Iman. Jakarta: Nalar, 2008. Bhinawan, Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur‟an tentang Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi; dalam Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI, skripsi, Jurusan TafsirHadis, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010. Biro Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia. Jakarta: BPS, 2014 Budiman, Arief “Islam di sini Terlalu Fikih” dalam Munir (dkk.), Pergulatan Iman. Jakarta: Nalar, 2008. al-Bukhari, Muhammad Bin Ismail Abu Abdillah. al-Jami>’ al-S{ah{i>h{ al-Mukhtas{ar> . Beirut: Da>r Ibnu Kas{ir, 1987. juz.6 Buletin Santri Ma‟had Aly Tanwirul Afkar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi‟iyah Sukorejo. Hukum Positif adalah Hukum Syar‟i. April 2013. Darraz, Muhammad Abdullah. Al-Naba‟ al-„Azim, Nazarat Jadidah fi al-Qur‟an. Kuwait: Dar al-Qalam, 1997. Dawan, Anil. “Keadilan Sosial: Teori Keadilan Menurut John Rawls dan Implementasinya Bagi Perwujudan Keadilan Sosial di Indonesia” dokumen pdf. Departemen Pendidikan dan Kebudayaa RI, Kamus BesarBahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. 106
Andreas Doweng Bolo, dkk., Pancasila Kekuatan Pembebas. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahlayang dan Penerbit Kanisius, 2012. Egineer, Asghar Ali. Islam dan Theologi Pembebasan, terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Farhan, Junaidi. “Sejarah Lahirnya Pancasila (Sebagai Ideologi & Dasar Negara)”, dalam http://kompasiana.com, diakses pada 13 Oktober 2015. al-Farmawi, Abd al-Hayy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu„i. Kairo: Matba‟ah alHadarah al-Arabiyah, 1977. ------------. Metode Tafsir Maudhu‟i: Suatu Pengantar, ter. Suryan A. Jumrah. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 1999. Hamka. Keadilan Sosial dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2015. Harahap, Hakim Muda. Ayat-ayat Korupsi. Yogyakarta: Gama Media, 2009. Hendriks, Herman. Keadilan Sosial dalam Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius, 1990. Ibn Kasi>r, Imam al-Di>n Abu Fida>’ Ismail. Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m. Damaskus: Maktabah Da>r al-Fiha, 1994. Ibn Taimiyyah, Taqiyuddin. Majmu>’at al-Fatawa>. Saudi Arabia: Da>r al-Ifta wa alIrsyad, 1977. Jagat, Serat. “Inilah Sejarah Lahirnya Pancasila”, dalam http://konfrontasi.com, diakses tanggal 13 Oktober 2015. al-Jahiz, Abu Usman „Umar bin Bahr. Tahzib al-Akhlaq. Riyad: Dar al-Sahabah, 1990. Khaidir, Piet H. Nalar Kemanusiaan Nalar Perubahan Sosial. Jakarta: Teraju Mizan, 2006. Khoir, M. Masykur. Risalatuz Zakat. Kediri: Duta Karya Mandiri, 2003. Khoury, Raif. al-Tarah al-Qaumi al-„Arabi, Nahnu Humatuh, wa Mukammiluh. Beirut: al-Thariq Editions, 1942. Kuntowijoyo, “Agama sebagai Konsep Kognitif” dalam Pradana Boy ZTF (dkk), Era Baru Gerakan Muhammadiyah. Malang: UMM Press, 2008 Latif, Yudi. Mata Air Keteladanan, Pancasila dalam Perbuatan. Jakarta Selatan: Mizan, 2014. Lintang, Mucthar. Kuliah Islam Tentang Ethika dan Keadilan Sosial. Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Maarif, Ahmad Syafii. Pengantar Fikih Kebinekaan: Pandangan Islam Indonesia tentang Umat, Kewargaan, dan Kepemimpinan Nasional. Bandung-Jakarta: Mizan-MAARIF Institute, 2015.
107
------------. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan; Sebuah Refleksi Sejarah. Bandung: Mizan-Maarif Institute, 2015. -------------, Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara, Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES, 2006. Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 2003. Mas‟oed, Mohtar. Politik Birokrasi dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Mulkhan, Abdul Munir. 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaharuan Sosial. Jakarta: Kompas, 2010. -----------. Teologi Kiri : Landasan Gerakan Membela Kaum Mustadl‟afin. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002. Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya, 1984. Mustafa, Ibrahim. al-Mu‟jam al-Wasit. Teheran: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1934. Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian al-Qur‟an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea Press, 2014. Mustaqim, Muh. “Wawasan al-Qur‟an tentang Korupsi,” Mukaddimah, Vol. 19, No. 1, 2013. Mustofa, Zaenal “Perekonomian Indonesia (Penerapan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33)”, Makalah, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2014. Nasr, Sayyid Hussein. Ideals and Realities of Islam. London: George Allen & Unwin Ltd, 1972. Nurdin, “Dimensi Keadilan dalam Islam”. Makalah pada program pasca sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, 2014 Nurudin, Amiur. “Konsep Keadilan dalam Al-Qur‟an dan Implikasinya Terhadap Tanggung Jawab Moral”. Disertasi pada program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1994. al-Qardhawi, Yusuf. al-Hala>l wa al-Hara>m fi al-Isla>m. Kairo: Maktabah Wahbah, 1997. Qutb, Sayyid. Keadilan Sosial dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1994. Rahardjo, M. Dawam. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES dan LSAF, 1999. Rahau, Minto. Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangasa. Jakarta: Grasindo. 2015. Rahan, Fazlur. Islam and Modernity, Transformation of Intelectual Tradition. Chicago: The University of Chicago Press, 1982.
108
Rais, M. Amien. Tauhid Sosial, Formula Menggempur Kesenjangan. Jakarta: Mizan, 1998. Ramdani, Puteri Sarah. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara. Makalah, 2014. Republik Indonesia, Undang‐undang Dasar 1945, Bab XIV Robinson, Neal. Pengantar Islam Komprehensif. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001. Saikuddin, Akhmad. “Konsep Keadilan dalam al-Qur‟an; Telaah Kata al-adl dan alqist dalam Tafsir al-Qurtubi”, skripsi Jurusan Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014. SF, Eep. Menuntaskan Perubahan. Bandung: Mizan, 2000. Shihab, M. Quraish. Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati, 2007. -----------. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran. Jakarta: Lentera Hati, 2000. -----------. Wawasan Al-Qur'an. Bandung: Mizan, 2006. Sirry, Mun‟im. Tradisi Intelektual Islam, Rekonstruksi Sumber Otoritas Agama. Malang: Madani, 2015. Syariati, Ali. Membangun Masa Depan Islam. Bandung: Mizan, 1995. al-T{aba>ri>y, Ibn Jari>r. Tafsi>r al-T{aba>ri>y. Beirut: Da>r al-Fikr, 1978. The Soekarno Foundation, "Pancasila Bung Karno," Paksi Bhinneka Tunggal Ika, 2005. Tim FORZA Pesantren, Ijtihad Politik Islam Nusantara, Membumikan Fiqh Siyasah Melalui Pendekatan Maqashid asy-Syari‟ah. Kediri: Lirboyo Press, 2015. Wallis, Jim. The Soul of Politics: Beyond “Religious Right” and “Secular Left”. New York: The New Press, 1994. Welfare Initiative for Better Societies, Laporam Bank Dunia, 2016. Widhyastuty, Leny Widhy. “Masa Penjajahan Belanda di Indonesia”, Makalah Civic Education, pada Fakultas Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014. Zaimah, Keadilan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, makalah, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Musydariyah Kota Cimahi Bandung, 2012. Zainuddin, Muhammad Shofa. “Keadilan dalam al-Qur‟an”, makalah pada Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2010. Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Beirut: Da>rul Fikr, tth. 109
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1987. CD ROM Terjemah al-Quran v1.5 program 2005, oleh Ebta Setiawan. Aplikasi bisa di dowload di http://www.geocities.com/akhdan_s CD-ROM Lidwa, Global Islamic Sofware, 1997. Film Soekarno. Besutan sutradara Hanung Bramantyo, dengan produser: Raam Punjabi. Rilis pertama pada 11 Desember 2013. Orasi ilmiah Dawam Rahardjo, forum diskusi komunitas epidemic di kantor LKIS Yogyakarta, pada 6 Mei 2015. Seminar Nasional dengan tema “Moderasi: Antitesis Radikalisme dan Deradikalisme” di PP Muh. Yogyakarta. Pembicara: Frans Magnis Suseno, Ahmad Jainuri, Sunyoto Usman, Laksamana Muda B. Ponto, Ahmad Norma Permata, Yunahar Ilyas. Wawancara dengan Ane Permatasari, Dosen UMY, di Yogyakarta tanggal 15 Oktober 2015. Wawancara dengan Dawam Raharjo, Rektor Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, di Yogyakarta tanggal 16 Oktober 2015 Wawancara dengan Deni Setiawan, Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Jakarta tanggal 5 Desember 2015.
110
CURRICULUM VITAE Nama
: MUHAMMAD RIDHA
Tempat, Tanggal Lahir
: Pante Gajah, 20 Februari 1994
Alamat Asal
: Jl. Teufah, Dusun Meunasah Kulam, Desa Pante Gajah, Kecamatan Peusangan, Bireuen, Aceh.
Alamat di Yogyakarta
: Ponpes LSQ Ar-Rohmah, JL. Imogiri Timur, km.8, Botokenceng, Banguntapan, Bantul, DIY
Nama Orang Tua
: Basri Zakaria, S.Pd. – Syathariyah AR. S.Ag.
Riwayat Pendidikan 1.
Pendidikan Formal TK Nusa Indah Peusangan, tahun 1998-2000 MI Negeri 1 Matang Glumpang Dua, Bireuen, tahun 2000-2006 MTs Negeri 1 Matang Glumpang Dua, Bireuen, tahun 2006-2009 MA Darul Ulum, YPUI, Banda Aceh, tahun 2009-2012 Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, masuk tahun 2012
2.
Pendidikan Informal, Organisasi, dan Komunitas Organisasi Siswa Intra Madrasah (OSIM) MTs Negeri Matang Glumpang Dua, Bireuen, tahun 2007-2008 Organisasi Pelajar Dayah Modern (OPDM) Darul Ulum YPUI Banda Aceh, tahun 2010-2012 Pelajar Islam Indonesia (PII) Pengurus Daerah Bireuen, tahun 2010-2012 Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) UIN Sunan Kalijaga, 2013-2014 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan Komisariat Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2013- sekarang Komunitas Mahasiswa Nanggroe Aceh Darussalam (KOMNAD) UIN Sunan Kalijaga, 2012- sekarang Lembaga KIBAR Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014- sekarang Sahabat Pena Nusantara (SPN) Yogyakarta dan Nasional, 2015- sekarang Komunitas Junalis Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY 2015- sekarang
111