STUDI PENYUSUNAN TABEL FAKTOR TINGGI TEGAKAN (FT) PADA TEGAKAN MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI BKPH TANGGEUNG KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
MUHAMAD SUKRI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2006 Penulis
RINGKASAN Muhamad Sukri. E 14101039. Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Di bawah bimbingan Ir. Suwarno Sutarahardja. Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam yang merupakan kekayaan negara harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik melalui perencanaan yang cermat, rasional dan terarah. Untuk keperluan tersebut maka diperlukan inventarisasi hutan yaitu suatu usaha untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pohon di hutan serta berbagai karakteristik tempat tumbuhnya yang lebih menitikberatkan pada pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan. Pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan berkaitan erat dengan pengukuran volume kayu. Untuk tujuan penaksiran volume kayu agar sumber kesalahan dapat diperkecil sebaiknya dipergunakan tabel pembantu yang praktis salah satunya adalah Tabel Faktor Tinggi Tegakan (Tabel FT). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun Tabel FT pada jenis tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tabel FT ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai tabel pembantu dalam menduga volume tegakan mahoni daun besar di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tabel FT merupakan tabel pembantu dalam menduga volume tegakan dengan cepat, praktis dan teliti. Syarat utama dalam menyusun Tabel FT ini adalah adanya hubungan yang erat antara FT dengan tinggi total pohon. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memiliki hubungan yang erat (nilai Zhit > nilai Ztab) maka penduga faktor tinggi pohon dengan menggunakan tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan dapat dibenarkan. Sehingga variasi nilai FT yang disebabkan oleh diameter rata-rata tegakan dapat diwakili oleh adanya variasi tinggi total ratarata tegakan dan sebaliknya. Tabel FT untuk jenis mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur dapat disusun berdasarkan dua persamaan regresi yaitu: FT = 0.153 + 0.509 T dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 % dan FT = 4.91 + 0.201 D dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7 %. Dari kedua persamaan regresi tersebut dapat dibuat Tabel FT untuk menduga volume tegakan mahoni daun besar di BKPH Tanggeung. Penggunaan kedua Tabel FT tersebut tergantung dari pengukur, jika di lihat dari pengukuran dimensi pohon di lapangan, diameter pohon lebih praktis dan mudah untuk diukur dibandingkan tinggi pohon sehingga untuk menduga volume tegakan dapat menggunakan Tabel FT dengan persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 4.91 + 0.201 D). Akan tetapi apabila berdasarkan analisis data yang diperoleh, lebih baik menggunakan persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) karena persamaan regresi tersebut mampunyai nilai
koefisien determinasi (R2) lebih besar yaitu 98,4 % dan nilai simpangan baku (S) lebih kecil yaitu 0,2612. Dengan kata lain untuk mendapatkan nilai FT di BKPH Tanggeung KPH Cianjur dapat menggunakan Tabel FT yang disusun dari kedua persamaan regresi tersebut. Tabel FT ini dapat digunakan untuk menduga volume tegakan (V) dengan cara mengalikan luas bidang dasar tegakan (G) dengan faktor tinggi tegakan (FT). Penaksiran volume tegakan dengan menggunakan Tabel FT lebih cepat dan praktis karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar tegakan dan tinggi rata-rata tegakan. Hasil yang di dapat dari penggunaan Tabel FT ini lebih teliti jika digunakan pada daerah yang memiliki topografi, bonita, kelas umur dan lingkungan yang sesuai dengan lokasi penelitian Tabel FT ini dibuat.
STUDI PENYUSUNAN TABEL FAKTOR TINGGI TEGAKAN (FH) PADA TEGAKAN MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI BKPH TANGGEUNG KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
MUHAMAD SUKRI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada
Tegakan
Mahoni
Daun
Besar
(Swietenia
macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Nama
: Muhamad Sukri
NRP
: E.14101039
Menyetujui: Dosen Pembimbing
(Ir. Suwarno Sutarahardja) NIP. 130 354 167
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Tiada kata yang lebih indah selain puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten “. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Alm. Ayahanda yang telah tiada dan Ibunda untuk setiap cucuran keringat, tetesan air mata, limpahan kasih sayang dan untaian doa yang tidak pernah henti. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan semangat dan keceriaan dalam keluarga. 2. Ir. Suwarno Sutarahardja selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, nasihat dan saran kapada penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS. selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas saran, kritikan dan nasihat yang telah diberikan. 4. Dr. Ir. MM. Imam Tawakal, MBA. dan para staf KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten yang telah memberikan izin penelitian dan bantuan dalam pengambilan data. 5. Bapak Endang Mintarya dan staf BKPH Tanggeung yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama kegiatan pengambilan data. 6. KRPH Kadupandak, KRPH Salatri, KPH Walahir dan KRPH Ciogong dan para mandor yang senantiasa membantu selama pengambilan data di lapangan. 7. Teman-teman PKL di PT. Wira Karya Sakti Jambi (Vien Patricia SHut., Fajar Munandar SHut., Ayurani Prasetiyo SHut. dan Beny Budiansyah) atas kebersamaan dalam suka dan duka selama kegiatan PKL.
8. Teman-teman seperjuangan di KPH Cianjur (Hendra Permana, Muji Burrahman, Aulia Lanni Putri dan Dita Majarani) yang telah banyak membantu dalam pengambilan data di lapangan. 9. Lenny Lutfiah S. yang telah memberikan dorongan, semangat, perhatian dan kasih sayang kepada penulis. 10. Gunanto E.S, SHut. dan Dikkie A.S SHut. atas kebaikkan hatinya untuk berbagi tempat tinggal dengan para PGT’ers dan meminjamkan komputer selama penelitian berlangsung. 11. Sahabat-sahabat penulis di MNH ’38, yang telah mengisi waktu dan keceriaan selama penulis mencari ilmu pengetahuan di bangku kuliah. 12. Teman-teman Forester IPB khususnya angkatan ’38 atas semua kekompakan dan kebersamaannya. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam skripsi ini. Semoga segala amal kebaikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Bogor, Mei 2006 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 November 1983 dari pasangan Alm. Makir (Ayah) dan Rohimi (Ibu) sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara. Penulis mengawali pendidikannya di TK Tunas Ragunan, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 06 Petang Ragunan dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP 41 Ragunan Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMU Negeri 38 Lenteng Agung Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2001. Pada bulan Agustus 2001 melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) penulis diterima di Institut Pertanian Bogor. Kemudian pada tahun 2002 penulis masuk di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan bidang keilmuan Inventarisasi Hutan. Penulis telah mengikuti kegiatan praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas dan jalur Baturaden-Cilacap, tepatnya di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur dan BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat pada bulan Juli hingga Agustus 2004. Pada bulan April hingga Mai 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Wira Karya Sakti Jambi. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten“ di bawah bimbingan Ir. Suwarno Sutarahardja. Bogor, Mei 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) .................................... 3 Inventarisasi Hutan ....................................................................................... 4 Metode Inventarisasi Hutan .......................................................................... 5 Pengukuran Tinggi Pohon ............................................................................. 7 Pengukuran Diameter Pohon......................................................................... 7 Pengukuran Luas Bidang Dasar Pohon ......................................................... 8 Faktor Bentuk Pohon .................................................................................... 8 Menentukan Volume Pohon.......................................................................... 9 Model-Model Pendugaan Volume Tegakan ................................................. 10 Penyusunan Tabel FT.................................................................................... 11 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 15 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................................. 15 Batasan .......................................................................................................... 15 Metode Penentuan Pohon Contoh di Lapangan ............................................ 16 Metode Pengambilan Data ............................................................................ 16 Pengukuran Pohon Contoh............................................................................ 17 Analisis Data ................................................................................................. 17 Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon ............................. 17 Hubungan Antara FT Dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon .. 19 Uji Keberartian Model ............................................................................ 21
KEADAAN UMUM LOKASI Letak dan Luas ............................................................................................ 23 Topografi ..................................................................................................... 25 Iklim ............................................................................................................ 25 Tanah dan Batuan ........................................................................................ 26 Tegakan Hutan............................................................................................. 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon Contoh ............................................................................................... 28 Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon................................... 31 Hubungan Antara FT dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon......... 32 Penyusunan Tabel FT ................................................................................... 35 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................... 38 Saran ............................................................................................................ 38 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39 LAMPIRAN ........................................................................................................ 41
DAFTAR TABEL Teks
Halaman
Tabel 1.
Sidik ragam untuk fungsi regrasi ...................................................
Tabel 2.
Pembagian BKPH dan RPH di KPH Cianjur berdasarkan
21
wilayah pemerintahan Kabupaten Cianjur .....................................
24
Tabel 3.
Rekapitulasi RPH yang ada di BKPH Tanggeung KPH Cianjur ...
24
Tabel 4.
Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas umur (KU) dan bonita ..............................................................................................
Tabel 5.
Jumlah pohon contoh tiap anak petak yang diamati dalam penyusunan Tabel FT di BKPH Tanggeung ..................................
Tabel 6.
30
Data rata-rata diameter, tinggi total dan faktor tinggi absolut (fh) untuk tiap anak petak di BKPH Tanggeung KPH Cianjur.............
Tabel 9.
29
Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi relatif ..............................................................................................
Tabel 8.
29
Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi total pohon......................................................................................
Tabel 7.
28
31
Persamaan-persamaan regresi hubungan antara FT dengan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan .....................................
33
Tabel 10. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu : FT = 0.155 + 0.509 T (alternatif 1) ......................................................................
50
Tabel 11. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu : FT = 4.91 + 0.201 D (alternatif 2) ......................................................................
51
DAFTAR GAMBAR Teks
Halaman
Gambar 1.
Tinggi relatif dari sebuah pohon berdasarkan metode Pressler.... 13
Gambar 2.
Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas diameter setinggi dada (Dbh) ...................................................................... 30
Gambar 3.
Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas tinggi total dan tinggi relatif pohon ................................................................ 30
Gambar 4.
Garis regresi hubungan FT dengan tinggi total rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 0.153 + 0.509 T) ........ 34
Gambar 5.
Garis regresi hubungan FT dengan diameter rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 4.91 + 0.201 D) ......... 34
DAFTAR LAMPIRAN Teks
Halaman
Lampiran 1. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU V BKPH Tanggeung KPH Cianjur ................................................................................. 42 Lampiran 2. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU VI BKPH Tanggeung KPH Cianjur. ................................................................................. 43 Lampiran 3. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU VII BKPH Tanggeung KPH Cianjur .................................................................................. 44 Lampiran 4. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU VIII BKPH Tanggeung KPH Cianjur .................................................................................. 45 Lampiran 5. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU IX BKPH Tanggeung KPH Cianjur .................................................................................. 46 Lampiran 6. Hasil perhitungan uji transformasi Z-fisher untuk hubungan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan .................................... 48 Lampiran 7. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan tinggi total rata-rata tegakan ............................................................................ 49 Lampiran 8. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan diameter rata-rata tegakan ............................................................................ 49
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam yang merupakan kekayaan negara harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Untuk tujuan tersebut, pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik melalui perencanaan yang cermat, rasional dan terarah. Oleh karena itu maka diperlukan suatu kegiatan inventarisasi hutan. Inventarisasi hutan itu sendiri merupakan suatu usaha untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pohon di hutan serta berbagai karakteristik tempat tumbuhnya yang lebih menitikberatkan pada pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan. Kegiatan inventarisasi hutan dapat dilaksanakan melalui dua cara yaitu cara langsung berupa sensus dan sampling dan cara tidak langsung dengan penafsiran potret udara dan interpretasi citra satelit. Cara yang biasa digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan adalah cara sampling karena dinilai lebih efisien terutama dilihat dari segi tenaga, waktu dan biaya. Pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan berkaitan erat dengan pengukuran volume kayu. Untuk tujuan penaksiran volume kayu agar sumber kesalahan dapat diperkecil, sebaiknya dipergunakan tabel pembantu yang praktis. Praktis disini dalam arti mudah dalam penggunaannya dan mudah dalam mengukur kunci pembacanya sehingga faktor obyektifitas dapat dipertahankan serta ketelitiannya masih dalam batas-batas yang diperkenankan. Untuk menaksir volume tegakan dengan menggunakan tabel pembantu memerlukan pengukuran parameter diameter, tinggi, luas bidang dasar dan angka bentuk rata-rata dalam tegakan. Sedangkan untuk pengukuran tinggi dan angka bentuk pohon di lapangan secara obyektif sangat sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dengan menggunakan metode Bitterlich luas bidang dasar tegakan per hektar dapat diukur dengan cepat, mudah dan cukup teliti. Pressler (1865) dalam Loetsch, Haller dan Zohrer (1973) memperkenalkan suatu metode baru yaitu faktor tinggi pohon yang merupakan fungsi dari parameter tinggi dan faktor bentuk pohon yang disusun dalam suatu tabel yang
kemudian dikenal dengan Form Height Table (FH Table). Sehingga dengan menggunakan faktor tinggi pohon ini kesulitan yang dialami dalam pengukuran tinggi dan faktor bentuk pohon dapat berkurang karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar dan tinggi rata-rata tegakan. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk menyusun Form Height Table (FH Table) atau untuk selanjutnya dalam penelitian ini dapat disebut dengan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (Tabel FT) untuk menduga volume tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, mengingat jenis tanaman tersebut merupakan jenis pohon komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan multiguna.
Tujuan Penelitian 1. Untuk membuktikan adanya hubungan yang erat antara tinggi total dengan diameter rata-rata tegakan yang nantinya dapat digunakan untuk menduga faktor tinggi tegakan. 2. Untuk menyusun Tabel Faktor Tinggi Tegakan (Tabel FT) untuk jenis tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
TINJAUAN PUSTAKA Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) Mahoni daun besar merupakan salah satu jenis pohon dari famili Meliaceae dan di Indonesia jenis ini tersebar di daerah-daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Samingan, 1982). Mahoni daun besar merupakan jenis pohon yang berasal dari Amerika Tengah (Honduras, Meksiko, Columbia, Venezuela, dan West Indies). Mahoni pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1872 dan mulai dikembangkan secara luas di Pulau Jawa pada tahun 1897 sampai 1902. Pada zaman penjajahan Belanda di Pulau Jawa, jenis ini ditanam pada lapangan yang telah menurun kesuburannya yang tidak baik bila ditanami dengan Jati (Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, 1980 dalam Tiryana, 1997). Menurut Siregar (1991) dalam Samsi (2000), jenis mahoni ini tergolong tanaman yang tahan naungan (tolerance species) yang mampu bersaing dengan alang-alang ataupun semak belukar dalam memperoleh sinar matahari, sehingga cocok untuk tanaman reboisasi pada areal alang-alang yang rapat. Daun mahoni umumnya berselang-seling majemuk menyirip, majemuk berganda atau terkadang tunggal, tidak memiliki titik terang kalau dihadapkan terhadap sinar matahari (pelload duts) dan tidak memiliki daun penumpu (setipulatte), karena sifat daunnya yang sukar terbakar maka cocok digunakan sebagai jenis tanaman reboisasi di areal alang-alang yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pohon mahoni menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 35 m, tajuknya rapat dan lebat serta daun berwarna hijau tua. Kulit kelabu gelap, beralur, mengelupas, cabang atau ranting coklat kekelabuan, kuncup besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat muda dengan ujung berlipat, sering kali berresin, daun tua gugur dengan warna guram tidak berbulu (Samingan, 1982). Selanjutnya Martawijaya (1981), menambahkan bahwa tinggi pohon mahoni sekitar 25 m dengan diameter 125 cm, bentuk silindris, tidak berbanir, tajuk membulat. Kulit batang pohon mahoni juga mengandung tannin yang dapat berfungsi sebagai antipyretic, tonic dan astringent.
Martawijaya (1981) juga menyatakan bahwa tempat tumbuh mahoni beriklim basah maupun kering dengan tipe hujan A – D, tanah agak liat dan kurus, dengan ketinggian tempat 0 - 800 m dari permukaan laut. Mahoni banyak digunakan sebagai bahan baku kayu lapis (veneer) yang mewah. Serat kayu cukup indah memberikan lukisan-lukisan garis yang khas pada sayatan kayu, memiliki berat jenis rata-rata 0,61, tergolong kelas awet III dan kelas kuat II - III, dengan kayu teras berwarna coklat kemerahan. Selain digunakan sebagai veneer, mahoni digunakan pula untuk bahan bangunan, meubeul, lantai, perkakas, papan dinding, rangka pintu, patung, ukiran dan kerajinan lainnya. Buah mahoni dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan (Samingan, 1982). Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon di hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap dan pengeluaran hasil (Husch, 1987). Hitam (1987) menyatakan bahwa inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam rangkaian manajemen hutan nasional yang baik dengan tujuan utama menentukan setepatnya dengan waktu dan biaya yang terbatas, massa tegakan dan nilai-nilai pohon sedang berdiri pada suatu tegakan hutan. Istilah inventore atau inventarisasi hutan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu forest inventory, bahasa Jerman yaitu wald inventur atau bahasa Belanda yaitu bosch inventarisatie. Secara umum, pengertian inventarisasi hutan adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan. Istilah lain yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah perisalahan. Istilah serupa dalam bahasa Inggris yang mampunyai arti lebih spesifik adalah timber cruising, yang lebih menitikberatkan pengumpulan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan dalam rencana pembalakan atau logging (Departemen Kehutanan RI, 1992).
Jenis informasi yang akan dikumpulkan dalam suatu inventore hutan tergantung pada tujuannya. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga bervariasi sesuai dengan peranan informasi tersebut dalam tujuan pengelolaan hutan itu. Tujuan utama inventarisasi hutan adalah untuk mendapatkan data tentang areal berhutan dan komposisi tegakannya. Kegiatan inventarisasi hutan dapat dilaksanakan dengan penginderaan jauh, pengamatan langsung di lapangan atau gabungan dari keduanya (Simon, 1993). Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), dalam kegiatan inventarisasi hutan diperlukan alat bantu dalam melaksanakannya yaitu pengetahuan tentang ilmu ukur kayu. Ilmu ukur kayu adalah pengetahuan tentang pengukuran dimensi pohon yaitu diameter, tinggi dan volume kayu berdiri maupun rebah dan pengukuran pertumbuhan kayu (riap) serta hasil hutan non kayu. Metode Inventarisasi Hutan Menurut
Sutarahardja,
Manan,
Ngadiono,
Soekotjo,
Setiadi
dan
Wiroatmodjo (1976) dalam Rahayu (1995), didasarkan atas cara dan metodenya maka kegiatan pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan dua cara yaitu cara pengamatan penuh dan cara sampling. Cara pengamatan penuh (sensus) dilakukan dengan mengukur semua komponen yang terdapat dalam suatu populasi. Sedangkan cara sampling merupakan suatu cara menaksir nilai suatu obyek atau populasi dengan jalan mengambil dan mengamati atau mengukur sebagian dari anggota populasi sebagai wakilnya. Adapun keuntungan yang didapat dengan menggunakan cara sampling ini adalah: 1.
Biaya yang diperlukan kecil
2.
Waktu yang diperlukan sedikit
3.
Ketelitiannya lebih besar
4.
Sasarannya lebih besar
Juga dikatakan, bahwa secara garis besar cara sampling ini dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu: a) Random sampling
b) Sistematik sampling c) Kombinasi antara sistematik sampling dan random sampling Selanjutnya Cochran (1991) menjelaskan bahwa tiga cara penarikan contoh di atas termasuk dalam penarikan contoh tak terbatas (unrestricted random sampling). Di samping itu ada pula cara penarikan contoh terbatas (restricted sampling), dimana cara penarikan contoh dibentuk dengan membagi populasi atas bagian-bagian atau golongan-golongan. Salah satu cara penarikan contoh terbatas adalah penarikan contoh berstrata (stratified sampling). Salah satu cara penarikan contoh dalam stratified sampling adalah dengan cara alokasi merata/sama (equal allocation). Cara alokasi merata ini merupakan cara yang sederhana dalam pengalokasian satuan contoh pada setiap stratum, dimana setiap stratum memperoleh satuan contoh yang sama banyaknya. Untuk menentukan besarnya satuan contoh (n) dalam populasi dengan metode alokasi merata (equal allocation) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n=
2 L.∑ N h2 s yh
⎛ (SE / 100). y st .100 ⎞ ⎟ N ⎜ ⎜ ⎟ t(α / 2,dbf ) ⎝ ⎠
2
2
dimana: L
= banyaknya stratum
N
= ukuran populasi
Nh
= ukuran stratum ke-h
2 s yh
= ragam contoh pada stratum ke-h (diperoleh dari survey pendahuluan atau studi pustaka)
y st
= nilai dugaan rata-rata populasi terstratifikasi (diperoleh dari survey pendahuluan atau studi pustaka)
SE
= kesalahan sampling maksimum yang masih ditolelir (dalam %)
t(α/2,dbf) = nilai dari t-student (untuk aplikasi priktis dianggap = 2) Sedangkan untuk menentukan banyaknya satuan contoh yang diukur pada setiap stratum (nh) dengan menggunakan metode alokasi merata (equal allocation) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
nh =
n L
dimana: L = banyaknya stratum n = satuan contoh dalam populasi Pengukuran Tinggi Pohon Tinggi adalah jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang datar, atau horizontal. Pengukuran tinggi adalah pengukuran tak langsung yang dilakukan dengan alat-alat optik dan konsekuensinya memerlukan banyak waktu. Alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukur tinggi pohon antara lain Christen Hypsometer, Haga Hypsometer dan Spiegel Relaskop
Bitterlich. Dalam kegiatan inventarisasi hutan dikenal beberapa macam pengukuran tinggi pohon (Departemen Kehutanan RI, 1992), yaitu: a) Tinggi pohon total yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon dan tujuan pengukurannya adalah untuk menentukan volume batang pohon total (volume sampai puncak pohon). b) Tinggi pohon sampai cabang pertama yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah sampai cabang pertama yang membentuk tajuk dan tujuan pengukurannya untuk menentukan volume kayu pertukangan (volume batang bebas cabang). c) Tinggi batang komersil yaitu tinggi batang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan. Pengukuran Diameter Pohon Diameter merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Yang dimaksud dengan diameter pohon adalah garis lurus yang menghubungkan antara dua titik pada lingkaran penampang melintang pohon yang melalui titik pusat batang pohon. Dalam pengukuran diameter, yang biasa digunakan adalah diameter setinggi dada atau lebih dikenal diameter at breast high (Dbh). Dbh
merupakan pengukuran diameter yang termudah dan memiliki korelasi yang kuat dengan parameter lainnya, seperti luas bidang dasar dan volume pohon. Di Indonesia, Dbh diukur pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah (Departemen Kehutanan RI, 1992). Spurr (1952) dalam Haryanto (2004), menyatakan bahwa diameter pohon yang dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling dasar dari permukaan pohon dan diharapkan hanya dengan menggunakan parameter tersebut memiliki keeratan hubungan yang cukup tinggi terhadap volume pohon. Diameter dapat diukur secara tepat dan akurat serta pengukuran dalam areal yang luas memerlukan biaya yang murah. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur diameter pohon secara langsung adalah pita ukur (Phi band), Biltmore Stick dan kaliper. Pengukuran Luas Bidang Dasar Pohon Luas penampang melintang batang kayu disebut dengan luas bidang dasar (basal area). Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), luas bidang dasar tiap pohon dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: g = ¼ . π . d2 dimana : g = luas bidang dasar pohon d = diameter pohon π = konstanta (phi =3,14) Apabila diameter pohon yang digunakan adalah Dbh, maka luas bidang dasar yang dimakud adalah penampang melintang batang pohon pada ketinggian 1,30 m diatas permukaan tanah. Dari luas bidang dasar pohon dapat ditaksir dua parameter penting untuk kegiatan inventarisasi hutan, yaitu kerapatan bidang dasar dan volume pohon serta volume tegakan (Departemen Kehutanan RI, 1992). Faktor Bentuk Pohon Faktor bentuk (form factor) diperlukan sebagai penghubung antara volume suatu silinder dengan volume batang atau pohon. Dari sini rumus umum suatu batang pohon dapat ditulis sebagai berikut (Simon, 1993 ): Volume = Luas bidang dasar x Tinggi x Faktor bentuk
Untuk perhitungan nilai faktor bentuk dapat berbeda-beda bergantung pada diameter mana yang dipakai sebagai dasar, untuk menentukan diameter silindernya. Pada umumnya dikenal tiga macam faktor bentuk yaitu: 1.
Faktor bentuk absolut (absolute form factor), yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter pangkal pohon atau diameter setinggi dada.
2.
Faktor bentuk nyata (true form factor) atau normal, yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter batang pada ketinggian tertentu, proposional terhadap tinggi pohon.
3.
Faktor bentuk buatan (artificial form factor), yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter setinggi dada, tetapi volume kayu dihitung mulai dari pangkal pohon. Untuk sebagian besar pohon-pohon tropis, kalau belum tersedia faktor
bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,70 (Banyard, 1973 dalam Simon, 1993). Menentukan Volume Pohon Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), volume merupakan suatu ukuran tiga dimensi suatu benda atau obyek yang dinyatakan dalam satuan kubik dan diturunkan atau didapatkan melalui perkalian satuan dasar panjang yaitu panjang, lebar dan tebal atau tinggi. Penentuan volume dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dengan menggunakan xylometer dan secara tidak langsung dengan menggunakan cara analitik dan grafis. Selanjutnya untuk menghitung volume pohon berdiri dalam bentuk rumus tertentu sulit untuk dilakukan, karena bentuk batang pohon tidak silindris dan umumnya membentuk taper (dari pangkal pohon sampai ujung pohon berbeda). Oleh karena itu sebenarnya penentuan volume batang pohon bukan pekerjaan yang sederhana dan mudah. Secara umum persamaan yang digunakan adalah : V = f (d) atau V = f (d,h) V = ¼ π d2 h f V=g.h.f dimana:
V = volume pohon d = diameter setinggi dada h = tinggi pohon f = faktor bentuk pohon g = luas bidang dasar pohon Model-Model Pendugaan Volume Tegakan Husch (1987) menyatakan bahwa penaksiran volume suatu tegakan dapat dilakukan dari pengukuran-pengukuran yang dipandang mewakili seluruh tegakan. Dengan tujuan untuk membuat suatu penaksiran tegakan secara tepat tanpa mengukur semua pohon atau menentukan volume-volumenya. Volume yang diperoleh dengan cara ini bermanfaat jika diperlukan penaksiran volume seluruhnya, tanpa dibagi data spesies, ukuran atau kelas-kelas kualitas. Tetapi cara ini akan kurang bermanfaat apabila disyaratkan informasi terinci mengenai keadaan hutannya. Pendugaan volume tegakan dapat dilakukan dengan menggunakan luas bidang dasar tegakan, yaitu jumlah luas penampang melintang seluruh pohon yang diukur atau sering disebut dengan luas bidang dasar total tegakan (G), rata-rata tinggi tegakan (H) dan faktor bentuk tegakan (F). Simon (1993) mengatakan bahwa salah satu metode penaksiran volume tegakan adalah dengan cara sampling titik (point sampling). Dengan sampling titik ini, luas bidang dasar tegakan dapat ditaksir dengan cepat oleh seorang tenaga perisalah. Parameter lain yang diperlukan untuk penaksiran volume tegakan yaitu tinggi pohon dan angka bentuk pohon. Kedua parameter ini dapat diperoleh dengan mengukur sejumlah contoh pohon, sehingga volume tegakan (V) dapat dirumuskan sebagai berikut: V=GxHxF dimana: G = luas bidang dasar total tegakan H = rata-rata tinggi tegakan F = faktor bentuk tegakan
Sedangkan menurut Loetsch, et al. (1973), pendugaan volume tegakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: V = G (FH) dimana: V = volume tegakan per hektar G = luas bidang dasar per hektar FH = faktor tinggi pohon Dengan menggunakan rumus diatas, maka yang perlu diukur oleh pengamat adalah diameter setinggi dada untuk menentukan besarnya luas bidang dasar (G), sedangkan faktor tinggi pohon (FH) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
m FH = 2 ( R + ) 3 2 dimana : R = tinggi pohon dari tunggak sampai ½ Dbh terhadap tinggi relatifnya m = jarak antara tunggak sampai dengan Dbh Penentuan massa kayu kelas umur di Perum Perhutani didasarkan pada tabel tegakan dengan menggunakan faktor-faktor (Perum Perhutani, 1974 dalam Rahayu, 1995),: 1. Umur rata-rata seluruh tegakan 2. Bonita rata-rata untuk masing-masing kelas umur 3. Kerapatan bidang dasar (KBD) untuk masing-masing kelas umur Penyusunan Tabel FT
Menurut Bitterlich (1958) dalam Arifin (1976), Tabel FH merupakan suatu tabel pembantu dalam menaksir volume tegakan. Metode penaksiran volume dengan tabel ini merupakan suatu metode yang sangat cepat, praktis dan terandalkan. Cara pengukuran FH dikemukakan oleh Pressler dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Bitterlich. Faktor tinggi pohon (FH) dapat diukur dengan menggunakan Spiegel Relascope Bitterlich dengan aturan-aturan tertentu dan secara umum FH merupakan fungsi hubungan antara tinggi dengan faktor bentuk pohon yaitu :
fh = f (h,f) dimana : fh = faktor tinggi absolut h
= tinggi pohon
f
= faktor bentuk pohon
Pressler (1865) dalam Loetsch, Haller dan Zohrer (1973) menyatakan bahwa awal mulanya terbentuk fh yaitu adanya suatu metode yang sangat sederhana dari penggunaan diameter batang bagian atas tertentu untuk penentuan volume dari pohon tunggal dimana pengukuran dibantu dengan menggunakan relascope yang dikenal dengan metode Pressler. Pengukuran diameter bagian atas yang dimaksud di sini adalah setengah diameter setinggi dada (Dbh) terhadap tinggi relatifnya. Relascope berfungsi ganda yang memungkinkan pengukuran secara serentak dari tinggi batang sampai diameter pada ketinggian tertentu. Relascope telah terbukti bermanfaat untuk pengukuran diameter batang bagian atas dalam hutan-hutan tropika, walaupun kenampakan dalam hutan-hutan ini tidak selalu cukup untuk memungkinkan pengukuran yang akurat. Metode ini merupakan suatu indikator yang baik untuk mengetahui faktor bentuk yang selanjutnya dapat digunakan untuk mencari volume batang. Menurut Loetsch, et al. (1973), rumus fh yang dikemukakan Pressler adalah : m fh = 2 ( R + ) 3 2 m fh 2 R + 2 = ( ) 3 d d dimana: fh = faktor tinggi absolut R = tinggi pohon dari tunggak sampai ½ Dbh terhadap tinggi relatifnya m = jarak antara tunggak sampai dengan Dbh d = diameter pohon
d 2
r
R
d m m 2
Gambar 1. Tinggi relatif dari sebuah pohon berdasarkan metode Pressler. Untuk mendapatkan fh/d dapat dilakukan dengan dua macam pengukuran yaitu berdasarkan hubungan perbandingan antara diameter setinggi dada (Dbh) dan ½ Dbh terhadap tinggi relatifnya. Yang dimaksud dengan tinggi relatif di sini adalah ketinggian pohon dari atas permukaan tanah sampai pada diameter ½ dari Dbh, yang selanjutnya oleh Loetsch, et at. (1973) disebut dengan relatif form height sehingga fh dapat dihitung dengan menggunakan rumus : fh =
fh xd d
dimana: fh
= faktor tinggi absolut
fh/d
= faktor tinggi relatif
d
= diameter pohon
Selanjutnya menurut Loetsch, et al. (1973), metode pengukuran ini lebih unggul
ketepatannya
dibandingkan
dengan
pengukuran
volume
dengan
menggunakan tabel volume yang diturunkan dari tegakan normal. Kesalahan yang diperoleh pada umumnya adalah kesalahan subyektif. Pada penelitian yang lebih
penting kesalahan manusia harus dapat dikurangi sekecil mungkin. Kelemahan dari metode ini adalah dalam pengukuran tinggi relatif, biasanya seorang pengamat kesulitan dalam menentukan posisi ½ Dbh karena tertutupi oleh tajuk sehingga perlu ketepatan dalam pengukuran. Juga dikatakan bahwa turunan dari fh akan menghasilkan faktor bentuk (f) yang membutuhkan suatu pengukuran tinggi yang diukur dengan relascope sehingga didapat rumus : f =
fh d x d h
dimana: f
= faktor bentuk pohon
fh/d = faktor tinggi relatif d
= diameter pohon
h
= tinggi pohon Faktor bentuk yang dihasilkan dari turunan fh apabila dikalikan dengan
rata-rata bidang dasar pohon akan menghasilkan volume batang per unit area. Sedangkan nilai FH sendiri digunakan untuk mengetahui volume tegakan yang diperoleh dengan mengalikan bidang dasar tegakan, dengan rumus: FH =
∑ g x fh = V G ∑g
V = G x FH
dimana : FH = faktor tinggi pohon g
= luas bidang dasar pohon
G = luas bidang dasar tegakan V = volume tegakan
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada hutan tanaman mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2005.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) dengan kisaran Kelas Umur (KU) V sampai Kelas Umur (KU) IX di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : •
Personal komputer.
•
Program (software) statistik Microsoft Excel dan Minitab versi 13.2, untuk membantu dalam perhitungan dan analisis data.
•
Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB), untuk mengukur tinggi total dan tinggi relatif.
•
Pita diameter (phi band), untuk mengukur diameter setinggi dada.
•
Tally sheet, kalkulator dan alat tulis, untuk mencatat data hasil pengukuran.
•
Peta Kerja
Batasan
1. Diameter pohon dalam penelitian ini adalah diameter setinggi dada (Dbh) atau diameter yang diukur pada ketinggian 1,3 meter dari permukaan tanah. 2. Diameter ½ Dbh adalah diameter pohon pada ketinggian tertentu yang besarnya setengah dari diameter setinggi dada (Dbh) pohon tersebut. 3. Tinggi pohon total adalah tinggi pohon mulai dari atas permukaan tanah sampai pucuk atau puncak pohon.
4. Tinggi relatif (R) adalah tinggi pohon mulai dari atas permukaan tanah sampai pada diameter batang ½ dari Dbh. 5. Kelas umur (KU) adalah pembagian kelas-kelas menurut umur untuk tegakan mahoni dengan interval 5 tahun. 6. Bonita adalah ukuran tingkat kesuburan tanah yang menunjukan kapasitas produksi tanah dalam menghasilkan massa kayu.
Metode Penentuan Pohon Contoh di Lapangan
Penentuan pohon contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan pemilihan pohon yang mempunyai syarat yaitu: pohon tumbuh normal dan sehat, batang lurus dan tidak banyak cabang, representative atau mewakili terhadap kondisi tegakan dan diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian. Pohon contoh yang diambil direncanakan sebanyak 250 pohon dan dipilih secara purpossive sampling dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan di atas. Penarikan contoh yang dilakukan yaitu penarikan contoh berstrata (stratified sampling) dan yang dinyatakan sebagai stratum yaitu kelas umur. Tegakan mahoni (Swietenia macrophylla, King) yang menjadi bahan penelitian terdiri dari Kelas Umur V sampai Kelas Umur IX sehingga terdapat 5 (lima) stratum. Dengan menggunakan cara alokasi merata/sama (equall allocation), pohon contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (nh) diperoleh dari banyaknya ukuran contoh (n) yang diamati dibagi dengan banyaknya stratum (L). Jika ukuran contoh yang diamati dalam penelitian ini sebanyak 250 pohon contoh maka pohon contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (nh) sebanyak 50 pohon contoh. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan data primer yaitu dengan mengukur dimensi pohon secara langsung di lapangan dan data sekunder yaitu melalui studi literatur. Untuk mendapatkan data primer dilakukan pengukuran dimensi pohon di lapangan yaitu meliputi: a. Diameter setinggi dada (Dbh) b. Tinggi total pohon
c. Tinggi relatif pohon Sedangkan data sekunder atau data pendukung yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi: a) Kelas Umur (KU) b) Bonita atau kualitas tempat tumbuh c) Keadaan umum lokasi penelitian: letak, luas, topografi, iklim, tanah, keadaan hutan.
Pengukuran Pohon Contoh
Pohon contoh adalah pohon mahoni daun besar yang mempunyai batang lurus dan tidak banyak cabang, tumbuh normal dan sehat, representative terhadap kondisi tegakan, serta diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian. Untuk setiap pohon contoh dilakukan pengukuran diameter setinggi dada (Dbh), tinggi total pohon dan tinggi relatif pohon dengan menggunakan Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB). Penentuan tinggi relatif ini dilakukan dengan cara mengukur tinggi pohon dari atas permukaan tanah sampai pada ketinggian batang pohon sebesar ½ diameter setinggi dada (Dbh). Hasil pengukuran di lapangan kemudian dicatat ke dalam tally sheet.
Analisis Data Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon
Dalam penyusunan tabel faktor tinggi pohon ini terdapat hubungan yang erat antara diameter pohon dengan tinggi total pohon dan tinggi total pohon dengan faktor tinggi pohon. Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama sehingga akan memiliki faktor tinggi pohon yang sama pula. Tingkat keeratan hubungan ini ditunjukan dengan besarnya nilai koefisien korelasi (r) sebagai berikut: r=
dimana:
x ( x ∑x x − ∑ ∑ ⎞⎛ ∑ x − (∑ x ) ⎟⎜ 1
1 2
⎛ ⎜ ⎜ ⎝
∑x
1
2
2
1
n ⎟⎜ ⎠⎝
2
2
) n
2
− (∑ x 2 ) 2
⎞ ⎟ n ⎟ ⎠
r = korelasi x1 = diameter rata-rata pohon x2 = tinggi rata-rata pohon n = banyaknya pohon Nilai koefisien korelasi (r) merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi populasi (ρ). Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1, jika nilai r = -1 maka hubungan tinggi total dan diameter pohon merupakan korelasi negatif sempurna dan sebaliknya jika r = 1 maka hubungan tinggi total dan diameter pohon merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau 1, hubungan antara kedua peubah itu (tinggi total dan diameter pohon) akan kuat dan terdapat hubungan korelasi yang tinggi antara keduanya. Koefisien korelasi yang mendekati nol (r = 0) menunjukan bahwa sedikit/tidak ada hubungan linear yang terjadi bersama-sama. Keadaan ini hanya menunjukan tidak ada suatu hubungan yang baik (stright line), tapi mungkin saja ada suatu hubungan non linear yang kuat. Besarnya nilai koefisien determinasi (R2) menyatakan tingkat ketelitian hubungan antara diameter dan tinggi total pohon. Jika koefisien determinasi ini sebesar 50 % atau nilai koefisien korelasi populasi (ρ) sebesar 0,7071, maka mempunyai pengertian bahwa hanya sekitar 50 % variasi diameter pohon dapat diterangkan oleh adanya variasi tinggi total pohon dalam populasi. Dengan koefisien determinasi sebesar 50 % sudah merupakan batas minimal yang digunakan dalam penyusunan tabel volume yang dianggap cukup seksama (Suharlan dan Soemarna, 1976 dalam Rahayu, 1995). Nilai koefisien korelasi (r) merupakan peubah acak yang dapat ditentukan oleh nilai-nilai pengamatan contoh. Jika ρ = 0 maka peubah acak r akan menyebar normal sedangkan jika ρ ≠ 0 maka sebaran r tersebut sulit dirumuskan. Besarnya nilai r yang merupakan nilai dugaan bagi parameter sebenarnya (ρ) nilainya tidak diketahui ini dapat diuji dengan menggunakan transformasi Z-fisher yang menghasilkan peubah Z yang hampir menyebar normal. Transformasi Z-fisher tersebut adalah: Zr = 0,5 ln
1+ r 1− r
Jika ρ = k untuk k ≠ 0 maka peubah acak Z ini akan menyebar normal dengan nilai tengah (Zρ), dimana : Zρ = 0,5 ln
1+ ρ 1− ρ
Hipotesa pengujian : H0 : ρ = 0,7071 H1 : ρ > 0,7071 Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5 % (α = 0,05). Sedangkan kriteria uji yang digunakan: Z hit =
Zr − Zρ
σZ
dimana: Zr = hasil transformasi r hitung terhadap nilai Z Zρ = hasil transformasi ρ hitung terhadap nilai Z
σZ =
1 n−3
Uji Transformasi Z-fisher ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada tingkat nyata tertentu nilai koefisien korelasi contoh (r) cukup besar nilainya tersebut juga berlaku untuk populasi sehingga syarat penyusunan tabel volume atau tabel faktor tinggi (FT) dapat terpenuhi. Jika nilai Z hitung > Z tabel maka tolak H0, artinya antara tinggi total dan diameter pohon memenuhi persyaratan yang diberikan yaitu mempunyai ρ > 0,7071 pada tingkat nyata tertentu. Dan sebaliknya jika Z hitung ≤ Z tabel maka terima H0, artinya hubungan tinggi total dengan diameter pohon mempunyai ρ ≤ 0,7071 pada tingkat nyata tertentu. Dari batas minimal ρ tersebut, jika nilai ρ yang didapat ≤ 0,7071 maka belum bisa digunakan untuk menyusun suatu persamaan dengan hanya menggunakan satu peubah bebas.
Hubungan Antara FT dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon Apabila antara tinggi pohon dan diameter pohon tidak memiliki hubungan yang erat (Z hitung ≤ Z tabel) maka pendugaan faktor tinggi pohon menggunakan tinggi total dan diameter pohon sebagai peubah bebasnya (dua peubah bebas).
Pengelolahan data dilakukan secara matematis yaitu dengan menggunakan persamaan regresi berganda yang menggambarkan hubungan parameter faktor tinggi pohon (FT) sebagai peubah tak bebas (dependent variable) dengan diameter dan tinggi total pohon sebagai peubah bebas (independent variable), dengan model persamaan regresi sebagai berikut: Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ε dimana: Y
= faktor tinggi pohon
β0
= koefisien elevasi regresi
β1, β2 = koefisien regresi X1
= diameter rata-rata pohon
X2
= tinggi rata-rata pohon
ε
= sisaan
Persamaan regresi di atas dapat diduga dengan model penduga: Ŷ = b0 + b1x1 + b2x2 + e dimana: Ŷ
= penduga faktor tinggi pohon
x1
= diameter rata-rata pohon
x2
= tinggi rata-rata pohon
b0
= penduga β0
b1, b2 = penduga β1, β2 e
= penduga sisaan
Tetapi apabila ternyata antara diameter dan tinggi pohon memiliki hubungan yang erat (Z hitung > Z tabel) maka penduga faktor tinggi pohon dengan menggunakan tinggi total pohon atau diameter pohon dapat dibenarkan. Dalam hal ini, dapat dibuat dua persamaan regresi yaitu persamaan regresi dengan tinggi total pohon sebagai peubah bebasnya dan persamaan regresi dengan diameter pohon sebagai peubah bebasnya. Kemudian dari kedua persamaan regresi tersebut dipilih persamaan regresi yang terbaik berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan simpangan bakunya (S). Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (R2) maka persamaan regresi tersebut akan semakin baik. Sedangkan untuk simpangan baku (S), persamaan regresi tersebut akan semakin baik jika
nilai simpangan bakunya semakin kecil. Pengolahan data dilakukan secara matematis yaitu menggunakan persamaan regresi linear sederhana dengan rumus sebagai berikut: Y = β 0 + β i Xii + ε dimana: Y = faktor tinggi pohon β0 = koefisien elevasi regresi βi = koefisien regresi Xi = diameter atau tinggi rata-rata pohon dalam tegakan ε = sisaan Persamaan regresi di atas dapat diduga dengan model penduga sebagai berikut: Ŷ = b0 + bixi + e dimana: Ŷ = penduga faktor tinggi pohon xi = diameter atau tinggi rata-rata pohon dalam tegakan b0 = penduga β0 bi = penduga βi e = penduga sisaan
Uji Keberartian Model Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan regresi yang nyata atau tidak maka dilakukan uji regresi dengan uji F-fisher, dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu. Nilai F hitung dapat dicari dengan sidik ragam yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sidik ragam untuk fungsi regresi
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
Regresi (r)
p-1
JKr
KTr
KTr/KTs
Sisa (s)
n-p
JKs
KTs
-
Total
n-1
JKt
-
-
Ket : p = perlakuan
Hipotesa yang digunakan: H0 : βi = 0 (i = 1 dan atau 2) H1 : sekurangnya ada βi ≠ 0 (i = 1, 2) Dengan kriteria pengujiannya: F hitung = KTr/KTs Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (Fhit > Ftab) pada tingkat nyata tertentu maka tolak H0 yang berarti bahwa sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas atau semua peubah bebas secara bersama-sama mempengaruhi peubah tak bebas. Dari hasil analisis regresi tersebut dapat dilihat keeratan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas yang ditunjukan oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r). Sedangkan untuk melihat berapa besar pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas ditunjukan oleh besarnya nilai koefisien determinasi (R2).
KEADAAN UMUM LOKASI Letak dan Luas Secara geografis Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur terletak antara 106º4’-107º25’ Bujur Timur dan 6º20’-7º32’ Lintang Selatan. Sedangkan secara administratif KPH Cianjur berada di Kabupaten Cianjur, kecuali sebagian kelompok hutan Gunung Kancana seluas 1.366 ha terletak di wilayah Kabupaten Sukabumi dan sebagian kelompok hutan Gunung Cantayan Barat terletak di wilayah Kabupaten Purwakarta dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : • Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta
• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia • Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi
• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Garut Luas wilayah KPH Cianjur hasil penataan semula : 69.307,16 ha berkurang menjadi 67.589,31 ha, karena seluas 1.717,85 ha masuk perluasan Tanaman Nasional Gunung Gede Pangrango sesuai SK Menhut No. 174/KPTSII/2003 (tentang penunjukan dan perubahan fungsi kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas, pada kelompok hutan Gunung Gede Pangrango seluas + 21.975 ha). Bila dibandingkan dengan luas kabupaten Cianjur (350.148 ha), maka luas kawasan hutan KPH Cianjur tersebut adalah 19 % dari luas Kabupaten Cianjur. Dengan perincian sebagai berikut: Hutan Lindung
= 24.305,66 ha (35,96 %)
Hutan Produksi
= 43.283,65 ha (64,04 %) 67.589,31 ha
Dalam pengelolaannya KPH Cianjur dibagi menjadi dua Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH) yaitu SKPH Cianjur Utara dan SKPH Cianjur Selatan. Sedangkan pembagian kawasan BKPH dan RPH yang ada di KPH Cianjur disajikan pada Tabel 4.
Tabel 2. Pembagian BKPH dan RPH di KPH Cianjur berdasarkan wilayah pemerintahan Kabupaten Cianjur. No
SKPH/BKPH
Wilayah RPH
Luas (Ha)
A.
Cianjur Utara
1.
Cianjur
- Puncak, Cijedil, Majalaya
5.325,22
2.
Ciranjang Utara
- Kiarapayung, Mande, Ciranjang
2.602,80
3.
Ciranjang Selatan
- Bj. Picung, Tubuy, Jati
5.625,64
4.
Gede Timur
- Pacet, Gekbrong, Gn. Kancana, Cikondang
3.262,50
B.
Cianjur Selatan
1.
Sukanagara Selatan
- Kendang Kidul, Takokak, Bahu arang, Hanj. Barat
6.132,50
2.
Sukanagara Utara
- Cibeber, Campaka, Hanj. Timur
3.
Tanggeung
- Kadupandak, Salatri, Walahir, Ciogong
9.180,06
4.
Sindangbarang
- Sindangbarang, Cipandak, Cidaun, Simp. Timur,
7.382,50
13.193,55
Simp. Barat 5.
Cibarengkok
- Cibarengkok, Cibarengkok II, Hanj. Timur II,
14.884,54
Bengbreng Jumlah
67.589,31
Sumber : Revisi RPKH Kelas Perusahaan Jati KPH Cianjur, 2003
Lokasi penelitian terletak di wilayah BKPH Tanggeung yang merupakan kawasan hutan bagian Utara sebelah Barat KPH Cianjur. BKPH Tanggeung membawahi empat RPH, yang secara rinci dijelaskan berdasarkan kelompok hutan, bagian hutan dan no. petak untuk tiap RPH pada Tabel 5 berikut: Tabel 3. Rekapitulasi RPH yang terdapat di BKPH Tanggeung KPH Cianjur. No.
RPH
1
Kadupandak
2
Walahir
3
Salatri
4
Ciogong
Kelompok Hutan
Bagian Hutan
No. Petak
Gunung Subang
Sindangbarang
1 – 21
Pasir Dolog
Sindangbarang
104 – 105
Pasir Panglay
Sindangbarang
22 – 49
Gunung Bengreng
Sindangbarang
50 – 57
Pasir Panglay
Sindangbarang
91 – 103
Salatri
Sindangbarang
82 – 90
Sampora/Pasir Tujuh
Sindangbarang
58 – 59
Ciogong
Sindangbarang
60 – 81
Sumber : Revisi RPKH Kelas Perusahaan Jati KPH Cianjur, 2003
Topografi Topografi pada kawasan hutan yang ada di KPH Cianjur mempunyai bentuk lapangan sebagian besar berupa daerah pengunungan, berbukit-bukit dengan lereng lapangan miring, bergelombang dan landai, sedang sebagian kecil lainnya merupakan dataran rendah. Ketinggian tempat di KPH Cianjur berkisar antara 5 – 2.829 mdpl dengan kemiringan antara 1 % sampai dengan 40 %. Wilayah Cianjur Selatan mempunyai kemiringan antara 15 - 40 % dan wilayah Cianjur Utara antara 1 % sampai dengan 15 %.
Iklim Wilayah hutan KPH Cianjur terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat disekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam SPH II Cianjur (2003), kriteria bulan basah, bulan lembab dan kering adalah sebagai berikut: a. Bulan basah, dengan curah hujan : > 100 mm/bulan b. Bulan lembab, dengan curah hujan : 60 – 100 mm/bulan c. Bulan kering, dengan curah hujan : < 60 mm/bulan Schmidt dan Ferguson (1951) dalam SPH II Cianjur (2003) membagi tipe iklim ini berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering dengan bulan basah yang dirumuskan sebagai berikut: •
Untuk tipe A, Q = 0 % - 14,3 %
•
Untuk tipe B, Q = 14,3 % - 33,5 %
dengan nilai Q dihitung berdasarkan perhitungan berikut: Q = Jumlah bulan kering – Jumlah bulan basah Jumlah bulan basah Sehingga iklim di wilayah hutan KPH Cianjur menurut peta iklim termasuk dalam beberapa tipe iklim sebagai berikut: 1. Bagian Utara : di sebelah Barat masuk tipe A dan di sebelah Timur masuk tipe B.
2. Bagian Tengah : di sebelah Barat masuk tipe A dan sedikit tipe B di Barat Daya, sebelah Tengah tipe A dan sedikit tipe B di Timur Laut, sebelah timur tipe A dan sedikit tipe B di Timur Laut. 3. Bagian Selatan : di sebelah Barat dan Tengah masuk tipe B, sebelah Timur tipe B, dan di Timur Laut tipe A. Sedangkan curah hujan berdasarkan peta curah hujan daerah KPH Cianjur untuk tiap-tiap bagian adalah : 1. Bagian Utara : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 340 mm dan sebelah Timur curah hujan rata-rata bulanan 265 mm. 2. Bagian Tengah : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 230–375 mm dan sebalah Timur curah hujan rat-rata bulanan 340 mm. 3. Bagian Selatan : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 275 mm.
Tanah dan Batuan Menurut peta tanah tinjau tahun 1966, jenis tanah di kawasan KPH Cianjur terdiri dari: •
Bagian Utara : Tanah Latosol coklat tua kemerahan, Regosol, dan Andosol.
•
Bagian Tengah : Tanah Latosol kekuningan, Grumusol, Podsolik, dan Andosol.
•
Bagian Selatan : Tanah Latosol merah kekuningan, Podsolik merah kekuningan, dan Andosol. Sedangkan jenis batuan tanah yang terdapat di daerah KPH Cianjur adalah
sebagai berikut: •
Bagian Utara : berasal dari bahan induk tuf volkan intermedier terdiri dari batuan Miccene Sedimentari Facies.
•
Bagian Tengah : terdiri dari Old Quanternery Volcanic Product, Indifferentiated Volcanic Product.
•
Bagian Selatan : Miccene Sedimentari Facies dan Miccene Volcanic Facies. Menurut buku register inventarisasi hutan KPH Cianjur Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten (1997), dapat diketahui bahwa untuk daerahdaerah di BKPH Tanggeung mempunyai jenis tanah yang relatif seragam yaitu
Latosol berwarna merah, coklat, merah kecoklatan kuning, abu-abu, dan hitam, dengan ciri-ciri sarang sampai mantap, agak dalam, sedikit berbatu dan berhumus.
Tegakan Hutan Kawasan hutan di KPH Cianjur mempunyai tegakan yang dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Hutan alam rimba yang terdiri dari jenis-jenis Ki tembaga (Acmena acuminatissima, M.et.P.), Rasamala (Altingia excelsa, Noronhae), Puspa (Schima wallichii, Kort), Huru (Ilex spp, Loes), Jamuju (Podocarpus imbricatus, B.L.), Pasang (Quercus sundaica, B.L.), Kihiur, dan lain-lain. 2. Hutan Tanaman yang terdiri dari Mahoni (Swietenia macrophylla, King), Rasamala (Altingia excelsa, Noronhae), Puspa (Schima wallichii, Kort), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis dammara), Acacia (Acacia mangium), serta Jati (Tectona grandis, L.f.) yang menjadi Kelas Perusahaan (KP) di KPH Cianjur. Khusus di BKPH Tanggeung tegakan hutannya sebagian besar terdiri dari tanaman jenis kayu lain, yaitu Mahoni (Swietenia macrophylla, King), sedikit Puspa (Schima wallichii, Kort), Rasamala (Altingia excelsa, Noronhae), serta terdapat pula kelas perusahaan Jati (Tectona grandis, L.f.). Menurut keadaan topografi yang ada maka hutan-hutan yang ada di KPH Cianjur dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu hutan pegunungan dan hutan dataran rendah. Sedangkan menurut fungsinya, areal hutan yang ada dapat dibedakan menjadi kawasan lindung, kawasan produksi, dan lapangan dengan tujuan istimewa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan sebagai data dalam penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) ini dipilih dengan metode purpossive sampling. Pemilihan pohon contoh dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan (kriteria) tertentu, antara lain: pohon tumbuh normal dan sehat, batang lurus dan tidak banyak cabang, mewakili (representative) terhadap kondisi tegakan, diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian. Tegakan Mahoni di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III yang dijadikan bahan penelitian terdiri dari bonita 1 sampai bonita 3 dengan kisaran kelas umur (KU) antara kelas umur (KU) V sampai kelas umur (KU) IX, akan tetapi untuk bonita 3 hanya terdiri dari kelas umur (KU) IX saja. Hal ini disebabkan karena tegakan mahoni yang ada di lokasi penelitian untuk bonita 3 hanya terdapat di petak 9a dan petak 69i dengan kelas umur (KU) IX. Adapun penyebaran jumlah pohon contoh berdasarkan kelas umur disajikan pada Tabel 4 dibawah ini : Tabel 4. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas umur (KU) dan bonita. Bonita 1 2 3 Sub Total
V 25 25 50
Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Umur VI VII VIII 25 25 25 25 25 25 50 50 50
IX 20 23 23 66
Total 120 123 23 266
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pengalokasian satuan contoh untuk tiap stratum (kelas umur dinyatakan sebagai stratum) adalah sebanyak 50 pohon contoh kecuali pada kelas umur (KU) IX sebanyak 66 pohon contoh, sehingga total pohon contoh yang diambil adalah sebanyak 266 pohon contoh. Menurut Bustomi, et al. (1998), untuk menyusun tabel volume diperlukan jumlah pohon contoh yang dikumpulkan dari satu lokasi penelitian minimal 50 pohon contoh, serta memperhatikan pula macam umur tanaman yang akan dijadikan objek penelitian. Adapun jumlah pohon contoh di setiap anak petak yang diamati di BKPH Tanggeung disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah pohon contoh di setiap anak petak yang diamati dalam menyusun Tabel FT di BKPH Tanggeung. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
KU V
VI VII VIII
IX
Bonita 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 3 3
Anak Petak 85 f 103d 87b 14 a 102 6b 87e 5a 9a 9a 10b 8b 8b 9a 69i
RPH Salatri Walahir Salatri Kadupandak Walahir Kadupandak Salatri Kadupandak Kadupandak Kadupandak Kadupandak Kadupandak Kadupandak Kadupandak Ciogong
Luas (ha) 24 22.08 11.10 27.29 23.76 30.90 14.80 17.40 46.16 10.63 53.63 6.23 20.75 10.63 1.38
Jumlah Pohon 25 12 13 25 25 25 25 25 13 12 20 12 11 11 12
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, pohon contoh tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa kelas diameter dengan selang untuk kelas diameter sebesar 5 (lima) cm dan kelas tinggi, baik tinggi total maupun tinggi relatif, dimana selang yang digunakan sebesar 5 (lima) meter. Dari data tersebut dapat dibuat sebaran jumlah pohon contoh berdasarkan kelas diameter dan kelas tinggi total yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi total pohon. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelas Dbh (cm) 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Sub Total
Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Total (m) 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 6 2 25 14 1 2 20 37 8 17 39 8 3 18 7 2 8 13 3 7 8 2 3 2 2 5 4 4 73 123 54 12
Total 6 42 67 64 28 26 17 5 7 4 266
Begitu pula dengan penyebaran jumlah pohon contoh berdasarkan kelas diameter dan kelas tinggi relatif yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi relatif . Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Relatif (m) 11-15 16-20 21-25 6 30 12 27 39 1 24 37 3 3 22 3 2 17 7 11 6 1 4 6 1 3 92 140 33
Kelas Dbh (cm) 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Sub Total
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Total 6 42 67 64 28 26 17 5 7 4 266
Berdasarkan tabel-tabel diatas dapat dibuat diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas diameter, tinggi total dan tinggi relatif sebagai berikut : 80 70 Jumlah Pohon
60 50 40 30 20 10 0 16-20
21-25
26-30
31-35 36-40 41-45 Kelas Diameter (cm)
46-50
51-55
56-60
61-65
Pohon Contoh
Gambar 2. Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas diameter setinggi dada (Dbh). 160 140 Jumlah Pohon
120 100 80 60 40 20 0 11-15
16-20
21-25 Kelas T inggi (m)
T inggi T otal (m)
26-30
31-35
T inggi Relat if (m)
Gambar 3. Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas tinggi total dan tinggi relatif pohon.
Berdasarkan data hasil pengukuran yang didapat di lapangan (berupa diameter, tinggi total dan tinggi relatif) dapat diketahui besarnya nilai faktor tinggi absolut (fh) yang didapat dari tinggi relatif pohon. Kemudian semua data tersebut dirata-ratakan tiap anak petak seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Data rata-rata diameter, tinggi total dan faktor tinggi absolut (fh) untuk tiap anak petak di BKPH Tanggeung KPH Cianjur. No.
Anak Petak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
85 f 103d 87b 14 a 102 6b 87e 5a 9a 9a 10b 8b 8b 9a 69i
Dbh rata-rata (cm) 25.75 29.79 25.28 30.36 33.06 30.99 29.69 34.39 35.20 36.07 40.99 54.35 52.81 43.05 30.55
Tinggi Total rata-rata (m) 17.42 19.69 18.04 24.20 22.68 19.76 23.42 21.18 23.92 25.92 26.25 30.25 29.05 27.45 21.21
fh rata-rata (m) 8.81 10.02 9.33 12.57 11.79 9.83 11.82 11.22 12.69 13.60 13.50 15.16 15.04 14.01 11.32
Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama sehingga akan memiliki faktor tinggi pohon yang sama pula. Hal ini akan diterima jika terdapat hubungan yang erat antara tinggi total pohon dan diameter pohon, dimana hubungan yang erat tersebut menunjukan bahwa variasi tinggi total dapat dicakup oleh adanya variasi diameter pohon atau dengan kata lain peubah tinggi total pohon telah dapat dijelaskan peranannya oleh peubah diameter pohon, sehingga dalam pendugaan volume atau faktor tinggi pohon dapat menggunakan satu peubah saja yaitu diameter pohon atau tinggi total pohon. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh di lapangan yaitu data rata-rata diameter, tinggi total dan fh (faktor tinggi absolut), maka tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan dapat ditunjukan oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r) yaitu r = 0,9070, hal
tersebut menyatakan bahwa hubungan antara kedua peubah (tinggi total dan diameter rata-rata tegakan) itu kuat dan terdapat hubungan korelasi yang tinggi pada pohon-pohon contoh yang terpilih. Untuk melihat apakah hubungan korelasi yang kuat tersebut terjadi pula dalam populasi maka dilakukan pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan transformasi Z-fisher. Nilai koefisien korelasi contoh (r) kemudian diuji dengan menggunakan transformasi Z-fisher untuk mengetahui apakah pada tingkat nyata tertentu nilai koefisien korelasi contoh (r) yang cukup besar nilainya tersebut juga berlaku untuk populasi sehingga syarat penyusunan tabel volume atau tabel faktor tinggi tegakan (FT) dapat terpenuhi. Setelah dilakukan uji transformasi Z-fisher didapatkan nilai Z hitung sebesar 2.0216 yang berarti nilai Z hitung lebih besar dari nilai Z tabel (-1,6450) pada tingkat nyata 0,05 sehingga hubungan antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memenuhi persyaratan yang diberikan yaitu ρ > 0,7071. Hal ini nenunjukan bahwa dari hasil analisis data tersebut dapat disusun suatu persamaan regresi dengan hanya menggunakan satu peubah bebas saja yaitu tinggi total atau diameter rata-rata tegakan.
Hubungan Antara FT dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya, diketahui bahwa antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memiliki hubungan yang erat (Z hitung > Z tabel), maka penduga faktor tinggi tagakan (FT) dengan menggunakan satu peubah bebas (tinggi total atau diameter rata-rata tegakan) dapat dibenarkan. Sehingga variasi FT yang disebabkan oleh diameter rata-rata tegakan dapat diwakili dengan adanya variasi tinggi total rata-rata tegakan dan begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti dengan hanya satu peubah bebas dapat dibuat persamaan regresi FT, tentunya dengan mempertimbangkan hubungan antara FT dengan tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan. Jika dilihat dari pengukuran dimensi pohon di lapangan, diameter pohon lebih mudah dan praktis untuk di ukur dibandingkan tinggi total pohon. Akan tetapi dalam penelitian ini akan di coba untuk membuat persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya dan persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan
sebagai peubah bebasnya. Kemudian dari kedua persamaan tersebut akan dibandingkan mana yang lebih baik digunakan untuk menduga volume tegakan. Untuk menyusun Tabel FT, parameter tinggi total rata-rata tegakan harus berpengaruh dan mempunyai hubungan yang erat dengan FT, sama halnya dengan hubungan antara FT dan diameter rata-rata tegakan. Pengaruh tinggi total dan diameter rata-rata tegakan terhadap FT dapat dilihat berdasarkan hasil uji F-fisher, sedangkan untuk keeratan hubungan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan terhadap FT dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Persamaan-persamaan regresi yang terbentuk dari hasil analisis data disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Persamaan-persamaan regresi hubungan FT dengan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan. Persamaan Regresi
R2 (%)
S
F hit
FT = 0.153 + 0.509 T
98.4
0.2612
FT = 4.91 + 0.201 D
78.7
0.9582
F tabel 0.05
0.01
800.14
4.60
3.10
47.91
4.60
3.10
Keterangan: *) = pada taraf nyata 5 % terjadi hubungan regresi yang sangat nyata antara FT dan peubah penaksirnya (tinggi total atau diameter rata-rata tegakan).
Pengujian hipotesis perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat nyata dari persamaan-persamaan regresi diatas. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui peranan peubah tak bebas (FT) terhadap peubah bebasnya (tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan) yang dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi. Secara umum hasil yang tertera pada Tabel 9 di atas adalah nilai F hitung lebih besar dari F tabel pada tingkat nyata 0,05 dan 0,01. Hal ini menunjukan bahwa antara FT dan peubah bebasnya memiliki hubungan regresi yang nyata, sehingga persamaan-persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk menaksir nilai FT berdasarkan peubah penaksirnya yaitu tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan. Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan, maka didapatkan dua persamaan regresi untuk menduga Tabel FT. Yang pertama, persamaan regresi dengan menggunakan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya yaitu: FT = 0.153 + 0.509 T dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 %. Dan yang kedua, persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai
peubah bebasnya yaitu: FT = 4.91 + 0.201 D dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7 %. Berikut disajikan garis regresi antara hubungan FT dengan tinggi total rata-rata tegakan dan FT dengan diameter rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur pada gambar dibawah ini : 25
FT (m)
20
15
10
5
0 15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
45
Tinggi total rata-rata tegakan (m) Pers. FT = 0.153 + 0.509 T
Gambar 4. Garis regresi hubungan FT dengan tinggi total rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 0.153 + 0.509 T). 20 18 16 14
FT (m)
12 10 8 6 4 2 0 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 54 56 58 60 62 64
Diameter rata-rata tegakan (cm) Pers FT = 4.91 + 0.201 D
Gambar 5. Garis regresi hubungan FT dengan diameter rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 4.91 + 0.201 D).
Untuk mendapatkan persamaan regresi yang terbaik dalam menduga Tabel FT maka dari kedua persamaan regresi diatas akan dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan simpangan baku (S). Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (R2) maka persamaan regresi tersebut akan semakin baik, sedangkan untuk simpangan baku (S) jika nilainya semakin kecil maka persamaan regresi tersebut akan semakin baik. Pada Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 % dan simpangan baku (S) sebesar 0,2612. Sedangkan untuk persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78,7 % dan simpangan baku (S) sebesar 0,9582. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) adalah persamaan regresi yang terbaik untuk menduga nilai FT walaupun pengukuran tinggi total pohon di lapangan lebih sulit dilakukan dibandingkan diameter pohon.
Penyusunan Tabel FT Untuk menaksir volume tegakan diperlukan suatu tabel pembantu yang praktis salah satunya adalah Tabel FT. Metode penaksiran volume dengan tabel ini merupakan suatu metode yang sangat cepat, praktis dan terandalkan. Dimana dengan menggunakan Tabel FT ini kesulitan yang dialami dalam pengukuran tinggi pohon dan faktor bentuk pohon dapat berkurang karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar tegakan dan tinggi rata-rata tegakan. Dari kedua parameter tersebut dapat diketahui volume tegakan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Pressler (1865) dalam Loetsch, Haller dan Zohrer (1973) yaitu : V = G (FH) dimana: V
= volume tegakan per hektar
G
= luas bidang dasar per hektar
FH = faktor tinggi pohon
Berdasarkan hasil analisis regresi didapatkan dua bentuk persamaan regresi untuk menduga Tabel FT yaitu persamaan regresi dengan menggunakan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 % dan persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya yaitu: FT = 4.91 + 0.201 D dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7 %. Kedua persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai FT tapi lebih baik menggunakan persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya karena mampunyai koefisien determinasi (R2) lebih besar yaitu 98,4 % dan simpangan baku (S) lebih kecil yaitu 0,2612. Dengan kata lain untuk mendapatkan nilai FT pada tegakan mahoni daun besar di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dapat menggunakan Tabel FT yang disusun berdasarkan kedua persamaan regresi tersebut. Berikut pada Tabel 10. akan disajikan nilai FT berdasarkan persamaan regresi dengan menggunakan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya yaitu FT = 0.153 + 0.509 T. Tabel 10. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu : FT = 0.153 + 0.509 T (alternatif 1). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tinggi total ratarata tegakan(m) 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
FT (m)
No.
7.788 8.297 8.806 9.315 9.824 10.333 10.842 11.351 11.86 12.369 12.878 13.387 13.896 14.405 14.914 15.423
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Tinggi total ratarata tegakan(m) 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
FT (m) 15.932 16.441 16.95 17.459 17.968 18.477 18.986 19.495 20.004 20.513 21.022 21.531 22.04 22.549 23.058
Sedangkan Nilai FT yang didapat dari persamaan regresi dengan menggunakan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya yaitu FT = 4.91 + 0.201 D dapat disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu :FT = 4.91 + 0.201 D (alternatif 2). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Dbd rata-rata tegakan (cm) 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
FT (m)
No.
8.528 8.729 8.93 9.131 9.332 9.533 9.734 9.935 10.136 10.337 10.538 10.739 10.94 11.141 11.342 11.543 11.744 11.945 12.146 12.347 12.548 12.749 12.95 13.151 13.352
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Dbd rata-rata tegakan (cm) 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
FT (m) 13.553 13.754 13.955 14.156 14.357 14.558 14.759 14.96 15.161 15.362 15.563 15.764 15.965 16.166 16.367 16.568 16.769 16.97 17.171 17.372 17.573 17.774 17.975 18.176 18.377
Hasil yang didapat dari penyusunan Tabel FT ini lebih teliti untuk menduga volume tegakan bila digunakan pada kondisi tegakan dan lingkungan yang sesuai dengan lokasi penelitian. Dengan adanya Tabel FT, untuk menduga volume tegakan faktor di lapangan yang diukur cukup luas bidang dasar tegakan dan tinggi rata-rata tegakan. Sedangkan untuk mengetahui besarnya luas bidang dasar tegakan dapat melakukan penaksiran jumlah luas bidang dasar per ha dari tegakan yang diamati dengan menggunakan alat-alat ukur bidang dasar antara lain Bitterlich Stick, Prisma Baji Bitterlich, Spiegel Relascop Bitterlich dan alat-alat lain yang fungsinya sama.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memiliki hubungan yang erat (Z hitung > Z tabel) maka penduga faktor tinggi pohon dengan menggunakan tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan dapat dibenarkan. 2. Tabel FT untuk jenis mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur dapat disusun berdasarkan dua persamaan regresi yaitu: FT = 0,153 + 0,509T dengan R2 = 98,4 % dan FT = 4,91 + 0,201D dengan R2 = 78,7 %. 3. Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa persamaan regresi : FT = 0,153 + 0,509T lebih baik digunakan untuk menduga volume tegakan karena memiliki koefisien determinasi terbesar (R2 = 98,4 %) dan simpangan baku terkecil (S = 0,2612) 4. Penaksiran volume tegakan dengan menggunakan Tabel FT lebih cepat dan praktis karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar tegakan rata-rata/ha dan tinggi rata-rata tegakan. 5. Hasil yang di dapat dari penggunaan Tabel FT ini lebih teliti jika digunakan pada daerah yang memiliki kondisi tegakan dan lingkungan yang sesuai dengan lokasi penelitian Tabel FT ini dibuat.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada berbagai kondisi tegakan dan lingkungan yang beragam untuk memperoleh Tabel FT yang lebih baik, teliti dan mewakili. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bonita yang beragam. 3. Perlu adanya pembuatan Tabel FT untuk berbagai jenis kayu komersial yang ada di Indonesia, mengingat penggunaan Tabel FT yang cepat, praktis dan teliti.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, H. 1976. Suatu Studi Penyusunan Tabel Stand Form Height (FH) pada Tegakan Agathis loranthifolia, Salisb di KPH Banyumas Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan. Bustomi, S., D. Wahjono, Harbagung, dan I.B.P. Parthama. 1998. Petunjuk Teknis Tata Cara Penyusunan Tabel Volume Pohon. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Cochran, WG. 1991. Teknik Penarikan Contoh. Terjemahan. UI Press. Jakarta. Departemen Kehutanan RI. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Haryanto, A. 2004. Penyusunan Tabel Volume Pohon untuk Jenis Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Hitam, H. 1987. Dasar-Dasar Teori dan Penggunaan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Technique) dalam Inventarisasi Hutan. Pradnya Paramita. Jakarta. Hush, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan (Terjemahan Agus Setyarso). UI Press. Jakarta. Loetsch, F., K. E. Haller dan F. Zohrer. 1973. Forest Inventory. Vol II. Blv Verlagsgesellschaft, Munchen. Martawijaya, A. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Rahayu, N. 1995. Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Pohon (FH) pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii, Jungh et de vriese) di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Samingan, T. 1982. Dendrologi. PT. Gramedia. Jakarta. Samsi, A. S. 2000. Analisis keragaman Genetik pada Tanaman Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di Kebun Benih Parung Panjang Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Simon, H. 1993. Metode Inventarisasi Hutan. Aditya Media. Yogyakarta.
[SPH] Seksi Perencanaan Hutan II Cianjur. 2003. Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati. Cianjur: SPH II. Suharlan, A. dan Y. Sudiono. 1973. Ilmu Ukur Kayu. Bagian Pendidikan Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. Tiryana, T. 1997. Penerapan Metode Plot Tidak Permanen Dengan teknik Penarikan Contoh Parsial Berulang Dalam Pendugaan Pertumbuhan Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU V BKPH Tanggeung KPH Cianjur. KU
Anak petak
Bonita
No. Pohon
Dbh (cm)
Tinggi Total (m)
fh (m)
V
85 f
1
1
33.121
21
10.4333
(Salatri)
2
18.1529
19.5
9.76667
3
28.6624
17.5
8.43333
4
22.293
16
8.1
5
23.8854
16
8.43333
6
22.6115
17
9.1
7
23.5669
17.5
8.43333
8
28.9809
20
10.4333
9
24.2038
17
8.43333
10
28.6624
20
9.76667 8.43333
11
18.4713
16
12
21.3376
15.5
8.1
13
22.9299
19
9.76667
14
24.2038
18
8.43333
15
26.4331
17
7.76667
16
28.6624
16
8.43333
17
29.9363
15
7.76667
18
19.4268
17
8.43333
19
33.121
18
9.76667
20
31.8471
18.5
9.76667 7.76667
21
24.8408
17
22
32.4841
18
9.1
23
28.0255
16
7.76667
24
23.5669
17
9.1
25
24.2038
16
8.43333
Total
643.631
435.5
220.167
Rata-rata
25.7452
17.42
8.80667
1
28.6624
20
10.4333
2
35.3503
19
10.4333
3
30.8917
19
9.1
4
31.2102
17
8.43333
103
2
(Walahir)
5
29.6178
21
11.1
6
32.4841
24
12.4333
7
37.8981
24
11.4333
8
30.8917
22
11.7667
9
35.0318
23
11.7667
10
31.5287
23
11.1
11
35.6688
21
10.4333
12
11.7667
28.0255
23
Total
387.261
256
130.2
Rata-rata
29.7893
19.6923
10.0154
1
22.6115
17
9.1
2
20.0637
16
7.76667
3
28.6624
17
9.1
4
25.1592
19
9.1
5
23.2484
15.5
7.76667
6
22.9299
18
9.76667
7
29.9363
18.5
8.43333
8
27.0701
21
11.1
9
20.3822
18
9.1
87b (Salatri)
2
10
24.8408
17
11
29.2994
17.5
8.76667 9.1
12
30.8917
22
11.7667
13
10.4333
23.5669
18
Total
328.662
234.5
121.3
Rata-rata
25.2817
18.0385
9.33077
Lampiran 2. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU VI BKPH Tanggeung KPH Cianjur. KU VI
Petak
Bonita
14 a
1
(Kadupandak)
No. Pohon
Dbh (cm)
Tinggi Total (m)
fh (m)
1
22.6115
21
10.4333
2
29.6178
24
12.4333
3
35.3503
24
13.1
4
30.0955
26
13.7667
5
24.8408
25
12.4333
6
21.3376
22
11.1
7
27.3885
24
12.4333
8
30.8917
23
11.7667
9
34.3949
23
11.7667
10
23.5669
24
12.4333
11
22.6115
21
10.4333
12
29.6178
26
13.1
13
41.7197
26
13.7667
14
41.0828
25
12.4333
15
37.8981
27
13.7667
16
30.2548
24
12.4333
17
22.6115
26
13.1
18
31.8471
27
13.7667
19
33.4395
23
12.4333
20
32.4841
22
12.4333
21
35.0318
25
13.7667
22
29.6178
26
13.7667
23
27.707
25
13.1
24
28.9809
23
12.4333
25
11.7667
34.0764
23
Total
759.076
605
314.167
Rata-rata
30.3631
24.2
12.5667
1
37.8981
21
11.1
2
26.1146
25
12.4333
3
33.4395
20
10.4333
4
28.9809
22
11.7667
5
33.758
21
11.1
6
32.1656
25
13.1
7
34.3949
26
13.7667
8
23.5669
23
12.4333
9
28.6624
22
11.7667
10
41.4013
24
12.4333
102 (Walahir)
2
11
27.707
22
11.1
12
34.7134
23
11.7667
13
23.8854
23
11.4333
14
28.0255
21
11.1
15
29.6178
21
10.7667
16
33.4395
24
12.4333
17
48.0892
25
13.1
18
42.0382
23
11.7667
19
39.4904
24
12.4333
20
47.1338
23
11.7667
21
31.5287
25
12.4333
22
37.8981
20
10.4333
23
24.5223
20
11.1
24
28.3439
21
10.4333
25
12.4333
29.6178
23
Total
826.433
567
294.833
Rata-rata
33.0573
22.68
11.7933
Lampiran 3. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU VII BKPH Tanggeung KPH Cianjur. KU VII
Petak
Bonita
No. Pohon
Dbh (cm)
Tinggi Total (m)
fh (m)
6b
1
1
32.8025
25
12.4333
2
35.9873
21
9.76667
3
33.121
21
10.4333
(Kadupandak)
4
30.5732
21
9.76667
5
28.3439
20
10.4333
6
27.707
17
8.43333
7
33.121
18
9.76667
8
31.8471
19
10.4333
9
25.7962
17
8.43333
10
36.9427
18
9.1
11
34.7134
19
9.1
12
33.4395
20
9.76667
13
34.7134
21
11.1
14
34.0764
21
10.4333
15
24.8408
19
9.76667
16
25.7962
18
9.1
17
27.707
18
7.76667
18
34.3949
21
10.4333
19
35.9873
20
10.4333
20
28.0255
15
7.76667
21
29.9363
21
9.76667
22
32.4841
23
10.4333
23
27.0701
19
9.1
24
26.4331
20
10.4333
25
11.4333
28.9809
22
Total
774.841
494
245.833
Rata-rata
30.9936
19.76
9.83333
87e (Salatri)
2
1
33.121
25
12.4333
2
28.0255
28
13.7667
3
37.5796
27
12.4333
4
33.758
23
10.4333
5
25.4777
22
11.1
6
38.535
28
13.7667
7
28.3439
24
12.4333
8
22.9299
18
9.76667
9
23.2484
20
9.1
10
32.4841
29
15.1
11
38.8535
25
13.7667
12
25.1592
21
13
28.0255
21
9.76667 11.1
14
33.4395
27
13.7667
15
24.5223
20
10.4333
16
20.3822
17
8.43333
17
31.5287
20
10.4333
18
25.4777
21
10.4333
19
23.2484
21
11.1
20
42.0382
26
13.1
21
32.8025
28
14.4333
22
21.9745
22.5
11.1
23
34.0764
23
11.7667
24
26.4331
25
13.1
25
30.8917
24
12.4333
Total
742.357
585.5
295.5
Rata-rata
29.6943
23.42
11.82
Lampiran 4. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU VIII BKPH Tanggeung KPH Cianjur. KU
Petak
Bonita
No. Pohon
Dbh (cm)
Tinggi Total (m)
fh (m)
VIII
5a
1
1
34.0764
23
12.4333
2
28.3439
20
10.4333
3
31.8471
21
11.7667
4
36.9427
21.5
11.1
5
43.949
22
11.7667
6
24.8408
18
9.1
7
44.586
20
9.76667
8
24.5223
23
12.4333
9
30.2548
24
12.7667
10
31.8471
24
12.4333
11
32.8025
21
11.4333
12
29.6178
21
10.4333
13
28.0255
19
9.76667
14
37.2611
24
12.4333
15
34.0764
19
9.76667
16
24.2038
18
9.1
17
27.707
19
10.4333
(Kadupandak)
18
39.172
24
12.4333
19
28.6624
23
12.4333
20
40.7643
22
11.7667
21
42.0382
19
10.4333
22
33.4395
20
11.1
23
47.7707
22
12.1
24
46.1783
22
12.4333
25
10.4333
36.9427
20
Total
859.873
529.5
280.5
Rata-rata
34.3949
21.18
11.22
1
44.586
23
11.4333
(Kadupandak)
9a
2
2
39.4904
23
12.4333
(46.16 ha)
3
46.1783
26
13.7667
4
33.121
25
13.1
5
29.6178
23
13.1
6
38.2166
24
13.7667
7
28.6624
26
13.7667
8
36.6242
23
11.7667
9
24.8408
21
11.7667
10
31.8471
25
13.1
11
32.8025
23
11.7667
12
35.0318
25
13.1
13
36.6242
24
12.1
Total
457.643
311
164.967
Rata-rata
35.2033
23.9231
12.6897
9a
2
(10.63 ha)
1
36.3057
25
13.1
2
37.8981
24
13.7667
3
45.2229
25
13.1
4
31.8471
25
12.4333
5
33.4395
26
13.1
6
43.949
27
13.7667
7
44.586
28
13.7667
8
29.9363
28
14.4333
9
37.2611
25
13.7667
10
29.2994
27
13.7667
11
33.4395
26
14.4333
12
29.6178
25
13.7667
Total
432.803
311
163.2
Rata-rata
36.0669
25.9167
13.6
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU IX BKPH Tanggeung KPH Cianjur. KU
Petak
Bonita
No. Pohon
Dbh (cm)
Tinggi Total (m)
fh (m)
IX
10b
1
1
42.6752
28
14.4333
2
39.8089
29
15.1
3
42.9936
28
13.7667
(Kadupandak)
4
38.535
29
15.1
5
41.4013
31
15.7667
6
48.4076
27
13.1
7
42.9936
26
13.7667
8
49.3631
29
15.1
9
37.8981
25
13.1
10
44.2675
27
14.4333
11
34.3949
24
12.4333
12
42.3567
26
13.1
13
46.1783
24
12.4333
14
38.2166
25
13.7667
15
31.2102
24
12.4333
16
41.0828
23
11.7667
17
46.4968
26
13.1
18
44.586
24
12.4333
19
36.6242
26
12.4333
20
30.2548
24
12.4333
Total
819.745
525
270
Rata-rata
40.9873
26.25
13.5 16.4333
1
57.9618
33
(Kadupandak)
8b
2
2
59.5541
31
15.1
(6.23 ha)
3
47.7707
30
15.1
4
57.3248
31
14.4333
5
57.9618
32
6
56.6879
31
15.1
7
47.7707
32
16.4333
8
53.8217
27
13.7667
9
57.3248
28
14.4333
10
46.1783
28
13.7667
11
62.1019
29
14.4333
12
47.7707
31
16.4333
Total
652.229
363
181.867
Rata-rata
54.3524
30.25
15.1556
8b
2
16.4333
1
54.7771
30
15.1
(Kadupandak)
2
45.5414
28
13.7667
(20.75 ha)
3
51.2739
31
16.4333
4
46.4968
28
14.4333
5
64.0127
26
13.7667
6
62.7389
28
15.1
7
45.2229
30
15.7667
8
40.4459
30
15.7667
9
62.7389
28
15.1
10
50.3185
30
15.7667
11
14.4333
57.3248
30.5
Total
580.892
319.5
165.433
Rata-rata
52.8083
29.0455
15.0394
1
52.5478
30
15.7667
2
40.7643
24
13.1
3
30.8917
26
13.7667
4
42.0382
31
15.1
5
51.9108
32
16.4333
6
42.0382
28
14.4333
7
42.3567
31
15.7667
8
42.6752
26
13.1
9
35.0318
25
12.4333
10
46.1783
24
12.4333
11
47.1338
25
11.7667
Total
473.567
302
154.1
Rata-rata
43.0515
27.4545
14.0091
9a
3
(Kadupandak)
69i
1
35.0318
26.5
13.7667
2
27.707
23
11.7667
3
35.9873
18
10.4333
4
31.5287
18
9.76667
5
28.9809
21
11.7667
6
28.0255
23
12.4333
7
30.5732
22
11.7667
8
32.1656
23
11.7667
9
30.8917
20
10.4333
10
29.6178
22
11.7667
11
23.2484
18
9.76667
12
32.8025
20
10.4333
Total
366.561
254.5
135.867
Rata-rata
30.5467
21.2083
11.3222
(Ciogong)
3
Lampiran 6. Hasil perhitungan uji transformasi Z-fisher untuk hubungan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan. Hipotesa pengujian : H0 = ρ = 0,7071 H1 = ρ > 0,7071 Rumus : Z hit =
Zr − Zρ
σ Z
dimana: Zr = hasil transformasi r hitung terhadap nilai Z Zρ = hasil transformasi ρ hitung terhadap nilai Z
σZ=
1 n−3
Jika : - Z hit < Z tab = terima H0 - Z hit > Z tab = tolak H0 • r
= 0,9070
⎡1 + 0,9070 ⎤ ⎡1 + r ⎤ • Zr = 0,5 ln ⎢ = 0,5 ln ⎢ ⎥ = 0.2978 ⎥ ⎣ 1- r ⎦ ⎣1 - 0,9070 ⎦ ⎡1 + ρ ⎤ ⎡1 + 0,7071⎤ • Zρ = 0,5 ln ⎢ = 0,5 ln ⎢ ⎥ ⎥ = 0,8814 ⎣ 1 - 0,7071 ⎦ ⎣ 1- ρ ⎦ • σZ = • Zhit=
1 n−3
=
1 15 − 3
[0,2978 − 0,8814] 0,2887
= 0,2887
= 2.0216
• Ztabel= -1,6450 (taraf nyata 95 %)
Lampiran 7. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan tinggi total rata-rata tegakan. • Persamaan Regresi FT = 0.153 + 0.509 T
• Analisis Sidik Ragam Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
Regresi
1
55.040
55.040
806.92
Sisa
13
0.887
0.068
Total
14
55.926
Ftabel 0.05
0.01
4.6001
3.1022
Nilai koefisien determinasi (R2) = 98.4 % Nilai koefisien korelasi (r) = 0.9920 S = 0.2612
Lampiran 8. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan diameter ratarata tegakan. • Persamaan Regresi FT = 4.91 + 0.201 D
•
Analisis Sidik Ragam Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
Regresi
1
43.990
43.990
47.91
Sisa
13
11.936
0.918
Total
14
55.926
Nilai koefisien determinasi (R2) = 78.7 % Nilai koefisien korelasi (r) = 0.8871 S = 0.9582
Ftabel 0.05
0.01
4.6001
3.1022